Pencarian

Rahasia Kampung Garuda 15

Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung Bagian 15


Soal keempat, Gadis berbaju ungu telah kesalahan
tangan membunuh mati ayahnya sendiri, bagaimana
kalau ia nantinya tahu juga soal ini.
Soal kelima Hak-heng Lojin yang mungkin sudah
mendapat kabar tentang kematian dirinya dalam tangan
Kakek penjinak garuda, apakah ia nanti masih mau
menunjang dirinya menjadi Beng-cu.
Semua ini merupakan persoalan yang mengganggu
pikirannya, tetapi karena masih bisa pulang dalam
keadaan selamat, maka segala kesulitan masih ada
harapan untuk diselesaikan. Kecuali itu ialah terserah
kepada kehendak yang kuasa.
ia telah membayangkan dan itulah yang pasti entah
bagaimana girangnya It Jie Hui kiam nanti apabila
mengetahui dirinya masih bisa pulang dalam keadaan
selamat " Sementara itu dalam perjalanan itu Lie Hui terus
berdiam diri, tidak pernah menanya atau mengatakan
apa-apa. Ia agaknya sangat murung, entah apa yang
sedang dipikirkannya. Dengan tak diduga-duga, dua orang wanita yang
sedang berjalan dijalan raya itu, mendadak
menghentikan langkahnya dan memperhatikan dirinya.
Ho Hay Hong terperanjat dan membuka matanya
lebar-lebar. Lie Hui merandak dan bertanya dengan suara pelahan.
Ho Hay Hong tidak menjawab, langsung menghampiri
dua wanita itu dan menyapa pada mereka sambil
memberi hormat: "Nona Su-to, sudah lama kita tidak bertemu, tak
disangka kita berjumpa disini?"
Lie Hui diam-diam berpikir, banyak benar kenalan
wanita muda suhumu ini. Dua wanita itu salah satu memang benar diantaranya
adalah Su to Cian Hui. Ia membalas hormat dan menjawab sambil
tersenyum: "Sudah sejak tadi aku melihatmu, karena kau tidak
perhatikan aku tidak berani menegur lebih dulu.
"Ow, ya, aku lupa perkenalkan, padamu ini adalah
suhu" Kini mengertilah sudah Ho Hay Hong bahwa wanita
yang nampaknya masih pertengahan umur itu adalah
Bwee San Sin-nie, salah satu dari lima orang terkuat
dalam rimba persilatan pada masa itu.
Diam-diam ia merasa heran, karena wanita yang
usianya sudah lebih dari enam puluh tahun ini
nampaknya masih seperti baru empat puluhan.
Ia buru-buru memberi hormat dan menyatakan
kekagumannya. "Dia adalah Ho Sianseng yang muridnya sering
sebutkan kepada suhu itu. Dia seorang pemuda baik dan
jujur serta mempunyai hari depan gilang gemilang,"
berkata Suto Cian-hui. "Ho tayhiap sekarang sudah menjadi seorang besar
yang sangat tersohor namanya, apa kau tidak pernah
dengar orang kata, didanau Keng liong-tie Ho Bengcu
pernah menjatuhkan Ing-siu hingga namanya menjadi
buah tutur semua orang Kangouw Ho Bengcu itu adalah
Ho tayhiap ini!" Bwee san Sin-nie memberi keterangan
pada muridnya sambil tersenyum.
"Murid semula anggap Ho Bengcu itu orang gagah dari
daerah utara, tak disangka kelak dia benar-benar hebat,
Dalam cerita orang banyak, bukankah Ho Bengcu sudah
binasa di tangan si Kakek penjinak garuda" Mengapa
sekarang masih berdiri dihadapan kita dalam keadaan
segar bugar?" kata Suto Cian hui.
Ho Hay Hong buru-buru memberi penjelasan.
"Itu hanya cerita orang saja, aku sebenarnya belum
mati, hanya terluka dan tidak ingat orang, tetapi
sekarang sudah sembuh."
"Orang baik memang selalu dilindungi oleh Tuhan,
ucapan ini nampaknya sedikitpun tidak salah!" kata Suto Cian Hui sambil menganggukkan kepala.
Ia memperhatikan diri Lie Hui dan memandangnya
sejenak, kemudian berkata pula:
"Nona ini sungguh cantik.!"
Ho Hay Hong segera memotong:
"Dia bernama Lie Hui muridku yang baru kuterima!"
"Anak perempuan ini nampaknya sangat cerdik,
sesungguhnya merupakan seorang yang berbakat baik
untuk belajar ilmu silat. Kalau Ho tayhiap, dalam waktu
singkat pasti akan dapat menjadikan dia seorang
terkenal!" berkata Bwee-san Sin-nie sambil tertawa.
Lie Hui yang dipuji oleh Bwee-San Sin-nie, mukanya
merah dan menundukan kepala, t idak berani buka suara.
Selagi Ho Hay Hong hendak membuka mulut,
mendadak tampak Su to Cian hui memandangnya
dengan sinar mata marah, hingga diam-diam hatinya
bercekat. "Kabarnya Tang siang Sucu itu adalah saudaramu.
Apakah itu benar?" demikian gadis itu bertanya.
Ho Hay Hong diam-diam mengeluh, karena ia harus
menelan pil pahit lagi akibat perbuatan saudaranya
dimasa h idup. Ia juga tidak ingin membohong, maka lalu
menjawabnya: "Benar. Kemudian aku baru tahu kalau dia adalah
saudaraku!" "Ho tayhiap benar-benar seorang jujur. Sekarang aku
ingin tahu, dimana sekarang saudaramu itu berada?"
"Dia sudah meninggal!" jawab Ho Hay Hong terus
terang. Su-to Cian Hui terperanjat. "Benarkah ia sudah mati?"
"Tidak ada perlunya aku membohong, apalagi
membohongi dirimu. Beberapa lama berselang ia
dibinasakan oleh Ing-siu, jenazahnya dikubur ditanah
dekat danau Leng-liong-tie. Justeru karena Ing-siu
membinasakan saudaraku itu, maka aku lalu menuntut
balas tanpa memikirkan apa akibatnya. Atas karunia
Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya aku berhasil juga
menuntut balas saudaraku itu!"
"Muridku, perjalanan kita ini jadi tersia-sia saja!"
berkata Bwee San Sin-nie sambil menghela napas.
Su-to Cian Hui berdiri termenung, lama baru bisa
membuka mulut: "Tidak bisa, kita harus menggunakan penyelidikan
dulu. Permusuhan yang menyangkut jiwa seisi rumah
tangga murid, kita tidak boleh dianggap ringan. Ho
tayhiap adalah saudaranya, set idak-tidaknya juga harus
turut pikul sedikit tanggung jawab. Bagaimana boleh
dilepaskan dengan mudah."
Mendengar perkataan itu Ho Hay Hong tertawa getir.
Ia memang sudah menduga lebih dulu akan terjadi hal
itu, maka lalu berkata: "Kalau begitu, aku juga tidak bisa berbuat apa-apa,
terserah bagaimana nona hendak bertindak terhadap
diriku." Entah apa sebabnya mata Suto Cian-hui mendadak
mengembeng air, katanya sambil kertak gigi:
"Suhu, bagaimana murid harus bertindak terhadapnya
?" Menyaksikan emosi muridnya meluap-luap, Bwee-san
sin-nie merasa kasihan, dia menjawab dengan suara
lemah lembut: "Tidak perlu kau bersedih musuhmu sudah mati,
bahwa suatu kejahatan sudah mendapat balasan yang
set impal. Sebetulnya kau harus merasa bergirang."
"Dan dia?" tanya Suto Cian Hui sambil menunjuk Ho Hay Hong. "Apakah suhu hendak melepaskan begitu
saja?" "Dia" Seperti apa katamu tadi dia seorang baik dan
jujur serta mempunyai masa depan gilang gemilang. Kita
Sebagai orang rimba persilatan yang harus menjunjung
tinggi keadilan dan kebenaran, tidak boleh menimpahkan
pada orang lain keatas pundaknya. Jalan, kita harus
mencari orang yang menjadikan pemuda musuhmu
menjadi orang jahat. Orang itu adalah Lam kiang Taybong!"
Mendengar disebutnya nama Lam Kiang Tay bong. Ho
Hay Hong merasa gemas sekali, sebab ia tidak memimpin
Tang-siang Sucu kejalan benar sebaliknya membiarkan
berlaku sewenang wenang dan rupa-rupa kejahatan,
sehingga akhirnya mati secara mengenaskan.
Sebelum ia menyatakan pikirannya, Bwee-san Sin-nie
mendadak berkata sambil menunjuk seorang
penunggang kuda yang dilarikan kearah mereka:
"Dia datang, mari kita pergi mencari Lam kiang Taybong."
Penunggang kuda itu adalah seorang pemuda tampan
bertubuh kekar. Begitu tiba di tempat lalu menegur Su
To Cian-hui: "Adik Hui, kau kenapa" Siapa yang menghina kau?"
Mendengar pertanyaan itu, Ho Hay Hong terkejut, ia
tidak tahu ada hubungan apa antara pemuda tampan ini
dengan Su to Cian-hui. "Tanyalah kepada Suhu!" jawab Su to Cian Hui.
Karena suaranya itu mengandung nada marah
pemuda itu semakin heran, matanya lalu menatap wajah
Ho Hay Hong, kemudian dengan mendadak ia berseru:
"Kau ini bukankah."
Ditegur demikian Ho Hay Hong mendadak ingat siapa
adanya pemuda itu, maka lalu menjawab:
"Ow, kiranya kau!"
Jalan ot aknya lalu terbayang kembali apa yang terjadi
ketika golongan rimba hijau daerah utara mengadakan
pertemuan dihadapan kelenteng tua, pada suatu malam
terang bulan. Seperti apa yang pembaca sudah ketahui malam itu
Kay-See Kim-kong telah memergoki seorang mata-mata
itu adalah pemuda tampan yang kini berada dihadapan
matanya ini. Pada malam itu, dengan suatu akal yang bagus sekali
Ho Hay Hong telah berhasil menolong pemuda itu
sehingga terlepas dari kejaran orang-orang Kay-see kimkong.
Ia benar-benar tidak menduga bahwa orang yang
ditolongnya malam itu adalah kawan baik Su to Cian Hui.
Bwee-san Sin-nie diam-diam juga merasa heran
bahwa muridnya ternyata bersahabat demikian akrab
dengan Ho Hay Hong. Setelah ditanya, baru mengetahui
sebab-sebabnya, maka lalu berkata:
"Oh, jadi Ho tayhiap adalah itu orang yang waktu itu
pernah menolong jiwa muridku, ini benar-benar
merupakan jodoh." Belum habis katanya, mendadak terdengar suara
jeritan Lie Hui, dilain pihak Suto Cian Hui telah
menyergap Ho Hay Hong dengan senjata di tangan.
Untung Ho Hay Hong berlaku gesit, serangannya itu
dapat dielakkan dengan mudah.
Pemuda tampan itu yang menyaksikan perbuatan
gadis itu lalu berkata dengan suara nyaring:
"Sumoay, apakah kau sudah gila" Dia adalah seorang
pendekar budiman yang harus kita hormati!"
Pada waktu-waktu biasanya, pemuda itu selain
menurut dan mengalah terhadap Su to Cian Hui, tetapi
kali ini mendadak demikian marahnya. Dengan satu
gerakan lompatan ia merebut pedang di tangan Suto
Cian Hai seraya berkata: "Sumoay jangan gila-gilaan, ada urusan apa-apa, kita
boleh rundingkan dulu dengan secara sopan."
Bwee-san Sin-nie juga lantas memerintahkan
muridnya jangan berlaku gegabah.
Lie Hui sementara itu dengan mata melotot
memandang Su to Cian Hui, dihadapannya mengucapkan
perkataan yang agak kasar.
"Kalau kau berani berlaku kurang ajar lagi terhadap
Suhu, jangan sesalkan aku nanti tidak berlaku sopan
terhadapmu!" Mendengar perkataan itu, Su to Cian Hui marah, ia
balas memaki: "Kau mau apa" Dengan kepandaianmu yang tidak
berarti ini, apa kau sanggup menahan seranganku?"
"Benarkah kau tidak pandang mata padaku?" demikian Lie Hui yang sifatnya masih kekanak-kanakan itu lalu
naik pitam dan akan menyerang dengan pedangnya.
Ho Hay Hong yang menyaksikan kejadian itu, buruburu
mencegahnya. "Lie Hui, kau jangan berlaku kurang ajar, lekas
mundur!" Lie Hui terpaksa undurkan diri dengan perasaan tidak
senang. Bwee-San Sin-nie yang menyaksikan Ho Hay Hong
tidak marah, semakin baik kesannya terhadap dirinya.
"Perbuatan tidak sopan muridku tadi terhadap Ho
siaohiap, harap Ho siaohiap sudi pandang mukaku
janganlah dibuat pikiran. Bagaimana lagipun, juga Ho
siaohiap dengannya tokh bukan kenalan baru, satu hari
kelak, ia pasti akan berubah pikirannya terhadapmu."
Pada saat itu, pemuda tampan itu baru mendapat
kesempatan perkenalan dirinya terhadap Ho Hay Hong.
"Namaku Lim Khee Bun, tempat tinggalku dikota
Ciang-ciu, kalau ada waktu, harap saudara mampir
dirumahku !" Ia menggenggam erat tangan Ho Hay Hong dan
berkata lagi. "Sebaiknya kita jalan bersama-sama ke selatan."
Tetapi karena tugas Ho Hay Hong belum selesai, maka
ia terpaksa menolak ajakannya.
Dari keterangan Bwee-san Sin-nie, ia baru tahu bahwa
pemuda Lim Khee Bun itu atas persetujuan gurunya telah
dijodohkan dengan Suto Cian Hui, tetapi karena urusan
menuntut balas dendam Su-to Cian Hui belum selesai,
maka perkawinannya masih ditunda.
Mendengar keterangan itu Ho Hay Hong teringat


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepada Thiat Chiu Khim, maka ketika Bwee-san Sin-nie
bertiga pamitan, ia hampir tidak dengar. Setelah mereka
berlalu jauh, ia baru sadar dan merasa malu sendiri.
Dengan membawa Lie Hui, ia melanjutkan
perjalanannya pulang. Dua hari kemudian, ia telah tiba
dikota Tin-kang, salah satu kota besar dan ramai di
daerah utara. Baru melalui sebuah lorong, pandangannya telah
tertumbuk oleh suatu pemandangan yang mengenaskan.
Sebuah rumah besar dengan pekarangannya yang
sangat luas, telah berubah menjadi tumpukan puing,
rupanya habis mengalami kebakaran hebat.
Banyak orang berkerumun dan kasak-kusuk
membicarakan peristiwa itu. Banyak tanda darah
ditempat kejadian itu, tidak salah lagi, itu pasti pertikaian antara orang Kang ouw.
Ho Hay Hong berhenti sejenak untuk turut
menyaksikan, ia tidak merasa heran lagi, maka ajak Lie
Hui berlalu, untuk melanjutkan perjalanannya.
Pada saat ia hendak berlalu, sebilah belati pendek
mendadak berkelebat menikam dadanya.
Ho Hay Hong terkejut tangan kirinya bergerak
menyampok belati pendek itu, hingga terjatuh ditanah.
Kini ia baru melihat dengan tegas bahwa orang yang
menyerang dirinya secara pengecut itu ternyata seorang
laki-laki berpakaian compang-camping. Orang itu
memandang padanya dengan sinar mata gusar.
Ia tidak kenal dengan orang itu, karena ia belum
pernah menginjak kota itu, maka juga tidak mungkin
mempunyai musuh disitu. "Mengapa tanpa sebab kau menikam aku secara
pengecut" Apa kau tidak takut hukum," demikian ia
menegur. "Anak muda, kau tidak kenal aku, tetapi aku kenal
padamu!" berkata laki laki itu sambil tertawa dingin.
Kembali Ho Hay Hong merasa heran, ia maju tiga
langkah, menyambar tangan orang itu dan ditanya:
"Mengapa kau menikam aku" Lekas jawab!"
Orang itu berteriak-teriak kesakitan, tetapi masih
berlaku membandel, sambil tertawa meringis ia
menjawab: "Ho Bengcu, tidak perlu aku membohong, dan kau
juga jangan berlaga pilon. Beberapa hari, berselang kau
telah memerintahkan anak buahmu membasmi Liong
houw-hwee, hingga banyak saudara-saudara kita kini
kehilangan tempat untuk meneduh. Heh, heh, Ho Bengcu
apa kau berani menyangkal?"
Mendengar perkataan itu, Ho Hay Hong baru sadar.
Diam-diam ia merasa girang, karena gadis baju ungu itu
ternyata sudah melakukan tugasnya dengan baik: "Liong
houw-hwee benar-benar sudah dibasmi, kalau begitu
gurunya juga sudah diselamatkan."
Tetapi sebelum jelas benar perkaranya, ia juga masih
belum merasa tenang, maka lalu berkata:
"Kau masih berani menegur aku" Apakah kau belum
tahu, sejak berdirinya Liong-houw-hwee, entah berapa
banyak kejahatan yang kalian lakukan" Kau sekarang
bertanya padaku, sudah tidak salah lagi kalau salah satu
anggauta perkumpulan itu. Apakah kau tidak takut akan
kubasmi sekalian ?" "Takut apa" Andai kata aku mati, dua puluh tahun lagi sudah akan menjelma menjadi seorang gagah lagi-Sebaliknya dengan kau, perbuatanmu ini sudah
menimbulkan kemarahan orang-orang dari golongan
hitam cepat atau lambat kau pasti akan binasa diujung
senjata!" kata orang itu sambil tertawa terbahak-bahak.
Lie Hui merasa panas, tangannya lalu bergerak
menampar pipi orang itu sambil membentak:
"Bangsat kau terlalu brutal. Tutup mulutmu!"
"Budak hina kau membantu kejahatan juga akan mati
tidak wajar!" hardik lelaki itu.
Melihat orang yang datang menonton semakin banyak
Ho Hay Hong menekan semakin keras:
"Kau harus menjawab terus terang semua
pertanyaanku rumah yang sekarang sudah menjadi
tumpukan puing ini apakah dahulu pusatnya Liong houwhwee?"
Orang itu masih coba membandel, tetapi karena tidak
sanggup penderitaan hebat, akhirnya menjawab:
"Benar, tempat ini dahulu adalah markasnya Liong
houw-hwee!" "Orang-orang yang tertawan dalam rumah ini, apakah
semua sudah ditolong oleh anak buahku ?"
"Benar. Perkumpulan kita sejak dimusnahkan oleh
orang-orangmu, kini sudah tidak mempunyai kekuatan
melanjutkan usahanya!" katanya dengan sedih, "kasihan saudara-saudaraku, mereka ada yang mati, ada yang
terluka parah atau ringan, ada yang sudah kabur. Mereka
kebanyakan sembunyi didalam rimba, untuk menunggu
kedatangan pemimpin kita"
"Mengingat kedudukanmu yang tidak penting
kuampuni jiwamu lekas enyah dari sini!" berkata Ho Hay Hong sambil melemparkannya jauh-jauh, "lain kali kalau kau berani berbuat jahat lagi dan terjatuh kedalam
tanganku, aku tidak dapat mengampuni lagi!"
"Kau jangan bangga, nanti kalau hweecuku kembali
kau akan mendapat pembalasan yang set impal dengan
kejahatanmu." "Lekas pergi, pemimpinmu tidak akan kembali untuk
selama-lamanya." Orang itu masih belum mengerti maksud yang
terkandung dalam perkataan Ho Hay Hong, sambil
tertawa mengejek ia melarikan diri.
Ho Hay Hong tidak mau membuang waktu ia
mengajak Lie Hui meneruskan perjalanannya, tak lama
kemudian sudah keluar kota lagi.
Sepanjang jalan hampir tanpa mengaso, beberapa hari
kemudian sudah tiba digedung It-jie Hui Kiam.
"Apakah ini rumah suhu?" t anya Lie Hui ketika melihat Ho Hay Hong menuju kesebuah gedung besar.
"Bukan, ini adalah rumah kakekku!"
"Ow." Tanpa mengetuk pintu lagi Ho Hay Hong terus masuk
kedalam dan langsung menuju ke ruangan tamu.
Tak lama kemudian banyak orang menyerbu dirinya
dan menanyakan keadaannya.
Ia mengerti perasaan mereka sebab seorang yang
dianggapnya akan mati diperjalanan ternyata pulang
kembali dalam keadaan selamat.
Diantara begitu banyak orang hanya tidak tampak
dirinya gadis berbaju ungu maka ia segera menanyakan
kepada kakeknya: "Engkong kemana dia?"
"Dia" Bukankah dia pergi bersamamu?"
Ho Hay Hong terkejut, "Kalau begitu jadi selama ini ia belum pernah kembali?"
"Mengapa kau tanya demikian?"
Ho Hay Hong mendapat firasat jelek kalau tidak ada
halangan gadis itu semestinya sudah pulang kerumah.
Meskipun hatinya merasa gelisah, tetapi ia tidak mau
memberitahukan keadaan sebenarnya kepada kakeknya
sebab ia khawatir kakek itu nanti menjadi risau.
Ia paksakan diri untuk tersenyum lalu menceritakan
pengalamannya sendiri kepada kakeknya dan
memperkenalkan Lie Hui kepada orang banyak.
Setelah itu, dengan alasan ada urusan yang harus
segera diselesaikan, ia minta diri dengan tergesa gesa:
Dengan menggunakan ilmunya meringankan tubuh ia
lari menuju ke Su-hay Piauw-kiok.
Su-hay Piauw kiok ini didirikan oleh pusat golongan
rimba hijau daerah utara, yang menjadi pengurus rumah
pengiriman barang itu adalah seorang tua berbadan
bongkok yang sudah lanjut usianya.
Ia tidak kenal Ho Hay Hong, tetapi bersedia
menunjukkan jalannya untuk pergi kemarkas golongan
rimba hijau daerah utara.
Maksud Ho Hay Hong semula, hendak memerintahkan
saudara-saudara dari rimba hijau untuk mencari jejak
gadis baju ungu, sebab kecuali gadis itu masih ada
Suhunya sendiri Dewi ular dari gunung Ho-lan-san.
Atas petunjuk orang tua dari Su-hay Piauw kiok,
akhirnya ia dapat menemukan gedung kuno mirip
kelenteng yang menjadi pusat markasnya golongan
rimba hijau daerah utara.
Karena ia anggap diri sendiri sebagai pemimpinnya
maka ia tidak menghiraukan orang-orang yang menjaga
pintu langsung memasukinya.
Setelah melalui jalanan berliku-liku dan panjang
akhirnya dipegat oleh empat orang yang menjaga dipos
itu. Ho Hay Hong menduga tempat itu pasti tempat
penting, tetapi ia tetap tidak menghiraukannya dan terus
masuk kedalam pendopo. Tiba diruangan pendopo yang luas itu, ia baru tahu
bahwa ditempat itu sedang dilakukan upacara
sembahyangan yang dihadiri oleh seluruh anggota
golongan rimba hijau daerah Utara.
Ditengah-tengah pendopo terdapat sebuah meja
sembahyang, didinding tergantung sebuah lukisan potret
yang mirip dengan Tang-siang Sucu tetapi diatas meja
itu terdapat sebuah papan roh orang yang mati dengan
tulisan: Rohnya Ho Hay Hong Bengcu keempat belas.
Ho Hay Hong yang menyaksikan pemandangan itu,
diam-diam merasa geli, karena dirinya ternyata dianggap
sudah mati oleh semua anak buahnya.
Ia segera maju menghampiri meja sembahyang dan
dibalikkannya. Kemudian berkata dengan suara keras:
"Dimana Tok-heng Tayhiap?"
Sebab selama ia melakukan perjalanan ke selatan
jabatan itu diwakili oleh Tok-heng Tay hiap. Kecuali itu,
diantara anggauta golongan rimba hijau, juga hanya Tokheng Tayhiap yang kenal baik dengannya. Karena pada
saat itu tanda emas tidak ditangannya, maka juga hanya
orang itu yang dapat membuktikan identitasnya.
Dengan serta merta dari rombongan orang banyak itu
lalu muncul seorang tua yang rambut dan jenggotnya
sudah putih seluruhnya. "Kau. kau." hanya itu saja yang keluar dari mulutnya.
"Aku belum mati!" kata Ho Hay Hong dengan suara
keras. Ketika mendengar pernyataan itu, suasana lantas
menjadi gempar. Semua hadirin lantas berlutut sambil
berseru : "Bengcu tiba, kita telah lalai menyambut, maafkan
dosa kita!" Ho Hay Hong segera membalas hormat, kemudian
bertanya kepada Tok-heng Tayhiap sambil menunjuk
pakaian kebesaran diatas kursi:
"Tok-heng Tayhiap, ini pakaian siapa?"
"Dengan terus-terang, pakaian kebesaran ini buat
untuk bengcu, tetapi kemudian kita mendengar kabar
bahwa Bengcu sudah wafat dalam pertempuran di danau
Keng-liong-tie, maka sekarang hendak dilakukan upacara
sembahyangan roh Bengcu" jawab Tok-heng Tayhiap.
"Oh ! Jadi anggap kau aku sudah mati" Haha Lucu
juga!" kata Ho Hay Hong sambil tertawa terbahak-bahak.
Kemudian ia mengambil pakaian kebesaran itu dan
dipakainya. Selagi hendak memberi perintah kepada
orang-orangnya untuk mencari jejak gadis baju Ungu,
Tok-heng Tayhiap mendadak bertanya padanya:
"Bengcu ada satu hal aku hendak tanya, apakah tanda
kepercayaan emas itu masih berada ditangan Bengcu?"
Ho Hay Hong merasa tertarik oleh pertanyaan itu,
maka lalu menjawab dengan segera.
"Tidak ada!" "Bengcu, tanda kepercayaan itu benarkah Bengcu
serahkan kepada gadis berbaju ungu untuk
menggunakan?" tanya Tok-heng Tayhiap dengan serius.
"Benar. Gadis baju ungu itu adalah sahabatku
terdekat!" jawabnya sambil menganggukkan kepala.
Wajah Tok-heng Tayhiap pucat seketika, ia berkata
dengan suara gelagapan. "Oh, Kalau begitu aku benar-benar telah melakukan
kesalahan besar." Mendengar itu Ho Hay Hong segera menanya:
"Tok-heng Tayhiap, apa katamu?"
"Hamba sungguh berdosa besar, telah menawan nona
itu bersama kawannya." jawab Tok-heng Tayhiap dengan
suara gemetar. Mendengar jawaban itu Ho Hay Hong diam-diam
menarik napas lega. "Sekarang kau lekas suruh orang bawa ke mari,
kesalahanmu telah kau lakukan tanpa sengaja, aku juga
tidak menyalahkanmu," demikian ia berkata.
Tak lama kemudian, empat pemuda pakaian putih
telah membawa keluar gadis baju ungu bersama Dewi
Ular dari gunung Ho lan san.
Melihat suhunya, Ho Hay Hong sangat terharu. Ia
buru-buru menghampirinya sambil memberi hormat.
Dewi ular dari Ho lan san semula terkejut tetapi
kemudian lantas sadar dan berkata:
"Dari mulut nona ini, aku sudah mengetahui segalagalanya tentang pergaulanmu. Anak baik."
Entah bagaimana, perempuan tua itu sudah tidak
sanggup mengendalikan perasaannya airmata mengalir
turun membasahi kedua pipinya.
Ho Hay Hong semakin terharu katanya: "Suhu, suhu
nampaknya semakin kurus."
"Tidak apa, dalam hatiku merasa sangat gembira. Aih
ada siapa yang lebih gembira dari padaku bisa melihat
kau lagi dengan suksesmu yang gilang gemilang itu !"
Gadis baju ungu menyerahkan kembali tanda
kepercayaan emas kepada Ho Hay Hong seraya berkata:
"Engko Hong, aku merasa girang dapat melaksanakan
tugas yang kau berikan padaku, perkumpulan Liong
houw hwee kini sudah ku basmi habis."
"Adikku aku merasa menyesal telah menyusahkan
dirimu !" Mata gadis itu mendadak merah, dua butir airmata
keluar dari kelopak matanya.
Ho Hay Hong sangat terharu, buru-buru menanya:


Rahasia Kampung Garuda Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Adik, kau kenapa ?"
"Aku telah merasa berbuat salah terhadapmu aku.
aku." jawabnya dengan suara terisak-isak.
"Adik apa sebetulnya yang telah terjadi?" tanya Ho Hay Hong heran.
Gadis itu nampak ragu-ragu. Dewi Ular dari gunung
Ho lan san mendadak dehem-dehem kemudian
mengusap-usap rambut gadis itu seraya berkata:
"Aih, anak! Kau katakanlah, jangan kau simpan
didalam hati saja !"
Gadis itu angkat kepala, kemudian berkata:
"Engko Hong, aku kini telah mengambil keputusan
hendak berkata terus terang, tidak perduli bagaimana
kau hendak sesalkan aku sekali."
Lalu menundukan kepala, dengan ujung bajunya
memesut air-mata dan berkata lagi dengan suara sangat
pelahan, hampir tidak kedengaran:
"Setelah aku membasmi orang-orang Liong houw
hwee lalu hendak pulang kerumah. Ditengah jalan aku
bertemu dengan dia, karena tidak dapat mengendalikan
hawa amarahku, aku telah membohongi dia bahwa kau
mati dalam pertempuran dengan Kakek Penjinak garuda.
Ketika ia mendengar berita itu beberapa kali ia jatuh
pingsan dan akhirnya dengan hati terluka ia berlalu tanpa
berkata apa-apa. Ah, Engko Hong, aku menyesal telah
berbuat salah terhadapmu, tetapi penyesalanku itu
datangnya sudah terlambat !"
"Siapa yang kau maksudkan dengan dia?" tanya Ho
Hay Hong dengan mata terbuka lebar, "Lekas kau
katakan siapa dia ?"
"Dia adalah gadis baju putih yang sering berada
disampingmu itu !" "Apa ?" Muka Ho Hay Hong pucat seketika, lama baru bisa
berkata lagi: "Tidak, tidak mungkin, ia sudah terjatuh dalam tangan Kakek Penjinak garuda lagi."
"Kakek penjinak garuda sudah mati!"
Ho Hay Hong kembali dikejutkan oleh berita itu
katanya: "Adikku, kau jangan berkata yang bukanbukan!"
Dewi Ular dari gunung Ho Lan San lalu berkata: "Hong
jie, apa yang dikatakan olehnya itu memang benar
semua !" Gadis baju ungu itu menerangkan lagi: "Berita
kematian Kakek itu adalah dia yang memberitahukan
padaku. Setelah pertempuran didanau Keng liong tie
selesai, Kakek Penjinak garuda tampak sangat sedih,
pada suatu malam mendadak menjadi gila.
"Dalam keadaan gila itu ia berlari-lari dan akhirnya
menyeburkan diri kedalam danau. Jenazahnya di bawa
pergi oleh burung garudanya hingga sekarang masih
belum diketemukan. Setelah Kakek penjinak garuda
binasa, orang-orangnya didalam kampung setan lantas
pergi meninggalkan tempat itu."
Dewi Ular dari gunung Ho lan San memberi sedikit
tambahan: "Gadis itu sebenarnya terluka bagian dalam, tetapi
setelah kembali kekampung setan lalu diobati oleh Kakek
penjinak garuda, hingga sembuh. Penyakit gila Kakek
penjinak garuda memang sudah lama ada, itu hanya
rahasianya sendiri, tidak diketahui oleh orang lain.
Sekarang ia sudah mati, bagi orang-orang rimba
persilatan dewasa ini, barangkali sedikit sekali jumlahnya yang tahu. Aku lihat ia masih bisa hidup dalam usia
demikian lanjut juga sudah waktunya untuk masuk liang
kubur !" Sejenak Ho Hay Hong berdiri bingung kemudian
menggumam sendiri: "Tidak mungkin, tidak mungkin
mana dia" Mana dia ?"
Dewi ular dari gunung Ho-lan san mendadak berkata
dengan sikap keren: "Hay Hong, dalam hatimu cuma mengingat dia
bagaimana dengan gadis didalam matamu" Apakah
selama itu kau belum pernah membagi cintamu
kepadanya?" Ho Hay Hong tidak bisa menjawab dalam hati merasa
malu sendiri, tidak tahu bagaimana harus memberi
penjelasan. Untuk mengelakkan terjadinya hal yang tidak enak, ia
buru-buru alihkan pembicaraannya ke lain soal.
"Suhu, hingga sekarang muridmu masih belum
mengerti, mengapa suhu memberikan tugas semacam itu
kepada suheng"."
"Semua itu lantaran kau, aih! Sudahlah, jangan tanya
lagi!" jawab sang suhu sambil menghela napas.
"Suhu Toa-suheng kubunuh mati!"
Sang suhu nampaknya sedikitpun tidak heran katanya:
"Itu sudah kuduga lebih dulu. Kau harus tahu orang
jahat pasti akan memetik buah yang setimpal dengan
kejahatannya." Ho Hay Hong tidak perhatikan kata-kata suhunya,
pikirannya melayang kediri gadis kaki telanjang. Ingin
segera pergi mencari, karena gadis itu merupakan
kekasihnya yang pertama-tama menempati hatinya. Cinta
pertama memang tidak mudah dihapus begitu saja!
Dihadapan gadis baju ungu ia berusaha sedapat
mungkin tidak membicarakan hal yang ada hubungannya
dengan gadis kaki telanjang, ia tahu bahwa kesalahan
sudah terjadi, ibarat nasi sudah menjadi bubur disesalkan
juga tidak ada gunanya. Ia coba mengalihkan pembicaraannya ke-lain soal lagi
katanya: "Suhu muridmu sudah menerima seorang murid, suhu
kini sudah menjadi Sucouw!"
Sang Suhu rupanya tidak tertarik oleh berita itu, ia
berkata: "Hay Hong aku sebetulnya hendak menjodohkan kau
dengan anak perempuanku tetapi cinta tidak bisa dipaksa
maka aku batalkan maksudku. Aku hanya mengharap
supaya kau perlakukan baik-baik dan cintailah padanya,
jangan sampai mengecewakan pengharapannya. Dengan
demikian berarti kau sudah membalas budiku.
Mengertikah kau?" "Baik Suhu, harap Suhu jangan khawatir!"
Gadis baju ungu mendadak lari keluar, hingga
mengejutkan Dewi ular. "Kau hendak kemana?" demikian tegurnya.
Gadis itu tidak menjawab, dengan dua tangan
mendekap mukanya, sedang dadanya tampak naik turun,
seolah-olah sedang menekan perasaannya sendiri.
Ho Hay Hong buru-buru mencegahnya sambil berkata:
"Adik, kau jangan buat pikiran, aku tokh tidak sesalkan perbuatanmu!"
"Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Kau dengan
dia sebetulnya merupakan pasangan yang setimpal,
dengan hak apa aku mengganggumu?" kata gadis itu
dengan suara terisak-isak.
Dibawah sinar mata anak buahnya, adegan itu sangat
tidak enak bagi Ho Hay Hong. Lama sekali ia baru bisa
membuka mulut. "Adik, aku sebetulnya merasa salah terhadap kau
tetapi aku harap kau jangan marah, maafkanlah semua
kesalahanku!" Pada saat itu, dari luar tiba-tiba lari masuk seorang
laki-laki, orang itu lebih dulu memberi hormat kepada
Tok-heng Tayhiap, kemudian berkata:
"Saudara-saudara kita telah menangkap seorang
didaerah sungai Lam-kiang, kini sudah kita bawa kemari,
harap tayjin beri petunjuk, apa yang harus kita lakukan
selanjutnya." "Kau laporkan kepada Bengcu, aku sudah tidak berhak
mencampuri urusan Bengcu." kata Tok-heng Tayhiap
sambil menunjuk Ho Hay Hong.
Orang itu ketika memandang Ho Hay Hong, sejenak
nampak terkejut, kemudian berlutut dihadapannya sambil
mengulangi laporannya tadi.
"Apa dosanya orang itu " Kau jelaskan dulu!" kata Ho Hay Hong.
Orang itu sudah seperti kehilangan ingatan,
kelakuannya seperti orang gila, entah apa sebabnya,
ketika berada didaerah sungai Lam-kiang telah kebentrok
dengan saudara-saudara kita disana, dengan
mengandalkan kepandaian ilmu silatnya yang tinggi, ia
telah melukai banyak saudara-saudara kita, hingga
akhirnya dengan terpaksa kita menggunakan obat mabuk
membuatnya tidak ingat orang. Sekarang orang itu
sudah kita bawa kemari, harap Beng cu berikan
putusannya!" "Bawa kemari!" Orang itu berlalu, tak lama kemudian, ia balik lagi
bersama empat orang kawannya yang membawa
seorang perempuan muda berpakaian warna putih.
Perempuan itu cantik sekali, namun mukanya
menunjukkan bahwa hatinya sedang berduka cita,
jalannya tidak tetap. Gadis baju ungu mendadak menjerit dan berseru:
"Kau, kau bukankah nona Tiat Chiu Khim?"
Wajah Ho Hay Hong sesaat itu juga berubah pucat, ia
segera memerintahkan anak buahnya supaya
membebaskan tawanannya. Orang-orang yang menangkap Tiat Chiu Khim pada
ketakutan, buru-buru membuka tali yang mengikat tubuh
nona itu, kemudian undurkan diri dengan diam-diam.
Tiat Chiu Khim memandang Ho Hay Hong sejenak,
pandangan matanya seperti kabur, sesaat itu ia merasa
seperti memimpi. Tetapi ketika ia melihat gadis baju
ungu dan Dewi ular dari gunung Ho-lan-san juga berada
disitu, ia baru tahu kalau dirinya dalam keadaan sadar.
Perasaan sedihnya tak terkendalikan lagi air mata
mengalir bercucuran, sehingga tidak dapat bersuara.
Ho Hay Hong segera memerintahkan semua anak
buahnya meninggalkan ruangan.
Setelah semua orang berlalu, Tiat Chiu Khim baru lari
menubruk Ho Hay Hong sambil berseru:
"Engko Hay Hong, apakah kau masih hidup ?"
Wajah gadis baju Ungu pucat seketika, matanya
dirasakan gelap, hampir saja jatuh pingsan.
Ho Hay Hong mendadak mundur selangkah dan
berkata: "Nona Tiat, sudah lama kita tidak ketemu! Bagaimana
keadaanmu selama ini?"
Meskipun ia berusaha mengendalikan perasaannya
tetapi rasanya berat sekali, hingga suaranya menjadi
serak. Tiat Chiu Khim terkejut mendengar ucapan itu, maka
ia tidak berani maju lagi.
Dewi ular dari gunung Ho lan-san lalu berkata sambil
menghela napas: "Hay Hong, kau keliru. Mereka berdua sama-sama
merupakan orang-orang yang mencintakan dirimu
dengan tulus hati siapapun tidak bisa kehilangan kau.
Lekas kau hiburi ia sudah terlalu menderita karenamu."
Setelah itu, ia menghampiri gadis baju ungu dan bisikbisik d i telinganya.
Ho Hay Hong mengerti maksud suhunya, sekarang ia
tidak ragu-ragu lagi, maka lalu berseru :
"Adik Khim kita akhirnya ketemu kembali !"
Ia pentang dua tangannya, memeluk tubuh Tiat Chiu
Khim. Tiat Chiu Khim berkata dengan suara sedih:
"Engko Hay Hong, dengan payah aku mencarimu, hari
ini baru ketemu." Ia masih hendak berkata lagi, tetapi sudah dipotong
oleh Ho Hay Hong: "Semua aku sudah tahu. Adik Khim, hingga sekarang
aku baru mengetahui isi hatimu, semua yang sudah lalu
rasanya seperti impian buruk, kita jangan bicarakan lagi."
Kemudian ia berbisik-bisik ditelinganya:
"Tentang dia, aku harap kau suka melupakan hal hal
sudah lalu yang tidak menyenangkan hatimu. Ia tadi
sudah menyatakan penyesalannya karena pernah
membohongimu." "Engko Hay Hong, kau jangan khawatir, aku tidak
benci padanya." Dewi ular dari gunung Ho-lan-san menghampiri
mereka dan berkata sambil menghela napas:
"Anak-anak semua sudah menjadi dewasa, apa lagi
yang lebih menggembirakan dari pada ini" Hong-jie, aku
sudah mengambil keputusan, soal ia, (gadis baju ungu)
biarlah It-jie Hui Khiam yang bertindak sebagai wali
sedangkan dia (Tiat Chiu Khim), aku yang akan menjadi
walinya. Kau sekarang sudah menjadi Bengcu, tetapi aku
adalah suhumu, rasanya kau tidak akan menolak usul
ini?" Demikianlah, atas usul suhunya sendiri, Ho Hay Hong
dengan berbareng menikah dengan dua gadis cant ik
jelita TAMAT Kedele Maut 19 Mayat Kesurupan Roh Karya Khu Lung Kisah Sepasang Rajawali 14
^