Pangeran Perkasa 11
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D Bagian 11
Kakek bungkuk itu mendongakkan kepalanya dengan mata berkilat tapi dengan cepat menunjuk kembali sambil menjawab :
"Yaa, aku sudah tua dan tidak berguna lagi."
Gadis cantik itu tertawa ringan, dia segera membalikkan badan dan balik ke dalam ruang kuil.
Mendadak terdengar si Raja setan kepala botak menjerit kaget :
"Hey, bukankah dia adalah budak dari tiga manusia jelek yang kita jumpai di lembah Lu hoa kok?"
Ban biau sian koh ikut menghela napas panjang.
"Yaa, dia mirip sekali dengan anakku itu."
"Apakah lencana tujuh iblis kalian terjatuh di tangan budak itu?"
Ang lou hujin segera bertanya.
Sebelum Raja setan kepala botak menyahut kakek bungkuk itu sudah berseru lebih dulu :
"Pangeran telah mengundang kalian untuk menghadap, ayo cepat masuk!"
Ketujuh orang iblis itu saling berpandangan sekejap, akhirnya Raja setan kepala botak berkata :
"Ayoh berangkat, kita tengok ke dalam dan coba lihat macam apakah pangeran kentut mereka itu."
Sambil berkata dia segera berjalan masuk lebih dulu diikuti keenam rekannya dari belakang.
Di ruang tengah duduk tiga orang, yang berada di tengah adalah Pangeran Serigala langit Sik Tiong Giok, di sisi kirinya duduk Huan Li ji sedangkan sebelah kanannya duduk Sastrawan setengah umur yang membawa kipas.
Sementara itu di kedua belah sisi ruangan masing-masing berdiri tujuh ikan dari Liang san.
Dengan mata mendelik dan tertawa keras si Raja setan kepala botak segera menegur :
"Bocah Sik, hari ini kau nampak gagah dan bergaya..."
Belum habis dia berkata, salah seorang dari dua manusia buas Liang san yang bernama Selaksa dewa bingun Yu Bong telah membentak dengan keras :
"Tutup mulutmu kakek botak, kau mesti tahu sopan santun bila berbicara dengan pangeran kami."
"Waaa... semenjak kapan dua manusia buas dari bukit Liang san mengabdi kepada seorang pangeran, huuh... kau ingin mengurusi kami juga?" bentak Ang lou hujin sambil menghentakkan tongkat ke atas tanah.
Sejuta setan kesal Yu Jiang segera membentak pula :
"Nenek bermata satu, apakah kau tidak puas?"
"Heeeh, heeeh, kalau dilihat dari gaya kalian berdua manusia buas dari Liang san aku si nenek memang merasa sangat tak puas."
"Kau berani beradu kepandaian dengan ku?"
Kembali Ang lou hujin menghentakkan tongkatnya ke atas tanah sesudah tertawa seram ia mengejek :
"Siapa bilang tak berani, akan kusuruh kau rasakan kelihayan tongkatku."
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba Sastrawan setengah umur yang duduk di samping Pangeran Serigala langit telah membentangkan kembali kipasnya lalu, sreeet! Diiringi desingan keras bergema pula suara gemerincing yang amat keras, ternyata tongkat di tangan Ang lou hujin itu sudah terjatuh ke atas tanah.
Dengan suara keras Bocah sakti iblis langit Ang Cun membentak keras-keras :
"Yu Hoa, mau apa kau?"
Ternyata Sastrawan setengah umur itu dikenal oleh umat persilatan sebagai siucay bermata setan Yu Hoa.
Dengan dingin dan ketus sastrawan itu menjawab :
"Selama berada di hadapan pangeran, jangan mencoba menggunakan tongkat atau bermain golok, mengerti?"
"Huuh... pangeran kentut," teriak Ang Cun marah-marah,
"bajingan keparat she Sik kau tak usah berlagak di hadapan kami, hutang piutang di antara kita belum dibereskan.
"Apakah persoalan yang menyangkut kotak Giap hap gi ciau tersebut yang kau maksudkan?" kata Sik Tiong Giok sambil tertawa, "asal kalian bisa keluar dari kuil bobrok dengan selamat hari ini, tentu akan aku persembahkan dengan kedua belah tanganku."
"Bocah keparat, aku setuju dengan usulmu itu dan andaikata aku tak bisa keluar dari kuil bobrok pada hari ini, akupun akan menuruti semua perkataanmu, mau dibunuh mau dicincang silahkan."
"Dibunuh atau dicincang sih tidak usah," kata stb sambil tertawa,
"cukup bila kau bersedia tunduk serta taat pada perintahku."
Bocah sakti iblis langit Ang Cun tertawa terbahak-bahak :
"Haaahh... haaah... asal kau si bocah keparat benar-benar memiliki kemampuan semacam itu, Ang losam bersedia menjadi budakmu seumur hidup."
Begitu selesai berkata, sepasang kakinya segera dijejakkan ke atas tanah dan menerjang ke arah Sik Tiong Giok yang duduk di tengah ruangan.
Sik Tiong Giok tetap duduk tak bergerak di tempat semula, sebaliknya Huan Li ji yang berada di sebelah kanannya segera mengeluarkan sebuah benda dan diacungkan di hadapannya seraya membentak :
"Di luar kuil terdapat lapangan yang lebih luas, jika ingin bertarung lebih baik dilakukan disitu saja."
Sekilas pandangan saja si Bocah sakti iblis langit Ang Cun sudah mengenali benda itu sebagai lencana Thian mo leng yang telah hilang di Lu hoa kok, cepat-cepat dia menarik kembali gerakannya lalu dengan wajah tertegun mengundurkan diri dari ruangan tersebut.
Bersamaan waktunya si siucay bermata satu Yu Hoa
mengulapkan tangannya, ketujuh ikan dan kelima malaikat bengis yang berdiri di sisi ruangan serentak memburu pula keluar serta mengepung seluruh halaman kuil itu rapat-rapat.
Susul menyusul ketujuh iblis tadi turut mengundurkan diri pula dari ruangan kuil, setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, Ang lou hujin segera berkata sambil tertawa dingin :
"Tampaknya kalian telah mempersiapkan perangkap dan jebakan dalam kuil bobrok ini."
"Walaupun bukan perangkap atau jebakan yang hebat," kata Sik Tiong Giok sambil tertawa, "tapi cukup menyulitkan kalian tujuh orang iblis bila berniat menerjang keluar dari sini."
"Hmmm kau jangan memandang enteng kemampuan dari tujuh iblis..." teriak Ang lou hujin sambil tertawa dingin.
Belum habis dia berkata, si sejuta setan masgul Yu liang telah melompat ke depan sambil membentak :
"Tak usah banyak cincong lagi, sambut dulu tiga buah pukulan dari aku she Yu..."
Memang demikianlah watak dari dua manusia buas bukit Liang san, bila watak buasnya sudah berkobar, maka mereka tak akan mengakhiri perbuatannya sebelum menang kalah, mati hidup ditentukan.
Begitu membentak tubuhnya segera menerobos maju ke muka dan melepaskan sebuah bacokan maut ke arah lawan.
Jangan dilihat kedua manusia buas itu berperawakan kasar, ilmu silatnya sungguh hebat dan dahsyat. Begitu serangan dilancarkan angin pukulan yang sangat kuat seperti hembusan angin puyuh segera menyapu ke depan.
Ang lou hujin pun termashur juga sebagai seorang gembong iblis yang disegani orang banyak, kendatipun Leng san sam yu telah mengurungnya selama banyak tahun di bawah bukit Cio hong, namun watak bengis dan kejinya belum juga hilang.
Serta merta dia melepaskan sebuah pukulan dahsyat untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Sungguh dahsyat tenaga pukulan yang dilancarkan olehnya itu, bersama dengan gerakan serangan ini, angin pukulan yang tajam dan kuat menderu-deru ke muka.
"Blaaamm...!" Begitu sepasang telapak tangan saling beradu, terjadilah suara ledakan keras yang memekakkan telinga, dua kaki di sekeliling arena segera dilanda putaran angin berpusing yang
menerbangkan pasir, debu dan batu krikil.
Akibat dari benturan tersebut, sejuta setan masgul Yu Jiang segera merasakan datangnya tenaga kuat yang menerjang tubuhnya, tak kuasa badannya tergetar mundur sejauh setengah langkah lebih.
Sebaliknya keadaan Ang lou hujin jauh lebih mengenaskan lagi, ia terhantam sampai mundur sejauh dua langkah lebih.
Melihat kejadian tersebut, sejuta setan masgul Yu Jiang makin bertambah garang, tanpa banyak berbicara lagi telapak tangannya segera diayun ke depan melancarkan serangkaian pukulan dan bacokan yang amat dahsyat.
Sekalipun dalam hati kecilnya Ang lou hujin sadar kalau kekuatannya bukan tandingan lawan, tapi sebagai seorang perempuan yang sudah terbiasa mencari menang sendiri, tentu saja ia tak mau mengaku kalah dengan begitu saja, serta merta dia mengayunkan kembali telapak tangannya untuk
menyongsong datangnya ancaman tersebut!"
"Blaaam!" Bentrokan keras kembali terjadi dan pasir serta debu kembali beterbangan di angkasa, kali ini Ang lou hujin terdorong mundur sebanyak satu langkah lebar.
Melihat Ang lou hujin menderita kerugian si Telapak darah pengusik langit Lu Ma segera menyelinap maju ke depan untuk membantu rekannya.
Sejuta setan kesal Yu Jiang yang sudah asyik bertarung sama sekali tak perduli lagi siapa lawannya, ia segera membentak keras-keras :
"Sambutlah seranganku yang ketiga ini!"
Menyusul ayunan telapak tangannya, ledakan keras kembali bergema memecahkan keheningan.
Di antara angin serangan yang berpusing Sejuta setan kesal Yu Jiang tak sanggup lagi mengendalikan kuda-kudanya, segera beruntun ia terdorong mundur sejauh lima enam langkah lebih, tubuhnya gontai dan untung saja tak sampai roboh terjengkang ke atas tanah, kendatipun demikian hawa murninya mengalami juga goncangan yang sangat keras.
Menjumpai saudaranya menderita kerugian, Selaksa dewa murung Yu Bong segera berteriak :
"Losam, kau tidak apa-apa bukan?"
"Aku masih sanggup menahan diri, akan kucoba untuk menerima sebuah pukulannya lagi," sahut Sejuta setan kesal Yu Jiang lantang.
"Sudahlah, bagaimana jika manusia liar itu kau serahkan kepadaku...?"
"Tidak bisa, keparat ini menjadi bagianku," seru Sejuta setan kesal Yu Jiang dengan mata melotot.
"Tak bisapun harus bisa, kau tahu kalau isi perutmu sudah terluka..." tegur Selaksa dewa murung Yu Bong gusar.
"Siapa bilang aku terluka" Pokoknya antara aku dengan keparat ini belum ada akhirnya jika salah satu pihak belum roboh."
Sambil berkata dia melepaskanlagi sebuah pukulan dahsyat sekalipun hawa murninya sudah tersendat-sendat namun kekuatannya sama sekali tak berkurang.
Pada dasarnya si Telapak darah pengusik langit Lu Ma memang menggetarkan dunia persilatan karena keampuhan tenaga dalamnya, sudah barang tentu ia tak pandang sebelah matapun terhadap kemampuan dari si Sejuta setan kesal Yu Jiang.
Melihat datangnya ancaman, dia segera mengayunkan pula telapak tangannya untuk menyambut datangnya ancaman
tersebut. Pada saat itulah si Selaksa dewa murung Yu Bong berteriak keras
: "Loji, serhkan saja keparat itu kepadaku."
Bersamaan waktunya dia lancarkan pula sebuah pukulan yang maha dahsyat ke depan.
Walaupun Telapak darah pengusik langit Lu Ma termashur dalam dunia persilatan karena ketangguhan ilmu pukulannya, namun ia tak menyangka tibanya sergapan dari belakang otomatis hawa murninya juga tak sempat ditarik kembali.
Digencet dari muka dan belakang oleh pukulan yang amat dahsyat terpaksa dia mengayunkan telapak tangannya
menghadapi pukulan dari muka dan belakang sekaligus.
"Blaaaamm, blaaamm!"
Dua kali benturan keras bergema memecahkan keheningan.
Sejuta setan kesal Yu Jiang segera mencelat ke belakang dan roboh terduduk di atas tanah, namun si Telapak darah pengusik langit Lu Ma pun tidak menerima keuntungan apa-apa, malahan dia terhuyung-huyung ke belakang sebelum akhirnya jatuh terduduk.
Hanya Selaksa dewa murung Yu Bong seorang tetap berdiri tegak seperti keadaan semula.
Hal ini bukan berarti tenaga dalam yang dimiliki Selaksa dewa murung Yu Bong sangat hebat dan melebihikemampuan dari Telapak darah pengusik langit Lu Ma yang benar, ia justru manfaatkan kesempatan yang sangat baik di saat musuhnya terpojok oleh desakan dan gencetan sehingga ia berhasil meraih keuntungan besar.
Dengan kejadian tersebut, ketujuh iblis menjadi tertegun. Mereka sadar bila pertarungan semacam ini dilanjutkan maka pada akhirnya mereka akan kehabisan tenaga dan menyerah kalah, jelas posisi semacam ini tidak menguntungkan.
Dalam pada itu, kakek bungkuk yang semual menjaga di depan pintu mendadak hilang lenyap entah kemana perginya.
Raja setan kepala botak memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian serunya dengan lantang :
"Bocah she Sik, bla kau berniat mencari kemenangan dengan memakai akal licik, biarpun pada akhirnya kami bertujuh jatuh pecundang di tanganmu, kekalahan tersebut tidak akan memuaskan kami."
"Lantas bagaimana maksudmu" Pertarungan macam apa yang kau kehendaki...?"
Raja setan kepala botak tertawa terbahak-bahak :
"Haaa... haaa... haaa... haaa... kulihat dari keinginanmu menjadi seorang pemimpin dunia persilatan sudah pasti kepandaian silat yang kau miliki amat tangguh, untuk itu kami tujuh bersaudara masing-masing ingin melepaskan tiga buah pukulan kepadamu, apakah kau berani untuk menerimanya?"
Jelas dia bertujuan jahat, yaitu meminta Sik Tiong Giok seorang diri menghadapi mereka bertujuh.
Sebagaimana diketahui, untuk mengalahkan Pat Huang Sin Mo dulu, Im thian sam siu (tiga kakek dari Im thian) yang berkepandaian tinggipun harus turun tangan bersama-sama, disamping itu Leng san sam yu (tiga kerabat dari Leng san) pun hanya mampu mengurung alhj, bisa dibayangkan bagaimana mungkin Sik Tiong Giok sanggup menghadapi ketujuh iblis itu sekaligus, kendatipun dia memiliki kemampuan yang hebat.
Mendengar ucapan tersebut, Sik Tiong Giok menjadi tertegun, sedangkan siucay bermata setan Yu Hoa yang berada di sisinya juga memandang sekejap ke arahnya.
Pada saat itulah mendadak dari luas pintu ruangan kuil berkumandang seruan seseorang :
"Waaah, banyak amat orang yang berkumpul disini" Apakah sedang menyelenggarakan pibu (adu kepandaian silat) disini"
Bolehkah aku turut serta di dalam pertandingan ini?"
Semua orang segera berpaling ke arah mana berasalnya suara itu, sedangkan Sik Tiong Giok dengan perasaan tertegun segera berpikir :
"Kenapa budak itu pun turut datang kemari?"
Sebaliknya Ang lou hujin tanpa memperdulikan keadaan luka yang sedang dideritanya, mendadak ia membentak keras lalu menerjang ke arah mana datangnya suara itu dengan kalap.
Ternyata orang yang baru saja menampakkan diri adalah seorang bocah perempuan yang berusia dua tiga belas tahunan, dia memakai baju ketat berwarna hijau dgn sepasang pedang tersoren di punggungnya.
Sambil memutar sepasang biji matanya yang besar dia
memandang sekejap sekeliling tempat itu, sementara sepasang kepangnya turut bergoyang kian kemari mengikuti gerakan kepalanya, jelas terpancar dari wajahnya betapa binal dan nakalnya bocah perempuan itu.
Ternyata nona cilik ini tak lain adalah Sim Cui.
Begitu melihat Ang lou hujin menerjang ke arahnya dia segera berkelit ke samping sambil tertawa cekikikan serunya :
"Hey si jelek tua, rupanya tidak ada yang suka kepadamu. Buat apa kau mencari nona mu terus" Idiih tak tahu malu..."
Sambil mengejek, jari tangannya digerakkan di pipinya membuat gerakan mengejek, hal ini membuat semua orang yang berada di sekelilingnya segera tertawa tergelak.
Saking mendongkolnya paras muka Ang lou hujin yang dasarnya sudah jelek kini berubah menjadi merah padam seperti babi panggang, dengan semakin geram dan gusar dia mengejar nona kecilitu siap memukulnya.
Dengan gerakan yang lincah seperti seekor ikan Sim Cui segera berkelit ke samping dan menghindarkan diri dari sergapan lawan, dengan begitu tubrukan dari Ang lou hujin pun mengenai sasaran yang kosong.
Menanti Ang lou hujin menghentikan pengejarannya, nona cilik itu segera mengejek lagi :
"Hey mata buta, itik yang tak punya pantat, kau lebih pantas kawin dengan katak budukan."
Ang lou hujin kembali menjadi berang dan melakukan pengejaran lagi.
Hua sin mo i Thi cu yang melihat kejadian itu turut bersusah hati bagi kesialan Ang lou hujin, bagaimanapun juga dia adalah seorang tokoh silat yang ternama, tapi sekarang tak mampu membekuk seorang nona kecilpun. Kejadian tersebut boleh dibilang benar-benar merupakan suatu kejadian yang
mengenaskan. Berpikir demikian, ia segera berteriak keras :
"Suci, jangan kuatir, aku datang membantumu."
"Huuh, biarpun kalian tujuh iblis maju bersama pun tidak ada gunanya...." ejek Sim Cui segera.
Perlu diketahui Hua sin mo li termashur dalam dunia persilatan karena gerakan tubuhnya yang amat cepat, begitu selesai berkata tadi, dia segera menggerakkan sepasang telapak tangannya dan menyerang Sim Cui.
Akan tetapi nona cilik itupun amat cekatan, tidak diketahui gerakan apa yang digunakan, tahu-tahu saja dia sudah menerobos keluar dari ancaman serangan iblis perempuan itu dan malahan mendesak maju lebih ke muka.
Atas kejadian ini Hua sin mo li menjadi tertegun karena kaget dan cepat-cepat mundur ke belakang.
Siapa tahu secara kebetulan Ang lou hujin sedang menerjang ke muka, sepang cakar setannya langsung tertuju ke arah tubuh Hua sin mo li yang sedang mundur.
Dalam pada itu Sim Cui telah menerobos keluar dari bawah ketiak Hua Sin mo li dan melompat ke atas undak-undakan ruangan sambil menontong kedua orang iblis itu saling bertarung sendiri.
Untung sekali Hua sin mo li memiliki gerakan tubuh yang cekatan, di saat yang paling kritis ia segera miringkan tubuh sambil mengigos ke samping, dengan gerakan yang amat berbahaya dia terlepas dari ancaman maut itu.
Menyaksikan adegan tersebut, tujuh iblis itu sama-sama berpekik di dalam hati :
"Ooooh, sungguh berbahaya."
Dalam pada itu Sim Cui telah bertolak pinggang dan mengejek sambil tertawa :
"Asyik bukan" Si setan jelek mencakar rase binal, sayang sekali cakarannya itu meleset."
Raja setan kepala botak segera mendengus dingin, teriaknya :
"Budak busuk! Kau ingin melihat darah bercucuran" Aku segera akan membuatmu mampus bermandikan darah."
"Itik tua berpantat gundul, kau tak usah ngebacot yang bukan-bukan huuuhh nona mu masih sanggup menghadapi kerubutan kalian bertujuh seorang diri, tidak percaya silahkan dibuktikan,"
bentak Sim Cui jengkel. Pat Huang Sin Mo tertawa seram tiba-tiba serunya :
"Budak busuk, pandai amat kau mengibul yang bukan-bukan."
"Katak buduk, kau tak percaya" Mengapa tidak bertaruh denganku?"
"Coba kau terangkan dulu bagaimana taruhannya, aku tak percaya kalau kau si budak kecil memiliki kemampuan
sedemikian besarnya."
Sim Cui tertawa. "Jika dalam sepuluh jurus aku tak mampu mengungguli kalian, bagaimana kalau anggap saja aku yang kalah?"
Pat Huang Sin Mo tertawa terbahak-bahak.
"Haah... haah... haaah... budak licin, taruhan semacam ini kelewat enteng."
"Lalu apa keinginanmu?"
"Aku punya dua syarat, cuma kuatirnya kau tak bisa mengambil keputusan."
"Bila tidak kau jelaskan, bagaimana mungkin aku bisa mengambil keputusan?"
"Kaumasih kecil, apakah perkataanmu masih dapat dipercaya?"
Sim Cui segera melotot besar, serunya :
"Kau bilang usiaku kecil" Kau tahu meskipun kura-kura sudah tua umurnya, dia toh masih tetap kecil dan tak bisa berkaki delapan"
Sedangkan emas yang kecil, biar kecil tapi keras sekali dan bisa dihancurkan."
Merasa dirinya dimaki nona kecil sebagai kura-kura, Pat Huang Sin Mo menjadi marah sekali, matanya segera melotot besar dan rambutnya pada berdiri kaku seperti landak.
Nona kecil itu segera membentak lagi :
"Huuh, kau anggap dengan bergaya seperti itu lantas aku menjadi taku" Terus terang aku bilang, aku tak bakal taku t dengan kura-kura tua seperti kau!"
Sambil berusaha menahanamarhnya, Pat Huang Sin Mo segera berkata dengan suara dingin :
"Aku tak perduli apa yang kau bilang, pokoknya kau mesti mencari seseorang untuk menjamin perkataanmu itu."
Kakek bungkuk yang menjaga pintu kuil tadi mendadak muncul kembali di muka pintu sambil menimbrung :
"Biar kusuruh pangeran kecil kami yang memberi jaminan!"
Mendengar perkataan tersebut Sik Tiong Giok menjadi melongo, dia cukup mengetahui kemampuan dari Sim Cui, janganlagi mengalahkan ke tujuh iblis tersebut dalam sepuluh gerakan, seorang saja di antara mereka sudah cukup merobohkan nona kecil itu tak sampai sepuluh gerakan, sudah barang tentu pemuda ini tak percaya akan kemampuannya.
Sementara dia masih ragu, Pat Huang Sin Mo telah berseru dengan keras :
"Bocah she Sik, beranikah kau memberi jaminan?"
Sementara Sik Tiong Giok masih termangu-mangu dan tak tahu apa yang mesti dijawab mendadak ia mendengar seseorang berbisik di sisi telinganya :
"Anak muda cepat kau sanggupi, peluang terbaik ini mesi kau manfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Sik Tiong Giok segera mendehem pelan lalu sahutnya :
"Baik, aku akan menjamin perkataanmu itu, tapi apakah syarat yang hendak kalian ajukan?"
"Bila budak cilik ini tak mampu mengungguli kami dalamsepuluh jurus, maka kau harus berkewajiban untuk mengembalikan lencana tujuh iblis itu kepada kami."
"Dan kedua," timbrung si Raja setan kepala botak tiba-tiba, "kau pun harus menyerahkan kotak Giok hap gi ciau tersebut pada kami."
Di dalam anggapan ke tujuh iblis tersebut, Sik Tiong Giok pasti akan menolak permintaan tersebut, sekalipun bersedia menyerahkan kembali lencana tujuh iblis, belum tentu akan setuju untuk menyerahkan kotak Giok hap gi ciau.
Siapa tahu apa yang terjadi sama sekali di luar dugaan, tanpa berpikir panjang Sik Tiong Giok segera menjawab :
"Baik, aku menyetujui semua permintaan kalian, tapi apa yang hendak kalian pertaruhkan " Bila dalam sepuluh jurus kalian dikalahkan nona kecil itu apa yang hendak kalian perbuat?"
Diam-diam tujuh iblis merasa terkejut sekali setelah mendengar si Raja setan kepala botak berkata :
"Jika kami yang kalah maka mulai sekarang markas besar kami di Ci sia kami tutup dan selama kau she Sik masih berada dalam dunia persilatan, kami tak akan munculkan diri lagi di depan umum."
"Waah, taruhan semacam itu sih kelewat enteng," seru Sik Tiong Giok sambil tertawa.
"Lantas bagaimana menurut pendapatmu?"
"Raja setan kepala botak, apakah perkataanmu bisa dianggap sebagai perkataan ketujuh rekanmu?"
Raja setan kepala botak segera mendelik besar, teriakna dengan marah :
"Biarpun tujuh iblis dari Ci shia belum terhitung jagoan dari golongan lurus, soal kepercayaan kami pegang teguh."
Dengan nada tak sabar Pat Huang Sin Mo berteriak pula :
"Keparat she Sik, jika ingin mengajukan syarat cepatlah diajukan, asal kami sudah setuju pasti tak akan diingkari."
"Sebetulnya syaratku sederhana sekali," kata Sik Tiong Giok sambil tertawa. "Jika kalian kalah, maka sepanjang hidup harus menuruti semua perkataanku..."
Begitu perkataan tersebut diajukan, ketujuh iblis tersebut segera termenung lalu berpaling sendiri, tapi siapa pun tidak percaya kalau dengan kemampuan mereka yang sudah termashur dalam dunia persilatan, seorang nona kecil berusia dua tiga belas tahun pun tak mampu dihadapi..."
Mendadak si Raja setan kepala botak berseru :
"Baiklah, kami menyetujui syaratmu itu."
Sik Tiong Giok segera memandangi keenam iblis lainnya sambil bertanya :
"Bagaimana dengan kalian semua?"
"Tentu saja kami tak akan menyesal," jawab enamiblis lainnya bersama-sama.
Sik Tiong Giok manggut-manggut kepada Sim Cui segera katanya
: "Nah nona, kau boleh turun tangan segera."
Sambil tertawa Sim cui manggut-manggut dia segera mencabut pedangnya dan berseru :
"Hey, kalian akan maju bersama-sama atau seorang demi seorang...?"
Sementara Ang lou hujin telah mengambil kembali tongkatnya dari atas tanah, teringat kembali dendamnya karena diolok nona kecil itu tadi, dia segera menyiapkan senjatanya sambil membentak :
"Biar aku nenek tua yang coba kepandaian silatmu..."
Sesungguhnya Sim Cui sendiri pun tidak mempunyai keyakinan untuk mengalahkan lawannya, apa yang dilakukan selama ini tidak lebih cuma menuruti petunjuk seseorang.
Pada mulanya dia merasa asyik dengan permainan tersebut, tetapi setelah serangan musuh dilancarkan, dia baru merasa gugup dan tidak tahu harus menggunakan jurus serangan apakah untuk membendung datangnya ancaman lawan yang begitu dahsyat.
Di saat dia sedang bimbang dan tak tahu apa yang mesti diperbuat inilah, mendadak dari lengan kanannya muncul segulung tenaga kekuatan yang tak terlukiskan hebatnya, membuat jurus Ka hay kim liang (menyungging samudra dengan tiang emas) yang sedang digunakan menjadi lebih kuat dan bertenaga.
Ang lou hujin sudah amat membenci dengan nona kecil tersebut, kalau bisa dia ingin menghantam nona itu sampai tubuhnya hancur berantakan, tak heran kalau serangan yang dilepaskan itu telah menggunakan tenaga sebesar sepuluh bagian.
Menanti pedang dan tongkatnya saling beradu, Ang lou hujin baru merasa kalau keadaantak beres, dengan perasaan terkesiap segera pikirnya :
"Aaaah, sungguh aneh" Baru berpisah berberapa hari dengan bocah keparat ini mengapa tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan sedemikian hebatnya" Bahkan dua kali lipat lebih hebat daripada keadaan semula."
Belum habis ingatan tersebut lewat, tongkatnya telah beradu dengan senjata lawan.
"Traaaaanggg...!"
Di tengah benturan keras yang memekakkan telinga, tongkat bajanya seberat puluhan kati itu tahu-tahu sudah tergetar lepas dari cekalannya dan mencelat ke udara.
"Blaaaam..." Kembali terjadi bentrokan keras, tongkat baja yang mencelat itu segera menghantam pintu kuil sehingga hancur berantakan.
Ang lou hujin menjerit kaget, tubuhnya secara beruntun mundur sejauh enam tujuh langkah ke belakang, tangannya saling berpegangan dan tak mampu digerakkan lagi, jelas kalau sendi tulang lengannya telah terlepas.
Kaakek bungkuk yang berada di depan pintu kuil itu segera bersorak memuji :
"Betul-betul sebuah jurus tongkat terbang menghantam pintu yang sangat hebat."
Peristiwa ini dengan cepat menggetarkan hati setiap jago yang hadir di arena, semuanya membelalakkan matanya lebar-lebar dan berdiri dengan wajah tertegun.
Di antara sekian orang cuma Huan Li ji seorang yang diam-diam merasa keheranan bukan karena kemampuan Sim Cui yang mengejutkan, tapi karena nada suara dari kakek bungkuk itu telah berubah sama sekali.
Tentu saja Sim Cui yang paling merasa girang oleh kejadian ini, mimpipun dia tak menyangka kalau Ang lou hujin dapat dirobohkan olehnya hanya dalam satu gebrakan saja.
Begitu berhasil dengan serangannya, dengan semangat berkobat segera serunya lagi sambil tertawa cekikikkan :
"Nah, masih ada siapa lagi yang ingin merasakan seranganku?"
Belum habis ia berkata Ban biau sian koh Lu Yong poo telah membentak keras :
"Budak ingusan, rasakan tusukan pedangku ini!"
Seperti gulungan angin puyuh dia menerjang ke muka,
pedangnya dengan membiaskan cahaya berkilauan langsung membacok kepalanya.
Sim Cui tidak menyangka kalau serangan tersebut akan datang sedemikian cepatnya, tampaknya dia tak sanggup lagi untuk menghindarkan diri.
Sik Tiong Giok yang melihat kejadian tersebut kontan saja melompat bangun saking kagetnya, sedangkan Huan Li ji hampir saja menjerit keras.
Tapi di saat yang paling kritis itulah tangan kanan Sim Cui seperti digandeng seseorang, ujung pedangnya segera menyodok ke atas dan persis menghantam tubuh pedang dari Lu Yong poo.
"Traaang!" Dentingan nyaring segera berkumandang memecahkan
keheningan, pedang Lu Yong poo pun tergetar sampai mencelat sejauh dua tiga kaki lebih dan menancap di atas pohon, bukan begitu saja saking besarnya tenaga pantulan itu, pedang tersebut bergetar terus tiada hentinya.
Sedangkan Lu Yong poo sendiri menderita cukup runyam, telapak tangannya pecah dan berdarah, sementara orangnya berdiri tertegun bagaikan sebuah patung.
Raja setan kepala botak menjadi kaget bercampur mendongkol, matanya melotot besar bagaikan gundu, tangannya mengaruk-garuk kepala botaknya yang tak gatal, betapapun ia sudah perhatikan gerak serangan lawan secara seksama, nyatanya dia tak berhasil untuk melihat secara jelas gerakan apakah yang telah digunakan nona kecil itu.
Berhasil untuk kedua kalinya, Sim Cui makin bersemangat lagi, sambil tertawa cekikikan serunya kemudian :
"Baru jurus kedua, waaah agaknya tidak perlu sepuluh juruspun kalian bertujuh sudah mampu dibuat keok semua."
Dengan geram Telapak darah pengusik langit Lu Ma mendengus dingin, teriaknya :
"Kaumemang nampak agak hebat budak busuk, coba kau rasakan dulu seranganku."
Tiba-tiba dia putar lengannya lalu melancarkan sebuah bacokan ke depan, di tengah deruan angin serangan yang kuat terselip pula bau busuk menusuk hidung, bagaikan amukan ombak di tengah samudra langsung menyapu ke depan.
Sim Cui menjadi melongo, musuhnya berdiri di kejauhan sana sambil melancarkan pukulan, padahal pedangnya amat pendek, bagaimana caranya dia mesti menyambut ancaman tersebut"
Tampaknya nona kecil itu segera akan tergulung oleh pukulan maut lawannya dan mampus secara mengerikan.
Mendadak, di saat yang amat kritis itulah tahu-tahu dari ujung pedang pendeknya memancar keluar dua gulung tenaga
serangan yang maha dahsyat langsung menyergap ke depan.
Begitu dua gulung tenaga serangan itu saling bertemu, nyatanya angin serangan dari pedang itu berhasil menembusi angin pukulan lawan bahkan meneruskan sergapannya ke depan dengan membawa suara desingan yang amat tajam.
"Sreeet!" Di tengah desingan tajam itu, Telapak darah pengusik langit Lu Ma tak sanggup lagi mempertahankan diri, secara beruntun dia terdorong mundur sejauh tujuh delapan langkah lebih dari posisi semula, lamat-lamat dadanya terasa sakit bagaikan tertembus oleh tusukan pedang, bukan begitu saja bahkan hawa murninya juga mengalami kerugian yang tak kecil.
oooOOooo Peristiwa ini segera mengejutkan semua orang yang hadir di arena, siapapun tidak menduga kalau seorang bocah perempuan yang berusia dua tiga belas tahunan ternyata mampu
menghadapi tujuh orang iblis sekaligus, andaikata tidak disaksikan dengan mata kepala sendiri, siapapun tentu tak percaya.
Tapi kenyataan sudah terbentang di depan mata, tidak percaya pun terpaksa mereka harus mempercayainya.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah berhasil meraih kemenangan secara beruntun, nona kecil itu menjadi amat kegirangan sampai mulutnya tak bisa ditutup kembali, serunya sambil tertawa cekikikan :
"Apakah masih ada yang tidak puas" Kalau ada ayoh cepat maju ke depan, sebab aku masih ada urusan lain yang mesti diselesaikan."
Tak seorang pun di antara ke tujuh orang iblis itu yang berbicara ataupun memberikan pendapat, mereka hana saling
berpandangan dengan mulut membungkam.
Lama kemudian , si Raja setan kepala botak baru mengerdipkan sepasang mata tikusnya dan berkata sambil tertawa :
"Kepandaian silat yang nona cili miliki memang sangat hebat, kami semua benar-benar merasa takluk dan tunduk, tapi sebelum itu kami ingin sekali bertarung melawan Pangeran Serigala langit apakah sudi kirana pangeran memberi petunjuk?"
Sik Tiong Giok segera tertawa terbahak-bahak :
"Haaah... haah... haah... apakah kau berkeyakinan dapat menangkan aku?"
"Hmm, sebelum pertarungan dimulai, sulit untuk dikatakan bisa atau tidak, sebab siapa bertarung menggunakan ilmu silat sejati, maka siapapun jangan harap bisa meraih kemenangan dengan akal muslihat..."
"Aaah itu sih belum tentu, kadang kala dalam satu gerak serangan saja orang bisa meraih kemenangan dan posisi lebih menguntungkan, apakah kau tidak percaya?"
"Aku tidak percaya, andaikata kami bertujuh maju bersama apakah kaupun bisa mengungguli kami dengan gerakan tipu dari jurus-jurus seranganmu itu?"
"Kalau begitu bagaimana jika kita mencobanya?" tantang Sik Tiong Giok sambil tertawa.
Sembari berkata ia lantas bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke tengah arena, sikapnya amat santai, seakan-akan sama sekali tak memandang sebelah matapun terhadap pertarungan yang bakal berlangsung ini.
Ketujuh orang iblis itu saling bertukar pandangan sekejap lalu masing-masing menyebarkan diri mengambil posisi mengepung dan bersiap sedia melancarkan serangan.
Dengan sikap yang santai dan tenang Sik Tiong Giok memandang sekejap ke arah tujuh orang iblis itu, lalu katanya :
"Silahkan kalian segera turun tangan!"
"Baik," sahut Raja setan kepala botak lalu ia segera maju ke depan dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Dengan cekatan Sik Tiong Giok menghindar ke samping, begitu lolos dari serangan iapun berseru sambil tertawa :
"Tenaga pukulanmu kali ini jauhlebih lemah daripada seranganmu sewaktu berada di lembah Lu Hoa Kok tempo hari, aneh!
Mengapa tenagamu malah tamah mundur?"
rkb mendengus dingin, setelah memandang sekejap keenam rekannya, ia membentak keras lalu secara beruntun melancarkan beberapa buah bacokan berantai.
Menyusul serangan dahsyat dari si Raja setan kepala botak, keenam orang iblis lainnya serentak maju pula melancarkan serangan, masing-masing orang mengerahkan segenap
kemampuan yang dimilikinya untuk mengurung anak muda itu rapat-rapat.
Begitu tujuh orang iblis itu turun tangan bersama melakukan pengeroyokan, segera terlihat suatu kerja sama yang sangat hebat, daya pengaruh yang terpancarpun jauh berbeda dengan keadaan semula masing-masing orang menyerang gencar dan kalap, semuanya berusaha merobohkanlawan dengan serangan-serangan beruntunnya yang dahsyat bagaikan amukan angin puyuh.
Bila berbicara soal tenaga dalam sudah jelas Sik Tiong Giok bukan tandingan lawan, tapi ia justru mengandalkan kelincahan dan keindahan jurus serangannya untuk mengatasi semuanya itu.
Sebentar ia nampak menyodok, sebentar lagi nampak
membacok, posisinya pun ikut bergeser tiada hentinya kesana kemari, dlam keadaan seperti ini hilanglah kesempatan bagi ketujuh iblis itu untuk menguasai keadaan.
Sebagaimana diketahui, si Telapak darah pengusik langit Lu Ma telah menderita luka dalam, andaikata ia bertarung secara sabar dan mantap, luka tersebut tentu tak akan berpengaruh banyak terhadap tenaga dalamnya.
Tapi sayang ia kurang sabar, setelah bertarung sekian lama tanpa hasil, habis sudah kesabarannya, tiba-tiba ia membentak keras lalu tubuhny menerjang maju ke depan secara ganas.
Sebagai seorang jago yang termashur dalam dunia persilatan karena ilmu pukulannya, bisa diketahui betapa dahsyat dan hebatnya ancaman tersebut.
Dalam keadaan demikian Sik Tiong Giok bukan berusaha untuk menghindarkan diri sebaliknya dia malah maju menyongsong serta menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras melawan keras.
Telapak darah pengusik langit Lu Ma menjadi amat girang, segera pikirnya :
"Bajingan cilik, rasain kelihayanku ini..."
Ingatan tersebut baru saja melintas lewat, sepasang telapak telah saling beradu satu sama lainnya, cepat-cepat dia mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, dalam perkiraannya pukulannya kali ini pasti akan berhasil melukai lawan.
Siapa sangka begitu bentrokan terjadi, tiba-tiba saja tenaga pukulannya terpeleset ke samping sehingga tenaga pukulannya yang amat dahsyat itu menyambar melewati sisi dada Sik Tiong Giok dan langsung menerjang tubuh Ang lou hujin.
Tak terlukiskan rasa kaget Telapak darah pengusik langit Lu Ma menyaksikan kejadian itu, cepat-cepat teriaknya :
"Hati-hati suci atau kakek ke-empat..."
Sambil berteriak tergopoh-gopoh ia tarik kembali tenaga pukulannya.
Sayang sekali keadaan sudah terlambat, teanga pukulan yang maha dahsyat itu telah menerjang ke arah Ang lou hujin.
Kendatipun Ang lou hujin sendiri merasakan juga datangnya tenaga serangan maha dahsyat yang menerjang ke arahnya sehingga dia sempat mengibaskan tangannya untuk menangkis tapi akibatnya toh ia sendiri tergetar mundur dengan sempoyongan, bahkan belum cukup sampai disitu tubuhnya terhuyung kembali ke belakang dan akhirnya roboh terjungkal ke atas tanah.
Melihat adegan tersebut, Sik Tiong Giok kontan tertawa terbahak-bahak, ejeknya kemudian :
"Hey, mengapa kalian malah saling gontok-gontokan sendiri?"
"Haa, haa... haa... inilah yang dinamakan orang, air bah menerjang kerajaan naga."
Sementara masih menggoda, Raja setan kepala botak segera memanfaatkan kesempatan baik itu dengan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Seakan-akan tidak menyangka datangnya serangan tersebut, pemuda itu akan segera terhajar telak.
Semua kejadian ini dapat diikuti oleh keenam iblis lainnyadg jelas, bahkan Ang lou hujin yang masih tertunduk di atas tanah segera berseru keras saking gembiranya.
Pada saat yang amat kritis inilah, tiba-tiba Sik Tiong Giok merendahkan bahunya sambil mengigos ke samping.
Seketika itu juga Raja setan kepala botak merasakan bahwa serangannya bukan saja gagal mengenai lawan, bahkan pada saat yang bersamaan dia yang merasakan bagaimana angin serangannya yang maha dahsyat itu telah meluncur ke samping danlangung menghantam tubuh Hua in moli Thi Cu yang berada di hadapannya.
Thi Cu sangat terkejut merasakan datangnya serangan tersebut, buru-buru dia mengayunkan telapaknya untuk menyambut datangnya serangan dahsyat dari rekannya ini.
Sayang seribu kali sayang, tenaga dalam yang dimilikinya kelewat cetek begitu ancaman tersebut disambut, ia segera merasakan datangnya tenaga tekanan yang maha dahsyat menindih tubuhnya.
Tak ampun tubuhnya segera mencelat sejauh satu kaki lebih dan sewaktu roboh kembali ke atas tanah, darah segar menyembur keluar dari mulutnya.
Hanya cukup dua gebrakan sja, ke tujuh orang iblis itu sudah dibuat kaget, tertegun dan sesaat lamanya tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Lama kemudian, Raja setan kepala botak baru mundur dua langkah sambilserunya dengan perasaan ngeri :
"Hey bocah muda, ilmu silat apa yang telah kau pergunakan itu?"
"Haah... haah... inilah yang dinamakan ilmu meminjam golok membunuh orang, pernahkah kau dengar nama ini?"
"Bangsat, kau ngaco belo!" Tiba-tiba Raja setan kepala botak membentak marah.
"Mau percaya atau tidak terserah kepadamu, masih berani bertarung lagi?"
Pertanyaan ini kembali membuat Raja setan kepala botak berdiri tertegun, bila dilihat dari keadaan situasi jelas mereka bertujuh tak mampu bertarung lagi, tapi kalau disuruh mengaku kalah, diapun merasa tak rela.
Lama setelah berdiri termangu, akhirnya Raja setan kepala botak berkata sambil menghela napas :
"Baiklah kami bertujuh dari istana iblis mengaku kalah."
"Ehm, bagaimana dengan perjanjian selama tiga tahun...?"
"Akan kai laksanakan."
"Tapi kau harus tahu," sela Ban biau sian koh Lu Yong poo tiba-tiba, "kami hanya takluk pada lencana tujuh iblis, tapi bukan takluk kepadamu, Pangeran Serigala."
Baru selesai dia berkata, kakek bungkuk yang berada di depanpintu kuil telah menyambung sambil tertawa terbahak-bahak :
"Perduli kalian takluk kepada siap yang penting asal kalian benar-benar takluk."
Dengan marah Lu Yong poo melotot sekejap ke arah kakek itu, namun sebelum dia sempat mengumbar amarahnya, Raja setan kepala botak telah memberi tanda kepadanya, kemudian katanya kepada Sik Tiong Giok sambil tertawa :
"Nah, persoalan telah beres, kami ingin mohon diri lebih dulu."
Mendadak Huan Li ji mengangkat tinggi lencana tujuh iblis itu lalu berseru :
"Apakah kalian bermaksud tidak menghormati lencana tujuh iblis itu lagi?"
Ketujuh iblis itu sama-sama tertegun, lalu sambil memberi hormat serunya berbareng :
"Kami siap mendengarkan perintah dari lengcu."
Sambil mengangkat tinggi lencana lengcu tersebut, Huan Li ji segera berkata lagi :
"Kuperintahkan kepada kalian bertujuh segera berangkat ke bukit Pay Lau San selidiki tentang bakal munculnya kelabang langit, periksa juga manusia-manusia dari mana saja yang berniat merebut mestika tersebut, nah cepat berangkat!"
Dengan perasaan apa boleh buat, tujuh orang iblis itu segera menyahut lalu dengan wajah murung dan tubuh lemas beranjak pergi meninggalkan kuil tersebut.
Menanti tujuh orang itu sudah pergi jauh, Huan Li ji tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia segera tertawa tergelak...
"Di hari-hari biasa, ketujuh orang itu sombong dan takebur serta soknya bukan kepalang, tapi hari ini keadaan mereka tak ubahnya seperti seekor anjing yang kena gebuk, sungguh mengenaskan sekali keadaannya. Sampai aku sendiripun turut merasa kasihan."
"Tapi bila suatu ketika kau si budak terjatuh ke tangan mereka, orang-orang itu tak bakal menaruh belas kasihan kepadamu,"
sambung kakek bungkuk itu sambil tertawa.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok maju ke depan dan memberi hormat, katanya kemudian :
"Seandainya locianpwee tidak membantu kami secara diam-diam, belum tentu ketujuh iblis itu akan sedemikian takluknya hari ini."
"Kalau begitu kalian harus berterima kasih sekali kepadaku," seru kakek bungkuk itu sambil tertawa.
"Yaa, memang sudah sepantasnya berterima kasih sekali kepada cianpwee..."
Seraya berkata ia segera berlutut sambil memberi hormat, diikuti pula oleh Huan Li ji dari sisinya.
Hanya Sim Cui seorang tetap berdiri tak berkutik di tempat semula sambil tersenyum.
Melihat itu, kakek bungkuk tersebut segera menegur :
"Hey, budak nakal, seandainya aku tidak membantu secara diam-diam mustahil kau dapat mengalahkan ketujuh iblis itu, mengapa kau tidak berterim akasih kepadaku?"
Nona cilik itu segera mencibirkan bibirnya dan menyahut :
"Hmm, mengapa aku harus berlutut dan menyembah kepadamu"
Kau ini manusia macam apa?"
Sik Tiong Giok terkejut sekali, dia tak mengira kalau nona kecil itu begitu bernyali sehingga berani memaki seorang locianpwee dari dunia persilatan, tanpa terasa ia mengerutkan dahinya rapat-rapat.
"Adikku, kau tak boleh bersikap demikian terhadap seorang bulim cianpwee," Huan Li ji segera berbisik pula.
Sambil memutar biji matanya yang jeli, Sim Cui kembali tertawa.
"Kau anggap siapakah dia..." haa.. haa.. dia cuma seorang angkatan muda dari dunia persilatan, dia cuma seorang cecunguk muda."
Perkataan dari nona cilik ini tentu saja semakin membingungkan Sik Tiong Giok serta Huan Li ji, untuk sesaat kedua orang itu hanya bisa saling berpandangan dengan wajah termangu.
Sim Cui mengerling sekejap ke arah orang itu, lalu katanya lagi sambil tertawa cekikikan :
"Bukankah kalian ingin melihat jelas wajah aslinya" Nah, asalkan kugapai tanganku ini sudah pasti dia akan menampakkan wajah aslinya." Ketika mendengar ucapan tersebut kakek bungkuk itu segera tertawa terbahak-bahak, sambil melepaskan topeng dari wajahnya dia berseru :
"Waduh nona besarku, kau memang hebat sekali, tak usah repot-repot lagi biar kutunjukkan sendiri wajah asliku."
Sik Tiong Giok semakin terkejut lagi setelah melihat keadaan yang sebenarnya.
Ternyata kakek bungkuk yang semestinya adalah manusia aneh penghuni rumah pohon itu, sekarang telah berubah menjadi seorang bocah lelaki berusia dua tiga belas tahunan yang berwajah merah, bergigi putih dan bertampang nakal.
Huan Li ji membelalakkan pula matanya lebar-lebar sambil memandang dengan terkejut serunya kemudian agak termangu :
"Haah" dia berubah lagi... Siapakah kau sebenarnya?"
Sementara itu Sik Tiong Giok telah mendekat maju ke muka dan membekuk tengkuk bocah itu, setelah tertegun sejenak, bentaknya kemudian sambil tertawa :
"Bagus sekali perbuatanmu Kalajengking kecil, kau berani mempermainkan aku?"
Ternyata bocah itu bukan lain adalah Si Kalajengking kecil Siu Cing. Dengan peluh jatuh bercucuran, ia segera berteriak keras :
"Aduh mak, jangan kau cekik mati aku, beginikah sikapmu terhadap seorang locianpwee?"
"Huuh, kau masih berani berlagak sebagai seorang locianpwee"
Lihat saja kucekik kau sampai mampus," kata Sik Tiong Giok sambil mencekik dengan gemas.
Lama kelamaan Siu Cing tak tahan juga, ia segera berseru kembali :
"Engkoh Sik ku yang baik, ampunilah aku, bila cekikan ini kau lanjutkan aku benar-benar bisa berangkat ke istana langit dengan menumpang angin."
Sik Tiong Giok tersenyum, ia mengendorkan tangannya lalu berkata :
"Cepat katakan, mengapa kau datang dengan menyaru sebagai kakek bongkok?"
"Hmm, siapa lagi, siluman rase itu yang memaksa aku menyaru demikian hampir saja aku mati konyol," omel Siu Cing sambil berkerut kening.
"Sudah, jangan membanyol terus, siapa sih siluman rase tua itu?"
"Siapa yang lagi membanyol" Masa kau tidak kenal dengannya?"
seru Siu Cing sambil membelalakkan matanya lebar-lebar.
"Siapa sih yang kau maksudkan?" tanya Sik Tiong Giok semakin kebingungan.
"Siapa lagi, tentu saja si tua bangka yang mengaturkan segalanya bagi kalian itu."
"Oh, kau maksudkan cianpwee yang bungkuk itu" Ya, kami memang sudah kenal dengannya, dan kami pun tahu kalau dia pandai menyamar."
"Huuh, diapun pandai menipu orang," seru Siu Cing sambil tertawa. "Itulah sebabnya ku panggil ia sebagai rase tua."
"Sejak kapan kau kenal dengannya?"
Siu Cing segera membusungkan dadanya dan menjawab dengan bersemangat :
"Kami sih sahabat lama, sudah kenal lama sekali, malah hubungan kami pun terhitung lumayan juga."
Menyaksikan gaya Siu Cing yang kocak itu, Huan Li ji segera tertawa cekikikan serunya :
"Waah kalau dilihat gayanya sih hebat juga, tapi berapa sih umurmu?"
"Hey nonaku, jangan, jangan kau pandang bias orang lain, jelek-jelek begini aku yang tua sudah berusia tiga belas tahun mengerti" Tidak terlalu muda bukan?"
"Aah, makin omong makin edan saja kamu ini."
"Anjing yang sudah berumur tiga belas tahun baru terhitung sudah tua!" sela Sim Cui tiba-tiba sambil tertawa.
Begitu ucapan tersebut diutarakan, kontan saja semua orang tertawa tergelak. Sebaliknya Siu Cing melotot dengan penasaran, teriaknya :
"Budak ingusan, kau berani samakan aku dengan anjing" Hati-hati dengan mulutmu itu!"
"Ada apa" Mau ajak berkelahi?" tantang Sim Cui segera.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok melerai, katanya sambil tertawa :
"Sudahlah jangan cekcok dulu, adik Cing cepat katakan siapakah locianpwee itu?"
"Si rase sakti Li Cing Kiu termasuk orang jago kelas satu, yang disegani banyak orang, tapi justru takut terhadap dua orang."
"Siapakah kedua orang itu?"
"Yang pertama adalah kakek serigala langit Sik Thian Kun."
Tanpa terasa sekulum senyum muncul di ujung bibir Sik Tiong Giok segera tanyanya lebih lanjut :
"Siapakah orang yang kedua itu?"
"Orang itu tak lain adalah aku sendiri, si kalajengking Siu Cing,"
sebut bocah itu sambil menuding hidung sendiri.
Perkataan itu kembali disambut semua orang dengan gelak tertawa keras.
"Bukankah orang takut kepadamu, karena kau suka bertebal muka?" ejek Sim Cui segera.
"Budak ingusan," teriak Siu Cing sambil melotot. "Kapan sih aku pernah bertebal muka?"
Sambil tertawa Sik Tiong Giok berseru :
"Perduli bertebal muka atau tidak, coba ceritakan dulu kisah perjumpaanmu dengan rase sakti locianpwee."
"Aku berjumpa dengannya di bukit Pay Lau San, dia menyuruh aku dan budak cilik itu datang ke tepi sungai Ci Sui Hoo untuk menantikan kedatanganmu."
"Kalau begitu kalian sudah datang sedari tadi" Tapi mengapa si tolol tak nampak?"
"Bersama Li suci dia telah berangkat ke bukit Pay Lau San lebih dulu, sedang kami khusus ke Ci Sui Hoo untuk menunggu kedatangan kalian."
"Hey jangan berbicara seenak begitu, aku mah tak berani menerima kebaikanmu itu," seru Sik Tiong Giok sambil tertawa.
"Sudah, sudahlah," cepat-cepat Siu Cing menggoyangkan tangannya berulang kali sambil tertawa, "aku memang lagi apes.
Lagi-lagi tertipu oleh si rase tua itu."
Baru selesai ia berkata, tiba-tiba muncul sebutir batu kecil yang meluncur tiba dengan kecepatan tinggi dan persis menghajar pipinya, tak ampun lagi pipi yang putih jadi membengkak dan merah.
Terdengar seseorang berseru dari atas atap rumah diiringi gelak tertawa yang keras.
"Setan cilik, usil amat mulutmu itu, beraninya cuma memaki aku di belakang orang, kalau tidak diberi sedikit pelajaran tentu tak akan mengetahui kelihayanku."
Mendengar perkataan itu, Siu Cing segera menutupi mulutnya dengan kedua belah tangan sambil berteriak :
"Aduh mak... kalau pipiku sampai bengkak besar, aku tak akan melepaskan kau dengan begitu saja."
"Sudahlah setan cilik, kau tak usah ngotot terus, kalau pipimu sampai bengkak besar, mas kau masih bisa berbicara...?" kata orang itu tertawa.
Dalam pada itu Sik Tiong Giok telah menjura ke atas atap rumah sambil berseru :
"Locianpwee..."
"Bocah muda she Sik," sela orang itu sambil tertawa, "lebih baik kalian segera berangkat, hati-hati mestika itu direbut orang."
Begitu selesai berkata, ia segera berkelebat lewat dan berlalu dari situ, dalam seskejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Sik Tiong Giok bediri termangu sampai lama sekali, kemudian dia baru kembali ke dalam ruangan.
Selesai berunding, berangkatlah mereka semua pada malam itu juga dengan membawa serta Si lima ikan, dua manusia buas, serta empat malaikat bengis.
Rombongan berjalan dengan amat cepat, tapi dimana mereka muncul disitu segera terjadi kegemparan, terutama karena ulah dua manusia buas, salah sedikit saja segera akan timbul keributan dengan orang.
Hari ini, ketika senja menjelang tiba, mereka melepaskan lelah di kota Swan Wi Sia, selesai membersihkan badan mereka pun bersantap bersama di ruang tengah.
SEBAGIAN besar di antara tamu-tamu yang berada di dalam ruangan waktu itu adalah kawanan jago dari berbagai daerah yang khusus datang kesitu untuk mencari mestika di bukit Pay Lau San.
Sementara semua orang sedang bersantap dengan ramai, tiba-tiba dari luar pintu berjalan masuk lima orang perempuan cantik.
Perempuan-perempuan itu rata-rata berparas cantik dengan potongan badan yang menarik, hanya sayang di balik keayuanna terpancar pula kegenitan dan kejangannya.
Sik Tiong Giok sangat terkejut setelah melihat kemunculan perempuan-perempuan itu, ia segera menarik ujung baju Siu Cing sambil berbisik :
"Adik Cing cepat kau pinjamkan topengmu itu kepadaku."
"Buat apa?" tanya Siu Cing keheranan.
"Aku tak ingin bertemu muka dengan orang-orang itu."
Siu Cing segera berpaling setelah mendengar perkataan tersebut, tapi dengan cepat diapun berseru kaget :
"Waduh celaka ke lima bebekjelek itu pasti akan beradu jiwa denganku bila tahu aku berada disini."
"Itulah sebabnya kita harus cepat-cepat menyaru muka."
"Ayo cepat masuk ke kamar," Siu Cing menarik tangan Sik Tiong Giok seraya berseru, "bila muncul kembali nanti tanggung mereka tidak akan mengenali dirimu lagi."
"Sementara itu dua manusia buas yang sudah mulai terpengaruh oleh arak telah bangkit berdiri begitu melihat munculnya lima orang wanita cantik disana.
Sambil mengucek matanya berulang kali, si Selaksa dewa murung Yu Bong sambil tertawa :
"Telah lama kudengar akan kecantikan wajah lima walet dari telaga Tong Ting, tak nyana berita tersebut memang tepat sekali."
"Toako", Sejuta setan kesal Yu Jiang berseru pula sambil tertawa,
"aku dengar mereka tak pernah menampik orang yang berusaha untuk mendekatinya, mengapa kita tidak mencoa untuk
bermesraan dengan mereka?"
"Usulmu memang bagus sekali loji, ayoh kita dekati mereka."
Dengan tubuh sempoyongan karean mabok mereka berdua
segera berjalan ke muka menyongsong kedatangan ke lima perempuan itu.
Biarpun disitu hadir puluhan orang tamu, namun tak seorangpun yang dipandang sebelah mata oleh mereka, setiap langkah mereka berjalan segera terdengar suara orang menjerit kesakitan.
Ternyata orang-orang itu kena disambar oleh Sejuta setan kesal Yu Jiang sehingga terlempar jauh dari atas kursi.
Kedua orang ini memang bernyali besar biarpun berhadapan begitu banyak jago, semua tanpa rasa gentar mereka menerjang lewat dari antara para jago menuju ke arah pintu.
Nyatanya memang tak seorang pun di antara mereka yang berusaha untuk menghalangi perbuatannya, mungkin mereka sudah cukup mengenali sikap buas kedua orang ini sehingga siapapun tak ingin mencari penyakit buat diri sendiri.
Dalam waktu singkat mereka telah sampai di hadapan kelima orang perempuan ini.
Setelah mengamati perempuan-perempuan itu dengan
pandangan melotot tiba-tiba si Selaksa dewa murung Yu Bong berkata sambil tertawa :
"Loji, coba kau lihat siapakah di antara mereka yang paling bahenol?"
Sejuta setan kesal Yu Jiang mengawasi sekejap perempuan-perempuan itu, lalu sahutnya sambil tertawa:
"Semuanya cantik dan seorang saja di antara mereka sudah cukup membuat aku terbuai tapi aku rasa perempuan yang berbaju putih itu paling montok dan bahenol."
"Kalau pandanganku sih berbeda, aku rasa yang berbaju merah itulah yang lebih menggairahkan."
Lima walet dari telaga Tong Ting terhitung juga jago-jago kenamaan di dalam dunia persilatan, belum pernah mereka diperlakukan orang dengan cara begini.
Akan tetapi merekapun sadar akan tabiat dari dua manusia buas itu, sudah jelas kedua orang itu tidak mudah untuk dilayani.
Dalam keadaan yang kritis inilah, mendadak tampak seseorang melompat bangun dari tempat duduknya, lalu sambil menggebrak meja keras-keras bentaknya :
"Dari mana datangnya dua telur busuk, berani amat membuat keonaran disini."
Dengan gusar Sejuta setan kesal Yu Jiang berpaling, ketika dilihatnya orang yang menegur, ia mendengus dingin.
Dengan pancaran hawa nafsu membunuh menyelimuti wajahnya ia maju mendekati orang itu, lalu bentaknya dengan gusar :
"Siapa kau?" "Hmm, kau pernah mendengar nama si Singa bermata satu?"
kata lelaki kekar itu dingin.
"Hahaa... haahaaa... hahaaa... rupanya Lan Kim Tian dari benteng Kim Kee Cay, memangnya kau sudah bosan hidup?"
Lan Kim Tian segera meloloskan sebilah golok tipis
daripinggangnya lalu dibacokkan ke tubuh Sejuta setan kesal Yu Jiang sambil ucapnya :
"Kita buktikan saja nanti, siapa yang bakal mampus di antara kita."
"Hmm, aku rasa kau yang bakal mampus," dengus Sejuta setan kesal Yu Jiang.
Dalam pembicaraan mana dengan suatu gerakan yang amat cepat dia cengkeram golok lawan.
Menyaksikan kejadian tersebut, semua orang yang hadir di dalam ruangan sama-sama menguatirkan keselamatan Sejuta setan kesal Yu Jiang, bagaimana mungkin sepasang tangan telanjang dapat mengungguli bacokan golok"
Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benak semua orang, tiba-tiba terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati bergema memecahkan keheningan, dengan perasaan kaget semua orang segera berpaling.
Ternyata golok yang semula berada di tangan Lan Kim Tian kini sudah mencelat ke udara, sementara orangnya telah roboh terkapar di atas tanah.
Berhasil merobohkan lawannya, bagaikan tak pernah terjadi sesuatu apapun Sejuta setan kesal Yu Jiang melanjutkan perjalannya menuju ke depan lim awalet dari telaga Tong Ting.
Atas peristiwa ini, semua yang hadir hanya bisa saling berpandangan tanpa mengetahui apa yang mesti diperbuat.
Dari pihak Benteng Kim Kee Cay sesungguhnya masih ada orang yang hadir disana, tapi setelah menyaksikan atasan mereka tewas secara mengenaskan, siapa pula yang berani berkutik lagi.
Selang beberapa saat kemudian, mereka baru berani
menggotong pergi mayat Lan Kim Tian dan cepat-cepat
meninggalkan tempat itu. Sementara itu kedua manusia buas tadi telah tiba di depan meja ke lima walet tersebut. Selaksa dewa murung Yu Bong segera menarik tangan si manusia cantik berbaju merah Ciu Thian Yan serta diendus ke depan hidungnya, lalu sambil manggut-manggut katanya :
"Ehm, harum nian baunya!"
Sebaliknya Sejuta setan kesal Yu Jiang merangkul pinggang wanita iblis berbaju putih Liang Siang Yang seraya berseru :
"Waduh, ramping benar pinggangnya!"
Bisa dibayangkan betapa gusarnya lima walet tersebut, mereka sama-sama mengernyitkan dahi sambil menggigit bibir tapi tak seorang pun di antara mereka yang berani bicara terutama kedua walet yang sudah terjatuh ke tangan kedua orang lelaki itu.
Mereka malah harus melayani dengan senyuman terpaksa.
Sesudah mengernyitkan alis matanya, perempuan setan berbaju hitau Bwee Soat Yan berkata sambil tertawa cekikikan :
"Sungguh tak ku sangka kalia berdua begitu romantis."
Sejuta setan kesal Yu Jiang tertawa tergelak :
"Haaa... haaa... jangan kalian lihat tampang kami menyeramkan, padahal sangat berpengalaman dalam adegan ranjang, bersama-sama kami tanggung kalian akan merasa puas sekali."
"Wah, kalau begitu kalian berdua sangat ahli dalam bercinta,"
seru Bwee Soat Yan sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Mendengar perkataan tersebut, kedua manusia buas saling berpandangan sekejap lalu tertawa terbahak-bahak.
Ketika Bwee Soat Yan menuang poci ke dalam dua buah cawan, diam-diam ia masukkan sebutir pil berwarna hijau ke dalam masing-masing cawan itu, begitu pil tadi sudah larut di dalam air, segera ujarnya sambil tersenyum :
"Baru pertama kali ini kami kakak beradik lima orang berkenalan dengan kalian berdua, mari keringkan isi cawan ini sebagai tanda persahabatan di antara kita."
Padahal Selaksa dewa murung Yu Bong sudah melihat kalau isi cawan itu tak beres, sambil mengangkat cawan yang disuguhkan segera jengeknya sambil tertawa dingin :
"Ketika masih berdiam di bukit Liang San tempo hari, toaya paling suka makan empedu ular berbisa, hmm... biarpun kau campur arak ini dengan racun, jangan harap kau dapat meracuni diriku."
Selesai berkata ia lantas menegak isi cawan tersebut sampai habis, Sejuta setan kesal Yu Jiang mengangkat pula cawannya dia berseru sambil tertawa :
"Obat racun merupakan vitamin buat kami, semakin obat itu beracun semakin bermanfaat buat kami, sayang disini tak tersedia ular beracun, kalau tidak tentu akan kubuktikan di hadapan kalian."
Terkesiap juga hati kelima walet itu setelah mendengar ucapan tersebut.
Sambil tertawa paksa Bwee Soat Yan segera berkata :
"Dengan kemampuan yang begitu hebat tak heran kalau nama besar kalian sangat menggetarkan dunia persilatan, syang disini tak tersedia ular beracun, kalau tidak kami pasti ingin menyaksikan kehebatan kalian."
"Aduuuh..." Belumhabis perkataan itu diutarakan, mendadak terdengar Selaksa dewa murung Yu Bong menjerit keras, lalu sambil melepaskan pelukannya atas perempuan cantik berbaju merah Ciu Thian Yan dia melompat bangun dan berdiri tertegun sambil menggertak gigi, wajahnya kelihatan amat menakutkan.
Sekali lagi semua orang yang berada dalam ruangan itu merasa terkejut, mereka tak habis mengerti perbuatan apa lagi yang sedang dilakukan oleh Selaksa dewa murung Yu Bong. Seketika itu juga suasana menjadi hening tak seorang pun berani berkutik dari tempatnya, sementara berpuluh-puluh pasang mata bersama-sama ditujukan ke arah wajahnya.
Mendadak terdengar seseorang menjerit keras :
"Ular beracun..."
Ketika semua orang mengalihkan pandangan matanya, terlihatlah Selaksa dewa murung Yu Bong telah mengangkat sebelah kakinyake atas bangku seekor makhluk kecil nampak melilit kaki itu kencang-kencang.
Makhluk itu tak lain adalah seekor ular kecil berwarna hitam, ular itu sedang melilit Selaksa dewa murung Yu Bong kencang-kencang bahkan kian melilit semakin kencang sehingga sepintas lalu menyerupai sebuah garis hitam yang membekas dalam-dalam di dalam daging tubuh.
Selaksa dewa murung Yu Bong memperlihatkan kegagahannya sebagai seorang lelaki dia tak nampak kaget ataupun gugup tetapi peluh sebesar kacang kedelai telah bercucuran dengan derasnya membasahi seluruh tubuh sudah jelas dia sedang menggertak gigi menahan sakit.
Dengan penuh rasa geram Sejuta setan kesal Yu Jiang
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memandang sekejap seluruh ruangan, kemudian teriaknya lantang :
"Siapa yang telah melepaskan ular" Hayo cepat tarik kembali..."
Dari luar pintu segera terdengar seseorang menyahut dengan suara yang lembut :
"Bukankah kalian gemar makan ular beracun" Nah, terimalah ular kecilku itu sebagai hidangan kecil hanya tak kuketahui cukup kuatkah gigi kalian itu?"
Beberapa patah kata yang amat lembut itu tanpa terasa membuat puluhan pasang mata yang berada dalam ruangan itu sekali lagi mengawasi ular kecil tadi dengan lebih seksama.
Mendadak terdengar seseorang menjerit kaget :
"Aah! Ular bersisik besi bergaris emas, ular aneh yang tak putus bila dibacok!"
Dilihat dari peluh yang membasahi seluruh badan Selaksa dewa murung Yu Bong, Sejuta setan kesal Yu Jiang tahu kalau toakonya menderita sekali, tiba-tiba ia merogoh keluar sebilah pisau belati dari sakunya, kemudian sambil membantingnya ke atas meja ia berseru :
"Toako bagaimana keadaanmu" Kalau sudah tak sanggup menahan diri potong saja betismu itu."
Sementara itu Selaksa dewa murung Yu Bong telah berhasil mencengkeram kepala ular itu sambil menggertak gigi teriaknya :
"Aku percaya masih bisa mempertahankan diri, cepat kau cari si pemilik ular itu sampai dapat."
Walaupun cuma beberapa patah kata saja, namun kelihatannya dia ngotot sekali.
Gelisah melihat keadaan saudaranya, sejuta kesal segera berteriak keras :
"Bila tak kutemukan si pemilik ular ini, akan kuhancurkan rumah makan ini hingga rata dengan tanah."
Baru selesai ia berkata, dari luar pintu kembali terdengar seseorang berkata :
"Kau tak perlu sewot, lihatlah bukankah aku telah datang?"
Bersama dengan perkataan itu, dari depan pintu muncul seorang yang memakai baju ringkas berwarna hitam, dia adalah seorang perempuan yang berparas amat cantik.
Dengan lemah gemulai dia berjalan menuju ke hadapan Sejuta setan kesal Yu Jiang lalu dengan suara yang halus dan lembut katanya :
"Kau hendak mencari aku" Lihatlah bukankah aku telah datang?"
Cukup mendengar suaranya saja yang begitu lemah lembut, orang sudah terpesona dibuatnya apalagi setelah menyaksikan wajahnya yang cantik dan tubuhnya menggiurkan.
Untuk beberapa saat lamanya Sejuta setan kesal Yu Jiang menjadi tertegun, sepasang matanya terbelalak lebar-lebar, diawasinya wajah perempuan itu tanpa berkedip.
sdw menjadi amat gelisah, cepat-cepat serunya :
"Loji, cepat, cepat kau suruh dia menarik kembali ularnya."
Sejuta setan kesal Yu Jiang baru tersadar dari lamunannya sesudah mendengar teriakan itu, segera dia mendehem lalu ujarnya :
"Hey, betulkah nyonya kecil yang melepaskan ular itu?"
Perempuan cantik itu segera tertawa merdu.
"Jadi kau tak percaya" Ular itukupelihar sedari masih kecil, menurut sekali dengan kata-kataku."
"Mengapa kau lepaskan ular itu seenaknya sendiri?"
"Sebab belakangan ini aku sudah bosan dengannya, maka sewaktu kudengar kalian gemar makan ular sengaja aku lepaskan dia. Ada apa" Memangnya kalian anggap ular itu kelewat kecil dan tak cukup dimakan" Baiklah aku masih mempunyai yang lebih besar lagi."
Tiba-tiba ia mengangkat tangannya, seekor ular bear berkepala merah segera muncul dari balik bajunya dan langsung memagut sikut Sejuta setan kesal Yu Jiang.
Dengan ketakutan cepat-cepat Sejuta setan kesal Yu Jiang melompat mundur selangkah ke belakang.
Melihat hal itu, perempuan cantik berbaju hitam itu segera tertawa cekikikan, serunya :
"Aaaah, rupanya kalian cuma pandai mengibul, masa kalian benar-benar berani makan ular beracun?"
Mencorong sinar kegusaran dari balik mata Sejuta setan kesal Yu Jiang, setelah mendengar sindiran dari perempuan cantik itu, ditatapnya perempuan itu sekejap dengan mata melotot, kemudian bentaknya keras-keras :
"Ayoh cepat lepaskan keluar!"
"Tapi kau mesti hati-hati lho," seru perempuan cantik berbaju hitam itu sambil tertawa, "si muka merahku ini jauh lebih hebat daripada si jaliteng."
Waktu tangannya digerakkan ke atas, cahaya merah segera berkelebat lewat tahu-tahu seekor ular merah sepanjang tiga depa telah muncul di hadapan Sejuta setan kesal Yu Jiang bahkan sambil mengangkat kepalanya siap melakukan terkaman.
"Kau berani menangkapnya?" ejek perempuan cantik itu lagi sambil tertawa.
Sejuta setan kesal Yu Jiang mendengus, tiba-tiba dia mengayunkan telapak tangan kanannya dan melancarkan sebuah bacokan maut ke depan disusul kemudian sebuah cengkeraman kilat menyambar kepala ular itu.
Di tengah bunyi gemuruh akibat ambruknya kursi dan meja, tahu-tahu dia sudah mencengkeram leher ular merah itu kencang-kencang.
Agaknya ular merah itu tak rela dirinya dicengkeram lawa, tiba-tiba ia membalik tubuhnya dan balas melilit pinggang Sejuta setan kesal Yu Jiang, bahkan makin lama lilitannya semkain kencang. Akibatnya dia harus merasakan penderitaan yang jauh lebih hebat daripada Selaksa dewa murung Yu Bong.
Pada saat itulah dari belakang ruangan muncul dua orang, seorang lelaki bermuka merah yang penuh berewok, sedang yang seorang lagi kakek bungkuk.
Mereka begitu muncul segera mencar tempat duduk dan melalap hidangan yang telah tersedia di meja.
Ketika Huan Li ji berpaling hampir saja ia menjerit saking kagetnya, untung lelaki bermuka merah itu cepat-cepat berbisik :
"Jangan taku, aku!"
Dari suara bisikan itu Huan Li ji segera mengenali lelaki bermuka merah itu adalah hasil penyaruan Sik Tiong Giok, maka serunya sambil tertawa geli :
"Permainan setan apa lagi yang hendak kalian lakukan?"
Siu Cing yang berperan sebagai kakek bungkuk menyahut sambil tertawa :
"Dia takut dipaksa kawin dengan lima walet dari telaga Tong Ting, maka terpaksa harus menyamar."
Mendadak terdengar Sim Cui berseru :
"Hey, siapkah perempuan yang bermain ular itu?"
Sik Tiong Giok memperhatikan perempuan itu sekejap lalu serunya kaget :
"Aah, rupanya dia" Mengapa siluman ular tujuh bintang Ang Kian nio pun bisa muncul disini...?"
"Rupanya kau kenal baik dengannya?" tanya Huan Li ji dingin.
"Eem..." Tapi begitu mendehem, pemuda itu segera merasakan sesuatu yang tak beres, cepat-cepat ia menambahkan :
"Kami pernah bertarung sebanyak tiga kali, tapi belum pernah melihatnya menggunakan ular, heran mengapa ia membawa ular hari ini?"
"Aku tebak bisa jadi dia menaruh rasa cinta padamu!" ucap Huan Li ji dingin.
Sik Tiong Giok nampak tertegun setelah mendengar perkataan itu, tapi kemudian tertawa terbahak-bahak :
"Hey, apa yang kau tertawakan?" bentak Huan Li ji mendongkol.
Sahut Sik Tiong Giok sambil tertawa :
"Aku geli karena kau suka cemburuan, kau tahu si Siluman ular tujuh bintang An Kiau Nio adalah seorang wanita yang telah berusia tiga puluhan tahun, masa aku bakal jatuh cinta padanya?"
Pelan-pelan paras muka Huan Li ji berubah menjadi lunak kembali segera katanya :
"Kalau begitu cepatlah kau berusaha menolong kedua manusia buas, aku tak ingin kehilangan dua orang pengawal yang paling kuandalkan."
Sik Tiong Giok menjadi serba salah sesudah mendengar perkataan itu, ia tahu bahwa kemampuan yang dimilikinya belum cukup untuk menaklukkan ular tersebut, akhirnya karena kehabisan akal diapun melirik sekejap ke arah Siu Cing.
Tapi Siu Cing sama sekali tak ambil peduli, dia malah membalikkan badan dan meninggalkan ruangan tersebut.
Akibatnya Sik Tiong Giok semakin kehabisan daya, saking paniknya tiba-tiba ia menarik topengnya hingga terlepas.
Pada saat itu mendadak dari tengah udara berkumandang suara pekikan burung bangau yang amat keras.
Begitu mendengar pekikan burung bangau dengan perasaan terkejut cepat-cepat Siluman ular tujuh bintang An Kiau nio bersuit nyaring memperdengarkan suara lengking yang aneh dan amat tidak sedap didengar.
Kalau dibilang aneh memang aneh sekali, setelah mendengar suara pekikan aneh itu, tiba-tiba saja kedua ekor ular yang melilit tubuh dua manusia buas itu melepaskan lilitannya masing-masing.
Pada saat itu juga dua manusia buas bersama-sama melepaskan cekalan mereka aas ular tersebut, dengan cepat binatang tadi merayap ke depan An Kiau nio serta menyembunyikan diri ke dalam ujung bajunya.
An Kiau nio sendiri segera angkat kaki dari situ tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Siluman ular itu muncul secara tiba-tiba, pergipun secara mendadak tapi yang jelas dua manusia buas itu merasakan penderitaan yang luar biasa.
Setelah menghembuskan napas panjang, Selaksa dewa murung Yu Bong segera bertanya :
"Aku masih rada mendingan, bagaimana keadaan toako?"
"Hanya menderita luka yang tak seberapa," sahut Sejuta setan kesal Yu Jiang pelan-pelan, "tapi dendam sakit hati ini harus dibalas."
"Betul! Belum pernah kita berdua menderita kerugian sebesar ini."
"Toako, apakah kau tahu siapakah perempuanbusuk itu?"
"Aku tidak tahu, tapi kalau dilihat dari cara kerjanya bisa jadi adia adalah perempuan iblis ular sakti Pek Soh Cing."
Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak terdengar seseorang berseru dengan suara yang tua :
"Huuh, kalian berdua memang benar-benar tak berguna, masa An Kiau nio pun kalian anggp Pek Soh Cing, sudah terlihat kalau pengetahuan kalian di dalam dunia persilatan masih cetek."
Sesudah berhenti sejenak, kembalinya terusnya :
"Ular bergaris besi dan ular merah itu merupakan dua jenis ular yang sangat beracun di dunia ini, jangan dianggap tenaga dalam kalian cukup untuk melawan pengaruh racun itu, hmm, bila tidak mendapat pengobatgan dengan segera jangan harap kalian bisa membalas dendam lagi. Nah, ambillah obat tersebut, separuh diminum separuh lagi oleskan di atas luka, setelah itu cepat masuk dalam kamar dan tidur."
Ketika para jago berpaling ke depan pintu, tampaklah seorang kakek bungkuk bertubuh pendek kecil dengan suara seperti bocah berjalan masuk ke dalam ruangan.
Anehnya kedua manusia buas itu segera menjadi tak berani berkutik malah setelah menerima obat tersebut cepat-cepat mengundurkan diri dari situ.
Wanita iblis berbaju putih Liang Siang Yan segera mengedipkan matanya berulang kali, lalu bisiknya kepada Ciu Thian Yan.
"Kukira si tua Thian Hok yang datang ternyata bukan."
"Toaci, kau kenal dengan orang ini?"
Ciu Thian Yan menggelengkan kepalanya berulang kali :
"Tidak, aku tidak kenal, tapi kalau dilihat dari kemampuannya menaklukkan dua manusia buas dari Liang San, bisa jadi mempunyai asal usul yang luar biasa."
Perempuan cantik macan loreng Liem Tiong Yan segera menghela napas panjang :
"Toaci, tampaknya kedatangan kita ke bukit Pay Lau San hanya perjalanan yang sia-sia belaka."
"Ya heran, mengapa sepanjang jalan kita tidak menjumpai jejek suhu?"
Seru perempuan setan berbaju hitam Bwee Soat Yan pula :
"Aku tebak beliau sedang kedatangan beberapa orang temannya, asal kita dapat bekerja sama dengan pihak istana Mo Hu aku yakin perjalan kita ini pasti akan memperoleh hasil yang luar biasa."
Belum lagi perkataan itu selesai diutarakan, mendadak dari kejauhan sana terdengar seseorang berseru dengan dingin :
"Itu sih sukar untuk dikata, manusia macam apa sih tujuh iblis dari kota Bi Sia itu?"
Dengan perasaan terkejut Lima walet dari telaga Tong Ting itu segera berpaling, tapi setelah mengetahui siapa yang sedang berbicara, Bwee Soat Yan segera berseru dengan rasa keget bercampur gembira :
"Hey budak Hong, sedari kapan kau berada disini" Mana ayahmu?"
Ternyata mereka telah menganggap Huan Li ji sebagai Cu Siau Hong, sehingga serentak menjerit kaget bercampur gembira.
Kontan saja Huan Li ji melotot besar tegurnya ketus :
"Kalian anggap siapa aku ini?"
Bwee Soat Yan segera melompat ke hadapan Huan Li ji lalu katanya lagi sambil tertawa :
"Aduh nona besarku, baru beberapa hari berpisah masa kau sudah tidak kenali diriku lagi" Aku kan bibi Bwee mu?"
"Ngaco belo tak karuan, justru akulah nenekmu!" Umpat Huan Li ji makin gusar.
Tiba-tiba kakek bungkuk itu tertawa geli, serunya kemudian :
"Wah, kionghi, kionghi, tampaknya tidak sia-sia Huan toaci datang ke lulam kali ini, sayangnya cucu-cucu perempuan mu itu tak lebih hanya perempuan-perempuan murahan."
Saking bersemangatnya berbicara dia sampai lupa menutupi logat suara sendiri, sehingga akibatnya seorang kakek yang telah berusia enam tujuh puluh tahunan harus muncul dengan suara kekanak-kanakan, tentu saja peristiwa ini sangat
mencengangkan banyak orang.
Cin Thian Yan segera menerjang ke muka sambil membentak keras :
"Siapakah kau?"
Siu Cing tahu bahwa penyamarannya tak mungkin bisa
dilanjutkan, maka sambil mencopot topeng dari wajahnya dia menyahut sambil tertawa terkekeh-kekeh :
"Masa dengan sobat lamapun tidak kenal!"
Perkataan itu kontan saja menimbulkan gelak tertawa yang riuh di dalam ruangan tersebut.
Dengan wajah merah membara karena jengah, Cin Thian Yan segera membentak keras :
"Bocah keparat, tampaknya kau pingin mampus!"
Sambil tertawa terkekeh-kekeh Siu Cing berkelit ke samping lalu menyusup ke balik kerumunan orang banyak untuk
menghindarkan diri dari cengkeraman Cin Thian Yan tersebut.
Tentu saja Cin Thian Yan tak sudi melepaskan korbannya dengan begitu saja, ia segera mengejar dengan kencang, bersamaan itu pula ke empat walet lainnya serentak menyebarkan dirike empat penjuru siap melancarkan serangan.
Tiba-tiba Siu Cing mengintip dari balik tiang ruangan sambil serunya keras :
"Hey perempuan busuk, apabila kalian sanggup menangkapku maka aku pun bersedia kawin denganmu."
Padahal usia si Kalajengking kecil Siu Cing baru mencapai dua tiga belas tahun, tak heran kalau perkataannya hendak kawin dengan kelima walet tersebut segera disambut dengan gelak tertawa yang amat riuh.
Lima walet dari telaga Tong Ting semakin mendongkol, tiba-tiba Lam Kiong Yan melejit ke depan serta menghadang jalan pergi bocah itu.
Cepat-cepat Siu Cing meloloskan diri dan menyembunyikan diri di belakang Huan Li ji, kemudian serunya sambil tertawa ;
"Mana ada lima perempuan berebut seorang suami" Maaf, aku sih tidak tertarik dengan kalian semua, habis kalian kan barang rongsokan?"
Perempuan setan berbaju hijau Bwee Soat Yan segera
membentak keras, ia menerjang ke muka sambil melancarkan cengkeraman maut, tapi sebelum serangan tersebut berhasil mencapai sasaran, tiba-tiba muncul dua gulung tenaga serangan yang amat kuat dari sisi arena dan langsung menggetar mundur tubuhnya.
Ketika dia berpaling dengan perasaan kaget, tahu-tahu di hadapannya telah berdiri tujuh orang lelaki kekar.
"Heeiii, bukankah kalian tujuh ikan dari Phang Ci" Mengapa berada satu rombongan dengan mereka?"
"Ikan hijau dari Kiam Hoo, Siang Su Yong segera menjawab dengan suara dingin :
"Soal ini tak perlu kau campuri, pokoknya kalian jangan mencoba-coba untuk mendekat Leng Cu kami, atau kami akan bertindak kasar terhadap kalian."
"Em, sungguh aneh," seru Cin Thian Yan keheranan, "semenjak kapan budak dari keluarga Cu telah menjadi Leng Cu kalian?"
"Hey Budak tua, pentang matamu lebar-lebar dan perhatikan dengan seksama," sela Siu Cing tertawa, "nona ini berasal dari marga Huan, kalian tahu pahlawan wanita Huan Lee Ho" Nah, dia adalah nenek moyangnya, jadi bukan she Cu seperti apa yang kalian duga semula, atau memang begulah cara kalian
memandang orang?" "Huuu! Dasar barang rongsokan!"
Cin Thian Yan melotot besar saking mendongkolnya, bentaknya :
"Bocah keparat, kalau memang bernyali, ayoh keluar dari sini."
"Hey budak keparat, kalau kalian memang bernyali ayo maju ke sini."
Balas Siu Cing sambil menirukan lagak lawannya.
Sementara suasana dicekam ketegangan, mendadak dari luar pintu ruangan bergema suara teriakan yang amat keras bagaikan suara guntur yang membelah bumi :
"Pelayan, pelayan cepat siapkan hidangan, aku Si Ciu tua sudah lapar."
Begitu mendengar teriakan itu kontan saja Siu Cing berseru :
"Hey orang gede, kenapa sampai sekarang baru sampai?"
Dalam pembiaraanmana, seorang lelaki kekar yang amat jangkung bagaikan pagoda telah muncul di depan pintu, orang itu adalah murid Ku Tiok lojin yang bernama Ciu Cing.
Ketika orang itu melihat kehadiran Siu Cing disitu, sambil tertawa terbahak-bahak segera serunya ;
"Hey bocah cilik, rupanya kau telah sampai disini. Mari, mari kita harus bermesraan dulu."
Sembari berteriak menerjang masuk ke dalam ruangan, semua kursi atau meja yang menghalangi perjalanannya langsung saja terterjang sampai mencelat.
Tampaknya si pemilik rumah makan itu lagi sial hari ini, bukan saja dagangannya porak poranda, tamu yang berada disitupun sebagian besar adalah manusia-manusia kasar yang sedikit-sedikit lantas turun tangan, karena itu semenjak tadi pemiliknya sudah kabur menyelamatkan diri.
Kawanan jago yang berada dalam ruangan pun sama-sama tak ingin mencari gara-gara dengannya, sebab meski tam pangnya bloon tapi wajahnya penuh diliputi nafsu membunuh.
Walau begitu, nyatanya ada juga yang tak tahan ketika mejanya kena keterjang sampai ambruk.
Seorang lelaki bertubuh kekar segera melompat bangun sambil teriaknya :
"Maknya, apa sih yang kau andalkan untuk berbuat semena-mena disini?"
Telapak tangan kanannya dengan jurus 'Tambur terbang menubruk gurdi' langsung dihantamkan ke tubuh Ciu Siang keras-keras. Segulung angin pukulan yang amat dahsyat segera meluncur ke muka.
Ciu Siang kontan saja melotot besar, tegurnya sambil tertawa :
"Hmm, mengapa kau mengajak berkelahi?"
Dengan suatu gerakan acuh tak acuh dia membalikkan tangannya sambil melakukan kebasan, sementara dia sendiri masih melanjutkan langkahnya ke depan.
Ketika telapak tangan lelaki itu saling beradu dengan telapak tangan Ciu Siang, kontan saja ia merasakan segulung hawa panas yang menyengat badan memancar keluar dai telapak tangan lawan, langsung menyusup ke dalam tubuhnya.
Akibat dari menyusupnya tenaga panas tersebut, lengan lelaki kekar itu langsung terkulai lemas dan sama sekali tak bertenaga lagi.
Pada saat yang bersamaan, tiba-tiba muncul kembali dua orang lelaki berbaju hijau yang segera menghadang jalan pergi dari Ciu siang.
"Apa yang kau inginkan" Berkelahi?" tegur Ciu Siang melotot.
"Mengapa kau lukai orang lain semaumu sendiri" Hmm, aku ingin tahu siapa gurumu, meski kau tak tahu aturan, aku percaya gurumu tentu mengetahui aturan."
Sesungguhnya Ciu Siang memang seorang kasar yang polos jalan pikirannya, matanya langsung saja mendelik sesudah mendengar perkataan itu, teriaknya :
"Siapa bilang aku tak tahu aturan" Mungkin kau sendiri yang tidak tahu, ayo cepat minggir!"
Sambil berkata kembali ia mengayunkan telapak tangannya, angin pukulan yang amat dahsyat segera menggulung ke depan.
"Woow, hebat nian tenaga seranganmu!" jengek orang itu sambil melontarkan pula telapak tangan ke depan.
"Hmmm, tenaga pukulanmu memang sungguh hebat dan mengagumkan, nah kita jumpa lagi di perjalanan depan."
Seusai berkata ia maju ke muka dan membopong lelaki yang terluka itu kemudian berlalu dari sana.
Suasana yang tegang pun ikut mereda, sementara para jago berbisik-bisik membicarakan peristiwa yang baru lalu.
Di pihak lain Ciu Siang telah menarik tangan Siu Cing dan berseru sambil tertawa :
"Bocah cilik, sudah lama tak bersua, tahukah kau betapa rinduku kepadamu?"
Siu Cing tertawa pula. "Mengapa kau juga kemari" Tak nyana manusia seperti kaupun bisa ikut-ikutan datang ke Lu Lam?"
"Hey bocah cilik, kau jangan terlalu menghina, aku sih datang bersama Si tua, cuma dia telah kabur entah kemana, sedang akupun bertemu dengan bocah tolol hingga akhirnya sampai disini."
Orang lain tak akan mengerti siapa yang dia maksud sebagai Si tua dan si bocah tolol itu, tapi Siu Cing mengetahui dengan jelas, maka segera katanya sambil tertawa :
"Lalu mengapa kau sampai disini seorang diri?"
"Tidak, aku datang untuk menyampaikan kabar," ucap Ciu Siang sambil menggeleng, "yang menyuruh adalah seorang dewa tanah, dia yang memberi petunjuk kepadaku agar datang kesini."
"Dewa tanah...?" Gumam Siu Cing kebingungan, "Siapakah dewa tanah itu?"
"Aaah, kau ini memang goblok," seru Ciu Siang tak sabar, "dewa tanah adalah si kakek berjenggot putih, kalau suaminya Si dewi tanah bukankah disebut Dewa tanah?"
Belum habis perkataan itu diucapkan, gelak tertawa yang riuh telah berkumandang dalam ruangan itu.
Merasa dirinya ditertawakan, ia segera berteriak dengan mata melotot :
"Hey, kalian tahu apa" Apa sih yang kalian tertawakan?"
Gelak tertawa yang keras segera berhenti setelah mendengar bentakan itu bergema.
"Baik, baik, anggap saja kami memang tak mengerti," kata Siu Cing kemudian, "tapi tolong tanya kau hendak menyampaikan berita untuk siapa?"
"Siapa lagi, tentu saja kepada Si bocah serigala, orang itu adalah Siau Sik toako yang pernah tinggal dalam istana Cui Wi Kiong kita, apakah dia tak ada disini?"
Sik Tiong Giok tak sanggup menahan diri lagi, cepat-cepat serunya :
"Siapa yang akan menyampaikan kabar kepadaku?"
"Siapa kau?" bentak Ciu Siang sambil mendelik, "siapa yang akan menyampaikan berita untukmu" Kalau cerewet terus, hati-hati kujotos hidungmu!"
Sesudah tertegun sejenak setelah mendengar perkataan itu tapi ia segera teringat kalau wajahnya mengenakan topeng, tak heran kalau orang ini tak mengenalnya.
Maka sambil mencopot topeng yang dikenakan, ia berseru sambil tertawa :
"Benarkah kau hendak menjotos hidungku?"
Ciu Siang nampak tertegun kaget, teriaknya dengan keheranan :
"Eeei... rupanya kau dapat berubah?"
Sementara itu lima walet dari telaga Tong Ting yang turut menontong keramaian segera berseru berbareng :
"Pangeran Serigala!"
"Maaf, aku Sik Tiong Giok," kata pemuda itu sambil tertawa.
"Haa haa haa... rupanya Sik Toako, kata Ciu Siang lalu tertawa terbahak-bahak.
"Mah, kalau ingin menyampaikan kabar, cepat sampaikan," ujar Sik Tiong Giok sambil tertawa, "coba kulihat siapa yang memberi kabar kepadaku."
Dari sakunya Ciu Siang mengeluarkan sepucuk surat dan segera disampaikan kepada Sik Tiong Giok, ketika dibuka maka terbacalah surat berbunyi demikian :
"Tiga li ke selatan Sik Pian Lam, lalu belok ke kanan tebing Mo Im Gay sejauh dua puluh li, lewati selokan menembusi selat, mendaki dinding tebing dengan rotan, bunga merah menghiasi rambug, monyet raksasa menyambut tamu, tinggalkan
sementara gadis cantik sebagai sandera, bila akan memasuki tabir, hanya seorang dengan sebilah pedang, jangan sampai keliru.
Tertanda Gi Liong kuncu Berulang kali Sik Tiong Giok membaca surat itu, tapi makin dilihat semakin tidak mengerti, tanpa terasa pikirnya :
"Siapakah gadis cantik... siapa pula Gi Liong kuncu?"
Lama sekali setelah termenung, akhirnya diapun bertanya : Ciu Siang segera menggeleng.
"Belum pernah kujumpai, tapi bila dia adalah putri dewi tanah."
"Ngaco belo," entak Sik Tiong Giok sambil tertawa, "masa dewa tanah punya anak" Tahukah kau siapakah yang telah ditangkap olehnya?"
"Soal itu sih aku tahu, dia adalah budak Peng dan si bocah tolol."
Sik Tiong Giok jadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, dia memandang sekejap ke arah kawanan jago yang berada dalam ruangan, ternyata sebagian besar telah pada bubar, sedang ke lima walet dari Tong Ting pun telah memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur juga, maka diapun segera mengulapkan tangannya menyuruh tujuh ikan dan empat malaikat bengis agar mengundurkan diri, setelah itu ia baru mengajak Siu Cing sekalian untuk berunding.
Siu Cing biar kecil orangnya tapi panjang akalnya. Sik Tiong Giok sendiripun seorang manusia yang cerdik, ditambah pula dengan ide dari Huan Li ji dan Sim Cui, rencana yang kemudian tersusun nyata sekali kehebatannya.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali dari pintu selatan muncul kota Swan Wi telah muncul sebuah kereta kuda yang dikawal oleh empat malaikat bengis, tujuh ikan serta dua manusia buas dari bukit Liang San menuju ke kota Ci Kang.
Tapi menjelang senja dari dalam kota Swan Wi kembali muncul tiga ekor kuda yang juga dilarikan menuju kota Ki Kang.
Ketiga orang penunggang kuda itu masing-masing adalah Sik Tiong Giok, Siu Cing seta Sim Cui.
Sedang orang yang berada dalam kereta sudah tentu adalah Huan Li ji.
Mereka memang sengaja melakukan perjalan secara terpisah agar kedua belah pihak dapat saling membantu bilamana perlu, tentu saja yang penting adalah melindung Sik Tiong Giok di dalam usahanya menolong orang di tebing Mo Im Gay.
Sesudah melewati kota Kun Beng, kembali mereka memencarkan diri, kereta melaju ke Goan Kang, dengan menelusuri jalan raya, Siu Cing dan Sim Cui langsung menuju ke Sam Kong Ko
sebaliknya Sik Tiong Giok menuju ke Hek Liong Hoo dengan melalui Sik Peng.
Dalam pada itu, Sik Tiong Giok yang amat menguatirkan keselamatan nona Li Peng telah menempuh perjalanan siang dan malam dengan tiada hentinya, kalau bisa dia ingin sekali dapat mencapai tebing Mo Im Gay dalam waktu yang singkat.
Hal ini bukan berarti dia menaruh rasa cinta yang mendalam terhadap nona itu, yang benar dia teringat akan budi kebaikan orang terhadap dirinya.
Sebagaimana diketahui dia pernah ditolong nona itu sewaktu berada di lembah To Hwee Kok maka saat inipun dia bertekad akan menyelamatkan jiwanya.
Setelah menempuh perjalan sekian hari tanpa makan secara teratur mendadak waktu itu ia merasa amat lapar sekali.
Pemuda itu segera berhenti dan dicobanya untuk mengamati keadaan di sekeliling tempat itu, akhirnya di kejauhan sana, di antara pepohonan yang rimbun, dijumpainya sebuah kedai penjual arak.
Tanpa berpikir panjang lagi pemuda itu segera mempercepat langkahnya menuju kesana.
Beberapa li ditempuh dalam waktu yang singkat.
Akhirnya tibalah pemuda itu di depan kedai yang dibangun dengan tiang-tiang bambu, suasana disana amat rindang karena dikelilingi oleh pepohonan yang lebat.
Pelan-pelan Sik Tiong Giok berjalan masuk ke dalam, disitu hanya terdapat dua buah meja dengan beberapa buah bangku yang terbuat dari bambu, meski sederhana semua bersih sekali.
Setelah mencari tempat duduk, pemuda itupun berseru lantang :
"Ada orangkah disini?"
"Ada!" Suara seseorang yang tua tapi nyaring segera bergema.
Tirai bambu disingkap dan munculah seorang kakek berjenggot.
Ketika Sik Tiong Giok melihat wajah orang tua itu, dengan perasaan terkejut segera pikirnya :
"Hey, bukankah orang ini adalah Hoa Tou bertangan keji Hong Cu Yu" Bukankah dia berada di Say Ling Su" Mengapa bisa berada di Tian Lam?"
Agaknya orang tua ini tidak kenal dengan Sik Tiong Giok, tanpa rasa kaget barang sedikitpun juga dia menghampiri pemuda itu lalu bertanya sambil tertawa :
"Khek koan ingin memesan apa?"
Sik Tiong Giok segera bangkit berdiri, lalu tegurnya dengan rasa kaget bercampur tercengang :
"Bukan... bukankah kau adalahempek Hong Cu Yu?"
Kakek itupun kelihatan tercengang setelah mendengar
pertanyaan itu, setelah berkerut kening sahutnya :
"Betul, aku adalah Hong Cu Yu! Apakah engkoh cilik kenal denganku?"
"Aku kan Sik Tiong Giok," teriak pemuda itu semakin girang,
"masa empek sudah tidak kenal lagi denganku?"
Dengan mata mendelik Hong Cu Yu mengamati pemuda itu beberapa saat lamanya, kemudian menyahut :
"Ya, rasanya kita memang seperti pernah kenal, maaf bila aku tak dapat mengenali dirimu lagi."
"aku adalah Pangeran Serigala Sik Tiong Giok, bukankah empek berada di Say Leng Sia" Sejak kapan datang ke wilayah Tian Lam?"
Hong Cu Yu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku tidak memahami perkataanmu, akupun tak tahu dimanakah letak Say Leng Sia, tapi aku memang pernah mendengar tentang Pangeran Serigala."
Makin lama Sik Tiong Giok merasa semakin terkejut, dengan penuh keraguan dia berseru :
"Empek, kau..."
"Kau ingin pesan apa khek koan?" tukas Hong Cu Yu cepat, "maaf aku masih banyak urusan."
Sesudah tertegun beberapa saat akhirnya Sik Tiong Giok menghela napas panjang.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Siapkan saja sepoci arak wangi serta beberapa macam sayur."
Hong Cu Yu segera mengiayakan dan berlalu, sikapnya sangat hambar tanpa emosi, seolah-olah memang tidak kenal dengan pemuda itu.
Tak selang beberapa saat kemudian sayur dan arak telah dihidangkan, begitu meletakkan hidangan, kakek itu segera pergi dari situ tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sik Tiong Giok semakin curiga dan tak habis mengerti, beberapa kali dia ingin membuka suara untuk bertanya, namun setelah melihat sikap Hong Cu Yu yang dingin, niat tersebut segera diurungkan kembali.
Akhirnya cepat-cepat ia bersantap, begitu selesai dia meninggalkan tempat tersebut.
Siapa tahu begitu bangkit berdiri, ia segera merasakan matanya kunang-kunang, kepalanya terasa berat dan dunia seperti berputar kencang, belum sempat meneriakkan kata 'celaka', tubuhnya telah roboh terkapar di atas tanah.
Entah berapa saat sudah lewat, ketika mendusin kembali ternyata ia sudah berada di dalam sebuah kereta kuda.
Waktu itu kereta berjalan kencang, mungkin sedang menelusuri jalan bukit yang tak merata sehingga seluruh tubuhnya terasa sakit sekali.
Diam-diam ia mencoba untuk mengatur pernapasan, lalu pelan-pelan duduk mengintip keluar.
Senja telah menyelimuti angkasa, namun secara lamat-lamat dia masih dapat melihat dengan jelas bahwa kereta itu sedang melewati sebuah lembah yang sunyi, waktu kira-kira
menunjukkan kentongan kedua.
Tanpa terasa pemuda itu berpikir :
"Hendak dibawa kemanakah aku ini?"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak terdengar olehnya seseorang telah berkata dengan suara lirih :
"Saudara Lu, orang yang berada dalam kereta tak akan mendusin bukan" Berhubung lewat tergesa-gesa tadi, aku sudah lupa untuk membelenggunya, seandainya sampai terjadi sesuatu yang tak diinginkan, tak ada orang yang sanggup memikul tanggung jawab ini."
Orang she Lu itu segera tertawa :
"Aku rasa tak akan sampai terjadi apa-apa, sebab obat pemabok itu berasal dari si tua Hong, konon bisa bertahan selama delapan jam, di kala bocah itu mendusin, kita telah sampai di telaga Gi Long Oh."
"Aku rasa orang she Hong itu tidak bisa dipercaya, kau tahu hubungannya dengan bocah keparat itu cukup akrab?"
"Biarpun hubungannya cukup akrab, toh tak bisa dibandingkan dengan hubungan darah antara ayah dan anak, kecuali Hong Cu Yu sudah tidak menghendaki jiwa putrinya lagi, kalau tidak aku percaya dia tak akan bermain gila."
"Bagaimanapun juga aku telah merasa kuatir, sebab andaikan benar-benar terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, kita tak bisa berlepas dari tanggung jawab ini, lebih baik kita ikat dulu si bocah keparat itu."
Sembari berkata dia lantas menarik tali les kudanya hingga berhenti kemudian merekapun melompat turun dari kereta menuju ke belakang.
Si kusir kereta itu segera menyingkap tabir kereta dan mencengkeram ke dalam kereta.
Cepat-ceapt Sik Tiong Giok menarik tubuhnya menghindarkan diri dari cengkeraman tersebut.
Gagal dengan cengkeramannya, kusir kereta itu menjerit kaget :
"Hee, hee, hee... rupanya dugaanku tidak meleset, bocah keparat itu betul-betul mau kabur, Lo Lu jaga disitu baik-baik, lihatlah biar kubekuk bocah keparat itu."
Sembari berteriak sepasang telapak tangannya langsung dihantamkan ke dalam kereta.
Tenaga pukulannya memang sangat hebat, di antara suara bentrokan dahsyat yang memekakkan telinga, papan kereta itu hancur berantakan tersebar di empat penjuru.
Diam-diam Sik Tiong Giok kaget juga menyaksikan
kesempurnaan teanga pukulannya, cepat-cepat dia mengayunkan tangan kanannya menyambut serangan itu dengan keras lawan keras, padahal meminjam tenaga pantulan itu ia melompat turun dari atas kereta.
Baru saja tubuhnya mencapai permukaan tanah orang she Lu yang telah menunggu di sisi arena segera bertindak, sebuah pukulan dengan tenaga yang kuat menerjang datang.
Sik Tiong Giok mendengus dingin, telapak tangannya kembali diayunkan ke muka untuk menyambut datangnya ancaman itu.
"Blaammmmm...!"
Di tengah benturan yang amat keras, orang itu tergetar sehingga terdorong mundur lima enam langkah dan bediri dengan termangu-mangu.
Pada saat inilah dari kejauhan sana muncul tujuh delapan orang lelaki kekar yang bersenjata lengkap.
Li Lip atau si kusir itu mula-mula nampak tertegun, kemudian serunya :
"Apakah yang datang adalah saudara-saudara dari telaga Gi Liong Oh?"
"Apakah kau adalah Li toako?" seorang di antara rombongan itu menyahut :
"Apa yang telah terjadi disini?"
"Kebetulan sekali kedatangan kalian, bocah keparat ini hendak kabur, kita tak boleh membiarkannya lepas."
Dalam waktu singkat bentakan keras bergema memecahkan keheningan, ketujuh delapan orang lelaki bergolok itu segera maju bersama dan mengepung Sik Tiong Giok rapat-rapat.
Dengan cepat Sik Tiong Giok melayangkan pandangan matanya ke sekeliling tempat itu, ternyata semua jalan mundurnya sudah tertutup, sadarlah pemuda ini bahwa pertarungan sengit tak dapat dihindari lagi.
Dengan suatu gerakan cepat pemuda itu meloloskan pedangnya, lalu berkata dengan suara dingin :
"Jadi kalian bermaksud hendak menggunakan kekerasan?"
Baiklah kalian boleh maju bersama-sama."
Belum habis ia berkata, dari kejauhan sudah terdengar seseorang berseru nyaring :
"Siapa sih yang begitu galak" Akan kucoba sampai dimanakah kehebatannya."
Begitu bentakan bergema, kawanan lelaki yang melakukan pengepungan mundur dua langkah ke belakang, jelas pendatang itu memiliki kedudukan yang cukup tinggi.
Walaupun di tenagh remang-remangnya suasana malam, tapi dengan ketajaman mata Sik Tiong Giok dia masihdapat melihat dengan jelas bahwa orang itu adalah seorang gadis cantik berpakaian ringkas berwarna hitam.
Namun ketika diperhatikanlagi dengan lebih seksama, pemuda itu menjadi terperanjat hingga hampir saja berseru tertahan.
Ternyata gadis itu bukan lain adalah nona Bun Un yang lenyap di sungai Ji Lo Kang tempo hari.
Agaknya nona bun sudah tidak mengenalnya lagi, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia meloloskan pedangnya sambil membentak nyaring :
"Bocah keparat, kau berani melanggar perintah" Hmm, ingin kucoba sampai dimanakah kelihayan ilmu silatmu."
Apa yang telah disaksikannya selama ini membuat Sik Tiong Giok segera berpikir :
"Kelihatannya keadaan nona ini tak berbeda seperti Hong Cu Yu, mereka pasti sudah terkena obat pemabuk yang membingungkan pikiran, kalau tidak mengapa mereka tidak mengenali diriku lagi?"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, Bun Un telah maju menyerang sambil membentak keras :
"Jadi kau adalah Pangeran Serigala yang menghebohkan itu?"
"Betul!" Sik Tiong Giok menyahut, "apakah nona Bun sudah tidak kenal lagi dengan aku?"
"Hmm, siapa yang kenal dengan lelaki busuk macam kau" Lihat pedang!" bentak Bun Un gusar.
Sebuah tusukankilat langsung disodokkan kepada Sik Tiong Giok.
Dengan cekatan pemuda itu menghindar ke samping, dia sama sekali tidak melancarkan serangan balasan.
"Mengapa tak membalas" Takut ya?" jengek Bun Un sambil tertawa.
Di tengah ucapan mana secara beruntun dia melancarkan tiga buah serangan berantai, semuanya ditujukan ke bagian-bagian mematikan di tubuh pemuda itu.
Sik Tiong Giok segera menggunakan ilmu egosan serigala untuk menghindarkan diri dari ketiga buah serangan masa, kembali dia tidak membalas.
Menjumpai keadan ini Bun Un menjadi terheran-heran, segera bentaknya dengan kening berkerut :
"Hey boah keparat, mengapa kau tidak membalas?"
"Aku masih pengin melihat sampai dimanakah kehebatanilmu pedangmu itu," sahut Sik Tiong Giok sambil tertawa.
"Baik!" seru Bun Un marah, "rasakan kelihayan ku ini."
Serangannya segera diperketat dan mencecar pemuda itu habis-habisan
Sayangnya walaupun dia sudah menyerang dengan gencar dan mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya, tapi ancamannya tak ada yang berhasil mengenai tubuh lawan.
Malah Sik Tiong Giok sama sekali tidak mencoba untuk melancarkan serangan balasan, dia cuma mengigos kian kemari belaka.
Dalam waktu singkat di telah menghindar sebanyak dua puluh jurus lebih, akan tetapi sewaktu dilihatnya orang yang mengurungnya semakin banyak, diam-diam pikirnya :
"Bila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, akhirnya aku sendiri yang bakal berabe, daripada bertarung melawan nona Bun tanpa membalas, padahal pengurung semakin banyak, mending
kulayani yang tua-tua lebih dahulu kemudian baru memberesi yang lain-lainna."
Berpikir sampai disitu serentak dia melancarkan dua buah serangan dahsyat ke depan.
Kedua buah serangan itu dilancarkan olehnya dengan
menggunakan ilmu Tay Cou Cap Pwee Ta biarpun kelihatannya sederhana namun kehebatannya luar biasa, kontan sana Bun Un terdesak mundur sejauh beberapa langkah.
Sambil tertawa terbahak-bahak Sik Tiong Giok berseru :
"Ilmu pedangmu masih kelewat cetek, lebih baik berlatihlah lebih tekunlagi, nah sampai lain kali saja, maaf kalau aku belum punya waktu sekarang."
Selesai berkata tubuhnya segera melejit ke tengah udara lalu dalam beberapa kali lompatan saja ia sudah berada empat lima kaki jauhnya dari posisi semula.
Ketika kawanan pengurung melihat Bun Un berhasil menempati posisi di atas angin, mereka mengendorkan kesiap-siagaannya.
Menanti mereka saksikan Sik Tiong Giok menerjang keluar dari kepungan, untuk mencegahnya sudah terlambat.
Di dalam beberapa kali lompat saja bayangan tubuh Sik Tiong Giok sudah lenyap di balik kegelapan sana.
Sik Tiong Giok berlarian cepat menjauhkan diri dari kepungan lawan, setelah menempuh perjalanan sejauh tujuh delapan li dan tidak melihat ada yang mengejar, ia baru memperlambat langkahnya.
Kemudian sesudah menempuh perjalanan lagi sekianlama, dia mencari sebuah gua kosong untuk mengatur pernapasan.
Ketika selesai mengatur pernapasan dan siap melanjutkan perjalanan lagi, mendadak ia mendengar suara derap kuda yang amat keras berkumandang datang.
Cepat-cepat dia mengintip keluar, tampaklah belasan ekor kuda sedang berlarian mendekat dengan kecepatan luar biasa.
Satu ingatan segera melintas dalam benaknya, pikirnya kemudian
: "Siapa pula yang dtang" Apa ma mereka?"
Sementara dia masih berpikir, rombongan itu sudah semakin mendekat dan tiba-tiba saja berhenti tepat di depan guanya, belasan lelaki kekar serentak melompat turun dari kuda itu, sebagai pemimpinnya ternyata tak lain adalah Ki Beng.
Peristiwa ini kontan saja membuat Sik Tiong Giok makin terkejut, pikirnya kemudian :
"Jangan-jangan Say Leng Sia sudah hancur berantakan tak berwujud lagi" Kalau tidak, mengapa segenap orang-orangku disitu sudah tertawan semua?"
Sementara dia masih berpikir, terdengar Ki Beng telah berseru lantang :
"Saudara-saudara sekalian, hari ini kita mesti mengerahkan segenap kekuatan yang ada, bila tak berhasil menyelamatkan Hong lo enghiong serta putrinya taka akan punya muka lagi untuk pulang menghadap cong tam huhoat."
Serentak belasan orang lelaki kekar itu berseru bersama :
"Ki toaya tak usah kuatir, sekalipun harus mengorban nyawa disini, kami tetap akan berusah menolong Hong lo enghiong."
"Bagus sekali, kalau begitu diucapkan terima kasih untuk kesediaan kalian semua."
Sambil berkata dia mengulapkan tangannya, serentak belasan lelaki kekar itu membubarkan diri dan menyembunyikan diri di balik semak belukar.
Sik Tiong Giok yang melihat kejadianini, segera berpikir di dalam hati :
"Rupanya mereka sedang berusaha untuk menolong Hong Cu Yu, apa salahnya kalau ku bantu usaha mereka ini?"
"Bersiap-siaplah saudara sekalian, lawan sudah mendekat, kita harus turun tangan secara keji dan tak boleh berperasaan lagi."
Kurang lebih seperminuman teh kemudian, benar juga terdengar suara derap kaki kuda yang ramai diikuti suara roda kereta yang menggelinding bergema tiba.
Suara itu makin lama semakin mendekat, debaran jantung Sik Tiong Giok pun semakin keras, dia tak bisa mengambil keputusan haruskah munculkan diri secara terang-terangan, atau membantu secara diam-diam...
"Berhenti!" Suara bentakan yang amat keras itu segera memotong jalan pemikirannya, cepat dia berpaling, rupanya berapa puluh ekor kuda yang melindung sebuah kereta telah berjalan lewat, terhadap bentakankeras itu mereka sama sekali tidak ambil perduli.
"Hey orang-orang dari telaga Gi Liong Oh, dengarkan baik-baik!
Saat ini kalian sudah masuk perangkap, empat penjuru sudah disiapkan anak panah yang setiap saat bisa menembusi tubuh kalian, lebih baik kalian menyerah saja."
BENTAKAN ITU begitu bergema, kawanan manusia itu baru berhenti berjalan.
Kemudian terdengar seseorang berkata :
"Sobat, kalian berasal dari aliran mana" Berani benar mencari gara-gara dengan pihak Gi Liong oh kami?"
"Kami pihak Thian long pay tak pernah terikat dendam sakit apapaun dengan kalian, apa sebabnya kalian justru menangkapi orang-orang kami" Jelas kalian yang mencari gara-gara lebih daulu, mengapa sekarang malah salahkan kami?" jawab Ki Beng lantang.
"Oooh, rupanya kalian berasal dari partai serigala langit, lantas apa kehendak kalian?"
"Sesungguhnya kami tidak bermaksud mencari permusuhan dengan partai mana pun, asal kalian tinggalkan orang yang berada dalam kereta itu, kami pun tak akan menyusahkan kalian lagi."
Suasana menjadi hening sejenak, pihak lawan sama sekali membungkam diri dalam seribu bahasa.
Sementara itu Sik Tiong Giok sendiripun merasa bercampur mendongkol, dia segera bersiap sedia untuk menerjang keluar dan bertarung melawan orang-orang itu.
Tiba-tiba terdengar Ki Beng berkata lagi :
"Sobat, kuanjurkan kepada kalian lebih baik jangan menolak arak kehormatan dengan memilih arak hukuman, aku akan
menghitung sampai angka lima jika kalian belum juga
meninggalkan kereta itu, akan kuperintahkan dengan segera untuk melepaskan panah!"
Namun pihak lawan tetap membungkam diri, sama sekali tidak menggubris ucapan mana.
Dengan hati mendongkol Ki Beng segera menghitung :
"Satu, dua, tiga, empat, lima..."
Sampai angka kelima diucapkan, ternyata pihak lawan masih tetap membungkam diri dalam seribu bahasa.
Dengan geram Ki Beng segera memerintahkan untuk melepaskan anak panah.
Dalam waktu singkat desingan angin tajam menderu-deru anak panah segera berhamburan bagaikan hujan gerimis.
Tapi pihak lawan tetap tak bergerak, selain ringkikan kuda yang amat memekakkan telinga, sama sekali tak terdengar suara apapun...
Sik Tiong Giok dapat melihat dengan jelas, di bawah sinar bintang yang redup, belasan orang lelaki itu segera termakan oleh bidikan panah itu dan roboh bergelimpangan, nyatanya tak seorangpun di antara mereka yang berusaha menghindar atau berkelit.
Dalam waktu singkat, kawanan manusia dan kuda itu sudha roboh tewas semuanya, roboh seperti landak.
Sementara di sekitar arenapun penuh berserakan panah-panah yang menancap di sana sini.
Melihat kejadian mana, Sik Tiong Giok segera berpikir :
"Aneh benar, masa orang-orang dari Gi Liong oh tak taku mati"
Masa mereka mau mati konyol" Mustahil hal ini bisa terjadi...
wah, jangan-jangan ada sesuatu yang tidak beres...?"
Sementara dia masih termenung, orang-orang dari parti serigala langit telah menyerang rombongan kereta itu serga
mengepungnya rapat-rapat.
Mendadak terdengar seorang menjerit kaget :
"Aduuh... bukankah mereka adalah saudara-saudara dari Juanpang" Kita sudah salah membunuh."
Belum selesai perkataan itu diutarkaan, dari balik kereta kuda itu terdengar seseorang berseru sambil tertawa dingin :
"Benar, kalian memang telah salah membunuh. Orang-orang itu merupakan sepuluh orang penjaga markas Juan pang dari telaga Tiau Cha oh, sekarang semua sudah tewas kalian bidik. Hmm...
akan kulihat bagaimana kalian akan mempertanggung-
jawabkanpersoalan ini di hadapan Bun ci khi."
Sambil berkata, dari balik kereta pelan-pelan berjalan keluar seorang nona berbaju merah.
Dengan langkah lemah gemulai, dia berjalan turun dari kereta dan menuju ke tengah arena.
Begitu memandang wajah nona itu, Sik Tiong Giok merasakan dadanya seperti dipukul dengan martil berat, pandangan matanya menjadi gelap dan napasnya menjadi sesak, tanpa terasa pekiknya di dalam hati :
"Hey, bukankah dia adalah Cu Siau hong. Mengapa bisa bergabung dengan orang-orang Gi Liong Oh" Jangan-jangan Cu Bu Ki sudah berpaling ke pihak lain?"
Sementara itu Ki Beng sudah mendengus seraya berseru :
"Seandainya mereka tidak dibius dulu oleh obat pemabuk kalian, tak nanti mereka akan membiarkan dirinya terbidik mati."
"Lantas mau apa kau?" jengek Cu Siau hong sambil tertawa mengejek.
"Walaupun mereka tewas di ujung panah kami, tapi sesungguhnya mati di tangan kalian. Kamusemualah yang harus mempertanggung-jawabkan kematian mereka itu."
"Baik, anggap saja aku yang membunuh, mau apa kalian sekarang" Ingin membalaskan dendam" Hmm, maju saja!" seru Cu Siau hong sambil tertawa dingin.
Berbicara sampai disitu ia segera menggenggam gagang pedangnya lalu diiringi getaran keras secepat kilat dia mencabut keluar senjata itu dan melancarkan sebuah serangan hebat.
Di tengah berkelebatan cahaya perak, tiba-tiba terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memecahkan
keheningan. Seorang lelaki berbaju hijau telah mundur dua langkah dengan sempoyongan dan roboh terjengkang ke atas tanah.
Terkesiap juga hati Sik Tiong Giok menyaksikan hal tersebut, segera pikirnya :
"Cepat amat gerak serangannya, betul-betul suatu ancaman yang amat keji."
Terdengar Cu Siau hong berkata lagi sambil tertawa terkekeh-kekeh :
"Sudah kalian lihat" Nah bila ada yang tak puas tak ada salahnya untuk maju dan merasakan ketajaman pedangku."
Ki Beng segera tampil ke depan kemudian serunya :
"Budak busuk, hatimu sungguh keji, manusia semacam kau tak boleh dibiarkan hidup terus di dunia lagi..."
Cu Siau hong mengerdipkan matanya yang jeli kemudian tersenyum.
"Senjata itu tak bermata, apalagi kalau sudah dipakai untuk membacok orang tak bisa dibilang aku kelewat keji dalam serangan tadi, tapi... siapakah kau?"
"Ki Beng dari perkampung Oh im san ceng! Hari ini aku ingin mencoba sampai dimanakah kehebatan nona."
"Oooh rupanya kau adalah Ki Beng, pernah kudengar dari Kuncu ku yang mengatakan bahwa Ki Thian bin dari perkampungan Oh im san ceng cukup hebat, mumpung hari ini ada kesempatan ingin sekali kulihat sampai dimanakah kehebatan itu."
Mendadak ia menggetarkan tangannya dan melancarakn sebuah tusukan kilat.
Semenjak tadi Ki Beng sudah membuat persiapan, pedangnya segera digetarkan menciptakan selapis bayangan pedang untuk melindungi seluruh badan, kemudian dengan menggunakan jurus
'bunga bwee memuntahkan putih', ia ciptakan berpuluh kuntum bunga pedang yang serentak mengurung seluruh tubuh lawan.
Rupanya Cu Siau hong tak tahu bagaimana mesti menghadapi serangan itu, ia terdesak mundur sejauh satu langkah.
"Heeeehhh, heeeehhh, heeehhh... tidak jelek bukan ilmu pedang dari perkampungan Oh im san ceng?" jengek Ki Beng sambil tertawa dingin.
Cu Siau hong mendengus. "Sayang belum bisa disebut ilmu yang maha sakti dari dunia persilatan!" jengeknya.
Di antara kilatan cahaya yang menyilaukan mata kembali ia menerjang ke muka, pedangnya diputar bagaikan roda dan langsung membacok tubuh Ki Beng.
Dengan gerakan yang amat berhati-hati Ki Beng menyambut datangnya serangan musuh, betapapun hebatnya ancamanlawan ia tetap menjaga posisi bertahan.
Empat puluh gebrakan sudah lewat, mendadak Cu Siau hong membentak keras, permainan pedangnya segera berubah, kali ini serangannya makin lama makin cepat seolah-olah belasan serangan merupakan satu serangan yang sama.
Playboy Dari Nanking 5 Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo Mentari Senja 6
Kakek bungkuk itu mendongakkan kepalanya dengan mata berkilat tapi dengan cepat menunjuk kembali sambil menjawab :
"Yaa, aku sudah tua dan tidak berguna lagi."
Gadis cantik itu tertawa ringan, dia segera membalikkan badan dan balik ke dalam ruang kuil.
Mendadak terdengar si Raja setan kepala botak menjerit kaget :
"Hey, bukankah dia adalah budak dari tiga manusia jelek yang kita jumpai di lembah Lu hoa kok?"
Ban biau sian koh ikut menghela napas panjang.
"Yaa, dia mirip sekali dengan anakku itu."
"Apakah lencana tujuh iblis kalian terjatuh di tangan budak itu?"
Ang lou hujin segera bertanya.
Sebelum Raja setan kepala botak menyahut kakek bungkuk itu sudah berseru lebih dulu :
"Pangeran telah mengundang kalian untuk menghadap, ayo cepat masuk!"
Ketujuh orang iblis itu saling berpandangan sekejap, akhirnya Raja setan kepala botak berkata :
"Ayoh berangkat, kita tengok ke dalam dan coba lihat macam apakah pangeran kentut mereka itu."
Sambil berkata dia segera berjalan masuk lebih dulu diikuti keenam rekannya dari belakang.
Di ruang tengah duduk tiga orang, yang berada di tengah adalah Pangeran Serigala langit Sik Tiong Giok, di sisi kirinya duduk Huan Li ji sedangkan sebelah kanannya duduk Sastrawan setengah umur yang membawa kipas.
Sementara itu di kedua belah sisi ruangan masing-masing berdiri tujuh ikan dari Liang san.
Dengan mata mendelik dan tertawa keras si Raja setan kepala botak segera menegur :
"Bocah Sik, hari ini kau nampak gagah dan bergaya..."
Belum habis dia berkata, salah seorang dari dua manusia buas Liang san yang bernama Selaksa dewa bingun Yu Bong telah membentak dengan keras :
"Tutup mulutmu kakek botak, kau mesti tahu sopan santun bila berbicara dengan pangeran kami."
"Waaa... semenjak kapan dua manusia buas dari bukit Liang san mengabdi kepada seorang pangeran, huuh... kau ingin mengurusi kami juga?" bentak Ang lou hujin sambil menghentakkan tongkat ke atas tanah.
Sejuta setan kesal Yu Jiang segera membentak pula :
"Nenek bermata satu, apakah kau tidak puas?"
"Heeeh, heeeh, kalau dilihat dari gaya kalian berdua manusia buas dari Liang san aku si nenek memang merasa sangat tak puas."
"Kau berani beradu kepandaian dengan ku?"
Kembali Ang lou hujin menghentakkan tongkatnya ke atas tanah sesudah tertawa seram ia mengejek :
"Siapa bilang tak berani, akan kusuruh kau rasakan kelihayan tongkatku."
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba Sastrawan setengah umur yang duduk di samping Pangeran Serigala langit telah membentangkan kembali kipasnya lalu, sreeet! Diiringi desingan keras bergema pula suara gemerincing yang amat keras, ternyata tongkat di tangan Ang lou hujin itu sudah terjatuh ke atas tanah.
Dengan suara keras Bocah sakti iblis langit Ang Cun membentak keras-keras :
"Yu Hoa, mau apa kau?"
Ternyata Sastrawan setengah umur itu dikenal oleh umat persilatan sebagai siucay bermata setan Yu Hoa.
Dengan dingin dan ketus sastrawan itu menjawab :
"Selama berada di hadapan pangeran, jangan mencoba menggunakan tongkat atau bermain golok, mengerti?"
"Huuh... pangeran kentut," teriak Ang Cun marah-marah,
"bajingan keparat she Sik kau tak usah berlagak di hadapan kami, hutang piutang di antara kita belum dibereskan.
"Apakah persoalan yang menyangkut kotak Giap hap gi ciau tersebut yang kau maksudkan?" kata Sik Tiong Giok sambil tertawa, "asal kalian bisa keluar dari kuil bobrok dengan selamat hari ini, tentu akan aku persembahkan dengan kedua belah tanganku."
"Bocah keparat, aku setuju dengan usulmu itu dan andaikata aku tak bisa keluar dari kuil bobrok pada hari ini, akupun akan menuruti semua perkataanmu, mau dibunuh mau dicincang silahkan."
"Dibunuh atau dicincang sih tidak usah," kata stb sambil tertawa,
"cukup bila kau bersedia tunduk serta taat pada perintahku."
Bocah sakti iblis langit Ang Cun tertawa terbahak-bahak :
"Haaahh... haaah... asal kau si bocah keparat benar-benar memiliki kemampuan semacam itu, Ang losam bersedia menjadi budakmu seumur hidup."
Begitu selesai berkata, sepasang kakinya segera dijejakkan ke atas tanah dan menerjang ke arah Sik Tiong Giok yang duduk di tengah ruangan.
Sik Tiong Giok tetap duduk tak bergerak di tempat semula, sebaliknya Huan Li ji yang berada di sebelah kanannya segera mengeluarkan sebuah benda dan diacungkan di hadapannya seraya membentak :
"Di luar kuil terdapat lapangan yang lebih luas, jika ingin bertarung lebih baik dilakukan disitu saja."
Sekilas pandangan saja si Bocah sakti iblis langit Ang Cun sudah mengenali benda itu sebagai lencana Thian mo leng yang telah hilang di Lu hoa kok, cepat-cepat dia menarik kembali gerakannya lalu dengan wajah tertegun mengundurkan diri dari ruangan tersebut.
Bersamaan waktunya si siucay bermata satu Yu Hoa
mengulapkan tangannya, ketujuh ikan dan kelima malaikat bengis yang berdiri di sisi ruangan serentak memburu pula keluar serta mengepung seluruh halaman kuil itu rapat-rapat.
Susul menyusul ketujuh iblis tadi turut mengundurkan diri pula dari ruangan kuil, setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, Ang lou hujin segera berkata sambil tertawa dingin :
"Tampaknya kalian telah mempersiapkan perangkap dan jebakan dalam kuil bobrok ini."
"Walaupun bukan perangkap atau jebakan yang hebat," kata Sik Tiong Giok sambil tertawa, "tapi cukup menyulitkan kalian tujuh orang iblis bila berniat menerjang keluar dari sini."
"Hmmm kau jangan memandang enteng kemampuan dari tujuh iblis..." teriak Ang lou hujin sambil tertawa dingin.
Belum habis dia berkata, si sejuta setan masgul Yu liang telah melompat ke depan sambil membentak :
"Tak usah banyak cincong lagi, sambut dulu tiga buah pukulan dari aku she Yu..."
Memang demikianlah watak dari dua manusia buas bukit Liang san, bila watak buasnya sudah berkobar, maka mereka tak akan mengakhiri perbuatannya sebelum menang kalah, mati hidup ditentukan.
Begitu membentak tubuhnya segera menerobos maju ke muka dan melepaskan sebuah bacokan maut ke arah lawan.
Jangan dilihat kedua manusia buas itu berperawakan kasar, ilmu silatnya sungguh hebat dan dahsyat. Begitu serangan dilancarkan angin pukulan yang sangat kuat seperti hembusan angin puyuh segera menyapu ke depan.
Ang lou hujin pun termashur juga sebagai seorang gembong iblis yang disegani orang banyak, kendatipun Leng san sam yu telah mengurungnya selama banyak tahun di bawah bukit Cio hong, namun watak bengis dan kejinya belum juga hilang.
Serta merta dia melepaskan sebuah pukulan dahsyat untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Sungguh dahsyat tenaga pukulan yang dilancarkan olehnya itu, bersama dengan gerakan serangan ini, angin pukulan yang tajam dan kuat menderu-deru ke muka.
"Blaaamm...!" Begitu sepasang telapak tangan saling beradu, terjadilah suara ledakan keras yang memekakkan telinga, dua kaki di sekeliling arena segera dilanda putaran angin berpusing yang
menerbangkan pasir, debu dan batu krikil.
Akibat dari benturan tersebut, sejuta setan masgul Yu Jiang segera merasakan datangnya tenaga kuat yang menerjang tubuhnya, tak kuasa badannya tergetar mundur sejauh setengah langkah lebih.
Sebaliknya keadaan Ang lou hujin jauh lebih mengenaskan lagi, ia terhantam sampai mundur sejauh dua langkah lebih.
Melihat kejadian tersebut, sejuta setan masgul Yu Jiang makin bertambah garang, tanpa banyak berbicara lagi telapak tangannya segera diayun ke depan melancarkan serangkaian pukulan dan bacokan yang amat dahsyat.
Sekalipun dalam hati kecilnya Ang lou hujin sadar kalau kekuatannya bukan tandingan lawan, tapi sebagai seorang perempuan yang sudah terbiasa mencari menang sendiri, tentu saja ia tak mau mengaku kalah dengan begitu saja, serta merta dia mengayunkan kembali telapak tangannya untuk
menyongsong datangnya ancaman tersebut!"
"Blaaam!" Bentrokan keras kembali terjadi dan pasir serta debu kembali beterbangan di angkasa, kali ini Ang lou hujin terdorong mundur sebanyak satu langkah lebar.
Melihat Ang lou hujin menderita kerugian si Telapak darah pengusik langit Lu Ma segera menyelinap maju ke depan untuk membantu rekannya.
Sejuta setan kesal Yu Jiang yang sudah asyik bertarung sama sekali tak perduli lagi siapa lawannya, ia segera membentak keras-keras :
"Sambutlah seranganku yang ketiga ini!"
Menyusul ayunan telapak tangannya, ledakan keras kembali bergema memecahkan keheningan.
Di antara angin serangan yang berpusing Sejuta setan kesal Yu Jiang tak sanggup lagi mengendalikan kuda-kudanya, segera beruntun ia terdorong mundur sejauh lima enam langkah lebih, tubuhnya gontai dan untung saja tak sampai roboh terjengkang ke atas tanah, kendatipun demikian hawa murninya mengalami juga goncangan yang sangat keras.
Menjumpai saudaranya menderita kerugian, Selaksa dewa murung Yu Bong segera berteriak :
"Losam, kau tidak apa-apa bukan?"
"Aku masih sanggup menahan diri, akan kucoba untuk menerima sebuah pukulannya lagi," sahut Sejuta setan kesal Yu Jiang lantang.
"Sudahlah, bagaimana jika manusia liar itu kau serahkan kepadaku...?"
"Tidak bisa, keparat ini menjadi bagianku," seru Sejuta setan kesal Yu Jiang dengan mata melotot.
"Tak bisapun harus bisa, kau tahu kalau isi perutmu sudah terluka..." tegur Selaksa dewa murung Yu Bong gusar.
"Siapa bilang aku terluka" Pokoknya antara aku dengan keparat ini belum ada akhirnya jika salah satu pihak belum roboh."
Sambil berkata dia melepaskanlagi sebuah pukulan dahsyat sekalipun hawa murninya sudah tersendat-sendat namun kekuatannya sama sekali tak berkurang.
Pada dasarnya si Telapak darah pengusik langit Lu Ma memang menggetarkan dunia persilatan karena keampuhan tenaga dalamnya, sudah barang tentu ia tak pandang sebelah matapun terhadap kemampuan dari si Sejuta setan kesal Yu Jiang.
Melihat datangnya ancaman, dia segera mengayunkan pula telapak tangannya untuk menyambut datangnya ancaman
tersebut. Pada saat itulah si Selaksa dewa murung Yu Bong berteriak keras
: "Loji, serhkan saja keparat itu kepadaku."
Bersamaan waktunya dia lancarkan pula sebuah pukulan yang maha dahsyat ke depan.
Walaupun Telapak darah pengusik langit Lu Ma termashur dalam dunia persilatan karena ketangguhan ilmu pukulannya, namun ia tak menyangka tibanya sergapan dari belakang otomatis hawa murninya juga tak sempat ditarik kembali.
Digencet dari muka dan belakang oleh pukulan yang amat dahsyat terpaksa dia mengayunkan telapak tangannya
menghadapi pukulan dari muka dan belakang sekaligus.
"Blaaaamm, blaaamm!"
Dua kali benturan keras bergema memecahkan keheningan.
Sejuta setan kesal Yu Jiang segera mencelat ke belakang dan roboh terduduk di atas tanah, namun si Telapak darah pengusik langit Lu Ma pun tidak menerima keuntungan apa-apa, malahan dia terhuyung-huyung ke belakang sebelum akhirnya jatuh terduduk.
Hanya Selaksa dewa murung Yu Bong seorang tetap berdiri tegak seperti keadaan semula.
Hal ini bukan berarti tenaga dalam yang dimiliki Selaksa dewa murung Yu Bong sangat hebat dan melebihikemampuan dari Telapak darah pengusik langit Lu Ma yang benar, ia justru manfaatkan kesempatan yang sangat baik di saat musuhnya terpojok oleh desakan dan gencetan sehingga ia berhasil meraih keuntungan besar.
Dengan kejadian tersebut, ketujuh iblis menjadi tertegun. Mereka sadar bila pertarungan semacam ini dilanjutkan maka pada akhirnya mereka akan kehabisan tenaga dan menyerah kalah, jelas posisi semacam ini tidak menguntungkan.
Dalam pada itu, kakek bungkuk yang semual menjaga di depan pintu mendadak hilang lenyap entah kemana perginya.
Raja setan kepala botak memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian serunya dengan lantang :
"Bocah she Sik, bla kau berniat mencari kemenangan dengan memakai akal licik, biarpun pada akhirnya kami bertujuh jatuh pecundang di tanganmu, kekalahan tersebut tidak akan memuaskan kami."
"Lantas bagaimana maksudmu" Pertarungan macam apa yang kau kehendaki...?"
Raja setan kepala botak tertawa terbahak-bahak :
"Haaa... haaa... haaa... haaa... kulihat dari keinginanmu menjadi seorang pemimpin dunia persilatan sudah pasti kepandaian silat yang kau miliki amat tangguh, untuk itu kami tujuh bersaudara masing-masing ingin melepaskan tiga buah pukulan kepadamu, apakah kau berani untuk menerimanya?"
Jelas dia bertujuan jahat, yaitu meminta Sik Tiong Giok seorang diri menghadapi mereka bertujuh.
Sebagaimana diketahui, untuk mengalahkan Pat Huang Sin Mo dulu, Im thian sam siu (tiga kakek dari Im thian) yang berkepandaian tinggipun harus turun tangan bersama-sama, disamping itu Leng san sam yu (tiga kerabat dari Leng san) pun hanya mampu mengurung alhj, bisa dibayangkan bagaimana mungkin Sik Tiong Giok sanggup menghadapi ketujuh iblis itu sekaligus, kendatipun dia memiliki kemampuan yang hebat.
Mendengar ucapan tersebut, Sik Tiong Giok menjadi tertegun, sedangkan siucay bermata setan Yu Hoa yang berada di sisinya juga memandang sekejap ke arahnya.
Pada saat itulah mendadak dari luas pintu ruangan kuil berkumandang seruan seseorang :
"Waaah, banyak amat orang yang berkumpul disini" Apakah sedang menyelenggarakan pibu (adu kepandaian silat) disini"
Bolehkah aku turut serta di dalam pertandingan ini?"
Semua orang segera berpaling ke arah mana berasalnya suara itu, sedangkan Sik Tiong Giok dengan perasaan tertegun segera berpikir :
"Kenapa budak itu pun turut datang kemari?"
Sebaliknya Ang lou hujin tanpa memperdulikan keadaan luka yang sedang dideritanya, mendadak ia membentak keras lalu menerjang ke arah mana datangnya suara itu dengan kalap.
Ternyata orang yang baru saja menampakkan diri adalah seorang bocah perempuan yang berusia dua tiga belas tahunan, dia memakai baju ketat berwarna hijau dgn sepasang pedang tersoren di punggungnya.
Sambil memutar sepasang biji matanya yang besar dia
memandang sekejap sekeliling tempat itu, sementara sepasang kepangnya turut bergoyang kian kemari mengikuti gerakan kepalanya, jelas terpancar dari wajahnya betapa binal dan nakalnya bocah perempuan itu.
Ternyata nona cilik ini tak lain adalah Sim Cui.
Begitu melihat Ang lou hujin menerjang ke arahnya dia segera berkelit ke samping sambil tertawa cekikikan serunya :
"Hey si jelek tua, rupanya tidak ada yang suka kepadamu. Buat apa kau mencari nona mu terus" Idiih tak tahu malu..."
Sambil mengejek, jari tangannya digerakkan di pipinya membuat gerakan mengejek, hal ini membuat semua orang yang berada di sekelilingnya segera tertawa tergelak.
Saking mendongkolnya paras muka Ang lou hujin yang dasarnya sudah jelek kini berubah menjadi merah padam seperti babi panggang, dengan semakin geram dan gusar dia mengejar nona kecilitu siap memukulnya.
Dengan gerakan yang lincah seperti seekor ikan Sim Cui segera berkelit ke samping dan menghindarkan diri dari sergapan lawan, dengan begitu tubrukan dari Ang lou hujin pun mengenai sasaran yang kosong.
Menanti Ang lou hujin menghentikan pengejarannya, nona cilik itu segera mengejek lagi :
"Hey mata buta, itik yang tak punya pantat, kau lebih pantas kawin dengan katak budukan."
Ang lou hujin kembali menjadi berang dan melakukan pengejaran lagi.
Hua sin mo i Thi cu yang melihat kejadian itu turut bersusah hati bagi kesialan Ang lou hujin, bagaimanapun juga dia adalah seorang tokoh silat yang ternama, tapi sekarang tak mampu membekuk seorang nona kecilpun. Kejadian tersebut boleh dibilang benar-benar merupakan suatu kejadian yang
mengenaskan. Berpikir demikian, ia segera berteriak keras :
"Suci, jangan kuatir, aku datang membantumu."
"Huuh, biarpun kalian tujuh iblis maju bersama pun tidak ada gunanya...." ejek Sim Cui segera.
Perlu diketahui Hua sin mo li termashur dalam dunia persilatan karena gerakan tubuhnya yang amat cepat, begitu selesai berkata tadi, dia segera menggerakkan sepasang telapak tangannya dan menyerang Sim Cui.
Akan tetapi nona cilik itupun amat cekatan, tidak diketahui gerakan apa yang digunakan, tahu-tahu saja dia sudah menerobos keluar dari ancaman serangan iblis perempuan itu dan malahan mendesak maju lebih ke muka.
Atas kejadian ini Hua sin mo li menjadi tertegun karena kaget dan cepat-cepat mundur ke belakang.
Siapa tahu secara kebetulan Ang lou hujin sedang menerjang ke muka, sepang cakar setannya langsung tertuju ke arah tubuh Hua sin mo li yang sedang mundur.
Dalam pada itu Sim Cui telah menerobos keluar dari bawah ketiak Hua Sin mo li dan melompat ke atas undak-undakan ruangan sambil menontong kedua orang iblis itu saling bertarung sendiri.
Untung sekali Hua sin mo li memiliki gerakan tubuh yang cekatan, di saat yang paling kritis ia segera miringkan tubuh sambil mengigos ke samping, dengan gerakan yang amat berbahaya dia terlepas dari ancaman maut itu.
Menyaksikan adegan tersebut, tujuh iblis itu sama-sama berpekik di dalam hati :
"Ooooh, sungguh berbahaya."
Dalam pada itu Sim Cui telah bertolak pinggang dan mengejek sambil tertawa :
"Asyik bukan" Si setan jelek mencakar rase binal, sayang sekali cakarannya itu meleset."
Raja setan kepala botak segera mendengus dingin, teriaknya :
"Budak busuk! Kau ingin melihat darah bercucuran" Aku segera akan membuatmu mampus bermandikan darah."
"Itik tua berpantat gundul, kau tak usah ngebacot yang bukan-bukan huuuhh nona mu masih sanggup menghadapi kerubutan kalian bertujuh seorang diri, tidak percaya silahkan dibuktikan,"
bentak Sim Cui jengkel. Pat Huang Sin Mo tertawa seram tiba-tiba serunya :
"Budak busuk, pandai amat kau mengibul yang bukan-bukan."
"Katak buduk, kau tak percaya" Mengapa tidak bertaruh denganku?"
"Coba kau terangkan dulu bagaimana taruhannya, aku tak percaya kalau kau si budak kecil memiliki kemampuan
sedemikian besarnya."
Sim Cui tertawa. "Jika dalam sepuluh jurus aku tak mampu mengungguli kalian, bagaimana kalau anggap saja aku yang kalah?"
Pat Huang Sin Mo tertawa terbahak-bahak.
"Haah... haah... haaah... budak licin, taruhan semacam ini kelewat enteng."
"Lalu apa keinginanmu?"
"Aku punya dua syarat, cuma kuatirnya kau tak bisa mengambil keputusan."
"Bila tidak kau jelaskan, bagaimana mungkin aku bisa mengambil keputusan?"
"Kaumasih kecil, apakah perkataanmu masih dapat dipercaya?"
Sim Cui segera melotot besar, serunya :
"Kau bilang usiaku kecil" Kau tahu meskipun kura-kura sudah tua umurnya, dia toh masih tetap kecil dan tak bisa berkaki delapan"
Sedangkan emas yang kecil, biar kecil tapi keras sekali dan bisa dihancurkan."
Merasa dirinya dimaki nona kecil sebagai kura-kura, Pat Huang Sin Mo menjadi marah sekali, matanya segera melotot besar dan rambutnya pada berdiri kaku seperti landak.
Nona kecil itu segera membentak lagi :
"Huuh, kau anggap dengan bergaya seperti itu lantas aku menjadi taku" Terus terang aku bilang, aku tak bakal taku t dengan kura-kura tua seperti kau!"
Sambil berusaha menahanamarhnya, Pat Huang Sin Mo segera berkata dengan suara dingin :
"Aku tak perduli apa yang kau bilang, pokoknya kau mesti mencari seseorang untuk menjamin perkataanmu itu."
Kakek bungkuk yang menjaga pintu kuil tadi mendadak muncul kembali di muka pintu sambil menimbrung :
"Biar kusuruh pangeran kecil kami yang memberi jaminan!"
Mendengar perkataan tersebut Sik Tiong Giok menjadi melongo, dia cukup mengetahui kemampuan dari Sim Cui, janganlagi mengalahkan ke tujuh iblis tersebut dalam sepuluh gerakan, seorang saja di antara mereka sudah cukup merobohkan nona kecil itu tak sampai sepuluh gerakan, sudah barang tentu pemuda ini tak percaya akan kemampuannya.
Sementara dia masih ragu, Pat Huang Sin Mo telah berseru dengan keras :
"Bocah she Sik, beranikah kau memberi jaminan?"
Sementara Sik Tiong Giok masih termangu-mangu dan tak tahu apa yang mesti dijawab mendadak ia mendengar seseorang berbisik di sisi telinganya :
"Anak muda cepat kau sanggupi, peluang terbaik ini mesi kau manfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Sik Tiong Giok segera mendehem pelan lalu sahutnya :
"Baik, aku akan menjamin perkataanmu itu, tapi apakah syarat yang hendak kalian ajukan?"
"Bila budak cilik ini tak mampu mengungguli kami dalamsepuluh jurus, maka kau harus berkewajiban untuk mengembalikan lencana tujuh iblis itu kepada kami."
"Dan kedua," timbrung si Raja setan kepala botak tiba-tiba, "kau pun harus menyerahkan kotak Giok hap gi ciau tersebut pada kami."
Di dalam anggapan ke tujuh iblis tersebut, Sik Tiong Giok pasti akan menolak permintaan tersebut, sekalipun bersedia menyerahkan kembali lencana tujuh iblis, belum tentu akan setuju untuk menyerahkan kotak Giok hap gi ciau.
Siapa tahu apa yang terjadi sama sekali di luar dugaan, tanpa berpikir panjang Sik Tiong Giok segera menjawab :
"Baik, aku menyetujui semua permintaan kalian, tapi apa yang hendak kalian pertaruhkan " Bila dalam sepuluh jurus kalian dikalahkan nona kecil itu apa yang hendak kalian perbuat?"
Diam-diam tujuh iblis merasa terkejut sekali setelah mendengar si Raja setan kepala botak berkata :
"Jika kami yang kalah maka mulai sekarang markas besar kami di Ci sia kami tutup dan selama kau she Sik masih berada dalam dunia persilatan, kami tak akan munculkan diri lagi di depan umum."
"Waah, taruhan semacam itu sih kelewat enteng," seru Sik Tiong Giok sambil tertawa.
"Lantas bagaimana menurut pendapatmu?"
"Raja setan kepala botak, apakah perkataanmu bisa dianggap sebagai perkataan ketujuh rekanmu?"
Raja setan kepala botak segera mendelik besar, teriakna dengan marah :
"Biarpun tujuh iblis dari Ci shia belum terhitung jagoan dari golongan lurus, soal kepercayaan kami pegang teguh."
Dengan nada tak sabar Pat Huang Sin Mo berteriak pula :
"Keparat she Sik, jika ingin mengajukan syarat cepatlah diajukan, asal kami sudah setuju pasti tak akan diingkari."
"Sebetulnya syaratku sederhana sekali," kata Sik Tiong Giok sambil tertawa. "Jika kalian kalah, maka sepanjang hidup harus menuruti semua perkataanku..."
Begitu perkataan tersebut diajukan, ketujuh iblis tersebut segera termenung lalu berpaling sendiri, tapi siapa pun tidak percaya kalau dengan kemampuan mereka yang sudah termashur dalam dunia persilatan, seorang nona kecil berusia dua tiga belas tahun pun tak mampu dihadapi..."
Mendadak si Raja setan kepala botak berseru :
"Baiklah, kami menyetujui syaratmu itu."
Sik Tiong Giok segera memandangi keenam iblis lainnya sambil bertanya :
"Bagaimana dengan kalian semua?"
"Tentu saja kami tak akan menyesal," jawab enamiblis lainnya bersama-sama.
Sik Tiong Giok manggut-manggut kepada Sim Cui segera katanya
: "Nah nona, kau boleh turun tangan segera."
Sambil tertawa Sim cui manggut-manggut dia segera mencabut pedangnya dan berseru :
"Hey, kalian akan maju bersama-sama atau seorang demi seorang...?"
Sementara Ang lou hujin telah mengambil kembali tongkatnya dari atas tanah, teringat kembali dendamnya karena diolok nona kecil itu tadi, dia segera menyiapkan senjatanya sambil membentak :
"Biar aku nenek tua yang coba kepandaian silatmu..."
Sesungguhnya Sim Cui sendiri pun tidak mempunyai keyakinan untuk mengalahkan lawannya, apa yang dilakukan selama ini tidak lebih cuma menuruti petunjuk seseorang.
Pada mulanya dia merasa asyik dengan permainan tersebut, tetapi setelah serangan musuh dilancarkan, dia baru merasa gugup dan tidak tahu harus menggunakan jurus serangan apakah untuk membendung datangnya ancaman lawan yang begitu dahsyat.
Di saat dia sedang bimbang dan tak tahu apa yang mesti diperbuat inilah, mendadak dari lengan kanannya muncul segulung tenaga kekuatan yang tak terlukiskan hebatnya, membuat jurus Ka hay kim liang (menyungging samudra dengan tiang emas) yang sedang digunakan menjadi lebih kuat dan bertenaga.
Ang lou hujin sudah amat membenci dengan nona kecil tersebut, kalau bisa dia ingin menghantam nona itu sampai tubuhnya hancur berantakan, tak heran kalau serangan yang dilepaskan itu telah menggunakan tenaga sebesar sepuluh bagian.
Menanti pedang dan tongkatnya saling beradu, Ang lou hujin baru merasa kalau keadaantak beres, dengan perasaan terkesiap segera pikirnya :
"Aaaah, sungguh aneh" Baru berpisah berberapa hari dengan bocah keparat ini mengapa tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan sedemikian hebatnya" Bahkan dua kali lipat lebih hebat daripada keadaan semula."
Belum habis ingatan tersebut lewat, tongkatnya telah beradu dengan senjata lawan.
"Traaaaanggg...!"
Di tengah benturan keras yang memekakkan telinga, tongkat bajanya seberat puluhan kati itu tahu-tahu sudah tergetar lepas dari cekalannya dan mencelat ke udara.
"Blaaaam..." Kembali terjadi bentrokan keras, tongkat baja yang mencelat itu segera menghantam pintu kuil sehingga hancur berantakan.
Ang lou hujin menjerit kaget, tubuhnya secara beruntun mundur sejauh enam tujuh langkah ke belakang, tangannya saling berpegangan dan tak mampu digerakkan lagi, jelas kalau sendi tulang lengannya telah terlepas.
Kaakek bungkuk yang berada di depan pintu kuil itu segera bersorak memuji :
"Betul-betul sebuah jurus tongkat terbang menghantam pintu yang sangat hebat."
Peristiwa ini dengan cepat menggetarkan hati setiap jago yang hadir di arena, semuanya membelalakkan matanya lebar-lebar dan berdiri dengan wajah tertegun.
Di antara sekian orang cuma Huan Li ji seorang yang diam-diam merasa keheranan bukan karena kemampuan Sim Cui yang mengejutkan, tapi karena nada suara dari kakek bungkuk itu telah berubah sama sekali.
Tentu saja Sim Cui yang paling merasa girang oleh kejadian ini, mimpipun dia tak menyangka kalau Ang lou hujin dapat dirobohkan olehnya hanya dalam satu gebrakan saja.
Begitu berhasil dengan serangannya, dengan semangat berkobat segera serunya lagi sambil tertawa cekikikkan :
"Nah, masih ada siapa lagi yang ingin merasakan seranganku?"
Belum habis ia berkata Ban biau sian koh Lu Yong poo telah membentak keras :
"Budak ingusan, rasakan tusukan pedangku ini!"
Seperti gulungan angin puyuh dia menerjang ke muka,
pedangnya dengan membiaskan cahaya berkilauan langsung membacok kepalanya.
Sim Cui tidak menyangka kalau serangan tersebut akan datang sedemikian cepatnya, tampaknya dia tak sanggup lagi untuk menghindarkan diri.
Sik Tiong Giok yang melihat kejadian tersebut kontan saja melompat bangun saking kagetnya, sedangkan Huan Li ji hampir saja menjerit keras.
Tapi di saat yang paling kritis itulah tangan kanan Sim Cui seperti digandeng seseorang, ujung pedangnya segera menyodok ke atas dan persis menghantam tubuh pedang dari Lu Yong poo.
"Traaang!" Dentingan nyaring segera berkumandang memecahkan
keheningan, pedang Lu Yong poo pun tergetar sampai mencelat sejauh dua tiga kaki lebih dan menancap di atas pohon, bukan begitu saja saking besarnya tenaga pantulan itu, pedang tersebut bergetar terus tiada hentinya.
Sedangkan Lu Yong poo sendiri menderita cukup runyam, telapak tangannya pecah dan berdarah, sementara orangnya berdiri tertegun bagaikan sebuah patung.
Raja setan kepala botak menjadi kaget bercampur mendongkol, matanya melotot besar bagaikan gundu, tangannya mengaruk-garuk kepala botaknya yang tak gatal, betapapun ia sudah perhatikan gerak serangan lawan secara seksama, nyatanya dia tak berhasil untuk melihat secara jelas gerakan apakah yang telah digunakan nona kecil itu.
Berhasil untuk kedua kalinya, Sim Cui makin bersemangat lagi, sambil tertawa cekikikan serunya kemudian :
"Baru jurus kedua, waaah agaknya tidak perlu sepuluh juruspun kalian bertujuh sudah mampu dibuat keok semua."
Dengan geram Telapak darah pengusik langit Lu Ma mendengus dingin, teriaknya :
"Kaumemang nampak agak hebat budak busuk, coba kau rasakan dulu seranganku."
Tiba-tiba dia putar lengannya lalu melancarkan sebuah bacokan ke depan, di tengah deruan angin serangan yang kuat terselip pula bau busuk menusuk hidung, bagaikan amukan ombak di tengah samudra langsung menyapu ke depan.
Sim Cui menjadi melongo, musuhnya berdiri di kejauhan sana sambil melancarkan pukulan, padahal pedangnya amat pendek, bagaimana caranya dia mesti menyambut ancaman tersebut"
Tampaknya nona kecil itu segera akan tergulung oleh pukulan maut lawannya dan mampus secara mengerikan.
Mendadak, di saat yang amat kritis itulah tahu-tahu dari ujung pedang pendeknya memancar keluar dua gulung tenaga
serangan yang maha dahsyat langsung menyergap ke depan.
Begitu dua gulung tenaga serangan itu saling bertemu, nyatanya angin serangan dari pedang itu berhasil menembusi angin pukulan lawan bahkan meneruskan sergapannya ke depan dengan membawa suara desingan yang amat tajam.
"Sreeet!" Di tengah desingan tajam itu, Telapak darah pengusik langit Lu Ma tak sanggup lagi mempertahankan diri, secara beruntun dia terdorong mundur sejauh tujuh delapan langkah lebih dari posisi semula, lamat-lamat dadanya terasa sakit bagaikan tertembus oleh tusukan pedang, bukan begitu saja bahkan hawa murninya juga mengalami kerugian yang tak kecil.
oooOOooo Peristiwa ini segera mengejutkan semua orang yang hadir di arena, siapapun tidak menduga kalau seorang bocah perempuan yang berusia dua tiga belas tahunan ternyata mampu
menghadapi tujuh orang iblis sekaligus, andaikata tidak disaksikan dengan mata kepala sendiri, siapapun tentu tak percaya.
Tapi kenyataan sudah terbentang di depan mata, tidak percaya pun terpaksa mereka harus mempercayainya.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah berhasil meraih kemenangan secara beruntun, nona kecil itu menjadi amat kegirangan sampai mulutnya tak bisa ditutup kembali, serunya sambil tertawa cekikikan :
"Apakah masih ada yang tidak puas" Kalau ada ayoh cepat maju ke depan, sebab aku masih ada urusan lain yang mesti diselesaikan."
Tak seorang pun di antara ke tujuh orang iblis itu yang berbicara ataupun memberikan pendapat, mereka hana saling
berpandangan dengan mulut membungkam.
Lama kemudian , si Raja setan kepala botak baru mengerdipkan sepasang mata tikusnya dan berkata sambil tertawa :
"Kepandaian silat yang nona cili miliki memang sangat hebat, kami semua benar-benar merasa takluk dan tunduk, tapi sebelum itu kami ingin sekali bertarung melawan Pangeran Serigala langit apakah sudi kirana pangeran memberi petunjuk?"
Sik Tiong Giok segera tertawa terbahak-bahak :
"Haaah... haah... haah... apakah kau berkeyakinan dapat menangkan aku?"
"Hmm, sebelum pertarungan dimulai, sulit untuk dikatakan bisa atau tidak, sebab siapa bertarung menggunakan ilmu silat sejati, maka siapapun jangan harap bisa meraih kemenangan dengan akal muslihat..."
"Aaah itu sih belum tentu, kadang kala dalam satu gerak serangan saja orang bisa meraih kemenangan dan posisi lebih menguntungkan, apakah kau tidak percaya?"
"Aku tidak percaya, andaikata kami bertujuh maju bersama apakah kaupun bisa mengungguli kami dengan gerakan tipu dari jurus-jurus seranganmu itu?"
"Kalau begitu bagaimana jika kita mencobanya?" tantang Sik Tiong Giok sambil tertawa.
Sembari berkata ia lantas bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke tengah arena, sikapnya amat santai, seakan-akan sama sekali tak memandang sebelah matapun terhadap pertarungan yang bakal berlangsung ini.
Ketujuh orang iblis itu saling bertukar pandangan sekejap lalu masing-masing menyebarkan diri mengambil posisi mengepung dan bersiap sedia melancarkan serangan.
Dengan sikap yang santai dan tenang Sik Tiong Giok memandang sekejap ke arah tujuh orang iblis itu, lalu katanya :
"Silahkan kalian segera turun tangan!"
"Baik," sahut Raja setan kepala botak lalu ia segera maju ke depan dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Dengan cekatan Sik Tiong Giok menghindar ke samping, begitu lolos dari serangan iapun berseru sambil tertawa :
"Tenaga pukulanmu kali ini jauhlebih lemah daripada seranganmu sewaktu berada di lembah Lu Hoa Kok tempo hari, aneh!
Mengapa tenagamu malah tamah mundur?"
rkb mendengus dingin, setelah memandang sekejap keenam rekannya, ia membentak keras lalu secara beruntun melancarkan beberapa buah bacokan berantai.
Menyusul serangan dahsyat dari si Raja setan kepala botak, keenam orang iblis lainnya serentak maju pula melancarkan serangan, masing-masing orang mengerahkan segenap
kemampuan yang dimilikinya untuk mengurung anak muda itu rapat-rapat.
Begitu tujuh orang iblis itu turun tangan bersama melakukan pengeroyokan, segera terlihat suatu kerja sama yang sangat hebat, daya pengaruh yang terpancarpun jauh berbeda dengan keadaan semula masing-masing orang menyerang gencar dan kalap, semuanya berusaha merobohkanlawan dengan serangan-serangan beruntunnya yang dahsyat bagaikan amukan angin puyuh.
Bila berbicara soal tenaga dalam sudah jelas Sik Tiong Giok bukan tandingan lawan, tapi ia justru mengandalkan kelincahan dan keindahan jurus serangannya untuk mengatasi semuanya itu.
Sebentar ia nampak menyodok, sebentar lagi nampak
membacok, posisinya pun ikut bergeser tiada hentinya kesana kemari, dlam keadaan seperti ini hilanglah kesempatan bagi ketujuh iblis itu untuk menguasai keadaan.
Sebagaimana diketahui, si Telapak darah pengusik langit Lu Ma telah menderita luka dalam, andaikata ia bertarung secara sabar dan mantap, luka tersebut tentu tak akan berpengaruh banyak terhadap tenaga dalamnya.
Tapi sayang ia kurang sabar, setelah bertarung sekian lama tanpa hasil, habis sudah kesabarannya, tiba-tiba ia membentak keras lalu tubuhny menerjang maju ke depan secara ganas.
Sebagai seorang jago yang termashur dalam dunia persilatan karena ilmu pukulannya, bisa diketahui betapa dahsyat dan hebatnya ancaman tersebut.
Dalam keadaan demikian Sik Tiong Giok bukan berusaha untuk menghindarkan diri sebaliknya dia malah maju menyongsong serta menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras melawan keras.
Telapak darah pengusik langit Lu Ma menjadi amat girang, segera pikirnya :
"Bajingan cilik, rasain kelihayanku ini..."
Ingatan tersebut baru saja melintas lewat, sepasang telapak telah saling beradu satu sama lainnya, cepat-cepat dia mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, dalam perkiraannya pukulannya kali ini pasti akan berhasil melukai lawan.
Siapa sangka begitu bentrokan terjadi, tiba-tiba saja tenaga pukulannya terpeleset ke samping sehingga tenaga pukulannya yang amat dahsyat itu menyambar melewati sisi dada Sik Tiong Giok dan langsung menerjang tubuh Ang lou hujin.
Tak terlukiskan rasa kaget Telapak darah pengusik langit Lu Ma menyaksikan kejadian itu, cepat-cepat teriaknya :
"Hati-hati suci atau kakek ke-empat..."
Sambil berteriak tergopoh-gopoh ia tarik kembali tenaga pukulannya.
Sayang sekali keadaan sudah terlambat, teanga pukulan yang maha dahsyat itu telah menerjang ke arah Ang lou hujin.
Kendatipun Ang lou hujin sendiri merasakan juga datangnya tenaga serangan maha dahsyat yang menerjang ke arahnya sehingga dia sempat mengibaskan tangannya untuk menangkis tapi akibatnya toh ia sendiri tergetar mundur dengan sempoyongan, bahkan belum cukup sampai disitu tubuhnya terhuyung kembali ke belakang dan akhirnya roboh terjungkal ke atas tanah.
Melihat adegan tersebut, Sik Tiong Giok kontan tertawa terbahak-bahak, ejeknya kemudian :
"Hey, mengapa kalian malah saling gontok-gontokan sendiri?"
"Haa, haa... haa... inilah yang dinamakan orang, air bah menerjang kerajaan naga."
Sementara masih menggoda, Raja setan kepala botak segera memanfaatkan kesempatan baik itu dengan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Seakan-akan tidak menyangka datangnya serangan tersebut, pemuda itu akan segera terhajar telak.
Semua kejadian ini dapat diikuti oleh keenam iblis lainnyadg jelas, bahkan Ang lou hujin yang masih tertunduk di atas tanah segera berseru keras saking gembiranya.
Pada saat yang amat kritis inilah, tiba-tiba Sik Tiong Giok merendahkan bahunya sambil mengigos ke samping.
Seketika itu juga Raja setan kepala botak merasakan bahwa serangannya bukan saja gagal mengenai lawan, bahkan pada saat yang bersamaan dia yang merasakan bagaimana angin serangannya yang maha dahsyat itu telah meluncur ke samping danlangung menghantam tubuh Hua in moli Thi Cu yang berada di hadapannya.
Thi Cu sangat terkejut merasakan datangnya serangan tersebut, buru-buru dia mengayunkan telapaknya untuk menyambut datangnya serangan dahsyat dari rekannya ini.
Sayang seribu kali sayang, tenaga dalam yang dimilikinya kelewat cetek begitu ancaman tersebut disambut, ia segera merasakan datangnya tenaga tekanan yang maha dahsyat menindih tubuhnya.
Tak ampun tubuhnya segera mencelat sejauh satu kaki lebih dan sewaktu roboh kembali ke atas tanah, darah segar menyembur keluar dari mulutnya.
Hanya cukup dua gebrakan sja, ke tujuh orang iblis itu sudah dibuat kaget, tertegun dan sesaat lamanya tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Lama kemudian, Raja setan kepala botak baru mundur dua langkah sambilserunya dengan perasaan ngeri :
"Hey bocah muda, ilmu silat apa yang telah kau pergunakan itu?"
"Haah... haah... inilah yang dinamakan ilmu meminjam golok membunuh orang, pernahkah kau dengar nama ini?"
"Bangsat, kau ngaco belo!" Tiba-tiba Raja setan kepala botak membentak marah.
"Mau percaya atau tidak terserah kepadamu, masih berani bertarung lagi?"
Pertanyaan ini kembali membuat Raja setan kepala botak berdiri tertegun, bila dilihat dari keadaan situasi jelas mereka bertujuh tak mampu bertarung lagi, tapi kalau disuruh mengaku kalah, diapun merasa tak rela.
Lama setelah berdiri termangu, akhirnya Raja setan kepala botak berkata sambil menghela napas :
"Baiklah kami bertujuh dari istana iblis mengaku kalah."
"Ehm, bagaimana dengan perjanjian selama tiga tahun...?"
"Akan kai laksanakan."
"Tapi kau harus tahu," sela Ban biau sian koh Lu Yong poo tiba-tiba, "kami hanya takluk pada lencana tujuh iblis, tapi bukan takluk kepadamu, Pangeran Serigala."
Baru selesai dia berkata, kakek bungkuk yang berada di depanpintu kuil telah menyambung sambil tertawa terbahak-bahak :
"Perduli kalian takluk kepada siap yang penting asal kalian benar-benar takluk."
Dengan marah Lu Yong poo melotot sekejap ke arah kakek itu, namun sebelum dia sempat mengumbar amarahnya, Raja setan kepala botak telah memberi tanda kepadanya, kemudian katanya kepada Sik Tiong Giok sambil tertawa :
"Nah, persoalan telah beres, kami ingin mohon diri lebih dulu."
Mendadak Huan Li ji mengangkat tinggi lencana tujuh iblis itu lalu berseru :
"Apakah kalian bermaksud tidak menghormati lencana tujuh iblis itu lagi?"
Ketujuh iblis itu sama-sama tertegun, lalu sambil memberi hormat serunya berbareng :
"Kami siap mendengarkan perintah dari lengcu."
Sambil mengangkat tinggi lencana lengcu tersebut, Huan Li ji segera berkata lagi :
"Kuperintahkan kepada kalian bertujuh segera berangkat ke bukit Pay Lau San selidiki tentang bakal munculnya kelabang langit, periksa juga manusia-manusia dari mana saja yang berniat merebut mestika tersebut, nah cepat berangkat!"
Dengan perasaan apa boleh buat, tujuh orang iblis itu segera menyahut lalu dengan wajah murung dan tubuh lemas beranjak pergi meninggalkan kuil tersebut.
Menanti tujuh orang itu sudah pergi jauh, Huan Li ji tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia segera tertawa tergelak...
"Di hari-hari biasa, ketujuh orang itu sombong dan takebur serta soknya bukan kepalang, tapi hari ini keadaan mereka tak ubahnya seperti seekor anjing yang kena gebuk, sungguh mengenaskan sekali keadaannya. Sampai aku sendiripun turut merasa kasihan."
"Tapi bila suatu ketika kau si budak terjatuh ke tangan mereka, orang-orang itu tak bakal menaruh belas kasihan kepadamu,"
sambung kakek bungkuk itu sambil tertawa.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok maju ke depan dan memberi hormat, katanya kemudian :
"Seandainya locianpwee tidak membantu kami secara diam-diam, belum tentu ketujuh iblis itu akan sedemikian takluknya hari ini."
"Kalau begitu kalian harus berterima kasih sekali kepadaku," seru kakek bungkuk itu sambil tertawa.
"Yaa, memang sudah sepantasnya berterima kasih sekali kepada cianpwee..."
Seraya berkata ia segera berlutut sambil memberi hormat, diikuti pula oleh Huan Li ji dari sisinya.
Hanya Sim Cui seorang tetap berdiri tak berkutik di tempat semula sambil tersenyum.
Melihat itu, kakek bungkuk tersebut segera menegur :
"Hey, budak nakal, seandainya aku tidak membantu secara diam-diam mustahil kau dapat mengalahkan ketujuh iblis itu, mengapa kau tidak berterim akasih kepadaku?"
Nona cilik itu segera mencibirkan bibirnya dan menyahut :
"Hmm, mengapa aku harus berlutut dan menyembah kepadamu"
Kau ini manusia macam apa?"
Sik Tiong Giok terkejut sekali, dia tak mengira kalau nona kecil itu begitu bernyali sehingga berani memaki seorang locianpwee dari dunia persilatan, tanpa terasa ia mengerutkan dahinya rapat-rapat.
"Adikku, kau tak boleh bersikap demikian terhadap seorang bulim cianpwee," Huan Li ji segera berbisik pula.
Sambil memutar biji matanya yang jeli, Sim Cui kembali tertawa.
"Kau anggap siapakah dia..." haa.. haa.. dia cuma seorang angkatan muda dari dunia persilatan, dia cuma seorang cecunguk muda."
Perkataan dari nona cilik ini tentu saja semakin membingungkan Sik Tiong Giok serta Huan Li ji, untuk sesaat kedua orang itu hanya bisa saling berpandangan dengan wajah termangu.
Sim Cui mengerling sekejap ke arah orang itu, lalu katanya lagi sambil tertawa cekikikan :
"Bukankah kalian ingin melihat jelas wajah aslinya" Nah, asalkan kugapai tanganku ini sudah pasti dia akan menampakkan wajah aslinya." Ketika mendengar ucapan tersebut kakek bungkuk itu segera tertawa terbahak-bahak, sambil melepaskan topeng dari wajahnya dia berseru :
"Waduh nona besarku, kau memang hebat sekali, tak usah repot-repot lagi biar kutunjukkan sendiri wajah asliku."
Sik Tiong Giok semakin terkejut lagi setelah melihat keadaan yang sebenarnya.
Ternyata kakek bungkuk yang semestinya adalah manusia aneh penghuni rumah pohon itu, sekarang telah berubah menjadi seorang bocah lelaki berusia dua tiga belas tahunan yang berwajah merah, bergigi putih dan bertampang nakal.
Huan Li ji membelalakkan pula matanya lebar-lebar sambil memandang dengan terkejut serunya kemudian agak termangu :
"Haah" dia berubah lagi... Siapakah kau sebenarnya?"
Sementara itu Sik Tiong Giok telah mendekat maju ke muka dan membekuk tengkuk bocah itu, setelah tertegun sejenak, bentaknya kemudian sambil tertawa :
"Bagus sekali perbuatanmu Kalajengking kecil, kau berani mempermainkan aku?"
Ternyata bocah itu bukan lain adalah Si Kalajengking kecil Siu Cing. Dengan peluh jatuh bercucuran, ia segera berteriak keras :
"Aduh mak, jangan kau cekik mati aku, beginikah sikapmu terhadap seorang locianpwee?"
"Huuh, kau masih berani berlagak sebagai seorang locianpwee"
Lihat saja kucekik kau sampai mampus," kata Sik Tiong Giok sambil mencekik dengan gemas.
Lama kelamaan Siu Cing tak tahan juga, ia segera berseru kembali :
"Engkoh Sik ku yang baik, ampunilah aku, bila cekikan ini kau lanjutkan aku benar-benar bisa berangkat ke istana langit dengan menumpang angin."
Sik Tiong Giok tersenyum, ia mengendorkan tangannya lalu berkata :
"Cepat katakan, mengapa kau datang dengan menyaru sebagai kakek bongkok?"
"Hmm, siapa lagi, siluman rase itu yang memaksa aku menyaru demikian hampir saja aku mati konyol," omel Siu Cing sambil berkerut kening.
"Sudah, jangan membanyol terus, siapa sih siluman rase tua itu?"
"Siapa yang lagi membanyol" Masa kau tidak kenal dengannya?"
seru Siu Cing sambil membelalakkan matanya lebar-lebar.
"Siapa sih yang kau maksudkan?" tanya Sik Tiong Giok semakin kebingungan.
"Siapa lagi, tentu saja si tua bangka yang mengaturkan segalanya bagi kalian itu."
"Oh, kau maksudkan cianpwee yang bungkuk itu" Ya, kami memang sudah kenal dengannya, dan kami pun tahu kalau dia pandai menyamar."
"Huuh, diapun pandai menipu orang," seru Siu Cing sambil tertawa. "Itulah sebabnya ku panggil ia sebagai rase tua."
"Sejak kapan kau kenal dengannya?"
Siu Cing segera membusungkan dadanya dan menjawab dengan bersemangat :
"Kami sih sahabat lama, sudah kenal lama sekali, malah hubungan kami pun terhitung lumayan juga."
Menyaksikan gaya Siu Cing yang kocak itu, Huan Li ji segera tertawa cekikikan serunya :
"Waah kalau dilihat gayanya sih hebat juga, tapi berapa sih umurmu?"
"Hey nonaku, jangan, jangan kau pandang bias orang lain, jelek-jelek begini aku yang tua sudah berusia tiga belas tahun mengerti" Tidak terlalu muda bukan?"
"Aah, makin omong makin edan saja kamu ini."
"Anjing yang sudah berumur tiga belas tahun baru terhitung sudah tua!" sela Sim Cui tiba-tiba sambil tertawa.
Begitu ucapan tersebut diutarakan, kontan saja semua orang tertawa tergelak. Sebaliknya Siu Cing melotot dengan penasaran, teriaknya :
"Budak ingusan, kau berani samakan aku dengan anjing" Hati-hati dengan mulutmu itu!"
"Ada apa" Mau ajak berkelahi?" tantang Sim Cui segera.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok melerai, katanya sambil tertawa :
"Sudahlah jangan cekcok dulu, adik Cing cepat katakan siapakah locianpwee itu?"
"Si rase sakti Li Cing Kiu termasuk orang jago kelas satu, yang disegani banyak orang, tapi justru takut terhadap dua orang."
"Siapakah kedua orang itu?"
"Yang pertama adalah kakek serigala langit Sik Thian Kun."
Tanpa terasa sekulum senyum muncul di ujung bibir Sik Tiong Giok segera tanyanya lebih lanjut :
"Siapakah orang yang kedua itu?"
"Orang itu tak lain adalah aku sendiri, si kalajengking Siu Cing,"
sebut bocah itu sambil menuding hidung sendiri.
Perkataan itu kembali disambut semua orang dengan gelak tertawa keras.
"Bukankah orang takut kepadamu, karena kau suka bertebal muka?" ejek Sim Cui segera.
"Budak ingusan," teriak Siu Cing sambil melotot. "Kapan sih aku pernah bertebal muka?"
Sambil tertawa Sik Tiong Giok berseru :
"Perduli bertebal muka atau tidak, coba ceritakan dulu kisah perjumpaanmu dengan rase sakti locianpwee."
"Aku berjumpa dengannya di bukit Pay Lau San, dia menyuruh aku dan budak cilik itu datang ke tepi sungai Ci Sui Hoo untuk menantikan kedatanganmu."
"Kalau begitu kalian sudah datang sedari tadi" Tapi mengapa si tolol tak nampak?"
"Bersama Li suci dia telah berangkat ke bukit Pay Lau San lebih dulu, sedang kami khusus ke Ci Sui Hoo untuk menunggu kedatangan kalian."
"Hey jangan berbicara seenak begitu, aku mah tak berani menerima kebaikanmu itu," seru Sik Tiong Giok sambil tertawa.
"Sudah, sudahlah," cepat-cepat Siu Cing menggoyangkan tangannya berulang kali sambil tertawa, "aku memang lagi apes.
Lagi-lagi tertipu oleh si rase tua itu."
Baru selesai ia berkata, tiba-tiba muncul sebutir batu kecil yang meluncur tiba dengan kecepatan tinggi dan persis menghajar pipinya, tak ampun lagi pipi yang putih jadi membengkak dan merah.
Terdengar seseorang berseru dari atas atap rumah diiringi gelak tertawa yang keras.
"Setan cilik, usil amat mulutmu itu, beraninya cuma memaki aku di belakang orang, kalau tidak diberi sedikit pelajaran tentu tak akan mengetahui kelihayanku."
Mendengar perkataan itu, Siu Cing segera menutupi mulutnya dengan kedua belah tangan sambil berteriak :
"Aduh mak... kalau pipiku sampai bengkak besar, aku tak akan melepaskan kau dengan begitu saja."
"Sudahlah setan cilik, kau tak usah ngotot terus, kalau pipimu sampai bengkak besar, mas kau masih bisa berbicara...?" kata orang itu tertawa.
Dalam pada itu Sik Tiong Giok telah menjura ke atas atap rumah sambil berseru :
"Locianpwee..."
"Bocah muda she Sik," sela orang itu sambil tertawa, "lebih baik kalian segera berangkat, hati-hati mestika itu direbut orang."
Begitu selesai berkata, ia segera berkelebat lewat dan berlalu dari situ, dalam seskejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Sik Tiong Giok bediri termangu sampai lama sekali, kemudian dia baru kembali ke dalam ruangan.
Selesai berunding, berangkatlah mereka semua pada malam itu juga dengan membawa serta Si lima ikan, dua manusia buas, serta empat malaikat bengis.
Rombongan berjalan dengan amat cepat, tapi dimana mereka muncul disitu segera terjadi kegemparan, terutama karena ulah dua manusia buas, salah sedikit saja segera akan timbul keributan dengan orang.
Hari ini, ketika senja menjelang tiba, mereka melepaskan lelah di kota Swan Wi Sia, selesai membersihkan badan mereka pun bersantap bersama di ruang tengah.
SEBAGIAN besar di antara tamu-tamu yang berada di dalam ruangan waktu itu adalah kawanan jago dari berbagai daerah yang khusus datang kesitu untuk mencari mestika di bukit Pay Lau San.
Sementara semua orang sedang bersantap dengan ramai, tiba-tiba dari luar pintu berjalan masuk lima orang perempuan cantik.
Perempuan-perempuan itu rata-rata berparas cantik dengan potongan badan yang menarik, hanya sayang di balik keayuanna terpancar pula kegenitan dan kejangannya.
Sik Tiong Giok sangat terkejut setelah melihat kemunculan perempuan-perempuan itu, ia segera menarik ujung baju Siu Cing sambil berbisik :
"Adik Cing cepat kau pinjamkan topengmu itu kepadaku."
"Buat apa?" tanya Siu Cing keheranan.
"Aku tak ingin bertemu muka dengan orang-orang itu."
Siu Cing segera berpaling setelah mendengar perkataan tersebut, tapi dengan cepat diapun berseru kaget :
"Waduh celaka ke lima bebekjelek itu pasti akan beradu jiwa denganku bila tahu aku berada disini."
"Itulah sebabnya kita harus cepat-cepat menyaru muka."
"Ayo cepat masuk ke kamar," Siu Cing menarik tangan Sik Tiong Giok seraya berseru, "bila muncul kembali nanti tanggung mereka tidak akan mengenali dirimu lagi."
"Sementara itu dua manusia buas yang sudah mulai terpengaruh oleh arak telah bangkit berdiri begitu melihat munculnya lima orang wanita cantik disana.
Sambil mengucek matanya berulang kali, si Selaksa dewa murung Yu Bong sambil tertawa :
"Telah lama kudengar akan kecantikan wajah lima walet dari telaga Tong Ting, tak nyana berita tersebut memang tepat sekali."
"Toako", Sejuta setan kesal Yu Jiang berseru pula sambil tertawa,
"aku dengar mereka tak pernah menampik orang yang berusaha untuk mendekatinya, mengapa kita tidak mencoa untuk
bermesraan dengan mereka?"
"Usulmu memang bagus sekali loji, ayoh kita dekati mereka."
Dengan tubuh sempoyongan karean mabok mereka berdua
segera berjalan ke muka menyongsong kedatangan ke lima perempuan itu.
Biarpun disitu hadir puluhan orang tamu, namun tak seorangpun yang dipandang sebelah mata oleh mereka, setiap langkah mereka berjalan segera terdengar suara orang menjerit kesakitan.
Ternyata orang-orang itu kena disambar oleh Sejuta setan kesal Yu Jiang sehingga terlempar jauh dari atas kursi.
Kedua orang ini memang bernyali besar biarpun berhadapan begitu banyak jago, semua tanpa rasa gentar mereka menerjang lewat dari antara para jago menuju ke arah pintu.
Nyatanya memang tak seorang pun di antara mereka yang berusaha untuk menghalangi perbuatannya, mungkin mereka sudah cukup mengenali sikap buas kedua orang ini sehingga siapapun tak ingin mencari penyakit buat diri sendiri.
Dalam waktu singkat mereka telah sampai di hadapan kelima orang perempuan ini.
Setelah mengamati perempuan-perempuan itu dengan
pandangan melotot tiba-tiba si Selaksa dewa murung Yu Bong berkata sambil tertawa :
"Loji, coba kau lihat siapakah di antara mereka yang paling bahenol?"
Sejuta setan kesal Yu Jiang mengawasi sekejap perempuan-perempuan itu, lalu sahutnya sambil tertawa:
"Semuanya cantik dan seorang saja di antara mereka sudah cukup membuat aku terbuai tapi aku rasa perempuan yang berbaju putih itu paling montok dan bahenol."
"Kalau pandanganku sih berbeda, aku rasa yang berbaju merah itulah yang lebih menggairahkan."
Lima walet dari telaga Tong Ting terhitung juga jago-jago kenamaan di dalam dunia persilatan, belum pernah mereka diperlakukan orang dengan cara begini.
Akan tetapi merekapun sadar akan tabiat dari dua manusia buas itu, sudah jelas kedua orang itu tidak mudah untuk dilayani.
Dalam keadaan yang kritis inilah, mendadak tampak seseorang melompat bangun dari tempat duduknya, lalu sambil menggebrak meja keras-keras bentaknya :
"Dari mana datangnya dua telur busuk, berani amat membuat keonaran disini."
Dengan gusar Sejuta setan kesal Yu Jiang berpaling, ketika dilihatnya orang yang menegur, ia mendengus dingin.
Dengan pancaran hawa nafsu membunuh menyelimuti wajahnya ia maju mendekati orang itu, lalu bentaknya dengan gusar :
"Siapa kau?" "Hmm, kau pernah mendengar nama si Singa bermata satu?"
kata lelaki kekar itu dingin.
"Hahaa... haahaaa... hahaaa... rupanya Lan Kim Tian dari benteng Kim Kee Cay, memangnya kau sudah bosan hidup?"
Lan Kim Tian segera meloloskan sebilah golok tipis
daripinggangnya lalu dibacokkan ke tubuh Sejuta setan kesal Yu Jiang sambil ucapnya :
"Kita buktikan saja nanti, siapa yang bakal mampus di antara kita."
"Hmm, aku rasa kau yang bakal mampus," dengus Sejuta setan kesal Yu Jiang.
Dalam pembicaraan mana dengan suatu gerakan yang amat cepat dia cengkeram golok lawan.
Menyaksikan kejadian tersebut, semua orang yang hadir di dalam ruangan sama-sama menguatirkan keselamatan Sejuta setan kesal Yu Jiang, bagaimana mungkin sepasang tangan telanjang dapat mengungguli bacokan golok"
Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benak semua orang, tiba-tiba terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati bergema memecahkan keheningan, dengan perasaan kaget semua orang segera berpaling.
Ternyata golok yang semula berada di tangan Lan Kim Tian kini sudah mencelat ke udara, sementara orangnya telah roboh terkapar di atas tanah.
Berhasil merobohkan lawannya, bagaikan tak pernah terjadi sesuatu apapun Sejuta setan kesal Yu Jiang melanjutkan perjalannya menuju ke depan lim awalet dari telaga Tong Ting.
Atas peristiwa ini, semua yang hadir hanya bisa saling berpandangan tanpa mengetahui apa yang mesti diperbuat.
Dari pihak Benteng Kim Kee Cay sesungguhnya masih ada orang yang hadir disana, tapi setelah menyaksikan atasan mereka tewas secara mengenaskan, siapa pula yang berani berkutik lagi.
Selang beberapa saat kemudian, mereka baru berani
menggotong pergi mayat Lan Kim Tian dan cepat-cepat
meninggalkan tempat itu. Sementara itu kedua manusia buas tadi telah tiba di depan meja ke lima walet tersebut. Selaksa dewa murung Yu Bong segera menarik tangan si manusia cantik berbaju merah Ciu Thian Yan serta diendus ke depan hidungnya, lalu sambil manggut-manggut katanya :
"Ehm, harum nian baunya!"
Sebaliknya Sejuta setan kesal Yu Jiang merangkul pinggang wanita iblis berbaju putih Liang Siang Yang seraya berseru :
"Waduh, ramping benar pinggangnya!"
Bisa dibayangkan betapa gusarnya lima walet tersebut, mereka sama-sama mengernyitkan dahi sambil menggigit bibir tapi tak seorang pun di antara mereka yang berani bicara terutama kedua walet yang sudah terjatuh ke tangan kedua orang lelaki itu.
Mereka malah harus melayani dengan senyuman terpaksa.
Sesudah mengernyitkan alis matanya, perempuan setan berbaju hitau Bwee Soat Yan berkata sambil tertawa cekikikan :
"Sungguh tak ku sangka kalia berdua begitu romantis."
Sejuta setan kesal Yu Jiang tertawa tergelak :
"Haaa... haaa... jangan kalian lihat tampang kami menyeramkan, padahal sangat berpengalaman dalam adegan ranjang, bersama-sama kami tanggung kalian akan merasa puas sekali."
"Wah, kalau begitu kalian berdua sangat ahli dalam bercinta,"
seru Bwee Soat Yan sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Mendengar perkataan tersebut, kedua manusia buas saling berpandangan sekejap lalu tertawa terbahak-bahak.
Ketika Bwee Soat Yan menuang poci ke dalam dua buah cawan, diam-diam ia masukkan sebutir pil berwarna hijau ke dalam masing-masing cawan itu, begitu pil tadi sudah larut di dalam air, segera ujarnya sambil tersenyum :
"Baru pertama kali ini kami kakak beradik lima orang berkenalan dengan kalian berdua, mari keringkan isi cawan ini sebagai tanda persahabatan di antara kita."
Padahal Selaksa dewa murung Yu Bong sudah melihat kalau isi cawan itu tak beres, sambil mengangkat cawan yang disuguhkan segera jengeknya sambil tertawa dingin :
"Ketika masih berdiam di bukit Liang San tempo hari, toaya paling suka makan empedu ular berbisa, hmm... biarpun kau campur arak ini dengan racun, jangan harap kau dapat meracuni diriku."
Selesai berkata ia lantas menegak isi cawan tersebut sampai habis, Sejuta setan kesal Yu Jiang mengangkat pula cawannya dia berseru sambil tertawa :
"Obat racun merupakan vitamin buat kami, semakin obat itu beracun semakin bermanfaat buat kami, sayang disini tak tersedia ular beracun, kalau tidak tentu akan kubuktikan di hadapan kalian."
Terkesiap juga hati kelima walet itu setelah mendengar ucapan tersebut.
Sambil tertawa paksa Bwee Soat Yan segera berkata :
"Dengan kemampuan yang begitu hebat tak heran kalau nama besar kalian sangat menggetarkan dunia persilatan, syang disini tak tersedia ular beracun, kalau tidak kami pasti ingin menyaksikan kehebatan kalian."
"Aduuuh..." Belumhabis perkataan itu diutarakan, mendadak terdengar Selaksa dewa murung Yu Bong menjerit keras, lalu sambil melepaskan pelukannya atas perempuan cantik berbaju merah Ciu Thian Yan dia melompat bangun dan berdiri tertegun sambil menggertak gigi, wajahnya kelihatan amat menakutkan.
Sekali lagi semua orang yang berada dalam ruangan itu merasa terkejut, mereka tak habis mengerti perbuatan apa lagi yang sedang dilakukan oleh Selaksa dewa murung Yu Bong. Seketika itu juga suasana menjadi hening tak seorang pun berani berkutik dari tempatnya, sementara berpuluh-puluh pasang mata bersama-sama ditujukan ke arah wajahnya.
Mendadak terdengar seseorang menjerit keras :
"Ular beracun..."
Ketika semua orang mengalihkan pandangan matanya, terlihatlah Selaksa dewa murung Yu Bong telah mengangkat sebelah kakinyake atas bangku seekor makhluk kecil nampak melilit kaki itu kencang-kencang.
Makhluk itu tak lain adalah seekor ular kecil berwarna hitam, ular itu sedang melilit Selaksa dewa murung Yu Bong kencang-kencang bahkan kian melilit semakin kencang sehingga sepintas lalu menyerupai sebuah garis hitam yang membekas dalam-dalam di dalam daging tubuh.
Selaksa dewa murung Yu Bong memperlihatkan kegagahannya sebagai seorang lelaki dia tak nampak kaget ataupun gugup tetapi peluh sebesar kacang kedelai telah bercucuran dengan derasnya membasahi seluruh tubuh sudah jelas dia sedang menggertak gigi menahan sakit.
Dengan penuh rasa geram Sejuta setan kesal Yu Jiang
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memandang sekejap seluruh ruangan, kemudian teriaknya lantang :
"Siapa yang telah melepaskan ular" Hayo cepat tarik kembali..."
Dari luar pintu segera terdengar seseorang menyahut dengan suara yang lembut :
"Bukankah kalian gemar makan ular beracun" Nah, terimalah ular kecilku itu sebagai hidangan kecil hanya tak kuketahui cukup kuatkah gigi kalian itu?"
Beberapa patah kata yang amat lembut itu tanpa terasa membuat puluhan pasang mata yang berada dalam ruangan itu sekali lagi mengawasi ular kecil tadi dengan lebih seksama.
Mendadak terdengar seseorang menjerit kaget :
"Aah! Ular bersisik besi bergaris emas, ular aneh yang tak putus bila dibacok!"
Dilihat dari peluh yang membasahi seluruh badan Selaksa dewa murung Yu Bong, Sejuta setan kesal Yu Jiang tahu kalau toakonya menderita sekali, tiba-tiba ia merogoh keluar sebilah pisau belati dari sakunya, kemudian sambil membantingnya ke atas meja ia berseru :
"Toako bagaimana keadaanmu" Kalau sudah tak sanggup menahan diri potong saja betismu itu."
Sementara itu Selaksa dewa murung Yu Bong telah berhasil mencengkeram kepala ular itu sambil menggertak gigi teriaknya :
"Aku percaya masih bisa mempertahankan diri, cepat kau cari si pemilik ular itu sampai dapat."
Walaupun cuma beberapa patah kata saja, namun kelihatannya dia ngotot sekali.
Gelisah melihat keadaan saudaranya, sejuta kesal segera berteriak keras :
"Bila tak kutemukan si pemilik ular ini, akan kuhancurkan rumah makan ini hingga rata dengan tanah."
Baru selesai ia berkata, dari luar pintu kembali terdengar seseorang berkata :
"Kau tak perlu sewot, lihatlah bukankah aku telah datang?"
Bersama dengan perkataan itu, dari depan pintu muncul seorang yang memakai baju ringkas berwarna hitam, dia adalah seorang perempuan yang berparas amat cantik.
Dengan lemah gemulai dia berjalan menuju ke hadapan Sejuta setan kesal Yu Jiang lalu dengan suara yang halus dan lembut katanya :
"Kau hendak mencari aku" Lihatlah bukankah aku telah datang?"
Cukup mendengar suaranya saja yang begitu lemah lembut, orang sudah terpesona dibuatnya apalagi setelah menyaksikan wajahnya yang cantik dan tubuhnya menggiurkan.
Untuk beberapa saat lamanya Sejuta setan kesal Yu Jiang menjadi tertegun, sepasang matanya terbelalak lebar-lebar, diawasinya wajah perempuan itu tanpa berkedip.
sdw menjadi amat gelisah, cepat-cepat serunya :
"Loji, cepat, cepat kau suruh dia menarik kembali ularnya."
Sejuta setan kesal Yu Jiang baru tersadar dari lamunannya sesudah mendengar teriakan itu, segera dia mendehem lalu ujarnya :
"Hey, betulkah nyonya kecil yang melepaskan ular itu?"
Perempuan cantik itu segera tertawa merdu.
"Jadi kau tak percaya" Ular itukupelihar sedari masih kecil, menurut sekali dengan kata-kataku."
"Mengapa kau lepaskan ular itu seenaknya sendiri?"
"Sebab belakangan ini aku sudah bosan dengannya, maka sewaktu kudengar kalian gemar makan ular sengaja aku lepaskan dia. Ada apa" Memangnya kalian anggap ular itu kelewat kecil dan tak cukup dimakan" Baiklah aku masih mempunyai yang lebih besar lagi."
Tiba-tiba ia mengangkat tangannya, seekor ular bear berkepala merah segera muncul dari balik bajunya dan langsung memagut sikut Sejuta setan kesal Yu Jiang.
Dengan ketakutan cepat-cepat Sejuta setan kesal Yu Jiang melompat mundur selangkah ke belakang.
Melihat hal itu, perempuan cantik berbaju hitam itu segera tertawa cekikikan, serunya :
"Aaaah, rupanya kalian cuma pandai mengibul, masa kalian benar-benar berani makan ular beracun?"
Mencorong sinar kegusaran dari balik mata Sejuta setan kesal Yu Jiang, setelah mendengar sindiran dari perempuan cantik itu, ditatapnya perempuan itu sekejap dengan mata melotot, kemudian bentaknya keras-keras :
"Ayoh cepat lepaskan keluar!"
"Tapi kau mesti hati-hati lho," seru perempuan cantik berbaju hitam itu sambil tertawa, "si muka merahku ini jauh lebih hebat daripada si jaliteng."
Waktu tangannya digerakkan ke atas, cahaya merah segera berkelebat lewat tahu-tahu seekor ular merah sepanjang tiga depa telah muncul di hadapan Sejuta setan kesal Yu Jiang bahkan sambil mengangkat kepalanya siap melakukan terkaman.
"Kau berani menangkapnya?" ejek perempuan cantik itu lagi sambil tertawa.
Sejuta setan kesal Yu Jiang mendengus, tiba-tiba dia mengayunkan telapak tangan kanannya dan melancarkan sebuah bacokan maut ke depan disusul kemudian sebuah cengkeraman kilat menyambar kepala ular itu.
Di tengah bunyi gemuruh akibat ambruknya kursi dan meja, tahu-tahu dia sudah mencengkeram leher ular merah itu kencang-kencang.
Agaknya ular merah itu tak rela dirinya dicengkeram lawa, tiba-tiba ia membalik tubuhnya dan balas melilit pinggang Sejuta setan kesal Yu Jiang, bahkan makin lama lilitannya semkain kencang. Akibatnya dia harus merasakan penderitaan yang jauh lebih hebat daripada Selaksa dewa murung Yu Bong.
Pada saat itulah dari belakang ruangan muncul dua orang, seorang lelaki bermuka merah yang penuh berewok, sedang yang seorang lagi kakek bungkuk.
Mereka begitu muncul segera mencar tempat duduk dan melalap hidangan yang telah tersedia di meja.
Ketika Huan Li ji berpaling hampir saja ia menjerit saking kagetnya, untung lelaki bermuka merah itu cepat-cepat berbisik :
"Jangan taku, aku!"
Dari suara bisikan itu Huan Li ji segera mengenali lelaki bermuka merah itu adalah hasil penyaruan Sik Tiong Giok, maka serunya sambil tertawa geli :
"Permainan setan apa lagi yang hendak kalian lakukan?"
Siu Cing yang berperan sebagai kakek bungkuk menyahut sambil tertawa :
"Dia takut dipaksa kawin dengan lima walet dari telaga Tong Ting, maka terpaksa harus menyamar."
Mendadak terdengar Sim Cui berseru :
"Hey, siapkah perempuan yang bermain ular itu?"
Sik Tiong Giok memperhatikan perempuan itu sekejap lalu serunya kaget :
"Aah, rupanya dia" Mengapa siluman ular tujuh bintang Ang Kian nio pun bisa muncul disini...?"
"Rupanya kau kenal baik dengannya?" tanya Huan Li ji dingin.
"Eem..." Tapi begitu mendehem, pemuda itu segera merasakan sesuatu yang tak beres, cepat-cepat ia menambahkan :
"Kami pernah bertarung sebanyak tiga kali, tapi belum pernah melihatnya menggunakan ular, heran mengapa ia membawa ular hari ini?"
"Aku tebak bisa jadi dia menaruh rasa cinta padamu!" ucap Huan Li ji dingin.
Sik Tiong Giok nampak tertegun setelah mendengar perkataan itu, tapi kemudian tertawa terbahak-bahak :
"Hey, apa yang kau tertawakan?" bentak Huan Li ji mendongkol.
Sahut Sik Tiong Giok sambil tertawa :
"Aku geli karena kau suka cemburuan, kau tahu si Siluman ular tujuh bintang An Kiau Nio adalah seorang wanita yang telah berusia tiga puluhan tahun, masa aku bakal jatuh cinta padanya?"
Pelan-pelan paras muka Huan Li ji berubah menjadi lunak kembali segera katanya :
"Kalau begitu cepatlah kau berusaha menolong kedua manusia buas, aku tak ingin kehilangan dua orang pengawal yang paling kuandalkan."
Sik Tiong Giok menjadi serba salah sesudah mendengar perkataan itu, ia tahu bahwa kemampuan yang dimilikinya belum cukup untuk menaklukkan ular tersebut, akhirnya karena kehabisan akal diapun melirik sekejap ke arah Siu Cing.
Tapi Siu Cing sama sekali tak ambil peduli, dia malah membalikkan badan dan meninggalkan ruangan tersebut.
Akibatnya Sik Tiong Giok semakin kehabisan daya, saking paniknya tiba-tiba ia menarik topengnya hingga terlepas.
Pada saat itu mendadak dari tengah udara berkumandang suara pekikan burung bangau yang amat keras.
Begitu mendengar pekikan burung bangau dengan perasaan terkejut cepat-cepat Siluman ular tujuh bintang An Kiau nio bersuit nyaring memperdengarkan suara lengking yang aneh dan amat tidak sedap didengar.
Kalau dibilang aneh memang aneh sekali, setelah mendengar suara pekikan aneh itu, tiba-tiba saja kedua ekor ular yang melilit tubuh dua manusia buas itu melepaskan lilitannya masing-masing.
Pada saat itu juga dua manusia buas bersama-sama melepaskan cekalan mereka aas ular tersebut, dengan cepat binatang tadi merayap ke depan An Kiau nio serta menyembunyikan diri ke dalam ujung bajunya.
An Kiau nio sendiri segera angkat kaki dari situ tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Siluman ular itu muncul secara tiba-tiba, pergipun secara mendadak tapi yang jelas dua manusia buas itu merasakan penderitaan yang luar biasa.
Setelah menghembuskan napas panjang, Selaksa dewa murung Yu Bong segera bertanya :
"Aku masih rada mendingan, bagaimana keadaan toako?"
"Hanya menderita luka yang tak seberapa," sahut Sejuta setan kesal Yu Jiang pelan-pelan, "tapi dendam sakit hati ini harus dibalas."
"Betul! Belum pernah kita berdua menderita kerugian sebesar ini."
"Toako, apakah kau tahu siapakah perempuanbusuk itu?"
"Aku tidak tahu, tapi kalau dilihat dari cara kerjanya bisa jadi adia adalah perempuan iblis ular sakti Pek Soh Cing."
Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak terdengar seseorang berseru dengan suara yang tua :
"Huuh, kalian berdua memang benar-benar tak berguna, masa An Kiau nio pun kalian anggp Pek Soh Cing, sudah terlihat kalau pengetahuan kalian di dalam dunia persilatan masih cetek."
Sesudah berhenti sejenak, kembalinya terusnya :
"Ular bergaris besi dan ular merah itu merupakan dua jenis ular yang sangat beracun di dunia ini, jangan dianggap tenaga dalam kalian cukup untuk melawan pengaruh racun itu, hmm, bila tidak mendapat pengobatgan dengan segera jangan harap kalian bisa membalas dendam lagi. Nah, ambillah obat tersebut, separuh diminum separuh lagi oleskan di atas luka, setelah itu cepat masuk dalam kamar dan tidur."
Ketika para jago berpaling ke depan pintu, tampaklah seorang kakek bungkuk bertubuh pendek kecil dengan suara seperti bocah berjalan masuk ke dalam ruangan.
Anehnya kedua manusia buas itu segera menjadi tak berani berkutik malah setelah menerima obat tersebut cepat-cepat mengundurkan diri dari situ.
Wanita iblis berbaju putih Liang Siang Yan segera mengedipkan matanya berulang kali, lalu bisiknya kepada Ciu Thian Yan.
"Kukira si tua Thian Hok yang datang ternyata bukan."
"Toaci, kau kenal dengan orang ini?"
Ciu Thian Yan menggelengkan kepalanya berulang kali :
"Tidak, aku tidak kenal, tapi kalau dilihat dari kemampuannya menaklukkan dua manusia buas dari Liang San, bisa jadi mempunyai asal usul yang luar biasa."
Perempuan cantik macan loreng Liem Tiong Yan segera menghela napas panjang :
"Toaci, tampaknya kedatangan kita ke bukit Pay Lau San hanya perjalanan yang sia-sia belaka."
"Ya heran, mengapa sepanjang jalan kita tidak menjumpai jejek suhu?"
Seru perempuan setan berbaju hitam Bwee Soat Yan pula :
"Aku tebak beliau sedang kedatangan beberapa orang temannya, asal kita dapat bekerja sama dengan pihak istana Mo Hu aku yakin perjalan kita ini pasti akan memperoleh hasil yang luar biasa."
Belum lagi perkataan itu selesai diutarakan, mendadak dari kejauhan sana terdengar seseorang berseru dengan dingin :
"Itu sih sukar untuk dikata, manusia macam apa sih tujuh iblis dari kota Bi Sia itu?"
Dengan perasaan terkejut Lima walet dari telaga Tong Ting itu segera berpaling, tapi setelah mengetahui siapa yang sedang berbicara, Bwee Soat Yan segera berseru dengan rasa keget bercampur gembira :
"Hey budak Hong, sedari kapan kau berada disini" Mana ayahmu?"
Ternyata mereka telah menganggap Huan Li ji sebagai Cu Siau Hong, sehingga serentak menjerit kaget bercampur gembira.
Kontan saja Huan Li ji melotot besar tegurnya ketus :
"Kalian anggap siapa aku ini?"
Bwee Soat Yan segera melompat ke hadapan Huan Li ji lalu katanya lagi sambil tertawa :
"Aduh nona besarku, baru beberapa hari berpisah masa kau sudah tidak kenali diriku lagi" Aku kan bibi Bwee mu?"
"Ngaco belo tak karuan, justru akulah nenekmu!" Umpat Huan Li ji makin gusar.
Tiba-tiba kakek bungkuk itu tertawa geli, serunya kemudian :
"Wah, kionghi, kionghi, tampaknya tidak sia-sia Huan toaci datang ke lulam kali ini, sayangnya cucu-cucu perempuan mu itu tak lebih hanya perempuan-perempuan murahan."
Saking bersemangatnya berbicara dia sampai lupa menutupi logat suara sendiri, sehingga akibatnya seorang kakek yang telah berusia enam tujuh puluh tahunan harus muncul dengan suara kekanak-kanakan, tentu saja peristiwa ini sangat
mencengangkan banyak orang.
Cin Thian Yan segera menerjang ke muka sambil membentak keras :
"Siapakah kau?"
Siu Cing tahu bahwa penyamarannya tak mungkin bisa
dilanjutkan, maka sambil mencopot topeng dari wajahnya dia menyahut sambil tertawa terkekeh-kekeh :
"Masa dengan sobat lamapun tidak kenal!"
Perkataan itu kontan saja menimbulkan gelak tertawa yang riuh di dalam ruangan tersebut.
Dengan wajah merah membara karena jengah, Cin Thian Yan segera membentak keras :
"Bocah keparat, tampaknya kau pingin mampus!"
Sambil tertawa terkekeh-kekeh Siu Cing berkelit ke samping lalu menyusup ke balik kerumunan orang banyak untuk
menghindarkan diri dari cengkeraman Cin Thian Yan tersebut.
Tentu saja Cin Thian Yan tak sudi melepaskan korbannya dengan begitu saja, ia segera mengejar dengan kencang, bersamaan itu pula ke empat walet lainnya serentak menyebarkan dirike empat penjuru siap melancarkan serangan.
Tiba-tiba Siu Cing mengintip dari balik tiang ruangan sambil serunya keras :
"Hey perempuan busuk, apabila kalian sanggup menangkapku maka aku pun bersedia kawin denganmu."
Padahal usia si Kalajengking kecil Siu Cing baru mencapai dua tiga belas tahun, tak heran kalau perkataannya hendak kawin dengan kelima walet tersebut segera disambut dengan gelak tertawa yang amat riuh.
Lima walet dari telaga Tong Ting semakin mendongkol, tiba-tiba Lam Kiong Yan melejit ke depan serta menghadang jalan pergi bocah itu.
Cepat-cepat Siu Cing meloloskan diri dan menyembunyikan diri di belakang Huan Li ji, kemudian serunya sambil tertawa ;
"Mana ada lima perempuan berebut seorang suami" Maaf, aku sih tidak tertarik dengan kalian semua, habis kalian kan barang rongsokan?"
Perempuan setan berbaju hijau Bwee Soat Yan segera
membentak keras, ia menerjang ke muka sambil melancarkan cengkeraman maut, tapi sebelum serangan tersebut berhasil mencapai sasaran, tiba-tiba muncul dua gulung tenaga serangan yang amat kuat dari sisi arena dan langsung menggetar mundur tubuhnya.
Ketika dia berpaling dengan perasaan kaget, tahu-tahu di hadapannya telah berdiri tujuh orang lelaki kekar.
"Heeiii, bukankah kalian tujuh ikan dari Phang Ci" Mengapa berada satu rombongan dengan mereka?"
"Ikan hijau dari Kiam Hoo, Siang Su Yong segera menjawab dengan suara dingin :
"Soal ini tak perlu kau campuri, pokoknya kalian jangan mencoba-coba untuk mendekat Leng Cu kami, atau kami akan bertindak kasar terhadap kalian."
"Em, sungguh aneh," seru Cin Thian Yan keheranan, "semenjak kapan budak dari keluarga Cu telah menjadi Leng Cu kalian?"
"Hey Budak tua, pentang matamu lebar-lebar dan perhatikan dengan seksama," sela Siu Cing tertawa, "nona ini berasal dari marga Huan, kalian tahu pahlawan wanita Huan Lee Ho" Nah, dia adalah nenek moyangnya, jadi bukan she Cu seperti apa yang kalian duga semula, atau memang begulah cara kalian
memandang orang?" "Huuu! Dasar barang rongsokan!"
Cin Thian Yan melotot besar saking mendongkolnya, bentaknya :
"Bocah keparat, kalau memang bernyali, ayoh keluar dari sini."
"Hey budak keparat, kalau kalian memang bernyali ayo maju ke sini."
Balas Siu Cing sambil menirukan lagak lawannya.
Sementara suasana dicekam ketegangan, mendadak dari luar pintu ruangan bergema suara teriakan yang amat keras bagaikan suara guntur yang membelah bumi :
"Pelayan, pelayan cepat siapkan hidangan, aku Si Ciu tua sudah lapar."
Begitu mendengar teriakan itu kontan saja Siu Cing berseru :
"Hey orang gede, kenapa sampai sekarang baru sampai?"
Dalam pembiaraanmana, seorang lelaki kekar yang amat jangkung bagaikan pagoda telah muncul di depan pintu, orang itu adalah murid Ku Tiok lojin yang bernama Ciu Cing.
Ketika orang itu melihat kehadiran Siu Cing disitu, sambil tertawa terbahak-bahak segera serunya ;
"Hey bocah cilik, rupanya kau telah sampai disini. Mari, mari kita harus bermesraan dulu."
Sembari berteriak menerjang masuk ke dalam ruangan, semua kursi atau meja yang menghalangi perjalanannya langsung saja terterjang sampai mencelat.
Tampaknya si pemilik rumah makan itu lagi sial hari ini, bukan saja dagangannya porak poranda, tamu yang berada disitupun sebagian besar adalah manusia-manusia kasar yang sedikit-sedikit lantas turun tangan, karena itu semenjak tadi pemiliknya sudah kabur menyelamatkan diri.
Kawanan jago yang berada dalam ruangan pun sama-sama tak ingin mencari gara-gara dengannya, sebab meski tam pangnya bloon tapi wajahnya penuh diliputi nafsu membunuh.
Walau begitu, nyatanya ada juga yang tak tahan ketika mejanya kena keterjang sampai ambruk.
Seorang lelaki bertubuh kekar segera melompat bangun sambil teriaknya :
"Maknya, apa sih yang kau andalkan untuk berbuat semena-mena disini?"
Telapak tangan kanannya dengan jurus 'Tambur terbang menubruk gurdi' langsung dihantamkan ke tubuh Ciu Siang keras-keras. Segulung angin pukulan yang amat dahsyat segera meluncur ke muka.
Ciu Siang kontan saja melotot besar, tegurnya sambil tertawa :
"Hmm, mengapa kau mengajak berkelahi?"
Dengan suatu gerakan acuh tak acuh dia membalikkan tangannya sambil melakukan kebasan, sementara dia sendiri masih melanjutkan langkahnya ke depan.
Ketika telapak tangan lelaki itu saling beradu dengan telapak tangan Ciu Siang, kontan saja ia merasakan segulung hawa panas yang menyengat badan memancar keluar dai telapak tangan lawan, langsung menyusup ke dalam tubuhnya.
Akibat dari menyusupnya tenaga panas tersebut, lengan lelaki kekar itu langsung terkulai lemas dan sama sekali tak bertenaga lagi.
Pada saat yang bersamaan, tiba-tiba muncul kembali dua orang lelaki berbaju hijau yang segera menghadang jalan pergi dari Ciu siang.
"Apa yang kau inginkan" Berkelahi?" tegur Ciu Siang melotot.
"Mengapa kau lukai orang lain semaumu sendiri" Hmm, aku ingin tahu siapa gurumu, meski kau tak tahu aturan, aku percaya gurumu tentu mengetahui aturan."
Sesungguhnya Ciu Siang memang seorang kasar yang polos jalan pikirannya, matanya langsung saja mendelik sesudah mendengar perkataan itu, teriaknya :
"Siapa bilang aku tak tahu aturan" Mungkin kau sendiri yang tidak tahu, ayo cepat minggir!"
Sambil berkata kembali ia mengayunkan telapak tangannya, angin pukulan yang amat dahsyat segera menggulung ke depan.
"Woow, hebat nian tenaga seranganmu!" jengek orang itu sambil melontarkan pula telapak tangan ke depan.
"Hmmm, tenaga pukulanmu memang sungguh hebat dan mengagumkan, nah kita jumpa lagi di perjalanan depan."
Seusai berkata ia maju ke muka dan membopong lelaki yang terluka itu kemudian berlalu dari sana.
Suasana yang tegang pun ikut mereda, sementara para jago berbisik-bisik membicarakan peristiwa yang baru lalu.
Di pihak lain Ciu Siang telah menarik tangan Siu Cing dan berseru sambil tertawa :
"Bocah cilik, sudah lama tak bersua, tahukah kau betapa rinduku kepadamu?"
Siu Cing tertawa pula. "Mengapa kau juga kemari" Tak nyana manusia seperti kaupun bisa ikut-ikutan datang ke Lu Lam?"
"Hey bocah cilik, kau jangan terlalu menghina, aku sih datang bersama Si tua, cuma dia telah kabur entah kemana, sedang akupun bertemu dengan bocah tolol hingga akhirnya sampai disini."
Orang lain tak akan mengerti siapa yang dia maksud sebagai Si tua dan si bocah tolol itu, tapi Siu Cing mengetahui dengan jelas, maka segera katanya sambil tertawa :
"Lalu mengapa kau sampai disini seorang diri?"
"Tidak, aku datang untuk menyampaikan kabar," ucap Ciu Siang sambil menggeleng, "yang menyuruh adalah seorang dewa tanah, dia yang memberi petunjuk kepadaku agar datang kesini."
"Dewa tanah...?" Gumam Siu Cing kebingungan, "Siapakah dewa tanah itu?"
"Aaah, kau ini memang goblok," seru Ciu Siang tak sabar, "dewa tanah adalah si kakek berjenggot putih, kalau suaminya Si dewi tanah bukankah disebut Dewa tanah?"
Belum habis perkataan itu diucapkan, gelak tertawa yang riuh telah berkumandang dalam ruangan itu.
Merasa dirinya ditertawakan, ia segera berteriak dengan mata melotot :
"Hey, kalian tahu apa" Apa sih yang kalian tertawakan?"
Gelak tertawa yang keras segera berhenti setelah mendengar bentakan itu bergema.
"Baik, baik, anggap saja kami memang tak mengerti," kata Siu Cing kemudian, "tapi tolong tanya kau hendak menyampaikan berita untuk siapa?"
"Siapa lagi, tentu saja kepada Si bocah serigala, orang itu adalah Siau Sik toako yang pernah tinggal dalam istana Cui Wi Kiong kita, apakah dia tak ada disini?"
Sik Tiong Giok tak sanggup menahan diri lagi, cepat-cepat serunya :
"Siapa yang akan menyampaikan kabar kepadaku?"
"Siapa kau?" bentak Ciu Siang sambil mendelik, "siapa yang akan menyampaikan berita untukmu" Kalau cerewet terus, hati-hati kujotos hidungmu!"
Sesudah tertegun sejenak setelah mendengar perkataan itu tapi ia segera teringat kalau wajahnya mengenakan topeng, tak heran kalau orang ini tak mengenalnya.
Maka sambil mencopot topeng yang dikenakan, ia berseru sambil tertawa :
"Benarkah kau hendak menjotos hidungku?"
Ciu Siang nampak tertegun kaget, teriaknya dengan keheranan :
"Eeei... rupanya kau dapat berubah?"
Sementara itu lima walet dari telaga Tong Ting yang turut menontong keramaian segera berseru berbareng :
"Pangeran Serigala!"
"Maaf, aku Sik Tiong Giok," kata pemuda itu sambil tertawa.
"Haa haa haa... rupanya Sik Toako, kata Ciu Siang lalu tertawa terbahak-bahak.
"Mah, kalau ingin menyampaikan kabar, cepat sampaikan," ujar Sik Tiong Giok sambil tertawa, "coba kulihat siapa yang memberi kabar kepadaku."
Dari sakunya Ciu Siang mengeluarkan sepucuk surat dan segera disampaikan kepada Sik Tiong Giok, ketika dibuka maka terbacalah surat berbunyi demikian :
"Tiga li ke selatan Sik Pian Lam, lalu belok ke kanan tebing Mo Im Gay sejauh dua puluh li, lewati selokan menembusi selat, mendaki dinding tebing dengan rotan, bunga merah menghiasi rambug, monyet raksasa menyambut tamu, tinggalkan
sementara gadis cantik sebagai sandera, bila akan memasuki tabir, hanya seorang dengan sebilah pedang, jangan sampai keliru.
Tertanda Gi Liong kuncu Berulang kali Sik Tiong Giok membaca surat itu, tapi makin dilihat semakin tidak mengerti, tanpa terasa pikirnya :
"Siapakah gadis cantik... siapa pula Gi Liong kuncu?"
Lama sekali setelah termenung, akhirnya diapun bertanya : Ciu Siang segera menggeleng.
"Belum pernah kujumpai, tapi bila dia adalah putri dewi tanah."
"Ngaco belo," entak Sik Tiong Giok sambil tertawa, "masa dewa tanah punya anak" Tahukah kau siapakah yang telah ditangkap olehnya?"
"Soal itu sih aku tahu, dia adalah budak Peng dan si bocah tolol."
Sik Tiong Giok jadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, dia memandang sekejap ke arah kawanan jago yang berada dalam ruangan, ternyata sebagian besar telah pada bubar, sedang ke lima walet dari Tong Ting pun telah memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur juga, maka diapun segera mengulapkan tangannya menyuruh tujuh ikan dan empat malaikat bengis agar mengundurkan diri, setelah itu ia baru mengajak Siu Cing sekalian untuk berunding.
Siu Cing biar kecil orangnya tapi panjang akalnya. Sik Tiong Giok sendiripun seorang manusia yang cerdik, ditambah pula dengan ide dari Huan Li ji dan Sim Cui, rencana yang kemudian tersusun nyata sekali kehebatannya.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali dari pintu selatan muncul kota Swan Wi telah muncul sebuah kereta kuda yang dikawal oleh empat malaikat bengis, tujuh ikan serta dua manusia buas dari bukit Liang San menuju ke kota Ci Kang.
Tapi menjelang senja dari dalam kota Swan Wi kembali muncul tiga ekor kuda yang juga dilarikan menuju kota Ki Kang.
Ketiga orang penunggang kuda itu masing-masing adalah Sik Tiong Giok, Siu Cing seta Sim Cui.
Sedang orang yang berada dalam kereta sudah tentu adalah Huan Li ji.
Mereka memang sengaja melakukan perjalan secara terpisah agar kedua belah pihak dapat saling membantu bilamana perlu, tentu saja yang penting adalah melindung Sik Tiong Giok di dalam usahanya menolong orang di tebing Mo Im Gay.
Sesudah melewati kota Kun Beng, kembali mereka memencarkan diri, kereta melaju ke Goan Kang, dengan menelusuri jalan raya, Siu Cing dan Sim Cui langsung menuju ke Sam Kong Ko
sebaliknya Sik Tiong Giok menuju ke Hek Liong Hoo dengan melalui Sik Peng.
Dalam pada itu, Sik Tiong Giok yang amat menguatirkan keselamatan nona Li Peng telah menempuh perjalanan siang dan malam dengan tiada hentinya, kalau bisa dia ingin sekali dapat mencapai tebing Mo Im Gay dalam waktu yang singkat.
Hal ini bukan berarti dia menaruh rasa cinta yang mendalam terhadap nona itu, yang benar dia teringat akan budi kebaikan orang terhadap dirinya.
Sebagaimana diketahui dia pernah ditolong nona itu sewaktu berada di lembah To Hwee Kok maka saat inipun dia bertekad akan menyelamatkan jiwanya.
Setelah menempuh perjalan sekian hari tanpa makan secara teratur mendadak waktu itu ia merasa amat lapar sekali.
Pemuda itu segera berhenti dan dicobanya untuk mengamati keadaan di sekeliling tempat itu, akhirnya di kejauhan sana, di antara pepohonan yang rimbun, dijumpainya sebuah kedai penjual arak.
Tanpa berpikir panjang lagi pemuda itu segera mempercepat langkahnya menuju kesana.
Beberapa li ditempuh dalam waktu yang singkat.
Akhirnya tibalah pemuda itu di depan kedai yang dibangun dengan tiang-tiang bambu, suasana disana amat rindang karena dikelilingi oleh pepohonan yang lebat.
Pelan-pelan Sik Tiong Giok berjalan masuk ke dalam, disitu hanya terdapat dua buah meja dengan beberapa buah bangku yang terbuat dari bambu, meski sederhana semua bersih sekali.
Setelah mencari tempat duduk, pemuda itupun berseru lantang :
"Ada orangkah disini?"
"Ada!" Suara seseorang yang tua tapi nyaring segera bergema.
Tirai bambu disingkap dan munculah seorang kakek berjenggot.
Ketika Sik Tiong Giok melihat wajah orang tua itu, dengan perasaan terkejut segera pikirnya :
"Hey, bukankah orang ini adalah Hoa Tou bertangan keji Hong Cu Yu" Bukankah dia berada di Say Ling Su" Mengapa bisa berada di Tian Lam?"
Agaknya orang tua ini tidak kenal dengan Sik Tiong Giok, tanpa rasa kaget barang sedikitpun juga dia menghampiri pemuda itu lalu bertanya sambil tertawa :
"Khek koan ingin memesan apa?"
Sik Tiong Giok segera bangkit berdiri, lalu tegurnya dengan rasa kaget bercampur tercengang :
"Bukan... bukankah kau adalahempek Hong Cu Yu?"
Kakek itupun kelihatan tercengang setelah mendengar
pertanyaan itu, setelah berkerut kening sahutnya :
"Betul, aku adalah Hong Cu Yu! Apakah engkoh cilik kenal denganku?"
"Aku kan Sik Tiong Giok," teriak pemuda itu semakin girang,
"masa empek sudah tidak kenal lagi denganku?"
Dengan mata mendelik Hong Cu Yu mengamati pemuda itu beberapa saat lamanya, kemudian menyahut :
"Ya, rasanya kita memang seperti pernah kenal, maaf bila aku tak dapat mengenali dirimu lagi."
"aku adalah Pangeran Serigala Sik Tiong Giok, bukankah empek berada di Say Leng Sia" Sejak kapan datang ke wilayah Tian Lam?"
Hong Cu Yu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku tidak memahami perkataanmu, akupun tak tahu dimanakah letak Say Leng Sia, tapi aku memang pernah mendengar tentang Pangeran Serigala."
Makin lama Sik Tiong Giok merasa semakin terkejut, dengan penuh keraguan dia berseru :
"Empek, kau..."
"Kau ingin pesan apa khek koan?" tukas Hong Cu Yu cepat, "maaf aku masih banyak urusan."
Sesudah tertegun beberapa saat akhirnya Sik Tiong Giok menghela napas panjang.
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Siapkan saja sepoci arak wangi serta beberapa macam sayur."
Hong Cu Yu segera mengiayakan dan berlalu, sikapnya sangat hambar tanpa emosi, seolah-olah memang tidak kenal dengan pemuda itu.
Tak selang beberapa saat kemudian sayur dan arak telah dihidangkan, begitu meletakkan hidangan, kakek itu segera pergi dari situ tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sik Tiong Giok semakin curiga dan tak habis mengerti, beberapa kali dia ingin membuka suara untuk bertanya, namun setelah melihat sikap Hong Cu Yu yang dingin, niat tersebut segera diurungkan kembali.
Akhirnya cepat-cepat ia bersantap, begitu selesai dia meninggalkan tempat tersebut.
Siapa tahu begitu bangkit berdiri, ia segera merasakan matanya kunang-kunang, kepalanya terasa berat dan dunia seperti berputar kencang, belum sempat meneriakkan kata 'celaka', tubuhnya telah roboh terkapar di atas tanah.
Entah berapa saat sudah lewat, ketika mendusin kembali ternyata ia sudah berada di dalam sebuah kereta kuda.
Waktu itu kereta berjalan kencang, mungkin sedang menelusuri jalan bukit yang tak merata sehingga seluruh tubuhnya terasa sakit sekali.
Diam-diam ia mencoba untuk mengatur pernapasan, lalu pelan-pelan duduk mengintip keluar.
Senja telah menyelimuti angkasa, namun secara lamat-lamat dia masih dapat melihat dengan jelas bahwa kereta itu sedang melewati sebuah lembah yang sunyi, waktu kira-kira
menunjukkan kentongan kedua.
Tanpa terasa pemuda itu berpikir :
"Hendak dibawa kemanakah aku ini?"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak terdengar olehnya seseorang telah berkata dengan suara lirih :
"Saudara Lu, orang yang berada dalam kereta tak akan mendusin bukan" Berhubung lewat tergesa-gesa tadi, aku sudah lupa untuk membelenggunya, seandainya sampai terjadi sesuatu yang tak diinginkan, tak ada orang yang sanggup memikul tanggung jawab ini."
Orang she Lu itu segera tertawa :
"Aku rasa tak akan sampai terjadi apa-apa, sebab obat pemabok itu berasal dari si tua Hong, konon bisa bertahan selama delapan jam, di kala bocah itu mendusin, kita telah sampai di telaga Gi Long Oh."
"Aku rasa orang she Hong itu tidak bisa dipercaya, kau tahu hubungannya dengan bocah keparat itu cukup akrab?"
"Biarpun hubungannya cukup akrab, toh tak bisa dibandingkan dengan hubungan darah antara ayah dan anak, kecuali Hong Cu Yu sudah tidak menghendaki jiwa putrinya lagi, kalau tidak aku percaya dia tak akan bermain gila."
"Bagaimanapun juga aku telah merasa kuatir, sebab andaikan benar-benar terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, kita tak bisa berlepas dari tanggung jawab ini, lebih baik kita ikat dulu si bocah keparat itu."
Sembari berkata dia lantas menarik tali les kudanya hingga berhenti kemudian merekapun melompat turun dari kereta menuju ke belakang.
Si kusir kereta itu segera menyingkap tabir kereta dan mencengkeram ke dalam kereta.
Cepat-ceapt Sik Tiong Giok menarik tubuhnya menghindarkan diri dari cengkeraman tersebut.
Gagal dengan cengkeramannya, kusir kereta itu menjerit kaget :
"Hee, hee, hee... rupanya dugaanku tidak meleset, bocah keparat itu betul-betul mau kabur, Lo Lu jaga disitu baik-baik, lihatlah biar kubekuk bocah keparat itu."
Sembari berteriak sepasang telapak tangannya langsung dihantamkan ke dalam kereta.
Tenaga pukulannya memang sangat hebat, di antara suara bentrokan dahsyat yang memekakkan telinga, papan kereta itu hancur berantakan tersebar di empat penjuru.
Diam-diam Sik Tiong Giok kaget juga menyaksikan
kesempurnaan teanga pukulannya, cepat-cepat dia mengayunkan tangan kanannya menyambut serangan itu dengan keras lawan keras, padahal meminjam tenaga pantulan itu ia melompat turun dari atas kereta.
Baru saja tubuhnya mencapai permukaan tanah orang she Lu yang telah menunggu di sisi arena segera bertindak, sebuah pukulan dengan tenaga yang kuat menerjang datang.
Sik Tiong Giok mendengus dingin, telapak tangannya kembali diayunkan ke muka untuk menyambut datangnya ancaman itu.
"Blaammmmm...!"
Di tengah benturan yang amat keras, orang itu tergetar sehingga terdorong mundur lima enam langkah dan bediri dengan termangu-mangu.
Pada saat inilah dari kejauhan sana muncul tujuh delapan orang lelaki kekar yang bersenjata lengkap.
Li Lip atau si kusir itu mula-mula nampak tertegun, kemudian serunya :
"Apakah yang datang adalah saudara-saudara dari telaga Gi Liong Oh?"
"Apakah kau adalah Li toako?" seorang di antara rombongan itu menyahut :
"Apa yang telah terjadi disini?"
"Kebetulan sekali kedatangan kalian, bocah keparat ini hendak kabur, kita tak boleh membiarkannya lepas."
Dalam waktu singkat bentakan keras bergema memecahkan keheningan, ketujuh delapan orang lelaki bergolok itu segera maju bersama dan mengepung Sik Tiong Giok rapat-rapat.
Dengan cepat Sik Tiong Giok melayangkan pandangan matanya ke sekeliling tempat itu, ternyata semua jalan mundurnya sudah tertutup, sadarlah pemuda ini bahwa pertarungan sengit tak dapat dihindari lagi.
Dengan suatu gerakan cepat pemuda itu meloloskan pedangnya, lalu berkata dengan suara dingin :
"Jadi kalian bermaksud hendak menggunakan kekerasan?"
Baiklah kalian boleh maju bersama-sama."
Belum habis ia berkata, dari kejauhan sudah terdengar seseorang berseru nyaring :
"Siapa sih yang begitu galak" Akan kucoba sampai dimanakah kehebatannya."
Begitu bentakan bergema, kawanan lelaki yang melakukan pengepungan mundur dua langkah ke belakang, jelas pendatang itu memiliki kedudukan yang cukup tinggi.
Walaupun di tenagh remang-remangnya suasana malam, tapi dengan ketajaman mata Sik Tiong Giok dia masihdapat melihat dengan jelas bahwa orang itu adalah seorang gadis cantik berpakaian ringkas berwarna hitam.
Namun ketika diperhatikanlagi dengan lebih seksama, pemuda itu menjadi terperanjat hingga hampir saja berseru tertahan.
Ternyata gadis itu bukan lain adalah nona Bun Un yang lenyap di sungai Ji Lo Kang tempo hari.
Agaknya nona bun sudah tidak mengenalnya lagi, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia meloloskan pedangnya sambil membentak nyaring :
"Bocah keparat, kau berani melanggar perintah" Hmm, ingin kucoba sampai dimanakah kelihayan ilmu silatmu."
Apa yang telah disaksikannya selama ini membuat Sik Tiong Giok segera berpikir :
"Kelihatannya keadaan nona ini tak berbeda seperti Hong Cu Yu, mereka pasti sudah terkena obat pemabuk yang membingungkan pikiran, kalau tidak mengapa mereka tidak mengenali diriku lagi?"
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, Bun Un telah maju menyerang sambil membentak keras :
"Jadi kau adalah Pangeran Serigala yang menghebohkan itu?"
"Betul!" Sik Tiong Giok menyahut, "apakah nona Bun sudah tidak kenal lagi dengan aku?"
"Hmm, siapa yang kenal dengan lelaki busuk macam kau" Lihat pedang!" bentak Bun Un gusar.
Sebuah tusukankilat langsung disodokkan kepada Sik Tiong Giok.
Dengan cekatan pemuda itu menghindar ke samping, dia sama sekali tidak melancarkan serangan balasan.
"Mengapa tak membalas" Takut ya?" jengek Bun Un sambil tertawa.
Di tengah ucapan mana secara beruntun dia melancarkan tiga buah serangan berantai, semuanya ditujukan ke bagian-bagian mematikan di tubuh pemuda itu.
Sik Tiong Giok segera menggunakan ilmu egosan serigala untuk menghindarkan diri dari ketiga buah serangan masa, kembali dia tidak membalas.
Menjumpai keadan ini Bun Un menjadi terheran-heran, segera bentaknya dengan kening berkerut :
"Hey boah keparat, mengapa kau tidak membalas?"
"Aku masih pengin melihat sampai dimanakah kehebatanilmu pedangmu itu," sahut Sik Tiong Giok sambil tertawa.
"Baik!" seru Bun Un marah, "rasakan kelihayan ku ini."
Serangannya segera diperketat dan mencecar pemuda itu habis-habisan
Sayangnya walaupun dia sudah menyerang dengan gencar dan mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya, tapi ancamannya tak ada yang berhasil mengenai tubuh lawan.
Malah Sik Tiong Giok sama sekali tidak mencoba untuk melancarkan serangan balasan, dia cuma mengigos kian kemari belaka.
Dalam waktu singkat di telah menghindar sebanyak dua puluh jurus lebih, akan tetapi sewaktu dilihatnya orang yang mengurungnya semakin banyak, diam-diam pikirnya :
"Bila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, akhirnya aku sendiri yang bakal berabe, daripada bertarung melawan nona Bun tanpa membalas, padahal pengurung semakin banyak, mending
kulayani yang tua-tua lebih dahulu kemudian baru memberesi yang lain-lainna."
Berpikir sampai disitu serentak dia melancarkan dua buah serangan dahsyat ke depan.
Kedua buah serangan itu dilancarkan olehnya dengan
menggunakan ilmu Tay Cou Cap Pwee Ta biarpun kelihatannya sederhana namun kehebatannya luar biasa, kontan sana Bun Un terdesak mundur sejauh beberapa langkah.
Sambil tertawa terbahak-bahak Sik Tiong Giok berseru :
"Ilmu pedangmu masih kelewat cetek, lebih baik berlatihlah lebih tekunlagi, nah sampai lain kali saja, maaf kalau aku belum punya waktu sekarang."
Selesai berkata tubuhnya segera melejit ke tengah udara lalu dalam beberapa kali lompatan saja ia sudah berada empat lima kaki jauhnya dari posisi semula.
Ketika kawanan pengurung melihat Bun Un berhasil menempati posisi di atas angin, mereka mengendorkan kesiap-siagaannya.
Menanti mereka saksikan Sik Tiong Giok menerjang keluar dari kepungan, untuk mencegahnya sudah terlambat.
Di dalam beberapa kali lompat saja bayangan tubuh Sik Tiong Giok sudah lenyap di balik kegelapan sana.
Sik Tiong Giok berlarian cepat menjauhkan diri dari kepungan lawan, setelah menempuh perjalanan sejauh tujuh delapan li dan tidak melihat ada yang mengejar, ia baru memperlambat langkahnya.
Kemudian sesudah menempuh perjalanan lagi sekianlama, dia mencari sebuah gua kosong untuk mengatur pernapasan.
Ketika selesai mengatur pernapasan dan siap melanjutkan perjalanan lagi, mendadak ia mendengar suara derap kuda yang amat keras berkumandang datang.
Cepat-cepat dia mengintip keluar, tampaklah belasan ekor kuda sedang berlarian mendekat dengan kecepatan luar biasa.
Satu ingatan segera melintas dalam benaknya, pikirnya kemudian
: "Siapa pula yang dtang" Apa ma mereka?"
Sementara dia masih berpikir, rombongan itu sudah semakin mendekat dan tiba-tiba saja berhenti tepat di depan guanya, belasan lelaki kekar serentak melompat turun dari kuda itu, sebagai pemimpinnya ternyata tak lain adalah Ki Beng.
Peristiwa ini kontan saja membuat Sik Tiong Giok makin terkejut, pikirnya kemudian :
"Jangan-jangan Say Leng Sia sudah hancur berantakan tak berwujud lagi" Kalau tidak, mengapa segenap orang-orangku disitu sudah tertawan semua?"
Sementara dia masih berpikir, terdengar Ki Beng telah berseru lantang :
"Saudara-saudara sekalian, hari ini kita mesti mengerahkan segenap kekuatan yang ada, bila tak berhasil menyelamatkan Hong lo enghiong serta putrinya taka akan punya muka lagi untuk pulang menghadap cong tam huhoat."
Serentak belasan orang lelaki kekar itu berseru bersama :
"Ki toaya tak usah kuatir, sekalipun harus mengorban nyawa disini, kami tetap akan berusah menolong Hong lo enghiong."
"Bagus sekali, kalau begitu diucapkan terima kasih untuk kesediaan kalian semua."
Sambil berkata dia mengulapkan tangannya, serentak belasan lelaki kekar itu membubarkan diri dan menyembunyikan diri di balik semak belukar.
Sik Tiong Giok yang melihat kejadianini, segera berpikir di dalam hati :
"Rupanya mereka sedang berusaha untuk menolong Hong Cu Yu, apa salahnya kalau ku bantu usaha mereka ini?"
"Bersiap-siaplah saudara sekalian, lawan sudah mendekat, kita harus turun tangan secara keji dan tak boleh berperasaan lagi."
Kurang lebih seperminuman teh kemudian, benar juga terdengar suara derap kaki kuda yang ramai diikuti suara roda kereta yang menggelinding bergema tiba.
Suara itu makin lama semakin mendekat, debaran jantung Sik Tiong Giok pun semakin keras, dia tak bisa mengambil keputusan haruskah munculkan diri secara terang-terangan, atau membantu secara diam-diam...
"Berhenti!" Suara bentakan yang amat keras itu segera memotong jalan pemikirannya, cepat dia berpaling, rupanya berapa puluh ekor kuda yang melindung sebuah kereta telah berjalan lewat, terhadap bentakankeras itu mereka sama sekali tidak ambil perduli.
"Hey orang-orang dari telaga Gi Liong Oh, dengarkan baik-baik!
Saat ini kalian sudah masuk perangkap, empat penjuru sudah disiapkan anak panah yang setiap saat bisa menembusi tubuh kalian, lebih baik kalian menyerah saja."
BENTAKAN ITU begitu bergema, kawanan manusia itu baru berhenti berjalan.
Kemudian terdengar seseorang berkata :
"Sobat, kalian berasal dari aliran mana" Berani benar mencari gara-gara dengan pihak Gi Liong oh kami?"
"Kami pihak Thian long pay tak pernah terikat dendam sakit apapaun dengan kalian, apa sebabnya kalian justru menangkapi orang-orang kami" Jelas kalian yang mencari gara-gara lebih daulu, mengapa sekarang malah salahkan kami?" jawab Ki Beng lantang.
"Oooh, rupanya kalian berasal dari partai serigala langit, lantas apa kehendak kalian?"
"Sesungguhnya kami tidak bermaksud mencari permusuhan dengan partai mana pun, asal kalian tinggalkan orang yang berada dalam kereta itu, kami pun tak akan menyusahkan kalian lagi."
Suasana menjadi hening sejenak, pihak lawan sama sekali membungkam diri dalam seribu bahasa.
Sementara itu Sik Tiong Giok sendiripun merasa bercampur mendongkol, dia segera bersiap sedia untuk menerjang keluar dan bertarung melawan orang-orang itu.
Tiba-tiba terdengar Ki Beng berkata lagi :
"Sobat, kuanjurkan kepada kalian lebih baik jangan menolak arak kehormatan dengan memilih arak hukuman, aku akan
menghitung sampai angka lima jika kalian belum juga
meninggalkan kereta itu, akan kuperintahkan dengan segera untuk melepaskan panah!"
Namun pihak lawan tetap membungkam diri, sama sekali tidak menggubris ucapan mana.
Dengan hati mendongkol Ki Beng segera menghitung :
"Satu, dua, tiga, empat, lima..."
Sampai angka kelima diucapkan, ternyata pihak lawan masih tetap membungkam diri dalam seribu bahasa.
Dengan geram Ki Beng segera memerintahkan untuk melepaskan anak panah.
Dalam waktu singkat desingan angin tajam menderu-deru anak panah segera berhamburan bagaikan hujan gerimis.
Tapi pihak lawan tetap tak bergerak, selain ringkikan kuda yang amat memekakkan telinga, sama sekali tak terdengar suara apapun...
Sik Tiong Giok dapat melihat dengan jelas, di bawah sinar bintang yang redup, belasan orang lelaki itu segera termakan oleh bidikan panah itu dan roboh bergelimpangan, nyatanya tak seorangpun di antara mereka yang berusaha menghindar atau berkelit.
Dalam waktu singkat, kawanan manusia dan kuda itu sudha roboh tewas semuanya, roboh seperti landak.
Sementara di sekitar arenapun penuh berserakan panah-panah yang menancap di sana sini.
Melihat kejadian mana, Sik Tiong Giok segera berpikir :
"Aneh benar, masa orang-orang dari Gi Liong oh tak taku mati"
Masa mereka mau mati konyol" Mustahil hal ini bisa terjadi...
wah, jangan-jangan ada sesuatu yang tidak beres...?"
Sementara dia masih termenung, orang-orang dari parti serigala langit telah menyerang rombongan kereta itu serga
mengepungnya rapat-rapat.
Mendadak terdengar seorang menjerit kaget :
"Aduuh... bukankah mereka adalah saudara-saudara dari Juanpang" Kita sudah salah membunuh."
Belum selesai perkataan itu diutarkaan, dari balik kereta kuda itu terdengar seseorang berseru sambil tertawa dingin :
"Benar, kalian memang telah salah membunuh. Orang-orang itu merupakan sepuluh orang penjaga markas Juan pang dari telaga Tiau Cha oh, sekarang semua sudah tewas kalian bidik. Hmm...
akan kulihat bagaimana kalian akan mempertanggung-
jawabkanpersoalan ini di hadapan Bun ci khi."
Sambil berkata, dari balik kereta pelan-pelan berjalan keluar seorang nona berbaju merah.
Dengan langkah lemah gemulai, dia berjalan turun dari kereta dan menuju ke tengah arena.
Begitu memandang wajah nona itu, Sik Tiong Giok merasakan dadanya seperti dipukul dengan martil berat, pandangan matanya menjadi gelap dan napasnya menjadi sesak, tanpa terasa pekiknya di dalam hati :
"Hey, bukankah dia adalah Cu Siau hong. Mengapa bisa bergabung dengan orang-orang Gi Liong Oh" Jangan-jangan Cu Bu Ki sudah berpaling ke pihak lain?"
Sementara itu Ki Beng sudah mendengus seraya berseru :
"Seandainya mereka tidak dibius dulu oleh obat pemabuk kalian, tak nanti mereka akan membiarkan dirinya terbidik mati."
"Lantas mau apa kau?" jengek Cu Siau hong sambil tertawa mengejek.
"Walaupun mereka tewas di ujung panah kami, tapi sesungguhnya mati di tangan kalian. Kamusemualah yang harus mempertanggung-jawabkan kematian mereka itu."
"Baik, anggap saja aku yang membunuh, mau apa kalian sekarang" Ingin membalaskan dendam" Hmm, maju saja!" seru Cu Siau hong sambil tertawa dingin.
Berbicara sampai disitu ia segera menggenggam gagang pedangnya lalu diiringi getaran keras secepat kilat dia mencabut keluar senjata itu dan melancarkan sebuah serangan hebat.
Di tengah berkelebatan cahaya perak, tiba-tiba terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memecahkan
keheningan. Seorang lelaki berbaju hijau telah mundur dua langkah dengan sempoyongan dan roboh terjengkang ke atas tanah.
Terkesiap juga hati Sik Tiong Giok menyaksikan hal tersebut, segera pikirnya :
"Cepat amat gerak serangannya, betul-betul suatu ancaman yang amat keji."
Terdengar Cu Siau hong berkata lagi sambil tertawa terkekeh-kekeh :
"Sudah kalian lihat" Nah bila ada yang tak puas tak ada salahnya untuk maju dan merasakan ketajaman pedangku."
Ki Beng segera tampil ke depan kemudian serunya :
"Budak busuk, hatimu sungguh keji, manusia semacam kau tak boleh dibiarkan hidup terus di dunia lagi..."
Cu Siau hong mengerdipkan matanya yang jeli kemudian tersenyum.
"Senjata itu tak bermata, apalagi kalau sudah dipakai untuk membacok orang tak bisa dibilang aku kelewat keji dalam serangan tadi, tapi... siapakah kau?"
"Ki Beng dari perkampung Oh im san ceng! Hari ini aku ingin mencoba sampai dimanakah kehebatan nona."
"Oooh rupanya kau adalah Ki Beng, pernah kudengar dari Kuncu ku yang mengatakan bahwa Ki Thian bin dari perkampungan Oh im san ceng cukup hebat, mumpung hari ini ada kesempatan ingin sekali kulihat sampai dimanakah kehebatan itu."
Mendadak ia menggetarkan tangannya dan melancarakn sebuah tusukan kilat.
Semenjak tadi Ki Beng sudah membuat persiapan, pedangnya segera digetarkan menciptakan selapis bayangan pedang untuk melindungi seluruh badan, kemudian dengan menggunakan jurus
'bunga bwee memuntahkan putih', ia ciptakan berpuluh kuntum bunga pedang yang serentak mengurung seluruh tubuh lawan.
Rupanya Cu Siau hong tak tahu bagaimana mesti menghadapi serangan itu, ia terdesak mundur sejauh satu langkah.
"Heeeehhh, heeeehhh, heeehhh... tidak jelek bukan ilmu pedang dari perkampungan Oh im san ceng?" jengek Ki Beng sambil tertawa dingin.
Cu Siau hong mendengus. "Sayang belum bisa disebut ilmu yang maha sakti dari dunia persilatan!" jengeknya.
Di antara kilatan cahaya yang menyilaukan mata kembali ia menerjang ke muka, pedangnya diputar bagaikan roda dan langsung membacok tubuh Ki Beng.
Dengan gerakan yang amat berhati-hati Ki Beng menyambut datangnya serangan musuh, betapapun hebatnya ancamanlawan ia tetap menjaga posisi bertahan.
Empat puluh gebrakan sudah lewat, mendadak Cu Siau hong membentak keras, permainan pedangnya segera berubah, kali ini serangannya makin lama makin cepat seolah-olah belasan serangan merupakan satu serangan yang sama.
Playboy Dari Nanking 5 Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo Mentari Senja 6