Pencarian

Pedang Abadi 1

Pedang Abadi Zhang Seng Jian Serial 7 Senjata Karya Khu Lung Bagian 1


" SERIAL 7 SENJATA PEDANG ABADI - (Zhang Seng Jian)
By Khu Lung / Gu Long Kota pualam putih di langit,
Punya lima menara dan duabelas benteng,
Di mana dewa berdiam di atas kepalaku,
Memelihara rambut yang panjang dan hidupku bersamanya.
~ Li Bai* Bab 1: Losmen Angin Dan Awan
1. Senja. Di atas jalan berpelat batu itu, sembilan orang yang berpenampilan
aneh muncul, semuanya memakai baju tunik dari kain rami, sepatu
rami, dan anting-anting emas sebesar mangkuk di daun telinga kiri
mereka. Semuanya berambut merah acak-acakan yang terurai di
bahu mereka seperti bara api. Di antara sembilan orang itu, ada
yang bertubuh jangkung, pendek, tua, muda; masing-masing
dengan wajah yang berbeda, tapi semuanya sama-sama
menampilkan ekspresi wajah seperti mayat. Mereka berjalan tanpa
menggerakkan bahu ataupun menekuk lutut, persis seperti mayat
hidup. Perlahan mereka melangkah dalam bentuk barisan
menyusuri jalan yang panjang itu, membuat hening setiap
tempat yang mereka lewati. Bahkan anak-anak pun tiba-tiba
berhenti menangis karena ketakutan.
Di ujung jalan, empat buah lentera raksasa terpasang di puncak
sebuah tiang bendera setinggi sepuluh meter. Lentera merah yang
terang-benderang, tulisan yang hitam mengkilap! Tertulis di situ:
"Losmen Angin dan Awan".
Sembilan manusia aneh berambut merah itu berjalan sampai di
pintu losmen dan berhenti. Orang pertama lalu melepaskan
anting-anting emasnya dan mengayunkan tangannya. Duk!
Anting-anting besar itu menghantam dinding batu di samping pintu
gerbang bercat hitam. Percikan api tampak berlompatan ketika
anting-anting itu menancap di batu. Orang kedua lalu
mengambil segumpal rambut merah dari pundaknya dan
memotong rambut itu dengan tangan kirinya, seakan-akan sedang
memotong dengan sebilah pisau.
Kemudian orang kedua itu mengikatkan potongan rambut tadi pada
anting-anting yang menancap di dinding. Lalu kesembilan orang itu
meneruskan langkah mereka. Untaian rambut merah itu melambailambai
dalam hembusan angin seperti bara api, tapi kesembilan
orang tadi telah menghilang dalam kegelapan yang tiada batas.
Tepat pada saat itulah delapan ekor kuda yang kekar berlari
mendekat dari balik kegelapan. Bunyi derap kaki kuda terdengar
bergemuruh di atas jalan batu itu seperti hujan badai yang
menghantam daun jendela atau genderang yang dipukul bertalu-talu
di medan perang. Semua penunggangnya memakai baju hijau,
kain putih melilit di kepala mereka, sepatu yang berujung
runcing dan kain pembalut yang melilit di betis mereka. Setiap
orang dari mereka tampak gagah dan tangkas.
Ketika delapan ekor kuda itu melesat melewati "Losmen Angin
dan Awan", kedelapan orang penunggangnya semuanya
mengayunkan tangan pada saat yang bersamaan.
Terlihat kilauan golok seperti petir dan terdengar bunyi
"DUKK!". Tiba-tiba, sekarang sudah ada delapan buah golok baja
yang berkilauan tertancap di tiang bendera yang tebal itu. Gagang
golok masih bergetar, pita sutera merah di gagangnya masih terayun
kian ke mari. Tapi kedelapan ekor kuda itu sudah menghilang.
*** Kegelapan semakin pekat. Bunyi derap kaki kuda tiba-tiba
kembali bergema di jalan, agaknya gemuruhnya bahkan lebih
keras daripada yang ditimbulkan gerombolan yang baru lewat tadi.
Tapi ternyata hanya seekor kuda yang muncul. Seekor kuda yang
putih mulus tanpa cacat dari ujung kepala hingga ke ujung kaki,
sudah tiba di depan pintu. Bersamaan dengan suara ringkik
kuda, penunggangnya pun segera menegakkan badannya.
Sekarang kita bisa melihat dengan jelas bahwa penunggangnya
adalah seorang lelaki kekar tak berbaju dengan jenggot yang ikal.
Otot-otot di tubuhnya yang hitam tampak seolah-olah terbuat dari
baja. Orang itu menarik tali kekang dan melihat anting-anting emas
dan rambut merah di dekat pintu sertadelapan buah golok yang
menancap di atas tiang bendera. Sambil menyeringai, dia pun
melompatturun dari pelana dan tangan kanan-kirinya masing-masing
mencengkeram sebelah kaki kudanya.
Dengan mengeluarkan suara raungan yang mengguntur, orang
itu lalu mengangkat kudanya tinggi-tinggi di udara dan
meletakkannya di atas wuwungan pintu. Kembali terdengar suara
ringkikan kuda. Bulu surai kuda itu menari-nari di udara, tapi
keempat kakinya, tanpa bergerak sedikit pun, seperti sudah
menancap di wuwungan itu.
Si brewok pun tertawa terbahak-bahak dengan kepala menengadah
ke atas, kemudian dia melangkah pergi. Dalam sekejap mata dia
sudah menghilang, tapi kuda putih itu ditinggal sendirian,
berdiri di bawah awan gelap dan tiupan angin barat, menyebabkan
timbulnya suasana seram di udara.
*** Jalan yang panjang itu sunyi senyap, karena semua orang sudah
menutup pintu rumah mereka.
"Losmen Angin dan Awan" juga tidak berpenghuni. Bila pelanggan
losmen melihat anting-anting emas dan delapan bilah golok itu,
diam-diam mereka tentu akan menyelinap keluar lewat pintu
belakang. Tapi kuda putih itu masih berdiri tanpa bergerak,
seperti patung batu, menantang datangnya hembusan angin
barat. Tiba-tiba seorang pelajar berwajah tirus, berusia setengah baya,
berbaju biru dan berkaus kaki putih, pelan-pelan berjalan
mendekat dengan gaya yang sangat santai, tapi sepasang
matanya tampak berkilat-kilat dengan tajam. Ia berjalan pelan-pelan
ke arah losmen itu dengan bergendong tangan, mengangkat
dagunya untuk melihat dan menarik napas, "Kuda yang hebat!
Benar-benar kuda yang hebat, tapi pemiliknya tidak punya hati
dan menyalahimu." Tiba-tiba ia mengibaskan sebelah tangannya dari balik
punggungnya, lengan bajunya yang panjang pun berkibar-kibar,
membawa gelombang angin yang kuat. Kuda putih itu ketakutan dan
meringkik lagi, seolah dia hendak melompat turun dari wuwungan
pintu. Pelajar setengah baya itu menyangga perut kuda dengan
kedua tangannya dan menurunkan hewan itu ke atas tanah dengan
perlahan. Lalu dia menepuk-nepuk pantatnya dan berkata,
"Pulanglah dan beritahu majikanmu untuk datang ke mari.
Katakan saja ada seorang teman baik yang menunggunya."
Seolah-olah memahami maksud laki-laki itu, kuda putih itu segera
berlari pergi dari tempat itu. Si pelajar setengah baya lalu
menurunkan anting-anting emas di pinggir pintu dan kemudian
melangkah masuk ke dalam losmen dan menepuk tiang bendera.
Delapan buah golok itu semuanya jatuh pada saat yang bersamaan.
Si pelajar mengibaskan lengan bajunya lagi dan mengepit kedelapan
golok itu dalam lengan bajunya. Lalu ia bertanya dengan nada
serius, "Di mana benderanya?"
Sesosok bayangan yang kecil dan kurus tiba-tiba melesat keluar dari
dalam losmen, memanjat tiang bendera seperti seekor kera, dan
dalam beberapa detik sudah tiba di puncak.
Sehelai bendera besar tiba-tiba bergulung keluar dari ujung tiang.
Di atas kain bendera itu terpampang gambar seekor naga hitam
yang perkasa, tampak seolah-olah akan melesat melewati awan
dan terbang pergi setiap saat!
2. Malam. Tidak ada bintang ataupun rembulan, dengan awan yang gelap dan
angin yang kencang. Tapi di taman itu lampu-lampu tampak terangbenderang
dan di atas meja pun sudah tersedia arak.
Si pelajar setengah baya tampak bergumam sendirian sambil
minum arak. Tiba-tiba ia mengangkat cawannya ke arah sebatang
pohon beringin besar di luar taman dan tersenyum, "Kudengar
kemasyuran ketua Miao sudah tersebar melintasi sungai dan
samudera. Karena kau sudah berada di sini, mengapa tidak turun
dan ikut minum bersamaku?"
Dari balik daun-daun pohon beringin yang lebat itu, terdengar
suara tawa yang aneh seperti bunyi kukuk-beluk (burung hantu).
Sesosok bayangan melesat seperti anak panah dan mendarat di
atas tanah dengan ringan seperti sepotong kapas yang hanya
berbobot empat ons. Hidung orang ini seperti hidung anjing, mulutnya lebar,
kepalanya berambut merah, dan memakai tiga buah anting-anting
emas di telinganya. Walau dia telah berada di atas tanah,
anting-antingnyamasih bergemerincing. Dialah ketua dari
Perkumpulan Rambut Merah, Miao Shao-tian.
Sepasang matanya, seperti bara api yang berkobar-kobar,
menatap si pelajar setengah baya, dan berkata dengan suara
berat, "Apakah tuan adalah Tuan Gong-suen dari Perkumpulan Naga
Hijau?" Si pelajar bangkit berdiri dan membungkuk sambil bersoja dan
menjawab, "Ya, itulah aku, Gong-suen Jing."
Tawa Miao Shao-tian yang seperti kukuk-beluk kembali terdengar
menggelegar, "Benar-benar pantas menjadi tokoh penting dalam
Perkumpulan Naga Hijau, mata yang amat tajam."
Tiba-tiba terdengar bunyi derap kaki kuda yang bergemuruh
seperti bunyi hujan lebat, datang mendekat ke arah mereka.
Sepasang alis Miao Shao-tian segera dikerutkan dan dia pun
berkata, "Zhang kecil juga sudah tiba. Sama sekali tidak lambat."
Bunyi derap kaki kuda sekonyong-konyong berhenti; terdengar suara
tawa yang jernih, "Hari penting bagi Naga Hijau, di dunia ini siapa
yang berani datang terlambat?"
Sementara suara tawa yang jernih itu masih berkumandang di
udara, tahu-tahu seseorang sudah melompati tembok masuk ke
dalam. Orang itu berbaju ringkas, sengaja dibiarkan terbuka di
bagian dada untuk memperlihatkan dada berototnya yang bahkan
lebih putih daripada bajunya.
Miao Shao-tian mengacungkan jempolnya dan mendengus,
"Zhang San kecil si 'Kuda Putih' yang hebat. Sudah bertahuntahun
tidak bertemu, tapi tampaknya kau malah semakin muda dan
tampan" Jika Miao tua ini punya seorang puteri, aku tentu akan
mengambilmu sebagai menantu."
"Walau kau punya seorang puteri, tak seorang pun yang akan
berani meminangnya," jawab Kuda Putih Zhang San dengan
ringan. "Kenapa?" Miao Shao-tian menatapnya.
"Dilihat dari keangkeranmu, puterimu tentu tidak akan jauh beda."
Miao Shao-tian menatapnya, menatapnya sekian lama sampai
akhirnya ia menjawab, "Kita datang ke mari hari ini untuk
berdagang, dan jangan coba-coba untuk memulai perkelahian."
"Bagaimana dengan minum arak?" tanya Kuda Putih Zhang San.
"Kalau itu, tak usah berlama-lama. Ayo, mari kita bersulang tiga
cawan untuk Tuan Gong-suen dulu."
Gong-suen Jing tertawa, "Kekuatan minum arakku cukup
terbatas, bagaimana kalau aku dulu yang bersulang untuk kalian
sebanyak tiga cawan?"
Miao Shao-tian mengerutkan alisnya, "Tiga cawan?"
Terdengar suara tawa seseorang dari wuwungan atap bangunan
sebelah, "Rambut Merah dari Sungai Timur dan Kuda Putih dari
Sungai Barat sudah tiba, betapa lancangnya diriku karena datang
terlambat." Miao Shao-tian bertanya, "Zhao Yi-dao dari Tai-xing?"
Tapi ia tidak perlu menunggu jawabannya. Ia sudah melihat golok
yang berkilauan itu, golok yang tajam! Tidak ada sarungnya.
Golok yang berkilauan itu diselipkan langsung di ikat pinggangnya
yang berwarna merah. Baju hijau, ikat kepala putih, dan sabuk
yang lebih merah daripada rambut Miao Shao-tian, amat
sesuai dengan pita yang terlilit di goloknya.
Sorot mata Gong-suen Jing tajam seperti golok, menusuk langsung
ke wajah orang itu, "Perkumpulan Naga Hijau menyebarkan
duabelas surat undangan, tapi hanya kalian bertiga yang datang
malam ini. Apakah kesembilan orang lainnya tidak akan datang?"
"Bagus, pertanyaan yang amat langsung ke tujuan," kata Zhao Yidao.
"Kalian bertiga datang dari tempat yang jauhnya ribuan mil,
tentu kalian bukan datang untuk mendengarkan omong kosong,"
Gong-suen Jing berkata. "Tentu saja tidak."
Miao Shao-tian menyeringai seram, "Dari sisa sembilan orang
tamu itu, setidaknya ada tiga orang yang tak akan datang."
Zhao Yi-dao meralat, "Enam orang."
"Perkumpulan Daun Bambu, Sekte Cincin Baja, dan keluarga Li
dari Tai-yuan adalah hasil perbuatanku," kata Miao Shao-tian.
Zhao Yi-dao menambahkan, "Ketiga teman kita dari Perserikatan
Duabelas Ayam, dari Perairan Yangtze, dan Tinju keluarga Yen dari
Chen-zhou, tiba-tiba merasa sakit kepala ketika mereka berada
dalam perjalanan ke sini, maka....."
"Maka... apa?" "Sekarang, kepala mereka tidak sakit lagi," Zhao Yi-dao menjawab.
"Siapa yang mengobati mereka?"
"Aku." "Bagaimana caranya?"
Zhao Yi-dao menjawab, "Aku menebas putus kepala mereka."
Lalu ia menambahkan dengan lambat, "Siapa pun yang kepalanya
ditebas putus, mereka tidak akan pernah sakit kepala lagi."
Miao Shao-tian tertawa, "Cara yang bagus, sangat mujarab."
Kuda Putih Zhang San sekonyong-konyong berkata, "Aku
khawatir dua tetua dari Perkampungan Seribu Bambu dan Kuil Ikan
Terbang juga tidak akan datang."
"Oh?" "Mereka sedang tidur, dan tidurnya amat lelap."
"Di mana mereka tidur?"
"Di dasar Danau Dong-ting."
Miao Shao-tian tertawa, "Cerdik sekali. Tempat itu bukan saja
sejuk, tapi juga tak akan pernah diganggu orang."
Kuda Putih Zhang San menjawab dengan tenang, "Aku selalu sangat
memperhatikan tetua-tetua dari Wulin."
Zhao Yi-dao berkata, "Orang-orang yang seharusnya berada di sini,
seharusnya juga sudah tiba, tapi di mana orang-orang Perkumpulan
Naga Hijau?" "Bagus, pertanyaan yang langsung ke tujuan," jawab Gong-suen
Jing. "Tuan mengundang kami ke sini bukan untuk mendengarkan omong
kosong belaka, kurasa."
Gong-Suen Jing mengangguk, "Memang bukan."
Zhao Yi-dao bertanya, "Bersediakah kau dengar dulu berapa
hargaku?" "Jangan sekarang."


Pedang Abadi Zhang Seng Jian Serial 7 Senjata Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa lagi yang kita tunggu?" tanya Zhao Yi-dao.
"Barang itu tidak kami dapatkan dengan mudah; semakin banyak
orang yang ikut dalam pelelangan ini, akan lebih baik pula
harganya." Miao Shao-tian menatap dengan tajam, "Kau masih menunggu
seseorang?" "Jangan lupa, aku mengundang sembilan orang tamu lagi ke sini,
tapi kalian baru menghabisi delapan orang di antaranya."
"Siapa yang masih tersisa?"
"Orang yang tidak sakit kepala ataupun tertidur."
"Sejujurnya, barang itu tentu akan jatuh ke tangan kami
Perkumpulan Rambut Merah, jadi tidak usah perdulikan apakah ada
lagi orang yang akan datang," seringai Miao Shao-tian.
Kuda Putih Zhang San mengejek dengan dingin, "Perkumpulan
Naga Hijau selalu adil dalam berdagang. Asal tawaran hargamu
adalah yang tertinggi, barang itu tentu akan jatuh ke tangan
Perkumpulan Rambut Merah."
Miao Shao-tian berkata dengan kasar, "Kalian ingin bersaing
denganku?" "Untuk apa lagi kami datang?"
Miao Shao-tian segera bangkit dan menatapnya dengan tajam.
Anting-anting emas di telinganyamasih bergemerincing.
Tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh dan ringkik kuda. Sebuah
kereta yang indah, ditarik oleh enam ekor kuda, berhenti di luar.
Empat orang laki-laki kekar berdada bidang yang berpegangan pada
kereta itu, lalu melompat turun, dan membungkuk untuk
membukakan pintu. Setelah sekian lama, seorang laki-laki bermuka pucat, tidak
berjenggot dan amat gemuk, melangkah keluar dari kereta dengan
terengah-engah. Belum ada tiga langkah, dia sudah kelelahan dan
megap-megap mencari napas seperti seekor kerbau yang habis
membajak sawah. Di belakangnya, seorang laki-laki tinggi kurus berpakaian hitam,
mengikutinya seperti bayangan. Wajahnya berwarna coklat dan
kedua matanya cekung, persis seperti roh halus yang sedang
sakit. Tapi langkah kakinya amat ringan dan dua buah benda
yang berkilauan tampak tergantung di pinggangnya. Bila dilihat
lebih dekat, benda-benda itu adalah sepasang pedang yang
berbentuk unik. Senjata semacam itu bukan saja sulit dilatih, tapi juga sukar
untuk dibuat. Orang-orang yang menggunakan senjata seperti ini
amatlah langka, tapi siapa pun yang memakai senjata ini, sembilan
dari sepuluh orang tentulah jago yang tangguh.
Miao Shao-tian, Zhao Yi-dao dan Kuda Putih Zhang San, tiga pasang
mata, semuanya segera tertuju pada sepasang pedang yang unik
itu. Kuda Putih Zhang San mengerutkan alis sambil bertanya dengan
pelan, "Siapa dia?"
Gong-suen Jing menjawab, "Tuan Muda Zhu dari Gedung Sejuta
Emas di Suzhou." "Dan pengawalnya?"
Gong-suen Jing tersenyum, "Aku khawatir dia cuma seorang
pengawal." Kuda Putih Zhang San terdiam, tapi tiba-tiba dia berpaling kepada
Zhao Yi-dao, "Bukankah dia datang dari arahmu?"
"Kurasa begitu," jawab Zhao Yi-dao.
"Kenapa dia tidak sakit kepala?"
"Walaupun dia sakit kepala, aku tidak bisa mengobatinya."
"Kenapa?" "Kepalanya terlalu besar," kata Zhao Yi-dao dengan nada ringan.
*** Tuan Muda Zhu sudah duduk, tapi tak henti-hentinya dia menghapus
peluhnya dan terengah-engah.
Dia cuma berjalan paling banyak duapuluh atau tigapuluh langkah,
tapi kelihatannya seperti baru saja mendaki tujuh atau delapan buah
gunung. Laki-laki baju hitam itu tetap menempel di belakangnya seperti
bayangan, tidak pernah lebih dari satu inci pun dari sisinya,
sepasang tangannya yang kurus seperti cakar burung tak pernah
meninggalkan senjata unik yang tergantung di pinggangnya.
Matanya yang cekung itu seperti mengejek, seolah-olah
menertawakan siapa pun yang berdiri di depannya, seakan-akan
bertanya mengapa mereka membuang-buang waktu mereka datang
ke sini. Lampu lentera Losmen Angin Dan Awan bergoyang-goyang tertiup
angin; persis seperti anting-anting emas Miao Shao-tian yang selalu
bergemerincing itu. Kuda Putih Zhang San merasa kedinginan, dan pelan-pelan menarik
bajunya menutupi dadanya yang telanjang, sehingga hanya sedikit
bagian dadanya yang masih belum tertutupi.
Zhao Yi-dao seperti sedang termenung menatap cawan arak di
atas meja, seolah-olah sedang mengambil keputusan mengenai
suatu masalah yang rumit.
Tidak seorang pun yang bicara karena hawa permusuhan terasa
tebal di antara orang-orang yang hadir.
Gong-suen Jing jelas sedang menikmati hawa permusuhan itu.
Pelan-pelan ia menarik napas dan tersenyum, "Kalian berempat
tidak kenal satu sama lain, tapi tentu pernah mendengar nama
masing-masing. Karena itu, aku tidak perlu memperkenalkan kalian
lagi." "Memang tidak," kata Miao Shao-tian.
"Kami datang ke mari bukan untuk mencari teman," tambah Kuda
Putih Zhang San. "Walaupun seandainya kami berteman, untuk benda itu kami tidak
akan berteman lagi," Miao Shao-tian memutar bola matanya ke
samping untuk meliriknya.
Kuda Putih Zhang San mengejek, "Ucapan Ketua Miao memang
selalu masuk di akal."
Miao Shao-tian balas mencemooh, "Sekarang semua orang sudah
ada di sini, di mana barangnya?"
"Tentu saja barangnya ada, tapi......" kata Gong-suen Jing.
"Tapi.... apa?"
"Perkumpulan Naga Hijau selalu mengikuti aturan ketika sedang
berdagang. Kami selalu bersikap adil, baik kepada pelanggan yang
tua maupun muda, dan pertukaran uang hanya berlangsung di
tempat." "Baik!" Miao Shao-Tian setuju.
Dia lalu bertepuk tangan, dan sembilan orang laki-laki aneh berbaju
tunik tiba-tiba muncul dari balik kegelapan. Setiap orang memegang
sebuah tas dari kain tunik, jelas tidak ringan bobotnya.
Pada saat itulah kembali terdengar bunyi langkah kaki yang berat di
pintu. Laki-laki berjenggot ikal itu pun datang membawa sebuah peti
besi berukuran besar di atas kepalanya, sambil melangkah masuk
dengan perlahan-lahan. Otot-ototnya yang hitam seperti besi
tampak menonjol keluar. Setiap kali melangkah, kakinya selalu
meninggalkan jejak kaki yang dalam di permukaan tanah.
"Anting-anting emas mengelilingi delapan tembok, kuda putih
meringkik dalam hembusan angin, sekarang aku sudah melihat,
aku lihat Sembilan Pendekar Rambut Merah dan Raksasa Besi pun
telah datang," Gong-suen Jing tersenyum.
"Jangan lupakan pula Delapan Golok Pemusnah," tambah Kuda Putih
Zhang San. Zhao Yi-dao akhirnya mengangkat kepalanya dan tertawa,
"Rambut Merah dari Sungai Timur dan Kuda Putih dari Sungai
Barat, keduanya memiliki kekayaan dan kekuasaan yang besar.
Bagaimana mungkin Golok-golok Kilat dari Tai-xing bisa bersaing
untuk menjadi yang terdepan" Untuk barang ini, kami bersaudara
akan mengundurkan diri dari persaingan."
Miao Shao-tian tertawa terbahak-bahak, "Bagus, Ketua Zhao
memang berakal sehat."
Tawanya tiba-tiba berhenti, sorot matanya yang seperti api
terpaku pada Tuan Muda Zhu, "Bagaimana dengan tuan muda dari
Gedung Sejuta Emas?"
Napas Tuan Muda Zhu yang berat itu akhirnya berhenti dan ia
lalu menatap tangannya seperti seorang pemuda yang sedang
memandang kekasih pertamanya.
Tapi ia tetap menjawab pertanyaan Miao Shao-tian dengan
pertanyaan pula, "Kau menanyakan tawaranku?"
"Hmm!" "Tidak ada, aku biasanya terlalu malas untuk berpikir."
Wajah Miao Shao-tian sekarang memperlihatkan kemarahannya,
"Tidak ada tawaran" Tidak ada emas?"
"Ada." "Berapa banyak yang kau bawa?"
"Kau ingin melihatnya?"
"Di sini, mereka amat menekankan pada pertukaran uang tunai di
tempat." "Kau sudah melihatnya."
"Di mana?" "Kata-kataku adalah emas."
Wajah Miao Shao-tian menjadi serius, "Jadi berapa banyak pun
yang kau katakan, jumlahnya pasti tersedia?"
"Benar." "Maksudmu, jika aku menawar seratus ribu, kau akan menawar
seratus ribu satu?" "Kau memang orang yang bijak."
Tatapan mata Miao Shao-tian tiba-tiba bergeser ke arah sepasang
pedang berbentuk unik itu.
Sembilan manusia aneh berambut merah dan berbaju tunik
diam-diam telah bergerak mengepung Tuan Muda Zhu. Tapi
Tuan Muda Zhu tetap menatap sepasang tangannya. Seolah,
selain keduatangannya itu, tidak ada lagi yang berharga untuk
dipandang. Dengan bunyi "tring!", seperti dua buah cawan emas yang
berbenturan, tangan Miao Shao-tian telah mencakar ke arah
sepasang pedang yang unik itu. Gerak-geriknya tangkas dan akurat.
Dia tidak pernah mengira kalau sepasang tangan lain ternyata
bergerak lebih cepat daripadasepasang tangannya yang gemuk dan
terperlihara dengan baik.
Tangannya belum sempat menjangkau sepasang pedang unik itu,
tapi sepasang tangan lain itu tahu-tahu sudah merenggut antinganting
emas dari telinganya. Anting-anting emas itu berbenturan satu sama lain, dan terdengar
bunyi "tring" lagi.
Miao Shao-tian berjumpalitan tinggi-tinggi di udara dan mundur
sejauh enam meter. Laki-laki baju hitam itu tetap menempel di belakang Tuan
Muda Zhu seperti bayangan, sama sekali tidak bergerak.
Tuan Muda Zhu masih menatap sepasang tangannya, cuma kali
ini, anehnya, tangan itu sudah menggenggam sepasang antinganting
yang terbuat dari emas. *** Ekspresi wajah Kuda Putih Zhang San pun berubah.
Zhao Yi-dao menatap cawan arak di hadapannya dan tiba-tiba
menghela napas, "Sekarang kalian sudah paham apa maksudku?"
"Artinya?" "Walaupun dia punya sakit kepala, aku tidak bisa mengobatinya."
Kuda Putih Zhang San tak kuasa untuk tidak menghela napas
juga, "Ya, kepala ini memang terlalu besar."
*** Gong-suen Jing tersenyum tipis, lalu berkata dengan perlahanlahan,
"Karena semua orang sudah membawa uangnya, kita akan
pergi melihat barang itu."
"Benar, sebaiknya kita lihat dulu barang itu. Mungkin saja aku
nanti tidak jadi mengajukan penawaran," kata Tuan Muda Zhu
dengan santai. Dia meletakkan anting-anting emas di tangannya ke atas meja,
mengeluarkan sehelai kain sutera seputih salju untuk menghapus
keringatnya dengan hati-hati, dan akhirnya bangkit berdiri, "Silakan,
silakan tunjukkan jalannya."
*** "Silakan, silakan ikuti aku," kata Gong-suen Jing.
Dia yang lebih dulu berjalan memasuki losmen itu, diikuti dari
belakang oleh Tuan Muda Zhu dengan perlahan-lahan, sepertinya
dia sudah akan terengah-engah lagi.
Laki-laki baju hitam tetap mengikuti, tidak lebih dari selangkah
jauhnya dari Tuan Muda Zhu. Sekarang Kuda Putih Zhang San
pun paham kenapa mata orang ini menyimpan sorot mata yang
mencemooh. Dia bukan memandang rendah orang-orang di sekitarnya, tapi
malahan memandang remeh dirinya sendiri.
Karena hanya dia yang paham bahwa orang yang dia lindungi
sebenarnya tidak membutuhkan perlindungannya sama sekali.
3. Miao Shao-tian berjalan di urutan terakhir, sambil mencengkeram
sepasang anting emasnya erat-erat, sehingga urat-urat biru di
punggung tangannya menonjol keluar. Dia seharusnya tidak ikut,
tapi dia harus ikut. Benda itu seperti memiliki daya tarik yang
aneh, menarik dirinya ke arahnya selangkah demi
selangkah. Sampai saat terakhir pun dia tidak akan melepaskan kesempatan itu.
Tangga batu itu mula-mula menuju ke atas, tapi sekarang tibatiba
menurun ke bawah, memperlihatkan sebuah lorong yang
gelap. Di pintu lorong, berdiri dua orang manusia yang mirip patung. Setiap
sepuluh langkah setelah itu juga berdiri dua orang laki-laki, seperti
dua orang pertama. Wajah mereka kelam seperti dinding batu
hijau. Di dinding batu itu terukir seekor naga hijau perkasa.
Menurut kabar angin, Perkumpulan Naga Hijau mempunyai tiga
ratus enampuluh lima cabang. Tempat ini tentu salah satunya.
Di ujung lorong, ada sepasang jeruji besi yang amat tebal.
Gong-suen Jing mengeluarkan serenteng besar kunci dari sabuknya
dan menggunakan tiga buah dari kunci-kunci itu untuk membuka
tiga buah gembok. Baru kemudian dua orang penjaga di balik jeruji
itu mendorong pintu hingga terbuka.
Tapi ini bukanlah pintu terakhir.
Gong-suen Jing tersenyum lembut, "Aku tahu banyak orang
yang mampu untuk datang ke mari; keamanan di tempat ini
bukanlah yang paling sulit ditembus. Tetapi bergerak maju
mulai dari sini adalah tugas yang berat."
"Mengapa?" tanya Tuan Muda Zhu.
"Di antara titik ini dan pintu batu di sana itu, total ada tigapuluh
macam perangkap tersembunyi. Bisakujamin bahwa cuma tujuh
orang di dunia ini yang bisa melewati semuanya."
Tuan Muda Zhu menghela napas, "Untunglah, tentu aku bukan salah
satu dari ketujuh orang itu."
"Mengapa kau tidak mencoba?" kata Gong-suen Jing dengan sikap
yang makin ramah. "Mungkin aku akan mencobanya lain kali, tapi tidak sekarang."


Pedang Abadi Zhang Seng Jian Serial 7 Senjata Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mengapa tidak?"
"Karena aku masih amat senang dengan hidupku sekarang ini."
*** Jarak dari jeruji besi ke pintu batu itu tidak terlalu jauh, tapi setelah
mendengar kata-kata Gong-suen Jing, pintu batu itu seperti menjadi
sepuluh kali lebih jauh. Pintu batu itu tidak berat.
Kembali Gong-suen Jing menggunakan tiga buah kunci untuk
membuka gembok-gembok di pintu itu. Di balik pintu setebal dua
kaki itu terdapat sebuah sel batu selebar sembilan kaki. Ruangan itu
terasa menyeramkan dan dingin, seolah-olah sedang berada di
tengah kuburan kaisar jaman kuno. Di mana seharusnya peti mati
berada, malah ada sebuah peti besi yang amat besar. Untuk
membuka peti ini, dibutuhkan paling sedikit tiga buah kunci lagi.
Tapi ketiga kunci ini bukanlah yang terakhir, karena di dalam peti itu
ada lagi sebuah peti besi yang lebih kecil.
Tuan Muda Zhu kembali menghela napas, "Menilik keamanan
yang amat ketat ini, seharusnya kita mengajukan penawaran yang
lebih tinggi." "Tuan Muda Zhu memang orang yang bijak," seringai Gong-suen
Jing. Ia mengeluarkan peti kecil itu dan membukanya.
Senyumnya yang ramah tiba-tiba lenyap, ekspresi wajahnya
seperti orang yang disumpal mulutnya
dengan sebutir buah kesemek busuk.
*** Peti besi kecil itu kosong melompong, hanya ada sehelai kertas di
dalamnya. Di atas kertas tertulis, "Terima kasih, kau memang orang
yang baik." 4. Kamar batu itu seram dan dingin, tapi Gong-suen Jing malah
mengucurkan keringat. Butir-butir keringat sebesar kacang kedelai
pun mengucur di wajahnya yang pucat.
Tuan Muda Zhu memandangnya, sorot matanya lembut seperti
ketika dia sedang menatap tangannyasendiri, dan katanya dengan
lembut, "Kau tentu tahu."
"Tahu.... tahu apa?"
"Tahu siapa yang berterima-kasih padamu."
Gong-suen Jing mengepalkan tinjunya dan tiba-tiba membalikkan
badan dan berlari keluar. Tuan Muda Zhu menarik napas dan
bergumam, "Agaknya dia benar-benar orang yang baik.
Sayangnya, mereka bilang orang yang baik tidak akan berumur
panjang......" *** "Misalkan benar-benar cuma tujuh orang yang bisa melewati
ketigapuluh perangkap tadi, siapa saja ketujuh orang itu?"
"Ada satu orang yang jelas tidak akan menemui hambatan
sama sekali. Tak perduli bagaimanapun caramu menentukan
ketujuh orang itu, dia tetap harus menjadi salah satu dari ketujuh
orang itu." "Siapa dia?" "Bai Yu-jing!" Bab 2: Bai Yu-Jing Bai Yu-jing tidak berada di khayangan, tapi di atas punggung kuda.
[Catatan: Bai Yu-jing berarti Kota Pualam Putih, yang muncul
pada bait syair terkenal di atas, digunakan oleh Gu Long sebagai
nama tokoh utama dalam cerita ini.]
Pelananya sudah usang, sepatu kulit dan sarung pedangnya pun
sama tuanya, tapi bajunya masih baru.
Sarung pedang itu terayun-ayun di pelananya; angin musim semi
berhembus lembut di wajahnya. Ia merasa amat senang, amat
gembira. Pelana tua terasa lebih empuk untuk diduduki; sepatu kulit usang
terasa lebih nyaman di kaki; sarung bekas tidak akan merusak
ujung pedangnya yang tajam; pakaian baru selalu membuatnya
merasawaspada dan tenang, penuh tenaga.
Yang paling membuatnya gembira, tapinya, bukanlah benda-benda
itu, tapi sepasang mata. Di dalam kereta besar di depannya,
sepasang mata yang indah menawan sedang mengintip ke
arahnya dengan sembunyi-sembunyi. Ini bukanlah pertama
kalinya ia melihat mata itu. Ia ingat bahwa saat pertama kali ia
melihatnya adalah ketika berada di sebuah losmen di sebuah kota
kecil. Dia baru saja memasuki losmen itu, gadis itu kebetulan sedang
melangkah keluar. Gadis itu pun bertubrukan dengannya.
Senyum minta maafnya tampak malu-malu, wajahnya merah
padam seperti matahari yang dibasahi oleh air hujan.
Melihat tingkahnya yang malu-malu, dia pun berharap gadis itu
akan bertubrukan lagi dengannya, karena walaupun perempuan
itu seorang wanita yang amat menarik, dia sendiri bukanlah
seorang lelaki sejati yang sempurna.
Kali kedua ia melihatnya di sebuah rumah makan. Ia baru saja
hendak meneguk cawan minumannyayang kedua ketika gadis itu
masuk, dan memberikannya senyuman yang sama, sambil
menundukkan kepalanya dengan malu-malu kucing.
Senyuman gadis itu tetap malu-malu. Kali ini Bai Yu-jing juga
tersenyum. Ini dilakukannya karena dia tahu, seandainya gadis ini
berjumpa dengan orang lain, dia tentu tak akan tersenyum seperti
itu. Dia juga tahu bahwa dirinya bukanlah laki-laki yang tidak
menarik, sesuatu yang amat dia yakini penuh. Itulah sebabnya ia
pergi lebih dulu, tapi tidak tergesa-gesa melanjutkan perjalanannya.
Seperti yang diperkirakan, kereta gadis itu sekarang telah
menyusulnya " apakah ini terjadi dengan sengaja" Atau murni
kebetulan saja" Dia memandang dirinya sendiri sebagai seorang
petualang, terlahir untuk mengembara, dan telah bertemu segala
jenis manusia di sepanjang perjalanannya.
Ada orang-orang liar berjenggot merah yang berkeliaran di luar
dinding peradaban, dan para ksatriaberbaju besi yang memacu
kudanya melintasi gurun pasir besar; ada pula penjahat-penjahat
kejam yang membunuh orang tanpa berkedip matanya, serta orangorang
muda yang idealis. Tapi hidupnya selalu segar dan berwarna.
Ia tidak pernah bisa meramal " peristiwa apa yang akan terjadi
pada tahap berikutnya dari perjalanannya" Orang-orang macam apa
pula yang akan ia temui"
Angin berhembus semakin dingin.
Hujan musim semi yang membawa kabut tiba-tiba turun dari awan,
membasahi baju barunya. Kereta di depannya tiba-tiba berhenti. Ia
lalu mendekatinya dan melihat bahwa tirainya telah tersingkap,
dan mata yang memikat itu sedang menatapnya dengan tajam.
Sorot mata yang memikat, senyum malu-malu, bentuk wajah yang
seperti biji kuaci, tanpa sentuhan alat rias, tetapi mengenakan baju
berwarna cerah seperti matahari terbenam di balik awan.
Gadis itu menunjuk pada kakinya yang indah, lalu pada baju Bai Yujing
yang basah. Tangannya tampak halus dan jari-jarinya lentik
seperti daun bawang di musim semi. Bai Yu-jing menunjuk dirinya
sendiri, kemudian menunjuk bagian dalam kereta.
Gadis itu mengangguk, dan dengan senyum memikat, membukakan
pintu. Bagian dalam kereta itu tampak nyaman dan kering, alas
tempat duduk yang terbuat dari sutera tampak halus seperti kulit
gadis itu. Ia turun dari kuda dan melangkah masuk ke dalam kereta.
Hujan masih turun bersama kabut; hujan ini turun pada saat yang
tepat. Di musim semi, agaknya alam sering sekali memanjakan
manusia dengan mengatur perjumpaan-perjumpaan tak disengaja,
membuat orang-orang yang menawan hati bertemu di tempattempat
tak terduga. Tidak ada kecanggungan, juga tiada kata-kata yang tidak perlu.
Seolah-olah Bai Yu-jing sudah mengenalnya sejak dia lahir.
Seakan-akan di sepanjang hidupnya dia sudah terbiasa duduk di
dalam kereta ini. Ini perjalanan yang sunyi, penuh kepedihan bagi orang-orang yang
melakukannya " tapi siapa yang bisa mengatakan bahwa mereka
seharusnya tidak bertemu secara kebetulan"
Ketika dia bermaksud hendak mengusap wajahnya yang basah
dengan lengan bajunya, gadis itu memberikan sehelai saputangan
sutera merah yang lembut. Dia menatap gadis itu, tapi si nona
menundukkan kepalanya dan bermain-main dengan ujung
bajunya. "Terima kasih kembali."
"Margaku Bai, namaku Bai Yu-jing."
Si nona tersenyum menawan dan berkata, "Kota pualam putih
di langit" Punya lima menara dan duabelas benteng, di mana
seorang dewa berdiam di atas kepalaku, memelihara rambut
yang panjang dan hidupku bersamanya."
Bai Yu-jing pun tersenyum. "Kau juga menyukai Li Bai?"
Si nona memegang ujung bajunya dengan jari-jarinya yang lentik,
dan mulai bersyair dengan suarayang sungguh-sungguh, "Saat
melakukan perjalanan di Laut Timur, aku melihat keajaiban
gunung Lao. Di atas gunung aku bertemu dengan Tuan An
yang legendaris, yang memberiku buah plum sebesar melon,
sehingga aku berangkat tua tanpa teringat pada kampung
halamanku. Rona muka seorang pemuda telah lenyap dari
wajahku, dan rambutku pun memutih yang menandakan akhir
kehidupanku. Aku dahaga akan obat awet muda, dan melangkah ke
atas kereta awan. Aku ingin ikuttuanku ke negeri khayangan di
seberang sana, dan menghabiskan waktuku dengan
membersihkan bunga-bunga yang berguguran, ditemani oleh para
bidadari." Di bagian yang menyebutkan 'gunung Lao', suaranya agak berhenti
sejenak. Bai Yu-jing memberanikan diri, "Nona Lao?"
Sambil menundukkan kepala semakin rendah, si nona menjawab
dengan lembut, "Yuan Zi-xia."
Tiba-tiba terdengar bunyi derap kaki kuda, tiga ekor kuda lalu
melintas, dan tiga pasang mata yang tajam menyapu ke bagian
dalam kereta. Saat kuda-kuda itu lewat dengan kecepatan tinggi,
penunggang kuda yang paling belakang mendadak melompat dari
pelananya, melayang ke belakang sejauh dua zhang dan mendarat
di atas pelana kuda Bai Yu-jing, dan dengan ujung kakinya
menggaet sarung pedang yang tergantung di pelana.
Ketiga ekor kuda tadi kembali berbalik ke arah kereta. Sambil
memutar tubuhnya, penunggang kuda tadi lalu berpindah
dengan cekatan ke atas kudanya sendiri. Dalam sekejap mata
ketiga ekor kuda itu sudah menghilang dalam kabut yang
samar-samar, tidak terlihat lagi.
Mata indah Yuan Zi-xia terbelalak dan ia pun berseru, "Mereka
mencuri pedangmu!" Bai Yu-jing menyeringai tipis.
Yuan Zi-xia berkata, "Kau melihat mereka mengambil barangmu,
dan kau tidak mau berbuat apa-apa?"
Bai Yu-jing tetap menyeringai.
Sambil menggigit bibirnya, Yuan Zi-xia berkata, "Menurut cerita, ada
orang-orang di dunia persilatan yang memandang pedang mereka
sebagai nyawa mereka sendiri."
"Aku bukan orang seperti itu," kata Bai Yu-jing.
Yuan Zi-xia menghela napas dengan lembut, tampaknya dia kecewa.
Apakah ada gadis yang tidak mengagumi pahlawan-pahlawan yang
tampan" Jika kau berkelahi hingga mati demi sebilah pedang,
mereka mungkin akan menganggapmu sebagai orang tolol, atau
mungkin mereka akan menumpahkan air mata untukmu.
Tapi jika kau cuma duduk mengawasi orang lain mengambil
pedangmu dan tak berbuat apa-apa, mereka tentu akan merasa
kecewa. Bai Yu-jing menatapnya, lalu menyeringai sekali lagi dan berkata,
"Agaknya kau tahu banyak tentang dunia persilatan."
Yuan Zi-xia menjawab, "Tidak banyak, tapi aku suka mendengarkan
dan menonton." "Itukah sebabnya kau pergi dari rumah untuk melakukan perjalanan
seorang diri?" tanya Bai Yu-jing.
Yuan Zi-xia mengangguk, dan memain-mainkan ujung bajunya lagi.
Bai Yu-jing lalu berkata, "Untunglah belum banyak yang kau lihat;
bila telah banyak yang kau lihat, kau tentu akan kecewa."
"Mengapa?" Yuan Zi-xia bertanya.
"Hal-hal yang akan kau lihat tidak seromantis cerita-cerita yang
pernah kau dengar," Bai Yu-jing menjawab.
Yuan Zi-xia agaknya ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi tidak jadi.
Tepat saat itulah bunyi derap kaki kembali berkumandang, tiga
ekor kuda yang baru lewat tadi ternyata kembali lagi.
Penunggang satunya mencondongkan badan ke belakang seperti
bendera yang tertiup angin, dan dengan tangan terjulur,
mengembalikan sarung tadi ke tempatnya semula di samping
pelana. Pada saat yang sama, kedua temannya menjura bersamaan dan
membungkukkan badan ke depan dari pelana mereka, sebelum
kembali menghilang dalam kabut.
Mata Yuan Zi-xia pun terbelalak, tampaknya ia merasa bingung
dan bersemangat, "Mereka mengembalikan pedangmu!"
Bai Yu-jing hanya menyeringai.
Yuan Zi-xia mengedip-ngedipkan matanya, lalu berkata, "Kau tahu
mereka akan mengembalikannya?"
Bai Yu-jing menyeringai lagi.
Yuan Zi-xia menatapnya, matanya bersinar terang. "Agaknya mereka
takut padamu." "Takut padaku?" Bai Yu-jing mengulang.
"Kau.... kau tentu telah banyak membunuh orang dengan
pedang itu!" suara Yuan Zi-xia bergetar karena terlalu
bersemangat. "Apakah aku kelihatan seperti seorang pembunuh?" Bai Yu-jing
mengulang. "Tidak," Yuan Zi-xia mengakui.
"Kurasa juga tidak," kata Bai Yu-jing.
"Tapi, kalau begitu, kenapa mereka takut padamu?" Yuan Zi-xia
bertanya dengan ragu-ragu.
"Mungkin mereka takut padamu, bukan padaku," Bai Yu-jing
berkata. Yuan Zi-xia tersenyum. "Aku" Mengapa mereka takut padaku?"
Bai Yu-jing berkata sambil menghela napas, "'Satu senyuman
bisa menaklukkan sebuah kota, satu senyuman lagi bisa
meratakan sebuah negara'. Tak perduli betapa pun tajamnya
sebuah pedang, tetap saja tidak bisa dibandingkan dengan
senyuman seorang perempuan cantik."
Kali ini senyuman Yuan Zi-xia semakin menawan. Dengan mata
berkedip-kedip, ia pun bertanya, "Kau.... kau takut padaku tidak?"
Seperti ada kekuatan yang tak tertahankan di dalam sorot matanya,
sesuatu yang seperti menantang Bai Yu-jing.
Sambil menarik napas, Bai Yu-jing berkata, "Walaupun aku tidak
ingin takut padamu, tapi aku tak bisa mencegahnya."
Yuan Zi-xia menggigit bibirnya, lalu berkata, "Jika kau takut padaku,
sebaiknya kau lakukan apa yang kukatakan, benar?"
"Tentu saja," Bai Yu-jing menjawab.


Pedang Abadi Zhang Seng Jian Serial 7 Senjata Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagus," Yuan Zi-xia tampak puas. "Aku ingin kau minum
bersamaku." Bai Yu-jing tampak heran. "Kau bisa minum?"
"Aku kan tidak kelihatan seperti orang yang tak kuat minum?"
"Memang," Bai Yu-jing menjawab sambil menghela napas lagi.
Ia tidak punya pilihan kecuali harus mengakuinya.
Karena ia tahu, minum itu seperti membunuh orang, kau tidak bisa
tahu siapa yang hebat dalam hal itu hanya dari tampangnya saja.
Bai Yu-jing pernah mabuk sebelumnya, cukup sering malah, tapi
tidak pernah semabuk ini. Ketika dia masih amat muda, dia telah
mendapatkan sebuah pelajaran.
Di dunia persilatan, ada tiga jenis manusia yang paling sukar
dihadapi " pengemis, pendeta dan perempuan.
Jika kau ingin melewati hari-harimu dengan tenang, sebaiknya
jangan ganggu mereka, baik itu dengan berkelahi atau dengan
adu minum. Sayangnya lama-kelamaan dia telah melupakan pelajaran ini,
mungkin karena dia tidak ingin hari-harinya lewat begitu tenang.
Inilah sebabnya kenapa dia akhirnya tersadar dengan kepala yang
rasanya seperti akan pecah. Dia hanya teringat bahwa akhirnya dia
beruntun kalah tiga babak dalam adu minum mereka, dan
dihukum harus menenggak tiga cawan besar arak dengan amat
cepat. Sesudah itu benaknya seperti mendadak kosong, dan jika bukan
karena sesuatu yang dingin seperti es menyentuh wajahnya, dia
mungkin tidak akan terbangun.
Sesuatu yang dingin seperti ini tentulah tangan Xiao Fang.
Tidak ada orang yang memiliki tangan sedingin ini, kecuali
karena Xiao Fang tidak punya tangan kanan.
Di tempat di mana seharusnya tangan kanannya berada, terdapat
sebuah gaetan besi. Xiao Fang bernama Fang Long Xiang, walaupun dia tidak kecil lagi.
Jika kau dengar nama ini, dan mengira dia seorang wanita,
maka kau keliru besar, karenakemungkinan besar amat sedikit
laki-laki yang lebih jantan daripada dirinya.
Walaupun sudut matanya sudah ada kerutan, matanya masih tajam
dan cemerlang, dan bisa melihat apa saja yang mungkin tidak kau
lihat. Sekarang dia sedang menatap Bai Yu-jing.
Bai Yu-jing mengangkat kepala dan, sambil mendekap kepalanya,
berkata, "Ya Tuhan, kau. Mengapakau datang?"
"Aku ada di sini karena nenek-moyangmu sudah cukup mendapatkan
ganjarannya," Fang Long Xiang menjawab.
Dengan gaetan besinya dia membelai pelan leher Bai Yu-jing,
dan berkata dengan nada acuh tak acuh, "Jika aku adalah Gaetan
Kembar Wei Chang, aku khawatir kepalamu mungkin sudah berada
di tempat lain." Bai Yu-jing menghela napas sambil bergumam, "Kematian yang
amat cepat seperti itu mungkin tidak begitu menyenangkan."
Fang Long Xiang juga menghela napas, "Itulah salah satu
masalahmu, hidupmu selama ini terlalu menyenangkan."
"Bagaimana kau tahu aku berada di sini?" Bai Yu-jing bertanya.
"Kau tahu bagaimana kau bisa berada di sini?" Fang Long Xiang
balas bertanya. Mereka berada di sebuah kamar yang tampaknya amat bersih,
dengan sebuah jendela yang memperlihatkan kerimbunan sebatang
pohon pakis besar di luar sana.
Bai Yu-jing memandang ke sekelilingnya, menyeringai tak berdaya
dan berkata, "Benarkah kau yang membawaku ke mari?"
Fang Long Xiang berkata, "Lalu menurutmu siapa lagi?"
Bai Yu-jing berkata, "Di mana Nona Yuan?"
"Dia mabuk sepertimu," Fang Long Xiang menjawab.
Bai Yu-jing tersenyum. "Aku tahu dari awal, tidak mungkin dia bisa
minum lebih banyak dariku."
"Dia tidak bisa minum lebih banyak darimu" Lalu bagaimana kau
bisa mabuk lebih dulu?" Fang Long Xiang bertanya.
"Aku minum lebih banyak."
"Oh." "Sebagai seorang lelaki, aku tidak mendesak agar dia minum
sebanyak diriku, dan sementara kami adu minum, aku tidak
memintanya untuk berpegang teguh pada aturan, jadi bagaimana
mungkin aku tidak bisa minum lebih banyak dari dia?" Bai Yu-jing
memberikan alasan. "Jika kalian berdua berkelahi, sebagai seorang laki-laki, kau juga
tentu tidak akan menanggapinya dengan serius," kata Fang Long
Xiang. "Tentu saja." Fang Long Xiang menghela napas. "Ujar-ujar orang tua dulu di dunia
persilatan memang tidak pernah keliru."
"Ujar-ujar yang mana?"
"Karena sebagian besar laki-laki punya masalah yang sama
denganmu, jadi orang-orang tua dulu sudah paham, baik berkelahi
atau minum, jangan pernah bertanding dengan seorang wanita."
"Kau sekarang sudah jadi orang tua?" Bai Yu-jing menyeringai.
Fang Long Xiang melanjutkan, "Tapi, ada satu hal yang tidak
terpikirkan olehku, yaitu betapa besarnya perkembangan egomu."
"Ego yang mana?"
"Sementara kau enak-enakan tidur di sini, sedikitnya ada sepuluh
orang yang berdiri menjaga di luar."
Tampak terperanjat, Bai Yu-jing segera bertanya, "Orang-orang
macam apa?" "Orang-orang yang biasanya dikirim oleh musuh yang tangguh."
"Siapa saja mereka?"
"Jika kau bisa bangkit, lebih baik kau lihat sendiri."
Kamar itu adalah kamar terakhir di lantai atas sebuah bangunan
kecil. Di kamar itu terdapat sebuah jendela belakang yang
menghadap ke sebuah gang sempit.
Seorang laki-laki bungkuk memakai topi sobek dan mantel
hujan yang compang-camping duduk terkantuk-kantuk di bawah
terik matahari musim semi.
Fang Long Xiang mendorong daun jendela hingga terbuka dengan
gaetannya. "Tahukah kau siapa si bungkuk itu?"
"Aku hanya bisa melihat bahwa dia bungkuk," Bai Yu-jing berkata
dengan nada getas. "Kau akan tahu siapa dia jika dia melepaskan topinya."
"Bagaimana aku bisa tahu?"
"Karena warna rambutnya berbeda dengan orang lain."
Sambil mengerutkan alisnya, Bai Yu-jing berkata, "Perkumpulan
Rambut Merah dari Sungai Timur?"
Fang Long Xiang mengangguk. "Dilihat dari tampangnya, jika
bukan orang kedua dari Sembilan Sekawan Berambut Merah, dia
tentu yang nomor tujuh."
Bai Yu-jing tidak bertanya lagi, karena dia selalu percaya pada mata
Fang Long Xiang yang tajam.
Fang Long Xiang berkata, "Kau lihat lagi orang yang berada di
bawah pohon di pintu masuk sana."
Di pintu masuk ke gang sempit itu berdiri sebatang pohon
buah yang besar, di bawahnya terdapat sebuah gerobak penjual
sup akar teratai. Pemilik gerobak itu sedang menuangkan
seperiuk air mendidih ke dalam semangkok tepung.
"Kekuatan pergelangan tangannya lumayan," Bai Yu-jing berkata.
"Tentu saja lumayan," Fang Long Xiang menjawab. "Kalau tidak, dia
tak akan mampu menggunakan golok seberat duapuluh tujuh pon."
"Golok seberat duapuluh tujuh pon" Dia dari Gunung Tai-hang?"
"Akhirnya kali ini kau benar. Goloknya disembunyikan di dalam
gerobaknya." "Bagaimana dengan orang yang sedang makan sup itu?" Bai Yu-jing
menunjuk. Berjongkok di bawah pohon itu ada seorang laki-laki yang
menggenggam mangkuk berisi sup akar teratai. Dia
menghirupnya lambat-lambat, tapi matanya selalu terpaku ke arah
kamar mereka. Fang Long Xiang berkata, "Di gerobak itu terdapat dua bilah golok."
Bai Yu-jing bertanya, "Mereka berdua adalah kakak-beradik di bawah
pimpinan Zhao Yi-dao?"
"Dialah Zhao Yi-dao," Fang Long Xiang menjawab. Dia menepuk
bahu Bai Yu-jing. "Mendapatkan Zhao Yi-dao sebagai penjagamu,
kau tak bisa mengatakan kalau egomu kecil."
Bai Yu-jing tersenyum. "Egoku memang tidak kecil."
Tepat saat itulah, seorang detektif pemerintah, memakai topi
berujung bundar dan berseragam warna pucat, datang
mengendap-endap dari ujung lain gang itu. Ketika tiba di bawah
pohon, dia jugamembeli semangkuk sup.
"Tampaknya Zhao Yi-dao seharusnya berganti profesi menjadi
penjual sup akar teratai saja," Bai Yu-jing berkata sambil
menyeringai. "Berdagang sup ini hasilnya lumayan, dan agaknya
tidak adaresikonya."
"Tidak beresiko?" tanya Fang Long Xiang.
"Resiko apa yang ada di sana?" Bai Yu-jing balas bertanya.
"Laki-laki bertopi merah berujung bundar itu, siapa yang tahu
kapan dia akan menusuk punggungnya."
"Sejak kapan detektif pemerintah membunuh orang semaunya
sendiri di sebuah gang sempit?"
"Dia sekarang sedang memakai topi detektif, tapi dia datang ke sini
dengan seekor kuda putih."
"Kuda Putih Zhang San?" kata Bai Yu-jing.
"Kau tidak yakin?"
"Kuda Putih Zhang San selalu bekerja seorang diri. Bagaimana
dia bisa bergabung dengan orang-orang ini?"
Fang Long Xiang berkata dengan nada kering. "Itulah pertanyaan
yang ingin kuajukan padamu."
"Mungkinkah ini kebetulan saja?"
"Sedikit sekali kejadian yang serba kebetulan di dunia ini."
Bai Yu-jing menuangkan secawan teh dingin untuk dirinya
sendiri, menenggaknya dalam satu tegukan, lalu bertanya, "Selain
keempat orang itu, siapa lagi yang ada di sana?"
"Kau tidak ingin melihat keluar?" kata Fang Long Xiang.
"Orang-orang ini saja sudah cukup untuk kulihat."
"Cobalah perhatikan lebih jauh, kujamin orang-orang lainnya tidak
kalah menarik." "Bagaimana kau tahu semua orang ini akan datang ke sini?" Bai Yujing
bertanya. "Jangan lupakan tempat siapa ini," Fang Long Xiang menjawab
sambil menyeringai. Bai Yu-jing pun menyengir. "Jika aku lupa, aku tidak akan pingsan
dalam keadaan mabuk."
Fang Long Xiang mengawasinya dengan kesal. "Jadi semua ini
sudah direncanakan olehmu. Kau sudah memperhitungkan kalau
aku akan menjagamu."
"Kau adalah penjagaku, dan kau pun tentu bersedia memberi
piutang padaku," Bai Yu-jing berkata sambil tersenyum. "Karena
aku tamu di sini, aku akan menyerahkan segalanya ke tanganmu."
"Kau akan berhutang apa saja?"
"Aku berhutang makan dan minum, sampai kau menjerit meminta
bantuanku." Fang Long Xiang menarik napas dan tersenyum letih. "Orang
sepertimu memang tidak pernah mabuk di tempat yang salah."
Di bawah jendela depan kamar itu terdapat sebuah halaman yang
tidak besar dan juga tidak kecil. Sebatang pohon ungu tumbuh di
halaman itu, di bawahnya terdapat sebuah gentong besar berisi ikan
mas. Seorang pemuda gemuk, dengan menggendong tangan, sedang
mengawasi ikan mas itu. Sesosok tubuh jangkung dan kurus
berbaju hitam berada di belakangnya bagaikan sebuah bayangan.
Seorang wanita tua yang seluruh rambutnya sudah memutih,
membimbing seorang bocah berusia tigabelas atau empatbelas
tahun menyeberangi halaman itu dengan langkah-langkah yang
lambat. Tiga orang laki-laki kekar berbaju warna terang dan ringkas
berdiri dalam sebuah barisan di depan kamar-kamar di sebelah
barat halaman itu, menatap lurus ke pintu gerbang seakan-akan
sedang menantikan seseorang.
"Aku melihat tiga orang itu kemarin," Bai Yu-jing berkata.
"Di mana?" kata Fang Long Xiang.
"Di jalan raya."
"Mereka sedang mencarimu?"
"Mereka hanya ingin meminjam pedangku untuk dilihat."
"Lalu?" "Lalu mereka mengembalikannya," Bai Yu-jing menjawab dengan
tenang. "Seandainya ketua Perkumpulan Naga Hijau sendiri yang
meminjam pedangku, dia pun tentu akan mengembalikannya
juga." Fang Long Xiang mengerutkan kening dan berkata, "Kau tahu
mereka berasal dari Perkumpulan NagaHijau?"
"Jika bukan dari Naga Hijau, aku ragu kalau yang lainnya punya nyali
sebesar ini." Fang Long Xiang meliriknya dari sudut matanya, lalu menggelenggelengkan
kepalanya dan berkata, "Memangnya kau pikir siapa
dirimu?" "Aku adalah Bai Yu-jing."
Fang Long Xiang mengedip-ngedipkan matanya. "Lalu orang macam
apakah Bai Yu-jing itu?"
Bai Yu-jing menjawab sambil menyeringai, "Orang yang tidak
gampang dibunuh." Tiba-tiba, dengan bunyi gemeretak yang nyaring, gentong berisi ikan
mas tadi pecah, ditimpuk oleh sebuah benda tak dikenal. Air di
dalamnya tumpah, dan nyaris membasahi pemuda gemuk tadi.
Tidak ada yang menyangka kejadian itu, tapi tubuh pemuda
gemuk yang berbobot beberapa ratus pon itu tiba-tiba melayang
ke atas. Dengan sebuah jari ia menggaet sebuah ranting pohon
dan bergantungan di udara, seolah-olah tubuhnya terbuat dari
kertas. Yang mengejutkan, ternyata celana laki-laki baju hitam di
belakangnya yang menjadi basah kuyup.
"Siapa yang menyangka, ilmu ginkangnya ternyata lumayan," kata
Bai Yu-jing. "Kau tidak tahu siapa dia?" Fang Long Xiang bertanya.
"Dilihat dari gerakannya, tampaknya dia dari Sekte E'Mei, tapi sejak
tigapuluh tahun yang lalu di sekte itu cuma ada pendeta-pendeta
wanita, semuanya juga cuma makan sayuran. Mereka tidak mungkin
mempunyai anggota gemuk seperti dia."
"Kau lupa dengan ketua sekte E'Mei," Fang Long Xiang memotong.
"Dari keluarga mana dia berasal, sebelum dia menjadi seorang
pendeta?" "Keluarga Zhu, dari propinsi Su."
"Benar," Fang Long Xiang membenarkan. "Orang gemuk ini adalah
putera sulung keluarganya, sang tuan muda."
"Bagaimana dengan pengawalnya?"
"Aku tidak yakin," kata Fang Long Xiang. "Tapi dinilai dari
kungfunya, paling-paling hanya seorang jagoan kelas tiga."
"Dia jelas-jelas punya kungfu kelas satu, jadi mengapa membawa


Pedang Abadi Zhang Seng Jian Serial 7 Senjata Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang pengawal kelas tiga?"
"Karena hal itu menyenangkan dirinya?" Fang Long Xiang
mengangkat bahu. Ikan mas dalam gentong tadi ikut keluar bersama air. Mereka
bergelimpangan tak keruan di atas tanah.
Tapi laki-laki baju hitam itu tetap berdiri tak bergerak dengan kaki
terendam dalam air. Matanya yang cekung tujuh bagian
memperlihatkan perasaan muram, dan tiga bagian perasaan duka.
Fang Long Xiang tiba-tiba menghela napas panjang dan berkata,
"Itulah orang yang patut dikasihani."
"Kau kasihan padanya?" Bai Yu-jing bertanya.
"Jika bukan terbentur tembok hingga tak bisa lari ke manamana,
siapa yang mau menerima pekerjaan seperti ini" Juga,
dilihat dari senjatanya, dahulu dia mungkin memiliki sedikit
ketenaran di dunia persilatan, tapi sekarang....." Fang Long Xiang
sekonyong-konyong merubah pokok pembicaraan dan malah
bertanya, "Tahukah kau siapa yang memecahkan gentong tadi?"
"Si-Ma Guong?" Bai Yu Jing menerka-nerka.
* [Si-Ma Guong, seorang pelajar dan pejabat ternama di masa
dinasti Song Utara, yang dalam sebuah dongeng terkenal
memecahkan sebuah gentong dengan batu-bata untuk menolong
seorang sahabatnya.] Fang Long Xiang menatapnya dengan kesal. "Lucu, lucu sekali."
Bai Yu-jing menyeringai dan berkata, "Jika bukan Si-Ma Guong yang
memecahkan gentong itu, tentu seseorang yang bersembunyi di
kamar ketiga di sisi timur sana."
Setelah menjatuhkan diri dari ranting pohon tadi, Tuan Muda
Zhu pun mendengus ke arah kamar sana.
Perempuan tua berambut putih tadi lalu muncul dengan sebuah
baskom cucian, jelas dia ingin memasukkan ikan-ikan mas tadi ke
dalamnya. Langkah kakinya limbung, tiba-tiba dia tersandung, dan
air di dalam baskom pun tumpah ke atas tanah.
"Menurutmu, siapa perempuan itu?" Bai Yu-jing bertanya.
"Seorang wanita tua," Fang Long Xiang menjawab.
"Mengapa seorang wanita tua datang ke sini?"
"Ini adalah losmen, siapa pun boleh datang ke tempat ini."
"Setidaknya, dia bukan ke mari karena aku?"
"Kau belum cukup tua."
"Naga Hijau, Golok Kilat, Rambut Merah dan Kuda Putih, semua
orang ini datang ke sini hanyauntukku?" Bai Yu-jing terdengar
ragu-ragu. "Bagaimana menurutmu?"
"Aku tidak tahu."
"Kau pernah bersalah pada mereka sebelumnya?"
"Tidak," Bai Yu-jing menggelengkan kepalanya.
"Tidak pernah mengambil barang milik mereka?"
"Apakah aku seorang perampok?"
"Meskipun tidak, kau kan tidak jauh dari itu."
Bai Yu-jing tertawa, lalu berkata dengan santai, "Jika mereka
benar-benar datang ke sini untukku, mengapa mereka tidak
mencariku?" "Mungkin mereka takut padamu, atau mungkin mereka sedang
menunggu seseorang," Fang Long Xiang menjawab.
"Menunggu siapa?"
"Perkumpulan Naga Hijau mempunyai tiga ratus enam puluh
lima cabang, masing-masing dipimpin oleh seorang kepala cabang.
Tidak seorang pun dari mereka bisa diatasi dengan mudah."
"Aku pun agaknya tidak bisa diatasi dengan mudah," Bai Yu-jing
berkata sambil tersenyum.
"Bagaimana dengan dia?" Fang Long Xiang bertanya.
"Dia?" "Pendekar wanitamu yang sedang mabuk itu."
"Kenapa dengan dia?"
"Karena dia datang bersamamu, kau tidak akan meninggalkannya
begitu saja, kan?" Fang Long Xiang bertanya. "Mereka sudah tahu
kalau dia bersamamu, jadi menurutmu mereka akan melepaskan
dia begitu saja?" Sambil mengerutkan keningnya, Bai Yu-jing pun terdiam.
Fang Long Xiang menghela napas. "Hidupmu sudah cukup
menyenangkan. Mengapa membuang semua itu dan datang ke sini
untuk mengalami penderitaan?"
Bai Yu-jing tersenyum tenang. "Aku toh belum menderita."
"Walaupun belum dimulai, masalah itu tentu hanya tinggal
menunggu waktu," Fang Long Xiang berkata sambil menyeringai.
Baru saja habis kata-katanya, terdengar seseorang mengetuk
dinding kamar sebelah. "Itukah dia?" Bai Yu-jing bertanya.
Fang Long Xiang mengangguk dan menepuk bahunya. "Aku
khawatir penderitaanmu baru saja dimulai."
"Penderitaan apa?"
"Terkadang penderitaan adalah kesenangan, dan kesenangan adalah
penderitaan," Fang Long Xiang bertutur dengan bijaksana.
Yuan Zi-xia berbaring di bantal dengan rambut yang kusut,
wajahnya pucat pasi seperti baru saja menderita sakit yang parah.
Pintu kamarnya tertutup tapi tidak dikunci. Tak diketahui apakah ia
baru saja membuka kunci pintu itu atau memang tidak pernah
menguncinya. Dia menggenggam sebuah sepatu di tangannya, jejak sepatu
tampak membekas di atas dinding kamar.
Bai Yu-jing memasuki kamar itu dengan perlahan dan memandang si
nona. Tiba-tiba saja dia menyadari bahwa seorang wanita yang baru saja
mabuk malam sebelumnya seperti memperlihatkan daya tarik baru
yang tak dapat diuraikan dengan kata-kata di pagi harinya.
Denyut jantungnya pun seperti berpacu.
Jika seorang laki-laki, yang mabuk malam sebelumnya, melihat
seorang perempuan cantik di pagi harinya, jantungnya tentu akan
berdebar lebih kencang. Yuan Zi-xia juga sedang menatapnya. Sambil menggigit bibirnya
kuat-kuat, ia berkata, "Kepalaku rasanya seperti akan pecah, dan
kau masih bisa tertawa."
"Aku tidak tertawa," kata Bai Yu-jing.
"Wajahmu tidak tertawa, tapi hatimu yang sedang tertawa."
Bai Yu-jing menyengir. "Kau bisa melihat ke dalam hatiku?"
"Emm," Yuan Zi-xia mengiyakan dengan suara tak jelas.
Suara itu seperti berasal dari hidungnya.
Suara yang keluar dari hidung seorang wanita, sering jauh
lebih merangsang daripada suara yang keluar dari mulutnya.
Bai Yu-jing tak tahan lagi dan bertanya, "Kau tahu apa yang ada
dalam hatiku?" "Emm." "Katakan." "Aku tak bisa," Yuan Zi-xia menggelengkan kepalanya.
"Kenapa?" "Karena....karena....." Wajahnya tiba-tiba memerah, ia menarik
selimut untuk menutupi tubuhnya, lalu tersenyum dan berkata
dengan malu, "Karena di hatimu ada pikiran-pikiran yang tidak
bersih." Jantung Bai Yu-jing berdebar makin kencang.
Memang di benaknya sedang muncul pikiran-pikiran kotor.
Seorang laki-laki yang mabuk malam sebelumnya biasanya menjadi
lebih rapuh di pagi harinya, dan kurang mampu untuk bertahan
terhadap godaan. Bagaimana dengan seorang perempuan yang mabuk malam
sebelumnya" Bai Yu-jing hampir tak bisa menahan keinginan untuk
melangkah menghampirinya.
Mata Yuan Zi-xia mengintipnya dari balik selimut. Sepertinya dia juga
berharap agar Bai Yu-jing mau mendekat.
Dia bukan seorang laki-laki sejati, tapi bila teringat pada
"penjaga-penjaga yang berdiri di luar" untuknya, hatinya pun
serasa karam. Dengan wajah memerah seperti matahari terbenam, Yuan Zi-xia
menggigit bibirnya dan berkata, "Saat aku melihatmu terus
berusaha membuatku mabuk tadi malam, aku pun tahu kau bukan
orang baik-baik." Bai Yu-jing menghela napas dan berkata dengan senyum dikulum,
"Aku yang berusaha membuatmu mabuk?"
"Bukannya memang begitu?" Yuan Zi-xia menatapnya dengan kesal.
"Lalu kenapa kita minum dengan cawan-cawan besar" Sejak kapan
kau lihat seorang gadis minum dengan cawan besar?"
Bai Yu-jing tidak bisa berkata apa-apa.
Bila seorang wanita mengajakmu berdebat, walaupun ada sesuatu
yang hendak kau katakan, sebaiknya kau tutup saja mulutmu.
Ini adalah prinsip yang dia pahami benar-benar.
Sayangnya Yuan Zi-xia tidak mau melepaskannya dengan mudah.
"Sekarang kepalaku sangat sakit, bagaimana tanggung-jawabmu?"
ia berkata lagi. "Kau saja yang mengatakannya." Bai Yu-jing menyeringai sedih.
Si nona memandangnya dengan termangu. "Kau... kau setidaknya
harus meredakan sakit kepalaku."
Sebuah suara tiba-tiba saja berteriak, "Itu gampang, tebas saja
batok kepalanya." Suara itu berasal dari lorong di luar kamar.
Sebelum suara itu hilang, Bai Yu-jing sudah melompat ke luar pintu.
Lorong itu amat sempit. Daun-daun pohon pakis bergoyanggoyang
dalam hembusan angin sepoi-sepoi.
Tidak seorang pun yang terlihat, bahkan bayangan pun tidak
ada, Fang Long Xiang sudah pergi beberapa saat yang lalu.
Dia tidak mau berada di tengah-tengah dua pihak yang bertikai.
Jika bukan Fang Long Xiang, lalu suara siapa itu" Halaman itu
kembali sunyi senyap. Seseorang sudah membersihkan ikan mas dari atas tanah. Tuan
Muda Zhu dan pengawalnya agaknyajuga sudah kembali ke kamar
mereka. Cuma tiga orang laki-laki kekar dari Perkumpulan Naga Hijau yang
masih ada, masih berdiri di sanasambil mengawasi pintu gerbang,
menunggu seseorang yang tidak diketahui identitasnya.
Bai Yu-jing hanya bisa kembali ke dalam kamar.
Yuan Zi-xia sudah duduk di ranjang. Wajahnya kembali tampak
pucat, dia bertanya, "Siapa di luar?"
"Tidak ada siapa-siapa," Bai Yu-jing menjawab.
Mata si nona pun terbelalak. "Tidak ada orang" Lalu siapa yang
bicara tadi?" Bai Yu-jing cuma tersenyum, itulah satu-satunya jawaban yang
terpikir olehnya. Mata Yuan Zi-xia seperti disaput awan karena ketakutan dan dia pun
berkata dengan bimbang, "Dia... dia menyuruhmu untuk menebas
batok kepalaku... Kau tidak akan melakukannya, kan?"
Bai Yu-jing hanya bisa menghela napas.
Tiba-tiba Yuan Zi-xia melompat bangkit dari atas ranjang dan
menghambur ke dalam pelukannya, suaranya terdengar bergetar,
"Aku takut. Tempat ini menyeramkan, kau tidak boleh
meninggalkanku sendirian di sini."
Tangan gadis itu memeluk lehernya erat-erat. Lengan bajunya
pun tersingkap, memperlihatkan lengannya yang mulus seperti
pualam. Yang dia kenakan adalah sehelai gaun tipis. Dadanya terasa hangat
dan kencang. Bai Yu-jing bukan terbuat dari kayu, dia juga bukan
seorang malaikat yang luput dari nafsu.
Yuan Zi-xia berbisik, "Aku ingin kau tinggal di sini bersamaku.
Kau... kenapa kau tidak menutup pintu?"
Bibirnya yang lembut dan merangsang itu berbisik di dekat
telinganya, sangat dekat malah. Tepat saat itu tiba-tiba terdengar
suara tangisan yang memilukan hati dari halaman sana. Siapa yang
menangis itu" Siapa pun dia, tangisannya itu telah dikeluarkan pada
saat yang tidak tepat. Tangan Yuan Zi-xia pun terlepas. Tidak perduli siapa pun yang
mendengar suara tangisan seperti itu, jantung mereka tentu terasa
karam. Gadis itu berdiri di lantai dengan kaki telanjang, sorot matanya
tampak seperti orang bingung, seperti seorang bocah yang tersesat
arah. Tangisan itu pun agaknya berasal dari seorang bocah.
Bai Yu-jing berjalan ke arah jendela dan melihat sebuah peti.
Perempuan tua berambut putih dan bocah kecil tadi tampak
bersandar di peti mati itu sambil menangis tersedu-sedu, suara
mereka sudah hampir hilang.
Tidak jelas siapa yang membawa peti itu ke sana, tapi mereka
telah meletakkan peti mati itu di tempat gentong ikan mas tadi
berada. Sudah cukup orang hidup yang datang ke tempat ini, dan
sekarang, entah dari mana asalnya, satu orang mati pun sudah
datang. Bai Yu-jing menghela napas sambil bergumam, "Setidaknya
orang mati tak mungkin datang karena aku......"
Yuan Zi-xia menutup pintu, menarik sebuah kursi dan duduk di
pinggir jendela. Di halaman, tampak dua orang biksu yang sedang membacakan
doa. Menyaksikan upacara ini dari bangunan sebelah atas, kepala
biksu-biksu yang berkilauan itu mungkin tampak amat lucu, tapi
suara mereka saat membacakan doa terdengar khusyuk dan
memilukan. Di samping suara yang monoton dan memilukan itu, juga terdengar
suara isak tangis perempuan tuadan bocah itu. Hal ini membuat
orang-orang yang mendengarnya akan teringat kembali pada
kesedihan dan kerisauan di hati mereka.
Yuan Zi-xia menarik napas dan mengangkat muka untuk melihat
cuaca. Dia tidak tahu pukul berapa dia bangun tadi, tapi sekarang
jelas sudah senja. Langit tampak mendung, seolah akan turun hujan. Tiga orang
lelaki dari Perkumpulan Naga Hijau juga sudah memindahkan kursi
mereka dan duduk di bawah wuwungan. Mereka melihat ke
sekeliling mereka sambil menanti dengan wajah gelisah.
Bai Yu-jing dan Fang Long Xiang sedang berjalan, melangkah
dengan perlahan ke arah pintu gerbang. Mereka tentu saja tidak
memandang pada orang lain, tetapi mereka dapat merasakan
banyaknya mata yang menatap mereka di balik punggung
mereka. Jika secara kebetulan mereka berpaling ke arah sana,
pandangan mata orang-orang itu tentu akan segera beralih dari
mereka. Yuan Zi-xia tentu saja merupakan pengecualian. Di matanya
terlihat kehangatan yang tak dapatdiuraikan dengan kata-kata,
terulur seperti benang sutera yang terikat di tumit kaki Bai Yu-jing.
Di luar pintu, pemandangan tampak indah seperti lukisan. Jalan yang
terlihat coklat gelap, berkelok-kelok mulai dari tempat itu seperti
seekor cacing, menembus hutan yang hijau, menelusuri danau
berair biru yang dalam, lalu tiba di jalan raya yang ramai.
Gunung di kejauhan tampak berawan, seperti dalam kabut, terlihat
indah sekaligus penuh hawa gaib. Kota kecil itu tentu saja tidak jauh
dari sini, tapi ada danau biru dan hutan hijau yang memisahkan
tempat ini dengan keramaian di bawah gunung sana.


Pedang Abadi Zhang Seng Jian Serial 7 Senjata Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bai Yu-jing menarik napas dalam-dalam untuk menghirup udara
segar dan merasa sedih. Tak tahan ia menghela napas dan berkata:
"Aku suka tempat ini."
Fang Long Xiang berkata: "Banyak orang yang menyukai tempat ini."
Bai Yu-jing berkata: "Ada orang hidup dan ada juga orang mati."
Fang Long Xiang berkata: "Biasanya orang mati tidak diterima di
sini." Bai Yu-jing berkata: "Hari ini adalah kekecualian."
Fang Long Xiang berkata: "Tamu mana pun yang tinggal di
tempat ini, tak perduli siapa pun dia, harus patuh pada aturan
dan tidak boleh melanggarnya."
Bai Yu-jing berkata: "Jika dia membunuh orang?"
Fang Long Xiang tersenyum dan berkata: "Hal itu tergantung pada
siapa yang membunuh dan siapa yang dibunuh."
Bai Yu-jing berkata dengan dingin: "Omonganmu itu jelas cuma
basa-basi seorang pedagang."
Fang Long Xiang berkata: "Aku memang seorang pedagang."
Bai Yu-jing berjalan maju beberapa langkah dan berkata:
"Kukira mereka tidak akan membiarkanku pergi, tapi waktu aku
keluar, tidak seorang pun yang menghalangiku."
Fang Long Xiang berkata: "Emm."
Bai Yu-jing berkata pula: "Mungkin mereka bukan datang untukku."
Fang Long Xiang berkata: "Mungkin."
Bai Yu-jing tiba-tiba menepuk pundaknya dan berkata sambil
tersenyum: "Kali ini nasibmu memang bagus."
Fang Long Xiang berkata: "Nasib apa?"
Bai Yu-jing berkata: "Kau tidak perlu takut kalau aku menyalahgunakan
kebaikanmu. Aku akan pergi besok pagi-pagi sekali."
Fang Long Xiang berkata: "Malam ini kau....."
Bai Yu-jing berkata: "Malam ini aku ingin minum, jangan biarkan
lemarimu tertutup rapat."
Mimik wajah Fang Long Xiang mendadak berubah sendu, dan
sambil menatap gunung berawan di kejauhan sana, perlahanlahan
ia berkata: "Malam ini pasti amat panjang."
Bai Yu-jing berkata: "Oh."
Fang Long Xiang berkata: "Malam yang begini panjang, tentu akan
ada banyak urusan." Bai Yu-jing berkata: "Oh."
Fang Long Xiang berujar: "Juga cukup panjang untuk membunuh
orang." Bai Yu-jing berkata: "Oh."
Fang Long Xiang tiba-tiba berpaling dan menatapnya. Lalu ia
berkata: "Kau tentu menunggu kedatangan orang itu, dan
kemudian barulah kau mau pergi?"
Bai Yu-jing berkata: "Siapa orang itu?"
Fang Long Xiang berkata: "Orang yang sedang ditunggu oleh orangorang
Naga Hijau." Bai Yu-jing tersenyum, di matanya terlihat ekspresi yang amat
luar biasa. Setelah sekian lama, barulah kemudian ia berkata
dengan perlahan: "Sejujurnya, lambat laun aku merasa orang ini
sangat menarik." Fang Long Xiang berkata: "Kau tidak tahu apa-apa tentang dia."
Bai Yu-jing berkata: "Karena aku tidak tahu, maka aku menganggap
dia menarik." Fang Long Xiang berkata: "Asalkan ada urusan yang menarik, kau
tak akan pergi?" Bai Yu-jing berkata: "Biasanya ya."
Fang Long Xiang berkata: "Adakah orang yang bisa membuatmu
berubah pikiran?" Bai Yu-jing berkata: "Tidak ada."
Fang Long Xiang menghela napas dan berkata: "Bagus, akan
kuambilkan arak dan biar kau loloh pendekar wanitamu itu
sampai mabuk." Bai Yu-jing berkata: "Aku juga harus pergi berganti pakaian."
Fang Long Xiang berkata: "Sekarang?"
Bai Yu-jing berkata: "Bila tiba waktu minum arak, aku selalu
mengenakan baju baru."
Sorot mata Fang Long Xiang tampak berkilat-kilat, katanya: "Bila
tiba waktu untuk membunuh, kau juga selalu berganti pakaian
baru?" Bai Yu-jing tersenyum dan berkata dengan nada ringan: "Itu
tergantung siapa orang yang akan kubunuh."
Yuan Zi-xia duduk di atas ranjang, memegang selimut yang terlipat
dan berkata: "Mengapa kita tidak membawa arak itu ke sini dan
minum di kamar ini."
Bai Yu-jing tersenyum dan berkata: "Untuk minum arak, kita
butuh tempat yang tepat, kalau tidak arak yang enak pun akan
terasa getir." Yuan Zi-xia berkata: "Mengapa tempat ini tidak tepat?"
Bai Yu-jing berkata: "Tempat ini gunanya untuk tidur."
Yuan Zi-xia berkata: "Tapi... di bawah ada banyak orang, aku
tidak punya pakaian baru untuk dikenakan, bagaimana aku bisa
turun ke bawah?" Bai Yu-jing berkata: "Akulah pakaian barumu."
Yuan Zi-xia berkata: "Kau?"
Bai Yu-jing berkata: "Dengan aku berada bersamamu, kau tidak
perlu berganti baju, orang lain mungkin tidak akan
memandangmu." Yuan Zi-xia tersenyum menawan dan berkata: "Kau selalu mengira
dirimu ini amat hebat?"
Bai Yu-jing berkata: "Biasanya ya."
Yuan Zi-xia berkata: "Mukamu tidak pernah memerah?"
Bai Yu-jing berkata: "Tidak."
Tiba-tiba ia membalikkan badan dan berkata: "Tapi di sini aku takluk
padamu." Yuan Zi-xia berkata: "Kenapa?"
Bai Yu-jing berkata: "Karena wajahku sekarang sedang memerah.
Bila aku malu, aku tak mau orang lain melihatnya."
Yuan Zi-xia mengambil sebuah kotak dan mengeluarkan
seperangkat pakaian. Walaupun ini bukan pakaian baru, tapi
tampak indah seperti awan ungu. Dia menyukai pakaian
berwarna cerah dan menyukai orang-orang 'berwarna cerah'.
Bai Yu-jing agaknya adalah orang seperti ini. Dia angkuh, melakukan
apa pun yang dia sukai, kadang-kadang suka meledak-ledak seperti
anak kecil, terkadang tenang tapi menghanyutkan seperti rubah
yang licik. Dia tahu laki-laki seperti ini tidak mudah untuk
dihadapi. Bila seorang wanita ingin memikatnya, itu bukan hal yang
gampang. Tapi dia memutuskan untuk berusaha.
Rumah makan itu tentu saja tidak besar, tapi sangat baik. Mejanya
terbuat dari kayu padat, lantainyadilapisi oleh batu-batu yang
indah. Di atas dinding juga terpajang kaligrafi dan lukisan yang
sesuai, dan beberapa macam tanaman dengan bunga yang mekar
digantung di dekat pintu. Bila seseorang memasuki ruangan itu, ia
bisa melihat bahwa mencicipi makanan di tempat itu akan membuat
orang merasa terhormat. Karena itu harganya pun lebih mahal
daripada di tempat lain, tapi tidak ada yang keberatan.
Tiga orang laki-laki dari Perkumpulan Naga Hijau duduk di sebuah
meja di dekat pintu, mata merekamenatap keluar pintu. Mereka
jelas sedang menunggu seseorang. Meja Tuan Muda Zhu berada
di dekat jendela. Dia pun sudah mulai makan dan minum
dengan enaknya, sementara si baju hitam berdiri seperti
bayangan di belakangnya. "Apakah pelanggan ini juga ikut makan?"
"Dia akan menungguku selesai makan, baru dia akan makan."
Membiarkan orang lebih dulu dan menunggu orang selesai makan
sebelum bisa makan. Itulah takdir yang dipilih oleh beberapa orang.
Upacara Buddha tadi sudah selesai, secara tak disangka-sangka
kedua biksu tadi juga makan di sini. Kepala mereka yang berkilauan
tampak gemerlap seperti pantat botol. Agaknya kepala mereka baru
saja dicukur. Dalam hembusan angin, suara isak tangis perempuan tua itu
bisa terdengar samar-samar. Sebenarnya siapa yang mati"
Mengapa dia menangis begitu sedih" Apakah orang yang
memecahkan gentong ikan mas itu pernah muncul" Mengapa dia
bersembunyi di dalam kamar seperti tidak berani bertemu siapa
pun" Teh itu rasanya enak, araknya juga arak yang baik.
Bai Yu-jing sudah berganti pakaian dengan baju baru berwarna biru.
Dia sudah minum beberapa gelas arak, seakan-akan tidak ada
urusan yang perlu dirisaukan olehnya. Fang Long Xiang tampak
termangu, dia hanya minum sedikit dan juga tidak banyak makan
sayuran. Yuan Zi-xia berkata dengan menawan: "Kau makan lebih sedikit
daripada seorang gadis muda."
Fang Long Xiang berkata sambil tersenyum: "Karena aku bayar
sendiri, aku selalu tidak mau menghambur-hamburkan uang."
Bai Yu-jing berkata: "Aku juga tidak."
Tiba-tiba ia bertepuk tangan memanggil pelayan dan berkata:
"Bawakan beberapa macam makanan dan arak terbaik untuk orang
di belakang sana." Fang Long Xiang berkata dengan dingin: "Juga untuk si pemakai topi
sobek?" Bai Yu-jing berkata: "Pepatah mengatakan, mereka yang tidak
mengikuti musim, mungkin tak akan berhasil mendapatkan
makanan untuk dimakan."
Tiba-tiba Yuan Zi-xia menyeletuk: "Makanan di sini enak. Kira-kira
bahannya apa ya?" Fang Long Xiang berkata: "Kelabang, kadal, ular kecil."
Wajah Yuan Zi-xia mendadak pucat pasi, dia tak tahan lagi dan
muntah-muntah. Di ruangan itu semua orang diam-diam memandangnya, bahkan
kedua biksu tadi pun tidak terkecuali. Mulut mereka memang
pantang makan daging, tapi mata mereka tentu tidak pantang apaapa.
Tiba-tiba terdengar bunyi derap kaki kuda. Seekor kuda yang
besar berhenti di luar pintu. Ketiga orang laki-laki dari
Perkumpulan Naga Hijau pun mendadak bangkit. Segera muncul
mimik muka yang gembira di wajah mereka. Orang yang mereka
tunggu-tunggu akhirnya tiba.
Fang Long Xiang memandang Bai Yu-jing, mengangkat cawan
arak dan berkata: "Kusulang kau secawan arak."
Bai Yu-jing berkata: "Mengapa kau tiba-tiba bersulang untukku?"
Fang Long Xiang menarik napas dan berkata: "Aku hanya khawatir
aku tak akan punya kesempatan lagi untuk bersulang."
Bai Yu-jing tersenyum dan berkata: "Kita lihat dulu orang ini, baru
kemudian bersulang untukku, tentu masih belum terlambat."
Ketika dia bicara begitu, mata semua orang sedang menatap ke arah
pintu masuk. Kuda besar tadi berdiri di luar, seseorang lalu
masuk dengan tergesa-gesa. Seorang laki-laki kekar berbaju
hitam melangkah masuk dengan keringat bercucuran.
Ketiga orang dari Perkumpulan Naga Hijau melihatnya, di wajah
mereka segera timbul kekecewaan, dan dua orang di antaranya
kemudian duduk. Orang yang datang itu jelas bukan orang yang
dinanti-nantikan. Yang seorang lagi menyambut kedatangan teman mereka itu,
mengerutkan kening dan bertanya: "Kenapa....."
Orang lain mendengar ucapannya itu, tapi suaranya tiba-tiba
berubah menjadi rendah seperti berbisik. Orang yang baru masuk itu
pun berbicara dengan nada yang lebih rendah. Dia hanya
mengucapkan beberapa patah kata sebelum pergi lagi dengan
terburu-buru. Ketiga orang laki-laki dari Perkumpulan Naga Hijau itu saling
berpandangan. Mereka lalu duduk dan minum. Raut muka yang
gelisah tadi tidak terlihat lagi di wajah mereka. Walaupun
orang yang mereka tunggu belum datang, jelas mereka sudah
mendapatkan berita. Tapi berita apa"
Tuan Muda Zhu mengerutkan alisnya dengan gelisah, raut muka
tak sabaran yang tadi terlihat di wajah orang sekarang pun
muncul di wajahnya. Kedua biksu tadi tiba-tiba bangkit, merapikan pakaian mereka
dan berkata: "Tagihan biksu-biksu miskin ini, harap dicatatkan
atas nama Nyonya Guo." Biksu-biksu itu makan di sini karena
keadaan istimewa, tentu saja mereka tidak membayar.
Tapi entah karena alasan apa, Bai Yu-jing selalu merasa bahwa
kedua orang biksu itu tidak terlihat seperti biksu. Sorot matanya
pun tampak seperti orang yang sedang merenung. Ketika mereka
sudah keluar, tiba-tiba dia berkata sambil tersenyum: "Kudengar
kau punya sepasang mata yang tajam seperti rubah sejak lahir.
Aku ingin mengujimu."
Fang Long Xiang berkata: "Ujian macam apa?"
Bai Yu-jing berkata: "Ada dua macam ujian."
Fang Long Xiang menghela napas dan berkata: "Ujilah aku."
Bai Yu-jing berkata: "Kau lihat kedua biksu tadi, bagian tubuh mana
yang tadi tidak ada?"
Yuan Zi-xia merasa bingung. Kelima panca indera dua orang biksu
tadi seluruhnya lengkap, dan mereka bukan orang-orang cacat.
Kenapa ada bagian tubuh yang hilang"
Fang Long Xiang memikirkan pertanyaan yang sulit itu dan tiba-tiba
menjawab: "Luka bekas bakaran dupa."
Yuan Zi-xia hanya bisa menghela napas. "Mata kalian benar-benar
tajam, agaknya mereka memang tidak punya luka bekas bakaran
dupa." Bai Yu-jing berkata: "Kedua orang itu memang tidak punya."
Yuan Zi-xia berkata: "Mereka.... mereka bukan biksu sungguhan?"
Bai Yu-jing tersenyum dan berkata: "Kenyataan adalah ilusi, ilusi
adalah nyata, asli dan palsu, kenapakita begitu serius
memikirkannya?" Yuan Zi-xia tersenyum dan berkata: "Kapan kau juga berubah
menjadi biksu" Kenapa kau bicara begitu bijak?"
Fang Long Xiang berkata: "Dia bukan hanya bisa bicara bijak
seperti seorang biksu, dia juga bisa makan tanpa membayar." Dia
tidak membiarkan Bai Yu-jing buka mulut dan berkata lagi: "Kau
telah menguji sekali, lalu apa lagi?"
Bai Yu-jing merendahkan suaranya dan berkata: "Kau tahu
siapa orang yang sedang ditunggu oleh orang-orang Naga Hijau
itu?" Fang Long Xiang menggelengkan kepalanya.
Bai Yu-jing berkata: "Mereka sedang menunggu Wei Tian-ying!"
Fang Long Xiang segera mengerutkan keningnya dan berkata:
"Wei Tian-ying" Si 'Pisau Iblis' Wei Tian-ying?"
Bai Yu-jing mengangguk. Mimik wajah Fang Long Xiang pun berubah dan ia berkata:
"Bukankah orang itu sudah diusir oleh musuh bebuyutannya ke
timur sana, ke Pulau Fu Sang?"
Bai Yu-jing berkata: "Fu Sang bukanlah neraka. Walaupun dia pergi
ke sana, tidak mustahil baginyauntuk kembali."
Fang Long Xiang mengerutkan alisnya dan berkata: "Menurut cerita,
bukan ilmu pisaunya saja yang menakutkan, tapi ia juga telah
mempelajari ilmu 'tahan derita' ala Fu Sang. Dalam Perkumpulan
Naga Hijau, dia dianggap sebagai salah seorang dari 'Dua belas
hantu Naga Hijau'."

Pedang Abadi Zhang Seng Jian Serial 7 Senjata Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bai Yu-jing berkata dengan nada ringan: "Kurasa juga begitu."
Yuan Zi-xia menatapnya dan berkata: "Apa itu ilmu 'tahan derita'?"
Bai Yu-jing berkata: "Ilmu 'tahan derita' adalah kungfu
istimewa yang mengajarkan cara melukai orang secara diam-diam,
jadi lebih baik kau tidak mendengarnya."
Yuan Zi-xia berkata: "Tapi aku ingin dengar."
Bai Yu-jing berkata: "Walau kau ingin mendengarnya, aku tak dapat
mengatakannya." Yuan Zi-xia berkata: "Kenapa?"
Bai Yu-jing berkata: "Karena aku pun tidak tahu."
Sebenarnya dia tahu sedikit tentang ilmu ini. Menurut dongeng, ilmu
'tahan derita' diwariskan dari Jiu Mixian (Dewa Jarak Jauh), di jaman
Istana Kebajikan, lalu diteruskan oleh 'perkumpulan kera terbang'
dan anggota-anggota 'ruang kabut rahasia', serta jago-jago beladiri
dari pulau Fu Sang. Walaupun seperti ilmu gaib, kungfu ini sebenarnya dilandasi
oleh ilmu meringankan tubuh, ilmu menyaru, tenaga dalam dan
kepandaian menyelam. Keistimewaan dari ilmu ini adalah bahwa
mereka bisa menggunakan hewan-hewan yang biasa hidup di
bawah tanah sebagai alat untuk menghindari pengejaran
musuhnya. Ilmu ini dibagi dalam tujuh bagian.
Walaupun Bai Yu-jing memahami semua itu, tapi dia tak mau
menyebutnya karena hal itu terlalu rumit. Jika kau ingin
menerangkan sebuah urusan yang rumit pada seorang wanita, maka
hanya akan muncul kecanggungan saja.
Fang Long Xiang dari tadi cuma merenung saja, tiba-tiba
sekarang dia bertanya: "Bagaimana kau tahu kalau mereka sedang
menunggu Wei Tian-ying?"
Bai Yu-jing berkata: "Mereka tadi baru saja mengatakannya."
Fang Long Xiang berkata: "Kau bisa mendengar percakapan
mereka?" Bai Yu-jing berkata: "Aku tidak bisa mendengar, tapi aku bisa
melihat." Yuan Zi-xia tidak faham dan tak tahan lagi ia pun bertanya:
"Mereka bercakap-cakap dan kau bisamelihat" Bagaimana kau bisa
melihatnya?" Bai Yu-jing berkata: "Dengan memperhatikan bibir mereka."
Yuan Zi-xia menghela napas dan berkata: "Kau benar-benar orang
yang menakutkan. Agaknya tidak ada urusan yang bisa
disembunyikan darimu."
Bai Yu-jing berkata: "Apa kau takut padaku?"
Yuan Zi-xia berkata: "Mmm."
Bai Yu-jing berkata: "Jika kau takut padaku, seharusnya kau
dengarkan kata-kataku."
Yuan Zi-xia tersenyum. Dia pernah mengucapkan kata-kata yang
sama pada Bai Yu-jing. Diatersenyum lembut dan berkata: "Kau
memang bukan orang baik-baik."
Tuan Muda Zhu berjalan keluar dengan lagak yang angkuh. "Kau
makanlah. Setelah selesai makan, segera kembali."
Si baju hitam segera menyantap makanan di dalam mangkuk
dengan tergesa-gesa. Lalu dia melangkah pergi dengan terburuburu.
Bai Yu-jing tiba-tiba berkata, "Sobat, tunggu, tunggu dulu!"
Si baju hitam menghentikan langkahnya, tapi tidak berpaling.
Bai Yu-jing berkata sambil tersenyum: "Di sini ada arak yang enak,
mengapa kau tidak tinggal di sini
dulu dan minum tiga cawan?"
Si baju hitam akhirnya membalikkan badannya. Wajahnya tidak
menampilkan ekspresi apa-apa, tapi gerak-geriknya memperlihatkan
perasaan duka yang makin mendalam. Dia menjura sambil
berkata: "Aku juga ingin minum banyak-banyak, tapi sayangnya ada
delapan orang lagi dalam keluargaku yang butuh makan."
Walaupun perkataannya itu amat sederhana, tapi membayangkan
kepedihan hati yang teramatsangat.
Bai Yu-jing berkata: "Tuan Muda Zhu sudah memanggilmu?"
Jawaban si baju hitam sederhana saja: "Aku rasa begitu."
Bai Yu-jing berkata: "Kau tidak ingin melakukan pekerjaan lain?"
Si baju hitam: "Aku cuma tahu kungfu. Walaupun dulu aku
juga terjun ke dunia Kang-ouw, tapi sekarang.... " Ia
menundukkan kepalanya dan berkata dengan lesu: "Walau aku
sudah tua, aku tidak mau mati dan juga tidak boleh mati."
Bai Yu-jing berkata: "Karena itu kau hanya bisa tinggal bersama
Tuan Muda Zhu?" Si baju hitam: "Ya."
Bai Yu-jing berkata: "Kau bersamanya, tentunya bukan untuk
melindunginya, tapi karena kau ingin dia melindungimu!" Dia
mengucapkan kalimat ini dengan tajam, dengan tatapan mata yang
menusuk. Si baju hitam seperti ditampar oleh sebuah telapak tangan
terbuka, mundur terhuyung-huyung beberapa langkah sebelum
kemudian membalikkan badan dan berlari keluar.
Yuan Zi-xia menggigit bibirnya dan berkata: "Kau..... mengapa kau
melukai hati orang seperti itu?"
Wajah Bai Yu-jing juga menampilkan ekspresi yang sedih.
Setelah sekian lama, dia lalu menarik napas panjang dan
berkata: "Karena aku bukan orang baik-baik....."
Tapi tidak ada yang mendengar kata-katanya, karena tepat pada
saat itu tiba-tiba terdengar jeritan yang memilukan dalam
keheningan malam. Suara jeritan yang membuat beku darah orang.
Jeritan itu seperti berasal dari luar pintu depan. Fang Long
Xiang melesat seperti anak panah yang lepas dari busurnya, dia
mengayunkan gaetan besinya. Dengan menimbulkan bunyi "brak!"
yang keras, dia telah menghancurkan daun jendela.
Diterangi oleh cahaya yang keluar dari pintu depan, halaman yang
luas itu tampak sunyi senyap. Peti mati tadi telah dibawa masuk.
Di tengah halaman tidak adasiapa-siapa. Tapi sekarang, tibatiba
muncul seseorang yang berlari masuk lewat gerbang depan
seperti orang gila. Seorang biksu. Cahaya lampu yang samar-samar memperlihatkan tidak adanya
bekas luka bakaran dupa di kepalanya yang gundul. Tidak ada
bekas luka, tapi ada darah! Darah yang tidak berhenti mengalir
dan membasahi wajahnya. Masuk ke matanya, masuk ke dalam
kerutan-kerutan di sudut matanya. Di bawah sinar rembulan yang
remang-remang, wajah itu tampak sangat menakutkan. Dia berlari
masuk ke halaman dan melihat jendela yang hancur berantakan itu.
Fang Long Xiang berlari keluar lewat jendela. Sorot mata biksu
tadi memperlihatkan perasaan terkejut, takut, duka dan gusar.
Sudut mulutnya berkerut-kerut tiada henti. Mungkin dia berusaha
membersihkan wajahnya dengan tangannya tapi malah melukai
sudut mulutnya. Setelah keluar lewat jendela, Fang Long Xiang merendahkan
suaranya: "Siapa dia" Siapa yang melakukan perbuatan yang keji
ini?" Biksu itu mengeluarkan suara melengking tinggi dan mendesis:
"Hijau... Hijau.. Hijau.."
Fang Long Xiang berkata: "Hijau apa?"
Biksu itu belum sempat mengucapkan kata kedua ketika kaki dan
tangannya tiba-tiba berkelojotan. Dia pun melompat di atas satu kaki
dan terjungkal roboh! Fang Long Xiang mengerutkan alisnya dan bergumam: "Hijau apa"
Naga hijau?" Pelan-pelan dia pun berpaling. Tiga orang dari Perkumpulan Naga
Hijau berbaris di bawah wuwungan atap. Tampaknya mereka pun
sangat terkejut. Darah pelan-pelan mengalir menuruni kepala biksu tadi dan
akhirnya mengental. Hal itu membuatsebuah kilauan emas terlihat
sehingga Fang Long Xiang segera berjongkok dan memutar kepala
itu ke arah sinar lampu untuk melihat sumber kilauan tadi. Dia
segera melihat sebuah logam keemasan berbentuk seperti mata
rantai. Mata rantai berdiameter tujuh inci itu menancap di
kepala tersebut, hanya sebagian saja yang terlihat.
Fang Long Xiang akhirnya paham kenapa biksu ini tadi bertingkah
seperti orang gila dan tampak amatmenyeramkan. Sebuah mata
rantai emas berdiameter tujuh inci, jika menancap di kepala
orang, orang itu tentu akan segera menjadi gila.
Bai Yu-jing mengerutkan keningnya dan berkata: "Rantai emas
Perkumpulan Rambut Merah?"
Fang Long Xiang mengangguk, bangkit berdiri, matanya menatap
pintu kamar ketiga sana dan bergumam: "Mengapa dia harus
membunuh biksu ini?"
"Mengapa kau tidak pergi dan bertanya padanya?" Orang yang
bicara ini adalah Tuan Muda Zhu.
Jelas dia tadi mendengar suara jeritan yang memilukan itu, keluar
dengan tergesa-gesa, dan sekarang sedang berlipat tangan, berdiri
di bawah lampu. Si baju hitam membayanginya dalam jarak dekat.
Fang Long Xiang memandangnya dan berkata: "Sejak kapan Gedung
Sejuta Emas dan Perkumpulan Rambut Merah bermusuhan?"
Tuan Muda Zhu berkata: "Bermusuhan" Siapa bilang Gedung
Sejuta Emas mempunyai sengketa dengan monster-monster
rambut merah itu?" Fang Long Xiang berkata: "Bagaimana gentong ikan mas tadi bisa
pecah?" Tuan Muda Zhu tersenyum dan berkata: "Mungkin mereka
bersengketa mengenai ikan mas itu.... Mengapa kau tidak
bertanya padanya saja?"
Fang Long Xiang berkata: "Kau ingin aku bertanya padanya?"
Tuan Muda Zhu berkata: "Hal itu terserah padamu." Fang Long
Xiang menyeringai, tiba-tiba tubuhnya melesat pergi. Pintu kamar
ketiga biasanya selalu tertutup, tapi sekarang terlihat sinar lampu
keluar darinya. Fang Long Xiang tidak mengetuk pintu, pintu memang terbuka.
Seseorang berdiri di ambang pintu, di telinganya terpasang dua buah
anting-anting emas berbentuk mata rantai yang berbunyi "tingtang",
matanya tampak berapi-api.
Fang Long Xiang memandang anting-anting emas di telinganya:
"Ketua Miao?" Miao Shaotian berkata dengan wajah tenang: "Tuan Fang benarbenar
memiliki mata yang tajam."
Fang Long Xiang berkata: "Tadi....."
Miao Shaotian: "Tadi aku sedang makan. Bila sedang makan, aku
tidak pernah membunuh orang."
Di atas meja memang ada baki berwarna kuning keemasan, di
atas baki terdapat seekor ular yang kulitnya sudah separuh
terkelupas. Di sudut mulut Miao Shaotian terdapat darah.
Perut Fang Long Xiang tiba-tiba terasa memberontak, agaknya orang
ini sedang memakan seekor ular berbisa.
Miao Shaotian melirik Tuan Muda Zhu di halaman sana.
Dengan dingin dia berkata: "Jangan lupa, siapa saja yang punya
rantai emas, dia bisa melemparkan mata rantai emas itu. Asal orang
itu punya tangan, dia bisa menggunakan mata rantai emas itu untuk
membunuh orang." Fang Long Xiang mengangguk, dia tidak bisa membuka
mulutnya karena khawatir kalau dia akan muntah.
Di kamar sebelah, suara isak tangis yang amat memilukan sayupsayup
masih terdengar. Miao Shaotian membanting pintunya hingga tertutup. Dia
meneruskan makannya lagi.
Tiga orang dari Perkumpulan Naga Hijau pun telah menarik diri.
Yuan Zi-xia memegang tangan Bai Yu-jing erat-erat. Dia takut
kalau pemuda itu menyelinap pergi dengan tiba-tiba. Mayat biksu
tadi telah menjadi kaku. Fang Long Xiang mengerutkan keningnya dan berkata: "Siapa
yang membunuhnya" Mengapa dia dibunuh?"
Bai Yu-jing berkata: "Karena dia biksu palsu."
Fang Long Xiang berkata: "Biksu palsu" ...... Mengapa ada orang
yang membunuh biksu palsu?"
Tidak seorang pun yang bisa menjawab pertanyaan ini.
Fang Long Xiang menghela napas, lalu berkata sambil tersenyum
pahit: "Jika tidak keliru, di luar jugatentu ada mayat seorang biksu
palsu lagi." Bai Yu-jing berkata: "Mayat biksu palsu lagi?"
Yuan Zi-xia berpegangan pada tangan Bai Yu-jing, dan berjalan
masuk ke dalam paviliun mungil itu. Tangannya terasa dingin seperti
es. Bai Yu-jing berkata: "Kau kedinginan?"
Yuan Zi-xia berkata: "Aku bukan kedinginan, tapi ketakutan.
Mengapa begitu banyak orang menyeramkan yang datang ke
mari?" Bai Yu-jing tersenyum dan berkata: "Mungkin mereka semua datang
untukmu." Wajah Yuan Zi-xia makin pucat pasi dan ia berkata: "Untukku?"
Bai Yu-jing berkata: "Semakin menakutkan seseorang itu,
semakin menarik pula wanita yang dia sukai."
Yuan Zi-xia tersenyum dan berkata: "Bagaimana denganmu"
Bukankah kau juga orang yang amat menakutkan?"
Bai Yu-jing berkata: "Aku....."
Tiba-tiba ia melihat pintu kamar Yuan Zi-xia telah terbuka. Ia ingat,
ketika mereka turun tadi, mereka telah menutup pintu dan
membiarkan lampu kamar tetap menyala.
Yuan Zi-xia membawa enam atau tujuh buah kotak. Ada perempuan
yang tidak mau membiarkan laki-laki melihat barang-barang
miliknya berserakan di mana-mana. Yuan Zi-xia merasa malu,
sekaligus gelisah, dia pun berseru: "Ada... ada pencuri."
Tangan Bai Yu-jing mendorong pintu kamar itu hingga terbuka.
Sebenarnya kamarnya masih lebih berantakan daripada kamar ini.
Tapi Yuan Zi-xia tidak membiarkan dia melihat-lihat lagi, dan
telah menariknya keluar. Dia tak mau membiarkan barang-barang
miliknya dilihat oleh orang laki-laki, wajahnya sudah memerah
hingga ke telinga. Bai Yu-jing berkata: "Barang apa yang tidak boleh kulihat?"
Wajah Yuan Zi-xia makin memerah, ia pun berkata: "Aku.... tidak...
tidak ada barang berharga milikku yang dicuri orang."
Bai Yu-jing menyeringai dan berkata: "Mungkin memang tidak ada
pencurinya." Yuan Zi-xia berkata: "Mengapa pencuri itu tidak datang ke
kamar yang lain dan mengacak-acak di sana?"
Bai Yu-jing berkata: "Agaknya mereka memang sedang mencariku."
Yuan Zi-xia berkata: "Mencarimu" Siapa" Mengapa mereka
mencarimu?" Bai Yu-jing tidak menjawab, dia melangkah dan membuka daun
jendela sebelah belakang.
Di lorong sempit berkabut itu tidak terlihat siapa-siapa.
Pengemis yang meminta makanan, pedagang kaki lima, si bungkuk
bertopi sobek, semuanya entah ke mana.
Bai Yu-jing berkata: "Aku akan pergi untuk melihat-lihat keadaan."
Dia baru saja membalikkan badan, tapi Yuan Zi-xia segera memburu
dan memegang tangannya. Diaberkata: "Kau... jangan pergi,
aku... aku... aku bisa mati ketakutan jika tidak ada orang lain
yang berada di kamar ini."
Bai Yu-jing menghela napas dan berkata: "Tapi aku....."


Pedang Abadi Zhang Seng Jian Serial 7 Senjata Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yuan Zi-xia berkata: "Kumohon, kumohon padamu, sekarang aku
benar-benar sangat ketakutan."
Wajahnya pucat seperti kertas, dadanya yang montok tampak
kembang-kempis. Bai Yu-jing memandangnya, sorot matanya melembut dan ia pun
berkata: "Kau benar-benar ketakutan sekarang ini?"
Yuan Zi-xia berkata: "Mmm."
Bai Yu-jing berkata: "Kalau tadi?"
Yuan Zi-xia menundukkan kepalanya dan berkata: "Tadi... tadi aku
berdusta padamu." Bai Yu-jing berkata: "Mengapa harus berdusta?"
Yuan Zi-xia berkata: "Karena aku...."
Wajahnya yang pucat juga sudah memerah, tiba-tiba ia memukuli
dada Bai Yu-jing dan berkata: "Kenapa kau harus memaksa orang
lain untuk mengatakannya" Kau memang bukan orang baik-baik."
Bai Yu-jing berkata: "Karena aku bukan orang baik-baik, kau juga
berani membiarkan aku tinggal di kamarmu ini?"
Wajah Yuan Zi-xia semakin memerah, ia pun berkata: "Aku
akan menyerahkan tempat tidur ini untukmu. Aku akan
beristirahat di lantai."
Bai Yu-jing berkata: "Apakah aku tega membiarkanmu tidur di
lantai?" Yuan Zi-xia menggigit bibirnya dan berkata: "Tidak apa-apa, asal kau
mau tinggal di sini, tidak usah perdulikan hal lainnya lagi."
Bai Yu-jing berkata: "Naik ke ranjang!"
Yuan Zi-xia berkata: "Tidak...."
Yuan Zi-xia berbaring di atas ranjang.
Bai Yu-jing juga berbaring di atas ranjang.
Mereka sudah melepaskan sepatu mereka sebelum berbaring di atas
tempat tidur itu. Tanpa sepatu, tapi pakaian masih dikenakan
lengkap. Setelah sekian lama, barulah Yuan Zi-xia menghela napas dan
berkata: "Aku tidak mengira kalau kau orang seperti ini."
Bai Yu-jing berkata: "Aku juga tidak."
Yuan Zi-xia berkata: "Kau... kau tidak khawatir kalau ada orang yang
masuk?" Bai Yu-jing berkata: "Sama sekali tidak."
Yuan Zi-xia berkata: "Sama sekali tidak?"
Bai Yu-jing berkata: "Walaupun aku bukan seorang laki-laki sejati,
aku juga bukan seorang bajingan yang akan mengambil keuntungan
dari keadaan seseorang yang sedang tidak menentu."
Ia mengulurkan tangannya dan membelai tangan si nona dengan
lembut. Lalu ia berkata dengan suara yang lemah-lembut:
"Mungkin karena aku menyukaimu, karena itu aku tidak mau
menakut-nakutimu, apalagi dalam situasi yang kuciptakan sendiri."
Yuan Zi-xia membelalakkan matanya dan berkata: "Kau sengaja
memanggil orang-orang ini untuk menakut-nakutiku?"
Bai Yu-jing berkata sambil tersenyum getir: "Mungkin, tapi
sebenarnya mereka sedang mencariku."
Yuan Zi-xia berkata: "Mengapa mereka mencarimu?"
Bai Yu-jing berkata: "Karena ada sebuah benda yang sangat mereka
inginkan berada di tubuhku."
Yuan Zi-xia berkata dengan mata berkedip-kedip: "Apakah kau kira
aku menginginkan benda itu, dan karena itu aku pun mencarimu?"
Bai Yu-jing berkata: "Aku tidak pernah punya pikiran seperti itu."
Yuan Zi-xia berkata: "Jika aku memintanya darimu?"
Bai Yu-jing berkata: "Maka aku akan memberikannya."
Yuan Zi-xia berkata: "Memberikan benda itu kepadaku?"
Bai Yu-jing berkata: "Mmm."
Yuan Zi-xia berkata: "Benda itu begitu berharga, mengapa kau
begitu mudah memberikannyapadaku?"
Bai Yu-jing berkata: "Benda apa pun, asal kau membuka mulutmu,
akan kuberikan padamu dengan segera."
Yuan Zi-xia berkata: "Benarkah?"
Bai Yu-jing berkata: "Sekarang juga kuberikan padamu."
Dia benar-benar memasukkan tangannya ke dalam bajunya.
Yuan Zi-xia tiba-tiba memeluknya erat-erat. Seluruh tubuhnya
seperti dipenuhi perasaan yang hangatdan ia berkata dengan
lembut: "Aku tidak ingin apa-apa, asal kau mau
menemaniku...." Suaranyabercampur dengan isak tangis, air mata
tiba-tiba telah mengalir turun.
Bai Yu-jing berkata: "Kau menangis?"
Yuan Zi-xia mengangguk dan berkata: "Karena aku terlalu bahagia."
Ia menghapus air mata di wajahnya yang jatuh ke wajah Bai Yu-jing.
Lalu ia berkata, "Lebih dulu ada yang hendak kukatakan padamu."
Bai Yu-jing berkata: "Katakanlah, aku akan mendengarkan."
Yuan Zi-xia berkata: "Aku diam-diam minggat dari rumah,
karena ibuku memaksaku untuk menikah dengan seorang laki-laki
tua yang kaya." Ini cerita yang amat biasa, yang juga merupakan
cerita yang amat kasar. Tapi dalam cerita semacam ini, entah berapa
banyak air mata yang tumpah. Asal ada ibu yang serakah akan
uang, dan ada laki-laki tua bernafsu besar di dunia ini, cerita seperti
ini selamanyaakan terus terjadi.
Yuan Zi-xia berkata: "Ketika aku minggat, aku hanya membawa
sebuah perhiasan kecil bersamaku. Sekarang semuanya sudah
terjual." Bai Yu-jing mendengarkan.
Yuan Zi-xia berkata: "Aku belum pernah bekerja mencari nafkah,
karena itu... karena itu aku ingin mencari seorang pria."
Perempuan memang tidak bisa hidup sendirian, biasanya mereka
akan mencari seorang pria dambaan. Urusan seperti ini juga tidak
akan pernah berubah. Yuan Zi-xia berkata pula: "Saat itulah aku menemukanmu, tentu saja
bukan karena aku menyukaimu, tapi cuma karena aku merasa kau
amat meyakinkan, kau tentu bisa memberiku nafkah."
Bai Yu-jing hanya tersenyum dipaksa.
Yuan Zi-xia menghela napas dengan lembut dan berkata: "Tapi
sekarang, segalanya terasa berbeda."
Bai Yu-jing berkata: "Apa perbedaannya?"
Suaranya seperti menyimpan rasa sakit.
Yuan Zi-xia berkata dengan suara yang lembut: "Sekarang aku
tahu bahwa aku tidak akan bisamenemukan laki-laki yang lebih
baik darimu. Aku bisa menemukanmu, itulah nasib baikku, aku... aku
benar-benar bahagia."
Air matanya mengalir turun membasahi pipinya, ia memeluk Bai
Yu-jing erat-erat. Lalu ia berkata: "Asal kau mau, aku akan
memberikan segalanya kepadamu, aku tidak akan meninggalkanmu
seumur hidupku....."
Bai Yu-jing tak tahan lagi dan balas memeluknya erat-erat, lalu
katanya dengan suara yang lembut: "Apakah aku menginginkan
dirimu" Bagaimana mungkin aku tidak menginginkanmu?"
Yuan Zi-xia tersenyum sambil menangis dan berkata: "Kau mau
membawaku pergi?" Bai Yu-jing berkata: "Sejak saat ini, tak perduli apa pun yang
aku lakukan, aku tentu akan membawamu."
Yuan Zi-xia berkata: "Benarkah?"
Dia tidak membiarkan Bai Yu-jing membuka mulutnya dan
menutup mulut laki-laki itu dengan mulutnya sendiri. Dia lalu
berkata: "Aku tahu kau mungkin mulai jengkel, tapi aku hanya
memintamu untuk tidak pergi dengan orang-orang itu. Kita tidak
usah memperdulikan mereka dan pergi saja diam-diam dari
tempat ini." Bai Yu-jing mengecup air mata yang membasahi wajahnya dan
berkata: "Aku berjanji, aku akan berusaha sekuatnya untuk tidak
pergi bersama mereka."
Yuan Zi-xia berkata: "Sekarang juga kita pergi?"
Bai Yu-jing menghela napas: "Sekarang aku hanya khawatir
kalau mereka yang tidak akan membiarkan kita pergi. Tapi jika
kita menunggu sampai besok pagi, aku tentu akan punya cara untuk
membawamu pergi, maka nantinya tidak ada lagi orang yang akan
bisa mengganggu kita."
Yuan Zi-xia tersenyum, sorot matanya memancarkan
kegembiraan dan juga harapan akan kebahagiaan di masa depan.
Akhirnya dia memperoleh apa yang dia inginkan. Seorang wanita
cantik dengan sifatnya yang baik, mengapa hal ini tidak lebih
sering terjadi sehingga mereka bisa memperoleh apa yang mereka
dambakan" Bab 3: Malam Yang Tiada Akhir
Ketika bintang-bintang mulai naik, tak lama kemudian mereka
pun akan menghilang. Bumi sunyi senyap, bahkan dalam
ketenangan itu bunyi riak air di danau sana pun bisa terdengar.
Lentera di pintu depan berayun-ayun lembut ditiup angin, sementara
sinarnya berkerlap-kerlip dalam hembusan angin.
Yuan Zi-xia meringkuk dalam pelukan Bai Yu-jing. Perlahan-lahan dia
sudah tertidur lelap. Dia benar-benar kelelahan, lelah seperti
seekor merpati yang tersesat, yang akhirnya menemukan
tempat bertengger yang aman.
Mungkin semula dia tidak mengantuk, tapi daya pandangnya
pelan-pelan lenyap, kegelapan yang lembut dan hangat akhirnya
merengkuh dirinya. Bai Yu-jing memandangnya, menatap hidungnya yang mancung
dan bulu matanya yang panjang. Tangannya lalu mengelus
pinggangnya dengan lembut.
Lalu tangannya tiba-tiba berhenti di atas perutnya.
Dia tidak bergerak, dibiarkannya gadis itu tertidur lelap sampai pagi
menjelang. Setelah itu diam-diam dia turun dari tempat tidur, memakai sepatu
kulitnya dan diam-diam melangkah pergi.
Kenapa dia tega meninggalkan gadis itu di kamar, apakah dia
tidak khawatir orang-orang itu melukainya" Tapi dia memang tidak
merasa khawatir. Karena dia telah memutuskan bahwa dialah yang harus lebih
dulu mencari orang-orang ini, dia memutuskan untuk
menyelesaikan urusan ini sebelum pagi tiba.
Setelah itu dia akan membawanya pergi.
Dia telah berjanji padanya.
Dia bukan seekor merpati, tapi seekor elang. Tapi dia juga
sudah terlalu letih untuk terus terbang, dan dia juga
menginginkan tempat yang aman untuk bertengger.
Sinar lampu tampak suram. Bunga fuji di halaman sudah berwarnawarni,
tapi pucuk bunganya jugasudah merunduk dalam hembusan
angin. Bai Yu-jing memakai sepatu kulitnya, sepatu kulit tua yang nyaman.
Hatinya terasa damai, karena dia tahu bahwa dia telah membuat
keputusan yang paling sulit. Hidupnya setelah ini tentu akan
berubah. Anehnya, bila seseorang membuat perubahan yang amat penting
dalam hidupnya, biasanyaperubahan itu hanya diputuskan dalam
sekejap mata. Hal ini terjadi karena emosi yang teramat tebal, karena itu
keputusan pun datang begitu cepat! Cinta sering timbul secara
tiba-tiba, tapi hanya dengan persahabatan cinta itu akan
berkembang dan bertambah dalam.
Fang Long Xiang berada di paviliun mungil.
Bai Yu-jing baru saja melewati pintu yang sengaja dibuka oleh
Fang Long Xiang. Dia berdiri menatapnya dari ambang pintu.
Jelas dia juga tidak bisa beristirahat dengan baik.
Bai Yu-jing berkata: "Apa ada seorang perempuan di kamarmu?"
Fang Long Xiang berkata: "Hari ini bukan hari baik. Karena itu,
walaupun di tempat ini biasanya selalu ada perempuan, tiba-tiba
tempat ini kekurangan perempuan yang baik-baik."
Bai Yu-jing berkata: "Mengapa kau tidak mencari isteri saja,
sehingga tidak akan mengalami nasib sial seperti hari ini?"
Fang Long Xiang berkata: "Aku tidak gila."
Bai Yu-jing berkata: "Memang aku yang gila."
Fang Long Xiang berkata: "Setiap laki-laki tentu sekali-sekali akan
bertindak gila. Asal kau bisa segera sadar, itulah yang terbaik."
Bai Yu-jing tersenyum, dia hanya tersenyum.
Dia tahu keadaannya sekarang yang sedang peka. Bukan cuma Xiao
Fang yang bisa memahaminya.
Fang Long Xiang juga tersenyum dan berkata: "Tapi aku tidak
mengira kalau malam ini kau masih membutuhkan seorang
teman, tak disangka-sangka kau masih mencariku ke sini."
Bai Yu-jing berkata: "Aku bukan sedang mencarimu, aku ingin kau
mencari seseorang." Fang Long Xiang berkata: "Siapa?"
Bai Yu-jing berkata: "Kau tahu ke mana si bungkuk bertopi sobek
dan pedagang kaki lima itu pergi?"
Fang Long Xiang mengerutkan keningnya: "Mereka tidak
mencarimu, sebaliknya malah kau yang harus mencari mereka
sekarang?" Bai Yu-jing berkata: "Apa kau tidak paham, siapa yang
bergerak lebih dulu akan mengendalikan situasi?"
Fang Long Xiang berpikir, lalu berkata: "Mungkin aku bisa
menemukan mereka." Bai Yu-jing berkata: "Bagus, suruh mereka datang ke sini, sementara
itu aku akan makan di aula dan menunggu."
Fang Long Xiang memandangnya, agaknya dia merasa bimbang
sekaligus curiga. Tak tahan lagi dia pun bertanya: "Apa yang hendak
kau lakukan?" Bai Yu-jing berkata: "Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu pada
mereka." Fang Long Xiang berkata: "Apa itu?"
Bai Yu-jing berkata: "Apa pun yang mereka inginkan, akan kuberikan
pada mereka." Fang Long Xiang menghela napas dan berkata: "Baik, akan kucari
mereka. Aku hanya berharap kau tidak membunuh, atau terbunuh di
sini, sehingga aku masih bisa mencari makan."
Tuan Muda Zhu juga sedang beristirahat.
Tiba-tiba daun jendela terguncang dengan keras dan seseorang
sudah berdiri di ambang jendela. Dalam sekejap mata orang itu
sudah tiba di depan ranjangnya, sarung pisau di tangannya
sudah menyentuh tenggorokannya.
"Ikut denganku."
Tuan Muda Zhu pun hanya bisa mengikutinya.
Dia tidak pernah menyangka ada kungfu seperti ini di dunia ini.
Ketika dia berjalan keluar dari pintu, si baju hitam sudah mengikuti
di belakangnya. Dia berada di sana bukan untuk melindunginya, dia
cumaingin dilindungi. Ia melangkah keluar dari pintu, dan melihat Miao Shaotian dan tiga
orang anggota Perkumpulan Naga Hijau juga sudah berdiri di
halaman. Mimik muka mereka terlihat jauh lebih kesal daripada
dirinya. Lampu sudah dinyalakan. Sepuluh buah lampu. Walaupun lampu itu
terang benderang, tapi mimik wajah setiap orang tampak amat jelek.
Bai Yu-jing adalah kekecualian. Di wajahnya bahkan tersungging
senyuman. Sayangnya tidak ada orang yang memandang wajahnya, tiap orang
sedang menatap pedangnya. Sarung pedang yang usang, dan
gagang pedang yang sama tuanya berbalut kain satin. Tidak


Pedang Abadi Zhang Seng Jian Serial 7 Senjata Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adayang bisa mengenali warna aslinya.
"Ini tentu pedang yang sudah banyak membunuh orang itu."
Di dalam sarung yang usang itu ada sebilah pedang yang tentunya
jauh lebih tajam. Karena pedang inilah senjata yang paling
menakutkan di dunia Kang-ouw.
Pedang Abadi! Dia cuma membunuh, tidak seorang pun yang bisa merintangi bila
dia membunuh orang! Tuan Muda Zhu tiba-tiba menyesali tindakannya yang mengusik Miao
Shaotian dulu, kalau tidak, jika mereka bekerjasama, mungkin ada
harapan, tapi sekarang.....
Sekarang tiba-tiba dia melihat Kuda Putih Zhang San dan Zhao
Yi-dao pun berjalan mendatangi, kedua orang ini tentu saja
merupakan jago-jago kelas satu di dunia persilatan. Sorot mata Tuan
Muda Zhu segera dipenuhi dengan harapan.
Semua orang tahu, cuma ada dua pilihan yang tersedia.
Membunuh! Atau dibunuh! Tapi mereka semua keliru.
Bai Yu-jing juga tahu bahwa mereka keliru. Dia sengaja
menundukkan mukanya dan berkata: "Aku tahu sebab apa kalian
semua datang ke sini."
Tidak ada yang menjawab. Mereka adalah orang-orang yang bijak.
Jika tidak perlu, mereka tidak akan membuka mulutnya untuk bicara.
Setelah mengucapkan kata-kata ini, Bai Yu-jing lalu berhenti.
Kemudian dia menatap Tuan Muda Zhu, lalu melirik setiap orang.
Terakhir dia menatap Zhao Yi-dao secara langsung. Lalu pelanpelan
dia berkata: "Siapa aku, semua orang tentu tahu?"
Mereka mengangguk. Tapi mata mereka terus-menerus melirik ke
arah gagang pedang itu. Bai Yu-jing tiba-tiba tersenyum dan berkata: "Semua orang
menginginkan sesuatu yang ada padaku." Bola mata semua orang
semakin membesar. Di mata itu terlihat harapan, nafsu dan
keserakahan. Kuda Putih Zhang San sebenarnya merupakan orang yang berbakat
amat luar biasa, tapi saat ini dia tiba-tiba tidak bisa mengatakan
apa-apa. Cuma si orang baju hitam yang tidak mempunyai ekspresi apaapa
di wajahnya, karena di hatinyatidak ada nafsu. Sebenarnya
dia merupakan orang yang amat buruk rupa, tapi di dalam
kelompok orang ini, tiba-tiba dia tampak lebih menyenangkan.
Bai Yu-jing berkata: "Jika semuanya menginginkan benda itu, urusan
menjadi sangat sederhana, asal setiap orang menyetujui
permintaanku." Tuan Muda Zhu tak tahan dan berkata: "Permintaan apa?"
Bai Yu-jing berkata: "Setelah mendapatkan benda itu, kalian semua
harus segera pergi. Sejak saat ini, tidak boleh ada orang yang
mencariku lagi." Bola mata setiap orang makin membesar karena heran dan tertarik.
Siapa yang mengira kalau urusan akan menjadi begitu sederhana
dan mudah" Tuan Muda Zhu terbatuk dua kali. Dengan berat hati dia pun
tersenyum: "Kami dan Pendekar Muda Bai tidak punya ikatan tali
persahabatan. Tapi, Pendekar Bai, asal kami bisa mendapatkan
benda itu, kami akan segera pergi, dan tidak akan berani
mengganggu Pendekar Bai lagi."
Zhao Yi-dao segera mengangguk untuk menyatakan persetujuannya.
Kuda Putih Zhang San dan tiga orang anggota Perkumpulan Naga
Hijau tentu tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Tapi Miao Shaotian hendak mengatakan sesuatu.
Tiba-tiba dia bertanya: "Tapi kami tidak tahu kepada siapa
Pendekar Bai akan memberikan benda itu?"
Bai Yu-jing berkata: "Itu urusan kalian. Sebaiknya kalian bicarakan
lebih dulu." Kuda Putih Zhang San memandang pada Miao Shaotian, dan juga
pada Tuan Muda Zhu tanpa berkata apa-apa.
Tiga orang anggota Perkumpulan Naga Hijau agaknya ingin
mengatakan sesuatu, tapi mereka hanyamemutar-mutar bola mata
mereka dan menunggu. Tuan Muda Zhu tiba-tiba berkata, "Benda itu berasal dari
Perkumpulan Naga Hijau, seharusnya kitamemberikannya kepada
saudara-saudara dari Perkumpulan Naga Hijau."
Zhao Yi-dao bertepuk tangan dan berkata: "Bagus. Itu masuk di
akal." Tiga orang anggota Perkumpulan Naga Hijau segera bangkit berdiri
dan memberi hormat. Salah seorang di antara mereka lalu berkata: "Apa yang Tuan
berdua katakan, sudah sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.
Perkumpulan Naga Hijau tidak akan melupakan kebaikan Tuan
berdua." Zhao Yi-dao mengangkat tangannya dan berkata: "Tidak apa-apa."
Tuan Muda Zhu tersenyum dan berkata: "Gedung Sejuta Emas
akan membutuhkan bantuan Perkumpulan Naga Hijau di masa
yang akan datang, ketiga saudara tua tidak usah begitu sungkan."
Walaupun tuan muda ini agaknya cuma tahu makan sepanjang
harinya, tetapi bila dia bicara, dia selalu memperlihatkan sikap
yang cerdik dan menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang
saudagar yang amat cakap.
Dia tahu kapan harus mengikuti arah angin, tapi tanpa harus
kehilangan kesempatan. Dia seperti sudah tahu urusan sejak
dilahirkan ke dunia ini. Miao Shaotian menatapnya dengan perasaan dendam. Walaupun di
dalam hatinya dia keberatan, tapi dia tidak punya pilihan lain.
Bai Yu-jing berkata: "Jadi urusan ini sudah diputuskan?"
Miao Shaotian: "Hmm."
Setelah menarik napas panjang, Bai Yu-jing lalu mengeluarkan
sebuah buntalan bersulam emas dari dalam bajunya, dan
melemparkannya ke atas meja dengan sikap acuh tak acuh.
Tak perduli seperti apa pun bentuk kantung itu, nilai benda di dalam
kantung bersulam itu tampaknya tidak kecil.
Meskipun begitu, dia melemparkannya begitu saja seperti sedang
membuang sampah. Mata setiap orang segera tertuju ke kantung bersulam itu,
wajah mereka tampak tegang. Tidak seorang pun mampu berkatakata.
Bai Yu-jing berkata dengan dingin: "Benda itu sudah ada di atas
meja, mengapa kalian tidak mengambilnya?"
Ketiga anggota Perkumpulan Naga Hijau saling berpandangan, salah
satu dari mereka lalu mendekat dan membuka ikatan kantung
bersulam itu dengan tangan gemetar.
Puluhan macam benda beraneka warna lalu bergulir di atas meja.
Ada batu mata kucing dari Persia, permata dari India, batu giok yang
indah, dan batu-batu mutiara berukuran besar.
Semuanya berkilauan terang seperti sinar lampu.
Bai Yu-jing bersandar dengan santai di atas kursi. Ia memandang
tumpukan permata itu dengan sorotmata yang amat aneh.
Benda-benda itu tidak didapatkannya dengan mudah, tapi dia
bersedia memberikannya semua.
Dia mengerti dengan amat baik apa yang bisa didapatkannya
dengan batu permata ini " arak yang enak, baju yang bagus, tempat
tidur yang bersih dan nyaman, perempuan cantik yang lemah
lembut, dan rasa hormat yang berasal dari perasaan iri orang lain.
Itulah semua yang menjadi kebutuhan dasar setiap laki-laki.
Tapi sekarang, dia telah mencampakkannya. Sedikit pun tidak ada
rasa penyesalan di hatinya. Karena dia tahu yang dia peroleh jauh
lebih baik. Karena seluruh harta di dunia ini tetap tidak bisa mengisi
hati yang kesepian. Dan sekarang dia tidak lagi kesepian dan 'kosong'.
Harta itu 'bergulir' di atas meja. Anehnya, tidak seorang pun yang
hadir mengulurkan tangan untuk mengambilnya.
Yang lebih aneh lagi, mata setiap orang tampak suram saat
memandang batu-batu permata itu, mereka malah terlihat amat
kecewa. Bai Yu-jing mencondongkan tubuhnya ke depan dan memandang
mereka. Ia mengerutkan keningnya:
"Apa lagi yang kalian inginkan?"
Tuan Muda Zhu menggelengkan kepalanya.
Ketiga anggota Perkumpulan Naga Hijau juga menggelengkan kepala
mereka. Tuan Muda Zhu tiba-tiba berkata: "Pendekar Bai tunggu di sini
dulu. Kami akan pergi dan segerakembali lagi ke sini."
Bai Yu-jing berkata: "Apa lagi yang hendak kalian rundingkan?"
Tuan Muda Zhu berkata sambil tersenyum getir: "Hanya sebuah
urusan kecil." Bai Yu-jing memandang mereka dengan bimbang. Akhirnya dia
membiarkan mereka pergi. Semua orang sudah pergi. Bai Yu-jing menyeringai ke arah tempat orang-orang itu menuju. Dia
tidak takut sama sekali dan diatidak khawatir mereka mempunyai
rencana licik apa pun. Dia bersedia menyerahkan benda itu dengan senang hati, cuma
karena dia ingin membawa si 'dia' pergi dari tempat itu. Karena dia
tidak ingin membuat si 'dia' ketakutan atau terluka.
Jadi sama sekali bukan karena dia tidak mau terluka, jika hal itu
harus terjadi. Kalau dipikir-pikir, urusan ini benar-benar bodoh.
Apa lagi yang mereka inginkan sekarang" Tapi dugaannya juga tidak
sepenuhnya benar. Jendela itu terbuka. Dia bisa melihat gerak-gerik mereka. Tidak seorang pun yang pergi
ke paviliun mungil. Paviliun mungil itu sangat tenang.
Si 'dia' tentu sedang beristirahat dengan amat pulas. Bila si 'dia'
sedang beristirahat, dia tampak seperti seorang bayi yang mungil.
Suci dan bahagia. Sudut mulut Bai Yu-jing memperlihatkan ekspresi yang bahagia "
tapi tiba-tiba semua orang tadi sudah kembali lagi secara
mendadak. Masing-masing membawa sebuah kantung kain yang
kemudian mereka letakkan di atas meja. Mereka lalu membuka
ikatannya. Kuda Putih Zhang San membawa sebongkah mutiara. Miao Shaotian
membawa sebungkus daun emas. Orang Naga Hijau membawa
sebuah kotak perak. Tuan Muda Zhu membawa lembaran-lembaran
cek yang masih baru. Benda-benda ini, tak perduli yang mana pun di antaranya, semuanya
mewakili nilai harta yang besar. Nilainya sama sekali tidak berada di
bawah nilai batu-batu permata Bai Yu-jing.
Bai Yu-jing tak tahan dan bertanya: "Apa artinya ini?"
Tuan Muda Zhu bangkit dan berkata: "Ini semua untuk
menunjukkan rasa hormat kami, silakan Pendekar Bai
menerimanya." Bai Yu-jing bukan orang yang gampang memperlihatkan
perasaannya, tapi sekarang dia benar-benar tak dapat
mengendalikan perasaan herannya.
Mereka tidak menginginkan permatanya, tapi mereka malah
memberikan semua harta ini kepadanya. Ini semua untuk apa" Dia
juga tidak bisa mencari jawabannya.
Tuan Muda Zhu terbatuk pelan dan berkata: "Kami... kami juga ingin
memohon sesuatu dari Pendekar Bai."
Bai Yu-jing berkata: "Apa itu?"
Tuan Muda Zhu berkata, "Berapa lama Pendekar Bai berencana
untuk tinggal di sini?"
Bai Yu-jing berkata: "Aku harus pergi saat fajar tiba."
Wajah Tuan Muda Zhu menjadi terang dan dia berkata sambil
tersenyum: "Bagus sekali."
Bai Yu-jing berkata: "Katamu tadi hendak meminta sesuatu padaku?"
Tuan Muda Zhu berkata sambil tersenyum: "Jika Pendekar Bai
sudah ingin pergi, maka tidak ada urusan lagi."
Bai Yu-jing tercengang. Dia semula mengira mereka tidak ingin dia pergi, siapa tahu mereka
malah berharap dia cepat-cepat pergi. Malah mereka juga bersedia
memberikan harta ini kepadanya.
Apa sebab semua ini" Dia tidak berhasil mencari jawabannya.
Tuan Muda Zhu tampak bimbang. Dia berkata: "Tapi, kami tidak
tahu apakah Pendekar Bai akan pergi dengan orang lain?"
Bai Yu-jing tiba-tiba paham.
Mereka bukan sedang mencarinya, tapi Yuan Zi-xia. Cuma, karena
mereka memiliki masalah dengan pedang panjangnya, mereka tidak
berani memulai gerakan mereka sampai saat ini.
Mereka tidak ragu untuk memberikan harta yang begini besar
untuk mendapatkan gadis itu, apamaksud mereka yang
sebenarnya terhadapnya"
Jika dia cuma seorang gadis yang minggat dari pernikahannya
dan pergi dengan tergesa-gesa, kenapa dia bisa bertemu dengan
begini banyak jago-jago kungfu yang berpengaruh" Apakah yang dia
ucapkan sebelumnya semua cuma dusta" Apakah perkataannya tadi
cuma untuk menggugah hatinya, agar dia mau melindunginya"
Apakah ini alasannya kenapa gadis itu memintanya untuk
mengabaikan orang-orang ini dan pergi bersamanya dengan diamdiam"
Hati Bai Yu-jing serasa karam.
Semua orang sedang memandangnya, menunggu jawabannya.
Di atas meja berserakan batu permata dan emas yang
berkilauan gemerlap di bawah sinar lampu. Tapi tidak seorang
pun yang memandangnya. Yang mereka inginkan adalah sesuatu yang jauh lebih bernilai.
Apakah itu" Apakah Yuan Zi-xia sendiri, atau sesuatu yang dia miliki"
Tuan Muda Zhu melihat ekspresi di wajahnya dan berkata,
"Pendekar Bai dan gadis Yuan itu hanyabertemu secara kebetulan.
Pendekar Bai tentu tak akan menyinggung perasaan seorang teman
demi dia." Bai Yu-jing berkata dengan dingin, "Kau bukan temanku."
Tuan Muda Zhu berkata sambil tersenyum: "Kami tidak berani
bersahabat dengan orang yang berasal dari tingkat sosial yang
lebih tinggi. Tapi seorang perempuan seperti gadis Yuan itu,
Pendekar Bai tentu akan banyak menemuinya nanti, kenapa...."
Bai Yu-jing memotong ucapannya dan berkata: "Yang kalian
inginkan bukan dia?"
Tuan Muda Zhu tersenyum. Bai Yu-jing berkata: "Aku tidak yakin apa yang sebenarnya kalian
inginkan?" Mata Tuan Muda Zhu tampak berkilauan, "Pendekar Bai tidak tahu?"
Bai Yu-jing menggelengkan kepalanya.
Wajah Tuan Muda Zhu memperlihatkan sebuah senyuman licik.
Dia berkata sepatah demi sepatah yang menunjukkan rasa
jerihnya terhadap Bai Yu-jing, "Mungkin Pendekar Bai akan
tergiur setelah tahu segalanya." Karena itu, dia tidak mau
mengatakan apa-apa. Nilai benda itu pasti lebih besar dari seluruh emas dan harta lainnya
yang ada di sini. Bai Yu-jing benar-benar tak mampu menemukan
jawabannya. Benda apakah yang begitu berharga di tubuh Yuan
Zi-xia" Seluruh isi kamarnya tadi telah diobrak-abrik oleh mereka.
Tuan Muda Zhu berkata pula, "Menurut pendapatku, Pendekar Bai
Imbauan Pendekar 7 Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Misteri Kapal Layar Pancawarna 11
^