Pencarian

Suling Naga 4

Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


Sepasang mata itu terbelalak, nampak ketakutan. "Aihh, suci yang baik. Jangan pukul aku lagi. Apa-pun perintahmu akan kutaati, akan tetapi jangan memukuli aku dalam latihan. Aku sudah kapok!" Bi Lan memang merasa tersiksa sekali kalau diajak berlatih karena namanya saja berlatih, akan tetapi pada hakekatnya ia menjadi bulan-bulan pukulan dan tendangan sucinya sampai tubuhnya babak belur dan matang biru, sakit-sakit semua kalau sudah sele-sai berlatih.
"Ihhh...." Kau berani membantah" Hayo cepat bersiap!" bentak Bi-kwi. Sebelum Bi Lan menjawab, ia sudah menerjang maju dengan tampar-an ke arah pipi sumoi itu. Kemarahan karena iri hati melihat pipi yang halus merah dan segar itu mem-buat ia menampar pipi itu dengan kuat sekali.
Bi Lan menggerakkan lengan kirinya dengan ge-rakan refleks untuk menangkis tamparan itu.
"Plakkk!" Pipi kanannya yang kena tampar oleh tangan kiri Bi-kwi yang bergerak cepat sekali dan tangkisan itu membuat tubuh Bi Lan terhuyung.
"Auhhh....! " Gadis itu mengeluh dan mengusap pipi kanannya yang menjadi merah sekali.
Melihat betapa pipi itu menjadi makin merah dan bahkan semakin segar menarik, hati Bi-kwi makin marah. "Lihat serangan!" katanya dan ia- pun maju menerjang dengan jurus-jurus yang paling sulit.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
91 Bi Lan meneoba untuk mengelak, berloncatan ke sana-sini seperti diajarkan sucinya, dan menangkis pula. Akan tetapi, kaki Bi-kwi menendang dengan sebuah jurus dari Ilmu Tendang Pat-hong-twi (Ten-dangan Delapan Penjuru Angin) yang lihai itu dan paha Bi Lan terkena tendangan. Tubuhnya terlem-par ke belakang.
"Brukkk! AduhhGadis itu terban-ting keras dan mengeluh, lalu bangkit berdiri, ta-ngan kiri mengusap pipi, tangan kanan mengusap paha. "Sudah, suci. Pipi dan pahaku sakit!"
"Hayo lawan! Kalau tidak latihan, mana eng-kau bisa maju" Lawan atau engkau akan kujadikan sasaran pukulan dan tendanganku!" bentak Bi-kwi yang mulai merasa senang hatinya dapat menumpah-kan kemarahannya kepada sumoinya itu. Kembali ia menerjang dan menotok pundak sumoinya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya menampar ke arah kepala.
"Wuuutt.... dukkk!" Kini Bi Lan mampu mengelak dan menangkis dengan baiknya! Bi-kwi merasa penasaran. Yang dipergunakannya untuk me-nyerang tadi adalah sebuah jurus pilihan dari ilmu silatnya, akan tetapi sumoinya ternyata mampu mengelak dan menangkis dengan baiknya, seolah-olah sumoinya mengenal jurus itu dengan baik. Ia lalu menyerang lagi, kini menggunakan sebuah jurus dari Hek-wan Sip-pat-ciang, itu ilmu silat tangan kosong yang hebat dari Hek Kwi-ong. Lengan Bi-kwi dapat mulur dengan panjang ketika ia melaku-kan gerakan jurus ini.
"Wuuuttt.... plak! plak!" Kembali Bi Lan dapat menangkis dua kali dengan baiknya se-hingga jurus itupun tidak berhasil. Bi-kwi mena-han seruannya. Sumoinya mampu menangkis jurus itu" Sungguh aneh dan sukar dapat dipercaya. Ju-rus pilihan dari Hek-wan Sip-pat-ciang itu merupakan jurus ampuh dan sukar dilawan, akan tetapi sumoi-nya yang mempelajari silat dengan kacau-balau itu kini dapat menyambutnya seolah-olah sudah menge-nal jurus itu dengan baik.
Ia mengeluarkan lagi beberapa jurus dari ilmu silat ini, akan tetapi ternyata Bi Lan mampu meng-elak dan menangkis dengan baik, bahkan gerakan-gerakannya juga tepat sekali seolah-olah gadis itu sudah mempelajari Hek-wan Sip-pat-ciang dengan sempurna! Bi-kwi menjadi terkejut dan heran, lalu menyerang lagi, kini menggunakan ilmu yang dipela-jarinya dari Iblis Mayat Hidup, yaitu Ilmu Hun-kin Tok-ciang (Tangan Beracun Putuskan Otot) yang amat dahsyat.
"Plak-plak.... wutttt....!" Kembali Bi Lan mampu menghindarkan diri dari jurus ini, dan gerakannya juga tepat sekali!
"Ehhh....!" Bi-kwi begitu terheran-heran sampai menghentikan serangannya dan memandang sumoinya dengan sinar mata berapi. "Dari mana kau mengenal ilmu-ilmu itu?" bentaknya.
Bi Lan yang merasa senang karena beberapa kali mampu menghindarkan diri dari gebukan dan ten-dangan, tersenyum manis sekali. "Siapa lagi kalau bukan engkau yang mengajarku, suci" Bagaimana, baikkah gerakan-gerakanku?"
Bi-kwi terpaksa mengangguk-angguk. Ia tahu bahwa sumoinya ini tidak mampu berbohong maka jawaban sumoinya itu sungguh membuat ia terheran-heran dan juga khawatir sekali.
"Kalau begitu, coba temani aku berlatih, jangan sembunyikan apa-apa, segala yang Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
92 kauketahui harus kaukeluarkan dan kau boleh membalas serangan ke-padaku, jangan hanya membela diri, mengerti" Awas, kalau tidak, engkau akan kuhukum dengan tamparan dan pukulan!"
Bi Lan tersenyum dan senyum gadis ini memang manis sekali karena senyumnya keluar dari hati yang polos dan wajar walaupun aneh sekali karena ia di-ancam malah tersenyum. Hatinya merasa girang ka-rena ia diperbolehkan membalas serangan dan ia ingin memperlihatkan kemajuannya kepada sucinya itu.
Melihat Bi Lan hanya tersenyum-senyum dan tidak segera bergerak, Bi-kwi membentak,
"Siauw- kwi. kenapa hanya senyum-senyum" Hayo serang!"
"Serang bagaimana, suci" Kaulah yang bergerak dulu, baru aku akan tahu gerakan apa yang harus kulakukan," jawab Bi Lan.
Mendengar jawaban ini, Bi-kwi lalu menerjang-nya dengan tendangan Pat-hong-twi yaitu semacam ilmu silat tendangan yang dipelajarinya dari Im-kan Kwi Si Iblis Akhirat.
Tendangan itu hebat sekali, merupakan bagian dari Ilmu Silat Delapan Penjuru Angin, datangnya susul-menyusul dan amat cepat-nya.
Akan tetapi, Bi Lan mengenal ilmu ini dan iapun cepat mengelak dan hal ini mudah dilakukan karena ia telah lebih dulu mengetahui ke mana kaki lawan itu akan bergerak.
Bahkan ia lalu membalas dengan tendangan yang sama setelah semua jurus tendangan sucinya dapat dielakkan. Karena tendangan mereka sama, maka merekapun beradu tulang kaki beberapa kali.
"Dukk! Takk!" Bi Lan meloncat ke belakang. meringis dan mengusap tulang kering kakinya.
"Aduhh.... tulang kakimu keras sekali, suci. Kakiku sampai sakit semua dibuatnya!"
Akan tetapi Bi-kwi sudah tidak memperhatikan lagi sikap sumoinya, bahkan ucapan itu baginya me-rupakan ejekan karena semua tendangannya menurut Ilmu Tendangan Pat-hong-twi tidak berhasil. Hal ini berarti bahwa sumoinya sudah hafal akan ilmu itu.
"Jangan cerewet, sambutlah ini!" Iapun kini maju menyerang dengan ilmu-ilmu yang dikuasainya, menukar-nukar jurus dari ketiga orang suhunya. Akan tetapi ia semakin terheran-heran karena se-mua jurus itu, biarpun diselang-seling, telah dikenal oleh Bi Lan yang dapat menghindarkan diri, bahkan membalas dengan serangan yang sama! Saking he-rannya, Bi-kwi mengeluarkan ilmunya yang paling ampuh, yaitu Kiam-ciang (Tangan Pedang). Ilmu ini dapat membuat kedua tangannya seperti pedang telanjang, dengan tangan mampu membacok dan me-nusuk lawan dengan kekuatan dahsyat. Akan tetapi, kembali Bi Lan dapat mengelak ke sana-sini dan menangkis!
Akhirnya Bi-kwi yang memang hanya ingin menguji, tahu dengan pasti bahwa sumoinya me-mang telah mengenal semua ilmunya, menguasainya dengan cukup baik, maka iapun meloncat ke bela-kang sambil membentak, "Tahan dulu!"
Bi Lan tersenyum senang. "Wah, kalau diterus-kan aku akan celaka, suci. Engkau hebat sekali, ge-rakanmu demikian cepat dan kuat," kata Bi Lan se-jujurnya. Akan tetapi sucinya tidak perduli akan pujian ini melainkan memandang dengan sinar mata penuh selidik.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
93 "Hayo katakan, dari mana engkau mempelajari semua ilmu tadi?" bentaknya.
"Aih, suci, dari siapa lagi kalau bukan darimu sendiri?"
"Bohong! Tentu tiga orang guru kita yang te-lah diam-diam mengajarmu. Hayo katakan, betulkah begitu?"
"Suci, bukankah ketiga suhu sedang bertapa, bagaimana bisa mengajarku" Hi-hik, suci, engkau mau membohongi aku, ya" Tidak, aku hanya belajar ka-lau melihat engkau berlatih, lalu kutiru. Bagaimana, baik atau tidak?"
Diam-diam Bi-kwi terkejut. Adik seperguruan-nya ini hanya menonton kalau ia berlatih, dan sudah dapat menirukannya demikian baiknya" Sungguh luar biasa sekali! Dan kini Siauw-kwi telah me-nguasai semua ilmu silatnya! Ini berbahaya sekali. Ia mendapatkan sebuah pikiran, lalu melangkah maju dan tiba-tiba tangan kirinya menampar muka adik-nya, tanpa gerak silat sama sekali.
Bi Lan nampak bingung, akan tetapi karena tam-paran itu biasa saja, ia dapat pula mengelak dan pa-da saat ia mengelak itu, Bi-kwi menyambut dengan pukulan tangan kanan yang menampar.
"Plak!" Kini pipi kiri Bi Lan kena ditamparnya dengan keras dan gadis itu mengaduh.
Hati Bi-kwi menjadi girang. Ia maju lagi, me-mukul, menampar dan menendang tanpa gerakan silat tertentu, ngawur saja, akan tetapi malah hasil-nya baik sekali. Tubuh Bi Lan bertubi-tubi menja-di sasaran tendangan, pukulan atau tamparan yang membuat gadis itu jatuh bangun dan tubuhnya men-jadi babak belur! Bi Lan mencoba untuk memper-gunakan ilmu-ilmu silat yang selama ini dipelajarinya dari Bi-kwi. Akan tetapi ilmu silat itu memang disesatkan oleh Bi-kwi, dan karena Bi-kwi mengenal semuanya, pertahanan dirinya sama sekali tidak ada artinya karena tidak sejalan dengan jalan serangan Bi-kwi yang ngawur.
Bi-kwi tidak perduli biarpun Bi Lan sudah mengduh-aduh dan minta berhenti. Ia terus menghajar untuk melampiaskan kemarahan hatinya, kemarahan karena kecewa oleh pemuda yang semalam diculik-nya, kemudian kemarahan karena melihat betapa Bi Lan tanpa disadari telah menguasai semua ilmu si-latnya.
Bi-kwi menghajar terus. Baiknya tubuh Bi Lan sudah sejak kecil digembleng oleh Sam Kwi, walaupun ilmu silatnya diajarkan oleh Bi-kwi, sehingga tubuh itu memiliki kekebalan dan tidak sampai menderita luka dalam oleh hajaran Bi-kwi yang keras itu. Betapapun juga, karena ditendang dan dipukuli semena-mena, akhirnya gadis itu rebah terkulai dan pingsan!
Baru Bi-kwi menghentikan pemukulannya karena ia khawatir kalau-kalau sumoi-nya tewas dan kalau hal ini terjadi, tentu tiga orang suhunya menjadi marah sekali dan ia tidak berani mempertanggungjawabkannya. Diambilnya seember air dan disiramkan ke atas kepala Bi Lan.
Bi Lan membuka kedua matanya dan melihat Bi-kwi memegangi ember, ia tersenyum dan berkata, "Aih, suci main-main, ya" Masa aku disiram air begini" Lihat, basah semua !"
"Hayo bangkit, anak malas ! Persediaan kayu sudah hampir habis dan musim hujan akan tiba.
Kalau engkau malas, akan kuhajar lagi!"
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
94 "Baik, suci." Dan larilah Bi Lan ke dalam hutan. Ia mulai mencari kayu untuk mengisi gudang yang besar itu sehingga mungkin selama satu bulan ini ia harus setiap hari mencari kayu!
Pada hari ke tiga, pagi-pagi sekali Bi Lan sudah pergi meninggalkan tempat tinggal ketiga suhunya untuk memasuki hutan. Ia harus bekerja keras, akan tetapi ia memang suka sekali pergi ke hutan seorang diri. Di tempat ini ia merasa aman, jauh dari suci-nya yang galak, yang selalu main pukul saja terhadap dirinya. Di tempat ini ia dapat melihat bunga-bunga indah, pohon-pohon besar, melihat binatang-binatang hutan yang lucu sehingga hatinya terhibur dan me-rasa gembira sekali. Seringkali ia berkejaran dengan kelenci sambil tertawa -tawa, atau bernyanyi-nyanyi menirukan suara burung dan kadang-kadang iapun melatih ilmu silat seperti yang ditontonnya dari su-cinya di atas hamparan rumput hijau yang segar dan basah oleh embun.
Pada pagi hari itu, karena masih agak pagi, Bi Lan berjalan-jalan dan tersenyum-senyum melihat burung-burung berloncatan dari dahan ke dahan sambil berkicau ramai menyambut datangnya pagi yang amat cerah. Matahari baru saja muncul dengan sinarnya yang merah kekuningan, seperti warna emas kemerahan. Sinar matahari yang masih lembut itu menerobos melalui celah-celah daun dan ranting, menerobos di antara kabut sehingga nampak indah sekali, berupa garis-garis terang di antara kabut yang keputihan. Bi Lan menirukan suara burung berki-cauan, mulutnya yang kecil mungil dengan bibir ke-merahan segar itu meruncing ketika ia menirukan suara burung. Kemudian, melihat larinya tiga ekor kelenci, iapun mengejarnya. Larinya cepat, loncat-annya ringan karena gadis ini sudah mempelajari gin-kang yang hebat walaupun dengan latihan perna-pasan yang terbalik seperti yang diajarkan sucinya. Akan tetapi karena tiga ekor kelenci itu lari cerai-berai, Bi Lan menjadi bingung, lari ke sana-sini sambil terkekeh-kekeh. Memang bukan maksudnya un-tuk menangkap kelenci-kelenci itu, hanya untuk mengajak mereka bermain-main. Gadis yang sejak kecil ikut dengan Sam Kwi ini, yang kemudian dila-tih oleh sucinya secara menyesatkan dan keras, tidak pernah memperoleh kesempatan untuk berkawan, maka kini ia mencari sendiri kawan-kawannya di antara binatang-binatang di hutan.
Setelah tiga ekor kelenci itu menghilang ke da-lam semak-semak, Bi Lan lalu bersilat di atas la-panganrumput. Ia bersilat dengan penuh perhatian, dengan pengerahan tenaga dan berturut-turut ia bersilat ilmu silat yang dilihatnya suka dilatih oleh sucinya!
Bi Lan sama sekali tidak tahu bahwa sejak tadi, sejak ia menirukan suara burung lalu mengejar-ngejar kelenci dan kini berlatih silat, ada dua bayangan orang yang membayanginya dan mengintainya. Dua bayangan orang itu menjadi bengong dan kadang-kadang saling pandang dengan sinar mata penuh kekaguman dan keheranan. Melihat gerakan dua orang itu, mudah diduga bahwa mereka adalah dua orang berilmu tinggi, karena mereka membayangi Bi Lan dengan kecepatan luar biasa dan dengan ke-ringanan tubuh sedemikian rupa sehingga jejak kaki merekapun tidak mengeluarkan suara.
Dua orang itu adalah sepasang kakek dan nenek yang sudah tua sekali. Kakek itu berpakaian serba kuning, berjenggot dan berambut putih, jenggotnya berjuntai sampai ke dada, sepasang matanya menco-rong aneh dan sikapnya lemah lembut, akan tetapi ada satu hal yang amat menarik, yaitu bahwa lengan kiri kakek itu buntung di atas siku sehingga lengan baju kirinya tergantung lemas terkulai. Usia kakek ini tentu sudah mendekati delapanpuluh tahun, sedi-kitnya tujuhpuluh delapan tahun usianya. Namun wajahnya masih nampak kemerahan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
95 tanda bahwa kesehatannya masih amat baik. Nenek itupun mengenakan pakaian berwarna kuning, berkembang biru muda, dan seperti si kakek, pakaiannya seder-hana dan iapun sudah tua sekali, sedikitnya tujuh-puluh tahun usianya. Rambutnya juga sudah putih semua, akan tetapi wajahnya masih penuh kelembut-an dan masih nampak garis-garis bekas wajah yang cantik jelita. Di balik jubah wanita tua ini nampak tersembul sebuah pedang dengan sarung pedang yang indah.
Kakek ini bukan orang biasa, melainkan seorang tokoh persilatan yang pernah
menggemparkan dunia persilatan. Di dunia persilatan, dia dijuluki Si Naga Sakti Gurun Pasir!
Nama julukan ini tidak kalah besarnya dibandingkan dengan nama julukan para pendekar keluarga Pulau Es! Nama pendekar tua ini adalah Kao Kok Cu. Adapun nenek itu adalah isterinya yang dahulu bernama Wan Ceng atau juga Candra Dewi karena wanita ini diangkat saudara oleh seorang puteri Bhutan dan wanita inipun bukan orang sembarangan karena ia masih terhitung cucu tiri Pendekar Super Sakti dari Pulau Es! Apa lagi setelah menjadi isteri Pendekar Sakti Gurun Pasir, ilmu kepandaian wanita ini meningkat dengan pesat dan kini ia juga termasuk seorang tokoh yang sakti.
Di dalamKISAH PARA PENDEKAR PULAU ES telah diceritakan bahwa putera tunggal suami isteri sakti ini yang bernama Kao Cin Liong, sejak muda men-jadi panglima yang amat terkenal di kota raja, telah menikah dengan Suma Hui, cucu Pendekar Super Sakti dan atas desakan isterinya, Kao Cin Liong te-lah mengundurkan diri dari kedudukannya dan tidak lagi menjadi panglima. Kao Kok Cu dan isterinya yang merasa sudah tua, menghendaki agar Kao Cin Liong dan isterinya tinggal di tempat mereka, yaitu jauh di utara, di sebuah dataran yang indah dan su-bur di tengah-tengah padang pasir di mana mereka mempunyai sebuah gedung istana kuno yang dinamakan Istana Gurun Pasir. Akan tetapi kedua suami isteri muda itu tidak mau karena merasa tidak betah tinggal di tempat sunyi itu. Mereka memilih tinggal di dekat kota raja di mana keduanya berda-gang rempah-rempah dan keadaan mereka cukup makmur.
Suami isteri tua Kao Kok Cu tidak dapat memaksa dan mereka merasa kesepian. Oleh karena itu, mereka berdua lalu banyak melakukan perjalan-an merantau, menikmati tempat-tempat indah di se-luruh tanah air.
Demikianlah, pada pagi hari itu, mereka berdua merantau sampai di sebuah di antara puncak Pegu-nungan Thai-san di mana mereka melihat Bi Lan. Malam tadi mereka bermalam di lereng gunung dan pagi itu pagi-pagi sekali mereka sudah naik ke pun-cak untuk menikmati keindahan matahari terbit. Akan tetapi, mereka melihat Bi Lan dengan gerak-geriknya yang amat aneh, membuat suami isteri tua itu tertarik dan diam-diam mereka membayangi ga-dis muda yang cantik namun gerak-geriknya aneh itu.
Ketika melihat Bi Lan memoncongkan mulut menirukan suara burung-burung yang sedang berki-cau, nenek Wan Ceng menutupi mulutnya menahan ketawa, dan sepasang suami isteri itu ikut merasa gembira, menganggap hahwa gadis itu manis dan lucu sekali, dapat menikmati keindahan alam di tempat sunyi seperti itu, kenikmatan yang sudah jarang terdapat dalam batin kebanyakan manusia. Kemu-dian, melihat betapa Bi Lan mengejar-ngejar kelenci sambil tertawa-tawa, hanya mempermainkan kelenci bukan sungguh-sungguh menangkap, melihat gerakannya yang demikian cepatnya, tanda bahwa gadis itu memiliki gin-kang yang lumayan, mereka terce-ngang. Mereka terus membayangi gadis itu dan ke-tika Bi Lan mulai berlatih silat, nenek itu menceng-keram lengan suaminya. Keduanya bengong meng-amati setiap gerakan gadis itu, dengan mata terbela-lak karena mereka mengenal ilmu silat yang tinggi dan aneh, walaupun mereka berdua maklum bahwa ilmu-ilmu yang dimainkan gadis itu termasuk ilmu yang sesat, penuh dengan gerak tipu dan mengandung hawa pukulan yang Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
96 aneh-aneh. Akan tetapi, yang membuat mereka terheran-heran adalah ketika mereka melihat betapa makin lama wajah gadis itu men-jadi semakin merah, kemudian tiba-tiba menjadi pucat dan pernapasan gadis itu terengah-engah tidak karuan. Akhirnya gadis itu menghentikan gerakan-gerakan silatnya dan segera berjungkir balik, berdiri dengan kepala di atas tanah dan mengatur kembali pernapasannya.
Melihat hal ini, tentu saja kedua orang suami isteri itu terkejut dan khawatir sekali. Mengatur pernapasan selagi terengah-engah dan kelelahan de-ngan cara membalikkan tubuh seperti itu amatlah berbahaya! Akan tetapi aneh. gadis itu agaknya sudah terbiasa dan sebentar saja pernapasannya nor-mal kembali dan gadis itu kini berjungkir balik, ber-diri lagi, lalu duduk di atas rumput hijau sambil ter-senyum-senyum, akan tetapi mukanya masih pucat.
"Anak baik, caramu mengatur pernapasan terba-lik!" Wan Ceng tidak dapat lagi menahan kekha-watiran hatinya dan nenek ini sudah meloncat ke luar dan menghampiri Bi Lan.
Gadis itu mengangkat mukanya, terkejut sekali. Senyumnya tiba-tiba menghilang dan matanya terbelalak, alisnya berkerut dan tiba-tiba ia meloncat ba-ngun lalu menyerang dengan tangan kanannya ke arah nenek itu, mencengkeram ke arah dada dengan gerakan yang ganas dan dahsyat sekali.
"Hemmm....!" nenek Wan Ceng dengan mudah mengelak. Akan tetapi gadis itu menyerang terus sebagai lanjutan serangannya tadi dan serang-kaian serangan yang terdiri dari pukulan dan ceng-keraman yang ganas dilancarkan ke arah lawan. Ne-nek Wan Ceng terkejut, akan tetapi dengan tenang ia menghindarkan diri dengan loncatan ke sana-sini dan kadang-kadang menangkis dengan kibasan tangannya.
Melihat betapa gadis itu menyerang isterinya seperti orang mengamuk, kakek Kao Kok Cu juga me-loncat dekat dan berkata dengan suaranya yang te-nang, halus dan penuh wibawa, Nona, tenanglah, kami datang bukan dengan niat buruk!"
Akan tetapi tiba-tiba saja Bi Lan berbalik menyerang kakek itu kalang-kabut, dan kini ia menggunakan tendangan-tendangan berantai yang ganas sekali. Tentu saja serangan-serangan yang masih mentah itu tidak ada artinya bagi Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir dan dengan sedikit menggerakkan tu-buhnya, tendangan-tendangan itu hanya mengenai angin belaka.
Ketika kakek itu menggerakkan kaki-nya, kaki Bi Lan yang tidak menendang kena disapu dan tubuhnya terpelanting jatuh ke atas rumput lu-nak.
Akan tetapi, gadis itu meloncat bangun lagi dan kini ia menyerang lagi dengan lebih dahsyat, mengeluarkan semua ilmu yang dipelajarinya dengan menonton sucinya berlatih. Ilmu-ilmu itu adalah ilmu -ilmu yang hebat, ilmu silat yang menjadi kebanggaan Sam Kwi, kini dikeluarkan semua oleh Bi Lan untuk menyerang kakek dan nenek itu ! Karena tertarik akan keistimewaan ilmu-ilmu itu, kakek Kao Kok Cu dan Wan Ceng sengaja membiarkan gadis itu menerjang kalang-kabut. Baru setelah melihat betapa pernapasan gadis itu memburu dan terengah-engah, mereka merasa kasihan dan sebuah totokan jari ta-ngan kakek itu membuat Bi Lan roboh dengan tubuh lemas, tidak mampu menggerakkan kaki tangannya lagi.
Bi Lan berusaha untuk bangkit, akan tetapi sete-lah maklum bahwa kaki tangannya tidak dapat di-gerakkan, ia memandang kepada nenek Wan Ceng dan berkata, "Jangan pukul aku lagi, ahhhh.... aku sudah lelah sekali...."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
97 Kakek dan nenek itu merasa kasihan sekali dan mereka lalu berjongkok dekat tubuh Bi Lan.
Kakek Kao Kok Cu bertanya, suaranya halus dan penuh ke-sabaran, "Nona, kenapa engkau menyerang kami?"
"Kenapa....?" Bi Lan memandang bingung.
"Aku tidak tahu kenapa tapi suci yang menyuruhku, ia bilang bahwa kalau ada orang-orang datang ke tempat ini harus kubunuh mereka, karena kalau tidak, merekalah yang akan membunuhku. Ka-rena itu aku menyerang kalian."
Suami isteri itu saling lirik. "Dan kaulihat bah-wa kami sama sekali tidak mengganggumu tadi, bu-kan" Kami tidak ingin membunuhmu, menyerang-mupun tidak. Adalah engkau yang menyerang kami dan sekarang terpaksa kami merobohkanmu. Nah, lihat, kami
membebaskanmu," kata Wan Ceng sam-bil membebaskan totokan dari tubuh Bi Lan. Begitu terbebas, Bi Lan berjungkir balik dan mengatur pernapasan seperti tadi. Melihat ini Wan Ceng hendak mencegah, akan tetapi suaminya menyentuh lengan-nya dan memberi isyarat agar isterinya jangan meng-ganggu gadis itu. Mereka berdua hanya memandang penuh perhatian kepada Bi Lan dan tak lama kemu-dian secara aneh sekali gadis itu telah mampu
me-mulihkan pernapasannya walaupun mukanya masih pucat sekali.
"Nah, sekarang engkau percaya bahwa kami ti-dak berniat buruk kepadamu, bukan ?"
Bi Lan menatap wajah nenek itu dan agaknya wajah dua orang tua itu mendatangkan kesan baik di dalam perasaannya karena ia merasa aman berada di dekatmereka. Ia menggeleng bingung, "Aku tidak tahu, suciku yang menyuruhku."
"Siapakah sucimu itu?"
"Ia disebut Bi-kwi...."
"Setan Cantik?" Nenek Wan Ceng bertanya, alisnya berkerut mendengar julukan seperti itu.
Kini Bi Lan sudah merasa gembira kembali, ia tersenyum dan nampaklah oleh suami isteri itu beta-pa manisnya wajah gadis ini kalau tersemyum, dan nampak pula bahwa pada dasarnya gadis ini memi-liki wajah yang membayangkan kelembutan walau-pun dipenuhi dengan bekas-bekas penderitaan batin. "Hi-hik, memang suci cantik sekali, akan tetapi ia-pun jahat seperti setan."
"Nona, siapakah yang mengajarkan ilmu silat kepadamu?" tiba-tiba Kao Kok Cu bertanya.
"Siapa lagi kalau bukan suci," jawabnya pasti.
Kakek dan nenek itu saling berpandangan de-ngan heran. Kalau sucinya yang mengajarkan, ber-arti suci itu lebih gila lagi dari pada nona ini. Atau-kah suci itu sengaja menyelewengkan pelajaran-pela-jaran itu untuk mencelakai gadis ini" Munkinkah seorang suci berbuat demikian" Akan tetapi meng-ingat akan nama julukannya, yaitu Bi-kwi (Setan Cantik), jelas bahwa suci itu tentu seorang tokoh golongan sesat, dan tidaklah aneh kalau seorang to-koh sesat melakukan perbuatan sejahat itu.
"Ke mana guru kalian" Kenapa sucimu yann mengajarmu, bukan gurumu?" Kao Kok Cu
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
98 yang merasa tertarik sekali melanjutkan pertanyaannya. Kini Bi Lan sama sekali tidak merasa curiga lagi ke-pada kakek dan nenek yang bersikap manis itu, dan iapun menjawab sejujurnya.
"Tiga orang guruku sedang bertapa, yang me-wakili mereka mengajarku adalah suci Bi-kwi."
"Tiga orang " Siapakah guru-gurumu itu?" Kao Kok Cu bertanya lagi, makin heran
mendengar bahwa gadis ini mempunyai tiga orang guru. Pantas ilmu silatnya tadi bermacam-macam dan aneh-aneh, jelas membayangkan sifat ilmu silat kaum sesat.
"Guru-guruku adalah orang-orang hebat!" kata Bi Lan bangga. Memang gadis ini, biarpun da-lam keadaan terganggu pikirannya karena salah la-tihan, tak pernah dapat melupakan budi kebaikan tiga orang gurunya ketika menolongnya, ketika mem-balaskan dendam ayah bundanya dengan membunuh semua orang jahat yang mengakibatkan tewasnya orang tuanya itu, dan membantunya mengubur jenazah mereka, juga mengambilnya sebagai murid "Mereka terkenal dengan julukan Sam Kwi."
"Hemm, Tiga Iblis?" Nenek Wan Ceng ber-tanya, heran karena ia dan suaminya belum pernah mendengar nama ini. Memang sesungguhnyalah, dua orang kakek dan nenek ini sejak muda jarang ber-kecimpung di dalam dunia persilatan, hidup terpen-cil di gurun pasir di utara, maka mereka tidak ba-nyak tahu tentang tokoh-tokoh kaum sesat. Apa lagi karena Sam Kwi juga menyembunyikan diri dan ber-tapa selama sekian tahun setelah mereka dikalahkan oleh Pendekar Super Sakti dan baru sekarang mereka muncul ketika mereka ingin menguasai Liong-siauw-kiam, Pedang Suling Naga yang tadinya berada di tangan susiok mereka.
"Ya, ya, Tiga Iblis!" kata Bi Lan dengan nada suara gembira walaupun pandang matanya agak ke-cewa melihat betapa nenek itu tidak mengenal na-ma guru-gurunya. "Tiga orang guruku itu adalah Raja Iblis Hitam, Iblis Akhirat, dan Iblis Mayat Hi-dup. Kepandaian mereka hebat sekali!"
Suami isteri tua itu saling pandang dan Kao Kok Cu memancing dengan ucapan halus,
"Nona, kami melihat bahwa nona adalah seorang yang baik, akan tetapi mengapa menjadi murid tiga orang yang menurut julukannya adalah tokoh-tokoh golongan sesat?"
Bi Lan mengerutkan alisnya. "Aku tidak mengerti pertanyaanmu, aku tidak tahu apa itu yang kaunamakan golongan sesat, akan tetapi tiga orang guruku amat baik kepadaku, menolongku dari tangan gerombolan orang jahat yang telah membunuh ayah ibuku, bahkan membunuh semua gerombolan itu dan membantuku mengubur jenazah ayah ibuku."
Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir itu dan isterinya kini dapat mengerti bahwa gadis ini adalah seorang diantara sekian banyaknya korban perang pemberontakan di selatan, dan dapat menduga bahwa gadis ini diselamatkan oleh tiga orang tokoh sesat itu dan kemudian menjadi murid mereka. Akan tetapi gadis ini menerima pelajaran ilmu yang sesat sehingga keracunan dan membuat pikirannya terguncang dan tidak waras. Mungkin hal ini bukan kesalahan tiga orang yang berjuluk Sam Kwi itu, melainkan kesalahan suci gadis ini yang berjuluk Bi-Kwi.
Sukar dibayangkan apa yang dilakukan oleh datuk-datuk atau tokoh-tokoh kaum sesat yang aneh-aneh, maka mereka pun sukar menduga apa yang telah terjadi di antara keluarga perguruan sesat yang semua memakai julukan setan atau iblis itu.
Tetapi gadis ini menerima pelajaran ilmu yang sesat sehingga keracunan dan membuat Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
99 pikirannya tergun-cang dan tidak waras. Mungkin hal ini bukan kesa-lahan tiga orang yang berjuluk Sam Kwi itu, mela-inkan kesalahan suci gadis ini yang berjuluk Bi-kwi. Sukar dibayangkan apa yang dilakukan oleh datuk--datuk atau tokoh-tokoh kaum sesat yang aneh-aneh maka merekapun sukar menduga apa yang telah ter-jadi di antara keluarga perguruan sesar yang semua memakai julukan setan atau iblis itu.
"Siapakah namamu, anak yang baik?" tanya Wan Ceng dengan suara yang mengandung iba.
Ia melihat gadis ini seperti setangkai bunga indah bersih yang karena keadaan terpaksa hidup di tengah-tengah lumpur kotor.
Bi Lan tersenyum memandang wajah nenek itu. "Tiga orang Suhuku bersama suci
menyebutku Siauw-kwi. Hi-hik sebetulnya sekarang aku bukan seorang anak kecil
lagi, bukan" Namaku sendiri adalah Can Bi Lan."
"Bi Lan, dengarlah baik-baik, apakah engkau percaya kepada kami" Engkau lihat, kami sama sekali tidak berniat buruk dan tidak melakukan apa-apa yang buruk terhadap dirimu."
Bi Lan tersenyum dan memandangi dua orang tua itu, lalu mengangguk-angguk. "Aku percaya kepada kalian. Aku belum pernah bicara panjang lebar seperti ini dengan orang lain, dan kalian baik sekali."
Wan Ceng menjadi gembira dan makin bersemangat mendengar ucapan gadisitu. Ia
memandang suaminya dan suami yang sudah bergaul selama limapuluh tahunan dengan isterinya ini, su-dah maklum apa yang terkandung dalam hati iste-rinya tanpa si isteri mengatakannya itu mengangguk sebagai tanda setuju. "Bi Lan, kami melihat bahwa engkau menderita luka dalam, menderita keracunan yang amat membahayakan kesehatanmu karena engkau telah keliru dalam latihan ilmu silat, terutama sekali dalam latihan sin-kang dan pernapasan. Kami bermaksud untuk mengobatimu sampai sembuh. Maukah engkau?"
Bi Lan memandang ragu dan bingung. "Aku ti-dak sakit apa-apa," katanya, "dan andaikata sakit tentu suhu-suhuku dan suci akan mampu menyem-buhkanku. Pula, bagaimana aku bisa keliru berlatih kalau suci sendiri yang mengajarku?"
Nenek itu adalah seorang wanita yang amat cer-dik. Tadi ketika bicara dekat dengan gadis itu, ia melihat bekas-bekas pukulan yang masih meninggal-kan tanda-tanda membiru pada leher dan pipi gadis itu, mungkin pada bagian tubuh lain yang tertutup pakaian. Karena ia dapat menduga bahwa tentu ini perbuatan sang suci yang katanya jahat dan kejam itu, ia lalu tiba-tiba bertanya, "Bi Lan, siapa yang memukulimu sampai engkau menderita babak-belur dan ada bekas-bekas di leher dan mukamu?"
Ditanya secara mendadak itu, Bi Lan yang me-mang pada dasarnya berwatak jujur dan polos, masih belum ternoda oleh pengaruh lingkungan masyarakat, bahkan pada hakekatnya belum ketularan watak jahat para gurunya dan sucinya, menjawab terang-te-rangan sambil tersenyum, "Ah, suci yang melaku-kan ini. Katanya ini perlu dalam latihan, ia memukuli dan menendangku dalam latihan-latihan silat."
Kini Kao Kok Cu yang berkata, "Nona telah tertipu oleh sucimu itu. Ia telah memukulimu, mungkin karena benci hanya tidak berani membu-nuhmu, maka ia melatihmu secara terbalik dan ter-sesat. Dengan latihan-latihan ini, kalau kauteruskan, engkau mungkin akan mati dalam satu dua tahun ini."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
100 "Mati adalah suatu hal yang menyenangkan." Bi Lan menjawab sambil menahan ketawanya, dan si-kap ini jelas membayangkan sikap orang yang pikir-annya tidak waras.
"Eh, mengapa begitu ?" tanya Wan Ceng men-dengar ucapan yang biasanya hanya diucapkan oleh para pendeta yang berlagak sudah tahu akan keadaan sesudah mati.
"Hi-hik, aku sendiri tidak tahu, nek, yang berka-ta demikian adalah suci."
"Sucimu lagi!" kata Wan Ceng, diam-diam me-rasa marah terhadap orang yang menjadi suci gadis ini. "Coba, kau bernapas yang dalam, lalu tahan se-bentar."
Bi Lan masih tersenyum-senyum, akan tetapi menuruti permintaan nenek itu. Setelah menarik napas panjang dan dalam, ia menahan hawa itu di dalam dadanya.
"Cukup, apa yang kaurasakan" Bukankah ada kelainan dan rasa nyeri di punggungmu?"
Nenek itu memiliki ilmu kepandaian tinggi dan sudah ba-nyak pengalamannya tentang keracunan dan luka di sebelah dalam tubuh. Ia sendiri pernah menjadi mu-rid Ban-tok Mo-li (Iblis Betina Selaksa Racun), maka dapat dikata ia adalah seorang ahli tentang keracunan.
Bi Lan memandang heran dan mengangguk. "Benar, ada rasa seperti ditusuk di punggungku.
Nenek apakah engkau bermain sihir sehingga tahu apa yang kurasakan?"
"Tidak, Bi Lan. Itu tandanya bahwa engkau benar-benar menderita luka dalam yang kalau tidak cepat disembuhkan akan membahayakan nyawamu. Dan kami yakin bahwa hal itu timbul karena kesalahan dalam latihan dan agaknya sengaja sucimu itu mengusahakan agar engkau tewas, karena latihan-latihanmu. Maukah engkau kami obati sampai sembuh?"
Gadis itu mengamati wajah kedua orang tua itu dengan sikap ragu-ragu. Akhirnya ia berkata,
"Tiga orang suhuku adalah orang-orang yang paling sakti di dunia ini, kemudian disusul oleh suci Bi-kwi. Apa yang kalian dapat lakukan, tentu dapat dilakukan pula oleh mereka. Coba perlihatkan dulu kepandaian kalian, baru aku akan percaya bahwa kalian adalah orang-orang yang lebih pandai dari mereka, dan aku mau kalian obati."
Kao Kok Cu dau isterinya mengerti bahwa pe-ngaruh Sam Kwi dan Bi-kwi sudah demikian dalam terutama di dalam hati gadis ini sehingga gadis ini percaya sepenuhnya kepada mereka.
Maka, perlu untuk diyakinkan hati gadis ini dengan demonstrasi kepandaian agar dapat percaya dan mau ditolong. Mereka saling pandang dan kakek itu mengangguk.
"Bi Lan, bukankah tadi kami sudah memperli-hatkan bahwa kami jauh lebih pandai dari padamu?"
"Kalau hanya mengalahkan aku, sucipun dapat seribu kali mengalahkan aku."
"Baiklah. Kaulihat pohon di depan itu" Apakah kaukira guru-gurumu atau sucimu akan dapat merobohkan pohon itu tanpa memukul keras, tanpa meng-gugurkan setangkaipun daunnya?"
Bi Lan memandang. Pohon itu besarnya seperti tubuh manusia. Ia tahu bahwa tiga orang gurunya, juga sucinya, amat lihai dan tentu akan mampu merobohkan pohon itu. Akan tetapi tanpa memukul ke-ras" Tanpa menggugurkan daunnya" Mana mung-kin" Iapun lalu
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
101 menggeleng kepala. "Nah, kaulihat!" kata Wan Ceng dan nenek ini lalu menghampiri pohon yang dimaksudkan itu. Se-bentar ia mengerahkan tenaga, mengumpulkan te-naga sinkang di kedua tangannya, kemudian menem-pelkan kedua telapak tangannya pada batang pohon itu. Tidak kelihatan ia memukul dan pohon itupun tidak terguncang sama sekali. Akan tetapi, diam--diam nenek ini sudah mengerahkan hawa pukulan Selaksa Racun, pukulan kaum sesat yang amat hebat dan yang selama ini tidak pernah ia pergunakan wa-laupun nenek ini selama puluhan tahun telah menghimpun tenaga sin-kang yang amat kuat. Hanya nam-pak tubuhnya sendiri yang tergetar keras dan ke-mudian nenek itu meloncat mundur dengan muka agak pucat dan peluh
membasahi dahi dan leher.
Melihat ini, Bi Lan terkekeh. "Hi-hik, apakah yang telah kaulakukan tadi, nek " Aku sama sekali tidak melihat pohon itu roboh."
"Bi Lan, coba kaudorong pohon itu," kata Wan Ceng sambil tersenyum. Bi Lan maju dengan tangan kirinya mendorong batang pohon dan tiba-tiba pohon itupun tumbang dan ternyata batang di mana nenek tadi menempelkan tangannya telah re-muk dan kehitaman seperti terbakar!
Bi Lan terkejut dan melompat ke belakang, mata-nya terbelalak. Akan tetapi ia lalu mengerutkan alisnya. "Nek, mungkin kau bermain sihir, akan te-tapi kepandaianmu itu tidak kelihatan hebat."
Nenek itu nampak tak senang dan penasaran, akan tetapi suaminya memberi isyarat dengan pan-dang mata, lalu pendekar tua itu berkata, "Nona, tadi hanya main-main. Kau ingin menyaksikan ke-hebatan kami berdua" Nah, lihat, dengan kaki dan tangan kami, kami akan membersihkan sekitar tem-pat ini." Berkata demikian, kakek itu dengan sebe-lah lengannya lalu menerjang sebatang pohon besar. Terdengar suara "kraaakkk!" dan pohon itupun tumbang. Wan Ceng mengerti akan maksud suami-nya. Seorang gadis yang masih belum berpengalam-an seperti Bi Lan ini tentu akan lebih tertarik meli-hat kekuatan yang kasar dan kelihatan dahsyat. Maka iapun menerjang sebongkah batu besar, ditendang-nya sehingga batu besar itu terlempar jauh. Suami isteri ini lalu mengamuk, menumbangkan pohon-po-hon di situ, melempar-lemparkan batu besar, bahkan Wan Ceng mencabut sebatang pohon berikut akar-akarnya dan melemparkan sampai jauh. Sebentar saja, terbukalah tempat yang cukup luas, telah di-tumbangkan tujuh batang pohon besar dan belasan bongkah batu.
Melihat ini, Bi Lan terbelalak lalu bertepuk tangan, tak habisnya memuji kedahsyatan sepasang suami isteri tua itu. "Hebat, kalian hebat! Mung-kin tidak kalah oleh guru-guruku dan suci!" kata-nya.
"Nah, engkau sudah percaya " Sekarang kami akan berusaha mengobatimu. Duduklah bersila di sini, Bi Lan," kata Wan Ceng. "Tempat terbuka ini akan kami jadikan tempat tinggal kami untuk sementara agar dalam waktu beberapa lama ini kami dapat mengobatimu."
Bi Lan tidak membantah lagi dan iapun duduk bersila di atas rumput. Kakek dan nenek itu juga duduk di depan dan belakangnya, bersila seperti ia sendiri. "Kendurkan semua urat syarafmu, dan sa-ma sekali jangan melawan. Ingat saja bahwa kami bermaksud baik, bahwa kami kasihan kepadamu dan ingin mengobatimu," kata Wan Ceng yang duduk di depannya.
Tiba-tiba Bi Lan merasa betapa teng-kuknya ditepuk dari belakang oleh kakek itu dan iapun Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
102 tidak ingat apa-apa lagi.
Kakek dan nenek yang sakti itu lalu bekerja keras. Mereka menotok jalan-jalan darah di kepala ga-dis itu, membuka jalan-jalan darah yang tersumbat karena akibat salah latihan, dan menempelkan tela-pak tangan mereka pada dada dan punggung gadis itu, menyalurkan tenaga sin-kang untuk memulihkan kesehatan di dalam dada Bi Lan. Sementara itu, de-ngan pengetahuannya tentang keracunan, Wan Ceng mengusir hawa beracun yang berada di dalam tubuh gadis itu. Mereka berdua tidak berani tergesa-gesa, tidak berani sekaligus mengobati gadis itu karena hal ini akan berbahaya sekali bagi Bi Lan. Tubuh gadis itu sudah terbiasa dengan keadaan tercekam hawa beracun yang dihimpunnya sendiri melalui la-tihan-latihannya yang tersesat, dan kalau sekaligus dibersihkan, perobahan ini akan menimbulkan gun-cangan yang membahayakan. Oleh karena itu, me-reka mengambil keputusan untuk mengobati gadis itu secara bertahap. Mereka lalu menghentikan peng-obatan itu dan dengan urutan tangan, Kao Kok Cu memulihkan jalan darah dan gadis itupun siuman da-ri
pingsannya. Begitu siuman, Bi Lan mengeluh, lalu memegangi kepala dengan kedua tangan. Ia membuka mata me-madang kepada kakek dan nenek yang kini sudah du-duk di depannya, dan
teringatlah ia bahwa mereka adalah dua orang yang kasihan kepadanya, yang mengobatinya karena menganggap ia menderita luka dalam.
"Aduhh.... kepalaku berdenyut-denyut, nye-ri rasanya!" Ia mengeluh.
Nenek Wan Ceng menaruh tangannya di pundak gadis itu, suaranya menghibur, "Bi Lan, jangan kha-watir, hal itu bahkan membuktikan bahwa kini jalan darahmu ke arah kepalamu mulai membaik. Tadinya, banyak jalan darah ke kepalamu tidak lancar jalan-nya, terhambat oleh hawa beracun yang timbul ka-rena kesalahan latihanmu. Kami berani memastikan bahwa setelah pengobatan beberapa kali, jalan darah itu akan lancar kembali."
Bi Lan percaya dan iapun tersenyum. "Kalau be-nar omonganmu, aku beruntung sekali bertemu de-ngan kalian." Dan dengan girang iapun meloncat ke atas. Akan tetapi ia segera mengeluarkan seruan kaget. Dan dipandangnya kakek dan nenek itu de-ngan sinar mata penuh keraguan.
"Aihh....! Tubuhku terasa berat dan kedua kakiku kehilangan tenaga, juga tubuhku tidak dapat bergerak ringan seperti biasa!" Ia lalu mencoba untuk meloncat ke atas, akan tetapi belum juga tinggi tubuhnya sudah meluncur turun kembali.
"Ah, bagaimana ini" Aku tidak mampu melon-cat tinggi lagi!"
Kini Kao Kok Cu yang bangkit dan berkata de-ngan suara tenang, halus dan berwibawa, mengun-dang kepercayaan bagi pendengarnya. "Nona, jangan khawatir. Memang, untuk menghalau hawa beracun dari tubuhmu, otomatis tenaga khi-kang yang berada di tubuhmu ikut pula berkurang. Tenaga sin-kang-mu sudah keracunan, dan kalau kami membersihkan hawa beracun itu, berarti tenaga sin-kangmu juga akan ikut terusir. Akan tetapi jangan kau khawatir, kami akan menggantikannya dengan tenaga sinkang yang murni. Dengan dasar tenaga sin-kang murni, engkau akan mampu memainkan ilmu-ilmu silatmu tadi secara tepat dan baik, juga tangguh dan tidak akan merusak kesehatanmu sendiri. Percayalah, kami berdua berniat baik dan mungkin engkau akan ter-kejut dengan perobahan-perobahan pada dirimu dan engkau tidak akan mengerti. Percaya sajalah dan engkau tidak akan menderita kerugian Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
103 bahkan selain mendapatkan kesembuhan, juga akan memperoleh ilmu yang benar."
Lambat laun keraguan lenyap dari dalam batin Bi Lan walaupun tadinya masih bingung. Apa lagi ketika nenek itu merangkulnya dan berbisik, "Bi Lan, engkau pantas menjadi anakku, bahkan cucuku. Bagaimana kami dapat timbul niat mencelakaimu" Kami suka sekali
kepadamu." "Akan tetapi, apakah aku harus terus-menerus berobat ke sini" Bagaimana kalau suci sampai tahu" Tentu ia marah-marah dan aku akan dipukuli lagi!" Bi Lan nampak jerih.
"Tentu saja engkau harus setiap hari datang ke sini," kata nenek Wan Ceng. "Dan lebih baik sebe-lum kau sembuh benar, jangan bicara apa-apa ten-tang kami kepada sucimu itu. Kalau sudah tiba sa-atnya, kami yang akan menghadapinya. Akan tetapi, dapatkah kau setiap hari datang ke sini?"
"Kami akan tinggal di sini untuk sementara waktu, membangun sebuah pondok di sini untuk mengobatimu setiap hari," kata Kao Kok Cu.
"Akan tetapi, aku mendapat tugas dari suci un-tuk mencari kayu setiap hari, untuk memenuhi gu-dang kayu kami. Tentu saja aku dapat datang ke si-ni setiap hari, akan tetapi bagaimana dengan kayu yang harus kukumpulkan ?"
Wan Ceng tersenyum dan menuding ke arah po-hon-pohon yang tadi roboh dan tumbang.
"Di sini terdapat banyak kayu. Tak perlu kaupusingkan, se-tiap hari engkau datang ke sini, berobat dan pulang-nya membawa kayu. Syukur kalau di waktu malam kau dapat pula datang ke sini, lebih sering lebih cepat pula engkau sembuh dan pulih. Percayalah, Bi Lan, engkau akan tertolong lahir batin yang akan me-robah seluruh jalan hidupmu kalau engkau menurut semua kata-kata kami."
Bi Lan nampaknya masih bimbang, akan tetapi ia mengangguk. Bagaimanapun juga, harus diakuinya bahwa selama ini ia memang sering mendapat gangguan dalam tubuhnya, bahkan pernah sehabis latihan ia muntah darah. Dan sikap sucinya terhadap dirinya juga amat galak.
Maka, melihat sikap baik kedua orang kakek nenek ini, ia segera percaya sepenuhnya walaupun ia sendiri belum menyadari betapa pentingnya pengobatan itu bagi dirinya.
Demikianlah, mulai hari itu, setiap hari Bi Lan pergi meninggalkan puncak memasuki hutan itu dan membiarkan dirinya diobati oleh kakek dan nenek itu. Wan Ceng memesan kepada Bi Lan agar sikapnya terhadap sucinya biasa saja.
"Ingatlah, Bi Lan. Keracunan di tubuhmu dan tidak lancarnya jalan darah ke kepalamu membuat sikapmu menjadi aneh seperti orang yang miring otaknya. Engkau suka tertawa-tawa sendiri, bicara seorang diri. Kebiasaan ini, andaikata engkau sadar pun, di depan sucimu harus kaulanjutkan. Jangan sucimu melihat perohahan sebelum engkau sembuh benar.
Kemudian Kao Kok Cu memesan agar gadis itu menghentikan semua latihan sin-kang dan pernapasan seperti yang diajarkan Bi-kwi, dan dia memberikan suatu cara berlatih samadhi untuk menghimpun hawa murni di dalam tubuh gadis itu. "Latihan ini selain akan membantu cepatnya semua hawa beracun meninggalkan tubuhmu, juga akan menghimpun tenaga baru untuk menghentikan tenaga sesat yang sudah terhimpun selama bertahun-tahun dalam dirimu."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
104 Setelah mengalami pengobatan, Bi Lan lalu membawa kayu yag sudah dikumpulkan oleh kakek dan nenek itu. Kakek Kao Kok Cu dan isterinya sudah membangun sebuah gubuk darurat dari kayu-kayu pohon yang mereka robohkan dan dengan tekun mereka berdua mengobati Bi Lan dan disamping mengobati, juga membantu gadis itu menghimpun tenaga sin-kang yang baru dan murni.
Sungguh beruntung sekali nasib Bi Lan sehingga tanpa disengaja ia berjumpa dengan Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir dan isterinya, dan telah menarik perhatian suami isteri pendekar sakti ini sehingga ia bukan saja tertolong dari cengkeraman maut yang ditanamkan oleh Bi-kwi di tubuhnya, juga gadis itu telah memperoleh latihan menghimpun sin-kang, bahkan suami isteri itu mulai pula memberi petunjuk-petunjuk dalam ilmu silat tinggi kepadanya!
Penyembuhan perlahan-lahan tentu saja tidak terasa oleh Bi Lan. Ia tidak merasa betapa kini otaknya menjadi bersih dari hawa beracun, jalan darahnya lancar dan ia bertambah cerdik!
Dan ia pun kini memperoleh kegembiraan hidup, wajahnya selalu berseri kemerahan, mulutnya yang kecil itu selalu tersenyum manis dan ia kini menjadi seorang dara yang berwatak gembira dan jenaka sekali.
Setelah mengalami pengobatan selama tiga bulan lebih setiap hari tanpa berhenti dan terus-menerus, akhirnya ia sembuh sama sekali dan mulai hari itu, kakek dan nenek yang makin lama makin merasa sa-yang kepada gadis itu, memberi pelajaran ilmu silat tinggi kepada Bi Lan! Melihat bakat yang ada pada diri gadis itu, Kao Kok Cu ingin mengajarkan ilmu yang tangguh, juga isterinya. Maka mereka berun-ding, kemudian mereka memberitahukan kepada Bi Lan yang sudah menghadap mereka.
"Bi Lan, mulai hari ini, setelah melihat engkau sembuh sama sekali, kami ingin mengajarkan ilmu silat kepadamu. Akan tetapi kami tidak mungkin dapat mengajarkan ilmu kepada orang yang bukan murid kami," kata Wan Ceng.
Bi Lan adalah seorang gadis yang cerdik. Setelah sembuh dari gangguan hawa beracun, dan setelah jalan darahnya ke kepala kini lancar kembali, kesa-daran membuat ia segera menjatuhkan dirinya berlu-tut di depan kakek dan nenek itu.
"Aku telah menerima budi kecintaan dari kakek dan nenek berdua telah memperoleh pengobatan dan petunjuk yang penuh kasih sayang selama berbulan-bulan. Ucapan terima kasih saja masih belum ada artinya dibandingkan dengan budi ji-wi. Oleh ka-rena itu, apabila ji-wi sudi menerimanya, biarlah aku menyatakan diri menjadi murid ji-wi." Ia memberi hormat sambil berlutut dan menyembah-nyembah.
Wan Ceng segera memeluknya dan menariknya bangkit berdiri. "Bagus, engkau memang anak yang baik, Bi Lan. Sejak pertama kali berjumpa kami su-dah dapat menduganya dan kalau tidak demikian, untuk apa kami bersusah payah selama ini?" Ia lalu menoleh kepada suaminya karena bagaimanapun juga, nenek ini tidak berani mendahului suaminya untuk menerima gadis itu sebagai murid mereka walaupun mereka tadi telah berunding.
"Bi Lan, kami menerimamu sebagai murid. Akan tetapi kami tidak akan lama lagi tinggal di sini. Setelah engkau sembuh, kami hanya ingin mengajarkan masing-masing semacam ilmu kepadamu, dan setelah itu, kami akan kembali ke utara. Kami sudah tua dan kami akan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
105 menghabiskaan sisa usia kami dengan hidup tenang di sana."
Kembali Bi Lan berlutut. "Suhu, subo.... teecu akan ikut ke utara. Biarlah teecu yang akan merawat kesehatan suhu dan subo berdua sebagai balas budi teecu...."
Kao Kok Cu tersenyum dan berkata halus, "Muridku, jangan sekali-kali engkau mengikatkan dirimu dengan budi, karena kalau engkau mengikat-kan dirimu dengan budi berarti engkau mengikat-kan pula dirimu dengan dendam. Budi dan dendam tak terpisahkan, sebagai perwujudan dari pada diri yang merasa diuntungkan dan disusahkan. Anggap-lah saja bahwa segala yang dilakukan orang lain ke-padamu, dan segala yang kaulakukan kepada orang lain, adalah suatu kewajaran yang tidak perlu ada ekornya yang mengikat diri. Mengertikah engkau?"
Tentu saja Bi Lan tidak mengerti! "Teecu selanjutnya mohon petunjuk suhu, karena apa yang suhu katakan tadi berada di luar jangkauan pengertian teecu."
"Bi Lan, engkau tidak boleh begitu mudahnya melupakan yang lama setelah menemukan yang ba-ru!" tiba-tiba Wan Ceng berkata sambil tersenyum pula. "Begitu engkau menemukan kami sebagai guru baru, engkau lalu akan begitu saja meninggalkan tiga orang gurumu yang lama, yang menurut ceritamu telah bersikap baik kepadamu. Bagaimanapun juga, sejak kecil engkau adalah murid Sam Kwi, dan kami berdua menjadi gurumu hanya untuk memulihkan sin-kangmu, dan memberi pelajaran ilmu silat untuk memperlengkap kepandaianmu atau katakanlah sebagai pengganti tenaga-tenaga sin-kang yang telah lenyap bersama hawa beracun dari tubuhmu ketika kami melakukan pengobatan. Karena itu, sungguh tidak bijaksana kalau engkau lalu meninggalkan me-reka begitu saja tanpa mereka setujui."
"Subo, biarpun Sam Kwi merupakan guru-guru-ku, akan tetapi kenyataannya mereka tidak pernah secara langsung mendidik teecu sehingga teecu dise-rahkan kepada suci yang bahkan telah mengajar tee-cu secara menyesatkan."
"Sudahlah, Bi Lan. Bukankah ketiga orang gurumu sedang bertapa" Bagaimanapun juga, engkau tidak mungkin ikut bersama kami sebelum menda-patkan ijin dari ketiga orang gurumu. Bukan berarti kami tidak suka kalau engkau ikut dengan kami ke utara. Dan sekarang perhatikan baik-baik, kami akan mengajarkan ilmu kepadamu, dari suhumu semacam dan dariku sendiri semacam," kata nenek Wan Ceng.
Pendekar sakti itu bersama isterinya lalu mulai mengajarkan ilmu silat tinggi kepada Bi Lan.
Gadis ini memang memiliki bakat yang amat baik, dan juga bagaimanapun juga, ia telah memperoleh dasar yang kuat juga dari Sam Kwi dan Bi-kwi, maka dengan tekun ia mengikuti petunjuk kedua orang suami is-teri itu dan berlatih dengan penuh semangat. Bah-kan kini ia makin sering datang ke tempat itu di waktu malam, dan baru pulang kalau sudah memper-oleh petunjuk-petunjuk selanjutnya dari kedua orang kakek dan nenek itu.
Tanpa terasa, enam bulan telah lewat semenjak Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir dan isterinya ting-gal di dalam hutan sebuah puncak Pegunungan Thai-san itu. Kao Kok Cu telah memberi pelajaran Ilmu Silat Sin-liong Ciang-hoat (Ilmu Silat Naga Sakti), sedangkan nenek Wan Ceng mengajarkan Ilmu Ban-tok Ciang-hoat (Ilmu Silat Selaksa Racun). Karena ketekunannya, ditambah ingatannya yang kuat, Bi Lan akhirnya dapat menguasai kedua ilmu silat ini. Dari kakek dan nenek itu iapun mendengar tentang diri mereka, nama mereka, bahkan ia diperkenalkan pula dengan nama putera mereka, bekas panglima Kao Cin Liong Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
106 dan isterinya Suma Hui, juga diper-kenalkan dengan nama para tokoh pendekar sakti di dunia persilatan.
Terhadap Bi-kwi, Bi Lan bersikap biasa saja, bahkan ia masih pura-pura seperti orang gendeng. Juga kalau sucinya menurunkan pelajaran dan latihan, ia masih berlatih seperti yang diajarkan encinya. Akan tetapi tentu saja kini ia telah memiliki dasar sin-kang yang murni dan sama sekali tidak menghim-pun tenaga melalui pernapasan dan cara samadhi yang diajarkan secara kacau dan terbalik oleh sucinya. Di dalam kamarnya sendiri atau di luar, ia tekun me-latih diri dengan pernapasan dan samadhi seperti yang diajarkan oleh kakek dan nenek dari Istana Gurun Pasir. Bahkan ia masih pura-pura gendeng dan linglung kalau Bi-kwi melampiaskan kebencian-nya dengan tamparan-tamparan dan tendangan-ten-dangan melalui latihan ilmu silat. Ia akan memper-tahankan semua ini, bukan karena takut kepada suci-nya, bukan karena berbakti kepada sucinya yang tidak pernah berlaku baik terhadap dirinya, melainkan karena ingin menanti sampai ketiga orang suhunya keluar dari pertapaan mereka.
Baru ia akan mela-porkan semua perbuatan sucinya itu kepada Sam Kwi dan minta
pertimbangan dan keadilan. Kalau tiga orang suhunya itu tidak membelanya, ia akan meninggalkan mereka semua.
Biarpun Bi Lan berlaku cerdik, namun kepura-puraan ini akhirnya menimbulkan kecurigaan hati Bi-kwi yang juga termasuk wanita yang cerdik se-kali. Ia teringat bahwa beberapa bulan yang lalu, sumoinya itu sudah menunjukkan gejala-gejala ke-racunan dengan muka yang pucat, tubuh yang ka-dang-kadang menggigil, mata yang jelas menunjukan ketidakwarasan otaknya. Akan tetapi akhir--akhir ini ia melihat betapa wajah sumoinya semakin segar saja, kedua pipinya kemerahan seperti buah apel masak, matanya jernih dan jeli, penuh kegairah-an hidup, senyumnya semakin manis dan membuat ia semakin iri hati saja, dan tidak ada lagi nampak gejala-gejala seperti dahulu. Biarpun dalam ilmu silat, sumoinya masih bersilat dengan kacau dan kalau ia pukuli dan tendangi masih tidak mampu membalas, akan tetapi hatinya mulai curiga.
Karena melihat betapa sumoinya amat rajin pergi mencari kayu atau memikul air dari sumber yang agak jauh, maka pada suatu hari, pagi-pagi sekali ketika ia melihat sumoinya pergi untuk mencari kayu, diam-diam ia membayangi dari jauh. Baru teringat olehnya betapa banyaknya sumoinya membutuhkan kayu untuk masak. Bahkan di waktu malam, kini se-ring sekali sumoinya membuat api unggun besar yang menggunakan banyak sekali kayu bakar. Kalau dita-nya, sumoinya mengatakan bahwa hawanya amat dingin dan banyak nyamuk maka ia membuat api unggun besar. Ia tidak curiga karena memang me-nurut perhitungannya, hasil himpunan tenaga sin-kang sumoinya yang dilakukan dengan terbalik dan kacau-balau itu bukan hanya membuat sumoinya ti-dak akan dapat menahan hawa dingin, bahkan hawa beracun di tubuhnya kadang-kadang bisa menda-tangkan rasa dingin sekali. Akan tetapi kini, setelah kecurigaannya semakin besar, ia memperhatikan hal ini dan akhirnya ia mengambil keputusan untuk membayangi kalau sumoinya pergi mencari kayu.
Ia membayangi dari jauh sekali sehingga Bi Lan sama sekali tidak tahu bahwa ia sejak tadi dibayangi oleh sucinya. Ia mengintai dari balik semak-semak yang cukup jauh ketika melihat Bi Lan berhenti di dalam hutan, di depan sebuah gubuk kayu yang se-derhana. Sepasang mata Bi-kwi berkilat penuh ke-marahan ketika melihat munculnya seorang kakek dan seorang nenek dari dalam gubuk itu dan melihat betapa Bi Lan berlutut di depan mereka.
Kemarahan membuat Bi-kwi tak dapat menahan diri lagi. Ia meloncat dan dengan cepat sekali telah tiba di dekat sumoinya. "Pengkhianat, kiranya eng-kau hanya seorang bocah Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
107 pengkhianat yang tak me-ngenal budi! Suhu bertiga menyelamatkanmu, me-meliharamu dan kami bersusah payah mendidikmu hanya untuk kaubalas dengan pengkhianatan ini?"
Bi Lan meloncat bangun dan memandang suci-nya dengan muka agak pucat karena terkejut melihat tiba-tiba sucinya berada di situ, hal yang sama seka-li tak pernah disangkanya.
Namun, dua kali tarikan napas panjang saja sudah membuat ia tenang kembali.
"Suci, aku tidak mengkhianati siapa-siapa."
"Mulut busuk jangan sembarangan ngoceh! Bu-kankah aku sudah berpesan bahwa siapa saja yang kautemukan di daerah ini harus kaubunuh" Akan tetapi apa yang kaulakukan sekarang"
Engkau ma-lah berhubungan dengan mereka ini. Pengkhianat harus mampus dulu kau
sebelum kubunuh mereka!" Dan Bi-kwi sudah menyerang dengan ganasnya, se-kali ini bukan sekedar hendak menghajar sumoinya seperti yang sudah-sudah, melainkan serangannya di-tujukan untuk membunuh! Ia cerdik dan maklum bahwa kalau ia menggunakan jurus ilmu silatnya, kebanyakan sumoinya telah menguasainya dan akan mampu menghindarkan diri, maka sekali ini ia me-nyerang tanpa menggunakan jurus ilmu silat, akan tetapi pukulannya itu mengandung hawa pukulan maut karena tangan yang menyerang diisi dengan te-naga Kiam-ciang (Tangan Pedang) dan tangan itu menyambar ke arah dada Bi Lan dengan kecepatan kilat!
Terdengar suara bercuit nyaring ketika tangan itu menyambar dada dan Bi-kwi sudah membayang-kan betapa dada sumoi yang dibencinya ia akan ter-tusuk tangannya, dan ia akan mencengkeram di da-lam dada, menarik keluar jantungnya kalau berhasil. Ia tidak takut lagi dimarahi tiga orang suhunya ka-rena sekarang ia mempunyai alasan kuat untuk mem-bunuh Bi Lan.
"Wuuuttt.... plakkk....!" Dan Bi-kwi terkejut setengah mati. Bukan hanya sumoinya mampu mengelak, bahkan tangkisan tangan sumoinya tadi ketika mengenai lengannya, membuat tangannya yang menyerang terpental kembali dan ada hawa tenaga yang lunak namun kuat sekali keluar dari ta-ngan sumoinya! Rasa kaget, heran dan juga pena-saran membuat ia marah sekali.
"Bagus! Keparat jahanam, kau berani melawan-ku, he?" Dan iapun menerjang lagi. Akan tetapi Bi Lan sudah meloncat ke belakang nenek itu yang mengangkat kedua tangan ke atas.
"Sabarlah, nona....!" kata nenek Wan Ceng kepada Bi-kwi. Dari tadi ia sudah tahu bah-wa tentu inilah wanita cantik yang disebut Bi-kwi itu. Kalau saja hal ini terjadi dua tigapuluh tahun yang lalu, melihat seorang wanita yang demikian ke-jam dan jahat, tentu tanpa banyak cakap lagi nenek Wan Ceng sudah turun tangan menentang dan mem-basminya. Akan tetapi sekarang ia adalah seorang nenek tua isteri yang bijaksana dari Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, maka sikapnya tenang saja ketika ia mengangkat kedua tangan melindungi Bi Lan dan menyabarkan Bi-kwi.
Akan tetapi sebaliknya, Bi-kwi sudah menjadi marah bukan main. Melihat ada orang berani ting-gal di tempat yang dianggap masih wilayah kekuasaannya itu saja sudah membuatnya marah, apa lagi mengingat bahwa kakek dan nenek ini agaknya men-jadi sahabat sumoinya.
"Tua bangka yang bosan hidup!" bentaknya dan Bi-kwi sudah meloncat ke depan menyerang nenek Wan Ceng dengan pukulan maut dari Ilmu Silat Kiam-ciang!
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
108 "Dukkk....!" Sebuah lengan dengan ge-rakan Ilmu Silat Kiam-ciang juga telah
menangkis-nya dan keduanya tergetar, akan tetapi Bi Lan yang menangkis itu agak terhuyung sedangkan Bi-kwi hanya melangkah mundur dua tindak. Dengan sikap tegak dan mata menyinarkan perlawanan Bi Lan ber-kata dengan suara tegas dan berani.
"Suci, jangan kau menyerangnya! Mereka ini tinggal di sini karena mereka hendak menolongku, menyelamatkan aku dari bahaya maut yang menjadi akibat perbuatanmu yang keji! Engkau telah se-ngaja memberi latihan yang terbalik dan tersesat se-hingga latihan-latihan itu menghimpun hawa bera-cun di dalam tubuhku. Mereka menaruh iba kepa-daku dan menyelamatkanku, karena itu engkau tidak boleh menyerang mereka!"
Bi-kwi tertegun sejenak, hatinya terlampau ka-get. Pertama, sumoinya berani membela nenek itu dan bahkan dapat menangkis serangannya yang dah-syat tadi dengan jurus yang sama dan ia merasa pula betapa sumoinya kini memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat, hampir dapat menyamai tenaganya. Pula, ia melihat sikap Bi Lan demikian tegas dan sama sekali tidak terbayang lagi sikap gendengnya, pada-hal kemarin masih bersikap seperti orang gendeng.
Sebagai seorang gadis yang cerdik, iapun dapat menduga bahwa sumoinya itu agaknya pada hari-hari yang lalu telah berpura-pura gendeng untuk menge-labuhinya. Pikiran ini membuatnya menjadi semakin marah.
"Mereka tidak berhak mencampuri urusan kita dan mereka harus mampus!" bentaknya dan ia siap untuk menerjang lagi, siapa saja di antara mereka bertiga yang berada paling dekat akan diserangnya. Ia sudah mengambil keputusan untuk membunuh tiga orang ini.
Sebelum Bi Lan menjawab, nenek Wan Ceng berkata halus, "Bi Lan, minggirlah dan biarkan ka-mi menghadapi iblis betina ini."
"Baik, subo," kata Bi Lan dan iapun meloncat ke pinggir membiarkan nenek itu menghadapi suci-nya. Ia tahu akan kelihaian sucinya dengan pukul-an-pukulan yang keji dan ampuh, maka iapun ingin sekali melihat bagaimana dua orang gurunya yang baru itu menghadapi sucinya.
Hanya kalau ia ter-ingat betapa nenek itu sekali cengkeram saja dapat membuat sebatang pohon menjadi hancur di sebelah dalamnya dan tumbang, diam-diam ia bergidik dan tak terasa lagi ia menyambung, "Subo, harap maaf-kan suci dan jangan terlalu keras
menghajarnya!" Nenek itu melirik kepadanya dan tersenyum maklum bahwa murid barunya itu merasa ngeri dan khawatir kalau-kalau ia akan membunuh sucinya itu, dan iapun mengangguk. Lalu ia menghadapi Bi-kwi dan dengan suara masih halus berkata, "Nona, tentu engkau yang berjuluk Bi-kwi, suci dari Bi Lan. Ingat, nona, engkau telah bertindak keji dan hendak membunuh sumoimu sendiri perlahan-lahan, dan kini engkau mendengar sendiri betapa Bi Lan masih memintakan ampun untukmu. Maka, sadarlah, nona, ingat bahwa kekerasan hanya akan menyeretmu sen-diri ke lembah kesengsaraan."
"Sudah mau mampus masih cerewet! Terimalah ini!" Dan Bi-kwi sudah memotong kata-kata nenek itu dan menyerang dengan amat hebatnya, ia masih terus mempergunakan Kiam-ciang karena mengang-gap bahwa ilmu ini yang paling ampuh untuk mela-kukan penyerangan mendadak.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com


Suling Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

109 Bi-kwi sudah merasa girang sekali ketika meli-hat betapa nenek itu hanya menangkis dengan gerak-an lambat saja, tidak mengelak. Ia sudah memba-yangkan bahwa ia akan berhasil membikin patah atau bahkan buntung lengan nenek itu dengan tangannya yang dapat menjadi seampuh pedang. Bi Lan yang mengenal ampuhnya Kiam-ciang, mengerutkan alis-nya dan memandang dengan khawatir juga, walau-pun ia sudah yakin akan kesaktian subonya. Tak terelakkan lagi, tangan Bi-kwi bertemu dengan le-ngan kanan nenek Wan Ceng.
"Dukkk!" Terdengar pula bunyi kain robek dan ternyata lengan baju nenek itu robek seperti dibacok pedang, akan tetapi tangan itu sendiri berhenti ketika bertemu dengan kulit lengan, dan Bi-kwi terhuyung ke belakang seperti terdorong oleh tenaga yang amat kuat. Bi-kwi terkejut bukan main. Ilmunya me-mang telah berhasil merobek lengan baju nenek itu, akan tetapi ketika tangan yang dimiringkan tadi ber-temu dengan lengan, ia merasa betapa kulit lengan itu lembut dan lunak, dan tenaga Kiam-ciang itu membalik dan membuatnya
terhuyung. Di lain pi-hak, diam-diam nenek Wan Ceng juga terkejut kare-na tak menyangka bahwa tangan gadis cantik itu sedemikian ampuhnya sehingga dapat menjadi tajam seperti sebatang pedang saja.
Bi-kwi sudah menerjang lagi dan tiba-tiba nenek itu mendapat pikiran untuk memberi contoh kepada Bi Lan bagaimana caranya mempergunakan ilmu silat Ban-tok Ciang-hoat yang diajarkannya kepada Bi Lan untuk menghadapi serangan-serangan Bi-kwi. Melihat namanya, yaitu Ilmu Silat Selaksa Racun, tentu merupakan ilmu silat kaum sesat yang mengan-dung racun. Memang asal mulanya demikian. Dahulu, di waktu ia masih gadis, nenek Wan Ceng pernah menjadi murid seorang nenek iblis yang berjuluk Ban-tok Mo-li dan dari wanita sesat ini Wan Ceng menerima ilmu-ilmu silat yang mengandung racun amat jahatnya. Akan tetapi, setelah ia menjadi isteri Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, ia telah menjadi seorang pendekar wanita dan ia tidak mau lagi mempergunakan ilmu silat yang pukulannya mengandung hawa beracun. Dengan bantuan suaminya, ia lalu merobah Ban-tok Ciang-hoat dari ilmu pukulan be-racun menjadi ilmu pukulan yang mengandung sin-kang lembut namun di balik
kelembutan itu terkan-dung tenaga yang amat hebat seperti yang pernah di-perlihatkan kepada Bi Lan ketika tangannya men-cengkeram batang pohon. Kini, Ban-tok Ciang-hoat hanya tinggal namanya saja yang mengerikan, akan tetapi sudah menjadi semacam ilmu silat yang lihai dan bersih, tidak lagi menggunakan racun. Ilmu ini-lah yang oleh nenek itu diajarkan kepada Bi Lan. Kini, menghadapi serangan-serangan Bi-kwi, nenek itu lalu sengaja memainkan ilmu silat ini untuk memberi contoh kepada Bi Lan.
Melihat ini, Kao Kok Cu maklum akan niat iste-rinya dan diapun berbisik kepada Bi Lan,
"Lihat baik-baik gerakan subomu ketika menggunakan il-mu silat itu." Bi Lan mengangguk dan gadis yang cerdik inipun segera maklum akan maksud subonya. Ia berterima kasih sekali karena kini ia dapat lebih jelas melihat bagaimana cara mempergunakan ilmu- silat itu untuk menghadapi serangan sucinya dengan ilmu-ilmu silat yang sudah dikenalnya pula. Hal ini amat penting baginya karena semenjak sekarang ia harus dapat membela diri terhadap serangan-serang-an sucinya. Mengandalkan ilmu-ilmu silat yang diperolehnya dari sucinya untuk membela diri, tentu kurang meyakinkan dan kurang kuat, karena tentu saja ia kalah latihan, juga kalah kuat tenaga dalamnya yang dahulu dilatihnya secara keliru.
Perkelahian antara Bi-kwi dan nenek Wan Ceng itu memang seru bukan main. Bi-kwi amat lihai dan ia sudah berlatih secara matang. Ilmu-ilmu si-lat dari tiga orang gurunya sudah diresapinya benar, juga sudah dilatihnya secara matang. Betapapun juga, kini ia melawan nenek Wan Ceng yang telah menjadi isteri Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, maka ia Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
110 menemukan seorang lawan berat dan andai-kata nenek itu masih belum setua itu, duapuluh tahun yang lalu saja tentu Bi-kwi akan sulit memper-oleh kemenangan. Akan tetapi, kini nenek itu sudah tua, selain tenaganya berkurang juga daya tahannya menurun, apa lagi semangatnya untuk berkelahi dan mencari kemenangan sudah lemah, maka setelah le-wat seratus jurus lebih, nenek itu mulai kelelahan.
Nenek Wan Ceng merasa sudah cukup memberi contoh kepada muridnya, dan iapun maklum bahwa kalau ia melanjutkan menghadapi gadis yang amat lihai itu dengan tangan kosong saja, keadaannya akan menjadi berbahaya.
"Singgg....!" Tiba-tiba nampak sinar me-nyilaukan mata dan sebatang pedang yang mengelu-arkan hawa mengerikan telah berada di tangan kanan nenek itu. Bi-kwi sendiri terbelalak dan bergidik, maklum bahwa nenek itu telah memegang sebatang pedang yang ampuh dan mengandung hawa aneh.
Itulah Ban-tok-kiam! Dulu pernah pedang ini oleh nenek Wan Ceng diberikan kepada puteranya, putera tunggal yang bernama Kao Cin Liong. Akan tetapi setelah Kao Cin Liong menjadi seorang pangli-ma, ia mengembalikan pedang itu kepada ibunya karena ia harus membawa pedang kekuasaan yang menjadi lambang kedudukannya. Pedang Ban-tok-kiam ini adalah sebatang pedang yang dahulu diteri-ma oleh nenek Wan Ceng dari gurunya, nenek iblis Ban-tok Mo-li dan pedang ini adalah sebatang pedang yang terbuat dari pada baja pilihan. Yang mengerikan adalah bahwa senjata ini telah direndam sampai puluhan tahun dalam ramuan racun-racun yang amat kuat, maka diberi nama Ban-tok-kiam (Pedang Selaksa Racun). Sedikit saja tergores pe-dang ini sudah cukup membuat korbannya tewas!
Melihat isterinya mencabut Ban-tok-kiam, Kao Kok Cu cepat meloncat ke depan dan menarik lengan isterinya. "Kau istirahatlah," katanya halus. Wan Ceng sadar bahwa tidak semestinya ia menggunakan pedang itu, maka dengan muka merah iapun melang-kah mundur dekat Bi Lan sambil menyimpan kem-bali pedangnya.
Sementara itu, Kao Kok Cu menghadapi Bi-kwi dan berkata, "Nona, hentikan kemarahanmu dan tidak perlu kau melanjutkan serangan-seranganmu. Kami datang ke tempat ini bukan bermaksud buruk, melainkan hendak mengobati Can Bi Lan...."
"Mampuslah!" Bi-kwi yang masih marah dan penasaran karena tidak mampu mengalahkan nenek itu, kini sudah menerjang maju, menghantam dengan Kiam-ciang ke arah kepala kakek itu.
"Bi Lan, lihat baik-baik!" kata kakek itu dan diapun sengaja mengelak lalu bersilat dengan Ilmu Silat Sin-Liong Ciang-hoat untuk memberi contoh kepada murid barunya bagaimana menggunakan ilmu silat itu untuk menghadapi Bi-kwi. Kalau dia mau, tentu saja dengan sekali gebrakan dia akan mampu merobohkan Bi-kwi. Tingkat kepandaiannya ter-lampau jauh lebih tinggi dari pada tingkat Bi-kwi. Akan tetapi Pendekar Naga Sakti ini tidak mau ber-buat demikian karena dia ingin memberi petunjuk kepada Bi Lan. Gadis inipun mengerti dan diamati-nya dengan baik gerakan-gerakan suhunya ketika menghadapi Bi-kwi. Bi-kwi agaknya maklum bahwa ilmu kepandaian kakek ini lebih tinggi dari pada si nenek, maka iapun mengerahkan seluruh tenaganya dan mengeluarkan semua ilmu silatnya untuk
me-nyerang kakek itu. Berturut-turut ia memperguna-kan ilmu-ilmu dari ketiga orang suhunya, ilmu dari Raja Iblis Hitam yang disebut Hek-wan Sip-pat-ciang (Delapanbelas Jurus Ilmu Silat Lutung Hitam), lalu Ilmu Tendangan Pat-hong-twi dari Iblis Akhirat dan Hun-kin Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
111 Tok-ciang dari Iblis Mayat Hidup. Akan tetapi, semua ilmu itu seperti permainan ka-nak-kanak saja ketika dihadapi oleh kakek lengan satu itu dengan Sin-liong Ciang-hoat, semua pukulan dan tendangan dapat dihalau dengan mudah dan setiap kali kakek itu balas menyerang dengan jurus dari ilmu silatnya, Bi-kwi terkejut dan terde-sak hebat. Bahkan kalau kakek itu melanjutkan se-rangannya, tentu Bi-kwi akan terkena pukulan atau cengkeraman.
Akan tetapi Kao Kok Cu sengaja ti-dak melanjutkan serangan balasannya, karena diapun hanya ingin memperlihatkan saja kepada muridnya bagaimana harus mengalahkan Bi-kwi dengan ilmu silat itu. Diam-diam Bi Lan girang bukan main. Jelas nampak olehnya semua itu dan mulailah ia me-lihat kelemahan-kelemahan pada ilmu-ilmu silat yang dimainkan sucinya dan iapun kagum bukan main karena kalau tadi subonya hanya membuktikan bahwa subonya mampu menandingi sucinya tanpa terdesak, sekarang suhunya benar-benar menguasai keadaan dan kalau suhunya menghendaki sudah se-jak tadi Bi-kwi roboh!
Hal ini dirasakan langsung oleh Bi-kwi. Di samping rasa kagetnya, ia juga merasa penasaran se-kali. Tadi melawan si nenek, sukar sekali baginya untuk dapat menang dan nenek itu ternyata mampu mengimbanginya. Nenek itu saja ia tidak mampu mengalahkan, dan kini, kakek itu ternyata memiliki kelihaian yang sama sekali tak pernah disangkanya. Hanya dengan sebuah lengan, kakek itu telah menu-tup seluruh lubang sehingga ia sama sekali tidak mampu menyerang dengan berhasil, bahkan setiap kali kakek itu membalas, ia bingung dan hampir ter-kena kalau saja kakek itu tidak menghentikan serangannya di tengah jalan. Jelaslah bahwa kakek itu sengaja mempermainkarnya. Ia, Bi-kwi, diperma-inkan seorang kakek tua renta! Padahal ialah orang yang telah mewarisi ilmu-ilmu kesaktian Sam Kwi! Untuk kedua kalinya dalam hidup, ia merasa terpu-kul lahir batin. Pertama ketika ia melawan Pende-kar Suling Naga, dan kedua kalinya sekarang inilah! Hampir Bi-kwi menangis saking jengkel dan marah-nya. Makin penasaran rasa hatinya dan semakin besar harapannya agar tiga orang gurunya berhasil menciptakan sebuah ilmu yang akan dapat dipakai menghadapi lawan-lawan tangguh seperti kakek ini dan Pendekar Suling Naga. Akan tetapi pada saat itu, kemarahan membuat ia lupa diri dan tiba-tiba ia mencabut pedangnya.
"Srattt....!" Wanita ini jarang mempergu-nakan pedang karena kedua tangannya saja sudah cukup untuk merobohkan dan membunuh lawan. Tadi kalau si nenek yang tangguh itu terus menye-rangnya dengan pedang yang mengerikan itu, tentu iapun akan mengeluarkan
pedangnya. Kini, merasa tidak sanggup menandingi kakek yang luar biasa itu, ia mencabut pedangnya. Padahal, ini hanya untuk gertakan belaka. Dengan pedang di tangan, ia tidak akan menjadi lebih lihai. Bahkan tanpa pedang ia dapat memainkan ilmu-ilmu yang dipelajarinya dari gurunya. Satu di antara ilmu Iblis Akhirat, yaitu Toat-beng Hui-to, merupakan senjata rahasia pisau terbang yang tidak dapat dilakukannya dengan pe-dang dan ia masih belum mempersiapkan pisau-pisau yang cocok untuk dipakai dalam ilmu melempar pisau yang dapat terbang membalik itu.
Melihat gadis itu mengeluarkan pedang, Kao Kok Cu mengerutkan alisnya dan barseru nyaring, "Tak baik main-main dengan senjata! Lepaskan pe-dang!" Pada saat itu, Bi-kwi sudah membacokkan pedangnya. Kakek itu menangkis dengan tangan kanan, menyambut begitu saja pedang telanjang itu de-ngan jari-jari tangannya, dan nampak pundak kiri-nya bergerak dan tahu-tahu lengan baju kiri yang kosong itu meluncur ke depan dan menotok ping-gang Bi-kwi. Bi-kwi mengeluarkan seruan kaget tubuhnya lemas dan pedangnya terpental, terlepas dari tangannya dan ia tak kuat berdiri lagi, lalu jatuh bertekuk lutut!
Bi Lan memandang dengan bengong dan penuh kagum. Ternyata setelah dikehendakinya, kakek itu mampu merobohkan Bi-kwi dan sekaligus membuat pedang terlempar. Bukan main!
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
112 Akan tetapi Bi-kwi yang tidak tahu diri menjadi semakin berang sampai mata gelap dan ia lalu melon-cat berdiri lagi dan menggunakan tangan untuk menghantam dada kakek itu.
"Desss....!" Bukan kakek itu yang roboh, melainkan tubuh Bi-kwi yang terjengkang dan ter-banting keras sebelum pukulannya mengenai deda, karena kakek itu telah menggerakkan tangan kanan-nya yang melakukan gerakan mendorong ke depan sehingga tubuh wanita itu diterjang angin pukulan yang amat kuat. Akan tetapi bantingan ini tidak membuat Bi-kwi menjadi jera. Ia sudah melompat bangun lagi, mukanya menjadi pucat saking marah-nya dan sambil mengeluarkan suara melengking, tu-buhnya sudah meluncur ke atas dan ke depan, ke arah kakek itu dalam sebuah serangan maut yang amat hebat. Dalam serangan ini dua buah tangannya menyerang dua bagian tubuh, juga kedua kakinya melakukan tendangan!
"Hemmm....!" Pendekar Naga Sakti me-ngeluarkan seruan dari hidungnya dan
menggerakkan tangan kanan, disusul lengan baju kirinya yang ko-song menyambar ke depan.
"Desss.... brukkk....!" Tubuh Bi-kwi terbanting lebih keras lagi dan kini agaknya ia mera-sa pening karena ia merangkak dan tidak dapat segera bangkit.
Bi Lan menjatuhkan diri berlutut di depan Kao Kok Cu. "Harap suhu suka mengampuni suci Bi-kwi." Kemudian gadis ini menoleh ke arah sucinya dan membentak. "Suci, engkau tidak tahu siapa yang kaulawan! Beliau adalah Pendekar Naga Sakti Gu-run Pasir! Apakah kau masih berani kurang ajar lagi?"
"Ahh....!" Bi-kwi terkejut bukan main, merasa seperti disambar halilintar kepalanya. Ia mengangkat muka memandang kakek itu, melihat ke arah lengan baju kiri yang kosong dan iapun teri-ngat. Tentu saja ia pernah mendengar nama besar Pendekar Naga Sakti dari Istana Gurun Pasir, ayah kandung bekas Panglima Kao Cin Liong, nama yang dalam kebesarannya tidak kalah oleh nama Pendekar Super Sakti dari Pulau Es. Dan ia tadi sudah mati-matian menyerangnya!
"Aihh....!" katanya lagi dan iapun melom-pat bangun lalu melarikan diri, kembali ke tempat guru-gurunya. Hatinya merasa gentar, juga malu, juga marah dan penasaran.
Setelah Bi-kwi pergi jauh, Kao Kok Cu mena-rik napas panjang. "Siancai.... sucimu itu me-mang lihai dan ilmu kepandaiannya sudah tinggi, agaknya sukar dicari bandingannya untuk waktu ini. Akan tetapi sayang, batinnya tidak semaju lahirnya sehingga ilmu kepandaian itu disalahgunakan untuk mengumbar kejahatan."
"Akan tetapi sekarang engkau tidak perlu takut lagi menghadapinya, Bi Lan. Engkau sudah melihat tadi betapa Ban-tok Ciang-hoat mampu membendung semua serangannya, dan
dengan Sin-liong Ciang-hoat engkau tentu akan mampu membela diri bahkan
mengalahkannya," kata Wan Ceng.
Suami nenek itu menangguk. "Benar, dalam hal ilmu silat, engkau tidak perlu khawatir karena kemampuanmu sekarang masih dapat diandalkan un-tuk membela diri dari serangan-serangan sucimu, andaikata ia berniat buruk. Akan tetapi, engkau ti-dak boleh ikut dengan kami sebelum memperoleh ijin dari guru-gurumu. Sekarang kami akan pergi. Engkau kembalilah ke tempatmu, usahakan agar dapat berdamai dengan sucimu. Kalau engkau sudah tidak melihat jalan lain, tentu saja setiap waktu engkau boleh mencari kami ke Gurun Pasir.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
113 Akan teta-pi, engkau baru dapat menemukan tempat kami itu kalau engkau lebih dahulu mencari putera kami yang bernama Kao Cin Liong dan yang kini tinggal di kota Pao-teng di sebelah selatan kota raja. Dia berdagang rempah-rempah di sana dan mudah dicari rumah orang yang bernama Kao Cin Liong. Nah, selamat berpisah, Bi Lan. Mudah-mudahan
kedamaian dan kebahagiaan akan selalu menyertaimu dalam hidup-mu."
Nenek Wan Ceng merangkul muridnya. Nenek ini sudah merasa sayang sekali kepada murid ini se-hingga agak berat rasanya harus berpisah darinya. "Bi Lan, bawa dirimu baik-baik dan aku masih me-rasa khawatir atas keselamatanmu. Karena itu, nih kuberi pinjam Ban-tok-kiam kepadamu. Jangan pergunakan ini kalau tidak terpaksa sekali, dan kelak kaukembalikan kepadaku kalau kau mengunjungi kami di utara." Nenek itu menyerahkan pedang yang mengerikan tadi, yang kinitersembunyi di dalam sa-rungnya yang indah.
Sebetulnya, di dalam hatinya Kao Kok Cu tidak setuju isterinya menyerahkan pedang itu kepada Bi Lan. Pedang itu amat berbahaya, dan dapat menim-bulkan bencana kalau
dipergunakan secara semba-rangan. Akan tetapi karena isterinya telah memberi-kannya, diapun tidak mau mencela.
"Bi Lan, lebih baik engkau sembunyikan pedang itu agar jangan sampai diketahui sucimu dan kalau terpaksa membawanya, sembunyikan di balik baju, karena banyak orang akan berusaha merampasnya kalau mereka tahu akan Ban-tok-kiam itu." Akhir-nya dia memberi nasihat.
"Bi Lan, berhati-hatilah!" Nasihat terakhir Wan Ceng terdengar penuh keharuan.
Bi Lan menjatuhkan dirinya berlutut untuk menghaturkan terima kasih dan hatinya juga merasa berduka sekali harus berpisah dari dua orang gurunya ini. Selama setengah tahun ini berdekatan dengan mereka, ia melihat betapa bedanya watak antara tiga orang gurunya dan sucinya, dibandingkan dengan kakek dan nenek yang halus budi dan berwatak mu-lia ini.
Akan tetapi tiba-tiba ia mendengar angin menyambar dan ketika ia mengangkat muka meman-dang, ia hanya melihat bayangan dua orang itu ber-kelebat dan lenyap dari situ.
Ia terkejut dan penuh kagum, termangu-mangu, lalu memberi hormat lagi sambil berlutut,
"Teecu Can Bi Lan takkan melupakan budi kebaikan suhu dan subo."
Setelah beberapa lama termenung, baru sekarang Bi Lan sadar bahwa sesungguhnya
pertemuannya de-ngan kakek dan nenek itu merupakan suatu peristi-wa luar biasa yang telah menyelamatkan nyawanya dari ancaman bahaya maut, bahkan bukan itu saja, melainkan ia kini telah memperoleh bekal, menguasai ilmu-ilmu yang dapat melindungi dirinya dari pada ancaman Bi-kwi.
Gadis ini lalu kembali ke puncak tempat kediam-an guru-gurunya dan sebelum
menampakkan diri di puncak, ia lebih dahulu menyembunyikan Ban-tok-kiam di dalam jepitan dua buah batu besar yang ha-nya dikenalnya sendiri, tak jauh dari bawah puncak.
Tentu saja sebelum menyembunyikan pusaka ini, ia lebih dahulu berlari cepat mengelilingi tempat itu dan menyelidiki bahwa tidak ada seorangpun tahu akan perbuatannya itu. Setelah merasa yakin bahwa senjata itu telah disembunyikan di sebuah tempat yang rahasia, ia lalu menenteramkan hatinya agar tenang dan berlari mendaki puncak. Ia sudah siap andaikata sucinya akan menghadang dan menyerang-nya. Ia sudah tahu bagaimana harus melawan suci-nya dan Ilmu Sin-liong Ciang-hoat tadi ia lihat mampu menundukkan sucinya.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
114 Akan tetapi apa yang dilihatnya di tempat ting-gal Sam Kwi amat mengejutkan hatinya, walaupun juga amat menggirangkan. Ia melihat bahwa tiga orang gurunya itu kini telah keluar dari tempat pertapaan mereka dan kini tiga orang kakek itu sudah duduk berdampingan di atas bangku-bangku baru mereka, sedangkan Bi-kwi nampak duduk di atas bangku yang
berhadapan dengan mereka. Melihat dari jauh betapa tiga orang gurunya itu kini sudah nampak tua-tua sekali, hati Bi Lan diliputi keharu-an. Biarpun tiga orang kakek itu berjuluk Tiga Iblis, biarpun ia tahu bahwa mereka itu amat kejam dan suka melakukan hal-hal yang jahat, namun bagai-manapun juga, mereka bertiga itu bersikap baik se-kali kepadanya, melimpahkan budi yang amat besar kepadanya, maka mana mungkin ia membenci mere-ka"
Tidak sama sekali, ia tidak membenci mereka, bahkan ada rasa sayang dalam hatinya terhadap me-reka dan kini melihat betapa mereka sudah nampak tua dan lemah, sudah tujuhpuluh tahun lebih usia mereka, hatinya diliputi keharuan.
Tak dapat kita sangkal lagi, apa bila kita mau mempelajari segala macam watak manusia melalui pengamatan terhadap diri sendiri, karena watak masyarakat, watak manusia, watak dunia adalah wa-tak kita juga, akan nampaklah kaitan-kaitannya yang tak terpisahkan dari penilaian dan rasa suka dan ti-dak suka dengan ke-akuan yang selalu mendambakan kesenangan, sang aku yang selalu mengejar kesenang-an. Penilaian akan sesuatu ataupun akan seseorang, baik buruknya, juga tidak terlepas dari pengaruh sang aku.
Betapa baikpun seseorang menurut pendapat orang sedunia sekalipun, kalau si orang baik itu me-rugikan kita, maka otomatis kita akan berpendapat bahwa orang itu tidak baik dan kita tidak suka ke-pada orang itu, bahkan membencinya. Sebaliknya, biarpun orang seluruh dunia berpendapat bahwa se-seorang amatlah jahatnya kalau si orang itu meng-untungkan kita, baik keuntungan lahir maupun batin, maka sukarlah bagi kita untuk berpendapat bahwa dia jahat, sebaliknya kita akan menganggap-nya orang yang baik dan kita menyukainya. Dengan demikian jelaslah bahwa penilaian itu tergantung se-penuhnya dari pada pertimbangan pikiran, dan pertimbangan pikiran ini selalu didalangi oleh si-aku yang senantiasa diboboti oleh untung rugi. Dengan demikian, maka semua penilaian adalah palsu dan bukan
merupakan kenyataan sejati.
Karena itu, tidaklah aneh kalau Bi Lan mengang-gap bahwa tiga orang kakek yang oleh umum dina-makan Tiga Iblis itu sebagai orang-orang yang baik dan disayangnya. Siapakah yang mengatakan bahwa harimau itu buas dan jahat" Tentulah mereka yang merasa terancam keselamatannya oleh binatang itu. Kelompoknya dan anak-anaknya tidak akan meng-anggap demikian!
Dengan cepat Bi Lan berlari menghampiri mere-ka dan setelah tiba di depan tiga orang gurunya, ia-pun menjatuhkan diri berlutut di depan mereka. Se-belum berjumpa dengan Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir dan isterinya, belum pernah Bi Lan memperli-hatkan rasa sayang dan hormatnya kepada tiga orang kakek ini, karena memang pendidikan mereka terha-dap Bi Lan tidak demikian. Mereka itu adalah datuk-datuk kaum sesat yang sama sekali tidak pernah per-duli tentang segala macam peraturan dan sopan santun sehingga bagi mereka merupakan hal yang biasa saja kalau murid mereka Ciong Siu Kwi atau Bi-kwi selain menjadi murid pertama juga menjadi kekasih mereka!
"Aih, suhu bertiga sudah selesai bertapa" Ha-rap sam-wi suhu berada dalam keadaan baik-baik dan sehat," kata Bi Lan dengan kegembiraan yang wajar karena memang hatinya gembira melihat tiga orang kakek itu nampak sehat walaupun muka mereka agak memucat Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
115 karena kurang mendapatkan sinar ma-tahari selama berbulan-bulan. Melihat ulah Bi Lan ini, Sam Kwi memandang heran, termangu dan saling pandang karena belum pernah mereka melihat murid itu demikian sopan.
Akan tetapi Bi-kwi segera menuding ke arah sumoinya dan berkata, "Inilah pengkhianat itu, suhu! Ia telah berhubungan dengan orang luar, bahkan telah berkhianat mengangkat Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir dan isterinya menjadi gurunya! Bukan-kah ini merupakan tamparan bagi muka suhu berti-ga" Murid pengkhianat ini harus dibunuh sekarang juga untuk membersihkan muka suhu bertiga dari penghinaan!"
Tiga orang kakek itu saling pandang. Tadi mere-ka keluar dari pertapaan dan yang menyambut mere-ka adalah Bi-kwi yang segera menceritakan tentang diri Bi Lan atau Siauw-kwi yang katanya berkhianat itu. Kini mereka dengan pandang mata ragu lalu bertanya, diucapkan oleh Im-kan Kwi atau Iblis Akhirat.
"Siauw-kwi, benarkah keterangan Bi-kwi itu" Engkau telah menjadi murid orang-orang lain tanpa seijin kami" Apakah engkau tidak puas menjadi murid kami?"
Mendengar pertanyaan yang nadanya penuh an-caman dari Im-kan Kwi yang biasanya amat sayang kepadanya dan bersikap sebagai kakek sendiri, Bi Lan menarik napas panjang menenangkan hatinya yang terguncang, lalu ia berkata dengan suara tegas karena ia sudah mengambil keputusan untuk mela-wan tuduhan-tuduhan sucinya dengan membuka rahasia sucinya.
"Sam-wi suhu tentu sudah tahu akan isi hati teecu," kembali tiga orang datuk sesat itu saling pandang karena sikap dan ucapan Bi Lan benar-benar telah berobah, gadis itu nampak halus lembut walau-pun sinar matanya memancarkan kegembiraan dan kelincahan yang tadinya tidak pernah mereka lihat. Tiga orang kakek itu benar-benar menyaksikan per-obahan yang luar biasa pada diri murid mereka itu. "Teecu merasa berhutang budi kepada sam-wi, teecu merasa sayang dan kasihan kepada sam-wi dan meng-anggap sam-wi selain guru juga sepertikakek teecu sendiri. Karena itu, mana mungkin teecu akan menghina dan mengkhianati sam-wi suhu?"
Biarpun hati tiga orang kakek itu sudah mengeras dan membatu, namun karena ada rasa sayang kepada murid ini, hati mereka tersentuh pula oleh pernyata-an Bi Lan. Mereka maklum bahwa Bi Lan tidak pernah berbohong, sama sekali tidak boleh disamakan dengan Bi-kwi yang tidak akan ragu-ragu untuk membohongi nenek moyangnya sekalipun! Dan ke-palsuan, juga kejahatan dan kekejaman Bi-kwi mere-ka ketahui benar, bahkan hal itu membuat mereka merasa bangga mempunyai murid seperti itu!
"Akan tetapi, Siauw-kwi, menurut keterangan sucimu engkau telah berpaling kepada orang lain, dan mengangkat guru kepada seorang pendekar dan isterinya," kata Iblis Mayat Hidup penuh teguran.
"Maaf, suhu bertiga. Tidak dapat teecu sangkal akan hal itu, akan tetapi ada sebabnya mengapa teecu berhubungan dengan mereka. Ketahuilah bahwa pada suatu pagi, enam bulan yang lalu, ketika teecu habis dipukuli dan disiksa oleh suci seperti biasa, teecu diharuskan memenuhi gudang kayu. Teecu pergi mencari kayu seperti biasa dan di dalam hutan itu teecu berjumpa dengan Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir bersama isterinya. Mereka berdualah yang me-lihat bahwa teecu keracunan, bahwa kalau tidak di-obati, teecu akan menderita dan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
116 tewas. Dan semua ini adalah perbuatan suci Bi-kwi! Suhu bertiga telah mewakilkan pendidikan atas diri teecu kepada suci, dan ternyata suci memberi pelajaran yang menyesat-kan, sengaja dibalik dan disesatkan sehingga latihan-latihan itu menghimpun hawa beracun dalam tubuh teecu, bahkan mempengaruhi otak sehingga pikiran teecu menjadi bingung dan nyaris gila. Untung ada mereka berdua yang mengetahui keadaan teecu. Me-reka lalu untuk sementara tinggal di hutan itu, khu-sus untuk mengobati teecu. Karena mereka telah menyelamatkan nyawa teecu, maka tanpa ragu-ragu lagi teecu mengangkat mereka menjadi guru agar teecu menerima latihan-latihan yang dapat mengu-sir hawa beracun itu.
Nah, demikianlah kenyataan-nya dan terserah kepada keputusan sam-wi suhu,"
Kini tiga orang kakek itu menoleh dan meman-dang kepada Bi-kwi yang mendengarkan sambil ter-senyum-senyum mengejek.
"Huh, anak ini memang tidak mengenal budi!" katanya. "Kalau memang aku tidak pernah memberi pelajaran dengan baik, mana mungkin ia menguasai semua ilmu silat kita, paham dan pandai memainkan Hek-wan Sip-pat-ciang, Pat-hong-twi, Hun-kin Tok-ciang, bahkan Kiam-ciang?"
Kembali tiga orang kakek itu menoleh kepada Bi Lan yang menjawab lantang. "Teecu sama sekali ti-dak pernah diajari ilmu-ilmu itu, suhu, melainkan diajar ilmu-ilmu pukulan yang menyesatkan, peng-gunaan pernapasan yang terbalik, penghimpunan te-naga sin-kang yang sengaja disesatkan sehingga teecu keracunan sendiri. Tidak teecu sangkal bahwa teecu mengenal dan paham akan semua ilmu-ilmu suhu itu, akan tetapi hal itu teecu dapatkan dari menonton kalau suci latihan seorang diri. Dari nonton inilah teecu lalu belajar sendiri, dan terpaksa teecu keluar-kan ketika suci menyerang teecu dengan ilmu-ilmu itu untuk membunuh teecu."
Kembali tiga orang kakek itu saling pandang. Iblis Akhirat lalu bertanya, "Siauw-kwi, kau maksudkan bahwa hanya dengan nonton sucimu berlatih, engkau sudah dapat menguasai ilmu-ilmu itu?"
"Benar, suhu" "Benarkah demikian, Bi-kwi?" tanya pula Iblis Akhirat.
"Bohong! Mana mungkin hanya nonton orang bersilat lalu dapat menguasai ilmu silat itu" Ia bohong, suhu!" bantah Bi-kwi.
Kini Raja Iblis Hitam bangkit dan dia berkata "Perlu dibuktikan kebenaran omongan kalian.
Nah Bi-kwi dan Siauw-kwi, aku memiliki sebuah ilmu silat yang belum pernah kuajarkan kepada siapapun juga. Kalian lihat baik-baik, aku akan memainkan ilmu silat itu, akan berlatih dan menghabiskan tiga belas jurus ilmu itu. Ingin kulihat siapa di antara kalian yang dapat menguasainya hanya dengan nonton."
Setelah berkata demikian, kakek yang tinggi besar seperti raksasa ini lalu bersilat, gerakannya aneh dan mengandung tenaga sampai menimbulkan angin menderu-deru. Bi-kwi dan Bi Lan segera memperhatikan gerakan-gerakan itu. Memanq, sejak ia keracunan, terjadi perobahan pada otak Bi Lan dan ia kini memiliki ingatan yang luar biasa tajamnya.
Setelah selesai memainkan tigabelas jurus ilmu silat aneh yang selamanya belum pernah Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
117 dilihat oleh dua orang murid itu, Raja Iblis Hitam lalu bertanya Siauw-kwi, coba kaumainkan jurus-jurus ilmu silat-ku tadi."
Bi Lan lalu bangkit berdiri, kedua matanya setengah terpejam karena ia memusatkan ingatannya untuk melihat gambaran-gambaran dari jurus-jurus tadi yang dicatat dalam ingatannya, dan kaki tangan-nya bergerak-gerak. Tiga orang kakek itu menonton dan mereka terbelalak kagum melihat betapa Bi Lan benar-benar dapat menirukan semua gerakan Raja Iblis Hitam. Bahkan si pemilik ilmu ini sendiri men-jadi bengong. Memang benar bahwa gerakan itu be-lum sempurna benar, akan tetapi jelas bahwa Bi Lan mampu memainkan tigabelas jurus ilmu silat itu, dan kalau gadis itu diberi kesempatan nonton dia berlatih silat sampai tiga empat kali saja, bukan hal mustahil kalau Bi Lan sudah akan dapat
memainkannya de-ngan baik!
"Sekarang kau, Bi-kwi," kata pula Raja Iblis Hitam setelah Bi Lan menghentikan
permainannya. Bi-kwi mengerutkan alisnya, mengingat-ingat, akan tetapi baru bergerak sebanyak tiga jurus saja, ia sudah lupa lagi akan gerakan jurus-jurus selanjut-nya. Ia hanya mampu mengingat tiga jurus, itu saja mengandung kesalahan-kesalahan yang amat besar!
"Aih, suhu berat sebelah! Tentu dulu pernah melatih sumoi dengan ilmu silat itu!" ia merajuk.
Hek-kwi-ong tertawa bergelak dan memandang dua orang rekannya, "Siauw-kwi tidak berbohong. Mungkin saja ia mempelajari ilmu-ilmu kita dengan cara nonton sucinya berlatih."
Ucapan ini saja sudah cukup bagi dua orang ka-kek yang lain. "Bi-kwi," kata Im-kan Kwi Si Iblis Akhirat, "kenapa engkau menyesatkan pelajaran silat kepada sumoimu" Engkau yang membohong bukan Siauw-kwi!"
Tiba-tiba Bi-kwi tertawa terkekeh dan memandang kepada tiga orang kakek itu dengan sikap genit. "Perlukah suhu bertanya lagi" Tentu saja anak ini tidak becus membohong! Mana ia mampu me-niru kebiasaan kita" Memang aku telah membohong. Aku iri hati kepadanya, karena ia cantik dan semakin manis saja. Aku sengaja menyelewengkan ajaran-ajaran silat itu agar ia berlatih secara keliru dan menghimpun hawa beracun di tubuhnya, agar ia mati perlahan-lahan tanpa suhu ketahui. Hi-hik, usa-haku itu sudah berjalan dengan amat baiknya.
Si-alan, muncul pendekar brengsek dari Gurun Pasir itu yang menggagalkan segala-galanya.
Akan tetapi, bagaimanapun juga, aku selalu setia kepada suhu berti-ga, sedangkan sumoi ini diam-diam telah berguru kepada orang lain. Bukankah ini merupakan penghi-naan bagi suhu bertiga?"
Tiga orang kakek itu kini tertawa. "Ha-ha--ha, engkau memang murid yang baik dan membuat kami bangga! Kamu cerdik dan licik, sayang kurang beruntung sehingga gagal, Bi-kwi! Akan tetapi engkaupun murid yang sukar didapat, Siauw-kwi. Engkau berbakat sekali!"
Mendengar tiga orang gurunya memuji-muji su-cinya sebagai cerdik itu, Bi Lan tidak merasa heran. Memang tiga orang suhunya ini orang-orang yang aneh, dan mungkin saja di dunia mereka, kecurangan dan kelicikan merupakan hal yang patut dibangga-kan! Sebaliknya, Bi-kwi merasa tidak senang ka-rena merekapun memuji-muji Bi Lan.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
118 "Sekarang suhu bertiga memilih saja, berat aku ataukah berat sumoi!" Ia menantang.
"Wah, berat semua, berat keduanya! " Tiga orang kakek itu berkata hampir berbareng.
"Bi-kwi, jangan engkau berpendapat demikian!" Tiba-tiba Iblis Akhirat berkata. "Ingat, tugasmu masih banyak dan berat dan engkau membutuhkan bantuan sumoimu ini. Seorang diri saja, mana kau mampu" Dan kami sudah tua. Apa artinya kami bersusah payah mendidik kalian kalau akhirnya kalian tidak mampu membuat sedikit jasa sedikitpun untuk kami" Kami selama setahun bertapa dan dengan susah payah mempersatukan diri menciptakan
serangkaian ilmu silat dan kami akan mengajarkan kepada kalian agar kalian dapat bekerja sama melaksanakan tugas."
Bi-kwi girang sekali mendengar ini dan lupalah ia akan rasa iri hati dan kebenciannya terhadap Bi Lan. "Ah, lekaslah ajarkan ilmu itu kepadaku, suhu!"
Bi Lan hanya memandang saja. Sedikitpun ia tidak ingin mempelajari ilmu baru itu karena ilmu itu diajarkan hanya untuk ditukar dengan pelaksana-an tugas. Padahal, sebagai murid yang baik, tanpa diberi pelajaran ilmu baru sekalipun, ia siap untuk membalas budi guru-gurunya melaksanakan tugas yang betapa sukarnya sekalipun.
"Nah, kalian harus berdamai. Bi-kwi, engkau ti-dak boleh memusuhi sumoimu lagi. Mulai saat ini kalian harus bekerja sama, sumoimu akan menjadi pembantu yang boleh diandalkan,"
kata pula Iblis Akhirat. Bi-kwi adalah seorang yang luar biasa cerdik dan curangnya. Ia tidak melihat keuntungan kalau me-musuhi sumoinya, dan memang benar, setelah su-moinya kini ternyata memiliki kepandaian yang cu-kup tinggi, dapat merupakan seorang pembantu yang amat baik.
"Baiklah. suhu. Sumoi, kita lupakan se-mua yang pernah terjadi dan mulai saat ini, kau jadilah seorang sumoi yang baik. "Bi Lan tersenyum, akan tetapi ia tidak memban-tah, hanya berkata, "Baik, suci. Asalkan engkaupun menjadi suci yang baik dan tidak menggangguku lagi."
Bi-kwi mengangkat alisnya seperti orang terkejut. "Eh, sejak kapan aku menjadi suci yang tidak baik" Coba ingat, kalau tidak ada ulahku, apakah engkau kini mampu menjadi orang pandai dan akan menerima pelajaran ilmu baru dari suhu-suhu kita?"
Kembali Bi Lan tersenyum. Memang keluarga suhu-suhunya itu orang-orang yang aneh sekali dan ia sendiri tidak tahu apa yang baik dan tidak baik bagi mereka. Kalau dipikirkan, memang ada benarnya juga ucapan Bi-kwi. Kalau sucinya itu tidak berbuat sejahat itu, tentu ia tidak akan bertemu dengan Pende-kar Naga Sakti dan ia hanya akan menjadi sumoi dari Bi-kwi dengan kepandaian yang tentu saja jauh di bawah sucinya itu.
Melihat keduanya sudah akur, tiga orang kakek itu merasa gembira. "Nah, kini kalian harus berlutut dan mengucapkan janji dan sumpah bahwa setelah mempelajari ilmu baru dari kami, kalian akan melak-sanakan tugas dengan baik. Tugas pertama merampas kembali Liong-siauw-kiam (Pedang Suling Naga) yang terjatuh ke tangan orang yang tidak berhak. Tugas ke dua, kalian harus mewakili kami dan mengangkat diri menjadi beng-cu di antara kaum kita, dan untuk itu kalian boleh mengumpulkan bala bantuan, ter-utama dari Ang-i Mo-pang seperti yang pernah di-lakukan oleh Bi-kwi. Setelah dapat merampas pusaka Pedang Suling Naga dan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
119 merampas kedudukan beng--cu, barulah tugas-tugas lain menyusul. Bagaimana, sanggupkah kalian dan berani berjanji dengan sum-pah?"
Bi-kwi dan Bi Lan sudah berlutut, dan Bi-kwi tanpa ragu-ragu lagi berkata, "Aku berjanji dan bersumpah untuk melaksanakan semua perintah suhu bertiga!"
"Aku berjanji akan membantu suci, terutama un-tuk merampas kembali pusaka Liong-siauw-kiam untuk kupersembahkan kepada ketiga suhu Sam Kwi," kata Bi Lan. Ia tidak tertarik dengan urusan perebutan kedudukan beng-cu, akan tetapi ia sudah mendengar dari suhu-suhunya ini, juga dari sucinya, tentang pedang pusaka yang tadinya milik susiok dari Sam Kwi dan yang kini terjatuh ke tangan orang lain.
Agaknya Sam Kwi sudah merasa puas dengan jan-ji-janji itu dan mereka lalu mengajak kedua orang murid itu ke tengah lapangan rumput. "Kalian ingat baik-baik," sebagai juru bicara Sam Kwi, Iblis Akhirat berkata menerangkan, "ilmu silat yang akan kami ajarkan ini adalah ciptaan kami bertiga selama bertapa setahun lebih dan telah kami kerjakan dengan susah payah. Ilmu ini merupakan inti dari pada ilmu-ilmu kami bertiga, digabungkan menjadi satu. Ada bagian-bagian dari ilmu kami termasuk di dalamnya, dirangkai menjadi tigabelas jurus ilmu silat yang ampuh sekali dan kami kira tidak ada banding-nya di dunia persilatan ini. Karena kami bertiga yang mencipta, maka ilmu silat ini kami namakan Sam Kwi Cap-sha-kun. Namanya sederhana, bukan" Akan tetapi keampuhannya hebat!"
Biarpun namanya sederhana dan ilmu itu hanya terdiri dari tigabelas jurus, akan tetapi kenyataannya tidak mudah untuk dipelajari. Tiga orang kakek iblis itu seorang demi seorang lalu mengajarkan ilmu silat tigabelas jurus, masing-masing ilmu silat itu memi-liki dasar gerakan kaki yang sama, akan tetapi memiliki kembangan-kembangan yang berbeda. Dua orang murid itu harus menghafalkan tiga macam ilmu silat itu sampai dapat memainkannya secara otomatis, kemudian mereka harus menggabungkan tigabelas jurus itu dalam gerakan mereka kalau berkelahi. Ka-rena masing-masing orang memiliki daya khayal sen-diri-sendiri, dan selera sendiri-sendiri, juga kecerdik-an yang berbeda-beda, maka tentu saja kembangan dari penggabungan tiga macam ilmu silat dari tigabe-las jurus yang memiliki dasar gerakan kaki yang sama inipun jadinya tentu berbeda-beda pula.
Biarpun Bi-kwi dan Bi Lan merupakan dua orang wanita yang amat cerdik dan besar sekali bakat me-reka dalam ilmu silat, namun setelah berlatih selama setengah tahun baru keduanya dianggap telah mengu-asai Sam Kwi Cap-sha-kun itu. Setelah dinyatakan lulus, tiga orang kakek itu menguji mereka satu demi satu. Dan ternyata ilmu gabungan yang dikembang-kan menurut daya khayal murid-murid itu sendiri, amat hebat. Masing-masing kakek dikalahkan oleh Bi-kwi dalam waktu kurang dari limapuluh jurus saja. Ketika tiga orang kakek itu seorang demi seorang menguji Bi Lan, gadis yang amat cerdik ini menyem-bunyikan kepandaian aselinya. Ia dapat mengembangkan Sam Kwi Cap-sha-kun itu dengan baik, bahkan, lebih baik dari pada sucinya, apa lagi karena di da-lam ilmu baru itu secara otomatis dimasuki unsur ilmu-ilmu silat sakti yang dipelajarinya baru-baru ini dari Perdekar Naga Sakti dan isterinya namun ia tidak ingin menonjolkan diri. Ketika ia diuji, ia men-jaga sedemikian rupa sehingga akhirnya iapun dapat menang dari ke tiga orang Sam Kwi dalam waktu yang lebih lama dari pada sucinya, yaitu lebih dari limapuluh jurus!
Tiga orang kakek itu girang bukan main. Dengan tigabelas jurus masing-masing, mereka ini tidak mam-pu menandingi murid-murid mereka yang sudah menggabungkan tiga macam ilmu silat itu. Juga Sam Kwi bukan kakek-kakek yang bodoh, melainkan ja-goan-jagoan tua yang Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
120 sudah banyak pengalaman. Ketika menguji tadi, mereka tahu bahwa dalam hal penggabungan tiga ilmu silat itu, Bi Lan sama sekali tidak kalah oleh Bi-kwi. Kalau Bi Lan hanya mam-pu menang dari mereka lebih lama dari sucinya, hal itu terjadi karena gadis ini terlalu berhati-hati dan agaknya masih merasa sungkan untuk mengalahkan guru-guru sendiri. Mereka sama sekali tidak tahu bahwa Bi Lan benar-benar sengaja mengalah agar dalam hal ujian itu tidak sampai melampaui atau mengalahkan sucinya. Dan akalnya ini berhasil ka-rena Bi-kwi tersenyum-senyum puas. Bagaimanapun juga, kini ia mempunyai senjata ilmu Sam Kwi Cap-sha-kun yang kalau dipergunakannya, lebih hebat dari pada sumoinya dan setiap waktu ia tentu akan dapat menundukkan sumoinya dengan ilmu itu! Rasa ung-gul dan menang ini menenangkan hatinya dan untuk sementara membuat kebenciannya berkurang!
Penonjolan diri merupakan gejala yang nampak dalam kehidupan kita pada umumnya.
Penonjolan diri ini bersemi karena keadaan, karena cara hidup masyarakat kita. Semenjak kecil kita dijejali nilai-nilai, sejak duduk di bangku Sekolah Dasar kelas sa-tu, bahkan sejak kelas nol, di sekolah ada sistim ni-lai dalam bentuk angka, di rumah ada pujian-pujian dan celaan-celaan bagi yang dianggap baik dan buruk, di dalam pergaulanpun nilai-nilai ini menentukan ke-dudukan seseorang, dalam olah raga timbul juara-ju-ara. Kita hidup menjadi budak-budak setia dari ni-lai-nilai. Kita hidup mengejar nilai-nilai sehingga dalam olah raga sekalipun, yang dipentingkan adalah pengejaran nilai, bukan manfaat olah raganya itu sendiri bagi kesehatan tubuh. Bahkan, untuk menge-jar nilai, kita lupa diri dan olah raga bukan berman-faat lagi bagi tubuh, bahkan ada kalanya merusak, karena tubuh diperas terlalu keras untuk mengejar nilai!
Iblis Sungai Telaga 19 Pendekar Gila Karya Cao Re Bing Misteri Kapal Layar Pancawarna 10
^