Pencarian

Kembalinya Pendekar Rajawali 37

Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung Bagian 37


Tangan Kwe Yang yang digenggam si cebol itu rasanya seperti dijepit oleh tanggam sehingga terasa sakit, hatinya menjadi berdebar kuatir, entah dirinya hendak dibawa ke mana oleh orang cebol ini" Sejak kecil Kwe Yang langsung mendapat didikan dari Kwe Cing dan Ui Yong, dasarnya anak dara itu pintar dan cerdik, semula ia masih sanggup mengikuti lompatan orang cebol itu, tapi lama2 ia menjadi lelah dan perlu ditarik dan diangkat baru dia dapat sama naik dan sama turun dengan si cebol.
Setelah berlompatan begitu beberapa li jauhnya, tiba2 dari balik bukit sana ada orang tertawa dan berkata dengan suara halus: "Hai, Hong-thian-lui, mengapa kau datang terlambat" Eb, malahan kau membawa anak dara secantik itu!" "Nona cilik ini adalah puteri Kwe Cing dan ingin melihat Sin-tiau-hiap, maka aku membawanya kemari," kata si cebol.
"Puteri Kwe Cing?" orang tadi menegas dengan melengak.
Dari bukit sana suara seorang lagi berkata: "Sudah lewat tengah malam, lekas berangkat!" Menyusul mana terdengarlah suara derapan kuda lari yang riuh, dari balik bukit lantas muncul belasan ekor kuda.
Sementara itu salju masih terus turun dengan lebatnya, dari pantulan cahaya salju itu dapatlah Kwe Yang melihat belasan ekor kuda itu seluruhnya ada sembilan penunggang kuda yang berlainan bangun tubuh masing2, ada yang tinggi dan ada yang pendek, ada lelaki dan juga ada perempuan, sebagian besar kuda itu tanpa penunggang malah.
Si cebol tadi mendekat ke sana dan menuntun dua ekor kuda, seekor diserahkannya kepada Kwe Yang, ia sendiri menunggang seekor, lalu membentak: "Hayo berangkat!" Sekali bersuit, ber-bondong2 belasan ekor kuda itu terus membedal cepat ke arah barat laut.
Dari bentuk tubuh kesembilan orang itu Kwe Yang melihat jelas dua di antaranya adalah perempuan, yang satu kelihatan sudah tua renta, seorang lagi berpakaian merah membara sehingga sangat menyolok di tanah salju yang putih bersih itu.
Wajah ketujuh orang lainnya tidak jelas, hanya perawakan seorang di antaranya sangat tinggi kurus sehingga mirip tiang bendera terpancang di atas pelana kuda.
Rombongan mereka terus mengaburkan kuda dengan cepat, setelah belasan li mereka lantas berganti kuda tunggangan agar kuda yang pertama dapat mengaso.
Diam2 Kwe Yang membatin: "Dari suara sayup2 yang terdengar tadi katanya gerombolan setan Se-san sepuluh sudah datang sembilan, kini termasuk si cebol tadi jumlah mereka memang sepuluh, Tampaknya mereka inilah yang disebut gerombolan setan dari Se-san.
Menurut Song-toa siok tadi, katanya besar bahayanya jika aku ikut mereka dan si cebol terus hantam paman Song itu hingga sekarat, kelihatannya orang2 ini sangat kejam.
Tapi orang cebol itu mengatakan hendak membawaku menemui Sin-thay-hiap, agaknya ucapannya juga tidak dusta, Kalau mereka kenal Sin-tiau-hiap, kukira mereka pasti bukan orang jahat.
" Dalam sekejap saja belasan li sudah berlalu pula, orang yang paling depan mendadak bersuara dan belasan ekor kuda itu serentak berhenti Orang di depan itu lantas melarikan kudanya ke suatu tempat yang tinggi, lalu memutar balik, Kwe Yang menjadi terkejut dan geli pula melihat wajahnya.
Kiranya orang ini juga seorang cebol, tubuh yang berada di atas kuda tidak lebih daripada setengah meter, tapi jenggotnya yang panjang itu ada satu meteran sehingga melambai ke bawah perut kuda, mukanya berkeriput kedua alis terkerut seperti orang yang selalu bersedih.
"Dari sini ke To-ma-peng tidak lebih 30 li saja," terdengar orang tua itu berkata, "konon ilmu silat Sin-tiau-hiap itu sangat tinggi, sebaiknya kita berunding dahulu agar gerombolan setan dari Se-san tidak kehilangan pamor.
" "Silakan Toako memberi petunjuk saja," ujar si perempuan tua tadi.
"Apakah kita harus bertempur secara bergiliran dengan ia atau mengerubutnya sekaligus?" tanya orang tua cebol berjenggot panjang itu.
Kwe Yang terkejut pula, dari nada pembicaraan orang2 ini jelas mereka hendak memusuhi Sin-tiau -hiap.
Terdengar perempuan tua tadi berkata: "Sebenarnya Sin-tiau-hiap itu memang mempunyai kepandaian sejati atau cuma bernama kosong belaka" Dalam hal ini, Jit-te, hanya kau yang pernah berjumpa dengan dia, coba kau memberi keterangan sekedarnya!" Seorang laki2 tinggi besar lantas berkata: "Meski pernah kulihat dia, tapi aku tidak sampai bergebrak dengan dia kukira.
. . . kukira dia memang rada2. . . ". "Jit-ko," tiba2 perempuan berpakaian merah ikut bicara, "sebab apa kau sampai bermusuhan dengan Sin-tiau-hiap, hendaklah kau jelaskan lebih dulu agar nanti kalau bertarung juga kita sudah mempunyai pegangan.
" "Gerombolan setan dari Se-san selamanya sehidup-semati, kalau Sin-tiau-hiap itu sudah mengeluruk ke sini, apakah kita harus mengkeret dan menyingkir?" Lelaki yang bertubuh tinggi kurus seperti lidi itu berkata: "Siapa yang bilang menyingkir" Andaikan Kiu-moay (adik kesembilan) tidak tanya juga, aku ingin tahu apa sebabnya kau bermusuhan dengan dia, soalnya kita kan tidak merasa bersalah dan mengapa dia sesumbar hendak mengusir gerombolan setan Se-san keluar wilayah Soasay ini?" "lni, coba lihat, dia telah memotong sepasang daun telingaku, kalau sakit hati ini tidak dibalas, lalu persaudaraan apalagi diantara kita?" teriak lelaki besar tadi dengan gusar, berbareng ia terus menarik kopiahnya sehingga kelihatan kedua sisi kepalanya itu halus licin tanpa kuping.
Kesembilan orang yang lain dari "Gerombolan setan Se-san" itu menjadi gusar, beberapa diantaranya lantas mengumpat, ada yang berjingkrak murka dan menyatakan hendak melabrak Sin-tiau-hiap dengan mati-matian.
"Jit-ko," si perempuan baju merah berkata pula, "sebab apa dia memotong daun telingamu" Apa kesalahanmu" Tentunya kau menggoda wanita keluarga baik2 lagi, bukan?" Seorang yang berwajah selalu tertawa berkata dengan gusar: "Sekalipun Jit-ko memang menggoda wanita keluarga baik2 juga tidak perlu diurusi orang lain.
" Wajah orang ini sangat aneh, meski sedang gusar toh air mukanya yang tertawa itu tidak menjadi berubah.
Waktu Kwe Yang mengamati lebih teliti, kiranya bibir orang itu menjengkit ke atas, kedua matanya kecil, maka biarpun sedang sedih atau menangis juga tampaknya sedang tertawa riang.
Lelaki tadi menjawab: "Tidak, tidak! Soalnya waktu itu isteriku bercekcok dengan keempat gundikku mengenai urusan tetek-bengek, dari ribut mulut akhirnya saling cakar2an dan main pisau segala, KebetuLan apa yang disebut Sin-tiau-hiap itu lalu, dasar orang itu memang suka ikut campur urusan orang lain, dia berusaha melerai pertengkaran itu.
Sungguh brengsek, gundikku yang ketiga itu tersenyum padanya.
"O, tahulah aku, Jit-ko lantas cemburu, bukan?" tukas si perempuan berbaju merah.
"Cemburu gimana" Soalnya aku tidak ingin urusan rumah-tanggaku dicampur-tangani orang luar," kata lelaki itu, "Sekali jotos tiga gigi gundikku itu kurontokkan, lalu si buntung sialan itu lantas kusuruh enyah.
" Sampai di sini, Kwe Yang takdapat menahan rasa dongkolnya, segera ia menanggapi: "He, maksudnya kan baik, mengapa kau berlaku kasar padanya" jelas dalam urusan ini kau yang salah.
" Semua orang berpaling memandang anak dara, itu, sama sekali mereka tidak menduga nona secilik itu berani ikut bicara.
Lelaki itu menjadi rnarah dan membentak.
"Sialan! kau anak sekecil ini juga berani menggurui aku" Go-ko, anak dara ini apamu?" "Dia ingin melihat Sin-tiau-hiap dan aku membawanya ke sana, urusan lain aku tidak peduli," jawab si cebol kepala besar tadi.
"Baik, jika begitu akan kuajar adat padanya," kata lelaki kekar itu, tarrrr, segera cambuknya menyabet kepala Kwe Yang, Cepat Kwe Yang menangkis dengan cambuknya sehingga kedua cambuk terlibat menjadi satu.
Waktu lelaki itu membetot sekuatnya, seketika Kwe Yang merasa ditarik oleh suatu tenaga yang dahsyat dan terpaksa melepaskan pegangannya.
setelah berhasil merampas cambuk Kwe Yang, segera cambuk lelaki tadi hendak disabetkan lagi.
Syukur si cebol berjenggot panjang tadi lantas berseru: "Jit-te, kita harus cepat berangkat, untuk apa mengurusi seorang anak kecil?" Lelaki itu merandek, cambuk yang sudah terangkat ke atas itu tidak jadi dihantamkan.
Si kakek jenggot panjang lantas menjengek: "Hm, gerombolan setan dari Se-san adalah tokoh yang tidak gentar pada langit dan takut pada bumi, betapapun nyaring tersohornya Kwe Cing dan Ui Yong juga tak dapat menggertak kami.
he, anak dara, jika kau berani banyak omong lagi segera kami sembelih kau.
" Lalu dia berpaling dan berkata pula, "Jit te, lelaki sejati berani berbuat berani tanggung jawab, kalau jatuh harus cepat merangkak bangun, Jenggot ku yang panjang ini dahulu juga pernah dipotong orang, Kedua kupingmu itu cara bagaimana dipotong orang?" "Ketika kusuruh Sin-tiau-hiap itu enyah, dia juga tidak membantah.
ia malah tertawa saja terus melangkah pergi," demikian tutur lelaki kekar tadi, "Sungguh sialan, tiba2 gundikku yang keempat berteriak2 dan menangis, katanya dia kupaksa menjadi gundik dan hidup tersiksa, kini dianiaya pula oleh isteri tua, mendengar itu mendadak Sin-tiau-hiap memutar balik dan tanya padaku: "Apakah benar perkataannya itu?" "Dengan mendongkol kujawab: "Kalau betul mau apa dan kalau tidak betul lantas bagaimana" Aku berjuluk Sat-sin-kui (setan elmaut), selamanya membunuh orang tanpa kenal ampun, tahu tidak kau?" Dengan kurang senang dia berkata: "Jika kau suka padanya, mengapa sudah kawini dia lalu mengambil lagi perempuan lain" Kalau tidak suka padanya, mengapa tadinya kau menikahi dia?" "Aku bergelak tertawa dan berkata: "Semula memang suka padanya, sesudah bosan lantas tidak suka lagi, Lelaki mempunyai tiga isteri atau empat gundik adalah kejadian biasa, kenapa mesti heran" Hahaha, malahan aku hendak mengambil tiga gundik lagi.
" Dia lantas mengomel "Jika manusia tak berbudi dan tidak setia macam kau bertambah banyak lagi di dunia ini, bukankah semua perempuan di dunia ini akan kecewa terhadap kaum lelaki?" Habis berkata mendadak ia menubruk maju dan melolos belatiku, sekaligus kedua kupingku dipotong, lalu belati mengancam di depan dadaku dan membentak " Akan kukorek hatimu, ingin kulihat warna apakah hatimu ini!" Tentu saja aku mati kutu.
. . untunglah isteri dan para gundikku itu lantas berlutut dan memohonkan ampun padanya, malahan gundik ketiga dan keempat itu menangis me-raung2.
Hm, sungguh memalukan, benar2 memalukan Aku menjadi gusar dan berteriak: "Lekas kau turun tangani jika kau membunuh aku, arwah gerombolan setan Se-san pasti senantiasa akan mengisari kau.
" Dia mengerut kening dan berkata kepada perempuan2ku itu: "Manusia tak berbudi begini, masakah kalian malah mintakan ampun baginya?" Perempuan2ku itu tidak msnjawab melainkan terus menyembah, Dia lantas berkata pula: "Baiklah! sekarang kuam-puni kau.
Tapi akupun tidak gentar terhadap gerombolan setan dari Se-san itu.
Pada akhir bulan ini akan kunantikan kalian di To-mo-peng, boleh kau undang seluruh gerombolan itu untuk menemui aku di sana.
Kalau tidak berani datang, sekaligus kalian harus enyah dari wilayah Soasay dan tak oleh kembali ke sini selamanya.
" Selesai lelaki kekar itu menutur, semua orang sama terdiam.
selang sebentar barulah perempuan tua tadi bertanya: "Senjata apa yang digunakannya" Dari aliran manakah ilmu silatnya?" "Lengan buntung sebelah, dia tidak memakai senjata apa2," tutur si lelaki tadi, "Mengenai aliran ilmu silatnya, tampaknya.
. . tampaknya sukar diketahui.
" Perempuan tua tadi berkata pula: "Toako, sekali gebrak saja orang itu lantas membikin jit-te tak bisa berkutik.
tentu kepandaiannya sangat lihay, Kita harus mengerubutnya saja, Toako menghadapi dari depan, biarlah aku dan Go-te menyerang dari samping, dengan tiga lawan satu masakah kita kalah" sebaiknya kita harus menyerang dengan cepat sekaligus membinasakan dia.
" Kakek jenggot panjing merenung sejenak, katanya kemudian: "Nama Sin-tiau-hiap itu sangat termashyur, pertarungan nanti sungguh luar biasa, Biarlah kita mengerubutnya secara ber-ramai2 dan mengerahkan segenap tenaga dan senjata yang kita punyai.
Selama gerombolan kita bersatu belum melabrak orang dengan maju sepuluh orang sekaligus dan baru sekarang terjadi untuk pertama kali ini, kalau sudah begitu kita masih belum dapat membinasakan dia, maka biarlah kita bersepuluh ini dari setan bayangan menjadi setan sungguhan saja.
" Tiba2 si kakek cebol kepala besar tadi ikut bicara: "Toako, kita bersepuluh mengeroyok dia seorang, kalau menang rasanya juga kurang terhormat, jika tersiar juga akan ditertawakan orang2 Kangouw.
" "Bila Sin-tiau-hiap itu dapat kita bunuh, kecuali anak dara ini kukira tiada orang lain lagi yang tahu," ujar si nenek tadi.
Baru selesai uca-pannya, dengan pelahan iapun mengangkat tangannya.
Cepat si cebol kepala besar mengadang di depan Kwe Yang sambil mengebaskan lengan baju-nya, menyusul dari lengan bajunya dicabutnya sebuah jarum lembut, katanya: "Jici, aku yang membawa anak dara ini kemari, janganlah mencelakai dia.
" Lalu ia berpaling dan berkata kepada Kwe Yang.
"Nona Kwe, jika kau ingin melihat Sintiau-hiap, kejadian malam ini jangan sekali2 kau ceritakan kepada orang lain, Kalau tidak, boleh kau pulang sekarang saja.
" Ngeri dan gusar pula Kwe Yang, ia pikir nenek itu sungguh amat keji, kalau bukan paman cebol itu menoIongnya, mungkin dirinya sudah binasa tertusuk oleh jarum yang lembut dan tanpa suara itu.
Segera iapun menjawab "Baiklah, takkan kuceritakan kepada siapapun juga.
" Lalu ditambahkannya: "Kalian bersepuluh, masakah Sintiau-hiap sendiri tidak mempunyai pembantu?" Si cebol kepala besar bergelak tertawa, katanya: "Sudah belasan tahun Sin-tiau-hiap itu berkecimpung di Kangouw dan tak pernah terdengar dia membawa pembantu, yang ada cuma seekor rajawali yang senantiasa mendampingi dia.
" Habis berkata, "tarrr!" cambuknya menggeletar di udara dan membentak: "Hayolah berangkat!" Setelah berlari sekian jauhnya, orang cebol itu berkata pula kepada Kwe Yang: "Sebentar kalau sudah saling gebrak, jangan sekali2 kau menjauhi aku.
" Kwe Yang mengangguk ia tahu gerombolan setan dari Se-san ini ada sebagian sangat jahat dan tidak kenal ampun, bisa jadi mendadak dirinya diserang dan si cebol kepala besar ini tidak sempat menolongnya.
Diam2 iapun berkuatir bagi Sin tiau-hiap yang akan dikerubut kesembilan orang ini, betapapun tinggi kepandaian pendekar rajawali sakti itu apakah sanggup satu lawan sepuIuh" ia pikir kalau ayah- ibunya berada di sini tentu segalanya akan beres, beliau2 pasti takkan tinggal diam saja menyaksikan pertarungan yang tidak adil ini.
Tengah mereka melarikan kuda dengan cepat, tiba2 dari dalam hutan di depan yang gelap gulita sana berkumandang suara auman harimau, beberapa ekor kuda sama berjingkrak kaget dan takut.
ada yang terus berdiri diam dan ada yang malah terus putar haluan hendak kabur.
Si jangkung tadi segera mengayun cambuknya beberapa kali dan mendahului menerjang kedalam hutan.
Si nenek juga mengomeli kudanya: "Binatang tak berguna, memangnya takut dicaplok kucing liar begitu" "- - Be-ramai2 mereka terus menghalau kawanan kuda mereka dan ikut menerobos ke dalam hutan.
Setelah membedal lagi beberapa puluh meter jauhnya, tiba2 seseorang membentak di depan: "Siapa itu berani terobosan di Bii-iiu-san-ceng malam2 begini?" serentak Gerombolan setan Se san itu menahan kuda mereka, tertampaklah seorang mengadang di tengah jalan, kedua sisinya masing2 mendekam seekor harimau loreng.
Mendengar suara raungan harimau yang kereng itu, kembali kawanan kuda ber-jingkrak ketakutan.
Setelah menguasai kembali kudanya, si kakek cebol jenggot panjang lantas memberi hormat dan berkata "GeromboIan Setan Se-san kebetulan lewat di sini dan tidak sempat berkunjung harap suka memaafkan.
" Orang yang menghadang di depan itu menjawab: "O, kalian inikah Gerombolan Setan dari Se-san" jadi saudara ini Tiang-si-kui (setan jenggot panjang) Hoan-ya (tuan Hoao)?" "Betul" jawab si kakek jenggot panjang, "Ada urusan penting kami harus menuju To-ma-peng, kembalinya nanti kami akan mampir untuk mohon maaf lagi.
" Rupanya iapun tahu orang Ban-siu-san-ceng (perkampungan berlaksa binatang) sukar dilawan, pula mereka sekarang harus mencurahkan segenap perhatian untuk menghadapi Sin-tiau-hiap, maka bicaranya sangatlah rendah hati.
"Coba kalian menunggu sebentar," kata orang itu, lalu ia berteriak: "Toako, inilah Gerombolan Setan Se-san yang hendak pergi ke To-ma-peng katanya kembalinya nanti akan datang untuk minta maaf.
" Kawanan "Setan" itu merasa kurang senang mendengar ucapannya itu mereka mengatakan kembalinya nanti akan mampir untuk minta maaf, kata2 ini tidak lebih hanya sebagai basa-basi saja, masakah dianggapnya Gerombolan Setan Se-san benar2 gentar kepada pihak Ban-siu-san-ceng" Maka terdengarlah suara seorang menjawab dengan lagak tuan besar di dalam hutan: "Minta maaf sih tidak perlu, suruh mereka pergi dengan mengitar hutan saja.
" Serentak kawanan setan-- itu menjadi gusar, si jangkung tadi lantas mendengus: "Hm, selamanya Gerombolan Setan Se-san kalau berjalan tidak pernah main mengitari" Habis berkata segera ia melarikan kudanya terus menerjang ke depan.
Tapi sehati orang yang mengadang itu memberi aba2, serentak kedua harimau di sampingnya terus menubruk maju.
Karena kaget dan takut, kuda si jangkung berjingkrak berdiri.
Tampaknya si jangkung sangat menguasai kuda tunggangannya, sambil tetap menempel di atas pelana, "sret", cepat kedua tangannya mengeluarkan senjatanya yang berbentuk sepasang tumbak pendek dan kontan menikam ke arah kedua ekor harimau.
Harimau yang sebelah kiri cepat melompat minggir, sedangkan cakar harimau sebelah kanan sempat merobek perut kuda si jangkung, tapi binatang buasnya itupun meraung keras, rupanya juga terluka oleh tikaman tumbak.
Segera si jangkung melompat turun dan membentak "HayoIah keluarkan senjatamu!" Berba-reng ia terus pasang kuda2 dan siap tempur.
Orang di depan sana menjengek: "Hm, kau berani melukai kucing piaraanku, andaikan sekarang kau mau mengitar hutan juga tidak kuidzinkan lagi Bu-siang-kui (setan gentayangan), tinggalkan saja tumbakmu!" Si jangkung melengak juga karena julukannya dengan tepat disebut lawan, jawabnya: "siapakah kau" Selama ini Ban--siu-san-ceng berada di Se keng, mengapa sekarang pindah ke sini" Kau ingin kutinggalkan tumbakku, hah, memangnya begitu gampang?" "Kediaman Ban siu-san-ceng memang berada di Se-keng, tapi kalau kami ingin pindah tempatkan tidak perlu lapor dulu kepada kawanan setan macam kalian toh?" ujar orang itu.
"Bahwa Toako kami suruh kalian lewat mengitar hutan sudah cukup ramah, soalnya Samko kami sedang sakit dan tidak suka diganggu orang, kau tahu tidak?" Berkata sampai di sini, mendadak tangan kirinya meraih ke depan, tahu- gagang tumbak yang dekat dengan ujung tumbak si Bu-siang-kui kena dipegang olehnya.
Sama sekali Bu siang-kui tidak menduga gerakan tangan lawan sedemikian cepatnya, cepat ia menarik sekuatnya, Tapi orang itupun membetot dan ditekuk pula sehingga terdengar "pletak" dua kali.
sepasang tumbak pendek itu patah semua.
Padahal tumbak2 itu terbuat dari besi, karena tenaga kedua orang sama kerasnya hingga tumbak itu tak dapat menahan tenaga tarikan mereka dan akhirnya patah.
Kejadian ini membuat Gerombolan Setan Se-san melengak.
Si kakek jenggot panjang yang berjuluk "Setan jengot panjang" lantas berkata: "Rupanya saudara inilah Pat jiu-sian-kau (kera sakti bertangan delapan) Apakah Kim kah-say-ong (raja singa bersisik emas) kurang sehat" Saat ini kami ada urusan lain, biarlah kita bertemu lagi di sini besok pada saat yang sama.
" Kiranya Ban-siu-san-ceng itu dipimpin oleh lima bersaudara, Toako atau kakak tertua Pek-hia san-kun ( raja gunung dahi putih ) Su Pek-wi, Jiko atau kakak kedua Koan-kian-cu (si bumbung perak ) Su Tiong beng, Samko ( kakak ketiga ) Kim-kah-say-ong Su Siokkang, Suko ( kakak ke-empat ) Tay-lik-sin ( malaikat bertenaga raksasa ) Su ki-kiang dan saudara yang terkecil ialah Pat-jiu-sian-kau Su Beng-ciat ini.
Turun temurun keluarga Bu itu hidup sebagai penjinak binatang, sampai di tangan kelima bersaudara ini bahkan tambah maju kepandaian mereka, bukan saja cara menjinakkan binatang terlebih lihay, bahkan dari gerak gerik setiap binatang buas yang mereka lihat setiap hari itu dipelajari dan dipahami menjadi gerakan ilmu silat yang khas, jadi binatang2 buas se-akan2 menjadi guru kelima bersaudara itu sehingga jadilah mereka memiliki ilmu silat yang tinggi.
Waktu Su Siok kang, yaitu kakak ketiga yang berjuluk Kim-kah-say-ong itu berumur 20-an, suatu hari ketika sedang berburu, secara kebetulan dia bertemu dengan orang kosen dan berhasil meyakinkan pula Lwekang yang tinggi, sepulangnya di rumah ia mengajarkan Lwekang itu pula kepada saudara2nya.
Begitulah semakin banyak mereka memiara binatang buas semakin tinggi pula ilmu silat yang mereka yakinkan Nama Ban-siu-san ceng juga mulai terkenal di dunia Kanguow, maka orang- Bu-lim telah memberikan julukan kepada kelima bersaudara ha sebagai "Hou-pa-say jio-kau" (harimau, macan tutul, smga, gajah dan kera).
Di antara mereka berlima Kim kah say-ong.
si singa berbaju emas, terkenal paling lihay.
Maka Tiang-si-kui merasa lega demi mendengar Su Siok-kang sedang sakit, betapapun lihaynya musuh juga kawanan "Setan" mereka tidak gentar, apalagi sekarang pihak lawan berkurang tokoh utama-nya, maka ia lantas menetapkan malam besok untuk pertarungan yang menentukan.
"Baik," segera Pak-jiu-sian-kau Su Beng-ciat menjawab "besok malam kami bersaudara akan menunggu kalian di sini.
" Habis berkata, sekali tangan bergerak, "pIok-plok", kedua potong tumbak patah yang dirampasnya tadi menyamber dan menancap batang pohon di sebelah Tiang-si-kui.
Diam2 Tiang Si-kui terkesiap dan heran mengapa pihak lawan tetap tidak memperbolehkan mereka lewat menerobos hutan, ada pekerjaan apa kelima saudara Su itu di sini" Segera ia memberi salam: "Baiklah kami mohon diri!" Kedua kakinya mengempit kencang, segera ia melarikan kudanya ke depan.
"He, tunggu dulu!" kembali Su Beng-ciat berteriak mencegah, "Toako kami menyuruh kalian lewat mengitar hutan, apakah kalian tidak berkuping atau memang tuli?" Tiang-si-kui menahan kudanya dan baru mau menjawab, terdengarlah di kanan kiri depan sana dua orang tertawa ter-bahak2, menyusul asap tebal lantas mengepul, dua orang berteriak berbarengi "Main gila apa di dalam hutan" Mana Gerombolan Setan Se-san dapat dikelabui?" Rupanya secara diam2 Song-bun-kui dan Siau-bin-kui, setan sialan dan setan muka ketawa, yaitu setan ke-8 dan ke-10 menurut urut2an mereka, telah memutar ke belakang sana untuk menyalakan api ketika Su Beng-ciat sedang bicara dengan Tiang si kui.
Tapi baru saja api mulai berkobar, menyusul lantas terdengar Songbun-kui dan Siaubin-kui menjerit kaget dan berlari kembali seperti memergoki sesuatu makhluk yang mengerikan.
"Ada apa?" janya Tiang-si-kui.
"Macan! Harimau! ada seratus, dua ratus ekor.
. . " seru Song-bun-kui: Su Beng-ciat kelihatan sangat murka melihat api mulai menjilat pepohonan, ia berteriak sekeras-nya: "Toako, Jiko, yang penting padamkan api duiu, biarkan gerombolan setan ini pergi saja, masakah kelak kita takdapat menemukan mereka?" Pada saat itulah se-konyong2 pandangan semua orang serasa bureng, seekor binatang sebesar anjing kecil mendadak menerobos keluar dari hutan dan sekejap saja sudah kabur ke sana.
Tubuh binatang itu tidak besar, tapi keempat kakinya sangat panjang warna bulunya putih mulus, hanya bagian ekor saja berwarna hitam, bentuknya mirip kucing dan mem-per anjing.
"Hm, Kau-twe-Ieng-fccu kabur!" seru Su Beng-ciat dan segera ia mengidak ke sana.
Suara teriakannya itu penuh mengunjuk rasa kaget, cemas dan kuatir.
Mendadak pula terdengar pula suara raungan yang keras di dalam hutan, suara raungan yang menyerupai raungan harimau dan mirip pula auman singa, malahan seperti suara teriakan orang namun suara manusia seyogianya tidak sekeras dan senyaring itu.
Terdengar suara raungan itu, diam2 Kwe Yang rada merinding.
Setelah suara raungan itu, serentak be-ratus2 binatang buas juga lantas mengaum di segenap penjuru, suara singa, harimau, macan tutul, serigala, gajah, kera, gorila dan entah binatang buas apalagi dan sukar dibedakan.
Menyusul terdengarlah suara gemuruh, be-ratus2, bahkan be-ribu2 binatang buas itu ber-bondong2 lari keluar hutan, Seorang lantas berseru: "Toako ke sebelah timur, Ji-ko sebelah barat, Site (adik keempat) ke tenggara.
. . " jelas ada suara orang ini sama dengan suara raungan tadi.
Sekilas Kwe Yang melihat beberapa sosok bayangan orang berkelebat keluar hutan lebat itu, walaupun tahu bahaya, tapi ia tak dapat menahan rasa ingin tahunya, cepat iapun melarikan kudanya menyusul keluar hutan.
Cepat si cebol kepala besar yang berjuluk Toa-thau-kui (setao kepala besar) tadi berteriak: "He, nona Kwe, jangan pergi!" Segera iapun keprak kudanya menyusulnya.
Begitu berada di luar hutan, seketika Kwe Yang menyaksikan pemandangan aneh.
Dilihatnya lima orang sama2 memimpin segerombolan binatang sedang mengurung ke bagian tengah di tanah datar yang berselimutkan salju itu, tampaknya kawanan binatang buas itu sudah terlatih, mereka tidak saling cakar dan bertengkar sendiri, tapi kesana kemari, cara lari mereka sangat teratur.
Kwe Yang merasa takut tapi juga sangat tertarik untuk menonton, Dilihatnya lingkaran kelima barisan binatang buas itu semakin menciut sehingga di tengah2 kelihatan sebuah bundaran, tapi mendadak sesosok bayangan putih berkelebat, binatang kecil yang menyerupai anjing tadi lari menerobos keluar dari kepungan binatang buas, secepat angin binatang kecil itu melayang lewat di depan Kwe Yang.
"Kiu-bwe-leng-hou! Di sana, lari ke sana!" terdengar kelima bersaudara she Su itu ber- teriak2, menyusul gerombolan binatang buas itu lantas menerjang tiba seperti gugur gunung dahsyatnya.
Cepat Kwe Yang menarik kudanya menyingkir ke pinggir, tapi kuda itu menjadi ketakutan melihat binatang buas sebanyak itu, saking takutnya hingga kaki lemas terus jatuh mendeprok.
Keruan Kwe Yang terkejut, kalau gerombolan binatang itu menerjang ke arahnya, tentu tubuhnya akan ter-injak2 hancur lebur.
Lekas2 ia melompat turun dari pelana kudanya dan berlari ke samping sana.
Terendus olehnya bau amis, kawanan binatang buas itu terus mengalir lewat di sebelahnya laksana air bah dan sejenak saja sudah menjauh.
Sementara itu Gerombolan Setan Se-san juga sudah berada di luar hutan, si kakek jenggot panjang berkata: "Betapapun tinggi kepandaian keluarga Su juga kita tidak gentar, hanya kawanan binatang itulah yang sukar dihalau.
Malam ini kita tidak perlu cari perkara lagi, kita harus piara tenaga untuk menghadapi Sin-tiau-hiap.
Marilah kita berangkat!" Si nenek juga berkata: "Ya, malam ini kita bunuh Sin-tiau-hiap, besok kita pesta panggang daging harimau dan singa!" - Habis itu ia terus menarik kudanya dan hendak meneruskan perjalanan dengan mengitari hutan.
Pada saat itulah mendadak suara raungan binatang buas tadi terdengar gemuruh pula, gerombolan binatang itu datang lagi dari berbagai arah.
Sekali ini suara raungan bnatang itu tidak begitu buas, larinya juga tidak cepat Namun Tiang-si-kui menjadi kuatir, katanya: "CeIaka! Lekas kita pergi!" Namun sudah terlambat, di sekeliling mereka terkepung, Cepat Tiang-si kui bersuit, sepuluh orang lantas melompat turun dan berdiri pada lima sudut dengan senjata terhunus menantikan serangan musuh.
"Nona Kwe," kata Toa-thau-kui, si setan kepala btsar, "lekas pulang saja kau, tidak perlu ikut menyerempet bahaya di sini.
" "Tapi mana Sin-tiau-hiap" Kau sudah berjanji akan membawaku untuk menemuinya," kata Kwe Yang.
"Apakah kau tidak melihat binatang buas sebanyak ini?" ujar Toa-thau-kui dengan mengernyitkan kening.
"Bicaralah secara baik2 dengan majikan gerombolan binatang itu, katakan kalian ada janji dengan Sin-tiau hiap dan tiada waktu tertahan lama di sini," ujar Kwe Yang.
"Hm, Gerombolan Setan Se-san tidak pernah bicara secara baik2 dengan siapapun juga," kata Toa-thau-kui.
Tengah bicara, sementara itu kelima bersaudara Su itu sudah muncul.
Mereka sama memakai jubah kulit binatang, sesudah berhadapan dengan Gerombolan Setan, tetap Su Beag-ciat yang menjadi juru bicara, katanya: "Selamanya Ban-siu-san ceng tidak pernah bermusuhan dengan Kawanan Setan, mengapa kalian membakar hutan dan menghalau lari Kiu-bwe-leng-hou (rase cerdik berekor sembilan)?" Dari nada ucapan orang, Kwe Yang merasakan orang she Su itu sangat gusar dan gemas sekali Pikirnya: "walaupun binatang kecil tadi sangat menyenangkan tapi tampaknya juga tiada sesuatu yang istimewa, mengapa mesti marah2 begitu rupa" jelas binatang itu cuma punya sebuah ekor, mengapa disebut rase berekor sembilan?" Maka terdengar perempuan yang berpakaian serba merah dari pihak Gerombolan Setan menjawab: "Peristiwa ini awal mulanya adalah gara2 tindakan kalian sendiri, selamanya Ban-siu-san-ceng berdiam di wilayah Sa-keng, mengapa mendadak muncul di daerah Soasay sini dan di tengah malam buta melarang orang lain lewat di jalan umum ini.
Sikap kalian yang tidak se-mena2 ini masakah kalian malah menyalahkan pihak lain?" "Persoalan sekarang ini tidak perlu dibicarakan pokoknya tiada seorangpun di antara kalian dapat hidup lagi," mendadak Pek-hia-san-kun Su Pek-wi membentak.
Sekali mengaum murka, dengan bertangan kosong ia terus menubruk ke arah Tiang-si-kui, kedua telapak tangannya tergenggam laksana cakar harimau segera mencengkeram, begitu hebat dan dahsyat, sekalipun harimau benar2 juga tidak seganas itu.
Cepat Tiang-si-kui melangkah mundur terus menggeser, "serrr", senjatanya yang panjang terus menyapu pinggang lawan.
Tanpa menghindar, cakar harimau Su Pek-wi lantas mencengkeram ujung senjata lawan, kiranya senjata Tiang-sin-kui itu adalah sebatang tongkat baja yang besar dan berat.
Belum lagi cengkeraman Su Pek-wi itu mengencang, mendadak tangan terasa panas, cepat ia lepaskan kembali tangannya sambil disampuk ke sam-ping.
Untung dia dapat bergerak dengan cepat sehingga dadanya terhindar dari sodokan tongkat.
Diam2 Su Pek-wi terkesiap, baru sekarang ia tahu Gerombolan Setan Se-san itu memang bukan orang sembarangan pantas nama mereka akhir2 ini semakin menanjak, ia tidak berani gegabah lagi "creng", segera iapun mengeluarkan senjatanya, yakni Hoa-thau-kau (kaitan dengan ujung berukir kepala harimau), sepasang kaitan baja itu beratnya ada 30 kati dan merupakan senjata yang tajam dan lihay.
Begitulah dua larik sinar kuning berkelebat kaitan itu lantas menempur sengit tongkat baja si Setan jenggot panjang.
Sementara itu Kaan-kian-cu Su Tiong-beng dengan senjatanya yang berupa sepasang bumbung atau pipa perak juga telah melabrak Jui beng-kui setan pencabut nyawa, yang bersenjatakan golok dan tombak si Song-bun-kui.
Sedangkan Tay-lik-sin Su Ki-kiang juga menempur Tiau-si kui (setan gantung) yaitu si nenek, yang bersenjatakan seutas tali panjang lagi lemas sehingga sukar diraba, ia hanya meraung2 murka saja dan sukar mengembangkan tenaga raksasa yang dimilikinya.
Di sebelah sana Pat-jiu-sian-kau Su Beng ciat juga menghadapi Toa thau-kui, si Setan Kepala Besar" dengan senjatanya yang berwujut godam persegi delapan.
Su Beng-ciat bersenjata sepasang Boan koan-pit, potlot baja berujung runcing, serangannya hebat, tenaganya kuat, Toa-thiiu kui rada kewalahan cepat Siau-yau-kui, Setan Cantik, yaitu perempuan berbaju serba merah, segera menubruk maju membantunya dengan senjata golok.
Di tanah salju itu terjadilah pertarungan sengit sepuluh orang terbagilah menjadi empat partai, bunga salju bertebaran.
namun pertempuran belum dapat menentukan kalah dan menang.
Pihak Gerombolan Setan masih ada empat orang belum ikut turun tangan, sebalnya pihak lawan hanya Kim-Kah-say ong saja yang belum bergerak.
Terlihat dia bersandar pada tubuh seekor singa jantan tampaknya menderita sesuatu penyakit lemas lunglai.
Melihat situasi pertarungan ini, jelas pihak Gerombolan Setan lebih untung karena berjumlah lebih banyak, tapi kalau persaudaraan Su itu berseru memberi komando, seketika kawanan binatang buas itu pasti akan menerjang dan Gerombolan Setan itu pasti akan celaka.
Siau-bian kui, si setan muka tertawa juga merasa kebat kebit menyaksikan kawanan binatang buas yang siap menunggu perintah itu, ia pikir sebentar harus menggunakan kabut racun untuk merobohkan sebagian binatang itu baru dapat menerjang keluar kepungan.
Sementara itu pertarungan sengit sudah berlangsung sekian lama, Tiang- si-kui dan Su Pek- wi tetap sama kuatnya, Tiau si-kui, si nenek dapat memainkan talinya yang panjang itu dengan cara yang aneh dan ujung tali selalu berubah menjadi lingkaran jiratan, kalau Su Ki-kiang meleng, mungkin lehernya bisa terjirat.
Tapi karena dia memiliki tenaga raksasa, mau tak-mau Tiau-si-kui juga rada jeri.
Toa-lhau-kui dan Siau-kui bahu-membahu menghadapi Su Beng-ciat, mereka dapat bekerja sama dengan baik, Tapi gerak serangan Su Beng ciat cepat lagi aneh, mereka terus berputar, terdengar suara Toa-thau-kui meng-guruh2, sedangkan si Setan cantik tertawa ngikik, tujuan mereka memancarkan perhatian musuh, namun Su Beng ciat anggap tidak mendengar dan menempur mereka dengan sengit.
Di sebelah sana Ji Beng-kui dan Song-bun-kui ternyata tidak mampu menandingi pipa perak Su Tiong-beng, Pipa perak yang digunakan sebagai senjata itu lebih pendek daripada toya dan kosong bagian tengah, gaya serangannya juga aneh.
Suatu ketika Song-bun-kui menusuk dengan tumbaknya, tapi Su Tiong-beng justeru mengincar ujung tumbak lawan dan pipanya juga ditusukkan kedepan, pipa itu terus menyelongsong ke bawah sehingga gagang tumbak terkunci di dalam pipa.
Keruan Song-bun-kui terkejut dan cepat menarik tumbak kirinya itu, tumbak terus diputar untuk menjaga diri.
Melihat kawannya terancam bahaya, cepat To-ceh-kui, si Setan Penagih Utang, menubruk untuk membantu, senjatanya yang berbentuk sepotong pelat besi segera memotong ke pipa Su Tiong heng.
Kiranya senjata To-ceh-kui itu terdiri dari lima potong pelat besi sehingga berbentuk buku utang-piutang sesuai namanya sebagai tukang tagih utang, Tepi pelat besi itu tajam sehingga merupakan sejenis senjata aneh dan lihay.
Sebenarnya GeromboIan Setan Se san itu masing2 mempunyai nama asli sendiri2, tapi sejak nama "Gerombolan Setan Se-san" terkenal di dunia Kangouw, mereka lantas membuang nama aslinya dan menggunakan julukan Setan sebagai tanda pengenal.
Apalagi tindak tanduk dan bentuk tubuh dan wajah mereka bersepuIuh memang juga aneh dan ber-beda2.
Misalnya si To-ceh kui, Setan penagih utang, dia menggunakan senjata lima helai pelat besi sehingga menyerupai buku utang piutang, soalnya dia memang juga pendendam, sakit hati sekecil apapun juga pasti akan dituntut-balasnya, tiada seorangpun dapat lolos jika pernah menyakiti hatinya.
Sebab itulah dia diberi julukan setan tukang tagih utang.
Tapi dia malah senang dengan nama poyokan itu, senjata pelat besi di ubahnya menjadi seperti halaman buku, tipis dengan tepinya sangat tajam, bahkan pelat besi itu diukir nama musuhnya dengan kesalahannya, kalau sakit hati itu sudah dibereskan barulah nama musuh itu dicoret.
Pipa perak adalah senjata aneh, tapi buku besi itu terlebih aneh, lima halaman besi itu saling bergesek dan mengeluarkan tuara nyaring, Dengan bertiga setan menempur Su Tiong beng barulah ke adaan mereka rada mendingan.
Kwe Yang terus mengikuti pertempuran itu di samping, dilihatnya cuaca sudah mulai remang2 fajar sudah hampir tiba, tapi pertarungan itu masih berlangsung dengan sengitnya, ia pikir janji pertemuan kesepuluh setan itu dengan Sin-tiau-hiap sudah lewat waktunya, mungkin tidak sabar menunggu dan pendekar sakti itu sudah pergi sendiri, ia menjadi gelisah dan kecewa karena maksudnya melihat Sin-tiau-hiap tak tersampai, untuk melerai pertempuran orang2 itupun ia tak mampu.
Dilihatnya kawanan binatang buas itu sama mendekam di tanah dalam suatu tingkatan yang rapat, seumpama Gerombolan Setan itu dapat membinasakan kelima saudara Su juga sukar menerjang keluar kepungan kawanan binatang buas itu.
Keadaan demikian juga disadari oleh GeromboIan Setan itu.
Maka si nenek, yaitu setan gantung, berhasrat menangkap Tay-lik-sin Su Ki-Kiang dengan tali jiratannya yang panjang itu.
asalkan lawan berhasil ditawan tentu dapat digunakan sebagai sandera untuk memaksa Su- si hengte (saudara keluarga Su) membubarkan kepungan binatang buasnya.
Namun kepandaian Su Ki kiang sendiri lebih tinggi daripada Tiau-si kui si setan gantung, hanya saja senjata tali memang aneh dan sukar dilayani, makanya kedudukan mereka menjadi sama kuat, tapi untuk menangkapnya jelas tidaklah mudah.
Siau-bian-kui, si setan muka tertawa tahu keadaan sangat berbahaya, ia pikir tiada jalan lain terpaksa harus menggunakan akal licik.
Segera ia berseru: "Jici, biar kubantu kau!" Segera ia melolos senjatanya dan menerjang ke arah Su Ki-kiang.
Su Ki-kiang tidak gentar ketambahan seorang lawan, "Bagus!" serunya menyambut terjangan musuh, berbareng senjatanya gada baja terus mengepruk kepala orang.
Cepat Siau-bian-kui mengegos sambil menangkis dengan sepasang ruyung "Prak, krek", senjata saling beradu dan kedua ruyung seketika patah.
Tapi dari bagian yang patah itu lantas mengepul asap putih kemerahan Su Ki-kiang melengak, langkahnya rada sempoyongan terus roboh terjungkal.
Tanpa ayal tali jirat si setan gantung terus di-lempar ke depan dan tepat menjirat kedua kaki musuh.
Kiranya gagang ruyung Siau bin-kui itu kopong dan tersimpan bubuk racun, pada gagang ruyung-nya terpasang pesawat rahasia, sekali ditekan segera bubuk racun akan tersembur untuk mencelakai musuh.
Tapi tenaga Su Ki-kiang teramat besar, sekali hantam ia patahkan ruyung lawan.
Tapi meski senjatanya patah tetap Siau-bin-kui dan Tiau si kui berhasil menawan Su Ki kiang.
"He, he! Apa2an kalian ini" Merobohkan lawan dengan cara licik, terhitung orang gagah macam apa?" seru Kwe Yang.
Melihat saudaranya tertawan musuh, Su Pek-wi, Su Tiong-beng dnn Su Beng-ciat juga terkejut dan murka, Tapi apa daya, mereka sendiri terlibat dalam pertempuran dan sukar memberi bantuan.
Kwe Yang sendiri sebenarnya tidak membela manapun, cuma dilihatnya cara Siau bian-kui merobohkan Su Ki-kiang itu kurang "sportip", maka dia berseru mencelanya.
Pada saat itu juga tiba2 terdengar suara rating-an di sebelah sana, terlihat Kim kah-say-ong Su Siok-kang berbangkit pelahan, lalu membentak dengan suara berat: "Lepaskan saudaraku!" Su Ki-kiang tidak sadarkan diri, Tiau-si kui meringkusnya dengan tali, bahkan menambahkan beberapa kali tutukan pada Hiat-to yang penting agar takdapat berkutik bila nanti sudah siuman, ia menjawab: "Silakan kau menyingkirkan kawanan binatang ini dan memberi jalan, segera kami membebaskan saudaramu.
" Dilihatnya kedua mata Su Siok kang cekung, mukanya pucat, jalannya sempoyongan, jelas sedang sakit parah, maka kawanan setan itu tidak merasa gentar.
simpatik Kwe Yarg beroda pada Su Siok-kang, melihat orang dalam keadaan sakit toh tetap hendak menolong saudaranya, cepat ia berseru.
"He engkau sakit, jangan ikut bertempur.
" Su Siok-kang mengangguk padanya dan mengucapkan terima kasih, tapi langkahnya tidak berhenti, ia masih terus mendekati Su Ki-kiang yang menggeletak teringkus musuh itu.
Siau-bian kui mengedipi Tiau-si-kui, kedua orang lantas menubruk dari kanan dan liri, mereka hendak menangkap sekaligus lawan yang tampaknya sakit tebese ini.
Begitu sudah dekat, keempat tangan mereka terus mencengkeram.
Tapi mendadak Su Siok-kiang meraung seperti singa, tangan kirinya menabok pundak Tiau-si-kui dan tangan kanan menyodok dada Siau-bin-kui, seketika kedua "setan" itu merasa ditekan oleh suatu tenaga maha dahsyat, langkah mereka menjadi terhuyung dan hampir saja terperosot jatuh.
Cepat mereka melompat mundur, untunglah Su Siok-kiang tidak mengejar maju, Keruan mereka saling pandang dengan kaget dan sama berkeringat dingin, sama sekali tak mereka duga bahwa orang yang tampaknya sakit tebese itu ternyata sedemikian lihaynya.
Su Siok-kiang lantas melepaskan Hiat-to saudaranya yang tertutuk itu, sekali tarik, tali Tiau-si-kui yang meringkus Su Ki-kiangitu lantas putus menjadi beberapa potong.
Namun Su Ki-kiang belum lagi sadar karena dia kena asap beracun.
Sambil mengerut kening Su Siok-kang membentak "Berikan obat penawarnya!" "Bubarkan dulu kepungan binatang buas kalian dan segera kuberikan obat penawar," jawab Siau-bin-kui.
Su Siok-kiang mendengus, lalu melangkah ke arah Siau-bin-kui dengan sempoyongan.
Siau-bin kui tidak berani melawannya, cepat ia mengelak ke samping.
Rupanya karena sakit sehingga gerak-geriknya tidak leluasa, namun Su Siok -kang masih terus melangkah ke arah Siau-bin-kui.
Sudah tentu sisa keempat "setan" yang masih menganggur itu tidak tinggal diam, segera mereka mengerubut maju, Siau-hin-kui juga lantas memutar balik untuk ikut mengeroyok.
Gerak serangan Su Siok-kang sangat lamban, tapi tenaga pukulannya amat kuat, kelima setan itu mengepungnya di tengah sambil melancarkan serangan dengan golok dan tumbak, namun tidak berani terlalu mendekat Diam2 Kwe Yang menaruh kasihan kepada Su Ki-kiang yang dirobohkan lawan dengan akal licik dan belum sadar itu, segera ia mencomot sepotong salju dan di-usap2kan di dahi Su Ki-kiang, lalu secomot kecil bunga salju dijejalkan ke mulutnya.
Rupanya asap racun tadi takdapat bertahan terlalu lama, Su Ki-kiang sendiri sehat dan kuat, begitu kepala terasa dingin dan mulut dicekoki es batu, segera pikirannya jernih kembali, pelahan ia lantas merangkak bangun dan mengucek-ucek matanya, ia menjadi murka demi melihat kakak ketiganya dikerubut lima orang, ia berteriak: "Mundur dulu, Samko!" Berbareng ia terus menubruk maju dan merangkul pinggang Siau-bin-kui.
Di sebelah Iain Su Pek-wi yang sedang menempur sengit Tiang-si-kui itu menjadi girang melihat Su Ki-kiang sudah siuman kembali, segera ia bersuit panjang, serentak kawanan binatang buas yang sejak tadi hanya mendekam di atas tanah itu berdiri semua demi mendengar suitan itu dan ber-siap2 hendak menubruk musuh.
Ketika Su Pek-wi menggertak lagi dengan suara keras, serentak kawanan binatang itupun mengaum buas, Meski GoromboIan Setan Se-san itu sudah banyak berpengalaman di medan pertempuran, tapi menyaksikan suasana yang mengerikan ini mau-tak-mau mereka menjadi kuatir, Benar saja, belum lenyap suara raungan kawanan binatang itu, di sana sini berbagai jenis binatang buas sudah lantas menerjang maju dan menerkam ke sepuluh "setan" itu.
Kwe Yang menjerit kaget dengan muka pucat.
Syukur Su Siok-kang lantas menyadari keadaan anak dara itu, cepat ia mendorong seekor harimau yang sedang menubruk ke arah Kwe Yang, menyusul ia tanggalkan kopiah kulit sendiri dan dipasang di kepala anak dara.
Agaknya kawanan binatang buas itu sudah ter-latih, begitu melihat Kwe Yang memakai kopiah kulit, mereka tidak menubruknya lagi melainkan terus membelok ke sana dan menyerang Gerombolan Setan.
Macam2 binatang buas, ada harimau, singa, serigala, makan tutul, gorila, beruang dan sebagainya serentak menerjang ke sepuluh Setan itu, namun Gerombolan Setan itu juga bertahan mati2an belasan ekor binatang buas itupun dapat mereka binasakan.
Tapi lantaran Su-si-hengte terus memberi aba2 di samping sana, pula jumlah binatang buas itu teramat banyak, hanya sekejap saja Gerombolan Setan itu sudah terluka semua, baju robek dan darah mengucur, tampaknya dalam waktu singkat mereka pasti akan dilalap habis oleh kawanan binatang buas itu.
Ketika itu Kwe Yang melihat tiga ekor singa jantan sedang mengkerubuti Toa-thau-kui, si Setan Kepala besar, godam besar yang merupakan senjata andalannya itu sudah terjatuh, lengan kanannya tergigit seekor singa dan tak dilepaskan.
Hanya tangan kiri saja yang masih terus menghantam serabutan dan sekadar bertahan mati2-an terhadap terkaman kedua ekor singa yang lain.
Teringat oleh Kwe Yang bahwa Toa-thau kui itulah yang membawanya ke sini, sekarang orang terancam bahaya, ia menjadi tidak tega, tanpa pikir ia lantas menanggalkan kopiah kulit yang dipakainya itu serta dilemparkan ke atas kepala Toa-thau-kui, Kopiah kecil di atas kepala besar, tentunya menggelikan rampaknya, bahkan kopiah itu ber-goyang2 hendak jatuh ke bawah.
Rupanya di waktu melatih kawanan binatang itu kelima saudara Su itu selalu memakai kopiah kulit, serentak ketiga ekor singa itu tidak menubruk dan menggigitnya lagi dan terus menyingkir pergi.
Dalam pada itu Kwe Yang sendiri telah terkepung oleh empat ekor macan tutul, Keruan ia, ketakutan dan men-jerit2.
Saat itu Su Siok-kang sedang berusaha merampas tongkat baja si Tiang-si-kui agar tongkat itu tidak banyak mengambil korban kawanan binatang buas, Demi mendengar jeritan Kwe Yang ia menoleh dan terkejut, tapi jaraknya dengan anak dara itu agak jauh dan sukar memberi pertolongan.
Aneh juga, begitu keempat ekor macan tutul itu mendekati Kwe Yang, mereka tidak menerkam dan mencakamya, sebaliknya seperti anjing piaraan saja mereka mengitari Kwe Yang sambil mengendusnya disertai meng-gesek2kan tubuhnya pada anak dara itu, tampaknya seperti sudah kenal dengan akrab sekali.
Kwe Yang sebenarnya sudah ketakutan dan pasrah nasib, ia menjadi terkesiap ketika melihat macan tutul itu tidak bermaksud jahat padanya, segera ia teringat kepada cerita ibu dan kakaknya bahwa waktu bayinya dahulu dirinya pernah menetek pada induk harimau tutul, agaknya keempat macan tutul itu mencium bau aneh pada tubuhnya tehingga menganggapnya sebagai kaum sejenisnya.
Dengan takut2 girang Kwe Yang lantas berjongkok dan merangkul leher dua ekor macan tutul, dua ekor yang lain lantas menjilati tangannya dan mukanya.
Keruan Kwe Yang merasa kerih dan tertawa terkikik.
Selama menjadi pelatih dan penjinak binatang buas, belum pernah kelima saudara Su itu menyaksikan adegan aneh itu, keruan mereka melongo heran.
Meski Toa-thau-kui sendiri dapat terhindar dari bahaya berkat kopiah kulit, tapi melihat kesembilan saudara angkatnya sukar lolos dari renggutan elmaut, betapapun ia takdapat mencari selamat sendiri, Tanpa pikir ia terus memegang kopiah kulit dan dilemparkan kepada Siau-kui, si perempuan berbaju serba merah, sambil berseru: "Kiu-moay, pakailah kopiah ini dan lekas menyelamatkan diri!" Siau-kui menangkap kopiah itu dan dilemparkan kepada Tiang-si kui, serunya: "Toako, engkau saja menerjang keluar dahulu, kelak berusaha lagi menuntut balas bagi kita!" Tapi Tiang-si-kui juga lantas melangsir kopiah itu kepada Siau bin-kui sembari berteriak: "Capte (adik kesepuluh), menuntut balas biarpun sepuluh tahun lagi juga belum kasip, Engkau saja lekas lari, kakakmu ini sudah cukup umur dan sudah bosan hidup!" Ternyata di antara mereka sangat setia satu sama lain, siapapun tiiak mau meninggalkan kawannya untuk menyelamatkan diri sendiri.
Karena dikerubuti lima ekor serigala Siau-bin-kui tidak sempat mengoper kopiahnya kepada saudara yang lain, sedangkan serigala terkenal rakus dan buas, sekali merasakan darah, betapapun tidak mau tinggal pergi, meski Siai-"nn-kui memegang kopiah itu, serigala2 itu masih belum mau meninggal kan mangsanya itu.
Tentu saja Siao-bin-kui mencaci maki dengan gusar, namun wajahnya tetap tersenyum simpul.
Pada saat itulah mendadak terdengar suara suitan nyaring di atas, seorang berseru lantang: "Gerombolan Setan Se-san ingkar janji, aku menunggu semalaman secara sia2, kiranya kalian sedang ribut dengan kawanan binatang di sini!" Girang sekali Kwe Yang mendengar ucapan itu, pikirnya: "Aha, Sin-tiau-hiap sudah datang" Waktu ia mendongak, terlihat seorang berduduk di atas dahan pohon, di sebelahnya menangkring pula seekor rajawali besar dan buruk rupa.
Orang itu memakai jubah panjang warna putih, lengan baju kanan terselip pada ikat pinggang, nyata memang buntung lengannya, Waktu memandang wajahnya, seketika Kwe Yang bergidik, air mukanya ternyata pucat kaku seperti mayat, hakikatnya bukan air muka manusia hidup.
Banyak juga orang bermuka buruk dan menakutkan, misalnya para Gerombolan Setan Se-san itu juga semuanya berwajahj penjahat, tapi tidak seburuk dan menyeramkan seperti ini.
Sebelum ini dalam hati kecil Kwe Yang membayangkan wajah Sin-tiau-hiap itu pasti cakap ganteng, kini ia menjadi sangat kecewa melihat kejelekan mukanya itu, Tanpa terasa ia memandang sekejap lagi padanya, terlihat sorot matanya memancarkan sinar tajam.
Sinar mata tajam itu sekilas mengerling ke arahnya dan tiba-2 terhenti sejenak seperti rada menimbulkan rasa herannya.
Tanpa terasa wajah Kwe Yang menjadi merah jengah dan tanpa kuasa menunduk malu, samar2 ia merasa sang Sin-tiau-hiap toh tidak terlalu buruk.
Sin tiau-hiap dihadapan Kwe Yang ini memang betul Nyo Ko adanya, Selama 16 Tahun ini dia menunggu dengan menderita akan bertemu kembali dengan Siao-liong-li, ia telah berkelana ke segenap penjuru dan memberikan darma baktinya bagi sesamanya, karena dia selalu ditemani rajawali sakti itu, maka didapatkanlah nama julukan "Sin-tiau-hiap".
Ia merasa berdosa waktu mukanya telah banyak digilai anak perempuan seperti Kongsun Lik-oh lelah binasa demi menolong jiwanya, Thia Eng dan Liok Bu siang hidup merana karena patah hati ia pikir kalau mukanya buruk, tentu takkan menarik perhatian anak perempuan itu.
Sebab itulah sekarang ia memakai kedok muka pemberian Ui Yok-su dahuIu untuk menutupi wajah aslinya.


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Malam ini dia mestinya ada janji bertemu dengan Gerombolan Setan Se-san di Te-ma-peng, tapi pihak lawan ternyata ingkar janji dan tidak datang, sebab itulah ia lantas mencarinya malah dan kebetulan dilihatnya apa yang terjadi di hutan ini.
Jiwa kesepuluh setan itu sebenarnya sudah terancam di tengah kerubutan kawanan binatang buas sebanyak itu, kini mendadak Nyo Ko membuka suara pula sehingga bertambah lagi satu musuh tangguh bagi mereka, keruan mereka menjadi putus asa dan yakin sekali ini jiwa mereka pasti akan melayang semuanya.
Dalam pada itu terdengar Nyo Ko berkata pula dengan suara lantang: "Beberapa saudara ini mungkin adalah Su-si hengte dari Ban-siu san-ceng" Silakan kalian berhenti dulu dan dengarkanlah perkataanku.
" "Kami memang she Su," jawab Su Pek-wi, "Dan siapakah tuan?" Tapi segera ia menambahkan "Ah, maaf agaknya tuan inilah Sin-tiau-hiap?" "Terima kasih, memang betul Cayhe adanya," sahut Nyo Ko.
"Harap kalian lekas menghentikan amukan kawanan binatang buas itu, kaiau terlambat sebentar lagi mungkin para setan gadungan ini akan berubah menjadi setan sungguhan.
" "Ya, biar jadi setan sungguhan barulah kami bicara denganmu," ujar Su Pek wi.
Nyo Ko mengernyitkan kening, katanya: "Tapi Gerombolan Setan itu sudah ada janji pertemuan denganku lebih dulu, kalau binatang kalian membinasakan mereka.
lalu kepada siapa aku harus bicara lagi?" Mendengar ucapan Nyo Ko mulai kasar, Su Pek wi menjengek, ia malah memberi aba2 agar kawanan binatang menyerang lebih ganas, "Kalau kau sudah tahu aku ini Sin-tiau-hiap, mengapa kau tidak ambil pusing kepada perkataanku?" bentak Nyo Ko.
"Memangnya kalau Sin-tiau hiap lantas bagaimana?" jawab Su Pek-wi dengan tertawa, "Kalau mampu boleh kau menghentikan serangan kawanan binatang kami ini," "Baik," kata Nyo Ko.
"Marilah, Tiau-heng, kita turun!" Habis berkata, bersama rajawali raksasa itu mereka lantas melompat ke bawah.
sebelum Nyo Ko dan rajawali itu menyentuh tanah, kawanan binatang sudah lantas meraung dan menubruk maju, Tapi sekali sayap rajawali itu menyabet ke kanan dan menyampuk ke kiri, kontan beberapa ekor binatang yang lebih kecil seperti serigala dan sebagainya lantas berjungkal, Seekor singa dan seekor harimau mengaum murka dm menubruk tiba, kembali sayap rajawali menyabet, bukan main kekuatannya, singa dan harimau itu sama terguling dan tak mampu mendekati lagi.
Menyusul sayap yang lain menyabet pula, kontan kepala seekor macan tutul hancur berantakan.
Melihat kesaktian rajawali itu, kawanan binatang buas yang lain menjadi ketakutan dan tak berani menyerang pula, semuanya mendekam di kejauhan sambil mengeluarkan suara menggereng.
Su Pek-wi menjadi gusar, segera iu memapaki Nyo Ko, tangannya seperti cakar macan itu terus mencengkeram ke dada lawacu Namun Nyo Ko telah sedikit mengebas lengan baju kanan yang kopong itu, "bluk", dengan tepat kedua pergelangan tangan Su Pck-wi tersabet dan menimbulkan rasa sakit tidak kepalang seperti dipotong pisau, tanpa tertahan ia menjerit.
Dengan langkah tertahan Su Siok-kang mendekati Nyo Ko, kedua tangannya menyodok lurus ke depan.
"Bagus!" sambut Nyo Ko sambil tersenyum dan menjulurkan telapak tangan kiri untuk memapak serangan lawan, ia hanya menggunakan tiga bagian tenaganya saja.
Maklumlah, selama belasan tahun dia menggembleng diri di tengah amukan ombak sanudera, kalau dia mengeluarkan tenaga penuh, jangankan tubuh manusia, sekalipun batang pohon dan dinding tembok juga akan runtuh dihantamnya.
Namun Su Siok kiang juga pernah mendapat ajaran orang koscn, tenaga dalamnya juga lain daripada yang lain, begitu beradu tangan, tubuhnya tergeliat, tapi tidak tergerar mundur.
"Awas!" seru Nyo Ko memperingatkan sambil mengerahkan tenaga.
Seketika pandangan Su Siok-kang menjadi gelap dan mengeluh jiwanya sekali ini pasti melayang.
Untung pada saat gawat itulah tiba2 Nyo Ko berkata: "Ah, kau sedang sakit!" -- Berbareng itu tenaga yang maha dahsyat seketika hilang sirna.
Lolos dari renggutan elmaut, Su Siok-kang menjadi melenggong dan tak dapat berkata apa2.
Su Pek wi, Su Tiong beng dan lain2 mengira Su Siok-kang terluka dan tak bisa bergerak, mereka menjadi cemas dan gusar, serentak mereka menerjang Nyo Ko.
Tepat pada waktu yang sama seekor harimau juga menubruk dari sebelah sana.
Tapi sekali meraih, dapatlah Nyo Ko mencengkeram leher raja hutan itu, binatang buas ini lantas digunakan sebagai senjata untuk menangkis serangan pipa perak Su Tiong-beng dan gada baju Su Ki-kiang.
sedangkan cakar macan malah terus mencakar muka Su Pek-wi dan Su Beng-ciat.
Belasan tahun yang lalu Nyo Ko sudah pernah menggunakan pedang yang beratnya lebih 70 kati, sekarang memegangi tubuh harimau yang besar, beratnya paling2 juga cuma seratusan kati, maka enteng saja baginya.
Karena lehernya terpegang, harimau itu menjadi rnurka dan tidak kenal lagi sang majikan, cakarnya terus menggaruk dan mulutnya menggigit, Dalam keadaan demikian Su Pek-wi dan Su Beng-ciat menjadi kelabakan juga meski biasanya selalu berkawan dengan binatang buas.
Menyaksikan pertarungan itu, Kwe Yang bersorak gembira, teriaknya.
"Hebat sekali Sintiau-hiap!" Nah, kalian mengaku kalah tidak, Su-keh-hengte?" Nyo Ko memandang sekejap pada anak dara itu, ia tidak tahu siapakah Kwe Yang ini, anehnya anak dara itu berkawan dengan macan tutul, tapi sekarang mengolok dan mengejek kelima saudara Su pula.
Sementara itu Su Siok-kang telah mengatur pernapasannya dan terasa lancar tanpa gangguan apapun, ia tahu Sin-tiau-hiap ini sengaja bermurah hati dan tidak ingin melukainya tadi, diam2 iapun mengakui kalau berdasarkan kepandaian sejati biarpun mereka berlima mengerubutnya sekaligus juga bukan tandingannya.
Saat itu kelihatan keempat saudaranya sedang mengerubuti Nyo Ko, segera ia berseru: "Para kakak dan adik, lekas berhenti, kita harus tahu diri.
" Mendengar itu, Koan-kian-cu Su Tiong-beng mendahului menarik kembali pipanya dan melompat mundur sedangkan Tay-Iik-sin Su Kt-kiang adalah orang yang lebih sembrono, ia anggap sepele seruan saudaranya itu.
"Tahu diri apa" Rasakan dulu gadaku ini!" demikian ia pikir, segera kedua tangan memegang gada terus.
mengepruk kepala Nyo Ko dengan gaya "Ki-siang-kay-san" atau gajah raksasa menggugur gunung, jurus ini ditirunya dari cara gajah menggunakan belalainya menghantam sesuatu benda, pukulan dahsyatnya dapatlah dibayangkan.
Namun Nyo Ko juga tidak menghindar ia lenparkan harimau yang dipegangnya itu, tangan kiri terus membalik ke atas, sekali meraih dapatlah ujung gada belalai gajah lawan ditangkapnya, kata-nya: "Marilah kita coba-2 tenaga siapa lebih kuat?" Sekuatnya Su Ki-kiang berusaha menekan ke bawah, tapi gada itu berhenti di atas kepala Nyo Ko dan tidak dapat menurun lagi.
"Berhenti, Site! jangan kurang adat!" seru Su Siok-kang pula.
Sekuatnya Su Ki-kiang lantas membetot dengan maksud hendak menarik kembali gadanya, namun gada itu seperti mclengket saja di tangan Nyo Ko, sedikitpun tak bisa bergerak, Ber-ulang2 Su Ki-kiang membetot dan tetap tidak berhasil.
Nyo Ko merasa tenaga tarikan lawan sangat kuat, pikirnya, "Kalau tidak kuperlihatkan tenaga sakti, orang dogol ini tentu tidak mau takluk.
" Mendadak ia mengerahkan tenaga dan dipelintir ke atas, tapi Su Ki-kiang tetap memegangi gadanya sekuat-kuatnya, keruan gada yang menyerupai belalai gajah itu lantas bengkok.
"Bagus!" bentak Nyo Ko terus ditekuk balik ke bawah, karena ditekuk ke atas dan ke bawah, gada itu tidak tahan, "pletak", patah menjadi dua, Tangan Su Ki-kiang tergetar hingga lecet berdarah.
Tapi dia benar2 kuat dan kepala batu, gada patah itu masih dipegangnya dengan kencang.
Nyo Ko bergelak tawa sambil membuang bagian gada patah yang dirampasnya itu, kontan setengah gada itu ambles ke dalam tanah bersalju itu, padahal tebal salju tiada satu kaki, sedangkan gada patah itu panjangnya lebih tiga kaki, namun menghilang tanpa bekas ke dalam tanah, betapa hebat tenaga sakti Nyo Ko sungguh sangat mengejutkan.
Dilihatnya Su Siok-kang, Su Beng-ciat dan lain2 sedang membentak2 menghentikan serangan kawanan binatang buas, tapi sekali kawanan binatang itu mengamuk dan melihat darah, sukarlah untuk dikendalikan begitu saja.
Cepat Nyo Ko memberi tanda kepada Kwe Yang agar nona cilik itu menutup telinganya dengan tangan, walaupun tidak tahu apa tujuannya tapi Kwe Yang menurut saja, segera ia mendekap rapat kedua kupingnya.
Segera Nyo Ko berteriak dengan keras, begitu nyaring suaranya hingga seperti bunyi guntur yang menggelegar.
Meski telinganya sudah ditutupi, tergetar juga jantung Kwe Yang hingga ber-debar2 dan rada pening, untung sejak kecil Lwe-kangnya tertumpuk cukup kuat sehingga suara Nyo Ko itu tidak sampai membuatnya roboh.
Suara Nyo Ko itu masih terus menggelegar hingga lama sekali, air muka semua orang sama berubah, kawanan binatang buas juga sama roboh, menyusul Gerombolan Setan Se-xan dan Su-si-hengte juga terguling, hanya tersisa belasan ekor gajah serta Su Siok-kang dan Kwe Yang saja yang masih tetap berdiri, sedangkan si rajawali sakti tampak berdiri dengan bersitegang leher, kelihatannya sangat umuk, sombong.
Melihat Su Siok-kang sanggup berdiri, Nyo Ko pikir tenaga dalam orang sakit ini juga hebat, tapi kalau suaranya dikeraskan lagi sedikit sehingga Su Siok-kang dirobohkan, mungkin dia akan terluka dalam dengan parah, Maka ia lantas menghentikan suara suitannya.
Selang tak lama, semua orang dan kawanan binatang itu baru dapat berdiri kembali, tapi sebagian binatang kecil sebangsa serigala dan sebagainya ada yang pingsan dan belum sadar kembali malahan di mana2 banyak terdapat kotoran binatang, rupanya saking ketakutan, kawanan binatang itu banyak yang ter-kencing2 dan ter-berak2.
Dan begitu bangun, kawanan binatang itu terus lari ke dalam hutan dengan mencawat ekor tanpa menunggu lagi komando Su si-hengte.
Sudah tentu Su-si-hengte dan gerombolan Se-tan Se-san itu tidak pernah menyaksikan perbawa sehebat ini.
Mereka sama berdiri kesima dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Maka berkatalah Nyo Ko: "Maaf jika Cayhe telah mengganggu soalnya Cayhe ada janji dengan Gerombolan Setan Se-san, terpaksa harus kuhentikan pertarungan kedua pihak ini, nanti kalau persoalan Cayhe sudah selesai, bolehlah silakan melanjutkan pertikaian kalian ini dan pihak manapun Cayhe takkan membantu selain menonton saja di samping.
" Lalu dia berpaling kepada Sat-sin-kui, si setan elmaut: "Nah, bagaimana kalian" ingin satu persatu bergiliran menempur aku atau sepuluh orang maju bersama sekaligus?" Karena pengaruh suitan Nyo Ko tadi, sampai sekarang perasaan Sat-sin-kui belum lagi tenang, seketika ia tak dapat menjawab pertanyaan Nyo Ko: Segera Tiang-si-kui membeli hormat dan ber-kata: "Sin-tiau-tayhiap, kepandaianmu dengan kami bedanya seperti langit dan bumi, mana Gerombolan Setan Se-san berani bermusuhan lagi dengan engkau" jiwa kami tadi telah diselamatkan olehmu, selanjutnya engkau ada perintah apapun pasti akan kami laksanakan.
Jika engkau suruh kami harus keluar dari wilayah Soasay ini, maka segera kami akan pergi, sedetikpun tak berani tertahan di sini.
" Dari bentuk tubuh serta jenggotnya yang panjang itu sejak tadi Nyo Ko merasa kakek cebol ini seperti pernah dikenalnya, setelah mendengar suaranya, segera ia bertanya, "Bukankah kau ini she Hoan bernama It-ong?" Kiranya Tiang-si-kui ini memang betul adalah Hoan It-ong, yaitu murid tertua Kongsun Ci di Coat-ceng-kok, setelah jiwanya diampuni Nyo Ko, dia lantas mengasingkan diri, sepuluh tahun kemudian baru berkecimpung pula di dunia Kang-ouw, berkat kepandaiannya yang lumayan itulah dia berhasil mengepalai Gerombolan Setan Se-san.
Dulu Nyo Ko dikenalnya sebagai pemuda yang cakap dan berkepandaian tinggi, kini tangan Nyo Ko buntung sebelah, pakai kedok lagi, dengan sendirinya Hoan It-ong pangling padanya.
"Ya, hamba memang Hoan It-ong adanya dan siap menerima pesan Sin-tiau-tayhiap.
" demikian jawab Tiang-si-kui dengan munduk2.
Nyo Ko tersenyum, katanya: "Jika kalian mau tunduk pada perkataanku, maka kalian juga tidak perlu keluar dari wilayah Soasay, Sat-sin-kui, cukuplah asalkan kau membebaskan saja keempat gundikmu itu.
" Sat-sin-kui mengiakan setelah terdiam sejenak, katanya: "Jika keempat perempuan hina itu tidak mau angkat kaki, biar kuhalau mereka dengan pentung.
" Nyo Ko jadi melengak malah, teringat olehnya ketika kelima isteri dan gundik Sat-siu-kui sama menyembah padanya dan mintakan ampun bagi sang suami, sikap mereka yang sungguh2 itu tampaknya memang setia dan mencintai suaminya, kalau perempuan2 itu mau ikut dia, sekarang dia malah diharuskan mengusir keempat gundiknya itu, bisa jadi tindakan ini malah akan melukai hati mereka.
Maka dengan tertawa Nyo Ko lantas menambahkan "Usir sih tidak perlu, Kalau mereka ingin pergi, maka kau tidak boleh menahan mereka, sebaliknya kalau mereka suka ikut kau, ya.
apa mau dikatakan lagi" Tapi kau bilang mau ambil lagi empat orang gundik, apakah betul ucapanmu ini?" "Ah, persoalan perempuan itu sudah membikin repot Sin-tiau-tayhiap, malahan jiwa para saudaraku ini hampir ikut melayang, masakah hamba beradi ambil isteri lagi, Andaikan berani, rasanya Toako kami ini juga takkan mengidzinkan.
" Serentak "Setan" yang lain tertawa geli mendengar ucapan Sat-sin-kui itu.
"Baiklah, sekarang urusanku sudah selesai, kalian boleh mulai bertempur lagi," kata Nyo Ko, lalu ia mundur ke sana bersama rajawali sakti dan membiarkan Su-si-hengte dan Gerombolan Setan itu bertarung lagi.
Segera Hoan It-ong melangkah maju dan berkata kepada Su Pek-wi: "Gerombolan Setan Se-san sudah sama babak belur, biarkan sementara ini kami mohon diri saja, Kami hanya ingin tahu selanjutnya Ban-siu-san-ceng tetap bercokol di sini atau akan kembali ke Se-keng" Harap dijelaskan supaya kelak kami dapat menemukan alamat kalian secara tepat.
" Dari nada ucapan itu, Su Pek-wi paham kelak orang bermaksud mencarinya untuk menuntut balas, maka dengan angkuh iapun menjawab: "Kami akan menanti kedatangan kalian di Se-keng saja, Jika Samte kami akhirnya.
. . akhirnya takkan disembuhkan maka tanpa kunjungan kalian juga kami berempat saudara akan mendahului berkunjung kepada kalian.
" Hoan It-ong melengak, katanya: "Memangnya Susamko sedang sakit, apa sangkut-paut sakitnya dengan kami, untuk ini mohon diberi penjelasan?" Su Pek-wi menjadi murka, dengan muka merah padam ia berteriak: "Samte.
. . " Belum lanjut ucapannya, tiba2 Su Siok-kang menghela napas panjang dan menyela: "Toako, urusan ini tidak perlu disebut lagi, Kukira Gerombolan Setan Se-san juga tidak sengaja, mungkin sudah ditakdirkan nasibku harus begini, maka tidak perlu banyak mengikat permusuhan lagi.
" "Baik!" seru Su Pek-wi dengan menahan amarahnya, lalu dia memberi salam kepada Hoan liong dan berkata.
"Selama gunung tetap menghijau dan air tetap mengalir, kelak kita pasti bertemu lagi.
" Kemudian dia berpaling dan bertanya kepada Nyo Ko: "Sin-tiau-tayhiap.
kami bersaudara terjungkal di tanganmu, sungguh kami merasa sangat kagum.
Rasanya meski kami berlatih lagi 20 tahun juga tetap bukan tandinganmu, sengketa ini jelas kami tidak berharap dapat membalasnya, kamipun tidak berani lagi bertemu dengan engkau, pokoknya ke mana engkau datang di sana pula kami lantas mendahului menyingkir.
" "Ah, ucapan Su-toako teramat berlebihan," ujar Nyo Ko- dengan tertawa.
"Hayolah, kita berangkat" kata Su Pek- wi sambil mendekati Su Siok-kang.
ia memapah saudaranya yang sakit itu dan diajak pergi, Hoan It-ong merasa ucapan Su Pek-wi itu banyak yang sukar dipahami, cepat ia berseru pula: "Tunggu dulu, Su-toako.
Tadi Su-samko mengatakan tindakan kami tidak disengaja, Padahal seingat kami kecuali terobosan di tempat kediaman kalian ini, rasanya tiada pernah berbuat kesalahan lain.
Apabila memang benar kami telah berbuat sesuatu kesalahan di luar sadar kami, sedangkan kepala dipenggal saja Gerombolan Setan Se-san tidak gentar, apalagi menyembah dan mohon maaf kepada kalian bersaudara?" Su Pek-wi tadi sudah menyaksikan cara Gerombolan Setan Se-san itu saling melempar kopiah kulit milik Su Siok-kang tadi dan tiada satupun yang ingin menyelamatkan diri sendiri, rata2 adalah ksatria yang tidak takut mati, hal ini tidak perlu disangsikan lagi.
Maka dengan rasa pedih ia menjawab "Kalian telah menyebabkan larinya Kiu-bwe-leng-hou sehingga luka dalam Samte kami tak dapat diobati lagi, sekalipun kau menyembah seratus kali atau seribu kali kepada kami juga tiada gunanya.
" Hoan It-ong terkejut baru teringat olehnya tadi kelima saudara Su memimpin kawanan binatang menguber seekor binatang kecil mirip kucing dan anjing, kiranya itu yang disebut Kiu-bwe-leng-hou (rase atau musang cerdik berekor sembilan), masakah binatang kecil mempunyai kegunaan yang sangat penting" Tiba2 Sat-sin-kui menimbrung: "Memangnya untuk apa sih rase kecil itu" Tapi kalau binatang kecil itu menyangkut kesehatan Su-samko, maka marilah kita be-ramai2 memburu dan menangkapnya lagi.
Hanya seekor rase kecil begitu apa sih artinya?" "Apa artinya, katamu hm?" teriak SuKi-kiang, "kalau kau mampu menangkap rase kecil itu, biarlah nanti aku menyembah seratus kali, bahkan seribu kali padamu juga kurela.
" Hoan It-ong terkesiap, pikirnya: "Keluarga Su ini terkenal mahir menjinakkan binatang, rasanya di dunia ini tiada yang lebih pandai daripada mereka, kalau mereka menyatakan betapa sulitnya menangkap rase itu, lalu siapa lagi yang sanggup?" - Berpikir sampai di sini, tanpa terasa ia memandang Nyo Ko.
Kwe Yang tidak tahan, segera ia menyelutuk: "Sejak tadi kalian hanya bicara saja, mengapa kalian tidak mohon bantuan Sin-tiau-hiap?" Su Tiong-beng terhitung paling banyak tipu akalnya, dia adalah motor penggerak di antara kelima saudara Su itu, ia pikir ilmu silat Sin-tiau--hiap ini memang sukar diukur, bisa jadi beliau mau memberi pertolongan.
Maka ia lantas berkata: "Ah-, nona cilik tahu apa" Kukira selain malaikat dewata yang turun ke bumi ini tiada seorang lagi yang sanggup menangkap Kiu-bwe-long-hou itu.
" Nyo Ko hanya tersenyum saja, ia tahu orang sengaja hendak memancing reaksinya, namun dia tidak menanggapinya.
"Sesungguhnya rase kecil itu mempunyai kemujijatan apa" Coba ceritakan" kata Kwe Yang.
Su Tiong-beng menghela napas sedih, katanya kemudian "Akhir tahun yang lalu, karena membela keadilan di daerah Hengciu, samte kami telah bergebrak dengan orang, tapi pihak lawan memakai akal licik sehingga Samte kami kena diselomoti musuh dan terluka parah.
" "Aneh, Su-samsiok ini jelas sangat tinggi kepandaiannya siapa lagi yang begitu lihay dan mampu melukainya?" ujar Kwe Yang heran.
"Ah, nona memuji sedikit kepandaianku yang tak berarti ini, bukankah akan ditertawai Sin-tiau-hiap?" kata Su Siok-kang dengan suara lemah.
Kwe Yang melirik Nyo Ko sekejap katanya: "Dia! Sudah tentu dia di luar hitungan.
Yang kumaksud adalah orang lain.
" "Yang melukai Samte kami adalah seorang Mongol," tutur Su Tiong-beng lebih lanjut, "namanya Hotu kalau tidak salah, Konon dia adalah murid Kim-lun Hoat-ong, Koksu kerajaan Mongol.
" Tiba2 Kwe Yang berkata kepada Nyo Ko: "Sin-tiau-hiap, kumohon engkau suka pergi mencari pangeran Mongol itu dan memberi ajaran setimpal padanya untuk membalaskan sakit hati Su-samsiok ini " "Untuk ini kami tak berani membikin repot Sin-tiau hiap," kata Su Tiong-beng, "Asalkan luka Samte kami sudah sembuh, kami akan mencari dia dan pasti dapat menuntut balas, Hanya saja Lwe-kang kami ini lain daripada yang lain, luka yang diderita Samte kami ini sangat sukar disembuhkan untuk ini harus minum darah, segar Kiu-bwe-leng-hou itu.
" "Ah, kiranya demikian," Kwe Yang dan Gerombolan Setan Se-san sama bersuara.
"Rase kecil itu adalah binatang yang sangat jarang, makhluk yang amat cerdik," tutur Su Tiong-beng pula, "Sudah lebih setahun kami bersaudara mencari ke mana2 dan baru kami kutemukan jejaknya di daerah Cinlam.
Tempat sembunyi rase itupun sangat aneh, yaitu di tengah sebuah kolam lumpur yang sangat luas yang terletak kurang lebih 30 li dari sini.
" "Kolam lumpur besar" Maksudmu Hek-liong-tam (tambak naga hitam)?" Sat-sin-kui menegas dengan heran.
"BetuI," sahut Su Tiong-beng.
"Kalian sudah lama berdiam di sini, tentu juga mengetahui bahwa beberapa li sekeliling Hek-liong-tam itu hanya lumpur belaka, manusia maupun khewan sukar berdiam di tempat seperti itu, tapi rase kecil ilu justeru bersarang di sana.
Dengan susah payah akhirnya kami berhasil memancingnya ke tengah hutan ini.
" "Ah, pantas kalian marah dan melarang kami memasuki hutan ini," kata Sat-sin-kui menyadari kejadian tadi.
"Begitulah," kata Su Tiong-beng pula, "Bahwasanya kedatangan kami ke sini adalah tamu, betapapun kasarnya juga tidak pantas kami mengangkangi tempat orang lain, soalnya cuma terpaksa saja, Harus dimaklumi bahwa rase itu sangat gesit dan cepat larinya, sekejap saja lantas menghilang, hal ini telah kalian saksikan tadi.
Karena itulah kami mengerahkan segenap binatang buas piaraan kami dan mengepung rapat hutan itu, tampaknya dengan segera rase itu dapat kami tangkap, siapa tahu kalian justeru membakar hutan sehingga kawanan binatang sama terkejut dan memberi kesempatan lo!osnya rase itu.
Memalukan juga jika diceritakan meski kami sudah berusaha sepenuh tenaga tetap tidak mampu menangkapnya, Namun luka Samte kami semakin hari semakin berat, kami menjadi sedih sehingga tindak-tanduk kamipun menjadi berangasan, untuk ini hendaklah kalian maklumi" Habis berkata ia terus memberi hormat se-keliling, tapi pandangannya justeru menatap Nyo Ko.
"Urusan ini adalah karena kecerobohan kami dan Gerombolan Setan kami sekali lagi minta maaf.
" kata Hoan It-ong. "Tentang rase itu entah dengan cara bagaimana Su-toako berlima telah memancingnya ke sini" Mengapa cara itu tidak dapat digunakan lagi sekarang?" "Sifat rase adalah suka curiga disamping cerdik, sukar sekali hendak menjebaknya, apalagi Kiu-bwe-leng-hou ini, jauh lebih cerdik dan licin daripada rase biasa," demikian tutur Su Tiong-beng.
"Kami-telah mengorbankan ribuan ekor ayam jantan, dalam jarak setiap tombak jauhnya kami- panggang seekor dan ber- turut2 kami pancing dia dengan bau sedap ayam panggang, kami tidak mengusiknya dan membiarkan dia makan, setelah setiap hari berhasil makan ayam panggang tanpa gangguan, sampai dua-tiga bulan lamanya barulah curiga rase itu mulai berkurang.
Habis itu barulah kami pancing dia ke hutan ini, Tapi sekali ini dia telah mengalami kaget luar biasa, biarpun seratus tahun lagi juga tidak mau tertipu pula.
" "Ya, memang betul sulit," kata Hoan It-ong.
"Tapi kalau kita langsung masuk ke Hek liong-tam dan menangkapnya, apakah tidak bisa?" "Seluas beberapa li Hek-liong-tam itu hanya lumpur belaka yang beberapa meter dalamnya, betapapun tinggi Ginkangmu juga sukar berpinjak di atas lumpur," tutup Su Tiong- beng.
"Juga perahu, rakit atau getek dan sebagainya sukar berjalan di sana.
Namun tubuh Kiu-bwe-leng-hou itu sangat kecil dan enteng, telapak kakinya tebal lagi, larinya juga cepat, maka dia mampu meluncur di permukaan lumpur itu dengan cepat.
" Kwe Yang tiba2 ingat kedua rajawali di rumah, mereka kakak beradik sering naik rajawali itu dan dibawa terbang ke udara, Kini dilihatnya rajawali sakti jauh lebih besar daripada rajawali di rumahnya, blakan mustahil dua orang juga dapat dibawanya terbang Maka dengan tertawa ia berkata "Sin-tiau-hiap, asalkan engkau sudi membantur kuyakin pasti ada jalannya.
" Nyo Ko tersenyum, jawabnya: "Su-si-hangte adalah ahli penjinak binatang kalau mereka angkat tangan tak berdaya, maka apa yang dapat ku lakukan seumpama aku ingin membantu?" Mendengar nada ucapan orang, ternyata bersedia menolong, urusan ini menyangkut mati-hidup saudaranya, maka tanpa pikir lagi Su Tiong-btng, lantas bertekuk lutut di depan Nyo Ko dan me-mohon: "Sin-tiau-tayhiap, jiwa adik kami hanya menanti ajal, mohon engkau kasihan padanya.
" Sorot mata mengerling sekilas ke muka Kwe Yang, katanya kemudran: "Kau bilang aku pasti dapat menolongnya, coba kuingin tahu-bagaimana pendapat adik cilik ini.
" "Asalkan engkau naik rajawali raksasa itu, bukankah lantas dapat terbang masuk ke Hek-liong-tam?" jawab Kwe Yang.
"Hahaha! Menarik juga saranmu ini," kata Nyo Ko sambil tertawa.
. "Tapi Tiau. -heng kita berlainan dengan burung umumnya, karena tubuhnya teramat berat, maka sejak kecil beliau tidak dapat terbang, Sekali sabet sayapnya mampu membinasakan singa atau harimau, tapi justeru tidak dapat digunakan untuk terbang.
" Sementara itu, kecuali Su Siok-kang saja, ke-empat saudara she Su itu sudah sama berlutut di depan Nyo Ko.
Segera Nyo Ko membangunkan mereka dan berkata: "Apa boleh buat, biarlah kukerjakan sekuat tenagaku, cuma kalau tidak berhasil ya kalian jangan menyesali" Su-si-hengte menjadi girang, mereka pikir nama pendekar besar itu termashur, sekali dia sudah menyanggupi pastilah akan dilaksanakannya.
Kalau beliau juga gagal, terpaksa pasrah nasib saja.
Begitulah Su Pek-wi menyembah beberapa kali pula dan berkata: "Jika demikian, silakan Tayhiap dan para saudara dari Se-san mengaso dulu ke tempat kediaman kami untuk berunding lebih lanjut.
" "Urusan ini berpangkal kesalahan kami, sudah tentu kami siap menerima tugas apapun," kata Hoan It-ong.
"Ah, tak perlu begitu," ujar Su Pek-wi, "Tidak berkelahi takkan kenal kalau kalian tidak menoIak, marilah mulai sekarang kita berkawan.
" Dari pertarungan tadi masing2 sudah sama tahu kelihayan pihak lawan, memangnya kedua pihak tidak ada permusuhan apa2, soalnya cuma bertengkar mulut saja lalu berkelahi, maka setelah bera-mah tamah sejenak, kedua pihak lantas seperti kenalan lama saja dan bersahabat baik.
"Sekarang juga biarlah kupergi ke Hek-Iiong--tam, apakah berhasil atau tidak pasti aku akan kembali lagi ke sini," kata Nyo Ko tiba2.
Walaupun GeromboIan Setan Su-si hengte ingin mencurahkan tenaga, namun mereka tidak mendengar Nyo Ko menghendaki pembantu, terpaksa mereka diam saja dan tidak berani mencalonkan diri, setelah memberi salam kepada para hadirin, lalu Nyo Ko melangkah pergi.
Maksud kedatangan Kwe Yang ini ialah ingin melihat Sin-tiau-hiap, kini tokoh tersebut sudah dilihatnya, meski berwajah jelek, tapi ilmu silatnya mengejutkan, suka membantu yang lemah dan menolong yang susah, nyata memang setimpal mendapatkan sebutan "Tayhiap", jadi tujuan kedatangannya ini tidaklah percuma, Tapi demi teringat Sin-tiau hiap akan pergi menangkap Kiu-hwe-leng-hou," Caranya pasti sangat menarik, dasar anak muda, rasa ingin tahunya telah menggelitik lubuk hatinya, tanpa terasa iapun melangkah ke sana mengintil di belakang Nyo Ko.
Melihat itu, segera Toa-thau-kui bermaksud memanggilnya kembali tapi lantas terpikir olehnya: "Dia bertekad ingin menemui Sin tiau-hiap, tentu ada sesuatu hendak dikatakan padanya.
" Sedangkan Su si-hengte tdak tahu asal usul Kwe Yang, dengan sendirinya merekapun tidak dapat ikut campur urusan nona cilik itu.
Kwe Yang terus mengintil di belakang Nyo Ko, jaraknya kira2 belasan meter, yang dituju hanya ingin tahu cara bagaimana pendekar besar itu menangkap rase, Dilihatnya jalan Nyo Ko makin lama semakin cepat, rajawali raksasa itu jalan berjajar dengan dia dengan langkah lebar, cepatnya ternyata tidak kalah dengan kuda lari.
Hanya sekejap saja Kwe Yang sudah jauh tertinggal di belakang.
Sekuatnya Kwe Yang mengeluaikan Ginkang ajaran ibunya, tampaknya Nyo Ko berlenggang seenaknya, tapi jaraknya ternyata semakin jauh, tak lama- kemudian bayangan Nyo Ko dan si rajawali raksasa itu telah mengecil menjadi dua titik hitam saja.
Kwe Yang menjadi cemas, serunya.
"Hei, tunggu!" Karena sedikit meleng, mendadak ia ter-peleset tanah salju yang licin dan jatuh terduduk, Ya malu ya gelisah, maka menangislah dia.
Tiba2 sebuah suara yang halus mendenging di tepi telinganya: "Kenapa menangis" Siapa yang nakal?" Waktu Kwe Yang mendongak, ternyata Nyo Ko adanya, entah mengapa dia dapat putar balik secepat ini.
Kejut dan girang pula si nona, segera iapun merasa likat dan cepat menunduk, ia bermaksud mengambil saputangan untuk mengusap air mata, tapi karena berlari2 tadi, saputangan ternyata sudah hilang.
"lnikah yang kau cari?" tanya Nyo Ko tiba2 sambil menyodorkan sebuah saputangan.
Segera Kwe Yang mengenali saputangan yang ujungnya bersulam setangkai bunga kecil itu adalah miliknya sendiri Mendadak ia menjawab pertanyaan Nyo Ko tadi: "Ya, kau inilah yang nakal" "He, bilakah aku nakal?" ujar Nyo Ko heran.
"Kau telah merampas saputanganku, apakah perbuatan ini tidak nakal?" "Saputanganmu jatuh di sana, dengan maksud baik kupungut dan mengembalikannya padamu, masakah kau tuduh aku merampasnya darimu?" kata Nyo Ko dengan tertawa.
"Aku berada di belakangmu, andaikan benar saputanganku jatuh, cara bagaimana pula kau me-mungutnya" Hm, jelas kau mencolongnya dariku," kata Kwe Yang.
Padahal sejak tadi Nyo Ko sudah tahu Kwe Yang mengintil di belakangnya, dia sengaja percepat langkahnya untuk menjajal Ginkang si nona, ia merasa meski usia nona cilik ini masih sangat muda, tapi ilmu silatnya sudah mempunyai dasar yang kuat dan jelas mendapatkan ajaran tokoh ternama.
Maka begitu mengetahui Kwe Yang terpeleset jatuh, cepat ia meluncur balik.
Dilihatnya sebuah saputangan jatuh tidak jauh di sebelah sana, segera ia memungutnya.
Cuma gerakannya teramat gesit, pergi datang secepat terbang, walaupun berada di depan, tapi dapat memungut saputangan yang jatuh di bagian belakang, hal ini memang tidak masuk diakal.
Dengan tersenyum Nyo Ko lantas tanya: "Kau she apa dan siapa namamu" siapa pula gurumu" Mengapa kau mengikuti aku?" "She dan namamu yang terhormat harap diberitahukan lebih dulu padaku baru nanti akupun memberitahukan namaku," jawab Kwe Yang.
Selama belasan tahun ini Nyo Ko selalu menutupi wajah aslinya bagi umum, dengan sendirinya juga tidak suka memberitahukan namanya sendiri pada seorang nona cilik yang tidak dikenaInya.
Maka katanya: "Nona cilik ini sangat aneh, kalau kau tidak mau menerangkan ya sudahlah, Saputa-nganmu kukembalikan.
" Habis berbicara, dengan pelahan tangannya mcngebas, saputangan itu lantas mekar merata dan mengembang di udara terus melayang enteng ke depan Kwe Yang.
Kwe Yang sangat teriank, cepat ia tangkap saputangan itu dan berkata: "Sia-tiau-hiap, ilmu kepandaian apakah ini" Maukah kau mengajarkan padaku?" Melihat si nona yang lincah ke kanak2an, sama sekali tidak takut kepada wajahnya yang seram, tiba2 timbul pikiran Nyo Ko untuk coba menakut2inya, mendadak ia lantas membentak bengis: "Berani benar kau, mengapa kau tidak takut padaku, hm" Akan kuhantam kaul" Berbareng ia melangkah maju dan berlagak hendak menyerang.
Kwe Yang terkejut, tapi cepat iapun mengikik tawa, katanya: "Mana aku takut, jika betul kau ingin mencelakai aku, masakah kau sendiri mau mengatakan lebih dulu" Sin- tiau- tayhiap terkenal berbudi dan baik hati, mana mungkin mencelakai seorang anak perempuan kecil seperti diriku ini?" Di dunia ini tiada seorangpun yang tidak suka dipuji, apakah mendengar orang memujinya dengan setulus hati, meski Nyo Ko tidak suka disanjung puji orang, tapi mendengar ucapan Kwe Yang benar2 mengaguminya itu, mau-tak-mau ia tersenyum dan berkata: "Kau baru kenal diriku darimana mengetahui aku takkan mencelakai kau?" "Meski sebelumnya aku tidak kenal kau, tapi semalam kudengar orang banyak bercerita mengenai tindak-tandukmu yang terpuji.
Maka di dalam hati aku bertekad ingin melihat tokoh ksatria besar ini, sebab itulah aku lantas ikut Toa-thau-kui ke sini untuk menemui engkau.
" "Ah, aku ini terhitung ksatria apa?" ujar Nyo Ko sambil menggeleng, "Dan setelah bertemu kini, kau pasti kecewa bukan?" "Tidak, tidak!" jawab Kwe Yang cepat "Jika engkau bukan pahlawan dan kesatria besar, siapa lagi yang dapat dianggap pahlawan lagi?" - Habis berkaca demikian, segera ia merasa tidak pantas kalau ayahnya sendiri tidak disebut pula, maka cepat ia menambahkan.
"Sudah tentu, selain engkau, di dunia ini juga masih ada beberapa pahlawan dan ksatria besar lagi, tapi engkau adalah satu diantaranya.
" Diam2 Nyo Ko pikir anak dara sekecil ini masakah tahu tokoh2 dunia segala, dengan tersenyum ia lantas bertanya: "Coba katakan, siapa2 yang kau anggap pahlawan dan ksatria besar?" Karena nada ucapan orang terasa meremehkan dirinya, tiba2 terpikir sesuatu, oleh Kwe Yang, katanya: "Akan kukatakan, kalau tepat, engkau harus berjanji akan membawa serta diriku pergi menangkap Kiu-bwe-leng-hou, jadi?"" "Baiklah, coba katakan," jawab Nyo Ko, "Nah, ada seorang pahlawan yang bertahan di kota Siangyang, gagah perkasa tanpa menghiraukan keselamatan scndiri, sekuat tenaga melawan serbuan pasukan mongol, membela negara dan melindungi rakyat, Tokoh demikian terhitung pahlawan atau tidak?" "Bagus!" ujar Nyo Ko sambil mengacungkan ibu jarinya, "Yang kau maksud ialah Kwe Cing, Kwe-tayhiap.
jelas beliau terhitung pahlawan besar.
" "Ada lagi seorang pahlawan wanita, beliau senantiasa membantu sang suami mempertahankan Siangyang, tipu akalnya tiada bandingannya, dia terhitung pahlawan besar atau tidak?" "O, maksudmu Kwe-hujin Ui Yong" Ya, beliau juga terhitung pahlawan.
" "Masih ada seorang pahlawan tua, beliau mahir ilmu falak dan macam2 ilmu gaib, baik ilmu silat maupun sastra jarang ada bandingannya, Beliau dapat dianggap pahlawan besar tidak?" "ltulah Tho-hoa-tocu Ui Yok-su, beliau adalah angkatan tua di dunia persilatan dan adalah tokoh kekagumanku.
" "Ada lagi satu, pahlawan beliau memimpin kawanan orang jembel, menumpas orang lalim dan menyerbu musuh, membela negara dan rakyat tanpa kenal lelah, dia terhitung pahlawan besar tidak?" "Maksudmu Loh-pangcu, Loh Yu-kah.
ilmu silat orang ini tidak menonjol dan juga tiada sesuatu tindakannya yang luar biasa, tapi mengingat semangat perjuangannya membela negara dan rakyat serta menumpas penjahat dan menyerbu musuh, dapatlah dia dianggap tokoh kelas satu.
" Kwe Yang pikir Sin-tiau-tayhiap sendiri sedemikian hebatnya, sudah tentu penilaiannya terhadap orang lain juga tinggi, kalau kukatakan lagi mungkin akan dibantah olehnya.
Apalagi selain ayah-ibu, kakek dan paman Loh, rasanya juga tiada tokoh lain yang dapat ditonjolkan.
Melihat air muka si nona mengunjuk rasa ragu2 untuk bicara pula, Nyo Ko lantai berkata: "Asalkan kau dapat menyebut lagi seorang pahlawan lain dan tepat, segera kubawa kau ke Hek-liong-tam untuk menangkap Kiu-bwe-leng-bou.
" ia pikir nama paman dan bibi Kwe serta Ui-tocu dan Loh-pangcu sangat terkenal di dunia Kangouw, maka tidaklah heran jika nona cilik ini dapat menyebut nama mereka.
Segera Kwe Yang bermaksud menyebut kakak iparnya, yaitu Yalu Ce, tapi rasanya kurang cocok untuk dianggap sebagai "pahlawan besar" meski ilmu silatnya cukup tinggi, Selagi serba susah, tiba2 timbul kecerdikannya, cepatlah ia berkata: "Baik, ada seorang lagi, beliau suka membantu kaum lernah, menolong yang sengsara, setiap orang selalu memuji nya, itulah dia Sin-tiau-tayhiapl Nah, kalau beliau tak dapat dianggap sebagai pahlawan besar, jelas.
kau sendiri yang bohong. " Nyo Ko bergelak tertawa, katanya: "Ha ha, cara bicara nona cilik sungguh lucu.
" "Jadi tidak kau membawaku ke Hek-liong-tam?" tanya Kwe Yang.
"Karena kau sudah mengatakan diriku ini pahlawan besar, maka pahlawan besar tidak boleh mungkir janji pada seorang nona cilik, Marilah kita berangkat!" Senang sekali hati Kwe Yang, segera tangan kanannya menggandeng tangan kiri Nyo Ko.
Sejak kecil dia berkawan dengan para ksatria di Siangyang dan semua menganggap dia sebagai adik kecil, maka sekarang saking senangnya iapun anggap Nyo Ko sebagai kenalan lama.
Nyo Ko sendiri menjadi rikuh, ia merasa tangan si nona lunak dan halus, kalau dia melepaskan pegangan Kwe Yang, rasanya kurang sopan, ia coba melirik nona cilik ini, terlihat dia me-loncat2 kegirangan dan sama sekali tiada pikiran Iain.
Dengan tersenyum dia lantas menuding ke arah utara: "Hek-liong-tam terletak tidak jauh di sana.
" Dengan alasan menuding inilah dia dapat menarik tangannya dari pegangan Kwe Yang.
Kiranya Nyo Ko merasa waktu mudanya sudah terlalu banyak membikin anak perempuan tergila2 padanya, tapi sejak matinya Kongsun Lik-oh dan menghilangnya Siao-liong-li, diam2 ia sangat menyesalkan tindakannya di masa lampau, selama belasan tahun ini ia menjadi sangat alim sehingga tangan anak perempuan kecil seperti Kwe Yang ini juga enggan disentuhnya lagi.
Sama sekali Kwe Yang tidak merasakan perubahan pikiran Nyo Ko itu, dia jalan berjajar dengan Nyo Ko, ketika melihat muka rajawali sakti itu sangat jelek, tapi tubuhnya kekar, tanpa pikir ia tepuk punggungnya sebagai tanda simpatik.
Sejak kecil dia sudah biasa bermain dengan sepasang rajawali di rumahnya itu, siapa tahu rajawali ini ternyata tidak suka ditepuk, mendadak sayapnya terbentang, "bret", tangan Kwe Yang didorong pergi.
Keruan Kwe Yang menjerit kaget, Dengan tertawa Nyo Ko lantas berkata: "Jangan marah, Tiau-heng! Buat apa mengurusi anak kecil?" Kwe Yang me-lelet2 lidah dan menyingkir ke sisi Nyo Ko yang lain dan tak berani berdekatan dengan si rajawali sakti lagi, ia tidak tahu bahwa sepasang rajawali di rumahnya itu termasuk burung piaraan, sedangkan hubungan rajawali sakti ini dengan Nyo Ko boleh dikatakan setengah guru dan setengah kawan, kalau bicara tentang usia bahkan terhitung angkatan tua, jelas tidak sama kedudukan.
Begitulah mereka terus ke Hek-liong-tam.
Tempat itu sangat mudah dikenali, beberapa ii sekeliling sama sekali tiada tetumbuhan sebenarnya Hek-liong-tam itu adalah sebuah danau, mungkin karena sumber airnya kering, lama2 dasar danau mendangkal sehingga akhirnya berubah menjadi tambak besar dengan lumpur melulu Tidak lama kemudian Nyo Ko dan Kwe Yang sudah berada di tepi tambak, sejauh mata memandang, suasana sepi senyap dan menyeramkan.
Hanya di tengah2 tambak sana kelihatan tertimbun seongokan kayu dan rumput kering.
Bisa jadi tempat sembunyi Kiu-bwe-leng-hou adalah di bawah onggokan kayu dan rumput kering itu.
Nyo Ko ambil sepotong tangkai kayu dan dilemparkan ke tengah tambak, tangkai kayu itu mula2 melintang di atas salju, tapi tidak lama kemudian kelihatan mulai ambles ke bawah, meski tenggelam-nya sangat pelahan, tapi berjalan terus tanpa berhenti, sedikit demi sedikit dan akhirnya timbunan salju di kedua sisinya merapat sehingga tangkai kayu itu teruruk hilang tanpa bekas.
Tidak kepalang kejut Kvve Yang, tangkai kayu seenteng itu saja amblas ke dalam lumpur, lalu cara bagaimana manusia dapat berpijak di sana" Dengan melenggong ia pandang Nyo Ko dan ingin tahu orang mempunyai tipu daya apa" Sejenak Nyo Ko berpikir, lalu ia cari lagi dua potong tangkai kayu yang agak licin, masing2 panjangnya satu meteran, tangkai kayu itu lantas diikat di bawah telapak kaki, Lalu katanya: "Akan kucoba, entah bisa tidak?" Habis berkata, segera tubuhnya melayang ke tengah tambak, secepat anak panah melesat dari busurnya ia terus meluncur di permukaan salju yang menutupi tambak itu.
Dengan melenggak-lenggok ke sana dan ke sini, sama sekali dia tidak berhenti sedetikpun, ia terus meluncur sekeliling tambak, seperti orang main ski jaman kini, kemudian dia meluncur balik ke tempat semula.
"Kepandaian hebat, kecakapan luar biasa!" sorak Kwe Yang memuji Dari sorot mata Kwe Yang yang, penuh rasa kagum itu, Nyo Ko tahu nona itu sangat berharap dapat ikut menangkap rase ke tengah tambak, tapi nona itu menyadari tak memiliki kepandaian Ginkang setinggi itu.
Maka Nyo Ko lantas berkata dengan tertawa "Aku sudah berjanji padamu akan membawa kau ke Hek liong-tam untuk menangkap Kiu-bwe leng hou.
Soalnya kau berani tidak?" "Aku tidak memiliki kepandaian setinggi kau, biarpun berani juga percuma," sahut Kwe Yang sambil menghela napas pelahan.
Nyo Ko tersenyum dan tidak menanggapi pu-la, ia mencari lagi dua potong kayu yang lebih pendek sedikit daripada miliknya tadi dan disodorkan pada si nona, katanya: "lkatlah di bawah telapak kakimu!" Gugup dan girang pula Kwe Yang, ia menurut dan mengikat kencang kedua potong kayu itu di bawah telapak kakinya.
"Tubuhnya mendoyong sedikit ke depan, kaki jangan menggunakan tenaga, biarkan saja mengimbangi" pesan Nyo Ko.
Lalu tangan kirinya memegangi tangan kanan Kwe Yang terus berseru tertahan "Awas!" Sekali angkat dan tarik, tanpa kuasa tubuh Kwe Yang terus melayang dan meluncur ke tengah tambak, Semula dia rada gugup dan takut2, tapi setelah meluncur beberapa meter jauhnya, terasa badan enteng dan melayang seperti terbang, kaki tanpa merasa mengeluarkan tenaga sedikitpun ia menjadi cekikik senang, rasanya lebih enak daripada terbang menumpang rajawali di rumah.
Sesudah main ski sekian lama mengelilingi tombak itu tiba2 Nyo Ko berseru heran "He?" "Ada apa?" tanya Kwe Yang, "Apakah kau melihat rase kecil itu?"" "Bukan," jawab Nyo Ko.
"Kukira di tengah tambak sana ada penghuninya!" Kwe Yang menjadi heran juga, katanya: "Di tempat begini mana mungkin dihuni orang?" "Akupun tidak paham," kata Nyo Ko.
"Tampaknya susunan onggokan kayu dan rumput kering ini ada kelainan dan bukan barang yang tumbuh sendiri.
" Sementara itu mereka sudah dekat dengan onggokan kayu dan rumput itu, Kwe Yang coba mengamati dengan teliti, lalu berkata: "Ya, memang benar.
sebelah timur diatur dalam hitungan Bok (kayu), sebelah selatan menurut Hwe (api), bagian tengah menurut Tho (bumi) dan utara adalah Sui (air).
" Rupanya sejak kecil Kwe Yang juga ikut belajar hitungan Im yang-ngo-heng, yaitu falsafat Tiong-hoa kuno mengenai unsur2 laki-perempuan di jagat raya ini.
walaupun belum banyak yang dipahami-nya, tapi dasarnya memang pintar, maka apa yang dapat diketahuinya jauh lebih banyak daripada kakaknya, yaitu Kwe Hu.
Sifat Kwe Yang serba ingin tahu, macam jalan pikirannya dan tindak-tanduknya acapkali di luar dugaan orang, kelakuannya itu rada2 mirip dengan sang kakek luar, yaitu Ui Yok-su, sebab itulah di rumah dia diberi julukan "Siau Tang sia" atau si Tang-sia kecil.
Misalnya tindakannya menukar tusuk kundai untuk menjamu orang2 yang baru dikenalnya dan ikut Toa-thau-kui yang menakutkan itu hanya karena ingin melihat Sin tiau hiap, kemudian ikut lagi Sin-tiau-hiap yang baru dikenalnya pergi menangkap rase, keberanian ini jeias sangat berbeda daripada Ui Yong dan Kwe Hu dahulu.
Begitulah Nyo Ko menjadi heran mendengar nona cilik ini dapat menyebut bentuk bangunan onggokan kayu-rumput itu, ia coba bertanyar "Darimana kau tahu bentuk Im yang-ngo-heng itu" Siapa yang mengajarkan kau?" "Kubaca dari buku, entah tepat atau tidak ucapanku," jawab Kwe Yung dengan tertawa, "Kulihat pengaturan kayu-rumput itupun tiada sesuatu yang luar biasa, agaknya juga bukan orang kosen yang hebat.
" "Ya, anehnya cara bagaimana orang itu dapat tinggal di atas lumpur dan tidak tenggelam ke bawah?" kata Nyo Ko.
Segera ia berseru lantang: "Sa-habat di tengah Hek liong-tam, ini ada tamu datang!" Selang sekian lama, keadaan tetap sunyi tanpa sesuatu suara, Nyo Ko berseru sekali lagi dan tetap tiada jawaban orang.
Tampaknya orang sengaja menumpuk onggokan kayu rumput di sini dan tidak dihuni di sini, marilah kita melihatnya ke sana," kata Nyo Ko sambil meluncur ke tempat onggokan rumput itu.
Se-kunyong2 kaki Kwe Yang merasa berpijak pada tempat yang keras, agaknya tanah datar di bawah mereka.
Rupanya Nyo Ko sudah mengetahui lebih dulu, dengan tertawa ia berkata: "Tidak mengherankan kiranya di tengah tambak ini ada sebuah pulau kecil.
" Baru habis ucapannya, mendadak bayangan putih berkelebat dari bawah onggokan itu menerobos keluar dua ekor binatang kecil, ternyata sepasang "Kiu bwe-lenghou yang dicarinya itu.
yang seekor terus lari ke timur dan yang lain kabur ke selatan dengan cepat luar biasa.
"Kau tunggu di sini nona cilik dan jangan sembarangan bergerak," pesan Nyo Ko.
Habis itu ia terus meluncur dan menguber rase sebelah timur.
Kini ia tidak perlu menjaga Kwe Yang lagi sehingga dapat mengeluarkan segenap Ginkangnya untuk meluncur, sungguh cepatnya melebihi burung terbang.
Akan tetapi lari rase itupun cepat dan gesit luar biasa, seperti angin saja binatang kecil itu lantas memutar balik dan menyamber lewat di samping Kwe Yang, Tapi Nyo Ko terus membayanginya, sekali lengan bajunya mengebas tampaknya rase kecil itu pasti akan tersampuk jatuh, tak terduga binatang itu benar2 sangat cerdik, mendadak ia meloncat ke atas dan berjumpalitan di udara, dengan demikian sabetan lengan baju Nyo Ko itu menjadi luput.
Ber-ulang2 Kwe Yang menyatakan: "Sayang! Sayang!" Begitulah satu orang dan satu hewan terus uber menguber di atas salju, Kwe Yang sangat senang menyaksikan tontonan menarik itu.
ber ulang2 ia berseru memberi semangat kepada Nyo Ko agar mengudak lebih kencang.
Dalam pada itu rase yang lain juga terus berlari kian kemari.
terkadang sengaja mendekati Nyo Ko.
Tapi Nyo Ko tahu binatang kecil itu sengaja mengacau untuk membelokkan perhatiannya, maka dia tidak ambil pusing, yang diudak melulu rase yang satu itu, ia sengaja hendak berlomba lari dengan rase itu agar binatang kecil itu akhirnya kehabisan tenaga.
Tak tahunya rase yang kecil itu ternyata memiliki tenaga yang besar, rupanya iapun tahu sedang menghadapi bencana, maka larinya seperti kesurupan setan tanpa ada tanda2 lelah.
Semakin lari semakin bersemangat Nyo Ko, ketika dilihatnya rase yang lain ingin menolong kawannya dan mendekat lagi untuk mengacau, diam2 ia mengomel akan kenakalan binatang kecil itu.
sekenanya ia meraup segenggam salju dan di remas hingga keras menyerupai batu, habis itu terus ditimpukkan dan tepat mengenai kepala rase pengacau itu, kontan binatang itu roboh terjungkal tapi ber-guling-2 beberapa kali rase itu terus berdiri lagi dan lari masuk onggokan kayu rumput tadi dan tidak berani keluar lagi.
Rupanya Nyo Ko tidak bermaksud membinasakan rase itu, maka timpukannya tidak keras.
Sebenarnya dengan cara yang sama Nyo Ko dapat merobohkan dan menawan rase yang diu-daknya ini, tapi dia sengaja hendak balapan lari, katanya, "Rase cilik, kalau kurobohkan kau dengan batu salju, matipun kau penasaran, Seorang lelaki sejati harus bertindak secara ksatria, jika aku tidak mampu menyusul kau, maka jiwamu biar kuampuni.
" Segera ia "tancap gas" dan meluncur lebih kencang, tahu2 dia sudah berada di depan si rase dan mendadak tangannya meraih untuk menangkapnya.
Keruan rase itu terkejut dan melompat ke kanan.
Namun Nyo Ko sudah siap, lengan bajunya terus mengebas sehingga rase itu tergulung, tangan kanan lantas pegang kuduk rase itu dan diangkat ke atas, saking gembiranya ia bergelak tertawa.
Tapi belum lenyap suara tawanya, tiba2 dilihatnya rase itu menjadi kaku tanpa bergerak lagi ternyata sudah mati.
"Wah, celaka!" keluh Nyo Ko.
"Mungkin tenaga kebasanku terlalu keras, rupanya binatang ini sedemikian lemah dan tidak tahan.
Entah rase mati dapat digunakan menyembuhkan luka si Su-losam atau tidak?" Dengan menjinjing rase mati itu ia meluncur kembali ke samping Kwe Yang dan berkata: "Ra-se ini sudah mati, mungkin tak berguna lagi, kita harus menangkap pula rase yang satunya itu.
" Berbareng iapun melemparkan rase mati itu ke tanah, tapi iapun tahu sifat rase sangat licik, bisa jadi pura2 mati, maka diam2 iapun sudah bersiap bila rase itu bergerak, segera akan digulungnya kembali dengan lengan baju.
Namun rase itu ternyata tidak bergerak sedikitpun tampaknya memang sudah mati betul2.
"Menyenangkan juga bentuk rase kecil ini, matinya mungkin karena terlalu lelah di-uber2," ujar Kwe Yang.
Lalu ia jemput sepotong kayu dan berkata pula: "Biar kuhalau rase lain itu supaya ke luar, engkau jaga saja di sini.
" Kwe Yang lantas memdekati onggokan kayu rumput itu.
Kemudian dihantamkan ke onggokan kayu itu, tapi sekali pukul, untuk menghantam kedua kalinya ternyata tidak mampu lagi, sungguh aneh, seperti melengkat saja kayu yang dipegang Kwe Yang itu tak dapat ditarik kembali, Keruan Kwe Yang berseru kaget dan berusaha membetot sekuatnya, namun tangkai kayu itu malah terlepas dan jatuh ke dalam onggokan kayu dan rumput kering itu.
Menyusul mana, mendadak onggokan kayu-rumput itu tersiak dan tahu2 menerobos keluar seorang nenek beruban dengan muka penuh keriput dan pakaiannya compang-camping.
Dengan bengis nenek itu memandangi Kwe Yang dan tangkai kayu yang dirampasnya itu diangkat dengan lagak hendak memukul si nona.
Kwe Yang terkejut dan cepat melompat mundur ke samping Nyo Ko.
pada saat itulah rase yang menggeletak di tanah itu mendadak melompat ke atas dan masuk pelukan si nenek, sepasang matanya yang bundar kecil ber-kilat2 memandangi Nyo Ko, ternyata binatang kecil itu memang benar2 cuma pura2 mati saja.
Melihat itu Nyo Ko menjadi mendongkol dan geli pula, pikirnya: "Sekali ini aku ternyata dikalahkan seekor hewan kecil ini, tampaknya rase kecil ini adalah piaraan nenek ini, Entah siapakah gerangannya nenek ini, rasanya di dunia Kangouw tak pernah terdengar ada seorang tokoh macam begini.


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rasanya akan sulit jika menghendaki rase kecil itu.
" Segera Nyo Ko memberi hormat dan menya-pa: "Maaf kelancangan Wanpwe masuk ke sini tanpa permisi.
" Nenek itu memandangi tangkai kayu di telapak kaki Nyo Ko berdua, wajahnya menampilkan rasa kejut dan heran, namun hanya sekilas saja perasaan itu lantas menghilang, ia melambaikan tangannya dan berkata: "Orang tua mengasingkan diri di tempat terpencil ini dan tidak suka menemui tamu, kalian boleh pergi saja!" suaranya lembut, tapi menyeramkan kedengarannya, di antara mata-alisnya juga menampilkan rasa yang benci kepada sesamanya.
Meski wajah nenek itu kelihatannya serarn, tapi raut mukanya bersih, waktu mudanya jelas seorang wanita cantik, sungguh ia tidak ingat tokoh Kangouw siapakah nenek ini.
Segera ia memberi hormat pula dan berkata: "Cayhe mempunyai seorang kawan terluka parah dan harus disembuhkan dengan darah Kiu-bwe-leng-hou, maka- mohon locianpwe sudi memberi bantuan.
" "Hahahaha, haha, heheheeee!" mendadak nenek itu ter-bahak2 sambil menengadah, sampai lama sekali ia terkakah dan terkekeh, tapi suara tawanya itu ternyata penuh mengandung rasa pedih dan boleh Sesudah tertawa sekian latna barulah ia berkata: "Terluka parah dan harus menolongnya, hm" Bagus, tapi mengapa anakku terluka parah dan orang lain sama sekali tidak sudi menolongnya?" Nyo Ko terkejut, jawabnya: "Entah siapakah putera Locianpwe" Apakah sekarang masih keburu ditolong?" Kembali nenek itu ter-bahak2, katanya: "Apakah masih keburu ditolong" Dia sudah mati berpuluh tahun, mungkin tulang belulangnya juga sudah menjadi abu, masakah kau bertanya apakah masih keburu ditolong segala?" Nyo Ko tahu si nenek jadi terkenang kepada kejadian masa lampau sehingga merangsang emosinya, maka ia tidak berani bertanya pula, terpaksa berkata pula: "Memang tidak pantas kami datang begini saja untuk memohon bantuan rase kecil ini, sudah tentu kami tidak ingin menerimanya dengan cuma2, apabila Locianpwe menghendaki sesuatu, asalkan tenagaku mampu mengerjakannya, pasti akan kulaksanakannya dengan baik," Nenek itu mengerling sekejap ke arah Kwe Yang, lalu berkata: "Perempuan tua berdiam terpencil di kolam lumpur ini tanpa sanak tanpa kadang, hanya sepasang rase inilah teman hidupku Boleh juga jika kau ingin mengambilnya, tapi nona itu harus ditinggalkan di sini untuk mengawani aku selama sepuluh tahun.
" Nyo Ko mengerut kening, belum lagi menja-wab, tiba2 Kwe Yang mendahului berkata dengan tertawa: "Di sini hanya lumpur melulu, kurasa tidak enak hidup di sini, Kalau engkau merasa kesepian, marilah tinggal saja di rumahku, apakah kau ingin tinggal selama sepuluh tahun, ayah-ibuku pasti akan menghormati engkau sebagai kaum locianpwe Lebih baik begitu bukan?" Tiba2 nenek itu menarik muka dan mendamperat: "Ayah-ibumu itu orang apa" Memangnya begitu saja aku dapat diundang ke sana?" Watak Kwe Yang memang periang dan sabar, sekalipun orang lain bersikap kasar juga dihadapinya dengan tertawa saja dan jarang marah.
Kalau ucapan si nenek yang menyinggung kehormatan Kwe Cing dan Ui Yong ini didengar Kwe Hu, pasti seketika akan menjadi pertengkaran.
Tapi Kwe Yang hanya tersenyum saja dan meleletkan lidahnya pada Nyo Ko, lalu tidak bersuara pula.
Betapapun Nyo Ko memuji keramahan nona cilik ini, sedikitpun tidak menimbulkan kesukaran baginya, maka ia balas mengangguk kepada Kwe Yang sebagai tanda memuji, lalu berpaling dan berkata kepada si nenek: "Bahwasanya Locianpwe menyukai adik cilik ini, sebenarnya ini adalah kesempatan bagus yang sukar dicari, cuma sebelum mendapat idzin ayah-bundanya, betapapun Cayhe tak berani mengambil keputusan sendiri.
" "Siapa ayah-ibunya" Kau sendiri siapa?" tanya si nenek dengan bengis.
Nyo Ko menjadi gelagapan dan takdapat menjawab tapi Kwe Yang lantas menanggapinya: "Ayah ibuku adalah orang kampung, biar kukatakan juga Locianpwe tidak kenal, sedangkan dia ini.
Anak Harimau 7 Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo Pendekar Elang Salju 1
^