Pisau Terbang Li 12
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong Bagian 12
Apalagi aku"." Lalu Siangkoan Kim-hong memandang Liong Siau-hun
dan berkata, "Kurasa kau dan anjing ini bisa menjadi
sahabat baik. Mengapa tidak kalian berdua saja yang
menjadi saudara angkat?"
Kata-katanya tidak dapat ditarik kembali. Namun
siapakah yang dapat menahan penghinaan sejauh itu"
Wajah Liong Siau-hun berkeringat dan mulai tergagapgagap,
"Kau". Kau"."
Liong Siau-in segera berlari ke sana dan mengambil
pedang. Katanya, "Ini semua adalah usulanku. Aku tidak
menyangka hal ini akan mendatangkan penghinaan
bagiku dan bagi ayahku. Aku tidak dapat lagi membasuh
kesalahanku. Hanya dengan mencurahkan darah aku
dapat membalas kebaikan ayah padaku. Sungguh
sayang, ibu tidak hadir di sini, karena aku tidak dapat
memutuskan hidup matiku tanpa kehadiran beliau."
Tiba-tiba diangkatnya pedang itu dan ditebasnya
tangannya sendiri. Mulut semua orang ternganga, namun tidak ada yang
berani berbuat apa-apa. 1152 Liong Siau-in sangat kesakitan dan tubuhnya pun
gemetaran. Namun ia hanya mengatupkan mulutnya
erat-erat dan mengambil potongan tangannya, lalu
diberikannya kepada Siangkoan Kim-hong. Katanya,
"Apakah kau sudah merasa puas?"
Wajah Siangkoan Kim-hong tidak berubah. Ia
memandang anak itu dingin dan berkata, "Kau ingin
menukar tangan ini dengan nyawamu dan nyawa
ayahmu?" "A".Aku"."
Sebelum ia bisa berbicara lebih lanjut, rasa sakitnya
sudah begitu dahsyat sehingga ia jatuh pingsan.
Walaupun hati Liong Siau-hun sangat sedih, ia tidak
berani menunjukkannya. Ia hanya berdiri di situ tanpa
bicara. Kata Siangkoan Kim-hong, "Demi anakmu, aku ampuni
nyawa kalian berdua. Sekarang pergilah, dan jangan
sampai kulihat kau lagi!"
Akhirnya A Fei pun bangkit berdiri.
Seolah-olah ia tidak menyadari sama sekali apa yang
baru saja terjadi di situ. Kelihatannya, ia pun tidak
menyadari bahwa ada banyak orang di situ. Matanya
langsung tertuju pada guci arak di atas meja dan
perlahan-lahan ia berjalan ke sana dan segera
menyambarnya. 1153 Ia memeluk guci itu erat-erat, seakan-akan guci itu
adalah seluruh hidupnya. "Prang", guci itu pun pecah.
Arak tumpah ke lantai. Tangan A Fei gemetaran, masih memegangi guci yang
pecah itu. Kata Siangkoan Kim-hong, "Arak ini hanya untuk
manusia. Kau tidak pantas meminumnya!"
Lalu ia melemparkan sekeping perak ke lantai dan
berkata, "Jika kau masih ingin minum, sana beli sendiri."
A Fei mengangkat kepalanya dan memandang Siangkoan
Kim-hong. Lalu ia memutar badannya dan berjalan pergi.
Kepingan perak itu ada di samping kakinya.
Ia menatap kepingan perak itu sejenak, lalu
membungkukkan badannya"..
Seulas senyum tergambar di wajah Siangkoan Kim-hong.
Ia terlihat lebih mengerikan saat tersenyum.
Tiba-tiba terlihat selarik cahaya terang.
Sebilah pisau melesat bagaikan kilat dan memaku
kepingan perak itu di lantai.
1154 A Fei terkejut dan mengangkat kepalanya. Sekujur
tubuhnya membeku. Seseorang berdiri dekat pintu sedang memandangnya
lalu berkata, "Arak di sini lebih enak daripada arak di
tempat lain. Jika kau ingin minum, akan kutuang
secawan untukmu." Masih ada satu guci arak lagi di atas meja.
Orang itu berjalan menuju ke meja, menuang arak ke
cawan dan menyuguhkannya kepada A Fei.
Tidak seorang pun buka suara. Bahkan suara nafas pun
tidak dapat terdengar. Siangkoan Kim-hong pun tidak bersuara.
Ia hanya menatap orang ini dengan mulut terkunci.
Orang ini tidak jangkung, tapi tidak pendek juga.
Pakaiannya kumal dan lusuh. Ia tampak seperti seorang
laki-laki setengah baya yang penyakitan.
Tapi waktu Siangkoan Kim-hong melihat dia menuang
arak dan memberikan cawan itu kepada A Fei, ia tidak
berusaha mencegahnya. Bahkan ia tidak menunjukkan
reaksi apapun sedikitpun.
Tidak ada seorang pun yang berani membangkang
perintah Siangkoan Kim-hong!
1155 Namun orang ini jelas-jelas mengabaikan perkataan
Siangkoan Kim-hong barusan.
Kini cawan arak itu sudah berada di tangan A Fei.
A Fei menatap itu seperti orang tolol. Dua tetes air mata
perlahan jatuh ke dalam cawan itu.
Ia tidak pernah ragu-ragu mencucurkan darah, namun
air mata selalu berusaha keras dibendungnya.
Mata Sun-hoan pun mulai berkaca-kaca, dan setetes
mulai membasahi sudut matanya. Namun di bibirnya
tetap tersungging senyum yang hangat dan bersahabat.
Senyum itu seakan-akan mengubah penampilan lusuh
lelaki setengah baya ini menjadi seseorang yang begitu
bercahaya dan berkarisma. Tidak ada pernah
membayangkan bahwa seulas senyum bisa begini besar
pengaruhnya. Ia pun tidak berbicara lagi.
Perasaan yang terkandung dalam senyuman dan air mata
itu tidak dapat diekspresikan dalam kata-kata.
A Fei tidak dapat mengendalikan tangannya yang mulai
gemetaran. Tiba-tiba ia meraung dan membanting cawan
di tangannya itu. Ia segera bangkit dan berlari ke arah
pintu. Sun-hoan sepertinya sudah akan pergi mengejarnya.
1156 Seru Siangkoan Kim-hong, "Tunggu sebentar!"
Lelaki itu masih melangkah dua langkah lagi sebelum
berhenti. Kata Siangkoan Kim-hong, "Jika kau ingin pergi,
seharusnya tadi kau tidak usah datang. Jika sudah
datang, mengapa hendak pergi?"
Sun-hoan berdiri di situ sejenak, lalu menyahut, "Benar.
Aku sudah datang, mengapa hendak pergi?"
Sebelumnya, tidak sekalipun ia melirik Siangkoan Kimhong.
Kini ia memutar tubuhnya perlahan.
Tatapan matanya bertemu dengan mata Siangkoan Kimhong.
Tatapan yang berkobar-kobar!
Bertemunya tatapan kedua orang ini, seakan-akan dapat
menyulut kobaran api. Kobaran api yang menyala tanpa suara, tanpa bentuk.
Walaupun tidak ada orang yang dapat melihatnya,
mereka semua dapat merasakannya.
Hati semua orang berdebar-debar, seakan-akan jantung
mereka hendak melompat keluar.
Mata Siangkoan Kim-hong bagaikan tangan setan.
Tatapannya dapat mencekik mati jiwa seseorang.
1157 Mata lelaki setengah baya itu bagaikan samudra raya
yang tiada berujung, begitu luas dan tenang membiru.
Begitu luas, sehingga dapat memerangkap semua setan
dan iblis yang gentayangan di dunia ini.
Jika mata Siangkoan Kim-hong diibaratkan pedang, mata
orang ini adalah sarungnya!
Hanya dengan melihat matanya, semua orang tahu
bahwa ia bukan lelaki setengah baya biasa.
Sebagian dari mereka sudah bisa menebak siapa dia.
Akhirnya suara Siangkoan Kim-hong memecahkan
kesunyian, "Mana senjatamu?"
Pergelangan tangan lelaki itu mengedik sedikit, dan
terlihatlah sebilah pisau di antara jemarinya!
Pisau Kilat si Li! Setelah semua orang melihat pisau itu, mereka tahu
bahwa tebakan mereka memang tepat.
Lelaki itu adalah Li Sun-Hoan!
Akhirnya Li Sun-Hoan datang!
Tangannya sangat mantap. Seakan-akan membeku di
udara. Jari-jemarinya panjang dan kurus. Kukunya dipotong
rapi. 1158 Tangan ini tampak lebih cocok memegang sebatang pena
daripada memegang sebilah pisau. Namun dalam dunia
persilatan, tangan ini adalah tangan yang paling
berharga, tangan yang paling menakutkan dari semua
tangan yang ada di dunia.
Pisaunya adalah pisau biasa dan sederhana. Namun di
tangan orang ini, pisau itu dapat menjadi senjata yang
amat berbahaya! Siangkoan Kim-hong berdiri dan berjalan ke hadapan Li
Sun-Hoan. Jarak di anatara mereka ada tujuh meter.
Tangan Siangkoan Kim-hong masih berada dalam lengan
bajunya. Ia telah merajai dunia persilatan sejak dua puluh tahun
yang lalu dengan Cincin Naga dan Burung Hong miliknya.
Dalam Kitab Persenjataan, senjata ini berada di urutan
kedua. Satu tingkat di atas Pisau Kilat si Li!
Dalam dua puluh tahun belakangan ini, tidak seorang
pun pernah melihatnya menggunakan cincin itu.
Walaupun semua orang tahu senjata itu amat ampuh,
tidak seorangpun mengetahui sampai sejauh mana
keampuhan senjata itu. Apakah cincin itu ada di tangannya sekarang"
1159 Kini mata semua orang beralih dari pisau Li Sun-Hoan ke
tangan Siangkoan Kim-hong.
Perlahan-lahan tangannya keluar dari lengan bajunya.
Tangan itu kosong. Tanya Li Sun-Hoan, "Di mana cincinmu?"
Sahut Siangkoan Kim-hong, "Ada di sini."
"Di mana?" "Dalam hatiku."
"Dalam hatimu?"
"Cincin itu tidak berada di tanganku, namun ada dalam
hatiku!" Mata Li Sun-Hoan menyipit.
Cincin Siangkoan Kim-hong tidak dapat dilihat!
Karena tidak dapat dilihat, cincin itu dapat berada di
segala tempat. Bisa berada di hadapan matamu, di
depan lehermu, atau di tepat samping nyawamu.
Setelah seluruh jiwamu dihabisinya sekalipun, kau tetap
tidak tahu dari mana cincin itu datang!
"Cincin itu tidak berada di tanganku, namun ada dalam
hatiku." 1160 Puncak dari segala ilmu silat!
Ini adalah tingkatan para dewa.
Namun tidak seorang pun mengerti. Tidak seorang pun,
kecuali Li Sun-Hoan. Semuanya terlihat kecewa.
Begitu banyak orang ingin sekali melihat cincin itu, dan
ingin menyaksikan kekuatan dan kehebatannya. Mereka
tidak dapat mengerti bahwa yang tidak terlihat itulah
yang benar-benar kuat dan hebat.
Kata Siangkoan Kim-hong, "Tujuh tahun yang lalu
akhirnya tanganku menjadi tidak lagi berbentuk."
Sahut Li Sun-Hoan, "Aku sungguh kagum."
"Kau mengerti?" tanya Siangkoan Kim-hong.
"Begitu samar dan berseni. Tidak ada cincin, tidak ada
keakuan. Tidak ada jejak yang dapat ditemukan, tidak
ada halangan yang tidak tertembus."
"Luar biasa! Kau betul-betul mengerti!" Siangkoan Kimhong
berseru kegirangan. Mengerti adalah tidak mengerti. Tidak mengerti adalah
mengerti. Mereka berdua seakan-akan adalah dua Master Zen yang
sedang beradu filsafat. 1161 Selain mereka berdua, tidak ada seorang pun di situ yang
mengerti sepatah kata pun yang mereka ucapkan.
Mereka tidak mengerti sama sekali. Itulah sebabnya ini
sangat mengerikan bagi mereka".
Satu per satu diam-diam berdiri dan mundur ke sudut
ruangan. Siangkoan Kim-hong menatap Li Sun-Hoan dan berkata,
"Li Sun-Hoan memang benar-benar Li Sun-Hoan."
Sahut Li Sun-Hoan, "Dan hanya Siangkoan Kim-hong
yang dapat menjadi Siangkoan Kim-hong."
Kata Siangkoan Kim-hong, "Kau adalah generasi ketiga
keluarga Tamhoa, terkenal di seantero dunia dan
berpendidikan tinggi. Kaya dan termashur, membuat iri
semua orang di dunia. Mengapa kau akhirnya menjadi
seorang petualang di kelas bawah dunia persilatan?"
"Aku datang kalau aku mau, aku pergi kalau aku ingin."
"Kau pikir kau bisa pergi?"
Li Sun-Hoan terdiam sesaat sebelum menjawab, "Aku
tidak bisa pergi dan aku pun tidak ingin pergi."
"Baiklah. Silakan mulai jurusmu," tantang Siangkoan Kimhong.
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku sudah mulai."
1162 Siangkoan Kim-hong kelihatan bingung. Tanyanya,
"Mana?" "Dalam hatiku. Jurusku tidak berada dalam pisau ini,
namun ada dalam hatiku."
Kini mata Siangkoan Kim-hong yang menyipit.
Mereka yang tidak dapat melihat cincin Siangkoan Kimhong
juga tidak akan dapat melihat mulainya jurus Li
Sun-Hoan. Namun ketika cincin datang, jurus pun akan
menyambutnya! Walaupun semua orang sepertinya berdiri dengan
tenang, mereka merasa seolah-olah merekalah yang
sedang bertempur hidup dan mati. Hidup atau mati dapat
ditentukan oleh satu helaan nafas saja!
Walaupun semuanya sudah mundur ke sudut ruangan,
mereka masih dapat merasakan hawa yang sangat
mengerikan. Tiap-tiap orang dapat merasakan hati mereka makin
mengkerut setiap detiknya!
*** Darah dalam tubuh A Fei mulai menggelegak.
Saat ia berlari kesetanan, ia tidak tahu apa yang
dipikirkannya, apa yang diperbuatnya.
1163 Ia sedang lari dari kenyataan.
Tapi kemanakah ia bisa lari" Dan berapa lama ia dapat
bersembunyi" Ia tidak mungkin berlari selama-lamanya, karena
sebenarnya ia sedang melarikan diri dari dirinya sendiri.
*** Sementara itu, Li Sun-Hoan dan Siangkoan Kim-hong
sedang saling memandang. Keduanya tidak bersuara,
keduanya tidak bergerak. Yang dapat didengar semua orang di situ hanyalah debur
jantung mereka sendiri. Satu-satunya yang dapat mereka
lihat adalah butiran keringat mereka sendiri yang
menetes dari dahi ke lengan mereka.
Karena sekali salah seorang bergerak, gerakan ini akan
mengguncangkan langit dan bumi.
Duel ini dapat meledak sewaktu waktu. Dan dapat
berakhir pada detik yang sama.
Karena pada detik itu salah satu pasti kalah.
Tapi siapakah yang akan kalah"
"Pisau Kilat si Li, tidak akan lepas dari tangan kalau tidak
akan kena sasaran" 1164 Dalam dua puluh tahun ini, tidak seorang pun dapat lolos
dari pisau Li Tamhoa! Namun cincin Siangkoan Kim-hong berada di urutan yang
lebih atas. Apakah artinya cincin itu lebih hebat"
Dua orang ini seolah-olah membeku di tempat masingmasing.
Keduanya seakan-akan bercahaya penuh rasa percaya
diri. Siapakah di dunia ini yang dapat menerka hasil
pertarungan ini" *** A Fei telah jatuh ke tanah. Nafasnya tersengal-sengal.
Setelah diam di situ beberapa saat, ia mengangkat
kepalanya. Ia tidak tahu di mana ia berada.
Tempat itu adalah sebuah pekarangan kecil.
Di tengah pekarangan itu ada sebatang pohon willow
yang terayun-ayun ditiup angin musim gugur.
Di beranda ada sebuah spanduk yang setengah
tergulung. Pintu tertutup rapat. Tidak terdengar secuil
suara pun dari dalam rumah itu.
Ini adalah tempat ia mabuk-mabukan semalam.
Ia tidak tahu bagaimana ia bisa sampai di sini lagi.
1165 Tiba-tiba pintu terbuka. Seraut wajah yang cantik
mengintip dari dalam. Hasrat yang begitu besar langsung
memuncak dalam diri A Fei, namun wajah itu segera
masuk lagi ke dalam. Ia adalah salah satu dari gadis-gadis yang menemani dia
semalam. Bab 68. Antara Dewa dan Setan
A Fei bangkit dan berjalan menuju ke pintu itu.
"Bruk". Pintu segera tertutup rapat kembali dan terdengar
suara kunci diselot. A Fei menggedor-gedor pintu itu sekuat tenaga.
Setelah beberapa saat terdengar suara dari dalam,
"Siapa itu?" "Aku," jawab A Fei.
"Siapa engkau?"
"Aku adalah aku."
Terdengar suara cekikikan di dalam. "Orang ini sudah
gila." "Dari nada suaranya, seolah-olah ia adalah pemilik
tempat ini." "Tapi siapa yang kenal padanya?"
1166 "Siapa yang bisa menerka orang macam apa dia" Dia
kelihatan seperti habis melihat hantu."
Suara-suara itu sudah dikenalnya. Baru semalam, suarasuara
yang sama terus-menerus membisikkan kata-kata
yang manis dan merayu di telinganya. Mengapa sekarang
mereka berubah" Tiba-tiba A Fei merasakan kemarahan dalam hatinya.
Dalam kemarahannya, ia mendobrak pintu itu sampai
terbuka. Tujuh pasang mata yang cantik sedang menatapnya.
Semalam, ketujuh pasang mata itu tampak seperti air
yang sejuk dan tenang, seperti madu yang manis.
Namun kini, rasa sejuk, tenang, dan manis itu telah
menguap entah ke mana. Air itu telah membeku menjadi
es. A Fei masuk dan tersandung. Ia langsung menyambar
seguci arak. Guci itu sudah kosong.
"Mana araknya?"
"Tidak ada arak."
"Cepat ambilkan!"
"Kenapa" Ini bukan pabrik arak!"
1167 A Fei berjalan limbung ke arah gadis itu dan
memandangnya sambil berkata, "Kalian tidak mengenali
aku?" Sepasang mata yang cantik memandangnya dingin dan
menjawab, "Dan apakah kau mengenali aku" Tahukah
kau siapa aku?" A Fei jadi bingung. "Apakah semalam aku tidak di sini?"
Sebuah suara lain menjawabnya, "Ini memang tempat
engkau bermalam tadi malam. Tapi kau bukan orang
yang sama seperti orang yang semalam berada di sini."
Suara yang manis itu rasanya sudah sangat dikenalnya.
Seluruh tubuh A Fei mulai gemetar lagi.
Ia memejamkan matanya rapat-rapat. Ia tidak ingin
melihat wanita itu lagi. Ia tidak berani melihat wanita itu
lagi. Ia adalah wanita yang tidak dapat pergi dari mimpimimpinya.
Ia sanggup mengorbankan apapun juga
dengan rela hati asalkan dapat memandangnya sekejap
saja. Namun saat ini, rasanya ia lebih suka mati daripada
harus melihatnya. Wanita itu masih seperti dulu.
Namun A Fei tidak seperti yang dulu lagi!
1168 *** Semua orang masih terdiam, segala sesuatu masih tidak
bergerak. Debu dari langit-langit perlahan-lahan melayang turun.
Apakah tertiup angin" Apakah karena suasana yang
begitu mencekam di situ"
Tiba-tiba Siangkoan Kim-hong melangkah maju!
Dan Li Sun-Hoan tetap tidak bergerak!
Tiba-tiba terdengar sebuah suara yang memecahkan
keheningan, "Bergerak adalah tidak bergerak. Tidak
bergerak adalah bergerak. Tahukah kau apa artinya?"
Suara itu terdengar seperti suara orang tua yang
bijaksana. Semua orang dalam ruangan itu dapat
mendengarnya dengan jelas.
Namun tidak seorang pun tahu dari mana datangnya.
Kini terdengar suara lain sedang tertawa. Lalu katanya,
"Kalau begitu, bertempur adalah tidak bertempur. Tidak
bertempur adalah bertempur. Lalu apa gunanya
bertempur?" Suara ini masih sangat muda, manis dan penuh
semangat 1169 Juga tidak ada seorang pun yang tahu dari mana
datangnya. Kata suara yang tua, "Mereka bertempur karena mereka
tidak tahu apa inti sebenarnya dari ilmu silat itu."
Suara gadis muda itu terdengar cekikikan sambil berkata,
"Maksudmu mereka berdua sebenarnya tidak mengerti,
walaupun mereka menyangka bahwa mereka mengerti
segala sesuatu dengan jelas?"
Setelah dua kalimat itu diucapkan, kecuali Li Sun-Hoan
dan Siangkoan Kim-hong, wajah semua orang di situ
langsung berubah. Seseorang berkata bahwa dua orang ini tidak mengerti
ilmu silat. Jika dua orang ini tidak mengerti ilmu silat, siapakah di
dalam dunia ini yang dapat mengaku mengerti ilmu silat"
Kata suara yang tua lagi, "Mereka berpikir bahwa "senjata
itu tidak berada di tangan, namun ada dalam hati" adalah
puncak tertinggi dari ilmu silat. Namun sebenarnya
mereka salah besar."
"Salah sebesar apa?" tanya suara yang muda sambil
tertawa geli. "Sedikitnya 1800 li."
"Lalu apa sebenarnya puncak tertinggi ilmu silat itu?"
1170 Sahut suara yang tua, "Ketika tangan sudah menjadi
kosong, dan hati sudah menjadi hampa. Senjata dan diri
sudah menjadi satu. Jika mereka mengerti sampai di sini
saja, mereka tidak akan salah terlalu jauh."
"Tidak salah terlalu jauh" Maksudmu tingkatan itu pun
belum yang tertinggi?" tanya suara yang muda kaget.
"Ya, ada yang lebih tinggi lagi. Tingkatan ilmu silat yang
tertinggi adalah ketika segala sesuatu muncul dari
ketiadaan. Tidak ada lagi senjata, dan tidak ada lagi diri.
Senjata dan diri sudah terlupakan. Ini adalah
ketiadabentukan yang sejati, kedigdayaan yang sejati."
Saat itu, Li Sun-Hoan dan Siangkoan Kim-hong tidak
berani berubah ekspresi. Terdengar suara yang muda berkata lagi, "Setelah
mendengarkan penjelasanmu, aku jadi teringat satu
cerita." "Hmmm?" "Ada satu cerita dalam agama Budha Zen. Ketika murid
utama dari Leluhur Kelima, Shen Hsiu sedang
melantunkan sebuah sajak:
"Tubuh bagaikan pohon bodhi,
pikiran bagaikan cermin yang mengkilat.
Tiap saat kita menjaganya tetap bersih
Dan tidak sedikit pun ternoda debu"
Ini adalah tingkat pencerahan yang sangat tinggi."
1171 "Ya, ini sama seperti mengatakan "senjata itu tidak
berada di tangan, namun dalam hati". Untuk sampai ke
tingkat inipun bukan hal yang mudah."
"Namun kemudian Leluhur Keenam Hui Neng menjawab
dengan sajak yang lebih mendalam lagi:
"Tidak ada pohon bodhi, tidak ada cermin yang
mengkilat. Tidak ada sesuatu pun dan tidak akan ada apa pun.
Lalu di manakah debu akan menodai?"
Oleh sebab itulah ia menjadi tokoh agama Budha Zen
yang paling dihormati."
"Betul sekali. Itulah tingkat pencerahan yang tertinggi.
Jika seseorang sudah mencapai tingkat itu, orang itu
adalah sahabat para dewa."
"Kalau begitu, teori yang baru saja kau ajarkan padaku
sebenarnya adalah ajaran agama Budha Zen?" tanya
suara yang muda "Dalam segala hal di dunia ini, ketika seseorang
mencapai tingkat yang tertinggi, teori satu sama lain
tidaklah jauh berbeda," jawab suara yang tua.
"Jadi dalam segala perbuatan, kita harus selalu menuju
pada "Tanpa benda, tanpa diri". Hanya dengan begitu kita
dapat mencapai puncak kesempurnaan."
"Tepat sekali."
1172 "Akhirnya aku mengerti!" seru suara yang muda dengan
gembira. "Sayang sekali ada orang-orang yang setelah mencapai
tingkat "senjata itu tidak berada di tangan, namun dalam
hati" saja sudah menjadi senang luar biasa dan sombong.
Sayang sekali mereka tidak menyadari bahwa itu
hanyalah kulit luar dari sesuatu yang jauh lebih indah
dan mendalam." "Jadi kalau orang di tingkat itu sudah merasa berada di
puncak, mereka tidak akan mungkin maju lebih jauh,"
kata suara yang muda. "Betul sekali."
Saat itu, baik Li Sun-Hoan maupun Siangkoan Kim-hong
berkeringat dingin pun tidak berani.
Tiba-tiba Siangkoan Kim-hong berkata, "Tuan Sun yang
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terhormat?" Tidak ada jawaban. Kata Siangkoan Kim-hong lagi, "Jika Tuan Sun sudah
datang, mengapa tidak memperlihatkan diri?"
Masih tetap tidak ada jawaban.
Angin bertiup masuk dari jendela, dan tirai di sisi yang
lain pun menjadi tegak. 1173 Jika Li Sun-Hoan dan Siangkoan Kim-hong ingin
bertempur, tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat
menghalangi mereka. Namun percakapan orang tua dan orang muda tadi telah
menyedot seluruh rasa persaingan yang begitu tebal
dalam ruangan itu tadi. Mereka berdua masih saling berhadapan. Keduanya
masih berdiri dengan cara yang sama. Namun kini semua
orang lain dalam ruangan itu dapat bernafas dengan
lega. Suasana mencekam yang merundung ruangan itu
kini telah lenyap. Li Sun-Hoan menghela nafas panjang dan berkata, "Naga
hanya menunjukkan kepalanya, tidak menunjukkan
ekornya. Sudah tentu Tuan Sun ada di antara kita."
Kata Siangkoan Kim-hong dingin, "Semua orang bisa
menyombongkan teori mereka. Pertanyaannya adalah
bisakah mereka mendukung teori mereka dengan
perbuatan nyata?" Sahut Li Sun-Hoan sambil tertawa, "Mengemukakan teori
seperti itu pun bukan pekerjaan mudah."
Sebelum kalimatnya selesai, terdengar suara ribut-ribut
di luar. Empat orang menggotong sebuah peti mati masuk ke
dalam pekarangan. 1174 Peti mati itu masih baru. Catnya pun seolah-olah masih
basah. Keempat orang itu membawa peti mati itu masuk ke
dalam ruang perjamuan. Seorang penjaga berjubah kuning berjalan menghampiri
mereka dan berkata, "Kalian salah alamat. Cepat pergi
sekarang juga!" Salah seorang dari penggotong peti mati itu bertanya,
"Apakah di sini ada Tuan Siangkoan?"
"Apa urusanmu dengan Tuan Siangkoan?" tanya si
penjaga tajam. "Kalau begitu kami tidak salah alamat. Peti mati ini
adalah untuk Tuan Siangkoan."
Si penjaga melotot dengan garang. Bentaknya, "Jika
kalian mau cari gara-gara, kurasa peti mati ini lebih
cocok untuk kalian berempat."
Jawab si penggotong peti, "Peti mati ini terbuat dari kayu
Nanmu yang sangat mahal harganya. Kami tidak pantas
dikuburkan dengan peti mati seperti ini."
Tinju si penjaga sudah hampir melayang ke wajah si
penggotong peti. Siangkoan Kim-hong tiba-tiba menyela, "Siapa yang
menyuruh kalian membawa peti mati itu kemari?"
1175 Saat si penjaga mendengar suara itu, tinjunya berhenti di
udara. Si penggotong peti kini terlihat sangat ketakutan.
Katanya dengan terbata-bata, "Ada seorang Tuan Sung
yang memberikan empat tail perak kepada kami dan
menyuruh kami mengantarkan peti mati ini ke sini. Ia
secara khusus memesan pada kami untuk
menyerahkannya kepada Tuan Siangkoan."
"Tuan bershe Sung" Orangnya seperti apa?" tanya
Siangkoan Kim-hong. Jawab seseorang, "Seorang laki-laki tidak terlalu tua,
tidak muda juga. Ia sangat murah hati, tapi sayang kami
tidak melihat wajahnya."
Tambah seorang yang lain, "Ia datang lewat tengah
malam kemarin. Waktu datang, ia langsung meniup lilin
sampai mati, sehingga kami sama sekali tidak dapat
melihat wajahnya." Siangkoan Kim-hong menundukkan kepalanya dan
berpikir keras. Ia tidak menanyai keempat orang itu lebih
lanjut. Ia tahu bahwa ia tidak akan mendapatkan keterangan
apapun dari mereka. "Peti mati ini kelihatannya cukup berat". mungkin ada
seseorang di dalamnya," kata salah seorang dari mereka.
Kata Siangkoan Kim-hong, "Buka peti ini."
1176 Tutupnya belum dipakukan, jadi bisa dibuka dengan
mudah. Baru saat itu, wajah Siangkoan Kim-hong berubah total.
Wajahnya masih tetap kosong. Bahkan alis dan bibirnya
pun tidak bergerak. Namun air mukanya sudah berubah.
Begitu berubah, sampai-sampai ia terlihat seperti orang
lain. Seperti seseorang yang sedang mengenakan
topeng. Ia tidak ingin seorang pun melihat wajahnya saat itu.
Ada begitu banyak orang di dunia ini yang mengenakan
topeng seperti itu. Biasanya tidak akan kelihatan, namun
di saat-saat genting, topeng itu akan terlihat nyata.
Ada yang mengenakannya untuk menutupi kesedihan,
ada yang untuk menutupi kemarahan, memaksakan
seulas senyum, atau menghadapi suasana yang
menekan. Dan ada pula yang mengenakannya untuk menutupi rasa
takutnya! Apa alasan Siangkoan Kim-hong mengenakannya"
Memang betul ada mayat dalam peti mati itu!
1177 Mayat itu tidak lain adalah mayat anak Siangkoan Kimhong
satu-satunya, Siangkoan Hui!
Waktu Siangkoan Hui terbunuh, Li Sun-Hoan
menyaksikannya. Ia tidak hanya menyaksikan Hing Bu-bing membunuh
Siangkoan Hui, ia pun melihat Hing Bu-bing
menguburkannya. Bagaimana mayat ini bisa ada di sini sekarang"
Siapa yang menggali kuburannya"
Siapa yang mengirimkannya ke sini" Untuk apa"
Mata Li Sun-Hoan mengejap beberapa kali. Ia berpikir
keras. Topeng di wajah Siangkoan Kim-hong seolah-olah makin
lama makin tebal. Ia terdiam beberapa saat, lalu
menoleh ke arah Li Sun-Hoan.
"Apakah kau pernah melihat orang ini?"
"Ya." "Apa pendapatmu saat melihatnya sekarang?"
Mayat itu terlihat sudah dibersihkan dengan seksama.
Sama sekali tidak terlihat bahwa mayat itu digali dari
kuburannya. Ia pun mengenakan jubah yang baru, tidak
1178 ada setitik debu pun, sebercak darah pun yang
mengotorinya. Hanya terlihat satu luka.
Luka itu di lehernya. Luka tusukan yang dalamnya tujuh
per sepuluh bagian. Kata Li Sun-Hoan, "Kurasa?"ia tidak merasa sakit dalam
kematiannya." "Maksudmu, kematiannya sangat cepat?"
Sahut Li Sun-Hoan, "Kematian itu sendiri tidak
menyakitkan. Yang menyakitkan adalah saat menunggu
kematian datang. Tapi aku yakin ia tidak mengalaminya."
Wajah Siangkoan Hui terlihat begitu damai, seolah-olah
ia hanya tertidur. Seseorang telah berhasil menghapus wajah ketakutannya
sewaktu ia terbunuh. Walaupun Siangkoan Kim-hong mengenakan topeng di
wajahnya, topeng itu tidak dapat menyembunyikan
matanya. Matanya menyala karena marah. Dan mata itu tertuju
pada Li Sun-Hoan. Kata Siangkoan Kim-hong, "Orang yang dapat
membunuh dia begitu cepat jumlahnya sangat sedikit."
1179 Jawab Li Sun-Hoan, "Memang sangat sedikit. Mungkin
tidak lebih dari lima."
"Dan kau adalah salah satunya."
Li Sun-Hoan mengangguk dan berkata, "Benar, aku
adalah salah satunya. Demikian juga engkau."
Tanya Siangkoan Kim-hong, "Dan mengapa aku
membunuhnya?" "Tentu saja kau tidak membunuhnya. Aku hanya ingin
kau menyadari bahwa orang yang bisa membunuhnya,
belum tentu adalah orang yang ingin membunuhnya.
Dan orang yang membunuhnya, belum tentu adalah
orang yang dikategorikan bisa membunuhnya."
Tambah Li Sun-Hoan, "Ada hal-hal yang terjadi di dunia
ini yang tidak dapat kita kendalikan, yang tidak pernah
kita sangka akan terjadi."
Kini Siangkoan Kim-hong tidak berbicara lagi. Namun
matanya terus memandang Li Sun-Hoan.
Tatapan Li Sun-Hoan menjadi lembut, bahkan hampir
memancarkan rasa simpati. Sepertinya ia telah berhasil
menembus topeng Siangkoan Kim-hong dan melihat
kekagetan dan kesedihan hatinya yang begitu dalam.
Biasanya Siangkoan Kim-honglah yang menyiksa dan
mengancam orang lain. 1180 Kini ia berada di pihak yang kalah, walaupun ia tidak
tahu dari siapa. Darah lebih kental daripada air. Anak tetap adalah anak.
Siapapun juga dia, rasa sedih kehilangan anak bukan
rasa sedih biasa. Siangkoan Kim-hong terlihat agak gelisah. Perilakunya
yang dingin dan tidak berperasaan itu sedikit demi sedikit
pudar. Rasa simpati dalam tatapan Li Sun-Hoan terasa bagaikan
palu godam yang sedikit demi sedikit mengikis topeng
besi di wajah Siangkoan Kim-hong.
Ia tidak dapat menahan diri lagi dan tiba-tiba berteriak,
"Pertempuran antara kau dan aku sudah tidak dapat
dihindarkan lagi." Li Sun-Hoan mengangguk mengiakan. "Memang tidak
terhindarkan." "Sekarang"," kata Siangkoan Kim-hong.
Bab 69. Pria Sejati Karena putra tunggal Siangkoan Kim-hong telah
terbunuh, ia sedang dikuasai amarah yang tidak
terkendali. Ia ingin bertempur dengan Li Sun-Hoan
sampai mati. Dan ia ingin melakukannya sekarang
juga".. 1181 Li Sun-Hoan segera memotong perkataan Siangkoan
Kim-hong, "Jika kau ingin berduel sampai mati, aku akan
menerima tantanganmu kapanpun juga. Kecuali hari ini."
"Kenapa?" "Hari ini"..aku hanya ingin minum hari ini."
Matanya memandang mayat dalam peti mati itu.
Katanya, "Ada waktu-waktu tertentu yang tidak cocok
untuk bertempur, tidak cocok untuk berbuat apapun juga
selain untuk minum arak. Hari ini adalah salah satunya."
Perkataannya sungguh menyentuh perasaan. Namun
mungkin tidak ada orang lain yang bisa mengerti.
Hanya Siangkoan Kim-hong yang sungguh mengerti.
Karena ia menyadari sepenuhnya perasaannya sendiri.
Dengan beban seperti ini, berduel sama seperti
bertempur dengan satu tangan terikat.
Ia akan memberikan keuntungan yang begitu besar bagi
lawannya! Li Sun-Hoan bisa saja memanfaatkan kesempatan ini
demi keuntungannya, tapi ia tidak melakukannya,
walaupun ia tahu kesempatan seperti jarang sekali
terjadi. Mungkin tidak akan pernah ada lagi!
Siangkoan Kim-hong terdiam begitu lama. Akhirnya ia
bertanya, "Kalau begitu, kapan waktu yang baik?"
1182 Jawab Li Sun-Hoan, "Aku sudah bilang, kapan pun kau
kehendaki." "Ke mana harus kucari dirimu?"
"Kau tidak perlu mencariku. Cukup bilang saja dan aku
akan menunggu di sana."
"Waktu aku bilang, kau akan mendengar?"
Li Sun-Hoan tertawa, katanya, "Waktu Siangkoan-pangcu
berbicara, seluruh dunia mendengarkan. Tidak sulit untuk
mendengarmu." Siangkoan Kim-hong terdiam lagi. Lalu ia berkata, "Jika
kau ingin minum, ada arak di sini."
Li Sun-Hoan tertawa lagi. "Apakah aku pantas
meminumnya?" Jawab Siangkoan Kim-hong, "Jika kau tidak pantas, tidak
ada seorang pun di dunia ini yang pantas."
Ia memutar badannya dan menuang dua cawan besar
arak. Katanya, "Aku minum cawan ini untukmu."
Li Sun-Hoan minum secawan sekali teguk. Senyumnya
yang lebar menghiasi wajahnya. Ia berseru, "Arak yang
bagus! Secawan arak yang sungguh lezat!"
Cawan Siangkoan Kim-hong pun telah kosong. Ia
memandang cawan itu dan berkata, "Ini adalah cawan
arak yang pertama dalam dua puluh tahun."
1183 "Prang". Cawan pun pecah berkeping-keping.
Siangkoan Kim-hong berjalan ke arah peti mati itu dan
mengangkat tubuh anaknya. Lalu ia berjalan keluar.
Li Sun-Hoan memandangnya tanpa suara. Setelah
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siangkoan Kim-hong keluar dari pintu ia menghela nafas
panjang dan menggumam, "Walaupun hanya Siangkoan
Kim-hong yang dapat menjadi Siangkoan Kim-hong, tapi
mengapa ia tidak bisa menjadi seorang sahabat?"
Ia menuang secawan arak lagi dan meminumnya habis.
Lalu ia berteriak, "Kekasih seorang pria sejati, mengapa
ia mengkhianati niat baiknya?"
"Prang". Cawannya pun pecah berantakan di lantai.
Semua orang dalam ruangan itu terlihat seolah-olah
terbuat dari kayu. Segera setelah Li Sun-Hoan keluar dari
sana, semua orang menghela nafas lega.
Beberapa orang mulai kasak-kusuk di antara mereka.
"Li Sun-Hoan memang Li Sun-Hoan. Di dunia ini, kurasa
hanya dia seoranglah yang dapat membuat Siangkoan
Kim-hong bersulang baginya."
"Sayang sekali mereka tidak bertempur."
"Entah mengapa, kurasa dua orang itu sangat mirip."
"Li Sun-Hoan mirip dengan Siangkoan Kim-hong"....Apa
kau sudah gila?" 1184 "Walaupun pembawaan dan perilaku mereka jauh
berbeda, keduanya".keduanya seperti bukan manusia.
Hal-hal yang mereka lakukan tidak dapat dilakukan oleh
manusia." "Ya".ada benarnya juga perkataanmu. Mereka berdua
memang seperti bukan manusia, hanya saja".yang satu
adalah orang suci, dan yang satu lagi adalah iblis."
Garis pemisah antara kebaikan dan kejahatan sangatlah
tipis. Perbedaan antara orang suci dan iblis terletak di
antaranya. Betul, jika Li Sun-Hoan bukanlah seorang Li Sun-Hoan, ia
pun sangat bisa menjadi seorang Siangkoan Kim-hong.
*** A Fei tidak menoleh. Lim Sian-ji memindahkan kursinya dan duduk tepat di
belakang A Fei, menutup jalan menuju ke pintu.
Ia hanya duduk di situ saja sampai cukup lama.
A Fei pun tetap berdiri masih dengan cara yang sama.
Gaya berdirinya terlihat agak lucu.
Lim Sian-ji mengikik dan berkata, "Apa kau tidak merasa
lelah berdiri seperti itu" Mengapa tidak duduk dan
bersantai sejenak" Ini ada kursi di sampingku.
1185 Kau tidak ingin duduk" Ah, aku tahu, kau tidak akan bisa
duduk di sini. Bukan seleramu.
Lalu mengapa kau tidak pergi saja"
Walaupun aku duduk di depan pintu, apa susahnya
bagimu untuk menyingkirkan aku. Selain itu, masih ada
juga jendela di situ. Kau bisa keluar dari sana seperti
seorang maLing kecil. Kau sebenarnya takut, bukan" Aku tahu, walaupun kau
menginginkan aku mati, kau tidak berani menyentuhku
sedikitpun. Bahkan memandangku pun kau tidak berani.
Karena dalam hatimu, kau tahu bahwa kau masih
mencintai aku. Bukankah begitu?"
Suaranya masih tetap merdu dan merayu seperti dulu.
Suara tawanya bahkan terdengar semakin menarik dan
manis. Karena ia begitu gemar melihat orang menderita, ia
selalu menebarkan bibit-bibit penderitaan kepada setiap
orang di dekatnya. Sayang sekali, orang-orang yang menderita adalah
orang-orang yang sungguh-sungguh mencintai dia.
Walaupun ia tidak bisa melihat rasa pedih di wajah A Fei,
ia dapat melihat dengan jelas pembuluh darah di
belakang lehernya begitu tegang, seolah-olah akan
meletus. 1186 Bagi Lim Sian-ji, ini adalah suatu kenikmatan. Ia duduk
dengan nyaman di kursi itu sambil menonton.
Sebenarnya ia ingin sekali bisa menonton sambil
menikmati secawan arak yang lezat.
Tiba-tiba kursi yang didudukinya ditendang orang sampai
ia jatuh terjengkang. Siangkoan Kim-hong telah kembali dengan menggendong
mayat putranya! Waktu kursi yang sedang kau duduki dijungkirbalikkan
orang, rasanya hatimu juga terjungkal bersamanya.
Namun Lim Sian-ji tidak mengucapkan sepatah katapun.
Menggerakkan satu otot pun tidak. Ia tahu apapun juga
yang diperbuatnya sekarang, ia tetap akan kelihatan
seperti orang tolol. Siangkoan Kim-hong pun sedang memandangi leher A
Fei dari belakang. Bentaknya, "Balikkan badanmu dan lihat siapa ini!"
A Fei masih tidak bergerak, namun pembuluh darah di
lehernya sudah hampir melompat keluar dari dalam
kulitnya. Akhirnya, perlahan-lahan ia menoleh dan
melihat orang dalam gendongan Siangkoan Kim-hong.
Kini matanya pun seakan-akan hendak melompat keluar.
Tanya Siangkoan Kim-hong, "Kau pasti tahu siapa dia,
bukan?" 1187 A Fei mengangguk. Tanya Siangkoan Kim-hong lagi, "Ia masih hidup,
sehidup-hidupnya, beberapa hari yang lalu, bukan?"
A Fei mengangguk lagi. "Sekarang kau melihatnya mati, kau tidak kelihatan
sangat terkejut. Itu karena kau tahu bahwa dia sudah
mati, bukan?" A Fei terdiam beberapa saat sebelum menjawab, "Ya,
aku tahu ia sudah mati."
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Siangkoan Kim-hong
tajam. Jawab A Fei, "Karena pembunuhnya adalah aku."
Ia mengatakannya tanpa beban sedikitpun. Matanya pun
tidak berkedip. Seolah-olah ia tidak tahu apa
konsekuensinya ia mengaku.
Gadis-gadis di sana ketakutan setengah mati.
Bahkan Lim Sian-ji pun terlihat terhenyak dan kaget.
Pada saat itu, ia merasa ada suatu perasaan aneh
merayapi hatinya. Seperti kesedihan, seperti simpati.
Ia tidak mengerti mengapa ia memiliki perasaan itu pada
A Fei. 1188 Namun ia tahu, sekali Siangkoan Kim-hong bertindak,
nyawa A Fei tidak akan bisa selamat.
Dan kapan pun Siangkoan Kim-hong dapat bertindak.
Ia melihat sorot mata A Fei. Tatapannya sama seperti
tatapan orang mati. Seorang mati yang sangat bodoh.
Bukan saja orang ini sangat bodoh, ia pasti mabuk berat.
Kalau tidak, mengapa ia mengaku seperti itu" Ah,
memang orang ini sudah tidak ada harapan lagi, buat
apa kupikirkan hidup dan matinya"
Lim Sian-ji melengos dan tidak memandang A Fei lagi.
Ia berharap Siangkoan Kim-hong membunuhnya dengan
cepat. Makin cepat makin baik, supaya ia tidak terlalu
lama terganggu oleh perasaannya.
Namun yang tidak berani ia tanyakan pada dirinya sendiri
adalah, "Jika aku memang tidak peduli hidup dan
matinya, mengapa perasaanku terasa amat gundah?"
Siangkoan Kim-hong masih belum juga bertindak.
Ia masih menatap mata A Fei lekat-lekat. Seolah-olah ia
sedang berusaha mengerti sesuatu yang begitu rumit.
Namun ia tidak menemukan jawabannya.
Tatapan A Fei sangat kosong.
1189 Itu bukan mata orang yang masih hidup.
Siangkoan Kim-hong baru menyadari bahwa kini sorot
mata A Fei seakan-akan sudah dikenalnya, seperti sudah
sering dilihatnya sebelum ini.
Sudah pasti ia pernah melihatnya sebelum ini.
Saat ia mengambil pedang Hing Bu-bing dan
menyerahkannya kepada A Fei, sorot mata Hing Bu-bing
sama persis seperti ini. Saat ia mengambil nyawa seseorang, tatapan kosong
orang itu, sama dengan sorot mata ini. Tidak
berperasaan, tidak bernyawa, tidak peduli lagi akan
apapun juga. A Fei masih menunggu, menunggu dengan diam.
Tiba-tiba Siangkoan Kim-hong bertanya, "Apakah kau
sedang menunggu mati?"
A Fei diam saja. "Kau mengaku membunuh dia, hanya supaya aku
membunuhmu, bukan?" A Fei tetap diam saja. Senyum licik tersirat di wajah Siangkoan Kim-hong. Lalu
panggilnya, "Mandor Lu!"
Seseorang segera muncul. 1190 Tidak ada yang tahu bahwa orang ini sudah bersembunyi
di situ selama ini. Dan tidak ada yang tahu apakah ada
orang lain lagi yang bersembunyi di situ. Tidak ada yang
menyangka ada orang yang berani bersembunyi begitu
dekat dengan Siangkoan Kim-hong. Karena jika memang
begitu, maka pasti ada begitu banyak orang yang juga
sedang bersembunyi di situ.
Seseorang yang tidak terlihat, seorang hantu.
Ke mana pun Siangkoan Kim-hong pergi, hantu itu akan
mengikuti tepat di belakangnya.
Perintahnya terdengar seperti mantra. Hanya dialah yang
dapat memanggil hantu itu!
Jika Mandor Lu memang benar adalah hantu, ia sudah
pasti bukan hantu yang kelaparan.
Hantu yang kelaparan tidak mungkin bertubuh segendut
itu. Ia hampir menyerupai sebuah bola raksasa, namun
gerak-geriknya cukup Lincah. Entah dari mana ia
menggelinding ke situ dan berkata, "Hamba siap
mendengarkan." Siangkoan Kim-hong masih menatap A Fei.
Lalu katanya perlahan, "Orang ini ingin mati. Kita tidak
akan membiarkannya mati."
"Mengerti!" jawab Mandor Lu bersemangat.
1191 Kata Siangkoan Kim-hong, "Kita akan memberikan
sesuatu yang lain baginya."
"Mengerti!" "Kita akan memberinya arak yang terbaik, wanita yang
tercantik. Semakin banyak yang diinginkannya, semakin
banyak kita akan menyediakannya."
"Mengerti!" Siangkoan Kim-hong terdiam sesaat, lalu melanjutkan,
"Apapun yang dia inginkan, berikan padanya."
"Mengerti!" Tiap kali jawabannya keluar tanpa dipikir dua kali. Tapi
kali ini matanya melayang menuju Lim Sian-ji, dan ia
bertanya, "Siapapun juga?"
Sahut Siangkoan Kim-hong, "Siapapun juga yang
diinginkannya. Wanita tua bangka sekalipun, jika ia
menginginkannya, berikan padanya!"
Mandor Lu tersenyum, katanya, "Aku mengerti sekarang.
Akan kubawakan untuknya seorang wanita tua bangka
sesegera mungkin." Lim Sian-ji menggigit bibirnya kuat-kuat. Ia tidak tahan
untuk tidak bertanya, "Dan bagaimana jika ia
menginginkan aku?" 1192 Jawab Siangkoan Kim-hong dingin, "Aku sudah bilang,
siapapun yang diinginkannya."
"Ta".tapi aku kan lain. Aku adalah milikmu. Selain
engkau, tidak ada seorang pun yang"."
Ia berjalan ke samping Siangkoan Kim-hong dengan
senyum menghiasi wajahnya.
Senyum yang luar biasa cantik, dengan gerak langkah
yang luar biasa mengundang.
Siangkoan Kim-hong tidak melirik sedikitpun padanya.
Tiba-tiba ia menampar pipi Lim Sian-ji dan berkata keras,
"Siapapun bisa memilikimu, kenapa dia tidak bisa?"
Tubuh Lim Sian-ji terjengkang karena kerasnya tamparan
itu. Ia sampai terjatuh di halaman depan.
Kata Siangkoan Kim-hong, "Aku akan memberikan segala
sesuatu yang diinginkannya, karena aku tidak ingin dia
pergi. Aku ingin tahu, akan jadi orang macam apakah dia
setelah tiga bulan."
"Mengerti!" jawab Mandor Lu.
Siangkoan Kim-hong memutar badannya dan melangkah
keluar. A Fei menggigit bibirnya dan mengertakkan giginya kuatkuat.
1193 Dengan suara serak ia bertanya, "Aku telah membunuh
putramu, mengapa kau belum juga membunuh aku?"
Siangkoan Kim-hong sudah berada di luar pintu. Ia tidak
menoleh sewaktu menjawab, "Karena aku ingin kau
hidup menderita. Sampai kau tidak punya keberanian
lagi, bahkan untuk mati!"
"Siapapun dapat memilikimu, kenapa dia tidak?"
"Hidup dalam penderitaan, sehingga tidak punya
keberanian lagi, bahkan untuk mati!"
A Fei meringkuk, menggulung tubuhnya seperti bola,
seakan-akan sedang menghindari lecutan cemeti yang
tidak kasat mata. Cemeti itu terus-menerus melecut dia tanpa berhenti.
Mandor Lu berjalan ke arahnya sambil tersenyum lebar.
Katanya, "Jika cawan dalam hidupmu sudah kosong,
mengapa repot-repot mengangkatnya menghadap bulan"
Kehidupan memang seperti ini, jangan terlalu diambil
hati." Lalu ia menoleh pada gadis-gadis di situ dan dengan
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wajah garang ia berseru, "Mengapa kalian tidak segera
mengambilkan arak untuk Siauya?"
Orang ini memiliki satu wajah untuk menghadapi
Siangkoan Kim-hong, satu wajah lain untuk menghadapi
A Fei. 1194 Dan kini, saat bicara dengan para gadis itu, ia
menggunakan wajah yang lain.
Memang sebagian besar orang di dunia ini punya begitu
banyak wajah. Mereka berganti wajah seperti pemain
sandiwara bertukar topeng di atas panggung. Mungkin
bahkan lebih mudah dan lebih cepat daripada bertukar
topeng. Semakin sering mereka berganti wajah, semakin cepat
mereka lupa seperti apa wajah mereka yang sebenarnya.
Lebih lama mereka mengenakan topeng-topeng mereka,
lebih susah untuk mencopotnya lagi.
Karena akhirnya mungkin mereka merasa bahwa dengan
mempunyai lebih banyak topeng, akan lebih sedikit
kekecewaan yang mereka alami.
Namun untungnya, masih ada orang-orang yang tidak
punya topeng sama sekali. Satu-satunya wajah yang
mereka miliki adalah wajah mereka sendiri!
Apapun situasinya, betapapun beratnya kegagalan yang
dialaminya, wajah mereka tidak pernah berubah!
Waktu mereka ingin menangis, mereka menangis. Waktu
ingin tertawa, tertawa. Waktu ingin hidup, mereka hidup.
Dan waktu ingin mati, mereka pun akan mati!
Dalam menghadapi kematian sekalipun, mereka tidak
akan berkompromi! 1195 Ini adalah sikap seorang pria sejati!
Jika orang-orang seperti ini tidak ada lagi dalam dunia,
maka kehidupan hanya akan menjadi satu kekecewaan
yang luar biasa besar. Dan tidak akan ada yang tahu akan jadi apa dunia ini
nantinya. Arak pun tiba. Mandor Lu menuang secawan dan berkata, "Minumlah!
Makin banyak kau minum arak, makin kau tahu bahwa
semua wanita itu sama saja. Tidak perlu terlalu
dipusingkan!" A Fei mengertakkan giginya dan berkata, "Mereka tidak
sama." Mandor Lu tertawa keras-keras. "Lalu siapa yang kau
inginkan?" Mata A Fei berkobar karena marah. Lalu perlahan ia
berkata, "Aku mau istrimu!"
*** Malam. Pasar malam. Pasar malam selalu penuh gairah. Berbagai macam orang
dapat ditemui di sini. 1196 Tapi Li Sun-Hoan merasa sebatang kara. Tidak ada
seorang pun yang tertinggal di dunia ini.
Karena orang-orang yang dikasihinya telah menjadi jauh,
sangat jauh. Mereka telah berubah menjadi orang-orang
yang tidak dikenalnya lagi, sangat aneh, sampai-sampai
ia merasa mereka sebenarnya sudah tidak ada lagi.
Ia mendengar bahwa Liong Siau-hun dan putranya sudah
menghilang selama beberapa waktu, tapi"..
Bagaimana dengan Lim Si-im"
Tanpa jejak, tanpa sepatah katapun. Yang tertinggal
hanya kerinduan, kenangan yang membekas sampai
selamanya. "Bahkan sampai akhir masa, ada luka yang tidak akan
pernah sembuh". Walaupun arti kalimat ini sangat sederhana, perasaan
yang terkandung di dalamnya mungkin lebih dalam dari
lautan yang terdalam. Namun kecuali mereka yang pernah merasakannya,
siapakah yang dapat memahami betapa pahit dan
pedihnya perasaan itu"
Dari kejauhan terdengar suara seruling mengiringi lagu
yang murung. Suara seruling itu seakan-akan sedang bercakap-cakap
dengan langit malam. 1197 "Mengapa perasan kita begitu dalam?"
"Mengapa kita begitu dimabuk cinta?"
Waktu sekuntum bunga telah mekar dengan segala
keindahannya, ia akan layu dan mati.
Waktu manusia dimabuk cinta, mereka akan menjadi
tidak berdaya". Ia sedang berada di tepi jurang hidup dan mati, tidak
heran ia merasa begitu tidak berdaya.
Hanya ditemani seguci arak, tidak heran ia merasa begitu
putus harapan. Matanya yang mabuk mengawasi orang-orang yang
berpasang-pasangan. Teringat lagi pada air mata yang menetes di saat-saat
yang gelap dan sepi"..
Si peniup seruling sudah cukup kesepian. Mengapa ia
harus menaburkan air mata dan kepedihan hatinya pada
orang lain juga" Li Sun-Hoan meminum cawannya sekali teguk. Tiba-tiba
ia mengetuk-ngetuk cawan itu dengan sumpitnya dan
bernyanyi lembut. "Bunga-bunga bertumbuh tanpa perasaan,
Cepat atau lambat akan layu dan mati,
Manusia tanpa gairah 1198 Juga akan berakhir lelah dan lesu,
Tanpa cinta, Kemanakah hidup harus mencari cita rasanya"
Kenangan akan air mata di tempat yang gelap dan sepi,
Masih lebih baik daripada tidak bisa meneteskan air
mata." Suara seruling pun terdengar semakin sayup. Dan
berganti dengan suara tawa.
Cita rasa apa yang terkandung dalam suara tawa ini"
Bagaimana dengan A Fei"
Sudah setengah harian Li Sun-Hoan pergi ke segala
tempat mencari, mengais-ngais berita.
Tidak seorang pun tahu ke mana dia pergi. Tidak
seorang pun merasa melihat orang seperti dia.
Li Sun-Hoan tidak tahu bahwa pelarian A Fei berakhir di
markas besar Kim-ci-pang.
Namun walaupun ia tahu, ia tidak tahu di mana tempat
itu berada. Lentera terombang-ambing dipermainkan angin. Arakpun
bergolak dalam cawannya. Arak yang kental dan pekat. Lentera yang gelap dan
suram. Ia sedang minum di sebuah warung bakmi kecil.
1199 Sepanjang jalan dipadati dengan tenda-tenda kecil.
Orang-orang yang datang ke situ adalah orang biasa.
Tidak ada yang mengenalinya dan ia pun tidak mengenali
siapapun. Ia menikmati suasana seperti ini. Walaupun rasanya
suram dan terasing, ia merasa bahwa ini sebuah
pergantian suasana yang baik.
Keberhasilan dan kegagalan, kebahagiaan dan kesedihan
dalam hidup, itu semua tidak ada artinya bagi orangorang
ini. Selama ada secawan arak, itu sudah lebih dari
cukup. Di tempat seperti ini tidak ada tawa yang mengundang,
tidak ada lagu yang menyedihkan.
Malam begitu tenang, malam begitu hambar".
Tiba-tiba ketenangan ini terusik.
Seseorang berteriak dan menyumpah-nyumpah.
"Pemabuk yang tidak berguna! Tidak tahu malu! Minum
lalu tidak mau bayar! Walaupun arak itu sudah ada
dalam perutmu, ayo muntahkan segera!"
Mau tidak mau Li Sun-Hoan menoleh.
Ia menoleh begitu cepat karena ia mendengar kata
"pemabuk". 1200 Ia melihat seseorang sedang berpegangan kuat pada
seguci arak. Walaupun ia sudah dipukuli, sepertinya
orang itu tidak peduli lagi akan hidup matinya, asalkan ia
bisa minum arak seteguk lagi.
Seorang lelaki tua dengan kain minyak terikat di
pinggang terus berterak dan mencaci-maki, sambil
memukuli orang itu. Li Sun-Hoan menghela nafas dan melangkah ke sana.
Katanya, "Biarkan dia minum. Aku yang akan
membayar." Caci-maki langsung berhenti. Demikian juga pukulan.
Uang dapat mengikat tangan manusia dan dapat
menutup mulutnya. Orang yang tadi dipukuli masih meringkuk di lantai, ia
tidak bisa bangun. Ia mengangkat guci itu ke mulutnya
dan berusaha minum. Tapi arak malah mengucur
membasahi kepala dan badannya. Tapi kelihatannya ia
tidak peduli. Seakan-akan ia sedang berusaha tenggelam dalam arak
itu. Jika bukan karena kenangan yang pahit, mana mungkin
seseorang bisa menjadi seperti ini"
Jika seseorang begitu bergairah, bagaimana ia harus
mengatasi kenangan yang pahit"
1201 Li Sun-Hoan sungguh bersimpati dan berkata, "Tidak ada
selera makan sendirian. Di mejaku masih ada makanan
dan arak. Maukah kau makan dan minum bersamaku?"
Orang itu minum seteguk lagi dari gucinya, lalu tiba-tiba
melompat berdiri dan berseru, "Kau pikir kau ini siapa"
Kau pikir kau pantas minum bersama denganku"
Walaupun kau membeli tiga ratus guci arak, aku tetap
tidak akan minum bersamamu"."
Pada saat itu, sumpah serapahnya berhenti dan kedua
tangannya segera melingkari lehernya sendiri.
Li Sun-Hoan sungguh terkejut dan berkata, "Kau".benar
kau?" Orang itu lalu membanting guci arak ke lantai dan segera
berlari pergi. Li Sun-Hoan mengejarnya. "Tunggu, tunggu sebentar.
Sahabat, apakah kau tidak mengenaliku?"
Orang itu lari semakin cepat. "Aku tidak mengenalmu
dan aku tidak ingin minum arakmu"."
Dua orang itu, satu melarikan diri dan satu mengejar,
dalam sekejap saja sudah hilang dari pandangan.
Siapapun yang melihat pasti merasa bahwa ada sesuatu
yang aneh di antara mereka.
1202 "Orang yang mencuri arak itu memang orang gila. Sudah
tahu akan dipukuli masih juga datang untuk minum. Lalu
ada seseorang yang mau membayari, eh dia malah lari."
"Orang yang mau membayari juga pasti orang gila.
Setelah uangnya diambil, dicaci-maki, ia masih
memanggil si pemabuk itu sahabat. Aku belum pernah
melihat orang seperti dia."
Tentu saja ia belum pernah melihat orang seperti dia,
karena memang hanya sedikit saja orang di dunia ini
yang seperti itu. Siapakah orang yang melarikan diri itu"
Mengapa ia melarikan diri saat melihat Li Sun-Hoan"
Orang lain tentu saja tidak akan tahu alasannya. Bahkan
Li Sun-Hoan sendiripun tidak pernah menyangka bahwa
di tempat seperti itu, dalam suasana seperti itu, ia akan
bertemu dengan orang itu.
Pertama kali Li Sun-Hoan bertemu dengannya adalah di
bawah balkon sebuah rumah, di salah satu jalan yang
panjang. Saat itu di sana juga ramai orang.
Pakaiannya putih bagai salju. Di antara orang banyak, ia
tampak seperti seekor bangau di antara kerumunan
ayam. Walaupun seluruh emas di dunia ini dikumpulkan dan
diserahkan padanya, ia tidak akan sudi berbicara sepatah
katapun pada orang yang tidak disukainya.
1203 Namun kini, hanya karena seguci arak, ia mau menerima
hinaan dan cercaan orang, bahkan rela dipukuli seperti
seekor babi dalam lumpur.
Li Sun-Hoan tidak bisa percaya bahwa dua orang ini
adalah orang yang sama. Ia tidak mau percaya.
Namun ia tidak bisa menyangkal kebenaran.
Orang yang tadi meringkuk di lantai yang kotor itu bukan
lain adalah Lu Hong-sian yang agung dan terhormat!
Apa yang menyebabkan perubahan ini" Perubahan yang
begitu cepat, dramatis, dan sangat mengerikan!
Penerangan di jalan terlihat makin jauh dan suram, dan
bintang-bintang terasa semakin mendekat.
Tiba-tiba Lu Hong-sian berhenti berlari.
Karena ia sudah berada dalam keadaan yang sama
dengan A Fei. Ia sedang melarikan diri dari dirinya
sendiri. Ada banyak orang di dunia ini yang mencoba melarikan
diri dari dirinya sendiri. Namun tidak seorang pun
berhasil! Li Sun-Hoan pun berhenti saat jaraknya masih cukup
jauh. Ia membungkuk dan mulai terbatuk-batuk. Ia
merasa bahwa akhir-akhir ini, ia memang jarang batuk.
Namun jika sudah batuk, sangat sulit untuk
menghentikannya. 1204 Bukankah ini sama dengan dimabuk cinta"
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jika kau semakin jarang mengingat akan seseorang, itu
bukan berarti bahwa kau sudah melupakan orang itu. Itu
hanya berarti bahwa kenangan itu sudah semakin
mendarah daging. Ketika Li Sun-Hoan tidak batuk-batuk lagi, Lu Hong-sian
bertanya, "Mengapa tidak kau biarkan aku lari?"
Ia berusaha menggalang kegagahannya saat berbicara,
namun tidak terlalu berhasil.
Suaranya gemetar seperti seekor kelinci yang tercebur ke
air dingin. Li Sun-Hoan tidak menjawab, karena ia tidak ingin
menyakiti Lu Hong-sian dengan perkataannya.
Karena jawaban apapun akan menyakiti perasaannya.
Tanya Lu Hong-sian lagi, "Aku tidak berhutang padamu
dan tidak harus melakukan apapun bagimu. Mengapa
kau memaksaku?" Akhirnya Li Sun-Hoan menghela nafas panjang dan
berkata, "Akulah yang berhutang padamu."
"Kau tidak perlu membayarnya."
"Aku tidak bisa membayar hutangku padamu, namun
setidaknya aku bisa membelikan arak untukmu."
1205 Lu Hong-sian tertawa getir dan berkata, "Aku belum
lupa, kau sudah mengatakannya tadi."
Tangan Lu Hong-sian terus gemetar, gemetar begitu
hebat sampai tidak dapat memegang cawan araknya
dengan baik. Ia sudah menggunakan kedua tangannya untuk
memegang cawan itu, namun arak tetap tumpah.
Beberapa hari yang lalu, tangan ini adalah senjata yang
sangat berbahaya! Apapun yang mengakibatkan perubahan ini, perubahan
ini begitu mengerikan. Li Sun-Hoan tidak bisa menebak apa sebabnya.
Lu Hong-sian meraih guci arak itu dan menuang lagi.
"Prang". Tangannya malah membuat guci itu jatuh dan
pecah. Matanya memandang tangannya sampai lama, tanpa
berkedip. Lalu tiba-tiba ia meraung keras dan
menjejalkan tangan itu ke dalam mulutnya.
Ia terus menjejalkan dan terus menggigit.
Darah menetes dari sudut mulutnya.
Awalnya Li Sun-Hoan tidak ingin menghalangi apapun
yang diperbuatnya. Namun ia tidak tahan untuk
1206 membiarkannya. Ia menarik tangan itu keluar dari
mulutnya. Lu Hong-sian berteriak marah, "Lepaskan aku. Aku ingin
menggigitnya sampai putus. Menggigitnya sampai putus
dengan mulutku sendiri dan menelannya bulat-bulat."
Tangan ini tadinya adalah miliknya yang paling berharga
dan paling dibanggakannya. Namun ketika kesedihan
mendera seseorang, mereka selalu ingin menghancurkan
miliknya yang paling berharga.
Karena satu-satunya cara meringankan penderitaan itu
adalah dengan merusak! Melumatnya sampai hancur lebur!
Kata Li Sun-Hoan, "Jika seseorang telah bersalah
padamu, orang itulah yang pantas mati. Mengapa kau
menyiksa dirimu sendiri?"
Teriak Lu Hong-sian, "Akulah yang pantas mati,
akulah"." Dengan sekuat tenaga ia berusaha mendorong Li Sun-
Hoan, namun malah dia sendiri yang terjatuh dari
kursinya. Ia tidak berusaha bangun. Ia hanya bersimpuh di lantai
dan mulai menangis. Akhirnya ia menceritakan segala-galanya pada Li Sun-
Hoan. 1207 Cerita yang didengarnya adalah cerita Lu Hong-sian.
Orang yang dilihatnya adalah Lu Hong-sian. Namun yang
terbayang dalam benaknya adalah A Fei!
Hati Li Sun-Hoan tercekat.
Apakah A Fei pun mengalami goncangan serupa ini"
Apakah A Fei pun telah berubah dan menjadi seperti ini"
Li Sun-Hoan tidak ingin bicara pada Lu Hong-sian lagi,
namun entah mengapa pertanyaan ini tidak tertahankan.
"Mengapa kau masih tinggal di sini?"
"Kalau tidak di sini, ke mana aku harus pergi?"
"Pulang, kembali pada keluargamu."
"Keluarga".."
Kata Li Sun-Hoan, "Kau sedang sakit sekarang. Dan
hanya ada dua cara untuk menyembuhkannya."
"Dua cara?" "Yang pertama adalah keluarga. Yang kedua adalah
waktu. Jika kau pulang ke rumah".."
Potong Lu Hong-sian, "Aku tidak akan pulang."
"Kenapa?" "Karena".karena itu bukan rumahku lagi."
1208 Kata Li Sun-Hoan, "Keluarga adalah tetap keluarga, tidak
akan pernah berubah. Itulah sebabnya mengapa
keluarga itu begitu berharga."
Sahut Lu Hong-sian, "Bukan keluargaku yang berubah,
akulah yang telah berubah. Aku bukan lagi seperti dulu."
"Jika kau pulang dan beristirahat untuk sementara
waktu, kau pasti akan bisa kembali seperti dulu."
Ia masih ingin menambahkan, namun terdengar
seseorang menyela dari belakangnya, "Dan bagi orang
yang tidak lagi punya keluarga, bagaimana cara
menyembuhkannya?" Bab 70. Hati Berbisa Seorang Wanita
Suara yang sangat manis dan merdu. Yang dapat
membangkitkan hasrat seseorang untuk membunuh.
Li Sun-Hoan tidak menoleh. Lu Hong-sian langsung
berdiri dan berlari keluar seperti orang kesetanan.
Seakan-akan ia baru saja melihat hantu.
Li Sun-Hoan tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa
yang berbicara. Ia sudah mengerti arti perkataan itu.
A Fei tidak punya keluarga.
1209 Hati Li Sun-Hoan merosot. Ia mengepalkan tangannya
dan berkata, "Aku tidak akan pernah menyangka akan
bertemu denganmu di tempat seperti ini. Tidak akan
pernah menyangka kau mau datang ke tempat seperti
ini." Orang itu tidak lain adalah Lim Sian-ji.
Ia tertawa merdu, katanya, "Aku memang biasanya tidak
datang ke tempat seperti ini, tapi aku tahu bahwa aku
bisa menemukan engkau di sini. Untuk dapat
menemukanmu, aku rela pergi ke manapun juga."
Kata Li Sun-Hoan dingin, "Seharusnya kau tidak datang
mencariku, karena sekarang kau akan menyesal."
"Menyesal" Kenapa" Kita kan sahabat lama. Kalau aku
sudah tahu kau ada di sini, mengapa tidak boleh mampir
sebentar dan menanyakan kabarmu?"
Suaranya terdengar semakin merayu. Lanjutnya, "Kau
seharusnya tahu bahwa aku selalu merindukanmu
selama ini." Jawab Li Sun-Hoan, "Kau seharusnya pun tahu bahwa
aku tahu bagaimana kau memperlakukan A Fei dan Lu
Hong-sian." Ia tidak menyambungnya lagi.
Ia tidak suka mengancam. Karena ia tidak merasa perlu
untuk mengancam. 1210 Kata Lim Sian-ji, "Jadi kalau aku membuang A Fei seperti
aku membuang Lu Hong-sian, apa yang akan kau
lakukan" Membunuhku?"
"Kau tahu apa maksudku."
"Yang aku tahu hanyalah bahwa kau sudah berkali-kali
membujuknya untuk meninggalkan aku. Dengan aku
melepaskannya lebih dulu, bukankah itu berarti aku
menolongmu?" kata Lim Sian-ji.
"Itu tidak sama."
"Apanya yang berbeda?"
"Aku hanya ingin kau meninggalkannya, bukan
menghancurkannya." Tanya Lim Sian-ji tenang, "Lalu bagaimana jika aku
sudah menghancurkannya?"
Kini Li Sun-Hoan menoleh dan menatapnya. "Maka kau
benar-benar menyesal telah datang hari ini."
Wajah Li Sun-Hoan tetap tenang. Namun entah mengapa
Lim Sian-ji dapat merasakan tekanan-yang-hu begitu
berat di atas bahunya, sampai-sampai sulit baginya untuk
tersenyum. Itu suatu hal yang sangat aneh bahwa ia tidak bisa
tersenyum. 1211 Senyum adalah senjatanya yang paling ampuh. Kecuali
saat menghadapi Siangkoan Kim-hong. Saat itu,
senyumnya sama sekali tidak berguna.
Kini di hadapan Li Sun-Hoan, ia merasakan hal yang
sama. Ketika rasa percaya diri seseorang sudah habis
tersedot, itu akan tampak nyata di wajahnya.
Setelah sekian lama, akhirnya Lim Sian-ji menggelengkan
kepalanya dan berkata, "Aku tahu, kau tidak akan
melakukannya." "Apakah kau yakin betul?"
"Ya." "Aku sendiri saja tidak yakin. Kadang-kadang aku
melakukan hal-hal yang mengejutkan diriku sendiri."
Kata Lim Sian-ji, "Tapi jika kau ingin membuat diriku
menyesal, kaulah yang akan lebih menyesal."
"Bagaimana bisa begitu?"
"Jika kau masih ingin bertemu dengan A Fei".."
Tanya Li Sun-Hoan cepat, "Kau tahu di mana dia
berada?" "Tentu saja aku tahu."
Lim Sian-ji mulai bisa tersenyum. Lalu ia menambahkan,
"Kurasa, akulah satu-satunya orang di dunia ini yang
1212 dapat mengantarkan dirimu bertemu dengannya. Aku
pun satu-satunya orang yang dapat
menolongnya".karena akulah yang menghancurkannya,
tentu saja aku dapat menyelamatkannya!"
Wajah Li Sun-Hoan langsung berubah.
Ia tahu, kali ini Lim Sian-ji tidak berdusta.
Lim Sian-ji bisa jadi begitu mengerikan saat ia berdusta.
Tapi ternyata ia jauh lebih mengerikan saat ia
mengatakan yang sejujurnya. Karena untuk membuat
orang seperti dia berkata jujur, sudah pasti harga yang
harus dibayar sangatlah tinggi.
Li Sun-Hoan mulai menggosok-gosok jari-jemarinya,
karena tiba-tiba ia merasa dingin. Akhirnya ia berkata,
"Baiklah. Apa yang kau inginkan?"
Lim Sian-ji hanya menatapnya, tanpa berkata apa-apa.
"Apa yang kau inginkan?" desak Li Sun-Hoan.
Lim Sian-ji tersenyum. Katanya, "Dulu ada begitu banyak
hal di dunia ini yang kuinginkan".. Namun kini, yang
kuinginkan adalah menatap wajahmu sedikit lebih lama
lagi." Ia berbicara sambil menggigit bibirnya. Lanjutnya,
"Karena aku belum pernah melihatmu marah. Aku selalu
berpikir bagaimana wajah Li Sun-Hoan saat ia marah.
Dan saat ini aku bisa melihatnya. Aku tidak bisa
membiarkannya berlalu begitu saja."
1213 Li Sun-Hoan terdiam dan kembali duduk. Ia meraih
sebatang lilin dan meletakkannya dekat wajahnya. Lalu
dituangnya arak. Kalau wanita itu ingin melihat, biarlah ia melihat. Ia ingin
memastikan bahwa wanita itu dapat melihatnya dengan
terang dan jelas. Kalau seorang wanita menginginkan sesuatu, biarkanlah
dia mendapatkannya. Mereka akan segera menyadari
bahwa yang diinginkannya itu ternyata tidak seindah
bayangan dalam benak mereka.
Rasa tertarik seorang wanita akan sesuatu tidak akan
bertahan lama. Namun jika kau menolak permintaan
mereka, itu hanya akan menambah rasa tertarik mereka
akan hal itu. Ini adalah salah satu masalah yang terbesar yang dimiliki
wanita. Beribu-ribu tahun yang lalu mereka sudah
memilikinya. Beribu-ribu tahun yang akan datang pun
mereka akan tetap memiliki masalah yang sama.
Anehnya, selama beribu-ribu tahun ini, begitu sedikit lakilaki
yang memahaminya. Li Sun-Hoan duduk tenang di situ sambil minum araknya.
Lim Sian-ji tersenyum padanya dan berkata, "Kau
memang orang yang aneh. Perkataanmu aneh,
perbuatanmu juga aneh, bahkan cara minummu pun
aneh. Tiap kali aku melihatmu minum arak, aku lalu ingin
menjadi cawan arak di tanganmu. Karena aku sungguh
1214 ingin tahu apakah kau memperlakukan seorang wanita
selembut engkau membelai cawan arak itu."
Li Sun-Hoan diam mendengarkan.
Lanjut Lim Sian-ji, "Sebenarnya, caramu memperlakukan
wanita lebih aneh lagi. Seolah-olah kau selalu mengerti
apa yang mereka pikirkan, kau selaku melakukan apa
yang mereka harapkan". Bahkan ada kalanya, waktu
kau tidak melakukan apapun juga, mereka tetap saja
terjerat." Ia mendesah dan menambahkan, "Bahkan seorang
wanita yang paling berbisa pun, ketika ia bertemu
denganmu, ia tidak mungkin bisa lolos."
Li Sun-Hoan duduk tenang mendengarkan.
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tiap kali aku bertemu denganmu, aku selalu merasa
itulah hari yang terindah. Namun setelah aku
memikirkannya lagi baik-baik, aku baru menyadari bahwa
kau tidak berbicara sepatah katapun."
Memang kadang-kadang, orang yang paling pandai
berbicara adalah orang yang tidak berbicara sama sekali.
Sayang sekali, banyak orang tidak mengerti akan hal ini.
"Tapi kali ini, aku tidak akan terjebak lagi. Kali ini, aku
ingin mendengar kau berbicara."
Sahut Li Sun-Hoan, "Kalau kau sudah selesai menatapku,
aku akan bicara." 1215 "Baik, aku sudah cukup memandangmu."
"Lalu apa lagi yang kau inginkan?" tanya Li Sun-Hoan.
Lim Sian-ji menatapnya lekat-lekat. Jika matanya punya
mulut dan gigi, sudah ditelannya Li Sun-Hoan bulat-bulat.
Jika seorang wanita seperti dia memandangmu seperti
itu, walaupun menyenangkan, ada sesuatu yang sangat
tidak mengenakkan. Karena seolah-olah ia sengaja ingin
membuatmu menjadi gila. Hanya seorang Li Sun-Hoan yang dapat mengatasinya.
Kata Lim Sian-ji, "Aku tidak ingin apapun juga, aku hanya
menginginkan dirimu!"
"Kau meginginkan diriku?"
"Memberikan dirimu sebagai ganti A Fei. Bukankah itu
cukup adil?" "Tidak," sahut Li Sun-Hoan datar.
"Apa yang tidak adil" Apakah kau pikir dia bukan milikku
lagi?" "Ya, karena kau sudah menghancurkannya".."
Lim Sian-ji tertawa dengan lebih memikat. Katanya, "Aku
berjanji kau tidak akan menyesal?"
Tiba-tiba perkataannya terhenti.
1216 Karena tangan Li Sun-Hoan telah menampar wajahnya.
Tapi ia tidak menghindar. Bahkan ia mengerang
perlahan, lalu jatuh ke dada Li Sun-Hoan sambil
terengah-engah. "Jika kau ingin memukulku, pukullah aku. Selama kau
mau, aku rela kau memukuliku siang dan malam."
Tiba-tiba terdengar suara orang bertepuk tangan.
Katanya, "Bagus sekali. Karena ia sudah mengatakannya,
mengapa kau tidak memukulnya sekali lagi?"
Bab 71. Adu Kecerdikan Lentera yang tergantung di depan warung bakmi itu
sudah menghitam akibat asap lilin.
Di bawah cahaya yang guram itu, seseorang dengan
mata besar dan rambut panjang terkuncir, sedang
berdiri. Li Sun-Hoan berseru gembira, "Nona Sun!"
Kata Sun Sio-ang, "Aku biasanya tidak suka melihat
wanita dipukul laki-laki. Namun kali ini aku merasa
gembira melihatnya."
Kata Lim Sian-ji, "Aku pun gembira. Aku sangat
menikmati dipukul laki-laki seperti dia."
1217 Ia merangkul lengan Li Sun-Hoan dan berkata sambil
tersenyum, "Jika kau cemburu, kau boleh datang ke sini
dan minum bersama dengan kami. Arak dapat mengobati
rasa cemburu." Sun Sio-ang benar-benar datang mendekat. Ia menuang
arak ke dalam cawan Li Sun-Hoan dan menghabiskannya
dalam sekali teguk. Ia meleletkan lidahnya dan mengerutkan alisnya. Lalu
tersenyum dan berkata, "Walaupun arak murahan sulit
dibedakan dari arak bagus jika kau minum cukup banyak,
cawan pertama tetap saja sulit ditelan."
Lim Sian-ji pun tersenyum dan menyahut, "Lain kali,
kalau Nona Sun mengunjungi rumah kami, kami pasti
akan menyuguhkan arak yang terlezat!"
Lalu ia memandang Li Sun-Hoan dan berkata, "Benar
kan?" Sebelum Li Sun-Hoan menjawab, Sun Sio-ang sudah
berkata lagi, "Senyummu memang menawan. Walaupun
aku seorang wanita, aku pun ingin memandangnya lamalama."
Lim Sian-ji tertawa. "Gadis kecil, kau belum menjadi
seorang wanita. Kau masih anak-anak."
Sahut Sun Sio-ang, "Boleh saja kau tertawa sekarang,
karena sebentar lagi kau tidak akan bisa tertawa lagi."
"Hmmm?" 1218 "Karena ia tidak mungkin memenuhi permintaanmu."
"Hmmm?" "Karena apa yang dapat kau lakukan, akupun dapat
melakukannya." Lim Sian-ji tertawa geli. Katanya, "Dan apa yang dapat
kau lakukan" Bocah kecil adalah tetap bocah kecil.
Walaupun mereka tidak tahu apa-apa, tapi mereka
berlaku seolah-olah serba tahu."
Lim Sian-ji mengikik dan menambahkan, "Memang ada
hal-hal yang dapat kau lakukan karena kau adalah
seorang wanita. Namun bisa tidaknya kau melakukannya
dengan baik, tergantung dari orangnya". Apakah kau
mengerti maksudku?" Wajah Sun Sio-ang terlihat bersemu merah. Ia menggigit
bibirnya dan berkata, "Apa yang dapat kulakukan adalah
membawanya kepada A Fei."
Tanya Lim Sian-ji, "Kau tahu ia ada di mana?"
"Tentu saja. Dan aku pun tahu cara menolongnya."
"Hmmm?" "Untuk bisa menolongnya, hanya ada satu cara."
"Dan apakah itu?" tanya Lim Sian-ji.
1219 "Dengan membunuhmu! Untuk menyelamatkannya, kami
hanya perlu membunuhmu. Kalau kau tidak ada lagi
dalam dunia ini, ia akan terbebas dari segala sakit dan
penderitaannya." Li Sun-Hoan minum secawan lagi dan tertawa keras.
"Bagus, benar sekali."
Lim Sian-ji mendesah dan berkata, "Aku tidak
menyangka kau pun sama seperti A Fei. Tidakkah kau
tahu bahwa perkataan seorang wanita sekali-kali tidak
boleh dipercaya" Kau yakin bahwa ia memang dapat
membawamu kepada A Fei?"
Sahut Li Sun-Hoan, "Bahkan semua laki-laki penipu di
dunia ini mengasuh anak-anak perempuan yang jujur."
Tambah Sun Sio-ang, "Benar sekali. Jangan pikir semua
wanita itu seperti dirimu."
Kata Lim Sian-ji, "Baik, Sekarang katakan, di mana A Fei
sekarang?" "Bersama dengan kakekku. Kakekku telah melepaskan
dia dari tangan Siangkoan Kim-hong."
Lim Sian-ji tergelak dan memandang Li Sun-Hoan. "Dan
kau percaya bualan anak ini" Siapakah yang bisa
melepaskan A Fei dari tangan Siangkoan Kim-hong?"
Li Sun-Hoan tersenyum. Jawabnya, "Dalam dunia ini,
hanya ada satu. Orang itu adalah kakeknya, Tuan Sun
yang Terhormat." 1220 Wajah Lim Sian-ji berubah. Katanya, "Baik. Jika memang
demikian, akupun ingin ikut untuk melihat dengan mata
kepalaku sendiri." Sahut Sun Sio-ang, "Tidak bisa. Ia tidak ingin bertemu
denganmu." Lalu tambahnya, "Lagi pula, kami tidak punya alasan
untuk membiarkanmu tetap hidup."
"Kau ingin aku mati?"
"Kau seharusnya mati sejak lama."
"Tapi tidakkah kau pikirkan siapa yang tega
membunuhku?" Tanya Sun Sio-ang, "Kau pikir aku tidak bisa menemukan
orang yang dapat membunuhmu?"
"Dalam dunia ini, hanya ada satu orang yang dapat
membunuhku. Tapi bahkan diapun, tidak berani maju."
Matanya lalu memandang Li Sun-Hoan dan berkata lagi,
"Karena ia tahu, jika ia membunuhku, A Fei akan
membencinya." Kata Sun Sio-ang, "Sepertinya kau lupa bahwa aku bukan
laki-laki dan aku pun tidak peduli apakah A Fei akan
membenciku atau tidak."
1221 Lim Sian-ji tertawa terbahak-bahak. "Gadis kecil, jangan
bilang bahwa ini adalah lokasi yang tepat untuk berduel,
dan bahwa kau ingin menantangku?"
Sahut Sun Sio-ang, "Benar sekali. Kau boleh memilih
tempatnya, aku memilih waktunya."
"Lalu kapan?" "Sekarang." Bukan hanya para lelaki yang berduel, kaum wanita pun
berduel. Tapi apakah kaum wanita berduel dengan cara yang
sama" "Aku sudah menentukan waktunya. Sekarang kau yang
menentukan tempatnya," kata Sun Sio-ang.
Lim Sian-ji berpikir sejenak lalu berkata, "Tidak perlu
pilih-pilih tempat. Di sini pun jadi. Hanya saja"."
"Hanya saja apa?"
"Bagaimana cara kita berduel?"
"Duel adalah duel. Ada berapa macam cara?"
Sahut Lim Sian-ji, "Sudah tentu ada banyak cara. Ada
duel terpelajar, ada duel silat, ada duel senjata, ada duel
meringankan tubuh, ada duel racun, dan masih banyak
1222 lagi. Karena kita adalah wanita, cara kita berduel pun
harus lebih canggih dan anggun."
"Lalu duel macam apa yang kau usulkan?" tanya Sun Sioang.
"Kau ingin aku juga yang memilih cara kita berduel?"
Kata Li Sun-Hoan tiba-tiba, "Mungkin dia akan
mengusulkan duel racun."
Sun Sio-ang tersenyum padanya dan berkata, "Duel
racun pun bukan masalah. Paman Ketujuhku adalah ahli
racun. Kehebatannya tidak berada di bawah Ngo-toktongcu.
Hanya saja ia menggunakan racun untuk
menyelamatkan orang, bukan untuk membunuh."
Kata Lim Sian-ji, "Jika ia bisa menggunakan racun untuk
menyelamatkan orang, sudah pasti ia cukup sakti.
Karena menggunakan racun untuk menyelamatkan orang
jauh lebih sulit daripada untuk membunuh orang."
Lim Sian-ji mendesah dan melanjutkan, "Kelihatannya
aku tidak akan menang jika kita berduel racun."
"Pilih apa maumu," kata Sun Sio-ang mantap.
Karena ia terlihat yakin akan kemampuannya, Li Sun-
Hoan pun diam saja. Ia pun ingin menyaksikan ilmu silat
seorang murid Tuan Sun yang Terhormat.
Lim Sian-ji memandang Li Sun-Hoan dan berkata, "Di
hadapan seorang ahli seperti Li Tamhoa, sungguh
1223 memalukan untuk bertanding ilmu silat. Kita akan
kelihatan seperti dua orang tolol."
"Lalu apa yang kau inginkan?" tanya Sun Sio-ang mulai
tidak sabar. "Karena kita adalah wanita, mari kita berduel seperti
wanita." "Apakah ada cara khusus wanita berduel?"
"Tentu saja," sahut Lim Sian-ji.
"Seperti apa?" "Laki-laki memang lebih kuat daripada wanita, tetapi ada
hal-hal tertentu wanita lebih cakap melakukan daripada
laki-laki." "Contohnya?" "Contohnya, melahirkan anak"." Jawab Lim Sian-ji.
Sun Sio-ang jadi bingung. "Melahirkan anak?"
"Ya, melahirkan anak adalah keahlian khusus wanita. Itu
juga adalah kebanggaan wanita. Seorang wanita yang
tidak dapat melahirkan anak dipandang rendah oleh
semua orang. Bukankah demikian?"
Kembali wajah Sun Sio-ang merona merah. "Jangan
katakan"." 1224 Kata Lim Sian-ji, "Kita bisa bertanding siapa yang bisa
melahirkan lebih banyak anak, dan siapa yang lebih
cepat." "Kau sudah gila ya" Bagaimana mungkin kita bertanding
seperti itu?" teriak Sun Sio-ang.
"Siapa bilang tidak mungkin" Apakah kau tidak bisa
melahirkan anak?" Kini wajah Sun Sio-ang menjadi merah padam. Ia tidak
dapat menyangkal ataupun mengiakan.
Kata Lim Sian-ji, "Jika kau merasa itu terlalu lama, kita
bisa memikirkan pertandingan yang lain."
"Sudah tentu kita harus bertanding dengan cara lain."
"Ada sesuatu yang para lelaki tidak ragu melakukannya,
namun seorang wanita yang paling hebat pun sangat
sulit untuk melakukannya."
Lim Sian-ji terkikik, lalu menambahkan, "Karena kau
tidak ingin bertanding dalam hal yang dapat dilakukan
setiap wanita, mari kita bertanding dalam hal yang
biasanya para wanita tidak berani melakukannya."
Kata Sun Sio-ang, "Jelaskan dulu apa itu."
"Kita bisa membuka baju"..pertandingannya adalah
siapa yang bisa menjadi telanjang bulat lebih cepat. Jika
aku kalah, aku bersedia memberikan kepalaku
kepadamu." 1225 Mereka berada di tengah-tengah pasar malam. Walaupun
biasanya orang-orang tidak peduli apa yang dilakukan
orang lain, namun jika dua orang wanita menanggalkan
pakaian mereka di situ, mereka tidak mungkin
melewatkannya. Wajah Sun Sio-ang kembali merah padam. Ia menggigit
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bibirnya dan berkata, "Tidak heran bahwa lelaki yang
paling pandai pun tidak berani bertaruh dengan seorang
wanita. Karena wanita semacam engkau selalu bisa
menemukan cara untuk berkelit dari kekalahan."
"Mengambil keuntungan dari laki-laki adalah hak setiap
wanita. Wanita yang tidak bisa mengambil keuntungan
dari laki-laki adalah wanita yang sangat bodoh, atau
sangat buruk rupa." "Aku bukan laki-laki," tandas Sun Sio-ang.
"Dan aku tidak pernah berusaha mengambil keuntungan
darimu. Kau yang bilang bahwa aku boleh menentukan
cara kita berduel," sergah Lim Sian-ji.
"Tapi bagaimana aku bisa tahu kalau kau akan memilih
cara-cara yang begitu memalukan?"
"Kau hanya bisa menyalahkan dirimu sendiri. Jika kau
ingin membunuhku, mengapa tidak langsung
menyerang" Siapa suruh mulutmu begitu besar dan
mengusulkan untuk berduel ini dan bertanding itu?" kata
Lim Sian-ji mengejek. 1226 Lalu lanjutnya, "Tapi bukan kesalahanmu sepenuhnya.
Aku belum pernah bertemu dengan wanita yang tidak
besar mulut." Jadi akhirnya berduel memang lebih cocok dilakukan oleh
para pria. Karena duel harus diselesaikan dengan tinju, bukan
dengan mulut. Makin banyak orang berbicara, makin
luntur rasa percaya dirinya dan makin berkurang
semangat tempurnya. Ketika dua orang yang akan berkelahi mulai adu mulut,
kemungkinan besar perkelahiannya jadi batal.
Walaupun ada juga pepatah yang mengatakan bahwa
pria sejati bertarung dengan kata-kata, bukan dengan
tinju. Angin musim gugur bertiup lembut dan matahari senja
mulai terbenam di sebelah barat. Dua wanita berdiri
berhadapan tanpa berkata-kata. Menunggu keputusan
yang bisa berarti hidup atau mati.
Siapakah yang pernah melihat pemandangan seperti ini"
Mendengarnya pun belum ada yang pernah.
"Wanita memanglah wanita".
Walaupun wanita dan pria sederajat, ada beberapa hal
dalam dunia ini yang tidak pernah akan dilakukan
seorang wanita. 1227 Walaupun ada juga wanita yang mungkin pernah
mencobanya, hasilnya pun sia-sia belaka.
"Wanita memanglah wanita".
Tidak ada yang pernah mengerti pikiran mereka.
Senyum di bibir Lim Sian-ji sungguh manis menggiurkan.
Melihat senyuman itu, Li Sun-Hoan jadi teringat pada Na
Kiat-cu. Walaupun banyak orang memandang rendah pada Na
Kiat-cu, ada yang sangat luar biasa dalam
kepribadiannya. Li Sun-Hoan merasa sayang mengapa Na Kiat-cu harus
mati. Wajah Sun Sio-ang yang bersemu merah kini menghijau.
"Kita sudah menentukan waktu, tempat, dan metode
duel ini. Jadi, apakah kau bersedia mulai atau tidak, itu
terserah padamu," kata Lim Sian-ji.
Sun Sio-ang menggelengkan kepalanya.
Kata Lim Sian-ji lagi, "Kalau kau tidak mau, aku akan
pergi." Sahut Sun Sio-ang, "Pergi saja."
1228 Ia mendesah dan menambahkan, "Salahkan saja nasib
sialmu." Tanya Lim Sian-ji, "Maksudmu nasib sialmu?"
Jawab Sun Sio-ang, "Bukan. Nasib sialmu."
Lim Sian-ji tidak mengerti. "Mengapa aku yang bernasib
sial?" Jawab Sun Sio-ang, "Walaupun kata-kata yang keluar
dari mulutku sangat keras, seranganku tidak akan
sejahat perkataanku. Aku tidak pernah bermaksud
membunuhmu. Hanya ingin sedikit melukaimu untuk
memberimu pelajaran."
Tanya Lim Sian-ji lagi, "Jadi maksudmu, nasibku baik,
bukan?" Kata Sun Sio-ang, "Jika aku melukaimu dan ada orang
lain yang datang membunuhmu, pasti aku tidak akan
membiarkannya, bukan?"
Lalu ia tertawa dan melanjutkan, "Tapi jika sekarang ada
orang yang datang dan membunuhmu, aku tidak peduli
sama sekali." Sebelum kalimatnya selesai, Lim Sian-ji sudah menoleh
cepat ke belakangnya. Dalam situasi tertentu, reaksi Lim Sian-ji tidak lebih
lambat daripada Li Sun-Hoan ataupun A Fei.
1229 Ia memandang menyelidik ke sekitarnya. Ke setiap arah,
ke setiap sudut yang gelap.
Namun ia tidak melihat siapapun juga.
Sun Sio-ang meraih tangan Li Sun-Hoan dan berkata,
"Ayo kita pergi. Aku tidak suka melihat orang dibunuh."
Tanya Lim Sian-ji cepat, "Maksudmu, ada orang di sini
yang ingin membunuhku?"
Sun Sio-ang balik bertanya, "Kapan aku bilang begitu?"
Lim Sian-ji terus mendesak, "Di mana orang itu" Apakah
kau melihatnya?" Sun Sio-ang tidak menghiraukannya.
Kini Lim Sian-ji mulai menjadi panik dan berkata lagi,
"Aku tidak melihat orang lain di sini."
Sahut Sun Sio-ang dingin, "Sudah tentu kau tidak melihat
siapapun. Waktu kau melihatnya, itu sudah terlambat."
Tanya Lim Sian-ji gugup, "Jika aku tidak bisa melihatnya,
bagaimana kau bisa melihatnya?"
Jawab Sun Sio-ang tenang, "Karena bukan aku yang
ingin dibunuhnya." Ia tersenyum dan menambahkan, "Sudah pasti mereka
tidak ingin melihatmu jika mereka ingin membunuhmu.
1230 Karena setelah mereka melihatmu, mana mungkin
mereka sanggup membunuhmu?"
"Si".Siapakah mereka itu?"
"Bagaimana aku bisa tahu siapa yang ingin
membunuhmu" Seharusnya kau lebih tahu."
Lim Sian-ji masih terus menoleh kiri kanan depan
belakang. Matanya mulai memancarkan rasa ketakutan.
Padahal dia hampir-hampir tidak pernah merasa takut.
Karena ia begitu yakin, bahwa ia pasti dapat membujuk
orang yang ingin membunuhnya untuk membatalkan niat
mereka. Namun kini, melihat orang yang ingin membunuhnya pun
tidak bisa. Orang itu pun tidak ingin melihatnya.
Senjatanya yang satu-satunya telah dirampas.
Kata Sun Sio-ang, "Jangan bilang kau tidak tahu siapa
yang ingin membunuhmu" Ataukah karena terlalu banyak
orang yang menginginkan kematianmu?"
Perasaan Lim Sian-ji sangat galau dan ia mulai menyeka
peluh di dahinya. Biasanya, setiap tindakannya, setiap gerakannya, selalu
menggoda dan merayu. Namun kini, cara ia menyeka peluhnya pun terlihat
sangat menggelikan. 1231 Jika kau ingin menakut-nakuti seseorang, cara yang
terbaik adalah dengan membangkitkan rasa takut dalam
hati mereka sendiri. Dengan begitu, tanpa kau
menggerakkan seruas jaripun, mereka bisa ketakutan
setengah mati. Li Sun-Hoan memandang Sun Sio-ang, hampir tidak bisa
menahan tawanya. Saat itu, ia baru menyadari bahwa Sun Sio-ang bukan
anak-anak lagi. Dalam segala hal, ia telah menjadi
seorang wanita dewasa. Hanya seorang wanita dewasa yang dapat mengatasi
seorang wanita dewasa. Bab 72. Sifat Dasar Manusia, Tidak Bagus Tidak
Juga Jelek Walaupun kedua wanita ini tidak menggerakkan jari
mereka sedikit pun, Lim Sian-ji dan Sun Sio-ang telah
melewati dua pertarungan besar.
Ini adalah adu kecerdikan, bukan adu otot.
Lim Sian-ji telah memenangkan pertarungan yang
pertama. Ia memahami kelemahan seorang wanita, dan ia tahu
bagaimana cara memanfaatkannya demi keuntungannya.
Pertarungan yang kedua jelas dimenangkan oleh Sun
Sio-ang. 1232 Ia pun menang dengan cara yang sama.
Ia tahu bahwa wanita itu selalu curiga, curiga akan
segala sesuatu. Kecurigaan akan berbuah ketakutan.
Jika Sun Sio-ang adalah seorang laki-laki, ia pasti
langsung membunuh Lim Sian-ji begitu saja.
Jika Lim Sian-ji adalah seorang laki-laki, apapun yang
dikatakan Sun Sio-ang tidak akan digubrisnya, dan dia
sudah pergi sejak lama. Hanya karena keduanya adalah wanita, maka inilah yang
terjadi. Jika seorang wanita dan seorang pria bermaksud
mengerjakan hal yang sama, apapun juga itu, cara yang
mereka pilih selalu akan berbeda. Hasilnya pun akan
berbeda. Sama halnya dengan duel. Ketika dua wanita berduel, duel itu tidak akan
berlangsung berat, bertenaga dan penuh semangat
seperti duel laki-laki. Duel wanita lebih kompleks, penuh
gaya, dan menarik. Karena itulah, pasti juga lebih banyak kejutan dan
variasinya. 1233 Perubahan dan variasi dalam duel mereka tidak sama
dengan ilmu silat. Perubahan dan variasinya lebih cepat
dan lebih rumit. Sayang sekali perubahan dan variasi ini tidak kasat mata.
Jika seseorang dapat melihat variasi yang begitu
kompleks dalam pikiran seorang wanita, orang itu baru
akan menyadari bahwa duel wanita jauh lebih menarik
daripada duel laki-laki. Wanita memanglah wanita, dan mereka akan selalu
berbeda dari laki-laki. Siapapun yang mengingkarinya adalah orang bodoh.
Ini adalah pemikiran yang begitu logis, juga sangat
sederhana. Anehnya, masih banyak orang di dunia ini yang belum
juga memahaminya. Sun Sio-ang terus menarik tangan Li Sun-Hoan.
Lim Sian-ji mengikuti mereka dari belakang.
Kata Sun Sio-ang, "Kami punya tujuan sendiri, kau punya
tujuan sendiri. Mengapa terus mengikuti kami?"
"A".Aku juga ingin menjumpai A Fei," sahut Lim Sian-ji
terbata-bata. 1234 "Buat apa kau menemuinya" Apa belum cukup kau
menyakitinya?" "Aku hanya ingin".."
Sun Sio-ang memotong cepat, "Kami tidak akan
membiarkanmu menemuinya."
Sahut Lim Sian-ji, "Aku hanya akan melihat dari jauh.
Terserah apakah dia mau menemui aku atau tidak."
"Keputusannya ada padamu. Jika kau memang ingin
mengikuti kami, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya
saja".karena kaulah yang memilih untuk mengikuti kami,
jangan menyesal kemudian."
"Aku tidak pernah menyesali perbuatanku."
Sun Sio-ang tertawa tiba-tiba dan berkata, "Lihat,
bukankah tadi aku sudah bilang bahwa ia pasti akan
mengikuti kita. Tebakanku selalu tepat."
Ia berbicara pada Li Sun-Hoan.
Li Sun-Hoan tersenyum dan berkata, "Kau memang ingin
dia mengikuti kita."
"Sudah tentu." "Kenapa?" "Tadi aku tidak menemukan cara untuk mengatasinya.
Aku hanya bisa menunggu kesempatan berikutnya. Jika
1235 ia tidak mengikuti kita, bagaimana aku bisa mendapatkan
kesempatan itu?" Kata Li Sun-Hoan, "Kau tidak perlu menunggu.
Seharusnya sejak tadi kau serang saja dia. Apapun yang
dikatakannya, tidak usah kau pedulikan."
Sahut Sun Sio-ang, "Biasanya lelaki berkata "Janji itu
harganya lebih dari segunung emas". Apa kau pikir
wanita bisa ingkar janji begitu saja seperti kentut?"
"Namun bagaimana kau bisa tahu kalau ia pasti akan
mengikuti kita?" "Karena ia ingin perLindungan kita. Ia tahu, dengan
berada dekat Li Tamhoa, siapapun yang ingin
membunuhnya harus berpikir dua kali."
Sun Sio-ang tersenyum dan menambahkan, "Inilah yang
disebut "Rubah pura-pura jadi harimau". Atau dengan
kata lain, "Anjing bersembunyi di belakang manusia"."
Kata Li Sun-Hoan, "Keduanya tidak kedengaran enak di
telinga." Kata Sun Sio-ang datar, "Jika orang memilih untuk
berbuat begini, bagaimana pun tidak enak
kedengarannya, dia hanya bisa mendengarkan."
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sudah tentu, Lim Sian-ji dapat mendengar percakapan
mereka. Sun Sio-ang sengaja membiarkan dia mendengarnya.
1236 Namun Lim Sian-ji pura-pura tidak dengar. Ia pun tidak
berkata apa-apa. Seolah-olah tiba-tiba ia menjadi bisu-tuli.
Tidaklah mudah berpura-pura menjadi bisu-tuli.
Tiba-tiba Sun Sio-ang mengganti pembicaraan. Katanya,
"Tahukah kau apa yang terjadi di antara Liong Siau-hun
dan Siangkoan Kim-hong?"
Jawab Li Sun-Hoan, "Aku mendengarnya".kau dan
kakekmu datang karena peristiwa itu."
"Betul. Karena kami tahu kami bisa bertemu dengan
banyak orang di sana."
Ia menoleh, memandang Li Sun-Hoan dan berkata,
"Namun yang paling utama, aku tahu bahwa kau pasti
datang." Li Sun-Hoan balas memandangnya. Tiba-tiba rasa hangat
menjalari hatinya, seolah-olah ia baru saja minum arak
yang terlezat. Sudah sangat lama ia tidak pernah merasa seperti ini.
Sun Sio-ang merasa seakan-akan berada di kahyangan
saat Li Sun-Hoan memandang langsung ke bola matanya.
Lalu Li Sun-Hoan berkata, "Jika bukan karena kau dan
kakekmu, mungkin aku sudah"."
1237 Sun Sio-ang memotong dengan cepat, "Siangkoan Kimhonglah
yang pasti berakhir dalam peti mati itu."
Li Sun-Hoan tertawa kecil, dan tidak melanjutkan
pembicaraan ini lagi. Ia tahu, cepat atau lambat, ia harus berhadapan dengan
Siangkoan Kim-hong. Namun ia tidak suka
membicarakannya. Ia tidak suka memikirkannya terlalu sering. Karena jika ia
sering-sering memikirkannya, ia akan menjadi kuatir,
konsentrasinya akan terbelah, dan kemungkinannya
untuk menang menjadi lebih tipis lagi.
Kata Sun Sio-ang, "Waktu berhadapan dengan orang
seperti Siangkoan Kim-hong, jangan pikirkan masalah
kehormatan. Jika kau menyerangnya saat ia baru saja
melihat mayat Siangkoan Hui, kau pasti sudah
membunuhnya." "Belum pasti," kata Li Sun-Hoan.
"Belum pasti" Kau pikir pikirannya tidak terpecah saat
melihat anak tunggalnya sudah menjadi mayat?"
Jawab Li Sun-Hoan, "Darah memang lebih kental
daripada air. Siangkoan Kim-hong masih punya rasa
kemanusiaan dalam dirinya."
"Lalu mengapa kau tidak menyerangnya saat itu" Kau
kan tahu ia belum tentu akan membalas rasa hormat dan
keadilanmu dengan cara yang sama."
1238 "Aku dan dia tidak dapat hidup bersama dalam dunia ini.
Tentu saja tidak perlu ada rasa hormat di antara kami
berdua." "Lalu mengapa"."
Li Sun-Hoan segera memotongnya dengan tertawa, "Aku
tidak menyerangnya karena aku masih menunggu
kesempatan yang baik."
Kata Sun Sio-ang, "Namun kesempatan itu adalah
kesempatan yang terbaik yang akan pernah ada."
"Kau salah." "Hah?" "Walaupun pikirannya terpecah saat melihat anaknya
mati, kesedihan dan kemarahan pun pasti meluap-luap
dalam hatinya. Jika aku menyerangnya saat itu, ia pasti
melampiaskan seluruh kesedihan dan kemarahannya
padaku!" Li Sun-Hoan mendesah dan melanjutkan lagi, "Ketika
seseorang merasa sangat berduka, kekuatan mereka
bukan saja akan bertambah, semangat dan keberanian
mereka pun akan lebih dari biasanya. Jika saat itu
Siangkoan Kim-hong balas menyerang, aku tidak yakin
aku mampu menahan serangannya."
Sun Sio-ang tersenyum padanya dan berkata, "Jadi
ternyata kau tidak begitu terhormat seperti yang kupikir.
Kau bisa juga main curang."
1239 Li Sun-Hoan pun tersenyum. "Jika aku begitu terhormat
dan gagah seperti yang dipikir orang-orang, aku mungkin
sudah mati delapan kali."
"Jika Siangkoan Kim-hong tahu maksudmu yang
sebenarnya, ia pasti menyesal telah minum cawan arak
itu bersamamu." "Ia tidak akan menyesal."
"Mengapa?" Sahut Li Sun-Hoan, "Karena ia mengerti maksudku yang
sebenarnya." "Lalu mengapa ia mau minum bersamamu?"
"Ia minum bersamaku bukan untuk menghormati
keadilan. Dalam pandangannya, orang yang terhormat
dan orang yang adil hanyalah orang-orang tolol."
Tanya Sun Sio-ang, "Lalu apa alasannya?"
"Karena ia tahu maksudku yang sebenarnya, ia tahu
bahwa aku bukan orang tolol."
"Ia tahu bahwa kau pun seperti dia. Kau bisa menunggu,
menunggu untuk saat yang baik, menunggu kesempatan
yang sempurna. Itukah sebabnya ia minum
bersamamu?" "Ya." 1240 Kata Sun Sio-ang lagi, "Ia merasa bahwa kalian berdua
sebenarnya sangat mirip, maka ia mengagumimu.
Biasanya kita mengagumi orang yang mirip dengan kita,
karena jauh dalam lubuk hati kita, kita mengagumi diri
kita sendiri." "Uraian yang sangat bagus. Aku kagum kau dapat
memahami hal-hal seperti ini dalam usiamu."
Tanya Sun Sio-ang, "Namun, benarkah antara kau dan
dia ada banyak kesamaan?"
"Dalam hal-hal tertentu, ya. Namun karena kami berdua
tumbuh dalam Lingkungan yang berbeda dan kami pun
menjumpai orang-orang yang berbeda, mengalami
peristiwa yang berbeda, kami menjadi dua pribadi yang
sangat berbeda pula."
Ia mendesah dan menambahkan, "Ada orang yang bilang
bahwa sifat dasar manusia itu baik, ada yang bilang
jahat. Menurutku, kita tidak dilahirkan baik atau jahat.
Siapa diri kita, dan apakah kita ini baik atau jahat,
ditentukan oleh apa yang kita perbuat dalam hidup ini."
Kata Sun Sio-ang, "Sepertinya kau bukan hanya mengerti
tentang orang lain, namun kau pun mengerti mengenai
dirimu sendiri dengan baik."
Sahut Li Sun-Hoan, "Bukan hal yang mudah untu
mengerti diri kita sendiri seutuhnya."
Wajahnya menjadi sedikit muram. Secercah rasa pedih
dan duka terbayang di matanya.
1241 Sun Sio-ang mengeluh dan berkata, "Jika seseorang ingin
memahami dirinya sendiri baik-baik, mereka harus
melewati lautan kesedihan dan kesengsaraan. Benarkah
begitu?" "Betul sekali."
"Kalau begitu, aku tidak ingin memahami diriku sendiri.
Semakin aku mengerti diriku sendiri, semakin banyak
duka dan derita yang harus kulalui. Jika aku tidak
memahami diriku sama sekali, aku pasti adalah orang
yang paling berbahagia."
Kali ini, Li Sun-Hoanlah yang mengganti pembicaraan.
"Waktu Siangkoan Kim-hong bersulang untukku, apakah
kau dan kakekmu masih di sana?"
"Tidak, kami sudah pergi. Kami mendengar ceritanya dari
orang lain." Ia tersenyum dan melanjutkan, "Kau dan Siangkoan Kimhong
sudah menjadi orang terkenal sekarang. Apapun
yang kau lakukan akan menjadi berita besar. Dalam kota
ini saja, aku berani bertaruh ada ratusan ribu orang yang
sedang membicarakanmu pada detik ini. Kau percaya?"
Sahut Li Sun-Hoan, "Itulah sebabnya aku sangat
mengagumi kakekmu. Perbuatannya seperti awan yang
melayang, pikirannya seperti air yang mengalir. Ia bebas
melakukan apapun yang diinginkannya dan tidak pernah
dibebani oleh segudang kekuatiran. Orang semacam itu
sungguh mengagumkan."
1242 Kata Sun Sio-ang, "Ia memang bisa melihat jauh ke
depan." Kembali Sun Sio-ang bertanya hal yang lain, "Tahukah
kau siapa yang mengirim peti mati itu?"
Jawab Li Sun-Hoan, "Aku tidak bisa menebak."
"Bukan orang yang membunuh Siangkoan Hui?"
Sun Sio-ang tahu siapa pembunuh Siangkoan Hui.
Namun Lim Sian-ji tidak tahu. Ia diam saja selama itu,
namun ia mendengarkan pembicaraan ini dengan
seksama. Ia sangat berharap salah satu dari mereka
akan menyebutkan siapa pembunuhnya.
Jawab Li Sun-Hoan, "Mungkin juga orang yang sama.
Hanya beberapa orang saja yang tahu di mana mayat
Siangkoan Hui dikuburkan."
Tanya Sun Sio-ang, "Menurutmu, mengapa orang itu
berbuat demikian?" "Karena ia ingin menakut-nakuti Siangkoan Kim-hong."
"Orang itu juga membenci Siangkoan Kim-hong?"
Li Sun-Hoan terdiam sesaat, lalu berkata, "Mungkin saja
orang itu tidak membenci Siangkoan Kim-hong. Mungkin
orang itu melakukannya untuk memberi bantuan
Siangkoan Kim-hong setelah ia jatuh."
1243 "Aku tidak mengerti. Jika orang itu ingin membantu
Siangkoan Kim-hong, mengapa ia harus menakutnakutinya
terlebih dahulu?" Kata Li Sun-Hoan, "Mungkin juga orang itu ingin
Siangkoan Kim-hong menyesali keputusannya."
Sun Sio-ang mengeluh dan berkata, "Maksud hati
manusia sungguh sulit dipahami, lebih rumit daripada
apapun juga di muka bumi ini."
"Betul. Pikiran manusia dan sifat dasar manusia adalah
dua hal yang paling sulit dimengerti dalam hidup ini.
Lebih rumit daripada ilmu silat yang paling hebat
sekalipun." Lalu Li Sun-Hoan menambahkan lagi, "Namun jika kau
mengerti sifat dasar manusia, kau bisa mencapai puncak
ilmu silat. Karena semua hal dalam dunia ini
berhubungan dengan sifat dasar manusia. Demikian juga
ilmu silat." Kalimat yang bijak ini terlalu dalam untuk dapat
dimengerti sepenuhnya oleh Sun Sio-ang.
Entah ia mengerti perkataan Li Sun-Hoan atau tidak,
namun ia terdiam cukup lama. Akhirnya ia berkata, "Aku
tidak peduli apakah aku mengerti akan ini dan itu. Aku
hanya ingin mengerti tentang dirimu."
Matanya tertuju pada Li Sun-Hoan. Dalam tatapannya,
terkandung rasa kagum dan kepercayaan yang penuh.
1244 Seakan-akan berkata bahwa Li Sun-Hoanlah satu-satunya
orang tempat ia membuka hatinya lebar-lebar.
Kembali Li Sun-Hoan merasa hatinya dipenuhi
kehangatan. Ia sungguh ingin membelai wajahnya yang
cantik. Namun tentu saja ia tidak melakukannya.
Ia tidak bisa. Perlahan dipalingkannya wajahnya, dan mulai terbatuk
kecil. Sun Sio-ang masih menatapnya lekat-lekat, menunggu
jawabannya. Sedikit demi sedikit, harapan mulai pupus
dari matanya. Katanya, "Tapi kelihatannya kau takut
membiarkan orang mengerti akan dirimu. Kau terusmenerus
berusaha menggagalkannya."
"Takut" Takut apa?" tanya Li Sun-Hoan.
"Takut kalau ada orang lain yang jatuh cinta padamu."
Dan Sun Sio-ang menambahkan, "Karena siapapun yang
sungguh-sungguh memahamimu pasti akan jatuh cinta
padamu. Bagimu, lebih baik orang membencimu daripada
jatuh cinta padamu. Benar kan?"
Sahut Li Sun-Hoan sambil tertawa, "Jaman memang
sudah berubah. Gadis-gadis muda dulu tidak pernah
bicara tentang "cinta"."
1245 Kata Sun Sio-ang, "Dan mungkin gadis-gadis sekarang
pun tidak. Tapi aku tidak peduli di jaman apa aku
dilahirkan, apakah seratus tahun yang lalu atau seribu
tahun yang akan lalu. Apa yang kurasakan dalam hatiku,
akan kunyatakan dengan mulutku."
Di jaman apapun juga, pasti ada orang-orang seperti dia.
Orang-orang ini tidak takut berbicara, tidak takut
bertindak, mencintai, membenci.
Mungkin karena mereka sedikit lebih maju dari
jamannya, maka orang lain menganggap mereka aneh
atau bahkan sedikit tidak waras.
Namun mereka tidak akan peduli. Apapun pendapat
orang lain akan mereka, tidak pernah mereka pusingkan.
Malam itu malam yang berkabut.
Walaupun masih musim dingin, kabut tipis membuat
seolah-olah musim semi telah tiba.
Sun Sio-ang berharap bahwa jalan berkabut ini tidak
akan pernah berakhir. Awalnya Li Sun-Hoan sangat berharap bisa segera
bertemu dengan A Fei, namun kini rasanya tidak begitu
mendesak lagi.
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dua tahun belakangan ini, perasaannya sungguh
tertekan. Seakan-akan ada belenggu yang tidak kasat
1246 mata yang mengungkung dirinya, sampai-sampai
bernafas pun terasa sulit.
Hanya beberapa hari belakangan saja, saat bersama Sun
Sio-ang, ia merasa lega. Ia mulai merasa bahwa gadis ini memahami dirinya, lebih
daripada yang dapat dibayangkannya.
Jika bisa melewatkan waktu dengan seseorang yang bisa
memahami diri kita, inilah waktu yang sangat berharga.
Namun Li Sun-Hoan sudah ingin lari lagi.
"Kau lebih suka orang membencimu daripada jatuh cinta
padamu. Benar kan?" Hati Li Sun-Hoan mulai terasa perih.
Bukannya ia tidak mau, tapi ia tidak bisa.
Setiap orang punya masalah emosional. Tidak ada orang
lain yang bisa membuatnya dapat mengatasi masalah itu,
kecuali dirinya sendiri. Itulah problem Li Sun-Hoan. Dan itulah problem A Fei.
Apakah masalah emosional ini akan terus menghantui
mereka selama-lamanya" Apakah mereka akan terus
membawa kenangan pahit dalam hidup mereka sampai
ke liang kubur" 1247 Tiba-tiba Sun Sio-ang berhenti mengoceh dan berkata
singkat, "Sudah sampai."
Jalan itu seakan-akan tidak berujung. Ada sebuah
pondok kecil di tepi jalan. Cahaya lentera terlihat dari
jendela kecil di sisi pondok itu.
Cahaya lentera itu sangat terang. Pondok sekecil itu
biasanya tidak diterangi oleh lentera sebesar itu.
Sun Sio-ang menoleh ke arah Lim Sian-ji dan bertanya,
"Kau pasti tahu tempat ini, bukan?"
Tentu saja dia tahu tempat itu. Itu adalah rumahnya dan
A Fei. Ia menggigit bibirnya dan mengangguk, lalu berjalan
malu-malu ke sana. Katanya, "A Fei sudah kembali ke sini?"
Tanya Sun Sio-ang, "Kau masih ingin masuk dan
menjumpainya?" "Bo".Bolehkah aku masuk?"
"Ini kan rumahmu. Jika kau ingin masuk, kau tidak perlu
minta izin orang lain."
Lim Sian-ji menundukkan kepalanya. "Tapi sekarang".."
Sun Sio-ang tersenyum dingin. "Tapi sekarang memang
tidak seperti dulu. Kau pasti tahu salah siapa."
1248 Lalu ia melanjutkan, "Sebenarnya dulu kau bisa hidup
dengan damai dan sejahtera, tapi kau tidak mau. Rumah
ini tidak cukup indah untukmu, lelaki itu tidak cukup baik
untukmu." Lim Sian-ji masih menunduk. "Aku tahu bahwa akulah
yang salah. Kalau aku bisa bertahan hidup sampai sekian
lama, itu karena dialah yang melindungi aku. Jika bukan
karena dia, aku pasti sudah lama terbunuh."
Tanya Sun Sio-ang dingin, "Kau pikir sekarang ia akan
melindungimu seperti dulu?"
Air mata Lim Sian-ji mulai menggenang, katanya, "Aku
tidak tahu, aku tidak akan menyalahkan dia"."
Lalu ia mengangkat kepalanya dan berkata dengan
tegas, "Aku ingin menjumpainya dan mengatakan dua
hal saja. Lalu aku akan pergi. Permintaanku tidak
berlebihan, bukan" Maukah kalian berdua berjanji
mengabulkannya?" Jawab Sun Sio-ang, "Bukan aku tidak mau berjanji.
Hanya saja janjimu itu sangat sulit dipercaya."
"Jika aku tidak pergi setelah mengatakan dua kalimat itu,
silakan kalian mengusirku."
Sun Sio-ang terdiam. Ia memandang Li Sun-Hoan.
Selama itu, Li Sun-Hoan hanya berdiri tanpa suara. Air
mukanya pun terlihat kosong.
1249 Namun pikirannya sungguh porak-poranda.
Kelemahannya yang utama adalah bahwa ia terlalu
pemaaf. Walaupun sering kali ia merasa bahwa ia tidak
seharusnya mengalah, rasa simpatinya tidak dapat
terbendung. Banyak orang tahu kelemahannya ini. Dan mereka suka
memanfaatkannya. Ia sendiripun menyadarinya, namun entah mengapa, ia
tidak bisa berubah. Walaupun seseorang menyakitinya sepuluh ribu kali, ia
tetap tidak ingin menyakitinya sekali pun juga. Kadangkadang
ia tahu orang itu menipunya, namun ia tetap
membiarkan dirinya ditipu.
Karena ia sungguh yakin bahwa kalau sekali saja,
seseorang berkata jujur padanya, seluruh
pengorbanannya ini tidak sia-sia.
Li Sun-Hoan adalah orang semacam itu. Ada yang
menganggap dia pria sejati, ada yang menganggapnya
tolol sekali. Tapi paling tidak, semua orang setuju, ia
adalah pribadi yang unik.
Paling tidak, ia tidak menyesali perbuatannya.
Ia hampir-hampir tidak pernah membuat orang
berkeringat dingin, sangat jarang membuat orang
mengucurkan darah. Lebih baik keringat dan darahnya
sendirilah yang terkucur.
1250 Namun hal-hal yang dilakukannya selalu membuat orang
mencucurkan air mata. Air mata kekaguman. Air mata terima kasih.
Sun Sio-ang mengeluh dalam hati.
Ia tahu Li Sun-Hoan tidak akan tega menolak
permintaannya. Mungkin ia tidak pernah menolak
permintaan siapapun dalam hidupnya.
Kata Lim Sian-ji, "Ini adalah terakhir kali aku
menemuinya. Jika ia tahu kalian berdua menghalangi aku
menemuinya untuk terakhir kali, ia akan membenci kalian
berdua seumur hidupnya."
Sun Sio-ang menggigit bibirnya dan berkata, "Kau hanya
akan mengatakan dua kalimat saja, bukan" Setelah
selesai, kau akan segera pergi?"
"Aku tidak akan tinggal lebih lama. Akankah kubiarkan
kalian mengusirku keluar" Berjanjilah padaku sekali ini
saja, baru aku bisa meninggal dengan tenang."
Li Sun-Hoan menghela nafas dan berkata, "Biarkanlah dia
masuk. Dua kalimat tidak akan membahayakan dia."
Bab 73. Kurungan dan Belenggu
Dalam rumah, hawa terasa sangat panas. Empat tiang
api terbakar menjilat-jilat.
1251 Kobaran api memanasi keempat dinding rumah dan
langit-langit hingga membara.
Wajah A Fei terlihat merah padam. Sekujur tubuhnya pun
merah padam. Ia berada di tengah-tengah keempat tiang api itu.
Dadanya telanjang. Ia hanya mengenakan celana yang
sudah lusuh. Celananya basah kuyup oleh air.
Keringatnya mengucur keluar dengan deras dan nafasnya
memburu. Seluruh tubuhnya terlihat sangat lelah, bahkan
kelihatannya ia hampir semaput.
Seorang tua berambut putih terlihat duduk di salah satu
pojok rumah itu sambil mengisap pipanya.
Asap putih mengalir keluar dari lubang hidungnya dan
memenuhi pojok rumah itu dengan kabut tipis.
Ia memang orang yang aneh.
Tidak ada yang tahu dari mana dia datang, tidak ada
yang tahu ke mana ia akan pergi.
Sebenarnya, bahkan tidak ada yang tahu siapa dia
sebenarnya. Mungkin ia hanya seorang tukang cerita
yang miskin. 1252 Atau mungkin ia adalah "Si Bijak dari Surga" yang tiada
tandingannya! Siapapun dia, ialah yang pertama kali terlihat saat orang
memasuki pondok kecil itu.
Mata A Fei terpejam. Ia tidak menyadari ada orang yang
masuk ke situ. Sun Sio-ang terkejut melihatnya dan berseru, "Kakek,
apa yang kau lakukan?"
Mata Tuan Sun pun terpejam. Ia mengisap pipanya sekali
dan menghembuskan segulung uap putih dari mulutnya.
Jawabnya, "Aku sedang mengukusnya."
Mata Sun Sio-ang makin terbelalak. Katanya,
"Mengukusnya" Memangnya dia bakpao atau kepiting"
Buat apa Kakek mengukusnya?"
A Fei benar-benar kelihatan seperti kepiting yang dikukus
hidup-hidup. Tuan Sun tersenyum dan berkata, "Aku mengukusnya
karena aku ingin memaksa seluruh alkohol dalam
tubuhnya menguap, supaya ia bisa segera sadar."
Lalu matanya beralih pada Li Sun-Hoan dan berkata,
"Aku juga sedang berusaha memompa semangat ke
dalam pembuluh darahnya, supaya ia bisa menjadi
manusia seutuhnya lagi."
1253 Li Sun-Hoan tersenyum dan berkata, "Kalau begitu,
mungkin berikutnya adalah giliranku untuk dikukus. Tapi
takutnya, setelah semua alkohol dalam tubuhku
menguap, aku ternyata tinggal kulit saja."
Kata Tuan Sun, "Jadi selain arak, tidak ada yang lain
dalam tubuhmu itu?" Li Sun-Hoan mendesah dan berkata, "Mungkin juga
perutku ini penuh dengan kesempatan yang buruk."
Tuan Sun tertawa dan menjawab, "Bagus. Jika perutmu
itu tidak penuh dengan pengetahuan, bagaimana
mungkin perkataan yang begitu dalam keluar dari
mulutmu." Tiba-tiba ia berhenti tertawa dan berkata, "Sebenarnya
sudah lama juga aku ingin mengukusmu. Aku ingin tahu,
apa lagi yang ada dalam tubuhmu selain arak dan
pengetahuan. Aku ingin tahu apa yang digunakan oleh
Tuhan yang di Surga untuk membentuk orang seperti
engkau." "Setelah itu mau diapakan?" tanya Sun Sio-ang.
"Setelah itu aku ingin mengumpulkan semua orang
dalam dunia ini dan menjejalkannya apapun yang
kutemukan dalam tubuhnya ke dalam perut mereka."
"Maksud Kakek, supaya semua orang sedikit banyak
menjadi serupa dengan dia?"
"Bukan hanya sedikit, makin banyak makin baik."
1254 Tanya Sun Sio-ang, "Bukankah dengan demikian semua
orang akan menjadi seperti dia?"
Jawab Tuan Sun, "Apa salahnya jika semua orang
menjadi seperti dia?"
"Ada yang salah."
"Apanya yang salah?"
Sun Sio-ang menundukkan kepalanya dan terdiam.
Kakek dan cucu ini memang selalu berbicara dalam
bentuk tanya jawab. Orang akan merasa sulit untuk
menyela pembicaraan mereka.
Baru sekarang Li Sun-Hoan punya kesempatan untuk
berbicara. "Cianpwe, jika kau ingin menjadikan seluruh dunia persis
seperti aku, rasanya hanya ada satu jenis orang yang
akan setuju." "Jenis orang bagaimana?" tanya Tuan Sun.
"Penjual arak," jawab Li Sun-Hoan.
Tuan Sun tersenyum dan berkata, "Dalam pandanganku,
hanya ada satu jenis orang yang tidak akan setuju."
"Siapa?" tanya Sun Sio-ang.
1255 Namun segera setelah pertanyaan itu keluar dari
mulutnya, ingin sekali kata itu ditariknya kembali.
Ia sudah tahu apa jawaban kakeknya.
Kakeknya tersenyum padanya dan menyahut, "Kau."
Wajah Sun Sio-ang langsung bersemu merah. Ia
menundukkan kepalanya dan berkata dengan gugup,
"Meng".Mengapa aku tidak setuju?"
Jawab kakeknya sambil tersenyum, "Jika semua orang di
dunia ini menjadi persis sama dengan dia, kau jadi tidak
tahu lagi siapa yang kau inginkan."
Sun Sio-ang langsung menoleh menyembunyikan
wajahnya yang merah padam bagai bara api.
Apakah hatinya pun membara bagai api"
Api yang membara dalam hati perawan muda. Tuan Sun
tergelak dan kembali mengisap pipanya.
Seakan-akan ia tidak melihat Lim Sian-ji dalam ruangan
itu sama sekali. Mungkin ia berusaha mengacuhkannya,
sebab tidak diliriknya wanita itu sekalipun juga. Ia juga
tidak menyadari bahwa pipanya sudah mati.
Tiba-tiba ruangan itu menjadi hening. Satu-satunya suara
yang terdengar adalah letikan bunga api pada tiang api
yang berkobar di situ. Lim Sian-ji berjalan perlahan menuju ke depan A Fei.
1256 Matanya hanya tertuju pada A Fei.
Cahaya kobaran api itu menerpa tubuhnya. Wajahnya
menjadi sesaat putih, sesaat merah. Waktu wajahnya
merah, ia kelihatan seperti malaikat yang nakal. Waktu
wajahnya putih, ia tampak seperti hantu penasaran.
Manusia memang selalu punya dua wajah. Sesaat cantik,
sesaat mengerikan. Tapi Lim Sian-ji berbeda. Ia selalu terlihat cantik.
Jika ia adalah seorang malaikat, pasti ia adalah malaikat
yang tercantik di seluruh nirwana. Jika ia adalah hantu
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penasaran, ia pasti adalah hantu penasaran yang
tercantik di seantero neraka.
Namun kelihatannya A Fei sudah bertekad bulat. Secantik
apapun dia, A Fei tidak akan memandangnya lagi.
Lim Sian-ji mendesah dan berkata, "Aku jauh-jauh
datang ke sini karena aku ingin mengatakan dua hal
padamu. Apakah kau mau mendengarnya atau tidak,
terserah padamu." A Fei tampak tidak peduli.
Namun mengapa tubuhnya kini terlihat membeku seperti
sepotong kayu" "Hari itu, aku tahu aku sangat menyakiti hatimu. Namun
aku tidak bisa berbuat lain. Aku tidak ingin kau mati di
tangan Siangkoan Kim-hong. Itu adalah satu-satunya
1257 cara untuk membujuk Siangkoan Kim-hong supaya tidak
membunuhmu." A Fei masih tampak acuh. Namun mengapa tangannya kini terkepal erat"
"Hari ini aku datang bukan untuk memohon supaya kau
mau mengerti, atau supaya kau mau mengampuni aku.
Aku sudah tahu bahwa kita sudah selesai"."
Ia mendesah panjang sebelum meneruskan, "Aku
mengatakannya karena aku ingin hatimu menjadi tenang.
Selamanya, aku hanya ingin kau hidup berbahagia. Itu
saja. Tentang diriku"."
"Sudah cukup," potong Sun Sio-ang tajam.
Lim Sian-ji tersenyum pahit. Katanya, "Kau benar, aku
sudah bicara terlalu banyak."
Ia tidak berkata apa-apa lagi. Lim Sian-ji membalikkan
badannya dan berjalan keluar.
Ia tidak tergesa-gesa, namun ia juga tidak menoleh ke
belakang. A Fei masih terdiam. Matanya terpejam rapat.
Mata Lim Sian-ji manatap lurus ke pintu.
Li Sun-Hoan menahan nafas.
1258 Ia tahu, jika Lim Sian-ji keluar dari pintu itu, A Fei tidak
akan pernah melihatnya lagi untuk selama-lamanya.
Selama A Fei tidak melihatnya lagi, A Fei bisa mulai
dengan hidup barunya. Lim Sian-ji pun tahu dengan pasti, jika ia keluar dari
pintu itu, ia sama saja dengan keluar dari dunia ini.
Langkahnya tidak menjadi lambat, namun di matanya
kini tersirat rasa takut. Dalam rumah itu, suasana terang
benderang bagai siang, di luar, malam gelap gulita tanpa
cahaya bulan. Walaupun bintang bersinar terang di angkasa, Lim Sian-ji
tidak pernah peduli dengan langit malam.
Ia hanya menyukai gemerlap dunia materi.
Ia sangat suka pujian, kata-kata manis, tepuk tangan
meriah. Ia menikmati pesta pora, kelimpahan, dan
kemewahan. Ia suka dicintai, ia suka dibenci.
Ia hanya hidup untuk hal-hal ini.
Tanpa hal-hal ini, walaupun hidup, rasanya seperti hidup
dalam kubur. Kegelapan malam terasa semakin mendekat.
Rasa takut yang terbersit di matanya kini menjadi
kejengkelan dan kebencian.
1259 Saat itu, rasanya ia ingin membunuh semua orang di
dunia ini. Namun saat itulah, tiba-tiba A Fei berdiri dan berseru,
"Tunggu dulu." "Tunggu dulu". Siapa sangka, dua kata ini dapat mengubah hidup begitu
banyak manusia" Saat itu, Lim Sian-ji pun berubah total.
Kini matanya penuh dengan pesona, rasa percaya diri,
dan kebanggaan. Ia telah kembali berubah menjadi
seorang dewi yang cantik molek.
Belum pernah ia terlihat secantik ini selama hidupnya.
Kebanggaan dan rasa percaya diri adalah riasan wanita
yang paling sempurna. Seorang wanita tanpa kebanggaan dan rasa percaya diri,
betapapun cantiknya, tidak akan terlihat menarik sama
sekali. Sama halnya seperti wanita menganggap pria yang
sukses adalah pria yang sangat menarik.
Kesuksesan adalah riasan pria yang paling sempurna.
Langkah Lim Sian-ji terhenti. Ia tidak menoleh, hanya
Bara Diatas Singgasana 12 Sejengkal Tanah Sepercik Darah Karya Kho Ping Hoo Pahlawan Dan Kaisar 14
Apalagi aku"." Lalu Siangkoan Kim-hong memandang Liong Siau-hun
dan berkata, "Kurasa kau dan anjing ini bisa menjadi
sahabat baik. Mengapa tidak kalian berdua saja yang
menjadi saudara angkat?"
Kata-katanya tidak dapat ditarik kembali. Namun
siapakah yang dapat menahan penghinaan sejauh itu"
Wajah Liong Siau-hun berkeringat dan mulai tergagapgagap,
"Kau". Kau"."
Liong Siau-in segera berlari ke sana dan mengambil
pedang. Katanya, "Ini semua adalah usulanku. Aku tidak
menyangka hal ini akan mendatangkan penghinaan
bagiku dan bagi ayahku. Aku tidak dapat lagi membasuh
kesalahanku. Hanya dengan mencurahkan darah aku
dapat membalas kebaikan ayah padaku. Sungguh
sayang, ibu tidak hadir di sini, karena aku tidak dapat
memutuskan hidup matiku tanpa kehadiran beliau."
Tiba-tiba diangkatnya pedang itu dan ditebasnya
tangannya sendiri. Mulut semua orang ternganga, namun tidak ada yang
berani berbuat apa-apa. 1152 Liong Siau-in sangat kesakitan dan tubuhnya pun
gemetaran. Namun ia hanya mengatupkan mulutnya
erat-erat dan mengambil potongan tangannya, lalu
diberikannya kepada Siangkoan Kim-hong. Katanya,
"Apakah kau sudah merasa puas?"
Wajah Siangkoan Kim-hong tidak berubah. Ia
memandang anak itu dingin dan berkata, "Kau ingin
menukar tangan ini dengan nyawamu dan nyawa
ayahmu?" "A".Aku"."
Sebelum ia bisa berbicara lebih lanjut, rasa sakitnya
sudah begitu dahsyat sehingga ia jatuh pingsan.
Walaupun hati Liong Siau-hun sangat sedih, ia tidak
berani menunjukkannya. Ia hanya berdiri di situ tanpa
bicara. Kata Siangkoan Kim-hong, "Demi anakmu, aku ampuni
nyawa kalian berdua. Sekarang pergilah, dan jangan
sampai kulihat kau lagi!"
Akhirnya A Fei pun bangkit berdiri.
Seolah-olah ia tidak menyadari sama sekali apa yang
baru saja terjadi di situ. Kelihatannya, ia pun tidak
menyadari bahwa ada banyak orang di situ. Matanya
langsung tertuju pada guci arak di atas meja dan
perlahan-lahan ia berjalan ke sana dan segera
menyambarnya. 1153 Ia memeluk guci itu erat-erat, seakan-akan guci itu
adalah seluruh hidupnya. "Prang", guci itu pun pecah.
Arak tumpah ke lantai. Tangan A Fei gemetaran, masih memegangi guci yang
pecah itu. Kata Siangkoan Kim-hong, "Arak ini hanya untuk
manusia. Kau tidak pantas meminumnya!"
Lalu ia melemparkan sekeping perak ke lantai dan
berkata, "Jika kau masih ingin minum, sana beli sendiri."
A Fei mengangkat kepalanya dan memandang Siangkoan
Kim-hong. Lalu ia memutar badannya dan berjalan pergi.
Kepingan perak itu ada di samping kakinya.
Ia menatap kepingan perak itu sejenak, lalu
membungkukkan badannya"..
Seulas senyum tergambar di wajah Siangkoan Kim-hong.
Ia terlihat lebih mengerikan saat tersenyum.
Tiba-tiba terlihat selarik cahaya terang.
Sebilah pisau melesat bagaikan kilat dan memaku
kepingan perak itu di lantai.
1154 A Fei terkejut dan mengangkat kepalanya. Sekujur
tubuhnya membeku. Seseorang berdiri dekat pintu sedang memandangnya
lalu berkata, "Arak di sini lebih enak daripada arak di
tempat lain. Jika kau ingin minum, akan kutuang
secawan untukmu." Masih ada satu guci arak lagi di atas meja.
Orang itu berjalan menuju ke meja, menuang arak ke
cawan dan menyuguhkannya kepada A Fei.
Tidak seorang pun buka suara. Bahkan suara nafas pun
tidak dapat terdengar. Siangkoan Kim-hong pun tidak bersuara.
Ia hanya menatap orang ini dengan mulut terkunci.
Orang ini tidak jangkung, tapi tidak pendek juga.
Pakaiannya kumal dan lusuh. Ia tampak seperti seorang
laki-laki setengah baya yang penyakitan.
Tapi waktu Siangkoan Kim-hong melihat dia menuang
arak dan memberikan cawan itu kepada A Fei, ia tidak
berusaha mencegahnya. Bahkan ia tidak menunjukkan
reaksi apapun sedikitpun.
Tidak ada seorang pun yang berani membangkang
perintah Siangkoan Kim-hong!
1155 Namun orang ini jelas-jelas mengabaikan perkataan
Siangkoan Kim-hong barusan.
Kini cawan arak itu sudah berada di tangan A Fei.
A Fei menatap itu seperti orang tolol. Dua tetes air mata
perlahan jatuh ke dalam cawan itu.
Ia tidak pernah ragu-ragu mencucurkan darah, namun
air mata selalu berusaha keras dibendungnya.
Mata Sun-hoan pun mulai berkaca-kaca, dan setetes
mulai membasahi sudut matanya. Namun di bibirnya
tetap tersungging senyum yang hangat dan bersahabat.
Senyum itu seakan-akan mengubah penampilan lusuh
lelaki setengah baya ini menjadi seseorang yang begitu
bercahaya dan berkarisma. Tidak ada pernah
membayangkan bahwa seulas senyum bisa begini besar
pengaruhnya. Ia pun tidak berbicara lagi.
Perasaan yang terkandung dalam senyuman dan air mata
itu tidak dapat diekspresikan dalam kata-kata.
A Fei tidak dapat mengendalikan tangannya yang mulai
gemetaran. Tiba-tiba ia meraung dan membanting cawan
di tangannya itu. Ia segera bangkit dan berlari ke arah
pintu. Sun-hoan sepertinya sudah akan pergi mengejarnya.
1156 Seru Siangkoan Kim-hong, "Tunggu sebentar!"
Lelaki itu masih melangkah dua langkah lagi sebelum
berhenti. Kata Siangkoan Kim-hong, "Jika kau ingin pergi,
seharusnya tadi kau tidak usah datang. Jika sudah
datang, mengapa hendak pergi?"
Sun-hoan berdiri di situ sejenak, lalu menyahut, "Benar.
Aku sudah datang, mengapa hendak pergi?"
Sebelumnya, tidak sekalipun ia melirik Siangkoan Kimhong.
Kini ia memutar tubuhnya perlahan.
Tatapan matanya bertemu dengan mata Siangkoan Kimhong.
Tatapan yang berkobar-kobar!
Bertemunya tatapan kedua orang ini, seakan-akan dapat
menyulut kobaran api. Kobaran api yang menyala tanpa suara, tanpa bentuk.
Walaupun tidak ada orang yang dapat melihatnya,
mereka semua dapat merasakannya.
Hati semua orang berdebar-debar, seakan-akan jantung
mereka hendak melompat keluar.
Mata Siangkoan Kim-hong bagaikan tangan setan.
Tatapannya dapat mencekik mati jiwa seseorang.
1157 Mata lelaki setengah baya itu bagaikan samudra raya
yang tiada berujung, begitu luas dan tenang membiru.
Begitu luas, sehingga dapat memerangkap semua setan
dan iblis yang gentayangan di dunia ini.
Jika mata Siangkoan Kim-hong diibaratkan pedang, mata
orang ini adalah sarungnya!
Hanya dengan melihat matanya, semua orang tahu
bahwa ia bukan lelaki setengah baya biasa.
Sebagian dari mereka sudah bisa menebak siapa dia.
Akhirnya suara Siangkoan Kim-hong memecahkan
kesunyian, "Mana senjatamu?"
Pergelangan tangan lelaki itu mengedik sedikit, dan
terlihatlah sebilah pisau di antara jemarinya!
Pisau Kilat si Li! Setelah semua orang melihat pisau itu, mereka tahu
bahwa tebakan mereka memang tepat.
Lelaki itu adalah Li Sun-Hoan!
Akhirnya Li Sun-Hoan datang!
Tangannya sangat mantap. Seakan-akan membeku di
udara. Jari-jemarinya panjang dan kurus. Kukunya dipotong
rapi. 1158 Tangan ini tampak lebih cocok memegang sebatang pena
daripada memegang sebilah pisau. Namun dalam dunia
persilatan, tangan ini adalah tangan yang paling
berharga, tangan yang paling menakutkan dari semua
tangan yang ada di dunia.
Pisaunya adalah pisau biasa dan sederhana. Namun di
tangan orang ini, pisau itu dapat menjadi senjata yang
amat berbahaya! Siangkoan Kim-hong berdiri dan berjalan ke hadapan Li
Sun-Hoan. Jarak di anatara mereka ada tujuh meter.
Tangan Siangkoan Kim-hong masih berada dalam lengan
bajunya. Ia telah merajai dunia persilatan sejak dua puluh tahun
yang lalu dengan Cincin Naga dan Burung Hong miliknya.
Dalam Kitab Persenjataan, senjata ini berada di urutan
kedua. Satu tingkat di atas Pisau Kilat si Li!
Dalam dua puluh tahun belakangan ini, tidak seorang
pun pernah melihatnya menggunakan cincin itu.
Walaupun semua orang tahu senjata itu amat ampuh,
tidak seorangpun mengetahui sampai sejauh mana
keampuhan senjata itu. Apakah cincin itu ada di tangannya sekarang"
1159 Kini mata semua orang beralih dari pisau Li Sun-Hoan ke
tangan Siangkoan Kim-hong.
Perlahan-lahan tangannya keluar dari lengan bajunya.
Tangan itu kosong. Tanya Li Sun-Hoan, "Di mana cincinmu?"
Sahut Siangkoan Kim-hong, "Ada di sini."
"Di mana?" "Dalam hatiku."
"Dalam hatimu?"
"Cincin itu tidak berada di tanganku, namun ada dalam
hatiku!" Mata Li Sun-Hoan menyipit.
Cincin Siangkoan Kim-hong tidak dapat dilihat!
Karena tidak dapat dilihat, cincin itu dapat berada di
segala tempat. Bisa berada di hadapan matamu, di
depan lehermu, atau di tepat samping nyawamu.
Setelah seluruh jiwamu dihabisinya sekalipun, kau tetap
tidak tahu dari mana cincin itu datang!
"Cincin itu tidak berada di tanganku, namun ada dalam
hatiku." 1160 Puncak dari segala ilmu silat!
Ini adalah tingkatan para dewa.
Namun tidak seorang pun mengerti. Tidak seorang pun,
kecuali Li Sun-Hoan. Semuanya terlihat kecewa.
Begitu banyak orang ingin sekali melihat cincin itu, dan
ingin menyaksikan kekuatan dan kehebatannya. Mereka
tidak dapat mengerti bahwa yang tidak terlihat itulah
yang benar-benar kuat dan hebat.
Kata Siangkoan Kim-hong, "Tujuh tahun yang lalu
akhirnya tanganku menjadi tidak lagi berbentuk."
Sahut Li Sun-Hoan, "Aku sungguh kagum."
"Kau mengerti?" tanya Siangkoan Kim-hong.
"Begitu samar dan berseni. Tidak ada cincin, tidak ada
keakuan. Tidak ada jejak yang dapat ditemukan, tidak
ada halangan yang tidak tertembus."
"Luar biasa! Kau betul-betul mengerti!" Siangkoan Kimhong
berseru kegirangan. Mengerti adalah tidak mengerti. Tidak mengerti adalah
mengerti. Mereka berdua seakan-akan adalah dua Master Zen yang
sedang beradu filsafat. 1161 Selain mereka berdua, tidak ada seorang pun di situ yang
mengerti sepatah kata pun yang mereka ucapkan.
Mereka tidak mengerti sama sekali. Itulah sebabnya ini
sangat mengerikan bagi mereka".
Satu per satu diam-diam berdiri dan mundur ke sudut
ruangan. Siangkoan Kim-hong menatap Li Sun-Hoan dan berkata,
"Li Sun-Hoan memang benar-benar Li Sun-Hoan."
Sahut Li Sun-Hoan, "Dan hanya Siangkoan Kim-hong
yang dapat menjadi Siangkoan Kim-hong."
Kata Siangkoan Kim-hong, "Kau adalah generasi ketiga
keluarga Tamhoa, terkenal di seantero dunia dan
berpendidikan tinggi. Kaya dan termashur, membuat iri
semua orang di dunia. Mengapa kau akhirnya menjadi
seorang petualang di kelas bawah dunia persilatan?"
"Aku datang kalau aku mau, aku pergi kalau aku ingin."
"Kau pikir kau bisa pergi?"
Li Sun-Hoan terdiam sesaat sebelum menjawab, "Aku
tidak bisa pergi dan aku pun tidak ingin pergi."
"Baiklah. Silakan mulai jurusmu," tantang Siangkoan Kimhong.
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku sudah mulai."
1162 Siangkoan Kim-hong kelihatan bingung. Tanyanya,
"Mana?" "Dalam hatiku. Jurusku tidak berada dalam pisau ini,
namun ada dalam hatiku."
Kini mata Siangkoan Kim-hong yang menyipit.
Mereka yang tidak dapat melihat cincin Siangkoan Kimhong
juga tidak akan dapat melihat mulainya jurus Li
Sun-Hoan. Namun ketika cincin datang, jurus pun akan
menyambutnya! Walaupun semua orang sepertinya berdiri dengan
tenang, mereka merasa seolah-olah merekalah yang
sedang bertempur hidup dan mati. Hidup atau mati dapat
ditentukan oleh satu helaan nafas saja!
Walaupun semuanya sudah mundur ke sudut ruangan,
mereka masih dapat merasakan hawa yang sangat
mengerikan. Tiap-tiap orang dapat merasakan hati mereka makin
mengkerut setiap detiknya!
*** Darah dalam tubuh A Fei mulai menggelegak.
Saat ia berlari kesetanan, ia tidak tahu apa yang
dipikirkannya, apa yang diperbuatnya.
1163 Ia sedang lari dari kenyataan.
Tapi kemanakah ia bisa lari" Dan berapa lama ia dapat
bersembunyi" Ia tidak mungkin berlari selama-lamanya, karena
sebenarnya ia sedang melarikan diri dari dirinya sendiri.
*** Sementara itu, Li Sun-Hoan dan Siangkoan Kim-hong
sedang saling memandang. Keduanya tidak bersuara,
keduanya tidak bergerak. Yang dapat didengar semua orang di situ hanyalah debur
jantung mereka sendiri. Satu-satunya yang dapat mereka
lihat adalah butiran keringat mereka sendiri yang
menetes dari dahi ke lengan mereka.
Karena sekali salah seorang bergerak, gerakan ini akan
mengguncangkan langit dan bumi.
Duel ini dapat meledak sewaktu waktu. Dan dapat
berakhir pada detik yang sama.
Karena pada detik itu salah satu pasti kalah.
Tapi siapakah yang akan kalah"
"Pisau Kilat si Li, tidak akan lepas dari tangan kalau tidak
akan kena sasaran" 1164 Dalam dua puluh tahun ini, tidak seorang pun dapat lolos
dari pisau Li Tamhoa! Namun cincin Siangkoan Kim-hong berada di urutan yang
lebih atas. Apakah artinya cincin itu lebih hebat"
Dua orang ini seolah-olah membeku di tempat masingmasing.
Keduanya seakan-akan bercahaya penuh rasa percaya
diri. Siapakah di dunia ini yang dapat menerka hasil
pertarungan ini" *** A Fei telah jatuh ke tanah. Nafasnya tersengal-sengal.
Setelah diam di situ beberapa saat, ia mengangkat
kepalanya. Ia tidak tahu di mana ia berada.
Tempat itu adalah sebuah pekarangan kecil.
Di tengah pekarangan itu ada sebatang pohon willow
yang terayun-ayun ditiup angin musim gugur.
Di beranda ada sebuah spanduk yang setengah
tergulung. Pintu tertutup rapat. Tidak terdengar secuil
suara pun dari dalam rumah itu.
Ini adalah tempat ia mabuk-mabukan semalam.
Ia tidak tahu bagaimana ia bisa sampai di sini lagi.
1165 Tiba-tiba pintu terbuka. Seraut wajah yang cantik
mengintip dari dalam. Hasrat yang begitu besar langsung
memuncak dalam diri A Fei, namun wajah itu segera
masuk lagi ke dalam. Ia adalah salah satu dari gadis-gadis yang menemani dia
semalam. Bab 68. Antara Dewa dan Setan
A Fei bangkit dan berjalan menuju ke pintu itu.
"Bruk". Pintu segera tertutup rapat kembali dan terdengar
suara kunci diselot. A Fei menggedor-gedor pintu itu sekuat tenaga.
Setelah beberapa saat terdengar suara dari dalam,
"Siapa itu?" "Aku," jawab A Fei.
"Siapa engkau?"
"Aku adalah aku."
Terdengar suara cekikikan di dalam. "Orang ini sudah
gila." "Dari nada suaranya, seolah-olah ia adalah pemilik
tempat ini." "Tapi siapa yang kenal padanya?"
1166 "Siapa yang bisa menerka orang macam apa dia" Dia
kelihatan seperti habis melihat hantu."
Suara-suara itu sudah dikenalnya. Baru semalam, suarasuara
yang sama terus-menerus membisikkan kata-kata
yang manis dan merayu di telinganya. Mengapa sekarang
mereka berubah" Tiba-tiba A Fei merasakan kemarahan dalam hatinya.
Dalam kemarahannya, ia mendobrak pintu itu sampai
terbuka. Tujuh pasang mata yang cantik sedang menatapnya.
Semalam, ketujuh pasang mata itu tampak seperti air
yang sejuk dan tenang, seperti madu yang manis.
Namun kini, rasa sejuk, tenang, dan manis itu telah
menguap entah ke mana. Air itu telah membeku menjadi
es. A Fei masuk dan tersandung. Ia langsung menyambar
seguci arak. Guci itu sudah kosong.
"Mana araknya?"
"Tidak ada arak."
"Cepat ambilkan!"
"Kenapa" Ini bukan pabrik arak!"
1167 A Fei berjalan limbung ke arah gadis itu dan
memandangnya sambil berkata, "Kalian tidak mengenali
aku?" Sepasang mata yang cantik memandangnya dingin dan
menjawab, "Dan apakah kau mengenali aku" Tahukah
kau siapa aku?" A Fei jadi bingung. "Apakah semalam aku tidak di sini?"
Sebuah suara lain menjawabnya, "Ini memang tempat
engkau bermalam tadi malam. Tapi kau bukan orang
yang sama seperti orang yang semalam berada di sini."
Suara yang manis itu rasanya sudah sangat dikenalnya.
Seluruh tubuh A Fei mulai gemetar lagi.
Ia memejamkan matanya rapat-rapat. Ia tidak ingin
melihat wanita itu lagi. Ia tidak berani melihat wanita itu
lagi. Ia adalah wanita yang tidak dapat pergi dari mimpimimpinya.
Ia sanggup mengorbankan apapun juga
dengan rela hati asalkan dapat memandangnya sekejap
saja. Namun saat ini, rasanya ia lebih suka mati daripada
harus melihatnya. Wanita itu masih seperti dulu.
Namun A Fei tidak seperti yang dulu lagi!
1168 *** Semua orang masih terdiam, segala sesuatu masih tidak
bergerak. Debu dari langit-langit perlahan-lahan melayang turun.
Apakah tertiup angin" Apakah karena suasana yang
begitu mencekam di situ"
Tiba-tiba Siangkoan Kim-hong melangkah maju!
Dan Li Sun-Hoan tetap tidak bergerak!
Tiba-tiba terdengar sebuah suara yang memecahkan
keheningan, "Bergerak adalah tidak bergerak. Tidak
bergerak adalah bergerak. Tahukah kau apa artinya?"
Suara itu terdengar seperti suara orang tua yang
bijaksana. Semua orang dalam ruangan itu dapat
mendengarnya dengan jelas.
Namun tidak seorang pun tahu dari mana datangnya.
Kini terdengar suara lain sedang tertawa. Lalu katanya,
"Kalau begitu, bertempur adalah tidak bertempur. Tidak
bertempur adalah bertempur. Lalu apa gunanya
bertempur?" Suara ini masih sangat muda, manis dan penuh
semangat 1169 Juga tidak ada seorang pun yang tahu dari mana
datangnya. Kata suara yang tua, "Mereka bertempur karena mereka
tidak tahu apa inti sebenarnya dari ilmu silat itu."
Suara gadis muda itu terdengar cekikikan sambil berkata,
"Maksudmu mereka berdua sebenarnya tidak mengerti,
walaupun mereka menyangka bahwa mereka mengerti
segala sesuatu dengan jelas?"
Setelah dua kalimat itu diucapkan, kecuali Li Sun-Hoan
dan Siangkoan Kim-hong, wajah semua orang di situ
langsung berubah. Seseorang berkata bahwa dua orang ini tidak mengerti
ilmu silat. Jika dua orang ini tidak mengerti ilmu silat, siapakah di
dalam dunia ini yang dapat mengaku mengerti ilmu silat"
Kata suara yang tua lagi, "Mereka berpikir bahwa "senjata
itu tidak berada di tangan, namun ada dalam hati" adalah
puncak tertinggi dari ilmu silat. Namun sebenarnya
mereka salah besar."
"Salah sebesar apa?" tanya suara yang muda sambil
tertawa geli. "Sedikitnya 1800 li."
"Lalu apa sebenarnya puncak tertinggi ilmu silat itu?"
1170 Sahut suara yang tua, "Ketika tangan sudah menjadi
kosong, dan hati sudah menjadi hampa. Senjata dan diri
sudah menjadi satu. Jika mereka mengerti sampai di sini
saja, mereka tidak akan salah terlalu jauh."
"Tidak salah terlalu jauh" Maksudmu tingkatan itu pun
belum yang tertinggi?" tanya suara yang muda kaget.
"Ya, ada yang lebih tinggi lagi. Tingkatan ilmu silat yang
tertinggi adalah ketika segala sesuatu muncul dari
ketiadaan. Tidak ada lagi senjata, dan tidak ada lagi diri.
Senjata dan diri sudah terlupakan. Ini adalah
ketiadabentukan yang sejati, kedigdayaan yang sejati."
Saat itu, Li Sun-Hoan dan Siangkoan Kim-hong tidak
berani berubah ekspresi. Terdengar suara yang muda berkata lagi, "Setelah
mendengarkan penjelasanmu, aku jadi teringat satu
cerita." "Hmmm?" "Ada satu cerita dalam agama Budha Zen. Ketika murid
utama dari Leluhur Kelima, Shen Hsiu sedang
melantunkan sebuah sajak:
"Tubuh bagaikan pohon bodhi,
pikiran bagaikan cermin yang mengkilat.
Tiap saat kita menjaganya tetap bersih
Dan tidak sedikit pun ternoda debu"
Ini adalah tingkat pencerahan yang sangat tinggi."
1171 "Ya, ini sama seperti mengatakan "senjata itu tidak
berada di tangan, namun dalam hati". Untuk sampai ke
tingkat inipun bukan hal yang mudah."
"Namun kemudian Leluhur Keenam Hui Neng menjawab
dengan sajak yang lebih mendalam lagi:
"Tidak ada pohon bodhi, tidak ada cermin yang
mengkilat. Tidak ada sesuatu pun dan tidak akan ada apa pun.
Lalu di manakah debu akan menodai?"
Oleh sebab itulah ia menjadi tokoh agama Budha Zen
yang paling dihormati."
"Betul sekali. Itulah tingkat pencerahan yang tertinggi.
Jika seseorang sudah mencapai tingkat itu, orang itu
adalah sahabat para dewa."
"Kalau begitu, teori yang baru saja kau ajarkan padaku
sebenarnya adalah ajaran agama Budha Zen?" tanya
suara yang muda "Dalam segala hal di dunia ini, ketika seseorang
mencapai tingkat yang tertinggi, teori satu sama lain
tidaklah jauh berbeda," jawab suara yang tua.
"Jadi dalam segala perbuatan, kita harus selalu menuju
pada "Tanpa benda, tanpa diri". Hanya dengan begitu kita
dapat mencapai puncak kesempurnaan."
"Tepat sekali."
1172 "Akhirnya aku mengerti!" seru suara yang muda dengan
gembira. "Sayang sekali ada orang-orang yang setelah mencapai
tingkat "senjata itu tidak berada di tangan, namun dalam
hati" saja sudah menjadi senang luar biasa dan sombong.
Sayang sekali mereka tidak menyadari bahwa itu
hanyalah kulit luar dari sesuatu yang jauh lebih indah
dan mendalam." "Jadi kalau orang di tingkat itu sudah merasa berada di
puncak, mereka tidak akan mungkin maju lebih jauh,"
kata suara yang muda. "Betul sekali."
Saat itu, baik Li Sun-Hoan maupun Siangkoan Kim-hong
berkeringat dingin pun tidak berani.
Tiba-tiba Siangkoan Kim-hong berkata, "Tuan Sun yang
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terhormat?" Tidak ada jawaban. Kata Siangkoan Kim-hong lagi, "Jika Tuan Sun sudah
datang, mengapa tidak memperlihatkan diri?"
Masih tetap tidak ada jawaban.
Angin bertiup masuk dari jendela, dan tirai di sisi yang
lain pun menjadi tegak. 1173 Jika Li Sun-Hoan dan Siangkoan Kim-hong ingin
bertempur, tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat
menghalangi mereka. Namun percakapan orang tua dan orang muda tadi telah
menyedot seluruh rasa persaingan yang begitu tebal
dalam ruangan itu tadi. Mereka berdua masih saling berhadapan. Keduanya
masih berdiri dengan cara yang sama. Namun kini semua
orang lain dalam ruangan itu dapat bernafas dengan
lega. Suasana mencekam yang merundung ruangan itu
kini telah lenyap. Li Sun-Hoan menghela nafas panjang dan berkata, "Naga
hanya menunjukkan kepalanya, tidak menunjukkan
ekornya. Sudah tentu Tuan Sun ada di antara kita."
Kata Siangkoan Kim-hong dingin, "Semua orang bisa
menyombongkan teori mereka. Pertanyaannya adalah
bisakah mereka mendukung teori mereka dengan
perbuatan nyata?" Sahut Li Sun-Hoan sambil tertawa, "Mengemukakan teori
seperti itu pun bukan pekerjaan mudah."
Sebelum kalimatnya selesai, terdengar suara ribut-ribut
di luar. Empat orang menggotong sebuah peti mati masuk ke
dalam pekarangan. 1174 Peti mati itu masih baru. Catnya pun seolah-olah masih
basah. Keempat orang itu membawa peti mati itu masuk ke
dalam ruang perjamuan. Seorang penjaga berjubah kuning berjalan menghampiri
mereka dan berkata, "Kalian salah alamat. Cepat pergi
sekarang juga!" Salah seorang dari penggotong peti mati itu bertanya,
"Apakah di sini ada Tuan Siangkoan?"
"Apa urusanmu dengan Tuan Siangkoan?" tanya si
penjaga tajam. "Kalau begitu kami tidak salah alamat. Peti mati ini
adalah untuk Tuan Siangkoan."
Si penjaga melotot dengan garang. Bentaknya, "Jika
kalian mau cari gara-gara, kurasa peti mati ini lebih
cocok untuk kalian berempat."
Jawab si penggotong peti, "Peti mati ini terbuat dari kayu
Nanmu yang sangat mahal harganya. Kami tidak pantas
dikuburkan dengan peti mati seperti ini."
Tinju si penjaga sudah hampir melayang ke wajah si
penggotong peti. Siangkoan Kim-hong tiba-tiba menyela, "Siapa yang
menyuruh kalian membawa peti mati itu kemari?"
1175 Saat si penjaga mendengar suara itu, tinjunya berhenti di
udara. Si penggotong peti kini terlihat sangat ketakutan.
Katanya dengan terbata-bata, "Ada seorang Tuan Sung
yang memberikan empat tail perak kepada kami dan
menyuruh kami mengantarkan peti mati ini ke sini. Ia
secara khusus memesan pada kami untuk
menyerahkannya kepada Tuan Siangkoan."
"Tuan bershe Sung" Orangnya seperti apa?" tanya
Siangkoan Kim-hong. Jawab seseorang, "Seorang laki-laki tidak terlalu tua,
tidak muda juga. Ia sangat murah hati, tapi sayang kami
tidak melihat wajahnya."
Tambah seorang yang lain, "Ia datang lewat tengah
malam kemarin. Waktu datang, ia langsung meniup lilin
sampai mati, sehingga kami sama sekali tidak dapat
melihat wajahnya." Siangkoan Kim-hong menundukkan kepalanya dan
berpikir keras. Ia tidak menanyai keempat orang itu lebih
lanjut. Ia tahu bahwa ia tidak akan mendapatkan keterangan
apapun dari mereka. "Peti mati ini kelihatannya cukup berat". mungkin ada
seseorang di dalamnya," kata salah seorang dari mereka.
Kata Siangkoan Kim-hong, "Buka peti ini."
1176 Tutupnya belum dipakukan, jadi bisa dibuka dengan
mudah. Baru saat itu, wajah Siangkoan Kim-hong berubah total.
Wajahnya masih tetap kosong. Bahkan alis dan bibirnya
pun tidak bergerak. Namun air mukanya sudah berubah.
Begitu berubah, sampai-sampai ia terlihat seperti orang
lain. Seperti seseorang yang sedang mengenakan
topeng. Ia tidak ingin seorang pun melihat wajahnya saat itu.
Ada begitu banyak orang di dunia ini yang mengenakan
topeng seperti itu. Biasanya tidak akan kelihatan, namun
di saat-saat genting, topeng itu akan terlihat nyata.
Ada yang mengenakannya untuk menutupi kesedihan,
ada yang untuk menutupi kemarahan, memaksakan
seulas senyum, atau menghadapi suasana yang
menekan. Dan ada pula yang mengenakannya untuk menutupi rasa
takutnya! Apa alasan Siangkoan Kim-hong mengenakannya"
Memang betul ada mayat dalam peti mati itu!
1177 Mayat itu tidak lain adalah mayat anak Siangkoan Kimhong
satu-satunya, Siangkoan Hui!
Waktu Siangkoan Hui terbunuh, Li Sun-Hoan
menyaksikannya. Ia tidak hanya menyaksikan Hing Bu-bing membunuh
Siangkoan Hui, ia pun melihat Hing Bu-bing
menguburkannya. Bagaimana mayat ini bisa ada di sini sekarang"
Siapa yang menggali kuburannya"
Siapa yang mengirimkannya ke sini" Untuk apa"
Mata Li Sun-Hoan mengejap beberapa kali. Ia berpikir
keras. Topeng di wajah Siangkoan Kim-hong seolah-olah makin
lama makin tebal. Ia terdiam beberapa saat, lalu
menoleh ke arah Li Sun-Hoan.
"Apakah kau pernah melihat orang ini?"
"Ya." "Apa pendapatmu saat melihatnya sekarang?"
Mayat itu terlihat sudah dibersihkan dengan seksama.
Sama sekali tidak terlihat bahwa mayat itu digali dari
kuburannya. Ia pun mengenakan jubah yang baru, tidak
1178 ada setitik debu pun, sebercak darah pun yang
mengotorinya. Hanya terlihat satu luka.
Luka itu di lehernya. Luka tusukan yang dalamnya tujuh
per sepuluh bagian. Kata Li Sun-Hoan, "Kurasa?"ia tidak merasa sakit dalam
kematiannya." "Maksudmu, kematiannya sangat cepat?"
Sahut Li Sun-Hoan, "Kematian itu sendiri tidak
menyakitkan. Yang menyakitkan adalah saat menunggu
kematian datang. Tapi aku yakin ia tidak mengalaminya."
Wajah Siangkoan Hui terlihat begitu damai, seolah-olah
ia hanya tertidur. Seseorang telah berhasil menghapus wajah ketakutannya
sewaktu ia terbunuh. Walaupun Siangkoan Kim-hong mengenakan topeng di
wajahnya, topeng itu tidak dapat menyembunyikan
matanya. Matanya menyala karena marah. Dan mata itu tertuju
pada Li Sun-Hoan. Kata Siangkoan Kim-hong, "Orang yang dapat
membunuh dia begitu cepat jumlahnya sangat sedikit."
1179 Jawab Li Sun-Hoan, "Memang sangat sedikit. Mungkin
tidak lebih dari lima."
"Dan kau adalah salah satunya."
Li Sun-Hoan mengangguk dan berkata, "Benar, aku
adalah salah satunya. Demikian juga engkau."
Tanya Siangkoan Kim-hong, "Dan mengapa aku
membunuhnya?" "Tentu saja kau tidak membunuhnya. Aku hanya ingin
kau menyadari bahwa orang yang bisa membunuhnya,
belum tentu adalah orang yang ingin membunuhnya.
Dan orang yang membunuhnya, belum tentu adalah
orang yang dikategorikan bisa membunuhnya."
Tambah Li Sun-Hoan, "Ada hal-hal yang terjadi di dunia
ini yang tidak dapat kita kendalikan, yang tidak pernah
kita sangka akan terjadi."
Kini Siangkoan Kim-hong tidak berbicara lagi. Namun
matanya terus memandang Li Sun-Hoan.
Tatapan Li Sun-Hoan menjadi lembut, bahkan hampir
memancarkan rasa simpati. Sepertinya ia telah berhasil
menembus topeng Siangkoan Kim-hong dan melihat
kekagetan dan kesedihan hatinya yang begitu dalam.
Biasanya Siangkoan Kim-honglah yang menyiksa dan
mengancam orang lain. 1180 Kini ia berada di pihak yang kalah, walaupun ia tidak
tahu dari siapa. Darah lebih kental daripada air. Anak tetap adalah anak.
Siapapun juga dia, rasa sedih kehilangan anak bukan
rasa sedih biasa. Siangkoan Kim-hong terlihat agak gelisah. Perilakunya
yang dingin dan tidak berperasaan itu sedikit demi sedikit
pudar. Rasa simpati dalam tatapan Li Sun-Hoan terasa bagaikan
palu godam yang sedikit demi sedikit mengikis topeng
besi di wajah Siangkoan Kim-hong.
Ia tidak dapat menahan diri lagi dan tiba-tiba berteriak,
"Pertempuran antara kau dan aku sudah tidak dapat
dihindarkan lagi." Li Sun-Hoan mengangguk mengiakan. "Memang tidak
terhindarkan." "Sekarang"," kata Siangkoan Kim-hong.
Bab 69. Pria Sejati Karena putra tunggal Siangkoan Kim-hong telah
terbunuh, ia sedang dikuasai amarah yang tidak
terkendali. Ia ingin bertempur dengan Li Sun-Hoan
sampai mati. Dan ia ingin melakukannya sekarang
juga".. 1181 Li Sun-Hoan segera memotong perkataan Siangkoan
Kim-hong, "Jika kau ingin berduel sampai mati, aku akan
menerima tantanganmu kapanpun juga. Kecuali hari ini."
"Kenapa?" "Hari ini"..aku hanya ingin minum hari ini."
Matanya memandang mayat dalam peti mati itu.
Katanya, "Ada waktu-waktu tertentu yang tidak cocok
untuk bertempur, tidak cocok untuk berbuat apapun juga
selain untuk minum arak. Hari ini adalah salah satunya."
Perkataannya sungguh menyentuh perasaan. Namun
mungkin tidak ada orang lain yang bisa mengerti.
Hanya Siangkoan Kim-hong yang sungguh mengerti.
Karena ia menyadari sepenuhnya perasaannya sendiri.
Dengan beban seperti ini, berduel sama seperti
bertempur dengan satu tangan terikat.
Ia akan memberikan keuntungan yang begitu besar bagi
lawannya! Li Sun-Hoan bisa saja memanfaatkan kesempatan ini
demi keuntungannya, tapi ia tidak melakukannya,
walaupun ia tahu kesempatan seperti jarang sekali
terjadi. Mungkin tidak akan pernah ada lagi!
Siangkoan Kim-hong terdiam begitu lama. Akhirnya ia
bertanya, "Kalau begitu, kapan waktu yang baik?"
1182 Jawab Li Sun-Hoan, "Aku sudah bilang, kapan pun kau
kehendaki." "Ke mana harus kucari dirimu?"
"Kau tidak perlu mencariku. Cukup bilang saja dan aku
akan menunggu di sana."
"Waktu aku bilang, kau akan mendengar?"
Li Sun-Hoan tertawa, katanya, "Waktu Siangkoan-pangcu
berbicara, seluruh dunia mendengarkan. Tidak sulit untuk
mendengarmu." Siangkoan Kim-hong terdiam lagi. Lalu ia berkata, "Jika
kau ingin minum, ada arak di sini."
Li Sun-Hoan tertawa lagi. "Apakah aku pantas
meminumnya?" Jawab Siangkoan Kim-hong, "Jika kau tidak pantas, tidak
ada seorang pun di dunia ini yang pantas."
Ia memutar badannya dan menuang dua cawan besar
arak. Katanya, "Aku minum cawan ini untukmu."
Li Sun-Hoan minum secawan sekali teguk. Senyumnya
yang lebar menghiasi wajahnya. Ia berseru, "Arak yang
bagus! Secawan arak yang sungguh lezat!"
Cawan Siangkoan Kim-hong pun telah kosong. Ia
memandang cawan itu dan berkata, "Ini adalah cawan
arak yang pertama dalam dua puluh tahun."
1183 "Prang". Cawan pun pecah berkeping-keping.
Siangkoan Kim-hong berjalan ke arah peti mati itu dan
mengangkat tubuh anaknya. Lalu ia berjalan keluar.
Li Sun-Hoan memandangnya tanpa suara. Setelah
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siangkoan Kim-hong keluar dari pintu ia menghela nafas
panjang dan menggumam, "Walaupun hanya Siangkoan
Kim-hong yang dapat menjadi Siangkoan Kim-hong, tapi
mengapa ia tidak bisa menjadi seorang sahabat?"
Ia menuang secawan arak lagi dan meminumnya habis.
Lalu ia berteriak, "Kekasih seorang pria sejati, mengapa
ia mengkhianati niat baiknya?"
"Prang". Cawannya pun pecah berantakan di lantai.
Semua orang dalam ruangan itu terlihat seolah-olah
terbuat dari kayu. Segera setelah Li Sun-Hoan keluar dari
sana, semua orang menghela nafas lega.
Beberapa orang mulai kasak-kusuk di antara mereka.
"Li Sun-Hoan memang Li Sun-Hoan. Di dunia ini, kurasa
hanya dia seoranglah yang dapat membuat Siangkoan
Kim-hong bersulang baginya."
"Sayang sekali mereka tidak bertempur."
"Entah mengapa, kurasa dua orang itu sangat mirip."
"Li Sun-Hoan mirip dengan Siangkoan Kim-hong"....Apa
kau sudah gila?" 1184 "Walaupun pembawaan dan perilaku mereka jauh
berbeda, keduanya".keduanya seperti bukan manusia.
Hal-hal yang mereka lakukan tidak dapat dilakukan oleh
manusia." "Ya".ada benarnya juga perkataanmu. Mereka berdua
memang seperti bukan manusia, hanya saja".yang satu
adalah orang suci, dan yang satu lagi adalah iblis."
Garis pemisah antara kebaikan dan kejahatan sangatlah
tipis. Perbedaan antara orang suci dan iblis terletak di
antaranya. Betul, jika Li Sun-Hoan bukanlah seorang Li Sun-Hoan, ia
pun sangat bisa menjadi seorang Siangkoan Kim-hong.
*** A Fei tidak menoleh. Lim Sian-ji memindahkan kursinya dan duduk tepat di
belakang A Fei, menutup jalan menuju ke pintu.
Ia hanya duduk di situ saja sampai cukup lama.
A Fei pun tetap berdiri masih dengan cara yang sama.
Gaya berdirinya terlihat agak lucu.
Lim Sian-ji mengikik dan berkata, "Apa kau tidak merasa
lelah berdiri seperti itu" Mengapa tidak duduk dan
bersantai sejenak" Ini ada kursi di sampingku.
1185 Kau tidak ingin duduk" Ah, aku tahu, kau tidak akan bisa
duduk di sini. Bukan seleramu.
Lalu mengapa kau tidak pergi saja"
Walaupun aku duduk di depan pintu, apa susahnya
bagimu untuk menyingkirkan aku. Selain itu, masih ada
juga jendela di situ. Kau bisa keluar dari sana seperti
seorang maLing kecil. Kau sebenarnya takut, bukan" Aku tahu, walaupun kau
menginginkan aku mati, kau tidak berani menyentuhku
sedikitpun. Bahkan memandangku pun kau tidak berani.
Karena dalam hatimu, kau tahu bahwa kau masih
mencintai aku. Bukankah begitu?"
Suaranya masih tetap merdu dan merayu seperti dulu.
Suara tawanya bahkan terdengar semakin menarik dan
manis. Karena ia begitu gemar melihat orang menderita, ia
selalu menebarkan bibit-bibit penderitaan kepada setiap
orang di dekatnya. Sayang sekali, orang-orang yang menderita adalah
orang-orang yang sungguh-sungguh mencintai dia.
Walaupun ia tidak bisa melihat rasa pedih di wajah A Fei,
ia dapat melihat dengan jelas pembuluh darah di
belakang lehernya begitu tegang, seolah-olah akan
meletus. 1186 Bagi Lim Sian-ji, ini adalah suatu kenikmatan. Ia duduk
dengan nyaman di kursi itu sambil menonton.
Sebenarnya ia ingin sekali bisa menonton sambil
menikmati secawan arak yang lezat.
Tiba-tiba kursi yang didudukinya ditendang orang sampai
ia jatuh terjengkang. Siangkoan Kim-hong telah kembali dengan menggendong
mayat putranya! Waktu kursi yang sedang kau duduki dijungkirbalikkan
orang, rasanya hatimu juga terjungkal bersamanya.
Namun Lim Sian-ji tidak mengucapkan sepatah katapun.
Menggerakkan satu otot pun tidak. Ia tahu apapun juga
yang diperbuatnya sekarang, ia tetap akan kelihatan
seperti orang tolol. Siangkoan Kim-hong pun sedang memandangi leher A
Fei dari belakang. Bentaknya, "Balikkan badanmu dan lihat siapa ini!"
A Fei masih tidak bergerak, namun pembuluh darah di
lehernya sudah hampir melompat keluar dari dalam
kulitnya. Akhirnya, perlahan-lahan ia menoleh dan
melihat orang dalam gendongan Siangkoan Kim-hong.
Kini matanya pun seakan-akan hendak melompat keluar.
Tanya Siangkoan Kim-hong, "Kau pasti tahu siapa dia,
bukan?" 1187 A Fei mengangguk. Tanya Siangkoan Kim-hong lagi, "Ia masih hidup,
sehidup-hidupnya, beberapa hari yang lalu, bukan?"
A Fei mengangguk lagi. "Sekarang kau melihatnya mati, kau tidak kelihatan
sangat terkejut. Itu karena kau tahu bahwa dia sudah
mati, bukan?" A Fei terdiam beberapa saat sebelum menjawab, "Ya,
aku tahu ia sudah mati."
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Siangkoan Kim-hong
tajam. Jawab A Fei, "Karena pembunuhnya adalah aku."
Ia mengatakannya tanpa beban sedikitpun. Matanya pun
tidak berkedip. Seolah-olah ia tidak tahu apa
konsekuensinya ia mengaku.
Gadis-gadis di sana ketakutan setengah mati.
Bahkan Lim Sian-ji pun terlihat terhenyak dan kaget.
Pada saat itu, ia merasa ada suatu perasaan aneh
merayapi hatinya. Seperti kesedihan, seperti simpati.
Ia tidak mengerti mengapa ia memiliki perasaan itu pada
A Fei. 1188 Namun ia tahu, sekali Siangkoan Kim-hong bertindak,
nyawa A Fei tidak akan bisa selamat.
Dan kapan pun Siangkoan Kim-hong dapat bertindak.
Ia melihat sorot mata A Fei. Tatapannya sama seperti
tatapan orang mati. Seorang mati yang sangat bodoh.
Bukan saja orang ini sangat bodoh, ia pasti mabuk berat.
Kalau tidak, mengapa ia mengaku seperti itu" Ah,
memang orang ini sudah tidak ada harapan lagi, buat
apa kupikirkan hidup dan matinya"
Lim Sian-ji melengos dan tidak memandang A Fei lagi.
Ia berharap Siangkoan Kim-hong membunuhnya dengan
cepat. Makin cepat makin baik, supaya ia tidak terlalu
lama terganggu oleh perasaannya.
Namun yang tidak berani ia tanyakan pada dirinya sendiri
adalah, "Jika aku memang tidak peduli hidup dan
matinya, mengapa perasaanku terasa amat gundah?"
Siangkoan Kim-hong masih belum juga bertindak.
Ia masih menatap mata A Fei lekat-lekat. Seolah-olah ia
sedang berusaha mengerti sesuatu yang begitu rumit.
Namun ia tidak menemukan jawabannya.
Tatapan A Fei sangat kosong.
1189 Itu bukan mata orang yang masih hidup.
Siangkoan Kim-hong baru menyadari bahwa kini sorot
mata A Fei seakan-akan sudah dikenalnya, seperti sudah
sering dilihatnya sebelum ini.
Sudah pasti ia pernah melihatnya sebelum ini.
Saat ia mengambil pedang Hing Bu-bing dan
menyerahkannya kepada A Fei, sorot mata Hing Bu-bing
sama persis seperti ini. Saat ia mengambil nyawa seseorang, tatapan kosong
orang itu, sama dengan sorot mata ini. Tidak
berperasaan, tidak bernyawa, tidak peduli lagi akan
apapun juga. A Fei masih menunggu, menunggu dengan diam.
Tiba-tiba Siangkoan Kim-hong bertanya, "Apakah kau
sedang menunggu mati?"
A Fei diam saja. "Kau mengaku membunuh dia, hanya supaya aku
membunuhmu, bukan?" A Fei tetap diam saja. Senyum licik tersirat di wajah Siangkoan Kim-hong. Lalu
panggilnya, "Mandor Lu!"
Seseorang segera muncul. 1190 Tidak ada yang tahu bahwa orang ini sudah bersembunyi
di situ selama ini. Dan tidak ada yang tahu apakah ada
orang lain lagi yang bersembunyi di situ. Tidak ada yang
menyangka ada orang yang berani bersembunyi begitu
dekat dengan Siangkoan Kim-hong. Karena jika memang
begitu, maka pasti ada begitu banyak orang yang juga
sedang bersembunyi di situ.
Seseorang yang tidak terlihat, seorang hantu.
Ke mana pun Siangkoan Kim-hong pergi, hantu itu akan
mengikuti tepat di belakangnya.
Perintahnya terdengar seperti mantra. Hanya dialah yang
dapat memanggil hantu itu!
Jika Mandor Lu memang benar adalah hantu, ia sudah
pasti bukan hantu yang kelaparan.
Hantu yang kelaparan tidak mungkin bertubuh segendut
itu. Ia hampir menyerupai sebuah bola raksasa, namun
gerak-geriknya cukup Lincah. Entah dari mana ia
menggelinding ke situ dan berkata, "Hamba siap
mendengarkan." Siangkoan Kim-hong masih menatap A Fei.
Lalu katanya perlahan, "Orang ini ingin mati. Kita tidak
akan membiarkannya mati."
"Mengerti!" jawab Mandor Lu bersemangat.
1191 Kata Siangkoan Kim-hong, "Kita akan memberikan
sesuatu yang lain baginya."
"Mengerti!" "Kita akan memberinya arak yang terbaik, wanita yang
tercantik. Semakin banyak yang diinginkannya, semakin
banyak kita akan menyediakannya."
"Mengerti!" Siangkoan Kim-hong terdiam sesaat, lalu melanjutkan,
"Apapun yang dia inginkan, berikan padanya."
"Mengerti!" Tiap kali jawabannya keluar tanpa dipikir dua kali. Tapi
kali ini matanya melayang menuju Lim Sian-ji, dan ia
bertanya, "Siapapun juga?"
Sahut Siangkoan Kim-hong, "Siapapun juga yang
diinginkannya. Wanita tua bangka sekalipun, jika ia
menginginkannya, berikan padanya!"
Mandor Lu tersenyum, katanya, "Aku mengerti sekarang.
Akan kubawakan untuknya seorang wanita tua bangka
sesegera mungkin." Lim Sian-ji menggigit bibirnya kuat-kuat. Ia tidak tahan
untuk tidak bertanya, "Dan bagaimana jika ia
menginginkan aku?" 1192 Jawab Siangkoan Kim-hong dingin, "Aku sudah bilang,
siapapun yang diinginkannya."
"Ta".tapi aku kan lain. Aku adalah milikmu. Selain
engkau, tidak ada seorang pun yang"."
Ia berjalan ke samping Siangkoan Kim-hong dengan
senyum menghiasi wajahnya.
Senyum yang luar biasa cantik, dengan gerak langkah
yang luar biasa mengundang.
Siangkoan Kim-hong tidak melirik sedikitpun padanya.
Tiba-tiba ia menampar pipi Lim Sian-ji dan berkata keras,
"Siapapun bisa memilikimu, kenapa dia tidak bisa?"
Tubuh Lim Sian-ji terjengkang karena kerasnya tamparan
itu. Ia sampai terjatuh di halaman depan.
Kata Siangkoan Kim-hong, "Aku akan memberikan segala
sesuatu yang diinginkannya, karena aku tidak ingin dia
pergi. Aku ingin tahu, akan jadi orang macam apakah dia
setelah tiga bulan."
"Mengerti!" jawab Mandor Lu.
Siangkoan Kim-hong memutar badannya dan melangkah
keluar. A Fei menggigit bibirnya dan mengertakkan giginya kuatkuat.
1193 Dengan suara serak ia bertanya, "Aku telah membunuh
putramu, mengapa kau belum juga membunuh aku?"
Siangkoan Kim-hong sudah berada di luar pintu. Ia tidak
menoleh sewaktu menjawab, "Karena aku ingin kau
hidup menderita. Sampai kau tidak punya keberanian
lagi, bahkan untuk mati!"
"Siapapun dapat memilikimu, kenapa dia tidak?"
"Hidup dalam penderitaan, sehingga tidak punya
keberanian lagi, bahkan untuk mati!"
A Fei meringkuk, menggulung tubuhnya seperti bola,
seakan-akan sedang menghindari lecutan cemeti yang
tidak kasat mata. Cemeti itu terus-menerus melecut dia tanpa berhenti.
Mandor Lu berjalan ke arahnya sambil tersenyum lebar.
Katanya, "Jika cawan dalam hidupmu sudah kosong,
mengapa repot-repot mengangkatnya menghadap bulan"
Kehidupan memang seperti ini, jangan terlalu diambil
hati." Lalu ia menoleh pada gadis-gadis di situ dan dengan
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wajah garang ia berseru, "Mengapa kalian tidak segera
mengambilkan arak untuk Siauya?"
Orang ini memiliki satu wajah untuk menghadapi
Siangkoan Kim-hong, satu wajah lain untuk menghadapi
A Fei. 1194 Dan kini, saat bicara dengan para gadis itu, ia
menggunakan wajah yang lain.
Memang sebagian besar orang di dunia ini punya begitu
banyak wajah. Mereka berganti wajah seperti pemain
sandiwara bertukar topeng di atas panggung. Mungkin
bahkan lebih mudah dan lebih cepat daripada bertukar
topeng. Semakin sering mereka berganti wajah, semakin cepat
mereka lupa seperti apa wajah mereka yang sebenarnya.
Lebih lama mereka mengenakan topeng-topeng mereka,
lebih susah untuk mencopotnya lagi.
Karena akhirnya mungkin mereka merasa bahwa dengan
mempunyai lebih banyak topeng, akan lebih sedikit
kekecewaan yang mereka alami.
Namun untungnya, masih ada orang-orang yang tidak
punya topeng sama sekali. Satu-satunya wajah yang
mereka miliki adalah wajah mereka sendiri!
Apapun situasinya, betapapun beratnya kegagalan yang
dialaminya, wajah mereka tidak pernah berubah!
Waktu mereka ingin menangis, mereka menangis. Waktu
ingin tertawa, tertawa. Waktu ingin hidup, mereka hidup.
Dan waktu ingin mati, mereka pun akan mati!
Dalam menghadapi kematian sekalipun, mereka tidak
akan berkompromi! 1195 Ini adalah sikap seorang pria sejati!
Jika orang-orang seperti ini tidak ada lagi dalam dunia,
maka kehidupan hanya akan menjadi satu kekecewaan
yang luar biasa besar. Dan tidak akan ada yang tahu akan jadi apa dunia ini
nantinya. Arak pun tiba. Mandor Lu menuang secawan dan berkata, "Minumlah!
Makin banyak kau minum arak, makin kau tahu bahwa
semua wanita itu sama saja. Tidak perlu terlalu
dipusingkan!" A Fei mengertakkan giginya dan berkata, "Mereka tidak
sama." Mandor Lu tertawa keras-keras. "Lalu siapa yang kau
inginkan?" Mata A Fei berkobar karena marah. Lalu perlahan ia
berkata, "Aku mau istrimu!"
*** Malam. Pasar malam. Pasar malam selalu penuh gairah. Berbagai macam orang
dapat ditemui di sini. 1196 Tapi Li Sun-Hoan merasa sebatang kara. Tidak ada
seorang pun yang tertinggal di dunia ini.
Karena orang-orang yang dikasihinya telah menjadi jauh,
sangat jauh. Mereka telah berubah menjadi orang-orang
yang tidak dikenalnya lagi, sangat aneh, sampai-sampai
ia merasa mereka sebenarnya sudah tidak ada lagi.
Ia mendengar bahwa Liong Siau-hun dan putranya sudah
menghilang selama beberapa waktu, tapi"..
Bagaimana dengan Lim Si-im"
Tanpa jejak, tanpa sepatah katapun. Yang tertinggal
hanya kerinduan, kenangan yang membekas sampai
selamanya. "Bahkan sampai akhir masa, ada luka yang tidak akan
pernah sembuh". Walaupun arti kalimat ini sangat sederhana, perasaan
yang terkandung di dalamnya mungkin lebih dalam dari
lautan yang terdalam. Namun kecuali mereka yang pernah merasakannya,
siapakah yang dapat memahami betapa pahit dan
pedihnya perasaan itu"
Dari kejauhan terdengar suara seruling mengiringi lagu
yang murung. Suara seruling itu seakan-akan sedang bercakap-cakap
dengan langit malam. 1197 "Mengapa perasan kita begitu dalam?"
"Mengapa kita begitu dimabuk cinta?"
Waktu sekuntum bunga telah mekar dengan segala
keindahannya, ia akan layu dan mati.
Waktu manusia dimabuk cinta, mereka akan menjadi
tidak berdaya". Ia sedang berada di tepi jurang hidup dan mati, tidak
heran ia merasa begitu tidak berdaya.
Hanya ditemani seguci arak, tidak heran ia merasa begitu
putus harapan. Matanya yang mabuk mengawasi orang-orang yang
berpasang-pasangan. Teringat lagi pada air mata yang menetes di saat-saat
yang gelap dan sepi"..
Si peniup seruling sudah cukup kesepian. Mengapa ia
harus menaburkan air mata dan kepedihan hatinya pada
orang lain juga" Li Sun-Hoan meminum cawannya sekali teguk. Tiba-tiba
ia mengetuk-ngetuk cawan itu dengan sumpitnya dan
bernyanyi lembut. "Bunga-bunga bertumbuh tanpa perasaan,
Cepat atau lambat akan layu dan mati,
Manusia tanpa gairah 1198 Juga akan berakhir lelah dan lesu,
Tanpa cinta, Kemanakah hidup harus mencari cita rasanya"
Kenangan akan air mata di tempat yang gelap dan sepi,
Masih lebih baik daripada tidak bisa meneteskan air
mata." Suara seruling pun terdengar semakin sayup. Dan
berganti dengan suara tawa.
Cita rasa apa yang terkandung dalam suara tawa ini"
Bagaimana dengan A Fei"
Sudah setengah harian Li Sun-Hoan pergi ke segala
tempat mencari, mengais-ngais berita.
Tidak seorang pun tahu ke mana dia pergi. Tidak
seorang pun merasa melihat orang seperti dia.
Li Sun-Hoan tidak tahu bahwa pelarian A Fei berakhir di
markas besar Kim-ci-pang.
Namun walaupun ia tahu, ia tidak tahu di mana tempat
itu berada. Lentera terombang-ambing dipermainkan angin. Arakpun
bergolak dalam cawannya. Arak yang kental dan pekat. Lentera yang gelap dan
suram. Ia sedang minum di sebuah warung bakmi kecil.
1199 Sepanjang jalan dipadati dengan tenda-tenda kecil.
Orang-orang yang datang ke situ adalah orang biasa.
Tidak ada yang mengenalinya dan ia pun tidak mengenali
siapapun. Ia menikmati suasana seperti ini. Walaupun rasanya
suram dan terasing, ia merasa bahwa ini sebuah
pergantian suasana yang baik.
Keberhasilan dan kegagalan, kebahagiaan dan kesedihan
dalam hidup, itu semua tidak ada artinya bagi orangorang
ini. Selama ada secawan arak, itu sudah lebih dari
cukup. Di tempat seperti ini tidak ada tawa yang mengundang,
tidak ada lagu yang menyedihkan.
Malam begitu tenang, malam begitu hambar".
Tiba-tiba ketenangan ini terusik.
Seseorang berteriak dan menyumpah-nyumpah.
"Pemabuk yang tidak berguna! Tidak tahu malu! Minum
lalu tidak mau bayar! Walaupun arak itu sudah ada
dalam perutmu, ayo muntahkan segera!"
Mau tidak mau Li Sun-Hoan menoleh.
Ia menoleh begitu cepat karena ia mendengar kata
"pemabuk". 1200 Ia melihat seseorang sedang berpegangan kuat pada
seguci arak. Walaupun ia sudah dipukuli, sepertinya
orang itu tidak peduli lagi akan hidup matinya, asalkan ia
bisa minum arak seteguk lagi.
Seorang lelaki tua dengan kain minyak terikat di
pinggang terus berterak dan mencaci-maki, sambil
memukuli orang itu. Li Sun-Hoan menghela nafas dan melangkah ke sana.
Katanya, "Biarkan dia minum. Aku yang akan
membayar." Caci-maki langsung berhenti. Demikian juga pukulan.
Uang dapat mengikat tangan manusia dan dapat
menutup mulutnya. Orang yang tadi dipukuli masih meringkuk di lantai, ia
tidak bisa bangun. Ia mengangkat guci itu ke mulutnya
dan berusaha minum. Tapi arak malah mengucur
membasahi kepala dan badannya. Tapi kelihatannya ia
tidak peduli. Seakan-akan ia sedang berusaha tenggelam dalam arak
itu. Jika bukan karena kenangan yang pahit, mana mungkin
seseorang bisa menjadi seperti ini"
Jika seseorang begitu bergairah, bagaimana ia harus
mengatasi kenangan yang pahit"
1201 Li Sun-Hoan sungguh bersimpati dan berkata, "Tidak ada
selera makan sendirian. Di mejaku masih ada makanan
dan arak. Maukah kau makan dan minum bersamaku?"
Orang itu minum seteguk lagi dari gucinya, lalu tiba-tiba
melompat berdiri dan berseru, "Kau pikir kau ini siapa"
Kau pikir kau pantas minum bersama denganku"
Walaupun kau membeli tiga ratus guci arak, aku tetap
tidak akan minum bersamamu"."
Pada saat itu, sumpah serapahnya berhenti dan kedua
tangannya segera melingkari lehernya sendiri.
Li Sun-Hoan sungguh terkejut dan berkata, "Kau".benar
kau?" Orang itu lalu membanting guci arak ke lantai dan segera
berlari pergi. Li Sun-Hoan mengejarnya. "Tunggu, tunggu sebentar.
Sahabat, apakah kau tidak mengenaliku?"
Orang itu lari semakin cepat. "Aku tidak mengenalmu
dan aku tidak ingin minum arakmu"."
Dua orang itu, satu melarikan diri dan satu mengejar,
dalam sekejap saja sudah hilang dari pandangan.
Siapapun yang melihat pasti merasa bahwa ada sesuatu
yang aneh di antara mereka.
1202 "Orang yang mencuri arak itu memang orang gila. Sudah
tahu akan dipukuli masih juga datang untuk minum. Lalu
ada seseorang yang mau membayari, eh dia malah lari."
"Orang yang mau membayari juga pasti orang gila.
Setelah uangnya diambil, dicaci-maki, ia masih
memanggil si pemabuk itu sahabat. Aku belum pernah
melihat orang seperti dia."
Tentu saja ia belum pernah melihat orang seperti dia,
karena memang hanya sedikit saja orang di dunia ini
yang seperti itu. Siapakah orang yang melarikan diri itu"
Mengapa ia melarikan diri saat melihat Li Sun-Hoan"
Orang lain tentu saja tidak akan tahu alasannya. Bahkan
Li Sun-Hoan sendiripun tidak pernah menyangka bahwa
di tempat seperti itu, dalam suasana seperti itu, ia akan
bertemu dengan orang itu.
Pertama kali Li Sun-Hoan bertemu dengannya adalah di
bawah balkon sebuah rumah, di salah satu jalan yang
panjang. Saat itu di sana juga ramai orang.
Pakaiannya putih bagai salju. Di antara orang banyak, ia
tampak seperti seekor bangau di antara kerumunan
ayam. Walaupun seluruh emas di dunia ini dikumpulkan dan
diserahkan padanya, ia tidak akan sudi berbicara sepatah
katapun pada orang yang tidak disukainya.
1203 Namun kini, hanya karena seguci arak, ia mau menerima
hinaan dan cercaan orang, bahkan rela dipukuli seperti
seekor babi dalam lumpur.
Li Sun-Hoan tidak bisa percaya bahwa dua orang ini
adalah orang yang sama. Ia tidak mau percaya.
Namun ia tidak bisa menyangkal kebenaran.
Orang yang tadi meringkuk di lantai yang kotor itu bukan
lain adalah Lu Hong-sian yang agung dan terhormat!
Apa yang menyebabkan perubahan ini" Perubahan yang
begitu cepat, dramatis, dan sangat mengerikan!
Penerangan di jalan terlihat makin jauh dan suram, dan
bintang-bintang terasa semakin mendekat.
Tiba-tiba Lu Hong-sian berhenti berlari.
Karena ia sudah berada dalam keadaan yang sama
dengan A Fei. Ia sedang melarikan diri dari dirinya
sendiri. Ada banyak orang di dunia ini yang mencoba melarikan
diri dari dirinya sendiri. Namun tidak seorang pun
berhasil! Li Sun-Hoan pun berhenti saat jaraknya masih cukup
jauh. Ia membungkuk dan mulai terbatuk-batuk. Ia
merasa bahwa akhir-akhir ini, ia memang jarang batuk.
Namun jika sudah batuk, sangat sulit untuk
menghentikannya. 1204 Bukankah ini sama dengan dimabuk cinta"
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jika kau semakin jarang mengingat akan seseorang, itu
bukan berarti bahwa kau sudah melupakan orang itu. Itu
hanya berarti bahwa kenangan itu sudah semakin
mendarah daging. Ketika Li Sun-Hoan tidak batuk-batuk lagi, Lu Hong-sian
bertanya, "Mengapa tidak kau biarkan aku lari?"
Ia berusaha menggalang kegagahannya saat berbicara,
namun tidak terlalu berhasil.
Suaranya gemetar seperti seekor kelinci yang tercebur ke
air dingin. Li Sun-Hoan tidak menjawab, karena ia tidak ingin
menyakiti Lu Hong-sian dengan perkataannya.
Karena jawaban apapun akan menyakiti perasaannya.
Tanya Lu Hong-sian lagi, "Aku tidak berhutang padamu
dan tidak harus melakukan apapun bagimu. Mengapa
kau memaksaku?" Akhirnya Li Sun-Hoan menghela nafas panjang dan
berkata, "Akulah yang berhutang padamu."
"Kau tidak perlu membayarnya."
"Aku tidak bisa membayar hutangku padamu, namun
setidaknya aku bisa membelikan arak untukmu."
1205 Lu Hong-sian tertawa getir dan berkata, "Aku belum
lupa, kau sudah mengatakannya tadi."
Tangan Lu Hong-sian terus gemetar, gemetar begitu
hebat sampai tidak dapat memegang cawan araknya
dengan baik. Ia sudah menggunakan kedua tangannya untuk
memegang cawan itu, namun arak tetap tumpah.
Beberapa hari yang lalu, tangan ini adalah senjata yang
sangat berbahaya! Apapun yang mengakibatkan perubahan ini, perubahan
ini begitu mengerikan. Li Sun-Hoan tidak bisa menebak apa sebabnya.
Lu Hong-sian meraih guci arak itu dan menuang lagi.
"Prang". Tangannya malah membuat guci itu jatuh dan
pecah. Matanya memandang tangannya sampai lama, tanpa
berkedip. Lalu tiba-tiba ia meraung keras dan
menjejalkan tangan itu ke dalam mulutnya.
Ia terus menjejalkan dan terus menggigit.
Darah menetes dari sudut mulutnya.
Awalnya Li Sun-Hoan tidak ingin menghalangi apapun
yang diperbuatnya. Namun ia tidak tahan untuk
1206 membiarkannya. Ia menarik tangan itu keluar dari
mulutnya. Lu Hong-sian berteriak marah, "Lepaskan aku. Aku ingin
menggigitnya sampai putus. Menggigitnya sampai putus
dengan mulutku sendiri dan menelannya bulat-bulat."
Tangan ini tadinya adalah miliknya yang paling berharga
dan paling dibanggakannya. Namun ketika kesedihan
mendera seseorang, mereka selalu ingin menghancurkan
miliknya yang paling berharga.
Karena satu-satunya cara meringankan penderitaan itu
adalah dengan merusak! Melumatnya sampai hancur lebur!
Kata Li Sun-Hoan, "Jika seseorang telah bersalah
padamu, orang itulah yang pantas mati. Mengapa kau
menyiksa dirimu sendiri?"
Teriak Lu Hong-sian, "Akulah yang pantas mati,
akulah"." Dengan sekuat tenaga ia berusaha mendorong Li Sun-
Hoan, namun malah dia sendiri yang terjatuh dari
kursinya. Ia tidak berusaha bangun. Ia hanya bersimpuh di lantai
dan mulai menangis. Akhirnya ia menceritakan segala-galanya pada Li Sun-
Hoan. 1207 Cerita yang didengarnya adalah cerita Lu Hong-sian.
Orang yang dilihatnya adalah Lu Hong-sian. Namun yang
terbayang dalam benaknya adalah A Fei!
Hati Li Sun-Hoan tercekat.
Apakah A Fei pun mengalami goncangan serupa ini"
Apakah A Fei pun telah berubah dan menjadi seperti ini"
Li Sun-Hoan tidak ingin bicara pada Lu Hong-sian lagi,
namun entah mengapa pertanyaan ini tidak tertahankan.
"Mengapa kau masih tinggal di sini?"
"Kalau tidak di sini, ke mana aku harus pergi?"
"Pulang, kembali pada keluargamu."
"Keluarga".."
Kata Li Sun-Hoan, "Kau sedang sakit sekarang. Dan
hanya ada dua cara untuk menyembuhkannya."
"Dua cara?" "Yang pertama adalah keluarga. Yang kedua adalah
waktu. Jika kau pulang ke rumah".."
Potong Lu Hong-sian, "Aku tidak akan pulang."
"Kenapa?" "Karena".karena itu bukan rumahku lagi."
1208 Kata Li Sun-Hoan, "Keluarga adalah tetap keluarga, tidak
akan pernah berubah. Itulah sebabnya mengapa
keluarga itu begitu berharga."
Sahut Lu Hong-sian, "Bukan keluargaku yang berubah,
akulah yang telah berubah. Aku bukan lagi seperti dulu."
"Jika kau pulang dan beristirahat untuk sementara
waktu, kau pasti akan bisa kembali seperti dulu."
Ia masih ingin menambahkan, namun terdengar
seseorang menyela dari belakangnya, "Dan bagi orang
yang tidak lagi punya keluarga, bagaimana cara
menyembuhkannya?" Bab 70. Hati Berbisa Seorang Wanita
Suara yang sangat manis dan merdu. Yang dapat
membangkitkan hasrat seseorang untuk membunuh.
Li Sun-Hoan tidak menoleh. Lu Hong-sian langsung
berdiri dan berlari keluar seperti orang kesetanan.
Seakan-akan ia baru saja melihat hantu.
Li Sun-Hoan tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa
yang berbicara. Ia sudah mengerti arti perkataan itu.
A Fei tidak punya keluarga.
1209 Hati Li Sun-Hoan merosot. Ia mengepalkan tangannya
dan berkata, "Aku tidak akan pernah menyangka akan
bertemu denganmu di tempat seperti ini. Tidak akan
pernah menyangka kau mau datang ke tempat seperti
ini." Orang itu tidak lain adalah Lim Sian-ji.
Ia tertawa merdu, katanya, "Aku memang biasanya tidak
datang ke tempat seperti ini, tapi aku tahu bahwa aku
bisa menemukan engkau di sini. Untuk dapat
menemukanmu, aku rela pergi ke manapun juga."
Kata Li Sun-Hoan dingin, "Seharusnya kau tidak datang
mencariku, karena sekarang kau akan menyesal."
"Menyesal" Kenapa" Kita kan sahabat lama. Kalau aku
sudah tahu kau ada di sini, mengapa tidak boleh mampir
sebentar dan menanyakan kabarmu?"
Suaranya terdengar semakin merayu. Lanjutnya, "Kau
seharusnya tahu bahwa aku selalu merindukanmu
selama ini." Jawab Li Sun-Hoan, "Kau seharusnya pun tahu bahwa
aku tahu bagaimana kau memperlakukan A Fei dan Lu
Hong-sian." Ia tidak menyambungnya lagi.
Ia tidak suka mengancam. Karena ia tidak merasa perlu
untuk mengancam. 1210 Kata Lim Sian-ji, "Jadi kalau aku membuang A Fei seperti
aku membuang Lu Hong-sian, apa yang akan kau
lakukan" Membunuhku?"
"Kau tahu apa maksudku."
"Yang aku tahu hanyalah bahwa kau sudah berkali-kali
membujuknya untuk meninggalkan aku. Dengan aku
melepaskannya lebih dulu, bukankah itu berarti aku
menolongmu?" kata Lim Sian-ji.
"Itu tidak sama."
"Apanya yang berbeda?"
"Aku hanya ingin kau meninggalkannya, bukan
menghancurkannya." Tanya Lim Sian-ji tenang, "Lalu bagaimana jika aku
sudah menghancurkannya?"
Kini Li Sun-Hoan menoleh dan menatapnya. "Maka kau
benar-benar menyesal telah datang hari ini."
Wajah Li Sun-Hoan tetap tenang. Namun entah mengapa
Lim Sian-ji dapat merasakan tekanan-yang-hu begitu
berat di atas bahunya, sampai-sampai sulit baginya untuk
tersenyum. Itu suatu hal yang sangat aneh bahwa ia tidak bisa
tersenyum. 1211 Senyum adalah senjatanya yang paling ampuh. Kecuali
saat menghadapi Siangkoan Kim-hong. Saat itu,
senyumnya sama sekali tidak berguna.
Kini di hadapan Li Sun-Hoan, ia merasakan hal yang
sama. Ketika rasa percaya diri seseorang sudah habis
tersedot, itu akan tampak nyata di wajahnya.
Setelah sekian lama, akhirnya Lim Sian-ji menggelengkan
kepalanya dan berkata, "Aku tahu, kau tidak akan
melakukannya." "Apakah kau yakin betul?"
"Ya." "Aku sendiri saja tidak yakin. Kadang-kadang aku
melakukan hal-hal yang mengejutkan diriku sendiri."
Kata Lim Sian-ji, "Tapi jika kau ingin membuat diriku
menyesal, kaulah yang akan lebih menyesal."
"Bagaimana bisa begitu?"
"Jika kau masih ingin bertemu dengan A Fei".."
Tanya Li Sun-Hoan cepat, "Kau tahu di mana dia
berada?" "Tentu saja aku tahu."
Lim Sian-ji mulai bisa tersenyum. Lalu ia menambahkan,
"Kurasa, akulah satu-satunya orang di dunia ini yang
1212 dapat mengantarkan dirimu bertemu dengannya. Aku
pun satu-satunya orang yang dapat
menolongnya".karena akulah yang menghancurkannya,
tentu saja aku dapat menyelamatkannya!"
Wajah Li Sun-Hoan langsung berubah.
Ia tahu, kali ini Lim Sian-ji tidak berdusta.
Lim Sian-ji bisa jadi begitu mengerikan saat ia berdusta.
Tapi ternyata ia jauh lebih mengerikan saat ia
mengatakan yang sejujurnya. Karena untuk membuat
orang seperti dia berkata jujur, sudah pasti harga yang
harus dibayar sangatlah tinggi.
Li Sun-Hoan mulai menggosok-gosok jari-jemarinya,
karena tiba-tiba ia merasa dingin. Akhirnya ia berkata,
"Baiklah. Apa yang kau inginkan?"
Lim Sian-ji hanya menatapnya, tanpa berkata apa-apa.
"Apa yang kau inginkan?" desak Li Sun-Hoan.
Lim Sian-ji tersenyum. Katanya, "Dulu ada begitu banyak
hal di dunia ini yang kuinginkan".. Namun kini, yang
kuinginkan adalah menatap wajahmu sedikit lebih lama
lagi." Ia berbicara sambil menggigit bibirnya. Lanjutnya,
"Karena aku belum pernah melihatmu marah. Aku selalu
berpikir bagaimana wajah Li Sun-Hoan saat ia marah.
Dan saat ini aku bisa melihatnya. Aku tidak bisa
membiarkannya berlalu begitu saja."
1213 Li Sun-Hoan terdiam dan kembali duduk. Ia meraih
sebatang lilin dan meletakkannya dekat wajahnya. Lalu
dituangnya arak. Kalau wanita itu ingin melihat, biarlah ia melihat. Ia ingin
memastikan bahwa wanita itu dapat melihatnya dengan
terang dan jelas. Kalau seorang wanita menginginkan sesuatu, biarkanlah
dia mendapatkannya. Mereka akan segera menyadari
bahwa yang diinginkannya itu ternyata tidak seindah
bayangan dalam benak mereka.
Rasa tertarik seorang wanita akan sesuatu tidak akan
bertahan lama. Namun jika kau menolak permintaan
mereka, itu hanya akan menambah rasa tertarik mereka
akan hal itu. Ini adalah salah satu masalah yang terbesar yang dimiliki
wanita. Beribu-ribu tahun yang lalu mereka sudah
memilikinya. Beribu-ribu tahun yang akan datang pun
mereka akan tetap memiliki masalah yang sama.
Anehnya, selama beribu-ribu tahun ini, begitu sedikit lakilaki
yang memahaminya. Li Sun-Hoan duduk tenang di situ sambil minum araknya.
Lim Sian-ji tersenyum padanya dan berkata, "Kau
memang orang yang aneh. Perkataanmu aneh,
perbuatanmu juga aneh, bahkan cara minummu pun
aneh. Tiap kali aku melihatmu minum arak, aku lalu ingin
menjadi cawan arak di tanganmu. Karena aku sungguh
1214 ingin tahu apakah kau memperlakukan seorang wanita
selembut engkau membelai cawan arak itu."
Li Sun-Hoan diam mendengarkan.
Lanjut Lim Sian-ji, "Sebenarnya, caramu memperlakukan
wanita lebih aneh lagi. Seolah-olah kau selalu mengerti
apa yang mereka pikirkan, kau selaku melakukan apa
yang mereka harapkan". Bahkan ada kalanya, waktu
kau tidak melakukan apapun juga, mereka tetap saja
terjerat." Ia mendesah dan menambahkan, "Bahkan seorang
wanita yang paling berbisa pun, ketika ia bertemu
denganmu, ia tidak mungkin bisa lolos."
Li Sun-Hoan duduk tenang mendengarkan.
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tiap kali aku bertemu denganmu, aku selalu merasa
itulah hari yang terindah. Namun setelah aku
memikirkannya lagi baik-baik, aku baru menyadari bahwa
kau tidak berbicara sepatah katapun."
Memang kadang-kadang, orang yang paling pandai
berbicara adalah orang yang tidak berbicara sama sekali.
Sayang sekali, banyak orang tidak mengerti akan hal ini.
"Tapi kali ini, aku tidak akan terjebak lagi. Kali ini, aku
ingin mendengar kau berbicara."
Sahut Li Sun-Hoan, "Kalau kau sudah selesai menatapku,
aku akan bicara." 1215 "Baik, aku sudah cukup memandangmu."
"Lalu apa lagi yang kau inginkan?" tanya Li Sun-Hoan.
Lim Sian-ji menatapnya lekat-lekat. Jika matanya punya
mulut dan gigi, sudah ditelannya Li Sun-Hoan bulat-bulat.
Jika seorang wanita seperti dia memandangmu seperti
itu, walaupun menyenangkan, ada sesuatu yang sangat
tidak mengenakkan. Karena seolah-olah ia sengaja ingin
membuatmu menjadi gila. Hanya seorang Li Sun-Hoan yang dapat mengatasinya.
Kata Lim Sian-ji, "Aku tidak ingin apapun juga, aku hanya
menginginkan dirimu!"
"Kau meginginkan diriku?"
"Memberikan dirimu sebagai ganti A Fei. Bukankah itu
cukup adil?" "Tidak," sahut Li Sun-Hoan datar.
"Apa yang tidak adil" Apakah kau pikir dia bukan milikku
lagi?" "Ya, karena kau sudah menghancurkannya".."
Lim Sian-ji tertawa dengan lebih memikat. Katanya, "Aku
berjanji kau tidak akan menyesal?"
Tiba-tiba perkataannya terhenti.
1216 Karena tangan Li Sun-Hoan telah menampar wajahnya.
Tapi ia tidak menghindar. Bahkan ia mengerang
perlahan, lalu jatuh ke dada Li Sun-Hoan sambil
terengah-engah. "Jika kau ingin memukulku, pukullah aku. Selama kau
mau, aku rela kau memukuliku siang dan malam."
Tiba-tiba terdengar suara orang bertepuk tangan.
Katanya, "Bagus sekali. Karena ia sudah mengatakannya,
mengapa kau tidak memukulnya sekali lagi?"
Bab 71. Adu Kecerdikan Lentera yang tergantung di depan warung bakmi itu
sudah menghitam akibat asap lilin.
Di bawah cahaya yang guram itu, seseorang dengan
mata besar dan rambut panjang terkuncir, sedang
berdiri. Li Sun-Hoan berseru gembira, "Nona Sun!"
Kata Sun Sio-ang, "Aku biasanya tidak suka melihat
wanita dipukul laki-laki. Namun kali ini aku merasa
gembira melihatnya."
Kata Lim Sian-ji, "Aku pun gembira. Aku sangat
menikmati dipukul laki-laki seperti dia."
1217 Ia merangkul lengan Li Sun-Hoan dan berkata sambil
tersenyum, "Jika kau cemburu, kau boleh datang ke sini
dan minum bersama dengan kami. Arak dapat mengobati
rasa cemburu." Sun Sio-ang benar-benar datang mendekat. Ia menuang
arak ke dalam cawan Li Sun-Hoan dan menghabiskannya
dalam sekali teguk. Ia meleletkan lidahnya dan mengerutkan alisnya. Lalu
tersenyum dan berkata, "Walaupun arak murahan sulit
dibedakan dari arak bagus jika kau minum cukup banyak,
cawan pertama tetap saja sulit ditelan."
Lim Sian-ji pun tersenyum dan menyahut, "Lain kali,
kalau Nona Sun mengunjungi rumah kami, kami pasti
akan menyuguhkan arak yang terlezat!"
Lalu ia memandang Li Sun-Hoan dan berkata, "Benar
kan?" Sebelum Li Sun-Hoan menjawab, Sun Sio-ang sudah
berkata lagi, "Senyummu memang menawan. Walaupun
aku seorang wanita, aku pun ingin memandangnya lamalama."
Lim Sian-ji tertawa. "Gadis kecil, kau belum menjadi
seorang wanita. Kau masih anak-anak."
Sahut Sun Sio-ang, "Boleh saja kau tertawa sekarang,
karena sebentar lagi kau tidak akan bisa tertawa lagi."
"Hmmm?" 1218 "Karena ia tidak mungkin memenuhi permintaanmu."
"Hmmm?" "Karena apa yang dapat kau lakukan, akupun dapat
melakukannya." Lim Sian-ji tertawa geli. Katanya, "Dan apa yang dapat
kau lakukan" Bocah kecil adalah tetap bocah kecil.
Walaupun mereka tidak tahu apa-apa, tapi mereka
berlaku seolah-olah serba tahu."
Lim Sian-ji mengikik dan menambahkan, "Memang ada
hal-hal yang dapat kau lakukan karena kau adalah
seorang wanita. Namun bisa tidaknya kau melakukannya
dengan baik, tergantung dari orangnya". Apakah kau
mengerti maksudku?" Wajah Sun Sio-ang terlihat bersemu merah. Ia menggigit
bibirnya dan berkata, "Apa yang dapat kulakukan adalah
membawanya kepada A Fei."
Tanya Lim Sian-ji, "Kau tahu ia ada di mana?"
"Tentu saja. Dan aku pun tahu cara menolongnya."
"Hmmm?" "Untuk bisa menolongnya, hanya ada satu cara."
"Dan apakah itu?" tanya Lim Sian-ji.
1219 "Dengan membunuhmu! Untuk menyelamatkannya, kami
hanya perlu membunuhmu. Kalau kau tidak ada lagi
dalam dunia ini, ia akan terbebas dari segala sakit dan
penderitaannya." Li Sun-Hoan minum secawan lagi dan tertawa keras.
"Bagus, benar sekali."
Lim Sian-ji mendesah dan berkata, "Aku tidak
menyangka kau pun sama seperti A Fei. Tidakkah kau
tahu bahwa perkataan seorang wanita sekali-kali tidak
boleh dipercaya" Kau yakin bahwa ia memang dapat
membawamu kepada A Fei?"
Sahut Li Sun-Hoan, "Bahkan semua laki-laki penipu di
dunia ini mengasuh anak-anak perempuan yang jujur."
Tambah Sun Sio-ang, "Benar sekali. Jangan pikir semua
wanita itu seperti dirimu."
Kata Lim Sian-ji, "Baik, Sekarang katakan, di mana A Fei
sekarang?" "Bersama dengan kakekku. Kakekku telah melepaskan
dia dari tangan Siangkoan Kim-hong."
Lim Sian-ji tergelak dan memandang Li Sun-Hoan. "Dan
kau percaya bualan anak ini" Siapakah yang bisa
melepaskan A Fei dari tangan Siangkoan Kim-hong?"
Li Sun-Hoan tersenyum. Jawabnya, "Dalam dunia ini,
hanya ada satu. Orang itu adalah kakeknya, Tuan Sun
yang Terhormat." 1220 Wajah Lim Sian-ji berubah. Katanya, "Baik. Jika memang
demikian, akupun ingin ikut untuk melihat dengan mata
kepalaku sendiri." Sahut Sun Sio-ang, "Tidak bisa. Ia tidak ingin bertemu
denganmu." Lalu tambahnya, "Lagi pula, kami tidak punya alasan
untuk membiarkanmu tetap hidup."
"Kau ingin aku mati?"
"Kau seharusnya mati sejak lama."
"Tapi tidakkah kau pikirkan siapa yang tega
membunuhku?" Tanya Sun Sio-ang, "Kau pikir aku tidak bisa menemukan
orang yang dapat membunuhmu?"
"Dalam dunia ini, hanya ada satu orang yang dapat
membunuhku. Tapi bahkan diapun, tidak berani maju."
Matanya lalu memandang Li Sun-Hoan dan berkata lagi,
"Karena ia tahu, jika ia membunuhku, A Fei akan
membencinya." Kata Sun Sio-ang, "Sepertinya kau lupa bahwa aku bukan
laki-laki dan aku pun tidak peduli apakah A Fei akan
membenciku atau tidak."
1221 Lim Sian-ji tertawa terbahak-bahak. "Gadis kecil, jangan
bilang bahwa ini adalah lokasi yang tepat untuk berduel,
dan bahwa kau ingin menantangku?"
Sahut Sun Sio-ang, "Benar sekali. Kau boleh memilih
tempatnya, aku memilih waktunya."
"Lalu kapan?" "Sekarang." Bukan hanya para lelaki yang berduel, kaum wanita pun
berduel. Tapi apakah kaum wanita berduel dengan cara yang
sama" "Aku sudah menentukan waktunya. Sekarang kau yang
menentukan tempatnya," kata Sun Sio-ang.
Lim Sian-ji berpikir sejenak lalu berkata, "Tidak perlu
pilih-pilih tempat. Di sini pun jadi. Hanya saja"."
"Hanya saja apa?"
"Bagaimana cara kita berduel?"
"Duel adalah duel. Ada berapa macam cara?"
Sahut Lim Sian-ji, "Sudah tentu ada banyak cara. Ada
duel terpelajar, ada duel silat, ada duel senjata, ada duel
meringankan tubuh, ada duel racun, dan masih banyak
1222 lagi. Karena kita adalah wanita, cara kita berduel pun
harus lebih canggih dan anggun."
"Lalu duel macam apa yang kau usulkan?" tanya Sun Sioang.
"Kau ingin aku juga yang memilih cara kita berduel?"
Kata Li Sun-Hoan tiba-tiba, "Mungkin dia akan
mengusulkan duel racun."
Sun Sio-ang tersenyum padanya dan berkata, "Duel
racun pun bukan masalah. Paman Ketujuhku adalah ahli
racun. Kehebatannya tidak berada di bawah Ngo-toktongcu.
Hanya saja ia menggunakan racun untuk
menyelamatkan orang, bukan untuk membunuh."
Kata Lim Sian-ji, "Jika ia bisa menggunakan racun untuk
menyelamatkan orang, sudah pasti ia cukup sakti.
Karena menggunakan racun untuk menyelamatkan orang
jauh lebih sulit daripada untuk membunuh orang."
Lim Sian-ji mendesah dan melanjutkan, "Kelihatannya
aku tidak akan menang jika kita berduel racun."
"Pilih apa maumu," kata Sun Sio-ang mantap.
Karena ia terlihat yakin akan kemampuannya, Li Sun-
Hoan pun diam saja. Ia pun ingin menyaksikan ilmu silat
seorang murid Tuan Sun yang Terhormat.
Lim Sian-ji memandang Li Sun-Hoan dan berkata, "Di
hadapan seorang ahli seperti Li Tamhoa, sungguh
1223 memalukan untuk bertanding ilmu silat. Kita akan
kelihatan seperti dua orang tolol."
"Lalu apa yang kau inginkan?" tanya Sun Sio-ang mulai
tidak sabar. "Karena kita adalah wanita, mari kita berduel seperti
wanita." "Apakah ada cara khusus wanita berduel?"
"Tentu saja," sahut Lim Sian-ji.
"Seperti apa?" "Laki-laki memang lebih kuat daripada wanita, tetapi ada
hal-hal tertentu wanita lebih cakap melakukan daripada
laki-laki." "Contohnya?" "Contohnya, melahirkan anak"." Jawab Lim Sian-ji.
Sun Sio-ang jadi bingung. "Melahirkan anak?"
"Ya, melahirkan anak adalah keahlian khusus wanita. Itu
juga adalah kebanggaan wanita. Seorang wanita yang
tidak dapat melahirkan anak dipandang rendah oleh
semua orang. Bukankah demikian?"
Kembali wajah Sun Sio-ang merona merah. "Jangan
katakan"." 1224 Kata Lim Sian-ji, "Kita bisa bertanding siapa yang bisa
melahirkan lebih banyak anak, dan siapa yang lebih
cepat." "Kau sudah gila ya" Bagaimana mungkin kita bertanding
seperti itu?" teriak Sun Sio-ang.
"Siapa bilang tidak mungkin" Apakah kau tidak bisa
melahirkan anak?" Kini wajah Sun Sio-ang menjadi merah padam. Ia tidak
dapat menyangkal ataupun mengiakan.
Kata Lim Sian-ji, "Jika kau merasa itu terlalu lama, kita
bisa memikirkan pertandingan yang lain."
"Sudah tentu kita harus bertanding dengan cara lain."
"Ada sesuatu yang para lelaki tidak ragu melakukannya,
namun seorang wanita yang paling hebat pun sangat
sulit untuk melakukannya."
Lim Sian-ji terkikik, lalu menambahkan, "Karena kau
tidak ingin bertanding dalam hal yang dapat dilakukan
setiap wanita, mari kita bertanding dalam hal yang
biasanya para wanita tidak berani melakukannya."
Kata Sun Sio-ang, "Jelaskan dulu apa itu."
"Kita bisa membuka baju"..pertandingannya adalah
siapa yang bisa menjadi telanjang bulat lebih cepat. Jika
aku kalah, aku bersedia memberikan kepalaku
kepadamu." 1225 Mereka berada di tengah-tengah pasar malam. Walaupun
biasanya orang-orang tidak peduli apa yang dilakukan
orang lain, namun jika dua orang wanita menanggalkan
pakaian mereka di situ, mereka tidak mungkin
melewatkannya. Wajah Sun Sio-ang kembali merah padam. Ia menggigit
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bibirnya dan berkata, "Tidak heran bahwa lelaki yang
paling pandai pun tidak berani bertaruh dengan seorang
wanita. Karena wanita semacam engkau selalu bisa
menemukan cara untuk berkelit dari kekalahan."
"Mengambil keuntungan dari laki-laki adalah hak setiap
wanita. Wanita yang tidak bisa mengambil keuntungan
dari laki-laki adalah wanita yang sangat bodoh, atau
sangat buruk rupa." "Aku bukan laki-laki," tandas Sun Sio-ang.
"Dan aku tidak pernah berusaha mengambil keuntungan
darimu. Kau yang bilang bahwa aku boleh menentukan
cara kita berduel," sergah Lim Sian-ji.
"Tapi bagaimana aku bisa tahu kalau kau akan memilih
cara-cara yang begitu memalukan?"
"Kau hanya bisa menyalahkan dirimu sendiri. Jika kau
ingin membunuhku, mengapa tidak langsung
menyerang" Siapa suruh mulutmu begitu besar dan
mengusulkan untuk berduel ini dan bertanding itu?" kata
Lim Sian-ji mengejek. 1226 Lalu lanjutnya, "Tapi bukan kesalahanmu sepenuhnya.
Aku belum pernah bertemu dengan wanita yang tidak
besar mulut." Jadi akhirnya berduel memang lebih cocok dilakukan oleh
para pria. Karena duel harus diselesaikan dengan tinju, bukan
dengan mulut. Makin banyak orang berbicara, makin
luntur rasa percaya dirinya dan makin berkurang
semangat tempurnya. Ketika dua orang yang akan berkelahi mulai adu mulut,
kemungkinan besar perkelahiannya jadi batal.
Walaupun ada juga pepatah yang mengatakan bahwa
pria sejati bertarung dengan kata-kata, bukan dengan
tinju. Angin musim gugur bertiup lembut dan matahari senja
mulai terbenam di sebelah barat. Dua wanita berdiri
berhadapan tanpa berkata-kata. Menunggu keputusan
yang bisa berarti hidup atau mati.
Siapakah yang pernah melihat pemandangan seperti ini"
Mendengarnya pun belum ada yang pernah.
"Wanita memanglah wanita".
Walaupun wanita dan pria sederajat, ada beberapa hal
dalam dunia ini yang tidak pernah akan dilakukan
seorang wanita. 1227 Walaupun ada juga wanita yang mungkin pernah
mencobanya, hasilnya pun sia-sia belaka.
"Wanita memanglah wanita".
Tidak ada yang pernah mengerti pikiran mereka.
Senyum di bibir Lim Sian-ji sungguh manis menggiurkan.
Melihat senyuman itu, Li Sun-Hoan jadi teringat pada Na
Kiat-cu. Walaupun banyak orang memandang rendah pada Na
Kiat-cu, ada yang sangat luar biasa dalam
kepribadiannya. Li Sun-Hoan merasa sayang mengapa Na Kiat-cu harus
mati. Wajah Sun Sio-ang yang bersemu merah kini menghijau.
"Kita sudah menentukan waktu, tempat, dan metode
duel ini. Jadi, apakah kau bersedia mulai atau tidak, itu
terserah padamu," kata Lim Sian-ji.
Sun Sio-ang menggelengkan kepalanya.
Kata Lim Sian-ji lagi, "Kalau kau tidak mau, aku akan
pergi." Sahut Sun Sio-ang, "Pergi saja."
1228 Ia mendesah dan menambahkan, "Salahkan saja nasib
sialmu." Tanya Lim Sian-ji, "Maksudmu nasib sialmu?"
Jawab Sun Sio-ang, "Bukan. Nasib sialmu."
Lim Sian-ji tidak mengerti. "Mengapa aku yang bernasib
sial?" Jawab Sun Sio-ang, "Walaupun kata-kata yang keluar
dari mulutku sangat keras, seranganku tidak akan
sejahat perkataanku. Aku tidak pernah bermaksud
membunuhmu. Hanya ingin sedikit melukaimu untuk
memberimu pelajaran."
Tanya Lim Sian-ji lagi, "Jadi maksudmu, nasibku baik,
bukan?" Kata Sun Sio-ang, "Jika aku melukaimu dan ada orang
lain yang datang membunuhmu, pasti aku tidak akan
membiarkannya, bukan?"
Lalu ia tertawa dan melanjutkan, "Tapi jika sekarang ada
orang yang datang dan membunuhmu, aku tidak peduli
sama sekali." Sebelum kalimatnya selesai, Lim Sian-ji sudah menoleh
cepat ke belakangnya. Dalam situasi tertentu, reaksi Lim Sian-ji tidak lebih
lambat daripada Li Sun-Hoan ataupun A Fei.
1229 Ia memandang menyelidik ke sekitarnya. Ke setiap arah,
ke setiap sudut yang gelap.
Namun ia tidak melihat siapapun juga.
Sun Sio-ang meraih tangan Li Sun-Hoan dan berkata,
"Ayo kita pergi. Aku tidak suka melihat orang dibunuh."
Tanya Lim Sian-ji cepat, "Maksudmu, ada orang di sini
yang ingin membunuhku?"
Sun Sio-ang balik bertanya, "Kapan aku bilang begitu?"
Lim Sian-ji terus mendesak, "Di mana orang itu" Apakah
kau melihatnya?" Sun Sio-ang tidak menghiraukannya.
Kini Lim Sian-ji mulai menjadi panik dan berkata lagi,
"Aku tidak melihat orang lain di sini."
Sahut Sun Sio-ang dingin, "Sudah tentu kau tidak melihat
siapapun. Waktu kau melihatnya, itu sudah terlambat."
Tanya Lim Sian-ji gugup, "Jika aku tidak bisa melihatnya,
bagaimana kau bisa melihatnya?"
Jawab Sun Sio-ang tenang, "Karena bukan aku yang
ingin dibunuhnya." Ia tersenyum dan menambahkan, "Sudah pasti mereka
tidak ingin melihatmu jika mereka ingin membunuhmu.
1230 Karena setelah mereka melihatmu, mana mungkin
mereka sanggup membunuhmu?"
"Si".Siapakah mereka itu?"
"Bagaimana aku bisa tahu siapa yang ingin
membunuhmu" Seharusnya kau lebih tahu."
Lim Sian-ji masih terus menoleh kiri kanan depan
belakang. Matanya mulai memancarkan rasa ketakutan.
Padahal dia hampir-hampir tidak pernah merasa takut.
Karena ia begitu yakin, bahwa ia pasti dapat membujuk
orang yang ingin membunuhnya untuk membatalkan niat
mereka. Namun kini, melihat orang yang ingin membunuhnya pun
tidak bisa. Orang itu pun tidak ingin melihatnya.
Senjatanya yang satu-satunya telah dirampas.
Kata Sun Sio-ang, "Jangan bilang kau tidak tahu siapa
yang ingin membunuhmu" Ataukah karena terlalu banyak
orang yang menginginkan kematianmu?"
Perasaan Lim Sian-ji sangat galau dan ia mulai menyeka
peluh di dahinya. Biasanya, setiap tindakannya, setiap gerakannya, selalu
menggoda dan merayu. Namun kini, cara ia menyeka peluhnya pun terlihat
sangat menggelikan. 1231 Jika kau ingin menakut-nakuti seseorang, cara yang
terbaik adalah dengan membangkitkan rasa takut dalam
hati mereka sendiri. Dengan begitu, tanpa kau
menggerakkan seruas jaripun, mereka bisa ketakutan
setengah mati. Li Sun-Hoan memandang Sun Sio-ang, hampir tidak bisa
menahan tawanya. Saat itu, ia baru menyadari bahwa Sun Sio-ang bukan
anak-anak lagi. Dalam segala hal, ia telah menjadi
seorang wanita dewasa. Hanya seorang wanita dewasa yang dapat mengatasi
seorang wanita dewasa. Bab 72. Sifat Dasar Manusia, Tidak Bagus Tidak
Juga Jelek Walaupun kedua wanita ini tidak menggerakkan jari
mereka sedikit pun, Lim Sian-ji dan Sun Sio-ang telah
melewati dua pertarungan besar.
Ini adalah adu kecerdikan, bukan adu otot.
Lim Sian-ji telah memenangkan pertarungan yang
pertama. Ia memahami kelemahan seorang wanita, dan ia tahu
bagaimana cara memanfaatkannya demi keuntungannya.
Pertarungan yang kedua jelas dimenangkan oleh Sun
Sio-ang. 1232 Ia pun menang dengan cara yang sama.
Ia tahu bahwa wanita itu selalu curiga, curiga akan
segala sesuatu. Kecurigaan akan berbuah ketakutan.
Jika Sun Sio-ang adalah seorang laki-laki, ia pasti
langsung membunuh Lim Sian-ji begitu saja.
Jika Lim Sian-ji adalah seorang laki-laki, apapun yang
dikatakan Sun Sio-ang tidak akan digubrisnya, dan dia
sudah pergi sejak lama. Hanya karena keduanya adalah wanita, maka inilah yang
terjadi. Jika seorang wanita dan seorang pria bermaksud
mengerjakan hal yang sama, apapun juga itu, cara yang
mereka pilih selalu akan berbeda. Hasilnya pun akan
berbeda. Sama halnya dengan duel. Ketika dua wanita berduel, duel itu tidak akan
berlangsung berat, bertenaga dan penuh semangat
seperti duel laki-laki. Duel wanita lebih kompleks, penuh
gaya, dan menarik. Karena itulah, pasti juga lebih banyak kejutan dan
variasinya. 1233 Perubahan dan variasi dalam duel mereka tidak sama
dengan ilmu silat. Perubahan dan variasinya lebih cepat
dan lebih rumit. Sayang sekali perubahan dan variasi ini tidak kasat mata.
Jika seseorang dapat melihat variasi yang begitu
kompleks dalam pikiran seorang wanita, orang itu baru
akan menyadari bahwa duel wanita jauh lebih menarik
daripada duel laki-laki. Wanita memanglah wanita, dan mereka akan selalu
berbeda dari laki-laki. Siapapun yang mengingkarinya adalah orang bodoh.
Ini adalah pemikiran yang begitu logis, juga sangat
sederhana. Anehnya, masih banyak orang di dunia ini yang belum
juga memahaminya. Sun Sio-ang terus menarik tangan Li Sun-Hoan.
Lim Sian-ji mengikuti mereka dari belakang.
Kata Sun Sio-ang, "Kami punya tujuan sendiri, kau punya
tujuan sendiri. Mengapa terus mengikuti kami?"
"A".Aku juga ingin menjumpai A Fei," sahut Lim Sian-ji
terbata-bata. 1234 "Buat apa kau menemuinya" Apa belum cukup kau
menyakitinya?" "Aku hanya ingin".."
Sun Sio-ang memotong cepat, "Kami tidak akan
membiarkanmu menemuinya."
Sahut Lim Sian-ji, "Aku hanya akan melihat dari jauh.
Terserah apakah dia mau menemui aku atau tidak."
"Keputusannya ada padamu. Jika kau memang ingin
mengikuti kami, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya
saja".karena kaulah yang memilih untuk mengikuti kami,
jangan menyesal kemudian."
"Aku tidak pernah menyesali perbuatanku."
Sun Sio-ang tertawa tiba-tiba dan berkata, "Lihat,
bukankah tadi aku sudah bilang bahwa ia pasti akan
mengikuti kita. Tebakanku selalu tepat."
Ia berbicara pada Li Sun-Hoan.
Li Sun-Hoan tersenyum dan berkata, "Kau memang ingin
dia mengikuti kita."
"Sudah tentu." "Kenapa?" "Tadi aku tidak menemukan cara untuk mengatasinya.
Aku hanya bisa menunggu kesempatan berikutnya. Jika
1235 ia tidak mengikuti kita, bagaimana aku bisa mendapatkan
kesempatan itu?" Kata Li Sun-Hoan, "Kau tidak perlu menunggu.
Seharusnya sejak tadi kau serang saja dia. Apapun yang
dikatakannya, tidak usah kau pedulikan."
Sahut Sun Sio-ang, "Biasanya lelaki berkata "Janji itu
harganya lebih dari segunung emas". Apa kau pikir
wanita bisa ingkar janji begitu saja seperti kentut?"
"Namun bagaimana kau bisa tahu kalau ia pasti akan
mengikuti kita?" "Karena ia ingin perLindungan kita. Ia tahu, dengan
berada dekat Li Tamhoa, siapapun yang ingin
membunuhnya harus berpikir dua kali."
Sun Sio-ang tersenyum dan menambahkan, "Inilah yang
disebut "Rubah pura-pura jadi harimau". Atau dengan
kata lain, "Anjing bersembunyi di belakang manusia"."
Kata Li Sun-Hoan, "Keduanya tidak kedengaran enak di
telinga." Kata Sun Sio-ang datar, "Jika orang memilih untuk
berbuat begini, bagaimana pun tidak enak
kedengarannya, dia hanya bisa mendengarkan."
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sudah tentu, Lim Sian-ji dapat mendengar percakapan
mereka. Sun Sio-ang sengaja membiarkan dia mendengarnya.
1236 Namun Lim Sian-ji pura-pura tidak dengar. Ia pun tidak
berkata apa-apa. Seolah-olah tiba-tiba ia menjadi bisu-tuli.
Tidaklah mudah berpura-pura menjadi bisu-tuli.
Tiba-tiba Sun Sio-ang mengganti pembicaraan. Katanya,
"Tahukah kau apa yang terjadi di antara Liong Siau-hun
dan Siangkoan Kim-hong?"
Jawab Li Sun-Hoan, "Aku mendengarnya".kau dan
kakekmu datang karena peristiwa itu."
"Betul. Karena kami tahu kami bisa bertemu dengan
banyak orang di sana."
Ia menoleh, memandang Li Sun-Hoan dan berkata,
"Namun yang paling utama, aku tahu bahwa kau pasti
datang." Li Sun-Hoan balas memandangnya. Tiba-tiba rasa hangat
menjalari hatinya, seolah-olah ia baru saja minum arak
yang terlezat. Sudah sangat lama ia tidak pernah merasa seperti ini.
Sun Sio-ang merasa seakan-akan berada di kahyangan
saat Li Sun-Hoan memandang langsung ke bola matanya.
Lalu Li Sun-Hoan berkata, "Jika bukan karena kau dan
kakekmu, mungkin aku sudah"."
1237 Sun Sio-ang memotong dengan cepat, "Siangkoan Kimhonglah
yang pasti berakhir dalam peti mati itu."
Li Sun-Hoan tertawa kecil, dan tidak melanjutkan
pembicaraan ini lagi. Ia tahu, cepat atau lambat, ia harus berhadapan dengan
Siangkoan Kim-hong. Namun ia tidak suka
membicarakannya. Ia tidak suka memikirkannya terlalu sering. Karena jika ia
sering-sering memikirkannya, ia akan menjadi kuatir,
konsentrasinya akan terbelah, dan kemungkinannya
untuk menang menjadi lebih tipis lagi.
Kata Sun Sio-ang, "Waktu berhadapan dengan orang
seperti Siangkoan Kim-hong, jangan pikirkan masalah
kehormatan. Jika kau menyerangnya saat ia baru saja
melihat mayat Siangkoan Hui, kau pasti sudah
membunuhnya." "Belum pasti," kata Li Sun-Hoan.
"Belum pasti" Kau pikir pikirannya tidak terpecah saat
melihat anak tunggalnya sudah menjadi mayat?"
Jawab Li Sun-Hoan, "Darah memang lebih kental
daripada air. Siangkoan Kim-hong masih punya rasa
kemanusiaan dalam dirinya."
"Lalu mengapa kau tidak menyerangnya saat itu" Kau
kan tahu ia belum tentu akan membalas rasa hormat dan
keadilanmu dengan cara yang sama."
1238 "Aku dan dia tidak dapat hidup bersama dalam dunia ini.
Tentu saja tidak perlu ada rasa hormat di antara kami
berdua." "Lalu mengapa"."
Li Sun-Hoan segera memotongnya dengan tertawa, "Aku
tidak menyerangnya karena aku masih menunggu
kesempatan yang baik."
Kata Sun Sio-ang, "Namun kesempatan itu adalah
kesempatan yang terbaik yang akan pernah ada."
"Kau salah." "Hah?" "Walaupun pikirannya terpecah saat melihat anaknya
mati, kesedihan dan kemarahan pun pasti meluap-luap
dalam hatinya. Jika aku menyerangnya saat itu, ia pasti
melampiaskan seluruh kesedihan dan kemarahannya
padaku!" Li Sun-Hoan mendesah dan melanjutkan lagi, "Ketika
seseorang merasa sangat berduka, kekuatan mereka
bukan saja akan bertambah, semangat dan keberanian
mereka pun akan lebih dari biasanya. Jika saat itu
Siangkoan Kim-hong balas menyerang, aku tidak yakin
aku mampu menahan serangannya."
Sun Sio-ang tersenyum padanya dan berkata, "Jadi
ternyata kau tidak begitu terhormat seperti yang kupikir.
Kau bisa juga main curang."
1239 Li Sun-Hoan pun tersenyum. "Jika aku begitu terhormat
dan gagah seperti yang dipikir orang-orang, aku mungkin
sudah mati delapan kali."
"Jika Siangkoan Kim-hong tahu maksudmu yang
sebenarnya, ia pasti menyesal telah minum cawan arak
itu bersamamu." "Ia tidak akan menyesal."
"Mengapa?" Sahut Li Sun-Hoan, "Karena ia mengerti maksudku yang
sebenarnya." "Lalu mengapa ia mau minum bersamamu?"
"Ia minum bersamaku bukan untuk menghormati
keadilan. Dalam pandangannya, orang yang terhormat
dan orang yang adil hanyalah orang-orang tolol."
Tanya Sun Sio-ang, "Lalu apa alasannya?"
"Karena ia tahu maksudku yang sebenarnya, ia tahu
bahwa aku bukan orang tolol."
"Ia tahu bahwa kau pun seperti dia. Kau bisa menunggu,
menunggu untuk saat yang baik, menunggu kesempatan
yang sempurna. Itukah sebabnya ia minum
bersamamu?" "Ya." 1240 Kata Sun Sio-ang lagi, "Ia merasa bahwa kalian berdua
sebenarnya sangat mirip, maka ia mengagumimu.
Biasanya kita mengagumi orang yang mirip dengan kita,
karena jauh dalam lubuk hati kita, kita mengagumi diri
kita sendiri." "Uraian yang sangat bagus. Aku kagum kau dapat
memahami hal-hal seperti ini dalam usiamu."
Tanya Sun Sio-ang, "Namun, benarkah antara kau dan
dia ada banyak kesamaan?"
"Dalam hal-hal tertentu, ya. Namun karena kami berdua
tumbuh dalam Lingkungan yang berbeda dan kami pun
menjumpai orang-orang yang berbeda, mengalami
peristiwa yang berbeda, kami menjadi dua pribadi yang
sangat berbeda pula."
Ia mendesah dan menambahkan, "Ada orang yang bilang
bahwa sifat dasar manusia itu baik, ada yang bilang
jahat. Menurutku, kita tidak dilahirkan baik atau jahat.
Siapa diri kita, dan apakah kita ini baik atau jahat,
ditentukan oleh apa yang kita perbuat dalam hidup ini."
Kata Sun Sio-ang, "Sepertinya kau bukan hanya mengerti
tentang orang lain, namun kau pun mengerti mengenai
dirimu sendiri dengan baik."
Sahut Li Sun-Hoan, "Bukan hal yang mudah untu
mengerti diri kita sendiri seutuhnya."
Wajahnya menjadi sedikit muram. Secercah rasa pedih
dan duka terbayang di matanya.
1241 Sun Sio-ang mengeluh dan berkata, "Jika seseorang ingin
memahami dirinya sendiri baik-baik, mereka harus
melewati lautan kesedihan dan kesengsaraan. Benarkah
begitu?" "Betul sekali."
"Kalau begitu, aku tidak ingin memahami diriku sendiri.
Semakin aku mengerti diriku sendiri, semakin banyak
duka dan derita yang harus kulalui. Jika aku tidak
memahami diriku sama sekali, aku pasti adalah orang
yang paling berbahagia."
Kali ini, Li Sun-Hoanlah yang mengganti pembicaraan.
"Waktu Siangkoan Kim-hong bersulang untukku, apakah
kau dan kakekmu masih di sana?"
"Tidak, kami sudah pergi. Kami mendengar ceritanya dari
orang lain." Ia tersenyum dan melanjutkan, "Kau dan Siangkoan Kimhong
sudah menjadi orang terkenal sekarang. Apapun
yang kau lakukan akan menjadi berita besar. Dalam kota
ini saja, aku berani bertaruh ada ratusan ribu orang yang
sedang membicarakanmu pada detik ini. Kau percaya?"
Sahut Li Sun-Hoan, "Itulah sebabnya aku sangat
mengagumi kakekmu. Perbuatannya seperti awan yang
melayang, pikirannya seperti air yang mengalir. Ia bebas
melakukan apapun yang diinginkannya dan tidak pernah
dibebani oleh segudang kekuatiran. Orang semacam itu
sungguh mengagumkan."
1242 Kata Sun Sio-ang, "Ia memang bisa melihat jauh ke
depan." Kembali Sun Sio-ang bertanya hal yang lain, "Tahukah
kau siapa yang mengirim peti mati itu?"
Jawab Li Sun-Hoan, "Aku tidak bisa menebak."
"Bukan orang yang membunuh Siangkoan Hui?"
Sun Sio-ang tahu siapa pembunuh Siangkoan Hui.
Namun Lim Sian-ji tidak tahu. Ia diam saja selama itu,
namun ia mendengarkan pembicaraan ini dengan
seksama. Ia sangat berharap salah satu dari mereka
akan menyebutkan siapa pembunuhnya.
Jawab Li Sun-Hoan, "Mungkin juga orang yang sama.
Hanya beberapa orang saja yang tahu di mana mayat
Siangkoan Hui dikuburkan."
Tanya Sun Sio-ang, "Menurutmu, mengapa orang itu
berbuat demikian?" "Karena ia ingin menakut-nakuti Siangkoan Kim-hong."
"Orang itu juga membenci Siangkoan Kim-hong?"
Li Sun-Hoan terdiam sesaat, lalu berkata, "Mungkin saja
orang itu tidak membenci Siangkoan Kim-hong. Mungkin
orang itu melakukannya untuk memberi bantuan
Siangkoan Kim-hong setelah ia jatuh."
1243 "Aku tidak mengerti. Jika orang itu ingin membantu
Siangkoan Kim-hong, mengapa ia harus menakutnakutinya
terlebih dahulu?" Kata Li Sun-Hoan, "Mungkin juga orang itu ingin
Siangkoan Kim-hong menyesali keputusannya."
Sun Sio-ang mengeluh dan berkata, "Maksud hati
manusia sungguh sulit dipahami, lebih rumit daripada
apapun juga di muka bumi ini."
"Betul. Pikiran manusia dan sifat dasar manusia adalah
dua hal yang paling sulit dimengerti dalam hidup ini.
Lebih rumit daripada ilmu silat yang paling hebat
sekalipun." Lalu Li Sun-Hoan menambahkan lagi, "Namun jika kau
mengerti sifat dasar manusia, kau bisa mencapai puncak
ilmu silat. Karena semua hal dalam dunia ini
berhubungan dengan sifat dasar manusia. Demikian juga
ilmu silat." Kalimat yang bijak ini terlalu dalam untuk dapat
dimengerti sepenuhnya oleh Sun Sio-ang.
Entah ia mengerti perkataan Li Sun-Hoan atau tidak,
namun ia terdiam cukup lama. Akhirnya ia berkata, "Aku
tidak peduli apakah aku mengerti akan ini dan itu. Aku
hanya ingin mengerti tentang dirimu."
Matanya tertuju pada Li Sun-Hoan. Dalam tatapannya,
terkandung rasa kagum dan kepercayaan yang penuh.
1244 Seakan-akan berkata bahwa Li Sun-Hoanlah satu-satunya
orang tempat ia membuka hatinya lebar-lebar.
Kembali Li Sun-Hoan merasa hatinya dipenuhi
kehangatan. Ia sungguh ingin membelai wajahnya yang
cantik. Namun tentu saja ia tidak melakukannya.
Ia tidak bisa. Perlahan dipalingkannya wajahnya, dan mulai terbatuk
kecil. Sun Sio-ang masih menatapnya lekat-lekat, menunggu
jawabannya. Sedikit demi sedikit, harapan mulai pupus
dari matanya. Katanya, "Tapi kelihatannya kau takut
membiarkan orang mengerti akan dirimu. Kau terusmenerus
berusaha menggagalkannya."
"Takut" Takut apa?" tanya Li Sun-Hoan.
"Takut kalau ada orang lain yang jatuh cinta padamu."
Dan Sun Sio-ang menambahkan, "Karena siapapun yang
sungguh-sungguh memahamimu pasti akan jatuh cinta
padamu. Bagimu, lebih baik orang membencimu daripada
jatuh cinta padamu. Benar kan?"
Sahut Li Sun-Hoan sambil tertawa, "Jaman memang
sudah berubah. Gadis-gadis muda dulu tidak pernah
bicara tentang "cinta"."
1245 Kata Sun Sio-ang, "Dan mungkin gadis-gadis sekarang
pun tidak. Tapi aku tidak peduli di jaman apa aku
dilahirkan, apakah seratus tahun yang lalu atau seribu
tahun yang akan lalu. Apa yang kurasakan dalam hatiku,
akan kunyatakan dengan mulutku."
Di jaman apapun juga, pasti ada orang-orang seperti dia.
Orang-orang ini tidak takut berbicara, tidak takut
bertindak, mencintai, membenci.
Mungkin karena mereka sedikit lebih maju dari
jamannya, maka orang lain menganggap mereka aneh
atau bahkan sedikit tidak waras.
Namun mereka tidak akan peduli. Apapun pendapat
orang lain akan mereka, tidak pernah mereka pusingkan.
Malam itu malam yang berkabut.
Walaupun masih musim dingin, kabut tipis membuat
seolah-olah musim semi telah tiba.
Sun Sio-ang berharap bahwa jalan berkabut ini tidak
akan pernah berakhir. Awalnya Li Sun-Hoan sangat berharap bisa segera
bertemu dengan A Fei, namun kini rasanya tidak begitu
mendesak lagi.
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dua tahun belakangan ini, perasaannya sungguh
tertekan. Seakan-akan ada belenggu yang tidak kasat
1246 mata yang mengungkung dirinya, sampai-sampai
bernafas pun terasa sulit.
Hanya beberapa hari belakangan saja, saat bersama Sun
Sio-ang, ia merasa lega. Ia mulai merasa bahwa gadis ini memahami dirinya, lebih
daripada yang dapat dibayangkannya.
Jika bisa melewatkan waktu dengan seseorang yang bisa
memahami diri kita, inilah waktu yang sangat berharga.
Namun Li Sun-Hoan sudah ingin lari lagi.
"Kau lebih suka orang membencimu daripada jatuh cinta
padamu. Benar kan?" Hati Li Sun-Hoan mulai terasa perih.
Bukannya ia tidak mau, tapi ia tidak bisa.
Setiap orang punya masalah emosional. Tidak ada orang
lain yang bisa membuatnya dapat mengatasi masalah itu,
kecuali dirinya sendiri. Itulah problem Li Sun-Hoan. Dan itulah problem A Fei.
Apakah masalah emosional ini akan terus menghantui
mereka selama-lamanya" Apakah mereka akan terus
membawa kenangan pahit dalam hidup mereka sampai
ke liang kubur" 1247 Tiba-tiba Sun Sio-ang berhenti mengoceh dan berkata
singkat, "Sudah sampai."
Jalan itu seakan-akan tidak berujung. Ada sebuah
pondok kecil di tepi jalan. Cahaya lentera terlihat dari
jendela kecil di sisi pondok itu.
Cahaya lentera itu sangat terang. Pondok sekecil itu
biasanya tidak diterangi oleh lentera sebesar itu.
Sun Sio-ang menoleh ke arah Lim Sian-ji dan bertanya,
"Kau pasti tahu tempat ini, bukan?"
Tentu saja dia tahu tempat itu. Itu adalah rumahnya dan
A Fei. Ia menggigit bibirnya dan mengangguk, lalu berjalan
malu-malu ke sana. Katanya, "A Fei sudah kembali ke sini?"
Tanya Sun Sio-ang, "Kau masih ingin masuk dan
menjumpainya?" "Bo".Bolehkah aku masuk?"
"Ini kan rumahmu. Jika kau ingin masuk, kau tidak perlu
minta izin orang lain."
Lim Sian-ji menundukkan kepalanya. "Tapi sekarang".."
Sun Sio-ang tersenyum dingin. "Tapi sekarang memang
tidak seperti dulu. Kau pasti tahu salah siapa."
1248 Lalu ia melanjutkan, "Sebenarnya dulu kau bisa hidup
dengan damai dan sejahtera, tapi kau tidak mau. Rumah
ini tidak cukup indah untukmu, lelaki itu tidak cukup baik
untukmu." Lim Sian-ji masih menunduk. "Aku tahu bahwa akulah
yang salah. Kalau aku bisa bertahan hidup sampai sekian
lama, itu karena dialah yang melindungi aku. Jika bukan
karena dia, aku pasti sudah lama terbunuh."
Tanya Sun Sio-ang dingin, "Kau pikir sekarang ia akan
melindungimu seperti dulu?"
Air mata Lim Sian-ji mulai menggenang, katanya, "Aku
tidak tahu, aku tidak akan menyalahkan dia"."
Lalu ia mengangkat kepalanya dan berkata dengan
tegas, "Aku ingin menjumpainya dan mengatakan dua
hal saja. Lalu aku akan pergi. Permintaanku tidak
berlebihan, bukan" Maukah kalian berdua berjanji
mengabulkannya?" Jawab Sun Sio-ang, "Bukan aku tidak mau berjanji.
Hanya saja janjimu itu sangat sulit dipercaya."
"Jika aku tidak pergi setelah mengatakan dua kalimat itu,
silakan kalian mengusirku."
Sun Sio-ang terdiam. Ia memandang Li Sun-Hoan.
Selama itu, Li Sun-Hoan hanya berdiri tanpa suara. Air
mukanya pun terlihat kosong.
1249 Namun pikirannya sungguh porak-poranda.
Kelemahannya yang utama adalah bahwa ia terlalu
pemaaf. Walaupun sering kali ia merasa bahwa ia tidak
seharusnya mengalah, rasa simpatinya tidak dapat
terbendung. Banyak orang tahu kelemahannya ini. Dan mereka suka
memanfaatkannya. Ia sendiripun menyadarinya, namun entah mengapa, ia
tidak bisa berubah. Walaupun seseorang menyakitinya sepuluh ribu kali, ia
tetap tidak ingin menyakitinya sekali pun juga. Kadangkadang
ia tahu orang itu menipunya, namun ia tetap
membiarkan dirinya ditipu.
Karena ia sungguh yakin bahwa kalau sekali saja,
seseorang berkata jujur padanya, seluruh
pengorbanannya ini tidak sia-sia.
Li Sun-Hoan adalah orang semacam itu. Ada yang
menganggap dia pria sejati, ada yang menganggapnya
tolol sekali. Tapi paling tidak, semua orang setuju, ia
adalah pribadi yang unik.
Paling tidak, ia tidak menyesali perbuatannya.
Ia hampir-hampir tidak pernah membuat orang
berkeringat dingin, sangat jarang membuat orang
mengucurkan darah. Lebih baik keringat dan darahnya
sendirilah yang terkucur.
1250 Namun hal-hal yang dilakukannya selalu membuat orang
mencucurkan air mata. Air mata kekaguman. Air mata terima kasih.
Sun Sio-ang mengeluh dalam hati.
Ia tahu Li Sun-Hoan tidak akan tega menolak
permintaannya. Mungkin ia tidak pernah menolak
permintaan siapapun dalam hidupnya.
Kata Lim Sian-ji, "Ini adalah terakhir kali aku
menemuinya. Jika ia tahu kalian berdua menghalangi aku
menemuinya untuk terakhir kali, ia akan membenci kalian
berdua seumur hidupnya."
Sun Sio-ang menggigit bibirnya dan berkata, "Kau hanya
akan mengatakan dua kalimat saja, bukan" Setelah
selesai, kau akan segera pergi?"
"Aku tidak akan tinggal lebih lama. Akankah kubiarkan
kalian mengusirku keluar" Berjanjilah padaku sekali ini
saja, baru aku bisa meninggal dengan tenang."
Li Sun-Hoan menghela nafas dan berkata, "Biarkanlah dia
masuk. Dua kalimat tidak akan membahayakan dia."
Bab 73. Kurungan dan Belenggu
Dalam rumah, hawa terasa sangat panas. Empat tiang
api terbakar menjilat-jilat.
1251 Kobaran api memanasi keempat dinding rumah dan
langit-langit hingga membara.
Wajah A Fei terlihat merah padam. Sekujur tubuhnya pun
merah padam. Ia berada di tengah-tengah keempat tiang api itu.
Dadanya telanjang. Ia hanya mengenakan celana yang
sudah lusuh. Celananya basah kuyup oleh air.
Keringatnya mengucur keluar dengan deras dan nafasnya
memburu. Seluruh tubuhnya terlihat sangat lelah, bahkan
kelihatannya ia hampir semaput.
Seorang tua berambut putih terlihat duduk di salah satu
pojok rumah itu sambil mengisap pipanya.
Asap putih mengalir keluar dari lubang hidungnya dan
memenuhi pojok rumah itu dengan kabut tipis.
Ia memang orang yang aneh.
Tidak ada yang tahu dari mana dia datang, tidak ada
yang tahu ke mana ia akan pergi.
Sebenarnya, bahkan tidak ada yang tahu siapa dia
sebenarnya. Mungkin ia hanya seorang tukang cerita
yang miskin. 1252 Atau mungkin ia adalah "Si Bijak dari Surga" yang tiada
tandingannya! Siapapun dia, ialah yang pertama kali terlihat saat orang
memasuki pondok kecil itu.
Mata A Fei terpejam. Ia tidak menyadari ada orang yang
masuk ke situ. Sun Sio-ang terkejut melihatnya dan berseru, "Kakek,
apa yang kau lakukan?"
Mata Tuan Sun pun terpejam. Ia mengisap pipanya sekali
dan menghembuskan segulung uap putih dari mulutnya.
Jawabnya, "Aku sedang mengukusnya."
Mata Sun Sio-ang makin terbelalak. Katanya,
"Mengukusnya" Memangnya dia bakpao atau kepiting"
Buat apa Kakek mengukusnya?"
A Fei benar-benar kelihatan seperti kepiting yang dikukus
hidup-hidup. Tuan Sun tersenyum dan berkata, "Aku mengukusnya
karena aku ingin memaksa seluruh alkohol dalam
tubuhnya menguap, supaya ia bisa segera sadar."
Lalu matanya beralih pada Li Sun-Hoan dan berkata,
"Aku juga sedang berusaha memompa semangat ke
dalam pembuluh darahnya, supaya ia bisa menjadi
manusia seutuhnya lagi."
1253 Li Sun-Hoan tersenyum dan berkata, "Kalau begitu,
mungkin berikutnya adalah giliranku untuk dikukus. Tapi
takutnya, setelah semua alkohol dalam tubuhku
menguap, aku ternyata tinggal kulit saja."
Kata Tuan Sun, "Jadi selain arak, tidak ada yang lain
dalam tubuhmu itu?" Li Sun-Hoan mendesah dan berkata, "Mungkin juga
perutku ini penuh dengan kesempatan yang buruk."
Tuan Sun tertawa dan menjawab, "Bagus. Jika perutmu
itu tidak penuh dengan pengetahuan, bagaimana
mungkin perkataan yang begitu dalam keluar dari
mulutmu." Tiba-tiba ia berhenti tertawa dan berkata, "Sebenarnya
sudah lama juga aku ingin mengukusmu. Aku ingin tahu,
apa lagi yang ada dalam tubuhmu selain arak dan
pengetahuan. Aku ingin tahu apa yang digunakan oleh
Tuhan yang di Surga untuk membentuk orang seperti
engkau." "Setelah itu mau diapakan?" tanya Sun Sio-ang.
"Setelah itu aku ingin mengumpulkan semua orang
dalam dunia ini dan menjejalkannya apapun yang
kutemukan dalam tubuhnya ke dalam perut mereka."
"Maksud Kakek, supaya semua orang sedikit banyak
menjadi serupa dengan dia?"
"Bukan hanya sedikit, makin banyak makin baik."
1254 Tanya Sun Sio-ang, "Bukankah dengan demikian semua
orang akan menjadi seperti dia?"
Jawab Tuan Sun, "Apa salahnya jika semua orang
menjadi seperti dia?"
"Ada yang salah."
"Apanya yang salah?"
Sun Sio-ang menundukkan kepalanya dan terdiam.
Kakek dan cucu ini memang selalu berbicara dalam
bentuk tanya jawab. Orang akan merasa sulit untuk
menyela pembicaraan mereka.
Baru sekarang Li Sun-Hoan punya kesempatan untuk
berbicara. "Cianpwe, jika kau ingin menjadikan seluruh dunia persis
seperti aku, rasanya hanya ada satu jenis orang yang
akan setuju." "Jenis orang bagaimana?" tanya Tuan Sun.
"Penjual arak," jawab Li Sun-Hoan.
Tuan Sun tersenyum dan berkata, "Dalam pandanganku,
hanya ada satu jenis orang yang tidak akan setuju."
"Siapa?" tanya Sun Sio-ang.
1255 Namun segera setelah pertanyaan itu keluar dari
mulutnya, ingin sekali kata itu ditariknya kembali.
Ia sudah tahu apa jawaban kakeknya.
Kakeknya tersenyum padanya dan menyahut, "Kau."
Wajah Sun Sio-ang langsung bersemu merah. Ia
menundukkan kepalanya dan berkata dengan gugup,
"Meng".Mengapa aku tidak setuju?"
Jawab kakeknya sambil tersenyum, "Jika semua orang di
dunia ini menjadi persis sama dengan dia, kau jadi tidak
tahu lagi siapa yang kau inginkan."
Sun Sio-ang langsung menoleh menyembunyikan
wajahnya yang merah padam bagai bara api.
Apakah hatinya pun membara bagai api"
Api yang membara dalam hati perawan muda. Tuan Sun
tergelak dan kembali mengisap pipanya.
Seakan-akan ia tidak melihat Lim Sian-ji dalam ruangan
itu sama sekali. Mungkin ia berusaha mengacuhkannya,
sebab tidak diliriknya wanita itu sekalipun juga. Ia juga
tidak menyadari bahwa pipanya sudah mati.
Tiba-tiba ruangan itu menjadi hening. Satu-satunya suara
yang terdengar adalah letikan bunga api pada tiang api
yang berkobar di situ. Lim Sian-ji berjalan perlahan menuju ke depan A Fei.
1256 Matanya hanya tertuju pada A Fei.
Cahaya kobaran api itu menerpa tubuhnya. Wajahnya
menjadi sesaat putih, sesaat merah. Waktu wajahnya
merah, ia kelihatan seperti malaikat yang nakal. Waktu
wajahnya putih, ia tampak seperti hantu penasaran.
Manusia memang selalu punya dua wajah. Sesaat cantik,
sesaat mengerikan. Tapi Lim Sian-ji berbeda. Ia selalu terlihat cantik.
Jika ia adalah seorang malaikat, pasti ia adalah malaikat
yang tercantik di seluruh nirwana. Jika ia adalah hantu
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penasaran, ia pasti adalah hantu penasaran yang
tercantik di seantero neraka.
Namun kelihatannya A Fei sudah bertekad bulat. Secantik
apapun dia, A Fei tidak akan memandangnya lagi.
Lim Sian-ji mendesah dan berkata, "Aku jauh-jauh
datang ke sini karena aku ingin mengatakan dua hal
padamu. Apakah kau mau mendengarnya atau tidak,
terserah padamu." A Fei tampak tidak peduli.
Namun mengapa tubuhnya kini terlihat membeku seperti
sepotong kayu" "Hari itu, aku tahu aku sangat menyakiti hatimu. Namun
aku tidak bisa berbuat lain. Aku tidak ingin kau mati di
tangan Siangkoan Kim-hong. Itu adalah satu-satunya
1257 cara untuk membujuk Siangkoan Kim-hong supaya tidak
membunuhmu." A Fei masih tampak acuh. Namun mengapa tangannya kini terkepal erat"
"Hari ini aku datang bukan untuk memohon supaya kau
mau mengerti, atau supaya kau mau mengampuni aku.
Aku sudah tahu bahwa kita sudah selesai"."
Ia mendesah panjang sebelum meneruskan, "Aku
mengatakannya karena aku ingin hatimu menjadi tenang.
Selamanya, aku hanya ingin kau hidup berbahagia. Itu
saja. Tentang diriku"."
"Sudah cukup," potong Sun Sio-ang tajam.
Lim Sian-ji tersenyum pahit. Katanya, "Kau benar, aku
sudah bicara terlalu banyak."
Ia tidak berkata apa-apa lagi. Lim Sian-ji membalikkan
badannya dan berjalan keluar.
Ia tidak tergesa-gesa, namun ia juga tidak menoleh ke
belakang. A Fei masih terdiam. Matanya terpejam rapat.
Mata Lim Sian-ji manatap lurus ke pintu.
Li Sun-Hoan menahan nafas.
1258 Ia tahu, jika Lim Sian-ji keluar dari pintu itu, A Fei tidak
akan pernah melihatnya lagi untuk selama-lamanya.
Selama A Fei tidak melihatnya lagi, A Fei bisa mulai
dengan hidup barunya. Lim Sian-ji pun tahu dengan pasti, jika ia keluar dari
pintu itu, ia sama saja dengan keluar dari dunia ini.
Langkahnya tidak menjadi lambat, namun di matanya
kini tersirat rasa takut. Dalam rumah itu, suasana terang
benderang bagai siang, di luar, malam gelap gulita tanpa
cahaya bulan. Walaupun bintang bersinar terang di angkasa, Lim Sian-ji
tidak pernah peduli dengan langit malam.
Ia hanya menyukai gemerlap dunia materi.
Ia sangat suka pujian, kata-kata manis, tepuk tangan
meriah. Ia menikmati pesta pora, kelimpahan, dan
kemewahan. Ia suka dicintai, ia suka dibenci.
Ia hanya hidup untuk hal-hal ini.
Tanpa hal-hal ini, walaupun hidup, rasanya seperti hidup
dalam kubur. Kegelapan malam terasa semakin mendekat.
Rasa takut yang terbersit di matanya kini menjadi
kejengkelan dan kebencian.
1259 Saat itu, rasanya ia ingin membunuh semua orang di
dunia ini. Namun saat itulah, tiba-tiba A Fei berdiri dan berseru,
"Tunggu dulu." "Tunggu dulu". Siapa sangka, dua kata ini dapat mengubah hidup begitu
banyak manusia" Saat itu, Lim Sian-ji pun berubah total.
Kini matanya penuh dengan pesona, rasa percaya diri,
dan kebanggaan. Ia telah kembali berubah menjadi
seorang dewi yang cantik molek.
Belum pernah ia terlihat secantik ini selama hidupnya.
Kebanggaan dan rasa percaya diri adalah riasan wanita
yang paling sempurna. Seorang wanita tanpa kebanggaan dan rasa percaya diri,
betapapun cantiknya, tidak akan terlihat menarik sama
sekali. Sama halnya seperti wanita menganggap pria yang
sukses adalah pria yang sangat menarik.
Kesuksesan adalah riasan pria yang paling sempurna.
Langkah Lim Sian-ji terhenti. Ia tidak menoleh, hanya
Bara Diatas Singgasana 12 Sejengkal Tanah Sepercik Darah Karya Kho Ping Hoo Pahlawan Dan Kaisar 14