Pencarian

Pedang Langit Golok Naga 13

Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung Bagian 13


pun bukan sembarang orang, maka ia tetap tidak berhasil
dalam usahanya untuk menerjang keluar dari kepungan.
Sekonyong-konyong, si imam yang melepaskan senjata
rahasia dengan berdiri diluar gelanggang, berteriak:
"Celaka! Senjata rahasia habis!" berbareng dengan teriakan
itu, semua kawannya menggulingkan diri ditanah dan lima
batang golok terbang menyambar bagaikan kilat. Ternyata
kata kata "senjata rahasia habis" adalah semacaan isyarat
supaya semua orang bergulingan untuk menyingkirkan diri
dari sambaran lima batang Hoeito yang menyambar dalam
bentuk bunga bwee. Dalam keadaan biasa, dengan menundukkan kepala,
membungkuk, melompat kedepan atau menjengkangkan
diri, Pheng Hweeshio akan dapat mengelakkan lima golok
itu yang menyambar dadanya. Tapi sekarang, sebab sambil
bergulingan, keenam musuhnya juga menyerang dengan
senjata mereka, maka bagian bawah badannya tertutup
semua. Boe Kie mencelos hatinya.
Mendadak tubuh Pheng Hweeshio meleset keatas kira-
kira setombak tingginya, dan lima buah golok terbang lewat
di bawah kakinya. Tapi, meskipun senjata rahasia sudah
dielakkan, Sianthung dan golok kedua pendeta Siauw lim
serta pedang dari toesoe Koen loan pay sudah manyambar
lututnya dengan berbareng. Sesaat itu tubuh Pheng Hwee
shio masih di tengah udara, sehingga, mau tidak mau, ia
terpaksa menggunakan pukulan yang berbahaya dan
membinasakan. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ptak!", telapak tangan kirinya menghantam kepala
seorang pendeta Siauw lim dan dengan sekali menjambret,
tangan kanannya sudah merampas golok pendeta itu, yang
lalu digunakan untuk menangkis Sianthung. Dengan
meminjam tenaga dari bentrokan kedua senjata itu,
badannya "terbang" beberapa tombak jauhnya. Pendeta
Siauw lim yang ditepuk kepalanya, sudah binasa seketika
itu juga. Sambil berteriak-teriak, tujuh kawannya mengubar
Pheng Hweeshio. Di lain saat, badan Pheng Hweeshio kelihataan
bergoyang-goyang, hampir-hampir jatuh terguling, dan
ketujuh musuhnya lantas saja mengurung.
Sambil memutar Sianthung, si pendeta Siauw lim
menerjang dan berteriak "Pheng Hweeshio! Kau membinasakan Soeteeku. Mari kita mengadu jiwa !"
"Lututnya sudah kena Sia wie kauw (Gaetan buntut
kalajengking. semacam senjata rahasia) !" teriak si toosoe
Koen loen. "Tak lama lagi, dia akan mampus keracunan!"
Benar saja, tindakan Pheng Hweeshio kelihatan limbung
dan perlawanannya terhadap si pendenta Siauw lim, sudah
kalut. "Celaka!" bisik Siang Gie Coen. "Ia adalah guru Cioe
Toako. Bagaimana aku harus menolongnya?"
Boe Kie tahu, bahwa si brewok adalah manusia yang
tidak bisa menonton kecelakaan kawan sambil berpeluk
tangan. Biarpun dirinya sendiri terluka berat, ia masih mau
menolong orang. Andai kata ia sampai menerjang keluar, ia
hanya akan mengantarkan jiwa dengan cuma-cuma. Tiba-
tiba Boe Kie mendapatkan serupa ingatan dan ia lantas saja
berkata: "Siang Toako, kau ingin menolong Pheng
Hweeshio bukan?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak bisa tidak ditolong!" jawabnya. "Ia kena senjata
beracun, Tapi, aku sendiri .... aku sendiri ...."
"Aku mempunyai serupa daya untuk memulihkan
tenagamu," memutus si bocah. "Kau akan bisa bertahan
selama setengah jam, tapi dengan demikian, kau akan
merusak tenaga dalammu."
Sesudah mendengar keterangan si bocah mengenai limu
silat berbagai partai, Gie Coen percaya, bahwa anak yang
sangat pintar itu adalah murid istimewa dari Thio Sam
Hong, sehingga ia tidak menyangsikan omongan itu.
"Untuk menolong jiwa manusia, aku rela merusak tenaga
dalamku sendiri." "Ambillah dua butir batu yang tajam," bisik Boe Kie.
Gie Coen segera melakukan apa yang diminta. "Apa ini
boleh?" tanyanya sambil mengangsurkan kedua batu itu.
"Boleh," jawab si bocah sambil mengangguk. "Dengan
tajamnya batu, totoklah samping pahamu, dibawah
pinggang." "Disini?" tanya Gie Coen sambil menunjuk samping
pahanya. "Lebih bawah sedikit," kata si bocah. "Ya! benar disitu.
Kesebelah dikit, setengah coan. Bagus! Nah, sekarang
totoklah." Si berewok lantas saja menotok paha kanannya dengan
batu itu dan hampir berbareng, ia merasa pahanya
kesemutan. "Inilah ilmu yang dinamakan Tie sin Tah hiat hoat (ilmu
menotok jalan darah untuk mempertinggi semangat),"
menerangkan Boe Kie. "Totoklah paha kirimu."
Si berewok agak bersangsi. Walaupun belum pernah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belajar, ia tahu bahwa dalam Rimba Persilatan terdapat
ilmu Tiam hiat yang dapat melumpuhkan anggauta badan
manusia. Akan tetapi, meskipun mengingat itu, ia tetap
percaya omongan Boe Kie, karena menurut anggapannya,
sebagai sebuah partai persilatan yang namanya menggetarkan dunia, Boe tong pay tentunya juga
mempunyai cara-cara yang lain dari pada yang lain.
Demikianlah, ia segera menotok lagi pada paha kirinya.
Tapi, di luar dugaan, begitu paha kirinya tertotok,
separuh badannya, mulai dari pinggang ke bawah, tidak
dapat digerakkan pula. Sementara itu, sesudah melompat beberapa tombak
jauhnya, Pheng Hweeshio lalu roboh di tanah.
"Saudara Thio!" kata si brewok dengan bingung.
"Mengapa.... badanku seperti mati separoh ?"
Boe Kie tertawa geli di dalam hati, karena Siang Gie
Coen sudah tertipu, tapi ia pura pura kaget dan
mengeluarkan seruan tertahan: "Celaka! Kau tidak mengerti
Tiam hiat, mungkin sekali kau salah dalam menggunakan
tenaga. Tunggulah sebentar."
Siang Gie Coen bukan seorang tolol. Di lain saat ia
sudah mengerti, bahwa ia terjebak oleh muslihat si bocah
nakal. Tapi ia pun tahu, bahwa dengan berbuat begitu, Boe
Kie bermaksud baik sekali. Ia tidak dapat berbuat lain
daripada menghela napas dengan perasaan mendongkol
tercampur geli. Pheng Hweeshio menggeletak di tanah tanpa bengerak,
seolah olah ia sudah menghembuskan napasnya yang
penghabisan. Akan tetapi biarpun begitu, musuh musuhnya
masih belum berani mendekati.
"Kouw Soetee, cobalah kau menimpuk lagi dengan dua
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
buah golok terbangmu, untuk mencoba-coba," kata si
toosoe Koen loen pay. Too jin yang dipanggil "Kouw Soetee," segera mengayun
tangan kanannya dan dua Hoeito menyambar, yang satu
menancap di pundak kanan Pheng Hweeshio, sedang yang
lain mengenakan paha kirinya. Tapi pendeta jubah putih itu
tetap tidak bergerak, suatu bukti, bahwa dia benar benar
sudah binasa. "Sayang ! Sayang dia sudah mati," kata si too soe Koen
loen. "Sekarang sukar diselidiki, dimana dia menyembunyikan Pek Kwie Sioe."
Semua lalu mendekati "mayat" Pheng Hweesio.
Mendadak, mendadakan saja, terdengar Suara "plak...
plak.... plak ...." lima kali beruntun, dan lima orang roboh
terguling! Hampir berbareng, dengan semangat bergelora,
Pheng Hweeshio bangun berdiri, dengan pundak dan paha
masih tertancap golok. Ternyata, sesudah kena senjata beracun dan yakin,
bahwa jiwanya tidak akan dapat ditolong lagi, Pheng
Hweesio lalu pura-pura mati. Begitu lawannya mendekati,
ia segera menghantam lima orang musuh lelaki dengan
pukulan Ngoheng ciang. Ia sengaja mengampuni dua orang
lawan wanita, yaitu Kie Siauw Hoe dan Soecienya yang
bernamar Teng Bin Koen. Dalam kagetnya, kedua murid Go bie pay itu melompat
mundur. Mereka melihat, bahwa kelima kawannya
muntahkan darah dan dua antaranya yang Lweekangnya
agak lemah, sudah jatuh berlutut. Sesudah mengeluarkan
banyak tenaga, tubuh Pheng Hweeshio pun bergoyang-
goyang. "Teng Kouwnio, Kie Kouwnio!" teriak si too soe Koen
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
loen. "Tikamlah bangsat gundul itu!"
Antara sembilan orang yang tadi bertempur, seorang
pendeta Siauw lim sudah binasa, sedang Pheng Hweeshio
dan lima lawannya mendapat luka berat, sehingga hanya
Teng Bin Koen dan Kie Siauw Hoe yang tidak kurang suatu
apa. Mendengar teriakan si toosoe Koen loen, Teng Bin Koen
segera mengangkat pedang dan menyabet kaki si pendeta.
Pheng Hweeshio mengeluh. "Karena merasa kasihan
terhadap orang perempuan, aku tidak berlalu kejam
terhadap kamu, tapi tidak dinyana, rasa kasihanku berbalik
mencelakakan diriku sendiri" katanya didalam hati. Ia
meramkan kedua matanya untuk menunggu kebinasaan.
Tiba-tiba terdengar suara "trang!" suara benturan senjata.
Pheng Hweeshio membuka mata dan mendapat kenyataan,
bahwa yang menolongnya ialah Kie Siauw Hoe.
"Eh, mengapa kau begitu?" tanya Teng Bin Koen dengan
kaget. Nona Kie tertawa. "Soecie," katanya. "Pheng Hweeshio
tidak berlaku kejam terhadap kita dan kitapun tidak boleh
membunuh dia." "Aku juga bukan mau mengambil jiwanya," kata Teng
Bin Koen. "Aku hanya ingin memaksa supaya dia
memberitahukan tempat sembunyinya Pek Kwie Sioe."
"Dia telah keracunan hebat, paling dulu kita harus
memunahkan racun itu," kata Kie Siauw Hoe seraya
mendekati si toosoe Koen loen dan berkata: "Saudara See
leng, berikanlah obat pemunah Sie wie kauw kepadaku."
Too ho (nama sebagai orang pertapaan) dari toojin itu
ialah See leng coe, sedang toojin yang melepaskan golok
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbang bernama See ciat coe dan mereka kedua duanya
adik sepenguruan See hoa coe.
"Belenggu dulu padanya," kata See leng coe. "Hweeshio
ltu banyak akal bulusnya...." Ia bicara dengan napas
tersengal-sengal karena pukulan Ngo beng ciang telah
membuatnya terluka berat.
Kie Siauw Hoe mengangguk dan sesudah mengambil
seutas tambang, ia menghampiri Pheng Hweeshio. "Pheng
Taysoe" katanya dengan suara lemah lembut, "aku mohon
maaf untuk kekurangan ajarku."
Karena tak ada jalan lain, mau tak mau si pendeta
membiarkan kaki tangarnya dibelenggu.
Sesudah itu barulah See leng coe mengeluarkan obat
yang lalu diserahkan kepada nona Kie dengan memberitahukan juga cara-cara menggunakannya. Siauw
Hoe lalu mencabut dua Hoeito yang menancap dipundak
dan paha Pheng Hweeshio dan kemudian menaruh obat
dilubang-lubang. "Pheng Hweeshio!" bentak Teng Bin Koen. "Soe moyku
berhati murah dan sudah menotong jiwamu. Sekarang
beritahukanlah dimana adanya Pek Kwie Sioe."
Peng Hweeshio tertawa terbahak-bahak. "Teng Kouwnio," katanya, "dengan berkata begitu, kau memandang aku terlalu rendah. Thio Ngohiap dari Boe
tong pay lebih suka bunuh diri daripada memberitahukan
tempat tinggal saudara angkatnya. Pribudi Thio Ngohiap


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang luhur itu dikagumi sungguh oleh Pheng Eng Giok.
Maka itu biarpun aku bukan seorang ternama, aku ingin
mengikut perbuatan Thio Ngohiap."
Mendengar itu, bukan main rasa bangganya Boe Kie.
Kematian Coei San sangat disayangkan oleh orang-orang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rimba Persilatan dan mereka menganggap, bahwa
kebinasaan Thio Ngohiap adalah karena menikah dengan
seorang wanita "siluman" dari partai yang sesat. Sebagai
anak yang cerdas, Boe Kie tahu, bahwa dalam omong
omong antara kakek guru dan para pamannya, mereka
sangat berduka akan kematian ayahnya, tetapi mendongkol
terhadap mendiang ibunya. Tapi dari semua pembicaraan
yang pernah didengarnya, belum pernah ada seorang yang
mengutarakan rasa hormat begitu besar terbadap ayahnya
seperti pengutaraan Pheng Hweeshio.
Teng Bin Koen tertawa dingin. "Dengan menikah
dengan perempuan siluman, Thio Coei San seperti juga
sudah buta matanya," katanya. "Dia sendiri juga yang rela
menjadi seorang hina dina. Apa orang begitu pantas dibuat
contoh" Boe tong pay...."
"Soecie!" memutus Kie Siauw Hoe.
"Jangan kuatir," kata sang kakak sepenguruan "Aku tak
akan menyeret nama In Liok hiap," Ia mengibas pedangnya
yang lalu ditudingkan kemata kanan si pendeta. "Kalau kau
tidak bicara, lebih dulu kutusuk mata kananmu." Ia
mengancam dengan suara bengis. "Kemudian kutikam
mata kirimu. Sesudah itu, kusodok kuping kanan dan
kuping kirimu dan akhirnya kupapas hidungmu. Tapi kau
tak usah kuatir. Biar bagaimanapun juga, aku tak akan
mengambil jiwamu." Ujung pedang yang berkilauan dan
menggetar tak hentinya itu hanya terpisah setengah dim
dari mata kanan Pheng Hweeshio.
Tetapi Pheng Hweeshio sedikitpun tidak menjadi gentar.
Dengan mata tak berkedip, ia berkata: "Sudah lama
kudengar, bahwa Biat coat Soethay dari Go bie pay seorang
kejam. Sekarang aku mendapat kenyataan, bahwa si murid
tidak banyak berbeda dengan sang guru. Hari ini Pheng Eng
Giok sudah jatuh kedalam tanganmu dan kau boleh berbuat
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesukamu." "Bangsat gundul!" teriak Teng Bin Koen. "Kau berani
menghina guruku?" Dengan sekali mendorong pedangnya,
mata kanan Pheng Hweeshio sudah menjadi buta dan
kemudian ia menempelkan ujung pedang dikelopak mata
kiri si pendeta. Tapi pendeta itu tertawa terbabak-babak sedang mata
kirinya yang terbuka lebar menatap muka musuhnya.
Ditatap begitu, dengan sinar mata yang berkeredepan,
jantung Teng Bin Koen memukul keras. "Kepala gundul !"
bentaknya pula. "Aku sungguh tak mengerti akan sikapmu.
Kau bukan anggauta Peh bie kauw, tapi mengapa kau rela
membuang jiwamu untuk manusia seperti Pek Kwie Sioe ?"
"Biarpun aku menerangkan kepadamu tentang cara-
caranya seorang kesatria, kau tentu tak akan mengerti."
jawabnya dengan suara duka.
Melihat paras muka si pendeta yang seolah-olah
memandang rendah kepadanya, Teng Bin Koen meluap
darahnya dan sekali lagi ia menggerakkan pedang untuk
menusuk mata kiri Pheng Hweeshio.
Dengan cepat Kie Siauw Hoe menangkis dengan
senjatanya. "Soecie. Dia keras kepala dan biar bagaimanapun jua, ia pasti tidak akan membuka mulut,"
katanya. "Meskipun dibinasakan tiada guna nya."
"Dia mencaci Soehoe sebagai seorang kejam, maka
biarlah dia menyaksikan kekejamanku." kata Teng Bin
Koen. "Siluman Mo kauw semacam dia hanya bisa
mencelakakan manusia baik-baik. Maka itu, jikalau kita
menyingkirkannya dari muka bumi ini berarti kita terbuat
baik terhadap sesama manusia,"
"Tapi tidak bisa disangkal, bahwa dia seorang gagah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang tidak takut mati," Siauw Hoe coba membujuk lagi.
"Soecie, menurut pendapatku, sebaiknya kita memberi
ampun kepadanja." "Tidak bisa !" bentak sang kakak sepenguruan "Dua
Soeheng dari Siauw lim pay yang satu binasa, satu terluka.
Sedang dua Tootiang dari Koen loen Pay mendapat luka
barat, sedang dua saudara dari Hay see pay terluka lebih
hebat juga. Apa tangannya tidak cukup kejam " Sekarang
biarlah aku menusuk mata kirinya. Sesudah itu, baru kita
menanyakan lagi tempat sembunyinya Pek Kwie Sioe."
Sehabis berkata begitu, bagaikan kilat pedangnya lantas
menyambar mata kiri Pheng Hweeshio.
Sekali lagi Kie Siauw Hoe menangkis pedang Soecienya.
"Soecie," katanya dengan suara memohon. "Dia sudah
tidak bisa melawan lagi dan jika kita menganiaya dia, aku
kuatir partai kita akin mendapat nama jelek dalam Rimba
Persilatan." Teng Bin Koen mendelik. "Minggir! Jangan perdulikan
aku," bentaknya. Kie Siauw Hoe kelihatan bingung dan berkata pula:
"Soecie.... " "Jangan rewel!" Memutus Bin Koen. "Kalau kau
menganggap aku sebagai kakak seperguruan, kau harus
mendengar omonganku."'
"Baiklah," kata nona Kie.
Sekali lagi pedang Teng Bin Koen menyambar mata kiri
Pheng Hweeshio. Kali ini ia menggunakan tiga bagian
tenaga Lweekang. Iapun mengerakkan tenaga dalam.
"Trang!" kedua senjata kebentrok dan kedua saudari
sepenguruan terhuyung beberapa tindak.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teng Bin Koen marah besar, "Soemoay !" bentaknya.
"beberapa kali dengan mati-matian kau melindungi pendeta
siluman itu. Apa sebenarnya maksudmu ?"
Kie Siauw Hoe tertawa, "Aku hanya ingin meminta
supaya Soecie jangan menganiayanya." jawabnya dengan
sabar, "Jikalau kita ingin menyelidiki dimana tempat
sembunyinya Pek Kwie Sioe, kita hanya bisa menanyakan
nanti secara perlahan lahan."
Teng Bin Koen tertawa dingin. "Huh ! Apakah kau kira
aku tak tahu jalan pikiranmu ?" tanyanya dengan nada
mengejek. "Berapa kali In Liokhiap dari Boe tong pay
mendesak supaya kau menikah dengannya. Mengapa kau
selalu menolak dengan memberikan rupa-rupa alasan"
Waktu ayahmu turut mendesak, mengapa kau kabur dari
rumahmu ?" "Soecie itu adalah urusan soemoay pribadi," kata nona
Kie "Mengapa Soecie jadi menyebut nyebut hal itu ?"
Sang kakak mengeluarkan suara dihidung. "kita sama
tahu." katanya. "Di hadapan orang luar, memang kurang
baik jika aku membuka topengmu. Huh! Badanmu berada
di Go bie, tapi hatimu di pihak Mo kauw !"
Mendengar perkataan itu, Siauw Hoe gusar tak kepalang,
sehingga paras mukanya berubah pucat. "Aku selalu
menghormati kau sebagai seorang kakak dan belum pernah
aku berbuat kesalahan terhadapmu," katanya dengan suara
gemetar "Tapi mengapa hari ini kau menghina aku
sedemikian hebat?" "Kalau benar-benar hatimu tidak condong, kepada Mo
kauw, coba tusaklah mata kiri pendeta siluman itu." kata
Teng Bin Koen. "Soecie," kata nona Kie dengan suara duka. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebagaimana kau tahu, semenjak jaman Siauw ong-sia
Kwee Soecouw (Kwee Siang), di dalam partai kita terdapat
banyak sekali wanita yang tidak mau menikah seumur
hidupnya. Oleh karena mengagumi kemuliaan mendiang
guru besar kita, siauwmoaypun telah mengambil keputusan
untuk tidak menikah. Siauwmoay menganggap, hal itu hal
yang lumrah saja. Mengapa Soecie mendesak begitu hebat
?" "Sudah! Aku tak suka dengar segala omonganmu!"
bentak Bien Koen. "Jika kau tidak mau menikam mata
pendeta siluman itu, aku akan mencopoti topengmu."
Mendengar ancaman itu, Siauw Hoe kelihatannya tak
berani berkeras lagi. "Soecie," katanya dengan suara halus,
"aku memohon kepadamu, soecie, dengan mengingat
kecintaan antara sesama saudara sepenguruan, janganlah
kau mendesak aku terlalu hebat."
Wanita she Teng itu tertawa. "Aku bukan memaksa kau
mengerjakan pekerjaan yang sulit," katanya, "Sebagaimana
kau tahu, Soehoe telah memerintahkan kita untuk
menyelidiki tempat bersembunyinya Kim mo Say ong Cie
Soen. Sekarang, pendeta itu adalah orang satu-satunya yang
bisa memberi penerangan kepada kita, tapi dia bukan saja
sungkan membantu kita, malah sudah melukakan juga
kawan-kawan kita. Kalau aku menikam mata kanannya dan
kau menikam mata kirinya, bukankah merupakan suatu hal
yang sangat wajar " Mengapa kau merasa segan tidak mau
turun tangan ?" "Hati siauw moay lembek, tidak bisa turun tangan,"
jawabnya. "Apa" Hatimu lembek ?" menyindir Teng Bin Koen.
"Soehoe sering memuji kau sebagai murid yang ilmu
pedangnya hebat dan adatnya keras. Sangat menyerupai
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adat soehoe sehingga beliau mempunyai niatan untuk
mengangkat kau sebagai akhliwarisnya. Mana boleh hatimu
lembek ?" Apabila dua saudara bertengkar, maka hal itu akan
sangat membingungkan orang-orang yang mendengarkannya, karena mereka tak mengetahui sebab
musabab yang sebenarnya dari percekcokan antara
keduanya. Sesudah mendengar perkataan Teng Bin Koen
yang paling belakangan, barulah mereka bisa meraba-raba.
Rupanya, Ciang boen jin Go Bie pay Biat coat Soethay
sangat menyayang Kie Siauw Hoe dan berniat untuk
mengangkat murid itu menjadi ahli warisnya. Hal ini
kelihatannya sudah menimbulkan rasa jelus dalam hati
Teng Bin Koen yang entah sudah memegang rahasia apa
dari adik sepenguruannya sekarang ingin menghilangkan
muka nona Kie di hadapan orang banyak.
Boe Kie yang menyaksikan kejadian itu dari tempat
bersembunyinya, merasa gusar sekali. Ia ingat perlakuan
nona Kie yang sangat baik terhadapnya pada hari itu, pada
harian kedua orang tuanya membunuh diri. Ia bergusar dan
berduka. Kalau dapat, ia ingin sekali menerjang keluar dan
menggaplok muka si wanita she Teng yang tidak mengenal
kasihan. "Kie Soemoay, aku ingin mengajukan Iagi satu
pertanyaan," kata Teng Bin Koen. "Pada tiga tahun
berselang, Soehoe telah mengumpulkan semua murid
dipuncak Kim teng, dipuncak gunung Go bie san dengan
maksud untuk mengajar ilmu pedang Bit kiam dan Coat
kiam kepada semua saudara sepenguruan kita. Coba jawab.
Kenapa kau tidak hadir dalam pertemuan besar itu"
Mengapa beliau jadi begitu gusar sehingga beliau
mematahkan pedangnya sendiri dan mengatakan bahwa
dunia tidak akan mengenal lagi kedua ilmu pedang itu?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ketika itu, siauwmoay tiba-tiba mendapat sakit berat di
Kam cioe, sehingga tak bisa bangun," jawabnya. "Hal ini
siauwmoay sudah memberitahukan kepada Soehoe. Mengapa Soecie menanyakan pedang itu?"
Teng Bin Koen tertawa dingin. "Hmm!" ia mengeluarkan
suara dihidung. "Kau bisa memperdayai Soehoe, tapi tak
dapat mengabui aku. Aku masih ingin mengajukan sebuah
pertanyaan. Tapi jika kau menikam mata si kepala gundul,
pertanyaan itu tidak diajukan olehku."
Kie Siauw Hoe menundukkan kepala. Ia berduka bukan
main. "Soecie," katanya dengan suara perlahan, "apakah
kau tidak ingat Iagi kecintaan antara sesama saudara
sepenguruan?" "Kau mau tikam atau tidak?" tanya sang kakak dengan
bengis "Soecie, kau tak usah kuatir," kata nona Kie dangan
suara memohon. "Andaikata aku mau di jadikan ahliwaris
oleh Soehoe, aku tentu akan menolak."
"Bagus" bentak Tang Bin Koen dengan gusar. "Dengan
berkata begitu, kau seperti juga mau mengatakan, bahwa
aku menerima budimu yang besar. Cobalah kau unjuk.
Dibagian mana yang aku kalah dari kau" Aku tidak perlu
menerima budimu ! Tidak perlu kau mengalah! Eh!
Katakan sekarang. Kau mau tikam atau tidak?"
"Jika Siauwmoay bersalah, Soecie boleh menegur atau
menjatuhkan hukuman dan Siauwmoay akan menerimanya
dengan segala senang hati," kata Siauw Hoe. "Disini


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terdapat sahabat-sahabat dari lain partai, sehingga kumohon
Soecie jangan mendesak terlalu...." berkata sampai disitu, ia
tidak dapat meneruskan perkataannya, karena air matanya
sudah mulai mengucur. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teng Bin Koen tertawa dingin. "Huh! Jangan kau
berlagak sedih, sedang didalam hati kau mencaci aku,"
ejeknya. "Pada tiga tahun yang lalu, apa benar-benar kau
mendapat sakit di Lam cioe" Perkataan dapat memang tak
salah, tapi bukan mendapat sakit, hanya mendapat anak !"
Mendengar kata-kata yang sehebat itu, Kie Siauw Hoe
mengeluarkan teriakan menyayat hati. Ia memutar badan
dan terus kabur sekeras-kerasnya. Tapi Teng Bin Koen juga
sudah menduga lebih dulu, lantas saja mengubar dan
mencegatnya "Soemoay, lebih baik kau tikam mata kiri pendeta
siluman itu," katanya sambil mengibas pedang. "Jika kau
tetap membantah, aku akan menanya siapa adanya ayah
anak itu dan aku akan menanya, mengapa sebagai murid
dari sebuah partai yang lurus bersih, kau melindungi
seorang pendeta siluman dari agama Mokauw secara begitu
mati-matian" "Kau .... kau .... minggir!" bentak nona Kie dengan napas
tersengal-sengal. Sambil menudingkan pedang didada adik seperguruan
itu, Teng Bin Koen membentak: "Jawab pertanyaanku:
Dimana kau titip bayimu " Kau adalah tunangan In Lie
heng, In Liokhiap, tapi mengapa kau melahirkan anak ?"
Kata kata itu, mengejutkan semua orang. Bahkan Boe
Kie yang masih kecil juga merasa, bahwat Kie Siauw Hoe
telah dituduh melakukan perbuatan hebat yang menyinggung kehormatan In Lie Heng.
Paras muka nona Kie berubah pucat bagaikan kertas dan
ia menerjang untuk coba meloloskan diri. Diluar
dugaannya, Teng Bin Koen membuktikan ancamannya.
Dengan sekali menyodok, pedangnya amblas di lengan
Siauw Hoe, sehingga ujung pedang mengenakan tulang.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil menahan sakit, nona Kie terpaksa menghunus
senjatanya dengan tangan kiri.
"Soecie," katanya dengan suara parau, "jikalau kau
mendesak terus, aku terpaksa akan berlaku kurang ajar."
Teng Bin Koen merasa, bahwa sesudah ia membuka
rahasia si adik sepenguruan, tentu akan berusaha untuk
membinasakannya guna menutup mulutnya. Maka itu,
dengan mengetahui, bahwa bekal ilmu silatnya masih kalah
dari Siauw Hoe, dia segera mengambil suatu keputusan
untuk turun tangan lebih dulu. Sesudah menikam lengan si
adik dalam serangan susulan, ia menusuk kempungan
Siauw Hoe. Melihat Soecienya menyerang pula dengan pukulan yang
membinasakan, sambil menahan sakit, nona Kie menangkis
dengan pedang yang dicekal dalam tangan kirinya. Di lain
saat mereka sudah bertempur seru dengan gerakan-gerakan
yang luar biasa cepat. Semua orang yang ada di situ adalah ahli-ahli silat yang
berkepandaian tinggi. Akan tetapi, karena semua sudah
mendapat luka berat, mereka tak berdaya untuk memisahkannya. Diam-diam mereka merasa kagum akan
lihaynya ilmu pedang Go bie pay, yang dikenal sebagai
salah satu dari empat partai besar dalam Rimba Persilatan.
Kie Siauw Hoe bertempur dengan lengan kanan terus
mengucurkan darah. Beberapa kali Kie Siauw Hoe menerjang dengan pukulan
hebat, dalam usaha untuk mundurkan Soecienya supaya ia
bisa melarikan diri, tapi usahanya selalu gagal. Ia gagal
karena tidak biasa menggunakan pedang dengan tangan kiri
dan juga karena, sesudah mengeluarkan banyak darah,
tenaganya berkurang. Untung juga, Teng Bin Koen
selamanya merasa jerih terhadap adik seperguruannya,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga ia tidak berani terlalu mendesak. Ia berkelahi
dengan hati-hati sekali sambil menunggu lelahnya Siauw
Hoe. Memang juga, makin lama tindakan nona Kie jadi
makin limbung dan gerakan-gerakannya makin lambat.
Sesudah lewat beberapa jurus lagi, lengan kanan Siauw Hoe
kembali tertikam dan darah mengucur makin deras.
"Kie Koauwnio!" tiba-tiba Pheng Eng Giok berteriak.
"Tikamlah mataku! Kie Kouwnio, budimu yang sangat
besar tak akan dapat dibalas oleb Pheng Eng Giok !"
Memang juga, rasa terima kasihnya Pheng Hweeshio
tidak dapat dilukiskan lagi. Bahwa, dengan menempuh
bahaya Siauw Hoe melindungi seorang musuh, sudah
merupakan suatu perbuatan yang sukar dilakukan.
Dan dalam usaha untuk melindungi musuh, ia telah
dicaci dengan kata-kata yang menodakan nama baik
seorang wanita, nama baik yang dipandang lebih penting
daripada jiwa. Tapi kalau sekarang Siauw Hoe menurut perintah dan
menusuk mata Pheng Hweesbio, Teng Bin Koen juga tak
akan memberi ampun kepadanya. Kakak seperguruan itu
mengerti bahwa kalau sekarang dia tidak membinasakan si
adik seperguruan ia seperti juga menanam bibit penyakit
untuk dikemudikan hari. Teng Bin Koen menyerang Siauw Hoe. Pheng Hweeshio
yang melihat itu segera berteriak "Teng Bin Koen. kau
sungguh manusia tak kenai malu! Tak heran jika orang
Kang ouw memberi gelaran Tok chioe Boe yam kepadamu.
Sekarang aku menyaksikan dengan mata sendiri, bahwa
hatimu benar jahat seperti ular dan kalajengking. Huh !
Mukamu jelek seperti muka Boe yam! Jika semua wanita
separti kau, semua lelaki dunia tentu buru-buru mencukur
rambut !" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya, biarpun tidak bias disebut cantik, Teng Bin
Koen bukan seorang wanita yang jelek. Pheng Hweeshio
sudah sengaja mencaci begitu dan memberi gelaran "Tok
chioe Boe yam" kepadanya untuk menolong Kie Siauw
Hoe. Ia tahu bahwa seorang wanita bisa mata gelap, jika
disinggung kejelekan mukanya. Ia mengharap supaya
dalam gusarnya, Teng Bin Koen membunuh ia sendiri dan
Kie Siauw Hoe bisa mendapat kesempatan untuk melarikan
diri. Tapi wanita she Teng itu ternyata bukan manusia tolol.
Ia berpendapat, bahwa sesudah membinasakan adik
seperguruannya, ia masih mempunyai banyak tempo untuk
mengambil jiwa pendeta itu. Maka itulah, tanpa meladeni
cacian orang, ia terus menyerang dengan hebat.
"Dalam dunia Kang ouw, siapakah yang tak tahu
kesucian Kie Liehiap," teriak pula Pheng Hweeshio. "Teng
Bin Koen, sekarang aku mau membuka rahasiamu. Kaulah,
manusia muka jelek, yang sebenarnya maui In Lie Heng !
Karena In Liokhiap tidak meladeni, kau memfitnah Kie
Liehiap. Ha ha ha! Tulang pipimu begitu tinggi ! Mulutmu
sebesar panci! Kulitmu kering dan kuning, sedang badanmu
kurus jangkung seperti gala jemuran! Ha ha ha ! In Liokhiap
yang begitu tampan mana mau mengambil kau sebagai
isterinya" Kau sebenarnya harus lebih sering berkaca ...."
Meskipun pintar, Teng Bin Koen kalap juga. Mendengar
sampai disitu, ia tidak dapat mempertahankan ketenangannya lagi. Ia melompat sambil mengayun pedang
yang diturunkan kemulut Pheng Hweeshio.
Memang benar tulang pipi nona Teng agak tinggi,
mulutnya agak besar, kulitnya agak hitam sedang badannya
agak jangkung. Tapi kekurangan-kekurangan itu, yang tidak
banyak, tidak terlihat nyata, jika tidak diperhatikan.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi Pheng Hweeshio yang bermata tajam sudah bisa
melihat itu semua dan ia lalu mengejek secara berlebih-
lebihan. Apa yang membuat Teng Bin Koen kalap ialah
disebut-sebutnya nama In Lie Heng, yang belum pernah
dikenal olehnya. Mendadak dari dalam hutan berkelebat satu bayangan
manusia yang sambil membentak keras, mengadang
didepan Pheng Hweeshio, sehingga pedang Teng Bin Koen
yang tengah menyambar menancap tepat dilehernya.
Hampir berbareng tangan orang itu menghantam dan
"buk!" mengenakan dada Teng Bin Koen yang lantas saja
terhuyung beberapa tindak dan mulutnya memuntahkan
darah. Pedang yang dilepaskan oleh nona Teng tetap
menancap dileher orang itu yang rupanya sudah tak bisa
hidup lebih lama lagi. See Leng coo maju dua tindak dan mengawasi orang itu.
"Pek Kwie Sioe" teriaknya.
Orang itu memang Pek Kwie Sioe, Tancoe dari Hian boe
tan. Sesudah terluka berat, ia mendapat tahu, bahwa untuk
melindungi dirinya, Pheng Hweeshio telah dikepung oleh
orang-orang Siauw lim, Koen loan, Go bie dan Hay see
pay. Maka itu, dengan sekuat tenaga ia datang ketempat
pertempuran dan menggantikan Hweeshio itu untuk
menerima tikaman Teng Bin Koen. Tapi pukulannya yang
terakhir masih hebat luar biasa, sehingga beberapa tulang
rusuk Teng Bin Koen menjadi patah.
Sesudah menenteramkar hatinya. Kie Siauw Hoe lalu
merobek tangan bajunya untuk membalut luka dilengannya
dan kemudian, dengan pedangnya, ia memutuskan
tambang yang membelenggu kaki tangan Pheng Hweeshio.
Sesudah itu, tanpa mengeluarkan sepatah kata, ia memutar
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
badan dan berjalan pergi.
"Kie Kouwnio, tahan!" seru si pendeta, "Terimalah
hormatnya Pheng Hweeshio."
Buru-buru Kie Slauw Hoe melompat kesamping untuk
menolak pemberian hormat pendeta itu yang berlutut
ditanah. Begitu bangun berdiri si pendeta segera menjemput
pedang See long coe dan berkata: "Manusia yang sudah
merusak nama baik Kie Kouw nio tidak boleh dibiarkan
hidup terus." Seraya berkata begitu, ia mengayun pedang dan
menikam tenggorokan Teng Bin Koen.
Bagaikan kilat nona Kie menangkis pedang itu. "Dia
adalah kakak seperguruanku," katanya "Biarpun dia tidak
menyintai aku, aku sendiri tak bisa tidak mengenal pribudi."
"Kalau sekarang tidak dibunuh, dibelakang hari dia bisa
menyebabkan munculnya banyak kesukaran bagi Kie
Kouwnio," kata si pendeta.
Air mata Siauw Hoe lantas saja mengucur. "Aku seorang
wanita yang bernasib paling buruk dalam dunia ini,"
katanya dengan suara sedih: "Biarlah, biarlah aku
menyerahkan saja segala apa kepada nasib. Pheng Soehoe,
jangan kau melukakan Soe cieku!"
"Perintah Kie Lihiap sudah tentu tidak akan dilanggar
olehku," kata Pheng Hweeshio sambil membungkuk.
"Soecie, kuharap kau bisa menjaga diri baik baik" kata
Kie Siauw Hoe dengan suara perlahan-lahan kemudian,
sesudah memasukkan pedangnya kedalam sarung, ia segera
berlalu tanpa menengok lagi.
Sesudah nona Kie pergi jauh, Pheng Hweeshio segera
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkata kepada See leng coe dan yang lain lain : "Aku
siorang she Pheng sebenarnya tidak mempunyai permusuhan apapun jua dengan kamu sekalian. Akan
tetapi, fitnah hebat yang dilontar kan oleh si perempuan she
Teng telah didengar oleh kamu semua. Kalau cerita ini
sampai tersiar diluaran, bagaimana Kie Kouwnio bisa
berdiri terus diatas bumi ini" Maka itu, tak bisa aku
membiarkan kamu hidup terus. Hal ini sudah terjadi
lantaran terpaksa dan aku harap kamu jangan menyalahkan
aku." Sehabis berkata begitu, dengan beruntun ia menikam See
leng coe, See ciat coe, seorang pendeta Siauw lim dan dua
jago Hay see pay. Kemudian barulah ia menggores muka
Teng Bin Koen dengan pedangnya, sehingga wanita she
Teng itu menjadi kalap, tap i tidak bisa berbuat banyak,
karena ia sudah terluka hebat. "Bangsat gundut !" teriaknya.
"Jangan kau menyiksa aku ! Bunuhlah !"
Pheng Hweeshio tertawa nyaring: "Aku tidak berani
membunuh perempuan jelek yang kulitnya kering dan
mulutnya lebar," ejeknya. "Kalau kau mampus aku kuatir
begitu lekas rohmu masuk di akhirat, berlaksa laksa setan
akan kabur kedunia sebab ketakutan. Akupun kuatir Giam
Loo Ong berak-berak bahna kagetnya !"
Sehabis berkata begitu, ia tertawa nyaring dan
melemparkan pedang ditanah dan sesudah menanggul


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mayat Pek Kwie Sioe, ia menangis keras akan kemudian
berlalu dengan tindakan cepat.
Untuk beberapa lama Teng Bin Koen mengaso dengan
napas tersengal-sengal. Kemudian deegan menggunakan
sarung pedang sebagai tongkat, iapun berlalu dengan
tindakan limbung. Peristiwa yang hebat itu telah disaksikan semua oleh
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siang Gie Coen dan Boe Kie. Sesudah Teng Bin Koen
berlalu, barulah mereka menarik napas lega.
"Siang Toako," kata Boe Kie. "Kie Kouwnio adalah
tunangan In Lioksiok. Perempuan she
Teng itu mengatakan, mendapat anak. Siang Toako, bagaimana
pendapatmu, apa benar atau tidak'?"
"Dia omong kosong, jangan dipercaya!" jawabnya.
"Benar!" kata Boe Kie. "Kalau bertemu In Liok siok, aku
akan memberitahukan kekurang ajaran perempuan she
Teng itu, supaya Lioksiok bisa menghajarnya."
"Jangan! Jangan !" cegah Gie Coen tergesa gesa. "Hal itu
kau sekali-kali tidak boleh memberitahukan In Lioksiok.
Kau mengerti!" "mengapa?" tanya si bocah.
"Omongan-omongan yang tidak sedap itu tidak boleh
diberitahukan kepada siapapun juga," jawabnya. "Ingatlah.
Kau tidak boleh bicara dengan siapapun juga."
Boe Kie mengangguk sambil mengawasi muka Gie
Coen. Beberapa saat kemudian, ia berkata pula: "Siang
Toako, apa kau kuatir tuduhan Teng Bin Koen suatu
kenyataan ?" Gie Coen menghela napas. "Tak tahu," jawabnya.
Pada keesokan paginyaq jalanan darah Gie Coen yang
tertotok terbuka sendirinya dan ia lalu mendukung Boe Kie,
siap sedia untuk meneruskan perjalanan. Sambil mengawasi
mayat mayat yang menggeletak ditanah, ia berkata didalam
hati: "Sesudah belasan tahun, Cia Soen menghilang, tapi
karena gara-garanya, orang-orang Rimba Persilatan masih
terus mengorbankan jiwa. Hai! Sampai kapan urusan ini
baru menjadi beres ?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah banyak mengasoh, sebagian tenaga Gie Coen
pulih kembali. Rasa sakit dalam badannya banyak
berkurang dan ia bisa berjalan terlebih cepat. Sesudah
melalui beberapa li mereka bertemu jalanan raya. Gie Coen
agak terkejut. "Ouw Soe peh berdiam di tempat yang sepi.
tapi mengapa aku bertemu dengan jalanan raya?" tanyanya
di dalam hati. "Apa nyasar?"
Baru saja ia mau mencari penduduk dusun untuk
menanyakan, tiba tiba terdengar suara tindakan kuda dan
empat orang serdadu Mongol mengubar dari belakang.
"Lekas jalan! Lekas jalan!" teriak mereka sambil mengacung
acungkan senjata seolah olah menggebah binatang.
"Tak dinyana aku mesti mati ditempat ini," mengeluh
Gie Coen. Karena lukanya, ilmu silatnya sudah musnah
semua. Sekarang ia malah tidak dapat melawan seorang
serdadu Mongol biasa. Maka itu sambil menahan amarah, ia terpaksa berjalan
terus. Tak lama kemudian, mereka bertemu dengan sejumlah
penduduk yang juga digiring oleh serdadu serdadu Mongol.
Dalam hati mereka lantas saja muncul sedikit harapan.
Sekarang ternyata, bahwa serdadu-serdadu itu sedang
memperlihatkan kekejamannya terhadap rakyat jelata dan
bukan mereka yang dijadikan bulan-bulanan.
Melihat bahaya, Boe Kie segera berbisik: "Siang Toako,
lekas kau berlagak jatuh dan buang golokmu."
Gie Coen tersadar. Sesudah berjalan beberapa tindak
lagi, ia pura-pura terpeleset dan menggulingkan diri
dirumput sambil melepaskan golok yang disisipkan
dipinggangnya. Sesudah itu, ia merangkak bangun dan
berjalan lagi dengan napas tersengal sengal. Selagi ia lewat
didepan seorang perwira Mongol, seorang Han yang jadi
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juru bahasa berteriak: "Bangsat! Kau sungguh tidak tahu
adat. Lekas berlutut dihadapan Tayjin!"
Mengingat Cioe Coe Ong serumah tangga telah
dibinasakan oleh tentara Mongol, darah Siang Gie Coen
lantas saja naik tinggi dan biarpun mesti mati, ia tak sudi
menekuk lutut. Ia jalan terus dengan berlagak tuli. Seorang
serdadu Mongol mengudak dan menyapu kakinya sehingga
ia jatuh terguling. "She apa kau?" bentak si juru bahasa.
Sebelum Gie Coen sempat memberi jawaban, Boe Kie
sudah mendahului berkata: "She Cia, dia kakakku"
Serdadu itu lalu menendang punggung Boe Kie seraya
membentak: "Pergi!"
Bukan main gusarnya Gie Coen. Sambil merangkak
bangun, ia bersumpah didalam hati, bahwa sebegitu lama ia
masih hidup, ia akan berusaha dengan seantero tenaganya
untuk mengusir bangsa Mongol dari daerah Tionggoan.
Dalam keadaan tidak berdaya, buru-buru ia mendukung
pula Boe Kie dan berlalu cepat-cepat. Baru berjalan
beberapa puluh tombak, tiba tiba mereka mendengar
teriakan teriakan menyayat hati. Mereka menengok dan
melihat puluhan rakyat sedang dibunuh oleh tentara
Mongol. Sepanjang sejarah, selama penjajahan kerajaan Goan
(Mongol), rakyat banyak memberontak. Belakangan,
seorang pembesar tinggi Mongol telah mengeluarkan
perintah untuk membunuh orang orang Han, yang she
Thio, Ong, Lauw, Lie dan Tio. Semuanya lima she. Pada
jaman itu, orang she Thio, Ong, Lauw dan Lie yang paling
banyak terdapat di Tionggoan, sedang she Tio adalah she
dari kaizar-kaizar Song. Maka itu, menurut jalan pikiran si
pembesar Mongol, bangsa Han akan runtuh semangatnya
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jika orang-orang dari kelima she itu dibunuh. Untung juga,
perintah yang sangat kejam itu cepat diketahui oleh kaizar
Mongol yang segera mengeluarkan larangannya. Tapi
sementara itu, banyak juga orang Han yang dibunuh mati.
Gie Coen tidak berani berdiam lama lama lagi dan lalu
berjalan secepat cepatnya. Sesudah melalui beberapa
mereka bertemu dengan seorang penjual kayu bakar dan
mereka lalu menanyakan dimana letaknya Ouw tiap kok.
Orang itu meng gelengkan kepala. Tapi Gie Coen segera
mengetahui, bahwa Soepehnya mesti berdiam disekitar
tempat itu. Dengan sabar ia lantas saja mencari-cari. Di sepanjang
jalan mereka melihat ratusan macam bunga yang menghiasi
daerah pegunungan itu. Tapi sesudah menyaksikan
peristiwa yang menyedihkan itu, mereka tak punya
kegembiraan Iagi untuk menikmati pemandangan alam
yang sangat indah. Sesudah membelok dibeberapa tikungan, disebelah
depan menghadang sebuah tembok gunung dan jalanan
putus disitu. Selagi mereka kebingungan, mendadak muncul
beberapa ekor kupu-kupu yang terbang masuk kesebuah
gerombolan pohon-pohon kembang.
"Tempat ini dinamakan Ouw tiap kok, atau Selat Kupu-
kupu," kata Boe Kie. "Apa tidak baik kita mengikuti kupu-
kupu itu?" "Baiklah," kata Gie Coen yang lalu turut masuk
kegerombolan pohon itu. Sesudah melewati gerombolan pohon bunga, mereka
bertemu dengan sebuah jalanan kecil yang tertutup rumput
hijau. Setelah berjalan beberapa jauh, jumlah kupu kupu
yang beterbangan disekitar situ jadi makin banyak. Hidung
mereka mengendus harumnya bunga-bunga. Kembang-
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembang yang tumbuh disekitar situ sangat berbeda dengan
apa yang terlihat ditempat lain. Makin jauh mereka maju
kupu-kupu makin tidak takut manusia. Mereka terbang
mendekati seolah olah menyambut kedatangan tamu-tamu
dan hinggap dikepala, dipundak, dilengan Gie Coen dan
Boe Kie. Gie Coen dan Boe Kie jadi bersemangat, karena mereka
tahu, bahwa mereka sudah berada dalam selat Ouw tiap
kok. Lewat tengah hari, mereka melihat tujuh-delapan rumah
gubuk dipinggir sebuah solokan yang airny?jernih.
Didepan, dibelakang dan dikiri kanan setiap gubuk ada
dikurung dengan kebun kembang yang terawat baik.
Gie Coen berlari-lari kedepan gubuk-gubuk itu dan
berkata dengan suara menghormat: "Teecoe Siang Gie
Coen ingin berjumpa dengan Ouw Soepeh."
Selang beberapa saat, dari sebuah gubuk keluar seorang
kacung yang berkata: "Masuklah."
Sambil mendukung Boe Kie, Gie Coen segera bertindak
masuk. Disatu sudut dari ruangan tengah kelihatan berdiri
seorang lelaki setengah tua yang berparas agung. Ia ternyata
sedang menilik seorang kacung yang lagi memasak obat.
Seluruh ruangan itu penuh dengan macam-macam daun
obat yang aneh aneh. Buru-buru Gie Coen menaruh Boe
Kie diatas kursi dan lalu berlutut di hadapan orang itu,
"Ouw Soepeh, Gie Coen memberi hormat," katanya.
Boe Kie mengawasi orang itu yang tentulah juga bukan
lain daripada Tiap kok Ie sian Ouw Ceng Goe.
Tabib malaikat itu manggut-manggutkan kepalanya dan
berkata : "Urusan Cioe Coe Ong, aku sudah tahu. Itulah
nasib. Mungkin sekali, rejeki Tatcoe masih belum habis dan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agama kita belum sampai waktunya untuk bisa memperoleh
kemakmuran" Sehabis berkata begitu, ia memegang nadi Gie Coen dan
membuka baju pemuda itu. Sambil mengawasi dada si
berewok, ia berkata: "Kau kena pukulan Ciat sim ciang dari
Hoan ceng. Pada hakekatnya, pukulan itu tidak sukar di
obati. Tapi sesudah terpukul, kau menggunakan terlalu
banyak tenaga, sehingga hawa dingin menyerang jantungmu dan sebagai akibatnya, aku memerlukan agak
lebih banyak tempo untuk menyembuhkannya." Sesudah
memberi penjelasan, ia meraba-raba sekujur badan Gie
Coen. "Dengan siapa kau bertempur tadi malam?" tanya Ceng
Goe secara tiba-tiba. "Dengan murid Boe tong pay?"
"Tidak," jawabnya.
Sang paman segera meraba-raba kedua paha Si brewok.
Sekonyong-konyong paras mukanya berubah dan membentak: "Gie Coen! Tujuh delapan tahun kita tidak
pernah bertemu muka. Sekali bertemu, kau coba
memperdayai Soepehmu. Sudahlah! Aku tidak bisa
mengobati lukamu. Pergi!"
Gie Coen jadi bingung. "Ouw Soepeh," katanya, "mana
berani aku mendustai kau" Dengan sesungguhnya,
sepanjang malam aku tidak pernah bertempur dengan
siapapun jua. Tenagaku sudah habis semua. Andaikata aku
ingin, akupun tidak bisa berkelahi!"
"Omong kosong!" bentak sang paman guru "Terang-
terang, Hoan tiauw hiat dikedua pahamu telah ditotok
orang. Dan totokan itu dilakukan dengan ilmu menotok
dari Boe tong pay. Tempo nya yalah antara Coe sie dan Tio
sie," (Coe sie antara jam 11 malam dan jam 1. Tio sie
Antara jam 1 dan jam 3 pagi).
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak si brewok tertawa. "Ah ! Kalau begitu, yang
dimaksudkan Soepeh yalah jalanan darah yang ditotok
olehku sendiri," katanya. Dengan ringkas ia lalu
menceritakan kejadian semalam.
Waktu Gie Coen menuturkan cara bagaimana ia sudah
diabui Boe Kie, Ceng Goe melirik bocah itu dan waktu ia
menceritakan cara bagaimana mata kanan Pheng Hweeshio
telah ditusuk oleh Teng Bin Koen, sang paman guru
menghela napas berulang ulang dan berkata: "Pheng Eng
Giok Hweeshio adalah seorang gagah sejati dari agama
kita. Biarpun kita tidak segolongan dengan dia, tapi kita
harus mengaku, bahwa dia itu seorang manusia yang jarang
terdapat dalam dunia ini. Kalau begitu ditusuk, ia bisa
segera datang kepadaku, mungkin sekali mata kanannya
tidak sampai menjadi buta. Tapi sekarang sudah tidak dapat
diobati lagi." Ia menengok kepada Boe Kie dan berkata pula: "Dari
mana kau belajar ilmu Tiam Toat Boe tong pay?"
"Soepeh." kata Gie Coen, "saudara kecil itu adalah
putera Thio Ngohiap dari Boe tong pay."
Ouw Ceng Goe kaget dan paras makanya lantas saja
berubah gusar. "Murid Boe tong pay?" la menegas, "Perlu
apa kau membawa dia kemari?"
Gie Coen lantas saja menuturkan cara bagaimans Thio
Sam Hong telah menolong dia dan puteri Cioe Coe Ong
waktu mereka diubar-ubar oleh kaki tangannya kaizar Goan
disungai Han soei. Sesudah selesai bercerita, ia akhirnya
berkata: "Sesudah menanggung budi yang begitu besar
teecoe memohon supaya Soepeh suka membuat kecualian
dan sudilah Soepeh menolong jiwa saudara kecil ini."
Sang paman guru mengeluarkan suara dihidung, "Gie


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Coen, kau sungguh seorang yang royal dengan janji-
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
janjimu," ejeknya. "Hem.... yang ditolong Thio Sam Hong
adalah kau, bukan aku. Lagi kapan aku pernah membuat
kecualian dalam kebiasaanku?"
Gie Coen segera berlutut dan manggutkan kepalanya
berulang-ulang. "Soepeh." katanya, "ayah saudara kecil itu
adalah seorang laki-laki sejati yang lebih suka menggorok
leher dari pada menjual sahabat. Dia sendiri, meskipun
masih kecil, mempunyai jiwa seorang kesatria. Teeeoe
menjamin, bahwa dia seorang baik."
"Apa" Orang baik?" Ceng Goe mengejek pula. "Ada
berapa banyak orang baik dalam dunia" Kalau dia bukan
murid Boe tong pay, masih tidak apa. Dia murid sebuah
partai yang lurus bersih, mengapa dia harus meminta
pertolongan dari agama sesat ?"
"Ibu saudara Thio adalah puteri Peh bie Eng ong In
Kauwcoe," kata Gie Coen. "Dengan demikian, dapatlah
dikatakan, separuh badannya adalah dari agama kita."
Mendengar keterangan itu, hati Ouw Ceng Goe tergerak
juga: "Oh, begitu. Kau bangunlah." kataanya, "Dia putera
In So So dari Peh bie kauw. Kalau begitu lain urusan." Ia
lalu mendekati Boe Kie dan berkata dengan suara hangat.
"Anak, aku selamanya mentaati peraturan bahwa aku tidak
akan menolong orang orang dari partai lurus bersih. Ibumu
adalah anggauta dari agama kita. Tapi sebelum mengobati,
aku ingin kau berjanji, bahwa sesudah sembih, kau harus
pulang ketempat kakekmu, yaitu Peh bie Eng ong ln
Kauwcoe, dan kau harus masuk kedalam agama Peh bie
kauw. Dengan lain perkataan, kau harus meninggalkan
partai Boe tong pay"
Sebelum Boe Kie menjawab, Gie Coen sudah
mendahului. "Soepeh, hal itu tidak bisa kejadian. Sebelum
menyerahkan saudara Thio kepada Teecoe, Thio Sam Hong
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thio Cinjin sudah mengatakan terang terangan, bahwa kita
tidak boleh memaksa dia masuk kedalam agama kita dan
juga andaikata dia sembuh, Boe tong pay tidak
menanggung budi dari agama kita"
Kedua mata Ouw Ceng Goe lantas saja mendelik dan
darahnya naik, "Huh ! Manusia apa Thio Sam Hong !"
bentaknya. "Dia begitu memandang rendah kepada kita,
perlu apa kau membantu dia. Anak, bagaimana
keputusanmu sendiri ?"
Boe Kie mengerti bahwa ia sedang menghadapi soal mati
atau hidap. Sesudah kakek gurunya tidak berdaya untuk
menolong harapan satu-satu nya ialah Ouw Ceng Goe. la
tahu, kalau ia tidak dapat meluluskan apa yang diminta
oleh Tiap kok Ie Sian, jiwanya pasti tak akan bisa ditolong
lagi. Ia sendiri sebenarnya masih tak tahu apa kejelekan
atau kebusukan "agama" sesat yang begitu di benci oleh
sang kakek guru dan semua paman pamannya. Tapi karena
ia sangat mencintai dan menghormati kakek gurunya, maka
ia lantas saja mengambil keputusan, bahwa ia lebih baik
mati dari pada melanggar pesanan orang tua itu.
Tanpa bersangsi lagi, dengan suara lantang ia menjawab.
"Ouw Sinshe, ibuku ialah Hio coe dari Peh bie kauw dan
aku pribadi menganggap bahwa Peb bie kauw adalah
agama baik. Akan tetapi, sebab Thay soehoe melarang aku
masuk kedalam Mo kauw dan aku sendiri sudah
menyanggupi, maka sebagai laki laki, tak dapat aku
menarik pulang janjiku itu. Jika kau tak sudi mengobati
aku, akupun tidak bisa berbuat apa apa. Kalau lantaran
takut mati, aku menurut apa yang diminta olehmu, maka
aku akan menjadi seorang manusia yang tidak mempunyai
kepercayaan, dan dari pada jadi manusia semacam itu,
lebih baik aku berpulang ke alam baka."
Ouw Ceng Goe mendongkol bukan main. "Gie Coen,"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
katanya. "Bawa, dia pergi! Didalam rumah Ouw Ceng Goe
tidak boleh ada orang mati lantaran sakit."
Gie Coen jadi bingung. Ia mengenal benar adat
Soepehnya Jika ia telah berkata "tidak", perkataannya tidak
bisa diubah lagi. "Saudara kecil," katanya dengan suara membujuk.
"Biarpun Mo kauw agak berbeda dengan partai-partai yang
lurus bersih, akan tetapi, semenjak jaman kerajaan Tong
sampai sekarang, dalam kalangan kami setiap turunan
selalu muncul orang gagah sejati. Apa pula kakek luarmu
adalah Kauwcoe dari Peh bie kauw sedang ibumu sendiri
Hio coe dari agama tersebut. Saudara kecil, luluskanlah
permintaan Ouw Soepeh. Di hari kemudian aku akan
bertanggung jawab dihadapan Thio Cinjin."
"Baiklah," kata Boe Kie. "Siang Toako, ketuklah tulang
punggungku yang kedelapan dan ketiga belas dengan kuku
jarimu, ketuklah beberapa kali"
Gie Coen menjadi girang dan lalu melakukan apa yang
diminta. Di luar dugaannya begitu kedua tulang
punggungnya diketuk, si bocah lantas saja menggerakkan
kedua kakinya. Ia bangun berdiri seraya berkata kepadanya
"Siang Toako. Kau telah berbuat apa yang kau bisa.
Dibelakang hari Thay Soehoe tak bisa menyesalkan kau." Ia
memutar badan dan berjalan keluar dengan tindakan lebar.
Si brewok kaget. "Mau kemana kau?" teriaknya.
"Kalau aku mati di Ouw tiap kok, bukankah nama Tiap
kok Ie sian akan menjadi rusak?" jawabnya. Sambil berkata
begitu, ia kabur dengan menggunakan ilmu mengentengkan
badan. Ouw Ceng Goe tertawa dingin. "Nama Kian sie Poet
kioe Ouw Ceng Goe sudah kesohor di kolong langit."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
katanya. "Bukan baru satu orang yang roboh binasa diluar
rumahnya." (Kian sie Poet kioe artinya Melihat kebinasaan
tetap tidak menolong). Tanpa menghiraukan perkataan Soepehnya, Gie Coen
segera mengubar. Mereka kedua duanya sama sama
mendapat luka, tapi luka Cie Goan banyak lebih enteng dan
tenaganya pun banyak lebih besar. Maka itu, dalam
beberapa saat saja ia sudah bisa menyandak Boe Kie yang
lalu dipeluknya dan dibawa balik kerumah paman guruya.
Dengan kedua tangan belum bisa bergerak, si bocah
tidak berdaya lagi. "Ouw Soepeh apa benar benar kau tidak mau
menolong?" tanya Gie Coen dengan napas tersengal sengal.
"Apa kau tidak tahu, bahwa aku bergelar Kian sie Poet
kioe?" Sang paman balas menanya. "Perlu apa kau melit
melit?" "Tapi apakah Soepeh bersedia untuk mengobati luka
didalam tubuhku?" tanya pula Siang Gie Coen.
"Tentu." jawabnya.
"Bagus!" kata si brewok girang. "'Teecoe telah berjanji
kepada Thio Cinjin nntuk menolong saudara kecil ini.
Sesudah memberi janji itu, tee coe tak mau orang-orang
partai sana mengatakan bahwa murid-murid Mo kauw tidak
boleh dipercaya. Maka itu, begini saja, Teecoe tak usah di
obati oleh Soepeh, tapi teecoe memohon supaya Soepeh
sudi mengobati saudara kecil dengan demikian, satu ditukar
dengan satu dan Soepeh tidak jadi rugi."
"Kau tahu bagaimana hebatnya Ciat sim ciang ?" tanya
sang paman guru dengan paras sunguh-sungguh. "Sesudah
kena pukulan itu, jika didalam tempo tujuh hari, kau
mendapat pertolongan seorang tabib kelas satu, maka
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lukamu akan menjadi sembuh. Sesudah lewat tujuh hari,
hanya jiwamu yang dapat ditolong, sedang ilmu silatmu
akan musna seanteronya. Sesudah lewat empat belas hari,
tak satu tabibpun yang akan bisa menolong jiwamu."
"Ya, itulah karena meskipun melihat kebinasaan, Soepeh
tidak sudi menolong," jawabnya, "Teecoe rela mati dan
takkan merasa menyesal."
"Aku tak sudi ditolong olehmu!" teriak Boe Kie. "Tak
sudi! Kau mengerti?" la menengok kearah siberewok dan
berkata: "Siang Toako, apa kah kau rasa Boe Kie manusia
rendah" Kau menukar jiwamu dengan jiwaku. Andaikan
aku hidup, aku akan hidup menderita. Tak bisa ada
kejadian begitu !" Gie Coen adalah laki-laki tulen. Tanpa mengeluarkan
sepatah kata lagi, ia membuka tali pinggangnya yang lalu
digunakan untuk membelenggu kaki tangan Boe Kie dan
kemudian mengikatkan kesebuah kursi.
"Lepas ! Lepas !" teriak bocah itu. "Kalau kau tidak
lepas, aku akan mencaci."
Si berewok tidak menggubris.
"Kian sie Poet kioe Ouw Ceng Goe!" teriak Boe Kie.
"Kau sungguh seperti kerbau tolol! Kau lebih rendah
daripada binatang. Aku sedih, bahwa didalam Mo kauw
terdapat manusia yang tidak bersifat manusia. Dan kau
masih begitu tak mengenal malu, kau masih ada muka
untuk membujuk aku masuk kedalam agamamu. Entah
dosa apa yang ditumpuk oleh delapan belas leluhurmu,
sehingga pada akhirnya, mereka mendapat turunan seperti
kau, manusia yang lebih rendah dari pada anjing dan babi !"
Sesudah selesai mengikat Boe Kie, Gie Coen segera
berkata : "Ouw Soepeh, saudara Thio, selamat tinggal! Aku
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekarang ingin mencari tabib."
"Di seluruh propinsi An hoei tidak terdapat tabib yang
pandai," kata Ceng Goa. "Dan didalam tujuh hari, belum
tentu kau bisa keluar dari propinsi ini."
Si brewok tertawa terbahak-bahak. "Aku mempunyai
Soepeh melihat kebinasaan, tak sudi menolong," katanya.
"Dan kau mempunyai Soetit (keponakan murid) yang tidak
mengenal mampus." Seraya berkata begitu, dengar tindakan
lebar ia berjalan keluar.
"Ouw Ceng Goe !" bentak Boe Kie. "Kalau kau tidak
mengobati Siang Toako, satu hari kau pasti akan binasa
didalam tanganku ! Aku...aku.."
Ia tidak dapat meneruskan perkataannya, karena ia
sudah pingsan. Ceng Goe mengeluarkan suara dihidung. "Tak perlu kau
mampus diluar rumahku," katanya seraya mengambil
sebatang daun obat yang lain di timpukkan kearah Gie
Coen. Batang daun obat itu menyambar bagaikan kilat dan
mengenakan tepat dilutut si berewok, yang tanpa
mengeluarkan suara, segera roboh terguling dan tidak bisa
bangun lagi. Memang aneh sungguh adat Ouw Ceng Coe. Kalau dia
kata "tidak" tetap tidak, kalau dia "mau", dia tetap mau.
Perkataan Boe Kie yang paling belakang, yakni aneaman
"kalau kau tidak mengobati Siang Toako, satu hari kau pasti
akan binasa didalam tanganku", agak mengejutkan hatinya.
Melihat kegagahan Boe Kie dan mengingat bahwa anak itu
murid Thio Sam Hong, ia merasa bahwa ancaman itu
bukan ancaman kosong. Ia seorang yang sangat berhati-
hati. Sesudah memikir sejenak berkata dalam hatinya:
"Biarlah, kedua-duanya tidak ditolong olehku. Perduli apa
jika di Ouw tiap kok bertambah dengan dua setan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penasaran" Sesudah menimpuk Gie Coen, ia segera membuka ikatan
Boe Kie dan mencekal kedua pergelangan tangan anak itu
untuk dilontarkan sejauh jauhnya keluar.
Mendadak Ceng Goe terkejut, karena denyutan nadi si
bocah sangat luar biasa. Ia segera memeriksa lebih teliti dan
rasa kagetnya bertambah tambah.
"Apakah bocah sekecil dia sudah bisa membuka Kie
keng Pat meh" tanyanya dalam hati. "Puluhan tahun aku
berlatih, tapi belum dapat aku membuka pembuluh
darahku. Oh, aku tahu! Tak salah lagi, inilah akibat
bantuan Thio Sam Hong. Dia rupanya sangat sayang bocah
itu dan rela mengorbankan sebagian Lweekangnya."
Ia lalu membuka pakaian Boe Kie dan memeriksa
seluruh badannya. Sesudah itu, ia menekan tantian, dada,
embun-embunan dan hati si bocah. Akhirnya ia tertawa
dingin seraya berkata : "Thio Sam Hong berlagak pintar,
tapi dia jadi bodoh. Lantaran menyayang, dia mencelakakan cucu muridnya. Jikalau Kie keng Pat meh
anak ini belum terbuka, jiwanya masih dapat ditolong. Tapi
sekarang, racun dingin sudah buyar dan masuk ke dalam isi
perutnya. Kecuali dewa, manusia biasa tak berdaya lagi.
Huh huh! Kata orang, Boe tong Thio Sam Hong
berkepandaian luar biasa tinggi. Tapi menurut penglihatanku, dia goblok berlapis dungu."
Beberaga saat kemudian, Boe Kie tersadar, dan melihat
Ouw Ceng Goe sedang mengawasi api dapur obat dengan
mata membelalak, sedangkan Siang Gie Coen masih juga
menggeletak di jalanan berumput, diluar rumah. Keadaan
begitu sunyi senyap untuk beberapa lama, tak seorangpun
membuka mulut. Ouw Ceng Goe adalah seorang tabib yang telah
http://dewi-kz.info/

Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencurahkan seluruh penghidupannya untuk mempelajari
ilmu ketabiban. Kalau dia senang dengan mudah dia dapat
menyembuhkan penyakit yang aneh-aneh. Oleh karena itu,
ia mendapat gelaran "Ie sian," atau "Tabib Dewa."
Tapi, ia sekarang menghadapi racun yang sangat langka,
yaitu racun dingin dari pukulan Hian beng Sin ciang. Apa
yang lebih luar biasa lagi, yalah pembuluh darah dari orang
yang terkena racun itu, terbuka semuanya, sehingga racun
tersebut sudah masuk kedalam perutnya.
Sebagaimana diketahui, dalam dunia ini, orang orang
sangat sukar mendapat lawan yang setimpal. Seorang ahli
catur jempoan sukar mendapat lawan yang seimbang. Jika
menemui lawan begitu, ia bisa lupa makan dan lupa tidur.
Seorang ahli hitung juga pasti tak akan menyerah kalah
sebelum dapat memecahkan teka teki hitungan yang sulit.
Hal yang sama sekarang dihadapi oleh Ouw Ceng Coe.
Penyakit Boe Kie merupakan tantangan baginya. Ia
sungkan mengobati Boe Kie tapi tantangan itu terlalu hebat
untuk bisa dielakkan dengan begitu saja.
Tanpa merasa, ia mengasah otak, Beberapa lama, ia
mengasah otak, tanpa berbasil. Akhirnya dengan geregetan,
ia berkata didalam hatinya: "Baiklah. Lebih dulu aku akan
menyembuhkan penyakitnya. Aku pasti bisa menyembuhkannya. Sesudah dia sembuh, masih banyak
tempo untuk membinasakannya."
Sesudah memeras pikiran sejam lebih, ia mengeluarkan
dua belas kepingan kecil tembaga dari sakunya. Sambil
mengerahkan Lweekang, ia menancapkan kepingan-
kepingan logam tembaga itu di Tiongkie hiat (sebelah
bawah tantian), di Thian touw hiat (sebelah bawah leher),
di Cian keng hiat (dipundak) dan dilain lain jalan darah
disekujur badan Boe Kie. Sesudah kepingan tembaga itu
ditancapkan, maka duabelas Keng siang meh terputus
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hubungannya dengan Kie keng Pat meh. Keng siang meh
ialah hati, paru paru, nyal i ginjal , usus besar, usus kecil dan
lain lain, ialah dua belas macam isi perut dalam tubuh
manusia. Sesudah Keng siang meh terputus hubungannya dengan
Kie keng Pat meh, maka racun dingin yang sudah masuk
kedalam isi perut Boe Kie tidak bisa naik lagi kepembuluh
darah dan untuk sementara, tidak berbahaya lagi.
Sesudah membuka semua jalanan darah yang tertotok di
kaki tangan Boe Kie, dengan menggunakan batang rumput
Tin ngay, Ouw Ceng Goe lalu membakar In boen hiat dan
Tiang hoe hiat dipundak sibocah. Kemudian, ia lalu
membakar berbagai jalanan darah dari lengan sampai
dijempol tangan, seperti Thian hoe hiat, Hiap pek hiat, Cek
tek hiat dan sebagainya. Setiap pembakaran disaban jalanan
darah mengurangi racun dingin yang mengeram dalam isi
perut Boe Kie. Tapi cara itu, yaitu menggunakan hawa
panas untuk melawan hawa dingin, menimbulkan kesakitan
luar biasa dan penderitaan Boe Kie lebih hebat dari pada
waktu mengamuknya racun dingin itu.
Tanpa mengenal kasihan, si tabib malaikat membakar
terus dengan batang Tin ngay yang menyala nyala. Sesudah
selang beberapa lama, tubuh si bocah penuh dengan totol
totolan hitam akibat pembakaran itu.
Boe Kie yang keras kepala sedikitpun sungkan
memperlihatkan kelemahannya. Jangankan berterlak kesakitan, merintihpun tidak. Sebaliknya dari itu, ia masih
bisa bicara dengan sang tabib sambil bersenyum senyum.
Meskipun tidak mengerti ilmu ketabiban, tetapi sesudah
belajar ilmu Tiam hiat dari Cia soen, ia paham akan
letaknya berbagai jalanan darah disekujur badan manusia.
Maka itu, waktu Ouw Ceng Goe bicara tentang soal
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketabiban sambil membakar jalanan darahnya, sedikit-
sedikit ia masih bisa melayaninya, Kadang kadang
berdasarkan pengetahuannya akan ilmu Tiam hiat, ia malah
memberi tafsiran atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang tepat. Hal ini menggembirakan sangat hati Tiap kok Ie
sian. Sebagaimana diketahui, ia hidup menyendiri disebuah
selat yang terpencil dari dunia luar. Manusia yang
mengawaninya hanya kacung kacung yang membantunya
mencari daun obat atau memasak obat. Maka dapatlah
dimengerti kalau sekarang kegembiraannya timbul sebab ia
bisa bicara dengan seorang yang kelihatannya mengerti
akan apa yang dibentangkan olehnya.
Setelah beberapa ratus jalanan darah yang bersangkut
paut dengan Keng sian meh selesai di bakar, siang sudah
berganti dengan malam. Tak lama kemudian, seorang
kacung membawa nasi dan sayur yang lalu ditaruh diatas
meja dan kemudian ia membawa juga barang santapan
keluar rumah untuk diberikan kepada Siang Gie Coen yang
masih terus menggeletak diatas rumput.
Malam itu si berewok tidur diudara terbuka. Waktu tiba
temponya untuk mengaso, tanpa mengeluarkan sepatah
kata, Boe Kie berjalan keluar rumah dan membaringkan
dirinya diatas rumput, disamping Toako, sebagai tanda
bahwa ia bersamaan nasib dengan si berewok.
Ouw Ceng Goe tidak memperdulikan, ia malah berlagak
tidak melihat perbuatan Boe Kie. Tapi didalam hati, diam-
diam ia merasa heran dam kagum akan cara-caranya bocah
cilik Itu. Pada keesokan harinya, si tabib malaikat menggunakan
tempo setengah hari untuk membakar "hiat" dari Kie keng
Pat meh. Keng siang meh adalah seperti sungai yang terus
mengalir tak henti-hentinya, sedang Kie keng Pat meh
seolah-olah telaga atau lautan yang menerima semua aliran
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Maka itu, usaha untuk mengusir racun dingin yang
berkumpul di Kie keng Pat meh banyak sukar daripada
usaha mengusir racun itu dari Keng Pat meh.
Sesudah selesai membakar berbagal "hiat" dari Kie keng
pat meh, Ceng Goe segera memerintahkan kacungnya
memasak semacam ramuan obat yang kemudian lalu
diberikan kepada Boe Kie. Obat itu dingin sifatnya dan
dalam usaha babak kedua itu ia menggunakan dingin
membasmi dingin. Sehabis makan obat itu, Boe Kie
mengigil hebat, tapi sesudah serangan itu mereda, ia
merasakan badannya banyak lebih baik, lebih nyaman dan
lebih segar. Di waktu lohor si tabib malaikat meneruskan usahanya
dengan menusuk berbagai jalanan darah Boe Kie dengan
mengunakan jarum emas. Selagi diobati dengan rupa rupa
daya Boe Kie coba membujuk Ceng Goe, supaya dia suka
mengobati Gie Coen, tapi orang aneh itu tidak meladeni
dan hanya berkata: "Gelar Tiap kok ie sian untukku
sebenarnya kurang tepat dan aku tidak menyuka julukan
itu. Gelar Kian sie Poet kioe barulah menyenangkan
hatiku." Sambil berkata begitu, ia menusuk Ngo kit hiat, diantara
pinggang dan paha dengan jarum emas nya. Jalanan darah
itu adalah tempat bertemunya Siauw yang dan Tay yang.
"Tay meh dalam tubuh manusia merupakan pembuluh
darah yang paling aneh," kata Boe Kie. "Ouw Sinshe, apa
kau tahu bahwa ada beberapa orang yang tidak mempunyai
Tay meh ?" Ceng Goe kaget. "Omong kosong ! Tak bisa jadi!"
bentaknya. Memang benar, Boe Kie hanya bicara sembarangan.
Tapi ia berkata pula. "Ouw Sinshe, dunia ini luas sekali dan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
didalam dunia terdapat banyak yang aneh aneh. Apalagi
menurut katanya orang, Tay meh sebenarnya tidak
memegang peranan penting dalam tubuh manusia."
"Aku mengakui, bahwa Tay meh adalah pembuluh darah
yang agak aneh," kata sitabib. "Tapi jutsa besar, jika orang
mengatakan, babwa Tay meh tidak berguna besar. Dalam
dunia terdapat banyak tabib tolol yang tidak mengerti
kegunaan dan pentingnya Tay meh. Aku mempunyai sejilid
Kitab Tay meh. Kau bacalah sendiri,"
Ia segera masuk kedalam dan keluar lagi dengan
membawa sejilid Buku tipis yang ditulis dengan tulisan
tangannya sendiri, dan lalu menyerabkan kepada si bocah.
Boe Kie membuka halaman yang pertama, dimana
tertulis seperti berikut: "Dua belas Keng siang meh dan Kie
keng cit meh semua mengalir dari atas kebawah. Hanya
Tay meh yang terletak di samping kempungan, mengalir
dengan memutari pinggang, seperti juga sehelai ikatan
pinggang. Dalam beberapa kitab pengobatan terdapat
keterangan, bahwa Tay meh mempunyai empat hiat atau
enam hiat. Itu semua salah. Tay meh sebenarnya
mempunyai sepuluh hiat, dua di antaranya kadang kadang
muncul, kadang kadang menghilang, sehingga sukar sekali
dapat diraba" Boe Kie membaca terus dengan teliti dan diam diam
mengingat-ingat semua apa yang dibacanya.
Tiba-tiba ia teringat peristiwa Tan Yoe Liang yang coba
mengabui kakek gurunya. Kitab Tay meh itu tidak seberapa
banyak isinya dan apa yang tertulis didalamnya ternyata
sangat mudah dimengerti, sehingga jika dibandingkan
dengan Kouw koat ilmu silat, kitab tersebut sepuluh kali
lebih mudah dihafal. Sesudah selesai membaca, si bocah lalu mengembalikan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kitab itu kepada Ouw Ceng Gee. "Kitab itu sudah pernah
dibaca olehku," katanya dengan suara tawar. Pada waktu
berusia tigapuluh tahun, Thay soehoe pernah menulis Coe
hak Tay meh Jip boen Cian swee, yang bersamaan isinya
dengan hubungan itu. Entah Thay soehoe yang menelad
(peep: what is menelad?" keteranganmu atau kau yang
menyontoh gubahan Thay soehoe,"
Ouw Ceng Goe tercengang, akan kemudian marah besar.
"Tahun ini aku baru berusia lima puluh satu tahun,"
katanya didalam hati. "Kau mengatakan, bahwa Thio Sam
Hong menulis buku itu waktu ia berusia tiga puluh tahun
dan karena ia sekarang sudah berumur seratus tahun lebih,
maka ia menulis itu pada tujuhpuluh tahun berselang.
Dengan lain perkataan lagi, akulah yang sudah mencuri
buah kalamnya Thio Sam Hong. Kurang ajar! Kitab Tay-
meh itu adalah hasil jerih-pajahku dan belum pernah
didapat oleh siapapun jua dalam dunia ini. Kurang ajar !
Kau mengatakan Coe hak Tay meh Jip boen Cian swee,
sudah 'Coe hak', 'Jip boen', sudah 'Jip boen', 'Cian swee'
lagi! Kunyuk kecil ini benar-benar kurang ajar!" (Coe hak,
artinya pelajaran permulaan, Jip boen adalah pendahuluan,
Cian swee berarti perundingan yang cetek, tidak
mendalam). Dalam gusarnya, ia menancapkan jarum emas dalam-
dalam di pinggir jalanan darah, sehingga darah lantas saja
keluar berketel ketel. Boe Kie kesakitan, hampir-hampir ia
berteriak, tapi sambil menggigit bibir, ia menahan rasa sakit
itu. "Kalau kau tidak percaya, biarlah aku menghafal Coe
hak Tay meh Jip boen Cian swee itu, yang digubah oleh
Thay Soehoe," katanya dengan tenang.
"Baiklah !" bentak Ceng Goe. "Kalau salah sehuruf saja,
tahu sendiri, aku akan segera mengambil jiwamu "
Selama di Pheng hwee to, semenjak berusia tima tahun,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Boe Kie telah dipaksa menghafal Kouw koat ilmu silat oleh
ayah angkatnya. Salah sedikit saja, ia digaplok oleh ayah
angkat yang galak itu. Maka itulah, sesudah berlatih selama
lima tahun, ia boleh dikatakan sudah menjadi ahli dalam
ilmu menghafal. Akan tetapi, mendengar ancaman Ouw
Ceng Goe in keder juga. Ia yakin, bahwa orang aneh itu
dapat membuktikan ancamannya. Diam diam ia merasa
menyesal, bahwa ia berguyon guyon secara melampaui
batas. Tapi sekarang ia sudah tidak bisa mundur lagi.
Sambil mengempos semangat untuk mengumpulkan semua
tenaga otak nya, ia mulai menghafal dengan suara nyaring :
"Duabelas Keng siang meh dan Kie keng Cit meh semua
mengalir dari atas kebawah. Hanya Tay meh, yang terletak
disamping kempungan, mengalir memutari pinggang,
seperti sehelai ikatan pinggang..."
Makin lama, ia makin bersemangat dam akhirnya ia
mendapat menyelesaikan hafalan itu dengan sempurna.
Bukan main kagetnya Ceng Goa. Untuk beberapa saat,
ia mengawasi si bocah dengan mata membelalak. "Sungguh
luar biasa" pikirnya. "Anak itu mempunyai bakat K wee bak
poet bong, Manusia yang seperti dia sukar dicari keduanya
didalam dunia," Kwee bak poet bong artinya begitu melihat
tidak bisa lupa Iagi.). Ia tak tahu, bahwa dalam kuil Siauw
lim sie terdapat Tan Yoe Liang yang kecerdasannya tidak
berada di sebelah bawah Boe Kie.
Sesudah hilang kagetnya, tanpa merasa ia memuji:
"Pintar! Kau sungguh pintar !" Sehabis berkata begitu, ia
segera menusuk sepuluh "hiat" dari Tay meh Boe Kie
dengan jarum emasnya. Sehabis mengaso sebentar, Ceng Goe mendapat ingatan
untuk mencoba lagi. "Disamping kitab Tay meh, aku
memiliki kitab Coe ngo Ciam cie keng," katanya. "Coba
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kau lihat. Apakah Thio Sim Hong juga sudah pernah


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggubah kitab yang seperti itu ?"
Ia segera masuk kedalam dan keluar lagi dengan
membawa 12 jilid kitab tulisan tangan.
Boe Kie segera membalik-balik lembarannya. Setiap
halamannya penuh huruf-huruf kecil yang menerangkan
kedudukan jalanan darah, beratnya timbangan obat, waktu
dan cetek dalamnya tusukan jarum emas. Semua
diterangkan dengan jelas sekali, "Untuk membaca dua belas
jilid sedikitnya memerlukan tempo tiga atau empat hari,"
pikirnya. "Bagaimana aku dapat menghafal dalam tempo cepat"
Biarlah aku coba saja mencari ilmu untuk mengobati luka
Siang Toako." Dengan cepat ia membalik-balik lembaran
kitab-kitab itu dengan hanya memperhatikan judulnya.
Waktu memeriksa jilid kesembilan, dibagian Ciang siang
Cie hoat (Cara mengobati luka pukulan telapak tangan), ia
melihat petunjuk-petunjuk untuk mengobati luka Tiat see
ciang, Tok ciang, Kay san ciang dan sebagainya. Waktu ia
meneliti lagi sampai di halaman seratus delapanpuluh,
barulah ia bertemu dengan cara pengobatan luka terkena
pukulan Ciat sim ciang. Ia jadi sangat girang. Ia lalu membaca dan mempelajari
apa yang tertulis disitu. Ia mendapat kenyataan bahwa
keterangan mengenai pukulan itu diberikan jelas sekali, tapi
cara mengobatinya sangat sederhana dan ringkas. Mengenai
itu hanya ditulis seperti berikut "Turun tangan mulai dari
Cie kiong hiat, Tiong tseg hiat. Koan goan hiat dan Thian
tie hiat. Sesudah itu, memberi obat dengan melihat
perubahan Im yang dan Ngoheng, meninjau lima hawa
udara yaitu: dingin, panas, kering, basah dan angin dan
memperlihatkan lima perasaan girang, gusar, jengkel,
banyak pikiran dan bersemangat dari si sakit."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam ilmu pengobatan Tionghoa terdapat banyak
perubahan dan tidak ada peraturan yang tentu. Untuk
mengobati serupa penyakit si tabib biasa memberi obat
dengan memperhatikan hawa udara, siang atau malam,
lelaki atau perempuan, besar atau keci dan sebagainya.
Sementara itu, sesudah membaca beberapa kali, Boe Kie
berkata dalam hatinya: "Yang paling penting yalah coba
menolong Siang Toako. Aku tidak boleh mengejek tabib
malaikat ini." Di bagian terakhir Ciang siang Cie hoat, ada tertulis
Hian beng Sin ciang. Kehebatan pukulan itu diterangkan
jelas, tapi dibagian cara pengobatan tertulis: "Tidak ada."
Ia lalu menutup kitab itu dan dengan sikap hormat
menaruhnya diatas meja. "Dalam ilmu silat, Ouw Sinshe
tidak dapat menandingi Tay soehoe, tetapi di dalam ilmu
ketabiban, Tay Soe hoe tidak bisa melawan Ouw Sinshe,"
katanya, "Coe ngo ciam cie keng luas dan dalam, Tay
Soehoe tak akan dapat menggubah kitab seperti itu. Akan
tetapi, mengenai pengobatan pukulan telapak tangan, apa
yang dipelajari Ouw Sinshe belum dapat melampaui
pelajaran Tay Soehoe."
Sehabis berkata begitu, ia segera menghafal Ciang Siang
Cie hiat yang terdiri dari mengobati seratus lebih macam
pukulan telapak tangan, dan dalam menghafal itu, tidak
sehuruf pun yang salah atau ketinggalan. Akhirnya ia
berkata: "Luka boanpwee akibat pukulan Hian beng Sin
ciang tak dapat diobati oleh Tay soehoe. Mungkin sekali
Ouw Sinshepun tidak berdaya"
Ouw Ceng Goe tertawa dingin. "Tak usah kau
memanaskan hatiku," katanya. "Kau saksikan saja sendiri
apa benar aku tidak berdaya. Tapi sesudah aku
menyembuhkan kau, belum tentu kau bisa hidup lama."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Walaupun Boe Kie pintar luar biasa, ia tidak mengerti
maksud sebenarnya dari perkataan si tabib yang ingin
membinasakannya sesudah menyembuhkannya, supaya
sesuai dengan kebiasaannya, bahwa ia tidak pernah
menolong orang yang diluar lingkungan "agama" sesat.
Dengan tujuan satu-satunya untuk menolong Siang Gie
Coen. sibocah lantas saja berkata: "Ouw Sinshe, jika
boanpwee tidak bisa hidup lama, boanpwee ingin sekali bisa
membaca lagi kitab Coe ngo Ciam cie keng yang sangat luar
biasa itu." Ouw Ceng Goe tidak lantas menjawab. Sesudah
menimbang sejenak, ia menganggap tidak halangan jika ia
meluluskan permintaan itu, sebab biar bagaimana juapun,
bocah itu tidak akan bisa keluar dari Ouw tiap kok dengan
masih bernyawa. Ia mengangguk seraya berkata "Boleh, kau boleh
membaca sesukamu." Biarpun adatnya aneh, tidak dapat disangkat lagi bahwa
Ouw Ceng Goe adalah salah seorang manusia luar biasa
yang berkepandaian tinggi dan berpengetahuan luas. Hanya
sesudah masuk kedalam "agama" sesat, ia membenci
manusia biasa dan lebih membenci lagi orang orang Rimba
Persilatan yang menjadi anggauta dari partai-partai lurus
bersih. Makin lama, adatnya jadi makin aneh dan ia hidup
menyendiri ditempat yang terpencil. Tapi, sebagai manusia
biasa kadang-kadang ia merasa manyesal, bahwa ia tidak
mempunyai kawan untuk bersama-sama merundingkan
atau mempelajari ilmu ketabiban dan iapun merasa sangat
kesepian. Oleh sabab itu, maka kedatangan Boe Kie, yang
sangat pintar dan yang kagum akan kepandaiannya, pada
hakekatnya menyenangkan hatinya yang kosong sunyi.
Sesudah mendapat perkenan, siang malam Boe Kie
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempelajari isi kitab-kitab Ceng Goe. Sering sering ia lupa
makan dan lupa tidur. Ia bukan saja membaca belasan
macam kitab yang ditulis oleh Ouw Ceng Goe sendiri, tapi
juga banyak kitab lain, sepetti Oay Tee Lweekang, Hoa To,
Lwee ciauw touw, Cian kim ek dan sebagainya. Tujuan si
bocah yang sesungguhnya, tidak dapat ditebak oleh Ouw
Ceng Gee yang menganggap, bahwa karena tidak mengerti
kitab gubahannya sendiri, maka Boe Kie yang sungkan
menanya secara langsung, sudah membongkar kitab-kitab
ketabiban kuno untuk mencari penjelasannya.
Beberapa hari telah lewat. Selama beberapa hari itu, Boe
Kie telah bisa menghafal banyak kitab, akan tetapi, ilmu
pengobatan yang dalam dan luas mana bisa dipahamkannya dalam beberapa hari saja" Ia menghitung
hitung dan ternyata ia sudah berdiam di Ouw tiap kok
enam hari lamanya. Ia jadi bingung. Menurut katanya Ouw Ceng Goe, jika
didalam tempo tujuh hari, Cie Coen bisa mendapat
pertolongan tabib yang pandai, maka lukanya akan sembuh
seanteronya. Jika lewat tujuh hari, andaikata bisa sembuh,
ilmu silat Gie Coen akan musnah semuanya. Dan sekarang,
si berewok sudah menggeletak diluar rumah enam hari
enam malam lamanya. Apakah ia akan bisa menolong jiwa
Siang Toako" Hari itu turun hujan besar dan Gie Coen separuh
terendam diair, tapi sang paman guru tak menghiraukannya. Melihat begitu, Boe Kie mendongkol
bukan main dan didalam hati, ia mencaci si tabib malaikat
yang berhati kejam. Malamnya hujan turun makin besar. Kilat menyambar
nyambar, diiringi guntur dan petir yang menggetarkan
bumi. Boe Kie tak bisa mempertahankan diri lagi. Sambil
mengertak gigi, ia berkata dalam hatinya. "Biarpun aku
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mesti membunuh Siang Toako, tak dapat aku mengawasi
penderitaannya dengan berpeluk tangan." Dari laci obat
Ouw Ceng Goe, ia segera mengambil delapan batang jarum
emas dan lalu menghampiri Gie Coen.
"Siang Toako," katanya dengan suara parau, "Selama
beberapa hari siauwtee telah mempelajari kitab-kitab Ouw
Sinshe dan biarpun belum mengerti benar, tapi karena
keadaan memaksa, siauwtee ingin coba menggunakan
jarum untuk mengobati Toako. Andaikata terjadi kejadian
yang tidak di harapkan, siauwteepun tidak bisa hidup
sendirian dalam dunia ini."
Gie Coen tertawa terbabak bahak. "Saudara kecil jangan
kau mengatakan begitu," katanya. "Lekas gunakan jarum
itu. Kalau kau berhasil, Soe peh akan merasa malu sekali.
Andaikata aku mati, aku memang lebih suka mati daripada
berendam dikobakan ini."
Dengan tangan gemetar Boe Kie mencari jalan darah Gie
Coen dan kemudian menancapkan sebatang jarum emas di
Koan goan hiat. Tapi, begitu ditacapkan, jarum itu bengkok
dan tidak bisa masuk terus ke dalam daging.
Hal ini bisa dimengerti, karena bukan saja si bocah
belum pemah menggunakan jarum tersebut, tapi jarum
itupun lemas luar biasa, sehingga untuk memasukkannya ke
dalam daging, orang harus menggunakan Lweekang yang
tinggi. Boe Kie terpaksa mencabutnya lagi. Menurut biasa,
jika jarum masuk tepat di jalanan darah, darah tidak keluar.
Tapi sekarang, sebab si bocah menusuk salah, maka begitu
jarum tercabut, darah Gio Coen lantas saja keluar berketel-
ketel. Koan goan hiat yang terletak dikempungan manusia,
merupakan salah satu "hiat" yang paling berbahaya.
Melihat darah merembas keluar tak hentinya, Boe Kie jadi
bingung. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekonyong-konyong di belakangnya terdengar suara
orang tertawa berkakakan. Ia menengok dan melihat Ouw
Ceng Goe yang berdiri sambil menggendong tangan,
dengan paras muka berseri seri.
"Ouw Sinshe," kata Boe Kie dengan suara bingung.
"Koan goan hiat Siang Toako mengeluarkan darah.
Bagaimana baiknya ?"
"Tentu saja aku tahu bagaimana baiknya," jawabnya.
"Tapi perlu apa aku memberitahukan kau ?"
"Ouw Sinshe, mengapa kau begitu kejam?" kata Boe Kie
dengan suara keras: "Begini saja. Satu jiwa ditukar dengan
satu jiwa. Tolonglah Siang Toako. Sesudah kau menolong,
aku akan segera binasa dihadapanmu."
"Kalau aku kata tidak, tetap tidak," kata Ceng Goe
dengan suara tawar. "Aku hanya Kian sie Poet kioe Ouw
Ceng Goe. Aku bukan Boe siang (setan yang biasa
membetot jiwa orang). Kalau kau mampus, sedikitpun tiada
sangkut pautnya dengan aku. Andaikata sepuluh Boe Kie
mati, akupun tidak akan menolong satu Siang Gie Coen."
Boe Kie mengerti, tiada gunanya ia memohon mohon
lagi. Ia tahu, bahwa ia tak akan bisa menggunakan jarum
emas itu yang terlampau lemas. Mencari jarum baja atau
jarum besi sudah tidak keburu lagi.
Sesudah memikir sejenak, buru buru ia mematahkan
sebatang bambu. Dengan menggunakan pisau, ia membuat
beberapa biting bambu dan kemudian, tanpa memikir lagi ia
menancapkannya di Cie kiong, Siong tong, Koen goan dan
Tian tie hiat. Sesaat kemudian Gie Coen muntahkan darah hitam
beberapa kali. Boe Kie jadi bingung. Sesudah menusuk jalanan darah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang, ia tak tahu apa penyakitnya jadi lebih enteng atau
lebih berat. Ia mengawasi muka Ouw Ceng Goe dan
melihat, bahwa, meskipun sikapnya acuh tak acuh, paras
muka sitabib malaikat menunjuk rasa kagum. Ia sekarang
tabu, bahwa usahanya yang pertama telah berhasil dan
hatinya girang. Buru-buru ia masuk kedalam rumah dan sambil
membaca beberapa kitab, ia mengasah otak untuk coba
menulis surat obat. Ia tahu obat apa bisa digunakan untuk
menyembuhkan penyakit apa, tapi ia belum pemah melihat
macamnya obat itu dan juga tidak mengerti, berapa banyak
si sakit barus diberikan. Sesudah berpikir beberapa lama
dengan nekat ia lalu menulis surat obat yang lalu
diserahkan kepada sikacung tukang masak obat dengan
berkata: "Masaklah obat ini"
Si kacung membawa surat obat itu kepada majikannya
dan menanya, apakah ia boleh turut perintah Boe Kie. Ceng
Goe mengeluarkan suara dihidung dan berkata pada dirinya
sendiri: "Hmm ! Benar benar gila !" Ia berpaling kepada
kacungnya dan berkata: "Boleh. Masaklah obat menurut
timbangannya. Kalau dia tidak mati, benar-benar rejekinya
besar." Boe Kie mongerti apa maksudnya perkataan itu.
Cepat-cepat ia merebut pulang surat obat
itu, mengurangkan timbangannya dan kemudian baru menyerahkannya kembali kepada si kacung.
Sesudah dimasak, Boe Kie membawa obat itu kepada
Gie Coen dan berkata dengau air mata berlinang-linang:


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siang Toako, minumlah obat ini. Apa untung, apa celaka,
siauwtee sendiri tak tahu"
"Bagus! Bagus!" kata siberewok sambil tertawa "Inilah
yang dikatakan, tabib buta mengobati kuda picek." Sambil
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meramkan mata ia segera minum habis semangkok obat itu.
Malam itu Gie Coen menggelisah. Ia merasa perutnya
seperti disayat pisau dan dari mulutnya terus mengeluarkan
darah. Tanpa menghiraukan hujan dan hawa dingin,
semalaman suntuk Boe Kie menemani sisakit. Pada esokan
paginya, hujan berhenti dan darah yang dimuntahkan Gie
Coen makin lama jadi makin sedikit. Warna darah juga
berubah, dari hitam menjadi ungu, dari ungu berubah
merah. "Saudara kecil," kata Siang Gie Coen dengan girang.
"Obatmu teryata tidak membinasakan manusia. Aku
merasa badanku banyak lebih enak, lebih nyaman."
"Bagaimana" Obat siauwtee boleh juga bukan?" kata
sibocah sambil menyengir.
"Lebih dari boleh juga!" memuji Gie Coen. "Hanya
obatmu mungkin terlalu keras, perutku seperti diiris-iris
pisau." "Ya, mungkin terlalu keras," kata Boe Kie dengan rasa
jengah. Sebenarnya, obat yang diberikan oleh Boe Kie kepada
Gie Coen bukan hanya terlalu keras, tapi beberapa lipat kali
terlalu keras. Kalau Gie Coen tidak mempunyai badan yang
sangat kuat, siang siang ia sudah binasa.
Sesudah membersihkan badan, Ouw Ceng Goe berjalan
keluar. Melihat paras muka Siang Gie Coen ia terkesiap. Ia
tak nyana, bahwa Boe Kie benar-benar sudah berhasil
menyembuhkan luka si borewok.
Sementara itu, sibocah sudah menulis surat obat untuk
menguatkan badan dan lain menyerahkannya kepada
sikacung untuk dimasak. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia memasukkan segala macam obat kuat, seperti Jinsom,
Lok jiong, Souw ouw dan sebagainya. Dalam rumah Ouw
Ceng Goe terdapat rupa rupa obat, dari yang paling murah
sampai yang paling mahal harganya. Sesudah minum obat
kuat enam tujuh hari beruntun, bukan saja kesehatannya,
tapi kepandaian silat Gie Coen juga sudah pulih kembali.
Beberapa hari kemudian, ia berkata begini kepada Boe
Kie: "Saudara kecil, lukaku sudah sembuh Sekarang saja
kita berpisahan " Selama kurang lebih sebulan Boe Kie telah berkawan
dengan pemuda itu dan mereka berdua sama-sama
merasakan banyak penderitaan. Mereka telah menjadi
seperti saudara kandung dan dapatlah dimengerti, jika
sibocah merasa sedih waktu mendengar perkataan sang
kakak. Ia tak dapat mengeluarkan sepatah kata. Ia hanya
mengangguk dengan air mata berlinang-linang.
"Saudara kecil, jangan kau bersusah hati," membujuk
Gie Coen. "TIga bulan kemudian, aku akan kembali untuk
menengokmu. Kalau racun dingin sudah diusir bersih dari
badanmu, aku akan segera mengantarkan kau pulang ke
Boe tong." Ia masuk kedalam rumah dan berlutut dihadapan Ouw
Ceng Goe. "Ouw Soepeh," katanya, "sekarang teecoe sudah
sembuh sama sekali. Biarpun benar saudara Thio yang
mengobati, akan tetapi, pengobatan itu diberikan berdasarkan petunjuk kitab kitab Ouw Soepeh. Disamping
itu, teecoe juga telah menghabiskan banyak sekali obat-
obatan Soepeh yang berhanga mahal. Untuk itu semua,
teecoe hanya bisa menghaturkan banyak-banyak terima
kasih." Sang paman guru manggut manggutkan kepalanya. "Tak
apa," katanya. "Lukamu memang sudah sembuh, hanya
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sayang, usiamu berkurang dengan tigapuluh tahun."
Gie Coen tidak mengerti. "Apa yang dimaksudkan
Soepeh ?" tanyanya, "Dilihat dari kekuatan badanmu, paling sedikit kau bisa
hidup sampai usia delapanpuluh tahun," menerangkan sang
paman guru. "Tapi karena bocah itu membuat kesalahan
dalam memberi obat dan membuat kesalahan pula waktu
menusuk jalanan darahmu, maka, setiap kali bertemu
delapan musim hujan angin, sekujur badanmu akan
dirasakan sakit. Menurut taksiranku, kau hanya bisa berusia
sampai lima puluh tahun."
Si berewok tertawa terbabak-bahak. "Ouw Soe peh,"
katanya dengan suara lantang, "jika seorang laki-laki bisa
menolong sesama manusia dan mengabdi kepada negara,
berusia sampai empat puluh tahun saja kurasa sudah cukup.
Jika seorang hidup tanpa tujuan, maka biarpun ia bisa
berumur seratus tahun, hidupnya percuma saja."
Ceng Goe tidak mengatakan suatu apa, ia hanya
mengangguk beberapa kali.
Boe Kie mengantar Gie Coen sampai dimulut selat Ouw
tiap kok den kemudian mereka berpisahan sesudah
memeras banyak air mata. Sambil mengawasi bayangan si
barewok yang makin lama jadi makin jauh, Boe Kie
bertekad untuk mempelajari ilmu pengobatan, supaya
dibelakang hari ia dapat memulihkan usia Gie Coen, yang
menurut katanya Ouw Ceng Goa, akan berkurang
tigapuluh tahun. Setiap hari dengan telaten, Ceng Goe menggunakan
jarum emas dan memberi obat untuk mengusir semua racun
dingin yang masih mengeram dalam tubuh sibocah.
Sementara itu, diwaktu luang, Boe Kie tidak menyia-
nyiakan tempo. Tanpa kenal capai, ia membaca dan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempelajari kitab kitab ketabiban. Jika ada bagian yang
tidak dimengerti, ia memohon petunjuk dari Ouw Ceng
Goe yang memberinya dengan segala senang hati.
Perlahan-lahan tabib malaikat itu mulai merasa suka
terhadap sibocah pintar itu. sekali hatinya terbuka, tanpa
sangsi-sangsi, ia memberi segala pelajaran yang dimilikinya.
Kadang-kadang bocah itu mengajukan pertanyaan
mengenai hal-hal yang belum pemah dipikir olehnya
sendiri. Rasa kagum orang tua itu terhadap Boe Kie jadi
makin besar. Semula, ia berminat membinasakan Boe Kie begitu lekas
lukanya sembuh. Tapi sekarang ia merasa, bahwa jika
sibocah binasa, ia akan hidup kesepian. Maka itulah, waktu
memberi obat, ia sengaja mengurangkan timbangannya
untuk menunda penyembuhan dan penunda pula kebinasaan anak itu. Sesudah lewat satu dua bulan, dengan rasa heran Ceng
Goe mendapat kenyataan, bahwa sesudah menggunakan
rupa-rupa cara, ia masih belum juga bisa mengusir racun
dingin yang berkumpul di Sam cauw. Belasan hari ia
memeras pikiran dan bekerja keras, tapi hasilnya nihil
sehingga rambutnya bertambah uban. ( Samcouw -
Hormon). Pada suatu hari, sambil menghela napas ia berkata:
"Ilmu silat Thay soehoemu sangat tinggi, tapi dalam ilmu
ketabiban, ia mencelakakan kau. Sesudah kau kena pukulan
Hian beng Sin ciang, ia membuka Kie keng Pat mehmu.
Betul-betul gila!" "Bukan, bukan Thay soehoe yang membuka pembuluh
darahku,"membantah Boe Kie. Sesudah berkumpul dengan
Ouw Ceng Goe beberapa bulan, ia merasa bahwa meskipun
beradat aneh, tabib melaikat itu bukan manusia jahat. Maka
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu, tanpa diminta, ia lantas saja meneceritakan riwayat
hidupnya. Ia juga menuturkan pengalamannya dikuil Siauw
lim sie, ketika ia datang untuk belajar Siauw lim Kioe yang
kang. Sesudah menunduk beberapa saat, tiba-tiba saja Ceng
Goe menepuk paha dan berkata: "Boe Kie, pendeta Siauw
lim itu pasti dengan sengaja mencelakakan kau !"
Si bocah terkejut. "Aku belum pernah mengenalnya, ada
perlu apa dia harus mencelakakan aku?" tanyanya.
"Hal........ hal ini sungguh aneh," kata pula Ceng Goa.
"Coba kau ceritakan terlebih jelas semua pengalamanmu di
Siauw sit san." Boe Kie menurut dan lantas
saja mengulang penuturannya secara lebib jelas.
Tiap kok Ie sian tampak berjalan mundar mandir sambil
menggendong kedua tangannya. Sekonyong konyong ia
berteriak: "Tidak bisa salah lagi. Pendeta itu memang
sengaja mencelakakan kau. Thay soehoemu tidak mengerti
ilmu ketabiban dan juga ia adalah seorang yang sangat
percaya segala manusia. Maka itu, ia tidak bercuriga. Coba
kau pikir, Goan tin adalah seorang yang mahir dalam ilmu
Siauw lim Kioe yang kang dan ia juga bisa membantu kau
dalam membuka Kie keng Pat mehmu. Dengan lain
perkataan, ia sudah memiliki Lweekang sangat tinggi.
Maka itu, begitu lekas kedua telapak tangannya menempel
dengan telapak tanganmu, ia pasti tahu, bahwa dalam
tubuhmu mengeram racun dingin. Tapi, ia malah sengaja
membuka pembuluh darahmu. Apakah, dengan begitu, ia
bukan sengaja mencelakakan kau?"
"Tapi, dari sebelum menobloskan tembok, ia memang
sudah berniat untuk bantu membuka Kie keng pat mehku,"
kata Boe Kie. "Waktu ia belum tahu, bahwa aku kena
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pukulan Hian beng Sin ciang."
Ceng Goe geleng gelengkan kepalanya. "Sebab apa Goan
tin mau mencelakakan kau, aku masih belum tahu,"
katanya. "Kau mengatakan, bahwa sebab belum pernah
kenal satu sama lain, maka tak mungkin ia mencelakakan
kau. Akan tetapi, kau harus ingat, bahwa kau sudah belajar
Siauw Lim Kioe yang kang, yang mungkin dianggap
olehnya sebagai miliknya sendiri. Hal ini sudah cukup
untuk menimbulkan niatan membunuh kau di dalam
hatinya" "Menurut katanya Thay Soehoe Siauw lim sie dan Boe
tong adalah pemimpin dari partai partai yang lurus bersih"
kata Boe Kie. "Menurut pendapatku biarpun dalam kuil
Siauw lim sie terdapat orang orang yang berpemandangan
sempit, akan tetapi, mereka pasti tidak akan bertindak
secara begitu hina dina. Apa pula Thay soehoe sendiri telah
menyerahkan Thay kek Sip sam sit dan Boe tong kioe yang
kang kepada mereka sebagai penukaran. Dalam hal ini pada
hakekatnya pihak Siauw lim yang lebih untung."
Ouw Ceng Goe tertawa dingin. "Lurus bersih!",
menegasnya. "Apakah ayah dan ibumu bukan didesak
sehingga binasa oleh orang orang dari partai lurus bersih"
Dengan menganggap, bahwa mereka putih bersih, mereka
berlaku sangat kejam terhadap orang orang dari partai yang
dianggapnya sesat. Padahal, orang orang partai lurus bersih
belum tentu baik semuanya, sedang orang dari partai sesat
belum tentu jahat seanteronya."
Kata kata itu menyentuh hati Boe Kie. Ia ingat, bahwa
yang mendesak hebat sehingga mengakibatkan binasanya
kedua orang tuanya, sebagian besar terdiri dari orang orang
partai lurus bersih, seperti Siauw lim, Koen loan dan Khong
tong pay. Bahkan paman pamannya dari Boe tong pay telah
menyaksikan pembunuhan diri kedua orang tuanya dengan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berpeluk tangan. Memang benar mereka berduka, akan
tetapi, didalam hati menganggap bahwa binasanya kedua
orang tuanya adalah kebinasaan yang sepantasnya.
Pendapat itu sudah lama sekali terkandung dalam lubuk
hatinya, tapi sebegitu jauh, ia belum pernah berani
mengatakan secara terang terangan. Sekarang, begitu
mendengar perkataan Ouw Ceng Goe, ia menggigil dan
menangis keras. "Ya, dunia memang begitu," kata Ceng Goe dengan
suara tawar. "Baru menemui satu soal saja, kau sudah
menangis. Jika kau tidak mati hari ini, dihari kemudian kau
bakal mengalami banyak sekali kejadian kejadian yang
dapat mengucurkan air matamu.
Boe Kie buru buru menyusut air matanya: "Kau
mengatakan, bahwa kau belum pernah melihat muka Goan
tin," kata pula si tabib malaikat "Tapi bagimana kau tahu,
bahwa dia tidak mengenal kau" Suara orang dapat diubah
bahkan muka masih bisa diubah. Dia tidak mau menemui
kau. Hal ini saja sudah menerbitkan kecurigaan. Kau
mengatakan, bahwa tanpa sebab, seseorang pasti takkan
mencelakakan kau. Apa kau tahu pasti, bahwa aku tidak
ingin membunuh kau" Biarlah aku berterus terang. Karena
melihat penyakitmu sangat aneh, maka aku sudah mau
berusaha untuk mengobati kau. Tapi berbareng dengan itu,
akupun telah mengambil keputusan, bahwa begitu lekas kau
sembuh, aku akan segera mengambil jiwamu!"
Boe Kie bergidik. Ia mengerti, bahwa apa yang dikatakan
oleh si orang aneh tidak mudah dapat dirubah lagi. Ia
menghela napas seraya berkata. "Racun dingin dalam
tubuhku tak dapat diusir keluar lagi seanteronya. Tanpa kau
turun tangan, aku akau mati sendiri. Hai! Manusia di dunia


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

agaknya merasa senang jika melihat orang lain celaka atau
mati. Bukankah orang yang belajar silat bertujuan untuk
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membunuh sesama manusia?"
Ouw Ceng Goe mendongak dan dengan mata
membelakak ia mengawasi langit. Sesudah lewat kian lama,
ia berkata dengan suara parau: "Di waktu masih muda aku
mempelajari ilmu ketabiban dengan tekad untuk menolong
sesama manusia. Akan tetapi, orang-orang yang ditolong
berbalik mencelakakan aku. Aku pernah menolong jiwa
seorang yang mendapat tujuhbelas lubang luka bacokan.
Dia sebenarnya sudah mesti mati. Tiga hari tiga malam aku
tidak tidur dan dengan seantero kepandaian, aku berhasil
menyembuhkannya. Belakangan aku mengangkat saudara
dengannya. Tak dinyana, ia akhimya membinasakan adik
perempuanku, adik kandungku. Siapa dia" Dia sekarang
seorang tokoh besar yang namanya besar pula dari sebuah
partai lurus bersih."
Dengan rasa kasihan, Boe Kie mengawasi muka Ceng
Goe yang diliputi dengan sinar kedukaan. "Kalau begitu ia
mendapat gelaran Kian sie poet kioe karena ia telah
mengalami kejadian hebat," katanya didalam hati.
Darahnya lantas saja meluap dan ia menanya: "Siapa
adanya manusia binatang itu" Mengapa kau tidak cari
padanya untuk membalas sakit hati?"
"Pada waktu mau meninggal dunia, "adikku telah
memaksa aku bersumpah, bahwa aku tak akan coba
membalas sakit hati," jawabnya, "Lebih gila lagi, ia minta
aku berjanji bahwa kalau manusia itu berada dalam bahaya,
aku mesti menolong. Dapat dimengerti jika aku menolak
tuntutan itu. Tapi, sebelum aku meluluskan adikku tidak
akan mati dengan mata meram. Hati Adikku....hatinya
terlalu mulia. Akhirnya aku tak dapat tidak meluluskan
permintaannya yang paling penghabisan itu." Sehabis
berkata begitu air matanya berlinang-linang.
Baru sekarang Boe Kie insyaf, bahwa Ouw Ceng Goe
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan manusia yang tak punya perasaan. Tak bisa salah,
antara saudara angkatnya dan adik perempuannya
mempunyai hubungan yang sangat erat, kalau bukan suami
isteri, tentulah juga sepasang kecintaan.
Tiba-tiba Ceng Goe berkata dengan suara keras "Ingatlah
apa yang dikatakan olehku, tak boleh kau menyebut-nyebut
lagi dihadapanku. Jika kau membocorkan pembicaraan ini
kepada orang lain, aku akan membuat kau hidup tidak,
matipun tidak." Boe Kie sebenarnya ingin menjawab dengan beberapa
perkataan tajam, tapi ia segera mengurungkan niatnya,
karena ia merasa bahwa pada hakekatnya Ouw Ceng Goe
adalah seorang yang harus dikasihani. "Baiklah, aku
berjanji tak akan bicara lagi mengenai hal itu." katanya.
Tabib malaikat itu kemudian mengusap-ngusap rambut si
bocah dan berkata sesudah menghela napas berulang-ulang:
"Kasihan! Kasihan!" Sehabis berkata begitu, ia masuk
keruang dalam. Sesudah terjadi pembicaraan diatas, berulang kali Ceng
Goe memeriksa tubuh Boe Kie dan siang malam is
mengasah otak, tapi ia tidak mendapat jalan untuk
membasmi racun dingin yang sudah masuk kedalam Sam
ciauw. Ia sekarang yakin, bahwa biarpun ia berusaha sebisa
bisa dengan menggunakan ilmu pengobatan yang paling
tinggi, paling banyak ia bisa-bisa memperpanjang umur si
bocah dengan beberapa tahun saja.
Sementara itu, karena berada dipergunungan yang sepi,
Boe Kie merupakan seorang
kawan yang sangat menyenangkan, maka diwaktu-waktu luang Ceng Goe
memberi petunjuk dan pelajaran ilmu ketabiban kepada si
bocah yang terus belajar dengan rajin dan tak mengenal
capai. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat kecerdasan bocah itu yang dalam tempo singkat
sudah dapat memahami kitab-kitab Oey te Ha mo keng, See
hong Coe beng tong Cie keng, Tay peng seng Hoei hong
dan sebagainya, Ceng Goe menghela napas seraya berkata:
"Dengan kecerdasanmu, dibantu olehku sendiri, sebelum
berusia duabelas tahun, kau sudah akan hisa merendengi
Hoa To atau Pian Ciak. Hanya sayang ....sungguh sayang!"
Ia merasa sayang, karena dengan berusia pendek, semua
kecerdasan dan kepandaian itu, tiada gunanya. Tapi Boe
Kie mempunyai lain tujuan. Ia belajar ilmu ketabiban
dengan tekad untuk memulihkan usia Siang Gie Coen yang
menurut Ouw Ceng Goe, akan berkurang dengan tigapuluh
tahun. Hari berlalu laksana terbang dan tanpa terasa, dua tahun
sudah berselang, Boe Kie sekarang sudah berusia empat
belas tahun. Selama dua tabuh itu beberapa kali Gie Coen
datang menengoknya. Ia memberitahukan, bahwa Thio
Sam Hong memperkenankannya, untuk berdiam lebih lama
di Ouw tiap kok, sampai racun dingin dalam tubuhnya
dapat dibasmi seluruhnya. Ia juga menyampaikan warta
bahwa makin lima orang Mongol jadi ganas, bahwa rakyat
menderita dan permusuhan antara partai lurus bersih dan
partai sesat makin menghebat dan jumlah manusia yang
menjadi korban makin meningkat.
Setiap kali datang di Ouw tiap kok, Siang Gie Coen
berdiam beberapa hari dan kemudian pergi lagi. Pada
kedatangannya yang terakhir, Boe Kie telah mendapat
kemajuan pesat dalam pelajaran ilmu ketabiban. Ia
memeriksa nadi Siang Gie Coen dan kemudian menulis
obat yang lalu diberikan kepada si berewok dengan pesanan
bahwa ia harus sering-sering minum obat itu. Gie Coen
menghaturkan banyak terima kasih dan lalu memasukkan
surat obat itu kedalam sakunya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kali ini, dalam kamar paman gurunya, Gie Coen
beromong-omong dengan orang tua itu sehingga jauh
malam. Malam itu dia tidak bisa tidur dan gelisah. Boe Kie
merasa heran. Si berewok tidak begitu akur dengan paman
gurunya. Mengapa ia bicara begitu lama" Boe Kie
menduga, bahwa didalam kalangan Mo kauw timbul
gelombang dan sebab ia sendiri bukan anggauta "agama"
itu, maka ia tidak mau menyelidiki.
Esok paginya, Gie Coen berpamitan dan Boe Kie
mengantarnya sampai dimulut selat. "Saudara." kata si
berewok waktu mereka berpisahan, "dalam beberapa hari
ini seorang musuh yang sangat lihay akan menyateroni
Ouw Soepeh. Sebenarnya aku ingin mengajak kau pergi
kelain tempat untuk sementara waktu, akan tetapi Ouw
Soepeh mengatakan, bahwa musuh itu tak akan bisa
berbuat banyak. Ia mengatakan, aku tak usah takut. Tapi
aku harap, kau suka berlaku hati-hati."
"Musuh siapa?" tanya Boe Kie.
"Akupun tak tahu," jawabnya. "Aku mendengar Warta
itu ditengah jalan dan buru-buru aku datang kemari untuk
memberitahukan Ouw Soepeh. Saudara, Ouw Soepeh
seorang pintar yang sangat berhati-hati. Kalau ia
mengatakan tak usah kuatir, ia tentu sudah mempunyai
pegangan. Hanya aku yang masih berkuatir."
Melihat kecintaan si berewok terhadap dirinya, Boe Kie
merasa sangat terharu dan sesudah beromong-omong lagi
beberapa lama, mereka lalu berpisahan.
Sekembalinya dirumah Ceng Goe, ia melihat orang tua
itu tenang"tenang saja. Beberapa kali ia coba menanya,
tapi pertanyaan selalu diputuskan ditengah jalan.
Enam tujuh hari telah lewat dengan tenang. Malam itu,
selagi Boe Kia membaca sejilid kitab obat, mendadak ia
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa kepalanya berat dan badannya lelah. Ia lantas saja
naik kepembaringan. Esok harinya, ketika tersadar, ia
merasa kepalanya sakit sekali. Ia segera pengi kebelakang
untuk mengambil obat. Tapi, baru berjalan puluhan tindak,
ia mendapat kenyataan, bahwa ia baru tersadar diwaktu
lohor. "Mengapa aku tidur begitu lama" Apa aku sakit?"
tanyanya didalam hati. Ia segera memegang nadi, tapi ketukan nadi tidak
mengunjuk hal yang luar biasa. ia jadi semakin kaget.
Apakah racun dingin itu mengamuk dan ia sudah
mendekati ajalnya" Buru buru ia mencari Ouc Ceng Goe, tapi orang tua itu
tidak kelihatan hidungnya. Selama beberapa hari ia selalu
berkuatir dan sekarang karena orang tua itu tidak berada
didalam rumah, sambil berlari lari i apergi kekebun untuk
mencarinya. Di kebun ia bertemu dengan seorang kacung
yang sedang mencangkul tanah. "Mana Ouw Sinshe?"
tanyanya. "Apa ia tidak berada dikamarnya?" si kacung balas
menanya. "Baru saja aku membawa teh. Ouw Sinshe
memesan supaya ia tidak diganggu". Boe Kie tertawa. "Aku
benar tolol." katanya didalam hati dan lalu kembali
kerumah. Waktu tiba di depan kamar Ceng Goe, ia melihat pintu
dikunci. Mengingat perkataan sikacung ia tidak berani
mengetuk dan hanya batuk-batuk beberapa kali.
"Boe Kie," kata orang tua itu, "hari ini badanku kurang
enak. Leherku sakit. Kau belajar saja sendiri."
"Baiklah," jawabnya. Sesaat kemudian, sebab kuatir
penyakit orang tua itu lebih berat, ia berkata: "SinShe, boleh
kuperiksa lehermu?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tak usah," Jawabnya dengan suara dalam. "Aku sendiri
sudah memeriksa dari kaaa. Tak apa apa. Aku sendiri
sudah minum obat." Malam itu, waktu kacung membawa nasi, Boe Kie turut
masuk kekamar Ceng Goe. Ia melihat, bahwa muka orang
tua itu yang rebah dipembaringan pucat pasi. Ia kaget.
"Apakah semalam, selagi aku tidur, musuh sudah datang
menyatroni?" tanyanya dalam hati. "Mungkin sekali,
biarpun berhasil mengusirnya, Ouw Sinshe sendiri terluka
berat." Begitu melihat Boe Kie, Ceng Goe mengibas tangannya.
"Pergi!" bentaknya. "Kau tahu aku sakit apa" Sakit cacar."
Si bocah mengawasi dan benar saja, tangan dan muka
orang tua itu penuh dengan titik-titik hebat. Kalau salah
pengobatannya, orang bisa mati, atau sedikitnya bakal
bermuka bopeng. Tapi mengingat Ceng Goe seorang tabib
malaikat, ia tidak merasa kuatir. Hatinya lega sebab ia
yakin, bahwa orang tua itu bukan dilukakan musuh.
"Kau dan si kacung tidak boleh masuk lagi kedalam
kamarku," kata pula Ceng Goe. "Semua perabot makan,
sesudah digunakan olehku, harus diseduh dengan air panas.
Kau tidak boleh menggunakan itu....hm..." Ia berdiam
sejenak dan kemudian berkata lagi. "Boe Kie, begini saja.
Menyingkirlah dari Ouw tiap kok untuk sementara waktu.
kau boleh menumpang di salah sebuah rumah penduduk
kira kira setengah bulan. Aku kuatir kau ketularan cacar!"
"Tidak!" kata si bocah. "Sinshe sedang sakit, kalau aku
pergi, siapa yang harus merawatmu. Biar bagaimanapun
jua, aku lebih mengenal ilmu pengobatan dari pada kedu
akacung itu." "Tapi lebih baik kau menyingkir," kata orang tua itu. Ia
membujuk beberapa kali, tapi si bocah tetap pada
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pendiriannya. Akhirnya Ceng Goe berkata: "Baiklah. Tapi
biar bagaimanapun jua, aku melarang kau masuk lagi
kekamarku" Tiga hari telah lewat. Setiap pagi dan malam Boe Kie
selalu menanyakan kesehatan orang tua itu dari luar kamar.
Ia mendapat kenyataan bahwa biarpun suara Ceng Goe
masih agak parau, tapi semangatnya sudah cukup baik dan
nafsu makannyapun bertambah besar. Setiap kali, dari
dalam kamar, Ceng Goe menyebutkan nama nama obat
dan timbangannya yang harus dimasak untuknya oleh
sikacung. Pada hari keempat, diwaktu lohor, Boe Kie membaca
bagian Soe Kie Tauw sia Tay Loen (Perundingan mengenai
peranan empat hawa dalam memperkuat semangat) dari
Oey Tee Lwee keng (Kitab obat obatan dari Kaizar Oey
Teng). Di bagian itu antara lain tertulis seperti berikut:
"Maka itulah, seorang pandai tidak mengobati penyakit,
tapi menjaga supaya penyakit itu jangan sampai timbul. Ia
tidak membereskan kekacauan, tapi menjaga jangan sampai
kekacauan muncul. Inilah jalan yang paling baik. Kalau
menunggu sampai penyakit timbul dan baru mengobatinya,
sampai kekacauan muncul dan baru mengobatinya, sampai
kekacauan muncul dan baru membereskannya, maka usaha
itu adalah seperti menggali sumur sesudah haus atau
membuat senjata sesudah menghadapi musuh. Apakah itu
bukan sudah terlambat ?"
Tanpa merasa, Boe Kie mengangguk beberapa kali.
Sumpah Palapa 5 Kuda Binal Kasmaran Serial Tujuh Senjata Karya Gu Long Jaka Lola 12
^