Pencarian

Misteri Pulau Neraka 12

Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Bagian 12


tentu merasa gembira bukan dengan arak kegirangan di
perkampungan Sin-ling-ceng" Apakah Siau lojin datang
bersamamu?" "Siau tua masih berada di perkampungan Sin-ling-ceng..."
sahut Oh Put Kui sambil tertawa.
Selintas rasa girang segera menghiasi wajah Wi Thian-
yang. Oleh karena Siau Lun tidak datang, maka dia merasa
nyalinya semakin berani. Sudah barang tentu dia tak pernah menyangka kalau
dibelakang Oh Put Kui masih terdapat seseorang yang berapa
kali lipat lebih tangguh dan hebat daripada Siau Lun yang saat
itu sedang mengawasinya dengan seksama, serta menunggunya mengalami kejelekan...
"Kenapa Siau lojin tidak ikut kemari?"
Wi Thian-yang tak dapat menahan rasa gembiranya lagi,
dia segera tertawa tergelak sambil katanya:
"Siau-lote, barusan kau telah menampilkan diri dan
mewakili Ibun Hau untuk menerima pukulan dan totokan
jariku, apakah kau hendak mewakili Ibun Hau untuk..."
"Kalau benar kenapa?" sahut Oh Put Kui sambil tersenyum.
Wi Thian yang menjadi tertegun.
"Apakah siau-lote tidak menganggap tindakanmu itu
kelewat latah dan ceroboh?"
"Haaah... haaah... haaah... seingatku, kaupun pernah
mengucapkan kata yang sama ketika berada di perkampungan Sin-ling-ceng tempo hari..."
"Heeeh... heeeh... heeeh... itu mah persoalan lalu, sebab
aku tak ingin melakukan kesalahan terhadap Siau Lun."
"Ooh, jadi rupanya kau takut terhadap Siau Lun?"
Paras muka Wi Thian-yang segera berubah menjadi amat
rikuh, malu dan sangat tak sedap dipandang.
Dapatkah dia mengakui rasa "takut"nya itu"
"Ngaco belo, siapa bilang aku takut kepadanya" Cuma saja
aku tak ingin bermusuhan apalagi mencari gara-gara
dengannya..." "Wi tua, jadi kau telah bertekad akan mencari gara-gara
denganku hari ini...?"
"Heeeh... heeehh... heeeh.. andaikata Siau lote beranggapan demikian, akupun tak akan menolak!" sahut Wi
Thian-yang sambil tertawa seram.
Oh Put Kui kembali tertawa hambar:
"Wi tua memang seorang yang berlapang dada..."
Lalu setelah berhenti sejenak, terusnya:
"Tapi sebelum kita saling berhadapan sebagai musuh, ada
satu hal yang ingin kutanyakan dahulu kepadamu!"
"Soal apa?" "Nyoo Siau-sian dari Istana Sian-hong hu telah kehilangan
sebuah senjata mestikanya Mu-ni-ciang-mo-pian, aku ingin
bertanya apakah Wi tua yang mengambil benda tersebut?"
Wi Thian-yang segera merasakan hatinya terkesiap
sesudah mendengar perkataan tersebut, namun diluarannya
dia berdiri seakan-akan seseorang yang sedang tertegun.
"Siau-lote, mengapa kau memfitnah orang semuanya
sendiri sehingga aku pun kau tuduh yang bukan-bukan?"
"Jadi bukan kau yang mengambil?" ejek Oh Put Kui sambil
tertawa. Dengan cepat Wi Thian-yang menggelengkan kepalanya
berulang kali: "Aku toh bukan manusia sembarangan, buat apa sih
mencuri sebuah senjata milik seorang boanpwee?"
"Haaah... haaah... haaah..." Oh Put Kui tertawa tergelak,
"aku justru beranggapan bahwa sembilan puluh persen
peristiwa pencurian itu merupakan hasil perbuatanmu."
"Lote!" tegur Wi Thian-yang dengan kening berkerut, atas
dasar apa kau berani mengatakan begitu?"
"Aku pernah bersua dengan Kakek penggetar langit Siau
Hian ketika berada di kota Kang-ciu!"
Kali ini Wi Thian yang kelihatan benar-benar sangat
terkejut. "Siau Hian" Apa yang telah diocehkan tua bangka tersebut
kepadamu........" Dia masih juga tidak mengakui bahkan sikapnya seolah-
olah berlagak pilon. Oh Put Kui tertawa dingin:
"Siau tua memberitahukan kepadaku bahwa kau pernah
memberi kabar kepadanya kalau senjata Mu-ni-pian telah
terjatuh di tangan tiga pendeta dari Tibet..."
"Sialan........." umpat Wi Thian-yang tanpa terasa, "Siau
Hian betul-betul seorang manusia bedebah yang tolol........"
"Wi tua, ternyata persoalaln tersebut sama sekali tak
pernah kau duga bukan?" ejek Oh Put Kui sambil melototkan
matanya. "Hal inipun belum dapat membuktikan kalau akulah yang
telah mencuri ruyung tersebut." kata Wi Thian-yang dengan
gusar, "kau harus tahu Hian-long lhama dari Tibet sendiripun
tidak tahu ruyung tersebut sudah terjatuh ke tangan siapa?"
"Betul, Lhama dari Tibet itu hanya pantas dicurigai saja."
"Lote, mengapa kau tidak pergi mencari mereka?" jengek
Wi Thian-yang sambil tertawa seram.
"Aku percaya Put-khong siansu, seorang dari tiga pelindung
hukum aliran Tibet tidak akan membohongi diriku, karenanya
akupun membebaskan mereka bertiga..."
Dalam pada itu sorot mata yang memancar keluar dari balik
mata Wi Thian-yang berkilat tak menentu.
Ia sudah dapat mendengar arti lain dari perkataan Oh Put
Kui tersebut, seakan-akan ketiga pendeta dari Tibet itu telah
membeberkan segala sesuatunya, namun dia tak ingin
mengakui sesuatau persoalan pun sebelum posisinya betul-
betul terdesak dan menjumpai jalan buntu.
Karena itu sambil tertawa seram kembali katanya:
"Lote, tampaknya kau seperti menuduh aku!"
"Itu mah hanya saudara sendiri yang mengerti, apakah
tuduhan tersebut betul atau salah" sambung Oh Put Kui
tertawa. "Lote, aku perlu menjelaskan kepadamu, bukan saja aku
tak pernah mencuri ruyung Mu-ni-pian tersebut, sekalipun aku
pernah mencuri benda itu, atas dasar apa pula lote mencari
gara gara dan permusuhan denganku."
Oh Put Kui tertawa tergelak:
"Haaaaaahhhh.........
haaaaahhhhh........ hhaaaaaahhhhh........ aku mah tiada maksud untuk meminta
kembali ruyung tersebut darimu......."
"Lantas buat apa lote mencampuri urusan ini?" tanya Wi
Thian-yang tertegun. "Aku cuma ingin tahu, sesungguhnya siapa yang telah
mencuri ruyung mestika itu?"
Berkilat sepasang mata Wi Thian-yang sehabis mendengar
perkataan itu, ia tertawa tergelak:
"Lote, apakah sekarang kau sudah tahu?"
"Betul, aku memang sudah tahu!"
Mendadak Wi Thian-yang mendehem berulang kali, lalu
katanya: "Lote, persoalan apa lagi yang hendak kau utarakan?"
"Ada, yaitu aku pingin tahu benarkah Nyoo Ban-bu adalah
muridmu...?" "Bukan!" sahut Wi Thian-yang sambil menggeleng.
"Sudah lamakah kalian berkenalan?"
"Tidak lama!" "Saudara, jawabmu keterlaluan, janganlah berbohong untuk
mempermainkan orang."
"Lote, belum lama aku terlepas dari sekapan, tahukah kau
akan hal ini?" Wi Thian-yang balik bertanya sambil tertawa.
"Aku tentu saja tahu, tapi hal inipun bukan berarti kau sama
sekali tidak mempunyai kesempatan untuk berkenalan dengan
Nyoo Ban-bu, lagi pula mesti saudara agak lambat keluar
gunung, namun melepaskan diri dari kurungan justru sudah
sangat lama." Padahal apa yang diucapkan hanya merupakan semacam
rabaan atau dugaan belaka.
Dugaan tersebut berdasarkan bahwa Nyoo Ban-bu dan Wi
Thian-yang bersama-sama mengetahui kalau ruyung Mu-ni-
pian sudah berada didalam kiriman kayu dari pihak Pau kau
namun kenyataannya mereka tak berani mengambilnya dan
malahan memberitahukan soal ini kepada orang lain.
Dari sini dapatlah diketahui bahwa dibalik peristiwa itu jelas
tersembunyi semacam tipu muslihat yang amat jahat........ dan
tipu muslihat itu pastilah hasil perbuatan dari mereka
berdua....... Sementara itu Wi Thian-yang telah tertawa lebar:
"Lote, kau benar-benar amat pintar berbicara ngaco belo
tak karuan........" "Jadi kau beranggapan aku sedang mengaco belo?" Oh
Put Kui balik bertanya sambil tertawa.
"Apa yang lote katakan, hampir semuanya berupa dugaan
yang sama sekali tanpa dasar."
Tiba-tiba berkilat sepasang mata Oh Put Kui setelah
mendengar perkataan itu, setelah tertawa hambar katanya:
"Tahukah saudara bahwa Nyoo Ban-bu pun juga tahu kalau
Mu-ni-pian sudah terjatuh ketangan Pay-kau" Lagipula dia
memberitahukan persoalan ini kepada si toya emas tangan
sakti Sik Keng-seng........"
"Lote, apa salahnya dengan peristiwa ini" soal Nyoo Ban-
bu pun mengetahui persoalan ini, apa pula sangkut pautnya
denganku" Apalagi kalau toh orang she Nyoo itupun tahu,
bukankah hal ini berarti lebih banyak orang yang pantas
dicurigai?" "Hhaaaaahh........ haaahhhh......... haaahhhh......... memang
begitulah Nyoo Ban-bu memang sangat mencurigakan.........."
Lalu setelah berhenti sejenak, tiba-tiba katanya lagi sambil
tertawa dingin: "Seandainya kau tidak mempunyai hubungan apa-apa
dengan Nyoo Ban-bu, mengapa pula kau belum pernah
menyinggung soal dendam lamamu dimana hampir saja kau
mampus ditangan ayahmu tempo hari?"
Pertanyaan semacam ini betul-betul merupakan suatu
pertanyaan yang hebat dan sangat memojokkan posisi orang.
Akan tetapi Wi Thian-yang sama sekali tidak ambil perduli,
malahan katanya pula sambil tertawa:
"Lote, kau sudah menganggap aku ini sebagai manusia
apa" Memangnya aku adalah seorang pembunuh yang sudi
turun tangan terhadap seorang boanpwee?"
Jawaban yang diberikan pun sangat tepat dan mantap.
Oh Put Kui segera berseru sambil tertawa dingin:
"Jadi anda tidak mau mengakui kalau kalian sudah lama
saling berkenalan?" "Dalam kenyataan memang begitu, tapi mereka justru
bersikeras menambahkan nama kepadaku, apakah lote
memang berniat untuk melakukan sesuatu tindakan kepadaku......." "Haaahhhh...... haaahhhh...... haaahhhh.......
menurut pendapat saudara, tindakan apa yang hendak kulakukan"
Malah saudara pernah menuduh Hut Lok sebagai pembunuh
Nyoo Thian-wi, tentang hal inipun aku sudah tidak percaya."
"Mau percaya atau tidak, tak perlu kurisaukan, aku cuma
ingin mencari Hui Lok dan menuntut balas dengan
kemampuan sendiri..."
"Maksud dan tujuan saudara ini benar-benar membuat hati
orang merasa terkejut bercampur keheranan!" Oh Put Kui
tertawa hambar. "Hhaaaaaahhhhh...... haaaaahhhhh....... haaahh...... sejak
dulu cara kerjaku memang sukar diraba orang......"
Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya:
"Apakah benda itu adalah Mu-ni-pian yang menjadi senjata
mestika Wi-in-loni?"
"Yaa betul, memang ruyung tersebut!"
@oodwoo@ Jilid 28 Tiba-tiba Ibun Hau tertawa hambar dan berkata kepada Wi
Thian-yang: "Mengapa Wi lote pun ikut melakukan perbuatan tengik
macam pencuri saja" Atau mungkin pemunculanmu untuk
kedua kalinya ini telah membuat kau merubah lebih rendah
dan hina daripada dulu?"
Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang tertawa seram:
"Ibun Hau, kau pun sudah mulai belajar memfitnah orang"
Kau anggap aku orang she Wi akan memandang sebelah
matapun terhadap ruyung Mu-ni-ciang-mo-pian tersebut?"
Berkilat sepasang mata Ibun Hau, serunya pula sambil
tertawa dingin: "Wi Thian-yang, apakah kau tidak merasa kalau bacotmu
itu kelewat latah?" "Haaahh... haaahh... haaahh... dengan mata kepala sendiri
aku orang

Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

she Wi menyaksikan ruyung tersebut disembunyikan kedalam balok kayu, tapi aku menganggapnya
seperti tak berarti malahan sengaja kusampaikan rahasia
tersebut kepada orang lain, bagaimana mungkin aku bisa
dibilang latah?" Baru selesai Wi Thian-yang tertawa, Oh Put Kui telah
menyambung sambil tertawa:
"Ternyata cara kerja anda benar-benar sukar diraba.."
Pada saat itulah Ibun Hau yang berdiri disampingnya
sambil berpeluk tangan itu berkata sambil tertawa:
"Keponakanku, buat apa sih kau mesti banyak berbicara
dengannya?" "Boanpwee hanya ingin membuktikan suatu persoalan..."
kata Oh Put Kui sambil tersenyum.
"Persoalan apa" Apakah hiantit sudah berhasil membuktikannya?" "Boanpwee telah berhasil membuktikan delapan-sembilan
puluh persen, aku yakin ruyung Mu-ni-ciang-mo-pian yang
hilang dari Istana Siang-hong-hu adalah merupakan hasil
curian dari Nyoo Ban bu dan Wi Thian-yang yang berkomplot."
-oo0dw0oo- "Dapatkah perkataannya dipercaya?"
Baru selesai Ibun Hau berkata, Oh Put Kui telah
menyambung dengan cepat: "Ibun tua, kali ini pengakuan Wi-thian-yang adalah
sejujurnya!" "Apa" Kau percaya kalau ia tidak berniat mengincar ruyung
mestika itu?" "Tidak..." Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang
kali, "aku bukan bermaksud demikian, Wi thian-yang bukan
lantaran mengincar ruyung tersebut maka dia mencuri benda
mestika itu, sebaliknya ia berbuat demikian karena
mempunyai suatu rencana busuk."
"Oya...?" Ibun Hau segera tertawa dingin.
Sebaliknya Wi-thian-yang tertawa seram:
"Bocah keparat, kau benar-benar menurut suara hati sendiri
tanpa memperdulikan bagaimana pendapat orang."
"Aku rasa justru kau sendiri yang terlalu menuruti suara hati
sendiri tanpa memperdulikan bagaimana pendapat orang lain,"
seru Oh Put Kui sambil tertawa, "coba bayangkan saja caramu
memfitnah orang, tak segan mengadu domba sesama umat
persilatan, tidakkah kau rasakan betapa keji dan buasnya
tindakan tersebut." Tiba-tiba Wi-thian yang mendongakkan kepalanya dan
tertawa keras: "Orang yang berjiwa sempit bukan seorang Kuncu, orang
yang tidak berhati keji bukan seorang lelaki sejati, bocah
keparat, kau masih ketinggalan jauh sekali..."
"Wi Thian-yang, tampaknya kau benar-benar berniat
mencelakai umat persilatan lagi?" tiba-tiba Ibun Hau menegur
sambil tertawa dingin. "Demi rejeki atau demi keuntungan hanya selisih dalam
satu ingatan, saudara Ibun darimana kau tahu kalau semua
perbuatanku ini bukan demi melenyapkan bibit bencana dari
dunia persilatan?" Jago tanpa kemurungan berbaju putih Ibun Hau
mengelengkan kepalanya seraya tertawa sahutnya:
"Andaikan Raja setan penggetar langit yang dimasa lalu
banyak melakukan kejahatan dan kekejaman pun berniat
melenyapkan bibit bencana dari dunia persilatan, aku jadi tak
tahu manusia manakah dalam dunia persilatan ini yang bisa
dikatakan sebagai orang jahat lagi?"
"Saudara Ibun terlalu memandang hina diriku...!" pekik Wi
Thian-yang tertawa. Kemudian sambil berpaling pada Oh Put Kui, kembali
serunya sambil tertawa: "Bocah keparat, hari ini kau telah mencari gara-gara
denganku." Setelah berhenti sebentar, ia baru berkata lagi pada Ibun
Hau sambil tertawa seram:
"Saudara Ibun, anda tak usah melotot penuh amarah,
malam ini sudah pasti ada orang yang akan menemani kau
mampus di atas telaga Pho yang Oh ini, dan sekarang aku
hendak beradu kemampuan lebih dulu dengan bocah keparat
ini." "Haaahh... haaahh... haaahh sejak tadi aku sudah tahu
kalau didalam ruang perahumu masih hadir seseorang yang
lain," ucap Ibun Hau sambil tertawa terbahak-bahak, "Wi
Thian-yang, kalau toh kalian sudah datang, mengapa harus
malu bersembunyi, takut berjumpa dengan orang?"
Baru selesai ucapan itu diutarakan, dari balik ruang perahu
itu sudah berkumandang suara tertawa dingin:
Menyusul bergemanya suara tertawa dingin itu, dari ujung
geladak telah muncul seorang tua berjenggot putih yang
bertubuh kurus kering. Berkilat sepasang mata Oh Put Kui melihat kemunculan
orang itu, segera diamatinya sekejap kakek tersebut dengan
pandangan seksama. Ternyata orang itu berambut putih berjenggot putih, berbaju
putih dan bersepatu putih, seluruh tubuhnya berwarna putih
semua. Sekalipun wajahnya keren dan gagah, namun terselip juga
sikap dingin dan ketus yang menyeramkan.
Begitu melihat kemunculan Kakek tersebut, diam-diam Ibun
Hau segera berkerut kening.
Kemudian umpatnya di dalam hati:
"Sialan betul orang she Wi itu..."
sementara itu Oh Put Kui telah berseru:
"Ibun tua, orang ini sangat licik dan amat berbahaya,
menurut pendapat boanpwee, sudah seharusnya kalau kita
manfaatkan keadaan dan saat seperti ini untuk mendesaknya
agar berbicara sampai jelas..."
"Tidak usah!" sahut Ibun Hau sambil tertawa dingin.
"Jika membiarkan harimau pulang gunung, bencana
dikemudian hari tentu besar sekali..." kata Oh Put Kui sambil
berkerut kening. Belum selesai dia berkata, Wi thian-yang telah membentak
keras: "Lote, sebenarnya apa maksudmu" Apakah kau sengaja
hendak bermusuhan dengan aku?"
"Kapan sih aku memusuhi dirimu?" tanya Oh Put Kui
tertawa, "buktinya justru kaulah yang licik dan berbahaya, Oh
Put Kui tak lebih hanya ingin membantu sahabat dunia
persilatan untuk melenyapkan bibit bencana bagi mereka
dikemudian hari." Kata-kata tersebut sungguh membuat Wi Thian-yang naik
darah dan merasa gusar sekali.
Selapis hawa napsu membunuh yang tebal dan
menyeramkan segera menghias wajah Raja setan penggetar
langit. Dipandangnya Oh Put Kui sekejap dengan penuh
kebencian, lalu serunya keras-keras:
"Hati-hati kau bajingan cilik..."
Dalam pada itu, Ibun Hau yang melihat kemunculan Kakek
berambut putih itu sudah berpikir:
"Tak nyana kalau iblis tua ini belum mampus bahkan
membantu berbuat kejahatan benar-benar hal ini tidak
kusangka, tampaknya dunia persilatan akan sulit peroleh
ketenangan untuk selamanya..."
Setibanya diujung perahu, Kakek berambut putih itu
memandang sekejap kearah Ibun Hau, kemudian katanya
sambil tertawa dingin: "Ibun Hau, kita telah bersua kembali."
Sekalipun dalam hati kecilnya merasa terkejut, namun
diluarnya Ibun Hau tetap bersikap santai dan tenang.
Mendengar ucapan mana, dia segera tertawa tergelak
sambil menyahut: "Aku mengira siapa yang berada dalam ruang perahu,
rupanya jago seribu li penggait sukma Pek loko, tak aneh
kalau Wi-thian-yang secara tiba-tiba bernyali besar..."
Mendengar nama "jago seribu li penggait sukma", paras
muka Oh Put Kui segera berubah hebat.
Ia pernah mendengar susioknya, Thian-liong sangjin
menyinggung nama gembong iblis tua ini.
Konon Thian liong sangjin sendiripun pernah menderita
kekalahan ditangannya tempo hari.
Nama aslinya adalah Pek Biau-peng, dan nama tersebut
jauh lebih termashur daripada tiga Kakek iblis dunia persilatan.
Tiba-tiba saja Oh Put Kui mulai merasa tidak tenang
hatinya. Ia tak bisa menduga, pun tak dapat memperhitungkan
secara tepat apakah Kakek latah awet muda sanggup
menandingi kehebatan dari si Jago seribu li penggait sukma
ini. Oleh sebab itulah baru pertama kali ini dia merasakan
hatinya amat kuatir semenjak pertama kali terjun kedalam
dunia persilatan... Dalam pada itu si Jago seribu li penggait sukma Pek Biau-
peng telah berkata dengan suara dalam:
"Ibun Hau, setelah berpisah selama puluhan tahun, aku
rasa ilmu Hian-goan-cing-khi mu yang pernah termashur di
daratan Tionggoan telah mencapai tingkatan yang sempurna
bukan?" Ibun Hau tertawa tergelak:
"Aku rasa masih jauh ketinggalan bila dibandingkan ilmu
Hian-im cing-khi dari Pek loko."
"Heeehh... heeehh... heeehh... pandai amat kau merendahkan diri." Kemudian setelah berhenti sebentar, ia berpaling kearah
Wi Thian-yang dan serunya lagi sambil tertawa:
"Wi Thian-yang, mundurlah agak jauh!"
Kali ini Wi Thian-yang menunjukkan sikap yang sangat
penurut, mendengar perintah tersebut dia benar-benar mundur
dua langkah ke belakang. Tapi Oh Put Kui yang melihat hal itu kembali mengacau:
"Wi Thian-yang, bukankah kau menantang aku untuk adu
kepandaian" Tapi bilamana kau tak lebih hanya manusia
cecunguk yang mudah dibentak dan diperintah orang
semaunya, aku mah tak sudi lagi bertarung melawanmu."
Umpatan yang begitu pedas dan sangat menghina ini tentu
saja tak mampu diterima oleh Wi thian-yang dengan begitu
saja. Kontan saja mukanya berubah menjadi merah, matanya
melotot besar dan wajahnya menyeringai menyeramkan,
dengan suara menggeledek teriaknya keras-keras:
"Bajingan keparat, kau sudah bosan hidup nampaknya!"
"Benarkah begitu" Hmmm... aku rasa justru kaulah yang
sudah bosan hidup." Belum selesai pemuda itu berbicara, tiba-tiba Pek Biau-
peng telah tertawa dingin lagi, dan terdengar ia menegur:
"Hey anak muda, kau berasal dari perguruan mana?"
"Kau sedang bertanya padaku?" tanya Oh Put Kui dengan
wajah tertegun penuh keheranan.
"Kalau bukan bertanya kepadamu lantas kepada siapa?"
sahut si Jago seribu li pengait sukma Pek Bian peng dengan
ketusnya, "bocah keparat, kulihat nyalimu benar-benar besar
sekali." Oh Put Kui tertawa hambar:
"Aku bernama Oh Put Kui, guruku adalah Tay-gi sangjin,
nah, sudahkah cukup jelas?"
Sejak terjun ke dalam dunia persilatan, belum pernah Pek
Biau-peng diperlakukan orang semacam ini apalagi oleh
seorang anak muda semacam Oh Put Kui, tidak heran kalau
sepasang matanya segera berkilat tajam, bahkan dibalik sorot
matanya terselip pula pancaran hawa amarah yang membara.
"Jadi kau adalah murid Oh Sian" Rupanya kau sedang
gagah-gagahan dengan membonceng ketenarannya."
Ia segera mendongakkan kepala dan tertawa terbahak-
bahak, terusnya: "Bocah keparat, kali ini kau telah salah alamat besar,
jangan lagi baru gurumu, bahkan sucoumu hidup kembalipun
aku tak akan memandang sebelah mata kepadanya..."
Oh Put Kui kontan saja naik pitam, mukanya terasa merah
membara karena hatinya panas.
Sekalipun diapun tahu bahwa gembong iblis tua ini tidak
gampang untuk dihadapi, akan tetapi diapun tak dapat
berpeluk tangan belaka membiarkan guru dan Kakek gurunya
dihina serta dicemooh orang lain, sambil mendengus dingin
segera serunya: "Kurangajar, tua-tua bangka, kau berani menghina dan
mencemoh guru dan Kakek guruku" Manusia semacam kau
tak bisa diampuni lagi..."
Pek Biau-peng yang mendengar ucapan tersebut kontan
saja mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh... haaah... haaah... kau tak mau mengampuni
aku" Apa sih yang dapat kau perbuat?"
"Kau harus minta maaf kepadaku!"
"Kentut busuknya makmu!" umpat Pek Biau-peng penuh
amarah, "huuuh... kau ini manusia macam apa" Kau suruh
aku minta maaf kepadamu" Jangan bermimpi disiang hari
bolong!" "Bila kau enggan minta maaf, terpaksa aku akan
memaksamu dengan mempergunakan kekerasan," ancam
pemuda itu sambil tertawa dingin.
"Haaahh... haaahh... haaahh... gampang sekali bila kau
ingin mempergunakan kekerasan, aku hanya kuatir kau tak


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mampu menahan sepuluh jurus seranganku!"
Dengan nama dan kedudukan Pek Biau-peng dalam dunia
persilatan, sesungguhnya kata-kata semacam ini sudah
merupakan suatu sikap yang amat sungkan.
Sebab Pek biau-peng pun sadar bahwa ia tak boleh
memandang terlalu enteng terhadap lawannya ini, karena
bagaimanapun juga Oh Put Kui adalah anak murid dari Tay-gi
sangjin. Coba kalau bukan begitu, dia cukup mengandalkan satu
gebrakan saja sudah cukup untuk mengirim anak muda
tersebut ke neraka, bahkan dalam anggapannya tak seorang
anak mudapun didunia ini yang mampu menghadapi setengah
gebrakanpun darinya. Sebaliknya Oh Put Kui justru tertawa senang di dalam hati,
sebab apa yang dicita-citakan telah terpenuhi, dan dia merasa
perlu untuk mengikat lawannya dengan perkataannya itu.
Dengan suara keras katanya:
"Seandainya dalam sepuluh gebrakan nanti aku berhasil
mempertahankan diri, apakah kaupun akan meminta maaf
kepadaku?" "Tentu saja," jawab Pek Biau-peng dengan geram, "apa
yang telah kuucapkan selamanya akan kupenuhi!"
"Baik, kalau begitu aku harus memaksamu untuk meminta
maaf kepadaku..." "Sudahlah, tak usah banyak bicara, silahkan melancarkan
serangan lebih dulu!"
"Turun tangan?" tiba-tiba Oh Put Kui tertawa hambar,
"apakah kita harus saling bertarung dengan begini saja?"
"Kau ingin bertarung dengan cara apa?"
"Selisih jarak kita demikian jauhnya, aku takut kau
membuang tenaga terlalu banyak."
Pek Biau-peng sungguh dibuat sangat mendongkol sampai
jenggot putihnya bergetar keras.
Mendadak saja dia berpekik keras lalu melompat kearah
ujung geladak perahu yang ditumpangi Oh Put Kui.
"Bocah keparat, aku tahu akan maksud jahatmu itu, tapi
aku tak akan kuatir untuk menghadapi rencana busuk apapun
darimu, bagaimana" Kita harus bertarung sekarang juga?"
Tiba-tiba terdengar Ibun Hau berkata sambil tertawa:
"Keponakanku, minggirlah kau..."
Oh Put Kui yang menjumpai Pek Biau-peng sudah masuk
perangkap. tentu saja tak mau mengundurkan diri dengan
begitu saja. "Ibun tua, boanpwee yakin masih mampu untuk
menghadapinya!" dia berseru cepat.
Kemudian tidak menunggu jawaban dari Ibun Hau, dia telah
berpaling kembali ke arah Pek Biau-peng dan katanya sambil
tertawa: "Disaat batas waktu sepuluh jurus sudah lewat, pada saat
itulah anda akan mendapat malu."
"Haaahh... haaahh... haaahh... selembar mulutmu sungguh
amat tajam bagaikan pisau, sayang sekali aku segan untuk
banyak berbicara denganmu." ucap Pek Biau-peng sambil
tertawa seram. "bila kau enggan melancarkan serangan lebih
dulu, jangan salahkan kalau aku pun enggan bertarung lebih
lanjut." Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui tertawa tergelak:
"Aku memang sudah tahu kalau nyalimu kecil dan sekarang
kau lagi merasa ketakutan setengah mati."
Pek Biau-peng kembali tertawa seram:
"Bocah keparat, kau tidak usah membuat perhitungan yang
kelewat indah dihadapanku, andaikata orang di dunia ini dapat
membuat aku masuk perangkap dan menjadi naik darah,
maka orang itu tentunya kaulah orangnya."
Diam-diam Oh Put Kui tertawa geli, namun diluar dia
menjawab dengan berterus terang:
"Mungkin saja begitu..."
Belum selesai dia berkata, tiba-tiba saja sebuah pukulan
keras telah dilontarkan ke depan.
Pek Biau-peng mengira dia masih hendak mengucapkan
sesuatu, maka pada hakekatnya dia tidak melakukan
persiapan apapun. Menanti dia sadar akan datangnya serangan dahsyat dari
lawannya, kesempatan baginya untuk menghindar pun sudah
tidak ada lagi. Sekalipun demikian, dia sama sekali tidak memandang
sebelah matapun terhadap serangan yang dilancarkan oleh
Oh Put Kui tersebut. Begitu tangannya digerakkan, dia langsung membabat ke
arah pergelangan tangan kanan dari Oh Put Kui.
Tiba-tiba saja Oh Put Kui menarik kembali tangannya
sambil mundur setengah langkah, lalu katanya sambil tertawa:
"Jurus pertama!"
Rupanya bacokan telapak tangan yang dilontarkan Pek
Biau-peng tersebut sama sekali mengenai sasaran yang
kosong. Pek Biau-peng yang menjumpai keadaan tersebut segera
mengejek sambil tertawa dingin:
"Kau tak usah keburu merasa bangga, aku masih
mempunyai sembilan kali kesempatan untuk merenggut
nyawamu." "Benarkah begitu" Sayang sekali aku..."
Belum habis dia berkata, sepasang lengannya kembali
dilontarkan bersama melepaskan bacokan pertama.
Segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat bagaikan
amukan ombak ditengah samudra langsung saja melanda
tiba. Menghadapi datangnya ancaman yang begitu dahsyat,
mau tak mau Pek Biau-peng merasa terkejut juga.
Dia sama sekali tidak mengira kalau bocah muda tersebut
benar benar memiliki kepandaian silat yang dahsyat.
Dalam keadaan demikian terpaksa ia harus mengebaskan
ujung bajunya berulang kali untuk memudahkan datangnya
ancaman dari Oh Put Kui tersebut.
Akibat dari bentrokan kekerasan yang kemudian terjadi,
kedua belah pihak sama sama bertahan pada posisi semula.
"Saudara, lagi-lagi kau kehilangan sebuah kesempatan
yang baik untuk membinasakan aku..." jengek Oh Put Kui
sambil tertawa lebar. Tidak sampai lawannya berbicara, tiba tiba saja Oh Put Kui
telah melepaskan kembali tiga buah serangan berantai.
Ketiga buah serangan tersebut boleh dibilang mempergunakan jurus-jurus silat yang belum pernah
digunakan Oh Put Kui selama ini.
Segulung desingan tajam bagaikan suara sempritan dari
bambu, segera bergema diatas permukaan telaga itu.
Menyusul desingan itu, menyambarlah ketiga buah
serangan Oh Put Kui yang tidak nampak kekuatan
sambarannya tapi justru mengandung kekuatan maha dahsyat
yang mengerikan hati itu.
Pek Biau-peng segera mengerutkan dahinya rapat-rapat.
Untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut, terpaksa
dia harus mempergunakan gerakan tubuh yang terhebat dan
tenaga pukulan yang paling hebat untuk memutar badan
sambil secara berurutan melancarkan tiga pukulan dan tiga
kelitan sebelum berhasil meloloskan diri dari ancaman mana.
Selintas perasaan kaget segera memancar keluar dari balik
mata Kakek tersebut, serunya tanpa terasa:
"It-ing-ci!" "Haaahh... haaahh... haaahh... rupanya luas
juga pengetahuanmu, nah saudara, lagi lagi kau sudah kehilangan
kesempatan untuk mencelakai diriku!"
Oh Put Kui tahu, dengan tenaga serangan It-ing-ci yang
dimilikinya sekarang, masih belum mampu untuk melukai
gembong iblis tua tersebut, oleh karenanya dia tidak
melancarkan serangan dengan seluruh kekuatan
Akan tetapi hal tersebutpun sudah cukup memusingkan
kepala Pek Biau-peng Dengan sorot mata berkelit dan diiringi suara tertawa yang
menyeramkan, tiba-tiba dia menggerakkan sepasang tangannya sambil melepaskan tiga buah serangan beruntun.
Dalam waktu singkat, permukaan telaga Phoa-yang oh
tersebut sudah dicekam oleh angin puyuh yang maha dahsyat.
Permukaan air telaga sekitar tiga kaki dari posisi Oh Put
Kui berdiri, tiba-tiba saja dikurung oleh amukan ombak
setinggi berapa depa... Oh Put Kui sama sekali tidak menyangka kalau Pek Biau-
peng memiliki tenaga pukulan yang begitu dahsyat dan
mengerikan. Serta merta dia menghimpun tenaga murninya, lalu
mengerahkan ilmu Kiu-coan-tay-sian sinkang untuk melindungi seluruh badan, bukannya mundur dia justru
mendesak maju ke depan dan menyusup ke balik tenaga
serangan dari Pek Biau-peng.
Ibun Hau yang menyaksikan kejadian itu menjadi terkejut,
bentaknya tanpa terasa: "Hiantit, kau tak boleh bertindak gegabah...!"
Akan tetapi bayangan tubuh Oh Put Kui telah menyusup
masuk kedalam lingkaran tenaga pukulan lawan.
"Blaaammm...!" Ditengah bentrokan yang amat memekikan telinga, Oh Put
Kui telah melayang mundur kembali ke belakang.
Ibun Hau sungguh merasa terkejut sekali hingga dia hanya
bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela napas
panjang, pikirnya: "Bocah ini benar-benar bernyali besar untuk menyerempet
bahaya." Hanya saja suara helaan napas panjangnya hanya sempat
diutarakan sampai setengah jalan saja lalu berhenti tiba-tiba.
Tampaknya si Jago seribu li penggait sukma Pek Biau-
peng pun terdorong mundur sejauh dua langkah lebih sebelum
berhasil berdiri dengan tenang, malahan dengan wajah
terkesiap, teriaknya: "Kau si bocah keparat bukan manusia!"
"Yaa, berbicara yang sebenarnya dia memang tidak mirip
manusia melainkan seperti dewa..."
Tubuhnya yang masih melambung ditengah udara, dalam
waktu singkat telah balik kembali keatas perahu.
-oo0dw0oo- Nyatanya pemuda tersebut sama sekali tidak menderita
luka, bahkan dengan senyuman dikulum katanya:
"Saudara, apakah ketiga buah serangan berantaimu tadi
dapat terhitung sebagai tiga jurus serangan?"
Pek Biau-peng tak sanguup menahan gejolak emosinya,
dengan penuh amarah dia mendengus dingin:
"Betul, dianggap tiga jurus, tapi..."
Mendadak sepasang matanya melotot besar, lalu sambil
mengebaskan tangannya ke depan dia berseru:
"Lihat serangan..."
"Blaaamm!" Tubuh Oh Put Kui segera terlempar sejauh satu kaki lebih
hingga terlempar kearah telaga, namun dengan amat cekatan
sekali pemuda itu menjejakkan kakinya keatas permukaan
telaga kemudian segera balik kembali ke atas perahu.
Rupanya dalam pembicaraan tersebut, Oh Put Kui kembali
termakan sebuah pukulannya.
Tapi sayang sekali tenaga pukulan yang dilancarkan Pek
Biau-peng itu gagal melukai Oh Put Kui sebaliknya
menimbulkan sebuah lubang sebesar berapa depa diatas
papan geladak perahu itu.
Oh Put Kui segera tertawa tergelak sambil mengejek:
"Nah saudara, apakah jurus yang terakhir inipun masih
akan kau lepaskan?" Kali ini Pek Biau-peng benar benar merasa gusarnya luar
biasa, namun diapun merasa terkesiap bercampur terkejut.
Bagaimanapun juga dia sama sekali tidak menyangka
kalau ilmu silat yang dimiliki Oh Put Kui telah mencapai
tingkatan yang demikian hebatnya.
Padahal menurut perkiraannya semula, sekalipun Tay-gi
sangjin turun tangan sendiri pun tak mungkin akan jauh lebih
hebat dari pada kemampuan yang dimilikinya, sudah barang
tentu kemampuan dari muridnya tak mungkin lebih hebat
daripada gurunya. Padahal dia mana tahu kalau kemampuan yang dimiliki
Tay-gi sangjin terutama setelah mempelajari ilmu Kiu-pian-tay-
sian sinkang, telah mencapai tingkatan yang sedemikian
dahsyatnya hingga sukar untuk dicarikan tandingannya
didunia ini" Pek Biau-peng mengerutkan dahinya lalu berkata sambil
tertawa menyeramkan: "Dalam seranganku yang terakhir ini, aku akan mencabut
selembar jiwamu..." Tiba-tiba saja tangan kanannya digetarkan ke muka...
telapak tangannya menghadap ke depan dan pelan-pelan
digerakkan dengan sikap mengamcam.
Dalam sekejap mata, telapak tangan itu sudah berubah
menjadi semu keabu-abuan.
Oh Put Kui yang melihat gerakan mana segera berkata
sambil tertawa mengejek: "Tak nyana kalau saudara mempunyai begitu banyak
gaya..." Sebaliknya Ibun Hau yang menyaksikan kejadian ini segera
berseru dengan kaget: "Keponakanku, iblis tua ini sudah berhasil memiliki ilmu
Hian-im-tou-kut-toh-mia-ciang
(pukulan

Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hawa dingin penembus tulang pencabut nyawa), kau jangan bertindak
gegabah sehingga membiarkan tubuhmu tersambar angin
pukulan..." "Ibun tua tak usah kuatir, boanpwee tidak takut
kepadanya!" Mendengar jawaban tersebut Ibun Hau semakin gelisha
lagi, kembali ujarnya: "Hiantit, ilmu pukulan semacam ini bukan saja disertai
dengan tenaga dalam yang kuat, lagipula amat beracun..."
"Kau orang tua tak usah kuatir..."
Pada saat itulah... Mendadak terdengar Pek Biau-peng membentak keras:
"Bocah keparatm pergilah menjumpai Kakek moyangmu!"
Didalam gusarnya yang luar biasa, rupanya Kakek itu tak
mampu menahan diri lagi sehingga umpatan dengan kata-kata
yang kasarpun segera berhamburan keluar.
Bahkan telapak tangan kanannya segera diayunkan pula ke
depan melancarkan sebuah serangan maut.
Sementara Oh PUt Kui telah menghimpun ilmu Kiu-pian-
tay-sian-sinkang nya untuk melindungi seluruh badan, berada
dalam keadaan seperti ini, maka lima depa disekeliling
tubuhnya sudah terlindung tenaga murni sehingga berbagai
racun tak akan mampu menyelusup kedalam tubuhnya lagi.
Dalam keadaan demikian, dia hanya menguatirkan satu hal
saja, yaitu apabila tenaga serangannya kelewat dahsyat.
Asalkan tenaga pukulan lawan tidak lebih tangguh satu kali
lipat daripada kemampuan yang dimilikinya, maka dia masih
mampu menghadapi serangan lawan dengan mengandalkan
ilmu Kiu-pian-tay-sian-sinkang nya itu.
Namun nyatanya ilmu pukulan hawa dingin penembus
tulang pencabut nyawa itu benar-benar sangat tangguh, kuat
dan menggidikkan hati. Seketika itu juga Oh Put Kui merasakan sekujur badannya
gemetar keras sekali. Sekalipun demikian, akhirnya toh dia tak sampai mundur
kebelakang... Tenaga serangan dari Pek Biau-peng tersebut selain
membuat sekujur tubuhnya gemetar keras, nyatanya tidak
mendatangkan reaksi apapun...
Oh Put Kui segera mengetahui bahwa kemenangan berada
di pihaknya... "Saudara, sepuluh jurus sudah lewat..." serunya kemudian
dengan lantang. Pek Biau-peng menjadi tertegun dan termangu-mangu
sampai setengah harian lamanya.
Hingga Ibun Hau yang berada disisinya ikut memperdengarkan suara tertawanya yang keras, ia baru
sadar kembali seraya menegur:
"Ibun Hau, apa yang sedang kau tertawakan?"
"Aku mentertawakan kau sebagai seorang tua bangka yang
tidak memegang janji."
"Kapan sih aku tidak memegang janji?"
"Sepuluh jurus sudah lewat, apakah kau masih ingin
mungkir?" "Haaah... haaah... haaah... Ibun Hau, kau terlalu
memandang rendah diriku..." seru Pek Biau-peng sambil
tertawa tergelak. "Kapan sih aku mungkir?" kembali gembong iblis itu
berpaling. "Kau sudah seharusnya mengaku kalah."
Pek Biau-peng manggut-manggut:
"Yaa, aku bukannya tak mau mengaku kalah, hanya aku
sadar bahwa diriku tertipu mentah-mentah."
"Kau pun bisa tertipu?" Ibun Hau tergelak.
Pek Biau-peng mengalihkan sorot matanya ke wajah Oh
Put Kui, kemudian katanya:
"Tidak kusangka sama sekali kalau bocah muda ini telah
berhasil melatih ilmu sian kang tingkat atas dari golongan
Buddha, sehingga ilmu pukulan hawa dingin penembus tulang
pencabut nyawa ku sama sekali tidak mendatangkan
ancaman apapun pada dirinya."
"Haaahhh.. haaahhh... haahh... hal ini mah hanya bisa
menyalahkan kepada saudara, mengapa kekurangan pengalaman untuk menilai kemampuan lawan."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba katanya lagi
dengan wajah yang serius:
"Persoalan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan
soal kalah menang, lebih baik saudara bersikaplah jantan..."
Baru selesai Ibun Hau berkata, tiba-tiba saja Oh Put Kui
telah menyambung: "Ibun tua tak usah memaksa Pek lojin ini mengaku kalah,
sebab kalau kudengar dari pembicaraannya, dia seperti
menganggap sepuluh jurus kelewat sedikit, boanpwee
memutuskan untuk bertarung lagi selama ratusan jurus lagi."
Kedengarannya saja perkataan itu begitu gagah dan
terbuka, padahal arti yang sebenarnya amat memojokkan
posisi Pek Biau-peng, bahkan lebih tak sedap didengar
daripada nya yang diucapkan Ibun Hau tadi.
Sambil tertawa Ibun Hau segera berseru:
"Bagus sekali, kalau begitu ditambah lagi dengan seratus
gebrakan...!" Sudah barang tentu Pek Biau-peng sebagai seorang jago
yang punya nama, tak sudi kehilangan muka dengan begitu
saja. Dengan penuh amarah yang membara dan rambut yang
berdiri kaku seperti landak, dia segera berseru keras:
"Ibun Hau, kau tak usah bermain setan lagi dengan bocah
keparat tersebut, urusan pada hari ini kita akhiri sampai disini
saja, bila bersua lagi dikemudian hari, kalian mesti lebih
berhati-hati..." Belum selesai perkataan itu diutarakan, ia sudah beranjak
pergi dari sana. Diam-diam Oh Put Kui harus mengakui juga akan
kehebatan ilmu silat yang dimiliki si jago seribu li pembetot
sukma ini, bahkan orang ini tidak kehilangan sifat terbuka dan
gagahnya. Pada saat Pek Biau-peng sudah melayang turun disamping
Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang, Oh Put Kui baru
berseru sambil tertawa nyaring:
"Pek lojin, asal kau orang tua tidak bergaul dengan
manusia sebangsa Wi Thian-yang, Oh Put Kui amat bersedia
untuk berhubungan lebih akrab lagi dengan kau orang tua..."
Perkataan dari Oh Put Kui ini diutarakan dari hati
sanubarinya yang sejujurnya.
semenjak tadi ia sudah tahu bahwa Pek Biau-peng
menaruh perasaan kasihan dan sayang kepadanya sehingga
didalam serangan yang dilepaskan tadi, ia sama sekali tidak
menggunakan jurus maut untuk merenggut nyawanya.
Kalau bukan begitu, sekalipun ia masih dapat menyelamatkan selembar jiwanya, namun tak urung akan
menderita luka juga! Berdasarkan alasan inilah, dia ingin berusaha sedapat
mungkin untuk memisahkan Pek lojin dari rombongan Wi
Thian-yang, daripada memberi peluang bagi kelompok Wi-
thian-yang untuk lebih memperkokoh kekuatannya.
Ibun Hau yang mendengar perkataan tersebut, dalam hati
kecilnya segera memuji akan ketelitian dan kecermatan Oh
Put Kui. Dalam pada itu, Pek Biau-peng telah tertawa, suara
tertawanya sama sekali tidak mengandung nada gusar
ataupun perasaan yang lain.
Dalam gelak tertawa Pek Biau-peng tersebut, cepat-cepat
Wi Thian-yang berseru sambi tertawa dingin:
Oh Put Kui, kau tidak usah membuang waktu dan pikiran
dengan percuma, Pek lojin tak akan termakan oleh siasat adu
dombamu!" Sekalipun dalam hati kecil Oh Put Kui timbul perasaan
kecewa, namun ia toh tertawa tergelak lagi sambil berkata:
Wi Thian-yang, sekalipun hari ini kau bersikeras tak mau
mengaku sebagai pencuri ruyung mestika Mu-ni-ciang-mo-
pian, tapi aku percaya dalalm satu bulan mendatang, kau pasti
akan mengakui dengan sendirinya...!"
Wi Thian-yang yang mendengar ucapan mana merasakan
hatinya terkesiap. Bagaimanapun juga dia harus mempercayai perkataan dari
sianak muda itu, maka serunya lantang:
"Oh Put Kui, sekalipun kau memiliki kemampuan yang lebih
hebatpun belum tentu pekerjaan tersebut dapat kau lakukan
dengan baik!" "Wi Thian-yang, jika kau tak percaya tunggu saja
bagaimana hasilnya nanti," kata Oh Put Kui sambil tertawa,
"aku cukup berkunjung ke puncak bukit Kun-lun sebelah barat
dan mengundang kehadiran pemilik ruyung mestika ini, akan
kulihat kau berani menyangkal lagi tidak..."
Mendadak... "Omintohud!" suara pujian kepada sang Buddha yang
nyaring berkumandang datang.
Lalu dari permukaan telaga Phoa-yang oh yang tenang
muncul tiga buah sampan besar.
Menyusul suara pujian kepada Sang Buddha itu, terdengar
pula seseorang berkata dengan suara lembut:
"Ornag muda, kau tak perlu bersusah payah pergi ke Kun-
lun sebelah barat!" Ketika perkataan tersebut berkumandang datang, orang-
orang yang berada diatas dua perahu tersebut sama-sama
merasa terperanjat. Sorot mata Ibun Hau segera dialihkan ke arah perahu yang
masih berada beberapa li jauhnya itu, kemudian berkata:
"Hianti, tampaknya pemilik ruyung mestika itu sudah
datang!" Oh Put Kui pun sudah berpikir pula sampai keseitu.
Tapi dengan terpikirnya hal itu maka dia pun memperoleh
suatu perasaan lain, dengan kehadiran Wi-in sinni, pemilik
ruyung mestika itu, bisa jadi Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian
pun ikut datang pula. Sambil membelalakkan matanya lebar-lebar, diawasinya
kejauhan tersebut tanpa berkedip, dia mengawasi terus
perahu-perahu itu hingga semakin mendekat.
Pada saat itulah, dibelakang tubuhnya tahu-tahu sudah
bertambah dengan si kakek latah awet muda, terdengar ia
berpesan: "Anak muda, lo nikou itu telah datang, kau jangan sekali-
kali mengusiknya." Sambil berpaling Oh Put Kui tertawa, pikirnya didalam hati:
"Mengapa aku harus mengusiknya?"
Tiba-tiba saja dia menjumpai paras muka Kakek latah awet
muda nampak sangat luar biasa, ia seperti merasa tegang,
tapi juga merasa terkejut bercampur gembira.
Ditatapnya kembali Oh Put Kui, kemudian ujarnya lebih
jauh: "Anak muda, jangan sekali-kali kau katakan kalau aku
berada ditempat ini!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya:
"Aaah, tidak bisa, aku harus merubah wajahku."
Dengan cepat dia menggerakkan tubuhnya dan menyusup
masuk kedalam ruangan perahu.
Dalam pada itu, perahu tersebut pelan-pelan telah berlayar
kembali ke depan. Tapi pada saat itu juga, tiba-tiba Oh Put Kui melihat ada
sesosok bayangan manusia yang meluncur ke atas perahu
dengan kecepatan luar biasa.
Kemudian terdengar pula si Jago seribu li penggait sukma
berseru sambil tertawa "Hian-hian toaci, baik-baikkah kau selama ini?"
Belum selesai perkataan itu diutarakan, orang tersebut
sudah melayang turun diatas perahu milik Pek Biau-peng
tersebut. Oh Put Kui yang menyaksikan kejadian itu menjadi terkejut
sekali. Apa hubungan antara Pek Biau-peng dengan Wi-in sinni"
Mengapa dia menyebut Wi-in sinni sebagai Hian-hian toaci"
sudah jelas dibalik kesemuanya ini terdapat hal-hal lain.
Tanpa terasa ia menundukkan kepalanya sambil berpikir.
Tapi pada saat itu pula dari atas perahu yang ditumpangi
Wi Thian-yang tampak sesosok bayangan hitam pelan-pelan
turun ke dalam air lewat buritan dan cepat-cepat berenang
menuju ke pantai yang berjarak tiga li jauhnya itu.
Hanya sayang tak seorangpun yang memperhatikan
kejadian tersebut. Sementara itu perahu yang ditumpangi Wi-in sinni telah
berhenti dan menurunkan jangkar.
Ibun Hau segera mengalihkan perhatiannya ke arah perahu
tersebut dan berseru sambil tertawa nyaring:
"Sudah lama sinni mengasingkan diri dari keramaian dunia,
kedatanganmu secara tiba-tiba hari ini sungguh membuat aku
merasa terkejut bercampur keheranan, bersediakah sinni
datang ke perahu kami untuk berbincang-bincang?"
Suara yang lembut itu segera menyahut sambil tertawa
merdu: "Untuk memenuhi undangan dari saudara Ibun dan
Samwan, tentu saja pinni harus memenuhinya..."
Dalam pembicaraan mana, perahu tersebut sudah bergerak


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merapat. Tiba-tiba pintu ruangan dibuka dan muncullah tiga orang,
sebagai orang pertama adalah seorang nikou tua berambut
perak yang berwajah lembut, dibelakangnya mengikuti Pek
Biau-peng, dan dibelakang Pek Biau peng adalah seorang
nona berbaju kuning. Berkilat sepasang mata Oh Put Kui melihat kemunculan
nona tersebut, sekulum senyuman segera menghiasi bibirnya,
dia segera membalikkan tubuh masuk kedalam ruangan, lalu
setelah mengambil kembali ruyung mu-ni-pian dari tangan
pengemis sinting, dia balik kembali ke ujung geladak dan
berdiri disitu sambil tersenyum.
Rupanya nona berbaju kuning itu tak lain adalah Nyoo
Siau-sian yang pernah dicari di seluruh Kang-ciu tapi tak
berhasil ditemukan itu. Sementara itu Samwan-to ikut pula munculkan diri.
Setelah diiringi basa basi, maka kedua belah pihakpun
saling tertawa tergelak. Bahkan Pek Biau-peng sendiripun seakan-akan sudah lupa
dengan kejadian tadi, sambil tertawa serunya kepada Ibun
Hau dan Samwan-to: "Mungkin kalian berdua tidak pernah menyangka bukan
kalau Wi-in sinni adalah suci (kakak seperguruan)ku...."
"Hhaaaaah... haaaaah... haaahhh... kejadian ini memang
sama sekali diluar dugaan..." jawab Samwan-to sambil tertawa
tergelak. Ibun Hau menyambung pula:
"Kalau memang saudara Pek adalah adik seperguruan
sinni, maafkanlah kelancangan kami tadi!"
Mendengar ucapan mana Pek Biau-peng segera berseru:
"Kejadian yang sudah lewat biarkan saja lewat, lebih baik
tak usah disinggung kembali."
Sementara itu Wi-in sinni telah mengalihkan sorot matanya
ke wajah Oh Put Kui, dia seperti menaruh kesan dan perhatian
yang khusus terhadap pemuda tersebut, kendatipun dia sudah
melihat sejak tadi bahwa benda yang berada ditangan Oh Put
Kui adalah senjata Mu-ni-ciang-mo-pian andalannya selama
ini, tapi ia sama sekali tidak menyinggung masalah itu, malah
tanyanya: "Saudara Samwan, siapakah si anak muda itu?"
"Ooh dia adalah Oh Put Kui, murid Tay-gi!" sahut Samwan
To sambil tertawa. "Jadi Tay-gi sudah mempunyai ahli waris" Sungguh
menggembirakan......"
Sambil tertawa Ibun Hau berkata pula:
"Oh hianti ini selain menjadi ahli waris Tay-gi, diapun
merupakan ahli waris dari Thian-liong."
-oo0dw0oo- Paras muka nikou itu semakin berseri segera ucapnya:
"Sebagai ahli waris dari Tay gi dan Thian liong sinceng
berdua, sudah pasti anak muda ini bukan manusia
sembarangan, Oh sauhiap apakah kau telah menemukan
kembali Mu-ni-pian milik pinni?"
Sebenarnya sejak tadi Oh Put Kui sudah ingin berbicara,
hanya saja ia tak berani berlaku kurang adat maka selama ini
hanya berdiam diri belaka.
Setelah ditanyai sinni, pemuda itu baru menjawab dengan
hormat: "Benar!" "Terima kasih banyak untuk bantuan sauhiap yang telah
berhasil menemukannya kembali untuk Sian-ji!"
Sementara itu Nyoo Siau sian sudah tak mampu untuk
menahan diri lagi, ia segera berteriak:
"Oh toako, kau berhasil menemukannya dimana" Benarkah
benda itu dicuri oleh pihak Pay kau?"
"Betul," sahut Oh Put Kui sambil tertawa, "cuma bukan
pihak Pay-kau yang mencuri benda itu."
"Oh toako, tahukah kau siapa yang telah mencuri benda
itu?" "Yaa, aku tahu, bahkan akupun tahu kalau orang itu
bermaksud untuk memfitnah pihak Pay-kau..."
Nyoo Siau-sian sama sekali tidak menggubris apakah Pay-
kau difitnah atau tidak, dia hanya ingin tahu dengan
secepatnya siapa yang mencuri ruyung mestikanya itu.
Maka sambil tersenyum manis, dia menukas:
"Oh toako, cepat katakan siapa yang telah mencuri
mestikaku itu......?"
"Wi Thian-yang serta kakakmu Nyoo Ban-bu!"
Ucapan tersebut betul-betul suatu perkataan yang sangat
berani. Nyoo Siau-sian segera dibuat tertegun, kemudian serunya:
"Aaah, hal ini tak mungkin terjadi......"
Oh Put Kui segera tertawa.
"Nona, pertama-tama aku akan mengembalikan dulu
ruyung mestika ini kepadamu, soal nona mau percaya atau
tidak kalau kakakmu yang telah mencuri benda tersebut,
sekembalinya ke Ibu kota nanti, segala sesuatunya toh akan
menjadi jelas!" Selesai berkata, dia segera melemparkan ruyung mu-ni-
pian tersebut kedepan, bagaikan sekilas cahaya hitam benda
itu segera meluncur kedepan.
Dengan cekatan sekali Nyoo Siau sian menyambar ruyung
itu dan menangkapnya. "Oh toako, terima kasih banyak............"
Tapi belum habis berkata, dia telah menundukkan
kepalanya rendah-rendah. sebaliknya Wi-in sinni segera berkata sambil tertawa:
"Oh sauhiap, kau mengatakan ruyung itu dicuri oleh Wi
Thian-yang............?"
"Yaa, semestinya Wi-thian-yang yang telah mengajak Nyoo
Ban-bu bersekongkol untuk mencuri benda itu."
Nikou tersebut segera berpaling ke arah Pek Biau-peng
dan serunya lantang: "Sute, cepat kau suruh Wi-thian-yang keluar!"
"Baik, siaute akan segera pergi............." sahut Pek Biau-
peng sambil tertawa. Selesai berkata, bayangan tubuhnya segera berkelebat
pergi dari situ. Tapi sekejap kemudian ia telah muncul kembali.
Oh Put Kui yang menjumpai hawa amarah diwajah Kakek
tersebut segera berseru: "Wi-thian-yang telah melarikan diri.............."
"Bagaimana caranya dia kabur?" tanya Wi-in sinni dengan
kening berkerut, "bukankah tadi ia masih berada disitu?"
Sambil menggertak gigi Pek Biau peng mendepak-
depakkan kakinya berulang kali, lalu katanya:
"Pemilik perahu mengatakan dia telah kabur melalui lorong
bawah perahu." Tiba-tiba Oh Put Kui tertawa:
"Pek tua, hal ini membuktikan kalau perkataan boanpwee
memang benar!" Sepasang mata Pek Biau-peng berkilat, kemudian setelah
tertawa hambar katanya: "Aaah, belum tentu demikian, tapi aku pasti akan
menyelidiki persoalan ini hingga tuntas."
Wi-in sinni pun berkata pula sambil tersenyum:
"Nyali Wi Thian-yang sungguh amat besar sute, dikemudian
hari kau tak usah berhubungan dengannya."
"Toa-suci, siaute hanya silaf sesaat."
"Hiantit, kau mesti tahu, dalam dunia persilatan kau masih
dikenal orang sebagai seorang gembong iblis."
Sekilas perasaan menyesal menghiasi wajah Pek Biau-
peng sesudah mendengar perkataan itu, ucapnya kemudian:
"Yaa, sungguh menyesal akan hal ini."
"Buddha atau ibliskah dia, semuanya hanya tergantung
pada jalan pemikiran sesaat" kata Wi-in sinni sambil tertawa,
"aku tahu hiante tak lebih hanya sempit jalan pemikirannya
dan terlalu menuruti watak sendiri apabila sifat jelek tersebut
dapat dihilangkah, niscaya niat iblis pun akan turut musnah!"
Dengan keringat bercucuran Pek Biau-peng segera
menyahut: "Siaute amat menghormati petuah dari toaci............"
Saat itulah Wi-in sinni baru berkata kepada Oh Put Kui
sambil tertawa: "Terima kasih banyak pinni ucapkan atas bantuan Oh
sauhiap untuk merebut kembali ruyung tersebut............"
"Aaah, hanya urusan kecil tak perlu locianpwee risaukan!"
Sinni kembali tersenyum: "Bilamana Oh sauhiap ada kesempatan di kemudian hari,
silahkan mampir di Hian-leng-an kami untuk bermain..."
"Boanpwee pasti akan meluangkan waktu untuk menyambangi sinni..."
Wi-in sinni manggut-manggut sambil tertawa, saat itulah dia
baru berkata kepada Samwan-to dan Ibun Hau:
"Apabila kalian berdua ada waktu luang, tak ada salahnya
turut berpesiar ke sana, pinni harus mohon diri lebih dulu!"
Samwan-to dan Ibun Hau sama-sama tertawa:
"Undangan dari sinni membuat aku merasa amat gembira,
selewatnya sembahyang bakcang nanti, kami pasti akan
berkunjung ke sana..."
Maka berangkatlah perahu yang ditumpangi Wi-in sinni
menjauhi tempat itu. Pek Biau-peng segera minta diri pula kepada Sinni untuk
kembali ke perahunya. Sedangkan Nyoo Siau-sian berseru kepada Oh Put Kui dari
kejauhan: "Oh toako, kau hendak ke mana?"
"Lam-cong!" Nyoo Siau-sian segera tersenyum malu, dia seperti ingin
mengucapkan sesuatu tapi kemudian niat itu diurungkan.
Oh Put Kui juga membuka mulut, namun tak sepatah
katapun yang dapat diutarakan keluar.
Selisih jarak kedua buah perahu itupun makin lama
semakin jauh sebelum akhirnya tinggal setitik hitam.
Dalam waktu singkat perahu yang ditumpangi Wi-in sinni
dan Nyoo Siau-sian itu sudah lenyap ditempat kegelapan
dikejauhan sana. Pada saat inilah Kakek latah awet muda baru muncul dari
ruangan perahu. Dengan wajah termangu-mangu diawasinya arah dimana
bayangan perahu itu lenyap, lalu sambil menghela napas
panjang katanya: "Hian-giok, cepat amat kau pergi................"
Satu ingatan segera melintas dalam benak Oh Put Kui,
sambil tertawa katanya kemudian:
"Ban tua, mengapa kau tidak menampakkan diri" Bukankah
kalian adalah bekas kekasih lama?"
Kakek latah awet muda tertawa getir:
"Lebih baik jangan bersua muka, kalau tidak............"
Tiba-tiba ia tutup mulut dan tidak berbicara lagi.
"Kalau tidak kenapa?" tanya Oh Put Kui sambil tertawa.
"Mengapa sih kau suka mencampuri urusan ini?" Kakek
latah awet muda tiba tiba dengan mata mendelik.
"Masa bertanya saja tak boleh" Kenapa sih kau ini?" seru
Oh Put Kui sambil tertawa.
@oodwoo@ Jilid 29 Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak:
"Hhaaaahh..... haaaaahh..... hhaaaaah...... kesulitan dan
kemurungan dalam soal cinta memang mendatangkan
kekuatan yang sangat besar......."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba kakek itu
menghela napas dan berkata lebih jauh:
"Anak muda, tahukah kau andaikata aku munculkan diri
tadi, maka ditelaga ini sekarang tak akan demikian tenang dan
heningnya, mungkin dunia akan terbalik......."
"Kenapa" Apakah antara kau dengan sinni terikat dendam
atau permusuhan?" tanya Oh Put Kui tertegun.
"Tidak ada," Kakek latah awet muda menggeleng, "tapi
memang terjadi suatu kesalahan paham kecil!"
Sementara itu perahu yang ditumpangi Pek Biau-peng
sudah berlayar menjauh dari situ.
Sambil mengawasi bayangan perahu yang sudah berada
berapa li jauhnya itu, kembali Kakek latah berkata:
"Anak muda, kau tak akan mengira bila aku munculkan diri
tadi, maka mereka Kakak beradik seperguruan pasti akan
turun tangan bersama untuk mencabut nyawaku."
"Aaah, masa begitu?" seru Samwan To terkejut.
"Ban loko, sebenarnya kesalahan paham apa sih yang
terjalin diantara kalian berdua?" tanya Ibun Hau pula.
Kakek latah awet muda menghela napas panjang:
"Aaai, mereka mengira Tiau-ki lonie tewas ditanganku."
"Ooh......." Samwan To semakin terkejut "kalau begitu tak
aneh lagi...... jadi mereka menyangka kau adalah musuh
besar pembunuh guru mereka?"
"Locianpwe, mengapa kau tidak memberi penjelasan
kepadanya?" tanya Oh Put Kui pula dengan kening berkerut.
"Percuma, diberi penjelasanpun tak ada gunanya." kata
Kakek latah awet muda sambil menggeleng, "kecuali kalau
aku berhasil menemukan si pembunuhnya."
"Pernahkah Ban loko melakukan pencarian?" seru Ibun
Hau. "Siapa bilang tak pernah" Aku sudah mencari selama enam
puluh tahunan." kata Kakek latah awet muda dengan mata
melotot. "Kalau begitu kejadian tersebut sudah berlangsung
semenjak enam puluh tahun berselang." pikir Oh Put Kui
kemudian, "sudah jelas penghidupan mereka bertiga selama
ini pun amat menderita."
Sementara itu terdengar Ibun Hau berkata:
"Dengan kepandaian silat yang dimiliki kalian bertiga, masa
selama enam puluh tahun ini tidak berhasil menemukan siapa
pembunuhnya" Kalau begitu cara bekerjanya orang itu pasti
luar biasa sekali." "Belum tentu begitu." sela Oh Put Kui sambil tertawa.


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengapa orang itu ingin membunuh Tiau-ki locianpwe"
Apakah Ban tua pun tahu?"
"Jika aku tahu, persoalan ini tentu sudah berhasil kuselidiki
sedari dulu." "Betul," kata Samwan To pula sambil tertawa, hanya
pembunuhan yang tidak diketahui sebab musababnya yang
paling sukar diselidiki......."
Oh Put Kui yang mendengar perkataan tersebut, tiba-tiba
saja teringat akan urusan sendiri.
Cepat-cepat dia berseru kepada kakek latah:
"Ban tua, kita harus segera berangkat!"
"Yaa betul, kita memang harus segera berangkat!" kata
Kakek latah awet muda dengan pandangan sedih.
Tanpa menyapa atau menegur lagi, ia segera melompat ke
perahu yang berada di samping perahu Samwan To itu.
Pengemis sinting segera melongokkan kepalanya dari balik
ruang perahu, melihat Kakek latah telah kembali keperahunya,
cepat-cepat diapun menyusul keluar.
"Locianpwe berdua, pengemis Liok ingin memohon diri
lebih dulu......." serunya cepat.
"Silahkan pengemis sakti," ucap Samwan-to sambil
tertawa, "maaf kalau aku tak bisa memberi pelayanan yang
baik......." Pengemis sinting yang telah menyeberang ke perahu
sendiri segera berseru sambil tertawa terbahak-bahak:
"Arak wangi dari kalian berdua sudah kucuri cukup banyak
terima kasih atas hidangan kalian itu......."
Rupanya sewaktu hendak keluar dari ruang perahu tadi, dia
sempat mencuri arak wangi.
Samwan-to dan Ibun Hau segera tertawa geli:
"Jika pengemis sakti menginginkan, aku akan menghadiahkan berapa guci arak lagi."
"Tidak usah," pengemis sinting segera menggeleng,
"biasanya arak curian lebih enak rasanya ketimbang arak
pemberian orang......."
Oh Put Kui tertawa geli, kepada dua orang Kakek itu
segera katanya sambil menjura.
"Boanpwee ingin mohon diri dulu........"
"Hiantit, apakah kau hendak pergi ke Lam-cong untuk
mencari Im-tiong-hok?"
"Benar!" "Ada urusan apa sih hiantit hendak mencarinya?" tanya
Samwan-to pula. "Untuk menyelidiki soal terbunuhnya ibuku!" kata Oh Put
Kui dengan sorot mata memancarkan sinar tajam.
"Apakah Im-tiong-hok tahu?" tanya Ibun Hau dengan wajah
berubah hebat. "Boanpwee tidak yakin apakah dia tahu atau tidak........"
Ibun Hau segera bertanya lagi sambil tertawa:
"Apakah hiantit kenal dengan Im-tiong-hok?"
"Kami pernah bersua di perkempungan Sin-ling-ceng!"
"Bagaimanakah pendapat hiantit tentang orang ini?"
"Pintar, gagah dan berkepandaian silat tangguh......."
"Haahhhahhh..... hhaaaaahhh..... haaaaahhh..... cocok,
cocok........." seru Samwan-to sambil tertawa tergelak.
Oh Put Kui yang menyaksikan kejadian itu, tiba-tiba saja
timbul kecurigaan dalam hatinya.
"Mungkinkah Im-tiong-hok mempunyai hubungan yang
cukup akrab dengan Thian-tok-siang-coat?"
Berpikir begitu, diapun bertanya sambil tersenyum:
"Apakah cianpwee berdua kenal dengan Im-tiong-hok?"
"Kami adalah sahabat karib, teman lama!" kata Samwan-to.
"Hiantit," kata Ibun Hau pula, "apakah kau mencurigai Im-
tiong-hok tersangkut dalam pembunuhan terhadap ibumu?"
"Saat ini boanpwee tak berani memastikan!"
"Hiantit, apakah menurut pendapatmu
Im-tiong-hok mencurigakan?" tanya Samwan-to terkejut.
"Belum tentu!" "Tidak mungkin, masa dia......."
Belum selesai Samwan-to selesai berbicara, Ibun Hau
sudah menyela. "Hiantit, kau mendapatkan kabar ini dari siapa?"
"Dari Kit Put-shia......."
"Jadi hiantit percaya dengan perkataan si gembong iblis
tersebut.......?" "Boanpwee tidak bisa tidak harus percaya!"
"Mengapa?" "Sebab barang peninggalan ibuku berada ditangan Kit Put-
shia!" "Kalau begitu Kit-put-shia sangat mencurigakan, mengapa
hiantit tidak pergi mencarinya?"
"Tusuk konde pelebur tulang Ngo im-hua kut-cian milik
almarhum ibuku telah muncul ditangan Kit-put-shia, ketika
boanpwee bertanya kepada gembong iblis tersebut, baru
kuketahui kalau tusuk konde itu diperoleh dari Im-tiong-hok!"
"Ooh......" Ibun Hau segera termenung berapa saat
lamanya, kemudian baru berkata lagi. "persoalan ini haru
dibikin jelas lebih dulu......"
Perkataan itu seakan akan diutarakan sebagai gumaman
seorang diri, tapi seperti juga mengajak Samwan To untuk
merundingkan persoalan ini.
Terdengar ia berkata lagi:
"Bila salah dalam pengurusan, maka akibatnya akan timbul
bencana besar....... cuma aku percaya Im-tiong-hok bukan
manusia rendah yang memalukan seperti itu."
"Boanpwee pun berpendapat demikian," sahut Oh -put-kui
sambil tertawa. Ibun Hau segera manggut-manggut.
"Hiantit, aku rasa dalam persoalan ini hanya Im-tiong-hok
seorang yang bisa menjawab dari siapakah tusuk konde
pelebur tulang itu dia peroleh!"
"Justru untuk menyelidiki persoalan inilah, boanpwee
berangkat ke Lam-cong!"
Mendadak Ibun Hau tertawa tergelak sambil berkata:
"Lohu ucapkan semoga sukses perjalanan hiantit kali ini
dan berhasil membalaskan dendam bagi kematian ibumu!"
"Terima kasih banyak locianpwee berdua......." kata Oh Put
Kui dengan wajah sedih. Selesai berkata dia lantas menjura dan masuk ke dalam
ruangan perahu. Kembali Ibun Hau berseru sambil tertawa tergelak:
"Hiantit, jika bertemu dengan Im-tiong-hok, tolong
sampaikan salamku kepadanya......."
Perahu yang ditumpangi Oh Put Kui sekalian telah berlayar,
tapi Oh Put Kui justru dibuat amat tak tenang oleh perkataan
Ibun Hau yang titip "salam" tersebut.
Im-tiong-hok tidak lebih hanya seorang Bulim Bengcu dari
Kanglam yang berkedudukan tak seberapa, mengapa Thian-
tok-siang-coat justru titip salam kepadanya"
Peristiwa ini benar-benar suatu kejadian yang sangat aneh.
Ataukah dibalik kesemuanya itu masih terselip sesuatu
yang aneh" Yang tidak diketahui setiap orang"
Untuk sesaat lamanya Oh Put Kui menjadi termangu dan
merasa tidak habis mengerti.
-oo0dw0oo- Kota Lam-cong. Orang bilang kota Lam-cong merupakan suatu kota kuno
yang megah dan antik, namun semua dalam kenyataan tidak
semegah apa yang dilukiskan.
Sekalipun begitu pemandangan alam yang dlihat dari atas
pagoda Peng ong-kok memang amat menawan hati.
Hari ini, di depan sebuah gedung lebih kurang sepuluh kaki
disebelah kanan pagoda Peng-ong-kok telah muncul tiga
orang, mereka tak lain adalah Oh Put Kui sekalian.
Didepan gedung megah itu terpancang sebuah papan
nama terbuat dari emas yang bertuliskan tiga huruf besar:
"TIONG-GI-HU." Bengcu kaum Liok lim untuk tujuh propinsi di wilayah
Kanglam ini betul-betul memiliki gaya yang luar biasa.
Berhadapan dengan gedung bangunan yang begitu megah
ini, Pengemis sinting menggelengkan kepalanya berulang kali
sambil bereru: "Betul-betul suatu pemborosan secara besar besaran, apa
sih gunanya gagahan" Padahal kedudukannya tak lebih cuma
seorang Liong-tau totoa dari kaum Liok-lim, kalau seorang
pentolan pencolengpun hidup begitu mewah, bagaimana pula
dengan kehidupan seorang kaisar?"
Kalau didengar dari caranya berbicara, tampaknya si
pengemis sinting ini semakin lama semakin tidak sinting.
Masih untung Oh Put Kui sudah menaruh pandangan lain
terhadap Im-tiong-hok sehingga ia cuma mengatakan hal-hal
yang biasa saja, kalau tidak, entah apa lagi yang ia ucapkan
keluar. Oh Put Kui sendiri cuma tertawa hambar dan sama sekali
tidak memberi jawaban apa-apa.
Sebaliknya Kakek latah awet muda berkata sambil tertawa
terbahak-bahak: "Sebagai seorang pentolan Liok-lim, aku rasa kekayaannya
melebihi seorang raja muda!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia mengulapkan
tangannya kepada sipengemis sinting sambil berseru:
"Hey pengemis kecil, ayoh ketuk pintu!"
"Baik!" sahut pengemis sinting sambil mengangguk, "tapi
orang-orang dari ruang Tiong-gi-hu ini memang aneh sekali,
masa ditengah hari bolong begini tak nampak seorang
manusiapun" Ngapain mereka selalu mengunci pintu?"
Biar mulutnya ngerocos terus, tangannya tidak berarti cuma
menganggur saja. Dengan mengepal tinjunya yang besar ia segera
menggedor pintu gerbang yang hitam berkilat itu keras-keras.
Jangan dilihat orangnya pendek, ternyata tenaganya yang
dipakai untuk menggedor pintu kasar sekali.
"Duuukkk....... duuukkk......."
Suara yang ditimbulkan keras sekali bagaikan guntur yang
membelah bumi disiang hari.
Belum habis gempuran yang kesepuluh, tiba-tiba pintu
gerbang berwarna hitam pekat itu sudah dibuka orang.
Seorang kakek berdandan pelayan yang berusia lima puluh
tahunan munculkan diri dengan kening berkerut, ditatapnya
sekejap pengemis yang baru saja menggedor pintu keras-
keras itu, kemudian bentaknya
"Apakah kau datang untuk meminta-minta."
Mendengar pertanyaan ini kontan saja ia merasa naik
darah, dengan gemas dia meludah ke wajah pelayan tua itu,
lalu sambil mengeluarkan selembar uang kertas senilai seribu
tahil emas, teriaknya dengan marah:
"Kau tak usah menghina, lihat ini, dalam kantungku masih
terdapat beberapa lembar uang kertas ribuan tahil emas, buat
apa aku meminta-minta padamu"!"
Mimpipun pelayan itu tak menyangka kalau didunia ini
terdapat pengemis yang bukan minta-minta.
Ludah bercampur riak yang menyembur ke atas mukanya
itu segera menimbulkan bau amis yang amat memuakkan.
Tak heran kalau pelayan itu amat gusar sampai
menggertak giginya kencang-kencang. setelah menyeka riak
kental dari wajahnya, dia langsung saja mengumpat:
"Pengemis sialan yang tak punya mata, tahukah kau
gedung apakah ini" Berani amat mencari gara gara disini"
Sudah pasti kau sudah bosan hidup rupanya?"
"Haaaahhhh..... haaaaahhhh...... haaaaahhhh...... kaulah
yang sudah bosan hidup, aku si pengemis datang untuk
mencari orang!" Tanpa terasa pelayan tua itu memperhatikan sekejap dua
orang yang berada dua kaki dibelakang pengemis tadi, lalu
tegurnya: "Kau datang mencari siapa?"
Sekalipun orang ini tidak dapat bersilat, paling tidak ia
mempunyai pandangan yang cukup jeli, dari sikap Kakek latah
awet muda serta Oh Put Kui yang gagah, ia sudah dapat
menebak berapa bagian kalau tamu tamunya adalah jago
berilmu tinggi dari dunia persilatan, kalau tidak, mana mungkin
mereka akan datang ke gedung ini.
Rupanya gedung Tiong gi-hu dari si tombak emas kuda
terbang Im Tiong-hok ini selamanya tak pernah dipakai untuk
menerima sahabat-sahabat rimba hijaunya, bila para jago
Liok-lim hendak mencarinya, kebanyakan akan pergi ke
markas besar yang dibangun disisi sungai Leng-kang, lima li
diluar kota Lam cong, markas besar mereka itu dinamakan Jit
gwat-san cong. Oleh sebab itu dalam gedung Tiong-gi-hu sama sekali tiada
pelayan yang pandai bersilat.
Dalam pada itu si pengemis sinting telah melongokkan
kepalanya sambil berkata:
"Kami datang mencari Im Tiong-hok!"
"Apakah membawa kartu nama?" tanya pelayan tua itu lagi
dengan kening berkerut. "Tidak ada. Huuuhh, gaya kalian tampaknya lebih besar
daripada tata cara rumah pembesar."
Pelayan tua itu kontan saja tertawa dingin
"Kongcu kami adalah pensiunan pembesar kelas tiga, tentu
saja harus mengikuti tata cara yang berlaku......."
Baru pertama kali ini si pengemis sinting mendengar kalau
Im Tiong-hok pernah menjadi pembesar kelas tiga, hampir
saja dia tertawa tergelak saking gelinya.
Masa seorang pentolan pencolengpun pernah menjadi
pembesar kelas tiga dari Kerajaan"
"Katakan kepada Im Tiong-hok, kami yang hendak
menjumpainya......." seru pengemis sinting itu cepat.
Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya:
"Jangan lupa, suruh dia yang munculkan diri dan
menyambut sendiri kedatangan kami !"
"Kau si pengemis betul-betul sudah edan......" umpat
pelayan itu sambil tertawa tergelak.


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi tiba-tiba saja ucapan tersebut terhenti sampai
ditengah jalan......"
Rupanya dari balik pintu telah muncul seorang sastrawan
setengah umur yang berusia empat puluh tahunan.
Orang itu mengenakan baju serba hijau dengan dandanan
yang rapi dan langkah yang gagah.
Begitu melihat orang itu menampakkan diri, pelayan tadi
segera memberi hormat sambil berkata:
"Lim suya, kebetulan sekali kedatanganmu, pengemis ini
bilang mau bertemu kongcu tapi mulutnya kotor dan
mengumpat semaunya sendiri, budak tak sanggup lagi untuk
menghadapinya!" "Silahkan lo-koankoh mundur selangkah......." ucap suya
she Lim itu sambil tertawa hambar.
Kemudian sambil mengalihkan sorot matanya ke wajah
pengemis sinting, tiba-tiba ucapnya sambil tertawa tergelak:
"Aku kira siapa yang datang, rupanya Liok sinkay dari kay-
pang!" Ucapan mana saja membuat pengemis sinting terbelalak
heran, pikirnya: "Heran, mengapa bocah keparat ini dapat mengenaliku
dalam sekilas pandangan saja" Sebaliknya aku justru tidak
kenal dengannya?" Dalam hati ia berpikir demikian, sedang diluar katanya
sambil tertawa tergelak: "Betul, aku si pengemis tua adalah Liok Jin ki, siapa kau "
Mengapa kenal aku?" Lim suya tertawa: "Nama besar Liok sinkay sudah tersohor diseantero dunia,
sudah barang tentu aku mengenalnya......."
Sementara berbicara, sinar matanya telah dialihkan kearah
Kakek latah awet muda serta Oh Put Kui.
"Apakah kedua orang itu adalah rekan sinkay?"
"Tentu saja, cuma siapakah kau" Tentunya punya nama
bukan" Dan lagi jika Im Tiong-hok tidak berada didalam
gedung, aku si pengemis tak punya waktu lagi untuk
menunggu......." Lim suya menunggu sampai pengemis itu menyelesaikan
perkataannya, kemudian baru berkata sambil tertawa:
"Saudara Im berada dalam gedung, sinkay tak usah kuatir
harus menunggu, dan kedua orang rekan sinkay, kalau toh
sudah datang silahkan pula memperkenalkan diri......."
Walaupun sudah berbicara setengah harian, suya ini belum
juga memperkenalkan nama sendiri.
Dengan gemas pengemis sinting berpaling kemudian
serunya sambil menggapai:
"Im Tiong-hok ada di rumah!"
"Kalau begitu mari kita masuk!" jawab Kakek latah awet
muda dengan cepat. Belum selesai dia berkata, tahu-tahu saja tubuhnya sudah
berdiri dihadapan pengemis sinting.
Sementara itu Oh Put Kui juga telah datang dengan
langkah lebar, sejak tadi ia sudah melihat kalau Lim suya ini
bergaya luar biasa, maka begitu bersua dia lantas menjura
sambil berkata: "Aku Oh Put Kui mohon bertemu dengan Im tayhiap,
dapatkah saudara melaporkan ke dalam?"
Agaknya nama besar Oh Put Kui masih jauh lebih terkenal
daripada nama besar pengemis sinting.
Betul juga, paras muka sastrawan setengah umur she Lim
itu segera berubah hebat, serunya tanpa terasa:
"Jadi saudara adalah pendekar aneh perantauan Oh Put
Kui?" "Yaa memang aku, entah siapa nama suya?"
Sikap Lim suya itu segera berubah seratus delapan puluh
derajat, dengan sikap yang lebih hangat katanya:
"Aku Lim Yu-kong, dalam gedung milik saudara Im ini
bekerja sebagai juru tulis......."
"Siapa kau?" seru pengemis sinting agak tertegun, "jadi
tangan sakti pemutar langit adalah kau" Maaf kalau
begitu......" Rupanya si Tangan sakti pemutar langit Lim Yu-kong
mempunyai nama yang cukup termashur dalam dunia
persilatan. Sambil tertawa Lim Yu-kong segera menggelengkan
kepalanya berulang kali, katanya:
"Aku she Lim hanya seorang anak kemarin sore, tak perlu
diherankan oleh pengemis sakti."
Sambil tertawa Oh Put Kui berkata pula:
"Nama besar saudara Lim sudah lama kudengar, beruntung
sekali kita dapat bersua muka hari ini."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya:
"Dapatkah saudara Lim melaporkan kepada Im tayhiap......"
Sementara itu Lim Yu-kong sudah berseru lebih dulu sambil
tertawa lebar: "Silahkan, aku she Lim mewakili dulu saudara Im untuk
mempersilahkan sin kay Oh heng dan lo......."
Ketika sorot matanya dialihkan ke wajah Kakek latah awet
muda, tiba-tiba saja ia tertegun.
Rupanya kakek latah awet muda sedang menunjukkan
muka setan kepadanya. Melihat hal ini, Oh Put Kui segera berkata sambil tertawa:
"Saudara Lim, barusan aku lupa untuk memperkenalkan,
locianpwe ini adalah seorang tokoh yang sudah termashur
hampir seratus tahun lamanya, dia adalah Kakek latah awet
muda, Ban Sik-tong!"
Mendengar nama itu, Lim Yu-kong segera merasakan
mandi keringat dingin saking kagetnya.
Mimpi pun dia tak pernah menyangka kalau kakek
berambut putih itu adalah Ban Sik-tong.
Seketika itu juga dia bertekuk lutut dan segera menjatuhkan
diri ke atas tanah sambil menyembah.
"Boanpwe Lim Yu-kong menjumpai kau orang tua!" katanya
dengan penuh rasa hormat.
"Haaaaahhh..... haaaaaahh... ..haaaaaahh..... bangun,
bangun! Aku paling benci dengan segala tata cara semacam
ini!" Mau tak mau Lim Yu-kong harus bangun juga, sebab dia
sudah terhisap oleh tenaga murni yang dipancarkan kakek
latah awet muda Ban Sik-tong sehingga tubuhnya
meninggalkan permukaan tanah sejauh tiga depa lebih.
Tak terlukiskan rasa terkejut dan ngerinya setelah
menyaksikan kejadian tersebut, dia tak mengira kalau tenaga
dalam yang dimiliki kakek itu sudah mencapai ke tingkatan
yang begini dahsyat. "Boanpwe turut perintah!" dengan sikap amat hormat Lim
Yu-kong buru-buru berseru.
Sementara itu si Kakek latah awet muda telah melangkah
masuk ke dalam gedung. Lim Yu-kong mempersilahkan tamu-tamunya masih ke
dalam sebuah kamar baca yang indah dan bersih.
Ketika kacung baru menghidangkan air teh, Im Tiong-hok
telah munculkan diri dari balik pintu kamar baca,
Gelak tertawa nyaring menyusul kemunculan Im Tiong-hok.
"Aku orang she Im merasa amat bangga menerima
kunjungan dari saudara Oh........"
Tapi sesudah melangkah masuk ke dalam kamar baca,
ucapan tersebut segera terhenti sampai ditengah jalan.
Rupanya pelayannya hanya menyebutkan Oh Put Kui
seorang, padahal Im-tiong-hok menyaksikan di kamar baca
hadir tiga orang, otomatis perkataannya terhenti sampai
setengah jalan. Barulah setelah tertawa panjang, ia baru berkata:
"Rupanya Liok sinkaypun ikut berkunjung."
Setelah mengalihkan pandangan matanya kearah Kakek
latah awet muda, ia baru bertanya:
"Dan orang tua ini......"
Cepat-cepat Lim Yu-kong maju ke depan sambil berkata:
"Saudara Im, orang tua ini adalah Kakek latah awet muda
Ban locianpwee......"
Mendengar nama Kakek latah awet muda, tiba-tiba saja
paras muka Im-tiong-hok berubah menjadi amat serius.
Hampir seperminum teh lamanya dia mengawasi Kakek
latah awet muda, kemudian dengan air mata bercucuran dia
baru menjatuhkan diri berlutut dihadapan Kakek tersebut.
Cepat-cepat Kakek latah awet muda mengulapkan
tangannya sembari berseru:
"Bocah muda, buat apa kau berlutut di hadapanku" Ayoh
cepat bangun......!"
Tubuh Im Tiong-hok segera terangkat oleh tenaga murni
yang dipancarkan Kakek latah, hanya anehnya saja ternyata
tubuh Im Tiong-hok masih tetap berada dalam posisi berlutut.
Terdengar orang itu berkata lagi dengan air mata
bercucuran: "Boanpwee adalah Cu Khing-cuang!"
Tiba-tiba saja Kakek latah awet muda melompat bangun
dan menarik Im Tiong-hok dari atas tanah, kemudian serunya:
"Kau...... kongcu, baik-baikkah kalian?"
Terpaksa Im Tiong-hok bangkit berdiri, lalu sahutnya:
"Ban tua, mengapa sudah begini lama tiada kabar berita
darimu" Dewasa ini negeri kita......"
"Didalam dunia ini benar-benar terdapat banyak sekali
persoalannya yang sama sekali tak terduga," ucap Kakek
latah awet muda sambil menggelengkan kepalanya berulang
kali, "seperti aku ini, banyak persoalan yang terbengkalai gara-
gara sifatku yang kocak dan binal...... semenjak kapan sih kau
gunakan nama Im Tiong-hok untuk mengikuti ujian negara?"
Im Tiong-hok tertawa getir:
"Apabila boanpwee tidak berbuat demikian, bagaimana
mungkin bisa mengetahui berbagai rahasia Kerajaan?"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya:
"Hanya sayang boanpwee menjumpai bahwa To tay-hu
sudah kelewat terbiasa dengan watak wataknya sehingga
mustahil untuk bisa merubahnya kembali, oleh sebab itu
boanpwee pun segera mengundurkan diri serta berkumpul
dengan sahabat-sahabat rimba hijau."
"Haaaaahhhh... haaaaaahh... haaaaaahh... memang sudah
seharusnya berbuat demikian," kata Kakek latah awet muda
sambil tertawa tergelak, "kalau gagal lewat pemerintahan
harus dicari lewat kaum pencoleng... jiwa kita yang berani
maju berani mundur sesuai dengan keadaan memang paling
cocok buat kaum persilatan semacam kita ini..."
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berpaling kearah
Oh Put Kui sambil berkata lagi:
"Anak muda, Im Tiong-hok ini adalah keponakan langsung
dari Thian-hiang Huciu!"
Semenjak tadi Oh Put Kui sudah menduga sampai kesitu,
hanya saja dia tak pernah menyangka kalau orang tersebut
adalah keponakan dari Permaisuri Thian-yang.
Maka cepat-cepat dia menjura sambil berkata:
"Rakyat kecil menjumpai kongcu!"
Pengemis sinting pun turut menjura dalam dalam.
Im Tiong-hok tertawa sedih kemudian berkata:
"Harap saudara Oh dan sin-kay jangan bersikap demikian,
Cu Khing-cuan telah mati disaat kerajaan ditumpas, harap
kalian berhubungan dengan diriku sebagai Im Tiong-hok saja!"
Oh Put Kui berpikir sejenak, kemudian menyahut:
"Betul, perkataan dari saudara Im memang sangat tepat!"
Setelah pemuda ini mengatakan benar, tentu saja
Pengemis sinting tidak menemukan bagian yang keliru lagi.
Perlu diketahui, orang-orang pada jaman itu sangat
menaruh hormat terhadap para pembesar kerajaan, itu berarti
setiap tindak tanduk maupun cara berbicara harus menuruti
tata kesopanan yang berlaku......
Oleh sebab itulah kendatipun Si pengemis sinting binal
sekali, akan tetapi dia sama sekali tidak setuju dengan cara
pemikiran dari Oh Put Kui tersebut.
Agaknya Oh Put Kui dapat membaca suara hati pengemis
sinting, sambil tertawa segera ujarnya:
"Liok loko, apakah kau menganggap pertimbanganku ini
keliru?" "Sekalipun kau tidak keliru, namun bukan berarti benar!"
kata pengemis sinting tertawa.
"Liok loko, apakah kau sudah melupakan peristiwa terhina
yang dialami Thio Liang dan Hon Sim?"
"Itu mah berbeda, hubungan antara seorang atasan dan
bawahan harus dijalin secara ketat."
"Itu sih tergantung pada saat dan keadaan seperti apa, dan
kita sekarang adalah rakyat yang kehilangan kerajaan......"
"Liok tua," sela Im-tiong-hok cepat, "asalkan kita semua
bersedia bersatu padu dan berjuang demi menegakkan
kembali kejayaan bangsa Han, apalah arti tata kesopanan
antara pembesar dengan rakyat, apalagi..."
Setelah tertawa dia meneruskan:
"Sejak dulu sampai sekarang, bukankah banyak pemimpin
kita yang justru muncul dari kalangan rakyat biasa?"
Baru sekarang si pengemis sinting manggut-manggut:
"Yaa, rasanya memang masuk diakal juga"
"Bukan agaknya lagi," tukas Oh Put Kui sambil tertawa,
"Liok loko, marilah kuberitahukan kepadamu secara terus
terang, dalam keadaan serba susah seperti sekarang ini
hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya justru lebih
baik berupa hubungan sesama saudara, dengan bekerja sama
dan satu penderitaan, perjuangan kita baru dapat diwujudkan
dengan sebaik-baiknya. "Bagaimana jika dihari-hari biasa?"
"Kalau dihari-hari biasa tentu saja berbeda, kita wajib
mempertahankan tata krama yang berlaku."
Pengemis sinting kembali mengangguk:
"Menurut pandangan aku si pengemis tua haaahh.....
haaahh..... haaahh..... lebih baik tak usah dibicarakan saja."
Tiba-tiba saja dia seperti tahu bagaimana caranya untuk
menjual mahal. Tapi Oh Put Kui segera menyela dengan sikap acuh tak
acuh: "Kalau enggan dibicarakan, hal itu lebih baik lagi!"
Tapi si Kakek latah awet muda segera berseru:
"Tidak bisa, bagaimana

Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pun juga dia harus mengutarakannya keluar, hey pengemis cilik, kau berani jual
lagak?" "Baik, baik, aku akan berbicara, aku akan berbicara......."
pengemis sinting cepat-cepat berseru.
Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya:
"CUma kalian jangan marah lho setelah mendengar
perkataanku ini......"
"Baik, kami tidak akan marah!" Kakek latah berjanji.
Setelah tertawa pengemis sinting baru berkata:
"Menurut pendapat aku si pengemis, berapa ribu patah kata
pun yang mau digunakan, akhirnya toh cuma dua patah kata
yang cocok untuk digunakan yakni "takut mampus"......"
Im-tiong-hok yang pertama-tama bertepuk tangan setelah
mendengar perkataan itu, serunya sambil tertawa:
"Perkataan Liok tua memang benar-benar tepat sekali!"
"Liok tua, perkataanmu itu memang sangat tepat," Oh Put
Kui turut tertawa pula, "andai kata tidak disertai pula dengan
penjelasan tentang sebab musababnya, aku kuatir ucapan
takut mampus ini bisa berubah menjadi memalukan sekali!"
"Tentu saja aku mengetahui sebab musababnya, tunggu
kesempatan baik bukan?"
"Benar!" Saat itulah Kakek latah awet muda baru berkata sambil
tertawa: "Pengemis kecil, tampaknya kau benar-benar mampu untuk
mewarisi kemampuanku!"
Cepat-cepat pengemis sinting menggeleng.
"Ban lopek, Liok Jin-ki terlalu tua...... tidak cocok!"
"Kau tak usah merendahkan diri lagi pengemis cilik, apakah
kau belajar kesemuanya itu dari Oh Put Kui si bocah muda
itu?" seru Kakek latah sambil tertawa.
"Tidak, cuma kalau orang sudah meningkat dewasa,
biasanya dia akan lebih tahu urusan......"
Ucapan ini segera disambut gelak tertawa oleh Oh Put Kui,
bahkan Lim Yu-kong pun tak tahan ikut tertawa terpingkal-
pingkal. -oo0dw0oo- "Liok tua memang tidak malu mempunyai hati yang jujur
dan semangat yang menyala." ujar Im Tiong-hok sambil
tertawa. Kembali pengemis sinting menggeleng:
"Kongcu, jangan sekali-kali kau memuji diriku sebagai
orang berhati jujur yang bersemangat tinggi."
"Kenapa?" Pengemis sinting memandang sekejap ke arah Kakek latah
awet muda, lalu katanya: "Bila dia orang tua berniat mewariskan beberapa macam
ilmu silat kepadaku, berarti aku harus menerima banyak
penderitaan... oleh karena itu aku tak berani mempunyai hati
jujur dan semangat tinggi lagi!"
Im Tiong-hok yang mendengar ucapan mana segera
tertawa terbahak-bahak tiada hentinya.
Sambil tertawa Kakek latah awet muda berkata pula:
"Tampaknya pengemis cilik ini betul-betul sudah ketularan."
Kemudian setelah memandang sekejap ke arah Oh Put
Kui, kembali dia berkata:
"Anak muda, nampaknya kau mempunyai ilmu untuk
menularkan watak kepada orang lain, coba lihat, pengemis tua
itu sudah ketularan sifatmu itu sehingga bersikap lain daripada
yang lain." "Haaaaahhhh... haaaaaahhhh... haaaaaahhhh.... Ban tua
telah memfitnah orang baik-baik."
"AKu tidak memfitnahmu anak muda, kau tahu kalau dulu si
pengemis cilik itu melihat diriku, maka persoalan pertama
yang dia katakan adalah minta aku mengajarkan ilmu silat
kepadanya." Tidak sampai Kakek latah menyelesaikan perkataannya,
pengemis sinting segera menukas:
"Tapi lain dulu lain sekarang........"
"Ban tua, perkataan Liok loko memang benar," kata Oh Put
Kui pula sambil tertawa. "Bagus sekali, jadi kalian bergabung mau mengerubuti
aku?" kontan saja Kakek latah mendelik.
"Kami tidak berani......."
Perlu diketahui ganjalan didalam hati Oh Put Kui sekarang
telah hilang separuh bagian terbesar, sebab ketika dia
mengetahui kalau Im Tiong-hok adalah keponakan Permaisuri
Thian-yang, maka dia sudah merasa bahwa ibunya yang
terbunuh pun pasti bukan hasil perbuatan dari Im-tiong-hok.
Sekalipun persoalan ini tetap akan ditanyakan kepada Im-
tiong, namun keadaannya sama sekali telah berbeda, atau
paling tidak ia sudah tidak menganggap Im-ting-hok sebagai
musuhnya lagi. Oleh sebab itu dia malahan mengambil sikap tidak terburu-
buru menyelidiki persoalan ini.
Sambil tertawa Kakek latah awet muda menggelengkan
kepalanya berulang kali seraya berkata:
"Baik, baik, aku memang kalah untuk berdebat dengan
kalian berdua......"
"Haaaaahhhh... haaaaahhhh... haaaaaahh... kalau begitu
Ban tua memang seorang yang sangat terbuka..." kata Im
tiong-hok sambil tertawa tergelak.
Kemudian dia berpaling kearah Lim Yu-kong dan kembali
berkata: "Saudara Lim suruhlah orang untuk menyiapkan beberapa
macam sayur untuk dihidangkan di kamar baca..."
Lim Yu-kong menyahut dan segera berlalu dari situ.
Sepeninggal Lim Yu-kong, Im tiong-hok baru berkata lagi
kepada Kakek latah awet muda:
"Ban tua, sebetulnya ada urusan apa kau orang tua
berkunjung ke Lam-cong ini?"
"Apa lagi, tentu saja gara-gara urusan bocah muda itu,"
seru Kakek latah sambil menuding ke arah Oh Put Kui,
"tanyakan sendiri kepadanya......."
"Ooh, rupanya dikarenakan urusan saudara Oh, tapi
persoalan apakah itu" Apabila membutuhkan tenagaku,
silahkan saja saudara Oh utarakan keluar!"
"Siaute hanya ingin menanyakan satu urusan kepada
saudara Im..." kata Oh Put Kui sambil tersenyum.
Sikap maupun caranya berbicara sangat santai dan ringan,
hal ini membuat pengemis sinting menjadi sangat tercengang.
"Persoalan apakah itu?" tanya Im-tiong-hok lagi, "asalkan
aku tahu, pasti akan kuutarakan selengkapnya."
"Aku hanya ingin menanyakan asal usul dari suatu benda
mestika!" "Benda mestika?" Im Tiong-hok tertegun.
Dalam pada itu para pelayan telah datang menghidangkan
arak dan sayur. Lim Yu-kong telah kembali pula kedalam kamar baca,
dengan cawan arak ditangan, suasana segera berlangsung
lebih meriah lagi. Setelah menghormati ketiga tamunya dengan arak, Im-
tiong-hok baru bertanya lagi kepada Oh Put Kui:
"Bericara kembali tentang persoalan yang disinggung
saudara Oh tadi, sebetulnya mestika apakah itu?"
"Ooh, benda itu adalah tusuk konde Ngo im-hua-kut-cian,
salah satu dari tujuh mestika dunia persilatan."
Mendengar perkataan ini Im-tiong-hok segera menyahut
sambil tertawa: "Sayang sekali tusuk konde Ngo-im-hua-kut-cian itu sudah
tidak berada ditanganku sekarang!"
"Aku sudah tahu kalau benda itu tidak berada ditangan
saudara Im lagi," Oh Put Kui tertawa.
"Apakah saudara Oh mempunyai hubungan dengan tusuk
konde pelarut tulang ini?" tanya Im-tiong-hok tiba-tiba.
Dengan wajah amat sedih Oh Put Kui mengehela napas
panjang, lalu manggut-manggut:
"Yaa, memang besar sekali hubungannya."
Ketika menyaksikan perubahan wajah Oh Put Kui tersebut,
diam diam Im-tiong-hok merasa sangat terkesiap.
Baru sekarang dia menyadari bahwa persoalan itu bukan
masalah yang sederhana. "Dapatkah saudara Oh memberi penjelasan yang lebih
terperinci kepadaku?" kembali dia bertanya.
Oh Put Kui manggut-manggut:
"AKu memang ingin mengajukan pertanyaan kepada
saudara Im serta mengharapkan petunjuk darimu!"
"Soal petunjuk sih tak berani, silahkan saudara Oh
mengajukan pertanyaan."
"Dahulu, saudara Im mendapatkan tusuk konde pelarut
tulang itu dari siapa?"
"Ooh, benda itu merupakan hadiah seorang sahabat dunia
persilatan ketika siaute menyelenggarakan peringatan hari
ulang tahunku yang ketiga puluh!"
"Masih ingatkah saudara Im dengan sahabat dunia
persilatan itu?" berkilat sepasang mata Oh Put Kui.
"Tentu saja masih ingat, sekalipun dalam pandanganku,
benda mestika tersebut tak seberapa bernilai, tapi dalam
pandangan sementara umat persilatan justru berharga sekali."
Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya lagi:
"Saudara Oh, diwaktu-waktu sebelumnya aku sama sekali
tidak kenal dengan orang itu, karenanya setelah menerima
hadiah yang amat bernilai itu, siaute malah dibuat pusing tujuh
keliling dan mesti peras otak dengan seksama."
"Betul," kata Kakek latah awet muda sambil tertawa
tergelak, "siapa tahu kalau perbuatan itu merupakan suatu
rencana busuk dari seseorang."
Sambil tertawa Im Tiong-hok menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya lagi:
"Pada waktu itu sih boanpwe belum merasakan sesuatu
rencana busuk dibalik perbuatan itu, tapi setelah belasan
tahun kemudian, baru sekarang boanpwe merasa bahwa
dibalik kesemuanya itu memang terselip suatu rencana busuk
yang amat mengerikan."
"Apakah hal ini dikarenakan kedatangan si bocah muda
yang menanyakan soal tersebut?"
"Benar!" "Kalu begitu cepat diterangkan dengan sejelas-jelasnya."
"Tatkala boanpwe menerima sumbangan tusuk konde Ngo-
im-hua-kut-cian tersebut tempo hari, serta merta kuperingatkan orang untuk mengembalikan benda ini..."
"Apakah berhasil dikembalikan?" tanya Oh Put Kui.
"Tidak!" Im-tiong-hok menggeleng, "orang yang memberi
hadiah tersebut telah pergi dari sana."
"Tapi tentunya saudara Im tahu bukan siapakah orang itu?"
"Mula-mula aku tidak tahu, tapi selanjutnya setelah
kuselidiki dengan seksama diketahui juga siapakah orangnya..." "Siapa?" tanya Kakek latah awet muda dengan gelisah,
saat ini dia justru lebih gelisah daripada Oh Put Kui sendiri.
"Dia adalah Lui-ing-huang-kiam (pedang latah irama
guntur) The Tay-hong!"
"Oohh..." Oh Put Kui tertegun.
Sebaliknya Kakek latah awet muda segera berseru:
"Im lote, apakah kau tidak keliru?"
"Tak bakal keliru, sikalipun penerima hadiah tersebut tidak
kenal dengan si Pedang latah irama guntur The Tay-hong, tapi
Ci-siong-kiam-kek Sik sianseng yang duduk di meja
perjamuan sebelah barat mengenali dirinya dengan baik!"
"Kalau memang Sik Yu mengenalinya, hal ini bakal tidak
salah lagi!" seru Kakek latah sambil tertawa tergelak.
"Siapakah Sik Yu itu?" tanya Oh Put Kui sambil berkerut
kening. "Paman guru dari ketua Bu-tong-pay saat ini, seorang
angkatan tua yang mempunyai nama dan kedudukan yang
terhormat didalam dunia persilatan!"
Oh Put Kui mengehela napas panjang, katanya:
"Boanpwee benar-benar tidak menyangka kalau tusuk
konde pelarut tulang ini..."
Dengan sorot mata tak menentu tiba-tiba dia menutup
mulutnya rapat-rapat. Jelas perasaannya saat itu sedang bergolak sangat keras.
Tiba tiba terdengar Im-tiong-hok berkata lagi:
"Kalau dilihat dari usaha saudara Oh untuk menyelidiki
sumber tusuk konde itu, tampaknya tusuk konde tersebut
menyangkut suatu persoalan yang amat besar dengan
saudara Oh ?" Oh Put Kui manggut-manggut, dengan sepasang mata
berkaca-kaca sahutnya: "Tusuk konde itu adalah barang peninggalan ibuku
almarhum..." Sekujur badan Im-tiong-hok bergetar keras setelah
mendengar perkataan itu, serunya tanpa terasa:
"Jadi saudara Oh adalah ... putra dari Peh-ih-ang-hud Lan
Lan-li-hiap..." "Siaute sendiripun baru belakangan ini mendapat tahu asal
usulku yang sebenarnya," sahut Oh Put Kui sedih, "tapi sejak
ibuku terbunuh, hingga sekarang belum kuketahui siapakah
pembunuhnya, dan kini..."
Mendadak mencorong sinar tajam dari balik matanya, dia
menambahkan: "Saudara Im, kau telah memberi sebuah petunjuk jalan
terang kepadaku!" Im-tiong-hok manggut-manggut:
"Dulu aku tidak mengetahui akan persoalan ini, kalau tidak,
siaute pasti akan menahan tusuk konde pelumat tulang
tersebut, saudara Oh, harap kau jangan menyalahkan siaute


Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang telah menghadiahkan benda itu kepada orang lain..."
"Mana mungkin siaute mempunyai jalan pemikiran
demikian?" kata Oh Put Kui sambil menggelengkan kepalanya
berulang kali, "lagipula siaute telah menjumpai tusuk konde
Ngo-im-hua-kut-cian tersebut ditangan Kit Put-shia..."
"Kalau begitu kehadiran saudara Oh kemari pun pasti atas
petunjuk dari Kit Put-shia bukan?"
"Kit Put-shia telah menerangkan kisahnya sampai
mendapatkan tusuk konde tersebut, dia bilang tusuk konde itu
telah dihadiahkan oleh saudara Im kepada cong-caycu dari
bukit Kun-san ditengah telaga Tong-ting-oh yang bernama Ciu
Khong!" "Benar, untuk menarik simpatik dari para jago telaga Tong-
ting, maka setelah siaute menjumpai si pemberi hadiah tusuk
konde itu sudah pergi, dalam keadaan jalan buntu maka
keesokan harinya telah kukirim ke bukit Kun-san sebagai
hadiah." Kakek latah awet muda yang mendengar ucapan tersebut
segera tertawa tergelak: "Haaahh... haaahh... haaahh... benar-benar sebuah siasat
membunuh orang meminjam golok yang sangat hebat!"
Im Tiong-hok sangat terkejut atas perkataan itu, tapi segera
katanya pula sambil tertawa:
"Ban tua, kau orang tua benar-benar seorang pengamat
yang amat cekatan... terhadap manusia bangsa Ciu Kong,
bukan saja sulit untuk disuap, dibunuh pun tak gagah karena
itu boanpwe pun mendapat sebuah akal bagus dan ternyata
betul-betul berhasil mengirimnya ke neraka, tapi kawanan
perompak dari Tong-ting telah bertobat semua dan kini telah
bergabung dalam laskar pembela tanah air."
"Betul-betul sebuah muslihat yang hebat" seru pengemis
sinting sambil tertawa tergelak, "Ciu Khong memang seorang
manusia yang aneh dan susah dihadapi, seandainya dia tidak
mampus, pihak Tong-ting oh memang selamanya sulit
dikendalikan." Sementara itu Oh Put Kui sedang termenung sambil
berpikir keras, ia tak bisa menduga dengan cara apakah si
pedang latah irama guntur The Tay-hong bisa mencelakai
ayah ibunya" Sekalipun empat jago pedang dari Raja setan
penggetar langit turun tangan bersama pun rasanya...
Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, dia
teringat kembali dengan ucapan pedang perak berbaju biru
Seebun Jin yang pernah berkata bahwa Pedang baja berhati
merah Hui Bong-ki serta Pedang latah irama guntur The Tay
hong yang selama ini berdiam dalam lembah sin-mo-kah.
Mungkinkah dibalik semua peristiwa ini sebenarnya Kit Put-
shia sendiri yang menjadi dalangnya"
Atau mungkin... Ia berhasil memperoleh kesimpulan bahwa diantara sekian
jago, ada tiga orang yang kemungkinan besar menjadi dalang
dari peristiwa tersebut, mereka adalah:
Kit Put-shia sendiri, kedua adalah raja setan penggetar
langit Wi Thian-yang, tapi kalau didengar dari sikap Seebun
Jin sewaktu berjumpa raja setan itu, Ti-thian-yang memang
paling mencurigakan. sedang orang ketiga yang mencurigakan adalah pihak
istana Sian-hong-hu. Ia berani mengambil kesimpulan yang begini berani
dikarenakan si pedang iblis berbaju merah Suma Hian dan
panji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi berada di istana Sian-
hong hu semua, hal ini membuktikan bahwa Kakek suci
berhati mulia Nyoo Thian wi sendiri meski tiada persoalan, tapi
anak buahnya ini sudah pasti ada masalah.
Ditambah pula dengan peristiwa Mu ni pian yang baru-baru
ini terjadi, Nyoo Ban-bu justru merupakan orang yang paling
mencurigakan diantara kesemuanya ini.
Sikapnya yang termenung tanpa berkata kata ini tentu saja
menumbulkan perasaan tak tenang bagi Im Tiong-hok.
"Saudara Oh," katanya kemudian, "selewatnya hari ini,
mulai besok pagi siaute akan menemani saudara Oh untuk
mengarungi seluruh penjuru dunia untuk mencari si pedang
latah irama guntur The Tay-hong sampai ketemu serta
menanyainya sampai terang..."
Mendengar ucapan ini, dengan penuh rasa berterima kasih
Oh Put Kui berkata: "Saudara Im harus memikul tanggung jawab yang sangat
berat, mana boleh lantaran urusan kecil harus meninggalkan
posnya" Soal The Tay-hong, aku percaya dapat menemukannya dengan segera..."
Belum habis dia berkata, tiba-tiba dari arah depan sana
berkumandang suara bentakan yang sangat nyaring.
"Dia pernah bilang akan kemari, mengapa kalian
mengatakan dia tak ada disini" Hmm, jangan membuat
nonamu menjadi marah, kalau tidak, gedung Tiong gi-hu ini
bisa ku rubuh menjadi puing-puing yang berserakan..."
Perkataan itu sungguh tekebur dan besar lagaknya, tapi
siapakah dia" Semua jago yang berada dalam kamar baca
sama sama tertegun dibuatnya.
Sedangkan Im Tiong hong dengan wajah berubah segera
melompat bangun sambil katanya:
"Biar siaute pergi memeriksanya, ingin kuketahui siapakah
yang berani mencari gara-gara disini!"
@oodwoo@ Jilid 30 Tapi Lim Yu-kong telah bertindak mendahuluinya, dia
berseru: "Saudara Im, biar siaute yang pergi melihatnya..."
Belum selesai berkata, tubuhnya sudah menyerobot keluar
dari pintu. Tak lama kemudian Lim Yu-kong telah muncul kembali,
dibelakang tubuhnya mengikuti seorang nona berbaju kuning.
Tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan hatinya berat seperti
tenggelam ke air, pikirnya diam-diam:
"Aduh celaka, mengapa dia bisa mencari sampai disini...?"
Tapi disamping itupun timbul suatu perasaan aneh yang
tidak dipahami olehnya. Ia seperti merasa amat senang dan gembira.
Sementara itu Im-tiong-hok telah bangkit berdiri untuk
menyambut kedatangan tamunya itu.
Sedangkan si nona berbaju kuning itu sedang berjalan
masuk ke dalam kamar baca dengan langkah lebar.
Lim Yu kong segera berkata kepada Im-tiong-hok:
"Nona ini datang untuk mencari saudara Oh..."
Oh Put Kui yang sudah bangkit berdiri, segera menyapa:
"Nona Nyoo, kau..."
Baru beberapa patah kata dia berkata, ucapannya sudah
dipotong oleh suara tertawa dari Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-
sian. Sikap nona ini begitu terbuka dan amat luwes, terdengar ia
berseru: "Oh toako, ternyata kau memang berada disini..."
"Darimana nona bisa tahu kalau aku berada disini" Mana
gurumu...?" "Tentu saja aku dapat mencarimu, tiada urusan di dunia ini
yang bisa mengelabui guruku..." kata Nyoo Siau-sian sambil
tertawa merdu. Sambil berkata, matanya melirik ke arah si kakek latah
awet muda. -oo0dw0oo- Tiba-tiba saja Kakek latah awet muda merasakan hatinya
bergetar keras, segera pikirnya:
"Entah apa maksud budak cilik itu berkata demikian"
Jangan-jangan Hian-hian sudah tahu kalau waktu itu aku
bersembunyi didalam ruangan perahu" Tapi mengapa dia
tidak mencariku untuk menantang bertarung atau mungkin dia
sudah memaafkan aku?"
Berpikir demikian, tanpa terasa lagi Kakek latah awet muda
berteriak keras: "Hey, budak kecil, apa maksud dengan perkataanmu tadi?"
"Apakah locianpwe masih belum paham?" tanya Nyoo
Siau-sian sambil tertawa.
"Heeehh... heeehh... heeehhh... apa yang kupahami?"
Kakek latah tertawa pula.
"Guruku kenal dengan kau orang tua."
"Tentu saja, apalagi yang dikatakan gurumu?"
"Persoalan apapun pasti suhu bicarakan denganku, kalau
tidak, bagaimana mungkin aku tahu kalau kalian pasti berada
didalam gedung Tiong-gi-hu ini?"
"Budak cilik, apa yang suhumu bicarakan tentang aku?"
Sambil tertawa Nyoo Siau-sian menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya: "Aku tak bisa membicarakannya denganmu suhu bilang bila
aku mengatakannya maka selanjutnya dia tak bisa hidup
dengan tenang, locianpwe, sebetulnya mengapa bisa begitu"
Dapatkah kau memberitahukan kepadaku?"
Ketika mendengar perkataan tersebut, tiba tiba saja Kakek
latah awet muda termenung dan tidak berbicara lagi.
Dalam keadaan demikian, Im Tiong hok, pengemis sinting,
Oh Put Kui tak berani menimbrung ataupun mengusik
ketenangannya. Kurang lebih seperminum teh kemudian, Kakek latah awet
muda baru melompat bangun dan berteriak keras:
"Hian-hian, akhirnya kau mengerti, Hian-hian, akhirnya kau
mengerti..." Ternyata kakek itu berteriak, tertawa dan melompat-lompat
seperti orang gila saja. Tentu saja diantara sekian orang yang hadir, Nyoo Siau-
sian yang merasa paling terkejut.
Pada hakekatnya dia tak pernah menyangka kalau kakek
tersebut akan melompat dan berteriak seperti anak kecil saja.
Sedangkan diantara sekian orang, hanya Oh Put Kui
seorang yang mengerti apa gerangan yang telah terjadi.
Ia tahu, kakek tersebut tentu sedang merasa amat gembira
hatinya pada saat itu. Sebab kesalahan paham antara dia dengan kekasihnya
yang sudah berlangsung selama puluhan tahun, akhirnya
berhasil dijernihkan kembali, tak heran kalau dia amat gembira
sekali. Diam-diam pemuda itupun turut merasa gembira untuk
kebahagiaan kakek tersebut.
Sedangkan Im Tiong-hok, sekalipun dia tidak paham sebab
musababnya, namun ia pun tak ingin kehilangan keramahannya sebagai seorang tuan rumah, dengan cepat
dia mempersilahkan Hian-leng-giok-li Nyoo Siau sian untuk
mengambil tempat duduk. Sekarang Oh Put Kui baru teringat kalau ia belum
memperkenalkan mereka berdua, maka segera ujarnya:
"Saudara Im, Nona Nyoo Siau-sian ini adalah putri
kesayangan dari Kakek suci."
Sebetulnya Im Tiong-hok sudah dapat menduga berapa
bagian, mendengar ucapan tersebut dia segera menjura
seraya berkata: "Nama besar nona sebagai Hian-leng-giok-li sudah lama
kukagumi..." "Akupun sudah lama mengagumi nama Im-tayhiap yang
memimpin para jago liok-lim diwilayah Kanglam!" sambung
Nyoo Siau-sian sambil tertawa merdu.
Oh Put Kui yang mendengar ucapan tersebut sekali lagi
dibuat tertegun, dia tak mengira kalau nona itu sudah
mengetahui siapa gerangan Im tiong-hok tersebut.
"Apakah nona Nyoo kenal dengan saudara Im?" tanyanya
kemudian. "Aku tidak kenal," Nyoo Siau-sian menggeleng, "suhu yang
memberitahukan soal itu kepadaku!"
"Mana sinni cianpwee" Apakah dia sudah datang ke Lam-
cong?" tanya Oh Put Kui penuh pengertian.
"Tidak, dia orang tua menyuruh aku mencari Oh toako
seorang diri..." "Oya?" Oh Put Kui merasa agak terkejut bercampur
keheranan, "ada urusan apa nona Nyoo mencari diriku?"
Nyoo Siau-sian mengerutkan dahinya, tiba-tiba dia
menegur: "Toako, mengapa sih kau selalu memanggil nona Nyoo
kepadaku?" "Lantas aku harus memanggil apa kepadamu?" Oh Put Kui
balik bertanya dengan wajah tertegun.
"Usiaku lebih muda daripadamu, perguruan kitapun ada
hubungannya, coba pikirkan sendiri kau mesti memanggil apa
kepadaku" Bukankah kau pernah menggunakannya ketika
berada di kuil Pan-im-si dikota Kang-ciu tempo hari?"
Oh Put Kui segera berpikir:
"Tentu saja aku masih ingat, cuma saja..."
Dia sendiripun tidak tahu mengapa dia merasa kurang
leluasa untuk menggunakan istilah tersebut dalam panggilan.
Tapi berada dalam keadaan begini, mau tak mau dia harus
memenuhi keinginan gadis tersebut, maka katanya kemudian:
"Sumoay, ada urusan apa kau datang mencariku?"
Sekulum senyuman manis segera menghiasi wajah Nyoo
Siau-sian, secerah bunga yang sedang mekar dia berseru:
"Tentu saja ada urusan penting!"
"Urusan apa?" tanya Oh Put Kui dengan kening berkerut.
Nyoo Siau-sian memutar biji matanya yang jeli, kemudian
menyahut dengan suara rendah:
"Aku minta kau menemani aku pergi ke lembah Yu-kok di
bukit Tiong-lam-san!"
"Apa?" hampir saja Oh Put Kui berteriak keras saking
kagetnya, "mau apa pergi ke lembah Yu-kok di bukit Tiong-
lam-san?"

Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bertarung melawan Yu-kok-ciau-li Kiau Hui-hui!" Nyoo
Siau-sian tersenyum renyah.
Oh Put Kui jadi serba salah dibuatnya, untuk sesaat dia
sampai termenung tanpa berkata-kata.
Hal ini dikarenakan saat tersebut ia sudah berhasil
mengetahui sumber tusuk konde Ngo-im-hua-kut-cian dan
ingin secepatnya pergi mencari si pedang latah irama guntur
The-tay-hong. Tapi Nyoo Siau-sian minta kepadanya untuk menemaninya
ke lembah Yu-kok di bukit Tiong-lam-san, tak heran kalau dia
dibuat serba salah. Ketika Nyoo siau-sian melihat anak muda itu membungkam
sekian lama, dia segera mencibirkan bibirnya yang kecil dan
berseru: "Toako, apakah kau merasa keberatan?"
Oh Put Kui segera mengangkat kepalanya dan
memandang nona itu, akhirnya dia mengangguk:
"Aku bersedia..."
Selesai berkata dia menghela napas panjang, karena ia
melihat air mata telah jatuh berlinang dari balik kelopak mata
Nyoo Siau-sian yang jeli.
Toako, suhu bilang kau pasti akan mengabulkan
permintaanku ini..." katanya kemudian.
Jelas dibalik perkataan tersebut, terkandung arti kata yang
terlalu banyak. Oh Put Kui yang mendengar ucapan tersebut, hatinya
kontan saja merasa bergetar keras.
Ia sudah merasakan bahwa sebuah rantai bibit cinta telah
dikolongkan keatas tengkuknya.
Ia tak dapat menjawab perkataan nona itu.
Untung saja Kakek latah awet muda yang telah duduk
kembali telah berkata: "Anak Sian, suhumu berada dimana sekarang?"
"Suhu bilang hendak menyambangi teman temannya yang
berada di empat samudra lima telaga, dia akan hidup santai
tanpa ikatan." sahut nona itu tertawa.
Kakek latah segera berkerut kening:
"Benarkah ia berkata demikian?"
"Benarkah dia berkata begitu?"
"Yaa benar, suhu memang berkata demikian!"
Dengan wajah tak percaya, Kakek latah awet muda
menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya:
"Gurumu tidak suka berbuat begini..."
"Lo-kongkong, kau orang tua benar-benar mengetahui
watak guruku," Nyoo Siau-sian segera menutup mulutnya
sambil tertawa cekikikan.
"Haaahh... haaahh... haaahh... tentu saja, aku tahu anak
Sian sedang membohongi aku..."
"Tidak, aku tidak membohongi kau orang tua, suhu benar-
benar berkata begitu!"
Mendadak Kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Aaah betul, suhumu tentu sudah kembali ke Kun-lun
barat!" "Tidak, tidak, kongkong tua, kau orang tua tak boleh ke
sana..." cepat-cepat gadis itu mencegah.
Bagaimanapun juga usianya masih terlalu muda, sehingga
tanpa disadarinya ia telah membocorkan rahasia sendiri.
Kembali si Kakek latah awet muda tertawa tergelak
"Anak Sian, bagaimana pun juga usiamu masih terlalu
muda, mau menipu orangpun belum pantas."
Berbicara sampai disitu dia segera melompat bangun,
kemudian katanya: "Silahkan kalian untuk berkumpul lebih lama, maaf kalau
aku harus memohon diri lebih dulu."
"Mengapa sih kau orang tua hendak pergi secara tiba-
tiba?" tanya Im Tiong-hok sambil tertawa, "apakah
dikarenakan pelayanan boanpwe yang kurang memadai?"
Oh Put Kui berkata pula sambil tertawa:
"Ban tua, kita masih harus pergi mencari The Tay-hong..."
Mendengar itu, Kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Anak muda, apa yang kau ucapkan dimulut tidak sesuai
dengan dihati, bukankah kau hendak pergi ke lembah Yu-kok
di bukit Tiong-lam-san" Tepat sekali, aku sih tak ingin hadir
diantara kalian berdua sehingga menjemukan kamu berdua..."
Lalu sambil berpaling ke arah Im Tiong-hok, kembali
katanya: "Im lote, jika bertemu dengan bibimu, sampaikan salam dari
aku... nah pengemis cilik, kau jangan minum arak melulu, kali
ini kau harus pergi bersamaku."
"Pergi bersamamu?" tanya pengemis sinting sambil
mendongakkan kepalanya. "Kenapa" Apakah kau ingin menyusahkan anak muda
Oh?" Cepat-cepat Pengemis sinting menggeleng:
"Tidak berani, tindakan Oh lote masih lebih ganas daripada
kau orang tua." "Haaah... haaah... haaah... kalau begitu ayohlah berangkat
sekarang juga!" Begitu selesai berkata, dia segera mencengkeram tubuh
pengemis sinting seperti burung elang yang menangkap anak
ayam, akibatnya pengemis sinting berkaok-kaok keras.
Tapi Kakek latah sama sekali tidak menggubrisnya, malah
memperkencang cengkeraman tubuhnya.
Lalu sambil melemparkan pedang Cing-peng-siu-kiam
kearah Oh Put Kui, dia segera menggerakkan tubuhnya keluar
dari kamar baca dan beranjak pergi dengan cepatnya.
Sambil menerima kembali pedang Cing-peng-siu-kiam
tersebut, Oh Put Kui berseru keras:
"Ban tua, dimana kita akan bersua muka?"
Bayangan tubuh Kakek latah awet muda bersama
pengemis sinting sudah lenyap dari pandangan mata, tapi dari
kejauhan sana masih kedengaran orang tua itu berseru sambil
tertawa tergelak: "Kita akan bersua lagi di bentengnya Kit Put-shia..."
Oh Put Kui menjadi tertegun, buat apa mereka bertemu di
kota kematian dari Kit Put-shia"
Untuk sesaat pemuda itu dibuat kebingungan dan merasa
tidak habis mengerti. Terdengar Im-tiong-hok menegur:
"Saudara Oh, mengapa kau cuma termenung saja?"
Dengan wajah agak panas karena jengah sahut Oh Put
Kui: "Siaute sedang keheranan, mengapa Ban tua harus
memilih benteng kematian dari Kit Put-shia sebagai tempat
pertemuan kami?" Im-tiong-hok segera tertawa:
"Apakah saudara Oh sudah lupa" Bukankah selama ini si
pedang latah irama guntur The Tay-hong berdiam dikota
kematian" kalau toh saudara Oh hendak mencari The Tay-
hong, apakah kau tak akan berkunjung ke kota kematian
tersebut?" Sesudah mendengar penjelasan dari Im-tiong-hok tersebut,
Oh Put Kui baru tertawa geli, serunya kemudian:
"Heran, mengapa secara tiba-tiba siaute berubah menjadi
begitu pelupa..." Im-tiong-hok melirih sekejap kearah Nyoo Siau-sian, lalu
katanya sambil tertawa: "Saudara Oh, persoalan ini tak ada sangkut pautnya
dengan soal pelupa atau tidak."
Kemudian setelah tertawa tergelak, kembali ujarnya:
Ksatria Negeri Salju 6 Pendekar Pendekar Negeri Tayli Karya Jin Yong Iblis Sungai Telaga 8
^