Naga Sasra Dan Sabuk Inten 43
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja Bagian 43
harus pergi. Biarlah aku beristirahat. Tetapi katakan
kepadaku, apakah kau masih melihat Karebet sehari ini?"
Santapati menggeleng. "Tidak Kiai. Kami juga menjadi
gelisah karenanya. Sehari ini kami tidak dapat menghubungi
Kiai Tumenggung, sedang Adi Lurah Karebet pun tidak
berada di tempatnya, sehingga beberapa anak buahnya
menjadi bingung pula. Tetapi mereka menyangka bahwa
Adi Karebet berada di istana. Sehingga karena itu mereka
akan menunggu sampai besok pagi."
"Hem," Prabasemi menggeram, "Benar, Karebet berada
di istana semalam bersama aku. Tetapi sejak hari ini,
Karebet tidak boleh berada di Demak lagi. Setiap prajurit,
baik prajurit Wira Tamtama, Nara Manggala, Jala Pati dan
apapun, diberi izin untuk membunuhnya tanpa sebab.
Karena Karebet telah dibuang dari tata pergaulan
masyarakat Demak, dan tidak lagi mendapat perlindungan
apapun dari kerajaan."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Santapati terkejut. Karebet adalah seorang anak muda
yang baik, ramah dan menyenangkan. Banyak sekali yang
dapat diceriterakan untuk menggembirakan kawan- kawannya. Anak muda itu seakan-akan mengetahui seluruh
permukaan pula ini. Ia dapat berceritera tentang bukit-
bukit, lembah-lembah, jenis-jenis binatang di dalam hutan-
hutan yang hampir tak pernah diambah manusia, sampai
ceritera tentang gadis-gadis cantik di daerah-daerah yang
pernah dikunjunginya. Karena itu maka dengan serta merta
ia bertanya, "Kenapa Kiai" Kenapa anak yang baik itu diusir
dari Demak?" "Apa katamu" Apakah Karebet anak yang baik?"
Tumenggung itu berhenti sejenak. Tetapi kemudian ia
berkata seterusnya, "Ya. Anak itu memang anak yang baik.
Tetapi ia telah berbuat kesalahan. Tanpa setahuku, Karebet
telah dihubungi oleh seorang anak muda yang ingin masuk
ke dalam lingkungan Wira Tamtama. Namun anak muda itu
agaknya telah menyakitkan hati Karebet, sehingga
keduanya bertengkar. Namun Karebet memiliki kelebihan
dari anak muda yang bernama ...." Prabasemi diam
sejenak. Direka-rekanya sebuah nama yang pantas. Baru
kemudian ia berkata, "Namanya Dadungawuk."
Santapati mengangguk-anggukkan kepalanya. Dan Prabasemi berkata., "Namun sayang. Karebet telah
bertindak sendiri. Dadungawuk yang sombong itu
dibunuhnya." "Hem," Santapati mengangguk-angguk pula. "Sayang,"
desisnya. "Tetapi kesalahan itu bukan kesalahan yang
terlalu besar. Bukankah Karebet membunuhnya setelah
mereka bertengkar?" SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Itu dapat terjadi dalam hubungan perseorangan.
Mungkin Karebet tidak bersalah. Tetapi peristiwa ini telah
menyeret nama Wira Tamtama ke dalam suatu tempat yang
terlalu buruk. Apakah kita, Wira Tamtama tidak ikut menjadi
jelek kalau seorang dari kita berbuat sewenang-wenang
hanya karena ia seorang Wira Tamtama?"
Santapati mengangguk-angguk kembali. Namun ia
bertanya, "Tetapi apakah hukuman itu sampai sedemikian
jauhnya, sehingga setiap orang boleh membunuhnya?"
"Bukankah dengan demikian, berarti bahwa kita, Baginda
sendiri, dan semua pemimpin Demak tidak sependapat
dengan perbuatannya" Karena itu, jadikanlah peristiwa ini
sebagai contoh bagimu."
Sekali lagi Santapati mengangguk-angguk, namun
keheranannya tidak juga berkurang. Belum pernah ia
mendengar peristiwa itu kapan terjadi. Dan kalau yang
mengatakan kepadanya bukan Tumenggung Prabasemi
sendiri, maka ia pasti tidak akan percaya. Tetapi kali ini
yang mengatakan adalah atasannya dan atasan Karebet itu
pula. Apalagi sebelum peristiwa ini, maka agaknya
Tumenggung Prabasemi terlalu dekat dengan anak muda
itu. Tiba-tiba Santapati terkejut ketika Tumenggung Prabasemi itu membentaknya, "He, mengapa kau berdiri
seperti patung. Pergi. Sekarang kalian boleh pergi."
"Oh" Santapati tergagap, seperti orang yang terbangun
dari tidurnya yang nyenyak. "Baik, baik Kiai. Baiklahaku
mohon diri bersama anak-anak"
Tetapi, ketika Santapati mulai bergerak, maka Tumenggung itu berteriak, "Pergi sekarang, dan panggil
kakang Sembada untuk datang kemari malam ini. "
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Langkah Santapati terhenti. Kemudian ia memutar
tubuhnya kembali menghadap Kiai Tumenggung. Sambil
mengangguk dalam ia bertanya, "Kakang Sembada yang
manakah yang Kiai maksud?"
"Gila. Hanya ada satu Sembada yang aku kenal?"
"Tidak Kiai. Yang sudah aku ketahui ada tiga. Lurah
Pasar Paing. Yang kedua Jagal di Kedung Wuni dan yang
satu lagi Sembada jajar juru taman di Kasatrian."
"Bodoh kau. Ada lebih seribu Sembada di seluruh Demak.
Tetapi kau harus tahu, manakah yang aku panggil kakang
di antara mereka." Santapati menjadi bingung. Untung-untungan ia berkata.
"Apakah kakang Sembada Lurah Pasar Paing yang kaya
raya itu." "Oh, alangkah bodohnya kau. Buat apa aku memanggil
Lurah Pasar" Panggil Kakang Sembada, jagal dari Kedung
Wuni." Santapati mengerutkan keningnya. Aneh. Prabasemi
memerlukan memanggil seorang jagal dari Kedung Wuni.
Apakah Tumenggung ini akan mengadakan selamatan
dengan menyembelih beberapa ekor lembu setelah ia
mendapatkan sesuatu dari hutan Santi" Tetapi Santapati
tidak berani bertanya. Sekali lagi ia menganggukkan
kepalanya dalam-dalam, kemudian mohon diri meninggalkan rumah Tumenggungnya itu. Walaupun di
sepanjang jalan tak habis-habisnya ia berpikir. "Buat
apakah Kiai Tumenggung memanggil jagal Kedung Wuni?"
Tetapi Santapati tidak mau menjadi pusing karenanya. Ia
cukup menyampaikan perintah itu, lalu pulang dan tidur
nyenyak. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sembada malam itu benar-benar menghadap Tumenggung Prabasemi. Jagal Kedung Wuni itu adalah
saudara seperguruan Tumenggung yang garang itu. Namun
nasib mereka ternyata jauh berbeda. Meskipun Sembada
lebih dahulu berguru, namun kecerdasan otak Tumenggung
Prabasemi memungkinkan Tumenggung itu melampaui
kakak seperguruannya. Apalagi dalam beberapa hal
Prabasemi berhasil menunjukkan kekhususannya, sehingga
karena itulah maka keadaannya Prabasemi jauh lebih baik
dari keadaan kakak seperguruannya itu, juga dalam tataran olah keprajuritan dan tata perkelahian Prabasemi sudah berada diatasnya. Ketika Prabasemi telah menguraikan maksudnya, maka bertanyalah Sembada,
"Kenapa tidak Adi Tumenggung saja yang melakukannya?" "Tidak mungkin, Kakang.
Aku tidak dapat meninggalkan pekerjaanku. Dan apabila kelak Sultan
mengetahui maka keadaanku akan menjadi lebih buruk."
"Tetapi kemungkinan untuk mengetahui bahwa Kakang
yang melakukannya adalah sangat kecil. Sedang kalau aku
yang melakukannya, maka dengan mudahnya orang dapat
menghubungkan setiap peristiwa. Prabasemi tidak ada di
rumahnya pada saat orang menemukan mayat Karebet.
Tetapi orang tak akan menghiraukannnya, apakah Kakang
Sembada berada dirumah atau tidak pada suatu saat."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sembada mengerutkan keningnya. Tiba-tiba matanya
terbelalak ketika ia meilihat Prabasemi melepaskan kamus
dan timang emasnya. Cahaya berlian yang berkilat-kilat
pada timang itu telah menyilaukan mata Sembada. Ketika
Prabasemi mempermainkan timang itu, maka bertanyalah
Sembada, "Adi Tumenggung, sebenarnya pekerjaan itu
sangat mudah aku lakukan. Tetapi di mana aku harus
mencari Karebet?" Prabasemi tersenyum. "Tidak terlalu mudah, Kakang.
Kakang harus membawa lima atau enam kawan."
"Lima atau enam?" mata Sembada tiba-tiba terbeliak,
"Apakah anak itu anak setan?"
"Bukan, sama sekali bukan. Tetapi aku ingin kali ini tidak
akan gagal. Lebih baik Kakang kelebihan tenaga daripada
Kakang harus mengulanginya lain kali."
"Baik. Baik," sahut Sembada, "Tetapi ke mana aku harus
mencari?" "Kakang, aku sangka anak itu akan pergi jauh-jauh. Ia
adalah murid seorang perantau. Namun aku sangka ia akan
singgah ke rumahnya di Tingkir. Bukankah anak itu terkenal
pula bernama Jaka Tingkir" Nah, Kakang dapat mencoba
mendahuluinya. Kakang harus melakukan pekerjaan Kakang
itu kalau mungkin, sebelum anak itu sempat sampai ke
rumahnya dan berceritera tentang dirinya, supaya tak
seorang pun yang akan meributkannya. Ibu angkatnya pasti
menyangka bahwa anak itu masih berada di istana sampai
beberapa lama. Sedang apabila seseorang menemukan
mayatnya, maka biarlah orang menyangka bahwa keluarga
Dadaungawuk yang telah membunuhnya"
"Siapa Dadungawuk itu?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Dadungawuk adalah nama anak muda yang dibunuh
oleh Karebet itu." Sembada mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya,
"Aku akan melakukannya Adi Tumenggung. Tetapi kalau
aku tidak dapat menemukannya, maka Adi Tumenggung
jangan menyalahkan aku."
"Semuanya harus dicoba. Malam ini sebaiknya Kakang
berangkat dengan orang-orang yang barangkali dapat
kakang kumpulkan. Ingat, lima, enam atau tujuh orang.
Syukur lebih dari itu. Sebab, selama ini ia ada di dalam
kesatuanku, maka aku telah dapat menilai betapa anak itu
menyimpan ajian di dalam tubuhnya yang dapat
melindunginya, Lembu Sekilan."
"Lembu Sekilan?" Sekali lagi mata Sembada terbelalak.
"Apakah aku mampu melawan Lembu Sekilan?"
"Jangan terlalu merendahkan dirimu. Bukankah Kakang
memiliki Aji Sapu Angin seperti aku?"
Sembada termenung sesaat. Aji Sapu Angin memang
dapat dibanggakannya, namun ia tidak tahu apakah Sapu
Angin-nya yang tidak sempurna mampu menembus Lembu
Sekilan. Ketika Sembada baru mencoba menilai diri, maka
terdengarlah Prabasemi berkata, "Lembu Sekilan anak itu
masih belum sempurna. Karena itu Kakang jangan cemas
karenanya. Meskipun demikian kawan-kawan kakang pun
harus mampu menyesuaikan diri dengan ilmu anak itu.
Mungkin dengan senjata masih mungkin menembus
pertahanan ajian anak itu."
Dicobanya oleh Sembada berpikir tentang segala
kemungkinan. Dicobanya juga untuk menginat-ingat
beberapa nama yang pantas untuk melakukan pekerjaan
itu. Tiba-tia ia tersenyum, katanya, "Kenapa kita tidak minta
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
tolong kepada perguruan Sembirata" Hem, guru itu adalah
kawanku. Ia memiliki beberapa kelebihan daripadaku.
Sedang beberapa muridnya yang terpercaya dapat aku
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bawa serta." "Terserah kepada Kakang," kata Prabasemi sambil
melemparkan ikat pinggangnya yang bertimang emas dan
bertretes berlian. "Inilah, barangkali Kakang perlu
menyangkutkan pedang di pinggang Kakang."
Sembada menggigit bibirnya untuk menahan senyumnya.
Ia menjadi sangat gembira atas pemberian itu. Meskipun
demikian dengan tamaknya ia berkata, "Hem. Aku
mengucapkan terima kasih atas pemberianmu Adi. Tetapi
aku sangka Kiai Sembirata memerlukan juga timang,
meskipun tidak sebaik ini."
"Gila." Prabasemi mengumpat di dalam hati. Tetapi
sebenarnya dirinya pun telah hampir gila pula. Dengan
bersungut-sungut ia berjalan masuk ke dalam biliknya.
"Hem, alangkah mahalnya putri itu." Namun ia bersungut
pula, "Aku telah banyak kehilangan, belum tentu aku
berhasil." Tetapi kata-kata itu dijawabnya sendiri, "Tetapi
aku harus berusaha. Yang pertama, melenyapkan Karebet,
supaya Putri itu tidak selalu mengharapkannya kembali."
Karena itu betapapun ia mengumpat-umpat di dalam
hati, namun diambilnya juga satu ikat pinggang yang lain,
bertimang emas pula, namun tidak tidak bertretes berlian.
Setelah menerima ikat pinggang itu beserta timangnya,
maka Sembada pun minta diri untuk pergi ke Sambirata.
"Kakang, " kata Prabasemi kemudian, "Ikat pinggang itu
hanyalah Kakang pinjam untuk menyangkutkan pedang.
Tetapi kalau pedang itu kemudian sama sekali tak berguna,
maka ikat pinggang itupun tak akan berguna pula bagi
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Kakang, dan biarlah orang lain yang lebih memerlukan
memakainya." Sembada mengerutkan keningnya. Ia kenal betul sifat-
sifat adik seperguruannya. Ia dapat menjadi seorang
pemurah yang tidak kepalang tanggung, namun ia dapat
menjadi pelit sekeras batu akik. Karena itu ia tidak dapat
menjawab, selain menganggukkan kepalanya. Ketika ia
telah keluar dari pagar halaman, masih didengarkannya
suara Tumenggung Prabasemi, "Ingat pesanku itu. Yang
memakainya ada yang memerlukannya."
"Setan," gumam Sembada. Namun ia bertekad untuk
memiliki timang berteretes berlian itu. Sudah beberapa
tahun ia menginginkan benda serupa itu. Namun
pekerjaannnya sebagai jagal tidak memberinya kemungkinan. Sampai di rumahnya, diajaknya seorang pembantunya
yang juga menjadi satu-satunya muridnya yang sangat
disayanginya. Dengan perbekalan yang cukup, mereka
meninggalkan rumah itu. Sebuah pedang pendek terselip di
ikat pinggang masing-masing.
"Kita pergi ke perguruan Sambirata" kata Sembada.
Muridnya mencoba untuk menanyakan, apakah yang
akan mereka lakukan. Tetapi Sembada tidak memberitahukannya. "Nanti akan kau dengar pula."
Kiai Sambirata mendengar permintaan sahabatnya
dengan ragu-ragu. Sebenarnya Kiai Sambirata memiliki
beberapa kelebihan dari Sembada. Apalagi, sudah menjadi
kebiasaan Sambirata untuk menerima beberapa permintaan
orang-orang lain, mengantarkan mereka ke tempat-tempat
yang dianggap berbahaya. Bahkan sekali-kali pernah juga
dilakukannya untuk memaksakan beberapa kehendak
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
seseorang atas orang lain. Melamar anak orang dengan
sedikit tekanan, dan bermacam-macam lagi. Karena itu
nama Sambirata agak tidak disukai oleh beberapa orang.
Namun belum dapat dibuktikan, bahwa ia pernah
melakukan kejahatan. Kali ini permintaan Sembada adalah
terlalu langsung. Pembunuhan. Meskipun demikian, ketika
Sembada menjanjikan timang emas itu kepada Sambirata
apabila pekerjaan mereka berhasil, terpercik pula keinginannya untuk menerima barang berharga itu.
Karena itu, maka kali ini, permintaan itu betapapun
beratnya, namun diterimanya pula. Apalagi Kiai Sambirata
itu merasa bahwa ia memiliki beberapa kemampuan yang
dapat dibanggakannya. Melampaui Sembada itu sendiri.
Tetapi sebenarnyalah bahwa Sambirata masih belum
melampaui Prabasemi. Namun otaknya yang tidak begitu
cerdik menjadikannya tidak lebih dari seorang pesuruh yang
garang. Tetapi mereka kini tidak bekerja seorang demi seorang.
Mereka bersama-sama telah bergabung dalam satu
kekuatan untuk melenyapkan anak muda yang bernama
Karebet. Sambirata pun kemudian membawa beberapa orang
muridnya yang dipercaya, sehingga mereka menjadi
berjumlah tujuh orang. Rombongan itu sebenarnya menjadi
sebuah rombongan yang cukup besar. Namun mereka tidak
berjalan bersama-sama. Mereka telah mengadakan persepakatan untuk berjalan sendiri-sendiri. Namun
akhirnya mereka akan bertemu di tempat yang telah
ditentukan, di sekitar Tingkir. Mereka akan mengawasi jalan
dari Demak yang masuk ke pedukuhan itu.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sementara itu Jaka Tingkir pun masih dalam keragu-
raguan. Ia belum tahu pasti, ke mana ia akan pergi. Namun
akhirnya sampailah ia kepada keputusan yang sama sekali
tidak diketahuinya, bahwa bahaya telah menunggunya di
setiap saat. Yang mula-mula akan dilakukan oleh Tingkir itu
sebenarnyalah kembali ke Tingkir untuk sementara. Ia ingin
tinggal di rumah ibu angkatnya untuk sesaat menenangkan
pikirannya. Baru dari sana ia akan menentukan apakah
yang akan dilakukannya untuk seterusnya.
Dengan penuh penyesalan, Jaka Tingkir yang juga
bernama Mas Karebet itu berjalan menyusur hutan-hutan
kecil, kembali ke kampung halamannya, Tingkir. Betapa pun
penyesalan itu menghentak-hentak dadanya, namun
semuanya itu telah berlalu. Keputusan Baginda telah
dijatuhkan atasnya. Dan ia tidak akan dapat mengubahnya.
Namun betapapun juga, masih tersimpan harapan di dalam
hatinya, bahwa suatu ketika Baginda akan mengampuninya.
Bukankah Baginda berkata bahwa ia dibuang dari Demak
sampai keputusan itu dicabut" Bukankah dengan demikian,
ia masih dapat mengharap Baginda mencabut keputusannya" Tetapi seandainya tidak pun, maka ia tidak akan bersakit
hati kepada Baginda. Baginda telah cukup melimpahkan
kasih sayangnya kepadanya. Tetapi apabila dikenangnya
Tumenggung Prabasemi, maka dadanya seakan-akan
meledak karenanya. Kadang-kadang timbul juga penyesalannya, kenapa Tumenggung yang gila itu tidak
dibunuhnya" Bagaimanakah kelak, apabila maksud Tumenggung itu, karena kelicikannya dapat tercapai"
Terdengar Karebet menggeretakkan giginya. Ia tidak akan
dapat melihat putri itu dipersandingkan dengan SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tumenggung yang gila itu. "Akan aku bunuh ia di
persandingan," geramnya.
Karebet berjalan terus siang dan malam. Hanya kadang-
kadang saja ia berhenti. Menikmati sejuknya udara di
hutan-hutan yang rindang. Mendengarkan burung bernyanyi. Namun kalau didengarnya suara angin berdesir
lembut, maka hatinya pun berdesir pula. Sekali-kali
dikenangnya suara putri Baginda yang lembut di telinganya.
"Hem!" Karebet menarik nafas dalam-dalam. "Kenapa
aku sekarang berpenyakit gila" Bukankah penyakit ini telah
hampir sembuh ketika aku berada di Karang Tumaritis?"
Namun betapa pedih hati anak muda itu. Pedih
sebagaimana anak muda yang dipisahkan dari seorang
gadis yang telah menambat hatinya, pedih sebagai seorang
prajurit yang diusir dari keprajuritannya.
"Salahku, salahku sendiri," gumamnya. Karebet pun
kemudian berjalan terus. Ia ingin cepat-cepat sampai ke
Tingkir untuk mencium tangan ibu angkatnya. Akan
diciumnya tangan itu sebagai pelepas pedih hatinya yang
selama ini seakan-akan menjadi semakin parah.
Namun ketika Karebet itu sudah semakin dekat dengan
Tingkir, terasa ada sesuatu yang menyentuh-nyentuh
hatinya. Firasatnya sebagai seorang yang selalu berkeliaran
di tempat-tempat yang berbahaya telah memperingatkannya untuk berhati-hati. Dan sebenarnyalah,
sesaat kemudian terasa bahwa jalan di hadapannya yang
melintas hutan yang tidak begitu lebat itu, tampak tidak
sewajarnya. Jalan itu terlalu sepi. Ia tidak melihat seekor burungpun
yang terbang melintas, atau seekor bintang kecil lainnya
yang berlari-lari menyeberangi jalan. Karena itu, Karebet
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
menghentikan langkahnya. Kemudian terdengar ia bergumam, "Kalau kesepian itu disebabkan karena binatang
buas, maka biasanya harimau atau ular besarlah sebabnya.
Tetapi kalau ada sebab lain, maka tak tahulah."
Maka Karebet pun kemudian bersiap-siap menghadapi
setiap kemungkinan. Harimau, ular atau apa saja. Tetapi
untuk beberapa lama tak ada apapun yang dilihatnya.
Meskipun demikian, kesepian itu masih meragukannya.
Dengan demikian, maka Karebet tidak mau berjalan maju
lebih jauh lagi. Bahkan kemudian dengan tenangnya ia duduk bersandar
pada sebuah pohon. Namun segenap panca indranya telah
dipasangnya baik-baik. Setiap desir angin yang betapa pun
lirihnya, pasti akan didengarnya, dan setiap gerak yang
betapa pun lembutnya, pasti dilihatnya.
Tetapi alangkah terkejutnya anak muda itu. Ia
mendengar suara berdesir di belakangnya. Didengarnya
pula dengus nafas perlahan-lahan. Namun sama sekali
bukan nafas harimau atau pun dengus ular.
Nafas itu adalah nafas seseorang. "Aneh," kata Karebet
di dalam hatinya. "Kalau sebab daripada kesenyapan itu
adalah manusia. Bukankah jalan ini sering dilewati orang
dari dan ke Tingkir" Dan bukankah manusia tidak akan
menakut-nakuti binatang-binatang kecil itu?"
Namun akhirnya Karebet sampai pada kesimpulannya
bahwa, "Manusia pun mungkin pula. Mereka pasti berada di
dalam semak-semak. Pasti lebih dari satu sehingga
binatang-binatang menjadi ketakutan."
Karena kesimpulannya itulah maka kemudian Karebet
menjadi lebih berhati-hati. Manusia, apalagi lebih dari satu,
baginya akan lebih berbahaya daripada harimau atau
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
binatang-binatang lain. Dan apa yang diduganya itu segera
terjadi. Ketika Karebet mendengar langkah seseorang
meloncat di belakangnya, maka segera ia pun melenting
tegak pada kedua kakinya yang kokoh kuat. Kini di
hadapannya berdiri seseorang yang bertubuh tinggi tegap
dan berdada bidang. Dari sela-sela bajunya tampak rambut
yang lebat tumbuh di dadanya.
ALANGKAH terkejutnya Karebet melihat orang itu,
sehingga dengan serta merta ia menyapanya, "Kakang
Sembada?" Sembada tersenyum. "Ya akulah," jawabnya.
Karebet mengerutkan keningnya. Ia melihat wajah
Sembada yang garang, karena itu segera ia dapat
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyangka, bahwa kedatangannya bukanlah dengan
maksud yang baik. Tetapi Karebet tidak mau segera
berprasangka jelek. Dicobanya kemudian untuk menghilangkan setiap kesan yang gelap dari wajahnya.
Dengan senyum kecil Karebet kemudian berkata, "Kedatangan Kakang sangat mengejutkan aku."
Wajah Sembada masih tetap garang. Bahkan kemudian
dengan tajamnya ia memandangi tubuh Jaka Tingkir.
"Hem. Tidak seberapa besar," katanya di dalam hati.
"Apakah dalam tubuh itu benar-benar tersimpan Aji Lembu
Sekilan?" Karena Sembada tidak segera menjawab, maka Karebet
bertanya pula, "Apakah keperluan Kakang, sehingga Kakang
sampai kemari?" Sembada menggeram. Ia ingin segera menyelesaikan
pekerjaannya. Karena itu ia tidak berbicara melingkar-
lingkar. Langsung saja dikatakannya apa yang dikehendaki.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Dengan nada datar ia berkata, "Karebet, aku adalah sraya
Adi Tumenggung Prabasemi."
Dada Karebet segera berdesir. Cepat ia dapat menebak.
Apakah sebenarnya maksud Sembada itu. Namun ia masih
juga bertanya, "Apakah yang harus Kakang lakukan?"
Sembada menarik nafas. Kemudian setelah menenangkan getar dadanya ia berkata, "Aku harus
membunuh kau." Meskipun Karebet telah menyangka, namun pengakuan
yang tiba-tiba itu mengejutkannya juga. Sesaat ia terpaku
diam. Ditatapnya wajah Sembada yang garang itu. "Jangan
mempersulit pekerjaanku, Karebet. Aku dan kau tidak
pernah mempunyai persoalan apapun. Aku tidak pernah
menyakiti hatimu, dan kau tidak pernah menyakiti hatiku
pula. Karena itu, marilah kita saling berbaik hati. Tolonglah
pekerjaanku kali ini supaya segera selesai. Nanti aku akan
mendapat sebuah kamus bertimang emas tretes berlian,"
kata Sembada. Karebet mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian
jawabnya dalam nadanya yang khusuk, "Baik Kakang.
Baiklah aku menolongmu. Tetapi aku harus mendapat
separo dari kamus dan timang itu."
Sembada mengerutkan keningnya. "Hem..", geramnya
dan kemudian katanya di dalam hati, "Anak ini benar-benar
anak yang luar biasa. Tanggapannya atas bahaya yang
dihadapi masih saja seperti menyongsong datangnya
kekasih." Namun Sembada tidak mau terpengaruh oleh wibawa
Joko Tingkir. Karena itu ia membentak, "Aku tidak sedang
berkelakar, Karebet." Justru Karebet yang aneh itu kini
tertawa. Katanya, "Kita tidak pernah saling menyakiti hati
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
masing-masing. Jangan membentak-bentak, Kakang. Lebih
baik kita bergurau setelah kita lama tidak bertemu."
"Diam!" bentak Sembada yang sama sekali tidak berhasil
menakut-nakuti Karebet. Meskipun demikian sekali lagi ia
menggertak, "Hem.. mati dan mati ada seribu jalan. Apalagi
di hutan ini. Di pembaringan pun orang dapat sekarat. Ayo,
tundukkan kepalamu supaya kau tidak mengalami derita di
saat-saat terakhir."
Sembada menjadi marah bukan buatan ketika Karebet
malahan tertawa bergelak-gelak. Dengan memegang
perutnya, anak muda itu berkata, "Ah, Kakang. Masih saja
Kakang teringat akan pekerjaan Kakang. Kita sekarang tidak
sedang berada di pembantaian, Kakang."
Wajah Sembada menjadi merah padam. Namun sebelum
ia membentak-bentak lagi, Karebet pun terkejut. Ia
mendengar desir di semak-semak. Karena itu maka katanya
di dalam hati. "Benar dugaanku. Tidak hanya seorang."
SESAAT kemudian Karebet menggeser kakinya. Dari
sisinya melontarlah seorang yang akan lebih tua dari
Sembada. Namun tampaklah betapa orang itu jauh lebih
tenang dan meyakinkan. Orang itulah Kiai Sambirata.
Dengan lemahnya Kiai Sambirata menganggukan
kepalanya. Dengan sareh ia berkata, "Apakah Angger yang
bernama Karebet?" Karebet mengangguk. Namun terasa bahwa ia harus
lebih waspada karenanya. Meskipun ia tidak bergerak dari tempatnya, namun ia
benar-benar tidak mau menjadi lembu bantaian.
Karena itu segera dengan diam-diam diterapkannya
Ajinya yang dahsyat, Lembu Sekilan.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sambirata melihat wajah Karebet yang tegang. Tetapi ia
tidak segera menyadari, bahwa dengan sikap yang
sederhana itu, Karebet telah matek Ajinya Lembu Sekilan.
Karena itu, masih saja Kiai Sambirata yang terlalu percaya
kepada dirinya itu berkata, "Benarkah aku berhadapan
dengan Angger Jaka Tingkir?"
Karebet mengangguk, "Ya. Akulah Karebet, yang juga
disebut orang, Jaka Tingkir."
Kiai Sambirata mengangguk-anggukkan kepalanya. "Akulah yang bernama Sambirata."
Karebet memandang orang itu dengan seksama. Di
Demak, nama itu memang pernah didengarnya. Tetapi ia
tidak pernah menaruh perhatian. Kini tiba-tiba orang itu
datang kepadanya dengan maksud yang tidak sewajarnya.
Dengan demikian, maka Karebet itu benar-benar harus
berhati-hati. Ia tahu benar benar bahwa Sembada adalah
kakak seperguruan Prabasemi dan Sambirata adalah orang
yang kurang disenangi oleh masyarakat Demak karena
pekerjaannya. Ternyata kini mereka berdua bergabung
untuk melenyapkannya. Meskipun demikian sebenarnya
Karebet sama sekali tidak gentar. "Kalau perlu, aku
terpaksa membunuh untuk mempertahankan hidupku,"
katanya. Yang berbicara kemudian adalah Sambirata. "Angger.
Baiklah aku berterus terang. Kami berdua dengan beberapa
murid-muridku datang untuk membunuh Angger. Kalau
Angger ingin mencoba, lawanlah kami. Kami tidak
mampunyai banyak waktu."
Sekali lagi Karebet terkejut. Ternyata mereka tidak hanya
berdua. Tetapi justru karena itu timbullah marahnya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Wajahnya yang riang menjadi kemerah-merahan karena
nyala api kemarahan yang membakar dadanya.
Dengan lantang anak dari Tingkir itu menjawab, "Paman
dan Kakang Sembada. Kita adalah manusia yang
mempunyai sifat mempertahankan hidup yang dikaruniakan
kepada kita. Aku harus mencoba mempertahankan hidup itu
sekuat-kuat tenagaku. Kalau Yang Maha Esa berkenan,
maka jangan menyesal kalau kalian berdualah yang akan
mendahului aku." "Jangan membual. Meskipun kau kekasih Jim, Setan,
Peri, Prayangan, namun kalau tidak mampu menangkap
angin, jangan mencoba menengadahkan kepalamu," bentak
Sembada dengan kasarnya. "Langit dan bumi menjadi saksi. Kalau terjadi pertumpahan
darah di sini, bukan akulah yang bersalah," sahut Karebet.
Sembada sudah tidak dapat menahan diri lagi. Timang
emas bertretes berlian benar-benar menarik hati, apalagi
anak muda itu benar-benar telah membakar telinganya.
Karena itu, cepat-cepat ia meloncat dan memukul dada
Karebet sekuat-kuatnya. Karebet melihat gerak Sembada itu, namun ia sama
sekali tidak menghindarinya. Namun wajahnya menjadi
tegang dalam penerapan ajian yang setinggi-tingginya,
daya pertahanan dalam A ji Lembu Sekilan.
Tenaga Sembada adalah tenaga yang luar biasa kuatnya.
Namun ia masih mempergunakan kekuatan jasmaniah
melulu. Karena itu, ketika tangannya membentur dada
Karebet alangkah terkejutnya. Karebet itu masih saja tegak
seperti tonggak. Sedang kedua kakinya yang kokoh kuat
seakan-akan berakar jauh menghujam ke pusat bumi.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Bahkan terasa, seakan-akan tangan Sembada itu menghantam sesuatu yang tak dapat dilihatnya. Tetapi
tangannya itu seakan-akan sama sekali tidak menyentuh
dada Karebet. Ketika ia menyadari serangannya itu gagal, maka segera
ia meloncat surut. Dengan marahnya ia menggeram, sambil
menunjuk wajah Karebet itu dengan ujung jarinya. "Setan,
gendruwo. He Karebet. Apa kau sangka Aji Lembu Sekilan
itu tak akan berlawan?"
Karebet tidak menjawab. Namun sekilas ia melihat
Sambirata bergeser. Orang itu menghentakkan kedua tangannya dan dengan
satu gerakan yang cepat, tangan itu ditariknya ke samping.
"Hem," geram Karebet. "Aji apalagi yang akan kau
pamerkan?" SAMBIRATA benar-benar tersinggung. Ia memang
memiliki kekuatan yang melampaui kekuatan orang-orang
kebanyakan. Dengan pemusatan pikiran dan kehendak,
maka Sambirata dapat menyalurkan kekuatan itu. Namun ia
sama sekali tak peduli, apakah nama dari kekuatan yang
tersimpan dalam dirinya. Dan Sambirata memang tidak
berpikir tentang nama itu meskipun dahulu gurunya
menyebutnya, Aji Wilet, namun yang dimilikinya telah
banyak mengalami perubahan, sehingga ia tidak menyebutnya demikian. Tetapi betapa pun juga, ia mampu
menerapkan ilmunya yang dahsyat itu. Ketika ia menyadari,
bahwa lawannya sejak permulaan itu telah mempergunakan
Aji Lembu Sekilan, maka Sambirata pun segera mempergunakan ilmunya itu. Dengan serta merta,
Sambirata meloncat pula dan langsung memukul wajah
Karebet. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karebet melihat serangan itu, dan ia pun menyadari,
bahwa Sambirata tidak sekadar menyerangnya dengan
tenaganya, namun pasti sudah dilambari dengan suatu ilmu
yang berbahaya. Karena itu, Karebet pun segera menarik
diri satu langkah ke samping, sehingga serangan Sambirata
dapat dihindari. Namun Sambirata benar-benar lincah.
Sekali lagi ia melenting seperti sikat, dan Karebet tidak
sempat untuk menghindari, ketika kaki Sambirata itu
langsung menghantam lambungnya. Terjadilah suatu
benturan yang tajam, antara kekuatan ilmu Sambirata
melawan Lembu Sekilan. Akibatnya pun dahsyat pula. Dan
sekali ia berguling. Sedang Sambirata pun terdorong oleh
kekuatannya sendiri yang seakan-akan membentur dinding
baja. Terasa pula dadanya menjadi pedih. Karena itu segera
ia memusatkan segenap kekuatan lahir dan batinnya untuk
melawan tekanan yang seakan-akan menghentak-hentak di
dalam dadanya itu. Karebet yang baru saja berhasil menguasai dirinya,
setelah Aji Lembu Sekilan berhasil ditembus, meskipun tidak
terlalu berbahaya oleh Sambirata, terkejut sekali melihat
serangan Sembada. Sekilas ia masih sempat melihat
Sembada itu menjulurkan kedua tangannya ke belakang,
sedang kedua tangannya kemudian mengepal ke lambungnya. "Seperti yang dilakukan Prabasemi," geramnya. Namun serangan itu telah tiba, sedemikian
cepatnya, sehingga kali inipun Karebet tidak dapat
menghindar. Karena itu, maka sekali lagi A ji Lembu Sekilan
yang baru saja digoncangkan oleh Sambirata itu kembali
berguncang. Aji Sembada menembus Aji Lembu Sekilan yang belum
mapan kembali. Sekali lagi Karebet berguncang dan
terbanting di tanah. Kali ini ia harus berguling beberapa kali
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
untuk mendapatkan jarak dari lawan-lawannya. Namun
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekali lagi Karebet terkejut. Tiba-tiba saja ia melihat
beberapa orang bersama-sama muncul dari dalam belukar
di sekitarnya. Mereka berebutan menyerangnya dengan
pedang pendek, seperti ingin mencincangnya. Namun
Karebet adalah seorang yang aneh, yang memiliki
ketangkasan dan keperkasaan yang mengagumkan. Ketika
ia melihat serangan itu datang, maka secepatnya ia
melanting berdiri, dan dengan sekali loncat, ia telah berhasil
menjauhkan dirinya dari orang-orang itu.
Tetapi kemudian datanglah serangan Sambirata memotong gerakannya. Karebet menggeram. Betapa ia
menjadi marah bukan main. Kini ia tidak boleh ragu-ragu
lagi. Kalau ia terpaksa membunuh, maka sekali lagi ia
meyakinkan dirinya, bukan salahnya. Dengan demikian,
maka kembali Karebet menerapkan Aji Lembu Sekilan
dalam puncak kemampuannya. Ia sadar bahwa Sambirata
masih akan berhasil menembus ajiannya itu. Namun pasti
tidak akan berbahaya. Juga Sembada tidak akan
membahayakan jiwanya. Tetapi senjata-senjata tajam itu
pun perlu mendapat perhatiannya. Dengan kekuatan yang
baik, maka senjata tajam itu pun akan mampu menembus
benteng pertahanannya, meskipun tidak akan dapat
membunuhnya dengan sekali tusuk. Namun kalau luka itu
menjadi bertambah-tambah dan darahnya mengalir terlalu
banyak, maka keadaan itu pun pasti akan menimbulkan
bahaya. Kini Karebet pun sudah siap dengan puncak keterampilannya. Seperti sikatan berloncatan di rerumputan
hijau. Karebet menghindari setiap serangan lawannya, dan
bahkan beberapa orang telah terpelanting dan terbanting
jatuh. Namun sentuhan-sentuhan Karebet yang harus
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
mempertahankan diri dari setiap serangan itu, maka
tekanan-tekanan lawan-lawannya masih saja terasa menjadi
semakin berat. Meskipun demikian Karebet sama sekali
tidak gentar. Ia melihat, bahwa hanya dua orang di antara
mereka yang harus mendapat perhatiannya yang khusus.
Sambirata dan Sembada dari Kedung Wuni.
Demikianlah maka perkelahian itu menjadi semakin lama
semakin seru. Beberapa orang murid Sambirata itu sama
sekali tak berdaya menghadapi kelincahan Karebet.
MEREKA menjadi benar-benar tidak dapat mengerti,
bahwa setiap kali mereka menusukkan pedang-pedang
mereka, maka seakan-akan mereka sama sekali tak
menyentuh tubuh lawannya, meskipun lawannya tidak
berusaha untuk menghindar.
Hanya dalam kesempatan-kesempatan yang sangat baik,
selagi mereka sempat mengerahkan segenap kekuatannya,
maka pedangnya dapat menggores kulit Karebet. Dan
beberapa tetes darah mengalir dari luka itu.
Namun setiap tetes darah yang tumpah, seakan-akan
merupakan tetesan minyak yang menyirami api kemarahan
di dalam dada anak muda dari Tingkir itu. Betapa kemudian
ia tidak lagi mengendalikan dirinya.
Dengan kecepatannya bergerak, maka ia pun segera
berhasil menjatuhkan beberapa lawannya.
Murid-murid Sambirata itu, jatuh bangun tak henti-
hentinya. Sekali-kali mereka merasa bahwa lawannya yang
hanya seorang itu akan segera binasa. Namun lain kali,
seakan-akan terasa gunung runtuh menimpa dadanya.
Seperti beribu-ribu kunang terbang di sekitar rongga mata
mereka. Dalam kesesakan nafas itu, mereka sekali-kali
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
mendengar kawan-kawannya yang mengaduh, dan jatuh
menimpanya. Apabila seorang di antara mereka mampu merangkak
bangun, maka seorang yang lain terbanting jatuh.
Sehingga mereka seakan-akan sama sekali tak berarti.
Tetapi mereka sedang bertempur di hadapan guru mereka.
Betapa pun pungggung mereka serasa telah patah, tetapi
dengan kekuatan-kekuatan mereka yang terakhir, mereka
masih juga mencoba bangun. Berdiri dan bergeser setapak
demi setapak di sekitar perkelahian itu, untuk sesaat
kemudian dada mereka serasa meledak karena sentuhan-
sentuhan tangan atau kaki Karebet.
Dalam saat-saat berikutnya, meskipun tampaknya
beberapa orang masih juga berdiri mengitari tempat
perkelahian itu, namun sebenarnya tidak lebih dari
Sembada dan Sambirata berdualah yang berkelahi mati-
matian. Dengan kekuatan ajian masing-masing, mereka mencoba
untuk membunuh anak yang aneh itu. Dalam pada itu,
Karebet pun merasakan tekanan-tekanan yang berat dari
kedua orang itu. Mereka masing-masing ternyata tidak lebih
dari Tumenggung Prabasemi. Namun karena kekuatan
mereka bergabung, maka Karebet benar-benar menghadapi
pekerjaan yang sangat berat.
Aji Lembu Sekilannya terasa sesekali terguncang. Dan
sekali-kali terasa bahwa dalam kesempatan-kesempatan itu,
kekuatan-kekuatan ajian lawannya berganti-ganti dapat
menembusnya meskipun tidak terlalu dalam. Namun apabila
hal itu berlangsung lama, maka ada kemungkinan
pertahanannya menjadi semakin lemah. Meskipun orang-
orang lain, kecuali kedua orang itu hampir tak berarti bagi
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karebet, namun mereka telah memecahkan beberapa
pemusatan perhatiannya. Sehingga sesaat kemudian dengan penuh kemarahan,
maka orang-orang itu satu demi satu dilumpuhkannya.
Dan kini yang terakhir adalah Sembada dan Sambirata.
Keduanya tampaknya masih cukup segar utuk melawannya. Meskipun kedua orang itu pun sebenarnya
menjadi gelisah pula menghadapi Aji Lembu Sekilan.
Kini Karebet benar-benar dapat memusatkan segenap
perhatiannya. Sekali-kali ia berpaling kepada orang-orang
yang bergelimpangan disana-sini. Ada di antara mereka
yang masih mencoba bangkit, namun ternyata tenaga
mereka seakan-akan telah terhisap habis, sehingga kembali
mereka tak berdaya jatuh di tanah.
Sambirata yang melihat muridnya tak berdaya itu
mengumpat tak habis-habisnya, katanya, "Tikus-tikus
malang. Ternyata kalian sama sekali tak dapat dibanggakan
sebagai seorang murid Sambirata."
Murid-murid itu pun mengeluh di dalam hati. Tetapi
mereka bergumam pula didalam hati. "Jangankan aku,
sedang guru sendiri pun tidak juga segera dapat menguasai
lawan yang hanya seorang itu."
Karebet kemudian sama sekali tak memperhatikan lagi
mereka yang telah terkapar di tanah.
Yang dihadapinya kini adalah Sembada dan Sambirata.
Kedua orang ini benar-benar berhasrat akan membunuhnya. Sesaat kemudian pertempuran pun berkobar pula dengan
sengitnya. Sembada dan Sambirata berjuang dengan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sepenuh tenaga. Meskipun mereka bukan datang dari
perguruan yang sama, namun mereka segera dapat
menyesuaikan diri mereka. Berganti-ganti mereka menyerang dengan kedahsyatan ajian masing-masing.
Seperti sepasang burung alap-alap yang menyambar-
nyambar mangsanya. Tetapi Karebet benar-benar memiliki kelincahan yang tak
mereka sangka-sangka, disamping perisainya yang luar
biasa Aji Lembu Sekilan. Betapa dahsyatnya serangan-
serangan Sembada dan Sambirata, namun Mas Karebet itu
masih saja mampu mempertahankan dirinya.
Meskipun demikian, sekali-kali pertahanannya terguncang pula oleh kekuatan-kekuatan Aji lawannya.
Sehingga sekali-kali Mas Karebet mampu pula didorongnya
jatuh. Namun demikian ia jatuh segera ia melanting berdiri,
siap melawan dengan lambaran ilmunya, Lembu Sekilan.
TETAPI betapapun Karebet berjuang dalam keadaannya
itu, namun ternyata bahwa lawannya bukan seorang
Prabasemi. Tetapi kini lawannnya yang berjumlah dua
orang itu, ternyata berhasil menggabungkan kekuatan
mereka dengan baiknya. Sehingga sekali-kali mereka berdua berhasil bersama-
sama menghantamkan kekuatan ajinya atas tubuh Mas
Karebet yang masih muda itu. Dengan demikian, maka Mas
Karebet itu semakin lama menjadi semakin terdesak
karenanya. Dan tekanan ini telah membakar jantungnya. Kemarahan
semakin lama menjadi kian memuncak, seakan-akan telah
mendidihkan seluruh darahnya. Ia tidak mau mati karena
pokal Prabasemi. Meskipun pusat kemarahannya berkisar
kepada Tumenggung Prabasemi, dan meskipun disadarinya
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bahwa kedua orang yang datang bersama murid-muridnya
itu tidak lebih dari orang-orang suruhan yang ingin
mendapatkan upah karena perbuatannya itu, namun
apabila tak dimilikinya cara lain, maka cara satu-satunya
untuk menyelamatkan dirinya adalah membunuh lawan-
lawannya. Karena itu, Karebet yang marah itu, masih mencoba
untuk mengurangi kesalahan-kesalahan yang mungkin
dilakukannya. Kalau ia terpaksa membunuh, dan perbuatannya itu didengar oleh Sultan, maka apakah Sultan
tidak menjadi semakin murka kepadanya.
Karena itu, maka untuk terakhir kalinya Karebet itu
mencoba mencegah bencana yang semakin berlarut-larut.
Katanya, "Kakang Sembada. Aku minta kakang berpikir
sekali lagi, apakah yang kakang lakukan itu sudah kakang
anggap benar?" Sembada masih menyerang Karebet dengan dahsyatnya.
Meskipun demikian ia sempat juga menjawab, "Jangan
banyak bicara. Aku bukan anak-anak."
Dengan tangkasnya Karebet menghindari serangan yang
ganas itu. Namun tiba-tiba Sambirata memotong geraknya
sambil berputar setengah lingkaran. Tangan Sambirata
yang terjulur itu tidak mengenai sasarannya, tetapi cepat ia
meloncat sekali lagi. Ajinya yang dahsyat terayun tepat
mengarah tengkuk Karebet.
Karebet masih berusaha untuk menghindar, namun
kesempatannya terlalu sempit. Yang dapat dilakukan adalah
meloncat surut selagi ia masih berjongkok. Gerakan-
gerakan khusus yang sulit dilakukan oleh orang lain.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karena itu Sambirata terkejut bukan buatan. Sekali lagi
serangannya tak mengenai lawannya. Tetapi dalam pada itu
Sembada telah siap dengan serangannya pula.
Demikian Karebet menyentuh tanah, Sembada meloncat
dengan cepatnya melontarkan Aji Sapu Anginnya kearah
punggung lawannya. Kali ini kesempatan Karebet benar-benar sangat sempit.
Karena itu ia hanya dapat berputar dan dengan puncak
kekuatan Aji Lembu Sekilan yang dimiliki ia melawan
pukulan Aji Sapu Angin. Ternyata dengan gerakan yang
pendek itu, pukulan Sembada tidak tepat mengenai
sasarannya. Tangannya itu hanya mampu menyentuh pundak
Karebet. Sedang pundak Karebet telah dilindungi pula oleh
Lembu Sekilan, sehingga pukulan yang melesat itu sama
sekali tak mampu menerobos perisai Karebet yang dahsyat
itu. Sembada menggeram. Namun kali ini serangan
Karebetlah yang menyambar perutnya. Dengan berputar
pada satu kakinya, Karebet membuat serangan dengan
kakinya menyambar lawannya dengan dahsyatnya. Sedangan yang tidak disangka-sangka. Karena itu, maka
Sembada dengan tergesa-gesa meloncat surut. Namun
Karebet tidak membiarkannya, sekali ia meloncat maju, dan
sekali lagi kakinya menjulur lurus kedada lawannya.
Serangan itu sedemikian cepatnya, sehingga Sembada tak
mampu lagi untuk mengelak. Karena itu, maka dengan
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepenuh tenaga, dilawannya serangan Karebet itu dengan
Aji Sapu Angin, sehingga terjadilah benturan yang dahsyat
antara Aji Lembu Sekilan yang melindungi serangan
Karebet, melawan Aji Sapu Angin.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sembada itu pun tergetar surut beberapa langkah,
namun Karebet pun terlontar pula mundur. Aji Lembu
Sekilan dalam patrap penyerangan memang tidak sekuat
dalam patrap pertahanan. Karena itu terasa pula, nyeri-
nyeri menjalari tubuh anak muda dari Tingkir itu. Apalagi
sesaat kemudian Sambirata telah melontarkan serangannya
pula, sehingga Karebet yang belum memiliki keseimbangan
yang mantap itu terpaksa menjatuhkan diri dan berguling
beberapa kali menghindari kekuatan Aji Sambirata.
Keadaan Karebet semakin lama benar-benar menjadi
semakin sulit. Aji Lembu Sekilannya beberapa kali telah berhasil
digoncangkan oleh kekuatan Aji kedua lawannya bersama-
sama. Meskipun demikian ia masih berteriak. "Kakang
Sembada dan paman Sambirata. Aku kini memperingatkan
kalian untuk yang terakhir kalinya. Pergilah dan katakan
kepada Prabasemi bahwa Karebet telah mati. Aku tidak
akan datang ke Demak sebelum Sultan mengampunkan
kesalahanku. Dalam waktu yang tidak tertentu itu, mudah-
mudahan Prabasemi telah melupakan dendamnya kepadaku." Yang terdengar kemudian adalah suara Sembada dan
Sambirata tertawa hampir berbarengan. Tetapi tawa
Sembada ternyata jauh lebih keras. "Hai anak yang
bernasib jelek. Sesaat sebelum kau mati, kau masih punya
waktu untuk menyombongkan dirimu."
Dan terdengar Sambirata berkata pula, "Angger ternyata
menyadari kesulitan yang angger alami. Menyerahlah
supaya angger tidak menjadi lelah. Perjalanan ke akhirat
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
masih panjang, dengan demikian angger masih menyimpan
sisa tenaga untuk perjalanan itu."
Karebet menjadi marah bukan alang kepalang. Matanya
kini memancar hijau kebiru-biruan sebagaimana sinar mata
harimau dikegelapan. Dengan parau terdengar suaranya
gemetar karena marah, "kalau begitu terserahlah. A ku tidak
mau mati. Bagiku lebih baik membunuh daripada dibunuh."
Sekali lagi Sembada dan Sambirata tertawa. Tetapi tiba-
tiba suaranya terputus karena melihat Karebet meloncat
mundur. Dengan pancaran mata yang aneh, biru kehijauan
Karebet memandang kedua lawannya berganti-ganti.
Kemudian dengan wajah tegang
anak muda itu menggosokkan kedua telapak tangannya, meloncat dengan
garangnya dan tegak diatas kedua kakinya yang renggang.
Sesaat kemudian ditekuknya kedua lututnya, siap melontarkan serangan yang dahsyat, aji Rog-rog Asem.
----------0dwkzOarema0----------
Editing oleh Ki Arema SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Jilid 28 SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
I Sebenarnyalah Karebet pada saat itu telah benar-benar
kehilangan pengamatan diri. Karena goncangan pada Aji
Lembu Sekilan akibat serangan-serangan kedua lawannya
bersama-sama, maka hatinya pun serasa diguncang-
guncang. Karena itu, maka pada saat terakhir ia tidak
mampu menahan kemarahannya. Sehingga bulatlah
tekadnya untuk membunuh saja kedua lawannya dengan aji
Rog-rog Asem. Sembada dan Sambirata yang melihat sikap Karebet
segera menyadari keadaan mereka. Selagi Karebet belum
menggunakan Aji lain daripada Lembu Sekilan, mereka
telah menemui banyak kesulitan untuk menyelesaikan
pekerjaan mereka. Apalagi kalau anak muda itu kemudian
mempergunakan kekuatan terakhirnya. Karena itu, tanpa
saling berjanji mereka meloncat saling mendekat, dan tanpa
berjanji mereka menyiapkan kekuatan Aji mereka bersama-
sama untuk melawan aji yang akan dilontarkan oleh
Karebet itu. Tetapi tiba-tiba terjadilah suatu hal yang sama sekali
tidak mereka sangka-sangka. Tidak oleh Karebet, maupun
Sembada dan Sambirata. Ketika mereka telah hampir
sampai pada puncak ketegangan karena pengerahan Aji
masing-masing, maka tiba-tiba mereka dikejutkan oleh
suara. Suara itu tidak demikian kerasnya, namun benar-
benar langsung mempengaruhi isi dada mereka.
Belum lagi mereka menyadari keadaan mereka masing-
masing, tiba-tiba dari balik gerumbulan yang lebat sebuah
bayangan meloncat dekat diantara mereka dan dengan
sengaja seakan-akan melerai pertempuran.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Yang menjadi sangat terkejut diantara mereka adalah
Karebet. Sesaat ia terpaku ditempatnya. Namun kemudian
bahkan ia memperkuat getaran yang bergerak didalam
tubuhnya. Kembali ia memusatkan segenap kekuatan lahir
batin untuk mengetrapkan aji Rog-rog Asem. Bahkan
kemudian terdengar ia menggeram pandangan matanya
erat melekat pada orang yang baru datang itu.
Orang itu masih berdiri diam. Tertawanya menjadi lirih.
Dan sesaat kemudian terdengar terdengar ia berkata,
"Sudahlah Karebet. Lepaskan dulu pemusatan tenaga itu."
Tetapi Karebet masih tetap dalam sikapnya. Setiap saat
ia dapat meloncat sambil melepaskan Aji Rog-Rog Asem. Ia
tidak mau menjadi korban dari persoalan yang berbelit-belit
itu. Karena itu kembali ia menggeram dan berkata.
"Pasingsingan, apakah kau menjadi sraya Tumenggung?"
Orang yang datang itu terkejut. Namun kembali ia
tertawa lirih, sambil memandangi jubahnya ia berkata, "Yah
aku memang mirip dengan Pasingsingan. Aku juga
mempunyai ciri-ciri yang serupa."
Mendengar jawaban itu Karebet menjadi bimbang sesaat.
Namun ia tidak mau terpengaruh karenanya. Dengan
demikian ia masih tetap dalam sikapnya.
Sedang dua orang yang lain, terkejut pula mendengar
Karebet menyebut orang itu Pasingsingan. Nama itu juga
pernah mereka dengar, namun seperti sebuah dongengan
yang tak mereka pahami. Tetapi yang mereka dengarpun
mengatakan bahwa Pasingsingan memang mengenakan
jubah berwarna abu-abu dan menggunakan topeng. Kini
orang yang berdiri dihadapan mereka mengenakan jubah
serta topeng untuk menutupi wajahnya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sesaat kemudian kembali terdengar orang itu berkata,
"Karebet, jangan segera berprasangka. Aku datang untuk
melerai perkelahian yang tak ada gunanya ini."
Karebet memandang orang ini dengan seksama. Dengan
penuh kewaspadaan ia bertanya, "Apa sebabnya kau
melerai perkelahian ini?"
Kembali orang itu tertawa, kemudian kepada Sembada ia
berkata, "Ki Sanak lepaskan maksudmu untuk membunuh
anak muda ini. Sebab dengan demikian, kalian telah
melakukan kesalahan yang sangat besar."
Sesaat Sembada dan sambirata saling berpandangan.
Namun kemudian terdengar Sembada berkata, "Siapakah
kau sebenarnya?" "Namaku dan diriku sama sekali tidak penting bagimu.
Namun kau minta, pikirkan sekali lagi. Apakah keuntunganmu dengan membunuh Karebet?"
Kembali Sembada dan Sambirata terdiam. Namun seperti
Karebet merekapun memandang orang yang tegak
dihadapan mereka, dengan jubah yang keabu-abuan itu
dengan tidak berkedip. Sehingga, sesaat kemudian,
terdengar orang itu berkata "Sekarang pulanglah kalian
kerumah masing-masing. Karebet ke Tingkir, dan kalian
berdua serta kawan-kawan kalian kembali ke Demak."
Sembada mengerutkan keningnya. Sekilas terbayang
sebuah timang emas bertretes berlian. Kalau ia pulang
sebelum berhasil membunuh Karebet, maka timang itu akan
lepas dari tangannya. Dan yang dilakukannya bersusah
payah ini, tak akan ada artinya sama sekali. Berlari
menerobos hutan dan ladang untuk segera dapat
mendahului perjalanan Karebet.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tiba-tiba ketika mereka sudah hampir pada saat yang
menentukan seseorang minta kepada mereka untuk pulang
saja dengan tangan hampa. Tetapi betapapun juga
kehadiran orang itu benar-benar mempengaruhi perasaannya. Meskipun demikian Sembada berkata pula, "Aku telah
menempuh suatu perjalanan yang jauh. Telah kulakukan
pula berbagai usaha untuk menyelesaikan pekerjaanku. Kini
sesaat sebelum pekerjaanku selesai kau datang mengganggu kami." "Jangan marah Ki Sanak" sahut orang bertopeng itu.
"Aku hanya mencegah, janganlah terjadi permusuhan
diantara sesama." Sambirata mengerutkan keningnya. Tiba-tiba ia pun
berkata "Apakah hubunganmu dengan Karebet itu?"
Orang itu menggeleng, "Tidak ada" katanya.
Oleh jawaban itu, maka Sambirata berkata pula, "Katamu
demikian, biarlah kami menyelesaikan urusan kami masing-
masing. Sebaiknya kau jangan mencampuri urusan orang
lain yang tak kau ketahui ujung pangkalnya."
Orang bertopeng itu mengangguk-anggukan kepalanya.
Kemudian terdengarlah suaranya parau dari belakang
topengnya. "Kenapa kalian berdua berusaha membunuh
Karebet?" Sambirata diam sejenak, kemudian jawabnya, "Itu adalah
urusan kami." Kembali orang bertopeng itu mengangguk-anggukkan
kepalanya. Kemudian gumamnya, "Aku yakin bahwa kalian
mempunyai cukup alasan untuk melakukannya. Kalau tidak,
maka perbuatan itu pasti tidak akan kalian lakukan. Tetapi
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
apakah alasan itu dapat dimengerti oleh orang lain, itulah
yang kadang-kadang menjadi persoalan."
"Hem" Sembada yang keras hati itu menggeram.
Katanya, "Kalau kau sudah tahu alasan kami, apakah kau
tidak akan mengganggu kami?"
"Tergantung pada alasan itu" sahut orang berjubah itu.
"Kalau aku cukup mengerti, maka aku tidak akan
mengganggu kalian." "Jangan terlalu sombong" bentak Sembada yang kasar
itu. "Apakah dengan demikian kami akan terpengaruh
karenanya" Apakah apabila kau mencoba mengganggu
sekalipun, maka kami tidak akan menyelesaikan pekerjaan
kami?" Orang berjubah itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Jawabnya, "Ki Sanak benar. Meskipun aku mencoba
mengganggu sekalipun, namun aku tidak akan dapat
berbuat banyak. Tetapi bukankah setidak-tidaknya dengan
demikian aku akan memperlambat pekerjaan kalian."
"Bagus. Bagus" teriak Sembada yang tidak sabar. "Kami
adalah keluarga Dadungawuk. Anak muda yang terbunuh
oleh Karebet itu?" "He?" Bukan main terkejut hati Karebet. Ia sama sekali
tidak mengenal nama Dadungawuk. Dan ia sama sekali
tidak melakukan pembunuhan. Karena itu maka segera ia
memotong. "Bohong. Aku tidak pernah mengenal seseorang
yang bernama Dadungawuk."
"Aku sudah menyangka bahwa kau akan ingkar" sahut
Sembada. "Watakmu yang licik dan sifat-sifatmu yang
sombong itu adalah gabungan dari ujud seorang pengecut
yang sebenarnya." SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Jangan membual" teriak Karebet yang menjadi semakin
marah. "Katakan yang sebenarnya. Bukankah kau seraya
Tumenggung Prabasemi?"
Sambirata tertawa. Katanya, "Sudah aku katakan. Tak
ada gunanya untuk mempersoalkan, apakah sebabnya kami
akan membunuh anak muda yang malang itu. Mau tidak
mau, salah atau benar. Keputusan kami, akan kami
lakukan." Kata-kata itu benar-benar membakar hati Karebet.
Dengan serta merta ia berteriak. "Minggirlah. Kalau kau
bukan Pasingsingan, aku tidak tahu, bagaimana aku akan
menyebutmu. Tetapi jangan mengganggu perkelahian ini.
Aku pun sudah memutuskan pula untuk mengakhiri
perkelahian yang memuakkan ini."
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata-kata itu benar-benar berkesan dihati Sembada dan
Sambirata. Mau tidak mau mereka pun harus berpikir
tentang kata-kata itu. Meskipun demikian, mereka telah
terlanjur terlibat dalam persoalan itu. Dengan demikian
maka mereka tidak akan dapat berhenti ditengah jalan,
meskipun lawan mereka benar-benar mempunyai kekuatan
yang tak mereka sangka-sangka.
Tetapi orang berjubah itu masih berdiri saja ditempatnya.
Bahkan ia masih berkata, "Jangan berusaha saling
membunuh. Apakah tidak ada cara-cara lain yang lebih baik
daripada saling membunuh?"
"Tidak ada" sahut Sembada. "Kecuali kalau Karebet mau
membunuh dirinya." Ucapan itu seolah-olah sebuah bara api yang menyentuh
telinga mas Karebet. Karena itu, hampir saja ia meloncat,
menyerang Sembada, namun tiba-tiba dengan penuh
perbawa orang berjubah itu berkata "Karebet, jangan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
lakukan. Seharusnya kau mempunyai pertimbangan-
pertimbangan yang masak sebelum kau berbuat sesuatu."
Karebet tertegun mendengar peringatan itu. Namun
kemarahannya yang telah membakar seluruh isi dadanya
itu, alangkah sukarnya untuk dikendalikan.
Tetapi dalam pada itu orang berjubah itu berkata
seterusnya. "Karebet, kau sekarang adalah orang buangan.
Aku mendengar hal itu sebelum kau bertengkar dengan
Tumenggung Prabasemi. Karena itu keadaanmu sama sekali
tidak menguntungkan setiap perbuatanmu. Kalau sampai
terjadi kau membunuh seseorang, dan berita itu terdengar
oleh Sultan, maka hukumanmu akan menjadi berlipat
ganda, sebab Sultan akan menjadi semakin murka
kepadamu. Pada saat kau bertempur melawan Prabasemi
pun, hampir-hampir aku mencegahmu. Namun ketika aku
tahu bahwa kau sadari keadaanmu, maka niatku itu pun
aku urungkan." Karebet terkejut mendengar kata-kata itu. Kalau
demikian, maka orang berjubah itu telah mengikutinya
sejak ia meninggalkan Demak. Orang itu ternyata melihat,
bahwa ia telah bertengkar dengan Tumenggung Prabasemi,
sehingga daripadanya ia mengetahui bahwa kini ia adalah
orang buangan. Namun dalam pada itu, peringatan yang
diberikan kepadanya benar-benar telah menyentuh hatinya.
Peringatan yang sebenarnya sejak semula telah dipikirkannya. Tetapi ketika kemarahannya telah memuncak, serta hidupnya sendiri telah terancam, maka
pertimbangan-pertimbangan itu lenyap dari kepalanya. Dan
kini, ia mendengarkan dari orang lain. Orang lain yang tidak
dikenalnya. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi peringatan yang diucapkan oleh orang berjubah
itu telah menyalakan kemarahan Sembada dan Sambirata.
Orang berjubah itu seakan-akan mengatakan, bahwa
Karebet itu pasti akan berhasil membunuh mereka berdua.
Meskipun mereka datang hanya sekedar untuk mendapatkan timang emas, dan meskipun harga nyawanya
jauh lebih mahal dari harga timang emas itu, namun
mereka tidak mau pula bahwa harga diri terlalu
direndahkan. Karena itu, maka terdengar Sembada
menjawab. "He, orang bertopeng. Pergilah. Jangan ribut
tentang nyawa kami. A pakah kau sangka bahwa Karebet itu
dapat membunuh kami berdua" Kalau kau sudah melihat
sejak permulaan dari perkelahian ini, maka kau akan tahu,
bahwa umur Karebet sudah melekat diujung rambutnya.
Namun sesaat sebelum ia mati, maka kau datang
mengganggu kami." "Omong Kosong," potong Karebet yang hatinya telah
menjadi panas kembali. Orang bertopeng itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Kepada Karebet ia berkata, "Ingat-ingatlah pesanku. Jangan
terpancing kedalam keadaan yang akan menyulitkan
kedudukanmu. Kau sekarang masih dapat mengharapkan
ampunan dari Baginda, namun kalau kau telah melakukan
kesalahan lagi, maka ampunan itu jangan kau harapkan
sama sekali. Sebab pembunuhan ini akan dapat disebut
dalam berbagai macam keadaan. Prabasemi dapat
mengatakan apa saja yang dapat menambah kemarahan
Baginda. Diantaranya, orang yang terbunuh itu adalah
keluarga Dadungawuk seperti yang baru saja dikatakannya." "Aku tidak mengenal Dadungawuk" potong Karebet.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Itu adalah suatu contoh yang baik dari bentuk-bentuk
fitnah yang dapat dilakukan oleh Tumenggung Prabasemi."
Karebet itu pun terdiam, namun segera ia teringat kata-
kata Prabasemi dihadapan Baginda Sultan Trenggana,
tentang seorang calon Wira Tamtama. Tetapi Sembadalah
yang berteriak, "He orang bertopeng. Apakah sebenarnya
maksudmu, dan siapakah sebenarnya kau ini?"
Orang bertopeng itu menggeleng. Katanya, "Sudah aku
katakan bahwa tak ada gunanya kau mengerti siapa aku."
"Bagus" sahut Sembada. "Tetapi jangan ganggu kami."
Orang bertopeng itu seakan-akan tidak memperhatikan
kata-kata itu, bahkan kepada Karebet ia berkata, "Karebet,
pikirkan baik-baik."
"Tetapi apakah aku harus berdiam diri saja, seandainya
mereka akan membunuhku."
"Pergilah" jawab orang bertopeng itu.
"Pergi?" Karebet itu menjadi heran. Kemudian jawabnya,
"Apakah kalau aku pergi orang-orang itu tidak akan
menyusulku?" "Biarkanlah mereka. Menyingkirlah supaya kau terhindar
dari bencana yang lebih besar lagi."
Karebet menjadi bingung. Ia telah mengenal orang itu.
Semula ia menyangka bahwa orang bertopeng itu
Pasingsingan. Bahkan ia menyangka bahwa Pasingsingan
itu pun telah mendapat tugas pula dari Tumenggung
Prabasemi. Namun ternyata orang itu memberinya
beberapa petunjuk yang dapat dimengertinya. Namun
bagaimana ia harus melaksanakannya" Apakah ia harus
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
pergi dan membiarkan orang itu mengejar dan membunuhnya" Atau bagaimana"
Dalam pada itu Sambirata berkata, "Hem. Ki Sanak yang
bertopeng. Agaknya kau telah terlalu jauh mencampuri
urusan kami. Karebet kau suruh menyingkir dari arena ini.
Kalau demikian, maka kau telah bertekad untuk
menggantikannya. Begitu?"
Orang bertopeng itu berhenti sesaat. Kemudian
jawabnya. "Aku tidak mempunyai cara lain. Aku hanya
sekedar bermaksud menyelamatkan kalian dari perbuatan
terkutuk. Karebet dan kalian berdua."
"Jangan banyak bicara" teriak Sembada. Apalagi ketika ia
mengetahui bahwa orang itu bukan Pasingsingan yang
menakutkan yang pernah didengarnya dari dongeng-
dongeng. "Sekarang kau pergi dan membiarkan kami
membunuh Karebet. Atau kami harus membunuhmu dulu,
baru membunuh Karebet."
Orang bertopeng itu seakan-akan sama sekali tidak
mendengar teriakan itu. Katanya, "Menyingkirlah Karebet.
Kalau mungkin, pertumpahan darah harus dihindari."
Sembada itu kini sudah tidak sabar lagi. dengan
marahnya ia menggeram. Selangkah maju sambil berkata,
"Kalau kau mati disini pula, jangan menyalahkan aku. Kau
terlalu tamak dan sombong."
Melihat Sembada melangkah maju, Karebet hampir
melangkah maju pula. Namun terdengar orang itu berkata,
"Ingat, Sultan sedang murka kepadamu. Jangan kau
tambah kesalahanmu dengan perbuatan-perbuatan yang
tak berarti. Serahkan orang-orang ini kepadaku." Kata-kata
itu benar-benar berpengaruh dihati Karebet. Terasa sesuatu
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bergolak di dalam dadanya. Dan terasa bahwa ia tidak akan
dapat menolak permintaan itu.
Tetapi Sembada dan Sambirata telah benar-benar sampai
kepuncak kemarahan mereka. Karena itu, maka Sembada
berteriak, "Bagus. Ternyata aku harus membunuhmu
dahulu. Baru anak yang bernama Karebet itu."
Orang berjubah itu tidak sampai menjawab. Ketika ia
hampir mengucapkan beberapa patah kata, maka Sembada
yang kasar itu telah menyerangnya langsung dalam
kekuatan Ajinya Sapu Angin. Orang bertopeng itupun
melihat betapa kekuatan ajinya itu meluncur lewat tangan-
tangan Sembara kearahnya.
Namun ia sama sekali tidak
beranjak dari tempatnya. Karebet yang melihat serangan itu terkejut. Tetapi
ia berdiri berseberangan dengan Sembada, sehingga ia tidak dapat berbuat apa-
apa kecuali berteriak, "Hei,
Ki Sanak. Menghindarlah."
Tetapi orang berjubah itu
sama sekali tidak bergerak.
Dibiarkannya Sembada menghantamnya dengan Aji Sapu Angin. Namun sesaat sebelum tangan sembada menyentuh jubahnya, tampak
orang itu menjadi tegang. Dan pada saat itulah Aji Sapu
Angin membentur tubuhnya.
Namun yang terjadi benar-benar mengejutkan. Orang
yang berjubah itu masih tegak ditempatnya. Ia hanya
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bergetar sedikit. Namun kemudian ia berdiri tegak kembali,
seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu. Tetapi Sembada
yang menghantam orang itu dengan kekuatannya, tiba-tiba
terpelanting beberapa langkah dan jatuh terguling karena
benturan kekuatannya sendiri. Tangannya yang melontarkan Aji Sapu Angin itu terasa membentur benteng
baja. Karena itulah maka ia sendirilah yang terlempar
mundur. Sambirata heran melihat peristiwa itu. Tidak saja
Sambirata, namun Karebetpun berdiri dengan mulut
ternganga. Seakan-akan ia melihat suatu peristiwa dahsyat
didalam mimpi. Aji Sapu Angin mampu menggetarkan Aji
Lembu Sekilan, meskipun tidak sampai keintinya. Kini ia
melihat orang berjubah itu sama sekali tidak bergerak,
namun Sembada sendirilah yang terdorong surut, bahkan
jatuh bergulingan beberapa kali.
Tetapi lebih dari itu. Ketika Sembada tidak terguling lagi,
maka terdengar ia mengeluh pendek. Dengan susah payah
ia berusaha bangkit. Namun tiba-tiba ia terduduk kembali
dengan lemahnya. Nafasnya serasa sesak, dan seakan-akan
bagian dalam dadanya pecah berkeping-keping.
Sambirata menjadi ragu sesaat. Ia melihat kawannya
telah jatuh karena pukulannya sendiri. Karena itu apakah ia
akan mengulangi kesalahan Sembada. Kini Sambirata
memperhitungkan setiap kemungkinan. Seandainya ia
mampu mengalahkan orang berjubah dan bertopeng itu,
namun dibelakangnya masih berdiri anak yang bernama
Karebet. Anak yang belum dapat dikalahkannya meskipun ia
berdua dengan Sembada. Apalagi kini Sembada sudah tidak
mampu untuk berdiri. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sesaat Sambirata tegak saja seperti tonggak. Pikirannya
berjalan hilir mudik tak menentu. Ketika sekali lagi ia
memandang kawannya yang terduduk lemah itu, maka
iapun mengeluh didalam hatinya. "Apakah yang datang
berjubah ini sebangsa demit atau Hantu Alasan"."
Sambirata kemudian terperanjat ketika ia mendengar
suara orang bertopeng menggeram dari balik topengnya,
"hem, apakah kau juga akan coba memukul aku?"
Kembali Sambirata menjadi bimbang. Namun akhirnya ia
menggeleng. Kini telah ditemukannya jawaban. Ia tidak
memperdulikan lagi kawannya yang terluka itu. Juga timang
emas yang dijanjikan. Nyawanya lebih berharga dari segala-
galanya. Bahkan sampai pada harga dirinya sekalipun.
Karena itu, maka tanpa malu-malu Sambirata menjawab,
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak Kiai. Aku tidak akan melawan kehendak Kiai."
Karebet mengerutkan keningnya ketika mendengar
jawaban itu. Bahkan ia mengumpat-umpat didalam hatinya.
Alangkah liciknya hati orang itu. Meskipun demikian, ia
sama sekali tidak berkata apapun.
Yang menjawab adalah orang bertopeng, "apakah kau
benar-benar tidak akan berbuat sesuatu?"
"Tentu Kiai," sambut Sambirata. "Aku pun sebenarnya
tidak mempunyai persoalan dengan angger Karebet. Tetapi
terbawa oleh kesetiakawanan aku terpaksa membantu
orang itu." Sembada berdesah mendengar kata Sambirata. Tetapi ia
tidak berani berbuat apapun. Kalau ia membantah, maka
Sambirata akan dapat berbuat apa saja atasnya. Selagi
keadaan wajar, ia tidak akan mampu melawan Sambirata,
apalagi kini, tulang-tulangnya seakan remuk.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Orang bertopeng itu memandangi Sambirata dan
Sembada berganti-ganti lewat lubang topengnya. Sesaat
kemudian ia menarik nafas panjang. Dan kemudian ia
berkata, "Kembalilah kalian ke Demak. Katakan bahwa
Karebet telah mati. Ia tidak akan kembali ke Demak dalam
waktu yang singkat, sebelum Baginda mengampuni
kesalahannya." Sambirata mengangguk. Kemudian katanya," Tentu Kiai
kami akan kembali ke Demak."
Tetapi Sembada yang menyeringai kesakitan itu berkata,
"Alangkah mudahnya. Tetapi kalau kelak anak itu kembali
ke Demak, maka kepalaku akan dipenggal oleh Prabasemi."
Sambirata tiba-tiba tertawa. Katanya, "Sudahlah adi
Sembada. Kalau kau tidak berani menanggung akibat dari
perbuatan ini, biarlah timang-timang ini dikembalikan saja."
"Timang"," tiba-tiba Karebet memotong.
"Ya" jawab Sambirata. "Kami harus membunuh angger.
Dan kami akan mendapat timang emas."
Tangan Karebet menjadi gemetar mendengar pengakuan
itu. Tetapi sebelum ia menjawab, orang berjubah itu
berkata, "Lupakan semuanya. Beruntunglah kalian, bahwa
kalian belum menjual diri kalian dengan harga yang sangat
murah itu. Apakah artinya timang emas itu" Seandainya
kalian mampu membunuh Karebet sekalipun, namun
apakah yang dapat kau miliki itu cukup bernilai untuk
menebus tanggung jawab yang harus kau berikan pada
masa-masa langgeng" Pada masa kau berhadapan dengan
Kekuasaan tertinggi. Jauh lebih tinggi dari kekuasaan
Prabasemi, bahkan kekuasaan Sultan Trenggana sekalipun?" SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Orang berjubah itu diam sesaat. Sembada yang masih
menahan sakit itupun terdiam, dan Sambirata menundukkan wajahnya. Semula ia mengurungkan niatnya
hanya sekedar untuk menyelamatkan hidupnya, maka tiba-
tiba tersentuhlah perasaan Sambirata oleh kata-kata orang
bertopeng itu. "Ya," katanya di dalam hati, "Alangkah
murahnya harga diriku. Sebuah timang emas. Hem." Tetapi
Sambirata itu tidak berkata sepatah katapun.
Yang terdengar kemudian adalah kata-kata orang
berjubah itu. "Seandainya kau berhasil membunuh Karebet,
dan mendapatkan timang-timang emas itu, maka apakah
kalian dapat memakainya dengan tenang" Setiap kali
timang itu melekat di lambung kalian, maka setiap kali
kalian akan teringat, bahwa timang itu sebenarnya
berlumuran dengan darah seseorang yang tidak bersalah
kepada kalian." Sambirata semakin menundukkan wajahnya. Sentuhan-
sentuhan pada parasaannya semakin terasa. Dan karena
itulah tiba-tiba ia merasa menyesal atas perbuatannya itu.
Namun justru karena itulah maka ia berdiam diri.
"Nah. Pikirkanlah kata-kataku" berkata orang berjubah
itu pula. Tiba-tiba Sambirata itu mengangguk-anggukkan
kepalanya. Dengan hormat ia menjawab, "Baik Kiai. Akan
aku pikirkan baik-baik kata Kiai."
Orang bertopeng itu mengangguk-anggukan kepalanya.
Kemudian katanya, "Sekarang kembalilah ke Demak. Kau
dapat menempuh jalan yang wajar. Bukankah kau
menempuh jalan yang sulit, jalan yang bukan sewajarnya
dilalui orang pada saat kau berangkat kemari" Lewat
gerumbul-gerumbul dan memotong diantara hutan-hutan
belukar. Itu adalah gambaran dari pengakuanmu atas
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
perbuatan-perbuatan yang tidak wajar pula yang akan kau
lakukan. Sebab kalau kau berlaku wajar, maka kau tidak
perlu melalui jalan-jalan yang tersembunyi."
Sekali lagi Sambirata mengangguk. Dan kemudian
jawabnya, "Ya Kiai. A ku menyadarinya"
Tetapi ketika Sambirata itu berpaling kearah Sembada,
maka katanya "Apakah kau sudah mampu berjalan Adi?"
Sembada mengerang perlahan-lahan. Sekali lagi ia
berusaha bangkit. Namun punggungnya masih terasa sakit.
Tetapi ia tidak mau menunjukkan kelemahan dirinya. Maka
katanya "Bertanyalah kepada murid-muridmu. Apakah
mereka sudah mampu berjalan?"
Sambirata itupun kemudian menebarkan pandangan
matanya kearah murid-muridnya yang masih berserakan
disekitarnya. Ada yang sudah mampu duduk dan mencoba
berdiri, namun ada juga yang masih terbaring sambil
menyeringai. Melihat mereka itu, tergetarlah hati Sambirata.
Hampir saja ia mengorbankan orang-orang itu hanya untuk
sebuah timang. Dan karena itu, maka timbullah iba didalam
hatinya. Iba kepada murid-muridnya yang tidak tahu
menahu ujung pangkal dari perbuatannya.
Perlahan-lahan Sambirata itu menghampiri muridnya
yang paling parah diantara mereka. Perlahan-lahan ia
berbisik. "Maafkan aku."
Muridnya itu menjadi heran. Apakah yang harus
dimaafkannya" Meskipun demikian muridnya itu tidak bertanya apapun
kepada gurunya. Mereka hanya menyeringai menahan sakit
dan berkata jujur. "Aku belum dapat berjalan Kiai"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sambirata menarik nafas. Agaknya keadaan muridnya itu
benar-benar sulit. Karena itu maka katanya, "Aku tidak
tergesa-gesa. Biarlah kalian menjadi baik dahulu. Aku akan
menunggu kalian disini."
Orang bertopeng itu mengawasi hampir setiap orang
ditempat itu. Sesaat kemudian terdengar ia berkata,
"Baiklah kalau kalian masih akan menunggu kawan-kawan
kalian sehingga mungkin untuk berjalan kembali. Kini
biarlah anak muda ini pergi bersama aku."
Sambirata mengangguk sambil menjawab, "Silakan Kiai.
Aku mengucapkan terima kasih kepada Kiai."
Orang bertopeng itu mengangguk, kemudian katanya
kepada Mas Karebet, "Ikuti aku."
Karebet ragu-ragu sejenak. Ia belum mengenal orang itu.
Ia pernah mendengar bahwa orang yang berjubah abu-abu
adalah Pasingsingan. Kini ia berhadapan dengan orang yang
berjubah abu-abu itu. Apakah orang itu bukan Pasingsingan" Sesaat timbullah beberapa prasangka
didalam hatinya. Mula-mula ia menyangka bahwa orang itu
hanya sekedar merebut korbannya dari Sambirata dan
Sembada, supaya Pasingsinganlah yang berhasil membunuhnya untuk mendapat hadiah dari Prabasemi.
Tetapi menilik suara dan tingkah lakunya, maka orang
bertopeng itu bukanlah seorang yang bernama Pasingsingan. Akhirnya Karebet tidak mempunyai pilihan lain. Kalau
orang itu Pasingsingan, maka dimanapun, orang itu pasti
akan dapat membunuhnya. Diketahui atau tidak diketahui
oleh orang lain. Karena itu maka ia tidak menolak, dan
diikutinya orang berjubah abu-abu itu. Namun selama itu,
anak muda yang masih mengetrapkan ilmunya, Aji Lembu
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sekilan dan sekaligus ditangannya masih menjing Aji Rog-
rog Asem. Beberapa langkah kemudian, ketika orang-orang yang
terbaring dipinggir jalan hutan itu telah tidak nampak lagi,
maka orang berjubah abu-abu itu berhenti. Ditatapnya
mata Karebet dengan tajamnya. Kemudian dengan sebuah
anggukan kepada ia berkata, "Duduklah Karebet."
Orang itu tidak menunggu jawaban Karebet. Namun
segera ia berjalan kebalik gerumbul dan duduk diatas
rumput-rumput kering. Karebet kembali menjadi ragu- ragu.
Tetapi seolah-olah sebuah pesona telah menariknya untuk
kemudian duduk dihadapan orang berjubah abu-abu itu,
dibalik gerumbul pula. "Karebet" berkata orang itu. "Hampir kau melakukan
sebuah kesalahan lagi. Bukankah kau kini sedang menjalani
hukuman?" Kelunakan dan kesungguhan kata-kata orang itu
memberi keyakinan kepada Karebet, bahwa orang itu
sebenarnya bukan Pasingsingan. Karena itu maka jawabnya
"Ya, Kiai. Aku sedang menjalani sebuah hukuman."
"Apakah sebabnya?" bertanya orang itu.
Karebet sesaat menjadi ragu-ragu. Namun kemudian
terluncur pula dari mulutnya, persoalan-persoalan yang
menyebabkannya diusir dari istana. "Tetapi Kiai", berkata
kemudian. "Janganlah hal ini didengar orang lain, supaya
Sultan tidak semakin marah kepadaku."
Orang bertopeng itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Kemudian katanya, "Karebet. Aku mengikutimu sejak kau
meninggalkan istana, berrjalan bersama-sama dengan
Tumenggung Prabasemi. Aku melihat sesuatu yang tidak
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
wajar pada kalian berdua. Karena itu aku mencoba melihat
apa saja yang akan terjadi. Ternyata dihutan Santi kalian
berdua terlibat dalam suatu perkelahian. Ketika aku melihat
Prabasemi jatuh, aku hampir saja mencegahmu. Namun
ternyata kau pada waktu itu masih dapat menguasai dirimu.
Tetapi yang baru saja terjadi disini, agaknya kau telah
benar-benar menjadi mata gelap."
Karebet mengangguk, "Ya Kiai" jawabnya. "Aku tidak
ingin mati ditangan kedua orang itu."
"Aku tidak menyalahkanmu" sahut orang bertopeng itu.
"Aku hanya ingin mencegah kesalahan yang mungkin kau
lakukan, yang akan dapat mendorongmu semakin jauh dari
istana." Karebet menundukkan kepalanya. Kini ia pasti, bahwa
orang itu sama sekali bukan Pasingsingan. Tetapi siapa".
Dan tiba-tiba saja ia bertanya. "Tetapi apakah aku boleh
mengetahui, siapakah Kiai ini?"
Orang itu menggeleng. "Tidak ada gunanya," jawabnya.
Karebet menarik nafas. Ia tidak bertanya lagi kepada
orang itu Sebab sekali ia merahasiakan dirinya, maka
betapapun ia mencoba bertanya, namun pasti ia tidak akan
mendapat jawaban. Karebet itu kemudian mengangkat wajahnya ketika
orang itu bertanya. "Sekarang, ke manakah kau akan
pergi?" Karebet menarik nafas dalam-dalam. Ya, kemana ia akan
pergi" Sesaat ia berdiam diri, namun kemudian jawabnya,
"Aku akan ke Tingkir"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Tidak" jawab karebet, "aku tidak yakin bahwa
Prabasemi akan melepaskan maksudnya membunuhku.
Mungkin ia akan meminta orang lain lagi untuk melakukan
pembunuhan itu. Dalam keadaan yang demikian, mungkin
sekali aku kehilangan kesabaran, dan membunuh orang itu
sehingga dengan demikian Sultan Trenggana akan semakin
murka kepadaku." "Kau benar" berkata orang bertopeng itu. "Tetapi
kemana?" Karebet menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku tidak
tahu." "Apakah kau tidak mempunyai sahabat, kawan atau
saudara ditempat lain?" bertanya orang bertopeng itu.
Karebet diam sejenak. Tiba-tiba terbayanglah di rongga
matanya, sebuah lembah yang luas dengan padi yang hijau
subur dikaki pegunungan Telamaya. Suatu daerah yang
sangat menarik yang pernah dikunjunginya. Tetapi daerah
itu belum menemukan ketentraman karena persoalan antar
keluarga sendiri. "Bagaimana?" bertanya orang itu pula.
Karebet menggeleng. Jawabnya, "Aku mempunyai
sahabat, saudara dan kawan-kawan. Tetapi mereka sedang
sibuk dengan persoalan mereka sendiri. Apakah aku tidak
akan menambah keributan mereka, apabila aku datang
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepada mereka itu?" Terdengar orang bertopeng itu tertawa pendek. Katanya
seolah-olah bergumam saja didalam mulutnya. "Hem. Kau
memandang dari sudut yang buram. Cobalah, katakan
kepadaku bahwa kau akan datang untuk membantu
memecahkan persoalan mereka itu."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karebet menengadahkan wajahnya. Sesaat terpancarlah
sesuatu dari wajahnya. Katanya didalam hati, "Ya, aku
adalah seorang laki-laki. Kenapa aku tidak dapat
memperingan pekerjaan mereka itu?"
Tiba-tiba Karebet itu berkata, "Pendapat Kiai baik sekali.
Aku dapat datang kepada mereka untuk membantu mereka.
Mungkin tenagaku akan berguna."
"Bagus", orang itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Topengnya bergerak-gerak seperti kepala hantu-hantuan di
sawah untuk menakut-nakuti burung.
"Baiklah Kiai", berkata Karebet pula, "Aku akan pergi
kesana." "Kemana?" Karebet berdiam diri sejenak. Namun sesaat kemudian ia
berkata lantang. "Banyubiru."
"Banyubiru", orang bertopeng itu mengulang. Kemudian
katanya, "Pergilah ke Tingkir. Kemudian pergilah ke
Banyubiru." "Baik Kiai" sahut Karebet.
Orang bertopeng itupun kemudian berdiri. Dipandanginya
Karebet dengan seksama. Kemudian katanya, "Kita berpisah
disini setelah aku mengikutimu sejak dari Demak. Mudah-
mudahan aku terhindar dari segala malapetaka. Dan
mudah-mudahan kau selalu dapat mengekang dirimu
sendiri. Pergilah. Aku akan pergi ke Bergota."
Karebet mengerutkan keningnya, dan dengan serta
merta ia bertanya. "Kenapa ke Bergota?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Tidak ada hubungannya dengan kau. Aku akan
menemui Arya Palindih" jawab orang itu.
Kembali Karebet menjadi sangat tertarik kepada jawaban
itu. Tetapi orang itu berkata, bahwa kepergiannya itu tak
ada hubungannya dengan dirinya. Meskipun demikian, ia
bertanya-tanya juga didalam hatinya. Bukankah Sultan
Trenggana pernah mengatakan kepadanya bahwa ia akan
dikirim ke Bergota seandainya Prabasemi tidak mencegahnya" Meskipun demikian Karebet itu tidak
bertanya lagi. Orang bertopeng itupun kemudian minta diri dan
perlahan-lahan ia berjalan meninggalkan Karebet. Tetapi, ia
tidak berjalan lewat jalan yang terbentang di tengah-tengah
hutan itu, namun berjalan menyusup lewat gerumbul-
gerumbul di hutan itu. Sebelum orang itu hilang dari
pandangan mata Karebet, terdengar ia berkata, "Karebet,
aku tadi berkata kepada Sambirata, bahwa ia menempuh
jalan yang tidak wajar karena tuduhan yang tidak wajar.
Kini akupun menempuh jalan yang tidak wajar karena
keadaanku pun tidak wajar dan tujuanku pun tidak wajar.
Namun percayalah bahwa aku mempunyai itikad yang baik
bagimu dan bagi Demak."
Karebet mengerutkan keningnya. Timbullah pertanyaan
bahwa didalam hatinya. "Kenapa bagiku dan bagi Demak"
Apakah ada hubungan yang erat antara aku dan Demak"
Ah" desahnya. "Aku hanya seorang lurah Wira Tamtama."
Tetapi tiba-tiba ia berdesis. "Bukan, Lurah Wira Tamtama
pun bukan. Aku adalah orang buangan."
Ketika orang bertopeng itu lenyap dibalik rimbunnya
daun-daun rimba yang hijau, maka Karebet itu menjadi
bersedih. Dikenangnya dirinya dan disesalinya segenap
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
perbuatannya. Namun semuanya telah berlalu. Dan kini ia
tinggal menjalani akibat dari perbuatan-perbuatannya yang
salah itu. Sesaat Karebet itu masih tegak ditempatnya. Sekali-kali
diawasinya daun-daun yang hijau tempat orang bertopeng
itu melenyapkan dirinya. "Orang Aneh," gumam Karebet. "Memang di dunia ini
selalu ada keanehan-keanehan yang kadang-kadang lucu.
Apakah gunanya orang itu menutupi wajahnya dan
berjubah. Apakah wajahnya itu terlalu jelek dan kasar, atau
seorang buruan yang sedang menyembunyikan diri" Tetapi
tidak pantas kalau orang itu menyembunyikan dirinya
karena persoalan-persoalan lahiriah. Ia adalah seorang
yang sakti, ternyata Aji Sembada sama sekali tidak mampu
mendorongnya selangkah pun."
Karebet itupun kemudian dengan segan melangkah
pergi. Kini ia berjalan dengan tujuan yang pasti. Ke Tingkir
kemudian ke Banyubiru. Ketika ia muncul dari balik-balik gerumbul, tiba-tiba
timbullah keinginannya untuk menengok kembali Sembada
dan Sambirata. Karena itu ia berjalan menuju ke arah
mereka. Dari kejauhan dibalik tikungan Karebet telah
melihat mereka masih berada ditempatnya.
Sembada kini sudah duduk menepi, dan beberapa murid
Sambirata pun semuanya telah berbaring dan duduk-duduk
di rerumputan. Bahkan dilihatnya Sembada dengan
lahapnya sedang makan bekal yang dibawanya.
Ketika mereka melihat Karebet datang kepada mereka,
maka Sembada dan Sambirata itupun berdesir hatinya.
Apakah maksud kedatangan Karebet itu kembali kepada
mereka" Apakah setelah orang bertopeng itu pergi, Karebet
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
akan meneruskan maksudnya, bertempur sampai saat-saat
terakhir" Tetapi kini Sambirata telah tidak bernafsu lagi
untuk bertempur. Di dalam dadanya telah terdengar suara-
suara yang belum pernah didengarnya. Dan suara-suara itu
telah mendorongnya untuk menghindari bentrokan langsung dengan Karebet itu.
Tetapi wajah Karebet sama sekali tidak menunjukkan
ketegangan. Bahkan ketika ia melihat Sembada yang masih
saja menyuapi mulutnya itu, ia tersenyum sambil berkata,
"Alangkah nikmatnya, makan setelah bekerja keras."
"Makanlah kalau kau mau" berkata Sembada itu tanpa
berpaling. Meskipun demikian denyut jantungnya menjadi
semakin cepat. Ia masih belum yakin kalau dalam waktu
yang sesingkat itu Karebet telah dapat melupakan apa-apa
yang baru saja terjadi. Tetapi Karebet benar-benar anak yang aneh, yang
berbuat apa saja menurut keinginannya sesaat-sesaat.
Tiba-tiba saja ia duduk di samping Sembada dan berkata,
"Aku juga lapar, kakang Sembada."
Sambirata menarik nafas dalam-dalam. Ia melihat
kejujuran yang memancar dalam diri Karebet. Kejujuran
yang tidak dibuat-buat. Karena itu ia menjadi semakin
kecewa atas perbuatannya. Untunglah semuanya belum
terlanjur terjadi. Kalau ia berhasil membunuh Karebet,
maka dosanya akan selalu mengejarnya apabila ia kelak
mengetahui sifat-sifat anak itu. Sedang apabila Karebet
yang membunuhnya, maka kasihanlah anak itu. Sebab
dengan demikian ia akan mendapat hukuman yang lebih
berat dari Baginda. Dengan penuh penyesalan ia melihat Karebet itu meraih
sepotong makanan bekal yang mereka bawa dari Demak.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Dan tanpa ragu-ragu disuapkannya makanan itu kedalam
mulutnya. "Enak" gumam Karebet itu.
"Sifat itu sangat menyenangkan?" berkata Sambirata di
dalam hatinya. Dan dibiarkannya Karebet itu kemudian
makan sepuas-puasnya. Sembada yang sedang makan itupun menjadi heran pula
melihat Karebet benar-benar mau makan bersamanya.
Karena itu ia menjadi tenang sedikit. Mungkin Karebet itu
benar-benar tidak akan meneruskan perkelahian yang pasti
tidak akan menguntungkannya.
Hanya beberapa murid Sambirata yang mengumpat-
umpat di dalam hatinya. Punggung-punggung mereka
masih terasa sakit karena anak muda yang bernama
Karebet itu. Dan kini Karebet itu makan bekalnya
seenaknya. Bahkan tidak henti-hentinya.
"Makanlah angger" Sambirata itu mempersilakan dengan
ramahnya. "Aku akan kenyang, paman" sahut Karebet. Dan tiba-tiba
pula Karebet itu berdiri.
Sembada lah yang paling terkejut. Ia masih belum dapat
menghilangkah kecemasannya apabila Karebet itu tiba-tiba
membunuhnya. Tetapi Sembada itu menarik nafas dalam-
dalam, ketika dilihatnya Karebet itu menekan punggungnya
sambil menggeliat. "Aku sudah terlalu kenyang paman",
katanya kepada Sambirata. "Sekarang biarlah aku
meneruskan perjalananku ke Tingkir. Apakah paman masih
akan mencegah aku?" "Tidak, tidak ngger. Silakan berjalan terus. Aku tidak
akan mengganggu angger lagi." sahut Sambirata.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi Sembada yang kasar itu menjawab, "Pergilah.
Tapi jangan mencoba mengganggu kami."
Karebet itu berpaling. Tetapi kemudian ia tersenyum,
jawabnya "Baiklah. Aku tidak sengaja mengganggumu,
kakang. A ku lapar, dan dihadapanmu ada makanan."
"Bukan soal makanan" bentak Sembada. "Tetapi jangan
halangi kami kembali ke Demak, kalau kau ingin selamat."
Sekali lagi Karebet tersenyum. Katanya, "Apakah kakang
sudah dapat berjalan dengan baik."
Sembada tidak menjawab. Namun ia mengumpat
perlahan-lahan, "Persetan."
Karebet itupun kemudian berjalan meninggalkan mereka.
Ditelusurinya jalan sempit ditengah-tengah hutan yang
semakin lama semakin tipis. Sehingga sesaat kemudian ia
akan sampai ke mulut lorong itu dan meninggalkan daerah
hutan yang memberinya kesan tersendiri. Di hutan inilah
Prabasemi berusaha merampas nyawanya untuk yang
kesekian kalinya. "Hem," gumamnya, "Orang itu benar-
benar berusaha menghilangkan aku karena otaknya yang
gila seperti aku. Tetapi aku tidak mengganggu orang lain.
Aku mendapatkan kesempatan tanpa aku sangka-sangka.
Sedangkan Prabasemi mencari kesempatan dengan segala
cara. Bahkan mengorbankan orang lain sekalipun.
Sekali lagi Karebet menarik napas. Kemudian ditatapnya
jalan yang terbentang dihadapannya. Kini ia meninggalkan
hutanitu. Ketika ia menengadahkan wajahnya dilihatnya
langit yang cerah. Awan yang tipis selembar demi selembar
mengalir ke Utara, dan burung berterbangan di angkasa
seakan menari dengan riangnya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karebet mengusap dahinya yang basah. Angin yang
lembut perlahan-lahan menyentuh tubuhnya yang kotor.
Ketika Karebet mengangkat wajahnya, hatinya menjadi
berdebar-debar. Dihadapannya terbaring seonggok warna
hijau ke hitam-hitaman. Padukuhan Tingkir, tempat ia
dibesarkan oleh ibu angkatnya Nyi Tingkir.
Langkah Karebetpun tertegun sesaat. Kembali ia
berbimbang hati. Tetapi kemudian ia melangkah kembali
dengan langkah yang tetap. Pulang ke Tingkir dan kelak
terus ke Banyu Biru. Angin yang lembut sekali lagi mengusap wajah Karebet
yang basah oleh keringat. Dan kembali persoalan itu hanyut
satu persatu di kepalanya, berlari berurutan seperti kuda
yang sedang berpacu. Dan akhirnya sampailah ia ke ujung
kenangannya. ----------o-dwkzOarema-o----------
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
II Malam itu langit cerah yang ditandai oleh sepotong bulan
muda. Ketika Karebet mengangkat wajahnya, yang tampak
dihadapannya bukan pedukuhan Tingkir yang hijau
kehitam-hitaman, tetapi sebuah dataran yang luas dengan
daun-daun padi yang menghijau melapisinya. Warna-warna
semburat kuning yang dilemparkan oleh bulan sepotong di
langit tampak berkilat-kilat memantul dipermukaan air Rawa
Pening. Karebet kembali kepada keadaanya kini. Dihadapannya
duduk pamannya yang disegani. Kebo Kanigara yang
mendengarkan ceritanya dengan asyik.
Ketika Karebet itu berhenti berbicara, maka Kebo
Kanigara itu menarik napas panjang. Panjang sekali. Dan
terdengarlah ia bergumam, "Bukan main. Itulah sebabnya
maka sepeninggalmu, timbulah berbagai cerita mengenai
dirimu." Karebet tidak menjawab. Ditundukkannya kepalanya
dalam-dalam. Dan malam menjadi semakin dingin, karena
arus angin pegunungan. "Darimana kau tahu sedemikian banyak cerita tentang
dirimu, yang kau alami dan tidak kau alami?"
Dengan kepala masih tertunduk Karebet menjawab,
"Sebagian aku alami langsung, sedangkan sebagian aku
dengar dari seorang sahabat yang dapat dipercaya."
"Siapakah orang itu?"
"Sambirata!" SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"He, Sambirata yang kau katakan mencegatmu di hutan
dekat Tingkir itu?" "Ya, ternyata ia telah menyesali perbuatannya. Karena
itu ia berusaha mencari kebenaran tentang diriku. Aku tidak
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tahu, apa saja yang sudah dilakukannya, namun ia berhasil
mengetahui sebagian besar keadaanku, dan ia pun berhasil
mencari aku, ketika aku masih berada di Tingkir."
"Hanya orang itu?" bertanya Kebo Kanigara.
"Ya, tetapi paman Sambirata aku minta menghubungi
sahabatku yang lain di dalam lingkungan Wira Tamtama.
Daripadanya paman Sambirata dapat melengkapi ceritanya." "Siapakah orang itu?"
"Santapati. Kakang Santapati, seorang lurah Wira Tamtama juga." Kebo Kanigara mengangguk-anggukkan kepalanya. Sesaat ia berdiam diri, dan Karebet
tidak berkata apapun. Karena itu maka keadaan di
lereng menjadis epi kembali.
Di kejauhan terdengar suara
cengkerik sahut menyahut dengan derik belalang. Sesekali terdengar aum harimau di kejauhan, di hutan Gunung Telamaya.
Sesekali Kebo Kanigara memandang wajah kemenakannya yang suram. Dilihatnya penyesalan yang
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dalam menggores didadanya. Karena itu maka perasaan
Kebo Kanigara itupun menjadi iba juga kepadanya. Kepada
satu-satunya kemenakannya. Karebet adalah penyambung
keturunan Pengging disamping Widura. Karena itulah maka
adalah menjadi keinginanya bahwa Karebet kelak mendapat
tempat yang baik, sebagai seorang cucu Handayaningrat,
maka adalah wajar apabila Karebet apabila Karebet itu tidak
saja menjadi seorang buangan dan sekedar Lurah Wira
Tamtama. "Hem" geram Kebo Kanigara didalam hatinya." Trenggana ternyata dapat dipengaruhi oleh orang-orang
seperti Prabasemi." Tiba-tiba terbersitlah sesuatu di kepala Kebo Kanigara.
Karebet adalah kemanakannya. Nasib Karebet dihari
kemudian akan menentukan darah keturunan Pengging.
Kalau Karebet itu akan hancur menjadi debu di
pembuangan, maka darah Pengging akan kering seperti
lautan yang kering. Betapapun agungnya lautan itu dihari-
hari lampau, namun apabila kemudian telah kering dibakar
terik matahari, maka keagungan airnya pasti akan dilupakan
orang. Demikianlah kalau Karebet itu benar-benar akan
lenyap dari percaturan pemerintah Demak, maka darah
Pangeran Handayaningrat untuk selamanya tidak akan
dapat mengharapkan Widuri untuk merebut tempat itu,
sebab mau tidak mau ia melihat hubungan yang akrab
antara putrinya itu dengan Arya Salaka. Meskipun Arya
Salaka bukan darah yang tetes dari istana, namun ia
bangga atas anak muda itu. Anak muda yang menyadari
keadaannya, menyadari tanggung jawabnya. Dan ia puas
dengan keadaan putrinya, asalkan kelak ia merasa bahagia.
Apalagi putrinya itu sejak kecilnya sama sekali tidak pernah
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
mengenyam kehidupan istana. Karena itu, maka apa yang
dicapainya itu benar-benar telah memberinya kebahagiaan.
Baru beberapa waktu kemudian Kebo Kanigara itu
berkata, "Karebet. Jangan tinggalkan Banyubiru tanpa
ijinku. Mungkin ada beberapa cara yang dapat ditempuh,
supaya Sultan Trenggana itu memaafkan kesalahanmu."
Karebet menganggukkan kepalanya sambil menjawab,
"Baik paman. Aku akan tinggal di Banyubiru sampai paman
memerintahkan aku berbuat lain."
Kembali mereka terlempar dalam kesenyapan. Dan
kembali suara jengkerik bersahut-sahutan dengan desir
angin di dedaunan. Awan yang putih segumpal hanyut di
wajah bulan kuning pucat.
Sesaat kemudian barulah Kebo Kanigara berkata,
"Karebet. Alangkah bodohnya kau. Kenapa kau sampai
terpancing dalam pertempuran melawan Sultan Trenggana?" "Aku tidak mengenal paman. Sultan menggunakan tutup
wajah dari ikat kepalanya. Dan Sultan sama sekali tidak
mempergunakan tanda-tanda kebesarannya."
"Apakah kau tidak mampu melihat ciri-ciri gerak
Baginda?" "Tidak paman. Aku lebih baik tidak menyangka bahwa
aku berhadapan dengan Baginda, karena Baginda
mempergunakan Aji Welut Putih."
"Kenapa dengan Aji Welut Putih."
"Bukankah Aji itu biasa dipergunakan oleh orang-orang
jahat yang berusaha melepaskan diri dari kejaran?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Kebo Kanigara mengangguk-angguk. Tetapi katanya,
"Baginda mengenal seribu macam ilmu. Dari yang paling
jahat sampai yang paling baik."
"Aku kurang menyadari itu paman. Mungkin Baginda
sengaja mempergunakan Aji Welut Putih untuk lebih
mengaburkan anggapanku terhadap orang yang tertutup
wajah itu." Kebo Kanigara mengerutkan keningnya. Namun tiba-tiba
ia berkata, "Jangan kambuh lagi Karebet. Kalau kau
meninggalkan Banyubiru tanpa setahuku, aku tidak akan
mencampuri lagi segenap persoalanmu."
"Baik paman" jawab Karebet.
Kebo Kanigara itupun kemudian bangkit sambil berkata.
"Kembalilah kerumah Ki Lemah Telasih. Mudah-mudahan
Buyut Banyubiru itu akan memberimu banyak tuntunan
yang akan bermanfaat bagi hidupmu."
Karebet itupun kemudian berdiri pula. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ia berkata, "Baik
paman." Ketika pamannya itu kemudian berjalan meninggalkannya, maka Karebet itu pun segera kembali
kerumah Ki Buyut Banyubiru.
Sebenarnyalah Karebet, sejak dari Tingkir segera ia pergi
ke Banyubiru. Semula ia mengharap bahwa Arya Salaka
Telah berhasil kembali ke tanah perdikannya. Namun
ternyata ditemuinya tanah itu sedang dicengkram oleh
ketegangan. Karena itu, maka untuk sementara ia mencari
tempat yang dapat dipakainya untuk menyembunyikan
dirinya. Sehingga akhirnya ditemukannya tempat itu.
Rumah Ki Buyut Banyubiru, yang baik hati. Ia tinggal di
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
rumah itu bersama-sama dengan beberapa orang murid Ki
Lemah Telasih yang lain. Mereka termasuk orang-orang
yang lebih mementingkan persoalan-persoalan pengobatan
dan ketekunan dalam mencari dan menemukan jenis
dedaunan untuk pengobatan daripada olah kanuragan.
Disamping itu, Ki Lemah Telasih adalah seorang yang tekun
beribadah. Itulah sebabnya
Karebet betah tinggal dirumahnya. Ditemuinya persoalan-persoalan dalam hidupnya. Cara-cara pengobatan itu sangat menarik hati
anak muda yang aneh itu. Diperjalanan kembali ke rumah Ki Ageng Gajah Sora,
Kebo Kanigarapun selalu diganggu oleh berbagai pesoalan.
Apakah ia akan membiarkan Karebet terbuang dari
pergaulan yang telah pernah dicapainya" Kebo Kanigara
itupun dapat ikut merasakan kepahitan yang dialami oleh
Karebet itu. Kepahitan yang dialami oleh setiap prajurit
yang terpaksa disingkirkan dari kedudukannya. Tetapi Kebo
Kanigara pun tahu pula, bahwa Baginda masih memiliki
kesayangan yang besar kepada anak yang aneh itu.
Meskipun demikian Kebo Kanigara itu pun berkata
didalam hatinya, "Biarlah orang-orang tua mencoba
membantu menyelesaikan masalah ini."
Malam itu Kebo Kanigara hampir tak dapat tidur nyenyak.
Ia bangun pagi-pagi benar dan tampaklah bahwa
perasaannya sedang dibebani oleh persoalan-persoalan
yang berat. Mahesa Jenar yang mengetahui serba sedikit tentang
Karebet, segera dapat menduga, bahwa Kebo Kanigara
benar-benar sedang dirisaukan oleh kemenakannya yang
nakal. Karena itu sebagai seorang sahabat yang dekat,
maka Mahesa Jenar menyatakan dirinya untuk membantu
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
memecahkan kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi oleh
Kebo Kanigara itu. Kebo Kanigara yang masih belum tahu apa yang akan
dilakukan itu berkata, "Bukan main. Anak itu telah jauh
tenggelam kedalam gelora darah mudanya."
"Apakah kesalahan yang
telah dilakukannya itu terlampau besar, sehingga tidak akan mungkin mendapat
pengampunan kakang," bertanya Mahesa Jenar.
Kebo Kanigara merenung sejenak. Kemudian desahnya,
"Mudah-mudahan. Tetapi waktu yang diperlukan cukup
panjang." Mahesa Jenar mengangguk-anggukkan kepalanya. Serba
sedikit Kebo Kanigara mengatakan juga apa yang pernah
didengarnya dari Karebet. Namun tidak seluruhnya. Ada
persoalan-persoalan yang tidak dapat di ketahui oleh orang
lain. Meskipun orang lain itu adalah Mahesa Jenar sendiri,
yang selama ini selalu berbuat bersama-sama, berjuang
bersama-sama dan bahkan hidup mati mereka berdua
seakan-akan telah dipertaruhkan bersama. Tetapi masalah
yang dihadapi oleh Kebo Kanigara sebagian adalah masalah
yang berhubungan dengan keluarganya. Berhubungan
dengan saluran darah Majapahit yang mengalir ditubuhnya
dan ditubuh Karebet, namun juga ditubuh Sultan
Tranggana. Karena ada beberapa persoalan yang tidak dapat
dikatakannya kepada Mahesa Jenar, maka Mahesa Jenar
pun tidak segera dapat melihat, apa yang dapat
dilakukannya untuk membantu memecahkan persoalan itu.
"Mahesa Jenar" berkata Kebo Kanigara kemudian,
"Jangan kau ikut serta dirisaukan oleh persoalan-persoalan
yang dibuat oleh Karebet. Lupakanlah persoalan itu.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Selesaikan persoalanmu yang telah lama kau tunda-tunda.
Bukankah waktu itu kini telah datang?"
Mahesa Jenar tersenyum. Segera ia tahu maksud Kebo
Kanigara. Karena itu Mahesa Jenar menjawab, "Baiklah
kakang. Meskipun demikian apabila pada suatu saat kakang
memerlukan aku, maka aku selalu menyiapkan diri untuk
itu." "Terima kasih, Mahesa Jenar. Pada saatnya aku akan
memberitahukannya kepadamu." Namun dalam pada itu,
sesuatu tersimpan didalam hati Kebo Kanigara. Sesuatu
yang tidak dapat segera dikatakan kepada Mahesa Jenar,
meskipun pada suatu saat pasti akan menyangkut
perasaannya. "Hem" gumam Kebo Kanigara didalam hatinya, "Biarlah
Mahesa Jenar menikmati masa-masa yang paling baik
dalam hidupnya." Sejak itu Kebo Kanigara berusaha untuk menghilangkan
kesan-kesannya yang menggelisahkan karena pokal
kemenakannya. Meskipun beberapa kali ia masih menemui
Karebet, tetapi ia tidak pernah menyebut-nyebutnya lagi
kepada Mahesa Jenar. Dibiarkannya Mahesa Jenar sibuk
dengan persoalan sendiri.
Karena itulah maka Mahesa Jenar tidak mendengar dari
Kebo Kanigara bahwa Karebet telah pergi ke Karang
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tumaritis dan telah kembali ke Banyubiru.
Dalam pada itu, maka Ki Ageng Pandan Alas merasa
bahwa ia telah cukup lama berada di Banyubiru. Karena itu
maka ia pun minta diri kepada Ki A geng Gajah Sora, kepada
Kebo Kanigara, kepada Mahesa Jenar dan kepada cucunya
Rara Wilis. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Kenapa Ki Ageng tergesa-gesa meninggalkan Banyubiru?" bertanya Gajah Sora.
"Aku sudah cukup lama tinggal di sini angger. Karena itu
aku ingin sekali-kali melihat tanah kelahiranku. Aku ingin
pulang ke Gunungkidul, menyampaikan kabar yang sebaik-
baiknya bagi sanak kadang dan handai taulan di sana.
Sudah tentu kami akan mengharap Wilis sekali-kali juga
mengunjungi kampung halaman. Dan sudah tentu kami
akan mengharap bahwa kami dapat menyaksikan hari yang
paling baik bagi hidupnya di kampung halaman sendiri.
Apapun yang kemudian akan dilakukan, dan kemana pun
kemudian Wilis akan pergi, bukanlah soal bagi kami."
Ki Ageng Gajah Sora mengangguk-anggukkan kepalanya.
Jawabnya, "Sebenarnya Banyubiru akan sangat berterima
kasih kalau kesempatan itu tidak kami terima di sini,
sebagai tanah yang telah menerima limpahan pengabdiannya yang tanpa pamrih itu."
Ki Ageng Pandan Alas tertawa. "Terima kasih. Terima
kasih." sahutnya, "Tetapi biarlah kami pada suatu ketika
membawanya dahulu kembali. Kami ingin memperkenalkan
angger Mahesa Jenar kepada sanak kadang serta sahabat-
sahabat kami." Mahesa Jenar mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya, "Ki Ageng, kami akan datang setiap saat. Aku
akan bergembira untuk melihat tanah tempat kelahiran
Wilis. Dan aku akan bergembira untuk dapat mengenal
sanak kadang di tanah itu."
"Bagus. Biarlah kelak seseorang datang menjemput
kalian di sini. Begitu aku sampai di Gunung Kidul, begitu
aku minta seseorang menjemput kalian supaya kalian tidak
usah mencari-cari jalan. Meskipun seandainya kalian tidak
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
melewati hutan Mentaok, kalian sudah tidak akan bertemu
lagi dengan Lawa Ijo, ataupun Pasingsingan yang satu itu.
Seandainya demikian pun maka angger Mahesa Jenar
sudah pasti tidak akan takut. Dan aku tidak perlu menebang
pohon di hutan itu dan kemudian berdendang Dandang
Gula." Mahesa Jenar hanya dapat menundukkan kepalanya.
Suatu kenangan yang mengesankan. Dihutan itu pula ia
pertama-tama bertemu dengan seorang gadis yang
bernama Rara Wilis. Di hutan itu pula ia hampir binasa
karena Pasingsingan. Namun didesa itu pula ia diselamatkan oleh Ki Ageng Pandan Alas dengan suara
kapaknya dan kemudian disusul dengan tembang Dandang
Gula yang melontarkan ciri kehadirannya.
Yang terdengar kemudian adalah suara Ki Ageng Pandan
Alas itu pula. "Sungguh tidak sedap berlagu di tengah-
tengah hutan yang lebat. Setiap kali aku membuka mulut,
setiap kali beberapa ekor nyamuk masuk bersama-sama.
Tetapi aku tidak dapat berhenti sebab dengan demikian aku
tidak akan berhasil mencegah Pasingsingan berbuat
menurut caranya." Kembali Mahesa Jenar mengenangkan peristiwa-peristiwa
yang pernah terjadi. Betapa ia hampir menjadi gila karena
tiba-tiba Rara Wilis hilang. "Hem" desahnya di dalam hati.
Sebuah tarikan nafas yang panjang telah menggerakkan
dadanya. Ki Ageng Pandan Alas melihat perasaan yang melintas di
hati Mahesa Jenar. Karena itu ia tersenyum. Namun ketika
ia menatap wajah Rara Wilis, Ki Ageng Pandan Alas itu
mengerutkan keningnya. Tampaklah mata gadis itu berkilat-
kilat. Selapis air telah membasahi pelupuk matanya. Karena
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
itu maka orang tua yang jenaka itu tidak lagi berkata
tentang masa-masa lampau. Katanya kemudian, "Kalau aku
akan mengirim orang untuk menjemput kalian, maka aku
hanya ingin supaya kalian tidak usah mencari jalan. Aku
tidak yakin apakah Rara Wilis masih dapat mengingat jalan
itu dengan baik, atau apakah kalian akan dapat mencari
jalan dalam waktu singkat. Perjalanan kalian kali ini adalah
perjalanan yang jauh berbeda dengan setiap perjalanan
yang pernah kalian tempuh. Kalian dapat berjalan
menyusup hutan belantara mencari sesuatu yang belum
pasti tempat dan keadaannya. Sedang Gunungkidul adalah
suatu daerah yang tidak akan dapat berpindah-pindah.
Namun akan lebih baik bagi kalian, apabila kalian tidak usah
bersusah payah untuk mencari jalan itu sendiri."
"Terima kasih, Ki Ageng" jawab Mahesa Jenar, "Kami
akan menunggu dengan senang hati."
Ki Ageng Pandan Alas tersenyum. Tersenyum karena ia
melihat masa depan satu-satunya cucunya menjadi cerah,
secerah matahari pagi. Demikianlah, akhirnya Ki Ageng Pandan Alas meninggalkan Banyu Biru. Meninggalkan cucunya dan
meninggalkan kesan yang membekas di hati yang
ditinggalkannya. Namun, orang tua itu pun membawa
kesan yang cerah pula di dalam hatinya.
Ki Ageng Pandan Alas adalah seorang pejalan. Ia dapat
berjalan ke mana saja ia kehendaki. Namun perjalanannya
ini terasa sangat lambatnya. Ia ingin segera ke Gunungkidul
dan menyuruh beberapa orang untuk menjemput cucunya.
Sengaja ia tidak membawa cucunya itu berjalan bersama-
sama, karena ia ingin menghormati cucunya serta bakal
suaminya dengan suatu jemputan yang cukup baik. Ia
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sendiri tidak memiliki apapun di Gunungkidul. Namun
muridnya yang sekarang sudah menjadi Demang, pasti
akan mau membantunya. Sepeninggalan Ki Ageng Pandan Alas, maka timbullah
beberapa keragu-raguan dihati Mahesa Jenar. Kalau ia
harus menetap di Gunungkidul, maka persoalannya menjadi
agak sulit baginya. Selama ini Kiai Nagasasra dan Kiai
Sabuk Inten belum kembali ke Demak. Meskipun ia percaya
sepenuhnya kepada Panembahan Ismaya, namun tanpa
diketahui sebabnya ia selalu ingin tinggal didekatnya untuk
sementara sebelum keris-keris itu kembali. Tetapi ia sudah
pasti bahwa ia tidak akan dapat menolak permintaan Ki
Ageng Pandan Alas. Ia tahu bahwa Rara Wilis menjadi
bergembira karenanya. Gembira bahwa ia akan segera
melihat kampung halaman, dan bergembira bahwa ia akan
dapat berada didalam lingkungannya semasa kanak-kanak.
Tetapi Rara Wilis pun pernah berkata kepadanya, bahwa
ia mempunyai beberapa keinginan, tetapi bukan ialah yang
menentukan. Tetapi Mahesa Jenar tidak mau mengecewakan Rara
Wilis. Nanti apabila sampai saatnya persoalan itu dapat
dibicarakannya dengan baik. Dan ia yakin bahwa Wilispun
pasti akan dapat mengertinya.
Demikianlah maka mereka menunggu di Banyubiru.
Selama itu banyaklah yang sudah mereka kerjakan
diantara rakyat Banyubiru, membangun tanah perdikan itu.
Memperbaiki tanggul yang telah dijebol oleh Arya Salaka
dan memperbaiki jalur-jalur saluran air dan menanami
kembali lereng bukit yang gundul karena api yang
dinyalakan oleh Jaka Soka.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tak ada seorang pun yang sempat duduk bertopang
dagu. Arya Salaka telah bekerja mati-matian untuk tanah
yang dibelanja selama ini. Bahkan Endang Widuri pun
dengan gembiranya ikut membantunya. Ia telah hampir
lupa kepada padepokan Karang Tumaritis, dan ia kerasan
tinggal di Banyubiru. Kebo Kanigara yang semula sudah siap kembali ke
Karang Tumaritis, tiba-tiba terhambat juga oleh kemenakannya. Ada sesuatu yang masih harus diselesaikan
di Banyubiru karena kehadiran Karebet. Sehingga karena
itu, maka ia pun menunda keberangkatannya. Tentu saja
Widuri menjadi sangat bergembira karenanya. Ia lebih
senang tinggal di Banyubiru. Tetapi ia sama sekali tidak
menyangka bahwa ayahnya selama ini telah disibukkan oleh
saudara sepupunya, Karebet. Bahkan ia tidak menyadari
pula, bahwa keadaan itu bukan sekedar kesibukan-
kesibukan pikiran dan perasaan. Namun karena Kebo
Kanigara sudah bertekad untuk membantu kemenakannya
itu kembali ke Istana, maka akan banyaklah persoalan-
persoalan yang dihadapinya.
Tetapi Kebo Kanigara tidak mau menyulitkan orang lain.
Karena itu semuanya disimpan didalam dadanya. Hanya
sekali-kali ia menyuruh Karebet pergi ke Karang Tumaritis,
minta nasehat dan pertimbangan Panembahan Ismaya dan
memberitahukan kepada Panembahan itu bahwa Kebo
Kanigara menjadi agak lambat lagi.
Dengan demikian, meskipun mereka bersama-sama
masih tetap tinggal di Banyubiru, dan meskipun mereka
tampaknya dalam kesibukan yang sama sehari-harinya,
namun didalam hati mereka, mereka mempunyai alasan
yang berbeda-beda. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Mahesa Jenar dan Rara Wilis sekedar menunggu
jemputan dari Gunungkidul, Endang Widuri karena sesuatu
telah mengikatnya di Banyubiru, sesuatu yang tidak dapat
dikatakan, sedang Kebo Kanigara terikat oleh kemenakannya dengan segenap persoalannya.
----------o-dwkzOarema-o----------
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
III Demikianlah pada suatu hari, Banyubiru diributkan oleh
kedatangan sebuah rombongan orang-orang berkuda.
Rombongan itu berpacu dari arah Barat. Bukan hanya
sekedar sepuluh orang, namun lebih banyak lagi. Suara
Pedang Bengis Sutra Merah 1 Iblis Ular Hijau Karya Aryani W Menjenguk Cakrawala 6
harus pergi. Biarlah aku beristirahat. Tetapi katakan
kepadaku, apakah kau masih melihat Karebet sehari ini?"
Santapati menggeleng. "Tidak Kiai. Kami juga menjadi
gelisah karenanya. Sehari ini kami tidak dapat menghubungi
Kiai Tumenggung, sedang Adi Lurah Karebet pun tidak
berada di tempatnya, sehingga beberapa anak buahnya
menjadi bingung pula. Tetapi mereka menyangka bahwa
Adi Karebet berada di istana. Sehingga karena itu mereka
akan menunggu sampai besok pagi."
"Hem," Prabasemi menggeram, "Benar, Karebet berada
di istana semalam bersama aku. Tetapi sejak hari ini,
Karebet tidak boleh berada di Demak lagi. Setiap prajurit,
baik prajurit Wira Tamtama, Nara Manggala, Jala Pati dan
apapun, diberi izin untuk membunuhnya tanpa sebab.
Karena Karebet telah dibuang dari tata pergaulan
masyarakat Demak, dan tidak lagi mendapat perlindungan
apapun dari kerajaan."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Santapati terkejut. Karebet adalah seorang anak muda
yang baik, ramah dan menyenangkan. Banyak sekali yang
dapat diceriterakan untuk menggembirakan kawan- kawannya. Anak muda itu seakan-akan mengetahui seluruh
permukaan pula ini. Ia dapat berceritera tentang bukit-
bukit, lembah-lembah, jenis-jenis binatang di dalam hutan-
hutan yang hampir tak pernah diambah manusia, sampai
ceritera tentang gadis-gadis cantik di daerah-daerah yang
pernah dikunjunginya. Karena itu maka dengan serta merta
ia bertanya, "Kenapa Kiai" Kenapa anak yang baik itu diusir
dari Demak?" "Apa katamu" Apakah Karebet anak yang baik?"
Tumenggung itu berhenti sejenak. Tetapi kemudian ia
berkata seterusnya, "Ya. Anak itu memang anak yang baik.
Tetapi ia telah berbuat kesalahan. Tanpa setahuku, Karebet
telah dihubungi oleh seorang anak muda yang ingin masuk
ke dalam lingkungan Wira Tamtama. Namun anak muda itu
agaknya telah menyakitkan hati Karebet, sehingga
keduanya bertengkar. Namun Karebet memiliki kelebihan
dari anak muda yang bernama ...." Prabasemi diam
sejenak. Direka-rekanya sebuah nama yang pantas. Baru
kemudian ia berkata, "Namanya Dadungawuk."
Santapati mengangguk-anggukkan kepalanya. Dan Prabasemi berkata., "Namun sayang. Karebet telah
bertindak sendiri. Dadungawuk yang sombong itu
dibunuhnya." "Hem," Santapati mengangguk-angguk pula. "Sayang,"
desisnya. "Tetapi kesalahan itu bukan kesalahan yang
terlalu besar. Bukankah Karebet membunuhnya setelah
mereka bertengkar?" SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Itu dapat terjadi dalam hubungan perseorangan.
Mungkin Karebet tidak bersalah. Tetapi peristiwa ini telah
menyeret nama Wira Tamtama ke dalam suatu tempat yang
terlalu buruk. Apakah kita, Wira Tamtama tidak ikut menjadi
jelek kalau seorang dari kita berbuat sewenang-wenang
hanya karena ia seorang Wira Tamtama?"
Santapati mengangguk-angguk kembali. Namun ia
bertanya, "Tetapi apakah hukuman itu sampai sedemikian
jauhnya, sehingga setiap orang boleh membunuhnya?"
"Bukankah dengan demikian, berarti bahwa kita, Baginda
sendiri, dan semua pemimpin Demak tidak sependapat
dengan perbuatannya" Karena itu, jadikanlah peristiwa ini
sebagai contoh bagimu."
Sekali lagi Santapati mengangguk-angguk, namun
keheranannya tidak juga berkurang. Belum pernah ia
mendengar peristiwa itu kapan terjadi. Dan kalau yang
mengatakan kepadanya bukan Tumenggung Prabasemi
sendiri, maka ia pasti tidak akan percaya. Tetapi kali ini
yang mengatakan adalah atasannya dan atasan Karebet itu
pula. Apalagi sebelum peristiwa ini, maka agaknya
Tumenggung Prabasemi terlalu dekat dengan anak muda
itu. Tiba-tiba Santapati terkejut ketika Tumenggung Prabasemi itu membentaknya, "He, mengapa kau berdiri
seperti patung. Pergi. Sekarang kalian boleh pergi."
"Oh" Santapati tergagap, seperti orang yang terbangun
dari tidurnya yang nyenyak. "Baik, baik Kiai. Baiklahaku
mohon diri bersama anak-anak"
Tetapi, ketika Santapati mulai bergerak, maka Tumenggung itu berteriak, "Pergi sekarang, dan panggil
kakang Sembada untuk datang kemari malam ini. "
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Langkah Santapati terhenti. Kemudian ia memutar
tubuhnya kembali menghadap Kiai Tumenggung. Sambil
mengangguk dalam ia bertanya, "Kakang Sembada yang
manakah yang Kiai maksud?"
"Gila. Hanya ada satu Sembada yang aku kenal?"
"Tidak Kiai. Yang sudah aku ketahui ada tiga. Lurah
Pasar Paing. Yang kedua Jagal di Kedung Wuni dan yang
satu lagi Sembada jajar juru taman di Kasatrian."
"Bodoh kau. Ada lebih seribu Sembada di seluruh Demak.
Tetapi kau harus tahu, manakah yang aku panggil kakang
di antara mereka." Santapati menjadi bingung. Untung-untungan ia berkata.
"Apakah kakang Sembada Lurah Pasar Paing yang kaya
raya itu." "Oh, alangkah bodohnya kau. Buat apa aku memanggil
Lurah Pasar" Panggil Kakang Sembada, jagal dari Kedung
Wuni." Santapati mengerutkan keningnya. Aneh. Prabasemi
memerlukan memanggil seorang jagal dari Kedung Wuni.
Apakah Tumenggung ini akan mengadakan selamatan
dengan menyembelih beberapa ekor lembu setelah ia
mendapatkan sesuatu dari hutan Santi" Tetapi Santapati
tidak berani bertanya. Sekali lagi ia menganggukkan
kepalanya dalam-dalam, kemudian mohon diri meninggalkan rumah Tumenggungnya itu. Walaupun di
sepanjang jalan tak habis-habisnya ia berpikir. "Buat
apakah Kiai Tumenggung memanggil jagal Kedung Wuni?"
Tetapi Santapati tidak mau menjadi pusing karenanya. Ia
cukup menyampaikan perintah itu, lalu pulang dan tidur
nyenyak. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sembada malam itu benar-benar menghadap Tumenggung Prabasemi. Jagal Kedung Wuni itu adalah
saudara seperguruan Tumenggung yang garang itu. Namun
nasib mereka ternyata jauh berbeda. Meskipun Sembada
lebih dahulu berguru, namun kecerdasan otak Tumenggung
Prabasemi memungkinkan Tumenggung itu melampaui
kakak seperguruannya. Apalagi dalam beberapa hal
Prabasemi berhasil menunjukkan kekhususannya, sehingga
karena itulah maka keadaannya Prabasemi jauh lebih baik
dari keadaan kakak seperguruannya itu, juga dalam tataran olah keprajuritan dan tata perkelahian Prabasemi sudah berada diatasnya. Ketika Prabasemi telah menguraikan maksudnya, maka bertanyalah Sembada,
"Kenapa tidak Adi Tumenggung saja yang melakukannya?" "Tidak mungkin, Kakang.
Aku tidak dapat meninggalkan pekerjaanku. Dan apabila kelak Sultan
mengetahui maka keadaanku akan menjadi lebih buruk."
"Tetapi kemungkinan untuk mengetahui bahwa Kakang
yang melakukannya adalah sangat kecil. Sedang kalau aku
yang melakukannya, maka dengan mudahnya orang dapat
menghubungkan setiap peristiwa. Prabasemi tidak ada di
rumahnya pada saat orang menemukan mayat Karebet.
Tetapi orang tak akan menghiraukannnya, apakah Kakang
Sembada berada dirumah atau tidak pada suatu saat."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sembada mengerutkan keningnya. Tiba-tiba matanya
terbelalak ketika ia meilihat Prabasemi melepaskan kamus
dan timang emasnya. Cahaya berlian yang berkilat-kilat
pada timang itu telah menyilaukan mata Sembada. Ketika
Prabasemi mempermainkan timang itu, maka bertanyalah
Sembada, "Adi Tumenggung, sebenarnya pekerjaan itu
sangat mudah aku lakukan. Tetapi di mana aku harus
mencari Karebet?" Prabasemi tersenyum. "Tidak terlalu mudah, Kakang.
Kakang harus membawa lima atau enam kawan."
"Lima atau enam?" mata Sembada tiba-tiba terbeliak,
"Apakah anak itu anak setan?"
"Bukan, sama sekali bukan. Tetapi aku ingin kali ini tidak
akan gagal. Lebih baik Kakang kelebihan tenaga daripada
Kakang harus mengulanginya lain kali."
"Baik. Baik," sahut Sembada, "Tetapi ke mana aku harus
mencari?" "Kakang, aku sangka anak itu akan pergi jauh-jauh. Ia
adalah murid seorang perantau. Namun aku sangka ia akan
singgah ke rumahnya di Tingkir. Bukankah anak itu terkenal
pula bernama Jaka Tingkir" Nah, Kakang dapat mencoba
mendahuluinya. Kakang harus melakukan pekerjaan Kakang
itu kalau mungkin, sebelum anak itu sempat sampai ke
rumahnya dan berceritera tentang dirinya, supaya tak
seorang pun yang akan meributkannya. Ibu angkatnya pasti
menyangka bahwa anak itu masih berada di istana sampai
beberapa lama. Sedang apabila seseorang menemukan
mayatnya, maka biarlah orang menyangka bahwa keluarga
Dadaungawuk yang telah membunuhnya"
"Siapa Dadungawuk itu?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Dadungawuk adalah nama anak muda yang dibunuh
oleh Karebet itu." Sembada mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya,
"Aku akan melakukannya Adi Tumenggung. Tetapi kalau
aku tidak dapat menemukannya, maka Adi Tumenggung
jangan menyalahkan aku."
"Semuanya harus dicoba. Malam ini sebaiknya Kakang
berangkat dengan orang-orang yang barangkali dapat
kakang kumpulkan. Ingat, lima, enam atau tujuh orang.
Syukur lebih dari itu. Sebab, selama ini ia ada di dalam
kesatuanku, maka aku telah dapat menilai betapa anak itu
menyimpan ajian di dalam tubuhnya yang dapat
melindunginya, Lembu Sekilan."
"Lembu Sekilan?" Sekali lagi mata Sembada terbelalak.
"Apakah aku mampu melawan Lembu Sekilan?"
"Jangan terlalu merendahkan dirimu. Bukankah Kakang
memiliki Aji Sapu Angin seperti aku?"
Sembada termenung sesaat. Aji Sapu Angin memang
dapat dibanggakannya, namun ia tidak tahu apakah Sapu
Angin-nya yang tidak sempurna mampu menembus Lembu
Sekilan. Ketika Sembada baru mencoba menilai diri, maka
terdengarlah Prabasemi berkata, "Lembu Sekilan anak itu
masih belum sempurna. Karena itu Kakang jangan cemas
karenanya. Meskipun demikian kawan-kawan kakang pun
harus mampu menyesuaikan diri dengan ilmu anak itu.
Mungkin dengan senjata masih mungkin menembus
pertahanan ajian anak itu."
Dicobanya oleh Sembada berpikir tentang segala
kemungkinan. Dicobanya juga untuk menginat-ingat
beberapa nama yang pantas untuk melakukan pekerjaan
itu. Tiba-tia ia tersenyum, katanya, "Kenapa kita tidak minta
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
tolong kepada perguruan Sembirata" Hem, guru itu adalah
kawanku. Ia memiliki beberapa kelebihan daripadaku.
Sedang beberapa muridnya yang terpercaya dapat aku
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bawa serta." "Terserah kepada Kakang," kata Prabasemi sambil
melemparkan ikat pinggangnya yang bertimang emas dan
bertretes berlian. "Inilah, barangkali Kakang perlu
menyangkutkan pedang di pinggang Kakang."
Sembada menggigit bibirnya untuk menahan senyumnya.
Ia menjadi sangat gembira atas pemberian itu. Meskipun
demikian dengan tamaknya ia berkata, "Hem. Aku
mengucapkan terima kasih atas pemberianmu Adi. Tetapi
aku sangka Kiai Sembirata memerlukan juga timang,
meskipun tidak sebaik ini."
"Gila." Prabasemi mengumpat di dalam hati. Tetapi
sebenarnya dirinya pun telah hampir gila pula. Dengan
bersungut-sungut ia berjalan masuk ke dalam biliknya.
"Hem, alangkah mahalnya putri itu." Namun ia bersungut
pula, "Aku telah banyak kehilangan, belum tentu aku
berhasil." Tetapi kata-kata itu dijawabnya sendiri, "Tetapi
aku harus berusaha. Yang pertama, melenyapkan Karebet,
supaya Putri itu tidak selalu mengharapkannya kembali."
Karena itu betapapun ia mengumpat-umpat di dalam
hati, namun diambilnya juga satu ikat pinggang yang lain,
bertimang emas pula, namun tidak tidak bertretes berlian.
Setelah menerima ikat pinggang itu beserta timangnya,
maka Sembada pun minta diri untuk pergi ke Sambirata.
"Kakang, " kata Prabasemi kemudian, "Ikat pinggang itu
hanyalah Kakang pinjam untuk menyangkutkan pedang.
Tetapi kalau pedang itu kemudian sama sekali tak berguna,
maka ikat pinggang itupun tak akan berguna pula bagi
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Kakang, dan biarlah orang lain yang lebih memerlukan
memakainya." Sembada mengerutkan keningnya. Ia kenal betul sifat-
sifat adik seperguruannya. Ia dapat menjadi seorang
pemurah yang tidak kepalang tanggung, namun ia dapat
menjadi pelit sekeras batu akik. Karena itu ia tidak dapat
menjawab, selain menganggukkan kepalanya. Ketika ia
telah keluar dari pagar halaman, masih didengarkannya
suara Tumenggung Prabasemi, "Ingat pesanku itu. Yang
memakainya ada yang memerlukannya."
"Setan," gumam Sembada. Namun ia bertekad untuk
memiliki timang berteretes berlian itu. Sudah beberapa
tahun ia menginginkan benda serupa itu. Namun
pekerjaannnya sebagai jagal tidak memberinya kemungkinan. Sampai di rumahnya, diajaknya seorang pembantunya
yang juga menjadi satu-satunya muridnya yang sangat
disayanginya. Dengan perbekalan yang cukup, mereka
meninggalkan rumah itu. Sebuah pedang pendek terselip di
ikat pinggang masing-masing.
"Kita pergi ke perguruan Sambirata" kata Sembada.
Muridnya mencoba untuk menanyakan, apakah yang
akan mereka lakukan. Tetapi Sembada tidak memberitahukannya. "Nanti akan kau dengar pula."
Kiai Sambirata mendengar permintaan sahabatnya
dengan ragu-ragu. Sebenarnya Kiai Sambirata memiliki
beberapa kelebihan dari Sembada. Apalagi, sudah menjadi
kebiasaan Sambirata untuk menerima beberapa permintaan
orang-orang lain, mengantarkan mereka ke tempat-tempat
yang dianggap berbahaya. Bahkan sekali-kali pernah juga
dilakukannya untuk memaksakan beberapa kehendak
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
seseorang atas orang lain. Melamar anak orang dengan
sedikit tekanan, dan bermacam-macam lagi. Karena itu
nama Sambirata agak tidak disukai oleh beberapa orang.
Namun belum dapat dibuktikan, bahwa ia pernah
melakukan kejahatan. Kali ini permintaan Sembada adalah
terlalu langsung. Pembunuhan. Meskipun demikian, ketika
Sembada menjanjikan timang emas itu kepada Sambirata
apabila pekerjaan mereka berhasil, terpercik pula keinginannya untuk menerima barang berharga itu.
Karena itu, maka kali ini, permintaan itu betapapun
beratnya, namun diterimanya pula. Apalagi Kiai Sambirata
itu merasa bahwa ia memiliki beberapa kemampuan yang
dapat dibanggakannya. Melampaui Sembada itu sendiri.
Tetapi sebenarnyalah bahwa Sambirata masih belum
melampaui Prabasemi. Namun otaknya yang tidak begitu
cerdik menjadikannya tidak lebih dari seorang pesuruh yang
garang. Tetapi mereka kini tidak bekerja seorang demi seorang.
Mereka bersama-sama telah bergabung dalam satu
kekuatan untuk melenyapkan anak muda yang bernama
Karebet. Sambirata pun kemudian membawa beberapa orang
muridnya yang dipercaya, sehingga mereka menjadi
berjumlah tujuh orang. Rombongan itu sebenarnya menjadi
sebuah rombongan yang cukup besar. Namun mereka tidak
berjalan bersama-sama. Mereka telah mengadakan persepakatan untuk berjalan sendiri-sendiri. Namun
akhirnya mereka akan bertemu di tempat yang telah
ditentukan, di sekitar Tingkir. Mereka akan mengawasi jalan
dari Demak yang masuk ke pedukuhan itu.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sementara itu Jaka Tingkir pun masih dalam keragu-
raguan. Ia belum tahu pasti, ke mana ia akan pergi. Namun
akhirnya sampailah ia kepada keputusan yang sama sekali
tidak diketahuinya, bahwa bahaya telah menunggunya di
setiap saat. Yang mula-mula akan dilakukan oleh Tingkir itu
sebenarnyalah kembali ke Tingkir untuk sementara. Ia ingin
tinggal di rumah ibu angkatnya untuk sesaat menenangkan
pikirannya. Baru dari sana ia akan menentukan apakah
yang akan dilakukannya untuk seterusnya.
Dengan penuh penyesalan, Jaka Tingkir yang juga
bernama Mas Karebet itu berjalan menyusur hutan-hutan
kecil, kembali ke kampung halamannya, Tingkir. Betapa pun
penyesalan itu menghentak-hentak dadanya, namun
semuanya itu telah berlalu. Keputusan Baginda telah
dijatuhkan atasnya. Dan ia tidak akan dapat mengubahnya.
Namun betapapun juga, masih tersimpan harapan di dalam
hatinya, bahwa suatu ketika Baginda akan mengampuninya.
Bukankah Baginda berkata bahwa ia dibuang dari Demak
sampai keputusan itu dicabut" Bukankah dengan demikian,
ia masih dapat mengharap Baginda mencabut keputusannya" Tetapi seandainya tidak pun, maka ia tidak akan bersakit
hati kepada Baginda. Baginda telah cukup melimpahkan
kasih sayangnya kepadanya. Tetapi apabila dikenangnya
Tumenggung Prabasemi, maka dadanya seakan-akan
meledak karenanya. Kadang-kadang timbul juga penyesalannya, kenapa Tumenggung yang gila itu tidak
dibunuhnya" Bagaimanakah kelak, apabila maksud Tumenggung itu, karena kelicikannya dapat tercapai"
Terdengar Karebet menggeretakkan giginya. Ia tidak akan
dapat melihat putri itu dipersandingkan dengan SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tumenggung yang gila itu. "Akan aku bunuh ia di
persandingan," geramnya.
Karebet berjalan terus siang dan malam. Hanya kadang-
kadang saja ia berhenti. Menikmati sejuknya udara di
hutan-hutan yang rindang. Mendengarkan burung bernyanyi. Namun kalau didengarnya suara angin berdesir
lembut, maka hatinya pun berdesir pula. Sekali-kali
dikenangnya suara putri Baginda yang lembut di telinganya.
"Hem!" Karebet menarik nafas dalam-dalam. "Kenapa
aku sekarang berpenyakit gila" Bukankah penyakit ini telah
hampir sembuh ketika aku berada di Karang Tumaritis?"
Namun betapa pedih hati anak muda itu. Pedih
sebagaimana anak muda yang dipisahkan dari seorang
gadis yang telah menambat hatinya, pedih sebagai seorang
prajurit yang diusir dari keprajuritannya.
"Salahku, salahku sendiri," gumamnya. Karebet pun
kemudian berjalan terus. Ia ingin cepat-cepat sampai ke
Tingkir untuk mencium tangan ibu angkatnya. Akan
diciumnya tangan itu sebagai pelepas pedih hatinya yang
selama ini seakan-akan menjadi semakin parah.
Namun ketika Karebet itu sudah semakin dekat dengan
Tingkir, terasa ada sesuatu yang menyentuh-nyentuh
hatinya. Firasatnya sebagai seorang yang selalu berkeliaran
di tempat-tempat yang berbahaya telah memperingatkannya untuk berhati-hati. Dan sebenarnyalah,
sesaat kemudian terasa bahwa jalan di hadapannya yang
melintas hutan yang tidak begitu lebat itu, tampak tidak
sewajarnya. Jalan itu terlalu sepi. Ia tidak melihat seekor burungpun
yang terbang melintas, atau seekor bintang kecil lainnya
yang berlari-lari menyeberangi jalan. Karena itu, Karebet
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
menghentikan langkahnya. Kemudian terdengar ia bergumam, "Kalau kesepian itu disebabkan karena binatang
buas, maka biasanya harimau atau ular besarlah sebabnya.
Tetapi kalau ada sebab lain, maka tak tahulah."
Maka Karebet pun kemudian bersiap-siap menghadapi
setiap kemungkinan. Harimau, ular atau apa saja. Tetapi
untuk beberapa lama tak ada apapun yang dilihatnya.
Meskipun demikian, kesepian itu masih meragukannya.
Dengan demikian, maka Karebet tidak mau berjalan maju
lebih jauh lagi. Bahkan kemudian dengan tenangnya ia duduk bersandar
pada sebuah pohon. Namun segenap panca indranya telah
dipasangnya baik-baik. Setiap desir angin yang betapa pun
lirihnya, pasti akan didengarnya, dan setiap gerak yang
betapa pun lembutnya, pasti dilihatnya.
Tetapi alangkah terkejutnya anak muda itu. Ia
mendengar suara berdesir di belakangnya. Didengarnya
pula dengus nafas perlahan-lahan. Namun sama sekali
bukan nafas harimau atau pun dengus ular.
Nafas itu adalah nafas seseorang. "Aneh," kata Karebet
di dalam hatinya. "Kalau sebab daripada kesenyapan itu
adalah manusia. Bukankah jalan ini sering dilewati orang
dari dan ke Tingkir" Dan bukankah manusia tidak akan
menakut-nakuti binatang-binatang kecil itu?"
Namun akhirnya Karebet sampai pada kesimpulannya
bahwa, "Manusia pun mungkin pula. Mereka pasti berada di
dalam semak-semak. Pasti lebih dari satu sehingga
binatang-binatang menjadi ketakutan."
Karena kesimpulannya itulah maka kemudian Karebet
menjadi lebih berhati-hati. Manusia, apalagi lebih dari satu,
baginya akan lebih berbahaya daripada harimau atau
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
binatang-binatang lain. Dan apa yang diduganya itu segera
terjadi. Ketika Karebet mendengar langkah seseorang
meloncat di belakangnya, maka segera ia pun melenting
tegak pada kedua kakinya yang kokoh kuat. Kini di
hadapannya berdiri seseorang yang bertubuh tinggi tegap
dan berdada bidang. Dari sela-sela bajunya tampak rambut
yang lebat tumbuh di dadanya.
ALANGKAH terkejutnya Karebet melihat orang itu,
sehingga dengan serta merta ia menyapanya, "Kakang
Sembada?" Sembada tersenyum. "Ya akulah," jawabnya.
Karebet mengerutkan keningnya. Ia melihat wajah
Sembada yang garang, karena itu segera ia dapat
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyangka, bahwa kedatangannya bukanlah dengan
maksud yang baik. Tetapi Karebet tidak mau segera
berprasangka jelek. Dicobanya kemudian untuk menghilangkan setiap kesan yang gelap dari wajahnya.
Dengan senyum kecil Karebet kemudian berkata, "Kedatangan Kakang sangat mengejutkan aku."
Wajah Sembada masih tetap garang. Bahkan kemudian
dengan tajamnya ia memandangi tubuh Jaka Tingkir.
"Hem. Tidak seberapa besar," katanya di dalam hati.
"Apakah dalam tubuh itu benar-benar tersimpan Aji Lembu
Sekilan?" Karena Sembada tidak segera menjawab, maka Karebet
bertanya pula, "Apakah keperluan Kakang, sehingga Kakang
sampai kemari?" Sembada menggeram. Ia ingin segera menyelesaikan
pekerjaannya. Karena itu ia tidak berbicara melingkar-
lingkar. Langsung saja dikatakannya apa yang dikehendaki.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Dengan nada datar ia berkata, "Karebet, aku adalah sraya
Adi Tumenggung Prabasemi."
Dada Karebet segera berdesir. Cepat ia dapat menebak.
Apakah sebenarnya maksud Sembada itu. Namun ia masih
juga bertanya, "Apakah yang harus Kakang lakukan?"
Sembada menarik nafas. Kemudian setelah menenangkan getar dadanya ia berkata, "Aku harus
membunuh kau." Meskipun Karebet telah menyangka, namun pengakuan
yang tiba-tiba itu mengejutkannya juga. Sesaat ia terpaku
diam. Ditatapnya wajah Sembada yang garang itu. "Jangan
mempersulit pekerjaanku, Karebet. Aku dan kau tidak
pernah mempunyai persoalan apapun. Aku tidak pernah
menyakiti hatimu, dan kau tidak pernah menyakiti hatiku
pula. Karena itu, marilah kita saling berbaik hati. Tolonglah
pekerjaanku kali ini supaya segera selesai. Nanti aku akan
mendapat sebuah kamus bertimang emas tretes berlian,"
kata Sembada. Karebet mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian
jawabnya dalam nadanya yang khusuk, "Baik Kakang.
Baiklah aku menolongmu. Tetapi aku harus mendapat
separo dari kamus dan timang itu."
Sembada mengerutkan keningnya. "Hem..", geramnya
dan kemudian katanya di dalam hati, "Anak ini benar-benar
anak yang luar biasa. Tanggapannya atas bahaya yang
dihadapi masih saja seperti menyongsong datangnya
kekasih." Namun Sembada tidak mau terpengaruh oleh wibawa
Joko Tingkir. Karena itu ia membentak, "Aku tidak sedang
berkelakar, Karebet." Justru Karebet yang aneh itu kini
tertawa. Katanya, "Kita tidak pernah saling menyakiti hati
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
masing-masing. Jangan membentak-bentak, Kakang. Lebih
baik kita bergurau setelah kita lama tidak bertemu."
"Diam!" bentak Sembada yang sama sekali tidak berhasil
menakut-nakuti Karebet. Meskipun demikian sekali lagi ia
menggertak, "Hem.. mati dan mati ada seribu jalan. Apalagi
di hutan ini. Di pembaringan pun orang dapat sekarat. Ayo,
tundukkan kepalamu supaya kau tidak mengalami derita di
saat-saat terakhir."
Sembada menjadi marah bukan buatan ketika Karebet
malahan tertawa bergelak-gelak. Dengan memegang
perutnya, anak muda itu berkata, "Ah, Kakang. Masih saja
Kakang teringat akan pekerjaan Kakang. Kita sekarang tidak
sedang berada di pembantaian, Kakang."
Wajah Sembada menjadi merah padam. Namun sebelum
ia membentak-bentak lagi, Karebet pun terkejut. Ia
mendengar desir di semak-semak. Karena itu maka katanya
di dalam hati. "Benar dugaanku. Tidak hanya seorang."
SESAAT kemudian Karebet menggeser kakinya. Dari
sisinya melontarlah seorang yang akan lebih tua dari
Sembada. Namun tampaklah betapa orang itu jauh lebih
tenang dan meyakinkan. Orang itulah Kiai Sambirata.
Dengan lemahnya Kiai Sambirata menganggukan
kepalanya. Dengan sareh ia berkata, "Apakah Angger yang
bernama Karebet?" Karebet mengangguk. Namun terasa bahwa ia harus
lebih waspada karenanya. Meskipun ia tidak bergerak dari tempatnya, namun ia
benar-benar tidak mau menjadi lembu bantaian.
Karena itu segera dengan diam-diam diterapkannya
Ajinya yang dahsyat, Lembu Sekilan.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sambirata melihat wajah Karebet yang tegang. Tetapi ia
tidak segera menyadari, bahwa dengan sikap yang
sederhana itu, Karebet telah matek Ajinya Lembu Sekilan.
Karena itu, masih saja Kiai Sambirata yang terlalu percaya
kepada dirinya itu berkata, "Benarkah aku berhadapan
dengan Angger Jaka Tingkir?"
Karebet mengangguk, "Ya. Akulah Karebet, yang juga
disebut orang, Jaka Tingkir."
Kiai Sambirata mengangguk-anggukkan kepalanya. "Akulah yang bernama Sambirata."
Karebet memandang orang itu dengan seksama. Di
Demak, nama itu memang pernah didengarnya. Tetapi ia
tidak pernah menaruh perhatian. Kini tiba-tiba orang itu
datang kepadanya dengan maksud yang tidak sewajarnya.
Dengan demikian, maka Karebet itu benar-benar harus
berhati-hati. Ia tahu benar benar bahwa Sembada adalah
kakak seperguruan Prabasemi dan Sambirata adalah orang
yang kurang disenangi oleh masyarakat Demak karena
pekerjaannya. Ternyata kini mereka berdua bergabung
untuk melenyapkannya. Meskipun demikian sebenarnya
Karebet sama sekali tidak gentar. "Kalau perlu, aku
terpaksa membunuh untuk mempertahankan hidupku,"
katanya. Yang berbicara kemudian adalah Sambirata. "Angger.
Baiklah aku berterus terang. Kami berdua dengan beberapa
murid-muridku datang untuk membunuh Angger. Kalau
Angger ingin mencoba, lawanlah kami. Kami tidak
mampunyai banyak waktu."
Sekali lagi Karebet terkejut. Ternyata mereka tidak hanya
berdua. Tetapi justru karena itu timbullah marahnya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Wajahnya yang riang menjadi kemerah-merahan karena
nyala api kemarahan yang membakar dadanya.
Dengan lantang anak dari Tingkir itu menjawab, "Paman
dan Kakang Sembada. Kita adalah manusia yang
mempunyai sifat mempertahankan hidup yang dikaruniakan
kepada kita. Aku harus mencoba mempertahankan hidup itu
sekuat-kuat tenagaku. Kalau Yang Maha Esa berkenan,
maka jangan menyesal kalau kalian berdualah yang akan
mendahului aku." "Jangan membual. Meskipun kau kekasih Jim, Setan,
Peri, Prayangan, namun kalau tidak mampu menangkap
angin, jangan mencoba menengadahkan kepalamu," bentak
Sembada dengan kasarnya. "Langit dan bumi menjadi saksi. Kalau terjadi pertumpahan
darah di sini, bukan akulah yang bersalah," sahut Karebet.
Sembada sudah tidak dapat menahan diri lagi. Timang
emas bertretes berlian benar-benar menarik hati, apalagi
anak muda itu benar-benar telah membakar telinganya.
Karena itu, cepat-cepat ia meloncat dan memukul dada
Karebet sekuat-kuatnya. Karebet melihat gerak Sembada itu, namun ia sama
sekali tidak menghindarinya. Namun wajahnya menjadi
tegang dalam penerapan ajian yang setinggi-tingginya,
daya pertahanan dalam A ji Lembu Sekilan.
Tenaga Sembada adalah tenaga yang luar biasa kuatnya.
Namun ia masih mempergunakan kekuatan jasmaniah
melulu. Karena itu, ketika tangannya membentur dada
Karebet alangkah terkejutnya. Karebet itu masih saja tegak
seperti tonggak. Sedang kedua kakinya yang kokoh kuat
seakan-akan berakar jauh menghujam ke pusat bumi.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Bahkan terasa, seakan-akan tangan Sembada itu menghantam sesuatu yang tak dapat dilihatnya. Tetapi
tangannya itu seakan-akan sama sekali tidak menyentuh
dada Karebet. Ketika ia menyadari serangannya itu gagal, maka segera
ia meloncat surut. Dengan marahnya ia menggeram, sambil
menunjuk wajah Karebet itu dengan ujung jarinya. "Setan,
gendruwo. He Karebet. Apa kau sangka Aji Lembu Sekilan
itu tak akan berlawan?"
Karebet tidak menjawab. Namun sekilas ia melihat
Sambirata bergeser. Orang itu menghentakkan kedua tangannya dan dengan
satu gerakan yang cepat, tangan itu ditariknya ke samping.
"Hem," geram Karebet. "Aji apalagi yang akan kau
pamerkan?" SAMBIRATA benar-benar tersinggung. Ia memang
memiliki kekuatan yang melampaui kekuatan orang-orang
kebanyakan. Dengan pemusatan pikiran dan kehendak,
maka Sambirata dapat menyalurkan kekuatan itu. Namun ia
sama sekali tak peduli, apakah nama dari kekuatan yang
tersimpan dalam dirinya. Dan Sambirata memang tidak
berpikir tentang nama itu meskipun dahulu gurunya
menyebutnya, Aji Wilet, namun yang dimilikinya telah
banyak mengalami perubahan, sehingga ia tidak menyebutnya demikian. Tetapi betapa pun juga, ia mampu
menerapkan ilmunya yang dahsyat itu. Ketika ia menyadari,
bahwa lawannya sejak permulaan itu telah mempergunakan
Aji Lembu Sekilan, maka Sambirata pun segera mempergunakan ilmunya itu. Dengan serta merta,
Sambirata meloncat pula dan langsung memukul wajah
Karebet. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karebet melihat serangan itu, dan ia pun menyadari,
bahwa Sambirata tidak sekadar menyerangnya dengan
tenaganya, namun pasti sudah dilambari dengan suatu ilmu
yang berbahaya. Karena itu, Karebet pun segera menarik
diri satu langkah ke samping, sehingga serangan Sambirata
dapat dihindari. Namun Sambirata benar-benar lincah.
Sekali lagi ia melenting seperti sikat, dan Karebet tidak
sempat untuk menghindari, ketika kaki Sambirata itu
langsung menghantam lambungnya. Terjadilah suatu
benturan yang tajam, antara kekuatan ilmu Sambirata
melawan Lembu Sekilan. Akibatnya pun dahsyat pula. Dan
sekali ia berguling. Sedang Sambirata pun terdorong oleh
kekuatannya sendiri yang seakan-akan membentur dinding
baja. Terasa pula dadanya menjadi pedih. Karena itu segera
ia memusatkan segenap kekuatan lahir dan batinnya untuk
melawan tekanan yang seakan-akan menghentak-hentak di
dalam dadanya itu. Karebet yang baru saja berhasil menguasai dirinya,
setelah Aji Lembu Sekilan berhasil ditembus, meskipun tidak
terlalu berbahaya oleh Sambirata, terkejut sekali melihat
serangan Sembada. Sekilas ia masih sempat melihat
Sembada itu menjulurkan kedua tangannya ke belakang,
sedang kedua tangannya kemudian mengepal ke lambungnya. "Seperti yang dilakukan Prabasemi," geramnya. Namun serangan itu telah tiba, sedemikian
cepatnya, sehingga kali inipun Karebet tidak dapat
menghindar. Karena itu, maka sekali lagi A ji Lembu Sekilan
yang baru saja digoncangkan oleh Sambirata itu kembali
berguncang. Aji Sembada menembus Aji Lembu Sekilan yang belum
mapan kembali. Sekali lagi Karebet berguncang dan
terbanting di tanah. Kali ini ia harus berguling beberapa kali
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
untuk mendapatkan jarak dari lawan-lawannya. Namun
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekali lagi Karebet terkejut. Tiba-tiba saja ia melihat
beberapa orang bersama-sama muncul dari dalam belukar
di sekitarnya. Mereka berebutan menyerangnya dengan
pedang pendek, seperti ingin mencincangnya. Namun
Karebet adalah seorang yang aneh, yang memiliki
ketangkasan dan keperkasaan yang mengagumkan. Ketika
ia melihat serangan itu datang, maka secepatnya ia
melanting berdiri, dan dengan sekali loncat, ia telah berhasil
menjauhkan dirinya dari orang-orang itu.
Tetapi kemudian datanglah serangan Sambirata memotong gerakannya. Karebet menggeram. Betapa ia
menjadi marah bukan main. Kini ia tidak boleh ragu-ragu
lagi. Kalau ia terpaksa membunuh, maka sekali lagi ia
meyakinkan dirinya, bukan salahnya. Dengan demikian,
maka kembali Karebet menerapkan Aji Lembu Sekilan
dalam puncak kemampuannya. Ia sadar bahwa Sambirata
masih akan berhasil menembus ajiannya itu. Namun pasti
tidak akan berbahaya. Juga Sembada tidak akan
membahayakan jiwanya. Tetapi senjata-senjata tajam itu
pun perlu mendapat perhatiannya. Dengan kekuatan yang
baik, maka senjata tajam itu pun akan mampu menembus
benteng pertahanannya, meskipun tidak akan dapat
membunuhnya dengan sekali tusuk. Namun kalau luka itu
menjadi bertambah-tambah dan darahnya mengalir terlalu
banyak, maka keadaan itu pun pasti akan menimbulkan
bahaya. Kini Karebet pun sudah siap dengan puncak keterampilannya. Seperti sikatan berloncatan di rerumputan
hijau. Karebet menghindari setiap serangan lawannya, dan
bahkan beberapa orang telah terpelanting dan terbanting
jatuh. Namun sentuhan-sentuhan Karebet yang harus
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
mempertahankan diri dari setiap serangan itu, maka
tekanan-tekanan lawan-lawannya masih saja terasa menjadi
semakin berat. Meskipun demikian Karebet sama sekali
tidak gentar. Ia melihat, bahwa hanya dua orang di antara
mereka yang harus mendapat perhatiannya yang khusus.
Sambirata dan Sembada dari Kedung Wuni.
Demikianlah maka perkelahian itu menjadi semakin lama
semakin seru. Beberapa orang murid Sambirata itu sama
sekali tak berdaya menghadapi kelincahan Karebet.
MEREKA menjadi benar-benar tidak dapat mengerti,
bahwa setiap kali mereka menusukkan pedang-pedang
mereka, maka seakan-akan mereka sama sekali tak
menyentuh tubuh lawannya, meskipun lawannya tidak
berusaha untuk menghindar.
Hanya dalam kesempatan-kesempatan yang sangat baik,
selagi mereka sempat mengerahkan segenap kekuatannya,
maka pedangnya dapat menggores kulit Karebet. Dan
beberapa tetes darah mengalir dari luka itu.
Namun setiap tetes darah yang tumpah, seakan-akan
merupakan tetesan minyak yang menyirami api kemarahan
di dalam dada anak muda dari Tingkir itu. Betapa kemudian
ia tidak lagi mengendalikan dirinya.
Dengan kecepatannya bergerak, maka ia pun segera
berhasil menjatuhkan beberapa lawannya.
Murid-murid Sambirata itu, jatuh bangun tak henti-
hentinya. Sekali-kali mereka merasa bahwa lawannya yang
hanya seorang itu akan segera binasa. Namun lain kali,
seakan-akan terasa gunung runtuh menimpa dadanya.
Seperti beribu-ribu kunang terbang di sekitar rongga mata
mereka. Dalam kesesakan nafas itu, mereka sekali-kali
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
mendengar kawan-kawannya yang mengaduh, dan jatuh
menimpanya. Apabila seorang di antara mereka mampu merangkak
bangun, maka seorang yang lain terbanting jatuh.
Sehingga mereka seakan-akan sama sekali tak berarti.
Tetapi mereka sedang bertempur di hadapan guru mereka.
Betapa pun pungggung mereka serasa telah patah, tetapi
dengan kekuatan-kekuatan mereka yang terakhir, mereka
masih juga mencoba bangun. Berdiri dan bergeser setapak
demi setapak di sekitar perkelahian itu, untuk sesaat
kemudian dada mereka serasa meledak karena sentuhan-
sentuhan tangan atau kaki Karebet.
Dalam saat-saat berikutnya, meskipun tampaknya
beberapa orang masih juga berdiri mengitari tempat
perkelahian itu, namun sebenarnya tidak lebih dari
Sembada dan Sambirata berdualah yang berkelahi mati-
matian. Dengan kekuatan ajian masing-masing, mereka mencoba
untuk membunuh anak yang aneh itu. Dalam pada itu,
Karebet pun merasakan tekanan-tekanan yang berat dari
kedua orang itu. Mereka masing-masing ternyata tidak lebih
dari Tumenggung Prabasemi. Namun karena kekuatan
mereka bergabung, maka Karebet benar-benar menghadapi
pekerjaan yang sangat berat.
Aji Lembu Sekilannya terasa sesekali terguncang. Dan
sekali-kali terasa bahwa dalam kesempatan-kesempatan itu,
kekuatan-kekuatan ajian lawannya berganti-ganti dapat
menembusnya meskipun tidak terlalu dalam. Namun apabila
hal itu berlangsung lama, maka ada kemungkinan
pertahanannya menjadi semakin lemah. Meskipun orang-
orang lain, kecuali kedua orang itu hampir tak berarti bagi
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karebet, namun mereka telah memecahkan beberapa
pemusatan perhatiannya. Sehingga sesaat kemudian dengan penuh kemarahan,
maka orang-orang itu satu demi satu dilumpuhkannya.
Dan kini yang terakhir adalah Sembada dan Sambirata.
Keduanya tampaknya masih cukup segar utuk melawannya. Meskipun kedua orang itu pun sebenarnya
menjadi gelisah pula menghadapi Aji Lembu Sekilan.
Kini Karebet benar-benar dapat memusatkan segenap
perhatiannya. Sekali-kali ia berpaling kepada orang-orang
yang bergelimpangan disana-sini. Ada di antara mereka
yang masih mencoba bangkit, namun ternyata tenaga
mereka seakan-akan telah terhisap habis, sehingga kembali
mereka tak berdaya jatuh di tanah.
Sambirata yang melihat muridnya tak berdaya itu
mengumpat tak habis-habisnya, katanya, "Tikus-tikus
malang. Ternyata kalian sama sekali tak dapat dibanggakan
sebagai seorang murid Sambirata."
Murid-murid itu pun mengeluh di dalam hati. Tetapi
mereka bergumam pula didalam hati. "Jangankan aku,
sedang guru sendiri pun tidak juga segera dapat menguasai
lawan yang hanya seorang itu."
Karebet kemudian sama sekali tak memperhatikan lagi
mereka yang telah terkapar di tanah.
Yang dihadapinya kini adalah Sembada dan Sambirata.
Kedua orang ini benar-benar berhasrat akan membunuhnya. Sesaat kemudian pertempuran pun berkobar pula dengan
sengitnya. Sembada dan Sambirata berjuang dengan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sepenuh tenaga. Meskipun mereka bukan datang dari
perguruan yang sama, namun mereka segera dapat
menyesuaikan diri mereka. Berganti-ganti mereka menyerang dengan kedahsyatan ajian masing-masing.
Seperti sepasang burung alap-alap yang menyambar-
nyambar mangsanya. Tetapi Karebet benar-benar memiliki kelincahan yang tak
mereka sangka-sangka, disamping perisainya yang luar
biasa Aji Lembu Sekilan. Betapa dahsyatnya serangan-
serangan Sembada dan Sambirata, namun Mas Karebet itu
masih saja mampu mempertahankan dirinya.
Meskipun demikian, sekali-kali pertahanannya terguncang pula oleh kekuatan-kekuatan Aji lawannya.
Sehingga sekali-kali Mas Karebet mampu pula didorongnya
jatuh. Namun demikian ia jatuh segera ia melanting berdiri,
siap melawan dengan lambaran ilmunya, Lembu Sekilan.
TETAPI betapapun Karebet berjuang dalam keadaannya
itu, namun ternyata bahwa lawannya bukan seorang
Prabasemi. Tetapi kini lawannnya yang berjumlah dua
orang itu, ternyata berhasil menggabungkan kekuatan
mereka dengan baiknya. Sehingga sekali-kali mereka berdua berhasil bersama-
sama menghantamkan kekuatan ajinya atas tubuh Mas
Karebet yang masih muda itu. Dengan demikian, maka Mas
Karebet itu semakin lama menjadi semakin terdesak
karenanya. Dan tekanan ini telah membakar jantungnya. Kemarahan
semakin lama menjadi kian memuncak, seakan-akan telah
mendidihkan seluruh darahnya. Ia tidak mau mati karena
pokal Prabasemi. Meskipun pusat kemarahannya berkisar
kepada Tumenggung Prabasemi, dan meskipun disadarinya
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bahwa kedua orang yang datang bersama murid-muridnya
itu tidak lebih dari orang-orang suruhan yang ingin
mendapatkan upah karena perbuatannya itu, namun
apabila tak dimilikinya cara lain, maka cara satu-satunya
untuk menyelamatkan dirinya adalah membunuh lawan-
lawannya. Karena itu, Karebet yang marah itu, masih mencoba
untuk mengurangi kesalahan-kesalahan yang mungkin
dilakukannya. Kalau ia terpaksa membunuh, dan perbuatannya itu didengar oleh Sultan, maka apakah Sultan
tidak menjadi semakin murka kepadanya.
Karena itu, maka untuk terakhir kalinya Karebet itu
mencoba mencegah bencana yang semakin berlarut-larut.
Katanya, "Kakang Sembada. Aku minta kakang berpikir
sekali lagi, apakah yang kakang lakukan itu sudah kakang
anggap benar?" Sembada masih menyerang Karebet dengan dahsyatnya.
Meskipun demikian ia sempat juga menjawab, "Jangan
banyak bicara. Aku bukan anak-anak."
Dengan tangkasnya Karebet menghindari serangan yang
ganas itu. Namun tiba-tiba Sambirata memotong geraknya
sambil berputar setengah lingkaran. Tangan Sambirata
yang terjulur itu tidak mengenai sasarannya, tetapi cepat ia
meloncat sekali lagi. Ajinya yang dahsyat terayun tepat
mengarah tengkuk Karebet.
Karebet masih berusaha untuk menghindar, namun
kesempatannya terlalu sempit. Yang dapat dilakukan adalah
meloncat surut selagi ia masih berjongkok. Gerakan-
gerakan khusus yang sulit dilakukan oleh orang lain.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karena itu Sambirata terkejut bukan buatan. Sekali lagi
serangannya tak mengenai lawannya. Tetapi dalam pada itu
Sembada telah siap dengan serangannya pula.
Demikian Karebet menyentuh tanah, Sembada meloncat
dengan cepatnya melontarkan Aji Sapu Anginnya kearah
punggung lawannya. Kali ini kesempatan Karebet benar-benar sangat sempit.
Karena itu ia hanya dapat berputar dan dengan puncak
kekuatan Aji Lembu Sekilan yang dimiliki ia melawan
pukulan Aji Sapu Angin. Ternyata dengan gerakan yang
pendek itu, pukulan Sembada tidak tepat mengenai
sasarannya. Tangannya itu hanya mampu menyentuh pundak
Karebet. Sedang pundak Karebet telah dilindungi pula oleh
Lembu Sekilan, sehingga pukulan yang melesat itu sama
sekali tak mampu menerobos perisai Karebet yang dahsyat
itu. Sembada menggeram. Namun kali ini serangan
Karebetlah yang menyambar perutnya. Dengan berputar
pada satu kakinya, Karebet membuat serangan dengan
kakinya menyambar lawannya dengan dahsyatnya. Sedangan yang tidak disangka-sangka. Karena itu, maka
Sembada dengan tergesa-gesa meloncat surut. Namun
Karebet tidak membiarkannya, sekali ia meloncat maju, dan
sekali lagi kakinya menjulur lurus kedada lawannya.
Serangan itu sedemikian cepatnya, sehingga Sembada tak
mampu lagi untuk mengelak. Karena itu, maka dengan
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepenuh tenaga, dilawannya serangan Karebet itu dengan
Aji Sapu Angin, sehingga terjadilah benturan yang dahsyat
antara Aji Lembu Sekilan yang melindungi serangan
Karebet, melawan Aji Sapu Angin.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sembada itu pun tergetar surut beberapa langkah,
namun Karebet pun terlontar pula mundur. Aji Lembu
Sekilan dalam patrap penyerangan memang tidak sekuat
dalam patrap pertahanan. Karena itu terasa pula, nyeri-
nyeri menjalari tubuh anak muda dari Tingkir itu. Apalagi
sesaat kemudian Sambirata telah melontarkan serangannya
pula, sehingga Karebet yang belum memiliki keseimbangan
yang mantap itu terpaksa menjatuhkan diri dan berguling
beberapa kali menghindari kekuatan Aji Sambirata.
Keadaan Karebet semakin lama benar-benar menjadi
semakin sulit. Aji Lembu Sekilannya beberapa kali telah berhasil
digoncangkan oleh kekuatan Aji kedua lawannya bersama-
sama. Meskipun demikian ia masih berteriak. "Kakang
Sembada dan paman Sambirata. Aku kini memperingatkan
kalian untuk yang terakhir kalinya. Pergilah dan katakan
kepada Prabasemi bahwa Karebet telah mati. Aku tidak
akan datang ke Demak sebelum Sultan mengampunkan
kesalahanku. Dalam waktu yang tidak tertentu itu, mudah-
mudahan Prabasemi telah melupakan dendamnya kepadaku." Yang terdengar kemudian adalah suara Sembada dan
Sambirata tertawa hampir berbarengan. Tetapi tawa
Sembada ternyata jauh lebih keras. "Hai anak yang
bernasib jelek. Sesaat sebelum kau mati, kau masih punya
waktu untuk menyombongkan dirimu."
Dan terdengar Sambirata berkata pula, "Angger ternyata
menyadari kesulitan yang angger alami. Menyerahlah
supaya angger tidak menjadi lelah. Perjalanan ke akhirat
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
masih panjang, dengan demikian angger masih menyimpan
sisa tenaga untuk perjalanan itu."
Karebet menjadi marah bukan alang kepalang. Matanya
kini memancar hijau kebiru-biruan sebagaimana sinar mata
harimau dikegelapan. Dengan parau terdengar suaranya
gemetar karena marah, "kalau begitu terserahlah. A ku tidak
mau mati. Bagiku lebih baik membunuh daripada dibunuh."
Sekali lagi Sembada dan Sambirata tertawa. Tetapi tiba-
tiba suaranya terputus karena melihat Karebet meloncat
mundur. Dengan pancaran mata yang aneh, biru kehijauan
Karebet memandang kedua lawannya berganti-ganti.
Kemudian dengan wajah tegang
anak muda itu menggosokkan kedua telapak tangannya, meloncat dengan
garangnya dan tegak diatas kedua kakinya yang renggang.
Sesaat kemudian ditekuknya kedua lututnya, siap melontarkan serangan yang dahsyat, aji Rog-rog Asem.
----------0dwkzOarema0----------
Editing oleh Ki Arema SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Jilid 28 SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
I Sebenarnyalah Karebet pada saat itu telah benar-benar
kehilangan pengamatan diri. Karena goncangan pada Aji
Lembu Sekilan akibat serangan-serangan kedua lawannya
bersama-sama, maka hatinya pun serasa diguncang-
guncang. Karena itu, maka pada saat terakhir ia tidak
mampu menahan kemarahannya. Sehingga bulatlah
tekadnya untuk membunuh saja kedua lawannya dengan aji
Rog-rog Asem. Sembada dan Sambirata yang melihat sikap Karebet
segera menyadari keadaan mereka. Selagi Karebet belum
menggunakan Aji lain daripada Lembu Sekilan, mereka
telah menemui banyak kesulitan untuk menyelesaikan
pekerjaan mereka. Apalagi kalau anak muda itu kemudian
mempergunakan kekuatan terakhirnya. Karena itu, tanpa
saling berjanji mereka meloncat saling mendekat, dan tanpa
berjanji mereka menyiapkan kekuatan Aji mereka bersama-
sama untuk melawan aji yang akan dilontarkan oleh
Karebet itu. Tetapi tiba-tiba terjadilah suatu hal yang sama sekali
tidak mereka sangka-sangka. Tidak oleh Karebet, maupun
Sembada dan Sambirata. Ketika mereka telah hampir
sampai pada puncak ketegangan karena pengerahan Aji
masing-masing, maka tiba-tiba mereka dikejutkan oleh
suara. Suara itu tidak demikian kerasnya, namun benar-
benar langsung mempengaruhi isi dada mereka.
Belum lagi mereka menyadari keadaan mereka masing-
masing, tiba-tiba dari balik gerumbulan yang lebat sebuah
bayangan meloncat dekat diantara mereka dan dengan
sengaja seakan-akan melerai pertempuran.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Yang menjadi sangat terkejut diantara mereka adalah
Karebet. Sesaat ia terpaku ditempatnya. Namun kemudian
bahkan ia memperkuat getaran yang bergerak didalam
tubuhnya. Kembali ia memusatkan segenap kekuatan lahir
batin untuk mengetrapkan aji Rog-rog Asem. Bahkan
kemudian terdengar ia menggeram pandangan matanya
erat melekat pada orang yang baru datang itu.
Orang itu masih berdiri diam. Tertawanya menjadi lirih.
Dan sesaat kemudian terdengar terdengar ia berkata,
"Sudahlah Karebet. Lepaskan dulu pemusatan tenaga itu."
Tetapi Karebet masih tetap dalam sikapnya. Setiap saat
ia dapat meloncat sambil melepaskan Aji Rog-Rog Asem. Ia
tidak mau menjadi korban dari persoalan yang berbelit-belit
itu. Karena itu kembali ia menggeram dan berkata.
"Pasingsingan, apakah kau menjadi sraya Tumenggung?"
Orang yang datang itu terkejut. Namun kembali ia
tertawa lirih, sambil memandangi jubahnya ia berkata, "Yah
aku memang mirip dengan Pasingsingan. Aku juga
mempunyai ciri-ciri yang serupa."
Mendengar jawaban itu Karebet menjadi bimbang sesaat.
Namun ia tidak mau terpengaruh karenanya. Dengan
demikian ia masih tetap dalam sikapnya.
Sedang dua orang yang lain, terkejut pula mendengar
Karebet menyebut orang itu Pasingsingan. Nama itu juga
pernah mereka dengar, namun seperti sebuah dongengan
yang tak mereka pahami. Tetapi yang mereka dengarpun
mengatakan bahwa Pasingsingan memang mengenakan
jubah berwarna abu-abu dan menggunakan topeng. Kini
orang yang berdiri dihadapan mereka mengenakan jubah
serta topeng untuk menutupi wajahnya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sesaat kemudian kembali terdengar orang itu berkata,
"Karebet, jangan segera berprasangka. Aku datang untuk
melerai perkelahian yang tak ada gunanya ini."
Karebet memandang orang ini dengan seksama. Dengan
penuh kewaspadaan ia bertanya, "Apa sebabnya kau
melerai perkelahian ini?"
Kembali orang itu tertawa, kemudian kepada Sembada ia
berkata, "Ki Sanak lepaskan maksudmu untuk membunuh
anak muda ini. Sebab dengan demikian, kalian telah
melakukan kesalahan yang sangat besar."
Sesaat Sembada dan sambirata saling berpandangan.
Namun kemudian terdengar Sembada berkata, "Siapakah
kau sebenarnya?" "Namaku dan diriku sama sekali tidak penting bagimu.
Namun kau minta, pikirkan sekali lagi. Apakah keuntunganmu dengan membunuh Karebet?"
Kembali Sembada dan Sambirata terdiam. Namun seperti
Karebet merekapun memandang orang yang tegak
dihadapan mereka, dengan jubah yang keabu-abuan itu
dengan tidak berkedip. Sehingga, sesaat kemudian,
terdengar orang itu berkata "Sekarang pulanglah kalian
kerumah masing-masing. Karebet ke Tingkir, dan kalian
berdua serta kawan-kawan kalian kembali ke Demak."
Sembada mengerutkan keningnya. Sekilas terbayang
sebuah timang emas bertretes berlian. Kalau ia pulang
sebelum berhasil membunuh Karebet, maka timang itu akan
lepas dari tangannya. Dan yang dilakukannya bersusah
payah ini, tak akan ada artinya sama sekali. Berlari
menerobos hutan dan ladang untuk segera dapat
mendahului perjalanan Karebet.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tiba-tiba ketika mereka sudah hampir pada saat yang
menentukan seseorang minta kepada mereka untuk pulang
saja dengan tangan hampa. Tetapi betapapun juga
kehadiran orang itu benar-benar mempengaruhi perasaannya. Meskipun demikian Sembada berkata pula, "Aku telah
menempuh suatu perjalanan yang jauh. Telah kulakukan
pula berbagai usaha untuk menyelesaikan pekerjaanku. Kini
sesaat sebelum pekerjaanku selesai kau datang mengganggu kami." "Jangan marah Ki Sanak" sahut orang bertopeng itu.
"Aku hanya mencegah, janganlah terjadi permusuhan
diantara sesama." Sambirata mengerutkan keningnya. Tiba-tiba ia pun
berkata "Apakah hubunganmu dengan Karebet itu?"
Orang itu menggeleng, "Tidak ada" katanya.
Oleh jawaban itu, maka Sambirata berkata pula, "Katamu
demikian, biarlah kami menyelesaikan urusan kami masing-
masing. Sebaiknya kau jangan mencampuri urusan orang
lain yang tak kau ketahui ujung pangkalnya."
Orang bertopeng itu mengangguk-anggukan kepalanya.
Kemudian terdengarlah suaranya parau dari belakang
topengnya. "Kenapa kalian berdua berusaha membunuh
Karebet?" Sambirata diam sejenak, kemudian jawabnya, "Itu adalah
urusan kami." Kembali orang bertopeng itu mengangguk-anggukkan
kepalanya. Kemudian gumamnya, "Aku yakin bahwa kalian
mempunyai cukup alasan untuk melakukannya. Kalau tidak,
maka perbuatan itu pasti tidak akan kalian lakukan. Tetapi
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
apakah alasan itu dapat dimengerti oleh orang lain, itulah
yang kadang-kadang menjadi persoalan."
"Hem" Sembada yang keras hati itu menggeram.
Katanya, "Kalau kau sudah tahu alasan kami, apakah kau
tidak akan mengganggu kami?"
"Tergantung pada alasan itu" sahut orang berjubah itu.
"Kalau aku cukup mengerti, maka aku tidak akan
mengganggu kalian." "Jangan terlalu sombong" bentak Sembada yang kasar
itu. "Apakah dengan demikian kami akan terpengaruh
karenanya" Apakah apabila kau mencoba mengganggu
sekalipun, maka kami tidak akan menyelesaikan pekerjaan
kami?" Orang berjubah itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Jawabnya, "Ki Sanak benar. Meskipun aku mencoba
mengganggu sekalipun, namun aku tidak akan dapat
berbuat banyak. Tetapi bukankah setidak-tidaknya dengan
demikian aku akan memperlambat pekerjaan kalian."
"Bagus. Bagus" teriak Sembada yang tidak sabar. "Kami
adalah keluarga Dadungawuk. Anak muda yang terbunuh
oleh Karebet itu?" "He?" Bukan main terkejut hati Karebet. Ia sama sekali
tidak mengenal nama Dadungawuk. Dan ia sama sekali
tidak melakukan pembunuhan. Karena itu maka segera ia
memotong. "Bohong. Aku tidak pernah mengenal seseorang
yang bernama Dadungawuk."
"Aku sudah menyangka bahwa kau akan ingkar" sahut
Sembada. "Watakmu yang licik dan sifat-sifatmu yang
sombong itu adalah gabungan dari ujud seorang pengecut
yang sebenarnya." SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Jangan membual" teriak Karebet yang menjadi semakin
marah. "Katakan yang sebenarnya. Bukankah kau seraya
Tumenggung Prabasemi?"
Sambirata tertawa. Katanya, "Sudah aku katakan. Tak
ada gunanya untuk mempersoalkan, apakah sebabnya kami
akan membunuh anak muda yang malang itu. Mau tidak
mau, salah atau benar. Keputusan kami, akan kami
lakukan." Kata-kata itu benar-benar membakar hati Karebet.
Dengan serta merta ia berteriak. "Minggirlah. Kalau kau
bukan Pasingsingan, aku tidak tahu, bagaimana aku akan
menyebutmu. Tetapi jangan mengganggu perkelahian ini.
Aku pun sudah memutuskan pula untuk mengakhiri
perkelahian yang memuakkan ini."
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata-kata itu benar-benar berkesan dihati Sembada dan
Sambirata. Mau tidak mau mereka pun harus berpikir
tentang kata-kata itu. Meskipun demikian, mereka telah
terlanjur terlibat dalam persoalan itu. Dengan demikian
maka mereka tidak akan dapat berhenti ditengah jalan,
meskipun lawan mereka benar-benar mempunyai kekuatan
yang tak mereka sangka-sangka.
Tetapi orang berjubah itu masih berdiri saja ditempatnya.
Bahkan ia masih berkata, "Jangan berusaha saling
membunuh. Apakah tidak ada cara-cara lain yang lebih baik
daripada saling membunuh?"
"Tidak ada" sahut Sembada. "Kecuali kalau Karebet mau
membunuh dirinya." Ucapan itu seolah-olah sebuah bara api yang menyentuh
telinga mas Karebet. Karena itu, hampir saja ia meloncat,
menyerang Sembada, namun tiba-tiba dengan penuh
perbawa orang berjubah itu berkata "Karebet, jangan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
lakukan. Seharusnya kau mempunyai pertimbangan-
pertimbangan yang masak sebelum kau berbuat sesuatu."
Karebet tertegun mendengar peringatan itu. Namun
kemarahannya yang telah membakar seluruh isi dadanya
itu, alangkah sukarnya untuk dikendalikan.
Tetapi dalam pada itu orang berjubah itu berkata
seterusnya. "Karebet, kau sekarang adalah orang buangan.
Aku mendengar hal itu sebelum kau bertengkar dengan
Tumenggung Prabasemi. Karena itu keadaanmu sama sekali
tidak menguntungkan setiap perbuatanmu. Kalau sampai
terjadi kau membunuh seseorang, dan berita itu terdengar
oleh Sultan, maka hukumanmu akan menjadi berlipat
ganda, sebab Sultan akan menjadi semakin murka
kepadamu. Pada saat kau bertempur melawan Prabasemi
pun, hampir-hampir aku mencegahmu. Namun ketika aku
tahu bahwa kau sadari keadaanmu, maka niatku itu pun
aku urungkan." Karebet terkejut mendengar kata-kata itu. Kalau
demikian, maka orang berjubah itu telah mengikutinya
sejak ia meninggalkan Demak. Orang itu ternyata melihat,
bahwa ia telah bertengkar dengan Tumenggung Prabasemi,
sehingga daripadanya ia mengetahui bahwa kini ia adalah
orang buangan. Namun dalam pada itu, peringatan yang
diberikan kepadanya benar-benar telah menyentuh hatinya.
Peringatan yang sebenarnya sejak semula telah dipikirkannya. Tetapi ketika kemarahannya telah memuncak, serta hidupnya sendiri telah terancam, maka
pertimbangan-pertimbangan itu lenyap dari kepalanya. Dan
kini, ia mendengarkan dari orang lain. Orang lain yang tidak
dikenalnya. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi peringatan yang diucapkan oleh orang berjubah
itu telah menyalakan kemarahan Sembada dan Sambirata.
Orang berjubah itu seakan-akan mengatakan, bahwa
Karebet itu pasti akan berhasil membunuh mereka berdua.
Meskipun mereka datang hanya sekedar untuk mendapatkan timang emas, dan meskipun harga nyawanya
jauh lebih mahal dari harga timang emas itu, namun
mereka tidak mau pula bahwa harga diri terlalu
direndahkan. Karena itu, maka terdengar Sembada
menjawab. "He, orang bertopeng. Pergilah. Jangan ribut
tentang nyawa kami. A pakah kau sangka bahwa Karebet itu
dapat membunuh kami berdua" Kalau kau sudah melihat
sejak permulaan dari perkelahian ini, maka kau akan tahu,
bahwa umur Karebet sudah melekat diujung rambutnya.
Namun sesaat sebelum ia mati, maka kau datang
mengganggu kami." "Omong Kosong," potong Karebet yang hatinya telah
menjadi panas kembali. Orang bertopeng itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Kepada Karebet ia berkata, "Ingat-ingatlah pesanku. Jangan
terpancing kedalam keadaan yang akan menyulitkan
kedudukanmu. Kau sekarang masih dapat mengharapkan
ampunan dari Baginda, namun kalau kau telah melakukan
kesalahan lagi, maka ampunan itu jangan kau harapkan
sama sekali. Sebab pembunuhan ini akan dapat disebut
dalam berbagai macam keadaan. Prabasemi dapat
mengatakan apa saja yang dapat menambah kemarahan
Baginda. Diantaranya, orang yang terbunuh itu adalah
keluarga Dadungawuk seperti yang baru saja dikatakannya." "Aku tidak mengenal Dadungawuk" potong Karebet.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Itu adalah suatu contoh yang baik dari bentuk-bentuk
fitnah yang dapat dilakukan oleh Tumenggung Prabasemi."
Karebet itu pun terdiam, namun segera ia teringat kata-
kata Prabasemi dihadapan Baginda Sultan Trenggana,
tentang seorang calon Wira Tamtama. Tetapi Sembadalah
yang berteriak, "He orang bertopeng. Apakah sebenarnya
maksudmu, dan siapakah sebenarnya kau ini?"
Orang bertopeng itu menggeleng. Katanya, "Sudah aku
katakan bahwa tak ada gunanya kau mengerti siapa aku."
"Bagus" sahut Sembada. "Tetapi jangan ganggu kami."
Orang bertopeng itu seakan-akan tidak memperhatikan
kata-kata itu, bahkan kepada Karebet ia berkata, "Karebet,
pikirkan baik-baik."
"Tetapi apakah aku harus berdiam diri saja, seandainya
mereka akan membunuhku."
"Pergilah" jawab orang bertopeng itu.
"Pergi?" Karebet itu menjadi heran. Kemudian jawabnya,
"Apakah kalau aku pergi orang-orang itu tidak akan
menyusulku?" "Biarkanlah mereka. Menyingkirlah supaya kau terhindar
dari bencana yang lebih besar lagi."
Karebet menjadi bingung. Ia telah mengenal orang itu.
Semula ia menyangka bahwa orang bertopeng itu
Pasingsingan. Bahkan ia menyangka bahwa Pasingsingan
itu pun telah mendapat tugas pula dari Tumenggung
Prabasemi. Namun ternyata orang itu memberinya
beberapa petunjuk yang dapat dimengertinya. Namun
bagaimana ia harus melaksanakannya" Apakah ia harus
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
pergi dan membiarkan orang itu mengejar dan membunuhnya" Atau bagaimana"
Dalam pada itu Sambirata berkata, "Hem. Ki Sanak yang
bertopeng. Agaknya kau telah terlalu jauh mencampuri
urusan kami. Karebet kau suruh menyingkir dari arena ini.
Kalau demikian, maka kau telah bertekad untuk
menggantikannya. Begitu?"
Orang bertopeng itu berhenti sesaat. Kemudian
jawabnya. "Aku tidak mempunyai cara lain. Aku hanya
sekedar bermaksud menyelamatkan kalian dari perbuatan
terkutuk. Karebet dan kalian berdua."
"Jangan banyak bicara" teriak Sembada. Apalagi ketika ia
mengetahui bahwa orang itu bukan Pasingsingan yang
menakutkan yang pernah didengarnya dari dongeng-
dongeng. "Sekarang kau pergi dan membiarkan kami
membunuh Karebet. Atau kami harus membunuhmu dulu,
baru membunuh Karebet."
Orang bertopeng itu seakan-akan sama sekali tidak
mendengar teriakan itu. Katanya, "Menyingkirlah Karebet.
Kalau mungkin, pertumpahan darah harus dihindari."
Sembada itu kini sudah tidak sabar lagi. dengan
marahnya ia menggeram. Selangkah maju sambil berkata,
"Kalau kau mati disini pula, jangan menyalahkan aku. Kau
terlalu tamak dan sombong."
Melihat Sembada melangkah maju, Karebet hampir
melangkah maju pula. Namun terdengar orang itu berkata,
"Ingat, Sultan sedang murka kepadamu. Jangan kau
tambah kesalahanmu dengan perbuatan-perbuatan yang
tak berarti. Serahkan orang-orang ini kepadaku." Kata-kata
itu benar-benar berpengaruh dihati Karebet. Terasa sesuatu
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bergolak di dalam dadanya. Dan terasa bahwa ia tidak akan
dapat menolak permintaan itu.
Tetapi Sembada dan Sambirata telah benar-benar sampai
kepuncak kemarahan mereka. Karena itu, maka Sembada
berteriak, "Bagus. Ternyata aku harus membunuhmu
dahulu. Baru anak yang bernama Karebet itu."
Orang berjubah itu tidak sampai menjawab. Ketika ia
hampir mengucapkan beberapa patah kata, maka Sembada
yang kasar itu telah menyerangnya langsung dalam
kekuatan Ajinya Sapu Angin. Orang bertopeng itupun
melihat betapa kekuatan ajinya itu meluncur lewat tangan-
tangan Sembara kearahnya.
Namun ia sama sekali tidak
beranjak dari tempatnya. Karebet yang melihat serangan itu terkejut. Tetapi
ia berdiri berseberangan dengan Sembada, sehingga ia tidak dapat berbuat apa-
apa kecuali berteriak, "Hei,
Ki Sanak. Menghindarlah."
Tetapi orang berjubah itu
sama sekali tidak bergerak.
Dibiarkannya Sembada menghantamnya dengan Aji Sapu Angin. Namun sesaat sebelum tangan sembada menyentuh jubahnya, tampak
orang itu menjadi tegang. Dan pada saat itulah Aji Sapu
Angin membentur tubuhnya.
Namun yang terjadi benar-benar mengejutkan. Orang
yang berjubah itu masih tegak ditempatnya. Ia hanya
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bergetar sedikit. Namun kemudian ia berdiri tegak kembali,
seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu. Tetapi Sembada
yang menghantam orang itu dengan kekuatannya, tiba-tiba
terpelanting beberapa langkah dan jatuh terguling karena
benturan kekuatannya sendiri. Tangannya yang melontarkan Aji Sapu Angin itu terasa membentur benteng
baja. Karena itulah maka ia sendirilah yang terlempar
mundur. Sambirata heran melihat peristiwa itu. Tidak saja
Sambirata, namun Karebetpun berdiri dengan mulut
ternganga. Seakan-akan ia melihat suatu peristiwa dahsyat
didalam mimpi. Aji Sapu Angin mampu menggetarkan Aji
Lembu Sekilan, meskipun tidak sampai keintinya. Kini ia
melihat orang berjubah itu sama sekali tidak bergerak,
namun Sembada sendirilah yang terdorong surut, bahkan
jatuh bergulingan beberapa kali.
Tetapi lebih dari itu. Ketika Sembada tidak terguling lagi,
maka terdengar ia mengeluh pendek. Dengan susah payah
ia berusaha bangkit. Namun tiba-tiba ia terduduk kembali
dengan lemahnya. Nafasnya serasa sesak, dan seakan-akan
bagian dalam dadanya pecah berkeping-keping.
Sambirata menjadi ragu sesaat. Ia melihat kawannya
telah jatuh karena pukulannya sendiri. Karena itu apakah ia
akan mengulangi kesalahan Sembada. Kini Sambirata
memperhitungkan setiap kemungkinan. Seandainya ia
mampu mengalahkan orang berjubah dan bertopeng itu,
namun dibelakangnya masih berdiri anak yang bernama
Karebet. Anak yang belum dapat dikalahkannya meskipun ia
berdua dengan Sembada. Apalagi kini Sembada sudah tidak
mampu untuk berdiri. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sesaat Sambirata tegak saja seperti tonggak. Pikirannya
berjalan hilir mudik tak menentu. Ketika sekali lagi ia
memandang kawannya yang terduduk lemah itu, maka
iapun mengeluh didalam hatinya. "Apakah yang datang
berjubah ini sebangsa demit atau Hantu Alasan"."
Sambirata kemudian terperanjat ketika ia mendengar
suara orang bertopeng menggeram dari balik topengnya,
"hem, apakah kau juga akan coba memukul aku?"
Kembali Sambirata menjadi bimbang. Namun akhirnya ia
menggeleng. Kini telah ditemukannya jawaban. Ia tidak
memperdulikan lagi kawannya yang terluka itu. Juga timang
emas yang dijanjikan. Nyawanya lebih berharga dari segala-
galanya. Bahkan sampai pada harga dirinya sekalipun.
Karena itu, maka tanpa malu-malu Sambirata menjawab,
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak Kiai. Aku tidak akan melawan kehendak Kiai."
Karebet mengerutkan keningnya ketika mendengar
jawaban itu. Bahkan ia mengumpat-umpat didalam hatinya.
Alangkah liciknya hati orang itu. Meskipun demikian, ia
sama sekali tidak berkata apapun.
Yang menjawab adalah orang bertopeng, "apakah kau
benar-benar tidak akan berbuat sesuatu?"
"Tentu Kiai," sambut Sambirata. "Aku pun sebenarnya
tidak mempunyai persoalan dengan angger Karebet. Tetapi
terbawa oleh kesetiakawanan aku terpaksa membantu
orang itu." Sembada berdesah mendengar kata Sambirata. Tetapi ia
tidak berani berbuat apapun. Kalau ia membantah, maka
Sambirata akan dapat berbuat apa saja atasnya. Selagi
keadaan wajar, ia tidak akan mampu melawan Sambirata,
apalagi kini, tulang-tulangnya seakan remuk.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Orang bertopeng itu memandangi Sambirata dan
Sembada berganti-ganti lewat lubang topengnya. Sesaat
kemudian ia menarik nafas panjang. Dan kemudian ia
berkata, "Kembalilah kalian ke Demak. Katakan bahwa
Karebet telah mati. Ia tidak akan kembali ke Demak dalam
waktu yang singkat, sebelum Baginda mengampuni
kesalahannya." Sambirata mengangguk. Kemudian katanya," Tentu Kiai
kami akan kembali ke Demak."
Tetapi Sembada yang menyeringai kesakitan itu berkata,
"Alangkah mudahnya. Tetapi kalau kelak anak itu kembali
ke Demak, maka kepalaku akan dipenggal oleh Prabasemi."
Sambirata tiba-tiba tertawa. Katanya, "Sudahlah adi
Sembada. Kalau kau tidak berani menanggung akibat dari
perbuatan ini, biarlah timang-timang ini dikembalikan saja."
"Timang"," tiba-tiba Karebet memotong.
"Ya" jawab Sambirata. "Kami harus membunuh angger.
Dan kami akan mendapat timang emas."
Tangan Karebet menjadi gemetar mendengar pengakuan
itu. Tetapi sebelum ia menjawab, orang berjubah itu
berkata, "Lupakan semuanya. Beruntunglah kalian, bahwa
kalian belum menjual diri kalian dengan harga yang sangat
murah itu. Apakah artinya timang emas itu" Seandainya
kalian mampu membunuh Karebet sekalipun, namun
apakah yang dapat kau miliki itu cukup bernilai untuk
menebus tanggung jawab yang harus kau berikan pada
masa-masa langgeng" Pada masa kau berhadapan dengan
Kekuasaan tertinggi. Jauh lebih tinggi dari kekuasaan
Prabasemi, bahkan kekuasaan Sultan Trenggana sekalipun?" SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Orang berjubah itu diam sesaat. Sembada yang masih
menahan sakit itupun terdiam, dan Sambirata menundukkan wajahnya. Semula ia mengurungkan niatnya
hanya sekedar untuk menyelamatkan hidupnya, maka tiba-
tiba tersentuhlah perasaan Sambirata oleh kata-kata orang
bertopeng itu. "Ya," katanya di dalam hati, "Alangkah
murahnya harga diriku. Sebuah timang emas. Hem." Tetapi
Sambirata itu tidak berkata sepatah katapun.
Yang terdengar kemudian adalah kata-kata orang
berjubah itu. "Seandainya kau berhasil membunuh Karebet,
dan mendapatkan timang-timang emas itu, maka apakah
kalian dapat memakainya dengan tenang" Setiap kali
timang itu melekat di lambung kalian, maka setiap kali
kalian akan teringat, bahwa timang itu sebenarnya
berlumuran dengan darah seseorang yang tidak bersalah
kepada kalian." Sambirata semakin menundukkan wajahnya. Sentuhan-
sentuhan pada parasaannya semakin terasa. Dan karena
itulah tiba-tiba ia merasa menyesal atas perbuatannya itu.
Namun justru karena itulah maka ia berdiam diri.
"Nah. Pikirkanlah kata-kataku" berkata orang berjubah
itu pula. Tiba-tiba Sambirata itu mengangguk-anggukkan
kepalanya. Dengan hormat ia menjawab, "Baik Kiai. Akan
aku pikirkan baik-baik kata Kiai."
Orang bertopeng itu mengangguk-anggukan kepalanya.
Kemudian katanya, "Sekarang kembalilah ke Demak. Kau
dapat menempuh jalan yang wajar. Bukankah kau
menempuh jalan yang sulit, jalan yang bukan sewajarnya
dilalui orang pada saat kau berangkat kemari" Lewat
gerumbul-gerumbul dan memotong diantara hutan-hutan
belukar. Itu adalah gambaran dari pengakuanmu atas
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
perbuatan-perbuatan yang tidak wajar pula yang akan kau
lakukan. Sebab kalau kau berlaku wajar, maka kau tidak
perlu melalui jalan-jalan yang tersembunyi."
Sekali lagi Sambirata mengangguk. Dan kemudian
jawabnya, "Ya Kiai. A ku menyadarinya"
Tetapi ketika Sambirata itu berpaling kearah Sembada,
maka katanya "Apakah kau sudah mampu berjalan Adi?"
Sembada mengerang perlahan-lahan. Sekali lagi ia
berusaha bangkit. Namun punggungnya masih terasa sakit.
Tetapi ia tidak mau menunjukkan kelemahan dirinya. Maka
katanya "Bertanyalah kepada murid-muridmu. Apakah
mereka sudah mampu berjalan?"
Sambirata itupun kemudian menebarkan pandangan
matanya kearah murid-muridnya yang masih berserakan
disekitarnya. Ada yang sudah mampu duduk dan mencoba
berdiri, namun ada juga yang masih terbaring sambil
menyeringai. Melihat mereka itu, tergetarlah hati Sambirata.
Hampir saja ia mengorbankan orang-orang itu hanya untuk
sebuah timang. Dan karena itu, maka timbullah iba didalam
hatinya. Iba kepada murid-muridnya yang tidak tahu
menahu ujung pangkal dari perbuatannya.
Perlahan-lahan Sambirata itu menghampiri muridnya
yang paling parah diantara mereka. Perlahan-lahan ia
berbisik. "Maafkan aku."
Muridnya itu menjadi heran. Apakah yang harus
dimaafkannya" Meskipun demikian muridnya itu tidak bertanya apapun
kepada gurunya. Mereka hanya menyeringai menahan sakit
dan berkata jujur. "Aku belum dapat berjalan Kiai"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sambirata menarik nafas. Agaknya keadaan muridnya itu
benar-benar sulit. Karena itu maka katanya, "Aku tidak
tergesa-gesa. Biarlah kalian menjadi baik dahulu. Aku akan
menunggu kalian disini."
Orang bertopeng itu mengawasi hampir setiap orang
ditempat itu. Sesaat kemudian terdengar ia berkata,
"Baiklah kalau kalian masih akan menunggu kawan-kawan
kalian sehingga mungkin untuk berjalan kembali. Kini
biarlah anak muda ini pergi bersama aku."
Sambirata mengangguk sambil menjawab, "Silakan Kiai.
Aku mengucapkan terima kasih kepada Kiai."
Orang bertopeng itu mengangguk, kemudian katanya
kepada Mas Karebet, "Ikuti aku."
Karebet ragu-ragu sejenak. Ia belum mengenal orang itu.
Ia pernah mendengar bahwa orang yang berjubah abu-abu
adalah Pasingsingan. Kini ia berhadapan dengan orang yang
berjubah abu-abu itu. Apakah orang itu bukan Pasingsingan" Sesaat timbullah beberapa prasangka
didalam hatinya. Mula-mula ia menyangka bahwa orang itu
hanya sekedar merebut korbannya dari Sambirata dan
Sembada, supaya Pasingsinganlah yang berhasil membunuhnya untuk mendapat hadiah dari Prabasemi.
Tetapi menilik suara dan tingkah lakunya, maka orang
bertopeng itu bukanlah seorang yang bernama Pasingsingan. Akhirnya Karebet tidak mempunyai pilihan lain. Kalau
orang itu Pasingsingan, maka dimanapun, orang itu pasti
akan dapat membunuhnya. Diketahui atau tidak diketahui
oleh orang lain. Karena itu maka ia tidak menolak, dan
diikutinya orang berjubah abu-abu itu. Namun selama itu,
anak muda yang masih mengetrapkan ilmunya, Aji Lembu
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sekilan dan sekaligus ditangannya masih menjing Aji Rog-
rog Asem. Beberapa langkah kemudian, ketika orang-orang yang
terbaring dipinggir jalan hutan itu telah tidak nampak lagi,
maka orang berjubah abu-abu itu berhenti. Ditatapnya
mata Karebet dengan tajamnya. Kemudian dengan sebuah
anggukan kepada ia berkata, "Duduklah Karebet."
Orang itu tidak menunggu jawaban Karebet. Namun
segera ia berjalan kebalik gerumbul dan duduk diatas
rumput-rumput kering. Karebet kembali menjadi ragu- ragu.
Tetapi seolah-olah sebuah pesona telah menariknya untuk
kemudian duduk dihadapan orang berjubah abu-abu itu,
dibalik gerumbul pula. "Karebet" berkata orang itu. "Hampir kau melakukan
sebuah kesalahan lagi. Bukankah kau kini sedang menjalani
hukuman?" Kelunakan dan kesungguhan kata-kata orang itu
memberi keyakinan kepada Karebet, bahwa orang itu
sebenarnya bukan Pasingsingan. Karena itu maka jawabnya
"Ya, Kiai. Aku sedang menjalani sebuah hukuman."
"Apakah sebabnya?" bertanya orang itu.
Karebet sesaat menjadi ragu-ragu. Namun kemudian
terluncur pula dari mulutnya, persoalan-persoalan yang
menyebabkannya diusir dari istana. "Tetapi Kiai", berkata
kemudian. "Janganlah hal ini didengar orang lain, supaya
Sultan tidak semakin marah kepadaku."
Orang bertopeng itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Kemudian katanya, "Karebet. Aku mengikutimu sejak kau
meninggalkan istana, berrjalan bersama-sama dengan
Tumenggung Prabasemi. Aku melihat sesuatu yang tidak
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
wajar pada kalian berdua. Karena itu aku mencoba melihat
apa saja yang akan terjadi. Ternyata dihutan Santi kalian
berdua terlibat dalam suatu perkelahian. Ketika aku melihat
Prabasemi jatuh, aku hampir saja mencegahmu. Namun
ternyata kau pada waktu itu masih dapat menguasai dirimu.
Tetapi yang baru saja terjadi disini, agaknya kau telah
benar-benar menjadi mata gelap."
Karebet mengangguk, "Ya Kiai" jawabnya. "Aku tidak
ingin mati ditangan kedua orang itu."
"Aku tidak menyalahkanmu" sahut orang bertopeng itu.
"Aku hanya ingin mencegah kesalahan yang mungkin kau
lakukan, yang akan dapat mendorongmu semakin jauh dari
istana." Karebet menundukkan kepalanya. Kini ia pasti, bahwa
orang itu sama sekali bukan Pasingsingan. Tetapi siapa".
Dan tiba-tiba saja ia bertanya. "Tetapi apakah aku boleh
mengetahui, siapakah Kiai ini?"
Orang itu menggeleng. "Tidak ada gunanya," jawabnya.
Karebet menarik nafas. Ia tidak bertanya lagi kepada
orang itu Sebab sekali ia merahasiakan dirinya, maka
betapapun ia mencoba bertanya, namun pasti ia tidak akan
mendapat jawaban. Karebet itu kemudian mengangkat wajahnya ketika
orang itu bertanya. "Sekarang, ke manakah kau akan
pergi?" Karebet menarik nafas dalam-dalam. Ya, kemana ia akan
pergi" Sesaat ia berdiam diri, namun kemudian jawabnya,
"Aku akan ke Tingkir"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Tidak" jawab karebet, "aku tidak yakin bahwa
Prabasemi akan melepaskan maksudnya membunuhku.
Mungkin ia akan meminta orang lain lagi untuk melakukan
pembunuhan itu. Dalam keadaan yang demikian, mungkin
sekali aku kehilangan kesabaran, dan membunuh orang itu
sehingga dengan demikian Sultan Trenggana akan semakin
murka kepadaku." "Kau benar" berkata orang bertopeng itu. "Tetapi
kemana?" Karebet menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku tidak
tahu." "Apakah kau tidak mempunyai sahabat, kawan atau
saudara ditempat lain?" bertanya orang bertopeng itu.
Karebet diam sejenak. Tiba-tiba terbayanglah di rongga
matanya, sebuah lembah yang luas dengan padi yang hijau
subur dikaki pegunungan Telamaya. Suatu daerah yang
sangat menarik yang pernah dikunjunginya. Tetapi daerah
itu belum menemukan ketentraman karena persoalan antar
keluarga sendiri. "Bagaimana?" bertanya orang itu pula.
Karebet menggeleng. Jawabnya, "Aku mempunyai
sahabat, saudara dan kawan-kawan. Tetapi mereka sedang
sibuk dengan persoalan mereka sendiri. Apakah aku tidak
akan menambah keributan mereka, apabila aku datang
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepada mereka itu?" Terdengar orang bertopeng itu tertawa pendek. Katanya
seolah-olah bergumam saja didalam mulutnya. "Hem. Kau
memandang dari sudut yang buram. Cobalah, katakan
kepadaku bahwa kau akan datang untuk membantu
memecahkan persoalan mereka itu."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karebet menengadahkan wajahnya. Sesaat terpancarlah
sesuatu dari wajahnya. Katanya didalam hati, "Ya, aku
adalah seorang laki-laki. Kenapa aku tidak dapat
memperingan pekerjaan mereka itu?"
Tiba-tiba Karebet itu berkata, "Pendapat Kiai baik sekali.
Aku dapat datang kepada mereka untuk membantu mereka.
Mungkin tenagaku akan berguna."
"Bagus", orang itu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Topengnya bergerak-gerak seperti kepala hantu-hantuan di
sawah untuk menakut-nakuti burung.
"Baiklah Kiai", berkata Karebet pula, "Aku akan pergi
kesana." "Kemana?" Karebet berdiam diri sejenak. Namun sesaat kemudian ia
berkata lantang. "Banyubiru."
"Banyubiru", orang bertopeng itu mengulang. Kemudian
katanya, "Pergilah ke Tingkir. Kemudian pergilah ke
Banyubiru." "Baik Kiai" sahut Karebet.
Orang bertopeng itupun kemudian berdiri. Dipandanginya
Karebet dengan seksama. Kemudian katanya, "Kita berpisah
disini setelah aku mengikutimu sejak dari Demak. Mudah-
mudahan aku terhindar dari segala malapetaka. Dan
mudah-mudahan kau selalu dapat mengekang dirimu
sendiri. Pergilah. Aku akan pergi ke Bergota."
Karebet mengerutkan keningnya, dan dengan serta
merta ia bertanya. "Kenapa ke Bergota?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Tidak ada hubungannya dengan kau. Aku akan
menemui Arya Palindih" jawab orang itu.
Kembali Karebet menjadi sangat tertarik kepada jawaban
itu. Tetapi orang itu berkata, bahwa kepergiannya itu tak
ada hubungannya dengan dirinya. Meskipun demikian, ia
bertanya-tanya juga didalam hatinya. Bukankah Sultan
Trenggana pernah mengatakan kepadanya bahwa ia akan
dikirim ke Bergota seandainya Prabasemi tidak mencegahnya" Meskipun demikian Karebet itu tidak
bertanya lagi. Orang bertopeng itupun kemudian minta diri dan
perlahan-lahan ia berjalan meninggalkan Karebet. Tetapi, ia
tidak berjalan lewat jalan yang terbentang di tengah-tengah
hutan itu, namun berjalan menyusup lewat gerumbul-
gerumbul di hutan itu. Sebelum orang itu hilang dari
pandangan mata Karebet, terdengar ia berkata, "Karebet,
aku tadi berkata kepada Sambirata, bahwa ia menempuh
jalan yang tidak wajar karena tuduhan yang tidak wajar.
Kini akupun menempuh jalan yang tidak wajar karena
keadaanku pun tidak wajar dan tujuanku pun tidak wajar.
Namun percayalah bahwa aku mempunyai itikad yang baik
bagimu dan bagi Demak."
Karebet mengerutkan keningnya. Timbullah pertanyaan
bahwa didalam hatinya. "Kenapa bagiku dan bagi Demak"
Apakah ada hubungan yang erat antara aku dan Demak"
Ah" desahnya. "Aku hanya seorang lurah Wira Tamtama."
Tetapi tiba-tiba ia berdesis. "Bukan, Lurah Wira Tamtama
pun bukan. Aku adalah orang buangan."
Ketika orang bertopeng itu lenyap dibalik rimbunnya
daun-daun rimba yang hijau, maka Karebet itu menjadi
bersedih. Dikenangnya dirinya dan disesalinya segenap
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
perbuatannya. Namun semuanya telah berlalu. Dan kini ia
tinggal menjalani akibat dari perbuatan-perbuatannya yang
salah itu. Sesaat Karebet itu masih tegak ditempatnya. Sekali-kali
diawasinya daun-daun yang hijau tempat orang bertopeng
itu melenyapkan dirinya. "Orang Aneh," gumam Karebet. "Memang di dunia ini
selalu ada keanehan-keanehan yang kadang-kadang lucu.
Apakah gunanya orang itu menutupi wajahnya dan
berjubah. Apakah wajahnya itu terlalu jelek dan kasar, atau
seorang buruan yang sedang menyembunyikan diri" Tetapi
tidak pantas kalau orang itu menyembunyikan dirinya
karena persoalan-persoalan lahiriah. Ia adalah seorang
yang sakti, ternyata Aji Sembada sama sekali tidak mampu
mendorongnya selangkah pun."
Karebet itupun kemudian dengan segan melangkah
pergi. Kini ia berjalan dengan tujuan yang pasti. Ke Tingkir
kemudian ke Banyubiru. Ketika ia muncul dari balik-balik gerumbul, tiba-tiba
timbullah keinginannya untuk menengok kembali Sembada
dan Sambirata. Karena itu ia berjalan menuju ke arah
mereka. Dari kejauhan dibalik tikungan Karebet telah
melihat mereka masih berada ditempatnya.
Sembada kini sudah duduk menepi, dan beberapa murid
Sambirata pun semuanya telah berbaring dan duduk-duduk
di rerumputan. Bahkan dilihatnya Sembada dengan
lahapnya sedang makan bekal yang dibawanya.
Ketika mereka melihat Karebet datang kepada mereka,
maka Sembada dan Sambirata itupun berdesir hatinya.
Apakah maksud kedatangan Karebet itu kembali kepada
mereka" Apakah setelah orang bertopeng itu pergi, Karebet
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
akan meneruskan maksudnya, bertempur sampai saat-saat
terakhir" Tetapi kini Sambirata telah tidak bernafsu lagi
untuk bertempur. Di dalam dadanya telah terdengar suara-
suara yang belum pernah didengarnya. Dan suara-suara itu
telah mendorongnya untuk menghindari bentrokan langsung dengan Karebet itu.
Tetapi wajah Karebet sama sekali tidak menunjukkan
ketegangan. Bahkan ketika ia melihat Sembada yang masih
saja menyuapi mulutnya itu, ia tersenyum sambil berkata,
"Alangkah nikmatnya, makan setelah bekerja keras."
"Makanlah kalau kau mau" berkata Sembada itu tanpa
berpaling. Meskipun demikian denyut jantungnya menjadi
semakin cepat. Ia masih belum yakin kalau dalam waktu
yang sesingkat itu Karebet telah dapat melupakan apa-apa
yang baru saja terjadi. Tetapi Karebet benar-benar anak yang aneh, yang
berbuat apa saja menurut keinginannya sesaat-sesaat.
Tiba-tiba saja ia duduk di samping Sembada dan berkata,
"Aku juga lapar, kakang Sembada."
Sambirata menarik nafas dalam-dalam. Ia melihat
kejujuran yang memancar dalam diri Karebet. Kejujuran
yang tidak dibuat-buat. Karena itu ia menjadi semakin
kecewa atas perbuatannya. Untunglah semuanya belum
terlanjur terjadi. Kalau ia berhasil membunuh Karebet,
maka dosanya akan selalu mengejarnya apabila ia kelak
mengetahui sifat-sifat anak itu. Sedang apabila Karebet
yang membunuhnya, maka kasihanlah anak itu. Sebab
dengan demikian ia akan mendapat hukuman yang lebih
berat dari Baginda. Dengan penuh penyesalan ia melihat Karebet itu meraih
sepotong makanan bekal yang mereka bawa dari Demak.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Dan tanpa ragu-ragu disuapkannya makanan itu kedalam
mulutnya. "Enak" gumam Karebet itu.
"Sifat itu sangat menyenangkan?" berkata Sambirata di
dalam hatinya. Dan dibiarkannya Karebet itu kemudian
makan sepuas-puasnya. Sembada yang sedang makan itupun menjadi heran pula
melihat Karebet benar-benar mau makan bersamanya.
Karena itu ia menjadi tenang sedikit. Mungkin Karebet itu
benar-benar tidak akan meneruskan perkelahian yang pasti
tidak akan menguntungkannya.
Hanya beberapa murid Sambirata yang mengumpat-
umpat di dalam hatinya. Punggung-punggung mereka
masih terasa sakit karena anak muda yang bernama
Karebet itu. Dan kini Karebet itu makan bekalnya
seenaknya. Bahkan tidak henti-hentinya.
"Makanlah angger" Sambirata itu mempersilakan dengan
ramahnya. "Aku akan kenyang, paman" sahut Karebet. Dan tiba-tiba
pula Karebet itu berdiri.
Sembada lah yang paling terkejut. Ia masih belum dapat
menghilangkah kecemasannya apabila Karebet itu tiba-tiba
membunuhnya. Tetapi Sembada itu menarik nafas dalam-
dalam, ketika dilihatnya Karebet itu menekan punggungnya
sambil menggeliat. "Aku sudah terlalu kenyang paman",
katanya kepada Sambirata. "Sekarang biarlah aku
meneruskan perjalananku ke Tingkir. Apakah paman masih
akan mencegah aku?" "Tidak, tidak ngger. Silakan berjalan terus. Aku tidak
akan mengganggu angger lagi." sahut Sambirata.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi Sembada yang kasar itu menjawab, "Pergilah.
Tapi jangan mencoba mengganggu kami."
Karebet itu berpaling. Tetapi kemudian ia tersenyum,
jawabnya "Baiklah. Aku tidak sengaja mengganggumu,
kakang. A ku lapar, dan dihadapanmu ada makanan."
"Bukan soal makanan" bentak Sembada. "Tetapi jangan
halangi kami kembali ke Demak, kalau kau ingin selamat."
Sekali lagi Karebet tersenyum. Katanya, "Apakah kakang
sudah dapat berjalan dengan baik."
Sembada tidak menjawab. Namun ia mengumpat
perlahan-lahan, "Persetan."
Karebet itupun kemudian berjalan meninggalkan mereka.
Ditelusurinya jalan sempit ditengah-tengah hutan yang
semakin lama semakin tipis. Sehingga sesaat kemudian ia
akan sampai ke mulut lorong itu dan meninggalkan daerah
hutan yang memberinya kesan tersendiri. Di hutan inilah
Prabasemi berusaha merampas nyawanya untuk yang
kesekian kalinya. "Hem," gumamnya, "Orang itu benar-
benar berusaha menghilangkan aku karena otaknya yang
gila seperti aku. Tetapi aku tidak mengganggu orang lain.
Aku mendapatkan kesempatan tanpa aku sangka-sangka.
Sedangkan Prabasemi mencari kesempatan dengan segala
cara. Bahkan mengorbankan orang lain sekalipun.
Sekali lagi Karebet menarik napas. Kemudian ditatapnya
jalan yang terbentang dihadapannya. Kini ia meninggalkan
hutanitu. Ketika ia menengadahkan wajahnya dilihatnya
langit yang cerah. Awan yang tipis selembar demi selembar
mengalir ke Utara, dan burung berterbangan di angkasa
seakan menari dengan riangnya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karebet mengusap dahinya yang basah. Angin yang
lembut perlahan-lahan menyentuh tubuhnya yang kotor.
Ketika Karebet mengangkat wajahnya, hatinya menjadi
berdebar-debar. Dihadapannya terbaring seonggok warna
hijau ke hitam-hitaman. Padukuhan Tingkir, tempat ia
dibesarkan oleh ibu angkatnya Nyi Tingkir.
Langkah Karebetpun tertegun sesaat. Kembali ia
berbimbang hati. Tetapi kemudian ia melangkah kembali
dengan langkah yang tetap. Pulang ke Tingkir dan kelak
terus ke Banyu Biru. Angin yang lembut sekali lagi mengusap wajah Karebet
yang basah oleh keringat. Dan kembali persoalan itu hanyut
satu persatu di kepalanya, berlari berurutan seperti kuda
yang sedang berpacu. Dan akhirnya sampailah ia ke ujung
kenangannya. ----------o-dwkzOarema-o----------
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
II Malam itu langit cerah yang ditandai oleh sepotong bulan
muda. Ketika Karebet mengangkat wajahnya, yang tampak
dihadapannya bukan pedukuhan Tingkir yang hijau
kehitam-hitaman, tetapi sebuah dataran yang luas dengan
daun-daun padi yang menghijau melapisinya. Warna-warna
semburat kuning yang dilemparkan oleh bulan sepotong di
langit tampak berkilat-kilat memantul dipermukaan air Rawa
Pening. Karebet kembali kepada keadaanya kini. Dihadapannya
duduk pamannya yang disegani. Kebo Kanigara yang
mendengarkan ceritanya dengan asyik.
Ketika Karebet itu berhenti berbicara, maka Kebo
Kanigara itu menarik napas panjang. Panjang sekali. Dan
terdengarlah ia bergumam, "Bukan main. Itulah sebabnya
maka sepeninggalmu, timbulah berbagai cerita mengenai
dirimu." Karebet tidak menjawab. Ditundukkannya kepalanya
dalam-dalam. Dan malam menjadi semakin dingin, karena
arus angin pegunungan. "Darimana kau tahu sedemikian banyak cerita tentang
dirimu, yang kau alami dan tidak kau alami?"
Dengan kepala masih tertunduk Karebet menjawab,
"Sebagian aku alami langsung, sedangkan sebagian aku
dengar dari seorang sahabat yang dapat dipercaya."
"Siapakah orang itu?"
"Sambirata!" SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"He, Sambirata yang kau katakan mencegatmu di hutan
dekat Tingkir itu?" "Ya, ternyata ia telah menyesali perbuatannya. Karena
itu ia berusaha mencari kebenaran tentang diriku. Aku tidak
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tahu, apa saja yang sudah dilakukannya, namun ia berhasil
mengetahui sebagian besar keadaanku, dan ia pun berhasil
mencari aku, ketika aku masih berada di Tingkir."
"Hanya orang itu?" bertanya Kebo Kanigara.
"Ya, tetapi paman Sambirata aku minta menghubungi
sahabatku yang lain di dalam lingkungan Wira Tamtama.
Daripadanya paman Sambirata dapat melengkapi ceritanya." "Siapakah orang itu?"
"Santapati. Kakang Santapati, seorang lurah Wira Tamtama juga." Kebo Kanigara mengangguk-anggukkan kepalanya. Sesaat ia berdiam diri, dan Karebet
tidak berkata apapun. Karena itu maka keadaan di
lereng menjadis epi kembali.
Di kejauhan terdengar suara
cengkerik sahut menyahut dengan derik belalang. Sesekali terdengar aum harimau di kejauhan, di hutan Gunung Telamaya.
Sesekali Kebo Kanigara memandang wajah kemenakannya yang suram. Dilihatnya penyesalan yang
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dalam menggores didadanya. Karena itu maka perasaan
Kebo Kanigara itupun menjadi iba juga kepadanya. Kepada
satu-satunya kemenakannya. Karebet adalah penyambung
keturunan Pengging disamping Widura. Karena itulah maka
adalah menjadi keinginanya bahwa Karebet kelak mendapat
tempat yang baik, sebagai seorang cucu Handayaningrat,
maka adalah wajar apabila Karebet apabila Karebet itu tidak
saja menjadi seorang buangan dan sekedar Lurah Wira
Tamtama. "Hem" geram Kebo Kanigara didalam hatinya." Trenggana ternyata dapat dipengaruhi oleh orang-orang
seperti Prabasemi." Tiba-tiba terbersitlah sesuatu di kepala Kebo Kanigara.
Karebet adalah kemanakannya. Nasib Karebet dihari
kemudian akan menentukan darah keturunan Pengging.
Kalau Karebet itu akan hancur menjadi debu di
pembuangan, maka darah Pengging akan kering seperti
lautan yang kering. Betapapun agungnya lautan itu dihari-
hari lampau, namun apabila kemudian telah kering dibakar
terik matahari, maka keagungan airnya pasti akan dilupakan
orang. Demikianlah kalau Karebet itu benar-benar akan
lenyap dari percaturan pemerintah Demak, maka darah
Pangeran Handayaningrat untuk selamanya tidak akan
dapat mengharapkan Widuri untuk merebut tempat itu,
sebab mau tidak mau ia melihat hubungan yang akrab
antara putrinya itu dengan Arya Salaka. Meskipun Arya
Salaka bukan darah yang tetes dari istana, namun ia
bangga atas anak muda itu. Anak muda yang menyadari
keadaannya, menyadari tanggung jawabnya. Dan ia puas
dengan keadaan putrinya, asalkan kelak ia merasa bahagia.
Apalagi putrinya itu sejak kecilnya sama sekali tidak pernah
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
mengenyam kehidupan istana. Karena itu, maka apa yang
dicapainya itu benar-benar telah memberinya kebahagiaan.
Baru beberapa waktu kemudian Kebo Kanigara itu
berkata, "Karebet. Jangan tinggalkan Banyubiru tanpa
ijinku. Mungkin ada beberapa cara yang dapat ditempuh,
supaya Sultan Trenggana itu memaafkan kesalahanmu."
Karebet menganggukkan kepalanya sambil menjawab,
"Baik paman. Aku akan tinggal di Banyubiru sampai paman
memerintahkan aku berbuat lain."
Kembali mereka terlempar dalam kesenyapan. Dan
kembali suara jengkerik bersahut-sahutan dengan desir
angin di dedaunan. Awan yang putih segumpal hanyut di
wajah bulan kuning pucat.
Sesaat kemudian barulah Kebo Kanigara berkata,
"Karebet. Alangkah bodohnya kau. Kenapa kau sampai
terpancing dalam pertempuran melawan Sultan Trenggana?" "Aku tidak mengenal paman. Sultan menggunakan tutup
wajah dari ikat kepalanya. Dan Sultan sama sekali tidak
mempergunakan tanda-tanda kebesarannya."
"Apakah kau tidak mampu melihat ciri-ciri gerak
Baginda?" "Tidak paman. Aku lebih baik tidak menyangka bahwa
aku berhadapan dengan Baginda, karena Baginda
mempergunakan Aji Welut Putih."
"Kenapa dengan Aji Welut Putih."
"Bukankah Aji itu biasa dipergunakan oleh orang-orang
jahat yang berusaha melepaskan diri dari kejaran?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Kebo Kanigara mengangguk-angguk. Tetapi katanya,
"Baginda mengenal seribu macam ilmu. Dari yang paling
jahat sampai yang paling baik."
"Aku kurang menyadari itu paman. Mungkin Baginda
sengaja mempergunakan Aji Welut Putih untuk lebih
mengaburkan anggapanku terhadap orang yang tertutup
wajah itu." Kebo Kanigara mengerutkan keningnya. Namun tiba-tiba
ia berkata, "Jangan kambuh lagi Karebet. Kalau kau
meninggalkan Banyubiru tanpa setahuku, aku tidak akan
mencampuri lagi segenap persoalanmu."
"Baik paman" jawab Karebet.
Kebo Kanigara itupun kemudian bangkit sambil berkata.
"Kembalilah kerumah Ki Lemah Telasih. Mudah-mudahan
Buyut Banyubiru itu akan memberimu banyak tuntunan
yang akan bermanfaat bagi hidupmu."
Karebet itupun kemudian berdiri pula. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ia berkata, "Baik
paman." Ketika pamannya itu kemudian berjalan meninggalkannya, maka Karebet itu pun segera kembali
kerumah Ki Buyut Banyubiru.
Sebenarnyalah Karebet, sejak dari Tingkir segera ia pergi
ke Banyubiru. Semula ia mengharap bahwa Arya Salaka
Telah berhasil kembali ke tanah perdikannya. Namun
ternyata ditemuinya tanah itu sedang dicengkram oleh
ketegangan. Karena itu, maka untuk sementara ia mencari
tempat yang dapat dipakainya untuk menyembunyikan
dirinya. Sehingga akhirnya ditemukannya tempat itu.
Rumah Ki Buyut Banyubiru, yang baik hati. Ia tinggal di
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
rumah itu bersama-sama dengan beberapa orang murid Ki
Lemah Telasih yang lain. Mereka termasuk orang-orang
yang lebih mementingkan persoalan-persoalan pengobatan
dan ketekunan dalam mencari dan menemukan jenis
dedaunan untuk pengobatan daripada olah kanuragan.
Disamping itu, Ki Lemah Telasih adalah seorang yang tekun
beribadah. Itulah sebabnya
Karebet betah tinggal dirumahnya. Ditemuinya persoalan-persoalan dalam hidupnya. Cara-cara pengobatan itu sangat menarik hati
anak muda yang aneh itu. Diperjalanan kembali ke rumah Ki Ageng Gajah Sora,
Kebo Kanigarapun selalu diganggu oleh berbagai pesoalan.
Apakah ia akan membiarkan Karebet terbuang dari
pergaulan yang telah pernah dicapainya" Kebo Kanigara
itupun dapat ikut merasakan kepahitan yang dialami oleh
Karebet itu. Kepahitan yang dialami oleh setiap prajurit
yang terpaksa disingkirkan dari kedudukannya. Tetapi Kebo
Kanigara pun tahu pula, bahwa Baginda masih memiliki
kesayangan yang besar kepada anak yang aneh itu.
Meskipun demikian Kebo Kanigara itu pun berkata
didalam hatinya, "Biarlah orang-orang tua mencoba
membantu menyelesaikan masalah ini."
Malam itu Kebo Kanigara hampir tak dapat tidur nyenyak.
Ia bangun pagi-pagi benar dan tampaklah bahwa
perasaannya sedang dibebani oleh persoalan-persoalan
yang berat. Mahesa Jenar yang mengetahui serba sedikit tentang
Karebet, segera dapat menduga, bahwa Kebo Kanigara
benar-benar sedang dirisaukan oleh kemenakannya yang
nakal. Karena itu sebagai seorang sahabat yang dekat,
maka Mahesa Jenar menyatakan dirinya untuk membantu
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
memecahkan kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi oleh
Kebo Kanigara itu. Kebo Kanigara yang masih belum tahu apa yang akan
dilakukan itu berkata, "Bukan main. Anak itu telah jauh
tenggelam kedalam gelora darah mudanya."
"Apakah kesalahan yang
telah dilakukannya itu terlampau besar, sehingga tidak akan mungkin mendapat
pengampunan kakang," bertanya Mahesa Jenar.
Kebo Kanigara merenung sejenak. Kemudian desahnya,
"Mudah-mudahan. Tetapi waktu yang diperlukan cukup
panjang." Mahesa Jenar mengangguk-anggukkan kepalanya. Serba
sedikit Kebo Kanigara mengatakan juga apa yang pernah
didengarnya dari Karebet. Namun tidak seluruhnya. Ada
persoalan-persoalan yang tidak dapat di ketahui oleh orang
lain. Meskipun orang lain itu adalah Mahesa Jenar sendiri,
yang selama ini selalu berbuat bersama-sama, berjuang
bersama-sama dan bahkan hidup mati mereka berdua
seakan-akan telah dipertaruhkan bersama. Tetapi masalah
yang dihadapi oleh Kebo Kanigara sebagian adalah masalah
yang berhubungan dengan keluarganya. Berhubungan
dengan saluran darah Majapahit yang mengalir ditubuhnya
dan ditubuh Karebet, namun juga ditubuh Sultan
Tranggana. Karena ada beberapa persoalan yang tidak dapat
dikatakannya kepada Mahesa Jenar, maka Mahesa Jenar
pun tidak segera dapat melihat, apa yang dapat
dilakukannya untuk membantu memecahkan persoalan itu.
"Mahesa Jenar" berkata Kebo Kanigara kemudian,
"Jangan kau ikut serta dirisaukan oleh persoalan-persoalan
yang dibuat oleh Karebet. Lupakanlah persoalan itu.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Selesaikan persoalanmu yang telah lama kau tunda-tunda.
Bukankah waktu itu kini telah datang?"
Mahesa Jenar tersenyum. Segera ia tahu maksud Kebo
Kanigara. Karena itu Mahesa Jenar menjawab, "Baiklah
kakang. Meskipun demikian apabila pada suatu saat kakang
memerlukan aku, maka aku selalu menyiapkan diri untuk
itu." "Terima kasih, Mahesa Jenar. Pada saatnya aku akan
memberitahukannya kepadamu." Namun dalam pada itu,
sesuatu tersimpan didalam hati Kebo Kanigara. Sesuatu
yang tidak dapat segera dikatakan kepada Mahesa Jenar,
meskipun pada suatu saat pasti akan menyangkut
perasaannya. "Hem" gumam Kebo Kanigara didalam hatinya, "Biarlah
Mahesa Jenar menikmati masa-masa yang paling baik
dalam hidupnya." Sejak itu Kebo Kanigara berusaha untuk menghilangkan
kesan-kesannya yang menggelisahkan karena pokal
kemenakannya. Meskipun beberapa kali ia masih menemui
Karebet, tetapi ia tidak pernah menyebut-nyebutnya lagi
kepada Mahesa Jenar. Dibiarkannya Mahesa Jenar sibuk
dengan persoalan sendiri.
Karena itulah maka Mahesa Jenar tidak mendengar dari
Kebo Kanigara bahwa Karebet telah pergi ke Karang
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tumaritis dan telah kembali ke Banyubiru.
Dalam pada itu, maka Ki Ageng Pandan Alas merasa
bahwa ia telah cukup lama berada di Banyubiru. Karena itu
maka ia pun minta diri kepada Ki A geng Gajah Sora, kepada
Kebo Kanigara, kepada Mahesa Jenar dan kepada cucunya
Rara Wilis. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Kenapa Ki Ageng tergesa-gesa meninggalkan Banyubiru?" bertanya Gajah Sora.
"Aku sudah cukup lama tinggal di sini angger. Karena itu
aku ingin sekali-kali melihat tanah kelahiranku. Aku ingin
pulang ke Gunungkidul, menyampaikan kabar yang sebaik-
baiknya bagi sanak kadang dan handai taulan di sana.
Sudah tentu kami akan mengharap Wilis sekali-kali juga
mengunjungi kampung halaman. Dan sudah tentu kami
akan mengharap bahwa kami dapat menyaksikan hari yang
paling baik bagi hidupnya di kampung halaman sendiri.
Apapun yang kemudian akan dilakukan, dan kemana pun
kemudian Wilis akan pergi, bukanlah soal bagi kami."
Ki Ageng Gajah Sora mengangguk-anggukkan kepalanya.
Jawabnya, "Sebenarnya Banyubiru akan sangat berterima
kasih kalau kesempatan itu tidak kami terima di sini,
sebagai tanah yang telah menerima limpahan pengabdiannya yang tanpa pamrih itu."
Ki Ageng Pandan Alas tertawa. "Terima kasih. Terima
kasih." sahutnya, "Tetapi biarlah kami pada suatu ketika
membawanya dahulu kembali. Kami ingin memperkenalkan
angger Mahesa Jenar kepada sanak kadang serta sahabat-
sahabat kami." Mahesa Jenar mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya, "Ki Ageng, kami akan datang setiap saat. Aku
akan bergembira untuk melihat tanah tempat kelahiran
Wilis. Dan aku akan bergembira untuk dapat mengenal
sanak kadang di tanah itu."
"Bagus. Biarlah kelak seseorang datang menjemput
kalian di sini. Begitu aku sampai di Gunung Kidul, begitu
aku minta seseorang menjemput kalian supaya kalian tidak
usah mencari-cari jalan. Meskipun seandainya kalian tidak
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
melewati hutan Mentaok, kalian sudah tidak akan bertemu
lagi dengan Lawa Ijo, ataupun Pasingsingan yang satu itu.
Seandainya demikian pun maka angger Mahesa Jenar
sudah pasti tidak akan takut. Dan aku tidak perlu menebang
pohon di hutan itu dan kemudian berdendang Dandang
Gula." Mahesa Jenar hanya dapat menundukkan kepalanya.
Suatu kenangan yang mengesankan. Dihutan itu pula ia
pertama-tama bertemu dengan seorang gadis yang
bernama Rara Wilis. Di hutan itu pula ia hampir binasa
karena Pasingsingan. Namun didesa itu pula ia diselamatkan oleh Ki Ageng Pandan Alas dengan suara
kapaknya dan kemudian disusul dengan tembang Dandang
Gula yang melontarkan ciri kehadirannya.
Yang terdengar kemudian adalah suara Ki Ageng Pandan
Alas itu pula. "Sungguh tidak sedap berlagu di tengah-
tengah hutan yang lebat. Setiap kali aku membuka mulut,
setiap kali beberapa ekor nyamuk masuk bersama-sama.
Tetapi aku tidak dapat berhenti sebab dengan demikian aku
tidak akan berhasil mencegah Pasingsingan berbuat
menurut caranya." Kembali Mahesa Jenar mengenangkan peristiwa-peristiwa
yang pernah terjadi. Betapa ia hampir menjadi gila karena
tiba-tiba Rara Wilis hilang. "Hem" desahnya di dalam hati.
Sebuah tarikan nafas yang panjang telah menggerakkan
dadanya. Ki Ageng Pandan Alas melihat perasaan yang melintas di
hati Mahesa Jenar. Karena itu ia tersenyum. Namun ketika
ia menatap wajah Rara Wilis, Ki Ageng Pandan Alas itu
mengerutkan keningnya. Tampaklah mata gadis itu berkilat-
kilat. Selapis air telah membasahi pelupuk matanya. Karena
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
itu maka orang tua yang jenaka itu tidak lagi berkata
tentang masa-masa lampau. Katanya kemudian, "Kalau aku
akan mengirim orang untuk menjemput kalian, maka aku
hanya ingin supaya kalian tidak usah mencari jalan. Aku
tidak yakin apakah Rara Wilis masih dapat mengingat jalan
itu dengan baik, atau apakah kalian akan dapat mencari
jalan dalam waktu singkat. Perjalanan kalian kali ini adalah
perjalanan yang jauh berbeda dengan setiap perjalanan
yang pernah kalian tempuh. Kalian dapat berjalan
menyusup hutan belantara mencari sesuatu yang belum
pasti tempat dan keadaannya. Sedang Gunungkidul adalah
suatu daerah yang tidak akan dapat berpindah-pindah.
Namun akan lebih baik bagi kalian, apabila kalian tidak usah
bersusah payah untuk mencari jalan itu sendiri."
"Terima kasih, Ki Ageng" jawab Mahesa Jenar, "Kami
akan menunggu dengan senang hati."
Ki Ageng Pandan Alas tersenyum. Tersenyum karena ia
melihat masa depan satu-satunya cucunya menjadi cerah,
secerah matahari pagi. Demikianlah, akhirnya Ki Ageng Pandan Alas meninggalkan Banyu Biru. Meninggalkan cucunya dan
meninggalkan kesan yang membekas di hati yang
ditinggalkannya. Namun, orang tua itu pun membawa
kesan yang cerah pula di dalam hatinya.
Ki Ageng Pandan Alas adalah seorang pejalan. Ia dapat
berjalan ke mana saja ia kehendaki. Namun perjalanannya
ini terasa sangat lambatnya. Ia ingin segera ke Gunungkidul
dan menyuruh beberapa orang untuk menjemput cucunya.
Sengaja ia tidak membawa cucunya itu berjalan bersama-
sama, karena ia ingin menghormati cucunya serta bakal
suaminya dengan suatu jemputan yang cukup baik. Ia
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sendiri tidak memiliki apapun di Gunungkidul. Namun
muridnya yang sekarang sudah menjadi Demang, pasti
akan mau membantunya. Sepeninggalan Ki Ageng Pandan Alas, maka timbullah
beberapa keragu-raguan dihati Mahesa Jenar. Kalau ia
harus menetap di Gunungkidul, maka persoalannya menjadi
agak sulit baginya. Selama ini Kiai Nagasasra dan Kiai
Sabuk Inten belum kembali ke Demak. Meskipun ia percaya
sepenuhnya kepada Panembahan Ismaya, namun tanpa
diketahui sebabnya ia selalu ingin tinggal didekatnya untuk
sementara sebelum keris-keris itu kembali. Tetapi ia sudah
pasti bahwa ia tidak akan dapat menolak permintaan Ki
Ageng Pandan Alas. Ia tahu bahwa Rara Wilis menjadi
bergembira karenanya. Gembira bahwa ia akan segera
melihat kampung halaman, dan bergembira bahwa ia akan
dapat berada didalam lingkungannya semasa kanak-kanak.
Tetapi Rara Wilis pun pernah berkata kepadanya, bahwa
ia mempunyai beberapa keinginan, tetapi bukan ialah yang
menentukan. Tetapi Mahesa Jenar tidak mau mengecewakan Rara
Wilis. Nanti apabila sampai saatnya persoalan itu dapat
dibicarakannya dengan baik. Dan ia yakin bahwa Wilispun
pasti akan dapat mengertinya.
Demikianlah maka mereka menunggu di Banyubiru.
Selama itu banyaklah yang sudah mereka kerjakan
diantara rakyat Banyubiru, membangun tanah perdikan itu.
Memperbaiki tanggul yang telah dijebol oleh Arya Salaka
dan memperbaiki jalur-jalur saluran air dan menanami
kembali lereng bukit yang gundul karena api yang
dinyalakan oleh Jaka Soka.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tak ada seorang pun yang sempat duduk bertopang
dagu. Arya Salaka telah bekerja mati-matian untuk tanah
yang dibelanja selama ini. Bahkan Endang Widuri pun
dengan gembiranya ikut membantunya. Ia telah hampir
lupa kepada padepokan Karang Tumaritis, dan ia kerasan
tinggal di Banyubiru. Kebo Kanigara yang semula sudah siap kembali ke
Karang Tumaritis, tiba-tiba terhambat juga oleh kemenakannya. Ada sesuatu yang masih harus diselesaikan
di Banyubiru karena kehadiran Karebet. Sehingga karena
itu, maka ia pun menunda keberangkatannya. Tentu saja
Widuri menjadi sangat bergembira karenanya. Ia lebih
senang tinggal di Banyubiru. Tetapi ia sama sekali tidak
menyangka bahwa ayahnya selama ini telah disibukkan oleh
saudara sepupunya, Karebet. Bahkan ia tidak menyadari
pula, bahwa keadaan itu bukan sekedar kesibukan-
kesibukan pikiran dan perasaan. Namun karena Kebo
Kanigara sudah bertekad untuk membantu kemenakannya
itu kembali ke Istana, maka akan banyaklah persoalan-
persoalan yang dihadapinya.
Tetapi Kebo Kanigara tidak mau menyulitkan orang lain.
Karena itu semuanya disimpan didalam dadanya. Hanya
sekali-kali ia menyuruh Karebet pergi ke Karang Tumaritis,
minta nasehat dan pertimbangan Panembahan Ismaya dan
memberitahukan kepada Panembahan itu bahwa Kebo
Kanigara menjadi agak lambat lagi.
Dengan demikian, meskipun mereka bersama-sama
masih tetap tinggal di Banyubiru, dan meskipun mereka
tampaknya dalam kesibukan yang sama sehari-harinya,
namun didalam hati mereka, mereka mempunyai alasan
yang berbeda-beda. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Mahesa Jenar dan Rara Wilis sekedar menunggu
jemputan dari Gunungkidul, Endang Widuri karena sesuatu
telah mengikatnya di Banyubiru, sesuatu yang tidak dapat
dikatakan, sedang Kebo Kanigara terikat oleh kemenakannya dengan segenap persoalannya.
----------o-dwkzOarema-o----------
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
III Demikianlah pada suatu hari, Banyubiru diributkan oleh
kedatangan sebuah rombongan orang-orang berkuda.
Rombongan itu berpacu dari arah Barat. Bukan hanya
sekedar sepuluh orang, namun lebih banyak lagi. Suara
Pedang Bengis Sutra Merah 1 Iblis Ular Hijau Karya Aryani W Menjenguk Cakrawala 6