Pencarian

Jejak Di Balik Kabut 45

Jejak Di Balik Kabut Karya S H Mintardja Bagian 45


Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemuning sama sekali tidak menyahut. Tetapi ia benar-
benar tidak berani memasuki bilik itu karena ancaman Paksi.
Dalam pada itu, Pangeran Benawa dan Paksi bersepakat untuk
minta bantuan kepada Ki Pananggungan untuk pergi ke
Pajang untuk menyampaikan laporan tentang peristiwa yang
terjadi di rumah Ki Repak Rembulung itu.
Ketika senja turun, maka Pangeran Benawa, Paksi, Ki
Pananggungan, Repak Rembulung dan Pupus Rembulung
duduk di pringgitan. Kepada Ki Pananggungan, Pangeran Benawa minta
kesediaannya untuk pergi ke Pajang, melaporkan peristiwa
yang terjadi di rumah itu.
"Hamba akan menjalankan segala perintah Pangeran"
berkata Ki Pananggungan sambil mengangguk hormat.
*** Betapapun kerasnya hati Lajer Laksita serta keempat orang
anak muda yang bersamanya diasuh oleh Ki Gede Lenglengan,
namun kekerasan hati merekapun menjadi cair ketika mereka
dipertemukan dengan Harya Wisaka. Seorang yang
sebelumnya mereka anggap sebagai manusia pinunjul.
"Jadi, apa arti semuanya yang telah terjadi itu?" bertanya
Lajer Laksita kepada Harya Wisaka.
"Lajer Laksita, kita menyandang nalar budi yang mampu
mengurai nilai-nilai yang kita yakini selama ini. Kita harus
berani melihat ke dalam diri kita sendiri. Kita harus berani
melihat cacat di tubuh sendiri tanpa menyalahkan tempat kita
bercermin. Dengan demikian maka kita akan mendapatkan
bekal yang pantas untuk menapaki hari esok"
"Jadi kesimpulannya?"
"Aku telah melangkah ke jalan yang keliru. Bukan karena
aku sudah berada di dalam tahanan. Hukuman mati pun tidak
akan dapat menggoyahkan keyakinanku seandainya itu tidak
tumbuh dari dalam diriku sendiri"
Lajer Laksita tidak menjawab lagi. Sementara itu Harya
Wisaka masih memberinya beberapa petunjuk, "Justru kalian
harus mencari kawan-kawan kalian yang lain, yang oleh Ki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gede Lenglengan dititipkan kepada orang lain sebagaimana
kau dititipkan kepada Ki Repak Rembulung dan Nyi Pupus
Rembulung" Lajer Laksita tidak menjawab.
Dalam pada itu, bahkan setelah Lajer Laksita bertemu
dengan ayahnya, ia masih saja merenungi jejak kakinya
sendiri. Lajer Laksita dan keempat orang kawannya telah membuat
berbagai macam pertimbangan, sehingga akhirnya seorang
kawannya sampai pada satu kesimpulan, "Kita harus
mendengarkan petunjuk Harya Wisaka"
Lajer Laksita dan kawan-kawannya pun mengangguk-
angguk. Ketika kemudian Paksi Pamekas dan Pangeran Benawa
mengunjunginya, sikap Lajer Laksita memang sudah berubah.
Sikap Paksi yang lembut serta kesediaan Pangeran Benawa
untuk membebaskan mereka dari segala tuntutan, telah
membuat Lajer Laksita membuat pertimbangan-pertimbangan
yang rumit. Nasehat Harya Wisaka tentang masa depannya sangat
berpengaruh atas jiwa Lajer Laksita dan kawan-kawannya.
Ketika pada suatu pagi Paksi Pamekas, Pangeran Benawa dan
Ki Tumenggung Sarpa Biwada mengunjungi Lajer Laksita di
ruang tahanan, segala-galanya memang sudah berubah.
Dengan suara parau ayahnya berkata, "Pulanglah, Ngger. Ikuti
semua petunjuk dan nasehat kakakmu. Ia benar-benar berniat
baik" Lajer Laksita berdiri termangu-mangu.
"Aku sudah minta maaf kepada kakakmu. Ternyata
kakakmu juga tidak berkeberatan. Ia telah memaafkan aku,
meskipun dosaku telah bertimbun. Bahkan terus-terang, aku
sudah berniat untuk membunuhnya"
Lajer Laksita berdiri termangu-mangu. Sementara ayahnya
berkata, "Aku sendiri tidak dapat pulang sekarang. Tetapi atas kemurahan Pangeran Benawa, kau dapat pulang sekarang,
Ngger" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lajer Laksita tidak dapat menjawab. Berbagai gejolak telah
terjadi di hatinya. Namun hari itu, Lajer Laksita memang
diperkenankan pulang. Pangeran Benawa sendirilah yang melepasnya. Sedangkan
Paksi Pamekas akan mengantarnya sampai ke rumahnya.
"Kawan-kawanmu yang empat itu juga sedang dalam
pembicaraan. Tetapi mereka agak berbeda dengan
keadaanmu, Lajer Laksita. Latar belakang kehidupan mereka,
sikap keluarga mereka, serta kenyataan pada mereka itu
sendiri. Namun seperti kau, mereka adalah korban-korban
keracunan yang ditebarkan oleh Paman Harya Wisaka. Namun
yang pada saat ini sikap Paman Harya Wisaka sendiri sudah
berubah. Terutama tentang angkatan mendatang. Paman
Harya Wisaka akan mempertanggung-jawabkan semuanya
yang telah terjadi akibat ulahnya. Biarlah semua hukuman
ditimpakan kepadanya. Anak-anak muda yang telah keracunan
itu tidak pantas ikut memikul beban" berkata Pangeran
Benawa. Lajer Laksita menundukkan kepalanya. Namun dari
mulutnya kemudian terdengar ia berdesis, "Terima kasih,
Pangeran" Pangeran Benawa menepuk bahu anak muda itu.
Demikianlah, Lajer Laksitapun telah diantar pulang oleh Paksi.
Bagi adik laki-lakinya itu, Paksi sudah menyediakan seekor
kuda yang baik, sehingga berdua mereka berkuda melewati
jalan-jalan kota. Namun Lajer Laksita selalu menundukkan wajahnya saja.
Rasa-rasanya seisi kotaraja itu memandanginya sambil
mencibirkan bibirnya. Ketika mereka berdua sampai ke regol halaman rumahnya,
Lajer Laksita menjadi ragu-ragu. Hampir saja ia melarikan
kudanya menjauh. Tetapi dengan cekatan Paksi menangkap
kendali kudanya sambil berkata, "Lajer Laksita, marilah. Seisi rumah itu menunggumu. Ibu sudah tahu, bahwa hari ini kau
akan pulang. Adik perempuan kita itu pun sudah
menunggunya pula" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah mereka masih mau menerima aku pulang,
Kakang?" "Mereka menunggumu. Kau bagaikan anak yang hilang,
dan kini diketemukan kembali. Karena itu, bersukurlah"
Lajer Laksitapun kemudian turun dari kudanya. Demikian
pula Paksi. Mereka berdua menuntun kuda mereka memasuki
halaman rumah itu. Demikian mereka berada di halaman, maka dua orang
perempuan berlari-lari menyongsong mereka, Nyi
Tumenggung Sarpa Biwada dan adik perempuan Lajer Laksita.
Keduanyapun segera memeluk anak muda itu. Tangis mereka
tidak dapat ditahankan lagi. Air mata mereka meleleh
membasahi baju anak muda yang baru datang itu.
Lajer Laksitapun tidak dapat menahan air matanya pula.
Iapun terisak sambil memeluk ibu dan adiknya.
"Aku mohon ampun, Ibu"
"Aku ampuni kau sejak kau lakukan kesalahan itu, Ngger"
Kepada adik perempuannya, Lajer Laksita itupun berdesis,
"Maafkan aku" "Kau tidak bersalah kepadaku, Kakang. Marilah. Naiklah ke
pendapa" Nyi Sarpa Biwada kemudian menggandeng Lajer Laksita
melangkah ke pendapa. Namun langkah merekapun tertegun.
Ternyata Paksi telah turun tangga pendapa bersama dua
orang perempuan pula. Nyi Permati dan Kemuning.
Kemuning menutup wajahnya dengan kedua telapak
tangannya. Ia tidak dapat menahan tangisnya.
"Kemuning" desis Lajer Laksita.
"Kakakmu, Paksi, mengatur segala-galanya" desis ibunya.
Lajer Laksita memandang Paksi dengan tatapan mata yang
sayu. Desisnya, "Kakang"
Paksi tersenyum. Katanya, "Naiklah"
Lajer Laksita termangu-mangu sejenak. Sementara itu
Paksipun berkata kepada ibunya, "Ibu, aku minta diri. Aku
akan pergi sebentar"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau akan ke mana, Kakang?" bertanya adik
perempuannya. "Aku akan pergi ke padepokan di Alas Jabung. Nanti aku
kembali" "Kau tidak duduk dahulu, Paksi?" bertanya ibunya.
"Terima kasih, Ibu. Nanti aku kembali. Aku akan bertemu
dengan guruku, Ki Waskita dan Ki Panengah"
Ibunya menarik nafas dalam-dalam. Ia bersukur bahwa
akhirnya Paksipun telah menemukan ayahnya yang
sebenarnya. Namun ketika Paksi melangkah ke kudanya,
terdengar suara Kemuning, "Kakang Paksi, aku minta maaf"
Paksi berpaling kepadanya. Dipandanginya Kemuning, Nyi
Permati dan Lajer Laksita berganti-ganti. Dengan suara yang
dalam iapun berkata, "Tidak ada yang perlu dimaafkan,
Kemuning. Pandanglah ke masa depanmu yang cerah. Aku
akan ikut merasakan bahagia jika orang-orang yang aku cintai
merasa bahagia. Seisi rumah ini"
Paksipun kemudian menuntun kudanya ke regol halaman.
Sejenak kemudian, maka terdengar derap kaki kudanya
menjauh. Sejenak kemudian kudanya berlari kencang menuju
ke pintu gerbang kota. Namun di pintu gerbang kota ia
menarik kendali kudanya, sehingga kudanya berhenti.
Di luar pintu gerbang kota telah menunggu Ki
Pananggungan, Repak Rembulung dan Pupus Rembulung.
"Marilah, Paman dan Bibi. Kita pergi ke Alas Jabung. Aku
perkenalkan Paman dan Bibi dengan guruku, Ki Waskita dan Ki
Panengah. Mungkin Paman dan Bibi pernah melihatnya. Tetapi
mungkin juga belum" Demikianlah, kuda-kuda itupun kemudian berlari semakin
kencang. Di luar gerbang kota, jalan yang menuju ke Hutan
Jabung terasa semakin sepi. Sesepi hati Paksi Pamekas.
TAMAT Badai Awan Angin 2 Senopati Pamungkas I Karya Arswendo Atmowiloto Pedang Darah Bunga Iblis 10
^