Pencarian

Sepasang Naga Penakluk Iblis 7

Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 7


kuda-kuda dengan sepasang pedangnya. Ilmu pedang Bu-tong-pai
memang terkenal indah dan kuat. Akan tetapi, sikap gadis itu
menimbulkan perasaan geli di dalam hati Hek-sim Lo-mo.
Bagaimanapun juga, dia harus memuji bahwa gadis ini memiliki
keberanian yang hebat, seperti yang diperlihatkan oleh Song Tek Hin,
tawanannya itu. Gadis seperti ini bukan orang sembarangan dan
alangkah baiknya kalau ia dijadikan tawanan pula, sehingga dengan
demikian, dua orang musuh yang amat dibencinya itu. Liong-li dan
Tan Cin Hay, tentu semakin tertarik untuk datang dan berusaha
membebaskan Tek Hin dan gadis bernama Su Hong Ing ini!
"Hemm, engkau ini gadis yang masih hijau dan tak tahu diri. Engkau
menantang aku" Biar orang nomor satu dari Bu-tong-pai sekalipun,
belum tentu akan mampu menandingi aku, apa lagi engkau seorang
murid yang masih rendah tingkatmu. Lui Teng, wakililah aku untuk
menundukkan gadis angkuh ini, akan tetapi jangan lukai karena ia
harus menjadi tawanan kita pula!"
426 Tentu saja Lui Teng merasa girang sekali diberi perintah untuk
menundukkan gadis yang telah menarik hatinya ini. Sekali
menggerakkan tubuhnya, dia telah berada di depan Hong Ing sambil
tersenyum. Wajahnya memang tampan dan senyumnya menarik, akan
tetapi melihat sinar matanya yang genit itu, Hong Ing mengerutkan
alisnya dan menjadi marah.
"Hek-sim Lo-mo, engkau majulah sendiri untuk mempertanggungjawabkan perbuatanmu yang telah membunuh
pamanku dan adik misanku yang tidak berdosa, dan jangan menyuruh
segala macam manusia tidak berguna untuk menghadapiku!"
Lui Teng tidak menjadi marah dan diapun tertawa. "Aduh-aduh,
orangnya cantik manis sekali, akan tetapi tinggi hati, sombong dan
seperti seekor kuda betina liar. Alangkah akan menyenangkan kalau
aku dapat menundukkan kuda liar ini. Majulah, nona dan mari kita
lihat sampai di mana kelihaianmu maka engkau berani bersikap
seangkuh ini!" Kini Hong Ing menjadi marah sekali. Mukanya menjadi merah dan ini
menambah kemanisan wajahnya. Dengan gerakan yang cepat dan
kuat, iapun tanpa banyak cakap lagi sudah maju menyerang, sepasang
pedangnya membabat dari kanan kiri untuk menggunting lawan.
Namun, dengan gerakan lincah sekali Lui Teng sudah meloncat ke
belakang sehingga serangan sepasang pedang itu tidak mengenai
sasaran, kemudian dari arah samping, dengan gerakan cepat dan tidak
tersangka-sangka, tangan kanan Lui Teng menjulur ke arah pipinya
dengan gerakan menampar atau mencolek. Hong Ing cepat miringkan
tubuhnya ke kanan dan hendak menggerakkan sepasang pedangnya
427 untuk membalas, akan tetapi tiba-tiba saja tangan kiri Lui Teng sudah
menyelonong ke depan mencengkeram ke arah dadanya!
"Ihhh......!" Hong Ing menjerit dan cepat melempar tubuh ke belakang
lalu memutar pedangnya di depan tubuh. Wajahnya menjadi merah
sekali karena hampir saja buah dadanya kena dicengkeram lawan yang
kurang ajar itu. Kemarahannya memuncak ketika ia melihat Lui Teng
tertawa-tawa senang, akan tetapi iapun tahu bahwa ternyata .pria yang
tampan dan genit kurang ajar ini lihai sekali! Iapun memutar sepasang
pedangnya dan menyerang lagi dengan bertubi-tubi.
Akan tetapi, tingkat kepandaian gadis baju hijau ini memang kalah
jauh dibandingkan tingkat kepandaian Jai-hwa Kongcu Lui Teng yang
telah mewarisi ilmu-ilmu yang hebat dari perguruan Pek-tiauw-pang
(Rajawali Putih) di Lu-san. Andaikata ada lima orang Hong Ing,
belum tentu akan mampu mengalahkan penjahat cabul ini.
Betapapun juga, tidak mudah bagi Lui Teng untuk menundukkan
gadis yang bersenjata sepasang pedang dan yang memiliki keberanian
yang nekat itu tanpa melukainya. Setelah dilarang oleh Beng-cu, dia
sendiripun tidak ingin melukai gadis ini yang telah diperhitungkannya
akan menjadi korbannya dan dia ingin mendapatkan gadis ini dalam
keadaan utuh dan tidak terluka.
Sepasang pedang gadis itu menyambar-nyambar, memang tidak
terlalu berbahaya baginya, namun menyukarkan dia untuk dapat
menundukkan tanpa melukainya. Maka, Lui Teng lalu melolos sabuk
putihnya, sabuk sutera putih yang merupakan senjatanya amat ampuh.
Begitu sabuk ini dilolosnya, nampak sinar putih bergulung-gulung dan
tiba-tiba saja Hong Ing mengeluarkan suara menjerit karena sepasang
428 pedangnya telah terlibat-libat oleh sabuk putih dan tidak dapat ia
gerakkan! Selagi ia menarik-narik sepasang pedang itu untuk melepaskannya,
tiba-tiba tangan kiri Lui Teng menyambar dan menotok pundaknya.
Gadis itu mengeluh dan terguling dengan kaki tangan lumpuh. Ia tentu
akan terbanting jatuh kalau saja Lui Teng tidak dengan cepat
menyambut tubuhnya dan memeluknya dengan mesra!
"Beng-cu, apa yang harus saya lakukan dengan ia. Apakah Beng-cu
menyerahkannya kepada saya?" tanya Lui Teng sambil mendekatkan
mukanya pada wajah yang putih mulus dan berpipi halus itu.
Hong Ing hampir pingsan saking ngerinya dan iapun memejamkan
matanya. "Hemm, jangan engkau main-main, Lui Teng!" Hek-sim Lo-mo
membentak sehingga mengejutkan Lui Teng dan dia segera
menjauhkan mukanya dari muka gadis yang ditawannya.
"Awas, engkau tidak boleh mangganggunya! Ia harus diperlakukan
baik-baik seperti tawanan pemuda itu. Biar ia memperkuat umpan
yang kita pasang. Akan tetapi masukkan mereka dalam satu kamar
dan jaga baik-baik agar mereka tidak lolos. Akan terlalu merepotkan
kalau mereka dipisahkan. Sekali lagi, perlakukan mereka berdua baikbaik sampai umpan itu berhasil mendatangkan ikan-ikan yang kita
kehendaki. Kalau sudah begitu, ia akan kuserahkan kepadamu!"
Jai-hwa Kongcu Lui Teng menjadi girang sekali. "Hemm, nona manis,
engkau sungguh beruntung. Beng-cu akan menganggapmu sebagai
429 seorang tamu agung, dan kelak engkau akan menjadi milikku, hidup
berbahagia bersama aku, manis."
Hong Ing adalah seorang gadis yang selain pemberani juga amat
cerdik. Ia telah mendengar semua percakapan mereka dan tahulah ia
bahwa pemuda lihai ini amat takut kepada "beng-cu" itu. Karena jelas
bahwa Hek-sim Lo-mo tidak menghendaki ia diganggu, maka iapun
berkata dengan galak, "Bebaskan aku dan jangan pondong aku! Aku
mampu berjalan sendiri!"
Lui Teng memandang dengan ragu-ragu, akan tetapi terdengar suara
Hek-sim Lo-mo. "Lui Teng, lepaskan ia dan simpan sepasang
pedangnya!" Lui Teng merasa kecewa sekali. Biarpun dia belum boleh
mengganggu gadis itu, setidaknya dia ingin memandang dan
mendekapnya, membawanya ke kamar tahanan, bahkan kalau ada
kesempatan dia dapat mencumbunya. Akan tetapi, Beng-cu telah
memerintahkan agar dia membebaskan gadis itu, maka diapun tidak
berani membantah dan dua kali dia menepuk punggung Hong Ing
yang segera dapat menggerakkan kaki tangannya. Ia cukup cerdik
untuk tidak mengamuk lagi, maklum bahwa di tangan orang-orang
pandai ini ia tidak berdaya.
Sekarang tahulah ia mengapa Tek Hin mau dijadikan tawanan dan
sama sekali tidak melawan. Melawanpun tidak akan ada gunanya.
Baru menghadapi seorang pembantu Hek-sim Lo-mo saja, ia sama
sekali tidak berdaya. Apa lagi kalau banyak pembantunya maju. Apa
lagi kalau kakek raksasa itu sendiri yang maju! Oleh karena itu,
setelah ia mampu bergerak, iapun tidak mau mengamuk lagi dan
430 menurut saja ketika disuruh berjalan dan dikawal oleh Lui Teng
menuju ke kamar di mana Tek Hin berada.
Melihat gadis itu dibawa masuk ke dalam kamarnya, Tek Hin
mengerutkan alisnya dan segera dia tahu bahwa Hong Ing juga sudah
ditaklukkan oleh gerombolan penjahat itu.
"Song Tek Hin, engkau memperoleh seorang teman, gadis cantik
manis ini. Akan tetapi awas, jangan engkau mengganggunya. Ia
adalah calonku, tahu?" kata Lui Teng sambil meninggalkan mereka
dan tertawa mengejek. Hong Ing menjatuhkan dirinya di atas kursi, tidak menangis
melainkan cemberut. Tek Hin juga duduk di atas pembaringannya,
memandang kepada gadis itu. Seorang gadis yang cantik manis seperti
yang dikatakan Lui Teng tadi, pemberani akan tetapi tinggi hati
sehingga memandang rendah lawan.
"Hemm, tentu mereka telah menundukkanmu, bukan?" tanyanya
tanpa nada mengejek, hanya menyesal mengapa gadis itu demikian
bodoh melakukan penyerbuan terhadap gerombolan penjahat yang
amat lihai tanpa perhitungan sama sekali.
Hong Ing menarik napas panjang. "Tidak kusangka bahwa mereka
selihai itu," dan ia memandang kepada Tek Hin. "Song-toako, apa
artinya bahwa engkau dan aku, kita dijadikan umpan" Siapa yang
hendak dipancing datang ke sini?"
Tek Hin lalu menceritakan dengan singkat tentang Tan Cin Hay dan
Liong-li. "Tanpa adanya engkau menjadi tawananpun, aku yakin
bahwa saudara Tan Cin Hay, terutama sekali nona Liong-li, pasti
431 akhirnya akan muncul untuk membebaskan aku. Tan-taihiap dan nona
Liong-li adalah dua orang muda yang amat hebat, terutama sekali
nona Liong-li! Mereka memiliki ilmu kepandaian tinggi dan kiranya
hanya mereka berdua itulah yang akan mampu menandingi Hek-sim
Lo-mo dan anak buahnya."
"Toako. engkau selalu memuji-muji nona Liong-li! Orang macam
apakah ia itu?" "Wah, selama hidupku baru satu kali ini aku melihat seorang gadis
seperti nona Liong-li! Ia cantik jelita seperti seorang bidadari, ia
pemberani dan cerdik bukan main, dan ia memiliki ilmu kepandaian
yang luar biasa sekali. Sungguh, aku kagum sekali pada gadis hebat
itu, Ing-moi!" Diam-diam Hong Ing merasa mendongkol. Teringat ia betapa ia
pernah merasa iri kepada mendiang Pouw Bi Hwa yang memperoleh
seorang calon suami seperti Song Tek Hin yang tampan, terpelajar dan
pandai ilmu silat. Akan tetapi, kiranya pemuda ini tidak memiliki
kesetiaan! Baru saja tunangannya mati, dia sudah tergila-gila kepada
seorang gadis lain! "Hemmm, lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanyanya
dengan suara yang kurang puas.
"Tidak apa-apa, hanya menanti saja. Mudah-mudahan tidak terlalu
lama mereka akan muncul untuk membebaskan kita."
"Tinggal sekamar begini" Kita berdua" Aku tidak mau!"
432 "Eh, Ing-moi, mengapa engkau begitu" Kita tidak ada pilihan lain.
Kita diperlakukan dengan baik hanya karena mereka mempergunakan
kita sebagai umpan! Kalau tidak karena adanya nona Liong-li dan Tan
Taihiap, belum tentu kita dapat diperlakukan begini baik.
Bagaimanapun juga, kita adalah tawanan."
"Enak saja bagimu! Engkau seorang laki-laki, akan tetapi aku seorang
wanita! Bagaimana mungkin aku tinggal sekamar denganmu"
Bagaimana mungkin kita tidur sekamar?"
"Mengapa tidak, Ing-moi" Aih, aku tahu apa yang kaupikirkan! Ingmoi, kita dalam keadaan terpaksa, kita senasib! Kaukira aku ini orang
laki-laki macam apa" Jangan khawatir, engkau boleh tidur di atas
pembaringan ini dan aku akan tidur di kursi, atau di lantai!"
Mendengar suara pemuda itu agaknya penasaran dan marah, Hong Ing
merasa tidak enak hati juga. Ia sudah lama mengenal pemuda ini,
seorang pemuda yang gagah dan baik, sehingga tidak mungkin
melakukan hal yang tidak pantas terhadap dirinya. Wajahnya berubah
merah. "Bukan maksudku tidak percaya kepadamu, Song-toako. Akan tetapi
apakah kita berdua harus mandah begini saja, hanya menunggu dan
menerima nasib tanpa berusaha untuk membela diri sama sekali?"
"Hong Ing, aku yakin benar bahwa kita berdua bukanlah lawan
mereka. Kalau kita nekat memberontak, hal itu sama saja dengan
membunuh diri dan kita tentu akan disiksa sebelum dibunuh. Dari
pada begitu, kita menanti saat yang baik. Kalau mereka berdua
muncul, kita langsung membantu mereka, sehingga mereka berdua
menjadi lebih kuat dan kita memperlihatkan bahwa kita bukanlah
433 orang-orang yang hanya menunggu pertolongan atau menunggu mati
saja." Barulah hati Hong Ing tidak penasaran lagi. Tek Hin lalu turun dari
pembaringan, mempersilakan gadis itu duduk di sana dan dia sendiri
lalu duduk di atas kursi.
"Orang yang genit tadi sungguh lihai sekali," kata Hong Ing, "dan aku
ngeri melihat sikapnya. Apakah masih ada lagi para pembantu yang
lihai seperti itu dari Hek-sim Lo-mo?"
"Ah, dia tadi adalah Jai-hwa Kongcu Lui Teng dan dia hanya seorang
di antara para pembantu Hek-sim Lo-mo. Masih ada yang lebih lihai
dari dia! Ada Tok-gan-liong Yauw Ban, kemudian Kiu-bwe Mo-li,
dan dua orang saudara kembar He-nan Siang-mo dan penjahat cabul
tadi. Mereka berlima adalah para pembantu utama yang amat lihai.
Melawan mereka seorang saja, kita berdua masih tidak mampu
menang, dan belum lagi kurang lebih duapuluh orang penjaga yang
rata-rata juga pandai ilmu silat. Dan yang lebih hebat lagi adalah Heksim Lo-mo sendiri. Kepandaiannya seperti iblis!" Lalu pemuda itu
menceritakan tentang gerombolan penjahat itu seorang demi seorang,
mengenai kekejaman dan kelihaian mereka.
Mendengar keterangan ini, Hong Ing bergidik, dan baru ia tahu betapa
sembrono dan bodohnya ia, berani memasuki guha harimau yang
didiami begitu banyaknya penjahat yang lihai sekali. Mulailah ia
merasa khawatir. "Kalau mereka begitu hebat, bagaimana mungkin Liong-li mu itu akan
dapat mengalahkan mereka?"
434 Mendengar sebutan "Liong-li mu" itu, Tek Hin tersenyum dan baru
dia menyadari bahwa gadis ini merasa tidak senang mendengar dia
tadi begitu memuji-muji seorang gadis bernama Liong-li!
"Tenangkanlah hatimu, Ing-moi. Aku bukan hanya memuji secara
gegabah saja! Gadis yang berjuluk Liong-li itu sungguh hebat dan
ilmu kepandaiannya amat tinggi. Tahukah engkau" Aku sendiri
menyaksikan betapa ia seorang diri telah membasmi Wei-ho Cap-shakwi, yaitu tigabelas orang yang tadinya juga menjadi pembantu utama
Hek-sim Lo-mo. Pada hal mereka itu cukup lihai, tingkat kepandaian
mereka itu masing-masing mungkin seimbang dengan tingkat
kepandaianku. Dan dalam waktu singkat sekali mereka semua tewas
di tangan Liong-li, dan aku hanya membantunya sedikit saja!
Kemudian, Liong-li dikeroyok oleh lima orang pembantu utama Heksim Lo-mo itu! Bayangkan saja! Lima orang yang kepandaiannya
rata-rata seperti si penjahat cabul tadi, bahkan lebih lihai, mengeroyok
Liong-li dan ia tidak sampai terdesak!"
Hong Ing diam-diam terkejut bukan main dan mulai merasa kagum.
Sukar dipercaya ada seorang gadis yang sedemikian lihainya!
"Lalu bagaimana?" desaknya, tertarik.
"Kemudian muncul Hek-sim Lo-mo dan tentu saja Liong-li terdesak.
Baiknya muncul Tan-taihiap dan mereka berhasil meloloskan diri
dengan selamat. Aku tidak dapat mereka bebaskan karena aku sudah
terjatuh ke tangan mereka lebih dulu. Dasar aku yang bodoh dan


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lemah......" "Ah, kalau begitu, Liong-li itu benar-benar hebat. Apakah wanita itu
sudah tua, toako?" 435 "Tua" Takkan lebih dari duapuluh dua tahun usianya!"
"Bukan main! Masih begitu muda akan tetapi memiliki kelihaian yang
demikian hebat! Dan Tan-taihiap itu" Sudah tuakah dia?"
"Tan-taihiap juga masih muda, mungkin sebaya dengan aku. Dia
tampan, terpelajar, halus budi pekertinya, bijaksana, mulia hatinya dan
ilmu kepandaiannya amat hebat! Bayangkan saja, karena aku
dijadikan sandera, karena dia tidak ingin melihat aku celaka, maka dia
pernah menyerahkan diri untuk ditawan oleh gerombolan ini, hanya
untuk menyelamatkan aku......"
"Aduh! Kalau begitu dia tentu hebat bukan main! Tidak kalah
hebatnya oleh Liong-li mu itu!" Hong Ing berseru kagum.
"Ya, mereka berdua memang sepasang orang muda yang hebat sekali!
Entah siapa di antara mereka yang lebih hebat. Kalau mereka maju
bersama, tentu Hek-sim Lo-mo dan para pembantunya akan dapat
dibasmi, dan kita akan membantu sekuat tenaga kita."
Terhiburlah rasa hati Hong Ing dan ternyata mereka berdua
mendapatkan perlayanan yang amat baik, mendapatkan hidangan yang
lezat, bahkan disediakan air untuk mandi oleh para penjaga. Dan
seperti telah diduganya, sikap Tek Hin amat baik terhadap dirinya,
selalu sopan dan sama sekali tidak pernah menggodanya.
Hal ini membuat Hong Ing diam-diam amat bersyukur dan berterima
kasih, dan kembalilah perasaan kagumnya terhadap pemuda itu. Di
pihak Tek Hin, diam-diam diapun merasa tertarik dan kagum kepada
gadis yang ternyata amat gagah, pemberani dan sedikitpun tidak
436 cengeng ini. Mendapatkan seorang kawan senasib seperti gadis ini
sungguh membesarkan hati.
"Y" "Keparat jahanam!!" Hek-sim Lo-mo memaki dan tangannya yang
kanan mengepal-ngepal sampai terdengar bunyi berkerotokan, tangan
kirinya memegangi sehelai kertas yang bertuliskan tinta merah.
Sebuah tantangan! Ditulis dengan tinta merah, dengan huruf-huruf
yang menyolok dan nadanya menghina pula!
"Kami, Hek-liong-li dan Pek-liong-eng menantang Hek-sim Lo-mo
dan anak buahnya, kalau mereka bukan pengecut-pengecut untuk
mengadu ilmu menentukan siapa yang lebih pandai.
Kalau berani, datanglah di petak rumput tepi sungai dalam hutan
sebelah timur kota, besok jam 9.00 pagi. Kalau takut pergilah kalian
ke neraka. Tertanda: Hek-liong-li dan Pek-liong-eng.
Hek-sim Lo-mo memandang kepada lima orang pembantu utamanya
yang nampak gentar melihat pimpinan mereka marah besar. Kiu-bwe
Mo-li memberanikan diri bertanya.
"Beng-cu, apakah yang terjadi dan surat apakah itu yang membuat
Beng-cu marah?marah?"
"Siapa yang tidak marah" Anjing-anjing cilik itu berani menantangku
dengan nada menghina!" Hek-sim Lo-mo melemparkan surat itu
kepada Kiu-bwe Mo-li. 437 Kalau bukan wanita ini yang dilempari surat, bisa celaka karena
saking marahnya, Hek-sim Lo-mo mengerahkan tenaga ketika
melemparkan surat sehingga kertas yang merupakan benda ringan itu
meluncur bagaikan anak panah cepatnya ke arah Kiu-bwe Mo-li.
Namun wanita ini dapat menangkapnya dari samping, lalu dengan
tenang membacanya. Empat orang rekannya yang tidak sabar dan
ingin sekali tahu, mendekatinya dan ikut pula membaca surat yang
membuat pemimpin mereka marah-marah itu.
Dan begitu membaca, merekapun melotot dengan muka merah karena
marah. Yang ditantang bukan hanya Hek-sim Lo-mo seorang, akan
tetapi termasuk mereka! "Beng-cu, harap berhati-hati menghadapi tantangan ini dan tidak baik
kalau terburu nafsu. Siapa tahu dengan tantangan ini, mereka
menggunakan siasat untuk memancing harimau keluar dari sarang,"
kata Kiu-bwe Mo-li yang cerdik.
"Aih, Mo-li, mengapa takut" Baru Beng-cu seorang diri saja, mereka
berdua tidak akan mampu menandinginya, apa lagi Beng-cu maju
bersama kita yang juga ditantang" Kalau dua orang muda itu diamdiam mempersiapkan bantuan, berarti merekalah yang pengecut
karena yang menantang hanya mereka berdua! Mari kita bunuh
mereka!" kata Gan Siang dengan nada penasaran, sedangkan Gan
Siong, adik kembarnya, mengangguk-angguk.
Hek-sim Lo-mo mengangkat tangan melarang mereka ribut mulut
sendiri, lalu berkata, "Kalian semua benar. Kita harus berhati-hati
menghadapi tantangan ini kalau-kalau menyembunyikan siasat. Akan
tetapi kalaupun mereka bersiasat, maka tentu siasat itu dipergunakan
438 untuk mencoba membebaskan dua orang tawanan kita. Juga kita harus
memenuhi tantangan itu, dan kita hancurkan mereka, dua budak
sombong itu. Kita harus maju serentak untuk membunuh mereka, akan
tetapi dua orang tawanan juga tidak boleh ditinggalkan sendiri begitu
saja sehingga memudahkan orang luar untuk membebaskan mereka."
"Sebaiknya kita bunuh saja dulu dua orang tawanan itu!" kata Yauw
Ban Si Naga Mata Satu mengajukan rencananya.
"Serahkan saja mereka kepadaku!" kata Kiu-bwe Mo-li penuh gairah.
"Tidak, biar aku yang menghabisi mereka!" kata Jai-hwa Kongcu
tidak kalah gairahnya. "Ha-ha, kalau diserahkan Mo-li, tentu hanya yang wanita dibunuh
seketika, akan tetapi yang pria akan dikeramnya dan dihisapnya
sampai kering! Kalau diserahkan Jai-hwa Kongcu, yang pria akan
seketika dibunuh, akan tetapi yang wanita tentu akan diperma?inkan
dulu sepuasnya!" Kembali Hek-sim Lo-mo mengangkat tangan melarang mereka ribut
sendiri, dan diapun berkata, "Mereka tidak perlu dibunuh sekarang.
Kita bawa saja serta ke tempat tantangan itu! Kalau mereka itu
menyerbu di perjalanan, kita hadapi bersama dan Jai - hwa Kongcu
Lui Teng bersama semua anak buah harus membawa para tawanan
kembali ke gedung selagi kita mengepung dua orang musuh itu. Dua
orang tawanan itu masih berguna bagi kita, merupakan kelemahan dua
orang musuh kita yang hendak membebaskan mereka, maka bodohlah
kalau kita bunuh sekarang. Mereka dapat kita manfaatkan sewaktuwaktu kalau keadaan mendesak."
439 Lima orang pembantu itu mengangguk maklum dan merekapun tahu
bahwa diam-diam pemimpin mereka ini mulai merasa gentar juga
menghadapi dua orang muda yang berani menentangnya itu sehingga
perlu membiarkan dua orang tawanan tetap hidup untuk dijadikan
sandera, kalau-kalau usaha mereka membunuh dua orang musuh itu
gagal. Demikianlah, pada keesokan harinya, pagi-pagi Hek-sim Lo-mo sudah
keluar dari gedungnya, ditemani lima orang pembantu dan duapuluh
orang anak buah yang menggiring dua orang tawanan itu di tengahtengah mereka. Tentu saja Liong-li dan Cin Hay yang sudah
melakukan pengintaian di dekat tempat itu, menjadi gemas sekali.
Kiranya pihak musuh sedemikian cerdiknya sehingga tidak
meninggalkan dua orang tawanan itu! Bukan hanya membawanya ke
tempat tantangan, bahkan juga mengepung dengan sekian banyaknya
penjaga dan pengawal! Melihat betapa Tek Hin yang menjadi tawanan itu kini berjalan
bersama seorang gadis berpakaian hijau yang cantik dan gagah yang
kelihatan juga sebagai tawanan, Cin Hay dan Liong-li memandang
heran. "Siapa gadis itu?" bisik Liong-li.
Cin Hay menggeleng kepala dan mengerutkan alisnya. "Aku tidak
tahu, baru sekarang melihatnya." Dia memperhatikan gadis berbaju
hijau yang cantik manis itu, akan tetapi tetap saja dia belum merasa
pernah melihat gadis itu. "Akan tetapi, ia agaknya menjadi tawanan
juga. Lihat, ia agaknya akrab dengan Tek Hin."
440 Liong-li mengerutkan alisnya, berpikir dan mengelus dagunya yang
putih mulus. "Hemm, lalu apa yang harus kita lakukan sekarang"
Mereka begitu banyak."
"Tidak ada jalan lain, kita melanjutkan rencana kita," kata Cin Hay
"Yang terpenting adalah menyelamatkan Tek Hin dan agaknya gadis
itu juga. Seperti telah kita rencanakan, kita membagi tugas. Aku
menyerbu Hek-sim Lo-mo dan teman-temannya, dan engkau
menyerbu dari belakang untuk membebaskan Tek Hin dan gadis baju
hijau itu." Liong-li mengangguk. "Sudah pasti aku akan membebaskan Song Tek
Hin, akan tetapi gadis itu" Aku belum tahu siapa dia, kawan atau
lawan." "Kalau engkau sudah turun tangan, tentu Tek Hin akan memberitahu
siapa gadis itu dan perlu diselamatkan atau tidak," kata Cin Hay.
Kini rombongan itu sudah keluar dari kola Lok-yang, melalui pintu
gerbang sebelah timur. Cin Hay dan Liong-li hanya membayangi saja
dan setelah rombongan itu memasuki hutan menuju ke sungai yang
dimaksud dalam surat tantangan, tepat seperti yang telah mereka
rencanakan, tiba-tiba saja Cin Hay meloncat keluar dan menghadang
di depan Hek-sim Lo-mo dan kawan-kawannya.
"Hek-sim Lo-mo, saat ini aku akan menamatkan riwayat hidupmu
yang penuh dosa dan kekotoran!" kata Cin Hay dengan sikap gagah.
Melihat munculnya musuh besar ini, Hek-sim Lo-mo menjadi marah
sekali. 441 "Jahanam sombong, engkau menantang bertanding di tepi sungai akan
tetapi menghadang di sini!" bentaknya,
"Beng-cu, biarkan kami menghajarnya!" kata Yauw Ban yang
memang merasa benci sekali kepada pemuda berpakaian putih itu.
Dia memberi isyarat kepada teman-temannya dan bersama Kiu-bwe
Mo-li, Jai-hwa Kongcu Lui Teng, dan sepasang saudara kembar Henan Siang-mo, dia lalu menerjang Cin Hay. Yauw Ban sudah
mencabut pedangnya, Kiu-bwe Mo-li mengeluarkan cambuk hitam
ekor sembilan, Jai-hwa kongcu Lui Teng menggunakan sabuk sutera
putih, sedangkan si kembar He-nan Siang-mo masing-masing
mencabut golok besar mereka.
Segera Cin Hay dikepung dan pemuda ini dengan tenang sekali
menghadapi pengepungan mereka dan mencabut pedang Pek-liongkiam dari sarung pedang. Nampak sinar putih berkelebat ketika dia
mencabut pedangnya, dan dengan pedang melintang di depan dada.
Cin Hay menanti serangan mereka karena tadi Yauw Ban ternyata
tidak jadi menyerangnya, hanya melakukan gerakan isyarat dan
mereka berlima kini sudah mengepungnya. Agaknya lima orang itu,
maklum betapa lihainya pemuda berpakaian putih, bersikap hati-hati
dan mengepung penuh perhitungan.
Pada saat itu, di bagian belakang rombongan itu terjadi kegemparan.
Seorang gadis berpakaian hitam-hitam mengamuk dan dalam
beberapa kali gebrakan saja, empat orang pengawal telah roboh!
"Liong-li......" Tek Hin berseru dengan girang bukan main kepada
Hong Ing. 442 Akan tetapi gadis ini hanya menengok sebentar kepada gadis
berpakaian hitam yang mengamuk di antara para pengawal karena
perhatiannya amat tertarik kepada pemuda berpakaian putih yang kini
dikepung oleh lima orang pembantu Hek-sim Lo-mo!
"Itukah yang bernama Tan Cin Hay?" Ia bertanya seperti orang mimpi
dan matanya tak pernah berkedip memandang kepada pemuda
berpakaian putih yang menghadapi pengepungan lima orang musuh
lihai itu dengan sikap tenang sekali. Betapa tenangnya, betapa
gagahnya, betapa tampannya, demikian Hong Ing berbisik dalam
hatinya. "Mereka telah datang! Mari, Ing-moi, kita bantu mereka!" kata Tek
dan pemuda ini sudah bergerak menghantam kepada seorang
pengawal yang berdiri paling dekat dengannya. Pengawal itu
terpelanting dan melihat ini, Hong Ing juga membalikkan tubuhnya
dan sebuah tendangannya membuat seorang pengawal terjungkal pula.
Melihat betapa gadis berpakaian hijau itu bersama Tek Hin sudah pula
mengamuk, tahulah Liong-li bahwa gadis baju hijau itu memang
seorang kawan yang perlu diselamatkan. Akan tetapi tiba-tiba nampak
bayangan berkelebat dan si raksasa Hek-sim Lo-mo telah berdiri di
depannya, tangan kirinya membuat gerakan mendorong dan ada angin
pukulan yang amat hebat menyambar ke arah Liong-li.
Gadis ini cepat mengerahkan tenaganya dan menghindar ke samping,
namun tetap saja ia agak terhuyung oleh dorongan angin pukulan yang
amat dahsyat! Tahulah ia bahwa memang benar, seperti yang
dikatakan Cin Hay, iblis tua ini lihai bukan main.
443 "Lui Teng, bawa dua tawanan kembali!" teriak Hek-sim Lo-mo
sambil menghadang di depan Liong-li.
Mendengar ini, Jai-hwa Kongcu Lui Teng yang memang sudah
mendapat tugas sebelumnya, lalu meninggalkan teman-temannya yang
mulai mengeroyok Cin Hay, lalu dia melompat ke tengah kerumunan
para pengawal yang mengeroyok Tek Hin dan Hong Ing yang sedang
mengamuk. Dengan mudah saja, Lui Teng merobohkan dua orang
muda ini dengan totokannya yang ampuh dan dengan dikawal oleh
sisa pasukan pengawal yang menjadi anak buahnya, dia lalu bergegas
membawa Tek Hin dan Hong Ing yang sudah tidak mampu bergerak
itu kembali ke dalam kota Lok-yang!
Liong-li dan Cin Hay mendongkol sekali dan tidak mampu mencegah,
karena Liong-li sudah harus membela diri terhadap serangan-serangan
Hek-sim Lo-mo, sedangkan Cin Hay juga dikeroyok oleh empat orang
lawan yang amat lihai. Terpaksa kedua orang muda ini mencurahkan
seluruh perhatian mereka kepada para lawan yang amat berbahaya itu.
Cin Hay yang dikeroyok empat orang itu harus mengerahkan seluruh
tenaga dan kepandaiannya karena empat orang pengeroyoknya
merupakan datuk-datuk sesat yang amat lihai.
Untung bahwa dia memegang Pek-liong-kiam karena dengan pedang
ini dia sempat membuat empat orang pengeroyoknya terkejut bukan
main. Ujung pedang Yauw Ban patah ketika bertemu dengan Pekliong-kiam, juga cambuk ekor sembilan dari Kiu-bwe Mo-li rontok
bulunya. Golok di tangan dua orang kembar He-nan Siang-mo juga
rusak ujungnya. Empat orang itupun maklum bahwa pedang pemuda
berpakaian putih itu ampuh bukan main maka merekapun sebagai
444 ahli-ahli silat pandai dan sudah banyak pengalaman, tidak lagi berani
mengadu senjata secara langsung.
Yang membuat mereka heran sekali adalah ketika melihat pedang di
tangan Cin Hay. Mereka semua mengenal baik pedang itu. Pedang
yang pernah mereka lihat ketika sedang dibuat oleh kakek Thio Wi
Han! Bagaimana sekarang pedang itu, sebatang di antara sepasang
pedang, berada di tangan pemuda berpakaian putih ini" Bukankah
kedua pedang itu telah berada di tangan pemimpin mereka, Hek-sim
Lo-mo" Bukan hanya empat orang itu saja yang merasa heran. Juga Hek-sim
Lo-mo yang angkuh dan yang belum menggunakan sepasang pedang
pusakanya, karena diapun memandang rendah kepada Liong-li, datuk
ini terkejut dan heran melihat pedang hitam di tangan gadis
berpakaian hitam itu. Pedang itu amat ampuh, hal ini dapat dia
rasakan dari sambaran pedang, dan pedang itu serupa benar dengan
sebatang di antara sepasang pedangnya!
Melihat betapa gadis itu berbahaya sekali dengan pedangnya yang
ampuh, tiba-tiba Hek-sim Lo-mo mengeluarkan suara gerengan yang


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggetarkan jantung, disusul pandang mata yang mencorong dan
teriakan yang seperti guntur memasuki telinga Liong-li.
"Hek-liong-li, hentikan seranganmu dan berikan pedang itu kepadaku!
Cepat!!!!" Sungguh aneh sekali. Ada kekuasaan yang amat kuat mencengkeram
batin Liong-li, membuat ia mau tidak mau menuruti perintah itu dan
seketika menahan gerakan tubuhnya dan menghentikan serangannya!
Akan tetapi, ia masih belum menuruti perintah memberikan pedang,
445 melainkan memandang heran kepada tangan dan pedangnya, seolaholah ia tidak mengerti mengapa ia tidak lagi menyerang dan mengapa
pula ia ingin menyerahkan pedang pusaka itu kepada kakek iblis
raksasa itu! Cin Hay juga merasakan getaran hebat akibat bentakan Hek-sim Lomo. Tahulah dia bahwa kakek itu tentu mencoba untuk menggunakan
ilmu hitam atau ilmu sihir untuk menundukkan Liong-li, maka cepat
diapun berteriak, "Liong-li! Hati-hati terhadap ilmu sihirnya!"
Untung sekali Cin Hay mengeluarkan teriakan ini karena pada saat itu,
melihat gadis itu ragu-ragu, Hek-sim Lo-mo sudah menubruk ke
depan untuk merampas pedang dan merobohkan gadis itu dengan
totokan. Serangan ini hebat sekali, apa lagi terhadap Liong-li yang
tadinya kesima seperti patung tak bergerak.
Teriakan Cin Hay menyadarkan gadis itu, maka pada detik terakhir,
ketika tangan Hek-sim Lo-mo tinggal beberapa sentimeter lagi, ia
sudah melempar tubuh ke belakang, terus bergulingan menuju ke arah
Cin Hay dan begitu ia meloncat, ia lalu memutar pedangnya
membantu Cin Hay menghadapi pengeroyokan empat orang lawan
yang tangguh itu! Liong-li kini menyadari betapa hebat ilmu datuk sesat yang seperti
iblis itu dan lebih aman kalau ia berkelahi di dekat Cin Hay sehingga
mereka berdua dapat saling bantu dan saling melindungi. Diam-diam
Liong-li harus mengakui bahwa tanpa bantuan Cin Hay yang
menyadarkannya tadi, ia tentu sudah roboh menjadi korban sihir Heksim Lo-mo! Ia berhutang budi, bahkan mungkin nyawa kepada
446 pemuda berpakaian putih itu, dan hal ini diam-diam ia catat di dalam
lubuk hatinya. Empat orang pengeroyok Cin Hay itu sudah gentar menghadapi
kelihaian Cin Hay yang memegang pedang pusaka ampuh, kini
nampak sinar hitam berkelebatan menyerang mereka. Gan Siang,
orang pertama dari He-nan Siang-mo, melihat ada sinar hitam
menyambar ke arah kepalanya dari belakang, segera membalik dan
menangkis dengan golok besarnya sambil mengerahkan tenaga.
Maksudnya agar dengan tenaganya yang besar itu dia akan mampu
menangkis pedang Liong-li agar terlepas dari pegangan gadis itu.
"Trakkkk!!" Gan Siang terkejut setengah mati ketika goloknya yang
ujungnya sudah rompal oleh pedang Cin Hay tadi, begitu bertemu
dengan pedang hitam di tangan Liong-li, seketika patah di tengahtengah! Saking kagetnya, dia terhuyung ke belakang dan pada saat itu,
sinar putih menyambar seperti kilat.
Sepasang mata di wajah yang bulat itu terbelalak, mulutnya ternganga,
golok yang tinggal sepotong terlepas dari pegangan, tubuhnya tergetar
dan Gan Siang roboh terkulai, kedua tangan mendekap dada yang
relah ditembusi Pek-liong-kiam dan diapun tewas!
Adiknya, Gan Siong, menjadi pucat seketika dan dalam kemarahan
yang berkobar, dia menjadi nekat. Dengan goloknya, dia menyerang
Cin Hay yang telah menewaskan kakak kembarnya itu. Golok
menyambar ganas ke arah leher Cin Hay. Pemuda ini melihat betapa
lawan ini telah dibikin mabok oleh kemarahan dan kedukaan, dengan
mudah dia merendahkan dirinya dan dari bawah, sinar putih berkilat
menyambar. Dada Gan Siong juga dimasuki pedang pusaka itu dan
447 jantungnya tertembus. Dia roboh di samping kakak kembarnya, tewas
seketika. Liong-li mengamuk dan pedangnya menyambar-nyambar ganas.
Yauw Ban dan Kiu-bwe Mo-li menjadi gentar sekali melihat robohnya
dua orang kembar itu. Dalam gugupnya, Kiu-bwe Mo-li menangkis
dengan cambuk ekor sembilan, lupa bahwa pedang dalam tangan
gadis berpakaian hitam itu adalah sebatang pedang yang luar biasa
ampuhnya. "Pratttt!" Semua ujung cambuk yang sembilan ekor itupun terbabat
buntung. Dalam kagetnya, Kiu-bwe Mo-li menggerakkan kepalanya.
Rambutnya terlepas dari ikatan dan menyambar ke arah muka Liongli.
Gadis ini kaget bukan main. Tidak ada waktu lagi untuk mengelak,
maka tangan kanannya cepat menyambar dan di lain saat, rambut
nenek itu telah digenggamnya, pedangnya membabat dan pinggang
Kiu-bwe Mo-li dibabat pedang sampai hampir putus!
Yauw Ban yang melihat robohnya Kiu-bwe Mo-li, terkejut dan
hendak melarikan diri, namun sekali berkelebat, Liong-li sudah berada
di depannya dan menyerang dengan pedang hitamnya. Yauw Ban
melawan mati-matian. Pembantu nomor satu dari Hek-sim Lo-mo ini
merupakan pembantu yang paling lihai dan selain ilmu pedangnya
amat kuat, juga dia memiliki gin-kang yang membuat dia mampu
bergerak cepat bukan main.
448 Namun, sekali ini dia berhadapan dengan Liong-li, dan hatinya sudah
gentar pula. Dia mengharapkan bantuan dari pemimpinnya, akan
tetapi pada waktu itu, Hek-sim Lo-mo juga sibuk sendiri memanggil
bala bantuan karena melihat betapa para pembantunya roboh seorang
demi seorang di tangan dua orang muda yang lihai itu.
Apa yang dilakukan oleh Hek-sim Lo-mo" Kakek tinggi besar
bermuka hitam ini mengeluarkan sebatang suling yang bentuknya
aneh, dengan perut yang besar dan mulai meniup suling itu.
Terdengarlah suara melengking aneh pula, lengking panjang yang
tiada berkeputusan, tinggi rendah dan menggetar.
Melihat ini, Cin Hay menjadi ragu-ragu dan diapun siap-siap karena
menduga bahwa tentu kakek yang lihai itu hendak mempergunakan
ilmu sihir atau ilmu hitam. Diapun melihat betapa Liong-li telah
berhasil menewaskan Kiu-bwe Mo-li dan kini hanya tinggal
bertanding melawan seorang lawan saja, yaitu Yauw Ban. Melihat
kesempatan baik ini, selagi Hek-sim Lo-mo sibuk dengan sulingnya
yang aneh dan melihat betapa Liong-li sudah mendesak Yauw Ban
dengan keras, Cin Hay lalu meloncat dan menggerakkan pedangnya,
membantu Liong-li menyerang Yauw Ban!
Tok-gan-liong Yauw Ban sudah repot sekali menghadapi desakan
Liong-li, kini tiba-tiba datang Cin Hay yang menyerangnya, tentu saja
dia menjadi semakin sibuk. Dia sedang mencari-cari kesempatan
untuk melarikan diri, akan tetapi kini, setelah pemuda berpakaian
putih itu masuk ke dalam gelanggang perkelahian, kesempatan untuk
itu tertutup sama sekali. Maka diapun menjadi nekat dan dia memutar
pedangnya yang tinggal sepotong dan menyambut Cin Hay dengan
terkaman nekat! 449 Melihat kenekatan lawan ini, Cin Hay cepat meloncat ke samping,
pedangnya menjadi sinar putih menyambut pedang buntung itu.
"Krakkk!" Pedang itu patah dan yang tinggal di tangan Yauw Ban
hanyalah gagang pedang saja! Dan pada saat itu, sinar hitam
menyambar dan robohlah tubuh Yauw Ban dengan leher yang hampir
putus terbabat oleh pedang Hek-liong-kiam di tangan Liong-li!
Kini dua orang muda itu menoleh dan memandang ke arah Hek-sim
Lo-mo. Dan ke- duanya terbelalak, bahkan Liong-li bergidik melihat
betapa kakek itu dikelilingi oleh ratusan ekor ular besar kecil! Bahkan
kini dari jauh masih berdatangan ular-ular yang agaknya terpanggil
dan tertarik oleh suara sulingnya yang masih terus berbunyi!
Sekarang baru mengertilah Cin Hay bahwa kakek itu meniup
sulingnya yang aneh untuk memanggil pasukan ular yaitu semua ular
yang tinggal di hutan dan di daerah itu, yang dapat menerima
panggilan suara sulingnya!
Kakek itu sudah melihat pula betapa pembantunya yang terakhir,
Yauw Ban, telah tewas. Dia mulai merasa gentar dan sepasang
matanya mengeluarkan sinar mencorong penuh kemarahan,
kebencian, dendam akan tetapi juga ketakutan. Tak disangkanya
bahwa dua orang yang demikian mudanya mampu membasmi habis
semua pembantunya! Kini dia hanya mengandalkan diri sendiri dan juga ular-ularnya yang
diharapkannya akan dapat membantu dia membunuh kedua orang
muda itu. Melihat betapa Liong-li menjadi agak pucat dan bergidik
melihat ular-ularnya, Hek-sim Lo-mo menjadi semakin bersemangat
450 dan kini dia merobah suara sulingnya, penuh dengan nada tinggi yang
mendesak dan memerintah. Dan sungguh hebat sekali pengaruh suara suling itu. Ratusan ekor ular
itu bergerak dengan cepat dan ular-ular besar kecil kini mengepung
Cin Hay dan Liong-li! Mereka kelihatan marah sekali, mendesis-desis
dan di antara ular-ular itu terdapat banyak yang berbisa! Ada pula
ular-ular sejenis cobra yang mengangkat tubuh depan ke atas, dengan
leher berkembang dan menyekung, lidah keluar masuk dan desisnya
mengeluarkan uap kehitaman!
Melihat ini, Liong-li merasa jijik dan juga gentar sekali. Biarpun ia
seorang wanita yang memiliki ilmu kepandaian tinggi dan tidak takut
menghadapi lawan yang bagaimanapun juga, namun ia tetap seorang
wanita dan binatang seperti ular memang mendatangkan rasa jijik dan
takut dalam hati seorang wanita.
"Tenanglah dan mari kita basmi ular-ular ini. Hati-hati, tahan
pernapasanmu kalau ada uap hitam mendekat!" bisik Cin Hay dan
diapun tahu betapa temannya itu gentar menghadapi pengepungan
ular-ular itu, maka dia memberi contoh dengan menggerakkan
pedangnya, membabat ke arah ular-ular itu.
Senjata-senjata tajam dari baja dan besi saja terbabat buntung eleh
Pek-liong-kiam, apa lagi binatang ular yang lunak. Begitu sinar putih
itu menyambar-nyambar, banyak ular terbabat buntung dan darahpun
mengucur keluar. Bau amis yang memuakkan menyerang dua orang
muda itu. Liong-li juga menjadi lebih berani dan ia mencontoh perbuatan
temannya, menggerakkan Hek-liong-kiam yang menyambar-nyambar
451 dan membuntungi banyak ular. Akan tetapi, bau amis itu membuat
mereka berdua menjadi terkejut dan mereka meloncat keluar dari
kepungan ular-ular itu. Namun, ular-ular itu terus mengejar, agaknya mereka tidak
memperdulikan teman-teman yang telah mati dan ular-ular itu
sungguh nekat, dimabokkan suara suling yang terus mendorong dan
menggairahkan binatang-binatang itu dan membuat mereka seperti
gila. Ular-ular itu, ada yang kecil sekali seperti kelingking tangan
dengan panjang belasan sentimeter, akan tetapi ada pula beberapa ekor
yang besarnya melebihi paha manusia dan ular sebesar itu, dengan
panjang sampai hampir sepuluh meter, akan mampu menelan seekor
kerbau! Dua orang muda itu terus mengamuk, dan selalu mencoba berloncatan
agar jangan terkepung karena mereka berdua maklum betapa besar
bahayanya kalau sampai mereka itu keracunan hawa dan bau amis.
Akan tetapi, berapa banyakpun ular yang mereka bunuh, dan ke
manapun mereka pergi, ular-ular itu terus mengejar mereka. Liong-li
kembali diserang perasaan jijik dan ngeri. Ia sudah hampir melarikan
diri, ketika tiba-tiba Cin Hay berseru kepadanya.
"Liong-li, mari kita serang saja iblis itu!"
Mendengar seruan ini, Liong-li pun sadar. Sejak tadi, mereka berdua
hanya mencurahkan perhatian kepada ular-ular itu sehingga mereka
melupakan musuh utama mereka. Lupa bahwa ular-ular itu
sebenarnya dikendalikan, digerakkan atau dituntun oleh suara suling
itu. Yang penting adalah menghentikan sumber suara itu, dan hal ini
452 hanya dapat terlaksana kalau mereka mengalihkan perhatian mereka
dan menyerang peniup suling!
Seperti dikomando saja, dua orang muda itu kini meloncat dan
menggunakan pedang mereka untuk menyerang Hek-sim Lo-mo!
Menghadapi serangan dua orang muda yang amat lihai itu, Hek-sim
Lo-mo terkejut sekali dan tentu saja dia tidak mungkin dapat
melanjutkan tiupan sulingnya. Dan diapun cepat mencabut sepasang
pedangnya dan timbul kembali semangatnya. Dia masih mempunyai
andalan, yaitu sepasang pedang yang terbuat dari Kim-san Liong-cu
yang ampuh. Tiba-tiba, dibesarkan hatinya oleh sepasang pedang yang amat
diandalkan itu, diapun tertawa sehingga dua orang muda itu terkejut
dan menahan senjata mereka karena menduga bahwa tentu kakek iblis
itu akan mempergunakan siasat lain yang keji. Akan tetapi kakek itu
hanya berdiri memegang sebatang pedang putih di tangan kanan dan
sebatang pedang hitam yang lebih pendek di tangan kiri,
mengamangkan kedua pedang itu sambil tertawa.
"Ha-ha-ha, kalian dua orang muda yang sudah bosan hidup! Lihat, di
tanganku ini apa" Sepasang pedang dari Kim-san Liong-cu dan kini
tidak ada lagi yang akan dapat menyelamatkan nyawa kalian!"
Berkata demikian, kakek ini menggerakkan dua batang pedangnya
dengan gerakan yang amat dahsyat sehingga nampak dua gulung sinar
hitam putih bersilangan dan terdengar deru angin menyambarnyambar amat dahsyatnya.
Memang tepat perhitungan Cin Hay. Begitu suara suling itu berhenti
berbunyi, ular-ular itu menjadi kacau balau dan bingung tidak tahu
453 apa yang harus mereka lakukan, bahkan mereka itu kemudian seperti
menjadi marah-marah melihat banyak kawan mereka yang tewas, ada
yang masih menggeliat-geliat karena tubuhnya putus dan akhirnya
mereka kini dengan buas saling serang sendiri! Atau mereka seperti
berpesta pora setelah perkelahian tadi, yang besar menelan yang kecil!
Menghadapi sepasang pedang di tangan Hek-sim Lo-mo, tentu saja
Cin Hay dan Liong- li sama sekali tidak merasa khawatir, bahkan
mereka itu tersenyum geli karena mereka tahu bahwa sepasang pedang
di tangan datuk iblis itu hanyalah pedang palsu. Pedang pusaka yang
aseli, yang terbuat dari Kim-san Liong-cu, berada di tangan mereka!
Memang bentuk dan warna pedang mereka itu serupa dengan
sepasang pedang yang dipegang di tangan Hek-sim Lo-mo dan diamdiam mereka memuji keahlian Thio Wi Han membuat pedang-pedang
itu. Kini dua orang muda itu menyambut serangan Hek-sim Lo-mo
dengan pedang mereka, pedang pusaka Pek-liong-kiam dan Hekliong-kiam yang aseli!
Melihat ini, Hek-sim Lo-mo tersenyum menyeringai, dalam hati
mentertawakan dua orang muda itu karena pedang mereka tentu akan
patah-patah bertemu dengan pedang pusakanya. Maka diapun terus
melanjutkan serangannya sambil mengerahkan seluruh tenaga sinkangnya, bermaksud mengadu pedang di kedua tangannya dengan
pedang dua orang muda itu. Dan agaknya, menurut penglihatannya,
dua orang muda itu sedemikian tololnya untuk berani mengadu senjata
mereka dengan sepasang pedang yang dibuat dari Kim-san Liong-cu
"Sing-singgg...... trang-trak-trakkk!!!"
454 Wajah yang tadinya menyeringai itu berubah seketika. Matanya
terbelalak, matanya ternganga dan wajah yang berkulit hitam itu agak
pucat, dan cepat sekali membuang tubuhnya ke belakang lalu
bergulingan, dan ketika dia meloncat berdiri, wajah Hek-sim Lo-mo
berubah sama sekali! Seperti orang melihat setan di siang hari, Hek-sim Lo-mo memandang
kepada dua gagang pedang yang masih dipegangnya. Sepasang
pedang pusakanya itu patah-patah ketika bertemu dengan pedang
kedua orang lawannya! Pedang-pedang yang dibuat oleh Thio Wi Han
dari bahan Kim-san Liong-cu itu patah oleh pedang lawan!
Bagaimana mungkin ini" Dia kini memandang kepada dua orang


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lawannya, terutama kepada pedang di tangan mereka, dua batang
pedang yang serupa benar dengan sepasang pedangnya yang patahpatah tadi.
"Pedang...... pedang.....!" Dia tidak mampu mengeluarkan kata-kata
lagi saking bingung, penasaran, menyesal dan saking terkejutnya
melihat betapa pedangnya, sepasang pedang yang amat dibanggakan
itu, sekali beradu dengan kedua pedang lawan, menjadi patah.
Cin Hay dan Liong-li melangkah maju menghampiri kakek itu dan
Cin Hay tersenyum. "Hek-sim Lo-mo, perbuatan jahat tidak akan dilindungi Tuhan!
Engkau telah melakukan terlalu banyak dosa. Dengan kejam sekali
engkau membunuh Pouw Sianseng untuk merampok Kim-san Liongcu, bahkan dengan keji engkau membunuh pula puterinya. Kemudian,
engkau memaksa kakek Thio Wi Han untuk membuatkan sepasang
pedang dari Kim-san Liong-cu rampokan itu, dan akhirnya, Thio Wi
455 Han suami isteri juga tidak terhindar dari kekejamanmu dibantu anak
buahmu. Engkau tidak tahu bahwa sepasang pedang pusaka dari bahan
Kim-san Liong-cu itu, yaitu Pek-liong-kiam dan Hek-liong-kiam, oleh
mendiang kakek Thio Wi Han telah diberikan kepada kami. Yang
berada di tanganmu itu hanyalah pedang-pedang palsu. Inilah Pekliong-kiam!" kata Cin Hay sambil mengangkat pedangnya ke atas
kepala. "Dan ini Hek-liong-kiam!" kata pula Liong-li sambil mengangkat
pedang hitamnya ke atas. Sepasang mata Hek-sim Lo-mo menjadi liar dan kemerahan. Kini
mengertilah dia bahwa dia telah dikhianati dan dipermainkan oleh
Thio Wi Han. Kemarahannya membuat dia lupa bahwa dia
berhadapan dengan dua orang lawan yang amat tangguh. Apa lagi dua
orang muda itu memegang sepasang pedang yang luar biasa
ampuhnya. Dan barisan ularnya sudah tidak ada artinya lagi, bahkan
kini ular-ular itu sudah saling serang seperti gila!
Kemarahan yang mendatangkan kelengahan membuat kakek itu
menjadi nekat. Selama puluhan tahun Hek-sim Lo-mo menjadi datuk
hitam yang amat tinggi kedudukannya. Dia adalah seorang di antara
Kiu Lo-mo (Sembilan Iblis tua) yang di dunia persilatan dianggap
sebagai datuk-datuk sesat yang paling tinggi kedudukannya.
Kurang lebih sepuluh tahun lamanya, Kiu Lo-mo menghilang dari
dunia persilatan karena mereka ditentang oleh sekelompok pendekar
yang sakti, di antara mereka adalah mendiang Pek I Lo-jin guru Cin
Hay. Selama sepuluh tahun menghilang, Kiu Lo-mo menyembunyikan
diri di pegunungan-pegunungan, di dalam guha-guha dan mereka itu
456 bukan bersembunyi karena takut kepada para pendekar, melainkan
diam-diam mereka itu menggembleng diri, menyusun kembali
kekuatan mereka setelah dicerai-beraikan oleh para pendekar.
Dan kini, Kiu Lo-mo telah kembali terjun ke dunia ramai. Mereka
bukan Kiu Lo-mo sepuluh tahun yang lalu. Mereka telah menjadi
lebih lihai dari pada dahulu. Dan mereka itu terjun ke dalam dunia
kang-ouw secara terpisah, mengusai beberapa daerah masing-masing
dan menyusun kekuatan sendiri dengan menalukkan para tokoh sesat
yang berkepandaian tinggi dan menarik mereka menjadi para
pembantu dan anak buah seperti yang dilakukan Hek-sim Lo-mo.
Karena selama ini selalu mendapatkan kemenangan, Hek-sim Lo-mo
terlalu mengagul- kan diri sendiri dan memandang rendah orang lain
sehingga di luar dugaannya, hari ini dia harus berhadapan dengan dua
orang muda yang ternyata amat lihai, membuat dia kehilangan
sepasang pedang dan semua pembantu utamanya, bahkan yang
menggagalkan dia memperoleh sepasang pedang yang dibuat dari
mustika Kim-san Liong-cu. Maka, dapat dimengerti betapa marah dan
sakit hati Hek-sim Lo-mo yang kini harus menghadapi dua orang
lawan itu. "Keparat, jangan kira aku takut kepada kalian!" Dan ketika tangan
kanannya bergerak ke arah pinggangnya, dia telah melolos sebatang
sabuk rantai baja hitam yang panjangnya ada dua meter, tebal dan
nampak berat sekali. Dia memutar benda itu dan nampaklah sinar
hitam bergulung-gulung, mengeluarkan suara bercuitan dan angin
mendesir menyambar-nyambar ke depan.
457 Cin Hay dan Liong-li maklum akan kelihaian kakek ini, maka
merekapun tidak berani memandang ringan walaupun kakek itu telah
kehilangan sepasang pedangnya. Mereka lalu meloncat ke kanan kiri
untuk mengeroyok Iblis Tua Berhati Hitam itu, memutar pedang
masing-masing sehingga kini ada gulungan sinar putih dan hitam yang
terang menyambar dari kanan kiri.
Kakek iblis itu memiliki banyak macam ilmu silat dan kini dia
mainkan sabuk rantai bajanya dengan dahsyat. Tubuhnya kadangkadang membuat gerakan seperti ular, dan yang amat berbahaya
adalah ketika lengannya kadang-kadang mulur sampai dua meter
sehingga senjatanya menjadi semakin jauh jangkauannya, dan
disamping sambaran rantai baja itu, juga tangan kirinya membantu
dengan tamparan atau cengkeraman yang tidak kalah berbahayanya
dibandingkan rantai bajanya.
Cin Hay dan Liong-li bersikap waspada. Mereka tahu bahwa tanpa
pedang pusakapun, kakek ini masih berbahaya bukan main, lebih
berbahaya dari binatang buas apapun. Bahkan mereka harus mengakui
bahwa selamanya belum pernah mereka bertemu lawan selihai Heksim Lo-mo dan andaikata mereka itu harus menghadapi kakek itu
seorang diri saja, akan amat sukar bagi mereka untuk memperoleh
kemenangan, bahkan besar kemungkinan mereka akan roboh di
tangan kakek iblis yang amat lihai itu.
Hek-sim Lo-mo memang lihai bukan main. Tidak mengherankan
kalau dia setelah turun gunung, berhasil menjadi beng-cu, sebutan
bagi seorang pemimpin karena dia memang dianggap sebagai
pemimpin oleh semua golongan sesat, menjadi beng-cu yang
menguasai seluruh wilayah He-nan dan Shan-tung.
458 Sebagai seorang datuk sesat di dunia persilatan, dia merupakan
seorang yang sudah matang. Dia berhasil menghimpun tenaga khikang yang amat kuat sehingga dengan tenaga itu dia mampu
melakukan sihir. Di samping tenaga sinkang yang besar, yang membuat tubuhnya
kebal, dia juga memiliki ginkang yang tinggi, yaitu ilmu meringankan
tubuh yang dapat membuat dia bergerak seperti seekor burung saja.
Semua ini ditambah lagi ilmu silat yang bermacam-macam dan penuh
daya muslihat, dan ilmunya membuat kedua lengannya mulur juga
amat berbahaya bagi lawan.
Akan tetapi, sekali ini dia menghadapi dua orang lawan yang biarpun
masih muda, namun memiliki kepandaian yang tinggi. Tan Cin Hay
telah mewarisi ilmu kepandaian mendiang Pak I Lojin yang amat
sakti, apa lagi kini dia memegang Pek-liong-kiam. Dari gurunya, di
antara ilmu-ilmu silat lain, dia mempelajari ilmu yang hebat, yaitu
Pek-liong Sin-kun (Silat Sakti Naga Putih) dan kini, dengan pedang di
tangan, dia mainkan ilmu silat itu yang dapat dimainkan dengan
pedang. Dan ternyata, pedang Pek-liong-kiam itu sungguh cocok sekali untuk
dimainkan dengan ilmu silat Pek-liong Sin-kun dan dalam perkelahian
ini, terciptalah ilmu pedang Pek-liong Kiam-sut yang kelak akan
semakin disempurnakan oleh Cin Hay, ilmu silat pedang berdasarkan
ilmu silat tangan kosong Pek-liong Sin-kun.
Adapun lawan kedua dari kakek iblis itu adalah Hek-liong-li, seorang
wanita muda yang telah mewarisi ilmu-ilmu yang ampuh dari Huangho Kui-bo, seorang nenek tua renta yang dahulunya juga merupakan
459 tokoh besar di dunia persilatan. Huang-ho Kui-bo, walaupun
julukannya Kui-bo (Biang Iblis), namun ia tidak dapat digolongkan
penjahat, juga bukan seorang pendekar yang menentang para penjahat.
Ia berdiri di antara dua golongan itu dan kalau ia dijuluki Kui-bo
adalah karena kesaktiannya dan karena keganasannya tidak pernah
mau memberi ampun kepada orang yang berani menentangnya.
Dari gurunya itu, Liong-li menerima banyak macam ilmu silat yang
hebat, dahsyat dan ada pula yang keji. Kini, dengan pedang Hekliong-kiam di tangan, ia seperti seekor harimau yang memiliki sayap!
Dua kali sudah ujung rantai baja yang panjang itu buntung ujungnya
sehingga panjangnya berkurang banyak, walaupun ketika ujung rantai
bertemu pedang, saking kuatnya tenaga yang berada pada rantai itu,
Cin Hay dan Liong-li terhuyung ke belakang.
"Haiiiiiittt!" Tiba-tiba kakek itu mengeluarkan teriakan nyaring,
matanya mencorong lalu disambungnya dengan mulut berkemakkemik dan diapun berteriak lagi, "Lihat, aku telah berubah menjadi
dua orang!" Cin Hay dan Liong-li terkejut ketika tiba-tiba mereka melihat kakek
itu berubah menjadi dua. Akan tetapi Liong-li mengeluarkan bentakan
melengking dan Cin Hay berkata dengan suara yang mengandung khikang.
"Tak perlu bermain sulap, Lo-mo. Kami tidak dapat kaupengaruhi!"
Dan dengan pengerahan tenaga khi-kang, dua orang muda itu dapat
membuyarkan ilmu sihir lawan dan mereka melihat bahwa kakek itu
hanya seorang saja, bukan dua seperti tadi.
460 "Haaaaaahhhh! Berlutut kalian! Berlutut kataku......!!" kembali kakek
itu membentak, di dalam suaranya terkandung getaran yang amat
hebat dan kuat sekali sehingga Liong-li merasa betapa kedua kakinya
lemas! Akan tetapi Cin Hay yang sudah siap siaga, dapat menahan serangan
gelombang getaran sihir itu dan pada saat Hek-sim Lo-mo
menggerakkan rantai untuk melancarkan serangan maut terhadap
Liong-li yang masih termangu karena kedua kakinya seperti tiba-tiba
menjadi lemas yang memaksanya untuk berlutut akan tetapi ia
pertahankan, Cin Hay yang tidak terpengaruh, cepat meloncat ke
depan dan menggunakan pedangnya untuk menangkis rantai yang
menyambar ke arah kepala Liong-li itu.
"Tranggg......!" Kembali ujung rantai itu putus dan Cin Hay terhuyung
ke belakang. Hek-sim Lo-mo marah sekali. Dia sudah mulai lelah setelah lebih dari
seratus jurus mereka berkelahi dan dia selalu berada di pihak yang
terdesak dan repot. Dan pada saat dia hampir memperoleh
kemenangan, hampir dapat membunuh gadis berpakaian hitam itu, Cin
Hay menggagalkan serangannya, bahkan membuat rantainya kembali
putus ujungnya. Kemarahan yang meluap-luap membuat dia menjadi mata gelap.
Rantai bajanya tinggal pendek dan dengan sekuat tenaga dia
melontarkan sisa rantai baja itu ke arah kepala Cin Hay yang sedang
terhuyung ke belakang. Cin Hay yang tetap waspada itu mengangkat pedangnya untuk
menangkis dan kembali lengannya terasa gemetar saking kuatnya
461 lontaran rantai itu, namun dia berhasil menangkis sehingga rantai itu
terlempar ke samping. Akan tetapi pada saat itu, tubuh yang tinggi
besar itu sudah menerkamnya dari depan dengan dahsyatnya! Kiranya,
begitu melontarkan rantainya, Hek-sim Lo-mo yang sudah mata gelap
itu langsung menubruk dan menerkam ke arah Cin Hay.
Terkaman itu dilakukan tanpa diduga-duga oleh Cin Hay bahwa
lawannya akan senekat itu. Dia tidak mungkin mengelak kecuali
meloncat ke belakang dan menusukkan pedangnya ke depan pula,
selain untuk melindungi tubuhnya, juga untuk menyerang. Kalau
kakek itu melanjutkan terkamannya, sebelum terkaman berhasil, tentu
dadanya akan ditembusi Pek-liong-kiam yang ditusukkan ke depan.
Betapa heran dan kagetnya hati Cin Hay ketika melihat bahwa kakek
itu tidak menarik kembali terkamannya!
"Cappp...... Pedang Pek-liong-kiam memasuki dada Hek-sim Lo-mo,
akan tetapi tiba-tiba Cin Hay merasa betapa dua buah tangan yang
berjari panjang dan kuat, bagaikan dua jepitan baja telah mencekik
lehernya! Samar-samar dia teringat bahwa kakek itu tentu
menggunakan ilmunya yang dapat membikin kedua lengan kakek itu
mulur sampai panjang! Namun, terlambat dia teringat akan kemungkinan ini karena kedua
tangan itu telah mencekiknya dengan kekuatan yang luar biasa dan
biarpun Cin Hay sudah mengerahkan seluruh tenaga sin-kang untuk
melindungi lehernya, tetap saja jari-jari tangan itu menekan
sedemikian kuatnya sehingga dia tidak mampu bernapas lagi!
Matanya terasa panas, kepalanya berdenyut seperti akan meledak
karena agaknya semua jalan darah yang menuju ke kepala, terhenti di
462 leher, tertahan oleh cekikan yang amat kuat itu. Dalam keadaan
setengah kehilangan kesadaran itu, Cin Hay masih memegang gagang
pedangnya dengan erat karena dia tidak ingin pedangnya itu terampas
lawan. Sementara itu, Liong-li sudah dapat membebaskan diri dari keadaan
termangu karena kedua kakinya merasa lemas sebagai akibat pengaruh
ilmu sihir Hek-sim Lo-mo. Begitu sadar, ia melihat betapa Cin Hay
berada dalam keadaan gawat dan terancam bahaya maut.
Liong-li dapat menduga bahwa orang sejahat Hek-sim Lo-mo, sampai
bagaimanapun jua tidak akan mau melepaskan cengkeraman kedua
tangannya dari leher Cin Hay yang tercekik. Buktinya, jelas betapa
Pek-liong-kiam telah tertanam ke dalam dada kakek itu, namun
dengan wajah beringas dan mata merah, kakek itu tetap mencekik
dengan pengerahan tenaga terakhir. Agaknya dia hendak mengajak
Cin Hay mati bersama! Dan Cin Hay tidak dapat berbuat sesuatu dengan tangan kirinya
karena tubuh kakek itu cukup jauh, jarak yang hanya dapat dicapai
oleh kedua lengan kakek itu yang memanjang. Usaha Cin Hay untuk
melepaskan cekikan itu dengan tangan juga sia-sia dan tenaga pemuda
itu semakin lemah karena dia membutuhkan hawa yang tertutup oleh
cekikan. Liong-li maklum bahwa kalau ia tidak cepat turun tangan, tentu nyawa
Cin Hay terancam bahaya maut. Maka iapun bergerak maju, pedang
Hek-liong-kiam di tangannya menyambar dua kali.
"Crok! Crokk!!" Kedua lengan Hek-sim Lo-mo terbabat buntung
sebatas siku dan ketika kaki Liong-li menendang, tubuh kakek yang
463 sudah tidak berlengan dan yang dadanya sudah ditembusi Pek-liongkiam itu terlempar dan menimpa empat ekor ular besar yang sedang
mengamuk di antara ular-ular kecil.
Begitu tertimpa tubuh yang mandi darah itu, empat ekor ular besar itu
dan belasan ekor ular kecil menjadi marah dan mereka semua segera
menyerang tubuh Hek-sim Lo-mo yang masih berkelojotan!
Kakek ini memang memiliki tubuh yang kuat dan nyawa yang ulet
sekali. Biarpun dadanya sudah ditembusi pedang Pek-liong-kiam dan
kedua lengannya sudah buntung, akan tetapi dia masih sadar
sepenuhnya. Melihat dirinya yang sudah tidak berdaya itu dikeroyok
ular, dia terbelalak dan ketakutan!
Sungguh aneh sekali. Datuk iblis yang biasanya suka menyiksa orang,
bahkan entah berapa orang korbannya yang mati dikeroyok oleh ularularnya, kini menghadapi serangan ular-ularnya, dia menjadi
ketakutan dan mulailah dia berteriak-teriak!
Dia hendak bangkit dan hendak melarikan diri, akan tetapi kedua
kakinya digigit ular besar dan dia roboh kembali, meronta-ronta dan
memekik-mekik, kemudian, seekor ular besar membuka moncongnya
lebar-lebar dan mencaplok kepala Hek-sim Lo-mo. Barulah pekikan
yang mengerikan itu terhenti dan hanya tubuh itu yang masih
bergerak-gerak, akan tetapi hanya sebentar.
Liong-li membuang muka dan cepat menghampiri Cin Hay. Pemuda
ini duduk memegangi pedang, terengah-engah dan mengurut lehernya
dengan tangan kiri. Leher itu membengkak dan membiru, akan tetapi
ketika Liong-li membantunya mengurut dan memijat, sebentar saja
kesehatannya sudah pulih kembali.
464 "Liong-li, terima kasih...... engkau telah menyelamatkan nyawaku,"
kata Cin Hay. Liong-li tersenyum. "Sudahlah, aku hanya membayar hutangku
kepadamu. Lebih baik kita memikirkan Tek Hin......"


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah, celaka! Mudah-mudahan aku tidak terlambat!" Cin Hay terkejut
ketika teringat akan temannya itu dan dia lalu meloncat dan berlari
cepat menuju ke kota Lok-yang.
Sambil tersenyum Liong-li juga berlari cepat, akan tetapi sekali ini ia
harus mengakui keunggulan Cin Hay. Kini pemuda itu tidak berpurapura lagi dan benar-benar mengerahkan seluruh kepandaiannya berlari
cepat dan ternyata Liong-li tidak mampu menandinginya. Tahulah ia
kini bahwa dahulu Cin Hay telah mengalah kepadanya! Ia menjadi
semakin kagum. "Y" Jai-hwa Kongcu Lui Teng memondong tubuh yang hangat itu dengan
senyum cerah di bibirnya. Gadis baju hijau yang selama ini
dirindukannya kini telah berada dalam pondongannya.
Hong Ing tidak berdaya. Tubuhnya lemas tak mampu bergerak
sehingga ketika Lui Teng yang memondongnya dan membawanya
pergi itu beberapa kali menciumnya, iapun hanya dapat memejamkan
mata saja karena tidak mampu mengelak atau meronta. Hanya
pandang matanya saja bernyala penuh kebencian.
Sementara itu, Tek Hin yang juga tertotok lemas, dibawa oleh anak
buah penjahat. Mereka membawa lari Hong Ing dan Tek Hin,
465 membawa mereka kembali ke Lok-yang seperti yang diperintahkan
Hek-sim Lo-mo. Jai-hwa Kongcu Lui Teng maklum bahwa dia dan anak buah penjahat
disuruh menyingkirkan dua orang tawanan itu agar jangan sampai
diselamatkan oleh Tan Cin Hay dan Hek-liong-li. Dua orang tawanan
ini masih ada gunanya, setidaknya sebagai sandera dan kalau perlu
untuk memaksa dua orang muda yang lihai itu untuk menyerah. Dan
dia melihat kesempatan baik terbuka baginya. Gadis baju hijau itu
sepenuhnya berada di dalam kekuasaannya.
Ketika dia dan anak buahnya tiba di gedung besar tempat tinggal Heksim Lo-mo, dia menyuruh anak buahnya melemparkan tubuh Tek Hin
yang masih tertotok itu ke atas lantai dalam kamar di mana kedua
orang itu biasanya ditahan. Kemudian dia menyuruh para anak
buahnya melakukan penjagaan ketat di luar gedung dan dia sendiri
membawa tubuh Hong Ing yang masih dipondongnya ke atas
pembaringan! Dan tanpa malu-malu, tanpa menghiraukan Tek Hin yang rebah di
atas lantai dan memandang dengan mata melotot, Jai-hwa Kong-cu
Lui Teng lalu membelai-belai dan menciumi wajah Hong Ing yang
masih tidak berdaya dan tidak mampu bergerak.
"Jahanam keparat! Anjing busuk hina dina. Awas kau, akan
kulaporkan kepada Hek-sim Lo-mo agar engkau dihajar sampai
mampus kalau kau tidak menghentikan perbuatanmu yang kotor ini!"
Hong Ing hanya dapat berkata dan memaki-maki tanpa mampu
mengelak ketika Jai-hwa Kongcu Lui Teng mencium mulutnya
sampai lama sekali dan yang membuatnya terengah-engah.
466 Melihat itu, Tek Hin marah bukan main, juga timbul kekhawatiran di
dalam hatinya kalau-kalau penjahat cabul itu akan berbuat lebih jauh
lagi dan memperkosa Hong Ing yang tidak berdaya.
"Anjing kotor! Akupun akan melapor kepada Hek-sim Lo-mo dan
hendak kulihat bagaimana engkau akan melawan dia nanti!" katanya
mengancam. Akan tetapi yang diancam itu bahkan tertawa bergelak. "Ha-ha-ha,
boleh saja kalian mengoceh dan mengancam. Tahukah kalian bahwa
kalau dua orang bocah sombong itu sudah berhasil dibunuh, kalian
berdua akan diserahkan kepadaku" Aku akan menyerahkan engkau
kepada Kiu-bwe Mo-li, Tek Hin. Dan engkau, manis, engkau akan
kuajak bersenang-senang sampai sepuasmu, ha-ha-ha! Sekarang akan
keselidiki apakah mereka sudah berhasil membunuh dua orang bocah
sombong itu!" Jai-hwa Kongcu Lui Teng lalu berteriak memanggil penjaga. Dua
orang berlari mendatangi dan dengan suara lantang Lui Teng berkata
kepada mereka. "Suruh sediakan arak dan daging ke sini untukku, dan seorang lagi
pergilah cepat ke tempat perkelahian tadi. Lihat apakah dua orang
bocah sombong itu telah mampus, dan cepat laporkan kepadaku!"
Dua orang penjaga itu mengangguk lalu meninggalkan kamar
tawanan. Tak lama kemudian, Jai-hwa Kongcu Lui Teng sudah
menghadapi hidangan yang mengepul panas dan seguci arak yang
wangi. 467 "Manis, engkau lapar, bukan" Mari kita makan, kutemani engkau atau
engkau menemani aku" Ha-ha-ha, katakan engkau mau makan dan
aku akan membebaskan totokanmu."
"Tidak sudi! Lebih baik aku mati kelaparan dari pada harus makan
bersamamu!" kata Hong Ing, menahan turunnya air matanya karena
sesungguhnya ia merasa ngeri, takut dan juga malu terhadap Tek Hin
yang tadi melihat betapa ia dibelai dan diciumi penjahat itu,
jantungnya berdebar penuh ketegangan dan ketakutan yang ditahantahan dan hendak disembunyikan, karena ia tidak ingin penjahat yang
dibencinya itu melihat bahwa ia ketakutan.
Jawaban Hong Ing itu hanya disambut oleh Lui Teng dengan senyumsenyum saja. Dia membayangkan betapa akan manisnya kalau gadis
yang kini melawan dan marah-marah, membencinya ini, kelak akan
menyerahkan diri kepadanya. Makin besar kebencian dan
perlawanannya, kalau kelak menyerah akan semakin terasa manis!
Diapun lalu duduk menghadapi meja dan makan minum dengan
lahapnya, sengaja mengeluarkan suara untuk membikin kedua orang
itu tersiksa. Akan tetapi, baik Tek Hin maupun Hong Ing sama sekali tidak mau
menengok ke arah dia duduk, Tek Hin diam-diam membayangkan apa
akan jadinya dengan dirinya dan Hong Ing kalau sampai Cin Hay dan
Liong-li benar-benar dapat dikalahkan oleh Hek-sim Lo-mo dan para
pembantunya. Dia memutar otak bagaimana agar dapat terbebas dari totokan
sehingga dia dapat melakukan perlawanan. Andaikan sampai dia dan
Hong Ing harus mati sekalipun dia tidak akan merasa penasaran. Akan
468 tetapi kalau harus mati dan mengalami penghinaam tanpa melawan
sedikitpun juga, sungguh matinya akan penasaran sekali.
Tak lama kemudian, tepat setelah Jai-hwa Kongcu Lui Teng selesai
makan minum, sisa makanan disingkirkan dan yang ditinggalkan
hanya seguci arak dan cawan arak, muncullah seorang penjaga yang
tadi bertugas melakukan penyelidikan ke luar kota melihat keadaan
mereka yang berkelahi. Dengan wajah pucat dan napas terengahengah karena baru saja berlari cepat-cepat, orang itu melaporkan
bahwa dua orang muda itu masih dikeroyok, akan tetapi dua orang
saudara kembar He-nan Siang-mo telah tewas, dan kini Beng-cu
sedang memanggil banyak sekali ular!
"Saya........ takut sekali dan segera lari untuk memberi kabar ke sini,
akan tetapi seorang kawan masih tinggal di sana dan mengintai untuk
nanti memberi laporan susulan," katanya mengakhiri laporannya, lalu
dia mengundurkan diri keluar dari kamar itu.
Song Tek Hin sengaja tertawa bergelak dan siasat ini memang sudah
sejak tadi dia rencanakan. "Ha-ha-ha, dua orang dari temanmu sudah
mampus dan sebentar lagi yang lain-lain pasti akan tewas di tangan
Tan-taihiap dan Hek-liong-li! Engkau sendiri, kalau saja bukan
seorang pengecut dan penakut besar, kalau saja engkau berani
membebaskan aku dari totokan, sudah sejak tadi tulang-tulangmu
kupatah-patahkan dan kepalamu kuhancurkan, isi perutmu
kukeluarkan. Ha-ha-ha!"
Wajah Jai-hwa Kongcu Lui Teng menjadi merah padam. Dia adalah
seorang penjahat besar yang sudah banyak pengalamannya dan cerdik
pula. Dia dapat menduga bahwa Song Tek Hin sengaja mengeluarkan
469 ucapan menghina itu untuk memancing kemarahannya dan agar dia
suka membebaskan totokan itu. Akan tetapi perasaan malu membuat
dia marah besar dan tidak dapat menahan dirinya. Kalau saja Tek Hin
tidak mengeluarkan ucapan itu di depan Hong Ing, tentu dia akan
mentertawakan saja tawanan itu, atau akan menyiksanya atau
membunuhnya tanpa membebaskan totokannya.
Akan tetapi, dia diejek dan dihina di depan gadis yang membuatnya
tergila-gila, maka dia merasa malu kalau tidak memperlihatkan
keberaniannya, agar makian pengecut dan penakut itu dapat
dihapusnya di depan gadis manis itu. Apa lagi dia tahu benar bahwa
biarpun Tek Hin pandai ilmu silat, namun bagi dia masih terlalu
rendah sehingga andaikata ada lima orang dengan tingkat kepandaian
seperti Tek Hin mengeroyoknya sekalipun, dia tidak akan kalah.
Maka, diapun dengan sekali loncat sudah mendekati Tek Hin yang
menggeletak tak mampu bergerak di alas lantai.
"TIKUS busuk, masih berani engkau bermulut besar" Engkau hendak
membunuhku" Kau" Hemm, hendak kulihat apa yang dapat
kaulakukan kepadaku!" Berkata demikian, cepat sekali tangan Jai-hwa
Kongcu Lui Teng bergerak menepuk tengkuk dan punggung Tek Hin
yang seketika mampu bergerak kembali. Akan tetapi tubuhnya masih
terasa kaku-kaku dan nyeri, maka dia bangkit duduk sambil
menggeliat untuk melemaskan tubuhnya.
"Bukk!" Lui Teng menendangnya sehingga dia terguling-guling, "Ha,
ha, hayo kau bangkit dan lawan aku, tikus sombong!" Lui Teng
tertawa dan maju mendekat.
470 Inilah yang dikehendaki oleh Tek Hin dan sejak tadi memang dia
sudah mencari akal bagaimana agar dia dapat dibebaskan dari totokan,
Dia tahu bahwa dia bukanlah lawan Jai-hwa Kongcu Lui Teng yang
lihai, akan tetapi dia tidak ingin mati konyol. Kalau dia dapat bergerak
dan melawan mati-matian biarpun akhirnya dia akan kalah dan tewas,
dia tidak penasaran karena mati dalam perlawanan dan perkelahian.
Mati sebagai seekor harimau jauh lebih berharga dari pada mati
sebagai seekor babi yang tidak mampu melawan.
Kalau tendangan yang dilakukan Lui Teng tadi dimaksudkan untuk
membunuh tentu kini Tek Hin sudah tidak mampu bangun kembali.
Akan tetapi, agaknya Lui Teng tidak tergesa-gesa hendak membunuh
Tek Hin, melainkan hendak memamerkan dulu keunggulannya di
depan Hong Ing dan menghajar Tek Hin sepuas hatinya.
Tek Hin meloncat bangun dan kini tubuhnya sudah terasa ringan dan
tidak kaku lagi. Maka diapun menerjang ke depan dan menyerang
dengan pukulan yang didukung oleh seluruh tenaganya, menghantam
ke arah dada Lui Teng. Akan tetapi, yang dipukul itu tenang-tenang
saja, setelah pukulan Tek Hin menyambar dekat, barulah dia
menangkis sambil mengerahkan tenaga.
"Dukkk!" Ketika kedua lengan bertemu, Tek Hin yang kalah tenaga
merasa lengannya nyeri dan tubuhnya terdorong miring. Lui Teng
menggerakkan tangan amat cepatnya dan dia sudah memukul pundak
Tek Hin dengan tangan terbuka.
"Plakk!" Tubuh Tek Hin terpelanting dan sebelum dia dapat bangkit
berdiri lagi, Lui Teng sudah menyusulkan tendangan ke arah
punggungnya. 471 "Desss!" Kembali tubuh Tek Hin terguling-guling dan menabrak
dinding ruangan itu. Ketika dia bangkit lagi, darah mengalir dari ujung
bibirnya yang pecah. Akan tetapi sedikitpun Tek Hin tidak kelihatan
takut dan dia sudah meloncat dan menyerang lagi, kini dengan kedua
tangan bertubi-tubi melakukan serangan pukulan. Akan tetapi,
kembali Lui Teng meloncat ke samping dan kakinya mencuat dengan
kecepatan kilat. "Bukk!" Perut Tek Hin tertendang dan dia terjengkang, lalu roboh
terbanting keras. Dia meringis kesakitan dan kepalanya terasa pening
karena kepalanya terbanting ke atas lantai, akan tetapi dia sudah
merangkak dan bangkit lagi.
"Ha-ha-ha, macam engkau ini mau membunuh aku" Hayo cepat
bunuh, hayo patahkan tulang-tulangku, hancurkan kepalaku dan
keluarkan isi perutku, ha-ha-ha!"
Tek Hin menubruk, akan tetapi disambut dengan tendangan lagi yang
membuat dia untuk kesekian kalinya terpelanting keras. Melihat
betapa Tek Hin dihajar, Hong Ing berteriak dari atas pembaringan,
"Pengecut besar, hayo bebaskan totokanku kalau engkau berani! Aku
akan membunuhmu!" Akan tetapi, Lui Teng menoleh dan tersenyum, "Manis, tenanglah.
Engkau akan mendapat giliranmu nanti, heh-heh!"
Selagi dia menoleh, Tek Hin mempergunakan kesempatan itu untuk
menerjangnya dengan serangan yang nekat. Dia berhasil menerkam
dan mencengkeram dada dan leher Lui Teng yang tadi lengah karena
menoleh dan bicara dengan Hong Ing.
472 "Ehh.......!!" Dia terkejut juga ketika tahu-tahu Tek Hin sudah
mencekik leher dan mencengkeram dadanya. Namun dengan
kecepatan luar biasa dan dengan pengerahan tenaga, Lui Teng
mengangkat lututnya yang memasuki perut Tek Hin dan kedua
tangannya bergerak merenggut jari-jari kedua tangan Tek Hin, lalu
mendorong. "Bressss......!" Kembali Tek Hin terjengkang dan terbanting, dan
hanya secuil baju Lui Teng saja yang terobek dan tertinggal dalam
tangan Tek Hin. Kini Lui Teng menjadi marah sekali. Biarpun terkaman tadi tidak
mendatangkan luka, hanya sedikit kenyerian pada kulit leher dan
dada, namun cukup membuat dia mendongkol sekali dan sebelum Tek
Hin dapat bangkit kembali, diapun mulai menghajar pemuda itu
dengan tendangan-tendangan!
Tubuh Tek Hin terguling-guling dan darah bercucuran keluar dari
hidung yang terkena tendangan, dan dia sudah tidak dapat melawan
sama sekali. Tek Hin menanti datangnya tendangan atau pukulan maut
yang akan merenggut nyawanya. Akan tetapi dia merasa puas karena
dia sudah sempat melawan dan akan tewas sebagai seorang gagah
yang kalah dalam perkelahian.
Pada saat itu, seorang penjaga berlari masuk dan munculnya orang ini
menghentikan Lui Teng dari amukannya terhadap tubuh Tek Hin yang
sudah tidak berdaya itu. "Kongcu......" kata orang itu terengah-engah. Dia adalah orang yang
mengintai apa yang terjadi di tempat pertempuran di luar kota.
"Semua teman kongcu telah tewas! Semua tewas oleh Liong-li dan
473 pemuda pakaian putih itu! Dan sekarang mereka berdua sedang
dikepung oleh barisan ular yang dikerahkan Beng-cu. Aku takut sekali
dan ngeri, lalu cepat pulang untuk memberi laporan."
Terkejut juga hati Lui Teng mendengar berita ini. Semua temannya
mati" Tok-gan-liong Yauw Ban, Kiu-bwe Mo-li dan si kembar He-nan
Siang-mo telah tewas oleh Tan Cin Hay dan Hek-liong-li! Akan
tetapi, mereka kini dikepung ular-ular yang dikerahkan oleh Hek-sim
Lo-mo! Tentu mereka akan mampus, dan bukankah di sana masih ada
Hek-sim Lo-mo" "Bawa dia keluar! Boleh kalian siksa dan bunuh dia!" katanya.
Orang itu mengangguk, lalu bangkit dan menyeret Tek Hin keluar dari
dalam kamar itu. Lui Teng menutupkan pintu kamar itu dan
menghampiri pembaringan di mana Hong Ing masih rebah miring dan
belum dapat menggerakkan kaki tangannya, dan matanya terbelalak
penuh kengerian memandang kepada pemuda cabul itu.
Lui Teng tersenyum, menggunakan jari tangannya mencolek dagu
yang manis itu. "Nah, sekarang tiba giliranmu, manis. Engkau ingin
bebas" Boleh, kubebaskan karena akupun tidak senang dilayani
seorang wanita yang tidak mampu bergerak seperti mayat. Nah,
engkau boleh mencoba melawanku, atau engkau menyerahkan diri
dengan suka rela melayani aku. Boleh kaupilih!"
Tiba-tiba jari-jari tangannya menotok punggung dan seketika Hong


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ing dapat menggerakkan kembali kaki tangannya. Akan tetapi pada
saat itu, Lui Teng sudah menubruknya, mendekap dan mencoba untuk
menciumi muka dan bibirnya.
474 Ketika tiba-tiba dapat bergerak, Hong Ing segera meronta dan
memukul, mendorong Lui Teng yang menciuminya penuh nafsu. Lui
Teng melepaskan pelukannya sambil tertawa, melompat turun dari
atas pembaringan. Timbul kegembiraannya untuk mempermainkan
gadis ini, seperti seekor kucing mempermainkan seekor tikus sebelum
diterkam dan diganyangnya.
Hong Ing juga melompat turun dan iapun mulai menyerang dengan
nekat! Untuk beberapa belas jurus lamanya, Lui Teng melayaninya,
mengelak dan menangkis, kemudian tiba-tiba tangannya menampar
dari samping. Cepat sekali tamparannya itu dan tentu akan mengenai
kepala Hong Ing kalau saja tangan itu tidak merubah arahnya, turun
dan tahu-tahu mencengkeram baju di pundak Hong Ing.
"Bretttt.......!" Dengan tenaganya yang kuat sekali, sekali renggut saja
baju itu terobek dan terlepas dari tubuh atas Hong Ing sehingga
nampak baju dalam warna merah muda di baik baju hijau yang
direnggut lepas tadi. "Aduh, manisnya!" Lui Teng menggoda dan mencium baju itu lalu
dilemparkannya baju itu ke atas meja.
Hong Ing marah bukan main, marah dan malu, akan tetapi ia tidak
mempunyai sesuatu untuk menutupi tubuh atas yang hanya ditutup
baju dalam yang amat tipis itu, dan dengan nekat untuk mengadu
nyawa, iapun menyerang lagi. Kakinya menendang- nendang dengan
cepat dan kuat. Kembali Lui Teng melayaninya sambil mentertawakan dan menggoda
sehingga Hong Ing menjadi semakin marah. Tiba-tiba, ketika kaki
kanannya menendang, dari samping Lui Teng menggerakkan
475 tangannya dan berhasil menangkap pergelangan kaki gadis itu dengan
tangan kiri, lalu tangan kanannya mencengkeram dan merenggut
dengan kuat. "Bretttt......!" Kini celana bijau itulah yang robek-robek dan terlepas.
Tali pinggang dan kancing-kancingnya putus dan di lain saat, celana
hijau itu telah berada di tangannya.
Hong Ing terbelalak! Kini seluruh tubuhnya hanya tertutup oleh
pakaian dalam yang tipis sekali. Akan tetapi apa yang dapat ia lakukan
kecuali mengamuk semakin nekat" Ia tidak lagi memperdulikan
keadaan pakaiannya, hanya menyerang semakin hebat seperti seekor
harimau yang tersudut. Ia ingin mati dalam perkelahian itu!
Akan tetapi, kepandaiannya jauh di bawah tingkat Lui Teng yang
dengan mudah mempermainkannya. Sambil tertawa-tawa Lui Teng
mengelak dan menangkis dan pada suatu saat, dia berhasil,
menangkap kedua pergelangan tangan gadis itu, diringkusnya ke
belakang dan sekali renggut, terdengar bunyi kain robek dan kini
Hong Ing sudah berada dalam rangkulannya! Akan tetapi, ketika
pemuda itu mencoba untuk menciumnya, Hong Ing membuka mulut
dan mencoba untuk menggigitnya! Lui Teng mengelak dan
mengangkat tubuh Hong Ing, Ialu melemparkannya ke atas
pembaringan! Sekarang barulah Hong Ing ketakutan setengah mati! Ia tahu bahwa
segala usahanya untuk meronta akan gagal. Orang itu terlampau kuat
dan terlampau pandai. Biarpun demikian, ia mengambil keputusan
untuk mempertahankan kehormatannya sampai mati, dan kalau
sampai ia tidak berhasil dan diperkosa, ia akan membunuh diri!
476 Sambil menyeringai menyeramkan, Lui Teng menghampiri
pembaringan, kedua tangannya mulai meraba-raba kancing bajunya
dan gerakan ini membuat Hong Ing semakin ketakutan, memandang
dengan mata terbelalak. Semua akalnya sudah hilang dan ia tidak tahu
apa yang harus dilakukannya. Ia hanya duduk meringkuk di sudut
pembaringan paling jauh dan berusaha sedapat mungkin untuk
menutupi tubuhnya dengan kedua tangan.
Pada saat Lui Teng melempar bajunya yang sudah terbuka dan
menjulurkan tangan ke arah Hong Ing, tiba-tiba terdengar suara keras.
"Braakkkkk......!! Daun pintu kamar itu jebol dan sesosok bayangan
putih berkelebat masuk ke dalam kamar itu.
Lui Teng terkejut dan menengok untuk lebih kaget lagi sampai
mukanya berubah pucat ketika dia mengenal siapa yang memasuki
kamar dengan paksa itu. Tan Cin Hay atau Pek-liong-eng!
Jai-hwa Kongcu Lui Teng menjadi ketakutan! Munculnya pemuda
berpakaian putih itu hanya berarti bahwa Hek-sim Lo-mo gagal
membunuh dua orang muda itu, dan mungkin malah Beng-cu itu telah
tewas. Dia menoleh ke arah jendela karena dia ingin melarikan diri, maklum
bahwa dia tidak akan menang melawan pemuda berpakaian putih itu.
Dan menuruti hatinya yang penuh rasa takut, tiba-tiba Jai-hwa Kongcu
Lui Teng meloncat ke arah jendela kamar itu untuk melarikan diri!
477 Akan tetapi, bayangan putih berkelebat didahului gulungan sinar putih
dan tubuh Lui Teng terkulai di bawah jendela, mandi darah dan tewas
karena jantungnya telah ditembusi pedang Pek-liong-kiam di tangan
Tan Cin Hay! Cin Hay menoleh ke arah pembaringan, Gadis itu sudah rebah
telentang dalam keadaan pingsan! Saking merasa ngeri menghadapi
ancaman perkosaan atas dirinya, gadis yang tabah itu akhirnya tidak
tahan dan jatuh pingsan pada saat pintu kamar itu pecah berantakan.
Rasa ngeri yang sudah sampai di puncaknya, porak poranda karena
harapan baru yang muncul ketika daun pintu jebol, membuat Hong
Ing tak sadarkan diri. Cin Hay berdiri di tepi pembaringan. Melihat wajah yang manis itu,
diam-diam Cin Hay mengerti mengapa Lui Teng tadi mati-matian
hendak memperkosa gadis ini, tidak takut lagi kepada pemimpinnya.
Siapapun akan tergila-gila oleh gadis seperti ini, pikirnya. Diambilnya
sehelai selimut yang masih terlipat di sudut pembaringan, lalu
ditutupinya tubuh itu dengan selimut, digulungnya dan diapun
memanggul tubuh Hong Ing yang sudah terbungkus selimut dan
sebelum dia keluar dari kamar, dia menyambar pakaian gadis itu yang
robek dan berserakan di atas lantai, lalu pakaian itu dia susupkan ke
dalam gulungan selimut pula. Dan keluarlah Cin Hay dari dalam
kamar itu, menuju ke ruangan dalam di mana terjadi hal lain yang
hebat! Ketika Song Tek Hin dalam keadaan seluruh tubuh nyeri-nyeri karena
hajaran Lui Teng diseret oleh penjaga itu keluar kamar, dia menurut
saja, akan tetapi diam-diam Tek Hin mengumpulkan kekuatannya.
478 Untung bahwa tidak ada tulang di tubuhnya yang patah-patah, dan
luka-lukanya hanya luka luar saja, tubuhnya matang biru dan
bengkak-bengkak, dari hidung dan mulutnya mengalir darah karena
tamparan Lui Teng yang memecahkan bibirnya dan membuat
hidungnya berdarah. Dia diseret ke tengah ruangan di mana masih ada duabelas orang
penjaga yang berkumpul. Wajah para penjaga itu tegang sekali karena
merekapun bingung dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan,
dan mereka khawatir kalau-kalau pimpinan mereka akan kalah oleh
dua orang muda yang lihai itu. Bahkan dua orang di antara mereka
tadi sudah lari untuk melapor dan minta bantuan kepada Kwaciangkun, komandan pasukan keamanan di benteng kota Lok-yang
yang sudah menjadi sahabat baik dari Hek-sim Lo-mo!
Begitu melihat Tek Hin diseret masuk dan penjaga yang menyeretnya
itu berkata, "Kong-cu telah menyerahkan orang ini kepada kita, boleh
kita siksa dia sampai mampus!" Semua penjaga yang sudah ketakutan
dan marah kepada musuh ini, segera mengepung dan berlumba untuk
memukuli Tek Hin. Akan tetapi pemuda ini sudah sejak tadi
mengumpulkan tenaga. Kini dia tahu bahwa dia terancam bahaya maut di tangan tigabelas
orang penjaga ini. Mereka tidaklah selihai Jai-hwa Kongcu Lui Teng,
pikirnya, maka bangkitlah semangatnya dan diapun mengamuk,
menghantam sana, menerjang sini dan tidak memperdulikan hujan
pukulan yang jatuh kepada tubuhnya. Semangatnya makin berkobar
ketika dia mendapatkan hasil dengan robohnya beberapa orang
pengeroyok. Akan tetapi, dia sendiri sudah semakin lemah, dihujani
479 pukulan dan dia terhuyung ke sana-sini seperti seekor jangkerik
sekarat dikeroyok sekumpulan semut.
Ketika keadaan Tek Hin gawat sekali karena kini para penjaga itu
saking marahnya sudah mencabut golok masing-masing, tiba-tiba
berkelebat bayangan hitam didahului sinar hitam bergulung-gulung
dan para penjaga itu roboh dan tewas seketika kena disambar oleh
Hek-liong-kiam di tangan Liong-li!
Tek Hin masih berdiri dengan tubuh bergoyang-goyang, dan dia
tersenyum melihat Liong-li yang berdiri dengan pedang di tangan dan
semua pengeroyok telah roboh.
"Hebat...... kau wanita hebat...... aku yakin engkau pasti datang
menolongku...... kau..... Liong-li yang cantik jelita dan hebat......" dan
diapun terguling dan tentu akan terbanting jatuh karena pingsan kalau
saja tidak cepat disambut oleh Liong-li.
Wanita ini merasa kagum sekali melihat keberanian Song Tek Hin,
juga terharu mendengar pujian menjelang pingsannya tadi.
Dipanggulnya tubuh itu dan dibawanya meloncat keluar.
Tiba-tiba terdengar derap banyak kaki kuda dari orang di luar gedung
itu. Agaknya serombongan besar orang berkuda dan berjalan kaki
menyerbu ke pekarangan gedung itu dan segera Liong-li melihat di
bawah sinar bulan betapa puluhan orang menyerbu masuk pekarangan
dan melihat pakaian mereka yang seragam, tahulah ia bahwa penyerbu
itu adalah pasukan keamanan kota!
Selagi ia termangu-mangu, tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan ia
melihat Cin Hay telah berdiri di dekatnya dan di pundak pemuda itu
480 terpanggul tubuh seorang gadis cantik yang dibungkus selimut! Liongli merasa geli dan iapun mengenal gadis yang tadi menjadi tawanan
bersama Tek Hin. Akan tetapi Cin Hay berkata dengan suara serius.
"Liong-li, mari kita cepat pergi. Mereka itu adalah pasukan keamanan
yang telah bersekutu dengan Hek-sim Lo-mo. Mari, lewat belakang
saja!" Tubuhnya berkelebat cepat dan Liong-li juga tidak membuang waktu,
cepat mengikuti Cin Hay. Dengan mempergunakan ilmu mereka
berlari cepat, biarpun masing-masing memanggul tubuh orang,
mereka dapat cepat keluar dari kota Lok-yang.
"Kita pergi ke petak rumput tepi sungai!" kata pula Cin Hay yang
setelah tiba di luar tembok kota mempercepat larinya.
Liong-li maklum tempat mana yang dimaksudkan, tentu tempat di
mana mereka tadinya menantang kepada Hek-sim Lo-mo untuk
bertanding. Iapun mempercepat larinya, akan tetapi tetap saja ia tidak
mampu menandingi Cin Hay dalam hal berlari cepat.
Bulan bersinar terang sehingga Liong-li dapat mencari tempat itu di
tepi sungai kecil yang jernih airnya, dan ketika ia tiba di situ, ia
berhenti melihat dari jauh betapa gadis itu merangkul leher Cin Hay
sambil menangis! Liong-li menahan ketawanya dan iapun mengambil
jalan lain, menuju ke tepi sungai yang agak jauh dari tempat Cin Hay,
terhalang banyak semak belukar sehingga mereka tidak dapat saling
lihat. Ketika Cin Hay menurunkan "buntalan selimut" itu, Hong Ing siuman
dari pingsannya. Begitu siuman, dan melihat dirinya dibungkus
481 selimut, tanpa disadarinya ia bangkit duduk dan bungkusan selimut
itupun terlepas dan ia bergidik. Lalu ia teringat dan memandang ke
kiri. Ia melihat Cin Hay duduk bersila di atas rumput dan pemuda ini
berkata halus. "Pakaianmu berada di dalam selimut itu, nona."
Hong Ing terkejut, lalu teringat bahwa tadi pintu kamar itu jebol ketika
ia hampir putus asa menahan Lui Teng yang hendak memperkosanya
dan biarpun batinnya terguncang hebat dan pandang matanya sudah
kurang terang, namun ia masih dapat melihat berkelebatnya bayangan
putih dan melihat munculnya seorang pemuda berpakaian putih yang
memegang sebatang pedang yang berkilauan sebelum ia jatuh
pingsan! Kini, melihat pemuda yang duduk bersila di dekatnya, pemuda yang
berwajah tampan dan halus, yang berpakaian serba putih sederhana, ia
teringat kesemuanya. Pemuda inilah yang telah menyelamatkannya
dari ancaman bahaya yang lebih hebat dari pada maut! Pemuda ini
telah menyelamatkan nyawanya, menyelamatkan kehormatannya!
Keharuan menggenangi perasaannya.
"Apakah..... apakah engkau... Tan-taihiap?" Ia teringat akan cerita
Song Tek Hin kepadanya. Cin Hay memandang kepadanya dan tersenyum. "Namaku Tan Cin
Hay, nona......" "Ahhh..., terima kasih, taihiap...... terima kasih..." dengan hati diliputi
penuh keharuan, Su Hong Ing lalu maju dan menjatuhkan dirinya
berlutut di depan pemuda yang bersila itu.
482 Tentu saja Cin Hay menjadi repot sekali! Dia memegang kedua
pundak wanita itu, mengangkatnya bangkit agar tidak berlutut.
Dilepasnya lagi pundak itu dan dia memandang penuh kagum.
Cin Hay adalah seorang laki-laki yang baru berusia duapuluh lima
tahun, tentu saja penglihatan di depannya itu, wajah yang cantik
manis, merasa betapa tubuh itu mengeluarkan hawa yang hangat,
ditambah sinar bulan yang romantis, tak dapat dicegah lagi diapun
terpesona. Sampai lama dia mengamati gadis itu, dan Hong Ing yang
berterima kasih, kagum dan maklum akan pandang mata yang penuh
kagum itu, menundukkan mukanya.
"Nona... kau...... kau sungguh cantik sekali...!" kata Cin Hay lirih dan
suaranya tersendat-sendat.
Hong Ing mengangkat mukanya, muka yang kini berubah merah dan
matanya bersinar-sinar. Ia merasa bahwa ia berhutang nyawa,
berhutang budi kepada pemuda perkasa yang seketika menarik hatinya
ini, dan seperti ditarik oleh besi semberani, gadis itupun
merangkulkan kedua lengannya ke leher Cin Hay, menyandarkan
mukanya di dada itu dan menangis!
Cin Hay tidak dapat berbuat lain kecuali merangkul dan memeluknya,
mengelus rambutnya dan hatinya diliputi rasa kasihan dan sayang.
Pada saat gadis itu merangkul dan menangis di dadanya itulah Liongli melihat dari jauh dan gadis itupun tersenyum geli, kemudian pergi
mencari tempat lain. Ketika Liong-li menurunkan tubuh Tek Hin dari pondongan atau
panggulannya ke atas rumput tebal, pemuda itu mengeluh, tanda
483 bahwa dia telah siuman dari pingsan. Begitu siuman, dia segera
teringat dan cepat dia bangkit duduk.
"Li-hiap (pendekar wanita), aku......" katanya dengan sinar mata penuh
kagum dan terima kasih yang mudah dilihat oleh Liong-li di bawah
sinar bulan. Liong-li cepat meletakkan jari tangannya di atas bibir
pemuda itu dan berkata lirih.
"Sshhhh, jangan banyak bicara dulu. Rebahlah, aku harus
memeriksamu, kalau-kalau engkau menderita luka dalam atau patah
tulang." Tek Hin merebahkan diri lagi telentang. Ah, jangankan hanya luka
dalam atau patah tulang, biar mati sekalipun dia tidak penasaran kalau
akhirnya dia dapat berduaan dengan pendekar wanita yang amat
dikaguminya ini! Berduaan di tempat sunyi, di malam hari terang


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bulan, dan wanita ini sekarang meraba-raba seluruh tubuhnya dengan
jari-jari tangan yang lembut dan hangat! Amboii! Sama sekali dia
tidak pernah mimpi akan dapat merasakan kemesraan seperti ini
dengan Liong-li! Liong-li memeriksa seluruh tubuh Tek Hin, memijat tulang-tulangnya,
meraba dengan telapak tangan untuk memeriksa kalau-kalau ada
tulang patah atau luka dalam yang berbahaya. Dan ia semakin kagum.
Pemuda ini bukan saja hebat semangatnya, gagah berani dan tidak
takut menghadapi kematian, akan tetapi selain tampan dan gagah juga
memiliki bentuk tubuh yang hebat! Seorang pria yang akan mudah
menundukkan hati wanita yang manapun juga, termasuk ia sendiri!
Hatinya tergerak dan ia tertarik sekali, apa lagi ia adalah seorang
wanita yang masih muda, baru berusia duapuluh tiga tahun, bagaikan
484 bunga sedang mekarnya. Pengalamannya dengan para pria dahulu
hanya merendahkan dan menghina dirinya. Ia hanya dijadikan korban,
menjadi alat pemuas nafsu para pria itu tanpa ia merasakan sedikitpun
kemesraan kasih sayang, sedikitpun tidak pernah merasakan cinta di
dalam hatinya, melainkan benci yang terselubung karena terpaksa.
Kini, melihat Song Tek Hin, hatinya mekar seperti kelopak bunga
menyambut embun pagi dan tanpa disadarinya, jari-jari tangannya
memancarkan gelora yang timbul dari hati yang menyayang.
"Bukan main!" katanya. "Engkau tidak apa-apa! Engkau dikeroyok,
dihajar oleh banyak orang, mengalami siksaan dan penahanan selama
berhari-hari, sampai mukamu bengkak-bengkak, kulitmu lembam dan
matang biru, akan tetapi sedikitpun engkau tidak menderita luka
dalam atau patah tulang! Song-toako, engkau sungguh gagah bukan
main!" Bagaikan mimpi rasanya Tek Hin mendengar betapa dari mulut
pendekar wanita yang dikaguminya itu meluncur sebutan "Songtoako" sedemikian merdunya! Merdu dan mesra.
Diapun bangkit dan segera menjatuhkan diri berlutut di depan gadis
pendekar itu, "Li-hiap, jangan menumpuk budi terlampau banyak
sampai aku merasa tidak kuat untuk menerimanya! Berkat
pertolonganmu yang dua kali, aku kini masih hidup, dan engkau
malah memuji-mujiku. Li-hiap, aku bersyukur dan berterima kasih
sekali kepadamu, dan kalau dalam kehidupan yang sekarang aku tidak
mampu membalas budi, biarlah di lain kehidupan mendatang aku akan
menjadi kuda tungganganmu!"
485 Wajah Liong-li berubah merah membayangkan betapa pemuda ini
menjadi kuda tunggangannya! "Ihh, jangan begitu, toako. Bangkitlah,
engkau lebih tua dariku, dan engkau begini gagah perkasa, tidak layak
kalau berlutut kepadaku!"
Liong-li memegang kedua pundak Tek Hin dan menariknya pemuda
itu bangkit duduk. Tek Hin memegang kedua lengan yang begitu
halus mulus kulitnya akan tetapi yang dia tahu menyembunyikan
tenaga dahsyat di dalamnya. Mereka masih saling pegang, dan duduk
berhadapan. Liong-li memegang kedua pundak pemuda itu dan Tek Hin
memegang kedua lengannya. Dua mata saling berpadu, penuh sinar
aneh dan agaknya cahaya bulan mendorongkan pengaruhnya kepada
dua hati itu sehingga tanpa diketahui lagi siapa yang mendahului,
tahu-tahu mereka sudah saling rangkul!
Perasaan kagum dan iba merupakan dua di antara perasaan-perasaan
yang berpengaruh kuat sekali terhadap pertumbuhan kasih sayang.
Dan kasih sayang antara dua jenis yang berlawanan selalu menjadi
makanan lunak bagi nafsu yang selalu mengintai untuk menerkam hati
yang dilemahkan oleh perasaan kasih sayang.
Kalau dua buah hati yang haus akan kemesraan belaian kasih sayang,
kalau dua buah hati yang mendambahkan curahan cinta bagaikan
bunga kekeringan mengharapkan tetesan embun, kalau dua buah hati
yang dirundung rindu dendam sudah saling bertemu dan bersatu padu,
maka dunia ini rasanya bagaikan sorga. Waktu tidak ada lagi, ruang
tidak ada lagi, aku dan engkau tidak ada lagi, yang ada hanyalah
kebahagiaan yang tak dapat diukur dan digambarkan lagi.
486 Tahu-tahu pagipun sudah menjelang, sinar matahari pagi mulai
memudarkan sinar bulan dan bintang-bintang di angkasa. Bersama
lenyapnya cahaya bulan yang mempesona dan menyihir hati, maka
kesadaranpun mulai kembali menguasai batin.
"Li-hiap......, benarkah engkau tidak mau hidup selamanya di
sampingku" Begitu tegakah engkau untuk meninggalkan aku lagi pagi
ini, setelah engkau merampas cintaku, merampas hatiku, merampas
segalanya yang ada padaku?"
Liong-li yang menyandarkan kepalanya di dada pemuda itu, menarik
napas panjang. Sepasang matanya masih sayu seperti orang
mengantuk, akan tetapi bibirnya tersenyum. "Alangkah indahnya
hidup ini! Alangkah akan bahagianya kalau aku dapat terus
begini......!" "Mengapa tidak, Li-hiap" Engkau dapat menjadi isteriku yang
terkasih! Aku akan mencintamu selama hidupku, sebagai suamimu,
dan kita akan hidup bersama selamanya......"
Liong-li menggeleng kepala. "Itu tidak mungkin, Song-toako. Sama
sekali tidak mung- kin, dan karena itu, maka pagi ini aku terpaksa
harus berpisah darimu. Kita harus berpisah dan biarlah semua yang
terjadi menjadi kenangan manis dalam kehidupan kita."
Tek Hin mendekap kepala itu ke dadanya erat-erat, seolah-olah kepala
itu sebuah mustika dan dia tidak mau kehilangan mustika itu, hendak
membenamkan di dalam dadanya agar selamanya tidak keluar lagi.
"Akan tetapi kenapa, Li-hiap" Kenapa tidak mungkin" Bukankah
engkau juga mencintaku seperti aku cinta padamu, Li-hiap?"
487 Liong-li mengangkat mukanya, merangkul leher di atas itu dan
menarik kepala Tek Hin turun, lalu bibirnya mengecup dagu pemuda
itu, "Aku sayang padamu, Song-toako, hal ini tentu engkau ketahui
dan boleh yakin. Akan tetapi, tidak semua cinta dan sayang harus
berakhir dengan pernikahan."
Ia lalu bangkit duduk dan menghadapi. pemuda itu, pandang matanya
penuh kesungguhan. "Dengar baik-baik, toako. Aku tidak mungkin
dapat hidup sebagai seorang isteri dan rumah tangga. Aku seorang
petualang dan hidupku penuh bahaya maut. Aku tidak mau membawa
engkau masuk ke dalam ancaman bahaya setiap waktu! Aku harus
hidup sendirian!" Dengan pandang mata sayu Tek Hin memandang wanita itu. Betapa
cantik jelitanya, dengan rambut yang agak awut-awutan seperti itu,
mata yang demikian tajam bersinar akan tetapi masih nampak
kesayuannya penuh kemesraan. "Li-hiap, aku bersedia untuk hidup
menghadapi tantangan bahaya maut di sampingmu!"
Kembali Liong-li menggeleng kepalanya. "Tidak mungkin, toako.
Pernikahan bukan hanya membutuhkan cinta kasih, lebih dari pada
itu! Selain cinta kasih, juga harus dilandasi saling pengertian, selera
yang sama, cara hidup yang sama. Kalau tidak, maka cinta itu akan
mudah goyah. Sudahlah, engkau percayalah bahwa aku, Lie Kim Cu,
selamanya tidak akan melupakan Song Tek Hin. Selamat tinggal!"
Tek Hin hendak bicara, akan tetapi tiba-tiba gadis di depannya itu
telah berkelebat menjadi sesosok bayangan hitam dan lenyap dengan
kecepatan seperti menghilang saja!
488 Tek Hin bangkit berdiri, memandang ke empat penjuru, akan tetapi
dia tidak melihat sesuatu, tidak mendengar sesuatu dan dengan kedua
kaki lemas dia menjatuhkan diri lagi di atas rumput, menelungkup dan
hidungnya masih dapat mencium bau sedap yang ditinggalkan tubuh
Liong-li, masih dapat merasakan kehangatan yang ditinggalkan tubuh
wanita itu pada rumput. Kalau saja dia seorang wanita lemah, bukan
seorang laki-laki jantan, tentu dia sudah menangis mengguguk!
Sementara itu di tepi sungai agak jauh dari situ, Hong Ing menangis
sambil merangkul pundak Cin Hay, menyembunyikan mukanya di
dada pendekar itu sehingga baju Cin Hay menjadi basah oleh air mata.
Cin Hay mengelus rambut yang halus itu dan menghibur.
"Sudahlah, Ing-moi, tenangkan hatimu."
"Tapi, tai-hiap...... begitu tegakah hatimu untuk meninggalkan aku"
Aku... aku ingin ikut denganmu selamanya, tai-hiap...... tidak ingin
berpisah lagi darimu..... biar aku menjadi bujangmu, menjadi
pelayanmu, aku.... aku...... bukankah kita saling mencinta, taihiap......?" kata Hong Ing di antara isak tangisnya.
Cin Hay mengangkat muka itu dengan memegang dagunya, lalu
mengecup bibir yang gemetar itu, mengecup pipi yang dibasahi air
mata. "Tentu saja aku cinta padamu, Hong Ing. Engkau seorang gadis
yang amat baik, gagah perkasa dan berbudi mulia, akan tetapi, sekali
lagi kujelaskan bahwa aku bukan seorang yang pantas menjadi suami
dan ayah. Hidupku mengharuskan aku menjadi seorang petualang,
pembasmi kejahatan dan hidupku bergelimang kekerasan dan selalu
terancam bahaya maut."
"Aku tidak takut........ !"
489 "Aku percaya, akan tetapi aku yang tidak ingin melihat engkau selalu
terancam bahaya. Tidak, engkau harus memperoleh jodoh yang cocok
bagimu. Engkau seorang gadis yang baik, aku hanya akan berdoa
untukmu, Ing-moi. Percayalah, aku selamanya takkan melupakanmu.
Selamat tinggal, Ing-moi, selamat tinggal dan semoga engkau
berbahagia!" "Tai-hiap......!" Hong Ing menjerit ketika tiba-tiba Cin Hay
melepaskan dirinya dan sekali berkelebat, hanya nampak bayangan
putih dan pemuda itu telah lenyap.
"Tai-hiap...... aahhh, tai-hiap......!" Dan gadis itupun menangis,
mengguguk sambil menelungkup di atas rumput.
Setelah tangisnya mereda, Hong Ing bangkit duduk, masih terisak dan
ia berkata seorang diri, "Tai-hiap... engkau meninggalkan aku...... apa
artinya lagi hidup bagiku" Tai-hiap, lebih baik aku mati saja..." Ia
bangkit berdiri dan pada saat itu terdengar suara halus di belakangnya.
"Hong Ing, jangan engkau berkata seperti itu!"
Hong Ing terkejut, penuh harap ia membalikkan tubuhnya. Kiranya
yang berdiri di depannya adalah Song Tek Hin.
"Ing-moi, tenangkanlah hatimu, sabarkanlah hatimu, aku... aku tahu
apa yang kausedihkan, Ing-moi. Aku sendiri juga amat kehilangan ia...
ia telah meninggalkan aku pula, seperti Tan-taihiap meninggalkanmu......"
490 Hong Ing merasa hatinya seperti ditusuk karena diingatkan dengan
nada penuh iba itu. Ia lalu lari menubruk Tek Hin dan menangis di
dada pemuda itu, seperti seorang anak kecil.
Tek Hin merangkul dan menarik napas panjang, mengelus rambut
gadis itu dengan hati penuh iba. Dia tahu bagaimana rasanya hati yang
ditinggal pergi kekasih, bukan hanya ditinggal pergi, melainkan juga
direnggut putus tali cinta kasihnya. Dia merasakan hal yang sama
seperti yang kini diderita Hong Ing.
"Ing-moi, engkau tentu mencinta Tan-taihiap, bukan?" tanyanya
halus, seperti kepada seorang adik.
Tanpa menjawab, dengan muka masih disembunyikan di dada itu,
dengan pundak masih terguncang oleh isak, Hong Ing mengangguk.
"Dan Tan-taihiap terpaksa meninggalkan engkau karena dia tidak
ingin engkau menjadi teman hidupnya?"
Kembali Hong Ing mengangguk, sesenggukan.
"Aku juga mengalami hal yang sama, Ing-moi. Aku mencinta Li-hiap,
dan iapun sayang padaku, akan tetapi, ia terpaksa meninggalkan aku
karena ia tidak ingin aku hidup selamanya di sampingnya."
Hong Ing terheran mendengar ini dan ia lalu melepaskan diri, mundur
dua langkah dan memandang kepada pemuda itu dengan muka basah
air mata, kini matanya terbelalak memandang pemuda itu. "Kau......
kau juga?" hanya demikian ia bertanya.
491 Tek Hin tersenyum, senyum yang pahit sekali dan mengangguk. Hong
Ing menghentikan tangisnya, kini hatinya diliputi rasa iba terhadap
pemuda itu. Keduanya menunduk sampai lama.
Tek Hin menarik napas panjang. "Mereka itu benar, Ing-moi. Kita
yang tidak tahu diri. Bagaimana mungkin dua orang pendekar sakti
seperti mereka itu mau berjodoh dengan orang-orang bodoh seperti
kita" Kehidupan mereka akan menjadi pincang dan kita hanya akan
menjadi beban mereka. Seekor naga tak mungkin berjodoh dengan
seekor ular. Burung-burung Hong seperti mereka tidak mungkin
berjodoh dengan burung-burung gagak seperti kita. Burung gagak
jodohnya juga burung gagak, seperti engkau dengan aku."
Hong Ing mengangkat mukanya dan matanya terbelalak, "Apa... apa
maksudmu, toako?" Tek Hin tersenyum, "Engkau mengalami patah hati dan kekecewaan
cinta, akupun demikian, Ing-moi. Engkau tahu, aku telah kehilangan
tunanganku Pouw Bi Hwa, dan sekarang aku kehilangan Hek-liong-li.
Sekarang barulah aku menyadari bahwa orang yang jauh lebih pantas
dan cocok untuk menjadi jodohku adalah engkau! Kita sama-sama
menderita kekecewaan, bagaimana kalau kita sama-sama berusaha
saling menghibur" Bersediakah engkau menjadi isteriku, Ing-moi?"
Wajah itu berubah kemerahan dan matanya semakin terhelalak.
Dahulu, sudah lama sekali, ketika untuk pertama kalinya
diperkenalkan kepada tunangan saudara misannya, Pouw Bi Hwa,
pernah diam-diam ia mengagumi pemuda ini dan merasa iri kepada Bi
Hwa. Dan kini, pemuda itu secara tiba-tiba melamar dirinya untuk
492 menjadi isterinya! Setelah apa yang dialaminya bersama Pek-liongeng Tan Cin Hay!
Hong Ing termenung, sukar sekali untuk menjawab. Akan tetapi
kemudian ia mengangkat mukanya lagi menatap wajah pemuda itu.
Mereka saling pandang dengan sinar mata penuh selidik dan mendapat
kenyataan betapa mereka memang saling menaruh rasa iba.
"Toako, kita berdua baru saja mengalami hal-hal yang hebat, baru saja
lolos dari maut yang mengerikan. Agaknya kita memang senasib
sependeritaan, juga dalam cinta. Karena itu...... kalau memang engkau
sungguh-sungguh tulus dan jujur, aku..... aku akan merasa berbahagia
sekali, mendapatkan kembali harapanku untuk hidup berbahagia di
sampingmu, toako." Tek Hin tersenyum, melangkah maju dan merangkul pundak gadis itu,
diajaknya melangkah menuju ke timur di mana matahari mulai
muncul dengan cerahnya. Mereka berjalan melangkah perlahan-lahan
menyongsong Sang Surya, menyongsong kehangatan dan cahaya
terang penuh kedamaian. Lengan kiri Tek Hin merangkul pundak dan
leher Hong Ing dan perlahan-lahan, lengan kanan gadis itupun
melingkar di pinggang Tek Hin
"Y" "Liong-li, perlahan dulu......!"
Liong-li yang sedang berlari cepat itu, menahan langkahnya dan
menoleh, ia tersenyum melihat Tan Cin Hay berlari mengejarnya,
493 "Hemm, engkau, Liong-eng (Pendekar Naga)?" tegurnya dan Cin Hay
tersenyum mendengar sebutan itu. Liong-li menyebutnya Liong-eng,
dan memang sebutan ini cocok sekali dengan sebutan Liong-li!
Biarlah mulai sekarang, setidaknya untuk Liong-li, dia berjuluk
Liong-eng, singkatan dari Pek-liong-eng (Pendekar Naga Putih).


Sepasang Naga Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka, tanpa berunding, duduk di atas rumput di tepi sungai kecil
yang airnya jernih itu. Mereka telah meninggalkan Tek Hin dan Hong
Ing jauh sekali, akan tetapi masih terus mengikuti sungai dan tadi
mereka berlari menyusuri tepi sungai.
"Jadi engkau juga meninggalkan dia?" tanya Cin Hay.
Liong-li menatap tajam. "Engkau juga meninggalkan gadismu baju
hijau atau baju selimut itu?" ia tersenyum mengejek.
Cin Hay mengangguk serius, "Aku bukan seorang calon suami yang
baik." "Aku juga bukan seorang calon isteri yang baik," kata pula Liong-li.
Kemudian disam- bungnya, "Liong-eng, mengapa engkau berkata
bahwa engkau bukan seorang calon suami yang baik?"
"Aku pernah menjadi suami orang, akan tetapi aku seorang suami
yang tidak mampu menjaga keselamatan isterinya sehingga isteri itu
tewas dalam tangan manusia-manusia iblis."
Cin Hay lalu menceritakan pengalaman hidupnya, betapa dia dan
isterinya di Telaga See-ouw diganggu oleh Koan Taijin dan tukangtukang pukulnya, yaitu See-ouw Sam-houw. Betapa dia hampir tewas
494 dan isterinya dirampas, kemudian isterinya diperkosa sampai mati,
pada hal isterinya sedang mengandung tiga bulan.
Diceritakannya pula betapa dia kemudian ditolong oleh mendiang Pek
I Lojin yang menjadi gurunya. Dia digembleng oleh kakek itu,
kemudian dia, tujuh tahun kemudian, membalas dendam kematian
isterinya, membunuh See-ouw Sam-houw dan membuat Koan Taijin
menjadi seorang manusia yang tidak berguna lagi.
"Kemudian aku memenuhi pesan mendiang suhu untuk mencari Kimsan Liong-cu yang membawaku bertentangan dengan Hek-sim Lo-mo
dan bertemu denganmu, Liong-li. Nah, entah mengapa aku
menceritakan semua ini kepadamu, Liong-li, pada hal aku sudah
berjanji pada diri sendiri untuk merahasiakan riwayat hidupku yang
buruk ini. Entah mengapa aku menaruh kepercayaan yang mutlak
kepadamu. Engkau merupakan orang pertama dan orang terakhir yang
mendengar riwayatku, maka kupercaya engkau akan merahasiakannya
pula." Liong-li mendengarkan dengan terharu. Kiranya pemuda ini memiliki
riwayat hidup yang cukup menyedihkan. "Percayalah, aku akan
menyimpannya seperti rahasia pribadiku sendiri."
"Akan tetapi, kuharap engkaupun cukup percaya kepadaku untuk
menceritakan riwayatmu, Liong-li. Dengan demikian, kita berdua
saling mengenal secara mendalam. Aku mendapat firasat bahwa
bukan hanya sekali ini saja kita akan bekerja sama menentang
kejahatan. Maukah engkau bercerita kepadaku, Liong-li!"
Liong-li menundukkan mukanya dan menyembunyikan warna merah
yang naik ke wajahnya yang manis itu. Beberapa kali ia menarik
495 napas panjang, kemudian berkata, "Akupun menaruh kepercayaan
besar kepadamu, Liong-eng. Maka biarlah engkau mendengar
riwayatku dan engkaupun orang pertama dan orang terakhir yang akan
mendengarnya." Liong-li lalu bercerita secara singkat namun padat. Betapa untuk
menyelamatkan ayahnya yang korup, ia dipaksa menjadi selir
Pangeran Coan Siu Ong dan karena ia melawan ketika hendak digauli,
ia disiksa, diperkosa secara kejam oleh pangeran itu, kemudian karena
masih terus melawan, ia dijual ke rumah bordil dan oleh pemilik
rumah bordil yang mempunyai tukang-tukang pukul, iapun disiksa
dan dipaksa untuk menjadi pelacur!
Tanpa malu-malu lagi ia menceritakan betapa ia dipaksa melayani
banyak orang, dan betapa ia diam-diam ia mengusahakan pelariannya.
Betapa ia berhasil melarikan diri, dikejar-kejar dan ditolong oleh
nenek Huang-ho Kui-bo yang kemudian menjadi gurunya selama
tujuh tahun. Setelah selesai belajar silat, ia lalu membalas dendam dan
membuat semua orang yang pernah menghinanya menjadi penderita
cacat seumur hidup dengan membuntungi kaki tangannya, dan para
hidung belang itu ia buntungi hidung mereka. Pangeran Coan Sui Ong
ia buntungi kaki tangannya.
"Akupun dipesan oleh subo untuk mencari Kim-san Liong-cu dan
dalam usaha mencari mutiara itu, aku bertemu dengan Hek-sim Lo-mo
dan bertemu denganmu. Nah, demikianlah riwayat hidupku dan
kuharap engkau sebagai satu-satunya orang yang pernah
mendengarnya, akan merahasiakannya."
496 Cin Hay atau yang kini berjuluk Liong-eng menghela napas panjang,
memandang kepada kawannya itu dengan penuh perasaan iba. "Aduh,
riwayat hidupmu sungguh menyedihkan sekali, Liong-li. Tentu saja
aku akan merahasiakannya seperti rahasia pribadiku sendiri."
"Tidak, Liong-eng. Engkau yang lebih menderita, karena engkau
kehilangan isteri yang tercinta, bahkan kehilangan calon anak. Engkau
menderita kehilangan, sedangkan aku hanya menderita penghinaan."
"Betapapun juga, Liong-li, Kita berdua adalah dua orang yang
menjadi korban kejahatan manusia yang berhati iblis. Oleh karena itu,
kita harus selalu menentang kejahatan dalam bentuk apapun juga!
Maukah engkau bekerja sama dengan aku dalam hal ini" Dengan
bekerja sama, tentu kita menjadi lebih kuat."
"Aku setuju, Liong-eng. Akan tetapi, tidak semua lawan perlu kita
Pendekar Gelandangan 4 Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo Pendekar Naga Mas 6
^