Pencarian

Walet Emas Perak 1

Walet Emas Perak Karya Khu Lung Bagian 1


Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Walet Emas Perak Karya : Khu Lung Saduran : Gan KH
Sumber DJVU : Manise dan Paulustjing
Convert & edit : Dewi KZ & Paulustjing
Tiraikasih website http://kangzusi.com/ http://kang-zusi.info/
http://dewi-kz. info/ http://cerita-silat.co.cc/
In Memorial : Alm. Manise
Jilid l "Tang tang.......tang..... tang...tang.....tang tang tang....."
Gema lonceng yang mengalun lembut berat berirama
bergetar di teagah angkasa pada malam nan gelap dan dingin
ini, suaranya melampaui tanah pegunungan tinggi, menyusup
1 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke lembah, membentang di padang rumput, menyelinap di
hutan - hutan. Gema lonceng di tengah malam umumnya dapat
membawakan perasaan tentram dan nyaman bagi setiap insan
yang mendengarnya, menghanyutkan pikiran manusia pada
malam nan kudus dibuai suasana yang hidmat ini, benih
kemurnian, membakar rasa kebajikan dan mengejar
keindahan nan asli. Akan tetapi gema lonceng yang satu ini justru menimbulkan
rasa ganjil bagi manusia yang mendengarnya, bukan
kemurnian, kebajikan atau kejujuran, juga bukan keindahan.
Meski harus diakui bahwa gema alunan lonceng ini,
kedengaran tetap membawa ritme-ritme yang kudus, enak
didengar, malah terasa seperti lepas dari jangkauan
keduniawian. Selama belasan tahun ini, gema lonceng ini tak ubahnya
seperti kidung iblis yang selalu menggelitik di setiap sanubari
manusia yang mendengarnya, karena gema lonceng ini
menandakan sesuatu yang menyeramkan, elmaut kematian,
kekejaman atau sesuatu petaka yang paling ditakuti oleh
manusia umumnya. Maka setiap kali lonceng itu berbunyi,
dimana gema loncengnya bisa terdengar, di sana pula
terdengar helaan napas sedih, manusia diselimuti rasa
ketakutan, namun ada pula yang menggertak gigi dengan
tinju terkepal penuh dendam nestapa.
Dalam arena sepuluh li disekitar pegunungan itu, maka
tampaklah bayangan manusia yang bergerak-gerak, ada yang
melompat ke pucuk pohon, ada pula yang memanjat ke atas
bukit, tidak sedikit pula yang naik ke atap rumah, wajah
mereka tampak serius, tegang dan sungguh-sunggah, sorot
mata mereka menampilkan rasa kejut, ngeri dan seram tertuju
ke suatu arah di angkasa raya nan gelap sana.
2 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Disanalah berdiri sebuah pucuk gunung yang menjulang
mencakar langit, gema lonceng itu pun berdentang dari atas
gunung tunggal yang terse-lubung mega itu.
Malam ini lonceng berbunyi pula, seperti biasa nya
berdentang dengan irama yang sama. Waktu orang yakin dan
dapat memastikan bahwa gema lonceng ini betul datang dari
puncak gunung itu, suara lonceng itu seketika seperti berobah
setajam ujung pedang, bagai palu godam yang besar dan
berat sekaligus berdentam disanubari setiap insan yang
mendengarnya. Itulah Kiu-ting-san yang kokoh berdiri di perbatasan Su-
cwan, selama belasan tahun kaum persilatan sama
memberitakan bahwa puncak gunung itu merupakan puncak
iblis, bukan saja tinggi ter bungkus mega, tak pernah ada
manusia yang pernah menjelajah tempat itu, sehiagga tiada
yang tahu berapa tinggi sebetulnya puncak gunung itu. Sudah
tentu tiada pula orang yang tahu apakah di puncak guauag itu
dihuni orang, ada rumah atau biara.
Di nulai pada suatu malam nan dingin kira-kira sepuluh
tahun yang lalu, dari puncak gunung yang mencakar langit
inilah pertama kali kumandang suara loaceng itu, pada waktu
itu tiada orang yang memperhatikan, semua kira itulah gema
genta entah dari biara mana, dari para Hwesio yang telah
akhir memanjatkan do'a pelajaran agamanya, tapi tanpa
sengaja ada juga orang yang mem perhatikan, di tengah
alunan gema lonceng yang lembut itu, di tengah angkasa yang
gelap, tiba-tiba muncul tiga lentera aneh yang seperti
digantung di teagah angkasa raya. Lentera itu terdiri dari tiga
warna, yaitu merah, putih dan kuning yang bsrbeda dan
menyolok pandangan, kela? kelip di antara mega yang
bergulung-gulung sehingga menimbulkan pemandangan yang
aneh dan menakjub kan, kadaag-kandang tampak tiba-tiba
menghilang ditelan awan, Siuaipama manusia yang paling
bodoh juga akan tahu dan djpat membedakan bahwa tiga titik
3 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sinar terang yang bergantung di angkasa itu jelas bukan s inar
bintang. Karena bintang jelas tidak mungkin memancarkan tiga sinar
yang berbeda warnanya, dan tidak mungkin bergantung dan
seperti kontal kantil di angkasa sehingga menimbulkan
gambaran yang aneh dan takjub, seperti dalam kayalan lagi-.
Meski waktu itu ada orang merasa kaget dan aneh, tapi
mereka hanya merasa aneh belaka, tapi tiga hari kemudian
muncullah suatu yang lebih aneh dan seram. Di bagian selatan
dari K iu ting-san, terdapat sebuah dinding gunung yang curam
dan dekuk, tiga penjuru dari dinding gunung yang tegak tinggi
ini jelas takkan mungkin dipanjat, atau dicapai oleh manusia,
tapi di atas dinding yang tinggi dan curam ini bergantung
sebuah batok kepala yang terpenggal sebatas leher.
Peristiwa aneh, seram dan mengejutkan ini seketika
membuat geger penduduk pegunungan Kiu-ting-san, sudah
tentu pula menimbulkan reaksi yang nyata dari kaum
persilatan. Tapi karena dinding gunung yang tinggi dan curam
itu jelas tak mungkin dicapai oleh manusia, sudah tentu tiada
seorang pun yang bisa tahu batok kepala siapakah yang
tergantung di tempat setinggi itu. Keanehan ternyata saling
bermunculan, belum lagi sebulan sejak peristiwa ganjil di
puncak Kfu-ting-san ini, beritanya dengan santer telah tersiar
ke segala penjuru dunia. Peristiwa itu sejauh ini masih tetap
merupakan suatu teka teki yang tak terjawabkan dan
mengganjel dalam sanubari setiap orang. Tapi sebulan
kemudian, disuatu ma lam terang bulan, lonceng itu bergema
pula .dari puncak guaung tunggal itu. Tiga warna lampion
yang berbeda muncul pula. Tapi kali ini siapapun yang
melihatnya dapat membedakan bahwa ketiga lampion aneh itu
pada hakekatnya bukanlah bergerak-gerak di tengah angkasa,
tetapi seperti disanggah oleh tsbalnya kabut dan mega.
Semenjak itu, jelasnya tiga hari kemudian, diatas dinding
gunung itu bertambah lagi sebuah batok kepala manusia.
4 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oleh karena itu mau tidak mau orang lantas menghubungkah akan gema lonceng, tiga warna lampion dan
batok kepala yang tergantung diatas dinding guaung menjadi
suatu rentetan peristiwa. Maka perhatian orang serta merta
selalu tertuju pada dinding gunung yang curam itu.
Malah keanehan muncul pula, di atas kedua batok kepala
manusia itu, lapat-lapat kelihatan dari tempat jauh adanya dua
baris huruf-huruf tulisan yang berjajar dan rapi.
Bagi yang pandangannya tajam dan berani men, dekat,
lambat laun dapatlah mereka lihat dan baca tulisan-tulisan itu,
maka lebih gemparlah dunia persilatan.
Ternyata kedua baris huruf itu adalah tulisan nama orang
dan yang mengejutkan adalah bahwa nama kedua orang ini
ternyata amat tersohor di dunia persilatan, bukan saja mereka
orang kosen malah berkuasa di daerahnya masing-masing,
jelas bahwa kedua batok kepala itu adalah milik dari tokoh
silat kosen yang namanya tercantum di atas dinding tinggi itu
Maka orang mulai berusaha membuktikan kebenaran
peristiwa itu, yang suka usil dan memang nya tidak punya
kerja segera main selidik, dan hasilnya menang kenyataan,
malam ketiga setelah dua kali gema lonceng dari atas puncak,
dua tokoh kosen yang tidak berani diusik oleh kaum
persilatan, ternyata mati terbunuh dengan terpenggal hilang
batok kepalanya, celakanya peristiwa pembunuhan itu sendiri
tidak menimbulkan atau meninggalkan jejak apa-apa sehingga
sukar diketahui s iapa pembunuhnya.
Setelah peristiwa ini terbukti dan menjadi kenyataan, bukan
saja kaum persilatan kaget, mereka pun takut dangem-tar,
bukan saja kaum persilatan di daerah Su-cwan sendiri, mereka
yang berdiam jauh di Tionggoan, atau di Biau-kiang, pa-dang
pasir pun sama jeri dan waswas oleh berita yang mereka
dengar ini 5 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka nama puncak misterius, lampu iblis dan maklumat
kematian menjadi topik pembicaraan kaum persilatan yang
tersiar semakin luas ke seluruh pelosok dunia. Ketiga nama itu
sendiri sekaligus menjadikan lambang kematian bagi jago-jago
kosen persilatan. Jago2 silat menjadi blingsat-an bila
mendengar ketiga jenis nama elmaut ini, mereka menjadi
takut bila suatu hari namanya sendiri juga akan tercantum di
atas maklumat kematian itu.
Selama sepuluh tahun ini, seluruh kaum persilatan, entah
dia dari partai partai besar persilatan, dari golongan hitam
maupun putih, atau tokoh-tokoh koser dari berbagai aliran
entah dia pendekar, atau begal besar, seluruhnya tumplek
perhatiaa ke puncak yang misterius ini, malah seperti
berlomba saja mereka berusaha menyelidiki teka teki yang
menyelubung puncak misterius ini. Tapi setiap tahun lonceng
tetap bergema, demikian pala ketiga warna lampu itu tetap
muncul pula, maka bertambahlah jumlah batok kepala yang
tergantung di atas dinding itu. Tapi sejauh itu belum ada
seorang pun yang berhasil dengan penyelidikannya, malah
belum pernah, ada orang yang mampu memanjat dinding
curam atau mencapai puncak gunung tunggal yang
diselubungi mega itu, sudah tentu mereka pun takkan mampu
membongkar teka teki itu.
Dasar manusia, betapa pun sulitnya orang tidak akan
menghentikan penyelidikan ini, maka beberapa tahun terakhir
ini, puluhan li di sekitar puncak tunggal ini, entah berapa
banyak kaum persilatan, entah mereka berkumpul secara
berkelompok, secara individu yang berkeliaran di atas
pegunungan yang sebelumnya tak pernah dijelajah manusia.
Tak terhitung jago-jago silat yang terjun dalam usaha
bersama iai, siang malam berjaga dan meronda, tapi mereka
hanya dapat menyimbulkan satu hal yang sepele dan sering
diabaikan oleh orang banyak, yaitu begitu gema lonceng
kematian mengalun dari puncak misterius, maka nama
6 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
manusia yang menjadi korban pembunuhan itu akan muncul
dan ditulis di atas dinding yang menjadikan maklumat
kematian pula, maka tiga hari kemudian batok kepala dari
orang yang namanya tertulis di atas dinding akan tergantung
pala di bawah tulisan namanya.
Maka tokoh-tokoh kosen yang merasa dirinya Setimpal
untuk menempati deretan nama di atas maklumat kematian
itu, bukan saja mempergiat penyelidikannya, merekapun
mengerahkan segala tenaga untuk berjaga dibawah bukit.
Begitu mendengar lonceng bergema, hari kedua pagi-pagi
benar mereka sudah pasti akan dapat menyaksikan nama
orang yang tercantum di atas dinding kematian itu. Entah
siapa nama itu, kemungkinan awak sendiri atau sanak
kadangnya, maka mereka sudah boleh siap untuk melakukan
sesuatu tindakan demi keselamatan jiwa dari orang yang
namanya tercantum di atas maklumat kematian itu.
Tapi semua ini hanya merupakan kegiatan yang sia-sia,
karena memangnya siapa yang tidak berjaga dan siaga
setelah tahu namanya sendiri tercantum dalam maklumat
keraatian itu, tapi pada malam ketiga setelah lonceng
kematian itu berbunyi, batok kepala sendiri tetap tergantung
juga di atas maklumat kematian itu, tanpa diketahui
bagaimana dia bisa terbunuh secara konyol itu "
Di atas maklumat kematian Itu, kini sudah berderet dua
puluh tujuh nama dan batok kepala manusia. Peristiwa aneh
yang jarang terjadi dalam dunia ini, pembunuhan besar yang
menggemparkan pula bagi kaum persilatan, tapi kalayak ramai
termasuk mereka yang berwenang serta kaum persilatan,
kecuali menonton saja sambil menghela napas panjang, tiada
seorang pun yang mampu membongkar kejadian yang
sebenarnya. Malam ini gema lonceng bertalu-talu pula, kaum persilatan
sejak lama tersebar di sekitar puncak gunung tunggal itu sama
menyaksikan dan menunggu dengan perasaan tegang,
7 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dihinggapi rasa seram, diam-diam mereka pun berdo'a, ada
satu persamaan sikap mereka, yaitu semua berlomba memilih
tempat yang tinggi untuk menyaksikan munculnya ketiga
lampu iblis yang tiga warna itu. Lekas sekali di tengah gema
lonceng yang masih terus berdentang itu, dari puncak gunung
yang paling tinggi, lambat-lambat muncullah segulung sinar
putih di angkasa nan gelap pekat, gumpalan sinar putih ini
terus mumbul ke atas terselubung di tengah mega sehingga
kadang-kadang kelihatan, lain kejap lenyap untuk beberapa
saat lamanya. Dalam kesunyian yang hening Itu tiba-tiba terdengar
seorang berteriak : "Nah itu, lampu iblis, lampu iblis, yang
berwarna putih " Dalam kegelapan entah ada ratusan atau ribuan pasang
mata sama memperhatikan lampu putih yang bergecak-gerak
seperti me layang kian kemari. Titik sinar putih itu menang
mirip sebuah bintang yang hidup bergerak menari-nari,
kadang-kadang mumbul tiba-tiba melonjak turun, seakan-akan


Walet Emas Perak Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beterbangan berputar mengitari puncak gunung. Dikala gema
lonceng pertama belum lagi lenyap ditelan keheningan alam
semesta ini, suara lonceng bergema pula, lalu disusul
munculnya sinar lampu warna merah, pelan-pelan mumbul
seperti menguapnya segumpal asap mendadak melambung
tinggi seperti dilontarkan secara sengaja ke tengah udara
serta bergabung dengan lampu putih itu.
Maka mulut orang yang usil kembali berteriak : "Nah,
lampu merah mumbul juga, lekas lihat, lekas lihat,"
pandangan mata yang tak terhiturg banyak nya Itu kembali
tertuju ke arah lampu merah yang bergerak-gerak itu.
Terdengar seorang menghela napas, katanya "Entah siapa
besok yang bakal menjadi korban di atas maklumat kematian
itu." 8 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang terkekeh dingin lalu memaki: "Mak-nya!
Memangnya dia mampu membunuh habis seluruh kaum
persilatan?" Seorang menghela napas dengan gegetun, kata nya:
"Peristiwa ini memang aneh dan belum pernah terjadi. Jago-
jago kosen dari aliran lurus lima partai besar, serta pentolan
tiga Kau dan satu Hwe itu apa saja kerjanya selama ini "
Memangnya mereka tidak berani mencampuri urusan ini ?"
Seorang menghela napas juga, ujarnya: "Itulah yang
dinamakan orang pandai ada yang lebih pandai, memangnya
mereka setimpal mencampuri urusan ini " Kepala anak murid
perguruan mereka pun sampai ada yang tergantung di atas
maklumat kematian itu, apa mereka mampu menurunkannya"
Apalagi mencampuri atau membongkar peristiwa aneh ini "
Kalau dibicarakan memang harus dibuat sayang, biasanya
mereka tepuk dada mengagulkan diri, merasa dirinya jagoan
yang tiada lawan, tapi begitu kebentur jago telengas yang
lihay, hehe, mereka lebih senang menjadi kura, jangan kata
bertindak, bicara pun tak berani keras - keras."
Saat mana di piaggir hutan berdiri dua orang perempuan,
seorang nyonya setengah baya, seorang lagi gadis berusia
tujuh delapan belasan, keduanya sama memakai pakaian ketat
warna hitam, di depan dada baju mereka tersulam sekuntum
kembang merah sebesar mulut mangkok, anehnya meski di
tengah malam gelap, warna merah kembang itu tetap
kelihatan menyala terang dan menyolok pandangan. Kedua
orang ini sama-sama mengenakan mantel panjang warna
hitam, di sepanjang pinggiran mantelnya diberi aplikasi warna
merah yang digantungi keliningan kecil-kecil warna emas pula,
begitu badan bergerak atau mantel tertiup angin, keliningan
kecil-kecil itu lantas bergemerincing ramai.
Kedua orang ini pun tengah memperhatikan ke dua lampu
merah putih yang lagi bergerak itu, terdengar gadis itu
9 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkata: "Tam-cu, sungguh aneh, ada orang bilang, bukan
manusia yang menghuni puncak tinggi itu " '
Perempuan setengah baya itu tersenyum, katanya : "Anak
bodoh, memangnya kau kira malaikat atau dewata " Dalam
dunia fana ini mana ada dewa dewi segala?"
"Syukurlah, pihak Ang-hoa-kau kita selama ini belum
pernah terlibat dalam peristiwa aneh itu," kata sigadis belia.
"Memangnya Ang-hoa-kau kita kaum lemah," jengek
perempuan setengah baya. "Kalau orang itu tidak pentang
matanya lebar-lebar, umpama betul berani mengusik kita,
pasti Kaucu tidak akan memberi ampun kepadanya."
Gadis itu mengangguk, badannya tergeser sedikit, kelining
di atas mantelnya segera berdering nyaring, terdengar dia
berkata pula : "Tamcu benar, untung kita kebetulan lewat di
sini dan mumpung ada kesempatan, biar besok kita lihai, siapa
yang sial" Pada saat yang sama, di pucuk rumah sebuah kuil, tampak
berdiri tiga orang, dua Tosu satu Hwesio. Si Hwesio
mengenakan jubah warna kuning, selebar mukanya tampak
merah manyala, tangannya memegang serenceng tasbih yang
terbuat dari tembaga, kedua sorot matanya menyala
mengamati kedua lampu merah putih yang masih bergetar di
puncak, mimiknya tampak serius, sejauh ini dia tetap diam
tidak bersuara. Yang berdiri di tengah adalah seorang Tosu tua berjenggot
panjang, wajah Tosu tua ini putih benih bak umpama cahaya
rembulan sabit, sebilah pedang nampak tertancap di belakang
punggungnya, ronce pedangnya yang panjang menjuntai
melambai ditiup angin lalu, jubah yang dipakai berwarna patih
perak kelabu, tangannya membopong sebatang kebut,
wajahnya kaku dingin, sorot matanya yang mencorong juga
menatap ke puncak gunung tanpa berkedip.
10 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di sebelahnya adalah Tosu yang berperawakan lebih
pendek, diatas kepalanya mengenakan caping yang bolong di
tengah sehingga gelungan rambut kepalanya menongol
keluar, tampak tusuk kondai-nya mengkilap terang. Perawakannya pendek, tapi jubah yaag dipakainya ternyata
longgar dan berkepanjangan sehingga tampak kedodoran dan
lucu kulit wajahnya kuning seperti malam, di tengah rona
kuning wajahnya itu seperti bersemu hijau pula, selintas
pandang orang akan merasa jijik dan seram.
Lama dia pun menatap ke puncak, mendadak dia tertawa
keriag dua kali, suaranya ringan tapi penuh bernada
mencemooh : "Kabarnya para Ciangbunjin dari Partai kalian
pernah sama-sama menyelidiki puncak gunung itu, he heh,
entah bagaimana hasilnya."
Cahaya mata si Hwesio yang menyala seperti mengalir,
sekilas dia melirik ke arah Tosu pendek, sikapnya tetap tenang
dan tidak memberi reaksi. Sementara Tosu tua di tengah itu
juga tumplek perhatiannya kearah puncak, pada hakekatnya
dia seperti tidak mendengar, maka dia pun tidak pedulikan
ocehan orang. Mulut Tosu pendek mengulum senyum sinis. sambil
tersenyum kembali dia mengolok : "Siau lim dan Bu tong
menjagoi Bulim, menghadapi peristiwa ini ternyata tak mampu
berbuat apa apa, hehehe....."
Agaknya Hwesio pemegang Tasbih itu tidak tahan,
jengeknya dingin " Aku juga pernah dengar, katanya Ban-
tiam-liu-ing (ribuan titik kunang-kunang) Li-hwecu dari Thian-
te-hwe kalian juga pernah seorang diri naik ke puncak itu,
tolong tanya apa pula yang dapat ditemukan?"
Tosu pendek ini ternyata bukan lain ada ah salah seorang
Tongcu dari Thian-te-hwe yang berkuasa di cabangnya di
daerah Sucwan barat, julukannya Sian-cay-pi-lik (menjentik
geledek) Pek Thay-ceng, bukan saja ilmu silatnya tinggi,
kesepuluh Jarinya sekaligus mampu menjentik pelor api yang
11 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meledak di tengah udara, kekuatannya hebat dan banyak
menimbulkan korban, lebih celaka lagi asap api dari ledakan
itupun mengandung racun jahat, siapa saja yang mengisapnya
pasti binasa. Thian-te-hwe baru beberapa tahun terakhir ini berdiri dan
berkuasa di daerah Sucwan tengah, bahwasanya mereka tiada
hubungan dengan Siau-lim dan Bu-tong, tapi dahulu dia
pernah bertemu sekali dengan Tosu tua yang berdiri di tengah
dari Bu-tong, salah satu dari Bu-tong-ngo cia julukannya Ya-
hou-cin-jin, siang tadi secara kebetulan bertemu di tempat Itu,
maka malam Ini mereka bertiga kumpul di atas pucuk rumah.
Mendengar olok-olok s i Hwesio, Pi-lik Tojin segera terkekeh
pula, katanya : "Yang terang sejauh ini belum ada jago dari
Hwe kami yang dipenggal kepalanya dan digantung diatas
maklumat kematian Itu. Berhasil atau tidak penyelidikan itu,
tiada ruginya bagi kami."
Secara tidak langsung dia balas mengolok dan menghina,
karena Hou-pi-ceng (Hwesio lengan harimau) dari Siau-lim,
kepalanya tergantung di atas maklumat kematian Itu.
Rona muka si Hwesio seketika berubah kereng, jubahnya
melambai, tahu-tahu langkahnya sudah beranjak ke depan,
hardiknya dengan bengis : "berani kau menghina Siau-lim ?"
Kebut ditangan Ya-hou Tojin lekas disendai, sigap sekali dia
sudah mengadang di tengah kedua orang, walaupun air
mukanya menandakan rasa kurang senang, tapi mulutnya
bicara manis : "T i-bo Taysu tak usah marah kepada Pek toyu,
sepatah kata iseng Kenapa harus ditanggapi secara serius ?"
lalu dia menengadah memandang ke arah kedua lampu yang
masih terapung dan bergerak-gerak itu, katanya pula
menghela napas: "Puncak Itu tinggi melebihi mega, berdiri
lurus serta curam, jangan kata manusia, umpama kera atau
burung juga sukar mencapai pancaknya, aku yakin Li-sieu dari
Thian-te-hwe dan kedua Ciangbunjin kita pasti putar balik
12 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesampai di lamping gunung karena tak kuasa naik lebih tinggi
lagi" Pada saat itulah, suara lonceng ketiga bergema pula, maka
ketiga orang ini menghentikan pembicaraan, perhatian tertuju
ke atas puncak, pelan-pelan tampak lampu warna kuning
mumbul ke atas, tiba-tiba mencelat lebih tinggi mengejar
kedua lampu merah putih yang lagi berputar kayun itu, maka
cepat sekali ketiga lampu berlainan warna itu sudah
bergabung dan bergerak secara beriringan, tapi kejadian
hanya sekejap saja, sayup sayup terdengar suara mendesis,
setelah itu ketiga lampu itu satu persatu menukik turun
laksana meteor jatuh membawa larikan cahaya panjang.
Dikala orang-orang dibawah sama berseru heran dan
memuji, ketiga sinar lampu itu mendadak melayang miring
pula terbang setengah lingkar, begitu cepat gerakannya, kini
memetakan tiga lingkaran sinar lampu yang berbeda-beda di
puncak gunung, dari bawah kelihatan amat bagus dan
mempesona. Pemandangan aneh dan menakjubkan Ini hanja berlangsung setengah jam, akhirnya ketiga lampu iblis itu
pelan pelan melayang turun dan berhenti. Semula masih
kelihatan kontal kantil seperti terhembus angin, tapi akhirnya
lenyap ditelan tebalnya kabut.
Ya-hou Ciajin menghela napas, katanya: "Kejadian aneh
yang belum pernah ada di dunia ?ni, puncak itu diselimuti
kabut tebal, tingginya tidak terukur, hawa di sana pasti
teramat dingin, menurut perkiraan Piato, umpama seorang
memiliki kepandaian tinggi, bukan saja takkan mampu naik ke
atas, dia pun takkan kuat tinggal di sana. Ai, suara lonceng itu
" Lampu iblis " Demikian pula dinding maklumat kematian
yang curam itu " Semuanya betul-betul serba luar biasa dan
sukar diraba manusia."
Karena dimaki oleh Ti-bo Taysu tadi, Pi-lik Tojin menjadi
naik pitam, maka dia cari kesempatan untuk balas
13 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencemooh: "Memangnya" Maklumat kematian di atas
dinding itu, bukankah mirip maklumat dunia persilatan, bagi
siapa yang seti npal dicantumkan di atas maklumat itu, baru
dia boleh terhitung dari aliran lurus dan murni."
Sudah tentu Ti-bo Taysu merasakan sindiran pedas ini,
segera dia membentak pula : "Siau-lim dan Bu-tong adalah
perguruan lurus dan murni yang diakui oleh kaum Bulim, kan
bukan Pang atau Hwe yang sesat dan serong. Memang Hou-
pi-ceng dari Siau-lim dan It-seng To-tiang dari Bu-tong
tercantum di atas maklumat itu, tapi peristiwa itupun
merupakan kejadian ajaib yang patut dibuat perhatian, cepat
atau lambat teka teki ini pasti dapat dibongkar oleh Siau-lim
dan Bu-tong, apa sih artinya pengorbanan seorang!
Memangnya Thian-te-hwe kalian dahulu dan selanjutnya
takkan ada yang bakal menjadi korban ?" Tujuan Pi-lik Tojin
memang hendak menghina Siau-lim, tapi bagi Ya-hou Tojin
dari Bu-tong, dia pun merasakan ditertawakan, merasa Bu-
tong-pay di pandang remeh, seketika alisnya tegak, sorot
mata nya mencorong tajam, katanya dingin : "Pek toyu, apa
sih sebetulnya maksudmu"'
Menghadapi dua jago kosen dari Siau lim dan Bu-tong,
ternyata Pi-lik Tojin tidak gentar, katanya setelah terkekeh-
kekeh : "Sebagai murid Siau-lim-pay, sudah tentu Ti-bo Taysu
tidak memandang sebelah mata kepada orang orang sesat
dan rendah dari golongan hina macam kami ini. He he he,
terus terang sudah lama Pinto pingin belajar kenal dengan
ajaran silat Siau-lim-pay yang termashur itu."
Ti-bo Taysu membentak: "Jadi kau ingin bergebrak dengan
pinceng ?"' Pi-lik Tojin mengangkat pundak, katanya tertawa besar :
"Main-main beberapa jurus juga boleh, asal kau si Hwesio ini
merasa perlu saja." Ti-bo Taysu maju pula selangkah, renceng tasbih baja
sepanjang dua kaki itu tampak bergetar mengeluarkan suara
14 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gemerinclng. Lekas Ya-hou Cinjia maju merintangi pula, meski
dia sendiri juga dongkol dan gemas, namun dia lebih bisa
menahan emosi, katanya menghadapi Pi-lik Tojin : "To-heng
seorang kosen, Thian-te-hwe kalian malang melintang di
daerah Sucwan tengah sejak beberapa tahun terakhir ini,
sudah tentu kau tidak pandang sebelah mata Siau-lim dan Bu-
tong kami. Buat bicara soal mengukur kepandaian, kelak
dikemudian hari masih banyak kesempatan. Malam Ini,
rasanya tempat dan waktunya tidak sesuai, biarlah kelak kami
mampir dan mohon pengajaran Sian-ci pi-lik To-heng yang
ternama itu."

Walet Emas Perak Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pi-lik Tojin tertawa gelak gelak dengan rasa senang dan
congkak, bola matanya melirik dengan pandangan menghina,
katanya : "Bagus sekali! Cabang perkumpulan kami di Sucwan
ini akan selalu siap membuka pintu menyambut kedatangan
kalian !" habis bicara gelak tawanya masih tetap
berkumandang, jubahnya yang kedodoran nampak melembung, bagai segumpal kabut hitam, tiba-tiba tubuhnya
melayang ke bawah seperti menggelinding saja, sementara
gelak tawanya masih bergema dialam pegunungan, bayangannyapun telah lenyap
Setelah Pi-lik Tojin pergi, baru Ya-hou Cinjin menghela
napas , katanya : "Buat apa Taysu marah marah kepada orang
macam itu. Sebelum teka teki di atas puncak itu terbongkar,
buat apa kita mencari setori dengan Thian-te-hwe ?"
Ti-bo Taysu mengangguk, katanya : "Cinjin memang betul,
peristiwa Bulim yang ganjil ini, kemungkinan bakal menjadikan
petaka besar yang belum pernah terjadi selama ini bagi kaum
persilatan, sungguh tidak kecil kewajiban dan tanggung jawab
Siau-lim dan Bu-iong."
Sebelum hari terang tanah, kaum persilatan yang
menonton dari selatan gunung sudah mulai beranjak turun
gunung, entah laki perempuan, tua muda, Hwesio, Tosu atau
pengemis dan berpakaian preman, mereka terdiri dari
15 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beraneka ragam, di-antara mereka bila dalam keadaan biasa,
begitu bertemu muka mungkin sudah saling melotot, bertolak
pinggang dan saling tuding untuk menyelesaikan perselisihan
masing-masing Tapi keadaan hari ini berbeda, semua orang
sama berlari kencang menuju ke bawah dinding maklumat
kematian, ingin mereka menyaksikan nama siapa yang akan
tercantum sebagai korban kedua puluh delapan di atas
maklumat kematian itu. Mentari baru saja terbit, ngarai di seberang dinding
maklumat kematian itu sudah berjubel banyak orang,
semuanya mendongak mengawasi dinding tinggi yang cuiam
dan licin di atas sana. Dua puluh tujuh batok kepala manusia yang tergantung di
atas maklumat kematian, selama itu sudah rapuh tinggal
tengkoraknya yang memutih ditimpah sinar matahari,
hembusan angin pegunungan di pagi nan segar, dan nyaman
ini, dua puluh tujuh tengkorak itu sama bergerak kontal kantil
seperti sedang mengangguk atau geleng-geleng, sehingga
siapapan yang melihatnya pasti merasa-seram dan jera
hatinya. Maklum para korban ini sebelum ajal semua adalah tokoh-
tokoh silat yang amat disegani. Namun nasib telah
mempermainkan mereka,satu per satu batok kepalanya
tergantung di atas maklumat kematian itu, kehujanan dan
kepanasan, hingga akhirnya menjadi tengkorak yang
menakutkan, pada hal selama hidup mereka, berjuang demi
memperebutkan pamor, gengsi dan ketenaran, namun kini
semua itu sudah lenyap tak berbekas lagi.
Dikala orang-orang di bawah itu melihat nama kedua puluh
delapan yang tercantum di atas maklumat kematian itu, ada
yang menghela napas, merasa sayang, gegetun, ada pula
yang gregetan dan sedih penuh dendam, tapi ada juga
sementara orang yang merasa senang. Maka kejap lain
16 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merekapun telah mulai bubar, dengan membekal perasaan
yang berbeda, bergegas mereka meninggalkan tempat itu.
Inilah berita yang amat mengejutkan, karena nama yang
tercantum pada nomor kedua puluh delapan di atas maklumat
kematian itu adalah pentolan Bulim yang tak terkira besar dan
agung keprlbadiannya. T erhadap peduli siapa saja, entah dari
pihak kawan atau lawan, merasa sayang atau senang,
siapapun ingin lekas-lekas menyiarkan berita Ini seluas
mungkin. Lekas sekali ngarai itupun menjadi sepi dan sunyi, hanya
hembusan angin lalu saja yang tetap menderu seperti
menghela napas merasakan suasana kepiluan ini.
Helaan napas manusia memang kumandang dari balik
tumpukan batu-batu gunung yang berserakan di sebelah atas
sana, di mana tumbuh gerombolan pohon-pohon pendek
sehingga keadaan sekitarnya tampak belukar.
Tampak sesosok bayangan bagai gerakan setan berkelebat
menyelinap diantara batu-batu runcing dan besar itu terus
berlompatan menjurus ke atas, cepat sekali dalam sekejap
mata bayangannya sudah lenyap ditelan bayang-bayang
pepohonan yang lebat. oooodOwoooo DIKALA matahari hampir tenggelam di peraduannya,
seorang pemuda tampak sedang berjalan menaiki undakan
batu, langkahnya pelan, mantap dan enteng. Pohon siong
yang tua dan tinggi memagari kedua sisi undakan batu yang
berliku semakin tinggi ke atas puncak, lekas sekali undakan
batu itupun berakhir pada sebuah ngarai, menghadap kebarat,
sinar surya menyoroti muka s i pemuda, tampak alisnya tegak,
mata bundar bagai kerlipnya bintang, sikapnya gagah
berwibawa, cuma pakaiannya sudah kusut dan warnanya
sudah luntur, jubah yang dipakainya sudah banyak tambalan
17 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan kotor oleh minyak, kedua tangannya kosong tidak
membawa apa-apa, mirip pelancongan, tapi dinilai keadaannya dia lebih mirip lagi orang gelandangan.
Setiba diatas ngarai, matanya yang bersinar tajam segera
menjelajah alam pegunungan sekitarnya yang penuh diliputi
gumpalan mega, gunung gemunung sambung menyambung
laksana gajah beriring, sekilas wajahnya tampak tersenyum
sinis penuh perasaan misterius. Walau jubahnya sobek dan
kotor, tapi sikap gagah dan ketampanannya tampak
menimbulkan rasa kagum dan simpatik padanya.
Pada saat itulah lonceng bergema dari balik ngarai sana,
suaranya lembut jernih dan mengalun dipuncak pegunungan
yang sepi memecah kesunyian. Si pemuda mendengarkan
penuh perhatian, pelan-pelan badannya berputar kearah
datangnya suara lonceng. Ceng-seng-san memang merupakan asal mula timbulnya
ajaran To, gema lonceng yang kumandang dari kelenteng
hakekatnya tidak perlu dibuat heran, tapi serta mendengar
gama lonceng ini, sikap s i pemuda mendadak amat serius dan
penuh rasa curiga, sepasang matanya jelilatan memandang
kearah datangnya suara, seolah-olah dia tengah memperhatikan apakah gema lonceng itu ada sesuatu yang
ganjil " Belum lagi gema lonceng yang pertama sirna pukulan
lonceng kedua sudah menyusul. Pukulan lonceng kedua ini
jauh lebih keras, lebih jernih Rona muka si pemuda semakin
keras dan berubah semakin serius mengikuti alunan gema
lonceng itu, kini s ikapnya tampak sedikit tegang.
Gema pukulan lonceng ketigapun telah menyusul juga, tapi
kali ini bukan keras dan jernih, tapi jauh lebih lirih dan rendah,
serendah benda berat yang jatuh diatas batu, dan batu berat
itu seperti menindih kesanubari si pemuda sehingga dia
gelagapan seperti susah bernapas.
18 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi sekuatnya dia mengendalikan perasaannya alisnya
berkerut menampilkan kekerasan hatinya, bukan saja gentar,
ujung mulutnya malah menampilkan secercah senyuman.
Gema lonceng masih mengalun diudara, sementara mentari
sudah semakin doyong kedalam peraduannya, hari sudah
semakin gelap, kabut tipis pun mulai timbul.
Ditengah keremangan malam mendadak si pemuda
menjejak terus melambung tinggi laksana seekor rajawali,
diantara gerakan kedua tangannya yang turun naik laksana
sepasang sayap itu, segesit dan setangkas burung terbang
tubuhnya meluncur kearah ngarai di seberang sana, dari
belakang ngarai itulah gema lonceng tadi bertalu-talu.
Ngarai itu bernama Pit-mo-gay, terletak di belakang Thian
su-tong. Pada saat itulah seringan daun pohon melayang,
disisi kiri dimana tampak lebatnya tetumbuhan diantara
pohon-pohon s iong tua melayang turun satu orang, dia bukan
lain adalah pemuda ganteng yang berdiri diatas ngarai tadi,
ujung mulutnya mengulum senyum sinis, namun kerut alisnya
menampilkan rasa tegang, sorot matanya menampilkan
kecerdikan otaknya. Begitu tiba di tanah setangkas kelinci si pemuda segera
menyelinap ke belakang pepohonan serta berdiri diam tidak
bergerak. Dengan sabar dan Penuh perhatian dia menunggu
diam. Kira-kira sepeminuman teh kemudian, pintu biara Thian-su-
tong pelan-pelan terbuka, sinar lampu tampak menyorot
keluar, pelan-pelan beranjak keluar seorang Tosu setengah
baya. Tangan si Tosu memegang sebuah lampion yang
terbuat dari sari kuning, pelan dan seenaknya dia beranjak ke
pinggir sana, pelan-pelan melepaskan ikatan tali gantungan,
lalu menggerek lampion ditangannya itu keatas. Maka
dibawah penerangan lampion ini, huruf besar bercat emas
yang berbunyi *Thian-su-tong* terpampang jelas di atas
pigura yang dicantel di atas pintu gua.
19 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah menggantung lampion, si Tosu mengamati
sekitarnya lalu memeriksa ikatan talinya, setelah merasa
segalanya beres, pelan-pelan dia befanjak balik kedalam biara,
pelan pelan daun pintu ditutupnya pula.
Mengawasi tiga huruf *Thian-su-tong* diatas pigura itu,
hati sipemuda menjadi sebal dan keki, karena sikap santai si
Tosu tadi sesungguhnya berada diluar dugaannya.
Padahal dia merasakan keganjilan dari gema lonceng tadi,
kecuali dia salah dengar, kalau tidak, didalam Thian-su-tong
ini pasti bakal terjadi suatu peristiwa besar yang
menggemparkan. Tapi kenapa T osu ini tampak masih bersikap
santai dan tenang " Bola matanya mengerling, sekilas tampak dia tertawa geli
sendiri, batinnya: "Kenapa sih aku" Apa yang perlu
diherankan" Sebelum tiba waktunja, Tosu kroco ini mana tahu
bahwa malapetaka bakal menimpa diri mereka ?" Dengan
ringan dia bergerak tahu-tahu tubuhnya sudah berkelebat
maju kedepan pintu biara, sekilas dia memeriksa keadaan
sekelilingnya, lalu seringan asap mengepul dia lelompat naik
kepagar tembok. Setiba didalam dia dihadang sebuah ruang sembahyang
besar dan luas, kedua sisi ruang ini berjajar kamar-kamar
masing-masing ada delapan dari ruang ini terus menjurus
kebelakang, jalanan dilapisi batu hijau yang tersapu bersih,
mengkilap, kiri kanan jalanan berbatu dipagari pohon cemara
yang lebat daunnya. Sipemuda angkat kepala memandang
keruang sembahyang didepan sana, ditengah ruang besar
tergantung sebuah lampu kaca berminyak, entah sudah
bertahun-tahun lamanya lampu kaca ini tidak pernah
dibersihkan, sehingga sinar lampunya nampak guram, apalagi
diliputi kepulan asap dupa wangi, dibelakang kepulan, asap ini
nampak sebuah patung Pemujaan, suasana sepi dan hidmat
menambah keangkeran tempat suci yang dilingkungkan ini.
20 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi si pemuda tidak perdulikan segala apa dalam ruang
sembahyang ini, hatinya tengah diliputi rasa heran akan
kesunyian yang meliputi biara ternama ini, padahal, hari baru
mulai gelap, memangnya Tosu penghuni biara ini sudah sama
tidur". Dari kamar-kamar yang berderet itupun tidak kelihatan
sinar lampu, suara orangpun tidak terdengar. Tapi kenyataan
barusan dia melihat. Tosu tadi menggantung lampion diluar
Pintu, tapi sekarang bayangan Tosu tadipun sudah lenyap tak
kelihatan lagi. "Pertanda bakal terjadi apakah kesuny ian yang ganjil ini?"'
demikian hati si Pemuda mereka-reka.
Dia tidak tahu apakah Tosu penghuni Thian-su-tong ini
terlibat juga dalam peristiwa besar yang bakal terjadi ini.
Karena menurut apa yang dia tahu, selamanya belum pernah
dengar Tosu dari Thian-su-tong ini memiliki kepandaian siiat
yang tinggi. Tapi pikiran lain timbul juga dalam benaknya : "Umpama
betul para Tosu dari Thian-su-tong ini tiada sangkut pautnya
dengan teka teki dari Bulim yang tidak terpecahkan ini,
kenapa Lam-jan dan Pak-koat serta It-ci-sin-mo yang
menganggap dirinya jagoan yang tiada bandingan pada
jamannya ini memilih Thian-su-tong sebagai arena untuk
menyelesaikan pertikaian mereka" Kenapa pula gema lonceng
tadi mirip sekali dengan suara lonceng yang kumandang dari
puncak misterius itu."
Terhadap pertikaian ketiga gembong iblis itu sendiri, dia sih
tidak ambil perhatian, maksud kedatangannya ke Thian-su-
tong ini adalah ingin membongkar teka teki yang sudah
berkecamuk . selama belasan tahun di Bulim dan sejauh ini
tiada seorang yang dapat memecahkannya. Sekian tahun
lamanya dia sudah lari kian kemari untuk menyelidiki perkara
ini, betapa banyak keringat mengucur, betapa jauh perjalanan
yang telah ditempuhnya, tapi sejauh itu apa pula hasilnya "
Kecuali lelah dan menderita, hasilnya tetap nihil.


Walet Emas Perak Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

21 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selama bebsrapa tahun ini, gema lonceng dari puncak
misterius itu tetap berbunyi, nama-nama korban diatas dinding
maklumat tetap bertambah, korban kedua puluh delapan dari
batok kepala yang berlumuran darah itupun bakal muncul tiga
hari kemudian. Kematian tokoh-tokoh hebat itu sebenarnya tiada sangkut
pautnya dengan dirinya. Malah, diantaranya ada yang
sepatutnya dia merasa senang dan tenteram karena
kematiannya, tapi karena peristiwa Itu sendiri telah
menimbulkan rasa benci terhadap pelaku-pelaku misterius
yang mengobarkan suasana misterius dipuncak iblis itu.
Memang dia sendiri juga sering melakukan pembunuhan, tapi
semua itu dia lakukan secara terang-terangan, secara jantan
dengan adu kepandaian menentukan mati hidup, malah belum
pernah dia main curang atau menggunakan akal licik,
membunuh yang patut dibunuh, secara jantan berani
bertanggung jawab akan apa yang dia lakukan.
Tapi sepak terjang dan perbuatan orang di atas puncak iblis
itu, bukan saja menyebalkan, diapun amat membenci
perbuatan yang tidak patut di-targai iai, sebagai pemuda yang
berdarah panas, tapi dia tidak suka berkelahi memburu
kesenangan atau dikejar adat, bukan pula karena ingin
ternama dan suka gagah-gagahan, karena dia sendiri sadar
bahwa nama julukannya sendiri sudah cukup tenar dan
menggemparkan. Bagi kaum persilatan masa kini, siapa saja
bila melihat Cui-hun-tiap (undangan pengejar sukma) pasti
akan gemetar dan ketakutan setengah mati, maka dia yakin
tidak perlu dia mengejar ketenaran yang berkelebihan, apalagi
semua itu bakal membawa ancaman bahaya serta melelahkan
belaka. Sampai di sini serta merta dia tersenyum puas, batinnya
pula. "Orang menjuluki aku Cui-hun-jiu (tangan pengejar
sukma), memanggilkan Tok-hu (lelaki tunggal) pula, biar
terserah sesuka mereka memanggilku. Kenapa aku harus
22 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pusing menghadap, kaum Bulim yang suka terikat oleh adat
dan ketenaran" Seorang laki-laki harus tahu din, apa yang
patut dilakukan harus dikerjakan, asal tidak menyalahi
kebajikan, peduli mereka memanggil apa atas diaku, persetan.
Hm, selama beberapa tahun ini, aku sudah cukup menderita
demi memperjuang kan keadilan dan kebenaran kaum Bulim,
dan itu kujadikan kewajiban tindak tandukku selama ini,
memangnya aku harus menuntut pengertian mereka atas
diriku?" Selama beberapa tahun ini, karena peristiwa dipuncak iblis
itu, secara diam-diam dia sudah menyelidik kelima tempat
kediaman Lima Ciangbunjin besar yang paling disegani saat
ini, diapun pernah menyelundup kepusat kekuasaan dari tiga
Kau dan satu Hwe, memperhatikan pula tidak sedikit
pendekar-pendekar aneh dan jago-jago silat besar serta
mengikuti jejak serta sepak terjang mereka, tapi dia tetap
kecewa, hasilnya nihil. Tiga hari yang lalu, secara tidak sengaja dia memperoleh
berita yang boleh dikata dia sendiri pun hampir tidak mau
percaya. Lam-jan-pak-koat dan It-ci-sin-mo tiga gembong iblis
yang sudah menghilang sejak puluhan tahun yang lalu, tengah
malam hari ini bakal membuat perhitungan dan menyelesaikan
pertikaian mereka sejak enam puluh tahun yang lalu di T hian-
su-tong ini. Sudah tentu berita ini amat mengejutkan dirinya,
namun menggerakkan rasa iseng dan menantang kecerdikannya untuk menyelidiki persoalan ini. Diam diam dia
membatin: "Ya, bahwa ketiga bangkotan tua ini belum
mampus, kemungkinan teka teki dari puncak iblis akan
kubongkar atau kuselidiki dari salah satu ketiga gembong iblis
ini." Namun dia cukup tahu diri, dengan bekal kepandaian
silatnya sekarang, untuk menghadapi kaum persilatan pada
jaman ini, meski tak berani dia bilang tiada tandingan, tapi dia
cukup yakin, bekal kepandaiannya cukup tangguh untuk
23 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melayani mereka, namun untuk mengusik ketiga gembong
iblis itu, sungguh mati, dia tidak berani karena persoalan tidak
tergantung melulu bekal ajaran silat serta kematangan
latihannya, tapi titik tolaknya terletak pada usia serta
peyakinan Lwekang yang masih terlalu cetek karena usianya
yang masih terlalu muda betapapun bagus bakat dan
pembawaannya, jelas dia sulit dapat menandingi ketiga
gembong iblis itu. Apakah dia patah semangat" T idak! Sejenak dia ragu-ragu
lalu dengan lantang dia tertawa gagah terus berlari menuju ke
Ceng-seng-san. Tak nyana gema lonceng yang didengarnya di
atas ngarai tadi, sekilas menimbulkan ketajaman nalurinya
untuk menemukan sesuatu sumber penyelidikan, karena
menurut penelitiannya, gema lonceng di dua tempat yang
berlainan itu ternyata bunyinya sama, apa lagi ketiga
gembong iblis yang sudah lama tidak muncul bakal
mengadakan pertemuan disini, jelas ini bukan secara
kebetulan, dari sinilah dia yakin akan dapat menemukar
sesuatu demi tercapainya penyelidikannya.
Tapi keheningan dalam biara ini terasa ganjil, hening bukan
menandakan tenang dan tenteram. Ada kalanya keheningan
itu justeru merupakan babak permulaan dari suatu hujan
badai pertikaian besar yang bakal tiba, malah secara langsung
ke beningan itu sendiri tercipta oleh suasana kekejaman yang
dilandasi oleh tipu muslihat yang jahat.
Semua itu hanyalah pendapat atau hasil analisa Cui-hun-jiu
sendiri yang secara langsung menghadapi suasana ganjil ini,
dalam sejarah kehidupannya selama dua puluh dua tahun
seusianya ini, selamanya tidak pernah dia tahu arti *takut*,
selama ini belum pernah dia tunduk kepada siapa saja meski
kepandaian silatnya jauh lebih tinggi, sudah tentu kecuali ayah
bunda dan gurunya. Sebat sekali dia berkelebat ketengah ruang sembahyang,
sekilas matanya menjelajah mencari tempat strategis untuk
24 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tempat persembunyian, pilihannya tertuju pada pigura besar
yang tergantung ditengah ruang sembahyang, diam-diam dia
duduk bersimpuh, mumpung masih ada waktu maka dia mulai
mengerahkan Liok-meh-sin-kang, sesuatu kejadian dalam
jarak satu li disekitarnya akan dapat dirasakan oleh ketajaman
pendengarannya. Diluar malam teramat sunyi, deru angin pegu nungan
seperti mengamuk, bunyi jengkrik dan lolong binatang
terdengar jelas olehnya, kecuali itu diam diam dia menyelusuri
keadaan sekelilingnya, ternyata tiada sesuatu yang ganjil,
terutama Thian-su tong dimana sekarang dia berada, ternyata
tidak pernah menimbulkan suatu suara apapun.
Kira-kira satu jam, tiba-tiba terasakan olehnya kibaran
pakaian yang ditiup angin, dari arah samping kiri suara ini
melesat ketengah rumpun pohon siong yang lebat.
Secercah senyum mengulum diwajahnya yang dingin,
batinnya: "Akhirnya ada orang datang juga." Disusul suara
lirih seperti jatuhnya daun kering, jelas Ginkang orang ini
sudah termasuk kelas top. Lekas dia pasang kuping dan
menghimpun Lwekangnya. Dari hutan lebat sana lapat-lapat didengarnya suara
seorang gadis berkata berbisik: "Popoh, apakah di sini letak
Thian-su-tong itu?" Sebuah suara serak tua mengiakan.
"Kalau begitu marilah kita masuk."
"Jangan bersuara nak, malam ini harus teramat hati-hati.
Ketiga setan tua itu semuanya orang orang yang sukar
dilayani." "Nek, apa kau juga jeri terhadap mereka?"
Terdengar suara mendengus sekali, lalu suara serak tua itu
berkata pula : "Memangnya nenek bisa takut terhadap
25 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka" Kapan kapan kau pernah dengar, Hu-yong Siancu
yang dulu malang melintang dernah takut terhadap siapa?"
"Hu-yong Siancu." Bergetar hati Ciu-hun-jiu, batinnja
"Aneh. Bagaimana mahluk aneh inipun muncul juga, konon dia
mengasingkan diri di Sin-li-hong di Bu san, pernah persumpah
tidak akan berkecimpung dan mencampuri urusan Kang-ow,
bagaimana malam ini mendadak muncul disini. Memangnya
perempuan siluman ini punya pertikaian dengan ketiga setan
yang bakal muncul itu."
"Ssssst." Mendadak terdengar suara mendesis, lalu disusul
suara berbisik lirih."Nak, jangan bersuara lagi, ada orang
datang, suasana seketika sirap.
Cui-hun jiu agak terkejut, padahal Liok-meh sin-kangnya
sedang dikerahkan dan bekerja secara peka, namun dia tidak
memperoleh tanda-tanda atau mendengar getaran suara yang
menandakan adanya orang datang, kenapa perempuan
siluman ini mendengar sesuatu dikala dia berbicara dan
terpecah perhatiannya, memang dia sudah berhasil meyakinkan ajaran Liok-thong. Sehingga panca indranya jauh
lebih peka dibanding Liok-meh-sin kang yang dilatihnya.
Agaknya perempuan siluman ini memang tidak bernama
kosong. Lekas Ciu-hun-jiu pusatkan perhatiannya pasang kupiag
mendengarkan dengan seksama, ternyata memang betul,
pada saat itulah lapat-lapat dia mendengar suat u gerakan
dari ngarai sebelah kanan yang tinggi itu, enteng dan hampir
tidak mengeluarkan suara melayang turun dua orang.
Kedua orang ini tidak bersuara, berhenti sejenak, mungkin
sedang meneliti keadaan sekelilingnya, kejap lain kesiur angin
terdengar lagi, kali ini meluncur langsung kearah biara, hanya
sekejap saja, terdengar suara keresek lirih dipucuk pohon
beringin yang terletak didepan biara, agaknya kedua orang itu
bersembunyi di pucuk pohon yang berdaun lebat.
26 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari gerakan orang serta suaranya, Cui-hun-jiu dapat
mengukur betapa tingginya Ginkang kedua pendatang ini,
agaknya tidak lebih rendah dibanding Hu-yong Siancu, diam-
diam hatinya tambah waspada, pikirnya "Entah kenapa malam
ini berdatangan jago-jago kosen di Thian-su-tong ini."
Pada saat itulah, dari hutan sebelah kiri, kembali terdengar
suara bisikan sigadis: "Nek, siapakah kedua orang ini ?"
Suara serak itu berkata dengan suara paling rendah:
"Memangnya siapa lagi, kalau bukan Hong-cui-ji-ceng dari Go-
bi-san. Hm, mereka juga berani mencampuri urusan di sini,
sungguh tidak tahu diri."
Kembali Cui-hun-jiu melengak, Hong-cui-ji-ceng (dua padri
gila dan mabuk) dari Go-bi, kedua orang ini diketahuinya amat
jelas, kedua orang ini sudah memiliki Sin-kang yang paling top
dari aliran Hud, tingkatannya sudah mencapai taraf yang tiada
bandingnya walau kedua orang ini suka tamasya, riang dan
pandai humor, tapi tingkah laku mereka yang satu kegila-
gilaan dan yang lain suka mabok-mabokan. Seakan-akan
mereka murid agama Buddha yang murtad dan tidak
mematuhi ajaran agamanya. Tapi yang betul kedua padri ini
boleh terhitung padri pendekar yang baik hati dan luhur budi,
sudah lama Cui-hun-jiu mengagumi mereka, entah untuk
keperluan apa kedua padri pendekar ini datang kemari"
Pada saat pikirannya melayang ini, mendadak terasakan
pula olehnya, dari lobang bundar diatas dinding iebelah kanan,
kembali melayang masuk seorang, semula Cui-hun-jiu kira
salah satu pende kar itu yang semula coba menyelundup
masuk keruang sembahyang ini, tapi setelah dia meneliti
ternyata dugaannya meleset, salah satu padri sakti, juga
bukan Hu-yong siancu yang sembunyi didalam hutan diluar
biara, tapi adalah sorang T ojin berambut merah, betapa cepat
gerakan tubuhnya sampaipun dia sendiri tidak sempat mem.
perhatikan wajah orang, hanya terlihat bayangan merah
berkelebat tahu tahu orang sudah menyelinap kebelakang
27 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
patung besar, malah kain gordyn depinggir patung besar
pemujaan itupun tidak kelihatan bergoyang sedikitpun, betapa
tinggi Ginkang orang ini sungguh sudah mencapai taraf yang
luar biasa. Sudah tentu lebih menimbulkan rasa kaget dan
kewaspadaan Cui-hun-jiu, sejak dia memperoleh ajaran
Kungfu dari orang aneh, sejak berumur delapan belas seorang
diri dia sudah malang melintang, entah berapa banyak jago-
jago kosen yang pernah dia hadapi, tapi belum pernah dia
berhadapan dengan orang yang memiliki Ginkang dan
kecepatan gerak tubuh seperti T ojin rambut merah ini, jikalau
dirinya tidak sedang mengerahkan Liok-meh-sin-kang,
mungkin orang sudah masuk kedalam ruanganpun tetap tidak
diketahui oleh dirinya Lama Cui-hun-jiu menepekur, tapi tak
diperoleh jawaban , siapa gerangan Tojin rambut merah
sebenarnya. Tapi dia yakin orang itu ada lah jago kosen dari
angkatan tua. Pada saat itulah didengarnya suara gadis yang sembunyi
dalam hutan di luar biara itu berbisik pula : "Nenek, waktunya
sudah hampir tiba, mari lah kitapun masuk ke dalam biara."
"Hayolah, nak." Suara serak itu berkata lirih. Kali ini sayup-
sayup hanya terdengar suara getaran yang amat lirih
melayang turun dari tembok sebelah kiri.
Jikalau tidak sedang mengerahkan Liok-meh-sin-kang, dan
tahu bahwa kedua orang ini yang melayang masuk, hampir
saja dia berlaku lena. Sekarang sudah tentu dia tahu duduk


Walet Emas Perak Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perkara yang sebenarnya. Setelah kesiur angin lirih itu,
terdengar seperti ada dua daun pohon yang melayang jatuh di
atas genteng disebelah belakang biara.
Cui-hun-jiu tertawa dingin seorang diri, pikirnya :
"Sekarang sudah ada tiga kelompok jago jago Bulim yang
berkepandaian tinggi didalam dan di luar biara, memangnya
mereka bertujuan sama hendak mengintip dan mencuri
28 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belajar kungfu tunggal dari lam-jan, Pak-koat dan It-si-sin-
mo?" Tapi rekaannya ini lekas sekali tumbangkan sendiri, ketiga
setan bangkotan adalah gembong gembong iblis yang sukar
diusik, tak mungkin orang-orang itu tidak tahu, apalagi
mengintip dan mencuri belajar kepandaian silat orang lain
merupakan pantangan dan larangan paling keras bagi insan
persilatan, tidak patut mereka jauh-jauh datang kemari apa
lagi harus menyerempet bahaya segala. Mendadak dia teringat
apa yang tadi dikatakan oleh Hu-yong Siancu : "......mereka
juga, berani turut campur, sungguh tidak tahu diri."
Tiba-tiba tergerak pikiran Cui-hun-jiu, "Betul, mungkin
orang-orang ini sama mengincar sesuatu benda, mungkin
pertikaian Lam-jan, Pak-koat dan It-ci-sin-mo seiama puluhan
tahun yang tiada akhirnya ini jika lantaran memperebutkan
benda, itu, dari sini dapatlah dibayangkan bahwa benda itu
mesti suatu pusaka yang tiada taranya, atau pelajaran rahasia
yang diincar kaum persilatan, sehingga orang-orang ini berani
mempertaruhkan jiwa raganya meluruk kemari mengadu
untung." Terasa analisanya masuk diakal, kembali dia tersenyum
dingin, batinnya pula : "Kalau begitu malam Ini bakal ada
tontonan ramai dan menarik, maksud kedatanganku bukan
kearah itu namun demikian biarlah aku membuka mata
menambah pengalaman."
Waktu berjalan, kira-kira semasakan air mendidih telah
berselang. "Tang....." gema lonceng yang keras mendadak
berdentang dari atas loteng dibelakang biara, suaranya
mengalun tinggi dan bergema sampai jauh sekali.
Mau tidak mau Cui-hu.i-jiu menjadi tegang, dia tahu waktu
yang ditunggu-tunggunya sudah hampir tiba, diam-diam dia
perhatikan pula bunyi suara lonceng itu, memang terasa
olehnya gema suara lonceng disini amat mirip dengan gema
lonceng yang bertalu-talu dipuncak misterius itu, jikalau ketiga
29 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bangkotan setan tidak bakal segera tiba, ingin rasanya dia
menerjang ke sana dan melihat siapa gerangan penabuh
lonceng itu. Tapi waktunya sudah tidak mengizinkan, walau ketiga
bangkotan setan itu belum muncul, tapi di dalam dan diluar
biara ini sudah sembunyi tiga kelompok jago-jago lihay, begitu
dirinya bergerak pasti memperlihatkan tempat sembunyi
sendiri, hal ini mungkin bakal mempengaruhi tujuan
kedatangannya. Walau hati sedang menyesal, tapi betapapun
dia harus menahan gelora hatinya.
"Tang......tang....." suara lonceng bergema pula untuk
kedua kalinya, lekas dia menenangkan diri, diam-diam dia
kerahkan sinkang, ingin dia mencari tahu dari arah mana
ketiga bangkotan setan itu muncul.
Tapi kecuali suara belalang dan jangkrik serta hembusan
angin lalu yang menimbulkan keresekan dedaunan, semesta
alam ini sunyi senyap, taK terdengar ada langkah orang
berjalan. Malah deru napas ketiga rombongan orang orang
yang sembunyi diluar dan didalam biara itupun seperti lenyap
tak terdengar lagi, sudah tentu merekapun juga tahu bahwa
waktu yang dinanti-nantikan bakal tiba, maka mereka
menahan napas. Gema lonceng kedua ini ternyata mengalun pan jang dan
tetap bergema diudara, belum lagi lenyap gema suaranya,
pukulan lonceng ketiga sudah berdentang pula dengan suara
yang lebih keras. "Tang.....tang .... tang . ..." dlkala bunyi lonceng tiga kali
berlangsung, Cui-hun-jiu tetap tidak merasakan adanya
gerakan apapun di sekelilingnya, tapi diwaktu dia menunduk
kebawah dan memandang keruang sembahyang, hampir saja
dia berteriak, mulut melongo mata terbeliak. Sungguh-
sungguh aneh. Entah sejak kapan di tengah ruang
sembahyang tahu-tahu sudah duduk tiga orang, diam tidak
bergerak atau bersuara, bagaimana ketiga orang ini datang
30 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan masuk ke dalam ruang sembahyang" Ternyata tanpa
dirasakan dan diketahui olehnya.
Tempat persembunyian Cui-hun-jiu kebetulan terletak di
atas lampu kaca yang tergantung di tengah-tengah ruang, jadi
kebetulan dia berada di tempat yang gelap, namun keadaan
ruang sembahyang ini dapat dilihatnya dengan jelas sekali.
Tampak ketiga orang ini duduk bersila di atas kasur bundar
dalam posisi segi tiga, orang yang berada di sebelah atas
ternyata seorang laki-laki setengah baya berpakaian Bunsu
(kaum sastrawan), mengenakan jubah sutra biasa, kepalanya
terbungkus kain persegi, wajahnya putih bersih tak
berjenggot, usianya kira-kira baru menanjak empat puluhan,
sebelah tangan kanan terletak di atas lutut, jelas kelihatan
jarinya hanya tinggal jari telunjuk saja, dari jari tunggal ini
dapatlah ditebak bahwa laki-laki sekolahan ini pasti adalah It-
ci-sin-mo yang menggetarkan Bulim itu.
Sekilas Cui-hun-jiu agak tertegun, pikirnya: "Kiranya
tampang It-ci-sin-mo setampan ini dan ramah tamah, semula
kukira ia berwajah bengis dan jahat, kalau tidak melihat jari
tunggalnya itu siapapun pasti takkan mau percaya bahwa
dialah gembong iblis yang ditakuti oleh kaum persilatan, hehe,
keparat ini ternyata pandai memelihara wajah dan menunda
kelanjutan umurnya."
Yang ada disebelah kanan ternyata seorang tua yang
berlengan tunggal, lengan kirinya semampai dan kosong,
perawakannya pendek, rambut kepalanya sudah beruban,
dagunya dihiasi secomot jenggot kambing, mukanya tepos
tubuhnya kurus kering, tak ubahnya kerangka yang
terbungkusi kulit berkeriput. Ciu-hun-jiu berpikir: "Kakek tua
kecil kurus ini, mungkin adalah Lam-jan (si cacat dari
selatan)." Waktu dia menoleh kesebelah kiri, yang duduk adalah
seorang Tojin yang kehilangan kuping sebelah kiri dan picak
mata kanannya, usianya juga sedang menanjak setengah
31 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baya, kira-kira sebanding dengan It-ci sin-mo, rambut dan
jenggotnya masin hitam mengkilap, namun kulit mukanya
seperti disepuh emas, sebuah Buli-buli besar digendong
dibelakang punggung, selintas pandang orang akan tahu bila
dia inilah Pak-koat (kurang lengkap dari utara).
Tiga orang duduk bersimpuh diam tak bersuara, siapapun
tak hiraukan siapa, tak ubahnya seperti tiga patung batu.
Tepat ditengah ketiga orang, terletak sebuah piring kayu yang
ditutup sapu tangan sutra hijau, bagian tengahnya tampak
menonjol, apa yang berada diatas piring" Sudah tentu sukar
diketahui. Kini Cui-hun-jiu sendiripun harus menahan napas, dengan
mendelong dia awasi ketiga orang di bawah. Sekarang dia
baru tahu bahwa apa yang dia duga ternyata tidak salah,
benda yang berada didalam piring itu adalah pusaka yang
diperebutkan selama puluhan tahun oleh ketiga gembong iblis
tanpa penyelesaian, benda pusaka itu pula yang menjadi
incaran ketiga kelompok jago-jago kosen yang sembunyi
didalam dan diluar biara, bila ketiga gembong iblis ini saling
labrak dan terluka parah atau mati, baru mereka akan
memungut keuntungan, merebut atau merampasnya secara
men dadak. Sudah tentu sebelum ketiga gembong iblis ini
saling cakar-cakaran dan terluka parah, siapapun tiada yang
berani turun tangan. DI luar dan di dalam biara ini kini ada tujuh gembong silat
yang berkepandaian tinggi, ditambah Cui-hun-jiu dan gadis
yang ikut bersama Hu-yong-sian-cu semuanya ada sembilan
orang, tapi suasana sungguh amat sepi, ternyata orang-orang
di dalam dan di luar biara yang menyembunyikan diri itupun
sama menahan napas. Keheningan kira-kira berlangsung semasakan air, boieh
dikata Cui-hun-jiu tak pernah mengedipkan kedua matanya,
dia menunggu dengna sabar, akhirnya dia melihat ada orang
yang mulai bergerak, dia adalah It-ci sin-mo.
32 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tanpak dia sedikit angkat kepala, di antara kelopak
matanya yang merem melek Itu, tampaK mencorong dua larik
sinar terang yang dingin setajam mata goiok kemilau,
beruntun dia menyapu pandang kearah Lam-jan dan Pak-koat,
wajahnya tampak tersenyum sinis dan aneh, suaranya serak
dan sumbang, tapi nadanya lebih mirip suara seorang gadis
belia: "Hahaha hari ini kita bertemu lagi."
Lengan kosong Lam-jan yang bergantung lemas tiba-tiba
melambai meski tiada angin menghembus kepalanya tetap
menunduk, tapi suaranya terkekeh dari kerongkongan: "Itulah
yang dinamakan kalau bukan jodoh tidak akan berkumpul."
Pak-koat yang duduk di depan Lam-jan mendadak
membuka mata tunggalnya, bagai selarik kilat saja dia
menatap kedua orang di depannya, katanya sinis : "Ternyata
kalian masih panjang umur, tidak lekas mati."
It-ci-sin-mo terkial-kial, katanya : "Berkat do'amu, dalam
jangka sepuluh tahun mendatang, yakin aku masih belum
mampus." Baru sekarang Lam-jan angkat kepala, tampak mukanya
yang kurus kering tak ubahnya seperangkat tengkorak hidup,
tulang pipinya menonjol tinggi, mimik mukanya lebih mirip
mayat hidup, mulutnya terkekeh lebar, katanya : "Aku tua
bangka ini selamanya tak mau memberi kelonggaran terhadap
siapapun, namun bicara soal mati, aku jadi enggan untuk
mendahului kalian berdua."
Pak-koat menjengek dingin : "Jadi, kalian masih punya
urusan yang belum beres, sitakan memberi pesan dulu.
Sebagai sahabat tua, boleh nanti kuwakilkan membereskannya" Ujung bibir It-ci-sin-mo menyungging senyum misterius,
katanya : "Sudah dua puluh tahun, kawan-kawan tua, kalian
punya permainan baru apa yang lebih segar?"
33 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lam-jan berludah sekali, jelas dlantara ketiga orang ini,
wataknya paling keras dan berangasan, hardiknya : "Aku
orang tua paling benci mendengar orang membual, kalian
punya bekal apapun boleh keluarkan saja, banyak atau sedikit
seluruhnya kusambut dengan senang hati." .
Mata tunggal Pak-koat melotot Kearah Lam-jan, matanya
memancarkan sinar dingin yang membayangkan kekejaman
hatinya, bentaknya : ,,Aku tua bangka ini selamanya tak
pernah membual, tahu."
Dengan suara serak It-ci sin-mo tertawa kering katanya :
"Jangan ribut, jangan ribut. Selama enam puluh tahun, kita
sudah berkumpul enam kali, setiap berkumpul kalian selalu
ribut mulut, untuk sekali ini bagaimana kalau kalian tidak
perang mulut lagi?" Mendengar pembicaraan ini baru Cui-hun-jiu maklum,
kiranya setiap sepuluh tahun ketiga gembong iblis ini kumpul
sekali sambil mengukur kepandaian, kali ini untuk yang
ketujuh kali, jadi untuk memperebutkan benda pusaka itu
mereka sudah bentrok selama tujuh puluh tahun.
Terdengar It-ci-sin-mo berkata pula setelah ter tawa
kering: "Haha Liu loto, kau memang teman sejati, andaikan
kami memang harus mangkat lebih dulu, Seng loji akan pesan
apa, aku tidak tahu tapi aku memang perlu pesan satu hal
kepadamu, entah kau sudi melakukan tidak untuk aku?"
"Selamanya Liu Ji-hwi tidak pernah menjilat ludahnya
sendiri." "Bagus sekali,' seru It-ci-sin-mo, "persahabatan kita
memang semakin kokoh sejak perkelahian yang pertama dulu,
tua bangka buntung lengan, sudilah kiranya kau menjadi
saksinya?" "Cuh, aku tidak sudi ' teriak Lam-jan.
"Lho, kenapa." 34 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tulang pipi Lam-jan yang menonjol kering itu tampak
mengkilat, pundaknya tampak terangkat, katanya : "Kau si
banci ini sepantasnya sudah mampus sejak dulu, kenapa kau
ingin menyeret ku keliang kubur" B ila aku jadi saksi, itu berarti
aku harus hidup dan menunaikan pesanmu. memangnya kau
kira aku orang tua ini sesabar itu."
Tergerak hati Cui-hun-jiu, bathinnya : "O, Judi It-ci-sin-mo
ini ternyata seorang banci."
Pak-koat menjengek dingin.
It-ci-sln-mo tertawa kering pula, ujarnya: "Seng loji, kau
memang berangasan, omonganku belum selesai, kau sudah
ribut tidak karuan, tak usah kau menunggunya dengan sabar,
terang diapun takkan bisa hidup lama menunaikan pesanku,
saksi yang kumaksud tadi adalah sekarang ini harus kau
lakukan." Lekas Pak-koat tertawa dingin dengan nada bengis,
katanya: "Tua bangka, sudah jelas bukan" Tuh ada orang
sedang mengigau." "Aku orang tua ini memangnya sudah terkenal berangasan,
mau kentut atau ingin berak lekas lakukan saja."
"Cita-citaku selama hidup dan belum terlaksana sampai
sekarang, yaitu memenggal leher Liu lothau serta mengorek
keluar isinya untuk kujadikan pespot. Hai, Liu loto, kita kan
kawan lama, tentunya kau sudi melakukannya bukan?"


Walet Emas Perak Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hampir saja Cui-hun-jiu tertawa geli mendengar banyolan si
banci ini, batinnya : "It-ci-sin-mo ternyata culas dan humor
juga, dari perkataannya ini dapatlah disimpulkan bila wataknya
jauh lebih telengas dan jahat dibanding Lam-jan dan Pak-
koat." Wajah Pak-koat yang kuning seperti disepuh emas
menampilkan hawa membunuh, mata tunggalnya melotot
35 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
besar, hardiknya keras : "Siang It-bin, berani kau menghina
Liu Ji-hwi, untuk menghibur diri "!"
Kali ini Lam-jan ternyata tidak ribut lagi, suaranya ternyata
riang, tangan kirinya menepuk paha sembari berseru: "Bagus,
bagus sekali, untuk soal ini aku mau jadi saksi."
It-ci-sin-mo tertawa gelak gelak, katanya: "Liu Ji-hwi,
memangnya kentutmu tidak boleh dipercaya."
"Kentutmu busuk." hardik Pak-koat beringas.
"Bau sekali." seru Lam-jan tertawa gelak-gelak-
Tampak tubuh Pak-koat bergerak, tiba-tiba ia sudah berdiri,
matanya mendelik marah menatap kedua lawannya.
Tapi It-ci-sin-mo malah tergelak-gelak senang, nerunya :
"Liu loto kau ributi apa " Mumpung sudah ada di sini,
memangnya siapa yang bakal menepuk pantat tinggal pergi
tanpa ada gawe (kerja)" Silakan duduk, marilah kita bicara
soal ini dengan baik-baik."
"Betul," Lam-jan menimpali, "kita tiga bangkotan yang
tidak mau mampus ini, setiap sepuluh tahun bertarung sekali,
cara ini kukira sudah usang, kalau kali ini tetap seri alias sama
kuat, kusarankan untuk berhantam sampai titik darah
penghabisan, persyaratan yang telah kita sepakati bersama itu
kurasa perlu dirobah total.'
"Kurasa kalian sudah tiada mempunyai kesempatan lagi."
jengek Pak-koat. Sikap it-ci-sin-mo tetap santai, katanya gelak-gelak: "Ada
kesempatan atau tidak itu soal lain. aku sih setuju akan usul
Sengloji. Marilah, duduk dulu. Sesama sahabat tua berkelekar
dan main olok-olok beberapa patah kata, kenapa sampai perlu
dibuat keki" ' 36 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba terunjuk senyum misterius di muka Pak-koat, tapi
hanya sekejap saja, setelah mengekeh dua kaii segera dia
duduk kembali di kasur bundarnya semula.
Dingin dan tajam tatapan mata It-ci-sin-mo kepada keiaa
lawannya, katanya pula: "Bicara terus terang, kedatanganku
kali ini mempunyai usul yang sama dengan Seng loji,
permainan garuk anjing kalian, terus terang aku Siang lt-bin
sudah terlalu apal dan kuanggap sepele saja, demikian juga
kelihayanku kalianpun sudah mengetahuinya, oleh karena itu
selama tujuh puluh tahun ini, kita bertarung tanpa
menghasilkan apa-apa, sehingga siapapun takkan mampu
memanfaatkan benda ini." Sampai disini dengan pandangan
tamak dia mengawasi piring kayu di-tengah mereka, lalu
menambahkan : "Alasan utama dahulu bukan melulu karena
benda ini, tentunya kalian juga tahu, karena perebutan yang
berlarut-larut ini, rahasia kita bertiga sudah bocor, kini bukan
sedikit kaum tamak yang ingin juga mengincar barang itu,
jikalau kita tidak lekas membuat penyelesaian, kita saling
rebut orang lain yang bakal memungut keuntungannya."
"It-ci-sin-mo memang lihay dan licik, kiranya dia pun sudah
menduga akan kenyataan ini," demikian bathin Cui-hun-jiu
dari tempat sembunyinya. Lam-jan terkekeh penuh keyakinan, katanya : "Memangnya
siapa yaug punya nyali besar. Aku jadi tidak sabar untuk
memenggal kepalanya."
"Sudah tentu, dalam hal ini aku dan Liu loto juga
sependapat dengan kau." Demikian kata It-ci-sin-mo, "Liu loto
bagaimana pendapatmu?"
Pak - koat terkekeh - kekeh, katanya : "Coba katakan, coba
jelaskan." "Karena taraf permainan kita bertiga maslng masing sudah
sama tahu, menurut hematku dilan jutkan juga tiada akhirnya,
itu berarti kita haru menunggu sepuluh tahun lagi, selama
37 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepulu tahun ini perubahan amat besar, soal lain akui tidak
perlu kuatir, tentunya kalian juga suda tahu, kawan yang
muncul di puncak misterius d Kiu-ting-san itu, mungkin tidak
akan member kesempatan pada kita untuk menunggu lagi.
--ooo0dw0ooo-- Jilid 2 Dengan nada hina dan mengejek Pak-koat berkata :
"Tahukah kau kawan macam apakah dia?"
Lam-jan mengangkat tulang pundaknya, katanya: "Kalau
tiada harimau diatas gunung, kerapun jadi raja. Kita bertiga
terlibat oleh urusan yang satu. ini, sehingga tak pernah
perhatikan kejadian di-luaran. Hm, setelah malam ini berakhir,
aku orang tua akan naik kepuncak itu untuk me lihat nya
sendiri." It-ci-sin-mo melirik kedua lawannya, katanya tetap tertawa
: "Akupun tiada tempo untuk mengurus persoalan tetek
bengek, siapa sahabat diatas puncak itu" Akupun tidak tahu,
tapi kenyataan dia memang cukup lihay."
"Cukup lihay apa, amat lihaypun aku orang tua tidak
peduli." demikian jengek Lam-jan penuh keyakinan pada diri
sendiri Pak-koat menengadah berpikir cukup lama, mendadak dia
berkata : "Tidak tahu ya sudah, tidak perlu membuang banyak
tenaga, urusan yang tidak perlu tak usah dibicarakan,
bukankah tadi kau bilang herdak membicarakan urusan kita':"
"Hahaha, oleh karena itulah kupikir, ma lam ini kita harus
merobah cara, tak perlu kita capai lelah bertarung mati-matian
di s ini." "Batal?" Lam-jan dan Pak-koat berseru bersama.
38 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, pertarungan ini dibatalkan saja. Kita gunakan sahabat
yang belum dikenal di puncak Kiu-ting-san itu sebagai
pertaruhan, siapa lebih dulu dapat memenggal batok
kepalanya dialah yang menang."
"Yuh, akal bagus, cara bagus." seru Lam-jan.
"Ya, memang pertaruhan yang cukup menyenangkan."
demikian bathin Cui-hun-jiu.
Mata tunggal Pak-koat mencorong bagai lampu, tatapannya
dingin kemuka It-ci-sin-mo seolah-olah dia sedang meneliti isi
hatinya, apakah di belakang sarannya ini orang menyembunyikan tipu muslihat keji.
Jiwa Lam-jan ternyata lebih polos, dengan tawa keras dia
berkata : "Asal Liu loto setuju, akupun boleh akur saja."
"Siang It-bin," tiba-tiba Pak-koat berkata dengan ssnyum
licik, "kita sama-sama belum pernah melihat orang itu, kalau
kau memenggal kepala seorang lain, bagaimana kita bisa
dapat membuktikan kalau dia orang yang berada dipuncak
misterius itu ?" Bola mata Lam-jan yang kemuning seperti lairang tidur
berputar-putar, akhirnya dia menepuk paha, teriaknya : "Ya,
betul." "Kecuali kalian tidak berani masuk kepuncak itu, atau
hakekatnya kalian tidak mampu naik kesana." dasar licik It-ci-
sin-mo balas mengejek. Selama hidup Lam-jan dan Pak-koat tidak pernah tunduk
dan mengalah kepada orang lain, lapi watak Pak-koat picik
dan licin, keculasannya tidak asor dibanding It-ci-sinm, segera
dia terkial-kial pula,katanya : "Hehe, kalau dikatakan kam i jeri
pada orang, bukankah itu merupakan berita aneh dikolong
langit ini" Umpama kami tidak mampu naik kepuncak itu,
memangnya kau Siang It-bin mampu" Lalu bagaimana,
umpama ada diantara kita yang tidak mampu naik, maka
39 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang yang naik keatas, dan lalu turun lagi, dengan
menenteng batok kepala orang, barulah dia terhitung sebagai
pemenang?" "Boleh," teriak Lam-jan tepuk paha pula, cara Itu memang
baik, siapapun takkan dapat ditipu."
Mau tidak mau Cui-hun-jiu jadi kecewa, bukan kecewa
karena tidak dapat menyaksikan pertarungan sengit ketiga
gembong iblis ini, bukan lantaran dia ingin memungut
keuntungan bila ada kesempatan, tapi dia kecewa karena
kedatangannya kali ini kembali sia-sia, ternyata ketiga
gembong iblis ini hakekatnya tiada sangkut pautnya dengan
peristiwa misterius dari puncak digunung Kiu-ting san itu.
Kalau kenyataan memang tiada sangkut pau nya, sudah
timbul niatnya tinggal pergi saja, di sudah tidak peduli lagi apa
yang diperebutkan ketiga gembong iblis selama tujuh puluhan
tahun dia kira paling-paling semacam mestika yang jarang ada
atau buku pelajaran silat, akan semua itu dia tidak pernah
ketarik dan tidak ingin memilikinya, salah-salah bisa dirinya
terus berada di sini, bisa terembet, urusan malah celaka.
Tapi ketiga gembong iblis duduk ditengah ruang tepat
dibawahnya, diluar biara masih ada jago-jago kosen yang
mengintip lagi, kalau sekarang dia bergerak, pasti jejaknya
konangan, apa boleh buat terpaksa dia menunggu dengan
sabar. Mendadak didengarnya It-ci-sln-mo tertawa gelak-gelak,
katanya : "Seng loji, Liu loto, keputusan kita ini
mengecewakan beberapa teman yang datang dari jauh."
"Lihay benar", demikian batin Cui-hun-jiu "ternyata iblis ini
tahu kalau diluar dan didalam biara ada orang mengintip".
Lam-jan segera angkat kepalanya menoleh ke arah patung
pemujaan, katanya dengan tawa kering : "Memangnya,
bernapaspun orang harus lirih-lirih, kalau kita bertele-tele
40 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkepanjangan, jangan heran kalau orang mati sesak
napasnya." Pak-koat juga mendengus, jengeknya: "Malam dingin kabut
tebal, dua kawan diatas pohon di luar pintu itu silakan turun
beristirahat." It-ci-sin-mo terloroh-loroh, katanya mendongak : "Kaupun
turunlah, jongkok diatas apa tidak lelah?"
Karuan Cui-hun-jiu kaget sekali, dia tahu dirinya jelas
bukan tandingan ketiga gembong iblis ini, tapi selama malang
melintang kapan dia pernah takut menghadapi musuh, kini
jejaknya sudah konangan, mumpung masih ada kesempatan
biar dia mohon pelajaran dari gembong-gembong iblis yang
tiada bandingannya ini. Tak kira baru saja tergerak pikirannya, diatas biara seorang
sudah bersuara lebih dulu : "Tiga bangkotan tua yang tidak
mau mampus ternyata memang cerdik pandai, Yong-ji, mari
kita turun." maka angin kesiur, dua orang telah melayang
turun kebawah. Cui-hun-jiu sudah hendak me lompat turun,
serta mendengar suara Hu-yong sinenek dari atap rumah-lekas dia
batalkan niatnya, ingin dia melihat perkembangan lebih lanjut.
Kejap lain, dari pucuk pohon diluar biara seorang bergelak
tertawa, katanya : "Hwesio Edan (gila), orang sudah tunjuk
hidung, kau mau turun tidak?"
"Setan mabuk," terdengar seorang tertawa terkekeh malu-
malu, "aku tidak punya cawat."
Yang bersuara lebih dulu sudah tentu adalah Hwesio
pemabukan dan Go-bi, terdengar dia mencemooh : "Gila,
kiranya kau pura-pura edan, memangnya kau juga tahu kalau
tidak pakai cawat (celana) malu dilihat orang, lekaslah kau ikat
kencang jubah Hwesiomu saja, tidak turun tidak mungkin, kita
41 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepasang mestika ini, kurang satu mana bisa bermain dengan
baik?" "Apa boleh ?" tanya Hwesio edan.
"Boleh saja." Maka terdengar, suara keresekan dahan pohon, tampak
dua Hwesio gundul melompat turun bersama.
Pada saat yang sama, dari balik kain gordyn di belakang
patung pemujaan diruangan tengah itu, tampak Tojin
berambut merah itupun sudah beranjak keluar, begitu dia
melompat keluar dan kaki menginjak lantai, seketika dia
terloroh-loroh, sua ranya seperti genta : "Tempat sembunyi
pinceng, ternyata tak mampu mengelabui kalian bertiga."
Baru sekarang Cui-hun-jiu me lihat jelas, kira nya Tojin
rambut merah ini bukan lain adalah jago nomor dua dari
Thian-te hwe, yaitu diberi nama julukan Jik-hwat-ling-koan
Cau Hwa-ong. Tiga kelompok orang yang kepergok sudah ke luar semua,
namun It-ci-sin-mo, Lam-jan dan Pak-koat tetap duduk
bersimpuh ditempatnya, sikapnya dingin dan tak acuh, seolah-
olah mereka tidak pandang sebelah mata orang-orang ini-
Sekilas menyapu pandang kepada orang-orang yang baru
muncul ini, suara pertanyaan It-ci-sin-mo lebih bernada
membentak : "Untuk apa kalian datang kemari ?"
Kontan berubah air muka Jik-hwat-ling-koan Cau Hwa-ong
oleh pertanyaan ketus ini, dalam T hian-te-hwe kedudukannya
sebagai Thian-tam Tamcu, Jik-yam elang yang dia yakinkan
pernah menggetarkan Kangouw,
biasanya dia amat mengagulkan diri dan amat congkak, walau dia tahu bahwa
ketiga gembong iblis ini bukan orang sembarang tokoh namun
belum ada orang yang tahu pasti sampai di mana kelihayan
mereka, setelah merah padam air mukanya, segera ia
menyeringai dan balas mengolok : "Thian-su-thong adalah
42 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Walet Emas Perak Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat ibadah yang suci, kalau kalian bertiga boleh kemari,
memangnya kenapa pinto tidak boleh ?"
" Blang" mendadak dari luar pintu biara terdengar suara
keras, gema suara yang besar seperti sesuatu yang jatuh
menyentuh bumi, disusul terdengar suara Hu-yong siancu
yang membentak marah : "Tiga tua bangka yang tidak mau
mampus, orang lain jeri pada kalian, memangnya aku nenek
tua gentar " Nah aku sekarang sudah turun, masih ungkang-
ungkang saja kalian duduk di situ'.'" bayangan orang
berkelebat, tahu-tahu dua orang sudah melayang ke dalam
ruang sembahyang. Waktu Cui-hun-jiu pasang mata, terlihat yang muncul itu
ternyata seorang nenek yang telah ubanan, wajahnya penuh
keriput, tangannya memegang tongkat sebesar lengan,
dipucuk tongkatnya dihiasi sekuntum kembang berwarna
merah dalu, begitu indah warnanya seakan-akan kembang asli
yang masih segar. Cui-hun-jiu belum pernah melihat Hu-yong si nenek keriput
ini, namun dia pernah dengar bahwa enam puluh empat jalan
Hong-lui-koay yang dia yakinkan selamanya tidak pernah
memberi ampun kepada siapapun, malah kembang diujung
tongkat itu merupakan simbul kebesarannya, lagi merupakan
kepandaian tunggalnya pula, orang menamakan Toan-yang-
hoa (kembang pemutus usus) jago silat mana dalam Bulim
yang berani mengusiknya bila mendengar nama Huyong si
nenek keriput. Waktu Cui-hun-jiu melirik kewajah gadis yang dipanggil
Yong-jiu itu, jantungnya hampir melonjak keluar, kedua
matanya seketika melotot kesima seperti tersedot oleh
kekuatan gaib. Hal ini belum pernah ia rasakan dan alami selama
hidupnya, memang sebagai pemuda siapapun pasti kemaruk
paras cantik, asal tidak cabul, tapi Cui-hun-jiu yang satu ini
justru lain dengan pemuda umumnya, tidak sedikit gadis
43 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cantik yang pernah dilihat dan dikenalnya, malah tidak sedikit
diantaranya yang tergila-gila padanya, ada yang kagum akan
kepandaian silatnya, ada pula yang kepincuk akan kegagahan
dan kecakapannya, tapi selama ini tiada satupun yang menarik
perhatiannya, semuanya dibuang atau tidak dihiraukan sama
sekali, karena itulah dia memperoleh julukan "Tok-hu", maksud
dari julukan ini, kecuali menyindir sepak terjangnya yang
selalu seorang diri, selamanya tak mau berkenalan dengan
siapa saja, sudah tentu sikapnya yang dingin dan tidak mau
bersahabat serta menolak cinta itulah yang menimbulkan rasa
kurang senang pemujanya. Tapi malam ini diwaktu sorot matanya tertuju kewajah
Yong-ji, seketika dia terpesona. Sungguh lak pernah dia
bayangkan didimia ini betul-betul ada gadis secantik ini yang
dapat membetot sukmanya. Betapa cantiknya, yang terang
terlalu luar biasa dan sukar dilukiskan dengan segudang kata,
sanjak-sanjak pujian atau huruf kata yang biasa tepat untuk
melukiskan keelokan seorang gadis, rasanya juga belum cukup
untuk melukiskan kecantikan gadis yang satu ini.
Yang terang Yong-ji memang teramat cantik dan rupawan,
begitu ayu dan jelita sampai rasanya menakutkan orang,
terutama lesung pipit yang menghiasi kedua pipinya, begitu
anggun, asri menambah keluwesan, kelembutannya terasa
begitu agung dan suci, setiap jengkal anggota tubuhnya tiada
yang ciri, bukan saja penuh dilembari gaya remaja nan
mengobarkan daya hidup semarak, sehingga siapapun yang
menatapnya pasti terpesona, kelelap dan terbuai oleh
lamunan dan angan-angan yang memabukkan.
Loroh tawa yang menggetar keras tiba-tiba menyentak
lamunan Cui-hun-jiu, itulah gelak tawa yang keluar dari mulut
Hwesio pemabukan dari Gobi . "Edan, kita kan juga harus
masuk, mantu jelek akhirnya kan harus menghadap mertua,
kita sepasang mestika Ini, jangan karena takut digebuki lantas
tidak berani masuk." ditengah gema suara nya muncullah
44 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang Hwesio dengan langkah gentayangan, mukanya
tampak merah seperti terlalu banyak lombok, wajahnya
tampak murung dan matanya ngantuk seperti terlalu banyak
minum arak. Besar kecil disekitar pinggangnya bergelantungan
delapan buli-buli, semuanya berisi arak.
Dibelakang Hwesio pemabukan adalah Hwesio yang
berwajah kotor dan kepalanya yang gundul kelimis itupun
penuh berlepotan debu, jubahnya bukan saja kedodoran,
koyak dan lebih kotor lagi dibanding jubah yang dipakai
Hwesio pemabukan, kalau yang belakang mulur, sebaliknya
bagian depan melambai kependekan, bagian samping tampak
diikat pula dan bagian yang koyak tampak diikat dengan tali
rami, kedua tangannya menarik lurus kedua ujung jubahnya
sampai kebawah lutut dengan tubuh sedikit terbungkuk-
bungkuk, melihat kelakuannya orang yakin dia memang tidak
memakai celana. Tapi mulut besar Hwesio ini justru menyengir lebar, seperti
lutung yang baru pertama masuk kota, kedua bola matanya
jelalatan, entah karena takut atau malu, sambil memegang
dan mendekap ujung jubahnya dia mengintil dlbelakang
Hwesio pemabukan, lagaknya seperti bocah berbuat salah dan
sembunyi di belakang ibunya takut dihajar ayah nya, tingkah
lakunya memang lucu dan menggelikan.
Begitu kedua Hwesio pemabukan dan Hwesio gila ini
muncul, Cui-hun jiu yang biasanya bersikap kaku ketus dan
dingin, tanpa terasa ikut tersenyum senang, karena dia tahu
kedua orang ini adalah padri sakti yang sudah sejak lama
keluyuran di dunia Kangouw dengan tingkah polanya yang
kocak, bicara soal Kungfu kedua orang ini jelas tidak dlbawah
bekal kepandaian yang dimilikinya sekarang.
Kini tiga rombongan orang sudah berada dalam ruang
sembahyang semua, sinenek Hu yong berada disebelah kanan
pintu biara, sementara kedua Hwesio pemabukan dan gila
berada disebelah kiri, sedangkan Jik-hwat-ling-koan Cau Hwa-
45 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ong berdiri didepan patung pemujaan, kebetulan posisi
mereka secara tidak langsung mengepung It-ci-sin-mo Lam-
jan dan Pak-koat. Jangan kata angkat kepala, ketiga gembong iblis ini
ternyata melirikpun tidak, seolah-olah mereka tidak merasakan
kehadiran orang lain, akhirnya Pak-koat yang terkekeh seram,
katanya : "Lekas katakan, bukankah kalian ingin merebut
benda di atas lantai ini ?"
Si nenek Hu-yong mengetuk ujung tongkatnya kelantai,
serunya : "Cuh, memangnya siapa kepingin benda macam apa
yang kalian rebutkan itu, soalnya kudengar kalian tiga
bangkotan yang tidak mau mampus ini sudah bertarung
selama tujuh puluh tahun tanpa ada penyelesa ian, hal ini
menarik perhatiaa aku si nenek ini, maka ingin aku
menyaksikan." "Hm, ya dapat dimaklumi." seru Lam-jan tanpa angkat
kepala. It-ci-sin-mo segera buka suara "Cau Hwa-ong untuk apa
kau kemari ?" Memangnya hati Jit-hwat-ling-koan sudah tidak senang
karena merasa diremehkan, segera dia menyeringai dingin,
jengeknya : "Toyu senang kemana boleh kemana,
memangnya siapa berani melarang aku ?"
Belum habis dia bicara It-ci-sin-mo sudah terloroh-loroh
sambil menengadah, namun rona mukanya berubah sadis
penuh nafsu membunuh, desisnya tegas : "Ada suatu tempat
yang menyenangkan, apa kau suka ke sana ?"
"Tempat apa?" sembari balas bertanya Jik-hwat-ling-koan
mengebaskan lengan jubahnya, berbareng kakinya menyurut
mundur dua kaki, kedua tangan tersilang didepan dada, hawa
murni sudah terkerahkan. 46 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
It-ci-sin-mo masih tetap bersimpuh membelakangi dia,
seperti tidak acuh dan tidak ambil perhatian, suaranya yang
dingin terdengar menyeram kan sambil ditarik panjang :
"Akhirat" tepat pada suku kata "rat" mendadak tangannya
terangkat menuding kebelakang.
Jik-hwat-ling koan terhitung jago kosen yang top dalam
Bulim pada masa kini, apalagi sebelumnya dia sudah siap
siaga, begitu melihat lengan It-ci-sin-mo bergerak, diapun
membarengi dengan sebuah hardikan, Jik-yam-ciang yang dia
banggakan pun sekaligus dia lontarkan sepenuh tenaga.
Ditengah deru kencang, hawa dalam ruangan pemujaan
seperti bergolak dan meledak, seperti hembusan hawa panas
dimusim rontok yang mengeringkan kehidupan alam semesta,
berderai keempat penjuru, lampu kaca yang tergantung
ditengah ruanganpun tampak bergoyang dan menjadi guram
hampir padam. Cui-hun-jiu duduk diatas lampu kaca, ditempat ketinggian,
namun diapun merasakan sampokan keras dari hawa panas
yang bergolak ini, sehingga napasnya terasa sesak. Tapi
kejadian se lanjutnya sungguh sukar diikuti dengan pandangan
mata, terdengar suara yang amat jelas seperti sesuatu benda
runcing yang menusuk amblas kebadan orang di susul suara
jeritan yang menyayat hati.
Begitu pandangan Cui-hun-jiu beralih kearah Jik hwat-ling-
koan, melihat apa yang telah terjadi seketika hati kejut mata
melotot, jago kosen nomor dua dari Thian-te-hwe yang
berkedudukan sebagai Thian-tam Tamcu ini, kini sudah
menggeletak celentang, dadanya bolong sebesar mulut
cangkir arak darah tampak menyembur keluar.
Waktu dia menoleh pula kearah It-ci-sin-mo, orang Ini
tetap duduk bersimpuh seperti tidak pernah terjadi apa-apa,
badan tidak bergem ing sama sekali, cuma wajahnya saja yang
kelihatan menyeringai puas dan sadis. Tudingan jari It-ci-sin-
47 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mo dengan gerakan seenaknya itu, memang tidak malu dia
dijuluki It-ci-sin-mo (iblis sakti berjari tunggal).
"Siang It-bin," jengek Hu-yong si nenek keriput
"memangnya kau hendak pamer dihadapanku?"
Yong-ji menjerit kaget dan lekas berpaling, serunya :
"Nenek, sungguh mengerikan, jari-jari tangannya yang runcing
halus mengelus dada, sikap nya yang aleman sungguh
menimbulkan rasa kasihan dan sayang."
Pada saat yang sama Hwesio pemabukan menanggalkan
sebuah buli-buli dari pinggangnya terus menenggaknya
seteguk sambil melirik dengan sorot pandangan ngantuk.
Sementara Hwesio gila yang sembunyi dibelakangnya tiba-tiba
menjerit sekali terus putar tubuh lari mencawat ekor. Tapi
kedua tangannya menarik dan menyempitkan jubahnya, mana
dapat dia lari kencang, lekas Hwesio pemabukan ulur tangan
menjambretnya, telak dia mencengkrak kuduk jubah orang
serta menyeretnya balik, serunya "Sahabat baikku, jangan
kau lari.!' Hwesio gila seketika mewek-mewek seperti hampir
menangis, suaranya serak dan keras : "Kakek setan kecil,
jangan kau pegang aku. Selama hidup aku Hwesio gila tidak
pernah berbuat jahat atau salah, hanya sekali aku kencing dan
ku suguhkan kepada Suhu sebagai arak minuman, ya ampun,
ampun, lain kali aku tidak berani lagi."
Pak-koat mendengus kereng, serunya : "Hwesio jangan
kalian pura-pura main sandiwara di sini bukalah matamu
lebar-lebar, siapa dihadapan kalian. Hayo katakan, untuk apa
kalian kemari ?" Saking ketakutan Hwesio gila goyang kedua tangannya,
mulutpun berteriak dengan suara tergagap: "Jangan salahkan
aku, bukan aku yang ingin kemari, dia......dia inilah.....yang
mengajakku ..." mulut bicara sementara tubuhnya menyurut
mundur sambil meronta mundur.
48 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mungkin karena terlampau takut dan ngeri, sehingga kedua
tangannya lupa pada tugasnya semula dan kini digoyang-
goyang naik turun sehingga lupa memegang ujung jubahnya
lagi, diluar tahunya begitu dia lepas pegangan, belum lagi
bicara habis, pegangan tangan Hwesio pemabukan juga
terlepas! karuan Hwesio gila terhuyung mundur dan akhirnya
jatuh terjengkang dengan kaki tangan mencak-mencak
menghadap keatas terus terguling-guling keluar ruangan
sembahyang. Memangnya dia mengenakan jubah pendek yang gondrong
lagi, di sana sini koyak dan cual cuil lagi, maka begitu dia
jatuh terjengkang dan terguling, sudah tentu jubahnya itu
tersingkap naik dan kebetulan tubuh bagian bawahnyapun
kelihatan, ternyata memang betul Hwesio gila ini tidak
memakai celana. "Hiii, nenek." Yong-ji berteriak ngeri dan malu.
Nenek Hu-yong sedang melotot penuh kewaspadaan
menghadapi ketiga gembong iblis, mendengar jeritan itu,
segera dia menoleh dan diapun sempat melihat adegan lucu
dan memalukan dari s i Hwesio, karuan dia menghardik gusar :
"Hwesio gila, kau ingin mampus." sekali mengetuk lantai Hu-
yong koay segera terayun dengan deru kencang, berbareng
tubuhnya menubruk maju, laksana samberan kilat tongkat
kembang itu mengepruk batok kepala. Saat itu Hwesio
pemabukan juga sudah memburu keluar dengan langkah
gentayangan seperti hendak menolong kawannya, baru saja
dia membungkuk sambil ulur tangan hendak memapah Hwesio
Gila, begitu mendengar deru samberan bagai kilat ini, saking
kaget lekas dia mengkeretkan kepala, berbareng dia
menjengkang kebelakang, dari mulutnya kontan menyembur
keluar sekumur arak, bagai laksaan bintik-bintik bintang
bertebaran, semburan arak dari mulutnya ini ternyata
mengeluarkan suara mendesis ramai seperti hujan lebat.
49 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Betapa tinggi Lwekang nenek

Walet Emas Perak Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hu-yong, sekedar menggentak tongkatnya itu tahu-tahu bergetar keempat
penjuru, sehingga semburan butiran arak yang bertebaran itu
seluruhnya ditangkisnya, tapi dia sendiri tidak berhenti dengan
gerakan langkah dan tongkatnya, tongkat bergerak mengikuti
gerak badan nya, ditengah tebaran butiran arak itu, kembali
tongkatnya sudah menyapu lurus dari kanan kekiri mengincar
batok kepala kedua Hwesio Jenaka itu.
"Sudahlah nenek, jangan kau berkelahi dengan mereka."
demikian teriak gadis juita itu seraya memburu keluar,
gerakannya ternyata amat gesit dan lincah. Ternyata sapuan
tongkat nenek Hu-yon tidak berhasil melukai kedua Hwesio
Jenaka, itu, "Biang" tongkatnya menggempur hancur saka
batu disamping pintu sehingga debu beterbangan.
Melihat adegan lucu ini, tak tertahan ketiga gembong iblis
itu jadi bergelak tertawa. Ditengah gelak tawa ketiga
gembong iblis itulah, tiba-tiba kuping nenek Hu-yong
mendengar suara orang berbisik: "Locianpwe, biarkan kedua
Hwesio itu lari." suara lirih seperti bunyi nyamuk.
Sekilas nenek Hu-yong melenggong, sementara Hwesio gila
sudah berguling beberapa kali terus melompat bangun serta
lari keluar. Hwesio pemabukan segera berteriak: "Hai, sahahatku,
jangan kau lari." Hwesio gila berpaling sambil menyengir kearah nenek Hu-
yong: "Mana boleh tidak lari, nenek itu amat galak."
Hwesio pemabukan ulur jari2 tangannya seperti hendak
mencengkram, sementara langkahnya gentayangan mirip
orang mabuk, yang betul dia mengunakan langkah Cui-pat-
sian, sementara mulutnya berkaok kaok: "Tapi urusan kita di
sinikan belum selesai?"
"Peduli amat, setan arak, kalau ingin mampus boleh kau
tinggal di sini." demikian seru Hwesio gila, yang satu lari yang
50 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lain mengejar, sekejap saja mereka sudah lompat keatas
tembok terus melambung keluar.
Tergerak hati nenek Hu-yong, mendadak dia mengetuk
tongkat diatas tanah, tubuhnya segera melambung keluar pula
seraya menghardik: " Yong-ji. hayo kejar." rambutnya yang
putih ubanan tampak melambai, disusul bayangan putih yang
meluncur seringan burung walet, cepat sekali kedua bayangan
mereka mengejar kencang kearah kedua Hwesio Jenaka tadi
menghilang Setelah bayangan kedua nenek dan cucu itu lenyap dibalik
tembok baru terdengar Pak koat Liu Ji-hwi membentak seraya
melompat berdiri. Kiranya karena adegan lucu si Hwesio gila
tadi, sehingga mereka terlalu asyik menonton, setelah
keempat orang itu lenyap dari pandangan baru mereka sadar
bahwa mereka memang sengaja main main untuk cari
kesempatan melarikan diri.
Begitu Pak-koat melompat berdiri, Lam-jan segera tertawa
kering, katanya: "Tosu tua, untuk apa kau mengejar,
memangnya kau juga ingin meniru orang berma in joget kera"
Untuk mencari mereka, bukan soal sulit, waktu masih panjang,
kenapa harus malam ini?"
Pak-koat mendengus hidung, namun dia urungkan niatnya
serta membalik tubuh. It-ci-sin-mo tertawa besar, katanya: "Seng loji agaknya kau
belum melupakan cinta masa muda, kenyataan kau masih
membelanya." "Memangnya?" Lam-jan berseloroh, "kalau kau jeri
mejghadapi Thian-te-hwe, biarlah sakit hatimu itu aku orang
tua yang menimpali kelak."
"Hm. orang orang ini semua berani mati," demikian dengus
Pak-koat, "berani mereka mengincar benda ini, hm."
51 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Per-lahan lahan It-ci-sin-mo berdiri, katanya tetap tertawa:
"Sudahlah. Kalau Seng loji sudah buka mulut, buat apa banyak
bicara. Marilah kita kerjakan tugas kita yang penting," lalu dia
ulur tangan menyingkap kain penutup nampan kayu.
Cui-hun-jiu memperhatikan dari atas, dalam nampan kayu
itu terletak sebuah kotak besi yang bersih dan mungil, kotak
besi ini berukir dan mengkilap, pada bagian tertentu tampak
disegel. "Boleh kalian periksa" demikian kata It-ci-sin-mo, "apakah
aku Siang It-bin menepati janji dan tugas, belum pernah aku
membuka dan mencuri lihat isinya."
"Sejak sekarang menjadi giliran Seng loji yang harus
menyimpan kotak ini, namun perlu kuperingatkan, karena kali
ini bukan lagi janji terbatas, maka kotak Ini harus selalu kau
gembol kemanapun kau berada, siapa yang menang harus
segera kau serahkan kepadanya, jikalau terjadi sesuatu,
putusan semula harus tetap kita pegang teguh, kita anggap
kau sengaja mencuri dan ingin mengangkanginya sendiri,
pada waktu itu, jangan kau menyesal bila kami bergabung
untuk menggasakmu." Lam-jan tertawa kering, pelan-pelan dia bungkus kotak besi
itu dengan kain sutra terus di simpan kedalam baju, katanya,
"Marilah pasti beres, kukira belum ada orang yang punya nyali
sebesar itu, berani mengusik sesuatu benda yang berada
dalam simpananku." Habis bicara, tubuh ketiga orang tampak sedikit bergem ing,
tahu-tahu bayangan dan jejak merekapun telah menghilang.
Melihat betapa hebat gerak tubuh ketiga gembong iblis yang
betul betul luar biasa ini , sampaipun dia yang menyaksikan
dengan mata mendelongpun tidak melihat jelas cara
bagaimana mereka berlalu, namun orang akhirnya pergi tanpa
memergoki dirinya, terhitung lega juga hatinya, sekali angkat
pundak, wajahnya yang membeku tersenyum kaku, pikirnya ,
"Begitupun baik, kalau aku tidak mengerahkan Liok meh-sin-
52 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kang, sehingga dapat menghentikan pernapasan dalam jangka
lama, mungkin jejak sembunyinya diatas pigurapun takkan
dapat mengelabuinya ketiga gembong iblis lihay itu. paling
tidak dirinya akan terlibat dalam kesulitan, Maklum,
memangnya apa perlunya dirinya harus terlibat dalam
pertikaian dengan ketiga gembong iblis itu." Dengan ringan
dia segera melayang turun, sekilas dia melirik pandang kearah
mayat Jik-hwat-ling-koan Cau Hwa-hong, dengan senyum
puas dan congkak secepat terbang dlapun melayang keluar
biara. Tapi waktu kakinya hinggap diundakan batu, entah
mengapa mendadak dia menghentikan langkah, entah kenapa,
perasaannya seperti tidak tenang, pikirannya tidak terkonsentrasi, bagi dia, hal ini seperti jarang terjadi. Urusan
penting, atau persoalan besar apapun selamanya tiada yang
pernah membuat hatinya jera dan tegang, selama hayat
dikandung badan ini belum pernah bayangan seorang terukir
didalam benaknya, namun malam ini .
Mendadak dia menemukan sebuah bayangan yang mondar-
mandir dalam benaknya, bayangan yang memiliki alis
melengkung bak bulan sabit, sepasang mata bundar besar nan
jeli seakan dapat menyedot sukma, sinarnya yang cemerlang
bak bintang kejora, hidungnya mancung menaungi sepasang
bibir yang mungil kecil dan merah seperti delima merekah,
mulut yang molek ini selalu mengulum senyum manis,
sehingga terciptalah sepasang lesung pipit yang mempesona.
pinggang nya ramping perawakan semampai, kulitnya halus
putih bak salju. Yang paling menonjol dan memberikan kesan paling
mendalam dari bayangan itu adalah sepasang lesung pipitnya,
dia geleng-geleng kepala berkeluh kesah seorang diri, namun
bayangan itu tak kuasa dia lenyapkan begitu saja. Tanpa
tujuan kakinya beranjak pelan-pelan tanpa terasa. Mendadak
tubuhnya bergetar, tanpa terasa dia tertawa geli sendiri,
53 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gumamnya : "Orang bilang kau ini Tok-hu. She Ling (dingin)
bernama Ji ping (seperti es) pula, tapi sekarang kau......ai."
Setelah menghela napas, sikap dan mimik muka Cui-hun-jiu
kembali berubah kaku dingin dan angkuh, pelan-pelan dia
membalik tubuh dan dikala kakinya hendak melangkah kearah
loteng di mana tadi suara lonceng berbunyi.
"Jangan pergi sahabat." dari tempat gelap sana mendadak
kumandang suara orang. Sigap sekali Cui-hun-jiuu membalik tubuh ke arah
datangnya suara, ujung mulutnya menjengkit, katanya ketus:
"Selamat bertemu sahabat di tempat gelap."
Sinar dingin tampak berkelebat ditengah kesiurnya tiga
deru angin, dari arah kiri yang gelap sana mendadak
melompat keluar tiga orang yang masing-masing menenteng
pedang, begitu kaki menginjak bumi sekaligus mereka sudah
menempati tiga sasaran arah, hanya arah yang menuju
kepintu biara saja yang tidak terhalang.
Jangan kata menengok melirikpun Ling Ji-ping tidak
hiraukan kepada tiga orang yang muncul mendadak Ini,
dengan langkah enteng dia turuni undakan sambil kepala
menengadah mengawasi langit nan remang-remang dibawah
penerangan bulan sabit. Begitu muncul ketiga orang-orang itu lantas melintangkan
pedang didepan dada siap siaga, laki-laki berewok yang berdiri
didepan terdengar ngakak, serunya: "Hai, kenapa kau ada di
sini" Perlahan-lahan Ling Ji-ping menurunkan kepalanya. dengan
tak acuh dia melirik ketiga orang, ujarnya santai : "Menikmati
terang bulan." "Menikmati terang bulan apa?" jengek laki-laki sebelah kiri,
tampak Thay-yang-hiat menonjol keluar, "Jangan saudara
pura-pura pikun, malam ini di sini bukan tempatnya untuk
54 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menikmati terang bulan, juga bukan saatnya untuk menikmati
terang bulan, tahu ?"
"Apa iya ?" Laki laki disebelah kanan menggetar pergelangan
tangannya, pedang ditangannya seketika berdering nyaring
bagai pekik naga, katanya terkekeh: "Mata kaum persilatan
jangan kau anggap mudah kelilipan. saudara, memangnya kau
ingin ngapusi kami " Atau sengaja mau menghina dan
meremehkan kita ?" Seperti tertawa tidak tertawa Ling Ji-ping berkata "Kalau
demikian kalian bertiga boleh menebaknya."
Laki-laki brewok ditengah dan berada didepan Ling,Ji-ping
tertawa lebar, katanya: "Kulihat tampang anak muda yang
serba rudin ini tak ubah nya kaum gelandangan yang kerjanya
cuma suka ngibul belaka dan kebetulan keluntungan kemari,
Samte, memangnya kau kira dia s iapa."
Laki-laki yang Thay-yang-hiatnya menonjol sejak tadi
menatap Ling-Jiping dengan pandangan tajam, akhirnya dia
mendengus keras, katunya. "Kau she apa dan bernama apa " '
Sesuai namanya Ling Ji-ping atau dingin bagai es, Ling Ji-
ping tertawa tawa, katanya: "Nama seorang gelandangan
emangnya setimpal kusebut dan kuperkenalkan dihadapan
kalian bertiga?" "Lekas katakan." hardik laki-laki bermata tunggal, "kalau
berani ngibul, jangan kau salahkan bila Ka-ling-sam-kian tidak
memberi muka kepadamu."
"Ka-ling-sam-kiam ?" dengan mimik aneh Ling Ji-piug
tertawa, dalam hati dia membatin: "Eh, agaknya dagangan
masuk pintu tanpa dicari, ya, apa boleh buat, demi
mempermainkan mereka biarlah sekali lagi aku membuang
selembar undanganku, tapi bahwa ketiga gentong nasi ini
harus mampus setelah menerima undanganku, terhitung tidak
55 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sia-sia mereka hidup selama Ini." maka dia lalu berkata: "O,
sungguh mengagumkan, sudah lama kukenal nama besar
kalian, kiranya tiga ahli pedang terbesar pada jaman ini. aku
tahu kalian adalah pentolan-pentolan Thia-te-hwe yang
berkuasa didaerah sini. suigguh maaf bila mataku tidak bisa
menilai orang. Selamat bertemu, selamat bertemu."
Laki-laki brewok tertawa bingar, katanya meml busung
dada: "Asal kau tahu saja."
Ling Ji-ping berkata: "Terhadap jago-jago pedang ternama
seperti kaliau, adalah jamak kalau Cayhe menghadap sambil
menyampaikan kartu nama." sembari bicara dengan laku yang
santai dia merogoh keluar segulung kertas dari balik bajunya,
perlahan-lahan tangannya membuka gulungan itu, lalu dengan
laku hormat yang dibuatl buat dia angsurkan kehadapan laki-
laki brewok. Ling Ji-ping berpendapat, laki-laki brewok ini usianya lebih
tua, pastilah dia pemimpin tiga jago pedang ini. Dugaannya
memang tidak meleset, laki-laki brewok ini adalah Cui-hong-
kiam Go Giok, atau pemimpin dari Sam-kian, biasa dipanggil
Lotoa. Dengan tetap membusung dada dan mulut menjengek
serta hidung mendengus Go Giok uluri tangan kiri menerima
kartu itu, tak nyana begitu dia menunduk melihat kartu itu,
seketika dia berjingkat seperti disengat kala, kartu terbuang
malah pedang yang dipegangpun jatuh berkerontangan,
badan dan suaranya gemetar : Cui hun tiap ......kau. adalah
.... " Mendengar saig engkoh menyebut nama Cui hun tiap
dengan ketakutan karuan Loji dan Losam dari ketiga jago
pedang ini seperti kena setrom pula, badannya bergetar, bagai
orang gila serempak mereka menubruk kedekat Go Giok,
pandanganhya nanar mengawasi kartu ditangan engkohnya.
56 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Itulah secarik kartu warna hitam panjang tiga dim dan
lebar dua dim, tepat ditengah kertas hitam itu berlukiskan


Walet Emas Perak Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tengkorak dengan dua tulang bersilang, apalagi kalau bukan
Cui-hun-tiap (undangan mengejar sukma) seperti yang tersiar
luas dikalangan Bulim. "Trang, trang." pedang ditangan kedua orang inipun jatuh
ketanah, Agak lama kemudian baru ketiga orang ini berhasil
menguasai diri, namun sorot matanya pudar dan serempak
angkat kepala memandang kearah muka Ling Ji-ping.
Sikap Ling Ji-ping sekarang justeru berubah aneh, lekas dia
bersoja dengan merangkap ke dua tangan, katanya:
"Kuhaturkan selamat pada kalian, bertiga, maaf bila Ling Ji
ping berlaku kurang hormat, masa tiga jago pedang
kenamaan hanya disambut dengan secarik kertas undangan
belaka." Padahal sikap Ling Ji-ping ramah dan bicara sambil
tersenyum, namun setiap patah katanya bagai gledek bagi
pendengar ketiga orang ini. rasa ketakutan yang menjadikan
mereka linglung tadi kini seketika sadar oleh ucapan Ling Ji
ping, serempak mereka membungkuk badan memungut
pedang masing-masing, secepat kilat mereka terus mundur
setombak lebih. Ling Ji-ping tetap tidak bergeming ditempat nya, ujung
mulutnya malah mengulum senyum sadis, katanya: "Para
jago-jago pedang, memang nya kalian menyalahkan prilakuku
yang kurang hormat ini?"
Laki-laki yang pelipisnya menonjol itu berjuluk It-ci-kiam Go
Bing, wataknya lebih pemberani dan tabah menghadapi
persoalan pelik apapun, mendadak dia membusung dada serta
bertanya: "Apa betul tuan ini Cui-hun-jiu ?"
Tetap mengulum senyum namun senyum yang dingin, Ling
Ji-ping berkata: "Tidak berani, itulah pujian para kawan
kepadaku." 57 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laki-laki mata tunggal itu berjuluk Pat-kwa. kiam Go Seng,
mata tunggalnya mendelong mengawasi Ling Ji-ping,
mendadak dia ikut menimbrung dengan suara berat: "Kalau
betul tuan adanya, kita kan tidak pernah bermusuhan.''
"Hal ini memang betul," ucap Ling Ji-ping sambil
mengangguk, "kalau tadi kalian tidak main bentak dan memaki
orang, aku tidak akan tahu kalau kalian adalah jago-jago
pemberani dari Thian-te-hwe, aku orang she Ling Juga tidak
akan memberi undangan pengejar sukma itu. Ketahui lah, Ling
Ji-ping sudah menegakan suatu peraturan, bila undangan
sudah kuserahkan dan diterima, selamanya tak pernah kutarik
kembali." Baru sekarang Cui-hong-klam Go Giok dapat menghela
napas lega, namun pedang ditangan nya itu masih kelihatan
gemetar, katanya: "Kami bertiga jelas bukan tandinganmu,
tapi pimpinan kita Jik-hwat-ling-koan Cay-tamcu hari ini. ."
Belum habis bicara mendadak Ling Ji-ping memutus
dengan tawa gelak-gelak, katanya ; "Memangnya kenapa
dengan Cay-tamcu kalian." lalu dia menuding kedalam biara,
mulutnya menyeringai dengan senyum sinis dan menghina,
"sekarang dia masih ada diruang sembahyang, kalau kalian
ingin menonjolkan dia untuk melawan aku, baiklah aku tunggu
dia di sini." habis bicara dia mengendong kedua tangan,
kembali kepalanya mendongak mengawasi mega bergerak
diatas langit, tanpa hiraukan Ketiga orang dihadapannya lagi.
Ka-ling sam-kiam saling pandang sekejap , bayangan
mereka tanpa berjanji secepat kilat serentak menubruk kearah
pintu biara. Dikala mereka menyaksikan mayat Jik-hwat-ling-
koan Cau Hwa-hong yang celentang kaku ditengah ruang
sembahyang, sebat sekali mereka membalik tubuh, dengan
gerungan murka tiga pedang ditangan mereka merabu bagai
bianglala ke arah Ling Ji-ping.
58 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiga batang pedang yang kemilau dingin dalam waktu yang
sama tahu-tahu sudah mengancam dipungguug Ling Ji-ping,
namun dia seperti tidak menyadarai bahaya yang tengah
mengancam jiwa nya ini, mulut ma lah senandung membawakan syair-syair yang memujikan keindahan bulan
purnama. Dikala tiga pedang masih terpaut dua tiga dim
dibelakang punggungnya itulah baru kelihatan ling Ji ping
menggerakkan pundak, berbareng mulut bersuit aneh, tanpa
menoleh kedua tangan terayun kebelakang.
Ginkang It-ci-kiam lebih unggul, gerakannya lebih cepat,
entah kenapa bila ujung pedangnya sudah hampir mengenai
kulit daging Ling Ji-ping, tahu-tahu pedangnya telah terjepit
diantara ke dua jari tangan orang, sebat sekali kakinya
Pendekar Jembel 8 Lentera Maut ( Ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 4
^