Pencarian

Pedang Kiri 2

Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 2


Tujuan perjalanannya ini adalah menguntit si mata satu, tapi
karena di Liong-kip tadi terpaksa dia harus mendemontrasikan
kepandaiannya, mungkin laki2 yang berbaju biru sudah
memperhatikan dirinya, jelas gerak gerik dirinya selanjutnya
mengalami kesulitan. Maka setelah keluar dari kota, dia cari tempat sunyi dan
tersembunyi untuk merias diri, tak tahunya dia bersua dengan Un Hoan-kun dan pelayan pribadinya.
Gurunya Hoan-jiu-ji-lay sebelum mencukur rambut menjadi
Hwesic di Siau-lim-si, Hoan--jiu-ji-lay adalah maling pendekar di kalangan kangouw, pandai tata rias, sudah tentu dalam bidang ini Ling Kun-gi juga seorang ahli. Begitu masuk hutan dia lantas cari tempat sembunyi, segera ia merias dan berdandan diri.
Tak lama kemudian dia sudah ubah dirinya jadi seorang tua
desa dengan rambut di samping kepala sudah ubanan, jenggot
kambing menghias dagunya, setelah membereskan buntalannya.
dia simpan pedang di dalam baju, baru saja dia mau keluar,
mendadak didengarnyaduaorang mendatangi sambilber-cakap2.
Kun-gi merandek. didengarnya seorang yang muda berkata:
"Bocah itucukup licin, jelas tadidia menuju kemari, kenapajejaknya menghilang?"
Disusul suara serak berkumandang: "Sebetulnya tidak perlu
harus menguntit dia, Lohu hanya merasa . . . ." hanya merasa apa" karena jaraknya semakin jauh, maka tak terdengar. Tanpa
melihat bayangan mereka Ling Kun-gi tahu bahwa kedua orang ini
adalah Un It -kiau dan Kim-hoau-llok--long siau Ki-jing.
Dia melenggong mendengar percakapan mereka. batinnya:
"Kiranya mereka sedang menguntitku, jangan anggap aku ini
muridnya Hoan-jiu-ji-lay."
Waktu dia tiba di Thay-khong, hari sudah maghrib, rumah2
sudah pasang lentera. Thay khong merupakan kota persimpangan
jalan utara dan selatan, meski kota kecil, namun suasana kota
cukupramaidalamkota kecil ini terdapattigabuahhotel.
Ling Kun-gi putar kayun sebentar dijalan raya, ia menemukan
jejak si baju biru bersama pembantunya, mereka tengah makan
minum di sebuah restoran, tapi dia tidak masuk ke sana, Dengan
menghabiskan beberapa keping uang receh, dia mengorek
keterangan pelayan hotel, ternyata dengan mudah dan cepat sekali dia menentukan tempat di mana si mata satu menginap. .Itulah
sebuah losmen kecil yang kotor di gang yang melintang di sebe-lah timur sana. Maka Kun-gi juga mondok di losmen kecil ini. Uang
memang berkuasa, jangan kata manusia, setanpun doyan duit,
demikianlah pelayan losmenpun mengatur segala keperluan Ling
Kun-gi, dia ditempatkan di kamar seberang si mata satu.
Semalam suntuk tiada terjadi apa2, hari kedua pagi sekali
sebelum si mata satu bangun tidur, Ling Kun-gi sudah mendahului menempuh perjalanan-setibanya di luar kota di sebuah tempat.
Kun-gi ubah diri pula menjadi pedagang setengah baya.
Dari toko kelontong tadi dia sempat membeli sebuah payung
dari kertas minyak, maka dia sembunyikan pedangnya di dalam
payung, payung di bungkus hingga cuma kelihatan gagangnya,
orang tentu takkancurigakalaudia membekalsenjata.
Dengan memanggul buntalannya, dia langsung menuju ke
Hoayyang. Dari Thay-khong ke Hoay-yang jaraknya cuma tujuh li.
setelah menyamar jadi saudagar. sudah tentu dia tidak boleh jalan terlalu cepat, dengan jalan lambat, diharap si mata satu dapat
menyusul dirinya. Tengah hari ia istirahat di Lo-bong-kip, tak lama kemudian
dilihatnya si mata satu lewat di depan warung dengan langkah
cepat. Kejap lain Ling Kun-gi juga sudah menempuh perjalanan
serta menguntit dari kejauhan-.
Sebelum petang dia tiba di Hoay-yang. Karena si mata satu
sudah sampai tempat tujuan, maka tidak berani berlaku lena,
begitu masuk kota dengan ketat dia membayangi gerak-gerik
orang. Si mata satu sebaliknya memperlambat langkah setelah
berada dalam kota, sambil berlenggang seperti tuan layaknya dia putar kayun dijalan raya, akhirnya memasuki sebuah restoran
berloteng yang bernama Ngo hok ki.
cepat Ling Kun gi juga sudah berada di Ngo-hok-ki, sekilas
pandang,dilihatnyasimtaasatududuksendiriandi mejatimuryang
dekat jendela. maka dia memilih meja yang letaknya tidakjauh
serta pesan makanan- Hari sudah gelap. tiba saatnya orang makan malam, lenterapun
sudah dipasang terang benderang, maka tamu2 yang mau isi perut
juga ber-duyun2 datang. Si mata satu dengan asyiknya tenggak arak pesanannya, tapi
mata tunggalnya selalu plirak-plirik memperhatikan setiap tamu
yang baru datang. Sudah tentu Kun gi tahu maksud orang, setelah tadi putar kayun dijalan raya, kini si mata satu duduk di tempat yang menyolok, maksudnya supaya menarik perhatian orang.
Karena Hoay-yang adalah tujuannya yang terakhir, entah kepada
siapa dia harus menyerahkan barang yang dibawanya"
Sudah tentu Kun-gi juga perhatikan setiap tamu yang datang,
namun para tamu sudah ganti berganti dan pergi datang, tapi
selama itu tiada satupun yang mengadakan kontak dengan si mata
satu. Kini tamu2 yang hadir sudah mulai berkurang, tinggal
beberapa orang saja. Agaknya si mata satu tidak sabar lagi setelah membayar rekening bergegas dia turun dari loteng restoran
Kun-gi juga bayar rekening dan menguntit dari kejauhan-Tidak
lama mendadak si mata satu mem-percepat langkah, membelok
dua kali dari jalan raya yang satu kejalan raya yang lain, terus menyusur ke arah selatan, dua li kemudian keadaan di sini sudah mulai sepi danbanyakbelukar, taklamadiatiba di sebuahbiara.
Tampak dia celingukan ke belakang sebentar, mendadak dia
melompat ke pagar tembok terus turun di sebelah dalam. cepat
sekali Kun-gi juga menye-linap masuk ke dalam biara lewat
samping kanan, di atas tembok dia melihat si mata satu lewat
pelataran terus masuk ke dalam, sejenak dia merandek terus
memasuki ruang pendopo. Ling Kun-gi tak berani ceroboh dan bertindak lambat, dengan
enteng dia mendahului merunduk masuk ke dalam ruang pendopo.
cepat matanya menjelajah sekelilingnya, segera ia melompat ke
atas besandar yang melintang tepat di tengah ruang itu.
Gerak-geriknya sungguh teramat cepat dan cekatan, ruang
pendopo ini lebarnya ada belasan tombak. Ling Kun-gi menyelinap masuk dari arah kanan, untung kepandaian si mata satu rendah,
su-dah tentu sedikitpun dia tidak tahu.
Mungkin tadi terlalu banyak minum arak. setelah menempuh
perjalanan jauh, napasnya rada tersengal, maka begitu masuk
ruang pendopo, si mata satu terus menjatuhkan diri di atas meja rebah celentang melepaskah lelah.
Tak lama setelah dia rebah, mendadak di luar terdengar dua kali suara jeritan rintihan tertahan-Malam sunyi senyap. maka keluhan tertahan terdengar amat jelas, letaknya tidak terlalu jauh di luar biara ini, mungkin orang itu kena dibokong orang dan jiwanya
terancam. si mata satu berjingkrak kaget, lekas dia melompat bangun,
maka dilihatnya sesosok bayangan tinggi laksana setan tahu2
sudah muncul di depan serambi ruang pendopo sana, lambat2
langkahnya, memburu ke ruang pendopo.
Kaget dan ketakutan si mata satu, tegurnya suara gemetar:
"Siapa ....?" Dari tempat sembunyinya, sebaliknya Ling Kun-gi dapat melihat
jelas bahwa pendatang ini adalah laki2 baju hijau yang lengan
kirinya pakai tangan palsu dari besi. Begitu masuk pendopo dia
lantas berhenti, suaranya dingin: " Kuantar surat untukmu, apa kau ini si picak kanan-"
Mendengar orang datang mengantar surat, cepat si mata satu
menyongsong maju, katanya berseri ketawa: "Bukan, bukan,
hamba, hamba picak kiri bukan picak kanan-"
Bayangan kurus tinggi mendengus sekali, dari dalam
kantongnya dia merogoh keluar sebuah sampul terus diangsurkan,
katanya^ "Ambil"
si mata satu menerima dengan kedua tangan. Tanpa bicara lagi
bayangan kurus tinggiterus tinggalpergi.
Diam2 Kun-gi membatin ditempat sembunyinya: "cara sibaju
hijau mengantar surat mirip dengan caranya waktu memberikan
surat kepada si baju biru kemarin malam, surat itu tentu memberi petunjuk ke mana harus menyerahkan barang yang dibawanya"
Mungkinkah belum sampai di tempat tujuan terakhir?"
Setelah terima surat, dengan sikap hormat si mata satu antar si baju hijau pergi, setelah itu dengan seksama dia baca tulisan yang ada di atas sampul surat itu, lalu kembali ketempat dia
me-rebahkan diri tadi "cret"., dia menyalakan api dan menyulut sebatang lilin-Lalu dia mengambil sebatang dupa wangi dan disulut terus ditancapkan pula di atas Hiolo, setelah itu dengan laku
hormat dia taruhsampul itudiatas meja.
Kebetulan Ling-Kun-gi sembunyi di atas belandar, melihat
kelakuan si buta yang aneh dan ganjil ini, dalam hati dia merasa heran, dia pu-satkan ketajaman matanya memandang kearah
sampul di atas meja. Lwekangnya memang sudah tinggi, walau
jaraknya cukupjauh, namun huruf di atas sampul masih bisa
dibacanya dengan jelas. Bunyinya demikian: "Sulut dupa di atas Hiolo, habis sebatang baru buka sampul ini"
Entah apa maksud dan permainan aneh apa pula yang dilakukan
penulis surat ini" Yang terang terasa oleh Kun-gi bahwa bungkusan kertas yang mereka kirim dengan cara misterius ini tentu
mempunyaiartiyang amat besar.
Dupa itu terbakar dengan cepat, asap dupa mengepul
memenuhi ruangan pendopo, tapi asap itupun cepat sekali sudah
sirna tertiup angin, tinggal bau wangi saja yang masih merangsang hidung. Agaknya dupa wangi ini terbuat dari kayu cendana asli.
Melihat dupa sudah terbakar habis, simata satu lantas ambil
sampul terus dirobek. cepat Kun-gi menunduk, dilihatnya si mata satu mengeluarkan
secarik kertas, di dalam lipatan kertas terdapat sebutir pil warna putih, di atas kertas tertulis sebaris huruf2 yang berbunyi: "Le-kas telan pil ini, keluar dari pintu selatan, sebelum kentongan kelima sudah harus tiba di Liong-ong--bic"
Memegangi pil putih itu, agaknya si mata satu ragu2, mendadak
tampak tubuhnya sempoyongan, hampir saja dia roboh terjungkal.
lekas dia jejal-kan pil itu ke dalam mulut, sekalian dia raih kertas itu terus dibakar.
Pada saat itulah, bayangan seorang tiba2 terjungkal jatuh dari
belakang patung pemujaan, "Blang" roboh terkulai tak bergerak setelah menggelinding dua kali.
Si mata satu amat terkejut, dia melompat mun-dur beberapa
kaki, dengan mata melotot dia mengawasi sosok tubuh yang
meringkal dilantai itu. Ternyata yang terjungkal jatuh dari belakang patung adalah
seorang gadis yang berpakaian coklat, kedua matanya terpejam,
rebah tanpa bergerak sedikitpun. Di pinggangnya kelihatan terselip sebatang pedang pendek. jelas iapun seorang persilatan-Melihat gadis itu rebah terkulai tak bergerak lama2 bangkit
keberanian si mata satu, katanya dengan tertawa dingin: "Pantas aku diperintah membakar dupa wangi baru boleh membuka surat
ini, ternyata memang ada orang menguntit diriku, pihak atas
memang ada perintah, kalau temukan orang menguntit boleh
bunuh saja habis perkara, nona cantik, jangan kau salahkan aku
berlaku kejam ........." dari samping tubuhnya, dia mencabut sebilah golok terusmendekati.
Mendadakseorangmembentakkeras:"Berdiri"
Terasa angin menyamber, tahu2 di depan si mata satu sudah
berdiri laki2 setengah baya dengan wajuh kereng, setajam pisau
matanya menatap si mata satu, bentaknya pula: " Tidak lekas kau enyah?"
Sorot matanya cukup menggetarkan nyali, bentrok dengan sorot
mata orang, tanpa terasa si mata satu bergidik, ter-sipu2 dia
mengiakan terus putar tubuh dan lari sipat kuping.
Laki2 setengah baya ini adalah samaran Ling Kun-gi, dia tidak
hiraukan si mata satu, dia coba memeriksa si nona.
Kedua mata gadis baju cokelat terpejam, bulu matanya panjang
melengkung, wajahnya cantik tam-pak masih ke-kanak2an, pipinya
merah seperti buah apel yang masak. hidungnya mancung,
mulutnya kecil, usianya paling2 baru tujuh belasan-
Sekirang Ling Kun-gi baru mengerti bahwa dupa yang disulut si
mata satu tadi kiranya dupa wangi yang membiuskan-Tapi kenapa
dirinya tidak kurang suatu apa2. Bukankah dirinya jauh lebih
banyak menghirup asap dupa di tempat yang lebih tinggi"
Beberapa kejap dia berdiri melenggong, akhirnya dia ingat akan
kantong sulam pemberian Un Hoan-kun, bukankah di dalamnya
berisi obat2an piranti menawarkan obat bius. Lekas dia keluarkan kantong sulam itu, setelah ikatan teratas dia buka, di dalamnya berisi sebuah botol gepeng warna pu-tih halus.
Begitu botol gepeng dikeluarkan, bau harum yang menyegarkan
seketika merangsang hidung, ter-nyata di atas tutup botol terdapat lima lubang kecil yang berbentuk menyerupai bunga bwe, bau
harum teruar dari lubang2 kecil2 ini. Waktu dia teliti lebih lanjut, tepat diperut botol gepeng ini terukir tiga huruf Jing-sin-tan-, di bawahnya terdapat sebaris huruf2 kecil yang berbunyi: "Buatan khusus keluarga Un di Ling-lam."
cepat Kun-gi buka tutup botol kecil ini ternyata terdiri dari dua bagian-lapisan atas berisi puyer warna kuning, lapisan kedua berisi beberapa pil warna hitam sebesar biji kapok. Sekarang Ling Kun-gi baru mengerti, bahwa puyer warna kuning itu adalah obat penawar bau wangi yang memabukkan, maka diatas tutup botol di beri
lubang supaya bau harum penawar ini dapat teruar keluar, oleh
karena itu botol ini harus di simpan dalam kantong benang sulam dan digantung di atas leher, cukup mengendus bau harum yang
teruar dari tutup botol, segala obat bius yang wangi memabukan
akan menjadi tawar dengan sendirinya. Sementara pil hitam di
bagian bawah itu adalah obat penawar yang harus ditelan-
Jadi gadis baju coklat ini terbius oleh bau wangi, cukup asal
botol ini di ciumkan ke dekat hidungnya, tak usah diminumi pil
tentu sebentar akan siuman-Betul juga, kira2 sepeminum teh
ke-mudian, pelan2 gadis baju cokelat mulai membuka kedua mata.
Melihat dirinya rebah di lantai, di sampingnya berjongkok
seorang laki2 yang tak dikenalnya, ke-ruan kagetnya bukan main, lekas si nona membalik tubuh dan berduduk seraya berteriak:
"Siapa kau" Kau .... apa yang kau lakukan .... " wajahnya pucat, sctelah duduk baru dia melihat Kun-gi memegangi sebuah botol,
sikapnya jelas tidakber-maksud jahat.
Kun-gi unjuk senyum manis, katanya: "Nona jangan takut,
barusan kau terbius oleh bau wangi, akulah yang memberikan obat penawarnya."
Merah kedua pipi si gadis, kedua biji mata-nya terbeliak
mengawasi Kun-gi, lekas dia membungkuk badan, katanya: "Jadi paman yang meno-longku, entah bagaimana aku harus
menyatakan terima kasih."
Panggilan sekilas membuat Ling Kun--gi melengak. tanpa segera
dia sadar bahwa dirinnya sedang menyamar pedagang setengah
baya, tanpa terasa dia tersenyum lebar, ujarnya sambil mengelus jenggot pendek dibawah dagunya: "Nona jangan sungkan,
kebetulan cayhe lewat sini, kulihat si mata satu itu hendak
mencelakai nona. sudahtentuakutidakbolehberpeluk tangan?"
04 Terbayang rasa kaget dan heran pada wajah si gadis, katanya,
"paman bilang si matu satu itu hendak mencelakai aku" Padahal aku tidak ber-musuhan dan tiada dendam, kenapa dia hendak
membunuhku?" "Karena kuatir rahasianya bocor, membunuh nona untuk
menutup mulut," sahut Kun-gi. -kedip2 mata si gadis baju cokelat, kata-nya ketarik: "Dia punya rahasia apa" Jahat betul orang itu."
Berhadapan dengan gadis yang lucu dan masih punya bersifat
kanak2, suaranya merdu lagi, tanpa terasa Kun-gi sampai
melamun. Melihat Kun-gi menatap dirinya dengan pandangan
aneh, merah pula muka si gadis, dengan lirih dia berte-riak: ....
Teriakan ini membuat Ling Kun-gi tersentak kaget, sadar akan
sikapnya yang tidak wajar barusan, seketika mukanya terasa
panas, dia tertawa tawa, tanyanya: "Bagaimana nona bisa
sembunyi seorang diri di sini?"
"Sering pamanku bilang, hotel bukan penginapan yang baik bagi seorang gadis yang menempuh perjalanan seorang diri, katanya
bisa dihina dan dirugikan orang lain, maka aku pilih biara ini... "
Ling-Kun-gi tertawa, ujarnya: "Akhirnya kau lihat si mata satu itu melompat tembok masuk kemari, maka kau lantas sembunyi di
belakang patung." "Ya," mata si nona berputar, lalu katanya: "kini teringat olehku, sebelum si mata satu masuk kemari, jelas kulihat bayangan orang berkelebat sekali terus menghilang, semula kukira pandanganku
yang kabur, ternyata paman adanya, jadi kau menguntit si mata
satu, betul tidak?" Diam2 Kun-gi pikir gadis ini cukup cerdik dan pintar, maka
dengan tertawa dia berkata: "cayhe hanya ketarik saja dan ingin tahu."
Bahwa Ling Kun-gi ternyata betul menguntit si mata satu, jadi
tebakkannya tepat, seketika si gadis baju coklat berjingkrak girang, tanyanya cepat :"Ya, tadi paman bilang karena kuatir rahasianya bocor, maka si mata satu hendak membunuhku, soal apa pula
yang membuat paman ketarik sampai menguntit dia ke dalam biara
ini?" "Dia ditugaskan mengantar sesuatu benda, kulihat gerak-
geriknyaanehdan mencurigakan, makakuikutidia."
sigadis mendesaklagi:"Barangapakahyangdiaantar-?"
"cayhe juga tidak tahu, selanjutnya tak perlu aku menguntitnya lagi."
"tahu ke mana tujuan selanjutnya."
"Kalau tidak salah harus dikirim ke Liong--ong-Bio .... " tiba2 dia tersentak sadar, soal ini sebetulnya jangan diberitahu kepadanya, dunia persilatan penuh liku2, kalau gadis ini sampai ketarik dan ikut menguntit si mata satu serta kebentrok si baju biru, pasti celakalah dia. Maka lekas dia tutup mulut, lalu alihkan
pembicaraan, tanyanya:"cayhemohon tahusiapanama harumnona?"
"Aku she Pui....." sahutnya, pikirannya masih tidak melupakan barang yang diantar si mata satu, maka dia balas bertanya pula:
"Liong ong-bio diluar pintu selatan kota, paman mari kita kuntit dia, pasti bisa menyusulnya."
"Hanya ketarik oleh gerak-gerik si mata satu maka aku kemari untuk melihatnya. Setiap golongan dan aliran persilatan di
Kangouw umumnya punya rahasia masing2, orang dilarang
mengetahui, apalagi Licng-ong-Bio dari sini ada tujuh li jauhnya, aku punya urusan lain, kukira nona jangan menempuh bahaya?"
Si gadis baju cokelat kurang senang, katanya menjengek:
"Memangnya aku takut, paman tidak mau pergi, biar aku pergi sendiri. Em, dia berani kerjai aku dengan dupa wangi, aku harus cari perhitungan sama dia, jangan dikira aku dapat dihina dan
dipermainkan." Lekas Ling Kun-gi membujuk: "Dia sulut dupa karena kuatir
orang mencuri lihat rahasianya, tujuannya bukan hendak
mencelakai nona, kenapa nona harus berurusan dengan orang
kasar seperti dia. Nona menempuh perjalanan seorang diri,
tentunya punya urusan juga, lebih baik malam ini istirahat di sini, selesaikan dulu urusanmu sendiri"
"Aku keluarber-main2, akutidakpunyaurusanapa2, paman take
mau pergi, permisi aku mau pergi sendiri," habis berkata si nona bangkit terus mau pergi. Tapi seperti mendadak teringat apa2,
kakinya berhenti serta berpaling, tanyanya mengawasi Kun-gi:
"Maaf paman, aku lupa mohon tanya nama paman-?"


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"cayheLing Kun-gi dariIng-Ciu."
"Akanselalu kucatatdalamhati, sampaiber-temu, paman Ling"
Sekali bilang pergi terus pergi, keras juga tabiat nona ini, Kun-gi jadi menyesal, kenapa tadi dia memberitahu persoalan sebenarnya kepadanya, se orang gadis belia, kalau sampai mengalami bahaya, bukankah secara tidak langsung aku yang mence-lakai dia" Maka
cepat dia berteriak: "Nona Pui, tunggu sebentar"
Si gadis sudah tiba di luar pintu, dia behenti dan bertanya:
"Paman Ling masih ada urusan apa lagi?"
"Kalau nonaingin pergi, baiklah bersama akusaja,"ujar Kun-gi. .
Sudah tentu gadis baju cokelat kegirangan. katanya cekikan-
"Paman Ling, kau sungguh baik..." -.Tawanya segar bak sekuntum bunga mekar, pipi-nya yang merah tersungging dua pipit di kanan kiri. Begitu anggun mempesonakan sampai Ling Kun-gi tidak berani melihatnya lama2, katanya sambil melengos: "Marilah lekas
berangkat." Gadis baju cokelat mengangguk. mereka menuju ke pekarangan
luar, agaknya si gadis sengaja hendak pamer, tiba2 dia meluncur mendahului ke depan, dengan enteng ia melayang ke atas terus
hinggap di atas tembok. Gerakannya ini adalah ci-yan--liang-poh (sarang walet melampaui gelombang), tangkas dan cekatan sekali
gerak geriknya. Ling Kun-gi ikut enjot tubuhnya, katanya sambil tertawa
lantang: " Hebat benar Ginkang nona Pui." Gadis mana yang tidak senang dipuji. Dengan ringan si gadis meluncur turun di luar
tembok, katanya berpaling dengan senyum bangga: "Paman Ling terlalu memuji"---Sirap kata2nya mendadak dia menjerit
melengking, wabahnya pucat ketakutan dan ngeri.
"Nona kenapa?" tanya Kun-gi.
Si gadis tidak berani berpaling, katanya sambil menuding ke
ujungtembok sana:"Disanaada duaorang."
Geli Ling Kun-gi, batinnya:"Nona kecilbiasanya memangbernyali kecil" Dengan sabar dia membujuk: "Nona tidak usah takut, biar kulihat kesana." Tampak di kaki tembok sana memang meringkuk dua bayangan orang. Betapa tajam pandangan Ling Kun-gi, sekilas pandang dia lantas mengenali salah satu di antaranya adalah laki2
baju abu2 yang dilihatnya di warung makan di Liong-kip, seorang lagitentu temannya.
Mendadak Kun-gi ingat, sebelum laki2 baju hijau muncul, di luar ada dua kalijeritan orang, mungkinkah kedua orang ini sudah
dikerjai musuh" Bergegas dia melompat maju terus memeriksa de-ngan
berjongkok, tampak kedua orang ini meringkal mirip udang kering, yang dijemur di panas matahari, kepala dan mukanya berubah
kehijauan, jelas mereka memang kena serangan racun-
Topi bulu yang dipakai laki2 baju abu2 tampak terpental jatuh,
tepat di tengah ubun-ubun kepalanya ada tanda2 bekas keselomot
dupa, kiranya dia seorang Hwesio. Tergerak hati Kun--gi, pikirnya.
Hwesio Siau lim si, mungkin barang yang diantar si mata satu ada sangkut pautnya dengan lenyapnya Loh-san Taysu, pimpinan Yokong-tian dari Siau-lim-pay" "
"Paman Ling," tanya gadis baju cokelat dari kejauhan.
"Bagaimana kedua orang itu?"
Pelan2Ling Kun-giberdiri, katanya:"Sudah meninggal."
"Apakah mereka terbunuh si mata satu?"
Kun-gi rnengeleng: "Bukan, pembunuhnya ada orang lain-".
"Apakah orang yang mengantar surat itu?" tanya gadis itu,
"tentunya untuk menyumbat mulut mereka" Kulihat dalam
peristiwa ini pasti ada latar belakang yang besar artinya."
Kuatir orang bertanya berkepanjangan, lekas Kun gi berkata:
"Marilah berangkat" Mereka berputar ke pintu selatan, setelah melompat keluar dari tembok kota, terus menuju ke arah selatan
dengan langkah cepat. Jarak enam-tujuh puluh li tidak terhitung jauh bagi mereka.
untung malam gelap. di jalanan sepi, maka dengan leluasa mereka dapat mengem-bangkan ilmu entengkan tubuh menempuh
perjalanan dengan cepat. Betapapun Lwekang si gadis jauh lebih rendah, setelah ber-lari2
sekian lamanya, pipinya sudah merah, napasnya mulai sengal2,
tapi dia masih berlari setaker kekuatannya.
Kun-gi melihat keadaan orang mulai keletihan, hatinya menjadi
tidak tega, terpaksa dia kendorkan larinya, dengan begitu barulah si nona dapat mengimbanginya.
Agaknya sigadis tahu diri, alisnya berjengkit, katanya dengan
muka merah, "Paman Ling, agaknya kepandaian silatmu tidak lebih rendah daripamanku,"
Siapa pamannya, sudah tentu Ling Kun-gi tidak tahu"
Tanyanya dengan tersenyum: "Apakah pamanmu
berkepandaian tinggi?"
"Sudah tentu kepandaian silat paman teramat tinggi, aku dan Piauci sama2 belajar kepadanya, Piauciku malah lebih hebat
daripada ku, mungkin aku yang terlalu bodoh."
"Usia nona masih begini muda, memiliki ke-pandaian setingkat ini juga sudah lumayan-"
Kata gadis baju cokelat dengan berseri lebar: "Piauci setahun lebih tua daripada ku, bukan saja wajahnya secantik bidadari,
kepandaiannyapun jauh lebih tinggi, terus terang aku tunduk lahir batin terhadapnya. Paman Ling, mungkin kau belum tahu betapa
anggun dan cantiknya, siapapun pasti tergila2 kepadanya."
Tanpa ditanya dia mengoceh dengan lincah dan Jenaka,
suaranya memang merdu dan lucu, dari tingkah lakunya ini
dapatlah disimpulkan bahwa gadis ini terlalu polos, bersih dan
halus budi pekertinya. Dengan jujur dia puji Piaucinya bak bidadari segala, yang terang dia sendiripun molek dan lincah penuh gairah.
Begitulah sembari menempuh perjalanan, mereka ngobrol
panjang lebar, setiba di Liong-ong-blo, waktu sudah mendekati
kentongan keempat. Liong--ong-Bio berada di pusat keramaian
sebuah pasar yang terletak di selatan kota Hoay-yang, di antara kota Sim-kiu, di dalam kota kecil ini kira2 dihuni dua ratus
keluarga. Mereka langsung menuju ke arah barat dan tiba di
Liong-ong-Bio (biara raja naga).
"Biara raja naga" ini terasa sepi, liar dan bobrok. tembok bercat merah, letaknya dipinggir hutar menghadap ke sungai, dulu tempat ini memang merupakan pusat keramaian penduduk sekitarnya, tapi
setelah sekian puluh tahun tak terurus, keadaan sudah serba
bobrok dan rusaki Setiba mereka di depan pintu biara, tampak tak jauh sana
menggeletak sesosok tubuh orang, dalam kegelapan tampak
meringkukdiamtak ber-gerak.
Gadis baju cokelat kaget, langkahnya merandek. tanyanya:
"PamanLing, menurutkauorangitusudah matiataumasihhidup?"
Sudah tentu Kun gi juga ingin tahu, lekas dia melangkah maju
serta membalik tubuh orang. se-ketika dia bersuara heran,
katanya: "Kiranya si mata satu" memang mayat yang meringkuk kaku di tanahinibetuladalahsi matasatuyangmerekakuntit.
Kulit kepala dan mukanya berwarna hitam, darah hitam meleleh
dari mulutnya, mata kirinya yang tunggal melotot keluar,
keadaannya sungguh seram menakutkan-Jelas dia mati keracunan-
Mungkinkah laki2 baju hijau pula yang membunuhnya"
Demikian batin Ling Kun-gi. Dengan teliti ia memeriksa, ternyata tiada bekas luka apa-pun dibadan si mata satu. Selangkah mereka datang terlambat, tahu2 orang sudah binasa, ini berarti sia2
menguntit selama dua hari ini.
Si gadis berdiri jauh, melihat Kun-gi diam saja, dia berseru
tanya: "Parnan Ling, kau kenal dia?"
"Inilah si mata satu," sahut Ling Kun-gi.
"o, diasudah mati?" tanyasigadis. Ling Kun-gi mengangguk.
"Setelah barang diantar sampai tempat tujuan, sudah tentu dia harusdibunuhjugauntuk menutupmulutnya,"katasigadispula...
Tergerak hati Ling Kun-gi, cepat ia meraba dada si mata satu,
ternyata barang yang tersimpan di kantongnya sudah diambil
orang. Pelan2 dia berdiri, tanpa terasa ia menggerundel: "Kejam juga cara mereka bekerja."
"Apakatamu paman Ling?" tanyasigadis.
"Dia mati keracunan, mungkin pil yang ada surat tadi juga
beracun." "Bukankahpil itu sebagaipenawardupa wangi itu?"
"Kalau dugaanku tidak meleset, pil itu pasti terdiri dari dua lapisar, lapisan luar memang penawar obat bius, sedang lapisan
dalam adalah racun, malah waktu juga sudah diperhitungkan
dengan tepat, bila dia tiba di Liong-ong Bio baru racun akan
bekerja." "Barang itu sudah diambil orang, paman Ling, perlukah kita meneruskan pengejaran ini?"
Karena menduga barang yang terbungkus kertas itu ada
sangkut pautnya dengan Loh-san Taysu yang lenyap tak keruan
paran itu, sudah tentu Ling Kun-gi tidak akan menghentikan usaha penyelidik,an ini.
Si mata satu memang sudah mati, tapi barang yang ia bawa
pasti belum mencapai tujuan terakhir, karena kalau barang itu
berakhir sampai di Liong--ong-blo, tak mungkin mereka
membiarkan mayat si mata satu menggeletak demikian saja dan
kalau barang itu belum berakhir sampai di sini, dalam waktu
sesingkat ini orang mengambilnya tentu belum pergi jauh, meski
tidak diketahui siapa pula pengganti si mata satu tapi asal dia bisa menemukan jejak sibaju hijau dan pembantunya, tidak sukar untuk menemukan jejak si pengantar barang rahasia itu
Maka perasaannya menjadi longgar, katanya kemudian: "Aku
hanya ketarik saja, kalau tadi nona Pui tidak ingin kemari, cayhe juga tidak ingin mencampuri urusan orang lain. Kini si mata satu sudah mati, sumber penyelidikan sudah putus, kemana pula
mencari jejaknya?" .... lalu dia pandang si gadis serta
menambahkan: "Nona Pui, dunia persilatan penuh diliputi bahaya, seorang diri, umpama kau berkepandaian tinggi, namun kau belum
berpengalaman, kukira kaujangan main selidik terhadap rahasia
orang lain, kuharap nona langsung pulang saja, aku masih punya
urusan lain, tak bisa mengiringi kau lagi, hari segera akan terang tanah kota Sim-kiu tak jauh di depan sana, mari kuantar nona
masuk kota, di sana nanti kita berpisah."
Si gadis berkedip. katanya sambil cekikikan: "Paman Ling, kalau kau punya urusan boleh silahkan saja, aku toh bukan anak kecil, bisajalansendiri takperlu kauantaraku."
Tanpa menunggu jawaban Ling Kun-gi dia terus putar tubuh
serta melambai tangan, serunya: "Paman Ling, aku berangkat lebih dulu."
Bayangan nona Pui akhirnya ditelan kegelapan, hati Ling Kun-gi
seperti kehilangan apa2, terasa hambar. Mendadak disadarinya
bahwa dirinya telah menyukai nona jelita berpakaian cokelat yang tidakdiketahui namanyaini.
Hari sudah mendekati fajar, angin sepoi2 sejuk. Kun-gi
memandang sekitarnya sejenak, mendadak tubuhnya melambung
tinggi laksana burung elang, sedikit kaki menutul tembok.
badannya mengapung lebih tinggi pula terus meluncur ke
wu-wungan, dia lewati pekarangan menuju ke belakang dan
lompat turun di emper rumah, tanpa berhenti dengan sebat dia
menuju pekarangan belakang Liong-ong-Bio ternyata terdiri dari
dua bangunan tempat pemujaan, jadi tiada kamar untuk tempat
tinggal. Ling Kun-gi turunkan buntalannya dan duduk diundakan batu,
otaknya bekerja menerawang situasi, dalam hati dia ber-tanya2
siapa pengganti si mata satu, lalu ke mana pula pengantar barang dalam buntalan kertas itu" Dari sini ke barat adalah Siang-cui, ke selatan adalah Sim-kiu dan Leng-cwan. ke timur adalah Thay-go
dan Put-yang. Sejak mulai Kay-hong. mereka menuju ke arah
tenggara, jadi kalau dirinya menuju ke Thay-ho atau Put-yang
tentu tidak akan meleset. Setelah ambil keputusan, dia
menengadah melihat cuaca, selarikcahayaemas sudahterpancardi
ufuktimur. Lekas dia merogoh kantong, mengeluarkan sebuah kotak kecil,
inilah bahan obat2an peranti merias yang selalu dibawanya. Dia
maklumsibajubirudanpembantunyasepanjangjalan melindungisi
pembawa barang secara diam2, terpaksa dirinya harus sering ubah bentuk dengan penyamaran yang berbeda baru bisa mengelabui
orang. Dari dalam kotak dia keluarkan sebutir pil untuk cuci muka,
setelah digosok ditelapak tangan terus dipoleskan kemuka sendiri sambil berkaca mirip gadis jelita yang sedang bersolek saja, lekas dia sudah membersihkan obat2an yang mengubah bentuk
wajahnya. Kini dia sudah kembali pada wajah aslinya sekejap dia
mengawasi wajah sendiri pada kaca bundar kecil yang
dipegangnya, lalu diambilnya sebiji obat bundar warna merah
gelap. Baru saja dia hendak mengusap muka sendiri mendadak
didengarnya tawa cekikik lirih tertahan diatas tembok,
KeruanLing Kun-giterperanjat. "Siapa?"bentaknyasambil berdiri
"Akulah paman Ling" terdengar suara merdu menyahut.
Tertampak bayangan ramping melayang turun dari atas tembok,
Ling Kun-gi melenggong, tanyanya: "Kau belum pergi?"
Gadis baju cokelat berdiri di depannya, men-dadak dia
menunduk dengan muka jengah, kata-nya sambil membanting
kaki: "Kiranya kau menyamar yang kulihat tadi bukan wajah aslimu maka nama
Ling Kun-giyang kausebuttadi pastijugabukannama aslimu."
Ling Kun-gi menjadi kikuk. katanya malu2 "Aku memang betul Ling Kun-gi."
Gadis baju cokelat mencibir bibir, katanya "Siapa tahu kau ini tulen atau palsu?"
"Terserahkalau nonatidakpercaya,"ujarKun-gi.
Tiba2 gadis baju cokelat unjuk tawa manis, katanya: "Kenapa tadi kau mengelabui aku?"
"Tiada maksudku mengelabui nona."...
"Kalau tidak, kenapa tidak terus terang padaku, pakai
menyamar segala?" . "Berkelana di Kangouw dengan menyamar, di perjalanan akan
jauh lebih leluasa, tidak menarik perhatian orang."
"Kulihat pasti kau menyembunyikan sesuatu, apakah karena
menguntit si mata satu maka kau merasa perlu menyamar?"
Melihat sikap orang yang polos dan Jenaka. tidak tega Kun-gi
berpura2, katanya sambil manggut2: "Benar, aku memang sedang menguntil si mata satu."
Bahwa tebakannya tepat pula, sungguh senang hati si gadis,
katanya cekikikan: "Jadi kau sudah tahu barang apa yang dia antar?"
"Aku betul belum tahu."
"Apakahkau sudahtahu mereka darigolongan mana?"
"juga belum jelas bagiku."
"Kalau kautidaktahuapa2, buatapa kau menguntitdia?"
Terpaksa Kun gi tuturkan pengalamannya, di Kay-hong tentang
seorang salah alamat memberi sepucuk surat kepadanya.
Asyik dan terbeliak si gadis mendengarkan kisahnya, katanya
sambil keplok2: "Sungguh menarik. paman . . dia sudah biasa memanggil paman Ling, tanpa terasa dia hampir menggunakan
sebutan itu pula, untung dia lekas sadar dan menghentikan
panggilannya. "Kenapatidak panggil pamanLing pula ke-padaku?"goda Kun-gi.
"Siapa sudi panggil kau paman?" jengek si gadis sambil melerok.
"Usia mu beberapa tahun lebih tua belum setimpal kau jadi paman, kalau jadi Ling-toakosih boleh saja." Namun segera iapun sadar telah kelepasan omong, wajahnya menjadi merah. lekas dia
menambahkan: "Aku juga tak sudi pang-gil kau Ling toako."
"Terserah maupanggil apa," ujar Kun-gi tertawa geli. "Hari sudah terang tanah, tak baik kita lama2 di sini, tunggulah sebentar setelah aku rampung menyamar.".
"Kau boleh tetap menyamar, aku toh tidak mengganggumu"
ujar sigadis aleman. Tanpa buang waktu, Ling Kun-gi hancurkan pil obat di telapak
tangannya terus dipoleskan ke muka sendiri. Dalam sekejap mata, wajahnya yang halus putih dan cakap telah berubah jadi merah
gelap berusia setengah baya.
Si gadia menyaksikan dengan mata terbelalak tanpa berkedip
dia awasi muka Ling Kun-gi, kata-nya tertawa: "sungguh
menyenangkan permainan ini, tak ubahnya seperti anak
perempuan bersolek."
Ling Kun-gi tidak hiraukan ocehannya, dari kotak kecilnya dia
keluarkan pula sekeping arang, sebelah kanan pegang kaca,
diaores kedua alisnya menjadi lebih tebal, kini dia betul2 berubah jadi yang lain-Si nona jadi ketarik. tanyanya: "IHei, kau pandai tata rias, dari siapa kau belajar?"
Ling Kun gi bereskan kotak kecil dan disimpan ke dalam baju,
katanya tertawa: "Sudah tentu belajar pada Suhu."
"Siapakah gurumu?" "Maaf, gurukupantangdiketahui orang, takbisa kujelaskan-" Kini hari betul2 sudah terang, kuatir mayat si mata satu
ditemukan orang, maka Kun-gi mendesak:
"Jangan lama2 di sini, nona tiada urusan,
boleh silakan pergi." lalu dia melangkah lebar
" Kenapa kau tidak menungguku?"
"Nona mau ke mana"
"Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" , u n "Betul, kenapa?"
"Aku ikut, boleh tidak?"
Kun-gi tertegun, sahutnya menggeleng: "Jangan,
non cant dan suci, mana boleh seperjalanan ber-samaku?"
a ik keluar biara. "E, eh, tunggu" seru si nona
mengejar. "Nona masihadaurusan
apa?"tanyaKun-gisambil berpaling.
"Kau tidak sudi jalan bersamaku, kenapa kau tuturkan semua kisah ini?"sigadisuring2an
Ling Kun-gi melenggong, alisnya berkerut, sa-hutnya: "Kan nona yang tanya jadi kujelaskan."
"Maka itu, aku harus ikut kau."
"Tidak. Kangouw banyak diliputi kejahatan, nona jangan
menempuh bahaya, dan lagi tidak leluasa nona berjalan bersamaku
...." "Tidak boleh. tidak leluasa lagi," omel si nona dongkol, "yang terang kau tidak sudi berjalan dengan aku . . . . " tiba2 dia putar
tubuh terus berlari pergi sambil menutup muka dengan kedua
tangan Ling Kun-gi hanya geleng2, dengan langkah ce-pat dia berjalan
keluar. Tengah hari dia tiba di perbatasan propinsi An-hwi. Tengah ia ayun langkah, tiba2 didengarnya dari jalanan kecil sana seorang berteriak:
"Bakpau . . . , sic. . . . "
Seorang laki2 berpakaian celana pendek berbaju kutang
mendatangi sambil memanggul sebuah keranjang, setiba di depan
Ling Kun-gi dia berhenti dan menyapa sambil tertawa: "Tuan ini mau beli bakpau, masih panas "


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kun-gi menggeleng, belum lagi dia buka suara, mendadak
dilihatnya selarik sinar biru berkelebat, sebatang paku beracun meluncur ketenggorokannya. Serangan gelap ini dilakukan dalam
jarak dekat dan cepat serta tak terduga lagi. Tak pernah Kun-gi menyangka, maka dia tidak bersiaga, tahu2 pen-jual bakpau ini
menyerang dengan senjata rahasia. dalam seribu kerepotan lekas
dia menjengkang tubuh ke belakang, sementara jari2 tangan
kanan terus menyelentik. "Triing", dengan tepat dia selentik paku itu. Hatinya marah bukan main, bentaknya: "Tan-pa sebab kau melancarkan serangan kejam, apa tujuanmu?"
Begitu serangannya luput, tanpa menunggu Kun-gi bicara, tiba2
orang itu dorong kedua ta-ngannya, keranjang dia lempar ke arah Kun-gi, berbareng dia melompat mundur, kejap lain tangan
kanannya sudah melolos sebilah golok baja yang berkilau
memancarkan cahaya biru. Pada saat orang ini melompat mundur, dari dalam hutan
beruntun melompat keluar dua orang lagi, dandanan mereka sama,
tangan merekapun bersenjata golok yang serupa, kini mereka
berdirisegitiga mengadangdidepanLingKun-gi.
Begitu keranjang itu menerjang dekat baru seenaknya Ling Kun-
gi kipatkan tangan, tiba2 keranjang mental balik meluncur lebih cepat menerjang ke arah laki2 yang berdiri di tengah. Sudah tentu bukan kepalang kaget si penjual bakpau, ter-sipu2 dia melompat
menghindar. Keranjang itu hancur berantakan menumbuk pohon
sebesar paha dan seketika tumbang dan mengeluarkan suara ge-
muruh. Berubah air muka si penjual bakpau,jengek-nya: "Ternyata tuan berkepandaian tinggi."
Terpancar sinar dingin dari biji mata Ling Kun-gi, katanya: "Apa maksud kalian?"
Penjualbakpau bertanya:"Tuan mau kemana?"
"Apamauke manapeduliapadengankalian"
"Kami bersaudara mEmang sedang menunggu kedatanganmu,"
ujar sipenjualbakpau. Menegak alis Ling Kun-gi, tanyanya dingin: " Kalian tahu aku siapa"
"Peduli siapa tuan, kami hanya kenal barang yang ada di dalam kantongmu" jawab penjual bakpau.
"Kalian tahu barang apa yang ada di dalam kantongku?"
"Mata kami tidak kelilipan, tuan jangan pura2" ujar penjual bakpau tergelak.
"Kalian tidak bisa membedakan baik-buruk, pakai serangan
membokong lagi, kini mengadang jalanku pula, ingin kutanya, apa sih sebetulnya maksud kalian?"
Penjual bakpau tertawa dingin: "Bagus, seorang Kuncu tidak melakukan kerja gelap. maksud kami supaya tuan meninggalkan
barang yang kau bawa itu, sudah jelas bukan"."
Tegerakhati Ling Kun-gi, batinnya:"Akuhanya membawasebutir mutiara warisan keluarga serta kantong sulam pemberian, Un
Hoankun, kalau ketiga orang ini bukan mengincar Pi-tok-cu,
(mutiara penawar racun), tentw mereka diutus Siau Ki-jing untuk merebut kantong sulam pemberian nona Un itu."
Maka mendadak , dia tertawa keras, katanya: "Betul, barang itu memang kubawa, entah.. cara bagaimana kalian hendak
mengambilnya?" "Tuan inginsupayakamipakai kekerasan?"
"Memangnya harus kupersembahkan dengan kedua tanganku?"
jengek Kun-gi. "Bagus, keluarkan senjatamu."
"Kalian punya kepandaian apa boleh keluarkan semua, tak perlu aku pakai senjata."
Sadis sorot mata penjual bakpau, katanya menyeringai: "Baik, hati2lah kau"
Mendadak kakinya bertindak selangkah, golok baja ditangannya
terayun, selarik sinar biru bagai kilat menyamber ke dada Ling
Kungi. Berdiri alis Ling Kun-gi, katanya: "Kau masih terlalu jauh. Nah, berdirilah yang betul" Badan sedikit miring, tahu2 tangan kirinya sudah pegang pergelangan tangan penjual bakpau yang pegang
golok terus dia entakkan pula ke depan.
Penjual bakpau menjerit kaget, golok jatuh ke tanah, orang
nyapun sempoyongan mundur dan hampir saja terperosok jatuh.
Kedua temannya juga kaget, ditengah bentakan mereka serempak
menubruk maju, duagolok membacokbersamadari kanankiri.
Kun-gi tertawa dingin, bagai terbang tiba2 badannya berputar,
tak kelihatan bagaimana dia turun tangan, tahu2 kedua laki2
penyerangmengerang, disusulsuaragolok jatuhberkerontangan.
Kedua laki2 itu melompat mundur dengan muka pucat dan
berkeringat dingin, tangan kiri pegang tangan kanan-Kiranya
tangan mereka yang pegang golok kena ditabas oleh telapak
tangan Ling Kun-gi, sakitnya bukan kepalang, walau mereka
menggertak gigi tidak sampai menjerit kesakitan, namun otot
diataS jidat kelihatan merongkol keluar karena menahan sakit.
Seperti tidak terjadi apa2, Kun-gi berkata:
"Kalian masih ingin barang yang kubawa?" Mendadak sorot matanya menatap penjual bakpau, muka berubah kereng, katanya
dingin: "Diantara kalian bertiga, mungkin kau adalah pimpinannya, kau pura2 menjual bakpau, dengan senjata rahasia membokong
secara keji, main cegat dan minta bekal pula, dari senjata kalian yang beracun itu cukup membuktikan bahwa setiap hari kalian
pasti kenyang melakukan kejahatan, kini kebentur ditanganku,
seharusnya akan kupunahkan kepandaianmu, tapi mungkin kalian
hanya di peralat orang lain, maka cukup sebelah lengan masing2
kubikin cacat sebagai hukuman-"
Belum lagi mereka gebrak satu jurus, tahu2 sebelah lengan
masing2 sudah dibikin cacat, keruan pucat pias muka ketiga orang, namun sorot mata mereka menjadi buas dan dendam, kata si
penjual bakpau dengan menggreget dan melotot: "Sebutkan
namamu." "Kalianbelumsetimpaluntuk mengetahui namaku."
Insaf kepandaian mereka bertiga terlalu jauh dibandingkan
orang, akhirnya sipenjual bakpau menggerung marah, cepat dia
bawa kedua temannya pergi. Tapi baru saja mereka putar badan,
lalu ber-diri tegak mematung dengan laku sangat hormat.
Kiranya dari jalanan kecil di tengah hutan sana tampak
mendatangi seorang laki2 tua baju hitam. Muka orang tua yang
kurus ini hitam kering, ke-lihatannya kaku membeku, dingin tidak menimbul-kan perasaan-Setelah dekat, matanya yang berbentuk
segi tiga berputar, akhirnya berhenti pada ketiga laki2 itu,
suaranya seperti keluar dari kerong-kongan jenazah: "Bagaimana"
Kalian tidak mampu bereskan dia, malah dia yang bereskan
kalian?" Penjual bakpau tadi membungkuk hormat, dia yang bersuara: "
Lapor cit-ya, bocah ini sukar di layani, lengan kami bertiga dibikin cacat olehnya."
"Kalian memang tidak becus" semprot laki2 tua kurus itu, matanya melirik ke arah Ling Kun-gi, katanya pula: "Anak muda, siapa namamu?"
Dingin dan angkuh sikap Kun-gi, ia berdiri menggendong tangan
sambil menengadah, sahutnya: "cayhe ingin tahu lebih dulu siapa namamu."
Terbayang rona kejam pada wajah laki2 kurus, katanya: "Bagus, anak muda mulutmu ternyata keras juga, pernahkah kau dengar
Kwi -kian -jiu Tong cit-ya?"
"cayhe belum pernah dengar" ujar Ling Kun-gi.
Kwi-kian jiu (setanpun sedih melihatnya) Tong cit-ya
menyeringai: "Agaknya kau bocah ini baru keluar kandang."
"Kaukah yang mengutus ketiga orang ini?" tanya Kun-gi.
"Betul," sahut Kwi-kian-jiu Tong cit-ya. "Lohu suruh mereka menunggudisini supayakautinggal-kan barangyangkau bawa."
"Sayang mereka tidak berhasil."
"oleh karena itu, terpaksa Lohu susul kemari.."
"Kau sendiri memangnya bisa berbuat apa?"
"Pertanyaan bagus," Kwi-kian jiu Tong cit-ya ter-kekeh2. "Lohu, boleh menjawab pertanyaanmu, kalau ingin hidup tinggalkan
barangmu itu." "Enakbetul kaubicara."
"Maksud Lohu," kata Tong cit-ya, "kau melukai ketiga orangku, ini boleh tidak usah diperhitungkan, tapi diantara jiwa dan barang yang kau bawa itu kau harus pilih satu."
"Setan sedih melihatmu (Kwi-kian-jiu), tapi manusia belum tentu takut melihatmu," Kun -gi menyindir.
"Anak muda, kau tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi,"
habis kata2nya tiba2 Tong cit-ya berkelebat maju, tangan kiri
bergerak secepat percikan api, pundak Kun-gi dijadikan sasaran
ceng-keraman jarinya. cengkeraman ini membawa kesiur angin kencang, tapi hanya
sekali kelebat lantas lenyap. aneh dan cepat serta lihay sekali gerak serangan ini.
Sejak tadi Ling Kun-gi sudah siaga dan menunggu, waktu
tangan Tong cit-ya beberapa senti dari pundaknya, mendadak kaki menggeser dan badan berkelit, cengkeraman lawan dia hindari,
berbareng tangan kiri menabas miring balas menyerang.
Bahwasanya Tong cit-ya tidak pandang sebelah mata pada Ling
Kun-gi, ia yakin Cengkeramannya yang lihay itu biar jago2 silat Bulim umum-nya jarang yang mampu menghindarnya, apalagi lawan
hanya seorang bocah yang baru berusia dua puluhan, sekali
pegang pasti teringkus dengan mudah"
Tak Nyana lawan hanya sedikit miring dapatlah mengelak
dengan mudah, keruan ia terkejut, lekas dia kerahkan tenaga
dalam, siap untuk melancarkan kepandaian kebanggaannya
Ngo-ting-kay-sanclo (pukulan telapak tangan gugur gunung), sekali gebrak ia ingin bikin mampus bocah ini.
Kejadian berlangsung teramat cepat, dlkala timbul niat jahatnya itu, tahu2 Ling Kun-gi sudah menepuk dengan jurus Liong gi-hunjong (Awan bergerak mengikuti langkah naga), damparan
angin kencang tahu2 menerjang dadanya.
Betapapun Kwi-kian-jiu Tong cit-ya seorang kawakan Kangouw
yang banyak berpengalaman, melihat gaya pukulan lawan serta
merasakan terjangan angin kencang ini, lekas dia kerahkan tenaga di lengan kanan terus didorong memapak maju.. Dua gelombang
anginberadudiudara, maka terdengarlahsuarabenturankeras.
Sedikitnya Tong cit-ya telah kerahkan tujuh bagian tenaganya,
tak nyana hasil dari adu pukulan ini, pergelangan tangan sendiri tergetar kesakitan dan kaku, "badanpun limbung hampir tak kuasa berdiri tegak. jubah hitam yang dipakainyapun me-lambai, tertiup angin pukulan lawan, keruan ia terkesiap.
Kulit mukanya yang semula kaku dingin dan seram itu, kini
berubah kaget dan heran, dua biji matanya mencorong bagai sinar kilat, dia pandang Ling
Kun-gi dari kepala sampai ke kaki, akhirnya menyeringai dingin. "
Hebat jugakau anak muda." Tepat pada kata "muda" diucapkan, tangankiripunterayun, kembali telapaktangannya memukul dada.
"Mari anak muda," ujarnya menye-ringai sadis, "sambutlah sejurus pula pukulan lohu?" nadanya menantang dengan pongah, seakan2 Ling Kun-gi tidak akan kuat menghadapi pukul-annyaini.
Ling Kun-gi masih muda, berdarah panas, sudah tentu dia tak
mau kalah" Tegak alisnya, katanya tertawa lantang: "Memangnya, kenapa kalau kulayani pukulanmu?" Lengan kanan terangkat, dia bergerak dengan tipu Sin-liong-to-sin (naga sakti menggerakkan
kepala), tangan diayun ke depan dari samping.
Gerak pukulan Tong cit-ya amat lamban, gayanya juga enteng,
tapi begitu Ling Kun-gi menggerakkan lengan kanan, gaya
pukulannya mendadak didorong maju dengan kecepatan berlipat
ganda. Pada detik2 kedua tangan orang itu hampir beradu
mendadak dia tarik tangan kanan, dengan sendirinya tenaga
pukulannyapun batal ditengah jalan-
Gerakannya amat cepat, tapi menariknya juga tangkas, keruan
Ling Kun-gi keheranan, tapi pada saat itu pula mendadak dia
merasakan telapak tangannya kesakitan seperti ditusuk jarum,
kelima jari2nya seketika kaku.
Didengarnya Tong cit-ya tertawa sinis, kata-nya: "Anak muda, kau sudah terkena jarum telapak tangan Lohu, kuhitung, satu
sampai tujuh, kauakanterjungkalroboh."
Mencelos hati Ling Kun-gi, lekas dia berusaha merogoh kantong.
Hanya dalam waktu sesingkat ini, Kun-gi merasakan sikutnya kaku tak mampu bergerak lagi, keruan kejutnya bertambah besar,
pikirnya: "Entah pakai racun jahat apa orang she Tong ini, begini lihay dan cepat bekerjanya?"
Untung dia merasakan kegawatan ini, kelima jarinya sudah
berhasil menggenggam mutiara penawar racun di dalam
kantongnya. Gurunya pernah memberitahu, Pi-tok-cu harus selalu digembol
di atas badan, segala racun tidak akan bisa melukai dirinya, kalau terlukaoleh senjataberacuncukup meletakkan mutiarainiditempat
luka2 itu dan racun akan tersedot habis dengan sendirinya.
Melihat lawan merogoh kantong, Tong cit-ya kira orang hendak
mengeluarkan obat, maka dia tertawa lebar dan senang, katanya:
"Jarum di telapak tangan Lohu ini hanya bisa dipunahkan dengan obatku, anak muda, jiwamu taktertolong lagi."
Sementara itu, tangan kanan Ling Kun-gi meng-genggam Pi-tok-
cu, terasa hawa dingin merembes dari telapak tangannya, rasa
kaku kelima jarinya seketika berkurang, maka legalah hatinya.
Demi mendengar kata2 Tong cit-ya, alisnya menegak. bentaknya:
"cayhe tak bermusuhan dengan kau, kenapa kau menyerang
dengan jarum beracun-"
Tong cit-ya ter-gelak2 sambil mendongak. katanya: "Selamanya Lohu tidak suka ngobrol dengan orang yang bakal mampus, inilah
yang dinamakan bunuh ayam mengambil telurnya." Yang dimaksud sudahtentubarangyangtersimpandikantong Ling Kun-gi.
Semakin gusar hati Kun gi, sorot matanya semakin tajam,
bentaknya pula: "Bangsat tua, kau kejam, licik dan hina pula, kalau tidak diberi ajaran, memangnya kau kira orang lain takut terhadap jarummu yang beracun?". Tiba2 dia berkelebat maju, berbareng telapaktangankiri menghantamke pundak Tong cit-ya.
Mimpipun tak pernah di duga Tong cit-ya bahwa seseorang
yang telah terkena jarum berbisa-nya dan racun sudah bekerja di dalam badan masih mampu menyerang dirinya dengan gerakan
setangkas dan selihay ini" Maka terdengarlah suara "plak", telapak tangan Kun-gi dengan telak mengenai pundak kirinya.
"Huaaak" Tong cit-ya mengerang kesakitan, kerongkongan terasa amis, mata ber-kunang2, tak tertahan mulutnya
menyemburkan darah segar, dengan sempoyongan dia terhuyung kebelakang dan
hampir terjungkal roboh. Ketiga laki2 itu kaget bukan kepalang, serempak mereka berlomba maju memayang dari kanan kiri.
Pucat muka Tong cit-ya, darah berlepotan disekitar mulutnya,
matanya yang segi tiga mendelik ngeri dan keheranan, katanya:
"Anak muda, terhitung jiwamu yang mujur, jarum Lohu selamanya tidak pernah gagal, agaknya seranganku tadi tidak mengenai
sasaran" Pelan2 Ling Kun-gi ulurkan tangan kanan, katanya dengan sikap
pongah: "Sudah kena, tapi sebatang jarummu itu memangnya
mampu melukai aku?" Ditengah telapak tangannya memang masih kelihatan bekas
lubang kecil warna kehitaman, jelas itulah bekas tusukun jarum
Tong cit-ya tadi. Berubah kelam air muka Tong cit-ya, serunya kaget: "Kau . .. ..
kau.. . . .. kebal racun?"
Dengan angkuh Ling Kun-gi mengulap tangan, katanya^ "
Kalian boleh pergi, cayhe masih ada urusan" Selesai berkata dia mendahului tinggalpergi.
Gemertak gigi Tong cit-ya, teriaknya beringas: "Anak muda, sebutkan namamu" Tanpa menoleh Ling Kun-gi bersuara dingin:
"Ling Kun-gi " Mengawasi bayangannya yang semakin jauh, Tong cit-ya
mendengus: "Anak muda, Lohu tidak akan telan kekalahan ini demikian saja."
ooooooooooo Karena tertunda oleh peristiwa kecil ini, sementara itu hari
sudah lewat lohor. Di pinggir jalan Ling Kun-gi beli beberapa buah bakpau untuk isi perut, dalam hati masih terus men-duga2 siapa
kiranya penggantisi matasatu"Untuk
inidiaharusmenemukandulusibaju biru dan pembantunya yang
mengantar secara sembunyi.
Sebelum petang dia tiba diThiat-ho, tak jauh setelah dia masuk
kota, secara kebetulan dilihatnya bayangan orang berkelebat di
ujung jalan sana, tahu2 seorang berbaju abu2 mendatang ke
arahnya. Sesaat lamanya orang ini mengawasi Ling Kun-gi, tiba2
dia bersuara lirih: "Kau ini Ling-ya?"
Melengak Kun-gi, ia balas tanya: "Saudara siapa" Darimana
kenal aku?" "Tidak keliru kalau begitu," kata laki2 itu girang. "cayhe mendapat perintah Loy acu, sejak tadi menunggu Ling-yadi sini."
"Siapa Loy acu yang kau katakan?" tanya Kun-gi.
"Loyacu ada di Ting-sun-lau, setiba di sana Ling-ya akan tahu sendiri," laki2 itu menerangkan-Berkepandaian tinggi, besar juga nyali Ling Kun-gi, sambil
sedikit manggut2 dia berkata:. "Baik.. tunjukkan jalannya"
Laki2 itu mengiakan, ia putar tubuh terus berjalan pergi dengan cepat. Kun-gi ikut di belakangnya. Setelah membelok dua kali
menyusuri jalan raya, tampak dipersimpangan jalan sana ternyata betul terdapat sebuah Ting-sun-lau, restoran besar dan mewah
pelayanannya. Laki2 itu bawa Ling Kun-gi masuk dan melewati
sebuah pekarangan. akhirnya mereka tiba di pekarangan belakang, di sini, terurus
dengan rapi, pohon dan bunga sama tumbuh subur dan mekar
semerbak. Laki2 baju abu2, terus membawanya putar kayun
melewati jalan berbelak-belok hingga tiba di depan sebuah kamar barulah berhenti, seru laki2 itu sambil membungkuk: "Loyacu, Ling-ya sudah tiba"
Maka terdengarlah suara serak. berseru dari dalam: " Lekas silakan masuk" Waktu pintu di buka, menyongsong keluar seorang laki2 tua berkepala botak, wajah merah, jenggot ubanan, serunya sambiltertawa:"Ling-lote, lekassilakan ma-suk."
Laki2 botak muka merah ternyata adalah ketua murid2 preman
Siau-lim-pay, yaitu Kim-ting Kim Kay-thay.
Di dalam kamar sudah duduk seorang laki2 tua berbaju panjang
ringkas, dia berdiri sambil tersenyum, agaknya mereka barusan
sedang ngobrol. Lekas Kim Kay-thay berkata: "Ling-lote, mari kuperkenalkan.
Inilah Suteku, Au siok-ham, dulu dia dijuluki To-pit-wah (lutung banyaklengan),kinidiamenjadi majikandariTing-sun-lauini."
Lalu dia berkata kepada: Au siok-ham "Inilah Ling-lote yang tadi kuterangkan padamu."
Diam2 Kun gi perhatikan Au siok-ham, wajahnya bersih dan
ramah, usianya sekitar 55 tahun, Thay-yang-hiat (pelipis)
menonjol, sorot matanya terang, sekali pandang dapat diketahui
dia pasti seorang ahli kekuatan luar-dalam. .Lekas Kun-gi menjura serta menyapa: "Nama besar Au-ya sudah lama kukagumi,
beruntung hari ini dapat berkenalan."
"Tidak berani, tidak berani" lekas Au siok-ham merendah hati,
"Ling lote gagah berani, tadi Kim-suheng sudah menjelaskan, Silakan duduk"
"Kita semua bukan orang luar," ujar Kim Kay-thay "Silakan duduk untuk bicara." Bertiga mereka lantas duduk mengelilingi meja bundar kecil.
Lalu Kun-gi bertanya: "Kim-loy acu sampai perlu datang keThat-ho, apakah cin-cu-ling sudah ada tanda2nya?"
Kim Kay-thay menggeleng, katanya: "Tanda memang ada, tapi
boleh dikatakan juga tidak ada."
"Bagaimana maksud ucapan Kim-loy acu?" tanya Kun-gi
" Ling-lote tentu masih ingat, hari itu losiu pernah memberitahu bahwa kecuali keluarga Tong di Sujwan dan keluarga Un di
Ling-lam, di dunia Kangouw masih ada suatu keluarga yang
terkenal mahir juga menggunakan racun?"
Ling kun-gi manggut2, katanya: " Kim-loy acu memang pernah menyinggungnya, yaitu Liong-bin--san-ceng . "
"Betul, Liong-bin-san-ceng, selama tiga bulan, tiga tokoh


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kenamaan dari tiga cabang dan keluarga persilatan sama lenyap.
namun belum terdangar bahwa Cu cengcu dari Liong-bin-san-ceng
juga lenyap. itu berarti bahwa komplotan cin-cu-ling belum lagi turun tangan terhadap Liong-bin-san-ceng. Dengan sendirinya kita menduga bahwa cin--cu-ling ada hubungan dengan Liong-bin-sanceng, oleh karena itu tempo hari sudah kupesan kepada Ling-lote supaya memperhatikan hal ini."
"Pendapat Kim-loy acu memang tepat," kata Ling Kun-gi "Waktu itu cayhe juga sudah pikir-kan hal ini."
"Setelah kau pergi," tutur Kim Kay-thay, "beruntun Losiu mendapat laporan dari para penyelidik bahwa di kota Kayhong
secara serentak di-temukan beberapa kelompok orang persilatan,
jejak dan gerak-gerik mereka amat mencurigakan, maldam itu
juga, seorang murid keponakanku bernama Liau Ngo datang dari
Lohyang, ia melihat dua majikan dan pelayan yang menunjukkan
gerakgerik mencurigakan, ilmu silat mereka amat mengagum-kan,
menurut dugaan, kedua orang ini pasti erat hubungannya dengan
cin-cu-ling, dari Loh-yang kedua orang ini terus menuju kemari, maka dengan diam-diam menguntitnya, di tengah jalan ku-utus
seorang lagi untuk menemaninya .... "
Kun-gi tahu, dua orang yang dimaksud tentu si baju biru dan
laki2 berlengan besi. Sementara kedua murid Kim Kay-thay yang
ditugaskan me-nguntit tentu kedua orang yang jadi korban di luar biara itu. Kim Kay-thay sedang asyik bicara, maka dia tidak enak menyela.
Terdengar Kim Kay-thay bicara lebih lanjut. "Tak terduga, pagi2
hari kedua, beruntun aku mendapat laporan pula bahwa beberapa
kelompok orang persilatan yang menginap di hotel pagi2 sudah
berangkat seluruhnya, arah mereka sama, maka Lo siu menduga
dalam hal ini pasti ada sebabnya yang amat penting artinya. Hari itu juga ditemukan Un-loji dari Ling-lam dengan lima
pembantu-nya, setelah menginap semalam di Kayhong secara
ter-buru2 mereka melanjutkan ke Tan-liu. Un--leji memang sering mondar-mandir di Kangouw, tapi kali ini dia menempuh perjalanan ke Tionggoan secara tergesa2, Losiu duga perjalanannya ini pasti ada hubungan juga dengan cin-cu-ling. oleh ka-rena itu Losiu
berpendapat harus kemariuntuk melihat keadaandaridekat."
Setelah orang habis bicara barulah Kun-gi berkata: "cayhe ada sesuatu hal yang membingung-kan, mohon Kim-loy acu suka
menjelaskan-" " Ling-Lote jangan sungkan, kita terhitung satu keluarga, ada pertanyaan apa, silakan katakan saja."
"selama perjalanan ini cayhe tiga kali menyamar dengan wajah berbeda, entahdarimana Kim-loy acudapat mengenalidiriku?"
Kim Kay-thay ter-gelak2, katanya: "Kau diaembleng oleh
seorang cianpwe kosen, bekal kepandaian silatmu sekarang, siapa pula yang kuat menandingi."
"Ituhanyapujian Kim-loy acusaja,"Ling Kun-gi merendah diri.
"Apalagi Ling-Lote pandai menyamar dan tentu takkan
mengalami kesulitan, cuma kau baru keluar kandang,
pengalamanmu masih terlalu cetek."
"Memang benar, pengalaman cayhe terlalu sem-pit, cara
bagaimana Kim-loy acu dapat mengenali cayhe?"
Kim Kay-thay tertawa, katanya: "Sepanjang jalan ini tentu kau pernah bersua dengan pihak mereka serta ketahuan jejakmu, oleh
karena itu, diluar tahumu ada orang memberi tanda rahasia pada
buntalan bawaanmu, walau kau menyamar tiga kali bagi seorang
ahli, sekali pandang keadaanmu tetap dikenali."
Kun-gi tertegun, katanya: "Ada orang memberi tanda gelap di kantongku", hanya sebuah buntalan kain hijau yang selalu di
bawanya, di dalamnya ber-isi pedang panjang yang menongol
keluar keluar adalah gagang payung, di samping itu dia membawa
bun-talan kecil berisi pakaian, ia coba memeriksa bun-talannya, katanyakeheranan:"Di mana,cayhekoktidakmelihatapa2?"
Kim Kay-thay menunjuk ujung kantong bagian bawah, katanya
tertawa, "Beberappa titik putih dari kapur inilah, kau tidak memperhatikan sudah tentu tidaktahu."
Setelah ditunjukkan baru Kun-gi menemukan tujuh titik putih
sekecil mata jarum di ujung kantong, keruan merah mukanya
katanya: "Tanpa mendapat petunjuk Kim-loy acu. cay tetap tidak akan tahu walau sudah keselomot orang ......."
Sampai di sini percakapan mereka., terdengar dari luar ada
langkah orang, mendatangi dan berhenti di luar pintu.
"Thing-ing, ada urusan apa?" seru Au-siok-ham. Dari luar berkumandang suara seorang anak muda: " Lapor Suhu, pelayan dari Siang-goan-can mengantar surat untuk Ling-ya."
Ling Kun-gi melengak, batinnya: -" Aku baru tiba di sini, siapa yang mengirim surat kepadaku?"
sikap Kim Kay-thay pun tampak prihatin: "Masuklah" seru Au siok-ham.
Waktu pintu terpentang, maka masuklah seorang pemuda baju
ungu, tangannyamemegansepucuksurat
"Mana pelayan Siang-goan-can?" tanya Au siok-ham.
"Sudahpergi,"sahutpemuda itu
"Apa dia tidak menerangkan, siapa pengirim surat ini?" tanya Au siok-ham.
Pemuda baju ungu membungkuk, sahutnya:
"Tecu sudah tanya, katanya seorang, tamu yang menyuruhnya."
Au siok -ham terima surat itu, lalu mengulap tangan
menyuruhnya pergi. Si pemuda memberi hormat lalu
mengundurkan diri. Langsung Au siok--ham angsurkan surat itu
kepad Ling Kun-gi, katanya: " Ling-lote, inilah suratmu."
Kim Kay-thay ikut bertanya: "Kau punya kenalan di Sian-goancan?"
Kun-gi terima surat itu, seraya menjawab: "cayhe seorang diri dan baru saja tiba di Thay-hong, Kim-loy acu lantas suruh orang menjemputku, dari mana ada kenalan di sini."
Bertaut alis tebal Kim Kay-thay, katanya: "Aneh kalau begitu."
Lalu menambahkan: "cobakau lihatapaisisurat itu?"
Ling Kun-gi robek sampulnya dan menarik secarik kertas,
tampak di atas kertas tertulis dua baris huruf2 yang berbunyi: "
Disampaikan kepada Ling-tayhiap. Adikmu sedang bertamu di
rumahku, harap tidak usah dikuatirkan, syukur kalau tuan mau
datang dengan membawa barang yang kau simpan sebelum
matahari terbenam besok. Kami tunggu kedatangan tuan di depan
Pat-kong-san". Gaya tulisannya amat kuat, tapi surat ini tidak bertanda tangan, sekian lama Ling Kun-gi melongo mengawasi surat ditangannya
tanpa bersuara. Surat ini bernada memeras, mereka menahan Adik
perempuannya, dirinya harus menebus jiwanya dengan barang
yang menjadi incaran mereka. Waktu-nya ditentukan besok sore,
tempatnya di Pat-kong-san, Agaknya mereka mengincar Pi-tok-cu (
mutiara penawar racun ) warisan keluarganya, tapi dirinya
sebatang kara, selamanya pergi datang seorang diri, dari mana
punya adik perempuan"
Melihat dia diam saja, Kim Kay-thay berdehem tanyanya: "Siapa yang mengirim surat itu?"
Ling Kun-gi angsurkan surat itu, katanya "Silahkan Kim-loyacu baca."
Kim Kay-thay tidak lantas menerimanya, tanyanya ragu2: "Boleh kumelihatnya?"
"Silakan baca, nama pengirimnya tidak tertulis, mereka menculik orang hendak memerasku."
Terbeliak mata Kim Kay-thay mendengar istilah culik dan peras,
tanyanya heran: "Ada kejadian be-gitu?" Segera dia terima surat itu. Hanya sebentar dia membaca dan air muka lantas berubah,
katanya mendengus-" Orang golongan mana berani bertingkah dan sewenang2 Au-sute, coba kau lihat, ada berapa kelompok
golongan hitam di daerah sini" Terang tujuan mereka adalah kita
bersaudara." Setelah membaca surat itu, berkerut kening Au siok-ham,
katanya kemudian setelah termenung: " Menurut yang Siaute
ketahui, daerah ini tiada orang dari golongan hitam, diatas Patkong-san hanya ada sebuah rumah milik keluarga Go. Go-si-siang-
hiong memang anggota dari perkumpulan dagang, selamanya
mereka berdagang secara halal, begitu besar usaha dagang
mereka hingga di setiap ibu kota propinsi tentu ada cabang
mereka, tak mungkin mereka main culik dan peras segala ....."
"Go-si-siang-hiong," pikir Kim Kay-thay, "maksudmu Bun-bu-caysin GoBun-hwibersaudara?"
Ausiok-ham mengangguksambil mengiakan
"Bukankah Au-sute kenal baik mereka" Lekas kau suruh Thinging menanyakan, apakah tempat mereka di Pat kong-san sekarang
dalam keadaan kosong?"
"Kim suheng mengira bila rumah itu kosong kemungkinan akan dibuat menyekap adik Ling-lo-te oleh kawanan penclik itu?" tanya Au siok ham.
"Tentunya demikian-ujar Kim Kay-thay.
"Kim-loy acu," sela Ling Kun-gi, "aku sebatangkara, selamanya tidakpernahpunyaadik perempuan, "
Kim Kay-thay jadi heran, katanya-"Jadi perempuan yang mereka culikbukan adikmu"
Sampai di sini mendadak dia menambahkan dengan nada
serius: "Sebetulnya barang apakah yang mereka minta dari
Ling-lote untuk menebus perempuan itu?"
"Mungkin mereka mengincar Pi-tok-cu warisan keluargaku,"
sahut Kun-gi. "Pi-tok-cu?" seru Kim -Kay-thay, " mutiara yang hendak kau gadaikan itu?"
"Benar. mutiara itu sejak kecil menjadi barang hiasan
dibadanku, setelah ibu hilang, sebelum cayhe menempuh
perjalanan barulah Suhu memberitahubahwa mutiarainidapat
menawarkan racun." "Dijalan apakah pernah kau perlihatkan kepada orang lain?"
tanya Kim Kay-thay. "Tidak pernah, sejak meninggalkan Kayhong, cayhe selalu
menyimpannya di dalam kantong ...." mendadak dia teringat
peristiwa tengah hari tadi, di perbatasan propinsi pernah bentrok dengan Kwi--kianjiu Tong cit-ya, tanpa terasa mulutnya menggumam: "Mungkinkah Tong cit ya adanya?"
"Tong cit-ya?" Kim Kay-thay melenggong.
" maksud mu saudara ke 7 dari keluarga Tong" Bagaimana kau bisa mengira dia?"
"Tengah hari tadi dia mencegatku diperbatasan, terpaksa aku melukainya,"tuturLing Kun-gi.
Kim Kay-thay berkata sambil menoleh pada Au siok-ham: "Jadi keluarga Tong juga mengutus orang kemari, orang2 itu
bermunculan di Kangouw, tentu-nyabukan secara kebetulan." Lalu dia bertanya pada Kun-gi: "Bagaimana kau bisa bentrok dengan pihak keluarga TongdariSujwan?"
"Tiga orang suruhannya mencegat dan menyerangku, mereka
menuntut barang yang kubuwa, secara singkat Kun-gi lalu
menceritakan pengalamannya. Mendadak Kim Kay-thay ter-gelak2
katanya: "Mungkin hanya salah paham, Tong cit-ya mungkin salah
mengenali orang.." "Salah mengenali orang" Kun-gi menegas.
"Bukankah Losiu tadi bilang, Liau Ngo, keponakan muridku sejak dari Loh-yan mengikuti dua orang, kabarnya kedua orang ini
membawa barang sesuatu, gerak-geriknya mencurigakan-Menurut
apa yang Lohu tahu, ada beberapa kelompok orang Kangouw yang
menguntit mereka secara sembunyi, kebetulan kau berada di sana
sehingga orang2 keluarga Tong menaruh perhatian padamu dan
terjadisalah paham ini."
"Terus terang cayhe juga ketarik akan hal ini, maka secara diam2 menguntitnya pula," kata Kun-gi. Bercahaya mata Kim, Kay-thay, katanya sambil ketawa keras: "Jadi kau juga menaruh perhati-an akan hal ini?"
"Kejadiannya di mulai dari Kayhong, waktu itu cayhe juga belum tahu apa2, soalnya pesuruh mereka yang salah menyerahkan surat
padaku." selanjutnya dia tuturkan pengalaman sepanjang jalan ini, cuma soal kantong sulam pemberian Un Hoan-kun tidak dia
singgung.. "Apa yang Ling-lote ketahui kira2 sama dengan aku," ujar Kim Kay-thay,
" menurut dugaan Losiu, barang itu tentu sudah diantar ke
tempat tujuan terakhir."
" Kim-loy acu memerlukan datang sendiri, tentunya sudah tahu ke mana barang itu akan diantar?"
Kim Kay-thay manggut2, katanya tersenyum^ "Lote tidak usah terburu nafsu, malam ini Losiu panggil Lote kemari, pertama
karena jejak Lote su-dah terbongkar tanpa Lote sadari, untuk
berkelana di Kangouw lebih lanjut sungguh amat berbahaya.
Kedua, Losiu sudah mengutus beberapa murid dan secara bergilir
menguntit dan mengawasi si mata tunggal yang membawa barang
itu, maka Lote selanjutnyatidakperlu unjukkan diri."
"Bukankah si mata satu sudah mati, di luar Liong-ong-bio?"
tanya Ling Kun-gi. "Betul, pengganti si mata tunggal adalah si mata tunggal pula, cuma orang yang satu ini picak mata kanannya."
"o, kiranya begitu"
Tengah bicara, tampak pemuda yang tadi datang kembali lagi,
dan langsung memberi hormat kepada Au Siok-ham, katanya:
"Suhu, hidangan sudah siap. silakan Kim-supek dan Ling-yaini makan-"
Au Siok-ham segera persilakan Kim Kay-thay dan Ling Kun-gi
makan, mereka keluar ke ruang makan, sebuah meja pat-sian yang
besarsudahpenuhberbagai macamhidanganyanglezat.
Ditengah makan minum itu, Au-Siok-ham bertanya: "Ling-Lote, bagaimana kau akan menyelesaikan surat yang kau terima tadi?"
Kim Kay-thay tertawa sambil mengelus jenggot, katanya: "
Kenyataan Ling-lote tidak punya adik, kemungkinan mereka salah
menangkap orang pula. Belakangan ini orang2 keluarga Un dari
Ling-lam dan keluarga Tong sama muncul di wil-ayah ini, menurut rabaanku,jika orang Kangouw mendengar kabar ini pasti akan
sama meluruk datang, oleh karena itu dalam beberapa hari ini
mungkin akan terjadi bentrokan besar, surat itu tidak menyebutkan nama pengirimnya, kukira Ling-Lote tidak usah menghiraukannya."
"Tidak!! cayhe sebaliknya berpendapat lain, surat sudah
kuterima, maka aku harus menghadapinya . "
"Tong cit-ya selamanya bertindak kejam dan culas, licik dan banyak muslihatnya lagi, maka dia dijuluki Kwi-kian-jiu (setan sedih melihatnya ) Ling-lote tidak perlu ikat permusuhan dengan
keluarga Tong." "Peduli soal ini salah paham atau bukan, yang terang Tong
cit-ya menyerangku lebih dulu, bahwa aku hanya sedikit melukai
dia seharusnya dia tahu diri, kesalahan bukan padaku. Kini dia
menculik orang main peras pula, menurut hemat cayhe walau
perempuan itu bukan adikku, jelas mereka memang telah
menculik, perbuatan kotor dan hina ini kebentur ditanganku, tak bisa kuberpeluk tangan" Kalau Tong cit-ya sampai kebentur lagi di tanganku, bukan saja akan kupunahkan ilmu silatnya juga akan
kubuat dia rebah setahun lamanya."
Melihat orang bicara dengan nada tegas, wajuh kereng
berwibawa, Kim Kay-thay menjublek mengawasinya, katanya
kemudian: "Kalau Ling-lote memaksa hendak menepati undangan, biar kuiringi-mu ke Pat-kong-san, Losiu kenal dengan keluarga
Tong, bahwa urusan ini lantaran salah paham, tentu persoalan bisa dibereskan dengan jalan damai."
" Urusan sekecil ini cayhe tak berani menyusahkan Kim-loy acu, kalau Kim-loy acu kenal mereka, biarlah nanti aku tidak
melukainya." Kim Kay-thay adalah ciangbunjin murid2 preman Siau-lim-pay,,
selamanya kata2nya dipercaya dan disegani di kalangan Kangouw,
namanya cukup beken, maka dia dijuluki Kim Ting, selama
beberapa tahun ini, tiada orang berani bicara ang-kuh
dihadapannya. Maklumlah Ling Kun-gi berusia muda dan berdarah panas, tanpa
sadar dia telah banyak buka mulut. Tapi Kim Kay-thay tidak ambil perhatian, dia hanya tersenyum, soalnya dia tahu keluarga Tong
ahli main senjata rahasia beracun, dia kuatir Ling Kun-gi
mengalami cidera. Setiap insan yang berkelana di Kangouw, sekali kena dirugikan sekali tambah pengalaman, tapi jangan sekali2 kena dirugikan oleh pihak keluarga Tong, kerena racun yang mereka
pakai teramat jahat, kena darah lantas menyumbat pernapasan,
setelah dirugikan pengalaman selanjutnya tentu mengenaskan,
salah2 tentu jiwa melayang dengan percuma.
Selesai makan minum, mereka lantas berdiri. Kun-gi segera
menjura, katanya: "Beruntung malam ini cayhe mendapat petunjuk yang berharga, tidak sedikit hasil yang kuperoleh, waktu sudah
mendesak, biarlah cayhe mohon diri."
Au siok-ham tertegun, katanya: " Kapan Ling--lote bisa
berkunjung lagi ke tempatku ini, harap menginap semalam di sini, besok pagi boleh berangkat, kenapa buru2?"
"Malam ini aku sudah kenyang makan, banyak terima kasih.
Bahwa surat itu dikirim kemari, ini membuktikan bahwa jejakku
telah diikuti, maka kupikir malam ini juga aku harus berangkat, pertama supaya jejakku selanjutnya tidak mereka ketahui, kedua
aku ingin pergi ke Pat-kong-san lebih dulu, akan kuselidiki asal-usul
mereka, apa pula tujuan mereka menulis surat ini" Siapa pula yang mereka culik" Daripada tidak tahu apa2, kukira perlu ku-bertindak cepat."
"Memang betul," ujar Kim Kay-thay, "kalau begitu kita tidak perlu sungkan kepada Ling-lote," lalu dia berpaling pada Ling Kun-gi, katanya lebih lanjut, "Soal si mata satu itu, walau kita belum tahu barang apa yang mereka antar" Tapi pihak keluarga Un dan Tong juga menaruh perhatian, kuyakin ada sangkut pautnya
dengan cincu-ling. Jejak mereka sudah berada dalam
genggamanku, untuk ini Losiu ada tiga macam kode untuk
mengadakan kontak dengan muridku, Ling-lote, boleh
mempelajarinya agar dijalan kau dapat mengadakan kontak
dengan murid2ku," lalu dia menerangkan ketiga tanda2 rahasia itu.
Ling Kun-gi mengingatnya terus mohon diri, "Tunggu sebentar Ling-lote" kata Au siok-ham "Pat-kong-san ada 200 lijauhnya, biar kusuruh Thing-ing menyiapkan seekor kuda untukmu."
"Perjalananku ini secara diam2, aku harus menyembunyikan
jejak, naik kuda malah kurang leluasa," setelah pamitan dia lantas meninggalkan Ting-sun-lau langsung menuju ke hotel Siang-goan-can
Tiba2 dilihatnya sepuluhan tombak di depan sana ada bayangan
seorang tengah meluncur dengan enteng danter-gesa2. Gerak-g
erik orang ini cekatan dan pesat, setelah meluncur tiba di kaki tembok. sedikit menjejak kaki, tubuhnya terus mengapung ke atas dan dengan ringan hinggap di atas tembok sekali berkelebat,
bayangannya tahu2 menghilang.
Melengak Ling Kun-gi, batinnya: "Entah siapa orang ini, lihay juga Ginkangnya." Hati berpikir kaki mempercepat larinya, setiba di kaki tembok, dengan gaya Pek-ho-jong-thian (bangau putih
menjulang ke langit), dia mengejar ke atas tembok, waktu dia
angkat kepala, bayangan itu sudah melayang turun keluar tembok.
dalam sekejap orang sudah meluncur dua puluhan tombak. cepat
iapun meluncur turun, dengan kencang ia mengudak.
Gerakan bayangan hitam di depan itu secepat terbang, lekas
Kun gi menghimpun tenaga murni, iapun kembangkan Ginkangnya,
tapi jarak tetap dipertahankan dua puluhan tombak. Hatinya heran, batinnya:"Ginkangorang iniagaknya lebih ungguldaripadaku."
Kedua orang meluncur dengan kecepatan tinggi, semula
menyusuri jalan besar, bayangan di depan dua kali berpaling ke
belakang, tapi dengan sigap Kun-gi selalu menyembunyikan
jejaknya.Jarak mereka tetap dua puluhan tombak. malam gelap
gulita lagi, sudahtentusukarorangdidepan itu melihatnya.
Lomba lari ini berlangsung kira2 satu jam, tem-bok kota
Po-yang di depan sana dari kejauhan sudah kelihatan, bayangan di depan itu mendadak meninggaikan jalan besar, membelok
kejalanan kecil di sebelah kiri.
Bahwa orang memiliki Ginkang setinggi itu, Kun-gi menduga
ilmu silatnya tentu juga lihay, supaya jejaknya tidak konangan, dia tidak berani mengejar terlalu dekat. Setelah bayangan itu meluncur sekian saat baru dia berputar dari arah lain sambil main sembunyi di antara bayang2 pohon-Jalanan kecil ini membelok ke arah timur, karena sedikit merandek ini, bayangan di depan tadi sudah tidak kelihatan ke mana perginya.
Kun-gi gunakan mata kupingnya, dengan saksama dia terus
merunduk maju, kira2 setengah li kemudian, dari sebelah
kirijalanan kecil sana, di antara lebatnya pepohonan tampak
memancar secercah cahaya lampu.
Mengikuti arah sinar lampu Kun-gi memasuki hutan-Kira2
seratus langkah kemudian, ia mendapatkan sebuah kuil, di atas
pintu bergantungan papan nama yang bertuliskan "Jap-hoa-bio"
(kuil tancap bunga)..

Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ling Kun-gi celingukan. dilihatnya tiada bayangan orang di
sekitarnya, dengan merunduk dia melompat ke tembok terus
sembunyi di tempat gelap. dari tempatnya ini dia memandang ke
dalam kuil. Di tengah ruangan besar sana tampak menyala sebatang lilin
merah, dua orang laki perempuan tengah duduk di kursi di depan-
meja sembahyang. Perempuan yang duduk di sebelah kiri berusia
23-24, wajahnya molek berdandan seperti puteri keraton,
pakaiannya serba putih halus sambil ber-cakap2 matanya selalu
mengerling mempesona. Duduk dihadapannya, di sebelah kanan adalah laki2 baju biru
yang sudah dikenalnya itu. Di serambi luar sana berdiri seorang lagi, dialah laki2 baju hijau berlengan besi beracun-Dari gaya dan letak duduk kedua orang ini jelas kedudukan perempuan cantik
lebih tinggi, daripada laki2 baju biru, jadi orang yang barusan dia kuntit kiranya perempuan cantik rupawan ini"
Tengah dia men-duga2 didengarnya suara laki2 baju biru
tengah berkata lantang: "Bibi coh sampai menyusul kemari, entah GihU (ayah angkat) ada petunjuk apa?"
Perempuan cantik tertawa manis, katanya: "Ayahmu
menguatirkan dirimu, maka aku di suruh menyusulmu kemari."
" Kebetulan bibi coh kemari, ada urusan yang perlu
kulaporkan-," kata si baju biru.
Mengerling kenes mata si perempuan cantik, tanyanya tertawa-
manis: "Kau ada urusan apa?"
"Di dekat Hoay-yang cayhe menemukan orang2 keluarga Un
dari Ling lam .... "
"Un It-kiau maksudmu:"
Laki2 baju biru melengak. katanya: "Bibi coh juga melihatnya?"
"Masih ada yang lain?"
"Demikian juga orang ketiga dan ketujuh dari persaudaraan
keluarga Tong." Perempuan cantik mengangguk. katanya cekikikan: "Ternyata
kaupun telah melihat mereka, namun masih ada yang lain yang
tidak ku sebutkan-" "Masih ada orang dari golongan mana?" tanya si baju biru melenggong.
"Pihak Siau-lim."
"o," laki2 baju biru tertawa. " Kepala gundul itu hanya murid kelas tiga dari Siau-lim-si, sejak dari Loh-yang dia sudah menguntit kami, sudah kusuruh Hou Thi-jiu (si tangan besi) membereskam
dia." -Rupanya si baju hijau bernama Hou Ti-jiu.
Nyonya muda cantik itu cekikikan, katanya: "Dian-toa siauya (tuan mudaDian), kukira kau melalaikansesuatu lagi, betultidak?"
Si baju biru melengak pula, katanya: "Masih ada seorang
bernama Ling Kun-gi, ilmu silatnya tinggi, sukar cayhe menemukan asal-usulnya."
"Ling Kun-gi?" perempuan cantik menepekur, "Kalau Dian-toa siauya maksudkan ilmu silatnya tinggi, tentunya tidak salah lagi, cumaorangapakahdia",Belumpernahaku melihatnya."
"Usianya baru likuran tahun, wajahnya cakap."
Berkelebat sinar aneh dan biji mata nyonya cantik itu, seperti
tidak acuh dia berkata: "Hanya seorang angkatan muda yang tidak ternama." Mendadak dia tertawa serta menambahkan-"Yang kumaksudkan adalah Kim Kay-thay." .
Berjingkraksibaju hitu, teriaknya:"KimKay-thay jugadatang?"
"Dian-toa siauya tidak percaya" Sekarang dia berada diTing-sun-lau di kota That-hao"
Terkesiap hati Ling Kun-gi, batinnya: "Lihay juga nyonya muda ini, jejak Kim-loyacu ternyata sudah diketahui olehnya."
Si baju hijau bersungut marah, katanya: "Agaknya meluruk
kemari lantaran aku, kalau tidak di-beri ajaran sekarang, bila
sampai ketempat tujuan mungkin bisa menggagalkan usaha kita."
"Dian-toa siauya, ketiga rombongan orang2 ini sukar dilayani, jangan kita menghadapinya secara terang2an, Dian-toa siauya
boleh silakan tetap urus tugasmu, soal ini serahkan padaku,
kutanggung takkan terjadi apa2"
"Janji bibi coh amat meyakinkan, tidak perlu aku berkuatir" kata sibajubiru. "Kalautiadaurusan lain, cayhe mohondiri saja."
Si baju biru memberi hormat, lalu dengan langkah lebar keluar
dari ruang besar. . Hou Thi -jiu masih berdiri di depan serambi, segera dia mengikuti langkah si baju biru.
Setelah si baju biru dan pengawalnya pergi jauh, Kun-gi hendak
mundur secara teratur, tak terduga dalam sekejap saja si nyonya muda yang berada di ruang besar ternyata sudah menghilang.
Keruan ia terperanjat, batinnya: " Kepandaian perempuan ini sungguh hebat, dari tempat tinggi sini akupun tidak melihat kapan dia berlalu" Kalau bertemu dia kelak aku harus hati2."
Pada saat itulah mendadak didengarnya seorang tertawa dingin
di belakangnya. Menyusul sebuah suara merdu bergema di tepi
telinganya: "Berdiri-lah, ada pertanyaan yang akan kuajukan padamu."
Mendengar sutra orang, seketika mengkirik Ling Kun-gi, lekas
dia berpaling, tampak nyonya muda rupawan itu sudah berdiri di
belakangnya. Wajahnya molek bak bidadari, air mukanya dingin
seperti dilapisi saiju yang sudah membeku, sorot matanya tajam
laksana pisau mengawasi dirinya.
Berdegup jantung Kun-gi, lekas dia kerahkan hawa murni
melindungi seluruh Hiat-to dan membalik badan, katanya sambil
tertawa tawar: "Hebat benar Ginkang nyonya."
" Kau siapa" Siapa yang mengutusmu ke sini?" dingin
pertanyaan si nyonya muda.
"cayhe kebetulan lewat," ujar Ling Kun -gi, "melihat sinar lampu, maka kucari ke sini."
"Sejak dari Thay-ho kau menguntit aku, kau kira aku tidak tahu"
Kalau Hian-ih-lo-sat secero-boh yang kau duga, mana bisa aku
berkecimpung di dunia persilatan?"
Kiranya bayangan orang yang Ginkangnya tinggi tadi adalah dia,
julukannya ternyata "Hian-ih-losat" (setan buas berbaju merah).
"Betul, cayhe memang datang dari kota Thay--ho, kulihat
bayangan nona berkelebat di depanku, gerak-gerikmu enteng dan
cekatan, karena ketarik kususul kau kemari, untuk kesalahan ini mohon di maafkan,"
lalu ia menjura. Hian-ih-lo-sat mencibir, katanya: "Enak betul kau bicara"
"Maksud nona ......" suaranya dia tarik panjang sambil mengawasi tajam.
Mendadak Hian-ih-lo-sat unjuk senynum manis menggiurkan,
katanya: "Aku ingin kau ikut aku."
"Ha, nona jangan berkelakar"
Hian-ih-lo-sat menarik muka, dengusnya: "Selamanya tidak
pernah aku berkelakar."
Menghadapi sikap Hian-ih-lo-sat yang sebentar tawa lain saat
dingin ini, ragu2 hati Ling Kun-gi. Pada saat dan berdiri melongo itulah, mendadak terasa olehnya seperti ada dua orang diam2
mendekati dirinya dari belakang. Gerakan kedua orang ini amat
cepat, waktu Kun-gi menyadari kehadiran mereka, jaraknya hanya
setombak lebih, keruan ka-getnya bukan main, secepat kilat dia
putar badan- Sekilas dilihatnya Hian-ih-lo-sat mengulum senyum sembari
mengulap tangan, bentaknya lirih: "Bukan urusan kalian" -Kejadian laksana kilat berkelebat, gerak membalik tubuh Kun gi sebetul-nya amat cepat. Tapi setelah dia membalik badan, yang dilihatnya dua sosok bayangan hitam secara bergegas berkelebat lenyap seperti
hantu. Kembali mencelos hati Kun-gi, batinnya: " Entah siapa kedua bayangan orang ini" Begitu cepat dan tangkas gerakannya."
Terangkat alis lentik Hian-ih-lo-sat, sekilas dia mengerling ke arah Kun-gi. sikapnya berubah ramah, katanya lembut: "Baiklah, apakah kau menyamar"
Kun-gi tidak meladani orang, dengan congkak dia berkata:
"Tiada yang perlu kubicarakan, maaf, aku pamit saja." -Kedua kaki menutul, tubuh terus melayang pergi.
"Tunggu sebentar," Hian-ih-lo-sat cekikikan, "pertanyaanku belum kaujawab, kenapa terus per-gi?" Seiring dengan suaranya, tiba2 dan ayun tangan kiri ke udara, dari lengan bajunya melesat ter-bang seutas bayangan halus dan meluncur ke arah kaki Kun-gi.
Kala itu badan Ling Kun-gi tengah terapung di udara, pada saat
badannya hampir melampaui pagar tembok. mendadak terasa
kakinya seperti di tarik orang, badan yang meluncur tiba2 tertahan terus anjlok ke bawah tanpa kuasa. Kesiur angin berbau wangi
lantas merangsang hidung, tahu2 Hian--ih-lo-sat sudah melayang
lewat di depannya, gerak-geriknya lemah gemulai bak tangkai
bunga tertiup angin, katanya tertawa manis. " Kenapa tidak jadi pergi?"
Begitu berhenti dan berdiri tegak. langsung Kun--gi memeriksa
kakinya, tapi tiada sesuatu perubahan, namun jelas waktu dirinya melompat ke atas tadi kaki terasa ditarik turun oleh sesuatu tenaga raksasa. Tanpa terasa dia menjengek dingin, tanya-nya: " Dengan apa kau membokong aku?"
Bersinar biji mata Hian-ih-lo-sat, katanya cekikikan genit:
"Kuserang kakimu dengan benang sutera merah." Tiba2 tangan kanannya terayun pula, "serrr", bayangan hitam halus yang hampir tidakkelihatan mendadak menyamberke batok kepalaLing Kun-gi.
Jarak mereka amat dekat, melihat orang mendadak turun
tangan, keruan kejutnya bukan main, tapi untuk berkelit sudah
tidak sempat lagi, maka terasa ikat rambut di atas kepalanya
seperti bergerak sedikit, kiranya senjata rahasia, orang telah
mengenai gelungan rambutnya, keruan bertambah kejut hatinya.
Terdengar Hian-ih-lo-sat tertawa, katanya: "Jangan takut, kau tanya aku menyerang dengan senjata apa bukan" Kenapa tidak
kau ambil danperiksasendirisaja?"
Kun-gi meraba gelung rambut sendiri serta menurunkan
sebatang jarum sulam panjang se-tengah dim, di belakang lubang
jarum terikat se-utas benang lembut warna merah, ujung benang
yanglain masihterpegangditangan Hian-ih-to sat.Jaruminisangat
lembut, namun seluruh batang jarum berwarna mengkilap. terang
pernah direndamdidalamracun.
Sekali sendal benang ketarik, jarum itupun mencelat balik dan
ditangkap oleh Hian-ih-lo-sat, katanya berseri lebar: "Sudah jelas bukan, jarumku ini mengandung racun, sedikit tertusuk saja segera darah keracunan dan kerongkongan akan tersumbat, tapi kau tidak usah kuatir, tadi aku hanya membentur jarum pada sepatumu,
soalnya aku masih ingin bertanya padamu, maka jangan kau
pergi." "Apa yang ingin kau tanyakan","
Mata Hian-ih-lo-sat mengerling, katanya mesra: "Banyak sekali, umpamanya siapa namamu, murid siapa " Siapa mengutusmu
kemari" Setelah kau jawab terus terang, kau boleh pergi."
"Tiada yang perlu kujelaskan-"
"Berani kaubandeldihadapanku" " bentakHian-ih-lo-sat.
"Kenapa tidakberani,"tantang Kun-gi.
Hian-ih-to sat ter-loroh2, katanya:. "Agaknya kau belum tahu siapa diriku?"
"Kenapa aku tidak tahu, kau adalah Hian-ih--lo-sat."
"Siapa yang memberitahu padamu?"
"Kau sendiri yang bilang tadi, kalau tidak da-rimana kutahu."
"Setelah tahu siapa diriku, tentunya kau tahu bahwa aku
bertangan gapah dan berhati keji, dan sukar dilayani."
"Sungguh menyesal, baru sekarang aku men-dengarnya."
Hian-ih-lo-sat melenggong, mendadak dia tertawa, katanya: "O, tampaknya kau ini masih pupuk bawang."
Merah wajah Kun-gi, katanya: "cayhe tiada tempo buat
mengobroldengan kau."
cepat Hian-ih-lo-sat mengadang di depannya, katanya dingin.
"Sebelum kau bicara terus terang, jangan harap kau bisa pergi."
Bertaut alis Kun-gi, dia mendongak sambil ter-gelak2: "Kalau aku mau pergi boleh pergi se-suka hatiku, siapapun tak dapat
mengalangiku." Alis Hian-ih-lo-sat menegak. suaranya ketus: "Baik, cobalah"
"Nona ingin berkelahi?"
"Kau bukan tandinganku."
"Belum tentu." Hian-ih-lo-sat angkat tangannya, jari2nya tampak putih halus,
katanya: "Marilah, boleh kau coba beberapa gebrak."
"Nona ingin menjajal kepandaianku, silakan nona turun tangan lebih dulu."
"Begitupun baik, bila kau mampu menyambut 10 jurus
seranganku, boleh segera kau pergi," berbareng tangan kiri terangkat, dengan enteng ia menepuk ke pundak Kun-gi. Gerak
tangannya se-perti menepuk laksana mencengkeram, aneh dan
lihay, satu gerakan se-akan2 mengandung banyak perubahan-
Ling Kun-gi menggeser ke samping, telapak tangan terangkat, ia
siap melancarkan tipu Thian-g-wa-lay-bun(megatibadariluarlangit ) untuk menahan gerak serangan lawan-Tiba2 badan Hian-ih-lo-sat
menubruk maju, telapak tangan kanan menabas iga kiri Ling
Kun-gi. Gerakan belakangan menyambung serangan tadi, sehingga
tebasan ini menimbulkan kekuatan berlipat ganda.
Tanpa pikir, punggung telapak tangan kiri Kun-gi juga
membalik, secepat kilat mengebas pergelangan tangan
Hian-ih-lo-sat. Terpaksa Hian--ih-lo-sat menarik kembali
serangannya, maka telapak tangan Kun-gi yang sempat
menyelinap masuk, gerakan ini dilandasi Lwekang tinggi, telapak tangan setajam golok dan mengeluarkan suara menderu,
perbawanya tidak kalah hebatnya.
Agaknya tak pernah terpikir oleh Hian-ih-lo-sat bahwa lawan
yang dihadapinya ini memiliki Lwekang dan kepandaian setinggi ini, sekilas dia tertegun, sebat sekali dia berkelit mundur, mulut
menggerung gusar, teriaknya^"Taknyanakau berisi juga"
Setelah bergebrak dua kali, Kun-gi insaf bah-wa Hian-ih-lo-sat
betul2 lawan tangguh, namun Hian-ih-lo-sat juga menyadari bahwa Ling Kun-gi memiliki ilmu silat yang tinggi diluar perhitungannya.
Begitu terpencar kedua orang terus menubruk maju lagi, tangan
mereka bergerak turun naik dengan kecepatan luar biasa, dalam
sekejap mereka telah saling serang pula tiga jurus.
Mendadak permainan Hian-ih-lo-sat berubah, gerakan tipunya
menjadi aneh dan sukar ditebak arahnya, sehingga Kun-gi terdesak mundur ber-ulang2, hampir saja dia tak kuasa mempertahan-kan
diri. Meski terkejut, diam2 Kun-gi menghimpun semangat dan
mengerahkan tenaga, sebat sekali ia balas menyerang,
Lwekangnya memang tidak lemah, maka setiap gerakannya pasti
menimbulkan pergolakan angin kencang, serangannya sukar
terduga juga, entah tutukan atau pukulan telapak tangan, kadang2
keduanya dilancarkan bersama, perubahan banyak ragamnya,
sukar dibendung lagi, Hlan-ih--lo-sat kena didesaknya mundur
malah sehingga kedudukan tetap seimbang dan sama kuat.
Sejak mengembara di dunia persilatan, entah betapa banyak
pertempuran sengit pernah dialami IHian-ih lo-sat, namun belum
pernah dia melihat apalagi menghadapi gerak serangan tangan
kosong seaneh Kun-gi sekarang ini, semakin tempur semakin
terkejut hatinya, dengan gemulai tiba2 ia mundur dua langkah, kedua tangan
melintang bersiaga, ta-nyanya sambil mengawasi Kun-gi: "Siapa sebetulnya gurumu?"
" Guruku tidak suka diketahui orang, aku pantang menyebut
namanya," sahut Kun-gi.
Bersungut marah Hian-ih-lo-sat, bentaknya: "Jangan bertingkah dihadapanku, kau kira aku tidak bisa mengorek keterangan
dirimu?" Mendadak ia melompat maju, kedua tangan
mencengkeram dengan jari2 bagai cakar. Begitu lemas kedua
lengannya seperti tidak bertulang, cengkeraman-nya ini
mengandung lima-enam perubahan serangan mematikan,
terutama kesepuluh ujung jarinya yang runcing, baunya amis,
warnanya merah darah me-nyolok dan menggiriskan, bukan
mustahil jari2 tangannyapun beracun
cepat Kun-gi mundur setengah langkah, telapak tangan kanan
terayun menjojoh dengan keras, tangan kiri menangkap dengan
kecepatan luar biasa sasarannya adalah tangan kanan
Hian-ih-lo-sat yang terkembang jari2nya. Hian-ih lo-sat kaget
seketika, cepat dia tarik tangannya. Tak terduga perubahan
gerakan, Ling Kun-gi teramat cepat, baru saja dia menarik tangan, kelima jari Kun-gi laksana cakar besi tahu2 sudah meny amber tiba meremas tulang pundaknya.
cepat Hiah-ih-lo-sat berkelit ke samping, ber-bareng telapak
kanan membacok punggung tangan Ling Kun-gi, terdengar suara
nyaring, tangannya berhasil menyampuk punggung tangan anak
muda itu. Tapi pada detik2 singkat laksana percikan api itu, tiba2 terasa oleh Hian-ih-lo-sat telapak tangan lawan telah membalik terus
terangkat naik. Dari telapak tangan Ling Kun-gi terdorong kekuatan luar biasa melalui lengannya, begitu keras getaran ini sampai
lengannya terasa kesemutan, tanpa kuasa dia tergentak mundur
tiga langkah. Gebrakan ini berlangsung teramat cepat dan mereka sama
menyurut mundur. Terunjuk secercah senyum pada wajah Hian-ih-
lo-sat, ia tatap Ling Kun-gi sekian lamanya, akhirnya ia menghela napaspelahantanyanya:"KaubernamaLing Kun-gi, betultidak?"
Kun-gi melengak. sebetulnya dia ingin balas tanya: "Darimana kau tahu?" namun dia lantas berpikir pula. "Tadi si baju biru pernah memberitahu bahwa diriku biasa menggunakan tangan kiri.
" Karena itu ia tertawa, katanya: "Betul, cayhe memang she
Ling." Berkedip sepasang mata Hian-ih-lo-sat yang mempesona itu,
mendadak dia cekikikan, katanya: "Jangan kau anggap dirimu luar biasa, ketahuilah, punggung tanganmu sudah tergores luka oleh
kuku jariku" Sejak mula Kun-gi sudah tahu bahwa kuku orang rada ganjil,
kemungkinan beracun, namun dia pura2 bodoh, katanya:
"Memangnya kenapa kalau tergores" Kau kira telah mengalahkan aku?"
06 Hin-ih-lo-sat angsurkan kedua tangannya, ke-sepuluh jari2nya
yang putih halus itu pelan2 ter-angkat, katanya tertawa riang. "
Lihatlah kuku jariku"
Kuku jarinya yang terpelihara baik itu ternyata masing2 dicat
warna berbeda, ada merah, putih, hijau, biru, ungu dan lain2,
siapapun yang menyasikannya pasti ketarik.
"Kaupandai mainracun?"tanyaKun-gingeri.
"Syukurlah kalau kau tahu," ujar Hian-ih-lo-sat, "racun yang ada dikuku jariku ini cukup menggores luka kulit daging orang, kena pagitidak lewatsiang, kenasiang tidak lewatpetang,"
Tapi Kun-gi hanya mendengus: "Hm, memang ganas, tak heran
kau berjuluk Hian-ih-lo-sat."
"Aku telah melukai punggung tanganmu, nanti pasti kuberi obat penawar, namun .... "
"Tidakperlu,akutidaktakutsegala macamracun,"tukasKun-gi.
"Kalau begitu boleh silakan pergi."
"Baik, cayhe mohon diri," dengan beberapa lompatan dia sudah berlari kencang menyusup ke-hutan-Sekaligus dia menuju kejalan besar, baru saja dia ayun
langkahnya, tiba2 dibelakangnya seorang berteriak. "Anak muda, tunggu sebentar"
Waktu Kun-gi berpaling, tidak jauh di belakangnya berlari
sesosok bayangan tinggi besar, langkahnya enteng, seperti lambat gerakannya, namun kecepatan luncuran tubuhnya sungguh amat


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengagumkan, se-olah2 kedua tapak kaki tidak menyentuh tanah.
Perawakan orang ini tinggi besar, wajahnya legam seperti besi,
alisnya pendek gombyok. matanya sipit, hidung singa mulut lebar, jubah warna kuning tua sudah luntur dan sepanjang lutut, kaki
telanjang, tampang dan dandanannya sangat aneh, nyentrik. kata
orang jaman kini. "Tuan memanggilku?"tanyaKun-gidengan angkuh.
Bersinar tajam mata si gede menatap Kun-gi, katanya sambil
manggut2: "Kalau bukan aku, memangnya siapa lagi?" .
"Tuansiapa, adaperluapa memanggilcayhe?"tanyaKun-gi.
Terkekeh si gede, katanya dengan suara rendah: "Anak muda, besar nyalimu, menurut kebiasaan Lohu, kau hanya boleh
menjawabtapitidakbolehbertanya, tahutidak?"
Melihat sikap orang yang sok berlagak tua, Ling Kun-gi menjadi
geli, sikapnya semakin angkuh, katanya: "Itukan kebiasaanmu sendiri, tuan tahu peraturanku?"
Terbeliak mata si gede, tanyanya. "Kau juga punya peraturan segala?"
"Betul, menurut aturanku, peduli siapapun dia harus
memperkenalkan namanya lebih dulu, setelah kupertimbangkan
apakah dia setimpal bicara dengan aku barulah aku mau
meladaninya," sudah tentu omongannya ini sengaja hendak
memancing kemarahan orang.
Tak terduga setelah mendengar uraian Kun-gi, bukan saja tidak
marah, si gede malah ter-bahak2. Gelak tawanya seperti suara
gembreng pecah, begitu keras memekak telinga, semakin tawa
suaranya semakin tinggi dan bergema laksana guntur menggelegar
di lembah pegunungan- Sedikit berobah rona muka Kun-gi, dia berdiri tegak tidak
bergeming, namun hatinya kaget dan membatin: "Lwekang orang ini amat tinggi."
Lenyap gelak tawanya, mata sipit si gede melotot kereng dingin, katanya: "Kita sama mengukuhi peraturan sendiri, nah mari kita tentukan peraturan siapa lebih berguna ?"
Pelan2 lengan kanannya terangkat, dari lengan bajunya yang
longgar itu terjulur keluar sebuah tangan aneh berwarna kuning
legam, kelima jarinya menekuk laksana cakar elang, setiap jari2
tumbuh kuku sepanjang satu dim, runcing dan tajam laksana
pisau, kiranya itulah sebuah tangan tembaga.
Ling Kun-gi pernah melihat tangan besi Hoa Thi-jiu, bentuknya
menyerupai cakar. gunanya seperti alat senjata tajam umumnya,
kelima jari2nya sudah tentu tidak bisa bergerak seperti jari2 tangan manusia umumnya. Tapi tangan tembaga yang dilihatnya sekarang
ternyata tak berbeda dengan tangan manusia umumnya, kelima
jarinya dapat terkembang dan mencengkeram dengan leluasa.
Pada saat2 genting itulah, mendadak sebUnh suara merdu
berseru dipinggir telinganya: "saudara cilik, lekas mundur"
Kun-gi mengenali yang berseru memberi peringatan itu adalah
Hian-ih-lo-sat, namun sebelum membuktikan apa yang akan
terjadi, mana dia mau mundur" la berdiri tegak tidak bergerak. ia tunggu sampai cakar tembaga lawan yang aneh itu hampir
mencengkeram dirinya, mendadak ia kerahkan tenaga pada
telapak tangan kanan terus menangkis ke depan
Gerak serangan tangan tembaga lawan memang pelan2, sedang
tangkisan Kun-gi bergerak cepat, Tak tahunya begitu telapak
tangannya menindih pergelangan tangan lawan terasa seperti
membentur sebatang besi, sedikitpun tidak bergeming, cakar
tembagaorangtetapbergerakpelan mengincarpundaknya.
Tangan kanan Ling Kun-gi yang menangkis terasa kesakitan,
rasa linu kesemutan sampai menjalar ke atas pundak. keruan
kagetnya bukan kepalang, sungguh dia tidak habis mengerti bahwa sebuah tangan tembaga bisa begini lihay, cepat dia menarik napas sembari melompat mundur.
Si gede tidak mengejarnya, wajahnya menyeringai puas,
matanya melirik ke arah hutan, bentaknya: "Siapa itu di dalam hutan" Apa yang kau katakan kepada bocah ini?"
Tiba2 terendus bau harum terbawa angin lembut, waktu Ling
Kun-gi menoleh, tahu2 Hian-ih-lo-sat sudah berdiri di sebelahnya.
"Untukapa kau kemari?"semprotsigede.
"Apa aku tidak boleh kemari?" Hian-ih-lo-sat cekikikan, matanya mengerling tajam, tanyanya pula: "Kau mengenalku?"
"Lohu tidak kenal," ujar si gede.
Hian-ih-lo-sat tertawa, katanya: "Kau tak kenal aku, sebaliknya aku mengenalmu."
"Kau tahu siapa Lohu?"
"Kauadalah Lam-kiang-it-ki Thong-pi-thian--ong, betultidak?"
"Thong-pi-thian-ong (raja langit lengan tembaga) " Tak pernah Suhu menyinggung nama orang ini" demikian Kun-gi ber-tanya2
dalam hati. Terbeliak mata Thong-pi-thian-ong, sesaat lamanya dia
mengamati Hian-ih-lo-sat, katanya ke-mudian-" Kaum persilatan di Tionggoan ternyata ada juga yang kenal Lohu." -Sampai di sini tiba2 dia manggut2, katanya pula: "Baiklah, Lohu tidak akan berurusan denganmu, boleh kau menyingkir."
"Kalau aku mau pergi, takkan kumuncul di sini," ujar Hian-ih-losat.
"Kau masih ada urusan apa?" Thong-pi-thian--ong menegas.
Hian-ih-lo-sat tidak menghiraukan pertanyaan orang, katanya
berseri tawa kepada Kun-gi: "Agak-nya kau memang tidak gentar pada racunku."
"cayhe tidak mati, kau merasa di luar dugaan?" ejek Kun-gi.
"Aku bermaksud baik, mengantar obat untukmu."
Merah muka Kun-gi, lekas dia menjura, katanya: "Kalau begitu, aku yang salah paham."
"Syukurlah," ujar Hian-ih-lo-sat, lalu menambahkan-"kau memang tidak keracunan, lekaslah pergi saja."
"Lohu tidak menyuruhnya pergi, siapa yang berani pergi?"
bentak Thong-pi-thian-ong.
Hian-ih-lo-sat cekikikan, katanya: "Memang-nya kau tidak
dengar, aku yang menyuruhnya pergi?"
"Nyonya sudah tahu julukanku, tapi masih bertingkah
dihadapanku, memangnya kau sudah menelan nyali harimau."
"Betul, kalau aku tidak punya nyali, mana berani kusuruh dia pergi."
Lekas Kun-gi bersuara: "Kalau cayhe mau pergi segerapun bisa pergi, peduli amat dengan orang lain"
Hian-ih-lo-sat mengedip seraya berkata dengan Thoan-im-jip-bit
(ilmu mengirim gelombang suara): "Thong-pi-thian-ong merajai Lam-kiang (wilayah selatan), saudara cilik, bukan aku
merendahkan kau, tapi kau memang bukan tandingannya, biarlah
aku mengadangnya sesaat, lekas kau pergi."
Jelilatan mata Thong-pi-thian-ong, teriaknya murka: "Dihadapan Lohu, kalian berani main bisik2, apa yang kalian perbincangkan?"
"Kudesak dia lekas pergi," ujar Hian-ih-lo-sat. "Tidak boleh,"
bentak Thong-pi-thian-ong, " bocah ini akan
kutahan-" "Untukapa kau menahannya?"
"Lohu ingin tanya seseorang kepadanya."
"Siapa yang kau tanyakan?" tanya Kun-gi,
"Hoan-jiu-ji-lay Di mana dia?"
"cayhe tidak tahu."
"Kau bukan muridnya?"
"Kalau benar mau apa"Jika bukan kenapa pula?"
"Waktu kau bergebrak sama dia tadi, jelas yang kau mainkan adalah ilmu ajaran bangsat gundul itu, memangnya Lohu salah
lihat?" Thong--pi-thian-ong terkekeh dingin-
Ternyata dia menyaksikan beberapa jurus gebrakan Kun-gi
melawanHian-ih-lo-sattadi, makadiamencegatnyadisini.
Kun-gi naik pitam mendengar orang memanggil gurunya
'bangsat gundul', katanya gusar: "Memang tidak salah, beliau memang guruku, ada urusan apa kau mencari beliau" Boleh kau
bicara saja dengan aku."
Mendengar Ling Kun-gi adalah murid Hoan-cjiu-ji-lay, tanpa
terasa Hian-ih-lo-sat mengawasi lekat2.
Thong-pi-thian-ong tergelak2, katanya: "Ternyata betul kau murid bangsat tua itu, bagus sekali, lekas katakan, bangsat tua itu sekarang berada di mana?"
"Jejak beliau tidak menentu, tak mungkin cayhe menjelaskan,"
sahut Kun-gi. Thong-pi thian-ong mendesak selangkah, katanya sambil
menuding Kun-gi: "Kau murid bangsat tua itu, masakah tidak tahu dia sembunyi di mana" Kalau tidak berterus terang, jangan
salahkan Lohutidak memberiampunpadamu."
Kun-gi gusar, serunya: "Anggaplah aku tidak mau menerangkan, kau bisa berbuat apa terhadap diriku?"
Thong-pi-thian-ong terkekeh2, jari2 tembaga yang runcing
tajam tiba2 mencengkeram, hardik-nya beringas: "Maka Lohu
harus menahanmu, ka-lau yang cilik kuringkus, masakah yang tua
tidak akan keluar dari kandangnya?"
"Nantidulu" lekasi Hian-ih-lo-sat mencegah.
Tangan tembaga Thong-pi-thian-ong yang sudah terulur
berhenti ditengahjalan, bentaknyasambilberpaling: "Adaapakau?"
"Kau ingin mencari gurunya, kalau mampu pergilah cari sendiri, nama Thong-pi-thian-ong cukup beken, memangnya kau tidak
malu berkelahi dengan anak murid orang?"
"Selamanya Lohu tidak peduli soal tetek-bengek. sudah 30
tahun Lohu mencari bangsat tua itu, kebetulan muridnya
kebenturku di sini, betapapun Lohu takkan melepaskan dia pergi"
"Tidak bisa,"jengek Hian-ih-lo-sat, "tadi aku sudah suruh dia pergi, maka dia harus pergi."
Mendelik Thong-pi-thian-ong, dengan gusar dia tatap Hian-ih-lo-
sat, katanya ter-kekeh2: "Nyonya muda, kau berani campur tangan
. ." tangan yang bergerak dan sedianya hendak menye-rang Ling Kun-gi taditiba2bergerakpulapelan2 beralihke arahHian-ih-lo-sat.
Sementara itu Kun-gi sudah keluarkan pedang panjang dari
buntalannya, hardiknya: "Tahan"
"Kau mau ajak Lohu mencari gurumu?" tanya Thong-pi-thianong.
Kun-gi berdiri kereng menenteng pedang, katanya: "Soal ini tiada sangkut pautnya dengan nona ini. Tidak sukar membawamu
menemui guruku asal kau bisa mengalahkan pedang ditangan-ku
....." Thong-pi-thian-ong coba pandang pedang di tangan Ling
Kun-gi, mendadak ia tertawa lebar, katanya dingin: "Lohu ingin menahanmu, sudah tentu harus mengalahkan kau lebih dulu."
"Adik cilik," seru Hian-ih-lo-sat, "kau bukan tandingannya, lekas menyingkir."
"Soal ini tiada sangkut pautnya dengan nona. lekas kau pergi saja," sahut Kun-gi.
"Anak muda, kau sudah siap?" Thong-pi--thian-ong tidak sabar lagi, kelima jarinya terkembang terus mencengkeram ke arah Kungi.
Sejak kecil Ling Kun-gi meyakinkan ilmu pedang warisan
keluarganya. cuma waktu dia hendak berangkat Suhunya pernah
berpesan wanti2, kecuali terpaksa ilmu pedangnya dilarang
sembarang ditunjukkan di depan umum. Sekarang dia menghadapi
Thong-pi-thian-ong yang berilmu silat serba aneh, lengan tembaga dan telapak tangan tembaga pula, kerasnya laksana baja, kalau
dirinya melawan dengan bertangan kosong, mungkin untuk
mempertahankan diri saja sukar, maka terpaksa dia keluarkan
pedangnya. Kini melihat cakar tembaga lawan mencengkeram tiba, secepat
kilat otaknya bekerja: " Lengan tembagamu memangnya tidak
takut senjata tajam, tapi anggota badanmu yang lain, apa juga
kebat senjata?" Sebat sekali ia berkelebat maju, pergelangan tangan menggentak. pedangpun menabas miring. Serangan ini
dilancarkan dengan badan miring sambil mendesak maju, orangnya
tiba pedangpun mengancam. Walau jurus yang dan gunakan
hanya tipu biasa Sian-niao-hoa-se (burung dewa menggores pasir), namun dilancarkan oleh seorang ahli seperti Ling Kun-gi, bukan
saja lebih lincah dan hidup, gerakannyapun teramat cepat dan
berbahaya. Sepasang mata Hian-ih-lo-sat memancarkan sinar terang
menyaksikan ilmu pedang yang tiada taranya ini. Selama hidup
Hoan-jiu ji-lay tidak pernah menggunakan pedang, namun murid
tunggalnya ini ternyata memiliki ilmu pedang yang tinggi dan lihay sekali.
Kelima jari tembaga Thong-pi-thian-ong terpentang, gerakannya
seperti amat lamban, tujuannya semula hanya mau meringkus
bocah kurang-ajar ini, tapi serta melihat gerakan pedang Ling Kungi yang hebat, tiba2 ia mendengus,jari2nya malah mencengkeram
pedang yang menyamber tiba. Sungguh permainan aneh,
perubahannyapun cepat tak terduga, lengan sedikit melintir, tahu2
batang pedang sudah berhasil dipegangnya, sementara jari tangan kiri berbareng menutuk ke pundak Kun-gi.
Terasa batang pedang mendadak tergetar, pergelangan tangan
anak muda itupun kesemutan, telapak tangan lecet kesakitan,
tahu2 kelima jari lawan yang beruji runcing juga menyerang tiba.
Keruan bukan main kaget Kun-gi, kalau dirinya tidak lepas pedang serta melompat mundur, pundak sendiri pasti kena tertusuk,
terpaksa dia lemparkan pedangnya, lalu dengan gerakan Hu-kong
liang-in (cahaya mengambang melampaui bayangan) dia meloncat
mundur ke belakang. Dengan mencengkeram pedang di tangan kanannya, tutukan
jari tangan kiri Thong-pi-thian--ong masih tetap mengarah ke
depan, mulutpun membentak: "Anak muda, robohlah kau!!"
Jarinya yang menuding ke depan tetap diacungkan, tahu2
sarung jari tembaga yang terpasang diujung jarinya melesat ke
depan membawa kesiur angin kencang, sasarannya tetap tidak
Pangeran Anggadipati 4 Kitab Pusaka Karya Tjan Id Kuda Binal Kasmaran 2
^