Pencarian

Si Kumbang Merah 16

Si Kumbang Merah Ang Hong Cu Karya Kho Ping Hoo Bagian 16


"Huttt!" Han Lojin menangkis, lalu dari atas tangan kirinya menotok ke arah tengkuk gadis i tu.
"Ihhhh!!" Mayang melempar diri ke belakang, lalu bergulingan dan ketika ia meloncat bangun, ia telah menyambar sebuah bangku ukiran yang indah, mempergunakan bangku ini sebagai senjata dan ia menyerang lagi kalang kabut, menggunakan bangku yang diayun ke kanan kiri.
"Hemm, kuda petina yang liar!" Han Lojin memuji sambil berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan diri dari hantaman bangku. "Mayang, bangku itu mahal, terbuat dari kayu pilihan dan diukir oleh ahli. Jangan kaurusakkan!" teriaknya.
"Lebih baik aku mati daripada harus menyerah kepadamu, iblis busuk!" Mayang kini memaki karena ia sudah merasa penasaran dan marah bukan main. Serangannya semakin hebat dan biarpun hanya bangku, namun di tangan gadis itu berubah menjadi senjata yang amat berbahaya.
"Wuuutt?". !" Bangku itu menyambar sedemikian cepatnya sehingga biarpun dapat dielakkan oleh Han Lojin, namun angin pukulannya sempat membuat rambut kepala ketua Ho-han-pang itu menjadi tertiup kusut.
"Ihhh! Kalau kubiarkan, bisa hancur kepalaku oleh bangkumu itu. Dan aku masih sayang kepada kepalaku ini, heh-heh!" Tiba-tiba dia membuat gerakan aneh, tubuhnya bergulingan dan dari bawah, dia menyerang dengan tendangan bertubi-tubi, dengan gerakan memutar, ke arah kedua lutut dan kaki Mayang. Gadis ini mengeluarkan seruan kaget dan berloncatan dengan kacau karena tendangan itu susul menyusul, menendang, menyapu dengan kekuatan luar biasa. Selagi ia kebingungan menghindarkan diri dari semua tendangan itu, tiba-tiba Han Lojin mengeluarkan suara melengking panjang, tiba-tiba saja ada sinar putih mencuat ke atas dan lengan Mayang sudah terlibat sehelai kain putih. Kain itu dibetot dan tubuh Mayang terhuyung, lalu Han Lojin meloncat dan sekali dia menggerakkan kedua tangan, yang kiri menotok dan yang kanan merampas, bangku itu sudah berpindah tangan! Mayang terpaksa melepaskan bangku itu karena lengan kanannya seperti lumpuh terkena totokan tangan kiri lawan.
Han Lojin meloncat ke belakang, mengamati bangku itu untuk melihat kalau-kalau rusak. Lalu dia meletakkan kembali bangku itu ditempatnya semula.
"Engkau kuda betina yang binal, perlu kutundukkan cepat-cepat!" kata Han Lojin.
Mayang sudah menjadi marah bukan main. Dengan mata berapi-api ia sudah menyerang lagi, tidak perduli akan kenyataannya bahwa ia memang bukan tandingan ketua Ho-han-pang itu. Ia menyerang kalang kabut, mengamuk dan dengan nekat ia hendak mengadu nyawa. Ketika ia mendapat kesempatan, ia meloncat dan menggunakan tendangan terbang dengan kedua kakinya ke arah dada Han Lojin. Tendangan dengan tubuh seperti terbang ini sungguh berbahaya sekali, baik bagi lawan maupun bagi diri sendiri. Namun Mayang sudah nekat dan ingin merobohkan lawan yang tangguh itu, maka ia mempergunakan jurus tendangan terbang yang berbahaya itu.
"Wuuuttt?"" plakkk!"
Dengan perhitungan yang tepat mengandalkan tenaganya yang kuat, Han Lojin menyambut tendangan dengan kedua kaki itu dengan kedua tangannya dan dia berhasil miringkan tubuh lalu menangkap kedua kaki itu pada pergelangannya, dan dengan cepat sekali sabuk sutera putih tadi sudah melibat kedua kaki. Gadis itu meronta, namun Han Lojin tertawa-tawa dan memutar tubuh gadis itu dengan berpegang kepada kedua kakinya. Tentu saja tubuh Mayang berputar seperti kitiran, kemudian tubuhnya jatuh ke atas pembaringan dengan kedua kaki di luar dan masih dipegangi oleh Han Lojin, bahkan kini kedua kakinya telah terbelenggu sabuk sutera putih.
"Keparat, lepaskan kakiku!" bentak Mayang dan dia mencoba untuk bangkit duduk dan menyerang dengan kedua tangannya. Namun, Han Lojin menjauh, kemudian menangkis kedua tangan itu seperti orang bermain-main saja.
"Engkau memang manis sekali, Mayang. Seekor kuda betina binal yang manis. Ingin kulihat apakah tubuhmu juga semanis mukamu!" Han
Lojin mencengkeram. Sia-sia bagi Mayang untuk menangkis.
"Bretttt!" Leher bajunya kena dicengkeram dan direnggut sehingga robek memanjang, cukup lebar sehingga sepasang buah dadanya nampak sebagian karena pakaian dalamnya ikut robek oleh renggutan tangan yang kuat itu.
Dan Han Lojin berdiri bengong, terpesona, bukan terpesona melihat sebagian buah dada itu, melainkan terpesona melihat apa yang tergantung di antara buah dada. Dia menuding ke arah dada gadis itu.
"Itu?". itu?".. dari mana kaudapatkan benda itu?" tanyanya.
Tadi Mayang terkejut dan marah bukan main karena bajunya terobek dan tadinya ia menyangka bahwa ketua itu hendak menggodanya dan bermaksud cabul dengan menuding ke arah buah dadanya yang nampak sebagian. Akan tetapi, ketika ia menggunakan kedua tangannya menutupkan kembali baju yang terobek, ia menyentuh benda yang tergantung di dada dan ia teringat bahwa Han Lojin menyinggung tentang benda itu, bukan tentang tubuhnya.
Dengan tangan kiri menutupkan kembali bajunya yang robek, Mayang menjawab dengan ketus, "Benda ini tidak ada hubungannya dengan engkau!"
Kini Han Lojin sudah nampak tenang, hanya sepasang matanya mengeluarkan sinar mencorong yang aneh dan mulutnya juga tersenyum aneh. Dia mengangguk-angguk. "Hemm, sekarang mengertilah aku mengapa engkau menjadi adik Hay Hay. Hay Hay adalah seorang putera dari Ang-hong-cu, dan engkaupun mengenakan lambang Si Kumbang Merah pada dadamu. Jadi engkaupun seorang puteri dari Ang-hong-cu! Dan engkau datang dari Tibet" Apakah ibumu seorang wanita bernama?"" Souli?"
Mayang terkejut sekali, menatap wajah yang tampan itu dan berseru, "Bagaimana engkau bisa tahu?"
Akan tetapi kini Han Lojin tertawa bergetak. "Ha-ha-ha-ha!"
Pada saat itu, terdengar suara dari luar pintu, "Bengcu, dia sudah datang!" Daun pintu besi terbuka dengan sendirinya dan di luar pintu berdirilah Sim Ki Liohg. Sejenak Sim Ki Liong memandang ke arah Mayang. Gadis itu berdiri dengan tegak, seperti orang terheran-heran dan terkejut, dan tangan kirinya menutupkan baju bagian dada yang terobek. Melihat ini, dia segera berkata kepada Han Lojin. "Maafkan kalau saya mengganggu Beng-cu".."
Akan tetapi Han Lojin tidak marah, dan dia nampak tegang mendengar pemberitahuan Ki Liong itu. Dia memandang lagi kepada Mayang dan berkata, "Mayang, engkau tinggallah dulu di sini. Segalanya tersedia lengkap untuk keperluanmu. Kakakmu sudah datang dan aku akan menyambutnya. Jangan mencoba untuk melarikan diri karena engkau takkan berhasil. Tenang-tenang sajalah di sini."
Mendengar bahwa kakaknya sudah datang, ingin Mayang meloncat dan menerjang keluar dari tempat itu. Akan tetapi ia bukan gadis bodoh. Menghadapi seorang di antara mereka berdua saja ia tidak menang, apa lagi kini bajunya di bagian dada robek sehinga kalau ia bergerak menyerang, tentu baju itu akan terbuka kembali dan dadanya akan nampak. Maka iapun hanya berdiri sambil memandang dengan penuh kemarahan ketika dua orang itu melangkah keluar dan daun pintu besi itu tertutup dengan sendirinya. Masih bergema dalam telinganya suara ketawa ketua Ho-han-pang itu, suara ketawa yang aneh dan menyeramkan baginya. Kini, Mayang melupakan kekhawatiran terhadap dirinya sendiri, sebaliknya kini ia gelisah sekali memikirkan kakaknya, Hay Hay. Kini iapun mengerti mengapa dirinya dipancing keluar kota kemudian ditawan. Kiranya mereka itu menghendaki kakaknya! Mereka menawannya hanya untuk memancing datangnya Hay Hay ke tempat berbahaya itu. Dan membayangkan betapa lihainya sang ketua dengan para pembantunya itu, ia merasa khawatir sekali. Akan tetapi ia harus membetulkan bajunya yang terobek tadi. Semua gerakannya takkan leluasa kalau bajunya terbuka seperti itu. Melihat di kamar itu terdapat sebuah almari, ia menghampirinya dan membukanya.
Ia terbelalak. Di dalam almari itu terdapat tumpukan pakaian yang serba indah. Ia hanya
tinggal memilih saja! Pakaian wanita, pakaian pria, semua masih baru. Akan tetapi ia tidak sudi memakai pakaian bukan miliknya itu. Diambilnya saja sehelai sabuk panjang dan dengan sabuk itu, diikatnya bajunya yang robek sehingga kini dadanya tertutup rapat kembali. Kemudian, iapun meneliti keadaan di dalam kamar yang luas itu. Benar kata-kata ketua tadi. Kamar itu tertutup rapat, tidak ada jalan keluar. Tidak ada jendela, dan jalan satu-satunya hanyalah melalui pintu. Padahal daun pintunya terbuat dari besi yang tebal dan kokoh. Jalan sinar matahari dan hawa dari atas itupun tidak mungkin dilewati. Terlalu tinggi dan juga lubang di atas itu tertutup jeruji besi yang kokoh pula.
Terdengar suara pada pintu. Ia cepat bersiap siaga. Ia akan nekat menerjang keluar kalau pintu itu terbuka, tidak perduli siapa yang akan muncul di pintu. Ia harus dapat keluar dari situ, harus membantu kakaknya.
Akan tetapi, yang terbuka hanya sebagian sedikit saja di ujung bawah pintu. Terbuka lubang segi empat yang kecil saja, hanya cukup untuk memasukkan piring buah itu. Sebuah tangan nampak mendorongkan sebuah piring penuh buah-buah segar. Juga sebuah poci teh berikut mangkoknya didorong masuk. Kemudian tangan itu lenyap dan lubang itu tertutup kembali.
Hemm, mereka memperlakukan aku sebagai seorang tawanan yang dilayani dengan baik, seperti seorang tamu saja, pikir Mayang. Iapun tidak sungkan lagi. Buah-buah itu perlu untuk memulihkan tenaganya. Iapun memilih dan makan buah-buah yang segar dan pilihan. Juga minum teh itu karena ia yakin bahwa tidak perlu tuan rumah meracuninya. Ia sudah tidak berdaya. Kini ia hanya bisa menanti terbukanya kesempatan baik baginya untuk meloloskan diri. Setelah makan buah-buahan dan minum teh, iapun duduk termenung di atas pembaringan yang lebar itu. Ia membayangkan sikap ketua tadi. Bagaimana ketua itu bisa tahu bahwa Ia puteri Ang-hong-cu dan bahkan mengenal pula nama ibunya" Orang itu tnengenal benda mainan kumbang merah yang tergantung dilehernya, juga mengenal nama ibunya, bahkan mengenal pula jurus Hek-coa tok-ciang! Hal ini menunjukkan bahwa tentu orang itu pernah ke Tibet! Siapakah ketua itu" Ia hanya dapat termenung dan merasa bingung.
*** "Apakah Hay Hay muncul seorang diri?" di luar tempat tahanan bawah tanah itu Han Lojin bertanya kepada Ki Liong yang tadi mengabarkan kepadanya tentang datangnya seseorang.
"Bukan dia. Bengcu. Bukan Tang Hay yang muncul?"?"
"Ehh" Habis, siapa?" tanya ketua itu penasaran karena yang dipancing dan ditunggu-tunggu kemunculannya adalah Tang Hay.
"Ia adalah?". Cia Kui Hong?". " suara Ki Liong menunjukkan bahwa hatinya tegang. Memang pemuda ini merasa tegang, bukan gentar, ketika mendengar dari anak buah Ho-han-pang bahwa ada seorang gadis muncul disarang mereka dan ketika dia mengintai, ternyata gadis itu adalah Cia Kui Hong! Gadis itu adalah cucu dari suhu dan subonya di Pulau Teratai Merah, yaitu Pendekar Sadis Ceng Thian Sin dan Lam-sin Toan Kim Hong! Memang dia tidak gentar terhadap gadis itu, akan tetapi mengingat bahwa dia telah melarikan diri dari Pulau Teratai Merah dan mencuri pedang pusaka, bahkan kini pedang pusaka itu tidak berada di tangannya lagi telah terampas oleh Tang Hay, tentu saja dia merasa tidak enak dan tegang.
Han Lojin sendiri tertegun, kaget dan heran mendengar bahwa yang muncul bukan orang yang dinanti-nantinya, melainkan gadis ketua Cin-ling-pai yang lihai itu! Di antara semua gadis pendekar, gadis inilah yang dianggap paling berbahaya dan paling lihai, dan dia harus mengakui bahwa gadis itu memiliki tingkat kepandaian yang tinggi dan sama sekali bukan merupakan lawan ringan baginya. Akan tetapi, sungguh membuat dia terkejut dan heran karena gadis itu telah terikat janji dengan dia. Gadis itu telah berjanji untuk tidak memusuhinya dan tidak membuka rahasianya. Apa maksud gadis itu kini muncul" Ah, tentu ketua Cin-ling-pai itu tidak tahu bahwa Ho-han-pang dipimpin oleh Han Lojin yang juga Tang Bun An. Tidak tahu bahwa dia yang memimpinnya, maka kini berani datang berkunjung.
"Cia Kui Hong" Biar aku yang menyambutnya sendiri. Engkau dan para rekanmu yang lain bersiap-siap saja turun tangan kalau sudah kuberi tanda."
Setelah berkata demikian, Han Lojin lalu keluar sedangkan Ki Liong cepat memberitahu kepada Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek agar mereka bertiga siap membantu pimpinan mereka kalau dikehendaki.
Bayangan itu berlari cepat dan gerakannya cekatan dan ringan sekali. Ia mendaki lembah
bukit menuju ke puncak dimana terdapat kompleks bangunan markas Ho-han-pang. Ketika tiba di pintu gerbang pertama, ia merasa hetan karena tidak nampak seorang penjagapun di situ. Ia mendorong pintu gerbang yang tertutup dan begitu pintu terbuka, terdengar suara berdesingan. Ia cepat melompat tinggi ke atas untuk menghindarkan diri dari sambaran anak-anak panah yang meluncur dari kanan kiri pintu gerbang. Ia memang sudah berhati-hati terhadap perangkap, maka ia mampu menghindarkan diri dengan loncatan tinggi. Ketika ia melayang turun ke depan, begitu kakinya menyentuh tanah, tiga orang dari kanan dan tiga orang dari kiri menyambutnya dengan serangan tombak panjang.
Kui Hong menggerakkan kedua tangannya, nampak sinar berkelebat ketika sepasang pedangnya menangkis ke kanan kiri. Terdengar suara nyaring, enam batang tombak itu patah-patah disusul pekik kesakitan dan dua di antara enam orang penyerang itu roboh terjengkang dengan pundak berdarah. Mereka bergulingan ke belakang dan menghilang di balik semak belukar. Kui Hong berdiri tegak sepasang pedang di tangan, siap menghadapi pengeroyokan. Akan tetapi, tidak ada gerakan apapun nampak, dan terdengar suitan-suitan memanjang saling sahut di sekitar tempat itu.
Karena tidak ada serangan lagi, Kui Hong melanjutkan langkahnya, melalui jalan mendaki dari pintu gerbang pertama itu, menuju ke pintu gerbang ke dua. Akan tetapi, di sinipun tidak terdapat penjaga, dan tidak ada pula serangan lain. Keadaan sunyi saja. Ia tidak tahu bahwa suitan-suitan panjang tadi merupakan isarat kepada para anggauta Ho-han-pang untuk tidak bergerak dan membiarkan gadis itu naik terus tanpa diganggu. Bahkan perangkap-perangkap dimatikan dan tidak mengganggu perjalanan Kui Hong.
Setelah melampaui tiga lapis pintu gerbang, akhirnya Kui Hong tiba di depan bangunan yang nampak sunyi saja itu. Sunyi dan megah, juga menyeramkan. Ia berdiri dengan tegak, menyimpan kembali sepasang pedangnya, lalu ia berteriak dengan suara melengking nyaring.
"Ketua Ho-han-pang! Kalau engkau bukan seorang pengecut, keluarlah aku ingin bertemu!"
Ia tidak perlu mengulang teriakannya. Karena sebelum gaung suaranya padam, daun pintu bangunan itu terbuka dari dalam. Kemudian nampak sedikitnya dua puluh orang laki-laki yang berpakaian seragam putih-putih dengan ikat pinggang biru dan sepatu kulit hitam mengkilap, dengan topi merah, berbaris rapi di kanan kiri jalan keluar depan pintu. Mereka itu memiliki pedang yang tergantung di pinggang dan sikap mereka gagah perkasa, seperti sepasukan pendekar! Kemudian, barisan itu berdiri tegak dengan sikap menghormat, dan muncullah orang yang dinanti-nanti Kui Hong. Seorang laki-laki berusia lima puluh tahun lebih, nampak tampan dan gagah dengan kumis dan jenggot terpelihara rapi dan di kanan kiri dan belakang pria ini berbaris belasan orang wanita muda yang cantik-cantik dan yang berpakaian seragam pula. Cantik akan tetapi gagah, dengan pedang di punggung masing-masing sikap mereka seperti pendekar-pendekar wanita sejati!
Melihat pria setengah tua itu, berkerut sepasang alis Kuj Hong. Tentu saja ia segera mengenal Han Lojin! Dan karena ia tahu bahwa Han Lojin dan Tang Bun An adalah satu orang juga! Entah yang mana yang merupakan muka aselinya, Tang Bun An atau Han Lojin, ia tidak tahu. Akan tetapi ia yakin bahwa Tang Bun An, Han Lojin, dan Ang-hong-cu hanyalah satu orang yang kini menjadi ketua Ho-han-pang!
Biarpun perasaan hatinya tegang, Han Lojin tersenyum-senyum ketika dia melangkah menghampiri Kui Hong, sedangkan pasukan pria dan wanita yang mengawalnya kini berbaris rapi di kanan kiri, tidak ikut mendekat.
"Aih, kiranya Cia Pangcu (Ketua Cia)! Selamat datang, pangcu, dan kami ingin sekali mengetahui apakah kedatangan pangcu ini sebagai ketua Cin-ling-pai, ataukah sebagai pribadi?" Dia memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan depan dada. "Perkenalkan, kami adalah pangcu dari Ho-han-pang, juga Beng-cu dari dunia kang-ouw!"
Kui Hong tersenyum pula, senyum mengejek. "Han Lojin, tidak perlu kita membawa-bawa nama perkumpulan. Aku datang sebagai Cia Kui Hong, dan kita sama tahu siapa engkau sebenarnya. Ini urusan pribadi antara aku dan engkau. Aku datang untuk menantangmu bertanding sampai seorang di antara kita menggeletak tak bernyawa!"
"Ck, ck, ck!" Han Lojin mengeluarkan suara dengan lidahnya sambil menggeleng kepalanya. "Cia Kui Hong, kenapa engkau bersikap seperti ini" Ingat, seorang pendekar memegang teguh janjinya, lebih menghargai janji dari pada nyawa!"
Wajah gadis perkasa itu berubah merah dan matanya mengeluarkan sinar mencorong. "Aku tidak pernah melanggar janjiku, keparat! Sampai detik ini aku tidak pernah melanggarnya! Justeru karena janji itulah aku datang menantangmu. Aku ingin mencairkan dan membatalkan janji itu. Engkau boleh mengeroyokku, membunuhku. Lebih baik mati dari pada membiarkan iblis macam engkau berkeliaran tanpa dapat menentangmu karena terikat janji. Nah, aku datang untuk mematahkan ikatan janji itu. Majulah!" tantang Kui Hong dengan sikap tabah dan tenang.
"Ha-ha-ha, engkau tidak tahu malu, Kui Hong! Dulu ketika berjanji, engkau berada
dalam keadaan tertawan dan tidak berdaya. Dan engkau berjanji bahwa kalau engkau kubebaskan, engkau tidak akan memusuhiku. Sekarang, setelah engkau kubebaskan, engkau datang menantangku. Bukankah itu berarti engkau melanggar janji?"
Bagi gadis lain, diserang dengan ucapan ini tentu akan menjadi bingung. Akan tetapi, Kui Hong adalah seorang gadis yang cerdik sekali. Hal inipun sudah ia pikirkan sebelumnya, maka mendengar ucapan itu, ia tidak menjadi bingung, bahkan tersenyum mengejek.
"Hemm, Ang-hong-cu, bercerminlah engkau! Lupakah engkau bagaimana cara engkau menangkapku dahulu itu" Bukan seperti seorang gagah, melainkan sebagai seorang pengecut yang curang. Engkau menawanku karena menggunakan perang kap! Engkaulah yang sepatutnya merasa malu, pengecut! Dan sejak berjanji, aku tidak pernah melanggarnya. Kalau aku melanggar, tentu aku sudah datang kembali membawa kawan dan tentu engkau kini telah mampus! Akan tetapi aku datang seorang diri saja, menghadapi engkau yang kini dibantu oleh banyak sekali anak buahmu. Engkau boleh mengeroyokku, menangkapku, menyiksa dan membunuhku! Bagiku, hanya ada dua pilihan. Membatalkan janji dan membunuhmu, atau terbunuh olehmu!"
Han Lojin mengerutkan alisnya. Tahulah dia bahwa menggertak atau membujuk gadis ini tidak akan berhasil. Kalau dulu dia membiarkan gadis ini bebas adalah karena dia merasa ngeri menghadapi akibatnya kalau dia membunuh Cia Kui Hong, ketua Cin-ling-pai. Ngeri menghadapi pembalasan dari Cin-ling-pai, dan terutama sekali dari kakek gadis itu, Pendekar Sadis dan isterinya dari Pulau Teratai Merah! Akan tetapi kini tidak, ada pilihan lain baginya. Dan diapun kini berbesar hati karena dia kini memiliki banyak pembantu yang pandai. Kalau Cin-ling-pai datang menyerbu, diapun memiliki Ho-han-pang untuk melawannya. Kalau Pendekar Sadis dan isterinya datang menyerang, dia dan para pembantu utamanya pasti akan mampu menandingi mereka.
"Cia Kui Hong, sekali ini kalau aku menawanmu, aku takkan melepaskanmu kembali!" katanya dan dalam suaranya terkandung gairah yang membuat hati Kui Hong merasa ngeri. Iapun sudah siap siaga mengadu nyawa. Bagi gadis ini, hiduppun tak ada artinya dan ia akan selalu merasa menyesal kepada diri sendiri. Ia telah mengikat perjanjian dengan seorang manusia iblis yang harusnya ia tentang mati-matian. Dengan perjanjian itu, ia merasa seolah-olah menjadi pelindung dan pembantu Ang-hong-cu! Hal ini selalu menggerogoti perasaannya, menumbuhkan penyesalannya. Ia telah berjanji hanya karena ingin bebas dari ancaman perkosaan maut! Melihat Ang-hong-cu bertindak sesuka hatinya, melaksanakan segala macam kejahatan dan ia mengetahuinya akan tetapi tidak dapat turun tangan mencegah atau menentangnya, sungguh merupakan siksaan yang tak dapat ia pertahankan lebih tama. Itulah sebabnya maka ia memaksa diri untuk mencari Ang-hong-cu, dan membatalkan semua perjanjian itu dengan membiarkan dirinya ditangkap kembali! Ia tahu bahwa sekali ini ia maju menentang Ang-hong-cu hanya untuk roboh binasa atau tertawan. Ia datang seorang diri, menghadapi Ang-hong-cu dan banyak anak buahnya yang tergabung di dalam Ho-han-pang! Sama dengan bunuh diri. Akan tetapi ia tidak perduli. Lebih baik mati sebagai pendekar dari pada hidup terpaksa harus menjadi pelindung seorang iblis macam Ang-hong-cu, demikian tekad hatinya. Ia mencabut sepasang pedangnya dan bersiap-siap.
Apa yang disangkanya memang benar terjadi. Ang-hong-cu yang merasa jerih menghadapi gadis itu seorang diri, karena pernah dia melawannya akan tetapi dia yang terdesak hebat, segera memberi isarat dengan tepuk tangan dan muncullah Ji Sun Bi, Tang Cun Sek, dan Sim Ki Liong! Akan tetapi, mereka telah mengenakan kedok tipis sehinga Kui Hong tidak mengenal mereka. Mereka bertiga tentu saja mengenal Kui Hong, mengenal dengan baik sekali! Bahkan dua orang muda itu, Cun Cek dan Ki Liong, pernah jatuh cinta kepada gadis ini!
"Tangkap ia hidup-hidup!" Hanya itulah, perintah Ang-hong-cu, namun tiga orang itu sudah maklum apa yang dikehendaki pemimpin mereka. Hanya ada satu hal mengapa ketua mereka menghendaki gadis itu ditangkap hidup-hidup, yaitu bahwa pangcu itu membutuhkan Cia Kui Hong hidup untuk dimanfaatkan, entah untuk mengurangi kehausan dan kerakusannya akan gadis-gadis cantik, atau untuk kepentingan lain. Perintah ini tidak berat bagi Cun Sek dan Ki Liong, karena bagaimanapun juga, dua orang muda yang pernah mencinta Kui Hong juga merasa sayang kalau gadis itu terbunuh. Namun, tidak demikian dengan Ji Sun Bi. Wanita ini amat membenci Kui Hong. Dalam pertemuan terakhir di antara mereka, ketika Ji Sun Bi membantu pemberontakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo dan Kui Hong membantu pemerintah dengan para pendekar, ia pernah bertanding melawan Kui Hong dan akibatnya, ia terlempar masuk ke dalam jurang! Nyaris la tewas di tangan gadis Cin-ling-pai itu. Dan kini, melihat Kui Hong hanya seorang diri, sedangkan ia bersama rekan-rekan di bawah pimpinan Han Lojin melarang gadis itu dibunuh, hanya disuruh menangkap hidup-hidup! Bagaimanapun juga, Ji Sun Bi tidak berani melanggar perintah pemimpinnya dan bersama Cun Sek dan Ki Liong, iapun sudah mengepung Kui Hong yang berdiri dengan sikap tenang dan waspada, sepasang pedang Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) siap di kedua tangannya.
Melihat Kui Hong memegang sepasang pedang yang dikenalnya sebagai Hok-mo Siang-kiam milik subonya, yaitu nenek Lam-sin Toan Kim Hong isteri Pendekar Sadis diam-diam Ki Liong bergidik. Dia tahu akan keampuhan sepasang pedang itu dan dia merasa menyesal mengapa dia kehilangan Gin-hwa-kiam. Kalau ada Gin-hwa-kiam di tangannya, tentu dia akan mampu menandingi sepasang pedang ampuh di tangan Kui Hong. Akan tetapi, pedang Gin-hwa-kiam telah dirampas oleh Hay Hay, dan kini ia hanya memiliki sebatang pedang yang biarpun merupakan pedang pilihan dari baja yang baik, namun dia khawatir pedangnya itu akan rusak begitu bertemu dengan Hok-mo Siang-kiam. Dia mencabut pedangnya dan mengepung.
Demikian pula dengan Tang Cun Sek. Pemuda ini mengenal benar kelihaian Cia Kui Hong, dan diapun diam-diam gentar dan merasa menyesal mengapa dia kehilangan Hong-cu-kiam yang juga terampas oleh Hay Hay. Akan tetapj karena di situ terdapat Sjm Ki Liong dan Ji Sun Bi, bahkan Han Lojin juga kini ikut mengepung, dia merasa yakin mereka akan dapat menundukkan Kui Hong dan diapun sudah mencabut pedangnya, sebatang pedang yang cukup baik walaupun tak dapat disamakan dengan pedang pusaka Hong-cu-kiam yang sudah terlepas dari tangannya.
Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi juga sudah mencabut senjata, yaitu sepasang pedang pula, dan kini ia mengepung sambil melintangkan sepasang pedang di atas kepala.
Han Lojin sendiri juga maju, akan tetapi dia tidak memegang senjata apapun. "Kaulihat, Kui Hong. Engkau telah kami kepung dan tidak mungkin dapat lolos. Apakah tidak lebih baik engkau menyerah saja, kita berdamai dan engkau membantu perjuangan kami membela negara dan bangsa?"
"Huh! Yang sudi bersekutu denganmu hanyalah golongan sesat, orang-orang yang jahat dan selayaknya dibasmi habis!" bentak Kui Hong dan tiba-tiba saja ia membalik ke kiri, pedang kanannya menusuk ke arah dada Cun Sek. Gerakannya cepat bukan main dan pedangnya mengeluarkan sinar dan bunyi mendesing.
Cun Sek menangkis dengan pedangnya dari samping, tidak berani mengadu langsung karena takut pedangnya akan patah.
"Tranggg ?""!" Nampak bunga api berpijar dan diam-diam Kui Hong terkejut sekali. Tak disangkanya bahwa pembantu Ang-hong-cu ini, yang berwajah tampan dan bertubuh tinggi besar, demikian kuat tenaganya sehingga tangannya tergetar. Ia memutar pedang dan kini pedangnya yang kiri membabat ke arah kedua kaki lawan tinggi besar itu. Dan Cun Sek mengelak dengan loncatan yang membuat Kui Hong hampir mengeluarkan seruan kaget. Gerakan kaki itu mempunyai dasar ilmu Thai-kek Sin-kun dari Cin-ling-pai! Ia terkejut dan heran, akan tetapi masih belum yakin benar dan selagi dia hendak mendesak agar lawan tinggi besar itu mengeluarkan ilmu silatnya, terpaksa ia harus membalik dan memutar sepasang pedangnya untuk melindungi tubuh karena pada saat itu, wanita yang memegang sepasang pedang telah menyerangnya, disusul pengeroyok ke tiga, seorang pemuda yang tampan dan memiliki gerakan kuat pula. Dan kembali ia terkejut ketika ia memutar siang-kiam melindungi tubuhnya karena ia seperti pernah melihat gerakan siang-kiam seperti yang dimainkan wanita itu. Ketika ia membalas dengan tiba-tiba ke arah laki-laki ke tiga yang mengeroyoknya, dengan sambaran pedang kanannya, iapun hampir berteriak saking kagetnya melihat dasar gerakan kaki pemuda itu. Jelas dia melihat dasar gerakan kaki ilmu silat Hok-te Sin-kun yang hanya dimiliki oleh kakek dan neneknya di Pulau Teratai Merah. Dan jantungnya berdebar ketika ia memperhatikan bentuk tubuh mereka.
Biarpun wajah mereka itu berbeda, namun bentuk tubuh mereka, gerakan silat mereka, menunjukkan bahwa ia dikeroyok oleh si tinggi besar Tang Cun Sek, pemuda tampan Sim Ki Liong, dan wanita bersenjata siang-kiam Ji Sun Bi! Tak salah lagi!
Namun, Kui Hong menahan perasaannya dan hanya memusatkan perhatiannya kepada penjagaan diri. Ia membela diri mati-matian dan memutar sepasang pedangnya sehingga tubuhnya seperti dilindungi perisai yang kokoh kuat. Sambaran senjata ketiga orang pengeroyoknya itu seperti menghadapi sinar perisai yang amat kuat dam semua serangan itu membalik! Bahkan Han Lojin yang amat lihai, yang sejak tadi ikut mengepung dan mencari kesempatan untuk turun tangan, tidak pernah berhasil karena sama sekali tidak ada lubang yang dapat dimasuki serangannya!
Han Lojin memandang kagum sekali, akan tetapi juga khawatir. Sampai puluhan jurus, tiga orang pembantu utamanya belum juga dapat membekuk Kui Hong! Dia tahu bahwa kalau dia tidak mengeluarkan perintah agar gadis itu ditangkap hidup-hidup, kalau tiga orang pembantunya berniat membunuhnya maka tentu perkelahian tidak akan berlangsung selama itu. Dengan dikeroyok tiga orang yang tingkat kepandaiannya hanya sedikit di bawah tingkatnya, Kui Hong tentu sudah roboh. Akan tetapi justeru karena mereka bertiga menjaga agar jangan melukai apalagi membunuh lawan, dan senjata mereka hanya dipergunakan untuk menjaga diri dan untuk berusaha meruntuhkan sepasang pedang Kui Hong, maka pertandingan menjadi berlarut-larut dan memakan waktu lama. Mungkin hanya kalau Kui Hong sudah kehabisan tenaga sajalah mereka itu akan berhasil. Dan untuk menanti sampai Kui Hong kehabisan tenaga tidaklah mudah karena ia seorang gadis yang sehat, terlatih baik dan tangguh.
Kui Hong juga bukan seorang gadis bodoh. Ia maklum bahwa para pengeroyoknya amat taat kepada perintah Han Lojin, dan mereka berusaha untuk membuat ia kehabisan tenaga dan napas agar dapat ditawan hidup-hidup. Dan ia akan menderita penghinaan yang lebih mengerikan dari pada maut kalau sampai tertawan hidup-hidup. Oleh karena itu, iapun dengan nekat hendak mengadu nyawa dan kini mulailah ia membalas serangan lawan dengan serangan-serangan dahsyat. Dengan demikian ia membiarkan dirinya "terbuka" sehingga mungkin saja ia akan terkena serangan senjata para pengeroyoknya sehingga terluka atau mungkin tewas.
Ketika ia menyerang dengan dahsyat, makin yakin hatinya bahwa pemuda tinggi besar itu adalah Tang Cun Sek, dan pemuda tampan itu adalah Sim Ki Liong. Serangan-serangannya yang dahsyat membuat mereka tidak dapat menyembunyikan gerakan dasar yang aseli dari ilmu silat mereka. Dan dalam desakannya yang nekat, ia berhasil menendang paha Ji Sun Bi sehingga wanita itu terpelanting.
Akan tetapi, karena kini ia membuka diri dengan serangan-serangannya itu sehingga pertahanan dirinya tidak serapat tadi, Han Lojin memperoleh kesempatan. Pada saat yang baik sekali, selagi sepasang pedang Kui Hong menempel kepada senjata di tangan Cun Sek dan Ki Liong, sebelum gadis itu mampu melepaskan sepasang pedangnya dari tempelan senjata lawan, Han Lojin menerjang ke depan dan tangannya berhasil menotok punggung Kui Hong. Gadis ini mengeluh lirih dan terguling pingsan!
Hanya sebentar saja Kui Hong tak sadarkan diri. Ketika ia siuman, ternyata tubuhnya lemas tak dapat digerakkan karena jalan darahnya tertotok dan ia dipondong oleh pernuda tinggi besar yang berjalan bersarna Han Lojin menuju ke lorong bawah tanah. Ia berpura-pura pingsan setelah tahu bahwa dirinya tertotok dan tidak berdaya karena kalau ia sadar, tentu hanya akan mendengar penghinaan Han Lojin saja.
Setelah tiba di depan sebuah pintu besi yang tertutup, ia mendengar pemuda tinggi besar itu bicara dan begitu pemuda itu membuka mulut, tidak ada keraguan lagi dalam hatinya bahwa pemuda itu adalah Tang Cun Sek. Wajahnya boleh berubah,akan tetapi suaranya dan bentuk badannya, dan dasar-dasar ilmu silat Cin-ling-pai tadi. Akan tetapi ada yang amat mengherankan hatinya ketika ia mengikuti percakapan singkat mereka di depan pintu.
"Bengcu, kuharap bengcu suka memberikan gadis ini kepadaku. Ia gadis yang kucinta dan aku?" aku ingin memperisterinya?"."
"Hemm, berbahaya sekali ia, Cun Sek. Yang satu ini tidak boleh, aku sendiri yang akan menundukkannya agar tidak membahayakan kita."
"Tapi?" tapi?".. hanya sekali ini saja aku menlohon. Aku adalah puteramu, aku minta agar dijodohkan dengan Kui Hong".."
"Cukup! Masukkan dara ini ke dalam!" Han Lojin membentak dan Cun Sek nampak ketakutan.
"Baik, ayah?"" eh, bengcu. Baik!"
Pintu terbuka secara otomatis dan dengan mata terbuka sedikit Kui Hong melihat seorang gadis yang cantik berdiri dengan sikap gelisah akan tetapi juga marah. Gadis itu berdiri di dekat sebuah pembaringan besar dan ketika Cun Sek merebahkan tubuhnya di atas pembaringan itu, si gadis membentak dengan suara kasar sambil menudingkan telunjuknya kepada Han Lojin.
"Mana kakakku" Dan siapa pula gadis ini Ho-han-pang-cu, kalau engkau tidak segera membebaskan aku, kakakku pasti akan menghancurkan kamu dan perkumpulanmu! Sebaliknya, kalau engkau membebaskan aku, aku akan bicara dengan kakakku. Mungkin dia mau membantu perkumpulanmu, asal saja perkumpulanmu memang perkumpulan orang-orang gagah yang baik!"
Han Lojin tersenyum. "Tenanglah, Mayang. Kakakmu tentu akan bicara denganku. Dia belum datang, dan sementara itu, biarlah nona ini menemanimu di sini. Kalau engkau dapat membujuknya agar ia suka membantu kami alangkah baiknya dan aku tentu akan berterima kasih sekali!"
Sebelum Mayang menjawab, pintu besi tertutup dan Han Lojin bersama Tang Cun Sek
sudah keluar dari kamar itu. Setelah yakin bahwa ia hanya berdua saja dengan gadis yang ia mendengar namanya disebut Mayang itu, Kui Hong membuka matanya, lalu bangkit duduk. Melihat ini, Mayang segera menghampiri dan mereka duduk di atas pembaringan yang lebar itu, saling pandang dan saling mengagumi kecantikan masing-masing.
"Enci, engkau siapakah dan bagaimana engkau dapat tertawan oleh mereka?" Mayang bertanya ketika melihat pandang mata penuh curiga dari gadis cantik itu.
"Engkau sudah tahu bahwa aku tawanan, akan tetapi aku belum tahu siapa engkau dan mengapa pula di sini." Kata Kui Hong yang masih menaruh curiga.
Biarpun tadi ia mendengar betapa gadis Tibet ini mengancam Han Lojin bahwa kakaknya akan menghancurkan Han Lojin dan perkumpulannya, akan tetapi ia tidak tahu siapa gadis ini.
Mayang tersenyum, maklum bahwa ia berhadapan dengan seorang gadis yang galak dan penuh prasangka. "Namaku Mayang, enci. Jangan engkau khawatir. Aku masih menanti munculnya kakakku, dan kalau dia muncul, pasti dia akan dapat menghancurkan Ho-han-pang dan membebaskan kita."
"Hemm, siapa kakakmu itu?"
"Kakakku bernama Hay Hay. Hay-ko lihai sekali dan dia pasti akan datang dan?".. " Mayang menghentikan ucapannya karena melihat betapa wajah gadis di depannya itu berubah, seperti orang terkejut dan memandang kepadanya dengan mata mencorong.
"Dia Tang Hay maksudmu?"
"Benar, enci!" "Kau bohong! Dia tidak mempunyai adik perempuan, kecuali kalau engkau juga she
Tang, berarti engkau juga puteri Ang-hong-cu!"
Kini Mayang berbalik terkejut sekali mendengar bahwa gadis ini sudah tahu bahwa ia dan kakaknya adalah anak-anak Ang-hong-cu.
"Enci, engkau mengenal ini?" Ia menarik keluar mainan dari balik bajunya, yaitu mainan berbentuk seekor kumbang merah.
"Ang-hong-cu?". ! Jadi kau?" kau puterinya?"
"Benar, aku puteri Ang-hong-cu, seperti juga Hay-koko putera Ang-hong-cu. Agaknya engkau sudah mengetahui?"."
"Bagus sekali!" Dan tiba-tiba saja, secepat kilat, tangan Kui Hong bergerak dan ia telah
rnenotok jalan darah di pundak kiri dan Mayang terkulai lemas, kaki tangannya menjadi lumpuh. Tentu saja Mayang terkejut dan marah sekali. Ia diserang dalam keadaan sama sekali tidak menyangkanya, dan mereka duduk berdekatan maka ia tidak sempat mengelak apa lagi gerakan tangan Kui Hong memang cepat seperti kilat menyambar .
Hanya kaki tangannya saja dan punggungnya yang lumpuh, akan tetapi Mayang masih
dapat menggerakkan anggauta tubuh yang lain. Ia memandang kepada Kui Hong dengan mata bersinar penuh kemarahan.
"Heiiii! Kenapa kaulakukan ini?" bentaknya marah.
Kui Hong tersenyum mengejek. "Engkau puteri Ang-hong-cu. Engkau satu-satunya orang yang dapat membebaskan aku dari sini. Engkau kujadikan sandera agar aku dibebaskan.
Kalau mereka tidak mau membebaskan aku, engkau kubunuh!"
Mayang juga seorang gadis yang keras hati dan tidak takut mati. Ia mendengus marah.
"Huh, aku tidak mengenal siapa engkau. Akan tetapi yang sudah jelas bagiku, engkau ini seorang pengecut yang tolol!"
Kalau saja ia tidak dalam tahanan, tentu Kui Hong menampar mulut yang berani memakinya pengecut dan tolol seperti itu. Ia menahan kemarahannya. "Jelaskan kenapa engkau mengatakan aku pengecut dan tolol. Kalau tidak ada alasannya yang kuat, akan kutampar mulutmu yang lancang itu!"
"Lebih dari pada pengecut dan tolol, engkau mungkin sudah gila!" Mayang berteriak, tidak kalah galaknya dan walaupun ia rebah telentang tanpa mampu menggerakkan tubuhnya, namun ia membelalakkan matanya yang sipit, hidungnya kembang kempis dan mulutnya cemberut penuh kemarahan. "Masih perlu penjelasan lagi" Engkau pengecut karena engkau menyerang dan menotokku secara curang, tanpa memberitahu bahwa engkau akan menyerangku. Tidak curang dan pengecutkah itu" Kalau memang gagah, kenapa tjdak terang-terangan saja menantang" Kaukira aku takut kepadamu" Dan tentang tolol, engkau memang bodoh dan tolol bukan main. Kaubilang hendak menjadikan aku sebagai sandera agar engkau dibebaskan" Apakah engkau ingin melawak di atas panggung" Aku sendiri menjadi tawanan di sini! Bagaimana mungkin pangcu dari Ho-han-pang mau membebaskan engkau karena engkau menawan aku" Tawanan menyandera tawanan" Apakah ini tidak gila namanya?"
Belum pernah selama hidupnya Kui Hong dimaki-maki orang seperti itu, dimaki pengecut, curang, tolol, bodoh, bahkan gila! Akan tetapi kemarahannya masih kalah oleh keheranannya mendengar semua ucapan itu. Iakah yang gila, ataukah gadis ini yang sudah menjadi gila" Gadis ini bicara tentang menjadi tawanan Ho-han Pangcu! Padahal, Ho-han Pangcu itu bukan lain adalah Han Lojin alias Tang Bun An alia5 Ang-hong-cu alias ayah kandungnya sendiri!
"Hemmm, bocah bermulut lancang! Sesungguhnya engkaulah yang tolol dan gila. Engkau ini tidak tahu apakah pura-pura tidak tahu" Coba jawab, siapakah yang menawan engkau?"
"Siapakah lagi kalau bukan dia yang juga menawanmu tadi. Yang menawanku adalah pangcu dari Ho-han-pang?".. "
"Dan engkau tidak tahu siapa dia ?"
"Dia adalah ketua Ho-han-pang dan bengcu?".. "
"Bodoh! Dia itu Han Lojin!"
"Siapa Han Lojin?"
Ahh, kini mengertilah Kui Hong. Gadis tolol ini belum tahu bahwa ia telah menjadi tawanan ayah kandungnya sendiri
"Han Lojin adalah Tang Bun An!"
"Tang Bun An" Siapa pula?".. "
"Penawanmu itu adalah Ho-han Pang-cu, juga Han Lojin, alias Tang Bun An, alias Ang-hong-cu pula!"
"Ahhhh?"".. !" Sepasang mata itu terbelalak. "Dia".. dia?" Ang-hong-cu?"." Aku tidak percaya!"
"Itulah ketololanmu! Ketua Ho-han-pang itu adalah Ang-hong-cu dan hal ini aku tahu benar!"
"Tapi?".. tapi?".. kalau benar dia Ang-hong-cu, berarti dia itu ayah kadungku" Akan tetapi kenapa dia?". dia menawanku" Pantas saja dia mengenal nama ibu dan suboku?".! Ah, akan tetapi mungkinkah itu" Kenapa dia menawanku dan sikapnya seperti itu?" Ia teringat akan sikap cabul ketua Ho-han-pang itu.
"Apakah engkau belum pernah melihat ayahmu?"
"Sejak lahir belum pernah aku melihatnya."
"Dan kakakmu itu, Hay Hay, apakah dia pernah bercerita tentang jahatnya Ang-hong-
cu?" "Hanya sedikit?". ah, enci yang baik, ceritakan kepadaku bagaimana sesungguhnya semua itu, tentang Han Lojin, tentang Tang Bun An, tentang Ang-hong-cu! Aku sungguh bingung sekali. Aku datang ke sini bersama kakakku menyelidiki perwira she Tang, dan aku dipancing ke sini, dikeroyok dan ditangkap, katanya untuk memancing agar kakakku datang pula ke sini. Tidak tahunya engkau yang muncul! Apa artinya semua ini, enci" Katakanlah. Engkau tidak ragu lagi dan percaya kepadaku, bukan?" Kedua mata Mayang menjadi basah karena ia merasa tegang dan penasaran sekali, mendengar bahwa laki-laki setengah tua yang cabul dan menawannya itu adalah ayah kandungnya sendiri.
Biarpun masih muda, Kui Hong sudah berpengalaman dan iapun dapat membedakan sikap orang yang berbohong atau tidak. Ia tahu bahwa Mayang tidak berbohong dan ia percaya kepada gadis Tibet itu yang ia tahu tentu puteri seorang wanita Tibet yang menjadi korban keganasan Ang-hong-cu pula, seperti ibu Hay Hay. Maka, tanpa ragu-ragu lagi iapun membebaskan totokannya dan Mayang dapat menggerakkan kaki tangannya. Gadis Tibet itu bangkit duduk, menguruturut kaki tangannya sambil memandang kepada Kui Hong.
"Enci, engkau mengenal kakakku?"
"Tang Hay" Tentu saja aku mengenalnya."
"Enci, siapakah namamu" Dan bagaimana engkau sampai tertawan oleh mereka" Dan ceritakanlah tentang semua ini".."
"Nanti dulu, Mayang. Namamu Mayang, bukan" Nah, adik Mayang, sebelum aku bercerita, lebih baik engkau lebih dulu menceritakan pengalamanmu bersama Hay Hay, agar aku dapat mengerti duduknya perkara dan dapat menentukan langkah selanjutnya. Kita berada dalam kekuasaan persekutuan yang amat berbahaya dan kuat, adik Mayang. Nah, kau ceritakan semuanya, juga hal yang mengherankan bahwa engkau tidak tahu akan kenyataan bahwa ketua Ho-han-pang adalah Han Lojin atau Tang Bun An atau Ang-hong-cu, yaitu ayah kandungmu sendiri!"
Rasa kaku pada kaki tangan Mayang sudah lenyap setelah ia mengurutnya, dan kini mereka duduk di tepi pembaringan, saling berhadapan. "Baiklah, enci. Memang sudah sepatutnya kalau engkau curiga dan berhati-hati, dan maafkan semua kelancanganku tadi. Aku bertemu dengan kakakku Tang Hay ketika dia berada di Tibet bersama pendekar Pek Han Siong. Kenalkah engkau kepada pendekar itu?"
Kui Hong mengangguk. Ia mengenal Pek Han Siong dan ada persamaan antara Hay Hay dan Han Siong. Keduanya memiliki ilmu kepandaian tinggi, bahkan keduanya juga memiliki ilmu sihir yang hebat.
"Lanjutkan ceritamu." katanya.
"Setelah kami saling berjumpa, secara kebetulan kami saling melihat mainan yang tergantung di leher kami dan tahulah kami bahwa kami adalah kakak beradik. Ayah kami adalah Ang-hong-cu." Mayang tidak mau menceritakan bahwa ia telah dinikahkan dengan Hay Hay, karena hal itu merupakan rahasia pribadinya, merupakan hal yang dapat mendatangkan aib. Menikah dengan kakak sendiri!
"Dan ibumu?" "Ibuku bernama Souli, seorang wanita Tibet yang pernah tergila-gila kepada pria yang oleh ibu disebut Tang Tai-hiap. Akan tetapi ketika ibuku mengandung, Tang Tai-hiap itu meninggalkannya dan tidak pernah kembali, hanya meninggalkan benda ini kepada ibu."
"Hemm, memang itulah sifat khas Ang-hong-cu." kata Kui Hong, gemas.
"Setelah mendengar dari kakakku, Tang Hay tentang ayah kandungku, aku lalu ikut Hay-ko untuk mencari ayah, mencari Ang-hong-cu, bukan untuk berbaik-baik antara anak dan ayahnya, melainkan untuk minta pertanggungan jawab Ang-hong-cu yang menurut Hay-ko telah melakukan banyak kejahatan. Nah, kami berdua pergi ke kota raja karena Hay-ko bilang bahwa dia mendengar di kota raja terdapat seorang perwira she Tang yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu. Dan selagi kami melakukan penyelidikan, kami mendengar bahwa yang ada seorang perwira she Tang yang sudah setengah tua, bukan perwira Tang muda. Ketika pagi kemarin Hay-koko pergi melakukan penyelidikan, ada orang datang mengabarkan bahwa Hay-ko memanggilku. Aku dipancing dan dijebak, dan aku dikeroyok sehingga akhirnya aku tertawan. Ternyata Ho-han-pang memiliki banyak orang pandai, terutama dua orang pemuda yang menawanku itu."
Kui Hong mengangguk-angguk. Ia sudah tahu dan iapun tahu bahwa mereka dalah Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek, juga ada Ji Sun Bi. Bahkan baru sekarang diketahuinya pula hal yang mengejutkan hatinya, yaitu bahwa Tang Cun Sek adalah putera Ang-hong-cu pula! Dan putera Ang-hong-cu yang satu ini sudah menyelundup ke Cin-ling-pai, mempelajari ilmu-ilmu Cin-ling-pai, bahkan melarikan pedang pusaka Hong-cu-kiam dari Cin-ling-pai. Kini, ia tersentak kaget, teringat betapa ketika mengeroyoknya, Tang Cun Sek tidak memegang Hong-cu-kiam, dan Sim Ki Liong juga tidak memegang Gin-hwa-kiam! Apakah hal itu sengaja mereka lakukan karena mereka menyamar dengan memakai kedok tipis, tidak mengeluarkan pedang-pedang pusaka itu agar ia tidak mengenal mereka "
"Lanjutkan ceritamu, Mayang."
"Aku ditawan di sini dan aku tantang Ho-han Pang-cu di kamar ini. Ia membebaskanku dan kami berkelahi. Akan tetapi diapun amat lihai, dia berhasil merobek bajuku dan dia melihat benda mainan ini!"
"Hemm, jadi dia tahu pula bahwa engkau puterinya?"
"Agaknya demikianlah biar dia tidak membuat pengakuan. Buktinya, dia mengenal nama ibuku, Souli, dan dia mengenal pula suboku."
"Siapa subomu?"
"Kim-mo Sian-kouw."
"Hemm, lalu apa yang dilakukan terhadap dirimu?"
"Dia tidak mengaku siapa dirinya, hanya mengatakan bahwa aku ditahan di sini dan baru akan dibebaskan kalau Hay-ko mau menyerah dan mau membantu Ho-han-pang. Akupun menanti saja di sini, diberi makan minum dan semua keperluan dicukupi, bahkan pakaian lengkap tersedia di sini, tidak pernah diganggu. Akan tetapi hatiku selalu khawatir akan nasib Hay-ko, sampai engkau masuk tadi, enci. Sekarang, setelah mengetahui bahwa engkau juga musuh mereka, dan engkau agaknya lihai, hatiku lebih tenang. Kita dapat bekerja sama melawan mereka, enci!"
Hati Kui Hong juga merasa lega. Gadis itni tentu memiliki ilmu kepandaian yang cukup baik, kalau tidak demikian, tidak nanti Hay Hay mengajaknya mencari Ang-hong-cu. Ia sendiri belum pernah mendengar nama gadis ini dan ibunya, akan tetapi nama guru gadis ini, Kim-mo Sian-kouw, pernah didengarnya. Neneknya pernah bercerita bahwa di daerah Tibet selain terdapat banyak pendeta Lama yang sakti, juga terdapat seorang tokoh wanita yang memiliki ilmu kepandaian tinggi dan berjuluk Kim-mo Sian-kouw.
"Tentu saja, adikku. Ketahuilah, namaku Cia Kui Hong".."
"Wah, kiranya engkau ini enci Kui Hong!" Mayang berseru dengan gembira sekali.
Kui Hong memandang kepadanya dengan alis berkerut. "Engkau telah mengetahui namaku?"
"Tentu saja! Engkau adalah sahabat terbaik dari kakakku, bagaimana aku tidak tahu" Hay-ko banyak bercerita tentang dirimu, katanya bahwa engkaulah sahabatnya paling dikaguminya dan yang paling baik."
"Ah" Dia berkata demikian?" Wajah Kui Hong seketika berubah merah sekali sampai ke
leher dan telinganya dan hal ini tidak dilewatkan pandang mata Mayang. "Apa lagi yang dikatakannya tentang diriku?"
Mayang mengingat-ingat. Memang atas pertanyaan dan desakannya. Hay Hay banyak bercerita tentang pengalamannya yang lalu dan tentang para pendekar wanita yang pernah ditemuinya, bahkan yang pernah bekerja sama dengannya dalam menghadapi tokoh-tokoh sesat.
"Dia bilang bahwa enci merupakan seorang pendekar wanita yang cantik jelita dan manis budi, juga berkepandaian tinggi sekali".. "
"Ihh! Engkau perayu seperti kakakmu!" kata Kui Hong tertawa.
"Tidak, enci. Dia bukan memuji kosong sebagai rayuan. Memang engkau cantik jelita dan manis budi, dan tentu kepandaianmu tinggi sekali". "
"Sudah, cukuplah. Lanjutkan ceritamu, adik Mayang." kata Kui Hong, akan tetapi
bibirnya tersenyum manis dan hatinya terasa girang bukan main. Hay Hay masih ingat
kepadanya! Bukan hanya ingat, akan tetapi bahkan memuji-mujinya!
"Hay-ko mengatakan bahwa engkau adalah puteri ketua Cin-ling-pai yang terkenal sebagai perkumpulan para pendekar yang gagah perkasa, juga engkau cucu Pendekar Sadis yang namanya menggemparkan dunia persilatan!"
"Cukup tentang diriku. Ceritakan bagaimana engkau sampai terjebak di sini dan kakakmu itu belum juga datang menolongmu."
Wajah Mayang nampak berduka. "Entahlah, enci Hong. Aku tidak tahu di mana adanya kakakku, akan tetapi aku khawatir sekali kalau sampai diapun terperangkap oleh jahanam?" "
"Dia ayah kandungmu!"
"Tidak perduli! Dia jahat! Dia telah meninggalkan ibu ketika ibu mengandung, membuat ibu menderita hebat. Dan sekarang, dia malah menawanku, menghinaku! Enci Hong, engkau yang seharusnya melanjutkan ceritamu tadi, tentang Ang-hong-cu, tentang kedatanganmu ke sini, tentang segalanya!"
Kui Hong teringat dan tersenyum. Ceritanya terhenti karena ia tenggelam ke dalam kegembiraan mendengar Hay Hay memuji-mujinya dan masih ingat kepadanya.
"Aku mengenal Han Lojin sebagai Ang-hong-cu beberapa waktu yang lalu ketika para pendekar membantu pemerintah membasmi pemberotakan yang dipimpin oleh Lam-hai Giam-lo. Han Lojin muncul dan diapun membantu pemerintah. Di sanalah dia melakukan perbuatan-pebuatan jahat, memperkosa beberapa orang wanita dan di sana terdapat pula kakakmu Hay Hay. Ketika itulah kakakmu juga aku dan yang lain-lainnya, mengetahui bahwa Han Lojin adalah Ang-hong-cu, akan tetapi dia melarikan diri. Ketika aku tiba di kota raja, kebetulan aku bertemu dengan Tang Bun An yang menjadi perwira di istana dan aku mengetahui rahasianya, bahkan dialah Han Lojin dan juga Ang-hong-cu. Akan tetapi dengan licik dia menjebakku sehingga aku tertawan olehnya. Dan di situ aku melakukan suatu kebodohan yang membuat aku mneyesal bukan main. Aku telah berjanji takkan memusuhinya dan takkan membuka rahasianya.dan sebagai imbalannya, dia membebaskan aku. Padahal, sesungguhnya dia takut kepadaku, takut kepada Cin-ling-pai, takut pula kepada kakekku Pendekar Sadis. Setelah aku bebas, aku merasa menyesal sekali, merasa bahwa aku telah menjadi pelindungnya, menjadi sekutunya. Karena itu, aku lalu datang menantangnya dan maklum bahwa dia tentu akan menggunakan anak buahnya untuk mengeroyokku. Nah, aku dikeroyok dan ditawan, lalu dimasukkan ke sini."
Mayang memandang heran. "Enci Hong! Engkau sudah bebas dan engkau sengaja membiarkan dirimu ditangkap dan terancam maut?"
Kui Hong tersenyum, mengangguk. "Bukan hanya ancaman maut, malah lebih mengerikan lagi. Mungkin aku disiksa, dihina, lalu dibunuh. Akan tetapi, bagiku, lebih baik mati dalam menentang kejahatan daripada hidup menjadi sekutu orang jahat!"
"Hebat! Engkau hebat, enci Hong. Memang pantas sekali kalau kakakku kagum kepadamu. Engkau seorang pendekar wanita yang hebat! Akan tetapi jangan khawatir, enci. Kita kini bersatu. Kita berdua dapat melawan mereka! Dan masih ada kakakku. Dia pasti akan menolong kita, dan dia mempunyai sebuah hadiah untukmu. Hal itu dia katakan sendiri kepadaku."
"Hadiah" Untukku" Hadiah apakah itu, Mayang?"
"Sebatang pedang pusaka, enci."
"Pedang pusaka" Aku sudah memiliki Hok-mo Siang-kiam?" ah, si keparat itu telah menyitanya!" katanya dengan wajah menyesal sekali.
"Jangan khawatir, enci. Pedang pusaka itu hebat, aku sudah melihatnya, dan kata Hay-ko, pedang itu memang milikmu, milik Cin-ling-pai. Namanya Hong-cu-kiam."
"Hong-cu-kiam?" Sepasang mata yang tajam itu terbelalak. Pedang pusaka itu dilarikan Tang Cun Sek dan kini telah berada di tangan Hay Hay" Pantas saja Cun Sek tidak mempergunakan pedang pusaka itu. Dan bagaimana dengan Gin-hwa-kiam yang tadinya dilarikan Ki Liong" "Ah, memang benar itu pusaka Cin-ling-pai yang dilarikan orang. Dan?" barangkali engkau tahu tentang pedang pusaka Gin-hwa-kiam?"
"Gin-hwa-kiam" Bukankah itu pedang pusaka yang kulihat dipergunakan oleh pendekar Pek Han Siong?"
"Sudah berada di tangan Pek Han Siong" Bagus!" Kui Hong girang bukan main. Kiranya Hay Hay dan Han Siong sudah dapat merampas kembali kedua pedang pusaka itu! "Gin-hwa-kiam adalah pedang Pulau Teratai Merah yang dilarikan orang pula. Aih, adikku, engkau menceritakan berita yang amat menggembirakan. Sekarang, mari kita periksa tempat ini, kalau-kalau ada jalan untuk melarikan diri dari sini."
"Coba periksalah, enci. Aku sudah lelah memeriksa, namun tidak dapat menemukan jalan keluar. Ruangan ini adalah ruangan di bawah tanah dan jalan satu-satunya adalah pintu itu. Terbuat dari besi yang tebal dan kokoh kuat. Membukanyapun dengan alat rahasia. Dan lubang angin dan sinar di atas itu, selain terlalu tinggi, juga diberi terali besi yang kokoh pula."
Akan tetapi Kui Hong merasa tidak puas kalau tidak memeriksa sendiri. Ia lalu mengadakan pemeriksaan dengan amat teliti. Namun, ternyata benar seperti yang dikatakan Mayang tadi. Tempat itu amat rapat dan tidak ada jalan keluar kecuali melalui pintu yang amat kokoh itu. Satu-satunya jalan hanyalah menunggu sampai ada yang membuka pintu itu lalu menerjang keluar!
Karena itu, ketika ada yang mendorongkan makanan dan minuman melalui lubang di bagian bawah pintu, dua orang gadis itupun makan minum dengan cukup untuk membuat tubuh mereka tetap kuat. Tadinya Kui Hong yang mengenal kecurangan lawan, merasa ragu untuk makan dan minum. Ia tidak takut menghadapi racun karena ia dapat mengetahui kalau makanan atau minuman itu diracun, akan tetapi yang dikhawatirkan adalah kalau ada kekuatan sihir terkandung dalam makanan dan minuman itu yang akan menundukkan mereka. Ketika ia menyata kan hal ini, Mayang tersenyum.
"Kalau terhadap serangan sihir, jangan takut, enci. Aku telah melatih diri secara khusus untuk menolak segala kekuatan sihir ."
"Eh! Engkau pandai sihir seperti Hay Hay dan Han Siong?" Kui Hong memandang gadis Tibet itu.
Mayang tersenyum. Bukan main manisnya gadis Tibet itu ketika tersenyum. Mulutnya yang kecil itu mekar bagaikan setangkai bunga merekah merah. Ia tidak menutupi keindahan itu dengan tangannya seperti biasanya gadis Han yang sopan-sopan, dan Kui Hong memandang kagum. Ada persamaan memang antara Mayang dengan Hay Hay. Mungkin dalam bentuk mulut dan hidungnya itulah, dan kecerahan wajah itu kalau tersenyum.
"Tidak, enci. Akan tetapi, biar Hay-ko sendiripun tidak akan mampu menguasai aku dengan kekuatan sihirnya! Subo telah mengajarkan aku latihan untuk memperoleh kekuatan batin yang menolak segala macam kekuatan sihir yang bagaimana kuatpun. Oleh karena itu, jangan mampu menolaknya."
Kui Hong memandang kagum. Mereka lalu makan minum dengan gembira, dan lupalah Kui Hong bahwa ia sedang berada dalam tahanan musuh, bukan dalam kamar hotel mewah bersenang-senang dengan seorang sahabat yang menyenangkan sekali. Setelah makan dan beristirahat sejenak, Kui Hong lalu bangkit.
"Adik Mayang, sekarang bersiaplah. Kita mengadu kepandaian silat. Kamar ini cukup lebar sehingga leluasa bagi kita untuk bertanding silat di sini."
"Ehhh?" Mayang memandang wajah Kui Hong dengan kaget, akan tetapi melihat wajah yang cantik itu cerah dan mulutnya tersenyum. Mayang segera mengerti.
"Maksudmu, kita berlatih silat, enci Hong"'
Kui Hong mengangguk. "Kita harus selalu siap, dan kita perlu berlatih, terutama untuk mengenal kepandaian masing-masing sehingga mudah bagi kita menentukan langkah selanjutnya. Jangan sungkan dan jangan main-main, adikku. Seranglah aku dan keluarkan kepandaianmu agar aku dapat menilai sampai di mana tingkatmu."
"Baik, enci Hong, akan tetapi jangan mentertawakan aku!"
"Aih, engkau terlalu merendahkan dirimu, Mayang. Aku pernah mendengar nama besar subomu, maka aku tahu bahwa engkau tentu memiliki ilmu silat yang hebat. Nah, mari kita main-main sebentar!"
"Baik, enci Hong. Kau jaga baik-baik seranganku!" Setelah melihat bahwa Kui Hong sudah memasang kuda-kuda, Mayang lalu mulai menyerang. Karena iapun dapat menduga akan kelihaian Kui Hong, maka begitu menyerang, ia mainkan ilmu silat Kim-lian-kun (Ilmu Silat Teratai Emas) yang ampuh, yaitu ilmu silat andalan dari Kim-mo Sian-kouw. Gerakannya amat cepat dan mengandung tenaga yang dahsyat sehingga dari tangannya mengeluarkan angin berdesir.
"Bagus!" Kui Hong berseru sambil mengelak dan membalas serangan Mayang. Iapun tidak main-main karena dari gerakan pertama itu saja tahulah ia bahwa Mayang sungguh lihai dan sama sekali tidak boleh dipandang ringan. Kui Hong telah mempelajari banyak macam ilmu silat, namun belum pernah ia melihat ilmu silat seperti yang dimainkan Mayang, maka iapun bersikap hati-hati sekali.
Serang menyerang terjadi di dalam kamar yang luas itu, dan terdengar angin berkesiur setiap kali mereka menggerakkan tangan. Dan kalau sesekali terjadi adu lengan, keduanya tergetar dan, mundur dua langkah, saling pandang dengan kagum. Makin lama, serangan Mayang semakin hebat dan Kui Hong kagum bukan main. Ilmu silat gadis Tibet itu memang tangguh sekali. Terpaksa ia harus mengerahkan ilmu gin-kang (meringankan tubuh) Bu-eng Hui-teng (Terbang Tanpa Bayangan) yang dipelajarinya dari Ceng Sui Cin, ibunya. Dengan ilmu ini, tubuhnya bagaikan kapas saja dan Mayang terkejut dan kagum bukan main. Lawannya itu seolah-olah dapat terbang dan tak pernah dapat disentuh tangannya yang menyerang.
Kui Hong menilai ilmu yang dimiliki Mayang, juga kekuatan kedua tangannya. Harus diakuinya bahwa tingkat kepandaian Mayang sudah cukup tinggi, tidak kalah dibandingkan para pendekar wanita lainnya. Ia sendiri, kalau tidak mendapatkan gemblengan dari kakeknya dan neneknya di Pulau Teratai Merah, tentu akan mengalami kesulitan untuk dapat mengalahkan Mayang!
Sampai lima puluh jurus lebih mereka berlatih dan kalau Kui Hong menghendaki, biarpun tidak sangat mudah, ia akan mampu mengalahkan Mayang. Bagaimanapun lihainya gadis Tibet itu, Kui Hong masih menang tingkat, menang cepat dan lebih kuat tenaganya. Akan tetapi Kui Hong tidak mau mengecilkan hati Mayang, dan ia sudah merasa cukup puas melihat kenyataan bahwa Mayang memang lihai dan dapat diandalkan untuk menjadi kawan dalam menghadapi Ang-hong-cu dan anak buahnya.
"Cukup, Mayang!" katanya sambil melompat ke belakang. "Engkau lihai sekali!"
"Ihh, enci Kui Hong, jangan memuji! Kalau engkau mau, tentu sudah sejak tadi engkau dapat merobohkan aku. Ilmu aneh apakah itu yang membuat tubuhmu begitu ringan seperti kapas terbang saja" Semua seranganku tidak ada gunanya!"
"Itu adalah Bu-eng Hui-teng, yang kupelajari dari ibuku, Mayang. Sudahlah, kita beristirahat. Engkau cukup tangguh dan kurasa, kita berdua akan mampu menjaga diri kalau mereka muncul." Kata Kui Hong sambil mengusap keringat dari lehernya, seperti yang dilakukan pula oleh Mayang. "Sekarang, mari menghimpun tenaga dan memulihkan kelenturan otot-otot, mengatur pernapasan," kata Kui Hong yang ingin agar keduanya berada dalam keadaan yang siap benar untuk memberontak sewaktu-waktu pintu besi itu dibuka. Mayang mengangguk dan keduanya lalu duduk bersila di atas pembaringan, mengatur pernapasan.
*** Sebagai seorang pelarian, tentu saja Tang Gun tidak berani begitu saja memasuki kota raja. Kalau ada yang mengenalnya, tentu akan terjadi geger. Pasukan pemerintah tentu akan mengejar dan menangkapnya dan biarpun di sampingnya ada sumoinya. Siangkoan Bi Lian yang amat lihai sekali, kalau pasukan pemerintah mengepungnya, tentu mereka beruda tidak akan mampu melawan, bahkan sukar untuk dapat meloloskan diri dari kota raja. Oleh karena itu, ketika memasuki pintu gerbang kota raja, Tang Gun menyamar sebagai seorang laki-laki setengah tua yang rambutnya sudah penuh uban, dengan kumis dan jenggot palsu. Siangkoan Bi Lian yang berjalam di sampingnya mengaku sebagai puterinya. Penyamaran itu cukup baik sehingga tak seorangpun mengenalnya.
Mereka masuk ke kota raja setelah hari menjelang senja. Cuaca sudah mulai redup dan remang-remang. Tang Gun mengajak sumoinya agar langsung saja mencari seorang bekas anak buahnya yang dipercaya benar, karena mereka harus lebih dahulu menyelidiki, di mana adanya Tang Bun An yang mereka cari-cari itu.
Bekas anak buahnya itu bernama Gu Kiat dan sebagai seorang perajurit pengawal istana tentu dia tahu akan segalanya tentang Tang Bun An yang kabarnya menjadi perwira itu. Dan Tang Gun pernah menyelamatkan Gu Kiat, maka dia merasa yakin bahwa Gu Kiat yang hidup sebatang kara tanpa keluarga itu pasti akan suka membantunya.
Gu Kiat kebetulan duduk di ruangan depan rumahnya ketika Tang Gun atau yang kini dikenal sebagai Tan Hok Seng tiba. Dia cepat keluar dari pintu rumahnya dan memandang heran kepada pria dan wanita yang tidak dikenalnya itu. Apa lagi ketika melihat betapa wanita muda itu amat cantik, keheranannya bertambah.
"Paman hendak mencari siapakah?" tanya Gu Kiat sambil melirik ke arah wajah Bi Lian yang nampak cantik sekali tersinar lampu gantung di depan rumah itu.
Hok Seng membalas penghormatan tuan rumah dan berkata, "Saya mempunyai urusan penting sekali untuk disampaikan kepada saudara Gu Kiat."
"Saya sendiri yang bernama Gu Kiat."
Hok Seng berkata kepada Bi Lian, "Anakku, engkau tunggu sebentar di sini, aku mau bicara empat mata dengan saudara ini." Bi Lian mengangguk dan Hok Seng lalu berkata kepada Gu Kiat yang masih memandang keheranan itu. "Saudara Gu Kiat, dapatkah kita bicara empat mata di dalam" Apa yang saya bicarakan ini amat penting dan tidak boleh diketahui orang lain."
"Tapi .... tapi?", siapakah paman?" Gu Kiat bertanya ragu.
Hok Seng berbisik, "Aku Tan Hok Seng dan aku ingin bicara tentang guci emas istana. Mari kita bicara empat mata di dalam."
Gu Kiat nampak terkejut bukan main, matanya terbelalak dan mukanya berubah pucat ketika dia memandang kepada Hok Seng. Bi Lian tidak mengerti, hanya mengira bahwa kini orang itu telah mengenal Hok Seng yang menyamar. Padahal Gu Kiat terkejut sekali karena mendengar bisikan tentang guci emas istana tadi. Dahulu, pernah sebagai perajurit pengawal dia mencuri guci emas istana dan perbuatannya itu ketahuan oleh pengawal lain. Kalau tidak ada Tang Gun yang menyelamatkannya, tentu dia sudah ditangkap dan dijatuhi hukuman berat. Tidak mengherankan kini dia terkejut setengah mati mendengar laki-laki setengah tua yang tak dikenalnya itu berbisik tentang guci emas istana! Maka, mendengar permintaan orang itu untuk bicara empat mata di dalam, dia lalu mengangguk dan memberi isyarat kepada orang itu untuk memasuki rumahnya. Bi Lian tidak ikut masuk, melainkan duduk menanti di atas bangku di ruangan depan itu. Biarlah suhengnya yang melakukan penyelidikan di mana adanya Tang Bun An yang telah melempar fitnah kepada suhengnya itu. Nanti kalau sudah berhadapan dengan musuh itu, baru ia yang akan menandinginya.
Setelah berada di dalam ruangan sebelah dalam, hanya berdua saja dengan Gu Kiat, Hok Seng lalu berkata lirih, "Gu Kiat, pandanglah baik-baik. Aku adalah Tang Gun yang menyamar!"
Gu Kiat memandang tajam dan dia segera mengenal bekas atasannya itu, mengenal suara dan pandang matanya. "Tang-ciangkun?".!" katanya terkejut dan heran. Disangkanya bahwa bekas komandannya ini telah tewas.
"Ahhh, jangan menyebut aku ciangkun lagi, aku sudah bukan seorang perwira."
"Tapi..... tapi?" apakah kehendak Tang-kongcu, (tuan muda Tang) mendatangi saya?" Jelas bahwa Gu Kiat ketakutan karena kalau sampai diketahui orang bahwa dia kedatangan tamu bekas perwira yang menjadi orang hukuman dan pelarian ini, dirinya tentu saja akan celaka.
"Dengar baik-baik, Gu Kiat. Aku pernah menolongmu, dan sekarang saatnya engkau membalas budi itu, dan menolongku kembali. Pertama, lupakan bahwa namaku Tang Gun. Sekarang namaku adalah Tan Hok Seng, dan engkau boleh menyebutku Tan-kongcu. Mengerti?"
Diingatkan akan "budi" itu, Gu Kiat mengangguk patuh. "Saya mengerti." katanya lirih.
"Dan ke dua, aku ingin mendengar tentang diri Tang Bun An. Nah, ceritakan tentang dia!"
Di dalam hatinya, Gu Kiat tersenyum. Akan tetapi, wajahnya tidak membayangkan sesuatu ketika dia menjawab. "Ah, dia" Setelah engkau pergi, dia diangkat menjadi seorang perwira tinggi pasukan pengawal di istana."
"Hemm, sudah kuduga. Di mana sekarang dia tinggal?"
Gu Kiat menggeleng kepalanya. "Bagaimana saya bisa tahu" Sekarang dia sudah berhenti menjadi perwira."
"Berhenti?" "Dia mengundurkan diri dan sejak itu, saya tidak tahu lagi di mana dia berada."
Tentu saja Hok Seng kecewa bukan main mendengar berita ini. Musuh besarnya itu telah lolos, dan tidak lagi berada di kota raja!
"Akan tetapi, saya dapat membantumu, kongcu. Di antara kawan-kawan yang pernah menjadi anak buahnya, tentu ada yang tahu di mana adanya bekas perwira itu."
Wajah yang tadinya dibayangi kekecewaan itu, menjadi cerah kembali. "Ah, baik sekali! Terima kasih dan ternyata engkau seorang yang mengenal budi, Gu Kiat. Kapan engkau akan melakukan penyelidikan itu" Lebih cepat lebih baik!"
"Memang sebaiknya begitu, kongcu. Malam ini juga saya akan pergi menyelidiki di antara kawan-kawan. Dan sebaiknya kalau kongcu dan eh, siapakah nona yang menunggu di depan itu?"
"Ia sumoiku." "Sebaiknya kongcu dan nona bersembunyi saja di rumah saya ini. Kalau bermalam diluaran, amat berbahaya. Kong-cu berdua bermalam di sini, mengaso, dan saya akan pergi melakukan penyelidikan. Mudah-mudahahan saja malam ini juga saya sudah bisa mendapatkan keterangan."
Hok Seng menjadi girang bukan main. Dia memesan kepada bekas anak buahnya itu agar tidakkeliru menyebut namanya karena dia sudah berganti nama sejak menjadi pelarian, dan sumoinya sendiripun rnengenalnya sebagai Tan Hok Seng. Setelah itu, mereka lalu keluar dan mempersilakan Siangkoan Bi Lian masuk ke dalam. Setelah mereka berada di ruangan, dalam Hok Seng memperkenalkan sumoinya kepada Gu Kiat.
"Gu Kiat, ini sumoiku Siangkoan Bi Lian. Sumoi, saudara Gu Kiat ini dahulu pernah menjadi anak buahku yang setia dan sekarang dia suka membantu kita dan malam ini juga dia akan melakukan penyelidikan tentang perwira itu. Malam ini kita tinggal di sini, lebih aman."
Bi Lian mengerutkan alisnya dan dia menatap tajam wajah tuan rumah.
"Kenapa harus menyelidiki lagi" Asal diberitahu di mana tinggalnya dan kita dapat menyelidiki sendiri."
"Aih, engkau belum tahu, sumoi. Orang yang kita cari itu ternyata sudah tidak menjadi perwira lagi, dan Gu Kiat ini tidak tahu ke mana dia pergi. Oleh karena itu, malam ini juga dia hendak mencari keterahgan dari kawan-kawannya yang dulu pernah menjadi anak buah perwira tua itu."
"Hemm, begitukah?" Bi Lian merasa kecewa mendengar berita itu.
"Harap Tan-kongcu dan Siangkoan-siocia (nona Siangkoan) tenangkan hati. Kalau ji-wi (kalian) tinggal di sini malam ini, kiranya lebih aman dari pada kalau tinggal di luar. Dan percayalah, malam ini tentu saya sudah mendapatkan berita tentang perwira itu. Pakailah dua kamar di depan kamar saya, itu memang kamar tamu, dan kalau ji-wi membutuhkan makan minum, kiranya di dapur masih ada persediaan lengkap untuk masak dan membuat air teh. Juga masih ada arak di dalam almari. Silakan, harap ji-wi tidak sungkan."
Hok Seng merasa girang sekali. "Saudara Gu Kiat, terima kasih. Ternyata engkau seorang sahabat yang baik sekali."
"Sekarang saya harus berangkat sebelum kawan-kawan tidur. Kalau sudah berhasil dengan penyelidikan saya, tentu malam ini juga saya pulang, atau paling lambat besok pagi-pagi. Harap ji-wi tinggal dengan tenang saja."
Dua orang muda itu mengucapkan terima kasih dan Gu Kiat lalu meninggalkan mereka. Karena keduanya merasa lapar dan mereka tidak berani pergi ke rumah makan, mereka lalu memeriksa dapur dan dengan girang mereka mendapatkan bahan-bahan untuk dimasak. Maka sibuklah mereka membuat masakan untuk makan malam mel-eka dari bahan-bahan yang ada.
"Ah, di mana-mana orang baik tentu menemukan penolong," kata Hok Seng ketika mereka berdua menghadapi meja dengan makanan dan minuman sederhana.
"Takkusangka bahwa Gu Kiat demikian mengenal budi, masih ingat akan banyak pertolongan yang kuberikan kepadanya ketika aku masih menjadi komandannya."
Bi Lian hanya tersenyum, lalu berkata lembut, "Bagaimanapun juga, kita harus berhati-hati, suheng. Di dunia ini, lebih banyak terdapat orang yang busuk dari pada yang baik. Kalau belum terbukti, jangan tergesagesa menilai orang."
"Aku yakin bahwa dia orang baik, sumoi. Apa lagi karena dia berhutang budi kepaddku. Kalau tidak ada aku yang menolongnya, mungkin dahulu dia telah dihukum mati!"
"Ehh" Perbuatan apa yang telah dia lakukan, suheng?"
"Ketika itu dia menjadi anak buah pasukanku, pasukan pegawal istana. Seringkali aku mengganti regu penjaga sebelah dalam istana secara bergiliran. Ketika dia bertugas dalam, dia telah mencuri sebuah guci emas. Perbuatannya itu ketahuan oleh pengawal lainnya. Tentu saja pengawal yang lain itu hendak melaporkan perbuatan itu dan kalau sampai dilaporka;n dan didengar oleh kaisar, tentu dia sudah dihukum mati. Dosa besar mencuri barang istana, apa lagi dia bertugas sebagai seorang perajurit pengawal. Aku kasihan kepadanya, lalu aku melarang pengawal yang lain itu melapor, dan menyuruh Gu Kiat mengembalikan guci itu di tempatnya semula. Maka, selamatlah dia dan agaknya dia masih ingat akan budi itu dan sekarang berkesempatan untuk membalas kepadaku."


Si Kumbang Merah Ang Hong Cu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bi Lian diam saja. Ia sendiri tidak begitu perduli tentang budi dan sebagainya. Sejak kecil, ia telah menjadi murid Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi, dua orang datuk sesat yang jahat. Biarpun ia pada dasarnya memiliki watak yang gagah perkasa, bahkan pantang melakukan kejahatan dan menuruti nafsu ingin menyenangkan diri sendiri, namun, kehidupan dalam lingkungan dunia sesat membuat ia bersikap keras, bahkan ganas dan tidak perduli. Bahkan ia sempat mendapat julukan Tiat-sim Sian-li (Dewi Berhati Besi) karena kekerasan hatinya. Namun setelah ia kembali berkumpul dengan ayah ibunya, ia menerima gemblengan ilmu dan juga keteguhan batin dari ayah dan ibunya yang sakti. Bahkan orang tuanya itu menceritakan bahwa ia merupakan keturunan dari para datuk sesat yang pernah menggemparkan dunia persilatan dengan kesaktian dan kejahatan mereka. Oleh karena itu, ia harus selalu ingat akan hal ini dan menunjukkan kepada dunia bahwa biarpun ia keturunan datuk sesat ia dapat bertindak sebagai seorang pendekar!
Kakek dalamnya, yaitu ayah dari ayahnya, adalah Siangkoan Lojin yang terkenal dengan julukan Si Iblis Buta! Dan kakek luarnya, ayah dari ibunya, lebih hebat lagi karena kakek itu adalah mendiang Raja Iblis! Raja Iblis dan isterinya, Ratu Iblis, benar-benar pernah merajai dunia sesat. Dan ayah ibunya, Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu, pernah pula menjadi orang-orang terhukum di kuil Siauw-lim-si karena dianggap berdosa oleh ketua kuil. Mereka berdua menerima hukuman ini untuk menebus dosa orang-orang tua mereka!
Perbuatan yang dianggap baik oleh pelakunya, apa lagi dianggap sebagai budi oleh pelakunya, bukanlah perbuatan baik lagi, melainkan suatu cara untuk memperoleh sesuatu. Kalau kita menolong orang lalu kita menganggap bahwa pertolongan yang kita berikan itu sebagai budi, bukankah itu sama saja dengan menghutangkan sesuatu untuk kelak ditagih dan diharuskan membayar kembali berikut bunganya" Baik buruk hanya penilaian, dan penilajan selalu didasari kepentingan pribadi. Kalau segala sesuatu yang kita lakukan didasari cinta kasih, maka tidak ada pamrih lain, tidak ada lagi yang dinamakan budi dan dendam! Budi maupun dendam hanyalah ikatan, perhitungan untung rugi dari hati akal pikiran yang bergelimang nafsu.
Penyesalan tidak ada gunanya! Perbuatan yang dilakukan melalui pemikiran, selalu ditunggangi nafsu pementingan diri sendiri karena pikiran adalah si-aku yang sudah bergelimang nafsu. Yang penting adalah kewaspadaan pengamatan terhadap diri sendiri lahir batin karena pengamatan sepenuhnya tanpa si-aku yang mengamati ini menimbulkan kesadaran. Tidak mungkin kita mengubah sifat dan watak kita melalui pemikiran, karena pemikiran tak mungkin dapat lepas dari pengaruh nafsu daya rendah. Setiap orang mudah saja menyadari dan mengetahui bahwa perbuatannya tidak benar, namun setiap kali memikiran berniat mengubahnya, setiap perbuatan itu diulang dan pikiran yang berniat mengubah tadipun menipis dan lenyap. Tidak mungkin pikiran dapat mencuci kekotoran perbuatan karena justeru perbuatan itu sudah dikendalikan oleh pikiran, dan pikiran itu bergelimang nafsu. Bagaimana mungkin mencuci bersih sesuatu yang kotor dengan menggunakan air yang kotor pula"
Yang dapat membersihkan batin, yaitu hati dan akal pikiran, hanyalah kekuatan Tuhan! Kita yang merasa bergelimang kekotoran, yang sudah dikuasai oleh nafsu daya rendah, hanya tinggal menyerah kepada kekuasaan Tuhan! Biarkan kekuasaan Tuhan yang mencuci kotoran itu, biarkan kekuasaan Tuhan yang membimbing dan membersihkan batin kita. Kalau batin sudah bersih, maka terbukalah jendela dan pintu batin kita untuk menerima masuknya sinar cinta kasih. Kalau sudah begitu, maka setiap perbuatan kita diterangi oleh sinar cinta kasih. Lalu ke mana perginya nafsu daya rendah" Tidak pergi! Masih ada dan masih penting bagi kehidupan kita. Namun, nafsu daya rendah tidak lagi menjadi majikan, melainkan menjadi alat, menjadi pelayan untuk kepentingan hidup di dunia ini. Bukan lagi menjadi liar, karena kalau nafsu daya rendah yang memegang kemudi, kita akan disesatkan ke arah pengejaran kesenangan nafsu sehingga menghalalkan segala cara, melakukan segala yang sifatnya merusak dan yang pada umumnya disebut jahat.
Malam itu tidak terjadi sesuatu. Bi Lian dan Hok Seng menunggu di kamar masing-masing, namun tuan rumah tak kunjung pulang. Baru pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, ketika mereka berdua sudah menyiram tubuh dengan air dingin dan sudah duduk di luar, muncullah Gu Kiat!
"Bagaimana, saudara Gu Kiat" Berhasilkah?" Hok Seng segera menyambutnya dengan pertanyaan yang ingin tahu sekali.
Gu Kiat tersenyum, menarik napas panjang lalu duduk di depan mereka. "Tiada seorangpun tahu di mana pindah atau perginya bekas perwira itu. Ketika saya sudah putus asa dan menjelang pagi tadi berjalan pulang, di tengah jalan saya bertemu atau dihadang oleh seorang bertopeng hitam?"."
"Topeng hitam"..?" Tang Gun berseru kaget.
"Ya, orang itu mengenakan kedok hitam. Dia muncul tiba-tiba dan bertanya mengapa saya mencari bekas perwira Tang Bun An. Karena sikapnya menyeramkan, terpaksa saya berterus terang, mengatakan bahwa kongcu yang mencarinya. Dan si kedok itu lalu menyuruh saya memberitahukan kongcu bahwa dia yang akan dapat menunjukkan kepada kongcu di mana adanya bekas perwira itu."
"Tapi".. tapi?" siapa dia?" tanya Tang Gun, suaranya menunjukkan ketegangan hatinya dan Bi Lian hanya mendengarkan saja dengan sikap tenang.
"Saya juga bertanya demikian, kongcu. Ketika saya bertanya siapa dia, dia hanya mengatakan bahwa dia pernah memberi sekantung emas kepada kongcu dan bahwa kongcu tentu mengenalnya!"
"Pendekar itu"..!" Tang Gun menoleh kepada Bi Lian. "Sumoi, tentu dia pendekar yang menolongku itu!"
"Mungkin saja." kata Bi Lian. "Akan tetapi bagaimana selanjutnya pertemuanmu dengan si kedok hitam itu?" tanyanya kepada Gu Kiat yang terputus ceritanya tadi.
"Oh, ya! Bagaimana selanjutnya, Gu Kiat" Apa yang dipesankan oleh pendekar berkedok hitam itu?" tanya Tan Gun.
"Pesannya aneh sekali, kongcu. Dia bilang bahwa kalau kongcu hendak mencari perwira Tang, kongcu harus menemuinya di kuil tua kosong yang berada di sebelah timur pintu gerbang kota. Dan dia pesan agar kongcu datang seorang diri, tidak boleh ditemani siapapun. Kalau kongcu tidak sendirian, dia tidak akan menemui kongcu dan tidak mau membantu lagi."
"Hemm, penuh rahasia orang itu. Mencurigakan juga!" kata Bi Lian sambil mengerutkan alisnya.
"Tapi dia?" dia pernah menolongku, sumoi! Tak mungkin sekarang dia hendak menjebak atau mencelakakan aku. Gu Kiat, kapan aku harus rnenemuinya."
"Sekarang juga, kongcu. Dia bilang jangan terlalu siang karena dia tidak mungkin dapat menanti terlalu lama."
"Sumoi, kalau begitu, aku akan pergi sekarang juga. Kautunggulah cli sini, sumoi. Aku takkan lama dan akan segera kembali setelah mendapatkan keterangan."
Bi Lian mengerutkan alisnya, akan tetapi ia berkata. "Baiklah, suheng. Akan tetapi berhati-hatilah. Aku masih curiga akan sikap aneh orang itu."
"Dia bermaksud baik, sumoi, hal ini aku yakin. Nah, aku pergi dulu. Kau tunggulah di sini."
Tang Gun atau Tan Hok Seng pergi dan Bi Lian diam-diam memperhatikan sikap tuan rumah. Akan tetapi Gu Kiat kelihatan biasa saja, dan setelah Hok Seng pergi, dia minta maaf kepada Bi Lian untuk beristirahat di dalam kamarnya karena semalam suntuk dia tidak tidur. Tak lama kemudian, Bi Lian mendengar dengkurnya dari dalam kamar dan iapun tidak mempunyai alasan untuk mencurigai Gu Kiat. Akan tetapi, hatinya tetap saja merasa tidak enak. Ingin ia membayangi suhengnya dan melihat sendiri siapa sebenarnya orang berkedok itu. Akan tetapi, iapun tidak ingin menggagalkan usaha suhengnya mencari orang yang melakukan fitnah itu pula, kalau si kedok hitam itu berniat jahat, tentu dahulu tidak menolong Hok Seng. Dengan pikiran ini, hatinya lega dan ia menanti saja di situ.
Sementara itu dengan cepat Hok Seng berjalan keluar kota melalui pintu gerbang timur. Dia masih menyamar sebagai seorang setengah tua, dan dia dapat keluar dari pintu gerbang dengan mudah. Dia sudah lama tinggal di kota raja dan tahu kuil tua mana yang dimaksudkan itu. Diluar pintu gerbang timur terdapat sebuah bukit kecil dan di puncak bukit itulah adanya kuil tua yang sudah lama tidak pernah dipergunakan lagi. Ke sanalah dia pergi dan setelah berada di tempat yang sepi, dia mengerahkan tenaga dan berlari cepat mendaki bukit.
Kuil tua itu sunyi. Sepagi itu, belum ada anak-anak penggembala menggiring ternak mereka ke bukit yang banyak padang rumputnya itu. Tidak nampak kehidupan di dalam atau di luar kuil. Sunyi saja dan pagi itu langit amat cerah. Sinar matahari pagi mulai mengusir kegelapan malam, seolah mempersiapkan kebersihan bagi munculnya sang matahari.
Tanpa ragu lagi Tang Gun memasuki kuil, menoleh ke kanan kiri. Kosong saja di bagian depan kuil itu. Selagi dia tidak tahu harus mencari di mana dan selagi hendak berseru memanggil, tiba-tiba terdengar suara orang.
"Aku di sini!" Suara itu datangnya dari belakang. Tang Gun segera menuju ke belakang dan di ruangan yang luas itu, karena dindingnya sudah runtuh, sehingga bagian belakang itu terbuka, berdiri seorang laki-laki bertubuh tegap dan mengenakan kedok hitam, di tengah ruangan sambil bertolak pinggang.
Tang Gun segera mengenal si kedok hitam yang dulu pernah menolongnya, maka cepat dia maju menghadapi orang itu dan memberi hormat dengan merangkap kedua tangan di depan dada, dan tubuhnya agak membungkuk dengan sikap hormat.
"Selamat berjumpa, tai-hiap (pendekar besar)!" katanya.
Si kedok hitam itu diam saja, akan tetapi sepasang mata yang mencorong bersinar dari balik kedok, mengamati wajah Tang Gun.
"Hemm, engkau Tang Gun menyamar sebagai seorang tua?" suara itu dalam dan berwibawa.
"Maaf, tai-hiap. Terpaksa saya menyamar karena khawatir kalau kehadiran saya di kota raja diketahui orang. Saya Tang Gun yang pernah menerima pertolongan tai-hiap dan sampai sekarang saya tidak pernah melupakan budi itu."
"Tang Gun, mengapa engkau menyelidiki di mana tinggalnya Tang Bun An" Apa yang kauinginkan dari orang itu?"
"Ah, tentu tai-hiap mengerti. Orang itulah yang telah mencelakakan saya, yang membuat saya dihukum. Oleh karena itu, saya hendak mencarinya dan membalas dendam kepadanya. Mohon bantuan tai-hiap untuk memberitahu di mana saya dapat menemukan dia!"
"Hemm, dahulu kepandaianmu jauh kalah olehnya. Bagaimana sekarang engkau akan melawannya" Engkau akan kalah lagi!"
"Sekali ini saya tidak takut! Ada sumoi Siangkoan Bi Lian yang membantu saya dan ia lihai sekali." Kemudian Tang Gun mendapatkan pikiran yang baik sekali. "Dan juga ada tai-hiap di sini. Tai-hiap sudah menolong saya, mohon sekali ini suka pula membantu saya menghadapi Tang Bun An yang jahat itu."
"Tang Gun, engkau memang manusia tolol!" Tiba-tiba orang berkedok hitam itu membentak. Tentu saja bekas perwira itu terkejut sekali dan terbelalak heran melihat nada suara yang marah itu. "Engkau memang layak dipukul!"
"Eh..... maaf....... apa kesalahan saya yang membuat tai-hiap tiba-tiba menjadi marah kepada saya?"
"Anak bodoh! Kalau tidak ada Tang Bun An, engkau sekarang tentu sudah mampus!"
"Ehh" Apa artinya. ucapan tai-hiap itu" Dia telah menangkap saya, menyeret saya ke depan Sribaginda Kaisar sehingga saya di jatuhi hukuman berat......"
"Bayangkan saja kalau bukan Tang Bun An yang menangkapmu! Kalau pasukan keamanan yang menangkapmu. Kaukira akan mampu menyembunyikan diri bersama kekasihmu itu begitu saja" Kaukira akan mampu melawan kalau para jagoan istana mencarimu dan menemukanmu di kota Yu-sian" Dia sengaja menangkapmu justeru untuk menyelamatkan nyawamu!"
Dari heran Tang Gun menjadi penasaran dan tidak percaya. "Tai-hiap, bagaimana tai-hiap dapat mengatakan bahwa dia bermaksud menyelamatkan saya" Saya telah dihukum berat, hukum buang dan sekiranya tidak ada tai-hiap yang menolong saya, tentu sekarang saya sudah mati."
"Hemm, jadi engkau mengakui bahwa aku yang dahulu menyelamatkanmu, menolongmu dan membebaskanmu dari tangan para pengawalmu ke tempat pembuangan?"
"Bukan hanya menyelamatkan nyawa saya, akan tetapi juga tai-hiap telah memberi sekantung emas sehingga saya dapat hidup dengan pantas. Untuk budi itu, saya tidak akan melupakannya selama hidup."
"Tidak usah berterima kasih kepada aku si kedok hitam. Berterima kasihlah kepada penyelamatmu yang sebenarnya, yaitu Tang Bun An!" ,
"Eh..... tapi maaf...... saya belum dapat menerimanya sebagai penyelamat saya, tai-hiap. Dia..... dia......"
"Tang Gun! Apakah engkau tidak percaya kepadaku?"
"Percaya...... percaya....... akan tetapi......"
"Kaulihat, siapa aku!" Berkata demikian, si kedok hitam membuka kedoknya dan Tang Gun terbelalak, wajahnya berubah pucat dan sejenak dia tidak mampu bicara, hanya melongo memandang ke pada wajah yang tadi bersembunyi di balik kedok hitam. Wajah Tang Bun An!
Akhirnya Tang Gun dapat menekan guncangan perasaannya dan dia berkata gugup, "Tapi.... tapi..... kenapa tai-hiap......"
"Sebut aku Beng-cu! Aku adalah pangcu dari Ho-han-pang, juga bengcu dari dunia kang-ouw!" Suara Tang Bun An atau Han Lojin terdengar penuh wibawa.
"Ahhh!" kembali Tang Gun terkejut dan memberi hormat. "Kiranya Beng-cu sendiri. Tapi.... apa artinya semua ini" Engkau menangkap saya, kemudian menyerahkan kepada kaisar untuk dihukum. Kemudian, Beng-cu pula yang menyelamatkan saya, membunuh pengawal yang membawa saya ke tempat pembuangan, bahkan memberi emas kepada saya. Apa artinya perbuatan beng-cu itu?"
"Bukan lain untuk menyelamatkanmu, anak bodoh. Engkau sudah memperoleh kedudukan baik, akan tetapi engkau menyalahgunakan, hanya karena engkau tergila-gila kepada seorang selir! Huh, tolol! Boleh saja bermain-main dengan semua selir, akan tetapi tidak terikat seperti itu, tergila-gila dan membawanya lari dari istana. Kalau tidak aku yang mendahului para jagoan istana menangkapmu, kemudian membebaskanmu, apa kaukira sekarang engkau masih hidup"'.
"Untuk itu, sekali lagi saya menghaturkan terima kasih dan saya tidak akan melupakan budi kebaikan tai-hiap kepada saya. Akan tetapi, kalau boleh saya mengetahui, mengapa tai-hiap bersusah payah untuk melakukan semua itu kepada saya?"
"Hemm, Tang Gun. Sebelum engkau ditangkap, di kota raja engkau selalu membual bahwa engkau adalah putera dari Ang-hong-cu. Benarkah itu?"
"Memang benar, Beng-cu, akan tetapi itu bukan hanya kosong saja. Memang sebenarnya bahwa saya adalah putera kandung Ang-hong-cu yang terkenal itu." kata Tang Gun dengan nada suara bangga.
"Hemm, siapa mau percaya akan hal itu" Apa buktinya bahwa engkau memang putera Ang-hong-cu?"
"Inilah buktinya, Beng-cu." Tang Gun mengeluarkan sebuah benda yang bukan lain adalah perhiasan berbentuk seekor kumbang merah. "Saya menerima benda ini dari ibu saya, dan ibu saya yang menceritakan bahwa ayah kandung saya yang memberikan benda ini kepada ibu."
"Katakan, siapa nama ibumu dan dari mana ia datang, di mana tempat tinggalnya ketika ia masih gadis."
"Ibu bernama Teng Kim dan tinggal di dusun An-lok, akan tetapi sekarang ikut paman di kota Tai-goan setelah melarikan diri dari kota raja sesudah saya ditangkap."
"Teng Kim..... Kim...... " Begitu banyaknya wanita yang memakai nama Kim! Hemm, nanti dulu...... bukanlah di leher bawah telinga kanan ibumu terdapat sebuah tahi lalat" Ibumu tinggi semampai dan wataknya ramah gembira?"
Tang Gun memandang dengan mata terbelalak. "Bagaimana.... Bengcu dapat mengetahui hal itu...." Benar sekali apa yang beng-cu katakan tadi!"
"Tang Gun, begitu bodohkah engkau" Engkau sudah tahu bahwa aku telah menyelamatkanmu, dan engkau tentu tahu pula bahwa aku bernama Tang Bun An! Dan engkau masih tidak mengerti" Aku tahu segalanya tentang ibumu, dan benda yang kauperlihatkan tadi adalah milikku, pemberianku kepada ibumu."
"Ah..... ohhh....... jadi..... jadi...... engkau ini ayahku" Ang-hong-cu?" Tang Gun masih terbelalak dan ketika Han Lojin tersenyum sambil mengangguk-angguk, dia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki ayahnya.
"Ayah.......!" Tang Gun berseru, gembira dan juga terharu bercampur bangga.
"Bangkitlah dan duduk! Aku tidak suka melihat kecengengan, apa lagi kalau dilakukan oleh anakku! Nah, Tang Gun, engkau sudah tahu sekarang bahwa aku adalah Ang-hong-cu Tang Bun An. Akan tetapi, karena orang lain tidak tahu bahwa aku Ang-hong-cu, dan aku sekarang telah menjadi beng-cu dan juga pangcu dari Ho-han-pang, maka engkau tidak boleh menyebut ayah, harus menyebut Bengcu kepadaku. Mengerti?"
"Baik ayah....... eh, Bengcu."
"Hati-hati, jangan sampai keliru menyebutku, apa lagi di depan orang lain. Aku belum ingin dikenal sebagai Ang-hong-cu!"
"Baik, bengcu. Dan setelah sekarang kita berhadapan, saya ingin mengajukan permohonan." ,
"Hemm, katakan, apa yang kaukehendaki?"
"Saya ingin......... membantu Bengcu, ingin dekat bengcu, dan mendapatkan petunjuk bengcu."
Han Lojin tersenyum girang. Memang itulah yang dikehendakinya. Tidak ada pembantu yang lebih setia dari pada anak sendiri. "Baik sekali, Tang Gun. Memang kami sedang membutuhkan banyak pembantu yang pandai. Engkau boleh ikut bersamaku. Akan tetapi sebelumnya, ketahuilah bahwa Ho-han-pang dipimpin oleh Han Lojin, yaitu namaku sebagai bengcu." Han Lojin mengambil topeng tipisnya dan dalam beberapa detik saja wajahnya sudah berubah menjadi seorang laki-laki setengah tua yang berkumis dan berjenggot rapi dan gagah. "Aku adalah Han Lojin, pangcu dari Ho-han-pang, juga Bengcu dari dunia kang-ouw. Mari engkau ikut denganku, kuperkenalkan kepada para pembantuku yang lain."
"Akan tetapi, Bengcu. Bagaimana dengan sumoi" Ia akan menanti-nanti dan tentu
menjadi curiga kalau saya tidak segera kembali. Kami bersama pergi ketika kami hendak melakukan penyelidikan terhadap orang yang tadinya kuanggap musuh, yaitu perwira Tang Bun An. Bagaimana baiknya sekarang menghadapi sumoi?"
"Siapakah sumoimu itu" Dari para penyelidik aku hanya mendengar bahwa engkau menyamar sebagai seorang tua muncul bersama seorang gadis cantik. Penyamaranmu terlalu kasar sehingga anak buahku mengetahuinya dan lapor kepadaku."
"Sumoi adalah puteri dari suhu dan subo, bengcu."
"Ia lihai dan tenaganya boleh diandalkan?"
"Tentu saja, bengcu! Ia lebih lihai dari pada saya, jauh lebih lihai. Saya kira, agak sukar untuk menemukan orang yang akan mampu menandingi sumoi." Kata Tang Gun dengan nada suara bangga, namun sungguh-sungguh.
"Hem, begitukah" Akan tetapi aku belum tahu sampai di mana tingkat kepandaianmu. Nah, sambutlah!" Tiba-tiba saja Han Lojin menyerang Tang Gun. Pemuda ini tahu bahwa dirinya diuji, maka diapun cepat mengelak ke belakang dengan loncatan jungkir balik. Sementara menjadi murid ayah dan ibu Bi Lian, pemuda ini memang memperoleh kemajuan yang pesat sekali dan dia jauh lebih lihai dibandingkan dahulu ketika masih menjadi perwira pengawal.
Melihat gerakan yang lincah ini, Han Lojin menjadi gembira dan diapun menyerang terus dengan jurus-jurus ampuh. Tang Gun juga ingin memperlihatkan kehebatannya, maka begitu menghadapi serangan ayah kandungnya itu, diapun sudah memainkan ilmu silat Kim-ke Sin-kun yang hebat!
Kembali Han Lojin terkejut dan juga semakin gembira. Dia mendesak terus, mengerahkan tenaganya namun sampai lima puluh jurus puteranya itu mampu mempertahankan diri. Kalau dia mau, tentu dia dapat akhirnya merobohkan juga Tang Gun, akan tetapi dia tidak menghendaki itu.
"Cukup!" serunya sambil melompat mundur. Tang Gun tadi sudah terdesak hebat, maka legalah hatinya melihat Han Lojin menghentikan serangannya. Han Lojin menilai kepandaian Tang Gun Su dah lumayan, biarpun belum sehebat ilmu kepandaian tiga orang pembantu utamanya, namun hanya sedikit selisihnya di bandingkan tingkat kepandaian Ji Sun Bi.
"Dan kau bilang tadi kepandaian sumoimu lebih tinggi dari pada kepandaianmu?"
"Jauh lebih tinggi, bengcu. Saya tdak akan mampu bertahan selama lima puluh jurus
kalau ia menyerang saya."
"Hemmm......... " Han Lojin tertarik sekali. "Siapa nama sumoimu itu?"
"Namanya Siangkoan Bi Lian."
"Siangkoan...... Bi Lian....... ah, rasanya nama itu tidak asing bagiku hemmm, tentu aku pernah bertemu dengannya, atau setidaknya pernah mendengar namanya. O ya, apakah ia pernah bersama-sama para pendekar membasmi pemberontakan Lam-hai Giam-lo dan membantu pemerintah?"
"Benar bengcu. Pernah sumoi bercerita bahwa ia pernah membantu pemerintah dengan para pendekar membasmi pemberontakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo."
Han Lojin mengangguk-angguk. Dia masih belum ingat benar yang mana di antara para pendekar wanita itu yang dimaksudkan oleh Tang Gun. Akan tetapi, jelas bahwa gadis bernama Siangkoan Bi Lian itu tentu lihai sekali, berbahaya kalau menjadi lawan, namun amat menguntungkan kalau menjadi kawan atau pembantu. Dan seperti juga Cia Kui Hong, gadis itu tentu mengenalnya sebagai Han Lojin dan juga sebagai Ang-hong-cu. lni berbahaya!
"Tang Gun, benarkah pernyataanmu tadi bahwa engkau hendak membantuku dengan setulus hatimu" Dengan penuh kesetiaan?"
"Bengcu adalah penolong saya, bahkan bengcu adalah ayah kandung saya. Sudah tentu saja saya suka membantu dengan setia, kalau perlu dengan berkorban nyawa! Saya mau bersumpah...... "
"Tak perlu bersumpah. Aku baru percaya kepadamu kalau ada bukti yang nyata, melalui perbuatan."
"Saya selalu siap melaksanakan semua perintah bengcu!"
"Nah, sekarang dengarkan baik-baik. Aku ingin agar bukan hanya engkau saja yang menjadi pembantuku, akan tetapi juga sumoimu yang amat lihai itu. Bagaimana pendapatmu?"
"Itu baik sekali, bengcu, dan saya akan gembira bukan main kalau sampai sumoi suka
pula membantumu. Akan tetapi, saya kira tidak akan mudah membujuknya, bengcu. Sumoi berwatak sukar didekati, keras dan galak, tidak mau tunduk, kepada siapapun juga....."
"Hemm, sudah kuduga."
"Bahkan dunia kang-ouw menjuluki ia Tiat-sim Sian-li (Bidadari Berhati Besi) saking keras sikapnya terhadap para penjahat. Saya akan mencoba untuk membujuknya, bengcu, akan tetapi saya khawatir ia akan menolak keras."
"Hemm, orang seperti ia itu, kalau dapat ditarik menjadi kawan amat baiknya, akan
tetapi kalau gagal dan ia menjadi lawan, akan membahayakan kita. Kalau ia menolak, kita harus menggunakan muslihat agar ia tunduk dan menyerah!"
Tang Gun memandang kepada Han Lojin dengan mata terbelalak khawatir.
"Bengcu.....! Harap jangan ganggu sumoi....."
Han Lojin mengerutkan alisnya, menatap tajam wajah puteranya itu.
"Hemmm....." Engkau jatuh cinta kepada sumoimu itu rupanya?"
Tang Gun mengangguk lesu. "Saya sudah tergila-gila kepadanya, bengcu."
"Dan iapun cinta padamu?"
"Saya tidak tahu, bengcu."
"Kenapa tidak mengaku terus terang dan melihat bagaimana tanggapannya?"
"Saya tidak berani. Ia galak dan keras, saya takut ia marah."
"Hemm, kalau begitu bagus, Tang Gun. Engkau bujuk ia agar suka membantuku. Kita lihat saja, kalau ia menolak, kita tangkap gadis itu dan aku mempunyai akal agar ia menurut dan suka menjadi isterimu. Akan kunikahkan kalian di tempat kita."
Tentu saja Tang Gun menjadi girang setengah mati mendengar janji itu. "Saya akan melakukan segala perintah bengcu dengan senang hati. Apa yang harus saya lakukan sekarang?"
"Katakan kepada sumoimu bahwa aku, ketua Ho-han-pang, menanti kunjungan kalian di markas Ho-han-pang, dan akan kutunjukkan di mana adanya orang yang kalian cari. Usahakan agar ia jangan sampai curiga, dan kutunggu kunjungan kalian hari ini juga, siang atau sore hari ini di markas kami." Dia lalu membuat gambaran dan petunjuk di mana adanya markas Ho-han-pang yang berada di bukit luar kota.
"Satu hal lagi," kata Han Lojin ketika mereka hendak berpisah dan meninggalkan kuil tua yang kosong. "Nama sumoimu itu Siangkoan Bi Lian. Ia bermarga Siangkoan, apa hubungannya dengan orang yang namanya Siangkoan Ci Kang?"
"Itu nama suhu!" seru Tang Gun.
"Ahhh.......?" Kini Han Lojin terbelalak, teringat akan musuh besar pembantunya, Sim
Ki Liong, yang sedang dicari-cari. "Kiranya engkau kini menjadi murid Siangkoan Ci Kang" Dan sumoimu itu puteri Siangkoan Ci Kang?"
"Bengcu mengenal suhu" Subo juga seorang yang amat lihai, tidak kalah lihainya dibandingkan suhu. Menurut keterangan sumoi, subo bernama Toan Hui Cu dan ia puteri tunggal mendiang Raja dan Ratu Iblis yang kabarnya pernah menggemparkan dunia persilatan." Kata pula Tang Gun dengan bangga walaupun dia merasa menyesal mengapa baru sekarang dia menjadi murid suhu dan subonya sehingga belum banyak ilmu yang di serapnya. Dan dia semakin bangga ketika melihat sikap bengcu itu seperti orang yang terkejut dan agak gentar. Memang bukan main kagetnya hati Han Lojin mendengar bahwa yang dimusuhi oleh Sim Ki Liong itu adalah seorang yang sakti, dan yang memiliki isteri yang sakti pula. Tentu saja dia pernah mendengar nama besar Raja dan Ratu Iblis! Akan tetapi dia harus dapat menyenangkan hati Sim Ki Liong yang merupakan pembantu paling lihai, akan tetapi dia harus meyakinkan hati Tang Gun ini agar tidak memihak guru-gurunya.
"Aku tidak mengenal mereka secara pribadi, akan tetapi aku pernah mendengar nama besar mereka," jawabnya. "Tang Gun, sekarang engkau pergilah menjemput sumoimu dan ajak ia ke markas kita. Aku menunggu di sana."
"Baik, bengcu."
Tang Gun lalu meninggalkan kuil itu dengan hati girang bukan main. Tidak saja dia dapat menemukan ayah kandungnya, akan tetapi dia bahkan diterima sebagai pembantu ayahnya yang kini menjadi seorang pangcu (ketua perkumpulan), bahkan juga menjadi bengcu (pemimpin rakyat)! Dan ayahnya itu telah menjanjikan bahwa dia akan dapat memperisteri Siangkoan Bi Lian, dengan bantuan ayahnya!
** * "Han Lojin?" Siangkoan Bi Lian memandang kepada Tang Gun dengan mata terbelalak. "Kaukatakan tadi Han Lojin yang kautemui di sana?"
Melihat sumoinya nampak terkejut mendengar disebutnya nama Han Lojin, Tang Gun bersikap hati-hati. "Sumoi, apakah engkau pernah mendengar nama Han Lojin" Dialah yang dahulu menyelamatkan aku, dialah pendekar yang memakai kedok hitam, yang telah membebaskan aku dari hukuman pengasingan dan memberi bekal uang kepadaku."
Mendengar ini, Bi Lian menjadi semakin terkejut dan heran. "Aihh, kiranya dia" Kiranya Ang-hong-cu yang telah menolongmu?". "
"Ang-hong-cu".?" Tang Gun berseru kaget, bukan pura-pura karena dia memang terkejut bukan majn mendengar sumoinya telah mengetahuj bahwa Han Lojin adalah Ang-hong-cu! "Sumoi, Han Lojin ini adalah seorang pang-cu yang terhormat dari Ho-han-pang! Bahkan dia diakui sebagai seorang Beng-cu."
Bi Lian mengerutkan alisnya. Ia mengenang kembali pengalamannya ketika ia bersama Pek Han Siong, Hay Hay dan para pendekar lain membantu pemerintah untuk membasmi gerombolan pemberontak yang dipimpin oleh Lam-hai Giam-lo. Pada waktu itu, muncul Han Lojin yang juga berjasa membantu pemerintah dalam menumpas pemberontak itu. Kemudian ternyata bahwa Han Lojin adalah ayah kandung Hay Hay, bahwa Han Lojin adalah Ang-hong-cu, kumbang merah jahat penghisap kembang itu, jai-hoa-cat (penjahat cabul pemetik bunga) yang pernah menggemparkan dunia persilatan. Kalau kini Han Lojin muncul sebagai ketua rerkumpulan para hohan (patriot), hal itu tidaklah aneh. Akan tetapi, bagaimanapun dalam pandangannya, Ang-hong-cu adalah seorang penjahat cabul yang tidak pantas dibiarkan hidup! Apa lagi penjahat cabul itu telah memperkosa atau menodai kehormatan Pek Eng, adik kandung Pek Han Siong, suhengnya dan bekas tunangannya. Semua pendekar yang ketika itu membantu penumpasan pemberontak, menganggap Ang-hong-cu jahat walaupun berjiwa patriot, dan mereka semua tentu saja menentang dan memusuhinya. Apa lagi ia sendiri yang sepatutnya membalaskan penghinaan yang dilakukan penjahat itu atas diri Pek Eng adik Pek Han Siong, dan Cia Ling.
"Hemmm, begitukah, suheng" Lalu, mengapa pula sekarang suheng hendak mengajak aku menemuinya?"
"Sumoi, dia mengundangku ke markas Ho-han-pang dan dia berjanji akan memberi tahu kepadaku di mana adanya Tang Bun An yang kucari itu."
"Lalu, mengapa aku harus ikut serta denganmu?"
"Mengapa tidak, sumoi" Bukankah engkau pergi bersamaku untuk membantuku" Selain aku ingin memperkenalkan engkau dengan penolongku itu, juga aku mengharapkan bantuanmu kalau-kalau aku bertemu dengan musuhku dan berkelahi dengan dia."
"Baiklah, suheng. Akan tetapi kalau kemudian ternyata olehku bahwa penolongmu itu adalah Ang-hong-cu yang jahat, jangan salahkan aku kalau aku menentangnya, dan berusaha untuk membunuhnya. Penjahat keji itu harus dibasmi, kalau tidak, akan berjatuhan lagi korban di antara para wanita muda yang dipermainkannya!"
Tang Gun bergidik mendengar ancaman yang9 terkandung di dalam ucapan itu dan
dia merasa tegang. Akan tetapi bagaimanapun juga dia harus mentaati Han Lojin, bukan saja karena telah menjadi pembantunya, akan tetapi terutama sekali karena Han Lojin adalah ayahnya.
Mereka lalu berangkat menuju ke bukit di luar pintu gerbang kota, di rnana markas Ho-han-pang berdiri. Diam-diam Bii Lian yang tetap mencurigai Han Lojin, telah mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya atau untuk turun tangan membunuh jai-hoa-cat yang dibencinya itu. Bukan saja karena Han Lojin telah menodai Pek Eng dan Cia Ling, dua orang gadis pendekar yang dikagumi dan disukanya, akan tetapi juga karena Han Lojin telah membuat Hay Hay terkena fitnah dan orang-orang, juga ia sendiri dahulu, menuduh Hay Hay yang melakukan scmua perkosaan atau perbuatanbusuk itu, karena Han Lojin memberi kesan ke arah itu. Jai-hoa-cat itu melakukan perbuatan terkutuk, dan menjerumuskan Hay Hay yang menjadi sasaran pula dari kemarahan para pendekar karena dia disangka menjadi pelakunya.
Sementara itu, Han Lojin juga sudah membuat persiapan. Dia mengumpulkan tiga orang pembantu utamanya, yaitu Sim Ki Liong, Tang Cun Sek dan Ji Sun Bi. Cun Sek tidak mengenal Siangkoan Bi Lian, akan tetapi Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi terkejut sekali ketika mendengar keterangan Han Lojin bahwa gadis perkasa itu akan datang berkunjung. Terutama sekali Sim Ki Liong. Mendengar bahwa gadis itu, yang pernah menjadi musuhnya dalam pemberontakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo di mana dia menjadi pembantu utama, kini akan muncul di depannya, tentu saja dia merasa tegang bukan main. Apa lagi ketika Han Lojin mengatakan bahwa gadis perkasa itu adalah puteri musuh besarnya, yaitu Siangkoan Ci Kang! Kalau dia belum sempat membalas sakit hati orang tuanya kepada Siangkoan Ci Kang, biarlah dia akan lebih dulu membalasnya lewat puteri musuh besarnya itu. Agaknya Han Lojin dapat menduga isi hati pembantunya, maka diapun berkata dengan suara berwibawa.
"Siangkoan Bi Lian akan datang dibawa suhengnya yang bernama Tang Gun. Mereka itu akan kutarik sebagai pembantuku. Tang Gun sudah menyatakan suka menjadi pembantuku dan bekerja sama dengan kalian, akan tetapi, kita harus dapat membujuk dulu SiangkoanBi Lian agar suka pula membantu kita. Kalau ia tidak mau membantu, terpaksa harus menggunakan kekerasan?""
"Jangan khawatir, bengcu! Saya yang akan memaksanya!" kata Sim Ki Liong sambil mengepal tinju dan dengan hati panas karena dendam.
"Ki Liong, aku tidak menghendaki engkau mengganggu gadis itu! Kalau ia mau membantuku, sukurlah. Andaikata tidak, aku akan menangkapnya dan kalian hanya membantuku. Aku tidak ingin mengganggu atau membunuh, melainkan hendak menundukkannya agar ia suka membantuku, sepertihalnya dua orang gadis yang kini telah menjadi tawanan kita. Kita lihat saja bagaimana sikapnya nanti. Kalau ia berkeras tidak mau membantu bahkan mengambil sikap bermusuhan, kita harus menggunakan akal." Han Lojin lalu mengatur siasat dan para pembantunya tentu saja tidak berani membantah. Bahkan Sim Ki Liong hanya mengangguk setuju, walaupun hatinya masih dibakar dendam. Gadis itu puteri musuh besarnya, bahkan gadis itu pernah pula membantu pemerintah membasmi pemberontakan Lam-hai Giam-lo di mana dia mengambil bagian sehingga berarti menggagalkan cita-citanya pula. Dan kini Han Lojin hendak menarik gadis itu sebagai pembantu, bekerja sama dengan dia.
Demikian, ketika Tang Gun dan Bi Lian tiba di pintu gerbang markas perkumpulan Ho-han-pang, keadaannya nampak tenang saja. Para anggauta Ho-han-pang yang bertugas jaga telah diatur sebelumnya sehingga mereka itu menyambut kedatangan pemuda dan gadis itu dengan sikap ramah dan hormat.
"Kami ingin bertemu dengan Ho-han Pang-cu." Kata Tang Gun kepada beberapa orang pria muda yang berjaga di pintu gerbang masuk. Mereka itu nampak gagah dan tampan.
Pedang Kayu Harum 1 Misteri Elang Hitam Karya Aryani W Kilas Balik Merah Salju 4
^