Hong Lui Bun 18
Hong Lui Bun Karya Khu Lung Bagian 18
Ka-cin-ong terima batu jade itu sambil bergelak tawa,
katanya: "Kalau begitu anggaplah aku yang banyak curiga
dalam hal ini. Bila sidang pagi tiba, biar kulaporkan persoalan
ini kepada Baginda, yakin persoalan akan beres tanpa
merugikan pihak siauhiap. Siauhiap memang generasi muda
yang paling menonjol, cerdik pandai dan berbakat jadi
pemimpin, bagaimana kalau mampir ke istanaku."
Liok Kiam-ping menjura, katanya:
"cayhe orang awam yang tidak punya kemampuan apaapa,
syukur ongya sudi percaya kepadaku, kelak bila leluasa
pasti akan mampir keistana. Maaf, urusan penting menunggu
penyelesaian, sekarang juga, cayhe mohon diri." setelah
menjura pula segera dia berlari ke arah barat.
Setelah meninggalkan Ka-cin-ong Liok Kiam-ping
kembangkan ginkang kearah barat, cepat sekali dia sudah
keluar dari pintu kota terus membelok ke utara, waktu itu
sudah dekat kentongan lima, Cuaca sudah remang-remang.
Diluar kota penduduk desa sudah sibuk memikul kayu bakar
atau dagangan apa saja berduyun menuju ke kota maka
jalanan semakin ramai. Bila mengembangkan Ginkang menarik perhatian orang,
maka Kiam-ping memperlambat langkah, namun karena
menguatirkan keselamatan orang banyak maka langkahnya
jelas masih lebih cepat dari orang jalan.
Bila fajar menyingsing diapun tiba di Tay-hud-si, setelah
diperiksa, kecuali It-cu-kiam Koan-Yong dan Thi-pi-kim-to Tan
Kian-thay yang terluka, empat Hiangcu gugur dimedan laga,
kerugian masih lebih enteng dibanding korban yang jatuh
dipihak musuh. Liok Kiam-ping memang pemimpin bijaksana, terhadap
anggotanya tidakpandang bulu, tinggi rend ah dianggap sama,
maka dia mendapat dukungan seluruh anggota bahwa anak
buahnya ada yang terluka dan binasa, perasaannya jadi
tertekan, wajahnya tampak sedih dan masgulpula.
Ai-pong- sut lebih tua dan tab ah, segera dia tertawa
memecah kesunyian: "Bong siu dan Siu-Jan kerahkan seluruh
kekuatan hendak menumpas kita, akibatnya justru mereka
yang runtuh total, namaburukjabatan jatuh badan terluka lagi,
yakin selanjutnya mereka takkan berani bertingkah pula
terhadap kita.' Jian- li-tok-heng tersenyum, katanya: "Kukira tidak
demikian. Siu-Jan terkenal sebagai orang licik dan culas,
perbuatannya serba jahat, setelah dia kocar kacir dikota raja,
bukan mastahil mereka akan membalas kecabang kita
diberbagai tempat. Yang paling dikuatirkan mereka meminjam
kekuatan penguasa, dengan fitnah lalu menggrebek secara
diam-diam, jelas kita tidak akan biaa menduga sebelumnya.
Entah siapa pembesar yang mengejar tadi, bagaimana pula
menyelesaiannya dengan Pangcu.' Liok Kiam-ping tersenyum,
katanya: "Peristiwa ini sudah diketahui oleh Ka-cin-ong, dan dia
sendiri bertanggung jawab untuk menyelesaikan hal ini
kepada Baginda. Muslihat Siu-Jan terbongkar, yang harus kita
kuatirkan memang berbagai cabang yang kekurangan tenaga,
untuk ini kita harus cepat mengambil langkah seperlunya,
betapapUn kita harus berjUang supaya para kawan yang
gUgur meram dialam baka." habis bicara dia menghela napas
panjang. Coh-siang-hwi Ih Tiau-hiong berkata:
"Pangcuperlu menjaga kondisi badan, tak usah kau
bersedih hati, bagi kita yang hid up dalampermainansenjata,
mati hidup sudah takterpikir lagi, demi membela keadilan dan
kebenaran kaumpersilatan, gugur dimedan lagapatut
dibanggakan. Sekarang markas pusatsedang kosong, kurasa
kita perlu segera berangkatpulang sambil menyebar berita
keberbagai cabang, sementara menghentikan keg lata n,
sedapat mungkin menyembunyikan diri, bila situasi genting
berlalu baru mulai beraksi lagi. Bagaimana pendapat Pangcu."
"Memang begitulah maksud hatiku." ucap Liok Kiam-ping
lega, "mari kita segera berangkat."
ooooodowooooo Dibawah terik matahari dimusim rontok yang panas ini,
puluhanpenunggang kuda sedang membedal tunggangan
menuju kearah selatan. seolah-olah mereka lupamatahari
sedang memancarkan cahayanya yang paling panas, namun
tujuan mereka kekota Ki-ling belumjuga tercapai.
"Rombong an besar ini bukan lain adalah orang-orang
Hong-lui-pang dibawah pimpinan Liok Kiam-ping, setelah
meninggalkan kotaraja, lewat cin-hay, Jiang-ciu, G-kic lalu
memasuki, wilayah Soa-tang. Tengah hari tadi mereka sudah
istirahat di kota Lip-seng, Suma Ling-khong kangen kepada
sang ibunda, setelah mendapatpersetuuan Liok Kiam-ping dia
mohon diri menempuh perjalanan seorang diri. Setelah makan
kenyang dan Cukup istirahat rombong an besar ini
melanjutkan perjalanan keselatan, menjelang petang, mereka
sudah berada di karesidanan Ki-poh masuk kota lalu menginap
dihotel Pek-hok. Setelah makan malam, mendadak Liok Kiam-ping teringat
akan janjinya kepada pihak Kong-tong-pay, kaum persilatan
menguta makan menepati janji dan dapat diperCaya, dengan
wataknrya yang kaku dan jujur, betapapun malu bila ingkar
janji. Maka dia kumpulkan orang banyak serta memberi
penjelasan, urusan menyangkut kepentingan dan kebesaran
nama Hong-lui-pang, waktu yang dijanjikan sudah hampirtiba,
maka dendam perguruan harus segera dituntut. Setelah
dibicarakan, lalu diputuskan Liok Kiam-ping harus segera
meluruk ke Kong-tong ditemani Ai-pong-sut. Sementara
rombong an lain tetap menuju keselatan kembali ke Un Ciu,
pulang ke Kui-hun-ceng sebagai markas pusat mereka.
Keesokan harinya baru mereka melanjutkan perjalanan dan
berpiaah, Liok Kiam-ping berdua menuju kebarat, sementara
rombong an besar tetap menuju keselatan
Menempuh perjalanan bersama Ai-pong-sut yang
pengalaman danpandai memilih jalan dekat Liok Kiam-ping
tidal kapiran disepanjang jalan. Selama tiga hari dua malam
mereka menempuh perjalanan tanpa bermalam, hanya
sekedar istirahat setiap tiba waktunya makan, kalau mereka
membekal kepandaian dan Lwekang tinggi maka badan tetap
kuat, namun kuda tunggangan mereka yang kepayahan,
terpaksa hari itu mereka bermalam di Tiang-an. Setelah
mendapatkan hotel Jui-lay, mereka cari makan di restoran cuisian-
lou yang tak jauh letaknya dari hotel mereka menginap.
Mereka memilih tempat duduk yang dekat jendela, pelayan
segera menghidangkanpesanan mereka. Dengan lahap Liok
Kiam-ping makan minum tanpa banyak bicara.
Pada saat itulah. tangga loteng berkereot oleh langkah kaki
dua orang tua yang berwajah berperawakan sama, mirip satu
dengan yang lain, usia kedua orang tua kembar ini sudah
tujuh puluh tahun, wajahnya bersih, namun sorot matanya
berkilat tajam, sekilas pandang siapapun tahu bahwa Lwekang
mereka sudah amat tinggi.
Dengan langkah lebar dan berat mereka naik keatas loteng,
sekilas mereka menjelajah keadaan loteng lalu duduk dimeja
tengah, sikapnya angkuh dan pongah. Dibelakang kedua
orang tua ini ikutseorang laki-laki berusia empat puluhan
memanggul pedang, sikapnya amat hormat dan mundukmunduk
kepada kedua orang tua ini.
Melihat tampang kedua orang tua ini, hati Ang-pong-sut
diam-diam merasa keki, namun sikapnya wajar, dengan jari
yang dibasahi arak dia menulis diatas meja: "Perhatikan
percakapan ketiga orang itu.'
Melihat kedua orang ini Liok Kiam-ping juga sudah
menduga bahwa mereka memiliki kepandaian tinggi,
mendapat peringatan Ang-pong-sut lagi, maka dia khusus
perhatikan tingkah pola mereka, kalau sikapnya kelihatan
biasa dan wajar, padahal dia sudah pasang kuping dengan
mengerahkan tenaga murninya.
Dengan taraf latihan lwekangnya yang tinggi, bila dia
kerahkan tenaga murni. dalam jarak sepuluh tombak ada daon
jatuh pun bisa didengarnya jelas, bila kali ini dia mengerahkan
kemampuannya, nyamuk terbang dalam ruang restoranpun
dapat ditangkapnya. Sejenak hening, laki-laki tua yang duduk disebelah atas
mendadak tertawa enteng, katanya: 'Loji, kerja sama kami
dalam soal dagang kali ini, menurut pendapatmu, adakah
sesuatu yang tidak sempurna"'
Laki-laki yang duduk didepannya segera menjawab: 'Hanya
waktunya yang terburu-buru, ada hal Seng ih-hun biasanya
bekerja cermat dan sempurna, menghadapi persoalan takkan
mundur dan gugup, apalagi kedua pihak belum bentrok atau
beri hadapan, namun dia sudah gugup dan ketakutan
demikian rupa, kurasa hal ini patut kita selidiki dan perhatikan,
bukan mustahil dibelakang persoalan ada udang dibalik batu"'
Laki-laki disebelah atas mendengus, katanya: 'Memangnya
mereka berani betingkah dan merancang muslihat terhadap
kami berdua.' "Bila tiba saatnya, sebelum persoalan diselidiki jelas kurasa
jangan terburu nafsu turun tangan, kalau gegabah tentu
merugikan kita sendiri. '
Laki-laki setengah umur yang duduk disamping lekas berdiri
dan menjura, katanya tertawa nyengir: 'cianpwe berdua
semoga mendapat berkah. Kali ini Suhu mengundang kalian
untuk kerja sama, tujuannya adalah untuk menuntut balas
kematian The Hong Suheng dan para Sute yang terluka, pasti
tiada tujuan lain, mengingat waktu yang dijanjikan sudah
diambang mata kuatir musuh datang lebih dulu dan kita tak
kuat menghadapinya, maka Tecu diperintahkan untuk
mengundang cianpwe berdua, tujuannya jelas hanya untuk
menuntut keadilan demi menyelesaikan persoalan ini secara
adil." Laki-laki tua yang duduk disebelah atas bertanya: "Apakah
benda itu masih ditangan lawan kalian"
Laki-laki setengah umur tertawa, sahutnya: "Hal ini tak
perlu disangsikan, Cuma...."
"cuma bagaimana ?" tanya laki-laki tua yang lain
Sengaja berkerut alis laki-laki setengah umur, katanya
rawan: "Kabarnya lawan masih berusia muda, namun
kekuatan Lwekangnya amat mengejutkan, belakangan ini
seorang diri dia melukai Bong Siu, memukul Pa-kim Tayhud
luka parah. Membuat onar di kota raja nama dan
kebesarannya sudah menggetar dunia, dalam kalangan Bulim
sekaran mungkin sukar dicari tandingannya."
Laki-laki yang lebih tua agaknya berwatak lebih
berangasan, mendadak dia mendelik, bentaknya: "Umpama
sejak dalam kandungan dia sudah meyakinkan Lwekang,
dalam usia semuda itu, latihannya paling juga baru tiga
puluhan tahun. Aku yakin Bong Siu dan lain-lain pasti gegabah
dan memandang enteng lawan, atau terbokong oleh
keroyokan musuh. Jikalau kebentur ditangan Lohu, dalam tiga
jurus jangan harap dia bisa menyelamatkanjiwa, Loji,
mumpung malam ini bulan purnama, kita terus melanjutkan
perjalanan saja." beberapa saat kemudian setelah kenyang
makan minum membayar rekening, mereka segera berangkat.
Agaknya laki-laki tengah umur itu tahu watak kedua orang
tua yang suka diumpak dan dibombong, sengaja dia membuat
mereka gusar supaya malam ini juga lekas melanjutkan
perjalanan, hasutannya memang berhasil
Setelah ketiga orang itu turun keloteng, Ai-pong-sut segera
mengedip mata kepada Liok Kiam-ping, lekas dia
menyelesalkan rekening terus pulang ke hotel. Setiba didalam
kamar, Ai-pong-sut Thong cau berkata perlahan: "Kedua
orang tua diatas restoran tadi adalah Sip-san-siang-koay yang
sudah terkenal tiga puluh tahun yang lalu, sepasang saudara
kembar ini selalu membuat pusing kaum persilatan, entah
golongan putih atau aliran hitam, kenyataan mereka memang
memiliki kepandaian yang luar biasa, tiada seorangpun yang
tahu asal-usul perguruannya, keahlian mereka adalah Ko bokciang
(pukulan kayu kering) yang beracun, bila badan terpukul
sedikit aja, badan akan kering menghitam dan jiwa melayang,
tiada obat dapat menawarkan racun mereka, wataknya
nyentrik dan jahat lagi, sepak terjang mereka tidak pernah
membedakan salah benar, siapa kuat dia menang, itulah
pedoman hidup mereka. Meski berwatak angkuh dan tinggi
hati, namun jarang mereka melakukan kejahatan, ya tingkah
lakunya saja yang tidak kenal kompromi dan selalu bertolak
belakang dengan pendapat umum, karena itulah mereka di
juluki Slang-koay. Yang tua bernama Ki Kong, berwatak
berangasan, sering naik darah, adiknya bernama Ki Ping
sifatnya lebih sabar, tabah dan cerdik tapi dia sering
terpengaruh oleh watak saudara tuanya yang berangasan, apa
kehendaknya pasti dituruti." demikian tutur Thong cau, dari
percakapan mereka tadi dapat disimpulkan bahwa Kong-tongkoay-
khek Seng Ih-hun pasti mengundang mereka dengan
menyogok serta hasutan yang menimbulkan ketamakan
mereka, jadi jelas kedatangan mereka adalah untuk
menghadapi kami. Dari sini sudah jelas pula untuk
menghadapi Seng Ih-hun, kita pasti akan bertempur antara
mati dan hid up, oleh karena itu mereka juga berusaha
mengerahkan tenaga, yakin tidak sedikit gombong iblis yang
mereka undang untuk membantu. Karena itu tiba saatnya kau
harus tabah, hati-hati dan waspada, jangan sampai kau
menjadi korban muslihat jahat mereka seperti nasib cousu kita
Hweithian-sin-mo yang ajal ditangan musuh."
Berdiri tegak alis Liok Kiam-ping, katanya: "Nasehat Tianglo
patut kuperhatikan, tapi jiwa raga Kiam-ping hanya untuk
Hong-lui-pang, kedatanganku kali ini demi menuntut balas
sakit perguruan, menegakan keadilan Bulim, aku bersumpah
dengan Kungfu yang kuyakinkan membuat perhitungan
dengan dengan musuh sampai tuntas, meski menghadapi
lautan golok lautan minyak juga tidak akan undur setapak."
Ai-pong-sut terharu, katanya: Jiwa ksatria PangCu patut
dipuji dan dijadikan teladan semoga insan persilatan akan
memperoleh berkahnya, kau bakal memperkokoh kekuatan
dasar Hong-lui-pang kita, bila cousu kita tahU dialam baka,
yakin beliau-beliau akan meram dengan tentram dan lega.
Tapipohon besar mendatangkan angin ribut, semakin tinggi
kedudukan menimbulkan sirik hati orang lain- Dunia persilatan
serba kotor, semoga Pangcu bertindak secara teliti dan sabar,
segala persoalan besar kecil tak boleh dihadapi secara
gegabah, semoga Pangcu tidak mengabaikan harapan seluruh
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anggota kita.' "Petuah Tianglo akan terukir dalam sanubari Kiam-ping
selama hidup,' ujar Kiam-ping.
Esok harinya, fajar baru menyingsing mereka sudah
menempuh perjalanan tetap naik kuda, arahnya belok ke
utara. Hari kedua menjelang magrib, tiba diTiang-bu. Maju lebih
kedepan mereka akan memasuki wilayah Kam-slok.
Pengalaman Ai-pong-sut amat luas, dia tahu lebih maju
mereka sudah akan memasuki wilayah kekuasaan Kong-tongpay,
untuk menjaga tidak terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan, dia mengajurkan untuk istirahat semalam,
menghilangkan lelah, mengumpulkan tenaga dan semangat.
Kiam-ping setuju, maka mereka mencari hotel dan
menginap. Menjelang tengah malam, mereka sedang samadi.
Mendadak lambaian pakaian terdengar melayang diatas
genteng dari kejauhan semakin dekat.
Liok Kiam-ping pasang kuping, yang datang empat orang,
kepandaian mereka kelas rendahan, dalam hati dia tertawa
geli, segera dia kerahkan Khikang lalu berunding dengan Aipong-
sut menggunakan ilmu gelombang panjang, segera dia
melompat turun dari ranjang, sekali berkelebat menyelinap
keluar pintu. Dipekarangan mendadak terdengar suara 'kiotak.' suara
batu yang dijatuhkan, jelas orang-orang itu mencari tahu
keadaan dibawah. Menyusul dua bayangan melompat turun
dari atas genteng. Begitu kaki menyentuh bumi sigap sekali
mereka sudah menyusup ketempat gelap dibawah jendela.
Orang ini menempel kuping dijendela mendengarkan
dengan seksama, dalam kamar keadaan Sekeliling pekarangan
hening lelap.jarum jatuhpun terdengar, karuan dia berpikir:
"Konon kepandaian lawan amat tinggi, dalam jarak Sepuluh
tombak daon jatuh dapat didengarnya, kenapa begini
gegabah, kami sudah berada di sini tetap tiada reaksi apa-apa.
Memangnya mereka salah lihat atau keliru menilai
kepandaiannya?" Kedua orang ini mendekam lagi sesaat lamanya, mereka
cukup sabar, lalu dengan ujung golok ditangan mereka
mencungkil jendela hingga terbuka. Bayangan berkelebat,
salah seorang telah melompat masuk kedalam. Beberapa
kejap kemudian, orang yang masih menunggu dibawah
jendela tetap tidak mendengar suara apapun didalam, seketika
mengkirik bulu kuduknya, tapi tak berani bersuara memanggil
atau bertanya. Setelah dipikir akhirnya diapun menjejak kaki
ikut melompat kedalam kamar.
Disaat kedua orang dibawah melompat kedalam kamar.
Dua orang baju hitam yang berjaga diatas genteng mendadak
merasa pinggangnya kesemutan, badan lantas kaku tak bisa
bergerak. "Blak, bluk ' dua kali kedua orang ini terjungkal
jatuh ketanah, mendadak mereka pentang mulut terus
bergelak tawa seperti orang gila. Kiranya Kiam-ping telah
menutuk Hiat-to mereka yang menimbulkan rasa geli
dipinggang. Sudah tentu keributan dipekarangan ini membuat kaget
seluruh penghuni dan pengurus hotel, beramai-ramai mereka
keluar dan merubung kedua orang ini. Kiam-ping sembunyi
ditempat gelap lalu menyelinap kembali kekamarnya. Tampak
kedua orang baju hitam yang melompat kedalam kamar
menggeletak lunglai dilantai, jelas tertutuk Hiat-tonya oleh Aipong-
sut. Kiam-ping buka hiat-to salah seorang, orang itu membuka
mata terus berjingkat duduk. matanya celingukan bingung.
Dengan tersenyum Liok Kiam-ping berkata: "cayhe tidak
kenal kalian berdua, tak bermusuhan tiada sakit hati, untuk
apa tengah malam buta rata kalian meluruk kemari membawa
golok segala. Bicaralah terus terang, aku pasti tidak
menyakitimu." Laki-laki ini bingung kenapa dirinya menggeletak dilantai
dan kenapa mendadak siuman tahu lawan berkepandaian
tinggi, lari jelas tidak mungkin. Tapi urusan menyangkut jiwa
dan keluarga, betapapun dia sukar bicara. Maka dia hanya
geleng kepala tanpa bicara.
"Agaknya kalau tidak disiksa kalian tidak mau mengaku,
baiklah kau rasakan dulu tubuh yang digeragoti semut." lalu
Thong cau mengedip mata kepada Liok Kiam-ping.
Kiam-ping acungkan jari telunjuk dari kejauhan beruntun
dia menutuk dua belas Hiat-to ditubuhnya, terakhir dia
mencengkram perut orang. Semula laki-laki baju hitam hanya
merasa badan mengejang dan kesemutan, tapi setelah rasa
kejang hilang, rasa kesemutan itu makin keras dan melebar
keseluruh badan, tubuh seperti digigit ribuan semut, gatal dan
linu membuat keringatnya membanjir keluar, hanya sekejap
dia sudah tidak tahan, meronta dan meratap: "Hohan-
..kasihanilah...baiklah aku bicara."
Sekali jari telunjuk Kiam-ping menjentik, rasa sakit dan
gatal ditubuh laki-laki itu seketika lenyap. Setelah napas yang
tersengkal agak reda baru laki-laki itu bicara: "Kami berempat
diutus oleh cousu Kong-tong-koay-khek untuk menyelldiki
jejak kalian, supaya..." mendadak dua jalur sinar kilat
menyambar masuk dari jendela, laki-laki itu menggerang
sekali, tubuhnya tersungkur terus mati. Temannya yang
tertutuk Hiat tonya dan meringkal dilantai itupun mampus
seketika. Kejadian mendadak dan tak terduga, betapapun tinggi
kepandaian Liok Kiam-ping juga tak sempat memberi
pertolongan, disaat dia memeriksa penyebab kematian kedua
orang ini, orang banyak dipekarangan mendadak menjerit
kaget dan bubar tunggang langgang.
Liok Kiam-ping membanting kaki, bentaknya: "Bangsat keji,
tak segan kau membunuh orang sendiri, membunuh orang
menutup mulut, Siau-ya takkan memberi ampun kepadamu."
Lekas Ai-pong-sut mencegah dia mengejar, katanya:
"Takperlu dikejar, apalagi dia sudah pergi jauh, mengejar
hanya membuang waktu dan tenaga. Urus saja penguburan
mereka." Untung pengurus hotel sudah biasa menghadapi kejadiankejadian
seperti ini, apalagi Liok Kiam-ping mau keluar ongkos
untuk pengub uran keempat orang ini, pihaknya tidak
dirugikan malah mendapat untung dari sisa uang yang
diterima, maka persoalanpun selesai sampai di situ.
Dalam pemeriksaan Liok Kiam-ping tadi, sekujur badan
para korban tidak ada luka-luka hanya bagian ci-tong-hiat
dipunggung terdapat tanda hitam sebesar kacang tanah
hingga kulit daging sekelilingnya membengkak hijau, darah
hitam tampak mengalir keluar dari tanda hitam yang
membengkak itu. Pengalaman Ai-pong-sut mengenai berbagai jenis senjata
rahasia khusus dari berbagai perg uruan cukup luas, kalau
tidak mau dikatakan cukup apal, setelah memerlksa luka-luka
itu akhirnya dia manggut dan mendesis: "Mungkinkah dia"
"Apa benar ada gembong iblis lihay yang muncul " tanya
Liok Kiam-ping. Ai-pong-sut Thong cau mengangguk. katanya: "Empatpuluh
tahun yang lalu pernah muncul pendekar aneh yang bertabiat
eksentrik, golongan hitam atau aliran putih tiada yang pernah
kontak dengan dia, sepanjang tahun dia senang mengenakan
jubah putih, mengasingkan diri di Hay-sim-san di Jing-hay,
tiada orang pernah melihat wajah aslinya, maka umum
memberijulukan Pek-ih-koay-khek (orang aneh berbaju putih).
Belakangan karena memperebutkan semacam mestika Bulim,
dan membunuh banyak orang dengan cara yang terlampau
keji Hingga menimbulkan kemarahan umum serta
mengeroyoknya, namun dengan bekal kepandaiannya yang
mengejutkan dia berhasil lolos, malah tidak sedikit jago-jago
kosen dari berbagai golongan yang binasa dan terluka, maka
sejak itulah permusuhanpun semakin mendalam." .
"Suatu ketika dia kepergok di Tiam-jong-san dan dikeroyok
oleh seratusan jago-jago kosen berbagai cabang persilatan,
kali ini orang aneh berjuang mati-matian sampai titik darah
terakhir, namun karena dikeroyok sekian banyak. tak mampu
dia meloloskan diri dari kepungan sekian banyak orang
terpaksa dia taburkan Bo-dhi-son yang amat beracun, tak
sedikit jago-jago kosen dari berbagai cabang itu yang gugur,
orang aneh itu sendiri juga terluka parah, syukur dia berhasil
meloloskan diri. Sejak kejadian itu tak pernah lagi muncul
jejak orang aneh itu. "Konon Bo-dhi-son berasal dari Thian-tok, dibuat dengan
serbuk besi yang lembut dicampuri racun jahat, bila
disambitkan tidak mengeluarkan suara, bagi yang terluka dan
keracunan tiada obatnya untuk menolong jiwanya. Pendatang
ini dalam jarak tiga tombak mampu mengincar Hiat-to setepat
ini, Lwekangnya jelas amat mengejutkan, untung tidak dalam
melesak kedaging, maka berani kuduga yang datang pasti
bukan orang aneh itu." lalu dia menghela napas dengan
perasaan masgul. Watak Liok Kiam-ping memang amat angkuh, kapan dia
pernah tunduk kepada orang lain-Berdiri alisnya, sambil
menggereget dia, berkata: "Kepandaian orang itu memang
lihay, namun cara turun tangan begini tidak patut dipuji, Kiamping
jadi ingin menghadapinya," ternyata Lwekangnya yang
tinggi sudah merasakan adanya sesuatu suara yang
mencurigakan diluar, maka sengaja dia memancing supaya
pendatang itu unjukan diri. Pancingannya ternyata berhasil,
tiba-tiba seorang tertawa dingin lalu melayang turun secarik
kertas. Kiam-ping ulur tangan menangkap terasa berat, diam-diam
dia rasakan tenaga lawan yang tangguh, bila dia baca kertas
itu, dimana ada tulisan tinta hitam yang berbunyi: "Selamat
bertemu didepan' di bawahnya tertanda satu huruf 'Ho' atau
bangau. Cukup lama Ai-pong-sut Thong cau dan Liok Kiam-ping
berdiri melenggong, mereka tak habis mengerti tokoh macam
apa orang yang menggunakan nama "Ho" ini, namun dia
sudah menunggu didepan, akhirnya juga pasti bertemu, asal
sepanjang jalan ini beri hati-hati pasti takkan kurang suatu
apa. Waktu itu sudah sekitar kentongan kelima, fajar hampir
menyingsing, karena sedang musim panas, maka sebagian
besar tamu-tamu hotel suka menempuh perjalanan dipagi
Hari, hawa sejuk dan nyaman, maka hari masih petang
mereka sudah berg eg as melanjutkan perjalanan- Demikian
pula Liok Kiam-ping dan Ai-pong-sut sudah melanjutkan
perjalanan ke barat laut.
Tengah hari mereka beristirahat di King-jwan, bila maju
pula lebih lanjut kesebelah barat, mereka mulai memasuki
daerah pegunungan, jarang kendaraan atau pejalan kaki lewat
di sini, umpama ada kereta lewat juga jalannya amat lambat
karena jeleknya jalan pegunung an yang berbatu.
Bila mereka sudah memutari pinggang gunung, jalan
pegunungan makin susah ditempuh, padahal gunung
gemunung seperti berlapis dan bersusun makin tinggi, deru
angin disertai pekik binatang dan lolong serigala terdengar
jelas mendirikan bulu roma dan menciutkan nyali.
Namun Kiam-ping berdua bernyali besar, menghadapi
pedalaman yang makin belukar dan menakutkan ini, sudah
terlalu biasa bagi mereka, perjalananpun tidak teri hambat
karenanya, cuma mereka memperlambat laju kuda mereka,
namun sepanjang jalan ini mereka tetap santai berjalan sambil
berbincang. Bila mereka sudah melampaui sebuah puncak
tinggi, kini mereka berada ditengah kabut lebat, jubah
panjang mereka melambai tertiup angin. Satujam kemudian
puncak ini sudah jauh ditinggal kebelakang, didepan mencegat
sebuah selat sempit, mulut selat ditumbuhi rumput liar
setinggi manusia, jelas jarang ada manusia pernah menjelajah
tempat ini. Kira-kira ratusan tombak kemudian, mendadak terdengar
derap lari kuda kumandang di sebelah belakang.
Dua ekor kuda berlari kencang bagai mengejar angin
menyusul dari belakang, dalam sekejap sudah melesat lewat
kedepan. Salah seorang diantaranya waktu lewat dua tombak
didepan mereka sempat menoleh ke arah Kiam-ping berdua
sambil menyeringai dingin, lekas sekali kuda mereka sudah
dibedal jauh. Didalam selat sempit yang rusak jalannya namun bisa
membedal kuda secepat terbang, dapatlah dibayangkan
bahwa penunggang kuda itu sudah ahli dan biasa
mengendalikan kuda didaerah pegunungan.
Ai-pong-sut Thong cau seperti memikirkan sesuatu, tibatiba
dia hentikan kudanya lalu menoleh kebelakang, mulutnya
bersuara lirih, katanya: "Pangcu, tempat ini belukar hanya ada
satu jalan di sini, puncak tinggi mencegat jalan didepan dan
dibelakang, kedua kuda tadi cukup menyolok, mungkinkah
musuh yang mengintai gerak gerik kami untuk menjebak kami
disebelah depan ' Liok Kiam-ping tertawa dingin, katanya: "Biar perangkap
atau jebakan yang di buat kawanan rase atau serigaia, kenapa
dibuat takut." Belum habis dia bicara mendadak suara sinis membentak:
"Kalau tidak takut boleh kau rasakan' mendadak melesat
keluar serangkum hujan hitam dari hutan kiri dengan daya
luncuran yang kencang disertai desisangin yang ribut, jelas
kepandaian pembokong cukup tinggi.
Tanpa berjanji Kiam-ping dan Thong cau angkat tangan
menggempur kearah bayangan hitam itu. Kedua orang ini
memiliki kekuatan pukulan yang hebat, apalagi mereka
bergabung dengan pukulan dahsyat, sudah tentu perbawanya
bukan olah-olah hebatnya. Empat jalur pukulan seperti
berpadu ditengah terus mendera sederas hujan badai
sehingga gumpalan hujan hitam itu terpukul buyar keempat
penjuru. Menyusul terdengar suara gemuruh dari robohnya
sepucuk pohon besar didepan mereka. Beg itu dahsyat
pukulan gabungan mereka sehingga pohon besar itu seperti
dibetot hingga roboh seakarnya.
Terdengar seorang memuji didalam hutan: "Pukulan bagus,
selamat bertemu didepan" sesosok bayangan orang menjulang
tinggi lurus keatas terus merambat makin tinggi diatas dinding
gunung yang curam, hanya sekejap bayangannya sudah
lenyap. Liok Kiam-ping berdua tertawa saling pandang, segera
mereka keprak kuda pula. Mereka maklum bahwa dalam selat sempit ini mereka bakal
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadapi banyak rintangan dan bahaya namun mereka
tidak gentar, bekal kepandaian mereka yang tinggi membuat
nyali mereka keliwat besar, bahwasanya Kiam-ping tidak
pandang sebelah mata lawan-lawannya.
Syukur Ai-pong-sut Thong cau luas pengalaman, selalu dia
yang memberi petunjuk dan memberi peringatan kepada Liok
Kiam-ping bagaimana dia harus bertindak menyelamatkan diri,
kini kudanya membuntut dibelakang, dia duduk berputar arah
mengawasi belakang supaya tidak dibokong.
Suasana cukup tegang, namun mereka terus maju tanpa
gentar. Kira-kira setanakan nasi kemudian, dasar lembah ini
makin sempit, dinding gunung menjulang lurus tinggi,
keadaan di sinijelas teramat berbahaya.
Lwekang mereka tinggi, mata kuping tajam, mendadak dari
sebelah atas puncak mereka mendengar desis suara perlahan.
Tanpa berjanji keduanya saling menoleh lalu tersenyum, diamdiam
mereka bersiaga. Sekonyong-konyong ledakan dahsyat yang menggetar bumi
meruntuhkan batu-batu gunung sepuluh tombak didepan
mereka hingga selat sempit itu tersumbat, jelas mereka
takkan bisa mundur kebelakang.
Ai-pong-sut Thong cau berdiri diatas pelana kudanya, dia
melihat jelas keadaan, lekas dia berseru: "Awas Pangcu, lekas
terjang keatas dinding sebelah kanan."
Belum lenyap suaranya, dua bayangan orang sekencang
panah meluncur berpencar kearah dua dinding yang tegap
dan curam. Barusaja tubuh mereka melambung keatas, hujan panah
selebat hujan telah membrondong tiba, kuda tunggangan Aipong-
sut menjadi korban lebih dulu, sambil meringkik
panjang, tubuhnya terjungkel roboh berkelejetan, darah
berceceran, kuda itu jelas tak tertolong lagi jiwanya.
Sementara kuda tunggangan Liok Kiam-ping membedal
keranjingan saking kaget dan ketakutan- Tapi Hanya sejauh
belasan tombak mendadak kaki depan terpeleset, kaki
belakang terangkat, cepat sekali bayangannya sudah lenyap
ditelan semak rumput, kiranya dibawah semak rumput ada
dipasang lobang jebakan yang dalam.
Bukan kepalang gusar hati Liok Kiam-ping melihat betapa
keji musuh mengatur perangkap. bolamatanya membara.
Demikian pula Ai-pong-sut Thong cau juga tidak kalah sengit
dan dendam. Tapi bayangan musuh ternyata tidak kelihatan,
memangnya kepada siapa mereka harus melampiaskan rasa
penasaran ini. Selat dibawah itu jelas tak mungkin dilewati lagi, terpaksa
mereka merambat naik lewat dinding gunung yang terjal itu,
seperti cecak tapijuga laksana kera mereka merambat dan
melompat diantara akar-akarpohon dan rotan. Ginkang
mereka sudah mencapai puncak sempurna, maka gerak gerik
mereka betul betul mengejutkan-
Tapi panah dari bibir jurang disebelah atas ternyata masih
terus dibidikan kebawah selebat hujan- Untung jurang ini
teramat tinggi, hingga bidikannya menceng atau nyeleweng
dari sasaran yang diincar, umpama kebetulan melesat kearah
sasaran yang tepat juga dengan mudah dipukujatuh oleh
Kiam-ping dan Thong cau. Dengan mudah kedua orang ini terus merambat seratus
tombak. bentuk lembab itu ternyata makin berobah, dinding
gunung ternyata makin menyempit didasarnya. Sekilas Liok
Kiam-ping menerawang keadaan, tiba-tiba timbul akalnya,
segera dia berbisik kepada Thong cau: "Tianglo sementara
disini memancing perhatian musuh, aku akan menyusup
kesebelah bawah sana merambat didinding cadas itu." setelah
mengincar suatu tempat dia kerahkan seluruh Lwekang,
tenaga disalurkan dari pusar kedua kaki.
Segera dia melesat miring hingga tubuhnya meluncur tujuh
tombak jauhnya. Ditengah jejak udara dia pentang kedua
tangan serta menggeliat ping gang, disaat tubuhnya hampir
melorot turun kedua kaki memancal pula, hingga tubuhnya
melambung lebih jauh lima tombak. Beruntun sembilan kaki
putaran tubuhnya mumbul makin tinggi mencapai bibir jurang.
Sekilas dia awasi keadaan sekitarnya terus berkelebat kearah
gerombolan musuh yang membokong.
Melihat Liok Kiam-ping sudah mencapai tujuan, Ai-pong-sut
tak mau tinggal diam lagi sengaja dia memperlihatkan diri
menarik perhatian musuh, mulutpun mencaci maki: "Kurakura,
anak kelinci semua. Kalau berani Hayo turun melawan
Lohu tiga ratus jurus kalian sembunyi diatas seperti cucu kurakura
belaka." Sudah tentu para pembidik panah itu tiada yang menduga
bahwa elmaut sudah mengancam jiwa mereka. Begitu
meluncur tiba Liok Kiam-ping lantas membentak. kedua
tangan didorong didepan dada dengan seluruh kekuatannya,
amarah memang sudah membakar dadanya, maka
terdangarlah jerit dan pekik orang-orang yang terenggut
jiwanya, entah kaki tangan protol atau batok kepala yang
terpental, hujan darahpun menggiriskan..
Sisa pemanah yang masih hid up sudah tentu menjadi ngeri
dan jeri, beramai mereka lempar busur dan panah lari sipat
kuping. Namun Kiam-ping sudah kebacut ngamuk hingga yang
terlambat lari menjadi korban pukulannya, mayat-mayat
bergelimpangan diatas pegunungan yang jarang diinjak
manusia. Sayang Kiam ping terlampau diburu amarah
sehingga tiada satupun musuh yang lolos jiwanya, sebetulnya
menawan seorang dapat diminta keterangannya.
Sambil bersiul panjang, tubuhnya laksana meteor terjun
kedalam lembah terus meluncur keluar lembah terus lari
secepat terbang kearah depan. Karena hambatan kali ini,
hingga senja telah tiba baru mereka tiba di Si-cap-li-po.
Tempat itu merupakan sebuah desa kecil, penduduknya
sekitar dua ratusan keluarga, sepanjang jalan desa itu hanya
ada satu hotel kecil yang menjual juga makanan- Maju
kedepan lagi sudah memasuki wilayah Liang-ping, letaknya
sudah diwilayah kekuasaan Kong-tong-pay.
Setelah berunding mereka makan malam di Hotel kecil itu,
mumpung terang bulan mereka mengembangkan Ginkang
malam itu juga menuju ke Liang-ping. Jarak hanya belasan li,
dengan Ginkang mereka yang tinggi dalam beberapa kejap
sudah mereka capai langsung masuk kota.
Saat itu sudah menjelang tengah malam jalan ray a sudah
sepi, untung hotel Eng-an masih buka, maka mereka minta
kamar lalu bermalam. Baru saja fajar menyingsing, pelayan
sudah menggedorpintu kamar mereka serunya: "Tuan ada
tamu berkunjung." Liok Kiam-ping melenggong, mereka tiba tengah malam,
tiada orang tahu, didaerah barat daya sini Hakikatnya mereka
tidak punya sanak kadang, dari mana datangnya tamu" Tapi
orang sudah datang, mungkin ada persoalan yang ingin
dibicarakan, maka dia berkeputusan, biarlah ditemui dulu lihat
siapa yang datang, segera dia buka pintu.
Seorang laki-laki berusia lima puluhan, bejubah panjang
menjura kepada Liok Kiam-ping, katanya tertawa: "Liokpangcu
sudi berkunjung kedaerah kita sungguh merupakan
kehormatan besar bagi warga penduduk setempat, cayhe
bertugas atas perintah menyampaikan kartu penunggu balas
an-" lalu dia mengangsurkan sebuah kartu merah besar.
Mau tidak mau Kiam-ping cukup kagum oleh cara kerja
mereka yang cekatan, dengan tersenyum dia terima kartu itu
serta membukanya. "Besok sore sebelum jam lima, kami
tunggu kedatangan tuan diperkampungan kita, harap datang
tepat waktunya. Tertanda Kong-tong koay-khek seng lh-hun.
Liok Kiam-ping segera bergelak tawa, katanya: "Entah apa
kemampuan cayhe, syukur kalian sudi mengundang kami,
tolong sampaikan jawaban ini, tiba saatnya kami pasti akan
datang dan mohon petunjuk."
Laki-laki jubah panjang menjura pula lalu berkata: "Selamat
bertemu." putar tubuh terus pergi.
Ui-yap-ceng (perkampungan daon kuning) terletak dibawah
Kong-tong-san, tiga puluh li dibarat laut Liang-ping, pintu
gerbang perkampungan tampak terbentang lebar, enam belas
lakl-laki berpakaian ringkas tampak berdiri jajar menjadi dua
baris didepan pintu, semua bertubuh kekar tegap.
semangatnya kelihatan menyala, jelas tenaga luar dalam
mereka sudah terlatih cukup kokoh dan tangguh.
laki-laki itu membusung dada menggendong kedua tangan,
biji mata mereka menatap lurus kedepan perkampungan, tiada
yang b ergerak semua mematung kaku. Keadaan terasa sepi
lengang, tiada suara apapun sehingga terasa keadaan cukup
menegangkan. Menjelang tengah hari,jalanraya dari Llang-ping tampak
dibedal kencang dua ekor kuda mendatangi, secepat angin
lesus menuju kepintu gerbang perkampungan- Yang didepan
adalah seorang Suseng mud a berwajah genteng dan cakap.
jubah putihnya melambai, bercokor dipunggung kuda
kelihatan gagah perkasa. Dibelakangnya adalah seorang tua
berjubah pula dengan rambut dan jenggot ubanan, muka
merah bolamatanya tampak meneorong terang, jelas Lwekang
dan Gakangnya amat tangguh..
Kedua orang ini bukan lain adalah Liok Kiam-ping dan Aipong-
sut Thong cau yang meluruk datang untuk menuntut
balas. Setiba didepanpintu gerbang di mana terdapat lapangan
luas, serempak mereka melompat turun.
Dari dalam perkampungan segera melangkah keluar dua
laki-laki berusia limapuluhan merekapun mengenakan jubah
panjang sepatu rendah berkaos kakiputih, langsung mereka
menghampiri serta menjura, sapanya dengan tertawa: "Liokpangcu
memang dapat dipercaya, Suslok kami sudah
menunggu diruang tamu, kami diutus untuk menyambut
kedatangan kalian-" berbareng mereka memburu maju
menerima tali kekang kuda Liok Kiam-ping dan Ai-pong-sut
lalu menambat kuda ditempat yang sudah tersedia dipinggir
pintu, lalu berkatapula dengan menjura: "Silakan ikut kami."
lalu mendahului melangkah kedalam pintu.
Begitu melangkah masukpintu gerbang perkampung an,
pandangan Liok Kiam-ping mendadak menjadi terang,
keadaan didalam ternyata luas dan terbuka. Taman kembang
didepan matanya ini mungkin luasnya ada belasan bau,
pohon-pohon tua tumbuh subur tersebar, gunungan, empang
teratai dengan ikan emas, serta gardu pemandangan
berloteng, memang merupakan tempat pesiar yang indah
dansejuk hawanya. Dibelakang kebon berdiri rumah-rumah
dengan bentuk bangunan yang megah dan gagah.
Mereka terus menyusuri jalan panjang yang berliku dengan
pohon-pohon rindang berjajar disepanjang jalan, lebarjalan
hanya lima kaki, dalam jarak lima langkah dikedua sisi jalan
berdiri laki-laki kekar berusia muda yang kelihatan kereng dan
gagah, jumlahnya ada puluhan banyaknya, semuam
memegang golok besar berpunggung tebal, pandangan lurus
kedepan dengan sikap serius lagi.
Sekilas pandang Liok Kiam-ping hanya tersenyum
menghadapi keadaan didepan mata, dia tahu lawan hendak
menggertak dan mencoba kebesaran nyali mereka berdua
untuk menjaga segala kemungkinan, diam-diam dia kerahkan
Kim-kong-put-hoay-sinkang, lalu menoleh kepada Ai-pong-sut
dengan tersenyum. Langkah mereka tetap tegap dan gagah, mereka terus
memasuki jalan sempit yang diapit pohon yang sengaja
ditanam dengan formasi tetap.
Ai-pong-sut juga sudah maklum tujuan lawan, maka dia
tidak ambi peduli, setelah Liok Kiam-ping menoleh kepadanya
dengan tertawa, segera dia mengangguk tanda maklum,
seperti tak acuh dan tidak terjadi apa-apa dia melangkah lebar
kedalam. Baru beberapa langkah mereka melewati barisan manusia
bergolok tebal besar itu, mendadak terdengar gerungan ramai
dari kanan kiri, di mana sinar kilat menyambar, golok- golok
besar itu sudah membacok laksana samberan kilat. Mungkin
mereka bergerak penuh perhitungan atau sudah sekian lama
latihan mereka cukup matang, dua dim diatas batok kepala
kedua orang tamunya, golok-golok itu mendadak berhenti.
Tapi lain keadaan dua golok yang membacok diatas batok
kepala Liok Kiam-ping, begitu mereka menghentikan bacokan
golok. mendadak terasa datangnya suatu arus tenaga besar
yang ritul balik tenaga bacokan golok besar itu hingga membal
naik keatas hingga hampir terlepas dari pegangan pemiliknya.
Karuan dua orang penyergap itu pucat membesi dengan
hidung kedutan, berdiri kaku dengan pandangan terlongong.
Sudah tentu mereka tidak habis mengerti bahwa Liok Kiamping
telah melindungi badannya dengan Kim -kong-put-hoaysin-
kang betapa hebat pertahanan tenaga saktinya, jangan
kata hanya golok biasa, senjata pusakapun belum tentu dapat
melukai dirinya. Barisan golok itu akhirnya mereka tinggaikan dibelakang,
keadaan didepan berobah lagi. Tampak sebuah pendopo
besar, diatas sebuah pigura besar yang dipantek diatas
dinding dalam pendopo itu bertuliskan tiga huruf emas gaya
kuno "Yo-sim-tong".
Baru saja mereka tiba didepan pintu besar pendopo,
mendadak kumandang gelak tawa lantang yang ramai.
Seorang laki-laki tua berusia delapan puluh tahun dengan
wajah merah, rambut, jenggot dan alis sudah memutih saiju,
namun semangatnya masih kelihatan gagah dan perkasa
sudah beranjak turun dari undakan menyambut keluar.
Setiba didepan pintu pendopo orang tua kekar besar ini
lantas merangkap kedua tangan sapanya dengan tawa lebar:
"Kalian berdua berani berkunjung ketempat kita, sungguh
menambah semarak gedung besar ini, Losiu baru saja
menerima tamu hingga terlambat menyambut, harap
dimaafkan" dibelakangnya memang berbondong keluar
belasan orang-orang persilatan dengan pakaian yang
seragam, langkah enteng dan gesit, kelihatannya adalah
murid-murid kalangan Kong-tong-pay sendiri.
Tahu bahwa orang tua gagah didepannya ini adalah Kongtong-
koay-khek Seng ih-bun hati Liok Kiam-ping agak
mendelu, namun sikapnya tetap wajar, katanya: "Kedatangan
cayhe berdua memang terlalu sembrono, buat apa Seng-lotangkeh
begini sungkan." Kong tong-koay-khek Seng ih-bun bergelak tawa, katanya:
"Bagus-bagus, di sini bukan tempat untuk bicara, silahkan
kalian masuk sambil minum arak barang dua cangkKir." lalu
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia mengulap tangan sambil menyurut selangkah kepinggir.
Ai-porg-sut sedikit angkat tangannya dipinggir telinga, Liok
Kiam-ping lalu mendahului melangkah kedalam pendopo.
Pendopo seluas ini Hanya diduduki lima orang, hingga terasa
sepi dan kosong. Didalam pendopo duduk empat orang yang berjajar
disebelah kiri, kecuali Sip-san-siang-koay, seorang adalah
pemuda yang berusia dua puluh lima tahun, selintas pandang
kelihatan wajahnya cakap bersih, seperti dari keluarga baikbaik,
namun bila diteliti, akan terasa sorot matanya
memancarkan sinar sadis, jelalatan lagi, hingga orang akan
menarik kesan bahwa pemuda ini bukan saja licik, juga
banyak muslihatnya. Seorang lagi adalah Hwesio bertubuh pendek gemuk berisi,
alis tebal matajalang, tampangnya bengis menakutkan,
usianya sudah mencapai tujuh puluhan-Dua orang murid
Keng-tong lagi berdiri meluruskan tangan di kanan kiri meja.
Begitu Liok Kiam-ping masuk kedalam pendopo, empat
orang didalam itu tetap duduk ditempatnya tanpa bergeming,
melirikpun tidak sudi kepada Liok Kiam-ping berdua, sikap
mereka kelihatan temaha. Kong-tong-koay-khek Seng in bun memburu maju dua
langkah berdiri ditengah mereka, mempersilakan Liok Kiamping
berdua duduk disebelah kanan, lalu memperkenaikan
mereka. Baru sekarang Liok Kiam-ping tahu, bahwa pemuda
berjubah sekolahan ini ternyata Tho-hoa Siusu Hun Ho, jago
muda harapan Bulim yang baru muncul dan tenar belum lama
ini kalangan Kangouw. Kungfunya tinggi, dengan Bo dhi-soa
yang beracun dia telah menggetar Bulim, tindakannya tercela,
culas, kejam dan pandai mengatur muslihat, setiap kali
melakukan kejahatan selalu meninggalkan tanda kembang
sakura, lambang kebesarannya yang sudah memusingkan
golongan lurus maupun alira n hitam.
Didalam penginapan kota Liang-ping, pembunuhan yang
terjadi malam itu mungkin adalah perbuatan pemuda ini.
Namun Liok Kiam-ping diam saja tidak mengungkat urusan
itu. Padri pendek kekar itu adalah Hoat-liau Siansu yang dahulu
menjadi pengawas Siau-lim-si, tiga puluh tahun yang lalu
namanya pernah menggetar Bulim dan disegani karena terlalu
besar mengumbar emosi Hendak mendirikan alira n cabang
lain dari Siau-lim-pay, terpaksa dia diusir dari Siau-lim lalu
kelana di Kangouw, wataknya memang pongah, tinggi hati
dan keras kepala sepak terjangnya agak kejam dan selalu
diburu oleh keinginan hati sendiri.
Sip-san-siang-koay tampak melenggong dan adu pandang
begitu melihat Liok Kiam-ping berdua, karena dirumah makan
itu mereka pernah bertemu muka dengan Liok Kiam-ping
berdua mereka tidak sangka dengan pengalaman dan
ketajaman pandang mereka, kali ini ternyata meleset
penglihatan, karuan mendelu dan risi Hati mereka, tanpa
sadar berbareng mereka mendengus ejek menghina.
Baru saja Liok Kiam-ping berduduk langsung dia menjura
kepada Kong-tong-koay-khek, katanya tertawa: "Kiam-ping
masih muda cetek pengetahuan, berkat kebaikan dan
pesanpara cianpwe leluhur kita, ada satu persoalan yang
rasanya janggal ingin kami mohon petunjuk kepada Senglotangkeh,
semoga kau orang tua tidak kikir memberi
penjelasan-" Kong-tong-koay-khek Seng lh-hun tersenyum lebar,
katanya: "Liok-pangcu datang khusus untuk menyelesaikan
persoalan lama, nanti pasti akan kuberikan pertanggungan
jawab supaya beres. Kebetulan yang hadir hari ini adalah
jagoan gagah yang jarang bertemu, marilah Losiu persilahkan
kalian menikmati secangkir arak sebagai selamat datang. lalu
tangan kanan bergerak kearah luar, dari pintu luar para murid
yang bertugas segera bekerja cepat, menyiapkan meja
perjamuan terdiri dua meja dikiri kanan, cepat sekali kedua
meja itu sudah terisi penuh berbagai ma cam hidangan lezat.
Sebagai kaum persilatan sudah biasa hidup bebas secara
terbuka, tanpa sungkan merekapun mencari duduk diantara
kedua meja di kanan kiri itu. Liok Kiam-ping dan Ai-pong-sut
Thong cau dipersilahkan duduk dimeja sebelah timur.
Kong-tong-koay-khek Seng Ih-hun memegangi poci perak
datang menghampiri kedepan meja, katanya kepada Liok
Kiam-ping dengan tertawa: "Hidup diatas pegunungan yang
terpencil lagi belukar. segalanya serba kasar dan mungkin
pelayanan kami kurang komplit, Sengaja Losiu haturkan
secangkir arak ini, silakan minum sebagai pelepas dahaga."
lalu dia angkat poci dan didorong kedepan dengan kedua
tangan- Liok Kiam-ping menyambut dengan tertawa: "Seng-lotangkeh
jangan terlalu sungkan, cayhe mana berani menerima
penghormatan sebesar ini." Cangkir dipegang terus diangkat
keatas, mendadak terasa cangkirnya seperti ditindih suatu
benda berat yang tidak kelihatan hingga menekan ke bawah.
Kiam-ping melengak sekilas, dia tahu orang sengaja hendak
menjajal tenaganya, lekas dia kerahkan Kim-kong-put-hoaysinkang
dipusatkan keujung jari-jarinya terus menyongsong
kemulut poci. King-kong-put-hoay-sin-kang adalah ilmu mujijat aliran Hud
yang tiada taranya. Kini keinginan timbul tenagapun bekerja.
begitu dia kerahkan dengan landasan tenaga dalam di ujung
jarinya, kekuatannya boleh dikata mampu mencoblok besi
seperti menusuk tahu, meminjam cara menyentuh benda
menyalurkan tenaga yang sakti, dia kerahkan tenaga lewat
cangkirnya terus diangkat menyongsong mulut poci.
Tampak kedua tangan Kong-tong-koay-khek Seng Ih-hun
yang memegang poci terangkat ke atas. Meski sudah
kerahkan setaker tenaganya, juga tak mampu menindihnya
turun lagi. Anehnya arak panas sepoci penuh ternyata
setetespun tiada yang mengalir keluar.
Karuan gugup dan gelisahnya bukan main, pada hal otot
hijau sudah merongkol di jidatnya, mukanya sudah merah
padam, tegel hijau dibawah kakinya gemeretak pecah dan
retak. Jago-jago kosen yang hadir dalam pendopo itu tiada
yang tidak merasa takjup dan kagum menyaksikan adu
kekuatan yang luar biasa ini, terutama kekuatan tenaga dalam
Liok Kiam-ping membuat mereka amat kagum.
Maklum poci lebih besar, tenaga lebih mudah dikerahkan
pada kedua tangan yang memegangnya, apalagi menindih
turun dari atas ke bawah, tenaga yang disalurkan lebih mudah
dimanfaatkan- Liok Kiam-ping justru disebelah bawah, hanya
memegang cangkir yang jauh lebih kecil, namun hanya
dengan kekuatan dua jari ternyata mampu menahan arak
dalam poci Hingga setetespun tiada yang mengalir keluar,
betapa hebat kekuatan tenaga dalamnya, siapa takkan
terkejut dibuatnya. Kuatir bila kejadian memalukan berlangsung lebih lama
akan bikin tuan rumah lebih runyam meski kejadian tuan
rumah lebih runyam, meski kemudian tuan rumah sendiri yang
menjadi biang keladinya betapapun pihak sendiri hanyalah
tamu yang diundang, sebelum bertanding secara resmi dan
terbuka, maka Liok Kiam-ping perlu dianjurkan untuk
bertindak penuh perhitungan, maka dengan gelak tawa Aipong-
sut berkata: "Seng-lo-tangkeh agaknya memang ingin
melayani tamunya secara baik, Pangcu, apa halangannya kau
iringi kehendak tuan rumah."
Memang Liok Kiam-ping sendiri juga merasa urusan bakal
runyam bila diteruskan, mumpung ada kesempatan dia
manggut serta mengendorkan tenaganya, maka arakpun
mengalir keluar dari mulut poci dan tepat mengisi penuh
secangkir. Jamak tangan Liok Kiam-ping bergetar keras, perlahan dia
tarik mundur cangkirnya, tapi arak dalam cangkirnya tiada
setetespun yang muncrat keluar. cangkir langsung diangkat
terus ditenggaknya habis. Setelah mengucap terima kasih
langsung dia duduk ditempatnya pula.
Betaparun tebal muka Kong-tong-koay-khek, tak urung dia
merah padam saking malu, dengan sikap risi dan kikuk dia
kembali ketempat duduknya.
Hoat-liau Siansu dari Siau-lim-si mendadak berdiri, serunya
lantang dengan tertawa: "Liok-pangcu membekal Sinkang luar biasa, namanya sudah
menggetar dunia, hari ini Lolap dapat beri hadapan dengan
jago kosen, betapa senang dan bahagia hatiku, mumpung ada
kesempatan, sengaja kuhaturkan secangkir arak ini Kepada
Liok-pangcu." lalu dia tuang secangkir arak penuh diangkatnya
cangkir itu terus dilempar kearah Liok Kiam-ping.
cangkir arak itu seperti terbang diatas nampan yang tidak
kelihatan, terbang lurus dengan cepat dan enteng. caranya ini
menggunakan ilmu mengantar benda diudara kosong yang
dilandasi kekuatan Khikang yang hebat, latihannya agaknya
memang sudah mencapai taraf yang tinggi.
Liok Kiam-ping tertawa lebar katanya:
"cayhe angkatan muda yang masih cetek pengalaman,
mana berani mendapat penghormatan besar dari Lo-siansu,
namun untuk kehormatan terpaksa harus menerima perintah,
namun tak berani kami memberi balasan apa-apa, maka
cukup sekian saja." sembari bicara telapak tangan kiri sedikit
terangkat, segulung tenaga lunak yang tidak kelihatan segera
menyongsong cangkir yang meluncur tiba, hingga cangkir itu
seperti tertahan ditengah jalan, bergantung diudara,
Mendadak kelima jari tangan kanannya menekan dan
mencengkram keudara, maka sejalur arak segera mumbul dari
dalam cangkir itu, mengikuti gerakan tangan Liok Kiam-ping
yang ditarik mundur, seperti seutas rantai perak. arak itu
meluncur pula kearahnya, mulut sudah menunggu lebar terus
disedotnya masuk ke dalam mulut. Sementara tangan kiri
menepuk kedepan pula hingga cangkir itu meluncur balik
kepemiliknya . Hoat-liau Siansu seorang Hweslo kosen dari siau-lim-pay.
Lwekangnya tinggi, tenaganya hebat, dia pikir ingin pamer
kekuatan untuk menarik balik gengsi dan muka Kong-tongkoay-
khek yang mendapat malu barusan, tak nyana
dirinyapun kalah seurat oleh kekuatan sakti anak muda ini,
padahal dalam kalangan Bulim, bukan saja namanya disegani,
kedudukkannyapun amat tinggi, mana dia bisa menerima
kekalahan ini tapi kenyataan lawan lebih lihay, tanpa sebab
tiada alasan dia mengumbar amarah, saking gemas dia hanya
kertak gigi saja. Setelah Hoat-liau Siansu duduk pula, maka Ai-pong-sut
Thong cau berdiri serta menjura kepada Kong-tong-koay-khek
Seng Ih-hun, katanya: "Seng-lo-tangkeh untuk
memperebutkan Wi-liong-pit-kip dua puluh tahun yang lalu,
kau tidak segan melanggar aturan Bulim, dengan kasar
mengeroyok ciangbunjin kita secara kotor dan licik, hingga
beliau meninggal di Tay-pa-san- Lantaran kematian
ciangbunjin hingga perguruan kita runtuh total dan terpaksa
harus menghapus nama dalam percaturan dunia persliatan,
sudah dua puluh tahun kita menanggung malu."
"Padahal, Hong-lui-pang kita tak pernah bermusuhan
dengan Kong-tong-pay kalian, seng-lotangkeh ternyata tak
segan-segan melakukan kejahatan karena diburu sifat loba
dan tamak. Sudah dua puluh tahun d end am ini tak terbalas,
hari ini kami bersama Pangcu kita yang masih muda ini
berkunjung kemari untuk menyelesaikan persoalan lama,
semoga seng-lo-tangkeh bis a memberikan keadilan kepada
kami. Kong-tong-koay-khek Seng ih-hun bergelak tawa, katanya:
"Tahun itu kami berenam kebetulan lewat Tay-pa-san,
ditengah jalan kebetulan bersua dengan ciangbun kalian
ciang-kiam-kim-ling Locianpwe, karena kami dengar dan tahu
bahwa Wi-liong-pit-kip merupakan ilmu sakti yang dijaya,
maka kami bermaksud meminjamnya untuk dibaca
sekedarnya, namun ciang-kiam-kim-leng cianpwe bukan saja
menolak malah mencaci kami, terpaksa kita turun tangan
secara keras. Tapi peristiwa sudah duapuluh tahun berselang,
dendam permusuhan apapun rasanya sudah boleh dilupakan
atau tak dirasakan lagi."
"Tahun lalu, muridku yang tertua Pi-san-khek The Hong
bersama sutenya Ti Thian-bin yang melangsungkan
pernikahan-nya tetah terbunuh di Kui-hun-ceng kalian- Setelah
itu di Tayli dalam propinsi Hun- lam, Sam-jay-kiam perguruan
kita yang sudah terkenal itupun mengalami pembunuhan keji
oleh Hong-lui-pang kalian hingga satu mati dua luka parah.
Liok Pangcu, pepatah bilang, dendam ada mulanya, hutang
ada penagihnya." "Bila Hong-lui-pang ingin menuntut balas sepantasnya
langsung membuat perhitungan dengan Losiu yang
bertanggungjawab langsung akan peristiwa ini, kenapa tanpa
membedakan salah benar lantas main bunuh kepada muridmuridku
yang tak berdosa, Liok-Pangcu, memangnya kau
tidak takut ditertawakan sesama Bulim."
Berdiri alis Liok Kiam-ping, katanya: "Baik saya jawab
sanggahanmu. Pi-san-khek The Hong membantu Ti Thian-bin
merebut dan menduduki Kwi-hun-ceng, memeras perempuan
untuk dijadikan selir, dihadapan umum mempermainkan
Sumoayku lagi, maka kematiannya hanya boleh kau salahkan
perbuatannya yang tidak senonoh dan kotor."
Jawaban Liok Kiam-ping diucapkan dengan nada tinggi
tegas dan kereng, meski bermuka tebal, tak urung Kong-tongkoay-
khsk Seng Ih hurt menjadi malu dan gusar. mukanya
pucat menghijau. sikapnya kikuk dan serba runyam.
Loji dari Sip-san-siang-koay mendadak terkekeh dingin,
katanya: "Seng-lo-tangkeh, buat apa kau ajak mereka perang
mulut, permusuhan memang sudah mendalam mana mungkin
didamaikan lagi, namun kedua pihak sudah jatuh korban,
boleh merasa lega dan himpas, apalagi urusan terjadi garagara
Wi-liong-pit-kip. maka menurut hemat Loslu, buku yang
tidak membawa berkah ini, kelak pasti akan mendatangkan
bencanapula bagi kalian, bagaimana kalau titipkan saja
kepada Losiu bersaudara untuk menyimpannya, tanggung
takkan hilang dan pasti selamat, selanjutnya kedua pihak
berjabatan tangan, damai dan akur, bukan penyelesaian
begini lebih baik. Ai-pong-sut Thorg cau terbahak-bahak. katanya:
"Penyelesaian baik apa, Wi-liong-pit-kip adalah pusaka
perguruan kita yarg menjadi simbol kebesaran ciangbunjin
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pula, siapa pun jangan harap biaa menyentuhnya, apa lagi
manusia yang berhati jahat dan rendah mertabatnya. Hari ini
kami sudah bertekad menuntut balas dendam kematian
ciangbunjin kita secara tuntas, bahwa kami sudah berani
meluruk ke Ui-yap-san-ceng ini, memang sudah bertekad
untuk gugur di sini. Loji, kukira batalkan saja niat serakahmu."
Toa-koay Ki Kong menarik alia, katanya dengan nada berat:
"Agaknya kalian tidak akan tunduk sebelum dihajar adat, Loji
memberi nasehat secara baik, kalian justru meniatkanya.
Baiklah, putuskan saja persoalan ini dengan kepandaian
masing-masing." "Memang itulah maksud kedatangan kami berdua," seru Aipong-
sut, "umpama kalian kerahkan seluruh penghuni
perkampungan ini mengeroyok kami, kami juga tidak akan
mundur setapakpun." Melihat Sip-san-siang-koay mulai naik itam, diam-diam
Kong- tong-koay-khek Seng Ih-hun menjadi girang. apalagi
seruan Ai-pong-sutjustru dapat digunakan alasan untuk
membakar mereka pula, maka dengan tertawa dia berkata:
"Bicara bertanding mengadu kekuatan, kalian hanya dua
orang, seorang ksatria bukan tandingan orang banyak. tapi
kami takkan main keroyok. lalu bagaimana pertandingan ini
dilangsungkan serahkan kepada kalian untuk menentukan-"
Bertaut alis Liok Kiam-ping, katanya gagah: "Tamu harus
patuh akan kehendak tuan rumah, apapun cara yang kalian
gunakan pasti kamHadapi."
Tho hoa-siu-su Hun Ho yang sejak tadi tak bicara
mendadak menjengek dingin, katanya: "Liok-pangcu gagah
perkasa memang mengagumkan, cayhe ada satu cara yang
cukup adil, entah Liok-pangcu sudi menerima usulku ini." lalu
dia berbisik-bisik dipinggir telinga Kong-tong-koay-khek Seng
lh-hun. Liok Kiam-ping mengangguk, serunya: "coba diterangkan-"
Sebelum bicara Tho- hoa-siu-su tertawa riang, karanya:
"Menurut pendapat cayhe, kita adakan lima babak
pertandingan, bertanding secara bebas tanpa batas, terserah
menggunakan Kungfu apapun boleh, pihak mana yang
menang tiga babak terhitung pihak mana yang menang."
Liok Kiam-ping bergelak tawa, katanya: "Jikalau kami
berdua beruntung menang?"
Kong-tong-Roay-khek Seng Ih-hun segera menjawab: 'Uiyap-
san-ceng akan kuserahkan seluruhnya kepadamu. Tapi
jika kami yang menang ?"
Berkilat mata Liok Kiam-ping, katanya tegas: "Kami berdua
akan serahkan batok kepala di sini."
"Bagus, waktunya sudah banyak terbuang, marilah kalian
ikut Losiu." kata Kong-tongkoay-khek Seng Ih-bun, lalu dia
mendahului melangkah keruang belakang.
orang banyak berjalan beriringan., Setelah melewati
beberapa pekarangan dan rumah, baru mereka tiba
dilapangan latihan- Luas lapangan latihan ini ada enam
ratusan tombak. dua sisi lapangan terdapat dua rak senjata
yang berisi segala jenis persenjataan, diarah timur dan barat
terdapat paya-paya kembang setinggi tombak.
Paya-paya kembang ditimur dibagian bawahnya adalah
tanah berpasir, dibagian depannya berjajar empatpiring besar
warna merah, diatas setiap piring raksasa ditancap enam belas
bongkot dupa wangi kayu cendana buatan pabrik Lo-han di
Hay-tam, jadi jumlah seluruhnya ada enampuluh empat
bongkot, setiap dupa panjang tiga kaki enam dim, setiap
bongkot sebesar mulut cangkir, setiap bongkot dupa diikat
benang merah. Ditengah pasir, menurut kedudukan Patkwa digali
enampuluh empat lobang kecil sebesar mulut cangkir, j a rak
setiap lobang satu dengan yang lain satu langkah, entah kekiri
kanan, maju atau mundur jaraknya sama.
Didalam paya-paya kembang disebelah barat, digantung
empat bola besi sebesar semangka dengan tambang besar,
kedua sampingnya ada kupingnya untuk dipegang, dipasangi
drat untuk tutup hingga bagian dalamnya bisa diisi pasir,
bobotnya bisa ditambah atau dikurangi, bagian luar dari
bolaini dipasangi pisautajam dan runcing kecil-kecil Sepanjang
tiga dim, jumlahnya sembilan batang setiap bola.
Tambang besar itu merupakan anyaman kawat baja yang
lembut, diatasnya digantung ratusan kelinting kecil, bila bola
bergerak kelintingan itu akan berbunyi dengan suaranya yang
mengaburkan konsentrasi, seorang yang meyakinkan ilmu
weduk sekalipun. bila kesenggol oleh bola besi ini pasti bolong
atau putus anggota badannnya tubuhpun akan ketumbuk
terbang mencelat. Ai-pong-sat berpengalaman luas, sekali pandang kedua
barisan ini, dia lantas tahu itulah barisan dupa wangi
kepandaian tunggal dari Siau-lim-si dan Ku Hong-hwi-goan-ki
yang hanya pernah didengarnya saja. Barisan ini lebih sulit
dihadapi dan bahaya dari pada bertempur dengan pisau
terbang, pukulan atau golok dan pedang.
Dibelakangnya lagi adalah ceng-tlokstin yang terdiri
delapanpuluh satu batang bambu hijau. Barisan orang-orang
itu akhirnya berhenti dibarak sebelah barat yang sudah
disediakan. Dalam mengadu Lwekang dengan Liok Kiam-ping tadi
Hoat-liau Siansu merasa asor, maka kali ini dengan kemahiran
latihan ilmu tunggal Siau-lim yang tidak sembarang diturunkan
kepada murid-muridnya, dia ingin balas mengalahkan
lawannya, maka dengan tertawa dia berkata kepada Liok
Kiam-ping: "Babak pertama, Lolap ingin mohon beberapa
jurus petunjuk kepada Sicu diatas barisan dupa Lohan ini?"
Ai-pong-sat lebih menguasai situasi dan apal akan
permainan barisan dupa sejenis ini
apalagi dia tahu keadaan hari ini serba pelik, dia harus
membela Kiam-ping supaya dia menghemat banyak tenaga
untuk babak kedua dan selanjutnya. Maka dengan bergelak
tawa dia berkata: "Ilmu lihay dan aneh dari Siau-lim-si jarang
diajarkan kepada murid didiknya sekalipun memang pernah
menggetarkan Bulim. Hari ini Losiu dapat beri hadapan
dengan jago kosen, terhitung terbuka mataku, biarlah aku
mempertaruhkan jiwaku yang sudah tua ini untuk mengiringi
beberapajurus diatas bariaan dupa ini. Hweslo gede, silahkan
turun gelanggang, mohon kau bertindak secara kalem -aja."
Sementara itu Kong-tong-koay-khek Seng Ih-hun sudah
perintahkan murid- murid Kong-tong-pay yang bertugas
dilapangan menancapkan bongkot- bongkot dupa itu kedalam
lobang- lobang yang sudah tersedia diatas pasir, lalu
mengundurkan diri berdiri jauh dibelakang.
Betapapun bagus buatan dupa wangi kayu cendana itu,
namun hanya diikat benang merah kecil ditancap diatas pasir
yang tidak dalam lagi, jikalau seorang harus bermain silat
diatas dupa yang berdiri dipasir itu, kalau tidak memiliki
lwekang dan Ginkang tinggi, siapa berani mencobanya.
Sebetulnya berhantam diatas bambu entah bertangan
kosong atau bersenjata tajam sudah termasuk kepandaian
khusus yang lihay dan jarang ada di Bulim, tapi bambu
ditancap ditanah yang keras, dipucuk bambu orang masih bisa
mengerahkan tenaga menggunakan kekuatan- Tapi berbeda
dengan bongkot dupa yang diikat benang kecil ditancap diatas
pasir belaka, sedikit menggunakan tenaga, kalau tidak bikin
dupa- dupa itu patah, pasti dia akan roboh, dan bila dupa
patah atau roboh akibatnya bisa fatal.
Karena Ai-pong-sut yang menantang. maka Hoat-liau
siansu mengerut kening, katanya dengan tawa enteng: "Lo
sicu, bahwa kaujuga minta petunjuk diatas dupa Lohan yang
wangi ini, memang kebetulan bagi Lolap marilah Sicu.-
silakan." Ai-pong-sutjuga berkata: "Silakan-" hampir berbareng
kedua orang ini melayangkan tubuhnya keudara.
Agaknya Hoat-liau Siansu dari Siau-limsi ingin pamer
kepandaian, tadi dia berdiri dia rah selatan, begitu tubuhnya
terapung langsung meluncur kearah barat, kakinya hinggap
dibongkot dupa paling pinggir, begitu kaki menutul ujung dupa
tubuh lantas berputar diatas dupa, kaki kiri bergantung
dengan gaya Kim-ke tok-lip (ayam emas berdiri kaki satu), dua
tangan terangkat didepan dada berganti dengan gaya Thongcu-
pai- hud (anak kecil menyembah kepada Budha). Betapa
lincah. enteng dan tangkas gerak tubuhnya membuktikan
bahwa Lwekangnya memang amat tinggi.
Begitu tubuhnya terapung Ai-pong-sat lantas tahu kemana
arah luncuran Hoat-liau, dalam keadaan seperti ini mana mau
dia dianggap lemah, lekas dia kerahkan tenaga simpanan,
ujung kaki sedikit menutul, tubuh bagian atas tidak
bergeming, dua tangan terangkap. hanya meminjam kekuatan
gerak kedua sikutnya, tubuhnya mumbul keatas pula meluncur
enteng dibarat daya hinggap diatas bongkot dupa paling
sudut. Tubuhnya berputar secara otomatis tanpa meminjam
tenaga kaki dan tangan- Begitu dia berputar balik kebelakang
maka mereka beri hadapan satu dengan yang lain-
Melihat kesebatan gerak badan Ai-pong-sut yang lihay juga,
diam-diam Hoat-liau siansu kaget dan heran, lekas dia
menurunkan ping gang, kaki kiri menggeser kekiri menutul
perlahan diujung dupa yang disebelahnya, hingga tubuhnya
setengah berputar, dua tangan yang terangkap didepan dada
terbuka, tinju kiri menindih pergelangan tangan kanan
berhenti sejajar dengan dada, muka miring menatap Ai-pongsut
Thong cau, dengan demikian Hoat-liau Siansu sudah
membuka jurus permainan menurut pembukaan ilmu pukulan
Siau-lim-pay siap menunggu serangan, sebat sekali kaki
kirinya sudah beranjak kebongkot dupa yang lain berbareng
berputar kekiri. Ai-pong-sut tetap meluruskan kedua tarngannya
menggeser kekanan, diatas pucuk dupa dia berpindah posisi
dengan menutul ring an kedua kakinya, tubuhnya gemulai
laksana tangkai teratai yang ditiup angin, kelihatan lamb an
padahal sebat, seperti berat padahal ringan, dengan bergontai
beruntun dia berkisar kearah kanan. Maka kedua orang
berputar berlawanan berpindah posisi.
Kini Ai-pong-sut tepat disebelah barat, sementara padri
Siau-lim Hoat-liau berada ditimur.
Hoat-liau Siansu mendahului beranjak maju selangkah
sambil merangkap kedua tangan, mendadak telapak
tangannya memukul keluar begitu melontarkan serangan dia
sudah gunakan Pay-san im-ciang langsung menggempur Aipong-
sut. Kedua telapak tangannya seperti menerbitkan
pukulan angin kencang bagai gugur gunung dahsyatnya.
Ai-pong-sut juga mendesak maju, jarak mereka hanya
terpaut satu bongkot dupa, ternyata dia tidak menyingkir juga
, tidak berkelit, kedua tangan dilandasi kekuatan Lwekangnya
menyongsong pukulan lawan-
Begitu angin pukulan kedua pihak bentrok. kedua pihak
sama tergetar, kelihatannya enteng saja getaran yang timbul
dari akibat hentrokan pukulan mereka, padahal bila mereka
adu kekuatan ditanah biasa, pasti sudah sempoyongan
mundur beberapa langkah. Diam-diam Ai-pong-sut Thong can kaget dan heran,
sekarang diinsyafi bahwa Hoat-liau Siansu padri dari Siau-lim
ini memang membekal kepandaian tunggal yang cukup lihay,
jikalau dirinya tidak mempunyai latihan enampuluh tahun, adu
pukulan kali ini mungkin dirinya sudah terjungkal jatuh
ditengah barisan, maka gebrak selanjutnya dia bertindak lebih
cermat dan hati-hati. Lekas dia menggeser kekiri selangkah, lalu mendesak maju
lebih dekat, dengan demikian kedudukannya sekarang berada
dipinggir kanan si padri, kedua tangan terpentang dengan
jurus Kim-tiau-jan-ji (garuda emas pentang sayap) telapak
tangan membelah miring kearah pundak kanan Hoat-liau
Siansu. Hoat-liau Siansu juga melangkah kekiri selangkah, tapi
tubuhnya sudah setengah berputar, telapak tangan kiri
menyelonong naik keatas, kaki kanan menutul ujung bongkot
dupa berbareng kaki kiri terangkat keatas, telapak tangan
melintang membelah turun.
Inilah Teng-san-gua-hou-sek (naik gunung menunggang
harimau) sebetulnya hanyalah langkah pembukaan, namun
keduanya adalah jago kelas wahid, bila bergerak saling
serang, tak mungkin saling tangkis dan mengunci secara
sungguhan, soalnya kedua pihak takkan mau menyerang
dengan tipu sesungguhnya, namun cukup jurus dilancarkan,
bila lawan sempat memunahkan serangannya dengan tipu
bagus, segera dia akan merobah permainan secara singkat
dan tegas. Dengan gaya menunggang harimau Hoat-liau Siansu
sekalian memiring tubuh keluar, bila kaki kirinya meluncur
turun dia berbalik menutulkan kaki kebongkot dupa disebelah
belakang, sekalian dia merendahkan tubuh hingga tubuhnya
bergerak mengikutipermainan pukulan tangannya, tubuhnya
berputar laksana angin lesus, dari kiri berputar balik kearah
kiri, kedua telapak tangan melintang didorong kekiri, kali ini
dia bermain dengan cui- pi-jiu ajaran murni pukulan Siau-limpay.
Pukulan ini amat berat, telapak tangan tegak mampu
menyabat buntung lengan orang, apa lagi gerak serangannya
secepat angin memukul ketulang rusuk Ai-pong-sut Thong
cau. Tahu lawan kali ini melontarkan serangan ganas, lekas Aipong-
sut kerahkan hawa murni dalampusarsambil
mengkeretkan perut melompat kedepan, dengan ringan dia
melompat minggir menyelamatkan diri.
Begitu Hoat-liau Siansu melontakan pukulannya, Ai-pongsut
lantas berkelit, hingga pukulan mengenai tempat kosong
maka dia dipaksa untuk menggeser langkah kebongkot dupa
yang lain, beruntun dia pindah posisi tiga langkah,
kelihatannya seperti mengudak gerakan Ai-pong-sut, padahal
dia dipaksa oleh serangan sendiri untuk mengendalikan diri.
Baru saja Ai-pong-sut melompat ke sana, Hoat-liau Siansu
sudah berada dibelakangnya pula. dalam keadaan tetap
membelakangi lawan, Ai-pong-sut menutulkan kaki kiri
kebongkot dupa, secara diam-diam di kerahkan sedikit tenaga,
hingga hawa sekujur badannya terangkat mumbul, begitu
tenaga pukulan tiba, tubuhpun membelok kekiri seenteng asap
melayang diudara, bila kaki kanannya hinggap dibongkot dupa
yang lain, kini dia sudah berputar arah sama sekali,
kedudukannya berbalik dipinggir kiri Hoat-liau Siansu. Dengan
gaya permulaan permainan Kim-na-jiu yang mempunyai 36
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jurus permainan, dia merangkap keduajari menyerang dengan
jurus Kim-bong-ji-jui (kumbang emas bermainpuntul) menutuk
Gwa-yang-hiat Hoat-liau Siansu, gerakannya enteng serangan
lihay dan lincah. Lekas Hoat-liau siansu mengganti langkah dengan kaki
kanan maju selangkah, kepala miring kekiri, hingga pukulan
kemuka dikelit bebas, sekalian telapak tangan kiri terbalik
keluar, dengan gaya Kim-si-to cian-hoan (lutung emas berbalik
meng unci tangan) berbalik dia mencengkerampergelang an
tangan Ai-pong-sut Thong cau.
Begitu tutukan keduajari luput, lekas Ai-pong-sut membawa
dirinya mengendap kebawah, kaki kiri dikeluarkan dari
belakang, lengan kanan merendah turun kebawah, maka
lengan kiri sudah di abitkan dengan gerakan burung merak
pentang sayap. lengan baju tangan kirinya yang lebarpanjang
menerbitkan segulung angin berbalik menggulung dari
punggung kanan padri Siau-lim itu. Kalau Hoat-liau Siansu
tidak lekas menarik diri, hampir saja jiwanya melayang
ditangan Ai-pong-sut Thong cau dengan serangannya yang
lihay ini. Kini kedua orang berpencar pula, lalu berpindah posisi
saling putar kedudukan. Lekas sekali sepuluh jurus telah
lewat. Padri melawan preman yang mengembangkan Ginkang
ini terus bertarung dengan segala kelincahan kaki tangan dan
entengnya tubuh, mereka keluarkan segala kemahiran dan
ilmu simpanan mereka yang jarang dipamerkan didepan
umum, kedua pihak memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Para
penonton diluar arena tiada yang manvaksikan dengan
pandangan takjup pesona dan melongo.
Bahwa Ai-pong-sut Thong cau ternyata memiliki
kepandaian aneh yang lihay, Hoat-liau Siansu insaf bila
pertempuran cara begini sampai berkepanjangan, sedikit lena
pasti fatal akibatnya bagi diri sendiri oleh pukulan lawan yang
lihay. Selanjutnya Ai-pong-sut Thong cau betul-betul pamer
kemahiran gerak tubuhnya dengan Ginkang yang tiada
taranya, kini dia tidak perlu setiap langkah menutul bongkot
dupa, tapi mampu melangkah kosong diudara namun maju
mundur tetap leluasa, beruntun dia melompati empat bongkot
dupa berlari kearah timur laut, kebetulan Hoat-liau Siansu juga
bergerak kearah yang sama.
Tujuannya memang ingin menyerang secara ganas,
kebetulan melihat Ai-pong-sut menubruk tiba, segera tangan
ka nanny a merogoh dengan Yam-gi-slok-jan, salah satu jurus
permainan cap-pwe-lo-han, telapak tangan tegak miring
menabas kepundak kiri Ai-pong-sut.
Lekas Ai-pong-sut menurunkan pundak kekanan,
sementara kaki beruntun berpindah di beberapa pucuk
bongkot dupa berputar kesebelah kanan, lalu berbalik
mengiprat tangan menepuk kepundak belakang Hoat-liau
Siansu dengan jurus To-cian-bwe-hoa (menggunting terbalik
kembang sakura). Lekas Hoat-liau Siansu juga merobah
gerakan dengan Hong-hun-to-gwat memanggang mega
menyanggah rembulan,jarinya menuding IHoan-meh-hiat Aipong-
sui Thong cau. Lekas Ai-pong-sut menarik langkah
berputar badan hingga bayangan kedua orang kembali
berpencar kearah yang berlawanan.
Mau tidak mau Ai-pong-sut agak kaget dan kagum, Hoatliau
Siansu memang tidak malu pernah mendapat didikan
murni dari siau-lim-pay. Kungfunya memang luar biasa,
selama hidup boleh dikata baru sekali ini dia betul-betul
menghadapi musuh tangguh, jikalau tidak dihadapi dengan
kepandaian tunggal sendiri, bukan mustahil dirinya bakal
dikalahkan lawan. Hati berpikir kaki tanganpun bergerak.
beruntun dia menerjang dua kaki denganJit-sing-pou (langkah
tujuh bintang) yang terbalik gerakannya.
Dia sudah bertekad menggunakan Liong-sing-pat-ciang
yang berhasil diciptakan setelah diselami enampuluh tahun
dan belum pernah dia gunakan dalam pertarungan untuk
menghadapi Hoat-liau Siansu.
Liong-sing-pat-ciang adalah delapan jurus permainan
berantai susul menyusul, namun harus dilancarkan sekaligus
tanpa ganti napas, manfaatnya besar, serangannya aneh,
perbawanya besar dan kuat, bila dikembangkan lawan a kan
sukar menjaga dan melawan. Tapi Liong-sing-pat-ciang jelas
sukar dikembangkan diatas barisan seperti bongkot dupa Lohan
begini, ada lima jurus diantaranya harus dimainkan secara
lincah dengan gerakan mengendap dibawah sekali sentuh
harus segera mengerahkan tenaga" maka mengembangkan
Liong-sing-pat-ciang (delapan jurus pukulan bentuk naga)
sebetulnya amat berbahaya, juga sukarnya bukan main- Tapi
dengan kecepatan langkah dan gerak kakinya Ai-pong-sut
Thong cau tutul menutul diatas bongkot dupa laksana
kecapung menutul air teras merabu Hoat liau Siansu.
Sebagai murid didik Siau-lim-pay, sudah tentu Hoat-liau
Siansu memiliki kemampuan yang luar biasa. Kungfunya sudah
mencapai taraf tinggi, dibekali pengalanan luas lagi, hanya
melihat permainan lawan segera dia tahu jurus apa atau tipu
apa yang akan dilancarkan lawan, kini dia melihat Ai-pong-sut
merabu dalamjarak dekat sambil melangkah tujuh bintang,
pada hal dibelakang permainan langkah yang tangkas dan
Cepat itu tersembunyi gerak langkah naga melingkar, diamdiam
hatinya kaget. Mungkinkah lawan melancarkan Liong-sing-pat-ciang yang
pernah didengar dan belum pernah disaksikan, menurut cerita
salah seorang teman seperguruannya, Liong-sing-pat-ciang
hanya bisa dihadapi dengan cappwe-lo-han-jiu dari Siau-limpay
dan mungkin masih bisa mengalahkannya Thong-sian-pathoat
dari ajaran murni Kun-thau Siau-lim yang termashur itu.
Tapi waktu dia meninggalkan Siau-lim-si dulu, kedua ilmu ini
baru berhasil dipelajari separo atau kulitnya saja, hari ini dia
dipaksa menghadapi Liong-sing-pat-ciang, terpaksa dia nekad
dan berani menghadapi resiko didepan mata. Kini kedua lawan
bertemu lagi ditengah barisan bongkot dupa.
Kaki kiri Ai-pong-sut Thong Cau menutul bongkot dupa,
jelas dia meng g una kan gaya sian-jin-ci-to (sang dewa
menunjuk jalan), namun gaya yang indah ini
menyembunyikan tipu Hun-liong-tam-jiau (naga ulurcakar
dibalik mega) yang cukup cepat dan fatal bila mengenai
sasarannya, apalagi yang diserang adalah Hoa-tay-hiat
ditubuh Hoat-liau Siansu.
Bila serangan begini sudah di lancarkan yang diutamakan
adalah serangan telak tak kenal kompromi, hanya sekali
dansekejap. namun harus melihat gelagatpula, bila lawan
menangkis dan melawan dengan tipu lain, maka gerakannya
itu akan berobah dalam belasan variasi yang mengaburkan
pandangan, maka serangan ini sekaligus juga menunggu
reaksi lawan lalu bertindak secara telak.
Sudah tentu Hong-liau Siansu tahu betapa lihay pukulan ini,
tenaga sedikit dikerahkan dikaki kiri, tubuhnya berkelebat
kekiri, kaki kanan menendang kekanan, begitu tubuh bagian
atas ketarik kekiri, dia kelit dulu pukulan dari a rah depan,
agaknya dia segan melawan pukulan sisa Ai-pong-sut, disinilah
letak kelicinannya, namun telapak tangan kiri justru merogoh
keluar mengancam lengan kanan Ai-pong-sut malah.
Permainan pukulan telapak tangan Siaulim yang satu ini
memang jauh berbeda dengan pukulan telapak tangan
umumnya, apa lagi Thong-sian-pat-hoat sesungguhnya adalah
Kungfu tunggal Siau lim-pay yang hebat, setiap jurus setiap
gerakan mengandung perobahan yang tak habis-habis, makin
cepat serangan dilancarkan semakin cepat pula ditarik balik,
kelengan kanan lawan padahal hanya gerakpancingan belaka,
mendadak dia malah menarik telapak tangan kiri, berbareng
tubuh bagian atas dia tarik kekiri, sebat sekali telapak tangan
kanan sudah membalik dengan jurus To-tiam kim-teng
(menyulut terbalik lampu emas) dalam gaya Hong-pi-ciang
memukul rusuk Ai-pong-sut. Pukulannya membawa deru angin
kencang dan deras sekali.
Melihat pukulan lawan dengan cara mematahkan
serangannya, Ai-pong-sut lantas tahu bahwa lawan
menggunakan Thong-sian-pat-hoat untuk menghadapi ilmu
tunggalnya. Karena jurus serangannya luput, kaki kanan
menutul balik ke belakang pada bongkot dupa disebelah kiri.
tenaga dikerahkan dari pusar, disalurkan kedua lengan,
tubuhnya seringan daonjatuh berputar diatas dupa, kecuali
menarik tangan diapun menyurutkan badan, bila ujung
bajunya yang lebar panjang itu diabitkan, laksana roda kereta
yang menggelinding secepa kilat menyerang dari sayap kanan
Hoat-liau siansu. Berkelit sambil balas menyerang
dilaksanakan berbareng, cepatnya susah diikuti pandangan
mata. Melihat gaya permainan lawan serba cepat dan kilat, kaki
kanan yang semula menjajag kekiri sekalian dia gunakan cara
yang berbahaya, kaki kiri tetap tidak bergeming, hanya
mengguna kan kekuatan tenaga pusar kaki kanan dia tarik
balik sambil miring kan tubuh, hingga tubuhnya terpelintir
kearah lain, lalu mendadak berjongkok. seperti orang yang
mendadak kejeblos dilobang yang tak kelihatan, kaki kanan
menutul bongkot dupa didepan, hingga dia sempat menarik
kaki kiri, dua telapak tangannya terpentang. telapak tangan
kanan memukul miring kebelakang dengan Toa-cui-pi-iu
berbalik dia menyapu kedua lengan Ai-pong-sut Thong cau.
Ai-pong-sut Thong- cau tetap menggunakan langkah naga
melingkar, menarik gerakan berantai, hingga kedua pihak
tanpa berjanji bergerak jurus lawan jurus tipu lawan tipu,
yang lain menendang lawan balas menyepak, namun kedua
pihak berkelit pula bersama, kini yang satu berkisar ketimur
yang lain kebarat, keduanya berputar mengelilingi arena.
Begitu Hoat-liau Siansu berada di timur, sebat sekali Aipong-
sut Thong cau berputar tubuh dengan gerakan terbang
menubruk maju, beruntun dia melompat lima bongkot dupa
mengejar dibelakang Hoat-liau Siansu, dua jari tangan kanan
dengan jurus Siang-liong-tam-cu (dua naga merogoh mutiara) menutuk
ke Gick-im-.la ditubuh Hoat-liau Siansu.
Hoat-liau Siansu membelakangi lawan, pada hal kakinya
sudah berada diatas dupa paling pinggir, belum lagi tubuhnya
membalik, angin tutukan sudah menyerang tiba, lekas dengan
gerak Gick-bong-hoan-sin (ular sanca membalik tubuh) dia
berputar kekiri sambil mengipat kepala, hingga tutukan jari Aipong-
sut menyerempet bawah kupingnya, berbareng dia
kerjakan telapak tangan kiri dengan Kim-jijiu (jepitan tangan
emas ) meng unci kepusar Ai-pong-sut Thong cau.
Jurus ini mengandung perobahan yang cepat dan keji,
meng and a ng tenaga besar pula, siapapun yakin bahwa Aipong-
sut Thong cau kali inipasti terluka dan kecundang oleh
serangan lihay Hoat-liau Siansu ini.
Diluar tahunya Liong-sing-pat-siang Ciptaan Ai-pong-sut
memang sudah teruji sebagai ilmu pukulan tingkat tinggi
sedikit meng gonjot tubuh mendadak dia melambung ke atas
dipermukaan dupa, ujung kakinya menendang kepala Hoautiau
Siansu yang gundul.Jurus serangan balasan ini teramat
berbahaya namun juga lihay, jikalau sedikit kurang tenaga
yang dikerahkan, atau terlambat sedikit -aja, bukan saja
permainannya itu bakal gagal, kemungkinan besar dia sudah
terluka dan roboh oleh kelihayan lawan-
Mimpipun Hoat-liau Siansu tidak menduga bahwa lawan
yang gendut ini berani main lompat diatas udara dengan
permukaan dupa yang gampang roboh ini, lekas dia berputar
kekiri beruntun kakinya berpindah ke beberapa bongkot dupa,
dengan kemahiran silat dan langkah yang terlalu apal diatas
dupa ini, namun ujung sepatu Ai-pong-sut sempat
menyerempet kulit kepalanya yang gundul, hampir saja dia
terjungkal jatuh kebawah.
Sampai dengan babak ini, Hoat-liau Siansu sudah terhitung
kalah setengah jurus, namun bermain diatas dupa adalah
kemahirannya, disamping wataknya yang angkuh dan tinggi
hati, mana dia mau terima kalah, malah sebaliknya membakar
amarah dan sifat liarnya.
Tubuh Ai-pong-sut yang melambung kearah timur meluncur
lewat diatas kepala lawan, diatas dupa tidak boleh sembarang
lompat tinggi danjauh, karena kakinya tak mungkin pinjam
tenaga terlalu besar, semua gerakan seenteng kecapung itu
hanya diandasi tenaga dalam yang murni, setelah beruntun
melampaui lima bongkot dupa baru dia meluncur turun.
Nafsu Hoat-liau Siansu sudah membakar emosinya, cepat
dia barputar sambil mendesak maju, sigap sekali dia
berkelebat di mana Ai-pong-sut akan menghinggapkan
kakinya, kali ini tak kepalang tanggung dia menggunakan Pansian-
ciang menggebuk punggung Ai-pong-sut.
Waktu Ai-pong-sut berspekulasi menggunakan Liong-singpat-
ciang, dia sudah menduga dan mempersiapkan diri bila
Hoat-liau Siansu balas menyergap dari arah belakang, maka
begitu kakinya menutul bongkot dupa. secara reftek dia sudah
menggeser tubuhnya kepinggir. Bagi pertempuran jago lihay,
bagi yang berada disebelah depan, sedikit pikiran tergerak.
secara reftek kedua pundak akan bergerak. bila yang
mengudak seorang kosen, tenaga pukulannya dilancarkan
mengikuti gerak badannya, mana mungkin dia bisa meloloskan
diri dari pukulan lawan, Namun Ai-pong-sut ternyata
mempunyai bekal pengalaman dan gemblengan yang luar
biasa didalam pertempuran ditempat seperti ini, maka Hoatliau
Siansu sedikitpun tidak melihat adanya tanda-tanda gerak
perobahan lawan- Bila Hoat-liau Siansu kebacut melontarkan pukulannya,
dengan lincah Ai-pong-sut sudah berkisar balik kepinggir kiri
lawan, kedua lengannya membundar dengan jurus ong-liongban-
cu (naga hitam melilit Saka), kedua telapak tangannya
membelah rusuk kiri Hoat-liau Siansu.
Begitu pukulan Hoat-liau Siansu luput, serangan kedua Aipong-
sut sudah tiba, pada hal tubuhnya mendesak terlalu
dekat, berkelit sudah terlambat, dalam keadaan terdesak
terpaksa dia gunakan Lian-tay-payhud (menyembah Budha
dipanggung teratai), dengan pukulan berat laksana barisan
gunung yang kokoh dia nekad mengadu kekuatan dengan Aipong-
sut untuk gugur bersama. Tekad Hoat-liau yang nekad
ini memang berani dan lihay, dalam detik yang berbahaya ini
maka dia harus berani bertindak secara berbahaya pula, kedua
telapak tangan mendadak menggencet masuk terus didorong
bersama ke luar, angin pukulannya sudah memyampuk muka
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ai-pong-sut, mendadak terdengar suara "He" ditengah
gentakan suaranya dia gunakan pukulan berat Siau-lim-pay
yang harus dibarengi dengan bentakan dan mengerahkan
tenaga bersama melontarkan pukulannya.
Ai-pong-sut Thong cau melancarkan gurusJiong-liong-kianbwe
(naga sakti menggulung ekor) meng gunakan kedua
tangannya angin pukulannya juga sudah menyentuhjubah
lawan, hanya tinggal mengerahkan tenaga, maka Hoat-liau
Siansupasti akan toboh binasa ditengah barisan dupanya
sendiri. Tak nyana Hoat-liau siansu justru nekad mengajak
dirinya gugur bersama dengan serangan balas an yang
mematikan, tidak berusaha mematahkan serangannva malah
balas menyerang dengan jurus mematikan pula. Betapapun
luas pengalaman dan tabah hati Ai-gong-sur, dalam keadaan
seperti ini, terpaksa dia harus menyelamatkan jiwa sendiri.
Pada hal gebrak ini berlangsung teramat cepat, kalau
dituturkan cukup panjang memenuhi Halaman buku ini, pada
hal kejadian hanya dalam waktu sekejap belaka.
Untuk menolong diri lekas Ai-pong-sut menurunkan tangan
menarik serangan, tenaga pukulannya secara mentah dia kisar
kepinggir sementara telapak tangan kiri merogoh keatas di
tengah pukulan kedua tangan lawan berbareng telapak tangan
kanan membalik dengan jurus Hun-liong-sam-sian untuk
mematahkan Liang-tay-pay-hud lawan-
Hati Hoat-liau sudah dilembari keinginan jahat, kini dia
tidak ingin menang, maka jurus serangannya amat keji dan
telengas. Tak nyana baru saja pukulan dilontarkan, Ai-pong-sut
Thong cau sudah melaucarkan Hun-liong-sam-sian- Secara
mendadak dia menarik serangan hingga kedua telapak tangan
ditekan kebawah dengan Pay-san im-ciang, dengan seluruh
kekuatannya dia menggempur lambung Ai-pong-sut. Gaya
serangannya ini bukan olah-olah lihaynya, telapak tangan Aipong-
sut Thong cau sudah kebacut terbalik keatas begitu
pukulannya mendadak menepuk turun, siapapun takkan
mungkin menolong diri, jelas lawan bakal terpukul jatuh
kebawah barisan dupa. Hebat memang kepandaian Ai-pong-sut ketenangannya
luar biasa meski menghadapi bahaya, dalam keadaan kepepet
yang tidak mungkin menolong diri, secara lembut dia berhasil
menekuk tubuh miring keatas, bukan saja separo tenaga
pukulan lawan sudah punah, sekaligus dia balas menyerang
denganjurus Kim-liong-to-kak (naga emas melempar sisik),
kedua lengannya dengan deru angin kencang menyambut
keluar. Menghindar sambil balas menyerang, cepatnya luar
biasa. Mimpipun Hoat-liau Siansu tidak menduga, dalam keadaan
yang tersudut dan tak mungkin begitu lawan masih mampu
berbuatsejauh itu, apalagi cepat pula. Padahal melihat
serangannya hampir mengenai sasaran, hatinya sudah senang
hingga gerakan sedikit kendor, perhatianpun lena, bila
pukulan balasan lawan menderu tiba, sadarpun sudah
terlambat. "Blang" suaranya tidak keras, namun secara telak pundak
kirinya kena pukul. Tubuhnya mencelat jatuh dibawah bongkot
dupa malah terhuyung lagi Hingga barisan bongkot dupa itu
diinjak-injak porak peronda. Sampil menahan sakit dengan
sikap bengis dia membentak kepada Ai-pong-sut: "Thong- lo
tangkeh memang berilmu sakti, selama Lolap masih bernapas,
tiga tahun lagi pasti menuntut balas kekalahanku hari ini." lalu
dia berputar kearah Kong-tong-koay-khek Seng lh hun katanya
dengan tertawa getir: "Kedatanganku kali ini semula dengan
harapan besar untuk membantu melenyapkan bencana yang
mengancam perkampunganmu, tak nyana aku malah
terjungkal mendapat malu, hari ini malu aku tetap tinggal
disini, biarlah Lolap mobon pamit dulu." tanpa menungga
reaksi Kong-tong-koay-khek Seng Ih-hun dia sudah melompat
jauh keluar, beberapa kali lompatan pula, tubuhnya yang
sudah lenyap diluar perkampungan.
Setelah Hoat-liauSiansu pergi, betapapun picik dan licik
Kong-tong-Koay-khek Seng lh-hun juga tak tahan menahan
malu dan gusar, sesaat alisnya berkerut, tapi tak malu dia
sebagai gembong Kangouw yang culas, hanya sekejap
sikapnya sudah wajar seperti tidak terjadi apa-apa, katanya
tertawa: "Thong- lo-tangkeh memang berkepandaian tinggi,
Losiu sungguh kagum..."
Sebelum habis dia bicara, Tho-hoa-siu-su sudah
menimbrung sambil maju selangkah, "kalah menang adalah
kejadian biasa, babak selanjutnya biar Siaute yang mencoba."
lalu dia berpaling kearah Thong cau, serunya:
"cayhe punya kepandaian yang tidak becus, mohon
petunjuk beberapa jurus main senjata rahasia diatas payapaya
kembang itu kepada Locianpwe." lalu dia buka telapak
tangannya kearah Ai-pong-sut menunjukan segenggam Bodhi-
soa yang rata- rata sebesar kacang hijau.
Mendengar orang menantang Ai-pong-sut main senjata
rahasia dipaya-paya kembang itu, Liok Kiam-ping tahu lawan
hendak mencelakai jiwa Ai-pong sut dengan Bo-dhi-soa yang
jahat itu. karena senjata rahasia itu rata-rata dapat
disambitkan sejauh lima tombak dan jarang gagal, padahal
dalam jarak tiga tombak saja sulit mengelitnya, kuatir terjadi
yang tidak dlinginkan segera dia tampil ke depan, katanya:
"Pernah kudengar Bodhi-soa selama puluhan tahun amat
ditakuti kaum Bulim, cayhe tidak tahu diri ingin menjajal
kemahiran seorang kosen untuk membukamata menambah
pengetahuan." Berdiri alis Tho-hoa-siu-su, katanya dingin: "Terlalu berat
ucapan Liok-pangcu, kepandaian cayhe yang tidak patut
ditonton ini, kebetulan mendapat petunjuk seorang lihay,
Pangcu sudi member ipetunjuk. mana cayhe berani tidak
menerimanya." lalu dia menjura serta membuka kedua
tangan, "Silakan Pangcu "
Kaki menjejak tangan, terpentang dengan gaya bangau
menjulang kelangit tubuhnya melambung lima tombak
tingginya, ditengah udara bersalto sekali mendemonstrikan
keindahan tubuhnya yang menggeliat enteng lalu meluncur
turun kearah selatan paya-paya kembang, dengan tersenyum
lebar dia membalik ke arah sini, Ginkangnya memang sudah,
matang. Liok Kiam-ping mendengus hidung, diam-diam
menarik napas, tenaga dikerahkan dari pusar, tak kelihatan
dia menggerakan badan, mendadak tubuhnya mumbul
keudara hingga tujuh tombak tingginya setelah mencapai
ketinggian baru berhenti, kakinya terangkat dan bergerak
seperti orang naik tangga, tubuhnya meluncur miring kebawah
berhenti di sebelah utara Tho-hoa siu-su Ginkang langkah
enteng diudara kosong yang dipertontonkan Liok Kiam-ping
betul-betul membuat seluruh hadirin terbeliak kaget dan
kagum. Tho-hoa-siu-su sendiri juga melenggong, namun wataknya
angkuh tak mau kalah, apapun harus bertarung dulu, apalagi
dia yakin Bo-dhi-soa yang dimiliki mempunyai kehebatan yang
tak dimiliki orang lain, umpama tidak bisa menang, kalau
hanya melindungi diri yakin masih mampu. Rasa takut seketika
sirna, sebat sekali langkahnya berkisar dari timur ke tenggara,
langkahnya enteng dan lincah.
Dengan santai Liok Kiam-ping beranjak kearah barat laut
membelok ke utara, kelihatannya dia bergerak lambat, pada
hal cepatnya luar biasa, dia hanya menggunakan separo
tenaga namun kecepatannya sudah sebanding dengan Thohoa-
siu-su, dalam waktu yang sama mereka tiba dibarat dan
timur lalu berdiri beri hadapan pula.
Setelah kedua orang berputar satu bundaran ditengah
paya-paya kembang, langkah mereka makin cepat. Yang
seorang berloncatan seperti kecapung seindah burung Camar
melawan gelombang samudra. Sebaliknya yang lain
melangkah enteng dan santai seperti orang bertamasya
layaknya menikmati keindahan alam, langkahnya cepat lembut
laksana mega mengambang seperti air mengalir
berkepanjangan. Lama kelamaan bayangan mereka semakin kabur dan
remang-remang hampir tidak kelihatan, kini yang terlihat
tinggal dua bayangan putih berkelebat turun naik menyusuri
ping gir paya-paya, susah dibedakan lagi mana Liok Kiamping,
yang mana Tho-hoa-siu-su, saat itu bayangan mereka
membelok dipojok paya-paya kembang yang luasnya hanya
setombak lebih, hingga jarak kedua pihak semakin dekat Di
saat keduanya beri hadapan mendadak Tho-hoa-siu-su
memperlambat gerak langkahnya berbareng tubuh setengah
diputar sambil mengayun lengan dan menghardik pelahan:
"Lihat serangan-" segumpal bayangan hitam bertaburan dari
tangannya, berbagai Hiat-to penting ditubuh Liok Kiamping
menjadi sasaran utama. Padahal Tho-hoa-siu-su baru menghardik perlahan setelah
Bo-dhi-soa ditangannya ditimpukan, hingga suara terdengar
pasirpun sudah menyerang tiba dalam waktu yang sama.
Sejak mula Liok Kiam-ping sudah waspada, melihat orang
memperlambat langkah, lantas dia tahu bahwa lawan akan
bertindak, maka dia sudah mempersiapkan diri, Bila gumpal
hitam dari pasir lawan meluncur tiba. Ditengah jengek
dinginnya, dia menjengkang tubuh bagian atas kebelakang,
bobot tubuh seluruhnya dipusatkan diujung kakinya yang
berdiri dipinggir paya-paya kembang, maka Bo- dhi-soa
meluncur lewat didepan mukanya.
Tangkas luar biasa Liok Kiam-ping menggentak kedua
lengan keatas hingga pinggangnya terangkat, sedikit paha
mengerahkan tenaga, badannya lantas terbalik bagai
gangsingan berputar. Disaat tubuh masih berputar itulah
tangannya sempat memetik sebatang ranting pohon, begitu
tubuh berdiri tegak dia balas menghardik: "Sambut serangan."
tanganpun terayun. Selarik bayangan kelabu bagai anak ranah
mini melesat kearah Tho-hoa-siu Su.
Bahwa serangan Bo- dhi-soa pertama luput, Tho-hoa-siu-su
dibuat takjub oleh cara Liok Kiam-ping mendemonstrasikan
keindahan gerak tubuhnya, baru saja dia menyiapkan
serangan kedua, Liok Kiam-ping sudah menghardik dan balas
menyerang dengan luncuran bayangan kelabu.
Sebagai ahli senjata rahasia, setelah dia mendengarkan
dengan cermat, ternyata tak mampu dia membedakan senjata
rahasia jenis apa yang digunakan Liok Kiam-ping untuk
menyerang dirinya, karuan kejut dan curiga pula hatinya.
Sekilas dia melenggong itulah, bayangan kelabu itu sudah
melesat tiba, lekas dia miring kan tubuh sambil meraih tangan
menangkap Am-gi lawan, namun karena daya luncurnya kuat
luar biasa, telapak tangannya tergetar pedas dan sakit.
Waktu dia membuka telapak tangan, kiranya hanya secuil
ranting kembang kecil panjang satu dim lebih, karuan hatinya
merasa dingin dan bergidik, maklum ranting kembang sekecil
itu bobotnya juga amat ringan, orang biasa menimpuknya
juga takkan terlempar jauh, namun waktu dia meraih ranting
sekecil ini terasa betapa besar tenaga lemparan lawan, ini
menandakan bahwa orang memiliki Lwekang yang betul-betul
mengejutkan. Untung dalam pertandingan ini dirinya tidak mengadu
tenaga, malah dari lemparan ranting kembang ini dapat
diduga bahwa lawan tidak punyapermainan senjata rahasia
yang patut dibuat takut, kalau tidak mana mungkin balas
menyerang dengan hanya ranting kembang" Maka Tho-hoasiu-
su berpikir jikalau aku tidak keluarkan kemahiranku,
mungkin hari ini aku takkan mampu mengalahkan dia."
setelah hati berkeputusan, niat jahatpun timbul dalam hatinya.
Kaki menutul kembali dia meneruskan langkahnya meluncur
kedepan. Kembali kedua orang ini berputar mengelilingi
pingggir paya-paya kembang,jaraknya separo dari seluruh
lebar paya-paya kembang, makin lari makin cepat, kini susah
dibedakan lagi bayangan mereka.
Liok Kiam-ping insaf bahwa lawan berani menantang adu
senjatai rahasia serta menggunakan Bo-dhi-soa, tentu
mempunyai kepandaian khusus yang hebat, apalagi Bo-dhisoa
sendiri teramat ganas, maka jarak dirinya dengan lawan
tidak boleh terlalu dekat maka sejauh ini dia hanya kerahkan
tujuh bagian, tenaganya saja, sisa yang lain untuk bersiaga
menghadapi segala kemung kinan, apalagi dia tahu lawan
manusia culas dan telengas.
Saat itu dari tenggara dia sedang meluncur kearah timur,
ujung kakinya baru menutul pinggir paya-paya kembang. Thohoa-
siusu sudah mengincar tepat, mendadak dia menghardik
dari arah barat laut, tangan kiri bergerak dengan jurus Hay-tetam-
gwat (merogoh tembulan didasar laut). maka segenggam
Bo-dhi-soa melesat lurus menyusuri langit-langit paya-paya
kembang terus menukik turun setelah jarak dekat menggulung
bagian bawah tubuh Liok Kiam-ping, senjata rahasia sudah
ditimpukan baru dia bersuara, dari sini dapat dinilai betapa
jahat hatinya. Untung Liok Kiam-ping sudah mempersiapkan diri, melihat
Bo-dhi-soa menggulung tiba, tumitnya sedikit menutul,
tubuhnya terapung lima kaki menghindar serangan bagian
bawah. Tak nyana baru saja tubuhnya terapung. Tho-hoa-siusu
kembali mengayun tangan kanan, segenggam Bo-dhi-soa
yang lain telah ditaburkan, kali ini daya luncurnya jauh lebih
kencang. Kejadian amat mendadak perobahanpun tak terduga, bila
orang lain mungkin takkan bisa menyelamatkan diri dari
ancaman elmaut ini. Untung Liok Kiam-ping memiliki kelebihan
yang luar biasa dari manusia umumnya setelah berulang kali
dia mendapat penemuan aneh, rejeki selalu nomplokpada
dirinya, kini lwekangnya boleh dikata sudah tiada taranya,
menghadapi elmaut dia masih berlaku tenang, segera dia
mengempeskan pusar menggentak kedua tangan hingga
tubuhnya yang mulai melorot kebawah dia tarik mumbul pula
lima kaki lebih tinggi, gumpalan pasir itu melesat lewat
dibawah kakinya, sungguh berbahaya sekali.
Serangan gelap Tho-hoa-siu-su yang menggunakan cara
licik dan melanggar aturan Bulim telah membangkitkan
amarah Liok Kiam-ping, apalagi dia tahu lawan yang satu ini
sering mengganas dengan pasir beracunnya itu, maka timbul
keinginan membunuhnya demi keselamatan umat manusia
umumnya, apalagi meraka yang tidak berdosa supaya tidak
konyol ditangannya. Diam-diam dia kerahkan tenaga sembari mengembang
kedua lengan, tubuhnya melambung datar, beg itu kedua kaki
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memancal, seperti naga yang mengegot tubuhnya meluncur
turun tepat disebelah utara. Bentuk para-para kembang ini
memanjang sempit, paling lebar hanya tiga tombak. maka
Kiam-ping kerahkan Kim kong-put-hoay-sin-kang untuk
menahan Bodhi-soa, secara tidak terduga dia balas
menyergap pula, baru akan bisa mengalahkan lawan-
Tapi Kim- kong-put-hoay-sin-kang hanya mampu menahan
serangan Bo- dhi-soa dalam jarak dua tombak, kurang dari
dua tombak Kiam-ping tidak yakin dapat menahannya. Maka
dia harus bertindak di kala kedua pihak berganti posisi, satu
diutara yang lain diselatan, sengaja harus mengincar
kedudukan yang tepat lalu dia melayang turun tepat diutara
para kembang. Dua kali serangan gagal, Tho-hoa Siusu sudah melengak
heran, lekas dia bergerak maju kedepan dan tepat berada di
selatan. Sebelum lawan bergerak pula Liok Kiamping sudah
mengayun tangan kanan seraya membentak: "Awas."
segulung angin kencang meluncur kearah Tho-hoa Siusu.
Lekas Tho-hoa Siu-su mengebut lengan baju, "Plak"
setangkai ranting kering dikebasnva mencelat beberapa
tombak jauhnya. Sebelum dia berputar arah, ranting kedua
sudah meluncur tiba pula dari arah depan, Menyusul ranting
ketiga dan keempat memberondong secara beruntun.
Terpaksa Tho-hoa Siusu menarik kedua lengan bajunya,
maka suara plak-plok beruntun memecah kesunyian, ranting
kayu beterbangan. Untung Liok Kiam-ping hanya berusaha mencegah gerak
majunya, serta memancing kemarahnya, padahal tiada niatnya
melukai lawan, maka ranting kayu selalu ditimpukan tepat dari
depan. Tho-hoa Siusu makin cepat menarikan kedua lengan
bajunya, sementara serangan ranting Liok Kiam-ping juga
makin gencar, saking kerepotan Tho-hoa Siusu sampai merasa
lelah dan memburu napasnya. Hanya sekejap Tho-hoa Siusu
terdesak mendelik gusar wajahnya merah padam, mendadak
dia menghardik sekali, tubuhnya menyurut mundur
meluputkan diri dari serangan telak yang datang dari depan-
Berbareng dia ayun tangan, segumpal bayangan hitam
meluncur lurus kearah Liok Kiam-ping.
Liok Kiam-ping sudah siap siaga maka dia tidak merasa jeri,
Kim- kong-put-hoay-sin-kang dikerahkan mencapa
ipuncaknya, tubuhnya tidak berkelit tidak bergerak. dengan
cermat dia menatap lurus kedepan.
Karuan Tho-hoa Shtsu kegirangan, mumpung bodhi-soa
ditangan kanan baru diayun setengah jalan, tangan kiri sudah
bergerak pula menaburkan segumpal bayangan hitam juga
dengan kecepatan lebih kencang menggulung kedepan-
Kabut hitam seketika memenuhi udara hingga pandangan
teraling menjadi remang-remang. Bo-dhi-soa adalah pasir
beracun yang amat jahat, merupakan senjata rahasia ampuh
yang ganas, bila tubuh orang tersambit sebutir pasir saja, jiwa
sang korban takkan bisa ditolong, apalagi sekarang udara
dipenuhi pasir sebanyak itu, betapa hebat perbawa
serangannya sungguh bukan kepalang hebat dan menakutkan.
Tak nyana dua kaki kabut hitam itu mendekati tubuh Liok
Kiam-ping, seperti menumbuk rintangan dinding baja yang
tidak kelihatan, kabut hitam itu tertahan dan perlahan-lahan
rontok kebawah. Liok Kiam-ping sudah mengincar dengan tepat, mendadak
kedua tangannya diulur serta mencengkram dengan
menggunakan daya lengket dia menggapai kearah Bo- dhisoa,
maka pasir-pasir yang berjatuhan hampir menyentuh
tanah itu sebagian tersedot ketelapak tangannya
Kapan Tho-hoa Siusu pernah saksikan Sin-kang (ilmusakti)
sehebat ini, dia kira tenaga serangan sendiri yang kurang
besar dan kuat sehingga daya terjang Bo-dhi-soa tidak
memadai menjebol pertahanan lawan, Maka dengan kekuatan
lebih besar dan gencar dia tambahi serangannya. Tak nyana
pasirnya seperti kecemplung kedalam lautan lenyap tanpa
bekas. Betapapun licik dan licinjiwanya, seketika dia berdiri
melenggong meluruskan kedua tangan- Mumpung lawan
melenggong itulah, Kiam-ping menutul ujung kakinya hingga
tubuhnya melejit maju setombak lebih dekat, sebelum kakinya
hinggap lagi dipinggir para-para kembang, tangan kanan
sedikit terayun, segumpal bayangan hitam lantas meluncur
kearah Tho hoa Siusu. Tho-hoa Siusu tengah melongo, mimpipun tak menduga
lawan bisa bergerak seceepat ini, beg itu lawan melompat
senjata rahasiajuga sudah meluncur dengan desing suaranya
yang keras, bagai anak panah Hoakay-hiat didadanya di
jadikan sasaran utama. Lekas dia pasang kuda-kuda mengendapkan tubuh, 'Wut'
bayangan hitam melesat lewat diatas kepalanya. Dia pandai
mendengar suara membedakan benda, maka dia tahu senjata
rahasia yang menyerang dirinya ini jelas adalah Bo dhi-soa
miliknya, kenapa bisa meluncur keluar dari telapak tangan
lawan, mungkin .. belum habis dia menduga serangan kedua
yang sama telah rnenyerang Bu-coat-hiat diperutnya. Lekas
dia angkat kaki kiri, dengan kekuatan kaki kanan dia miring
kan tubuh kekanan, Bodhisoa menyamber lewat pundaknya.
Disaat tubuhnya berkelit inilah, serangan ketiga Bo-dhi-soa
Liok Kiam-ping sudah memecah udara, tenaga luncurannya
jauh lebih besar dan keras dibanding dua serangan terdahulu
boleh dikata menyerang tiba bersamaan dengan serangan
kedua. Apapun Tho-hoa Siusu tidak menduga bahwa Liok Kiamping
mampu menyerang dirinya dengan Bo dhi-soa yang
dilandasi tenaga dalamnya yang murni, hanya sedikit
menggetar telapak tangan, bayangan hitam lantas melesat
keluar, maka tiga gelombang serangan boleh dikata hampir
bersamaan, hanya arah sasarannya saja yang berbeda.
Maka terdengarlah keluhan tertahan. Tho-hoa Siusu
bermuka pucat, kaki kanan terkena sebutir pasir, tiga mili
melesak ke dalam dagingnya, seketika kaki kanannya lantas
kaku dan mati rasa. Pikirannya masih waras dan mengerti apa yang telah
terjadi, lekas dia merogoh keluar sebuah botol kecil warna
putih dari dalam kantingnya, baru saja dia tuang sebutir pil
dan dijejalkan kedalam mulut.
Liok Kiam-ping sudah kebacut benci akan keculasan
manusia yang satu ini, mana dia berpeluk tangan melihat
lawan berusaha menyelamatkan jiwa. Sekarang dia
menggerakan kedua tangan, dengan gaya Boan-thian-hoa-hi
(Hujan kembang memenuhi udara) dua gumpal bayangan
hitam laksana hujan badai menggulung kearah Tho-hoa Siusu,
betapa hebat dan mengejutkan perbawa serangannya .
Rasa pegal dan linu kaki kanan Tho-hoa Siusu belum hilang
meski sempat menelan sebutir pil penawarnya, namun gerak
gerik tubuhnya jauh lebih lamban dan tak mampu melompat
lagi, pada hal serangan sudah menggulung tiba. Tapi secara
reftek upaya menyelamatkan jiwa masih tetap dilakukan juga,
tanpa pikir bahwa tubuhnya masih setengah terapung diudara,
langsung dia memberatkan badan menjatuhkan diri kebawah
"Blang" tubuhnya terbanting keras kebawah paya-paya
kembang. Agaknya rasa sakit menyiksanya luar biasa, begitu
tubuh menyentuh tanah dia melolong keras dengan jeritan
yang mengerikan. Waktu Kong-tong-koay-khek dan lain-lain memburu
kedepannya, baru mereka melihat jelas, wajah Tho-hoa Siusu
sudah tak bisa dikenali lagi karena selebar mukanya kini sudah
berobah hitam dengan bintik-bintik hitam legam memenuhi
kulit mukanya, air hitam mulai meleleh dari setiap bintik hitam
diwajahnya. Kiranya bersamaan waktu dia menjatuhkan diri kebawah,
pasir beracun ditangan Liok Kiam-ping juga secara telak
mengenai selebar mukanya. Mendadak tubuhnya mengejang,
kedua tangan mencakar tanah, kedua kaki memancal
berkelejetan dua kaliterus tak bergerak dan makin lunglai,
ternyata jiwanya sudah melayang.
Bodhi-soa memang teramat ganas, masuk daging racunnya
tak bisa ditawarkan dengan obat apapun meski obat penawar
perguruan sendiri juga harus menggunakan kadar yang
setimpal, dalam jangka satu jam tidak boleh terlambat. Liok
Kiam-ping ping in melenyapkan penjahat yang sudah keliwat
takaran melakukan kekejaman, maka kali ini dia betul-betul
mengerahkan segala kemampuannya, maka pasir-pasir
beracun yang melesak amblas kekulit daging pemiliknya
mengakibatkan Tho-hoa Siusu tak sempat lagi menolong jiwa
sendiri dengan ob at pena war yang dipegangnya.
Mungkin mimpipun tak pernah terpikir dalam benaknya,
bahwa ajalnya berada dibawah senjata rahasia beracun yang
dilatihnya sendiri sekian tahun lamanya, Tuhan memang ma
ha adil, karma telah menjatuhkan fonis akan jiwanya.
Bahwa Tho-hoa Siusu tewas dimedan laga, jelek-jelek
orang datang untuk membantu pihaknya, betapapun tabah
dan tebal muka Kong-tong-koay-khek Seng fh-hun, tak urung
dia menyeringai sadis. katanya: "Liok Pangcu, caramu main
brantas secara keji ini, apakah tidak keterlaluan. Tho-hoa
Siusu ajal memang harus disesalkan kepandaian sendiri yang
tidak becus, tapi dia orang luar, lukanya sudah cukup parah,
tapi kau masih juga menyerangnya hingga jiwanya melayang.
Apakah perbuatanmu ini tidak bakal menimbulkan kemarahan
kaum Bulim." Liok Kiam-ping berkata serius: 'kau saksikan sendiri
pertandingan ini, dia memang sengaja mencari jalan
kematiannya, cayhe menggunakan Caranya untuk membalas
kejahatanna, di Hotel dia membunuh orang pihakmu, dengan
Bodhi-soa tega membunuh kawan sehaluan, betapa jahat
jiwanya seperti ular berbisa, maka kematiannya adalah
setimpal dengan perbuatannya. Kiam-ping berdiri dalam
percaturan Bulim, aku bertindak berdasarkan keadilan,
tentang segala akibatnya boleh aku menanggung seorang
diri." Ki-kong Lo-toa dari Sip-san-siang-koay terkekeh dingin,
katanya: "Tuan berjiwa keji, bertangan gapah, memangnya
begitulah keadilan yang kau tegakkan."
"Memberantas kejahatan adalah berbuat kebajikan,
manusia seperti Tho-hoa Siusu, kejahatannya sudah keliwat
takaran, korban ditangannya tak terhitung banyaknya,
siapapun wajib melenyapkan jiwanya. Hari ini secara
kebetulan saja meminjam tanganku untuk melenyapkan dia
karma memang sudah menentukan nasib hidupnya, tadi dia
menyerang tanpa mematuhi aturan Bulim, jlkalau yang
menjadi korban adalah Cayhe, lalu apa yang akan kau
katakan?" Ki Ping Loji dari Sip-sin-siingkoay ikut tertawa dingin,
katanya: "Bertarung dimedan laga memang berdasarkan kuat
menang lemah mati, kematian Tho-hoa Siusu memang harus
salahkan kemampuan sendiri yang tidak becus. Tapi Liokpangu
bertekad membunuhnya dengan cara keji, tak usah kau
menggunakan alasan menegakan keadilan segala, apa Liokpangcu
jeri menghadapi tuntutan balas."
Berdiri alis Liok Kiam-ping, katanya: "Cayhe berkelana di
Kangouw, berpedoman aturan perguruan, dengan segala
tekad dan kemampuan rela membela keadilan dan kebenaran,
umpama wibawa perguruan hancur lebur, Cayhe berani
berkorban asal tidak pernah bertindak secara keliru."
Kong -tong-koay-khek Seng ih-hun membentak: "Jelas kau
ini berjiwa culas dan telengas, masih berani bicara tentang
keadilan Bulim, apa tidak malu kau hidup didunia fana ini.
Baiklah, didalam Ui-yap-san-ceng akan kucabut nyawamu."
Ai-pong-sut Thong Cau bergelak tawa, katanya: "Kalian
kawanan tikus masih punya kemampuan apa boleh keluarkan
saja, buat apa petingkah saja."
Ki Ping menyeringai kelam, katanya kepada Liok Kiam-ping:
"kalian justru mengudal ludah tidak mau mengaku salah.
ingatlah sepasang tinju kalian takkan kuat melawan empat
Pendekar Satu Jurus 7 Pendekar Pengejar Nyawa Karya Khu Lung Misteri Kapal Layar Pancawarna 17
Ka-cin-ong terima batu jade itu sambil bergelak tawa,
katanya: "Kalau begitu anggaplah aku yang banyak curiga
dalam hal ini. Bila sidang pagi tiba, biar kulaporkan persoalan
ini kepada Baginda, yakin persoalan akan beres tanpa
merugikan pihak siauhiap. Siauhiap memang generasi muda
yang paling menonjol, cerdik pandai dan berbakat jadi
pemimpin, bagaimana kalau mampir ke istanaku."
Liok Kiam-ping menjura, katanya:
"cayhe orang awam yang tidak punya kemampuan apaapa,
syukur ongya sudi percaya kepadaku, kelak bila leluasa
pasti akan mampir keistana. Maaf, urusan penting menunggu
penyelesaian, sekarang juga, cayhe mohon diri." setelah
menjura pula segera dia berlari ke arah barat.
Setelah meninggalkan Ka-cin-ong Liok Kiam-ping
kembangkan ginkang kearah barat, cepat sekali dia sudah
keluar dari pintu kota terus membelok ke utara, waktu itu
sudah dekat kentongan lima, Cuaca sudah remang-remang.
Diluar kota penduduk desa sudah sibuk memikul kayu bakar
atau dagangan apa saja berduyun menuju ke kota maka
jalanan semakin ramai. Bila mengembangkan Ginkang menarik perhatian orang,
maka Kiam-ping memperlambat langkah, namun karena
menguatirkan keselamatan orang banyak maka langkahnya
jelas masih lebih cepat dari orang jalan.
Bila fajar menyingsing diapun tiba di Tay-hud-si, setelah
diperiksa, kecuali It-cu-kiam Koan-Yong dan Thi-pi-kim-to Tan
Kian-thay yang terluka, empat Hiangcu gugur dimedan laga,
kerugian masih lebih enteng dibanding korban yang jatuh
dipihak musuh. Liok Kiam-ping memang pemimpin bijaksana, terhadap
anggotanya tidakpandang bulu, tinggi rend ah dianggap sama,
maka dia mendapat dukungan seluruh anggota bahwa anak
buahnya ada yang terluka dan binasa, perasaannya jadi
tertekan, wajahnya tampak sedih dan masgulpula.
Ai-pong- sut lebih tua dan tab ah, segera dia tertawa
memecah kesunyian: "Bong siu dan Siu-Jan kerahkan seluruh
kekuatan hendak menumpas kita, akibatnya justru mereka
yang runtuh total, namaburukjabatan jatuh badan terluka lagi,
yakin selanjutnya mereka takkan berani bertingkah pula
terhadap kita.' Jian- li-tok-heng tersenyum, katanya: "Kukira tidak
demikian. Siu-Jan terkenal sebagai orang licik dan culas,
perbuatannya serba jahat, setelah dia kocar kacir dikota raja,
bukan mastahil mereka akan membalas kecabang kita
diberbagai tempat. Yang paling dikuatirkan mereka meminjam
kekuatan penguasa, dengan fitnah lalu menggrebek secara
diam-diam, jelas kita tidak akan biaa menduga sebelumnya.
Entah siapa pembesar yang mengejar tadi, bagaimana pula
menyelesaiannya dengan Pangcu.' Liok Kiam-ping tersenyum,
katanya: "Peristiwa ini sudah diketahui oleh Ka-cin-ong, dan dia
sendiri bertanggung jawab untuk menyelesaikan hal ini
kepada Baginda. Muslihat Siu-Jan terbongkar, yang harus kita
kuatirkan memang berbagai cabang yang kekurangan tenaga,
untuk ini kita harus cepat mengambil langkah seperlunya,
betapapUn kita harus berjUang supaya para kawan yang
gUgur meram dialam baka." habis bicara dia menghela napas
panjang. Coh-siang-hwi Ih Tiau-hiong berkata:
"Pangcuperlu menjaga kondisi badan, tak usah kau
bersedih hati, bagi kita yang hid up dalampermainansenjata,
mati hidup sudah takterpikir lagi, demi membela keadilan dan
kebenaran kaumpersilatan, gugur dimedan lagapatut
dibanggakan. Sekarang markas pusatsedang kosong, kurasa
kita perlu segera berangkatpulang sambil menyebar berita
keberbagai cabang, sementara menghentikan keg lata n,
sedapat mungkin menyembunyikan diri, bila situasi genting
berlalu baru mulai beraksi lagi. Bagaimana pendapat Pangcu."
"Memang begitulah maksud hatiku." ucap Liok Kiam-ping
lega, "mari kita segera berangkat."
ooooodowooooo Dibawah terik matahari dimusim rontok yang panas ini,
puluhanpenunggang kuda sedang membedal tunggangan
menuju kearah selatan. seolah-olah mereka lupamatahari
sedang memancarkan cahayanya yang paling panas, namun
tujuan mereka kekota Ki-ling belumjuga tercapai.
"Rombong an besar ini bukan lain adalah orang-orang
Hong-lui-pang dibawah pimpinan Liok Kiam-ping, setelah
meninggalkan kotaraja, lewat cin-hay, Jiang-ciu, G-kic lalu
memasuki, wilayah Soa-tang. Tengah hari tadi mereka sudah
istirahat di kota Lip-seng, Suma Ling-khong kangen kepada
sang ibunda, setelah mendapatpersetuuan Liok Kiam-ping dia
mohon diri menempuh perjalanan seorang diri. Setelah makan
kenyang dan Cukup istirahat rombong an besar ini
melanjutkan perjalanan keselatan, menjelang petang, mereka
sudah berada di karesidanan Ki-poh masuk kota lalu menginap
dihotel Pek-hok. Setelah makan malam, mendadak Liok Kiam-ping teringat
akan janjinya kepada pihak Kong-tong-pay, kaum persilatan
menguta makan menepati janji dan dapat diperCaya, dengan
wataknrya yang kaku dan jujur, betapapun malu bila ingkar
janji. Maka dia kumpulkan orang banyak serta memberi
penjelasan, urusan menyangkut kepentingan dan kebesaran
nama Hong-lui-pang, waktu yang dijanjikan sudah hampirtiba,
maka dendam perguruan harus segera dituntut. Setelah
dibicarakan, lalu diputuskan Liok Kiam-ping harus segera
meluruk ke Kong-tong ditemani Ai-pong-sut. Sementara
rombong an lain tetap menuju keselatan kembali ke Un Ciu,
pulang ke Kui-hun-ceng sebagai markas pusat mereka.
Keesokan harinya baru mereka melanjutkan perjalanan dan
berpiaah, Liok Kiam-ping berdua menuju kebarat, sementara
rombong an besar tetap menuju keselatan
Menempuh perjalanan bersama Ai-pong-sut yang
pengalaman danpandai memilih jalan dekat Liok Kiam-ping
tidal kapiran disepanjang jalan. Selama tiga hari dua malam
mereka menempuh perjalanan tanpa bermalam, hanya
sekedar istirahat setiap tiba waktunya makan, kalau mereka
membekal kepandaian dan Lwekang tinggi maka badan tetap
kuat, namun kuda tunggangan mereka yang kepayahan,
terpaksa hari itu mereka bermalam di Tiang-an. Setelah
mendapatkan hotel Jui-lay, mereka cari makan di restoran cuisian-
lou yang tak jauh letaknya dari hotel mereka menginap.
Mereka memilih tempat duduk yang dekat jendela, pelayan
segera menghidangkanpesanan mereka. Dengan lahap Liok
Kiam-ping makan minum tanpa banyak bicara.
Pada saat itulah. tangga loteng berkereot oleh langkah kaki
dua orang tua yang berwajah berperawakan sama, mirip satu
dengan yang lain, usia kedua orang tua kembar ini sudah
tujuh puluh tahun, wajahnya bersih, namun sorot matanya
berkilat tajam, sekilas pandang siapapun tahu bahwa Lwekang
mereka sudah amat tinggi.
Dengan langkah lebar dan berat mereka naik keatas loteng,
sekilas mereka menjelajah keadaan loteng lalu duduk dimeja
tengah, sikapnya angkuh dan pongah. Dibelakang kedua
orang tua ini ikutseorang laki-laki berusia empat puluhan
memanggul pedang, sikapnya amat hormat dan mundukmunduk
kepada kedua orang tua ini.
Melihat tampang kedua orang tua ini, hati Ang-pong-sut
diam-diam merasa keki, namun sikapnya wajar, dengan jari
yang dibasahi arak dia menulis diatas meja: "Perhatikan
percakapan ketiga orang itu.'
Melihat kedua orang ini Liok Kiam-ping juga sudah
menduga bahwa mereka memiliki kepandaian tinggi,
mendapat peringatan Ang-pong-sut lagi, maka dia khusus
perhatikan tingkah pola mereka, kalau sikapnya kelihatan
biasa dan wajar, padahal dia sudah pasang kuping dengan
mengerahkan tenaga murninya.
Dengan taraf latihan lwekangnya yang tinggi, bila dia
kerahkan tenaga murni. dalam jarak sepuluh tombak ada daon
jatuh pun bisa didengarnya jelas, bila kali ini dia mengerahkan
kemampuannya, nyamuk terbang dalam ruang restoranpun
dapat ditangkapnya. Sejenak hening, laki-laki tua yang duduk disebelah atas
mendadak tertawa enteng, katanya: 'Loji, kerja sama kami
dalam soal dagang kali ini, menurut pendapatmu, adakah
sesuatu yang tidak sempurna"'
Laki-laki yang duduk didepannya segera menjawab: 'Hanya
waktunya yang terburu-buru, ada hal Seng ih-hun biasanya
bekerja cermat dan sempurna, menghadapi persoalan takkan
mundur dan gugup, apalagi kedua pihak belum bentrok atau
beri hadapan, namun dia sudah gugup dan ketakutan
demikian rupa, kurasa hal ini patut kita selidiki dan perhatikan,
bukan mustahil dibelakang persoalan ada udang dibalik batu"'
Laki-laki disebelah atas mendengus, katanya: 'Memangnya
mereka berani betingkah dan merancang muslihat terhadap
kami berdua.' "Bila tiba saatnya, sebelum persoalan diselidiki jelas kurasa
jangan terburu nafsu turun tangan, kalau gegabah tentu
merugikan kita sendiri. '
Laki-laki setengah umur yang duduk disamping lekas berdiri
dan menjura, katanya tertawa nyengir: 'cianpwe berdua
semoga mendapat berkah. Kali ini Suhu mengundang kalian
untuk kerja sama, tujuannya adalah untuk menuntut balas
kematian The Hong Suheng dan para Sute yang terluka, pasti
tiada tujuan lain, mengingat waktu yang dijanjikan sudah
diambang mata kuatir musuh datang lebih dulu dan kita tak
kuat menghadapinya, maka Tecu diperintahkan untuk
mengundang cianpwe berdua, tujuannya jelas hanya untuk
menuntut keadilan demi menyelesaikan persoalan ini secara
adil." Laki-laki tua yang duduk disebelah atas bertanya: "Apakah
benda itu masih ditangan lawan kalian"
Laki-laki setengah umur tertawa, sahutnya: "Hal ini tak
perlu disangsikan, Cuma...."
"cuma bagaimana ?" tanya laki-laki tua yang lain
Sengaja berkerut alis laki-laki setengah umur, katanya
rawan: "Kabarnya lawan masih berusia muda, namun
kekuatan Lwekangnya amat mengejutkan, belakangan ini
seorang diri dia melukai Bong Siu, memukul Pa-kim Tayhud
luka parah. Membuat onar di kota raja nama dan
kebesarannya sudah menggetar dunia, dalam kalangan Bulim
sekaran mungkin sukar dicari tandingannya."
Laki-laki yang lebih tua agaknya berwatak lebih
berangasan, mendadak dia mendelik, bentaknya: "Umpama
sejak dalam kandungan dia sudah meyakinkan Lwekang,
dalam usia semuda itu, latihannya paling juga baru tiga
puluhan tahun. Aku yakin Bong Siu dan lain-lain pasti gegabah
dan memandang enteng lawan, atau terbokong oleh
keroyokan musuh. Jikalau kebentur ditangan Lohu, dalam tiga
jurus jangan harap dia bisa menyelamatkanjiwa, Loji,
mumpung malam ini bulan purnama, kita terus melanjutkan
perjalanan saja." beberapa saat kemudian setelah kenyang
makan minum membayar rekening, mereka segera berangkat.
Agaknya laki-laki tengah umur itu tahu watak kedua orang
tua yang suka diumpak dan dibombong, sengaja dia membuat
mereka gusar supaya malam ini juga lekas melanjutkan
perjalanan, hasutannya memang berhasil
Setelah ketiga orang itu turun keloteng, Ai-pong-sut segera
mengedip mata kepada Liok Kiam-ping, lekas dia
menyelesalkan rekening terus pulang ke hotel. Setiba didalam
kamar, Ai-pong-sut Thong cau berkata perlahan: "Kedua
orang tua diatas restoran tadi adalah Sip-san-siang-koay yang
sudah terkenal tiga puluh tahun yang lalu, sepasang saudara
kembar ini selalu membuat pusing kaum persilatan, entah
golongan putih atau aliran hitam, kenyataan mereka memang
memiliki kepandaian yang luar biasa, tiada seorangpun yang
tahu asal-usul perguruannya, keahlian mereka adalah Ko bokciang
(pukulan kayu kering) yang beracun, bila badan terpukul
sedikit aja, badan akan kering menghitam dan jiwa melayang,
tiada obat dapat menawarkan racun mereka, wataknya
nyentrik dan jahat lagi, sepak terjang mereka tidak pernah
membedakan salah benar, siapa kuat dia menang, itulah
pedoman hidup mereka. Meski berwatak angkuh dan tinggi
hati, namun jarang mereka melakukan kejahatan, ya tingkah
lakunya saja yang tidak kenal kompromi dan selalu bertolak
belakang dengan pendapat umum, karena itulah mereka di
juluki Slang-koay. Yang tua bernama Ki Kong, berwatak
berangasan, sering naik darah, adiknya bernama Ki Ping
sifatnya lebih sabar, tabah dan cerdik tapi dia sering
terpengaruh oleh watak saudara tuanya yang berangasan, apa
kehendaknya pasti dituruti." demikian tutur Thong cau, dari
percakapan mereka tadi dapat disimpulkan bahwa Kong-tongkoay-
khek Seng Ih-hun pasti mengundang mereka dengan
menyogok serta hasutan yang menimbulkan ketamakan
mereka, jadi jelas kedatangan mereka adalah untuk
menghadapi kami. Dari sini sudah jelas pula untuk
menghadapi Seng Ih-hun, kita pasti akan bertempur antara
mati dan hid up, oleh karena itu mereka juga berusaha
mengerahkan tenaga, yakin tidak sedikit gombong iblis yang
mereka undang untuk membantu. Karena itu tiba saatnya kau
harus tabah, hati-hati dan waspada, jangan sampai kau
menjadi korban muslihat jahat mereka seperti nasib cousu kita
Hweithian-sin-mo yang ajal ditangan musuh."
Berdiri tegak alis Liok Kiam-ping, katanya: "Nasehat Tianglo
patut kuperhatikan, tapi jiwa raga Kiam-ping hanya untuk
Hong-lui-pang, kedatanganku kali ini demi menuntut balas
sakit perguruan, menegakan keadilan Bulim, aku bersumpah
dengan Kungfu yang kuyakinkan membuat perhitungan
dengan dengan musuh sampai tuntas, meski menghadapi
lautan golok lautan minyak juga tidak akan undur setapak."
Ai-pong-sut terharu, katanya: Jiwa ksatria PangCu patut
dipuji dan dijadikan teladan semoga insan persilatan akan
memperoleh berkahnya, kau bakal memperkokoh kekuatan
dasar Hong-lui-pang kita, bila cousu kita tahU dialam baka,
yakin beliau-beliau akan meram dengan tentram dan lega.
Tapipohon besar mendatangkan angin ribut, semakin tinggi
kedudukan menimbulkan sirik hati orang lain- Dunia persilatan
serba kotor, semoga Pangcu bertindak secara teliti dan sabar,
segala persoalan besar kecil tak boleh dihadapi secara
gegabah, semoga Pangcu tidak mengabaikan harapan seluruh
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anggota kita.' "Petuah Tianglo akan terukir dalam sanubari Kiam-ping
selama hidup,' ujar Kiam-ping.
Esok harinya, fajar baru menyingsing mereka sudah
menempuh perjalanan tetap naik kuda, arahnya belok ke
utara. Hari kedua menjelang magrib, tiba diTiang-bu. Maju lebih
kedepan mereka akan memasuki wilayah Kam-slok.
Pengalaman Ai-pong-sut amat luas, dia tahu lebih maju
mereka sudah akan memasuki wilayah kekuasaan Kong-tongpay,
untuk menjaga tidak terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan, dia mengajurkan untuk istirahat semalam,
menghilangkan lelah, mengumpulkan tenaga dan semangat.
Kiam-ping setuju, maka mereka mencari hotel dan
menginap. Menjelang tengah malam, mereka sedang samadi.
Mendadak lambaian pakaian terdengar melayang diatas
genteng dari kejauhan semakin dekat.
Liok Kiam-ping pasang kuping, yang datang empat orang,
kepandaian mereka kelas rendahan, dalam hati dia tertawa
geli, segera dia kerahkan Khikang lalu berunding dengan Aipong-
sut menggunakan ilmu gelombang panjang, segera dia
melompat turun dari ranjang, sekali berkelebat menyelinap
keluar pintu. Dipekarangan mendadak terdengar suara 'kiotak.' suara
batu yang dijatuhkan, jelas orang-orang itu mencari tahu
keadaan dibawah. Menyusul dua bayangan melompat turun
dari atas genteng. Begitu kaki menyentuh bumi sigap sekali
mereka sudah menyusup ketempat gelap dibawah jendela.
Orang ini menempel kuping dijendela mendengarkan
dengan seksama, dalam kamar keadaan Sekeliling pekarangan
hening lelap.jarum jatuhpun terdengar, karuan dia berpikir:
"Konon kepandaian lawan amat tinggi, dalam jarak Sepuluh
tombak daon jatuh dapat didengarnya, kenapa begini
gegabah, kami sudah berada di sini tetap tiada reaksi apa-apa.
Memangnya mereka salah lihat atau keliru menilai
kepandaiannya?" Kedua orang ini mendekam lagi sesaat lamanya, mereka
cukup sabar, lalu dengan ujung golok ditangan mereka
mencungkil jendela hingga terbuka. Bayangan berkelebat,
salah seorang telah melompat masuk kedalam. Beberapa
kejap kemudian, orang yang masih menunggu dibawah
jendela tetap tidak mendengar suara apapun didalam, seketika
mengkirik bulu kuduknya, tapi tak berani bersuara memanggil
atau bertanya. Setelah dipikir akhirnya diapun menjejak kaki
ikut melompat kedalam kamar.
Disaat kedua orang dibawah melompat kedalam kamar.
Dua orang baju hitam yang berjaga diatas genteng mendadak
merasa pinggangnya kesemutan, badan lantas kaku tak bisa
bergerak. "Blak, bluk ' dua kali kedua orang ini terjungkal
jatuh ketanah, mendadak mereka pentang mulut terus
bergelak tawa seperti orang gila. Kiranya Kiam-ping telah
menutuk Hiat-to mereka yang menimbulkan rasa geli
dipinggang. Sudah tentu keributan dipekarangan ini membuat kaget
seluruh penghuni dan pengurus hotel, beramai-ramai mereka
keluar dan merubung kedua orang ini. Kiam-ping sembunyi
ditempat gelap lalu menyelinap kembali kekamarnya. Tampak
kedua orang baju hitam yang melompat kedalam kamar
menggeletak lunglai dilantai, jelas tertutuk Hiat-tonya oleh Aipong-
sut. Kiam-ping buka hiat-to salah seorang, orang itu membuka
mata terus berjingkat duduk. matanya celingukan bingung.
Dengan tersenyum Liok Kiam-ping berkata: "cayhe tidak
kenal kalian berdua, tak bermusuhan tiada sakit hati, untuk
apa tengah malam buta rata kalian meluruk kemari membawa
golok segala. Bicaralah terus terang, aku pasti tidak
menyakitimu." Laki-laki ini bingung kenapa dirinya menggeletak dilantai
dan kenapa mendadak siuman tahu lawan berkepandaian
tinggi, lari jelas tidak mungkin. Tapi urusan menyangkut jiwa
dan keluarga, betapapun dia sukar bicara. Maka dia hanya
geleng kepala tanpa bicara.
"Agaknya kalau tidak disiksa kalian tidak mau mengaku,
baiklah kau rasakan dulu tubuh yang digeragoti semut." lalu
Thong cau mengedip mata kepada Liok Kiam-ping.
Kiam-ping acungkan jari telunjuk dari kejauhan beruntun
dia menutuk dua belas Hiat-to ditubuhnya, terakhir dia
mencengkram perut orang. Semula laki-laki baju hitam hanya
merasa badan mengejang dan kesemutan, tapi setelah rasa
kejang hilang, rasa kesemutan itu makin keras dan melebar
keseluruh badan, tubuh seperti digigit ribuan semut, gatal dan
linu membuat keringatnya membanjir keluar, hanya sekejap
dia sudah tidak tahan, meronta dan meratap: "Hohan-
..kasihanilah...baiklah aku bicara."
Sekali jari telunjuk Kiam-ping menjentik, rasa sakit dan
gatal ditubuh laki-laki itu seketika lenyap. Setelah napas yang
tersengkal agak reda baru laki-laki itu bicara: "Kami berempat
diutus oleh cousu Kong-tong-koay-khek untuk menyelldiki
jejak kalian, supaya..." mendadak dua jalur sinar kilat
menyambar masuk dari jendela, laki-laki itu menggerang
sekali, tubuhnya tersungkur terus mati. Temannya yang
tertutuk Hiat tonya dan meringkal dilantai itupun mampus
seketika. Kejadian mendadak dan tak terduga, betapapun tinggi
kepandaian Liok Kiam-ping juga tak sempat memberi
pertolongan, disaat dia memeriksa penyebab kematian kedua
orang ini, orang banyak dipekarangan mendadak menjerit
kaget dan bubar tunggang langgang.
Liok Kiam-ping membanting kaki, bentaknya: "Bangsat keji,
tak segan kau membunuh orang sendiri, membunuh orang
menutup mulut, Siau-ya takkan memberi ampun kepadamu."
Lekas Ai-pong-sut mencegah dia mengejar, katanya:
"Takperlu dikejar, apalagi dia sudah pergi jauh, mengejar
hanya membuang waktu dan tenaga. Urus saja penguburan
mereka." Untung pengurus hotel sudah biasa menghadapi kejadiankejadian
seperti ini, apalagi Liok Kiam-ping mau keluar ongkos
untuk pengub uran keempat orang ini, pihaknya tidak
dirugikan malah mendapat untung dari sisa uang yang
diterima, maka persoalanpun selesai sampai di situ.
Dalam pemeriksaan Liok Kiam-ping tadi, sekujur badan
para korban tidak ada luka-luka hanya bagian ci-tong-hiat
dipunggung terdapat tanda hitam sebesar kacang tanah
hingga kulit daging sekelilingnya membengkak hijau, darah
hitam tampak mengalir keluar dari tanda hitam yang
membengkak itu. Pengalaman Ai-pong-sut mengenai berbagai jenis senjata
rahasia khusus dari berbagai perg uruan cukup luas, kalau
tidak mau dikatakan cukup apal, setelah memerlksa luka-luka
itu akhirnya dia manggut dan mendesis: "Mungkinkah dia"
"Apa benar ada gembong iblis lihay yang muncul " tanya
Liok Kiam-ping. Ai-pong-sut Thong cau mengangguk. katanya: "Empatpuluh
tahun yang lalu pernah muncul pendekar aneh yang bertabiat
eksentrik, golongan hitam atau aliran putih tiada yang pernah
kontak dengan dia, sepanjang tahun dia senang mengenakan
jubah putih, mengasingkan diri di Hay-sim-san di Jing-hay,
tiada orang pernah melihat wajah aslinya, maka umum
memberijulukan Pek-ih-koay-khek (orang aneh berbaju putih).
Belakangan karena memperebutkan semacam mestika Bulim,
dan membunuh banyak orang dengan cara yang terlampau
keji Hingga menimbulkan kemarahan umum serta
mengeroyoknya, namun dengan bekal kepandaiannya yang
mengejutkan dia berhasil lolos, malah tidak sedikit jago-jago
kosen dari berbagai golongan yang binasa dan terluka, maka
sejak itulah permusuhanpun semakin mendalam." .
"Suatu ketika dia kepergok di Tiam-jong-san dan dikeroyok
oleh seratusan jago-jago kosen berbagai cabang persilatan,
kali ini orang aneh berjuang mati-matian sampai titik darah
terakhir, namun karena dikeroyok sekian banyak. tak mampu
dia meloloskan diri dari kepungan sekian banyak orang
terpaksa dia taburkan Bo-dhi-son yang amat beracun, tak
sedikit jago-jago kosen dari berbagai cabang itu yang gugur,
orang aneh itu sendiri juga terluka parah, syukur dia berhasil
meloloskan diri. Sejak kejadian itu tak pernah lagi muncul
jejak orang aneh itu. "Konon Bo-dhi-son berasal dari Thian-tok, dibuat dengan
serbuk besi yang lembut dicampuri racun jahat, bila
disambitkan tidak mengeluarkan suara, bagi yang terluka dan
keracunan tiada obatnya untuk menolong jiwanya. Pendatang
ini dalam jarak tiga tombak mampu mengincar Hiat-to setepat
ini, Lwekangnya jelas amat mengejutkan, untung tidak dalam
melesak kedaging, maka berani kuduga yang datang pasti
bukan orang aneh itu." lalu dia menghela napas dengan
perasaan masgul. Watak Liok Kiam-ping memang amat angkuh, kapan dia
pernah tunduk kepada orang lain-Berdiri alisnya, sambil
menggereget dia, berkata: "Kepandaian orang itu memang
lihay, namun cara turun tangan begini tidak patut dipuji, Kiamping
jadi ingin menghadapinya," ternyata Lwekangnya yang
tinggi sudah merasakan adanya sesuatu suara yang
mencurigakan diluar, maka sengaja dia memancing supaya
pendatang itu unjukan diri. Pancingannya ternyata berhasil,
tiba-tiba seorang tertawa dingin lalu melayang turun secarik
kertas. Kiam-ping ulur tangan menangkap terasa berat, diam-diam
dia rasakan tenaga lawan yang tangguh, bila dia baca kertas
itu, dimana ada tulisan tinta hitam yang berbunyi: "Selamat
bertemu didepan' di bawahnya tertanda satu huruf 'Ho' atau
bangau. Cukup lama Ai-pong-sut Thong cau dan Liok Kiam-ping
berdiri melenggong, mereka tak habis mengerti tokoh macam
apa orang yang menggunakan nama "Ho" ini, namun dia
sudah menunggu didepan, akhirnya juga pasti bertemu, asal
sepanjang jalan ini beri hati-hati pasti takkan kurang suatu
apa. Waktu itu sudah sekitar kentongan kelima, fajar hampir
menyingsing, karena sedang musim panas, maka sebagian
besar tamu-tamu hotel suka menempuh perjalanan dipagi
Hari, hawa sejuk dan nyaman, maka hari masih petang
mereka sudah berg eg as melanjutkan perjalanan- Demikian
pula Liok Kiam-ping dan Ai-pong-sut sudah melanjutkan
perjalanan ke barat laut.
Tengah hari mereka beristirahat di King-jwan, bila maju
pula lebih lanjut kesebelah barat, mereka mulai memasuki
daerah pegunungan, jarang kendaraan atau pejalan kaki lewat
di sini, umpama ada kereta lewat juga jalannya amat lambat
karena jeleknya jalan pegunung an yang berbatu.
Bila mereka sudah memutari pinggang gunung, jalan
pegunungan makin susah ditempuh, padahal gunung
gemunung seperti berlapis dan bersusun makin tinggi, deru
angin disertai pekik binatang dan lolong serigala terdengar
jelas mendirikan bulu roma dan menciutkan nyali.
Namun Kiam-ping berdua bernyali besar, menghadapi
pedalaman yang makin belukar dan menakutkan ini, sudah
terlalu biasa bagi mereka, perjalananpun tidak teri hambat
karenanya, cuma mereka memperlambat laju kuda mereka,
namun sepanjang jalan ini mereka tetap santai berjalan sambil
berbincang. Bila mereka sudah melampaui sebuah puncak
tinggi, kini mereka berada ditengah kabut lebat, jubah
panjang mereka melambai tertiup angin. Satujam kemudian
puncak ini sudah jauh ditinggal kebelakang, didepan mencegat
sebuah selat sempit, mulut selat ditumbuhi rumput liar
setinggi manusia, jelas jarang ada manusia pernah menjelajah
tempat ini. Kira-kira ratusan tombak kemudian, mendadak terdengar
derap lari kuda kumandang di sebelah belakang.
Dua ekor kuda berlari kencang bagai mengejar angin
menyusul dari belakang, dalam sekejap sudah melesat lewat
kedepan. Salah seorang diantaranya waktu lewat dua tombak
didepan mereka sempat menoleh ke arah Kiam-ping berdua
sambil menyeringai dingin, lekas sekali kuda mereka sudah
dibedal jauh. Didalam selat sempit yang rusak jalannya namun bisa
membedal kuda secepat terbang, dapatlah dibayangkan
bahwa penunggang kuda itu sudah ahli dan biasa
mengendalikan kuda didaerah pegunungan.
Ai-pong-sut Thong cau seperti memikirkan sesuatu, tibatiba
dia hentikan kudanya lalu menoleh kebelakang, mulutnya
bersuara lirih, katanya: "Pangcu, tempat ini belukar hanya ada
satu jalan di sini, puncak tinggi mencegat jalan didepan dan
dibelakang, kedua kuda tadi cukup menyolok, mungkinkah
musuh yang mengintai gerak gerik kami untuk menjebak kami
disebelah depan ' Liok Kiam-ping tertawa dingin, katanya: "Biar perangkap
atau jebakan yang di buat kawanan rase atau serigaia, kenapa
dibuat takut." Belum habis dia bicara mendadak suara sinis membentak:
"Kalau tidak takut boleh kau rasakan' mendadak melesat
keluar serangkum hujan hitam dari hutan kiri dengan daya
luncuran yang kencang disertai desisangin yang ribut, jelas
kepandaian pembokong cukup tinggi.
Tanpa berjanji Kiam-ping dan Thong cau angkat tangan
menggempur kearah bayangan hitam itu. Kedua orang ini
memiliki kekuatan pukulan yang hebat, apalagi mereka
bergabung dengan pukulan dahsyat, sudah tentu perbawanya
bukan olah-olah hebatnya. Empat jalur pukulan seperti
berpadu ditengah terus mendera sederas hujan badai
sehingga gumpalan hujan hitam itu terpukul buyar keempat
penjuru. Menyusul terdengar suara gemuruh dari robohnya
sepucuk pohon besar didepan mereka. Beg itu dahsyat
pukulan gabungan mereka sehingga pohon besar itu seperti
dibetot hingga roboh seakarnya.
Terdengar seorang memuji didalam hutan: "Pukulan bagus,
selamat bertemu didepan" sesosok bayangan orang menjulang
tinggi lurus keatas terus merambat makin tinggi diatas dinding
gunung yang curam, hanya sekejap bayangannya sudah
lenyap. Liok Kiam-ping berdua tertawa saling pandang, segera
mereka keprak kuda pula. Mereka maklum bahwa dalam selat sempit ini mereka bakal
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadapi banyak rintangan dan bahaya namun mereka
tidak gentar, bekal kepandaian mereka yang tinggi membuat
nyali mereka keliwat besar, bahwasanya Kiam-ping tidak
pandang sebelah mata lawan-lawannya.
Syukur Ai-pong-sut Thong cau luas pengalaman, selalu dia
yang memberi petunjuk dan memberi peringatan kepada Liok
Kiam-ping bagaimana dia harus bertindak menyelamatkan diri,
kini kudanya membuntut dibelakang, dia duduk berputar arah
mengawasi belakang supaya tidak dibokong.
Suasana cukup tegang, namun mereka terus maju tanpa
gentar. Kira-kira setanakan nasi kemudian, dasar lembah ini
makin sempit, dinding gunung menjulang lurus tinggi,
keadaan di sinijelas teramat berbahaya.
Lwekang mereka tinggi, mata kuping tajam, mendadak dari
sebelah atas puncak mereka mendengar desis suara perlahan.
Tanpa berjanji keduanya saling menoleh lalu tersenyum, diamdiam
mereka bersiaga. Sekonyong-konyong ledakan dahsyat yang menggetar bumi
meruntuhkan batu-batu gunung sepuluh tombak didepan
mereka hingga selat sempit itu tersumbat, jelas mereka
takkan bisa mundur kebelakang.
Ai-pong-sut Thong cau berdiri diatas pelana kudanya, dia
melihat jelas keadaan, lekas dia berseru: "Awas Pangcu, lekas
terjang keatas dinding sebelah kanan."
Belum lenyap suaranya, dua bayangan orang sekencang
panah meluncur berpencar kearah dua dinding yang tegap
dan curam. Barusaja tubuh mereka melambung keatas, hujan panah
selebat hujan telah membrondong tiba, kuda tunggangan Aipong-
sut menjadi korban lebih dulu, sambil meringkik
panjang, tubuhnya terjungkel roboh berkelejetan, darah
berceceran, kuda itu jelas tak tertolong lagi jiwanya.
Sementara kuda tunggangan Liok Kiam-ping membedal
keranjingan saking kaget dan ketakutan- Tapi Hanya sejauh
belasan tombak mendadak kaki depan terpeleset, kaki
belakang terangkat, cepat sekali bayangannya sudah lenyap
ditelan semak rumput, kiranya dibawah semak rumput ada
dipasang lobang jebakan yang dalam.
Bukan kepalang gusar hati Liok Kiam-ping melihat betapa
keji musuh mengatur perangkap. bolamatanya membara.
Demikian pula Ai-pong-sut Thong cau juga tidak kalah sengit
dan dendam. Tapi bayangan musuh ternyata tidak kelihatan,
memangnya kepada siapa mereka harus melampiaskan rasa
penasaran ini. Selat dibawah itu jelas tak mungkin dilewati lagi, terpaksa
mereka merambat naik lewat dinding gunung yang terjal itu,
seperti cecak tapijuga laksana kera mereka merambat dan
melompat diantara akar-akarpohon dan rotan. Ginkang
mereka sudah mencapai puncak sempurna, maka gerak gerik
mereka betul betul mengejutkan-
Tapi panah dari bibir jurang disebelah atas ternyata masih
terus dibidikan kebawah selebat hujan- Untung jurang ini
teramat tinggi, hingga bidikannya menceng atau nyeleweng
dari sasaran yang diincar, umpama kebetulan melesat kearah
sasaran yang tepat juga dengan mudah dipukujatuh oleh
Kiam-ping dan Thong cau. Dengan mudah kedua orang ini terus merambat seratus
tombak. bentuk lembab itu ternyata makin berobah, dinding
gunung ternyata makin menyempit didasarnya. Sekilas Liok
Kiam-ping menerawang keadaan, tiba-tiba timbul akalnya,
segera dia berbisik kepada Thong cau: "Tianglo sementara
disini memancing perhatian musuh, aku akan menyusup
kesebelah bawah sana merambat didinding cadas itu." setelah
mengincar suatu tempat dia kerahkan seluruh Lwekang,
tenaga disalurkan dari pusar kedua kaki.
Segera dia melesat miring hingga tubuhnya meluncur tujuh
tombak jauhnya. Ditengah jejak udara dia pentang kedua
tangan serta menggeliat ping gang, disaat tubuhnya hampir
melorot turun kedua kaki memancal pula, hingga tubuhnya
melambung lebih jauh lima tombak. Beruntun sembilan kaki
putaran tubuhnya mumbul makin tinggi mencapai bibir jurang.
Sekilas dia awasi keadaan sekitarnya terus berkelebat kearah
gerombolan musuh yang membokong.
Melihat Liok Kiam-ping sudah mencapai tujuan, Ai-pong-sut
tak mau tinggal diam lagi sengaja dia memperlihatkan diri
menarik perhatian musuh, mulutpun mencaci maki: "Kurakura,
anak kelinci semua. Kalau berani Hayo turun melawan
Lohu tiga ratus jurus kalian sembunyi diatas seperti cucu kurakura
belaka." Sudah tentu para pembidik panah itu tiada yang menduga
bahwa elmaut sudah mengancam jiwa mereka. Begitu
meluncur tiba Liok Kiam-ping lantas membentak. kedua
tangan didorong didepan dada dengan seluruh kekuatannya,
amarah memang sudah membakar dadanya, maka
terdangarlah jerit dan pekik orang-orang yang terenggut
jiwanya, entah kaki tangan protol atau batok kepala yang
terpental, hujan darahpun menggiriskan..
Sisa pemanah yang masih hid up sudah tentu menjadi ngeri
dan jeri, beramai mereka lempar busur dan panah lari sipat
kuping. Namun Kiam-ping sudah kebacut ngamuk hingga yang
terlambat lari menjadi korban pukulannya, mayat-mayat
bergelimpangan diatas pegunungan yang jarang diinjak
manusia. Sayang Kiam ping terlampau diburu amarah
sehingga tiada satupun musuh yang lolos jiwanya, sebetulnya
menawan seorang dapat diminta keterangannya.
Sambil bersiul panjang, tubuhnya laksana meteor terjun
kedalam lembah terus meluncur keluar lembah terus lari
secepat terbang kearah depan. Karena hambatan kali ini,
hingga senja telah tiba baru mereka tiba di Si-cap-li-po.
Tempat itu merupakan sebuah desa kecil, penduduknya
sekitar dua ratusan keluarga, sepanjang jalan desa itu hanya
ada satu hotel kecil yang menjual juga makanan- Maju
kedepan lagi sudah memasuki wilayah Liang-ping, letaknya
sudah diwilayah kekuasaan Kong-tong-pay.
Setelah berunding mereka makan malam di Hotel kecil itu,
mumpung terang bulan mereka mengembangkan Ginkang
malam itu juga menuju ke Liang-ping. Jarak hanya belasan li,
dengan Ginkang mereka yang tinggi dalam beberapa kejap
sudah mereka capai langsung masuk kota.
Saat itu sudah menjelang tengah malam jalan ray a sudah
sepi, untung hotel Eng-an masih buka, maka mereka minta
kamar lalu bermalam. Baru saja fajar menyingsing, pelayan
sudah menggedorpintu kamar mereka serunya: "Tuan ada
tamu berkunjung." Liok Kiam-ping melenggong, mereka tiba tengah malam,
tiada orang tahu, didaerah barat daya sini Hakikatnya mereka
tidak punya sanak kadang, dari mana datangnya tamu" Tapi
orang sudah datang, mungkin ada persoalan yang ingin
dibicarakan, maka dia berkeputusan, biarlah ditemui dulu lihat
siapa yang datang, segera dia buka pintu.
Seorang laki-laki berusia lima puluhan, bejubah panjang
menjura kepada Liok Kiam-ping, katanya tertawa: "Liokpangcu
sudi berkunjung kedaerah kita sungguh merupakan
kehormatan besar bagi warga penduduk setempat, cayhe
bertugas atas perintah menyampaikan kartu penunggu balas
an-" lalu dia mengangsurkan sebuah kartu merah besar.
Mau tidak mau Kiam-ping cukup kagum oleh cara kerja
mereka yang cekatan, dengan tersenyum dia terima kartu itu
serta membukanya. "Besok sore sebelum jam lima, kami
tunggu kedatangan tuan diperkampungan kita, harap datang
tepat waktunya. Tertanda Kong-tong koay-khek seng lh-hun.
Liok Kiam-ping segera bergelak tawa, katanya: "Entah apa
kemampuan cayhe, syukur kalian sudi mengundang kami,
tolong sampaikan jawaban ini, tiba saatnya kami pasti akan
datang dan mohon petunjuk."
Laki-laki jubah panjang menjura pula lalu berkata: "Selamat
bertemu." putar tubuh terus pergi.
Ui-yap-ceng (perkampungan daon kuning) terletak dibawah
Kong-tong-san, tiga puluh li dibarat laut Liang-ping, pintu
gerbang perkampungan tampak terbentang lebar, enam belas
lakl-laki berpakaian ringkas tampak berdiri jajar menjadi dua
baris didepan pintu, semua bertubuh kekar tegap.
semangatnya kelihatan menyala, jelas tenaga luar dalam
mereka sudah terlatih cukup kokoh dan tangguh.
laki-laki itu membusung dada menggendong kedua tangan,
biji mata mereka menatap lurus kedepan perkampungan, tiada
yang b ergerak semua mematung kaku. Keadaan terasa sepi
lengang, tiada suara apapun sehingga terasa keadaan cukup
menegangkan. Menjelang tengah hari,jalanraya dari Llang-ping tampak
dibedal kencang dua ekor kuda mendatangi, secepat angin
lesus menuju kepintu gerbang perkampungan- Yang didepan
adalah seorang Suseng mud a berwajah genteng dan cakap.
jubah putihnya melambai, bercokor dipunggung kuda
kelihatan gagah perkasa. Dibelakangnya adalah seorang tua
berjubah pula dengan rambut dan jenggot ubanan, muka
merah bolamatanya tampak meneorong terang, jelas Lwekang
dan Gakangnya amat tangguh..
Kedua orang ini bukan lain adalah Liok Kiam-ping dan Aipong-
sut Thong cau yang meluruk datang untuk menuntut
balas. Setiba didepanpintu gerbang di mana terdapat lapangan
luas, serempak mereka melompat turun.
Dari dalam perkampungan segera melangkah keluar dua
laki-laki berusia limapuluhan merekapun mengenakan jubah
panjang sepatu rendah berkaos kakiputih, langsung mereka
menghampiri serta menjura, sapanya dengan tertawa: "Liokpangcu
memang dapat dipercaya, Suslok kami sudah
menunggu diruang tamu, kami diutus untuk menyambut
kedatangan kalian-" berbareng mereka memburu maju
menerima tali kekang kuda Liok Kiam-ping dan Ai-pong-sut
lalu menambat kuda ditempat yang sudah tersedia dipinggir
pintu, lalu berkatapula dengan menjura: "Silakan ikut kami."
lalu mendahului melangkah kedalam pintu.
Begitu melangkah masukpintu gerbang perkampung an,
pandangan Liok Kiam-ping mendadak menjadi terang,
keadaan didalam ternyata luas dan terbuka. Taman kembang
didepan matanya ini mungkin luasnya ada belasan bau,
pohon-pohon tua tumbuh subur tersebar, gunungan, empang
teratai dengan ikan emas, serta gardu pemandangan
berloteng, memang merupakan tempat pesiar yang indah
dansejuk hawanya. Dibelakang kebon berdiri rumah-rumah
dengan bentuk bangunan yang megah dan gagah.
Mereka terus menyusuri jalan panjang yang berliku dengan
pohon-pohon rindang berjajar disepanjang jalan, lebarjalan
hanya lima kaki, dalam jarak lima langkah dikedua sisi jalan
berdiri laki-laki kekar berusia muda yang kelihatan kereng dan
gagah, jumlahnya ada puluhan banyaknya, semuam
memegang golok besar berpunggung tebal, pandangan lurus
kedepan dengan sikap serius lagi.
Sekilas pandang Liok Kiam-ping hanya tersenyum
menghadapi keadaan didepan mata, dia tahu lawan hendak
menggertak dan mencoba kebesaran nyali mereka berdua
untuk menjaga segala kemungkinan, diam-diam dia kerahkan
Kim-kong-put-hoay-sinkang, lalu menoleh kepada Ai-pong-sut
dengan tersenyum. Langkah mereka tetap tegap dan gagah, mereka terus
memasuki jalan sempit yang diapit pohon yang sengaja
ditanam dengan formasi tetap.
Ai-pong-sut juga sudah maklum tujuan lawan, maka dia
tidak ambi peduli, setelah Liok Kiam-ping menoleh kepadanya
dengan tertawa, segera dia mengangguk tanda maklum,
seperti tak acuh dan tidak terjadi apa-apa dia melangkah lebar
kedalam. Baru beberapa langkah mereka melewati barisan manusia
bergolok tebal besar itu, mendadak terdengar gerungan ramai
dari kanan kiri, di mana sinar kilat menyambar, golok- golok
besar itu sudah membacok laksana samberan kilat. Mungkin
mereka bergerak penuh perhitungan atau sudah sekian lama
latihan mereka cukup matang, dua dim diatas batok kepala
kedua orang tamunya, golok-golok itu mendadak berhenti.
Tapi lain keadaan dua golok yang membacok diatas batok
kepala Liok Kiam-ping, begitu mereka menghentikan bacokan
golok. mendadak terasa datangnya suatu arus tenaga besar
yang ritul balik tenaga bacokan golok besar itu hingga membal
naik keatas hingga hampir terlepas dari pegangan pemiliknya.
Karuan dua orang penyergap itu pucat membesi dengan
hidung kedutan, berdiri kaku dengan pandangan terlongong.
Sudah tentu mereka tidak habis mengerti bahwa Liok Kiamping
telah melindungi badannya dengan Kim -kong-put-hoaysin-
kang betapa hebat pertahanan tenaga saktinya, jangan
kata hanya golok biasa, senjata pusakapun belum tentu dapat
melukai dirinya. Barisan golok itu akhirnya mereka tinggaikan dibelakang,
keadaan didepan berobah lagi. Tampak sebuah pendopo
besar, diatas sebuah pigura besar yang dipantek diatas
dinding dalam pendopo itu bertuliskan tiga huruf emas gaya
kuno "Yo-sim-tong".
Baru saja mereka tiba didepan pintu besar pendopo,
mendadak kumandang gelak tawa lantang yang ramai.
Seorang laki-laki tua berusia delapan puluh tahun dengan
wajah merah, rambut, jenggot dan alis sudah memutih saiju,
namun semangatnya masih kelihatan gagah dan perkasa
sudah beranjak turun dari undakan menyambut keluar.
Setiba didepan pintu pendopo orang tua kekar besar ini
lantas merangkap kedua tangan sapanya dengan tawa lebar:
"Kalian berdua berani berkunjung ketempat kita, sungguh
menambah semarak gedung besar ini, Losiu baru saja
menerima tamu hingga terlambat menyambut, harap
dimaafkan" dibelakangnya memang berbondong keluar
belasan orang-orang persilatan dengan pakaian yang
seragam, langkah enteng dan gesit, kelihatannya adalah
murid-murid kalangan Kong-tong-pay sendiri.
Tahu bahwa orang tua gagah didepannya ini adalah Kongtong-
koay-khek Seng ih-bun hati Liok Kiam-ping agak
mendelu, namun sikapnya tetap wajar, katanya: "Kedatangan
cayhe berdua memang terlalu sembrono, buat apa Seng-lotangkeh
begini sungkan." Kong tong-koay-khek Seng ih-bun bergelak tawa, katanya:
"Bagus-bagus, di sini bukan tempat untuk bicara, silahkan
kalian masuk sambil minum arak barang dua cangkKir." lalu
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia mengulap tangan sambil menyurut selangkah kepinggir.
Ai-porg-sut sedikit angkat tangannya dipinggir telinga, Liok
Kiam-ping lalu mendahului melangkah kedalam pendopo.
Pendopo seluas ini Hanya diduduki lima orang, hingga terasa
sepi dan kosong. Didalam pendopo duduk empat orang yang berjajar
disebelah kiri, kecuali Sip-san-siang-koay, seorang adalah
pemuda yang berusia dua puluh lima tahun, selintas pandang
kelihatan wajahnya cakap bersih, seperti dari keluarga baikbaik,
namun bila diteliti, akan terasa sorot matanya
memancarkan sinar sadis, jelalatan lagi, hingga orang akan
menarik kesan bahwa pemuda ini bukan saja licik, juga
banyak muslihatnya. Seorang lagi adalah Hwesio bertubuh pendek gemuk berisi,
alis tebal matajalang, tampangnya bengis menakutkan,
usianya sudah mencapai tujuh puluhan-Dua orang murid
Keng-tong lagi berdiri meluruskan tangan di kanan kiri meja.
Begitu Liok Kiam-ping masuk kedalam pendopo, empat
orang didalam itu tetap duduk ditempatnya tanpa bergeming,
melirikpun tidak sudi kepada Liok Kiam-ping berdua, sikap
mereka kelihatan temaha. Kong-tong-koay-khek Seng in bun memburu maju dua
langkah berdiri ditengah mereka, mempersilakan Liok Kiamping
berdua duduk disebelah kanan, lalu memperkenaikan
mereka. Baru sekarang Liok Kiam-ping tahu, bahwa pemuda
berjubah sekolahan ini ternyata Tho-hoa Siusu Hun Ho, jago
muda harapan Bulim yang baru muncul dan tenar belum lama
ini kalangan Kangouw. Kungfunya tinggi, dengan Bo dhi-soa
yang beracun dia telah menggetar Bulim, tindakannya tercela,
culas, kejam dan pandai mengatur muslihat, setiap kali
melakukan kejahatan selalu meninggalkan tanda kembang
sakura, lambang kebesarannya yang sudah memusingkan
golongan lurus maupun alira n hitam.
Didalam penginapan kota Liang-ping, pembunuhan yang
terjadi malam itu mungkin adalah perbuatan pemuda ini.
Namun Liok Kiam-ping diam saja tidak mengungkat urusan
itu. Padri pendek kekar itu adalah Hoat-liau Siansu yang dahulu
menjadi pengawas Siau-lim-si, tiga puluh tahun yang lalu
namanya pernah menggetar Bulim dan disegani karena terlalu
besar mengumbar emosi Hendak mendirikan alira n cabang
lain dari Siau-lim-pay, terpaksa dia diusir dari Siau-lim lalu
kelana di Kangouw, wataknya memang pongah, tinggi hati
dan keras kepala sepak terjangnya agak kejam dan selalu
diburu oleh keinginan hati sendiri.
Sip-san-siang-koay tampak melenggong dan adu pandang
begitu melihat Liok Kiam-ping berdua, karena dirumah makan
itu mereka pernah bertemu muka dengan Liok Kiam-ping
berdua mereka tidak sangka dengan pengalaman dan
ketajaman pandang mereka, kali ini ternyata meleset
penglihatan, karuan mendelu dan risi Hati mereka, tanpa
sadar berbareng mereka mendengus ejek menghina.
Baru saja Liok Kiam-ping berduduk langsung dia menjura
kepada Kong-tong-koay-khek, katanya tertawa: "Kiam-ping
masih muda cetek pengetahuan, berkat kebaikan dan
pesanpara cianpwe leluhur kita, ada satu persoalan yang
rasanya janggal ingin kami mohon petunjuk kepada Senglotangkeh,
semoga kau orang tua tidak kikir memberi
penjelasan-" Kong-tong-koay-khek Seng lh-hun tersenyum lebar,
katanya: "Liok-pangcu datang khusus untuk menyelesaikan
persoalan lama, nanti pasti akan kuberikan pertanggungan
jawab supaya beres. Kebetulan yang hadir hari ini adalah
jagoan gagah yang jarang bertemu, marilah Losiu persilahkan
kalian menikmati secangkir arak sebagai selamat datang. lalu
tangan kanan bergerak kearah luar, dari pintu luar para murid
yang bertugas segera bekerja cepat, menyiapkan meja
perjamuan terdiri dua meja dikiri kanan, cepat sekali kedua
meja itu sudah terisi penuh berbagai ma cam hidangan lezat.
Sebagai kaum persilatan sudah biasa hidup bebas secara
terbuka, tanpa sungkan merekapun mencari duduk diantara
kedua meja di kanan kiri itu. Liok Kiam-ping dan Ai-pong-sut
Thong cau dipersilahkan duduk dimeja sebelah timur.
Kong-tong-koay-khek Seng Ih-hun memegangi poci perak
datang menghampiri kedepan meja, katanya kepada Liok
Kiam-ping dengan tertawa: "Hidup diatas pegunungan yang
terpencil lagi belukar. segalanya serba kasar dan mungkin
pelayanan kami kurang komplit, Sengaja Losiu haturkan
secangkir arak ini, silakan minum sebagai pelepas dahaga."
lalu dia angkat poci dan didorong kedepan dengan kedua
tangan- Liok Kiam-ping menyambut dengan tertawa: "Seng-lotangkeh
jangan terlalu sungkan, cayhe mana berani menerima
penghormatan sebesar ini." Cangkir dipegang terus diangkat
keatas, mendadak terasa cangkirnya seperti ditindih suatu
benda berat yang tidak kelihatan hingga menekan ke bawah.
Kiam-ping melengak sekilas, dia tahu orang sengaja hendak
menjajal tenaganya, lekas dia kerahkan Kim-kong-put-hoaysinkang
dipusatkan keujung jari-jarinya terus menyongsong
kemulut poci. King-kong-put-hoay-sin-kang adalah ilmu mujijat aliran Hud
yang tiada taranya. Kini keinginan timbul tenagapun bekerja.
begitu dia kerahkan dengan landasan tenaga dalam di ujung
jarinya, kekuatannya boleh dikata mampu mencoblok besi
seperti menusuk tahu, meminjam cara menyentuh benda
menyalurkan tenaga yang sakti, dia kerahkan tenaga lewat
cangkirnya terus diangkat menyongsong mulut poci.
Tampak kedua tangan Kong-tong-koay-khek Seng Ih-hun
yang memegang poci terangkat ke atas. Meski sudah
kerahkan setaker tenaganya, juga tak mampu menindihnya
turun lagi. Anehnya arak panas sepoci penuh ternyata
setetespun tiada yang mengalir keluar.
Karuan gugup dan gelisahnya bukan main, pada hal otot
hijau sudah merongkol di jidatnya, mukanya sudah merah
padam, tegel hijau dibawah kakinya gemeretak pecah dan
retak. Jago-jago kosen yang hadir dalam pendopo itu tiada
yang tidak merasa takjup dan kagum menyaksikan adu
kekuatan yang luar biasa ini, terutama kekuatan tenaga dalam
Liok Kiam-ping membuat mereka amat kagum.
Maklum poci lebih besar, tenaga lebih mudah dikerahkan
pada kedua tangan yang memegangnya, apalagi menindih
turun dari atas ke bawah, tenaga yang disalurkan lebih mudah
dimanfaatkan- Liok Kiam-ping justru disebelah bawah, hanya
memegang cangkir yang jauh lebih kecil, namun hanya
dengan kekuatan dua jari ternyata mampu menahan arak
dalam poci Hingga setetespun tiada yang mengalir keluar,
betapa hebat kekuatan tenaga dalamnya, siapa takkan
terkejut dibuatnya. Kuatir bila kejadian memalukan berlangsung lebih lama
akan bikin tuan rumah lebih runyam meski kejadian tuan
rumah lebih runyam, meski kemudian tuan rumah sendiri yang
menjadi biang keladinya betapapun pihak sendiri hanyalah
tamu yang diundang, sebelum bertanding secara resmi dan
terbuka, maka Liok Kiam-ping perlu dianjurkan untuk
bertindak penuh perhitungan, maka dengan gelak tawa Aipong-
sut berkata: "Seng-lo-tangkeh agaknya memang ingin
melayani tamunya secara baik, Pangcu, apa halangannya kau
iringi kehendak tuan rumah."
Memang Liok Kiam-ping sendiri juga merasa urusan bakal
runyam bila diteruskan, mumpung ada kesempatan dia
manggut serta mengendorkan tenaganya, maka arakpun
mengalir keluar dari mulut poci dan tepat mengisi penuh
secangkir. Jamak tangan Liok Kiam-ping bergetar keras, perlahan dia
tarik mundur cangkirnya, tapi arak dalam cangkirnya tiada
setetespun yang muncrat keluar. cangkir langsung diangkat
terus ditenggaknya habis. Setelah mengucap terima kasih
langsung dia duduk ditempatnya pula.
Betaparun tebal muka Kong-tong-koay-khek, tak urung dia
merah padam saking malu, dengan sikap risi dan kikuk dia
kembali ketempat duduknya.
Hoat-liau Siansu dari Siau-lim-si mendadak berdiri, serunya
lantang dengan tertawa: "Liok-pangcu membekal Sinkang luar biasa, namanya sudah
menggetar dunia, hari ini Lolap dapat beri hadapan dengan
jago kosen, betapa senang dan bahagia hatiku, mumpung ada
kesempatan, sengaja kuhaturkan secangkir arak ini Kepada
Liok-pangcu." lalu dia tuang secangkir arak penuh diangkatnya
cangkir itu terus dilempar kearah Liok Kiam-ping.
cangkir arak itu seperti terbang diatas nampan yang tidak
kelihatan, terbang lurus dengan cepat dan enteng. caranya ini
menggunakan ilmu mengantar benda diudara kosong yang
dilandasi kekuatan Khikang yang hebat, latihannya agaknya
memang sudah mencapai taraf yang tinggi.
Liok Kiam-ping tertawa lebar katanya:
"cayhe angkatan muda yang masih cetek pengalaman,
mana berani mendapat penghormatan besar dari Lo-siansu,
namun untuk kehormatan terpaksa harus menerima perintah,
namun tak berani kami memberi balasan apa-apa, maka
cukup sekian saja." sembari bicara telapak tangan kiri sedikit
terangkat, segulung tenaga lunak yang tidak kelihatan segera
menyongsong cangkir yang meluncur tiba, hingga cangkir itu
seperti tertahan ditengah jalan, bergantung diudara,
Mendadak kelima jari tangan kanannya menekan dan
mencengkram keudara, maka sejalur arak segera mumbul dari
dalam cangkir itu, mengikuti gerakan tangan Liok Kiam-ping
yang ditarik mundur, seperti seutas rantai perak. arak itu
meluncur pula kearahnya, mulut sudah menunggu lebar terus
disedotnya masuk ke dalam mulut. Sementara tangan kiri
menepuk kedepan pula hingga cangkir itu meluncur balik
kepemiliknya . Hoat-liau Siansu seorang Hweslo kosen dari siau-lim-pay.
Lwekangnya tinggi, tenaganya hebat, dia pikir ingin pamer
kekuatan untuk menarik balik gengsi dan muka Kong-tongkoay-
khek yang mendapat malu barusan, tak nyana
dirinyapun kalah seurat oleh kekuatan sakti anak muda ini,
padahal dalam kalangan Bulim, bukan saja namanya disegani,
kedudukkannyapun amat tinggi, mana dia bisa menerima
kekalahan ini tapi kenyataan lawan lebih lihay, tanpa sebab
tiada alasan dia mengumbar amarah, saking gemas dia hanya
kertak gigi saja. Setelah Hoat-liau Siansu duduk pula, maka Ai-pong-sut
Thong cau berdiri serta menjura kepada Kong-tong-koay-khek
Seng Ih-hun, katanya: "Seng-lo-tangkeh untuk
memperebutkan Wi-liong-pit-kip dua puluh tahun yang lalu,
kau tidak segan melanggar aturan Bulim, dengan kasar
mengeroyok ciangbunjin kita secara kotor dan licik, hingga
beliau meninggal di Tay-pa-san- Lantaran kematian
ciangbunjin hingga perguruan kita runtuh total dan terpaksa
harus menghapus nama dalam percaturan dunia persliatan,
sudah dua puluh tahun kita menanggung malu."
"Padahal, Hong-lui-pang kita tak pernah bermusuhan
dengan Kong-tong-pay kalian, seng-lotangkeh ternyata tak
segan-segan melakukan kejahatan karena diburu sifat loba
dan tamak. Sudah dua puluh tahun d end am ini tak terbalas,
hari ini kami bersama Pangcu kita yang masih muda ini
berkunjung kemari untuk menyelesaikan persoalan lama,
semoga seng-lo-tangkeh bis a memberikan keadilan kepada
kami. Kong-tong-koay-khek Seng ih-hun bergelak tawa, katanya:
"Tahun itu kami berenam kebetulan lewat Tay-pa-san,
ditengah jalan kebetulan bersua dengan ciangbun kalian
ciang-kiam-kim-ling Locianpwe, karena kami dengar dan tahu
bahwa Wi-liong-pit-kip merupakan ilmu sakti yang dijaya,
maka kami bermaksud meminjamnya untuk dibaca
sekedarnya, namun ciang-kiam-kim-leng cianpwe bukan saja
menolak malah mencaci kami, terpaksa kita turun tangan
secara keras. Tapi peristiwa sudah duapuluh tahun berselang,
dendam permusuhan apapun rasanya sudah boleh dilupakan
atau tak dirasakan lagi."
"Tahun lalu, muridku yang tertua Pi-san-khek The Hong
bersama sutenya Ti Thian-bin yang melangsungkan
pernikahan-nya tetah terbunuh di Kui-hun-ceng kalian- Setelah
itu di Tayli dalam propinsi Hun- lam, Sam-jay-kiam perguruan
kita yang sudah terkenal itupun mengalami pembunuhan keji
oleh Hong-lui-pang kalian hingga satu mati dua luka parah.
Liok Pangcu, pepatah bilang, dendam ada mulanya, hutang
ada penagihnya." "Bila Hong-lui-pang ingin menuntut balas sepantasnya
langsung membuat perhitungan dengan Losiu yang
bertanggungjawab langsung akan peristiwa ini, kenapa tanpa
membedakan salah benar lantas main bunuh kepada muridmuridku
yang tak berdosa, Liok-Pangcu, memangnya kau
tidak takut ditertawakan sesama Bulim."
Berdiri alis Liok Kiam-ping, katanya: "Baik saya jawab
sanggahanmu. Pi-san-khek The Hong membantu Ti Thian-bin
merebut dan menduduki Kwi-hun-ceng, memeras perempuan
untuk dijadikan selir, dihadapan umum mempermainkan
Sumoayku lagi, maka kematiannya hanya boleh kau salahkan
perbuatannya yang tidak senonoh dan kotor."
Jawaban Liok Kiam-ping diucapkan dengan nada tinggi
tegas dan kereng, meski bermuka tebal, tak urung Kong-tongkoay-
khsk Seng Ih hurt menjadi malu dan gusar. mukanya
pucat menghijau. sikapnya kikuk dan serba runyam.
Loji dari Sip-san-siang-koay mendadak terkekeh dingin,
katanya: "Seng-lo-tangkeh, buat apa kau ajak mereka perang
mulut, permusuhan memang sudah mendalam mana mungkin
didamaikan lagi, namun kedua pihak sudah jatuh korban,
boleh merasa lega dan himpas, apalagi urusan terjadi garagara
Wi-liong-pit-kip. maka menurut hemat Loslu, buku yang
tidak membawa berkah ini, kelak pasti akan mendatangkan
bencanapula bagi kalian, bagaimana kalau titipkan saja
kepada Losiu bersaudara untuk menyimpannya, tanggung
takkan hilang dan pasti selamat, selanjutnya kedua pihak
berjabatan tangan, damai dan akur, bukan penyelesaian
begini lebih baik. Ai-pong-sut Thorg cau terbahak-bahak. katanya:
"Penyelesaian baik apa, Wi-liong-pit-kip adalah pusaka
perguruan kita yarg menjadi simbol kebesaran ciangbunjin
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pula, siapa pun jangan harap biaa menyentuhnya, apa lagi
manusia yang berhati jahat dan rendah mertabatnya. Hari ini
kami sudah bertekad menuntut balas dendam kematian
ciangbunjin kita secara tuntas, bahwa kami sudah berani
meluruk ke Ui-yap-san-ceng ini, memang sudah bertekad
untuk gugur di sini. Loji, kukira batalkan saja niat serakahmu."
Toa-koay Ki Kong menarik alia, katanya dengan nada berat:
"Agaknya kalian tidak akan tunduk sebelum dihajar adat, Loji
memberi nasehat secara baik, kalian justru meniatkanya.
Baiklah, putuskan saja persoalan ini dengan kepandaian
masing-masing." "Memang itulah maksud kedatangan kami berdua," seru Aipong-
sut, "umpama kalian kerahkan seluruh penghuni
perkampungan ini mengeroyok kami, kami juga tidak akan
mundur setapakpun." Melihat Sip-san-siang-koay mulai naik itam, diam-diam
Kong- tong-koay-khek Seng Ih-hun menjadi girang. apalagi
seruan Ai-pong-sutjustru dapat digunakan alasan untuk
membakar mereka pula, maka dengan tertawa dia berkata:
"Bicara bertanding mengadu kekuatan, kalian hanya dua
orang, seorang ksatria bukan tandingan orang banyak. tapi
kami takkan main keroyok. lalu bagaimana pertandingan ini
dilangsungkan serahkan kepada kalian untuk menentukan-"
Bertaut alis Liok Kiam-ping, katanya gagah: "Tamu harus
patuh akan kehendak tuan rumah, apapun cara yang kalian
gunakan pasti kamHadapi."
Tho hoa-siu-su Hun Ho yang sejak tadi tak bicara
mendadak menjengek dingin, katanya: "Liok-pangcu gagah
perkasa memang mengagumkan, cayhe ada satu cara yang
cukup adil, entah Liok-pangcu sudi menerima usulku ini." lalu
dia berbisik-bisik dipinggir telinga Kong-tong-koay-khek Seng
lh-hun. Liok Kiam-ping mengangguk, serunya: "coba diterangkan-"
Sebelum bicara Tho- hoa-siu-su tertawa riang, karanya:
"Menurut pendapat cayhe, kita adakan lima babak
pertandingan, bertanding secara bebas tanpa batas, terserah
menggunakan Kungfu apapun boleh, pihak mana yang
menang tiga babak terhitung pihak mana yang menang."
Liok Kiam-ping bergelak tawa, katanya: "Jikalau kami
berdua beruntung menang?"
Kong-tong-Roay-khek Seng Ih-hun segera menjawab: 'Uiyap-
san-ceng akan kuserahkan seluruhnya kepadamu. Tapi
jika kami yang menang ?"
Berkilat mata Liok Kiam-ping, katanya tegas: "Kami berdua
akan serahkan batok kepala di sini."
"Bagus, waktunya sudah banyak terbuang, marilah kalian
ikut Losiu." kata Kong-tongkoay-khek Seng Ih-bun, lalu dia
mendahului melangkah keruang belakang.
orang banyak berjalan beriringan., Setelah melewati
beberapa pekarangan dan rumah, baru mereka tiba
dilapangan latihan- Luas lapangan latihan ini ada enam
ratusan tombak. dua sisi lapangan terdapat dua rak senjata
yang berisi segala jenis persenjataan, diarah timur dan barat
terdapat paya-paya kembang setinggi tombak.
Paya-paya kembang ditimur dibagian bawahnya adalah
tanah berpasir, dibagian depannya berjajar empatpiring besar
warna merah, diatas setiap piring raksasa ditancap enam belas
bongkot dupa wangi kayu cendana buatan pabrik Lo-han di
Hay-tam, jadi jumlah seluruhnya ada enampuluh empat
bongkot, setiap dupa panjang tiga kaki enam dim, setiap
bongkot sebesar mulut cangkir, setiap bongkot dupa diikat
benang merah. Ditengah pasir, menurut kedudukan Patkwa digali
enampuluh empat lobang kecil sebesar mulut cangkir, j a rak
setiap lobang satu dengan yang lain satu langkah, entah kekiri
kanan, maju atau mundur jaraknya sama.
Didalam paya-paya kembang disebelah barat, digantung
empat bola besi sebesar semangka dengan tambang besar,
kedua sampingnya ada kupingnya untuk dipegang, dipasangi
drat untuk tutup hingga bagian dalamnya bisa diisi pasir,
bobotnya bisa ditambah atau dikurangi, bagian luar dari
bolaini dipasangi pisautajam dan runcing kecil-kecil Sepanjang
tiga dim, jumlahnya sembilan batang setiap bola.
Tambang besar itu merupakan anyaman kawat baja yang
lembut, diatasnya digantung ratusan kelinting kecil, bila bola
bergerak kelintingan itu akan berbunyi dengan suaranya yang
mengaburkan konsentrasi, seorang yang meyakinkan ilmu
weduk sekalipun. bila kesenggol oleh bola besi ini pasti bolong
atau putus anggota badannnya tubuhpun akan ketumbuk
terbang mencelat. Ai-pong-sat berpengalaman luas, sekali pandang kedua
barisan ini, dia lantas tahu itulah barisan dupa wangi
kepandaian tunggal dari Siau-lim-si dan Ku Hong-hwi-goan-ki
yang hanya pernah didengarnya saja. Barisan ini lebih sulit
dihadapi dan bahaya dari pada bertempur dengan pisau
terbang, pukulan atau golok dan pedang.
Dibelakangnya lagi adalah ceng-tlokstin yang terdiri
delapanpuluh satu batang bambu hijau. Barisan orang-orang
itu akhirnya berhenti dibarak sebelah barat yang sudah
disediakan. Dalam mengadu Lwekang dengan Liok Kiam-ping tadi
Hoat-liau Siansu merasa asor, maka kali ini dengan kemahiran
latihan ilmu tunggal Siau-lim yang tidak sembarang diturunkan
kepada murid-muridnya, dia ingin balas mengalahkan
lawannya, maka dengan tertawa dia berkata kepada Liok
Kiam-ping: "Babak pertama, Lolap ingin mohon beberapa
jurus petunjuk kepada Sicu diatas barisan dupa Lohan ini?"
Ai-pong-sat lebih menguasai situasi dan apal akan
permainan barisan dupa sejenis ini
apalagi dia tahu keadaan hari ini serba pelik, dia harus
membela Kiam-ping supaya dia menghemat banyak tenaga
untuk babak kedua dan selanjutnya. Maka dengan bergelak
tawa dia berkata: "Ilmu lihay dan aneh dari Siau-lim-si jarang
diajarkan kepada murid didiknya sekalipun memang pernah
menggetarkan Bulim. Hari ini Losiu dapat beri hadapan
dengan jago kosen, terhitung terbuka mataku, biarlah aku
mempertaruhkan jiwaku yang sudah tua ini untuk mengiringi
beberapajurus diatas bariaan dupa ini. Hweslo gede, silahkan
turun gelanggang, mohon kau bertindak secara kalem -aja."
Sementara itu Kong-tong-koay-khek Seng Ih-hun sudah
perintahkan murid- murid Kong-tong-pay yang bertugas
dilapangan menancapkan bongkot- bongkot dupa itu kedalam
lobang- lobang yang sudah tersedia diatas pasir, lalu
mengundurkan diri berdiri jauh dibelakang.
Betapapun bagus buatan dupa wangi kayu cendana itu,
namun hanya diikat benang merah kecil ditancap diatas pasir
yang tidak dalam lagi, jikalau seorang harus bermain silat
diatas dupa yang berdiri dipasir itu, kalau tidak memiliki
lwekang dan Ginkang tinggi, siapa berani mencobanya.
Sebetulnya berhantam diatas bambu entah bertangan
kosong atau bersenjata tajam sudah termasuk kepandaian
khusus yang lihay dan jarang ada di Bulim, tapi bambu
ditancap ditanah yang keras, dipucuk bambu orang masih bisa
mengerahkan tenaga menggunakan kekuatan- Tapi berbeda
dengan bongkot dupa yang diikat benang kecil ditancap diatas
pasir belaka, sedikit menggunakan tenaga, kalau tidak bikin
dupa- dupa itu patah, pasti dia akan roboh, dan bila dupa
patah atau roboh akibatnya bisa fatal.
Karena Ai-pong-sut yang menantang. maka Hoat-liau
siansu mengerut kening, katanya dengan tawa enteng: "Lo
sicu, bahwa kaujuga minta petunjuk diatas dupa Lohan yang
wangi ini, memang kebetulan bagi Lolap marilah Sicu.-
silakan." Ai-pong-sutjuga berkata: "Silakan-" hampir berbareng
kedua orang ini melayangkan tubuhnya keudara.
Agaknya Hoat-liau Siansu dari Siau-limsi ingin pamer
kepandaian, tadi dia berdiri dia rah selatan, begitu tubuhnya
terapung langsung meluncur kearah barat, kakinya hinggap
dibongkot dupa paling pinggir, begitu kaki menutul ujung dupa
tubuh lantas berputar diatas dupa, kaki kiri bergantung
dengan gaya Kim-ke tok-lip (ayam emas berdiri kaki satu), dua
tangan terangkat didepan dada berganti dengan gaya Thongcu-
pai- hud (anak kecil menyembah kepada Budha). Betapa
lincah. enteng dan tangkas gerak tubuhnya membuktikan
bahwa Lwekangnya memang amat tinggi.
Begitu tubuhnya terapung Ai-pong-sat lantas tahu kemana
arah luncuran Hoat-liau, dalam keadaan seperti ini mana mau
dia dianggap lemah, lekas dia kerahkan tenaga simpanan,
ujung kaki sedikit menutul, tubuh bagian atas tidak
bergeming, dua tangan terangkap. hanya meminjam kekuatan
gerak kedua sikutnya, tubuhnya mumbul keatas pula meluncur
enteng dibarat daya hinggap diatas bongkot dupa paling
sudut. Tubuhnya berputar secara otomatis tanpa meminjam
tenaga kaki dan tangan- Begitu dia berputar balik kebelakang
maka mereka beri hadapan satu dengan yang lain-
Melihat kesebatan gerak badan Ai-pong-sut yang lihay juga,
diam-diam Hoat-liau siansu kaget dan heran, lekas dia
menurunkan ping gang, kaki kiri menggeser kekiri menutul
perlahan diujung dupa yang disebelahnya, hingga tubuhnya
setengah berputar, dua tangan yang terangkap didepan dada
terbuka, tinju kiri menindih pergelangan tangan kanan
berhenti sejajar dengan dada, muka miring menatap Ai-pongsut
Thong cau, dengan demikian Hoat-liau Siansu sudah
membuka jurus permainan menurut pembukaan ilmu pukulan
Siau-lim-pay siap menunggu serangan, sebat sekali kaki
kirinya sudah beranjak kebongkot dupa yang lain berbareng
berputar kekiri. Ai-pong-sut tetap meluruskan kedua tarngannya
menggeser kekanan, diatas pucuk dupa dia berpindah posisi
dengan menutul ring an kedua kakinya, tubuhnya gemulai
laksana tangkai teratai yang ditiup angin, kelihatan lamb an
padahal sebat, seperti berat padahal ringan, dengan bergontai
beruntun dia berkisar kearah kanan. Maka kedua orang
berputar berlawanan berpindah posisi.
Kini Ai-pong-sut tepat disebelah barat, sementara padri
Siau-lim Hoat-liau berada ditimur.
Hoat-liau Siansu mendahului beranjak maju selangkah
sambil merangkap kedua tangan, mendadak telapak
tangannya memukul keluar begitu melontarkan serangan dia
sudah gunakan Pay-san im-ciang langsung menggempur Aipong-
sut. Kedua telapak tangannya seperti menerbitkan
pukulan angin kencang bagai gugur gunung dahsyatnya.
Ai-pong-sut juga mendesak maju, jarak mereka hanya
terpaut satu bongkot dupa, ternyata dia tidak menyingkir juga
, tidak berkelit, kedua tangan dilandasi kekuatan Lwekangnya
menyongsong pukulan lawan-
Begitu angin pukulan kedua pihak bentrok. kedua pihak
sama tergetar, kelihatannya enteng saja getaran yang timbul
dari akibat hentrokan pukulan mereka, padahal bila mereka
adu kekuatan ditanah biasa, pasti sudah sempoyongan
mundur beberapa langkah. Diam-diam Ai-pong-sut Thong can kaget dan heran,
sekarang diinsyafi bahwa Hoat-liau Siansu padri dari Siau-lim
ini memang membekal kepandaian tunggal yang cukup lihay,
jikalau dirinya tidak mempunyai latihan enampuluh tahun, adu
pukulan kali ini mungkin dirinya sudah terjungkal jatuh
ditengah barisan, maka gebrak selanjutnya dia bertindak lebih
cermat dan hati-hati. Lekas dia menggeser kekiri selangkah, lalu mendesak maju
lebih dekat, dengan demikian kedudukannya sekarang berada
dipinggir kanan si padri, kedua tangan terpentang dengan
jurus Kim-tiau-jan-ji (garuda emas pentang sayap) telapak
tangan membelah miring kearah pundak kanan Hoat-liau
Siansu. Hoat-liau Siansu juga melangkah kekiri selangkah, tapi
tubuhnya sudah setengah berputar, telapak tangan kiri
menyelonong naik keatas, kaki kanan menutul ujung bongkot
dupa berbareng kaki kiri terangkat keatas, telapak tangan
melintang membelah turun.
Inilah Teng-san-gua-hou-sek (naik gunung menunggang
harimau) sebetulnya hanyalah langkah pembukaan, namun
keduanya adalah jago kelas wahid, bila bergerak saling
serang, tak mungkin saling tangkis dan mengunci secara
sungguhan, soalnya kedua pihak takkan mau menyerang
dengan tipu sesungguhnya, namun cukup jurus dilancarkan,
bila lawan sempat memunahkan serangannya dengan tipu
bagus, segera dia akan merobah permainan secara singkat
dan tegas. Dengan gaya menunggang harimau Hoat-liau Siansu
sekalian memiring tubuh keluar, bila kaki kirinya meluncur
turun dia berbalik menutulkan kaki kebongkot dupa disebelah
belakang, sekalian dia merendahkan tubuh hingga tubuhnya
bergerak mengikutipermainan pukulan tangannya, tubuhnya
berputar laksana angin lesus, dari kiri berputar balik kearah
kiri, kedua telapak tangan melintang didorong kekiri, kali ini
dia bermain dengan cui- pi-jiu ajaran murni pukulan Siau-limpay.
Pukulan ini amat berat, telapak tangan tegak mampu
menyabat buntung lengan orang, apa lagi gerak serangannya
secepat angin memukul ketulang rusuk Ai-pong-sut Thong
cau. Tahu lawan kali ini melontarkan serangan ganas, lekas Aipong-
sut kerahkan hawa murni dalampusarsambil
mengkeretkan perut melompat kedepan, dengan ringan dia
melompat minggir menyelamatkan diri.
Begitu Hoat-liau Siansu melontakan pukulannya, Ai-pongsut
lantas berkelit, hingga pukulan mengenai tempat kosong
maka dia dipaksa untuk menggeser langkah kebongkot dupa
yang lain, beruntun dia pindah posisi tiga langkah,
kelihatannya seperti mengudak gerakan Ai-pong-sut, padahal
dia dipaksa oleh serangan sendiri untuk mengendalikan diri.
Baru saja Ai-pong-sut melompat ke sana, Hoat-liau Siansu
sudah berada dibelakangnya pula. dalam keadaan tetap
membelakangi lawan, Ai-pong-sut menutulkan kaki kiri
kebongkot dupa, secara diam-diam di kerahkan sedikit tenaga,
hingga hawa sekujur badannya terangkat mumbul, begitu
tenaga pukulan tiba, tubuhpun membelok kekiri seenteng asap
melayang diudara, bila kaki kanannya hinggap dibongkot dupa
yang lain, kini dia sudah berputar arah sama sekali,
kedudukannya berbalik dipinggir kiri Hoat-liau Siansu. Dengan
gaya permulaan permainan Kim-na-jiu yang mempunyai 36
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jurus permainan, dia merangkap keduajari menyerang dengan
jurus Kim-bong-ji-jui (kumbang emas bermainpuntul) menutuk
Gwa-yang-hiat Hoat-liau Siansu, gerakannya enteng serangan
lihay dan lincah. Lekas Hoat-liau siansu mengganti langkah dengan kaki
kanan maju selangkah, kepala miring kekiri, hingga pukulan
kemuka dikelit bebas, sekalian telapak tangan kiri terbalik
keluar, dengan gaya Kim-si-to cian-hoan (lutung emas berbalik
meng unci tangan) berbalik dia mencengkerampergelang an
tangan Ai-pong-sut Thong cau.
Begitu tutukan keduajari luput, lekas Ai-pong-sut membawa
dirinya mengendap kebawah, kaki kiri dikeluarkan dari
belakang, lengan kanan merendah turun kebawah, maka
lengan kiri sudah di abitkan dengan gerakan burung merak
pentang sayap. lengan baju tangan kirinya yang lebarpanjang
menerbitkan segulung angin berbalik menggulung dari
punggung kanan padri Siau-lim itu. Kalau Hoat-liau Siansu
tidak lekas menarik diri, hampir saja jiwanya melayang
ditangan Ai-pong-sut Thong cau dengan serangannya yang
lihay ini. Kini kedua orang berpencar pula, lalu berpindah posisi
saling putar kedudukan. Lekas sekali sepuluh jurus telah
lewat. Padri melawan preman yang mengembangkan Ginkang
ini terus bertarung dengan segala kelincahan kaki tangan dan
entengnya tubuh, mereka keluarkan segala kemahiran dan
ilmu simpanan mereka yang jarang dipamerkan didepan
umum, kedua pihak memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Para
penonton diluar arena tiada yang manvaksikan dengan
pandangan takjup pesona dan melongo.
Bahwa Ai-pong-sut Thong cau ternyata memiliki
kepandaian aneh yang lihay, Hoat-liau Siansu insaf bila
pertempuran cara begini sampai berkepanjangan, sedikit lena
pasti fatal akibatnya bagi diri sendiri oleh pukulan lawan yang
lihay. Selanjutnya Ai-pong-sut Thong cau betul-betul pamer
kemahiran gerak tubuhnya dengan Ginkang yang tiada
taranya, kini dia tidak perlu setiap langkah menutul bongkot
dupa, tapi mampu melangkah kosong diudara namun maju
mundur tetap leluasa, beruntun dia melompati empat bongkot
dupa berlari kearah timur laut, kebetulan Hoat-liau Siansu juga
bergerak kearah yang sama.
Tujuannya memang ingin menyerang secara ganas,
kebetulan melihat Ai-pong-sut menubruk tiba, segera tangan
ka nanny a merogoh dengan Yam-gi-slok-jan, salah satu jurus
permainan cap-pwe-lo-han, telapak tangan tegak miring
menabas kepundak kiri Ai-pong-sut.
Lekas Ai-pong-sut menurunkan pundak kekanan,
sementara kaki beruntun berpindah di beberapa pucuk
bongkot dupa berputar kesebelah kanan, lalu berbalik
mengiprat tangan menepuk kepundak belakang Hoat-liau
Siansu dengan jurus To-cian-bwe-hoa (menggunting terbalik
kembang sakura). Lekas Hoat-liau Siansu juga merobah
gerakan dengan Hong-hun-to-gwat memanggang mega
menyanggah rembulan,jarinya menuding IHoan-meh-hiat Aipong-
sui Thong cau. Lekas Ai-pong-sut menarik langkah
berputar badan hingga bayangan kedua orang kembali
berpencar kearah yang berlawanan.
Mau tidak mau Ai-pong-sut agak kaget dan kagum, Hoatliau
Siansu memang tidak malu pernah mendapat didikan
murni dari siau-lim-pay. Kungfunya memang luar biasa,
selama hidup boleh dikata baru sekali ini dia betul-betul
menghadapi musuh tangguh, jikalau tidak dihadapi dengan
kepandaian tunggal sendiri, bukan mustahil dirinya bakal
dikalahkan lawan. Hati berpikir kaki tanganpun bergerak.
beruntun dia menerjang dua kaki denganJit-sing-pou (langkah
tujuh bintang) yang terbalik gerakannya.
Dia sudah bertekad menggunakan Liong-sing-pat-ciang
yang berhasil diciptakan setelah diselami enampuluh tahun
dan belum pernah dia gunakan dalam pertarungan untuk
menghadapi Hoat-liau Siansu.
Liong-sing-pat-ciang adalah delapan jurus permainan
berantai susul menyusul, namun harus dilancarkan sekaligus
tanpa ganti napas, manfaatnya besar, serangannya aneh,
perbawanya besar dan kuat, bila dikembangkan lawan a kan
sukar menjaga dan melawan. Tapi Liong-sing-pat-ciang jelas
sukar dikembangkan diatas barisan seperti bongkot dupa Lohan
begini, ada lima jurus diantaranya harus dimainkan secara
lincah dengan gerakan mengendap dibawah sekali sentuh
harus segera mengerahkan tenaga" maka mengembangkan
Liong-sing-pat-ciang (delapan jurus pukulan bentuk naga)
sebetulnya amat berbahaya, juga sukarnya bukan main- Tapi
dengan kecepatan langkah dan gerak kakinya Ai-pong-sut
Thong cau tutul menutul diatas bongkot dupa laksana
kecapung menutul air teras merabu Hoat liau Siansu.
Sebagai murid didik Siau-lim-pay, sudah tentu Hoat-liau
Siansu memiliki kemampuan yang luar biasa. Kungfunya sudah
mencapai taraf tinggi, dibekali pengalanan luas lagi, hanya
melihat permainan lawan segera dia tahu jurus apa atau tipu
apa yang akan dilancarkan lawan, kini dia melihat Ai-pong-sut
merabu dalamjarak dekat sambil melangkah tujuh bintang,
pada hal dibelakang permainan langkah yang tangkas dan
Cepat itu tersembunyi gerak langkah naga melingkar, diamdiam
hatinya kaget. Mungkinkah lawan melancarkan Liong-sing-pat-ciang yang
pernah didengar dan belum pernah disaksikan, menurut cerita
salah seorang teman seperguruannya, Liong-sing-pat-ciang
hanya bisa dihadapi dengan cappwe-lo-han-jiu dari Siau-limpay
dan mungkin masih bisa mengalahkannya Thong-sian-pathoat
dari ajaran murni Kun-thau Siau-lim yang termashur itu.
Tapi waktu dia meninggalkan Siau-lim-si dulu, kedua ilmu ini
baru berhasil dipelajari separo atau kulitnya saja, hari ini dia
dipaksa menghadapi Liong-sing-pat-ciang, terpaksa dia nekad
dan berani menghadapi resiko didepan mata. Kini kedua lawan
bertemu lagi ditengah barisan bongkot dupa.
Kaki kiri Ai-pong-sut Thong Cau menutul bongkot dupa,
jelas dia meng g una kan gaya sian-jin-ci-to (sang dewa
menunjuk jalan), namun gaya yang indah ini
menyembunyikan tipu Hun-liong-tam-jiau (naga ulurcakar
dibalik mega) yang cukup cepat dan fatal bila mengenai
sasarannya, apalagi yang diserang adalah Hoa-tay-hiat
ditubuh Hoat-liau Siansu.
Bila serangan begini sudah di lancarkan yang diutamakan
adalah serangan telak tak kenal kompromi, hanya sekali
dansekejap. namun harus melihat gelagatpula, bila lawan
menangkis dan melawan dengan tipu lain, maka gerakannya
itu akan berobah dalam belasan variasi yang mengaburkan
pandangan, maka serangan ini sekaligus juga menunggu
reaksi lawan lalu bertindak secara telak.
Sudah tentu Hong-liau Siansu tahu betapa lihay pukulan ini,
tenaga sedikit dikerahkan dikaki kiri, tubuhnya berkelebat
kekiri, kaki kanan menendang kekanan, begitu tubuh bagian
atas ketarik kekiri, dia kelit dulu pukulan dari a rah depan,
agaknya dia segan melawan pukulan sisa Ai-pong-sut, disinilah
letak kelicinannya, namun telapak tangan kiri justru merogoh
keluar mengancam lengan kanan Ai-pong-sut malah.
Permainan pukulan telapak tangan Siaulim yang satu ini
memang jauh berbeda dengan pukulan telapak tangan
umumnya, apa lagi Thong-sian-pat-hoat sesungguhnya adalah
Kungfu tunggal Siau lim-pay yang hebat, setiap jurus setiap
gerakan mengandung perobahan yang tak habis-habis, makin
cepat serangan dilancarkan semakin cepat pula ditarik balik,
kelengan kanan lawan padahal hanya gerakpancingan belaka,
mendadak dia malah menarik telapak tangan kiri, berbareng
tubuh bagian atas dia tarik kekiri, sebat sekali telapak tangan
kanan sudah membalik dengan jurus To-tiam kim-teng
(menyulut terbalik lampu emas) dalam gaya Hong-pi-ciang
memukul rusuk Ai-pong-sut. Pukulannya membawa deru angin
kencang dan deras sekali.
Melihat pukulan lawan dengan cara mematahkan
serangannya, Ai-pong-sut lantas tahu bahwa lawan
menggunakan Thong-sian-pat-hoat untuk menghadapi ilmu
tunggalnya. Karena jurus serangannya luput, kaki kanan
menutul balik ke belakang pada bongkot dupa disebelah kiri.
tenaga dikerahkan dari pusar, disalurkan kedua lengan,
tubuhnya seringan daonjatuh berputar diatas dupa, kecuali
menarik tangan diapun menyurutkan badan, bila ujung
bajunya yang lebar panjang itu diabitkan, laksana roda kereta
yang menggelinding secepa kilat menyerang dari sayap kanan
Hoat-liau siansu. Berkelit sambil balas menyerang
dilaksanakan berbareng, cepatnya susah diikuti pandangan
mata. Melihat gaya permainan lawan serba cepat dan kilat, kaki
kanan yang semula menjajag kekiri sekalian dia gunakan cara
yang berbahaya, kaki kiri tetap tidak bergeming, hanya
mengguna kan kekuatan tenaga pusar kaki kanan dia tarik
balik sambil miring kan tubuh, hingga tubuhnya terpelintir
kearah lain, lalu mendadak berjongkok. seperti orang yang
mendadak kejeblos dilobang yang tak kelihatan, kaki kanan
menutul bongkot dupa didepan, hingga dia sempat menarik
kaki kiri, dua telapak tangannya terpentang. telapak tangan
kanan memukul miring kebelakang dengan Toa-cui-pi-iu
berbalik dia menyapu kedua lengan Ai-pong-sut Thong cau.
Ai-pong-sut Thong- cau tetap menggunakan langkah naga
melingkar, menarik gerakan berantai, hingga kedua pihak
tanpa berjanji bergerak jurus lawan jurus tipu lawan tipu,
yang lain menendang lawan balas menyepak, namun kedua
pihak berkelit pula bersama, kini yang satu berkisar ketimur
yang lain kebarat, keduanya berputar mengelilingi arena.
Begitu Hoat-liau Siansu berada di timur, sebat sekali Aipong-
sut Thong cau berputar tubuh dengan gerakan terbang
menubruk maju, beruntun dia melompat lima bongkot dupa
mengejar dibelakang Hoat-liau Siansu, dua jari tangan kanan
dengan jurus Siang-liong-tam-cu (dua naga merogoh mutiara) menutuk
ke Gick-im-.la ditubuh Hoat-liau Siansu.
Hoat-liau Siansu membelakangi lawan, pada hal kakinya
sudah berada diatas dupa paling pinggir, belum lagi tubuhnya
membalik, angin tutukan sudah menyerang tiba, lekas dengan
gerak Gick-bong-hoan-sin (ular sanca membalik tubuh) dia
berputar kekiri sambil mengipat kepala, hingga tutukan jari Aipong-
sut menyerempet bawah kupingnya, berbareng dia
kerjakan telapak tangan kiri dengan Kim-jijiu (jepitan tangan
emas ) meng unci kepusar Ai-pong-sut Thong cau.
Jurus ini mengandung perobahan yang cepat dan keji,
meng and a ng tenaga besar pula, siapapun yakin bahwa Aipong-
sut Thong cau kali inipasti terluka dan kecundang oleh
serangan lihay Hoat-liau Siansu ini.
Diluar tahunya Liong-sing-pat-siang Ciptaan Ai-pong-sut
memang sudah teruji sebagai ilmu pukulan tingkat tinggi
sedikit meng gonjot tubuh mendadak dia melambung ke atas
dipermukaan dupa, ujung kakinya menendang kepala Hoautiau
Siansu yang gundul.Jurus serangan balasan ini teramat
berbahaya namun juga lihay, jikalau sedikit kurang tenaga
yang dikerahkan, atau terlambat sedikit -aja, bukan saja
permainannya itu bakal gagal, kemungkinan besar dia sudah
terluka dan roboh oleh kelihayan lawan-
Mimpipun Hoat-liau Siansu tidak menduga bahwa lawan
yang gendut ini berani main lompat diatas udara dengan
permukaan dupa yang gampang roboh ini, lekas dia berputar
kekiri beruntun kakinya berpindah ke beberapa bongkot dupa,
dengan kemahiran silat dan langkah yang terlalu apal diatas
dupa ini, namun ujung sepatu Ai-pong-sut sempat
menyerempet kulit kepalanya yang gundul, hampir saja dia
terjungkal jatuh kebawah.
Sampai dengan babak ini, Hoat-liau Siansu sudah terhitung
kalah setengah jurus, namun bermain diatas dupa adalah
kemahirannya, disamping wataknya yang angkuh dan tinggi
hati, mana dia mau terima kalah, malah sebaliknya membakar
amarah dan sifat liarnya.
Tubuh Ai-pong-sut yang melambung kearah timur meluncur
lewat diatas kepala lawan, diatas dupa tidak boleh sembarang
lompat tinggi danjauh, karena kakinya tak mungkin pinjam
tenaga terlalu besar, semua gerakan seenteng kecapung itu
hanya diandasi tenaga dalam yang murni, setelah beruntun
melampaui lima bongkot dupa baru dia meluncur turun.
Nafsu Hoat-liau Siansu sudah membakar emosinya, cepat
dia barputar sambil mendesak maju, sigap sekali dia
berkelebat di mana Ai-pong-sut akan menghinggapkan
kakinya, kali ini tak kepalang tanggung dia menggunakan Pansian-
ciang menggebuk punggung Ai-pong-sut.
Waktu Ai-pong-sut berspekulasi menggunakan Liong-singpat-
ciang, dia sudah menduga dan mempersiapkan diri bila
Hoat-liau Siansu balas menyergap dari arah belakang, maka
begitu kakinya menutul bongkot dupa. secara reftek dia sudah
menggeser tubuhnya kepinggir. Bagi pertempuran jago lihay,
bagi yang berada disebelah depan, sedikit pikiran tergerak.
secara reftek kedua pundak akan bergerak. bila yang
mengudak seorang kosen, tenaga pukulannya dilancarkan
mengikuti gerak badannya, mana mungkin dia bisa meloloskan
diri dari pukulan lawan, Namun Ai-pong-sut ternyata
mempunyai bekal pengalaman dan gemblengan yang luar
biasa didalam pertempuran ditempat seperti ini, maka Hoatliau
Siansu sedikitpun tidak melihat adanya tanda-tanda gerak
perobahan lawan- Bila Hoat-liau Siansu kebacut melontarkan pukulannya,
dengan lincah Ai-pong-sut sudah berkisar balik kepinggir kiri
lawan, kedua lengannya membundar dengan jurus ong-liongban-
cu (naga hitam melilit Saka), kedua telapak tangannya
membelah rusuk kiri Hoat-liau Siansu.
Begitu pukulan Hoat-liau Siansu luput, serangan kedua Aipong-
sut sudah tiba, pada hal tubuhnya mendesak terlalu
dekat, berkelit sudah terlambat, dalam keadaan terdesak
terpaksa dia gunakan Lian-tay-payhud (menyembah Budha
dipanggung teratai), dengan pukulan berat laksana barisan
gunung yang kokoh dia nekad mengadu kekuatan dengan Aipong-
sut untuk gugur bersama. Tekad Hoat-liau yang nekad
ini memang berani dan lihay, dalam detik yang berbahaya ini
maka dia harus berani bertindak secara berbahaya pula, kedua
telapak tangan mendadak menggencet masuk terus didorong
bersama ke luar, angin pukulannya sudah memyampuk muka
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ai-pong-sut, mendadak terdengar suara "He" ditengah
gentakan suaranya dia gunakan pukulan berat Siau-lim-pay
yang harus dibarengi dengan bentakan dan mengerahkan
tenaga bersama melontarkan pukulannya.
Ai-pong-sut Thong cau melancarkan gurusJiong-liong-kianbwe
(naga sakti menggulung ekor) meng gunakan kedua
tangannya angin pukulannya juga sudah menyentuhjubah
lawan, hanya tinggal mengerahkan tenaga, maka Hoat-liau
Siansupasti akan toboh binasa ditengah barisan dupanya
sendiri. Tak nyana Hoat-liau siansu justru nekad mengajak
dirinya gugur bersama dengan serangan balas an yang
mematikan, tidak berusaha mematahkan serangannva malah
balas menyerang dengan jurus mematikan pula. Betapapun
luas pengalaman dan tabah hati Ai-gong-sur, dalam keadaan
seperti ini, terpaksa dia harus menyelamatkan jiwa sendiri.
Pada hal gebrak ini berlangsung teramat cepat, kalau
dituturkan cukup panjang memenuhi Halaman buku ini, pada
hal kejadian hanya dalam waktu sekejap belaka.
Untuk menolong diri lekas Ai-pong-sut menurunkan tangan
menarik serangan, tenaga pukulannya secara mentah dia kisar
kepinggir sementara telapak tangan kiri merogoh keatas di
tengah pukulan kedua tangan lawan berbareng telapak tangan
kanan membalik dengan jurus Hun-liong-sam-sian untuk
mematahkan Liang-tay-pay-hud lawan-
Hati Hoat-liau sudah dilembari keinginan jahat, kini dia
tidak ingin menang, maka jurus serangannya amat keji dan
telengas. Tak nyana baru saja pukulan dilontarkan, Ai-pong-sut
Thong cau sudah melaucarkan Hun-liong-sam-sian- Secara
mendadak dia menarik serangan hingga kedua telapak tangan
ditekan kebawah dengan Pay-san im-ciang, dengan seluruh
kekuatannya dia menggempur lambung Ai-pong-sut. Gaya
serangannya ini bukan olah-olah lihaynya, telapak tangan Aipong-
sut Thong cau sudah kebacut terbalik keatas begitu
pukulannya mendadak menepuk turun, siapapun takkan
mungkin menolong diri, jelas lawan bakal terpukul jatuh
kebawah barisan dupa. Hebat memang kepandaian Ai-pong-sut ketenangannya
luar biasa meski menghadapi bahaya, dalam keadaan kepepet
yang tidak mungkin menolong diri, secara lembut dia berhasil
menekuk tubuh miring keatas, bukan saja separo tenaga
pukulan lawan sudah punah, sekaligus dia balas menyerang
denganjurus Kim-liong-to-kak (naga emas melempar sisik),
kedua lengannya dengan deru angin kencang menyambut
keluar. Menghindar sambil balas menyerang, cepatnya luar
biasa. Mimpipun Hoat-liau Siansu tidak menduga, dalam keadaan
yang tersudut dan tak mungkin begitu lawan masih mampu
berbuatsejauh itu, apalagi cepat pula. Padahal melihat
serangannya hampir mengenai sasaran, hatinya sudah senang
hingga gerakan sedikit kendor, perhatianpun lena, bila
pukulan balasan lawan menderu tiba, sadarpun sudah
terlambat. "Blang" suaranya tidak keras, namun secara telak pundak
kirinya kena pukul. Tubuhnya mencelat jatuh dibawah bongkot
dupa malah terhuyung lagi Hingga barisan bongkot dupa itu
diinjak-injak porak peronda. Sampil menahan sakit dengan
sikap bengis dia membentak kepada Ai-pong-sut: "Thong- lo
tangkeh memang berilmu sakti, selama Lolap masih bernapas,
tiga tahun lagi pasti menuntut balas kekalahanku hari ini." lalu
dia berputar kearah Kong-tong-koay-khek Seng lh hun katanya
dengan tertawa getir: "Kedatanganku kali ini semula dengan
harapan besar untuk membantu melenyapkan bencana yang
mengancam perkampunganmu, tak nyana aku malah
terjungkal mendapat malu, hari ini malu aku tetap tinggal
disini, biarlah Lolap mobon pamit dulu." tanpa menungga
reaksi Kong-tong-koay-khek Seng Ih-hun dia sudah melompat
jauh keluar, beberapa kali lompatan pula, tubuhnya yang
sudah lenyap diluar perkampungan.
Setelah Hoat-liauSiansu pergi, betapapun picik dan licik
Kong-tong-Koay-khek Seng lh-hun juga tak tahan menahan
malu dan gusar, sesaat alisnya berkerut, tapi tak malu dia
sebagai gembong Kangouw yang culas, hanya sekejap
sikapnya sudah wajar seperti tidak terjadi apa-apa, katanya
tertawa: "Thong- lo-tangkeh memang berkepandaian tinggi,
Losiu sungguh kagum..."
Sebelum habis dia bicara, Tho-hoa-siu-su sudah
menimbrung sambil maju selangkah, "kalah menang adalah
kejadian biasa, babak selanjutnya biar Siaute yang mencoba."
lalu dia berpaling kearah Thong cau, serunya:
"cayhe punya kepandaian yang tidak becus, mohon
petunjuk beberapa jurus main senjata rahasia diatas payapaya
kembang itu kepada Locianpwe." lalu dia buka telapak
tangannya kearah Ai-pong-sut menunjukan segenggam Bodhi-
soa yang rata- rata sebesar kacang hijau.
Mendengar orang menantang Ai-pong-sut main senjata
rahasia dipaya-paya kembang itu, Liok Kiam-ping tahu lawan
hendak mencelakai jiwa Ai-pong sut dengan Bo-dhi-soa yang
jahat itu. karena senjata rahasia itu rata-rata dapat
disambitkan sejauh lima tombak dan jarang gagal, padahal
dalam jarak tiga tombak saja sulit mengelitnya, kuatir terjadi
yang tidak dlinginkan segera dia tampil ke depan, katanya:
"Pernah kudengar Bodhi-soa selama puluhan tahun amat
ditakuti kaum Bulim, cayhe tidak tahu diri ingin menjajal
kemahiran seorang kosen untuk membukamata menambah
pengetahuan." Berdiri alis Tho-hoa-siu-su, katanya dingin: "Terlalu berat
ucapan Liok-pangcu, kepandaian cayhe yang tidak patut
ditonton ini, kebetulan mendapat petunjuk seorang lihay,
Pangcu sudi member ipetunjuk. mana cayhe berani tidak
menerimanya." lalu dia menjura serta membuka kedua
tangan, "Silakan Pangcu "
Kaki menjejak tangan, terpentang dengan gaya bangau
menjulang kelangit tubuhnya melambung lima tombak
tingginya, ditengah udara bersalto sekali mendemonstrikan
keindahan tubuhnya yang menggeliat enteng lalu meluncur
turun kearah selatan paya-paya kembang, dengan tersenyum
lebar dia membalik ke arah sini, Ginkangnya memang sudah,
matang. Liok Kiam-ping mendengus hidung, diam-diam
menarik napas, tenaga dikerahkan dari pusar, tak kelihatan
dia menggerakan badan, mendadak tubuhnya mumbul
keudara hingga tujuh tombak tingginya setelah mencapai
ketinggian baru berhenti, kakinya terangkat dan bergerak
seperti orang naik tangga, tubuhnya meluncur miring kebawah
berhenti di sebelah utara Tho-hoa siu-su Ginkang langkah
enteng diudara kosong yang dipertontonkan Liok Kiam-ping
betul-betul membuat seluruh hadirin terbeliak kaget dan
kagum. Tho-hoa-siu-su sendiri juga melenggong, namun wataknya
angkuh tak mau kalah, apapun harus bertarung dulu, apalagi
dia yakin Bo-dhi-soa yang dimiliki mempunyai kehebatan yang
tak dimiliki orang lain, umpama tidak bisa menang, kalau
hanya melindungi diri yakin masih mampu. Rasa takut seketika
sirna, sebat sekali langkahnya berkisar dari timur ke tenggara,
langkahnya enteng dan lincah.
Dengan santai Liok Kiam-ping beranjak kearah barat laut
membelok ke utara, kelihatannya dia bergerak lambat, pada
hal cepatnya luar biasa, dia hanya menggunakan separo
tenaga namun kecepatannya sudah sebanding dengan Thohoa-
siu-su, dalam waktu yang sama mereka tiba dibarat dan
timur lalu berdiri beri hadapan pula.
Setelah kedua orang berputar satu bundaran ditengah
paya-paya kembang, langkah mereka makin cepat. Yang
seorang berloncatan seperti kecapung seindah burung Camar
melawan gelombang samudra. Sebaliknya yang lain
melangkah enteng dan santai seperti orang bertamasya
layaknya menikmati keindahan alam, langkahnya cepat lembut
laksana mega mengambang seperti air mengalir
berkepanjangan. Lama kelamaan bayangan mereka semakin kabur dan
remang-remang hampir tidak kelihatan, kini yang terlihat
tinggal dua bayangan putih berkelebat turun naik menyusuri
ping gir paya-paya, susah dibedakan lagi mana Liok Kiamping,
yang mana Tho-hoa-siu-su, saat itu bayangan mereka
membelok dipojok paya-paya kembang yang luasnya hanya
setombak lebih, hingga jarak kedua pihak semakin dekat Di
saat keduanya beri hadapan mendadak Tho-hoa-siu-su
memperlambat gerak langkahnya berbareng tubuh setengah
diputar sambil mengayun lengan dan menghardik pelahan:
"Lihat serangan-" segumpal bayangan hitam bertaburan dari
tangannya, berbagai Hiat-to penting ditubuh Liok Kiamping
menjadi sasaran utama. Padahal Tho-hoa-siu-su baru menghardik perlahan setelah
Bo-dhi-soa ditangannya ditimpukan, hingga suara terdengar
pasirpun sudah menyerang tiba dalam waktu yang sama.
Sejak mula Liok Kiam-ping sudah waspada, melihat orang
memperlambat langkah, lantas dia tahu bahwa lawan akan
bertindak, maka dia sudah mempersiapkan diri, Bila gumpal
hitam dari pasir lawan meluncur tiba. Ditengah jengek
dinginnya, dia menjengkang tubuh bagian atas kebelakang,
bobot tubuh seluruhnya dipusatkan diujung kakinya yang
berdiri dipinggir paya-paya kembang, maka Bo- dhi-soa
meluncur lewat didepan mukanya.
Tangkas luar biasa Liok Kiam-ping menggentak kedua
lengan keatas hingga pinggangnya terangkat, sedikit paha
mengerahkan tenaga, badannya lantas terbalik bagai
gangsingan berputar. Disaat tubuh masih berputar itulah
tangannya sempat memetik sebatang ranting pohon, begitu
tubuh berdiri tegak dia balas menghardik: "Sambut serangan."
tanganpun terayun. Selarik bayangan kelabu bagai anak ranah
mini melesat kearah Tho-hoa-siu Su.
Bahwa serangan Bo- dhi-soa pertama luput, Tho-hoa-siu-su
dibuat takjub oleh cara Liok Kiam-ping mendemonstrasikan
keindahan gerak tubuhnya, baru saja dia menyiapkan
serangan kedua, Liok Kiam-ping sudah menghardik dan balas
menyerang dengan luncuran bayangan kelabu.
Sebagai ahli senjata rahasia, setelah dia mendengarkan
dengan cermat, ternyata tak mampu dia membedakan senjata
rahasia jenis apa yang digunakan Liok Kiam-ping untuk
menyerang dirinya, karuan kejut dan curiga pula hatinya.
Sekilas dia melenggong itulah, bayangan kelabu itu sudah
melesat tiba, lekas dia miring kan tubuh sambil meraih tangan
menangkap Am-gi lawan, namun karena daya luncurnya kuat
luar biasa, telapak tangannya tergetar pedas dan sakit.
Waktu dia membuka telapak tangan, kiranya hanya secuil
ranting kembang kecil panjang satu dim lebih, karuan hatinya
merasa dingin dan bergidik, maklum ranting kembang sekecil
itu bobotnya juga amat ringan, orang biasa menimpuknya
juga takkan terlempar jauh, namun waktu dia meraih ranting
sekecil ini terasa betapa besar tenaga lemparan lawan, ini
menandakan bahwa orang memiliki Lwekang yang betul-betul
mengejutkan. Untung dalam pertandingan ini dirinya tidak mengadu
tenaga, malah dari lemparan ranting kembang ini dapat
diduga bahwa lawan tidak punyapermainan senjata rahasia
yang patut dibuat takut, kalau tidak mana mungkin balas
menyerang dengan hanya ranting kembang" Maka Tho-hoasiu-
su berpikir jikalau aku tidak keluarkan kemahiranku,
mungkin hari ini aku takkan mampu mengalahkan dia."
setelah hati berkeputusan, niat jahatpun timbul dalam hatinya.
Kaki menutul kembali dia meneruskan langkahnya meluncur
kedepan. Kembali kedua orang ini berputar mengelilingi
pingggir paya-paya kembang,jaraknya separo dari seluruh
lebar paya-paya kembang, makin lari makin cepat, kini susah
dibedakan lagi bayangan mereka.
Liok Kiam-ping insaf bahwa lawan berani menantang adu
senjatai rahasia serta menggunakan Bo-dhi-soa, tentu
mempunyai kepandaian khusus yang hebat, apalagi Bo-dhisoa
sendiri teramat ganas, maka jarak dirinya dengan lawan
tidak boleh terlalu dekat maka sejauh ini dia hanya kerahkan
tujuh bagian, tenaganya saja, sisa yang lain untuk bersiaga
menghadapi segala kemung kinan, apalagi dia tahu lawan
manusia culas dan telengas.
Saat itu dari tenggara dia sedang meluncur kearah timur,
ujung kakinya baru menutul pinggir paya-paya kembang. Thohoa-
siusu sudah mengincar tepat, mendadak dia menghardik
dari arah barat laut, tangan kiri bergerak dengan jurus Hay-tetam-
gwat (merogoh tembulan didasar laut). maka segenggam
Bo-dhi-soa melesat lurus menyusuri langit-langit paya-paya
kembang terus menukik turun setelah jarak dekat menggulung
bagian bawah tubuh Liok Kiam-ping, senjata rahasia sudah
ditimpukan baru dia bersuara, dari sini dapat dinilai betapa
jahat hatinya. Untung Liok Kiam-ping sudah mempersiapkan diri, melihat
Bo-dhi-soa menggulung tiba, tumitnya sedikit menutul,
tubuhnya terapung lima kaki menghindar serangan bagian
bawah. Tak nyana baru saja tubuhnya terapung. Tho-hoa-siusu
kembali mengayun tangan kanan, segenggam Bo-dhi-soa
yang lain telah ditaburkan, kali ini daya luncurnya jauh lebih
kencang. Kejadian amat mendadak perobahanpun tak terduga, bila
orang lain mungkin takkan bisa menyelamatkan diri dari
ancaman elmaut ini. Untung Liok Kiam-ping memiliki kelebihan
yang luar biasa dari manusia umumnya setelah berulang kali
dia mendapat penemuan aneh, rejeki selalu nomplokpada
dirinya, kini lwekangnya boleh dikata sudah tiada taranya,
menghadapi elmaut dia masih berlaku tenang, segera dia
mengempeskan pusar menggentak kedua tangan hingga
tubuhnya yang mulai melorot kebawah dia tarik mumbul pula
lima kaki lebih tinggi, gumpalan pasir itu melesat lewat
dibawah kakinya, sungguh berbahaya sekali.
Serangan gelap Tho-hoa-siu-su yang menggunakan cara
licik dan melanggar aturan Bulim telah membangkitkan
amarah Liok Kiam-ping, apalagi dia tahu lawan yang satu ini
sering mengganas dengan pasir beracunnya itu, maka timbul
keinginan membunuhnya demi keselamatan umat manusia
umumnya, apalagi meraka yang tidak berdosa supaya tidak
konyol ditangannya. Diam-diam dia kerahkan tenaga sembari mengembang
kedua lengan, tubuhnya melambung datar, beg itu kedua kaki
Hong Lui Bun Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memancal, seperti naga yang mengegot tubuhnya meluncur
turun tepat disebelah utara. Bentuk para-para kembang ini
memanjang sempit, paling lebar hanya tiga tombak. maka
Kiam-ping kerahkan Kim kong-put-hoay-sin-kang untuk
menahan Bodhi-soa, secara tidak terduga dia balas
menyergap pula, baru akan bisa mengalahkan lawan-
Tapi Kim- kong-put-hoay-sin-kang hanya mampu menahan
serangan Bo- dhi-soa dalam jarak dua tombak, kurang dari
dua tombak Kiam-ping tidak yakin dapat menahannya. Maka
dia harus bertindak di kala kedua pihak berganti posisi, satu
diutara yang lain diselatan, sengaja harus mengincar
kedudukan yang tepat lalu dia melayang turun tepat diutara
para kembang. Dua kali serangan gagal, Tho-hoa Siusu sudah melengak
heran, lekas dia bergerak maju kedepan dan tepat berada di
selatan. Sebelum lawan bergerak pula Liok Kiamping sudah
mengayun tangan kanan seraya membentak: "Awas."
segulung angin kencang meluncur kearah Tho-hoa Siusu.
Lekas Tho-hoa Siu-su mengebut lengan baju, "Plak"
setangkai ranting kering dikebasnva mencelat beberapa
tombak jauhnya. Sebelum dia berputar arah, ranting kedua
sudah meluncur tiba pula dari arah depan, Menyusul ranting
ketiga dan keempat memberondong secara beruntun.
Terpaksa Tho-hoa Siusu menarik kedua lengan bajunya,
maka suara plak-plok beruntun memecah kesunyian, ranting
kayu beterbangan. Untung Liok Kiam-ping hanya berusaha mencegah gerak
majunya, serta memancing kemarahnya, padahal tiada niatnya
melukai lawan, maka ranting kayu selalu ditimpukan tepat dari
depan. Tho-hoa Siusu makin cepat menarikan kedua lengan
bajunya, sementara serangan ranting Liok Kiam-ping juga
makin gencar, saking kerepotan Tho-hoa Siusu sampai merasa
lelah dan memburu napasnya. Hanya sekejap Tho-hoa Siusu
terdesak mendelik gusar wajahnya merah padam, mendadak
dia menghardik sekali, tubuhnya menyurut mundur
meluputkan diri dari serangan telak yang datang dari depan-
Berbareng dia ayun tangan, segumpal bayangan hitam
meluncur lurus kearah Liok Kiam-ping.
Liok Kiam-ping sudah siap siaga maka dia tidak merasa jeri,
Kim- kong-put-hoay-sin-kang dikerahkan mencapa
ipuncaknya, tubuhnya tidak berkelit tidak bergerak. dengan
cermat dia menatap lurus kedepan.
Karuan Tho-hoa Shtsu kegirangan, mumpung bodhi-soa
ditangan kanan baru diayun setengah jalan, tangan kiri sudah
bergerak pula menaburkan segumpal bayangan hitam juga
dengan kecepatan lebih kencang menggulung kedepan-
Kabut hitam seketika memenuhi udara hingga pandangan
teraling menjadi remang-remang. Bo-dhi-soa adalah pasir
beracun yang amat jahat, merupakan senjata rahasia ampuh
yang ganas, bila tubuh orang tersambit sebutir pasir saja, jiwa
sang korban takkan bisa ditolong, apalagi sekarang udara
dipenuhi pasir sebanyak itu, betapa hebat perbawa
serangannya sungguh bukan kepalang hebat dan menakutkan.
Tak nyana dua kaki kabut hitam itu mendekati tubuh Liok
Kiam-ping, seperti menumbuk rintangan dinding baja yang
tidak kelihatan, kabut hitam itu tertahan dan perlahan-lahan
rontok kebawah. Liok Kiam-ping sudah mengincar dengan tepat, mendadak
kedua tangannya diulur serta mencengkram dengan
menggunakan daya lengket dia menggapai kearah Bo- dhisoa,
maka pasir-pasir yang berjatuhan hampir menyentuh
tanah itu sebagian tersedot ketelapak tangannya
Kapan Tho-hoa Siusu pernah saksikan Sin-kang (ilmusakti)
sehebat ini, dia kira tenaga serangan sendiri yang kurang
besar dan kuat sehingga daya terjang Bo-dhi-soa tidak
memadai menjebol pertahanan lawan, Maka dengan kekuatan
lebih besar dan gencar dia tambahi serangannya. Tak nyana
pasirnya seperti kecemplung kedalam lautan lenyap tanpa
bekas. Betapapun licik dan licinjiwanya, seketika dia berdiri
melenggong meluruskan kedua tangan- Mumpung lawan
melenggong itulah, Kiam-ping menutul ujung kakinya hingga
tubuhnya melejit maju setombak lebih dekat, sebelum kakinya
hinggap lagi dipinggir para-para kembang, tangan kanan
sedikit terayun, segumpal bayangan hitam lantas meluncur
kearah Tho hoa Siusu. Tho-hoa Siusu tengah melongo, mimpipun tak menduga
lawan bisa bergerak seceepat ini, beg itu lawan melompat
senjata rahasiajuga sudah meluncur dengan desing suaranya
yang keras, bagai anak panah Hoakay-hiat didadanya di
jadikan sasaran utama. Lekas dia pasang kuda-kuda mengendapkan tubuh, 'Wut'
bayangan hitam melesat lewat diatas kepalanya. Dia pandai
mendengar suara membedakan benda, maka dia tahu senjata
rahasia yang menyerang dirinya ini jelas adalah Bo dhi-soa
miliknya, kenapa bisa meluncur keluar dari telapak tangan
lawan, mungkin .. belum habis dia menduga serangan kedua
yang sama telah rnenyerang Bu-coat-hiat diperutnya. Lekas
dia angkat kaki kiri, dengan kekuatan kaki kanan dia miring
kan tubuh kekanan, Bodhisoa menyamber lewat pundaknya.
Disaat tubuhnya berkelit inilah, serangan ketiga Bo-dhi-soa
Liok Kiam-ping sudah memecah udara, tenaga luncurannya
jauh lebih besar dan keras dibanding dua serangan terdahulu
boleh dikata menyerang tiba bersamaan dengan serangan
kedua. Apapun Tho-hoa Siusu tidak menduga bahwa Liok Kiamping
mampu menyerang dirinya dengan Bo dhi-soa yang
dilandasi tenaga dalamnya yang murni, hanya sedikit
menggetar telapak tangan, bayangan hitam lantas melesat
keluar, maka tiga gelombang serangan boleh dikata hampir
bersamaan, hanya arah sasarannya saja yang berbeda.
Maka terdengarlah keluhan tertahan. Tho-hoa Siusu
bermuka pucat, kaki kanan terkena sebutir pasir, tiga mili
melesak ke dalam dagingnya, seketika kaki kanannya lantas
kaku dan mati rasa. Pikirannya masih waras dan mengerti apa yang telah
terjadi, lekas dia merogoh keluar sebuah botol kecil warna
putih dari dalam kantingnya, baru saja dia tuang sebutir pil
dan dijejalkan kedalam mulut.
Liok Kiam-ping sudah kebacut benci akan keculasan
manusia yang satu ini, mana dia berpeluk tangan melihat
lawan berusaha menyelamatkan jiwa. Sekarang dia
menggerakan kedua tangan, dengan gaya Boan-thian-hoa-hi
(Hujan kembang memenuhi udara) dua gumpal bayangan
hitam laksana hujan badai menggulung kearah Tho-hoa Siusu,
betapa hebat dan mengejutkan perbawa serangannya .
Rasa pegal dan linu kaki kanan Tho-hoa Siusu belum hilang
meski sempat menelan sebutir pil penawarnya, namun gerak
gerik tubuhnya jauh lebih lamban dan tak mampu melompat
lagi, pada hal serangan sudah menggulung tiba. Tapi secara
reftek upaya menyelamatkan jiwa masih tetap dilakukan juga,
tanpa pikir bahwa tubuhnya masih setengah terapung diudara,
langsung dia memberatkan badan menjatuhkan diri kebawah
"Blang" tubuhnya terbanting keras kebawah paya-paya
kembang. Agaknya rasa sakit menyiksanya luar biasa, begitu
tubuh menyentuh tanah dia melolong keras dengan jeritan
yang mengerikan. Waktu Kong-tong-koay-khek dan lain-lain memburu
kedepannya, baru mereka melihat jelas, wajah Tho-hoa Siusu
sudah tak bisa dikenali lagi karena selebar mukanya kini sudah
berobah hitam dengan bintik-bintik hitam legam memenuhi
kulit mukanya, air hitam mulai meleleh dari setiap bintik hitam
diwajahnya. Kiranya bersamaan waktu dia menjatuhkan diri kebawah,
pasir beracun ditangan Liok Kiam-ping juga secara telak
mengenai selebar mukanya. Mendadak tubuhnya mengejang,
kedua tangan mencakar tanah, kedua kaki memancal
berkelejetan dua kaliterus tak bergerak dan makin lunglai,
ternyata jiwanya sudah melayang.
Bodhi-soa memang teramat ganas, masuk daging racunnya
tak bisa ditawarkan dengan obat apapun meski obat penawar
perguruan sendiri juga harus menggunakan kadar yang
setimpal, dalam jangka satu jam tidak boleh terlambat. Liok
Kiam-ping ping in melenyapkan penjahat yang sudah keliwat
takaran melakukan kekejaman, maka kali ini dia betul-betul
mengerahkan segala kemampuannya, maka pasir-pasir
beracun yang melesak amblas kekulit daging pemiliknya
mengakibatkan Tho-hoa Siusu tak sempat lagi menolong jiwa
sendiri dengan ob at pena war yang dipegangnya.
Mungkin mimpipun tak pernah terpikir dalam benaknya,
bahwa ajalnya berada dibawah senjata rahasia beracun yang
dilatihnya sendiri sekian tahun lamanya, Tuhan memang ma
ha adil, karma telah menjatuhkan fonis akan jiwanya.
Bahwa Tho-hoa Siusu tewas dimedan laga, jelek-jelek
orang datang untuk membantu pihaknya, betapapun tabah
dan tebal muka Kong-tong-koay-khek Seng fh-hun, tak urung
dia menyeringai sadis. katanya: "Liok Pangcu, caramu main
brantas secara keji ini, apakah tidak keterlaluan. Tho-hoa
Siusu ajal memang harus disesalkan kepandaian sendiri yang
tidak becus, tapi dia orang luar, lukanya sudah cukup parah,
tapi kau masih juga menyerangnya hingga jiwanya melayang.
Apakah perbuatanmu ini tidak bakal menimbulkan kemarahan
kaum Bulim." Liok Kiam-ping berkata serius: 'kau saksikan sendiri
pertandingan ini, dia memang sengaja mencari jalan
kematiannya, cayhe menggunakan Caranya untuk membalas
kejahatanna, di Hotel dia membunuh orang pihakmu, dengan
Bodhi-soa tega membunuh kawan sehaluan, betapa jahat
jiwanya seperti ular berbisa, maka kematiannya adalah
setimpal dengan perbuatannya. Kiam-ping berdiri dalam
percaturan Bulim, aku bertindak berdasarkan keadilan,
tentang segala akibatnya boleh aku menanggung seorang
diri." Ki-kong Lo-toa dari Sip-san-siang-koay terkekeh dingin,
katanya: "Tuan berjiwa keji, bertangan gapah, memangnya
begitulah keadilan yang kau tegakkan."
"Memberantas kejahatan adalah berbuat kebajikan,
manusia seperti Tho-hoa Siusu, kejahatannya sudah keliwat
takaran, korban ditangannya tak terhitung banyaknya,
siapapun wajib melenyapkan jiwanya. Hari ini secara
kebetulan saja meminjam tanganku untuk melenyapkan dia
karma memang sudah menentukan nasib hidupnya, tadi dia
menyerang tanpa mematuhi aturan Bulim, jlkalau yang
menjadi korban adalah Cayhe, lalu apa yang akan kau
katakan?" Ki Ping Loji dari Sip-sin-siingkoay ikut tertawa dingin,
katanya: "Bertarung dimedan laga memang berdasarkan kuat
menang lemah mati, kematian Tho-hoa Siusu memang harus
salahkan kemampuan sendiri yang tidak becus. Tapi Liokpangu
bertekad membunuhnya dengan cara keji, tak usah kau
menggunakan alasan menegakan keadilan segala, apa Liokpangcu
jeri menghadapi tuntutan balas."
Berdiri alis Liok Kiam-ping, katanya: "Cayhe berkelana di
Kangouw, berpedoman aturan perguruan, dengan segala
tekad dan kemampuan rela membela keadilan dan kebenaran,
umpama wibawa perguruan hancur lebur, Cayhe berani
berkorban asal tidak pernah bertindak secara keliru."
Kong -tong-koay-khek Seng ih-hun membentak: "Jelas kau
ini berjiwa culas dan telengas, masih berani bicara tentang
keadilan Bulim, apa tidak malu kau hidup didunia fana ini.
Baiklah, didalam Ui-yap-san-ceng akan kucabut nyawamu."
Ai-pong-sut Thong Cau bergelak tawa, katanya: "Kalian
kawanan tikus masih punya kemampuan apa boleh keluarkan
saja, buat apa petingkah saja."
Ki Ping menyeringai kelam, katanya kepada Liok Kiam-ping:
"kalian justru mengudal ludah tidak mau mengaku salah.
ingatlah sepasang tinju kalian takkan kuat melawan empat
Pendekar Satu Jurus 7 Pendekar Pengejar Nyawa Karya Khu Lung Misteri Kapal Layar Pancawarna 17