Pencarian

Pedang Langit Golok Naga 15

Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung Bagian 15


menolong siapapun jua, kecuali murid Beng kauw. Luka
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kelima belas orang itu rata-rata luka yang sangat aneh. Aku
adalah seorang yang keranjingan ilmu ketabiban. Begitu
melihat luka atau penyakit aneh, tanganku lantas saja gatal
dan ingin menjajal kepandaianku. Sekarang Kim Hoa Popo
mengirim bukan satu, tapi Limabelas orang. Kalian
dapatlah membayangkan perasaanku. Tapi akupun mengerti maksud nenek itu, jika ada seseorang saja yang
diobati olehku, celakalah aku. Ia pasti akan menyiksa aku
ratusan kali lipat lebih hebat daripada orang yang diobati
itu. Lantaran begitu, sambil menahan keinginan hati, aku
tetap berpeluk tangan. Belakangan sesudah Boe Kie
menanyakan pendapatku andaikata orang yang terluka
adalah seorang murid Beng kauw, barulah aku memberi
petunjuk. Tapi aku sangat berhati-hati dan sengaja
menerangkan, bahwa Boe Kie adalah murid Boe tong pay
dan tidak bersangkut paut dengan diriku."
"Melihat bahwa dengan pertolongan Boe Kie, urang-
orang itu mulai sembuh dengan cepat, Lan Houw kembali
merasa tidak senang. Setiap maim, diam-diam ia menaruh
racun dipiring mangkok mereka. Dengan demikian, lagi-
lagi ia bermaksud untuk mengadu kepandaian denganku.
Kelimabelas orang itu rata rata adalah jago-jago Rimba
Persilatan. Bagaimana ia bisa menyateroni tanpa diketahui"
Sebelum menyebar racun, lebih dulu ia menggunakan Obat
tidur." Siauw Hoe dan Boe Kie saling mengawasi. Sekarang
baru mereka mengerti, mengapa pada malam itu, Siauw
Hoe begitu sukar disadarkan, sehingga Boe Kie sampai
perlu menggoyang-goyangkan badannya.
"Selama beberapa hari ini, kesehatan Kie Kouw nio pulih
dengan cepat, seperti juga racun isteriku tidak mempan
lagi," kata pula Ceng Goa. "Sesudah menyelidiki, ia
mengerti bahwa rahasianya sudah diketahui Boe Kie, maka
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia segera mengambil keputusan untuk mengambil jiwa Boe
Kie. Hai!... Kata orang sungai dan gunung lebih mudah
diubah daripada adat manusia. Aku harus mengakui,
bahwa aku, Ouw Ceng Goe tidak cukup setia kepada
isteriku. Sebenarnya aku sudah mengambil keputusan uatuk
berpeluk tangan, tapi karena Boe Kie telah menasehati aku
supaya aku menyingkir ketempat lain, maka hatiku lantas
saja menjadi lemah. Aku segera memberi resep istimewa
padanya dengan menyebutkan Tong wie, Wan sie, Tok ho
dan beberapa macam obat lain. Aku tidak dapat bicara terus
terang, karena Tan Kouw berada ddampingku."
"Tapi isteriku adalah seorang yang sangat cerdas dan
juga mengenal ilmu ketabiban. Mendengar resep yang gila
itu, sesudah mengasah otak beberapa lama, ia segera dapat
menangkap maksudku yang sebenarnya. Ia lalu mengikat
kaki tanganku dan mengambil beberapa macam racun yang
lalu ditelannya. "Soeko," katanya. "Aku dan kau sudah
menjadi suami isteri selama dua puluh tahun lebih. Lautan
bisa kering, batu bisa haneur, tapi kecintaan kita tak akan
bisa berubah. Tapi kau selamanya memandang rendah
kepada Tok toetku. Setiap orang yang diracuni olehku,
selalu dapat di tolong olehmu. Sekarang aku sendiri
menelan racun. Jika kau dapat menolong jiwaku aku takluk
terhadapmu. Bukan main rasa kagetku, berulang ulang aku
minta ampun dan mengaku kalah. Tapi ia lalu menyumbat
mulutku dengan buah tho, sehingga aku tidak dapat bicara
lagi. Kejadian selanjutnya sudah diketahui kalian. Hai! ....
Boe Kie, kau berdosa terhadapku. Kau membalas kebaikan
dengan kejahatan. Aku menasehati kau untuk menyingkirkan tapi kau berbalik melukakan isteriku yang
tercinta." seraya berkata begitu ia menggeleng-gelengkan
kepala. Siauw Hoe dan Boe Kie saling mengawasi tanpa bisa
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengeluarkan sepatah kata. Mereka mendongkol tercampur
geli. Sedang suami isteri itu benar benar aneh dan sukar
dicari tandingannya didalam dunia selebar ini. Karena rasa
cinta yang besar Ouw Ceng Goe takut terhadap isterinya.
Dilain pihak, Ong Lan Kouw terus menindih suaminya dan
akhirnya ia bahkan meracuni diri sendri.
Sesudah menggelengkan kepala, Tiap kok ie sian berkata
pula: "Cobalah kalian pikir: Apa yang harus diperbuat
olehku" Kalau sekarang aku berhasil menyembuhkannya,
itu akan berarti, bahwa kepandaianku lebih unggul dari
pada kepandaiannya dan Lan Kouw tentu akan tetap
merasa kurang senang. Jika aku gagal, jiwanya melayang.
Hai! Aku mengharap Kim hoa Popo cepat-cepat datang
supaya aku lekas-lekas mampus agar jangan merasakan
penderitaan ini lebih lama lagi."
Tiba tiba serupa ingatan berkelebat dalam otak Boe Kie.
"Racun apa yang ditelan Soebo?" to nyanya. "Bagaimana
mengobatinya?" (Soebo-Isteri dari seorang guru). Sambil
berkata begitu, ia menggoyang-goyangkan tangan, sebagai
isyarat supaya Ceng Goe tidak menjawab dengan
sebenarnya. Ceng Goe melirik isterinya yang sedang tidur
menghadap kedalam. Sebagai seorang yang sangat pintar, ia
segera mengerti maksud bocah itu.
"Selama beberapa tahun kepandaian isteriku sudah maju
jauh, sehingga aku tidak dapat menebak racun apa yang
ditelannya," jawabnya. "Dan sebelum mengetahui racunnya, aka tentu tak dapat mengobatinya."
Selagi orang tua itu menjawab pertanyaannya, dengan
jari tangan Boe Kie menulis huruf-huruf yang berbunyi
begini diatas meja: "Beritahukanlah aku dengan tulisan".
Selagi menulis, mulutny berkata. "Kalau begitu Soebo tak
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bisa diobati lagi" "Isteriku sendiri pasti tahu cara mempunahkan racun
itu," kata Ceng Goa. "Tapi aku mengenal adatnya. Biarpun
mati, ia tak nanti memberitahukan kepada kita." Waktu
berkata begitu, dengan telunjuknya ia menulis diatas meja.
Racun Sam ciong Sam co. Sam ciong ialah kelabang, ular
tanah dan laba-lain beracun, Sam co terdiri dari Cin po co,
Toan chung co dan Siauw houw koen. Sesudah itu ia
menulis juga resep obat. (Sam ciong Tiga macam binatang.
Sam-co Tiga macam rumput).
Boe Kie mengangguk dan lalu menulis pula diatas meja:
"Kau telanlah Sam ciong Sam co. Sesudah kau meracuni
diri sendiri, aku yang akan menolong"
Tiap kok Ie sian terkejut, tapi ia segera dapat menangkap
maksud Boe Kir. "Jalan ini sangat berbahaya," pikirnya.
"Tapi karena tak ada lain jalan biarlah aku mencoba secara
untung untungan." Sementata itu Boe Kie sudah berkata pula. "Ouw Sinshe,
dengan memiliki kepandaian yang begitu tinggi, apakah
bisa jadi kau tak tahu racun apa yang sudah ditelan Soebo?"
"Menurut dugaanku, ia telah menelan racun Sam ciong
Sam-co," jawabnya. "Sam ciong bersifat "im" (dingin),
sedang Sam-co besifat "yang" (panas). Jangankan sampai
enam macam, satu macam saja sudah sukar untuk diobati.
Jika aku menggunakan obat yang sangatnya panas untuk
mempunahkan racun binatang yang bersifat dingin, maka
racun rumput yang panas akan menjadi jadi. Dan begitu
juga sebaliknya. Tubuh manusia yang terdiri dari darah
daging, tak akan bisa bertahan terhadap enam rupa racun
yang hebat itu." Ia mengibas tangannya dan berkata pula:
"Kalian pergilah! Manakala Lan Kouw binasa, akupun tak
bisa hidup sendirian didalam dunia."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami harap Sinshe bisa menyayang diri dan coba
membujuk Soebo," kata Boe Kie.
Ceng Goe menghela napas. "Kalau dia bisa di bujuk,
kejadian hari ini boleh tak usah terjadi," Jawabnya dengan
suara putus harapan. Siauw Hoe dan Boe Kie lantas saja meninggalkan kamar
itu. Sesudah mereka berlalu, Tiap kok Ie sian segera menotok
jalanan darah, dipinggangnya dan pinggang isterinya. "Soe-
moay," katanya dengan suara parau, "suamimu tak
mempunyai kemampuan dan tak dapat memunahkan racun
Sam ciong Sam co. Jalan satu-satunya yalah mengikuti kau
kedunia baka untuk menyambung perjodohan kita," ia
merogoh saku isterinya dan mengeluarkan beberapa
bungkus obat, yang sesuai dengan dugaannya, berisi Sam
ciong Sam co. Karena ditotok, tubuh Lan Kouw tidak bisa berkutik,
tapi mulutnya masih bisa bicara. "Soeko, tak boleh kau
makan racun!" teriaknya dengan kaget.
Sang suami tidak meladeni. Ia membuka bungkusan
bubuk racun yang lalu dimasukkan kedalam mulutnya dan
ditelan dengan bantuan air.
Paras muka Lan Kouw pucat pasti. "Soeko?" jeritnya.
"Kau gila! Mengapa begitu banyak" Racun sebanyak itu
dapat membinasakan tiga manusia."
Tiap kok Ie skin tertawa dingin. Ia duduk menyender
dikursi disamping kepala ranjang. Sesaat kemudian,
perutnya seperti disayat ratusan pisau dan ia mengerti,
bahwa Toan-chung co (Rumput memutuskan usus) sudah
mulai bekerja. Tak lama lagi, lima racun yang lain juga
turut mengamuk dan penderitaan Ceng Goe tak mungkin
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilukiskan dengan perkataan.
"Soeko! Racun itu ada pemunahnya!" teriak Lan Kouw.
Sang suami menggigil, giginya bercatrukan dan ia
berkata sambil menggelengkan kepala : "Aku... tak....percaya...." "Lekas makan Giok liong Souw hap san!" teriak si isteri.
"Gunakan jarum untuk membuyarkan racun!"
"Apa gunanya?" kata Ceng Goe.
Sekarang nyonya itu menangis, "Racun yang ditelan
olehku sangat sedikit," katanya: "Kau makan terlalu
banyak. Oh Soeko!... Lekaslah tolong jiwamu.... Kalau
terlambat.... tak keburu lagi...."
"Aku mencintai kau dengan segenap jiwa," kata sang
suami. "Tapi kau sendiri tak hentinya mengajak aku
mengadu ilmu. Aku merasa, hidup lebih lama tiada artinya
.... aduh!: ... aduh!! Ia bukan berpura-pura, ketika itu racun
ular dan lawa lawa sudah mulai menyerang jantung.
Badannya bergoyang-goyang dan dilain detik, ia sudah tak
ingat orang. Semua kejadian itu didengar jelas oleh Siauw Hoe dan
Boe Kie yang menunggu diluar pintu. "Soeko! Soeko!" Lan
Kouw sesambat. "Akulah yang bersalah... Kau tidak boleh
mati....aku tak akan mengajak kau mengadu ilmu lagi"
Sekarang Boe Kie menganggap bahwa sudah tiba
waktunya untuk ia turun tangan. Ia menerobos masuk dan
bertanya: "Soebo... lekas! Lekas! beritahukan
cara menolong Soehoe!" Lan Kouw girang tak kepalang. "Lekas berikan Giok
liong Souw hap san kepadanya!" teriaknya. "Lekas! Ambil
jarum emas dan tusuklah jalan darah Yong coan hiat dan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kioe bwee hiat dan cepat!"
Pada detik itu, diluar kamar sekonyong-konyong
terdengar suara batuk-batuk. Ditengah malam buta, suara
itu membangunkan bulu roma. Kie Siauw Hoe melompat
masuk, paras mukanya pucat bagaikan kettas. Sambil
melompat, ia berkata dengan suara heran :"Kim Hoa
Popo...." Hampir berbareng dengan perkataan popo tirai
bergoyang dan diambang pintu berdiri seorang nenek yang
tangannya mencekal satu nona cilik yang berparas sangat
cantik. Nenek itu memang bukan lain daripada Majikan Pulau
Leng coa to, Kim Hoa Popo. Melihat Ceng Goe mencekal
perut dengan paras muka bersemu hitam dan berada dalam
keadaan pingsan, ia terkejut dan bertanya: "Ada apa?"
Lan Kouw menangis keras, "Soeko! Soeko!" jeritnya.
"Mengapa kau meracuni diri sendiri?"
Kedatangan Kim Hoa Popo di wilayah Tiong goan
mengandung dua maksud. Pertama untuk mencari musuh
yang telah meracuni suaminya dan kedua untuk memberi
hukuman kepada Ouw Ceng Goe.. Tak dinyana, ia bertemu
Tiap kok Ie sian yang sudah hampir mati. Sebagai seorang


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ahli dalam ilmu menggunakan racun, begitu melihat paras
muka Ceng Goe dan Lan Kouw, ia mengetahui, bahwa
jiwa mereka sukar untuk di tolong lagi. Ia menduga, bahwa
Ceng Goa sudah menelan racun karena takut hukuman
yang mungkin dijatuhkan olehnya dan dengan adanya
dugaan itu, rasa sakit hatinya lagtas saja menghilang. Ia
menghela napas dan sambil menarik tangan si nona cilik, ia
berjalan keluar. Dilain saat, suara batuk batuk terdengar
diluar rumah, dalam jarak puluhan tombak. Kecepatan
bergeraknya nenek sungguh sukar dicari tandingannya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah Kim hoa Popo berlalu, Boe Kie meraba dada
Ceng Goe yang jantungnya masih mengetuk dengan
perlahan. Buru-buru ia mengambil Giok long Souw hap san yang
lalu dicekukkan kemulut orang tua itu dan kemudian
mengambil jarum emas untuk menusuk Yong coan hiat dan
Kioe bwee hiat, supaya hawa beracun bisa keluar dari
lubang tusukan. Sesudah menolong sang Soehoe, barulah ia
menolong Soebo. Setengah jam kemudian, perlahan-lahan Tiap kok ie sian
tersadar. Rasa syukur dilukiskan, ia menaagis dan berkata
"Saudara kecil! kau adalah tuan penolong kami yang sudah
menolong jiwa kami berdua."
"Sekarang kalian boleh tak usah berkuatir lagi." kata Boe
Kie. "Kim hoa Popo yang menduga kalian pasti akan
binasa, sudah berlalu tanpa mengatakan sepatah kata"
"Tapi aku masih tetap berkuatir," kata sang Soebo. "Kim
hoa Popo adaiah seorang yang sangat berhati-hati. Biarpun
hari ini ia sudah pergi, dilain hari ia pasti akan datang pula
untuk menyelidiki. Kami berdua harus menyingkirkan diri.
Saudara kecil, aku ingin meminta pertolonganmu. Buatlah
dua buah kuburan kosong dan tulisilah nama kami diatas
batu nisan." Si bocah mengangguk sebagai tanda ia akan
melakuknn permintaan itu.
Ceng One dan Lan Kouw segera berkemas dan malam
itu juga, dengan menumpang sebuah kereta keledai, mereka
berangkat meninggalkan Ouw tiap kok. Boe Kie mengantar
mereka sampai di mulut selat. Sesudah berkumpul dua
tahun lebih dan sekarang meski berpisahan secara
mendadak, Ceng Goe dan Boe Kie merasa sangat terharu.
Sambil mengangsutkan sejilid buku tulisan tangan kepada si
bocah, orang tua itu berkata. "Boe Kie, semua pelajaranku
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah tercatat dalam buku ini. Aku menghadiahkannya
kepadamu. Aku merasa sangat menyesal bahwa racun Hian
beng Sin ciang dalam tubuhmu masih belum dapat
disingkirkan. Aku mengharap, bahwa sesudah mempelajari
buku ini, kau sendiri akan mendapat jalan untuk
mempunah racun itu. Dengan berkah Tuhan, dihari
kemudian kita masih bisa bertemu lagi"
Sambil menghaturkan banyak terima kasih, Boe Kie
menerima hadiah itu. "Boe Kie," kata Lan Kouw, "kau bukan saja sudah
menolong jiwa kami, tapi juga sudah mengakurkan kami
berdua suami isteri. Menurut pantas, akupun harus
memberikan semua pelajaran kepadamu.. Hanya sayang
apa yang dipelajari olehku ada ilmu ilmu meracuni manusia
yang tiada faedahnya. Aku hanya dapat memohon pada
Tuhan Yang Maha Esa, supaya kau sembuh dalam tempo
agar dihari kemudian aku masih bisa membalas sedikit
budimu." Demikianlah, dengun rasa duka, mereka berpisahan.
Sesudah kereta itu tak kelihatan bayangan-bayanganya
lagi, barulah Boe Kie kembali kerumah Ceng Goe yang
sudah kosong. Pada esokan paginya, ia segera membuat
dua buah kuburan disamping rumah dan kemudian
memanggil tukang batu untuk mendirikan bong pay (batu
nisan). Diatas sebuah bong pay tertulis. "Kuburan Tiap kok
Ie sian, Ouw Sinshe, Ceng Goe", sedang dilain bong pay
tertulis. "Kuburan Nyonya Ouw, Ong sie"
Kan Ciat, Sie Kong Wan dan yang lain-lain percaya,
bahwa kedua suami isteri itu telah meninggal dunia karena
sakit cacar. Sesudah pengacaunya berlalu, dengan diobati Boe Kie,
semua orang sembuh dengan cepat sekali. Dalam sepuluh
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hari, mereka semua sudah berlalu dengan menghaturkan
banyak terima kasih. Selama beberapa hari, Boe Kie memusatkan seluruh
perhatiannya kepada buku yang diberikan oleh Tiap kok ie
sian. Ia mendapat kenyataan bahwa isi buku itu benar-benar
hebat, berisi resep-resep luar biasa dan macam-macam cara
untuk mengobati berbagai penyakit yang aneh-aneh.
Sungguh tak malu Ouw Ceng Goe mendapat gelaran Ie
sian. Tapi sesudah mempelajari delapan sembilan hari, ia
masih juga belum dapat membaca Keterangan tentang cara
mengusir racun Hian beng Sin ciang. Ia memikir bulak-
balik, mengasah otak Siang malam, tapi tetap tidak berhasil.
Ia jadi putus harapan. Hari itu, dengan perasaan tertindih ia jalan jalan diluar
rumah. Sambil mengawasi keduaku kuburan kosong itu, ia
berkata dalam hatinya: "Setahun lagi, siapakah yang akan
mengubur mayat ku?" Mengingat begitu, hatinya sedih dan
air mata nya mengucur. Sekonyong-konyong dibelakangnya terdengar suara
batuk-batuk. Ia kaget, dan memutar badannya. Orang yang
berdiri dibelakangnya ternyata bukan lain daripada Kim
hoa Popo yang sedang mencekal tangan sigadis kecil
"Anak kecil, pernah apakah kau dengan Ouw Ceng
Goe?" tanya si nenek. "Mengapa kau menangis didepan
kuburannya ?" Jawab Boe Kie. "Aku kena racun Hian beng Sin ciang . .
. ." Si nenek mengangsurkan tangannya dan memegang nadi
Boe Kie. "Siapa yang memukul kau?" tanyanya dengan
suara heran. Boe Kie menggelengkan kepala. "Entahlah," Jawabnya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang itu menyamar seperti seorang perwira Mongol. Aku
tak tahu siapa adanya dia. Aku datang kemari untuk
meminta pertolongan Ouw Sinshe, tapi ia tak sudi
menolong. Sekarang ia meninggal dunia dan penyakitku
tentu tak dapat diobati lagi. Itulah sebabnya mengapa aku
menangis." Melihat paras muka si bocah yang sangat tampan dan
gerak geriknya yang menarik. Kim hoa Popo merasa
kasihan sehingga ia menghela napas panjang dan berkata."
Sayang, sungguh sayang!"
Dua tahun yang lalu, waktu baru diberitahukan bahwa
racun Hian beng Sin ciang sukat diobati, Boe Kie
ketakutan. Belakangan, sesudah berbagai usaha gagal, ia
putus harapan dan jadi nekad. Ia sudah tidak memikiri lagi
soal mati dan hidupnya. Maka itu, mendengar perkataan si
nenak, ia tertawa dingin dan berkata. "Mati atau hidup tak
bisa diminta secara paksa. Apakah seseorang yang serakah
yang ingin hidup terus menerus bukan seorang yang sedang
mabuk " Entahlah. Apakah seseorang yang takut mati
bukan seperti seorang kanak-kanak yang kesasar dan tidak
mengenal jalan pulang" Entahlah. Apakah seseorang yang
sudah meninggal dunia tidak merasa menyesal bahwa ia
dahulu ingin sekali dilahirkan didalam dunia" Inipun tak
diketahui olehku," Si nenek terkesiap. Untuk
sementara ia tidak mengeluarkan sepatah kata dan coba memecahkan maksud
perkatan si bocah. Kata-kata itu adalah petikan dari kitab Lam hoa keng
gubahan Cong coe -Chuang tse-. Sebagai mana diketahui
Thio Sam Hong menganut agama Too kauw tapi ketujuh
muridnya tidak turut memeluk agama tersebut. Meskipun
begitu, mereka terus mempelajari Lam Hoa keng semasak-
masak nya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu berada di pulau Peng bwee to, karena tak ada
buku dan perabot tulis, Thio Coei San mengajar ilmu surat
kepada puteranya dengan menulis huruf diatas tanah.
Antara lain, ia telah menyuruh anaknya menghafal kitab
Lam-hoa-keng. Kata-kata yang dikutip Boe Kie mengandung makna yang seperti berikut: Hidup belum
tentu senang dan mati belum tentu menderita, sehingga
pada hakekatnya hidup atau mati tidak banyak perbedaannya. Seseorang yang hidup di dunia seperti
sedang mimpi dan kalau ia mati, ia seperti tersadar dari
mimpinya. Mungkin sekali, sesudah mati, rohnya menyesal
mengapa dahulu dia hidup di dalam dunia dan mengapa dia
tidak mati terlebih siang. Demikianlah kira-kira arti
perkataan itu. Sebagai seorang bocah, Boe Kie sebenarnya belum
mengerti soal mati atau hidup. Tapi karena selama kurang
lebih empat tahun setiap hari ia berada antara mati dan
hidup, maka sedikit banyak ia dapat menyelami juga arti
perkataan Cong coe. Tanpa merasa, ia mengharap supaya
sesudah mati, ia akan berada ditempat yang bahagia,
supaya ia bisa berkumpul lagi dengan roh kedua orang
tuanya, sehingga kematiannya banyak lebih menyenangkan
dari pada hidup sebatangkara didalam dunia yang lebar ini.
Bagi Kim Hoa Popn, perkata itu telah mengingatkannya
kepada sang suami yang sudah almarhum. Puluhan tahun,
dengan penuh kecintaan mereka bersuami isteri. Tiba-tiba
pada suatu hari, sang suami yang tercinta telah berpulang
kealam baka, seperti seorang pelancong yang pulang ke
negeri sendiri. Mengingat begitu, didalam hatinya segera
muncul satu pertanyaan: "Apakah kebinasaan suami itu
bukan kejadian yang tidak terlalu jelek?"
Dengan perasaan heran si nona cilik yang berdiri
disamping Kim Hoa Popo mengawasi muka si nenek dan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemudian melirik Boe Kie. Ia tidak mengerti perkataan Boe
Kie dan juga tidak mengerti mengapa neneknya bengong
terlongong longong. Beberapa saat kemudian, Kim Hoa Popo menghela
napas dan berkata: "Soal mati atau hidup tak bisa diketahui
manusia. Biarpun kematian belum tentu merupakan suatu
kejadian yang menakuti, tapi pada umumnya manusia takut
mati. Benar! Manusia tidak bisa meminta secara paksa.
Pada akhirnya, satu hari semua manusia akan mati. Akan
tetapi, jika bisa hidup satu hari lebih lama, orang lebih suka
hidup satu hari lebih lama!"
Melihat sikap dan perkataan si nenek yang lemah-
lembut, hati si bocah jadi tenang tenteram. Sesudah
menyaksikan lukanya kelima belas orang dan rasa takutnya
Ouw Ceng Goa, Boe Kie menganggap nenek itu sebagai
memedi kejam. Tapi sekarang, melihat paras Kim hoa Popo
yang penuh kecintaan dan sikapnya yang ramah tamah, ia
merasa, bahwa si nenek menyayangnya dengan setulus hati,
sehingga dengan demikian rasa takutnya banyak berkurang.
"Nak," kata pula nenek itu, "Siapakah ayahmu dan
dimana ia sekarang?"
Tanpa tedeng-tedeng, secara ringkas Boe Kie segera
memberi jawaban dan menuturkan sebab musabab sehingga
dia berada di Ouw tiap kok.
"Kalau begitu kau adalab putera Boe tong Thio
Ngohiap," kata Kim hoa Popo dengan suara heran.
"Menurut pendapatku orang itu melukakan kau dengan
Hian beng Sin ciang karena dia ingin memaksa kau
memberitahukan tempat sembunyinya Cia Soen. Bukankah
begitu ?" "Benar" Jawab Boe Kie. "Dia telah menyiksa aku dengan
berbagai cara, tapi aku tetap membungkam."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi apa kau tahu dimana adanya Cia Soen ?" tanya
pula si nenek. "Kim mo Say ong adalah ayah angkatku." jawabnya
"Tapi biar bagaimanapun jua, aku tak akan memberitahukan kepada siapapun jua."
Mendadak si nenek membalik tangannya dan mencekal
kedua tangan Boe Kie yang lalu dipijit keras-keras. Si bocah
berteriak keras, matanya berkurang kunang. Pijitan itu
bukan saja hebat, tapi dari tangan si nenek juga keluar
semacam hawa dingin yang menyerang dadanya. Hawa
dingin itu berbeda dengea hawa Hian beng Sin ciang, tapi
sama hebatnya. "Anak baik," kata Kim Hoa Popo, "Beritahukanlah
dimana adanya Cia Soen" Sesudah kau memberitahukan,
aku akan mengusir racun dari tubuhmu dan juga akan
memberikan semacam ilmu silat yang tiada keduanya
kepadamu."

Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil menahan sakit, Boe Kie menjawab dengan suara
tetap. "Kedua orang tuaku telah mengorbankan jiwa karena
tidak mau menjual sahabat. Kim Hoa Popo, apakah kau
memandang aku sebagai manusia yang bisa menjual ayah
ibunya?" Si nenek bersenyum, "Bagus ! Bagus!", katanya: "Kau
sungguh seorang anak yang baik?"
"Popo, mengapa kau tidak menuang air perak kedalam
kupingku?" tanya si bocah dengan berani: "Mengapa kau
tidak memaksa aku menelan jarum" Huh huh ! Dulu, waktu
masih kecil, aku sudah tak takut segala siksaan. Apalagi
sekarang?" Kim hoa Popo tertawa terbahak-bahak. "Kau sudah
besar anak, memang kau sudah besar," katanya. "Ha ha
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ha...ho ho ho ..."Sehabis tertawa, ia batuk-batuk, banyak
lebih hebat dari biasanya, sehingga si nona cilik menumbuk-
numbuk punggungnya dan memberikan sebutir yowan
kepada nya. Sesudah berhenti batuk-batuk, perlahan-lahan si nenek
meletakan cekalannya, pada pergelangan tangan Boe Kie
yang bekas dicekal terpeta tapak jari tangan yang berwarna
ungu-hitam. Si nona cilik melirik Boe Kin seraya berkata "Lekas
menghatur terima kasih kepada Popo yang sudah
mengampuni jiwamu." Boe Kie mengeluarkan suara dihidung. "Kalau segera
dibunuh, mungkin sekali aku lebih senang," katanya. "Perlu
apa menghaturkan terima kasih?"
Alis si nona berkerut. "Kau terlalu kepala batu." katanya.
"Sudahlah! Aku tak akan memperdulikan kau lagi." Ia
memutar badan, tapi diam-diam ia melirik Boe Kie lagi.
Si nenek bersenyum. "A lee," katanya, "dipulau kita, kau
seorang diri, tak punya kawan. Apa tidak baik kalau kita
bawa dia kesana, supaya dia bisa menemani kau" Hanya
adatnya tidak begitu bagus."
Si nona yang dipanggil "A-lee" menepuk-nepuk tangan
dan berkata dengan girang. "Bagus kita bawa dia kesana.
Kalau dia membandel, bukankah Popo bisa mencari jalan
untuk menaklukinya?"
Mendengar pembicaraan itu, Boe Kie jadi bingung.
Si nenek manggut-manggutkan kepalanya seraya berkata.
"Kau ikut aku. Lebih dulu kita cari seorang dan aku ingin
melakukan suatu pekerjaan. Sesudah itu, kita pulang ke
pulau Leng coa to." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak! Kamu bukan orang baik-baik." kata Boe Kie
dengan gusar. Si nenek bersenyum. "Kau sungguh goblok," katanya,
"Di pulau kami, kau bisa mendapatkan apapun jua.
Makanan yang lezat, tempat bermain, pemandangan indah
yang belum pernah dilihat oleh mu. Anak baik, sudahlah,
kau jangan rewel dan ikutlah Popo."
Tiba-tiba Boe hie memutar badan dan terus lari. Tapi
baru dua tiga tindak, si nenek sudah menghadang
didepannya. "Nak, kau tak akan bisa melarikan diri."
katanya dengan suara lemah lembut. "Ikutilah aku baik-
baik, jangan sampai di paksa."
Boe Kie melompat dan kabur kejurusan lain tapi seperti
juga tadi, baru setindak dua, Kim Hoa Popo sudah
mencegat pula. Dengan gusar Boe Kie meninju. Si nenek
mengegos sambil meniup tinja yang menyambar. Di tiup
begitu, Boe Kie merasa tangannya seperti disayat pisau.
Sekonyong-konyong terdengar teriakan nyaring. "Boe
Kie Koko !" Suara itu ialah suara Yo Poet Hwie yang
muncul dari dalam hutan sambil berlari-lari, di ikuti oleh
ibunya dari belakang. Melihat Kim Hoa Popo, paras muka Siauw Hoe lantas
raja berubah pucat. Tapi dengan memberanikan hati, ia
berkata dengan suara gemetar: "Popo, kau tidak akan
mencelakakan anak-anak kecil bukan ?"
Si nenek mendelik. "Kau masih belum mati?" tanyanya
dengan suara dingin, "Jangan campur campur urusanku.
Mari... Mari... Aku mau lihat, mengapa kau belum mati."
Siauw Hoe sebenarnya berhati tabah. Tapi dalam
menghadapi lawan berat dan karena memikirkan keselamatan puterinya, ia sungkan menerjang bahaya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka itu, seraya menarik tangan puterinya, ia mundur
setindak. "Boe Kie kemari," katanya dengan suara perlahan.
Baru saja Boe Kie mau bergerak, si nona cilik sudah
menjambret lengannya dan menyengkeram jalan darah Sam
yang hiat, sehingga separoh badannya tidak dapat berkutik
lagi, "Diam!" bentak gadis kecil itu.
Boe Kie kaget, gusar dan heran," Celaka" ia mengeluh.
"Ilmu apa yang digunakan perempuan kecil ini ?"
Sekonyong-konyong terdengar suara yang nyaring dan
tajam. "Siauw Hoe, mengapa nyalimu begitu kecil " Mau
mendekati, dekatilah!"
Siauw Hoe kaget bercampur girang, "Soehoe!" teriaknya,
tapi tidak mendapat jawaban. Sesaat kemudian, disebelah
kejauhan muncul seorang nio kouw (pendeta perempuan)
yang mengenakan jubah pertapaan warna abu-abu dan
mendatangi dengan tindakan perlahan. Pendeta itu bukan
lain dari pada Ciang boenjin Go bie pay, dan di belakang
mengikuti dua orang murid.
Bahwa dari tempat yang begitu jauh, ia bisa melihat
begitu tegas dan bisa mengirim suara yang begitu nyaring
merupakan bukti dari kelihayan pendata tersebut. Biat coat
Soethay, yang namanya dikenal oleh semua jago Rimba
Persilatan, bukan saja jarang turun gunung, tapi juga jarang
menemui manusia. Kalau ia masih menolak untuk
menemui seorang berilmu seperti Thio Sam Hong lain tak
usah dibicarakan lagi. Sesudah datang dekat, in ternyata berusia setengah tua,
kurang lebih empat puluh lima tahun sedang paras
mukanya dapat dikatakan elok hanya sayang kedua alisnya
terlalu turun kebawah sehingga muka yang cantik itu agak
menyerupai muka setan Tiauw sie kwi (setan penggantungan) diatas panggung wayang.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siauw Hoe menyambut dengan berlutut seraya berkata.
"Soehoe, apa kau baik ?"
"Belum mampus dirongrong olehmu," jawabnya.
Siauw Hoe tidak berani bangun. Mendengar suara
tertawa dingin dari Teng Bin Koen yang berdiri dibelakang
gurunya, ia segera mengetahui, bahwa kakak seperguruannya itu sudah bicara banyak tentang dirinya
dihadapan sang guru. Jantungnya memukul keras dan
keringat dingin keluar dari dahinya.
"Nenek itu telah memanggil kau untuk melihat mengapa
kau belum mati," kata Biat coat Soe thay. "Pergilah, dekati
dia!" "Baik.. " kata si murid yang lalu bangun berdiri dan
menghampiri si nenek. "Kim Hoa Popo," katanya. "Guruku
sudah datang. Jangan kau berlaku galak lagi."
Kim hoa Popo batuk-batuk. Ia melirik Biat coat Soethay
dan manggut-manggukkan kepalanya. "Hm! Kau Ciang
boenjin Go bie pay," katanya. "Benar, aku sudah memukul
muridmu. Habis, mau apa kau ?"
"Bagus," jawabnya. "Mau pukul, boleh pukul lagi.
Biarpun dia mati, tak ada sangkut pautnya denganku."
Hati Siauw Hoe seperti disayat pisau, "Soehoe!"
teriaknya dengan suara parau, sedang air matanya mulai
mengucur. Biat coat Soethay biasanya dikenal sebagai seorang yang
selalu mengeloni muridnya, meskipun murid itu berbuat
kesalahan. Sekarang, dengan mengeluarkan perkataan itu
terang-terangan ia mengunjuk, bahwa ia sudah tidak
menganggap Siauw Hoe sebagai muridnya lagi.
"Dengan Go bie pay aku tidak mempunyai http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
permusuhan." kata Kim hoa Popo. "Sesudah memukul
sekali, cukuplah. A-lee, mari kita pergi !"
Sehabis betkata begitu, perlahan-lahan ia memutar
badan. Melihat cara-cara si nenek yang dianggapnya kurang
ajar, Teng Bin Koen yang belum mengenal kelihayan Kim
hoa Popo, lantas saja naik darah.
Dengan sekali melompat, ia sudah menghadang
dihadapan nenek itu, "Tak tahu adat!" bentaknya. "Apa kau
mau pergi dengan begitu saja, tanpa mengeluarkan sepatah
perkataan sopan?" Seraya barkata begitu, ia mencekal
gagang pedang dan sikapnya galak sekali.
Tangan si nenek bergerak dan dengan dua jeriji, dia
memijit sarung pedang Teng Bin Koen. "Kau mengancam
orang dengan besi rongsokkan!" Katanya sambil tertawa.
Teng Bin Kaoen jadi lebih gusar dan lalu menarik
pedangnya, tapi heran sungguh, pedang itu tak dapat
dihunus. A lee tertawa geli. "Besi rosokan sudah berkarat,"
katanya. Teng Bin koen coba mencabut lagi dangan menambah
tenaga, tapi pedang itu tetap melekat pada sarungnya. Ia tak
tahu, bahwa karena dipijit, sarung pedang pecah dan
melesak kedatam, sehingga badan pedang tergencet keras.
Paras muka Teng Bin koen lantas saja berubah merah. Ia
merasa jengah dan tak tahu harus berbuat apa. Biat coat
Soethay maju setindak dengan tiga jari tangan, ia menjepit
gagang pedang dan sekali menyentak, sarung itu pecah dan
pedangnya terhunus keluar. "Pedang ini memang bukan
senjata mustika, tapi juga bukan besi rongsokan," katanya
dengan suara mendongkol. "Kim hoa Popo, mengapa kau
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak berdiam di pulau Leng coa to dan menyateroni
wilayah Tiong goan?"
Melihat kepandaian nie kouw, si nenek terkejut.
"Pendeta itu besar namanya dan ternyata ia memang
memiliki kepandaian tinggi," katanya didalam hati.
"Baiklah aku coba menjajal ilmunya."
Ia lantas saja berkata sambil tertawa: "Suami ku sudah
meninggal dunia dan di pulau kami, aku merasa sangat
kesepian. Maka itu, aku pergi pesiar, kalau-kalau ada
seorang hweeshio atau toesoe yang cocok untuk dijadikan
kawan" dengan berkata begitu menyebut hweeshio dan
toesoe, ia mengejek Biat coat. Ia seolah-olah mau
mengatakan, bahwa sebagai seorang pendeta perempuan,
Biat coat Soethay tidak pantas berkelana diluaran.
Paras muka nie kouw itu, yang beradat keras dan tidak
pernah guyon-guyog, lantas saja berubah. Kedua alisnya
makin turun kebawah. Sambil mengibas pedang, ia
membentak : "Keluarkan senjatamu!"
Semenjak berguru, murid-murid Goe bie belum pernah
melihat guru mereka bertempur. Antara ketiga murid itu,
adalah Kie Siauw Hoe yang sangat berkuatir akan
keselamatan sang guru, karena ia sudah menyaksikan
kelihayan Kim hoa Popo. Sementara itu, Boe Kie, yang lengannya dicekal A-lee,
sudah coba meronta seraya membentak: "Lepaskan! Perlu
apa kau pegang aku?" A lee melirik Kie Siauw Hoe yang
kelihatannya ingin bergerak untuk memberi pertolongan. Ia
melepas cekalannya dan berkata: "Diam disini. Aku mau
lihat apa kau bisa lari."
Mendengar tantangan, Kim Hoa Popo tertawa: "Dulu,
ilmu pedang Kwee Siang, Kwee Liehiap, leluhur Goe bie
pay, memang telah menggetarkan dunia persilatan,"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
katanya. "Tapi sesudah turun kepada murid dan cucu
muridnya, berapa bagian yang masih ketinggalan?"
"Biarpun hanya ketinggalan sebagian, tapi sudah cukup
untuk menyapu bersih segala kawanan siluman," jawab Biat
coat dengan mendongkol. Untuk sejenak si nenek mengawasi ujung pedang dan
mendadak ia menotol badan pedang lawan dengan
tongkatnya. Tentu saja Biat coat tidak mempermisikan
pedangnya ditotol begitu rupa. Sekali bergerak, ia sudah
menikam pundak si nenek, yang sambil batuk-batut, lantas
saja menyapu dengan tongkatnya. Seraya menarik pulang
senjatanya, Biat coat melompat dan bagaikan kilat, ia sudah
berada dibelakang Kim Hoa Popo. Sebelum kakinya
hinggap ditanah, pedangnya sudah menyambar, tapi si-


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nenek sendiri, tanpa memutar badan, sudah berhasil
menangkis dengan tongkatnya.
Kedua wanita itu adalah jago jago kelas utama dalam
Rimba Persilatan. Baru saja bergebrak tiga empat jurus,
mereka mengetahui, bahwa hari itu mereka mendapat
lawan setanding. Sekonyong-konyong terdengat suara
"trang!" dan pedang Biat coat patah dua. Semua orang,
kecuali A-lee, terkesiap. Mereka memandang rendah
tongkat si nenek, sehingga mereka menduga, bahwa
patahnya pedang adalah akibat Lweekang Kim hoa Popo
yang sangat tinggi. Tapi si-nenek dan si-pendeta sama-sama
tahu bahwa patahnya pedang itu bukan lantaran
keunggulan Lweekang, tapi sebab luar biasanya tongkat itu
yang terbuat daripada San ouw kim, hasil laut diperairan
pulau Leng coa to. San-ouw-kim adalah semacam logam istimewa yang
merupakan campuran dari beberapa macam logam dan batu
karang, sesudah berada didalam air berlaksa tahun
lamanya, logam itu keras dan berat luar biasa, sehingga bisa
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memutuskan baja dan menghancur leburkan batu.
Karena mengetahui, bahwa patahnya pedang bukan
sebab lawannya kalah, maka sebagai seorang yang
berkedudukan tinggi, Kim Hoa Popo tidak mendesak.
Sambil batuk-batuk, ia menuggu. Di lain pihak, sebab kuatir
guru mereka terluka. Kie Siauw Hoe dan kedua saudari
seperguruannya buru-buru mendekati Biat coat Soethay.
Sementara itu, Ah lee dan Boe Kie sudah bertengkar lagi.
Si nona cilik yang sangat nakal tiba tiba mencekal pula
peegelangan tangan Boe Kie. "Lihatlah, kau tidak akan bisa
terlepas dari tanganku." katanya.
Begitu pergelangan tangannya tercekal. Boe Kie kembali
merasa separuh badannya lemas. Ia bingung dan gusar dan
lalu coba menendang. A lee mencekal lebih keras sambil
mengerahkan Lwee kang, sehingga kaki Boe Kie tidak bisa
diangkat tinggi. "Lepas! Mau lepas tidak?" teriaknya.
"Tidak! Mau apa kau?" jawab si nona. Mendadak Boe
Kie menunduk dan lalu menggigit tangan A lee.
"Aduh!" teriak si nona yang terpaksa melepaskan
cengkeramannya, tapi tangan kirinya lalu menyambar muka
si bocah. Boe Kie coba melompat mundur, tapi tidak
keburu lagi dan mukanya sudah tercakar. Dilain pihak,
tangan A lee mengeluarkan darah akibat gigitan.
Kim Hoa Popo tidak menghiraukan kedua anak yang
sedang bertengkar itu. Dalam menghadapi lawan berat, ia
tak dapat memecah perhatiannya. Dilain saat, sambil
melemparkan potongan pedang, Biat coat Soethay berkata
"Pedang itu pedang muridku dan ternyata tidak cukup kuat
untuk menahan seranganmu." Seraya berkata begitu, ia
membuka sebuah kantong yang tergantung dipudaknya dan
mengeluarkan sebatang pedang tua yang panjangnya empat
kaki. Sebelum dihunus, dari sarung pedang sudah terlihat
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehelai sinar hijau sehingga dapat diduga, bahwa senjata itu
senjata luar biasa. Kim Hoa Popo melirik dan melihat, bahwa pada sarung
pedang itu terdapat dua huruf emas huruf kuno yang
berbunyi: "Ie thian". Ia terkesiap dan berseru tanpa merasa:
"Ie thian kiam!"
Biat coat mengangguk. "Benar, inilah Ie thian kiam!"
katanya. Sesaat itu, dalam otak si nenek berkelebat kata-kata yang
sudah lama tersiar didalam Rimba Persilatan: "Boe lim cie
coen, po-to-to-liong, hauw leng thia hee, boh kam poet
ciong ie thian poet coet, swee-ie-ceng hong." (Yang termulia
dalam Rimba Persilatan, golok mustika Membunuh naga,
perintahnya dikolong langit, tiada manusia yang berani
tidak menurut, Ie thian tidak keluar, siapa lagi yang berani
melawan ketajamannya.) Ia mengawasi senjata mustika itu
dan berkata dengan suara yang hampir tidak kedengaran:
"Kalau begitu, Ie thian kiam, jatuh kedalam tangan Go bie
pay." "Sambutlah!" bentak Biat coat seraya menotol dada si
nenek dengan sarung pedang. Ia menyerang tanpa
menghunus ie thian kiam. Kim ho Popo menangkis dengan
tongkatnya. Begitu kedua senjata kebentrok, terdengarlah
suara "brt!" dan.. loh! tongkat San ouw kiam putus jadi dua
potong! Si nenek kaget tidak kepalang. Sebelum dihunus, Ie thian
kiam sudah begitu hebat! Ia mengawasi senjata lawan dan
berkata dengan suara perlahan: "Biat coat Soethay,
bolehkah aku melihat mata pedang itu?"
"Tidak bisa!" jawabnya dengan suara yang menyeramkan. "Begitu terhunus, pedang tidak boleh
dimasukkan kedalam sarungnya lagi sebelum minum
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
darah!" Untuk beberapa saat, tanpa mengeluarkan sepatah kata,
kedua jago betina itu saling mengawasi. Dalam beberapa
jurus tadi, mereka sudah mengadu Lweekang yang telah
dilatih sela puluhan tahun. Si nenek tahu bahwa tenaga
dalam Biat coat masih kalah setingkat dari Lweekangnya,
tapi cetek dalamnya ilmu pedang pendeta itu masih belum
dapat diukur olehnya. Tapivsebagal pemimpin Go bie pay,
ia tentu memiliki kepandaian luar biasa dan ditambah
dengan Ie thian kiam, ia sungguh bukan lawan yang enteng.
Memikir begitu, sambil batuk-batuk ia memutar badan dan
lalu berjalan pergi seraya menuntun tangan si nona cilik.
Ketiga murid Go bie pay tak tahu, bahwa pedang guru
mereka adalah Ie thian kiam yang sudah lama menghilang
dari Rimba Persilatan. Mereka hanya merasa girang, bahwa
guru mereka sudah memperoleh kemenangan. "Soehoe,"
kata Teng Bin Koen, "Nenek itu tidak bisa melihat gunung
Thaysan dan sudah berani bertempur melawan Soehoe.
Sekarang dia baru tahu kelihayan Soehoe."
Biat coat mengawasi murid itu yang coba mengumpaknya. "Di kemudian hari, begitu
lekas mendengar suara batuk-batuknya, kamu mesti lekas lekas
menyingkir." katanya dengan suara sungguh. Ia mengatakan begitu sebab meskipun berhasil memutuskan
senjata lawan, ia tahu bahwa Lweekang nenek itu lebih
unggul dari pada tenaga dalamnya. Tadi, waktu ia menotol
dengan sarung pedsang, ia menyertai juga dengan tenaga
Go bie kioe yang kang yang sudah dilatihnya selama tiga
puluh tahun. Tapi tenaga yang hebat itu seperti amblas di
dalam lautan dan tubuh si nenek sedikit run tidak
bergeming. Sesaat kemudian, dengan paras muka yang sangat
menyeramkan Biat coat berkata. "Siauw Hoe kemari!" Ia
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berjalan kegubuk Ouw Ceng Goe dengan diikuti oleh ketiga
muridnya. "Ibu!" teriak Yo Poet Hwie sambil mengudak ibunya.
Siauw Hoe mengerti, bahwa kedatangan gutunya adalah
untuk "membersihkan" rumah perguruan dan meskipun ia
sangat disayang, kali ini ia tidak bisa terlolos dari hukuman.
Maka itu, dengan suara membujuk ia segera berkata kepada
puterinya "Tidak boleh, kau tidak boleh masuk. Kau
pergilah bermain." Boe Kie mengawasi masuknya Biat coat kedalam rumah
Ceng Gor sambil berkata didalam hati: "Perempuan she
Teng itu sangat jahat dan dia pasti akan coba mencelakakan
Kie Kouwkouw. Peristiwa dimalam itu telah disaksikan
olehku dan pihak yang bersalah adalah siperempuan she
Teng. Biarlah, kalau dia bicara yang tidak-tidak aku akan
maju untuk membela Kie Kouwkouw." Memikir begitu ia
lantas saja bersembunyi dibelakang rumah.
Untuk beberapa saat keadaan sunyi-sunyi saja. Akhirnya
terdengar suara Biat coat. "Siauw Hoe, kau ceritakanlah."
"Soehoo... aku... aku... "
"Bin Koen, coba kau ajukan pertanyaan," memerintah
sang guru. "Soe moay, dalam partai kita, apakah bunyinya larangan
ketiga ?" tanya Bin Koen.
"Dilarang berjina," jawabnya.
"Benar.. Larangan keenam?"
"Dilarang berpihak kepada orang luar dan mengkhianati
rumah perguruan sendiri."
"Apa hukumannya jika orang melanggar larangan itu?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siauw Hoe tidak menjawab. Ia menengok kepada
gurunya dan berkata. "Soehoe, dalam hal ini ada sesuatu
yang sukar dikatakan olehku."
"Disini tak ada orang luar, kau bicaralah terus terang,"
kata Biat coat. Siauw Hoe mengerti, bahwa ia sedang menghadapi
kebinasaan den sekarang ia tak dapat menyembunyikan
apapun jua. Maka itu, ia lantas saja berkata. "Soehoe, pada
enam tahun berselang, Soe Hoe telah memerintahkan kami,
delapan orang saudara seperguruan turun tangan untuk
menyelidiki tempat bersembunyinya Cia Soen. Pada suatu
hari, teecoe (murid) tiba di Tay soe po. Ditengah jalan,
teecoe bertemu dengan seorang pria setengah tua, usianya
kira-kira empat puluh tahun yang mengenakan baju putih.
Dia selalu menguntit toecoe. Teecoe menginap dirumah
penginapan, dia turut menginap disitu, teecoe makan dia
makan, teecoe jalan, ia turut jalan. Semula teecoe tidak
menghiraukannya, tapi belakangan, karena merasa tak
tahan, teecoe lalu menegurnya. Tapi dia menjawab seperti
orang otak miring. Sebab gusar, teecoe menghunus pedang
lalu menikamnya. Dia tidak membawa senjata, tetapi diluar
dugaanku, ilmu silatnya amat tinggi dan dalam dua tiga
jurus, dia sudah merampas senjata teecoe."
"Dengan bingung, teecoe kabur dan diapun tidak
mengejar. Pada keesokan paginya, waktu mendusin dari
tidur dalam sebuah kamar penginapan, dengan kaget dan
heran, teecoe mendapat kenyataan bahwa pedang teecoe
menggeletak disamping bantal kepala. Ketika teecoe
meninggalkan rumah penginapan itu, orang itu mengikuti
lagi. Teecoe mengerti, bahwa teecoe tidak dapat
menggunakan kekerasan dan lalu menegurnya dengam
kata-kata yang tajam. Teecoe mengatakan, bahwa dia harus
mengenal kesopanan dan bahwa partai Go bie pay bukan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
partai yang boleh dibuat permainan.
Biat coat manggut-manggutkan kepalanya, seperti juga ia
menyetujui perkataan murid itu.
Sesudah berdiam sejenak, Siauw Hoe melanjut kan
penuturannya. "Orang-orang itu tertawa tawa dan berkata:
"Ilmu silat seorang yang sudah terpecah menjadi partai ini
dan partai itu, dengan sendirinya sudah merosot. Kalau
nona suka mengikuti aku, aku akan memperlihatkan bahwa
dalam ilmu silat masih terdapat lain dunia yang berbeda
dengan dunia mu." Biat coat Soethay adalah seorang yang sempit
pandangannya. Seumur hidup ia mempelajari ilmu silat
dengan mengasingkan diri sehingga pengetahuannya
mengenai dunia luar sangat terbatas. Mendengar keterangan Siauw Hoe, ia lantas saja merasa ketarik dan
berkata. "Kalau begitu kau boleh coba mengikuti dia dan
coba menyelidiki ilmu apa yang dimilikinya."
Paras muka si murid berubah merah. "Soehoe, dia
seorang yang belum dikenal, bagaimana teecoe bisa
mengikutinya ?" "Aha! Kau benar!" kata sang guru, "Kau segera usir dia
bukan?" "Dengan rupa-rupa jalan teecoe coba menyingkirkan diri,
tapi selalu tidak berhasil," jawabnya "Akhirnya teecoe
tertawan..... Teecoe bernasib sial sehingga bertemu dengan
musuh penitisan yang lampau ..... " Berkata sampai disitu,
suaranya makin perlahan. "Habis bagaimana?" mendesak Biat coat.
"Teecoe tidak bisa melawan dan kehormatan teecoe telah
dirusak olehnya," Jawabnya dengan suara hampir tidak
kedengaran. "Ia menilik tee coe dengan sangat keras,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga percobaan teecoe untuk bunuh diri selalu gagal.
Beberapa bulan kemudian, seorang musuhnya menyatroni
dan dengan menggunakan kesempatan itu, teecoe baru
bisa kabur. Teecoe hamil,

Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tapi tidak berani memberitahukan Soehoe dan belakangan teecoe melahirkan
seorang anak perempuan dengan diam diam."
"Apa kautidak berjusta?" tanya sang guru dengan bengis.
"Biarpun mesti mati berlaksa kali, teecoe tak akan berani
berjusta " jawabnya.
Untuk beberapa lama Biat coat menundukkan kepala.
Akhirnya ia berkata. "Kasihan! Siauw Hoe, kau sangat
tidak beruntung. Dalam hal ini, bukan kau yang bersalah."
Mendengar perkataan sang guru, Teng Koen sangat
mendongkol. Ia mendapat lain bukti, bahwa sang guru
sangat menyayang adik seperguruan itu. Dengan sorot mata
membenci ia melirik Siauw Hoe.
Sesudah menghela napas Biat coat bertanya. "Sekarang
bagaimana pikiranmu" Apa yang mau dilakukan olehmu ?"
Air mata Siauw Hoe mengucur deras. "Atas kemauan
ayah, teecoe telah ditunangkan dengan In Liok ya dari Boe
tong pay," jawahnya dengan suara parau. "Sesudah
kejadian itu, pernikahan tak akan dapat dilangsungkan lagi.
Teecoe hanya ingin memohon permisi Soehoe supaya
teecoe boleh mencukur rambut untuk menjadi pendeta."
Sang guru menggelengkan kepala. "Itupun bukan jalan
yang sempurna," jawabnya. "Siapa namanya lelaki itu ?"
Siauw Hoe menunduk dan menjawab dengan suara
perlahan. "Dia she Yo, namanya Siauw"
Mendadak, mendadak saja, Biat coat mencelat dari
kursinya, dengan jubahnya dikibarkan, sehingga meja
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terlempar. Boe Kie terkesiap, sedang ketiga murid Go bie pay
itupun tak kurang kaget nya.
"Yo Siauw!" teriak Biat coat Soethay, "Apakah dia Yo
Siauw, si raja siluman dari agama Beng Kauw, yang
menamakan diri sebagai Kong beng Soe cia ?" (Kong beng
Soe cia - Utusan Terang benderang)
"Dia... dia memang orang Beng kauw," jawab Siauw
Hoe dengan suara gemetar. "Dia..... dia kelihatannya .......
mempunyai.... mempunyai kedudukan tinggi dalam agama
itu." Muka Biat coat merah padam. "Dimana dia?" bentaknya
pula, "Aku mau cari dia!"
"Menurut keterangannya, dia bertempat tinggai dipuncak
Co bong hong dipegunungan Koen loen san," jawabnya,
"Tempat tinggalnya itu hanya di beritahukan kepada teecoe
seorang. Tiada orang lain yang mengetahuinya. Soehoe,
apa dia musuh partai kita?"
"HMm!" Biat coat mengeluarkan suara dihidung, "Bukan
hanya musuh besar dari partai kita, Toa soepehmu, Kouw
hung Coen cia dan pentolan Koen loen pay, Yoe liong coe,
mati karena memedi Yo Siauw."
Siauw Hoe ketakutan, tapi dalam rasa, takut itu
berecampur dengan rasa bangga. Kouw bong Coe cia dan
Yoe liong coe adalah jago-jago Bu lim yang namanya
tersohor, Tapi mereka mati karena "dia".
Murid murid Go bie mengetahui, bahwa guru mereka
dan Toasoepeh Kouw bong Coen cia adalah dua murid
terutama dari sang Soe Couw, tapi mereka tak tahu, bahwa
diwaktu muda, kedua orang itu saling mencinta dan
sesudah Kouw bong Coe cia meninggal dunia, barulah Biat
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
coat mencukur rambut. Biat coat mendongak mengawasi langit dan mulutnya
mencaci. "Bangsat Yo Siauw...... sekarang kau jatuh juga
kedalam tanganku!" Tiba-tiba ia putar tubuh seraya berkata.
"Baiklah! Kau mempunyai banyak kedosaan: menyerahkan
diri kepadanya dan melindungi Pheng Hweeshio, berdosa
terhadap kakak seperguruan, menjustai guru, diam-diam
memelihara anak. Itu semua bisa diampuni olehku.
Sekarang aku ingin memerintahkan kau melakukan sesuatu
tugas. Sesudah berhasil, kau boleh kembali ke Go bie san
dan aku akan mengangkat kau sebagai ahli waris,
mewariskan Ie thian kiam kepadamu dan kemudian hari
kau akan menjadi Ciang boenjin dari partai kita!"
Semua orang kaget, lebih lebih Teng Bin Koen Yang
lantas saja timbul rasa jelusnya dan menganggap bahwa
sang guru sangat memilih kasih.
"Biarpun mesti masuk kedalam lautan api, teecoe tak
akan menolak perintah Soehoe," kata Siauw Hoe. "Tapi
karena sudah bercacad, teecoe tidak berani memikir untuk
menjadi seorang ahli waris."
"Ikut aku!" kata sang guru seraya menarik tangan Siauw
Hoe dan bertindak keluar. Mereka mendaki sebuah
tanjakan dan berhenti diatas sebidang tanah rumput.
Boe Kie tidak mengerti apa maunya pendeta itu. Dengan
berdiri ditempat tinggi sesudah mengawasi keempat
panjuru, barulah Biat coat menarik tangan Siauw Hoe dan
bicara dikuping muridnya ini. Apa yang dikatakannya tentu
saja rahasia besar, sehingga kedua orang muridnya yang
lain tidak diperbolehkan turut mendengar.
Dengan mata tidak berkesip, Boe Kie terus mengawasi
mereka. Sesudah menundukkan kepala beberapa lama,
Siauw Hoe kelihatan menggelengkan kepalanya beberapa
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kali dengan sikap yang pasti. Boe Kie mengerti bahwa sang
bibi telah menolak perintah Biat coat. Sesaat kemudian, si
pendeta mengangkat tangan kirinya, tapi tangan itu berhenti
diudara dan ia bicara lagi rupanya sedang coba membujuk
pula. Jantung Boe Kie memukul keras. Siauw Hoe
kelihatan berlutut dan kepalanya tetap digeleng-gelengkan.
Tiba-tiba tangan Biat coat turun menghantam batok kepala
muridnya, yang lantas saja roboh terguling. Hati Boe Kie
mencelos... bukan main rasa dukanya.
Sekonyong-konyong terdengar suara tertawa nyaring,
suara Yo Poet Hwie yang menubruk punggung Boe Kie.
"Aha! Sekarang aku berhasil menangkap kau!" teriak si
cilik. Dengan cepat Boe Kie mencekal tangan si nona dan
menutup mulutnya. "Sst! Jangan ribut," bisiknya. Melihat
muka sang kakak yang pucat pasi, si nona jadi kaget dan
ketakutan. Biat coat kembali kerumah Ceng Goe dengan cepat
sekali. "Bin Koen, binasakan anak haram itu," ia
memerintah. "Jangan tinggalkan bibit penyakit."
Sesudah adik seperguruannya dihukum, biarpun hatinya
senang, Bin Koen merasa agak takut. Mendengar perintah
itu, ia segera berjalan pergi untuk mencari Poet Hwie.
Sambil memeluk si none, Boe Kie menyembunyikan diri
diantara rumput alang-alang yang tinggi. Dengan berbisik ia
minta supaya Poet Hwi jangan bersuara dan menyerahkan
segala apa kepada putusan Tuhan. Untung juga, sesudah
mencari cari beberapa lama, Bin Koen tidak ingat kepada
rumput tinggi yang bisa digunakan sebagai tempat
bersembunyi. Baru saja ia mau menyelidiki terlebih teliti,
gurunya sudah mencaci: "Manusia goblok! Anak kecil saja
kau tak mampu cari."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Murid Biat coat yang satunya lagi, Pwee Kim Gie
namanya, mempunyai hubungan baik dengan Siauw Hoe.
Melihat kekejaman sang guru ia merasa sangat tak tega.
Maka itu, ia lantas saja berkata: "Soehoe, tadi kulihat anak
itu lari keluar selat." Ia tahu, bahwa jika diberitahukan
begitu, sang guru, yang beradat sabaran, tentu tidak mau
berabe untuk mencari terlebih jauh. Ia merasa, bahwa
sebagai anak yatim piatu yang baru berusia lima enam
tahun, Poet Hwie belum tentu bisa hidup terus. Tapi biar
bagaimana jua, mati lapar atau mati diterkam binatang buas
ada lebih baik daripada mati ditikam Teng Bin Koen.
"Mangapa kau tidak beritahukan sedari tadi?" tanya Biat
coat dengan mendongkol. Dengan menggunakan ilmu
ringan badan, ia segera berlari-lari keluar selat, dengan
diikuti oleh kedua muridnya. Poet Hwie yang tak tahu,
bahwa ia baru saja terlolos dari lubang jarum, mengawasi
Boe Kie dengan mata penuh pertanyaan.
Sesudah tindakan ketiga orang itu tidak terdengar lagi,
sambil menuntun Poet Hwie, Boe Kie berlari-lari mendaki
tanjakan. "Boe Kie Koko, orang jahat sudah pergi semua
bukan?" tanyanya sambil tertawa. "Kau mau mengajak aku
bermain-main diatas gunung, bukan?"
Boe Kie tidak menjawab. Melihat Poet Hwie sudah
lelah, tanpa mengeluarkan sepatah kata, ia mendukungnya
dan terus lari secepat mungkin kearah Kie Siauw Hoe yang
menggeletak diatas tanah. Sesudah dekat, barulah Poet
Hwie melihat ibunya. Ia meronta turun dari dukungan Boe
Kie dan kemudian menubruk ibunya. "Ibu! Ibu!..,."
teriaknya. Boe Kie buru-buru berlutut dan memeriksa ke adaan
sang bibi. Napas Siauw Hoe tinggal sekali kali dan batok
kepalanya remuk, sehingga biarpun ditolong dewa, ia tak
akan bisa hidup terus. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perlahan-lahan Siauw Hoe membuka kedua matanya.
Melihat puterinya dan Boe Kie, matanya berlinang air dan
bibirnya bergerak. Ia mau bicara, tapi tak sepatah perkataan
bisa keluar dari mulut nya. Boe Kie segera mengeluarkan
jarum emas dan menusuk jalan darah Sinteng, Gin tong dan
Sin wie. Semangat Siauw Hoe terbangun dan ia berkata
dengan suara lemah: "Aku memohon.... memohon....supaya kau mengantarkan Poet Hwie kepada
ayahnya...". Lengan kirinya meraba dada, seperti mau
mengeluarkan sesuatu, tapi mendadak ia berkelejat dan
menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Sambil menangis keras Poet Hwie memeluk jenazah
ibunya. "Ibu!...ibu!.... Mengapa kau".... sakit"...." ia
sesambat. Hati Boe Kie seperti disayat ratusan pisau. Ia ingat,
bahwa ia sendiri pernah menangis begitu sambil memeluk
jenazah kedua orang tuanya. Tanpa merasa, air mata
mengalir turun dikedua pipinya.
Sesudah kenyang memeras air mata Boe Kie ingat pesan
sang bibi dan segera mengambil keputusan untuk
menunaikan tugas itu. Ia hanya tahu bahwa orang itu
bertempat tinggal dipuncak Co bong hong, dipegunungan
Koen loan san. Ia tak tahu dimana adanya gunung itu yang
sebenarnya berada dalam jarak berlaksa li. Dilain saat, ia
juga ingat, bahwa sebelum meninggal dunia, sang bibi
meraba dada, seperti mau mengeluarkan sesuatu. Ia lantas
saja meraba leher Siauw Hoe dan mengeluarkan sepotong
Kiat (?") pay (lembaran besi) yang atasnya diukir gambar
setan yang menyeringai dan mengangkat cakarnya. Pay
tersebut digantung dileher Siauw Hoe dengan selembar tali.
Boe Kie tak tahu apa adanya benda itu, tapi ia lalu
membukanya dan kemudian menggantungnya dileher Poet
Hwie. Sesudah itu, ia mengambil cangkul menggali sebuah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lubang dan lalu menguburkan jenazah Siauw Hoe. Ketika
itu karena lelah, Poet Hwie sudah pulas. Waktu si nona
cilik tersadar, dengan berbagai akal ia coba membujuknya,
antara lain ia mengatakan, bahwa sang ibu telah terbang
kelangit dan nanti, sesudah sekian lama akan kembali
didunia. Dasar anak kecil, si nona akhirnya dapat juga
dilabui. Malam itu, sesudah masak nasi dan makan secara
sembarangan, Boe Kie yang sudah terlalu capai, tidur pulas
dengan nyenyak sekali. Pada kepaginya, setelah membuntal
pakalan dalam dua buntalan kecil, ia mengajak Poet Hwie
untuk memberi selamat tinggal dan memohon keberkahan.
Sesudah itu, kedua yatim piatu berjalan keluar dari Oaw
tiap kok.... Boe Kie sama sekali tidak bersenjata. Semula ia ingin
membawa potongan tongkat San ouw kim, tapi dicari-cari,
tidak ketemu dan ia menduga, bahwa potongan senjata itu
telah dibawa oleh Teng Bin koen. Mengenai bekal, ia hanya
mempunyai tujuh delapan tahil perak yang diambilnya dari
buntalan Kie Siauw Hoe. Ia tak tahu di mana adanya Koen
loen san. Ia hanya menduga, bahwa gunung itu jauh sekali
dan uang sebegitu tentulah sangat tidak mencukupi. Tapi
apakah yang dapat diperbuat olehnya"
Sesudah berjalan setengah hari, barulah mereka keluar
dari selat Ouw tiap kok. Karena Poet Hwi masih sangat
kecil, mereka maju dengan lambat sekali. Sebentar
mengaso, sebentar jalan lagi. Pada malam,itu mereka
berada di delam hutan dan diantara kegelapan malam,
mereka mendengar macam-macam binatang burung hantu.
Poet Hwie ketakutan dan mulai menangis keras. Boe Kie
juga takut, tapi dalam keadaan, begitu mau tidak mau ia
terpaksa harus membesarkan hati. Tiba tiba ia malihat
sebuah guha. Hatinya jadi girang benar, dan sambil
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menuntun Poet Hwie, ia masuk ke dalam guha itu. Dengan
kedua tangan ia menekap kuping si nona supaya dia tidak
mendengar suara-suara yang menakutkan.
Dengan menahan rasa lapar, haus dan takut, kedua anak
itu melewati sang malam. Pada keesokan paginya, Boe Kie
mencari bebuahan hutan untuk menangsal perut dan
kemudian mereka meneruskan perjalanan. Di waktu
magrib, selagi enak-enak berjalan, sekonyong-konyong poet
Hwie berteriak dan tangannya menuding sebuah pohon.


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Boe Kie menengok. Ia terkasiap dan sambil menarik tangan
Poet Hwie, ia segera lari. Yang dilihat mereka adalah dua
mayat yang menggelantung di pohon itu. Baru saja belasan
tombak, kaki Boe Kie tersandung batu dan roboh terguling.
Waktu merangkak bangun, dengan memberanikan hati, ia
menengok kepohon dan tanpa merasa ia berteriak. "Ouw
Sinshe!" Waktu ia menengok, secara kebetulan angin
meniup dan mayat itu terputar, sehingga mukanya
menghadapi Boe Kie yang segera mengenali bahwa muka
itu adalah muka Ouw Ceng Goe. Yang satunya lagi adalah
mayat wanita dan dilihat dari pakainnya, dia pasti bukan
lain dari pada Ong Lan Kouw. Dalam cuaca yang sudah
hampir gelap, pemandangan itu sungguh menyeramkan dan
bulu roma Boe Kie bangun semua.
Sesudah bangun berdiri, si bocah berkata didalam
hatinya: "Tidak boleb, aku tidak boleh menjadi seorang
pengecut." Setindak demi setindak, ia maju dan mendekati. Dari
sebelah kejauhan ada dilihatnya sinar keemas emasan dipipi
kedua mayat itu. Sesudah didekati, sinar itu ternyata keluar
dari bunga emas. "Ah! Ouw Sinhe dan Soe bo tidak terlolos
dari tangan Kim-Hoa popo", ia mengeluh. Kereta yang
ditumpangi mereka berada dalam sebuah selokan dalam
keadaan hancur, sedang bangkai keledaipun terdapat dalam
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selokan itu. Malam itu Boe Kie dan poet Hwie tidur dibawah pohon.
Kira-kira tengah malam mereka disadarkan oleh bunyi
binatang. Dibawah sinar rembulan, mereka melihat lima
enam ekor anjing hutan sedang menggerogoti bangkai
keledai. Dengan hati berdebar-debar, buru-buru Boe Kie
mendukung Poet Hwie dan memanjat sebuah pohon.
Anjing-anjing itu coba mengudak dan kemudian jalan
berputar putar dibawah pohon. Sedang beberapa lama
beberapa lama, barulah mereka meninggalkan pohon itu
dan berpesta pora lagi dengan daging keledai. Pada esokan
paginya, barulah kawanan binatang itu berlalu.
Sesudah anjing-anjing itu pergi jauh, Boe Kie baru berani
turun. Ia segera membuka tambang dan menurunkan
jenazah suami isteri Ouw Ceng Goe. Tiba-tiba terdengar
suara "plak" dan dari atas jatuh sejilid buku. Boe Kie segera
menyambutnya dan diatas buku itu, buku tulisan tangan,
tertulis seperti berikut: "Tok soet Tay coan" (Kitab lengkap
mengenai racun). Boe Kie membalik-balikkan lembaran yang penuh
dengan huruf-huruf kecil. Buku itu menjelaskan sifatnya
macam-macam binatang beracun, burung beracun, kutu
beracun, rumput beracun, dari yang biasa sampai yang aneh
aneh. Cara mengganakannya dan cara mempunahkannya.
Sesudah memasukkannya ke dalam saku, dia kemudian
mengubur jenazah suami-istri Ouw Ceng Goe dengan
menumpuk batu-batu tanah dan rumput diatasnya. Sesudah
selesai dan memberi hormat dengan berlutut beberapa kali,
sambil menuntun tangan Poet Hwie, ia segera meneruskan
perjalanannya. Diwaktu lohor mereka bertemu dengan jalan raya dan
tak lama kemudian, mereka tiba disebuah kota kecil.
Mereka lalu mencari rumah makan, atau warung untuk
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menangsal perut. Tapi sungguh heran, semua rumah tiada
penghuninya dan kota kecil itu sunyi senyap bagaikan
kuburan. Dengan apa boleh buat, mereka berjalan terus.
Waktu itu adalah musim rontok, yaitu musim panen,
tapi apa yang tertampak disawah sawah yang tanahnya
kering melela hanyalah rumput alang alang. Boe Kie
bingung karena ia tidak mengerti apa artinya itu semua.
Kawan yang satu-satunya, tidak bisa diajak berdamai.
Bahwa dengan menahan lapar si noni cilik masih bisa
berjalan terus, sudah dapat dikatakan mujur.
Berjalan sampai sore, mereka tiba disebuah hutan. Tiba-
tiba Boe Kie melihat mengepulnya asap. Ia merasa girang
sekali, sebab sedari keluar dari selat Ouw tiap kok, baru
sekarang ia melihat asap yang berarti adanya mauusia.
Buru-buru mereka menuju kearah asap itu.
Waktu sudah berdekatan, mereka melihat lima orang
lelaki yang pakaiannya compang-camping badannya kurus
kering dan mukanya pucat pasi, sedang berduduk disekitar
sebuab perapian dan diatas api terdapat sebuah kuali yang
apinya bergolak-golak seperti sedang memasak sesuatu.
Begitu melihat Boe Kie dan Poet Hwie, paras muka
mereka berubah terang. Dengan serentak mereka berbangkit. "Bagus! Bocah, mari sini!", kata salah seorang
sambil menggapai. "Kami sangat lapar sekali dan ingin meminta sedikit
makanan," kata Boe Kie, "Sebagai tanda terima kasih, kami
akan memberi sedikit uang perak."
"Kau mempunyai uang" Coba keluarkan," kata yang
seorang. Boe Kie merogoh saku dan mengeluarkan sepotong
perak. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil membetot potongan perak itu, dia bertanya.
"Mana orang tuamu?"
"Kami hanya berdua, tak mempunyai lain kawan,"
Jawab Boe Kie. Kelima lelaki itu tertawa terbahak-bahak dan saling
mengawasi satu sama lain.
Karena didorong rasa lapar, Boe Kie melongok kedalam
kuali. Begitu melihat, hatinya mencelos karena apa yang
dimasak mereka hanyalah daun-daun akar, dan sedikit ubi-
ubian. Sambil menyeringai, salah seorang mencekal tangan Poet
Hwie dan berkata "Kambing ini gemuk sekali. Malam ini
kita bisa makan kenyang!"
"Ya! Yang lelaki bisa ditunda
sampai besok." menyambungi kawannya. Tak kepalang kagetnya Boe Kie. "Kau.... kau..... mau....
makan daging manusia?" tanyanya terputus-putus.
Seorang yang bertuhub jangkung menyeringai dan
berkata dengan suara dalam: "Sudah tiga bulan aku tak
permih makan nasi. Daripada mampus ada lebih baik
makan, daging manusia." seraya berkata begitu, ia
menjambret leher Boe Kie.
Boe Kie mengegos, tangan kirinya menangkis, tangan
kanannya menepuk pinggang orang itu. Semejak kecil, ia
telah belajar silat di bawah pimpinan Kim-mo Say-ong Cia
Soen dan kemudiau dia juga mempelajari ilmu silat dari
Boe-tong pay. Meskipun selama dua tahun lebih ia tidak
berlatih silat karena repot mempelajari ilmu ketabiban,
tetapi apa yang sudah dipelajarinya adalah ilmu-ilmu silat
kelas satu di dalam Rimba Persilatan. Maka itu, tepukan
tersebut, yang cukup hebat untuk merobohkan ahli silat
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
biasa, tentu saja tak dapat ditahan oleh lelaki itu. Tanpa
mengeluarkan suara, dia terpelanting tanpa betkutik lagi.
Seorang kawannya menubruk dan coba menancapkan
pisaunya kedada Boe Kie. Bagaikan kilat Boe Kie
menendang dengan kaki kanannya, dan pisau itu terbang ke
tengah udara. Ia menendang dengan tendangan Wan yo
Lian hoan toei yang saling susul dan sesudah kaki kirinya
mampir dijanggut orang itu yang lantas saja jatuh
terjengkang. Sesudah merobohkan dua orang, buru-buru ia
menghampiri Poet Hwie yang sudah mulai menangis.
Tiba-tiba ia meresakan angin dibelakangnya dan dua
orang menubruk punggungnya. Dengan sekali berkelit,
kedua penyerang itu menubruk tempat kosong. Dengan
cepat la menjambret leher baju mereka dan lalu
menggentuskan kepala mereka. Waktu dilepaskan, mereka
roboh dalam keadaan pingsan.
Sekarang hanya ketinggalan seorang saja. Biarpun empat
kawannya sudah dijatuhkan, ia kelihatannya tidak merasa
jerih dan sambil menghunus golok, io menerjang. Melihat
senjata tajam, sedang ia sendiri bertangan kosong Boe Kie
jadi keder, tapi dengan mengepos kesana kesini ia berhasil
menyelamatkan diri dari tiga bacokan. Dalam bacokan
keempat, orang itu menggunakan seantero tenaganya.
Dengan cepat Boe Kie berkelit dan ia membacok angin.
Apa celaka, karena terlalu bernapsu dan menyerang dengan
seluruh tenaga, ia terhuyung dan jatuh terguling. Tanpa
menyia nyiakan kesempatan baik, Boe Kie menendang
dengan menggunakan ilmu meminjam tenaga sehingga
tubuh orang itu terpental dan jatuh kedalam kuali yang
airnya bergolak-golak. Jika Boe Kie diperintah untuk bertempur melawan lima
orang itu, ia pasti tak akan berani. Biarpun sedari kecil ia
sudah belajar silat, ia masih belum tahu kepandaiannya
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sendiri. Kalau bukan sedang menghadapi bahaya besar, ia
tentu tak akan berlaku nekat. Sesudah merobohkan lima
orang itu, ia tercengang dan setelah semangatnya
berkumpul kembali, ia merasa sangat girang.
Baru saja hatinya tenteram, tiba-tiba terdengar suara
tindakan kaki dan beberapa orang masuk kedalam hutan.
Mendengar suara manusia, Poet Hwie yang belum hilang
takutnya lantas saja menubruk dan memeluk Boe Kie erat-
erat. Begitu melihat orang orang yang mendatangi, Boe Kie
jadi girang. "Kan Toaya! Sie Toaya!" serunya.
Ternyata, antara mereka itu yang terdiri dari lima orang,
yang satu adalah Kan Ciat dan yang situ lagi Sie Kong Wan
bersama dua saudara seperguruannya. Mereka berempat
telah disembuhkan Bor Kie waktu terlika akibat pukulan
Kim-Hoa Popo. Orang yang kelima adalah seorang pemuda
yang barusan kira-kira duapuluh tahun dan berparas angker.
Dengan pemuda itu, Boe Kie belum, pernah bertemu muka.
Kan Ciat mengawasi dan berkata. "Saudara Thio, kau
juga berada disini" mengapa orang itu?" Seraya menanya,
dia menuding kelima orang yang rebah ditanah.
Dengan suara mendongkol, Boe Kie lalu menceriterakan
apa yang sudah terjadi. Sebagai penutup ia berkata: "Celaka
sungguh! Mereka mau coba makan kami berdua. Untung
juga aku berhasil merobohkannya."
Selagi Boo Kie bicara,Kan Ciat mengawasi Poet Hwie
dengan sorot mata luar biasa dan berkata dengan suara
perlahan: "Lima hari lima malam tak pernah menelan
sebutir nasi... hanya gegares kulit pohon dan rumput....
Hmmm! Dagingnya begitu montok ..... " Melihat sinar
mata kelaparan, seolah-olah sinar mata anjing hutan yang
sangat menakuti, Boe Kie terkejut dan buru-buru ia
memeluk Poet Hwie. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mana ibunya?" tanya Sie Kong Wan.
"Kie Lie hiap pergi membeli beras," jawab Boe Kie.
Apa mau Poet Hwie menyelak: "Bukan! Ibu telah
terbang kelangit!" Kan Ciat dan Sie Kong Wan menyeringai.
Mereka tahu, bahwa itu berarti Kie Siauw Hoe sudah
meninggal dunia. Sie Kong Wan tertawa dingin. "Beli beras?" tanyanya
dengan nada mengejek, "jikalau bisa mendapatkan sebutir
beras dalam jarak lima ratus li di sekitar tempat ini, kau
betul-betul pintar" Dengan lirikan mata, Kan Ciat memberi isyarat kepada
Sie Kong Wan. Tiba-tiba mereka melompat dengan
berbareng, Kan Ciat mencekal kedua tangan Boe Kie,
sedang Sie Kong Wan memeluk Poet Hwie.
Boe Kie terkesiap. "E-eh Mau apa kamu?", tanyanya.
"Di seluruh Hong yang hoe semua manusia kelaparan,"
jawab Kan Ciat. "Dalam menghadapi kebinasaan, kami
harus menolong diri sendiri. Nona itu bukan sanak
familimu. Dia dapat menyambung jiwa kami...."
"Manusis celaka!" caci Boe Ka dengan kegusaran yang
meluap-luap. "Kamu, manusia-manusia yang menamakan
diri sendiri sebagai orang orang Rimba Persilatan, tapi mau
melakukan perbuatan terkutuk itu" Sungguh memalukan!
Apa kamu tidak merasa malu, menjadi manusia sehina itu?"
Dalam laparnya memang Kan Ciat sudah tidak
mengenal malu. Mendengar cacian pedas ia jadi gusar dan
lalu menggaplok muka Boe Kie keras. "Binatang! Kaupun
akan mengalami nasib seperti dia!" bentaknya.
Bagaikan kalap Boe Kie meronta-ronta, tapi Seng cioe
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ka lam adalah seorang ahli sitat dan cekalannya keras
bagaikan besi. Kedua soeteenya Sie Kong Wan segera
mengambil tambang yang lalu digunakan untuk mengikat
kedua anak itu. Sesudah dibelenggu, Boe Kie menghela napas. Ia merasa
bahwa hari ini ia akan menyusul kedua orang tuanya di
alam baka. Dalam gusarnya, ia merasa menyesal, bahwa ia
sudah menolong jiwanya keempat manusia itu.
"Binatang kecil" caci Kan Ciat. "Kau sudah mengobati
lukaku dan didalam hatimu kau sekarang pasti sedang
mengutuk aku." "Manusia hina-dina!" teriak Boe Kie, "Kamu membalas
kebaikan dengan kejahatan. Kalau tidak ditolong aku,
sekarang kamu sudah berada dilobang kubur."
"Saudard Thio." kata Sie Kong Wan sambil bersenyum
senyum, "kau sudah menolong kami dan untuk itu kami
merasa berhutang budi. Tapi sekaranq kami sedang


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghadapi kebinasaan karena lapar. Kalau mau menolong, kau harus menolong sampai diakhirnya. Dan
kamu sekarang sekali lagi kami memerlukan pertolonganmu. Keganasan Kan Ciat sudah menyeramkan, tapi
kekejatnan Sie Kong Wan yang mengunjuk ketelengasannya sambil tertawa-tawa lebih menyeramkan
lagi. Boe Kie jadi nekat dan berteriak: "Aku adalah murid
Boe tong, sedang adikku muid Go-bie-pay. Kebinasaan
kami berdua tidak menjadi soal. Tapi apakah kamu kira
lima pendekar Boe-tong dan Biat-coat Soetbay akan
menyudahi perbuatanmu dengan begitu saja?"
Kan Ciat terkejut. Ia merasa bahwa ancaman bocah itu
bukan ancaman kosong, sebab Boetong pay dan Gobie pay
memang tidak boleh dibuat permainan.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Sie Kong Wan tertawa terbahak bahak. "Kejadian
di hari ini diketahui oleh Langit, oleh Bumi, oleh kau dan
oleh aku. Bocah! Sesudah kau berada dalam perut kami kau
boleh mengatakan kepada Thio Sam Hong."
Kan Ciat turut tertawa dengan sinting. "Kau benar, kau
benar," katanya. "Saudara Thio, untuk menolong jiwa,
kami sesungguhnya tak dapat berbuat lain." Sehabis berkata
begitu, ia berpaling kepada kedua soetenya Sie Kong Wan
dan membentak: "Mengapa kamu berdiri seperti patung"
Pergi ambil air dan cari kayu bakar!"
Kedua orang itu mengangguk dan lalu berjalan pergi.
"Sie Toaya," kata Boe Kie dengan suara memohon,
"jikalau kalian mau juga makan daging manusia, makanlah
dagingku saja seorang. Aku memohon supaya kamu suka
membebaskan adik kecil itu. Kalau permintaanku dilulusi,
biarpun mati aku tak akan merasa menyesal."
"Mengapa begitu?" tanya si manusia she Sie.
"Karena pada waktu mau menutup mata, ibunya telah
meminta pertolonganku supaya aku mengantarkan dia
kepada ayahnya," jawab Boe Kie. "Kan Toaya, dengan
makan aku seorang kurasa kamu sudah cukup kenyang dan
besok kamu bisa membeli kerbau atau kambing untuk
dijadikan barang santapan selaajutnya. Kan Toaya, Sie
Toaya, ampunilah adikku itu."
Melihat kesatriaan bocah itu, mau tak mau hati Kan Ciat
tergerak juga, ia mengawasi Sie Kong Wan dan bertanya:
"Bagaimana pikiranmu?"
"Ini soal kecil," jawabnya. "Tapi kalau rahasia ini bocor,
dikemudian hari kite berabe sekali. Song Wan Kiauw, Jie
Lian Coe dan yang lain-lain tentu akan cari kita. Wan
Toako, jika kau mempunyai jalan untuk menghadapi
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka, aku tidak berkeberatan."
"Tak salah", kata Kan Ciat sambil mengangguk. "Aku
sungguh tolol. Aku tidak memikir apa yang mungkin terjadi
dihari kemudian." Sesaat itu, seorang Hwa san pay sudah kembali dengan
membawa air dikuali. Boe Kie mengerti, bahwa bahaya
sudah sangat dekat. "Poet Hwie moay-moay," katanya.
"kau bersumpahlah, bahwa kau tak akan menceritakan
kejadian dihari ini kepada siapapun jua."
Tapi anak itu yang belum mengerti apapun jua lantas
saja menangis keras. Ia sama sekali tidak tahu bahwa kakak
itu sedang menawarkan jiwa sendiri untuk menolongnya.
Pemuda yang tidak dikenal Boe Kie, yang parasnya
angker, terus duduk ditanah tanpa mengeluarkan sepatah
kata. Sekarang Kan Ciat mengawasinya dan berkata: "Cie
Siauw Sie, kalau mau turut makan daging kambing, kau
harus bekerja." "Baik," kata pemuda itu sambil mencabut sebilah golok
pendek dari pinggangnya. Sesudah menggigit goloknya, ia
mengangkat Boe Kie dan Poet Hwie dan lalu berjalan
kearah satu sungai kecil, Boe Kie meronta-ronta dan
mencaci kalang kabutan, tapi dia tidak meladeni.
Tapi baru saja ia ber jalan belasan tindak, Sie Kong Wan
mendadak berteriak: "Cie Siauw Sie! Disini saja!"
Siauw Sie berjalan terus, "Disungai lebih baik," jawabnya
dengan suara tidak terang, sebab giginya sedang menggigit
golok. "Disini! Aku kata disini, disini!" teriak pula Sie Kong
Wan. Ternyata manusia she Sie itu lihay juga otaknya.
Melihat sianar mata dan sikap pemuda itu yang agak luar
biasa, ia bercuriga. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekonyong konyong Siauw Sia berteriak. "Lekas lari" Ia
melepaskan kedua anak itu ditanah dan memotong
tambang yang mengikat tangan mereka.
"Terima kasih untuk budimu yang sangat besar," kata
Boe Kie seraya menarik tangan Poet Hwie dan lalu lari
sekeras-kerasnys. Sambil berteriak, Kan Ciat dan Sie Kong Wan
mengubar. "Tahan!" bentak Siauw Sia sambil menghadang
ditengah jalan. Melibat pemuda itu berdiri dengan sikap angker sambil
melintangkan goloknya, kedua manusia itu agak jeri.
"Minggir kau!" bentak Kan Ciat.
"kita adalah orang-orang Kangouw yang harus mempunyai rasa kesatriaan," kata Siauw Sia. "Apa kamu
tidak merasa malu kalau kamu mencelakakan anak kecil
itu?" "Jangan rewel!" teriak Kong Wan dengan gusar. "Dalam
kelaparan, aku akan gegares siapa pun jua." Ia menggapai
kedua soeteenya dan berteriak pula: "Ubar mereka!"
Sementara itu, melihat Poet Hwie tidak bisa lari cepat.
Boe Kie lalu mendukungnya dan kabur sekuat tenaga. Tapi
apa mau dikata, sebagai seorang anak tanggung, ditambah
dengan beban yang berat, ia tidak dapat secepat orang
dewasa. Sebelum keluar dari hutan itu, mereka sudah
dicandak oleh kedua murid Hwa san pay. Buru-buru Boe
Kie menurunkan si nona dari dukungan dan dengan nekat
ia menyerang kedua pengejarnya. Pukulannya yang
pertama ditangkis oleh salah seorang. "Plak!" badannya
terhuyung beberapa tindak.
"Bangsat cilik! Lihay juga kau!" bentak orang itu yang
merasakan beratnya pukulan si bocah. Dengan berbareng
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka menghunus golok dan berlangsunglah pertempuran
ganjil. Dua orang dewasa yang bersenjata mengerubuti
seorang anak yang bertangan kosong. Ketika itu, Boe Kie
sudah tidak memikiri jiwanya lagi, sambil mengegos dan
melompat kian kemari, ia berteriak-teriak menyuruh Poet
Hwie lekas-lekas melarikan diri.
Dilain pihak, Siauw Sia pun sudah dikepung oleh Kan
Ciat dan Sie Kong Wan. Baru bergebrak beberapa jurus, ia
sudah keteter. Selang beberapa jurus lagi golok Ken Ciat
mampir dilututnya yang lantas saja mengucurkan darah. Ia
mengerti, bahwa dilanjutkannya pertempuran akan berarti
kebinasaannya. Maka itu, sesudah menimpuk Sie Kong
Wan dengan goloknya, ia melompat dan terus kabur. Sie
Kong Wan berkelit dan golok itu jatuh ditanah.
Sambil berlari, Siauw Sia berteriak: "Saudara Thio,
jangan takut. Aku pergi untuk mengambil bala bantuan."
Kan Ciat dan Sie Kong Wan lantas saja menyusul kedua
kawannya dan dengan mudah mereka menawan pula kedua
anak itu, yang lalu diikat lagi kedua tangannya.
Kan Ciat mengawasi Sie Kong Wan dengan mata
mendelik. "Orang she Cie itu bukan manusia baik," katanya
dengan mendongkol. "Bagaimana dia berjalan bersama-
sama kamu?" "Kami kertemu ditengah jalan," jawab Sie Kong Wan.
"Siapa tahu dia orang baik atau orang jahat" Menurut
katanya, dia she Cie bernama Tat. Kau jangan percaya
omongannya. Sekarang sudah hampir malam. Dari mana
dia mau mengambil bala bantuan?"
"Kalau didengar dari suaranya, dia penduduk Hong-
yang," menyelak seorang Soetee Sie Kong Wan, "Biarpun
dia membawa semua penduduk kampung, kita tidak usah
takut." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Penduduk Hong-yang?" menegasi Kan Ciat sambil
menyeringai. "Ha ha! Jangankan berkelahi berjalanpun
mereka sudah tak mampu. Hayolah Aku sudah kuat
menahan rasa lapar." Mereka segera kembali keperapian.
Sesudah tertangkap lagi, Boe Kie dihajar babak belur,
pakaiannya robek dan isi sakunya terserak ditanah. Tiba-
tiba matanya tertumbuk dengan sejilid buku yang kertasnya
kuning dan karena di tiup agin, lembaran buku itu terbuka.
Buku itu ialah Tok Soei Tay coan milik Ong Lan Kouw. Ia
sekarang sudah tidak memikir untuk hidup dan
memperdulikan apapun jua.
Sesudah mikir begini setengah mati, begitutupun tiada
jalan hidup, Boe Kie malah jadi tenang. Pada saat
pikirannya bersih itulah, secara tidak disengaja matanya
melirik pula ke lembaran buku itu, dan secara kebetulan
pula halaman yang terbuka adalah bagian rumput2 beracun.
Hatinya tertarik juga dan ia lalu membacanya. Pada bagian
itu secara jelas diterangkan bentuk, bau warna, sifat dan
cara memunahkannya macam rumput2 beracun.
Sesudah membaca beberapa saat, ia menghela napas. Ia
ingat, bahwa beberapa detik lagi, ia akan berkumpul dengan
roh orang tuanya. Sekonyong2, waktu melirik kesebelah kiri, matanya
tertumbuk pula dengan segundukan rumput yg berwarna
sangat menyolok indah, segar dan mengkilap. Mendadak
saja, dalam otak nya berkelebat serupa ingatan.
"Apa tak bisa jadi rumput beracun" Menurut buku ini,
rumput yg mengandung racun indah warnanya. Kalauy
benar rumput itu rumput beracun, jiwa Poet Hwie moay
moay masih bisa ditolong." Pada saat itu ia sudah tidk
memikir untuk menyelamatkan jiwa sendiri. Dengan masih
mengeramnya racun dingin didalam tubunya, anmdaikata
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hari ini ia selamat, paling banyak ia hanya bisa hidup
beberapa bulan lagi., Apa yg dipikirnya ialah usahan
menolong Poet Hwie, guna memenuhi permintaan
mendiang Kie Siauw Hoe. Dengan perlahan ia menggulingkan badan kearah
rumput itu. Karena kedua tangannya terikat kebelakang, ia
lalu membelakangi rumput itu dan kemudian mencabutnya.
Sungguh untung, gerak geriknya itu tidak diperhatikan oelh
musuh2nya yg sedang diserang dengan rasa lapar dan
tengah memusatkan perhatiannya keapda air yg hamper
mendidih. Sekonyong konyong ia melompat bangun dan
sambil mengawasi kejurusan larinya Cie Tang ia berseru,
"Cie Taoko, banyak sungguh temanmyu! Tolong! Tolong!"
Dengan terkejut, Kan Ciat dan tiga kawannya segera
menghunus senjata. Mereka mengawasi kea rah yg diawasi
Boe Kie. Dengan menggunakan kesempatan itu, Boe Kie
mundur dua tindak dan melepaskan segabung rumput yang
dicekalnya kedalam kuali.
Melihat tidak ada manusia, Kan Ciat mencaci" Bangsat!
Kau boleh berteriak sekali lagi, sekuatmu! Tak ada manusia
yang akan menolong kau."
"Hayolah, perlu apa banyak2 bicara," kata Sie Long
Wan yg sudah merasa tidak sabaran.
"Sie Tonya, aku haus," kata Boe Kie dengan suara
memohon. "Tolong berikan semangkok air panas untukku.
Sesudah mati, setanku tak akan mengganggu kau."
"Baiklah," jawabnya sambil menyeringai. Ia lalu
menyendok semangkuk dari dalam kuali dan mengangsurkannya ke mulut si bocah.
Sebelum mangkok menempel pada bibirnya Boe Kie
sudah berseru, "Aduh! Wangi sungguh apa yg dimasak?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Boe Kie tidak berdusta. Rumput
yg tadi di cemplungkannya kedalam kuali tanpa diketahui orang,
memang mengeluarkan bebauan sangat harum yg diendus
juga oleh Kan Ciat dan kawan2nya. Sesudah kelaparan
beberapa hari, bau harum itu membangkitkan napsu makan
memperhebat rasa lapar mereka. Oleh karena begitu,
sebaliknya dari memberikan kepada si bocah, KongWan
lalu menceguk sendiri "kuwah" rumput itu. Astaga, benar2
sedap!, katanya ia segera menyendok semangkok lagi dan


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghirupnya dengan bernapsu.
Kan CIat mendongkol bukan main. Ia melompat dan
merebut mangkok itu lalu digunakan untuk menyendok
"kuah" harum dan segera meminumnya. Dengan
beruntung ia menghabiskan 3 mangkok penuh. Kedua
soeteenya Sie Kong Wan pun masing2 minum 2 mangkot.
Sesudah menderita kelaparan berhari hari "kuah" yang
hangat itu mendatangkan perasaan nyaman dan mereka
mengusap usap perut sambil menyeringai. Kan Ciat yang
masih merasa tidak puas lalu mengambil rumputnya dari
dalam kuali dan sesudah mengunyah cepat2 segara
menelannya. Diantara mereka tak seorangpun yg menanya
dari mana datangnya rumput itu.
"Nah! Sekarang kita boleh bekerja dengan semangat,"
kata Kan Ciat sambil ketawa lebar. Sinar matanya lanta saja
mengeluarkan sorot kepuasan dan dengan mencekal golok,
ia menghampiri Poet Hwie.
Melihat rumput itu belum mengeluarkan akibat suatu
apa, Boe Kie menarik kesimpulan bahwa rumput tersebut
bukan rumput beracun. "Habislah jiwaku!" ia mengeluh.
Tapi, baru saja Kan Ciat mengkah dua tindak mendadak
ia berteriak "aduh!" sambil memegang perut. Di lain detik,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
badannya bergoyang goyang dan ia roboh berguling
ditanah. "Kan heng, mengapa kau?" tanya Sie Kong Wan sambil
menghampiri dan coba membangunkannya. Tapi sekali
membungkuk, ia tak dapat melempangkan pinggannya lagi!
Ia terjungkal kesamping si orang she Kan tanpa berkutik
lagi. Dua orang murid Hwa San Pay yang lain bahkan
tanpa mengeluarkan suara.
"Oh Langit! Oh Bumi! Terima kasih atas pertolonganmu!" teriak Boe Kie dengna suara parau sedang
air mata mengalir turun di pipinya.
Dengan bergulingan ia mendekati dan menjemput golok
yg jatuh dari tanan Kan Ciat dan kemudia menggunakannya untuk memutuskan tambang yg mengikat
tangan Poet Hwe. Sesudah tangannya bebas si nona lalu
coba menolong kakaknya dan ia baru berhasil sesudah
melukakan tangan Boe Kie di dua tempat.
Tak usah menceritakan lagi kegirangan kedua anak itu,
sesudah berpeluk2an beberapa lama barulah Boe Kie
nengok mayak Kan Ciat dan kawan2nya. Ternyata muka
mereka berwarna hitam dan otot2 pada menonjol keluar,
sehingga kelihatannya menakuti sekali. "Racun bisa
mencelakakan manusia, tp jg bisa menolong manusa baik,"
kata Boe Kie dalam hati. Ia lalu mengambil pulang Tok
beot Tay coan dan memasukkannya kedalam saku, dengan
niatan untuk mempelajarinya di hari kemudian.
Dengan saling menggandeng tangan, kedua anak itu
berjalan keluar dari hutan yg menyeramkan. Baru saja
mereka mau mencari jalanan se-konyong2 disebelah timur
terlihat obor2 dan tujuh delapan orang yg membawa rupa2
senjata kelihatan mendatangi. Merek ketakutan dan buru2
menyembunyikan diri di rumput2 tinggi.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak lama kemudian reroton itu sudah tiba didekat
tempat persembunyian kedua anak itu. Yang berjalan
didepat Cie Tat yg membawa tombak panjang. Sambil
mengangkat obor tinggi2. Ia berteriak, "Hei manusia2
binatang! Lekas keluar untuk terima binasa!" Mereka
masuk kedalam hutan dan begitu melihat mayat2 itu,
mereka kaget bukan main. "Saudara Thio! Saudara Thio!" teriak Cie Tat, "Dimana
kau" Kamu datang untuk menolong kalian."
Sekarang Boe Kie tahu, bahwa kedatangan mereka
adalah untuk memberi pertolongan. Hatinya terharu dan
dengan air mata berlinang2, ia melompat keluar dari
rumput alang2. Dengan menuntun tangan Poet Hwie, ia
berlari2 menghampiri rombongan penolong itu.
"Cie Tako! Aku berada disini," serunya.
Cie Tat girang tak kepalang, sambil memeluk si bocah. Ia
berkata, "Saudara Thio, jangan diantara anak2, sedangakan
diantara orang2 dewasapun jarang terdapat manusia yang
mempunyai jiwa kesatria seluhur kau. Aku sungguh
berkuatir. Aku kuatir kau sudah menjadi kurbannya
manusia2 itu. Tapi orang baik selalu mendapat pembalasan
baik." Ia menanyakan cara bagaimana Kan Ciat dan
kawan2nya binasa dan Boe Kie lalu memberikan
keterangna sejelas2nya. Mendengar it, semua orang merasa
kagum dan memuji kepintaran si bocah.
"Berapa saudara ini adalah sahabat2ku sedari kecil,"
kata Cie Tat. "Hari ini kai menyembelih seekor kerbau dan
mereka sedang memasaknya di kelenteng Hong kan-sie.
Begitu aku meminta pertolongan, mereka segera mengikut
aku. Tapi kami datang terlambat dan sungguh syukur kau
sudah bisa menolong diri sendiri." Sehabis berkata begitu,
ia segara memperkenalkan sahabat2nya itu. Seorang yg
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mukanya persegi dan kupingnya lebar she-Thong bernama
Ho yang paras mukanya angker, she-Tong bernama Jie
yang bermuka hita dan bertubung jangkung, she-Hoa
bernama In, dan orang kulitnya bersih adalah kakak beradik
sang kaka she gouw bernama Liang, si-adik Gouw Tin dan
akhirnya seorang pendeta yg mukanya jelek dan matanya
dalam, tp bersinar sangat tajam. "Yang ini adalah Coe
Taoke," katanya. "Ia bernama Goan Coang dan sekrang
menjadi pendeta di kelenteng Hong kak sie."
Dia "jadi pendeta bebas" menyambungi Hoa In seraya
tertawa. "Dia tidak membaca kitab suci, pekerjaannya
hanyalah minum arak dan daging".
Melihat paras muka Coe Goan Ciang, Poet Hwie
ketakukan dan lalu bersembunyi dibelakang Boe Kie.
"Adik kecil, jangan takut," kata si pendeta.
"Aku makan daging, tapi tidak makan daging manusia".
"Hayolah masakan kita rasanya sudah matang,"
mengajak Thong Ho. "Siauw moay-moay, mari aku gendong kau," kata Hoa
In seraya berjongkok dan sesudah menggendong Peot
Hwie, ia seraya berjalan lebih dulu dengan tindakan lebar.
Melihat cara2 mereka yg polos dan bebas, Boe Kie merasa
girang. Sesudah berjalan empat lima li, tibalah mereka di sebuah
kelenteng. Begitu masuk diruangan sembahyang, hidung
mereka segera mengendus bebahuan sedap dari masakan
daging kerbau (xp) "Sudah matang!" seru Gauw Liang
"Saudara Thio, kau tunggu disini," kata Cie Tat. "Kami
akan membawa masakan itu kemari.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Boe Kie dan Poet Hwie segera duduk diatas tikar, sedang
Coe Goan Ciang dan kawan2 nya masuk kedalam.
Beberapa saat kemudian, mereka kembali dengan
membawa piring yang penuh daging dan sepoci arak putih.
Tanpa menyia2kan tempo, mereka segera makan minum
dengan gembira didepan patung Posat.
"Kie Tako," kata Hoa In sambil mengunyah daging,
"peraturan agama kita semuanya bagus. Hanya sayang ada
larangan makan daging dan ini aku tidak begitu setuju.
Boe Kie terkejut. "Ah! Kalau begitu mereka orang2
Bengkauw," katanya di dalam hati.
"Tujuan dari agama kita adalah berbuat kebaikan dan
membasmi kejahatan," kata Cie Tat. "Larangan makan
daging hanya merupakan larang yg terakhir. Sekarang ini
tak ada beras dan ak ada sayur, apa kita lebih baik mati
kelaparan?" "Cie Taoko benar!" kata Teng Jie sambil menepuk lutut.
"Hayo makanlah sepuas hatimu jangan terlalu rewel."
Selagi enak makan tiba2 terdengar tindakan kaki dan
pintu depan digedor, Thong Ho melompat bangun,
"Celaka! Orang uta Wang gwee datang mencari kerbau,"
bisiknya. Pindtu didorong keras2 dan disusul dengan masuknya
yang berbadan keras dan muka bengis "Aha! Benar saja
kerbau Wang gwee digegares kamu!" Teriak seseorang
melompat dan menyekel tangan Coe Goan Ciang.
"Pendeta bangsat!" cacai yg satunya lagi "Kami akan
menyerahkan kamu kepada tiekoan supaya dihajar
mampus." Coe Goan Ciang tertawa. "Kalian jangan menuduh
sembarangan," katanya. "Mana bisa jadi aku mencuri
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kerbau" Sebagai seorang pertapaan aku tak boleh makan
daging." "Apa itu bukan daging kerbau?" bentak seorang sambil
menuding sisa makanan. Sambil memberi isyarat kepada kawan2nya dengan
lirikan mata, Coe Goan Ciang tertawa pula seraya berkata.
"Siapa kata itu daging kerbau." Selagi si pendeta memberi
jawaban Gouw Liang dan Gouw Tin berjalan kebelakang
kedua tukang pacul itu dan dengan sekali membentak,
mereka melompat mencekal tangan kedua orang itu, yg
tidak dapat berkutik lagi.
Sambil mencabut pisau panjang dari pinggangnya, si
pendeta berkata, "Untuk bicara sebenar2nya, yg dimakan
kami bukan daging kerbau, tapi daging manusia. Sekarang
rahasia sudah diketahui kamu. Maka itu, untuk menutup
mulut kamu, jalan satu2nya ialah makan jg dagingmu,"
sehabis berkata begitu, ia membuka baju salah seorang dan
menggorehkan pisaunya didada orang.
Kedua tukang pukul itu ketakutan setengah mati dan lalu
me-mohon2 ampun. Si pendeta bersenyum. Ia menjemput
dua potong daging dan lalu memasukkan kedalam mulut
mereka. "Telan!" bentaknya. Tanpa mengunyah lagi,
mereka segera menelannya.
Sesudah itu Coe Goan Ciang pergi ke dapur dan
mengambil secekel bulu kerbau yg juga lalu dimasukkan
kedalam mulut kedua tukan pukul itu "Telan!" bentaknya
pula. Karena takut mati, sambil berjengit2 mereka terpaksa
menurut perintah. Goan Ciang tertawa terbahak2. "Nah sekarang kamu
boleh mengadu kepada majikanmu." Katanya. "Kamu
boleh melaporkan, bahwa yg gegaras kerbanya yalah kamu.
Huh huh!... dihadapan pembesar negeri, aku akan balas
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menuduh kau. Aku akan menuntut supaya perutmu dibelek.
Semua orang akan lihat, bahwa kamu bukan saja sudah
gegares dagingnya, tp jg sudah menelan bulu kerbau!"
Seraya berkata begitu, ia menggoreskan pula pisaunya
dipunggung orang itu yg menggigil karena ketakutan.
Kedua saudara Gouw tertawa berkakakan. Dengan
berbareng mereka menendang pantat, kedua tukang pukul
itu yang lantas saja terpental keluar dari ruangan
sembahyang. Setelah kaki tangan Thio Wan-gwe diusir, mereka
melanjutkan makan minum. Sambil menangsal perut,
mereka membicarakan kekejamanan hartwan itu yang
sering sekali berbuat sewenang2 terhadap penduduk
kampung. Kali ini kedua tukang pukul itu membentur
tembok dan mereka pasti tidak berani memberi laporan
kepada majikannya. Boe Kie merasa geli dan kagum.
"Biarpun mukanya jelek, pendeta she Coe itu lihay sekali,"
pikirnya. Dalam makan minum itu, kawan2 Cie Tat memperlakukan Bie Kie bukan seperti anak2 biasa. Setelah
mendengar kesatriaan si-bocah yang rela mengorbankan
jiwanya sendiri untuk menolong sesama manusia, mereka
menghormati anak itu yg dianggapnya sebagai seorang
sahabat yg berharga. Sesudah makan kenyang, tiba2 Teng Ji menghela napas.
Hai! Sudah lama sekali bangsa Han ditindas oleh penjajah
asing," katanya. "Sampai kapan bencana kelaparan ini baru bisa lewat?"
"Hampir separuh penduduk Hong yang sudah mati
kelaparan," kata Hoa In. "Kurasa dilain tempat pun
keadaan tidak lebih baik. Daripada mati konyol, lebih baik
kita mengadu jiwa dengan Pat-coe," (Pat coe " Orang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mongol yang pada waktu itu berkuasa di Tiongkok).
"Benar!" teriak Cie Tat. "Sungguh kecewa jika sebagai
laki2 sejati tidak bisa menolong sesama manusia yg
memerlukan pertolongan."


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tak salah," menyambungi Tong Ho. "Kita pun tengah
menghadapi kebinasaan. Hari ini kita bisa makan kenyang
karena berhasil mencuri kerbau. Apa besok kita bisa
mencuri lagi?" Makin bicara mereka makin sengit dan makin hebat
mencaci penjajah. "Sudahlah!" kata Coe Cian Ciang. "Kita mencaci Tat
Coe disini, tapi selembar rambut Tat Coe tidan bergeming.
Jika kau benar-benar lelaki tulen, mari kita membunuh Tat
Coe!" Dengan serentak Thong Ho dan yang lain2 melompat
bangun. "Bagus! Mari" ,mari?"?".."teriak mereka.
"Coe Taoko," Cie Tat "Kau berusia paling tua dan
semua bersedia untuk mendenar segala perintahmu."
Coa Cian Ciang tidak menolak, "Mulai hari ini kita
sama2 hidup dan sama2 mati," katanya. "Ada rejiki sama2
makan ada bahaya sama2 tanggung." Mereka mengangkat
cawan lalu meneguk kering isinya. Sesudah itu, mereka
menghunus golok membacok ujung meja sebagai sumpah
setia kawan. Poei Hwei yg tak tahu apa artinya itu semua, jadi
ketakutan dan memeluk Boe Kie.
"Thay soehoe memesan supaya aku tidak bergaul dengan
orang2 Beng Kauw," kata Boe Kie dalam hati. "Tetapi
perbuatan beberapa orang Beng Kauw seperti Siang Goe
Goen Taoko, Cie Taoko dan kawan2nya, banyak lebih
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mulia daripada sepak terjang manusi2 seperti Kan Ciat dan
Sie Kong Wan yang menjadi anggota dari partai2 jurus
bersih". Thio Sam Hong adalah orang yang paling
dihormatinya. Tapi sekarang sesudah mendapat pengalaman pahit getir, didalam hati kecilnya ia merasa,
bahwa pandangan orang tua itu tidak tepat seluruhnya.
"Tapi biar bagaimana jua, aku tidak dapat melanggar
pesanan Thay soehoe," pikirnya.
"Seseorang gagah tidak menjilat ludah sendiri." Kata
Coe Coan Ciang. "Sekarang sesudah makan kenyang, kita
boleh lantas bertindak. Hari ini Thio Wan gwee
mengadakan pesta dalam gedungnya untuk menjamu Tat-
coe. Mari kita binasakan mereka!"
"Bagus!" teriak kawan2nya
"Tahan dulu!" kata Cie Tat yang lalu menggambil
keranjang kecil dan mengisinya dengan daging kerbau.
Kemudian sambil mengangsurkan keranjang itu kepada Boe
Kie, ia berkata "Saudara Thio, kau masih terlalu kecil dan tidak bisa
mengikuti kami. Kami tak punya apapun jua dan hanya
memberikan daging ini kepada kalian. Kalau masih hidup,
dibelakangan hari kita masih bisa bertemu pula dan bisa
makan minum lagi bersama sama seperti hari ini."
Boe Kie menyambuti keranjang itu dan berkata dengan
suara terharu. "Aku mengharapkan kalian bisa segera berhasil
membinasakan dan mengusir semua Tat Coe, supaya rakyat
dikolong dunia bisa hidup senang."
Mendengar perkataan itu, Coe Goan Ciang dan
kawan2nya merasa terkejut.
"Saudara Thio apa yang dikatakan olehmu benar sekali,"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kata pendeta itu. "Sampai bertemu lagi," sehabis berkata begitu, dengan
menenteng senjata bersama lawan2nya, ia segera meninggalkan Hong-kak-sie.
"Kalau tidak membwa anak kecil, akupun akan turut
mereka," kata Boe Kie didalam hati.
"Mereka hanya bertujuh orang dan mereka pasti tak kan
bisa melawan kaki tangan Thio Wan Geew Tat Coe yang
berjumlah besar. Mungkin sekali orang2 Thio wan Geew
akan menyerang kesini. Kelenteng ini akan berbahaya,
memikir begitu dengan membawa keranjang daging dan
menuntun tangan Poet Hwie, ia segera meninggalkan
kelenteng Hong Kak Sie. Sesudah jalan lima enam lie, disebelah utara mereka
melihat sinar api yang berkobar kobar Boe Kie mengerti
bahwa kebakaran itu akibat serangan Coe Gian Ciang dan
kawan2nya dan ia merasa girang.
Penderita kedua anak itu suka ditutukan satu persatu.
Untung juga mungkin karena kedua orangtuanya adalah
ahli2 silat, Poet Hwie mempunya benda yang kuat sehingga
ia dapat bertahan dalam perjalanan
yang penuh kesengsaraan itu. Kadang2 ia "masuk angin" tapi begitu
diberi obat, yaitu rambut2 yg dipetik Boe Kie, ia sudah
sembuh kembali. Dengan berjalan sambil sebentar2 berhenti untuk
mengaso, didalam suatu hari paling banyak mereka bisa
melalu duapuluh li. Kira2 setengah bulan barulah mereka
tiba di wilayah propinsi Ho Lam, yang keadaannya tidak
lebih baik dari propinsi Anhoei. Diamna mana mereka
bertemu dnegan rakyat yg kelaparan.
Untuk menyambung jiwa Boe Kie membuat busur dan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak panah guna memanah burung2 dan binatang2 kecil.
Dengan mengandalkan ilmu silatnyam, ia berhasil dalam
usaanya itu. Demikianlah, biarpun sengsara mereka masih
bisa maju teus sehari kenyang,s ehari lapar. Syukur juga,
disepanjang jalan mereka tidak pernah bertemu dengan
tentara Mongol atau penjahat2 yg berkepandaian tinggi.
Bangsat2 kecil yang mau coba menggangu dengan mudah
dapat dirobohkan oleh Boe Kie.
Pada suatu hari mereka bertemu dengan seorang kakek
dan dalam omong2 Boe Kie menanyakan dimana letaknya
puncah Co Bong Hong, gunung Koen Lun San.
Kakek itu kelihatannya kaget sekali. Dengan mata
membelah ia mengawasi Boe Kie dan beberapa saat
kemudia, barulah ia berkata, "Saudara kecil, dair sini ke
Koen Loen San orang harus melewati perjalanan lebih dari
sepuluh laksa li. Menurut katanya orang, hanya Tong Ceng
(Tong taycie) yang pernah melewati gunung itu. Saudara
kecil jangan kau memikir yang tidak2. Dimana rumahmu"
Lekas pulang!" Boe Kie terkejut. "Kalau begitu jauh, aku terpaksa
membatalkan perjalanan kesitu dan paling baik aku pergi ke
Boe-Tong san untuk berdiam2 dengan Thay soehoe,"
katanya didalam hati. Tapi di lain saat, ia mendapat pikiran
lain. "Sesudah menerima baik permintaan orang, biarpun
sukar, tak bisa aku mundur ditengah jalan. Apapula waktu
hidupku sudah tidak berapa lama lagi. Jika aku berayal dan
kuburu mati, sehingga aku tak dapat memenuhi janji di
alam baka, tak ada muka untuk menemu Kie KouwKouw."
Memikir begitu, tanpa bicara lagi dengan si kakek, ia
menarik tangan Poet Hwie dan lalu meneruskan perjalanan.
Sesudah berjalan kurang lebih dua puluh haru lagi,
pakaian mereka sudah rombeng semua. Sebab kurang
makan, muka mereka makin pucal dan badan makin kuru.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Penderitaan Boe Kie bahkan ditambah dengan rewelnya si
adik yang sering2 menangis dan memanggil2 ibunya.
Dengan rupa2 akal, ia membujuk anak itu yg dicintainya
seperti saudara kandung sendiri.
Sesudah menyeberang sungai Coe ma ho, bahwa udara
jadi semakin dingin, karena pada wkatuitu sudah masuk
permulaan musim dingin. Dengah hanya menggenakan
pakaian tipis, terutama diwaktu malam, mereka serin
gmenggigil kedinginan. Satu ketuika, sebab melihat Poet
Hwie bergemetaran hebat, Boe Kie membuka bajunya dna
memberikannya kepada si adik.
"Boe Kie koko, apa kau sendiri tidak dingin?" tanya Poet
Hwie. "Tidak aku malah kepanasan." Jawabnya sambil
melompat2 supaya darah mengalir lebih cepat dan
badannya jadi lebih hangat.
"Kau sungguh baik!" kata si adik dengan suara perlahan.
"Kau sendiri kedinginan, tapi kau menyerahkan bajumu
kepadaku". Mendengar perkataan itu, gerakan dari seorang
dewasa, Boe Kie tercengang.
Sesaat itu, tiba2 terdengar suara bentrokan senjata,
dengan suara tindakan kaki. "Bangsat!" teriak seorang
wanita "Kau kena paku Seng-boen-teng yang beracun,
makin kau lari, makin cepat bekerjanya racun".
Buru2 Boe Kie menarik tangan Poet Hwie dan melompat
kedalam rumput alang2 yang tumbuh di pinggir jalan.
Hampir berbareng, seorang lelaki yg berusia tiga puluh
tahun lewat bagaikan terbang, sedang beberapa tombak di
belakangnya mengikut seorang wanita ygn tangannya
mencekal sepasang golok., Walaupun larinya cepat,
tindakan lelaki itu limbung dan mendadak ia roboh
terjengkang. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wanita itu menghampiri dan berkata sambil tertawa.
"Bangsat! Akhirnya kau jatuh jg kedalam tanganku."
Sekonyong2 diluar dugaan, lelaku itu melompat bangun
dan menghantan dengan dua tangannya. "Plak!" pukulannya mengenai tepat di dada si wanita. Pukulan yg
dikirim dengan nekat hebat luar biasa, sehingga wanita itu
lantas saja terguling, sedang sepasang goloknya terlempar
ditanah. Dengan napas tersengal sengal, lelaki itu mencabut
sebatang paku dari pundaknya. "Keluarkan obat pemunah!"
bentaknya. "Kau bunuh saja aku!" kata si wanita. "Ku tak punya
obat pemunah" Sambil menempelkan ujung golok, yg dicekal di tangan
kiri, dileher wanita itu, lelaki itu lalu menggeledah saku
orang dengan tangan kanannya. Benar saja ia tak
mendapatkan apa yg dicarinya.
Wanita itu tertawa dingin, "Waktu Soehoe memerintahkan kami untuk menangkap kau, ia telah
memberi senjata rahasia beracun, tapi tidak membekali obat
pemunah", katanya. "Sesudah jatuh kedalam tanganmu,
aku tak memikir untuk hidup. Tapi kaupun jangan harap
bisa ketolongan." Lelaki itu gusang tak kepalang. Dengan geregetan ia
menancapkan Song-boen-teng beracun di pundak orang dan
membentak, "Kau juga harus turut merasakan enaknya
paku ini! Kamu, orang2 Koen-loen-pay?" Ia tak dapat
meneruskan perkataannya dan roboh ditanah.
Wanita itu mencoba merangkak bangun, tapi lukanya
terlalu hebat dan "uah!" ia memuntahkan darah.
Demikianlah kedua musuh itu, yang sama2 terluka berat,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rebah dengan napas memburu.
Sesusah mendapat pengalaman pahit dair manusia2
seperti Kan Ciat dan kawan2nya, Boe Kie sekarang sangat
hati2 terhadap orang2 Kang-ouw. Ia terus menyembunyikan diri dan tak berani keluar.
Sesaat kemudian, lelaki itu menghela napas dan berkata,
"Hari ini aku Souw Hie Cie binasa di Coe-ma-tiam tanpa
tahu apa kesalahan terhadap Koe Leon Pay. Celaka
sungguh. Benar2 aku mati penasaran. Ciam Kouw Nio,
bolehkah aku memohon keteranganmu?"
Wanita itu adalah seorang she Ciam bernama Coen. Ia
tahu, bahwa paku Song-boen-teng dari gurunya mengandung racun yang amat hebat dan mereka berdua
akan binasa bersama sama. Mengingat itu ia terduka sangat
dan berkata dengan suara perlahan. "Siapa suruh kau
mengintip waktu guruku sedang berlatih ilmu pedang. It pit
kiam sangan dirahasiakan oleh Soe Hoe. Jangankan orang
luar sedangkan muridnya sendiri bisa dikorek kedua biji
matanya, kalau murid itu berani melihat latihannya tanpa
permisi." "Ah!" Souw Hie Cie mengeluarkan suara tertahan dan
kemudian mencaci. "Bangsat! Tua bangka sudah mau
mampus!" "Kurang ajar kau!" bentak Ciam Coen, "Sedang ajalmu


Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah hampir tiba, kau masih berani mencaci guruku".
"Kalau aku mau mencaci, mau apa kau?" kata Hie Cie
dengan gusar. "Apakah aku tidak mempunyai alasan untuk
merasa penasaran" Waktu lewat di Pek-goe-san, secara
tidak sengaja, kulihat gurumu sedang bersilat dengan
menggunakan pedang. Sebab merasa ketarik, aku berhenti
dan menonton. Apakah aku mempunyai kepintaran yang
luar biasa, sehingga sekali melihat aku sudah bisa
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memahami Leong heng It pit kiam" Andaikata aku
memiliki kecerdasan yang begitu tinggi, kamu semua
beberapa murid Koen leon pay, sudah pasti takkan bisa
mengalahkan aku. Ciam Kow nio, aku ingin memberitahukan kau secara terang2an, bahwa menurut
pendapatku, gurumu, Thie kim Sian seng adalah manusia
yang pandangannya terlalu sempit dan jiwanya terlampau
kecil. Andaikata " ciam Kouwnio, andaikata benar aku
sudah berhasil mencuri satu dua jurus dari Liong heng It pit
kiam, kedosaanku tidaklah begitu besar, sehingga aku mesti
menerima hukuman mati".
Ciam Coen tak bisa mengeluarkan sepatah kata. Dalam
hati kecilnya, ia pun merasa, bahwa sang guru terlalu kecil
jiwanya. Begitu lekas mengetahui, bahwa pemuda itu telah
mencuri lihat latihannya, ia segera memerintahan enam
muridnya, untuk mengubui dan membinasakan "pencuri"
itu, sehingga sebagai akibatnya mereka berdua menghadapi
kebinasaan bersama sama. Cian coen yakin, bahwa
pengakuan pemuda itu yang diberikan pada saat hampir
menghembuskan napas yang penghabisan, sudah pasti
bukan keterangan justa. Suaw Hie Cie menghela napas dan berkata lagi. "Dia
telah memberikan senjata rahasia beracun kepadamu, tapi
tidak membekali obat pemunahnya. Dalam rimba
persilatan, mana ada orang begitu gila" Bangsat?"
"Souw Toako," kata Ciam Coen dengan suara halus,
"Siaow moay merasa menyesal, bahwa siauw moay telah
mencelakakan kau. Bagus juga sebagai hukuman siaw moay
akan mengantar kau pulang ke alam baqa. Inilah yang
dinamakan nasib. Apakah yang siauw moay merasa lebih
menyesal ialah dalam peristiwa ini, siauw moay menyeret
toaso dan putra putrimu".
"Istriku sudah menutup mata pada dua tahun berselang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan meninggalkan dua anak, satu laku dan satu
perempuan," kata Souw Hie Cie. "Besok mereka akan jadi
Pendekar Panji Sakti 3 Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila Pedang Angin Berbisik 24
^