Pencarian

Sepasang Pendekar Perbatasan 1

Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung Bagian 1


Giok Bun Kiam Lu (Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan)
Karya : Chin Yung Saduran : Kwee Oen Keng Editor : TAH di upload di Indozone
Final edit & Ebook oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/ http://ebook-dewikz.com
KETEGANGAN menyelinap diatas udara padang
rumput yang luas dan sunyi. Sang Batara Surya sudah
mendoyong diufuk barat yang berwarna kuning ke-
merah2an. Se-konyong2 dari sebuah lembah, muncul seorang
penunggang kuda. Dia melarikan kudanya dengan cepat
kearah tenggara. Kearah Giok-bun-koan, daerah perbatasan antara negeri Monggolia dan Tiong-goan.
Penunggang kuda itu ternyata se-orang pemuda yang
romannya gagah-perkasa, cakap bagaikan batara. Umurnya kira2 baru tujuhbelas tahun. Dia mengenakan tudung
bambu lebar dan dandannya seperti seorang ksatria
Monggol. Dipinggangnya menggantung sebilah pedang,
pedang pusaka kelihatannya. Dan diatas punggungnya
menggemblok sebuah busur lengkap dengan kantong anak panahnya.
Panah! Senjata itu merupakan alat-tempur yang lazim
dipakai bangsa Monggol, tetapi jarang sekali ada yang menggunakan pedang, kecuali golok, parang atau tombak, Hanyalah ksatriya, kaum bangsawanlah yang biasa
membawa pedang. Ksatriya muda itu membungkukan diri agar dapat lebih lekas menerjang angin. Tubuhnya tinggi-besar dan kedua belah tangannya berotot kuat. Matanya bersinar kehitaman, kulitnya halus dan putih - hingga dia lebih menyerupai ...
seorang bangsa Han! Nampaknya ksatriya muda itu habis melakukan
perjalanan jarak jauh, karena mendadak ia menarik les kudanya dengan keras. la menoleh kebelakang, se-olah"
sedang memeriksa sesuatu. Pada saat itu juga ia menjerit tertahan.
Nampaklah lima penunggang kuda berpakaian merah
herlari mendatang kearahnya, menyusul! Mereka adalah perwira2 Jendral Tuli, Panglima tertinggi Angkatan Perang Monggol! Debu mengepul tinggi diudara.
Kuda sipemuda meringkik keras. Segera ia menjepit
kempungan binatang itu. Lalu mengaburkan kudanya pula dengan cepat. Segera menyusul derapan kaki kuda
memecahkan kesepian alam.
Kejar mengejar terjadi dipadang rumput itu. Mendadak terdengar suara desingan anak panah yang melesat diatas kepala sipemuda. Tanda peringatan supaya ia segera
menghentikan kudanya. Pemuda itu tidak menghiraukan. la hanya melirik
dengan pandangan dingin. la menggeprak kudanya agar
kabur lebih cepat. Namun, walaupun kuda tunggangannya itu kuda kelas
wahid, tapi karena sudah kehabisan tenaga, tak dapat binatang itu berlari dengan lebih pesat.
Kelima pengejar itu makin dekat, makin dekat.
Terdengar salah seorang berseru : "Lekas berhenti, Gokhiol!
Jendral Tuli memerintahkan supaya kau kembali keistana!"
Pemuda itu membalikkan tubuhnya. "Kalian tak usah
membujuk. Sampaikan kepada Jendral Tuli, bahwa aku - Gokhiol -
tidak akan menginjakkan kaki dilantai istana sebelum menghirup darah orang yang telah membunuh ayahku!"
Sekejap saja dua perwira sudah mendekati kuda
sipemuda. "Pangeran. Gokhiol! Saudaramu pangeran Pato dan
Hulagu sangat merindukan kau. Apakah kau tidak kasihan keipada mereka" Pato sedang mengejarmu dibelakang".
Sipemuda yang sadar bahwa dirinya tak dapat lolos lagi, menjadi beringas wajahnya. Dengan gerakan seperti kilat dia mencabut pedangnya dan menuding kebelakang.
"Kamu jangan bikin darahku naik! Enyahlah dari sini!"
Perwira2 Monggol itu sebenarnya takut kepada
sipemuda itu, yang bukan lain dari pangeran Gokhiol, anak angkat Jendral Tuli. Tapi mereka mendapat perintah untuk membawa kembali pangeran yang kabur dasi istana itu.
Perintah lisan dari Jendral Tuli! Itu harus dilaksanakan tanpa perkecualian!
Serempak mereka mengangkat tombak dan menyerang!
Terpaksa Gokhiol menahan lari kudanya. Dengan wajah
penuh kegusaran ia memutarkan pedangnya yang lantas
mengeluarkan sinar merah berkilau2an. Sinarnya pedang pusaka! Angin men-deru2 dengan hebatnya dan ujung
pedang ber-gulung2 seperti naga merah bermain disamudera. Perwira2 Monggol itu menjadi pucat. Mereka tahu sang pangeran tinggi ilmu pedangnya dan mereka sudah
mendengar tentang keampuhan pedang pusaka Ang-
liongkiam atau Pedang-naga-merah!
Lima tombak melawan satu pedang. Pertempuran diatas
kuda itu seru, hebat dan mengerikan. Kuda2 meringkik serta ber-lompat2an.
Akhirnya Gokhiol menjadi tak sabar lagi. la perhebat serangannya dan dengan tiga sampokan geledek dia
memapas kutung kelima tombak itu.
"Huh ! Pulanglah, kamu sekalian. Jika kamu masih
bandel, nanti kepalamu yang jatuh menggelinding dari leher
!" mengejek sipangeran.
Kelima perwira Monggol itu menjadi gusar bukan
kepalang. "Pangeran Gokhiol! Kau berani menentang
perintah PangIima! Awas, lihatlah panah!"
Serempak pula perwira2 itu menjangkau busur. Tentara Monggol tersohor sebagai jago2-panah yang jarang
tandingannya. Bidikan mereka selalu jitu, yang berarti . . .
maut! Gokhiol berubah wajahnya. Begitu terdengar terlepasnya tali gendawa, ia segera memutarkan pedang pusaka untuk melindungi dirinya.
Sinar merah berkilauan pula diudara dan ampat anak
panah terpapas kutung. Tapi sebatang anak panah ambles ditubuh kudanya, hingga binatang itu meringkik keras kesakitan dan berlompat-lompatan bagaikan gila.
Gokhiol jatuh terpental! Namun karena ginkangnya
lumayan juga, maka ia dapat hinggap dengan selamat diatas tanah."
Kelima perwira Monggol tanpa ayal lompat turun dari
dari kuda dan menubruk Gokhiol untuk membekuknya.
Mereka adalah jago2-gulat kelas satu dan mengira dengan mudah
saja dapat menangkap sipemuda. Sambil membentang tangan mereka mengurung.
Mata Gokhiol menjadi merah. Darahnya mendidih
karena kuda kesayangannya telah tewas. la berdiri tegak bagaikan harimau.
Perwira2 Monggol menjadi jeri. Dari sinar mata-
sipemuda yang tajam melebihi pisau, mereka melihat ...
nafsu untuk membunuh! Tanpa sadar mereka mundur.
Terlambat! Seraya berteriak mengguntur. Gokhiol sudah maju menangkap perwira yang paling dimuka. Cepat sekali gerakannya!
Tangannya mencengkeram leher baju mangsanya dan tangan-kanannya sudah terangkat naik
untuk menghancurkan kepala perwira itu dengan pukulan geledeknya.
Gokhiol! Jangan kau berani bunuh seorang ksatriya
Monggol!" tiba2 seorang perwira berteriak memperingatkan sipemuda.
Gokhiol tersadar. Jika ia sampai membunuh ksatriya
Monggol itu, niscaya dirinya akan celaka - biarpun ia anak-angkat Panglima perang. Tata-tertib dalam ketentaraan Monggol sangatlah keras, tak boleh dilanggar.
Melihat Gokhiol tertegun, empat perwira lainnya segera menpergtutakan kesempatan
itu. Mereka menerjang berbarengan. Namun pemuda kita bukan sembarang orang. Dalam
segebrak saja ia sudah dapat membuat lawan2nya itu
terpelanting kesana-kemari. Percuma ia menjadi murid kesayangan jago-gulat istana Yalut Sang.
"Tidurlah, bocah2ku" ujar Gokhiol kepada perwira2 itu yang telah rebah ditanah dengan pingsan. "Maaf, aku perlu pinjam salah satu kudamu".
la memilih kuda yang terbaik, lalu lompat keatasnya.
Suara tertawanya terdengar diudara tatkala binatang
tunggangannya me-ringkik2 untuk kemudian kabur kedepan seperti setan ...
Siapakah gerangan sebenarnya sipangeran yang dipanggil Gokhiol itu"
Mengapa dia kini meninggalkan istana"
---oo0dw0oo--- Siapakah gerangan sebenarnya sipangeran yang dipanggil Gokhiol itu"
Mengapa dia kini meninggalkan istana"
UNTUK mengetahuinya marilah kita balik kembali
keduapuluh tahun yang lampau, pada masa kejayaan kaisar Jenghis Khan yang daerah kekuasaannya hampir meliputi separuh dunia :
Tatkala negara Kim jatuh ditangannya, raja Kim yang
bernama Wanyen Ping mengirimkan puterinya ke
Monggolia sebagai utusan persahabatan. Tapi ketika sampai di Giok-bun-koan, sang puteri Wanyen Hong yang cantik-jelita tiba2 menghilang. Rombongan yang terdiri dari duabelas dayang2, enam pengasuh dan enam Taykiam
(pelayan kebiri) serta seratus ksatriya istana Kim-ie-wie menjadi gempar.
Mereka mencari ubek2an disekitar daerah perbatasan
Giok-bun-koan, namun usaha mereka sia2 belaka. Sang
puteri se-olah2 lenyap kedalam bumi!
Para ksatrya istana itu semuanya adalah orang2 pandai kelas satu dari negeri Kim. Satu diantaranya yang bernama Tio Hoan malahan adalah sanak-keluarga bangsawan
negara Song yang dijadikan orang utusan.
Bagaimana ia bisa menjabat sebagai pengawal istana
dinegeri Kim" Kiranya setelah Gak Hwie wafat, ketika itu pemerintah Song mengadakan kompromi dengan negeri
Kim dan mengangkat seorang pangeran sebagai utusan
negara istimewa. Tio Hoan adalah keponakan kaisar Song Ko Cong, sejak masih kecil ia belajar ilmu silat di Boe-tong Pay. Pihak Kim memang, sudah mengagumi kepandaiannya, maka telah
meminta ia untuk menjadi orang utusan. Sesampainya Tio Hoan di Yan-king ibu-kota negeri Kim, raja Kim sangat menyayanginya dan telah mengangkat ia menjadi To-wie dan
kemudian menganugerahkan padanya pangkat pengawal istana kelas satu.
Jenghis Khan yang mengira dirinya dipermainkan,
menjadi murka. Ia menitahkan untuk menangkap seluruh rombongan itu!
Pasukan Kim-ie-wie adalah pasukan istimewa, terdiri
dari ksatrya" yang berkepandaian tinggi dan luhur martabatnya. Mereka menjunjung tinggi kehormatan
negaranya dan membela diri mati2an.
Pertempuran berlangsung dengan dahsyatnya. Pedang
dan tombak saling beradu diudara dan suara jeritan yang terluka sebentar2 terdengaf. Masing2" pihak bertempur dengan semangat yang ber-kobar2, sama2 berani dan sama2
gagah-perkasa. Seharian suntuk mereka bertanding, dan darah sudah membanjir dipermukaan bumi.
Menjelang senja, sisa2 pasukan Kim-ie-wie terpaksa
mengundurkan diri. Mereka mundur teratur untuk pulang kembali kenegeri Kim.
Namun Tio Hoan dan beberapa ksatrya lain yang
melindungi pengiring2 sang puteri... tertawan. Dengan nekad mereka terus melawan, Tio Hoan menerjang dengan pedang pusaka Ang-liong-kiam. Tapi akhirnya mereka tak berdaya ...
Para rombongan pengiring diangkut keistana kota-raja Holim untuk dipekerjakan sebagai peiayan permaisuri
Bourtai Fijen. Permaisuri. ini sangat halus perangainya,
maka ketika pengiring2 memohon agar Tio Hoan dan
kawan2-nya diberikan ampun, Bourtai Fijen membujuk
suaminya Jenghis Khan. Tio Hoan diberi ampun dan ditugaskan mendidik
pangeran Tuli dalam kepandaian surat dan silat. Mereka berdua kemudian menjadi Akrab satu sama lain.
---oo0dw0oo--- Setahun sudah lewat. Dalam waktu senggangnya Tio
Hoan sering bergurau dengan para dayang negeri Kim dan akhirnya ia jatuh cinta pada dayang tercantik yang bernama Lok Giok. Atas ijin permaisuri Bourtai Fijen mereka
menempuh penghidupan baru sebagai suami isteri.
Tak lama kemudian Lok Giok berbadan dua. Tio Hoan
menggunakan kesempatan ini untuk memohon kepada
pangeran Tuli agar ia diperkenankan pergi menyelidiki pula putri Wanyen Hong yang hilang di Giok-bun-koan bersama beberapa kawannya. Pangeran Tuli yang dapat merasakan hati penasaran
dari orang itu, telah meluluskan permohonannya. Setengah tahun lamanya Tio Hoan pergi menyelidiki.
Akhirnya ia kembali keistana dan diam memberitahukan isterinya bahwa dia berhasil mendapatkan jejak dimana sang puteri berada.
Beberapa bulan kemudian Lok Giok melahirkan seorang
putera. Tapi baru saja sang bayi Tio Peng berusia satu bulan, Tio Hoan pergi kembali ke Giok-bun-koan. Ketika ia hendak berangkat, ditinggalkannya sebuah kantong wasiat kepada isterinya dan memesan bila ia tidak kembali, maka Lok Giok harus menunggu sampai puteranya berusia
tujuhbelas tahun dan kantong wasiet itu harus diberikan kerpada puteranya. Lok Giok dapat menangkap arti kata2
suaminya itu yang mengandung maksud tertentu, maka ia mulai mencucurkan airmata.
Setahun telah lewat. Dua tahun. Tiga tahun! ...... Tio Hoan tidak kabar ceritanya.
Pangeran Tuli terpaksa melaporkannya kepada Jenghis
Khan. Dan Tuli pun tidak mengadakan penyelidikan lebih lanjut. Tapi Lok Giok pada satu malam dengan diam2
keluar dari istana dan bersama dengan seorang pengikutnya pergi menuju Giok-bun-koan.
Lok Giok hampir menjadi pingsan tatkala didalam goa
Tung-hong ia menemukan mayat suaminya yang sudah
koyak2 dan busuk. Dengan hati hancur-luluh ia menangis ter-sedu2. Akhirnya ia mengambil pedang Ang-liong-kiam yang menggeletak ditanah, lalu menyuruh pengikutnya
berdiam disitu menjaga mayat suaminya. Sedangkan ia
sendiri pulang kembali ke Holim untuk memanggil Tuli agar pangeran itu tahu bahwa Tio Hoan bukan melarikan diri dari negeri Monggol.
Tetapi ketika Lok Giok kembali digoa Tung-hong
bersama Tuli, mayat suaminya sudah hilang lenyap, sedang gantinya menggeletak mayat pengikutnya yang setia .......
---oo0dw0oo--- Akisah diceritakan setahun kemudian pangeran Tuli
menikah dan Lok Giok bertugas sebagai inang pengasuh anaknya.
Mengingat kebaikan Lok Giok maka Tuli mengangkat
pula Tio Peng sebagai anak-angkatnya dan menganugerahkan nama Monggol : Gokhiol. Tuli
mendatangkan guru2 silat kelas wahid untuk mendidik
anak2nya. Pendeta Lhama dari Ceng-cong Pay, akhli2
anggar dari Eropa dan akhli gulat dari bangsanya sendiri, Yalut Sang!
Dibawah bimbingan para guru istimewa dari berbagai
cabang persilatan ini, Gokhiol pun mendapat kesempatan bagus guna melatih dirinya ber-sama2 kelima putera dari Tuli yang bernama Mangu, Moko, Pato, Kubilay, Hulagu dan Kaidu.
Tapi Gokhiol paling akrab bergaul dengan Pato dan
Hulagu. Pada tahun 1227 Tarikh Masehi Jenghis Khan binasa
selagi bertempur melawan negeri Song. Jenazahnya
dimakamkan dipadang pasir Go-bie yang merupakan juga tempat kelahirannya.
Ogotai, putera kedua dari permaisuri Bourtai Fijen naik diatas takhta keradiaan sebagai Ka Khan. Sedangkan Tuli kini mengepalai Angkatan Perang Monggolia, sebagai
tempat kelahirannya. Hari berganti hari, siang berlalu pergi. Sang waktu lewat dengan cepatnya.
Ketika Gokhiol berusia genap tujuhbelas tahun, pada
suatu malam ibunya telah memanggilnya datang dikamarnya. Tampak airmata ibunya berlinang-linang
tatkala inemberikan sebuah kantong kulit kepada sang putera. Gokhiol adalah searang anak yang cerdik. Sambil berlutut ia buru2 menyambut kantong kulit tersebut seraya berkata : "Ibu, barang pusaka ini tentulah peninggalan dari ayah. Anak seringkali menanyakan tentang hat musuh-besar ayah. tapi ibu selalu berkata atplabila anak sudah berumur
tujuhbelas

Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahun barulah ibu mau menceritakannya. Hari ini anakmu sudah mencapai usia itu, tentunya ibu menginginkan agar aku pergi mencari musuh-besar ayah".
"Anakku sayang, dengarkanlah kata ibumu dengan
baik2", ujar Lok Giok dengan airmata yang ber-linang2.
"rahasia yang tersimpan selama tujuhbelas tabun akan kuterangkan hari ini kepadamu. Anakku, sebenarnya kau adalah keturunan dari kaisar Song, keturunan bangsa Han.
Mendiang ayahmu bernama Tio Hoan..."
Belum ibunya berkata habis atau Gokhiol telah
memotongnya : "Ibu, hal ini telah lama kuketahui. Yang menceritakan kepadaku adalah para kong-kong yang
melayani ibu". "Kalau kau telah mengetahuinya, baiklah", kata Lok Giok seraya membangkitkan anaknya, "para kong-kong
telah datang bersama ibu tatkala mengiring sang puteri radia Kim kenegeri Monggol. Yang penting untukmu ialah mencari siapa pembunuh ayahmu dan merupakan
kewajibanmu untuk pergi mencarinya. Benar, kantong
wasiat ini adalah peninggalan mendiang ayahmu. Ketika ia hendak pergi, ayahmu telah mempunya firasat bahwa ia akan jatuh ketangan musuh. Maka ia telah terlebih dahulu memesan kepadaku apabila kau telah berusia tujuhbelas tahun, barulah kau boleh menerima kantong wasiat ini.
Periksalah isinya dan dengan itu kau mungkin akan dapat mencari jejak musuh-besar tersebut.
Gokhiol menjura tiga kali kepada ibunya dan menerima kantong kulit itu.
Kantong kulit yang selama tujuhbelas tahun tak pernah dibuka terjahit rapat dengan tali urat sapi.
Gokhiol nienuruti perintah ibunya. Setelah kembali
kedalam kamarnya ia membuka kantong kulit itu dengan sebilah pisau. Didalam kantong itu terdapat sepotong kulit kelinci berwarna putih. Tampak dengan jelas huruf2 yang
tertulis dengan bakaran besi panas mensiratkan kata2 yang berbunyi sebagai berikut :
"Tio Peng, puteraku yang tercinta. Ketika aku meninggalkan kau, usiamu belum ada sebulan, tapi apabila kau telah dapat membaca surat ini, maka usiamu sudah tujuh belas tahun. Aku telah mendoakan kepada Thian yang luhur agar pada suatu hari kau akhirnya dapat membaca suratku ini. Kau adalah keturunan Kaisar Song, yang nasibnya kurang beruntung dan dilahirkan didaerah salju. Maka aku telah menetapkan namamu Tio Peng.
Bila dikemudian hari kau mendapat kesempatan untuk kembali ke Tiong-goan, gunakanlah nama tersebut!"
Gokhiol terharu hatinya, hingga airmatanya turun. Tapi ia membaca terus.
"Surat ini telah kutinggalkan kepadamu tatkala aku hendak berangkat ke Giok-bun-koan guna mencari tahu jejak sang putri Wanyen Hong dari negeri Kim. Anakku yang tercinta, aku akan menceritakan suatu rahasia kepadamu. Atas ketekadan hatiku, ketika pertama kali mencarinya, digoa Tung-hong aku menemukan jejak bahwa sang puteri telah diculik oleh seorang yang kepandaiannya lebih tinggi dari padaku. Dan lagi hati orang itu sangat kejam. Perasaanku mencurigai beberapa orang dari tokoh Bu-lim, tapi aku tak dapat mengetahui dengan pasti siapa gerangan orang itu. Lagi pula aku masih percaya bahwa puteri WanYen Hong belum mati, sehingga aku menjadi lebih bersemangat. Namun kepergianku kali ini tentunya telah dapat diendus oleh orang itu. Maka dengan demikian kemungkinan bahaya yang besar akan menimpa diri ayahmu, tak dapat dielakkan lagi.
Putraku, apabila kau membuka surat ini, mungkin aku sudah tinggal tulang-belulangnya saja menggeletak didalam kuburan, tapi dalam alam baka aku akan senantiasa mendoa agar pada suatu ketika kau dapat menemukan musuh-besarku dan dapat mengetahui pula dimana gerangan sang putri kini berada.
Selain itu masih ada satu tanda bukti yang telah kutinggalkan kepadamu - yaitu sebutir kumala merah. Bila musuhku melihatnya, pasti dia akan segera mengenali bahwa kau adalah keturunan dariku : demikian pula sama halnya dengan sang, puteri serta juga rekan2-ku. Hanya, tentunya kau akan, bertanya siapa gerangan musuh-besarku itu, bukan" Sayang sekali aku belum dapat memberitahukan kepadamu, karena akupun belum dapat memberi kepastian. Ketika pertama kali aku pergi ke Giok-bun-koan untuk mencari sang putri, aku telah mengajak seorang pengawal istana yang telah lanjut usianya bernama Tiang Jun dan seorang ksatrya yang kuikut sertakan dari negara Song sebagai pengawal bernama Giok Liong. Aku telah menitahkan mereka untuk tinggal disekitar Giok-bun-koan guna mendengar kabar-kabar berita. Tiang Jun tinggal disebuah lembah dipingggir sungai Su-lek-Ho, suatu tempat yang sangat sepi dan jarang sekali dldatangi orang. Apabila ia masih hidup, kau dapat mengikuti petunjuk yang tertera didalam peta. Pasti kau akan dapat suatu jalan untuk mencari musuh-besarku.
Ibumu yang sangat cerdik dan bijaksana adalah orarag dari negeri Kim. Ketika puteri Wanyen Hong masih diistana, ibumu selalu diangap sebagai saudarinya sendiri. Tio Peng, ingatlah!
Kau harus menunjukkan kebaktianmu sebagai seorang putera terhadap orang-tuanya untuk meneruskan usahaku yang belum selesai ini. Aku harap kau berhasil membunuh musuhku dibawah tanganmu sendiri! Selamat berjuang puteraku.
Ayahmu : Tio Hoan. Gokhiol membaca surat itu dengan airmata bercucuran.
Perlahan-lahan kantong kulit dibukanya dan benar saja didalamnya terdapat sebuah ikat pinggang dengan sebuah kumala merah. Ketika ia periksa lebih lanjut, kiranya dibelakang ikat pinggang tersebut tergores sebuah peta sederhana lengkap dengan petunjuk2nya. Demikian juga letak goa2 di Tung-hong serta lembah2 dan sungai2nya.
Surat wasiat serta ikat pinggang batu kumala merah itu disimpannya kembali dengan hati2 kedalam kantong kulit tadi yang merupakan sebuah tempat ransum yang lazimnya dipakai oleh orang2 Monggol.
Gokhiol yang berkedudukan sebagai seorang pangeran,
andaikata ia minta ijin untuk pergi mencari musuh,
ayahnya-angkatnya Tuli takkan mengijinkanya. Demikian pula dengan kedua saudara angkatnya Pato dan Hulagu
pasti mereka takkan melepaskannya pergi. Gokhiol berpikir kalau
demikian halnya, ia terpaksa meninggalkan Monggolia dengan diam2 dan kelak setelah ia dapat
membalas dendam, barulah ia akan kembali untuk mohon maaf kepada ayah-angkatnya.
Sedari masih kecil, Gokhiol dididik dalam suasana hidup Monggol, maka tidak heran apabila daerah kejam
mempengaruhi dirinya yang berkemauan keras dan tekad.
la tak mudah mengalah terhadap segala rintangan yang dihadapinya, pantang mundur.
Sebagaimana biasa apa yang terkandung dalam
pikirannya, dia selalu memberitahukan kepada ibunya. Tapi mengingat ibunya yang sangat menghormati Tuli, maka ia berpikir apabila maksud kepergiannya untuk mencari jejak musuh ayahnya diberitahukan juga kepada ibunya, niscaya hal ini mengeruhkan suasana istana. Dan ayah angkatnya itu belum tentu akan meluluskannya. Lebih baik ia
meninggalkan surat saja kepada ibunya.
Keesokan harinya pagi2 sekali Gokhiol membawa
pedang pusaka Ang-liong-kiam menuju kandang untuk
mendapatkan kuda kesayangannya. la membawa bekal
ransum serta minuman, pura2 ingin pergi berburu keluar kota. Bagaikan burung terlepas dari sangkar dia malarikan kudanya keluar dari Holim. Tapi apa mau ia disusul!"
---oo0dw0oo--- Matahari telah menyondong ke Barat, hari menjelang
petang. Nampak didepan Gokhiol sebuah jembatan bambu
melintang yang menghubungi kedua tepi sungai Su-lek Ho.
Selagi ia hendak melintasinya, tiba2 terdengar mendesingnya sebuah anak panah yang memecahkan,
kesunyian diangkasa dan memancarkan percikan kembang api berwarna kuning ke-merah2an.
Gokhidl mendongak keatas. Hatinya terkejut bukan
kepalang Celaka! pikirnya dalam hati. "Itulah panah Ho-Leng-Cian, panah peringatan Panglima! Mungkinkah
Jendral Tuli sendiri yang telah mengubarnya?"
Se-konyong2 dari atas sebuah bukit diseberang sungai mengepul asap, membubung tinggi kelangit. la tersadar bahwa diatas bukit itu terdapat sebuah pos penjagaan. Tak beberapa lama kemudian nampak olehnya sepasukan
tentara yang tergesa-gesa memotong putus tali2 dari
jembatan bambu tersebut. Itulah satu2nya jembatan untuk dapat menyeberangi sungai!
Gokhiol menarik tali-kekang kudanya dan berhenti
didepan jembatan yang telah putus tali gantungannya.
Dengan gusar ia berseru :"Hai, disana!" Aku adalah Gokhiol, anak-angkat Jendral Tuli! Apakah kamu gila
memutuskan jembatan ini, sehingga aku tak dapat
menyebranginya ?" Dari seberang sana seorang perwira maju dan berteriak menjawab.
"Pangeran Gokhiol, apakah kau tidak mengenali panah
tanda peringatan panglima" Lebih baik kau putarkan
kudamu dan kembali ke Holim. Siapapun takkan diijinkan
untuk menyeberangi jembatan ini! Itulah tugas kami sebagai penjaga2 perbatasan."
Gokhiol tak berdaya. Sebaliknya diam2 iapun kuatir
kalau" pasukan pengejarnya mendatang pula, sehingga kesulitan yang menimpah dirinya akan lebih besar lagi.
Tiba2 saja ia teringat akan peta yang tersimpan didalam kantong kulit. Disitu dengan jelas sekali diterangkan bagian2 mana dari sungai Su-lek Ho yang dangkal dan
dalam letaknya. Segera ia menyingkir dari tepi sungai dan menghentikan kudanya disuatu tempat agak jauh. Lalu dibukanya kantong kulit dan dikeluarkannya peta peninggalan mediang
ayahnya. Benar saja! Dibagian sabelah kanan kira2 satu lie
jaraknya dari tempat ia berdiri, terdapat tumpukan batu2
cadas dimana letak sungai adalah agak dangkal. Tanpa ayal ia meuuju ketempat itu dan setelah tiba disana, iapun menerjunkan kudanya kedalam air untuk menyeberangi
sungai. Hari semakin gelap. Gokhiol mengikuti jalan kecil yang ber-liku2 dan kadang2 ia harus menuntun kudanya. Tempat yang dilaluinya itu amat sepi sekali. Tiada terlihat suatu makhluk yang hidup disekitarnya. Sampaikan pohon2
kecilpun jarang dijumpai.
Gokhiol berpikir dalam hatinya. Mungkinkah tempat ini yang disebut lembah Ban-Coa-Kok atau Lembah-ular
melingkar seperti yang tertera didalam petanya" Apabila benar Ban-Coa-Kok, maka tak salah lagi Tiang Jun tinggal ditempat ini. Hatinya ber-debar2.
la meneruskan perjalannya. Tak lama kemudian
kelihatan dihadapannya sebuah padang rumput yang agak luas, dikelilingi oleh tebing2 batu yang menjulang tinggi
keatas tak beraturan. Gokhiol berdiri keheranan : Dimana Tiang Jun tinggal" Lembah yang sunyi-senyap ini mana ada penghuninya" Ah, sebuah gubukpun tak kelihatan!
Gokhiol Sedang ia berpikir itu tiba2 dari balik sebuah batu besar mendesir suara angin. Matanya melihat dua batang tombak meluncur bagaikan kilat kearahnya! Gokhiol berteriak bahna kagetnya. Lekas2 ia menjatuhkan dirinya keatas tanah dan dua batang tombak itu membeset lewat diatas kepalanya! Tombak2 nancap keras pada tebing batu!
Tergesa-gesa Gokhiol meloncat bangun dan diawasinya
tempat dimana tombak2 itu menancap. Kemudian ia
berpaling ketempat dari mana arah tombak itu dilemparkan.
Pada saat itu juga dua sosok tubuh manusia datang
menyerang dirinya. Penyerang2 itu mengenakan topi dari rotan, ditangan
mereka masing2 tergenggam sebuah golok yang panjang
dan tajam berkiIau-kilauan. Ketika itu, sebetulnya pemuda kita dapat menangkis tikaman dari golok itu. Tapi ia tidak berbuat demikian, sesudah memutarkan badannya ia berlari ketebing dibelakangnya. Dengan cepat dicabutnya kedua tombak yang masih menancap didinding tebing, lalu
dilemparkannya! Karena tak menyangka serangan balasan, maka tombak2 itu menancap dengan jitu pada dada kedua penyerang. Lemparan Gokhiol begitu cepat seperti kilat, hingga boleh dikatakan tak terlihat sama sekali! Kedua Iawanya jatuh binasa.
Gokhiol berdiri kesima atas hasil latihannya yang
memperiihatkan hasil luar biasa itu. Dalam hatinya ia merasa bangga. Baru saja ia ingin menghampiri kedua
mayat tersebut untuk mengetahui dari partai manakah
mereka berasal, atau tiba2 terdengar suara orang memuji dari balik batu.
"Sungguh mengagumkan! Hanya saudarakulah yang
dapat melemparkan tombak sedemikian hebatnya.
Suara itu disusul dengan munculnya sesosok tubuh
manusia, menurun dengan gerakan yang ringan sekali dari atas tebing. Gokhiol terkejut bercampur girang. la
mengenali orang itu yang tak lain adala4 saudara-angkatnya sendiri : Pato! Dengan tak terasa ia mundur dua tindak, sedangkan
matanya terbelalak ke-beran2an. Setelah bungkam beberapa saat, barulah pemuda kita membuka
suara : "Adikku, kau telah mengejar aku sampai disini.
Tentu kau hendak menangkap aku untuk dikembalikan ke HoYim, bukan?"
Pato yang memakai pakaian istana dan topi yang
berhuntut binatang rusa, menganggukkan kepalanya.
"Saudaraku Gokhiol. Kedua penyerang itu adalah
anjing2 See-hek. Perjalanan Gie-ko kelembah ini, tentunya te!ah dapat diketahui orang. Lebih baik kau pulang saja.
Sehabis berbicara, Pato menghampiri mayat2 itu dan
dengan kedua tangannya ia menyabut batang2 tombak yang nancap tersebut. Setelah itu ia membalikkan mayat2 dengan kakinya.
Mata Gokhiol yang tajam lantas melihat pada punggung masing2 mayat tersebut tertancap pula pisau terbang.
Adapun pisau terbang semacam itu hanya dipergunakan
oleh bangsa Monggol apabila mereka pergi berburu.
Demikian ketajaman pisau itu, yang dapat memotong kulit badak dengan mudahnya. Keampuhannya terletak pada
ujungnya yang lancip. Maka apabila hendak menggunakan senjata tersebut, orang harus pandai melontarkannya dari jarak yang agak jauh. Sikorban pasti mati dalam sekejap itu juga. Setelah melihat pisau itu menaricap pada tubuh mayat2, Gokhiolpun sadar bahwa pisau itu telah diontarkan
oleh Pato sebelum tombaknya mengenakan sasaran. Itulah sebabnya tadi ketika tombak2nya masih meluncur diudara atau ia telah mendengar teriakan yang mengerikan. Buru2
ia berkata pada adik-angkatnya : "Pato! Kiranya kau yang telah membunuh mereka lebih dahulu. Terima-kasih. Tapi heran sekali, kenapa orang2 See-Hek ini hendak mencelakai diriku?"
"Akupun tak tahu" kata Pato dengan wayah Suram.
"Sudahlah, mari kita pulang. Kau yangan melanggar pe raturan ayah, Gokhiol. la sangat gusar yang kau tanpa pengetahuanya meninggalkan Holim."
"Pato, aku hendak mencari pembunuh ayahku Tio
Hoan. Harap dimaafkan apabila aku terpaksa melanggar peraturari Gie-hu. Kelak bila aku telah menunaikan tugasku dan bisa kembali dengan hidup, biarlah pada waktu itu aku menerima segala hukuman yang akan dijatuhkan oleh Gie-hu kepadaku," jawab Gokhiol dengan sungguh2.
"Gokhiol, ayah tidak bermaksud demikian. Karena kau
pergi seorang diri, maka ayah sangat kuatir akan
keselamatanmu. Maka itu ia telah menitahkan aku untuk mengejar dan mengajak kau kembali..."
Pemuda kita tidak meaunggu sampai orang selesai
bicara, atau ia sudah memotong : "Pato, jangan kau
menjadi gusar. Aku telah bersumpah tidak akan kembali sebelum dapat menghirup darah musuh-besar ayahku !"
Pato yang usianya dua bulan lebih muda dari Gokhiol
melihat adat saudara angkatnya yang keras kepala, menjadi jengkel.
"Gokhiol, apakah kau tidak mengetahui bahwa
selewatnya sungai Su-lek Ho ini, maka disebelah sana adalah wilayah musuh. Kau adalah anak-angkat ayahku
Jendral Tuli dan bukankah musuh mengetahuinya juga"
Bila kau kena ditawan, niscaya kau akan binasa! Tadi saja sudah ada beberapa orang See-hek yang hendak membunuh kau. Mereka seringkli membunuh orang2 Monggol.
Ksatria2 kita sendiripun sering hilang, sampaikan mayatnya pun tak dapat ditemukan, seperti juga halnya dengan
ayahmu Tio Hoan dan sang puteri Wanyen Hong dari
negeri Kim. Oleh karena itu apabila ksatria2 kami ingin memeriksa
Giok-bun-koan, mereka selalu pergi berkelompok. Kini kau pergi seorang diri. Bukankah itu berarti mengantarkan jiwamu kepintu neraka ?"
Sejenak keadaan sunyi-sepi.
Namun kata2 Pato tak dapat melemahkan hati Gokhiol
yang sudah bergelora. Sambil mencekal pedang Ang_liongkiam ia berkata : "Terima-kasih, adiku. Tapi apabila aku menurut nasehatmu, maka seumur hidup dendam kesumat
ayahku Tio Hoan tak dapat dibalas. Bukankah dengan
demikian aku Gokhiol akan menjadi hinaan orang belaka"
Mana mungkin aku masih mempunyai muka sebagai anak-
angkat dari Panglima Perang Jendral Tuli?"
Pato melihat saudaranya tak dapat dibujuk lagi,
menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ada sesuatu yang ingin kusampaikan, Gokhiol. Ketika aku hendak berlalu dari Holim, guru Yalut Sang telah mengirimkan kata2
kepadamu. Guru berkata bahwa sia2 jika dengan usiamu yang masih muda sudah ingin membalas dendam terhadap musuh yang selama tujuhbelas tahun teiah siap2
menantikan kedatanganmu. Kau hanya mengantarkan
jiwamu saja." Gokhiol mesem, ,merigetahui lazimnya . adat kaum -tua yang takut2 saja.
"Selain itu disekitar Giok-bun-koan berkeliaran dua
siluman, satu diantara-nya bernama Im Hian Hong Kie-su atau Sipenunggu Puncak Maut. Kabarnia dia memiliki
kepandaian yang tiada taranya. Pada duapuluh tahun yang lampau, siluman itu pernah menjatuhkan tujuh orang
Ciang-bun-jin dari tujuh perguruan silat dalam waktu seharian ketika sedang diadakan pemilihan Bu-Iim Cin-cun.
Setelah itu ia menyembunyikan diri dan belakangan sering terdengar ia muncul disekitar daerah perbatasan dan-menganggu murid2 dari perguruan yang pernah menghadiri pertemuan pemilihan tersebut."
Pato berhenti sebentar sambil melirik kapada saudara angkatnya. Nampak olehnya airmuka sipemuda stdikipun tak berobah. Pangeran itu melanjutkan ceritaranya pula.
"Pernah sekali Im Hian Hong Kie-su memotong kutung
telinga seorang perwira Mongol, lalu dilepaskanya setelah mencaci bangsa kita yang dikatakan hanya bisa naik kuda saja, tapi kalau belajar ilmu silat sama saja halnya seperti mengajar kepada kerbau. Pada waktu itu kakekku Jenghis Khan masih hidup. Mendengar hinaan tersebut, sekujur badannya gemetar saking gusarnya. Segera ia menitahkan selusuh pasukannya untuk membekuk hatang leher siluman itu, tapi Im Hian Hong Kie-su melarikan diri. Bertahun-tahun
tak terdengar lagi sepak-terjangnya, sampai
munculnya sekarang."
Pemuda kita mendengar dengan penuh perhatian.
"Maka itu guru Yalut Sang telah menyampaikan
pesanan kopadamu, bahwa belum tiba saatnya bagimu
untuk menuntut balas. Kepandaian masih terlampau
rendah. Im Hian Hong Kie-su saja sudah sukar sekali untuk dilawan. Sedangkan siapa musuh ayahmupun kau tak
tahu." Mendengar kata2 yang terakhir dari saudara-angkatnya, Gokhiol menjadi tertarik juga. Bukan karena menjadi jeri, tapi sekedar hatinya merasa heran.
Im Hian Hong Kie-su" Hm, sungguh nama yang aneh
terdengarnya. Dan yang satu lagi, siapa dia " Apakah guru membaritahukan juga kepadamu?"
Pato menyangka bahwa saudara-angkatnya sudah
berobah niatannya, setelah mendengar ceritanya yang
menyeramkan tadi. Buru2 ia menjawab.
"Siluman yang satunya lagi lebih hebat dan aneh. Dia seringkali dapat merobah roman mukanya. Orang2 See-hek memanggilnya Hek Sia Mo-lie atau Wanita Iblis dari Kota Hitam. Ada yang mengatakan dia asalnya mayat hidup dari istana dibawah Kota Hitam dipadang-pasir, adapula yang mengatakan bahwa dia adalah seekor siluman yang telah berhasil menghisap hawa murni inti jagad, lalu menjelma menjadi manusia. Tabiatnya selalu ingin mengusik orang diwaktu malam hari. Menurut cerita orang yang pernah melihatnya, dia adalah seorang gadis yang cantik-jelita.
Tapi ini kebetalan saja, sebab tidaklah beruntung bagi siorang yang bertemu muka dengan sicantik ini, dia
dibunuh! Dia tak pernah diberi kesempatan untuk hidup lagi. Berselang beberapa tahun ini sudah banyak sekali jiwa2 yang melayang ditangan Hek Sia Mo-lie. Sungguh berbahaya sekali."
"Aku tak percaya akan segala siluman, Gokhiol
memotong," bila bukan guru yang mengatakan, niscaya akan kucaci orang yang berkata demikian tadi sebagai pembual!"
"Sebab apa kau tidak percaya" tanya Pato dengan gusar.
"Apakah kau pun tidak percaya akan Dewa2 besar kita?"
"Aku dibesarkan di Monggol dan aku percaya akan
Dewa2 bangsa kita yang maha-sakti." Gokhiol buru2
menambahkan, "tapi Dewa kita dibandingkan dengan
segala siluman atau iblis, adalah lain sekali" Baik kau pulang saja dan sampaikan kepada Gie-hu dan guru bahwa aku, Gokhio!, akan membekuk siluman2 itu. Barulah aku mau pulang!"
Pangeran Pato menjadi sengit mendengar kata2 Gokhiol.
Dengan mata melotot ia berteriak : "Setelah aku bicara sampai berbusah disini, kau masih juga berkepala batu. Kau tahu, aku masih membawa sepasukan tentera berkuda yang telah siap meringkus dirimu. Aku teIah menyia-nyiakan waktu dan, maaf aku tak dapat pulang dengan tangan
hampa!" Pato mundur selangkah seraya mencabut pedangnya.
Dalam keadaan yang gelap lantas memancar sinar hijau bergemerlapan dari ujung dan batang pedang yang tajam itu.
Gokhiol mengerti bahwa ia harus bertanding melawan
saudara-angkatnya, tak ada jalan lain. Tapi ia masih berkata
: "Pato, apakah kau tidak akan menyesal" Kita adalah saudara dan semenjak kecil kita belum pernah bertengkar, apalagi berkelahi."
"Maafkan aku, aku terpaksa menjalankan perintah. Aku telah membujuk kau sampai tenggorokanku kering, tapi kau terus berkeras kepala. Maka tak ada jalan lain setelah usahaku gagal untuk membujuk kau pulang, selain kita bertanding. Bila kau dapat menjatuhkan pedangku ini, maka terserahlah apa yang hendak kau lakukan. Gie-ko, silahkan cabut pedang pusakamu! Biasanya diwaktu
latihan, aku selalu berada dibawahmu. Tapi kali ini, aku akan menjatuhkan kau! Agar kau tak usah meninggalkan Holim untuk mengantarkan jiwamu secara konyol!"
Gokhiol per-lahan2 menyabut Ang-liong-kiam dan
berkata dengan suara gemetar : "Adikku, untuk apa kita susah-payah mengadu kepandaian" Salah2 kita bisa terluka atau binasa. Ijinkanlah aku pergi, dan aku akan tak lupa atas kebaikanmu."
"Tak ada perundingan lagi!" jawab Pato dengan singkat.
Mulailah! Apakah kau takut untuk bertempur?" Gokhiol tak berbicara lagi. Pedangnya dilintangkan kedepan dadanya, lalu diserongkan kesamping dan kakinya melangkah tiga tindak kedepan. Ia berteriak : "Awas ! Pedangku datang!"
Pedang pusaka menyambar melintang, gerakan ini terang2
memberitahukan kepada Pato bahwa ia menyerang bagian bawah.
Pato memutarkan pedangnya untuk menangkis serangan
Gokhiol. Pedang beradu! Tiba2 tangan mereka terasa linu, tandanya kekuatan mereka seimbang! Mendadak Pato
menarik kembali pedangnya dan badanya merendah
kebawah. Dengan pedang melintang ia menantikan
serangan berikutnya dari Gokhiol.
Gokhiol diam2 berpikir dengan keras. Seluruh perhatiannya ia pusatkan diatas pedangnya, yang mendadak digetarkannya kearah ujung pedang Pato. Bila ia menyentak, tentu pedang adiknya akan terlepas dari
pegangannya. lapun segera memberi isyarat : "Adikku, peganglah pedangmu dengan erat2. Bila nanti terlepas kau akan kalah!"
Benar saja! Begitu pedangnya menyentak, maka pedang
Pato terpukul sampai mengerai tanah. Namun pedang itu tak terIepas! Malahan kini pedang Pato balik membal dan kembali menghantam pedang Gokhiol. Kedua pedang
melekat menjadi satu."
"Ha-ha-ha!" tertawa Pato dengan girang. "Kau tidak berhasil menjatuhkan pedangku. Tidak ada yang kalah, tidak ada pula yang menang. Sekarang baiklah kita mngadu kekuatan, pedang siapa yang menyentuh tanah terlebih dulu, dialah yang kalah. Apakah kau setuju, Gokhiol?"
Pemuda kita mengulum senyumnya.
"Boleh saja! Sekarang akupun tak akan segan2 lagi!"
Demikianlah mereka saling mengadu kekuatan, dua
pedang yang melekat saIing berkutetan diudara. Lambat laun kedua senjata itu bergoyang2 saling dorong-mendorong, tapi selalu berkisar tidak lebih dari dua tiga dim diatas tanah. Airmuka kedua pemuda itu berobah merah dan keringat mulai ber-cucuran dari wajah mereka. Selang sipeminuman teh, Pato berkata : "Kau tak dapat
mengalahkan aku, lebih baik kau lepaskan pedangmu. Bila tidak, niscaya kau akan celaka."


Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gokhiol yang merasa dirinya lebih kuat menjawab
dengan mendongkol. "Jangan terkebur, adikku. Aku belum dapat kau
kalahkan." "Kau jangan menyesal!" teriak Pato seraya menarik pedangnya keatas. Ketika itu cepat2 digunakan oleh
Gokhiol untuk memukul pedang adiknya sekuat tenaga.
Kedua pedang saling beradu pula hingga api berpercikan.
Pedang Pato hampir saja terlepas, sehingga tak tertahan lagi muka sipangeran menjadi merah-padam. Ia berseru kepada Gokhiol : "Saudaraku, kau sungguh liehay! Tapi aku juga masih belum kau kalahkan."
Gokhiol bergeser kesamping, matanya tersenyum
memandang adiknya yang belum-mau mengalah.
"Memang belum, Pato," sahutnya.
Seraya menerjang kedepan dengan pedang yang hijau
berkilauan, Pato menyerang amat bengisnya. Bagaikan
belut Gokhiol berkelit kesamping dan menggerakkan
pedangnya menghantam, hebat sekali!
Pedang Pato kesampok hingga menerbitkan suara
bergeseknya barang logam yang menyakitkan telinga. Tiba2
pedang Gokhiol dikendorkan dan dengan tipu Siang-hong Hwie-sauw atau Sepasang-burung-Hong-pulang-kesarang, dengan meminjam tenaga dorong dari pedang adiknya. ia menekannya kearah tebing batu. Dalam keadaan yang gelap kelihatan sinar berkelebat dengan pesatnya, disusul dengan terdengarnya suara dua batang pedang amblas kedalam
tebing batu! "Nah, cabutlah pedangmu! Aku hendak menguji
kekuatanmu." Gokhiol berseru sambil memandang adiknya dengan wajah berseri-seri.
Wajah Pato menjadi merah.
la melangkah ketebing batu dan selagi ia hendak
ment}abut pedangnya yang amblas dalam sekali, hingga sukar sekali untuk ditarik keluar - atau tiba2 terdengar suara tertawa seorang wanita! Suaranya nyaring dan jernih. Pada detik menyusul dari atas tebing melayang turun seorang gadis yang memakai tutup muka.
---oo0dw0oo--- "Celaka! Dialah Wanita Iblis!" Pato menjerit dengan cemas. Buru2 ia menyabut pedang pusaka Ang-liong-kiam, tapi baru saja keluar sedikit atau tiba2 pergelangangan tangannya disamber dan dicengkeram sigadis.
Pato bukanlah sembarang orang, dia murid dari jago
silat istana Yalut Sang. Tangan kirinya dengan ganasnya menjambak pundak gadis itu, untuk membanting. Tapi diluar dugaannya, begitu tangannya
menyentuh pundak yang halus, atau lengannya terasa
sakit dan kaku! Sicantik membentak dengan suara merdu : "Tat-cu, lihatlah
pedang ini!" Tangannya menurunkan Pedang-naga-merah untuk kemudian digeserkan kesamping menusuk pinggang Pato. Sekonyong-konyong terdengar suara tertawa yang
nyaring dan dari atas tebing meloncat turun seorang gadis yang memakai tutup muka.
"Celaka! Hek Sia Mo-lie datang." teriak Pato seraya cepat-cepat mencabut pedang pusaka Ang-lioug-kiam.
Terlambat! Begitu melihat bahaya mengancam dirinya, buru2 Pato
Iompat kebelakang. Tapi sigadis tidak berhenti sampai disitu saja, belum Pato dapat berdiri dengan benar atau pedangnya telah menyerang pula dengan suara menderu.
Terpaksa sipangeran menjejakkan kakinya dan badannya membubung tinggi keatas udara. Pedang memukul tempat kosong.
"Tat-cu! Kau dapat mengelakkan beberapa jurus ilmu
pedangku, tapi jangan kau sangka bahwa aku tidak dapat membunuh kau malam ini juga!"
Pedang Ang-liong-kiam di putar2kan oleh sigadis dengan kecepatan yang luar biasa, hingga sinar merah berkilauan dimalam yang gelap. Selagi sigadis ingin menurunkan
pedang, tiba2 kelihatan sinar putih.
Dua buah tombak menyambar seperti kilat kearah gadis itu. la tak keburu berkelit lagi! Tenpaksa kedua tombak yang ternyata dilemparaan oleh Gokhiol, disampoknya
dengan pedang. Tombak2 tersebut terputus menjadi ampat: Sungguh tajam sekali pedang Ang-Iiong-kiam!
Pada detik itu juga Gokhiol sambil mencekal busur
ditangannya, lompat menghampiri sambil berseru : "Pato, jangan kuatir. Aku akan membantu kau!"
Sigadis membalik dan dilihatnya Gokhiol sedang
membentangkan tali busurnya yang dibidikkan kearahnya.
Nampak sinar mata sipemuda yang bernyala2 dan sikapnya yang beringas seperti harimau.
Mata sigadis dan Gokhiol saling bertemu, dan mau tak mau gadis itu menjadi terpesona melihat pemuda kita yang gagah-tampan romannya.
"Siapa kau, wahai pemuda! Kau kelihatannya seperti
orang Han. Janganlah berlaku goblok untuk mengantarkan jiwamu ber-sama2 Tat-cu ini."
"Perempuan iblis" mencaci Gokhiol dengan gusarnya.
"Apakah kau belum kenal kepada Gokhiol anak-angkat dari Jendral Tuli" Hari ini akan kuambil jiwamu!"
Begitu tali busur dilepaskan, maka menjepretlah sebuah anak-panah dengan pesatnya. Tapi sigadis dengan tenang
menangkis anak-panah itu dengan pedang hingga jatuh
ketanah. Gokhiol, meiihat orang berhasil menangkis serangan
anak-panahnya, segera dengan berturut-turut melepaskan beberapa anak-panah pula.
Tapi sigadis tiap kali dapat menangkisnya dengan
cepatan sekali. Pato yang melihat kejadian tersebut, menjadi kagum
bukan kepalang terhadap kepandaian gadis muda itu.
Sebaliknya ia kuatir akan keselarnatan Gokhiol.
Pemuda kita terus melepaskan anak2 panahnya dan tak
lama kemudian panahnya sudah habis. Puluhan anak-
panah telah terpapas kutung oleh tangkisan gadis itu dengan pedang pusaka Ang-liong-kiam.
"Hi-hi-hi ,..!" terdengar suara tertawa sigadis yang mengejek. "Gokhiol, Gokhiol! Benar hebat permainan ilmu panahmu. Apakah masih ada ilmu lainnya lagi yang lebih bagus dan menarik untuk dipertunjukan kepadaku?"
Pato berdiri terpaku, tak tahu apa yang harus diperbuat, menurut penglihatannya lebih aman melarikan diri, tapi sebaliknya menurut sumpah, para ksatrya Monggol harus bertempur sampai mati. Lagipula sang lawan adalah
seorang gadis yang masih remaja, maka diam2 ia melihat saja kepada Gokhiol yang sebaliknya tetap berdiri tegak tanpa menunjukkan rasa jeri. Pato merasa kagum terhadap keberanian saudaranya hingga ia merasa malu sekali akan dirinya. Gadis itu memperdengarkan pula suara ejekannya.
"Nah, kalau kau tidak mempunyai ilmu lainnia lagi,
maka baiklah aku saja yang akan membuat pertunjukan.
Bagaimana, pangeranku?"
Gokhiol tertawa, suaranya yang dingin memecahkan
kesunyian malam. "Hm, kau perempuan iblis telah mencuri pedangku selagi kita kakak beradik sadang mengadu kekuatan. Kau telah mengambil kesempatan dengan membokong, tatkala kami
tak bersenjata. Apakah itu sifat seorang pendekar" Puh!
Meskipun kini kami kalah ditanganmu, kami tidak merasa kecewa. Sebaliknya kau, meskipun menang tapi dengan
jalan pengecut!" Suara sipemuda yang menunjukkan semangat kejantanan, dan sikapnya yang beratu, telah membuat hati sigadis tergerak. la menyapu dengan pandangan matanya yang halus seraya berkata dengan suara yang lembut seperti agak kemaIu-maluan."
"Apakah kau masih penasaran, Gokhiol?"
Pemuda kita menganggukkan kepalanya.
"Bila kau menyerang secara terang2an, barulah aku
puas. Kembalikanlah pedangku yang kau curi itu dan
marilah bertanding satu lawan satu. Walaupun binasa
akupun meram." Gokhiol berkata demikian sebetulnya untuk mancing
agar sigadis mau mengembalikan pedang Ang-liong-kiam.
Namun sigadis mencibirkan mulutnya yang mungil.
"Cis! Kau juga pandai mencari akal yang bulus. Kau
ingin menipu aku untuk mengembalikan pedang pusakamu ini" Huh, aku tak mudah kau tipu! Sekarang supaya kau mati tidak menjadi setan penasaran, marilah kita berkelahi dengan tangan kosong. Bila kau dapat menghindarkan tiga jurus pukulanku, maka akan kupulangkan pedangmu ini."
Selesai berkata demikian pedang Ang-liong-kiam dilontarkan sigadis keatas, sebuah sinar merah berkelebat
dan pedang pusaka menancap pada tebing batu. Adapun
letak tebing itu dengan tanah sedikitnya lima atau enam tombak jauhnya dan sukar sekali uniuk diambil. Pato maju dengan gusar melihatnya senjata dibuat main.
"Hai, siluman! Aku siap menyambut tiga jurus
pukulanmu. Gokhiol, minggirlah!"
Pangeran muda itu mempunyai suatu ilmu rahasia yang
telah diyakinkannya dengan matang betul. Im-hui Thiat-ciang-hoat atau Telepak-tangan Bendera Awan berasal dari seorang Lhama bangsa Thouw-hoan yang kemudian
diambil-alih oleh partiy Ceng-cong Pay.
Gokhiol, melihat adiknya maju kemuka, lekas2
memperingatkan. "Pato, hati2lah! Kau jangan gagabah!"
Pangeran itu mengikat tali-pinggangnya erat2 dan
mengangkat telapak-tangannya."
"Awas! Aku menyerang!" teriaknya mengancam.
Sigadis tidak menjawab. Melihat Pato memukul, ia
menggerakkan pula tangannya. Itulah tipu Ciak-jin Cian-Thian atau Dengan-tangan-mengusap-langit yang hebat
sekali. la menduga tentu Pato mengunakan tenaga keras, maka iapun menyambut dengan kekerasan pula. Tapi diluar dugaannya, begitu tangannya terbentur, ia merasakan
tenaga sipangeran bagaikan kapas!
Pukulannya bagaikan tenggelem dalam air! Hatinya
tersentak kaget. Pato perhebat pukulannya, hingga sigadis buru2
menyalurkan tenaga-dalamnya.
Pato sangat bernapsu, hingga dadanya melonjak-lonjak.
Itulah kesalahan yang besar! Karena pada umumnya bila
seorang akhli-silat berhadapan dengan lawan yang
setanding, maka yang paling pantang adalah dipengaruhi perasaan
penasaan - karena perhatiannya menjadi terganggu. Sigadis yang dapat melihat kelemahan lawannya, cepat2
mempergunakan ketika baik tersebut. Ia mengempos
semangatnya dan menghantam lebih keras.
Sekonyong-konyong Pato merasakan dirinya bagaikan
sebuah perahu kecil yang terombang-ambing di tengah
lautan tanpa ada yang mengemudikannya. Kakinya
bergemetar. Pangeran muda itu bukan kepalang terperanjatnya, peluhnya bercucuran turun membasahi
mukanya. Nampak mukanya pucat seperti kertas. Napasnya mulai
sesak dan memburu! ---oo0dw0oo--- Gokhiol kuatir sekali akan keadaan adiknya. Namun ia malu untuk maju mengerubuti satu lawan. Tangan kanan sigadis melekat dengan tangan Pato, sedangkan tangan satunya lagi diulurkan kearah tebing batu yang jaraknya kurang lebih satu tombak.
Tiba2 suara angin mendesir keluar dari telapak-tangan sigadis dan meniup keras pada tebing batu. Lambat-laun tebing itu berlobang! Reruntuk batu2 berjatuhkan kebawah.
Lobang itu makin lama makin lebar dan dalam!
Gokhiol tahu bahwa gadis itu telah berhasil menyedot tenaga-dalam Pato yang dibuangkannya pula melalui
tangannya yang lain kearah tebing batu. Penuh kegusaran ia berteriak : "Pato, adikku! Lekas mundur! Kau ditipu oleh gadis licik itu!
Pato yang sedang kewalahan segera berontak hendak
melepaskan tangannya. Terlambat! Tangannya melekat
keras pada tangan gadis itu, tak bisa dicabut ! Sigadis tersenyum dingin, ia menolak dengan tangannya, hingga Pato yang tak bertenaga lagi terdorong kebelakang ...
mendekati jurang! Melihat bahaya besar mengancam diri adiknya, Gokhiol tanpa ayal mengenjotkan kakinya loncat menyerbu.
Terlambat pula! la berteriak bahna kagetnya. Kaki Pato sudah terlepas dari jurang! Tapi diluar dugaan, selagi pangeran itu akan jatuh, atau tiba2 badannya menaik
keatas. Bagaikan ada suatu tenaga yang mengangkat
dirinya. Heran sungguh heran. Pato berdiri tegak pula menghadapi sigadis.
Gokhiol melongo. Gadis itupun tak luput dari herannya dan matanya membelalak lebar.
Pato bagaikan orang yang baru sadar, bertindak kedepan dan mengirimkan pukulan yang menderu seperti taufan.
Sigadis cepat2 mengangkat tangannya untuk menyambut. Kali ini kedua pihak sama2 sengit!
Pada saat itu juga sigadis terperanjat luar biasa. la merasa tenaga lawannya berbeda jauh dari pada sebelumnya.
Kedua tangan saling melekat pula. Pato berputar dan
sigadis kini turut berputar pula.
Gokhiol meleletkan lidahnya. la sungguh2 tak habis
mengerti dengan cara bagaimana mendadak adiknya
memiliki kepandaian yang luar biasa itu. Mereka masih berputar2 dan masing2 tak dapat melepaskan diri. Tanah dimana bekas diinjak sigadis melesak kedalam, tandanya ia
telah mengerahkan seluruh tenaga-dalamnya untuk menahan kakinya. Tapi tak berhasil.
Pato sendiri merasa heran dari mana dirinya tahu2
memiliki tenaga-dalam yang demikian hebatnya.
Bagaimanapun juga sigadis membetot, tak berdaya dia
melepaskan dirinya. Malahan
semakin lama Pato merasakan dirinya semakin kencang berputar, sedangkan ia sendiri bagaikan tak berkuasa atas kakinya.
Tiba2 sigadis itu mendongakkan kepalanya. Terdengarlah teriakannya yang penuh kegusaran. "Hai, siapa kau diatas! Jangan usilan mengacau pertarungan orang lain!"
Gokhiol dan Pato lekas2 pula melihat keatas dan
kelihatan oleh mereka seorang laki2 berpakaian hitam berdiri ditebing sambil memutar2kan kedua tangannya.
Kini mereka baru tersadar.
Sigadis menarik kembali tenaga-dalamnya dan melepaskan Pato. Segera tubuhnya melayang keatas
bagaikan burung Hong, kearah laki2 itu. Kedua orang itu lantas menghilang ........
Tiba-tiba Hek Sia Mo-lie melihat keatas tebing.
"Hai, siapa kau diatas! Jangan usilan mengacau pertarungan orang lain!" teriaknya dengan penuh kegusaran.
Gokhiol memandang ketempat pedang yang tertancap
ditebing batu. Tersiraplah darahnya! Ternyata pedang pusaka itupun sudah hilang!
"Celaka, pedangku telah dicuri oieh laki2 yang
berpakaian hitam itu !"
Gokhiol tidak mendengar Pato memberi jawaban. la
menoleh. Pangeran itu kiranya jatuh pingsan kehabisan tenaga. Buru2 pemuda kita mengangkatnya.
"Pato, adikku." ujarnya dengan wajah cemas. "Apakah kau terluka ?"
Dengan napas ter-putus2 Pato menjawab : "Aku ... aku sangat haus. Ambilkanlah aku air......"
Gokhiol dengan hati legah mengambil tempat

Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penyimpan air dari pinggangnya dan di tuangkannya
beberapa teguk kemulut adiknya. Lambat laun Pato pulih kembali tenaganya. la berkata kepada Gokhiol : "Gie-ko, maafkan aku tadi telah berlaku tidak sopan terhadapmu.
Sebetulnya Ama (ibu Gokhiol) telah memesan kepadaku
untuk memberitahukan kepadamu agar kau memakai itu
batu kumala merah pada badanmu. Aku tahu kau takkan
mau kembali, maka aku telah menyuruh pengiring2ku
untuk menantikan dimulut lembah. Seharusnya aku tidak men-coba2 kekerasan hatimu yang telah bertekad bulat untuk menuntut balas atas pembunuh ayahmu. Dan lebih disayangkan lagi, karena kesalahanku kini pedang pusaka Ang-liong-kiam telah dibawa kabur orang. Aku benar2
merasa menyesal sekali !"
Kini Gokhiol baru tahu bahwa Pato telah disuruh ibunya untuk menyampaikan pesanan. Hatinya menjadi sangat
terharu. la memeluk adiknya.
"Pato, adikku. Tadi aku telah salah sangka, sungguh aku harus merasa malu sekali."
"Gie-ko, sayang ayahku melarang aku meninggalkan
Holim, kalau tidak niscaya aku akan turut denganmu untuk mencari kembali pedang pusakamu itu. Dengan jalan
demikian, baru hatiku enak."
Tampak airmuka Pato menunjukkan perasaan yang
menyesal sekali. "Gie-ko, apakah kau dapat melihat orang berpakaian hitam tadi dari golongan mana" Melihat
kepandaiannya tadi, dia membuat aku se-olah2 seperti dua orang yang berlainan. Sungguh suatu kepandaian yang tak dapat dicari keduanya. Kini ternyata pedang pusakamu jatuh ditangannya..."
Gokhiol terharu mendengar kata2 adiknya.
"Kau jangan bersedih hati. Aku meninggalkan Monggolia kali ini sebenarnya dengan maksud untuk
bertemu dengan orang2 pandai dan juga untuk memperdalam pengetahuanku. Mengingat selama sepuluh
tahun yang telah lewat, kita meskipun telah mendapat bimbingan dari para ahli2 tempur, namun kita masih
bagaikan katak dalam sumur. Gadis tadi, mungkin juga dia Hek Sia Mo-lie dari Kota Hitam seperti yang dilukiskan guru Yalut Sang. Sayang dia memakai tutup muka, hingga kita tak dapat melihat dengan tegas bagaimana roman
mukanya." "Kejadian malam ini benar2 luar biasa." ujar Pato. Dua pembokong tadi berasal dari See-hek dan maksudnya
adalah untuk membunuh kau. Tapi Hek Sia Mo-lie itu
apakah permusuhannya dengan kita" Kelihatannya ia tadi
sungguh2 hendak mengambil jiwaku. Kalau bukannya
orang laki2 berbaju hitam menolong aku dengan
mempergunakan ilmu Thwan-to Khi-kang atau ilmu
Mengirim tenaga-melalui-udara yang telah sempurna itu, niscaya malam ini kita berdua akan binasa."
Mendengar perkataan itu, Gokhiol teringat sesuatu.
"Aku masih mendengar tadi kau menyebut Im Hian
Hong Kie-su, mungkin dia orangnya?"
"Entahlah. Tapi hatiku tak tenteram."
Mereka masih bercakap beberapa lama. "Budi yang telah kau berikan kepadaku, takkan dapat kulupakan. Jagalah ibuku baik2 dan hiburkan hatinya selama aku pergi Tapi kini kau harus lekas2 meninggalkan tempat ini. Baiklah akan kuhantarkan kau sampai dimulut lembah ini," ujar Gokhiol.
Tiba2 terdengar - derapan kaki kuda yang riuh sekali.
Suara sepasukan tentera berkuda yang mendatang kejurusan mereka. Cepat2 Gokhiol dan Pato memanjat tebing dan benar
saja apa yang dilihat mereka adalah sepasukan tentara berkuda Monggol dengan membawa obor berkobar-kobar."
Suramlah wajah Pato. "Pasukan pengawalku telah datang. Sebaiknya kau
lekas2 meninggalkan tempat ini, jangan sampai diketahui oleh mereka. Dengan duaratus pengawal aku dapat pulang kembali ke Holim dengan aman. Harap kau jangan kuatir, Gie-ko. Dan akupun akan mendoakan agar kau berhasil
mendapatkan musuh-besarmu serta membunuhnya. Huharap pula agar kau lekas2 kembali ke Holim."
Kedua saudara itu saling rangkul dan dengan air mata berlinang mereka saling berpisahan.
"Semoga Dewi2 kita selalu mendampingi dirimu," bisik Pato dengan suara parau. Kemudian ia berlalu ...
---oo0dw0oo--- GOKHIOL berdiri diatas tebing mengawasi adiknya
pergi dengan perasaan pilu. la merasa sunyi.
Tiba2 terdengar dibelakangnya suara orang ter-batuk2
kecil. Disusul dengan bisikan yang lirih : "Oh, Siauw-cu-jin.
Aku telah menantikan kau selama terjuhbelas tahun
lamanya. Tak disangka kau akhirnya datang juga."
Gokhiol membalik dengan terperanjat. Kini pedangnya
sudah tak ada lagi, sedangkan anak panahnya sudah habis.
Begaikan kilat ia menyabut pisau belatinya. Ia bersiap untuk bertempur! Matanya menyapu dengan tajam. Seorang
kakek yang telah berambut putih muncul pada jarak kira2
lima tombak, ia mengenakan pakaian bangsa Han yang
sudah koyak2. Ditangannya tergengam tongkat dari bambu.
la mengawasi Gokhiol dengan mata yang berseri-seri.
Lo-cian-pwee, kau siapa" Kenapa membahasakan aku
dengan Siauw-cu-jin?" tanya Gokhiol dengan heran.
Tiba2 kakek itu berlutut seraya mengucapkan syukur
kepada Tuhan. "Terima kasih atas berkah Tuhan yang maha-pengasih.
Malam ini aku dapat bertemu dengan Siauw-cu-jin yang gagah-perkasa seperti juga dengan mendiang ayahnya. Oh, Cu-jin. Kalau saja kau dapat menyaksikan dialam baka, maka hatimu tentu akan puas."
Gokhiol makin tercengang. Buru2 ia mengangkat siorang tua itu dan berkata. "Maaf, lo-cian-pwee. Kau salah sangka.
Aku bukan Siauw-cu-jinmu. Bangunlah."
Sikakek mengangkat kepalanya.
"Siauw-cu-jin, bukankah kau Tio Peng putera dari Tio Hoan" Aku telah mengikuti mendiang ayahmu dari negara Song kenegeri Kim, kemudian ikut mengawal puteri
Wanyen Hong ke Monggolia yang diutuskan sebagai duta perdamaian. Tapi malang
sekali puteri mendadak menghilang. Ayahmu telah berusaha untuk mencarinya dan celaka baginya ia telah dibunuh dalam menunaikan
tugasnya oleh musuh yang tak dikenal."
Gokhiol menahan napasnya.
"Pada hari itu Cu-jin telah menyuruh aku tinggal ditepi sungai Su-lek Ho untuk mencari berita tentang sang puteri.
Selama tujuhbelas tahun aku berdiam disini. Pada sepuluh tahun yang lampau. Cu-be Lok Giok telah memberi kabar bahwa kau telah diangkat anak oleh Jendral Tuli. Ayahmu telah memberi kau nama Tio Peng dan kau adalah
keturunan dari pangeran negara Song. Siauw-cu-jin, kau jangan melupakan asal leluhurmu bangsa Han! Setiap hari aku menghitung-waktu mengharapkan kedatanganmu di
Ban-Coa-Kok. Syukur sekali akhirnya aku dapat bertemu dengan kau, Siauw-cu-jin. Matipun kini aku rela rasanya."
Bangsa Monggol biasanya banyak pantangannya, begitu
juga dengan Gokhiol yang dibesarkan dikalangan istana, sedikit banyak masih terpengaruh sifat2 tahayul. Begitu mendengar siorang tua menyebut kata "mati," buru2 ia mencegahnya : "Lo-cian-pwee, mengapa kau mengucapkan kata2 yang demikian" Aku benar adaiah Tio Peng, putera dari Tio Hoan. Kukira kau adalah kakek Tiang Jun
pengikut mendiang ayah. Kali ini ibu telah menyuruh aku
datang berkunjung kepadamu, untuk bertanya siapakah
pembunuh dari ayah."
Sikakek segera merangkul pemuda kita.
"Syukur kau telah terhindar dai bahaya maut. Tapi disini bukan tempat yang baik untuk kita bicara, marilah ikut aku!"
Gokhiol mengikuti orang tua itu meninggalkan lembah
yang letaknya ber-lingkar2 itu. Dibawah sinar bintang2
yang berkerlipan, tampak wajah sikakek yang putih tanpa jenggot dan kumis. la adalah seorang ... Tay-kam atau pelayan kebiri!
Ditengah jalan Gokhiol masih betanya : "Lo-cian-pwee, katanya ketika ayah sedang mencari sang putri Wanyen Hong, ada seorang ksatrya yang bernama Giok Liong.
Apakah ia sekarang masih hidup?"
"Mungkin Siauw-cu-jin belum mengetahui," sahut
sikakek. "Sewaktu Cu-jin datang kegoa Tung-hong untuk mencari jejak sang putri, tak lama kemudian orang2 dari See-hek telah terpukul mundur oleh tentara Monggol. Tapi disepanjang jalan mereka masih sempat membakar serta merampok penduduk desa. Aku dan Giok Liong pada
waktu itu tertawan oleh mereka, tapi untung aku kemudian dapat meloloskan diri. Sedangkan bagaimana dengan nasib Giok Liong, aku tak mengetahuinya lagi," kata sikakek sambil menghela napas.
Mereka terus berjalan kaki menyusuri tepi sungai dan akhirnya sampailah mereka disebuah gubuk yang dikelilingi dataran tinggi pegunungan.
Sikakek mempersilahkan Gokhiol untuk masuk kedalam
gubuknya dan setelah mengunci pintu dengan rapat,
dinyalakannya sebuah lampu pelita sebagai penerangain.
Lalu ia menuju kepojokan kamar dan menggeser sebuah
periuk yang terbuat dari tanah liat. Diambilnya keluar suatu benda dari dalamnya.
"Cu-jin berkata bahwa kelak kau akan datang mencari
aku dan memesan agar supaya aku menyampaikan benda
ini . . ." Gokhiol menyambut pemberian sikakek yang ternyata
adalah sebuah sepatu kulit berselongsong panjang.
Walaupun sudah gepeng, tapi selongsongnya masih utuh.
"Apakah sepatu ini peninggalan ayahku?" tanya pemuda kita dengan parau.
"Memang itulah barang ayahmu," sikakek membenarkan, "ketika pertama kali Cu-jin pergi kegoa Tung-hong, ia telah menitahkan kepadaku untuk menanti di tempat pegunungan ini. Dua hari kemudian ia telah
kembali pula dan wajahnya nampak tegang sekali. la
menceritakan kepadaku bahwa sang putri ... masih hidup!
Malam hari itu juga ia pergi pula dengan ter-gesa2. Dan esoknya menjelang fajar ia kembali dalam keadaan badan berlumuran darah. Kiranya tangan ayahmu terluka oleh tikaman pedang musuh! Aku masih menanyakan apakah ia telah bertemu dengan sang musuh, tapi Cu-jin tidak
memberikan jawaban."
Gokhiol mendengarkan cerita Tay-kam itu dengan
kesima. Sikakek meneruskan pula : "Pada hari itu juga Cujin kembali ke Holim dan sebelumnya memesan kepadaku untuk menunggu ditempat ini. Juga ditinggalkannya sepatu ini dan memesan wanti2 agar menyimpannya dengan baik2.
Tapi apa mau dikata Cujin kembali untuk kedua kalinya, aku dan Giok Liong tertawan oleh orang" See-hek. Dan mengenaskan sekali Cu-jin kemudian terbunuh oleh musuh.
Sepatu ini telah kusimpan dengan baik' dan beruntung
sekali ia tak hilang. Kukira benda ini penting sekali dan berhuhungan dengan hilangniya putri Wanyen Hong. Tapi aku yang tolol tak dapat mengetahui makna dari sepatu ini.
Gokhiol memeluk sepatu tersebut bagaikan ia memeluk
ayahnya. Tiba2 ia rasakan ada sesuatu yang tersembunyi didalam sepatu itu. Buru2 ia membuka jahitannya dengan sabilah pisau. la berseru tertahan! Betul saja dan dalam selongsong sepatu itu tersimpan sebuah bungkusan kecil dari sobekan kain baju.
Ketika Gokhiol membuka bungkusan kain tersebut,
dinginlah sekujur tubuhnya. Ternyata isinya adalah sebuah telunjuk tangan manusia yang telah kering! Melihat bentuk tulangnya yang kasar, dapat dipastikan bahwa telunjuk itu adalah kepunyaan seorang laki2 dan samar2 masih
membekas darah yang telah kering, menandakan terpapasnya oleh sebuah benda yang tajam seperti pisau.
Tiang Jun yang juga melihatnya turut terkejut. Segera ia terangi dengan pelitanya.
"Siauw-cu-jin, kain itu masih ada tanda bekas darahnya!"
ujarnya dengan suara gemetar.
Gokhiol membentangkan kain itu dibawah cahaya pelita carikan kain itu. Huruf2nya agak suram tapi samar2 masih dapat dibaca : Delapan diatas goa ketigabelas, kekanan enambelas tiga dim dibawah lengan.
Gokhiol berdebar hatinya. Dibacanya huruf2 itu dengan seksama, tapi ia tak dapat menangkap artinya.
"Siauw-cu-jin, aku kira huruf2 itu merupakan tutisan rahasia. Ayahmu rupanya telah menemukan sedikit
keterangan, tapi karena dalam keadaan luka ia kuatir takkan dapat melanjutkan pemeriksaannya, maka ia telah
menulisnya dalam sobekan kain ini dengan darah dari
lukanya." "Akupun sependapat denganmu," jawab Gokhiol, "tapi ini telunjuk tangan siapa ?"
Sikakek berdiam. Selang beberapa waktu, barulah ia
berkata : "Siauw-cu-jin, besok akan kucarikan dua ekor kuda untuk kita pergi berdua kegoa Tung-hong, yang
letaknya kira2 duaratus lie dari sini. Kita dapat
menempuhnya dalam waktu satu hari satu malam."
"Maaf, tak dapat," sahut Gokhiol, "aku harus mencari dulu pedang pusakaku, yang telah terampas tadi."
Sekonyong-konyong terdengar suara berkeresekan diluar gubuk. Gokhiol cepat2 meniup padam api pelita seraya menarik badan sikakek kepinggir dinding. Baru saja sikakek menyingkir atau mendadak saja ... pintu gubuk terbuka!
Mendadak sebuah sinar yang mengkeredep menyambar
ketempat dimana sebelumnya sikakek berdiri.
Gokhiol mencabut pisau belatinya dan dengan berani
berlari keluar. Dalam keadaan yang gelap nampak sesosok bayangan orang berkelebat menghilang dikelam malam.
Tiang Jun tergesa-gesa menyusul keluar untuk mencegah Gokhiol mengajar.
"Siauw-cu-jin, jangan kau kejar! Kau harus bersikap
tenang dan berpikiran dingin."
Gokhiol masuk kedalam gubuk kembali dan disuluhinya
pula ruang gubuk untuk memeriksa apa yang telah
dilemparkan orang itu. Nampak olehnya sebuah benda
logam menancap diatas tanah. Setelah Gokhiol mencabutnya untuk diperiksa, ternyata benda logam itu berbentuk bulat, dipinggirnya terdiri dari sembilan buah gerigi yang tajam. la tak mengetahui benda apakah itu"
"Lo-cian-pwee, aku telah tinggalkan kudaku dimulut
lembah. Aku ingin menjemputnya serta mencari laki2
berbaju hitam tadi yang telah mencuri pedangku. Setelah dapat kurebut kembali maka aku akan kembali kesini untuk menemukan kau."
Tiang Jun hanya dapat memberikan restunya, ia
mengawasi Gokhiol pergi meninggalkan dirinya...
---oo0dw0oo--- PADA siang hari sampailah Gokhiol pada daerah
dataran rendah. Dipinggiran jalan berderetan kedai2. la menghampiri salah sebuah tenda dan lompat turun dari kudanya. Kedai itu adalah milik orang suku Hui.
la memesan makanan dan acuh tak acuh menanyakan
jalan kejurusan goa Tung-hong.
"Ada dua jalan yang dapat saudara tempuh untuk pergi ke Tung-hong." kata sipemilik kedai dengan ramah, "satu diantaranya melalui padang pasir dan dusun Ang-Liu-Cun yang merupakan jalan terdekat, sedangkan yang satunya lagi ialah melalui ladang garam yang memakan waktu lebih lama. Tapi lebih baik kau mengambil jalan yang melalui ladang garam walaupun memakan tempo satu hari lebih
lama untuk sampai di Tung-hong,"
"Kenapa ?" tanya Gokhiol dengan heran.
Sipemilik kedai menjadi tegang air mukanya.
"Saudara, jangan kau mengambil jalan yang melalui
Ang-Liu-Cun itu. Beberapa waktu akhir2 ini para petualang yang lewat dipadang pasir itu semuanya mati terbunuh.
Binasa secara mengerikan dibawah tangan Heh Sia Mo-lie dari Kota Hitam!"
Begitu mendengar namanya Wanita Iblis, Gokhiol
menjadi tersirap darahnya.
"Benarkah Hek Sia Mo-lie tinggal di Ang-Liu-Cun
tanyanya. "Tiap orang yang datang kesini semuanya mengetahuinya, demikian juga dengan para ksatrya
Mongol. Seorangpun dari mereka tak berani melintasi
padang pasir itu dengan seorang diri. Aku nasehatkan kepadamu untuk jangan mengambil jalanan itu."
Gokhiol hanya tertawa dingin.
"Justru aku datang kesini untuk menemukan Wanita
lblis itu! Aku ingin sekali mengetahui apakah benar ia seekor iblis atau hanya seorang manusia biasa yang
berdarah dan berdaging."
"Saudara jangan bicara keras," sipemilik kedai berkata dengan gelisah, walaupun letak Ang-Liu-Cun jauh dari sini, tapi Hek Sia Mo-lie dapat mengetahuinya. "Menurui cerita para tamu yang berkunjung disini, dia seringkali muncul disebuah hutan ditengah-tengah padang pasir. Disitu udara luar biasa dinginnya, dulu kabarnya sinar matahari pun tak dapat memanaskan hawa di hutan itu. Katanya pernah
seorang raja See-hek mendirikan sebuah kota yang kini dinamakan Kota Hitam. Kemudian karena timbulnya
peperangan, maka kota ini musnah dan bangunan2
rumahnya telah terpendam kedalam tanah. Kini kota itu telah dilupakan orang, tapi oleh Hek Sia Molie telah digunakan untuk tempat sarangnya."
Selesai bersantap, Gokhiol melihat matahari telah
menyondong kebarat. Dengan tenang ia membayar uang
makanannya untuk kemudian menyemplak kudanya dan di
kaburkan kearah ... jalan kepadang pasir! Kearah bahaya maut.
Sipemilik kedai menjadi kaget. Buru2 ia keluar dan
berteriak mencegah sipemuda. Tapi sudah terlambat. Kuda Gokhiol sudah jauh larinya ...
Sepanjang perjalanan berdiri gundukan2 pasir. Sete!ah hari menjelang magrib, barulah nampak dataran tawah
yang berpohon lebat dan rumput2 yang hijau tebal. Tak jauh sebuah sungai kecil mengalirkan airnya dengan deras melalui sela2 bukit batu. Air yang jernih kebiru-biruan itu tertampung pada sebuah danau kecil.
Disekeliling tepi danau mata Gokhiol melihat kelompok pohon Liu yang ditiup angin, melambai-lambai bagaikan gadis2 sedang me-nari2 dengan riangnya. Air danau
berombak kecil bagaikan ingin menyertainya, seirama
dengan tiupan angin sepoi2. Diseberang danau diantara bukit2 yang ber-jejer2 asap mengepul pelan2 keatas. Disana terdapat sebuah rumah penduduk desa. Dimuka tumah itu terdapat pelataran rumput yang hiyau membentang ketepi danau.
Tak disangka oleh Gokhiol bahwa di-tengah2 padang
pasir yang kering gersang terdapat suatu tempat yang nyaman dan indah permai pemandangannya.
"Alangkah indahnya tempat ini. Nyaman dan jauh dari
segala keramaian" Gokhiol berkata dalam hatinya, "kini hari sudah mulai gelap, kemarin aku sudah semalman tak dapat meramkan mata. Betul aku dapat meneruskan
perjalanan, tapi kudaku sudah letih sekali. Baiklah aku bermalam saja dirumah itu."
Begitu berpikir, pemuda kita pun lompat dari kudanya yang dituntunnya ketepi danau untuk dibiarkan binatang itu minum serta makan rumput. Sedangkan ia sendiripun
membungkuk untuk menceguk air melepaskan dahaganya.
Setelah minum, ia merasa tenggorokannla nyaman sekali
dan badannya menjadi segar bugar. Lalu dituntunnya pula kudanya menyusuri danau.
Sesampainya dihalaman rumah, tiba2 pintunya terbentang dan dari dalam mencul keluar seorang gadis gemuk berusia kira enambelas tahun. Gadis itu berwajah ke-tolol2an, sepasang matanya besar dan bundar. Diatas jidatnya terdapat sebuah tai lalat. Bibirnya tebal, sedangkan pipinya merah karena dipoles Yan-cie yang terlalu medok.
Rambutnya dijalin menjadi dua buah kepang pendek.
Ditelinganya tergantung dua buah anting2 terbuat dari perak yang bentuknya amat lebar. Ia berjalan dengan


Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lenggak-lenggok yang di-buat2.
Gadis itu mengenakan baju merah-tua, sedangkan
celananya berwarna hijau rumput. la tidak memakai sandal, ditangannya ia mencekal sebatang bambu. Melihat wajai serta tingkah-laku orang, mau tak mau Gokhiol tertawa geli.
Pikir Gokhiol: gadis ini rupanya seorang pelayan. Coba kutanya kepadanya siapa gerangan majikannya" la
mengikat kudanya pada sebatang pohon.
"Maaf, nona. Aku ingin tanya siapakah majikanmu
Yang tinggal dirumah ini" Dapatkah kau mengantar aku untuk bertemu serta berkenaIan dengannya?"
Melihat orang menghampirinya, sigadis mendongakkan
kepalanya. Dengan sepasang matanya yang besar ia
mengawasi pemuda kita. Airmukanya yang menunjukkan
ketololan kini berubah sungguh2.
"Hei, kau anak-muda ini datang darimana?" sahutnya gusar. "Mengapa bukannya memberitahukan namamu lebih dahulu kepadaku, sebelum kau berlaku tidak sopan dengan lantas menanyakan nama majikanku" Apakah kau tidak
tahu adat"!" Batang bambu yang sedang dipegang disembunyikan
gadis itu kebelakangnya dan dengan mata yang disipitkan ia mengawasi pemuda dari atas sampai kekaki.
Dipandang demikian rupa, Gokhiol menjadi likat, tapi mengingat gadis itu orang tolol ia mengangkat pundaknya.
la berpikir sebaiknya ia menyebutkan nama Han-nya.
"Nona yang manis, namaku ialah Tio Peng dan hari ini aku kebetulan lewat disini sedangkan hari sudah malam.
Maka dengan ini aku ingin menanya dapatkah sekiranya aku bermalam dirumahmu?"
Tiba2 sigadis membalikkan badannya, dilemparkannya
bambu ketanah. la membereskan dandanannya. Sambil
bergaya dengan pinggulnya ia menghampiri Gokhiol.
Matanya mengerling berkali-kali, telunjuknya diletakkan diujung bibirnya. la berkata : "Anak-muda, kau masih belum menanya namaku."
Melihat tingkah-laku orang yang gila basah, Gokhiol
merasa geli. Ia pun menanya : "Numpang tanya, siapakah nama nona manis?"
Gadis itu menundukkan kepalanya, kemudian sambil
memalingkan kepalanya ia menjawab dengan suara yang
merdu : "Tio siauw-ya, apakah kau ingin mengetahui
namaku" Aku bernama Tai-tai."
"Oh, kiranya nona Tai-tai"! Dan siapa nama majikanmu, Tai-tai"
Dapatkah kau menolong aku untuk memberitahukannya ?"
"Eh, kenapa kau selalu ingin menanyakan nama
majikanku ?" "Aku ingin bermalam disini, maka sebelumnya aku ingin menemui majikanmu untuk minta ijinnya."
Sigadis mendongak keatas sebentar, kemudian menjawab
: "Hari masih belum gelap dan kalau mau tidurpun masih terlalu siang. Eh, kenapa kau selalu menanyakan nama Siociaku" Dia cantik sekali. Hi-hi-hi!"
Gadis itu tertawa cekikikan, badannya yang gemuk turut ber-goyang2 Gokhiol menjadi jemu melihatnya.
la tahu bahwa orang ada sedikit sinting, tapi mendengar ia masih mempunyai Sio-cia yang cantik, tertariklah
hatinya. "Nona yang manis, apakah Sio-ciamu ada dirumah!
Tolong sampaikan bahwa aku Tio Peng yang kebetulan
lewat, ingin sekali menemuinya."
Sigadis gemuk membelalakkan matanya, lalu membentak. "Kau ingin menumpang menginap atau ingin menemui
Siociaku"!" "Aku hanya ingin menginap!" sahut Gokhiol dengan tak sabaran.
Sigadis memungut kembali tongkat bambunya dan
berseru dengan keras: "Kalau begitu, apa kau belum tahu peraturan disini?"
Gokhiol menggelengkan kepala. Tiba2 sigadis menyabet dengan tongkatnya. Cepat sekali gerakannya!
"Kalau belum tahu, baiklah sekarang agar kau tahu!"
Gokhiol tak menyangka orang akan memukul dirinya.
Cepat2 ia berkelit tapi kakinya kena juga sabetan bambu. la menjadi mendongkol.
"Kau sungguh perempuan gila! Apa2an kau sembarangan memukul orang yang be!um kau kenal."
Sitolol tak menghiraukan perkataan Gokhiol, ia terus menyerang. Sipemuda menjadi naik-darah. la menangkap dengan tangannya dan ditariknya tongkat itu untuk
kemudian ... dilepaskan pula dengan tiba2! Sitolol jatuh terjungkal kedalam air danau. Gokhiol masih belum puas hatinya, ia menjemput tongkat itu dan dipatahkannya
menjadi beberapa potong. Sigadis tolol menjadi basah kuyup. la merayap naik
keatas seraya menangis dan menjerit-jerit seperti babi hendak dipotong.
"Sio-cia, lekas kesini! Tat-cu ini telah memukul aku, hu-hu-hu . . ."
Gokhiol menyesali dirinya. Tak patut ia melayani gadis tolol itu. Selagi ia ingin mengangkat kaki, atau tiba2 sesosok bayangan berkelebat dibelakangnya, disusul dengan suara yang halus dan merdu.
"Kong-cu, harap tunggu sebentar! Budakku telah berlaku kurang sopan terhadapmu, sudilah kau memaafkannya"
Sipelayan tolol Tai-tai yang diceburkan oleh Gokhiol kedalam danau, merayap naik seraya menangis tersedu-sedu.
"Sio-cia ! Tat-cu ini telah memukul aku," ia mengadu kepada majikannya, yang ternyata adalah seorang gadis cantik-jelita.
Pemuda kita tertegun . . .
Gokhiol membalikkan dirinya Nampak dihadapannya
berdiri seorang gadis remaja, cantik-jelita memesonakan sukma. Entah berapa lama ia berdiri memandang, yang
dirasakan hanyalah semerbaknya bau harum wewangian.
Luwes dan menggiurkan tubuhnya.
Sicantik kelihatannya baru berusia enambelas tahun.
Raut mukanya berbentuk seperti daun sirih, rambutnya disanggul indah. Dan bibirnya lembut kemerah-merahan.
Kecantikan gadis itu sungguh jarang tandingannya!
Sigadis mengawasi Gokhiol dengan sebuah senyum
manis tersungging dibibirnya. Melihat orang kesima, ia mesem.
"Puaskanlah matamu, Kong-cu" ujarnya.
Gokhiol, bagaikan baru bangun dari suatu impian, buru2
memberi hormat. "Harap Sio-cia sudi memaafkan aku. Aku sedang
menyesali diriku atas tindakanku yang telah berlaku kasar terhadap budakmu. Aku kuatir kau menjadi gusar. ..."
Sigadis melontarkan pula senyumannya yang mendebarkan jantung. "Tai-tai mempunyai sifat yang aneh, aku tak dapat
menyalahkan kau. Mari, silahkan Kong-cu. Mari, silahkan mampir kepondokku."
Gokhiol menjadi girang sekali. Sementara itu sicantik berpaling kepada budaknya.
"Tai-tai, apakah kau tidak mau menukar pakaianmu"
Hayuh, lekas! Kau harus melayani tamu."
Sitolol meleletkan lidahnya kepada Gokhiol. "Anak-
muda, kau sangat beruntung," katanya "Sio-ciaku sudah sebulan lamanya pergi dari rumah dan baru hari ini
kebetulan sekali ia baru saja kembali..." Pada saat itu juga sigadis membentak.
"Tai-tai, siapa suruh kau banyak mulut"! Lekas pergi!"
Sitolol menurut perintah majikannya, ter-buru2 ia berlari kedalam rumah.
Sigadis cantik mengajak Gokhiol masuk pula. Melalaui beberapa ruangan, akhirnya tibalah mereka pada sebuah kamar buku.
"Aku hanya mengganggu kau saja, Sio-cia. Bolehkah
sekiranya aku mengetahui namamu" Dan apakah orang
tuamu ada dirumah?" tanya Gokhiol memberanikan
dirinya. "Tio Kongcu, aku bernama Hay Yan dan berasal dari
negeri Kim. Pada enam belas tahun yang lalu ayahku Hay An Peng telah datang kesini," sahut sicantik dengan suara merdu.
Kiranya sigadis adalah bangsa Kim! Untung sekali aku tidak memperkenalkan diriku sebagai anak-angkat Jendral Tuli, kalau tidak niscaya dia akan mengusir aku keluar dari sini, pikir Gokhiol dalam hatinya.
Sicantik berdiam sebentar kemudian melanjutkan.
"Ayahku sejak beberapa tahun diserang penyakit encok, separuh badannya menjadi lumpuh. Maka ia tak dapat
menerima tetamu, harap Kongcu suka memaafkannya."
Hay Yan, walaupun masih muda, tapi mendengar tutur
katanya sangatlah sopan. Mereka ber-cakap2 untuk
beberapa saat, lalu Tai-tai muncul dengan menyuguhkan barang2 hidangan.
Sigadis menemaninya dengan ramah-tamah. Tapi dalam
hati Gokhiol merasa curiga karena selain sibudak tidak ada lain orang lagi yang tinggal didalam rumah itu.
"Tio Kongcu melewati kampung kami, sebenarnya
hendak pergi kemana?" tanya Hay Yan dengan mendadak.
Gokhiol berpikir sebentar, gadis ini nampaknya adalah dari golongan lurus, baiklah aku berterus terang saja.
Iapun berkata : "Aku berniat untuk pergi kegoa Tung-
hong." Mendengar keterangan itu, Hay Yan kelihatan agak
terperanjat. "Sebagaimana Kong-cu mengetahui goa Tung-hong telah
dibangun pada ratusan tahun yang lampau dan disana kini hanya tinggal para tosu. Apakah Kong cu kesana ingin bertemu dengan mereka ?"
"Bukan," jawab Gokhiol, "aku kesana dengan maksud mencari jejak seseorang."
Sigadis terdiam. Sampai disitu penbicaraan tak dilanjutkan pula. Gokhiol dipersilahkan mengambil sebuah ruangan tamu untuk ia bermalam dirumah itu.
---oo0dw0oo-- Keesokan paginya Gokhiol bangun dari tidurnya. la
mendapatkan kamarnya telah dikunci orang dari sebelah luar. Gokhiol berpura-pura batuk dua kali dan tak lama kemudian pintu dibuka oleh sibudak tolol.
"Apakah Kong-cu dapat tidur dengan nyenyak?" tanya Tai-tai begitu melihat sipemuda bangun. "Oleh karena didalam rumah ini ada seorang laki2 yang tinggal, maka Sio-ciaku telah menitahkan kepadaku untuk mengunci
pintu kamarmu dari luar. Harap Kong-cu jangan marah, yah ?"
Gokhiol tertawa. Sibudak merapikan kamar, dan setelah selesai ia
mengundurkan diri untuk menyediakan santapan pagi.
Beberapa saat kemudian ia kembali dengan membawa
makanan. "Tai-tai, apakah Sio-ciamu sudah bangun?"
"Sio-ciaku tidak tidur dirumah. Semalam ia telah
memesan kelpadaku untuk disampaikan kepada Kong-cu,
bahwa ia masih ada beberapa urusan, maka sudilah Kongcu memaafkannya bila nonaku tidak dapat bertemu lagi
denganmu. Kuda Kong-cu serta kantong rangsum telah
kusiapkan semuanya."
Ketika Gokhiol ingin menanyakan lebih lanjut, tiba2
terdengar suara orang gagu bicara diluar.
Sitolol buru2 menarik tangan pemuda kita.
"Lo-ya menyuruh aku untuk mengantar kau keluar."
Gokhiol mengikuti sitolol yang berjalan keluar. Kudanya telah
disiapkan, begitupun juga dengan kantong rangsumnya. Setelah menyemplak,kudanya, Gokhiol berseru
: "Tolong sampaikan kepada Sio-ciamu bahwa aku sangat
berterima kasih atas kebaikan hatinya dan juga kepadamu, Tai-tai. Tapi kuharap kau jangan sering2 memukul orang dengan bambu!"
Tai-tai mengerlingkan matanya dan melambai-lambaikan tanganya seperti orang ditingalkan kecintaannya.
Gokhiol melarikan kudanya dengan tenang. Pikirannya
masih terbayang2 mengingat senyuman dan suara tertawa Hay Yan yang merdu. Di Holim aku sudah banyak melihat dayang2 istana yang cantik, tapi tiada satupun di antara mereka yang dapat menandingi kecantikannya Hay Yan
yang bagaikan rembulan, pikirnya dalam hati.
Tanpa sadar ia menoleh kebelakang dan nampak rumah
itu kian lama kian jauh. Kelak apabila aku lewat ditempat ini pula, takkan lupa aku mencarinya. - Gokhiol melamun.
---oo0dw0oo--- Setelah melarikan kudanya setengah harian, tibalah
pemuda kita pada sebuah lembah. Sedang Gokhiol
menunggang kudanya dengan tenang, tiba2 terdengar suara orang berteriak : "Hai, bocah ! Tunggu sebentar!"
Suara itu terdengar dekat sekali, seolah-olah didepan telinganya, tapi tatkala ia menoleh heranlah hatinya. Sebab disekitarnya tidak kelihatan seorangpun. la mengeprak kudanya untuk lari lebih kencang. Tapi serentak suara itu terdengar pula : "Bila kau tidak mau berhenti nanti aku akan membuat kudamu tak dapat bergerak lagi."
Kembali Gokhiol menoleh kesekelilingnya, tapi setanpun tidak kelihatan. Diam2 ia merasa jeri juga.
Kudanya masih berlari beberapa langkah, tapi kini terasa bagaikan ada seorang yang menahannya dari belakang.
Nampaknya kuda itu seperti sedang berlari, tapi nyatanya binatang itu hanya dapat bergeser tidak lebih diantara satu tombak saja jaraknya.
Gokhiol menjadi penasaran, matanya menyapu lagi
dengan seksama. Maka kini nampaklah diatas tebing
seorang laki2 berdiri dengan tangannya asyik di-gerak2kan.
Orang itu memakai topi hitam, sedangkan jubahnya
yang panjang berwarna hitam pula. Wajahnya yang
menunjukkan kewibawaan, berkumis dan berjenggot yang bercabang tiga. Matanya ber-sinar2, sekali memandang Gokhiol mengambil kesimpulan
bahwa orang itu berkepandaian tinggi sekali.
Melihat rupa orang itu, Gokhiol menjadi terkesiap.
Orang itu mirip sekali seperti itu laki2 berbaju hitam yang pada kemarin malam telah membawa Iari pedangnya.
Waktu, itu ia tidak sempat untuk memperhatikan laki2
tersebut dengan jelas, tapi melilhat gerakan tangan orang, ia tidak ragu2 lagi. Ha! Ia harus merebut kembali pedangnya.
Gokhiol seraya berteriak loncat turun dari kudanya.
Terus ia memburu orang yang sedang berdiri ditebing itu, tapi tatkala hampir sampai, tiba2 laki2 itu menghilang!
sejenak kemudian laki2 itu muncul pula pada tempat yang agak jauhan. Sungguh kepandaian iimu meringankan
tubuhnya hebat sekali. Gokhiol lantas berteriak.
"Lo-cian-pwee, kau siapa" Tadi kau telah menyuruh aku berhenti, kini kau berlarian seperti orang main petak saja.
Apakah kau ingin mengembalikan pedangku?"
"Bocah, kau kemari dulu! Nanti baru akan kukembalikan pedangmu" orang itu berkata sambil tertawa.
Gokhiol mengawasi kertempat orang berdiri, jarak antara ia dengan orang itu ada kira2 sepuluh tombak dan sebuah jurang yang sangat dalam memisahkan mereka.
Jika ia terjatuh, niscaya tubuhnya akan hancur-luluh.
Ia jeri juga. Orang tua itu mengejek pula dengan suara dingin.
Gokhiol mendongkol sekali. Tapi ia sangsi ia sangsi akan kemampuannya untuk meloncati jurang maut itu.
"Ha-ha-ha! nyalimu seperti tikus. Kau takut, bukan?"
Sekonyong-konyong orang itu mengibaskan lengan
bayunya, yang disusul dengan berkesiurnya angin yang menyambar kearah Gokhiol. pemuda kita merasakan
dirinya tak dapat berdiri tegak pula, maka bila ia terus mempertahankan diri, mau tak mau akhirnya ia akan jatuh ia akan jatuh kedalam jurang.
Ia mengkretakkan giginya dan dengan tipu Burung
Walet-terbang melewati-jurang, ia mengayunkan kakinya.
Dengan kedua tangan terbentang lebar, Gokhiol
mengambil keputusan nekad untuk melompati jurang yang terbentang dihadapannya. Begitu badannya melompat atau tiba2 dirasakannya badannya terapung tinggi melayang keudara.
Terdengar suara angin men-deru2 bagaikan guntur dan
dalam waktu tak berapa lama ia sampai didepan jurang.
Laki berbaju hitam berseri-seri wajahnya.
"Bagus, bagus sekali! Bocah, keberanianmu boleh juga!
Mari duduklah disebelahku, aku ingin bicara denganmu."
Gokhiol tahu bahwa sibaju hitam secara diam2 telah
menggunakan kepandaiannya untuk membantu dirinya
melewati jurang yang curam agar tiba ditempatnya.
"Lo-cian-pwee, terima-kasih atas bantuanmu. Bukankah kau juga yang kemarin malam menbantu adikku melawan
Hek Sia Mo-lie?" Laki2 berbaju hitam itu tidak menjawab, sebaliknya ia mengulurkan tangannya kearah sebuah batu besar yang
berdiri dihadapannya. Suara menggeletar terdengar diudara dan pada saat itu juga batu raksasa itu bergeser. Nampaklah dibawahnya... sebuah lobang! Tatkala Gokhiol melongok, ia
melihat pedang Ang-liong-kiam menggeletak didalamnya. Ia merasa gembira dan ingin mengambilnya, tapi sibaju hitam mencegahnya.
Suara menggelegar terdengar tatkala Im Hian Hong Kie-su mengerahkan seluruh tenaga-dalamnya untuk mendorong batu raksasa. Ternyata pedang pusaka Ang-liong-kiam tergeletak dibawahnya ...
"Bocah yang baik." katanya dengan suara lembut,
"dewasa ini sebaiknya kau jangan mempergunakan dulu
pedang mustika ini. Percayalah kepadaku, dalam waktu setelah tiga tahun pasti kau akan menemukan musuh
besarmu yang sedang kau cari sekarang ini. Dan pada
waktu itu kau sudah dapat mempergunakan pedangmu
dengan mahir sekali hingga tak mampu orang merebutnya."
Gokhiol memikir perkataan itu benar juga.
"Tapi sejak hari ini, kau harus mencari seorang guru yang paling kosen dikolong langit untuk mendapat
kepandaian yang tinggi, agar kau dapat menuntut balas.
Dengan belajar tekun dan dengan kemauan yang keras,
niscaya kelak kau akan berhasil mencapai cita2mu itu !"
Gokhiol berdiri terpaku. Sibaju hitam se-olah2 telah mengetahui dengan jelas akan riwayat hidupnya! Selang beberapa saat, barulah ia dapat berkata: "Lo-cian-pwee, bagaimana kau dapat mengetahui bahwa aku sedang
hendak menuntut balas" Dan kau belum memberi tahu


Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

namamu yang mulia kepadaku." Sibaju hitam iersenyum.
"Aku berdiam dipuncak yang sangat berbahaya sekali,
maka orang2 menamakan aku Im Hian Hong Kie-su atau
Penghuni dari Puncak Gunung Maut. Kau adalah putera
Tio Hoan, bukan" Tapi sayang dalam usiamu sekarang,
kepandaianmu masih rendah. Apabila kau ingin menuntut balas, maka kau akan gagal. Kemarin malam bila bukannya kebetulan aku berada disitu, niscaya kau sudah binasa ditangan Wanita Iblis itu."
Gokhiol tersipu-sipu menjura.
"Oh, kiranya Lo-cian-pwee adalah Im Hian Hong Kie-
su"! Tapi mengapa kebanyakan orang menganggap kau
sebagai momok yang sangat kejam dan sering membunuh
orang" Aku sungguh tak habis mengerti, setelah melihat rupa dan tindakanmu terhadap diriku."
"Bocah yang baik," sibaju hitam menyahut. "Pada duapuluh tahun yang lampau tiada seorangpun yang tak kena! padaku, karena aku hidup malang melintang didalam dunia
Kang-ouw sebagai pembela keadilan. Aku meaggempur yang kuat dan menolong yang lemah.
Semakin kejam orang itu, semakin kejam pula aku
mengganyangnya. Aku berpendirian bahwa kaum bathil
yang selalu mementingkan dirinya sendiri harus kubasmi habis2-an. Sebab itulah orang2 sampai menyebut puncak gunung dimana aku tinggal dengan nama Puncak Maut!"
Im Hian Hong Kie-su menarik napas panjang, lalu
sambungnya pula. "Sebenarnya akupun tergolong dengan kaum bu-lim
yang lurus, yang dapat membedakan mana yang benar dan mana yang keliru. Waktu diadakan pemilihan Bu-lim Cin-cun, karena sifatku yang ingin berkuasa, aku telah
merobohkan tujuh orang Ciang-bun-jin dari tujuh
perguruan besar. Sebagai akibatnya aku telah menanamkan bibit permusuhan kepada murid2nya. Dan seyak itu pula aku telah mengasingkan diri, karena sangat menyesal
sekali.Tapi apa gunanya seperti pepatah mengatakan :Tobat selalu datang terlambat. Sampai kini setelah duapuluh tahun mereka masih belum melupakan diriku, mereka telah meyakinkan kepandaian yang hebat2 untuk menuntut balas terhadap diriku.Dengan berbagai tipu-muslihat mereka mencoba membunuh diriku, tatkala aku muncul keluar dari pertapaanku. Tapi aku selalu dapat menyelamatkan diri."
Gokhiol asyik sekali mendengar cerita orang.
"Ayahmu Tio Hoan adalah seorang murid dari Bu-tong
Pay" sibaju hitam melanjutkan, "dahulu ayahmu pernah menolong aku dan akupun tak melupakan budinya itu.
Kernarin di Lembah ular melingkar, dengan mempergunakan ilmu mendengar menembus udara, aku
telah dapat mencuri dengar percakapanmu dengan Tat-cu Pato. Disitulah aku dapat mengetahui asal usulmu dan aku telah mendengar pula kamu me-nyebut2 namaku. Tak di
sangka2 pada ketika itu Hek Sia Mo Lie muncul. Aku
melihat dia bertarung dengan Tat-cu Pato, lalu diam2
membantu kamu berdua. Karena kuatir pedangmu jatuh
ketangannya, maka aku sengaja telah menbawa lari."
Gokhiol kini baru mengerti
"Tapi aku tidak bermusuhan dengan Hek Sie Mo-lie,
mengapa dia ingin mencelakai aku dan adikku Pato?"
"Entahlah. Aku sendiripun tak dapat menerkanya, tapi memang dia acap kali membunuh orang."
Mendengar sampai disitu, hilanglah perasaan curiga
Gokhiol terhadap si baju hitam.
"Lo-cian-pwee, berikanlah aku petunjuk2 bagaimana
rupa dan siapakah sebenarnya pembunuh ayahku serta kini dimana ia berada," ujar Gokhiol sambil berlutut dengan air mata berlinang-linang.
"Bocah, bangunlah! Kau masih muda, tentunya belum
banyak mengetahui tentang keadaan Kang-ouw. Bukan aku tidak mau membantu kau untuk mencari musuhmu, tapi
aku sendiripun sedang dikejar oleh musuhku. Mereka
adalah jago2, kelas satu dan kepandaiannya tinggi sekali.
Maka apabila kau turut dengan aku, jiwamu sendiripun pasti akan ikut terancam. Hanya sayang sekali dengan kepandaian yang kau miliki sekarang ini, sukar sekali untuk melawan musuhmu, kecuali kalau dapat meyakinkan
semacam kepandaian tunggal!" kata sibaju hitarn sambil menepuk-nepuk pundak Gokhiol.
Namun pemuda kita mempunyai pikiran yang berlainan,
tadi ia telah menyaksikan sendiri kepandaian Im Hian Hong Kie-su yang dapat menghisap tenaga kuda. Baiklah akan kuminta untuk diajarkan kepandaiannya, jika dapat kupelajari kepandaiannya dengan baik, maka ia usah lagi aku mencari guru lain. Maka tanpa ayal ia memohon
kepada lm Hian Hong Kie-su agar suka menerima dirinya sebagai murid.
"Bocah yang baik," berkata Im Hian Hong Kie-su
dengan sungguh2," Kepandaianku masih kurang tinggi untuk mendidik kau agar dapat menandingi musuh-besarmu. Dan lagipula aku sedang menghadapi musuh2ku, maka takkan leluasa untuk rnenerima kau sebagai seorang murid. Tapi akan kuperkenalkan kau dengan seorang luar biasa yang kepandaiannya tebih tinggi beberapa kali lipat daripadaku. Jika ia mau menerima kau sebagai murid,
kuyakin dalam waktu tidak lebih dari tiga tahun kau akan menjadi seorang pendekar yang berkepandaian tinggi.
Seteiah itu barulah kau dapat menuntut balas, hanya .., kau harus meluluskan dulu satu permintaanku..."
Belum sampai orang menghabiskan perkataannya,.
Gokhiol sudah memotong. "Lo-cian-pwee, siapa gerangan orang luar biasa itu dan dimanakah dia sekarang " Kau minta aku meluluskan satu permintaan darimu, apakah itu " Apa saja pun yang kau suruh, tidak nanti akan kutolak."
"Itu semua adalah untuk kebaikanmu sendiri," jawab Im Hian Hong Kie-su. "Pedangmu kau harus simpan dulu
disini sampai kau kuat mendorong batu besar ini dengan telapak tanganmu. Baru pada waktu itu kau boleh datang
untuk mengambilnya! Bila kau setuju, maka aku akan
berikan kau semacam tanda pengenal untuk dapat menemui orang luar biasa itu. Tapi apakah orang itu mau atau tidak menerima kau sebagai muridnya, itulah terserah pada
peruntunganmu sendiri"
Gokhiol menyetujui permintaan orang itu, selanjutnya ia menanyakan nama dari orang luar biasa itu. Tapi Im Hian Hong Kie-su tidak menjawab. Tiba2 diulurkannya telapak-tangannya dan mendorong. Pelan2 batu raksasa bergeser kembali menutupi lobang dimana pedang Gokhiol
tersimpan. Gokhiol melihat tenaga yang dipakai sibaju hitam
sedikitnya ada limaribu kati untuk dapat menggeser batu raksasa itu. Diam2 hatinya merasa tunduk terhadap Si penunggu Puncak Gunung Maut.
lm Hian Hong Kie-su membalikkan badannya kehadapan Gokhiol seraya membuka leher bajunya. Sambil menunjukkan sebuah rantai gelang emas putih yang
menggantung dilehernya, ia berkata : "Coba kau patahkan gelang ini!"
Gokhiol mengawas gelang yang terbuat dari emas putih itu, dilihatnya ada ukiran huruf2 yang sangat indah. la mencekal dengan kedua belah tangannya dan dengan
gentakan yang keras gelang itu ditariknya. Tapi gelang itu hanya merenggang sedikit, tak menjadi patah.
"Tenaga dalammu lumayan juga!" memuji sibaju hitam.
Kemudian ia meraba lehernya. Tiba2 dengan gerakan yang dahsyat gelang itu ditariknya patah menjadi dua potong.
Gokhiol meleletkan lidahnya.
Sibaju hitam menghampiri Gokhiol dan ditangkupkannya gelang itu pada leher sipemuda. Dengan
memencet jarinya gelang itu tersambung pula seperti
sediakala. Gokhiol terperanjat bercampur kagum. Tangannya
merabah gelang yang kini terikat pada Iehernya.
"Ini adalah tanda bukti dariku," ujar Im Hian Hong Kiesu, "dengan mengenakan gelang ini, dikemudian hari
apabila kau bertemu dengan orang luar biasa yang
kumaksudkan, maka ia akan segera membukanya tanpa
suatupun yang cacat. Dialah yang harus kau angkat sebagai guru. Aku jamin dia pasti akan menerima kau untuk
menurunkan kepandaiannya"
Gokhiol berseri-seri wajahnya.
"Lo-cian-pwee, kau belum kasih tahu nama orang itu!
Bagaimana aku dapat mencarinya ?"
"Bocah yang baik," sahut sibaju hitam dengan penuh sayang.
"Dengarkanlah! Aku akan perkenalkan kau kepada cucu
muridnya Hwee Liong Cin-jin. Kau sudah tahu bahwa
Hwee Liong Cin-jin adalah orang yang paling tersohor pada abad yang lampau. Nah, orang yang kumaksudkan adalah cucu murid turunan ketiga, yang bernama Wan Hwi Sian atau Dewa Kera Terbang yang biasanya dipanggil Wan
Hwi To-tiang. Dia telah berhasil menyakinkan ilmu
pukulan telapak-tangan yang tiada taranya dijagad ini. Tapi pada sepuluh tahun yang lampau, ia telah mendapatkan pula ilmu bersalin rupa, sehingga wajahnya selalu berobah-robah. Sejak itu orang tak dapat melihat lagi wajahnya yang sebenarnya. Orang2 Bulim sangat menyeganinya, karena Wan Hwi To-tiang dapat berada disampingmu, sedangkan kau sendiri tak mengenalinya."
"Kalau begitu bagaimana aku dapat mencari dia?"sela
Gokhiol dengan nada putus asa.
"Diam! jangan sambut omonganku!" sibaju hitam
membentak. "Wan Hwi To Tiang adalah sahabat karibku.
Gelang emas putih ini adalah pemberiannya pada duapuluh tahun berselang. Walaupun sudah lama kami tidak saling bertemu, tapi kau turutkan saya apa yang telah kupesankan kepadamu. Kalau dia melihat barang pengenal ini, niscaya dia akan mendekati kau. Maka telah kukatakan tadi, itu tergantung
dari peruntunganmu. Apakah
kini kau mengerti?" Gokhiol meng-angguk2 dengan sikap hormat. Im Hian
Hong Kie-su memesan pula supaya ia pergi kegunung Hwasan, Ciong-lam San, Khong-tong San dan tempat2 terkenal lainnya. Niscaya dengan nasib bagus tentu Gokhiol akan bertemu dengan Wan Hwi To-tiang.
Hilanglah seluruh rasa curiga pemuda kita dan iapun
lupa bahwa tuyuannya ialah untuk mengambii kembali
pedang pusakanya. "Lo-cian-pwee, dimana dan kapan kita dapat bertemu
lagi?" tanya Gokhiol ketika hendak berlalu. la merasa berat berpisahan dengan sibaju hitam.
"Kemana aku pergi, tak dapat ditentukan. Tapi kau cari aku kelak di Puncak Gunung Maut!"
Gokhiol tak tahu dimana letaknya tempat itu, ketika ia ingin menanyakannya Im Hian Hong Kie-su sudah
berkelebat pergi .........
---oo0dw0oo--- MATAHARI mulai condong kebarat, Gokhiol menaiki
kudanya dengan pesat berlari meneruskan perjalanan.
Rambutnya berterbangan ditiup angin bagaikan rambut
singa. Tanpa mendapat kesukaran ia melewati daerah padang
pasir, tapi ia tak dapat menemukan Ang-Liu-Cun yang
terletak di-tengah2 padang pasir.
Karena hati sipemuda sedang kegirangan mengingat
telah berjumpa dengan siorang tua tadi, maka ia lupa untuk mencari Hek Sia Mo-lie.
Pada petang harinya tibalah ia pada sebuah pangkalan.
Sebuah papan menunjukkan bahwa perjalanan ke Tung-
hong tinggal sepoluh lie lagi.
Tampak didepan pangkalan tertambat binatang onta dan kuda. Begitu melihat Gokhiol yang datang dari arah padang pasir, para tamu mau tak mau memperhatikannya dangan perasaan heran. Semua mata tertuju pada sipemuda.
Seorang saudagar menegur: "Saudara datang dari
padang pasir" Apa saudara bertemtu dengan Wanita iblis ?"
"Aku hanya bertemu dengan seorang gadis cantik, mana ada iblis segala" Kau sendirilah yang berpikir tidak waras"
sahut Gokhiol dengan tersenyum.
Seorang pengawal Piauw yang sudah agak lanjut usianya menanya : "Anak muda, apakah kau pernah pergi kerumah keluarga Hay" Disitu pemandangannya indah permai.
Sayang sekali orang2 yang lewat disitu tak pernah diijinkan untuk bertamu."
"Justru aku telah bermalam disana, bagaimana kau
katakan bahwa dirumah keluarga Hay tak pernah menerima tamu?" jawab pemuda kita sambil tertawa.
Berapa orang yang mendengar apa yang diceritakan
sipemuda, menjadi kagum sekali. Salah seorang diantara mereka bertanya pula :
"Saudara kau sangat mujur. Keluarga Hay itu
mermpunyai dua orang gadis. Satu diantaranya sangat
cantik bagaikan dewi Kahyangan, sedangkan yang satunya lagi beroman jelek seperti pantat kuali. Beberapa tahun ini penghuni padang pasir telah mengungsi kelain tempat dan hanya tinggal keluarga Hay saja yang tidak takut akan Hek Sia Mo-lie. Mereka tetap tinggal disana. Tapi kedua gadis itupun sangat waspada, orang2 yang datang berkunjung hanya diperbolehkan mampir untuk mengambil air ditepi danau. Tapi apabila ada seseorang yang berani melewati pagar perkarangan, maka ocang itu akan diceburkan
kedalam danau." Gokhiol mesem, teringat akan Tai-tai. la bermalam
ditempat pangkalan itu dan dari tamu2 lainnya ia dapat tahu perihal orang2 Bu-lim yang muncul di Giok-bunkoan pada beberapa tahun berselang.
Pada keesokan harinya sipemuda melanjutkan perjalanannya ke Tung-hong.
Tung-hong adalah sebuah kota yang merupakan pusat
dari kebudayaan agama Buddha. Sejak ahala Tong, Para bangsawan telah menganut agama tersebut. Mereka tak
sedikit mengeluarkan harta bendanya dalam membangun
goa2 untuk pemliharaan pautung2 pujaan nan suci.
Beberapa ratus tahun yang lalu diatas gunung Beng-see San telah dibangun ribuan goa2 yang dindingnya dihias deengan lukisan2 dan pahatan2 yang menunjukkan ajaran2
Budha dan jua dipahat patung2. Goa itu di namakan Cian Hud Tong atau Goa Seribu Arca.
Pada tiap pembuatan sebuah Goa, tidak jarang diundang para imam yang datang dari berbagai tempat untuk
mengerjakan dekorasi. Dan diantara mereka tidak jarang pula ada yang memiliki kepandaian tinggi sekali. Maka oleh karena itu terdapat juga teori2 mengenai ilmu pedang dan silat didalam goa, sebagai benda penolak rokh jahat.
Gokhiol telah menerima peninggalan ayahnya, yaitu
sebuah sepatu yang didalamnya tersimpan secarik kain yang penuh dengan tulisan darah. Tulisan darah itu merupakan tanda rahasia yang dibikin ayahnya didalam Goa Seribu Arca, pada waktu ia sedang mencari seorang puteri Negeri Kim.
Maksudnya membuat tanda2 rahasia itu, ialah untuk
mempermudah usahanya dibelakang hari. Tapi tak
disangka ia lebih dahulu terbunuh oleh musuhnya.
Gokhiol berkeras hati ingin mengetahui rahasia yang
terkandung dalam tulisan ayahnya. Apa sang puteri benar2
masih hidup" Dengan hanya ber-kira2 saja, maka persoalan tersebut tak dapat dipecahkan, sehingga Gokhiol pergi sendiri ke Goa Seribu Arca.
Pemuda kita sampai dikaki gunung Beng-see San dimana terdapat beberapa kuil yang sudah tua dan rusak. Suasana sangat sunyi. Ternyata kuil itu hanya didiami oleh tiga orang hweesio. Didaerah padang pasir seringkali terjadi pembegalan, hingga tak mengherankan apabila mereka
ketakutan dan bersembunyi melihat Gokhiol datang.
Gokhiol menambatkan kudanya lalu berjalan kebelakang kuil. Dari situ tampak samar2 diatas gunung Beng-see San goa2 yang mirip sarang laba2, membujur panjang hingga puluhan lie. Didepan dan dibelakang gunung, berjejer goa2
yang amat banyak jumlahnya. Diantaranya ada yang
terletak diatas lereng2 yang curam dan sukar untuk didaki.
Ada juga yang dibuatkan tangga batu untuk memudahkan menaik keatas.
Pemuda kita mendaki sebuah tangga batu, sepanjang
jalan ia melihat pada tebing terdapat angka2 yang tak berurutan. la menghitung seorang diri. Kemudian makin lama makin banyak jumlahnya yang tak beraturan.
Akhirnya ia sampai pada goa nomor sembilan, yang
terletak pada puncak gunung. Disekitarnya masih terdapat beberapa goa yang mana diantaranya masih ada yang
belum diberikan nomor2. Gokhiol mengeluarkan surat rahasia
peninggalan ayahnya dan dibacanya : Delapan diatas goa ketigabelas, kekanan enam dan tiga dim dibawah lengan. Gokhiol
membacanya berulang kali, akhirnya ia berkata seorang diri. "Baiklah, mula2 aku harus mencari goa nomor
tigabelas." Ia mencari dengan susah payah. Goa yang nomor
sepuluh terletak pada sebuah tebing yang curam, yang mempunyai tiga ruangan. Didalanmya kelihatan arca2,
tetapi pemuda kita tak sempat untuk menikmatinya.
Kemudian ia berhasil menemukan goa nomor sebelas dan duabelas.
Kini dihadapannya menghadang sebuah batu besar, ia
mendapatkan jalan buntu. Setelah mengasah otaknya,
timbullah suatu pikiran bahwa tentunya mesti ada jalan untuk melewati batu itu. Pemuda kita men-cari2 dan benar saja tak lama kemudian ia menemui sebuah lorong buatan tangan manusia. Dengan menyusuri lereng gunung, ia
mendapat sebuah jalan kecil yang hanya muat untuk
dilewati oleh seorang. Sejenak kemudian diketemukannya sebuah papan batu
diatas nama samar2 kelihatan tulisan. Setelah diperhatikan
lebih dekat, ternyata adalah sebuah ukiran huruf nomor tigabelas. Bukan main girangnya hati sipemuda!
Dengan hati berdebar ia menyingkap rumpun2 belukar
yang menghadang dan setelah berjalan beberapa tombak, mendadak dihadapannya terbentang tempat luas. Kiranya goa itu adalah goa alam! Dari goa muka terus menembus kebelakang, sinar matahari memancar masuk dari luar
menyinari kedalam dengan terang benderang.
Lukisan yang terlihat pada dinding2 terdiri dari model pakaian wanita dari Ngo Tay (Liang, Tong, Cin, Han, Ciu) dan aturan upacara sembahyang agama Buddha.
Pemuda kita menyelidiki lebih lanjut, dikiri kanan berdiri ampat patung malaikat pintu. Setelah melalui sebuah
tangga batu putih, barulah ia sampai pada goa terbesar.
Ketika mengawasi kesekelilingnya, tampak pada dindingnya duapuluh delapan macam patung sikap hwesio bersamadhi.
"Sekarang goa yang ketigabelas telah kuketemukan,"
pikirnya dalam hati, "tapi bagaimana selanjutnya dengan isi surat tadi?"
la mengangkat kepalanya menatap dinding2 yang terukir dengan duapuluh delapan patung hwesio, tersusun atas tiga bagian, yang paling atas terdiri dari sepuluh patung, sedangkan susunan yang kedua dan ketiga masing2 terdiri dari sembilan buah.
"Delapan diatas," gumam sipemuda sendirian, "itu berarti patung kedelapan pada susunan yang paling atas."
la memanjat kesusunan yang lebih tinggi dan tatkala
diawasinya patung yang kedelapan, ternyata itu adalah .....
patung Pouw Tee Lee Han! Pemuda kita berpikir : "Perkataan selanjutnya berbunyi Fie Hee Sam Jun, tiga dim dibawah lengan, tentunya berarti tiga dim dibawah lengan patung ini. Tapi, Yu Cap Lak, kekanan enambelas, apa lagi artinya?"
Dia yakin, ketika tujuhbelas tahun yang lampau ayahnya Tio Hoan, setelah mengadakan pemeriksaan selama dua
hari, tentunya sudah mendapatkan sedikit rahasia. Ia harus memecahkan surat rahasia ayahnya itu!
Gokhiol dengan tekun memusatkan pikirannya, lalu
dicobanya mendorong patung itu sebanyak enambelas kali kekanan, akhirnya ia berjalan enambelas langkah kekanan.
Tapi usahanya sia2 belaka. la menjadi kehabisan akal, dengan termenung ia mengawasi patung dihadapannya.
Goa itu lebarnya sepuluh tombak lebih. Dinding2-nya
terukir patung2 yang beraneka ragam. Terutama sekali pada patung yang kedelapan terdapat tidak sedikit lukisan2
orang. Diantaranya terdapat pula patung2 kecil terbuat dari tanah liat. Akhirnya ia mendapat suatu ilham : "Aha!
Baiklah akan kucoba!"
Kiranya Gokhiol dapat melihat pada dinding sebelah
kanan patung yang kedelapan itu, patung2 kecil dari tanah dan ketika la menghitung sampai pada patung yang
kesepuluh, patung itu adalah patung Buddha Bertangan Seribu. Pada punggungnya terdapat delapan buah lengan.
Demikianlah Gokhiol mendapatkan ilham : "Kekanan
enambelas, tiga dim dibawah lengan,

Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata2 ini menunjukkan bahwa tiga dim dibawah lengan keenam,
pada patung kesepuluh disebelah kanan!'.
Kini semakin jelas bahwa kata delapan diatas adalah
merupakan kata2 penunjuk, artinya bila mendapatkan
patung kedelapan pada susunan yang teratas, maka ia harus berkisar kesebelah kanan dan menghitung sampai Cian Jiu
Hut, Patung Bertangan Seribu, yang tepat letaknya pada deretan kesepuluh.
Gokhiol merasa kagum terhadap ayahnya.
Kini ia berhadapan dengan Patung Bertangan Seribu,
tapi baru saja ia ingin mencari tangan yang keenam atau tiba2 tersiraplah darahnya. Matanya tertuju pada dinding dimana ada tanda bekas telapak-tangan yang berwarna
hijau! Terpesona Gokhiol mengawasi telapak tangan itu. Jari2
telapak tangan itu hanya ada empat! Telunjuknya tidak ada!
Rupanya telapak-tangan itu adalah peninggalan musuh
yang telah membunuh ayahnya.
Setelah menengok kian-kemari, barulah Gokhiol mulai
menghitung lengan patung itu sampai keenam. Dengan
telunjuknya ia menekan pada tiga dim dibawah lengan itu.
Mendadak lengan itu bergerak! Menyusul terdengar suara gemuruh dan sebuah dinding membuka lebar...
Ternyata dinding itu adalah sebuah pintu rahasia!
Begitu pintu terpentang, tampak didalamnya sebuah
lorong. Gokhiol menyalakan
obornya dan masuk kedalamnya. Berjalan beberapa tumbak, sampailah ia pada sebuah kamar batu. Bau yang keluar dari hawa tanah sangat menyesakkan napas. Didalam kamar itu terdapat rak buku yang terisi dengan kitab2, lilin dan bahan bakar.
Gokhiol menyalakan lilin dan membuka kitab yang di
tulis dengan tangan. Selain itu ia melihat sebuah peti yang diatasnya tertulis sebagai berikut :
Didalam peti ini tersimpan obat mujarab penyalin rupa dan yowan untuk awet muda.
Hati sipemuda menjadi sangat gembira. ketika ia hendak membuka peti, api lilin tiba2 menyala lebih besar!
Keadaan menjadi terang-benderang. Kini ia melihat
sebuah ranjang yang tertutup kelambunya.
Pemuda kita berdebar-debar hatinya. Apakah ranjang itu ada orangnya " Berindap-indap dihampirnya ranjang
tersebut dan ........ menyingkap kain kelambunya ! la terkejut!
Kiranya kelambu itu menjadi debu ditangannya. Tahulah ia bahwa ranjang itu sudah lama tidak dipakai orang.
Gokhiol kembali menghampiri peti tadi. Perlahan-lahan dibukanya. Didalamnya terdapat beberapa kitab yang
ditulis dengan tangan dan beberapa buah patung kecil serta barang2 ukiran dari batu Giok. Semua letaknya tidak
beraturan. la merasa tentunya sudah ada orang lain yang terlebih dahulu memeriksanya ...
Gokhiol kembali keruangan dalam. Dilihatnya sebuah
teko arak diatas meja. Setelah dilongoknya nyatalah teko itu sudah kering, tapi samar2 masih tercium bau arak. Dan diatas meja masih terdapat dua buah cawan terbuat dari batu Giok. Pasti kamar ini dulu ada penghuninya, pikir Gokhiol seorang diri.
Tiba2 matanya mengawasi suatu benda dibawah tempat
tidur. Tatkala ia menjemputnya, ternyata benda itu adalah sebuah sepatu seorang wanita. Sepatu itu masih baru, karena sulamannya masih berwarna terang dan indah.
Diam2 sipemuda menjadi heran. Mungkinkah orang
yang dulu tinggal disitu adalah seorang wanita"
Dengan hati diliputi perasaan ingin tahu, sipemuda
melanjutkan penyelidikannya. Kasur dan selimut yang
terletak diatas tempat tidur itu, walau pun sudah agak
koyak, tapi keadaannya masih bersih. Diatas kasur terdapat sepotong kulit kambing dan diatas bantal menggeletak beberapa helai rambut yang panjang. Itulah rambut wanita!
Petualang Asmara 14 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Keris Pusaka Nogopasung 2
^