Pencarian

Pendekar Bayangan Malaikat 3

Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 3


kalian suruh aku hanya berdiam diri?"
"Heeei....! bocah perkataanmu, sedikitpun tidak salah,
ayahmu memang sudah salah memaki dirinya".
"Iiih! apa maksudmu?"
Tan Kia-beng yang mendengar Tan Cu Liang secara
mendadak membahasai dirinya sebagai ayah dan memanggil
ia dengan sebutan bocah tak terasa lagi dalam hati menjadi
sangat terperanjat. Mendadak "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang maju dua
langkah ke depan, sambil menepuk-nepuk pundaknya ia
berkata dengan nada gemetar serta perasaan terharu, "Bocah
kau merasa ada diluar dugaan bukan" sewaktu aku mendapat
undangan untuk berangkat ke gurun pasir tempat dulu kau
kuserahkan ketangan suhumu bahkan memberi pesan wanti-
wanti kepadanya agar tidak menceritakan seluruh kejadian ini
kepadamu bilamana bukan dikarenakan keadaan terpaksa, hal
ini aku maksudkan agar kau tidak sampai menempuh bahaya
mendatangi gurun pasir dan memutuskan keturunan keluarga
Tan kita. tidak disangka kau masih tak berhasil juga
meloloskan diri dari bencana ini. Heeei.... entah inikah yang
dinamakan takdir"...."
Semakin berbicara ia merasa semakin terharu sehingga
akhirnya tak kuasa lagi air mata jatuh bercucuran membasahi
seluruh wajahnya. Melihat kejadian itu Tan Kia-beng pun tak dapat menahan
rasa sedih dihatinya lagi, mendadak ia putar badan dan
menjatuhkan diri berlutut ke atas tanah. serunya sedih, "Tia....
kau sudah mengelabuhi diriku....
Bukannya Tia ingin mengelabuhi dirimu" kata Tan Cu Liang
dengan suara halus dan membelai kepalanya. "Sebaliknya aku
ingin agar kau bisa menginjak dewasa sehinga dapat
melanjutkan keturunan keluarga Tan kita."
Mereka ayah beranak dapat bertemu kembali, dalam
keadaan seperti ini perasaan sedih bercampur girang tak
dapat dibendung lagi.... lama sekali mereka saling berpandang
pandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Selang seperminum teh kemudian mendadak Tan Kia-beng
bangun berdiri, serunya keras, "Aku tidak percaya cuma
sebuah gua batu yang demikian kecilnya berhasil mengurung
kita semua" Pada saat ini "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang sudah
berhasil menyapu lenyap perasaan sedih yang menyelimuti
wajahnya sambil menengadah ke atas mendadak ia tertawa
terbahak-bahak, "Haaa.... haaa.... haaa.... majikan Isana Kelabang Emas
sudah mengurung kami bertiga selama puluhan tahun
lamanya. Di dalam anggapan mereka pasti kami sudah lama
menemui ajalnya.... haaa.... haaa.... tidak disangka kendati
sudah lewat puluhan tahun lamanya kami masih belum mati
inikah yang dinamakan kodrat?"
Pada waktu itulah Leng Siauw Kiam Kek serta Thiat Bok
Tootiang pada maju ke depan memberi ucapan selamat
kepada mereka karena pertemuan antara ayah dan anak
setelah berpisah puluhan tahun lamanya.
"Ayah Enghiong anak pun Hoohan, kepandaian silat dari
keponakan kita ini benar-benar luar biasa sekali, mungkin
tidak berada dibawah kita" puji Leng Siauw Kiam Kek sambil
acungkan jempolnya dan tertawa terbahak-bahak.
"Kepandaian silat boanpwee belum tamat Mana mungkin
aku berani membandingkan kepandaianku dengan kepandaian
loocianpwee sekalian?"
"Simega dan asap selaksa lie, Lok Tong walaupun
merupakan seorang pendekar aneh pada waktu ini, menurut
penglihatan pinto tak mungkin dia berhasil mendidik seorang
murid yang memiliki kepandaian silat sedemikian dahsyatnya
seperti Hian tit saat ini, apa mungkin Hian-tit sudah angkat
guru lain atau telah menemui penemuan aneh"...." timbrung
Thian Bok Tootiang dari samping.
Dihadapan ayah serta kedua orang cianpwee tersebut
sudah tentu Tan Kia-beng tak berani berbohong, iapun lantas
menceritakan seluruh kisahnya dimana secara kebetulan
dirinya berhasil menemukan ilmu silat peninggalan dari Han
Tan Loojien. Selesai pemuda itu bercerita, merekapun jadi paham
kembali apa yang sudah terjadi.
Kini giliran Tan Cu Liang yang menceritakan kisahnya
secara bagaimana sehingga mereka terjebak di dalam lorong
bawah tanah ini. Kiranya pada waktu itu majikan Istana Kelabang sedang
berlatih ilmu silatnya mati-matian untuk merencanakan suatu
gerakan secara besar-besaran, tetapi tidak mengetahui
bagaimanakah keadaan yang sesungguhnya di dalam Bulim.
Kebetulan sekali ketika itulah si "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang berhasil menangkan Thiat Bok Tootiang serta Leng
Siauw Kiam Khek sehingga mendapat gelar sebagai jagoan
pedang nomor wahid dari seluruh Bulim.
Majikan Isana Kelabang Emas yang mendengar kabar ini
segera merasa bahwa inilah suatu kesempatan yang paling
baik baginya untuk menjajal kepandaian silat dari seluruh
partai. Berturut turut ia menyebar undangan kepada mereka
bertiga untuk diajak bertarung
Mereka bertiga setelah tiba di gurun pasir secara bergilir
telah melakukan pertempuran sengit melawan majikan Isana
Kelabang Emas berturut-turut selama tiga hari lamanya.
Dengan Thiat Bok Tootiang serta Leng Siauw Kiam-khek,
majikan Isana Kelabang Emas berhasil merebut posisi
seimbang, sebaliknya ditangan Tan Cu Liang ia kena
dikalahkan. Pada waktu itu ilmu "Hong Mong Ci Khei" dari majikan
Kelabang Emas belum berhasil dilatih sempurna. Ia lantas
menganggap mereka bertiga merupakan satu-satunya
penghalang di dalam mencapai suksesnya bagi rencana
selanjutnya. Oleh karena itu akhirnya dengan menggunakan akal ia
berhasil memancing mereka bertiga masuk ke dalam gua
gelap tersebut. Karena orang yang menemui ajalnya di dalam gua itu amat
banyak maka setelah malam tiba sering sekali kelihatan
cahaya api yang memancarkan sinar tajam berkedip tiada
hentinya. Karena kejadian itulah maka gua tersebut mereka namakan
sebagai gua "Pek Kut Yu Huang Tong" atau gua seratus tulang pengejar sukma.
Berhubung gua ini letaknya didasar lembah, maka setiap
jam dua belas tengah malam dan jam dua belas siang hari dari
atas atap gua dengan melalui tujuh lubang kerangka-kerangka
manusia itu menyembur keluar semacam kabut beracun yang
berwarna merah Barang siapa saja yang menghisap asap itu tentu akan
keracunan dan menemui ajalnya tanpa bisa diobati lagi.
Untuk melawan datangnya serangan kabut beracun itu
akhirnya mereka bertiga berhasil menciptakan suatu
permainan ilmu pedang yang mengutamakan pertahanan
dengan diberi nama ilmu pedang "Pek Kut Yu Hun Kiam Hoat".
Ilmu pedang tersebut bukan lain adalah permainan pedang
yang berhasil dilihat Tan Kia-beng sewaktu memasuki gua
tadi. Ketika Tan Cu Liang selesai menceritakan kisahnya, haripun
perlahan-lahan menjadi gelap kembali sehingga suasana di
dalam gua berubah semakin menyeramkan, bahkan hampir
hampir saja sulit untuk melihat kelima jari tangannya sendiri.
Mendadak Tan Kia-beng teringat dengan pedang pusaka
Kiem Ceng Giok Hun Kiam nya. segera ia mencabut keluar
pedang tersebut sambil meyalurkan hawa murninya ke dalam
badan pedang tadi. Selama hidupnya si "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang
paling gemet akan pedang pusaka, sewaktu melihat
kebagusan dari pedang itu tak terasa lagi ia sudah memuji
berulang kali. Pedang bagus! pedang ini pasti sebilah pedang pusaka yang
antik sekali. Beng Jie! kau dapatkan pedang itu dari mana?"
"Beng jie memang ada maksud hendak minta petunjuk dari
ayah tentang ilmu pedang yang tertera di atas sarung pedang
ini" ujar Tan Kia-beng sambil mengangsurkan sarung pedang
tersebut ke tangan si orang tua itu.
Tan Cu Liang segera menyambut angsuran sarung pedang
tadi, sesudah dirabanya beberapa saat berhubung suasana di
dalam gua amat gelap ia tak sanggup untuk memeriksanya
lebih teliti, akhirnya sambil mengembalikan sarung pedang
tadi ketangan pemuda tersebut ujarnya, "Coba kau simpan
dulu, besok pagi biar aku periksa sekali lagi. Tidak lama lagi
kita harus bekerja keras untuk melawan serangan kabut
beracun itu lagi." Di tengah suara percakapan itulah Leng Siauw Kiam Kek
serta Thiat Bok Tootiang telah bangun berdiri, pada saat ini
dari atas atap gua terdengar berkumandangnya suara yang
amat aneh sekali. "Beng-jie!" teriak Tan Cu Liang dengan cepat sambil
meloncat bangun. "Cepat kau berdiri di tengah-tengah kita
bertiga, jangan membuang waktu lagi."
"Tidak usah, Beng-jie punya cara lain untuk melawan
serangan kabut beracun tersebut" tolak Tan Kia-beng
tersenyum. Ketika itulah Leng Siauw Kiam Khek telah melancarkan ilmu
pedangnya disusul oleh Thiat Bok Tootiang serta Tan Cu
Liang. Hanya di dalam sekejap mata seluruh ruangan telah
dipenuhi oleh cahaya tajam yang menyilaukan mata dan
menerangi seluruh gua tersebut.
Bagaimana Tan Cu Liang sebagai orang tua tidak tega
melihat putranya berdiam diri disana sembari memutar
pedangnya dengan gencar iapun diam-diam melihat sekejap
ke arah Tan Kia-beng. Tampaklah pemuda tersebut dengan wajah penuh
senyuman duduk bersila di atas batu besar, dari atas ubun
ubunnya secara samar-samar mengepul keluar segulung asap
hijau yang dengan cepat mengelilingi seluruh tubuhnya rapat-
rapat. Melihat kejadian ini tak terasa lagi ia merasa sangat
terperanjat. diam-diam pikirnya, "Dengan kejadian ini terbukti
tenaga dalamnya sudah berhasil mencapai puncak
kesempurnaan yang tiada taranya, sungguh luar biasa sekali".
Untuk sesaat dalam hatinya merasa terharu bercampur
girang, walaupun Cu Swie Tiang Cing adalah seorang jago
pedang kenamaan, iapun tak luput memiliki perasaan sayang
terhadap putranya sendiri.
Tan Kia-beng sembari menggunakan tenaga khiekang "Jie
Khek Kun Yen" nya untuk melawan asap kabut beracun
tersebut, iapun mulai memperhatikan permainan ilmu pedang
"Pek Kut Yu Hun Kiam Hoat" dari mereka bertiga, diam-diam
pikirnya. "Ilmu pedang ini jikalau digunakan untuk mempertahankan
diri dari serangan musuh memang sangat rapat sekali, jikalau
diantara permainan pedang tadi aku campuri pula dengan
beberapa buah jurus serangan diluar dugaan, bukankah
rangkaian ilmu pedang ini akan jadi lebih sempurna lagi?"
Karena tak ada urusan lain, tanpa terasa pemuda itu sudah
pusatkan pikirannya untuk mengingat-ingat seluruh jurus
serangan tersebut. Sedangkan Tan Cu Liang bertiga karena harus
mempertahankan diri terhadap serangan kabut beracun itu
sehingga tidak sampai menyerang mereka, maka bolak balik
yang dimainkan hanyalah serangkaian ilmu pedang itu.
Satu jam dengan cepatnya berlalu, sedang di dalam waktu
yang amat singkat itulah Tan Kia-beng berhasil mengingat
baik-baik seluruh rangkaian ilmu pedang tersebut.
Kabut beracun sudah berhenti, Tan Cu Liang sekalianpun
dikarenakan sudah kehilangan banyak hawa murni, begitu
kabut beracun mulai menghilang, merekapun segera
menyimpan kembali pedangnya dan duduk bersemedi
mengatur pernapasan. Sebaliknya Tan Kia-beng pada saat yang bersamaan malah
bangun berdiri sambil mencabut keluar pedang pusaka Kiem
Giok Hun Kiam. Dengan mengandalkan daya ingatnya ia mulai mainkan
rangkaian ilmu pedang tersebut sejurus demi sejurus satu
gerakan demi satu gerakan dengan lancar.
Dasarnya memang seorang jagoan yang memiliki bakat
alam permainan pedang yang sesuai dengan apa yang teringat
olehnya selama ini ternyata sama sekali tak meleset.
Menanti ia selesai memainkan rangkaian ilmu pedang
tersebut, Tan Cu Liang sekalian yang bersemedipun telah
selesai. Melihat kejadian itu tak terasa lagi Leng Siauw Kiam Khek
sudah menghela napas panjang.
"Kami bertiga harus menggunakan banyak tenaga dan
harus peras keringat dan darah untuk menciptakan rangkaian
ilmu pedang tersebut, tak disangka kau hanya melihat satu
kali saja telah dipahami semuanya, kau betul-betul sangat
berbakat!" pujinya berulang kali.
"Loocianpwee terlalu memuji!" buru-buru Tan Kia-beng
merendah. "Murid cianpwee, si Ciat Hun Kiam, Si Huan heng
jauh lebih hebat dari boanpwee!"
Berbicara sampai disini mendadak ia menoleh kembali ke
arah Thiat Bok Tootiang sambil sambungnya, "Murid cianpwee
Sak Ih heng, sebetulnya sudah berjanji dengan boanpwee
untuk bersama-sama datang ke gurun pasir, hanya saja
dikarenakan pihak Isana Kelabang Emas telah mengirimkan
jago-jagonya untuk menyerbu gunung Bu-tong-san sehingga
membuat ia sedikit menderita luka, karena itu ia tidak bisa
datang bersama boanpwee. Mungkin saat ini Sak heng sedang
dilatih pedang dengan Thian Liong Tootiang dan sebentar lagi
akan berangkat kemari"
"Heeei.... melihat keadaan semacam ini, lebih baik dia
jangan datang saja." seru Thiat Bok Tootiang sambil menghela
napas panjang. Semula di dalam hati mereka berdua mempunyai perasaan
iri sewaktu melihat perjumpaan ayah beranak antara Tan Cu
Liang dengan Tan Kia-beng beserta bagaimana hebatnya
kepandaian silat yang dimiliki pemuda tersebut.


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kini setelah Tan Kia-beng memberi penjelasan mengenai
keadaan dari Si Huan serta Sak Ih, perasaan tersebut jadi
hilang kembali. Walaupun mereka mengerti kepandaian silat dari Si Huan
serta Sak Ih tentu mendapatkan kemajuan yang amat pesat
tetapi merekapun paham bila kepandaian mereka tak bakal
lebih tinggi dari kepandaian yang dimiliki Tan Kia-beng.
Kalau tidak, bagaimana mungkin mereka dapat berkawan
dengan pemuda tersebut"
Berada di dalam gua itu boleh dikata sama sekali tak dapat
melihat langit pun tidak tahu pula ketika itu sedang siang hari
atau sudah malam. Tetapi kalau pagi hari menjelang datang cahaya yang
menyinari gua itu rada baikan dengan meminjam cahaya sinar
yang ada itulah Cu Swie Tiang Cing mulai melakukan
penyelidikan dengan sangat teliti terhadap ukiran-ukiran yang
terdapat di atas sarung pedang Giok Hun Kiam tersebut.
Dengan amat tenang Tan Kia-beng menanti disisinya,
sewaktu dilihatnya orang tua itu sebentar mengerutkan alisnya
sebentar lagi tersenyum sendiri bahkan ada kalanya
menggerakkan kaki serta tangannya, dalam hati segera
mengerti bila ayahnya sedang memusatkan seluruh perhatian
untuk memecahkan rahasia yang menyelimuti ilmu pedang
tersebut. Karena tidak ingin terlalu mengganggu dirinya, pemuda itu
lantas menoleh ke arah Thiat Bok Tootiang sekalipun untuk
diajak berbicara. Di dalam anggapannya, Thiat Bok Tootiang bertiga yang
pernah bergebrak melawan Majikan Isana Kelabang Emas,
sudah tentu mereka mengetahui juga siapakah dia.
"Loocianpwee berdua pernah bergebrak melawan Majikan
Isana Kelabang Emas, tentunya kalian tahu bukan siapakah
dia?" Perlahan-lahan Leng Siauw Kiam Khek menghela napas
panjang. "Heeei.... bila dibicarakan sungguh mengecewakan sekali,
diantara kita bertiga siapapun belum pernah melihat wajah asli
dari majikan Isana Kelabang Emas, sehingga siapapun dia
kami sendiripun tidak begitu paham" katanya.
"Apa alasannya?"
"Karena setiap kali munculkan diri ia tentu memakai
kerudung hijau di atas wajahnya, yang kami ketahui dia
adalah seorang wanita".
"Loocianpwee masih dapat mengingat ingat berasal dari
aliran manakah perempuan itu serta dari manakah asal usul
ilmu silatnya?" "Ilmu silatnya mirip dengan ilmu kalangan Buddha, tetapi
mirip pula dari kalangan Sian Bun. pokoknya sangat aneh
serta lihay, sehingga sukar ditebak, dan yang paling jelas ilmu
tersebut bukan ilmu aliran hitam."
"Pernahkah dia menggunakan semacam ilmu tenaga
Khiekang yang disebut Hong Mong Ci Khie"
Thiat Bok Tootiang serta Leng Siauw Kiam Khek bersama-
sama menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Cukup mengandalkan kepandaian itu saja Loohu sekalian
sudah merasa sulit untuk menamakan dirinya, bilamana ia
menggunakan ilmu tenaga sakti lagi bagaimana mungkin kami
bisa hidup sampai ini hari"...."
"Heeei.... hal ini memang tak dapat salahkan kalian ujar
Tan Kia-beng mengangguk dan menghela napas panjang.
"Waktu itu kemungkinan sekali ilmu sakti Hong Mong Ci Khie
nya belum berhasil mencapai kesempurnaan sehingga ia tak
berani bertindak secara gegabah. Kini ilmunya sudah jadi tidak
aneh kalau ia mulai melakukan penjagalan secara besar-
besaran. Hmmm! orang-orang Bulim di daerah Tionggoan
bukan merupakan gerombolan manusia-manusia yang dapat
dianiaya semaunya....!"
Apakah mereka sudah melakukan suatu gerakan?"
Tan Kia-beng segera menyeritakan kisahnya sejak muncul
kereta maut sehingga penyemburan mereka ke atas gunung
Bu-tong san bahkan seluruh peristiwa besar kecil yang pernah
terjadi di dalam Bulim sudah diceritakan dengan sangat jelas.
Sehabis mendengar kisah itu baik Thiat Bok Tootiang
maupun Leng Siauw Kiam-Khek sama-sama tak dapat
menahan rasa gusar dihatinya lagi, dengan wajah merah
padam serta sepasang mata berapi-api teriaknya murka,
"Kalau begitu jelas sekali tujuannya yang terutama adalah
mencari permusuhan dengan orang-orang Bulim didaerag
Tionggoan. Hm! Ada satu hari bila kita semua berhasil
meloloskan diri dari kurungan, aku pasti akan mencari dirinya
untuk membuat perhitungan atas hutang-hutang kita selama
ini". "Menurut daya ingat cianpwee berdua, pernahkah kalian
menemui perempuan semacam ini?" Mendadak pemuda itu
mengajukan pertanyaannya. "Bila kita berhasil menebak asal
usulnya maka tidaklah sulit untuk mengetahui maksud
tujuannya". Lama sekali mereka berdua memeras otak, tetapi hasil yang
diperoleh tetap nihil. Melihat kedua orang tua itu tak berhasil mengingat-ingat
sesuatu hal, kembali Tan Kia-beng berkata, "Tempo dulu,
sewaktu Loocianpwee sekalian mengikuti Raja Muda Mo
melakukan penyerbuan ke daerah suku Biauw, pernahkah
kalian menemui seorang perempuan yang sangat aneh gerak
geriknya?" "Walaupun ada beberapa orang selir raja suku Biauw yang
ikut berperang, tetapi mereka bukan termasuk jago-jago yang
menonjol ilmunya" sahut Leng Siauw Kiam Khek setelah
termenung sejenak. "Kalau begitu sungguh aneh sekali!"
"Boanpwee sudah beberapa kali melakukan pertempuran
melawan orang-orang pihak Isana Kelabang Emas dan sering
sekali menemukan ikut sertanya bu-su suku Biauw, karena itu
aku menaruh curiga bila majikan Isana Kelabang Emas
kemungkinan sekali ada sangkut pautnya dengan raja suku
Biauw tempo dulu". "Perkataan dari Hian-tit sedikitpun tidak salah" Mendadak
Thiat Bok Tootiang menimbrung. "Setelah kita berhasil
meloloskan diri dari sini, dengan mengikuti titik terang ini
mungkin sekali kita akan berhasil menemukan keadaan yang
sesungguhnya". Tetapi sewaktu teringat bahwa mereka masih terkurung di
dalam gua tersebut, tak terasa lagi kedua orang itu menghela
napas panjang. Mereka bertiga segera terpelosok ke dalam lamunan
masing-masing.... Mendadak. "Haa.... haaa.... haa.... kiranya begitu, sekarang
aku paham sudah!" seru Cu Swie Tiang Tan Cu Liang sambil
tertawa terbahak-bahak. Mendengar suara tertawa itu mereka bertiga tak terasa lagi
sudah pada mengalihkan pandangannya ke arah si orang tua
itu. Terlihatlah sepasang tangannya sedang berputar dan
menari tiada hentinya di tengah udara, bahkan ada kalanya
memperlihatkan sikap lagi berkelahi.
Sewaktu dilihatnya mereka bertiga sedang menoleh ke
arahnya, dengan cepat ia menoleh dan menggapai ke arah
Tan Kia-beng. "Tidak kusangka akhirnya rahasia ini berhasil aku pahami!"
teriaknya keras. Ditinjau dari paras mukanya jelas sekali menunjukkan kalau
ia merasa amat bangga sekali!
Tan Kia-beng pun merasa sangat kegirangan, buru-buru ia
maju ke depan. "Tia! bagaimana kalau kau mainkan beberapa jurus biar
Beng jie lihat?" katanya.
"Memainkan serangkaian ilmu pedang ini harus
membutuhkan tenaga murni yang amat banyak" kata Tan Cu
Liang sambil menggeleng perlahan "Setiap hari aku harus
melawan serangan kabut beracun yang berarti harus
mengorbankan hawa murni amat banyak sekali, sekarang aku
tak boleh menggunakannya lagi kalau tidak.... Heeei...."
Dari nada suaranya jelas sekali menunjukkan ia
mengandung perasaan sedih yang tiada taranya.
"Apakah Tia sudah keracunan oleh kabut beracun
tersebut?" teriak Tan Kia-beng dengan sangat terperanjat.
"Bukan ayahmu saja yang sudah menderita keracunan yang
berat disebabkan kabut beracun tersebut, sekalipun mereka
berdua juga sama saja keadaannya."
Sembari berkata ia mencincing baju dan memperlihatkan
kulit perutnya, kemudian sambil menuding ke atas sebuah
bisul sebesar mangkuk nasi katanya kembali, "Noda noda
kabut beracun yang meresap ke dalam tubuh kami selama
puluhan tahun ini telah berhasil kami desak sehingga
berkumpul menjadi satu dan membentuk sebuah bisul.
bilamana pada suatu hari daya kerja racun tersebut bangkit
kembali.... heee! sekalipun dewa malaikat yang datangpun
sulit untuk menolong nyawa kami".
Saat itulah Tan Kia-beng baru mengerti mengapa mereka
bertiga tidak berani terlalu banyak menggunakan tenaga
dalamnya tak terasa lagi diam-diam pikirnya, "Jikalau si Rasul
Selaksa Racun ada disini ia pasti dapat berusaha untuk
melenyapkan bisul tersebut"
Berpikir sampai disini tak terasa lagi dengan nada
menghibur katanya, "Tia boleh kau berlega hati, menanti kita
sudah berhasil meloloskan diri dari tempat ini, biarlah aku
pergi mencari adik angkatku si Rasul Selaksa Racun untuk
berusaha melenyapkan racun itu"
"Apa" si Rasul Selaksa Racun adalah adik angkatmu?" seru
Tan Cu Liang dengan wajah gusar.
Setelah merandek sejenak, kembali ia mendengus dingin.
"Hmm! bocah masih hijau sudah berani berbohong dan
mengibul sebegitu besar di depan muka ayahnya sendiri, kau
tidak takut berdosa?"
"Dia memang betul-betul adik angkatku! Beng-jie mana
berani berbohong" pokoknya lain kali Tia akan tahu sendiri...."
Saat ini si "Cu Swie Tiang Cing" Tan Cu Liang merasa malas untuk banyak berbicara dengan dirinya, sambil angsurkan
pedang Giok Hun Kiam ketangan pemuda tersebut ujarnya,
"Coba kau berlatihlah ilmu pedang ini menurut hapalan yang
ada di atas sarung pedang kau coba-coba periksalah apakah
yang berhasil aku pahami betul atau tidak?"
Segera ia mulai menjelaskan seluruh rahasia-rahasia dari
rangkaian ilmu pedang tersebut.
Walaupun ilmu pedang itu dikatakan sebagai suatu
rangkaian ilmu padahal yang benar hanya terdiri tujuh jurus
dengan dua puluh satu gerakan saja, tetapi keanehan,
kesaktian serta kesempurnaannya jauh berbeda dengan ilmu
telapak "Siauw Siang Chiet Cing"
Ilmu pedang ini disebut ilmu pedang "Sian Yan Chiet Can"
dan jurus terakhirnya merupakan suatu ilmu pedang yang
menggunakan hawa murni untuk melontarkan ke depan tidak
aneh kalau Cu Swie Tiang Cing tak berani mencobanya secara
sembarangan. Dasarnya Tan Kia-beng memang sangat berbakat, apalagi
dasar ilmu silatnya sudah kuat maka setelah diberi penjelasan
oleh si "Cu Swie Tiang Cing" dengan cepat ia memahaminya
dan mulai melakukan latihan.
Disebabkan setiap hari mereka bertiga harus mengorbankan
hawa murninya sebanyak dua kali maka Tan Cu Liang bertiga
tidak ingin banyak berbicara. setelah bercakap-cakap sebentar
dengan Tan Kia-beng masing-masing lantas mulai bersemedi
mengatur pernapasan. Kini tinggal pemuda itu seorang diri, dengan pusatkan
seluruh perhatian ia mulai berlatih tiada hentinya.
Entah sudah lewat beberapa hari lamanya tanpa ia sadari
rangkaian ilmu pedang tersebut berhasil ia pahami dengan
matang. Kalau tempo dulu ia memainkan ilmu pedang tersebut
dengan sangat lambat sehingga belum kelihatan jaya
kemampuannya, kini setelah dimainkan dengan penuh tenaga,
kedahsyatannya betul-betul sangat mengerikan sekali.
Hanya di dalam sekejap saja angin dan guntur bergema
memekikkan telinga, cahaya yang menyilaukan mata
memancar keempat penjuru, dimana cahaya pedang
berkelebat terdengarlah suara gemerincingan yang amat
keras. Mendadak pemuda itu membentak keras, terasalah
serentetan cahaya biru menyebar lewat, tahu pedang Giok
Hun Kiam nya bagaikan seekor naga meluncur ke atas sebuah
tiang batu kurang lebih tiga kaki jauhnya dari tempat dimana
ia berdiri. "Criiing....!" di tengah suara getaran yang sangat keras,
percikan bunga api beterbangan memenuhi angkasa, tiang
batu itu kontan saja kena terbabat putus menjadi dua bagian
dan rubuh ke atas tanah dengan menimbulkan suara gemuruh
yang menggetarkan seluruh gua.
Dimana tangan pemuda itu kembali menggape, pedang
tersebut dengan membentuk pelangi panjang sekali lagi
melayang balik ke tangannya.
Inilah jurus "Tiang Kiauw Huo Hong" atau jembatan
panjang menghadang pelang dari ilmu pedang "Sian Yan Chiet
Can", kehebatannya sungguh mengerikan sekali.
Cu Swie Tiang Cing, Thiat Bok Tootiang serta Leng Siauw
Kiam Khek walaupun merupakan jago-jago pedang yang amat
terkenal, tetapi setelah melihat kehebatan dari ilmu pedang
tersebut tak urung menggelengkan kepala juga sambil
menghela napas panjang. "Haaa haaa haaa.... Hian tit bisa memiliki pedang pusaka
yang demikian tajamnya ditambah pula mengandalkan ilmu
pedang yang tiada bandingannya ini, sekalipun majikan Isana
Kelabang Emas memiliki kepandaian yang amat tinggipun
mungkin sulit juga untuk mengalahkan dirimu" ujar Leng
Siauw Kiam Khek sambil tertawa terbahak-bahak.
"Heei.... kalian jangan keburu bergirang hati," nyeletuk
Thiat Bok Tootiang sambil menghela napas panjang.
"Kemungkinan sekali rangkaian ilmu pedang ini bakal
menemani kerangka kita berempat dan selamanya akan
terkubur di dalam gua Pek Kut Yu Hun Tong ini!"
Mengungkap persoalan ini, mereka berempat kembali
merasa bersedih hati, suasana menjadi sangat hening.


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah lewat beberapa saat lamanya, mendadak Tan Kia-
beng buka suara, katanya, "Mengapa kita berempat tidak
secara terpencar mencari jalan keluar" setelah ada pedang
Kiem Ceng Giok Hun Kiam yang amat tajam ditangan kita
apakah kita berempat tak dapat membobol dinding untuk
meloloskan diri dari sini?"
Begitu perkataan tersebut diucapkan keluar, Leng Siauw
Kiam Khek tak dapat menahan golakan dihatinya lagi, ia
segera meloncat bangun. "Perkataanmu sedikitpun tidak salah, ayoh kita segera
bekerja secara terperanjat".
Tidak menanti pendapat dari Tan Cu Liang sekalian lagi, ia
segera menyabut keluar pedangnya dan berjalan menuju ke
arah dinding tebing. Demikianlah, sebentar saja mereka berempat secara
terpencar mulai mengetuk dinding dinding tebing dengan
menggunakan gagang pedang gua mengetahui dibagian
manakah merupakan ruang yang kosong.
Selama ini yang paling dicurigai oleh Tan Kia-beng adalah
arah sebelah Timur, beruturt-turut dia mengetuk beberapa
puluh kali disekitar sana, mendadak terdengarlah sesuatu
ketukan yang keras dan menimbulkan suara pantulan nyaring,
hal ini jelas membuktikan bila tempat itu merupakan sebuah
tempat yang kosong. Dengan hati gembira, tak kuasa lagi pemuda itu berteriak
keras, "Aaahk....! disini ada tempat kosong!"
Hawa murni segera disalurkan ke dalam sepasang
tangannya kemudian dimana pedangnya berkelebat dan
membabat keras ke depan, di atas dinding gua tersebut
muncullah sebuah celah yang besar.
Kemudian setelah dibabat berulang kali pemuda itu baru
menarik kembali pedangnya, sepasang telapak tangannya
dengan menggunakan tenaga dalam dua belas bagian
mendadak didorong ke depan dengan gerakan sejajar dada.
Terdengar suara ledakan yang amat keras bergetar
memecahkan kesunyian, batuan beterbangan debu
menyilaukan mata. di atas tebing gua tersebut muncullah
sebuah lubang besar yang cukup dilalui satu orang.
Serentetan cahaya terang segeramenyeret masuk ke dalam
gua menerangi seluruh ruangan.
Dengan penuh rasa girang ia segera meloncat keluar
melalui celah besar tadi.
Setelah keluar dari mulut celah, pemuda itu baru
menemukan di tempat luaran adalah sebuah lembah kecil
yang terapit di atas dua buah puncak gunung, tempat tersebut
amat lembab licin dan sangat berbahaya, untuk meloloskan
diri dari sana mereka harus berusaha keras untuk menempuh
bahaya melewati tempat-tempat itu.
Beruntung sekali mereka berempat memiliki ilmu sakti yang
luar biasa lihaynya, kendati jalanan di tempat itu sangat
berbahaya tetapi tidak sampai menyusahkan gerakan mereka.
Demikianlah dengan Tan Kia-beng berada di depan serta
Tan Cu Liang dipaling belakang mereka berempat dengan
menggunakan ilmu meringankan tubuh cecak merayap
perlahan-lahan bergerak ke arah luar.
Gerakan mereka ini benar-benar merupakan tindakan yang
sangat berbahaya sekali. Kiranya celah yang berhasil mereka
gali tadi terletak di atas sebuah tebing curam yang licin
bagaikan kaca. Di atas terdapat puncak yang tinggi menembusi awan,
dibawah merupakan jurang yang tak kelihatan dasarnya.
Satu satunya cara buat mereka untuk meloloskan diri dari
sana hanyalah merayap melalui tebing curam laksana kaca
tersebut untuk berusaha mencari jalan keluar.
Tetapi, tebing curam itu luasnya kurang lebih ada lima,
enam puluh kaki, oleh karena itu gerakan mereka kali ini
terlalu payah dan sangat berat buat mereka.
Tan Kia-beng yang memiliki tenaga dalam amat sempurna
hanya di dalam sekejap saja sudah berada tiga puluh kaki
jauhnya, tetapi sewaktu ia menoleh ke arah belakang
tampaklah ketiga orang tua tersebut hingga saat itu baru
barhasil mencapai puluhan kaki jauhnya bahkan kelihatan
sangat bayah sekali. Melihat kejadian tersebut, pemuda itu jadi amat terperanjat.
Dalam hati ia ada maksud untuk merayap kembali guna
menolong mereka bertiga, tetapi sekalipun berbuat begitu
tiada gunanya, karena keempat anggota badannya telah
disaluri hawa murni sama sekali tidak menempel di atas
dinding, ia tak mungkin dapat mengulurkan tangan lagi untuk
membantu orang lain. Terpaksa dengan hati kebat kebit pemuda itu memandang
ayahnya yang sedang merayap mendekat dengan susah
payah. Akhirnya setelah bersusah payah dan berjuang mati-matian
mereka berempat berhasil juga tiba dimulut gunung.
Ketika itulah Tan Kia-beng baru bisa merasa lega, ia
menarik napas panjang panjang kemudian melayang ke atas
permukaan tanah. Terlihatlah olehnya tempat tersebut merupakan sebuah
lembah berbatu yang dimana mana hanya kelihatan batu-batu
aneh berserakan memenuhi permukaan tanah.
Dalam waktu singkat berturut-turut "Cu Swie Tiang Cing"
Tan Cu Liang, Leng Siauw Kiam Khek serta Thiat Bok Tootiang
sudah melayang turun ke atas permukaan tanah.
Dengan hati penuh kegirangan Tan Kia-beng segera berlari
menyongsong kedatangan mereka. Belum sempat ia
mengucapkan beberapa patah kata yang mengaturkan
selamat atas lolosnya mereka dari mara bahaya.
Mendadak.... "Haa....haa....haa.... selama ini aku mengira di dalam
kehidupanku kali ini pasti akan terkubur hidup-hidup di dalam
gua yang amat gelap itu, tidak disangka akhirnya ini hari aku
berhasil bernapas kembali diudara bebas, haa....haa....haa...."
seru Leng Siauw Kiam Khek sambil tertawa terbahak-bahak.
Di tengah suara tertawanya yang amat keras itulah,
tubuhnya bergoyang dan mundur dengan sempoyongan,
terakhirnya ia rubuh ke atas tanah tak berkutik lagi.
Dengan perasaan terperanjat Tan Kia-beng buru-buru maju
ke depan membimbing tubuhnya, ketika ia memeriksa
pernapasan si orang tua itu tahulah pemuda tersebut bila
orang tua tadi sudah menemui ajalnya.
Belum sempat ia berhasil mengambil suatu tindakan
mendadak terdengar dua kali suara rubuhnya benda berat ke
atas tanah, ketika ia menoleh maka terlihatlah "Cu Swie Tiang
Cing" Tan Cu Liang beserta Thiat Bok Too-tiang bersama-sama
sudah rubuh ke atas tanah dan menemui ajalnya.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini merupakan
suasana peristiwa yang tidak pernah terduga olehnya selama
ini, tak kuasa lagi sambil berjongkok memeluk jenasah
ayahnya ia menangis tersedu-sedu.
Suara tangisannya kali ini benar-benar sudah
menumpahkan seluruh perasaan sedih yang terkandung di
dalam dadanya, inilah yang dinamakan lelaki sejati tidak
gampang menangis, setelah menemui kejadian yang paling
menyedihkan maka ia akan menangis laksana air bah yang tak
terbendung lagi. Kiranya Tan Cu Liang bertiga yang terkurung di dalam gua
bukan saja tidak berhasil memperoleh bahan makanan untuk
disantap setiap harinya bahkan setiap hari mendekati jam dua
belas mereka harus melawan serangan dari kabut beracun
yang pasti akan mengorbankan banyak sekali hawa murni
mereka. Bilamana diharusnya bertahan selama beberapa tahun
secara begini, kendati dewapun tak akan tahan.
Masih beruntung tenaga dalam mereka bertiga amat
sempurna, ditambah pula keinginan hidup masih sangat kuat
dihati mereka bertiga sehingga tanpa terasa lagi sepuluh
tahun berhasil mereka lalu dengan selamat.
Pada saat itu mereka setelah disoroti oleh sinar sang surya,
tertiup oleh angin gunung ditambah pula harus berusaha keras
untuk meloloskan diri dari kematian, tanpa mereka sadari
seluruh tenaga murni yang tersisa di dalam tubuh masing-
masing telah habis digunakan semua.
Karena kejadian itulah tanpa menimbulkan sedikit suarapun
mereka telah rubuh menemui ajalnya.
Kita balik kepada Tan Kia-beng yang menangis dengan
sedihnya disisi jenasah ketiga orang tua itu, lama sekali ia
baru bangun berdiri setelah mengusap kering bekas air mata
ia berdiri termangu-mangu disana.
"Pembunuh ayahku beserta paman Thiat Bok dan paman
Leng Siauw adalah majikan Isana Kelabang Emas!" teriaknya
setengah kalap. "Hutang berdarah ini harus aku tagih, aku
hendak membuka pantangan membunuh seluruh iblis yang
terbung dalam Isana Kelabang Emas akan kubunuh satu demi
satu hingga habis, aku hendak bunuh mereka semua...."
Suara teriakannya ini penuh terkandung perasaan dendam,
benci dan napsu membunuh suaranya yang keras
berkumandang dan mengalun tiada hentinya di tengah
pegunungan sunyi. Hal ini membuat angin dingin yang bertiup sepoi-sepoi pada
waktu itupun secara samar-samar terasa membawa suasana
membunuh yang amat mengerikan.
Pada saat Tan Kia-beng sedang berteriak teriak kalap itulah,
secara diam-diam tanpa berisik dari balik sebuah bukit
muncullah dua orang pemuda berpakaian ringkas yang
menyoren pedang panjang. Gerakan tubuh mereka amat cepat, hanya di dalam sekejap
saja kedua orang itu sudah tiba dibawah gunung.
Jelas sekali hal ini menunjukkan bila mereka telah
menemukan jejak dari Tan Kia-beng sehingga gerakan
tubuhnya semakin dipercepat.
Dari tempat kejauhan kelihatan sekali gerakan mereka
cepat laksana dua batang anak panah yang terlepas dari
busur. Tan Kia-beng pun telah menemukan pula kedatangan orang
itu, tetapi ia cuma memandang mereka sekejap sambil tertawa
dingin tiada hentinya. Tiba-tiba ia menengadah ke atas sambil tertawa terbahak-
bahak, suara tertawa tersebut sangat menusuk telinga dan
penuh diliputi perasaan sedih, sehingga mengalun tiada
hentinya di tengah udara.
Beberapa saat kemudian sambil menarik kembali suara
tertawanya ia mencabut keluar pedang pusaka Kiem Ceng
Giok Hun Kiam. "Hee hee heee.... ayoh mari, mari sini!.... Siauw ya mu
memang sedang menunggu kedatangan kalian!" teriaknya
dingin. Belum habis perkataan itu selesai diucapkan, kedua orang
pemuda tersebut sudah tiba dihadapannya.
Tan Kia-beng segera membentak keras, pedang pusakanya
digetarkan menimbulkan cahaya kebiru biruan yang
menyilaukan. Laksana serentetan pelangi panjang dengan dahsyat dan
gencar menggulung ke arah depan, kehebatannya sungguh
luar biasa. Serangan pedang yang dilancarkan Tan Kia-beng barusan
ini benar-benar sangat hebat dan mengerikan.
Beruntung sekali kedua orang pemuda tersebutpun
merupakan jago-jago lihay kelas wahid dari dunia persilatan,
dengan perasaan terperanjat mereka berteriak keras, "Eeeii....
Tan-hong.... mengapa kau berbuat demikian?"
Masing-masing orang dengan cepat mengejutkan badannya
mencelat ke tengah udara kemudian bersalto beberapa kali
dan melayang kekiri dan kanan.
JILID: 6 Kiranya mereka berdua bukan lain adalah Sak Ih dari partai
Bu-tong-pay beserta "Ciat Hun Kiam" Si Huan.
Begitu Tan Kia-beng tersadar bila orang yang baru saja
diserang adalah kedua orang kawannya tak terasa lagi dengan
perasaan sedih ia menarik kembali serangannya lalu menghela
napas panjang. "Heeei....! tidak kusangka perjalanan siaauw te mendatangi
gurun pasir kali ini hanya mendatangkan rasa perjalanan
untuk selama lamanya."
Begitu selesai ia berkata, air mata sudah bercucuran
dengan derasnya. "Apakah suhumu Lok Thayhiap telah menemui bencana?"
tanya Sak Ih berdua dengan perasaan sangat terperanjat.
Dengan amat sedih Tan Kia-beng menggeleng.
"Suhu kalian bersama-sama dengan ayahku kena dikurung
selama sepuluh tahun lamanya di dalam gua batu oleh orang-
orang Isana Kelabang Emas, tidak disangka sewaktu mereka
berhasil meloloskan diri dari kurungan ketiga orang tua itu
bersama-sama telah kehabisan tenaga sehingga menemui
ajalnya...." Sembari berkata ia menuding ke arah ketiga sosok mayat
yang menggeletak di atas tanah
Pada mulanya baik Sak Ih maupun Si Huan yang sedang
pusatkan seluruh perhatian untuk bercakap-cakap dengan Tan
Kia-beng sama sekali tidak ambil perhatian terhadap keadaan
di sekelilingnya, kini setelah ditunjuk oleh pemuda tersebut
tanpa terasa lagi sinar mata merekapun bersama-sama
dialihkan ke arah yang ditunjuk.
Sebentar kemudian mereka berdua merasakan jantungnya
hendak meledak diiringi suara jeritan yang amat keras mereka
berdua sama-sama menubruk ke arah jenasah suhunya
masing-masing dan menangis tersedu sedu.
Hanya di dalam sekejap mata suasana di sekeliling tempat
itu telah diramaikan dengan suara isak tangis mereka bertiga
yang saling susul menyusul, suasana begitu murung, dan
penuh diliputi kabut kesedihan.
Sejenak kemudian mendadak Sak Ih sambil mengusap
kering air matanya meloncat bangun.
"Majikan Isana Kelabang Emas berbuat begitu kejam
terhadap suhu, dan ternyata menggunakan cara yang amat
rendah menghadapi orang-orang Bulim, aku orang she Sak
bersumpah tidak akan berdiri bersama-sama dengan dirinya"
teriaknya keras. Si Huan pun dengan cepat meloncat bangun menyambung
kata-kata Sak Ih dengan nada yang amat benci, "Sakit hati


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbunuhnya suhu aku orang she Si pasti akan menuntutnya
kembali, bilamana kakak berdua tiada urusan lain lagi
bagaimana kalau sekarang juga kita berangkat dan menyerbu
ke dalam Isana Kelabang Emas untuk membasmi setiap orang
yang kita jumpai." Setelah melewati beberapa saat lamanya, Tan Kia-beng
berhasil menenangkan kembali pikirannya, mendengar
perkataan dari kedua orang saudaranya itu ia menyeletuk.
"Untuk sementara waktu kalian berdua janganlah terburu
nafsu, kita harus mengubur dulu jenasah ketiga orang tua ini
kemudian baru merundingkan tindakan kita selanjutnya!"
Demikianlah, mereka bertiga bersama-sama kerja keras
menggali tiga buah liang untuk mengubur ketiga sosok
jenasah orang tua itu kemudian mengangkat pula sebuah batu
cadas yang amat besar dengan Tan Kia-beng yang
mengerahkan tenaga dalam mengukir beberapa tulisan di
atasnya, "Tionggoan Sam Kiam Khek, Cu Swie Tiang Cing,
Thiat Bok Too-tiang, Leng Siauw Kiam Khek terkubur disini!"
Setelah semua urusan dibereskan, pertama tama Tan Kia-
beng lah yang buka suara.
"Saudara-saudara sekalian, lebih baik menantang
bertempur dengan pihak Isana Kelabang Emas secara terbuka
atau secara diam-diam kita melakukan tindakan pembalasan?"
tanyanya. Sinar mata Sak Ih berkilat.
"Kita tantang saja majikan Istana Kelabang untuk
bertanding secara terbuka!" teriaknya terburu bapsu. "Kini ketiga orang tua sudah menemui ajalnya. apa yang perlu kita
takuti lagi dari pihak mereka?"
"Perkataan dari Sak heng sedikitpun tidak salah" sambung
Si Huan membenarkan perkataan kawannya. "Pada tempo
dulu, dikarenakan jejak mereka tiga orang tua masih tidak
jelas dan kita takut pihak Isana Kelabang Emas turun tangan
jahat terhadap mereka kita merasa ragu-ragu untuk bertindak.
Kini kesusahan sudah lewat, apa yang perlu kita takuti lagi"
lebih baik kita kerjakan secara terus terang saja!"
"Haaa.... haaa.... haaa.... haaa.... maksud hati dari Heng
thay berdua persis seperti apa yang cayhe inginkan" Tan Kia-
beng tertawa keras. "Mari kita tiga orang bekerja sama untuk
membasmi bangsat-bangsat itu, sekalipun Isana Kelabang
Emas merupakan telaga naga sarang macanpun kita harus
ganggu mereka sehingga kalang kabut!"
Demikianlah, dengan diiringi suara suitan yang amat
nyaring bagaikan pekikan naga naga dari ketiga orang pemuda
itu, dengan kecepatan laksana kilat mereka bertiga segera
berangkat menuju keIsana Kelabang Emas.
Terhadap jalanan menuju keIsana Kelabang Emas, Tan Kia-
beng sudah sangat hapal. dengan dipimpin olehnya hanya di
dalam sekejap saja mereka bertiga sudah tiba di depan pintu
Isana Kelabang Emas. Suasana disekitar sana terasa amat sunyi hening tak
kedengaran sedikit suarapun bahkan sesosok bayangan
manusiapun tidak nampak. Angin bertiup sepoi-sepoi membawa hawa dingin yang
menggidikan, suasanapun terasa semakin menyeramkan lagi
disekitar sana. Mereka bertiga dengan cepat menghentikan gerakan di
depan pintu setelah dinanti beberapa saat lamanya masih
belum kelihatan juga sesuatu gerakan si "Ciat Hun Kiam" Si Huan lah pertama-tama yang tak dapat menahan sabar.
"Bagaimana kalau kita terjang saja ke dalam?" teriaknya
keras. "Jangan bertindak gegabah! Tan Kia-beng menggeleng.
"Lebih baik kita mohon bertemu dengan pakai aturan
kemudian menantangnya secara terbuka"
Selesai berkata ia lantas kumpulkan hawa murninya ke
dalam tenggorokan lalu berteriak ke arah dalam dengan suara
yang lantang, "Ahli waris dari Tionggoan Sam Kiam Khek, Tan
Kia-beng, Sak Ih serta Si Huan sengaja datang membayangi
majikan Kelabang Emas, harap kalian suka membuka pintu
untuk bertemu!" Suara yang disalurkan keluar tidak begitu keras, tetapi
setiap patah kata bergema dengan amat tegas dan nyaringnya
di tengah udara. Sak Ih sekalian segera tahu, bila pemuda itu sudah
menggunakan semacam ilmu menyampaikan suara yang amat
lihay. Tidak selang beberapa saat kemudian mendadak dari
tempat kejauhan berkumandang datang pula suara yang amat
nyaring dari seseorang. "Aah.... kiranya ada tamu terhormat yang berkunjung
datang, bilamana aku Kong Bun Su rada terlambat
menyambut harus kalian suka memaafkan!"
Perlahan-lahan pintu besar yang terbuat dari besi itu
terpentang lebar-lebar, si Ci Lan pek Kong Sun Su dengan
memakai pakaian perlente dan wajah yang cerah muncul dari
balik pintu. "Aaah.... angin apa yang telah meniup kalian bertiga jauh-
jauh dari daerah Tionggoan berkunjung kemari!" sapanya
sambil menjura. "Hmmm! Buat apa kau berpura-pura tanya setelah tahu"
potong Tan Kia-beng sambil mendengarkan suara
dengusannya yang amat dingin. "Berarti kedatangan cayhe ke
gurun pasir bukankah sudah diketahui oleh kalian orang-orang
Isana Kelabang Emas?"
Ci Lan Pek yang mendengar jawaban itu semula rada
melengak tetapi sebentar kemudian ia sudah tertawa
terbahak-bahak kembali. "Haaa.... haaa.... haaa.... pada beberapa hari ini siauw-te
jarang sekali keluar pintu, aku memang benar-benar tidak
tahu akan urusan ini"
Kepada Sak Ih serta Si Huan iapun lantas merangkap
tangannya menjura. Entah saudara berdua anak murid dari partai mana" harap
Tan heng suka memperkenalkan
"Oouw.... mereka berdua adalah kawan kawah karibku,
yang ini adalah Sak Ih heng anak murid dari Thiat Bok
Tootiang sedang saudara ini adalah Si Huan heng ahli waris
dari Leng Siauw Khek....!" buru-buru Tan Kia-beng
memperkenalkan kedua orang kawannya.
Ia merandek sejenak, kemudian sembari tertawa panjang
tambahnya, "Terus terang saja aku katakan si 'Cu Swie Tiang
Cing' Tan Cu Liang adalah ayahku, ini hari sengaja dengan
mengajak Sak heng serta Si heng kami datang berkunjung
keIsana Kelabang Emas dengan tujuan hendak membereskan
hutang-hutang darah kita dengan suhumu."
Sekali lagi Ci Lan Pek dibuat melengak oleh perkataan
tersebut. "Pada sepuluh tahun yang lalu si 'Cu Swie Tiang Cing' Tan
Cu Liang bersama-sama Thiat Bok Tootiang serta Leng Siauw
Kiam Khek pernah datang berkunjung ke gurun pasir dan
mengadakan pertandingan ilmu pedang dengan suhuku
selama tiga hari lamanya, setelah itu, setelah itu...."
Ci Lan Pek jadi orang jujur, keras dan bijaksana, terhadap
perbuatan suhunya majikan Isana Kelabang Emas
menggunakan berbagai akal serta siasat untuk menghadapi
musuhnya dalam hati merasa sangat tak puas.
Terutama sekali jikalau membicarakan peristiwa yang
terjadi pada sepuluh tahun berselang, dimana suhunya
menggunakan akal licik memancing ketiga orang jagoan
pedang itu masuk ke dalam gua kuno. saat ini ia merasa agak
malu untuk menceritakannya kembali.
Bersamaan itu pula ia sama sekali tak tahu bila ketiga orang
tua itu akhirnya berhasil meloloskan diri dari kurungan dan
menemui ajalnya. "Setelah itu kalian lantas menggunakan akal memancing
mereka memasuki gua Pek Kut Yu Hung Tong, dan
membiarkan mereka siang malam merasakan siksaan terhadap
datangnya serangan kabut beracun, bukan begitu?" bentak si
Cian Hun Kiam, Si Huan dengan keras.
Mendengar suara bentakan tersebut, air muka Ci Lan Pak
kontan saja berubah hebat
Bilamana kalian ada maksud hendak menuntut balas
terhadap persoalan ini, labih baik lain kali saja setelah
menemui suhuku sendiri, maaf Kong Sun Su tak dapat
memberi jawaban." sahutnya.
"Kalau begitu, cepat perintahkan majikan Isana Kelabang
Emas untuk menggelinding keluar menemui diriku." teriak si
Ciat Hun Kiam Si Huan sembari menepuk nepuk sarung
pedangnya. "Haa haaa haaa.... bukankah kalian terlalu tidak pandang
sebelah mata terhadap Majikan Isana Kelabang Emas!" Kong
Sun Su tak dapat menahan hawa gusarnya lagi, ia tertawa
terbahak-bahak. "Jangan dikata pada beberapa hari ini suhuku
lagi keluar istanapun setelah ada aku Kong Sun Su yang
mewakili dirinya apakah saudara saudara sekalian masih
merasa kurang cukup?"
Sak Ih kontan saja mengerutkan dahi, air mukanya berubah
hebat. "Terus terang saja aku beritahu kepadamu!" teriaknya
keras. "Karena terkurung selama sepuluh tahun lamanya di
dalam gua dan setiap hari menderita serangan kabut beracun,
kini ketiga orang tua itu sudah menemui ajalnya. Kedatangan
kami sekalian pada ini hari justru hendak menuntut balas
hutang berdarah ini, jikalau kau tidak mau segera
mengundang Majikan Isana Kelabang Emas keluar menemui
kami.... hee.... heee.... aku takut Istana Kelabang Emas
segera akan menemui hari naasnya dan sebentar lagi akan
berubah menjadi puing-puing reruntuhan!"
Ci Lan Pak yang mendengar permbicaraan antara mereka
semakin tidak karuan, takut gemasnya seluruh cambang di
atas wajahnya pada berdiri bagaikan duri, matanya melotot
bulat-bulat dan mendengus dingin tiada hentinya.
"Isana Kelabang Emas sudah menjagoi seluruh Gurun Pasir
selama puluhan tahun lamanya, selama ini tak pernah
menemui seorang manusia yang begitu bernyali berani
berbicara sumbar di depan pintu. Hmmm! jikalau bukannya
aku Kong Sun Su melihat di atas wajah Tan-heng, aku segera
akan menyuruh kalian menggeletak di atas tanah bermandikan
darah." Sreeet! Dengan menimbulkan suara desiran tajam si Ciat
Hun Kiam, Si Huan segera meloloskan pedangnya dari dalam
sarung. "Hmm! Saudara sebagai anak murid majikan Isana
Kelabang Emas tentunya memiliki kepandaian ilmu silat yang
sangat tinggi biarlah aku orang she Si cari gara gara dulu
dengan dirimu kemudian baru pergi menemui majikan Isana
Kelabang Emas guna perhitungan." bentaknya keras.
Pada saat ini agaknya Ci Lan Pak pun tak dapat bersabar
lagi, sepasang telapak tangannya yang besar kontan saja
dipentangkan lebar-lebar.
"Heee....heee heee.... jika saudara memang sudah merasa
gatel, mari mari, biarlah aku Kong Sun Su melayani dirimu
beberapa jurus dengan mengandalkan sepasang telapak
besiku ini." serunya pula sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Sejak peristiwa kereta maut dahulu boleh dikata
pengalaman Tan Kia-beng mengenai peristiwa peristiwa yang
terjadi di dalam dunia kangouw telah memperoleh kemajuan
yang pesat, ia tahu Isana Kelabang Emas sebagai sarang
pihak musuh, sudah tentu terdapat pula banyak sekali jago-
jago lihay. Tetapi keadaan yang dilihatnya pada saat ini sama sekali
berbeda, bagaimana mungkin kecuali dua orang Bu su
berdandan suku Biauw yang menjaga pintu depan, hanya
kelihatan Kong Sun Su seorang saja yang munculkan diri
menyambut kedatangan mereka"
Kini setelah dilihatnya suasana semakin lama semakin
menegang, si "Ciat Hun Kiam" Si Huan sudah saling tarik otok dengan Ci Lan Pak dan bila tidak dipisah sebentar lagi bakal
berlangsung suatu pertarungan yang amat seru, buru-buru ia
maju selangkah ke depan memisahkan kedua orang itu pada
bagian yang berlawanan. "Tunggu sebentar, jangan bergebrak dulu! Aku ada
perkataan yang hendak disampaikan" teriaknya keras.
Kepada Kong Sun Su sembari tertawa terbahak-bahak
lantas tegurnya, "Saudara! Kau sebagai seorang tuan rumah
setelah kedatangan kawan dari tempat jauh bukannya
mempersilahkan masuk dengan sikap hormat sebaliknya
malah tarik urat dengan pihak tamu bahkan hendak
menantang bergebrak pula, apakah kau tidak merasa sedikit
keterlaluan?" "Sebetulnya siauwte ada maksud untuk bersikap demikian,"
kata Kong Sun Su setelah melengak sejenak. "Tetapi,
berhubung Jien heng ini terlalu memaksa hal ini, membuat aku
jadi terdesak dan apa boleh buat. Tetapi kini, setelah Tan
heng memberi teguran maka meminjam kesempatan ini
bagaimana kalau aku mempersilahkan kalian untuk masuk ke
dalam minum teh dulu?"
Selesai berkata ia lantas menyingkir ke samping
mempersilahkan para tetamunya untuk masuk.
Tan Kia-beng buru-buru menjura ke arahnya lalu dengan
langkah lebar berjalan masuk ke dalam istana.
Sak Ih serta Si Huan yang tidak mengetahui obat apa yang
sedang dijual dalam cupu cupunya terpaksa mengikuti
tindakannya ini dari belakang.
Hanya sebentar saja mereka bertiga telah tiba di depan
pintu istana kemudian masuk ke dalam istana tersebut.
Kiranya Tan Kia Bang yang melihat situasi di dalam Isana
Kelabang Emas pada ini hari rada mengherankan, mendengar
pula Majikan Kelabang Emas masih berada di tempat luaran
belum kembali, maka dalam hatinya ia lantas mengambil
keputusan untuk mengadakan penyelidikan atas keadaan yang
sesungguhnya. Disamping itu iapun mempunyai maksud hendak
menggunakan pembicaraan nanti sedikit memancing dan
mencari tahu jejak ari si Penjagal Selaksa Lie Hu Hong serta
Hu Siauw-cian, setelah itu baru mengambil tindakan
selanjutnya. Oleh sebab itulah dengan paksakan diri menahan rasa sedih
serta mangkel di dalam hatinya ia berusaha bersikap biasa.
Kong Sun Su segera membawa mereka bertiga melewati
sebuah jalanan kecil yang penuh ditumbuhi beraneka bunga
langsung menuju ke dalam sebuah ruangan besar yang megah


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan memancarkan cahaya keemas-emasan.
Ketika berada dalam perjalanan melalui jalanan kecil
menuju ke ruangan tengah tadi, secara diam-diam Tan Kia-
beng sudah mengambil perhatian untuk memeriksa keadaan
dari seluruh Isana Kelabang Emas.
Ia merasa di dalam bangunan besar yang amat megah ini
suasananya amat sunyi, kecuali beberapa orang Bu-su Bu-su
berdandankan suku Biauw berjalan lalu lalang di sana sama
sekali tidak kelihatan jago-jago yang menyolok mata
munculkan diri. Tak terasa lagi dalam hati ia merasa rada bergerak.
Ketika itulah Kong Sun Su mendadak tertawa terbahak-
bahak. "Haa....haa....haaa.... walaupun aku Kong Sun Su dilahirkan
dan dibesarkan di daerah gurun yang terasing, tetapi
selamanya aku paling kagum akan kegagahan orang-orang
Tionggoan. Tan-heng adalah naga diantara manusia hal ini
semakin membuat siauw-te lebih kagum. Bagaimana kalau
sementara waktu kita singkirkan dulu perlahan-lahan yang
tidak menyenangkan untuk minum beberapa cawan arak?"
ajaknya. "Dendam kematian guru sama beratnya seperti dendam
kematian orang tua, jikalau saudara masih tidak juga suka
memanggil suhumu untuk keluar menemui kami. Maaf aku
orang she Si terpaksa akan mengumbar hawa amarah"
mendadak si "Ciat Hun Kiam" Si Huan meloncat bangun dari
tempat duduknya. Ci Lan Pak pun merupakan seorang lelaki gagah yang
berhati keras, setelah didesak berulang kali oleh Si Huan maka
kesabarannyapun telah mencapai pada puncaknya, sepaang
alis yang tebal kontan saja dikerutkan.
"Menghadapi urusan seperti ini aku rasa aku Kong Sun Su
masih sanggup untuk mempertanggung jawabkan, jikalau Si
heng masih terus menerus paksakan diri untuk mengundang
keluar suku maka bagaimana jika tanggung jawab ini aku
Kong Sun Su sendiri yang pikul?" serunya sambil meloncat
bangun pula. "Kalau begitu, maafkan aku orang she Si tidak akan berlaku
lagi." Tanpa banyak komentar Si Huan segera meloloskan
pedangnya dari dalam sarung.
Sewaktu suasana hampir mencapai saat-saat kritis itulah
mendadak dari balik ruangan berkumandang datang suara
bentakan seseorang yang serak parau, berat dan
menyeramkan. "Manusia tidak tahu diri dari mana yang begitu berani
mencari gara-gara di dalam Isana Kelabang Emas, agaknya
sudah tidak doyan hidup lagi!"
Bersamaan dengan suara bentakan tadi terasalah angin
ringan menyambar lewat, tahu-tahu di dalam ruangan itu
sudah bertambah dengan dua orang kakek tua yang
mempunyai dandanan sangat aneh.
"Kong Sun Leng-uh!" tegurnya kemudian dengan kasar ke
arah Ci Lan Pak. "Apa sebabnya kau membiarkan bangsat
anak kura kura yang kurangajar serta tak tahu adat ini gembar
gembor dan main mentang mentang di dalam istana?"
"Heee.... heee.... heee.... terhadap urusan ini aku Kong Sun
Su percaya masih ada kekuatan untuk mengurusinya, kalian
berdua pedindung hukum tak perlu banyak repot-repot" sahut
Kong Sun Pak dengan nada yang dingin, disertai mata
mendelik. Salah seorang kakek tua berwajah putih jerih memelihara
jenggot model kambing gunung serta memperdengarkan
suara tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... hee.... hee.... walaupun saudara adalah murid
tertua dari majikan istana, tetapi aku si Im Hong Shu sudah
menerima pesan perintah dari Majikan untuk menjaga
keamanan istana aku tidak boleh tidak harus menegur dirimu
juga" serunya. Mendadak badannya bergerak maju ke depan menerjang
kehadapan si "Ciat Hun Kiam" Si Huan, bentaknya seram,
"Kalian bertiga mendapat petunjuk dari siapa, berani datang
kemari mengacau Isana Kelabang Emas"
Si "Ciat Hun Kiam" Si Huan yang dibentak semacam begitu,
kontan saja menggetarkan pedangnya kencang kencang lalu
tertawa terbahak-bahak. "Haaa.... haaa.... haaa.... sudah lama sekali pedangku tidak
menghirup darah, kali ini sengaja kami datang kemari untuk
membagi bagi Ang-pauw kepada kalian orang-orang Isana
Kelabang Emas". Sreet! dengan menimbulkan suara desiran yang sangat
tajam pedangnya lantas dibabat ke depan, hanya di dalam
sekejap mata bayangan pedang berkelebatan memenuhi
angkasa mengurung seluruh ruangan.
Kiranya pemuda tersebut telah mengeluarkan ilmu pedang
pencabut sukmanya yang amat terkenal itu.
"Ooouw.... hoo.... kiranya kau hendak mengandalkan sedikit
kepandaianmu ini?" ejek Im Hong Shu sambil tertawa seram.
Ujung jubahnya lantas dikebutkan ke depan, segulung
angin pukulan berhawa dingin dengan cepat menggulung ke
depan, sedang sang tubuh dengan meminjam kesempatan itu
menerjang masih diantara bayangan pedang, berusaha untuk
merebut dari tangan pemuda tersebut.
Si Huan jadi sangat terperanjat, kakinya segera bergeser
pundaknya dibuang ke samping dengan mengikuti gerakan
pedang berputar setengah lingkaran.
Sreeet! Sreeet! di dalam sekejap mata ia mengirim tujuh
buah serangan gencar, setiap jurusnya telah menggunakan
hampir sepuluh bagian tenaga dalamnya.
Karena bersikap gegabah hampir-hampir saja Im Hong Shu
kena terluka ditangan pihak musuh dan dalam keadaan yang
amat gusar sepasang tangannya lantas dipentangkan lebar-
lebar, dengan gerakan mencengkeram, membabat,
menangkap serta menghantam sekali lagi ia menerjang ke
dalam bayangan pedang dengan menggunakan kekerasan
Demikianlah, di tengah kalangan seketika itu juga terjadilah
suatu pertempuran yang amat sangat seru dan mengerikan.
Setelah Im Hong Shu turun tangan, sang kakek lainnyapun
ikut meloncat maju ke depan.
"Mari....! mari....! mari....! siapa yang ingin minta petunjuk
dari aku si Sang Si Ong!" teriaknya keras.
Sambil mencabut keluar pedangnya Sak Ih tertawa
panjang. "Haaa.... haaa.... haaa.... menang kalah pun belum
ditentukan, buat apa kau banyak bicara tidak genah!"
jengeknya. Sang si Ong segera mengerutkan keningnya, dengan
congkak ia tertawa sinis.
Bilamana aku tak berhasil mengalahkan dirimu di dalam
sepuluh jurus, sungguh memalukan sekali aku sebagai
seorang pelindung hukum Isana Kelabang Emas"
"Bagus! kalau begitu mari kita lihat saja nanti"
Serentetan cahaya pedang dengan cepat menyambar lewat,
Sak Ih dengan menggetarkan berpuluh puluh kuntum bunga
bunga pedang segera menyerang ke depan.
Sejak mempelajari ilmu pedang dari Thian Liong Tootiang,
boleh dikata tenaga dalamnya pada saat ini sudah
memperoleh kemajuan yang sangat pesat, sudah tentu
serangannya barusan ini luar biasa hebatnya.
Begitu serangan ini tiba seketika itu juga memaksa Sang Si
Ong mundur dengan terperanjat, pada saat itulah serangan
pedang dari Sak Ih bagaikan mengalirnya air disungai Huang
Hoo dengan gencar dan dahsyat menggunung selapis demi
selapis terus ke depan memaksa Sang Si Ong berkali-kali
harus mundur ke belakang dengan sempoyongan.
Tadi si orang tua itu sudah berbicara besar, kini belum
sampai lewat satu jurus ia sudah kena terdesak mundur terus
tanpa berhasil melancarkan serangan balasan, dari rasa malu
ia menjadi gusar, di atas paras mukanya terlintaslah napsu
membunuh yang meluap-luap.
Di tengah suara suitan yang amat keras telapak tangannya
segera digerakkan menyerang ke depan.
Hanya di dalam sekejap mata angin pukulan menderu-deru
bagaikan tiupan angin taupan, jelas kalau kepandaian silat
yang dimilikinya jauh lebih tinggi satu tingkat dari kepandaian
kakek Im Hong Shu. Oleh karena itu sekalianpun tadi berada dalam keadaan
kritis ia masih berhasil mengimbangi musuhnya.
Kini kedua orang kawannya sudah bergebrak melawan
kedua orang kakek tersebut. maka Tan Kia-beng pun ingin
berpeluk tangan saja, iapun segera bangun berdiri men ke
arah Ci Lan Pak. Kedatangan cayhe sekalian pada ini kali sebenarnya
bermaksud hendak menyambangi Majikan Isana Kelabang
Emas, apakah dia benar-benar keluar haarp heng-thay suka
memberi keterangan yang sejujurnya"
"Suhu memang betul-betul sedang pergi keluar dan tidak
bakal kembali dalam waktu yang pendek, cayhe hanya bisa
memberitahukan soal ini saja kepada saudara dan maaf
persoalan lain tak bisa aku bocorkan.
"Cayhe percaya perkataan dari Heng thay pasti bukan kata-
kata kosong belaka, cuma sesudah dari tempat jauh, datang
ke tempat ini bilamana mengharuskan kami pulang dengan
tangan kosong hal ini patut disayangkan. Sudah lama aku
dengar akan kelihayan ilmu "Hong Mong Ci Khie" mu yang
telah menjagoi seluruh dunia kangouw, kini kepingin sekali
cayhe minta beberapa petunjuk dari Heng thay"
"Haaa.... haaa.... haaa.... kalau memang Tan heng suka
memandang diri cayhe sudah tentu Kong Sun Su akan
menemani dirimu walaupun harus dengan mempertaruhkan
keselamatan sendiri. Cuma saja diantara kita tiada ikatan
dendam maupun sakit hati. Sudah tentu tidak usah pula
melakukan pertarungan mati-matian. Bagaimana kalau kita
batasi sampai saling menutul saja?"
"Perkataan dari Heng-thay barusan ini cukup membuktikan
akan kegagahan serta kejujuranmu" ujar Tan Kia-beng
tertawa. "Jikalah kedudukan kita bukannya berhadap hadapan
sebagai musuh, kepingin sekali siauw-te mengikat tali
persahabatan dengan dirimu! mari! seranglah dulu!"
Di dalam percakapan itulah secara diam-diam hawa
murninya telah disalurkan mengelilingi seluruh tubuh siap-siap
melancarkan serangan ke arah pihak musuh.
"Tan heng adalah pihak tetamu sedang aku sebagai
majikan sudah seharusnya mengalah terlebih dulu. Silahkan
Tan heng turun tangan terlebih dahulu!"
Ci Lan Pak sudah mengetahui jelas akan kehebatan ilmu
kepandaian pemuda itu, maka walaupun dimulut berbicara
sungkan-sungkan padahal secara diam-diam hawa
murninyapun telah disalurkan pula untuk mengadakan
persiapan. Tan Kia-beng tidak sungkan sungkan lagi, telapak
tangannya dengan perlahan didorong ke depan melancarkan
sebuah pukulan Sian In Kong Sah Im Kang.
"Tan heng, sungguh hebat sekali tenaga dalammu! teriak Ci
Lan Pak sambil menyingkir ke samping di atas paras mukanya
masih tersungging akan suatu senyuman.
Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan mendadak
Tan Kia-beng membalikkan telapak tangannya dari pukulan
berhawa dingin menjadi pukulan berhawa panas, lalu dengan
mendatar dibabatkan ke depan.
Seketika itu juga angin pukulan menyambar lewat bagaikan
meledaknya gunung berapi.
Melihat datangnya serangan yang begitu dahsyat senyuman
yang semula menghiasi bibir Ci Lan Pak seketika itu juga
lenyap tak berbekas. Telapak tangannya buru-buru didorong ke depan mengunci
datangnya angin pukulan itu, sedangkan tangan lainnya
laksana sambaran kilat membabat ke arah jalan darah "Ci Tie
Hiat"! Tan Kia-beng tahu jelas bahwa Kong Sun Su tidak
memperoleh seluruh kepandaian ilmu silat dari Majikan Isana
Kelabang Emas maka melihat dia bertempur sungguh-sungguh
melihat pula serangan pukulannya hampir menyambar
datangnya, mendadak tangannya didorong ke arah bawah.
Telapak kirinya dengan menembusi angin pukulan musuh
langsung mengancam jalan darah "Ciang Cing" serta "Thian Sian dengan menggunakan jurus "Kiem Liong Sian Cau" atau
naga emas unjuk cakar. Diikuti dengan gerak tersebut badannya tiba-tiba membali,
tangannya dengan gencar menghantam jalan darah "Cang Bun
Hiat jurus ini merupakan sebuah jurus serangan baru yang
diciptakan pada saat itu pula. hal ini kontan saja memaksa Ci
Lan Pak terpukul mundur dua langkah ke belakang.
Diluaran mereka berdua bicara dengan sungkan-sungkan
dan saling mengalah tetapi kini setelah saling bergebrak
siapapun tidak suka mengalah terhadap lawannya.
Ci Lan Pak yang kena terdesak mundur dengan cepat maji
kembali ke depan, sepasang telapak tangan dilayangkan
kemuka mengirim serangan gencar.
Hanya di dalam sekejap mata ia sudah membalas dengan
sembilan buah pukulan sekaligus, seketika itu juga menjadi
gaduh dan dipenuhi dengan sambaran angin yang menderu-
deru. Melihat kejadian tersebut Tan Kia-beng segera merasakan
hatinya bergidik, ia bersuit nyaring. ilmu pukulan "Siauw Siang Chiet Ciang"nya tanpa sungkan sungkan lagi dikeluarkan
mengiringi permainan pihak musuh.
Ilmu pukulan kuno ini sungguh sungguh luar biasa
dahsyatnya, kendati serangan angin pukulan dari Ci Lan Pak
sangat kuat dan dahsyat ternyata seluruh serangan tersebut
berhasil kena terpukul punah juga.
Mereka berdua yang satu adalah jagoan muda dari daerah
Tionggoan sedang yang lain adalah jago aneh dari Gurun
pasir, saat ini masing-masing pihak telah mengeluarkan
seluruh kepandaian untuk saling bergebrak.
Semakin lama serangan serangan mereka semakin cepat
dan semakin sengit, hanya sebentar saja bayangan mereka
sudah bergabung menjadi satu sehingga sulit dibedakan mana
kawan mana lawan. Angin pukulan menderu-deru berkelebat memenuhi
angkasa membuat meja kursi beterbangan menumbuk tembok
dan menimbulkan suara getaran yang santar.


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi. Sungguh aneh sekali! dari dalam Isana Kelabang
Emas yang begitu besarnya ternyata hanya mereka bertiga
saja yang unjukkan diri melayani mereka bertiga untuk
bertempur, perduli bagaimana ramai serta serunya
pertempuran yang sedang berlangsung dari dalam ruangan
ternyata tak kelihatan munculnya kembali orang keempat.
Masing-masing pihak dengan memepertahankan nyawa
sendiri bertempur sengit kurang lebih satu jam lamanya,
mendadak terdengar Ciat Hun Kiam meraung keras,
pedangnya secara tiba-tiba ditusuk ke depan dengan sangat
keras. Tanpa ampun lagi pundak Im Hong Shu kena tertusuk
sehingga tembus sampai belakang punggung.
Suara jeritan kesakitan segera berkumandang memenuhi
angkasa diiringi suara gemerincingan yang sangat keras.
Diantara perputaran badan yang amat keras itulah Im Hong
Shu ternyata berhasil menghajar putus sebilah pedang baja
yang amat kuat itu menjadi berkeping keping.
Si Chiat sama sekali tidak menduga akan tindakan musuh
ini, ia kena tertarik beberapa langkah ke depan dengan
sempoyongan, dan mengambil kesempatan yang amat sangat
baik inilah Im Hong Shu dengan melarikan diri ke belakang.
Sewaktu Im Hong Shu dengan membawa luka tusukan
melarikan diri ke arah belakang itulah, petarungan antara Sak
Ih serta Sang Si Ong pun telah mencapai pada titik penentuan
menang kalah. Kini omongan dari Sang Si Ong tadi terlalu mengibul, ia
menyambar di dalam sepuluh jurus tentu berhasil
mengalahkan Sak Ih, siapa sangka jagoan pedang yang masih
muda ini walaupun usianya masih kecil tetapi ilmu pedangnya
sudah berhasil dilatih mencapai pada puncak kesempurnaan.
Kini setelah bergerak sebanyak dua ratus jurus bukan saja
itu dapat bertahan atau menyerang sesuka hati bahkan
semakin bergebrak semakin seru, pedangnya bagaikan pelangi
yang membentang dilangit meluncur tiada hentinya keempat
penjuru. Hal ini kontan saja membuat Sang Si Ong saking kheki serta
gemasnya gembar gembor tiada hentinya.
"Bangsat cilik! kau jangan keburu bangga dulu, lihat saja
nanti di dalam tiga jurus loohu tentu akan berhasil mencabut
nyawa anjingmu!" "Haaa.... haaa.... haaa.... kalau begitu biarlah Siauw ya mu
mengunggu aku kepingin melihat apa yang kau ucapkan itu
betul atau salah!" mendadak pergelangan tangannya
digetarkan cahaya hijau memancar keempat penjuru. Hanya
dalam sekejap mata ia sudah mengirim tiga buah tusukan
berantai. Di tengah kesilauan hawa pedang yang tebal suara suitan
aneh berkumandang memenuhi angkasa, mendadak Sang Si
Ong menerjang masuk ke dalam lingkaran bayangan pedang
tersebut. Sambil membentak keras sepasang telapak tangannya
bersama-sama didorong ke depan telapak kanannya dengan
menggunakan jurus "Pin Ku Cing Teh" atau kendang berkerut
tanah menjerit menggetarkan pedang panjang ditangan Sak
Ih, sedang telapak kirinya laksana sambaran kilat membabat
ke depan. Serangan yang muncul secara mendadak ini perduli dalam
waktu maupun keadaan bagaimanapun sulit bagi semua orang
untuk menghindari terpaksa pemuda tersebut memutar
telapak tangannya satu lingkaran. telapakkirinya laksana
sambaran kilat segera mnyambut datangnya serangan
tersebut dengan keras lawan keras.
Pusaran angin menyebar keempat penjuru tubuh Sak Ih tak
kuasa lagi kena terdesak mundur empat, lima langkah ke
belakang dengan sempoyongan, ia merasakan darah panas
bergolak di dalam dadanya, hampir-hampir saja pemuda
tersebut muntahkan darah segar.
Walaupun sang Si Ong sendiri pun kena tergetar mundur
dua langkah ke belakang, tetapi dia yang sudah mempunyai
niat mengadu jiwa setelah terdesak mundur, sekali lagi
menerjang ke depan. Di tengah suara suitan yang amat memekikkan telinga
serangan kedua laksana sambaran kilat cepatnya kembali
menerjang ke depan. Sak Ih terdesak terpaksa sambil
menggertak giginya kencang-kencang ia membalikkan telapak
tangannya menyambut kembali serangan tersebut.
"Plaaaak....!" di tengah suara bentrokan keras yang
mendebarkan, tubuhnya sekali lagi terdesak mundur ke
belakang. Dasar tenaga dalamnya memang sudah kalah satu tingkat
jika dibandingkan dengan Sang Si Ong. apalagi harus
menerima pula dua kali bentrok dalam waktu yang singkat, tak
kuasa lagi pemuda tersebut muntahkan darah segar, ia terluka
dalam sangat parah. Melihat musuhya muntah darah, dengan sangat bangga
Sang Si Ong tertawa terkekeh kekeh....
"Heee.... heee.... heee.... Bangsat cilik, bagaimana
rasanya?" Sepasang telapak tangannya segera dipentangkan lebar-
lebar kembali menubruk datang dari arah samping, di dalam
serangan ini ia sudah menggunakan jurus kebanggaannya
"Pauw Hauw Ping Hoo" atau Harimau ganas menyebrangi
sungai. Angin berhawa dingin dengan cepat meluncur keluar
membasahi tubuh pihak musuh, sekali lagi Sak Ih membentak
keras. Pedangnya membabat ke tengah udara membentuk
segulung hawa pedang yang amat tebal kemudian laksana
angin taupan meluncur ke depan.
Sang Si Ong mengenali jurus ini merupakan jurus "Yu Heng
Hong Hong" dari ilmu pedang aliran Bu-tong pay. bilamana
dengan paksakan diri ia meneruskan tubrukan tersebut.
walaupuan Sak Ih kemungkinan sekali kena terhajar olehnya,
tetapi ia sendiripun bakal terluka dibawah tusukan pedangnya.
Terpaksa sang badan yang sedang meluncur ke depan
direm setengah jalan, sepasang telapak tangannya buru-buru
ditarik ke belakang sedang kaki lantas dirarik pinggangnya
ditekuk, berturut turut ia menggelinding beberapa depa ke
arah samping kanan. Pada saat itulah si "Ciat Hun Kiam" Si Huan sudah
menubruk kesisi tubuh Sak Ih sambil membimbing pemuda itu
denagn perasaan kuatir tanyanya, "Sak-heng, bagaimana
dengan lukamu?" Dari dalam saku dengan cepat Sak Ih mengambil keluar
sebuah botol porselen dan memungut dua butir pil untuk
dijejalkan ke dalam mulut, setelah itu ia tertawa terbahak-
bahak tiada hentinya. "Haa.... haaa.... haaa.... hanya sedikit luka ini saja masih
belum cukup untuk mencabut nyawa siauwte, Si-heng tak
perlu merasa kuatir!"
Walaupun Sang Si Ong di dalam dua kali bentrokan tadi
berhasil melukai Sak ih, tetapi ia sendiripun tidak memperoleh
keuntungan yang besar. Kini melihat kedua orang pemuda
tersebut dengan sepasang mata yang memancarkan cahaya
tajam dan menyilangkan pedang di depan dada menanti
kedatangannya, ternyata tidak berani maju lagi secara
gegabah. Diam-diam ia menyalurkan hawa murninya mengelilingi
seluruh tubuh lalu melakukan persiapan guna menghadapi
segala kemungkinan yang bakal terjadi.
Kini, di tengah kalangan tinggal rombongan Tan Kia-beng
serta Ci Lan Pak saja, mereka berdua yang masing-masing
memiliki tenaga murni sangat sempurna setelah bergebrak
sebanyak seratus jurus, memaksa pertempuran itu semakin
lama semakin seru. Tak terasa lagi diam-diam Ci Lan Pak mulai berpikir dalam
hatinya, "Hmm! aku ingin melihat sampai seberapa lihaynya
tenaga dalam yang dia miliki!"
Kebetulan sekali pada waktu itu Tan Kia-beng sedang
menyerang ke depan dengan menggunakan jurus "Jiet Ceng
Tion Thian". sepasang telapak tangannya bersama-sama
lantas dibalik menyambut kedatangan serangan tersebut.
Dengan cepat kedua gulung angin puklan bentrok menjadi
satu diikuti suara ledakan yang memekikkan telinga, berpuluh
puluh pusaran angin menderu deru dan menyebar keempat
penjuru. Ujung baju Tan Kia-beng yang lebar berkibar keras,
sebaliknya pundak Ci Lan Pak kena keterjang sehingga
bergoyang sedang wajahnya berubah jadi merah padam
cambangnya pada berdiri. "Tenaga dalam Heng thay benar-benar luar biasa."
bentaknya keras. "Sekarang terimalah serangan dari cayhe!"
Telapak tangannya yang besar bagaikan tangan raksasa
dengan mengiringi segulung tenaga lweekang yang amat
dahsyat segera didorong ke depan.
Segulung angin puklan yang hebat tiada taranya diiringi
suara guntur membelah bumi, bagaikan gulungan ombak di
tengah samudra yang menumbuk pantai, segera melanda ke
depan. Sekalipun Tan Kia-beng mengetahui jelas bahwa mengadu
tenaga dalam dengan pihak lawan hanya mendatangkan
kejelekan saja terhadap mereka berdua, tetapi keadaan pada
saat ini mirip dengan anak panah yang sudah dipentangkan di
atas busur, mau tidak mau harus dilepaskan juga.
Karenanya buru-buru ia menyedot hawa murninya panjang.
"Jikalau Heng thay ada kesenangan, aku orang she Tan
sudah tentu akan mengiringinya." jawab pemuda itu lantang.
Sreeet! Iapun mengirim satu puklan ke arah depan.
Tetapi berhubung ia mengerti bagaimana sempurnanya
tenaga dalam pihak lawan, maka serangannya barusan ini
telah menggunakan delapan bagian hawa murni "Pek Tiap Sin
Kang"nya. Dimana angin puklan terbentur satu sama lain, di tengah
udara kembali terdengar suara ledakan yang memekikkan
telinga sehingga membuat pasir dan abu beterbangan
memenuhi seluruh tempat, dinding papan pada retak sedang
masing-masing pihak kena terpukul mundur dua langkah ke
belakang. Ci Lan Pak dasar memiliki tenaga dalam yang dahsyat luar
biasa, selama hidupnya belum pernah ia menemui manusia
yang sanggup mengadu tenaga sebanyak tiga kali dengan
dirinya. Tidak disangka ternyata ini hari ia tak berhasil menangkan
seorang pemuda lemah berdandankan seperti seorang pelajar
semacam Tan Kia-beng, tak terasa lagi perasaan ingin menang
muncul didasar hatinya. Mendadak ia tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... haa.... Saudara boleh dikata merupakan satu
satunya musuh tangguhku selama ini. Maaf terpaksa aku
harus mengeluarkan langkah caturku yang terakhir?" katanya.
"Haaa.... haa.... haaa.... haaa.... justru siauwte memang
berkeinginan hendak mencoba-coba kelihayan dari ilmu
pukulan Hong Mong Cie Khie mu itu, silahkan heng-thay
mengeluarkan seluruh kepandaian yang ada!"
Walaupun diluaran ia berbicara begitu padahal dalam hati
diam-diam pikirnya, "Jikalau seorang anak murid Isana
Kelabang Emas saja aku tak berhasil menangkan, lain kali aku
harus mengandalkan apa untuk bergebrak melawan majikan
Kelabang Emas?" Oleh karena itu keinginanpun untuk menangpun segera
muncul didasar lubuk hatinya, diam-diam ia mulai
mengumpulkan hawa murni "Jie Khek Koan Yen So"nya
mengelilingi seluruh tubuh, makin lama dari ubun-ubunnya
mulai muncullah segulung asap hijau serta asap putih yang
semakin lama semakin menebal.
Pada saat itu sepasang telapak tangan dari Ci Lan Pak pun
dari merah menjadi hijau, dari seluruh tubuh secara samar-
samar memancarkan asap hijau yang tipis membumbung
tinggi keangkasa, kakinyapun perlahan-lahan mulai bergeser
ke arah depan. Jelas masing-masing pihak sudah berada dalam keadaan
yang sangat tegang dan kritis sekali.
Keadaan semacam ini siapapun bisa menangkap dengan
jelas. Sak Ih serta Si Huan tidak lagi menggubris Sang Si Ong,
masing-masing dengan cepat menyebarkan diri kesebelah kiri
dan kanan berdiri dalam sikap siap siaga, mereka bersiap apa
bila Tan Kia-beng menemui bahaya maka setiap saat mereka
akan turun tangan menolong.
Pada saat itu Sang Si Ong pun sudah meloncat kesisi Ci Lan
pak, sepasang matanya yang sipit dan aneh dengan amat
tajam memperhatikan pemuda Sak serta Si yang ada dikiri dan
kanan. Suasana tegang sedikit demi sedkit berlalu dengan
cepatnya sekonyong-konyong....
Ci Lan Pak berteriak keras, sepasang telapaknya bersama-
sama ditekan ke arah depan.
Segulung asap hijau yang sangat tebal perlahan-lahan
mengalir keluar, kelihatannya gerakan tersebut sangat lambat
padahal Tan Kia-beng merasakan dibalik kelambatan tersebut
terdapatlah suatu kaya kekuatan yang maha dahsyat menekan
terus ke atas padanya. Buru-buru sepasang telapak tangannya membentuk
gerakan Thay Khek di tengah udara lalu didorong ke arah luar,
tenaga murni Jie Khek Kun Yen Kan Kun So tak dapat
dibendung lagi dalam bentuk tenaga tak berwujud segera
mengalir keluar menyambut datangnya serangan pihak
musuh. "Bluuuummmm....!" begitu kedua gulung angin pukulan tadi
terbentur satu sama lainnya, di tengah udara segera
berkumandang suara ledakan yang maha dahsyat.
Pusaran angin berputar bagaikan gangsingan, suara
ledakan yang memekikkan telinga menimbulkan gelombang
angin tekanan yang amat kuat membumbung jauh tinggi
keangkasa. Tak kuasa lagi atap-atap ruangan tersebut menjadi ambrol
dan roboh ke atas lantai dan menimbulkan suara berisik.
Tan Kia-beng tidak berhasil menahan diri lanjut ia kena
terdesak mundur tiga, empat langkah ke belakang, dadanya
terasa amat sumpek dan sesak. Buru-buru ia menarik napas
panjang-panjang mengatur pernapasan secara diam-diam,


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setelah lewat beberapa saat dadanya baru terasa rada lega
sehingga perlahan-lahan ia mulai berdiri tegak.
Sebaliknya Ci Lan Pak yang menaruh percaya penuh
terhadap kehebatan ilmu "Hong Mong Ci Khie"nya dimana
setiap kali digunakan tentulah seorang manusia pun berhasil
mempertahankannya. Siapa sangka dugaannya kali ini ternyata meleset, angin
pukulan yang dilancarkan keluar ternyata sudah membentur
oleh sebuah dinding hawa murni yang maha dahsyat.
Tidak kuasa lagi di dalam hati ia merasa sangat terperanjat,
dalam keadaan itulah tubuhnya buru-buru mundur delapan
depa ke arah belakang. Tenggorokannya terasa amis, dada terasa bergolak sangat
keras, tanpa bisa dicegah lagi ia muntahkan darah segar.
Tetapi iapun merupakan seorang lelaki yang bersifat keras
kepala, dengan mentah mentah ia menelan kembali darah
yang muncrat keluar itu, dengan paksakan diri kuda kudanya
diperkuat. Diluar masing-masing pihak kelihatan seimbang, padahal Ci
Lan Pak sudah menemui kerugian yang sangat besar.
Hanya di dalam waktu yang amat singkat Tan Kia-beng
sudah berhasil menenangkan hatinya kembali, sembari
tertawa lantang ujarnya, "Ilmu sakti Hong Mong Ci Khie sudah
aku pelajari, bagaimana kalau kita hentikan saja pertandingan
kita kali ini sampai disini saja?"
Ia sama sekali tidak mengetahui dirinya sudah
mendapatkan kemenangan, di dalam anggapannya bentrokan
yang terjadi barusan ini berkesudahan seri.
Tetapi perkataan tersebut di dalam pendengaran Ci Lan Pak
jauh lebih mengenaskan daripada ditusuk dengan golok,
dengan amat sedih ia menghela nafas lalu bungkam diri dalam
seribu bahasa. Selama ini Tan Kia-beng menaruh perasaan kagum
terhadap sifat Ci Lan Pak, melihat wajah menunjukkan rasa
malu iapun tidak berbicara lebih lanjut lagi, kepada Sak Ih
serta Si Huan, ujarnya, "Kalau memang majikan Isana
Kelabang Emas sedang keluar, sedang di dalam istanapun
cuma tinggal beberapa orang saja. lebih baik kita kembali lagi
kesini, beberapa hari kemudian?"
Selama ini Sak Ih serta Si Huan menganggap Tan Kia-beng
sebagai pentolan mereka melihat dia ada maksud hendak
mengundurkan diri dan melihat pula orang-orang Isana
Kelabang Emas entah sudah pergi kemana semua, hampir
berbareng lantas jawabnya, "Rasanya memang hanya berbuat
demikian" Demikianlah Tan Kia-beng lantas merangkap tangannya
menjura ke arah Ci Lan Pak
"Kalau memang suhumu sedang keluar, baklah biar siauwte
sekalian berkunjung kembali beberapa hari kemudian"
katanya. Selesai berkata dengan mengajak Sak Ih serta Si Huan
bersama-sama berjalan keluar.
Melihat musuh musuhnya hendak berlalu dengan begitu
mudah, Sang Si Ong segera mendengus dingin, kepada Ci Lan
Pak serunya setengah menyindir, "Selama ini Isana Kelabang
Emas tidak pernah mengijinkan siapapun untuk meninggalkan
tempat ini dalam keadaan hidup hidup, apakah kali ini kau
hendak melanggar kebiasaan tersebut?"
"Lalu kalian bermaksud hendak berbuat apa?" teriak Si
Huan sambil putar badan dan menggetarkan pedangnya.
"Haa....haa.... Heng-thay bertiga boleh meninggalkan istana
ini dengan hati lega, semua tanggung jawab akan aku Kong
Sun Su pikul sendiri" teriak Ci Lan Pak secara mendadak.
Dari suara tertawanya Tan Kia-beng dapat menduga bila
hatinya pada saat ini sedang dirundung kesedihan dan
kegusaran, ia tahu murid tertua dari Majikan Isana Kelabang
Emas tentu mempunyai kesulitan di dalam hatinya karena itu
tanpa terasa lagi sambil putar badan katanya!
"Apakah dari pihak Isana Kelabang Emas kalau masih ada
gerakan-gerakan yang lebih kejam" ayoh cepat keluarkanlah
semua! kami tidak menyusahkan Kong Sun-heng!"
"Kalian bertiga boleh cepat-cepat pergi dari sini. aku mau
lihat siapa yang berani mencegat perjalanan kalian" bentak Ci
Lan Pak keras dengan alis yang dikerutkan rapat-rapat.
Bagaimanapun dia adalah tertua dari majikan Kelabang
Emas, dan memiliki ketegasan yang tak dapat dibantah oleh
siapapun. Walaupun dalam hati Sang Si Ong merasa sangat
tidak puas tetapi iapun tak berani banyak bicara, akhirnya
dengan uring uringan si orang tua itu putar badan lalu
mengundurkan diri keruangan belakang.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian itu, dalam hati merasa
rada tidak enak, sehingga ia masih tetap berdiri tegak di
tengah ruangan dalam hati pemuda ini merasa bingung harus
pergi ataukah tetap tinggal disini?"
Selagi Tan Kia-beng dibuat kebingungan itulah dengan
langkah lebar Ci Lan Pak sudah melangkah ke depan, sembari
menjura ia tertawa tergelak.
"Haa....haa....haa.... Semula siauw-heng lah yang
menyambut kedatangan saudara saudara sekalian, sekarang,
biarlah aku juga yang hantar kalian Heng thay bertiga
meninggalkan istana ini."
Mendengar sang majikan sudah keluarkan kata-kata
mengusir tetamunya dari sana, Tan Kia-beng lantas merasa
kurang leluasa untuk banyak cakap lagi.
"Kalau begitu cayhe harus mengucapkan terima kasih atas
tindakan saudara ini" katanya sambil balas menjura.
Selesai berkata dengan langkah lebar pemuda itu lantas
berjalan keluar dari istana tersebut.
Setibanya diluar istana, terdengar Sak Ih dengan perasaan
terharu ujarnya, "Ci Lan Pak tidak malu disebut seorang lelaki
sejati, hanya sayang ia berada dalam perkampungan semacam
ini" "Ehmmm....! jikalau ini hari bukan dia yang bersikap tegas
kemungkinan sekali kita bakal menemui kesulitan lagi" Tan
Kia-beng mengangguk. "Heee.... heee.... heee.... apa yang perlu ditakuti?" nyeletuk Si Huan dari samping sambil memperdengarkan suara tertawa
dinginnya yang tiada henti, "Kedatangan kita ini hari justru
hendak mengadakan pengacauan secara besar-besaran,
setelah punyai rencana, perlu apa kita harus merasa jeri?"
"Perkataanku bukannya bermaksud begitu" sela Tan Kia-
beng memberi penerangan "Pertama, aku merasa keadaan di
dalam Isana Kelabang Emas pada hari ini sangat aneh
Menurut kabar yang aku dengar di dalam Isana Kelabang
Emas banyak terdapat jago-jago lihay, tetapi mengapa yang
muncul hanya Kong Sun Su bertiga" apalagi majikan Isana
Kelabang Emas pun tidak berada di rumah, kemanakah
mereka pergi" Kedua jika didengar dari perkataan suhuku si
awan dan asap selaksa lie, katanya di dalam Isana Kelabang
Emas banyak dipasangi alat-alat rahasia mereka bukankah
keadaan akan jauh lebih merepotkan?"
Menggunakan kesempatan ini kita buru-buru
mengundurkan diri memang suatu tindakan yang paling
tepat." sambung Sak ih membenarkan perkataan kawannya.
"Apalagi pada siang hari kita mengundurkan diri, nanti malam
pun dapat kembali lagi. Jejak serta gerak gerik Majikan Isana
Kelabang Emas harus kita perhatikan secara cermat."
Mereka bertiga sembari berjalan sembari bercakap-cakap,
baru saja melewati sebuah mulut gunung, mendadak....
Serentetan suara tertawa dingin yang amat merdu
berkumandang datang memecahkan kesunyian.
Perasaan Tan Kia-beng jauh lebih tajam daripada kedua
orang kawannya dengan gerakan yang paling cepat ia
mempersiapkan diri. "Siapa?" bentaknya keras.
Tubuhnya laksana sambaran kilat menerjang ke arah
depan. Tampaklah si Si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian dengan
wajah yang cerah berdiri di atas tumpukan batuan cadas dan
memandang mereka bertiga sambil tertawa dingin tiada
hentinya. "Iiii! kaupun berada disini?" seru pemuda tersebut rada
melengak, dengan cepat ia maju mendekat.
Perlahan-lahan Gui Ci Cian menghela napas panjang.
"Heeei.... bukankah disebabkan kalian?"
"Karena kami?" tak terasa lagi Tan Kia-beng memandang
dara tersebut dengan wajah penuh keheranan.
JILID: 7 "Kalian mengira dengan kepandaian silat yang kamu semua
miliki sudah cukup tinggi sehingga jauh jauh datang ke gurun
pasir hendak menuntut balas terhadap pihak Isana Kelabang
Emas" Tetapi mengapa kalian tidak pikirkan, tindakan orang-
orang Isana Kelabang Emas di dalam melakukan sesuatu
berhati-hati" Rencana besar ini telah dipersiapkan selama
puluhan tahun lamanya. Apakah kalian kira hanya
mengandalkan kekuatan kalian bertiga saja, sudah cukup
untuk membasmi mereka" Eeeii.... janganlah kamu orang
berpikir terlalu enteng!"
"Hmm! Kaupun jangan mengira Majikan Isana Kelabang
Emas sangat luar biasa, kami tidak bakal memandang sebelah
matapun terhadap dirinya."
"Lihay atau lemahnya kepandaian silat kami untuk
sementara tidak usah dibicarakan dulu, tetapi seharusnya
kalian dapat mengerti bukan, daerah gurun pasir seluas
ratusan lie masih termasuk di dalam lingkungan kekuasaan
Isana Kelabang Emas" Musuh berada di dalam kegelapan dan
kalian berada di tempat terang, cukup di dalam persoalan ini
saja kalian sudah menderita rugi, apalagi.... heee...."
Belum sempat Dara Berbaju Hijau ini melanjutkan kata-
katanya, Tan Kia-beng tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee heeeh heee.... kedatanganmu ini kali apakah khusus
bertujuan hendak menasehati diriku?" tegurnya.
"Heeei! janganlah kau menaruh kesalah pahaman terhadap
maksudku. Aku Gui Ci Cian secara sukarela suka melanggar
peraturan perguruan dan menghianati perkumpulan dengan
menempuh bahaya datang memberi kabar kepada kalian,
kesemuanya ini tidak lain disebabkan dari dasar hatiku timbul
suatu perasaan kuatir pokoknya pihak Kelabang Emas tidak
segampang apa yang kau pikirkan. Lebih baik kalian cepat-
cepatlah kembali ke daerah Tionggoan dan tidak perlu
menempuh bahaya lagi."
Tidak menunggu Tan Kia-beng memberi jawaban, kembali
sambungnya, "Ini hari kalian dapat meninggalkan Isana
Kelabang Emas dalam keadaan hidup hidup tak dapat diingkari
karena tenaga Toa Suhengku ci Lan Pak seorang. Ia
menyambut kalian dengan menggunakan peraturan Bulim
kemudian menghantar kalian pula keluar istana dengan
menanggung seluruh tanggung jawab, kalau tidak apakah kau
kira kalian bisa meninggalkan Isana Kelabang Emas dalam
keadaan hidup-hidup?"
Selesai mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng tak
dapat menahan diri lagi, ia menengadah ke atas lalu tertawa
terbahak-bahak. "Haa haa haaa.... maksud hati kalian pada saat inipun tidak
bakal meleset persis seperti tindakan kalian tempo dulu
menghadapi ayahku, memancing mereka memasuki gua Pek
Kut Yu Hun Tong, lalu mengurungnya yang patut ditakuti?"
"Heeei! Kalian semua suka mendengarkan perkataanku atau
tidak, hal ini terserah kepadamu sendiri. Pokoknya aku sudah
menggunakan seluruh tenagaku untuk mencegah, cuma...."
Sinar matanya perlahan-lahan menyapu sekejap ke arah Si
Huan serta Sak Ih, kemudian bungkam diri.
Si Ciat Hun Kiam Si Huan yang melihat sikap dara tersebut
dalam hati segera merasakan sesuatu, sambil menarik tangan
Sak Ih buru-buru serunya, "Sak-heng! mengapa kita orang
tidak periksa-periksa dulu keadaan di sekeliling tempat ini"
kemungkinan sekali dari pihak Isana Kelabang Emas sudah
mengirim orang untuk mengawasi gerak-gerik kita" banyak
buang waktu lagi ia lantas menarik tangan Sak Ih untuk diajak
berlalu. Hanya di dalam sekejap saja mereka berdua lenyap dibalik
sebuah hutan yang sangat lebat.
Tan Kia-beng yang melihat kedua orang kawannya berlalu,
untuk sesaat ia dibuat bingung dan tidak mengerti apa
maksud tujuan mereka, tak terasa lagi pemuda tersebut rada
dibuat tertegun. Sebaliknya Gui Ci Cian sangat jelas bila mereka berdua
sengaja sedang menghindar agar mereka berdua dapat
berbicara lebih mendalam lagi.
Menanti kedua bayangan orang pemuda itu sudah lenyap
dari pandangan dara tersebut segera menggerakkan badannya
melayang kesisi tubuh Tan Kia-beng.
"Heei....! apa yang aku katakan semuanya adalah kata-kata
yang sungguh-sungguh" ujarnya sembari menghela napas
panjang. "Kekuatan Isana Kelabang Emas tak mungkin bisa
kalian basmi dengan mengandalkan kekuatan beberapa orang
saja, apalagi pada beberapa hari ini suhuku tidak berada
dalam istana, lebih baik cepat-cepatlah kalian kembali ke
daerah Tionggoan." "Dia sudah pergi kemana?"
"Dengan memimpin seluruh kekuatan yang ada ia
berangkat ke daerah Tionggoan"
"Apa rencananya?"
"Perkataanku tadi sudah cukup membocorkan rahasia
perguruanku, aku tidak dapat memberi penjelasan lebih
lanjut!" "Lalu yang tinggal di dalam Isana Kelabang Emas tinggal
kalian suheng-moay berdua?"
"Boleh dikata memang begitu, dikarenakan persoalanmu
aku serta Toa Suheng mulai dicurigai oleh suhu, oleh sebab itu
ia sudah melarang kami untuk ikut berangkat ke daerah
Tionggoan." "Kau harus tahu kekuatan dari Isana Kelabang Emas sangat
besar dan tak boleh kalian pandang enteng. Walaupun jelas
Toa Suhengku yang pegang tampuk kekuasaan padahal
menghadapi banyak urusan ia tak dapat mengambil keputusan
sendiri. Inilah alasannya mengapa aku suruh kalian cepat-
cepatlah meninggalkan Gurun Pasir."
Dengan perasaan terharu akhirnya Tan Kia-beng
mengangguk. "Nona dapat menaruh rasa kuatir serta perhatian yang


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

demikian besar terhadap kami, cayhe harus mengucapkan
rasa terima kasih kepadamu. Tetapi kaupun harus tahu
menghadapi para bajingan Isana Kelabang Emas aku masih
tidak jeri. Bilamana saat ini Majikan Isana Kelabang Emas
telah membawa kekuatannya memasuki daerah Tionggoan,
kamipun tidak tinggal disini lebih lama lagi."
"Eeei.... kedatanganmu kali ini ke gurun pasir, kecuali
hendak menyelidiki gerak-gerik dari Isana Kelabang Emas
apakah masih punya tujuan lain?"
Mendadak si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian
memperlihatkan satu senyuman yang sangat misterius.
"Tidak ada!" Dengan perasaan tidak paham Tan Kia-beng
menggeleng. "Kalau begitu gadis yang bernama Pek Ih Loo Sat itu bukan
kawanmu?" Dalam keadaan sangat terperanjat, pemuda ini segera
menerjang maju ke depan. "Bagaimana keadaannya?" tanyanya cepat.
"Hiii.... hiii.... hiii.... buat apa kau bersikap begitu tegang, aku tanggung dia tak akan menemui bahaya."
Ia merandek sejenak, kemudian diiringi suara helaan napas
yang amat sedih sambungnya kembali.
"Aku merasa sangat kagum terhadap dirinya. Jikalau aku
Gui Ci Cian yang menghadapi bahaya mungkin siapapun tak
ada yang menggubris."
Walaupun dalam hati Tan Kia-beng mengerti maksud dari
perkataannya itu, tetapi dengan perasaan serius desaknya
lebih lanjut, "Eeei.... kau jangan jual mahal lagi, sebenarnya
kau sudah menemuinya belum."
"Terus terang saja aku katakan kepadamu, sewaktu suhuku
sedang merencanakan hendak membawa seluruh kekuatan
yang ada untuk memasuki daerah Tionggoan, mendadak di
gurun pasir berturut turut muncul jejak musuh. Jikalau pada
hari hari biasa Hmm! sekalipun seorang dewasapun jangan
harap bisa lolos dari kematian. Beruntung sekali ketika itu
sedang memusatkan seluruh perhatiannya di daerah
Tionggoan, sehingga beberapa orang itu dapat berlalu dalam
keadaan selamat. Kini kemungkinan sekali mereka semua
telah kembali ke daerah Tionggoan."
Selesai mendengar kata-kata tersebut Tan Kia-beng mulai
termenung berpikir keras ia merasa tindakan Majikan Isana
Kelabang Emas dimana secara mendadak memimpin seluruh
kekuatannya memasuki daerah Tionggoan tentu mempunyai
suatu maksud atau mungkin juga sedang bersiap-siap
mengadakan suatu serbuan secara besar-besaran. Perduli
dikarenakan dendam ayahnya maupun demi tegaknya keadilah
di dalam dunia kangouw, ia harus cepat-cepat meninggalkan
Gurun psir untuk kembali ke daerah Tionggoan.
Dengan cepat ia lantas merangkap tangannya menjura ke
arah Gui Ci Cian. "Budi nona yang suka menaruh perhatian tidak cayhe
lupakan untuk selamanya, lain kali aku pasti akan membalas
budi kebaikan ini. Disamping itu tolong sampaikan kepada
Suhengmu, katakan saja aku Tan Kia-beng sangat
mengharapkan bisa mengikat tali persahabatan dengan
dirinya!" "Urusan tempo dulu bagaikan asap, buat apa kau ungkap
kembali"...." Gui Ci Cian tertawa sedih. "Jikalau kau benar-benar suka memandang kami sebagai kawan, cepat-cepatlah
tinggalkan tempat ini dan kembali ke daerah Tionggoan"!
Dari dalam sakunya kembali ia mengambil keluar separuh
lembar peta harta karun untuk diserahkan ketangan pemuda
tersebut. "Perpisahan kita ini hari entah sampai kapan baru bisa
ketemu kembali, peta harta karun ini tolong suka kau
serahkan kembali ketangan Mo Cuncu" katanya.
Setelah Tan Kia-beng menerima angsuran peta harta karun
itu, mendadak ia menemukan wajah Dara Berbaju Hijau itu
penuh diliputi kesedihan, sikapnya sangat berbeda sekali
dengan tempo dulu. Tak terasa lagi hatinya rada bergerak,
bersamaan itu pula ia merasa amat kasihan terhadap dirinya.
"Cayhe tahu bila nona sudah menaruh perhatian penuh
terhadap diriku selama ini" ujarnya perlahan. "Tetapi aku
orang she Tan pun bukan seorang yang tak kenal budi,
dikemudian hari bila kau memerlukan bantuan cayhe katakan
saja, asalkan aku dapat melaksanakannya tentu tak akan
kutolak." "Cukup dengan perkataanmu ini hatiku sudah merasa
sangat puas!" seru Gui Ci Cian tertawa merdu.
Tetapi sebentar kemudian ia sudah menghela napas
panjang kembali. "Heeei.... sejak dilahirkan nasibku memang sangat buruk
sehingga terjatuh di dalam perjalananku tempo dulu ke daerah
Tionggoan, setelah ini hari apakah aku bisa hidup lebih lama
atau akan menemui ajalnya sukar ditebak lagi. Tetapi aku tak
bakal merasa benci terhadap dirimu."
Selesai berkata titik-titik air mata mulai bercucuran
membasahi seluruh wajahnya, diiringi suara helaan napas ia
putar badan dan berlalu dari sana.
Tan Kia-beng kontan saja dibuat melengak dari nada
ucapannya barusan ia berhasil menemukan kecuali gadis itu
menaruh rasa cinta kepada dirinya, keadaan yang sedang
dihadapipun sangat berbahaya, tak terasa lagi dengan
perasaan heran pikirnya, "Jika dilihat dari sikapnya sewaktu
mendatangi daerah Tionggoan tempo dulu, jelas
kedudukannya di dalam Isana Kelabang Emas sangat tinggi
dan terhormat sekali, mengapa sekarang bisa jatuh sehingga
sama sekali tak bersinar" ia terus menerus mengatakan bahwa
dirinya telah menghianati perguruan, apakah Majikan Isana
Kelabang Emas sudah menaruh perasaan curiga dan tidak
percaya terhadap mereka suheng-moay berdua"....
Dalam sekali dia berdiri disana berpikir keras, tiba-tiba....!
"Haaa.... haaa.... haa.... Lau-heng, dimanapun kau sangat
beruntung, siauwte benar-benar merasa sangat kagum sekali"
dari belakang tubuhnya tahu-tahu berkumandang dengan
suara tertawa yang amat keras.
Dengan perasaan terperanjat Tan Kia-beng segera putar
badan tampaklah Sak Ih serta Si Huan entah sejak kapan
sudah tiba dibelakang tubuhnya.
"Haaaah....! Heng-thay jangan menggoda lagi" serunya
dengan wajah berubah merah jengah.
"Jika didengar dari perkataan nona itu, aku rasa agaknya
apa yang diucapkan sedikitpun tidak salah. Kelihatannya orang
Isana Kelabang Emas memang sedang merencanakan suatu
siasat keji" mendadak seru Si Huan dari samping dengan
wajah serius. "Kalau sudah menemukan sesuatu yang mencurigakan?"
"Perjalanan siauw-te berdua barusan kemungkinan sekali
sudah mencapai sejauh ratusan lie, ternyata disebelah depan
pada kami telah menemukan jejak-jejak manusia yang sangat
mencurigakan sekali lagi bergerak ke depan, aku takut di
dalam hal ini masih ada sesuatu kejadian yang besar!"
"Haaa.... haaa.... haaa.... haaa.... kalau masih berada di
dalam Isana Kelabang Emas mungkin sekali kita harus merasa
kuatir terhadap alat-alat rahasia serta jebakan yang mereka
pasang disana" seru Tan Kia-beng sambil tertawa terbahak-
bahak. "sekarang di tengah lapangan terbuka yang luas, kita
bertiga dapat menggabungkan menjadi satu untuk bersama-
sama hajar kocar kacir mereka, sekalipun menghadapi
serbuan beribu-ribu tentara, apa yang perlu kita jerikan lagi?"
Dengan penuh semangat Sak Ih serta Si Huan pun
menengadah ke atas tertawa terbahak-bahak.
"Perkataan dari Tan heng sedikitpun tak salah, kalau
memang majikan Isana Kelabang Emas telah mendatangi
daerah Tionggoan, kitapun harus cepat-cepat kembali ke
rumah!" Selesai berkata mereka bertiga dengan cepat
menggerakkan badannya melesat ke depan hanya di dalam
sekejap mata hanya tertinggal sisa bayangan yang kecil dan
akhirnya lenyap tak berbekas.
Kita balik pada Tan Kia-beng bersama-sama dengan Sak Ih
serta Si Huan kembali ke daerah selatan. di dalam hatinya
pemuda ini terus menerus memikirkan persoalan yang
menyangkut Dara Berbaju Hijau itu.
Ia merasa dirinya sudah menyia nyiakan perasaan cinta
gadis tersebut, tetapi iapun merasa kejadian ini merupakan
suatu kejadian yang tak dapat dihindari lagi. Kini ia sedang
memikul beban untuk menyelamatkan seluruh Bulim dari
bahaya kemusnahan apa lagi kejayaan perkumpulan Teh Leng
Kauw pun berada ditangannya.
Disamping itu dendam sakit hati ayahnya belum terbalas,
dari mana datangnya waktu buat dia untuk bercinta dengan
dara tersebut" Selagi ia berpikir keras itulah mendadak terdengar Si Huan
mendengus dingin. "Hmmmm! akhirnya manusia-manusia itu datang juga!"
Tan Kia-beng serta Sak Ih yang mendengar perkataan tadi
tanpa terasa lagi sudah menghentikan langkahnya hampir
berbareng. Sedikitpun tidak salah, dari tempat kejauhan muncullah
serombongan manusia-manusia berdandankan orang-orang
kangouw yang berlari mendekat kemudian mengelilingi
mereka satu lingkaran setelah itu diiringi suara tertawa yang
amat seram kembali mereka lanjutkan perjalanan ke depan
"Kurangajar! bajingan-bajingan ini berani mengejek kita,
ayoh dihajar saja!" bentak Si Huan dengan amat gusar.
"Bajingan bajingan itu tiada harganya untuk diurusi
biarkanlah mereka berlalu!" buru-buru, cegah Tan Kia-beng
sambil tertawa menghina. Belum habis perkataannya selesai diucapkan, mendadak
dari tempat kejauhan kembali berkumandang datang suara
tiupan seruling yang membawakan nada sedih.
"Haaa.... haaa.... haaa.... akhirnya sang pedagang muncul
juga!" teriak Sak Ih tertawa terbahak-bahak dan menepuk
nepuk sarung pedangnya. Suara tiupan seruling itu semakin lama terdengar semakin
santer dan semakin menyebar keempat penjuru, nada yang
dibawakan oleh mereka pun kedengaran amat sedih sehingga
menimbulkan perasaan ngeri bagi siapapun.
Hanya saja selama ini mereka bertiga tidak melihat
munculnya bayangan manusia maupun gerakan apapun.
Perlahan-lahan Tan Kia-beng memperhatikan keadaan di
sekeliling tempat itu, kemudian tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... ayoh jalan! aku ingin periksa
masih dapat penunjukkan permainan setan macam apa lagi
terhadap kita" Tiga orang jagoan pedang yang masih muda belia ini
walaupun menghadapi keadaan yang sangat bahaya dan kritis,
air muka mereka sama sekali tidak berubah.
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang
sangat lihay, laksana sambaran kilat cepat mereka bertiga
kembali melanjutkan perjalanannya ke depan.
Saat ini sang surya sudah dibalik gunung gunung disebelah
Barat, malam haripun menjelang datang, pada waktu itu suara
tiupan seruling tersebut pun telah berhenti bertiup.
Tetapi, suasana yang luar biasa hening serta sunyinya ini
terbalik malah mendatangkan perasaan ngeri serta bergidik di
dalam hati setiap orang. "Saudara berdua! lebih baik untuk sementara waktu kita
berhenti dulu" mendadak Sak Ih berseru sambil menghentikan
larinya. "Mendadak penglihatan siauwte, pada malam nanti
pihak Isana Kelabang Emas tentu akan menjalankan suatu
siasat yang sangat besar dan keji. Sedang kita pada saat ini
masih berada di daerah gurun pasir yang sama sekali terasing
bagi kita. Bagaimanapun kita orang harus melakukan
persiapan" "Paling banyak harus mengadu jiwa dengan mereka,
apanya yang perlu dipikirkan lagi?" teriak Si Huan dengan
marah dan alis yang dikerutkan rapat rapat.
"Musuh berada di dalam keadaan gelap sedang kita dalam
keadaan terang, apalagi di tengah malam buta pula, menurut
pikiranku yang bodoh bagaimana kalau kita mencari dulu
suatu tempat untuk beristirahat" setelah melewati malam ini
kita baru bicarakan kembali"
"Demikianpun baik juga" Tan Kia-beng mengangguk "Tetapi menurut penglihatan siauwte, pertempuran yang amat
mengerikan ini tak bakal bisa kita hindari lagi"
Demikianlah mereka bertiga segera menghentikan
perjalanannya untuk beristirahat diantara gundukan tanah
yang terlindung dari tiupan angin, mengambil keluar rangsum
lalu mulai bersantab. "Menurut penglihatanku" ujar Si Huan kemudian sembari
mendahar santapannya. "Apa yang kita lihat di tengah jalan
tadi kemungkinan besar hanya merupakan suatu gertak
sambal dari pihak Isana Kelabang Emas saja. Pada saat ini
sang majikan Isana Kelabang Emas sedang membawa seluruh
jago-jago lihaynya berangkat ke daerah Tionggoan sudah
tentu orang-orang yang tertinggal di daerah Gurun pasir
hanya merupakan jago-jago yang tak terpakai, buat apa kita
orang harus bersikap begitu tegang?"
Dengan caramu berpikir, siauw-te merasa tidak
sependapat" ujar Sak Ih perlahan. "Isana Kelabang Emas
merupakan markas besar mereka, mana mungkin mereka
tidak meninggalkan beberapa orang jago lihay ditempat"
cukup kita bicarakan dari Ci Lan Pak serta si Si Dara Berbaju
Hijau itu, aku rasa kepandaian silatnya jauh berada di atas kau
maupun aku." Tan Kia-beng yang sedang mendengarkan pembicaraan
mereka dengan cermat, mendadak paras mukanya berubah
hebat. "Aaah" Tubuhnya dengan kecepatan luar biasa tiba-tiba
mencelat ke tengah udara kemudian bagaikan jatuhnya
bintang di langit dengan sebat meluncur ke arah belakang.
Menanti Sak Ih serta Si Huan menemukan kejadian
tersebut, pemuda itu sudah berada kurang lebih lima, enam
puluh kaki jauhnya. Kiranya sewaktu ia sedang mendengarkan pembicaraan dari
kedua orang kawannya mendadak telinganya berhasil
menangkap suara pujian Buddha yang amat rendah tapi berat.
Buru-buru ia menoleh ke belakang, siapa tahu sesosok
bayangan manusiapun tidak tampak, dalam hati Tan Kia-beng
jadi merasa sangat kaget bercampur curiga.
"Terang terangan aku mendengar suara pujian Sang


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Buddha, mengapa sesosok bayangan manusiapun tidak
nampak?" Ketika itulah, mendadak suara yang lembut bagaikan
bisikan nyamuk itu kembali berkumandang masuk ke dalam
telinganya. "Tempat ini bukan tempat yang bagus untuk didiami. cepat
tinggalkan tempat ini!"
Jelas suara tersebut disalurkan dengan menggunakan ilmu
menyampaikan suara, di dalam keadaan terperanjat Tan Kia-
beng segera pusatkan perhatiannya untuk memeriksa arah
berasalnya suara tersebut.
Sayang sekali pada waktu itu suara tersebut sudah
berhenti, tetapi sejenak kemudian kembali suara tersebut
berkumandang datang hanya saja arahnya yang berbeda.
"Pertemuan puncak digunung Ui San jadi diadakan di atas
puncak Si Sin Hong pada bulan delapan tanggal lima belas,
sebelum tanggal tersebut ada baiknya kau buru-buru tiba
disana" ujar orang itu lagi dengan suara yang rendah dan
berat. "Pertemuan yang diadakan kali ini rada berbeda dengan
pertemuan tempo-tempo dulu, kecuali ilmu Khie-kang "Jie
Khek Kun Yen Ceng Khie" mu rasanya tak bakal ada orang
yang berhasil menahan serangan ilmu "Hong Mong Ci Khie"
dari majikan Isana Kelabang Emas lagi.
"Bersamaan itu pula Loolap hendak memberitahu kau suatu
rahasia yang amat besar kepadamu, Majikan Isana Kelabang
Emas sudah membawa seluruh jago-jago lihaynya memasuki
daerah Tionggoan, ia ada maksud ingin menggunakan
kesempatan sewaktu diadakannya pertemuan puncak tersebut
hendak membasmi seluruh jagojago lihay baik dari kalangan
Hek-to maupun dari kalangan Pek-to. Urusan ini menyangkut
pembunuhan secara besar-besaran yang bakal terjadi di dalam
Bulim. Loolap berharap kau bisa mengambil keputusan cepat
dan tepat." Tan Kia-beng yang mendengar berita tersebut dalam hati
kontan saja merasa amat terperanjat selagi ia bersiap-siap
menggunakan ilmu untuk menyampaikan suaranya
menanyakan persoalan ini lebih jelas lagi, siapa sangka
suasana kembali menjadi sunyi senyap, jelas orang itu tidak
menginginkan dia berhasil mengetahui tempat
persembunyiannya. Pada waktu itulah Sak Ih serta Si Huan sudah pada
mengejar datang. "Tan heng, kau sudah menemukan apa?" tanyanya hampir
berbareng. Dengan perasaan ragu-ragu dan penuh curiga pemuda
tersebut menggeleng. "Ada orang mengirimkan berita kepadaku, katanya
pertemuan puncak para jago digunung Ui San akan segera
diselenggarakan, entah berita ini sungguh-sungguh atau
tidak!" "Aduuuh! celaka," teriak Sak Ih tak tertahan lagi. "Jarak ini hari dengan tanggal lima belas bulan delapan tinggal sepuluh
hari, perduli persoalan ini betul atau tidak, kita harus buru-
buru melakukan perjalanan kembali ke daerah Tionggoan."
Ia beserta Si Huan termasuk jago-jago pilihan yang
diajukan partainya untuk mengikuti pertemuan puncak para
jago itu, karenanya setelah mendengar berita tersebut dalam
hati tak terasa lagi rada merasa cemas.
Sebaliknya Tan Kia-beng bersikap serius, kecuali
memberitahukan soal pertemuan puncak digunung Ui San, tak
sepatah katapun ia membocorkan rencana keji dari majikan
Isana Kelabang Emas. Sampai waktu ini di dalam hatinya masih saja terus
menerus memikirkan persoalan ini dengan serius, pikirnya.
Orang yang mengirim berita kepadamu barusan ini jelas
adalah seorang hweesio tua, tetapi siapakah si hweesio tua
itu" mengapa ia tahu pula bila ilmu khiekang "Jin Khek Koan
Yen Kan Kun So" yang aku latih dapat digunakan untuk
menahan serangan ilmu Hong Mong Cie Khie?" kalau memang
ia ada maksud mengabarkan berita itu kepadaku, mengapa dia
tidak suka unjukkan diri untuk bertemu?"
Sak Ih yang melihat pemuda tersebut termenung, tak kuasa
lagi kembali bertanya, "Tan heng! apa kau kenal dengan orang
yang mengirim berita tersebut kepada kita" bilamana urusan
ini sungguh terjadi, kita harus buru-buru melakukan
perjalanan kembali ke daerah Tionggoan".
Perduli urusan ini benar atau tidak, kita harus melakukan
perjalanan siang malam kembali ke daerah Tionggoan" Tan
Kia-beng mengangguk, "Karena kecuali persoalan ini masih
ada lagi suatu peristiwa yang jauh lebih besar dan jauh lebih
penting, walaupun orang yang mengirim berita tersebut
siauwte tidak kenal, tetapi kitapun harus mempercayainya!"
Si Huan yang selamanya bersikap aseran dan tidak sabaran,
buru-buru menimbrung dari samping, "Kalau memang
demikian adanya, kita harus melakukan perjalanan siang
malam, siauwte harus kembali dulu ke gunung Khong Tong"
Demikianlah mereka bertiga tanpa memperdulikan keadaan
bahaya di depan lagi segera melakukan perjalanan cepat
untuk kembali ke arah Tionggoan.
Siapa sangka, baru saja mereka bertiga tiba di tempat
istirahat semula.... Dari empat penjuru mendadak bermunculan kerdipan api
yang segera menyebar memenuhi angkasa.
Dari balik batu-batu cadas yang amat besar muncullan
segerombolan manusia-manusia aneh yang memancarkan
cahaya berapi dari mulut serta hidungnya. Jumlah mereka
Tugas Rahasia 4 Kisah Si Rase Terbang Karya Chin Yung Pedang Kayu Harum 13
^