Pencarian

Pedang Kiri 3

Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 3


berubah, pundak kiriLing Kun-gi.
"Adik cilik, awas"Hian-ih-lo-satberseru memperingatkan-Hanya sekali gebrak. pedang terampas, dikala dia merasa
bingung dan kaget, tahu2 selarik sinar kuning kemilau melesat ke arahnya, keruan Kun-gi tambah berang, serunya dengan tertawa
lantang: "Bagus" -Tangan kiri terangkat, dia incar selong-song jari tembaga itu terus menjentiknya sekali. Kali ini dia gunakan Tan-ci-sin-thong (selentikanjari sakti) salah satu dari 72 ilmu silat Siau limpay. "creng", selongsong jari tembaga itu kena dijentiknya mencelat beberapa tombak jauhnya.
Selama puluhan tahun belum pernah tutukan jari terbangnya ini
mengalami kegagalan, kini kecundangditanganseorang mudayang
dianggapnya masih ingusan, tapi ternyata memiliki ilmu silat tinggi, sekilas dia melengak. dengan pandangan liar dia tatap Ling Kun-gi, jengeknya sambil terkekeh: "Bagus, anak muda, agaknya seluruh kepandaian si bangsat tuapun telah diturunkan padamu."
Hian-ih-lo-sat cekikikan, selanya: "Babak ini kalian setanding alias seri, yang satu direbut pedangnya, yang lain selongsong
jarinya terjentikjatuh, tiadapihak yanglebihunggul ."
"Omong kosong" bentak Thong-pi-thian-ong dengan mata
melotot. "Siapa omong kosong?" sikap Hian-ih-lo-sat tetap manis, "
memangnya kau belum mengaku kalah setelah jari tembagamu
terjentik jatuh?" Thong-pi-thian-ong menggerakkan jari2 tembaga seperti
mengancam, hardiknya gusar,
"Lekasengkau enyahdarisini"
"Ada suatu hal ingin aku berunding dengan kau, entah kau mau tidak?" kata Hian-ih-lo-sat tetap sabar.
"Kata2ku sekukuh gunung, tiada soal berunding segala,
betapapun Lohu harus menahan bocah ini."
"Soal yang ingin kurundingkan tiada hubungannya dengan dia."
Sebelrasa Thong-pi-thian-ong.
"Soal apa ?" tanyanya tidak sabar.
Hian-ih-lo-sat unjuk senyuman manis, ujar-nya : "Kulihat kau memiliki ilmu silat tinggi, memiliki lengan tembaga lagi, sungguh mencocoki seleraku ....." tawa yang manis menggiurkan di-tambah dengan gerakan badan yang bergaya menantang.
Mata sipit Thong-pi-thian-ong menjadi terbeliak, apalagi
mendengar kata2 "mencocoki selera-ku", keruan hatinya terasa syuur, senangnya bukan main-Memang usianya sudah setengah
abad, tapi selama ini dia tetap bujangan, sesaat dia mengawasi
Kun-gi, ingin rasanya segera menggebah-nya pergi. Tapi demi
gengsi, tadi dia menahannya, kalau sekarang mengusirnya malah
berarti menjilat ludah sendiri, maka sesaat mulutnya tak bisa
bicara. Tapi wajahnya yang tadi merah padam sekarang tampak
berseri senang, katanya dengan halus: "cayhe seorang yang suka berterus terang, Siau-nio-cu (nyonya muda) ada omongan apa,
boleh silakan katakan saja."
Tadi dia membahasakan dia Lohu (aku orang tua ), sekarang
diganti cayhe (aku yang rendah), kiranya dia merasa dirinya lebih muda beberapa tahun secara mendadak.
Hian-ih lo-sat melerok sambil mencibir, katanya tertawa genit:
"Dengan adik ini kau tidak bermusuhan, biarkan dia pergi saja, nanti kita bicara lagi."
orang suruh Kun-gi pergi, tentu saja cocok dengan keinginan
Thong-pi-thian-ong, dia berseri tawa, katanya. "Betul Siau-nio-cu, cayhe hanya mencari gurunya, Hoan-jlu-ji-lay, dulu aku pernah
bentrok sama dia, maka sekarang ini ingin ku bereskan
perhitungan lama. Ha h, sebetulnya soal ini juga tidak penting, Siau-nio-cu mau mendamaikan soal ini, biarlah aku menurut saja,"
lalu dia berpaling ke arah Ling Kun-gi, teriaknya: "Anak muda, kau boleh lekas enyah"
Sudah tentu Kun-gi maklum akan watak genit Hian-ih-lo-sat,
agaknya dia sengaja hendak memikat Thong-pi-thian-ong dengan
rayuannya, serta memperalat orang menjadi kaki tangannya.
Usia Thong-pi-thian-ong sudah setengah abad, tapi masih mata
keranjang dan suka pipi halus. naga2nya laki perempuan ini
memang sudah sama ketagihan-Karena merasa muak dan jijik,
lekas Kun-gi jemput pedangnya, tanpa bersuara dia terus tinggal pergi.
Sudah seperti di kili2 hati Thong-pi-thian-ong, segera dia
melangkah maju sambil memandang Hian-ih-lo-sat lekat2 se-akan2
ingin menelannya bulat2, katanya cengar-cengir: "Siau-nio-cu, bocah itu sudah pergi, ingin omong apa lekas kau katakan"
Hian-ih-lo-sat gigit bibir, mata mengerling penuh arti, katanya sambil tertawa:
"Kalau kukatakan, kau tidak marah bukan?"
Dalam jarak tiga kaki hidung Thong-pi-thian--ong sudah
mengendus bau harum yang memabukkan, seketika jantungnya
berdegup lebih cepat. Diam2 dia menyesali hidupnya selama lebih 20 tahun yang lampau secara sia2, kenapa sampai malam ini baru
akan merasakan badan perempuan yang cantik dan harum
menggiurkan-Lekas dia berkata: "Boleh katakan saja, cayhe pasti tidak akan-..tidak akan marah."
Dengan sapu tangan menutup mulut, Hian-ih-lo-sat berkata
aleman-"Kalau kau tidak marah, biarlah aku bicara terus terang.
Kulihat lenganmu ini kalau tidak salah terbuat dari campuran
tembaga dengan emas, malah di dalamnya juga terpasang alat2
rahasia sehingga biaa digunakan secara bebas dan lincah,
dibanding 12 tangan besi keluargaku jelas lebih sempurna, oleh
karena itu ......." " Karena itu apa?" tanya Thong-pi-thian-ong.
"Lengan tembaga bukankah setingkat lebih tinggi dari lengan besi" oleh karena itu aku ingin mengundangmu menjadi kepala
dari barisan tangan besi keluargaku .....".
Ternyata dirinya hanya akan dijadikan kepala barisan segala,
sungguh terlalu dan besar salah wesel ini. seketika beruubah kelam air muka Thong-pi-thian-ong, dengus-nya: "Kau .....ingin Lohu menjadi kepala barisan"
Hian-ih-lo-sat membetulkan letak rambutnya yang terurai,
ujarnya: "Eh, kau tidak mau " Atau merasa merendahkan
derajatmu " Bicara terus terang, setiap anggota barisan tangan
besi adalah jago2 silat kelas tinggi diBu-lim, dibanding kau
Thong-pi-thian-ong rasanya tidak lebih rendah, kuangkat kau
menjadi kepala barisan mereka, karena kau punya lengan tembaga
yang lebih sempurna, ini berartiakutelah mengangkatdan
menghargaidirimu?" Naik pitam Thong-pi-thian-ong mendengar kata2 orang, hardiknya beringas: "Perempuan bangsat, berani kau menggoda dan mempermainkan diriku?"
Mendadak berubah kaku wajah Hian-ih lo-sat, katanya dingin:
"Aku sudah naksir lengan tembagamu itu, maka kau harus jadi kepala barisan lengan besi itu, kuundang kau secara hormat, kalau tidak mau terpaksa kugunakan kekerasan padamu." di mana
tangannya melambai, tiba2 serangkum bau harum merangsang ke
muka lawan- Betapapun Thong-pi-thian-ong juga banyakpengalaman, dengan
terkesiap cepat ia melompat mundur seraya menghardik:
"Perempuan sundel ....." belum habis makiannya, tiba2 terasa di sebelahbelakangadaapa2yangtakberes, maklumlahbetapatinggi dan
tangguh ilmu silat Thong pi-thian-ong, dalam jarak tiga tombak
asaladaorang mendekati dirinyapastidiketahuinya.
Tapi kali ini panca inderanya bekerja lambat, waktu dia
merasakan gejala tidak beres, orang dibelakangnya sudah dekat.
Dari suara napas orang ia tahu ada dua orang telah mengancam
dirinya dari belakang. Diam2 dia membatin: " orang dapat
mendekatiku dalam jarak setombak, agaknya kepandaian mereka
memang tidak lebih rendah daripada diriku."
cemerlang sinar mata Hian-ih-lo-sat, katanya sambil tertawa:
"Baiklah, kalian saja yang menangkapnya." Berbareng ia lantas melompat mundur.
Kedua orang di belakang saling memberi isyarat, mulut masing2
bersiul sekali, lalu melompat maju bersama, kedua tangan masing2
bergerak menangkap ke tubuh Thong-pi-thian-ong .
Bukan kepalang gusar Thong-pi-thian-ong, sambil menghardik
dia ayun lengan tembaga melayani serangan orang yang melabrak
dari kiri, berbareng badan berputar, tahu2 kaki kanan melayang
menyerampang lawan yang menubrukdari kanan-
Sekilas dilihatnya kedua orang yang melabrak dirinya adalah
laki2 berbaju hijau, usianya kurang lebih 40-an, yang mengejutkan adalah tangan kiri mereka bersemu kehijauan, kelima jari
tangannya laksana cakar yang mengkilap. kelihatan runcing tajam, dari sinar kemilau kehijauan itu jelas bahwa lengan mereka
berlumur racun yang amat jahat.
Mau tak mau timbul rasa curiga Thong-pi-thian-ong, batinnya:
"Tadi dia bilang keluarganya punya 12 orang berlengan besi, semuanya adalah tokoh2 Kangouw yang beken namanya,
memangnya siapa dan bagaimana latar belakang orang2 ini?"-Hati membatin, sementara mulut menghardik: "Keparat, kalian bertiga maju bersama juga Lohutidakpandang sebelah mata."
"Jangan kau takabur," jengek Hian-ih-lo-sat, "kalau tiba saatnya akuturuntangan, pastiaku akanturungelanggang."
"Trang", suara benturan benda keras meme-kak telinga, lengan tembaga Thong-pi-thian-ong disambut oleh pukulan lengan besi
orang sebelah kiri, keduanya sama terhempas mundur. Maka laki2
baju hijau di sebelah kanan mendapat peluang untuk menubruk
maju, lengan besi kirinya segera bergerak dengan tipu Hing-bok-
liong-kan (mem-belah miring ulu naga), pinggang Thong-pi-thian--
ong menjadi incaran- Tak keburu berkelit, terpaksa Thong-pi-thian--ong kerahkan
tenaga, ia sambut pula serangan lawan dengan lengan
tembaganya, "Trang" begitu lengan tembaga, dan lengan besi beradu, laki2 baju hijau di sebelah sana terpental mundur tiga
tindak. Thong-pi-thianong sendiri juga tak kuasa menguasai diri, iapun menyurut tiga tindak. diam2 batinya bertambah kejut, walau Lwekang kedua lawan bukan tandingannya, tapi terpaut tidak jauh.
Sementara lawan di sebelah kiri sudah merangsak maju pula,
jari2 tangan besi kirinya bergerak laksana samberan kilat, telapak tangan kanan berwarna merah darah menyolok menyerang tiba
bersama, jalan mundur Thong-pi-thian-ong sudah terkurung. Sebat sekali lawan di sebelah kananpun melompat maju pula, lengan besi menyerang dengan jurus No liong-sip-cu (naga marah menggondol
mutiara), gerak lengannya lapat2 membawa bunyi gemuruh terus
mencakar ke batok kepala Thong-pi-thian-ong. Thong-pi-thian-ong murka sekali, ia membentak keras, sambil meloncat ke atas, di
mana lengan bajunya mengebas, segera dia balas menyerang
dengan gencar. Sebagai jago nomor satu di daerah selatan yang
dijuluki Lam-kiang-it-ki, bukan saja lengan tembaganya lihay luar biasa, kepandaian silat lainnyapun terhitung kelas wahid
di-kalangan Bu-lim. Tapi di luar dugaan bahwa ke-dua orang baju hijau yang dihadapinya sekarang juga gembong2 aliran hitam
pilihan, ilmu silatnya sudah tentu tidak lemah.
Serang menyerang berlangsung dengan gencar, ketiganya tanpa
menggunakan senjata, tapi pertempuran ini jauh lebih berbahaya
dan sengit dari adu senjata. Gebrak dilakukan dalam jarak dekat -
semakin tempur semakin sengit, sedikit lena tentu jiwa terancam, tidak mati juga pasti terluka parah.
Dalam sekejap 30 jurus telah berlalu. Sema-kin bertempur
Thong-pi-thian ong semakin murka.. tapi juga semakin kaget, tadi dia mengira dalam 30 jurus pasti dapat mengalahkan kedua lawannya, tapi kenyataan kedua lengan besi lawan dapat bekerja sama
sedemikian baiknya, serangan-pun gencar dan ganas. Setelah
30-an jurusiniternyatadirasakanbahwa Lwekang sendiri
semakinsusut. Sudah tentu keadaan ini semakin menciutkan nyali dan
perbawanya, sekaligus menyadarkan benak-nya pula bahwa secara
tidak disadarinya tadi dirinya sudah dikerjai oleh Hian-ih-lo-sat.
Mendadak dia menggerung gusar, lengan tembaga sebelah kanan
terayun ke atas, dari kelima ujung jari tembaganya itu serempak menyemperot keluar lima jalur air kuning yang deras. Kiranya
buatan lengan tembaga sebelah kanan Thong-pi-thian-ong lebih
ringan, di dalamnya ada selongsong yang berisi air beracun, asal tekan tombolnya, air beracun akan menyemprot dari lubang di
ujung jari. Semprotan air kuning itu dapat mencapai setombak
jauhnya, sekali kulit badan manusia kena kesemprot, daging
seketika membusuk. Apalagi serangan ini sering dilancarkan secata mendadak. maka ganasnya luar biasa.
Agaknya kedua laki2 baju hijau secara diam2 telah dikisiki Hian-ih-lo-sat dengan ilmu mengirim gelombang suara, begitu lengan
kanan Thong-pi--thian-ong terayun ke atas, serempak dengan
cepat luar biasa mereka melompatjauh menghindarkan diri. Begitu air kuning itu menyemprot bagai kabut tebal melanda ke empat
penjuru, kedua orang itu-pun sudah mundur setombak lebih.
Maka terdengarlah suara mendesis ramai, air kuning itu muncrat
bertaburan di atas tanah dan seketika menimbulkan kepulan asap
kuning yang baunya teramat busuk. untunglah angin pegunungan
lekas sekali meniupnya buyar.
Melihat semprotan air beracunnya gagal, amarah
Thong-pi-thianong semakin memuncak, ia menuding Hian-ih-lo-sat
dan membentak: "Sundel, berani kau kerjai Lohu?"
"Barusekarang kautahu"jengek Hian-ih-lo-satcekikikan-
Berkerutuk gigi Thong-pi-thian-ong, hardiknya bengis: "Keparat, mampuslah kau, empat titik kemilau kuning laksana emas
mendadak menjiprat ke keluar laksana sambaran kilat, itulah
selongsong jari2 tembaga yang dia pasang pada ujung jari
tangannya. Maka terdengar Hian-ih-lo-sat menjerit kaget,
mendadak tubuhnya roboh ke belakang. Thong-pi thian-ong
tertawa dingin, ejeknya: "Perempuan jalang, sebetutulnya tiada niat Lohu,
membunuhmu, kausendiriyangcari
mampus,jangansalahkanLohukejam"
Sembari bicara segera ia hendak memungut kembali selongsong
jari tembaga, mendadak kepalanya pusing, badan yang sudah
terbungkuk hampir saja jatuh terjerembab.
Pada saat yang sama, kupingnya mendengar tawa ringan
merdu, berbareng jalan darah di belakang batok kepalanya terasa sakit tertutuk. mata menjadi gelap. seketika dia jatuh tersungkur dan tidakingat diri..
Hian-ih-lo-sat berdiri di belakang sambil tertawa cekikikan, di mana tangannya mengulap. dua orang segera maju mendekat,
kata mereka sambil meluruskan kedua tangan: "Siancu ((dewi) ada perintah apa.?""
Hian-ih-lo-sat mengeluarkan sebuah botol porselin kecil serta
menuang sebutir pil warna hijau ,gelap. dianggurkannya kepada
kedua orang baju hijau, katanya: "Minumkan obat ini kepadanya."
Laki2 baju hijau sebelah kiri mengiakan, dia terima obat pil itu serta pencet dagu Thong-pi--thian-ong, pil itu terus dia jejal ke mulutnya. Hian-ih-lo-sat tertawa puas, katanya: "Bawa dia, sekarang kita boleh pergi"
oooooooooo Sepanjang jalan Ling Kun-gi ber-lari2 kencang, waktu terang
tanah dia sudah tiba di cin--siang, ia cari hotel terus masuk kamar, iaduduksemadi sampai lupa keadaansekelilingnya.
Waktu mengakhiri semadinya, haripun sudah dekat tengah hari,
kepada pelayan ia minta diantar makanan ke dalam kamar, setelah kenyang dia salin pakaian, menyoreng pedang, setelah bayar
rekening terus berangkat.
Tengah hari ramai orang yang berlalu lalang dijalan raya, sudah tentu tak mungkin dia mengembangkan Ginkang, tapi dari
cin-siang sampai ke Siau-sian, jaraknya kira2 ada 200 li, ter-paksa dia beli kuda untuk menempuh perjalanan jauh ini.
Kuda dibedal terus sampai kehabiaan tenaga dan berbuih
mulutnya, sebelum magrib dia tiba di sebuah dukuh kecil, letaknya tidak jauh dari Pat-kong-san. Kebetulan di pinggir jalan ada sebuah gubug yang mengibarkan panji bertuliskan "arak", kiranya warung arak tempat orang berteduh dari terik matahari dan sekedar
istirahat. Setelah menempuh perjalanan setengah hari, lapar dan dahaga perut Ling Kun-gi, maka dia tambat kuda pada pohon di
luar warungterus memasukiwarung arak itu.
Tampak seorang laki2 berpakaian kasar tengah membersihkan
meja. Kiranya hari menjelang magrib, pejalan kaki buru2
melanjutkan perjalanan masuk kota, maka keadaan warung ini
sepi. "Pelayan, masih ada makanan apa, lekas keluarkan," begitu masukKun-gi terus minta makananserta memilihtempatduduk.
Pelayan mengawasi Kun-gi sejenak. sahutnya: "Tuan tunggu
sebentar, makanan masih ada" buru2 dia berlari masuk.
Melihat langkah orang enteng dan gesit, diam2 tergerak hati
Kun-gi, batinnya: "Pakaian pelayan ini kelihatan kasar, gerak-geriknya kurang memadai, langkahnya gesit lagi, tempat ini sudah tidak jauh dari Pat-kong-san, bukan mustahil ini mata2 musuh"
Aku harus berlaku hati." Demikian dia lantas waspada.
Lekas sekali pelayan tadi sudah keluar mem-bawa sepoci air teh
dansebuahcangkir, katanyasambil seritawa:"Tuan, silakan minum dulu, bak-pau dan pangsit di warung kami memang selalu sedia,
sebentar lagi selesai dipanasi."
Kun-gi manggut2, katanya: "Ada makanan apa pula boleh kau
keluarkan saja." Pelayan meng ia kan terus berlari masuk pula. Walau
kerongkongan merasa kering, tapi Kun-gi tidak berani segera
minum, ia keluarkan kantong sulam pemberian Un Hoan-kun dan
ambil sebutir Jing-sim-tan terus dikulum dalam mulut, lalu dia
tuang secangkir teh dan ditenggak habis.
Tak lama kemudian pelayan sudah keluar membawa sepiring
pangsitdanbakpau, katanyatertawa:"Tuansilakan mencicipidulu."
Setelah meletakkan piring, matanya mengerling, dilihatnya
Kun-gi sudah menghabiskan secangkir teh, seketika wajahnya
menunjuk rasa senang. Tersipu2 dia ambil poci serta menuang
pula secangkir untuk Kun-gi, katanya tertawa: "Tuan menempuh perjalanan jauh, tentu haus, daun teh warung kami adalah
Lo-san-teh keluaran Patkong-san yang segar dan nyaman rasanya,
warnanya memang tidak sedap dipandang, tapi kental dan nikmat,
cocok untuk menghilangkan dahaga."
Melihat gerak-gerik orang serta tutur kata-nya, Kun-gi tahu di
dalam air teh pasti ditaruh apa2, namun dia sudah telan Jing-sintan, tak perlu takut muslihat orang, maka dia manggut2, kata-nya
"Air teh ini memang enak rasanya." se-cangkir penuh kembali dia tenggak habis, lalu bak-pau dan pangsit ganti berganti dia gasak pula.
Melihat secangkir teh habis pula, semakin riang hati pelayan,
lekas dia tuang penuh pula se-cangkir. Sekejap saja Ling Kun-gi sudah lalap-habis sepiring bakpau dan pangsit, air tehpun entah sudah berapa cangkir masuk ke perut, katanya sambil angkat
kepala: "Berapa duitnya?"
Habis berkata tiba2 dia pegang kepala sambil mengeluh ringan,
katanya:"celaka, kenapakepalakujadipusing?"
Sejak mula pelayan berdiri di samping melayaninya, segera dia
unjuk seri tawa, katanya: "Mungkin tuan ter-buru2 menempuh perjalanan, badan penat tentu kepala pusing."
Sambil mengawasi pelayan, Kun-gi berkata: "Tidak mungkin,
barusan aku segar bugar, kenapa mendadak. bisa pusing" Mungkin
..... kau...... . mencampurapa2didalam...... airteh?"
Beberapa patah kata terakhir diucapkan dengan suara tidak
jelas, badan menjadi lemas, kepala tertunduk ke atas meja terus pulas.
Pelayan itu tiba2 tertawa lebar, katanya puas: "Anak muda, bila kausadar, tapisudahterlambat."
Dari dalam warung tiba2 berlari keluar seorang laki2 pula,
serunya: "Sudah kau tundukkan bocah itu?"
Pelayan itu tertawa: "obatnya kutaruh satu lipat lebih banyak dari biasanya, memangnya kuat dia bertahan" Bocah ini memang
luar biasa kekuatannya, orang lain seteguk saja pasti semaput, tapi dia hampir menghabiskan sepoci dan sepiring bak-pau dan pangsit, citya bilang dia tidak takut racun, tadi juga aku kuatir kalau dia kebal dariTip-gau--bi(masuk mulut semaput, namaobatbius)."
"Kau tunggu dia sebentar, aku akan lapor kepada cit-ya," kata laki2 yang baru datang. Lalu melangkah keluar.
Sudah tentu semua percakapan mereka didengar oleh Ling Kun-
gi. baru sekarang dia tahu duduk persoalannya, bahwa yang
mengundang dirinya ke Pat-kong-san ternyata memang betul Tong
cit-ya adanya. Sudah tentu dia tidak berpeluk tangan membiarkan laki2 itu pergi memberi laporan-Diam2 jari tangan kanan


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjentik, sejalur angin segera menerjang punggung laki2 yang
sudah melangkah ke-luar pintu. Seketika laki2 itu mematung kaku di ambang pintu karena tertutuk Hiat-tonya.
Melihat temannya berhenti di depan pintu, pelayan itu segera
mendesak: "Katanya mau lapor kepada cit-ya, kenapa tidak lekas berangkat, kuda tunggangan bocah ini ditambat di luar pintu, apa pula yang kau tunggu?"
Karena Hiat-to tertutuk. badan kaku tak mampu bergerak,
sudah tentu mulutnya juga kaku tak dapat bersuara. Keruan laki2
yang menyamar pelayan itu menjadi heran dan menggerutu: "Hai, cuilosam, kenapa kau?"
Baru saja selesai bicara, kupingnya tiba2 mendengar suara halus berkata: "Losam kemasukan setan, lekas kau saja yang lapor kepada cit-ya."
Pelayan berjingkat kaget seperti disengat kelabang, mata
jelilatan mengawasi sekelilingnya, tapi dalam warung hanya Ling Kun-gi seorang dan tetap mendekam di atas meja, sudah semaput
minum obat biusnya lalu siapakah yang berbicara"
Tahu ada gejala2 ganjil, dengan jeri dia ber-kata: "Siapa kau?"
Hanya dirinya yang masih segar bugar di dalam warung, tiada
orang lain, sudah tentu tiada orang yang menjawab
pertanyaannya. Dengan membusungkan dada memperbesar nyail, pelayan ini
menjura keempat penjuru, katanya keras: "Sahabat dari manakah yang bicara dengan cayhe" Kami dari keluarga Tong di Sujwan,
atas perintah Tong cit-ya kami melakukan suatu pekerjaan di sini, mungkin sahabat kebetulan lewat, umpama air sungai tidak
bercampur air sumur, kuharap sahabat tidak mencampuri urusan
kami." Kun-gi angkat kepala serta berkata tertawa: "Aku akan memberi ampun padamu, asal kau mau bicara terus terang."
Sudah tentu nelayan itu berjingkrak kaget pula, serunya dengan
terbeliak: "Kau . . . . kau tidak semaput?"-Ada niat lari, tapi entah mengapa kedua kakinya tidak mau turut perintah lagi.
Kun gi mengawasi orang dengan tertawa, ka-tanya, "Bukankah tadi kau bilang cit-ya mengatakan aku tidak takut racun" Kalau
racun aku tidak gentar, apa lagi obat bius, memangnya aku
gampang dibikin semaput?"
Grmetar badan pelayan itu, keringat dingin gemerobyos
membasahi badannya. "Saudara harap tenang2 saja, dihadapanku kau tidak bisa lari lebihtigalangkah,"Kun-gi mem-peringatkan
Laki2 itu memang tidak berani bergerak. katanya tergagap:
"Toaya, kau .... kau tentu tahu, hamba hanya .... menjalankan perintah .... "
"Jangan cerewet, jawab pertanyaanku, di mana cit ya
sekarang?" "cit-ya .... cit--ya sekarang berada di pat-kong-san."
"Pat-kong-san sebelah mana?"
"Di rumah keluarga Go."
"Siapa yang telah kalian culik?"
"Kabarnya seorang nona, dia adalah adik Toaya . ."
Heran hati Kun-gi, Entah nona siapa dan dari mana yang
mereka culik, tapi orang mengatakan dia adikku" Maka iapun
manggut2, katanya: "Baiklah, aku tidak akan menyakiti kalian, tapi kalian harus tetap di sini."
Sekali tuding dari kejauhan dia tutuk Hiat-to pelayan serta
berkata dingin: "Hiat-to kalian hanya kututuk. setelah tengah malam nantibaruakan terbukasendiri."
Dengan langkah lebar dia keluar dan cemplak kudanya terus
dibedal ke arah Pat-kong-san..
Lekas sekali dia sudah tiba di Pat-kong-san, tampak sebuah
jalan besar yang dialasi papan batu, rata memanjang langsung
menuju ke rumah milikkeluargaGodiatasgunung.
Hari sudah gelap. tapi mata Ling Kun-gi dapat melihat di tempat gelap. dilihatnya di depan ada sebuah hutan, di depan sana berdiri empat laki2 seragam hitam. Di sebelah belakangnya lagi adalah
laki2 tua berjubah biru, usianya lebih dari setengah abad,
kepalanya mengenakan topi yang bentuknya seperti semangka,
mukanya kurus tepos, matanya bersinar terang, Thay-yang-hiat
dikedua pelipianya menonjol, sekilas pandang orang akan tahu
bahwa dia seorang jago kosen memiliki kekuatan luar dalam,
Tangan laki2 tua bertopi memegang sebatang pipa cangklong
panjang, sikapnya dingin, dengan seksamadia mengawasi
Kun-gitanpabersuara. Tetap duduk dipunggung kudanya Kun-gi berkata dengan sikap
angkuh: "Ada apa?" Salah satu keempat laki2 seragam hitam bersuara: "Kau siapa dan mau ke mana ?"
"Siapaakudan maukemana, peduliapa dengankalian ?"
Laki2 yang bicara menarik muka, katanya: "Kau tahu menjurus ke mana jalan ini?"
"coba katakan, ke mana?"
"Jalanbesarinihanya menuju ke gedung keluarga Go."
"Memang aku mau ke tempat keluarga Go."
Agaknya laki2 tua bertopi tidak sabar lagi, dia mengulap tangan menghentikan percakapan, kata-nya kepada Kun-gi: " Untuk
keperluan apa tuan pergi ke tempat keluarga Go?"
Kun-gi tertawa dingin, jawabnya: " Untuk apa aku kemari"
Kenapa kau tanya aku malah?"
"Kalau saudara tidak ingin kena perkara, kuharap lekas putar balik saja,"ancamlaki2 tuaber--topi.
Menegak alis Kun-gi, tatanya: Justeru seba-liknya, keluarga
Tong kalian yangsengajacariperkarapadaku."
Berubah air muka laki2 tua bertopi, katanya berat: "Setelah tahu siapa yang bertempat tinggal di tempat keluarga Go sekarang, tapi kau masih meluruk datang?"
-o0dw0o "Kalau aku takut kena perkara, memangnya aku berani datang?"
ejek Kun-gi. "Bocah sombong," maki laki2 tua bertopi dengan gusar. Tiba2
dia berpaling kepada keempat laki2 seragam hitam, katanya sambil menuding Ling Kun-gi dengan pipanya: "Siapa diantara kalian yang berani meringkusnya?"
Dua orang segera tampil ke muka, masing2 melolos golok di
tangan kanan dan kiri, dengan lang-kah lebar menghampiri Kun-gi.
Setelah dekat ke duanya sama2 angkat golok, bentaknya: "Saudara mau turundanterima diringkus"Atauingin kamiajar?"
Dengan tenang Kun-gi tetap bercokol di atas kudanya, katanya
tertawa: "Boleh terserah apa ke-hendak kalian-"
Karena Kun-gi tetap duduk di punggung kuda, kedua orang ini
tahu untuk membuatnya turun terpaksa harus melukai kudanya
dulu. Maka tanpa berjanji keduanya lantas membabat ke kaki kuda, mulutpun menghardik: "Bocah, menggelinding turun"
Berkerut alis Kun-gi, bentaknya: "Ada permusuhan apa kudaku dengan kalian?" Tiba2 ia me-mecut dengan cambuk di tangannya,
"tarr", dengan tepat ujung cambuknya membelit pergelangan tangan laki2 di sebelah kanan-Laki2 itu menjerit keras, goloknya terlempar jatuh, sambil memegangi tangan dia menjerit2 sembari
berjongkok. Saking kesakitan keringat dingin sampai ber-ketes2, terang lukanya tidak ringan
cambuk Ling Kun-gi ternyata bergerak hidup laksana ular, baru
saja di sebelah kanan me-nungging kesakitan, tahu2 bayangan
cambuk sudah melecut ke sebelah kiri. "Tarr", telak mengenai pundak laki2 sebelah kiri. orang inipun menjerit kesakitan,
goloknya entahmencelat kemana, saking kesakitandia
ber-guling2ditanah. Kedua temannya gusar, segera mereka mem-buru maju seraya
ber-kaok2, golok terayun terus menyerbu dengan beringas. Tapi
baru saja mereka beberapa langkah di depan kuda, tiba2 terasa
bayangan orang berkelebat, hakikatnya mereka tidak melihat jelas bagaimana Ling Kun-gi melompat turun dari punggung kuda, tahu2
orangsudahberdirididepan mereka.
Selama 300 tahun turun temurun, keluarga Tong malang
melintang di Kangouw dengan senjata rahasia beracun, tidak
sedikit orange dari golongan hitam dan putih yang menghormat
dan mengikat persahabatan dengan mereka, soalnya juga karena
jeri menghadapi senjata rahasia mereka yang beracun, maka
jarang yangberanicariperkarapada mereka.
orang2 keluarga Tong sendiri juga jarang berkecimpung di dunia
persilatan, oleh karena secara langsung menjadikan mereka tinggi hati, berpendapat bahwa orang2 Kangouw jeri dan tidak berani cari perkara pada keluarganya sehingga anak buah merekapun
bertingkah laku kasar dan sombong.
Melihat Ling Kun-gi maju, kedua orang itu-pun tidak banyak
cingcong, serentak golok mere-ka bergerak. sinar biru bersilang sepertiguntingraksasadanmembacok miringketubuhLingKun-gi.
Jangan kira mereka hanya kacung keluarga Tong, maklumlah
karena orang2 mereka tiada yang berkecimpung di dunia
Kangouw, daripada iseng, maka mereka menghabiskan waktu
untuk melatih diri. oleh karena itu setiap orang keluarga Tong, memiliki kepandaian silat yang lumayan-Busu atau guru silat yang biasa berkelana di Kangouw mung-kin hanya dalam gebrak sudah
dapat dipukul roboh oleh mereka, Tapi hari ini mereka justru
menghadapi Ling Kun-gi, seumpama telur membentur batu.
Begitu kaki hinggap di tanah, Kun-gi langsung menyongsong
dua larik sinar biru secara bersilang yang menggunting tiba, dia tertawa lebar, katanya: " Kembali semua keroco tak berguna"
mendadak dia gerakkan kedua tangan, sepuluh jari terbuka,
masing2 mencengkeram ke batang golok lawan-
Dengan tangan kosong, ternyata dia berani tangkap golok yang
tajam malah berlumu racun-Baru saja kedua laki2 itu melengak.
tahu2 terasa tangan mengencang, golok masing2 sudah terpegang
oleh musuh. Sudah tentu kejut mereka bukan main, insaf menghadapi jago
kosen, lekas mereka menarik sekuat tenaga. Tak tahunya golok
mereka itu seperti terjepit tanggam raksasa, sedakitpun tak
bergeming. Kun-gi menyeringai dingin, diam2 ia kerahkan Lwekang, melalui
batang golokdia salurkan tenaga dalamnya.
Terasa telapak tangan tergetar, mendadak lenganpun menjadi
linu, sudah tentu kedua laki2 itu tak kuasa mempertahankan
goloknya lagi. Dengan mudah Kun-gi merampas golok kedua lawannya,
mendadak golok terpencar ke kanan-kiri, gagang golok masing2
mengetuk ke arah kedua lawan-cara mengetuk dengan golok
sebetul-nya bukan gerakan tipu apa2, tapi serangan di-lancarkan oleh Kun-gi, maka perbawanya tentu luar biasa, lain daripada yang lain-Dikala kedua laki2 itu melongo kebingungan karena golok
terampas lawan, mendadak lutut te-rasa kesakitan, mulut menjerit, kontan mereka roboh ke tanah.
Gerakan Ling Kun-gi secara beruntun ini dilakukan dengan cepat
luar biasa, lompat turun dari kudanya sampai merebut golok serta mengetuk kedua lawan hanya berlangsung dalam sekejap.
sampaipun orang tua bertopi yang berdiri menonton di sana hanya mengawasi dengan mendelong, tahu2 keempat pembantunya
sudah diroboh-kan semuanya, untuk menolong juga tidak sempat
lagi. Keruan ia kaget bercampur gusar, sungguh tak pernah terpikir olehnya bahwa musuh yang masih begini muda memiliki
kepandaian setinggi ini, sepasang matanya yang kelam seperti biji mata burung hantu mengawasi Kun-gi, bentaknya dengan suara
berat: "Ternyata tuan memang punya bobot, tak heran berani meluruk kemari dan membuat onar.."
Seenaknya Kun-gi lempar kedua golok rampasannya, dengan
tertawa congkak dia berkata-"Aku datang memenuhi undangan, bukan sengaja mau mencari onar, kalau saudara tidak ingin
memberi pengajaran, lekaslah menyampaikan laporan, katakan
bahwa aku orang she Ling telah datang."
Mendengar orang datang atas undangan sebetulnya si orang tua
bertopi mau tanya. atas undangan siapa dia kemari" Tapi serta
mendengar kata2 terakhir yang bernada menantang serta
mensindir se-akan2 dirinya tidak berani melawannya, air mukanya menjadi gelap. katanya terkekeh di-ngin: "Bagus sekali, asal hari kau bisa mengalahkan Lo-hu, nantipasti akan kulaporkan."
Ling Kun-gi ter-gelak2 lantang, ujarnya: "Bagus, apa yang kau katakan memang mencocoki seleraku."
Laki2 tua bertopi mendengus, pipa cangklong dia pindah ke
tangan kiri, tangan kanan tiba2 ter-ayun, telapak tangannya yang hitam legam tahu2 menepuk ke dada lawan-.
"Hek-sat-ciang," diam2 berteriak dalam hati Kun-gi waktu melihat telapak tangan orang berwarna hitam..
Sudah tentu Kun-gi tidak gentar dan tidak unjuk kelemahan" Dia
kerahkan lwekang di tangan kanan terus dorong ke depan, secara
keras dia sambut pukulan lawan. Terdengar suara keras,
pergelangan tangan Kun-gi tergetar kesemutan, dia tahu pukulan
orang tua bertopi mengandung racun jahat, maka lekas dia
merogoh ke kantong menggenggam Pi-tok-cu.
Laki2 tua bertopi juga terhempas mundur tiga langkah, darah
bergolak dirongga dadanya, ia terkejut, batinnya "Bocah ini begini muda, darimana memperoleh Lwekang setangguh ini?" Tapi
wajahnya yang kurus tiba2 mengulum senyum sadis, katanya
mengulaptangan:"Bocah, lekas kau kem-balisana"
Ling Kun-gi berdiri tegak sambil bertolak pinggang, sahutnya
pura2 keheranan: "Lho, kenapa, apa cayhe kalah?"
"Anak muda," laki2 tua bertopi terkial2, "ingat baik2, hari ini pada tahun depan adalah ulang tahun hari kematianmu."
Kun gi tertawa tawar, katanya: "Kata2mu sulit kumengerti,
agaknya kau mau bilang bahwa jiwaku takkan bertahan sampai
malam ini?" "Betul, memang itulah maksudku."
"Aneh," kata Kun-gi dengan membadut, " kenapa cayhe sedikitpun tidak merasakan" Kuha-rap kau lekas melaporkan
kedatanganku?" Ternyata laki2 bertopi ini adalah cong-koan (kepala rumah
tangga) keluarga Tong yang bergelar Hek -sat-ciang Khing Su-kwi, biasanyadiapendiam, banyakakal muslihatnyadankeji.
Terutama Hek-sat-ciang yang dilatihnya amat ganas karena
menggunakan racun khas keluarga Tong sehingga lebih lihay
dibanding Hek-sat-ciang yang biasa di kalangan Kangouw, setiap
lawan yang terkena pukulannya dalam jangka setengah hari
jiwanya pasti melayang kalau tidak diberi obat penawar tunggal
buatan keluarga Tong pula.
Pemuda dihadapannya ini telah mengadu pukulan dengan
dirinya, biasanya racun pasti sudah merembes ketelapak tangan
dan tubuhnya, langsung menerjang jantung, bekerjanya racun juga jauh le-bih cepat dari luka2 di tempat lain karena pukulan yang sama. Tapi pemuda ini tetap segar bugar, sedikitpun tidak
menunjukkan gejala2 keracunan-
Keruan rasa kejut orang tua itujauh lebih besar dibanding
terpukul mundur tiga langkah tadi. Dengan mendelik ia tatap
Kun-gi dalamhati mengumpat:" Keparat, bocahinitidaktakutracun?"
Mendadak dia manggut2, katanya: "Baiklah, mari biar Lohu
menunjukkan jalan,"-lalu ia ber-anjak ke atas gunung melalui jalan yang berian-das papan batu besar2 itu.
Ling Kun-gi tertawa dengan pongah, sambil menarik tali kendali
kudanya, dia ikut dibelakang orang. Jalan berbatu ini ternyata
lapang dan halus, walau terus menanjak ke atas, tapi orang tidak merasakan lelah, deretan pohon2 siong dan pek yang sudah tua
berjajar disepanjang jalan menuju ke atas. Tanpa terasa, mereka tiba dilamping gu-nung.
Disebelah depan adalah sebuah tanah lapang yang luas, cuaca
meski gelap. tapi Kun-gi masih dapat melihat jelas lapangan luas ini sekelilingnya dipagari batu putih yang berukir, tumbuhan bunga beraneka warnanya sedang mekar semerbak di se-panjang pagar
batu putih itu. Disebelah depan sana adalah sebuah pintu gerbang besar dan
tinggi dibangun dari marmer hijau mengkilap. tepat diatas pintu gerbang terukir beberapa huruf yang berwarna menyolok dari
dasar hijau berbunyi "Puri keluarga Go". Kedua pintu gerbang terpentang lebar. Di kedua sisi pintu tergantung dua buah lampion besar, di atas lampion ini bertuliskan huruf TONG, kiranya mereka menetap di rumah keluarga Go untuk sementara. Di depan pintu
berdiri dua orang laki2 baju hijau yang menyoreng golok, tegak
tanpa bergerak. tak ubahnya seperti dua patung.
Hek-sat-ciang Khing Su-kwi membawa Kun--gi ke tengah
lapangan-tiba2 dia berhenti dan berpaling, katanya dingin:
"Sahabat, tunggulah di sini sebentar, Lohu akan masuk memberi laporan-"-Lalu dia melangkah masuk ke pintu gerbang.
Ling Kun-gi menunggu dengan sabar, tak la-ma kemudian
tampak Khing Su-kwi sudah keluar pula membawa seorang laki2
berusia 50-an, alis gombyok tebal, mata seperti burung hantu,
mengenakan jubah panjang warna biru, sikapnya kelihatan
angkuh. Pada saat kedua orang ini muncul, dari kiri kanan pintu gerbang beruntun keluar pula delapan laki2 bertubuh kekar, berpakaian
ketat, pakai ikat kepala, golok besar yang mereka bawa berkilau memancarkan warna biru, semuanya serba biru.
Walau mereka tidak langsung mengepung Ling Kun-gi, tapi
sigap sekali mereka sudah memencarkan diri, dari jarak kejauhan mereka mengelilingitanah lapangini. .
Sambil menggendong tangan Kun-gi berdiri di tengah lapangan,
melirikpun tidak ke arah mereka. La ki2 jubah biru menatap
dengan tajamke arah Ling Kun-gi, lalu bertanya kepada Khing
Su-kwi, "Bocah inikah yang kau katakan?" Khing Su-kwi mengiakan dengan hormat.
Menyipit mata laki2 jubah biru, tanyanya dingin: "Siapa
namamu" Untukapa kemari?"
Kun-gi tetap berdiri tegak dengan sikap angkuh, diam saja
seperti tidak mendengar tegur sapa orang.
"Anak muda," laki2 jubah biru menarik mu-ka, "Lohu bertanya padamu" Kau dengar tidak?"
"Tanya padaku ?" jawab Kun-gi sambil me-lirik, "Lebih baik kau sebutkan dulu siapa diri-mu ini?"
Sedikit melengak laki2 jubah biru, katanya: "Lohu Pa Thian-gi, kepala congkoan dari keluar-ga Tong di Sujwan-"
Kun-gi tetap menggendong kedua tangan, sikapnya sombong
tidak hiraukan segala adat umumnya hanya mulutnya bersuara
"ooo" saja. Amarah membayang muka Pa Thian-gi katanya: "Sekarang
katakan maksud kedatanganmu.."
"Kalau Pa-congkoan tidak tahu maksud kedatanganku, suruhlah Kwi-kian jiu Tong-locit ke-luar, dia tahu siapa diriku."
Berkerut alis Pa Thian-gi, katanya: "Jadi saudara mencari cit-ya, tapi cit-ya sedang keluar."
"Memangnya dia takut menemui aku. Kalau begitu bebaskan
perempuanyang kalianculik itu,"kataKun-gi ketus.
Berjingkrak gusar Pa Thian -gi, bentaknya: "Anak sombong,
jangan kau bertingkah disini."
Sambil menarik alis Kun-gi balas membentak: " orang she Pa, orang she Ling ini datang menepati undangan, walau nona yang
kalian culik bukan adikku, tapi aku orang she Ling sudah meluruk ke mari, maka nona itu harus kutolong, lekas suruh Tong cit-ya
membebaskan dia." "Kau bocah ini membual apa" Terus terang kuberitahu, cit-ya tidakdisini, lekaskau enyahsaja."
" Kalian berani main culik, aku tidak peduli kalian dari keluarga Tong segala."
"Kau tahu kami dari keluarga Tong, berani kau main tuntut
segala, besar sekali nyalimu."
"Siang hari bolong menculik perempuan, memangnya kalian
sudah lupa undang2 raja?"


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendelik mata Pa Thian-gi saking gusar, sam-bil mendongak ia
ter-gelak2, katanya: "Bocah ini sungguh angkuh, berarti mencari setoriketempatini, hayokalianbekukdia."
Kata2nya yang terakhir ini memberi perintah kepada delapan
laki2 seragam biru yang berpencar di empat penjuru, dengan
langkah enteng dan gesit cepat mereka merubung maju. Mereka
berdiri dengan kedudukan Pat-kwa, beberapa kaki di sekeliling Ling Kun-gi mereka berhenti, lalu dengan serentak mereka saling geser kedudukan pula seraya mengeluarkan golok masing2 terus
membacok secara serabutan, Kun-gi merasakan sinar biru
ber-lapis2 lak-sana gunung menindih dari bergagai arah.
Keruan kejut Kun-gi bukan main, diam2 dia berpikir: "Agaknya mereka sudah siap menghadapiku, barisan golok ini sungguh lihay sekali." Otak bekerja tanganpun bergerak, "sret" tahu2 pedangnya dia lolos, selarik sinar hijau tiba2 mengelilingi tubuhnya menjadi semcam jaringan cahaya mem-bungkus badan-Maka terdengarlah suara berdering keras dari kiri kanan, depan
danbelakang, secara berantai senjata beradu keras.
Walau dalam scgebrak dia berhasil memben-dung delapan golok
lawan, Tapi hati sendiri juga mencelos, maklumlah barisan golok yang dilakukan delapan orang ini agaknya merupakan barisan
tangguh yang amat dibanggakan oleh keluarga Tong di Sujwan,
setiap orangnya masing2 memiliki kepandaian tinggi dan
digembleng secara khusus.
Begitu barisan golok berkembang, maka yang kelihatan hanya
cahaya biru kemilau yang simpang siur menyamber kian kemari,
lama kelamaan semakin ketat dan ganas, sudah tentu Kun-gi
terkepung dan semakin sempit ruang geraknya.
Betapapun tinggi ilmu silat Ling Kun-gi dibawah rangsakan sinar golok lawan yang hebat ini, dia rada terdesak juga, terasa ilmu pedang sen-diri yang lihay menjadi susah dikembangkan-Su-dah
tentu dia tidak tahu bahwa yang dihadapinya ini adalah Pat-kwa-to tin ( barisan golok Pat-kwa ) ciptaan keluarga Tong di Sujwan,
walautidak setaraf Lo-han-tindari Siau-lim-sisertaNgo-heng-kiam-tin dari Butong-pay, namun perbawanya juga amat mengejutkan,
jarang tokoh2 Bu-lim yang terkepung oleh barisan golok ini mampu lolos dengan hidup, Maklumlah keluarga Tong di Sujwan terkenal
dengan racun dan alat2 senjata, bukan saja kedelapan orang ini
mahir betul memainkan barisan golok. senjata merekapun dilumuri racun dan dinamakan Thian-lan-hoa-hiat-to (golok langit biru peng luluh darah), disamping itu merekapun meya-kinkan ilmu senjata
rahasia yanglihay danbanyakragamnya. jurusterakhir
dinamakanPatsianhian-siu (delapan dewa merayakan ulang tahun),
yaitu masing2 mendemonstrasikan kepandaian ilmu senjata
rahasia, delapan macam senjata rahasia serentak memberondong
ke satu sasaran, sebelum musuh ro-boh terkapar, serangan tidak
akan usai. Tujuh kali gebrakan telah berlalu, terasa oleh Kun-gi barisan
golok lawan melibat dirinya sede-mikian kencang, ke mana dirinya bergerak sinar biru selalu mengikuti gerak langkahnya, dibabat
tidak putus, ditusuk tak tembus, dibacokpun tidak pecah. Lama
kelamaan Kun-gi merasa sebal dan mangkel kalau dirinya selalu
menjadi bulan2an musuh, kapan pertempuran berakhir" Tiba2
pedangnya berputar, kaki menjejak dan tubuhpun melambung ke
atas. Di luar tahunya bahwa kedelapan orang ini dijuluki Tong-bun-
pat-ciang (delapan jago keluarga Tong), ilmu silat masing2
memang sangat tinggi, bila musuh melompat ke atas, merekapun
turut mengapung ke atas dan golok mereka tetap merangsak
secara bersilangdaridelapan penjuru, tubuh musuhtetap menjadi
sasaran- Sejak berkelana di Kangouw, baru pertama kali ini Ling Kun-gi
benar2 merasakan betapa dahsyat dan berat pertempuran yang
harus dihadap-inya ini. Badan yang terapung
mendadak dia bikin berat dan anjlok dengan cepat dari tangkas,
sekaligus dia hindarkan tabasan delapan golok beracun, begitu kaki menginjak tanah selicin belut tubuhnya berputar dan berkisar
untuk menerjang keluar kepungan barisan golok musuh.
Di luar tahunya bahwa kedelapan lawannya juga sudah
gemblengan, ilmu silat dan pikiran mereka boleh dikatakan sudah bersatu padu, be-kerja serasi dan ketat-Begitu golok membacok
tempat kosong, sigap sekali merekapun turun-Deliapan orang tetap pada posisi semula, sedikitpun tidak kacau, delapan larik sinar biru kembali me-nyamber.
congkoan Pa Thian-gi berdiri diundakan dengan air muka
membesi kereng. terdengar suaranya membentak: "Anak muda,
sekarang buang pedangmu, masih ada harapan jiwamu akan
hidup," Mendengar seruaa congkoan mereka, kedelapan orang itupun
ikut membentak^ "Anak muda, congkoan suruh kau membuang
pedang, lekas menyerah?"
Terkepung di tengah, Kun-gi menjadi berang, serunya lantang. "
Orang she Pa, soalnya aku tidak ingin melukai orang tanpa sebab, kau kira barisan golok ini dapat mengurung diriku?" Di tengah alunan suaranya pedangnya menusuk dengan jurus aneh dan lihay,
tampak selarik sinar lembayung yang menyilaukan mata tiba2
menyam-ber ke samping terus barputar keluar.Jurus ini adalah
Liong-can-gi-ya (naga bertempur di sawah), merupakan salah satu jurus dari delapan jurus ilmu pedang warisan keluarganya.
Gurunya pernah berpesan, tiga macam ilmu silat warisan keluarganya tidak boleh sembarangan dipertunjukkan sela-ma mengembara
di Kangouw, Tapi sekarang dia di-paksa oleh keadaan demi
mempertahankan diri. Hanya sekejap saja, terdengar suara berde-ring keras
danpanjang secara beruntun, kedelapan laki2 baju biru hanya
merasa pandangan kabur dan silau oleh samberan sinar terang,
tahu2 pergelangan tangan tergetar lemas dan linu, Thian-lan--hoa-hiat-to buyar, hampir dalam waktu yang sama golok mereka
terpental lepas dan berjatuhan mengeluarkan suara kerontangan di atas lantai batu.
Sudah tentu kedelapan lelaki itu melenggong dan mematung
sesaat oleh serangan lihay dan tak terduga ini, tiada yang tahu cara bagaimana golok mereka bisa terlepas sehingga mereka
mendelik saja mengawasi Ling Kun-gi.
Hebat perubahan air muka Pa Thian-gi, mendadak dia tepuk
kedua tangan, serunya: " Kalian tunggu apa lagi?"-kata2 ini berarti aba2 pula ter-hadap kedelapan laki2 baju biru itu.
Dengan ter-sipu2 kedelapan orang itu serempak melompat jauh
ke belakang, delapan tangan serentak terayun pula, bintik2 biru kemilau yang tak terhitung jumlahnya sama meluncur ke arah Kungi berdiri.
Tapi saat itu juga Kun-gi tahu2 sudah berada didepan Pa Thian-
gi, ujung pedang yang ke-milau telah mengancam
tenggorokannya, katanya dingin: " orang she Pa, berani kau bergerak segera kutusuk tenggorokanmu."
Bahwa Pa Thian-gi bisa diangkat sebagai kepala congkoan
keluarga Tong, sudah tentu dia memiliki kepandaian silat yang
dapat diandaikan, tapi sekarang hakikatnya dia tidak melihat
sesuatu dan Ling Kun-gi tahu2 sudah berada di depan dan
mengancam tenggorokan-dengan pedang. Keruan wajahnya
seketikapucatberkeringat, tapitidak beranibergerak sedikitpun.
Hek-sat-ciang Khing su-kwi berdiri di samping Pa Thian-gi,
orang ini lebih licik dan nakal, melihat gelagat jelek tanpa bersuara mendadak telapak tangannya menepuk ke iga Ling Kun-gi. Serangan ini dilakukan dalam jarak dekat, dilancarkan secara
mendadak serta berusaha menolong atasan-nyalagi, sudah tentu
lihay luar biasa. Seperti tumbuh mata dibelakang kepalanya, tanpa menoleh
Kungi geraki tangan kanan, dengan jurus Ji-jiu-po-llong (tangan kosong membekuk naga) cepat laksana kilat, tahu2 pergelangan
tangan Khing Su-kwi sudah terpegang terus dikipatkan ke
belakang. Tiada keempatan sedikitpun bagi Khing Su-kwi untuk
mempertahankan diri, seperti orang2an ter-buat dari damen,
tubuhnya terlempar jauh ke belakang, terbanting di tengah
lapangan-Untung ke delapan orang yang menimpuk senjata
rahasia itu sudah menghentikan serangannya karena bayangan
Kun-gi sudah lenyap secara mendadak. kalau tidak tentu badan
Khing Sukwi yang menjadi sasaran-Gusar serta malu, tapi Pa
Thian-gi tak berani bergerak. dengan ganas ia membentak: "Apa keingin-anmu saudara?" "Tunjukkan jalan" sahut Kun-gi angkuh.
Gemobyos keringat Pa Thian-gi, tanyanya: "Kau ...... ingin bertemu dengan siapa?"
"Sudah tentu majikanmu," sahut Kun-gi ketus.
"Kau.."gugup dangelisahsuaraPa Thian-gi.
Tanpa memberi kesempatan orang bicara, tiba2 Kun-gi tarik
pedangnya, katanya dingin, " orang she Pa, membaliklah pelan2
dan masuk ke dalam, kuharap kau tahu diri, dihadapan orang she
Lingmenggunakan pedang atau tidak. sama saja, sedikit kau
mengunjuk gerakan mencurigakan, selangkah-pun jangan harap
kau bisa lari." Kalau di waktu biasa tentu Pa Thian-gi tidak percaya, tapi kini kata2 ini diucapkan dari mulut Ling Kun-gi, mau tidak mau dia
harus percaya dan betul2 tidakberanibanyaktingkah.
Maklumlah kepandaian silat anak muda ini sungguh amat tinggi
dan sukar diukur, berani ber-kata tentu orang berani melaksanakan ancamannya. Memangnya manusia mana di kolong langit ini yang
berani mempertaruhkan jiwa sendiri dengan maut" Tanpa bersuara
pelan2 Pa Thian-gi membalik tubuh, kini teng gorokan ada di
depan, tapi masih serasa seperti ada pedang yang tidak kelihatan mengancam di lehernya.
Untung pedang tidak terasa mengancam punggungnya, maka
dengan leluasa ia berjalan masuk. ia tahu orang suka memberi
muka kepada dirinya. Sebenarnya Ling Kun-gi tidak pandang sebelah mata pada
congkoan keluarga Tong ini. Se-baliknya bagi Pa Thian-gi, meski dirinya digusur masuk. Tapi bagi pandangan orang lain se-olah2 Pa Thian-gi menunjuk jalan dan mengiringi Kun -gi masuk ke dalam.
Sudah tentu hal ini jauh lebih terhormat daripada diancam dengan ujung pedang.
Begitulah dia jalan di depan, sementara pe-dang Ling Kun-gi
sudah dimasukkan kedalam sarungnya, langkahnya mantap
mengikutiorang ke-dalam. Di depanpintu terjaga pula oleh empat orang laki2 baju hitam
bergolok, melihat Pa-Congkoan masuk mengiringi tamu, sudah
tentu mereka tidak berani merintangi. Masuk pintu ke dua
terlihatlah cahaya lampu terang benderang di ruang tengah,
diantara undakan di serambi luar sana, berjajar empat perempuan yang bersenjata Thian-lan-tok-kiam. Usia keempat perempuan ini
rata2 sudah lebih 40, masing2 membawa kantong kulit di kiri
kanan pinggang, tangan kiri semuanya mengenakan sarung tangan
yang ter-buat dari kulit menjangan-
Kerai bambu menjuntai menutupi pintu besar, terdengar suara
serak suara seorang perem-puan tua berkata dari balik kerai sana:
"Pa-cong-koan, kudengar katanya ada orang mampu memecahkan Pat-kwa-to-tin kita?"
Bergegas Pa-congkoan beranjaktiga langkah serta membungkuk
di undakan, serunya: "Hamba memang kemari untuk memberi
laporan kepada Lohujin ( nyonya tua ), orang ini she Ling, dia
minta bertemu dengan Lohujin."
Melengak Kun-gi mendengar ucapan ini, batin-nya: "Yang kucari adalah Kwi-kian-jiu Tong cit-ya, kapan aku pernah bilang hendak menemu nyonya tua ini?"
Terdengar perempuan tua di dalam berkata pula: "Mana
orangnya?" Pa Thian-gi menjura pula, sahutnya: " Lapor Hujin, hamba
sudah membawanya kemari."
Terdengar perempuan tua mendengus, jengek-nya: "Kalian
sudah kecundang bukan?"
Keringat dingin ber-ketes2 membasahi badan, Pa Thian-gi
bungkam tidak berani bersuara.
"Baiklah," suara perempuan tua lebih sabar dan lamban, "Bawa dia masuk"
Pa Thian-gi mengiakan, cepat dia membalik, wajahnya tampak
menampilkan senyuman sinis, katanya^ "Saudara Ling, mari
masuk bersama ku."-Lalu dia mendahului masuk ke dalam.
Ling Kun-gi tidak bersuara, dia ikuti orang naik ke undakan, dua orang perempuan baju hitam maju dari kiri kanan menarik kerai ke atasdanmemberijalan kepada mereka.
Empat lamplon besar tergantung di empat penjuru ruang
pendopo besar dan luas ini, tepat di tengah tergantung pula
sebuah lampu kaca yang berbentuk menyerupai sekuntum bunga
teratai, maka keadaanruang
pendopoterangbenderangse-pertisianghari.
Sebuah kursi terbuat dari kayu cendana yang terukir indah
berduduk dengan angkernya seorang perempuan tua berbaju
kuning, wajahnya putih ber-sih, tapi kaku dingin, rambutnya sudah ubanan di-ikat kain hitam, tepat ditengah ikal rambutnya
ter-tancap sebentuk mainan batu Giok yang berbentuk persis
dengan kelelawar, tangan kanan memegang sebatang tongkat
berkepala burung, usianya antara 60. Dua gadis baju hijau pelayan pribadinya berdiri mengapit di kiri-kanan, pedang pendek
tergan-tung di pinggang masing2.
Tepat dibelakang kursi berdiri seorang nyonya muda yang
cantik, sikapnya anggun, kalau dia bu-kan menantu si perempuan
tua, mungkin puterinya. Begitu memasuki ruang pendopo, langkah Pa-congkoan
dipercepat dengan sedikit munduk2, se-runya: "Hamba
menyampaikan sembah bakti kepada Lohujin dan Siauhujin-"
"Pa-congkoan tidak usah banyak adat," pe-rempuan tua
mengebaskan lengan baju. Mulut bicara, namun biji matanya yang berkilat menatap Ling
Kun-gi, lalu tanyanya dingin: "Pa-congkoan, anak muda inikah yang mau menemuiku?"
Pa Thian-gi mengiakan sambil membalik badan, katanya pada
Kun-gi: "Saudara Ling bilang mau menemui Lohujin, nah, beliau inilah Lohujin-"
Pelan2 Kun-gi melangkah maju, dia memberi hormat dan
berkata: "cayhe Ling Kun-gi, mem-beri hormat kepada Lohujin-"
"Anak muda," ujar Tong-lohujin, "katanya di luar tadi kau berhasil menghancurkan Pat-kwa-to-tin kami, sungguh hebat kau
ini." Nadanya dingin, jelas hatinya mendongkol dan kurang senang, Kun-gi tertawa, katanya. "Maaf Lohujin, demi mempertahankan diri terpaksa Cayhe melakukan apa saja yang bisa dilakukan, tapi dalam hal ini aku cukup menaruh belas kasihan, tiada seorang-pun yang kulukai."
Sedikit berubah rona muka Tong-lohujin, "Kalau begitu kau
telah bermurah hati, bagaimana kalau kau tidak menaruh belas
kasihan" Kau bunuh mereka semua?" Menegak alis Ling Kun-gi, katanya dingin:
"Mereka tidak dapat membedakan salah dan benar, mengepung
orang dan turun tangan dengan keji, umpama cayhe tidak
menamatkan jiwa mereka, sedikitnya pasti kukutungi lengan
mereka yang menyerang dengan senjata beracun."
"Anak muda," semprot Tong-lohujin, "takabur betul kata2 mu, jangan kau memandang rendah ter-hadap anggota keluarga Tong
kami." "Kurang tepat ucapan Lohujin," ujar Kun-gi, "dalam kalangan Kangouw hukum rimba sering terjadi, siapa lemah dia gugur dan si kuatsering menindakyanglemah. cuma keluargaTong kalian cukup
terkenal, seharusnya kalian bertindak menurut aturan-"
"Dalam hal apa kami tidak beraturan?" bentak Tong lohujin gusar.
"Kalau Lohujin pegang aturan, coba tanya kepada Pa-congkoan, cayhe datang atas undangan, tapi orang kalian main cegat dan
menyerang, kalau cayhe tidak mampu mempertahankan diri, sejak
tadisudahterkapar mampus di tengahhutansana."
"Pa-congkoan,"seruTong-lohujin, "apabetulucapannya?"
"Menurut laporan Khing-hucongkoan," demikian Pa Thian-gi menjelaskan, "orang ini naik gunung mencari setori, karena sukar dilayani, terpaksa hamba suruh mereka menghadapinya dengan
barisan golok." "Kautidaktanya maksud kedatangannya?"desak Tong-lohujin.
" Hamba, sudah tanya, dia menuduh kita menculik perempuan
baik2, dia menuntut supaya kita membebaskan perempuan itu,"
demikian Pa-cong-koan menerangkan.
"Betulkah kalian menculik perempuan baik2?" desak
Tong-lohujin pula. Gugup sikap Pa Thian-gi, sahutnya: "Harap Lohujin maklum,
mana kami berani melakukan perbuatan serendah ini?"
Sorot mata Tong-lohujin beralih ke arah Ling Kun-gi, tanyanya:
"Anak muda, kau minta bertemu dengan Losin (aku), maksudmu hendak me-nuntut pembebasan perempuan itu?"
"Terus terang cayhe tidak tahu bahwa Lohujin ada di sini, jadi tiada maksudku ingin menemui Lohujin," sahut Ling Kun-gi terus terang.
"Lalu kau carisiapa."
"cayhe ingin menemui Kwi-kian-jiu Tong cit-ya. ."
"JadiLo-cityang menculikperempuan itu?"
"Betul, dia menculik seorang perempuan, dia kira perempuan itu adalah adikku, maka dia tan-tang aku datang ke Pat-kong-san ini,"
lalu dari sakunya Kun-gi, keluarkan surat undangan itu katanya
menambahkan: "Ada surat ini sebagai bukti harap Lohujin
memeriksanya . " Seorang pelayan perempuan segera maju me-nerima surat itu
terus dipersembahkan kepada Lo-hujin.
Setelah membaca surat itu, Tong-hujin mengernyitkan kening,
tanyanya^ "Kau tahu siapakah perempuan yang diculik Lo cit?"
"cayhe tidak punya adik, siapa perempuan yang dia culik, cayhe tidak tahu, tapi dia menculik lantaran cayhe, terpaksa kudatang kemari menuntut pembebasannya."
Tong-lohujin manggut2, katanya: "Memang betul ucapanmu,
lalu barang apa yang kau bawa?"
"Hal ini cayhe sendiri juga kurang jelas, kemarin tengah hari waktu cayhe lewat perbatasan, Tong cit-yadan anak buahnya
mencegat serta menuntut barang yang kubawa, sampai sekarang
cayhe belum tahu apa tujuannya, mencegat dan ingin merampas
barangku?" Tampak marah mimik wajah Tong-lohujin, katanya kepada Pa
Thian-gi: "Pa-congkoan, apa saja yang kau urus selama ini" orang datang minta bertemu dengan secara hormat, kalau Lo-cit
melakukan kesalahan, kenapa kau bela perbuatannya" Sungguh
memalukan dan merendahkan derajat ke-luarga Tong kita."
Ter-sipu2 Pa Thian-gi munduk2, serunya:
"Hamba memang pantas mati, harap Lohujin suka memberi
ampun-" "Jangan banyak bicara lagi, di mana Lo cit?"
"cit-ya tidak kemari . . . ^ "
Tong-lohujin mengetuk tongkat di atas lantai, serunya murka:
"Sekarang juga kalian pergi mencarinya dan suruh dia segera kemari. Keluarga Tong dari Sujwan sampai main culik dan peras
segala, betapa memalukan kalau sampai hal ini tersiar di kalangan Kangouw" Hayolekascaridiakemari."
Tak berani ayal, cepat Pa Thian-gi berlari keluar dengan langkah ter-gopoh2.
"Anak muda," kata Tong-lohujin kemudian, "Kau sudah dengar, orang2 keluarga Tong tidak seluruhnya jelek seperti dugaanmu.
Besok sebelum tengah hari kau boleh kemari lagi, walau


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan itu bukan adikmu, Los in akan serahkan dia padamu
dan kau boleh mengembalikan dia keru-mahnya, kau terima tidak?"
Ling Kun-gi menjura, serunya: "Lohujin ber-pesan, cayhe terima dengan senang hati".
"Baik, besok sebelum tengah hari, kau boleh kemari menemui Los in pula."
"Kalau begitu, cayhe mohon diri."
Setelah meninggalkan puri milik keluarga Go, segera Kun-gi
kembangkan ilmu ringan tubuh langsung kembali ke kota, setelah
melompati tem-bok kota, dia menyelundup melalui tempat sunyi
terus berlenggang dijalan raya. Malam belum larut, maka suasana masih cukup ramai, setelah pu-tar kayun dijalan raya sebentar,
Kun gi membelok ke sebuah jalan, di sana ada sebuah hotel
ber-nama Siu-jun, keadaan di sini tenang dan tenteram di tengah keramaian kota.
Belum lagi Kun-gi memasuki pinto, seorang pelayan sudah
menyambutnya munduk2 menyilakan masuk. Dengan langkah
lebar Ling Kun-gi masuk ke situ, pelayan lain membawanya ke
sebuah kamar kelas satu, servicenya memang cukup memu-askan-
Setelah membersihkan badan dan makan ala kadarnya, Ling
Kungi menanggalkan pedang di atas ranjang dan duduk
menyandang secangkir teh, pikir-annya mengenang kembali
pengalaman sejak mulaidariKayhongwaktu
menguntitsibajubiru,yangkinidiketahui bernama Dian-kongcu serta kejadian sepanjang penguntitan ini.
Yang terang banyak orang dari berbagai kelompok juga mengikuti
je-jaknya. Terkenang olehnya Un Hoan-kun, si jelita yang ramah dan
anggun-Diapun tak bisa melupa-kan gadis baju cokelat yang lincah dan berbudi halus, dia hanya tahu gadis menggiurkan ini she Pui.
Dia terkenang pada Un Hoan-kun, tapi juga rindu pada gadis baju cokelat. Terasa kedua no-na ini bak sekuntum bunga, yang satu
merah dan yang lain kuning, sama molek dan indah, sukar dipilih mana lebih cantik. Laki2 umumnya suka mengagumi paras cantik,
apalagi Ling Kun-gi, pemuda yang baru menanjak dewasa, pemuda
yang mulai mendambakan jenjang asmara, Lama sekali dia
termenung sambil mengawasi langit2 kamar, tanpa sadar ia
mengulum senyum manis. Bagi Kun-gi baru pertama kali ini dia me-ngecap manisnya cinta, belum lagi dia rasakan getirnya permainan cinta itu. Lama
kelamaan dia merasa badan penat dan kepala sedikit berat, tanpa ganti pakaian dia terus merebahkan diri di atas ranjang, tapi sekian lamanya tetap tidak bisa pulas. Tanpa terasa dari kejauhan
terdengar kentongan kedua.
Se-konyong2 didengarnya di luar jendela ada suara keresekan.
Suara lambaian pakaian yang meluncur turun serta terdengar
suara kaki hinggap di tanah, lalu mendekati jendela. orang ini jelas menahan napas, cukup lamadiaberdiridi luarjendela.
Sudah tentu semua ini tidak dapat mengelabui Kun-gi, tapi dia
ingin tahu apa maksud ke-datangan orang "pejalan malam" ini, maka dengan sabar dia menunggu dan pura2 tidak tahu.
Setelah menunggu sebentar dan tidak terdengar suara apa2 di
dalam kamar, pejalan malam di luar itu agaknya tidak sabar lagi, dariluar jendeladiaberkatadingin: "Ling Kun-gi, keluarlah kau"
Kata2nya tidak keras, umpama Kun-gi sudah tidur pulas, pasti
juga mendengar suara ini. Makulumlah setiap insan persilatan
walau dalam keadaan tidur nyenyak. dia tetap berlaku waspada,
reaksinyapun sigap dan cepat, apalagi Ling Kun-gi memiliki
kepandaian tinggi, seharusnya sudah tahu akan kedatangannya ini.
Bahwa dia diam menunggu di luar, maksudnya juga supaya Ling
Kun-gi memburu keluar, karena Kun-gi tidak menunjuk reaksi
apa2, terpaksa dia bersuara. Karena orang telah menantangnya
keluar, tak bisa Kun-gi berpeluk tangan, mulutnya segera
menghardik tertahan: "Siapa?" Sekali lompat turtun ranjang, sekenanya dia mengenakan mantel sembari meraih pedang, sekali
dorong jendela, ba-gai burung tubuhnya melayang keluar jendela.
Waktu kakinya menginjak tanah di luar pekarangan, tampak di atas wuwungan didepan sana berdiri sesosokbayangankecil kurus.
Melihat sikap orang yang menantang Kun-gi menjadi gusar,
sekali enjot kaki, badannya melen-ting ke atap rumah, sekali tutul lagidia melesatkearahbayanganitu.
Begitu Kun-gi menubruk datang, bayangan itupun cepat
melayang pergi, beruntun beberapa kali lompatan, pesat sekali
tubuhnya sudah melayang kewuwungan rumah yang lain, dengan
jalan main lompat di wuwungan rumah dia terus kabur laksana
terbang ke arah barat. Karena orang tunjuk nama dan menyuruhnya keluar, sudah
tentu Kun-gi tidak mau lepas orang pergi, segera dia kerahkan
tenaga, dan mengejar dengan kencang.
Kejar mengejar terjadi, bayangan mereka me-lesat di tengah
udara. cepat sekali mereka sudah berada di tempat belukar yang
sepi di luar kota sebelah barat. Ginkang orang itu memang tinggi, tapi dibanding Ling Kun-gi masih kalah setingkat, maka dalam
kejar mengejar ini jarak kedua pihak semakin dekat.. setiba di luar kota jarakantarakeduaoranghanyatinggaltiga tombaksaja.
Pada saat berlari kencang itu, bayangan kecil kurus di depan
mendadak membalik tubuh, tangan terayun dan mulut
menghardik: "Awas serangan-Setitik bayangan langsung
menerjang ke muka Ling Kun-gi.
Tidak mengira bakal diserang, cepat Ling Kun--gi mengerem
langkah seraya ulur tangan menangkap senjata rahasia itu, kiranya hanya sebutir batu. Begitu dirinya berhenti, bayangan itupun sudah ber-henti serta berpaling .Jarak kedua orang kini hanya setombak lebih.
Ling Kun-gi mengawasi dengan tajam, dilihat-nya orang
mengenakan topi beludru, wajahnya kuning, perawakannya kecil
kurus, pakaiannya ketat serba hitam, pedang panjang digendong
dipunggung-nya, muka kelihatan jelek tapi sepasang matanya
sedemikian bening, cerah dan bersinar.
Di kala dia mengawasi orang, orangpun mengawasi dirinya.
Kungi merasa belum pernah meli-hat orang ini. Keadaan sekeliling sunyi senyap. tidak terlihat adanya tanda2 perangkap di sini"
Diam2 ia heran, tak tahan Kun-gi bertanya: "Tuan memancingku kemari, entah ada petunjuk apa?"
"Kau inikah Ling Kun-gi?" rendah suara si baju hitam itu.
"Betul," sahut Kun-gi, "entah siapakah tuan ini?"
"Tak perlu kau tanya siapa aku," dingin nada orang itu.
"Baiklah, sekarang coba jelaskan maksudmu?" Pelan2 orang itu menurunkan pedang dari punggungnya, katanya: "Kudengar kau mengagulkan kepandaianmu yang tinggi dan konon tiada
bandingan di kolong langit ini."
Kun-gi melenggong, katanya tertawa tawar: "Mungkin saudara salah dengar, selamanya belum pernah aku mengagulkan ilmu
silatku, apalagitiadabandingan segala."
"Aku tidak peduli kau berani bilang demikian atau tidak,
kupancing kau kemari, ingin kujajal ke-pandaianmu, bukankah kau membawa pedang pu-saka" Nah, marilah kita bertanding ilmu
pedang." sekilas Ling Kun-gi pandang pedang pusaka ditangan kirinya,
katanya: "Apa perlu?"
"Kecuali kautidakberaniatau menyerahkalah kepadaku."
Menyipit mata Kun-gi, katanya tegas: "Pedang adalah senjata tajam, kita belum saling kenal, tidak pernah bermusuhan lagi,
kenapa harus bertanding pedang?"
"Aku ingin menentukan siapa lebih unggul di antara kita, setelah kau berada di sini, mau atau tidak harus bertanding juga."
"Tuan dihasut orang atau atas keinginanmu sendiri."
"Tiada orang menghasutku, atas keinginanku . . ."
"Kalau demikian silakan tuan kembali, maaf aku tidak bisa
melayani,"habisberkataKun-giterusputartubuh hendakpergi.
"Ling Kun-gi," bentakorang itu, "berdirilahditempatmu"
"Tuan masih ada urusan lain?"
Sambil mengacung pedang orang itu berkata: "Kau mau pergi, temanku ini yang keberatan."
Gusar Kun-gi tapi dia tetap bersabar, kata-nya: "Agaknya tuan mahir ilmu pedang, tentunya kaupun tahu belajar ilmu pedang
bukan untuk pamer atau buat adu kekuatan segala, tanpa sebab
cayhe tidak akan sembarangan menggunakan pedang kau boleh
kembali saja." "Tidakbisa,"seruorang itu.
"Sejak cayhe belajar pedang, selamanya mem-batasi diri dan tidaksuka sembaranganbergebrakdengan orang lain."
"Aku tidak tahu apakah itu larangan atau kebiasaan, dua
kemungkinan kau hadapi sekarang, setelah itu baru kau boleh
pergi." Bersinar mata Ling Kun-gi, tanyanya: "Dua kemungkinan apa?"
"Kau mengalahkan pedangku ini atau buang pedangmu serta
menyerah kalah." Semakin terang sinar mata Ling Kun-gi, katanya kalem:
"Kuharap kau tahu diri, jangan menyudutkan orang sedemikian rupa."
Berkedip orang itu, katanya tertawa dingin: "Kucari kau untuk bertanding pedang, jangan bilang main paksa segala."
"cayhe tadi sudah bilang tidak akan sembarang menggunakan
pedang." "Kalau kau tidak mau bertanding, boleh kau lempar dan
tanggalkan pedangmu di sini, kalau tidak mau menyerah, nah
layani diriku, kita tentukan siapa lebih unggul siapa asor. Kukira murid Hoan-jiuji-lay tentubukan kantong nasibelaka."
Memancar terang sinar mata Ling Kun-gi, mendadak sikapnya
berubah kereng, katanya tertawa lantang: "Saudara menantang tanpa alasan, demi mempertahankan nama baik perguruan,
terpaksa kulayani tantanganmu." dengan tangan kanan segera dia lolos pedangnya.
"Kau sudah siap?" tanya orang itu dengan tertawa senang.
"Tunggu sebentar," seru Kun-gi.
Kun-gi, pikirnya: " ilmu pedang apakah ini" Begini licin dan ganas, agaknya aku terlalu pandang enteng padanya."
Sedikit menarik napas, gaya pedangnya tiba2 mengikuti gerak
lawan, pedangnya ditekan menindih pedang lawan. Sebat sekali
lawan kembali menarik pedangnya, tapi setelah pedang tertarik ke belakang, tiba2 cahaya gemerlapan, sekaligus ia menusuk pula
lima kali. Kelima tusukan pedang ini boleh dikatakan dilancarkan dalam satu gerakan, cepatnya tak terukur sehingga tampaknya
hanya sekali tusuk saja, Kun-gi bergerak mengikuti gaya pedang musuh, beruntun iapUn
balas menyerang lima kali, malah kelima jurus serangan balasan ini serba ragam arahnya, enteng dan cekatan, kedua pedang saling
samberdan menempel,tapitidaksampaimenerbitkansuara.
Agaknya si baju hitam tidak menduga dibawah serangan gencar
lima kali tusukannya tadi Ling Kun-gi masih mampu melancarkan
serangan balasan malah, keruan dia tertegun, serta merta dia
terdesak mundur dua langkah.
Dengan dongkol dia menggerung tertahan, tiba2 ia menubruk
maju pula, beruntun secara berantai dia lancarkan delapan kali
serangan. Begitu hebat serangan ini sehingga mata orang serasa
silau. Naga2 nya dia sudah keluarkan seluruh kemampuan ilmu
pedangnya. Sayang hari ini dia kebentur Ling Kun-gi. Anak muda itu
tertawa, katanya kalem: "Hati2lah kau." Mendadak pedang dia pindah ke tangan kiri, tubuh bergerak laksana angin berkisar ke kiri terus mendesak maju, mendadak sinar pedangnya berkembang,
lalu menerjang miring laksana sinar perak. "creng" benturan keras memekak telinga, kedelapan jurus serangan si baju hitam seketika sirna tanpa bekas. Karena tekanan tenaga benturan yang keras itu, pedang di tangannya itu tak kuasa dipegang lagi dan terlepas
terbang ke belakang, menyusul terdengar jeritan kaget melengking tajam.
Sejak tadi si baju hitam bicara dengan suara rendah dingin
sehingga sukar dibedakan dia laki2 atau perempuan, kali ini dia menjerit melengking tanpa terduga2 dan keluar dengan suara
aslinya, suara nyaring merdu ini terang keluar dari kerong-kongan seorang gadis.
Begitu mendengar teriakan nyaring ini, lekas Kun-gi tarik
pedang dan melompat mundur, dengan tajam ia mengawasi orang.
Topi yang dipakai orang itu tadi sudah ditabasnya jatuh, maka
tertampaklah rambutnya yang panjang hitam legam terurai
dipundak. Lekas dia jemput pedangnya, dengan mendelik gusar dia tatap Ling Kun-gi sekejap terus tinggal lari pergi.
Kun gi tidak kira bahwa lawannya perempuan, sesaat dia berdiri
melongo. Pada saat dia berdiri menjublek inilah, tiba2 dilihatnya tiga titik sinar ungu melesat tiba dengan cepat menerjang ke
dadanya. Waktu ketiga titik ungu itu hampir mengenai dada, gaya luncur
yang semula lurus itu mendadak berpencar, satu menyerang teng
gorokan, dua yang lain menerjang ke dua sisi pundak.
Betapa tajam pandangan mata Ling Kun-gi, dengan jelas dia
melihat titik ungu timpukan perempuan baju hitam ini adalah tiga ekor kumbang kecil warna ungu, lekas dia ayun pedang menabas
ketiga ekor kumbang itu. "Ting, ting, ting," be-runtun ketiga ekor kumbang kena dipukulnya jatuh.
Mendengar suara "ting-ting" itu, kembali Kun-gi melenggong, pikirnya "Ternyata ketiga kumbang ungu ini hanyalah senjata rahasia, tadi kukira kumbang asli."
Segera dia menjemput ketiga kumbang ungu itu, ternyata
buatannya memang hidup dan mirip sekali dengan kumbang asli,
cuma warnanya ungu, kelihatan segar dan hidup, di ujung
mulutnya terpasang sebatang jarum baja halus sebesar bulu
kerbau, warnanyakemilau biru, terangjarumlembut iniberacun-
Pada saat dia berjongkok mengambil ketiga kumbang ungu itu,
didapatinya pula secomot rambut hitam, lekas dia mengambilnya
pula, terasa lembut dan halus, warnanya legam mengkilap. Iapat2
terendusbauharum, jelasiniadalahrambutseoranggadisjelita.
Siapakah dia" Menggenggam potongan rambut itu, sementara
tangan lain menimang2 ketiga kumbang buatan, Ling Kun-gi ber-
tanya2 dalam hati: "Dari buatan ketiga kumbang yang begini baiknya, terang perempuan ituprang dari keluarga Tong diSujwan-"
-seketika pula dia terbayang akan perempuan jelita yang berdiri di belakang Tong-lohujin malam tadi.
Jadi dia nyonya muda keluarga Tong. "Hm, pasti dia, kalau tidak buat apa dia pakai kedok segala mencari setori kepadaku" Tak
heran dia begitu getol menantang diriku bertanding" Mungkin
karena diriku telah mengalahkan Pat-kwa-to-tin sehingga orang-
keluarga Tong penasaran, maka secara diam2 dia meluruk kemari
membuat perhitungan. Besok siang aku harus menemui Tong-lohujin pula di puri
keluarga Go, kenapa rambut dan ketiga kumbang buatan ini tidak
langsung kukembalikan kepadanya?" Setelah ambil keputusan, Kungi simpan kedua barang itu ke dalam kantong terus. lari
kembali ke Hotel.. Malam itu tak terjadi apa2 pula, Kun-gi tidur dengan nyenyak.
waktu dia mendusin hari sudah terang benderang.. Begitu bangun
segera dia bungkus ketiga kumbang buatan dan rambut itu dengan
kertas, lalu buka pintu memanggil pelayan. Setelah membersihkan badan serta sarapan pagi, melihat hari sudah cukup siang, cepat ia bebenah dan mau keluar bayar rekening untuk berangkat.
Tiba2 didengarnya langkah orang mendekati dari luar,
didengarnya pelayan berkata sambil tertawa ramah: "Mungkin Ling-ya yang tuan cari menempati kamar ini." -Lalu muncul dua orang di depan kamarnya.
Dengan seri tawa lebar, pelayan berlari masuk serta berkata:
"Tuan inilah Ling-ya adanya" di luar ada seorang congkoan she Pa hendak mencari tuan."
Pa Thian-gi yang ada diluar lantas melangkah masuk, katanya
bersoja: "Atas perintah Lohujin, aku kemari menyambut Ling-ya ."
Kun-gi mengangguk. sapanya: "Kiranya Pa-congkoan, maaf,
cayhetidaksempat menyambut."
Pa Thian-gi mengawasi pelayan-Pelayan ini cukup tahu diri,
lekas dia mengundurkan diri.
Dengan berseri Pa Thian-gi segera bersoja, katanya: "Kejadian semalam hanya lantaran salah paham, orang she Pa banyak
berlaku kasar, atas perintah Lohujin disuruh kemari untuk
menyatakan penyesalan dan minta maaf."
Kun-gi tahu kalau orang ini licik dan banyak akalnya, diam2 dia waspada, katanya dengan tertawa, "Pa-congkoan tidak usah
menyesal, cayhe sendiri juga bersalah"
"Sejak pagi2 tadi Lohujin suruh kemari menyambut Ling-ya,
sayang Ling-ya belum bangun, maka kutunggu di luar, kini
kendaraan sudah tersedia, kalau Ling-ya tiada urusan lain, silakan berangkat."
"Baiklah, mari berangkat," ujar Kun-gi.
Tanpa sungkan2 lagi, segera dia mendahului melangkah keluar.
Seperti melayani majikan sendiri saja, dengan laku hormat Pa
Thian-gi mengikutidibelakangnya.
Di ruang depan, Kun-gi merogoh kantong hendak bayar
rekening hotel, tapi Pa Thian-gi lantas memburu maju, katanya:
"Rekening Ling yasudahkamibayarlunas."
"Ah, mana boleh begitu?" kata Kun-gi.
"Ai, urusan sekecil ini, Ling-ya tidak usah sungkan, kami diutus menyambut kemari, itu berarti Ling-ya dipandang sebagai tamu
keluarga Tong, mana ada tamu yang harus membayar rekening
hotelnya sendiri." Hal ini sungguh di luar dugaan Ling Kun-gi, tingkah laku Pa-
congkoan sekarang jauh berubah dari sikapnya semalam, ini betul2
membuatnya heran dan ragu. Tapi wajahnya tetap tenang,
katanya: "Kalau begitu Lohujin terlalu baik padaku."
"Terus terang Ling-ya , biasanya Lohujin jarang memuji
seseorang, tapi terhadap Ling-ya beliau sa-ngat ketarik, maka
pagi2 kami sudah disuruh kemari menyambut Ling-ya," merandek sebentar, nadanya lantas berubah, sambungnya: "Bicara
sesungguhnya, usia Ling-ya masih begini muda, jangankan ilmu
silat membuat orang she Pa tunduk lahir batin, bahkan sikap dan perbawa Ling-ya juga membuat kami kagum betul2." Agaknya dia berusaha menjilat Kun-gi.
Sudah tentu hal ini juga dirasakan oleh Kun-gi, cuma dia tidak
tahu untuk apa dan kenapa orang sampai merendah diri menjilat
sedemikian rupa" Maka dengan tertawa tawar dia berkata: "Terlalu baikpenilaian Pa-congkoan terhadap diriku."
Pa Thian-gi jadi kikuk, katanya ter-sipu2: "orang she Pa bicara sejujurnya, bicara soal semalam Ling-ya sudah menang, tapi tidak bersikap congkak dan takabur, kalau orang lain tentu mengancam
tenggorokanku dengan pedang untuk menunjuk jalan, tapi Ling-ya
cukup bijaksana dan percaya pada kami, jelek2 orang she Pa ini
adalah Congkoan keluarga Tong yang disegani, kalau sampai harus menunjuk jalan dengan ancaman pedang di punggung, hidup setua
ini dikalangan Kangouw aku juga punya sedikit nama, bukankah
habis pamorku ini" Tapi Ling-ya telah memberi muka dan
mempertahankan gengsiku, sungguh orang she Pa merasa
bersyukur dan berterima kasih." Maklumlah, insan persilatan umumnya memang suka mengejar nama, apa yang dikatakan Pa
Thian-gi memang beralasan.
Sudah tentu lahirnya saja dia merangkai kata2 halus, bahwa dia
menjilatsedemikian rupatentu masihadaudang dibalikbatu.
Diluar pintu dua orang Busu dari keluarga Tong menuntun dua
ekor kuda, melihat Pa-congkoan keluar, lekas mereka maju
mendekat. Setelah Ling Kun-gi mencemplak ke punggung kuda
baru Pa Thian-gi naik kuda yang lain, lalu kedua Busu tadipun ikut naik kuda mereka sendiri.


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di atas kudanya Pa Thian-gi memberi hormat, katanya: " orang she Pa menunjuk jalan bagi Ling-ya ." -Lalu dia mendahului bedal kudanya. Kun-gi mengikut di belakangnya, disusul kedua busu itu.
Mereka langsung menuju ke Pa-kong-san. Kira2 setanakan nasi,
mereka tiba di bawah Pa-kong-san, tampak di luar hutan berbaris delapan laki2 seragam hitam, melihat Pa-congkoan datang,
serentakmereka memberi hormat.
Di atas kudanya Pa Thian-gi membalas hormat pula, katanya
tertawa:"Sebagaitamu, silakan Ling-yaberjalan lebihdulu."
"Pa-congkoan jangan sungkan, kau saja yang menunjuk jalan,"
ujar Kun-gi. " Ling-ya adalah tamu, betapapun orang she Pa tidak berani lancang."
Kun-gi tidak banyak bicara lagi, segera dia bedal kudanya ke
atas gunung, di bawah iringan Pa Thian-gi, cepat sekali mereka
sudah tibadi depanpurikeluargaGo.
Wakil congkoan Khing Su-kwi sudah menunggu di depan pintu,
segera dia suruh seorang busu disampingnya masuk memberi
laporan, dua busu maju memegang kendali kuda terus di tuntun ke belakang.
Dengan tertawa lebar Khing su-kwi maju me-nyambut: "Sejak
tadi kami ditugaskan menyambut di sini, Ling ya tentu sudah capai, lekas silakan masuk."
Hanya semalam saja, sikap orang2 keluarga Tong sudah
berubah seratus delapan puluh derajat, hal ini betul2 di luar
dugaan Ling Kun-gi. Waktu mereka sampai di pintu kedua, tampak menyongsong
keluar seorang pemuda berjubah sutera biru, sambil tertawa dia
menyapa: "Apakah ini saudara Ling" Tong Siau-khing terlambat menyambut, harap dimaafkan."
Pemuda jubah biru ini berusia 25-an, wajahnya cakap. sorot
matanya tajam, kedua alisnya tebal kelihatan kereng dan
berwibawa, tapijugaramahdan lembut.
Lekas Pa Thian-gi berkata: " Ling-ya, inilah Siaucengcu (
majikan muda ) kami."
Lekas Kun-gi memberi hormat, katanya: "Kiranya Tong
Siaucengcu, sejak lama cayhe kagum, selamat bertemu, selamat
bertemu" "Semalam Siaute mendengar cerita ibunda bahwa Ling-heng
amat perkasa dan berhasil menghancurkan Pat-kwa-to-tin kami,
sungguh ingin rasanya cepat berhadapan dengan Ling-heng,"
tampaknya dia bicara jujur dan sesungguhnya, tidak ber-pura2.
Kun-gi unjuk rasa menyesal, katanya: "Harap. Tong-siaucengcu suka memaafkan kekasaran cayhe semalam."
Tong Siau-khing tertawa, katanya: "Kenapa Ling-heng bilang demikian" Syukur semalam Ling-heng menaruh belas kasihan,
yang terang pihak keluarga Tong kami yang main keroyok,
kesalahan tetap berada pada pihakkami."
Terasa oleh Ling Kun-gi majikan muda dari keluarga Tong ini
berwatak ramah, gagah dan sopan santun, watak ini amat
mencocoki tabiatnya sendiri, maka katanya: "Ah. semakin tak tenang rasa hatiku mendengar ucapan Tong-siau cengcu ini."
"Sekali kenal sudah seperti sahabat lama, kalau Ling-heng sudi, bagaimana kalau kita saling membahasakan saudara saja?"
"Siaute turut saja atas kehendak Tong-heng," sahut Kun-gi.
"Dapat bersaudara dengan Ling-heng, sungguh menyenangkan
sekali" "Tong-heng. terlalu memuji.."
Sembari bicara mereka terus menuju ke dalam, Tong Siau-khing
membawa Ling Kun-gi ke ruang belakang.
Tampak Tong-lohujin duduk di sebuah kursi bersulam, dua
pelayan berdiri di belakang sedang memijit punggungnya. Nyonya
muda yang semalam berdiri di belakangnya kini tidak kelihatan,
mungkin karena kejadian semalam, maka dia merasa rikuh tidak
berani unjuk diri. Setelah Kun-gi merasa cocok dan saling membahasakan saudara
dengan Tong Siau-khing, maka soal ketiga ekor kumbang dan
potonganrambut yangsemulahendakdikeluarkan menjadibatal.
Tong Siau-khing melangkah maju membungkuk hormat dan
berseru. "Bu, Ling-heng sudah tiba."
Lekas Kun-gi memberi hormat juga, katanya: "Wanpwe
menghadap Pek bo." Sambil tertawa Tong-lohujin angkat sebelah tangannya,
katanya: "Silakan duduk Ling-kongcu."
"Bu," kata Tong simi-khing, "anak baru bertemu lantas merasa cocok dengan Ling-heng, maka sudah setuju untuk saling
membahasakan saudara."
Tong-lohujin melirik sekejap kepada anaknya dengan wajah
welas asih, katanya. "Begini cepat kau merebutnya, kalian sama2
muda, memang sepantasnya kalau mencocoki satu sama yang
lain." Setelah Kun-gi dan Tong Siau-khing duduk. air tehpun disuguhkan-Sambil tersenyum lembut Tong-lohujin mengawasi
Kun-gi, katanya: "Kejadian semalam hanya karena salah paham, memang tepat apa yang sering dikatakan orang2 Kangouw, kalau
tidak berkelahi tidak akan kenal. Syukurlah kini Ling siangkong sudah menjadi sahabat baik anak Khing, demikian juga Piaumoay
Ling-siang-kong sudah diserahkan padaku dan kuterima menjadi
puteri angkatku pula."
Heran Kun-gi, tanyanya: "Piaumoay Wanpwe?" dalam hati dia bertanya2: "Kapan aku punya Piaumoay?"
"Begini persoalannya," Tong-lohujin menjelaskan, "belakangan ini semua orang sama2 menguntit seorang misterius, konon dia
membawa sebuah kotak kecil, di dalamnya mungkin ada suatu
mestika, Sampaipun orang2 Siau-lim dan keluarga Un di Ling-lam
juga menguntit secara diam2, entah dari siapa Lo-cit mendapat
berita ini, dia kira Ling-siangkong adalah orang misterius itu, maka dia salah menahan Piaumoay mu. Soal ini semalam sudah
kudengar dari Piaumoay mu, kini kita terhitung sekeluarga,
Ling-siangkong tidak perlu merahasiakan diri pula, lekas kau cuci muka, ingin kulihat wajah aslimu."
Tong siau-khing melengak. serunya: "Jadi Ling-heng merias
mukanya, kenapaanaksedikit-pun tidak bisa membedakannya?"
Tong-lohujin tertawa., katanya: "Ling-siang-kong adalah murid kesayangan Hoan-jiu-ji-lay, puluhan tahun Hoan-jiu-ji-lay malang melintang di Kangouw, tapi beberapa orangkah yang pernah
melihat wajah aslinya?"
Sudah tentu Kun-gi belum tahu siapa Piau-moay yang dimaksud
oleh Tong-lohujin" Tapi peduli siapa dia, kini dirinya sudah
mengikat persaudaraan, sementara Tong-lohujin menerimanya sebagai
keponakan pula, setelah kedok mukanya diketahui orang, demi
kehormatan dirinya pula, apa boleh buat, tidak enak dia menolak.
katanya, "Perintah Pekbo tidak berani Wanpwe menolaknya." Dari kantong bajunya dia keluarkan sebutir obat pencuci muka, setelah diremas dan di-gosok2 ditelapak tangan terus diusap ke muka, lalu dikeluarkanpulasepotonghandukkeciluntukmembersihkan muka.
Wajahnya yang semula berwarna legam, setelah dicuci dengan
obat, seketika Tong-lohujin, Tong Siau-khing serta kedua pelayan terbeliak matanya.
Sungguh tak pernah mereka bayangkan Ling Kun-gi yang
memiliki ilmu silat begini tinggi ternyata adalah pemuda cakap
ganteng tak terhingga. Bukan saja bagus, juga lemah seperti
pemuda yangtidakpandai mainsilat.
Sebetulnya Tong Siau-khing sudah terhitung cakap. tapi
sekarang dia merasa kalah dibanding Kun-gi. Serunya ter-gelak2: "
Ling-heng, cakap benar kau ini."
Seperti mengawasi menantunya saja, semakin dipandang
semakin riang hati Tong-lohujin, dia manggut2 senang dan berkata dengan tersenyum puas: "Ling-siangkong betul2 seorang pemuda yang serba unggul dibanding pemuda2 umumnya," Lalu dia
berpaling serta menambahkan: "Jun-lan, Ling-siangkong sudah datang, lekas kalian suruh Toa-slocia danJi-slocia keluar."
Pelayan bernama Jun-lan mengiakan dan berlari pergi.
Kemudian Tong-lohujin bertanya: "Berapa usia Ling-siangkong tahun ini?"
"TahuniniWanpwegenap21,"sahutKun-gisambil membungkuk
hormat. Berseri girang wajah Tong-lohujin, sekilas dia melirik kepada
Tong Siau-khing, katanya: " Ling-siangkong lebih muda tiga tahun daripada mu, lebih tua dua tahun daripada adikmu." Lalu kata2nya di-tujukan kepada Ling Kun-gi: " Kudengar ibumu juga menghilang, apakah di culik oleh komplotan cin-cu-ling?"
"Wanpwe sendiri belum tahu, tapi Suhu suruh Wanpwe terjun
ke Kangouw, tujuannya memang mengejar jejak cin-cu-ling, dari
sini dapatlah Wanpwe simpulkan kalau peristiwa hilangnya ibu
pasti ada sangkut pautnya dengan komplotan ini."
Tong-lohujin manggut2, katanya: "Ling-siang-kong masih punya keluarga lain dirumah?"
"Tiada lagi, Wanpwe masih kecil ayah sudah meninggal, ibu
yang membesarkan Wanpwe."
Tong-lohujin manggut2 dan tak bicara lagi. Terdengar langkah
lembut mendatangi, dari belakang pintu angin teruar bau harum
semerbak. lalu muncul dua gadis jelita yang mempesonakan.
Yang sebelah kanan berperawakan tinggi semampai,
mengenakan pakaian warna ungu ketat, wajahnya halus pipinya
bersemu merah, sepasang matanya nan bening kemilau
memancarkan sinar tajam ke arah Ling Kun gi.
Seorang lagi bertubuh agak kecil ramping, mengenakan gaun
panjang warna cokelat muda dengan baju panjang warna hijau
pupus, dia bukan lain adalah nona she Pui, gadis jenaka yang
lincah itu. Kun-gi hanya tahu nona nakal ini she Pui, namanya siapa tidak
tahu, yang terang dia suka mengenakan pakaian warna coklat.
Kejadian hanya sekejap belaka, begitu melihat Kun-gi, wajah
nona Pui yang molek seketika tertawa lebar bak bunga mekar, dia memburu maju seringan angin dan serunya riang: "Toa-piauko, ternyata kau telah datang, kemarin anak buah Tong -citya
menculik aku dan minta keterangan tentang diri Piauko,
memangnya aku tidak tahu ke mana kau selama ini" Semalam
Tong citya membawaku kemari dan aku mengangkat Lohujin ini
sebagai ibu angkatku."-Mulutnya nerocos dengan nyaring dan cepat, sembari bicara berulang kali dia mengedip kepada Ling
Kun-gi, maksudnya sudahtentumintaKun-gi
mengakuidirinyasebagaiPiau-moay.
Baru sekarang Kun-gi mengerti bahwa perempuan yang diculik
Tong-cit-ya adalah gadis she Pui ini. Nona yang belum diketahui namanya kini ternyata menjadi adiknya, sungguh brutal dan lucu.
Sudah tentu Kun-gi melihat kedipan mata si nona dan tahu
maksudnya. Wajah nan cerah bak bunga mekar di musim semi,
walau kelihatan malu2, tapi tampaknya minta dikasihani dan
mengandung permohonan yang sangat. Maka dengan tertawa
segera dia berdiri, katanya: "Surat Tong-cit-ya kemarin
mengatakan bahwa dia menculik adikku dan supaya aku
menukarnya dengan barang yang kubawa, semula aku tidak
mengerti siapa adikku yang dia maksud" Kiranya kau yang tidak
mau pulang, buat apa selalu mengikuti diriku" Anak perempuan
tidak baik keluyuran di Kangouw." Kata2nya memang persis nada seorang kakak memberi nasihat kepada adiknya.
Nona Pui tertawa riang, tawa yang manis lalu melelet lidah,
katanya: "Memangnya aku ini anak kecil, kenapa tidak boleh main2
di Kangouw" Banyak orang Kangouw yang menguntitmu sepanjang
jalan, aku hanya ingin tahu barang apa sebetulnya yang kau bawa itu."
Sampai di sini, dia mengeluarkan sebuah kotak perak gepeng,
lalu diacungkan di depan Ling Kun-gi, katanya sambil cekikikan:
"inilah oh tiap-piau (piau kupu2) pemberian ibu, bila ditimpukan bisa pentang sayap dan terbang seperti kupu2 asli, inilah salah satu dari tiga macam senjata rahasia keluarga Tong yang paling
lihay, cici Bun-khing biasanya menggunakan ci-hong-piau (piau
kumbang ungu) .... "
Merah muka si nona baju ungu, serunya gu-gup: "Adik Ping,
jangan usil kau." Tergerak hati Kun-gi mendengar "cici Bun-khing biasanya
menggunakan ci-hong-piau", batin-nya: Jadi nona yang
menantangku bertanding pedang semalam adalah nona baju ungu
ini." Berkedip2 mata nona Pui lalu mengerling ke arah nona baju
ungu, katanya: "Piauko, hampir saja aku lupa, inilah Bun-khing cici." lalu dia membalik dan berkata kepada nona baju ungu:
"Inilah Toapiaukoku, Ling Kun-gi." Lekas Kun-gi memberikan hormat kepada nona Tong.
cerah wajah Tong-Lohujin, katanya: "Bun-khing, Ling-siangkong sudah mengikat saudara dengan engkohmu, dia bukan orang luar
lagi, kau-pun harus memanggilLing-toako padanya."
Sekilas mata TongBun-Khing melirik. katanya malu2: "Ling-
toako"-Semalam dia begitu keras kepala, dingin dan menantang.
Tapi sekarang sikapnya malu2, suara panggilannya merdu dan
lembut. Memandangi Ling Kun-gi lalu mengawasi puteri sendiri, saking
senangnya Tong-lohujin tertawa lebar, katanya: "Bun-khing, kenapa kau ini" Biasanya kau tidak takut langit tidak gentar bumi, seperti kuda liar yang tidak terkendali, Ling-toako kan bukan orang luar lagi, kenapa harus malu2 segala?"
Nona Pui tertawa geli, katanya, "Bu, asal kaupasang tali kendali padadiri cicipasti diatidakakanbinal danliar lagi "
Sudah tentu Tong Bun-khing tahu ke mana tujuan kata2 ini,
seketika dia merengut sambil menuding. "Adik Ping, kau berani menggodaku?" -Segeraia hendak meng-kili2 ketiaknona Pui.
cepat nona Pui menyingkir ke belakang Ling Kun-gi, katanya
cekikikan: "Aku toh bermaksud baik, kuda yang binal harus diikat dengan kendali yang kokoh, apakah perlu aku bantu mencarikan
seutastali?"diasembunyi dibelakang Kun-gi, sembaribicarajarinya menuding anak muda itu, mukanya unjuk mimik lucu dan melelet
lidah segala. Malu dan gugup juga Tong Bun-khing, serunya membanting
kaki: "Memangnya aku seperti kau, buka mulut "Piauko", tutup mulut "Piauko" tiada henti2nya, mesra sekali."
Nona Pui bertolak pinggang, serunya sambil membusungkan
dada: "Memang dia Piaukoku, apa salahnya aku memanggil dia Piauko" Nah, dengar-kan aku memanggilnya lagi. Piauko, Piauko
....." "Piaumoay," tukas Kun-gi sambil mengerut kening "sebesar ini kau masih bertingkah seperti kanak2" Memangnya kau tidak malu
ditertawakan Tong-pekbo?"
Nona Pui mencibir, katanya bersungut: "lbu justeru tidak akan menertawakan aku. Memangnya kau saja yang suka ngomel."
Sementara itu dua pelayan sudah menyiapkan sebuah meja
perjamuan-Tong Siau-khing lantas berdiri, katanya: "Bu,
perjamuan sudah siap. marilah kita makan bersama."
Tong-lohujin tertawa, ujarnya: "Ling-siangkong adalah tamu, kau harus mengundangnya lebih dulu." Lalu dia berpesan kepada pelayan di sampingnya: "Ling-siangkong bukan orang luar, kau panggil nyonya muda keluar."
seorang pelayan lantas masuk ke belakang.
Tak lama kemudian nyonya muda atau isteri Tong Siau-khing
pun keluar. "Silakan Ling-heng," kata Tong Siau-khing.
"Manaaku berani, silakanPek-bodulu,"sahut Kun-gi.
Dengan ramah Tong-lohujin berkata: "Di sini meski kami hanya menumpang, tapi juga terhitung tuan rumah, Ling-siangkong
silakan, tak usah sungkan-sungkan-"
"Toa-piauko," timbrung nona Pui, "hari ini kau betul2 seorang tamu agung yang serba komplit." -Mulut bicara sementara matanya mengerling ke arah Tong Bun-khing.
Merah wajah Tong Bun-khing, tapi hatinya senang dan mesra.
Setelah basa-basi ala kadarnya, akhirnya Tong-lohujin duduk paling atas, Ling Kun-gi duduk di tempat tamu, selanjutnya beruntun
Tong Siau khing suami isteri, lalu kedua nona jelita itu. Dua
pelayan melayani mereka makan minum.
Tiba2 nona Pui rebut poci arak sambil berdiri, katanya: "Bu, kuaturkan secawan padamu serta kuaturkan selamat pula.". Dia habiskan secangkir arak.
Pelayan kembali mengisi cangkir mereka, nona Pui tidak lantas
duduk. ia angkat cangkir dan acungkan ke arah Tong Siau-khing
suami isteri, katanya: "Toako, Toaso, Siaumoay juga aturkan secangkir kepada
kalian," sekalitenggak dia habiskanpulasecangkir.
Dia tetap tidak mau duduk. setelah pelayan mengisi pula
cangkirnya, dia tertawa kepada Kun-gi, katanya: "Toa-piauko, kau tahu aku tidak bisa minum arak. Tapi dalam perjamuan ini, usiaku paling muda, seharusnya satu persatu kuaturkan arak kepada
kalian semua, tapi paling banyak aku hanya sanggup minum tiga
cangkir, terpaksa kuaturkan secangkir terakhir ini kepada
Toa-piauko bersama Bun-khing cici saja." Segera ia acungkan cangkir kepada mereka berdua terus ditenggaknya habis.
Tong-lohujin mengawasi Kun-gi lalu berpaling kepada puterinya,
kedua muda-mudi memang pasangan setimpal kurnia Thian.
Karena hati senang, tak henti2nya dia ambil lauk-pauk dan
diangsurkan ke mangkuk Kun-gi. Tong Siau-khing suami-isteri
saling pandang, keduanya tersenyum penuh arti.
Biasanya Tong Bun-khing lincah dan suka bergerak. nakal lagi,
entah kenapa hari ini dia pendiam dan malu2, tapi sering matanya melirik Kun-gi.
Sejam kemudian perjamuan ini telah usai, boleh dikatakan tuan
rumah dan tamu sama2 senang dan puas. Setelah kenyang
langsung Kun-gi mohon diri.
"Toa-piauko," kata nona Pui, "akupun ingin pergi"
"Piaumoay," ujar Kun-gi "Kau sudah punya ibu, tinggal saja beberapa hari lagi, aku ada urusan penting."
"Ling-siangkong juga tidak usah ter-gesa2" kata Tong-lohujin, "
urusan yang hendak kau kerjakan sudah kusuruh Lo-cit bantu
mengawasi, selekasnya akan datang berita."
"Adik Ping, kau tidak boleh pergi," kata Tong Bun-khing.
Nona Pui membisikinya: "Yang benar kau melarang dia pergi
bukan?" Malu dan gugup Tong Bun-khing, Serunya: "Eh, minta diajar
kau" tangannyasegerameng-kili2 ketiakorang.
Nona Pui berjingkrak geli sambil cekikikan, serunya: "cici yang baik, ampunilah aku."
Lalu Kun-gi berkata kepada Tong-lohujin: "Wanpwe betul2 ada urusan, takbisalama2 di sini."
"Kalau Ling-siangkong memaksa, Lo-sin tak enak menahanmu
lagi," lalu dia berpaling kepada pelayan, katanya berpesan:
"Pergilah kauambilpedangku itu"
cepat pelayan itu berlari masuk. sekejap saja dia sudah keluar
pula membawa sebatang pedang kuno dan dipersembahkan
kepada Lohujin- Setelah memegang pedang berkatalah Tong-lohujin: "Tiada
apa2 yang bisa kuberikan, biarlah pedang ini kuhadiahkan kepada Ling siangkong."
Kun-gi tahu bahwa pedang ini barang mestika, belum lagi Tong-
lohujin bicara habis, lekas dia menyela, "Begini besar pemberian Pekbo, Wanpwe mana berani menerimanya?"


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau sudah bersaudara dengan Siau-khing, Piaumoaymu juga
kuangkat menjadi puteriku, Lo-sin jadi terhitung orang tuamu,
pedang ini kuberikan sebagai hadiah pertemuan ini, lekaslah kau menerimanya."
"Memangnya kenapa kau Piauko", timbrung nona Pui, "kalau kau tidak terima, ada orang tidak senang dan gelisah hatinya,
apalagi maksud baik ibu masa kau tolak mentah2."
" Ling-siangkong," ujar Tong-lohujin mendesak. "kalau kau tidak menerimanyaberartikautidak memberi muka kepadaku,"
Nona Pui segera ambil pedang dari tangan Tong-lohujin dan
disisipkan ke tangan Ling Kun-gi, katanya lirih: "ibu nanti marah, Toa-piauko, lekas kau aturkan terima kasih kepada ibu."
Didesak sedemikian rupa, terpaksa Kun-gi menerimanya, ia
menjura, katanya sungguh2: "Terpaksa Wanpwe terima hadiah
Pekbo ini." Berseri wajah Tong lohujin, katanya manggut2: "Ya, beginikan baik." entah sengaja atau ti-dal dia berpaling kepada puterinya, katanya pula: "pedang ini dulu dibeli oleh ayah almarhum dengan harga tinggi dari luar perbatasan, waktu itu usiaku. baru genap setahun, menurut adat istiadat, anak2 yang genap setahun harus
dirayakan secara meriah. Hari itu, dihadapanku penuh berbagai
barang, ada pupur, gincu, pakaian, mainan dan perhiasan, ada
pedang, panah dan lain2, aku diberi kesempatan untuk memilih
satu diantaranya, tak terduga aku hanya mengambil pedang
pendek ini, ayah almarhum waktu itu bilang anak sekecil ini sudah suka main pedang, biarlah pedang ini kelak menjadi mas kawinnya setelah dewasa. Sejak itu, pedang ini sudah puluhan tahun
mendampingi aku." Sambil melirik Tong Bun-khing, nona Pui tertawa, katanya. "o, kiranya pedang ini mas kawin ibu di waktu muda."
Jengah wajah Tong Bun-khing, dia tidak berkata, cuma matanya
melotot kepada nona Pui. Kembali Kun-gi minta diri. Mendengar Kun-gi hendak pergi,
merah mata Tong Bun-khing, sakapnya yang malu2 tadi lenyap.
kini berganti rasa berat untuk berpisah.
Tong-lohujin manggut2, katanya kepada Tong Siau-khing: "Nak.
bersama adikmu antarkan Ling -siangkong dan budak nakal ini
berangkat." Nona Pui maju kehadapan Tong-lohujin dan memberi sembah
sujut, katanya: "Bu, anak pergi, harap engkau orang tua jaga diri baik2."
"Nak setiba di rumah, jangan lupa sampaikan salamku kepada ibumu," pesan Tong-lohujin.
"Terima kasih Bu," kata nona Pui.
"Dijalan kau harus dangar petunjuk Piauko, jangan turuti adat sendiri, aku tahu kau sudah biasa disayang dan aleman, belum
tentu mau dengar petunjuk Piaukomu. Sepanjang jalan ini banyak
kaum persilatan yang berlalu lalang, kukira lebih baik Piau-komu mengantarmu pulang lebih dulu."
Nona Pui manggut2, bersama Ling Kun-gi mereka keluar diantar
Tong Siau-khing dan Tong Bun-khing. Pa Thian-gi sudah
menyiapkan dua ekor kuda.
Sambil berjalan keluar Tong Siau-khing bertanya: "Entah kapan kitabakalberkumpul lagi?"
"Setelah urusan selesai, pasti aku pergi keSujwan menjenguk kalian," kata Kun-gi.. Urusan sudah sejauh ini, Tong Bun-khing melepaskan rasa malu lagi, segera dia menimbrung. "Ling -toako, sebutkan saja tanggalnya, kapan kau akan ke rumah kami?"
Berpikir sebentar baru Kun-gi memutuskan, "Paling cepat tiga bulan, paling lambat setengah tahun."
"Wah, setengah tahun apa tidak terlalu lama," kata Tong Siaukhing.
"Ling toako," sela Tong Bun.khing. "kukira tiga bulan sudah cukup lama, hari inibulanempattanggal duabelas, jaditanggal dua belas bulan tujuh kami menunggu kedatanganmu." Lalu dia tanya kepadanonaPui"Dan kauadikPing, kapan kau jugake rumahku?"
"Setelah aku pulang dan minta izin pada ibu, segera aku
menyusul kalian," sahut nona Ping.
Kun-gi berdua segera cemplak ke punggung kuda, katanya:
"Saudara Tong, nona Tong, selamat tinggal." Lalu dia memberi salam pula kepada Pa Thian-gi dan Khing Su-kwi: "Pa-congkoan, Khing-hucongkoan, sampai bertemu."
Ter-sipu2 Pa Thian-gi berdua membalas hormat, serunya: "
Ling-ya, hati2lahdijalan, kamitidak mengantar."
Kun-gi bedal kudanya berlari kencang turun gunung, nona Pui
mengikutinyasambil melambaitangankebelakang.
Berlinang air mata Tong Bun-khing, iapun melambaikan sapu
tangan, terlaknya: "Ling-toako, tiga bulan lagi kau harus datang ...
. . .." padahal kuda sudah lari jauh,
tapi Tong Bun-khing masih berdiri melongo dengan dua jalur air
mata membasahi pipi. "Dik, hayolah masuk." kata Tong siau-khing dengan tertawa,
"jangan kuatir urusanmu serahkan padaku, tanggung beres."
Merah muka Tong Bun-Khing, katanya: "Aku tak tahu apa yang Toako maksudkan?" lalu dia berlari masuk lebih dulu.
ooooooooooo Sekejap saja kuda Ling Kun-gi sudah sampai dijalan raya. "Nona mau ke mana?"tanyanyaberpaling kebelakang.
Nona Pui membedal kudanya dan berjalan sejajar, katanya
tertawa geli: "Toa-piauko, dengan siapa kau bicara?"
"Sudah tentu dengan kau."
"Ya, setelah meninggaikan mereka, kau lantas tidak anggap aku sebagaiPiaumoay lagi."
"Kalau akupunya adik selincah dan secantik kau, tentu bukan main senang hatiku. cuma sayang aku punya adik yang tidak
diketahui namanya." "Hah, jadi kau mengorek keteranganku, Tidak akan kuberitahu."
"Memangnya pantas seorang kakaktidaktahu nama adiknya?"
"Kau terka sendiri saja."
"Nama orang masakah boleh diterka segala.."
"Tak mau terka ya sudahlah, jangan harap kuberitahu."
Berpikir sejenak Kun-gi berkata: "Nama anak perempuan
biasanyapakaiHong,Lan,sian,Hodan macam2lagi....." "Semua itu bukan namaku," tukas nona Pui. "Aku belum habis
bicara, kau menimbrung saja."
"Baiklah, teruskan."
"Nona secantik kau ini, bak sekuntum bunga sehalus batu jade, adalah jamak kalau memiliki nama yang indah pula."
Girang hati nona Pui karena dirinya dipuji matanya yang besar
ber-kedip2, katanya cekikikan: "Barusan sudah ada satu yang telah kau sebut."
"Tunggu sebentar, apa yang kukatakan tadi"
Ling Kun-gi mengingat2 kembali, "tadi aku bilang bak bunga (Ji hoa)dansepertijade (Ji-giok), apakahsatudiantaranya?"
Nona Pui manggut2 sambil gigit bibir.
"Kudengar nona Tong memanggilmu adik Ping, cantik lembut
dan lincah bak bunga dan seperti batu jade, lala ditambah satu
huruf Ping lagi ......... mendadak bersinar matanya, serunya
tertawa: "Jiping, betultidak?"
Merah muka nona Pui, serunya kaget dan senang: "Bagaimana
kau bisa menebaknya?"
"Soalnya nama yang serasi dan cocok dengan huruf Ping hanya huruf Ji saja.jadi kau bernama Pui Ji-ping. Nona Pui, sebetulnya kau mau ke mana?" tanya Kun-gi.
"He, kau tidak memanggilku Piaumoay lagi?"
"Aku bicara dengan sungguh2."
"Memangnya memanggil Piaumoay lantas tidak sungguh2?"
katanya sedih, matapun merah dan hampir meneteskan air mata.
sepatah kata salah diucapkan menimbulkan salah paham orang,
sudah tentu Kun-gi jadi gugup, lekas dia berkata sambil unjuk
tawa: "Tanpa sengaja kata2ku menyinggung perasaanmu, kenapa lantas
keki" Kutanya kau mau ke mana, kan bermaksud baik juga?"
"Pedulikanaku maupergikemana?"
"Tong-lohujin sudah berpesan, aku disuruh mengantarmu
pulang." Monyong mulut Pui Ji-ping, jengeknya: "Memangnya pesan
mertua, sudah tentu kau harus mematuhinya."
"Apa katamu?" seru Kun-gi melenggong bingung.
"Tidak apa2," ucap Pui Ji-ping dengan cekikikan pula,
"anggaplah kau tidak mendengar"
"Jadikau maupulangtidak?"
"Semula ingin menengok ibu, tapi sekarang tidak. Aku ingin ikut kau."
"Ikut aku" Mana boleh"
"Kenapa tidak boleh" Kau menguntit si mata satu menyelidiki barang yang dibawanya, aku juga mau ikut." "Tidak boleh, nona belia seperti kau tidak boleh keluyuran di Kangouw yang penuh
bahaya, dua kali kejadian telah kau alami memangnya belum
kapok." "Soalnya aku tidak siaga, anak buah Tong citya juga
kurobohkan semua." "Piaumoay yang baik, kau pulang saja, kalau kau anggap aku sebagaiPiauko, kauharusturutnasihatku."
"Kenapa aku tidak boleh ikut kau?"
"Kau anak perempuan .... "
"Aku tahu kau sudah punya si dia, mana aku ini kau taruh dalam hati" Mertua memang lebih sayang kepada menantu" Kau takut
berjalan dengan aku, kuatir diketahui oleh dia?"
"Kauini membualapa?"seruKun-gigugupdanmalu.
Pui Ji-ping tertawa geli, katanya: "Memang-nya salah" Kenapa aku tidak boleh ikut" Begini saja, besok aku akan menyamar jadi laki2, kan beres?" Apa boleh buat, Kun-gi manggut2.
Pui Ji-ping berjingkrak senang, serunya: "Toa--piauko, kau sungguh baik,"
Setiba di Siu sian, Pui Ji-ping lantas beli pakaian laki2, topi, sepatu dan segala keperluan.
Sepanjang jalan Kun-gi tidak menemukan tanda2 rahasia yang
ditinggalkan anak murid Kim Kay-thay, agaknya si mata satu tidak lewat jalan ini. Maka dia bermaksud lekas2 balik ke Thay-ho saja.
Hari itu juga mereka meninggalkan Siu-sian, belum jauh mereka
meninggalkan kota, di sebelah depan membentang hutan yang
lebat. Pui Ji-ping permisi masuk ke hutan untuk ganti pakaian, Ling
Kun-gi terpaksa menunggu di luar hutan sambil duduk di sebuah
batu besar. Dengan cepat Pui Ji-ping sudah keluar pula dengan
berdandan laki2, mengenakan jubah hijau, sepatu kulit, tangan
memegang kipas, sambil berjalan keluar, katanya dengan tertawa
lucu: "Toa-piauko, mirip tidak?" Kun-gi geli, katanya tertawa: "Ya, sedikit mirip. cuma perawakanmu pendek, terlalu muda lagi."
"Asal mirip saja, kau Toako, aku Siaute." ujar Pui Ji-ping sambil mengikik.
Kemudian Pui Ji-ping berkata pula: "Sejak kini aku
memanggilmu Toako, dankau panggilakuadik,"
"Ya, kau harus she Ling juga," kata Kun-gi, "maka kau harus bernama Ling Kun ...."
Tiba2 terbeliak mata Pui Ji-ping serunya menyambung: "Ling Kun-ping saja, baik tidak?"
"Baik," Kun-gi manggut2, " Kun-ping sungguh bagus nama ini."
Pui Ji-ping bertolak pinggang, katanya dengan tertawa: "Ya, sejakkini akubernama Ling Kun-ping."
Magrib hari itu mereka tiba di Cing yang-koan. Pada sudut
sebuah tembok di luar kota Kun-gi menemukan tiga tanda segi tiga dari goresan arang, di bawahnya lagi sebelah kanan ada satu
lingkaran pula, itulah tanda2 rahasia Kim Kay-thay yang
mengadakan kontak dengan dirinya.
Sejenak Kun-gi melongo mengawasi tanda itu, batinnya:
"Kiranya Kim-loyacu datang sendiri."
Ternyata ketiga tanda itu menggambarkan hiolo (berkaki tiga),
lingkaran sebelah kanan memberitahu bahwa dia datang dari kiri, membelok ke kanan, ada sebuah tanda kepala panah pula
menuding ke selatan, itu berarti jurusannya ke selatan-
Duduk dipunggung kudanya Kun-gi menerawang keadaan dan
merancang perjalanan selanjutnya. Kim-loyacu datang dari
Thiat-ho, letaknya kebetulan di barat laut Cing yang-koan, kalau membelok ke kanan jurusannya jadi ke selatan, itulah jalan besar yang menuju ke Liok-an, jadi sekarang Kim-loyacu menuju ke arah Liok-an
Pui Ji-ping keheranan melihat tingkah Ling Kun-gi, katanya:
"Toako, soalapayangsedang kaupikir?"
Kun-gi tersentak sadar, sahutnya: "o, tidak apa2, mari
berangkat." Cin-yang-koan adalah sebuah kota yang cukup ramai, hari
sudah menjelang petang, tiba saatnva cari hotel untuk bermalam, tapi Kun-gi keprak kuda membedalnya kejalan besar. Terpaksa Pui Jiping larikan kudanya pula, tanyanya "Toako, apa yang kau temukan?"
"Kutemukan tanda rahasia Kim-loyacu, dia sudah menyusul
kemari." "Siapakah Kim-loyacu?"
"Kim-loyacu adalah pejabat Ciangbun murid2 preman Siau limpay."
"Jadikau sudahberjanji mengadakan kontak dengandia?"
Kun-gi mengangguk. Tanpa bicara mereka terus menempuh
perjalanan cepat sejauh 40-an li, setiap tiba di simpang jalan selalu mereka menemukan tanda rahasia Kim-loyacu, setelah petang
mereka tiba diIng-ho. Ing-ho adalah sebuah dukuh kecil, umumnya orang desa biasa
tidur lebih dini, jangankan men-dapatkan tempat untuk bermalam, mencari warung makanpun sukar.
Terpaksa Kun-gi menghentikan kudanya di tepi jalan, mereka
duduk istirahat, Pui Ji-ping keluarkan bekal makanan yang
dibawakan oleh keluarga Tong, memang perut sudah lapar,
dengan lahap merekaganyanghabisduabungkus nasi danlaukyang
lezat. Senopati Pamungkas 28 Hantu Wanita Berambut Putih Pek Hoat Mo Lie Karya Liang Ie Shen Pendekar Penyebar Maut 27
^