Pencarian

Naga Jawa Negeri Di Atap Langit 5

Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma Bagian 5


dua kali lebih cepat dari Kelelawar Putih, yang lebih disebabkan
pertimbangan keamanan rencana kami daripada kebaikan hati
untuk tidak menewaskannya.
"Harus kuapakan orang ini?"
Yan Zi bertanya melalui Ilmu Bisikan Sukma.
"Lumpuhkan saja," jawabku, yang sebetulnya agak terperangah
juga dengan perkembangan tak terduga ini. "Tapi biarlah kutotok
lagi lima pengawal yang baru bangun itu."
Dalam sekejap mereka sudah terkapar kembali oleh totokan jarak
jauh. Tidak ada yang akan mereka ingat karena sekali lagi
kugunakan Totokan Lupa Peristiwa.
Kulihat Yan Zi melenting dan tubuhnya berputar dua kali agar
berada di atas kepala orang yang menyebut dirinya Kelelawar
385 Putih. Dengan sentuhan ringan ia memberikan tepukan beracun
dan jatuhlah Kelelawar Putih seperti selembar baju. Dalam gung
fu, jika tangan besi berarti pukulan yang keras, maka tangan
beracun berarti pukulan sangat terlatih di bagian tubuh terlemah 2.
Namun saat itu angin bertiup begitu kencang dan begitu dingin,
sehingga membuatku khawatir apa yang sebelumnya begitu jelas
untuk melakukan penyusupan, kini tak dapat kami lakukan tanpa
menunggu angin berhenti. Sebaliknya aku merasa betapa mungkin
saja angin ini justru menjadi tirai suara bagi pengintai, yang berarti
bahwa mungkin saja pengintai itu sedang mengawasi kami!
"Awas!" Kudengar teriakan Kipas Maut, yang kuharap saja tidak akan
terdengar terlalu keras sehingga para pengawal istana yang lain
akan berdatangan. Tiga bayangan hitam menyambar masingmasing kami bertiga yang mau tidak mau harus kami sambut pula.
Bayangan hitam yang mendekatiku bergerak seperti bayangbayang itu sendiri, yang arah dan kecepatannya sangat tidak
terduga, sebagaimana bayang-bayang merupakan tiruan yang
sama sekali tak sama dengan manusia, tetapi dalam rentak ketika
yang sama, sehingga sangat membingungkan lawan-lawannya.
386 Dengan segera kugunakan Jurus Bayangan Cermin yang akan
menyerap segala jurus membingungkan itu menjadi sesuatu yang
lebih dari kukuasai, sehingga aku dapat menggunakannya dengan
cara yang justru akan membingungkan, karena langsung
mengubahnya dalam serangan balasan.
Wajahnya tampak pucat menyadari kekalahan yang pasti tiba.
Kukira ilmu silatnya tinggi dan pantas bertugas mengawal istana,
tetapi tentu tiadalah pernah diduganya betapa Ilmu Silat BayangBayang yang luar biasa itu akan mendapatkan tandingan yang
dengan telak memudarkannya.
Sepintas kami hanyalah bayang-bayang berkelebat di tengah deru
dingin, tetapi sesungguhnyalah Jurus Bayangan Cermin telah
membuatku di atas angin. Dalam waktu singkat sudah kulakukan
Totokan Lupa Peristiwa kepadanya. Seperti juga pengawal istana
yang menamakan dirinya Kelelawar Putih, tubuhnya melorot
seperti baju yang mendadak kehilangan badan.
"Selesaikan cepat," kataku melalui Ilmu Bisikan Sukma kepada
Yan Zi. Namun kulihat Yan Zi menghadapi lawan yang lain. Mereka masih
saling berkelebat adu cepat dengan seimbang, setiap kali Yan Zi
387 menambah kecepatan, lawannya itu menambah kecepatannya
pula. BEGITU cepat serangan lawannya yang hanya menggunakan
tangan kosong, sehingga Yan Zi Si Walet yang kecepatan
geraknya sulit ditandingi tidak pernah sempat mencabut pedang!
Sekarang aku percaya betapa Istana Daming memang dijaga oleh
pengawal istana yang tinggi ilmu silatnya. Dalam dunia persilatan,
semakin sederhana senjata seseorang semakin waspada yang
menjadi lawannya. Jika bertangan kosong sangat berbahayalah
dirinya, karena hanya mereka yang ilmunya sangat tinggi tidak
perlu membawa senjata. Ternyata jurusnya pun jurus-jurus Ilmu Silat Bayang-Bayang yang
untuk sementara ini telah kukuasai sepenuhnya.
"Serahkan padaku," kataku, "kita harus cepat!"
Maka Yan Zi mengeluarkan dirinya dari lingkaran pertarungan dan
aku masuk menggantikannya dan langsung menyerang dengan
Ilmu Silat Bayang-Bayang yang telah berganti wajah dan
membingungkannya. 388 Betapapun, ternyata pengawal istana ini mengenal Jurus
Bayangan Cermin sebagai sumbernya.
"Jurus Bayangan Cermin!"
Ia melompat mundur, seperti ingin berbicara. Sejenak aku ragu,
apakah harus membungkam atau mendengarkannya, tetapi Kipas
Maut yang rupa-rupanya tanpa sempat kucegah telah membunuh
lawannya mendadak langsung melepaskan pukulan dengan ujung
kipasnya. Pengawal berbusana hitam itu sempat menangkis, tetapi
ujung kipas itu telanjur menyentuh dadanya, sehingga terpental
dan tersedak memuntahkan darah.
Kipas Sakti melesat dan mengayunkan kipas baja tipis yang
mematikan itu, seperti ingin menghabisinya, yang tidak bisa
kubiarkan begitu saja. Dengan segera kipasnya telah berpindah ke
tanganku, tetapi sesegera itu pula langsung kuletakkan ke
tangannya kembali, karena betapapun serangannya terhenti.
Kuhampiri pengawal itu, darah hitam terlihat di sudut bibirnya.
Sudah jelas ujung kipas itu menyalurkan racun ke tubuhnya.
Matanya terbuka lebar menatap Kipas Maut dan tangannya seperti
berusaha menunjuk. Yan Zi mendekat dan kami bertatapan singkat
dan sepakat bahwa ada sesuatu yang belum kami mengerti dari
389 Kipas Maut ini. Kuingat sebuah pepatah gung fu: ketiadaan tak bisa dikurung,
yang terlembut tak bisa disentakkan 1
Aku menyangga punggungnya. Angin yang masih saja bertiup
kencang membuatku sulit menangkap apa yang ingin diucapkannya dan jika mendengarnya pun belum tentu aku akan
memahaminya. Yan Zi dan Kipas Maut kini bersitegang.
"Lihatlah apa yang kamu lakukan, perempuan bodoh! Kita sudah
sepakat tidak ada korban dalam pengintaian! Jika yang lain tidak
akan bicara apa-apa karena Totokan Lupa Peristiwa, apa yang
harus kita lakukan dengan mayat ini" Hilang penjaga satu orang
akan membuat cara-cara penjagaan mengalami perubahan, dan
barangkali semua benda penting dipindah-pindahkan!"
"Temannya itu hampir membunuhku. Kamu juga hampir terbunuh
jika tidak ditolong Pendekar Tanpa Nama. Jika tidak dibunuh,
kitalah yang akan terbunuh!"
Kuangkat tanganku agar mereka diam. Angin masih bertiup
kencang. Di satu pihak ini menguntungkan karena suaranya yang
390 kadang-kadang seperti orang bersiul dapat menghindarkan
terdengarnya suara-suara keributan kami, tetapi di lain pihak bagi
telinga yang peka, angin ini justru mengantarkan segala suara itu,
sedangkan telinga para pengawal istana boleh diharapkan akan
sangat peka! Betapapun bukan hanya matinya bulan besok malam yang telah
kuperhitungkan, sehingga malam ini kegelapan mendekati
kepekatan, selain bahwa para pengawal raja yang terbaik
mengiringi perjalanan maharaja ke luar kota. Perhitungan lainnya
adalah pemberitahuan utusan Ibu Pao bahwa sebetulnya sudah
lama Istana Daming tidak kedatangan tamu yang tidak diundang,
yakni para penyusup itu, dan karenanya mungkin saja terdapatnya
penurunan kewaspadaan. Meskipun terbukti tidak berlaku bagi para pengawal yang telah
kami lumpuhkan ini, dan kami masih dapat membatalkannya
dengan mundur teratur serta melompat ke balik tembok lagi, tetapi
kuperkirakan hal itu akan menimbulkan kesulitan baru, karena
pengawal yang terbunuh oleh Kipas Maut ini. Kami tinggalkan
mayatnya maupun kami bawa pergi, tetap saja kehilangannya
membuat kewaspadaan akan menjadi sangat
tinggi, dan kesempatan seperti ini sungguh tidak mudah dicari.
391 Maka tetap kuputuskan untuk segera mencapai Anjungan Qing Hui
atau Cahaya Matahari yang Cerah, tempat seorang petugas
rahasia akan menemui kami dan menunjukkan tempat Pedang
Mata Cahaya untuk tangan kiri itu disimpan.
Aku jadi ingat lagi kutipan dari Daodejing itu. Dia yang tahu tidak berbicara
Dia yang berbicara tidak tahu 1
ISTANA Daming tidak kukira begitu luasnya, karena istana di sini
tak hanya berarti sebuah bangunan istana, melainkan sebuah
wilayah di utara, atau timur laut jika dari tengah Kotaraja Chang'an.
Jika dibandingkan dengan Chang'an, maka kukira luasnya sama
dengan satu dari delapanbelas bagian kota itu.
Keluasan istana itu sudah sering kudengar, tetapi berada di tempat
yang sesungguhnya sama sekali berbeda dengan perkiraannya.
Kedudukannya berada di luar tembok kota, yang tampaknya
menjelaskan perkara angin yang seperti bertiup tanpa putusputusnya, karena segenap wilayah di dalam tembok dan
perbentengan kota terlindungi dari angin gurun itu.
Namun yang terpenting bagiku, dengan keluasan itu tidak berarti
para pengawal istana lantas mengerahkan sebanyak-banyaknya
392 penjaga, melainkan menjaga gedung-gedung saja. Adalah
perondaan dari saat ke saat dari malam sampai pagi yang
mengimbangi kekosongan penjaga di ruang yang luas itu. Saatsaat perondaan itulah yang harus diketahui lebih dahulu oleh para
penyusup, dan sebaliknya saat-saat perondaan itu dapat diubah
sewaktu-waktu, untuk menjebak para penyusup yang tak dapat
dipastikan kapan akan melakukan penyusupan.
Bahkan utusan Ibu Pao yang sangat pandai berpura-pura bodoh
itu pun tidak mengetahuinya.
"Kalian harus hati-hati dalam urusan itu, menurut Ibu Pao yang
terbaik adalah menunggu para peronda, karena setelah mereka
lewat dapat dipastikan untuk sementara ada kekosongan,"
katanya. Ia selalu mengatakan segala sesuatunya menurut petunjuk Ibu
Pao, yang sangatlah kuragukan, karena meskipun Ibu Pao berada
di tengah jaringan rumit kerahasiaan itu sendiri, aku tidak
menganggapnya harus mengerti seluk beluk pengamanan istana
secara rinci. Namun aku tidak bisa terlalu lama memikirkan hal itu,
bukan saja karena angin dingin yang menderu-deru cenderung
membekukan pikiran, tetapi karena rencana penyerbuan kota
besok malam, untuk mengalihkan perhatian atas penjagaan
393 senjata-senjata mestika, seperti memburu-buru penyelesaian
tugas penyusupan. Kami sembunyikan korban-korban Kipas Maut dengan cara
mengikatnya pada cabang pohon xiong menggunakan sobekan
bajunya, yang jika tidak kebetulan seseorang tidur telentang di
bawah pohon, tidaklah akan ada seorang pun yang melihatnya
dalam beberapa hari ini. Kami lihat para pengawal yang urung
terbunuh tadi sudah bangkit kembali dan hanya merasa seperti
orang bangun tidur. Dari balik kegelapan, kami lihat seseorang berbaju ringkas datang
dari arah Balai Xuan Zheng atau Balai Pengumuman Kebijakan.
Tampaknya, meskipun tidak mengenakan seragam pengawal
istana, jabatannya lebih tinggi dari para pengawal yang baru
tersadar dari Totokan Lupa Peristiwa, bahkan pengawal berbusana
hitam, yang kehilangan kedua orang temannya itu tak sadar telah
terlibat pertarungan. "Kelelawar Putih! Apalah artinya istana membayar kamu dengan
sangat mahal, kalau dirimu hanya tidur bersama orang-orang
bodoh ini!" 394 Rupa-rupanya ia sangat merendahkan para pengawal istana itu,
suatu sikap yang hanya bisa muncul dari seorang pendekar
golongan merdeka. "Siapa yang tidur" Akulah yang membangunkan orang-orang
bodoh ini! Di manakah dirimu selama ini Kucing Peot?"
Dipanggil Kucing Peot, pengawal istana yang tidak berseragam itu
agaknya sangat tersinggung dan langsung menyerang Kelelawar
Putih. "Kucing Garang dari Tiantaishan tidak datang ke Chang'an untuk
menerima penghinaan! Kita lihat siapa yang hari ini akan
menjumpai leluhurnya di balik langit malam!"
Ia menyerang Kelelawar Putih yang telah mencabut pedangnya,
kedua tangannya telah mengenakan sarung tangan kulit berkuku
logam beracun. Kedua-duanya sudah jelas adalah pendekar
golongan merdeka, yang menyewakan kepandaiannya kepada
pemerintah, jika bukan karena tergiur,
mungkin memang membutuhkan uang. Para pendekar golongan merdeka selayaknya adalah pendekar
kelana yang mengembara dari guru ke guru mencari ilmu, yang
mencari nafkah sekadar untuk makan dan biaya perjalanan, untuk
395 mencapai kesempurnaan dalam ilmu persilatan. Semakin mereka
tak terkalahkan semakin jauh mereka berkelana mencari lawan.
Tidak jarang bahkan kepada gurunya sendiri mereka ajukan
tantangan. Jika mereka berada di sini malam ini sebagai orang bayaran,
tampaknya boleh dianggap minat memburu kesempurnaan itu
sudah luntur.

Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

SANGAT mungkin dianggapnya merupakan kesia-siaan, jika
sudah berilmu tinggi tetapi tidak menjadi uang. Cara berpikir yang
sama melahirkan para pembunuh bayaran, pemburu hadiah untuk
menangkap penjahat, atau pencuri kitab ilmu silat rahasia untuk
diperjualbelikan. Sebetulnya menjadi petugas kerajaan merupakan bentuk pengabdian, tetapi karena makan dan minum dijamin, maka bagi
yang sudah tidak mampu menanggung kemiskinan dalam
pengelanaan menjadi pilihan yang cukup menggiurkan.
Kedua pendekar ini bagiku tak dapat dikatakan telah mencapai
kematangan jiwa, tetapi tak berarti ilmu silatnya lantas menjadi
dangkal pula. Para pengawal istana yang bangun dari Totokan
Lupa Peristiwa langsung ternganga dengan pertarungan 396 keduanya. Mereka tidak melihat gerakan apa pun kecuali angin
yang berkesiur dari gerakan dan tenaga dalam yang melambarinya. "Kelelawar Menyambar Buah Matang!"
"Cakar Kucing Menepuk Kepala Ular!"
Demikianlah bersama nama-nama jurus itu terdengar juga suara
kelebat sayap kelelawar di antara raungan kucing dan kadangkadang terdengar suara tubuh terpukul dan suara orang
mengaduh. Kuberi isyarat Yan Zi dan Kipas Maut agar mengikutiku. Dengan
Ilmu Naga Berlari di Atas Langit tiada jejak yang kutinggalkan,
karena menjejak pucuk rumputan, bahkan udara di atasnya pun
sudah cukup bagiku untuk melesat dan berkelebat dalam. Yan Zi
dan Kipas Sakti mengikutiku dengan cara yang sama. Dalam
sekejap kami tiba di Balai Pengumuman Kebijakan yang sudah
ditinggalkan Kucing Garang dari Tiantaishan tadi. Kami lihat
sejumlah penjaga, dengan baju hangat mereka yang serbatebal,
tidur berdesakan karena kedinginan. Aku sangat mengerti derita
kedinginan itu, bahkan penduduk setempat saja tersiksa seperti itu,
dan kukira hanya mereka yang mampu menghangatkan tubuhnya
397 dengan tenaga dalam akan mampu menjalankan tugas mengawal
istana seluas ini. Kulihat di kejauhan limabelas pengawal masih menyaksikan,
bahkan tampaknya mulai bertaruh, siapakah antara Kelelawar
Putih dan Kucing Garang dari Tiantaishan yang akan menang,
meskipun pertarungannya tak bisa mereka saksikan karena
kecepatannya itu. Aku sempat berpikir betapa mudahnya
menembus pertahanan istana ketika dari atas genting Balai
Pengumuman Kebijakan terlihat sesosok tubuh berkelebat
bagaikan terbang di udara menuju Balai Zi Chen atau Balai
Peraduan Merah. Aku tahu semestinya bisa melesat jauh lebih cepat sampai tak
terlihat, tetapi rupanya ia merasa tenang, bahkan melayangnya
seperti melakukan permainan, bersikap seperti pura-pura diterbangkan angin. Dengan ilmu setinggi itu aku tahu tiada
seorang pun boleh bertindak gegabah. Dengan Ilmu Bisikan
Sukma kukatakan kepada Yan Zi agar kami semua menggunakan
ilmu bunglon. Artinya keberadaan kami sungguh-sungguh tersamarkan dari pandangan. Demikianlah tubuh, bahkan baju
kami, mengikuti warna apa pun yang kami lewati, dan hanyalah
kewaspadaan yang begitu tinggi akan menyadari keberadaan
kami. 398 Balai Peraduan Merah disebutkan sebagai tempat penjagaan
terketat, dan kami memang melihat penjagaan di sini sangat ketat
dan berlapis-lapis. Tidak jelas siapa yang menjadi penyebabnya,
tiba-tiba sebatang tombak melesat dan menancap di tempat Kipas
Sakti. Kami semua terdiam. Apakah kami telah dipergoki"
Pelempar tombak itu muncul di bawah lentera, melihat ke arah
kami, mencari-cari tombaknya.
Lantas di belakangnya muncul seorang perempuan yang tampak
merayu-rayunya sambil membawa gelas arak. Apakah ia seorang
putri istana" Dari pintu yang terbuka sebentar, tampak orang sedang berpesta,
terdengar permainan kecapi dan orang tertawa-tawa. Pin?tu itu
segera tertutup lagi. Tinggal mereka berdua.
"Janganlah dikau marah, orang-orang itu sedang mabuk semua,
makanya kujauhkan dirimu dari mereka," kata perempuan itu.
"Bangsawan! Mereka pikir kalau sudah berdarah biru mereka boleh
berbicara sesuka hatinya!"
"Tenanglah, Kakak, mereka sangat membutuhkan dirimu!"
399 "Aku bisa mengerti sekarang, jika ada panglima pasukan menolak
perintah istana bahkan memberontak dan mengambil alih
kekuasaan." Perempuan itu, setelah minum lagi dari gelas dan mempersilakan
orang yang mencari-cari tombaknya menenggak sisanya, berusaha membuat lelaki itu tenang, mengurut punggung dan
memeluknya dari belakang.
"Hati-hatilah bicara Kakak, kita berada di dalam lingkungan istana
yang menabukan banyak perkara. Salah bicara kepala akan
tergantung di pintu gerbang."
Apakah yang harus kami lakukan" Dalam ketegangan seperti ini
detik-detik serasa terlalu panjang...
PEMBACA yang budiman, kita kembali ke Mantyasih di Yavabhumi
pada bulan Kartika tahun 872, supaya aku tidak tertinggal oleh
perjalanan hidupku sendiri yang masih berlangsung sampai hari
ini. Pembaca tentu belum lupa, betapa sejak kadatuan pariraksa
atau pengawal istana pilihan dikerahkan untuk meringkusku lebih
dari setahun yang lalu di dalam gua, ketika aku tenggelam dalam
dhyana tertinggi yang disebut samadhi, mulailah kutuliskan riwayat
hidupku yang telah memasuki 101 tahun ini.
400 Keputusan untuk menulis riwayat hidupku kuambil setelah aku
berhasil lolos dari kepungan pasukan kerajaan, dan ternyata masih
juga diburu, bukan hanya oleh kadatuan gudha pariraksa atau
pengawal rahasia istana, tetapi juga oleh para tikshna atau vetanaghataka
atau pembunuh bayaran maupun para anggota guhyasamayamitra atau perkumpulan rahasia yang setelah
puluhan tahun masih saja nyata kehadirannya.
Jika pembunuh bayaran dan anggota perkumpulan rahasia bekerja
berdasarkan penugasan, maka yang membuat para pemburu
mencari-cari aku tanpa putus seperti lebah mencari madu
kuketahui setelah melihat sendiri selebaran lempir lontar bergambar diriku. Di bawah gambar itu dituliskan penawaran atas
tertangkap atau terbunuhnya Pandyakira Tan Pangaran atau
Pendekar Tanpa Nama, yang tiada lain adalah aku, dengan hadiah
10.000 keping emas. Hadiah yang begitu besar dan menggiurkan itu sebetulnya
merupakan hadiah yang tidak masuk akal. Setelah setahun lebih
memikirkannya, aku bahkan ragu apakah dari segenap pelosok
Yavabhumipala bisa terkumpul perbendaharaan sebanyak 10.000
keping emas" Bahkan sebagai perbendaharaan negara sekalipun
kuragukan Kerajaan Mataram memiliki jumlah keping emas
sebanyak itu, dan jika memilikinya pun bukanlah merupakan
401 pertimbangan yang wajar bahwa jumlah sebesar itu menjadi
hadiah bagi perburuanku. Namun, sebagaimana orang awam tidak memahami dunia
persilatan, begitu pula para penyoren pedang yang mengarungi
rimba hijau dan sungai telaga persilatan, tiada akan paham
kerumitan dalam cara berpikir di dunia awam. Bagi mereka adalah
sewajarnya jika suatu kerajaan memiliki segalanya, termasuk harta
benda 10.000 pertimbangkan keping berasal emas dari yang mana. tidak Bagiku perlu ini mereka menunjuk kepentingan besar atas terbunuhnya diriku yang tidak terjelaskan,
karena sebagai orang yang sudah mengundurkan diri ke dalam
kegelapan gua selama 25 tahun, dan 25 tahun sebelumnya pun
sudah meninggalkan dunia persilatan setelah peristiwa Pembantaian Seratus Pendekar, hubunganku dengan dunia mana
pun sesungguhnyalah sudah terputus.
Dalam dunia persilatan dendam adalah alasan kuat perburuan.
Tetapi jika tidak terlalu banyak, tiada lagi yang kuingat dengan
cukup rinci, jika aku tidak berusaha menuliskannya satu per satu,
dari saat ke saat, sampai terjamin tiada satu pun yang lewat.
Adapun jika bukan dendam pribadi yang jadi persoalan, dan
kenyataan bahwa pasukan kerajaanlah yang secara resmi
dikerahkan menangkapku di gua, mungkinkah memang terdapat
402 kesalahan yang pernah kulakukan, yang berhubungan dengan
kepentingan kerajaan yang juga merupakan urusan resmi"
Disebutkan dalam lempir lontar bergambar diriku yang bertajuk
Burwan atau Buron itu: drohaka ring nagara atau berkhianat
terhadap negara. Tidakkah itu sesuatu yang sangat bersungguhsungguh" Adapun lanjutannya: patut patyana denta atau pantaslah
dibunuh olehmu. Jadi ini bukan sekadar memburu seorang candala
dari dunia kalana atau dunia hitam yang sudah banyak membunuh
orang, melainkan pengkhianat negara yang jauh lebih besar
sebagai perkara. Apa yang telah terjadi setelah 25 tahun
kutinggalkan dunia ramai ini"
Dalam penyelidikanku sempat kudengar betapa diriku disebutsebut sebagai penyebar ajaran vi-patha atau mithyadristi atau
viparita-drsti yang tak lain maksudnya adalah pengajaran aliran
sesat. Hmm... Ini pun lebih tidak mungkin lagi, karena selama hidup
aku tidak pernah mengajarkan apa pun, kepada siapa pun, kecuali
kepada anak kecil bernama Nawa yang menjadi tetanggaku, itu
pun hanyalah belajar membaca.
Mungkinkah belajar membaca dapat membuat pikiran jadi sesat"
Tergantung dari apakah kiranya yang akan dianggap sebagai
sesat itu! Belajar membaca, membuat cara berpikir seseorang
403 berbeda dari orang-orang yang tidak bisa membaca, maupun dari
orang-orang yang sebetulnya bisa membaca, tetapi sama sekali
tidak pernah membaca! Namun dalam hal Nawa, aku hanya mengajarinya membaca
aksara, bukan makna di balik kata. Tidak mungkinlah menuduhku
mengajarkan pemikiran aliran sesat karenanya!
KEMUDIAN pernah kudengar bahwa Jurus Tanpa Bentuk yang
kutemukan dan kukuasai itulah yang menjadi sebabnya!
Ini lebih tidak bisa kupahami lagi karena semenjak Pembantaian
Seratus Pendekar sekitar 50 tahun lalu, aku selalu menghindari
persinggungan dengan dunia persilatan sama sekali. Semoga Kama menerima candi persembahanku
bila daku mencari dan mengejar keindahan
pada ujung alat tulisku 1
Setelah mengalami berbagai macam kejadian sejak keluar dari
gua, yang sangat berguna bagiku untuk mengenal kembali dunia,
antara lain telanjur minum ramuan yang dimaksudkan untuk
menghapus ingatan, kuputuskan menulis riwayat hidup ini. Seperti
telah kusebutkan, aku menuliskannya bukan demi riwayat itu
404 sendiri, melainkan demi melacak kebersalahan seandainya
memang kulakukan. Setidaknya dapat kutemukan sekadar
penyebab mengapa pada hari tuaku aku harus menjadi buronan
begini rupa.

Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dua perkara membuatku ragu selama menuliskannya. Pertama,
diriku telanjur minum seteguk dari ramuan penghapus ingatan,
yang diberikan oleh seorang rogajna atau tabib muda sebagai
tugas rahasia, katanya karena menurut yang memberi perintah,
"Ingatan beliau sangat berbahaya..." Kedua, apakah jaminannya
bahwa ingatan seorang tua yang sudah 100 tahun umurnya
terhindar dari ketidakseimbangan ingatan sebagaimana lazimnya"
Namun, ketika aku sudah bertekad menuliskannya pun berbagai
gangguan datang bagai tiada habisnya, sehingga setelah
mengguratkan pengutik pada lempir lontar selama setahun lebih,
artinya umurku menjadi 101, riwayat yang tertulis baru sampai
ketika hidupku memasuki umur 26. Ya, itulah saat aku berada di
rantau orang di Chang'an. Aku sudah berusaha mencari tempat
tersembunyi, hidup tanpa menarik perhatian, bahkan nyaris tidak
pernah keluar gubuk sama sekali, tetapi selalu ada saja guptagati
atau mata-mata yang berhasil mengendus keberadaanku.
405 Tidak cukup petugas rahasia istana, tetapi juga pembunuh bayaran
dan pemburu hadiah, yang membawa-bawa gambarku pada lempir
lontar itu di balik bajunya, berkeliaran melepaskan senjata-senjata
rahasia mereka yang beracun. Setelah itu masih datang pula yang
mengaku ingin menjadi murid maupun para pencuri kitab, yang
barangkali saja mengira bahwa gulungan keropak lempir lontar
bertumpuk-tumpuk itu adalah kitab ilmu silat!
Inilah yang kuperhitungkan terakhir kali, ketika memburu bayangan
berkelebat yang ternyata hanyalah bayang-bayang tanpa tubuh
yang memegang golok hitam kiriman tukang sihir, yang berhasil
kutiup kembali untuk membunuh pengirimnya sendiri!
Masih membopong mayat seorang pendekar tangguh yang
terpaksa kubunuh dalam pertukaran jurus dalam kecepatan yang
sangat tinggi, mungkin saja hanyalah seorang pendekar golongan
merdeka yang tak sabar menunggu untuk menantangku bertarung,
kuingat gubukku yang terbuka dengan gulungan lontar bertumpuktumpuk di dalamnya.
Setelah kugeletakkan tubuh tak bernyawa di bawah pohon itu,
sehingga tampak seperti orang tertidur, aku berkelebat.
406 Dengan kecepatan pikiran, dengan Ilmu Naga Berlari di Atas Langit
kujejak kehitaman malam dan melesat ke pondokku.
Aku terkesiap melihat penduduk sekitar sudah bangun semua dan
berkerumun di luar gubukku. Mereka ternganga melihat bekas
pertarungan, yakni jejak panjang dan dalam, bahkan nyaris
sedalam parit yang memanjang dari gubukku sampai terhenti pada
dasar bangunan salah satu rumah di pekarangan. Itulah akibat
daya pukulanku yang mematikan, yang hanya mungkin terjadi
karena lawan yang kuhadapi ilmu silatnya sangat tinggi.
Rumah tetanggaku itu berubah bentuk, meskipun tidak sampai
ambruk, tetapi mengapa mereka berkerumun di luar gubukku"
Apakah semua gulungan keropak itu sudah hilang dan seluruh
pekerjaanku menjelma kesia-siaan" Aku telanjur terlihat oleh
mereka, tak bisa begitu saja berkelebat menghilang, kalau tidak
ingin menimbulkan kecurigaan. Aku harus bersikap seperti orang
awam. "Kakek! Dari mana saja kamu" Kami semua dari tadi mencari-cari!"
Aku berjalan perlahan-lahan seperti sakit dan seperti lemas sekali.
"Dari tadi aku di kali. Ada apa?"
407 "Ada keributan tadi di sini, waktu kami keluar, ada orang tertangkap
tangan keluar dari gubuk mengangkut barang-barang milikmu."
Tertangkap tangan artinya tertangkap basah, dan jika dapat
tertangkap dengan cara seperti itu tentulah ia seorang pencuri
biasa, bukan pencuri kitab ilmu silat untuk diperjualbelikan dalam
dunia persilatan, yang bisa bergerak menghilang dalam kegelapan
begitu terdapat sedikit saja ancaman.
NAMUN pencuri biasa mengincar barang-barang berharga di
rumah orang kaya. Apa yang dilakukan seorang pencuri di rumah
gubuk seorang tua, yang bahkan tidak memiliki gubuk itu, dan
nyaris tidak memiliki apa pun sebagai harta benda selain alat-alat
tulis seperti tanah dan karas maupun lempir-lempir lontar yang
masih kosong" Lelaki yang diduga bermaksud mencuri itu tampak berdiri
kebingungan dalam kerumunan para tetangga. Gulungan keropak
hasil tulisanku bertahun-tahun terserak di lantai, seperti dilepasnya
karena tiba-tiba dipergoki sedang membawanya keluar dari bilikku,
dan terkejut karena begitu banyak orang sudah mencegatnya.
Aku berpikir cepat. Jika dia seorang pemburu hadiah atau
pembunuh bayaran, pastilah dengan cepat ia berkelebat 408 menghilang, dan akan sama cepatnya pula jika ia seorang pencuri
kitab yang sangat menguasai cara menyusup dan menghilang.
Tampak seorang tetangga mengangkat alu seperti siap memukul
kepalanya. "Dasar maling!" teriaknya.
"Tunggu!" kataku.
Alunya berhenti di udara. "Maaf, dia memang orang suruhan yang mencari diriku."
"Orang suruhan?"
"Ya, dia harus berangkat pagi-pagi ke Banon mengantar pesanan
surat." Aku sendiri tidak mengira akan memberikan jawaban seperti itu.
Namun aku merasa, selain lelaki itu tidak tampak seperti orang
jahat, kehadirannya pasti akan mengungkap sesuatu. Maka
kuanggap menyelamatkan nyawanya akan sangat berguna untuk
menambah pengetahuanku yang terbatas atas segala sesuatu
yang berhubungan dengan perburuan diriku.
409 Selama aku tinggal di dalam pura ini, sebagai orang yang tampak
terus-menerus menulis, dan hampir tidak ada orang yang bisa
membaca atau menulis di sekitarku, pernah juga aku diminta
menulis surat untuk disampaikan ke tempat-tempat yang jauh.
Meskipun itu tidak merupakan sesuatu yang biasa dilakukan, aku
menuliskannya juga. Aku tahu mereka tidak mungkin meminta
tolong kepada para kawi, yang semuanya bekerja demi
kepentingan istana, dan pernah kudengar sedang menerjemahkan
mahakavya berjudul Ravanavadha yang berbahasa Sanskerta ke
dalam bahasa Jawa 1. Ada kalanya pesan-pesan pada lempir lontar itu dituliskan karena
kepentingan yang mendesak, bahkan pernah juga cukup darurat,
sehingga penulisan dan pengiriman perlu dilakukan segera,
meskipun pada malam buta. Dengan terdapatnya kenyataan
seperti itu, kuakui itu membuat diriku sekarang cukup beruntung.
Namun apa penjelasannya bahwa lelaki itu tertangkap basah
sedang membawa gulungan-gulungan keropak yang sekarang
bertebaran itu" "Kamu sangat terlambat. Aku menantimu sejak sore. Di mana
kudamu" Apa yang terjadi" Apakah macarita bhimakumara 2 itu
jadi dipercepat" Aku masih harus menambahkan beberapa pupuh
410 tentang dharma. Tolong bantu aku membawa masuk gulungangulungan keropak ini."
Sambil mengucapkan kata-kata seperti itu, aku melangkah sambil
memungut segulung yang jatuh dari tangan kanannya, sedang
yang jatuh dari pegangan tangan kiri kuberikan kepadanya.
"Mari masuk! Jangan lebih lama lagi kamu ganggu mimpi indah
tetangga-tetanggaku!"
Kucengkeram lengannya pada otot yang akan membuatnya tidak
bisa berbicara untuk sementara. Namun yang lebih kutakutkan
terutama bukanlah dirinya, melainkan jika ada seseorang yang
lain, yang tidak kuketahui, tidak dapat kuukur dan tidak dapat
kunilai, di balik kerumunan itu.
Sekilas kulihat mata para tetangga yang seharusnya masih tidur
nyenyak itu, sebagian tidak mengerti, sebagian seperti akan
curiga, tetapi sebagian besar setengah tertidur. Kubalikkan
tubuhku dan menjura. "Maafkanlah orang tua bodoh yang selalu mengganggu ketenangan ini, semoga tiada lagi gangguan untuk malam ini, esok
hari, dan seterusnya sampai akhir hari nanti."
411 Dengan seluruh kepura-puraanku kuharap orang-orang menganggap tindakan lelaki itu, mengangkat gulungan-gulungan
keropak yang kemudian dipergoki, adalah sesuatu yang wajar.
Meskipun itu tidak dapat diharap akan mengelabui siapa pun yang
bukan hanya teliti, tetapi sudah lama mencurigai!
Hanya oleh sebuah firasat kusapu kembali mata orang-orang yang
memandang untuk terakhir kalinya, sebelum aku melenyapkan
diriku kembali dan masuk ke dalam gubukku. Maka bumi pun bagai
berhenti beredar dan waktu berhenti ketika dari kegelapan itu
mencoronglah sepasang mata yang merah...
Bumi tak beredar dan waktu berhenti. Segalanya berhenti kecuali
kami yang berseteru dengan cara saling menatap dalam
pertarungan antara tatapan sihir dan tatapan yang menolak sihir
itu. TANPA disadari siapa pun yang ada di tempat itu, dari sepasang
mata yang merah itu melesat suatu cahaya merah yang lurus
menuju sepasang mataku! Dari Kitab tentang Ilmu-Ilmu yang Ajaib
di Dunia Persilatan kuketahui bahwa cahaya merah yang melesat
lurus ke arah mataku itu disebut Sihir Mata Api. Dengan ketepatan
setepat tatapan mata itu sendiri, apabila cahaya mata merah itu
mencapai mata yang ditatapnya, maka terdapat akibat yang
412 berlangsung sesuai kehendak penatap bermata merah itu. Yang
pertama, mata yang ditatap menjadi buta. Yang kedua, mata yang
ditatap akan menyala terbakar api, artinya menjadi buta sebelum
akhirnya mati. Yang ketiga, bahkan seluruh tubuhnya akan
menyala terbakar sebelum lebur hancur menyatu dalam ruang dan
waktu. Salah satu dari tiga kemungkinan itu akan berlangsung terhadap
diriku jika saja aku tak berhasil menahan cahaya itu hanya selebar
ketebalan satu jari di depan sepasang mataku. Sihir adalah jenis
ilmu yang sulit dijelaskan, tetapi dapat dilawan dengan mudah jika
mampu memusatkan perhatian, dan itulah yang kulakukan karena
sihir adalah suatu permainan yang mengandalkan pengalihan
perhatian. Kami diam bertatapan dalam gelap mata kami terhubungkan oleh
cahaya, tetapi cahaya merah lurus di depan mataku itu tertahan
hanya satu jari di depan mataku oleh cahaya biru lurus yang
melesat dari sepasang mataku. Semula hanya bertahan, tetapi
dengan lambat dan pasti mendesak cahaya lurus merah itu,
sampai mendekati sepasang mata yang melesatkan Sihir Mata
Api. 413 Sayang sekali aku tidak bisa melihat wajahnya karena kegelapan
di sekitar mata itu. Hanya semacam kerudung menutupi
kepalanya, selebihnya hanya kegelapan dan sepasang mata yang
merah menyala. Cahaya biru dari mataku mendesak cahaya lurus
Sihir Mata Api itu kembali kepada yang telah melesatkannya.
Semakin dekat, mendekat, dan mendekat...
Ia tak akan bisa lari karena Sihir Mata Api itu sudah terkunci oleh
Jurus Bayangan Cermin, yang bekerja dengan sendirinya
menghadapi serangan macam apa pun, mengembalikan jurusnya
dengan cara yang tidak lagi dikenal, bahkan oleh pemilik jurus itu
sendiri. Cahaya biru itu tinggal seujung jari dari mata merah yang
melesatkan Sihir Mata Api. Aku tidak ingin membunuhnya, tetapi
sulit sekali menahan laju cahaya jika sudah sedekat itu di luar
ruang-waktu yang berlaku. Cahaya biru yang merupakan suhu api
terpanas tak tertahan lagi oleh cahaya merah itu. Dalam kegelapan
sepasang mata merah berubah menjadi nyala api, lantas seluruh
sosok tubuhnya berkobar, meledak tanpa suara dengan semburat
cahaya menyilaukan yang membuat segalanya lebih terang
daripada siang, sekilas, untuk menyuruk ke dalam kegelapan bumi
yang bergerak kembali. 414 Tiada seorang pun di sini menyadari telah berlangsungnya
pertarungan antara hidup dan mati. Yoga-dasar membayangkan deva di angkasa
Yoga-menengah membayangkan deva dalam badan
Yoga-akhir membayangkan deva dalam mandala tanah
Yoga-dalam membayangkan deva dalam mandala ketiadaan 1
Ayam jantan sudah berkokok tetapi hari masih gelap. Tentu ayam
jantan ini sudah melihat cahaya merah yang tak dapat dilihat mata
manusia itu, yang mendahului cahaya sebelum matahari muncul
dari balik cakrawala. Para tetangga yang tadi terbangun sebelum
waktunya kukira berusaha menggantinya dengan segala usaha
agar tetap bisa menjalankan pekerjaan mereka pada saat tanah
menjadi terang. Terhadap lelaki ini aku belum merasa pasti, apakah berasal dari
dunia persilatan ataukah dari dunia awam sehari-hari. Dia sendiri
dari caranya melangkah tampak tidak menguasai ilmu silat, tetapi
kukira hanya dunia persilatan yang sungguh berurusan dengan
diriku. Dari manakah datangnya orang ini, yang pada malam buta
bisa begitu saja masuk ke gubuk dan keluar lagi membawa
gulungan keropak milikku itu"
415 Orang itu, seorang lelaki muda yang berkancut hitam dan mengikat
rambutnya dengan tali kulit, menyembah-nyembah dengan dahi
menyentuh tanah. ''Mohon ampun Mpu! Sahaya diperintahkan mengambil kitab itu
secepatnya dengan pemberitahuan bahwa gubuk ini kosong
saja..." Mungkinkah aku memang sengaja dipancing keluar agar gulungan
keropak bisa dicuri" Namun mengapa tidak ditugaskan seorang


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penyusup yang mampu berkelebat secepat angin dan tidak begitu
mudah dipergoki "Kosong" Siapa yang mengatakannya?"
"Mohon ampun!" Tubuhnya bergetar. Dari pengalaman, aku harus siap untuk dua
kemungkinan, apakah akan ada senjata rahasia melesat untuk
membunuhnya, atau dia membunuh dirinya sendiri. Kusiapkan
diriku agar kedua hal itu tidak terjadi, bahkan kukira akan bisa
kubekuk pelempar senjata rahasia itu, meski perhitunganku ini
masih meninggalkan pertanyaan tak terjawab: mengapa orang
awam yang bahkan sama sekali tidak mengendap-endap ini yang
ditugaskan mengambilnya"
416 "Dikatakan bahwa Mpu telah selesai menulis parwa 1 dan bisa
diambil." "Aku bukan seorang mpu," kataku kepada lelaki yang kepalanya
masih menyentuh lantai tanah itu, "mengapa aku dikira sedang
menulis suatu parwa?"
"Saya hanya kebetulan mendengar mereka berbicara, mereka
tidak pasti apakah sebetulnya yang sedang ditulis, apakah suatu
parwa ataukah ajaran guhya."
"Kalian mendengar tentang seseorang yang sedang menulis terusmenerus dan ada juga yang mengira ini sebuah ajaran rahasia?"
"Mohon ampun!" "Dalam pengetahuanmu siapakah diriku yang mereka awasi itu?"
"Mohon ampun!" "Dikau lupa atau melupakan diri" Aku bisa menotokmu agar tak
bisa berbicara maupun lupa selamanya, mana yang lebih kamu
suka?" "Mohon ampun!" 417 "Baiklah jika dikau lebih berbahagia untuk tidak mengetahui
sesuatu pun tentang dirimu sendiri seperti orang gila."
"Mohon ampun!" *** Pembaca yang Budiman, aku pun memohonkan pengampunan
dari Pembaca, karena sudah waktunya kembali ke Chang'an pada
797, pada malam ketika aku menyusup ke balik tembok Istana
Daming, mencari tahu di manakah kiranya Pedang Mata Cahaya
untuk tangan kiri yang dicuri itu disimpan. *** Kedua orang itu masih bercakap dalam kegelapan. Perempuan itu
masih mengurut punggung lelaki yang mungkin saja seorang
panglima pasukan. Tombaknya masih tertancap di tanah di dekat
Kipas Sakti. Lelaki itu tampak beranjak seperti akan turun
mengambil tombaknya. Tangan Kipas Sakti sudah berada di balik baju, siap mengambil
senjata rahasia. Aku menatapnya dan menggeleng. Kipas Sakti
mengeluarkan lagi tangannya.
418 Orang itu tidak jadi turun, karena perempuan yang mengurut
punggung dan memeluk dari belakang itu menyorongkan gelas ke
mulutnya. "Hmmh! Aku tidak takut! Coba saja berani menangkapku! Kamilah
yang bertempur antara hidup dan mati di perbatasan demi
kenyamanan di balik tembok istana ini, bukan kalian yang sibuk
berpesta tiap hari! Rasanya ingin kucekik pangeran bodoh itu!"
"Sabarlah Kakak, minumlah dulu arak ini, supaya turun darahmu
yang naik ke kepala itu."
Suara halus perempuan itu rupanya berpengaruh. Lelaki yang
sedang marah-marah itu diam dan menenggak arak dari tempat
minum tersebut. Tak hanya minum, ia membalikkan badannya,
lantas seperti berusaha mencium bibir perempuan itu, yang
dengan segera menjauhkan diri dan mendorong tubuh orang itu
agar berjarak. "Jangan sekarang, Kakak."
Lelaki yang tampak kesal itu membuang tempat minumnya, lagilagi ke tempat Kipas Sakti di balik semak.
419 Terdengar suara tempat minum pecah berkerosak menembus
semak. "Hhhhh! Hanya untuk sebuah pedang aku harus meninggalkan
pasukanku!" Ia terdengar menggerutu lagi.
"Kakak, janganlah menggerutu, pikirkan apa yang bisa dilakukan
dengan pedang itu." "Ah, segala pedang mestika! Aku seorang tentara, seorang prajurit,
hidupku berbakti untuk negeri, bukan seorang pendekar dari dunia
persilatan yang hanya peduli akan kesempurnaan dirinya sendiri."
"Itulah soalnya Kakak, dengan pedang itu Kakak bisa berbakti lebih
tuntas kepada bangsa dan negara."
"Bagaimana caranya" Semua orang bilang pedang itu begitu berat
sehingga tidak bisa diangkat."
Aku dan Yan Zi berpandangan. Mereka berbicara tentang Pedang
Mata Cahaya untuk tangan kiri yang sedang kami cari!
"Memang benar demikianlah kata orang Kakak, tetapi pedang itu
akan menjadi ringan apabila tersentuh oleh pedang pasangannya."
420 Yan Zi menatapku, matanya tampak menyala.
Dalam ketegangan, udara dingin, dan angin menderu-deru, aku
mencoba berpikir jernih. Sementara keduanya terus melaju
dengan percakapan mereka.
"Hmmhh! Sisa pertengkaran lama, masih juga menjadi masalah
sampai hari ini." "Oh, jangan salah Kakak, jumlah mata-mata yang tertangkap
bekerja untuk keluarga Yan Guifei dari Shannan selama sepuluh
tahun terakhir ini sampai dua kali lipat mata-mata Tibet, Uighur,
maupun Golongan Murni jika dijadikan satu."
"GOLONGAN Murni" Mengapa harus ditangkap juga mereka"
Biarkan saja saling bunuh dengan orang Tibet dan Uighur yang
menyusup kemari." "Jika memang begitu tentu bagus sekali Kakak, tetapi Golongan
Murni ini mengarahkan pembasmiannya juga kepada warga
maupun bangsawan Wangsa Tang yang tidak menyetujui bahwa
kita orang-orang Negeri Atap Langit adalah bangsa termulia di atas
bumi." 421 "Kami yang mempertaruhkan nyawa setiap saat di perbatasan saja
tidak pernah berpikir seperti itu. Meskipun berhadapan sebagai
lawan di medan tempur, kami sangat menghormati para prajurit
yang menjadi musuh kami. Pemikiran para pendukung Golongan
Murni itu bodoh sekali!"
"Tapi banyak orang mengikuti..."
"Uang! Uang! Itulah soalnya. Golongan Murni didukung para
hartawan yang memanfaatkan pemikiran seperti itu demi
keuntungan diri sendiri."
"Benarkah begitu Kakak" Tidakkah tujuannya mulia?"
"Mulia" Cuih!"
Orang ini meludah begitu kuat, sehingga lagi-lagi nyaris mengenai
Kipas Sakti jika ia tidak segera mengundurkan kepalanya ke
belakang. Kami tidak bisa bergerak dan tidak bisa pergi ke mana pun jika
keduanya masih bercakap-cakap di situ. Kami juga tidak bisa
sembarang berkelebat karena tidak terlalu yakin apakah prajurit
yang selalu bertugas di perbatasan itu tidak akan mengetahuinya.
Jika angin bertiup lebih kencang dan keduanya masuk ruangan,
422 tentu kupertimbangkan untuk berkelebat pergi, tapi tidak sekarang
ini, ketika kami tepat berada di bawah hidung mereka!
Waktu terasa begitu lama. Kami menahan napas. Namun setelah
bicara kian kemari mereka kembali membicarakan pedang itu.
"Jadi kapan kiranya Kakak mulai bertugas menjaga pedang
mestika keluarga Yan Guifei?"
"Mulai besok," jawab pengawal yang didatangkan dari perbatasan
itu. "Kami semua duabelas orang akan mulai berjaga besok
malam. Sekarang marilah kita masuk, aku harus berpamitan
kepada pangeran bodoh itu selagi aku masih mampu menahan
diri." "Ah, Kakak, begitu cepat, bolehkah kutemui Kakak besok ketika
bertugas?" Mereka berjalan masuk sambil berangkulan, tetapi masih sempat
kami dengar jawabannya. "Aku akan sangat senang jika kamu menemuiku Adik, tetapi
sampai saat ini pun kami tidak tahu di mana pedang itu disimpan."
423 Mereka hilang memasuki ruangan yang ketika terbuka pintunya
terdengar suara orang tertawa-tawa.
Kami bertiga saling berpandangan. Jika yang akan resmi bertugas
pun belum tahu di mana pedang yang harus mereka jaga itu
disimpan, apakah akan ada jaminan bahwa kami pasti akan
mengetahuinya nanti" Sun Tzu berkata: adalah ketentuan perang untuk tidak mengandaikan musuh tak akan datang, meski lebih baik mengandalkan
kesiapan seseorang untuk menghadapinya. 1 Angin mendadak bertiup lebih kencang. Saat terbaik untuk melesat
kembali, meninggalkan Balai Peraduan Merah dan segera menuju
Anjungan Qing Hui atau Anjungan Cahaya Matahari yang Cerah.
Seperti yang telah begitu lama tersiksa oleh perasaan tertekan,
Yan Zi dan Kipas Sakti siap untuk segera berkelebat. Namun
kuangkat tanganku untuk menahan mereka, karena dengan Ilmu
424 Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang telah kudengar
sesuatu. Tiga ketukan singkat bagaikan tiga tahun, tetapi yang kudengar
lewat juga. Sepasang pendekar tampak berjalan-jalan di udara
sambil bergandengan tangan. Hanya mereka yang ilmu meringankan tubuhnya sempurna bisa berjalan-jalan di udara
seperti itu. Kuharap saja gandengan tangan mesra seperti itu bisa
mengurangi kewaspadaannya.
Kuberi tanda kepada kawan-kawanku agar tetap memasang ilmu
bunglon, agar jika berada di dekat tembok kami tampak sewarna
dengan tembok, di dekat pohon tampak sewarna dengan pohon, di
antara semak-semak tampak sewarna dengan semak-semak.
"Sepasang Rubah dari Sungai Kuning," bisik Kipas Sakti.
Dari Elang Merah pernah kudengar cerita tentang sepasang
jagoan golongan hitam itu, yang terkenal sangat kejam sebagai
kepala para perompak sungai di sepanjang Sungai Kuning,
terutama di bagian wilayah Hebei. Salah satu cirinya adalah
kekejaman itu sendiri. Korban mereka tak pernah cukup hanya
dirampok dan dijarah, tetapi juga diperkosa, dibunuh, dan
perahunya dibakar. 425 Mereka yang selamat hanyalah para pedagang yang masih
mampu menyisihkan uang untuk menyewa pengawal perjalanan,
itu pun akan mengalami nasib yang sama jika para pengawal bisa
dikalahkan, terutama jika Sepasang Rubah dari Sungai Kuning itu
turun sendiri dalam perampokan.
DIKISAHKAN, jika para perompak menyerbu dengan perahuperahu kecil yang lincah, atau berenang seperti lumba-lumba
dengan menggigit pisau pada mulutnya, maka sepasang pemimpin
mereka cukup berlari dengan langkah-langkah lebar di atas air
untuk menuju perahu-perahu yang akan mereka rampok tersebut.
Satu-satunya hal yang tidak seperti kekejaman hanyalah perasaan
cinta di antara pasangan golongan hitam itu. Tampak betapa
keduanya sungguh saling mencintai dan tampak mesra setiap hari,
meski ini tentu kehilangan arti di depan korban-korban yang
bergeletakan dan bersimbah darah, yang segera akan menjadi
arang dan tenggelam bersama perahu yang terbakar.
Sepasang Rubah dari Sungai Kuning itu bergandengan tangan
seperti menunggang angin, menghilang ditelan kegelapan malam.
Mengapa musuh negara ini berada di sini untuk bekerja bagi
negara" Bukan hanya musuh negara, Sepasang Rubah adalah
musuh rakyat, dengan perbuatan mereka yang begitu kejam
426 terhadap para korban, yang seperti tak cukup kehilangan harta
benda saja dalam perampokan, melainkan juga jiwa yang harus
melayang melalui penyiksaan.
Tidakkah para Pengawal Burung Emas harus segera menangkapnya" Mengapakah istana harus menjual jiwa kepada
setan demi menjaga diri mereka dari penyusupan" Ke manakah
para pengawal rahasia istana, yang diketahui berilmu sangat tinggi
dan lebih dapat dijamin kesetiaannya dalam pengabdian" Istana
yang seharusnya menjadi contoh kepemimpinan dalam kecendekiaan dan kerohanian, mengapa sampai membutuhkan
golongan hitam" Tidak dapat diingkari bahwa siasat seperti
Gunakan Maling untuk Menangkap Maling tak terlalu keliru, tetapi
menurut pendapatku istana bukanlah tempat segala sesuatunya
bisa disesuaikan. Harus ada nilai menjulang yang sampai istana itu
hancur lebur pun tetap dipertahankan. Dalam ajaran Rahasia
Bunga Emas dikatakan:

Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanpa awal, tanpa akhir tanpa tanpa cahaya dunia masa masa lalu, depan melingkari hukum 427 kita saling tenang melupakan, dan murni bersamaan, berdaya kekosongan diterangi cahaya air hati dan laut dan bulan lembut mencerminkan di mega-mega di langit permukaan lenyap langit biru gunung-gemunung bercahaya kesadaran ke lingkar kembali perenungan bulan tinggal sendirian 1 Angin berhembus kencang. Untuk sejenak aku ragu. Benarkah
mereka tidak mengetahui keberadaan kami" Sesungguhnyalah
aku tidak dapat mempercayai jika Istana Daming tampak terlalu
mudah disusupi. Namun aku juga tidak melihat alasan untuk berhenti di sana. Maka
kami pun melanjutkan langkah ke arah Anjungan Cahaya Matahari
428 yang Cerah. Melihat Balai Peng Lai atau Balai Pengadilan di
sebelah barat dan Balai Zhu Jing atau Balai Kaca Mutiara di
sebelah timur, kami belum lupa petunjuk utusan Ibu Pao bahwa
meskipun maharaja berada di istana penjagaan di sini akan tetap
ketat. Aku masih ingat kata-katanya bahwa setiap malam cara
penjagaannya akan berubah-ubah, yang bagi kami sebetulnya tak
berarti karena cara penjagaan yang mana pun belum kami ketahui.
Kini kami sudah berada di sisi selatan Anjungan Cahaya Matahari
yang cerah. Di sinilah, menurut utusan Ibu Pao, seseorang akan
menemui kami. Angin kembali menjadi kencang, dan udara yang
sangat dingin menuntut kami menghangatkan tubuh dengan
tenaga dalam. Aku tidak merasa tenang dengan angin yang menderu-deru itu. Di
satu pihak memang dapat menutupi pergerakan kami, tapi di lain
pihak dapat menutupi pergerakan siapa pun seandainya ada yang
membuntuti kami. Inilah keadaan yang sangat menentukan. Apakah akan ada
seseorang yang menemui kami, dan memang benar berbaik hati
untuk menunjukkan tempat penyimpanan Pedang Mata Cahaya
untuk tangan kiri; ataukah tiada seorang pun yang akan muncul
sehingga kami hanya kebingungan di sini.
429 Kupejamkan mataku dan tertataplah dalam keterpejamanku itu
sekitar seratus langkah kaki!
Aku menoleh ke belakang dan..... terlambat!
Bukan hanya seratus orang telah mengepung kami dalam berlapislapis lingkaran yang ketat sekali, tetapi bahwa pada lapis terdepan
itu tampak Kipas Sakti diapit Sepasang Rubah dari Sungai Kuning,
dengan pedang masing-masing di depan dan di belakang
lehernya. "Heheheheh! Menyerahlah jika tidak ingin melihat kepala yang
indah ini menggelinding!"
Ini diucapkan Si Rubah Jantan. Aku tidak berani gegabah, karena
dengan pedang di depan dan di belakang batang leher seperti itu,
Kipas Sakti tidak mungkin lagi menghindar.
DENGAN sedikit gerakan saja dari keduanya, kepala Kipas Sakti
akan lepas dari batang lehernya. Mengingat kemampuan untuk
bertindak kejam yang pernah kudengar tentang Sepasang Rubah
itu, aku pun diam saja ketika salah seorang datang mengikat kedua
tanganku ke belakang. 430 "Jangan melawan," bisikku kepada Yan Zi Si Walet dengan Ilmu
Bisikan Sukma. Sebuah tangan menjulur ke arah Pedang Mata Cahaya untuk
tangan kanan di punggung Yan Zi. Kutahu betapa bagi Yan Zi tentu
ini seperti menyerahkan nyawa. Namun aku sungguh harus
menghargainya karena Yan Zi ternyata mengikuti kata-kataku.
Apabila selama ini hampir semua kata-kataku selalu disanggahnya
lebih dulu, meskipun akhirnya tetap menurut, aku sungguh merasa
terbantu, karena dalam keadaan seperti ini Yan Zi tidak menjadikan
dirinya masalah bagiku. Namun keadaan tidak menjadi lebih mudah diatasi. Jika kepala
Kipas Sakti menggelinding di atas tanah, apa yang harus
kukatakan kepada Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang meski
dirinya tidak pernah memperlihatkan diri" Meskipun terlibatnya
Kipas Sakti dalam penyusupan tidak pernah menjadi bagian
kesepakatan sama sekali. "Pedang ini seperti pedang mainan," kata seseorang yang
rambutnya sudah putih semua, tetapi tampak gagah perkasa,
meski busananya lebih mirip petani desa, yang seperti akan
mengeluarkan Pedang Mata Cahaya dari sarungnya.
431 Aku dan Yan Zi bertatapan. Orang itu menatap kami berganti-ganti.
Ia tidak jadi mencabutnya.
"Aku masih memiliki rasa hormat terhadap para penyoren pedang,"
katanya, dan menyerahkan pedang kepada seorang pengawal
istana, "tetapi seorang pencuri akan tetap diperlakukan sebagai
pencuri." Ia masih membawa pedang itu. Ia tidak tahu betapa sikapnya itu
telah menyelamatkan jiwanya dari maut, karena dengan pantulan
cahaya paling lemah sekalipun, Pedang Mata Cahaya tetap bisa
membunuh. "Jagal Maut dengan senang hati akan mencacah-cacah para
pencuri, memotong tangan dan kakinya, dan memenggal
kepalanya untuk hiasan gerbang kota," ujarnya.
Kuingat kepala yang kadang tergantung di gerbang kota. Kadang
di utara, kadang di selatan. Sebetulnya kepada pemberontak atau
pembangkanglah hal itu akan dilakukan, sebagai peringatan bagi
siapa pun yang mempunyai niat dan pikiran yang sama. Namun
apabila kecenderungan untuk memberontak atau membangkang
kemudian memang menyurut, penguasa terus mencari sasaran
baru untuk menegakkan wibawa Wangsa Tang. Maka para pencuri
432 dan penjahat kambuhan, yang mencuri dan merampok hanya
untuk makan, dianggap sama besar kesalahannya dengan
memberontak dan membangkang.
Tetapi mengapa pasukan pengawal istana ini sendiri penuh
dengan orang-orang golongan hitam"
Angin bertiup kencang sekali. Kulihat bayangan berkelebat dan
menghilang. Kukira hanya dirikulah yang mengetahuinya. Namun
tiada dapat kupastikan dirinya kawan atau lawan.
Orang yang menyebut dirinya Jagal Maut itu mendekat dan
menatap wajahku dengan tajam. Kulihat juga senjata kapaknya
tergantung di pinggang kiri.
"Hmmh! Orang asing...," ujarnya, "memang kalian cuma bisa
menjadi maling di negeri ini. Kamu beruntung bukan Golongan
Murni yang memergoki dirimu di sini. Jika tahu kamu bisa mereka
cincang." Jika bukan karena kepala Kipas Sakti menjadi sandera,
melumpuhkan Jagal Maut semudah membalik telapak tangan.
Meski demikian aku harus memperhitungkan lapis pengepungan
yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Siasat pengepungan ini
digunakan untuk mengecoh dan menjerat lawan, yang 433 kemungkinan harus ditangkap untuk mendapat keterangan, seperti
misalnya seorang perwira di pihak lawan. Perhitungan lain tentu
saja Yan Zi yang kini tak bersenjata, dan sekali lagi apa yang akan
terjadi dengan Kipas Sakti, jika aku tidak mengikuti saja apa yang
mereka kehendaki. Mata Yan Zi menatap Kipas Sakti dengan geram. Jika Kipas Sakti
tidak memaksakan diri untuk ikut, sangat mungkin bagi kami untuk
meloloskan diri dan berkelebat pergi sebelum diketahui apa
sebenarnya maksud kami. Bahkan kami sebetulnya bisa menghilang sambil memberi kesan memang hanya bermaksud
mencuri. Apakah aku salah menduga tentang kemampuan Kipas Sakti"
Mengapa begitu mudah lehernya berada di antara dua pedang
Sepasang Rubah dari Sungai Kuning itu" Namun aku tidak sempat
berpikir panjang karena aku teringat seseorang yang seharusnya
menyambut kami itu. SAAT ini aku hanya memikirkan dua kemungkinan, yakni apakah
kami dengan mudahnya dijebak karena terlalu perca?ya kepada
utusan Ibu Pao, atau tepatnya Ibu Pao, yang memang berada di
luar jaringan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang; ataukah
penjagaan Istana Daming memang sangat ketat, sehingga pada
434 akhirnya kami tertangkap juga" Aku tentu belum tahu bahwa yang
terjadi bukanlah kedua-duanya!
Jagal Maut yang agaknya kesal dengan ketenanganku, telah
menggenggam kapak di tangannya, dan mengayunkannya ke
arahku. "Atau diriku saja mencincangmu sekarang!"
Aku bermaksud pura-pura terpeleset, karena tampaknya tiada
seorang pun seperti mengenali kami, tetapi mendadak suatu angin
pukulan membuat Jagal Maut terpental dengan darah segar di
mulutnya. "Jagal Maut memang diundang untuk membantu, tapi itu tidak
berarti dia boleh menjalankan hukum tanpa pengadilan dengan
tangannya sendiri!" Kulihat seorang perwira pengawal rahasia menyibak barisan.
"Bawa mereka!" Ia berteriak, "Kita belum tahu kesalahan apa yang
membuat mereka layak dibunuh. Biarlah besok pagi Harimau
Perang memeriksa mereka."
Ah, Harimau Perang! 435 Yan Zi yang juga mendengarnya tampak tertegun. Segalanya kini
menjadi baru. Jagal Maut bangkit sambil meludahkan darah di mulutnya, ia
menyapu darah di mulut dengan punggung tangan.
"Jagal Maut tidak datang untuk menerima penghinaan."
Ia menunjuk perwira itu dengan senjata kapaknya. Pedang milik
Yan Zi dibuang begitu saja ke tanah dan seorang pengawal
memungutnya. membukanya Tentu dan kuperhatikan ternyata apakah memang tidak. ia juga Yan akan Zi juga memandanginya dengan sikap seperti akan melesat merebutnya
kembali. "Sabar," kataku melalui Ilmu Bisikan Sukma, "pedang itu tidak akan
jauh darimu. Sekarang biarlah kita mengikuti arus dahulu."
Jagal Maut melanjutkan kata-katanya.
"Jika bukan kamu, akulah yang harus mati malam ini."
Perwira itu tersenyum sambil melepas pedang dalam sarung yang
tergantung di pinggangnya.
"Tidak perlu mati, Jagal, cukup sampai dirimu setengah mati."
436 Jagal pun membuang kapannya.
"Baiklah Panglima Zhen, aku percaya kamu seorang yang jantan."
Bahasa seperti itu sudah terbiasa kudengar selama berada di
Negeri Atap Langit. Namun yang pertama kali kudengar adalah
jawabannya. "Huahahahaha! Jagal Maut! Sudah lama kejantanan tidak
kuperlukan lagi! Huahahahahaha!"


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ah! Orang yang disebut Panglima Zhen itu seorang kebiri!
Mereka siap bertarung tanpa senjata mereka masing-masing.
Namun sebelumnya Panglima Zhen melambaikan tangan, tanda
bahwa kami harus dibawa pergi. Limapuluh orang segera
menggelandang kami bertiga. Limapuluh orang harus berjaga
menyaksikan pertarungan antara Panglima Zhen dan Jagal Maut.
Aku merasa beruntung ketika mendengar Harimau Perang akan
memeriksa kami. Bukan sekadar karena dia sudah lama kucari,
tetapi juga bersama dengan itu kami akan mengetahui apakah
yang sedang dikerjakannya di sini. *** 437 Sebelum dibawa mata kami ditutup dengan kain hitam yang
diikatkan. Yan Zi tentu mengerti bahwa dengan Ilmu Mendengar
Semut Berbisik di Dalam Liang, penutupan itu tidak berarti banyak
bagiku. Namun Kipas Sakti pun sepintas kulihat tak tampak panik
sama sekali. Aku sendiri tak tahu harus bersedih atau bersyukur
dengan tertangkapnya kami bertiga, karena untuk pertama kalinya
kini aku bertemu langsung dengan Harimau Perang. Bukankah
terutama hanya karena nama itu aku terseret memburunya sampai
Negeri Atap Langit ini" Sempat begitu dekat dalam pengintaian di
lautan kelabu gunung batu, nasib belum juga mempertemukan
kami. Jika kami bertemu, apakah kiranya yang bisa dibicarakan" Jika
bukan dirinya yang menewaskan Amrita Vighnesvara, kesalahan
apakah yang bisa ditimpakan untuk menewaskanya" Sebagai
kepala gabungan mata-mata pasukan pemberontak yang membangkang terhadap pemerintahan Daerah Perlindungan An
Nam, yang berada di bawah pengaruh Wangsa Tang, kesalahannya jelas tidak dapat diampuni. Pengepungan Kota
Thang-long yang cukup lama menjadi sia-sia ketika segala rahasia
dalam siasat tempur diungkapnya kepada pihak lawan. Namun jika
keputusan untuk menyeberang dan mengkhianati para pemberontak adalah pilihan yang berani, hal yang sama tidak bisa
438 dikatakan orang-orang yang membokong Amrita. Itu adalah
perbuatan yang bahkan oleh pihak yang sama pun bisa dihukum.
MEMANG benar perang itu kejam, tetapi sisa kemanusiaan masih
memberi ruang untuk menjalankannya dengan peraturan, antara
lain sesama perwira tidak boleh dibantu dan tidak juga dibenarkan
menyerang dari belakang. Tidaklah dapat kuingkari betapa besar
rasa kehilanganku dengan gugurnya Amrita, tetapi cara kematian
yang tidak adil itulah yang membuatku memburunya, tidak lain
untuk menegakkan keadilan. Barangkali tujuan itu dianggap terlalu
naif dan mustahil diwujudkan. Namun bukanlah berhasil atau tidak
berhasil, yang kemudian akan menjadi ukuran, melainkan
seberapa lama dan seberapa aku berdaya dalam perburuan atas
nama cinta. Dengan ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang, sambil
memejamkan mata kudapatkan sebuah peta perjalanan, yang
berdasarkan ingatanku atas petunjuk utusan Ibu Pao, dari
Anjungan Sinar Mentari yang Cerah menuju Balai Zhu Hung atau
Balai Kaca Mutiara, dan masih terus menuju Balai Qing Si atau
Balai Pikiran yang Jernih. Jarak antara gedung yang satu dengan
gedung yang lain, dalam angin dingin yang membekukan tulang
ini, adalah jarak yang sungguh menguji ketabahan, dengan
439 suara109 embusan menggiriskan yang dalam keterpejaman
semakin terdengar mengerikan.
Di dekat Balai Pikiran yang Jernih terdapatlah suatu tempat
penyekapan sementara, yang terletak di bawah tanah. Meskipun
bukan penjara yang sebenarnya, tetapi karena terdapat di dalam
istana, harus terjamin begitu ketatnya sehingga dengan cara apa
pun seseorang diandaikan tak dapat melarikan diri. Jika orang
baik-baik saja dilarang masuk seenaknya, mengapa pula seorang
penyusup boleh berkeliaran. Meski tidak membunuh siapa pun,
hukuman bagi seorang penyusup ke dalam istana sama saja, yakni
hukuman mati, karena dianggap sama kurang ajarnya dengan
menginjak kepala maharaja.
Kami diturunkan lewat suatu tangga ke ruang bawah tanah, yang
sebetulnya hanyalah merupakan suatu ceruk sempit yang
dalamnya dua kali tinggi orang dewasa, selebar jarak dari bahu ke
bahu orang dewasa itu saja, yang panjangnya bisa memuat sekitar
20 orang. Tak jarang penyusup yang tertangkap dibiarkan saja di
situ, dengan tangan terikat ke atas, sampai mati sendiri.
Namun kali ini tidak ada seorang pun di sana, hanya kami bertiga,
yang tidak juga dibuka penutup matanya. Para pengawal mengikat
tangan kami dan tali pengikatnya ditarik ke atas, yang merupakan
440 atap tempat penyekapan ini, yakni sebuah terali besi, tempat tali
itu ditarik dan diikatkan di sana. Sekarang aku dapat membayangkan, bila hujan ceruk ini akan berisi air sampai ke
atapnya yang sejajar dengan tanah, dan jika musim dingin salju
akan bertimbun di situ, dan tentu saja siapa pun yang disekap di
situ tidak perlu dipindahkan sama sekali.
Aku dan Yan Zi diikat dengan cepat, tetapi Kipas Sakti tampak
dipisahkan, bahkan dibawa kembali ke atas.
"Kami mendapat perintah untuk memisahkan perempuan ini," kata
salah seorang pengawal, "agar bisa segera kami bunuh jika kalian
berdua lolos dan melarikan diri."
Sejak tadi memang Kipas Sakti telah menjadi sandera, seolah-olah
dialah titik lemah kami. Adalah hal terbaik untuk mengenali titik
lemah lawan, tetapi aku sendiri tidak mengetahuinya karena jika
diriku atau Yan Zi menghadapi ancaman Sepasang Rubah yang
seperti itu, tentu mudah saja menghindarinya. Sejauh aku bisa
menakar ilmu silat seseorang, seharusnya Kipas Sakti pun bisa
melakukannya. Meskipun ada seribu pedang menempel di leher
kami, pada tingkat ilmu silat tempat kelebat gerakan bisa lebih
cepat dari pikiran, kukira Kipas Sakti pun seharusnya bisa
441 melepaskan diri, kecuali jika terdapat sesuatu yang sama sekali
belum kuketahui. Begitulah malam mendadak terasa panjang, lima puluh pengawal
berjaga di sekitar atap penyekapan ini. Mereka berbicara dengan
tertawa-tawa tanpa sikap siaga, karena tampaknya yakin benar
betapa tawanannya tak bisa berbuat apa-apa. Mereka memper?cakapkan Kipas Sakti yang tentu matanya masih ditutup
dan tangannya masih diikat. Kudengar suara seperti tubuh jatuh
berdebam, mungkin Kipas Sakti yang ditendang sampai rebah ke
tanah. Bahkan para pengawal itu pun heran, mengapa orang
seperti Kipas Sakti sangat mudah tertangkap.
"Orang-orang berbaju ringkas yang disebut pendekar ini mengapa
begitu mudah tertangkap" Dikepung begitu biasanya mereka
sudah melejit ke atas genting."
"BAGAIMANA mau melejit kalau leher sudah tertempel dua
pedang Sepasang Rubah dari Sungai Kuning?"
"Tentu maksudku sebelum pedang menempel itu. Tidak mungkinlah orang-orang berbaju ringkas yang disebut pendekar ini
tak mendengar kedatangan dua perompak itu. Cuih!"
442 Rupanya dia meludah. Dengan begitu aku tahu terdapat jarak
antara para pengawal istana dan golongan hitam yang diperbantukan dalam penjagaan. Kukira belum pernah ada
kerawanan yang begitu gawat seperti keadaan sekarang ini. Kukira
siasat menggunakan pencuri untuk menangkap pencuri tidak
terlalu keliru, jika dimanfaatkan untuk mencari pencuri yang telah
membawa pergi barang curiannya keluar dari istana, dan hilang
tanpa kejelasan ke mana perginya. Namun membawa para pencuri
masuk ke dalam istana, ke dekat benda-benda langka dan
berharga yang hanya akan membangkitkan gairah untuk
mencurinya pula, justru membuat peluangnya untuk tercuri
semakin besar bukan"
"Aku lebih suka menangkap dan menawan Sepasang Rubah itu
daripada para pendekar ini, meskipun kita belum tahu juga tujuan
mereka kemari." "Ya aku juga muak dengan para perompak itu, merekalah yang
kepalanya mesti kita penggal dan gantung di gerbang selatan."
"Dasar orang-orang kebiri! Jaringan mereka begitu kuat membelenggu leher maharaja!"
"Psst! Jangan keras-keras! Tembok pun bertelinga di sini..."
443 "Ah, aku sudah berpura-pura di depan mereka. Yang terbaik
adalah bersikap jujur bahwa kita tidak suka terhadap mereka! Apa
mereka pikir kalau sudah memotong kemaluan lantas boleh
meminta kerajaan" Sayang sekali maharaja tampaknya sangat
tergantung kepada mereka."
Sementara mereka asyik bercakap-cakap, Yan Zi berbicara
kepadaku melalui Ilmu Bisikan Sukma.
"Kita bukan hanya belum tahu di mana pedang itu berada,
sekarang pedang di tanganku pun hilang tak tentu tujuannya."
"Apakah kamu menguasai mantra pedang itu?"
Setiap senjata bertuah pasti ada mantranya. Tanpa mantra,
pedang itu bisa melukai penggunanya sendiri, jika tidak malah
membuatnya terbunuh sekalian.
"Ya, aku menguasainya."
"Berarti kamu dapat mencarinya."
Namun mantra itu tidak berlaku bagi Pedang Mata Cahaya untuk
tangan kiri, karena mantra itu hanya akan menghubungkan
444 keduanya jika diucapkan di depan keduanya dalam waktu
bersamaan. "Bagaimana dengan teman kita?"
Maksudnya tentu Kipas Sakti. Jika kami meloloskan diri, tentu
Kipas Sakti yang akan dibantai. Apa yang harus kami lakukan"
Angin bertiup kencang sekali. Di antara suara angin yang sangat
kencang itu, kudengar suara langkah dari sosok tubuh yang
berkelebat . Siapakah dia" Kawan atau lawan" *** Waktu angin berhenti tak terdengar suara apa-apa lagi. Lantas
terdengar suara tapak mendekat pelahan.
"Ssst! Kalian akan kubebaskan! Tapi jangan bikin keributan!
Anggukkan kepala jika mengerti..."
Tentu kami berdua menganggukkan kepala. Lantas ikatan kain
yang menutupi mata dan tali yang mengikat tangan kami dengan
dua kali sabetan, terbuka. Terlihatlah suatu sosok berbusana
ringkas serbahitam yang menutupi wajahnya dengan kain,
sehingga hanya matanya sajalah yang terlihat. Ia menggenggam
sebilah pedang melengkung yang pendek.
445 Kulihat Yan Zi juga sudah dibuka ikatan matanya, dan langsung
bertanya, "Siapakah dikau?"
"Diriku yang harus kalian temui ," jawabnya, "kuharap kalian
memegang janji untuk tidak membuat keributan. Sekarang ikutilah
daku." Suaranya seperti kukenal, tetapi aku tak terlalu yakin karena
teredam kain, atau jangan-jangan ia memang sengaja mengubah
suaranya. Ia melejit ke atas dan kami mengikutinya. Di atas, lima puluh
pengawal istana tergeletak seperti telah ditotok. Kuharap ia


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menguasai pula Totokan Lupa Peristiwa supaya ketika tersadar
para pengawal itu tak pernah tahu bahwa ada yang keliru. Ruparupanya sosok berbusana serbahitam yang hanya terlihat matanya
itu dapat menangkap jalan pikiranku.
"Ya, aku memberi mereka Totokan Lupa Peristiwa, mereka tidak
akan pernah ingat kejadian ini."
Tetapi bagaimana dengan lima puluh pengawal istana yang lain"
Mereka semua tentu ingat bahwa pasukan pengepung kami telah
dibagi dua, karena separonya menyaksikan pertarungan antara
Panglima Zhen dan Jagal Maut.
446 Lagi-lagi seperti mengetahui pikiranku, sosok berbusana serbahitam yang hanya terlihat matanya itu berkata.
"Sisanya menjadi tugas kita bertiga," katanya.
Namun bukan itulah masalahnya, apabila ternyata Yan Zi
menemukan Kipas Sakti tergeletak, bukan sebagai orang yang
kena totok, tetapi sudah tidak bernyawa lagi!
YAN ZI segera menyerang sosok berbusana serbahitam yang
hanya terlihat matanya itu dengan jurus-jurus mematikan.
Meskipun tanpa Pedang Mata Cahaya yang ampuh itu, Yan Zi tidak
menjadi kurang berbahaya. Jurus-jurus terbaik Perguruan Shaolin
dilengkapi jurus-jurus ajaran Angin Mendesau Berwajah Hijau
berpadu menjadi jurus-jurus maut yang mengerikan. Namun sosok
berbusana serbahitam yang hanya terlihat matanya itu bukanlah
orang yang baru belajar silat kemarin sore. Selain semua jurus Yan
Zi bisa ditepis, ia mampu balik menyerang pula, sehingga Yan Zi
mesti mengerahkan segenap kelincahan yang membuat ia disebut
Si Walet untuk menghindarinya.
Pertarungan berlangsung seimbang, kurasa aku tak perlu
mengkhawatirkan Yan Zi, dan mengambil waktu untuk menengok
tubuh Kipas Sakti. Mengapa sosok berbusana serbahitam yang
447 hanya terlihat matanya itu membunuh Kipas Sakti, sementara yang
lain hanya ditotoknya" Lantas aku pun teringat betapa aku tak tahu
banyak tentang Kipas Sakti, kecuali seperti yang diakuinya bahwa
ia bekerja untuk Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang.
Tentu kami masih ingat bagaimana ia muncul dari balik
keremangan senja di atas sebuah perahu dengan ketenangan
yang meyakinkan. Lantas ia muncul kembali dan meyakinkan kami
bahwa kematian Kaki Angin adalah akibat pengkhianatannya
sendiri, karena berperan sebagai mata-mata ganda.
Kemudian kuingat-ingat Kaki Angin. Pemuda yang tampak pandai
itu, mungkinkah ia berkhianat" Bukankah Kaki Angin yang
mengingatkan kami bahwa tiga pembunuh bayaran yang waktu itu
menyerang diriku, Yan Zi, dan Elang Merah dengan senjata
rahasia dan langsung terbunuh ketika luput, menandakan bahwa
kami sebenarnya sejak lama memang diawasi" Sejauh bisa
kubaca wajah seseorang, aku tidak pernah berpikir bahwa pemuda
seperti Kaki Angin itu akan mempunyai pikiran yang jahat.
Namun apa yang dilakukannya di Kuil Pagoda Angsa" Benarkah,
seperti dikatakan Kipas Sakti, bahwa Kaki Angin telah memberikan
keterangan kepada Harimau Perang, ketika keterangan itu
448 seharusnya ia berikan kepada Yang Mulia Paduka BayangBayang"
Kulihat Kipas Sakti yang tergeletak. Namun mataku menjadi
terbelalak ketika ternyata bukanlah kipas besi yang dipegangnya,
melainkan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan milik Yan Zi!
Segera kuambil pedang mestika yang masih terletak di dalam
sarungnya itu. Kulihat Yan Zi sudah akan meningkatkan pilihan
jurusnya, yang terpaksalah akan harus dilayani sosok berbusana
serbahitam yang hanya kelihatan matanya, sehingga aku harus
cepat melakukan sesuatu untuk menghentikan. Memisahkan
pertarungan tingkat tinggi berkemungkinan mencederai diri sendiri,
jika tidak kehilangan nyawa sama sekali.
Kuangkat saja pedang itu, dan Yan Zi segera melompat mundur
sambil berputar tiga kali. Ia menyambar pedang itu dari tanganku.
Namun belum lagi segalanya jelas, sosok berbusana serbahitam
yang hanya kelihatan matanya itu terlihat telah memegang senjata
kipas besi. Itu senjata Kipas Sakti! Apa yang telah terjadi"
449 Sosok itu segera menarik penutup mukanya. Aku ternganga. Itulah
wajah yang selama ini kami kenal sebagai utusan Ibu Pao, yang
bahkan namanya tidak kami kenal! Wajah yang sudah lama
kuduga hanyalah berpura-pura bodoh sahaja.
Perempuan paro baya yang selama ini hanya berpura-pura bodoh
itu betapapun sempat mengelabui kami pula, tersenyum, dan
menggelar kipasnya. "Berkat kipas ini aku dijuluki Kipas Maut yang pernah membuat riak
dan gelombang di sungai telaga
dan rimba hijau. Aku mengundurkan diri dari dunia persilatan untuk mencari ketenangan
di Danau Sabit Yaeyaquan yang terletak di tengah padang pasir
Gansu. Aku terima seorang murid perempuan agar bisa membela
dirinya dari dunia laki-laki yang kejam. Tiada kukira setelah
menguasai satu dua jurus dia menghilang membawa senjataku
dan menamakan dirinya Kipas Sakti. Setelah menyeberangi gurun
dan menyusuri lembah selama dua tahun akhirnya terlacak
jejaknya di Kotaraja Chang'an."
"Semula aku tidak bisa berbuat apa-apa karena sementara aku
bekerja di tempat Ibu Pao, muridku yang culas itu berada bersama
kalian. Aku memang mengawasinya beberapa lama untuk
450 mengetahui apakah benar dirinya ingin menjadi pendekar yang
menegakkan keadilan."
KIPAS Maut masih bercerita.
"Maka kuketahui bahwa ia hanyalah ingin menjadi pendekar paling
unggul di dunia persilatan dengan segala cara, bila perlu menjalin
kerja sama dengan golongan hitam pula. Pernah aku dengar dia
diterima sebagai pengawal kepala pasukan pemberontak Yang
Mulia Paduka Bayang-Bayang, tapi kutahu ia hanya mencari
peluang yang menguntungkan dirinya sendiri saja.
"Aku tahu bagaimana dia bersekongkol dengan Sepasang Rubah
dari Sungai Kuning yang kejam untuk berbagi senjata-senjata
mestika dari gudang senjata, berdasarkan keterangan yang
diharapkannya dariku. Aku mencuri dengar rencana mereka
bahwa sebagai sandera ia berharap akan dibebaskan pihak-pihak
yang bekerja sama dengan kalian, karena meskipun ia telah
mengetahui sentuhan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan
akan membuat pedang untuk tangan kiri ringan, ia tak tahu di mana
letaknya, meski tetap mengiranya di gudang senjata.
"Yang tak pernah diduganya tentu bahwa yang akan menemui
kalian adalah diriku, yang ternyata tidak membebaskan maupun
451 berbagi keterangan tentang senjata mestika melainkan membunuhnya. Ia berencana merebut Pedang Mata Cahaya untuk
tangan kiri begitu menyentuhnya, dan dengan dua pedang
membinasakan kalian berdua. Untuk menutupi rencana ini bahkan
ia membunuh para pengawal golongan hitam yang menunjukkan
gelagat mengenal, tapi tak tahu-menahu tentang rencanarencananya.
"Sengaja aku tunggu pengawal yang juga berasal dari golongan
hitam memberikan pedang itu. Pengawal itu kuberi Totokan Lupa
Peristiwa, tetapi muridku yang telah membunuh terlalu banyak
orang dengan ilmuku ini sangat berbahaya jika hidup lebih lama.
Dengan sedih dan terpaksa kutotok dia dengan Totokan Pelepas
Nyawa." Kami berdua terpaku dengan ceritanya yang panjang tetapi sangat
cepat itu. Setelah menyimpan kipasnya, ia melejit ke dalam
kegelapan malam. "Ikutilah aku jika kalian ingin tahu di mana pedang itu."
Kipas Maut, begitulah namanya, melejit dan meniti udara seolaholah memang ada yang diinjaknya, meskipun hanya ada udara saja
dalam kelam malam tanpa bintang, yang sengaja dipilih sebagai
452 saat malam penyusupan. *** Dari Balai Pikiran yang Jernih kami terbang melewati Gedung Han
Liang atau Gedung yang Berisi Kesejukan, kami lewati pengawalpengawal berjaga yang seperti tak tahu apa yang terjadi pada
bagian lain istana karena luasnya Istana Daming ini, nyaris
bagaikan sebuah kota tersendiri.
Seperti bersepakat, kami bertiga berlindung di balik layar
kegelapan, melebur dalam segala kekelaman, dan meringankan
tubuh kami sampai seringan daun, sehingga hanya dengan
membiarkan diri terbawa angin saja tibalah kami di Balai Zi Lan
atau Balai Anggrek Merah.
Kami mengikuti Kipas Maut yang mendarat di tangga seperti
burung bangau mendarat, dan kami pun mendarat di tangga
seperti burung bangau mendarat.
Sembilan perempuan pengawal berbusana ringkas serbamerah
siaga dengan pedang terhunus di tangga teratas. Ternyata semua
pengawal di sini adalah perempuan, dan semua perempuan
pengawal itu berbusana merah. Untuk selintas aku teringat Elang
Merah dan tentu begitu Yan Zi.
453 "Siapa kalian" Pastilah tamu tak diundang, datang dari balik
kegelapan malam tanpa pemberitahuan."
Kipas Maut menjura dengan sopan.
"Sampaikan kepada Putri Anggrek Merah, malam ini Kipas Maut
datang sesuai perjanjian."
Salah seorang perempuan pengawal itu tertawa perlahan.
"Apakah pendekar berbusana hitam yang menyebut dirinya Kipas
Maut itu merasa bahwa dengan mengucapkan kata-kata seperti itu
lantas baginya pintu terbuka dengan sendirinya?"
Seperti tersinggung, Kipas Maut menjawab, "Kipas Maut telah
mengatakan yang sebenarnya, tetapi janganlah kiranya aku
disebut Kipas Maut jika tak mampu membuka pintu mana pun
dengan paksa!" Sambil berkata seperti itu Kipas Maut mengeluarkan kipasnya,
mengembangkannya seperti bulu seekor merak, yang segera
disambut kepungan ketat terhadap kami bertiga, yang tanpa saling
bicara telah dengan sendirinya saling beradu punggung menghadapi kepungan dalam tata lingkaran seperti itu.
454 Ternyata selain sembilan perempuan pengawal berbusana
serbamerah yang mengacungkan pedang di tangga teratas itu,
masih lebih banyak lagi perempuan pengawal berbusana
serbamerah di belakang kami.
Kami bertiga benar-benar terkepung. Sebagai pengawal istana
mereka tahu benar cara mengepung penyusup agar tidak bisa
lolos. AKU belum sempat berpikir lebih jauh, ketika dari balik pintu
gerbang terdengar suara yang halus dan mencairkan ketegangan
yang sudah memuncak. "Sssshhhh.... Mereka itu tamuku, biarkan mereka masuk."
Lingkaran pengawal yang tadi tertutup kini terbuka, dan yang
semula maksudnya mengepung kini mengawal. Seperti yang telah
kusaksikan, mereka sangat terlatih. Terlihat dengan jelas bahwa
secara berkelompok maupun berhadapan satu lawan satu, tingkat
ilmu silat para perempuan pengawal ini jauh lebih tinggi dibanding
ilmu silat para pengawal yang telah kami hadapi. Seperti
menegaskan keberadaan perempuan sebagai pengawal, bahwa
perbedaan mereka bukanlah pada jenis kelamin, melainkan
terutama pada tingginya ilmu silat yang mereka miliki.
455 Kami dikawal masuk ke balik pintu gerbang. Ternyata masih
terdapat jarak antara pintu gerbang dan pintu masuk ke dalam
Balai Anggrek Merah. Sedangkan suara halus tadi terdengar
bagaikan dekat-dekat saja. Hanya tenaga dalam tingkat tinggi saja
yang mampu membuatnya seperti itu.
"Kipas Maut, utusan Ibu Pao..."
Di ruang dalam, di balik pingfeng atau layar penghalang
pandangan, dalam kesuraman cahaya lilin, terlihat bayang-bayang
seorang perempuan dengan rambut disanggul tinggi yang sedang
menyulam. Dibanding angin yang tiada henti-hentinya menderu di
luar, ruangan ini sangat tenang. Kipas Maut pun menjura.
"Putri Anggrek Merah, Kipas Maut datang bersama kawan-kawan
Ibu Pao. Mereka siap mendengarkan keterangan me?ngenai
keberadaan Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri."
Terdengar suara desah dari helaan napas panjang.
"Pedang Mata Cahaya memang bukan sembarang pedang. Sudah
lama sekali disimpan oleh pemiliknya tanpa pernah digu?nakan
karena memang tak pernah diperlukan, lantas diwariskan turuntemurun tanpa kejelasan akan gunanya. Semula merupakan
pusaka keluarga saja, tetapi semenjak kekacauan yang mengharu
456 biru itu sepasang pedang tersebut terpisahkan, dan rupanya yang
untuk tangan kanan lantas terpakai untuk pertarungan, yang
membuat kewaspadaan meningkat."
Ia berhenti, dan tiba-tiba bertanya.
"Jadi kamu bayi itu" Bayi yang sejak lahir dibuntal jadi satu dengan
Pedang Mata Cahaya untuk tangan kanan?"
Yan Zi pun menjura. "Demikianlah yang saya dengar, Putri Anggrek Merah."
"Aku pun hanya mendengar ceritanya, Pendekar Yan Zi Si Walet."
Masih kulihat bayang-bayang tangan yang menyulam itu.
Kuperkirakan ia jauh lebih muda dari Yan Zi, tetapi perbedaan
se?perti membuat sikapnya jauh lebih tua. Apakah Putri Anggrek
Merah ini termasuk putri bangsawan yang menjadi anak asuh Ibu
Pao" Seorang putri bangsawan yang menjual dirinya, mungkinkah
hanya untuk uang dan harta benda, dan bukannya untuk
kekuasaan pula, apa pun bentuknya"
"Ibu Pao bercerita tentang siapa dirimu," lanjutnya, "Jadi dikau
bukan sekadar penyoren pedang yang memburu kejayaan di


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

457 sungai telaga, urusan pedang ini bagimu adalah masalah keluarga,
menjadi hakmu pula."
"Begitulah yang saya dengar dari guru Angin Mendesau Berwajah
Hijau," sahut Yan Zi.
"Itu pernah menjadi desas-desus yang santer, termasuk bahwa
cerita itu barangkali memang hanya desas-desus. Asal tahu saja
Pendekar, segala sesuatu mengenai Putri Yang Guifei akan
menjadi cerita yang seru dan jika perlu ditambah segala sesuatu di
sana sini, demi kepentingan yang belum tentu bisa diketahui."
"Saya mengerti, Putri..."
"Aku hanya kebetulan mendengar, banyak senjata dipindahpindahkan setelah pengumuman pelelangan itu. Tampaknya untuk
memisah-misahkan antara yang akan dilelang dan yang tetap
disimpan." Kami bertiga masih terus mendengarkan.
"Suatu malam kudengar suara peti beroda yang didorong banyak
orang. Rupanya karena yang diangkut itu memang berat sekali.
Angin tidak terlalu kencang, jadi kudengar percakapan orangorang yang mendorongnya.
458 'Bukan main beratnya peti ini! Apa isinya"'
'Kita memindahkan barang dari gudang senjata mestika, tentunya
ini salah satu mestika itu.'
'Mau dibawa ke mana"'
'Ke Bukit Penglai itu.' 'Bukit Penglai di seberang itu" Ya, untuk disimpan di dalam gedung
yang ada di sana.' 'Kalian tentu telah mempelajarinya bukan" Di depan sana terdapat
Kolam Taiye, tempat maharaja suka berperahu dan tetirah di dalam
gedung yang ada di situ"'
Kipas Maut kali ini yang menjawabnya.
"Kami mengetahuinya, Putri."
"Bagus," kata Putri Anggrek Merah, "tapi bukan di sana pedang
yang kalian cari itu disimpan."
Kami bertiga terperangah.
"Dengar dulu lanjutan ceritaku."
459 PUTRI Anggrek Merah itu seperti apakah orangnya" Sungguh aku
penasaran dengan suaranya yang mendayu-dayu. Namun aku
tentu harus lebih penasaran dengan akhir ceritanya itu.
"Mereka memang menyimpannya di gedung itu, dan untuk itu
sebuah perahu telah disiapkan. Kudengar percakapan mereka."
'Mengapa kecil sekali perahu untuk mengangkut barang seberat
ini"' 'Bagaimana kami tahu peti dengan ukuran seperti itu bisa berat
sekali! Kami sesuaikan perahu ini dengan ukuran panjang dan luas
peti yang diberitahukan kepada kami. Lagipula tidak ada perahu
yang lebih besar lagi! Kolam ini hanya tempat maharaja beristirahat
dan bersenang-senang, hanya perahu tempat maharaja bercengkerama dengan selir-selir atau simpanannya.'
'Kadang selir-selir itu bahkan menyanyi di atas perahu itu,
meskipun suaranya jelek sekali, sampai mengganggu orang tidur
saja!' Kudengar helaan napas pada kalimat yang terakhir itu. Siapakah
Putri Anggrek Merah"
Dia tampak kesal sendiri. Kami hanya bisa menunggu.
460 "Begitulah rupanya orang-orang kebiri yang bodoh itu tetap
memaksakan diri memuatkan peti yang katanya berisi senjata
mestika itu ke sebuah perahu yang biasanya digunakan maharaja
mendengarkan selir-selir atau simpanannya menyanyi.
"Kudengar dayung menyibak air beberapa kali sampai tak
terdengar suaranya. Padahal seharusnya suaranya makin lama
makin menjauh bukan" Karena tidak kudengar suaranya, aku pun
menengoknya lagi. Ternyata sebuah sampan kecil yang ditumpangi dua orang lain telah mencegat dan menghentikannya.
Semua perahu yang menuju ke pulau kecil di kolam itu
dipercayakan hanya kepada orang-orang kebiri, bahkan pengawal
istana pun hanya diperkenankan menjaga di tepi kolam. Tapi
malam ini tidak akan begitu ketat karena maharaja keluar istana
untuk perburuan musim semi, dan hanya pengawal istana yang
boleh berada antara dua sampai tiga lapis di sekitarnya."
"Aku melihat dua orang berseragam pelayan kebiri lain dari
sampan yang mencegat itu meloncat ke perahu yang membawa
peti. Mereka tampak tidak menguasai ilmu meringankan tubuh, dan
tampaknya berusaha keras merebut peti, yang sebetulnya karena
sangat berat maka tidak akan mungkin. Namun mereka ternyata
berhasil membunuh pelayan-pelayan kebiri lain yang berada di
perahu itu. Tidak jelas bagaimana mayat-mayat mereka 461 disembunyikan, pada hari berikutnya tidak terdapat kabar apa pun
mengenai mayat-mayat itu."
Aku dan Yan Zi berada dalam sikap yang tidak memungkinkan
untuk saling berpandangan, tetapi kami tetap saling melihat
dengan sudut mata kami masing-masing. Yan Zi tentu gelisah
dengan nasib Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu, dan
sebetulnya aku pun begitu, tetapi kami harus menjaga diri agar
keterangan penting yang telah berbulan-bulan kami cari, dan kini
sudah begitu dekat, tidak menjauh kembali.
Putri Anggrek Merah berhenti bicara, dari balik layar pingfeng
tampak bayangan seorang perempuan pelayan memberikan
cawan minuman, lantas bayangan itu mengabur dan menghilang.
"Mereka yang berusaha merebut peti itu lantas berusaha sekuat
tenaga memindahkannya ke atas sampan, karena perahu yang
biasa dipergunakan maharaja hanya bisa berlabuh pada dermaga,
sedangkan dermaga di pulau maupun di tepi danau dijaga oleh
pengawal istana. Namun mereka rupanya tidak mengira jika
bebannya akan seberat itu, sehingga ketika dengan susah payah
mereka nyaris berhasil memindahkannya, peti itu meluncur begitu
saja menimpa dada penerimanya, yang terdorong jatuh ke bagian
462 belakang sampan dengan peti itu masih berada di atas dadanya,
sampai bagian depan sampan itu naik dan ..."
Kulihat bayangan Putri Anggrek Merah itu mendadak saja
mengibaskan lengan ke atas, dan jatuhlah suatu bayangan hitam
dari atas langit-langit, yang begitu jatuh berdebam menghancurkan
sebuah guci di hadapannya, langsung ditebas lehernya sampai
kulihat bayangan kepala lepas dari batang lehernya yang
memancurkan darah. Belum sempat kupikirkan dari mana Putri Anggrek Merah
mengambil pedang yang kini dipegangnya, di belakang kami tibatiba saja sudah terdengar pintu didobrak dan Sepasang Rubah dari
Sungai merangsek diriku dan Yan Zi, sementara Kipas Maut
menghadapi seseorang berambut panjang bersenjata dua pedang
lengkung yang dalam sekejap kuketahui berilmu sangat tinggi.
Dalam sekali putaran, secara berturut-turut kedua pedang
lengkung itu memapas dada dan perut Kipas Maut yang belum
sempat menggunakan kipas besinya.
KIPAS Maut ambruk dengan semburan darah yang segera
menggenangi lantai ketika pingfeng itu ditendang oleh pembunuhnya, yang tampak segera merangsek Putri Anggrek
463 yang telah mematikan penerangan lilin dengan kibasan pedangnya. Aku berkelit dari tebasan Rubah Jantan yang sebat
dan cepat seperti kilat sambil memejamkan mata, karena dengan
Ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang sambaran
pedangnya dalam kegelapan tampak sebagai cahaya yang terlalu
jelas. Terdengar suara benturan logam dan terlihat letik api dari
tangkisan pedang Yan Zi atas serangan Rubah Betina yang
disebut-sebut jauh lebih kejam dari Rubah Jantan. Dengan segera
terbukti betapa tingginya ilmu silat Sepasang Rubah dari Sungai
Kuning itu. Apalagi tampak keduanya bergerak dalam jurus-jurus
yang berpasangan, sehingga kedudukan diriku dan Yan Zi segera
terkepung. Di satu pihak aku merasa beruntung tidak membawa
pedang Elang Merah, karena tentu akan diambil dalam
penggeledahan ketika tadi ditahan; tetapi aku juga menyesalinya
karena jurus pedang sebaiknya dilawan dengan jurus pedang.
Dalam aliran silat Shansi disebutkan: Pukulan tepat tak terlihat. Musuh harus jatuh tanpa melihat
tanganmu. 1 Maka kiranya kami harus segera meningkatkan kecepatan, yang
bukan hanya karena cepatnya, tetapi juga karena berlangsung
464 dalam gelap akan membuat jurus-jurus Sepasang Rubah teratasi
dan keduanya dapat dilumpuhkan.
Aku pun tak lupa betapapun hebatnya jurus berpasangan, ketika
salah satu pasangan terlumpuhkan berarti separo kekuatannya
telah hilang. Sebagai anak asuh Sepasang Naga dari Celah
Kledung kuketahui kunci-kunci jurus berpasangan ini dan
kuketahui pula betapa orang tua asuhku itu telah membuat jurusjurus berpasangan itu dikuasai orang demi diriku, hanya untukku,
dan tiada lain selain aku sehingga meski tidak berpasangan, ketika
kugunakan jurus-jurus berpasangan itu lawanku akan merasa
berhadapan dengan dua orang. Dengan cara seperti itu, meski
kugunakan hanya satu pedang, ketika menggunakan jurus bagi
dua pedang yang dimainkan berpasangan maka lawanku
sebetulnya berhadapan dengan empat pedang.
Kulirik Putri Anggrek Merah, sejumlah pengawal berbusana merah
meski telah melindunginya dengan ketat tampak sedang terbantai
oleh kecepatan dua pedang lengkung yang tampak dipegang
dengan cara yang aneh seperti jika seseorang menancapkan
pedang ke batang kayu di atas tanah. Setiap kali ia berputar selalu
dilanjutkan dengan darah bersemburan. Aku harus segera
mengatasi lawanku, jika tidak maka pemegang sepasang pedang
lengkung berambut lurus dan panjang akan membuat kedudukan
465 Putri Anggrek Merah sangat terancam, sedangkan keterangan
yang telah kudengar sejauh ini sama sekali belum tuntas!
Pedang Rubah Jantan menyambar kepalaku, dengan mata masih
terpejam aku menarik kepalaku ke belakang, merebut pedangnya
dengan tangan kiri sambil memberikan angin pukulan Telapak
Darah ke dadanya dengan tangan kanan. Ia terpental dengan
semburan darah ke udara yang tak terlalu terlihat dalam
kegelapan, tetapi cukup membuat kewaspadaan Rubah Betina
terkacaukan dan saat itulah ujung Pedang Mata Cahaya untuk
tangan kanan menembus jantungnya.
Yan Zi tak menunggu sampai napas penghabisannya terhembus,
kami segera melesat ke arah pemegang kedua pedang
melengkung berambut panjang yang jika sempat menyelesaikan
putarannya niscaya tamatlah riwayat Putri Anggrek Merah, yang
meski tak kurang tinggi ilmu silatnya, tetapi ilmu silat pemilik kedua
pedang melengkung itu rupanya memang amat sangat tinggi.
Ujung pedang yang kupegang sempat menyentuh ujung pedangnya sehingga arahnya berubah dan luputlah leher jenjang
Putri Anggrek Merah dari kemungkinan terbelah. Namun ujung
pedangnya yang lain lebih cepat dari pedang Yan Zi.
466 "Aaaaahhhh!" Belum dapat kulihat bagaimana pedang melengkung yang panjang
itu telah menyayat busana serba merah Putri Anggrek Merah
berikut kulit punggungnya yang kurasa pernah disebut-sebut Ibu
Pao sebagai terindah di Negeri Atap Langit, sehingga tiada alasan
apa pun bagi maharaja untuk tidak memungutnya sebagai selir
tercinta di Istana Daming, sebagaimana memang dikehendaki oleh
Putri Anggrek Merah sendiri.
Dengan kecepatan pikiran pedang Rubah Jantan yang kurebut
telah seribu kali berbenturan dengan kedua pedang panjang
melengkung yang gerakannya tak terlihat itu. Aku masih
memejamkan mata karena dalam kegelapan lebih baik aku
menggunakan Ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang.
Namun suatu kejadian tak terduga muncul ketika kami berdua jatuh
karena terpeleset oleh genangan darah...
GENANGAN darah membuat kami meluncur sepanjang lantai
yang telah menjadi terlalu licin, dan sepanjang meluncur itu pula
kami sebetulnya berhadapan serta saling memandang, ketika kami
saling bertukar pukulan dengan begitu cepat, sangat cepat,
bagaikan tiada lagi yang bisa lebih cepat karena tak sempat dan
tak memungkinkan menggunakan pedang.
467 Aku telah berpikir untuk segera menggunakan Jurus Tanpa Bentuk
ketika terdengar Yan Zi memanggilku dengan Ilmu Bisikan Sukma.


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kemarilah!" Perhatianku terpecah sejenak, dan saat itulah lawan yang
kuhadapi menghilang, dan tak akan kukejar karena Yan Zi tak
mungkin memanggilku jika tidak terdapat sesuatu yang mendesak.
Putri Anggrek Merah, perempuan Negeri Atap Langit terindah yang
pernah kusaksikan, memandangku dengan sedih di pangkuan Yan
Zi. "Aku telah mendengar tentang seorang pendekar yang tidak
mempunyai nama dan hari ini aku telah berjumpa dengannya,
tetapi diriku tidak beruntung dapat mengetahui serba-sedikit dari
rahasia Jurus Tanpa Bentuk. Terima kasih telah membantu Yan Zi
Si Walet dan teruslah membantunya. Keluarganya adalah
keluargaku juga. Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri itu berada
di dasar Kolam Taiye sekarang. Sayang sekali ilmu silat orang
bersenjata sepasang pedang panjang melengkung itu terlalu tinggi
bagiku, Yan Zi..." Yan Zi memegang tangannya, dan mendekat. Putri Anggrek Merah
seperti mengucapkan sesuatu. Dalam kegelapan dan ketegangan
468 tidak ada sesuatu yang seperti dapat kupastikan. Namun kukira
Putri Anggrek Merah telah disambut para leluhurnya di langit.
Kong Fuzi Ketika seekor burung akan
berkata: mati, suaranya penuh duka Ketika mendekati kematian, kata-kata manusia itu baik 1
Putri Anggrek Merah yang sungguh dapat kukatakan cantik jelita
tiada tara itu betapa cepat pergi. Kukira usianya belum 30. Apakah
yang disampaikannya kepada Yan Zi" Suasana kacau balau.
Ruangan porak poranda. Namun sisa para perempuan pengawal
berbusana serbamerah yang tiada kurang pula keserba- indahannya meski jelas diselimuti duka, tetap tenang dan berusaha
menguasai keadaan. "Sebaiknya pendekar berdua segera meninggalkan gedung ini,"
kata salah seorang pengawal yang segera mengambil alih
kepemimpinan di tempat itu, "kami akan mengatakan hanya Kipas
Maut masuk kemari." Apa kiranya yang dicari para penyerbu itu" Tidakkah mereka
seharusnya bersama-sama mengawal istana" Peristiwa ini jelas
menunjukkan terdapatnya perpecahan. Bukan saja golongan hitam
tidak semestinya dipanggil masuk ke dalam istana dan diandaikan
469 mampu melakukan pengawalan terencana pula, melainkan dalam
kenyataannya mereka telah menyerbu Balai Anggrek Merah dan
membunuh penghuninya pula.
Siapakah pendekar bersenjata dua pedang panjang melengkung
berambut panjang yang caranya memegang pedang sangat aneh
itu, yakni seperti cara memegang pedang jika mau menancapkan
di tanah agar bisa berdiri" Caranya memutar tubuh dengan kedua
pedang itu pada sisi luar badannya akan selalu membuat tubuh
lawan tersayat dan tergurat panjang dengan luka yang dalam dan
diperdalam karena berasal dari dua pedang berturutan.
Ketika bertukar pukulan, dalam arti pukulan masing-masing saling
tertangkis dengan sangat amat cepat, saat meluncur di lantai
karena terpeleset genangan darah, aku sama sekali tidak bisa
melihat wajahnya. Bukan sekadar karena ruangan yang telah
menjadi gelap, tetapi juga kukira sebagian dari rambutnya yang
panjang menutupi wajahnya.
Ciri dua pedang panjang melengkung, rambut panjang, dan
tubuhnya yang tinggi besar, serta bisa ditambahkan cara
berbusana yang tidak terlalu sama dengan kebanyakan orang,
yang membuat bahunya tampak lebar dan perkasa, adalah ciri dari
470 seseorang yang selama ini kami duga dengan kuat sebagai
Harimau Perang. Bukankah tidak terlalu mudah hidup tanpa kepastian"
Di luar Balai Anggrek Merah baru kusadari keberadaan Kolam
Taiye, yang sebenarnya tidak terlalu dekat juga dengan Balai
Anggrek Merah itu. Jika Putri Anggrek Merah berada dalam
ruangan, dan mendengar serta melihat apa yang telah diceritakan
sebagai diketahuinya, tidak adakah yang mungkin luput atau salah
didengarnya" Namun dari tangga teratas itu terlihat dengan jelas para pengawal
istana telah mengepung Balai Anggrek Merah dalam suatu tata
pengepungan yang menggetarkan. Terdengar suara yang berwibawa dari baris terdepan.
"Hanya mereka yang siap untuk mati akan berani menumpahkan
darah di Istana Daming, tetapi sebagai pembunuh Putri Anggrek
Merah, jangan harap kalian akan mendapatkan kematian yang
membebaskan diri kalian dari penderitaan."
PARA pengawal istana yang mengepung kami berada di bawah,
teras Balai Anggrek Merah ini cukup tinggi untuk menghitung
mereka dengan cepat. Tidak kurang dari tiga ratus orang telah
471 menghunus senjatanya, bahkan terdapat barisan panah yang
langsung memberikan serangan mendadak. Lima puluh anak
panah melesat siap merajam tubuh kami!
Para pemanah itu tentu pembidik jitu, karena dari jumlah lima puluh
itu dua puluh lima anak panah terarah dengan tepat ke berbagai
titik lemah di tubuh Yan Zi dan dua puluh lima anak panah yang
lain terarah ke berbagai titik lemah di tubuhku!
Yan Zi memutar pedangnya dengan kecepatan tinggi untuk
melindungi tubuhnya sehingga panah-panah itu bagaikan memasuki suatu alat penghancur, buyar bertaburan bagaikan
dedaunan tertiup angin, sementara aku cukup menjatuhkan diriku
ke lantai teras sehingga dua puluh lima anak panah itu bersuit-suit
melewatiku dan menancap ke pintu besar Balai Anggrek Merah.
Aku dan Yan Zi bertatapan dan saling mengerti dengan cepat.
Sekali jejak kami telah melayang ke atas genting di atas teras, dan
sekali lagi kami menjejak sudah berada di atas wuwungan Balai
Anggrek Merah. Gedung-gedung di dalam Istana Daming begitu
tinggi, sehingga berada di atas wuwungan dalam kegelapan
seperti ini dari bawah kami nyaris tidak terlihat meski mata seorang
pendekar tentu saja tidak dapat disamakan.
472 Seperti yang sudah seharusnya dilakukan, kami menunggu
sejenak untuk mengetahui apakah akan ada seseorang yang
memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup tinggi dan cukup
bernyali untuk mengikuti kami. Namun apa yang terjadi di bawah
itu jauh lebih mengejutkan karena ternyata berlangsung bentrokan
sengit di antara pasukan pengawal istana itu. Beberapa orang
bahkan sudah bergelimpangan dengan darah berbuncah dari luka
yang menganga. Segera kulihat di antara mereka terdapat sosok-sosok yang sudah
kami kenal, seperti Kucing Garang dari Tiantaishan, Kelelawar
Putih, dan Jagal Maut di satu pihak, berhadapan dengan pihak
yang dipimpin oleh Panglima Zhen!
"Harimau Perang benar tentang kalian," kata Panglima Zhen,
"betapapun tinggi ilmu silatnya, golongan hitam tidak lebih
daripada tikus!" "Kalian hamba-hamba Wangsa Tang dipersilakan buka mulut
selebar-lebarnya, karena hari-hari kalian hampir berakhir!"
Mungkin hanya seratus orang dari pihak golongan hitam menyerbu
dua ratus pengawal istana yang berilmu tinggi. Tetapi karena
merupakan serangan tak terduga, datang dari pihak yang sempat
473 mengawal istana bersama-sama pula, maka terjadi kekacauan
yang dengan seketika menumpahkan darah dan menerbangkan
nyawa. Jerit, teriakan, dan raung kesakitan segera menandingi
deru angin, yang tidak juga mereda, bahkan menderu-deru begitu
rupa bagaikan berkehendak mencabut segala tanaman dan pohon
dari akarnya. "Apakah Pendekar Tanpa Nama mendengar apa yang dikatakan
Panglima Zhen itu?" "Ya, Harimau Perang jelas bekerja untuk Wangsa Tang."
"Mungkinkah orang yang bekerja untuk Wangsa Tang membunuh
Putri Anggrek Merah?"
"Tapi kita belum tahu siapakah Putri Anggek Merah itu."
Yan Zi tertegun. Aku pun sebetulnya terkejut dengan pendapatku
sendiri. Namun jika Harimau Perang memang diundang untuk
membereskan keruwetan, aku tidak terlalu heran jika keberadaan
Putri Anggrek Merah dianggap berbahaya. Bukankah Putri
Anggrek Merah telah mengakui betapa keluarga Yan Zi adalah
keluarganya juga, yang juga berarti menjadi kerabat ke?luarga
besar Yan Guifei dari Shannan. Sedangkan kebencian banyak
orang terhadap Yan Guifei bukanlah terutama karena menjadi
474 kesayangan maharaja, melainkan karena menempatkan terlalu
banyak kerabatnya pada berbagai kedudukan dalam pemerintahan. Sangat sering dengan tidak melalui ujian negara.
Jika dalam kedudukan seperti itu, Putri Anggrek Merah kini menjadi
simpanan terkasih maharaja yang sama, terutama dengan memiliki
pengawal rahasianya sendiri pula, mungkin dianggap terlalu
berbahaya dalam pandangan seorang petugas rahasia seperti
Harimau Perang. Dengan pengawal rahasia berilmu tinggi di
sekitarnya, Putri Anggrek Merah bukan hanya sulit disentuh, tetapi
juga terlalu mudah membunuh sang maharaja.
"Mengapa tidak menangkapnya saja sejak lama" Kenapa hari ini
dan oleh Harimau Perang sendiri pula?"
Tanggapan Yan Zi sangat masuk akal, tetapi jelas di dalam Istana
Daming kedudukan Putri Anggrek Merah sebagai simpanan
terkasih sungguh tidak memungkinkan untuk ditangkap.
"Harimau Perang menewaskan Putri Anggrek Merah, kitalah yang
dituduh sebagai pembunuhnya!" Yan Zi berujar dengan gusar.
"APA yang membuatmu yakin pembunuhnya adalah Harimau
Perang?" 475 Pertarungan antara para pengawal masih berlangsung seru.
Dalam kegelapan, di atas wuwungan, dapat kurasakan Yan Zi
mengernyitkan keningnya. "Jika bukan Harimau Perang yang membunuh Putri Anggrek
Merah, siapa manusia tinggi besar bersenjata dua pedang
melengkung dengan rambut panjang yang membunuhnya?"
"Sampai hari ini kita belum pernah mengenali dengan pasti seperti
apa ujud Harimau Perang itu seutuhnya. Tampaknya memang
Harimau Perang unggul dalam permainan kerahasiaan, aku tak
berani memastikan apa pun."
Yan Zi belum menanggapi, aku meneruskan.
"Antara membunuh Putri Anggrek Merah dan datang bersama
Sepasang Rubah dari Sungai Kuning, serta berada di pihak
pengawal istana yang memusuhi golongan hitam, memang dua
tindakan yang bertentangan. Jika Kipas Maut tidak terlalu cepat
membebaskan kita tadi, perkembangannya belum tentu seperti
ini." "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Tetap seperti tujuan kita semula, mencari di mana pedang itu."
476 "Di dasar kolam?"
"Cuma itu yang kita tahu sekarang."
"Sekarang atau besok?"
Aku tidak dapat segera menjawab. Melalui perantaraan Kipas
Sakti, pedang itu hanya untuk diketahui tempatnya malam ini, dan
diambil ketika serangan untuk mengalihkan perhatian berlangsung
besok. Namun Kipas Sakti ternyata hanyalah nama gadungan bagi
Kipas Maut. Seberapa jauh Kipas Sakti yang telah dibunuh Kipas
Maut itu dapat dianggap mewakili Yang Mulia Paduka BayangBayang"
Kuingat kata-kata Kipas Maut bahwa murid yang berkhianat itu
bergabung dengan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang hanyalah
demi keuntungan dirinya sendiri saja. Namun justru karena itu
masuk akal jika Kipas Sakti mesti menjalankan peran dengan
sempurna, dan itu berarti tugasnya sebagai matarantai rahasia
dilakukannya. Hanya setiap kali kedoknya hampir terbuka ia
membungkam dengan segala cara.
Barangkali saja Kaki Angin memang membuntuti kami, karena
pengintaian Istana Daming dari puncak Kuil Pagoda Angsa itu tidak
diatur bersama jaringan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, yang
477 memberi kesempatan bagi Kipas Sakti untuk menjebaknya. Kaki
Angin memang membuntutiku tetapi besar kemungkinan Kipas
Sakti juga membuntutinya, bahkan bisa saja sengaja membuatnya
tepergok olehku dengan cara yang belum kuketahui, sehingga
terbunuh olehku. Rasanya aku semakin terbiasa dengan cara para
mata-mata ini bekerja. Kipas Sakti tidak mungkin bergerak leluasa selama Kaki Angin
mengetahui kehadirannya, sehingga harus disingkirkan. Kemungkinan besar Kipas Sakti pun mendengar ucapan terakhir
Kaki Angin yang menyebut nama Harimau Perang, sehingga
dengan nama itu ia bisa mengarang cerita tentang Kaki Angin.
Sungguh licin! Namun tidaklah pernah diduganya bahwa Kipas
Maut, guru yang telah dikhianatinya, mengetahui segala perbuatan
karena telah mengikuti perjalanan dan perilakunya, bahkan dalam


Naga Jawa Negeri Di Atap Langit Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Ajidarma di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jangka waktu yang lama. Kubayangkan betapa besar jiwa Kipas
Maut ketika harus merendahkan diri sebagai pelayan Ibu Pao, yang
memang harus dilakukannya karena mengetahui jaringan Ibu Pao
di Istana Daming. Kini aku teringat bayangan yang berkelebat di Kuil Pagoda Angsa
setelah Kaki Angin mengucapkan kata-kata terakhirnya. Itulah
Kipas Sakti yang mendahului dan lantas menunggu kami dengan
bual tentang Kaki Angin. 478 Namun apa pula sebabnya Kaki Angin menyebutkan nama
Harimau Perang" Jika pun Kaki Angin bukan mata-mata ganda,
dalam urusan apakah ia merasa begitu perlu menyebutkan
namanya sebelum mati"
Kong Fuzi berkata: manusia utama menjalani tiga perubahan dari jauh penuh wibawa saat mendekat tampak santai
ketika terdengar ia berbicara
bahasanya tegas dan menentukan 1
Kipas Sakti hanya berkepentingan untuk memiliki pedang itu. Ia
sempat memegang sebentar Pedang Mata Cahaya untuk tangan
kanan sebelum dibunuh gurunya sendiri. Namun ia pun belum tahu
di mana letak Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri.
Dalam pengarahan Ibu Pao, Kipas Maut membawa kami kepada
Putri Anggrek Merah. Kejadian selanjutnya agak membingungkan.
Putri Anggrek Merah harus mati karena menjadi bagian dari
479 jaringan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang, atau karena ia akan
menyebutkan di mana letaknya Pedang Mata Cahaya untuk
tangan kiri" Kami masih berada di atas wuwungan, pertarungan di bawah
antara para pengawal istana sendiri belum menunjukkan siapa
yang akan menang dan siapa yang akan kalah. Masih terdengar
denting logam dan terlihat letik api dari perbenturan senjata
ditingkah jerit terakhir sebelum kematian.
KALAH dan menang. Apakah itu" Tidak dapat dilihat dan tidak
dapat dipegang, tetapi penafsirannya telah menggerakkan rodaroda sejarah dan menumpahkan darah begitu rupa sampai
seorang penguasa dapat merasa dirinya sebagai pemenang, dan
tiada mungkin pihak yang dianggap kalah itu akan menerima untuk
tetap kalah dan karena itu dengan segala cara akan melakukan
pembalasan. Namun dalam bentrokan antara kedua belah pihak di bawah itu,
jika harus ada yang kalah dan menang menurutku yang harus
kalah adalah unsur-unsur golongan hitam, seperti memang sudah
semestinya mereka tidak berada di istana ini.
480 Betapapun seluk-beluk kerahasiaan sungguh membingungkan
diriku. Kipas Sakti dapat mengajak golongan hitam agar mau
bersekongkol karena seolah-olah mereka berada di pihak yang
sama, yakni jaringan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang. Tempat
penyusupanku ini pun menjadi bagian dari rencana mereka.
Benarkah Putri Anggrek Merah dibunuh karena juga menjadi
bagian dari jaringan Yang Mulia Paduka Bayang-Bayang"
"Apa yang dikatakan Putri Anggrek Merah?"
Hanya Yan Zi yang mendengar kata-kata terakhirnya itu.
"Ssu jen," kata Yan Zi mengutip Putri Anggrek Merah.
"Ssu jen?" Aku terbiasa mendengar kata huan kuan dalam penyebutan orang
kebiri, yang juga berarti orang yang menjadi pelayan di istana
kerajaan. Apabila disebut ssu jen, ini berarti orang kebiri yang
melayani selir-selir maharaja maupun putri-putri istana, yang
memang terlarang bagi pelayan laki-laki. Bukan an jen, yang berarti
orang kebiri yang menjadi pengawal istana 1.
481 Apakah artinya ini" Segera terpikir olehku betapa tersinggungnya
orang-orang kebiri ini jika seluruh pengawal maupun pelayan di
Balai Anggrek Merah semua perempuan dan tak seorang pun
orang kebiri. Mungkin ini tidak akan menjadi masalah terlalu besar
kepada para an jen, orang kebiri yang menjadi pengawal dan
sudah terkenal kesetiaannya kepada maharaja, tetapi memang
sangat memungkinkan terjadi pada orang kebiri golongan ssu jen.
Apakah maksudnya persekongkolan orang kebiri golongan ssu jen
ini yang membunuhnya" Kuingat seorang bijak di Negeri Atap
Langit berkata: Ketidakadilan kecil bisa ditenggelamkan oleh secawan anggur
Ketidakadilan besar hanya bisa ditenggelamkan oleh sebilah
pedang 2. Kukira aku tidak bisa, tidak perlu, dan tidak punya waktu untuk
memecahkan teka-teki itu sekarang. Keberadaan Pedang Mata
Cahaya untuk tangan kiri itulah yang harus dipastikan malam ini
juga. "Kita harus pergi ke kolam itu," kataku, dan kami pun menjejak
wuwungan dan melayang. 482 Seperti burung kami hinggap di wuwungan Balai Cheng Xiang atau
Balai Penyandang Keharuman. Agak lebih dekat ke selatan, tetapi
belum sedekat Gedung Han Liang atau Gedung yang Berisi
Kesejukan, maka kami pun menjejakkan kaki lagi dan melayang ke
Gedung Han Liang. Sekali lagi seperti burung kami hinggap di wuwungan Gedung Han
Liang. Tampak gundukan kehitaman bukit di Pulau Penglai, yang
berarti Pulau Suci bagi penganut Dao, tetapi yang lebih sering
menjadi tempat tetirah maharaja dan selir-selirnya.
Angin kencang membuat permukaan kolam bergulung. Dari kisah
Putri Anggrek Merah, tak dapat kuperkirakan dengan tepat letak
tenggelamnya peti berisi Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri,
yang telah menjadi sangat berat tanpa pasangannya itu.
Bagaimana ia melihatnya dari Balai Anggrek Merah yang cukup
jauh" Aku percaya Putri Anggrek Merah melihatnya, tetapi
mungkin saat bercerita itu ia masih menyembunyikan keberadaannya sebagai seorang penyoren pedang. Kukira
sebetulnya Putri Anggrek Merah melihat dari dekat. Ia menyelinap
keluar karena mendengar percakapan orang-orang kebiri yang
mendorong gerobak lantas mengikuti segala kejadiannya.
483 Namun aneh juga jika sementara Putri Anggrek Merah memberitahukan segalanya, menyatakan sesuatu yang terlalu
mudah diketahui sebagai tidak memungkinkan" Apakah sebetulnya kami pun akan dijebak pula"
Pikiran ini segera kusingkirkan, tetapi aku tetap belum menemukan
kejelasan. "Kita akan menyelam berdua atau bagaimana" Biar aku saja."
Yan Zi tampak sudah tidak sabar. Aku khawatir dia datang dari
gunung, tak pernah bertarung di dalam air.
"JANGAN," kataku, "hidupmu selama ini di gunung dan belum
pernah bertarung di dalam air."
Kuingat pengalamanku bertarung melawan Kera Gila di Yavabhumipala, dan menghadapi Naga Kecil yang bersisik dan
lidahnya bercabang seperti ular itu di Sungai Merah. Bertarung di
dalam air bagi yang belum terbiasa hanya menimbulkan
kepanikan, karena air itu sendiri sudah menjadi lawan sebelum kita
menghadapi lawan yang sesungguhnya, apalagi jika lawan itu
sudah terbiasa bertarung di dalam air. Kuingat betapa nyawaku
bisa saja sudah melayang jika saat itu tidak ada Amrita, yang
sebagai murid Naga Bawah Tanah telah menempur saudara
484 seperguruannya itu dengan cara yang sama, yakni melibatnya
seperti ular dan menggigit tengkuknya.
Namun kini hanya ada Yan Zi yang harus kulindugi.
"Aku yang masuk, dikau berjaga di sini."
"Tidak, itu pedangku, kita menyelam berdua," kata Yan Zi dengan
kekerasan hati yang tampak jelas tidak bisa dihalangi.
Kami menjejakkan kaki, dan terbang kembali menembus malam.
Mendekati Kolam Taiye terlihat penjagaan para pengawal cukup
ketat, seperti tahu betapa suatu penyusupan akan berlangsung.
Kami pun berhenti di udara sejenak untuk mengamati. Jika ada
satu saja pengawal menengok ke atas, hujan panah tentu akan
segera merajam kami, tetapi tiada sekalipun terkilas dalam benak
para pengawal itu tentunya, betapa terdapat manusia yang dapat
mengambang di udara dan mengawasi mereka dari udara.
Mereka terserak, seperti sengaja disebar, yang kukira merupakan
cara mengatasi penyusupan, karena kedudukan setiap pengawal
yang tidak dipastikan dan terus-menerus bergerak dengan arah
tidak terduga. 485 Namun terdapat ruang kosong dan gelap di dekat Dajiaoguan
Badai Laut Selatan 15 Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo Pedang Kiri Pedang Kanan 19
^