Pencarian

Makam Asmara 3

Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen Bagian 3


aku. Kalau tidak, jangan harap engkau mampu mendapatkan lubang pada dinding karang ini."
Sebenarnya Ting Ling tak tahu kalau orangtua jenggot panjang itu membekal senjata.
Tetapi karena melihat orangtua itu memiliki tenaga pukulan yang hebat, maka ia menekannya
supaya mengeluarkan senjatanya.
Tertawalah nona itu kegirangan, "Bagus, lo cianpwe benar-benar orang yang cerdas sekali!
Sebelumnya sudah mempersiapkan alat-alat yang penting!"
Bum". orangtua jenggot panjang itupun mulai menghantam. Segumpal karangpun berhamburan
ketanah. "Ya, sebagai ganti untuk menumpahkan kemengkalan hatiku karena engkau berani memberi
perintah kepadaku," gumam orangtua jenggot panjang.
Sepandai-pandai tupai metompat, sesekali akan terpeleset juga. Soal itu memang lumrah terjadi,
harap jangan dipikirkan," kata Ting Ling, menghiburnya.
Rupanya gembira juga orangtua itu mendengar kata-kata Ting Ling, Tak henti-hentinya ia
menghantam menghantam dinding terowongan itu.
Tak berapa lama, terbukalah sebuah lubang seluas setengah meter. Secercah sinar terang,
berhamburan memancar dari ruang sebelah.
Ting Ling cepat menghampiri dan melongok. "Ih, bangunan makam ini memang istimewa sekali,"
tiba-tiba ia hentikan kata-katanya, terus menyusup kedalam lubang.
Melihat itu Kim Loji terus cepat-cepat menyusul tetapi baru tiba di mulut lubang, pingangnya
sudah dicengkeram orangtua jenggot panjang, "Hm, kalau sayang jiwamu, lekas berikan obat
penawar itu kepadaku!" serunya pelahan.
Kim Loji batuk-batuk, sahutnya, "Asal aku menjerit, nona itu tentu segera meremas haucur
persediaan pil penawar yang ada padanya.
Engkau memang sakti tetapi tak mungkin engkau dapat merampas persediaan pil penawar itu
dalam waktu sekejab mata."
Orangtua jenggot panjang mendengus dan lepaskan cengkeramannya.
Kim lojipun menyisih kesamping dan mempersilahkan orangtua itu masuk dulu.
Dengan geram ia memandang Kim Loji, hantamkan palunya sekali lagi pada dinding, kemudian
baru menyusup masuk. Kiranya karena tubuhnya yang tinggi besar, ia perlu harus membesarkan lubang itu baru dapat
masuk. Kim loji dan orangtua alis panjang serta kera bulu emaspun segera menyusul mereka.
Ternyata ruang disebelah merupakan sebuah kamar rahasia yang amat luas. Cukup dibangun
menjadi lima buah kamar. Empat keliling dindingnva, terdapat empat buah mutiara sebesar buah klengkeng yang
memancarkan sinar kemilau.
Pada puncak ruangan, digantung sebuah lampu lentera kaca. Lampu kaca itu tetap menyala
sehingga keempat mutiara itupun memantulkan sinarnya yang terang.
Ting Ling berdiri disebuah dinding, sedang mengamat-amati sebuah lukisan yang terdapat pada
dinding itu. Sedang otangtua jenggot panjang berdiri satu meter dibelakangnya.
Kim Loji terkejut dan gelisah, "Uh. nona itu memang kurang pengalaman. Dalam keadaan yang
diselubungi bahaya maut, ia masih menipunyai selera untuk melihat gambar."
Lukisan pada dinding itu merupakan sebuah taman makam yang penuh dengan guratan2 malang
melintang. Lukisan itu mirip dengan peta dari makam disitu.
Tiba-tiba nona itu mengguman seorang diri, "Aneh sungguh aneh". ."
Rupanya orangtua jenggot panjang tertarik. Ia segera maju menghampiri. Tetapi Kim Loji yang
makin ketakutan segera berteriak, "Nona Ting!"
Ting Ling berpaling dan menghampiri Kim Loji, katanya, "Ruang ini terlalu mewah untuk disebuah
makam . "Kalau Ko tok lojin pendiri makam ini dapat menyembunyikan mustika Tenggoret Kumala dan
Kupu2 Emas serta harta karun kedalam makam ini, sudah tentu dia mampu juga menghias
ruangan ini sedemikian mewahnya."
"Apakah minyak dalam lampu kaca itu juga dapat bertahan sampai ratusan tahun?" kata Ting Ling
seraya memandang kearah lampu itu.
Kim Loji terbeliak tak dapat menjawab.
"Tetapi lentera kaca dan semva hiasan mewah dalam ruang ini masih belum lavak dikata aneh.
Yang aneh yalah keadaau ruang ini, Mengapa begini bersih sekali sep^rtiiiya tiap kali ada orang
yang membersihkannya?"
Kembali Kim Loji terbelalak. Ia segera mengeluarkan pandang kesegenap ujung ruang itu.
Ah, memang benar. Dari meja yang terbuat dari batu pualam, piring dan cawan emas sampai pada
alat-alat makain yang terbuat daripada perak, memang tampak amat bersih semua.
"Ah," tiba-tiba Ting Ling menghela napas," mungkin makam tua ini hanya suatu tempat
persembunyian untuk mengangkuti harta karun dan pusaka yaag tak ternilai harganya?"
Kim Loji dan orangtua jenggot panjang terkesiap mendengar ucapan nona itu. Serempak mereka
berseru, "Mengapa?"
Sambil memberesi rambutnya yang kusut, nona itu lalu pelahan-lahan duduk disamping sebuah
dingklik dan memandang kepada kedua orang itu, katanya tertawa, "Rasanya kalian berdua ini
bukan muda lagi"."
"Tahun ini umurku sudah delapan puluh dua," kata orangtua jenggot panjang.
"Aku limapuluhan tahun," kata Kim Loji.
"Sudahlah, percuma saja kalian mempunyai umur begitu banyak." Ting Ling tertawa rawan, "andai
aku dilahirkan lebih pagi tigapuluh tahun, tak mungkin kubiarkan rahasia makam itu tersiar
kedunia persilatan. "Hm, hampir setengah hari mengomong, aku tak mengerti maksudmu," dengus orangtua jenggot
panjang. Ting Ling tertawa mengikik, "Kalau begitu mendengar engkau terus mengerti, tentu tak mungkin
engkau dapat kurubuhkan dengan obat bius."
"Engkau menertawakan apa?" orangtua jenggot panjang marah," karena telah menggunakan
banyak tenaga untuk bertempur sehingga mata dan telingaku kabur maka baru aku dapat engkau
rubuhkan. Merubuhkan orang yang sudah menderita, mengapa engkau masih menepuk dada berbangga
diri?" "Aku menertawakan kalian beberapa orangtua yang tak berguna. Pikiran limbung, hati kosong
sehingga mudah termakan desas desus beracun didunia persilatan"."
"Setan, engkau berani mengatakan aku goblok," teriak orangtua jenggot panjang dengan marah.
"Tetapi Ting Ling tetap tertawa hambar, "Kalau aku dapat menerangkan kegoblokanmu, maukah
engkau menampar mukamu sendiri dihadapanku?"
"Kalau memang engkau dapat menunjukkan bukti2 yang tak dapat kubantah, mengapa aku tak
mau melakukan hal itu?"
"Engkau sudah berumur delapanpuluh dua tahun tetapi pernahkah engkau bertemu dangan Ko
Tok lojin pendiri makam ini?"
tanya Ting Ling. "Setiap orang persilatan tentu tahu hal itu, perlu apa aku harus melihatnya sendiri!?"
"Tenggoret Kumala dan Kupu2 Emas, sepasang mustika dalam dunia persilatan yang jarang
terdapat didunia. Tetapi siapakah yang pernah melihat kedua benda itu" Rasanya mereka2 itu hanya mendengar
cerita dari mulut ke mulut saja."
Orangtua jenggot panjang tercengang, ujarnya, "Walaupun tak pernah melihat sendiri, tetapi aku
pernah mendengar sendiri tentang kedua mustika itu."
"Ho, itulah," seru Ting Ling, "seorang yang cerdik luar biasa, telah menggubah dongeng tentang
kedua benda mustika Tenggoret Kumala dan Kupu2 Emas itu lalu diceritakan kepada orang. Dan
dalam waktu yang singkat dunia persilatan telah dilanda cerita itu, Dengan menggunakan
pengaruh cerita tentang kedua mustika itu, dia lalu menbangun makam ini."
Orangtua jenggot panjang tertegun. Tiba-tiba ia mengayunkan tangan kanan dan plak, menampar
mukanya sendiri. "Tak peduli apakah uraianmu itu benar atau tidak, tetapi apa yang engkau katakan itu memang
baru pertama kali ini aku mendengar," serunya.
Ting Ling tertawa hambar, "Akupun mendengar juga tentang cerita Tenggoret Kumala dan Kupu2
Emas itu Dua buah mustika yang hebat sekali daya gunanya. Katanya, Tenggoret Kumala itu luar
biasa racunnya, tiada yang dapat menandingi. Sedangkan Kupu2 Emas itu merupakan benda
mustika yang mampu menghidupkan orang mati.
Dirangkainya cerita itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan bahwa dengan mendapatkan
Tenggoret Kumala, orang tentu dapat menguasai dunia persilatan Apabila mendapatkan Kupu2
Emas tentu dapat menundukkan Tenggoret Kumala Apabila dipikir dengan teliti, cerita itu
sebenarnya lemah dan terlalu berlebih-lebihan.
Coba siapa yang dapat menjawab pertanyaanku ini. Dikatakan mustika Tenggoret Kumala itu luar
biasa racunnya, tetapi siapakah diantara orang persilatan yang pernah mendengar seorang jago
persilatan yang terbunuh dengan Tenggoret Kumala itu. Lalu dikatakan pula bahwa Kupu2 Emas
mustika mujijad untuk menawarkan racun.
Tetapi siapakah yang pernah ditolong jiwanya?"
"Hal itu aku hanya mendengar dari cerita orang saja," kata orangtua jenggot panjang.
"Mengatakan bagaimana?" tanya Ting Ling.
"Bahwa dia pernah melihat sendiri kehebatan racun dari Tegggoret Kumala itu, Begitu dimasukkan
dalam air, airpun berobah biru warnanya. Diletakkan di tanah, rumput tentu segera kering dan
segala serangga kecil seperti semut dan lain2 tentu mati seketika."
"Dan mustika Kupu2 Emas itu" Apakah dapat menghidupkan lagi rumput yang sudah kering dan
semut yang sudah mati itu?"
"Entah, aku tak mendengar bangsa serangga yang sudah mati itu dapat hidup kembali," kata
orangtua jenggot panjang, "hanya rumput yang kering itu begitu tersentuh Kupu2 Emas, memang
dapat hidup lagi," Ting Ling tersenyum, "Sudah berapa tahun lamanya kawannya itu yang meninggal?"
Orangtua jenggot panjang merenung sejenak, menjawab, "Sepuluh tahun lebih tiga bulan"."
"Bukankah setelah memberitahukun tentang kedua benda mustika itu dia terus meninggal?"
?"Ya, kalau tak salah, lewat sebulan setelah dia bercerita tentang kedua mustika itu, diapun terus
meninggal." "Mungkin orang yang pernah melihat kedua semua sudah meninggal dunia."
Rupanya ada sesualu yang menyadarkan pikiran orangtua jenggot panjang itu. Ia merenung.
Menghela napas, Ting Lingpun melanjutkan pula, "Orang-orang yang melihat kedua benda mustika
itu, dalam waktu yang singkat telah meninggal. Dengan begitu kedua benda itu merupakan suatu
cerita yang misterius. Tak seorangpun yang dapat membuktikan kebenarannya dan jadilah Tenggoret Kumala dan Kupu2
Emas itu suatu dongengan yang hebat didunia"."
Nona itu alihkan pandang matanya kearah lukisan di dinding dan barkata pula, "Kecuali keadaan
kamar yang begini bersih, pun lukisan di dinding itu memang mencurigaKan sekali."
Kim Loji dan orangtua jenggot panjang segera berpaling memandang kearah lukisan di dinding.
Tetapi mereka tak tahu rahasianya.
"Apakah kalian melihat sesuatu yang mencurigakan?" tanya Ting Ling.
Lim loji dan orangtua jenggot panjang saling berpandangan dan mengangkat bahu.
"Harap kalian perhatikan, adakah tinta hitam pada lukisan itu benar-benar telah bertus-ratus tahun
umurnya?" tanya Ting Ling pula.
"Hai, benar," tiba-tiba Kim Loji menepuk pahanya yang tinggal satu." dunia persilatan
menyohorkan kedua gadis lembah
Raja-setan itu luar biasa cerdiknnya. Hari ini setelah bertemu, memang baru dapat kubuktikan
kebenaranya" "Ah, janganlah lo cianpwe keliwat menyanjung begitu." Ting Ling menghela napas. "kita sudah
menjadi seperti ikan yang masuk jaring. Barangsiapa masuk kedalam makam ini jangan menaruh
harap an untuk dapat keluar dengan selamat."
Sambut Kim Loji, "Walaupun bukan Ko Tok lojin, tetapi karena dapat mengelabuhi seluruh kaum
persilatan, orang itu memang patut kita temui!"
"Soal itu aku belum dapat memecahkan. Sudilah kiranya lo cianpwe memberi petunjuk," kata Ting
Ling. "Ah, jangan memuji aku," kata Kim Loji, "aku tak tahu dengan tujuan apa orang itu telah
menggunakan seluruh pikiran dan seluruh harta bendanya untuk membangun makam ini?"
Jawab Ting Ling, "Untuk memikat perhatian seluruh kaum persilatan masuk kedalam malam ini
maka dia telah menyiarkan cerita tentang Tenggoret Kumala dan Kupu2 Emas. Rupanya tujuannya
telah tercapai. Kecerdasan orang itu memang hebat sekali.
"Sttt". ada orang"." tiba-tiba orangtua jtnggot panjang menukas omongan si nona.
Sesosok tubuh melesat kedalam ruangan dan begitu tegak ditanah, sambil lintangkan kedua
tangan untuk melindungi dada, orang itu berseru, "Nona Ting, Ting Ling mendengus, "Hm, apakah
engkau kira aku sudah mati?"
habis berkara ia berpaling kearah Kim Loji, "Lo cianpwe, sebaiknya didayakan untuk menutup
dinding yang bobol itu agar sinarnya jangan memancar keluar dan menarik perhatian orang."
Kim Loji mengangkat sebuah dingklik lalu ditutupkan pada benjolan lubang.
"Lo-cianpwe, yang datang ini adalah Ca Giok, putera dari marga Ca di Ik-pak. Keluarga Ca
termasyhur dengan pukulan Pen-poll sin kun. Tentulah lo cianpwe kenal, bukan?" kata Ting Ling
memperkenalkan pendatang itu.
"Anak muda dari angkatan sekarang, banvak yang tak kukenal," sahut orangtua jenggot panjang.
"Ca sau-pohcu ini telah mendapatkan pelajaran ilmu pukulan sakti itu dari keluarganya.
Silahkan engkau mencobanya sampai sepuluh jurus saja," tiba-tiba Ting Ling berkata pula.
Melihat orangtua jenggot panjang itu bertubuh tinggi kekar, wajah merah kan kening menonjol
tinggi, tahulah Ca Gok bahwa orangtua itu tentu seorang jago yang tinggi ilmu lwekangnya.
Buru-buru ia berseru, "Ah, nona Ting, mengapa begitu "
Tetapi belum sempat ia berkata, orangtua jenggot panjang itupun sudah lepaskan hantaman
kepadanya." Dalam keadaan terpaksa, Ci Gokpun segera menangkis dengan jurus thian-cut-tho ta atau Tianglangit-
menyangah pagoda. Tangannya menyelinap kesamping untuk mencengkeram pergelangan tangan orangtua jenggot
panjang itu. Orangtua jenggot panjang mendengus Tiba-tiba ia merobah gerakannya. Sepasang tangannya
serempak menghantam, sekaligus masing-masing melancarkan lima buah pukulan.
Gerakannya cepat sekali dan tenagapun sekeras palu besi. Karena dihambur oleh sepasang tangan
besi, terpaksa Ca Giok mundur lima langkah.
Setelah melancarkan lima buah serangan, orangtua jenggot panjang itupun hentikan serangannya
dan menyurut kembali ketempatnya semula seraya berkata, "Dalam seratus jurus, aku tentu dapat
mengambil jiwanya." Ting Ling hanya tertawa lalu berpaling kepada orangtua alis panjang, "Lo-cianpwe, kalau suruh
kera peliharaanmu yang menyerangnya. entah harus menggunakan berapa jurus lamanya?"
Sejak masuk kedalam ruang rahasia itu. orangtua alis panjang selalu duduk bersama kera bulu
emas. Ia pejamkan mata menyalurkan tenaga dan tak menghiraukan pembicaraan mereka. Begitu
mendengar pertanyaan Ting Ling, baru ia membuka mata dan memandang Ca Giok, serunya, "O,
orang itu?" "Walaupun usianya muda tetapi ilmusilatnya amat sakti," kata Ting Ling.
Orangtua alis panjang tertawa dingin lalu menepuk punggung kera bulu emas.
Saat itu Ca Giok masih terengahengah karena habis menyam but sepuluh buah pukulan orangtua
jenggot panjang. Mendengar Ting Ling hendak menyuruh orang menyerangnya lagi, buru-buru ia berseru, "Nona
Ting, aku hendak memberitahu suatu hal kepadamu ,. "."
"Nanti saja kita bicara!" sahut Ting Ling. Ca Giokpun tak dapat bicara karena saat itu kera bulu
emaspun sudah menyerangnya.
Iapun cepat melepaskan sebuah pukulan Pek-poh-sin kun atau Pukulan-sakti-jarak-seratus
langkah, sembari menghindar kesamping dan menyambar sebuah po-ci dari perak.
Menerima pukulan pek-poh-sin-kun, gemetarlah tubuh kera itu tetapi karena kulitnya tebal sekali,
ia tak sampai terluka. Setelah berhenti sejenak iapun menyerang lagi.
Ca Giok kerahkan tenaga dalam, mengangkat poci perak dan berseru nyaring, "Nona Ting, kalau
engkau tak mau mencegah binatang itu, jangan sesalkan aku kalau kulukainya!"
Ting Ling hanya tertawa dingin, "Kalau engkau membunuhnya masakan yang punya akan tinggal
diam?" Mendengar itu Ca Giok terbeliak. Tetapi belum sempat ia menjawab, kera bulu emas itupun sudah
menyerangnya lagi. Cepat ia menghindar lalu hantamkan poci perak itu.
Ca Giok dapat menangkap peringatan Ting Ling. Dia tak mau menggunakan seluruh tenaganya
karena kuatir akan membinasakan kera itu. Suatu hal yang tentu dapat menimbulkan kemarahan
pemiliknya. Dengan pertimbangan itu, ia hanya menggunakan lima bagian tenaganya saja.
Kera menangkis dan poci perak itupun terlempar kesamping, lalu ulurkan tangannya hendak
mencengkeram dada Ca Giok.
Pemuda itu terkejut. Cepat ia mengempos napas dan menyurutkan dada untuk menghindari cakar
kera yang runcing. Setelah itu ia balas menabas. Dia bergerak cepat sekali sehingga kera itu tak sempat menghindar.
Lengannyapun kena tertabas tangan Ca Giok.
Tetapi langkah kejut pemuda itu ketika tangannya serasa membentur keping baja yang keras
sekali. Bahkan lengan binatang itupun mempunyai daya membal sehingga membuat Ca Giok terpental
mundur selangkah. Dan serempak itu, tangan kiri binatang itupun sudah merangsangnya lagi.
Untunglah Ca Giok sudah banyak pengalaman dalam pertempuran. Tahu kulit kera itu kebal, ia
menggunakan tenaga membal dari pukulannya tadi untuk loncat berjumpalitan kebelakang dan
melayang turun keatas meja.
Tetapi kera itu tajam sekali nalurinya.
Segera cakarnya digerak gerakkan untuk menyambar nyambar. Kursi dan mejapun berhamburan
tumpah ruah. Ca Giok mengambil keuntungan dari alat perabot dalam ruang itu untuk melindungi diri.


Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia melontarkan apa saja yang dapat diraihnya dan setempo iapun mencuri kesempatan untuk
balas menghantam. Tetapi kera bulu emas itu tebal sekali kulitnya. Walaupun menderita beberapa kali pukulan ia tetap
tak apa-apa. Sedangkan tangannya, luar biasa kuatnya. Setiap tambarannya tentu menimbulkan desir angin
yang menderu-deru. Ca Giok yang mengetahui tak berguna adu kekuatan terpaksa harus main menghindar. Dengan
demikian tampaklah ia terdesak oleh kera itu.
Melihat Ca Giok pontang panting tak keruan. Ting Lingpun tertawa mengikik. Seberapa saat ke
mudiain ia berseru kepada orangtua alis panjang, "Lo-cianpwe, harap hentikan kera itu!"
Sejenak berbatuk-batuk, orangtua alis panjang itu lalu bertepuk tangan dan mulutnya bercuit-cuit,
lalu membentak. Tiba-tiba kera bulu emas yang tengah menyerang Ca Giok itupun segera berputar tubuh dan
dengan bergoyang gontai menghampiri tuannya.
Dengan napas terengah-engah, Ca Giokpun berseru, "Nona Ting . .
"Mengapa?" tanya Ting Ling hambar, "sekarang engkau boleh bilang."
Melihat sikap Ting Ling yang seolah olah memberi perintah kepada orang-orang tua itu, diam-diam
Ca Giok heran juga. Pikirnya, "Bagaimana mungkin orangtua jenggot panjang dan orangtua alis panjang begitu
menurut perintah nona itu"."
Namun ia tak berani menanyakan hal itu dan melainkan tertawa, "Nona Ting, apakah nona
berjumpa dengan ayahku?"
"Hm, tidak ada omongan engkau cari bahan mengomong, Ya, memang berjumpa tapi mungkin
saat ini dia sudah mati."
Ca Giok tertegun, "Apakah nona bergurau?"
"Siapa yang akan bergurau dengan engkau" Itu memang sungguh suatu kenyataan.
Dia telah didesak mati2an oleh Han Ping. Nah, coba engkau pikir, apakah dia masih dapat hidup?"
Mendengar ayahnya bertempur dengan Han Ping, hati Ca Giok malah lega, ia tertawa, "Sekalipun
kepandaian Han Ping itu tinggi tetapi jika dapat mengalahkan ayah, itu sungguh tak mungkin "
"Bagaimana kepandaian ayahmu kalau dibanding dengan Ih Thian-heng?" tanya Ting Ling pula.
"Kalau dinilai dari ilmu silatnya, mereka seimbang. Tetapi kecerdikan Ih Thian-heng memang jauh
diatas ayah." "Beberapa hari yang lalu, Han Ping telah mengunjukkan ilmu permainan pedang yang luar biasa
mengejutkan seluruh tokoh-tokoh
dalam gelangang pertempuran besar. Rupanya engkau sendiri juga melihatnya, masakan sudah
lupa" Sedang Ih Thian-heng saja harus tunduk dan kagum masakan ayahmu?"
Ca Giok tertegun diam. Apa yang dikatakan nona itu memang benar. Tetapi ia tahu bahwa tenagadalam
ayahnya tinggi sekali. Sedang ilmu pukulan Pek-pofa-sin-kun dari merga Ca, hebat bukan main. Sekalipun tak dapat
menang dari Ih Thian-heng tetapipun dapat melindungi diri.
Ca Giok seorang pemuda yang licin. Melihat gelagat ia tak mau berbantah lagi dengan nona itu.
"Kutahu hatimu tentu masih belum puas, "Ting Ling tertawa." tetapi jangan lupa bahwa Han Ping
itupun masih mempunyai pedang pusaka Pemutus-asmara."
Ca Giok tertawa hambar, "Saat ini dalam makam tua disini penuh dengan alat-alat pekakas yang
berbahaya. Betapapun erat hubungan orang hingga seperti ayah dan anak, tetapi juga tak dapat saling
memberi bantuan. Ting Ling tertawa, "Ih, engkau dapat memikir terang juga"
Sejenak mengeliarkau pandang mata, nona itupun melanjutkan pula, "Mengapa engkau hanya
seorang diri saja" Dimana Ih Thian-heng" Beri tahu terus terang, akupun akan memberitahu kepadamu tentang
keadaan ayahmu yang sebenarnya"
"Sejak engkau melarikan diri, Ih Thian heng marah sekali. Dua orang anak buahnya dihantam mati
lalu menyuruh seluruh orang-orangnya mencarimu kesegenap penjuru. Bermula aku bersama
ayahku tetapi ditengah jalan bertemu dengan ketua Lembah-seribu racun. Ayah dan ketua
Lembah-seribu-racun saling berhantam. Akupun juga berbaku bantam sampai tiga jurus dengan
pengikut2 ketua Lembah-seribu-racun "Tak perlu kutanya, tentu engkaulah yang kalah," kata Ting
Ling. "Tiga jurus, belum ada yang kalah dan menang. Tetapi perkelahian iiu telah menyebabkan aku
terpisah dengan ayah. Aku tersesat jalan dan membelok kemari sehingga tanpa sengaja bertemu
dengan nona." Ting Ling mencibirkan bibir, "Mengapa engkau tak mengakui kalau engkau kalah dan dikejar
musuh sehingga menyusup kemari?"
"Silahkan saja nona mengatakan bagamana. Aku tak memasukkan dalam hati. Tetapi kuminta
nona suka memberitahu dimana berad-nya ayahku itu."
"Ya, baiklah," kata Ting Ling, "dengan terus terang kuberitahu bahwa aku benar-benar tak pernah
melihatnya." "Apakah omongan nona tadi hanya isapan jempol belaka?" Ca Giok menegas.
"Siapa bilang isapan jempol?" kata Ting Ling, "yang jelas Han Ping tidak memburu ayahmu."
"Lalu siapa?" "Nyo Bun-giau serupa dengan ayahmu, keduanya golongan macan hitam."
Ca Giok tertawa, "Harap nona jangan lupa. Ayahmu dan ayahku itu tokoh termasyhur diduma
persilatan. Nama dari Lembah-raja-setan sesungguhnya tak dibawah marga Ca."
Tiba-tiba Ting Ling berpaling kearah orangtua jenggot panjang dan berseru, "Maju dan serang dia
sampai tiga jurus!" Tanpa bicara apa-apa, orangtua jenggot panjang itu terus maju menyerang Ca Giok sampai tiga
jurus. Hebatnya bukan main sehingga Ca Giok sampai mundur enam langkah. Darah dalam tubuhnya
bergolak keras, mata berkunang kunang.
Untung setelah tiga jurus, orangtua jenggot panjang itupun hentikan serangannya dan mundur
kembali ketempatnya semula.
Ca Giok menghela napas panjang, memandang Ting Ling dan berkata, "Orangtua ini, hebat sekali
pukulannya." Ting Ling hanya tertawa hambar, "Kalau engkau bicara tak keruan, tentu akan kusuruh dia
membunuhmu." "Ya, dia memang mampu."
"Nah, kalau engkau sudah tahu, baiklah," kata Ting Ling, "engkau jawablah beberapa
pertanyaanku tetapi harus mengatakan sejujurnya. Nanti tentu kubebaskan."
"Seorang lelaki dapat bersikap keras, pun dapat lunak. Silahkan engkau bertanya."
"Engkau memang pandai merangkai kata-kata dan mengambil muka orang, "kata Ting Ling," dan
pandai berbohong. Tetapi engkau harus mengerti, bahwa justeru aku ini paling dapat meneliti kebohongan orang.
Tiap patah kata engkau berkata bohong, tentu akan kupotong jari tanganmu.
"Jangan kuatir," kata Ca Giok, "orang" yang berada dalam makam tua ini memang tipis
harapannya dapat keluar lagi dengan selamat. Disini memang merupakan gelanggang perebutan
jiwa dengan menggunakan ilmu kepandaian.
Kalau aku tak ingin cepat mati lebih dulu, tentu takkan membohongi engkau."
"Hm. tak kira kalau engkau masih bersikap begitu perwira," kata Ting Ling.
Tiba-tiba nona itu kerutkan wajah dan melanjutkan berkata, "Ih thian-heng, ayahmu dan Nyo Bungiau,
dengan tujuan apa menyebarkan surat kepada tokoh-tokoh persilatan, mengundang mereka
datang ke makam tua sini?"
"Bagaimana engkau tahu kalau ayah dan Ih Thian-heng mengundang mereka"! Ca Giok balas
dapat tanya. Hm, dengan menerka saja tentu sudah dapat menerka tepat."
"Benar, engkau memang menerka tepat," kata Ca Giok," lh Thian heng hendak meminjam alat-alat
rahasia dalam makam ini untuk membinasakan seluruh tokoh persilatan!"
"Ya, hai itu memang aku sudah tahu," kata Ting Ling, "yang kutanyakan kepadamu yalah tentang
rencananya." "Pada setiap pintu terowongan, ia selalu menyuruh seorang anak buah yang mahir menggunakan
senjata rahasia beracun untuk menjaga. Tak peduli siapa saja yang masuk pintu terowongan,
tentu akan dihantam dengan senjata rahasia beracun.
Alat rahasia yang sudah hebat di tangan dengan seorang penjaga yang berilmu tinggi, benarbenar
merupakan pintu maut bagi setiap orang persilatan yang melalui pintu itu. betapapun
tingginya kepandaian orang itu."
"Rencananya itu memang bagus. Sayang dalam dunia masih banyak orang yang lebih cerdas dari
dia," dengus Ting Ling.
"Benar," sahut Ca Giok, "aku sendiri memang tak percaya bahwa di dunia ini terdapat orang yang
paling uomor satu. Karena setiap orang itu mempunyai bakat dan kecerdasan sendiri2."
"Pandanganku justeru berlainan dengan engkau," kata Ting Ling.
"Aku ingin mendengar alasan nona"
"Ilmu kepandaian yang dicapai orang dengan bakat kecerdasan memang mempunyai hubungan.
Maka sejak dahulu sampai sekarang, belum pernah terdapat orang yang tidak cerdas dapat
memiliki kepandaian yang tinggi."
Saat itu Ca Giok tak mau adu lidah dengan Ting Ling maka ia hanya tertawa saja, "Mungkin
pendapat ia lebih benar."
"Hm, memang sehenarnya aku harus dapat melebihi engkau!" dengus Ting Ling.
Tiba-tiba terdengar suara nyaring, "Giok-ji". Giok ji"."
Ca Giok terkejut. Giok ji artinya anak Giok, yalah panggilan yang biasa dilakukan ayahnya
kepadanya. Segera ia mengempos semangat dan berseru nyariug, "Yah, apakah engkau?"
Wut, iapun segera lepaskan pukulan Pek-poh-sin-kun kearah Kim Loji.
Baru saja Kim Loji menambal bobolan dinding atau begitu mendengar deru angin pukulan terpaksa
cepat-cepat ia menyingkir kesamping.
Habis memukul, Ca Giokpun segera loncat ketempat bobolan dinding dan terus menghantam
penutupnya. Brak". penyumbat dinding itupun berantakan.
"Lekas bunuh dia, makin cepat makin baik!" segera Ting Ling memberi perintah kepada orangtua
jenggot panjang. Tetapi orangtua "jenggot panjang itu kerutkan dahi seolah-olah segan melakukan perintah Ting
Ling. Tetapi sesaat kemudian akhirnya ia melesat mengejar Ca Giok.
Setelah menyingkir kesamping, Kim Loji terus membabat dengan golok tetapi saat itu Ca Giok
yang sudah melayang ditanah, segera berputar tubuh, menghindari tabasan golok lalu
menghantam sekuat-kuatnya kepada orangtua jenggot panjang.
Orangtua jenggot panjang menangkis. Tetapi walaupun dapat menahan pukulan Pek-poh-sin kun
namua tak urung terpental juga di ketanah.
Tiba-tiba sesosok tubuh melesat masuk kedalam lubang itu dan terus menghantam Kim Loji Cepat
sekali orang itu bergerak sehingga tahu-tahu Kim lo ji sudah direbut goloknya. Dan secepat itu
pula pendatang itupun sudah menghadang dimuka Ca Giok, memutar golok menyeraug orangtua
jenggot panjang yang mendesak Ca Giok.
Ting Ling cepat mendekat orangtua alis panjang dan membisikinya, "Lo cianpwe, harap lekas
suruh kera bulu emas turun tangan "
Orangtua alis panjang itu tertawa gelak-gelak, "Jangan kuatir nak, sekalipun pendatang itu sakti
sekali tetapi aku tentu mempunyai daya untuk menghadapinya."
"Bukankah engkau tak mengerti ilmusilat?" tanya Ting Ling heran.
Jawab orangtua alis panjang, "Apakah membunuh orang itu harus menggunakan ilmu silat saja"
asal engkau dapat membuatnya dekat kepadaku dalam jarak tiga langkah, aku tentu dapat
menguasainya." Saat itu pendatang tadi hentikan serangannya dan berpaling kepada Ca Giok, "Nak, apakah
engkau terluka?" "Tidak".," sahut Ca Giok. Kemudian ia menunjuk pada orangtua jenggot panjang, "Orang itu sakti
sekali," kalau menghadapinya harap ayah hati-hati."
Sejenak memandang kepada orangtua jenggot panjang, ayah Ca Giok, berseru, "Hai, apakah
saudara bukan saudara Theng Ban-li si Pukulan besi itu?"
Orangtua jenggot panjang tertawa, "Ah, kiranya saudara Ca masih ingat kepadaku."
"Ai, jenggot saudara Theng yang indah itu sungguh tiada keduanya dalam dunia.
Karena memandang jenggot itulah maka aku terhindar akan saudara Theng. Teringat ketika
pertemuan digunung Heng-san kita saling menuturkan pengalaman masing-masing."
Sambil menjuntaikan jenggotnya yang bodol, orang she Theng itu itu tertawa, "Ah, jenggot itu
sekarang sudah habis."
"Ah. saudara Taeng masih tetap sama dengan dahulu".kata Ca Cu lalu berpaling kearah Ca Giok,
"Inilah Theng supeh, dengan sepasang pukulan besi dia pernah mengaduk daerah Kwan-gwa dan
tokoh-tokoh persilatan berbagai aliran. Hayo, lekas engkau memberi hormat kepadanya."
Ca Giokpun segera melakukan perintah ayah. Tersipu-sipu ia memberi hormat, "Harap Theng
locianpwe suka memberi maaf."
Theng Ban-li tertawa, "Harimau pasti takkan beranak anjing. Kepandaian hian-tit, sungguh
membuat aku kagum sekali."
Ca Giok hanya tersenyum, "Ah, harap Theng supeh jangan keliwat memuji.
Kalau supeh tak bermurah hati aku tentu sudah terluka."
Ca Cu-jing cepat dapat mengetahui suasana dalam ruang itu. Dihatnya orangtua alis panjang itu
duduk meramkan mata. Sikapnya membuat orang sukar menduga betapakah ilmu kepandaian orang itu.
Diam-diam Ca Cu-jing heran mengapa Theng Ban-li mau menerima perintah Ting Ling.
Namun sebagai seorang tak mau cepat-cepat membuka rahasia orang sebelum tahu duduk
persoalannya yang jelas. Sambil memberi salam kepada Ting Ling, ia berseru, "Ah, kepandaian hiat-titli sungguh membuat
kita orang-orang tua ini kagum dan malu hati."
Selama Ca Cu jing hercakap cakap dengan Theng Ban-li tadi, diam-diam Ting Ling sudah
memperhitungkan kekuatan kedua belah pigak.
Walaupun sakti tetapi Theng Ban-li itu ternyata bersahabat baik dengan Ca Cu-jing.
Sedang walaupun orangtua alis panjang itu manhir dalam ilmu racun tetapi dia tak mengerti
ilmusilat. Kalau sungguh terjadi pertempuran, tentu tak berguna. Sedang ia sendiri bersama Kim Loji tetap
bukan tandingan Ca Cu jing. Dan apabila ia mendesak pada Theng Ban-h untuk bertindak
kemungkinan orangtua jenggot panjang itu tentu akan nekad menentangnya. ".
Sekalipun masih muda tetapi Ting Ling memang luar biasa cerdasnya.
Dalam menghadapi kesulitan yang bagaimanapun sukarnya ia tetapi berlaku tenang.
"Terima kasih paman Ca," serunya tersenyum Berkata pula Cujing, "Sejak masuk kedalam makam
ini, ih Thian-heng semakin gila.
Bukan saja mempunyai rencana hendak menumpas seluruh kaum persilatan, pun Nyo Bun-giau
dan diriku, juga akan dibunuhnya.
Dia memang berhati ganas dan beracun seperti ular berbisa. Sukar untuk diajak kerja sama"."
"Ting Ling tertawa, "Kalau paman dapat menyadari hai itu, aku sungguh gembira sekali."
"Ayahmu juga sudah masuk kedalam makam ini, berita itu tentulah engkau sudah tahu," kata Ca
Cu jing pula. "O. apakah ayah juga datang" Bilakah paman berjumpa dengan ayah " tanya Ting Ling.
Ca Cuing tertawa, "Suara suitan aneh dari ayahmu, tiada orang didunia ini yang dapat meniru.
Aku mendengar suara suitannya, apakah hal itu tidak seperti melihatnya wajahnya?"
"Tetapi memang kuharap ayah datang kemari agar aku dapat menceritakan tentang pengalaman
pahit yang kuderita"."
Tiba-tiba angin berkesiur dan seorang yang tubuhnya berlumuran darah menerobos masuk.
Rambutnya kusut masai, pakaian compang camping dan darah yang berhamburan mengotori
mukanya itu, menyebabkan wajahnya yang aseli tak kelihatan.
Walaupun Ca Cu-jing luas pengalaman tetapi untuk sesaat ia tetap tak dapat mengenali orang itu.
Suasana dalam makam itu penuh diselimuti hawa pembunuhan Maka setiap orang selalu siap
siaga menjaga diri. Munculnya pendatang yang menyeramkan itu, tak disambut dingan tindakan yang bersikap
hendak menolongnya. Tampak tubuh pendatang itu terhuyung-huyung. Rupanya dia sudah tak kuat untuk berdiri tegak.
Sambil menghampiri, Ca Cu-jing menegurnya, "Siapakah engkau?"
Karena lukanya parah, orang itu Pejamkan mata dan menyahut dengan sisa tenaga yang masih
dipunyai, "Ca Cu-jing"
Ca Cu-jing terkejut. Diam-diam ia berpikir, Memang banyak tokoh persilatan yang kenal
kepadanya. Tetapi yang langsung memanggil namanya begitu saja, sedikit sekali jumlahnya. Kalau orang itu
memanggilnya begitu, tentulah seorang yang hebat. "Siapa saudara ini" Mengapa memanggil
namaku?" tegurnya. Orang itu menggeliat bangun dan melangkah beberapa tindak, medekap meja dan berpaling,
"Apakah saudara Ca benar-benar tak kenal lagi padaku?"
Ca Giok seperti kenal dengan nada suara orang itu tetapi sesaat ia masih belum ingat sekali.
"Saudara menderita luka parah sekali. Harap jangan banyak bicara. Bolehkah aku membantu
mengobati luka saudara?" serunya.
Dengan susah payah orang itu menjawab, "Tubuhku telah menderita tujuhbelas tusukan pedang.
Sekalipun makan obat dewa, mungkin tak dapat menolong jiwaku.
Walaupun sudah mendekap meja tetapi tubuh orang itu tetap gemetar ketika bicara.
Ca Cu-jing buru-buru menyanggahnya, "Saudara menderita tujuh belas tusukan pedang namun
masih kuat bertahan benar-benar
saudara hebat sekali."
Setelah mendapat bantuan tangan Ca Cu jing. orang itu dapat berdiri tegak, serunya: Beberapa
nadi dalam tubuhku sudah putus, darah yang masih tersisa dalam tubuhku, segera akan
mengalir"." Bluk, ia tak dapat melanjutkan katanya karena saat itu iapun rubuh.
Ca Cu jing memeriksa luka orang itu dan dapatkan bahwa hampir sekujur tubuhnya berhias luka
berat sehingga pakaiannya merah dengan darah.
Ca Cu jing tak mempedulikan kematian orang itu Karena bagaimanapun dengan menderita
sehebat itu, tak mungkin dapat ditolong jiwanya. Yang menjadi pemikirannya yalah siapakah yang
membunuhnya" Ya, ia ingin tahu.
Segera ia lekatkan telapak tangannya ke punggung orang itu dan menyalurkan tenaga dalam,


Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serunya, "Luka yang begitu hebat, telah menyebabkan nada suara saudara agak berobah sehingga
aku benar-benar tak dapat mengenali saudara.
Harap saudara suka memberitahu nama saudara agar kelak apabila bertemu dengan putera
saudara, dapat kuberitahukan kepadanya."
Serangkum hawa hangat segera memancar pada jalan darah di pusar orang itu sehingga dia dapat
siuman lagi. "Aku Thay ou Ong". " belum selesai berkata tiba-tiba orang itu muntah darah.
Ca Cu-jing lerkejut, serunya, "Saudara ini saudara Ong Tay-ki dari telaga Thay-cu?"
"Benar"." "Saudara Ong terluka ditangan siapa?"
Baru Ong Tay-ki hendak menjawab tiba-tiba dari lubang bobolan dinding terdengar suara orang
berseru dingin, "Terluka ditanganku "
Cepat Ca Cu-jing berpaling dan tampak seorang lelaki berjubah panjang, berjalan menghampiri.
Tetapi serempak dengan itu ia merasakan tubuh Ong Tay-ki yang disanggah dalam tangannya itu
mengulai kesamping terus terkapar jatuh ke tanah Can putuslah jiwanya.
Pelahan lahan Ca Gu jing mengangkat tangan kanan, dijulurkan jurus kemuka dada. Diam-diam ia
menyalurkan tenaga-dalam Pek poh-sin kun. Asal pendatang itu hendak menyerang iapun hendak
mendahului menghantamnya.
"Kalau sudaura dapat memberi tusukan tujuhbelas buah kepada Ong Tay-ki, jelas saudara tentu
seorang tokoh yang ternama.
Bolehkah aku mendapat tahu nama saudara yang mulia?" serunya. Sebagai seorang yang
pengalaman, cepat ia dapat mengetahui bahwa pendatang itu mengenakan wajah palsu dati
kedok kulit. Pendatang itu mencekal sebatang pedang di tangan kanan sedang tangan kiri mengusap kedok
mukanya lalu tertawa nyaring, "Saudara Ca, mengapa sama sekali engkau tak dapat mengenali
nada suaraku?" Demi melihat wajah orang itu, gemetarlah Ca Cu-jing, serunya, "O, saudara Ih?"
Ya, yang muncul itu memang Ih Thian-heng, jago yang menggangap dirinya sebagai tokoh nomor
satu diduma. Dia memang merencanakan untuk menjaring seluruh orang persilatan kedalam makam itu untuk
dibasmi. "Benar. memang aku," Ih Thian-heng tertawa.
Tokoh itu mengeliarkan pandang mata kedalam ruang.
Ca Cujingpun segera menurunkan tangannya yang menjulur kemuka dada itu lalu tertawa,
"Karena saudara Ih menggunakan logat daerah, sudah tentu aku tak dapat menangkap
maksudnya. Orang persilatan mengatakan bahwa saudara Ih paham semua logat bahasa daerah, ternyata
memang benar." "Ah, saudara Ca keliwat memuji"." kata Ih Thian-heng, "tetapi apakah saudara Ca pernah
berjumpa dengan Nyo Bun-giau "
Ca Cu-jing gelengkan kepala, "Tidak, aku tak pernah kesampokan dengan saudara Nyo."
"Bilakah saudara Ca menemukan nona Ting itu?" Ih Thian heng tertawa dingin.
"Aku baru saja tiba disini"." kata Ca Cu jin seraya memandang kearah Theng Ban-li dan berkata,
"Dia adalah Pukulan-besi Theng Ban-li dari Kwan-gwa, seorang tokoh ternama dari gunung Peksan."
Memandang kepada mayat itu, Ih Thian-heng berseru, "Bagus, bagus, saudara Theng ternyata
juga datang kemari mengantar jiwa.
Theng Ban-li mejulaikan jenggotnya, berkata, "Kalau bicara, harap saudara Ih sedikit pakai
kesungkanan" Tiba-tiba Ih Thian-heng tertawa dan mengangkat, tangan menunjuk Ting Ling, "Makam ini
merupakan sebuah tempat yang melingkar-lingkar bundar tak peduli nona akan bersembunyi
dimana, tentu tak dapat lolos dari tanganku."
Ting Ling melihat alis Ih Thian-heng mengerut hawa pembunuhan. Sikapnyapun mengunjuk
hendak segera turun tangan.
Tetapi ia tak tahu siapakah yang akan dibunuh. Kemungkinan Theng Ban-h, kemungkin ia sendiri.
Tetapi Ca Cu-jing pun juga bukannya tak mungkin.
"Apakah engkau hendak mencari Nyo Bun-giau?" akhirnya ia bertanya.
"Dimana dia?" "Aku pernah berjumpa tetapi tak tahu sekarang ini dia masih hidup atau sudah mati?"
?"Apakah dia berjumpa dengan dara baju ungu dari perguruan Lam-hay bun itu?"
"Bukan," Ting Ling gelengkan kepala."Ketua Lembah-seribu racun?"
"Juga bukan"."
JILID 3 Musuh bermusuh. "Ping-ji, tunggulah!" teriak Kim loji, "kita sama-sama pergi!" ia terus berbangkit dan mengikuti
dibelakang Han Ping. Sejenak merenung, Han Ping berkata, "Lo-cianpwe ini tak mengerti ilmusilat, lebih baik paman
tinggal disini untuk melindunginya!"
Kim Ioji tersenyum, "Baik, mungkin kalau aku ikut, tentu merepotkan engkau"."
Kemudian berhenti sejenak, ia meLanjutkan berkata pula, "Kalau menghadapi bahaya, harap
engkau lekas-lekas kembali kemari". "
Lalu dengan kata bisik-bisik ia memberi pesan agar Han Ping jangan gegabah bertempur
dengan orang apabila tidak perlu.
Han Ping mengiakan. "Menurut pengamatanku," kata Kim loji, "nona itu tentu menderita sesuatu sehingga ia
terpaksa menerima menjadi menantu dari ketua Lembah-seribu racun. Tentulah bukan atas
kehendaknya sendiri."
Han Ping memang mengindahkan pamannya itu. Dia tak mau membantah dan mengatakan
akan melihat bagaimana keadaan yang sesungguhnya, "Yang memangil aku tadi, tentulah seorang
gadis yang tengah menderita luka."
Kim loji menghela napas, "Ping ji, bukan aku seorang yang banyak curiga tetapi aku memang
sudah melihat banyak makan asam garam dunia persilatan. Pergilah tetapi harus hati-hati."
Han Ping mengangguk lalu ayunkan langkah menuju kearah suara yang memanggil namanya
tadi. Yang dilaluinya itu sebuah jalan terowongan yang lebarnya hanya beberapa depa. Suara gadis
yang memanggil namanya dan taburan senjata rahasia bukan berasal dari satu arah.
Setelah berjalan tiga empat tombak, Han Ping tetapi belum menemukan suatu apa. Diam-diam
ia heran, pikirnya, "Aneh, apakah dia sudah terbunuh"
"Hai, siapakah yang memanggil aku tadi?" teriaknya dengan keras.
Tetapi yang menjawab hanyalah kumandang suara teriakannya. Gadis yang dipanggil itu sama
sekali tak kedengaran suaranya.
"Aneh," pikirnya.
Han Ping mendengus dingin. Ia memandang kemuka dengan seksama. Ternyata tiga tombak
disebelah muka pada kedua tepi terowongan, tampak seperti dilintas oleh sebuah simpang jalan.
Dia heran dan makin keras dugaannya bahwa makam itu tentu telah dimasuki orang.
Ketika tiba diujung terowangan, tiba-tiba dari jalan yang melintang itu muncul sesosok tubuh
yang lari menyongsong. Han Ping cepat berhenti, menghindar kesamping. Bermula ia hendak membiarkan orang itu
lewat tetapi karena dibelakangnya terdapat Kim loji dan orangtua alis panjang, Han Pingpun buruburu
melintang ditengah jalan lagi.
Cepat sekali orang itu tiba. Melihat ada orang menghadang ditengah jalan, tanpa berkata apaapa,
dia terus menghantam. Sambil menangkis Han Ping membetaknya, "Huh, mengapa datang terus memukul?"
Ketika pukulan saling beradu, orang itu tersurut mundur dua langkah. Ketika memperhatikan,
Han Ping melihat pendatang itu seorang bertubuh kecil, mengenakan pakaian pendek dan
punggung menyangul sebuah bungkusan panjang.
Orang itu tertegun. Rupanya dia terkejut melihat kesaktian Han Ping, "Siapa engkau!"
bentaknya marah. Han Ping tertawa dan balas bertanya, "Dan engkau sendiri siapa "
Diam-diam orang itu kerahkan tenaga dalam, siap hendak menghantam. Namun mulutnya
pura2 berkata, "Kita tak kenal, mengapa engkau menghadang jalanku?"
Han Ping terkesiap. Dia tak dapat menjawab pertanyaan orang yang memang tepat.
Tiba-tiba terdengar pula jeritan nyaring. Jeritan kematian. Lalu menyusul terdengar suara
tertawa panjang. Pendatang yang bertubuh kecil itu rupanya gemetar mendengar jeritan itu. Dia berpaling dan
menjerit, "Ular ".,.!"- ia ulurkan tangan menyambar ketanah.
"Heh, hei, ular beracun ganas, jalan kearah kematian".," tiba-tiba terdengar suara orang
tertawa dingin dan tahu-tahu pendatang yang dihadang Han Ping itupun rubuh ketanah.
Seekor ular kecil melesat dari tubuh orang itu dan meluncur lari. Rupanya orang itu telah
berhasil mencengkeram ular kecil tetapi sebelum sempat meremas, ular itu sudah menggigitnya
sehingga mati. Walaupun tempat gelap sehingga tak dapat melihat jelas warna ular kecil itu tetapi Han Ping
menduga ular itu tentu ular peliharaan ketua Lembah-seribu-racun. Diam-diam Han Ping terkejut
akan kegesitan ular kecil itu dan racunnya yang luar biasa ganasnya.
Tiba-tiba ia mendapat pikiran lalu berteriak keras, "Leng lo cianpwe, apakah masih belum mulai
bergerak?" Terdengar penyahutan yang bernada dingin, "Saat ini makam telah diliputi oleh hawa
pembunuhan, Karena memandang anak menantuku, kali ini kuampuni jiwamu. Tetapi kalau lain
kali bertemu lagi, tentu tak kuberi ampun."
Seketika teringatlah Han Ping akan diri Siangkwan Wan-ceng. Mengapa nona itu tak
menampakkan diri" Sarentak ia berseru, "Harap Leng lo cianpwe tunggu dulu sebentar, aku masih
hendak mohon keterangan."
SAmbil berkata ia terus lari menuju ketempat yang diduga tentu terdapat ketua Lembah seriburacun.
Tetapi tokoh dari Lembah-seribu-racun itu tak kedengaran suaranya.
"Siapa itu?" tiba-tiba dari jalan yang melintang terowongan terdengar suara bentakan bengis
dan meuyusul deru angin pukulah yang dahsyat.
Tetapi Han Ping sudah bersiap Sambil menangkis, iapun berkisar kesamping. dar, terdengar
letupan dari kedua pukulan yang beradu.
"Tua beracun, sudah duapuluh tahun tak muncul, sekarang jauh lebih hebat pukulanmu!" seru
orang itu. JeJas dia salah sangka, mengira Han Pmg sebagai ketua Lembah-seribu-racun.
Han Ping terkejut, Dia tak tahu siapa orang itu. Tiba-tiba ia mendapat pikiran. Tegak tempelkan
tubuh paka dinding dan berdiam diri.
Beberapa saat kemudian terdengar pula orang itu berseru, "Ho, tua bangka beracun, sekalipun
tak mau menjawab, tetapi jangan harap engkau dapat mengelabuhi aku!"
Han Ping menyadari bahwa setiap orang yang masuk kedalam makam tua itu, kenal atau tak
kenal, tentu mengandung hati bermusuhan. Beberapa kali ia mendengar jeritan ngeri dari setiap
orang yang rubuh binasa. Bahkan dengan mata kepala sendiri tadi ia menyaksikan ketua Lembah-seribu racun melepas
ular berbisa untuk membunuh orang.
Maka Han Pingpun berlaku hati-hati dan waspada.
Karena tak mendapat penyahutan, rupanya orang itu tak sabar. Terdengar ia ayunkan langkah
menghampiri. Rupanya ia hendak memberi kesan bahwa ia berjalan pelahan maka langkah-kakinyapun
terdengar berat. Tak berapa lama, langkah kaki itupun berhenti. Sebagai gantinya sesosok tubuh melayang
keluar. Han Ping cepat hendak ayunkan pukulannya tetapi tiba-tiba ia teringat sesuatu. Orang itu
berjalan dengan langkah berat, tentulah hendak memasang perangkap.
Bluk". orang itu membentur dinding disebelah depan dan rubuh. Semula Han Ping terkejut
tetapi setelah melihat dengan seksama barulah ia mengetahui bahwa yang melayang dan
membentur dinding itu hanya seperangkat tulang kerangka manusia.
Mayat itu dilemparkan orang dengan tenaga dalam. Apabila tadi Han Ping terus turun tangan
tentulah dia masuk perangkap.
"Hm, orang-orang persilatan memang licik. Sekali tak hati tentu mati," diam-diam ia menghela
napas. Tiba-tiba sebatang korek melayang kesamping tengkorak itu. Apinya menyala terang.
Han Ping cepat menyurut mundur sampai dua tombak untuk menghindari sinar api.
Sesaat kemudian muncullah seorang lelaki tinggi besar. Dia melangkah pelahan-lahan ke
terowongan dan berdiri ditengah simpangan. Walaupun rambut dan jenggotnya sudah putih
namun sikapnya tetap perkasa.
Setelah memandang sekeliling beberapa saat, ia menengadahkan muka dan tertawa keras.
"Tua beracun," serunya, "apa-apaan engkau main sembunyi seperti tikus begitu"
Apabila aku sudah keluar dari makam ini tentu akan kucopot papan nama Lembah-seribu-racun
disarangmu!" Sekonyong-konyong dari arah terowongan disebelah muka terdengar suara lengking jeritan dan
derap kaki orang berlari.
Seorang dara baju hitam yang rambutnya terurai memanjang, lari tergopoh-gopoh.
Orang tinggi besar tiba-tiba lintangkan tangannya menghadang dan menyarabar dara itu.
Entah dara itu membiarkan dirinya dicekal atau memang sudah letih maka sampai begitu
mudah dicengkeram oleh orang tinggi besar itu seperti burung rajawali mencengkeram anak
ayam. Dari sinar korek yang memancar terang, dapa lah Han Ping mengetahui bahwa gadis baju
hitam itu tak lain yalah Ting Ling, salah seorang kedua taci-beradik puteri Lembah Setan. Tetapi
mengapa Ting Ling, berada dalam makam situ dan mengapa pula tampaknya ia berlari-lari
sedemikian gopoh seperti melihat setan"
Rupanya karena merasa tak dapat meloloskan diri, Ting Lingpun memejamkan mata dan diam.
Orangtua tinggi besar itu menutuk jalandarah Ting Ling lalu ditaruh ditempat yang gelap
Tetapi pada saat orang tinggi besar itu berputar tubuh tiba-tiba meluncur sepercik sinar dan
padamlah api korek tadi. Terowongan kembali gelap gulita.
Secepat kilat Han Ping mengempos semangat dan melangkah kembali kemulut terowongan
yang ditempatinya tadi. "Hai, siapakah itu?" kembali terdengar orangtua tinggi besar itu berseru seraya tamparkan
tangan memukul Han Ping. "Engkau cari mati!" tiba-tiba terdengar suara dengusan dingin dan berhamburan serangkum
angin pukulan menyongsong pukulan orangtua tinggi besar. Yang jelas, bukan Han Ping yang
menangkis pukulan orangtua tinggi besar itu.
Terdengar benturan keras dari dua pukulan dahsyat, kemudian deru angin menyambarnyambar
keras. Rupanya kedua orang itu sudah terlibat dalam pertempuran dahsyat. Dan dari deru angin yang
berhamburan keras itu, dapatlah Han Ping menduga bahwa kedua orang itu tentulah jago2 silat
yang berilmu tinggi. Han Ping cepat menyelinap maju untuk mengangkat tubuh Ting Ling. Tetapi sesaat ia bingung.
Jalan terowongan dalam makam tua itu banyak sekali dan melingkar-lingkar, penuh dengan
persimpangan. Kalau tak hati-hati, tentu akan tersesat ketempat yang berbahaya.
Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ketempat Kim Ioji dan orangtua alis panjang tadi.
Namun apabila kesana ia harus melintasi kedua orang yang sedang bertempur itu. Walaupun
dngan tenaga-dalamnya Han Ping tentu takkan menderita apa-apa, tetapi ia kuatir dirinya tentu
akan ketahuan oleh keadaan orang yang tengah bertempur itu.
Tetapi tak ada lain jalan. Setelah menimbang sejenak, ia memutuskan untuk mencoba
menempuh bahaya. Ia membuka kain sabuk Ting Ling lalu mengikat tubuh nona itu pada punggungnya.
Dengan memanggul nona itu maka ia segera berjalan merapat pada dinding.
Sejak menyelinapkan pandang mata kemuka, dilihatnya kedua orang yang sedang bertempur
itu amat seru sekali. Kekuatan dan kesaktiannya tampaknya berimbang Karena tengah mencurahkan perhatian dan
semangat untuk menghadapi lawan, maka kedua orang itu tak memperhatikan Han Ping yang
melintasi tempat mereka. Bergegas-gegas Han Ping lari menuju ketempat perahu lalu meletakkan tubuh Ting Ling dan
membuka jalan darahnya yang tertutuk.
"Aih". engkau siapa?" sesaat kemudian nona itu membuka mata dan menghela napas panjang.
"Aku Han Ping"."
"Ih".tiba-tiba Ting Ling .merintih dan terus susupkan kepala kedada Han Ping," dalam
beberapa hari ini mereka telah menyiksa diriku."
"Siapa?" tanya Han Ping.
"Nyo Bun giau dan Ih Thian heng,"
"Bilakah mereka masuk kedalam makam ini?"
"Lebih kurang empat jam yang lalu."
"Apakah mereka pernah terkurung dalam genangan air?" tanya Han Ping pula.
Ting Ling gelengkan kepala, "Kudengar suara air mengalir yang bergemuruh keras sekali."
"Kalau begitu, tak sedikit orang-orang persilatan yang sudah masuk kedalam makam ini?" kata
Han Ping pula. "Selain memilih delapan jago sakti untuk masuk kedalam makam ini, pun Ih Thian heng telah
memerintahkan jago2 silat yang berilmu tinggi untuk menjaga. Dan mereka sama membuat
senjata rahasia yang beracun.
Sungguh berbahaya sekali keadaan terowongan2 dalam makam itu".
"Selain Ih Thian-heng dan anak buahnya, masih terdapat pula Nyo Bun-giau, Ca Cu-jing dan
puteranya," kata Ting Ling pula.
Tiba-tiba terdengar sebuah seruan keras, "Hai, tak perlu berkelahi. Budak perempuan itu sudah
digondol pergi oleh si Tua Beracun. Hm, kita yang ngotot. lain orang yang memetik hasilnya."
"Hm, siapa suruh engkau perintah orangmu menyerang?" sahut sebuah suara lain.
Suara nyaring tadi melantang pula, "Tua Beracun, orang lain takut kepadamu karena engkau
beracun. Tetapi aku tidak takut. Hayo keluarlah kalau engkau hendak mencoba rasanya kepalan
tanganku!" Han Ping bertanya kepada Kim loji, siapakah kedua orang yang tantang menantang itu.
"Kalau melihat orangnya baru tahu. Hanya mendengar nada suaranya saja, masih belum jelas,"
kata Kim loji. "Walaupun dibawah kekuasaan mereka tetapi aku masih sempat untuk memperhatikan gerak


Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gerik mereka." kata Ting Ling,"
menurut pengamatanku. masuknya Ih Thian-heng kedalam makam ini hanya sebagai
pengaburan saja. Dia bukan sungguh-sungguh hendak mencari harta karun tetapi sebenarnya hendak membasmi
seluruh kaum persilatan. Nyo Bun giau dan Ca Cu-jing ,tokoh-tokoh yang sakti itu, kini sudah didalam cengkeramannya,"
Ia berhenti sejenak menghela napas pelahan, lanjutnya pula, "Makam tua yang sunyi ini, tentu
akan mengalami pertumpahan darah yang hebat.
Entah nanti akan jatuh berapa banyak kaum persilatan yang menjadi korban,"
"Dalam pertempuran ini, menang dan kalah masih belum ketahuan mengapa Ih Thian-heng
begitu yakin akan menang?" kata Han Ping.
"Ih Thian heng seorang yang licik dan licin serta cermat sekali. Pada setiap pos penjagaan
dalam terowongan ini, dia selalu menaruh seorang anak buahnya. Dalam Keadaan perlu. setiap
kali ia dapat menggerakkan alat-alat rahasia dalam makam ini dan anak buahnya. Andaikata dia
menghendaki, dia dapat membuat makam itu runtuh dan menimpah orang-orang persilatan yang
berada didalamnya." Berkata Han Ping dengan hambar, "Nama dan Keuntungan, benar-benar
penyebab dan segala Kejahatan.
Walaupun sudah tahu bahwa makam ini penuh dengan alat pekakas yang berbahaya
tetapikarena terdapat harta karun serta pusaka Tenggoret Kumala dan Kupu2 Emas, mereka tak
tetap berani menempuh masuk kemari"."
Tiba-tiba kata-katanya itu terputus ,oleh suara jeritan yang ngeri.
Dering senjata beradupun makin lama makin teedengar dekat. Ting Ling melihat pada
terowongan yang gelap itu, tiada henti-hentinya berkiblat sinar senjata yang makin lama makin
menghampiri ketempatnya. Cepat nona itu dapat menduga bahwa kedua orang yang bertempur tadi, sudah mulai
menampakkan hasil siapa yang kalah dan menang.
Yang kalah didesak mundur kebelakang.
"Celaka, kalau kita tak lekas-lekas tinggalkan tempat ini, kita tentu akan terlibat dengan
mereka," seru Ting Ling.
Orangtua alis panjang yang sejak tadi tak bicara, saat itu tiba-tiba membuka mulut, "Lihatlah,
kera bulu emas sudah bangun, lekas engkau coba memberi perintah apakah bisa atau tidak?"
Memandang kemuka, memang Han Ping melihat kera bulu emas itu tengah berbangkit pelahanlahan.
Walanpun jarak cukup jauh tampak juga betapa menyeramkan wajah kera itu Matanya melotot,
giginya merentang keluar dan sikapnya beringas sekali.
"Uh, ngeri sekali kera itu," kata Ting Ling seraya beringsut mundur.
Diantara keempat orang itu, Han Pinglah yang paling tajam pendengarannya. Diantara dering
senjata beradu, ia masih dapat menangkap derap kaki orang berjalan pelahan sekali.
Begitu mendengar ucapan orangtua alis panjang jtu, cepat ia bercuit-cuit seperti yang diajarkan
orangtua alis panjang itu.
Yalah cara untuk memberi perintah kepada kera bulu emas.
Kera itu tiba-tiba melonjak dan secepat kilat terus melesat kemuka.
"Hai, binatang keparat!" tiba-tiba terdengar suara orang memaki marah dan menyusul terasa
suatu goncangan keras. Kuatir kalau kera bulu emas itu terluka, Han Ping cepat loncat menghampiri.
Semula karena terowongan amat gelap, Han Ping tak dapat melihat apa yang telah terjadi.
Tetapi setelah kerahkan tenaga murni dan semangatnya, barulah ia dapat melihat jelas.
Ternyata kera bulu emas itu tengah mengayun ajunkan kedua tangannya menyerang kemuka.
Lawannya, entah siapa, tak henti-hertinya lepaskan pukulan dahsyat namun tetap tak dapat
menahan serangan kera dan terpaksa harus mundur.
Karena pertempuran itu berlangsung amat seru, dan tempatnya gelap, Han Ping tak dapat
melihat jelas siapa lawan dari kera itu.
Hanya samar-samar ia dapat melihat potongan tubuh orang itu tinggi besar seperti orangtua
berjenggot panjang tadi. "Ih, orangtua itu hebat sekali pukulannya tetapi mengapa tetap terdesak oleh serangan kera?"
diam-diam Han Ping terkejut dalam hati.
Tiba-tiba ia dikejutkan mendengar suara pamannya Kim Ioji, "Kalau benar, lalu bagaimana. .
Tanpa merghiraukan bagaimana kesudahan bertempuran antara kera dan orang tinggi besar
itu. lalu buru-buru lari kembali kebelakang.
Dilihatnya pada ujung perahu, tegak seorang lelaki dalam pakaian jubah panjang, mencekal
sebatang pedang yang ujungnya menjulai ketanah. Dia bukan lain adalah Nyo Bun-giau. pemimpin
marga Nyo yang sakti. "Siapapun orangnya apabila telah kudengar suaranya, jangan harap dapat menghampiri
ketempatku," seru orang itu dengan tertawa dingin.
Secepat kilat ia menyulut korek lalu dilemparkan kemuka. Dari cahaya korek itu, dapatlah Han
Ping melihat bahwa dibelakang Nyo Bun-gau itu terkapar sesosok mayat. Ingat lupa, rasanya ia
pernah kenal orang itu tetapi entah dimana".
Pun karena penerangan korek itu dapatlah Nyo Bun giau melihat Ting Ling, serunya, "Hai,
budak setan, kutahu engkau memang tak mungkin lolos dari sini Ternyata engkau berada disini."
Dan alihkan pandang mata, iapun melihat Han Ping tegak berdiri dengan mata berapi-api
memancarkan kemarahan. Diam-diam ia terkejut dan tercekat dalam hati. Wajahnya yang berseri seketika berobah seperti
kedua menyengir. Han Ping mencabut pedang Pemutus-asmara, berseru, "Nyo Bun-giau!"
Melihat musuh lama muncul, mau tak mau Nyo Bun-giau seperti kehilangan kegarangannya.
Tetapi cepat-cepat ia menenangkan hatinya dan tertawa dingin. serunya, "Hm, berani benar
engkau bicara begitu tak tahu adat kepadaku!"
Han Ping loncat maju kehadapan Nyo Bun-giau tertawa mengejek, "Dimana Ih Thian-heng saat
ini?" "Nyo Bun-giau menyurut mundur, serunya, "Ih Thian-heng" Dia berada dibagian tengah makam
ini." "Berhenti! Bawalah aku kepadanya"." kata Han Ping seraya berkisar maju mendekati.
Nyo Bun-giau mencongkelkan pedangnya kearah sesosok mayat dan mayat itu segera
melayang ketempat Han Ping. Tetapi dengan tangan kiri Han Ping menyambuti dan letakkan
mayat itu ditanah. Tiba-tiba terdengar Ting Ling berseru keras2, "Ji siangkong. harap lekas mundur kemari.
"Kalian tunggu disitu, jangan pergi kemana-mana," sahut Han Ping lalu melesat maju mengejar.
"Dia hendak mencari Ih Thian-heng, hayo kita mengikutinya!" seru Kim Ioji.
"Kalau kita sungguh-sungguh hendak mencari Ih Thian-heng jangan harap kita dapat
hidup".Ting Ling membantah, "dia tak mau mendengar kata-kataku, lekas panggil dia kembali
kesini." Tetapi ternyata Han Ping sudah tak tampak Dan dari kejauhan, terdengar suara kera bulu emas
itu meraung raung keras. Rupanya dia bertemu musuh tangguh dan dihalau mundur.
Rupanya orangtua alis panjang menyadari hal itu. Serentak ia berbangkit, serunya, "Hm,
rupalnya kera itu bertemu musuh sakti dan dikuatirkan akan mundur kemari."
"Aku sudah menderita luka parah, tiada daya untuk melawan mereka lagi," kata Ting Ling.
"Mati dan bidup sudah ada garisnya. Aku orang she Kim ini sudah banyak kali menghadapi
bahaya maut didunia persilatan, tetapi sampai saat ini tetap masih hidup. Apabila memang sudah
garis hidupku harus mati dimakam ini, aku pun paserah saja.
Tak peduli siapa musuh yang akan datang itu tetapi kita tak dapat berpeluk tangan mengawasi
saja," kata Kim loji dengan garang.
"Baiklah, locianpwe," kata Ting Ling," karena aku menderita luka nanti aku akan bersembunyi
dibelakang lo cianpwe. Dengan meminjam kegelapan tempat ini apabila memperoleh kesempatan akan kutabur musuh
dengan bubuk Bi-hun-yok. Mungkin kita dapat mengatasinya "
"Hai, benar," seru Kim loji girang, "hampir aku lupa akan obat Bi-hun-yok yang termasyhur dari
lembah Raja-setan!" Terdengar raung dahsyat. Rupanya kera bulu emas itu telah menderita pukulan dahsyat.
Karena tahu kalau orangtua alis panjang itu tak mengerti ilmusilat maka Kim loji cepat minta
kepadanya supaya masuk kedalam perahu. Dia dan nona Ting Ling yang akan menghadapi musuh.
Sejenak berdiam diri, orangtua alis panjang itu mengiakan, "Baik, kalau kalian tak mampu
menghadapi, lekas kalian pancing musuh itu ke samping perahu. nanti aku yang
membereskannya." Kim loji setuju. Ia memadamkan api korek yang masih menyala lalu mengambil golok dari
belakang perahu. Tiba-tiba raung kerapun sirap.
Ting Ling mengambil sebuah botol kumala lalu bersiap-siap melekatkan diri pada dinding Sambil
menghampiri, Kim loji menghela napas, "Sejak aku ditipu masuk kedalam makam ini oleh Nyo
Bun-giau dan sebelah lenganku ditabasnya, sampai sekarang belum pernah bertempur lagi Entah
apakah aku masih dapat memainkan golok ini."
"Jangan kuatir," Ting Ling menghiburnya, "asal locianpwe mampu menahan musuh sampai dua
jurus saja, aku tentu sudah dapat menaburnya dengan bubuk Bi-hun-yok."
"Tempat kita ini gelap sekali tetapi malah, menguntungkan kita," kata Ting Ling pula.
tetapi tiba-tiba napasnya terengah-engah sehingga tak dapat melanjutkan bicara, "Nak,
bagaimana keadaanmu?" Kim Ioji kasihan juga. Walaupun ia tak mempunyai kesan baik terhadap
kedua gadis puteri lembah Raja-setan. Tetapi pada saat dan tempat seperti saat itu, mereka sudah
merupakan kawan seperjuangan, bahu membahu menghadapi musuh.
Ting Ling menghampiri, katanya, "Mereka telah melukai aku parah sekali. Asal banyak bicara,
luka itu terasa sakit sekali"."
Kembali ia terengah-engah, "Botol ini berisi obat penawar. Asal engkau lumurkan pada hidung,
tentu tak takut pada bubuk Bi-hun-yok."
Sambil menyambuti, Kim loji menghela napas, "Dunia persilatan menyatakan kalian berdua
puteri lembah Raja-setan ini ganas, tetapi apa yang kulihat saat ini, ternyata tidak benar.
"Saat ini kita menghadapi musuh dan bahaya bersama, masakan aku berani mencelakai
engkau," jawab Ting Ling.
Saat itu tampak sesosok bayangan hitam, beringsut2 mundur kearah tempat mereka. Ting Ling
bersembunyi dibelakang Kim loji, serunya, "Harap lo-cianpwe bersikap yang garang."
Kim loji menamburkan obat pada hidungnya lalu tegak berdiri lintangkan golok. Sosokc hitam
itupun cepat mundur kesamping mereka. Ternyata memang kera bulu emas. Binatang itu sudah
kepayahan, kedua tangannya ditutupkan ke dada.
Dan yang mendesaknya mundur, seorang tua jenggot panjang dan bertubuh tinggi besar.
Rupanya dia juga payah. "Berhenti!" bentak Kim loji seraya tabaskan golok.
Orang tua tinggi besar itu terkejut. Tetapi ia masih sempat tamparkan tangan kiri untuk
menahan golok Kim loji. Baru ia hendak membuka mulut, dari belakang Kim loji tiba-tiba menjulur sebuah tangan putih.
Orang tua tinggi besar itu tertegun dan saat itu Ting Lingpun lepaskan bubuk Bi-hun-yok.
Bluk, rubuhlah orangtua tinggi besar itu. Dan Kim lojipun terus ayunkan golok hendak
menabasnya. "Jangan, lo cianpwe, jangan melukainya," cegah Ting Ling. Lalu menyiak tangan Kim loji
sekuat-kuatnya. Huak, walaupun dapat menyiak tangan Kim loji, tetapi luka dalam tubuhnya menumpahkan
darah. Habis muntah darah, nona itupun duduk ditanah. Sambil mendekap dada, nona itu masih
paksakan diri berseru, "Jangan melukainya."
"Nak, lekas salurkan pernapasanmu, jangan bicara dulu, "Kim loji maju menghampiri.
"Hai, rupanya berat juga lukamu. Biar kuperiksanya," tiba-tiba orangtua alis panjang keluar dari
perahu dan tanpa menunggu lagi, ia terus mencekal tangan sinoua dan memeriksa denyutan
pergelangan tangannya. Suasanapun hening Kera bulu emas itupun amat letih dan rebah ditanah.
Beberapa saat kemudian kedengaran orangtua alis panjang itu berkata, "Nak, lukamu berat
sekali. Sayang obat yang kubawa ini mengandung racun keras. Apakah engkau suka minum?"
Kata Ting Ling, "Aku masih ingin hidup untuk beberapa hari lagi. Segala derita kesakitan aku
tak takut." Orangtua alis panjang tertawa, "Bagus, berapa lamakah engkau ingin hidup".
Kim loji cepat memberi peringatan agar orangtua alis panjang itu jangan tertawa keras2, agar
jangan diketahui musuh. "Aku ingin hidup 10 hari lagi".," jawab Ting Ling.
"Hai, itu mudah sekali," sahut orangtua alis panjang seraya mengeluarkan beberapa butir pil,
"simpan dan makanlah sendiri. Kalau engkau dapat menghabiskannya, kita akan tambah anggauta
seorang lagi." "Hai, apakah engkau hendak menciptakan seorang manusia beracun lagi?" tegur Kim loji.
"Kalau sejak dulu aku sudah keluar kedunia persilatan, tentu sudah banyak manusia2
beracunnya," kata orangtua alis panjang.
"Ho, engkau hendak mendirikan partai Manusia Beracun?" seru Kim loji pula.
"Sayang, waktunya sudah tak mengijinkan, sudah terlambat," sahut orang tua itu.
Sambil menjemput sebutir pil, Ting Ling bertanya kepada Kim Loji apakah pil itu benar-benar
dapat menyembuhkan?"
"Memang dapat menyembuhkan, tetapi obat seperti candu. Sekali minum, racun tentu akan
masuk kedalam tubuh kita,"
menerangkan Kim loji. Tetapi rupanya nona itu tak menghiraukan. Obat apapun yang penting dapat menyembuhkan
dan menambah hidupnya sampai beberapa waktu. Dan Kim lojipun menyadari bahwa luka nona
Ting itu sudah sedemikian rupa.
Ia tak mau mencegahnya lagi.
Kim Loji berbangkit lalu membopong orangtua alis panjang dibawa ketempat Ting Ling.
Tiba-tiba orang yang pingsan tadi tersadar bangun. Ia kuatir dan cepat-cepat melekatkan
pedang keleher orang itu.
Setelah memberi obat, orangtua alis panjang itu menunggu dengan sabar akan perobahan luka
si nona. Sepeminum teh lamanya nona itu tersadar dan tertawa kepada orangtua alis panjang, "Ih,
obatmu manjur sekali, sekarang aku merasa sudah banyak sembuh."
"Kalau benar begitu, kurasa dalam dunia dewasa ini dapatlah aku menganggap diriku sebagai
Dewa Racun". ."
orangtua alis panjang itu menghela napas dan berkata kepada Kim loji", kurasa dalam dunia iui
masih terdapat seorang yang mampu menandingi kepandaianku."
"Siapa?" tanya Kim loji.
Orangtua alis panjang gelengkan kepala, "Entahlah. Rasanya dia seorang wanita"."
"Kalau dia seorang perempuan, jelas tentulah budak perempuan dari perguruan Lam-hay-bun
itu".," Ting Ling menyelutuk.
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara orang tertawa, "Ih, dibelakang orang berani
mengatakan kejelekannya, apakah tak kuatir dipotong lidahnya?"
Nadanya jelas dari seorang wanita. "Siapa?" Ting Ling terperanjat dan cepat memandang
kemuka dan pasang telinga.
Tetapi tak terdengar suatu penyahutan apa, Rupanya orang itu sudah pergi.
"Huh, makam ini benar-benar seperti gedung setan". ," kata orangtua alis panjang.
"Ya, memang makam ini dibangun dengan rencana yang hebat, penuh dengan jalan lorong dan
kamar2 yang serba pelik!?" kata Kim loji.
"Apakah engkau tak melukainya?" tanya Ting Ling kemudian kepada orangtua alis panjang.
"Tidak," sahutnya, "tetapi apa keperluanmu menahannya disini?"
"Dia berkepandaian tinggi, sayang kalau dibunuh"." jawab Ting Ling.
"Ho, kalau begitu tunggu saja setelah dapat bangun, kita yang akan dibunuhnya," seru Kim loji.
"Harap lo cianpwe jangan salah mengerti. Bukan kita suruh dia membunuh kita tetapi kita
dapat menggunakan tenaganya untuk melindungi kita," Ting Ling memberi penjelasan.
"Ah, nungkin tak semudah itu," gerutu Kim loji.
"Tetapi aku mempunyai siasat yang bagus supaya dia mau taat kepada kita," kata Ting Ling
seraya berbangkit dan menghampiri ketempat orangtua jenggot panjang dan lalu berjongkok
disampingnya. Kim lojipun menarik kembali pedangnya dan suruh Ting Ling segera memberi orang itu obat
supaya dia dapat ditundukkan. Setelah itu baru diberi obat penawar. Kalau tunggu sampai orang
itu terjaga, tentu sukar dan berbahaya.
"Harap lo cianpwe jangan kuatir," kata Ting Ling lalu tiba-tiba menutuk kedua bahu dan kedua
lutut orang itu. Setelah itu baru ia mengeluarkan obat penawar, dilumurkan kehidung orang itu.
Terdengar orang itu menguak lalu membuka mata dan memandang Ting Ling, Kim Loji.
Serentak iapun menggeliat duduk. Tetapi karena kaki dan tangannya sudah tertutuk maka kecuali
tubuh, ia tak dapat bergerak lagi. Bahkan ketika ia mengangkat tangan kanannya, serentak terus
melentuk lunglai lagi. "Kalau engkau hendak mencoba menyalurkan tenaga dalam untuk membuka jalan-darahmu
yang tertutuk, berarti engkau mencari sakit sendiri," kata Ting Ling memberi peringatan.
Orang tua jenggot panjang itu diam saja. Walaupun dalam pertempuran maut, ia tetap bersikap
tenang. Ting Ling menyambar golok dan berseru dingin, "Sekarang engkau boleh pilih satu diantara dua
jalan." Dengus orangtua jenggot panjang itu, "Beruang yang jatuh kedalam air tentu akan dibuat
permainan, macan yang tiba disungai datar tentu akan dihina kawanan anjing".
Cret! Ting Ling ayunkan pedang dan jenggot orangtua yang menjulai kedada itupun kutung dan
berhamburan ke tanah".
"Tak peduli dengan kata-kata apa engkau hendak memaki aku tetapi yang jelas saat ini engkau
sudah berada dalam kekuasaanku. Sekali tangan kuayun, kepandaianmu setiap saat dapat
menggelinding!" seru Ting Ling.
Orangtua jenggot panjang itu tertegun, "Kedua jalan yang engkau suruh aku pilih itu, coba
katakan dulu baru aku dapat menjawab."
"Sederhana sekali," kata Ting Ling, "pertama, engkau meluluskan untuk menerima setiap
perintahku, tak boleh menghianati. Sampai nanti keluar dari makam ini baru kubuka lagi
jalandarahmu. Dan kubebaskan engkau. Jalan kedua, engkau menolak permintaauku dan kutabas
kepalamu." "Ho, engkau anggap aku ini orang apa" Apakan aku sudi tunduk pada perintahmu!" orang tua
itu marah, Ting Ling tertawa mengejek, "Kalau begitu, engkau memilih jalam kematian!" Nona itu


Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perlahan2 mengangkat golok," sebagai hukuman di-muka, sekarang hendak kutabas sebelah
kakimu kanan." Habis berkata ia terus ayunkan golok.
"Tunggu!" seru orangtua itu gopoh.
Ting Lingpun hentikan golok dan tertawa, "Apakah engkau masih ingin hidup" Hm, dapat keras
bisa lunak, barulah seorang gagah sejati. Apalagi setelah keluar dari makam ini engkau tentu
masih dapat menebus hinaan yang engkau derita saat ini. Kalau sekarang kutabas kepalamu,
selama-lamanya engkau tentu tak dapat membalas dendam.
"Kelak apabila dapat keluar dari makam ini tentu akan kujadikan engkau budakku, baru aku
puas." kata orangtua jengot panjang itu.
"Hm, kalau begitu berani sikarang engkai dapat menyetujui, bukan?"
Orangtua jenggot panjang itu mengangguk "Ya, anggaplah saja aku sudati menerima syarat
mu! Tiba-tiba Kim Loji berseru memberi peringatan "Nak, didunia persilatan sukar untuk menanam
kepercayaan pada orang. Bagaimana begitu engkau lepaskan dia terus ingkar janji?"
"Seorang lelaki berani berkata tentu aka pegang janji. Kurasa setelah setuju, lo cianpwe itu
tentu takkan menyesai dan ingkar," kata Ting Ling.
"Engkau percaya tetapi aku tidak"."gumam Kim Loji.
Ting Ling tak mau berbantah. Ia menampar jalandarah orangtua yang tertutuk lalu
mengurutnya, Melihat itu Kim Loji benar-benar gelisah. Cepat ia menyambar golok yang berada
pada Ting Ling lalu ditujukan pada orangtua jenggot panjang itu dalam sikap setiap saat akan
dibacokkan. Ting Ling mengeluarkan sebutir pil dan menghela napas, ujarnya., "Lo cianpwe, walaupun aku
percaya kepadamu tetapi sukar untuk mendapat kepercayaan dari pamanku ini, harap
maklumlah." Sambil memandang kearah golok Kim Loji, orangtua jenggot panjang itu berkata pelahan,
"Engkau menghendaki bagaimana agar engkau percaya?"
"Asal engkau mau menelan pil ini, tentu sudah cukup mendapat kepercayaan kami."
Sambil masih memandang pada golok ditangan Kim Loji, orangtua jenggot panjang itu
menggumam seorang diri, "Aku seorang ksatrya besar, mana harus mati secara tak wajar
begini".?" "Ilmu kesaktian lo-cianpwe memang layak sejajar dengan tokoh persilatan kelas satu.
Kalau binasa secara begini tak diketahui, mamang harus disayangkan sekali," kata Ting Ling.
Berpaling kepada nona itu, orangtua jenggot panjang bertanya, "Obat apakah pil itu"
Katakan dulu baru aku nanti mempertimbangkan mau minum atau tidak."
Ting ling tertawa, "Pil ini disebut Pekpoh-toan-jong-san seratus langkah menghancurkan usus.
Terbuat dari ramuan lima macam racun. Setelah minum, apabila berjalan seratus langkah,
racun tentu akan bekerja dan usus dalam tubuh akan putus semua"."
Ia mengacungkan pil lalu tertawa, "Benar, memang aku membawa obat penawarnya, Setelah
minum obat racun engkau harus cepat minum obat penawarnya. Dalam waktu satu jam, racun itu
takkan bekerja " Rupanya orangtua jenggot panjang itu amat sayang pada jiwanya, ia bertanya, "Hanya satu
jam saja?" "Akan kuberimu sebutir pil lagi"." cepat Ting Ling menyusulketerangan.
"Dengan begitu aku harus terus menerus minum obat penawar. Tetapi bukankah pil penawar
itu. bakal habis juga?"
"Jangan kuatir,"setelah makan dua belas biji pil penawar, racun itu akan lenyap semua," kata
Ting Ling, seraya mengeluarkan botol kumala menuangkan duabelas butir pil warna putih Sedang
sisanya dihancurkan dan dibuang ketanah.
"Sekarang aku hanya tinggal mempunyai dua belas butir pil saja. Asal sebutir pil penawar ini
kuhancurkan, jangan harap enkau dapat hidup ?".|
Orangtua jenggot panjang itu kerutkan dahi!
"Apakah maksudmu melakukan tindakan semacam itu kepada diriku?"
"Sederhana sekali, sahut Ting Ling, "asal engkau mengandung maksud hendak menghianati,
tentu segera kuhancurkan sebutir pil penawar itu. Mungkin engkau akan membunuh aku tetapi
engkau sendiripun jangan harap dapat hidup. Dengan begitu kita akan sama-sama mati."
"Hm, cara yang bagus juga," kata orangtua jenggot panjang.
"Saat ini engkau sudah berada dalam keadaan mati. Hanya itulah satu-satunya jalan hidup.
Kini meluluskan atau tidak, tergantung padamu sendiri,"
Orangtua jenggot panjang menghela napas, "Dengan jiwa mempertaruhkan kepercayaanmu,
bukankah aku yang menderita kerugian "
Ting Ling tertawa, "SIlahkan engkau mencari daya untuk membatasi jiwanya supaya dapat
hidup duabelas jam saja. Nanti pada aku menyerahkan pil penawar yang terakhir, engkau harus membebaskan ancaman
mau yang engkau lakukan pada diriku."
Mengerling kearah Kim Loji, orangtua jenggot panjang itu bertanya, "Apakah dia juga masuk
hitungan?" Ting Ling kerutkan alis, "Ini, ini"."
"Ho, tak sangka kalau engkau juga menginginkan jiwaku sioraog she Kim ," seru Kim Loji.
"Benar, kalau satu tukar satu, memang aku merasa rugi sekali," sahut orangtua jenggot
panjang. "Baiklah, sekarang coba engkau katakan bagaimana caramu hendak membatasi jiwa kami
berdua hanya dapat hidup duabelas jam itu!" seru Kim Loji.
"Akan kututuk tubuh kalian dengan ilmu tutukan perguruanku yang istimewa," kata orangtua
jenggot panjang," dalam duabelas jam apabila tak kutolong, pekakas dalam tubuhmu tentu akan hancur
berantakan. Kim Loji memandang Ting Ling, serunya, "Nak, jangan menerimanya."
"Menurut hematku, tak ada harapan lagi kita dapat keluar dari makam ini.
Maka kalau kita menerima berarti mungkin kita dapat memberi bantuan kepadanya."
"Apakah yang engkau maksudkan kepadanya itu anak Han Ping?" Kim Loji menegas.
"Benar, benar," sahut Ting Ling, "siapa lagi kalau bukan dia?"
"Oh, bagus," Kim Loji tertawa, "asal dapat memberi bantuan kepada auak, itu matipun kita
rela!" Ting Ling lalu menjemput pil beracun dengan kedua jari tangannya, "Lo cianpwe, perjanjian
sudah kita setujui, sekarang silahkau engkau minum pil ini!"
Ternyata orangtua jenggot panjang itu tak banyak omong lagi terus membuka mulut menerima
pil yang disusupkan jari si nona.
Setelah itu Ting Ling lalu menutuk buka jalandarah orang tua jenggot panjang yang tertutuk
tadi. Tiba-tiba orangtua jenggot panjang itu melonjak bangun terus mencekal siku lengan kanan
Ting Ling. Tetapi Ting Ling cepat gerakkan tangan kiri menyerahkan sebutir pil kepada Kim Loji, "Paman,
peganglah baik2. Kalau dia membunuh aku, cepat hancurkan pil itu."
Kim Loji terpisah jauh dari tempat orangtua jenggot panjang itu. Tak mungkin diraihnya.
Maka orangtua jenggot panjang itupun tak dapat berbuat apa-apa kecuali banting2 kakinya
ketanah. Secepat pula Ting Lingpun mengangkat tangan kirinya lagi dan berseru, "Sudah, jangan coba
mempunyai pikiran untuk menghianati janji, lekas engkau telah pil penawar ini. Apabila terlambat,
racun dalam tubuhmu tentu akan bekerja "
Orangtua jenggot panjang itu terpaksa menyambuti lalu berseru dingin, "Lekas engkau putar
tubuh aku segera akan menutuk kelima uratnadimu."
Sambil berputar tubuh. Ting Ling tertawa, "Aku masih menyimpan sepuluh butir pil dan
pamanku itu sebutir. Apabila engkau tak dapat membunuh kami dengan serempak, jangan harap engkaupun jangan
harap hidup, " "Hm, jangankan kalian berdua sekalipun sepuluh orangpun tetap tak sembabat ditukar dengan
jiwaku," dengus orangtua jengot panjang itu, seraya mulai menutuk jalandarah tubuh nona itu. Setiap
kali menerima tutukan, Ting Ling tentu merasa tubuhnya gemetar. Dan setelah ditutuk beberapa
tempat, ia rasakan dirinya sakit sekali hampir tak kuat ia menderitanya.
Setelah selesai, orangtua jenggot panjang itu lalu menghampiri Kim Loji.
"Hai, setelah tubuhku merjadi mati separo begini, bagaimana aku masih dapat bergerak?" tanya
Ting l ing. "Sebentar lagi, rasa sakit itu tentu akan hilang dan dalam duabelas jam kemudian, engkaupun
sudah dapat bergerak dengan leluasa lagi," sahut orangtua jengot panjang.
Kim Loji segera berputar diri, siap roenerima tutukan siorangtua jenggot panjang. Tetapi
rupanya orangtua itu masih meragu.
Tiba-tiba ia melangkah dua tindak dan menyambar tangan orangtua alis panjang.
"Lepaskan!" cepat Ting Ling berteriak, "dalan perjanjian dia tak termasuk. Apabila engkau
berani mengganggunya, pil penawar tentu akan ku hancurkan semua, agar engkau jangan hidup!"
Walaupun sudah tua tetapi rupanya orangtu jenggot panjang itu masih amat sayang kepada
jiwanya. Mendengar peringatan Ting Ling, iapun hentikan gerakannya.
Orangtua alis panjang saat itu tengah mengobati kera bulu emas yang terluka.
Sama sekali ia tak menyadari akan ancaman orangtua jenggot panjang tadi.
Sambil menyalurkan tenaga dalam, Ting Ling pun menelan lagi dua butir pil racun.
Dan ternyata semangatnyapun bertambah baik sekali. Katanya sesaat kemudian, "Kalau terus
menerus berada disini kurang baik. Lebih baik kita lanjutkan perjalanan lagi."
Nona itu meminta orangtua jenggot panjang untuk menunjukkan jalan. walaupuu nona itu
paling muda usianya tetapi dia memang cerdas sekali. Selama dalam pembicaaan makin
menonjollah sifat2 kepemimpinannya.
Demikian mereka segera berjalan lagi. Kurang lebih sepuluh tombak, mereka belum bertemu
dengan simpang jalan. Sedang orangtua jenggot panjang itu makin lama makin pesat jalannya.
"Berhenti!" tiba-tiba Ting Ling membentak." jangan lanjutkan perjalanan lagi."
Orangtua jenggot panjang berpaling, tertawa dingin, "Mengapa?"
"Terowongan ini merupakan jalan saluran air, melintasi terowongan ini tentu kita akan berada
diluar makam." Orangtua jenggot panjang itu tertawa keras.
"Hm, karena mendongkol menerima perintahmu, maka aku berjalan asal berjalan saja, tak
peduli melintasi jalanan air atau kering!" sahutnya.
Ting Lingpun balas mendengus, "Hm, apapun yang akan terjadi, tetapi aku sudah berbulat
tekad untuk mati disini"."
"O, rupanya engkau mempunyai kesadaran yang tinggi," seru orangtua jenggot panjang itu.
"Dalam duabelas jam, sebaiknya janganlah engkau mempunyai hati yang jahat.
Setelah dua belas jam dan makan obat penawar, barulah boleh engkau mengandung pikiran
jahat lagi." Ting Ling memberi peringatan.
Orangtua jenggot panjang membuka mulut tetapi tak jadi bicara.
Ting Ling suruh dia mengetuk dinding karang untuk mencari tahu apakah disebelah dinding itu
terdapat ruangannya. Dan orangtua jenggot panjang itupun menurut Tung". terdengar bunyi mendengung, ketika
tangannya memukul dinding.
"Ditilik dari kumandang suaranya, disebelah dinding ini tentu terdapat terowongan atau ruang
kosong. Usahakanlah supaya dapat membobol dinding itu!" kata Ting Ling pula.
Orangtua jenggot panjang kali ini marah, "Dinding karang begini keras, bagaimana dapat
kubobolkan dengan pukulan tangan kosong?"
"Hm, itu urusanmu,"Ting Ling mendengus pula.
Aku hanya hidup sampai duabelas jam saja. Lebih lekas mati dari duabelas jam, bukan apa-apa
bagiku." Tiba-tiba orangtua jenggot panjang itu mundur dua langkah dan mengeluarKan sebuah palu
besi. Serunya dengan nada dingin, "Hm, untung engkau bertemu dengan seorang tua yang teliti
seperti aku. Kalau tidak, jangan harap engkau mampu mendapatkan lubang pada dinding karang ini."
Sebenarnya Ting Ling tak tahu kalau orangtua jenggot panjang itu membekal senjata.
Tetapi karena melihat orangtua itu memiliki tenaga pukulan yang hebat, maka ia menekannya
supaya mengeluarkan senjatanya.
Tertawalah nona itu kegirangan, "Bagus, lo cianpwe benar-benar orang yang cerdas sekali!
Sebelumnya sudah mempersiapkan alat-alat yang penting!"
Bum". orangtua jenggot panjang itupun mulai menghantam. Segumpal karangpun
berhamburan ketanah. "Ya, sebagai ganti untuk menumpahkan kemengkalan hatiku karena engkau berani memberi
perintah kepadaku," gumam orangtua jenggot panjang.
Sepandai-pandai tupai metompat, sesekali akan terpeleset juga. Soal itu memang lumrah
terjadi, harap jangan dipikirkan," kata Ting Ling, menghiburnya.
Rupanya gembira juga orangtua itu mendengar kata-kata Ting Ling, Tak henti-hentinya ia
menghantam menghantam dinding terowongan itu.
Tak berapa lama, terbukalah sebuah lubang seluas setengah meter. Secercah sinar terang,
berhamburan memancar dari ruang sebelah.
Ting Ling cepat menghampiri dan melongok. "Ih, bangunan makam ini memang istimewa
sekali," tiba-tiba ia hentikan kata-katanya, terus menyusup kedalam lubang.
Melihat itu Kim Loji terus cepat-cepat menyusul tetapi baru tiba di mulut lubang, pingangnya
sudah dicengkeram orangtua jenggot panjang, "Hm, kalau sayang jiwamu, lekas berikan obat
penawar itu kepadaku!" serunya pelahan.
Kim Loji batuk-batuk, sahutnya, "Asal aku menjerit, nona itu tentu segera meremas haucur
persediaan pil penawar yang ada padanya.
Engkau memang sakti tetapi tak mungkin engkau dapat merampas persediaan pil penawar itu
dalam waktu sekejab mata."
Orangtua jenggot panjang mendengus dan lepaskan cengkeramannya.
Kim lojipun menyisih kesamping dan mempersilahkan orangtua itu masuk dulu.
Dengan geram ia memandang Kim Loji, hantamkan palunya sekali lagi pada dinding, kemudian
baru menyusup masuk. Kiranya karena tubuhnya yang tinggi besar, ia perlu harus membesarkan lubang itu baru dapat
masuk. Kim loji dan orangtua alis panjang serta kera bulu emaspun segera menyusul mereka.
Ternyata ruang disebelah merupakan sebuah kamar rahasia yang amat luas. Cukup dibangun
menjadi lima buah kamar. Empat keliling dindingnva, terdapat empat buah mutiara sebesar buah klengkeng yang
memancarkan sinar kemilau.
Pada puncak ruangan, digantung sebuah lampu lentera kaca. Lampu kaca itu tetap menyala
sehingga keempat mutiara itupun memantulkan sinarnya yang terang.
Ting Ling berdiri disebuah dinding, sedang mengamat-amati sebuah lukisan yang terdapat pada
dinding itu. Sedang otangtua jenggot panjang berdiri satu meter dibelakangnya.
Kim Loji terkejut dan gelisah, "Uh. nona itu memang kurang pengalaman. Dalam keadaan yang
diselubungi bahaya maut, ia masih menipunyai selera untuk melihat gambar."
Lukisan pada dinding itu merupakan sebuah taman makam yang penuh dengan guratan2
malang melintang. Lukisan itu mirip dengan peta dari makam disitu.
Tiba-tiba nona itu mengguman seorang diri, "Aneh sungguh aneh". ."
Rupanya orangtua jenggot panjang tertarik. Ia segera maju menghampiri. Tetapi Kim Loji yang
makin ketakutan segera berteriak, "Nona Ting!"
Ting Ling berpaling dan menghampiri Kim Loji, katanya, "Ruang ini terlalu mewah untuk
disebuah makam . "Kalau Ko tok lojin pendiri makam ini dapat menyembunyikan mustika Tenggoret Kumala dan
Kupu2 Emas serta harta karun kedalam makam ini, sudah tentu dia mampu juga menghias
ruangan ini sedemikian mewahnya."
"Apakah minyak dalam lampu kaca itu juga dapat bertahan sampai ratusan tahun?" kata Ting
Ling seraya memandang kearah lampu itu.
Kim Loji terbeliak tak dapat menjawab.
"Tetapi lentera kaca dan semva hiasan mewah dalam ruang ini masih belum lavak dikata aneh.
Yang aneh yalah keadaau ruang ini, Mengapa begini bersih sekali sep^rtiiiya tiap kali ada orang
yang membersihkannya?"
Kembali Kim Loji terbelalak. Ia segera mengeluarkan pandang kesegenap ujung ruang itu.
Ah, memang benar. Dari meja yang terbuat dari batu pualam, piring dan cawan emas sampai
pada alat-alat makain yang terbuat daripada perak, memang tampak amat bersih semua.
"Ah," tiba-tiba Ting Ling menghela napas," mungkin makam tua ini hanya suatu tempat
persembunyian untuk mengangkuti harta karun dan pusaka yaag tak ternilai harganya?"
Kim Loji dan orangtua jenggot panjang terkesiap mendengar ucapan nona itu. Serempak
mereka berseru, "Mengapa?"
Sambil memberesi rambutnya yang kusut, nona itu lalu pelahan-lahan duduk disamping sebuah
dingklik dan memandang kepada kedua orang itu, katanya tertawa, "Rasanya kalian berdua ini
bukan muda lagi"."
"Tahun ini umurku sudah delapan puluh dua," kata orangtua jenggot panjang.
"Aku limapuluhan tahun," kata Kim Loji.
"Sudahlah, percuma saja kalian mempunyai umur begitu banyak." Ting Ling tertawa rawan,
"andai aku dilahirkan lebih pagi tigapuluh tahun, tak mungkin kubiarkan rahasia makam itu tersiar
kedunia persilatan. "Hm, hampir setengah hari mengomong, aku tak mengerti maksudmu," dengus orangtua
jenggot panjang. Ting Ling tertawa mengikik, "Kalau begitu mendengar engkau terus mengerti, tentu tak
mungkin engkau dapat kurubuhkan dengan obat bius."
"Engkau menertawakan apa?" orangtua jenggot panjang marah," karena telah menggunakan
banyak tenaga untuk bertempur sehingga mata dan telingaku kabur maka baru aku dapat engkau
rubuhkan. Merubuhkan orang yang sudah menderita, mengapa engkau masih menepuk dada berbangga


Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri?" "Aku menertawakan kalian beberapa orangtua yang tak berguna. Pikiran limbung, hati kosong
sehingga mudah termakan desas desus beracun didunia persilatan"."
"Setan, engkau berani mengatakan aku goblok," teriak orangtua jenggot panjang dengan
marah. "Tetapi Ting Ling tetap tertawa hambar, "Kalau aku dapat menerangkan kegoblokanmu,
maukah engkau menampar mukamu sendiri dihadapanku?"
"Kalau memang engkau dapat menunjukkan bukti2 yang tak dapat kubantah, mengapa aku tak
mau melakukan hal itu?"
"Engkau sudah berumur delapanpuluh dua tahun tetapi pernahkah engkau bertemu dangan Ko
Tok lojin pendiri makam ini?"
tanya Ting Ling. "Setiap orang persilatan tentu tahu hal itu, perlu apa aku harus melihatnya sendiri!?"
"Tenggoret Kumala dan Kupu2 Emas, sepasang mustika dalam dunia persilatan yang jarang
terdapat didunia. Tetapi siapakah yang pernah melihat kedua benda itu" Rasanya mereka2 itu hanya mendengar
cerita dari mulut ke mulut saja."
Orangtua jenggot panjang tercengang, ujarnya, "Walaupun tak pernah melihat sendiri, tetapi
aku pernah mendengar sendiri tentang kedua mustika itu."
"Ho, itulah," seru Ting Ling, "seorang yang cerdik luar biasa, telah menggubah dongeng
tentang kedua benda mustika Tenggoret Kumala dan Kupu2 Emas itu lalu diceritakan kepada
orang. Dan dalam waktu yang singkat dunia persilatan telah dilanda cerita itu, Dengan
menggunakan pengaruh cerita tentang kedua mustika itu, dia lalu menbangun makam ini."
Orangtua jenggot panjang tertegun. Tiba-tiba ia mengayunkan tangan kanan dan plak,
menampar mukanya sendiri.
"Tak peduli apakah uraianmu itu benar atau tidak, tetapi apa yang engkau katakan itu memang
baru pertama kali ini aku mendengar," serunya.
Ting Ling tertawa hambar, "Akupun mendengar juga tentang cerita Tenggoret Kumala dan
Kupu2 Emas itu Dua buah mustika yang hebat sekali daya gunanya. Katanya, Tenggoret Kumala
itu luar biasa racunnya, tiada yang dapat menandingi. Sedangkan Kupu2 Emas itu merupakan
benda mustika yang mampu menghidupkan orang mati.
Dirangkainya cerita itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan bahwa dengan mendapatkan
Tenggoret Kumala, orang tentu dapat menguasai dunia persilatan Apabila mendapatkan Kupu2
Emas tentu dapat menundukkan Tenggoret Kumala Apabila dipikir dengan teliti, cerita itu
sebenarnya lemah dan terlalu berlebih-lebihan.
Coba siapa yang dapat menjawab pertanyaanku ini. Dikatakan mustika Tenggoret Kumala itu
luar biasa racunnya, tetapi siapakah diantara orang persilatan yang pernah mendengar seorang
jago persilatan yang terbunuh dengan Tenggoret Kumala itu. Lalu dikatakan pula bahwa Kupu2
Emas mustika mujijad untuk menawarkan racun.
Tetapi siapakah yang pernah ditolong jiwanya?"
"Hal itu aku hanya mendengar dari cerita orang saja," kata orangtua jenggot panjang.
"Mengatakan bagaimana?" tanya Ting Ling.
"Bahwa dia pernah melihat sendiri kehebatan racun dari Tegggoret Kumala itu, Begitu
dimasukkan dalam air, airpun berobah biru warnanya. Diletakkan di tanah, rumput tentu segera
kering dan segala serangga kecil seperti semut dan lain2 tentu mati seketika."
"Dan mustika Kupu2 Emas itu" Apakah dapat menghidupkan lagi rumput yang sudah kering
dan semut yang sudah mati itu?"
"Entah, aku tak mendengar bangsa serangga yang sudah mati itu dapat hidup kembali," kata
orangtua jenggot panjang, "hanya rumput yang kering itu begitu tersentuh Kupu2 Emas, memang
dapat hidup lagi," Ting Ling tersenyum, "Sudah berapa tahun lamanya kawannya itu yang meninggal?"
Orangtua jenggot panjang merenung sejenak, menjawab, "Sepuluh tahun lebih tiga bulan"."
"Bukankah setelah memberitahukun tentang kedua benda mustika itu dia terus meninggal?"
?"Ya, kalau tak salah, lewat sebulan setelah dia bercerita tentang kedua mustika itu, diapun
terus meninggal." "Mungkin orang yang pernah melihat kedua semua sudah meninggal dunia."
Rupanya ada sesualu yang menyadarkan pikiran orangtua jenggot panjang itu. Ia merenung.
Menghela napas, Ting Lingpun melanjutkan pula, "Orang-orang yang melihat kedua benda
mustika itu, dalam waktu yang singkat telah meninggal. Dengan begitu kedua benda itu
merupakan suatu cerita yang misterius.
Tak seorangpun yang dapat membuktikan kebenarannya dan jadilah Tenggoret Kumala dan
Kupu2 Emas itu suatu dongengan yang hebat didunia"."
Nona itu alihkan pandang matanya kearah lukisan di dinding dan barkata pula, "Kecuali
keadaan kamar yang begini bersih, pun lukisan di dinding itu memang mencurigaKan sekali."
Kim Loji dan orangtua jenggot panjang segera berpaling memandang kearah lukisan di dinding.
Tetapi mereka tak tahu rahasianya.
"Apakah kalian melihat sesuatu yang mencurigakan?" tanya Ting Ling.
Lim loji dan orangtua jenggot panjang saling berpandangan dan mengangkat bahu.
"Harap kalian perhatikan, adakah tinta hitam pada lukisan itu benar-benar telah bertus-ratus
tahun umurnya?" tanya Ting Ling pula.
"Hai, benar," tiba-tiba Kim Loji menepuk pahanya yang tinggal satu." dunia persilatan
menyohorkan kedua gadis lembah
Raja-setan itu luar biasa cerdiknnya. Hari ini setelah bertemu, memang baru dapat kubuktikan
kebenaranya" "Ah, janganlah lo cianpwe keliwat menyanjung begitu." Ting Ling menghela napas. "kita sudah
menjadi seperti ikan yang masuk jaring. Barangsiapa masuk kedalam makam ini jangan menaruh
harap an untuk dapat keluar dengan selamat."
Sambut Kim Loji, "Walaupun bukan Ko Tok lojin, tetapi karena dapat mengelabuhi seluruh
kaum persilatan, orang itu memang patut kita temui!"
"Soal itu aku belum dapat memecahkan. Sudilah kiranya lo cianpwe memberi petunjuk," kata
Ting Ling. "Ah, jangan memuji aku," kata Kim Loji, "aku tak tahu dengan tujuan apa orang itu telah
menggunakan seluruh pikiran dan seluruh harta bendanya untuk membangun makam ini?"
Jawab Ting Ling, "Untuk memikat perhatian seluruh kaum persilatan masuk kedalam malam ini
maka dia telah menyiarkan cerita tentang Tenggoret Kumala dan Kupu2 Emas. Rupanya tujuannya
telah tercapai. Kecerdasan orang itu memang hebat sekali.
"Sttt". ada orang"." tiba-tiba orangtua jtnggot panjang menukas omongan si nona.
Sesosok tubuh melesat kedalam ruangan dan begitu tegak ditanah, sambil lintangkan kedua
tangan untuk melindungi dada, orang itu berseru, "Nona Ting, Ting Ling mendengus, "Hm, apakah
engkau kira aku sudah mati?"
habis berkara ia berpaling kearah Kim Loji, "Lo cianpwe, sebaiknya didayakan untuk menutup
dinding yang bobol itu agar sinarnya jangan memancar keluar dan menarik perhatian orang."
Kim Loji mengangkat sebuah dingklik lalu ditutupkan pada benjolan lubang.
"Lo-cianpwe, yang datang ini adalah Ca Giok, putera dari marga Ca di Ik-pak. Keluarga Ca
termasyhur dengan pukulan Pen-poll sin kun. Tentulah lo cianpwe kenal, bukan?" kata Ting Ling
memperkenalkan pendatang itu.
"Anak muda dari angkatan sekarang, banvak yang tak kukenal," sahut orangtua jenggot
panjang. "Ca sau-pohcu ini telah mendapatkan pelajaran ilmu pukulan sakti itu dari keluarganya.
Silahkan engkau mencobanya sampai sepuluh jurus saja," tiba-tiba Ting Ling berkata pula.
Melihat orangtua jenggot panjang itu bertubuh tinggi kekar, wajah merah kan kening menonjol
tinggi, tahulah Ca Gok bahwa orangtua itu tentu seorang jago yang tinggi ilmu lwekangnya.
Buru-buru ia berseru, "Ah, nona Ting, mengapa begitu "
Tetapi belum sempat ia berkata, orangtua jenggot panjang itupun sudah lepaskan hantaman
kepadanya." Dalam keadaan terpaksa, Ci Gokpun segera menangkis dengan jurus thian-cut-tho ta atau
Tiang-langit-menyangah pagoda.
Tangannya menyelinap kesamping untuk mencengkeram pergelangan tangan orangtua jenggot
panjang itu. Orangtua jenggot panjang mendengus Tiba-tiba ia merobah gerakannya. Sepasang tangannya
serempak menghantam, sekaligus masing-masing melancarkan lima buah pukulan.
Gerakannya cepat sekali dan tenagapun sekeras palu besi. Karena dihambur oleh sepasang
tangan besi, terpaksa Ca Giok mundur lima langkah.
Setelah melancarkan lima buah serangan, orangtua jenggot panjang itupun hentikan
serangannya dan menyurut kembali ketempatnya semula seraya berkata, "Dalam seratus jurus,
aku tentu dapat mengambil jiwanya."
Ting Ling hanya tertawa lalu berpaling kepada orangtua alis panjang, "Lo-cianpwe, kalau suruh
kera peliharaanmu yang menyerangnya. entah harus menggunakan berapa jurus lamanya?"
Sejak masuk kedalam ruang rahasia itu. orangtua alis panjang selalu duduk bersama kera bulu
emas. Ia pejamkan mata menyalurkan tenaga dan tak menghiraukan pembicaraan mereka. Begitu
mendengar pertanyaan Ting Ling, baru ia membuka mata dan memandang Ca Giok, serunya, "O,
orang itu?" "Walaupun usianya muda tetapi ilmusilatnya amat sakti," kata Ting Ling.
Orangtua alis panjang tertawa dingin lalu menepuk punggung kera bulu emas.
Saat itu Ca Giok masih terengahengah karena habis menyam but sepuluh buah pukulan
orangtua jenggot panjang.
Mendengar Ting Ling hendak menyuruh orang menyerangnya lagi, buru-buru ia berseru, "Nona
Ting, aku hendak memberitahu suatu hal kepadamu ,. "."
"Nanti saja kita bicara!" sahut Ting Ling. Ca Giokpun tak dapat bicara karena saat itu kera bulu
emaspun sudah menyerangnya.
Iapun cepat melepaskan sebuah pukulan Pek-poh-sin kun atau Pukulan-sakti-jarak-seratus
langkah, sembari menghindar kesamping dan menyambar sebuah po-ci dari perak.
Menerima pukulan pek-poh-sin-kun, gemetarlah tubuh kera itu tetapi karena kulitnya tebal
sekali, ia tak sampai terluka.
Setelah berhenti sejenak iapun menyerang lagi.
Ca Giok kerahkan tenaga dalam, mengangkat poci perak dan berseru nyaring, "Nona Ting,
kalau engkau tak mau mencegah binatang itu, jangan sesalkan aku kalau kulukainya!"
Ting Ling hanya tertawa dingin, "Kalau engkau membunuhnya masakan yang punya akan
tinggal diam?" Mendengar itu Ca Giok terbeliak. Tetapi belum sempat ia menjawab, kera bulu emas itupun
sudah menyerangnya lagi. Cepat ia menghindar lalu hantamkan poci perak itu.
Ca Giok dapat menangkap peringatan Ting Ling. Dia tak mau menggunakan seluruh tenaganya
karena kuatir akan membinasakan kera itu. Suatu hal yang tentu dapat menimbulkan kemarahan
pemiliknya. Dengan pertimbangan itu, ia hanya menggunakan lima bagian tenaganya saja.
Kera menangkis dan poci perak itupun terlempar kesamping, lalu ulurkan tangannya hendak
mencengkeram dada Ca Giok.
Pemuda itu terkejut. Cepat ia mengempos napas dan menyurutkan dada untuk menghindari
cakar kera yang runcing. Setelah itu ia balas menabas. Dia bergerak cepat sekali sehingga kera itu tak sempat
menghindar. Lengannyapun kena tertabas tangan Ca Giok.
Tetapi langkah kejut pemuda itu ketika tangannya serasa membentur keping baja yang keras
sekali. Bahkan lengan binatang itupun mempunyai daya membal sehingga membuat Ca Giok terpental
mundur selangkah. Dan serempak itu, tangan kiri binatang itupun sudah merangsangnya lagi.
Untunglah Ca Giok sudah banyak pengalaman dalam pertempuran. Tahu kulit kera itu kebal, ia
menggunakan tenaga membal dari pukulannya tadi untuk loncat berjumpalitan kebelakang dan
melayang turun keatas meja.
Tetapi kera itu tajam sekali nalurinya.
Segera cakarnya digerak gerakkan untuk menyambar nyambar. Kursi dan mejapun
berhamburan tumpah ruah. Ca Giok mengambil keuntungan dari alat perabot dalam ruang itu untuk melindungi diri.
Ia melontarkan apa saja yang dapat diraihnya dan setempo iapun mencuri kesempatan untuk
balas menghantam. Tetapi kera bulu emas itu tebal sekali kulitnya. Walaupun menderita beberapa kali pukulan ia
tetap tak apa-apa. Sedangkan tangannya, luar biasa kuatnya. Setiap tambarannya tentu menimbulkan desir angin
yang menderu-deru. Ca Giok yang mengetahui tak berguna adu kekuatan terpaksa harus main menghindar. Dengan
demikian tampaklah ia terdesak oleh kera itu.
Melihat Ca Giok pontang panting tak keruan. Ting Lingpun tertawa mengikik. Seberapa saat ke
mudiain ia berseru kepada orangtua alis panjang, "Lo-cianpwe, harap hentikan kera itu!"
Sejenak berbatuk-batuk, orangtua alis panjang itu lalu bertepuk tangan dan mulutnya bercuitcuit,
lalu membentak. Tiba-tiba kera bulu emas yang tengah menyerang Ca Giok itupun segera berputar tubuh dan
dengan bergoyang gontai menghampiri tuannya.
Dengan napas terengah-engah, Ca Giokpun berseru, "Nona Ting . .
"Mengapa?" tanya Ting Ling hambar, "sekarang engkau boleh bilang."
Melihat sikap Ting Ling yang seolah olah memberi perintah kepada orang-orang tua itu, diamdiam
Ca Giok heran juga. Pikirnya, "Bagaimana mungkin orangtua jenggot panjang dan orangtua alis panjang begitu
menurut perintah nona itu"."
Namun ia tak berani menanyakan hal itu dan melainkan tertawa, "Nona Ting, apakah nona
berjumpa dengan ayahku?"
"Hm, tidak ada omongan engkau cari bahan mengomong, Ya, memang berjumpa tapi mungkin
saat ini dia sudah mati."
Ca Giok tertegun, "Apakah nona bergurau?"
"Siapa yang akan bergurau dengan engkau" Itu memang sungguh suatu kenyataan.
Dia telah didesak mati2an oleh Han Ping. Nah, coba engkau pikir, apakah dia masih dapat
hidup?" Mendengar ayahnya bertempur dengan Han Ping, hati Ca Giok malah lega, ia tertawa,
"Sekalipun kepandaian Han Ping itu tinggi tetapi jika dapat mengalahkan ayah, itu sungguh tak
mungkin " "Bagaimana kepandaian ayahmu kalau dibanding dengan Ih Thian-heng?" tanya Ting Ling pula.
"Kalau dinilai dari ilmu silatnya, mereka seimbang. Tetapi kecerdikan Ih Thian-heng memang
jauh diatas ayah." "Beberapa hari yang lalu, Han Ping telah mengunjukkan ilmu permainan pedang yang luar biasa
mengejutkan seluruh tokoh-tokoh
dalam gelangang pertempuran besar. Rupanya engkau sendiri juga melihatnya, masakan sudah
lupa" Sedang Ih Thian-heng saja harus tunduk dan kagum masakan ayahmu?"
Ca Giok tertegun diam. Apa yang dikatakan nona itu memang benar. Tetapi ia tahu bahwa
tenaga-dalam ayahnya tinggi sekali.
Sedang ilmu pukulan Pek-pofa-sin-kun dari merga Ca, hebat bukan main. Sekalipun tak dapat
menang dari Ih Thian-heng tetapipun dapat melindungi diri.
Ca Giok seorang pemuda yang licin. Melihat gelagat ia tak mau berbantah lagi dengan nona itu.
"Kutahu hatimu tentu masih belum puas, "Ting Ling tertawa." tetapi jangan lupa bahwa Han
Panji Wulung 5 Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Pendekar Muka Buruk 5
^