Pencarian

Eng Djiauw Ong 30

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 30


kejujuranku, dan kau nanti coba selidiki perkaraku. Aku puas apabila kau percaya aku tak bersalah, terutama kalau nanti kau bisa bikin bersih nama baikku, aku akan sangat bersyukur, bersyukur tak habisnya kepadamu...."
Kata2nya Cit Nio ada sangat menarik, hati, dan gayanya sangat menggiurkan hati, tanpa merasa hatinya Gouw Ceng tergerak. Ia segera teringat persahabatan mereka, ketika dulu mereka bergaul setiap hari, karena mereka tinggal ber sama2. Berbareng dengan itu, ia ingat aturan dari Hong Bwee Pang dan sekarang bersama ia ada orang2
sebawahannya. Ia coba lirik Lauw Thian Sioe, ia dapati
sebawahannya itu menoleh kelain arah, seperti orang yang tidak perhatikan suatu apa juga.
"Sudah dua puluh tahun aku berkelana, baik dalam
dunia kang ouw, maupun dalam Hong Bwee Pang, semua
orang ketahui kejujuranku, maka sekarang apa aku mesti rubuh ditangan perempuan ini?" pikir ia dalam ke
ragu2annya. "Aku bukannya satu manusia tidak berbudi
akan tetapi apa aku bisa bikin?"
Maka ia coba tetapkan hati.
"Kim In, apa yang kau katakan, biar lain kali saja
terbukti sendirinya," ia bilang. "Kau bakal terbinasa penasaran, kau anggap saja karena ini adalah nasibmu. Aku percaya kau penasaran, melainkan aku tidak bisa tolong kau. Kau tahu sendiri aturan keras dari Pang coe. Di Ceng Giap San chung orang masih menantikan laporanku. Kim
In, maafkan aku. Mari lekas masuk kedalam gedung, untuk jalankan hukumanmu. Menurut aku sedetik kau penasaran, sedetik itu menambah kesengsaraanmu. Kenapa mesti
berbuat demikian?" Berbareng dengan habisnya perkataannya Gouw Ceng,
kilat berkelebat dan suara guntur bergemuruh diarah barat utara, sedang jatas gedung Thian Hong Tong ada terbang lewat beberapa ekor burung dara yang datangnya dari arah luar. Cuaca mendung membikin burung2 itu terbang
rendah. Gouw Ceng dongak mengawasi terbangnya burung2 itu.
Itulah semacam burung pembawa berita penting Ia masih bisa lihat, dilehernya setiap burung ada digandulkan
bumbung kecil. Kawan2 nya Gouw Ceng pun dapat melihat juga, semua mereka terkejut.
Apa yang aneh adalah datangnya burung itu saling susul berjumlah sampai sebelas ekor, jadi itu ada tanda berita dari
sebelas pusat. Lebih2 kapan terlihat semua bumbung dicat hitam tanda urusan penting luar biasa, sebab bumbung
lainnya semua berwarna merah. Inilah tanda minta
pertolongan lantas, atau satu pusat kena diserbu.
"Lekas!" Gouw Ceng beri titah pada orangnya, untuk
bawa Kim In masuk kedalam Heng tong, tapi ia sendiri, sebab kuatir si cantik nanti ngoceh pula, sengaja bertindak pelahan, ia ber pura2 mengawasi pula ke udara.
Ketika Cit Nio sudah sampai dimulut pintu, Gouw Ceng
telah ketinggalan empat lima tindak, setelah Lauw Thian Sioe giring orang "perantaiannya" masuk, hiocoe ini baharu cepatkan tindakannya. Kalau tadi ia turut langsung,
hukuman pasti sudah lantas dijalankan, nama baiknya akan terlindung, ia tentu akan lolos ber sama2 ketuanya, akan tetapi karena ia ayal2an jalannya urusan jadi lain.
Tiba2 muncul satu orang dari jalanan kecil disamping, orang itu tampak Gouw Ceng, agaknya ia bingung dan
ketakutan. "Gouw Hiocoe, tunggu....." katanya. "Sebenarnyai
apakah sudah terjadi?"
Gouw Ceng merandek, ia awasi orang itu, yang ia kenali ada salah satu orang sebawahannya, yang tugasnya adalah merawat dan mengobati sesuatu korban hukuman rangket.
Dia bernama Thio Goan Cay, yang kerjanya rajin tetapi bodoh dan tak pandai bicara juga, hingga ia tak dapat kemajuan.
"Ada apa?" Gouw Ceng menegor, setelah orang datang
dekat padanya. Thio Goan Tay menyodorkan suatu benda, melihat
mana, Gouw Ceng kaget sampai air mukanya berubah. Itu adalah satu bumbung hitam, besarnya sebagai biji toh,
panjangnya empat dim, tengahnya dililit sepotong gelang, ujungnya diikatkan dua potong pita sutera panjang lima dim. Itulah bumbung untuk pembawa berita penting, yang biasa diterbangkan burung dara.
"Dari mana kau peroleh ini?" ia tanya. "Ini ada
bumbung dari luar". "Aku pungut ini ditengah jalan," Goan Tay menyahut
dengan cepat. "Karena obat luka habis, aku pergi kegudang untuk ambil yang baru, ditikungan aku pungut bumbung
ini, yang jatuh dari udara hampir mengenai kepalaku.
Sebagai orang lama, aku tahu pentingnya bumbung ini, tapi aku tahu juga, orang dengan kedudukan sebagai aku, tak dapat aku urus bumbung ini. Jikalau aku dituduh bocorkan rahasia, celakalah aku. Sebaliknya, untuk antap bumbung menggeletak ditanah, aku juga tidak berani, aku tahu
bahayanya lebih hebat bagiku apabila orang tuduh aku.
Akhirnya aku ingat hiocoe, maka aku pikir untuk minta pertolongan hiocoe...."
Thio Goan Tay, bertindak lebih dekat, lalu dengan
pelahan ia tambahkan "Sudah banyak tahun aku bekerja
disini, hiocoe tahu baik tentang diriku segala apa yang aku ketahui tidak berani aku ceritakan kepada lain orang kecuali terhadap hiocoe sendiri. Kalau aku laporkan suatu apa, aku percaya hiocoe tidak akan persalahkan aku."
Gouw Ceng awasi sebawahan itu. Menerima bumbung
itu saja hatinya sudah goncang, iapapula sekarang, ia curigai sikap orangnya ini.
"Apa itu" Lekas kau bicara!" kata ia sambil genggam
bumbung tadi. "Aku sedang jalankan titah, tak punya
tempo untuk aku berlambat."
"Ketika tadi aku pergi kegudang, aku bertemu satu orang dari Thian Hong Tong," sahut Goan Tay dengan
keterangannya. "Dia adalah keponakanku, maka ia berani bicara kepadaku. Menurut katanya, diluar Hoen coei kwan ada kedapatan lima sampai enam puluh buah perahu
nelayan yang muncul dari berbagai tikungan air kecil disitu ada pihak kita yang menjaga dan biasa meronda, tapi
teguran pihak kita tidak diperdulikan oleh rombongan
nelayan itu, mereka.tidak mau diusir, mereka diam saja.
Anak buahnya disetiap perahu tidak tentu jumlahnya, tapi mereka semua ada anak2 muda umur dua puluh sampai
tiga puluh, yang tubuhnya kekar dan gesit. Pihak kita tidak berani lancang usir mereka itu yang diduga tentunya
serdadu negeri dalam penyamaran sebagai rombongan
tukang tangkap ikan, mungkin untuk serbu kita. Juga di lain2 pelabuhan katanya ada kedapatan pihak2 asing, yang mencurigai itu, di rimba2 seperti ada orang umpatkan diri.
Sementara itu, didua pos, orang2 kita yang menjaga telah lenyap tidak keruan paran. Hiocoe lihat, apa itu bukan kejadian aneh dan jelek"
"Aku ada satu anggota tak berarti, tidak berani aku
laporkan ini kepada lain orang, kecuali kepada hiocoe sendiri. Jikalau benar mereka ada tentara negeri yang menyamar, terancam bahayalah kita, mesti kita segera siap sedia".
Gouw Ceng dapat firasat jelek. Ia tidak sangsikan
orangnya yang dipercaya ini. Iapun berkuatir.
"Goan Tay, aku percaya kau, maka rahasia ini kau mesti simpan, atau kau nanti dapat susah," katanya kemudian
"Bumbung ini aku nanti urus, kau sendiri aku akan
lindungi. Sekarang pergi kau urus tugasmu."
Goan Tay ketakutan, tapi ia bersyukur, ia lantas
haturkan terima kasihnya, setelah mana, ia undurkan diri.
Gouw Ceng tunggu sampai orang sudah pergi jauh, ia
buka mulut bumbung akan keluarkan isinya, segulung
kertas, yang ia lantas baca. Cuaca gelap akan tetapi sinar kilat ada membantu padanya.
Itulah kabar penting dari pusat perondaan Soen kang
Cap jie to, bunyinya keterangan sama dengan penuturannya Thio Goan Tay tapi lebih jelas. Memang benar ada muncul perahu2 nelayan yang mencurigakan, ketika delapan
anggota diperintah bikin penyelidikan sambil selulup jauh didalam air, kenyataan jauh disebelah belakang perahu nelayan itu ada ikut perahu2 besar sebagai tulang
punggung, sedang dengan perahu kecil lainnya pasti telah dicoba mendaratkan secara diam2 sejumlah orang lain.
Mungkin itulah persiapan untuk penyerbuan besar.
Gouw Ceng mengeluarkan keringat sendirinya setelah ia baca laporan itu, yang diakhirnya laporan itu minta Liong Taow Pang coe, ketua pusat, lekas ambil tindakan. Ia lantas simpan pula kertas itu kedalam bumbungnya, lantas ia
berpikir. Ia menduga kepada tentara negeri, yang hendak serbu Cip jie Lian hoan ouw untuk tumpas Hong Bwee
Pang. Ia pun kuatir, pihak tentara itu sudah ketahui
jalanan2 rahasia disekitar Hoen coei kwan, untuk
memasuki Cap jie lian hoan ouw.
Selagi Hay Niauw si Burung Laut masih berdiri diam,
dimuka pintu Heng tong muncul satu tittong soe bernama Song Pin, yang tugasnya dalam Heng tong mirip kepala
algojo, tukang perintah menjalankan hukuman. Dia ini lihat hiocoenya mengawasi ketimur utara dengan tercengang lain ia tertawa dingin sendirinya.
Song Pin muncul karena sekian lama ia tak lihat
hiocoenya, Gouw Cong, ikut masuk. Ayal2annya si hiocoe pun membuat ia dapat ketika untuk berkongkol dengan
kawannya, Cioe Hiong. Mereka berdua senantiasa,
menunggu di ruang Heng tong itu, supaya apabila ada
tugas, mereka selalu siap sedia.
Juga, disebelah Lauw Thian Sioe, ada satu kawannya
bernama Touw Liong. Berdua mereka ada orang2 kang
puw yang licin, mereka tidak mendendam terhadap Gouw
Ceng tapi mereka sebal untuk beberapa urusan kecil.
Melihat sikapnya Hay Niauw, ingin mereka mengganggunya. Maka mereka lantas ceritakan kepada
Song Pin dan Cioe Hong tentang hal ikhwalnya Liok Cit Nio, terutama bagaimana si wanita cabul mencoba
membujuk Gouw Ceng, sampai kelihatannya hiocoe ini
limbung. Dijelaskan pula adanya hubungan diantara Cit Nio dan Gouw Ceng.
Nyata kedua pihak telah dapat kesetujuan untuk bekerja sama, dari itu Thian Sioe lantas dekati Cit Nio.
Liok Kim In sejak masuk dalam Heng tong, pikirannya
kusut sekali. Kematian sudah berbayang didepan matanya, karena sikap dingin dari Gouw Ceng. Ia memikirkan jalan terakhir yang bagaimana ia bisa dapatkan untuk tolong diri.
Disebelah itu, ia lihat tampang berseri2 dari Thian Sioe berempat setelah mereka itu kasak kusuk. Ia duduk
menyender didekat pintu dengan diam saja, sambil ia awasi mereka berempat. Ia ditelikung kedua tangannya, selama itu, ikatan pada tangannya mulai kendor, maka ia berpikir untuk coba berontak akan lepaskan diri. Ia insyaf,
walaupun kaki tangannya bebas, masih sulit untuk ia
menyingkir dari Cap jie Lian hoan ouw, akan tetapi ia hendak coba peruntungannya. Maka itu, sengaja ia duduk didekat pintu, sambil terus asah otak, sampai Lauw Thian Sioe hampiri padanya.
Lantas saja Thian Sioe tepuk pundaknya si juwita.
"Liok Kim In, kami ketahui baik tentang penasaranmu,"
demikian ia berkata. "Sebenarnya kau mempunyai ketika untuk buron. Kalau kau buang ketika baik, itu, sungguh sayang! Kami hendak berbuat baik, kami suka menolong
kepadamu! Coba kau omong dengan terus terang. Kau
berlakulah cepat. Sebenarnya kau ada punya hubungan apa dengan Gouw Hiocoe" Apakah itu ada hubungan lama"
Bila sebentar ia masuk, mungkin ia bertindak menuruti aturan akan mengadakan upacara sembahyang dulu, untuk mohon kepada Couwsoe. Kalau benar dia berbuat
demikian, baik kau usahakan akan minta belas kasihannya, supaya dia tolong padamu, kalau perlu, kau boleh gertak padanya akan paksa dia dengan pengaruhmu! Disaat mati atau hidup ini, apa lagi yang kau kuatirkan" Dihadapan kami dia suka omong besar tentang kejujurannya, katanya dimanapun dan terhadap siapa juga, dia biasa berlaku terus terang. Tadi kau omong hal hutang budi, cobalah kau beber itu, nanti kami bantu padamu" Umpama dia gusar dan dia perintahkan segera jalankan hukuman, kau boleh menangis menggerung2, kami berempat nanti berlaku ayal2an malah mungkin kami akan bantu kau bicara untuk bujuk pada nya, supaya kau bisa lolos....."
Cit Nio cerdik, ia anggap usulnya Thian Sioe ada
balknya untuk ia, maka tanpa sangsi lagi, ia beritahukan hubungan diantara Gouw Ceng dengan Lo Gie, dan Lo Sin, yang tolong Gouw Ceng hingga menjadi hiocoe.
Gouw Ceng berkelana sejak masih muda sekali, dalam
umur sembilan belas tahun ia berguru. Mulanya ia tidak tahu guru itu ada satu jago Rimba Hijau, baharu
belakangan ia mengetahuinya, tapi sudah kasep. Enam
tahun ia belajar kepada gurunya, seorang liehay, iapun peroleh kepandaian cukup, tubuhnya gesit. Ia terpaksa suka turut gurunya mencuri atau membegal. Kemudian guru itu
kena tertangkap dan mati dipenjara. Ia adalah murid
satu2nya. Ketika gurunya mati, ia sudah berusia kira2 dua puluh delapan tahun. Ia niat cuci tangan tapi sulit untuk ia lepaskan diri ketikanya belum ada. Selama itu, tak suka ia mencuri lagi. Lalu pada suatu hari diwilayah Ciatkang, ia dikenali Cioe Tek Hiong, seorang polisi kenamaan yang pernah uber2 gurunya Kedua pihak jadi bertempur, ia
dikepung Tek Hiong serta dua pembantunya. Selagi ia coba kabur, Tek Hiong rubuhkan ia dengan sebatang piauw.
Ketika itu sudah sore. Tentulah ia sudah kena diringkus kalau tidak kebetulan Sam im Ciat hoe ciang lewat ditempat kejadian, lantas Lo Gie menolongi, lebih dahulu Tek Hiong bertiga dipukul mundur lantas ia dibawa lari. Ia pingsan ketika ia dibawa kabur. Tatkala ia sedar atas pertanyaan Lo Gie ia tuturkan perihal dirinya. Ia ditolong lebih jauh dengan dibawa pulang kerumah Lo Gie dimana ia diobati.
Waktu itu Lo Gie belum masuk kedalam Hok Sioe Tong,
Gedung Bahagia. CXLII Selanjutnya Gouw Ceng tinggal terus pada Lo Gie, yang didik padanya lebih jauh dalam ilmu silat, sampai
kemudian ia diajak bekerja dalam Hong Bwee Pang. Iapun diajarkan ilmu berenang dan selulup. Ia telah dididik untuk berlaku jujur dan secara laki2 dan dianjurkan bagaimana harus menghamba kepada Boe Wie Yang siapa terhadap
kawan sekerja, bisa imbangi jasa orang. Lukanya bekas piauw tidak menyebabkan ia bercacat. Meski ia diajarkan ilmu silat, Lo Gie toh tidak pandang ia sebagai murid, karena Lo Gie tidak ingin terima murid.
Diwaktu Gouw Ceng dirawat Lo Gie, Cit Nio belum
menikah dengan Liok Kie, dan sejak lima belas tahun lebih dahulu dari itu, Lo Gie telah kehilangan isterinya, yang
menutup mata. Walau ia masih gagah, Lo Gie tidak mau
ambil isteri lagi, ia malah yakin sungguh2 ilmu silatnya hingga ia kesohor untuk tangannya yang liehay. Ia insyaf, tanpa kepandaian istimewa, tidak nanti orang malui ia. Ia mulai yakinkan Tiat see ciang (Tangan Pasir Besi), lalu Bian ciang (Tangan Sutera), lalu akhirnya Koen goan It khie Pek kong ciaang (Tangan Memukul Udara), hingga
selang tujuh belas tahun, ia jadi kesohor dengan julukannya Sam In Ciat hoe ciang si Tangan Kematian.
Lo Gie adalah salah satu hiocoe yang berjasa untuk
Hong Bwee Pang, karena dialah yang atur itu jalan air dari Hoen coei kwan sampai di Lwee Sam Tong, yang jalannya berliku2 sebagai jalanan rahasia, hingga yalanah air untuk satu hari penuh bisa disampaikan dalam tempo dua jam tapi jalanan ini cuma diketahui oleh pihak hiocoe saja, pihak tocoe. tak ada yang tahu"
Sebenarnya Gouw Ceng cocok untuk diambil mantu,
buat dipasangi dengan Cit Nio, akan tetapi Lo Gie tidak hendak nikahkan mereka, sebabnya yalan karena tadinya Gouw Ceng itu sudah tersesat. Ketika itu, Cit Nio sendiri, dalam usia dewasa, sudah ketarik oleh Gouw Ceng malah ia berani nyatakan tiyntanya. Tapi Gouw Ceng kuat hati, ia ingat budinya Lo Gie, tak mau ia main gila kepada anak dara penolongnya itu. Adalah setelah ini, Gouw Ceng
hendak dipujikan pada Boe Wie Yang, tapi Gouw Ceng
menampik, ia kata ia kuatir nanti dipandang hina. Lo Gie setuju dan puji sikap nya ini, yang akhirnya dipujikan akan ikuti Lo Sin, kandanya, yang urus pegaraman. Disini Gouw Ceng pernah unjuk ketangkasannya melawan hamba negeri, yang hendak tangkap dia, maka tanpa pujiannya Lo Sin
lagi, Auwyang Siang Gee angkat dia jadi hiocoe dari Heng tong. Untuk ini, Auwyang Siang Gee uji dulu ilmu sliatnya Gouw Ceng. Kebetulan ketika itu, hiocoe yang lama telah
bersalah dan dihukum, Gouw Ceng segera dapat
menggantikannya. Ia bekerja baik, malah ia dapat
mengadakan perubahan yang membawa perbaikan, hingga
juga Boe Wie Yang hargai padanya. Didalam Gwa Sam
Tong, kalau Cit tong adalah yang mendatangkan
penghasilan, dari penjualan garam terutama, dan Lee tong ada yang utamakan segala aturan, adalah Heng tong yang paling dimalui sebab inilah bahagian yang jalankan
undang2 hukum bagian terakhir.
Dibawah kendali Gouw Ceng, Heng tong telah
perlihatkan roman baharu. Untuk melakukan tugasnya, ia dapat bantuannya empat Hengtongsoe serta empat tocoe, yang pertama untuk bantu ia menjalankan hukuman, yang belakangan untuk melakukan penyelidikan, ataupun
pengintaian terhadap mereka yang bersalah. Saking
jujurnya, Gouw Ceng sampai tak perdulikan sahabat atau kawan, kalau salah, siapa pun ia hukum sama rata, maka kesudahannya, ia dapat mengadakan ketertiban.
Sudah tujuh tahun Gouw Ceng pimpin Heng tong, dapat
dimengarti, karena kejujurannya itu, iapun menyebabkan ada anggauta2 yang tidak senang terhadapnya. Sebab dalam Cap jie Lian hoan ouw, ia menghadapi dua ribu lebih
anggauta, sedang kebanyakan anggauta tadinya ada oranga kang ouw campur aduk, banyak yang dari kalangan,
rendah. Pada mulanya, Boe Wie Yang mempercayai semua
orangnya, sampai selama yang belakangan ini, sifatnya berubah. Begitulah orang yang ia anggap berjasa atau lanjut usianya, ia kirim ke Hok Sioe Tong, Gedung Bahagia,
supaya mereka itu bisa hidup agung tetapi nganggur, dilain pihak, ia sangat andalkan hiocoe dari Thian Hong Tong, Ceng Loan Tong dan Kim Tiauw Tong. Malah selama dua
tahun paling belakang, semakin bengis pemilihannya, untuk
kirim orang ke Hok Sioe Tong dimana semua hiocoe hidup seperti dewa yang dihormati. Hingga orang tampak
siasatnya itu mirip dengan siasat Kaisar Han Kho Couw.
Kecuali Gouw Ceng, di Gwa Sam Tong, yang dipercaya
adalah Sie Yong dan Pheng Sioe San.
Gouw Ceng pun berpemandangan tajam, maka selama
yang belakangan ini ia tampak gejala yang membayangi
Hong Bwee Pang, setelah mencapai batas puncak
kemakmurannya, akan datanglah hari2 dari kemunduran,
terutama sebab Boe Wie Yang jadi suka umbar segala
keinginannya, antaranya ketua ini telah pencar pengaruh Hong Bwee Pang terlalu luas, sampai ke Kang souw
Ouwlam dan Ouwpak. Benar tenaga dan pengaruh jadi
bertambah besar tetapi penilikan jadi tambah sulit.
Demikian bentrokan kali ini dengan Hoay Yang Pay dan
See Gak Pay hanya disebabkan terutama oleh sepak
terjangnya Cio Tongtay, urusan kecil menjadi besar, malah hebatnya, Lo
Gie yang setia sampai melakukan perlawanan, memberontak, untuk mana, dia telah berserikat dengan Pauw Coe Wie, Cin tiong Sam Niauw dan See coan Siang Sat. Dalam urusannya Lo Gie ini, Gouw Ceng tahu adalah Boe Wie Yang yang keterlaluan. Ia berat terhadap penolongnya Itu, meski benar Lo Gie tidak rembet ia, tapi sebab ia masih tetap bekerja untuk Hong Bwee Pang, ia kuatir nanti ada yang rembet padanya. Ia berkecil hati yang ia mesti hukum Cit Nio.
Demikian ada keterangannya Liok Lo Kim In kepada
Lauw Thian Sioe. Tentu saja, keterangan ini tidak berikut dengan kekuatirannya Gouw Ceng itu bahwa dia bakal
kerembet2, bahwa dia berkecil hati.
Begitu lekas dengar keterangan itu, Thian Sioe bertindak ke pintu, kapan ia saksikan hiocoe itu masih berdiri diam, ia segera kembali pada Cit Nio.
"Lo Kim In," katanya, "kau dan dia ada punya
hubungan demikian rapat, dia berhutang budi kepada
keluarga Lo dan kau ada turunan semenggaanya, maka
untuk keselamatan dirimu, baik kau jangan pikirkan pula tentang dia itu, kau cobalah bujuk padanya. Sedikitnya dia ada jadi hiocoe, kalau kau memohon dengan sungguh2,
mustahil hatinya tidak berubah" Kita ada orang2 kang ouw, dari itu menurut keharusan ataupun peri kemanusiaan,
untuk tolong kau, itulah keharusannya! Mati atau hidupmu bergantung kepada tempo sedetik ini, tak dapat aku omong lebih banyak pula, baiklah kau pikir sendiri saja, untuk menayakan nya!...."
"Eh, Lauw Tocoe, hati2" Song Pin peringatkan rekannya itu. "Ini ada urusan orang lain, buat apa kau campur tahu"
Apabila sampai terjadi sesuatu, sungguh kita tak sanggup pikul tanggung jawabnya. Ya, hari ini hiocoe kita diyadi lain.sekali, kenapatah" Kenapa dia masih belum masuk
juga?" Setelah itu, Song Pin segera bertindak keluar, akan
panggil Gouw Ceng, untuk minta hiocoe itu lantas jalankan tugasnya.
Lauw Thian Sioe dan Touw Sin, sudah lantas jauhkan
diri dari Liok Cit Nio, berdua mereka berdiri dengan tegak, agaknya mereka siap sedia menjagai nyonya muda yang
eilok itu. Gouw Ceng bertindak masuk dengan pikiran kusut, ia
telah seperti kehilangan kecerdasannya. Ia coba menyingkir dari matanya Cit Nio, ia menuju langsung kemeja
sembahyang seraya menitahkan pembantunya untuk
bersiap. Liok Cit Nio tidak hendak sia siakan ketikanya yang
baik. Ia berbangkit dan bertindak menghampirkan Gouw
Ceng, dibelakang siapa ia berhenti.
"Gouw Soeko," katanya, dengan pelahan, "jangan
kesusu, soeko. Aku ingin bicara sedikit kepadamu, setelah itu aku nanti terima kematianku dengan mata meram, tidak nanti aku bikin pusing kepadamu."
Gouw Ceng menoleh dengan wajah berubah, iapun
mundur setindak. "Lo Kim In!" katanya dengan sungguh2, "kau tahu
bahwa undang2 kita harus dibuat jerih, undang kita tak kenal sanak atau kadang! Aku nasihatkan kau untuk jangan siasiakan kata2mu yang tidak ada artinya. Benar kau ada seorang wanita tetapi kau adalah orang kang ouw, maka di tempat seperti ini, untuk meminta yang bukan2, bukanlah tempatnya. Aku minta kau hormati undang2 kita. Sekarang aku hendak memasang hio, untuk mulai upacara
sembahyang." Dengan tiba2 matanya Cit Nio terbuka lebar dan alisnya mengkerut naik, tapi sedetik saja, lalu dari matanya itu melelekan air, dengan keras ia rapatkan kedua bibirnya.
Kelihatan ia ada sangat mendongkol, hingga ia bantinga kaki.
"Gouw Soeko, sungguh aku tidak sangka kau demikian
tak ingat budi!" katanya. "Kau sebagai satu siauwjin
memandang padaku, aku sangat penasaran! Aku telah
terfitnah, tak gampang bagikan disaat kematianku ini, aku bisa berada bersama kau, maka selagi aku hendak omong denganmu, untuk sampaikan pesanku yang terakhir, kenapa kau tak sudi mendengarnya" Gouw Soeko, kau kejam
sekali...." Cit Nio angkat kepalanya, dengan air muka berduka, ia berkata dengan sangat sedih "Ayah, kau ada satu enghiong, maka menyesal aku sebagai anakmu telah mencemarkan
namamu. Akupun menyesal sekali, orang yang kau telah
rawat dan pimpin secara sungguh2, sekarang ternyata dia adalah satu murid tak berharga dan tak berbudi, dia tak ingat sedikitpun budimu yang sudah menolong jiwanya.
Ayah, anakmu ini ada sangat malang nasibnya"."
Tiba wajahnya nyonya eilok ini menjadi pucat, tubuhnya terhuyung kedepan, menubruk ke arah Gouw Ceng.
Si Burung Laut sudah mundur satu tindak, tidak urung
tubuhnya bakal kelanggar juga, tapi segera ia berkelit kesamping, ia lantas ulur tangan kanannya untuk sambar si juwita, untuk dipeluk. Ia tidak ingin Cit Nio sebelum hukumannya dijalankan, telah rubuh terluka atau terbinasa karenanya. Ia menduga Cit Nio mendadak dapat sakit
jantung yang hebat, tidak pernah ia menyangka orang
sedang bersandiwara! Maka untuk mencegah kecelakaan, ia lupa segala apa.
Tangan yang satu menyambar, yang lain sengaja
menubruk, maka. itu Cit Nio kena dirangkul, mukanya si cantik berada dalam pelukan! Kejadian ini membuat Gouw Ceng sangat kaget dan malu, akan tetapi tak dapat ia segera lepaskan pelukannya itu, maka dengan pelahan ia rebahkan si manis dilantai, sesudah mana baharulah ia angkat kedua tangannya.
"Hei, kamu semua bikin apa?" hiocoe ini menegor
sambil ia berpaling, kepada semua pembantunya. "Kenapa kamu menonton saja, bukannya kamu lekas sadarkan dia
ini" Kita mesti lekas jalankan tugas kita...."
Gouw Ceng lihat bagaimana Cioe Hiong bersama Song
Pin, Lauw Thian. Sioe dan Touw Liong seperti tidak ada
sangkut paut nya dengan kejadian itu, bukan saja tidak ada yang memburu untuk menolongi, juga tak ada yang
bertampak ibuk. Maka itu, ia tegur orang2 sebawahan lain nya.
Dua pembantu segera menghampirkan, mereka coba


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

angkat bangun tubuh Cit Nio untuk di kasi duduk numprah, kepada kedua kupingnya si juwita diperdengarkan suara2
menyadarkan. Dengan pelahan2 Cit Nio "ingat" akan dirinya, lantas
saja ia menangis dengan sedih.
Gouw Ceng bimbang, mukanya masih merah. Ia malu
mendengar bangkitannya Cit Nio, sedang disitu ada Cioe Hiong dan yang lain2, yang sikapnya tawar. Nampaknya
mereka itu percaya Cit Nio dan karenanya, mereka merasa penasaran buat perkara "tak adil" terhadap si juwita itu. Ia juga malu, sebagai ketua dari Heng tong, yang mesti
menjalankan tugas, tidak dapat cegah si nyonya menangis.
"Lo Kim In!" katanya kemudian, "bagaimanapun kau
mengatakan aku tidak berbudi, sekarang aku tak dapat
berbuat suatu apa. Memang pernah aku terima budi dari keluarga Lo akan tetapi kau sendiri sudah langgar aturan Hong Bwee Pang, kau telah dijatuhi hukuman. Apa aku
bisa bikin" Mana aku ada punya tenaga untuk tolong kau"
Baik kau berlaku wajar. Maafkan aku, tak dapat aku
menanti lagi, sekarang aku hendak mulai pasang hio...."
Cit Nio bisa menduga kebimbangannya hati orang, ia tak mau men sia2kan ketikanya yang baik. Inipun ada saat
hidupnya terakhir. Dengan masih menangis mendadak ia
lompat bangun, lalu dengan mata terbuka lebar, ia awas hiocoe dari Heng tong itu.
"Gouw Soeko", katanya pula, "terang2 kau dapat
menolong jiwaku ini tetapi kau tidak hendak berbuat itu,
kau cuma hendak lindungi kedudukanmu sendiri, oleh
karena mana, adikmu yang bersengsara ini kau tidak gubris pula! Gouw Soeko, nyatalah kau senang aku menjadi setan tanpa kepala". Gouw Soeko, tak ingat kau kejadian dulu, ditepi sungai, ketika kau ditolongi ayahku tanpa ayah menghiraukan bahaya yang mengancam dirinya sendiri dari pihaknya hamba2 polisi" Tanpa pertolongan ayahku itu, apakah kau bisa peroleh kedudukanmu sebagai hari ini"
Tapi aku, aku bernasib buruk, hari ini aku rubuh seperti ini, aku mesti paserah kepada nasib. Sebenarnya tak puas aku terima nasibku ini, karena perkaraku tidak jelas, aku mesti mati tercemar, hingga kehormatannya kedua keluarga Liok dan Lo menjadi runtuh ditanganku". Benar2, Liok Kim In mati penasaran! Aku tak akan dapat lolos dari sini, ingin aku mati dengan benturkan pecah kepalaku sendiri, supaya aku tak usah sampai dihukum potong...."
Cit Nio benar2 geraki tubuhnya, akan loncat melewati
Gouw Ceng, untuk benturkan kepalanya ditembok.
Kembali Gouw Ceng terpranjat. Nyonya muda itu nekat,
tak boleh ia mengantapkannya. Apa nanti terjadi apabila orang hukuman ini mati bunuh diri didepan matanya
sendiri" Bagaimana ia dapat mempertanggung jawabkan"
Nyonya janda itu masih tertelikung kedua lengannya,
maka meski ia berloncat, kegesitannya telah berkurang, ketika Gouw Ceng lompat kepadanya untuk mencegah, ia
kena tercandak, segera bebokongnya disambar, dijambak.
"Kau berani rusaki aturan kita?" ia berseru. "Lekas
kembali!" Cit Nio tidak berontak, ia antap tubuhnya ditarik, akan tetapi begitu lekas ia diletaki, lantas saja ia bergulingan, ia coba benturkan kepalanya kelantai, sambil berbuat
demikian, ia men jerit2. Ia pun sengaja bergulingan
mendekati kakinya hiocoe itu.
Walaupun ia ada satu jago kangouw, diperlakukan
demikian rupa dan dihadapan banyak orang sebawahannya, Gouw Ceng repot juga, ia malu dan bingung, yang
membikin ia merasa paling malu adalah dibukanya
rahasianya, bahwa ia pernah ditolongi Lo Gie dari
ancaman bahaya maut. Sedang ia ada satu laki2 dan berbudi. Maka itu, dengan muka dan kuping ke merah2an, ia coba selalu menyingkir dari si juwita, yang senantiasa bergulingan mendekati ia".
Cioe Hiong dan rekannya masih berdiam saja, mereka
duduk seperti tidak terjadi suatu apa.
Tatkala itu, seluruh Heng tong telah diterangi cahaya api.
Dalam ibuknya, Gouw Ceng menyingkir sambil
berlompat. "Apakah kamu tidak hendak cegah dia ini?" ia
membentak orang2nya. "Aku hendak pasang hio, untuk
mohon golok suci kita jalankan tugasnya!"
Cit Nio telah bergulingan hingga kondenya terlepas,
rambutnya riap2an. Kembali ia bergulingan, akan dekati hiocoe. itu. Ketika ia mencoba bangun, karena kedua
tangannya terikat, dua kali ia rubuh sendirinya. Kapan ia.dapat menyusul sampai didepan meja suci, ia tekuk
kedua lututnya, lantas ia manggut2 terhadap hiocoe dari Heng tong itu. "Gouw Soeko, jangan kau terlalu kejam ...."
kata dia, "Kau tolonglah jiwaku ini" Apabila kau
dapatkan daya untuk bikin aku hidup lagi sekian waktu, pasti aku ada punya daya untuk cuci bersih penasaranku ini,
hingga didalam Pusat ini, aku bisa lindungi kebersihan diriku... Setelah aku dapat pulang nama baikku, aku tidak takut untuk diperintah mati, dan walau mati, aku puas.
Gouw Soeko, tidak perduli ancaman malapetaka bagaimana besar, tolong kau bertanggung jawab sebentar saja" Ingatlah, soeko, aku adalah turunan satu2nya dari keluarga Lo, ayahku cuma punyai aku satu anak
perempuan yang bercelaka... Ayahku sudah menyingkir
dari Cap jie Lian hoan ouw, andaikata kau bisa tolong aku, pasti kami keluarga Lo akan ingat baik2 budimu ini. Kau tentu ketahui, menolong satu jiwa manusia ada lebih
menang daripada membangun menara tujuh tingkat! Kau
dengar, sekarang sudah jam berapa" Kenapa soeko tidak hendak meluluskan permohonanku ini! Buat kau cukup asal kau kirim orang kepada Boe Pangcoe, akan melaporkan
bahwa aku benar telah terfitnah, bawa aku telah dapat hunjuk buktinya bahwa aku penasaran, lalu kau mohonkan putusan yang maha adil dari Pang coe, untuk cuci bersih penasaranku itu. Secara demikian, juga nama baiknya Hong Bwee Pang bisa sekalian dipulihkan. Gouw Soeko, soal
Pang coe suka menerima baik atau tidak laporan itu,
bagimu adalah soal lain, tapi bagiku, sudahlah cukup andai kata kau berani melaporkannya. Setelah itu, bagaimana juga akan akhirnya, aku akan terima dengan segala senang hati dan rela".
Suaranya Cit Nio ada sedih sekali, iapun menangis.
Akan tetapi, disamping semua aksinya itu, ia sebenarnya masih sempat memasang kuping dan mata untuk hal2
lainnya disekitarnya. Begitulah ia telah dengar suara suitan ber ulang2 diarah barat utara Heng tong.
Gouw Ceng sedang bimbang, kata2nya Cit Nio menusyk
hatinya, hingga ia jadi bertambah ragu2. Bermacam pikiran mengaduk dalam otaknya. Yalah suasana disekitar Ceng
Giap San chung, bangkitannya janda yang elok ini, dan suara suitan itu. Sebagai seorang jajur, ia juga ingat baik2
budinya Lo Cie sebagai penolongnya. Apa mesti ia jadi seorang tak berbudi, yalah dengan hukum gadis satu2nya dari tuan penolongnya itu" Apa ia mesti lebih berati Hong Bwee Pang hingga ia jadi manusia yang tak berbudi"
Apakah ia tidak lihat bahwa malapetaka sedang mengancam Ceng Giap Sanchung dimana pertempuran
yang memutuskan boleh dibilang telah sampai diakhirnya"
Urusan didalam masih belum beres, sekarang tentara
negeri telah datang menyerbu. Apakah artinya ancaman
bahaya itu" Bukanklah guruh yang ia dengar itu sebenarnya adalah tembakan2nya tentara negeri"
Selagi hiocoe ini terumbang ambing dalam kesangsian,
dari luar ada datang satu orangnya sambil ber lari2, orang mana segera berikan laporannya.
"Hiocoe!" kata orang itu, "di pelabuhan dalam orang
telah melakukan pengunduran besar2an, malah yang paling aneh, anggota dari perahu2 pembelaan Je cap pat sioe pun telah pada berkumpul dalam bidang Thian Hong Tong.
Sebenarnya teecoe kuatir nanti mengganggu upacara tetapi toh
teecoe datang kepada hiocoe untuk mohon pengunjukan...." Gouw Ceng kerutkan sepasang alisnya, kedua biji
matanya berputar. Dengan tiba2 ia keluarkan keringat
dingin. Ia mengarti bahwa satu perubahan besar sudah
terjadi! "Jiewie tocoe!" akhirnya ia kata kepada Cioe Hiong dan Song Pin, "laporannya saudara ini ada terlalu luar biasa, maka tolong kamu segera pergi melakukan penyelidikan, supaya tidak sampai ada saudara2 bahagian luar nanti
lancang memasuki Liong Tauw Congto, Pusat Umum
kita!" Cioe Hiong dan Song Pin juga turut merasa aneh, tetapi juga mereka bisa duga, titahnya hiocoe itu kepada
merekapun ada suatu alasan sambil lalu untuk bikin mereka berdua keluar dari ruang Heng tong itu, supaya si hiocoe dapat ketika akan bicara kepada Liok Cit Nio. Mereka
memang ada orang2 kang ouw ulung, dari itu, melihat
suasana, mereka anggap tak perlu mereka ibuki lagi segala urusan si wanita cabul itu. Begitulah mereka terima
perintah dan lantas undurkan diri, akan menuju langsung ke Thian Hong Tong.
Adalah niatnya Gouw Ceng untuk lantas perintah
orang2nya pasang lilin dan menyulut hio, untuk mulai
dengan upacara sembahyang, supaya setelah itu hukuman atas dirinya Cit Nio bisa lantas dijalankan, akan tetapi sekarang, karena suasana itu, ia sengaja berlaku ayal2an.
Ketika itu di Ceng Giap Sanchung, pertempuran telah
sampai pada batas terhebat.
Tiba selagi cuaca seburuk itu kembali terdengar
tembakan yang dahsyat, mendengar mana, bukan kepalang gusarnya Boe Wie Yang, yang menyangka Hoay Yang Pay
dan See Gak Pay pasti sudah berkongkol dengan tentara negeri, untuk datang menyerbu secara tiba2 itu, untuk gencet Hong Bwee Pang dari luar dan dalam. Saking
murkanya, ketua ini lantas titahkan "Turun tangan!"
Sekejab saja semua orang Hong Bwee Pang segera hunus
senjatanya dan mereka lantas maju menerjang musuh,
hingga pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay terpaksa
sambut serangan itu. Dengan begitu, pertarungan jadi ambil dua tempat didalam dan diluar Ceng Giap San chung.
Dari pihak luar benar2 ada serbuan oleh pasukan air
negara, yang majunya berbareng diair dan darat, malah hebatnya, mereka bisa merangsek dengan ambil jalan
memotong, hingga perahu2 Jiecap pat sioe dari Hong Bwee Pang segera kena dikurung.
Selagi suasana buruk itu berjalan, Gouw Ceng telah
dapatkan ketetapan hatinya.
"Lo Kim In," katanya, "kau harus hargai dirimu, sebab biar bagaimana, kau tetap ada satu wanita. Dihadapan
saudara2 kita, tak dapat kau main gila. Kau harus ingat, kami semua tak membenci dan mendendam kepadamu,
kami melainkan menjunjung titahnya Liong Tauw Pangcoe.
Kau telah saksikan, perubahan apa sekarang sedang terjadi, karena itu, mengingat kau adalah satu wanita, aku sekarang berniat berunding dulu dengan semua tocoe sebawahanku, untuk lihat bisa atau tidak kami terima usulmu. Maka itu tunggulah akan lihat bagaimana nanti untungmu".
Lauw Thian Sioe dan Touw Liong saksikan perubahan
sikap dari hiocoe mereka itu, sebenar nya mereka girang sekali, akan tetapi disebelah itu, suasana ada demikian buruk, hati mereka jadi tawar akan "tonton harimau
berkelahi," dari itu, mereka mengawasi saja hiocoe itu.
Gouw Ceng dekati Thian Sioe, ia berbisik "Lauw Tocoe, suasana diluar buruk sekali, kita yang berada disebelah dalam perlu ketahui kejadian diluar itu, tetapi kita disini digerembengi Lo Kim In. Dalam halnya Kim In ini, tak
berani aku lantas memenuhi permintaannya, maka
bagaimana pikiranmu" Kita ada sama2 anggauta Hong
Bwee Pang, perlu kita berunding. Aku percaya, to coe tentu suka sekali apabila kita dapat tolong Kim In, tetapi aturan partai kita ada sangat keras, aku takut nanti menyalakan api hingga membakar diri sendiri. Maka itu bagi kita adalah
terlebih baik kurang satu urusan daripada berlebihan
perkara...." Thian Sioe heran mendapati hiocoe itu tiba2 suka bicara demikian rupa kepadanya. itu artinya merendahkan diri dan hal itu belum pernah ia alaminya dulu2 Tentu saja, didalam hatinya, ia jadi sangat girang.
"Hm, Hay niauw Gouw Ceng, toh datang saatnya kau
bakal rubuh ditanganku....." pikir ia.
Touw Liong kuatir kawannya itu, karena saking girang
nanti mengucap sesuatu yang bisa menyinggung Gouw
Ceng. Biar bagaimana, hiocoe itu adalah ketua mereka.
Maka lekas2 ia mendahului menyahut.
"Memang, hiocoe, apabila dapat kita satu tindak,
mengapa kita tak hendak menjadi manusia?" demikian
katanya. "Seorang kang ouw wanita, pasti banyaklah
rintangannya. Umpama dia ini memang sulit akan ketahui dia bersalah atau tidak. Menurut aku, tidak ada
halangannya apabila hiocoe meluluskan permohonannya
akan mintakan belas kasihannya Liong Touw Pangcoe,
umpama dengan menunda dahulu hukumannya. Siapa tahu
kalau dia dapat dilindungi jiwanya" Tidakkah itu ada satu perbuatan baik?"
Cit Nio ada sangat cerdik, ia segera bisa duga hatinya Gouw Ceng. Ia pun insyaf bantuannya Touw Liong,
begitupun Thian Sioe, maka tidak berlambat lagi ia segera hampirkan mereka, untuk menekuk lutut.
"Loosoehoe bertiga," katanya, "apabila loosoehoe bisa berbuat baik demikian rupa kepadaku, seumur hidupnya Lo Kim In tidak nanti lupa akan budimu".
Ia lantas manggut berulang2.
Benar2 Gouw Ceng kena dipengaruhi. Akan tetapi, pada
wajahnya ia tidak segera perlihatkan isi hatinya itu. Ia hanya menoleh kepada Thian Sioe dan Touw Liong.
"Jikalau jiewie tocoe berniat menolong dia ini, akupun suka membantu kepadanya," berkata ia. "Biar aku rela
menerima teguran Pangcoe, nanti aku memohon kepadanya. Suasana dipelabuhan ada demikian rupa, entah di Ceng Giap San chung orang telah terima laporan atau belum, maka itu pikirku baik jiewie tolong pergi ke San chung akan wakilkan aku, tetapi jangan jiewie segera
majukan permohonan langsung kepada Pangcoe, jiewie
bicara saja kepada hiocoe dari Thian Hong Tong, akan
tuturkan keluh kesahnya Lo Kim In. Auwyang Hiocoe
biasa paling berani bertanggung jawab, cukuplah asal ia berani bicara sepatah kata saja kepada Liong Tauw
Pangcoe. Apakah jiewie tocoe sudi pergi ke Ceng Giap San chung?"
Thian Sioe bersenyum mendengar hiocoenya itu, ia
pandang Cit Nio kemudian berpaling kepada ketuanya ia berkata "Aku Lauw Thian Sioe paling suka membantu
sesamanya, hiocoe sendiri ada demikian murah hati,
mustahil kami tak sudi bantu padamu" Baik, suka kami
pergi kedalam San chung, untuk sekalian tengok keadaan disana".
Gouw Ceng bukannya terlalu tolol untuk tidak dapat
menyangka hatinya tocoe sebawahan yang licik itu, tetapi iapun ada punya maksudnya sendiri, dari itu ia tak jerih.
Lauw Thian Sioe tidak berayal lagi, sambil ajak Touw
Liong, rekannya, ia minta sebatang tek hoe dari hiocoenya itu, terus mereka bertindak pergi.
Begitu lekas berada diluar ruang Heng tong, kedua tocoe ini lantas merasakan lainnya suasana. Air hujan sudah
mulai turun, halilintar berkeredep saling sambar, guntur terdengar semakin nyata. Walaupun suasana ada demikian rupa yang bisa mengecilkan hati, tapi berdua mereka maju terus kearah Ceng Giap San chung.
Seberlalunya kedua tocoe itu, didalam Heng tong masih ada beberapa orang lain, tetapi karena mereka bukannya tocoe, Gouw Ceng tak kuatirkan mereka itu.
"Lo Kim In," segera ia kata kepada si juwita, "ber
ulang2 kau katai aku tidak berbudi, kau sebenarnya terlalu menghina! Kalau aku tak ingat kebaikannya Lo Loo
enghiong, sudah sejak siang2 aku penggal batang lehermu!
Sekarang begini rupalah keadaannya Cap jie Lian hoan
ouw, aku lihat tak usah kita terlalu taat kepada undang2
lagi" Dasar kau tidak hendak mampus, apa mau telah
terjadi perubahan suasana seperti ini. Kau lihat, Lo Kim In, aku telan menempuh bahaya dengan kirim orang ke Ceng
Giap San chung, untuk sampaikan permohonanmu.
"Aku tahu bahwa perbuatanku ini berarti aku cari malu sendiri. Mana Liong Tauw Pang coe sudi terima baik
permohonanmu itu" Lauw Thian Sioe dan Touw Liong
hendak main gila terhadapku, sedikitnya untuk membuat aku jadi buah tertawaan, maka itu sengaja aku kirim
mereka, supaya biarlah mereka yang merasainya terlebih dahulu! Kau mengerti, Lo Kim In, aku melainkan
lambat2an untuk menangkan tempo, maka umpama kau
benar tidak mestinya binasa, pasti kau bakal ketolongan, walaupun untuk sesaat. Kau harus jangan memikir yang
tidak2, atau kau akan perlekas kebinasaanmu. Kau
percayalah bahwa Gouw Ceng bukannya itu orang yang
suka bekerja kepalang tanggung!"
Hiocoe ini baharu mengucap demikian atau lima orang
sebawahan lainnya menerobos masuk.
"Hiocoe, keadaan di Thian Hong Tong sudah jadi sangat kalut!" salah satu diantara mereka melaporkan. "Dimulut pelabuhan, semua perahu kita sudah terpencar, sebahagian anggota sudah menyingkir kedalam Pusat Umum, sedang
dipelbagai pos lainnya, saudara2 kita pun terhalang.
Katanya sejumlah besar tentara negeri dan perahu perang sudah menerjang masuk kedalam Cap jie Lian hoan ouw.
Maka itu perlu hiocoe segera bertindak...."
Gouw Ceng sambut laporan itu dengan suaranya yang
keren "Sekarang ini Liong Tauw Pangcoe dan semua
hiocoe dari Lwee Sam Tong sedang terlibat hebat oleh para tetamu kita, selama belum ada keputusannya, biar apa yang terjadi, kita pihak luar Lwee Sam Tong tak dapat lancang bergerak, maka pergi lekas kamu jaga masing2 posmu,
jangan kamu mengacau di Heng tong, atau nanti terpaksa aku hukum pada kamu!"
Perkataan hiocoe ini dibuat takut, lima orangnya itu
sudah lantas undurkan diri.
Cit Nio berlompat bangun. "Gouw Soeko, loloskanlah
belengguanku ini!" ia mohon. "Aku bukannya seorang hina dina hingga aku nanti kabur dari hadapanmu. Aku telah mohon belas kasihanmu, itulah urusan pribadi, jikalau aku buron, aku bukannya seorang kang ouw lagi. Gouw Soeko, lekas lepaskan aku, aku hendak bicara kepadamu...."
"Untuk loloskan kau adalah perkara kecil," Gouw Ceng
bilang. "Umpama kau kabur, itulah cuma akan melekaskan
mampusmu!" Sambil mengucap demikian, Gouw Ceng loloskan
belengguannya si manis itu, atas mana Cit Nio gerak2i kedua lengannya, untuk menghilangkan rasa pegal,
kemudian ia memandang kepada orang2nya Gouw Hiocoe,
tiga orang lagi yang tidak punya pengaruh apa2. Ia lantas bertindak mendekati meja sembahyang.
"Gouw Soeko, kau legakan hatimu," berkata ia.
"Umpama aku tak dapat tolong diriku, tidak nanti aku akan celakai kau."
Gouw Ceng sedang pasang kuping untuk suara berisik
diluar ketika ia dengar perkataannya si janda, lalu ia menoleh kepada tiga orangnya. Ia pun dekati si manis.
"Kau hendak bicara apa?".
"Gouw Ceng, kecewa kau jadi orang kang ouw!" berkata
Liok Lo Kim In. "Kau ada seorang yang berambekan
tinggi, yang ingin angkat nama dalam dunia kang ouw,
sayang sampai saat segenting ini, kau tak dapat ambil putusan!
Sayang kepandaianmu, kecerdikanmu, semangatmu juga, sebab kau bakal antarkan jiwamu secara penasaran didalam Cap jie Lian hoan ouw ini, sungguh
sangat disayangkan" Coba pentang matamu, lihat keadaan Cap jie Lian hoan ouw sekarang ini! Beberapa orang
sebawahanmu tidak ada disini, mungkin mereka tidak bakal kembali lagi, maka sekarang adalah waktunya yang tak
dapat disia2kan pula. Maka sekarang baiklah aku beri tahu pada mu!"
Suaranya nyonya janda muda ini jadi keren ketika ia
melanjutkan "Puterinya Sam im Ciat hoe ciang Lo Gie,
keponakan perempuan dari Siang chioe Kim Piauw Lo Sin, adalah seorang perempuan keturunan orang kang ouw yang kenamaan, tak nanti dia ada demikian rendah hingga dia takut mati atau temahai hidup hingga dia jerih terhadap golok atau pedang! Tidak nanti karena sayangi satu jiwanya dia nanti tak perdulikan lagi nama baik keluarganya!
Perbuatanku tadi adalah hanya untuk sengaja memperayal waktu! Gouw Soeko, mari kita bicara dengan sungguh2.
Tidak sudi aku buang jiwaku disini, jikalau disini aku turut mereka habis musnah, itulah aku mirip seperti si orang yang turut mati berkurban! Selagi bahaya mengancam, mesti kita ambil putusan cepat, tak lagi kita harus perdulikan segala kehormatan kang ouw! Aku telah dibekuk oleh Tiat So
Toojin, itu imam bangkotan hidung kerbau, benar dia telah lukai aku tetapi tidak hebat. Ketika aku dipukul rubuh dan pingsan, entah siapa orang yang bersama dia, orang itu segera belesakkan aku kedalam kantong, setelah mana,
lantas aku sadar akan diriku. Aku tahu aku telah terjatuh kedalam tangan nya seorang sangat liehay, aku insyaf, percuma akan aku mencoba2 untuk berontak atau


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melarikan diri, maka itu aku bersabar, aku antap apa ia suka perbuat atas diriku. Aku tunggui ketika yang baik.
Rupanya imam itu sangka aku masih pingsan, aku dengar dia dengan suara keras perintah kawannya segera pergi ke Tong peng pa, akan memasuki rimba sebelah utara dimulut gunung, dia sendiri hendak pergi ke kuil Kouw Heng Am dibarat selatan Hok Sioe Tong, untuk ketemui ketua dari See Gak Pay, To Cie Tay soe, buat anjurkan pendeta tua itu lekas masuk kedalam Cap jie Lian hoan ouw, untuk sambut muridnya. Aku tidak dengar jelas titahnya si imam hidung kerbau itu tapi rupanya dia peringatkan bahwa rombongan dari Soe Soei ada terancam bahaya kemusnahan, sebab Boe Wie Yang sudah jadi nekat, bahwa rupanya Boe Wie Yang itu telah ada yang khianati, bahwa musuhnya Hong Bwee Pang ada orang sangat liehay. Tiat So Toojin bersikap demikian, sebab dia sendiri mesti lindungi orang Hoay Yang Pay. Demikian apa yang aku dengar, dari itu aku
percaya, Hong Bwee Pang tentulah tak bakal dapat ditolong lagi. Hong Bwee Pang niat tumpas orang2 Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, dia tidak tahu bahwa musuh2nya ada
tangguh sekali. Aku menyesal sudah jatuh kedalam tangan Tiat So Toojin, hingga tak dapat aku cuci kehinaan atas
tubuhku yang putih bersih, jikalau aku sampai mati secara menyedihkan, sungguh
hebat sekali, sungguh aku
penasaran. Kau tahu sendiri, Gouw Soeko, Lo Kim In
belum ada sedemikian hina, maka syukurlah Thian
menaruh belas kasihan, aku toh telah diberikan jalan hidup.
Gouw Soeko, kau ada satu enghiong mulia, kau tidak
punya cacat, menyesal aku mesti gerembengi kau, hingga kau bisa ditertawai sesama kaummu. Tapi aku terpaksa
tidak perdulikan itu, sebab aku perlu tolong jiwaku, juga berbareng aku hendak tolong nama baikmu. Apabila kau
kerjadian hukum aku kau juga bakal ditertawai umum.
Tentang ayahku tentunya kau ketahui, bagaimana dia telah angkat kau, supaya kau dapat berdiri atas kaki sendiri.
Tentu sekali, ayah tidak "Tentu sekali, ayah tidak mengharapkan pembalasan
budi darimu, sebab seumurnyapun tidak suka dia
menyender kepada lain orang. Kau lihat sendiri, sekalipun aku sebagai gadisnya, dia tidak terlalu perhatikan, tetapi aku percaya dia tetap menyayangi aku. Rupanya ayahpun tidak ingin aku mengandalkan pengaruhnya. Ayah pandai melihat orang, soe ko, sebagaimana buktinya, dia telah tolong kau dan didik padamu. Maka kalau sekarang kau
tidak segera ambil putusan, ayah tentu kecewa dan
menyesal sudah tolong padamu...."
Merah padam mukanya Gouw Ceng karena dikocok
dengan kata2nya janda licin ini.
"Lo Kim In, kau berani bujuki aku?" dia berseru.
Gouw Ceng belum sempat berkata lebih jauh, tiba2 ia
dengar suara gemuruh dua kali diarah timur, disusul sama suara pertempuran di timur selatan, agaknya dikiri Thian Hong Tong ada bergerak banyak sekali orang, suaranya
saling sambut. Pastilah di Lwee Sam Tong dan Gwa Sam Tong sudah
terjadi peristiwa hebat sekali. Yang paling menggoncangkan adalah tembakan senapan tak hentinya. Gouw Ceng pernah bertempur disungai, ia telah saksikan sendiri hebatnya tembakan senapan2 pasukan air negara. Senjata api itu ada jauh lebih hebat daripada panah, bahkan satu akhli silat pun, menghadapi senjata model baharu itu seperti mati kutunya. Maka adalah diluar pikirannya Hay Niauw si
Burung Laut akan dengar tembakan didalam pusat Hong
Bwee Pang. Keadaan ini membikin Gouw Ceng tak pandang terlalu
rendah lagi kepada Liok Cit Nio, kata2 siapa ia jadi
semakin percaya, hingga ia berbalik pikir, sudah seharusnya dia tolongi janda elok ini, untuk sekalian balas budinya Lo Gie dan Lo Sin.
"Tak boleh aku terlalu percaya orang luar, tak dapat aku membuat dia penasaran", akhirnya si Burung Laut berubah pikiran.
"Kalau benar2 tentara negeri sudah masuk kesini, apa
aku bisa bikin" Baik aku turut Cit Nio, untuk sekalian tolong diri sendiri juga. Dengan berbuat demikian, aku rasa aku tidak berkhianat kepada Hong Bwee Pang, dibelakang hari, aku masih dapat membantu pula...."
Karena memikir begini, Gouw Ceng awasi si manis.
"Soe moay", katanya, "aku dengan kau tidak
mendendam tidak bermusuhan, kau kenal baik aku sebagai satu jantan, maka jangan kau coba bujuk dan pancing aku hingga aku jadi berbuat jahat. Perbuatanku sekarang ini cuma untuk taati titah Pang coe, terutama mengingat Pang coe dan Lwee Sam Tong perlakukan aku dengan baik.
Dalam saat2 berbahaya, tak boleh aku kecil hati dan
menyingkir untuk kepentingan diriku pribadi. Tapi kau
mengandung penasaran, serbuan dari pihak luar juga sangat hebat, maka sekarang aku berpikir lain. Anggaplah keluarga Lo telah mengumpul jasa baik, maka sekarang aku hendak merdekakan kau. Hanya aku hendak tegaskan, kau bisa
atau tidak lolos dari Cap jie Lian hoan ouw, itulah bukan urusanku, sebagai mana aku sendiripun tak tahu bagaimana akan terjadi dengan diriku sendiri. Soe moay, aku hendak taati sumpahku kepada Couwsoe, aku hendak belai Hong
Bwee Pang. Sekarang, katakanlah, apa lagi yang kau
kehendaki" Aku akan lepaskan kau pergi!"
Cit Nio perlihatkan roman sungguh2, ia banting2 kaki.
"Gouw Soeko, kenapa pikiranmu jadi begini butek?" ia
menegur. "Sekarang aku tidak punya kata2 lainnya lagi.
Karena kau tidak niat menyingkir, akupun tidak akan
berlalu dari sini. Soeko, coba kau lihat dahulu keadaan diluar...."
CXLIII Janda ini maju setindak mendekati hiocoe itu, hingga
terpisahnya mereka berdua tinggal setengah kaki. Ia
mengawasi dengan mata terbuka lebar, sinar matanya
tajam, romannya jadi bengis, agaknya ia gusar. Tapi ia bukan gusari hiocoe itu, ia hanya sibuki dirinya sendiri dan sang soeko juga, kanda seperguruan itu. Kemudian ia ulur tangannya akan cekal kedua bahunya Gouw Ceng.
Gouw Ceng tidak anggap si juwita sebagai musuh,
sebegitu jauh ia hanya tak suka terhadap tingkah polanya si genit itu, akan tetapi sekarang ia tampak orang
bersungguh2. Memang mereka berdua tidak asing satu
dengan lain, untuk setahun lebih mereka pernah tinggal bersama didalam satu rumah. Maka itu, pelahan2
hiocoe.ini terkena pengaruh gayanya si cantik ini.
Liok Cit Nio liehay sekali, menghadapi Gouw Ceng, ia
tidak perlihatkan kecentilan, ia bawa aksi sewajarnya sebagai orang yang sedang berduka dan menghadapi
bahaya. Sehabis hunjuk roman sungguh2 itu, lalu air
matanya melele turun. "Gouw Soeko, pergilah lekas ke Thian Hong Tong,"
kata ia pula, "coba kau cari tempat untuk sembunyikan diri, guna lihat apa yang sebenarnya telah terjadi, lantas kau lekas2 kembali kesini. Aku masih hendak beritahukan kau satu hal penting sekali mengenai kehidupanmu. Kalau
benar kau berniat keras membelai Hong Bwee Pang, untuk itu tidak ada jalan lain lebih baik daripada kau bunuh diri!
Berapa tinggi kepandaiannya" Apa kau bisa bikin" Aku
justeru kuatirkan, sudah terlambat untuk kau keluar dari sini. Aku tak ingin kau mati kecewa" Lekas, soeko, lekas pergi lihat, atas nama kebaikan nya keluarga Lo!"
Cit Nio tolak tubuh orang, cekalannya sendiri ia
lepaskan, maka itu, tubuhnya Gouw Ceng. menyelonong
keluar. Habis itu ia lantas duduk didepan meja suci, ia menangis. Dengan ujung bajunya ia tutup mukanya, untuk sekalian tepas air matanya, Gouw Ceng bertindak keluar dengan pikiran kusut ia diawasi tiga orangnya dengan
mereka ini tidak mengerti atas apa yang mereka saksikan itu, mereka mendengar tetapi tidak jelas. Mereka juga tidak berani campur bicara".
Gouw Ceng bertindak terus, ia pergi kepojok Heng tong, dari mana ia loncat naik keatas genteng. Ketika ia
mengawasi keempat penjuru, ia dapatkan disekitarnya
gelap. Syukur sang kilat sering berkeredep, maka bisa jugalah ia melihat sekitar Thian Hong Tong, Gedung
Burung Hong itu. Samar2 ia tampak orang seperti berlari2
berserabutan. Kemudian iapun lihat sinar merah diudara, ia dengar mendengungnya tembakan2. Ia tahu apa artinya
tembakan itu. Walaupun demikian, hiocoe ini tak dapat duga apa adanya latar belakang dari kekacauan dalam
sarang Hong Bwee Pang itu, yang biasanya tenang dan
angker". Ia tidak menginsafi bagaimana orang telah jual partainya itu, hingga tentera negeri dapat menyerbu masuk.
Apabila tidak sedang berlaku pertempuran dengan Hoay
Yang Pay dan See Gak Pay, mungkin Boe Wie Yang dapat
bertahan, tapi sekarang, dia repot sekali.
Sekian lama Gouw Ceng pasang mata dan kupingnya,
dalam kesangsiannya, semakin teballah kepercayaannya
terhadap Liok Cit Nio, maka diakhirnya, ia loncat turun akan kembali kepada tocoe wanita itu. Disitu masih ada tiga orangnya selain si nyonya janda sendiri.
"Kamu sungguh setia!" hiocoe ini kata pada mereka itu, tapi suaranya menyatakan tak puasnya hati. "Kenapa kamu tidak mau mabur" Apakah kamu hendak tunggui
kematianmu?" Tiga orang itu tercengang, sebab tidak keruan2, mereka ditegur. Tapi, kapan ternyata hiocoe itu tidak main2, tidak berayal lagi mereka lantas undurkan diri, untuk kabur!
Gouw Ceng hampirkan Cit Nio, yang duduk sambil
tunduk, kedua tangannya memain di ujung baju, agaknya janda ini sedang berpikir.
"Soemoay Kim In," kata ia dengan lagu suara berubah
dari biasanya. "Keadaan sekarang ini rupanya hebat sekali, aku kuatir, segera juga Hong Bwee Pang bakal ludas".
Inilah aku tidak sangka...."
Cit Nio tiba2 berbangkit, ia angkat kepalanya mengawasi hiocoe itu. Tapi ia tutup rapat kedua bibirnya, lalu ia menghela dengan pelahan.
"Soeko, soemoaymu yang terfitnah ini toh tidak dusta
bukan?" akhirnya ia berkata. "Jikalau kau hendak jadi seperti si isteri setia yang berkurban menyusul suaminya kedunia baka, atau anak yang berbakti yang mencari ayah dan ibunya, sekaranglah waktunya, kau boleh hunus
golokmu akan gorok batang lehermu, supaya kau bisa mati didalam Heng tong ini, agar nanti tentara negeri sampai disini, mereka bisa dapati mayatmu, untuk diangkat dan dibuang kebelakang bukit. Tidakkah dengan demikian kau telah berkurban untuk kesetiaan mu terhadap Hong Bwee Pang?".
"Soemoay, jangan kau bikin hatiku panas," Gouw Ceng
me motong. "Aku masih bisa berpikir, aku masih ingat
budinya penolongku...."
"Tetapi, soeko, ayahku sudah berontak terhadap Hong
Bwee Pang," ia kata "Dimata lain orang dia tentu
dipandang hina, sebab sebagai tetua dari Hok Sioe Tong, bukannya dia bersetia, justeru dia berkhianat terhadap partainya. Bukankah, tak seharusnya dia bertindak
demikian" Kau ada orang terdekat dengannya, kau tentu beranggapan lain. Bukankah ia telah didesak Boe Wie
Yang" Bukankah Boe Wie Yang sendiri yang menyebabkan
keruntuhannya Hong Bwee Pang" Maka, setelah kita
ketahui duduknya hal, kenapa kita jadi mau berlaku tolol, akan kurbankan jiwa sendiri" Kau hendak tunggu apa lagi jikalau tidak sekarang juga kau ambil putusanmu" Jikalau kita tunggu sampai tentara negeri sudah tutup semua
jalanan, pasti sulit untuk kita menyingkir dari sini...."
Gouw Ceng berdiam, rupanya ia sedang berpikir.
"Baik sekarang aku omong terus terang", kata Cit Nio
pula. "Kalau jalan kita tertutup, sukar untuk kita lolos, tidak demikian dengan Boe Pangcoe si tua bangka licin!
Hong Bwee Pang boleh musnah tapi dia pasti dapat
loloskan diri, tak perduli tentara negeri liehay. Aku berani bertaruh potong satu jari tanganku yang kiri apabila aku mendusta! Jangan kau anggap aku satu wanita tukang
ngoceh saja! Tahukah kau bahwa Boe Pang coe ada punya satu jalanan rahasia, yang diketahui hanya olehnya sendiri serta hiocoe2 dari Lwee Sam Tong saja" Bahkan hiocoe2
dari Hok Sioe Tong yang dimuliakan, itu mereka tak tahu jalan rahasia itu, Boe Pangcoe tidak sudi memberitahunya.
Gouw Ceng, adakah itu perbuatannya satu saudara yang
bersumpah sehidup semati" Maka, marilah kita pergi lekas, jangan tolol! Siapa sudah mati, habislah sudah!...."
Gouw Ceng mengawasi dengan kesangsian tetapi
hatinya sangat tertarik, ia mulai percaya janda ini, karena mana, ia jadi dapat perasaan jemu terhadap Boe Wie Yang.
Sebagai orang kang ouw yang jujur, ia benci perbuatan curang dari sesama kawan. Ia tak hendak pedayai orang, juga ia tak sudi orang berlaku licik kepadanya. Ia hendak bersetia, maka ia tak senang orang tidak hargai
kesetiaannya itu. Memang samar" pernah ia dengar perihal jalanan rahasia itu, yang ia. sangsikan, sampai sekarang Kim In berani memastikannya.
"Ah, dia benar celaka!" dalam hatinya ia mengutuk Boe Wie Yang.
"Aku setia kepadanya, aku bersedia untuk kurbankan
jiwa, siapa tahu sampai disaat mati hidup ini, dia tak gubris aku!"
Dengan tiba, hiocoe ini tertawa gelak2.
"Lo Kim In, jangan kau pandang enteng kepada Hay
niauw Gouw Ceng!" kata ia akhirnya. "Kalau mereka bisa lolos dari jalanan rahasia itu, aku juga punyakan
kepandaian untuk keluar dari sini dengan sama bebasnya!
Biarlah nanti diluar Cap jie Lian hoan ouw, kita bertemu pula!"
Diam2 girangnya Cit Nio bukan kepalang besarnya, ia
justeru kuatirkan hiocoe itu tetap berkepala batu, apabila dia tetap bersetia kepada Boe Wie Yang, pasti ia sukar loloskan diri. Bagus hiocoe ini membenci ketua Hong Bwee Pang itu. Ia cerdik, ia tidak mau omong banyak lagi.
Gouw Ceng ber lari2 kebelakang ruang dimana ada letak kamarnya untuk istirahatnya, disitu ia siapkan senjatanya berikut senjata rahasianya, juga uang simpanannya. Ia pun sambar sebatang golok pok too, untuk Cit Nio.
"Bagaimana, Soemoay, kau kuat jalan atau tidak?" tanya ia, yang putusannya sudah tetap. "Kita sekarang harus menerjang keluar! Aku tanggung kau akan lolos dengan
selamat, untuk perlihatkan kepadamu bahwa soekomu ini bukannya seorang tak punya guna! Tetapi jikalau kau lelah, ini berabe...."
Cit Nio sedang kegirangan, ia jadi bersemangat.
"Soeko, jangan kau pandang enteng adikmu ini!"
jawabnya dengan lantas. "Adikmu ini pernah berkelana
banyak tahun, pernah saksikan gunung golok, rimba
pedang, sungai besar, gelombang dahsyat, maka disaat
seperti ini, tak nanti aku kalah daripada sembarang lelaki!
Sekarang sudah tak ada saat lagi untuk berayal, mari kita berangkat!"
Gouw Ceng benar2 tak sangsi lagi, ia lantas bertindak keluar.
"Mari ikuti aku!" ia mengajak.
Demikian selagi suasana ada demikian buruk dan
mengancam, hiocoe dan tocoe ini telah angkat kaki dari ruang Heng tong akan nerobos keluar. Tentu saja, mereka
kuatir ketemu orang2 sendiri dan takut kalau2 jalanan telah tertutup tentara negeri.
"Ikuti aku, soemoay, jangan pisahkan diri!" Gouw Ceng pesan wanti2. "Aku nanti cari perahu! Besarkan nyalimu, jangan takut, aku kenal baik jalanan, kita pasti dapat lolos!"
Gouw Ceng ber lari2 dijalanan yang gelap, benar2 ia
kenal baik pusat Hong Bwee Pang itu. Dari Thian Hong
Tong, ia jalan memutar keluar dari seluruh Lwee Sam
Tong, hingga dalam tempo yang pendek ia sudah
mendekati pelabuhan. Dari sini ia tampak sinar api merah digedung tetamu dan dijalan hutan cemara, rupanya tentara negeri sudah sampai disana.
Setelah menuju kedepan hutan cemara, Gouw Ceng
ambil jalan barat utara, pergi kebelakang rimba sebelah kiri.
Siapa tidak tahu seluk beluknya tidak berani ambil jalan itu, bagi Gouw Ceng justeru sebaliknya. Dibelakang itu ada tanah pegunungan, dan dikaki bukit lebat dengan alang2
setinggi sependirian orang. Tempat itu gelap sekali. Tanpa bersangsi ia nerobos kesitu.
Selama itu Cit Nio merupakan bayangannya hiocoe ini.
Sesudah keluar dari wilayah Kim Tiauw Tong, gedung
Garuda Emas, sampailah Gouw Ceng ber dua dimulut
pelabuhan dimana ia tampak pemandangan yang menggiriskan, karena semua perahu Jiecappat sioe telah dipukul buyar tentara negeri dan ada juga yang terbakar, ditengah sungai masih terjadi perguletan, ada orang2 Hong Bwee Pang yang sedang merat. Ia berdaya akan
menjauhkan diri dari mereka itu walaupun ia tak kuatir, sebab ia percaya diwaktu demikian tidak akan ada orang yang perhatikan mereka berdua.
Mengikuti tepi, Gouw Ceng menuju kearah timur, tidak
jauh dari situ ia tampak banyak perahu dipermukaan air
sedang terumbang ambing. Ia loncat naik kesebuah perahu laju, segera ia gayu kendaraan itu ke pinggir.
"Cit Nio, inilah ketika kita!" kata ia, yang ajaki si janda naik perahu itu.
Cit Nio tanpa ragu2 segera loncat keperahu, yang dilain saat lantas digayu oleh Gouw Ceng sesudah memesan si
manis untuk mendekam. Dia pandai mainkan penggayunya, sebab ia pernah berlatih keras, sedang
gelarannya, Hay Niauw si Burung Laut ia dapat didalam Hong Bwee Pang setelah ia pandai main di air.
Hiocoe inipun menggayu dengan tubuh separuh
mendekam, perahunya laju pesat sekali. Permukaan air ada gelap, ini menolong ia menyingkir dari sinar apinya tentara negeri.
Beberapa kali ia lewatkan tempat berbahaya tanpa
halangan, diakhirnya, ia memasuki satu gombolan gelaga lebat. Disini ia melalui kira2 sepanahan.
"Soemoay, inilah laut yang lebar dan langit yang luas!"
kata Gouw Ceng akhirnya. "Disini dapat kita terbang
dengan merdeka! Lihat Thian lam It Souw Boe Wie Yang
yang cerdik, yang siang2 telah sedia jalan lolos, dia tidak tahu juga aku, sejak dua tahun yang lampau, sudah
mencari2 jalanan ini, karena akupun kuatirkan datangnya saat hebat sebagai ini. Diluar tahu siapa juga, aku telah jelajah semua bagian tersembunyi dari Cap jie Lian hoan ouw, maka aku telah dapati jalanan ini. Dasar kau tidak bakal celaka, soemoay! Sekarang mari turut aku!"
Cit Nio girang tak kepalang, ia manggut, lantas ia ikuti hiocoe itu yang berlari2 dengan ilmu enteng tubuh, untuk mandaki, hingga dilain saat sampailah mereka diatas bukit.
Jalanan ini bukan tidak ada bahayanya, sedang waktu itu hujan sedang turun, jalanan licin.
Dua kali Cit Nio terpeleset, hampir ia rubuh terluka. Ia memang belum beristirahat cukup dan jalanan ada meminta tenaga.
Gouw Ceng lihat keadaan kawan itu, ia menjadi merasa
kasihan. "Ditempat seperti ini, diwaktu begini, soemoay," kata Hay Niauw kemudian, "aku tak perdulikan lagi pantangan priya dan wanita tak boleh berpegang tangan, mari aku bantu padamu!"
Inilah tawaran yang Cit Nio harap2, tetapi ia.masih
menahan harga. "Ah, soeko," katanya, "karena aku, kau jadi begini
bersusah payah, mana aku bisa menambah kesukaranmu"
Kau biarkan saja, sampai nanti aku sudah tidak berdaya, setelah itu, pergi kau menyingkir sendiri!...."
Suaranya si manis ini sangat menyedihkan.
Tapi Gouw Ceng sambar lengannya si cantik.
"Soemoay, jangan berkata demikian," kata ia. "Kita
sudah lolos dari mulut pelabuhan, lagi satu lie, kita akan sudah keluar dari jalanan sukar dan berbahaya ini. Mari turut aku!"
Karena dipaksa, Cit Nio peserah. Justeru karena
dipegangi, ia jadi peroleh keringanan. Di situ pun tak pernah mereka bertemu orang lain.
Selang setengah jam, sampailah mereka dipinggiran
Hoen coei kwan. Gouw Ceng cari satu tempat dimana ada sebuah batu besar, ia ajak si manis duduk beristirahat diatas batu itu. Ia beritahukan kawan itu, bahwa didepan mereka
ada jurang dalam duapuluh tumbak lebih, tapi karena ada oyot rotan dan tubuh mereka enteng, mereka tak usah
kuatir. "Sampai dibawah, baharu habislah semua rintangan,"
Gouw Ceng tambahkan. "Dari situlah kita tak lagi berada didaerah berbahaya."
Cit Nio tidak banyak omong, ia lebih suka manggut.
Berselang pula setengah jam, Gouw Ceng ajak janda itu melanjutkan perjalanan mereka untuk menyingkirkan diri.
Ia buka jalan, ia terus membantu si juwita, dengan tidak terlalu sukar mereka lakoni perjalanan berbahaya itu.
Mereka juga seberangi sebuah solokah besar, yang mereka bisa loncati. Masih ada rintangan gelaga lebat, sesudah mana, sampailah mereka ditanah datar.
Akhir2nya mereka berlari2 menuju kesebuah kampung
didekat Hong hong thia, disitu mereka peroleh kebebasan, akan tetapi Gouw Ceng sendiri lantas kehilangan
kemerdekaannya, sebab ia telah terpincuk Liok Cit Nio, hingga dibelakan hari ia selalu terancam Boe Wie Yang.
Sekarang adalah Cit Nio yang ajak ia menyingkir lebih jauh, kearah Barat, katanya untuk jauhkan diri dari Boe Wie Yang.
Balik kedalam Ceng Giap Sanchung, pertempuran kalut
buyar sendirinya karena pada akhirnya Boe Wie Yang beri titah untuk pihaknya undurkan diri, Boe. Wie Yang sendiri mundur hanya bersama beberapa kawannya saja. Dengan
lekas mereka bisa jauhkan diri dari rombongannya Eng
Jiauw Ong. Siangkoan In Tong pergi mencari bersama2 Ban Lioe
Tong dan Coe In Am coe, mereka mencari berpencaran,
tetapi tidak lama mereka sudah kembali. Adalah waktu itu
Siangkoan In Tong lantas serukan "Semua lekas mundur
kebawah para2 Utara!"
Seruan ini ditaati oleh semua orang, tua dan muda,
karena mereka pun insyaf, saat2 berbahaya masih belum lewat. Semua mereka masih ragu2 kenapa tentera negeri datang diwaktu yang demikian kebetulan, selagi kedua
pihak melakukan pertempuran. Eng Jiauw Ong, Coe In Am coe, Ban Lioe Tong, juga Siangkoan In Tong tidak bisa lantas menduga tepat sebabnya itu.
Eng Jiauw Ong ada sangat mendongkol, terutama karena
menyingkirnya Boe Wie Yang, sebab dalam pertempuran
kalut dalam gelap gulita itu, ada lima orang dipihaknya yang terluka.
"Siangkoan Loosoe, tak tepat kita melindungi diri lama2
disini," kemudian Eng Jiauw Ong mengutarakan. "Para2
ini tali cukup tangguh untuk menghindarkan diri dari
tembakan2 tentera negeri. Musuh kita undurkan diri
kedalam paseban, mari kita susul mereka! Dalam keadaan seperti ini, tak usah kita ragu2 lagi, kita harus bertempur sampai diakhirnya!"
"Ong Soeheng, sabarlah," Siangkoan In Tong meminta.
"Memang tak dapat kita berdiam lama2 disini, tetapi perlu kita hargai jiwa kita. Apabila tentera negeri tak sudi ijinkan kita mundur, itu waktu baharulah kita terpaksa berlaku nekat. Aku.kuatir kawanan Hong Bwee Pang masih punya
daya lain....." Baharu Wa Po Eng. berkata demikian, mendadak ada
terdengar dua kali gemuruh hebat disusul oleh berkobarnya api menyambar kearah paseban.
"Lihat, bukankah para2 ini ada terlebih selamat?" kata Siang koan In Tong.
Menyusul dua tembakan hebat itu, orang2 Hong Bwee
Pang, dalam dua rombongan, nerobos ke pintu san chung, lalu terdengar pula tembakan senapan, dua musuh rubuh karenanya.


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena kawanan itu mencoba menyerbu keluar, mereka
bentrok dengan tentera negeri, yang tempatkan diri diatas gunungan2, walau demikian, akhirnya mereka bisa juga
molos pergi sesudah meninggalkan dua korban. Dalam
gelap itu tak dapat diketahui siapa yang rubuh dan apakah Boe Wie Yang berhasil lolos.
Eng Jiauw Ong jadi tidak sabaran, ia terpengaruh
kemendongkolannya karena kelicikan musuh, yang toh bisa lolos, hingga ia banting2 kaki.
"Kita ada rakyat baik2, celaka kalau kita terima nasib sama seperti orang2 Hong Bwee Pang". kata ia. "Apakah kita puas musnah bersama" mereka, hingga pualam tak
dapat dibedakan daripada batu bata" Mari kita nyerbu, untuk sampaikan perahu kita!"
"Tindakan itu tidak tepat, Ong Soeheng," Coe In Am
coe menentang. "Jangan kita bertindak seperti orang2 Hong Bwee Pang itu, mereka tidak memikir lain daripada nerobos keluar. Rubuh ditangan kita mereka celaka, tapi lebih celaka lagi apabila mereka tertawan tentara negeri. Kita ada rakyat jelata, kenapa kita kasi diri kita ditawan" Umpama kita menerjang, berapa jumlak kita yang bisa lolos?"
Selama itu, suara pertempuran kusut jadi bertambah
berisik, cahaya obor terlihat semakin terang. Pun ada tanda2 bahwa tentara negeri mendatangi semakin dekat.
"Ong Soeheng, suasana ada begini rupa, tak dapat kta
main ayal2an lagi", Lioe Tong bilang. "Bersama Am coe biar aku nerobos kegunung2an, dan soeheng bersama
Siangkoan Loesoe ajak rombongan menyerbu kedua tepi
gunung selatan dan utara. Setiap pasukan serdadu mesti ada perwiranya, pada mereka itu kita harus terangkan bahwa kita adalah penduduk baik2 dari Hoay siang, bahwa kita datang kemari berhubung dengan urusan menuntut balas
terhadap kawanan Hong Bwee Pang, apamau kebetulan
tentara negeripun datang membasmi. Kita mohon supaya
mereka lindungi kita. Kita coba saja, entah bagaimana kesudahannya".
"Aku setuju, pocoe," nyatakan Siangkoan In Tong.
"Tetapi aku ingin supaya kita menukar tempat. Kedua tepi gunung ada gelap sekali, aku kuatir kita nanti salah diterka.
Umpama kita diterjang kawanan Hong Bwee Pang, maka
sekarang tak dapat kita mengasi ampun, kita mesti
mendahului hajar mereka dengan senjata rahasia. Syukur kalau pihak tentara negeri dapat dikasi mengarti".
Baharu Siangkoan In Tong tutup mulutnya atau dari
belakang Ceng Giap San chung terdengar runtunan suara suitan, yang disusul dengan munculnya dua puluh orang lebih, diantaranya ada beberapa yang gerakannya sangat gesit. Mereka nerobos kekedua tepi para2.
Menampak demikian, Siang, koan In Tong kasi tanda
untuk semua kawan bersiap2 dengan senjata mereka
masing2, tetapi untunglah rombongan Hong Bwee Pang itu nerobos terus, tidak ada yang lari kearah para2, mereka nyerbu justeru kegunung2an dimana sejumlah tentara
negeri rupanya kurang perdata maka tentara itu kena
diserang. Beberapa serdadu bisa
menembak tetapi menembak dari dekat, mereka tidak peroleh hasil
mempuaskan. Selagi diatas gunung2an terjadi pertempuran itu, dari kiri dan kanannya, tentara negeri tertampak maju mengangsek, untuk menyerbu kepaseban dari Ceng Giap San chung.
Dibelakang paseban itu entah masih ada berapa banyak
orang jahat. "Ong Loosoe, kita telah terdesak, jangan kita ayal lagi!"
berkata Siangkoan In Tong. "Mari kita bertindak menuruti rencana kita tadi!"
Sehabis mengucap begitu, tanpa tunggu jawaban lagi,
Siangkoan In Tong keluarkan sepasang gelang Lie hoen
Coe bo kian, terus ia loncat keluar para2, akan berlari2
kearah gunung2an. Mau atau tidak, Eng Jiauw Ong mesti bertindak.
"Hati2!" ia pesan kawannya. "Sebisa2 kita jauhkan diri dari siapa juga!" Iapun segera loncat keluar. Coe In Am coe bersama Ban Lioe Tong, dengan ikuti rencananya
Siangkoan In Tong, loncat keluar akan menuju masing2 ke arah selatan dan barat, Diatas gunung2an, tentara negeri bertempur dengan orang Hong Bwee Pang yang berlaku
nekat. Tentara negeri itu ada dari tangsi Cip soe eng. Satu perwira telah rubuh begitu juga kira2 sepuluh serdadu. Tapi orang Hong Bwee Pang, yang menerjang naik, pun banyak yang kena dipukul rubuh.
Dipihak Hong Bwee Pang, Ban seng too Cioe Beng dan
Siauw Thio Liang Siauw Coen ada lie hay, akan tetapi tak urung mereka terluka oleh mimis yang nyasar, hingga
mereka merasakan sakit sekali, karena mana, mereka jadi bertambah gusar, mereka jadi berkelahi seperti mengamuk.
Mereka lihat satu perwira berdiri dipaseban diatas
gunungan sedang memberikan titah2.
"Siauw Loosoe!" kata Cioe Beng pada rekannya, "mari
kita habiskan dia itu dulu, tanpa kepalanya, tentara negeri dapat kita pukul mundur, Ceng Giap San chung bakal
aman...." Siauw Coen ada cerdik, julukannyapun "Siauw Thio
Liang" atau "Thio Liang Kecil," tetapi sekarang pikirannya butek, tanpa berpikir lagi ia turut tindakan kawannya itu, malah ia lompat mendahului, hingga dilain saat ia sudah sampai didepan opsir itu.
"Eh, pembesar anjing, kau datang kemari hendak
antarkan jiwa?" ia membentak seraya goloknya dikasi
bekerja. Opsir itu, yang berpangkat tongleng, atau komandan,
ada punya dua pengiring, kapan mereka ini tampak
serangan, lantas mereka mendahului serang si penyerang itu.
Menampak sambutan itu, Siauw Coen berkelit kekiri,
hingga goloknya penyerang sebelah kanan tidak mengenai sasarannya, sambil loncat ia tangkis goloknya penyerang yang kiri, hingga goloknya penyerang itu terlepas dari cekalan dan terlempar jauh, lalu selagi orang terkejut, goloknya Siauw Thio Liang diteruskan membacok
pundaknya hingga pengiring itu terbabat pundaknya sampai kelengan.
Penyerang sebelah kanan itu, setelah gagal serangannya yang pertama, menyerang untuk kedua kalinya.
Selagi Siauw Coen berkelit, Cioe Beng sampai, dia lantas saja menyerang hingga pengiring itu, tak ampun lagi rubuh dari atas gunung2an. Siauw Coen dilain pihak setelah
berkelit, terus loncat kepada si komandan, yang segera diserangnya.
Tongleng itu ada mengarti ilmu silat tetapi untuk
berperang diatas kuda, sekarang menghadapi seorang kang ouw yang kosen ia tidak berdaya, ia menjadi gugup ketika ujung golok menyambar dadanya.
Dekat tempat kejadian ada satu paseban rumput, disitu ada beberapa pengiring lain dari tongleng itu, satu
diantaranya jadi nekat apabila dia lihat pemimpinnya
terancam bahaya, sambil berlompat ia serang Siauw Coen dengan goloknya. Dengan begitu, dua orang telah
menyerang saling susul. Si tongleng terkejut, ia mencoba untuk berkelit, tidak urung punggungnya kena ujung goloknya Siauw Coen,
tetapi Siauw Coen pun walau mengegos tubuh, terkena juga ujung goloknya si pengiring. Tongleng itu lari ke arah paseban, tapi ia segera disusul Cioe Beng.
Selagi tongleng itu berada dalam bahaya, tiba2 ia dengar seruan diatasan kepalanya "Jahanam, kau berani bunuh
pembesar negeri" Nyata kau sudah bosan hidup! Lalu satu tubuh lompat turun dibelakangnya Cioe Beng.
Biar ia ada satu jago kang ouw, Cioe Beng toh heran.
Dari mana turunnya orang itu sedang disitu tidak ada
rumah, atau ada juga, hanya bagian gunung2an yang
terlebih tinggi" Ia batal menyerang si komandan, ia
pindahkan kaki kirinya kekanan, sambil balik tubuh ia sambut lawan tidak dikenal itu dengan bacokannya.
Orang tidak dikenal itu lompat maju, ia tidak membalas membacok atau menikam, hanya sebelah tangannya diulur, jari tangannya lantas bekerja pada pundak Cioe Beng.
Cioe Beng walaupun liehay tak lolos dari totokan itu, yang datangnya luar biasa cepat, tahu2 tangannya kaku, goloknya
terlepas, jatuh kebatu gunung dengan menerbitkan suara berisik, kemudian tubuhnya turut rubuh, mukanya mengenai batu, hingga ia rebah tanpa bergerak lagi.
Siauw Coen dilain pihak terluka parah juga namun ia
bisa lukai si tongleng, tapi karena ia pun merasakan lukanya
sangat sakit, ia menjadi gusar, maka dengan keraskan hati, ia berbalik menyerang penyerangnya. Ia berhasil, ia dapat rubuhkan penyerangnya itu. Adalah berbareng dengan
serangannya itu, Cioe Beng rubuh ditangan musuh tidak dikenal, seruan siapa ia dengar, hingga ia percaya tongleng itu telah dapat bantuan, akan tetapi ia ada sangat berani, ia penasaran terhadap si komandan, seperti melupai bahaya, ia loncat kedalam paseban akan susul komandan itu, yang ia bacok untuk kedua kalinya selagi si tongleng kesakitan bekas bacokan tadi.
"Jahanam, kau masih berani mengganas?" demikian
bentakan dari belakang jago Hong Bwee Pang itu.
Siauw Coen dengar bentakan itu, lekas2 ia putar
tubuhnya untuk berkelit, sesudah mana, ia balas
membacok. Akan tetapi selagi goloknya terayun, lengannya telah orang cekal hingga ia terkejut, ia pentang lebar kedua matanya. Ternyata ia berhadapan satu imam yang
dandannya seperti imam rudin, yang usianya sudah lanjut, tubuhnya kurus kering, tetapi sepasang matanya sangat tajam dan berpengaruh. Pinggangnya imam itu dilibat
dengan tali angkin kuning yang sudah luntur wamanya,
dibebokongnya ada tergemblok sebatang pedang.
Bukan Kepalang Siauw Coen rasakan sakit pada
tangannya yang tercekal itu, sakitnya sampai keuluh
hatinya, dalam sengit nya, dengan tangan kiri ia serang dada si imam, untuk mana ia obral tenaganya.
"He, kau masih berani melawan?" membentak si imam
sambil tertawa mengejek. Ia tidak tunggu sampai serangan mengenal dirinya, dengan masih menyekal tangannya
penyerang itu, ia mengangkat tangannya sendiri, hingga tubuhnya Siauw Coen kena terangkat naik. Untuk itu,
tangannya yang lain bantu tangannya yang menyekal keras itu.
Kemudian imam ini memutar tubuhnya, hingga ia
tampak empat penjahat lain sedang lari mendaki.
"Semua turun pergi!" imam ini berseru setelah ia
tertawa, lalu tubuhnya Siauw Toen dilempar kebawah
kearah kawannya itu, sedang goloknya masih tercekal terus, belum terlepas. Maka tempo tubuhnya kena timpa
kawannya, satu kawan itu tertublas golok hingga dadanya tembus sampai kebebokongnya! Tiga penjahat yang lain
kena terbentur tubuhnya Siauw Thio Liang, mereka pun
jatuh terguling. Siauw Coen turut jatuh, tapi karena ia bentur tubuh
empat kawannya, ia tidak terbanting keras, hanya ketika ia sampai di bawah, ia pun rebah dengan pingsan.
Masih ada beberapa penjahat yang mencoba naik, akan
tetapi mereka kena dirubuhkan atau dipukul mundur oleh si imam tua, yang berkelahi dengan tangan kosong, hingga dengan demikian, ia dapat tolong si tongleng, sampai disitu ada datang bantuan untuk komandan ini.
CXLIV Tentara bantuan itu dipimpin oleh satu opsir sebawahan pangkat pangtay, Lauw Sioe Tiong namanya, siapa
dapatkan sepnya terluka didalam paseban rumput. Iapun telah saksikan bagaimana si imam sudah keluarkan banyak tenaga, untuk bantu pihak tentara negeri.
"Tootiang," ia lantas menanya, "kau ada satu imam,
kenapa kau berada disini dan telah bantui pihak kami"
Tootiang, aku sangat berterima kasih padamu, maka jangan kau pergi dulu."
"Pintoo sengaja datang untuk labrak kawanan penjahat
ini, yang sangat kurang ajar sudah berani lawan tentara
negeri," ia berikan jawabannya. "Bagaimana dengan
tongleng tayjin" Pin too ingin bicara dengannya."
Ia lantas menghampirkan. Sioe Tiong tidak sempat
jawab si imam, ia hanya lari hampirkan tongleng itu,
setelah mana, ia suruh serdadunya ambil gotongan.
Komandan itu perlu segera ditolong.
"Tentang diriku, sebentar saja pintop terangkan," kata si imam kepada opsir rendah itu. "Tongleng tayjin terluka parah, iapun sudah keluarkan banyak darah, apabila dia tidak lekas ditolong, jiwanya mungkin dalam bahaya, dari itu jikalau tayjin percaya pintoo, pintoo ada punya obat pel, dengan makan obatku ini, pintoo berani tanggung
keselamatannya tayjin,"
Sioe Tiong telah saksikan bagaimana orang bantu
pihaknya, ia mau percaya imam ini, "Tootiang, aku percaya kau, silahkan kau berikan obatmu itu," sahutnya.
Imam itu ambil sebuah buli2 kecil, dari mana ia
keluarkan tiga butir pel warna merah.
"Tolong lekas kasi makan pel ini," kata ia kepada Sioe Tiong, Pangtay ini perintah satu serdadu sambuti obat itu, untuk dimasukkan kedalam mulutnya si komandan.
"Disini tidak ada air, mungkin obat itu tidak tertelan,"
kata Pangtay ini. "Tidak apa, obat itu bisa lumer sendirinya," menerangkan si imam. "Tootiang, aku belum belajar kenal denganmu,"
kemudian pangtay itu kata. "Tootiang ada dari kelenteng mana dan ada keperluan apa sudah datang kemari?"
"Pintoo ada dari Hoay Yang Pay," sahut si imam.
"Sekarang ini belum bisa pintoo memberi penjelasan,
karena disini keadaan masih berbahaya. Di San chung ini ada sejumlah murid ku, pintoo kuatir mereka dapat bahaya seperti orang2 Hong Bwee Pang, maka itu pintoo ingin
tolong mereka...." "Apa didalam Cap jie Lian hoan ouw ini masih ada
orang baik2?" tanya Lauw Sioe Tiong.
"Benar," jawab pula si imam. "Mereka adalah Eng
Jiauw Ong Ong Too Liong, ketua dari Hoay Yang Pay di
Ceng Hong Po, Hoay siang, serta sejumlah muridnya.
Mereka telah dipincuk orang Hong Bwee Pang hingga
mereka terjebak didalam Cap jie Lian hoan ouw ini,
sekarang mereka sedang terkurung, maka dengan kemurahan hati tayjin, aku minta serangan senjata api dihentikan, untuk tolong mereka. Untuk ini pintoo akan sangat berterima kasih. Mereka itu bisa bantu tayjin untuk basmi orang2 jahat disini."
Lauw Pangtay berpikir sebentar, lantas ia manggut.
"Kau ada seorang suci dan bermaksud baik, baiklah, aku luluskan permintaanmu," sahut ia kemudian. "Sekarang
aku akan berikan titah untuk hentikan tembakan.
Benar2 Lauw Sioe Tiong keluarkan perintahnya, maka
sebentar saja tembakan berhenti di pelbagai jurusan, sedang perintah yang menyusul adalah untuk semua serdadu
berdiam dimana mereka berada, tidak boleh maju lebih
jauh. Si imam sendiri lantas pergi kepinggiran, akan berseru kebawah gunung2an terhadap Eng Jiauw Ong beramai,
akan beri tahu sebabnya penembakan dihentikan, ia minta mereka lantas berkumpul untuk haturkan terima kasih.
Suaranya imam ini nyaring sekali.
Eng Jiauw Ong semua tidak berpisahan terlalu jauh satu dengan lain, mereka dengar seruan itu, sedang lebih dahulu daripada itu, mereka lihat satu perwira sebawahan berlari2
dengan bendera titah, menyusul mana tembakan berhenti disana sini, penyerangan tentera negeripun lantas berhenti.
Maka juga, Eng Jiauw Ong bersyukur kepada si imam,
yang menyebabkan terhentinya pertempuran.
"Mari!" ia mengajak.
"Ong Loosoe berkata Siangkoan In Tong, "aku percaya
imam tua itu adalah Tiat So Toojin, tetua dari Hoay Yang Pay, akan tetapi walaupun ia bisa cegah aksi tentera negeri, janganlah kau lupa kawanan kunyuk itu, mereka dapat lolos atau tidak dari sarangnya ini. Kita mesti jaga supaya mereka jangan jadi binatang yang mogok, itulah hebat.
Karena itu, pergi loosoe menghadap pangtay akan tuturkan hal ini, supaya kita diberi ijin akan bersama2 tentera negeri pergi cari mereka, supaya mereka jangan berhasil
meloloskan diri. Aku sendiri hendak cari Coe In Am coe."
Setelah itu, benar2 Siangkoan In Tong loncat pergi akan cari Coe In Am coe, yang tidak ada bersama mereka.
Eng Jiauw Ong lekas2 pergi kedepan bukit, ia tidak mau lancang naik, ia hanya perkenalkan diri dan tanya apa ia boleh naik keatas.
Dipihak tentera negeri orang telah pasang obor terang2, dari itu mereka bisa lihat Ong Too Liong yang bicara itu, seorang tua umur enam puluh tahun lebih, yang bertangan kosong. Tidak tempo lagi, mereka menjawab dengan
perkenan mereka. Ong Too Liong lantas naik dengan ikuti jalanan,
sesampainya diatas, segera ia kenali si imam tua, yang benar Tiat So Toojin adanya soepenya Eng Jiauw Ong dari tingkat kedua yang sudah undurkan diri, Disebelah itu ia
juga lihat Lauw Pangtay yang bersikap keren dengan
pengiring2nya siap sedia dengan senapan mereka. Ia kenal aturan, ia dekati pembesar itu akan beri hormat sambil berlutut, akan haturkan terima kasihnya.
"Jangan pakai banyak adat peradatan, silahkan bangun!"
berkata Sioe Tiong, yang telah awasi jago tua itu.
Eng Jiauw Ong mengucap terima kasih pula, baharu ia
berbangkit. Ia terus kasi hormat kepada mamak gurunya, untuk menghaturkan terima kasih juga yang sang soepe
sudah tolong! mereka. "Jangan kita bicara dulu perihal kita," Tiat So Toojin memotong perkataannya keponakan murid itu. "Penting
adalah urusan tayjin dan kita tak dapat men sia2kan
waktu." Eng Jiauw Ong membenarkan perkataan itu, lantas ia
berdiri dipinggiran. Lauw Sioe Tiong mengawasi jago Hoay Yang Pay itu
serta si imam saling ganti, nampaknya ia heran.
"Bagaimana, eh, Ong Too liong, kamu berdua ada
mamak dan keponakan?" tanya ia. "Turut penglihatanku, usiamu berdua tidak berbeda banyak...."
"Tooya ini adalah dari golongan terlebih tua dari Hoay Yang Pay," Eng Jiauw Ong berikan keterangan, "ia telah sucikan diri dan memperoleh kesempurnaan, maka dalam
usia sembilan puluh lebih sekarang, ia nampaknya tak beda denganku. Tayjin tentu tidak kenal soepeku ini. Baik aku omong terus terang, dikalangan kang ouw, soepe telah
peroleh nama baik, sekarang ia berdiam di kelenteng Kim Hee Koan digunung Tay San, tidak lagi ia datang ke Lek Tiok Tong di Ceng hong po, Hoaysiang. Tapi, walaupun
sudah undurkan diri, soepe masih suka berkelana, karena ia
benci kejahatan. Soepe adalah yang dikenal sebagai Tiat So Toojin serta pedangnya Loei im kiam."
Heran agaknya pangtay itu.
"Jadi tooya ini adalah Kiam hiap Tiat So Toojin?"
tanyanya. "Tentang tooya ini pernah aku dengar, karena pada empat tahun yang lampau selama bekerja di sepanjang pesisir Shoatang, orang orang banyak tentang dirinya. Aku beruntung sekarang bisa bertemu dengan tooya!" Ia lantas beri hormat pada Tiat So Toojin seraya berkata pula
"Maafkan aku! Memang sejak lama aku telah dengar
perihal tootiang dengan pedangnya mengurus pelbagai
kejadian tak adil. Aku Lauw Sioe Tiong, aku pegang
pangkat, tapi aku tidak suka gunai pengaruhku, malah aku kagumi orang2 sebagai tootiang. Mengenai pedangmu,
tootiang, maukah kau buka mata ku?"
Tiat So Toojin lekas2 membalas hormat.
"Aku ada seorang asing, tak berani aku terima pujian
tayjin," ia merendah. "Pedangku cuma ada sebuah senjata tajam, cerita diluaran ada berlebihan. Didunia tidak ada kiam hiap yang bisa terbang, ada juga orang2 sebangsaku yang telah melatih diri lebih banyak beberapa tahun
daripada biasanya. Jikalau tayjin hendak lihat Loei In Kiam, inilah dia"."
Sehabisnya kata2nya Itu, Tiat So Toojin angkat
tangannya kebelakang, untuk cekal gagang pedangnya,
apabila ia telah menarik keluar, berkelebatlah satu sinar bagaikan kilat, lalu pedangnya itu dibawa kedepan
dadanya. Diantara cahaya api, kedua belah pedang terus masih bercahaya bergemirlapan. Kemudian dengan cara
hormat ia angsurkan pedang itu kepada Lauw Pangtay.
Perbuatanya imam ini ada perbuatan yang ganjil. Sudah sejak tiga puluh tahun, tidak pernah ada orang yang berani
pegang pedangnya itu, juga tidak sembarang orang
golongannya sendiri. Sedangkan musuh, atau orang jahat, siapa berani langgar pedang ini, tentu bercelakalah dia.
Adalah untuk rombongan Hoay Yang Pay dan See Gak
Pay, ia telah berlaku merendah dan mengalah.
Lauw Sioe Tiong menyambutnya tidak secara sembarangan. Ia pegang pedang dengan sebelah tangan,
lalu dengan dua jarinya ia me nyentil2 tubuh pedang,
hingga pedang itu perdengarkan suara nyaring dan bening.
"Satu pedang mustika!" opsir ini memuji. "Sungguh
jarang didapat pedang semacam ini. Sekarang terbukalah mataku!"


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kemudian ia pandang si imam, ia tertawa. Lantas ia
bilang "Tootiang, pedang ini ada sangat tajam. Bolehkah aku mohon tootiang mempertunjukkan caranya menggunai
pedang ini, untuk membuka mataku?" Ia lalu angsurkan
pedang itu untuk dipulangkan.
"Tayjin hendak mencoba, inilah gampang," sahut Tiat
So sambil tersenyum. "Sekarang tolong tayjin kumpulkan semua Orang Hoay Yang Pay didepan bukit ini, supaya
hatiku jadi tenteram, nanti pintoo beri pertunjukan, untuk memperlihatkan kefaedahannya pedang ini."
Sebelum Lauw Pangtay berikan jawabannya, satu
perwiranya, yang diperintah bawa leng kie, telah balik kembali ber sama2 satu niekouw, ialah Coe In Am coe. Dia menghadap pada sep nya untuk melaporkan bahwa titah
sudah dijalankan, bahwa orang Hoay Yang Pay sudah
berkumpul. Ia juga melaporkan bahwa Coe In Am coe
mohon bertemu. "Taysoe itu datang bersama kami, tolong tayjin terima kedatangannya," Ong Too Liong minta.
Lauw Sioe Tiong manggut. "Pergi kau ajak dia
menghadap," ia beri perkenan.
Perwira itu hampirkan Coe In Am coe, yang menantikan
sedikit jauh, untuk bertahukan bahwa permohonannya
diluluskan, atas mana, niekouw itu bertindak maju, akan lantas beri hormat kepada pangtay itu. Iapun tidak ayal akan beri hormat pada Tiat So Toojin.
Lauw Pangtay kagum melihat niekouw itu tua tetapi
masih gagah, romahnya alim tetapi berpengaruh, karena orang ada suci bagaikan dewi, perasaan hormatnya lantas bangkit. Ia balas hormatnya si niekouw sambil manggut.
Coe In Am coe sudah lantas perkenalkan diri sebagai
pendeta dari kuil Pek Tiok Am di Siang Thian Tee, Poan Liong Nia.
"Oh, jadi soehoe ada Coe In Am coe dari Pek Tiok
Am?" berkata Lauw Pangtay. "Entah karena jodo, disini aku telah bertemu dengan orang2 suci dan berilmu, orang2
gagah. Akupun girang yang kamu ketahui tentang keadaan kaum Hong Bwee Pang ini. Tetapi, apakah soethay suka
tuturkan sebabnya kenapa Am coe jadi bentrok dengan
orang2 jahat itu?" Coe In Am coe suka berikan keterangannya, yang ia
mulai sejak diculiknya Yo Hong Bwee, muridnya
perempuan, bagaimana ia hendak tolongi muridnya itu.
"Pinnie pun datang tidak dalam rombongan besar, cuma
bersama empat muridku," Coe In jelaskan. "Pinnie beramai ikut bersama rombongan dari Hoay Yang Pay Mungkin
didalam Cap jie Lian hoan ouw ini ada lagi seorang dari pihakku, ialah To Cie Taysoe, yang menjadi soepe dari pinnie, dia asal dari kuil Tiat Hoed Sie dikota Hong
tekkwan. Ditempat kediamannya itu, To Cie Taysoe ada
punya serombongan nelayan, merupakan satu pasukan
perahu nelayang yang terdidik, sekarang ini pasukan itu sudah berada didalam Cap jie Lian hoan ouw, untuk bantu pinnie. Didalam barisan perahu itu ada beberapa orang pihak kami yang terluka, yang sedang dirawat, entah
bagaimana keadaan mereka semua sekarang ini, maka itu, dengan mengharap kebijaksanaan Thian dan kemurahan
Sang Buddha, sukalah tay jin ijinkan barisan perahu itu keluar dengan baik2 dari Cap jie Lian hoan ouw ini." Lauw Sioe Tiong terperanjat.
"Begitu?" katanya. "Inilah hebat. Buat menyerbu kemari, semua tenaga tentara di Ciatkang Selatan telah dikerahkan, barisan dari delapan tangsi, masing2 ada pemimpinnya
sendiri, majunya mereka terpecah dalam lima rombongan, untuk mana kami telah meneliti peta bumi, kami mesti
sampai didalam sarang penjahat dengan berbareng.
Demikian pihakku ini adalah dari salah satu rombongan itu.
Tapi soethay jangan kuatir, nanti aku perintah cari tahu dimana adanya mereka itu. Umpama mereka kena diserbu
dan ditangkap atau buyar, asalkan perahu mereka tidak terbakar atau karam, masih gampang untuk diselidiki dan diurus."
Lauw Pangtay lantas perintah satu sebawahannya pergi
ke Kim Tiauw Tong untuk tanya pemimpin tentara disana halnya perahu2 nelayan dari Tiat Hoed Sie itu.
Sementara itu, semua orang Hoay Yang Pay sudah
berkumpul dikaki gunung2an, sedang tentara negeri juga turut berkumpul dan berbaris dengan rapi. Atas titah nya Lauw Pangtay, rombongan itu diijinkan naik keatas, dari itu, Eng Jiauw Ong lantas perkenalkan mereka kepada opsir itu.
"Ong Too Liong, kamu datang kemari dalam satu
rombongan besar, dalam keadaan sebagai sekarang
kedudukanmu sebenarnya sulit," kata pangtay itu. "Tugas
kami adalah menindas orang jahat, dan kamu berada
disarang penjahat. Sulitnya ialah kamipun terdiri dari banyak rombongan. Sekarang lihat saja apa aku bisa bikin, aku akan coba berdayakan agar kamu semua bisa keluar
dengan tak kurang suatu apa dari sini. Syukur kau bertemu kepada aku, jikalau tidak, entah apa jadinya."
Eng Jiauw Ong mengucap terima kasih, hatinya pun
lega. Juga Tiat So Toojin lega hati menampak kesudahan itu, maka diam2 ia kata kepada Coe In Am coe "Am coe jangan kuatir, To Cie pun sudah masuk dalam Cap jie Lian hoan ouw ini." Lalu ia teruskan kepada Eng Jiauw Ong, dengan separuh berbisik "Pembesar ini suka tolong kita, akan tetapi Boe Wie Yang semua sudah lolos, dari itu, ancaman
bencana dibelakang hari masih tak dapat dikira2kan.
Seberesnya disini, segeralah meninggalkan Ciatkang Selatan ini, untuk lekas pulang ke Ceng Hong Po. Boe Wie Yang bersakit hati, ia pasti akan menuntut balas, tentu dia bakal terbitkan gelombang didalam wilayah Ciatkang ini, maka kita mesti bersiap sedia. Boe Wie Yang lolos, itu artinya meninggalkan bahaya. Mengenai tentara pembasmi ini, aku juga belum jelas duduknya perkara, inilah aneh, maka
hati2lah apabila kau bicara didepan pembesar negeri. Aku tidak bisa berdiam lama disini, aku hendak cari tahu
bagaimana caranya Boe Wie Yang menyingkirkan diri."
Eng Jiauw Ong terima baik pesan itu, justeru Lauw Sioe Tiong telah selesai memberi titah, ia kata pada pembesar itu
"Aku minta tayjin suka kirim barisan pergi kebelakang paseban ini, untuk melakukan penggeledahan, aku akan
perintah beberapa muridku ikut supaya kalau ada penjahat yang sembunyi dan membokong kami bisa cegah
kejahatannya itu." Lauw Pangtay terima baik permintaan itu, ia perintah
satu opsir bawa satu pasukan serdadu, sedang Eng Jiauw Ong titahknn delapan muridnya ikut.
Sampai disitu, Tiat So Toojin kata pada Sioe Tiong
"Tayjin hendak lihat pedang Loei Im Kiam, sekarang
pintoo hendak coba kasi pertunjukan". Tanpa tunggu
jawaban, ia menjura pada pembesar itu, terus ia loncat kedepan paseban, untuk bersilat dalam ilmu pedang Sha caplak lou Thian kong kiam, gerakannya sebat, pedangnya berkelebatan, berkilauan. Sebelum sampai pada aehirnya, ia pun babat kutung sebuah pohon didekat paseban itu,
begitupun sepotong batu besar hingga batu terbelah dan lelatunya muncrat berhamburan!
Sehabisnya bersilat, imam ini tidak kembali kepaseban, melainkan dari tempat dimana tadi ia bersilat, ia menjura kepala Lauw Pangtay, lalu ia kasi tahu maksudnya hendak pergi, karena tak dapat ia berdiam lebih lama pula disitu.
Kembali ia menghaturkan terima kasih kepada pembesar
itu. Setelah berkata begitu, ia menjura pula, ia simpan
pedangnya, lantas ia berloncat pergi, maka sekejab saja ia.sudah menghilang ditempat gelap.
Menampak demikian, pangtay itu kagum sekali.
"Tootiang itu ada bangsa kiam hiap," kata ia. "Harus
dikagumi yang kamu kaum Hoay Yang Pay ada punya
tetua yang demikian gagah. Sekarang dimana bisa, aku
nanti bantu pihakmu."
Eng Jiauw Ong mengucap terima kasih untuk janji itu.
Itu waktu ada datang laporan bahwa penjahat sudah
kabur semua kecuali belasan yang terluka, yang tidak bisa merat, maka mereka itu sudah lantas dijaga.
Menerima laporan itu, hatinya Lauw Pangtay lega.
Disitu Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe lantas minta
ijin supaya mereka bisa pergi kebarisan perahu Soe Soei untuk ajak mereka keluar daii Cap jie Lian hoan ouw.
"Baik," jawab pembesar itu. "Tapi tunggu sebentar,
setelah menduduki Ceng Giap San chung, aku nanti kirim wakil untuk antar kamu semua."
Eng Jiauw Ong terima baik pengaturan itu.
Ketika itu kembali ada muncul dua pasukan serdadu
negeri. Karena semua serdadu menyiapkan obor, dimana
mereka berkumpul atau berjaga2, Eng Jiauw Ong dapat
melihatnya. Dipaseban dari Ceng Giap San chung juga telah berbaris serdadu2 lainnya.
Coe In Am coe berdiam akan tetapi hatinya terus
pikirkan barisan perahu Garuda, karena dialah yang
bertanggung jawab atas pasukan itu, hingga ia jadi tak dapat kendalikan diri lagi, ia bertindak seorang diri.
Tidak antara lama datanglah perwira yang ditugaskan
geledah Ceng Giap San chung, ia kembali bersama delapan wakil Hoay Yang Pay, untuk berikan laporan resmi.
Ketika itu Coe Im Am coe nyatakan kepada Eng Jiauw
Ong bahwa Boe Wie Yang runtuh karena kepala besar,
bahwa ketua Hong Bwee Pang itu pasti tidak puas dan tak mau sudah saja, maka diakhirnya, mungkin dia rubuh
benar. Selagi niekouw itu bicara, tiba2 Eng Jiauw Ong tidak
dapatkan Siangkoan In Tong, hingga ia jadi terperanjat.
"Am coe, kemana perginya Siangkoan Loosoe?" tanya
ia. "Pinnie pun tidak tahu," sahut Coe In.
Eng Jiauw Ong merasa tak enak
hati. Jelek dipandangnya apabila Lauw Pangtay ketahui salah satu
kawannya tidak ada bersama, mungkin opsir ini bercuriga.
Syukur pangtay she Lauw itu tidak tahu suatu apa, ia cuma perintah daftarkan rombongan Hoay Yang Pay dan See
Gak Pay ini. Disitu ada dua puluh dua orang berikut Eng Jiauw Ong
dan Coe In Am coe, belum mereka yang didalam perahu2
Garuda. Diantara mereka ini, Phang Yok Boen, Sioe Seng, Kam
Hauw dan Boe Cong Gie terluka peluru nyasar, dan yang luka karena pertempuran adalah Soen Giok Kong dan Lioe Hong Coen, syukur semua tidak terluka parah. Sembilan anggauta rombongan Hoay Yang Pay ada didalam perahu
Garuda. Yang lainnya semua ada anak buah Soe Soei Hie kee Kan In Tong.
Setelah pendaftaran, atas tanda dari Pangtay Lauw Sioe Tiong, rombongan Hoay Yang Pay ini diantarkan untuk
keluar dari Ceng Giap San chung. Di sana sini ada
penjagaan kuat. Nyata gedung Thian Hong Tong telah
musnah dimakan api, api nya masih belum padam semua.
Sedikit jauh dari Thian Hong Tong, tentera negeri telah mendirikan tangsi darurat.
Di tengah jalan, Eng Jiauw Ong dengar opsir
pengantarnya nyatakan kecurigaannya atas menyingkirnya pemimpin dari Hong Bwee Pang, pada itu, katanya, mesti ada rahasianya. Karena itu, pihak tentera ingin bakar
pelbagai pendirian, supaya Hong Bwee Pang musnah dan
tak dapat dibangun pula. Ketika Eng Jiauw Ong menoleh, ia lihat api berkobar di Ceng Giap San chung. Jadi benarlah katanya opsir ini. Coe In pun lihat api itu, ia menghela napas, ia sayangi usahanya Boe Wie Yang itu. Apabila Hong Bwee Pang berjalan lurus, betapa paedahnya.
Seperti didaerah Thian Hong Tong, juga di Ceng Loan
Tong dan Kim Cauw Tong, penjagaan ada sama kerasnya,
obor dipasang terang. Jumlah tentera disini ada lebih banyak.
Ketika rombongan ini sampai digedung tetamu, mereka
disambut dengan manis oleh opsir siapa menyatakan,
pasukan perahu Garuda ketolongan, cuma beberapa yang
rusak. Opsir ini nyatakan kagumnya bagi perahu Garuda itu. Katanya, kalau tidak nyerbu dari darat, sulit untuk tentara negeri beri pukulan geledek kepada kawanan
penjahat itu. "Dipihak perahu Garuda mesti ada orang yang pandai
yang memimpinnya", demikian pujian lebih jauh dari si opsir.
"Sekarang silahkan jiewie turut aku!"
Ia undang Eng Jiauw Ong berdua Coe In Am coe akan
masuk kedalam gedung, untuk menemui pemimpinnya
yang lain" diminta menunggu diluar gedung tetamu.
CXLV (Penutup) Didalam ruang tetamu ada delapan serdadu pengiring
dengan golok terhunus ditangan, seluruh ruangan terang dengan api.
Selagi bertindak kedalam ruangan, Eng Jiauw Ong
dengar satu suara nyaring yang rupanya berasal dari Utara.
Oleh opsir pengiringnya ia berdua diminta menanti
sebentar, si opsir bertindak kedalam. Maka kemudian
terdengar pula suara nyaring tadi, katanya "Yo Tek Seng, silahkan undang kedua loosoehoe masuk. Aku girang bisa bertemu dengan orang2 kang ouw luar biasa!"
Menyusul itu, pintu dipentang, si opsir muncul, akan
terus undang Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe.
Kedua orang kang ouw ini heran kenapa si pembesar,
komandan dari suatu pasukan air, hendak menghormati
mereka berdua, tapi tanpa bilang suatu apa, mereka
bertindak masuk. Begitu sampai didalam ruangan dan melihat orang2 yang berada dalam ruangan itu, Eng Jiauw Ong dan kawannya
tercengang. Disitu mereka tampak orang yang mereka tidak sangka2, orang mana sudah lantas berbangkit untuk menyambut
mereka. Sebab orang itu bukan lain daripada Siang ciang Tin Kwan see Sin Wie Pang yang jujur dan bersemangat, yang untuk keutuhan kerukunan kaum kang ouw, bersedia mengorbankan segala apa memasuki Cap jie Lian hoan
ouw, hanya sejak kepergiannya, tak terdengar suatu apa lagi tentang dirinya. Maka adalah aneh, setelah runtuhnya
Hong Bwee Pang, kawan itu berada, bersama satu
komandan. "Ong Loosoe, Am coe, aku menyesal sekali", demikian
kata jago dari Kwan see itu. "Aku tidak rabah tenaga
sendiri, aku pergi ke Cap jie Lian hoan ouw ini maksudku
untuk kerukunan, tapi ternyata benar seperti dugaan Ong Loosoe, aku telah kena dipermainkan Boe Wie Yang. Nanti sebentar aku menutur lebih jauh, sekarang silahkan jiewie menemui Tongleng tayjin."
Ia lantas memperkenalkan kepada komandan itu kepada
siapa Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe memberi hormat, sedang tongleng itu, yang bernama Liok Pang Gan,
membalas sambil membungkuk, suatu tanda ia adalah satu pembesar militer yang ramah tamah.
"Jiewie soehoe, jangan sungkan", berkata komandan itu.
"Tentang jiewie aku telah ketahui dengan baik dari
keterangannya Sin Lauwko ini. Aku kagum atas kegagahan kamu sudah memasuki Cap jie Lian hoan ouw ini. Ada
niatku untuk lindungi jiewie semua, meskipun sebenarnya aku tidak kuatir, sebab jiewie semua pasti bisa bela diri.
Tadi selagi aku hendak Cioe Tongleng pergi sambut kamu, lebih dahulu datang laporannya Lauw Pangtay, yang
mengabarkan bahwa Cioe Tongleng telah terluka tapi Ceng Giap San chung telah dapat ditindas. Kabar itu sangat menggirangkan aku. Sekarang silahkan jiewie duduk."
"Kami adalah orang kasar", kata Eng Jiauw Ong dengan
cepat, mana berani kami berlaku kurang hormat didepan tayjin" Bagi kami sebenarnya sangat bersyukur yang tayjin sudah tidak rembet2 kami semua."
Coe In Am coe pun turut bicara akan jelaskan kenapa
dia, sebagai orang suci, turut rombongan Hoay Yang Pay memasuki sarang penjahat, yalah untuk tolongi muridnya yang kena diculik penjahat itu, kemudian ia mohon supaya komandan itu suka ijinkan mundurnya pasukan perahu
Garuda dari Cap jie Lian hoan ouw. Setelah mana,
niekouw ini menghaturkan terima kasih seraya menjura
pula. "Jangan kuatir, Am coe", berkata Liok Tongleng. "Sin
Loosoehoe ini ada sahabatku selama sepuluh tahun, aku percaya bahwa dia ketahu jelas perihal Am coe dan Ong Loosoe beramai, maka itu ingin aku pandang kamu sebagai sahabat. Jangan sungkan, silahkan duduk!"
Sin Wie Pang lirik Eng Jiauw Ong, akan anjurkan
sahabat ini duduk, maka itu, setelah mengucap terima
kasih, Eng Jiauw Ong ajak Coe In Am coe duduk dimeja
kecil dekat jendela. Wie Pang sendiri kembali kekursinya, duduk berdampingan dengan komandan itu.
Melihat caranya mereka duduk itu, Coe In Am coe
percaya Wie Pang dan Pang Gan ada sahabat kekal.
Sebentar kemudian ada serdadu pelayan yang menyuguhkan teh kepada dua tetamu baru ini.
Eng Jiauw Ong dan Coe In Am coe merasa sangat
berlega hati, mereka pun tidak menyangka bisa mendapatkan ketika sebaik ini.
Liok Tongleng ceritakan hal persahabatannya dengan
Sin Wie Pang sejak sepuluh tahun yang lalu, ketika Wie Pang masih jadi piauwsoe dan ia masih jadi perwira rendah ditangsi air di Lim Jie, ia masuk dalam tangsi sejak umur dua puluh, karena ia bekerja benar dan berani, ia jadi peroleh kepercayaan dari sepnya. Disebelah itu, ia jadi di benci bajak.
"Pada suatu hari, untuk satu tugas, aku pergi bersama dua pengiringku", Liok Tongleng melanjutkan. "Apa lacur kami di cegat bajak. Seorangku tewas, satu pula terluka, akupun kena ditawan. Orang tidak hendak bunuh aku
dengan satu bacokan, mereka ingin siksa aku. Aku telah putus asa. Dasar aku tak mestinya mati, disaat berbahaya
itu, Sin Piauwsoe menolongi aku. Dia ada dalam perjalanan pulang dan kebetulan lewat dikuil dimana aku hendak
dianiaya. Sin Piauwsoe labrak penjahat, dia tolong aku dibawa pulang kerumahnya untuk diobati dan dirawat,
kemudian aku diantar pulang ketangsiku. Demikianlah
kami berdua jadi bersahabat kekal. Kemudian selang
beberapa tahun, aku dapat kenaikan pangkat, sampai aku dipindahkan ke Selatan dengan kedudukanku sebagai
sekarang. Sudah lama aku niat tengok Sin Lauwko tapi ini yang ketikanya tidak ada, setelah aku tak boleh sembarang meninggalkan tugas selagi keamanan terganggu. Maka
adalah diluar dugaan, disini aku dapat bertemu dengannya, yang terkurung orang2 Hong Bwee Pang. Ada sebab2nya
kenapa tentaraku dapat masuk kesini dengan lekas. Selagi kesasar dilembah Cie Hoa Kok, disana aku ketemu Sin
Lauwko. Aku anggap pertemuan ini ada karena jodoh.
Lembah itu terjaga kuat tapi dapat kami dobrak. Sin
Lauwko berada bersama satu muridnya yang kosen. Sin
Lauwku tahu jiewie bakal datang kemari, hanya dia tak tahu jelas perihal rombongannya, terutama tidak tentang barisan perahu Garuda, hingga hampir terbit salah
mengerti." Melanjutkan lebih jauh, Liok Tongleng tuturkan
jalannya pertempuran dengan barisan Jie cappat sioe dari Hong Bwee Pang, bahwa dilain pihak, tentara negeri dapati pasukan perahu Garuda.
"Tapi syukur, To Cie Taysoe telah datang menolongi
perwira Lie Peng Gie," kata Pang Goan. "Perwira Lie
sedang terancam bahaya."
Liok Tongleng ceritakan bagaimana Lie Peng Gie,
pemimpin pasukan ketiga, yang maju bersama Ho Tiong
dari pasukan kesatu, sudah bentrok dengan pasukan Hong Bwee Pang dibawah pimpinan Ie Tiong. Ie Tiong mundur
dari Ceng Giap San chung, dengan niatan mencari balas, sesampainya diluar, ia tampak ancaman tentara negeri, lantas dia asut anggauta2 dari barisan perahu Jie cappat sioe untuk bikin perlawanan nekat, sebab katanya, mundur
berarti binasa. Waktu itu, Ie Tiong loncat keperahunya Peng Gie, maka mereka jadi bertempur.
Tentu saja Lie Peng Gie bukan tandingan orang Hong
Bwee Pang yang liehay itu. Sebentar saja goloknya kena dipukul terlepas, lalu tubuhnya ditarik. Justeru itu, dua serdadu menyerang dari kiri dan kanan. Ie Tiong tidak menangkis, ia berkelit diantara tubuhnya Peng Gie, maka kesudahannya Peng Gie lah yang terbacok pundaknya. Satu serdadu telah ditendang hingga tercebur kesungai.
Ho Tiong lihat kawannya rubuh, ia maju untuk
menolongi, tapi dengan kempit Peng Gie, Ie Tiong loncat kembali keperahunya sendiri, terus ia naik keatas perahu, disini dengan ancam lehernya Peng Gie dengan goloknya, ia serukan untuk Ho Tiong buka jalan, buat ia dan


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tusuk Kondai Pusaka 3 Bara Naga Karya Yin Yong Pendekar Sadis 21
^