Pencarian

Iblis Sungai Telaga 16

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 16


Peklie Cek dang Hu Leng, untuk memberi hormat, terus ia
mengawasi Teng Hiang dan Lou Hong Hui dengan sinar mata
kemarahan, habis itu ia menyimpan pula senjatanya, baru
lantaslah ia berlalu, tak cepat dan perlahan sampai ia lenyap
diantara kegelapan malam.
Hu Leng memegangi bahu kirinya, ia menjemput
senjatanya, untuk melindungi mukanya dia berkata :
"Beginilah hasilnya tabiatku yang suka belas kasihan ! Asal aku
melihat nona yang cantik, tanganku lantas menjadi lembut,
maka aku telah kena dicurigai budak tadi ! Ha ha ha ha !"
Lou Hong Hui melirik kawan itu, ia memperlihatkan
tampang menghina tetapi tidak mengatakan sesuatu.
Teng Hiang sebaliknya. Nona jail ini kata sambil tertawa :
"Nona-nona tak menyukai sepasang kumis setan dibibirmu ini
!" "Mari aku tambahkan kata-kata katamu ini !" berkata Lou
Hu Leng tertawa. "Bukankah kau maksudkan nona-nona jemu
terhadapku ?" Teng Hiang tidak melayani bicara, melainkan ia tertawa.
Sampai disitu maka berangkatlah mereka pulang dengan
berjalan bersama-sama dengan perlahan-lahan.
Sementara itu Tan Hong sudah lantas kembali ke gua yang
tadi, sebab ia tak menyingkir terus dari gunung itu. Ia belum
menyelidiki seluruh gunung Ay Lao San tapi sekarang ia
percaya memang benar Tio It Hiong tidak berada di markas di
gunung itu. Ia merasa sangat letih, maka ia terus merebahkan
diri, tidur pulas hingga tibanya sang fajar. Pagi itu pun ia tak
segera meninggalkan gunung, hanya ia masih berputaran di
sekitar kaki gunung, buat mencari terus, di gua-gua atau
tempat lebat lainnya. Demi ini, tak mengenal lelah ia memakai
waktu beberapa hari. Hingga ia kemudian mengambil
kepastian kalau It Hiong tidak dibinasakan pihak Losat Bun
dengan tubuh raganya dilenyapkan. Pasti anak muda itu
sudah lolos dan turun gunung dengan tidak kurang apa-apa,
tapi toh masih terus ia mencari ditanah pegunungan itu hingga
tanpa merasa ia memasuki wilayah gunung Bu Liang San.
Hari itu tengah pikiran si nona kacau sekali, tiba-tiba ia
melihat jauh di depannya ada bayangan orang, bayangan
yang kecil yang lagi berlompatan naik dan turun. Ia belum
melihat tegas bayangan itu tetapi ia lantas menerka bahwa
orang tengah berlatih ilmu ringan tubuh atau dia itu lagi
bermain-main seorang diri......
"Baiklah, aku menemui dia....." pikir nona ini yang terus
saja lari ke arah bayangan itu atau lebih benar sosok tubuh
manusia. Tak mudah akan datang dekat kepada orang itu,
hanya setelah ia datang mendekati, selekasnya ia melihat
nyata, ia menjadi hilang harapan. Orang itu adalah seorang
anak umur lima atau enam tahun, seorang bocah perempuan.
"Ah !..." serunya perlahan. Tapi sudah kepalang ia
bertindak menghampiri anak itu.
Si anak melihat ada orang asing datang, dia tak
menghiraukan. Tetap dia lompat naik dan lompat turun atau
berlompatan kesana kemari.
Tan Hong menghentikan tindakannya, dia tertawa dan
menyapa : "Adik kecil, sungguh gembira kau bermain-main !
Adik, maukah kau bicara sebentar denganku ?"
Justru itu, anak kecil lagi lompat naik keatas sebuah pohon,
disitu dia menyangkolkan kedua kakinya pada sebuah dahan,
tubuhnya ditarik melonjor terus hingga dia tergantung, kaki
diatas, kepala dibawah terus dia berayun-ayun. Itulah sikap To
Kwa Kim Ciong, Menggantung Lonceng Emas. Sembari
berbuat begitu, dengan tingkahnya seorang gagah ia
menggerakkan kedua belah tangannya pada orang yang
menanyanya sambil sekalian membuat main bibirnya juga.
Caranya itu seperti orang bergurau atau mengejek.....
Tan Hong tak menghiraukan lagak orang.
"Adik kecil" tanyanya pula, "maukah kau bicara denganku
?" Sekarang si nona cilik tertawa, nyaring suaranya.
"Kalau kau mempunyai kepandaian, kau nyandaklah
nonamu !" serunya. "Kalau kau dapat menyandak aku, baru
suka bicara aku denganmu !" Dan terus mencelat ke lain
dahan, gerakannya mirip gerakan kera kecil, hebat dan lincah.
Biar bagaimana Tan Hong tak puas.
"Ah, anak." katanya didalam hati, "baru saja belajar sampai
disini kau sudah jumawa...... Anak, mau turun !" meneruskan
berkata, sambil berbuat begitu ia meluncurkan sebelah
tangannya buat menggapai terus menarik. Dengan berbuat
begitu ia mengerahkan tenaga Mo Teng Ka yang lunak.
Nona cilik itu tidak dapat bergerak lagi. Mudah saja ia
tertangkap dan dikasihh turun perlahan-lahan, kemudian
dengan masih memegangi pergelangan tangan orang, Tan
Hong menanya sambil tertawa : "Oh, adik, kau sungguh lihai."
Nona cilik itu mengawasi orang yang menegurnya.
"Katanya kau mau bicara denganku, dari hal apakah ?" dia
tanya. "Aku hendak tanya kau, adik" sahut Tan Hong, "kau pernah
lihat atau tidak seorang anak muda usia kurang lebih dua
puluh tahun yang biasa mengabloki pedang dipunggungnya "
Anak muda itu pada kira dua bulan yang lalu telah datang
kemari......" "Apakah hubungannya anak muda itu dengan kau ?" si
nona cilik bertanya pula sebelum ia menjawab orang.
"Kami bersahabat satu dengan lain" sahutnya.
"Bukankah pemuda itu pandai ilmu Gie Kiam Hui Hang ?" si
Nona Tanya lagi. Tan Hong heran hingga ia menyerukan "Oh...!" perlahan.
"Gie Kiam Hui Hang" berarti "menerbangkan pedang". Ia tidak
tahu yang It Hiong pandai ilmu itu atau tidak. Ia lantas tunduk
dan berpikir, hingga dia tidak lantas memberikan jawabannya.
Nona cilik itu bertanya pula, "Bukankah dialah si anak muda
yang datang ke Cenglo Ciang mencari Couw Kong Put Lo si
bocah ?" Tan Hong memperdengarkan melongo. Ia tidak tahu
bahkan belum pernah mendengar nama Couw Kong Put Lo.
Tentu saja ia tak tahu juga Couw Kong Put Lo itu orang kaum
mana, lurus atau sesat. Tapi ia maka lantas menanya :
"Dimana adanya Couw Kong Put Lo sekarang ?"
Anak itu mau menjawab atau mendadak dia mengerutkan
mukanya terus ia mengeluarkan nafas melegakan dirinya. Dia
pun tunduk dan berkata perlahan : "Ah, aku tak dapat
melanjuti latihan Sin Kut Kang ku....."
Tan Hong mengawasi dengan tidak mengerti. Si nona
bicara apa yang tak ditanyakan. Ia pun lantas melihat nona
cilik itu bergemetar atau bergidik, tubuhnya lantas terhuyunghuyung
ke kiri dan ke kanan, lalu dengan perlahan-lahan
tubuhnya itu menjadi besar hingga ia merupakan seorang
gadis usia lima atau enam belas tahun....
Saking heran dan terkejut Nona Tan mundur dua tiga
tindak. Tetapi ia mengawasi dengan tajam.
Setelah itu nona itu menggerakkan tubuh atau
pinggangnya, terus ia berdiri tegak. Dia mengawasi orang
asing di depannya terus ia bertanya : "Mengapa kau
mengawasi aku begitu rupa " Apakah kau belum pernah
mempelajari ilmu Sin Kut Kang ?"
Tentang ilmu Sin Kut Kang itu pernah Tan Hong mendengar
dibicarakan Beng Leng Cinjin, kakak seperguruannya yang
tertua. Katanya itulah suatu ilmu yang terdapat dalam kita "Ie
Kin Kang" dari Tat Canwan atau Budhi dharma pencipta dari
ilmu silat Siauw Lim Pay, cuma ilmu itu sudah lenyap dari
peredaran. siapa tahu sekarang ditanah pegunungan ini, ia
mendengar si nona cilik menyebutnya bahkan juga nona itu
tubuhnya dari kecil berubah menjadi besar itu.
Setelah mengawasi pula sejenak, Tan Hong menghampiri.
Ia melihat orang tidak bermaksud buruk. Ia menanya halus :
"Adik, apakah Sin Kut Kang ini pelajaran dari dalam kitab Ie
Kin Kang " Adik, siapakah itu gurumu " Dan apakah namanya
gurumu itu ?" Mendadak si nona mengawasi dengan matanya dibuka
lebar. "Apa, apa kau menanya semua ini ?" tanyanya. "Kau
sebenarnya mau mencari Couw Kong Put Lo atau hendak
mengadu lari denganku ?"
Kembali Tan Hong melengak. Heran nona ini. Tapi justru ia
melengak itu si nona justru sudah memutar tubuh buat lari ke
dalam rimba. Walaupun dia heran sekali, Tan Hong pun
segera lari menyusul. Ia pun ingin mengetahui tentang Couw
Kong Put Lo yang disebutkan nona itu.
Mereka berlari-lari melintasi rimba itu lalu disebuah
tikungan Tan Hong kehilangan nona yang dikejarnya, sia-sia
saja nona mencari kesana kemari. Disitu pun banyak
pepohonan dan batu-batu besar dan batu-batu besar itu yang
disebut batu rebung- letaknya tak teratur.
"Adik ! Adik !" ia memanggil-manggil.
Tan Hong tidak berani sembarangan untuk memasuki batubatu
rebung itu yang setelah dia awasi mirip sebuah "tiu" atau
Barisan rahasia. Sia-sia belaka panggilan itu yang terdengar cuma jawaban
berupa kumandang yang lenyap terbawa angin. Sementara itu
matahari sudah doyong pula ke barat. Sang magrib dengan
cepat mendatangi. Dan Tan Hong berada seorang diri diantara
tumpukan batu itu. Ia menjadi merasa sangat kesepian. Ia
melihat kesekitarnya dengan pikiran kosong.
Tiba-tiba dari sela-sela beberapa buah batu rebung itu
muncul seorang tua dewasa, tubuh tertutup jubah keimaman,
dialah seorang yang kurus dan wajahnya pucat. Melihat orang
itu, Tan Hong menjadi girang dengan mendadak. Tanpa
menghiraukan siapa orang itu, ia lantas bertindak
menghampiri, sembari memberi hormat dia menanya.
"Totiang, mohon bertanya, apakah Couw Kong Put Lo
tinggal disini ?" Orang itu mengawasi. "Siapakah kau ?" dia balik bertanya. "Ada urusan apa kau
mencari Couw Kong Put Lo ?"
"Aku yang muda dari Hek Keng To," si nona menyahut
dengan sebenar-benarnya. "Aku ingin menemui Couw Kong
Put Lo guna menanyakan tentang seorang muda...."
Orang dengan jubah imam itu memperdengarkan suara
"Oh !" perlahan. Rupanya ia merasa sedikit heran. Kemudian
ia berkata pula : "Aku si orang tua ialah Couw Kong Put Lo.
Kau ada bicara apa nona " Mari masuk kedalam, di sana kita
dapat bicara sambil duduk !" Ia pun terus mengasi jalan.
Tan Hong mengawasi. Ia melihat air muka orang berubah.
Tak mau ia lancang memasuki tempat orang.
"Jangan sungkan, totiang," katanya. "Aku cuma mau
menanyakan tentang si orang muda. Tak berani aku
mengganggu waktu totiang...."
Lantas orang tua itu menunjuk tampang tidak puas.
"Anak perempuan !" katanya dingin. "Nah, kau tanya itu !"
"Orang muda itu totiang, biasa berdandan ringkas dan
membawa pedang di punggungnya, usianya dua puluh lebih.
Apakah totiang pernah melihat dia ?"
Ditanya begitu, si orang tua tertawa lebar.
"Di dalam dunia persilatan ada banyak anak muda yang
biasa membawa-bawa pedang !" katanya. "Sebenarnya nona,
siapakah yang Nona Tanyakan itu ?"
"Dialah Tio It Hiong muridnya Tek Cio Totiang dari Pay In
Nia." Tan Hong memberikan keterangannya. "Apakah totiang
pernah bertemu dengannya ?"
"Hm ! Hm !" orang itu mengasi dengan suara dingin.
"Kiranya nona mencari bocah she Tio itu ! Percuma saja nona
!" Tan Hong terkejut. Lantas muncul kekuatirannya, "Apakah
adik Hiong telah menampak bencana?" Maka ia lantas
menanya : "Totiang, apakah totiang pernah bertemu dengan
dia ?" Couw Kong Put Lo- demikian nama orang itu- tidak puas
yang orang berulang-ulang memanggilnya Totiang. Itulah
panggilan khusus buat rahib dari kaum To Kauw.
"Hm, bocah wanita !' katanya keras, "bagaimana kau
memaksakan kau menjadi si hidung kerbau dari kalangan Sam
Ceng " Hm !" "Sam Ceng" ialah tri tunggal kalangan To Kauw dan Couw
Kong Put Lo tak menyukainya walaupun ia toh mengenakan
jubah kaum agama itu. Tan Hong heran hingga ia melengak. Tapi ia cerdas dan
cerdik. Ia lantas ingat halnya banyak orang rimba persilatan
yang tabiat dan sifatnya aneh.
"Maaf, maaf locianpwe" katanya cepat. "Harap locianpwe
maafkan aku..." Ia lantas menatap tajam baru ia
menambahkan, "Locianpwe, apakah anak muda she Tio itu
pernah datang kemari ?"
"Hm !" kembali si orang tua mengasi dengan suara
dinginnya. "Bukan saja bocah itu pernah datang kemari,
bahkan hampir aku si tua menjual di waktu untuknya ! Dia
sekarang berada di Goh Cit Kok, dia tinggal bersama dan
galang gulung dengan Kip Hiat Hong Mo ! Mau apa kau cari
dia?" Mendengar itu Tan Hong girang berbareng terkejut. Girang
sebab ia mendapat kabar ini, jadi Tio It Hiong tidak terbinasa,
hanya ia kaget sebab ia menerka tentunya si "Adik Hiong"
kena terkurung di dalam lembah Goh Cit Kok itu. Disaat dia
hendak menanya pula, ia mendengar seperti orang berjalan
yang datangnya dari belakang batu disisi jalan lalu sirap.
Untuk sejenak ia heran, hingga ia berdiam saja. Di lain saat ia
toh terus menanya juga, "Locianpwe, dapatkah locianpwe
menjelaskan padaku tentang pemuda Tio It Hiong itu ?"
Couw Kong Put Lo suka memberi keterangan. Kata dia,
"Dia kesasar di Cenglo Ciang lalu dia ketemu denganku.
Lantas bersama-sama kami pergi ke Goh Cit Kok maksudnya
guna membinasakan Kip Hiat Hong MoTouw Hwe Jie.
Kesudahannya aku si orang tua telah terluka didalam,
tenagaku habis. Sebaliknya bocah itu, dia bukannya
membantu aku, dia justru bersahabat dengan Touw Hwe Jie.
Ketika aku pulang kemari, dia masih berada dilembah itu !"
Tan Hong mendapat harapan, walau ia tetap merasa
kurang senang. Maka mau ia menanya pula orang tua itu atau
ia lantas melihat mendatanginya dua orang. Seorang wnita tua
dan seorang lagi seorang nona. Rupanya suara tadi suaranya


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka itu. Lekas-lekas dia bersembunyi dibalik batu darimana
ia terus mengintai. Selagi berjalan itu terdengar suara nyaring dari si nona,
"Jangan kau berkuatir, Ciok Kauwcu ! Touw Hwe Jie berubah,
suka turut dalam rombongan Bu Lim Cit Cun kalau Tio It
Hiong ada bersamanya. Inilah soal mudah,aku Teng Hiang
akan aku mencarikan seorang Tio It Hiong ! Kalau kita akali
dia dengan Tio It Hiong palsu, mustahil dia tak mau muncul ?"
"Hm !" Si perempuan tua memperdengarkan suaranya yang
dingin. "Budak setan, enak saja kau bicara ! Touw Hwe Jie
bukannya seorang bocah cilik, mana dia mudah diperdayakan
" Kalau kita pakai Tio It Hiong palsu, kemudian akal itu pecah
bukankah itu bakal mendatangkan kesudahan yang lebih
hebat ?" "Hal itu jangan kauwcu kuatirkan." berkata pula si nona
ialah Teng Hiang seperti dia menyebut namanya. "Aku tahu
halnya seorang Tio It Hiong palsu. Di dalam segala hal dia
sangat mirip dengan Tio It Hiong yang tulen. Jangan kata
Touw Hwe Jie, Kauwcu sendiri yang bermata awas mungkin
kau bakal tak dapat membedakannya !"
Dua orang itu bicara sambil berjalan terus sampai mereka
melewati batu rebung di belakang mana Tan Hong
menyembunyikan diri. Si wanita ialah Kwie Tiok Giam Po.
Teng Hiang membenci It Yap Tojin tak sudi ia mengangkat
imam itu menjadi kepala dari Bu Lim Cit Cun. Maka itu
selekasnya ia mendengar halnya Touw Hwe Jie dari Kwie Tiok
Giam Po, dia membujuki kepala Losat Bun itu pergi ke Goh Cit
Kok guna mencari Touw Hwe Jie, buat mengundang dan
mengajaknya bekerja sama. Mereka gagal. Touw Hwe Jie
menampik dengan alasan ia tidak mau campur pula urusan
dunia Kang Ouw. Tapi mereka penasaran, mereka membujuki
nyonya yang berilmu itu, sampai Touw Hwe Jie kewalahan dan
memberitahukan, kalau toh ia muncul, ia akan berdiri di
pihaknya Tio It Hiong atau sedikitnya Tio It Hiong yang datang
mengundang atau memintanya turun gunung.
Habis daya Kwie Tiok Giam Po mengajak Teng Hiang
berjalan pulang dengan tangan hampa tetapi di tengah jalan
ini Teng Hiang mengutarakan akalnya buat memakai Tio It
Hiong palsu buat memperdayakan Touw Hwe Jie. Bekas
pelayannya Giok Peng itu mengusulkan Gak Hong Kun, maka
kalau kejadian hendak dia pergi mencari Tio It Hiong palsu itu.
Diluar dugaan Teng Hiang, pembicaraan mereka itu dapat
didengar Tan Hong. Sementara itu Kwie Tiok Giam Po sudah lantas melihat
Couw Kong Put Lo yang berdiri diam diatas batu rebung. Ia
tertawa, dia berkata sambil menggapai : "Itu imam palsu,
kenapa kau berdiri diam saja " Apakah kau tengah mencuri
dengar pembicaraan kami ?"
Couw Kong Put Lo menjawab dengan dingin : "Bagus
perbuatan kalian ya ! Kalian menggunakan Tio It Hiong yang
palsu buat mengakali Touw Hwe Jie, supaya dia turun gunung
turut dalam usaha kalian ! Apakah kalian hendak mengacau
dunia Kang Ouw hingga terwujudlah bencana berdarah rimba
persilatan ?" "Eh, Couw Kong Put Lo, jangan kau berpura-pura menjadi
orang baik-baik !" kata Kwie Tiok Giam Po menegur. "Kau tahu
kami hendak membangun apa yang dinamakan Bu Lim Cit Cun
! Kalau nama kau dapat turut mengambil bagian !"
"Ah, itulah suatu nama yang baru" berkata Couw Kong Put
Lo, "perempuan tua bangkotan, bagaimana caranya kalian
hendak membangun Bu Lim Cit Cun itu ?"
Kwie Tiok Giam Po menunda langkahnya. "Bu Lim Cit Cun
bakal dipilih dengan menguji dulu kepandaian silat seseorang,"
ia memberikan keterangannya. "Dia yang paling lihai, dia
bakal diangkat menjadi pemimpin utama. Pemilihan sudah
ditetapkan akan dilakukan pada tanggal lima belas bulan
pertama lain tahun, diwaktu malam di puncak In Bu San.
Apakah ada minatmu untuk turut dalam pemilihan itu ?"
Couw Kong Put Lo tertawa menyeringai, nampak dia
masgul. Dua puluh tahun Couw Kong Put Lo sudah melatih ilmu
silatnya, dia memang bercita-cita buat menjagoi dalam dunia
rimba persilatan, tetapi peristiwa di Goh Cit Kok membuatnya
berduka dan masgul, sebab dia gagal mengumbar nafsu
birahinya ! Hingga kesudahannya habislah tenaganya, hingga
kepandaian silatnya tak dapat dipergunakan tanpa ia memiliki
tenaga. Maka akhirnya ia ada minat, tiada tenaganya.
"Nanti saja bila waktunya sudah tiba !" kata dia. "kalau ada
kegembiraanku, akan aku pergi ke In Bu San untuk melihatlihat
!" "Sampai bertemu pula !" berkata Kwie Tiok Giam Po yang
terus saja berlari pergi.
Couw Kong Put Lo pun lantas masuk ke antara batu-batu
rebungnya. Tan Hong sementara itu telah berpikir keras. Selagi Couw
Kong Put Lo berbicara dengan Kwie Tiok Giam Po, ia pikirkan
halnya It Hiong. Gerakan Bu Lim Cit Cun itu mengancam
ketentraman kaum rimba persilatan, hal itu perlu disampaikan
pada pihak Siauw Lim Pay. Ia pula perlu lekas pergi ke Siauw
Lim Sie guna menemui Giok Peng dan Kiauw In guna
mengabarkan tentang Tio It Hiong yang sudah lolos dari Ay
Lao San, hanya entah berada dimana.
"Aku tidak tahu jalan keluar, baik aku ikuti dua orang itu,"
kemudian ia pikir lebih jauh. Dan lantas ia bekerja, ia
berlompat akan menyusul Kwie Tiok Giam Po dan Teng Hiang,
yang berlalu sambil berlari-lari. Sempat ia melihat orang
menikung, ia menyusul terus, ia menguntit.
Di lain pihak, Gak Hong Kun sudah kabur bersama Teng It
Beng. Selekasnya mereka berdua ditolongi secara tak
langsung oleh gurunya, It Yap Tojin. Ia merasai bahunya sakit
tetapi ia lari terus, sampai mencapai tigapuluh lie lebih, baru
mereka mencari tempat singgah, guna beristirahat, buat
mengobati luka mereka selama beberapa hari. Sejak itu ia
sangat membenci orang To Liong To dan berniat sangat
membalas sakit hati. Selama itu ia cuma bisa menyesal dan
mendendam sebab ia insyaf seorang diri tak sanggup ia
melawan Kang Teng Thian. Pada suatu hari berdua Teng It Beng, Gak Hong Kun
menimbulkan soal sakit hati itu.
Teng It Beng tertawa dan kata : "Saudaraku, tentang itu
aku telah pikir jalannya hanya saja kita tidak dapat membalas
langsung kepada Siauw Wan Goat dan Kang Teng Thian...."
"Bagaimana itu saudara Teng ?" Hong Kun tanya. "Coba
kau jelaskan !" "Sekarang ini Kang Teng Thian berdua lagi mencari Tio It
Hiong" kata kakak angkat itu, "itu artinya mereka berada di
luar To Liong To, maka juga marilah kita pergi ke pulaunya,
kita serbu untuk membinasakan atau melukakan sejumlah
orangnya. Tidakkah jalan ini akan melampiaskan juga sakit
dendam kita ?" "Jalan ini dapat diambil, cuma karena bukan terhadap
mereka berdua rasanya kurang mempuaskan" Hong Kun
menyatakan pikirannya. "Tetapi saudaraku," Teng It Beng terangkan lebih jauh, "itu
pun suatu jalan buat menimpakan kesalahan pada Tio It Hiong
! Apakah kau tidak dapat berpikir sampai ke situ " Dengan
begini kita menambah hebatnya permusuhan mereka supaya
mereka saling balas membalas diantara kawan sendiri ! Kita
sendiri, menonton dari kejauhan saja !"
Gak Hong Kun terasadar. "Kakak benar !" katanya bersuara. "Kenapa otakku menjadi
begini gelap " Kakak bagus akalmu ini, hayo kita segera
berangkat ke To Liong To !'
Maka berangkatlah mereka itu.
Pulau To Liong To adalah sebuah pulau kecil diluar wilayah
Liawrong. Pesisir yang terdekat dengannya ialah kecamatan
Aulinsia, tempat yang hidup bagi kaum nelayan serta
penduduk pedagang setempat. Disitu Gak Hong Kun berdua
menyewa perahu, untuk pergi ke To Liong To. Selekasnya
mereka mencari keterangan seperlunya mengenai pulau itu.
Kira tengah hari tibalah mereka ditengah laut hingga
disekitarnya mereka tak melihat daratan. Disitu gelombang
makin besar dan sang angin bertiup makin keras. Ombak
saban-saban mendampar kendaraan air, yang dapat laju
dengan pesat. Ketika matahari mulai turun ke barat ditengah laut muncul
sebuah perahu yang besar yang layarnya tiga buah. Perahu
besar itu menuju ke perahu kecil. Di atas perahu besar itu
berkibar sebuah bendera besar yang memain diantara
deburan sang angin. Dengan lekas kedua perahu sudah terpisah kira sepuluh
tombak lebih satu dengan lain, lantas tukang perahu
melaporkan pada Gak Hong Kun dan Teng It Beng soal perahu
besar itu miliknya To Liong To. Cuma entah buat urusan apa
mereka dihampiri. Gak Hong Kun mengerutkan alis, tak tahu ia harus
mengatakan apa, tetapi Teng It Beng kata : "Aku sudah
mengerti, kau mundurlah!"
Tukang perahu itu menurut, ia mengundurkan diri. Segera
juga terdengar suara bentakan dari luar perahu.
"Bagus mereka datang !" kata Teng It Beng. "mari kita
labrak mereka, supaya mereka tahu siapa kita !"
Gak Hong Kun mengangguk. Berdua mereka lantas pergi
keluar. Kedua kendaraan terpisah tinggal tiga tombak, lantas
pihak perahu besar menggunakan dadung bandringan akan
mencangkol tiang perahu layar perahu kecil.
Bendera perahu besar, bendera To Liong To merupakan
naga yang tengah menonjolkan kukunya yang tajam, yang
mulutnya bergigi tajam dipentang lebar. Di sisinya ada pula
gambar tengkorak hitam dasar menyolok mata.
Di muka perahu besar itu terlihat sejumlah orang yang
berpakaian seragam hitam, tubuhnya tinggi besar,
tampangnya bengis, senjatanya golok semua. Lantas yang
menjadi Tauwbak atau kepala berseru : "Perahu kecil, lekas
serahkan semua barangmu, nanti aku beri jalan hidup buat
kamu semua !" Hong Kun menjawab perintah yang mengancam itu : "Kalau
kamu bisa, kamu datanglah kemari mengambil sendiri !"
Tauwbak itu bernama Thia Han Bin senjatanya sebuah
golok besar, dua jeriji tangan kirinya buntung, sebab ketika
bertempur di Siauw Lim Sie baru-baru ini dia kena ditebas
pedangnya Pek Giok Peng. Dia menerima tantangan, dia
berlompat ke perahu kecil, lantas saja dia menebas ke arah
Gak Hong Kun dan Teng It Beng yang berdiri berendeng.
Gak Hong Kun menghunus pedangnya, ia menyampok
pedang musuh itu. Thia Han Bin terkejut. Hebat sambutan lawan hingga ia
mundur setindak dan tangannya sesemutan. Tengah ia
melongo, Hong Kun kata padanya : "Hendak aku pinjam
mulutmu ! Kau beritahu pemimpinmu bahwa Tio It Hiong dari
Pay In Nia datang untuk membuat perhitungan dengan Kang
Teng Thian !" Sengaja anak muda ini bersuara keras supaya anak buah
kedua perahu itu mendengar terang-terang. Thian Han Bin
tidak tahu akal orang. Ia percaya kata-kata itu, sembari maju
pula guna menyerang kembali, ia teriaki salah satu orangnya ;
"Lekas memberi laporan pada Tio To Cah...."
Hong Kun mau menunjuki pengaruhnya, ia menyambut
serangan dengan keras sekali, setelah itu, ia membalas
menyerang. Kembali ia berlaku keras, ia mendesak. Tiga kali
ia membalas, saban-saban ia berseru nyaring dengan tebasan
yang ketiga menyampok golok lawan hingga golok itu
terpental ke laut, lalu menyusul tikamannya yang membuat
musuh menjerit dengan tubuhnya roboh bermandikan darah
sebab ujung pedang menembusi dadanya !
Dengan satu depakan, Gak Hong Kun membuat tubuh
orang akhirnya tercebur ke laut !
Berbareng dengan robohnya orang itu ke laut, dari dalam
perahu besar muncul tujuh orang lainnya. Serempak mereka
itu lompat ke perahu kecil guna menerjang si anak muda.
"Kamu ingin cari mampus ?" bentak Teng It Beng yang
maju menghadang akan terus menerjang, maka dalam
beberapa gebrakan saja, empat orang roboh binasa. Tiga
rebah terluka merintih-rintih !
Gak Hong Kun menjadi seperti kalap, dia lompat naik ke
perahu besar, dia menerjang setiap orang yang paling dahulu
diketemui hingga orang terbinasa atau terluka, hingga perahu
besar itu berisik dengan jeritan-jeritan, rintihan dan tubuh
bergelimpangan dilantai perahu, selain mereka yang roboh ke
laut. Segera juga dari dalam perahu muncul seorang usia empat
puluh tahun lebih, yang tangannya mencekal seutas " Twie
Hua Hot Bing So", tali "Pengejar Roh Perampas Nyawa".
Dengan suara "hm !" berulang-ulang dengan nadanya seorang
mabuk, dia membentak "Bocah she Tio, bagaimana berani kau
main gila disini ?" lalu terus ia menyerang !
Gak Hong Kun berkelit sambil dia pun berseru, "Kalau kau
benar laki-laki sejati, kau beritahukan namamu !"
Orang itu menunda penyerangannya, dia mirip orang
mabuk tetapi tubuhnya dapat berdiri tegak tanpa terhuyung
sedikit juga. Dengan lantas ia menjawab : "Akulah Tio Siong
Kang, Tocu nomor enam dari To Liong To ! Akan aku ambil
nyawamu !" Dan ia meneruskan menerjang. Hebat serangan
itu sebab talinya diluncurkan menjadi kaku dan dipakai untuk
menotok jalan darah ! Tapi itulah tidak aneh, karena dalam menggunakan
senjatanya itu Tio Siong Kang sudah berlatih selama dua
puluh tahun lebih. Sebab itulah senjata istimewa, yang langka.
Hanya hari itu, Tio Siong Kang tengah menenggak banyak
arak, hingga dia sudah pusing tujuh bagian diwaktu datang
laporan perihal penyerbuan musuh tidak dikenal itu.
Gak Hong Kun menyambut serangan itu. Hendak ia
membuat tali putus. Maka ia membabat.
Lihai Siong Kang, dia dapat tahu maksud musuh. Dia
menghindar diri dari babatan itu. Sebaliknya, begitu dia
berkelit, begitu dia menyerang pula. Dua-dua gerakannya itu
sama gesit dan cepatnya. Maka disitu mereka berdua lantas
bertarung dengan seru. Gak Hong Kun terkejut. Beberapa kali
ia menghadapi ancaman senjata lawan itu. Maka itu ketahui
lihainya lawan, ia menggunakan tipu dari ilmu silat Heng San


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pay, partainya itu. Lekas juga Teng It Beng pun naik ke perahu besar, setelah
ia menyaksikan dua orang itu lagi bertarung seru, ia tidak
membantui kawannya. Sebaliknya ia melabrak musuh, hingga
ia menyapu bersih kira-kira lima atau enam puluh orang To
Liong To, setelah itu baru ia kembali ke tempat pertempuran,
akan menonton....... Jilid 35 Teng It Beng menonton tidak lama, lantas dia bertindak
guna membantui kawannya, supaya pertempuran segera
sampai di akhirnya. Diam-diam dia mengeluarkan Bie Hun Tok
Han dan menimpukkannya kepada Tio Siong Kang.
"Saudara, kau beristirahatlah !" dia teriaki kawannya.
Tio Siong Kang cerdik dan bermata jeli. Ia melihat orang
menimpuk ke arahnya. Ia tidak tahu lawan menggunakan
senjata apa, tetapi ia sudah menerka. Ia sendiri biasa
menggunakan senjata rahasia. Maka ia menggunakan
kesempatan menyimpan talinya untuk sebaliknya
menggunakan senjata rahasianya. yaitu tiga batang Hui Hu
Piauw, yaitu piauw Ikan Terbang, yang mana ia gunakannya
dengan membungkukkan pinggangnya, sedangkan dengan
tangan kirinya ia membarengi menimpuk dengan senjata
rahasianya lainnya, ialah jarum beracun. Ia menyerang
kepada Gak Hong Kun dan Teng It Beng berdua.
Dua-dua Gak Hong Kun dan Teng It Beng terkejut, dua-dua
lantas menangkis dengan pedangnya masing-masing. Ketiga
piauw dapat dibikin terpental balik, tetapi jarum beracun mesti
dihindarkan dengan lompat berkelit, sebab jarum bukannya
satu batang melainkan segumpal. Dari berlompat ke kiri dan
kanan, terpaksa mereka menceburkan diri ke laut.
Selagi Tio Siong Kang bisa mengusir musuh, ia sendiri telah
kena menyedot bubuk beracun, selekasnya ia terhuyung
lantas tubuhnya roboh dengan ia tak sadarkan diri. Sudah
begitu, di dalam perahu besar itu telah tidak ada seorang lain
juga. Pemilik perahu kecil, melihat kedua penumpangnya terjatuh
ke air, mulanya dia mengawasi saja, tak berani dia membantu
sebab dia takut perbuatannya nanti dapat dilihat orang To
Liong To. Itulah berbahaya. Tapi selekasnya dia melihat
perahu besar tak ada orang yang bergerak, baru dia
menyuruh orangnya lekas membantui Teng It Beng dan Gak
Hong Kun naik ke kapalnya.
Dua-dua kawan itu tidak bisa berenang, tetapi mereka
sadar dan cerdik. Diwaktu tercebur mereka menahan nafas,
hingga mulut mereka tidak kemasukan air. Sesudah
kecemplung masuk ke dalam air, tubuh mereka mumbul
timbul. Mereka pun menggerakkan kaki tangan mereka buat
mencakar-cakar air. Justru mereka timbul, mereka dihampiri
anak buah perahu sewaannya, lalu ditarik buat dibawa ke
perahu, hingga dilain saat mereka berhasil diangkat naik.
Mereka tidak terluka tetapi mereka kena menenggak juga air
laut, dari itu, mereka nampak letih. Lantas mereka menyalin
pakaian. Mereka meminjam pakaian kering tukang perahu,
pakaiannya terus digarang di api. Mereka sendiri lantas duduk
beristirahat buat bersemadhi.
Lewat sepuluh menit, maka pemilik perahu mengasih tahu
kedua penyewanya bahwa perahu mereka terpisah dari tepian
To Liong To tinggal belasan lie jauhnya, maka ia tanya mereka
mau melanjuti belajar atau mau pulang dahulu, buat menunda
sampai besok pagi. "Sekarang sudah jam berapa ?" Teng It Beng tanya
sebelum dia memberikan jawabannya.
"Kira-kira jam dua lewat."
"Jam berapa kita bakal tiba di To Liong To ?" Gak Hong Kun
turut bicara. "Jika tak ada halangan, kita akan tiba pada jam empat
lewat." Teng It Beng berpikir sebentra, baru ia berkata : "Kalau
kita maju terus kita bakal terhadang musuh. Sekarang ini
malam gelap dan angin keras, gelombang pun dahsyat,
berbahaya buat kita melakukan pertempuran di tengah laut.
Kita pula tidak bisa berenang. Karena itu aku pikir baik kita
pergi besok saja." Penghidupan di atas perahu asing sekali bagi Gak Hong
Kun dan Teng It Beng. Mereka merebahkan diri tetapi tak
dapat tidur. Gelombang membuat tubuh perahu bergerak
tiada hentinya. Buat bersemedhi pun sulit. Maka itu keduanya
cuma rebah diam saja, mata mereka dipejamkan.
Entah sudah lewat berapa lama ketika Gak Hong Kun
berdua dikejutkan suara terompet, keduanya lompat turun
dari pembaringan, untuk melongok di jendela. Di dalam
malam tampak bayangan dari dua atau tiga perahu yang
terlihat hanya dari lentera diatas tiang layarnya. Seberhentinya
suara terompet, perahu-perahu itu memencar diri. Menyusul
itu ada api melesat ke arah perahu kecil itu. Teng It Beng
terkejut. "Musuh menyerang kita dengan panah api." katanya keras.
Kemudian ia lompat keluar menyuruh tukang perahu lekas
mundur. Tapi sudah kasip ! Panah-panah itu berdatangan terus. Dua
batang kena terasampok tetapi ada pula yang mengenakan
tutup perahu dan terus menyala, terus berkobar sebab angin
laut seperti mengipasinya. Ada api yang menyambar Gak Hong
Kun dan Teng It Beng yag terkena pada bajunya, maka
keduanya lompat ke depan, guna menjatuhkan diri
bergulingan akan memadamkan api itu. Keduanya menjadi
bingung. "Bagaimana sekarang kakak Teng ?" Gak Hong Kun tanya
kawannya. Teng It Beng melengak. Dia bingung juga.
"Api ini tak dapat dipadamkan." katanya kemudian. "Baik
kita turun ke laut untuk berpegangan pada pinggiran perahu
atau kemudinya." Gak Hong Kun menurut. Memang jalan lainnya tidak ada.
Kembali ada panah api menyambar, mereka menyampoknya.
Lantas mereka mencari dadung akan mengikat pinggang
mereka sesudah itu mereka merosot turun ke air, untuk
melindungi diri dengan pertolongannya kemudi.
Anak buah perahu sudah pada terjun ke air, sebab tak
sanggup mereka memerangi api yang lantas mengganas
berkobar besar. Malam gelap tetapi cahaya api kebakaran
memungkinkan orang melihat kesana kemari dengan cukup
terang. Demikian tampak perahu-perahu penyerang.
Tengah Teng It Beng berdua mengawasi dari kemudi,
mendadak mereka mendengar suara terompet lantas perahuperahu
penyerang itu bergerak menjauhkan diri. Rupanya
mereka itu berlalu sebab melihat perahu lawan sudah menjadi
seperti lautan api. Syukurlah sang fajar segera tiba. Api pun
telah padam sendirinya. Teng It Beng berdua Gak Hong Kun merayap naik. Mereka
pun mendapatkan segala apa diatas perahu telah musnah
dimakan api. Perahu tinggal dasarnya saja. Pakaian mereka
cukup terpaksa mereka keringkan saja. Berdua mereka duduk
dilantai. Gak Hong Kun menghela nafas.
"Tak kusangka kita bakal mengalami nasib begini." katanya
masgul. "Hampir kita mati konyol !"
Teng It Beng tertawa menyeringai.
"Jangan menyesal dan berduka cita saudaraku." katanya.
"Inilah pengalaman berbareng pengajaran pertama bagi kita
selama kita menjelajah dunia Kang Ouw !"
Gak Hong Kun mengernyitkan alis.
"Bagaimana sekarang ?" tanyanya. "Kita benar sudah lolos
dari ancaman kematian tetapi sekarang kita berada di atas
perahu kosong ini dan di tengah laut juga."
Teng It Beng tertawa. Nyata dia besar hati.
"Tak lama lagi musuh bakal datang memapak kita !"
katanya. "Sekarang adikku, kau gunakanlah ketika ini untuk
beristirahat ! Kita tunggu tibanya mereka itu..."
Terkaannya Teng It Beng tepat, belum terlalu lama,
mereka melihat mendatanginya dua buah perahu kecil yang
dapat berlayar dengan sangat pesat. Lekas sekali kedua
perahu itu sudah datang sejarak empat tombak. Setiap perahu
memuat lima orang. Dari masing-masing lima orang itu, yang
satu memegang kemudi, yang empat ditengah-tengah. Di
tempat kemudi ditancapkan sebatang bendera kecil hitam
bawah putih. Itulah benderanya rombongan To Liong To.
"Adik bersiap sedialah." berkata Teng It Beng separuh
berbisik pada kawannya. "Kita menerjang masing-masing
sebuah perahu. Kita habiskan mereka itu."
Begitu berkata begitu Teng It Beng bangkit sambil
menghunus pedangnya, justru perahu itu telah datang sangat
dekat terus dia lompat ke sebuah diantaranya untuk tak
ampun lagi menyerang kalang kabutan.
Hanya sekejap robohlah empat lawan, tinggal si tukang
kemudi. Dia itu terkejut dia lantas turun tangan. Dia
menimpuk tiga buah golok terbang Liu yap To setelah mana
dia menghunus goloknya buat terus menerjang.
Teng It Beng repot menyelamatkan diri dari serangan
senjata itu. Ia sampai mesti menjatuhkan diri, waktu ia mau
bangun, serangan golok tiba. Ia menangkis sedangkan tangan
kirinya sekalian menekan lantai, guna membantui tubuhnya
berlompat bangun. Selekasnya ia dapat berdiri, ia membalas
menebas penyerangannya itu.
Hebat serangan dan tangkisan itu, kedua senjata beradu
keras. Teng It Beng terpental mundur, begitupun
penyerangnya, orang To Liong To, tetapi dia kehabisan
tempat. Dia terpental tercebur ke laut !
Selekasnya Teng It Beng menoleh ke perahu yang lainnya,
di sana ia melihat Gak Hong Kun tengah melayani tiga orang
musuh, yang lagi melibatkannya. Dua orang musuh lainnya
sudah rebah binasa. "Saudara Gak, akan aku bantu kau !" teriak Teng It Beng.
Tetapi perahu terpisah kira lima tombak, tak dapat orang
she Teng ini berlompat. Maka ia menjemput pengayuh untuk
mengayuhnya maju, mendekati perahu To Liong To itu. Ketika
orang To Liong To mendengar suaranya Teng It Beng, mereka
menjadi berkuatir. Memangnya melayani Gak Hong Kun
seorang diri mereka sudah kewalahan. Lantas mereka saling
lompat ke sisi membuat perahu miring terus terbalik, mereka
sendiri meneruskan menceburkan diri !
Teng It Beng menjerit saking kaget. Dia berkuatir buat
kawannya. Dia percepat majunya perahunya. Dari tempat
orang di perahu karam itu, tak ada seorang juga yang lekas
timbul di permukaan air, baru kemudian terlihat kepalanya
Gak Hong Kun yang terus merayap naik, akan berduduk di
dasar perahu. Tadi ia berlaku cerdik. Karena ia tahu ia tidak
bisa berenang, selagi perahu terbalik ia menyantol kakinya
pada pinggiran perahu, ketika perahu karam ia tak terpisah
dari perahu itu, tak usah ia terlempar ombak. Itulah sebabnya
kenapa ia sempat naik ke atas perahu yang tetap terbalik itu.
Teng It Beng mengayuh perahunya menghampiri kawan
itu. "Kau jempol saudaraku !" katanya memuji sambil tertawa.
"Bagus untungnya ketiga orang itu !"
Gak Hong Kun pindah ke perahu kawannya, dia pun
tertawa. "Inilah pengalaman kita yang berharga." katanya.
Keduanya lantas mengayuh perahu, membuat kendaraan
air itu menuju ke To Liong To. Mereka tak sesal sesuatu, maju
terus menurut rencana mereka. Di waktu tengah hari, mereka
sudah melihat pulau yang melengkung bagai naga. Maka
mereka merasa pasti, itulah To Liong To. Mereka maju terus,
mereka mengayuh sekeras-kerasnya membuat perahu laju
dengan pesat sekali. Akhirnya mereka tiba juga ditepian, dibagian yang sepi.
Itulah bagian belakang dari To Liong To. Mereka tahu dimana
beradanya markas To Liong To itu. Dari tengah laut tadi
mereka melihat bendera besar di puncak. Mereka menduga
itulah tentu markas tempat tujuan mereka tetapi mereka tak
lantas pergi ke sana. Lebih dahulu mereka mencari sebuah
goa buat merebahkan diri. Mereka merebahkan diri buat
tiduran. Kapan sang lohor tiba mereka memburu kelinci buat
dibakar, dijadikan barang hidangan.
Tepat jam pertama, dua orang ini mulai dengan perjalanan
mereka menuju ke markas To Liong To. Jalanan sukar tapi
mereka tak hiraukan itu. Mereka merayap dan berlari. Tujuan
mereka ialah tempat ada cahaya api. Jalan berliku-liku
membuat mereka tak lekas-lekas tiba ditempat tujuan.
Sampai jam dua, masih belum juga mereka sampai. Selama
itu tak pernah mereka bertemu orang. Mereka heran kenapa
kawanan To Liong To demikian lalai. Mereka maju terus
sampai telinga mereka mendengar suara berkericik.
Kiranya itulah sebuah kali kecil yang lebar sepuluh tombak
tetapi dasarnya cetek cuma dua atau tiga kaki, hingga dasar
air dapat terlihat. Saking dangkalnya, air jadi mengalir deras
hingga terdengar suaranya itu. Dasar kali terlihat seperti pasir.
Teng It Beng berpikir keras. Dia mencurigai kali itu. Kenapa
tempat demikian dibiarkan tak terjaga. Toh mudah saja orang
maju dengan jalan menyeberang ke situ...
Kecuali orang dalam, tak ada yang ketahui yang dasar kali
itu pasirnya berupa pasir membal. Kalau orang injak, pasir
melesak, kaki orang akan melebas masuk berikut tubuhnya.
Gak Hong Kun sudah lantas menCinCing celananya. Hendak
dia turun ke air. DIa menurunkan sebelah kakinya, disusul kaki
yang lain. Segera kakinya itu melebas masuk ke lumpur pasir.
Dengan cepat ia sudah terlebas sebatas dengkul, terus ke
paha dan perut ! Maka bukan main kagetnya !
"Kakak, tolong !" dia menjerit.
Teng It Beng terkejut, dia menoleh. Tahulah ia apa
sebabnya jeritan itu. "Adik, tahan nafas !" ia segera memberitahukan.
"Ringankan ia bahaya, jangan bergerak ! Nanti aku mencari
dahan guna membantumu !"
Kawan itu lari ke sebuah pohon yang tumbuh, ia tebas
sembarang dahannya yang panjang. Ia lekas membawa itu,
untuk lantas disodorkan pada kawannya.
"Pegang !" katanya, setelah mana, ia menarik.
Gak Hong Kun memegangi dahan itu, hingga ia terbawa ke


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tepian, dimana ia merayap naik ke darat. Ia menarik nafas
lega. Hampir dia tenggelam di dasar lumpur pasir itu !
"Tak kusangka lumpur pasir ini merupakan semacam
perangkap." katanya, peluhnya membasahi dahinya.
Keduanya mengawasi kali itu, yang panjang. Mereka
bingung sebab terang disitu mereka tak dapat menyeberang.
Tapi tak lama, Gak Hong Kun sudah lantas tertawa dan
berkata : "Kita jangan kurang akal ! Mari kita cari pohon kayu
yang besar, kita gunaui itu sebagai alat buat menyeberang !
Itu toh dapat, bukan ?"
Teng It Beng setuju. Maka keduanya lantas bekerja. Hanya
sayang, disekitar itu, mereka tak berhasil mendapatkan
sebuah pun pohon kayu yang besar. Kesudahannya mereka
masgul dan mengeluh dengan berbareng.
Lama mereka berdiam, sampai Teng It Beng bersenyum. Ia
dapat memikir satu akal. "Adik, kau mengenakan berapa lembar celana ?" tanyanya.
Gak Hong Kun melengak sambil mengawasi kawan itu.
"Ah, kakak, kau masih dapat bergurau ?" tanyanya heran.
"Buat dapat menyeberang disini, celana pun ada faedahnya
!" kata kawan itu, yang terus tertawa.
Melihat sikap kawan itu, Gak Hong Kun percaya orang tidak
lagi berkelakar. "Semuanya tiga lapis !" sahutnya kemudian.
"Bagus !" kata Teng It Beng. "Mari serahkan dua potong
padaku !" Gak Hong Kun menurut. Segera setelah memegang celana, Teng It Beng ikat itu
pada bagian kedua kaki dan pinggangnya. Talinya ialah ujung
baju yang ia robek. Dengan itu ia membuat dua buah
pelembungan. Gak Hong Kun tertawa. "Sungguh kau cerdik, saudara. Kau dapat memikir akal ini
!" pujinya. Teng It Beng tersenyum. "Mari !" dia mengajak. Lantas dia turun ke air.
Gak Hong Kun menurut dan mengikuti.
Dengan pelembungan istimewa itu, kedua saudara itu
berhasil juga melintasi kali istimewa itu. Setibanya diseberang,
Gak Hong Kun mengeringi celananya, buat dipakai pula.
Selama itu, waktu sudah jam tiga. Di situ tak ada jalanan,
bahkan banyak batu besar dan pohon duri.
Ketika Teng It Beng mendongak, dia melihat di atas dinding
terdapat ujungnya semacam bangunan pesanggrahan. Ia
percaya disitu tentu ada penjaganya.
"Mari !" ia mengajak Gak Hong Kun. Terus ia mulai
mendaki. Ia telah minta bantuannya pohon oyo dan batu batu
yang menonjol, hingga dia mirip seorang pendaki gunung. Gak
Hong Kun meniru buat. Setelah bersusah payah dan membuang waktu, kedua
kawan itu tiba juga diatas puncak. Mereka mendapati sepi saja
di dalam pesanggrahan itu, yang merupakan sebuah
bangunan terdiri dari ranggon serta beberapa kamar atau
ruangan. Api pun tidak ada.
Kedua saudara angkat itu saling mengawasi terus. Mereka
menghunus pedangnya masing-masing lantas mereka
membabat kutung terompet tanduk menjangan untuk terus
mencoba berlompat naik memasuki ranggon. Tepat mereka
sampai di depan ranggon, telinga mereka lantas mendengar
tawa dingin di belakangnya diikuti dengan bentakan ini :
"Tahan !" Dan suara itu lantas disusul munculnya tujuh orang
dari belakang dan depan, hingga jalan mereka dihadang di
depan dan di belakang. Teng It Beng berdua berdiri diam, matanya diarahkan
kepada semua orang itu, yang semua berseragam hitam,
hingga tubuhnya masing-masing tinggi dan katai, dan
senjatanya macam-macam. Tio It Hiong palsu berani sekali, dia tertawa dingin. Dia kata
: "Untuk apakah Tio It Hiong datang ke To Liong to " Tak
usah aku jelaskan pasti kalian sudah ketahui ! Jika kalian lakilaki,
kalian beritahukan nama kalian, untuk seterusnya
menerima binasa." Seorang yang bertubuh tinggi besar kata dengan dingin,
"EH, bocah Tio It Hiong, apakah kau tidak kenali kami Lie Tay
Kong dan Mie A Lun, kedua hiocu dari To Liong To " Baiklah
kalian lihat saja sepasang tombak cagakku. " Kata-kata orang
itu dibarengi dengan satu serangan.
Juga Mie A Lun dengan cepat berlompat maju akan turut
menyerang. Karena ini lima orang kawannya turut maju juga.
Hingga Gak Hong Kun berdua segera kena diserang.
Selewatnya beberapa jurus, Gak Hong Kun dan Teng It Beng
membikin musuh menjadi dua rombongan. Itu pula
maksudnya Lie Tay Kong yang hendak memecah tenaga
lawan. Tay Kong berkelahi dibantu dua kawannya, mereka
mengepung Gak Hong Kun. Mie A Lun beserta tiga kawannya
mengurung Teng It beng. Kedua belah pihak sama unggulnya.
Gak Hong Kun dapat membuat ia seimbang dengan ketiga
musuhnya, begitu juga Teng It Beng hanya lewat pula
beberapa jurus lagi dia nampak repot bertarung tiga
lawannya, Mie A Lun dapat mendesak hebat.
Pertempuran berlangsung seru dan berisik. Kecuali suara
beradunya senjata, pihak To Liong To sering membentak. Dari
atas ranggon suara terompet pun terdengar berngiang-ngiang.
Itulah terompet tanda ada bahaya.
Gak Hong Kun melihat suasana buruk timbullah
kegalauannya. Sembari melakukan Bie Hun Tok Hun ia kata
murung pada kawannya, "Kakak Teng, kenapa kita masih
tidak mau menurunkan tangan besi " Buat apa melayani
mereka lama-lama ?" Lie Tay Kong tertawa. Kata dia, "Tio It Hiong, kau ada
punya kepandaian apa " Di saat kematianmu mendatangi, kau
keluarkanlah !" Kata-kata "tangan besi" dari Gak Hong Kun adalah isyarat
darinya untuk mengasi bubuk beracunnya seperti ia sudah
menyiapkannya. Gak Hong Kun menanti kesempatan. Satu kali ia diserang
sepasang tombak cagak, ia tidak menangkis. Hanya mendadak
ia melengak hingga tubuhnya seperti rebah terlentang.
Sembari melengak itu telah tangannya diayun dipakai
menimpukkan bubuk beracunnya.
Lie Tay Kong kaget sekali. Ketika ia menyedot bubuk,
hidungnya terasa nyeri. Tahu ia apa artinya itu.
"Mundur !" ia berteriak. Begitu pun dua orang lawannya itu.
Selagi orang roboh, Gak Hong Kun berlompat bangun untuk
berlompat lebih jauh kepada tiga orang musuhnya itu. Ia
bersiul nyaring dan dingin, menunjuki kepuasannya. Setelah
itu berulang kali ia menebas dengan pedangnya, membikin Lie
Tay Kong bertiga putus lehernya masing-masing.
Mie A Lun terperanjat ketika ia mendapat kenyataan Lie
Tay Kong bertiga roboh, lantaran itu gerakan tangannya
sedikit terlambat. Teng It Beng menggunakan ketika itu untuk
mendesak hingga lawannya mundur tiga tindak. Justru itu Gak
Hong Kun pun lalu segera berlompat datang guna membantui
kakaknya. Maka kebetulan saja dia menyambut A Lun dengan
satu tikaman ! Disaat sangat terancam itu A Lun sampai berkelit tetapi
ujung pedang lawan menggores juga bahunya. Di lain pihak
senjatanya telah mengenai lengan lawan hingga Gak Hong
Kun juga terluka walaupun tidak parah. Ketika ia melihat
ketiga kawannya, hatinya gentar dan giris. Ketiga kawan itu
telah roboh sebagai mayat-mayat yang bermandikan darah
sebab Teng It Beng tidak mau mengasih ampun pada mereka.
"Habislah." pikirnya. Maka tak ayal pula dengan menahan
rasa nyerinya, ia terus lari ke kaki gunung.
"Sungguh berbahaya." berkata Teng It Beng sambil
menyusuti peluhnya. Kemudian ia memeriksa lukanya. Syukur
itu cuma luka dikulit. Setelah dibalut, darahnya tak keluar
lebih jauh. "Baiknya kau cerdas dan cepat saudara Gak !" kemudian ia
memuji. "Sayang si orang she Mie dapat lolos !" kata Gak Hong Kun.
"Sekarang sulit bagi kita menyerang lebih jauh...."
"Ah lihat." kata Teng It Beng. "Mereka ada orang-orang
dari tingkat dua, tujuh bajingan dari To Liong To belum
tampak sama sekali....."
"Kang Teng Thian bersama Siauw Wan Goat tidak berada
dipulaunya." kata Gak Hong Kun. "Jie Mo Lam Hong Hoan dan
Nho Mo bok Cee Lauw pernah aku menemuinya di perbatasan
propinsi Secuan. Mungkin mereka itu belum pulang maka
kalau yang lain-lainnya ada disini, tinggallah tiga orang lagi.
Aku pikir dengan mengandalkan bubukku dapat kita melawan
mereka itu. Kita lagi meminjam golok membunuh orang,
makanya Biearlah kemudian mereka itu pergi cari Tio It
Hiong!" Teng It Beng tertawa. "Kapan telah tiba saatnya kau bertemu Siauw Wan Goat,
dapatkah kau membagi aku barang secangkir arak ?" katanya
bergelak. Gak Hong Kun pun tertawa.
Ketika itu kira jam empat, rembulan terang sekali. Karena
itu untuk maju lebih jauh, Gak Hong Kun dan Teng It Beng
tidak pergi melalui jalan berbata di jalan itu. Mereka selalu
menyembunyikan diri diantara pepohonan dan gerombolan
rumput. Dengan begitu tak dapat mereka menuju langsung ke
markas To Liong To, mereka mesti jalan sedikit memutar.
Tepat fajar mendatangi, Gak Hong Kun berdua telah tiba di
belakang gunung di belakang markas. Terlihat bangunan
benteng yang berlapis-lapis dan megah, diempat penjurunya
terdapat ranggon-ranggon pemilik yang tinggal dimanapun
diakibatkan bendera To Liong To yang besar, tengkorak hitam
diatas putih. Sang angin membuat bendera itu berkibar-kibar
tak hentinya. "Mari kita maju !" berkata Gak Hong Kun. "Tak perduli
dengan jalan berterang atau menggelap, kita mesti mengacau
dan mengubrak abrik mereka !"
Boleh dibilang belum berhenti suaranya murid dari Heng
San Pay itu atau mereka sudah lantas mendapat dengar suara
bersuitnya anak-anak panah yang dalam jumlah besar
berjatuhan saling susul ke arah mereka. Lantas mereka
mendekam, pedang mereka dihunus yang datang menyampok
setiap anak panah yang datang menyambar.
Luar biasa penyerangan anak panah itu, hampir tak ada
hentinya, ada tambahnya tak berkurang. Tentu saja Teng It
Beng dan Gak Hong Kun menjadi repot juga. Tak dapat
mereka menangkis terus-terusan, bisa-bisa ada anak panah
yang lolos dari tangkisan atau mereka kurang gesit.
"Saudara Gak mari kita menyerbu benteng." Teng It Beng
kata perlahan pada kawannya itu. Ia bukannya menjadi jeri,
sebaliknya ia menjadi penasaran dan gusar. Memangnya
mereka telah bertekad bulat untuk tidak mundur lagi.
Habis mengajak itu, tanpa menunggu jawaban, si orang
she Teng sudah lantas lompat maju, sekali mencelat, ia
mencapai tiga tombak. Gak Hong Kun menjawab dengan
suaranya, lantas ia menyusul.
Selekasnya mereka berada ditempat dimana tidak terdapat
serangan anak panah, hati mereka menjadi lega. Disini
mereka lantas berlari-lari keras, hingga mereka mendekati
sebuah ranggon pengawasan, jaraknya kira sepuluh tombak.
Tiba-tiba dua saudara itu sangat terkejut. Tahu-tahu ada
anak panah menyambar mereka bahkan ada panah yang
disertakan api. Panah itu terjatuh di belakang mereka
mengenai rumput lantas menyala !
Gak Hong Kun gusar sekali. Dia ayal sedikit, bajunya
termakan api. Maka dengan cepat ia berlompat maju
menghampiri ranggon. Ia lantas tiba pada dinding bawahnya.
Dari atas ranggon lantas terdengar suara tertawa yang
disusul dengan ini kata-kata dingin : "Tio It Hiong, ilmu
pedangmu bagus sekali ! Karena itu aku si orang tua suka
menghentikan panahku ! Kalau kau berani, kau majulah untuk
kita bertempur buat mendapatkan keputusan !"
Suara itu tajam sebab itulah suaranya Su Mo Siauw Tiong
Beng, bajingan nomor empat.
Gak Hong Kun tidak menjawab, hanya ia menggapaikan
Teng It Beng buat mengajak kawan itu maju terus. Tanpa
adanya serangan panah, mereka dapat maju dengan cepat
dan mudah hingga mereka tiba di depan pintu dari bangunan
ranggon pengawasan itu. Disitu ada sebuah tangga batu, di
depan mana terdapat halaman terbuka penuh rumput. Di kiri
dan kanannya terdapat semacam pagar. Di situ pun ada
sebuah saluran air laut, peranti keluar masuknya perahuperahu
To Liong To. Di tepiannya tertambat beberapa buah
perahu kecil. Di depan tangga berkumpul banyak orang dengan seragam
hitam, tiga orang yang menjadi pemimpin menempatkan diri
di depan mereka itu semua.
Itulah Sam Mo Cia Seng Ciang, bajingan nomor tiga yang
berdandan sebagai pelajar yang menggembloki pedang di
punggungnya. Yang kedua ialah Su Mo Siauw Tiong Beng,
bajingan nomor empat. Dia ini mengenakan kopiah seragam
bajunya kuning, celananya hitam tanpa senjata di tangan.
Yang ketiga ialah Mie A Lun yang tadi pernah bertempur dan
sekarang melihat dua orang musuh itu dia yang paling dulu
lompat menyerang Gak Hong Kun dengan jurus silat menawan
roh menangkap sukma. Dia bersakit hati sebab tadi dia
dikalahkan secara curang.
Gak Hong Kun menangkis dengan hebat maksudnya guna
membuat kutung senjata lawan, diluar pengetahuannya Mie A
Lun berlaku cepat, senjatanya lekas-lekas ditarik pulang buat
menebas kaki ! Segera juga Gak Hong Kun kena terdesak
mundur ! Menyaksikan Mie A Lun menang diatas angin, Siauw Tong
Beng tertawa menghina. Kata dia : "Orang she Teng, mari kau
mencoba menyambut beberapa kali tanganku !" Dia benarbenar
maju dengan serangan tangan kosongnya !
Hebat serangan orang tua ini, walaupun ia tidak bersenjata.
Angin gerakan tangannya menghembus keras. Inilah sebab ia
adalah ahli "Hun Kin Co Kut Ciang hoat", ilmu membikin orang
salah otot. Teng It Beng terkejut, lekas-lekas ia menutup diri dengan


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pedangnya. Ia menggunakan tipu pedang "Menutup Jendela,
Menolak Rembulan". Toh ia menjadi repot sekali.
Setelah itu tangan lawan mendadak berada di belakangnya.
Hingga ia mesti berkelit nyamping satu tindak, menyusul mana
ia terus berontar sambil menyabet dengan pedangnya, niatnya
membikin kutung lengan si lawan.
Pertempuran ini selanjutnya berjalan secara berat sebelah.
Menurut pantas pedang melawan tangan kosong, pedang
mesti lebih unggul tetapi sekarang ternyata tangan kosong
yang menang diatas angin. Siauw Tiong Beng merangsek
membuat lawannya berkelit atau berlompat. Teng It Beng
kena didesak terus. Selang tiga puluh jurus orang she Teng itu telah terdesak
ke tepi pesisir buatan manusia itu.
Di pihak satunya mula-mula Gak Hong Kun kena terdesak
oleh Mie A Lun, tetapi dasar dia lihai, perlahan-lahan dapat dia
memperbaiki diri, hingga dari berada dibawah angin dia
membuatnya pertempuran berjalan berimbang. Lalu dilain
saat dia merubah keadaan membuatnya lebih unggul.
Tiba-tiba Mie A Lun dibuat menjadi kaget sekali waktu
senjatanya yang kanan kena terpapas pedangnya Gak Hong
Kun, sebab terus dia ditebas ! Dalam keadaan seperti itu sukar
buat dia meloloskan diri dari ancaman bahaya, kecuali dia
berlaku nekad, bersedia sama-sama terluka dan terbinasa.
Masih dia mencoba menangkis dengan senjata ditangan
kirinya. "Tas !" demikian satu suara keras dan kembali senjata itu
kena terkutungkan ! Karena Gak Hong Kun berlaku bengis dan
tak sudi dia memberi ampun. Kembali dia meneruskan
menikam ! Dengan sangat terpaksa Mie A Lun mengetuk pedang
lawan dengan gagang senjatanya. Dia berhasil tapi tak
seluruhnya. Ujung pedang terasampok tetapi meluncur terus.
"Traaaangg !" demikian satu suara lain dan pedangnya Gak
Hong Kun terpental, untung tidak terlepas dari cekalan. Mie A
Lun pun bebas dari ancaman maut.
Kiranya Cia Seng Ciang yang membantu pembantunya
dengan jalan menghajar pedangnya Gak Hong Kun dengan
senjata rahasianya, Thie Lian hoa atau bunga seroji besi.
Menyusul itu Cia Seng Ciang berlompat maju sambil
berseru : "Bocah she Tio, apakah kau tak mau mengandalkan
pedangmu menghina orang ?" sambil maju itu ia terus
menyerang dengan satu tikaman kepada jalan darah tay yang.
Gak Hong Kun terkejut. Tidak saja pedangnya terhajar
nyamping, juga tangannya sesemutan. Tapi masih ia berniat
menghajar Mie A Lun atau ia melihat lawannya itu menyingkir
dari kalangan dan Cia Seng Ciang telah menggantikan dia
menghadang dan menyerangnya. Lekas-lekas dia berkelit,
terus dia berlompat mundur.
Tepat itu waktu Gak Hong Kun juga melihat keadaan
berbahaya dari Teng It Beng, maka mengertilah ia bahwa
pihak To Liong To masih terlalu kuat buat pihaknya hingga ia
lantas memikir untuk mengangkat kaki. Karena ini ia lantas
memikir buat menggunakan bubuk beracunnya : Bie Hua Tok
Han ! Setelah berkelit itu, Gak Hong Kun berhasil memperbaiki
diri, ia lantas cepat menyerang buat mencoba merubah
keadaan. Cie Seng Ciang melihat bahaya mengancam, ia
berkelit ke samping, dari situ ia membarengi menggeprak
keatas pedang. Gak Hong Kun terkejut. Gagal dia menikam, sebaliknya
pedangnya kena terhajar. Dia terkejut sebab pedang itu
hampir terlepas. Karena itu hendak ia menggunakan bubuknya
yang jahat, yang sangat berbahaya itu. Begitulah tidak
menanti sampai disusul dengan serangan lain, mendadak ia
loncat mencelat dengan berjumpalitan, lalu selagi tubuhnya
mau turun ia mengayun sebelah tangannya yang sudah
menggengam bubuknya itu. Mie A Lun telah kenal bubuk berwarna ungu yang jahat itu,
selekasnya ia melihat bubuk berhamburan, dia lompat
menyingkir sambil berteriak berulang-ulang : "Bubuk beracun !
Cia To cu, awas !' Cia Seng Ciang sendiri sementara itu sudah bercuriga.
Memangnya ia adalah seorang Kang Ouw kawakan, banyak
pengalamannya, luas pengetahuannya itu. Selagi lawan
berjumpalitan ia sudah heran dan menerka itulah sepak
terjang permulaan dari senjata rahasia yang bakal digunakan.
Selekasnya dia melihat bubuk warna ungu itu tahulah ia yang
lawan menggunakan bubuk beracun maka juga belum lagi Mie
A Lun memperdengarkan peringatannya, ia sudah mendahului
menahan nafas serta menutup jalan darahnya, menyusul
mana ia berlompat ke kepala angin.
Gak Hong Kun kecele ! Dia bermaksud merobohkan musuh
atau sedikitnya menghadang gerak gerik musuh itu supaya ia
memperolah luang buat mengangkat kaki buat membantu
Teng It Beng, siapa sangka ia telah menghadapi seorang
lawan yang lihai kepandaian silat dan otaknya.
Dan belum lagi ia menginjak tanah, dua buah tie lian hoa
sudah menyambar padanya, sebab lawan membalas
menyerangnya dengan senjata rahasia juga. Terpaksa ia
menjatuhkan diri dengan bergulingan di tanah, dengan
pedangnya ia menyampok kedua belah senjata rahasia itu,
menyusul mana ia berlompat bangun buat terus lari ke arah
Teng It Beng. Mie A Lun dengan mengajak ke empat kawannya maju
untuk memegat. Tak kecewa dia bergelar "Coe Sun Ka" Si
Tenggiling, dengan satu loncatan "KuCing Hutan Lompat
keluar dari Lobang" dia segera tiba di depan lawan yang dia
terus bacok ! Tadi sepasang senjata siangjin ciang dari A Lun telah
terkutungkan lawan maka sekarang ia menggantikannya
dengan golok, karena itu bukan genggaman pegangannya,
bacokannya kurang tepat. Gak Hong Kun menyambuti
bacokan itu. Ia berniat menebas kutung lawan, ia tapinya
tidak berhasil. Setelah berpengalaman, Mie A Lun berlaku
cerdik. Dia menarik pulang goloknya setengah jalan buat
diteruskan dipakai membabat dari samping, mengarah batang
lehernya lawan itu. Gak Hong Kun terancam bahaya, ia
menegakkan tubuhnya, dengan begitu selamatlah ia. Karena
terhadang ini, ia sekarang kena disusul empat orang
kawannya A Lun. Dengan begitu ia terus kena terkepung di
empat penjuru. Ia insyaf akan bahaya itu, ia menjadi nekad.
"Awas !" dia berteriak sambil pedangnya disabetkan ke kiri
dan kanan dibulang balingkan dengan jurus "Badai Menyapu
Salju". Maka robohlah dua orang musuhnya sambil mereka itu
mengeluarkan jeritan kesakitan !
Saking kaget dua orang musuh lainnya berlompat mundur.
"Kurang ajar !" berteriak Mie A Lun yang gusar dan segera
lompat menerjang. Gak Hong Kun menangkis. Tak ada niatnya berkelahi lama.
Maka ia lantas desak lawannya itu. Selagi si lawan mundur ia
lompat lari pula menghampiri Teng It Beng kawannya. Tatkala
itu Siauw Tiong Beng sudah mendesak Teng It Beng sampai
dipojok, lagi kira dua tombak Teng It Beng pasti akan tercebur
ke air. Tetapi Teng It Beng lihai walaupun terdesak hebat
belum bisa ia segera dirobohkan. Dengan pedangnya ia
bertahan sedapat-dapatnya.
Tadi itu sesudah lawan mundur, Cia Seng Ciang tidak
mengejar. Ia hanya mengawasi. Ia pikir cukup asal ia dapat
mengusir Tio It Hiong. Tidak ada niatnya akan nanti
bermusuhan dengan Tek Cio Siangjin, walaupun murid orang
ini sudah datang menyerbu tanpa alasan. Orang pun
menggunakan bubuk beracun yang lihai itu. Tapi setelah
menyaksikan dua orangnya dirobohkan, panas hatinya,
membuat ia memikir lain. "Dia sungguh kurang ajar !" pikirnya. Lantas ia lari
memburu. Gak Hong Kun sendiri selekasnya dia mendekati Teng It
Beng dan Teng It Beng lagi dua tombak, dia melihat Teng It
Beng menikam lawan tetapi pedangnya kena terasampok.
Karena pedangnya terpental, dadanya Teng It Beng menjadi
terbuka. Melihat ini Siauw Tiong Beng lantas maju sambil
menikam dada orang ! Sungguh Teng It Beng terancam bahaya. Gak Hong Kun
melihat itu lantas ia lompat ke arah Siauw Tiong Beng dan
menikam punggung jago To Liong To itu. Itulah cuma satusatunya
jalan buat membantu Teng It Beng.
Siauw Tiong Beng mendapat tahu datangnya serangan dari
belakang itu, tidak mau menangkis, hanya cepat bagaikan kilat
ia mengegos tubuh ke samping membiarkan pedang meluncur
terus ke arah Teng It Beng.
Ketika itu Teng It Beng justru merasa nyeri sediki pada
dadanya. Ia tidak kena terhajar, baru terpental angin
tangannya lawan. Kapan ia melihat pedangnya Gak Hong Kun,
ia melejit mundur satu tombak lebih.
Habis membantu Teng It Beng, Gak Hong Kun melihat
mendatanginya Cia Seng Ciang. Ia lantas memberi isyarat
kepada saudara angkatnya itu, pertanda bahwa ia hendak
menggunakan bubuknya, sembari berbuat begitu ia kata :
"Kakak Teng, mari kita turuni tangan besi." Menyusul itu ia
lompat ke sisinya saudara itu, terus ia melepaskan bubuknya,
hingga dilain detik tubuh mereka teraling bubuk warna ungu
itu. Cia Seng Ciang sekalian melihat bubuk itu, mereka pada
menyingkir ke kepala angin. Kapan bubuk sudah buyar, Gak
Hong Kun dan It Beng tak tampak lagi sebab keduanya telah
menggunakan kesempatan yang baik buat lekas-lekas
menyingkir dari tempat yang berbahaya itu.
"Mari !" kata Cia Seng Ciang yang terus mengajak orangorangnya
lari ke arah pelabuhan. "Mereka itu pasti lari ke sini !
Biarlah mereka akan kepandaian mereka main jahat dengan
kita." Selekasnya mereka tiba di pelabuhan, Mie A Lun berseru
kaget. "Perahu kita hilang sebuah !" serunya. "Lihat Cia Tocu !"
"Lekas kejar !" Cia Seng Ciang berseru dengan titahnya.
Orang pada lantas lari ke tepian, tiga buah perahu segera
digayuh pergi menuju ke tengah laut buat mencari dan
menyusul kendaraan mereka yang lenyap itu yang mereka
terka pasti sudah dipakai Gak Hong Kun berdua untuk
menyingkirkan diri. Gak Hong Kun cerdik bukan main. Habis melepas bubuk
dan kabur ke perahu tidak lantas mereka mengayuh ke tengah
laut. Mereka tak pandai menggunakan pengayuh. Ia tahu
kalau mereka dikejar, mereka bakal tergesa-gesal. Maka ia
lantas menggunakan akal. Begitulah mereka turun ke air,
perahu mereka terkejar, tetapi terus ditarik masuk ke dalam
air. Biar tidak bisa berenang, mereka pandai mengatur
pernafasan mereka. Dengan menahan nafas, dapat mereka
menyelam mempertahankan diri. Air disitupun kira baru enam
kaki dalamnya. Mereka mendekam di dalam air sampai ketiga
perahu To Liong Ti melewatinya, sampai ketiga perahu itu tak
nampak lagi. Ketika mereka timbul pula, sepi sekitar mereka.
"Sungguh berbahaya !" kata Teng It Beng yang
mengeluarkan nafas lega. "Mari kita naik atas sebuah perahu
lainnya...." "Jangan !" kata Gak Hong Kun yang menarik baju
kawannya. "Tak dapat kita menyingkir dengan jalan naik
perahu ! Selekasnya kita berada diluar, musuh bakal dapat
melihat kita. Bukankah itu berarti mengantarkan diri ke dalam
jaring ?" Teng It Beng diam berpikir, kemudian ia mengangguk.
"Kau benar tabah dan cerdik, adikku !" pujinya.
"Nah, mari kita menyingkir ke gunung belakang !"
Tio It Hiong palsu mengangguk. Maka berlari-larilah mereka
ke belakang gunung, ke sebuah ranggon dimana ada delapan
orang berseragam tengah melakukan tugasnya. Semua
kedelapan orang To Liong To melihat dua orang ini, yang
pakaiannya kuyup basah, sampai mereka pada melengak. Gak
Hong Kun lari ke pintu ranggon.
"Siapa tidak kejam, dia bukan laki-laki sejati !" gumamnya,
"Hm !" Habis tertawa dingin, muridnya It Yap Tojin lantas maju
untuk menerjang ke delapan orang To Liong To itu. Mudah
saja untuk merobohkan mereka itu, hingga semuanya roboh
bermandikan darah. Dengan satu isyarat tangan, Gak Hong Kun mengajak Teng
It Beng menerjang ke dalam ranggon dimana masih ada
beberapa orang To Liong to. Mereka itupun dapat dirobohkan
semua. Habis itu dengan menggunakan api, ranggon disulut
dan dibakar ! Lekas sekali api berkobar besar.
Kebakaran itu menyebabkan banyak orang To Liong To
lainnya datang untuk memadamkannya. Di lain pihak, Gak
Hong Kun dan Teng It Beng lari ke belakang gunung dengan
memondong seorang musuh yang tengah pingsan. Mereka
mencari sebuah goa dimana mereka dapat menyembunyikan
diri sekalian beristirahat. Selekasnya malam tiba, orang To
Liong To, itu yang telah disadarkan dipaksa turut mereka
mencari sebuah perahu dengan apa bersama-sama mereka
berlayar ke tengah laut !
Kebetulan sekali, selagi rembulan terang, laut pun tenang.
Dengan duduk mengawasi si orang To Liong To, Gak Hong
Kun berdua bersabar menantikan kendaraan air itu meluncur
pergi. Layar dipasang, maka itu perahu laju pesat. Mereka
berhati puas dan lega. Orang To Liong To itu memegang kemudi dengan tak
mengucap sepatah kata. Nampaknya dia jinak dan penurut.
Ketika itu malam dan Teng It Beng berdua tak tahu arah.
Mereka pun berdiam saja. Mereka tak tahu yang perahu
secara diam-diam diputar kembali ke pulau !
Tiba-tiba saja maka di tengah laut, di kejauhan tampak
satu titik seperti bayangan bendera, makin lama terlihat makin
besar. Hingga dilain saat ketahuanlah bahwa itu adalah layar
dari sebuah perahu besar.
"Tempat apakah ini ?" tanya Gak Hong Kun kepada tukang
kemudinya. "Sudah tak jauh lagi dari daratan." sahut si tukang perahu,
singkat. Diam-diam ia arahkan perahunya kepada perahu
besar itu.

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kedua kendaraan air itu laju sama pesatnya, tak lama,
keduanya sudah datang semakin dekat. Sengaja tukang
kemudi membuat perahunya meluncur terus kepada perahu
besar itu ! Lekas juga timbullah kecurigaannya Gak Hong Kun.
Ia lantas mengulur tangannya menyambar tukang kemudinya.
Justru itu kedua perahu sudah beradu satu dengan yang lain
hingga terdengar suara tabrakannya yang berisik. Justru itu
juga si tukang kemudi telah membuang diri terjun ke laut.
Dua dua Gak Hong Kun dan Teng It Beng merasai kepala
mereka pusing. Tabrakan itu tak menyebabkan perahunya
terbalik dan karam cuma terjadi benturan dan goncangan
yang keras. Mereka mesti berpegangan dengan keras supaya
tak usah terhuyung jatuh dari perahunya.
Tepat itu waktu dari atas perahu besar terdengar suara
dingin : "Hm ! Tio It Hiong bocah ! Mana dapat kau lolos dari
tangannya Cut Tong Kauw " Hm !"
"Cut Tong Kauw", si Ular naga keluar dari Gua adalah
gelarannya Tio Siong Kang, Liok Mo atau bajingan nomor
enam dari To Liong To. Dia berasal perompak pandai
menyelam tinggal dan berenang dan tersohor telengas. Habis
membentak itu dia mengambil senjatanya tempaling No bie
cie, bersiap buat lompat naik ke perahu kecil, guna
menghampiri Gak Hong Kun berdua didalam perahu kecilnya
itu. "Sabar Tio Tocu" berkata Siauw Kwie, salah seorang
tauwhak bawahannya, "Buat apa Tocu turun tangan sendiri "
Bukankah lebih baik untuk membiarkan mereka terkubur
didalam perut ikan?"
Tio Siong Kang mengangguk sambil dia tertawa. Batal dia
pindah ke perahu kecil. Lantas dia mengawasi kepada Gak
Hong Kun dan Teng It Beng berdua.
Teng It Beng berdua masih tetap berada di atas perahunya.
Mereka itu menyekal golok di tangan kanan dan tangan kirinya
dimasuki ke dalam sakunya. Mereka mengangkat kepala,
mendongak mengawasi ke atas perahu besar. Terang yang
mereka itu bersiap sedia buat menyambut musuh.
Sebenarnya Gak Hong Kun telah berpikir keras. Keadaan
mereka berbahaya terutama sebab mereka tidak bisa
berenang. Maka ia pikir baiklah ia memancing kemarahan
musuh supaya musuh suka melayani mereka bertempur.
Tanpa bertempur tidak ada jalan lain buat menyelamatkan
diri......" "Cut Tong Kauw", kemudian ia berseru, "di dalam air kau
benar lihai tetapi di darat itulah soal lain. Dulu pun kau lolos
dengan mengandalkan senjata rahasiamu ! Beranikah kau
datang padaku buat kita main-main barang beberapa jurus ?"
Siong Kang tertawa. Dia pun cerdik.
"Tio It Hiong !" jawabnya dingin, "kau berani membakar
kami, maka sekarang kami hendak mengundang kau minum
air laut. Inilah budi dibalas budi ! Ini pula yang dibilang
keadilan api dan air saling tolong !"
Habis berkata demikian Siong Kang berseru kepada orangorangnya,
menyuruh menggunakan gala gaitan, maka itu
dilain saat perahunya Gak Hong Kun sudah lantas terbalik
karam dan Gak Hong Kun bersama Teng It Beng tercebur ke
laut ! Maka sejak itu tersiarlah berita yang Tio It Hiong telah
mati kelelap di laut.... Sementara itu Tio It Hiong yang sejati sebenarnya tengah
melakukan perjalanan pulang. Habis lolos dari rumah
penginapan di kecamatan Kwie teng di Kwiecie dimana ia
"diganggu" Siauw Wan Goat, ia kabur keluar ke kecamatan.
Dengan lompat naik ke atas sebuah pohon besar ia bisa
melihat Wan Goat bersama Teng Thian berlari-lari
menyusulnya. Tentu saja arah mereka berdua pihak jadi
berlainan. Anak muda kita turun dari pohon dengan terus
ambil jalan sepi lainnya.
Berjalan terus menerus, It Hiong kemudian telah memasuki
wilayah propinsi Ouw Lam terus ke propinsi Ouwpak untuk
setibanya dikota Gakyang mencari rumah penginapan untuk
singgah. Habis bersantap malam It Hiong merebahkan dirinya. Ia
ingin mendapat istirahat dan tidur nyenyak. Tengah ia layaplayap
telinganya mendengar ketukan perlahan pada daun
pintu kamar, disusul dengan suaranya pelayan : "Tuan Tio ada
tamu !" Dengan merasa heran It Hiong turun dari pembaringannya,
akan membukai pintu. Kiranya tamu itu seorang To kouw,
rahib wanita kaum To Kauw, hanya aneh, selekasnya daun
pintu dipentang itu, lantas menerobos masuk ke dalam kamar.
It Hiong heran. Lekas-lekas ia membesarkan api untuk
mengawasi To kauw itu guna mengenalinya.
Walaupun dia orang beragama, wanita itu tapinya berpupur
medok dan memakai yancie, tampangnya centil sekali. Tanpa
sungkan-sungkan, dia lantas menjatuhkan diri duduk diatas
kursi, matanya menatap anak muda di depannya, selagi anak
muda itu mengawasinya. "Eh, Tuan Tio !" tegurnya sambil tertawa-tawa. "Tuan, kau
telah melihat aku, kenapa kau berdiam saja " Kapannya tuan
tiba disini ?" It Hiong mengawasi terus. Ia rasa kenal si imam tetapi ia
tak ingat dimana pernah bertemu dengannya.
"Maaf," katanya bersenyum, "dimanakah kita pernah
bertemu " Kenapa aku lupa sekali " Bagaimana aku harus
memanggilmu ?" "Ah, Tuan Tio, kenapa kau bergurau denganku ?" tanya
rahib itu. "Ah, benarkah tuan tak mengenali aku " JanganKang
Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
jangan kau telah menemukan yang baru maka juga kau lantas
melepas yang lama !' To kauw itu memanggil tuan, itulah sebenarnya sebutan
"kong cu" kata-kata yang halus istimewa untuk orang muda,
anak kaum berpangkat atau hartawan.
It Hiong heran sekali. Tetap ia tidak dapat segera
mengenali orang suci itu - suci cuma jubahnya. Tentu sekali,
ia menjadi curiga, ia tahu baik sekali lihainya orang Kang Ouw.
Dan si To kouw pastilah orang Kang Ouw, kaum sungai telaga.
"Apakah kau tidak keliru mengenali orang "' tanya ia
akhirnya. "Aku yang rendah bernama Tio It Hiong ! Siapakah
itu sahabatmu yang kita cari ?"
Mukanya si rahib terang tidak puas, tetapi dia masih dapat
tertawa. "Adik Tio It Hiong, masihkah kau tetap berpura-pura ?"
katanya. "Bukankah pada bulan yang lain kau berada di kuil
Siang Ceng Koan di Kiu Kiong San dimana kau singgah selama
beberapa hari " Bukankan selama di dalam kamar, kita ada
bagaikan sepasang merpati yang mencintai satu sama lain ?"
Selekasnya orang menyebut nama kuil dan gunungnya,
selagi terperanjat It Hiong lantas ingat kepada Tokauw ini,
ialah Gouw Ceng. Lekas-lekas ia berkata : "Memang benar
pernah aku pergi ke Siang Ceng Koan tetapi di sana aku cuma
untuk mengambil pulang kitab Sam Cay Kiam, setelah itu aku
sudah lantas turun gunugn lagi. Karena itu, kata-katamu yang
tak bersih ini adalah kata-kata yang dibuat-buat !"
Sepasang alisnya Gouw Ceng bangkit, wajahnya menunjuki
dia gusar dan menyesal. "Di kolong langit ini" katanya keras, "laki-laki yang tak
berbudi adalah kau Tio It Hiong ! Sudah kau perdayakan
cintaku, kau juga menyuruhku main gila dengan si orang she
Teng sahabatmu itu! Aku lakukan itu semua demi kau. Kenapa
sekarang, setelah kita bertemu pula, kau membaliki belakang
padaku " Bilang ! Bilanglah !"
Lantas si imam menangis sedu sedan. It Hiong bingung
sekali. Inilah lakonnya Siauw Wan Goat. Orang menggilai dia
sepihak. Maka ia menerka-nerka siapa itu yang telah
menyamar menjadi ia yang tampangnya pasti sangat mirip
hingga orang tak dapat membedia yang palsu dari yang tulen
atau sebaliknya. "Pernah guruku mengatakan hal bencana asmaraku, terang
itulah benar." pikirnya. Ia menghela nafas. Tak dapat ia
bergusar. Maka ia kata sabar, "Gouw Ceng Tokauw,
kekasihmu bukanlah aku, karena itu silahkan kau pergi ke lain
tempat mencarinya...."
Jilid 36 Meski demikian dia bercucuran air mata, masih dia
menangis. "Tokouw, benar-benar akulah seorang putih bersih." kata It
Hiong pula. "Tak dapat aku main gila denganmu. Silahkan kau
pergi." Dari berduduk, Gouw Ceng bangkit berdiri. Karena ia
menangis, pupurnya menjadi tidak karuan, mukanya menjadi
seperti belang. Dengan sinar mata berapi ia mengawasi si
anak muda. Tiba-tiba ia menjambret baju orang untuk ditarik
terus digoyang-goyang. "Orang tak berbudi ! Orang tak berbudi !" katanya keras.
"Aku mau mengadu jiwaku denganmu!"
It Hiong repot, hatinya pun menjadi panas.
"Diam !" bentaknya. "Apakah kau sudah menjadi gila ?"
Gouw Ceng mundur setindak. Dengan mendelong ia
mengawasi pemuda itu. Melihat muka orang tidak karuan itu,
It Hiong mendongkol berbareng merasa geli di hati, hingga ia
tertawa. Gouw Ceng menyangka orang mengajaknya bergurau, ia
menuding muka orang, ia pun tertawa.
"Kau terlalu !" katanya. "Kau bergurau keterlaluan ! Lihat,
hatiku goncang !" Tio It Hiong menolak lengan orang.
"To Kouw, kaulah yang bergurau. Bukannya aku !" katanya.
"Apakah kau tidak malu " Tak ada waktuku buat melayani kau
main gila ini ! Nah, kau pergilah !'
Si rahib wanita tertawa. Dia maju setindak.
"Adik yang baik." katanya. "Apanya yang tak menarik dalam
diriku ini " Adik, kau maafkan aku. Sekarang sudah malam,
jangan kau menyia-nyiakan waktu yang baik ini !"
Tio It Hiong menjadi gusar juga.
"Jika kau hendak mencari laki-laki, pergilah ke lain tempat
!" bentaknya. "Kenapa kau main gila begini padaku " Kenapa
kau menuduh aku ?" Gouw Ceng pun kewalahan, dia habis sabar.
"Tio It Hiong !" katanya. "Benar-benarkah kau begini tak
berbudi " Kemana perginya kata-katamu yang manis selama di
Siang Ceng Koan " Malam itu kau membuat aku roboh tak
berdaya.... Kenapa sekarang kau jadi begini rupa " Tidak,
tidak nanti aku lepaskan kau !"
It Hiong mencoba menahan sabar. Ia kuatir suara berisik
rahib itu mengagetkan para tamu hotel lainnya.
"Sebenarnya kau mau apa ?" tanyanya ke Gouw Ceng
menjadi girang dalam sekejap. Dia tertawa.
"Aku ingin bermalaman bersamamu !" katanya tanpa malumalu.
It Hiong melengak, matanya mengawasi api. Bukan main
sulitnya dia. "Kau lihatlah kaca muka !" katanya. "Kau sudah setengah
tua, kau memoles bagaimana juga, tak dapat kau menyalin
wajahmu ! Coba pikir, mustahil seorang pemuda dapat tergilagila
terhadapmu " Percuma akal busukmu ini ! Nah, lekas kau
pergi !" "Kau menolak aku ?" kata rahib itu. "Kau menyangkal "
Tidak ! Tidak ! Masih ada lagi sahabatmu she Teng itu serta si
imam pria ! Merekalah saksinya !"
"Masa bodoh !" bentak It Hiong. "Masih kau tidak mau
pergi !" Akhirnya si To kouw pun menjadi gusar.
"Oh, Tio It Hiong !" serunya. "Kau tak berbudi ! Kau nanti
lihat aku Gouw Ceng, aku mudah dipermainkan atau tidak !
Ya, kau lihat nanti !"
Berkata begitu, Gouw Ceng bertindak keluar. Di muka
pintu, ia menoleh, akan kata bengis : "Malam ini kau tenangi
hatimu dan pikirlah baik-baik, supaya kau jangan menyesal
kelak ! Besok malam aku datang pula !"
It Hiong tidak menanti orang berhenti bicara, dia maju dan
menolak tubuh orang hingga keluar, setelah mana ia menutup
pintu. Ia menghela nafas, matanya mendelong mengawasi
api. Keras otaknya bekerja.
"Sudah belasan hari, aku terus terganggu seperti ini."
pikirnya masgul. "Sejak aku mendaki Ay Lao San, sampai hari
ini sudah lewat dua bulan. Selama itu aku tidak tahu apa yang
sudah terjadi di dalam dunia sungai telaga. Yang aku hadapi
ialah lakonnya Siauw Wan Goat dan rahib wanita ini ! Kenapa
lagak mereka tidak karuan " Kenapakah " Sulit buat aku
menjaga diri, terutama buat melindungi nama baik
perguruanku....." Sia-sia belaka It Hiong berpikir, tak dapat ia
memecahkannya. Ketika sudah jam tiga, ia paksakan naik ke
pembaringan buat mencoba tidur. Tak mudah ia pulas. Ketika
akhirnya ia ketiduran, ia mendusin sesudah matahari tinggi. Ia
tidur tanpa menyalin pakaian lagi. Ia pun menjadi heran.
Hidungnya terdesak bau harum semerbak. Ia lekas
mementang kelambu dan turun dari pembaringan. Lantas ia
menjadi terperanjat. Di depannya tampak seorang wanita lagi
duduk menghadapi kaca, lagi merapikan rambutnya. Karena
orang duduk membaliki belakang tak dapat ia lantas melihat
wajahnya. Ia lantas mengawasi.
Wanita itu mengenakan baju luar warna hijau, pinggangnya
ceking. Dia rupanya melihat pada kacanya, bagaimana si anak
muda tercengang. Dia bersenyum.
"Ah, kau sudah mendusin !" sapanya. Terus dia bangun
berdiri akan memutar tubuh. Selekasnya dia melihat wajah si
anak muda, dia tertawa. Tio It Hiong lantas mengenali Gouw Ceng yang telah
mengganti pakaian dari jubah suci dengan pakaian biasa. Dia
melepas rambutnya terurai ke belakang dan rambut di dahinya
dipotong pendek, dijadikan poni, mukanya tetap terpulas
medok hingga nampak tegas tampang centilnya.
"Kau datang pula ?" tegur si anak muda mendongkol.
Wanita itu tertawa. Dia menunjuk ke kaca rasa menyuruh si
anak muda melihat wajahnya.
It Hiong memandang kepada kaca, hatinya tercekat.
Kiranya pipinya telah menjadi merah dengan yancie, bibirnya
si wanita berpeta di pipinya itu. Ia menjadi jengah sekali, ia
pun gusar. "Kau yang tempelkan yancie ini ?" tegurnya, tetapi sambil


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lekas menyusuti mukanya itu.
"Buat apa dibilang lagi ?" berkata si wanita tertawa. "Itulah
tanda cintaku kepadamu !"
Bukan main kagetnya It Hiong. Bukan main juga
menyesalnya. Kenapa ia tidur demikian kebluk" Kenapa ia
tidak mendusin " Pantas barusan ia mencium bau harum,
kiranya itu keluar dari yancie di pipinya itu !
"Apakah kau tidur diatas pembaringan ?" tanyanya, atau
mendadak ia merasa menyesal. Itulah pertanyaan yang tak
perlu. "Itu juga tanda cintaku !" sahut si wanita. Dia agak
menyesal sebab si pemuda tetap tidak menghiraukannya.
"Kau menggunakan ilmu apa ?" It Hiong tanya.
"Tadi malam aku berdandan sebagai rahib, kau tak suka.
Kau usir aku, maka sekarang aku menyalin rupa. Aku ingin
menyenangimu !" "Bukan itu yang aku tanyakan ! Kau mengunakan ilmu apa
hingga aku tidak tahu kau masuk kedalam kamarku ini ?"
Wanita itu menghela nafas.
"Di dalam dunia Kang Ouw ada banyak macam benda buat
membikin orang tidur pulas hingga dia tak tahu apa. Benarkah
kau tidak ketahui itu " Sayang aku menggunakannya terlalu
banyak hingga kau tidur sangat nyenyak sampai aku tidak
dapat jalan menghilangkan dahagaku ! Sayang, sang malam
yang indah telah dilewatkan !"
It Hiong gusar sekali tetapi ia mesti mengekangnya.
"Mengingat yang kita tidak bermusuhan, kali ini aku beri
ampun padamu !" katanya bengis. "Sungguh kau beruntung !
Jika lain kali kau berani berbuat pula begini atas diriku,
darahmu akan muncrat berhamburan !"
Gouw Ceng melengak. Tak ia sangka si anak muda menjadi
gusar. Ia menjadi menangis salah tertawa salah. Akhirnya toh
mendekam di meja dan menangis sesegukan.
It Hiong menjublak. Ia pun serba salah. Hanya sejenak ia
bagaikan sadar. Perlahan-lahan ia masuki pedangnya ke
dalam sarungnya, terus ia berjingkat-jingkat ke pintu. Dengan
jalan berjinjit itu ia tidak memperdengarkan suara apa-apa.
Dengan berhati-hati, ia membuka daun pintu terus ia nyeplos
keluar. Selekasnya ia telah berada di luar hotel, segera ia
bertindak dengan cepat untuk keluar dari kota Gakyang. Ia
merasa lega hati sebab ia bisa lolos dari gangguannya si rahib
centil dan gatel itu. Tengah ia berlari-lari di jalan umum mendadak It Hiong
mendengar suara conglang kuda di belakangnya, bahkan
segera juga ia dilewati. Setelah mana si penunggang kuda
jumlahnya dua orang, lantas menahan kudanya buat
membaliki dan menghadangnya. Segera mereka itu
mengawasi tajam. Kedua penunggang kuda itu yang satu tua, yang lainnya
muda. Dandanan mereka menandakan merekalah orang-orang
Bu Lim rimba persilatan. Keduanya membekal golok di
punggungnya masing-masing.
Hanya sebentar si anak muda sudah lantas berlompat turun
dari kudanya dan goloknya pun dihunus. Ia memperdengarkan
suaranya yang nyaring : "Suhu, tak salah lagi. Inilah dia si
bocah !" Lalu terus dia bertindak ke arah anak muda kita.
"Sae Sie tahan !" berseru si orang tua yang dipanggil suhu
itu. "Nanti gurumu menanya jelas dahulu. Masih ada banyak
waktu untuk turun tangan !"
Dan guru ini -suhu- lompat turun dari kudanya.
It Hiong heran. Ia tidak kenal mereka itu, kenapa ia seperti
dimusuhi " Tak ingat ia banyak omong, maka ia mengangkat
kakinya buat melanjuti perjalanannya.
"Tahan !" bentak si orang tua, sedangkan sinar golok pun
berkelebat di depan mukanya pemuda kita. Lantas dia itu
menanya : "Apakah kau Tio It Hiong ?"
It Hiong mundur dua tindak. Ia menatap kedua orang itu.
"Lotiang, kau she dan nama apakah ?" tanyanya. "Kenapa
kau merintangi aku ?"
"Aku si orang tua ialah Koay To Ciok Peng !" menyahut si
orang tua itu. "Baru-baru ini di dalam kota Kayhong kau dapat
lolos karena kau menggunakan akal bulus ! Masihkah kau
berpura-pura ?" It Hiong belum kenal, bahkan belum pernah bertemu
dengan Koay To Peng si Golok Kilat, tetapi ia pernah
mendengar nama orang, yang tersohor sejak tiga puluh tahun
yang lalu. Karena itu ia lekas-lekas memberi hormat.
"Ciok Locianpwe" katanya, "kalau ada urusan, tolong kau
memberikan keterangan padaku ! Bukankah kita belum pernah
berkenalan " Tak mungkinlah locianpwe keliru mengenali
orang." Alis panjang dari si orang tua bangkit berdiri.
"Hm !" dia memperdengarkan suara dinginnya. "Ketika
dirumahnya Bu Eng Thung Liok Cia di Siang Kang, bukankah
kau telah melakukan perbuatan tangan berdarah yang berbau
baCin " Masihkah kau hendak menyangkal ?"
It Hiong terkejut. Itulah fitnah hebat. Maka lekas-lekas ia
berkata : "Cianpwe, Liok Cia dalah sahabat karib dari ayah
angkatku In Gwa Sian, mana dapat kau main gila terhadap
keluarganya " Memang benar pada dua yang lalu aku pernah
singgah satu malam dirumahnya, tetapi aku tidak melakukan
suatu apa pula yang buruk ! Dalam hal ini keterangan bisa
didapat dari Liok Cianpwe sendiri....."
Tapi Ciok Peng justru menjadi gusar.
"Tentang perkara berdarah itu, justru Liok Cia sendiri yang
memberitahukan padaku !" katanya keras. "Sekarang ini dia
justru ada dirumahku !"
It Hiong melengak. Itulah aneh. Ciok Peng orang ternama,
mungkinkah dia memfitnah " Kalau tidak bagaimana " Ia
memang tidak melakukan perbuatan yagn dituduhkan itu.
Selagi si anak muda berdiam itu mendadak ada sinar golok
berkelebat ke arahnya, datangnya dari belakang !
"Lihat golokku !" teriak si penyerang itu, ialah Sae Sie
muridnya Ciok Peng si Golok Kilat karena murid itu sudah tak
sabaran. It Hiong berkelit sambil mencelat jauh satu tombak. Ia
berlompat dengan loncatan Tangga Mega. Setelah itu, ia tidak
membalas menyerang, hanya ia berkata : "Sahabat, tahan !
Sebentar masih ada waktu untuk melayanimu..."
Sae Sie heran atas cara berkelit dan berlompatnya pemuda
itu, ia ingat itulah cara bergerak yang berbeda dengan Tio It
Hiong yang ia ketemukan di kota Kayhong. Ia tidak
mengulangi serangan, ia hanya menatap.
It Hiong maju dua tindak, ia memberi hormat pada Ciok
Peng. "Ciok Cianpwe," katanya sabar, "apa yang cianpwe bilang,
aku Tio It Hiong, aku tidak berani tidak mempercayainya,
tetapi kalau peristiwa berdarah di rumah Liok Cianpwe yang
dimaksudkan kepadaku, sungguh itulah penasaran bagiku !
Perbuatan yang tak aku lakukan mana dapat aku akuinya ?"
Baru saja It Hiong mengucapkan kata-katanya, lantas ada
orang yang menyambutinya. Suaranya keras dan nyaring :
"Bagaimana perbuatanmu atas diriku ! Kau telah memperdayai
cinta dan kesucian tubuhku ! Itulah hal yang benar ! Kau mau
akui atau tidak ?" It Hiong terperanjat. Itulah suaranya Gouw Ceng, yang
orangnya segera muncul. Ia menjadi gusar. Maka ia hadapi
rahib wanita itu, untuk menegur dengan berkata bengis.
"Perempuan tak tahu malu ! Apakah kau mencari mampusmu
?" Tapi Gouw Ceng tidak takut. Dia mengenali Ciok Peng dan
muridnya itu. Dengan alis berdiri, dia berkata lantang :
"Biarpun bersuami istri cuma semalam tetapi itulah cinta kasih
seratus malam ! Kalau kau benar demikian kejam, kau
bunuhlah aku ! Ya, bunuhlah ! Oh, setan yang cintanya tipis!"
Berkata begitu, dengan mata menatap, Gouw Ceng
berlenggang menghampiri si anak muda.
Sae Sie tidak kenal Gouw Ceng tetapi melihat wajah orang
serta gerak geriknya itu, ia sudah sebal terlebih dahulu. Ia
heran hingga ia berdiri melongo. Ciok Peng sebaliknya tahu
baik tentang pribadi si rahib wanita.
"Hm, Tio It Hiong !" katanya bengis. "Apa lagi yang hendak
kau katakan " Tidak kusangka kau menjadi begini buruk
hingga kau mendatangkan malu kepada guru dan rumah
perguruanmu !" It Hiong terkejut berbareng gusar. Si orang tua sampai
menyebut guru dan perguruannya. Mukanya menjadi pucat
pasi. "Baru sekarang aku yang muda ketahui tentang sifatnya
kaum Kang Ouw !" katanya keras. "Lihat sampai seorang
cianpwe yang berpengalaman toh masih kena dikelabui !
Baiklah setelah ini aku akan berdaya mencuci penasaranku ini
!" "Jangan mengoceh tidak karuan !" Sae Sie membentak.
"Hutang darah dari Liok Cianpwe itu tak dapat dihabiskan
dengan ocehan saja !"
Ciok Peng sebaliknya kena terpengaruhkan kata-kata si
anak muda, sikap siapa yang tegak pun menarik perhatiannya.
Ia berdiam sebentar lalu sikapnya sedikit berubah.
"Kau kata kau penasaran sebab peristiwa di rumah
keluarga Liok itu adalah satu fitnah." katanya. "Habis apa
katamu tentang perkara di depanmu ini ?"
Jago tua itu maksudkan tuduhannya Gouw Ceng yagn ia
terus tunjuk. "Juga inilah fitnah belaka !" kata It Hiong cepat dan tetap !
Gouw Ceng tertawa. "Saudara Tio, mengapa kau bersikap begini bersungguhsungguh
?" tanyanya. "Bukankah kita berdua telah saling
menyinta " Buatku apapun yang kau bilang boleh saja asal
kau tetap menyintai aku !"
"Tutup mulutmu !" bentak It Hiong. "Sekali lagi kau
mengucap yang tidak-tidak, akan aku tidak kenal kasihan lagi
!" "Orang licik dan kejam." ejek Sae Sie tertawa tawar. "Buat
apa bicara saja " Kalau benar kau terfitnah kenapa kau tidak
mau segera turun tangan ?"
Gouw Ceng sebaliknya mundur sampai lima tindak. Ia
melihat It Hiong benar-benar sudah sangat marah. Wajah
orang merah padam, bibirnya rapat satu sama lain sebab si
anak muda menggertak gigi mengendalikan hawa amarahnya.
Saking gusarnya tetapi kegusaran itu ia tahan, It Hiong
tertawa sendirinya. Nyaring tawanya itu. Dan lama juga.
Mendengar tawa itu hatinya Ciok Peng bertiga memukul.
Justru itu It Hiong telah bertindak. Mendadak saja ia
menghunus Keng Hong Kiam dan terus membolang
balingkannya di mukanya Gouw Ceng.
"Aduh !" menjerit si rahib wanita yang terus terhuyung dan
terjatuh duduk, mukanya mengeluarkan darah.
Itulah sebab kedua belah pipi yang medok dengan pupur
telah tergurat menjadi sepasang tapak jalak sehingga pupur
pun bercampuran dan tertutup darah merah ! Hingga
sekarang muka cantik si rahib berubah menjadi muka
bajingan...... "Gouw Ceng !" It Hiong membentak, "kita sebenarnya tidak
bermusuhan. Maka juga terhadap segala perbuatan centilmu
aku menahan sabar saja. Tetapi sekarang buat membuktikan
bahwa aku tidak pernah bercintaan dan main gila denganmu,
terpaksa aku merusak pipimu. Sekarang aku mengharapkan
kau merubah cara hidupmu, supaya selanjutnya kau menjadi
orang baik-baik." Rahib itu menangis. "Tio It Hiong" katanya, "Kalau benar kau tidak pernah
berjodoh denganku, kau mesti memberikan sumpahmu yang
berat." Sepasang alisnya si anak muda terbangung.
"Baik, aku bersedia !" sahutnya cepat dan tegap. "Kau
dengar !" Dan dia berikan sumpahnya itu.
Gouw Ceng melengak. Ia melihat sikap sungguh-sungguh
dari si pemuda. Kemudian ia menghela nafas dan bangkit
bangun. Dari mulutnya, terdengar ini kata-kata sangat
perlahan, "Apakah benar-benar ada Tio It Hiong palsu.......?"
"Eh, apakah katamu ?" tanya It Hiong. Kata-katanya si
rahib membuatnya terperanjat.
Ketika itu Ciok Peng dan muridnya datang menghampiri.
Gouw Ceng menyusuti darah di pipinya.
"Sebenarnya kau Tio It Hiong yang tulen atau yang palsu ?"
tanyanya perlahan. It Hiong makin bercuriga.
"Akulah Tio It Hiong, murid Pay In Nia !" sahutnya dengan
kepastian. "Aku bukannya Tio It Hiong yang palsu.
Memangnya ada orang memalsukan aku ?"
"Gouw Ceng Tokouw, bagaimana ?" Sea Sie menyela,
mencampur bicara. "Benarkah ada Tio It Hiong palsu ?"
"Sea Sie, jangan banyak bicara !" Ciok Peng menegur
muridnya itu. Kesangsian jago tua ini menjadi goyah. Mulanya ia percaya
Tio It Hiong mendusta, tetapi sekarang lain. Gouw Ceng
sendiri pun terbenam dalam keragu-raguan sedangkan tadinya
dia bersitegang. "Gouw Ceng Toya." Ciok Peng terus tanya si rahib.
"Bagaimana pendapatmu " Dia ini Tio It Hiong yang tulen atau
yang palsu ?" Gouw Ceng mengawasi tajam pada anak muda di depannya
itu, ia menjawab : "Tio It Hiong yang pernah berhubungan
denganku, tampang dan dandanannya memang sangat mirip
dengan anak muda ini, hanya caranya bicara dan gerak
geriknya dia ini, beda seperti langit dan bumi dengan Tio It
Hiong yang aku kenal itu. Rasanya mataku tidak keliru
melihat. Memang pernah aku mendengar perihal satu Tio It
Hiong, yang muncul di dalam pertemuan besar di gunung Tay
San dimana dia telah menyerang pada Pat Pie Sin Kit In Gwa
Sian. Dia ini beda daripada orang yang aku kenal itu, apa pula
dia ini telah memberikan sumpahnya yang berat barusan....."
"Jadi sebenarnya kau masih belum pasti ?" Ciok Peng
menanya menegaskan. Belum lagi Gouw Ceng manjawab atau Sae Sie sudah
menghunus goloknya dengan apa dia membacok It Hiong
sambil berseru : "Dialah musuhnya Liok Cim, kita bunuh
dahulu baru kita bicara ! Mana ada waktu akan mencari tahu
dia si palsu atau si tulen ?"


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tio It Hiong berkelit dengan cepat. Ilmu pedang Gie Kiam
Sut membuatnya bermata sangat celi dan bergerak sangat
cepat dan pesat. Kapan ia diserang terus berulang-ulang,
lantas ia main berkelit terus juga dengan menggunakan ilmu
ringan tubuh Tangga Mega. Tak sudi ia membalas menyerang.
Di lain pihak, ia mesti akui kegesitan dan kecepatan bergerak
anak muda itu, maka tidaklah kecewa dia menjadi muridnya
Koay To Ciok Peng si Golok Kilat !
Sae Sie menyerang tak hentinya tetapi setelah lewat tiga
puluh jurus, selama mana tak sekali jua lawan membalasnya,
mendadak ia berhenti sendirinya. Biar bagaimana ia tetap
muridnya seorang jago tua yang lurus. Kalau ia tadi cuma
mengiringi panas hatinya, sekarang ia sadar. Tapi ia toh
menanya : "Tio It Hiong, kenapa kau tidak melayani aku
bertempur " Beginikah kelakuan-nya seorang Kang Ouw sejati
" Apakah kau hendak memohon keampunan ?"
Alisnya anak muda kita bangun.
"Aku hanya menghargai persahabatan guruku !" sahutnya
sungguh. "Dengan melihat mukanya Ciok Cianpwe, tak ingin
aku sama sependapat denganmu. Aku tidak mau merusak
persahabatan. Itulah sebabnya tak sudi aku menggerakkan
tanganku, tetapi itu bukan berarti bahwa Tio It Hiong adalah
seorang penakut !" Ia hening sejenak. "Kalau toh kau ingin
menyaksikan kepandaianku, baiklah akan kau memberikan
pertunjukan !" Begitu berhenti suaranya si anak muda, begitu Keng Hong
Kiam telah menghunus dan cahayanya berkilau menyilaukan
mata. Menyusul itu tubuhnya si anak muda mencelat,
terapung tinggi sampai beberapa tombak terus berputar tiga
kali, pedangnya berputaran juga. Habis itu terlihatlah ia turun
pula berdiri dengan tegak di depannya ketiga orang itu !
"Saudara Sae Sie" katanya sabar. "Bagaimana
penglihatanmu, dapatkah menyambut ilmu golok kilat darimu
" Atau apakah aku harus meminta ampun dari kau ?"
Sae Sie melongo, demikian juga gurunya. Ciok Peng sendiri
belum pernah melihat ilmu pedang semacam itu. Tak usah
dibilang lagi bagaimana kagum dan menyesalnya Gouw Ceng.
Selagi Sea Sie belum menjawab si anak muda, kepada mereka
sudah datang dua orang lain, yang datangnya dengan berlarilari.
Rupanya tadi selagi It Hiong bersilat, mereka itu muncul.
Lekas juga mereka mengawasi It Hiong dengan tajam.
Dua orang itu adalah dua orang pendeta yang berjubah
kuning, kaus kakinya putih, sepatunya sepatu rumput. Kepala
mereka lanang hingga berkilauan disinarnya matahari. Muka
mereka bundar dan montok. Alis dan mata mereka
menandakan mereka bukan dari pihak sesat. Tangan mereka
sama-sama mencekal Liong Houw Kiam Hoan, gelang emas
naga-nagaan dan harimau-harimauan.
"Ciok Sicu, adakah orang ini si bocah Tio It Hiong ?"
demikian suara mereka yang pertama keras dan tegas.
Ciok Peng sudah lantas mengenali kedua biksu itu, ialah
Liong Houw Sang Ceng, Sepasang pendeta naga dan harimau
dari gunung Ngo Tay San. Lekas-lekas ia memberi hormat dan
menjawab : "Liong Houw Taysu selamat jumpa ! Dengan
sebenarnya pemuda ini ialah Tio It Hiong dari Pay In Nia !"
Kedua pendeta itu maju setindak menghampiri It Hiong,
keduanya menatap tajam, hingga sikapnya menjadi bengis.
"Eh, orang she Tio !" lantas yang satu menegur, "kau masih
begini muda, kenapa berani melakukan kejahatan yang tidak
dalam dunia Kang Ouw " Kenapa dengan cara hina dan busuk,
kau binasakan dua orang murid kami " Hari ini harus kami
memberikan keadilan !"
It Hiong heran yang orang-orang datang menegurnya
secara demikian, tetapi ia tabah. Ia dapat menerka bahwa
salah mengerti ini masih sama dengan salah mengertinya
Gouw Ceng dan Ciok Peng. Maka itu bukannya ia lantas
menjawab, ia hanya berlaku tenang, dengan mengangkat
kepala ia menengadah mega yang lagi beterbangan di udara.
Baik kemudian selagi orang menantikan jawabnya, ia
menghela nafas, matanya mengawasi kedua biksu itu.
Liong Houw Siang Ceng adalah murid-murid kesayangan
dari Pie Sie Siansu, pendeta kepala dari kuil Goan Cio Sie di
gunung Ngo Tay San, nama suci mereka ialah Bu Sak Hweshio
dan Bu Siang Hweshio. Kuil Goan Cio Sie termasuk satu
cabang dari Siauw Lim Sie. Dalam hal peryakinan Ie Kiu Ken
dari Tatmo Couwen. Pie Sie Siansu telah melatihnya selama
lima puluh tahun lebih cuma sebab ia tak pernah turun
gunung untuk merantau, orang tidak ketahui sampai dimana
lihainya ilmu silatnya. Apa yang orang ketahui, katanya dia
lihai sekali. Muridnya cuma dua. Belum lama murid-murid itu
merantau, mereka sudah membuat nama hingga terkenallah
julukan Liong Houw Siang Ceng itu, dua pendeta Naga dan
Harimau. Sekarang mereka berdua telah kena dipermainkan
Tio It Hiong palsu yang duduk kejadiannya seperti berikut :
Pada suatu hari di kota Ceelam, It Hiong palsu bertemu
dengan dua orang murid angkatan kedua dari Goan Cio Sie.
Mereka ini tengah menghadang Lek Hoat Jit Long, seorang
jahat dari kalangan hitam. Hong Kun dan It Beng kena diberi
oleh penjahat itu yang menghadiahkannya sebuah mutiara
besar. Bertiga mereka lantas mengepung dua pendeta itu,
tetapi mereka tak berhasil bahkan mereka keteter. Sampai
disitu guna merebut kemenangan, Hong Kun lantas
menggunakan bubuk beracunnya yang lihai itu. Kedua
pendeta itu kena dikalahkan, yang satu bahkan terbunuh,
maka yang lainnya lari pulang buat memberi kabar kepada
Liong Houw Siang Ceng, hingga kejadianlah si Naga dan si
Harimau itu pergi merantau mencari Tio It Hiong guna
menuntut balas. Dan kebetulan sekali disini mereka bertemu
satu dengan lain ! Bu Siang Hweshio tidak sabaran sambil memperlihatkan
senjatanya yang kuning berkilauan, gelang Liong Houw Kim
Hoan. Dia membentak : "Orang she Tio, terhadap kami masih
hendak berlagak pilon " Kau lihatlah !" Dan dia menyerang
dengan gelangnya itu, mulanya kanteg lalu diterus ke tengah,
ke kepala dan perut ! It Hiong tidak diberikan kesempatan bicara, hatinya panas.
Tetapi ia dapat mengendalikan diri. Ketika diserang itu ia terus
berkelit dan berkelit lagi seperti ia melayani Sea Sie tadi.
Tanpa melakukan pembalasan ia ingin meredakan suasana.
Bu Siang Hweshio lihai, dia menyerang dengan hebat,
hatinya bergolak ketika ia mendapat kenyataan selalu si anak
muda dapat berkelit. Sudah tujuh atau delapan belas jurus,
masih sia-sia saja ia mendesak si anak muda. Dia melihat
orang bertubuh ringan dan gesit, maka sendirinya kulit
mukanya terasa panas. Ia lantas berseru keras, serangannya
dipergencar hingga sinar kuning emas dari gelangnya itu
berkilauan mengurung tubuhnya lawan ! Ciok Peng dan
muridnya kagum menyaksikan kehebatan si pendeta.
Bu Siang penasaran sekali, pelbagai macam serangannya
tidak dapat menemui sasarannya. Yang paling memalukan
dirinya ialah It Hiong tetap main berkelit, tak sekali juga dia
pernah menangkis atau membalas menyerang.
Sesudahnya lewat beberapa puluh jurus akhirnya Bo Sak
Hweshio dan Ciok Peng berseru dengan : "Tahan !"
Kedua orang yang bertempur itu bertempur secara sepihak,
yang masing-masing berbaju hijau dan kuning berhenti
bergerak secara serentak. Bu Siang mentaati saudaranya dan
It Hiong memangnya tiada niatnya bertempur. Ketika itu
mukanya Bu Siang merah karena letihnya, nafasnya pun
mendesak. It Hiong sebaliknya berdiri tenang, nafasnya lurus
seperti biasa, dia bukan seperti habis "bertarung" seru. Dia
mengawasi si pendeta seperti orang yang berniat berbicara.
Segera terdengar suara terang jelas dari Ciok Peng.
"Urusan kita ini berpangkal pada dirinya Tio It Hiong, tetapi
sekarang aku melihat sesuatu yang menyiksaku. Menurut aku,
soal tak sederhana seperti perkiraan kita. Bukankah demikian
pula pemandangan kalian ?"
Jago tua ini mengawasi kedua pendeta dan Gouw Ceng,
untuk menanti jawaban. Ia pun memandang kepada It Hiong,
yang terus berdiri diam dengan tenang. Bu Sak dan Bu Siang,
juga Gouw Ceng berdiam. Jelas yang mereka tengah
memikirkan persoalan mereka itu.
Melihat orang berdiam saja, Ciok Peng berkata pula :
"Menurut aku, baiklah dengan memandang kepada Tek Cio
Siangjin dan Pat Pie Sin Kit, hari ini urusan kita tunda sampai
disini. Kita beri ampun kepada Tio It Hiong, supaya dia dapat
berlalu. Kita sendiri, harus kita membuat penyelidikan guna
mendapatkan bukti, setelah mana baru kita bertindak terlebih
jauh. Aku percaya suhu berdua urusan kalian pasti akan dapat
dibikin terang." "Ciok Sicu dan Gouw Ceng Tocu." berkata Bu Sak Hweshio.
"Jadinya kalian berada disini untuk berurusan dengan ini
bocah she Tio, guna membuat perhitungan ?"
Mukanya Gouw Ceng menjadi merah, dia tunduk.
"Benar !" Ciok Peng menjawab. "Tapi kami mau bekerja
untuk sahabatku Bu Eng Thung Liok Cim dari Siang kang.
Itulah urusan tumpah darah."
Jago tua ini pun menutur perihal kejadian dirumah
penginapan di kota Kayhong di waktu mana mendadak It Yap
Tojin datang, maka "It Hiong" dapat kabur. Kemudian ia
mengutarakan keragu-raguannya sebab kabarnya ada It Hiong
palsu dan It Hiong tulen. Kedua It Hiong sama tampangnya
tetapi beda gerak geriknya dan perilakunya.
Bu Sak Hweshio tertarik hati dan mau percaya Ciok Peng.
Dia menghela nafas dan kata : "Dunia Kang Ouw memang
sudah diganggu manusia-manusia licik, bahwa segala
keanehan dapat terjadi. Kau benar sekali, Ciok Sicu."
Tetapi Bu Siang gusar dan kata keras : "Tio It Hiong sudah
banyak dosanya, dia pasti seorang jahat ! Orang semacam dia
memang banyak akal muslihatnya ! Ciok Sicu, janganlah kau
mudah diakali orang !"
"Aku si orang tua, aku paling benci kejahatan !" berkata
Ciok Peng. "Mana dapat aku membiarkan manusia busuk terus
main gila " Tapi pengalaman beberapa puluh tahun mengajari
aku buat berlaku sabar dan tenang, demikian sekarang ini.
Dalam hal kita ini aku ingin kita bertukar pikiran." Ia melirik
pada It Hiong terus ia menambahkan, "Sekarang ini kawanan
bajingan diluar lautan tengah mengacau karena itu kita harus
berhati-hati. Siapa tahu kalau mereka itu lagi mengatur tipu
daya dengan satu batu mendapati dua ekor burung ?"
Mendengar suaranya Ciok Peng, It Hiong kagum. Ia lantas
memberi hormat pada jago tua itu sambil berkata : "Ciok
Cianpwe terima kasih. Dengan kata-katamu ini cianpwe telah
membeber rahasianya si manusia jahat. Baiklah cianpwe, disini
aku menjanjikan bahwa aku akan bertanggung jawab didalam
semua peristiwa keluarga Liok, perkara berdarah kuil Goan Cio
Sie dan penasarannya Gouw Ceng Tokouw ! Di dalam masa
satu tahun jika aku gagal dengan usahaku akan aku undang
cianpwe beramai datang pula kemari. Nanti di depan kalian
akan kau habiskan jiwaku guna menebus dosa. Aku berkata
satu tidak dua. Bagaimana kalau sekarang kita berpisah secara
baik-baik ?" Liok Houw Siang Ceng dan Ciok Peng saling memandang,
keduanya berdiam. Gouw Ceng mengawasi si anak muda.
"Saudara Tio. Baiklah, urusan sakit hatiku ini aku serahkan
pada kau." kata ia. "Aku berterima kasih yang kau telah
melukakan kedua belah pipiku sebab itulah suatu pengajaran
untukku yang telah tersesat. Sekarang aku sadar, hendak aku
bertobat. Akan aku hidup suci menyendiri selama sisa
hidupku." Lantas si rahib memberi hormat pada semua orang, lantas
dia mengeloyor pergi. It Hiong mengawasi Tokouw itu, ia terharu. Ia berkesan
baik buat nasib buruk si rahib karena dari kecantikannya.
Kemudian ia memberi hormat pada Ciok Peng dan kadua
pendeta untuk mengucap : "Sampai jumpa pula." Setelah
mana segera ia pergi mengangkat kaki !
Sae Sie melihat orang pergi, dia beragu-ragu !
"Suhu !" katanya pada gurunya. "Si orang she Tio
mengangkat kaki, apakah itu bukan disebabkan dia telah
melihat suasana buruk baginya " Apakah bukan dia sengaja
menggunakan akal untuk meloloskan dirinya "
Ciok Peng tertawa bergelak.
"Muridku, kecerdasanmu berlebihan !" katanya. "Sebaliknya
kau kekurangan kejujuran !"
Murid itu berdiam ! Sementara itu Bu Siang telah mendapati pulang
ketenangan dirinya. Ia ingat halnya It Hiong demikian sabar,
selalu berkelit dari pelbagai serangannya yang hebat. Pula
kepandaiannya anak muda itu nampaknya tak berada
dibawahnya. Kenapa dia tak menangkis atau membalas
menyerang " Bukankah itu bukti dari kebesaran jiwa " Mana
dapat seorang jahat bersabar sampai begitu "
"Aku lihat sikapnya It Hiong barusan mencurigai...."
katanya. "Apakah Toasuhu menyangka dia licik ?" Sae Sie tanya.
"Bukan !" sahut si pendeta. "Aku heran dia dapat melayani
aku bertempur dengan caranya yang luar biasa itu. Dia selalu
berkelit, dia tak sudi membalas barang satu jurus. Ya, aku tak
dapat mengerti apa maksudnya !"
"Aku si tua dapat menerka hatinya." berkata Ciok Peng.
"Tadi pun ia melayani Sae Sie tanpa menangkis dan
menyerang. Terang dia tak sudi bentrok dengan kaum lurus.
Maka dia terus mengalah. Mengenai kau, suhu, aku percaya
itulah karena dia menghormati dan menghargai kalian...."
Selagi jago tua itu berkata begitu, diantara mereka muncul
seorang muda tampah dan gagah tampangnya, bajunya
panjang, pedangnya digemblokkan dipunggungnya. Usia dia
lebih kurang dua puluh tahun. Sembari memberi hormat, dia
lantas menanya jago tua itu : "Mohon bertanya lotiang,
apakah barusan lotiang melihat Tio It Hiong dari Pay In Nia ?"
Ciok Peng heran, dia mengawasi anak muda itu, kemudian
dia tertawa dan balik bertanya.
"Saudara kecil, apakah she dan nama saudara ?"
"Aku yang rendah Cukat Tan murid dari Ngo Bie Pay."
sahut anak muda itu terus terang, suaranya nyaring.
"Dana Cukat, ada urusan apakah anda mencari Tio It Hiong
?" Bu Siang menyela dengan pertanyaannya.
Cukat Tan mengawasi pendeta itu, serta pendeta lainnya.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Toasuhu, apakah kalian Liong Houw Siang Ceng ?" ia balik
menanya. "Benar, kamilah Bu Sak dan Bu Siang !" sahut Bu Sak. Ia
menunjuk pada Ciok Peng dan memperkenalkan, "Itulah Sicu
Koay To Ciok Peng ! Dan itu muridnya Ciok Sicu Dana Sae Sie
!" Lagi sesaat Cukat Tan memberi hormat pada ke empat
orang itu, untuk seterusnya mengulangi pertanyaannya :
"Apakah lotiang beramai melihat pada Tio It Hiong "
Kemanakah perginya saudara Tio itu ?"
Ciok Peng mengangguk. "Benar, kami melihatnya." sahutnya. "Ada urusan apa
saudara Cukat mencari dia ?"
"Barusan aku bertemu Gouw Ceng Tokouw dan dia berkatai
aku bahwa saudara Tio It Hiong berada disini." sahut Cukat
Tan yang memberikan keterangannya.
Ciok Peng mengawasi untuk bertanya : "Saudara Cukat,
apakah kau pernah bertemu dengan Tio It Hiong palsu ?"
Alisnya Cukat Tan berdiri.
"Bukan saja aku pernah bertemu dengannya, bahkan kita
pernah bertempur !" Sahutnya. "Sebaliknya dengan Tio It
Hiong tulen yang aku cari. Aku belum berhasil menemuinya.
Begitulah aku menyusul kemari. Hendak kau menyampaikan
kabar padanya." "Coba kau bilang aku." Bu Siang campur bicara. Dia tak
sabaran. "Kau terangkan padaku, bagaimana kau kenali Tio It
Hiong yang bertempur denganmu adalah Tio It Hiong yang
palsu ?" "Itulah sebab aku kenal baik silat mereka." sahut si anak
muda. "Ini pula soal yang hendak aku sampaikan pada
saudara Tio It Hiong."
Ciok Peng puas mendengar keterangannya Cukat Tan itu.
Jadi taklah keliru pendapatnya bahwa Tio It Hiong tadi benar
Tio It Hiong yang tulen. Sembari tertawa dan tangannya
menunjuk, ia lantas kata : "Tio It Hiong barusan lari ke arah
Golok Halilintar 5 Lambang Naga Panji Naga Sakti Karya Wo Lung Shen Pedang Asmara 5
^