Pencarian

Si Kumbang Merah 7

Si Kumbang Merah Ang Hong Cu Karya Kho Ping Hoo Bagian 7


Ketika hidungnya mencium bau masakkan sedap yang keluar dari sebuah rumah makan, Cun Sek merasa perutnya lapar sekali. Dia lalu memasuki rumah makan yang masih belum banyak pengunjungnya itu, dan memesan bubur ayam kepada seorang pelayan. Ketika dia sedang makan bubur ayam yang sedap dan panas, pendengarannya yang tajam mendengar percakapan yang dilakukan oleh tiga orang laki-laki yang duduk di meja sebelah belakang. Mereka bercakap-cakap dengan suara lirih, namun cukup jelas bagi pendengaran Cun Sek yang tajam.
"Kita harus berhati-hati sekali. Iblis betina itu lihai bukan main."
"Tentu saja lihai, kalau tidak mana mungkin sute (adik seperguruan) sampai tewas di tangannya."
"Hemm, biarpun begitu, kalau kita bertiga maju, mustahil kita tidak akan dapat membinasakan iblis betina itu," kata orang ke tiga dengan suara penasaran.
"Sstttt !" Kawannya agaknya memberi isarat sambil memandang ke arah Cun Sek dan tiga orang itu tidak melanjutkan percakapan mereka dan pada saat itu, pelayan datang membawa pesanan mereka. Cun Sek melanjutkan makan bubur seolah-olah tidak pernah mendengar percakapan bisik-bisik tadi. Akan tetapi diam-diam dia memperhatikan. Tiga orang itu berpakaian seperti orang-orang dari dunia persilatan. Usia mereka antara tiga puluh sampai empat puluh tahun dan dari gerak gerik mereka mudah diduga bahwa mereka adalah orang-orang yang ahli dalam ilmu silat. Tubuh mereka nampak kokoh dan gerak gerik merekapun sigap, pandang mata mereka tajam. Bahkan di balik jubah mereka nampak gagang pedang.
Kalau saja mereka tadi tidak menyebut iblis betina, tentu Cun Sek tidak tertarik dan tidak mau perduli, karena diapun tidak ingin mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi disebutnya iblis betina membuat dia tertarik. Siapakah yang mereka maksudkan dengan iblis betina itu dan mengapa seorang wanita disebut iblis" Karena dia memang tidak mempunyai tujuan tertentu dan banyak waktu terluang, maka karena hatinya tertarik, dia mengambil keputusan untuk membayangi tiga orang itu dan melihat sendiri siapa sebenarnya iblis betina itu dan wanita macam apa sampai dijuluki iblis betina.
Demikianlah, ketika tiga orang itu meninggalkan rumah makan, tanpa mereka ketahui, mereka dibayangi oleh Cun Sek. Tiga orang itu keluar dari kota melalui pintu gerbang selatan. Begitu keluar dari pintu gerbang, mereka lalu mempergunakan ilmu berlari cepat menuju ke sebuah bukit yang tidak jauh dari kota Tian-cu-an, sebuah bukit yang nampak subur penuh hutan lebat.
Ketika tiga orang itu tiba di luar sebuah hutan di lereng bukit itu, mereka berhenti dan seorang di antara mereka bersuit nyaring. Segera terdengar jawaban, yaitu suitan-suitan yang sama dari berbagai penjuru dan tak lama kemudian dari balik semak belukar, balik pohon-pohon, bahkan ada yang melayang turun dari atas pohon, bermunculan banyak sekali orang yang kesemuanya mengenakan seragam hitam.Diam-diam Tang Cun Sek terkejut. tiga orang laki-laki tadi biarpun mungkin lihai, namun belum merupakan lawan yang terlalu tangguh. Akan tetapi dengan munculnya dua puluh orang lebih ini yang kesemuanya berpakaian hitam-hitam dan sikap mereka bengis dan kejam, sungguh mereka ini merupakan pasukan kecil yang berbahaya. Makin tertarik hatinya. Demikian banyaknya orang laki-laki hendak mengeroyok seorang wanita" Kalau begitu, wanita yang di sebut iblis betina itu tentu luar biasa lihainya.
Dengan kepandaiannya yang tinggi, Cun Sek melayang naik ke atas pohon besar yang amat lebat daunnya, tepat di atas sekumpulan orang itu dan dia dapat mendengarkan dan melihat dengan jelas. Ada dua puluh empat orang berpakaian seragam hitam, dipimpin oleh seorang pria berusia empat puluh tahun yang mukanya penuh dengan cambang, kumis dan jenggot. Matanya melotot bengis dan mendengar bahwa orang-orang menyebutnya pangcu (ketua), maka mudah diduga bahwa si brewok itu adalah ketua dari gerombolan orang berseragam hitam itu. Dan melihat sikap ketua gerombolan seragam hitam itu terhadap tiga orang yang datang dari kota Tian-cu-an tadi, dapat diduga bahwa mereka merupakan sekutu. Antara ketua dan tiga orang itu nampak hubungan yang saling menghargai, berbeda dengan sikap para anggauta kelompok seragam hitam yang bersikap amat hormat kepada ketua mereka dan juga kepada tiga orang itu.
Karena sejak muda berada di Cin-Iing-pai dan sudah lama tidak berkecimpung di dunia kang-ouw, maka Tang Cun Sek sama sekali tidak tahu bahwa dia telah bertemu de-ngan tokoh-tokoh kangouw yang Kenamaan! Gerombolan seragam hitam yang pada saat itu berkumpul disitu adalah para anggauta pilihan dari perkumpulan Hek-tok-pang (Perkumpulan Racun Hitam)! Dari nama perkumpulan ini saja mudah diduga bahwa mereka adalah orang-orang yang ahli dalam penggunaan racun berbahaya di samping mereka memiliki pula ilmu silat kaum sesat yang amat berbahaya. Nama Hek-tok-pang mendatangkan perasaan takut pada semua orang yang suka melakukan pelayaran di sepanjang Sungai Kuning, karena mereka itu yang tinggal dilembah Huang ho, merupakan perkumpulan yang mengangkat diri sendiri sebagai penguasa di sepanjang Huang-ho. Mereka suka menuntut pajak atau sumbangan dari para pedagang yang menggunakan perahu, dan mereka tidak segan-segan untuk membunuh siapa saja yang berani menentang mereka. Ketua mereka, yaitu pria yang tinggi besar dan brewok itu bernama Cu Bhok dan terkenal memiliki ilmu silat golok yang amat dahsyat.
Adapun tiga orang yang oleh Cun Sel dibayangi dari kota Tian-cu-an itu pun bukanlah orang-orang sembarangan. Mereka bertiga itu tadinya berempat dan terkenal dengan julukan mereka Kwi-san su-kiam-mo (Empat setan Pedang dari Kwi-san). Orang pertama bernama Giam Sun, lalu yang ke dua adik kandungnya bernama Giam Kun. Orang ke tiga bernama Thio Su It, dan yang keempat bernama Yauw Kwan. Akan tetapi, karena yang termuda telah tewas di tangan "iblis betina", maka kini mereka hanya tinggal tiga orang saja.
Cun sek yang mengintai dari atas pohon melihat mereka itu mengadakan perundingan di bawah pohon. Ketua Hek-tok-pang itu bersama tiga orang pria yang dibayanginya tadi bercakap-cakap di bawah pohon sedangkan dua puluh empat orang anggauta Hek-tok-pang lalu menyebarkan diri di sekitar tempat itu, siap untuk melakukan perlindungan dan penjagaan agar jangan sampai ada orang luar mendengarkan percakapan ketua mereka dengan tiga orang tokoh sekutu mereka itu. sungguh tak seorangpun di antara mereka yang pernah menduga bahwa sejak tadi sudah ada seorang yang nongkrong di atas pohon dan melihat semua kegiatan mereka, bahkan mendengar semua percakapan yang berlangsung di bawah pohon itu.
"Pangcu," kata seorang di antara tiga orang Kwi-san Su-kiam-mo, yaitu orang pertama yang bernama Giam Sun itu, "Sebelum kita menyerbu ke Bukit Teratai Emas itu, lebih dulu kita harus mengetahui jelas akan kedudukan kita dan sifat kerja sama kita. Pangcu maklum bahwa kita bersama menentang iblis betina itu dengan berbagai alasan, yaitu kami karena terbunuhnya seorang sute kami, dan pangcu karena iblis betina itu pernah merugikan Hek-tok-pang. Akan tetapi kami kira bukan itu yang menjadi alasan terpenting."
"Benar sekali ucapanmu, kawan'.' kata ketua Hek-tok-pang itu dengan suaranya yang berat. "Selama ini di antara kita tidak pernah ada persekutuan walaupun juga tidak pernah kita saling bertentangan. Kita mengambil jalan masing-masing dan tidak saling mengganggu. Akan tetapi iblis betina itu muncul dan jelas bahwa ia hendak menjagoi, tidak memandang mata kepada pihak lain. Betapapun lihainya, ia hanya seorang perempuan dan kami tentu saja tidak sudi tunduk kepada seorang wanita! Kalau ia tidak dibasmi, tentu hanya akan merendahkan nama besar kita sebagai laki-laki yang gagah perkasa."
Tiga orang itu mengangguk-angguk setuju. "Akan tetapi, kita harus berhati-hati. Kalau tidak salah perhitungan kami, ia mempunyai banyak pembantu yang pandai. Kalau nanti kita berhasil memancing mereka keluar dari sarang mereka di Kim-lian-san (Bukit Teratai Emas). Harap pangcu dan para saudara Hek-tok-pang menghadapi para pembantunya. Adapun kami sendiri akan menghadapi iblis betina itu."
Setelah mengadakan perundingan, empat orang ini diikuti oleh dua puluh empat anggauta Hek-tok-pang lalu menuruni lereng dan kini mereka menuju ke sebuah bukit lain yang bersambung dengan bukit itu. Sebuah bukit yang lebih besar dan lebih liar karena penuh dengan hutan-hutan lebat, di mana nampak bagian-bagian yang berbatu, akan tetapi ada pula bagian yang ditumbuhi pohon-pohon raksasa dan semak belukar penuh duri yang amat liar dan tempat itu tidak pernah didatangi manusia. Bahkan para pemburu binatang hutanpun agak segan untuk berburu binatang di Bukit Teratai Emas, karena hutan itu memang amat berbahaya. Apa lagi sejak kurang lebih setahun yang lalu ada desas desus bahwa bukit itu dihuni segerombolan iblis yang amat lihai dan jahat! Bahkan kini penduduk dusun yang tadinya mencoba memperbaiki nasib dengan membangun dusun di situ dan bertani, beramai-ramai meninggalkan dusun mereka dan pindah ke tempat lain yang lebih aman setelah berkali-kali mereka diganggu oleh iblis-iblis yang amat jahat!
Dengan hati semakin tertarik, Cun Sek membayangi serombongan orang itu dari jauh. Dia merasa semakin penasaran. Jelaslah bahwa serombongan orang itu adalah orang-orang kang-ouw yang hendak menentang orang yang mereka sebut iblis betina. Tentu seorang wanita yang lihai, yang agaknya juga memi1iki anak buah dan mungkin wanita itu dan anak buahnya bersarang di bukit yang bernama Bukit Teratai Emas itu. Tentu akan ramai, pikirnya, dan tanpa ada keinginan mencampuri urusan itu, dia hanya membayangi untuk menjadi penonton. Semenjak meninggalkan Cin-ling-pai, dia memang tidak mempunyai tujuan tertentu. Satu-satunya tujuan perjalanannya hanyalah mencari ayah kandungnya, yaitu seorang tokoh yang menurut ibunya amat lihai dan berjuluk Ang-hong-cu. Selama ini dia sudah bertanya-tanya, namun biar ada pula orang-orang kang-ouw yang pernah mendengar nama Si Kumbang Merah, namun tak seorangpun mengetahui di mana adanya tokoh yang telah lama tidak pernah muncul di dunia kang-ouw itu.
Akhirnya, menjelang tengah hari, rombongqn itu tiba di lereng Bukit Teratai Emas. Mereka tadi mendaki dengan amat hati-hati, dan setelah tiba di lereng yang terjal, tak begitu jauh lagi dengan puncak .yang nampak tertutup pohon-pohon raksasa, mereka berhenti. Cun Sek menyelinap dekat dan mengintai dari balik semak belukar.
Dia melihat betapa kini para anggauta Hek-tok-pang jtu menyebar bubuk hitam di antara semak-semak kanan kiri jalan setapak. Selain bubuk hitam yang disebarkan pada daun dan durj semak-semak, juga ketua mereka menebarkan benda-benda kecil runcing seperti paku berwarna hitam di atas tanah. Bukan sembarang paku, melajnkan benda bulat kecil yang mempunyai banyak duri seperti ujung paku pada permukaannya sehingga ketika disebar di atas tanah, maka ada saja duri runcing yang mencuat ke atas sehingga siapa saja yang lewat di jalan setapak itu tentu akan menginjak benda itu dan karena benda itu runcing sekali, maka mungkin saja dapat menembus sepatu dan melukai kulit telapak kaki! Dan tahulah Cun Sek bahwa benda runcing itu tentu mengadung racun berbahaya, juga bubuk hitam yang ditaburkan itu tentu racun yang amat jahat! Hatinya menjadi tegang, dan diam-diam harus diakuinya bahwa orang-orang ini merupakan lawan yang amat curang dan berbahaya sekali.
Setelah menebarkan bubuk hitam pada semak-semak dan benda-benda runcing pada jalan setapak, mereka semua lalu menuruni lereng dan kini di sebelah bawah, tak jauh dari tempat yang ditebari racun itu, mereka mengumpulkan ranting dan daun kering, lalu membakar setumpuk daun dan ranting kering! Dan mereka semua bersembunyi di kanan kiri, dekat api yang mereka buat itu, setiap orang siap dengan senjata di tangan!
Cun. Sek mengangguk-angguk. Orang-orang ini sungguh licik. Agaknya mereka tidak berani menyerbu naik, maka mempergunakan siasat ini. Mereka membakar tempat itu untuk memancing pihak musuh menuruni puncak, dan sebelum tiba di tempat yang mereka bakar, tentu pihak musuh akan melalui jalan setapak yang telah penuh dengan benda dan bubuk beracun. Celakalah kiranya pihak musuh yang berada di puncak itu, pikirnya. Akan tetapi dia tidak ingin mencampuri. Bukan urusannya. Dia hanya ingin menjadi penonton dan ada kenikmatan tersendiri di dalam hatinya menonton peristiwa yang menegangkan hati ini.
Tepat seperti yang di duga oleh Cun Sek, tak lama kemudian dari tempat sembunyinya dia melihat lima orang laki-laki berlarian dari atas, turun dari puncak menuju ke tempat kebakaran. Mreka adalah lima orang laki-laki yang mempunyai ilmu meringankan tubuh yang lumayan, terbukti dari cara mereka berlari cukup cepat walaupun melalui jalan setapak yang cukup sukar dengan adanya batu-batu yang berserakan. Kalau tidak hati-hati maka kaki mereka terpeleset dan kalau sampai terjatuh di atas jalan setapak berbatu-batu itu, akan membuat kulit mereka babak belur.
Makin dekat lima orang itu datang ke jalan setapak yang di pasangi racun, makin kencang debar jantung Cun Sek karena tegang. Sedikitpun dia tidak ingin memperingatkan lima orang itu. Dia tidak ingin berpihak, karena dia tidak mengenal kedua pihak itu. Apakah lima orang itu akan mampu menghindarkan diri dari ancaman malapetaka"
Sementara itu, lima orang yang datang dari puncak itu, setelah mereka tiba dekat api yang nampak dari atas, tentu saja mempercepat larinya dan kini mereka memasuki jalan setapak yang telah ditaburi benda berduri tadi. Dan berturut-turut terdengar mereka itu berteriak kaget, akan tetapi agaknya benda runcing yang menembus sepatu mereka dan melukai telapak kaki, mengandung racun yang amat hebat sehingga sekali berteriak, tubuh mereka terguling dan tentu saja mereka jatuh menimpa benda-benda runcing beracun itu. Dan begitu terjatuh, mereka tidak dapat bergerak lagi, merintih pun tidak mampu dan nampak beberapa bagian tubuh mereka menjadi hitam!
Dari tempat persembunyiannya, Cun Sek bergidik. Luar biasa ampuhnya racun hitam itu! Lima orang itu begitu terjatuh, seketika tewas dan mayat mereka malang melintang menutup jalan setapak.
Pada saat itu, Cun Sek melihat lima bayangan orang berlari cepat menuruni puncak. Sebentar saja lima sosok bayangan itu telah tiba di situ dan dia melihat bahwa mereka adalah lima orang wanita yang usianya antara tiga puluh sampai empat puluh tahun, rata-rata memiliki wajah cantik dan, tubuh yang ramping padat. Diapun diam saja, hanya memandang penuh perhatian karena dari gerakan mereka itu, dia dapat menduga bahwa mereka lebih lihai dari pada lima orang pertama yang menjadi korban racun. Apakah mereka akan mampu meloncati tempat yang menjadi perangkap maut itu"
Lima orang itu menghentikan lari mereka dan mereka terbelalak memandang ke arah lima orang yang telah tewas dan malang melintang di jalan setapak itu. Mereka mengamati ke arah tanah dan saling berbisik. agaknya mereka maklum bahwa lima orang pria itu menjadi korban benda-benda kecil beracun yang bertebaran di atas jalan setapak.
"Ikut aku!" kata seorang di antara mereka dengan nada memimpin. la lalu mencabut pedang, menggunakan pedangnya untuk membacok putus dua batang ranting pohon. Teman-temannya meniru perbuatannya dan kini masing-masing memegang dua buah kayu ranting yang besarnya selengan tangan mereka, kemudian, didahului oleh pemimpin mereka, lima orang wanita itu menggunakan dua batang kayu untuk menyeberangi jalan setapak yang penuh dengan benda-benda runcing beracun itu tanpa menyentuhkan kaki ke atas tanah. Akan tetapi begitu mereka melewati jalan setapak itu, melangkahi lima sosok mayat yang malang melintang dan mereka tiba di seberang jalan berbahaya itu, mereka mengaduh-aduh dan lima orang wanita itupun terpelanting jatuh dari atas dua batang tongkat yang tadi mereka pergunakan untuk menyeberang sebagai pengganti kaki.
Cun Sek tidak merasa heran. Lima orang wanita itu ternyata memang dapat menghindarkan kaki mereka tertusuk benda runcing dan keracunan, namun mereka tidak tahu bahwa semak-semak di kanan kiri jalan itu telah disebari bubuk hitam beracun. Ketika mereka lewat, tangan mereka terkena daun-daun yang sudah mengandung racun, maka ketika tiba di seberang, mereka merasa betapa kedua tangan mereka gatal dan panas. Rasa gatal dan panas itu menjalar ke seluruh tubuh dan lima orang wanita itu bergulingan, menggunakan kedua tangan untuk mencakari tubuh sendiri sehingga pakaian mereka koyak-koyak dan mereka berlima itu sampai telanjang bulat, namun tidak berhenti menggaruk dan tubuh mereka segera penuh dengan guratan merah dan hitam. Mereka itu tewas dalam keadaan tersiksa sekali, tidak seperti lima orang pria tadi yang tewas seketika. Lima orang wanita itu sebelum tewas menderita siksaan rasa gatal dan panas yang menjalar dari tangan mereka yang terkena bubuk racun sampai ke seluruh tubuh!
Kembali Cun Sek bergidik ngeri. Sungguh hebat sekali! Sungguh bukan main kejamnya orang-orang Hek-tok-pang itu! Akan tetapi dia tetap hanya menjadi penonton dan tinggal tidak berpihak. Akan tetapi kini dia semakin tertarik. Agaknya yang menjadi korban racun itu, lima orang pria dan lima orang wanita, hanyalah anak buah saja. Agaknya rombongan yang masih bersembunyi itu menunggu musuh mereka yang tadi mereka sebut-sebut, yaitu iblis betina! Dan Cun Sek sendiripun ingin sekali, tahu bagaimana macamnya iblis betina itu dan bagaimana lihainya sehingga dua puluh delapan orang itu bersembunyi dengan senjata di tangan, agaknya siap untuk mengeroyok musuh yang ditunggu-tunggu itu.
Ketika Cun Sek memperhatikan tiga orang yang dibayanginya dari kota tadi, tiba-tiba dia melihat mereka itu menuding ke arah puncak bukit dan sikap mereka tegang. Diapun cepat memandang ke arah puncak dan nampaklah sesosok bayangan seperti terbang cepatnya lari menuju ke tempat itu. Dia merasa betapa hatinya tegang sekali. Agaknya itulah orang yang mereka nanti-nanti, yang disebut iblis betina! Tentu orangnya menakutkan, seperti iblis, mungkin sudah nenek-nenek, yang lihainya bukan main. Akan tetapi, semakin dekat sosok tubuh itu, semakin terbelalak lebar mata Cun Sek! Apalagi setelah wanita itu tiba di dekat jalan setapak yang beracun, dan memandangi mayat lima orang pria dan lima orang wanita di seberang jalan, Cun Sek melongo.
Ia seorang wanita yang usianya sekitar tigapuluh tahun. Pakaiannya serba indah dan mewah sehingga nampak ganjil sekali seorang wanita berpakaian seindah itu berada di dalam hutan! Dan cantiknya! Bentuk tubuhnya! Seorang wanita yang sudah matang dan penuh daya tarik, menggairahkan! Kalau saja tidak nampak gagang sepasang pedang di balik pundaknya, tentu tidak akan ada orang dapat menduga bahwa wanita cantik yang lemah-gemulai ini adalah seorang ahli silat yang amat pandai! Wajah itu bulat dan kulitnya putih kemerahan masih ditambah cantik oleh bedak dan pemerah pipi dan bibir. Pandang matanya amat tajam, dan kerlingnya demikian memikat sehingga akan sukar ditemukan pria yang akan mampu bertahan kalau disambar kerling mata seperti itu.
Begitu melihat wanita itu, seketika timbul rasa sayang dan suka dalam hati Cun Sek dan tanpa ditanya lagi, otomatis hatinya sepenuhnya berpihak kepadanya! Oleh karena itu, melihat wanita itu agaknya ragu-ragu dan hendak menyeberang melalui jalan setapak yang mengandung ancaman maut itu, tanpa disadarinya sendiri dia lalu berseru,
"Hati-hati, nona! Jangan lewat jalan itu, tanah dan semak-semaknya telah ditaburi racun jahat!"
Tiba-tiba wanita itu meloncat ke samping, tinggi sekali dan bagaikan seekor burung terbang, tubuhnya sudah melayang dan hinggap di atas cabang pohon, terus diayunnya tubuhnya itu sehingga melayang ke atas lagi, hinggap lagi di cabang lain dan demikian seterusnya sehingga dalam waktu beberapa detik saja ia telah hinggap di atas cabang pohon di depan Cun Sek! Cun Sek memandang terbelalak kagum bukan main. Wanita itu ternyata bukan saja cantik manis, akan tetapi juga memiliki ginkang yang demikian hebatnya sehingga nampaknya seperti seekor burung yang amat indah, yang kini berdiri di atas cabang sambil memandang kepadanya dengan sinar matanya yang jeli indah dan mulutnya yang tersenyum manis.
"Siapakah engkau dan mengapa engkau memperingatkan aku tentang bahaya racun itu?" Wah, bukan hanya wajahnya cantik tubuhnya menggairahkan, sinar mata dan senyumnya memikat, juga suaranya amat merdu.
Tanpa menyembunyikan kekaguman dari pandang matanya, Cun Sek menjawab sambil tersenyum. "Tadinya aku memang hanya menjadi penonton, tidak akan mencampuri urusan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan aku. Akan tetapi, melihat engkau yang begini cantik jelita terancam bahaya maut yang demikian mengerikan, aku merasa tidak tega dan tanpa kusadari aku telah berteriak memberi peringatan." Di dalam hatinya dia masih merasa heran mengapa yang muncul seorang wanita yang demikian cantiknya. Bukankah yang dinanti oleh orang-orang di bawah itu adalah seorang iblis betina"
Kini, dua puluh delapan orang itu sudah bermunculan dari tempat persembunyian mereka dan kini mereka sudah siap dengan senjata di tangan. Terdengar raksasa brewok tadi berteriak sambil mengacungkan golok besarnya ke arah pohon.
"Iblis betina, turunlah! Mari kita membuat perhitungan!"
"Tok-sim Mo-li (Iblis Betina Berhati Racun), bersiaplah engkau untuk menebus nyawa sute Yauw Kwan!" orang pertama dari Kwi-san Su-kiam-mo juga berteriak sambil menudingkan pedangnya ke arah wanita yang masih di atas cabang pohon itu.
Kini Cun Sek semakin kaget. Kiranya benar wanita ini yang disebut Iblis Betina. Wah, bagi dia, wanita ini lebih pantas disebut bidadari kahyangan! Semua penilaian melahirkan pendapat yang palsu, karena penilaian selalu didasari perhitungan untung rugi si penilai. Kalau yang dinilai itu menguntungkan, berarti menyenangkan, tentu dinilainya baik, sebaliknya kalau merugikan atau tidak menyenangkan dinilainya buruk. Para anggota Hek-tok-pang telah dirugikan oleh Tok-sim Mo-li, banyak anggauta yang tewas di tangan wanita itu, tentu saja menganggap wanita itu jahat sekali, bahkan kecantikan wanita itu tidak lagi menarik karena telah timbul kebencian dan dendam dalam hati mereka. Seperti itu pula perasaan tiga orang di antara Kwi-san Su-kiam-mo yang menaruh dendam karena sute mereka tewas di tangan wanita itu. Akan tetapi sebaliknya, Cun Sek sama sekali tidak pernah merasa dirugikan oleh wanita itu, dan melihat kecantikan wanita itu, dia menilainya sebagai seorang wanita yang menarik dan patut dibela! Orang seperti Cun Sek ini tentu saja hanya menilai seseorang dari kulitnya. Dia lupa bahwa kecantikan hanya setipis kulitnya, hanya merupakan pembungkus belaka, pembungkus tengkorak dan rangka yang sama pada setiap orang manusia. Dan sungguh sayang sekali. Kita pada umumnya lebih suka memperhatikan dan memperindah badan dari pada batin kita. Kita mencuci badan kita setiap hari, dua tiga kali, akan tetapi ingatkah kita untuk mencuci batin kita" Mencuci batin berarti ingat kepada Tuhan dan menyerah dengan seluruh pemasrahan, karena hanya kekuasaan Tuhan saja yang akan mampu membersihkan batin kita yang dipenuhi kekotoran.
Tentu saja Cun Sek tidak tahu siapa sebenarnya wanita cantik itu. Kalau dia sudah mengenalnya benar, tentu dia akan semakin terkejut. Wanita ini bernama Ji Sun Bi, yang di dunia kang-ouw terkenal dengan julukan Tok-sim Mo-li. Dari julukan ini saja sudah diketahui bahwa ia adalah seorang wanita yang hatinya beracun, berarti memiliki watak yang amat jahat. Ia pernah menjadi murid, juga kekasih, dari mendiang Min-sa Mo-ko, seorang datuk sesat yang pernah menjadi tokoh Pek-lian-kauw. Tok-sim Mo-li ji Sun Bi ini mewarisi ilmu-ilmu yang dahsyat dari gurunya, dan selain lihai dan cantik manis, juga ia memiliki suatu penyakit, yaitu gila laki-laki! Ia seorang penjahat cabul yang selalu timbul birahinya melihat seorang pria muda yang tampan dan ganteng. Oleh karena itu, begitu melihat Cun Sek yang tinggi tegap dan tampan, tentu saja hatinya seketika tertarik sekali. Apalagi ketika pemuda itu begitu berjumpa sudah berpihak kepadanya, dan berusaha menyelamatkannya dari ancaman bahaya!
Kurang lebih setahun yang lalu, Ji Sun Bi bersama mendiang gurunya, Min-san Mo-ko, membantu gerakan pemberontakan yang dipimpin oleh mendiang Lam hai Giam-lo dan seorang bangsawan Birma bernama Kulana. Akan tetapi pemberontakan itu dapat dihancurkan oleh pasukan Menteri Cang Ku Ceng, yang dibantu oleh para pendekar gagah perkasa.Hampir semua tokoh pemberontak tewas. Hanya ada beberapa orang saja yang berhasil menyelamatkan diri, di antaranya termasuk Tok-sim Mo-li li Sun Bi. Ketika terjadi pertempuran, Ji Sun Bi bertanding melawan Cia Kui Hong, puteri ketua Cin-1ing-pai yang sudah digembleng oleh Pendekar Sadis dan isterinya, yaitu kakek dan neneknya sendiri. Ji Sun Bi terdesak hebat dan pada saat terakhir, ia dapat membuang dirinya ke bawah tebing. Kui Hong mengira bahwa Ji Sun Bi yang jahat tentu tewas karena tebing itu amat curam. Akan tetapi ternyata tidak! Ji Sun Bi sudah memperhitungkan ketika ia melempar diri ke bawah tebing itu. Ia maklum benar bahwa di bawah tebing, tepat di bawah ia melempar tubuh, terdapat sebuah danau kecil yang dalam. Maka, ketika ia tiba di bawah, bukan batu atau tanah yang menerima tubuhnya, melainkan air! Dan biarpun ia hampir pingsan ketika terbanting ke air danau, namun ia dapat menyelamatkan dirinya dan tidak tewas!
Tok-sim Mo-1i Ji Sun Bi segera melarikan diri dan bersembunyi sampai berbulan-bu1an, takut ka1au ada pengejaran dari para pendekar. Dan di dalam perantauannya sambil sembunyi-sembunyi ini Ji Sun Bi bertemu dengan seorang pria muda yang membuatnya gembira bukan main. Siapakah pria muda itu" Dia bukan lain adalah Sim Ki Liong, seorang di antara para pembantu utama dalam pemberontakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo itu! Pemuda itu adalah seorang di antara mereka yangberhasil menye1amatkan diri dan pemuda itu amat lihainya, bahkan tingkat kepandaiannya lebih lihai dari Ji Sun Bi sendiri, dan yang 1ebih dari segalanya, pemuda itu adalah bekas kekasih atau seorang di antara para kekasih wanita cabul itu!
Ketika dua orang bekas rekan dan kekasih itu berjumpa, tentu saja mereka merasa gembira bukan main. Bukan saja gembira dalam melepas kerinduan masing-masing, akan tetapi terutama sekali gembira karena mereka kini merasa kuat. Dengan kerja sama di antara mereka tentu saja mereka merasa kuat dan mampu melakukan hal-hal besar!
Sim Ki Liong adalah seorang pemuda berusia dua puluh dua tahun yang tampan dan sikapnya halus lagi sopan. Dia sesungguhnya putera dari mendiang Sim Thian Bu, seorang seorang tokoh sesat yang tewas di tangan suhengnya sendiri, yaitu Siangkoan Ci Kang. Sim Ki Liong yang cerdik itu kemudian berhasil menyusup ke Pulau Teratai Merah dan karena dia memang pandai mengambil sikap, dia berhasil menarik perhatian Pendekar Sadis dan isterinya yang berkenan mengambil dia sebagai murid! Sebagai murid terkasih dari Pendekar Sadis dan isterinya, tentu saja Sim Ki Liong menjadi lihai bukan main! Akan tetapi, ketika Cia Kui Hong berkunjung ke rumah kakek dan neneknya di Pulau Teratai Merah. Sim Ki Liong yang tergila-gila kepada Kui Hong itu seperti membuka kedok sendiri. Dan diapun lalu melarikan diri, minggat dari Pulau Teratai Merah sambil membawa pedang pusaka pulau itu, yaitu pedang pusaka Gin-hwa-kiam!
Kemudian, Sim Ki Liong ikut bergabung dengan gerakan pemberontakan Lam-hai Giam-lo, menjadi seorang di antara para pembantu yang dipercaya di samping Ji Sun Bi. Ketika gerombolan pemberontak itu diserbu oleh para pendekar dan pasukan pemerintah, seperti juga Ji Sun Bi, Sim Ki Liong yang ternyata amat cerdik itu berhasil pula menyelamatkan diri.
Demikianlah, setelah Ji Sun Bi berjumpa dengan Sim Ki Liong, tentu saja keduanya merasa girang bukan main. Keduanya lalu memilih Kim-lian-san (Bukit Terati Emas) itu sebagai tempat tinggal dan dengan kerja sama mereka, sebentar saja mereka berdua sudah mampu membangun tempat itu sebagai sarang dari perkumpulan yang mereka bangun bersama, yang mereka beri nama Kim-lian-pai (Perkumpulan Teratai Emas)! Tentu saja ketuanya adalah Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi menjadi wakil ketua. Mereka berdua lalu menundukkan tokoh-tokoh sesat di sekitar daerah itu, memaksa mereka untuk mengakui kekuasaan Kim-Iian-pai. Kalau ada tokoh atau golongan yang tidak mau mengakui, maka Ji Sun Bi lalu turun tangan mengalahkan tokoh itu atau mengobrak-abrik gerombolan yang melawan. Dalam waktu beberapa bulan saja, hampir seluruh tokoh kang-ouw dan gerombolan penjahat sudah dapat ditundukkan! Mereka berdua lalu memilih pemuda-pemuda atau para pria yang memiliki kepandaian, juga wanita-wanita yang tangkas, untuk menjadi anggota Kim-Iian-pai. Mereka berdua melatih mereka sehingga tak lama kemudian, Kim-lian-pai telah menjadi sebuah perkumpulan yang anggotanya berjumlah lebih dari seratus orang dan rata-rata mereka memiliki kepandaian silat yang cukup tangguh. Nama besar Kim-Iian-pai mulai dikenal dunia kang-ouw. Kelompok-kelompok yang mengakui kekuasaan Kim-lian-pai tentu saja mulai menyumbangkan hasil kekayaan atau kejahatan mereka kepada perkumpulan baru itu.
Baik Sim Ki Liong maupun Ji Suri Bi tidak mempunyai niat untuk mengulangi apa yang dilakukan oleh gerombolan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo. Tidak, mereka sudah cukup berpengalaman dan cerdik. Melawan pemerintah merupakan perbuatan yang tolol. Kekuatan pemerintah tidak mungkin dapat dilawan. Mereka hanya ingin mendirikan perkumpulan yang kuat dan berkuasa karena dari dunia kang-ouw, mereka dapat mengharapkan sumbangan yang akan membuat perkumpulan mereka cukup kuat untuk hidup mewah. Selain itu, juga kalau mereka kuat, para pendekar tidak akan berani mengganggu mereka. Di samping itu semua, juga Sim Ki Liong yang menjadi ketua Kim-lian-pai mempunyai suatu cita-cita, yaitu membalaskan dendam sakit hatinya kepada pendekar Siangkoan Ci Kang yang telah membunuh ayahnya. Dengan adanya perkumpulan kuat yang dipimpinnya, tentu tidak akan sukar baginya untuk mencari di mana adanya musuh besar itu.
Di samping memupuk kekuatan untuk perkumpulannya, Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi tidak menghentikan kesenangan mereka. Dua orang ini memang cocok sekali, memiliki kesukaan yang sama, yaitu kalau Sim Ki Liong tiada bosannya mencari gadis-gadis cantik untuk menemaninya, juga Ji Sun Bi tak pernah merasa puas dengan pria-pria tampan yang hampir setiap hari berganti-ganti melayaninya! Hampir semua anggota Kim-lian-pai yang bertubuh kekar dan berwajah tampan, pernah dikeram dalam kamar wakil ketua yang cantik itu. Namun, watak Ji Sun Bi memang pembosan. Biar di puncak itu sudah ada Sim Ki Liong dan banyak anggota perkumpulan yang pria, namun ia masih suka berkeliaran turun dari bukit untuk melampiaskan nafsunya dengan pria-pria baru!
Demikianlah, perbuatannya itu yang mendatangkan keributan pada hari itu. Ia bertemu dengan Yauw Kwan, pemuda berusia dua puluh lima tahun yang merupakan anggota termuda dari Kwi-san Su-kiam-mo, empat orang tokoh kang-ouw yang kenamaan. Bertemu dengan pemuda yang gagah dan tampan ini, Ji Sun Bi segera merayunya. Yauw Kwan dengan mudah jatuh ke dalam pelukan wanita cabul itu. Akan tetapi celakanya, Yauw Kwan yang belum banyak pengalaman itu benar-benar jatuh cinta kepada Ji Sun Bi dan tidak ingin berpisah lagi. Bahkan dia membujuk Ji Sun Bi agar suka menjadi isterinya. Seperti biasa, setelah bermesraan dengan Yauw Kwan selama beberapa hari lamanya, Ji Sun Bi mulai bosan dan sikap Yauw Kwan yang rewel, yang hendak memaksanya agar suka menjadi isteri pemuda itu, membuat Ji Sun Bi menjadi marah. Ia menganggap pemuda itu banyak rewel dan akan merepotkan saja, maka ia memaki-maki dan mengusir Yauw Kwan. Pemuda itu terkejut, marah dan tahu bahwa wanita itu hanya mempermainkannya. Terjadi perkelahian dan Yauw Kwan melarikan diri membawa luka parah. Akhirnya dia tewas dalam rangkulan tiga orang suhengnya setelah menceritakan tentang Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi yang menjadi wakil ketua Kim-lian-pai di puncak Kim-lian-san.
Bukan hanya dengan Kwi-san Su-kiam-mo saja Ji Sun Bi membuat permusuhan. Juga dengan Hek-tok-pang. Perkumpulan Hek-tok-pang ini adalah perkumpulan para nelayan. Mereka itu ahli racun dan dengan kepandaian mereka itu, mereka menangkap ikan, menggunakan bubuk racun yang tidak begitu keras. Akan tetapi selain mencari ikan, juga mereka dikenal sebagai penguasa di sepanjang sungai Huang-ho dan dengan kekerasan menuntut sumbangan dari para saudagar yang perahunya lewat. Juga bajak-bajak sungai tunduk kepada mereka dan suka memberi bagian hasil kejahatan mereka.
Mendengar akan perkumpulan ini, Ji Sun Bi mewakili Kim-lian-pai untuk menundukkan perkumpulan itu. Akan tetapi, ketuanya, Hek-tok pangcu Cui Bhok, tidak sudi tunduk kepada seorang wanita yang mewakili sebuah perkumpulan baru. Dia membuat perlawanan dan mengerahkan anak buahnya. Dihadapi puluhan orang anggota Hek-tok-pang, tentu saja Ji Sun Bi kewalahan, akan tetapi ketika terjadi perkelahian, ia sempat menyebar maut di antara para anggota Hek-tok-pang. Tidak kurang dari tujuh orang tewas, dan banyak yang terluka. Inilah yang membuat Hek-tok Pangcu Cui Bhok merasa sakit hati. Maka dengan dibantu oleh dua puluh empat anggotanya yang pilihan, dia bergabung dengan tiga orang dari Kwi-san Su-kiam-mo dan pada hari itu melakukan penyerbuan ke Kim-lian-san.
Ketika dua puluh delapan orang itu mengepung pohon bcsar di mana ia danCun Sek berada, Ji Sun Bi tersenyum dan matanya mengerling ke arah pemuda gagah perkasa yang kini juga sudah berdiri di atas cabang pohon itu. Diam-diam ia mengagumi tubuh yang kokoh kekar itu dan Ji Sun Bi menelan ludah seperti seekor harimau kelaparan melihat segumpal daging yang segar.
"Sobat yang gagah perkasa, siapakah namamu?" tanya Ji Sun Bi dengan suara merdu. Cun Sek semakin kagum. Wanita ini memang hebat. Di bawah itu ada dua puluh delapan orang yang lihai menanti. dan menantangnya, akan tetapi ia masih bersikap demikian tenang dan enak-enakan saja seolah-olah tidak ada ancaman apapun. Diapun mengimbangi dan bersikap santai dan tenang. Sambil mengamati wajah cantik manis itu, diapun menjawab sambil tersenyum ramah.
"Namaku Tang Cun Sek, dan siapakah engkau, nona" Mengapa pula mereka itu memusuhimu?"
"Namaku Ji Sun Bi," jawab wanita itu sambil memperlebar senyumnya sehingga kini nampak deretan giginya yang putih bersih. "Mereka di bawah itu adalah orang-orang tolol. Aku menjadi wakil ketua Kim-lian-pai yang berada di puncak Kim-lian-san ini, dan kami ingin agar mereka itu tunduk dan membantu kami. Eh, mereka malah melawanku! Saudara Tang Cun Sek, kalau menurut pendapatmu, bagaimana" Apakah aku harus membunuh mereka semua?"
Cun Sek semakin kagum. Wanita ini bukan khawatir bahkan mengatakan dapat membunuh mereka semua, seolah-olah dua puluh delapan orang di bawah itu tidak ada artinya baginya. Akan tetapi, dia memikirkan pertanyaan itu dengan serius.
"Kalau engkau ingin menundukkan mereka, apa gunanya kalau mereka dibunuh semua" Kalahkan saja pemimpin mereka, dan yang lain-lain akan menakluk dengan sendirinya." Dia mengerutkan alis dan memandang ke bawah. "Alangkah baiknya kalau engkau mampu menarik mereka menjadi pembantu. Mereka itu pandai sekali mempergunakan racun. Lihat, sepuluh orang yang menjadi korban itu, sungguh mengerikan. Siapakah mereka?"
"Mereka adalah para anggota perkumpulan kami."
"Wah, kalau begitu lebih penting lagi untuk menundukkan mereka agar mereka mau membantumu sehingga kerugianmu kehilangan sepuluh orang anggota itu dapat ditebus."
Ji Sun Bi mengangguk-angguk. Memang tepat pendapat pemuda ini. Kim-lian-pai merupakan perkumpulan baru yang sedang menyusun kekuatan. Kalau Hek-tok-pang dapat ditundukkan dan membantu, berarti Kim-lian-pai akan menjadi semakin kuat. Kalau mereka semua dibunuh, tidak ada untungnya bagi Kim-lian-pai.
"Saudara Tang Cun Sek, tadi engkau sudah menolongku, memperingatkan aku tentang racun. Maukah sekarang engkau membantuku menghadapi mereka" Atau kelirukah penilaianku bahwa engkau seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi?"
Cun Sek tersenyum. "Terus terang saja pernah aku mempelajari ilmu silat, akan tetapi dibandingkan denganmu, tentu saja aku masih kalah jauh!"
"Hi-hik, aku tahu bahwa orang yang merendahkan diri itu justeru merupakan lawan yang berbahaya. Tong kosong nyaring bunyinya sebaliknya tong yang penuh tidak berbunyi!"
"Aih, jadi engkau hanya menganggap aku ini sebagai sebuah tong saja?"
"Apa salahnya menjadi tong?"
"Kalau tong beras atau tong anggur memang cukup berguna, akan tetapi tong sampah?" kelakar Cun Sek yang timbul kegembiraannya melihat sikap wanita yang lincah jenaka dan genit.
"Tong sampah juga berguna sekali.Akan tetapi siapa menyamakan engkau dengan tong" Engkau seorang pemuda yang begini gagah perkasa dan ganteng. Hanya aku ingin melihat apakah engkau mampu menghadapi seorang di antara mereka."
Cun Sek merasa ditantang kejantanannya. Kalau tadi dia tidak perduli dan tidak ingin mencampuri urusan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya, kini dengan mudah saja dia berpihak. Tentu saja dia memilih pihak wanita yang cantik menarik ini!
"Iblis betina! Kalau engkau tidak mau turun, terpaksa kami memaksamu turun bersama antekmu itu!" terdengar lagi suara dari bawah dan tiba-tiba dari bawah nampak sinar berkelebat ketika dua batang hui-to (pisau terbang) meluncur ke arah Cun Sek dan Ji Sun Bi. Pisau-pisau terbang itu dilempar oleh Thio Su It, orang ke tiga dari Kwi-san Su-kiam-mo yang memiliki keahlian menggunakan pisau ini sebagai senjata rahasia.
Sebelum Ji Sun Bi menggerakkan tubuhnya, Cun Sek lebih dulu menggerakkan kedua lengannya, kedua tangannya menyambar ke bawah dan ternyata dia telah menyambut dua batang pisau itu! Kalau saja yang melemparkan pisau itu orang Hek-tok-pang, tentu dia tidak akan berani menyambut dengan tangan begitu saja karena ada bahaya keracunan. Akan tetapi yang menyambitkan pisau adalah seorang di antara tiga orang yang dibayangi dari kota tadi, maka dia berani menyambutnya. Tanpa berkata apapun, Cuk Sek memandang ke bawah dan melihat seorang anggota Hek-tok-pang mengacung-acungkan goloknya, diikuti oleh seorang anggota lain dan mereka berdua mendekati batang pohon di mana dia dan Ji Sun Bi berada. Dia lalu melemparkan dua batang pisau terbang tadi ke bawah, akan tetapi membidik ke arah pundak kedua orang itu. Dua sinar menyambar turun, dibarengi suara mencuit nyaring dan dua orang anggota Hek-tok-pang itupun roboh sambil berteriak kesakitan. Pundak mereka telah tertusuk pisau terbang tanpa mereka mampu mengelak saking cepatnya pisau-pisau itu menyambar. Melihat ini, Ji Sun Bi merasa girang bukan main. Dengan mesra dan lembut dia memegang tangan Cun Sek dan berbisik dengan suara merdu.
"Bagus sekali! Kiranya engkau seorang yang amat lihai. Saudara Tan Cun Sek yang gagah, mari kaubantu aku menundukkan mereka dan selanjutnya aku akan menjadi sahabatmu yang manis sekali. Engkau akan kuhadapkan pangcu kami dan engkau akan dapat menjadi pembantu kami yang utama. Coba kauperlihatkan kepandaianmu dan kaukalahkan ketua Hek-tok-pang itu!"
Cun Sek tersenyum. Memang lebih enak memihak wanita cantik ini daripada mereka yang berada di bawah. Pula, dia sendiri perlu memperoleh kedudukan yang kuat untuk memulai hidup baru. Dan agaknya, kalau dia bersekutu dengan wanita yang lihai ini, bukan saja kedudukannya kuat, akan tetapi Juga dia memperoleh kehangatan dan kemesraan yang tentu akan amat menyenangkan.
Dia memandang ke bawah. Ketua Hek-tok-pang itu memang kelihatan menyeramkan. Seorang raksasa brewok yang kasar dan dia tahu juga amat lihai, apa lagi dengan racun-racun berbahaya. Namun, tentu saja dia tidak merasa takut, dan diapun mengangguk. "Baiklah, aku memang ingin sekali mencobanya. Mari kita turun dan kita hadapi mereka!" Berkata demikian, Cun Sek lalu melayang turun dari atas pohon itu seperti seekor burung garuda besar menyambar. Dengan senyum girang Ji Sun Bi memandang dan dari cara pemuda itu melayang turun saja dengan mudah ia dapat menduga bahwa memang pemuda itu bukan orang biasa, melainkan memiliki ilmu kepandaian tinggi. Tak disangkanya, dalam menghadapi musuh yang telah menewaskan sepuluh orang anak buahnya ini ia akan bertemu dengan seorang pemuda yang tampan, gagah perkasa dan suka membantunya! Iapun segera melayang turun untuk mendampingi pemuda itu menghadapi musuh-musuhnya.
Tiga orang dari Kwi-san Su-kiam-mo dan Hek-tok Pangcu juga terkejut melihat cara dua orang itu melayang turun. Mereka tidak tahu bahwa Cun sek, adalah orang luar yang kebetulan saja bertemu dengan iblis betina itu dan mengira bahwa Cun sek tentu rekan dari Tok-sim Mo-li yang pandai. sebelum mereka mengerahkan anak buah untuk mengeroyok, lebih dahulu Tok-sim Mo-Ji Ji Sun Bi berkata dengan nada suara mengejek. Tentu saja ia tahu mengapa orang-orang itu datang menyerbu Kim-lian-san, akan tetapi, ia sengaja ingin agar Cun sek mendengarkan percakapan mereka agar pemuda itu tahu akan duduknya perkara dan bagaimana selanjutnya sikap Cun sek, apakah tetap ingin membantu padanya atau tidak, ingin sekali ia mengetahuinya.
"Haii, kalian ini apakah orang-orang gila yang tiada hujan tiada angin berani menyerbu Kim-lian-san dan telah membunuh sepuluh orang anggota Kim-lian-pai kami?"
Mendengar pertanyaan itu gerombolan orang yang tadinya sudah siap mengeroyok, menunda gerakan mereka. Hek-tok Pangcu Cui Bhok yang kasar itu menggereng seperti seekor singa terluka, matanya melotot merah dan dia lalu berteriak lantang. "Tok-sim Mo-li, tidak perlu engkau berpura-pura dan bertanya lagi. Engkau pernah menyerbu tempat tinggal kami di lembah Huang-ho dan menewaskan banyak anak buah kami, dan sekarang engkau masih bertanya lagi mengapa kami datang menyerbu. Tentu saja untuk membalas dendam dan membunuhmu!"
Wanita itu tersenyum lebar, manis sekali. "Hek-tok Pangcu, aku datang ke tempatmu
untuk memperkenalkan Kim-lian-pai kami dan minta kepadamu agar mengakui kekuasaan kami, akan tetapi engkau malah mengerahkan orang-orangmu sehingga terpaksa aku turun tangan memberi hajaran. Kalau aku menghendaki, pada waktu itu juga aku dapat membunuh kalian semua. Akan tetapi kami Kim-lian-pai bukan bermaksud memusuhi golongan lain, akan tetapi hendak mengajak kerja sama. Engkau dan orang-orangmu secara curang telah membunuh sepuluh orang anggota kami, biarlah hal itu sebagai imbangan kematian anak buahmu di tanganku tempo hari. sekarang, kalau engkau suka menyerah dan suka membantu kami"
"Tidak sudi! Aku tidak akan menyerah sebelum orang mengalahkan aku!" bentak ketua Hek-tok-pang itu.
"Baiklah. Ada sahabatku ini. Tang Cun sek, yang akan mengalahkanmu. Dan kalian ini, bukankah tiga orang dari Kwi-san su-kiam-mo" Ada apakah kalian juga ikut-ikutan datang menyerbu ke tempat tinggal kami?"
Giam Sun, orang tertua dari mereka, melangkah maju, mukanya merah padam dan matanya melotot. "Iblis betina, kami datang untuk minta tebusan nyawa sute kami, Yauw Kwan! Masihkah engkau pura-pura bertanya lagi?"
"Aih, Yauw Kwan" Pemuda bodoh yang tak tahu diuntung itu" Dia hendak memaksaku untuk menikah! Tentu saja aku tidak mau terikat dengan pernikahan tolol itu. Kami bertengkar, lalu berkelahi. Dalam perkelahian itu dia kalah dan roboh, tewas. Apa pula yang harus diributkan" Dia tewas dalam perkelahian yang adil dan tidak penasaran. Dan sekarang kalian bertjga datang hendak mengeroyokku" Lebih baik kalian insaf dan menyadari kesalahan sute kalian, dan bekerja sama dengan kami dari Kim-lian-pai". "
Tak perlu banyak cakap! Engkau atau kami yang harus mampus!" bentak Giam Sun marah.
"Aha, begitukah " Kalian hendak main keroyok" Ataukah sebaliknya kalau kita bertanding seperti orang-orang gagah" Kalau begitu biar sahabatku Tang Cun sek ini yang lebih dulu menghadapi ketua Hek-tok-pang."
Hek-tok Pangcu Cui Bhok memang sudah tidak sabar mendengar percakapan antara Ji Sun Bi dan Giam Sun tadi. sejak tadi dia sudah memandang kepada Cun Sek dengan mata merah. Pemuda itu memang bertubuh tinggi tegap, akan tetapi selanjutnya tidak mendatangkan kesan apa-apa maka diapun memandang rendah. Biarpun calon lawan itu tinggi tegap, namun nampak kecil ringkih dibandingkan tubuhnya yang tinggi besar seperti raksasa. Agaknya, sekali tangkap saja dia akan mampu mematahkan tulang punggung pemuda itu. Kini, mendengar ucapan si iblis betina, tanpa banyak cakap lagi diapun menerjang dan menyerang Cun Sek dengan goloknya yang lebar dan panjang!
"Singgg?"!"Golok itu menyambar lewat dekat kepala Cun Sek ketika pemuda ini mengelak dengan lincah sekali. Gerakan ketua Hek-tok-pang itu memang cepat sekali dan hal ini saja membuktikan betapa besar tenaganya sehingga dia mampu memainkan golok yang amat berat itu bagaikan sebatang senjata yang amat ringan saja. Namun, kecepatan itu bagi Cun Sek masih nampak lambat. Pemuda yang pernah memperajari banyak macam ilmu silat, bahkan dengan beruntung telah dapat menguasai pula ilmu-ilmu dari Cin-ling-pai ini memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi dari tingkat lawan. Oleh karena itu, bacokan golok yang pertama tadi dapat dielakkannya dengan amat mudahnya. Bahkan ketika dia mengelak ke samping, dia masih sempat mengirim pukulan ke arah lambung lawan.
"Wutttt !" Ketua Hek-tok-pang itu terkejut bukan main. Dia yang menyerang dengan goloknya, malah kini dia yang terancam bahaya. Pukulan itu mendatangkan angin yang amat kuatnya sehingga terpaksa dia melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik dan hampir terpelanting jatuh!
Terdengar orang bertepuk tangan. Kiranya Ji Sun Bi yang bertepuk tangan memuji.
"Hebat, engkau hebat, saudara Tang Cun Sek!" Wanita itu memuji dengan kagum dan juga girang bukan main. Tak disangkanya bahwa pemuda itu memiliki ilmu kepandaian sehebat itu sehingga dalam segebrakan saja hampir dapat membuat ketua Hek-tok-pang itu roboh! Akan tetapi, hal itu terjadi karena Hek-tok Pangcu memandang rendah lawannya sehingga dia sama sekali tidak memperhatikan pertahanan diri. Kini dia marah bukan main. Akan tetapi di samping marah, juga dia penasaran dan lebih waspada karena dia mulai dapat menduga bahwa lawannya ini ternyata jauh lebih lihai daripada nampaknya.
Tiba-tiba Hek-tok Pangcu Cui Bhok mengeluarkan gerengan yang amat dahsyat. Itulah ilmu khi-kang yang disalurkan melalui suara dan lawan yang tidak memiliki tenaga sakti yang kuat, akan dapat dilumpuhkan oleh serangan suara ini yang disebut Sai-cu Ho-kang (Auman Singa). Seperti yang suka dilakukan binatang buas seperti beruang, singa, harimau dan lain-lain. Seekor singa dapat melumpuhkan calon korban hanya dengan auman yang menggetarkan jantung calon korbannya atau lawannya, bahkan banyak sudah manusia yang menjadi korban binatang buas, belum apa-apa sudah lumpuh dan tidak mampu melarikan diri begitu mendengar auman binatang buas itu.
Kini, Hek-tok Pangcu itu agaknyapun mempergunakan ilmu semacam itu. Suara aumannya menggetarkan jantung. Akan tetapi yang dihadapinya adalah seorang pemuda gemblengan yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Cun Sek juga merasa betapa auman itu menggetarkan jantungnya, namun dengan pengerahan sin-kangnya, dia mampu menolak pengaruh itu dan hanya tersenyum mengejek. Pada saat auman berhenti, golok besar itu telah menyambar-nyambar dan berubah menjadi gulungan sinar yang menyilaukan mata. Agaknya raksasa brewok itu telah menggunakan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk melakukan serangan. Tiba-tiba, tangan kirinya bergerak dan nampak uap hitam menyambar ke arah Cun Sek!
Inilah yang dinanti-nanti oleh Cun Sek. Dia tahu bahwa Hek-tok-pang merupakan perkumpulan ahli racun dan tentu saja ketuanya pandai sekali memainkan senjata beracun. Maka, begitu tangan itu bergerak dan nampak uap hitam, tahulah dia bahwa lawannya sudah menyebar bubuk racun yang amat berbahaya dan yang sudah rnenewaskan lima orang wanita anggota Kim-lian-pai tadi. Diapun cepat mengumpulkan pernapasannya, lalu dia meniup ke arah asap atau uap hitam Itu. Uap hitam itu membuyar dan bahkan tiga orang Kwi-san Sun-kiam-mo berloncatan menyingkir agar jangan terkena uap hitam yang menyebar. Demikian pula Ji Sun Bi meloncat mundur ke belakang.
"Hek-tok Pangcu bukan seorang laki-laki jantan, belum apa-apa sudah mengandalkan uap beracun!" Cun Sek mengejek. Kini uap itu sudah menjauhi dirinya, terpukul dan terdorong oleh tiupan mulutnya tadi.
Raksasa brewok itu marah sekali. Goloknya mengeluarkan suara berciutan dan berubah menjadi segulung sinar yang menerjang dengan dahsyatnya ke arah Cun Sek.
Pemuda ini maklum betapa berbahayanya serangan itu, maka diapun cepat meraba bawah jubahnya. Tiba-tiba saja nampak sinar emas yang mencorong dan tahu-tahu di tangannya sudah nampak sebatang pedang yang mengeluarkan sinar emas. Itulah Hong-cu-kiam, pedang pusaka Cin-ling-pai yang bersinar emas dan yang amat tipis sehingga dapat digulung dan disembunyikan di bawah jubah, bahkan dapat dipakai sebagai sabuk! Ketika dia mengintai di atas pohon, dia mengambil pedang itu dari buntalannya dan memakainya sebagai sabuk, sedangkan kini buntalan pakaiannya itu dia gantungkan di pohon.
Melihat ini, Ji Sun Bi terkejut dan kagum akan tetapi alisnya berkerut karena ia teringat bahwa pedang itu mirip benar dengan pedang Hong-cu-kiam, pedang pusaka dari Cin-ling-pai! Apalagi ketika Cun Sek memainkan pedangnya untuk menyambut serangan golok besar dari lawannya maka Ji Sun Bi yang tadinya kagum, kini terkejut dan matanya terbelalak! la adalah seorang tokoh sesat yang sudah banyak pengalaman, dan ia mengenal ilmu gaya Cin-ling-pai itu! Pemuda itu adalah murid Cin-ling-pai! Padahal, orang-orang Cin-ling-pai adalah para pendekar yang memusuhi golongannya. Akan tetapi, Ji Sun Bi kini hanya bersikap waspada saja dan diam-diam ia memutar otak untuk mencari siasat apa yang akan ia lakukan nanti untuk menghadapi Tang Cun Sek yang mungkin sekali adalah seorang tokoh Cin-ling-pai yang termasuk musuh besarnya itu! Masih teringat benar ia ketika terjadi perang antara gerombolan pemberontak pimpinan Lam-hai Giam-lo di mana ia menjadi seorang pembantu utamanya, iaberhadapan dengan Cia Kui Hong, puteri ketua Cin-ling-pai dan hampir saja ia tewas di tangan gadis itu! Cin-ling-pai adalah musuh besarnya! Akan tetapi sebelum ia menghadapi Cun sek sebagai musuh, ia akan mempergunakannya lebih dahulu sebagai pembantu menghadapi pihak musuh yang menyerbu Kim-lian-san ini. Memang, tidak sukar baginya untuk mengirim tanda ke puncak, minta bala bantuan. Akan tetapi ia merasa malu kepada sim Ki Liong, ketua Kim-lian-pai kalau untuk menghadapi pengacau-pengacau itu ia harus minta bantuan sang ketua!
Tepat seperti yang diduga dan diharapkan oleh Ji Sun Bi, pedang Hong-cu-kiam di tangan Cun sek membuat raksasa brewok itu menjadi kalang kabut dan terdesak hebat! setelah lewat tiga puluh jurus saja, Hek-tok Pangcu Cui Bhok hanya mampu menangkis saja, tidak mampu lagi menggunakan goloknya untuk balas menyerang. Bahkan diapun tidak sempat mempergunakan tangan kiri untuk melakukan serangan dengan senjata rahasianya. Demikian hebatnya gulungan sinar emas itu mendesaknya! Akan tetapi, Cun Sek memang tidak ingin membunuh ketua Hek-tok-pang ini. Dia sudah mengambil keputusan untuk bekerja sama dengan Tok-sim Mo-li, dan dia tahu bahwa orang seperti ketua Hek-tok-pang ini bersama anak buahnya akan merupakan pembantu yang amat berguna.
"Haiiittt". !" Tiba-tiba Cun Sek merobah ilmu pedangnya dan dia mengeluarkan sebuah jurus dari Siang-bhok-kiamsut, ilmu pedang yang amat hebat dan langka dari Cin-ling-pai! Ilmu ini sebenarnya merupakan ilmu simpanan, dan untung bagi Cun Sek dia sempat mempelajari beberapa jurus pilihan ilmu pedang itu dari kakek Cia Kong Liang yang menjanjikan bahwa kalau dia sampai dapat menjadi ketua Cin-ling-pai, barulah dia berhak mempelajari seluruh ilmu pedang ini. Namun, jurus yang dikeluarkan itu sudah lebih dari cukup. Terdengar suara nyaring ketika golok besar itu terlepas dari tangan ketua Hek-tok-pang. Cui Bhok, ketua itu mengeluarkan seruan kaget dan tangan kirinya memegang tangan kanan yang luka berdarah tergores ujung pedang lawan merupakan guratan memanjang sampai ke siku, dan lengan bajunya juga robek. Pada saat itu, Cun Sek sudah menodongkan pedangnya ke dadanya, membuatnya tidak berdaya sama sekali!
"Nah, pangcu, kuharap engkau mengerti bahwa di antara kita tidak ada permusuhan. Kim-lian-pai bermaksud baik. Beberapa orang anggotamu telah tewas di tangan toa-nio (nyonya) ini, akan tetapi engkau sudah membalas dengan membunuh sepuluh anggota Kim-lian-pai. Berarti engkau tidak kehilangan muka dan sudah tidak ada perhitungan lagi, bukan" Sekarang, kalau engkau mau menyatakan tunduk kepada Kim-lian-pai, aku akan menganggap engkau sebagai sahabat dan tidak akan membunuhmu."
Cui Bhok biarpun kasar, namun dia bukan seorang yang tolol. "Baik, aku maklum bahwa aku berhadapan dengan orang-orang yang jauh lebih pandai. Kalau Kim-lian-pai mempunyai banyak pembantu selihai engkau, sudah sepatutnya kalau Hek-tok-pang berlindung di bawah pengaruh dan kekuasaannya. Aku menyerah! Hayo, kalian lepaskan senjata kalian dan berlutut!"
Dua puluh empat orang anggota Hek-tok-pang itu melepaskan golok mereka dan semua berlutut tanda menyerah. Melihat ini, tiga orang dari Kwi-san Su-kiam-mo menjadi marah sekali.
"Bagus kiranya Hek-tok Pangcu Cui Bhok hanyalah seorang pangecut besar!" teriak Giam Sun dan bersama dua orang sutenya, dia sudah mencabut senjatanya dan mereka bertiga berloncatan ke depan. " Akan tetapi kami bertiga menuntut balas atas kematian sute kami! Tok-sim Mo-li, majulah engkau untuk menerima kematian di tangan kami!"
Tok-sim Mo-li- Ji Sun Bi mengerling ke arah Cun Sek, dan dengan sikap manja dan suara merdu ia berkata, "Saudara Tang Cun Sek, relakah engkau melihat aku mati di tangan tiga orang yang hendak mengeroyokku ini?"
Cun Sek tersenyum dan melintangkan pedang Hong-cu-kiam di depan dadanya. "Jangan khawatir, nona. Aku tidak membiarkan mereka main keroyokan dan aku yakin bahwa Hek-tok Pangcu juga akan membuktikan kebenaran tekadnya untuk bekerja sama dengan Kim-lian-pai!"
Mendengar ini, Hek-tok Pangcu Cui Bhok melihat kesempatan untuk membuat jasa pertama. Dia seorang yang cerdik dan tahu bahwa yang paling menguntungkan adalah kalau berpihak kepada golongan yang lebih kuat. Maka,tanpa memperdulikan luka guratan bekas pedang Cun Sek pada tangan kanannya, dia sudah menggerakkan golok besarnya yang tadi sudah dipungutnya.
"Kwi-san Su-kiam-mo terlalu sombong! Biar aku Cui Bhok mencoba sampai di mana kelihaian pedang mereka yang begitu disombongkan!"
Kwi-san Su-kiam-mo yang kini tinggal tiga orang itu maklum bahwa mereka menghadapi lawan tangguh dan mereka harus mengadu nyawa. Mereka adalah orang-orang yang sudah terlanjur memandang diri mereka sebagai orang-orang gagah dan menganggap bahwa ilmu pedang mereka selama ini tidak ada tandingannya. Maka, kematian sute mereka membuat mereka marah dan sakit hati sekali, karena terutama sekali hal ini menghancurkan bayangan mereka tentang ketangguhan diri mereka berempat. Giam Sun mengeluarkan teriakan melengking dan bersama adiknya diapun sudah menggerakkan pedang menerjang ke depan.
Giam Sun menyerang Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi, dan adiknya, Giam Kun menyerang Cun Sek, sedangkan orang ketiga, yaitu Thio Su It, menyerang ketua Hek-tok-pang. Serangan mereka disambut dan terjadilah perkelahian yang hebat, seru dan mati-matian.
Sementara itu, dua puluh empat orang anggota Hek-tok-pang menjadi penonton. Tanpa perintah ketua, mereka tidak berani ikut-ikutan turun tangan, walaupun mereka memusatkan perhatian kepada perkelahian antara ketua mereka dan Thio Su It, dan merekapun siap dengan golok di tangan untuk membantu ketua mereka apabila mereka diperintah atau apabila mereka melihat ketua mereka terdesak dan terancam bahaya.
Sambil melayani Giam Kun yang menyerangnya dengan sengit, diam-diam Cun Sek memperhatikan Ji Sun Bi yang diserang oleh orang pertama dari tiga orang jagoan itu. Diapun memandang kagum. Wanita itu selain cantik manis, juga amat lihai dan kini wanita itu telah memainkan sepasang pedang secara amat indah. Bagaikan menari saja ia melayani lawan yang menggunakan pedang. Sepasang pedang di tangan wanita itu menyambar-nyambar, cepat sekali sehingga membentuk dua gulungan sinar yang melingkar-Iingkar dan menutup semua jalan penyerangan lawan! Indah akan tetapi juga cepat dan mengandung tenaga yang amat kuat. Legalah hati Cun Sek karena melihat sepintas lalu saja diapun merasa yakin bahwa wanita itu tidak akan kalah menghadapai lawannya. Maka diapun lalu mencurahkan seluruh perhatiannya kepada lawan yang mendesaknya dengan serangan-serangan ampuh. Harus diakuinya bahwa lawannya memang memiliki ilmu pedang yang lihai dan berbahaya. Tidak mengherankan kalau orang-orang ini memakai julukan kiam-mo (setan pedang) karena memang ilmu pedang mereka amat berbahaya.
Namun, tingkat kepandaian Giam Kun masih jauh sekali dibandingkan tingkatkepandaian Tang Cun Sek. Setelah menghadapi belasan jurus serangan lawan,Tang Cun Sek sudah dapat mengukur sampai di mana ketangguhan Giam Kun dan mulailah dia memutar pedang Hong-cu-kiam untuk membalas. Dan begitu dia memainkan pedangnya dengan cepat, Giam Kun terkejut dan dia merasa repot sekali menghadapi serangan yang bertubi-tubi datangnya itu. Dia tidak lagi mampu membalas, hanya memutar pedang sekuat tenaga untuk melindungi tubuhnya. Ketika Cun Sek melirik untuk melihat keadaan Ji Sun Bi, ternyata wanita itupun sudah mendesak lawannya yang terhuyung-huyung! Cun Sek tersenyum dan diapun tidak mau kalah. Dia harus dapat memperlihatkan kepandaiannya dan jangan sampai dikalahkan oleh wanita yang menarik hatinya itu. Diapun mempercepat gerakan pedangnya.
Terdengar teriakan beruntun dan Cun Sek secepat kilat mencabut pedangnya yang tadi
menancap di dada lawan, hampir berbareng dengan gerakan pedang Ji Sun Bi yang juga mencabut pedangnya dari leher lawannya. Mereka itu secara berbareng saling memutar badan dan saling pandang, keduanya tersenyum melihat bahwa perlumbaan itu ternyata berakhir dengan,tiada yang lebih cepat atau lebih lambat. Mereka merobohkan lawan dalam detik yang sama.
Kini tinggallah Thio Su It yang masih bertanding melawan ketua Hek-tok-pang. Ternyata tingkat kepandaian mereka seimbang walaupun Hek-tok Pangcu Cui Bhok mulai mendesaknya. Melihat betapa kedua orang suhengnya telah roboh, tentu saja Thio Su It menjadi terkejut, berduka akan tetapi juga gentar sekali. Dia maklum bahwa dia tidak mungkin dapat menyelamatkan dirinya, maka dengan nekat dia lalu melawan terus. Kenekatannya inilah yang membuat dia menjadi lawan yang tangguh.
Melihat betapa Hek-tok Pangcu bersungguh-sungguh melawan Thio Su It, hati Ji Sun Bi sudah merasa girang bukan main. Orang ini boleh dipercaya dan boleh diharapkan untuk menghadapi tokoh Cin-ling-pai itu, pikirnya. Tiba-tibaia menggerakan tangan kirinya dan sinarhalus yang hitam menyambar ke arah dua orang yang sedang berkelahi itu. Thio Su It mengeluarkan seruan lirih dan dia terhuyung. Pada saat itu, ujung golok di tangan Cui Bhok mengenai pundaknya dan diapun roboh dan dalam waktu beberapa detik saja tubuhnya berubah hitam dan diapun tewas seketika. Golok besar itu mengandung racun yang amat hebat!
Kini tiba-tiba Ji Sun Bi merobah sikapnya yang tadi tersenyum-senyum kepada Cun Sek. "Pangcu, bantu aku menangkap mata-mata ini. Dia seorang pendekar tokoh Cin-ling-pai, musuh golongan kita!"
Mendengar ini, Hek-tok Pangcu Cui Bhok terkejut sekali, akan tetapi dia segera meloncat ke dekat Cun Sek sambil menodongkan golok besarnya sambil memberi isyarat kepada dua puluh empat orang anak buahnya. Mereka itu segera mengepung Cun Sek, sedangkan Ji Sun Bi sendiri berdiri di samping Cui Bhok, sepasang pedangnya di tangan dan ia memandang kepada Cun Sek yang terheran-heran itu dengan senyum mengejek.
"Wah, saudara Tang Cun Sek, tidak perlu lagi engkau berpura-pura. Engkau seorang tokoh Cin-ling-pai, katakan apa maksudmu datang ke tempat kami ini. Apakah engkau datang sebagai mata-mata, sebagai musuh" Katakan terus terang sebelum kami turun tangan karena aku tidak akan segan membunuhmu sebagai seorang murid Cin-ling-pai yang selama ini menjadi musuh besar kami."
Tentu saja Tang Cun Sek terkejut bukan main melihat perubahan ini. Namun, dia amat cerdik dan sebentar saja otaknya yang bekerja cepat, itu sudah dapat memaklumi keadaan, dan dia dapat menduga apa yang menyebabkan wanita cantik itu kini berbalik memusuhinya. Tentu Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi ini pernah bermusuhan dengan pihak Cin-ling-pai dan tadi, ketika dia mengeluarkan pedang Hong-cu-kiam dan memainkan ilmu silat. Cin-ling-pai, wanita cantik itu mengenalnya dan tidak mengherankan kalau wanita itu menaruh curiga kepadanya.
Tang Cun Sek tertawa. "Ha-ha-ha-ha, kiranya Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi yang cantik jelita dan lihai, tidak mampu mengenal sahabat dan juga masih belum terlalu cerdik sehingga tidak mampu membedakan mana kawan mana lawan, ha-ha-ha!"
Ji Sun Bi mengerutkan alisnya dan sepasang matanya yang jeli itu berkilat, akan tetapi ia masih belum tersenyum. "Tang Cun Sek, apa alasannya engkau menganggap aku tidak mengenal sahabat dan tidak cerdik?"
"Pertama, sesudah aku membantu menarik Hek-tok-pang menjadi sekutu dan membunuh tiga orang musuh yang hendak membunuhmu ini, engkau masih mencurigaiku. Ini namanya tidak mampu mengenal sahabat! Dan ke dua, kalau benar aku ini mata-mata Cin-ling-pai dan hendak memusuhimu, bukankah kesempatanku amat baik tadi dengan membantu mereka mengeroyokmu" Apa kaukira akan mampu menandingi kami kalau aku tadi membantu mereka" Nah, bukankah itu menunjukkan bahwa engkau kurang cerdik dan salah menilai orang?"
Kini Ji Sun Bi tersenyum dan mengangguk-angguk. la lalu menoleh kepada Hek-tok Pangcu Cui Bhok dan berkata lembut, "Pangcu, mundurlah dan kita harus dapat percaya keterangannya itu." KetuaHek-tok-pang itupun mengangguk-angguk dan memberi isarat kepada dua puluh empat orang anak buahnya untuk mundur.
Ji Sun Bi lalu menghampiri Cun Sek. Sejenak mereka saling pandang dan keduanya saling kagum. "Tang Cun Sek, keteranganmu tadi memang dapat kami terima, akan tetapi untuk lebih meyakinkan hati kami sebelum engkau kami hadapkan kepada Pangcu kami, ceritakanlah mengapa engkau yang memiliki ilmu silat Cin-ling-pai dan memegang pedang pusaka Cin-ling-pai, tiba-tiba saja kini berpihak kepada kami!"
Sebetulnya Cun Sek segan menceritakan riwayatnya, akan tetapi dia maklum bahwa kerja sama dengan orang-orang seperti mereka itu merupakan suatu keuntungan baginya, terutama sekali akan memudahkan dia untuk mencari dan menemukan ayah kandungnya, yaitu Ang-hong-cu! Apalagi yang berada di situ hanyalah Ji Sun Bidan Cui Bhok,sedangkan para anak buah Hek-tok-pang sudah disuruh menjauhkan diri. Dengan singkat namun jeJas dia lalu menceritakan betapa sejak kecil dia sudah mempelajari ilmu silat dan setelah dewasa, dia ingin menambah pengetahuannya itu dengan masuk menjadi anggota Cin-ling-pai.
"Hanya beberapa tahun aku menjadi anggota Cin-ling-pai, namun aku beruntung dapat mempelajari ilmu-ilmu silat Cin-ling-pai dari ketua lama. Akan tetapi, aku gagal menjadi ketua baru dan aku melarikan diri dari Cin-ling-pai sambil membawa Hong-cu-kiam yang dihadiahkan ketua lama Cia Kong Liang kepadaku." Tentu saja bagian terakhir ceritanya itu dia berbohong karena pedang pusaka itu bukan hadiah pemberian melainkan hasil pencurian!
Ji Sun Bi minta kepada ketua Hek-tok-pang untuk memerintahkan anak buahnya mengubur jenasah sepuluh orang anggota Kim-lian-pang yang tewas keracunan, dan membersihkan kembali tempat yang mereka taburi racun. Setelah itu, maka Ji Sun Bi menjadi petunjuk jalan dan merekapun naik ke puncak Kim-lian-san. Dalam perjalanan ini, barulah orang-orang Hek-tok-pang melihat betapa besar bahayanya kalau mereka menyerbu ke atas. Perjalanan itu mengandung banyak sekali tempat rahasia, jebakan-jebakan yang mengerikan. Tanpa petunjuk jalan, sebelum tiba di puncak, mereka semua tentu akan menjadi korban perangkap yang banyak dipasang di sepanjang jalan menuju ke puncak. Bahkan Hek-tok Pang-cu Cui Bhok sendiri bergidik dan diam-diam dia girang bahwa dia telah dikalahkan oleh Tang Cun Sek sehingga dia menaluk. Apa lagi ketika banyak anggota kim-lian-pang mulai menyambut, berJaJar di sepanjang jalan, laki-laki dan wanita-wanita yang kesemuanya berwajah tampan dan cantik, bersikap gagah dan jumlah mereka tidak kurang dari lima puluh orang. Baru kemudian dia tahu bahwa jumlah anggota Kim-lian-pang berjumlah seratus orang lebih, sebagian ada yang bertugas di bawah gunung dan tersebar ke kota-kota dan dusun-dusun sekitar daerah itu bertugas sebagai mata-mata.
Baik Cui Bhok maupun Tang Cun Sek merasa heran dan kagum sekali ketika mereka diajak Ji Sun Bi menghadap orang yang disebut pangcu atau ketua dari perkumpulan Kim-lian-pang. Sama sekali mereka tidak pernah membayangkan bahwa pangcu itu hanyalah seorang pemuda yang masih amat muda, tidak akan lebih dari dua puluh tiga atau dua puluh empat tahun saja usianya! Cun Sek memperhatikan orang yang menerima kedatangan mereka dengan berdiri dari tempat duduknya dan yang mengamati mereka dengan pandang mata tajam menyelidik itu.
Dia seorang pria muda yang bertubuh sedang, gerak-geriknya halus dan sopan, pakaiannya seperti seorang terpelajar, wajahnya tampan dan sepasang matanya mencorong penuh wibawa!
Ji Sun Bi segera memperkenalkan dua orang tamu itu setelah dia, memberi bisikan
kepada Cui Bhok agar memerintahkan anak buahnya yang ikut memasuki ruangan luas itu berlutut semua. Sambil tersenyum Ji Sun Bi mendekati ketua Kim-lian-pang yang menjadi rekan, kekasih, juga ketuanya itu dan ia sendiri menjabat wakil ketua.
"Pangcu, dia itulah Hek-tok Pangcu Cui Bhok yang sudah menaluk kepada kita dan membawa dua puluh empat orang anak buahnya menaluk dan siap untuk bekerja sama dengan kita."
Orang muda tampan itu memandang kepada Cui Bhok dengan sinar mata penuh selidik, alisnya berkerut dan dia berkata dengan halus, "Hemm".. , aku mendengar bahwa sepuluh orang anak buah kita tewas karena racun yang disebarkan mereka?"
Diam-diam Tang Cun Sek merasa kagum. Kiranya peristiwa di lereng tadi telah diketahui oleh ketua ini, tentu ada mata-mata yang melapor lebih dahulu keatas sebelum mereka tiba di situ.
"Benar, mereka tewas karena kurang waspada," jawab Ji Sun Bi.
Biarpun bagi Cui Bhok, keadaan ketua Kim-lian-pang itu kurang menyakinkan, hanya seorang muda yang nampaknya tidak begitu hebat, namun mengingat bahwa pemuda itu adalah ketua Kim-lian-pang dan Tok-sim Mo-li yang demikian lihainya hanya menjadi pembantunya, diapun tidak berani memandang rendah.
"Saya Hek-tok Pangcu Cui Bhok menghadap pangcu dari Kim-lian-pang dan saya bersedia untuk bekerja sama dengan Kim-lian-pang!" katanya sambil memberi hormat.
"Hemm".. " Kim-lian Pangcu Sim Ki Liong tersenyum dingin, namun suaranya terdengar halus ketika dia berkata kepada Cui Bhok yang bertubuh tinggi besar dan wajahnya brewok menyeramkan itu. "Hek-tok Pangcu, penyerahan diri dan kerja sama membutuhkan kesetiaan dan kesetiaan haruslah di buktikan. Anak buahmu telah membunuh sepuluh orang anak buah Kim-lian-pang, pada hal enci Ji Sun Bi hanya membunuh tujuh orang anak buah Hek-to-pang. Dengan demikian, Hek-to-pang masih berhutang tiga nyawa kepada Kim-lian-pang. Nah, apa yang akan kaulakukan untuk membuktikan kesetiaanmu?"
Mendengar pertanyaan ini, wajah yang kasar penuh brewok itu berubah menjadi pucat,
lalu merah padam dan matanya terbelalak. Cui Bhok tahu apa yang di maksudkan ketua Kim-lian-pang yang masih sangat muda itu dan dia merasa penasaran. Bagaimanapun juga, kalau ketuanya hanya seorang pemuda ingusan seperti ini, dia harus melihat bukti dulu bahwa ketua yang amat muda ini pantas untuk menjadi atasannya sebelum dia melaksanakan segala perintahnya. Diapun tertawa bergelak. Ha-ha-ha, sungguh tuntutan yang wajar dari seorang ketua besar sebuah perkumpulan yang besar pula! Akan tetapi, Pangcu, bagaimanapun juga, saya juga harus melihat bukti bahwa Pangcu adalah seorang yang pantas untuk saya taati. Mohon petunjuk!" katanya dan pria tinggi besar ini segera memasang kuda-kuda, tidak mencabut senjata karena dia maklum bahwa dia berada di sarang harimau dan kedudukannya amat berbahaya. Dia hanya ingin menguji kelihaian ketua yang amat muda itu, lain tidak. Dia sama sekali tidak ingin menentang, karena dia sudah takluk kepada orang muda yang membantu Tok-sim Mo-li tadi.
Mendengar ucapan ketua Hek-tok-pang itu, Sim Ki Liong tersenyum dan wajahnya yang tampan itu nampak cerdik dan licik sekali. Tang Cun Sek memandang dengan hati tegang akan tetapi juga gembira. Ketua yang masih muda itu tadi hanya memandang acuh saja kepadanya, dan kini ketua itu ditantang atau diuji oleh Cui Bhok. Suatu kesempatan baik baginya untuk melihat sendiri sampai di mana kelihaian ketua ini. Dia sudah mengukur kepandaian Cui Bhok, dan dari perlawanan ketua itu terhadap Cui Bhok, dia akan dapat mengukur sampai di mana kelihaiannya. Kalau melihat betapa Tok-sim Mo-li, yang tadi dia lihat pula kehebatannya, hanya menjadi pembantu ketua Kim-lian-pang, maka dapat diduga bahwa kepandaian ketua yang masih amat muda ini tentu hebat bukan main.
Sim Ki Liong tersenyum bangkit dari kursinya melihat Cui Bhok sudah siap siaga di tengah ruangan yang luas itu. Para anak buah Hek-tok-pang yang masih berlutut juga semua memandang dengan hati tegang. Mereka setuju dengan sikap ketua mereka. Kalau hendak menaluk kepada seseorang, maka mereka harus melihat sendiri bagaimana lihainya orang itu!
"Cui-pangcu, permintaanmu wajar pula. Aku akan membuktikan bahwa aku memang
patut kautaati. Nah, mulailah!" katanya dan dia berdiri seenaknya saja di depan Cui Bhok yang bertubuh kokoh kekar itu, berbeda dengan tubuh Sim Ki Liong yang sedang saja sehingga nampak kecil lemah di depan raksasa itu.
Cui Bhok tidak membuang waktu lagi, lalu tiba-tiba dia mengeluarkan suara mengaum seperti singa, disusul bentakannya, "Kim-lian Pangcu, lihat seranganku!" Tubuhnya menerjang dengan dahsyatnya, kedua tangannya membentuk cakar singa, kuku jari-jari tangannya nampak menghitam tanda bahwa kuku itu mengandung racun yang amat berbahaya. Sekali terkena goretan kuku hitam itu akan mengakibatkan luka melepuh yang sukar disembuhkan kalau tidak memakai obat pemunah racun buatan ketua Hek-tok-pang itu!
Namun, serangan bertubi yang berupa cakaran-cakaran dan cengkeraman itu dengan mudah dapat dihindarkan oleh Sim Ki Liong, hanya dengan gerakan kedua kakinya saja, kemudian dia membalas dengan tamparan lembut namun mengandung tenaga yang dahsyat sehingga hampir saja pundak ketua Hek-tok-pang terkena tamparan. Biarpun luput, hanya menyerempet sedikit saja, namun cukup membuat Cui Bhok terhuyung. Tentu saja raksasa ini terkejut dan mulai merasa kagum karena hanya dalam beberapa jurus saja, bahkan baru satu kali pemuda itu menyerang, dia sudah hampir dirobohkan. Namun dia masih kurang puas, kurang yakin dan kembali dia menyerang, lebih ganas dari yang tadi.
Sementara itu, Cun Sek terbelalak! Dia melihat dengan jelas betapa serangan balasan itu, tamparan yang lembut itu, dan gerakan kaki itu, adalah ilmu silat San-in Kun-hoat (Silat Awan Gunung), sebuah ilmu pilihan dari Cin-ling-pai!
Menghadapi serangan yang ganas dari ketua Hek-tok-pang, Sim Ki Liong lalu
mengeluarkan bentakan nyaring, kedua tangannya bergerak dari kanan kiri, menangkis sekaligus menyerang. Begitu kedua tangan Hek-tok Pangcu Cui Bhok bertemu dengan kedua tangannya itu, dia berteriak kaget, kedua tangannya itu terdorong keras ke belakang dan sebelum dia sempat menghindarkan diri, ada angin pukulan dari kanan kiri menyambar kearah kedua pundaknya dan diapun roboh terguling, kedua pundaknya terasa nyeri seolah-olah tulangnya retak-retak! Dia terkejut, akan tetapi juga kagum dan taluk. Dia bangkit berdiri lalu menjura dengan sikap hormat karena dia mendapat bukti betapa lihainya ketua Kim-lian-pang yang masih amat muda itu.
"Thian-te Sin-ciang (Tangan Sakti Langit Bumi)". !" Tak terasa lagi mulut Cun Sek berseru ketika dia melihat gerakan kedua tangan Sim Ki Liong tadi. Mendengar ini, Ki Liong cepat membalik dan sepasang matanya mencorong, memandang ke arah Cun Sek. Akan tetapi pada saat itu Cui Bhok sudah berkata dengan suara kagum. !.
"Biarpun masih amat muda, ternyata Kim-lian Pangcu sungguh memiliki kepandaian yang amat hebat. Saya mengaku kalah dan taluk, dan saya akan memperlihatkan kesetiaan saya kepada pangcu!" Berkata demikian, tiba-tiba raksasa ini bergerak cepat sekali ke arah para anggotanya yang masih berlutut. Terdengar teriakan berturut-turut dan empat orang anak buahnya roboh dan tewas dengan muka menghitam. Mereka telah diserang dengan cakaran maut oleh ketua mereka sendiri. Yang menjadi korban adalah dua orang yang tadi terluka oleh Cun Sek, dan dua orang lain yang tingkatannya paling rendah dalam Hek-tok-pang. Semua anak buah Hek-tok-pang terkejut dan ketakutan, akan tetapi hati mereka lega ketika ketua mereka tidak menyerang lagi. Cui Bhok lalu mengangkat kedua tangan ke depan dada sambil menghadap Sim Ki Liong.
"Nah, pangcu. Itulah bukti kesetiaan kami. Dengan tewasnya empat orang anak buah saya, maka kini kami yang rugi seorang dibandingkan dengan Kim-lian-pang."
Sim Ki Liong tersenyum dan mengangguk-angguk. "Bagus, engkau memang pantas untuk kami terima sebagai sekutu dan pembantu, Cui Pangcu!" Dia lalu bertepuk tangan menyuruh pengawal atau anak buahnya untuk menyingkirkan empat mayat itu, dan menyuruh anak buahnya untuk menjamu para anggota Hek-tok-pang yang kini tinggal dua puluh orang itu. Kemudian ia menyuruh para pelayan untuk menambah arak dan mengeluarkan hidangan untuk menyambut Cui Bhok pada saat itulah dia memandang kepada Cun Sek dan bertanya kepada Ji Sun Bi.
"Siapakah dia ini yang mengenal Thian-te Sin-ciang?"
Ji Sun Bi tersenyum. "Tadi belum sempat aku memperkenalkan dia. Tentu saja dia mengenal ilmu silatmu yang berasal dari Cin-ling-pai, pangcu, karena dia adalah seorang tokoh Cin-ling-pai!"
"Ehhh?"?"Sim Ki Long terkejut sekali, akan tetapi dengan sikap gagah dia tidak memperlihatkan kekagetannya, melainkan matanya saja yang memandang tajam kepada Cun Sek, kini mengandung kecurigaan. "Mau apa seorang tokoh Cin-ling-pai datang ke sini?" Pertanyaan ini mengandung terguran kepada Ji Sun Bi.
Sebelum Ji Sun Bi menjawab, Cun Sek mendahuluinya. "Maaf, pangcu. Aku tidak sengaja datang ke sini melainkan diajak oleh Tok-sim Mo-li untuk diperkenalkan kepada pangcu."
Mendengar ini Ji Sun Bi tersenyum, dan cepat dia menjelaskan. "Pangcu, ketahuilah bahwa ketika aku turun dari puncak untuk menghadapi Hek-tok-pang, aku diperingatkan akan lorong beracun yang dibuat Hek-tok-pang oleh saudara Tang Cun Sek ini. Bukan itu saja, bahkan dialah yang menundukkan dan menaklukkan Hek-tok Pangcu, dan dia membantu pula ketika aku dikeroyok oleh tiga orang dari Kwi-san Su-kiam-mo. Melihat kelihaiannya dan mengenal gerakan silatnya dan pedangnya yang jelas dari Cin-ling-pai, tadinya akupun curiga dan terkejut. Akan tetapi setelah dia menceritakan keadaannya, kupikir sebaiknya kalau dia kuajak ke sini agar berkenalan dengan pangcu.
Bagaimanapun juga, kepandaian pangcu dan dia datang dari satu sumber, bukan?"
Sim Ki Liong mulai tertarik dan dia kini memandang kepada Cun Sek penuh perhatian, namun kecurigaannya sudah menipis. "Saudara Tang Cun Sek, terus terang saja, Cin-ling-pai kami anggap sebagai musuh kami. Maka, harap kaujelaskan mengapa engkau tidak memusuhi kami, bahkan ingin berkenalan denganku."
Cun Sek menarik napas panjang, "Tidak kusangkal bahwa aku adalah seorang murid Cin-ling-pai, bahkan aku mewarisi ilmu-ilmu Cin-ling-pai dari ketua lama Cia Kong Liang sendiri. Akan tetapi, ketika aku gagal untuk menjadi ketua Cin-ling-pai yang baru, maka kuanggap Cin-ling-pai sebagai musuh. Aku melarikan diri dari sana dan biarpun banyak ilmu dari sana kukuasai, namun aku tidak menganggap diriku sebagai seorang Cin-ling-pai," Cun Sek mengepalkan tinju, masih mendongkol kalau mengingat kekalahannya di Cin-ling-pai.
"Demikianlah keadaanku, pangcu. Oleh karena itu, pangcu tidak perlu khawatir, aku bukan seorang anggota Cin-ling-pai lagi, bahkan akupun membenci Cin-ling-pai! Aku melarikan diri dari Cin-ling-pai, dan dalam perjalanan untuk mencari jejak ayahku yang sejak dalam kandungan belum pernah kumelihatnya. Kebetulan aku lewat di bawah bukit dan melihat rombongan orang Hek-tok-pang, lalu aku membayangi mereka dan kubantu Tok-sim Mo-li."
Sim Ki Liong mengangguk-angguk."Kalau engkau gagal menjadi ketua Cin-ling-pai, lalu siapa yang menjadi ketuanya yang baru?"
Dengan suara gemas Cun Sek menjawab, "Gadis liar itu, Cia Kui Hong!"
Mendengar ini, Sim Ki Liong terbelalak memandang, kemudian dia tertawa bergelak. Lenyaplah sikap lembut dan sopan ketika dia tertawa dengan mulut terbuka, lalu mulut itu ditutup sehingga suara ketawanya hanya sampai di tenggorokan.
"Ha-ha-ha, he-he-hek, Cia Kui Hong" Ia menjadi ketua Cin-ling-pai?" dia tertawa lagi. "Dara itu yang telah menggagalkanmu?"
"Hemm, Cja Kui Hong! Lagi-lagi gadis setan itu yang menjadi penghalang. Ia musuh kita bersama!" kata pula Ji Sun Bi dengan gemas.
Kini Tang Cun Sek yang memandang dengan sinar mata heran kepada dua orang itu. Tentu saja dia tidak tahu betapa Sim Kj Liong juga sampai terlempar keluar dari Pulau Teratai Merah tempat tinggal gurunya, yaitu Pendekar Sadis Ceng Thian Sin, gara-gara kedatangan Cia Kui Hong, cucu luar pendekar sakti itu. Sedangkan Ji Sun Bi tentu saja tidak pernah dapat melupakan pengalaman pahitnya ketika ia membantu gerakan mendiang Lam-hai Giam-lo dan ketika gerombolan pemberontak itu diserbu para pendekar, ia sendiri bertanding melawan Cia Kui Hong dan hampir saja ia tewas ketika ia terjatuh ke dalam tebing!
"Pangcu, apakah engkau sudah mengenal Cia Kui Hong?" tanya Cun Sek.
Ki Liong masih tertawa dan Ji Sun Bi yang menjawab. "Tentu saja kenal baik! Cia Kui Hong itu masih terhitung murid keponakannya!"
Cun Sek terbelalak bingung. Pemuda ini" Usianya masih begitu muda dan menjadi paman guru Kui Hong" Paman guru dari mana" Tak mungkin pemuda ini murid kakek Cia Kong Liang pula.
Melihat kebingungan tamu itu, kini Ki Liong yang melanjutkan keterangan Sun Bi. "Ketahuilah, Tang-toako, aku adalah murid Pendekar Sadis Ceng Thian Sin di Pulau Teratai Merah!"
"Ahhh". ! Sungguh hal ini sama sekali tidak pernah disangka oleh Cun Sek.
Tentu saja dia tahu siapa itu Pendekar Sadis! Dan diapun mengerti sekarang. Memang, Kui Hong adalah cucu pendekar Sadis, cucu luar, maka kalau pemuda ini murid Pendekar Sadis, memang Kui Hong dapat dianggap sebagai murid keponakannya. Akan tetapi".., kalau begitu?""bagaimana pula pangcu menganggap Kui Hong sebagai musuh?"
"Ia yang menjadi gara-gara sehingga aku terpaksa pergi meninggalkan Pulau Teratai Merah untuk selamanya, tidak perlu kujelaskan persoalannya," kata ketua itu yang tentu saja merasa tidak enak mengingat akan pengalamannya di Pulau Teratai Merah itu. Ketika Kui Hong berkunjung ke Pulau Teratai Merah, tempat tinggal kakek luarnya, seketika Ki Liong jatuh jatuh cinta dan tergila-gila kepada gadis itu. Dia berusaha merayu, namun bukan saja ditolak oleh Kui Hong, bahkan gadis itu marah-marah dan menyerangnya. Peristiwa itu diketahui suhu dan subonya, maka dia merasa malu dan malam itu juga dia melarikan diri meninggalkan Pulau Teratai Merah, sambil membawa benda-benda berharga, bahkan juga pedang pusaka Gin-hwa-kiam dia bawa lari! Dia bermaksud untuk mencari musuh besar pembunuh ayahnya, yaitu Siangkoan Ci Kang, akan tetapi sampai sekarang usahanya itu belum juga berhasil.
"Dan bagaimana dengan engkau, Tok-sim Mo-li" Bagaimana engkau juga mengenal Cia Kui Hong dan memusuhinya?" tanya Tang Cun Sek, merasa girang mendengar keterangan ketua itu yang ternyata murid Pendekar Sadis sehingga dia tidak merasa heran kalau ketua itu memiliki ilmu kepandaian yang demikian hebat. Ketua itu dan dia memiliki dasar ilmu silat yang sama, yaitu dari Cin-ling-pai walaupun mereka berdua masing-masing memiliki pula ilmu-ilmu lain.
Ji Sun Bi menghela napas panjang dan Ki Liong yang menjawab, "la pernah bertanding dan dikalahkan oleh Cia Kui Hong, bahkan hampir saja ia tewas ketika terjatuh ke dalam jurang tebing yang curam."
Ji Sun Bi cemberut dan mukanya berubah merah, sepasang matanya berkilat.
"Lain kali akan kubunuh gadis setan itu!"
Pertemuan itu dilanjutkan dengan pesta makan minum untuk menghormati persekutuan baru itu Cun Sek diterima dengan tangan terbuka oleh Ki Liong dan semenjak hari itu, Cun Sek merupakan pembantu utama dari pasangan Ki Liong dan Sun Bi, bahkan diapun mulai hari itu menjadi seorang kekasih baru dari Ji Sun Bi yang tak pernah merasa puas dengan laki-laki itu. Tentu saja Kim-lian Pangcu maklum akan hal ini, akan tetapi dia memang tidak pernah merasa cemburu dan memberi kebebasan sepenuhnya kepada Ji Sun Bi untuk berhubungan dengan pria manapun juga, seperti juga Ji Sun Bi tidak perduli dengan wanita mana ketua itu berhubungan! Maka terdapatlah hubungan segi tiga yang amat akrab dan aneh antara Ji Sun Bi, Sim Ki Liong, dan Tang Cun Sek. Namun, tiga sekawan ini merupakan kesatuan yang amat berbahaya karena ketiganya memiliki ilmu kepandaian tinggi! Apalagi setelah kini Hek-tok-pang menjadi sekutu mereka pula. Perkumpulan Teratai Emas itu menjadi semakin kuat dan semakin terkenal. Mereka melebarkan sayap kekuasaan mereka ke kota-kota lain, tidak bergerak sebagai pemberontak, bahkan sebaliknya. Mereka menyusup ke dalam gedung-gedung para pejabat dan mendekati para pejabat dengan sogokan-sogokan. Mereka menalukkan tokoh-tokoh dunia persilatan dengan mengalahkan para pemimpinnya, bukan menanam permusuhan dan kebencian karena setelah berhasil mengalahkan, mereka lalu mendekati dan menarik bekas lawan itu menjadi sekutu mereka. Maka, makin kuatlah Kim lian-pang di bawah pimpinan Sim Ki Liong yang dibantu dengan setia oleh Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek itu.
Mulailah mereka menyebar anak buah Kim-lian-pang yang semakin banyak jumlahnya itu, selain untuk menyebar pengaruh, juga untuk mulai melakukan penyelidikan tentang dua orang tokoh persilatan, yaitu Siangkoan Ci Kang dan Si Kumbang Merah Ang-hong-cu. Yang pertama untuk sang ketua, dan yang ke dua untuk Tang Cun Sek.
* * * Pek Han Siong melangkah lesu. Pemandangan alam di sekitar pegunungan itu sebetulnya amat indahnya pada pagi hari yang cerah itu. Namun, tiada keindahan di luar diri bagi seseorang yang menanggung derita di dalam dirinya. Keindahan bukan terletak di luar, melainkan di dalam diri. Kalau batin sedang terlanda duka, apapun yang dilihat oleh mata akan nampak tidak indah lagi. Dan pada saat itu, Pek Han Siong sedang dilanda duka.
Cintanya terhadap Siangkoan Bi Lian ditolak! Gadis itu fHenolak cintanya. Dia dapat menghargai kejujuran dan keterusterangan Bi Lian, namun kenyataan itu sungguh membuat hatinya seperti ditusuk. Pedih perih karena kecewa. Apalagi, penolakan cinta gadis itu dinyatakan di depan suhu dan subonya. Dia tahu betapa mereka amat menyayangnya, maka diapun ditarik sebagai calon mantu. Akan tetapi, apa hendak dikata, Bi Lian yang terlibat langsung dalam urusan perjodohan itu menolak! Diapun tidak dapat menyalahkan Bi Lian.. Bagaimana dapat menyalahkan seorang gadis karena tidak mencintanya"
HanSiong menjatuhkan diri duduk di atas akar pohon. Tubuhnya terasa penat.
Semalam suntuk dia tidak pernah berhenti, berjalan saja walaupun lambat, tak tentu arah tujuan sampai pada pagj hari itu dia tiba di pegunungan itu yang tidak dia ketahuinya namanya. Tubuhnya lemas karena sudah dua hari dia tidak makan, hanya minum air, itupun kalau kebetulan dia melewati sebuah sumber air bersih.
Membiarkan tubuhnya duduk mengaso tetap saja tidak dapat menghilangkan kedukaanya, bahkan kini pikirannya melayang-layang, mengenangkan keadaan dirinya, semua peristiwa yang terjadi dan hatinya terasa semakin tertekan. Sejak kecil dia tidak pernah merasakan bahagia, kecuali mungkin ketika dia tinggal di kuil Siauw-lim-si dan menjadi murid suami isteri sakti yang menjadi guru-gurunya, yaitu Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu.
Duka timbul dari pikiran yang penuh dengan perasaan iba diri. Pikiran mengenang masa lalu yang penuh dengan kegagalan, membayangkan masa depan yang penuh kesuraman, maka pikiran atau si aku merasa iba kepada diri sendiri, merasa nelangsa dan sengsara. Maka datanglah rasa duka, duka menghilangkan kewaspadaan, melenyapkan arti hidup. Hidup bukanlah sekedar membiarkan diri diseret ke dalam lamunan, membiarkan diri dipermainkan pikiran! Hidup adalah kenyataan apa yang ada, tidak perduli kenyataan itu menyenangkan atau menyusahkan. Yang senang , atau yang susah itu adalah pikiran, si-aku yang selalu menghendaki keenakan dan menghindarkan ketidak enakan. Kenyataan hidup adalah seperti apa adanya, dan menerima kenyataan apa adanya inilah seni paling indah, paling agung dan paling murni dari kehidupan. Menerima kenyataan seperti apa adanya, tanpa menilai! Tanpa mengeluh Melainkan menyerahkan kepada Tuhan! Tuhan Maha Kuasa, Maha Bijaksana, Maha Kasih! Hanya Tuhan yang akan mampu membimbing kita, lahir maupun batin. Kewajiban kita dalam hidup hanyalah untuk mempergunakan segala alat yang ada pada tubuh ini sebagaimana mestinya. Panca-indera untuk bekerja seperti yang telah ditentukan dalam tugas masing-masing, termasuk pikiran yang sesungguhnya merupakan alat untuk berpikir, untuk bekerja, untuk dapat melakukan sesuatu yang bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Pikiran bukan alat untuk menyeret kita ke dalam lamunan kosong tentang suka duka. Kita tidak mungkin dapat membersihkan pikiran yang bergelimang dengan daya-daya rendah, pikiran yang penuh nafsu, pikiran yang penuh dengan keinginan untuk mengejar enak sendiri. Tak mungkin, karena "kita" yang ingin membersihkan ini juga pikiran itu sendiri! Dan selalu keinginan pikiran hanya bersumber pada satu pamrih, yaitu mengejar keenakan untuk diri sendiri. Dapat saja pikiran menciptakan akal bermacam-macam seperti sebutan muluk-muluk, bertapa, mengasingkan diri, mengheningkan cipta dan segala macam cara lagi untuk membersihkan batin. Namun, semua itu adalah pekerjaan pikiran, pekerjaan si-aku, usaha dari nafsu pula karena pikiran itu sendiri bergelimang nafsu, dikemudikan nafsu. Di balik semua usaha itu terdapat satu pamrih, yaitu sifat dari nafsu, ialah untuk mengejar keenakan bagi diri sendiri! Karena itu, tidak mungkin kita membersihkan pikiran, tidak mungkin nafsu mengendalikan atau mengalahkan nafsu. Semua ini hanya akal-akalan saja, akalnya si akal-pikir!
Satu-satunya kenyataan adalah bahwa yang dapat merubah segalanya itu, yang dapat membersihkan jiwa dari cengkeraman nafsu, yang dapat menempatkan semua alat tubuh luar dalam kepada kedudukan dan tugas mereka masing-masing secara utuh dan benar, hanyalah KEKUASAAN TUHAN! Dan kekuasaan Tuhan akan bekerja kalau si -aku, yaitu hati dan akal pikiran kita tidak bekerja! Dan kekuasaan Tuhan akan bekerja kalau kita menyerah kepadaNya, menyerah dengan penuh ketawakalan, kepasrahan dan keiklasan, menyerah dengan kesabaran. Kehendak Tuhanpun jadilah! Itu satu-satunya kenyataan yang mutlak. Dalam kepasrahan lahir batin ini, kita akan menerima semua kenyataan hidup sebagai kehendak Tuhan, dan karenanya kita menghadapinya tanpa keluhan, tanpa celaan. Bukan berarti kita lalu acuh dan mandeg. Sama sekali tidak! Kita pergunakan semua alat tubuh luar dalam untuk berusaha! Tuhan yang akan memberi bimbingan dan tuntunan. Kalau sudah begini, apapun yang terjadi, tidak menimbulkan penasaran atau keluhan, apa lagi duka. Selain ingat dan waspada. Ingat kepada Tuhan dan kekuasaanNya yang mutlak, menyerah, dan waspada terhadap setiap gerak langkah kita dalam hidup, waspada terhadap pikiran kita, terhadap ucapan kita, terhadap perbuatan kita, seperti kewaspadaan seorang yang memegang kemudi kendaraan. Dan Tuhan Maha Kasih!
"Muridku, Han Siong. Engkau akan terjun ke dunia ramai.dan akan menghadapi segala macam pengalaman hidup. Ingatlah selalu bahwa hidup tidaklah seperti yang kita kehendaki. Hidup adalah hidup, merupakan kesatuan dari segala macam peristiwa. Diumpamakan rasa, maka hidup itu terdiri dari semua rasa, manis, ya pahit, masam, gurih, asin, pedas dan sebagainya lagi. Jangan engkau lalu menghendaki agar hidup ini manis lalu. Bagaimana mungkin engkau dapat menikmati rasa manis kalau belum merasakan pahit, getir, asin, pedas dan lain-lainnya itu" Karena itu bersiaplah engkau.
Jangan terkulai hanya oleh suatu peristiwa atau keadaan, karena apa yang terjadi, itu hanya sebagian kecil saja dari hidupmu! Bangkitlah dan senyumlah, terimalah segala peristiwa dengan tabah, jadikanlah segala pengalaman sebagai guru. Tuhan besertamu kalau engkau tabah dan selalu pasrah kepada kekuasaanNya!"
Entah mengapa. Ketika dia sedang merasa tertekan itu, merasa betapa dirinya, seolah-olah semakin tenggelam ke dalam! lautan duka, tiba-tiba saja bayangan gurunya yang terakhir, yaitu Ban Hok Lojin, seorang diantara Delapan Dewa, seperti tampak di depannya. Kakek yang bertelanjang dada itu, gendut seperti arca Jilaihud, dengan wajah yang selalu terseyum lebar, dan ucapan gurunya itu bergema di telinganya. Seketika bangkitlah semangat dan batin Han Siong. Dia merasa seperti disiram air dingin. Betapa bodohnya, membiarkan diri tenggelam ke dalam kedukaan yang hanya dibikinnya sendiri. Pikirannya berubah menjadi tangan kejam yang mencengkeram dan meremas-remas hati dan perasaannya sendiri. Dia bangkit. Wajahnya tersenyum, matanya yang tadinya sayu itu kini berkilat dan mencorong, dan pada saat itu, dia mendengar betapa perutnya berkeruyuk dengan nyaring!
"Ha-ha-ha!" Dia tertawa, tertawa bebas lepas seperti orang gila. "Ha-ha-ha, engkau tolol! Ha-ha, engkau tolol! Terima kasih, suhu, terima kasih!" Dia lalu menepuk-nepuk perutnya yang kempis. "Maafkan aku, perut. Aku sampai lupa kepadamu. Baiklah, mari kita mencari makanan untukmu!"
Han Siong melompat dan menuruni bukit itu. Akan tetapi tiba-tiba dia harus berhenti karena di depannya muncul lima orang dengan senjata pedang di tangan dan sikap mereka mengancam!
"Keparat, bersiaplah untuk menerima pembalasan kami!" bentak seorang di antara mereka. Tentu saja Han siong menjadi terbelalak kaget dan heran. Dia memandang penuh perhatian kepada mereka. Seorang pria setengah tua, yang bicara itu, berusia kurang lebih lima puluh tahun, bertubuh tinggi tegap, gagah dan wajahnya membayangkan kegagahan namun diliputi duka dan kemarahan. Pakaiannya sederhana, akan tetapi serba putih, demikian pula pakaian empat orang lainnya, pakaian berkabung! Orang kedua amat menarik perhatian. Ia seorang gadis yang usianya kurang lebih delapan belas tahun, wajahnya yang putih halus itu berbentuk bundar, cantik dan bersih, matanya jeli dan bibirnya tipis, rambutnya panjang dibiarkan berjuntai ke belakang dalam bentuk dua buah kuncir hitam tebal dan panjang sampai ke pinggul Gadis inipun memegang sebatang pedang. Tiga orang lainnya adalah pria berusia kurang lebih tiga puluh tahun, ketiganya bersikap garang dan gagah, juga seperti orang pertama dan gadis itu, mereka berpakaian serba putih dan wajah mereka diliputi kedukaan dan kemarahan.
"Heii, nanti dulu!" teriaknya ketika mereka itu serentak sudah menyerangnya tanpa peringatan lebih dulu. Hal ini hanya menunjukkan bahwa mereka itu benar-benar sudah marah sekali kepadanya dan amat membencinya. Dan gerakan pedang merekapun ganas dan cepat, mengandung tenaga yang cukup kuat. Ilmu pedang yang sumbernya dari selatan, dikombinasikan dengan tendangan-tendangan menyusul tusukan atau sabetan pedang. Teriakannya tidak mendapat tanggapan dari mereka, bahkan lima orang itu menyerang dengan hebatnya. Terpaksa Han Siong menggerakkan tubuhnya, berloncatan ke sana sini dan melihat mereka terus mendesak, dia lalu memainkan Kwan Im Sin-kun (Silat Sakti Kwan Im) yang lemah lembut namun tubuhnya bagaikan sehelai kapas saja yang sukar untuk dibabat pedang karena selalu babatan atau tusukan itu luput. Tubuhnya menjadi demikian ringan, akan tetapi juga cepat sehingga sampai belasan jurus, serangan lima orang itu tak pernah mengenai sasaran.
"Heii, nanti dulu! Mari kita bicara dulu!" teriak Han Siong penasaran. Karena dia tidak mengenal mereka, tentu saja dia tidak mau membalas, khawatir dia akan melukai mereka dan hal ini tentu akan menambah kebencian mereka yang belum diketahui sebabnya. Ingin dia menggunakan ilmu sihir untuk menundukkan mereka, akan tetapi diapun khawatir kalau-kalau mereka akan merasa terhina dan tersinggung sehingga kembali hal itu akan menambah kebencian mereka kepadanya. Dia akan menggunakan lain usaha, yaitu memperkenalkan diri karena dia menduga bahwa tentu mereka itu keliru mengenal orang. Mereka bukan perampok, dan tidak nampak seperti orang-orang jahat.
Begitu mendapat kesempatan, tubuhnya tiba-tiba melayang naik ke atas pohon, mengejutkan lima orang pengeroyok itu yang tiba-tiba kehilangan lawan dan mereka semua kini memandang ke atas, ke arah pemuda itu yang telah berdiri di atas cabang pohon. Pandang mata mereka kagum akan tetapi juga penuh kebencian.
"Heii, apakah ngo-wi (kalian berlima) terlalu banyak minum arak dan mabok"
Aku Pek Han Siong selama hidupku baru sekali ini melihat ngo-wi, apalagi bermusuhan. Mengapa tiada hujan tiada angin ngo-wi menyerang aku demikian ganas dan kejam?"
Mendengar ini, lima orang itu saling pandang, dan pria setengah tua tadi berseru lantang, "Sobat, coba sekali lagi katakan. Siapa namamu?"
Han Siong tersenyum. Tahulah dia kini bahwa memang mereka itu keliru menyangka orang, atau keliru mengenal orang. "Namaku Pek Han Siong, dan selama hidupku, belum pernah aku bertemu dengan ngo-wi."
"Engkau , bukankah engkau Kim-lian Pangcu" Wajah dan bentuk tubuhmu
mirip sekali!" kata orang tua itu lagi.
"Ayah, kita baru melihatnya satu kali, itupun tidak jelas benar. Agaknya kita
telah salah mengenal orang!" kata gadis itu.
Han Siong kini tertawa. "Ha, ha, ha, paman yang baik. Orang macam aku ini mana bisa menjadi pangcu (ketua)" Apa lagi ketua perkumpulan Teratai Emas, bahkan Teratai Tembagapun tidak! Aku seorang perantau, tidak memiliki kedudukan apapun."
"Wahh?" kalau begitu maafkan kami, orang muda. Ih, kalian berempat ini mengapa tidak memberitahu" Aku sudah tua, mungkin pandanganku sudah kurang awas, akan tetapi kalian?". " omelnya kepada puterinya dan tiga orang itu.
Han Siong sudah melompat turun dan gayanya melompat membuat lima orang itu berseru kagum. Mereka seperti melihat seekor naga atau seekor garuda melayang turun dari atas pohon itu dan ketika kedua kakinya tiba di atas tanah, sama sekali tidak terdengar suara!
Kini lima orang itu, diawali oleh pria setengah tua, menyambut Han Siong dengan kedua tangan diangkat ke depan dada sebagai tanda penghormatan. Han Siong cepat membalas penghormatan mereka. Karena mereka kini tidak lagi memusuhinya, diapun tidak berani bicara main-main.
"Paman, seperti kukatakan tadi, aku Pek Han Siong sebelum saat ini belum pernah bertemu dengan ngo-wi. Apa sebabnya ngo-wi tiba-tiba menyerangku" Mohon penjelasan, paman, agar hatiku tidak tegang dan penasaran lagi."
Pria itu menengok ke kanan kiri, lalu berkata,"Disini daerah kekuasaan musuh, taihiap. Terlalu lama di sini kita bisa dikepung musuh. Marilah ikut dengan kami ke tempat tinggal kami, taihiap, dan di sana kami akan menceritakan semua dengan jelas."
Biarpun dia tersenyum dan merasa tidak enak disebut taihiap (pendekar besar), akan
tetapi Han Siong yang merasa penasaran dan ingin tahu itu mengangguk dan mengikuti mereka menyusup ke dalam hutan. Dia tertarik melihat ada tanda gambar seekor burung rajawali putih di atas baju mereka berlima, di dada kiri. Tentu mereka ini dari sebuah perkumpulan, pikirnya.
Akan tetapi kalau tadinya dia mengira akan diajak pergi ke sebuah rumah perkumpulan besar di sebuah kota terdekat, dia kecelik. Dia bukan di ajak ke kota, melainkan ke sebuah bukit dan mereka mengajaknya masuk ke dalam sebuah guha besar yang tersembunyi! Biarpun demi kesopanan dia diam saja, namun dalam hatinya timbul pertanyaan. Siapakah mereka ini dan perkumpulan apa yang memiliki tempat di sebuah guha tersembunyi" Mereka ini seperti orang-orang buruan saja, seperti pelarian!
Ternyata di dalam guha itu terdapat tikar bersih yang terhampar di atas lantai guha. Guha itupun cukup besar, cukup untuk menampung puluhan orang! Akan tetapi, sunyi saja di situ, tidak ada orang lain kecuali mereka berenam.
"Silakan duduk, taihiap. Maafkan tidak ada bangku atau kursi, terpaksa duduk di atas lantai."
"Tidak mengapa, paman". " kata Han Siong dengan tenang, walaupun hati nya semakin tertarik karena keadaan mereka itu jelas tidak sewajarnya.
Setelah mereka duduk bersiJa di atas tikar, mulailah pria setengah tua itu bercerita. Dia bernama Ouw Lok Khi, ketua dari perkumpulan Pek-tiauw-pang (Perkumpulan Rajawali Putih). Dia sudah menduda, dan mempunyai seorang anak perempuan yaitu Ouw Ci Goat, gadis berusia delapan belas tahun yang wajahnya bulat putih dan manis itu. Perkumpulan Rajawali Putih mempunyal anak buah yang cukup banyak, ada empat puluh orang lebih dan perkumpulan ini selain mempelajari ilmu silat, juga membuka usaha pengawalan. Nama mereka cukup dikenal sebagai orang-orang yang menentang kejahatan dan mencari nafkah secara halal. Akan tetapi pada suatu hari, Ouw Lok Khi didatangi oleh seorang utusan dari Kim-lian-pang yang menuntut agar perkumpulan Pek-tiauw-pang mengakui kekuasaan Kim-lian-pang dan suka bekerja sama, membagi "rejeki", yaitu membagi sebagian dari usaha perkumpulan itu kepada Kim-lian-pang sebagai semacam upeti atau pengakuan kekuasaan. Tentu saja Pek-tiauw Pangcu Ouw Lok Khi menolak dan menganggap permintaan itu keterlaluan. Perkumpulannya sudah berdiri selama belasan tahun, bagaimana mungkin sekarang harus mengakui kekuasaan sebuah perkumpulan yang baru saja muncul dan yang didirikan di Bukit Kim-lian-san, agak jauh dari kotanya, yaitu di Hok-lam"
Akibat penolakan itu, muncullah seorang pemuda yang mewakili ketua Kim-lian-pang menantang untuk mengadu kepandaian. Karena marah, Ouw Ci Goat menandingi pemuda dari Kim-lian-pang itu. Namun Ci Goat kalah jauh, bahkan ketika Ouw Lok Khi sendiri maju, diapun hanya mampu bertahan belasan jurus saja lalu roboh dan kalah. Setelah mengalahkan mereka ayah dan anak, utusan Kim-lian-pang itu kembali membujuk agar Ouw Pangcu suka taluk dan menyerah. Akan tetapi, ketua Pek-tiauw-pang ini tidak sudi menyerah. Juga puterinya dan semua anak buah Pek-tiauw-pang tidak sudi menyerah dan tidak sudi membagikan hasil kerja mereka kepada perkumpulan itu.
Kitab Pusaka 1 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Pengelana Rimba Persilatan 15
^