Pencarian

Pemberontakan Taipeng 3

Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo Bagian 3


dapat menduga bahwa yang dihadapi tentulah seorang wanita
yang tak boleh dipandang ringan. Pada saat itu, tiba-tiba seorang
di antara para tamu mengenal Theng Ci dan diapun berseru,
"Ah, bukankah ia ketua Ang-hong-pai di luar kota Nan-ping yang
amat terkenal dengan tawon-tawon merah beracun"
Mendengar ini, semua orang terkejut, termasuk Sin-kiam Mo-li. Ia
belum pernah mengenal perkumpulan itu, akan tetapi sudah
mendengar namanya dan seperti semua orang yang hadir, ia
terkejut karena tidak mengerti bahwa ketua perkumpulan yang
136 ditakuti banyak orang itu kini menjadi pembantu dan wakil
pemuda hartawan yang aneh dan penuh rahasia itu !
"Ah, kiranya aku berhadapan dengan Ang-hong-pai-cu (ketua
Ang-hong-pai) yang terkenal itu " Sungguh mengherankan, ketua
perkumpulan yang ternama kini menjadi pembantu dan wakil Lee
Kongcu yang hanya kaya raya dan penggemar ilmu silat."
Mendengar ini, wajah Theng Ci berubah merah. Ucapan itu sama
saja dengan meremehkannya, dan mengingatkan ia betapa
perkumpulannya telah ditaklukkan oleh Lee Kongcu. Ia tidak
mampu menjawab dan melihat ini, Lee Song Kim
tertawa. "Moli, kiranya bukan hanya pedangmu yang tajam, mulutmu lebih
tajam lagi. Karena tidak ada yang berani menemanimu bermain
pedang, aku lalu minta bantuan Ang-hong Pai-cu yang menjadi
sahabat baikku, kenapa engkau memandang rendah kepadanya
" Lebih baik engkau perlihatkan kepandaianmu dan
mengalahkannya !" "Baik, jangan dikira bahwa aku takut menghadapi siapapun juga.
Nah, pai-cu, majulah !" Berkata demikian, Sin-kiam Mo-li
menggerakkan tubuhnya ke depan dan nampak sinar berkelebat
ketika ia mencabut pedangnya yang mengeluarkan sinar putih
berkilauan. "Aku di pihak tuan rumah, engkau tamu, sudah sepatutnya kalau
tamu yang bergerak lebih dulu," kata Theng Ci. Mendengar ini,
tiba-tiba Sin-kiam Mo-li mengeluarkan teriakan panjang dan
137 pedangnya sudah membentuk sinar berkelebat menusuk ke arah
dada ketua Ang-hong-pai itu. Serangannya cepat sekali dan juga
menagandung tenaga kuat sehingga mengeluarkan suara
berdesing. Theng Ci tidak memandang rendah lawannya dan ia sudah siap
siaga, maka begitu lawan menyerang, iapun menangkis dengan
pedangnya sambil mengerahkan sinkang.
"Cringgg ! Trangggg ...... !" Dua kali pedang Sin-kiam Mo- li
menyerang dan dua kali Theng Ci menangkis. Pertemuan antara kedua pedang itu selain menimbulkan suara
nyaring, juga bunga api berpijar dan keduanya cepat menarik
pedang masing-masing untuk memeriksa apakah pedang mereka
rusak. ternyata tidak dan kini Theng Ci balas menyerang dan
karena keduanya sama-sama tidak berani memandang ringan
lawan, mereka telah mengeluarkan jurus-jurus serangan
simpanan yang ampuh. Kalau orang-orang lain menonton perkelahian pedang itu dengan
hati tegang dan penuh kekhawatiran bahwa seorang di antara dua
wanita itu akan roboh mandi darah, sebaliknya Lee Song Kim
merasa girang bukan main. Dia sudah hafal ilmu pedang Theng
Ci, tahu bagian-bagian mana yang lemah dan kuat, maka melalui
gerakan Theng Ci, dia dapat pula menilai gerakan lawan,
mencatat gerakan-gerakan pedang dari Sin-kiam Mo-li yang
dianggap lihai dan patut dipelajari.
Dan memang ilmu pedang Sin-kiam Mo-li amat lihai, sehingga
pantas kalau ia diberi julukan Iblis betina berpedang Sakti !
138 Biarpun Theng Ci juga seorang ahli pedang yang amat lihai,
namun setelah berkelahi selama lima puluh jurus, mulailah Theng
Ci terdesak hebat ! Dan kini watak kejam Sin-kiam Mo-li sehingga
ia dijuluki Iblis Betina. Biarpun perkelahian itu hanya merupakan
pibu belaka, tanpa didasari benci atau permusuhan pribadi,
setelah melihat lawannya terdesak hebat, iblis betina itu sama
sekali tidak memberi kelonggaran, bahkan menghujankan
serangan-serangan mautnya dengan jurus-jurus yang paling lihai.
Tentu saja Theng Ci menjadi kewalahan, selalu menangkis sambil
mundur dan berusaha mengelak ke kanan kiri. Yang aneh adalah
Song Kim. Orang ini melihat pembantu dan wakilnya terdesak dan
terancam bahaya, dia malah kegirangan karena melihat iblis
betina itu mengeluarkan jurus-jurus rahasia ! Seolah-olah dia tidak
perduli sama sekali melihat nyawa pembantunya terancam
bahaya maut. Sesungguhnya tidak demikian. Song Kim memang kegirangan
karena dapat melihat jurus-jurus pilihan dari ilmu pedang Sin-kiam
Mo-li, dan kalau tidak mengkhawatirkan keadaan Theng Ci, bukan
karena dia acuh, melainkan karena dia percaya penuh akan
kemampuan pembantunya. Dia percaya bahwa Theng Ci mampu
menjaga diri walaupun nampaknya sudah demikian kerepotan.
"Mampuslah !" Tiba-tiba Sin-kiam Mo-li membentak, tubuhnya
membuat gerakan memutar setengah lingkaran, pedangnya
meluncur ke belakang tubuhnya, akan tetapi secara aneh pedang
itu membalik dan menyambar ke arah leher Theng Ci dengan
kecepatan kilat ! Ketua Ang-hong-pai ini terkejut setengah mati,
tidak pernah menduga akan datangnya serangan aneh yang tak
139 disangka-sangkanya itu. Tidak ada waktu lagi baginya untuk
menangkis dan jalan satu-satunya untuk menghindarkan diri dari
sambaran maut itu hanyalah membuang tubuhnya ke belakang,
bahkan terus melempar diri rebah terlentang ke atas tanah untuk
kemudian berjungkir balik ! Akan tetapi, terdengar suara ketawa mengejek dari mulut Sinkiam Mo-li yang sudah memperhitungkan hal ini, maka begitu
melihat lawan melempar tubuh ke belakang, pedangnya dengan
membuat gulungan sinar telah mengejar dan menusuk ke arah
leher dari tubuh lawan yang sudah rebah terlentang itu sebelum
tubuh itu sempat meloncat lagi. Semua orang yang melihat
peristiwa ini menahan napas karena agaknya tidak ada jalan
untuk menyelamatkan diri bagi ketua Ang hong-pai itu. Hanya Lee
Song Kim saja yang masih melihat dengan senyum di bibirnya.
Dia melihat betapa pembantunya itu sejak tadi telah siap dengan
jarum merahnya, senjata rahasia halus yang amat berbahaya itu
! Theng Ci yang melihat sambaran pedang, hanya mampu
memutar leher ke kiri dan tangan kirinya bergerak ke depan. Sinar
merah halus menyambut ke arah muka lawan. Sin-kiam Mo-li
terkejut dan cepat ia menarik kepala ke belakang dan pada saat
pedangnya yang dielakkan lawan itu menusuk pundak sebagai
gantinya leher, ia sendiri merasa pahanya nyeri dan pedih sekali
karena ketika ia menarik kepala ke belakang tadi, pedang di
tangan Theng Ci menusuk pahanya ! Dalam waktu yang hampir
berbareng, dua orang wanita itu sama-sama menderita luka.
Theng Ci terluka pundaknya dan Sin-kiam Mo-li terluka pahanya.
140 Dengan marah sekali Sin-kiam Mo-li sudah meloncat maju lagi
begitu melihat lawannya bangkit berdiri dan siap untuk
menyerang. Akan tetapi pada saat itu Song Kim sudah berdiri
menghadang dan menghalang di antara mereka.
"Cukup sudah, kedua pihak sama terluka, tidak ada yang kalah
atau menang." "Wuuuttt ...... tappp !" Tiba-tiba saja gerakan tusukan pedang itu
terhenti karena pedang itu sudah dijepit oleh jari-j ari tangan
kanan Lee Kongcu ! "Sin-kiam Mo-li, engkau sungguh lancang dan pedangmu ini
berbahaya kalau tidak dipatahkan !" Berkata demikian, Lee Song
Kim menyalurkan tenaga sinkang pada jari-jari tangan kanan yang
menagkap pedang dan sekali jari tangannya menekuk, terdengar
suara keras dan pedang itupun patah menjadi tiga potong ! Yang
dua potong jatuh ke atas lantai mengeluarkan bunyi berdenting,
bagian ketiga masih tertinggal di gagang yang masih dipegang
oleh tangan kanan Sin-kiam Mo-li. Wanita itu memandang dengan
mata terbelalak dan muka pucat sekali. Tak disangkanya bahwa
orang yang dikenalnya sebagai Lee Kongcu ini ternyata memiliki
ilmu kepandaian yang demikian hebatnya, jauh lebih hebat
dibandingkan tingkat ilmu silatnya sendiri. Cara Lee Kongcu
menangkap dan mematahkan pedangnya itu merupakan ilmu
yang tinggi, mungkin tak dapat dilakukan oleh mendiang gurunya
sendiri sekalipun ! Maka, iapun tahu diri dan
"Saya telah menerima pelajaran !" Dan terpincang-pincang ia
kembali ke kursinya dan mengambil obat luka untuk mengobati
141 luka di pahanya. Theng Ci juga kembali ke kursinya dan
mengobati luka di pundaknya, sedangkan Lee Song Kim
tersenyum dan duduk lagi, tak mau menyinggung peristiwa tadi
melainkan memandang empat orang tamu lainnya yang belum
sempat memperlihatkan ilmu kepandaian mereka.
Sambil tersenyum Lee Song Kim berkata kepada mereka.
"semua tamu yang gagah perkasa telah memperlihatkn ilmu
kepandaian mereka masing-masing yang hebat sehingga
menambah meriahnya suasana pertemuan ini. Hanya su-wi yang
terhormat, Kam-kauwsu, Tan-siucai, Kwa-enghiong dan Thian Khi
Losuhu yang belum sempat memperlihatkan kelihaiannya. Maka,
kami mohon dengan hormat dan sangat, sudilah kiranya Kamkauwsu dari Thian-cin dan Tan-siucai tokoh Pek-hwa-pai yang
keduanya sudah amat terkenal namanya, menghangatkan
suasana dengan mendemonstrasikan ilmu silat mereka."
Kam-kauwsu, guru silat dari Thian-cin itu adalah seorang yang
cerdik. Tadi dia melihat betapa lihainya tuan rumah yang penuh
rahasia itu. Baru tingkat kepandaian Theng Ci, wanita yang
menjadi pembantu Lee Kongcu itu saja sudah amat lihai dan
agaknya tingkatnya sendiri tidak akan melebihi banyak.
Maka, kalau sampai dia memancing bentrokan atau pibu dengan
pihak tuan rumah, mungkin diapun akan mendapatkan malu. Juga
dia tidak ingin mengadu ilmu dengan Tan-siucai. Dia dapat melihat betapa mereka yang ilmu silatnya biasa saja,
tadi tidak dipedulikan oleh tuan rumah dan hanya
mendemonstrasikan saja ilmu silatnya. Yang diadu dalam pibu
hanyalah mereka yang ilmu kepandaiannya tinggi. Maka, begitu
mendengar permintaan tuan rumah, dia mendahului Tan-siucai
142 dan meloncat ke tengah ruangan itu, memberi hormat kepada Lee
Kongcu dan para tamu sambil tersenyum lebar.
"Saya hanyalah seorang guru silat yang mengandalkan hidupnya
dari penghasilan mengajarkan ilmu silat sekedarnya, ada apakah
yang boleh diperlihatkan " Akan tetapi kalau untuk menghormati
Lee Kongcu yang telah begitu baik hati untuk mengundang saya,
maka biarlah saya ikut pula meramaikan pesta ini dengan
permainan silat sedapat saya, harap cu-wi jangan
mentertawakan." Tanpa menanti tanggapan, cepat guru silat Kam ini sudah
memainkan ilmu silatnya. Dia sengaja mengeluarkan tenaga
sehingga tulang-tulangnya mengeluarkan bunyi berkerotokan,
gerakannya mantap dan penuh tenaga, pukulan dan
tendangannya juga mengandung tenaga besar sehingga
menimbulkan angin. Akan tetapi, Lee Song Kim yang menonton
penuh perhatian, menjadi kecewa. kiranya nama besar guru silat
dari Thian-cin ini hanya nama kosong belaka, seperti juga ilmu
silatnya itu hanya indah dan gagah ditonton saja, akan tetapi
sebetulnya tidak ada isinya yang menarik sama sekali. Gerakan
silat biasa yang dapat dipelajari setiap orang.
Tidak ada apa-apanya yang patut untuk dicatat dan dipetik. Dalam
waktu belasan jurus saja Theng Ci akan mampu merobohkan
orang ini, pikirnya. Karena itu, diapun tidak merasa tertarik. Guru
silat itu kelihatan bersemangat benar untuk memamerkan ilmu
silatnya, mengerahkan tenaganya dan kecepatannya. Namun,
tidak ada sejuruspun yang dianggap baik oleh Lee Song Kim,
maka diapun diam saja dan tidak bernafsu untuk mengadu tamu
143 ini dalam pibu untuk mengorek rahasia ilmu silatnya. inilah yang
dikehendaki Kam-kauwsu yang cerdik dan selmatlah dia dari
kekalahan dalam pibu. Setelah dia selesai dalam bersilat, para tamu, demi kesopanan,
bertepuk tangan memuji, bahkan Song Kim juga ikut bertepuk
tangan memuji. Kam-kauwsu menjura sambil merendahkan diri,
lalu mundur dan duduk kembali di kursinya, di dalam hatinya
merasa girang bahwa siasatnya berhasil.
"Sekarang kami mohon Tan-siucai untuk memperlihatkan
kepandaiannya. Kami mendengar bahwa Tan-siucai memiliki
pedang yang luar biasa, dengan sebatang pedang pusaka yang
tipis dan lemas. Kami ingin mengagumi ilmu pedang itu."
Tan-siucai sejak melihat Lee Song Kim tadi mematahkan pedang
di tangan Sin-kiam Mo-li, sudah merasa curiga akan iktikad tuan
rumah. Maka, dia sudah merasa enggan untuk ikut memamerkan
kepandaian. ketika tuan rumah minta kepadanya untuk
memperlihatkan kepandaian, dia bangkit dan menjura kepada Lee
Song Kim. "Harap Lee Kongcu suka memaafkan, akan tetapi hari ini saya
tidak mempunyai semangat untuk bermain silat memperlihatkan
kebodohan sendiri di depan para locianpwe. Biarlah saya menjadi
penonton saja." "Ah, mana bisa begitu. Tan-siucai " Jauh-jauh kami sengaja
mendatangkan tokoh-tokoh persilatan di dunia kang-ouw, selain
untuk menghormati mereka, juga untuk menikmati pertunjukan
144 ilmu-ilmu yang tinggi. Kalau anda menolak untuk ikut
menggembirakan suasana dengan mendemonstrasikan ilmu silat
anda yang terkenal tinggi, sungguh hal itu amat mengecewakan
hati kami dan para indangan yang terhormat !"
Kini Lee Song Kim juga bangkit berdiri dan menghampiri jago silat
yang berpakaian seperti seorang sasterawan itu. Mereka
berhadapan dan sejenak mereka saling pandang dengan sinar


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mata tajam. Tan-siucai kembali menjura, "Terpaksa saya mengecewakan tuan
rumah. Akan tetapi, saya memnuhi undangan tanpa mengetahui
bahwa kami diundang untuk diadu seperti ayam-ayam aduan.
Terpaksa saya mengecewakan dan biarlah budi kebaikan Lee
Kongcu kelak dapat saya balas dengan undangan kehormatan
pula. Sekarang, perkenankan saya mohon diri ...... "
Akan tetapi Lee Kongcu menghadang di depannya. "Nanti dulu,
Tan-siucai. Aku tidak minta kau balas untuk beberapa cawan
arakku dan beberapa mangkok sayuran hidanganku. Akan tetapi
aku tidak dapat menerima kalau orang memandang rendah
kepadaku, biarpun hal itu dilakukan oleh seorang ternama seperti
engkau." Mendengar kata-kata keras dan sikap yang berubah kasar ini,
Tan-siucai memandang wajah tuan rumah dengan alis mata
berkerut. "Lee Kongcu, apakah maksud ucapan kongcu ini "
Sungguh saya tidak mengerti," katanya, suaranya kinipun tegas.
145 "Sebagai tuan rumah yang menghormati tamu-tamunya, akupun
ingin agar para tamuku menghormatiku. permintaanku kepada
tamu yang hadir untuk sekedar memperlihatkan ilmu
kepandaiannya merupakan penghormatan pula dan sudah
sepatutnya kalau para tamu memenuhi permintaan itu. Kalau
engkau menolak, berarti engkau tidak memperdulikan
penghormatanku dan memandang rendah kepadaku. Memandang rendah berarti penghinaan dan aku tidak dapat
menerimanya !" Mendengar ucapan keras dan sikap menantang ini, panaslah rasa
hati Tan-siucai. Dia adalah seorang pendekar dari utara, seorang
yang biarpun selalu mengalah dan rendah hati, namun jiwa
kependekarannya bangkit kalau dia berhadapan dengan sikap
sewenang-wenang. Melihat sikap tuan rumah itu, kecurigaannya
terhadap Lee Kongcu yang berkesan buruk itu menjadi semakin
tebal dan diapun memandang dengan wajah merah dan sinar
mata tajam. "Aku tidak mengenal Lee Kongcu dan aku datang ke sini adalah
atas undanganmu sendiri. Aku hadir di sini sebagai tamu, bukan
sebagai orang yang harus menjalankan semua perintahmu, kalau
sikapku ini dianggap memandang rendah dan engkau tidak dapat
menerimanya, lalu apa yang selanjutnya akan terjadi ?" Biarpun
halus, ucapan ini merupakan tantangan atau menerima tantangan
yang dilontarkan Lee Song Kim tadi.
"Bagus ! Kalau Tan-siucai merasa pintar sendiri dan benar sendiri,
aku orang she Lee menantangmu untuk pibu agar disaksikan oleh
para locianpwe yang hadir, asal saja Tan-siucai tidak
146 mempergunakan lidahnya yang tajam melebihi pedangnya untuk
mengelak karena takut menerima tantanganku !" kalimat terakhir
itu dikeluarkan oleh Lee Song Kim sebagai penutup semua jalan
keluar karena tentu saja pihak lawan tidak berani menolak.
Menolak berarti mengaku takut !
Tan-siucai mengerti bahwa dalam keanehan sikapnya, Lee
Kongcu merupakan lawan tangguh yang berbahaya dan dia
belum tahu sebetulnya yang berada di balik sikap menantang ini
karena bagaimanapun juga, belum pernah dia merasa
bermusuhan dengan orang ini.
"Bagaimana pibu ini akan dilaksanakan ?" tanyanya, siap siaga
karena dia maklum bahwa tak mungkin mundur dari tantangan
tuan rumah. Sementaa itu, para tamu memandang penuh
perhatian dan diam-diam Kam-kauwsu merasa girang bahwa
dengan kecerdikannya, dia tadi mampu lolos. Kwa Ciok Le yang
sudah merasa tidak suka kepada tuan rumah, dan Thian Khi
Hwesio yang merasa curiga, kini diam-diam memandang penuh
perhatian. "Tan-siucai terkenal dengan pedang tipisnya, ingin sekali aku
membuktikan apakah pedang tipisnya itu sama tajamnya dengan
lidahnya," kata Lee Song Kim yang sengaja memanaskan hati
orang "Srattt ...... !" Nampak sinar berkilat dan tahu-tahu Tan-siucai telah
memegang sebatang pedang tipis yang berkilauan saking
tajamnya. pedang itu diambilnya dari pinggang karena pedang itu
147 tadi dipakai sebagai sabuk. Gerakannya sedemikian cepatnya
sehingga seperti orang bermain sulap saja.
"Lee Kongcu, engkau sudah menantangku dan tidak baik kalau
aku menolaknya. Nah, keluarkanlah senjatamu."
Lee Song Kim tersenyum. dari anak buahnya yang melakukan
penyelidikan, dia sudah banyak mendengar tentang jagoan ini
dan biarpun belum pernah melihat sendiri kelihaiannya, namun
dia merasa yakin bahwa dengan tangan kosong dia masih
sanggup mengatasinya. "Aku tetap menghormati tamu, Tan-siucai. Engkau gerakkanlah
pedangmu, aku akan menghadapimu dengan tangan kosong
saja." Ucapan ini mengejutkan yang hadir, bahkan Thian Khi-Hwesio
juga terkejut. Dia sudah mendengar tentang Siucai ini dan
maklum betapa lihai dan berbahayanya pedang tipis itu.
Dia sendiri sebagai wakil ketua Siauw-lim-pai, agaknya masih
belum begitu sembrono untuk menghadapi Tan-siucai dengan
tangan kosong melawan pedang tipis itu. Kalau tuan rumah ini
bersikap sedemikian angkuhnya, tentu benar-benar telah memiliki
tingkat ilmu silat yang amat tinggi ! Maka dengan jantung
berdebar, seperti yang lain, pendeta tua ini menonton dengan
perhatian sepenuhnya. Maksud Lee Song Kim menghadapi lawan dengan tangan kosong
bukan sekedar kesombongan belaka, melainkan mengandung
maksud tertentu. Dia mendengar akan kehebatan ilmu pedang
148 orang ini maka dengan tangan kosong, dia mampu mengelak
terus mengandalkan ginkangnya sambil memperhatikan gerakan
lawan dan mencatat jurus-jurus terampuh untuk dipelajari dan
dikuasainya. Song Kim memang sejak kecil memiliki ingatan yang
kuat sekali sehingga sekali melihat dan mencatat di dalam
benaknya, takkan terlupakan lagi olehnya.
Sementara itu, Tan-siucai merasa penasaran bukan main, diamdiam juga girang. Orang she Lee ini berbahaya dan sombong. Kini
dia ditantang untuk maju menggunakan pedangnya melawan Lee
Kongcu yang bertangan kosong. kebetulan sekali, pikirnya.
Banyak yang menyaksikan dan kalau sampai pedangnya melukai
atau membunuh tuan rumah sekalipun, orang-orang kang-ouw
tidak akan menyalahkannya.
"Baik, kau sambutlah pedangku, Lee Kongcu !"
Hebat bukan main memang gerakan pedang sasterawan itu, jauh
lebih hebat dari pedang wanita yang berjuluk Iblis Betina Pedang
Sakti tadi. Pedangnya yang tipis itu meluncur dan berubah
menjadi sinar kebiruan menyambar-nyambar dan menciptakan
gulungan sinar yang panjang. Namun, Lee Song Kim berdiri
dengan tenang saja dan baru tubuhnya bergerak mengelak kalau
ada sinar mencuat dari gulungan sinar itu yang menunjukkan
bahwa ada serangan mengarah dirinya. Dengan tepat dan mudah
dia mengelak. Akan tetapi gerakan pedang di tangan Tan-siucai
itu hebat bukan main. Begitu pedang luput mengenai sasaran,
pedang itu membalik dan telah melakukan serangan susulan, dan
terus susul menyusul seperti seekor burung walet yang sedang
berpesta pora menyambari nyamuk-nyamuk dengan terbang hilir
149 mudik dengan kecepatan yang membuat
mengeluarkan sinar menyilaukan mata.
pedang itu Dalam waktu beberapa detik saja, pedang itu telah hilir mudik
mengirim serangan tidak kurang dari tiga belas kali ! Namun,
semua orang kini dibuat kagum oleh Lee Kongcu. Dia bergerak
seenaknya, namun tubuhnya sedemikian ringannya sehingga ke
manapun sinar pedang menyambar, tubuhnya selalu sekelebatan
lebih cepat mengelak, seolah-olah sebelum pedang tiba, angin
pedang itu sudah membuat tubuh Lee Kongcu berpindah tempat.
Hal ini membuat Tan-siucai menjadi penasaran, akan tetapi
berbareng dia maklum pula bahwa lawannya benar-benar amat
lihai dan memiliki ginkang yang luar biasa. Maka, diapun lupa diri
dan segera mengeluarkan jurus-jurus simpanannya yang paling
ampuh. Justeru inilah yang dikehendaki Lee Song Kim. Dia mengerahkan
ginkangnya dan tubuhnya bagaikan terbang saja menyelinap di
antara gulungan sinar pedang, sambil meneliti bagian-bagian ilmu
pedang milik lawan yang dianggapnya menarik dan patut untuk
dipelajarinya. Sementara itu, Kwa Ciok Le dan Thian Khi Hwesio sudah saling
berbisik-bisik. "Lo-suhu, tuan rumah ini sungguh aneh
mencurigakan. jelas, ilmunya tinggi sekali dan apa maksudnya dia
mengumpulkan kita di sini ?"
"Pinceng (aku) juga belum mengerti benar, akan tetapi pinceng
sedang mengingat-ingat, barangkali dia ada hubungannya
dengan urusan besar ...... "
150 "Pembunuhan atas diri tiong Gi Tojin dan Tiong Sin tojin, dua
orang tokoh Kun-lun-pai itu ?" Kwa Ciok Le melanjutkan.
"Sayapun sudah mendengar akan hal itu dan sebagai murid Kunlun-pai saya pun berkewajiban untuk mengadakan penyelidikan.
Orang she Lee ini memang mencurigakan. ketika saya diundang
oleh anak buahnya, saya tidak mau sehingga terjadi percekcokan,
akan tetapi wanita pakaian merah yang bernama Theng Ci itu
mengeluarkan ilmu siluman. ratusan ekor lebah beracun
mengeroyokku dan selagi saya sibuk menyelamatkan diri, saya
dirobohkannya dengan obat bius yang dikebutkan dengan
saputangan merah. Nah, dalam keadaan pingsan saya digotong
dan tahu-tahu tadi saya siuman dan dibawa ke tempat ini."
"Hemmm, sungguh mencurigakan. Pembunuh para tokoh Kunlun-pai itu juga mengaku she Lee, akan tetapi dia mengaku murid
Siauw-lim-pai." "Tapi, harap losuhu perhatikan. Ilmu silatnya demikian tinggi, dan
saya melihat gerakan-gerakan yang aneh, bahkan kadangkadang ada dasar gerakan Kun-lun-pai ...... "
Hwesio tua itu memandang penuh perhatian. Tiba-tiba dia
mengepal tinju karena pada sat itu, Lee Song Kim yang agaknya
sudah merasa cukup mempermainkan lawan, menggerakkan
tangan mencengkeram ke arah pergelangan tangan lawan yang
memegang pedang. Tan-siucai dapat mengelak dengan menarik
tangannya, dengan gerakan mencengkeram yang dilakukan Song
Kim itu memang mirip dengan Ilmu Silat Naga dari aliran Siauwlim-pai, bahkan kedudukan kakinya juga sama.
151 "Omitohud ...... engkau benar, sicu. Apakah dia juga telah
mempelajari ilmu silat Siauw-lim-pai ?"
Pada saat itu, Lee Song Kim membalas serangan-serangan
lawan, dan begitu dia mengeluarkan kepandaiannya, Tan-siucai
yang memegang pedang menjadi kewalahan ! Ketika Tan-siucai
masih berusaha menyerang lawan dengan tusukan pedangnya ke
arah dada, Lee Song Kim membuat gerakan miring dan dari
samping dia memukul siku kanan lawan.
"Plakk !" Lengan kanan itu tiba-tiba menjadi lumpuh dan di lain
saat pedang tipis itu telah berpindah tangan ! Song kim tidak
berhenti sampai di situ saja, dia lalu menggerakkan pedang itu
dengan satu di antara jurus-jurus penyerangan yang tadi
dimainkan oleh Tan-sicai. Jurus serangan ini mirip sekali, dan
bahkan lebih dahsyat karena didorong oleh tenaga sinkang yang
jauh lebih kuat. Melihat ini, Tan-siucai terbelalak, mencoba untuk
mengelak dengan menjatuhkan diri ke belakang. namun, sinar
pedang itu mengejarnya terus dan tahu- tahu ujung pedang tipis
telah menusuk dadanya dari samping. tanpa mengeluarkan
teriakan Tan-siucai roboh dan tewas seketika karena pedang itu
menembus jantungnya. Semua orang terbelalak, tak mengira bahwa seorang yang lihai
seperti Tan-siucai dapat tewas semudah itu di tangan tuan rumah
dan tidak mengira bahwa tuan rumah akan sekejam itu
membunuh tamunya sendiri. Lee Song Kim yang menganggap
Tan-siucai kelak akan dapat menjadi penghalang bagi citacitanya, sudah membunuhnya dengan tangan dingin dan kini dia
152 berdiri di tengah ruangan itu, memandang kepada semua
tamunya. "Tan-siucai tewas karena ulahnya sendiri. Cu-wi (anda sekalian)
tadi melihat betapa dengan sungguh-sungguh dia berusaha
membunuhku !" pada saat itu, Theng Ci menghampirinya dan
dengan berbisik-bisik wanita ini menceritakan kepadanya apa
yang didengarnya dari percakapan antara Kwa Ciok Le dan Thian
Khi Hwesio ! "Mereka berdua tadi membicarakan kongcu dan menyangka
kongcu pembunuh dua orang tokoh Kun-lun-pai. mereka
mempunyai niat buruk terhadap kongcu."
Mendengar ini, Lee Song Kim diam-diam terkejut, akan tetapi dia
mengangguk sambil tersenyum dan memerintahkan anak
buahnya untuk menyingkirkan mayat Tan-siucai dan
membersihkan lantai yang penuh darah. Kemudian dia
melangkah maju setelah mengikatkan pedang pada pinggangnya
seperti yang dilakukan Tan-siucai tadi, menghampiri tempat di
mana Thian Khi Hwesio duduk bersama Kwa Ciok Le.
Lee Song Kim menjura kepada dua orang itu dan suaranya
lantang terdengar oleh semua orang ketika dia berkata, "Nah,
sekarang tinggal ji-wi (anda berdua) yang belum memperlihatkan
kelihaian. Harap Huang-ho Sin-to si pembasmi bajak Huang-ho
dan Thian Khi Hwesio yang menjadi wakil ketua Siauw-lim-pai kini
maju dan memperlihatkan kelihaian masing-masing. Ji-wi dapat
bersilat sendiri-sendiri atau bersama-sama, terserah. Dan kami
harap ji- wi tidak memandang rendah dan menolak permintaan
153 tuan rumah seperti yang dilakukan oleh mendiang Tan-siucai
tadi." Sikapnya hormat, kata-katanya halus dihias senyum, namun di
dalam ucapannya itu terkandung ancaman bahwa kalau kedua
orang itu menolak seperti Tan-siucai, merekapun agaknya akan
mengalami nasib seperti sasterawan berpedang itu.
Suasana menjadi tegang dan para ahli silat yang hadir kini
memandang dengan sinar mata penuh kekhawatiran. lenyaplah
perasaan gembira seperti yang mereka rasakan dalam pesta tadi.
Tak mereka sangka bahwa pesta pertemuan itu akan menjadi
seperti ini. makin aneh saja kelakuan tuan rumah, dan makin
penuh rahaia. mereka tidak mengerti mengapa Lee Kongcu
bersikap seperti itu, bahkan sampai membunuh seorang di antara
tamu-tamunya hanya karena tidak mau memenuhi permintaan
tuan rumah, yaitu mendemonstrasikan ilmu silat ! Di samping
perasaan heran ini, juga terdapat perasaan kagum dan takut


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena baru sekarang mereka maklum bahwa Lee Kongcu ini
sesungguhnya adalah seorang ahli silat yang amat pandai.
Pantas saja, Theng Ci ketua Ang-hong-pai yang demikian lihainya
itu, mau menjadi pembantunya !
Kwa Ciok Le dan Thian Khi Hwesio saling pandang. Tadi mereka
telah bercakap-cakap dan mengambil keputusan untuk membuka
rahasia Lee Kongcu ini, dan kalau perlu mereka akan maju
bersama untuk menentangnya. Apalagi setelah melihat betapa
Lee Kongcu membunuh Tan-siucai dengan cara demikian kejam,
sengaja membunuhnya karena tadi Tan-siucai sudah kalah,
154 keduanya mengambil keputusan untuk bangkit menentang orang
she Lee ini. "Lee Kongcu," kata Kwa Ciok Le dengan suara lantang,
"katakanlah terus terang, apakah engkau orang she Lee yang
telah membunuh dua orang tokoh Kun-lun-pai, yaitu Tiong Gi
Tojin dan Tiong Sin Tojin ?"
"Dan juga orang she Lee yang setelah membunuh dua orang
tokoh Kun-lun-pai, lalu mengaku sebagai murid Siauw- lim-pai?"
Thian Khi Hwesio menyambung sambil memandang tajam.
Mendengar ini, para tamu lainnya terkejut dan maklum bahwa
mereka menghadapi urusan besar yang gawat. Akan tetapi Lee
Song Kim bersikap tenang, bahkan dia menganggap sudah tiba
waktunya untuk memperkenalkan diri. Dia membutuhkan
pembantu-pembantu untuk memperluaskan namanya ke seluruh
pelosok agar semua orang tahu bahwa kini muncul seorang
jagoan yang pantas diberi gelar Thian-he Te-it Bu-hiap ! Dan
maksudnya mengumpulkan semua jagoan ini bukan sekedar
mencuri jurus-jurus terampuh mereka, melainkan juga untuk mulai
memperkenalkan diri dan kelihaiannya.
"Thian Khi Hwesio, Huang-ho Sin-to dan para orang gagah yang
berada di sini ! Aku tidak perlu mengaku atau menyangkal atas
semua tuduhan itu. Yang penting, aku memeberitahukan bahwa
siapapun orangnya yang berani menentang Thian-he Te-it Buhiap, maka dia akan tewas !"
155 "Hemm, dan siapakah Thian-he Te-it Bu-hiap itu ?" tanya Kwa
Ciok Le walaupun terkejut akan kesombongan orang itu dan dapat
menduga bahwa tentu orang itu yang mengaku sebagai Orang
Gagah Nomor Satu di Dunia.
"Siapa lagi kalau bukan aku ?" Lee Song Kim berkata tanpa raguragu atau malu-malu lagi, sambil hendak berkeruyuk.
"Akulah. Lee Kongcu, yang merupakan satu-satunya orang yang
patut berjuluk Thian-he Te-it Bu-hiap !"
"Omitohud ...... !" Thian Khi Hwesio berseru, kaget dan heran
melihat kesombongan orang itu. "Dan siapa kiranya yang
mengaku dan mengesahkan Lee Kongcu sebagai Pendekar Silat
Nomor satu di Dunia ini ?"
Lee Song Kim mengeluarkan sebuah benda dari balik jubahnya
dan semua orang melihat bahwa benda itu adalah sebatang
pedang terbuat dari batu kemala yang berbentuk naga.
"Giok-liong-kiam ...... !"
Hampir semua orang berseru kaget. Biarpun di antara mereka
belum ada yang melihat bentuk pedang pusaka itu, namun
mereka sudah mendengar tentang Giok-liong-kiam (Pedang Naga
Kemala), yang pernah menggemparkan dunia persilatan karena
dijadikan perebutan di antara para orang gagah. Pedang yang
lenyap dari gudang pusaka istana itu pernah diperebutkan dan
hampir semua orang kang-ouw tahu belaka tentang pedang itu,
tahu pula bagaimana bentuk dan macamnya, walaupun hanya
sedikit saja tokoh yang pernah menyaksikannya. Begitu Lee Song
156 Kim mengeluarkan pedang itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi,
semua orangpun mengenalnya.
Lee Song Kim tersenyum melihat betapa semua orang
memandang kepada pedang pusaka itu dengan muka pucat dan
mata terbelalak. "Benar, ini adalah Giok-liong-kiam, lambang dari kegagahan ! Dan
siapa yang menjadi pemilik Giok-liong-kiam, dialah yang patut
menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap ! Aku sudah menguasai hampir
seluruh ilmu silat dari semua aliran, dan aku pula yang menguasai
Giok-liong-kiam, maka akulah yang berhak menjadi jagoan nomor
satu di dunia ini. Kalau ada yang menyangkal, boleh maju untuk
membuktikan sendiri !"
"Omitohud ...... ! Bukankah Giok-liong-kiam tadinya dikuasai oleh
Ong Siu Coan, pemimpin pasukan Tai Peng yang kini menjadi
kaisar dari Kerajaan Sorga yang dibentuknya " Karena Giokliong-kiam maka banyak orang gagah yang membantu
pasukannya sampai dia menjadi kaisar di nan-king. Bagaimana
kini bisa berada di tanganmu, Lee Kongcu ?"
"Ha-ha, Ong Siu Coan itu hanya macan kertas ! Mengandalkan
balatentara yang besar jumlahnya dan bantuan para ahli silat !
Licik namanya ! Akan tetapi aku hanya mengandalkan tenaga
sendiri. Kini Giok-liong-kiam berada padaku, maka akulah yang
pantas menjadi jagoan nomor satu".
'"Dan engkau membunuh dua orang tokoh Kun-lun-pai
menggunakan nama Siauw-lim-pai untuk mengadu domba !"
bentak Kwa Ciok Le marah.
157 "Omitohud ...... pinceng teringat akan pencurian-pencurian kitab
ilmu silat dari partai-partai besar yang dilakukan oleh Hai-tok
sampai datuk sesat itu tewas ketika hendak mencuri kitab di
Siauw-lim-si. Agaknya engkau pula yang berada di balik semua
itu, Lee Kongcu !" Lee Song Kim tersenyum, merasa tak perlu menyangkal.
"Hai-tok pernah mengajarkan ilmu silat padaku. Akan tetapi
sekarang, biar Empat Racun Dunia bangkit lagi mengeroyok aku,
aku tidak akan undur selangkahpun. Akulah Thian-he Te-it Buhiap, ha-ha !"
"Keparat, engkau membunuh tokoh-tokoh Kun-lun-pai yang tidak
berdosa, aku sebagai murid Kun-lun-pai harus membalaskan
dendam ini !" bentak Kwa Ciok Le sambil mencabut sebatang
goloknya yang mengeluarkan sinar kehijauan saking tajamnya.
Tanpa banyak cakap lagi dia menerjang dengan goloknya, dan
golok itu berubah menjadi sinar bergulung-gulung diikuti suara
mencicit ketika menyambar-nyambar. Namun Lee Song Kim
dapat mengelak dengan amat mudahnya karena dia sudah
mengenal ilmu golok dari Kun-lun-pai itu. Bahkan dia mengelak
dengan gaya ilmu silat Kun-lun-pai pula, seperti yang pernah
dipelajarinya melalui kitab yang dicuri oleh mendiang Hai-tok.
Melihat ini Kwa Ciok Le menjadi semakin marah dan goloknya
menyambar-nyambar ganas. "Omitohud, orang she Lee ini jahat, terpaksa pinceng turun tangan
untuk membasminya !" Dan hwesio tua dari Siauw-lim-pai itupun
menerjang maju membantu Kwa Ciok Le. Dia hanya
158 mempergunakan kedua lengan jubahnya yang lebar untuk
menyerang. namun karena memang tingkat kepandaian Thian Khi
Hwesio jauh lebih tinggi daripada tingkat orang she Kwa itu,
biarpun hanya dua ujung lengan jubah, ternyata senjata istimewa
ini jauh lebih berbahaya dibandingkan golok di tangan Si Golok
Sakti dari Huang-ho itu. Lee Song Kim tentu saja maklum akan kelihaian wakil ketua
Siauw-lim-pai, maka diapun cepat mengeluarkan ilmu
kepandaiannya dan bergerak cepat untuk menghindarkan diri dari
sambaran golok dan ujung lengan jubah. Melihat betapa
pemimpinnya dikeroyok dua orang lihai, Theng Ci memberi isyarat
kepada anak buahnya, juga dua orang murid kepala dari Lee
Song Kim telah bangkit dan mereka berloncatan ke tengah
ruangan itu dalam sikap mengepung.
"Mundur semua !" Lee Song Kim berseru sambil mengelak ke
sana-sini. "@aqBiarlah aku menghadapi pengeroyokan dua orang
ini agar terbuka mata semua orang melhat kelihaianku !"
Mendengar ini, Theng Ci memberi isyarat agar semua anak buah
mundur, akan tetapi tetap siaga dan mengepung ruangan itu
dengan senjata di tangan.
Kini Song Kim yang menghadapi pengeroyokan dua orang lawan
tangguh itu sudah neyimpan kembali Giok-liong-kiam dan sebagai
gantinya dia melolos pedang tipis yang tadi dirampasnya dari
tangan Tan-siucai, Orang ini memang lihai sekali, mampu
memainkan segala macam senjata, apalagi pedang yang
memang menjadi keahliannya. Segera tubuhnya lenyap
159 terbungkus gulungan sinar pedangnya sehingga golok di tangan
Huang-ho Sin-to Kwa Ciok Le dan kedua ujung lengan jubah
Thian Khi Hwesio tidak mampu menembus gulungan sinar
pedang itu, bahkan sebaliknya kini Song Kim mulai membalas dan
setiap kali ada sinar panjang mencuat keluar dari gulungan sinar,
maka seorang di antara dua lawannya harus cepat-cepat
mengelak atau menangkis karena sinar itu merupakan serangan
maut yang amat dahsyat. Kini semua tamu yang lain menonton dengan hati penuh rasa
kagum terhadap Lee Kongcu. Tak mereka sangka bahwa tuan
rumah itu ternyata adalah seorang ahli silat yang amat tiggi
ilmunya dan yang berambisi untuk menjadi Thian-he Te-it Buhiap, bahkan yang telah menguasai Giok-liong-kiam ! Kini orang
yang lihai itu bahkan berani menghadapi pengeroyokan dua orang
tokoh Kun-lun-pai dan Siauw-lim-pai yang amat lihai itu, menolak
bantuan dari anak buahnya.
Lee Song Kim bukanlah seorang bodoh yang tinggi hati dan
sombong. Sama sekali bukan. Dia adalah seorang yang amat
cerdik dan segala tindakannya tidak ngawur, melainkan dilakukan
setelah diperhitungkannya masak-masak terlebih dahulu. Kalu dia
berani menghadapi pengeroyokan dua orang lawan itu dan
menolak bantuan anak buahnya, hal itu memang disengaja
karena dia tahu benar bahwa dia mampu mengalahkan dua orang
lawannya. Dan dia melakukan ini untuk mendatangkan kesan
yang mendalam kepada orang-orang kang-ouw yang hadir di situ.
Andaikata dia tidak yakin benar akan mampu mengalahkan dua
orang lawannya, tentu dia mengandalkan anak buahnya untuk
mengeroyok. 160 Kini gulungan sinar pedang di tagan Lee Kongcu makin panjang
dan melebar, sedangkan sinar golok Kwa Ciok Le menjadi
semakin sempit, tanda bahwa pembasmi bajak dari Huang-ho ini
sudah terdesak. Bahkan kakek Thian Khi Hwesio juga terdesak
hebat oleh sinar pedang bergulung-gulung yang amat dahsyat itu.
Thian Khi Hwesio adalah wakil ketua Siauw- lim-pai, ilmu silatnya
memang tinggi, akan tetapi dia tidak memiliki kesaktian seperti
misalnya Siauw-bin-hud datuk Siauw-lim-pai itu. Memang,
pemilihan ketua Siauw-lim-pai bukan berdasarkan ketinggian ilmu
silatnya, melainkan kedalaman pengetahuannya tentang Agama
Buddha karena Siauw-lim-pai bukanlah perkumpulan silat,
melainkan perkumpulan agama. Karena itu, tidaklah
mengherankan kalau terdapat murid-murid Siauw-lim-pai yang
bukan hwesio dapat memiliki imu silat yang lebih lihai
dibandingkan dengan para hwesio Siauw-lim-pai sendiri. Dan
biarpun Thian Khi Hwesio sudah termasuk tokoh yang lihai dari
Siauw-lim-pai, namun usianya yang tua juga cara berlatihnya
yang kadang-kadang hanya kalau ada waktu senggang saja
sebagai selingan ketekunannya memperdalam pelajaran agama,
membuat dia kehabisan tenaga setelah terjun ke dalam
perkelahian melawan orang yang amat lihai seperti Lee Kongcu
itu. Kini Lee Song Kim menghadapi lawan dengan sungguh-sungguh,
bukan seperti tadi sambil mempelajari ilmu silat lawan. Kini dia
menghadapi dua orang pengeroyoknya dengan niat merobohkan
mereka. Akan tetapi dasar dia memandang rendah lawan dan
hendak memamerkan kelihaiannya, ketika dia merobohkan Kwa
Ciok Le, dia sengaja menggunakan jurus pedang dari Kun-lun-pai
! Pedang itu membabat pinggang dan ketika golok Kwa Ciok Le
161 menangkis, tangkisan itu membuat pedang menusuk ke atas dan
leher Huang-ho Sin-to tembus oleh pedang tipis yang runcing
tajam itu. Tubuh Huang-ho Sin-to Kwa Ciok Le terbanting roboh terjengkang
dan berkelojotan karena lehernya hampir putus tertusuk pedang.
Sebuah tendangan yang menyentuh dada membuat tubuh itu
tidak berkutik lagi ! Kini Thian Khi Hwesio harus menghadapi
lawan lihai itu seorang diri saja ! Hwesio ini melihat robohnya Kwa
Ciok Le, mengeluarkan seruan keras dan memperhebat serangan
kedua ujung lengan jubahnya. Namun, dua kali nampak sinar berkelebat dan dua ujung lengan
jubah itupun terbabat putus ! Thian Khi Hwesio terkejut bukan
main. Tak disangkanya lawan memiliki sinkang sehebat itu,
mampu membabat putus ujung lengan jubahnya yang telah
disaluri hawa sinkangnya. Namun, dia tidak menjadi gentar dan
menubruk maju dengan kedua tangan membentuk cakar garuda.
Hebat bukan main serangan kakek ini karena dua tangannya itu
tidak boleh dipandang rendah, mampu mencengkeram batu
karang sampai hancur, apalagi tubuh atau kepala lawan ! Namun,
Lee Song Kim sudah mengenal ilmu ini dan cepat tubuhnya
mengelak ke samping, kemudian dengan kedudukan tubuh miring
itu dia masih dapat mengirim tusukan yang menyerang dari
samping, melalui pundaknya yang direndahkan dan pedang itu
memasuki dada lawan melalui celah-celah iga kirinya, menembus
jantung. Robohlah kakek itu di samping mayat Kwa Ciok Le dan
lantai itupun kini penuh dengan darah pula !
Semua tamu berdiri dengan mata terbelalak dan muka pucat,
memandang kepada Lee Song Kim yang kini sudah berdiri
162 dengan tegak, menyimpan mengeluarkan Giok-liong-kiam.
pedangnya dan kembali "Aku adalah Lee Kongcu, pemegang Giok-liong-kiam yang mulai
saat ini memakai julukanThian-he Te-it Bu-hiap ! Siapakah di
antara kalian yang merasa tidak setuju ?"
Para tamu memandang dengan wajah pucat. Mereka merasa
gentar dan mereka yang merasa kagum segera menjura dengan
hormat. "Lee-kongcu pantas menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap !"
kata mereka. "Hemm, menyatakan dengan mulut saja tidak ada gunyanya!
Mulai saat ini kalian harus mentaati semua perintahku dan
menganggapku sebagai seorang pemimpin di antara semua ahli
silat, menjadi pemimpin dunia persilatan, dan Giok-liong-kiam
menjadi lambang kedudukan pemimpin. Semua orang di dunia
persilatan harus tunduk dan menghormat lambang suci ini. Siapa


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja di antara kalian sekali kupanggil, betapa jauhpun kalian
tinggal, harus cepat datang menghadap, dan tugas apapun yang
kuminta, kalian harus melaksanakan sebaiknya. Akulah yang
akan memimpin dunia persilatan, akan mempersatukan antara
kita semua dan memperkuat dunia kita." sepasang mata Lee
Song Kim mencorong penuh semangat dan kegembiraan ketika
dia mengeluarkan kata-kata ini.
Kam-kauwsu yang diam-diam tadi merasa terkejut dan tidak
senang melihat betapa Kwa Ciok Le dan Thian Khi Hwesio
dibunuh, tiba-tiba bangkit berdiri menjura ke arah Lee- kongcu
sambil berkata, "Saya orang she Kam sudah merasa tua dan tidak
163 ingin lagi menghadapi kesibukan di hari tua. Saya harap Leekongcu tidak mengikutkan saya, karena saya ingin mengundurkan
diri dan tinggal di dusun untuk menggarap sawah ladang saja.
Maafkan, saya akan pulang saja sekarang dan terima kasih atas
segala kebaikan kongcu."
Dia lalu melangkah lebar pergi dari tempat itu setelah memberi
hormat kepada tuan rumah. Lee Song Kim mengangkat Giokliong-kiam tinggi-tinggi di atas kepala dan berseru kepada para
tamu lainnya. "Aku minta cuwi yang hadir menghalangi kepergian Kam-kauwsu
yang hendak memberontak !"
Sepuluh orang tamu itu bangkit berdiri, termasuk Sin-kiam Mo-li
yang terpincang-pincang dan mereka mengepung Kam-kauwsu
dengan sikap mengancam ! Melihat ini, Lee Song Kim girang
bukan main dan maklumlah dia bahwa mereka itu benar-benar
telah dapat ditundukkan dan kini merupakan pembantu-pembantu
yang boleh diandalkan! Sementara itu, melihat betapa para tamu
tadi kini mengepungnya, Kam-kauwsu merasa terkejut dan juga
marah. "Kalian ini orang-orang macam apakah " Sebelum datang ke sini,
kalian adalah tokoh-tokoh kang-ouw yang gagah perkasa, akan
tetapi apakah sekarang kalian berubah menjadi anjing-anjing
penjilat yang tidak mempunyai kebebasan dan pendirian sendiri
?" 164 Sepuluh orang itu nampak ragu-ragu, akan tetapi mereka tetap
mengepung. mereka merasa gentar sekali terhadap Lee-kongcu
yang demikian lihainya, dan kini mendengar ucapan Kam-kauwsu
yang mengejek mereka, bagaimanapun juga mereka merasa
malu dan ragu-ragu dan mereka semua menoleh ke arah Leekongcu untuk menanti apa yang selanjutnya akan dikehendaki
oleh orang aneh yang membuat mereka semua gentar itu.
Lee Song Kim adalah seorang yang cerdik bukan main. Dia tidak
ingin mendesak lagi sepuluh orang yang baru saja takluk dan
tunduk kepadanya itu, melainkan ingin membuat mereka menjadi
semakin takut sehingga kelak akan taat selalu kepadanya.
"kalian mingirlah, sahabat-sahabatku yang baik, dan
lihatlah betapa aku menjatuhkan hukuman kepada orang yang
berani menantangku !" kata Lee Song Kim dan dengan langkahlangkah perlahan dia mengampiri Kam-kauwsu, pedang Giokliong-kiam masih ditangan kanannya, diangkat tinggi-tinggi di atas
kepalanya. "Kam-kauwsu, lihatlah Giok-liong-kiam, ini lambang kekuasaan
persilatan ! Berlututlah dan minta ampun atas sikapmu yang tidak
taat, dan baru mungkin kami dapat mengampunimu," teriak Lee
Song Kim dengan sikap penuh wibawa.
Semua orang yang berada di situ diam-diam mengharapkan Kamkauwsu untuk mentaati perintah ini dan berlutut minta ampun,
karena mereka semua yakin bahwa Lee-kongcu yang
mengangkat sendiri menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap itu bukan
sekedar menggertak belaka. Akan tetapi, Kam-kauwsu adalah
165 orang yang keras hati. Dia seorang tokoh Bu-tong-pai dan biarpun
dia yakin akan kelihaian Lee-kongcu, namun dia masih memiliki
harga diri yang diletakkan lebih tinggi daripada nyawa. Lebih baik
mati daripada menerima penghinaan di depan banyak orang !
"Lee-kongcu, boleh jadi engkau lihai dan aku tidak dapat
melawanmu. Engkau mengangkat diri sendiri menjadi Thian-he
Te-it Bu-hiap adalah hakmu, dan aku tidak mau mencampurinya.
Akan tetapi kalau aku disuruh berlutut minta ampun, aku merasa
keberatan. Aku bukan anak buahmu, juga bukan budakmu, bukan
pula muridmu, bagaimana mungkin aku berlutut minta ampun
kepadamu " Maaf, aku tak dapat melakukan itu dan biarkan aku
pergi dari sini dan tidak mencampuri urusanmu !" berkata
demikian, Kam-kauwsu kembali melangkahkan kakinya hendak
pergi dari situ. "Oranf she Kam, semua yang menentang kami harus mati!" Tibatiba Lee-kongcu membentak dan diapun menerjang dengan
tangan kirinya, sedang tangan kanan tetap memegang Giok-liongkiam di atas kepalanya. tangan kirinya itu menampar ke arah
kepala dan biarpun kelihatannya perlahan saja, namun angin
pukulan menyamabar terlebih dahulu sebelum tanagnnya sendiri
tiba. Kam-kauwsu maklum bahwa nyawanya terancam maut,
maka diapun mengambil keputusan untuk melawan sekuat
tenaga. "Lebih baik mati sebagai harimau daripada hidup sebagai anjing
penjilat !" teriaknya dan dia mengerahkan tenaga pada tangan
kanannya ketika menangkis tamparan itu. Kam-kauwsu adalah
seorang ahli tenaga gwakang (tenaga luar) yang sudah melatih
166 lengan itu sampai berotot kuat bukan main seolah-olah lengannya
itu berotot kawat bertulang besi, juga telapak tangannya sendiri
telah dilatih memukuli pasir besi panas sehingga kulit tangan itu
tebal dan kuat seperti baja. Tangkisannya itu dimaksudkan untuk
mematahkan lengan lawan. "Dukk !" Dua buah lengan bertemu, lengan yang besar berotot
melawan lengan yang sedang saja dan berkulit halus, akan tetapi
akibatnya Kam-kauwsu terhuyung dan mengeluh karena
lengannya terasa nyeri bukan main.Ternyata dengan sinkangnya
yang sudah amat tinggi dan kuat, Lee-kongcu telah meminjam
tenaga luarnya untuk menghantamnya sendiri !
Akan tetapi Kam-kauwsu sudah nekat. Biarpun maklum betapa
lihainya lawan itu, dia mengeluarkan suara gerengan dan
menubruk lagi, kini menggunakan ilmu silat Bu-tong-pai, yaitu ilmu
silat tangan kosong Ji-liong-jio-cu (Sepasang Naga Berebut
Mustika), kedua lengannya bagaikan dua ekor naga yang
bergerak cepat menyerang dari kanan kiri, atas bawah, dengan
sasaran pelipis kiri dan lambung kanan lawan. Gerakan yang
disertai tenaga sekuatnya ini membuat tulang-tulangnya
mengeluarkan bunyi berkerotokan. Melihat jurus yang dikeluarkan
Kam-kauwsu, diam-diam Lee Song Kim terkejut dan maklumlah
dia bahwa tadi dia telah ditipu oleh guru silat ini ketika dia minta
guru silat itu mendemonstrasikan ilmu silatnya. Tadi guru silat ini
tidak bersungguh-sungguh mengeluarkan kepandaiannya dan
baru sekaranglah, ketika menyerangnya, Kam-kauwsu
mengeluarkan jurus ampuhnya.Akan tetapu, mendiang Hai-tok
telah mencuri kitab ilmu silat Bu-tong-pai dan dia sudah mengenal
167 dasar-dasarnya. Kini melihat serangan itu, dia berseru dengan
nada suara mengejek. "Hemm, inikah Ji-liong-jio-cu dari Bu-tong-pai ?" Dengan mudah
dia mengelak ke belakang sambil menangkis ke kanan kiri karena
dia sudah tahu persis ke mana arah sasaran pukulan kedua
tangan lawan. Kam-kauwsu terkejut. Kiranya pemuda aneh ini
mengenal pula jurus ampuh Bu-tong-pai, bahkan tahu cara
menghindarkannya. Kalau saja Song kim tidak marah melihat ada
orang berani menentangnya sebagai Thian-he Te-it Bu-hiap, tentu
dia akan suka sekali memancing agar guru silat itu mengeluarkan
jurus-jurus terampuh dari Bu-tong-pai untuk dipelajari. Namun, dia
sudah terlampau marah dan kini dia membentak keras.
"Jurus itu tidak ada gunanya di tanganmu. Nah, kaulihat, inilah
jurus Ji-liong-jio-cu itu !" Tiba-tiba Song Kim membalas serangan
lawan dengan jurus yang sama tadi ! Akan tetapi jurus Ji-liong-jiocu yang dipergunakan oleh Song Kim untuk menyerang,
kecepatan dan tenaga yang mendorongnya sama sekali tidak
dapat disamakan dengan serangan Kam-kauwsu tadi.
Kam-kauwsu juga melihat serangan ini dan tentu saja dia
mengenal jurus itu. Akan tetapi betapa kagetnya karena dia sama
sekali tidak diberi kesempatan untuk mengelak lagi.
Tahu-tahu kedua tangan lawan telah menyambar ke arah pelipis
dan lambungnya. Tidak ada waktu lagi baginya untuk mengelak
dan terpaksa dia menangkis dengan kedua lengannya,
menyambut serangan ke arah pelipis dan lambungnya.
168 "Dukk ! Desss ...... !" Tubuh Kam-kauwsu terpental dan
berkelojotan setelah terbanting jatuh, dari pelipisnya mengalir
darah ! Kiranya tangkisannya tadi tidak mampu menahan
serangan lawan. Biarpun sudah ditangkis, ternyata sambaran jari
tangan Song Kim ke arah pelipisnya masih meluncur dan
memukul tangkisan tadi ke samping, maka pelipis kepalanya
terkena jari tangan yang ampuh itu.
Tentu saja semua orang menjadi semakin gentar menghadapi
kelihaian seperti itu. Lee Song Kim mengebut-ngebutkan ujung
pakaian dan membersihkan kedua telapak tangannya, dengan
sikap tenang dia lalu mengeluarkan lagi Giok-liong-kiam
mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala.
"Semua orang harus menghormati Giok-liong-kiam ini sebagai
lambang kebesaran seorang Thian-he Te-it Bu-hiap. Berlututlah
kalian !" Semua orang tidak ada yang membantah lagi dan merekapun
menjatuhkan diri berlutut kepada Song Kim !bPemuda ini
tersenyum penuh kemenangan
"Mulai saat ini, kalian menjadi pendukung dan pembantuku.
Jangan khawatir, semua biaya akan kupikul. Kalian harus
menyebar luaskan bahwa kini muncul Thian-he Te-it Bu-hiap yang
akan menjadi bengcu (pemimpin) di antara semua ahli silat."
"Maaf, Lee-kongcu," Seng-jin Sin-to si malaikat Copet itu berkata.
"Bagi kami mudah saja mengangkat kongcu sebagai bengcu
karena kami sudah yakin akan kemampuan kongcu. Dan kami
169 juga dapat menyebarluaskan ini di antara golongan kami yang
memang membutuhkan pimpinan yang pandai agar kami tidak
mengalami penekanan dari pihak pemerintah dan para pendekar.
Akan tetapi bagaimana terhadap para pendekar" Buktinya, yang tadi hadir di sini saja melakukan perlawanan
sehingga terpaksa kongcu membunuh mereka. Apakah para
pendekar akan mau mengakui kongcu sebagai bengcu" Hal ini
kami merasa sangsi." Mendengar ucapan ini, Tiat-pi Kim-wan,
Sin-kiam Mo-li dan beberapa orang yang hadir di situ
mengangguk membenarkan. Lee Song Kim mengepal tinju. "Aku harus menjadi Thian-he Te-it
Bu-hiap yang diakui oleh semua tokoh dunia persilatan, baik yang
dinamakan para pendekar atau para tokoh kang-ouw. Kalau ada
yang tidak mau mengakui dan berani menentangku, akan
kuhancurkan ! Akan kuundang mereka semua dan siapa berani
menentang akan kurobohkan, akan kuperlihatkan kepada mereka
semua bahwa akulah yang paling lihai."
"Maaf, kongcu," kini Tiat-pi Kim-wan berkata. "Para ahli silat yang
berdiri bebas mungkin akan suka mengakui kongcu kalau sudah
melihat kesaktian kongcu, akan tetapi bagaimana dengan partaipartai persilatan yang besar seperti Siauw-lim-pai dan Kun-lun-pai
" Mereka mempunyai ketua-ketua sendiri, mana mungkin
mengakui kongcu sebagai bengcu mereka."
"Mereka harus mengakui dan aku akan kalahkan ketua-ketua
mereka. memang mereka itu sombong dan besar kepala,mereka
yang menamakan diri para pendekar itu. Kalau mereka tidak mau
mengakui aku, aku akan memimpin kaum kang-ouw,
170 meggantikan kedudukan Empat Racun Dunia ! Sekarang,
bantulah aku mengirim jenazah Thian Khi Hwesio ke kuil Siauwlim-pai bersama jenazah Huang-ho Sin-to murid Kun-lun-pai ini."
"Untuk apa, kongcu ?" tanya mereka terkejut dan heran. Song Kim
tertawa dan menceritakan siasatnya. Biarpun di dalam hati
mereka merasa jerih, namun orang-orang yang sudah tunduk dan
takluk itu tidak berani membantah dan mereka hanya dapat
mengangguk dan siap melaksanakan siasat yang direncanakan
Lee Song Kim. Thian Tek Hwesio, ketua Siauw-lim-pai yang bertubuh pendek
kecil itu berkali-kali menyebut nama Sang Buddha untuk
memadamkan api kemarahan yang bergolak di dalam batinnya.
Akan tetapi para hwesio pembantunya sudah tidak mampu
menahan kemarahan mereka. Wajah mereka menjadi merah,
mata mengeluarkan sinar berkilat dan mereka mengepal tinju.
Siapa orangnya yang tidak akan marah ketika muncul lima orang
kang-ouw itu, yang datang membawa jenazah Thian Khi Hwesio,
wakil ketua Siauw-lim-pai itu sambil memberitahu bahwa yang
membunuhnya adalah para tosu Kun-lun-pai " Menurut
keterangan lima orang itu yang bukan lain adalah para pembantu
baru dari Lee Song Kim, Thian Khi Hwesio terlibat dalam
perkelahian dengan Huang-ho Sin-to Kwa Ciok Le, jagoan murid
Kun-lun-pai itu, yang marah-marah kepada wakil ketua Siauw-limpai itu karena kematian dua orang tokoh Kun-lun-pai yang
kabarnya dibunuh orang Siauw-lim-pai. Dalam perkelahian itu,
Kwa Ciok Le tewas di tangan Thian KhiHwesio. Kemudian muncul
beberapa orang tosu Kun-lun-pai yang mengeroyok hwesio itu
171 sehingga Thian Khi Hwesio tewas. Demikianlah cerita anak buah
Lee Song Kim kepada ketua Siauw-lim-pai dan para
pembantunya. Tentu saja para pimpinan Siauw-lim-pai marah
sekali. Kun-lun-pai telah bersikap keterlaluan, pikir mereka.
Biarpun ada dua orang tokoh Kun-lun-pai yang terbunuh oleh
orang yang mengaku murid Siauw-lim-pai, namun belum ada
bukti bahwa benar pembunuhnya orang Siauw-lim-pai, kenapa
sekarang mereka membunuh wakil ketua Siauw-lim-pai "
"Kita harus membereskan hal ini dengan pimpinan Kun-lun-pai !"
mereka menuntut ketua mereka.
Karena desakan para pembantunya, akhirnya Thian Tek Hwesio
yang usianya sudah tujuhpuluh tahun itu berangkat, diiringkan
para pembantunya dalam jumlah belasan orang menuju ke
sebuah kuil Kun-lun-pai yang jaraknya hanya kurang lebih empat
puluh li dari biara itu. Mereka hendak menuntut kepada para
pimpinan kuil itu agar disampaikan protes mereka kepada ketua
Kun-lun-pai atas peristiwa kematian Thian Khi Hwesio.
Akan tetapi, baru belasan li mereka berjalan, serombongan tosu
Kun-lun-pai yang terdiri dari belasan orang pula, dipimpin oleh
Tiong Tek Seng-jin, ketua cabang Kun-lun-pai itu, dan para tosu
itupun nampak marah sekali. Begitu kedua rombongan bertemu,
keduanya saling pandang dengan melotot penuh kemarahan dan
siap untuk saling hantam tanpa banyak cakap lagi ! Akan tetapi,
Thian Tek Hwesio yang lebih dapat menahan kemarahannya,
maju dan menjura kepada Tiong Tek Seng-jin dan para
pembantunya. 172 "Omitohud ...... pinceng dan sudara-saudara sedang hendak
mengunjungi toyu (sobat) sekalian, kebetulan berjumpa di sini."


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siancai, agaknya memang kita kedua pihak memiliki niat yang
serupa," jawab Tiong Tek Seng-jin. "Pinto dan sudara- saudara
juga ingin berkunjung ke Siauw-lim-pai, kebetulan bertemu di
dalam hutan ini. Cu-wi (kalian) adalah hwesio-hwesio, orangorang beragama yang menjunjung kesucian, akan tetapi apa yang
kalian lakukan sungguh terlalu sekali. Ketika adik-adik kami Tiong Gi Tojin dan Tiong Sin Tojin dibunuh
oleh murid Siauw-lim-pai, kami masih bersikap sabar dan
menyerahkan kepada Siauw-lim-pai untuk mencari dan
menghukum pembunuh itu. Akan tetapi, pembunuh itu belum juga
dihukum, kini bahkan wakil ketua Siauw-lim-pai, Thian Khi
Hwesio, membunuh pula seorang tokoh kami yaitu Kwa Ciok Le
yang berjuluk Huang-ho Sin-to (Golok Sakti Huang-ho). Apakah
Siauw-lim-pai sudah tidak memandang lagi kepada kami ?"
Thian Tek Hwesio membantah. "Omitohud, kemarahan toyu tidak
adil sekali. Katahuilah bahwa adik kami Thian Khi Hwesio sedang
mencari dan berusaha untuk menemukan orang she Lee yang
mengaku murid kami itu, akan tetapi di jalan bertemu dengan
Huang-ho Sin-to yang menyerangnya. Terjadi perkelahian dan
Huang-ho Sin-to tewas. Hal itu biasa saja dalam perkelahian,
apalagi kalau murid Kun-lun-pai itu yang mendahuluinya. Dan
kemudian adik pinceng itu dikeroyok dan dibunuh oleh para tosu
Kun-lun-pai." "Tidak mungkin !" kata para tosu itu dengan marah.
173 "Sungguh itu fitnah dan bohong besar, bahkan fakta yang diputarbalikkan !" kata Tiong Tek Seng-jin sambil menggoyang tongkat
panjangnya yang berwarna putih. "Beberapa orang datang membawa jenazah Huang-ho Sin-to
kepada pinto dan menceritakan betapa dia dibunuh oleh Thian Khi
Hwesio ! Di mana dia Thian Khi Hwesio " Seorang wakil ketua
membunuh murid kami, sungguh tak tahu diri. Pintolah lawannya,
bukan seorang murid seperti Huang-ho Sin-to !"
"Omitohud, tentu toyu yang mendapatkan keterangan keliru.
Thian Khi Hwesio telah menjadi mayat ketika orang- orang
mengantarkannya kepada kami dan menurut keterangan, dia
tewas dikeroyok para tosu Kun-lun-pai."
Tiong Tek Seng-jin menjadi marah. "Hai hwesio Siauw-lim-pai !
Dengarlah baik-baik ! Kami telah kehilangan tiga orang yang
kesemuanya terbunuh oleh orang-orang Siauw-lim- pai dan kini
kalian bahkan menuduh yang bukan-bukan kepada kami. Kami
bukanlah pembunuh-pembunuh seperti orag-orang Siauw-limpai, akan tetapi kamipun bukan pengecut-pengecut yang tidak
berani menghadapi kalian. Kita tua sama tua, majulah dan
rasakan kelihaian tongkatku !" Berkata demikian, Tiong Tek Sengjin melangkah maju dan tongkatnya sudah siap untuk menyerang.
"Tosu jahat !" seorang pembantu dari ketua Siauw-lim-pai itu
memaki dan menyerang dengan kepalan tangannya, akan tetapi
terj angannya itu disambut oleh seorang tosu lain. Melihat begini,
tanpa diperintah lagi, Thian Tek Hwesio dan Tiong Tek Seng-jin
sudah saling terjang pula. Tiong Tek Seng-jin menggunakan
sebatang tongkat putih yang panjang, diputar cepat dan Thian Tek
174 Hwesio, ketua cabang Siauw-lim-pai itu menggunakan seuntai
tasbeh panjang di tangan kanan, dibantu ujung lengan kedua
bajunya yang lebar dan panjang. Belasan orang tosu dan hwesio
kedua pihak juga sudah saling serang tanpa diperintah lagi dan
terjadilah pertempuran antar belasan orang itu di tengah hutan !
Tak jauh dari tempat pertempuran itu, Lee Song Kim melakukan
pengintaian dan ia tersenyum lebar, penuh kepuasan melihat
betapa siasatnya telah berjalan dengan baik dan lancar. Kini dia
mencurahkan perhatiannya kepada pertempuran itu, terutama
sekali perkelahian antara Tiong Tek Seng-jin dan Thian Tek
Hwesio. ketua dari kedua cabang perkumpulan besar itu yang
tentu saja memiliki ilmu kepandaian tertinggi di antara mereka.
Dia memperhatikan dan mencatat dalam ingatannya gerakan
yang mereka lakukan, untuk menambah perbendaharaan ilmu
silatnya. Akan tetapi, belum sampai ada yang roboh dalam pertempuran
itu, tiba-tiba terdengar suara yang amat nyaring, suara yang
mengandung tenaga khikang yang kuat sekali dan menggetarkan
jantung, "Cuwi harap mundur dan menghentikan pertempuran ini
!" Semua orang tidak dapat melawan pengaruh seruan ini masingmasing menahan serangan lalu berloncatan mundur,
menghentikan perkelahian dan semua orang memandang ke arah
datangnya suara. Di bawah pohon, tak jauh dari situ, mereka
melihat seorang laki-laki yang gagah perkasa, berusia kurang
lebih tiga puluh delapan tahun, berpakaian sederhana seperti
seorang petani, namun wajahnya tampan gagah dan tubuhnya
175 sedang namun tegap. Wajahnya yang tampan itu membayangkan
kelembutan, namun penuh wibawa.
Melihat laki-laki ini, para hwesio Siauw-lim-pai menjadi girang dan
Thian Tek Hwesio berseru, "Tan-taihiap ...... !"
Laki-laki itu adalah Tan Ci Kong, seorang murid dan tokoh Siauwlim-pai yang amat terkenal. Menurut tingkat, sebetulnya dia masih
terhitung murid keponakan dari Thian Tek Hwesio, akan tetapi
karena Ci Kong pernah digembleng sendiri oleh mendiang Siauwbin-hud, yaitu tokoh sakti dari Siauw-lim-pai dan kakek ini masih
terhitung paman guru ketua Siauw-lim-pai itu, maka hubungan
kekeluargaan antara mereka menjadi kacau. Karena tidak enak
kalau memanggil pendekar ini sebagai murid keponakan, padahal
tingkat kepandaian Ci Kong jauh lebih tinggi, maka Thian Tek
Hwesio menyebutnya Tan- taihiap (Pendekar Besar Tan).
Juga para tosu Kun-lun-pai mengenal siapa adanya tokoh ini.
Mereka semua maklum bahwa Tan Ci Kong adalah seorang tokoh
besar Siauw-lim-pai, akan tetapi juga seorang pendekar budiman
yang gagah perkasa. Maka mereka mengharapkan keadilan dari
pendekar besar ini yang dalam kegagahan dan keadilannya pasti
tidak akan bertindak berat sebelah.
"Cuwi semua adalah dari satu golongan, mengapa kini bertempur
sendiri " Kalau ada persoalan, mari kita bicarakan dengan kepala
dingin. Tidak ada masalah yang timbul di antara dua kelompok
bersahabat yang tak dapat diselesaikan dengan musyawarah."
176 "Thian Tek Hwesio dikeroyok dan dibunuh oleh para tosu Kun-lunpai ...... " kata Thian Tek Hwesio.
Ci Kong mengangkat kedua tangan. "Harap susiok bersabar dan
biarlah pihak Kun-lun-pai yang lebih dulu memberi keterangan
agar jangan disangka bahwa saya berpihak kepada Siauw-limpai, Nah, totiang yang terhormat, apakah sebabnya terjadi
pertentangan yang tidak semestinya antara Siauw-lim-pai dan
Kun-lun-pai ini ?" Thian Tek Hwesio tidak berkata-kata lagi dan melihat kebenaran
ucapan pendekar itu. kini Tiong Tek Seng-jin yang melangkah
maju menghadapi ci Kong. "Tan-taihiap, kami dari Kun-lun-pai
bukanlah orang-orang yang suka mencari permusuhan, apalagi
terhadap Siauw-lim-pai yang kami anggap sebagai saudara
segolongan. Akan tetapi kesabaran ada batasnya. baru-baru ini,
dua orang anggauta kami, Tiong Gi Tojin dan Tiong Sin Tojin,
dibunuh oleh orang she Lee yang mengaku sebagai murid Siauwlim-pai. Hal ini masih kami terima dengan kesabaran dan kami
mendatangi para pimpinan Siauw-lim-pai agar mereka
menghukum murid itu. Akan tetapi, belum juga ada kabarnya
tentang Siauw-lim-pai she Lee itu, terjadi lagi pembunuhan atas
diri seorang murid kami, yaitu Huang-ho Sin-to Kwa Ciok Le,
dibunuh oleh wakil ketua Siauw-lim-pai sendiri, yaitu Thian Khi
Hwesio. Bagaimana kami harus bersabar lagi " Kami bermaksud
mendatangi Siauw-lim-pai untuk menuntut keadilan, akan tetapi di
sini kami bertemu dengan rombongan pimpinan Siauw-lim-pai,
dan mereka bahkan menjatuhkan fitnah kepada kami,
mengatakan bahwa kami mengeroyok dan membunuh Thian Khi
Hwesio. Apakah ini tidak mendatangkan penasaran besar ?"
177 Ci Kong mengerutkan alisnya. "Lo-cianpwe, siapakah yang
menyaksikan bahwa Huang-ho Sin-to terbunuh oleh susiok Thian
Khi Hwesio ?" "Yang menyaksikan adalah orang-orang yang datang membawa
mayatnya kepada kami di kuil kami."
"Siapakah mereka ?"
"Pinto tidak mengenal mereka, akan tetapi mereka adalah orangorang kang-ouw, mungkin kenalan Huang-ho Sin-to, yang
menyerahkan mayat, mengatakan bahwa Thian Khi Hwesio yang
membunuhnya lalu mereka pergi lagi."
"Karena penasaran dan marah, locianpwe dan para totiang lalu
pergi mendatangi kuil Siauw-lim ?"
"Benar, kami bermaksud untuk minta keadilan, akan tetapi di sini
kami bertemu dengan para hwesio Siauw-lim yang mengatakan
kami telah membunuh Thian Khi Hwesio sehingga terjadi
pertempuran." Kini Tan Ci Kong menghadapi Thian Tek Hwesio. "Susiok,
benarkah bahwa susiok Thian Khi Hwesio terbunuh ?"
"Benar, ada beberapa orang mengantar jenazahnya ke kuil kami,
dan mereka mengatakan bahwa sute Thian Khi Hwesio dikeroyok
dan dibunuh oleh para tosu Kun-lun-pai. Kami lalu pergi hendak
mendatangi kuil Kun-lun-pai, akan tetapi bertemu di sini dan
mereka menuduh Thian Khi Hwesio membunuh seorang murid
Kun-lun-pai, padahal menurut penuturan mereka yang membawa
178 jenazahnya, sute Thian Khi Hwesio yang lebih dulu diserang oleh
Huang-ho Sin-to. Mereka berkelahi dan Huang-ho Sin-to tewas,
akan tetapi sute lalu dikeroyok dan tewas pula."
Ci Kong mengangguk-angguk dan mengerutkan alisnya.
"Harap cuwi bersabar dan dapat merenungkan baik-baik.
Ternyata kedua peristiwa pembunuhan itu, baik atas diri Huangho Sin-to maupun atas diri susiok Thian Khi Hwesio, terjadi di luar
pengetahuan kedua pihak. Kedua pihak hanya mendengar
laporan dari orang-orang yang sama sekali tidak dikenalnya. Ada
hal-hal aneh di sini ! Ketahuilah bahwa belum lama ini susiok
Thian Khi Hwesio datang kepada saya dan minta kepada saya
untuk melakukan penyelidikan terhadap orang she Lee yang telah
membunuh dua orang tosu Kun-lun-pai dan mengaku murid
Siauw-lim-pai. Ketika dia datang, yang menerima hanya istri saya
karena saya sedang berada di selatan. Ketika beberapa hari
kemudian saya pulang dan mendengar akan peristiwa itu dari
isteri saya, saya lalu langsung pergi lagi hendak mencari
keterangan yang lebih jelas di Siauw-lim-pai. Tentu telah terjadi
hal-hal yang aneh di balik semua ini. Pertama, kedua orang tosu
Kun-lun-pai terbunuh oleh seorang she Lee yang mengaku
sebagai murid Siauw-lim-pai. Padahal tidak ada murid she Lee di
Siauw-lim-pai yang kiranya memiliki ilmu kepandaian demikian
tingginya sehingga mampu membunuh kedua orang tokoh Kunlun-pai itu. Dan kemudian disusul kematian susiok Thian Khi
Hwesio dan Huang-ho Sin-to. Tidak ada di antara kedua
perkumpulan yang melihat sendiri pembunuhan itu, hanya
mendengar dari penuturan orang luar yang bernada mengadu
domba antara Siauw-lim-pai dan Kun-lun-pai. Aku yakin bahwa
agaknya ada hubungannya antara pembunuhan terhadap dua
179 orang Kun-lun-pai yang pertama dengan pembunuhan terakhir ini.
Dan pembunuhnya hendak mengadu domba antara kedua
golongan'" "Akan tetapi, bagaimana kita dapat mengetahui bahwa dugaanmu
itu benar, Tan-taihiap ?" Tiong Tek Seng-jin membantah.
"Memang belum ada buktinya dan sayalah yang akan melakukan
penyelidikan. baru-baru ini, susiok Thian Khi Hwesio telah datang
mencari saya dan meninggalkan pesan agar saya melakukan
penyelidikan tentang diri orang she Lee yang mengaku murid
Siauw-lim-pai dan telah membunuh dua orang tokoh Kun-lun-pai.
Kini tugas saya bertambah, yaitu menyelidiki peristiwa
pembunuhan diri susiok Thian Khi Hwesio dan juga Huang-ho
Sin-to. Saya mempunyai dugaan bahwa pembunuhnya tentulah
juga orang yang mengaku murid Siauw-lim-pai itu. Jelas dia
bermaksud mengadu domba. Saya harap cu-wi percaya kepada
saya dan untuk sementara bersabar menanti hasil penyelidikan
saya dan jangan sampai timbul timbul salah paham di antara
kedua golongan." Para tosu dan hwesio saling pandang lalu mengangguk-angguk.
"Keadaan negara sedang kacau seperti ini, sungguh amat
merugikan rakyat kalau sampai di antara golongan kita sendiri
terjadi permusuhan," demikian Ci Kong mengakhiri bujukannya
yang diterima oleh kedua belah pihak dengan penuh pengertian.
Merekapun lalu saling berpisah, kembali ke kuil masing-masing,
sedangkan Ci Kong melanjurkan perjalanannya untuk melakukan
penyelidikan. 180 Seperti telah diceritakan di bagian depan, mula-mula Ci Kong
tertarik akan perjuangan yang dipimpin oleh Ong Siu Coan dan
bersama banyak orang gagah diapun membantu perjuangan Ong
Siu Coan pemimpin pasukan Tai Peng itu, sehingga pasukan Tai
Peng berhasil menguasai beberapa daerah di selatan. Akan
tetapi, setelah melihat sepak terjang Ong Siu Coan dan
pasuikannya yang tidak berdisiplin, melihat betapa pasukan itu
melakukan perampokan, pembunuhan dan pemerkosaan seperti
penjahat, Ci Kong dan banyak pendekar meninggalkan pasukan
itu. Ong Siu Coan yang sudah memperoleh kemenangan itu tidak
perduli dan melanjurkan penyerbuan pasukannya ke Peking.
Namun, akhirnya penyerbuan itu dipukul mundur dan dia lalu
menjadi raja besar di Nan-king ! Itulah sebabnya Ci Kong pulang
menyusul isterinya yang telah pergi ke puncak Naga Putih di
Pegunungan Wu-yi-san. dan begitu tiba di sana, dia mendengar
dari isterinya akan kunjungan Thian Khi Hwesio wakil ketua
Siauw-lim-pai yang minta bantuannya untuk membersihkan nama
Siauw-lim-pai. Biarpun kini balatentara Tai Peng yang dipimpin Ong Siu Coan
telah menduduki daerah selatan, namun keluarga kaisar di istana
agaknya sama sekali tidak merasa prihatin. Kaisar Hsian Feng
masih saja mengejar kesenangan melalui wanita- wanita cantik
sehingga dia sendiri tidak tahu betapa di istananya sendiripun
terjadilah hal-hal yang amat memalukan dan mendatangkan aib
bagi keluarga kaisar. Yehonala Si Anggrek Mungil, gadis cerdik dan cantik manis yang
kini naik derajatnya dari selir baru menjadi permaisuri kedua
karena setahun setelah berhasil digauli kaisar lalu mengandung
181 dan melahirkan seorang putera, makin lama semakin merasa
tersiksa. Biarpun ia telah diangkat menjadi permaisuri kedua
sebagai ibu pangeran mahkota, dan ia hidup penuh dengan
kemewahan dan kehormatan, namun wanita muda yang berdarah
panas ini merasa kesepian ! Makin jarang kaisar bermalam di
dalam kamarnya, dan kalau sekali waktu kaisar berkunjung dan
menggaulinya, ia tidak pernah dapat merasa puas.
Biarpun Kaisar Hsian Feng masih muda belum tiga puluh tahun
usianya, namun tubuhnya menjadi lemah sekali. Hal ini adalah
akibat dari pengumbaran nafsu secara berlebihan, melebihi batas


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemampuan dan kekuatannya sendiri dan selalu mengandalkan
obat kuat dan obat perangsang yang diminumnya. Di dalam tubuh
telah terdapat batas-batas, ukuran dan timbangan yang
sempurna, yang mengatur pembagian kekuatan dalam tubuh.
Kalau orang memaksa diri dengan bantuan obat perangsang,
maka dia merugikan diri sendiri, bahkan membahayakan
kesehatan dan kesempurnaan diri sendiri. Pertama dia akan
menjadi kecanduan dan ketergantungannya kepada obat kuat
dan obat perangsang merupakan racun bagi dirinya. Tanpa
bantuan obat, dia akan kehilangan segala kekuatan dan
kemampuannya. Kedua, pemaksaan dengan obat perangsang ini
akan menyedot dengan paksa kekuatan yang sebetulnya harus
mejadi cadangan, disedot habis dan tentu saja hal ini amat
merusak kesehatan dan melemahkan tubuh. Hidupnya akan
tergantung kepada obat dan sekali obat itu ditinggalkan, dia akan
menjadi mayat hidup yang tidak ada gunanya lagi. Dan betapapun
baiknya obat, apalagi obat perangsang, kalau terlalu banyak
dipakai tentu akan menimbulkan akibat-akibat sampingan yang
182 buruk. Segala hal yang berlebihan dan tidak wajar tentu berakibat
buruk. Gairah berkobar di dalam dirinya yang tak pernah dapat
disalurkan makin bertumpuk dan membuat Yehonala menjadi
pemarah dan pemurung. Sepasang alisnya yang kecil panjang
hitam melengkung seperti dilukis itu hampir selalu berkerut,
sepasang matanya menjadi suram padahal biasanya bening dan
amat tajam seperti mata burung Hong, senyumnya yang biasanya
selalu menghias mulutnya yang mungil itupun menghilang.
Wajahnya muram dan lesu, seperti setangkai bunga kurang
siraman air dan menjadi kekeringan.
Li Lian Ying adalah seorang di antara para thaikam (orang kebiri)
yang bertugas di dalam istana. Dia baru berusia dua puluh tiga
tahun, bertubuh tegap gagah, namun wajahnya buruk, penuh
bekas cacar, menjadi bopeng dan kehitaman. Namun, Li Lian Ying ini memiliki keahlian. Dia pandai sekali
menata rambut, membuat sanggul dan meriasnya. Selain itu,
diapun ahli dalam hal ilmu pijat sehingga dia merupakan seorang
hamba yang disuka oleh Yehonala karena keahliannya itu. Dan
biarpun ujud tubuh Li Lian Ying seorang pria, namun sebagai
seorang thaikam, tentu saja Yehonala tidak malu-malu lagi
terhadap pria yang sudah kehilangan kejantanannya ini, yang
sudah menjadi manusia kepalang tanggung, pria bukan
wanitapun bukan. Li Lian Ying yang cerdik dan berwatak penjilat itu tentu saja
maklum akan keadaan Yehonala yang selalu termenung dan
muram. Karena kaisar jarang datang berkunjung, pemaisuri
183 kedua ini tidak berminat lagi untuk berdandan, padahal dahulu
ketika masih menjadi kekasih kaisar, setiap hari Li Lian Ying yang
menata rambutnya, bahkan membantunya mandi, memijatinya
dan memberi nasihat-nasihat untuk menjaga kecantikan wajah
dan tubuhnya. Dia merasa kasihan, juga merasa rugi karena
kalau dapat berjasa terhadap permaisuri kedua yang royal ini,
banyak hadiah yang diterimanya. Kalau permaisuri kedua ini
selalu berduka, diapun mengalami musim kering !
Pada suatu senja, ketika dia melihat permaisuri muda itu duduk
termenung dengan rambut kusut, tidak mau pergi mandi padahal
tempat mandi yang mewah telah penuh dengan air bunga, Li Lian
Ying dengan hati-hati menghampirinya.
"Sri Ratu, silakan mandi, hamba telah mempersiapkan air hangat
bercampur air mawar yang harum," katanya dengan suara lembut
dan penuh hormat. Dengan malas-malasan Yehonala menoleh dan alisnya berkerut.
"Untuk apa aku mandi dan bersolek diri " Aku tidak ingin mandi,
Li Lian Ying. Pergilah dan tinggalkan aku sendiri, biarkan aku
duduk seorang diri."
Beberapa orang dayang yang berada di situ juga ikut membujuk,
namun puteri jelita itu bahkan sama sekali tidak menanggapi atau
menjawab bujukan mereka sehingga mereka ketakutan dan tidak
lagi berani bicara. Li Lian Ying yang disuruh pergi itu tidak beranjak dari tempat dia
berlutut. Kemudin dengan suara halus ia berkata,
184 "Kenapa paduka membiarkan diri tenggelam di dalam duka dan
nelangsa " Bukankah semestinya paduka hidup bersuka cita
karena paduka telah dikaruniai seorang putera yang menjadi
pangeran mahkota" Harap paduka ingat bahwa berduka
menyesali nasib yang baik mengundang kemurkaan Tuhan ...... "
"Li Lian Ying, bagaimana aku dapat bergembira " Apa artinya
semua kurnia ini " Aku tidak pernah dapat berdekatan dengan
puteraku yang sejak lahir dibawa untuk dirawat oleh ahli-ahli
perawat bayi dan pendidik-pendidik yang cerdik pandai ! Dan aku
hidup kesepian. Sribaginda telah melupakan aku ...... " dan
Yehonala tak dapat menahan lagi tangisnya.
Thaikam ini membiarkan junjungannya menangis. setelah tangis
itu mereda dan semua penyesalan telah keluar melalui air ata,
barulah dia berkata dengan halus, "Sri Ratu, hamba mohon
paduka dapat menenangkan diri. Harap paduka ingat akan katakata orang bijaksana bahwa kalau dalam rumah penuh makanan
lezat dan udaranya sejuk menyegarkan, suami takkan pernah
kelaparan dan malas meninggalkan rumah. Demikian pula keadaan di sini. Kalau paduka selalu berduka dan
tidak mau merias diri, bagaimana kalau sewaktu-waktu
Sribaginda datang berkunjung " Apakah beliau akan merasa
betah di sini, melihat paduka tidak berias dan bermuram durja "
Marilah, Sri Ratu yang mulia. Marilah, hamba sekalian membantu
paduka mandi, kemudian hamba akan memijiti tubuh paduka dan
mengusir semua kelelahan lahir batin. setelah itu, hamba akan
membuat sanggul yang indah pada rambut paduka."
185 Mendengar ini, para dayang ikut pula membujuk dan akhirnya
Yehonala mengangguk setuju. Ia membiarkan Li Lian Ying
memondong tubuhnya dibawa ke kamar mandi dan ratu inipun
dilayani Li Lian Ying dan para dayang, mandi di air hangat yang
harum menyegarkan itu. Setelah mandi air hangat harum dan
tubuhnya dogosok minyak wangi, ratu itu lalu minta dipijat oleh Li
Lian Ying yang memberi isyarat kepada para dayang untuk
mengundurkan diri. Para dayang tidak berani lagi mengganggu.
Biasanya, kalau dipijat oleh thaikam itu, sang ratu lalu tertidur.
Li Lian Ying mulai memijati tubuh yang indah itu. Akan tetapi sekali
ini, caranya memijati tubuh itu lain daripada biasanya. Kalau
biasanya, jari-jari tangannya yang ahli itu hanya melemaskan otototot yang kaku, membuka hambatan-hambatan pada jalan darah
sehingga darah berjalan lancar kembali, mengusir lelah dan
ketegangan dengan mengendurkan urat-urat. Akan tetapi sekali
ini lain. Dia bukan hanya ingin mengusir lelah, melainkan ingin
memberi kenikmatan kepada tubuh itu. Jari-j ari tangannya
membelai-belai penuh kemesraan, didorong oleh hatinya yang
memang penuh dengan gairah yang tak terlaksana. Dia seolaholah menggauli dan bermain cinta dengan wanita cantik itu
melalui jari-jari tangannya ! Dan Yehonala mula-mula terkejut,
akan tetapi karena ia merasakan kenikmatan yang luar biasa, ia
diam saja, bahkan pura-pura tertidur membiarkan Li Lian Ying
memainkan jari-jari tangannya yang luar biasa pandainya itu ! Dan
berhasillah Li Lian Ying mengusir kekecewaan Yehonala, bahkan
memberi kepuasan dan kenikmatan kepada wanita muda itu
sampai Yehonala tertidur pulas dengan senyum menghias
bibirnya. 186 Keberhasilan Li Lian Ying ini membuat dia semenjak saat itu
menjadi kekasih Yehonala ! Dia menjadi hamba yang dikasihi dan
kini tugas thaikam itu setiap malam adalah menghibur Yehonala
dengan jari-jari tangannya dan diapun menerima banyak hadiah
dari permaisuri muda yang kini mulai lagi bersolek dan berwajah
gembira penuh semangat hidup. Dan selain menjadi kekasihnya, juga thaikam yang buruk rupa
namun memiliki kedua tangan yang amat pandai dan lidah yang
pandai pula merayu menjilat, menjadi orang yang paling
dipercaya oleh Yehonala, menjadi tangan kanannya !
Demikianlah, keadaan pemerintah Kerajaan Ceng mengalami
kerusakan luar dalam ! Perkembangan kekuasaan Tai Peng di
selatan seolah-olah tidak diperdulikan oleh kaisar yang lebih
mementingkan kesenangan pribadi.
Para pendatang kulit putih merasa gembira sekali melihat
perkembangan pasukan Tai Peng yang menduduki wilayah
selatan itu. Inilah keadaan yang paling menguntungkan bagi
mereka. Biarkan orang-orang pribumi itu saling hantam, itulah
pendirian mereka. Dengan saling hantam, maka mereka akan
menjadi lemah dan kalau mereka lemah, maka orang kulit putih
yang dapat menarik keuntungan sebesarnya. Bermunculanlah di
antara orang-orang kulit putih itu petualang-petualang yang
memancing di air keruh, mempergunakan kesempatan dalam
kesempitan. Mereka kini tidak hanya menyelundupkan candu,
melainan juga menyelundupkan senjata ! Senjata api yang amat
dibutuhkan kedua belah pihak, baik pemerintah Mancu untuk
membasmi pemberontak maupun pihak pemberontak itu sendiri.
187 Dan tentu saja senjata-senjata itu dijual dengan mahal sekali,
beberapa kali lipat harga belinya dari pabrik senjata di barat !
Orang-orang kulit putih menyebar mata-mata yang pandai, yang
tugasnya untuk mengobarkan perang saudara, untuk
memperbesar pertentangan di samping meneliti keadaan. Maka
terjadilah perang sembunyi antara mata-mata ketiga pihak, yaitu
para mata-mata orang kulit putih yang tidak selalu terdiri dari
orang kulit putih, melainkan bayak pula mata-mata bangsa
pribumi yang telah dapat dibeli oleh orang kulit putih, kemudian
mata-mata pemberontak Tai Peng dan mata-mata pemerintah
Mancu sendiri. Biarpun kini pasukan Tai Peng tetap bertahan di Nan-king dan
daerahnya di selatan dan tidak pernah dapat menyerbu sampai
lewat tapal batas, namun pertempuran masih terus menerus
terjadi antara pasukan pemeritah maupun pasukan pemberontak.
Yang celaka adalah dusun-dusun yang dilanda perang. Setiap
dusun yang dimasuki pasukan, baik pasukan pemerintah maupun
pasukan pemberontak, tentu terjadi korban perampokan,
pembakaran, pembunuhan dan perkosaan. Pasukan pemerintah mengamuk di dusun-dusun dengan dalih
melakukan pembersihan dan menuduh penghuni dusun sebagai
anggauta pemberontak. Adapun pasukan pemberontak
mengacau dusun-dusun itu karena memang hendak
melampiaskan kebuasan mereka.
Pada suatu senja, sekelompok pengungsi lari meninggalkan
perkampungan mereka karena tempat itu dilanda perang antara
sekelompok pasukan pemberontak Tai Peng melawan pasukan
188 pemerintah yang meronda. Para penghuni dusun itu menjadi
panik dan merekapun berhamburan melarikan diri megungsi,
tidak sempat lagi membawa barang-barang berharga karena
kalau keadaan sudah seperti itu, yang teringat hanyalah
menyelamatkan nyawa. Di antara kurang lebih tiga puluh orang itu terdapat seorang
wanita yang amat menarik perhatan. Pakaiannya biasa seperti
pakaian para wanita petani lainnya, sederhana sekali. Akan tetapi
yang membuat ia nampak aneh dan menonjol adalah warna
rambut dan matanya. Rambutnya kuning keemasan dan matanya
berwarna biru ! Kulit tubuhnya, walaupun banyak terbakar sinar
matahari seperti wanita petani lainnya yang berada dalam
rombongan pengungsi itu masih nampak putih sekali. Jelaslah
bahwa ia seorang wanita kulit putih yang tentu saja amat berbeda
dari para wanita petani dalam kelompok itu. Wanita itu, yang usianya tiga puluh tahun lebih, nampak
menggandeng seorang anak laki-laki berusia kurang lebih tiga
belas tahun. Anak laki-laki yang rambutnya hitam kulitnya
kekuningan seperti anak-anak biasa, akan tetapi sepasang mata
anak inipun biru, dan bentuk wajahnya tampan sekali.
Siapakah wanita kulit putih ini " Ataukah ia seorang bule " Bukan,
ia bukan bule, melainkan seorang kulit putih aseli. Namanya
adalah Sheila. Belasan tahun yang lalu, sebelum Perang Madat
terjadi, Sheila adalah puteri tunggal dari opsir Hellway, seorang
opsir pembantu Kapten Elliot yang tinggal di Kanton. Ketika terjadi
pemberontakan Perang Madat, dalam usahanya untuk melarikan
diri bersama keluarganya, opsir Hellway dan keluarganya tewas,
kecuali Sheila. Sheila dilarikan pemberontak dan nyaris
189 diperkosa, ketika muncul seorang pendekar bernama Gan Seng
Bu, sute dari Ong Siu Coan yang kini menjadi raja kaum Tai Peng,
dan pendekar ini menolongnya. Akhirnya, terjadilah jalinan cinta
kasih antara Sheila dan pendekar Gan Seng Bu ini. Mereka lalu
menikah dan hidup di antara para pendekar yang memberontak
terhadap kerajaan Mancu, hidup sderhana di antara penduduk
dusun yang menjadi petani. Karena amat mencinta suaminya,
Sheila rela merobah hidupnya, dari puteri opsir yang biasanya
hidup mewah, dihormati dan dimanja, kini hidup sederhana
Setelah kandungannya terlahir, ia memberi nama Gan Han Le
atau panggilannya sehari-hari menurut lidah Inggrisnya, Henry.
Dengan penuh cinta kasih, Sheila merawat dan mendidik
puteranya seorang diri saja. Sudah kerap kali datang lamaran dari
bermacam pria, ada penduduk dusun, ada pula teman
seperjuangan suaminya, pendekar-pendekar perkasa.

Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun semua pinangan ditolak dengan lembut oleh Sheila.
Karena Gan Han Le atau Henry merupakan seorang anak lakilaki yang manis, banyak orang menyukainya, bahkan temanteman seperjuangan mendiang Gan Seng Bu ada yang
mengajarnya dengan ilmu silat.
Kemudian, ketika Han Le berusia tiga belas tahun, dusun itupun
dilanda pertempuran dan terpaksa Sheila mengajak puteranya
untuk lari mengungsi bersama para penghuni lain. Kelompok
mereka sejumlah tiga puluhan orang masuk keluar hutan dan naik
turun gunung, dan pada senja hari itu, kelompok mereka yang
kelelahan tiba di tepi sebuah hutan. Mereka bersepakat untuk
memasuki hutan itu dan bersembunyi di situ sambil melewatkan
190 malam melepaskan lelah untuk melanjutkan pelarian mereka
besok pagi. Akan tetapi dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati mereka
ketika tiba-tiba terdengar sorak sorai dan dari dalam hutan itu
bermunculan belasan orang laki-laki yang nampak buas-buas.
Mereka mengenakan pakaian seragam dan memegang golok di
tangan, dan melihat pakaian mereka, para pengungsi itu
menggigil ketakutan karena tahu bahwa mereka adalah
sekelompok pasukan pemberontak Tai Peng. ! Mereka sudah
sering mendengar akan kekejaman pasukan ini, maka tentu saja
para pengungsi itu ketakutan dan mereka berserabutan melarikan
diri. Akan tetapi, gerombolan pasukan itu tertawa dan berteriakteriak, dan dengan gerakan cepat mereka lari mengepung
sehingga kelompok pengungsi itu terkepung dan tidak dapat
melarikan diri lagi, kecuali bergerombol dengan muka pucat dan
tubuh menggigil. SAMBIL berteriak-teriak bagaikan segerombolan iblis atau
binatang buas, belasan orang pasukan Tai Peng lalu menyerbu.
Golok mereka berkelebatan dibarengi suara teriakan dan ketawa
mereka dan berjatuhanlah beberapa orang laki-laki, wanita tua
dan kanak-kanak di antara para pengungsi. Tentu saja keadaan
menjadi geger, para pengungsi menjerit-jerit dibarengi suara
ketawa orang-orang kejam itu. Tentu saja mereka hendak
melakukan pesta pora seperti biasa, merampok barang bawaan
para pengungsi, membunuhi pengungsi laki-laki, wanita tua dan
kanak-kanak, menawan dan memperkosa wanita-wanita
mudanya. 191 Segera Sheila menjadi pusat perhatian dan perebutan mereka.
melihat seorang wanita berambut pirang bermata biru yang
demikian cantiknya, bagaikan segerombolan harimau melihat
sekor domba muda, mereka itu menyerang dan ingin menubruk.
Akan tetapi terdengar bentakan nyaring.
"Mundur semua ! Yang ini untukku seorang, ha-ha-ha !" dan
pemimpin gerombolan itu seorang laki-laki berusia empat puluhan
tahun yang bermuka hitam penuh brewok, meloncat maju. Anak
buahnya tidak berani membantah dan mereka melanjutkan
pembantaian mereka sambil bersorak-sorak.
Sementara itu si brewok yang kagum melihat kecantikan Sheila,
sudah menghampiri dengan muka menyeringai dan tiba-tiba saja
dia menubruk wanita itu dengan kedua lengan dikembangkan
seperti seekor biruang yang menyerang. Sheila merasa ngeri
sekali dan berusaha mengelak dengan loncatan kesamping,
namun tangan kanan orang itu masih berhasil menangkap tepi
bajunya. "Breetttt ...... !" Baju itupun robek dan terbukalah bagian dadanya.
Melihat bukit dada yang membusung itu, si komandan pasukan
Tai Peng terbelalak kagum dan dia menelan ludah yang masih
segar. "Ha-ha-ha-ha, cantik ...... cantik ...... !" kata si brewok itu yang
melangkah maju menghampiri. Sheila mundur-mundur dengan
muka pucat. 192 "Jangan ganggu ibuku !" Tiba-tiba Han Le yang masih kecil, baru
berusia tiga belas tahun itu, meloncat ke depan dan
menggunakan kedua tangannya untuk mendorong perut si
brewok, menghalanginya mendekati ibunya.
"Minggir kau, setan cilik !" Si brewok membentak dan sekali dia
menampar, pundak anak itu terpukul membuat dia terpelanting
jatuh. "Henry ...... !" Sheila menjerit. Akan tetapi Han Le bangkit lagi dan
menyerang si brewok dengan marah. biarpun masih kecil, dia
pernah belajar silat dan tubuhnya kuat, semangatnya juga besar
apalagi melihat ibunya teranvam. Namun, seorang anak berusia
tiga bels tahun, mana mungkin dapat melawan komandan
pasukan itu yang kuat dan pandai ilmu silat " Si Brewok yang
marah itu mengelebatkan goloknya. Si kecil Han Le berusaha
mengelak, namun kalah cepat dan robohlah dia dengan
berlumuran darah karena pahanya kesabet golok sehingga
celana, kulit dan dagingnya robek.
"Henry ...... !" Sheila menjerit dan menubruk puteranya. Akan
tetapi tiba-tiba lengannya ditangkap orang dan tubuhnya sudah
dipeluk ketat oleh si brewok yang tertawa bergelak. Sheila
meronta ketika komandan itu hendak memaksanya menerima
ciuman mulut yang lebar dan basah.
"Manusia jahat !" tiba-tiba terdengar bentakan dan tiba-tiba si
brewok merasa betapa kedua lengannya yang memeluk tubuh
hangat wanita kulit putih itu menjadi lemas, kemudian diapun
terbanting roboh oleh sebuah tendangan.
193 Komandan brewok terkejut dan marah bukan main melihat ada
orang berani menyerangnya dan melepaskan wanita itu.
Dia cepat bergulingan lalu memandang dan matanya terbelalak
ngeri melihat betapa penyerangnya tadi adalah seorang laki-laki
bertubuh jangkung yang mukanya seperti setan yang amat
mengerikan ! Muka itu buruk sekali ! Kulit muka itu pletat-pletot
tidak karuan lagi bentuknya, Hidungnya menyerong ke samping,
mulutnya juga perot, matanya besar sebelah karena yang sebuah
seperti pernah terobek, kedua telinganyapun mengeriput kecil.
Pendeknya, muka itu menyeramkan sekali, muka yang biasa
digambarkan sebagai setan dan iblis dalam dongeng kanakkanak ! Bukan hanya mukanya yang buruk, juga bentuk tubuhnya
agak bongkok, jalannya pincang dan lengan kirinya bengkok. Kini
laki-laki itu menghampiri komandan brewok.
"Manusia jahat !" kembali terdengar suaranya.
Komandan brewok itu cepat meloncat berdiri dan goloknya
dibacokkan ke arah kepala orang itu. Si muka buruk itu tidak
mengelak jauh, hanya miringkan kepala dan golok dengan
kekuatan penuh menyambar ke arah lehernya ! Si brewok
menyeringai girang karena goloknya tentu akan memenggal leher
si muka buruk itu. "Takkk !" golok itu tepat mengenai leher, akan tetapi mental
kembali dan pada saat si brewok terbelalak kaget, tiba-tiba si
muka buruk menggerakkan tangan kiri tangan terbuka,
menyambar ke arah dada lawan.
194 "Trrrakkkk ...... !" Tubuh si brewok terpelanting keras, dan dia
roboh tak mampu bangkit kembali karena nyawanya sudah
melayang ketika jari-jari tangan yang amat kuat itu membuat
semua tulang iganya patah-patah dan jantungnya rontok !
Kini si muka buruk itu begerak ke sana-sini, mencegah
gerombolan orang Tai Peng yang melakukan pembunuhan lebih
lanjut dan ke manapun juga tubuhnya bergerak dan tangannya
menyambar, tentu ada anggauta pasukan yang roboh. Demikian
cepatnya dia bergerak, tidak perduli akan serangan golok para
perajurit. Satu demi satu mereka roboh dan akhirnya belasan
orang itu tewas semua terkena tamparan tangan si muka buruk
yag luar biasa lihainya. Para pengungsi memandang dengan mata terbelalak, ada pula
yang menangisi suami atau anak yang telah tewas dibacok
pasukan Tai peng tadi. Setelah semua lawan roboh dan tewas, si
muka buruk lalu membalikkan tubuhnya hedak pergi
meninggalkan tempat itu tanpa bicara apapun. Akan tetapi tibatiba Sheila berlari menghampiri dan menjatuhkan diri berlutut di
depannya. "Taihiap, kasikanilah kami ...... tolonglah anakku yang terluka
parah ini ...... " Di antara keremangan cuaca senja, si muka buruk memandang
wajah Sheila dan dia nampak terkejut sekali, sampai melangkah
mundur dua kali. Kemudian dia menghampiri Han Le yang roboh
pingsan. Melihat luka dipaha anak itu, dia cepat menekan jalan
darah untuk menghentikan darah yang mengucur keluar,
195 kemudian tanpa banyak cakap dia memanggul tubuh Han Le ke
atas pundaknya, lalu melangkah pergi. Sheila bergegas
mengikutinya. Para pengungsi lain lalu mengangkut mereka yang
tewas dan terluka, lalu pergi memasuki hutan yang mulai gelap.
Dua orang itu berkelebat bagaikan setan saja cepatnya, tahu-tahu
mereka telah berada di tepi hutan di mana nampak belasan orang
anggauta pasukan Tai Peng berserakan. Dua orang itu berdiri
saling pandang dan nampaknya terkejut, apalagi melihat bahwa
semua orang itu tewas tanpa ada tanda luka senjata tajam.
Mereka lalu cepat menghampiri dan memeriksa mayat-mayat itu.
"Hemm, bekas tangan seorang yanglihai, sute," kata orang yang
mukanya merah dan bertubuh pendek besar, berusia kurang lebih
empat puluh tahun dan mengenakan pakaian seorang ahli silat.
"Benar, suheng. Akan tetapi lihat, dia itu agaknya belum tewas,"
kata orang kedua yang sebaya, tubuhnya tinggi kurus dan
mukanya pucat. keduanya cepat mengampiri perajurit Tai Peng
yang nampaknya belum tewas seperti yang lain, masih
menggerak-gerakkan kaki tangannya. Keduanya berlutut dan si
muka merah lalu menotok beberapa jalan darah.
"Katakan, siapa yang melakukan pembunuhan ini ?" tanya si
muka pucat. Karena totokan itu agaknya perajurit yang sudah
sekarat tadi mampu mengerahkan tenaga dan mengeluarkan
beberapa potong kata yang terputus-putus, "Muka ...... setan
...... pengungsi ......" Dia menuding ke arah hutan dan terkulai,
tewas. 196 Bagaikan kilat menyambar, kedua orang itu lalu berlompatan
memasuki hutan yang sudah mulai gelap. Dua orang ini bukan
orang sembarangan, menjadi pembantu-pembantu Ong Siu Coan
dan merupakan tokoh-tokoh di antara para perwira pasukan Tai
Peng. Mereka adalah kakak beradik seperguruan yang dikenal
dengan julukan Tung-hai Siang-liong (sepasang Naga Lautan
Timur). Berbeda dengan para pendekar seperti Tan Ci Kong dan
yang lain-lain, biarpun tadinya membantu gerakan Tai Peng
menyerbu dan bahkan menjatuhkan banyak kota, akan tetapi
kemudian para pendekar itu mengundurkan diri dan
meninggalkan Tai Peng melihat sepak terjang Ong Siu Coan dan
pasukannya yang menyeleweng ke jalan sesat, masih banyak
pedekar dan orang pandai yang tetap menjadi pembantupembantu setia dari Ong Siu Coan. Mereka adalah orang-orang
yang berambisi memperoleh kedudukan tinggi, dan di antara
mereka, termasuk Tung-hai Siang-liong. Mereka adalah dua
orang yang memiliki ilmu silat campuran antara aliran Siauw-limpai dan Kong-thong-pai. Keduanya terkenal dengan Ilmu Pedang
Khong-thong Kiam-sut yang cepat, dan memiliki dasar tenaga
sinkang aliran Siauw-lim-pai. Karena kepandaian mereka yang
tinggi, maka Ong Siu Coan mengangkat mereka menjadi
pemimpin mata-mata yang bergerak di daerah perbatasan dan
jasa mereka sudah banyak. Tidak mengherankan kalau kini
mereka cepat dapat mengetahui hancur dan tewasnya pasukan
kecil Tai Peng yang berjumlah empat belas orang itu.
Mudah bagi mereka menemukan sekelompok pengungsi yang
berada di tengah hutan. Para pengungsi malam-malam itu
mengubur jenazah-jenazah dan suasana di sekitar api unggun itu
197 muram dan menyedihkan karena mereka berkabung. Banyak
wanita yang menangis. Akan tetapi Tung-hai Siang-liong tidak perduli. Mereka muncul di
dekat api unggun seperti setan dan si muka merah telah
menyambar tengkuk seorang pengungsi pria, mengangkatnya
tinggi-tinggi. Semua orang menjadi panik, terdengar jerit anakanak dan para wanita yang masih belum kehilangan rasa takut
dan ketegangan hati mereka sore tadi.
"Hayo katakan, siapa yang telah membunuh para perajurit itu " Di
mana adanya si muka buruk ?" bentak si muka merah.
Pengungsi yang dicengkeram leher bajunya dan diangkat tinggitinggi itu menggigil ketakutan. "Am ...... ampun ......saya ...... saya
tidak mengenalnya. Dia muncul ...... dan dia membunuhi para
perajurit ...... kemudian bersama wanita kulit putih dan anaknya
pergi ke barat sana ...... "
"Brukkk !" Si muka merah membanting tubuh pengungsi itu.
Tubuh itu terbanting dan terguling ke dalam api unggun. Tentu
saja dia berteriak-teriak kesakitan dan kepanasan. Dua orang itu
sudah berkelebat lenyap dan kini para pengungsi baru berani
menolong pengungsi yang kebakar pakaiannya itu sehingga dia
dapat diselamatkan dari mati terbakar.
Sementara itu, si muka buruk yang bertubuh jangkung itu
memanggul tubuh Han Le yang masih pingsan, melangkah
menuju ke arah barat. Sheila mengikutinya dengan wajah tegang
dan gelisah melihat betapa orang aneh yang berilmu tinggi itu
198 tidak berkata apa-apa atau berbuat apa-apa terhadap puteranya
yang masih terkulai di atas pundak orang itu. Sheila adalah
seorang wanita kulit putih yang berhati tabah sekali.
Sejak gadis, ia telah mengalami banyak hal yang hebat,
menghadapi ancaman-ancaman bahaya dan hidup di samping
suaminya yang menjadi pejuang. Akan tetapi, melihat puteranya
dalam bahaya, ia merasa takut bukan main dan seluruh tubuhnya
terasa lemas, kedua kakinya hampir tak dapat dipakai berjalan
karena ia membayangkan bagaimana kalau sampai puteranya itu,
satu-satunya orang yang kini dimilikinya di dunia ini, tewas !
"Taihiap ...... taihiap tunggulah dulu ...... " Akhirnya, tidak tahan
melihat orang aneh itu diam saja, Sheila berkata dengan suara
memohon. Laki-laki jangkung itu menghentikan langkahnya yang terpincangpincang. Agaknya baru sekarang dia tahu atau ingat bahwa ibu
anak yang dipanggulnya itu sejak tadi mengikutinya. Bulan sudah
mencul dan sinar bulan menimpa muka yang buruk itu. Sepasang
mata yang besar sebelah itu mencorong. Sheila menahan rasa
seramnya melihat wajah itu dan iapun menjatuhkan diri berlutut di
depan kaki orang yang mukanya seperti setan itu.
"Taihiap ...... tolonglah anakku ...... sembuhkanlah dia, aku
khawatir sekali ...... sejak tadi dia diam saja ...... " Sheila menahan
isaknya. Ingin ia menjerit menangis saking gelisah hatinya melihat
puteranya. "Hemmm ...... " laki-laki muka buruk itu kini duduk di atas batu dan
menurunkan tubuh Han Le dari atas pundaknya, mulai
199 memeriksa. Tentu saja sejak tadi diapun tahu bahwa anak itu
hanya pingsan dan tidak berbahaya keadaannya. Akan tetapi kini
dia merasa kasihan melihat Sheila dan diapun mulai mengurut
beberapa jalan darah di tubuh anak itu. Dan diapun terkejut dan
girang karena begitu mengurut-urut, dia mendapat kenyataan
bahwa anak ini memiliki tulang yang baik sekali, tubuhnya


Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memenuhi syarat untuk menjadi seorang calon pendekar ! Dia
memberi obat bubuk pada luka di paha itu, dan membalutnya
dengan robekan kain putih yang bersih. Setelah menotok
beberapa jalan darah, Han Le mengeluh, membuka matanya.
"Ibuuu ...... " keluhnya.
"Henry, anakku ....... Sheila cepat menghampiri dengan girang
bukan main. Pada saat itu, terdengar bentakan nyaring dan ada angin pukulan
menyambar ke arah mereka. Si muka buruk cepat mendorong
tubuh Sheila dan Han Le yang sedang berangkulan itu sehingga
ibu dan anak itu terlempar dan terguling-guling, sedangkan si
muka buruk sediri sudah meloncat ke samping.
"Darrr ....... Terdengar suara keras dan batu yang diduduki si
muka buruk itupun pecah berantakan terkena hantaman tangan
seorang laki-laki muka merah dan seorang laki-laki muka pucat.
Dapat dibayangkan betapa lihainya dua orang mata-mata
pembantu Ong Siu Coan ini yang sekali pukul dapat
menghancurkan batu besar ! Kalau pukulan mereka tadi
mengenai tubuh, dapat dibayangkan betapa hebat akibatnya,
200 mungkin kini tubuh si muka buruk, Sheila dan puteranya sudah
hancur dan tewas ! Kini si muka buruk sudah berdiri dengan kedua kaki terpentang
lebar, menghadapi dua orang itu. Setelah dia tidak melangkah
dan tidak nampak pincangnya, dan cuaca yang remang-remang
agak menyembunyikan keburukan wajahnya, si muka buruk
nampak gagah perkasa ketika berdiri tegak dengan kaki
terpentang menghadapi lawan itu. Mereka saling pandang, seperti
ayam aduan tengah berlaga.
Dua orang tokoh Tai Peng itu memandang penuh perhatian dan
diam-diam mereka merasa heran sekali. Melihat betapa si muka
buruk tadi mampu menghindar dari serangan mereka, jelaslah
bahwa dia seorang yang berilmu. Akan tetapi mengapa mereka
tidak mengenal orang ini " Mereka sudah biasa malang melintang
di dunia persilatan, namun belum pernah mereka melihat, bahkan
mendengar tentang tokoh yang wajahnya seperti setan ini.
"Engkaukah yang telah membunuh empat belas orang tentara Tai
Peng di luar hutan itu ?" si muka pucat bertaya, suaranya dingin
dan pandang matanya penuh ancaman. karena mukanya yang
pucat dan putih, dia dijuluki Tung-hai Pek-liong (Naga Putih Laut
Timur), sedangkan kawannya yang menjadi suhengnya itu dijuluki
Ang-liong (Naga Merah) karena mukanya yang kemerahan.
"Benar, akulah yang melakukannya. Kiranya Tung-hai Siang-liong
sekarang juga menjadi anggauta perampok-perampok Tai-Peng!"
jawab si muka buruk. 201 Dua orang itu terkejut dan si muka merah melangkah maju untuk
memandang lebih tajam, namun tetap saja dia tidak pernah
bertemu dengan orang ini dan tak pernah mendengar tokoh kangouw dengan muka seperti ini. "Kiranya engkau telah mengenal
kami. Siapakah engkau ?"
"Sebut saja aku Bu Beng Kwi (Setan Tanpa Nama), aku tidak
terkenal seperti kalian, akan tetapi juga tidak sesat seperti kalian
yang membantu pasukan pemberontak."
"Bu Beng Kwi, manusia sombong ! Tai Peng adalah balatentara
yang akan membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah
Mancu ! Tai Peng adalah pasukan para pejuang yang gagah
perkasa, patriot-patriot yang mulia ...... "
"Hemm, sudah kubuktikan kegagahan mereka ketika mereka tadi
merampok, membunuh dan mengganggu para pengungsi ! Tai
Peng telah diselewengkan, menjadi pasukan ganas yang jahat,
dipimpin oleh Ong Siu Coan yang miring otaknya."
"Keparat ! Apakah engkau mata-mata pemerintah, penjilat
Bangsa Mancu?" bentak si muka putih.
"Ataukah barangkali engkau mata-mata orang kulit putih /" tanya
si muka merah sambil melirik ke arah Sheila.
"Aku tidak membantu siapa juga kecuali mereka yang lemah
tertindas dan menantang mereka, yang jahat, siapapun juga
adanya mereka." 202 "Keparat, orang macam setan ini masih berlagak menjadi
pendekar ! Suheng, tak perlu banyak cakap lagi, dia telah
membunuh belasan orang perajurit kita, dia harus dibasmi !" kata
Tung-hai Pek-liong. Mereka mencabut pedang dan menghampiri Bu Beng Kwi dari
kanan dan kiri. Si muka setan itu berkata, suaranya lantang dan
penuh wibawa, "Tung-hai Siang-liong, aku tidak mau bermusuhan
dengan siapapun juga dan di antara kita tidak terdapat
permusuhan. Kuperingatkan kepada kalian, mundurlah dan
jangan menggangu kami sebelum terlambat."
"Keparat Bu Beng Kwi, siapa takut kepada setan tanpa nama
macam engkau?" bentak si muka merah dan diapun sudah
menyerang dengan pedangnya, disusul sutenya yang juga
menyerang dengan tusukan pedang ke arah dada, hampir
bersamaan dengan datangnya bacokan pedang si muka merah
ke arah leher Bu Beng Kwi.
Namun, hanya nampak bayangan berkelebat dan dua serangan
itu tidak mengenai sasaran. Tung-hai Siang-liong terkejut dan
cepat membalikkan tubuhnya karena lawan itu tahu-tahu telah
berkelebat ke belakang mereka. Dan merekapun menyerang lagi
dengan sepenuh tenaga karena merasa penasaran. Bu Beng Kwi
membiarkan mereka berdua menyerang sampai belasan jurus,
akan tetapi kedua pedang yang biasanya amat lihai dan sukar
ditemukan tandingannya itu, kini seperti permainan kanak-kanak
saja layaknya bagi si muka setan itu. Dia hanya meloncat dan
menyusup ke sana-sini, namun kedua pedang itu sama sekali
tidak pernah dapat menyentuhnya.
203 "Tung-hai Siang-liong, sekali lagi dan untuk akhir kalinya
kuperingatkan kalian. Pergilah dan jangan ganggu aku sebelum
terlambat !" Akan tetapi, dua orang itu tidak mau mendengarkan kata-katanya
dan mereka menyerang terus, lebih ganas lagi.
"Omitohud ...... ampunkan aku, terpaksa aku melawan
......"terdengar Bu Beng Kwi mengeluh dan tiba-tiba kedua
lengannya dipentang dan dia menyerbu ke depan, menyambut
dua orang lawan yang menyerangnya dengan pedang mereka itu.
Terdengar suara keras, dua batang pedang itu terpental, bahkan
sebatang di antaranya patah-patah disusul terlemparnya tubuh
Tung-hai Siang-liong sampai jauh ke belakang. Mereka terbanting
dan tidak bangkit kembali !
Bu Beng Kwi tidak memperdulikan lagi dua orang bekas musuh
itu, melainkan menghadapi Sheila dan anaknya. Wanita ini sudah
menjatuhkan diri berlutut di depan penolongnya. Juga Han Le
yang tadi nonton dengan mata terbelalak dan kagum, kini berlutut
dan mengangkat mukanya memandang kepada nya.
Sejenak Bu Beng Kwi menatap wajah anak itu, kemudian dia
berkata, "Anak baik, engkau berjodoh untuk menjadi muridku.
Maukah engkau?" "Tentu saja aku mau dan terima kasih banyak atas kebaikan
Si Rase Kumala 5 Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto Pendekar Riang 9
^