Pencarian

Pedang Sinar Emas 8

Pedang Sinar Emas Kim Kong Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 8


Kembali Lam hai Lo mo tertawa seperti bunyi ringkik kuda, lalu berkata. "Mo bin Sin kun, di tempat yang demikian indah dengan hawa udara demikian sejuk dan dingin, siapakah yang bisa menjadi panas kepala" Aku datang dengan maksud baik. Bukankah kita kawan kawan lama" Ha, ha, ha."
"Lam hai Lo mo, dengan orang seperti engkau ini, siapa yang dapat membedakan kawan atau lawan" Lebih baik kau katakan apa yang menjadi maksud kedatanganmu ini. Kau tahu bahwa aku tengah melatih murid muridku kami sedang sibuk dan tidak mempunyai banyak waktu untuk mengobrol."
"Ha, ha, kau bersiap siap untuk tahun depan" Aku sudah mendengar bahwa kau dan Pat jiu Giam ong hendak menjadi anak anak kecil lagi yang mau cakar cakaran dan main main. Ha, jenderal itu sedang sibuk pula, terkurung oleh tugasnya. Mo bin Sin kun, sebetulnya kedatanganku ini membawa maksud yang suci dari mulia." Ia memandang kepada Lan Giok, lalu menudingkan tongkatnya kepada dara ini. "Muridmu yang manis inilah yang menarik kami datang ke sini."
Mo bin Sin kun mengerutkan keningnya, adapun Lan Giok dengan hati berdebar memandang dengan penuh perhatian. Juga Thian Giok memandang dengan sinar mata tajam.
"Mo bin Sin kun, kita adalah kawan kawan lama, dengan melupakan sedikit perbedaan faham kita, marilah kita mempererat tali perhubungan kita. Aku dalang hendak melamar muridmu ini untuk menjadi jodoh muridku yang tampan dan gagah ini !" Ia menuding ke arah Kui To yang tersenyum senyum sambil memandang ke arah Lan Giok dengan wajah berseri.
"Sauw nio (burung kecil), kau tentu belum lupa padaku, bukan" Sudah dua kali kita berjumpa dan aku telah membantumu mengusir orang jahat!" kata Kui To dengan sikap manis kepada Lan Giok. Gadis itu memalingkan muka dengan sebal, karena ketika mendengar lamaran itu ia sudah merasa jengah dan juga marah. Akan tetapi karena di situ terdapat gurunya, ia tidak berani sembarangan memperlihatkan kemarahannya.
Adapun Mo bin Sin kun yang mendengar pinangan Lam hai Lo mo ini, untuk beberapa lama tak dapat menjawab. Pinangan ini benar benar mengejutkannya dan ia menjadi serba salah. Memang seorang pemuda murid Lam hai Lo mo bukanlah seorang pemuda sembarangan dan tentu telah memiliki kepandaian tinggi, sehingga patut menjadi suami muridnya. Kalau sampai pinangan ini ditolak, berarti ia memperhebat permusuhan dengan Lam hai Lo mo dan hal ini tidak boleh dibuat main main.
Sebetulnya pinangan ini diajukan oleh Lam hai Lo mo terdorong oleh dua hal. Pertama tama karena memang Kui To telah tergila gila kepada Lan Giok yang disebutnya Burung Kecil dan sering kali pemuda ini seperti orang gila menyebut nyebut nama gadis itu dan merengek rengek kepada suhunya minta dilamarkan gadis itu! Kedua kalinya, ada maksud tersembunyi dalam kepala Lam hai Lo mo yang cerdik, ia dan sutenya maklum bahwa menghadapi Kim Kong Taisu saja sudah merupakan hal yang amat berat, apalagi kalau Mo bin Sin kun berdiri di fihak kakek dari Oei san itu. Maka apabila ikatan jodoh ini dapat diadakan, berarti bahwa Mo bin Sin kun mau tidak mau tentu akan membantu mereka demi kepentingan muridnya sendiri. Dengan masuknya Mo bin Sin kun difihak mereka, maka itu berarti akan memperkuat kedudukan Hiat jiu pai!
"Bagaimana, Mo bin Sin kun?" tanya Lam hai Lo mo ketika melihat si muka iblis itu masih juga belum menjawab. "Apakah aku harus menanti jawaban dalam beberapa hari karena kau hendak pikir pikir dulu?"
"Aku takkan merasa ragu ragu untuk menjawab sekarang juga, Lam hai Lo mo, akan tetapi sayang aku tidak berhak mengambil keputusan dalam hal ini. Tunggulah sebentar. Thian Giok, coba kau panggil ayah bundamu ke sini !"
Thian Giok cepat berlari ke kuil dan tak lama kemudian ia kembali diikuti oleh Yap Bouw dan isterinya. Melihat Yap Bouw yang kini berpakaian serba putih seperti seorang pendeta itu, Lam hai Lo mo benar benar tercengang dan merasa tidak enak hatinya. Biarpun ia telah pernah menolong nyawa Yap Bouw ketika jenderal ini terjatuh ke dalam tangan orang orang Mongol, namun sebaliknya yang membuat jenderal itu sampai kalah dan tertangkap sehingga menerima penyiksaan hingga mukanya hancur dan rusak, adalah Lam hai Lo mo sendiri.
Akan tetapi, dua tahun hidup mensucikan diri di puncak Sian hwa san, tidak sia sia bagi Yap Bouw. Kalau dulu Sebelum ia bertapa di gunung ini, tiap kali berjumpa dengan Lam hai Lo mo, sudah boleh dipastikan ia akan menjadi marah dan menyerang orang yang membuatnya kalah dalam perang melawan tentara Mongol itu, akan tetapi sekarang ia bersikap tenang dan dingin saja, hanya memandang Lam hai Lo mo dengan sinar mata tajam menusuk hati.
"Aha, kiranya Jenderal Yap Bouw pun berada di sini! Mo bin Sin kun, mengapa kau mendatangkan Jenderal Yap dan wanita ini?"
"Lam hai Lo mo, ketahuilah bahwa mereka ini yang berhak menjawab pinanganmu karena mereka adalah ayah bunda dari Lan Giok muridku!" jawab Mo bin Sin kun.
"Ha, ha, ha, bagus sekali. Aku adalah kenalan lama dari Jenderal Yap, dan terus terang saja, aku pernah menyelamatkan nyawanya dari bala tentara Mongol." Kemudian ia menghadapi Yap Bouw dan berkata. "Yap goan swe, kuulangi lagi pinanganku yang tadi sudah kusampaikan kepada guru puteri mu. Kedatanganku ini bermaksud meminang puterimu itu untuk menjadi jodoh muridku yang gagah ini."
Sebelum datang ke tempat itu, Thian Giok sudah menyampaikan berita ini kepada kedua orang tuanya dan Yap Bouw telah berunding dengan isterinya, maka kini isterinya yang maju bersama dia. Yap Bouw melangkah dua tindak ke depan lalu menggerak gerakkan jari tangannya. Melihat betapa suhunya memperhatikan gerakan gerakan jari tangan itu, Gan Kui To tak dapat menahan geli hatinya dan tertawa lalu berkata. "Suhu, apa apaankah ini" Apakah empek ini sedang menari kegirangan karena puterinya dilamar oleh kita?"
Akan tetapi, pada saat itu Lam hai Lo mo tidak dapat mengawani kejenakaan muridnya karena ia memandang dengan wajah muram dan kening berkerut ketika melihat gerakan jari tangan itu. Dari gerakan itu ia diberi tahu oleh Yap Bouw bahwa terpaksa Yap Bouw menolak pinangan itu karena puterinya telah ditunangkan dengan orang lain!
"Apa..?" Jadi puterimu ini sudah bertunangan?" tanyanya dengan suara parau dan barulah Kui To berhenti tersenyum mendengar ucapan suhunya ini.
"Siapakah tunangannya?" Di dalam pertanyaan ini terkandung ancaman.
Adapun Mo bin Sin kun yang juga melihat keterangan melalui gerakan jari tangan Yap Bouw, diam diam merasa heran dan terkejut sekali. Mengapa Yap Bouw tidak memberi tahukannya bahwa Lan Giok telah ditunangkan dengan orang lain" Apakah hal ini benar ataukah hanya alasan dari Yap Bouw untuk menolak pinangan Lam hai Lo mo" Kalau hanya alasan, ia akan mencegah Yap Bouw membohong, karena Mo bin Sin kun tidak sudi untuk mencari alasan kosong hanya karena hendak menolak pinangan Lam hai Lo mo. Hal Ini sama artinya dengan merasa takut terhadap kakek aneh itu. Kalau memang tidak setuju, tolak saja mentah mentah dan habis parkara. Siapakah yang takut" Demikian jalan pikiran Mo bin Sin kun.
Kini nyonya Yap yang maju menghadapi Lam hai Lo mo. Dengan sikap tenang, sopan dan ramah tamah, nyonya ini berkata. "Lo sicu, kami telah merencanakan untuk menjodohkan puteri kami Lan Giok dengan seorang pemuda bernama Song Bun Sam, murid dari Kim Kong Taisu. Oleh karena itu harap lo sicu sudi memberi maaf. Kami terpaksa tidak dapat menerima budi kebaikan dan kehormatan yang lo sicu berikan kepada kami."
Mendengar ini, tidak saja Mo bin Sin kun yang tercengang dan heran, tetapi juga Thian Giok memandang kepada ibunya dengan mata penuh pertanyaan. Adapun Lan Giok yang mendengar ini, seketika itu juga mukanya berobah merah, ia pernah bertemu dengan Bun Sam dan memang diam diam ia merasa tertarik kepada murid Kim Kong Taisu yang dengan gagah beraninya pernah membela dia dan Thian Giok di depan Pat jiu Giam ong, bahkan yang berani melawan Pat jiu Giam ong.
Sebaliknya, Lam hai Lo mo dan muridnya menjadi kecewa dan marah, tiba tiba Lam hai Lo mo tertawa dan sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah muridnya, ia berkata kepada nyonya Yap. "Yap hujin, lihatlah muridku ini!" Karena tidak tahu akan maksud kakek itu, nyonya Yap memalingkan muka dan memandang kepada Kui To. "Lihat baik baik, bukankah muridku ini tampan dan gagah sekali?" Diam diam kakek ini mengerahkan tenaga batinnya dan menggunakan ilmu hoatsut (sihir) kepada nyonya itu.
Entah bagaimana, nyonya Yap tiba tiba melihat Kui To sebagai seorang pemuda yang amat tampan, gagah dan simpatik. Hatinya tertarik sekali dan tanpa disadarinya, bagaikan terkena pesona, ia berkata. "Memang muridmu itu tampan dan gagah."
"Bukankah dia lebih tampan dan lebih gagah daripada Bun Sam ?"
Sebetulnya nyonya Yap, kalau berada dalam keadaan sadar, tak mungkin dapat menjawab bertanyaan ini karena selama hidupnya ia sendiri belum pernah melihat bagaimana rupa Song Bun Sam, pemuda yang dipilih oleh suaminya untuk menjadi jodoh Lan Giok. Akan tetapi, ia telah terpengaruh oleh ilmu sihir dari Lam hai Lo mo, maka ia mengangguk membenarkan dan berkata. "Dia lebih tampan dan lebih gagah daripada Bun Sam."
"Muridku ini lebih pantas menjadi menantumu daripada Bun Sam, bukan?"
Kembali nyonya Yap membenarkan. Semua orang menjadi demikian tertegun dan heran sehingga tak dapat mengeluarkan kata kata.
"Nah, kalau begitu, sudah sewajarnya kau menerima Kui To sebagai menantumu. Sekali lagi kuulangi pinanganku. Yap hujin, sukakah kau menerima Kui To sebagai menantumu?" sambil berkata demikian sepasang mata kakek aneh ini mengeluarkan sinar yang berapi api dan amat berpengaruh, yang ditujukan kepada wajah nyonya Yap.
"Aku setuju dan suka...." jawab nyonya itu, seakan akan sudah tidak kuasa lagi mengendalikan pikiran dan mulutnya.
Tiba tiba Lan Giok melompat maju. "Tidak tidak! Aku tidak sudi!"
"Siauw Niauw, jangan begitu, ibumu sudah setuju!" Kui To melompat maju sambil mengulur tangan hendak memegang tangan gadis yang dirindukaanya itu. "Biarlah kelak aku menghadiahkan kepala Song Bun Sam di bawah kakimu."
"Keparat, jangan kurang ajar!" teriak Thian Giok yang cepat maju menyampok tangan Kui To yang diulurkan. Dua buah lengan beradu dan Thian Giok terkejut sekali ketika merasa betapa lengannya menjadi panas dan sakit, ia melompat mundur dengan muka terkejut sekali.
"Ha, ha, ha, kau kakak iparku, sungguh gagah!" Kui To tertawa.
"Bangsat bermulut lancang, kuhancurkan mulutmu!" Lan Giok dengan marah melompat maju dan menyerang dengan pukulan Soan hong pek lek jiu ke arah dada Kui To. Murid Lam hai Lo mo ini merasa sambaran angin dahsyat dan karena, ia maklum akan kelihaian pukulan ini, cepat ia melompat ke samping untuk mengelak. Lan Giok mendesak terus, akan tetapi tiba tiba Lam hai Lo mo mengebutkan lengan bajunya dan tertolaklah gadis ini ke belakang oleh angin pukulan yang jauh lebih bebat daripada pukulannya sendiri.
"Lam hai Lo mo, mau apakah kau?" tiba tiba Mo bin Sin kun bergerak dan tahu tahu ia telah berdiri menghadapi Lam hai Lo rno. Gerakannya ini luar biasa cepatnya, sehingga Lam hai Lo mo sendiri menjadi amat kagum. "Apakah kau hendak mencontoh perbuatan sutemu yang Amat tidak patut, hendak memaksa seorang gadis menjadi jodoh muridmu?"
Untuk sesaat Lam hai Lo mo berdiri tertegun dan ragu ragu. Melihat sinar mata Mo bin Sin kun yang berapi penuh tantangan itu, ia tahu bahwa wanita sakti ini benar benar marah sekali dan kalau ia layani tentu akan terjadi pertempuran mengadu nyawa di situ. Biarpun Lam hai Lo mo tidak takut dan merasa akan dapat mengalahkan Mo bin Sin kun, namun hal ini tidak semudah kalau ia menghadapi tokoh lain, karena ia tahu betul bahwa Mo bin Sin kun memiliki kepandaian yang setingkat dengan kepandaiannya. Maka ia lalu tertawa dengan nyaring meringkik ringkik seperti kuda marah, lalu berkata. "Ha, ha, ha Mo bin Sin kun, alangkah inginku melihat mukamu pada saat ini! Tentu kulit mukamu yang putih halus itu menjadi kemerahan sesuai dengan sepasang matamu yang indah berapi."
"Lam hai Lo mo, jangan banyak membuka mulut tak karuan. Pendeknya kami menolak pinanganmu dan kau man apa" Kau tahu bahwa aku selalu bersedia melayanimu tanpa rasa takut sedikit jugapun!"
"Ha, ha, ha, masih galak seperti dulu! Tidak, Mo bin Sin kun, aku tidak ada nafsu untuk bermain main dan mengadu kepalan denganmu. Biarlah lain kali kita bertemu pula, mungkin tahun depan." Ia memberi tanda dengan tangannya kepada Kui To, mengajak muridnya pergi. Kui To menjadi menyesal dan kecewa sekali. Sambil memandang dengan mata lebar ke arah Lan Giok, ia berkata. "Kalau betul betul kau sampai menikah dengan Bun Sam, aku akan mengirim sumbangan berupa kepala dari Song Bun Sam!" Ia lalu melompat mengejar suhunya sambil tertawa nyaring mengejek.
Mo bin Sin kun menarik napas panjang dan diam diam ia merasa lega bahwa kakek setan itu tidak menghendaki pertempuran. Kemudian ia berpaling kepada Yap Bouw dan isterinya. "Sesungguhnyakah tentang perjodohan Lan Giok yang kudengar tadi?"
Nyonya Yap lalu minta maaf dan kemudian ia menceriterakan kehendak suaminya untuk menjodohkan Lan Giok dengan Bun Sam. Mo bin Sin kun mengangguk anggukkan kepalanya.
"Memang tepat sekali pilihan itu. Aku sendiri suka kepada Bun Sam dan pula boleh dibilang dia juga muridku sendiri. Anak itu jauh lebih baik daripada Kui To, bukankah demikian pendapatmu?" Sambil berkata demikian, Mo bin Sin kun memandang tajam kepada Yap Hujin yang cepat membenarkan kata kata ini.
"Biarpun aku sendiri belum pernah melihat Bun Sam, akan tetapi tentu saja aku percaya penuh atas pilihan suamiku. Sekarang injin (penolong) menyatakah demikian, tentu saja hatiku menjadi lebih tetap pula."
"Ibu, mengapa tadi ibu menyatakan kepada Lam hai Lo mo bahwa Kui To jauh lebih baik daripada Bun Sam?" tanya Thian Giok yang tidak mengerti akan sikap ibunya ini.
Nyonya Yap memandang kepada puteranya dengan heran. "Siapa yang menyatakan demikian?" Sebelum Thian Giok yang menjadi bingung ia bertanya lagi, Mo bin Sin kun lalu berkata.
"Memang itulah kepandaian yang hebat dari Lam hai Lo mo. Tadi ia telah mempergunakan ilmu sihir untuk mempengaruhi ibumu, Thian Giok. Oleh karena itu, kau dapat mengarti betapa besarnya bahaya yang sekarang kita hadapi. Kau dan Lan Giok harus berlatih baik baik dan hanya dengan memperdalam tenaga batin, maka kalian kelak akan sanggup menghadapi hoatsut dari Lam hai Lo mo atau muridnya. Adapun tentang pertunangan yang dikehendaki oleh orang tuamu ini Lan Giok, bagaimana pendapatmu?"
Ditanya demikian Lan Giok hanya menundukkan mukanya yang telah menjadi merah jambu air. Terbayang wajah Bun Sam dan terutama sekali alisnya yang berbentuk golok itu. Ia pernah berpibu melawan Bun Sam dan memang biarpun tak pernah ia memikirkan, kalau teringat kepada pemuda itu, hatinya berdebar aneh. Pemuda itu amat gagah perkasa, juga berbudi mulia, apalagi boleh dibilang masih suhengnya sendiri, maka tentu saja di dalam hatinya ia telah menyetujui sepenuhnya dan sebulat hatinya. Akan tetapi bagaimana ia dapat menjawab pertanyaan gurunya ini" Akhirnya karena semua pandangan mata d tujukan kepadanya yang membuat gadis ini merasa seperti seorang duduk di atas besi panas, maka sambil menutup mukanya dengan saputangan suteranya, ia lalu berlari dari situ menuju ke kuil dan bersembunyi di dalam kamarnya.
Melihat ini, Mo biu Sin kun, Yap Bouw dan isterinya, tertawa geli, bahkan Thian Giok sendiri pun tersenyum geli menyaksikan kelakuan adiknya. Pemuda ini diam diam merasa senang sekali mendengar tentang pertunangan adiknya, karena iapun suka dan kagum kepada Bun Sam.
"Hal ini harus disampaikan kepada Kim Kong Taisu sebagai guru dari pemuda itu." kata Mo bin Sin kun Tunggulah, sampai Thian Giok dan Lan Giok menyempurnakan ilmu silat mereka, aku sendiri yang akan merundingkan hal ini dengan Kim Korig Taisu !"
Demikianlah, untuk kurang lebih setahun lamanya, Thian Giok dan Lan Giok melatih diri dengan amat tekunnya, sehingga kepandaian mereka maju amat pesatnya. Selama itu, tidak ada gerakan dari Lam hai Lo mo, sehingga diam diam mereka semua merasa lega.
Kemudian, Mo bin Sin kun lalu menyuruh kedua orang muridnya untuk menyelidiki keadaan Hiat jiu pai di kota raja, sedangkan ia sendiri lalu menuju ke Oei san untuk menjumpai Kim Kong Taisu, selain untuk merundingkan tentang murid mereka, juga untuk membicarakan tentang gerakan Hiat jiu pai.
Agar lebih leluasa dalam perjalanan, Lan Giok meminjam pakaian kakaknya dan ia berpakaian seperti seorang pemuda. Akan tetapi dengan pakaiannya ini ia bahkan menimbulkan banyak sekali perhatian orang, karena baik dilihat dari depan belakang atau kanan kiri, ia sekarang menjadi Thian Giok ke dua! Tak mungkin orang dapat membedakan antara dua saudara kembar ini. Thian Giok sering marah marah karena perhatian orang orang yang melihat mereka ini, sebaliknya Lan Giok bahkan tertawa tawa geli karena menganggapnya amat lucu.
Sering kali ia sengaja mengenakan pakaian yang warnanya sama dan ketika dalam sebuah kota memasuki restoran, ia mempermainkan pelayan. Kalau Thian Giok memesan semacam masakan, ia memesan yang lain dan ketika pelayan datang mengantarkan masakan masakan itu, ia menyuruh pelayan sendiri menerka siapa yang memesan masakan ini dan siapa pula yang memesan itu. Tentu saja pelnyan menjadi bingung, memandang dari Lan Giok ke Thian Giok dan akhirnya menyerah kalah, menaruh masakan masakan itu di atas meja dan minta maaf karena memang tak dapat membedakan dan mengingat lagi!
Setelah tiba di kota raja, kakak beradik ini berpisah dengan sengaja. Pertama tama untuk menghindarkan perhatian orang, kedua kalinya agar penyelidikan mereka lebih luas dan berhasil. Mereka hanya berjanji untuk bertemu pada malam hari di dekat pintu gerbang sebelah selatan, atau kalau ada terjadi sesuatu, mengirim tanda bahaya seperti biasa. Oleh guru mereka, kedua kakak beradik ini telah mempelajari cara melepas panah api di waktu malam untuk memberi tanda bahaya kepada kawan dari tempat jauh. Juga mereka mempunyai semacam tanda pekik seperti pekik ayam hutan yang nyaring sekali untuk saling memberi tanda di waktu perlu.
Dan dalam penyelidikannya ini, akhirnya Lan Giok berjalan jalan sampai keluar kota raja dan tiba di hutan dekat Tong seng kwan di mana ia bertemu dengan Sian Hwa! Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, ia lalu ikut dengan Sian Hwa ke kuil dan menceritakan pengalamanku. Tentu saja ia tidak menyebut nyebut nama Bun Sam, dan hanya memberitahukan bahwa untuk mengusir Lam hai Lo mo, ayah bundanya menyatakan bahwa ia telah ditunangkan dengan orang lain!
"Dan bagaimana dengan hasil penyelidikanmu, adik Lan Giok?" tanya Sian Hwa yang mendengarkan dengan hati tertarik. "Sudah bertahun tahun aku tidak mengetahui sama sekali tentang keadaan di luar kuil, maka tentang Hiat jiu pat ini aku sama sekali tidak tahu."
Lan Giok menarik napas panjang. "Hebat! Hiat jiu pai benar benar amat kuat dan mempunyai anggauta anggauta yang berkepandaian tinggi. Apalagi para pemimpinnya, benar benar sukar dilawan. Ketuanya tentu saja Lam hai Lo mo si setan tua itu, bersama Pat jiu Giam ong bekas gurumu itu. Ditambah dengan Gan Kui To dan suhengmu yang manis itu, maka mereka merupakan empat orang yang cukup tangguh, apalagi masih ada beberapa orang tokoh dari Mongol ada pula seorang tokoh hwesio dari Tibet yang berkepandaian tinggi dan juga sedikitnya ada tujuh orang dari kang ouw yang dapat terpikat oleh mereka. Semua ini merupakan tokoh tokoh terbesar dari Hiat jiu pai."
"Heran sekali, apakah maksud mereka mengadakan perkumpulan seperti itu?" tanya Sian Hwa pula.
"Tentu saja untuk memperkuat kedudukan mereka. Dan, sepanjang penyelidikan yang didapatkan oleh engko Giok, mereka itu bahkan bermaksud untuk membasmi orang orang kang ouw yang tidak mau bersekutu dengan mereka. Kini tersiar kabar bahwa Lam hai Lo mo dan muridnya, juga hwesio Tibet itu, telah berada di kota raja pula. Oleh karena itu, aku harus buru buru mengajak engko Giok kembali kepada guru kami untuk memberi laporan."
"Adikku yang baik, bawalah aku bersamamu!"
"Apa....?""
Sian Hwa merangkulnya dan tiba tiba teringat akan nasib dirinya, ia mengeluarkan air mata.
"Adik Lan Giok, kau tahu bahwa kini aku tidak mempunyai siapa siapa lagi yang dapat kupandang, aku....... aku seorang diri, sebatangkara......"
"Mengapa kau bilang demikian" Bukankah masih ada ayahmu Panglima Bucuci?"
"Orang jahat itu?" Dia bukan ayahku, ayahku telah terkubur di kota Tong seng kwan dan baru saja aku kembali dari kuburan ayahku." Lalu dengan singkat Sian Hwa menceritakan riwayatnya, membuka pula rahasianya bahwa Bucuci dan Kui Eng bukanlah orang tuanya dan bahwa ayahnya telah dibunuh mati oleh pasukan Ang bi tin dan ibunya entah di mana, tak seorangpun mengetahuinya.
"Oleh karena itu adik Lan Giok. Aku hendak ikut kau merantau dan kalau kau tidak sudi membawaku, biarlah aku yang bernasib malang ini pergi seorang diri, ke mana saja kedua kakiku membawaku."
Tiba tiba Lan Giok tersenyum manis.."Mengapa tidak boleh" Aku akan suka sekali mempunyai kawan seperjalanan seperti engkau, enci Sian Hwa! Kalau begitu lekaslah engkau berkemas, sekarang juga kau ikut dengan aku ke kota raja dan bersama engko Thian Giok kita malam ini juga dapat melanjutkan perjalanan."
Bukan main girangnya hati Sian Hwa. Ia merangkul dan mencium pipi Lan Giok saking girang dan terharunya. "Kau baik sekali, adikku," Lalu ia berlari menjumpai para nikouw untuk berpamit.
Para nikouw mengantarkan mereka sampai di depan pintu kuil dan hampir semua nikouw mengucurkan air mata melihat Sian Hwa pergi meninggalkan mereka. Mereka semua amat suka kepada dara yang manis budi itu dan bahkan telah menganggap Sian Hwa sebagai mustika dari kuil Sun pok thian. Sekarang gadis itu pergi meninggalkan kuil dan mereka seakan akan merasa telah kehilangan sesuatu yang membuat wajah mereka muram dan hati mereka sunyi.
Hari telah menjadi gelap ketika Lan Giok dan Sian Hwa jalan berendeng menuju ke kotaraja. Mereka kelihatan sebagai sepasang muda mudi yang amat elok dan cocok sekali. Di sepanjang perjalanan, mereka bercakap cakap dengan gembira, seakan akan takkan ada habisnya yang mereka persoalkan.
"Lan Giok, jadi kau sudah bertunangan?" tanya Sian Hwa sambil tersenyum menggoda. Memang sebetulnya Sian Hwa mempunyai watak yang gembira pula, hanya karena penderitaan batin saja yang membuat ia selama ini takkan pernah bergembira.
Lan Giok mencubit lengan kawannya. "Kau mulai menggodaku?"
"Tidak, adikku. Sebagai seorang sahabat baik. Bukankah sudah selayaknya kalau aku mengetahui calon suamimu" Siapakah dia, ataukah.... kau hendak merahasiakannya dari aku?"
"Mengapa merahasiakan" Aku tidak takut kau akan merebutnya!" Lan Giok balas menggoda.
"Hush, anak nakal. Kau kira aku orang macam apa" Ah, tunanganmu itu tentu seorang yang tampan dan gagah, ini sudah pasti!"
"Coba kau terka, enci, siapa tunanganku itu?"
Sian Hwa yang sudah menjadi gembira betul setelah berada di dekat Lan Giok, mengerutkan kening dan berpikir pikir.
"Hm, nanti dulu.... tentu dia seorang pemuda ahli silat! Ah, tentu putera seorang guru silat yang kenamaan!"
Lan Giok tersenyum. "Guru silat" Ah, aku tidak suka akan guru guru silat yang makan bayaran, enci. Bukan, bukan seorang putera guru silat."
"Kalau begitu, tentu putera seorang panglima besar!"
"Panglima seperti Pat jiu Giam ong" Ha, ha, sedangkan kau sendiri tidak sudi dipungut menantu oleh seorang panglima besar dan panglima besar manakah yang lebih tinggi kedudukannya daripada Pat jiu Giam ong! Bukan, bukan!"
"Tentu putera Seorang tokoh kang ouw yang tinggi ilmu kepandaiannya! Mungkin anak murid Kun lun pai atau Bu tong pai!"
"Bukan, bukan! Dia bukan anak murid dari partai persilatan manapun juga."
"Hm, kalau begitu sukar aku menebaknya. Kecuali kalau tunanganmu itu seorang ahli sastera, seorang pelajar yang pandai membuat sajak dari menulis huruf kembang!" Diam diam Sia Hwa teringat akan Bun Sam yang pada pertemuan pertama kalinya dengan dia, telah membuat sajak perang yang menyeramkan! Memikirkan kelucuan pertemuan pertama kali itu, ia tertawa sendiri.
"Kau takkan berhasil menebaknya, enci. Akan tetapi pertanyaanmu yang terakhir ini ada betulnya."
"Jadi dia seorang ahli sastera yang lemah lembut?"
"Bukan!" "Ah, sudahlah, aku tak sanggup menerkanya, adik Lan Giok. Sekarang katakan saja, di mana dia" Apakah dia berada di tempat jauh?"
"Mau dikatakan jauh, ia jauh sekali. Disebut dekat.... ia memang dekat karena ia boleh di bilang suhengku sendiri."
"Ah......... dia suhengmu sendiri" Murid Mo bin Sin kun?"
"Bukan pula," Lan Giok menggeleng kepala dan menarik napas panjang. "Enci, kepada orang lain, biar mati aku takkan mau mengatakan hal ini. Akan tetapi entah mengapa, kepadamu aku takkan menyimpan rahasia. Orang yang disebut tunanganku itu sebenarnya memang sukar sekali kuanggap tunanganku. Ketahuilah bahwa biarpun dia itu sudah direncanakan untuk berjodoh denganku, akan tetapi dia sendiri belum tahu akan hal ini dan...... dan telah bertahun tahun dia menghilang tidak ada yang mengetahui ke mana perginya. Bahkan sampai sekarangpun, aku tidak tahu dia berada di mana. Oleh karena dia sendiri belum tahu tentang rencana perjodohan ini, mana bisa dia disebut tunanganku?"
Melihat wajah dara yang biasanya jenaka itu menjadi muram, Sian Hwa lalu memeluknya dan menghiburnya. "Lan Giok, biarpun ia belum tahu, akan tetapi aku merasa yakin bahwa kalau ia sudah diberi tahu, ia tentu akan menyatakan setuju. Pemuda manakah yang akan dapat menolak seorang calon isteri seperti engkau?"
Timbul pula kegembiraan Lan Giok dan kembali ia mencubit lengan Sian Hwa ketika mendengar godaan ini. "Ah kau bisa saja, enci. Akan tetapi, terus terang saja, agaknya sukar bagiku untuk menemukan seorang pemuda yang melebihi dia!"
"Kan cinta sekali kepadanya, bukan?"
Merahlah wajah Lan Giok, akan tetapi terhadap Sian Hwa, ia tidak begitu malu malu dan sungkan untuk mengaku. Ia menganggukkan kepala nya, lalu tertawa dan berlari lagi melanjutkan perjalanannya. Diam diam Sian Hwa ikut berbahagia melihat kegembiraan gadis ini. Ah, dia beruntung sekali, pikirnya. Memang berbahagia sekali ditunangkan dengan seorang pemuda yang menjadi pilihan hati. Tidak seperti dia, ditunangkan dengan paksa kepada seorang pemuda yang tidak dicintainya!
"Eh, mengapa kau belum memberitahukan mana tunanganmu itu kepadaku, adik Lan Giok" Siapa tahu kalau kalau aku sudah kenal dengan dia dan dapat memberitahukan kepadamu di mana dia berada pada waktu ini?" tanya Sian Hwa sambil berlari di samping Lan Giok. Murid Mo bin Sin kun ini sengaja memperlambat larinya, karena ilmu lari cepatnya memang sudah lebih tinggi daripada kepandaian Sian Hwa yang tidak melanjutkan pelajaran silatnya pada Pat jiu Giam ong.
"Namanya" Namanya Bun Sam, dia adalah murid dari Kim Kong Taisu." jawab Lan Giok.
Sian Hwa merasa seakan akan kepalanya disambar petir. Pandangan matanya berkunang kunang dan ia terhuyung huyung ke depan, tak dapat menguasai kedua kaki lagi.
Baiknya Lan Giok berlaku cepat dan bermata awas. Dengan cepat sekali dara ini lalu menyambar tangan Sian Hwa, sehingga dapat mencegah kawannya itu roboh.
"Enci Sian Hwa, kenapakah kau?" tanyanya penuh kekhawatiran. Karena betotan tangan Lan Giok dan seruan gadis init Sian Hwa dapat sadar kembali dan cepat ia menekan gelora yang membadai di dalam dadanya, ia menggigit bibir untuk mencegah runtuhnya air matanya.
"Aku....aku.... kurang hati hati, tergelincir batu licin, Lan Giok. Lepaskanlah, sebentar saja aku akan dapat menguasai kepeninganku kembali. Kau tahu".. semenjak kutinggal di kuil, kadang kadang datang kepeningan seperti ini".." Ia lalu pergi duduk di bawah sebatang pohon, menyandarkan punggungnya pada batang itu dan memeramkan matanya, Lan Giok cepat menghampirinya dan jari jari tangan yang haluskan dara ini mengurut urut leher Sian Hwa dengan hati kasihan. Baiknya udara telah menjadi gelap, kalau tidak tentu Lan Giok akan melihat betapa pucatnya wajah Sian Hwa dan betapa dengan hati hati sekali Sian Hwa menggunakan ujung lengan bajunya untuk menyapu bersih dua titik air mata dari pipinya.
Tiba tiba Sian Hwa tersenyum dan memeluk Lan Giok. "Maafkan aku adik Lan Giok. Aku mengagetkan kau saja Mari kita lanjutkan perjalanan kita."
"Kau benar benar tidak apa apa, enci Sian Hwa " Tidak sakitkah badanmu" Kalau kau masih pusing, biar kita menunda saja perjalanan kita."
Sian Hwa memaksa dirinya tertawa. "Tidak, adikku yang baik. Aku tidak apa apa. Sudah ku katakan bahwa kadang kadang memang datang serangan kepala pening seperti ini. Mari kita melanjutkan perjalanan kita." Setelah mendapat kenyataan bahwa Sian Hwa benar benar tidak apa apa Lan Giok menjadi lega dan mereka lalu melanjutkan perjalanan mereka.
Karena merasa tidak enak kalau diam saja, sehingga mungkin mendatangkan kecurigaan pada Lan Giok, Sian Hwa lalu berkata sambil tersenyum. "Eh, adik Lan Giok, tadi aku sampai tidak mendengar keteranganmu. Bukankah aku tadi bertanya siapa nama tunanganmu dan aku tidak keburu mendengar jawabanmu karena aku keburu diserang kepeningan kepalaku."
Tadinya memang Lan Giok sedang berpikir pikir dengan hati curiga dan tidak enak. Tadi ia memberitahukan nama tunangannya dan tiba tiba Sian Hwa terhuyung huyung. Apakah hubungannya nama tunangannya dengan kepeningan kepala Sian Hwa" Akan tetapi, kecerdikan Sian Hwa yang mengajukan pertanyaan itu sekaligus mengusir kecurigaannya dan iapun tersenyum ketika menjawab.
"Tadi aku sudah menjawab, enci Sian Hwa, akan tetapi agaknya kau tidak mendengarnya. Namanya Bun Sam murid Kim Kong Taisu dan kau juga pernah melihatnya ketika ia dahulu menghadapi bekas gurumu."
"Oh, dia....?" Sian Hwa mengangguk angguk.."Ya, aku sudah melihatnya. Menurut pendapatku, memang dia cocok sekali menjadi jodohmu."
Demikianlah, dengan amat pandainya, Sian Hwa membersihkan diri daripada kecurigaan Lan Giok dan perjalanan dilanjutkan dengan cepat.
Baiknya pintu gerbang kota raja sebelah barat masih terbuka dan nampak sunyi saja Akan tetapi alangkah kaget mereka ketika baru saja mereka masuk, dua sosok bayangan orang melompat dari balik pintu gerbang dan serta merta menubruk mereka! Tubrukan ini hebat sekali. Lan Giok yang lebih lihat cepat menggerakkan kedua tangannya menyampok bayangan itu dari kiri ke kanan, kedua lengannya beradu dengan lengan yang amat kuat, sehingga ia terhuyung dua tindak ke belakang. Akan tetapi bayangan yang menubruknya juga gagal dalam usahanya hendak menangkap gadis ini. Adapun Sian Hwa yang juga bermata jeli, tidak melihat lain jalan menghadapi tubrukan bayangan ke dua. Cepat gadis ini lalu menggunakan gerakan Trenggiling Turun Dari Gunung, menjatuhkan diri ke belakang lalu menggulingkan dirinya sampai dua tombak jauhnya. Biarpun rambutnya menjadi awut awutan dan pakaiannya menjadi kotor, namun Sian Hwa dapat menghindarkan diri dari orang itu.
Ketika kedua orang dara perkasa ini memandang, bukan main marah hati mereka karena ternyata bahwa yang berdiri di hadapan mereka adalah Gan Kui To dan Liem Swee! Tadi Kui To yang menyerang Lan Giok dan Liem Swee menubruk Sian Hwa.
"Kau....orang ahe Liem, tidak malukah kau melakukan hal serendah ini?" Sian Hwa membentak marah.
"Anjing sipit pemakan ular!" Lan Giok memaki sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah hidung Kui To. "Apa kau sudai bosan hidup?"
Liem Swee dan Kui To saling pandang sambil tertawa menyeringai, kemudian tanpa menjawab sesuatu mereka berdua lalu menubruk lagi. Kui To menyerang Lan Giok, sedangkan Liem Swee mendesak bekas sumoi dan tunangannya itu. Sian Hwa dan Lan Giok tentu saja menjadi makin marah dan mereka melawan mati matian.
Pertempuran yang terjadi antara Lan Giok dan Kui To benar benar seru dan hebat sekali. Kepandaian mereka setingkat dan biarpun Kui To telah mempunyai banyak sekali akal akal keji dan tipu tipu yang aneh di dalam pertempuran, namun karena Lan Giok memiliki ginkang yang luar biasa, sehingga tubuhnya demikian ringan seakan akan seekor burung walet yang terbang menyambar nyambar luar biasa gesitnya, maka sukarlah bagi Kui To untuk mengalahkan gadis ini. Apalagi ia telah tergila gila kepada Lan Giok, maka ia tidak tega untuk mempergunakan tipu keji yang kiranya berbahaya bagi nyawa gadis yang dirindukaanya itu. Sebaliknya, menghadapi Kui To, Lan Giok mendapatkan lawan yang setimpal. Gadis ini mengerahkan tenaga dan mengeluarkan segala kepandaiannya dan karena nafsunya yang membuatnya nekat dan mati matian inilah yang membuat Kui To mulai terdesak mundur! Hal ini tidak aneh, Kui To menyerang dengan maksud menangkap Lan Giok dan mengalahkannya tanpa melukai berat gadis itu, sebaliknya Lan Giok menyerang dengan maksud membunuh pemuda yang dibencinya ini. Tentu saja keadaan yang berat sebelah ini menguntungkan Lan Giok.
Tidak demikian dengan keadaan Sian Hwa yang bertempur melawan Liem Swee. Dulu sebelum ia meninggalkan rumahnya dan masih belajar ilmu Silat bersama Liem Swee di bawah asuhan Pat jiu Giam ong memang terlihat kepandaiannya, yakni karena ia lebih menang dalam hal ginkang, boleh dikata lebih tinggi dan lebih lihai daripada Liem Swee. Akan tetapi, selama tiga tahun ia tidak mendapat tambahan pelajaran, sedangkan Liem Swee bahkan digembleng dengan sungguh sungguh oleh ayahnya, maka kini kepandaian Liem Swee tentu saja lebih tinggi. Sian Hwa mempergunakan pedangnya dan menyerang dengan sepenuh tenaga, mengeluarkan tipu tipu serangan pedang yang paling lihai. Akan tetapi, tentu saja semua setangannya ini dikenal dengan baik oleh Liem Swee yang melayaninya dengan kim siang to (Sepasang golok emas) senjata yang amat diandalkannya. Juga seperti Kui To, Liem Swee tidak mau melukai Sian Hwa yang hendak ditangkapnya hidup hidup. Kalau ia bermaksud membunuh, kiranya belum sampai limapuluh jurus saja tentu Sian Hwa sudah roboh binasa. Apalagi Liem Swee selalu menyindir nyindirnya dan memperingatkannya tentang pedang yang dipegang oleh gadis itu.
"Sian Hwa, kekasihku yang manis, ternyata kau masih menaruh perhatian kepadaku. Kau masih belum lupa kepadaku, buktinya pedang Oei giok kiam tanda pertunangan kita masih kau simpan baik baik. Ah, tunanganku, mengapa kau tidak mau menurut saja" Marilah kita menghadap ayah ibuku...."
Sian Hwa menjadi sebal dan mendongkol sekali ia menyimpan pedang Oei giok kiam bukan sekali kali karena masih mengingat pertalian jodoh itu, hanya karena pedang itu adalah sebuah pedang mustika yang baik sekali dan ia memang membutuhkan senjata untuk menjaga diri, maka ia masih menyimpannya. Kini diejek dan disindir sindir oleh bekas suhengnya, ia menggigit bibirnya dan menyerang lebih hebat lagi.
Adapun pertempuran antara Lan Giok dan Kui To masih berjalan dengan bebatnya. Sekarang bahkan lebih ramai lagi karena masing masing telah mengeluarkan senjata. Tadinya kedua fihak mengandalkan kaki tangan saja karena memang keduanya ahli ilmu silat tangan kosong. Tetapi ketika Lan Giok yang menjadi marah dan gemas karena belum juga dapat merobohkan lawan segera mengeluarkan ilmu pukulan Soan hong pek lek jiu hwat yang bukan main hebatnya, Kui To menjadi sibuk juga. Harus diketahui bahwa ilmu pukulan Soan hong pek lek jiu hwat ini adalah semacam ilmu pukulan yang Istimewa dan Lan Giok sekarang telah melatihnya dengan sempurna, maka pukulannya mendatangkan angin yang berputar putar, sehingga amat sukar diduga dari mana kepalan tangan dara perkasa itu akan menyerang. Pukulan biasa biarpun dihadapi oleh ahli silat tinggi dengan kedua mata ditutup, akan dapat dielak atau ditangkis hanya dengan mendengar dan merasakan datangnya angin pukulannya terlebih dulu. Akan tetapi tidak demikian dengan Soan hong pek lek jiu hwat. Ilmu pukulan ini mendatangkan angin yang berputar dan kepalan tangannya sendiri mendatangi dengan tiba tiba dan cepat bagaikan halilintar menyambar dan ditujukan di tempat yang sama sekali tak disangka sangka oleh lawannya.
Menghadapi ilmu pukulan yang terlihai dari Mo bin Sin kun yang kini dimainkan oleh Lan Giok, Kui To benar benar terdesak hebat dan terpaksa ia memainkan ilmu silat Tee coa kun (Ilmu Silat Ular) Ilmu silat ini oleh golongan ahli silat tinggi dipandang rendah dan tak seorangpun bu hiap (pendekar silat) sudi mempelajarinya karena sifat sifatnya yang amat rendah, ilmu silat ini sebagaimana dapat diduga dari namanya, dimainkan dengan tubuh menempel di atas tanah, seperti seekor ular dan kadang kadang merangkak rangkak seperti binatang kaki empat. Akan tetapi di dalam setiap gerakan ini, tersembunyi serangan serangan yang sifatnya amat curang. Memang untuk menghadapi Soan hong pek lek jiu hwat, ilmu Silat Tee coa kun ini tepat sekali. Tubuh Kui To seakan akan bertiarap dan pukulan yang dilancarkan oleh Lan Giok tidak tepat lagi. Angin pukulan yang tadinya berputar putar, kini menghadapi tubuh lawan di bawah, maka selalu terpental kembali kalau mengenai tanah, sehingga debu berhamburan.
Sebaliknya Kui To melakukan cengkeraman dan tangkapan dari bawah yang ditujukan kepada kedua kaki Lan Giok, sehingga gadis ini merasa jijik dan ngeri sekali. Kalau kakinya sampai terpegang, alangkah malu dan jijiknya, pikirnya. Oleh karena itu maka Lan Giok tiba tiba mengeluarkan senjatanya yang disebut Gin sam Kim ciam yakni sepasang senjata yang amat berlainan macamnya. Di tangan kirinya memegang sebatang kipas lebar yang gagangnya terbuat daripada perak dan ujung gagang itu runcing. Tangan kanannya memegang sebatang jarum panjang kira kira dua dim dan besarnya sebesar jari tangan. Ketika Mo bin Sin kun memperlihatkan berbagai senjata aneh untuk dipelajari, Lan Giok sengaja memilih senjata senjata ini, karena selain mudah disimpan, juga dianggapnya praktis!
Kini Lan Giok mengebaskan kipasnya ke bawah. Debu mengebut bagaikan ditiup dan mengebutnya bukan sembarangan saja, melainkan tepat meniup ke arah muka Kui To. Pemuda ini terkejut sekali dan cepat melompat berdiri, akan tetapi Kim ciam atau jarum emas yang berada di tangan kanan Lan Giok menyambutnya dengan sebuah totokan kuat ke arah jalan darah di lehernya. Kembali Kui To terpaksa merebahkan diri dan sekali lagi disusul oleh kebutan kipas. Inilah ilmu serangan yang disebut Hok thian hok tee (Membalikkan Bumi dan Langit). Gan Kui To benar benar sibuk sekali sehingga serangan bertubi tubi yang susul menyusul dari atas dan bawah itu membuat ia berjungkir balik dan berputar putaran. Akhirnya Kui To tak dapat menahan, sambil mengeluarkan suara seperti seekor binatang buas terluka ia lalu mencabut senjatanya, yakni sebatang tongkat kecil berwarna hitam yang tadinya diselipkan di belakang baju bagian punggungnya.
Kiai pertempuran menjadi lebih sengit lagi dan tongkat kecil di tangan Kui To itu sungguh hebat, gerakan gerakannya seperti ekor ular hidup yang sukar sekali diduga. Biarpun kipas dan jarum Lan Giok cukup lihai, namun ternyata kedua senjata ini tidak dapat menembus cahaya kehitaman dari tongkat itu, sebaliknya tongkat Kui To mendesak dengan hebat.
Betapapun juga, Lan Giok benar benar boleh dipuji karena dara ini sama sekali tak gentar menghadapi lawannya dan sekiranya tidak terjadi sesuatu, dalam dua ratus jurus saja belum tentu Kui To akan dapat mengalahkannya. Sudah dua kali Kui To menggertak disertai tenaga batin yang bedasarkan hoatsut (ilmu sihir), akan tetapi Mo bin Sin kun yang sudah menjaga akan hal ini, telah memberi latihan lweekang dan ilmu batin yang cukup kuat kepada Lan Giok, sehingga hal itu tidak berpengaruh sesuatu terhadap dara ini.
Akan tetapi, tiba tiba tedengar Sian Hwa menjerit marah ketika pedang gadis ini terpukul jatuh oleh golok Liem Swee dan diikuti oleh suara ketawa pemuda she Liem ini, Sian Hwa dapat di ringkus dan di totok jalan darah nya yang membuat gadis ini menjadi lemas tak berdaya lagi.
Mendengar jeritan Sian Hwa, Lan Giok menengok dan gadis ini menjadi marah, terkejut dan juga khawatir sekali. Liem Swee telah meninggalkan Sian Hwa yang rebah tak bergerak di atas tanah, kemudian putera Pat jiu Giam ong ini membantu Kui To mengeroyok Lan Giok. Ilmu kepandaian Liem Swee hanya kalah sedikit saja oleh Kui To dan boleh dibilang berimbang dengan kepandaian Lan Giok, maka tentu saja kini Lan Giok menjadi sibuk sekali. Ia melawan mati matian, akan tetapi tetap saja ia terkurung oleh sepasang golak Liem Swee dan terancam oleh tongkat di tangan Kui To. Baiknya kedua orang pemuda itu tidak ingin membunuhnya, maka ia masih dapat bertahan.
Namun percuma saja Lan Giok melawan mati matian. Akhirnya, sepasang golok Liem Swee menahan kipas dan jarumnya dan pada saat ia mengadu tenaga dengan putera Pat jiu Giam ong itu, tanpa dapat ia elakkan lagi ujung tongkat Kui To telah berhasil menotok jalan darah di punggung nya. Terlepaslah kedua senjata itu dari tangan Lan Giok dan gadis ini terhuyung huyung, ia cepat mengerahkan lweekangnya untuk membebaskan diri nya dari pengaruh totokan, namun Kui To telah mengejarnya dengan lain totokon yang lebih lihai.
Baiknya Lan Giok teringat akan kakaknya, maka sebelum ia roboh oleh totokan kedua, ia masih sempat mengeluarkan jeritan yang nyaring sekali seperti suara ayam hutan, yakni tanda bahaya bagi Thian Giok.
Liem Swee dan Kui To girang bukan main setelah berhasil merobohkan dua orang dara perkasa yang cantik jelita dan yang mereka rindukan itu.
"Kita harus ikat mereka, kalau tidak totokan itu takkan dapat bertahan lama bagi mereka yang telah memiliki lweekang tinggi," kata Kui To. Maka kedua gadis itu lalu diikat erat erat dengan tali sutera hitam yang dikeluarkan oleh Kui To dari saku bajunya. Kemudian sambil tertawa tawa kedua pemuda itu memondong tubuh gadis pujaan masing masing dan pergi dari situ setelah memesan kepada para penjaga pintu gerbang supaya berjaga dengan hati hati. Para penjaga itu tentu saja kenal baik kepada kedua pemuda ini, maka mereka hanya tersenyum simpul dan saling betkejap dengan sinar mata penuh arti.
Thian Giok sedang memikirkan ke mana perginya Lan Giok sehingga tidak terlihat di dekat pintu gerbang sebelah selatan sebagaimana yang mereka janjikan, ia merasa amat cemas dan menanati di tempat gelap. Tiba tiba ia mendengar pekik ayam hutan itu dan terkejutlah pemuda ini. Cepat ia menghampiri arah suara itu terdengar dan sambil bersembunyi sembunyi di dalam gelap, ia melihat dua sosok bayangan orang yang memanggul tumbuh seorang wanita dan seorang pemuda yang sebagai adiknya, Lan Giok yang berpakaian laki laki, maka bukan main cemasnya. Apalagi ketika ia mengenal dua orang laki laki yang memanggul dua orang gadis itu.
Thian Giok adalah seorang pemuda yang cerdik, ia tidak mau main serampangan saja. Ia maklum bahwa kalau ia menggunakan kekerasan, belum tentu ia akan dapat menang menghadapi dua orang pemuda murid Lam hai Lo mo dan Pat jiu Giam ong, sedangkan untuk menghadapi satu lawan saja belum tentu ia dapat menang. Maka diam diam ia mengikuti dua orang yang membawa lari adiknya dan seorang gadis yang sampai saat itu belum dikenalnya siapa adanya itu, oleh karena malam gelap dan Liem Swee serta Kui To berjalan cepat sekali.
Ternyata bahwa Kui To dan Liem Swee membawa dua orang gadis tawanan mereka itu ke sebuah rumah kecil mungil yang berada di jalan yang sunyi, yakni rumah pribadi dari Liem Swee yang dijadikan tempat ia bersenang senang di luar gedung ayahnya. Rumah ini hanya terjaga oleh seorang kepercayaannya dan ketika kedua orang pemuda ini masuk membawa dua orang nona itu, penjaga yang sudah tua ini tersenyum menyeringai. Hal seperti ini tidak aneh baginya, karena memang ia mengenal Liem Swee sebagai seorang pemuda hidung belang, akan tetapi yang royal sekali dalam membagi hadiah hadiah, juga kepadanya.
Dengan ginkangnya yang sudah tinggi, Thian Giok dapat meialui penjaga tua itu dan mengintai dari atas genteng, ia hendak mencari kesempatan baik untuk menolong adiknya dan nona berbaju putih itu.
Dilihatnya Liem Swee dan Kui To duduk menghadapi meja sambil minum arak, memberi selamat kepada mereka sendiri yang sudah berhasil menawan nona nona yang mereka rindukan itu.
"Ha, ha sekarang kau dapat minta kepada ayahmu untuk merayakan pernikahanmu dengan kekasihmu, Liem sute!" kata Kui To. Liem Swee adalah putera dan dari murid Pat jiu Giam ong yang menjadi susioknya (paman gurunya) karena Pat jiu Giam ong adalah sute (adik seperguruan) dari suhunya, yakni Lam hai Lo mo, oleh karena itu Liem Swee masih terhitung adik seperguruannya.
Akan tetapi Liem Swee menggeleng gelengkan kepalanya. "Tidak mungkin, suheng. Kau tentu saja akan mendapat perkenan suhumu untuk segera merayakan pernikahanmu dengan nona murid Mo bin Sin kun itu, akan tetapi bagiku tak mungkin. Ayahku telah melarangku untuk melakukan sesuatu yang sifatnya bermusuhan atau mengganggu murid murid Mo bin Sin kun sebelum pertandingan pibu dilakukan. Ayah sangat keras dan menjaga nama, maka tentu saja ayah tidak akan suka memberi izin kepadaku untuk melakukan kekerasan. Baiknya diam diam kita sembunyikan saja kekasih kita itu di sini dan penawanan ini sama sekali jangan sampai diketahui oleh ayah atau oleh suhumu sekalipun. Aku tahu watak supek, ia takkan dapat menyimpan rahasia dan akhirnya tentu akan terdengar oleh ayah pula."
Kui To mengangguk angguk. "Baik, baik, sute. Aku mengerti. Lebih baik lagi kita bersenang senang di sini diam diam saja, itu lebih menggembirakan. Ha, ha, ha! Terdengar tertawanya yang nyaring dan menyeramkan.
Mendengar percakapan ini, Thian Giok cepat melompat pergi dari atas genteng.
"Liem sute seperti ada orang di atas!" teriak Kui Te dan tubuhnya cepat melayang keluar melalui jendela, disusul oleh Liem Swee. Adapun Lan Giok dan Sian Hwa yang rebah di atas dipan dapat mendengar semua percakapan ini. Mereka berdua tadi telah mengerahkan ilmu lweekang mereka dan berhasil membebaskan diri daripada pengaruh totokan akan tetapi betapapun mereka berdaya melepaskan ikatan kaki tangan mereka, sia sia saja. Ikatan itu erat sekali dan tali pengikatnya terbuat daripada sutera yang terpilih dan memang khusus disediakan oleh Kui To. Mereka tak berdaya sama sekali dan hanya diam diam mengambil keputusan untuk melawan mati matian kalau mereka dipermainkan.
Jilid XI SETELAH tiba di atas genteng, Liem Swee dan Kui To memandang ke sana ke mari akan tetapi tidak terlihat seorangpun di atas genteng. Mereka melompat ke bawah dan mengadakan pemeriksaan disekitar rumah itu, akan tetapi tetap saja tidak dapat menemukan sesuatu yang mencurigakan.
"Aneh, apakah pendengaranku sudah rusak?" Kui To bersungut sungut.
"Mungkin yang kau dengar tadi seekor kucing, Gan suheng," kata Liem Swee.
"Biarpun seekor kucing, ke mana ia dapat menghilang?" Kui To masih saja merasa tidak puas. Akhirnya mereka kembali pulang ke rumah itu melalui pintu depan.
"Celaka, benar benar ada orang jahat masuk!" tiba tiba Liem Swee berseru keras dan wajahnya berobah. Kui To cepat menengok dan melihat penjaga rumah yang tua tadi kini telah meringkuk di pinggir pintu dalam keadaan kaku tertotok! Kedua orang pemuda ini tidak memperdulikan penjaga itu, langsung menyerbu ke dalam rumah. Ketika mereka melompat masuk ke dalam kamar di mana mereka tadi menahan Lan Giok dan Sian Hwa, ternyata bahwa kedua orang tawanan itu telah lenyap tak meninggalkan bekas! Bahkan tali sutera pengikat kaki tangan kedua orang dara itupun lenyap bersama orang orangnya. Terang buhwa penolong yang datang itu tentu membawa dua orang nona itu dalam keadaan masih terikat kaki tangannya!
Liem Swee, mengeluarkan suara makian kotor sedangkan Kui To lalu melompat keluar kamar kembali ia mengejar ke sana ke mari, akan tetapi tetap saja tidak terlihat sesuatu. Ketika ia kembali ke rumah itu, Liem Swee sedang berusaha membebaskan penjaga rumah dari totokan, namun tidak berhasil. Kui To menghampiri kakek itu dan setelah memeriksa, ia lalu mengangkat tubuh kakek yang kaku itu ke atas dan melemparkannya ke atas sampai tinggi. Ketika tubuh itu melayang turun, ia lalu mengulurkan jari tangannya menotok ke arah punggung penjaga rumah itu yang segera menjerit dan mengaduh aduh, akan tetapi ia telah terlepas dari pengaruh totokan yang lihai.
"Hm, penyerangnya seorang yang ahli dalam ilmu Ki keng pat meh (Ilmu Membuka Pembuluh Darah), sehingga ia dapat menotok di balik jalan darah. Benar benar lihai!" katanya. Ucapan ini belum seluruhnya menyatakan keheranan dan kekagumannya dan di dalam hatinya murid Lam hai Lo mo ini benar benar merasa kaget bukan main karena biarpun suhunya sendiri Ilmu Ki keng pat meh ini baru saja dipelajari dan belum sempurna sama sekali! Apalagi dia! Akan tetapi, orang yang menolong dan orang tawanan itu ternyata pandai mempergunakan totokan yang berdasarkan Ki keng pat meh, sungguh merupakan lawan yang bukan main tangguhnya!
Akan tetapi Liem Swee yang biarpun sudah mendengar tentang ilmu itu namun belum pernah dapat mempelajari, kurang memperhatikan ucapan Kui To dan cepat mengajukan pertanyaan kepada penjaga rumah itu mengapa dia telah meringkuk di atas tanah dalam keadaan tertotok.
"Ampun, siauw ya (tuan muda). Entah apa yang terjadi dengan diri hamba. Agaknya kurasa hamba lupa membakar hio, setan penjaga bumi telah marah kepada hamba dan menjatuhkan hukumannya !" kata kakek itu dengan tubuh menggigil dan muka pucat, nyata sekali ia tampak takut bukan main.
"Jangan mengoceh!" Liem Swee membentak. "Lekas ceritakan siapa orangnya yang menyerang mu!"
"Ampun, siauw ya. Hamba sungguh sungguh tidak tahu. Tiba tiba saja ketika hamba berdiri di sini sambil ikut bergembira memikirkan kesenangan jiwi (tuan berdua), tahu tahu tubuh hamba terasa kaku dan panas dingin, pendangan mata berkunang kunang dan selanjutnya hamba tidak tahu apa apa lagi."
Liem Swee mendongkol sekali, aku tetapi Kui To segera menariknya ke dalam rumah.
"Tak perlu marah, Liem sute. Masih baik orang itu tidak mengganggu kita."
"Kalau dia muncul, akan kuhancurkan kepala nya!" Liem Swee berkata marah sambil mengepal tinjunya yang besar dan kuat.
Kui To tersenyum. Tak perlu baginya untuk memamerkan dan memuji muji kepandaian lawan, maka ia berkata, "Sudahlah, lebih baik kita mengaso dan besok pagi pagi kita mencari dua ekor burung elok yang terbang itu. Mengapa ribut ribut ?" Seteluh berkata demikian, Kui To lalu menjatuhkan diri di atas pembaringan dan sebentar saja terdengar dengkurnya yang keras! Memang murid Lam hai Lo mo ini seorang yang berhati keras seperti baja dan tidak mudah menjadi gelisah, duka atau gembira, ia sama anehnya dengan suhunya yang di anggapnya sebagai orang paling aneh di antara Lima Besar !
Liem Swee duduk termenung, tak dapat tidur dan menjadi berduka sekali, ia telah tergila gila kepada Sian Hwa dan pertemuan yang terakhir dengan gadis itu memperdalam cinta kasihnya. Di dalam pandangannya, tidak ada gadis yang lebih molek, lebih manis dan lebih menggiurkan hatinya daripada sumoinya itu!
Tak lama kemudian, tiba tiba pintu kamar diketok orang dan ketika ia membuka pintu itu, nampak penjaga rumah berdiri dengan tubuh menggigil ketakutan. Kiu To yang tadinya tidur mendengkur, mendengar ketokan itu, seketika melompat bangun dan bersiap sedia kalau kalau ada bahaya. Liem Swee yang melihat penjaga tua itu menggigil dan berwajah pucat, mengira bahwa tentu penjahat tadi datang lagi.
"Di mana dia?" tanyanya sambil menyambar kim siang to (sepasang golok emas) yang tadi ia letakkan di atas meja.
"Dia siapa, siauw ya?"
"Eh, goblok! Penjahat itu, maling itu! Di mana dia?"
"Bukan maling yang datang, siauw ya melainkan Liem goanswe dan delapan orang lain. Goan swe ya minta supaya hamba cepat memanggil ji wi keluar."
Bukan main kagetnya hati Liem Swee mendengar ini. Belum pernah ayahnya mengunjungi rumah pribadinya ini, sungguhpun ayahnya tahu akan hal itu. Peristiwa hebat apakah yang terjadi, sehingga ayahnya pada saat seperti itu datang mengunjunginya"
Akan tetapi Kui To yang tabah dan tidak memperdulikan itu segera mengajaknya keluar dan di ruang depan telah menanti Liem goanswe dan delapan orang lain. Tujuh orang kakek yang berdiri di situ dikenal baik oleh Kui To dan Liem Swee, karena mereka ini adalah tamu tamu Liem goanswe yang sudah sepekan datang di kota raja, yakni yang disebut Koai kauw jit him atau Tujuh Beruang Kaitan Aneh. Mereka ini adalah jago jago Mongol yang berkepandaian tinggi dan mereka terkenal karena senjata mereka yang berupa kaitan kaitan, akan tetapi kaitan mereka ini benar benar aneh bentuknya.
Ketika Kui To dan Liem Swee melihat orang terakhir dalam rombongan ini hampir saja mereka mengeluarkan seruan kaget. Dalam pandangan pertama, mereka mengenal "pemuda" yang baru datang ini sebagai Lan Giok yang tadi terlepas dari tawanan. Akan tetapi ketika mereka memandang lebih teliti, tahulah mereka bahwa pemuda ini adalah kakak dari gadis yang tetak berhasil melarikan diri itu. Teringatlah kedua orang muda ini bahwa yang datang bersama Pat jiu Giam ong adalah kakak kembar dari Lan Giok yang dulu pernah pula mengacau kota raja ketika pemuda itu membunuh Toa to Hek mo. Akan tetapi, tetap saja Liem Swee dan Kui To terheran dan terkejut melihat Thian Giok dapat datang bersama Pat jiu Giam ong!
Bagaimana Thian Giok bis datang bersama Pat jiu Giam ong dan Koai kauw jit him" Pemuda yang cerdik ini sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, mendengar percakapan antara Liem Swee dan Kui To. Ketika ia mendengar bahwa Pat jiu Giam ong melarang puteranya mengganggu murid murid Mo bin Sin kun daa Kim Kong Taisu, ia dengan berani sekali lalu berlari cepat menuju ke gedung Pat jiu Giam ong. Tentu saja Liem goanswe terheran heran melihat kedatangan pemuda murid Mo bin Sin kun ini malam malam di rumahnya, akan tetapi setelah mendengar dari Thian Giok bahwa puteranya dan Kui To menawan Sian Hwa dan Lan Giok jenderal ini marah sekali, lalu bersama Thian Giok menuju menuju ke rumah itu. Koai kauw jit him yang pada malam hari itu sedang minum arak dengan dia, ikut pula bersama karena orang aneh inipun merasa tertarik untuk melihat murid murid dari tokoh tokoh besar itu.
Kini Pat jiu Giam ong berdiri dengan tegak, sepasang matanya memandang kepada puteranya dengan marah. Memang jenderal ini bertabuh tinggi besar dan menakutkan, sehingga puteranya sendiri merasa gelisah melihat kemarahan ayahnya.
"Swee ji! Benarkah kau telah menawan Sian Hwa dan seorang murid dari Mo bin Sin kun " Di mana mereka!! Ayoh ceritakan apa yang telah terjadi!"
Saking takutnya, Liem Swee tak dapat menjawab dan beberapa kali lidahnya menjilat bibit yang terasa kering. Akan tetapi tidak demikian dengan Kui To. Pemuda aneh ini memiliki ketabahan luar biasa dan sia sia saja ia menjadi murid Lam hai Lo mo kalau ia tidak memiliki kecerdikan yang luar biasa. Ia dapat menetapkan hatinya dan tiba tiba ia tertawa.
"Sungguh lucu, sungguh lucu! Susiok kena dibohongi oleh seorang murid dari Mo bin Sin kun, sehingga kini menuduh putera sendiri. Benar benar lemas sekali lidah murid Mo bin Sin kun. Ha, ha, ha!"
Pat jiu Giam ong mengerutkan keningnya. "Kui To, aku tidak main main! Pemuda ini datang kepadaku melaporkan bahwa kau dan Swee ji telah menawan kedua orang gadis itu dan hendak mempermainkannya. Kalau betul betul terjadi hal seperti itu, aku tidak suka membiarkannya saja!"
"Susiok, sebelum menjatuhkan kemarahan kepada teecu berdua mengapa tidak memeriksa lebih dulu apakah kata kata yang keluar dari mulut pemuda ini benar benar terjadi?" kata Kui To pula sambil melirik ke arah Thian Giok.
"Ular kecil! Kaukira aku hanya membohong saja" Aku tadi telah menyaksikan sendiri ketika aku mengintai dari atas genteng dan kalian berdua minum arak di dalam kamar. Ayoh kau bebaskan adikku dan nona itu!"
"Pengecut tukang mengintai rumah orang!" Kui To balas memaki. "Tak perlu banyak mulut, lebih baik kau buktikan saja omonganmu tadi!"
Pat jiu Giam ong menjadi ragu ragu. Dan kini ia memandang kepada Thian Giok. "Orang muda, kau boleh memeriksa dalam rumah ini dan coba kaubuktikan laporanmu tadi!"
Thian Giok menjadi berdebar hatinya. Ia lalu mengangguk dan memasuki rumah itu. Akan tetapi sedikitpun tidak ada tanda tanda bahwa kedua orang gadis itu disembunyikan di dalam rumah ini. Ia keluar lagi dan mukanya menjadi merah karena marah dan juga malu.
"Tentu mereka telah disembunyikan di lain tempat," katanya.
Kui To tertawa sinis, "Nah susiok, apa kataku" Pemuda ini adalah seorang pengecut besar yang membohong kepadamu."
"Kaulah yang pengecut!" Thian Giok balas memaki.
"Aku pengecut" Hah, rasakan pukulan ini!" Kui To cepat menyerang. Thian Giok mengelak cepat sambil mengeluarkan senjatanya yang istimewa yakni sebatang cambuk atau joan pian (ruyuag lemas) yang terbuat daripada batu putih dan disebut Pek giok joan pian.
Pat jiu Giam ong melangkah maju. "Tidak boleh bertempur sekarang. Akan datang saatnya kita mengadu tenaga dalam sebuah pibu yang adil."
"Susiok, lepaskan saja, aku tidak takut. Anak bermulut lancang ini pasti akan remuk kepalanya di bawah gebukan tongkatku," kata Kui To.
"Akupun tidak takut. Boleh kau maju bersama kawan kawanmu !" kata Thian Giok gagah.
"Jangan Kui To. Tahan senjatamu. Aku percaya kau akan menang, akan tetapi kalau orang lain mengetahui, bukankah kematian murid Mo bin Sin kun di tempat ini akan disiarkan bahwa dia kami keroyok" Tidak, tidak boleh! Kau pergilah, orang muda. Dan aku tidak mengerti mengapa kau membohong. Akan tetapi, tunggu saja, gurumu tentu kelak akan mendengar tentang kebohonganmu ini."
"Nanti dulu, Liem goanswe!" tiba tiba orang termuda dari Koai kauw jit him yang bernama Biauw Kai, melangkah maju. "Pemuda ini adalah murid dari Mo bin Sin kun yang terkenal dan senjata yang dipergunakan adalah sebuah joan pian yang bagus. Tentu kepandaiannya sudah baik juga. Dia telah membohong dan mengganggu kita minum arak, maka tidak baik dibiarkan begitu saja. Biarlah aku bermain main sebentar dengan dia untuk mencoba kepandaian murid Mo bin Sin kun dan juga untuk memberi hajaran karena kelancangan mulutnya!"
Pat jiu Giam ong berpikir bahwa kalau seorang dari Koai kauw jit him yang maju boleh saja asal pemuda ini jangan dibunuh. Ia memandang kepada Biauw Kai yang agaknya dapat menduga maksudnya, maka orang termuda dari Koai kauw jit him yang usianya sudah empatpuluh lima tahun itu berkata, "Jangan khawatir, Liem goanswe, aku takkan mengganggu kulit dagingnya! Asalkan ia mau meninggalkan joan piannya itu sebagai tanda kalah terhadap aku, aku akan merasa puas!" ejek Biauw Kai yang memang sombong wataknya itu.
Sementara itu, dengan hati mendongkol sekali Thian Giok menanti dengan senjata di tangan. Ia merasa serba salah, ia berada di lingkungan fihak lawan dan karena laporannya tadi benar benar tidak ada buktinya maka ia merasa dipermainkan dan dihina. Kini ia melihat ada orang hendak mempermainkannya dan memandang rendah tentu saja ia bersedia untuk berkelahi mati matian!
Setelah mendapat persetujuan Pat jiu Giam ong, Biauw Kai lalu mengeluarkan senjatanya yakni sepasang kaitan berbentuk cakar dan yang disebut Him jiauw kauw ( Kaitan Cakar Beruang). Dengan sikapnya yang angkuh, ia lalu bertindak maju menghadapi Thian Giok yang telah mempersiapkan Pek giok joan pian di tangannya. Sementara itu, fajar telah mulai menyingsing dan cuaca tidak begitu gelap lagi.
"Orang muda," kata Biauw Kai dengan senyum menyeringai pada wajahnya yang sudah keriput dan berkuit hitam, "agar kau tidak menjadi penasaran oleh siapa kau dikalahkan, baik kuterangkan bahwa kau berhadapan dengan orang ke tujuh gari Koai kauw jit him Nah, kau bersiaplah orang muda."
Setelah berkata, Biauw Kai lalu menyerang dengan siang kauw (sepasang kaitan) di tangannya itu. Gerakannya cepat dan mantap dan serangan sepasang Him jiauw kauw itu merupakan serangan menggunting dari kanan kiri, Thian Giok memang sudah bersiap dan melihat cara serangan ini, ia maklum bahwa lawannya memiliki kepandaian yang tinggi, maka ia berlaku hati hati dan cepat Pek giok joan pian di tangannya digerakkan bagaikan ulat menyambar ke kanan kiri dan terdengar bunyi keras ketika joan pian nya berhasil menangkis sepasang kaitan lawan. Dalam benturan senjata ini, baik Thian Giok yang muda maupun Bauw Kai yang tua maklum bahwa tenaga lawan masing masing benar benar besar dan berimbang dengan tenaga sendiri. Hal ini mengejutkan Biauw Kai karena sama sekali tak pernah disangkanya bahwa seorang yang masih demikian muda telah memiliki tenaga lweekang yang hebat. Sebaliknya, diam diam Thian Giok mengeluh karena buru orang ke tujuh dan Koai kauw jit him yang terkenal itu sudah begini tangguh, apalagi orang ke enam. Sungguh fihak lawan telah mengumpulkan orang orang yang tangguh.
Biauw Kai melanjut kau serangannya dan kini sepasang kaitannya tidak digerakkan dengan maksud beraksi lagi, melainkan menyerangnya dengan sungguh sungguh. Namun benar benar kecele kalau tadinya hendak menyombongkan kepandaiannya. Tadi ia telah bersumbar untuk merampas joan pian pemuda ini yang terbuat daripada batu giok disambung sambung dengan kawat baja seperti rantai. Kini ternyata bahwa jangankan merampas joan pian itu, bahkan mendesak sajapun ia tak dapat! Thian Giok bertempur dengan mati matian karena pemuda ini maklum bahwa apabila ia kalah dalam pertempuran ini pasti ia akan menjadi bahan ejekan dan hinaan.
Pada saat itu, menyambar angin besar dari selatan dan terdengar suara gelak tertawa. Karena angin itu menyambar ke arah mereka yang sedang bertempur dan suara ketawa itu menyakitkan telinga tanpa terasa lagi Thian Giok dan Biauw Kai melompat mundur, menahan senjata masing masing dan memandang ke selatan. Begitu pun semua orang yang berada di situ, kecuali Pat jiu Giam ong.
Tiba tiba muncullah seorang hwesio tinggi gemuk dan berkulit hitam, lengan dan dadanya yang terbuka itu penuh bulu, ia benar benar merupakan seorang manusia raksasa yang menakutkan. Kepalanya yang gundul ditutup dengan sebuah topi segi empat berwarna hitam, jubahnya yang lebar itupun berwarna hitam sama sekali kecuali pinggirnya yang direnda dengan benang emas. Tangan kirinya memegang sebuah hudtim (kebutan) dan tangan kanannya menegang sebatang tongkat yang sama tingginya dengan dia sendiri, sebatang tongkat yang berwarna kuning seperti emas dan kepalanya diukir seperti kepala naga. Inilah dia tokoh besar yang menggemparkan di daerah Tibet yang berjuluk Sam thouw hud atau Sang Buddha Kepala Tiga! Kebutan di tangan kirinya itu bukan sembarang kebutan, melainkan sebuah senjata yang amat lihai. Sedangkan tongkat di tangan kanannya disebut Kim liong pang (Tongkat Naga Emas), sesungguhnya terbuat daripada baja yang berat sekati dan berlapiskan emas di luarnya.
Sam thouw hud ini asalnya adalah seorang pedalaman Tiongkok yang semenjak muda pergi ke Tibet karena di negaranya sendiri ia telah mempunyai banyak sekali musuh karena kejahatannya. Kemudian karena kepandaiannya yang tinggi, ia membuat nama besar di Tibet dan seperti juga di pedalaman, di Tibet orang ini membuat gara gara pula. Ia ingin berkuasa, akan tetapi para pendeta di Tibet yang pandai melihat orang tidak sudi menariknya. Oleh karena ini, ia menjadi sakit hati dan ia lalu membentuk sebuah aliran Agama Buddha sendiri, yakni Aliran Jubah Hitam! Memang amat berani Sam thouw hud ini. Tidak saja ia mengadakan aliran atau perkumpulan agama yang baru dan berjubah hitam, juga ia sendiri lalu mengepalai aliran ini dan memakai gelaran Sam thouw hud, semacam gelar yang benar benar kurang ajar! Akan tetapi oleh karena ilmu kepandaiannya yang tinggi, tak seorangpun berani menghalanginya. Anak anak buahnya adalah pendeta pendeta yang sudah diasingkan karena melakukan pelanggaran agama. Yang lebih hebat lagi, di dalam perantauannya di Tibet, Sam thouw hud ini menemukan sebuah kitab pelajaran silat kuno dan setelah ia mempelajari kitab ini dengan seksama dan tekun, ilmu kepandaiannya meningkat amat luar biasa dan beberapa belas tahun kemudian ia telah menjagoi di seluruh Tibet dan kekuasaannya serta pengaruhnya menjadi makin besar! Hidupnya sebagai raja saja, dikelilingi oleh puluhan orang selirnya, yakni gadis gadis Tibet yang dimintanya begitu saja dari orang orang tua mereka dan juga beberapa orang gadis Han yang diculik oleh anak buahnya! Dan sini saja dapat dinilai macam apakah orang yang bergelar Sam thouw hud ini.
Kini Sam thouw hud berdiri sambil menyeringai, memandang kepada Biauw kai yang memegang sepasang kaitannya dan memandang tajam kepada hwesio aneh ini, karena sesungguhnya Koat kauw jit him belum pernah melihat hwesio tinggi besar seperti raksasa ini.
"Ha, ha, ha, kalian yang aneh. Bukankah kau seorang di antara Koai kauw jit him dari Mongol " Akan tetapi mengapa tak dapat mengalahkan seorang muda yang halus dan cakap ini " Ha, ha, ha ! Nama besar Koai kauw jit him ternyata hanya kosong belaka. Sepantasnya julukan biruang itu di ganti kambing saja."
Bukan main marahnya Biauw Kai mendengar ejekan ini. Juga enam orang saudaranya menjadi marah. Mereka maju dan sebentar saja Sam thouw hud terkurung, di tengah tengah. Hwesio ini masih saja tersenyum dan kini melihat dirinya dikurung oleh tujuh orang yang mengambil kedudukan seperti tujuh bintang, ia tertawa lagi dengan nyaringnya.
"Hwesio, kau siapakah berani menghina Koai kauw jit him?" bentak Biauw Ta, orang yang tertua di antara tujuh biruang itu.
"Sungguh lucu, orang orang macam inikah yang dipanggil oleh Lo mo untuk membantunya" Melihat aku saja tidak kenal !" Kemudian ia menengok kepada Pat jiu Giam ong yang juga tinggi besar seperti dia dan yang semenjak tadi memandang kepadanya dengan mata bersinar garang.
"Eh, Giam ong, apa kau juga tidak dapat menduga siapa aku?"
"Sam thouw hud, matamu awas sekali. Biarpun kita belum pernah bertemu muka, sekali pandang saja kau sudah mengenalku. Akan tetapi sebaliknya, jangan dikira bahwa aku pasti tidak dapat menduga apa adanya kau!" Pat jiu Giam ong kini tertawa girang sekali hatinya melihat kedatngan hwesio raksasa yang tadiny disusul dan dipanggil oleh Lam hai Lo mo ini. "Di mana perginya suheng?"
"Setan tua itu mengambil lain jalan karena ia mencela padaku dan tidak mau jalan bersama, katanya bau keringatku memabukkan! Setan tua itu, tidak ingat bahwa sesungguhnya badan dan keringatnya sendiri yang berbau tengik. Ha, ha, ha!" Sam thouw hud lalu kembali menghadapi tujuh orang yang masih mengurungnya. "Nah, tujuh ekor kambing ini sekarang apakah masih belum mengenalku?"
Betapapun juga, Koai kauw jit him adalah tokoh tokoh kang ouw yang ternama dan menduduki tempat tinggi. Kini demikian dipandang rendah dan tidak dihargai tentu saja mereka merasa tidak puas dan marah sekali. Mereka sudah pernah mendengar nama Sam thouw hud sebagai tokoh terbesar di Tibet akan tetapi jangankan baru Sam thouw hud, biarpun Pat jiu Giam ong dan Lam hai Lo mo sendiri tidak berani memandang rendah kepada mereka seperti yang dilakukan oleh Sam thouw hud ini. Biauw Ta mengerti bahwa mereka tidak boleh memperlihatkan sikap permusuhan dengan hwesio tinggi besar ini, akan tetapi setidaknya ia ingin sekali mencoba sampai di mana kepandaian Sam thouw hud, maka berani berlagak seperti itu dihadapan dia dan saudara saudaranya, ia lalu menjura kepada hwesio itu dan berkata mengejek.
"Ah, tidak tahunya Sam thouw hud yang bernama besar dan berkedudukan tinggi. Sudah lama sekali kami mendengar nama besar darimu. Memang betul, nama besar kami Koai kauw jit him adalah nama kosong belaka. Hanya kami bertujuh benar benar ingin sekali menyaksikan apakah nama besar Sam taouw hud betul betul berisi."
Diam diam Thian Giok yang masih berdiri di sita memandang dengan hati berdebar girang, ia ingin sekali melihat sampai di mana kehebatan kepandaian Koai kauw jit him yang terkenal itu. Ia tadi sudah merasakan kelihaian orang termuda dari tujuh biruang ini dan kalau kini ketujuh orang itu maju bersama, tentu akan hebat sekali. Akan tetapi, hwesio raksasa inipun agaknya tidak lemah. Kalau mereka bertempur, sedikitnya ia akan dapat menceritakan keadaan dan kekuatan lawan kepada suhunya kelak.
Sementara itu, ketika Sam thouw hud mendengar ucapan Biauw Ta, lenyaplah senyumnya, ia sudah biasa disanjung sanjung dan dihormati. Kalau yang bicara kasar kepadanya Lam hai Lo mo atau Pat jiu Giam ong yang ia anggap mempunyai tingkat kepandaianyang sejajar dengan dia, itu masih tidak apa. Akan tetapi tujuh ekor "cacing cauk" yang masih plonco ini" Ia melirik kepada Pat jiu Giam ong yang mengerti suara hati pendata jubah hitam ini, maka Pat jiu giam ong berkata singkat, "Mereka belum mengenalmu, Sam Thouw hud !" Ucapan ini merupakan pernyataan maaf dari Pat jiu Giam ong untuk tujuh orang itu, maka Sam thouw hud tersenyum lagi. Ia bertanya kepda Biauw Ta.
"Apakah kau berhak mewakili semua orang ini?"
"Aku bernama Siauw Ta dan menjadi saudara tertua dari Koai kauw jit him, tentu saja aku berhak," kata Biauw Ta.
"Hem, kalau begitu kalian bertujuh cobalah kepandaianku. Majulah berbareng dan seranglah aku dengan kaitan kaitan yang bengkok itu!"
Biauw Ta tidak bermaksud buruk dan memang hanya ingin mencoba kepandaian hwesio yang terkenal ini, maka ia lalu berseru keras memberi tanda kepada adik adiknya, lalu tujuh orang itu dengan berbareng melayangkan siang kauw (kaitan berpasang) menyerang hwesio itu.
Sam thouw hud membentak nyaring dan tiba tiba tongkat naganya berkelebat merupakan sinar keemasan yang bundar dan lebar sekali, yang berputar di sekelilingnya bagaikan halilintar menyambar. Terdengar suara nyaring sekali berkali kali ketika tongkat ini dengan tenaga yang amat luar biasa menangkis semua kaitan yang jumlahnya empat belas batang itu. Suara nyaring ini disusul oleh seruan seruan terkejut dari Koai kaow jit him yang cepat melompat mundur sambil memeriksa senjata masing masing. Tenyata bahwa sekali tangkis saja, senjata mereka telah rusak. Ada yang bengkok, ada pula yang ujungnya patah dan mereka semua tadi merasa betapa telapak tangan mereka sakti, pedas dan panas. Bahkan telapak tangan kiri Biauw Kai berdarah karena kulitnya lecet lecet.
Bukan main kagetnya tujuh orang itu. Mereka maklum bahwa hwesio itu benar benar luar biasa lihainya, maka Biauw Ta lalu menjura dengan hormat, " Ah, tidak tahunya kepandaian Sam thouw hud jauh lebih tinggi dan tenaganya lebih besar daripada namanya. Kami menyatakan hormat dan takluk. Benar benar menggembirakan dapat bekerja sama dengan seorang yang lihai seperti kau."
Sam thouw hud tertawa girang. Pujian dan sanjungan merupakan "makanan" bagi Sam thouw hud, maka mendengar ucapan Biauw Ta ini,ifa menjadi puas dan berbalik hendak memperlihatkan jasa dan pembelaannya.
"Mana pemuda yang tidak dapat dikalahkan oleh adikmu tadi?" ia menengok kepada Thian Giok, kemudian dengan langkah lebar ia menghampiri pemuda itu. "Biar aku menangkapnya untukmu."
Thian Giok terkejut sekali. Kepandaian hwesio raksasa ini benar benar hebat, tujuh orang Koai kauw jit him saja dengan sekali tangkis dapat dikalahkan, apalagi dia. Akan tetapi pemuda ini tidak menjadi gentar, bahkan lalu bersiap dengan pek giok joan pian di tangannya, bersedia untuk bertempur mati matian.
"Sam thouw hud, jangan mengganggu dia. Dia adalah murid Mo bin Sin kun!" Pat jiu Giam ong mencegah.
Sam thouw hud menahan langkahnya dan ia berpaling memandang kepada Pat jiu Giam ong dengan mata heran.
"Murid Mo bin Sin kun" Mengapa ia datang ke sini?"
"Ia melaporkan kepadaku bahwa murid suheng ini dan puteraku telah menawan murid perempuan dari Mo bin Sin kun dan" bekas murid perempuanku sendiri yang murtad. Akan tetapi ketika kami datang ke sini, kedua orang gadis itu telah lenyap."
"Ha, ha, ha!" sepasang mata Sam thouw hud bersinar gembira. "Kalian menangkap dua orang gadis cantik" Apakah mereka cantik jelita dan di manakah mereka?"
Menyaksikan kehebatan kepandaiaa hwesio ini dan mendengar ucapannya, timbul watak yang aneh dari Kui To, maka tanpa disadarinya ia menjawab gembira, "Mereka cantik cantik sekali. Akan retapj sayang telah terlepas lagi. Burung burung itu telah terbang entah kemana!" Baru saja ia mengucapkan kata kata ini, berobahlah wajah Kui To karena ia teringat bahwa ia telah membuka rahasia yang tadi disangkalnya.
"Kui To!" Pat jiu Giam ong membentak. "Jadi betul betul kalian telah menawan mereka" Kau jangan main main! Di mana mereka sekarang?"
Terpaksa Kui To tak dapat menyangkal lagi.
Dengan muka merah ia lalu berkata, "Sesungguhnya, susiok. Aku dan Liem sute tadi bertemu dengan dua orang gadis itu dan bertempur. Kami menang dan berhasil menawan mereka yang kami bawa ke sini....sama sekali bukan dengan maksud buruk. Akan tetapi, baru saja, entah bagaimana, mereka telah lenyap tak berbekas."
"Awas kalian! Lain kali jangan bertindak sembarangan! Tidak boleh kalian mengganggu mereka karena itu hanya merendahkan nama kita saja." Kemudian Jenderal ini berpaling kepada Thian Giok dan berkata kaku, "Pergilah kau!"
Akan tetapi tentu saja Thian Giok merasa kurang puas. "Benarkah mereka telah melarikan diri dan tidak disembunyikan oleh setan cilik ini?"
"Bangsat, jangan kau sembarangan memaki orang!" bentak Kui To marah. "Aku tidak biasa membohong."
"Hm, bagus. Tidak biasa membohong, ya" Siapa yang baru saja menyangkal tidak menawan adikku dan nona itu?" Thian Giok menyindir, sehingga muka Kui To berobah merah.
Pat jiu Giam ong merasa ikut malu. "Sudahlah, kau pergi saja. Aku yang menanggung bahwa dua orang gadis itu tidak akan mendapat gangguan dari kami!"
Thian Giok merasa puas. Di antara semua orang ini, hanya kepada Pat jiu Giam ong saja ia menaruh kepercayaan. Dari sikap jenderal ini ia tahu bahwa Pat jiu Giam ong adalah seorang yang angkuh dan menjaga tinggi nama besarnya. Maka ia lalu melompat dan hendak pergi dari situ.
"Aduh, sayang." Sam thouw hud berkata menyesal. "Sayang kedatanganku terlambat, sehingga ada dua ekor burung indah terlepas begitu saja. Aku juga heran sekali mengapa Pat jiu Giam ong agaknya segan untuk mengganggu murid Mo bin Sin kun!"
Merahlah wajah Pat jiu Giam ong mendengar sindiran ini.
"Siapa yang segan" Aku hanya tidak ingin melihat namaku dirusak oleh anak anak ini dan aku tidak mau menyerang seorang tamu di rumah sendiri."
"Bagus, Liem goantwe benar benar bisa menjaga nama! Akan tetapi dia bukan tamuku. Hai anak muda murid Mo bin Sin kun! Kau bawalah ini kepada gurumu sebagai tanda penantang dari Sam thouw hud!" Sambil berkata demikian, hwesio raksasa itu meacabut sehelai bulu kebutannya dan melontarkannya ke arah Thian Giok yang sudah pergi.
Perlu diketahui bahwa bulu kebutan itu bukanlah bulu biasa, melainkan bulu benang tembaga. Dengan sambitan yang dilakukan dengan tenaga lweekang yang sudah amat tinggi tingkatnya ini, bulu yang panjangnya satu kaki ini meluncur bagaikan anak panah ke arah leher Thian Giok. Senjata rahasia macam ini luar biasa berbahayanya, karena tidak menerbitkan suara sedikitpun.
Thian Giok telah berjalan agak jauh, akan tetapi mendengar kata kata ini, ia maklum bahwa dirinya tentu diserang. Ketika ia membalikkan tubuhnya, ia hanya melihat sinar kemerahan berkelebat ke arahnya. Ia terkejut sekali dan berusaha mengelak, akan tetapi kurang cepat, sehingga tiba tiba ia merasa pundaknya sakit dan karena yang terkena tusukan itu adalah jalan darahnya, maka ia terhuyung huyung dan tak ingat diri! Pada saat itu, berkelebat bayangan yang cepat sampai tak terlihat oleh pandangan mata. Bayangan ini menyambar tubuh Thian Giok dan dibawa pergi bagaikan terbang cepatnya.
Liem goanswe dan Sam thouw hud saja yang dapat melihat bayangan itu dan kedua orang ini saling pandang dengan penuh keheranan. Gerakan bayangan itu begitu cepat, sehingga biarpun mereka memiliki pandangan mata yang luar biasa, tetap saja mereka tidak dapat melihat wajah dan potongan badan orang itu dengan tegas, Adapun Kui To, Liem Swee dan tujuh Koai kauw jit him sama sekali tidak melihatnya dan hanya mengira bahwa sambitan itu tidak mengenai sasaran dan pemuda yang lari itu dapat melanjutkan larinya. Maka Kui To mengeluarkan suara di hidung untuk mengejek Sam thouw hud.
"Swee ji dan kau Kui To. Mulai sekarang sebelum datang saatnya mengadu kepandaian dengan fihak mereka, aku melarang kalian mencari gara gara lagi."
Setelah berkata demikian, mereka semua lalu kembali ke rumah gedung Liem goanswe dan di situ mereka melihat Lam hai Lo mo Seng jin Siansu tengah makan minum di ruang depan ditemani oleh Bucuci.
Mari kita melihat dulu keadaan Sian Hwa dan Lan Giok yang telah lenyap dan kamar tahanan di rumah Liem Swee, Sebetulnya apakah yang telah terjadi atas diri kedua orang nona cantik ini" Ketika Liem Swee dan Kui To sedang memburu keluar dari rumah dan mengejar serta mencari orang yang berani mengintai dari atas genteng, yakni Thian Giok yang sudah melarikan diri menuju ke rumah pat jiu Giam ong, pada saat kedua orang pemuda itu keluar, dari belakang rumah itu melompat bayangan yang amat gesit. Bagaikan sebuah bayangan setan saja tahu tahu ia telah berhadapan dengan kakek penjaga rumah dan sekali ia mengulurkan tangan, kakek itu tertotok roboh dan pingsan.
Bayangan itu lalu memasuki kamar. Karena ia tahu bahwa dua orang pemuda itu takkan pergi lama, maka cepat ia masuk ke dalam kamar setelah lebih dulu meniup padam api lilin dalam kamar itu dari luar pintu. Di dalam gelap, Sian Hwa dan Lan Giok hanya merasa betapa tubuh mereka diangkat orang dan dibawa keluar. Kedua orang gadis ini merasa terkejut sekali karena mengira bahwa mereka tentu dibawa oleh Liem Swee dan Kui To yang hendak berbuat tak senonoh, maka diam diam mereka mengerahkan tenaga untuk memberontak dan menyerang pada saat yang memungkinkan mereka begerak. Akan tetapi, di dalam kempitan ini, mereka tidak berdaya sama sekali. Alangkah heran mereka ketika berada di luar rumah, melihat bahwa mereka dibawa dalam kempitan lengan kanan kiri dari seorang saja. Mereka tidak sempat melihat wajah orang ini, karena mereka merasa dibawa melompat ke atas dan dibawa berlari cepat sekali bagaikan terbang.
Sian Hwa dan Lan Giok tidak tahu siapakah orangnya yang telah membawa lari mereka dari dalam rumah itu.
"Siapakah kau" Lepaskan aku dan buka ikatanku kalau tidak, awas kau!" berkali kali Lan Giok membentaknya, tetapi orang yang mengempitnya itu hanya mengeluarkan suara ketawa ditahan seakan akan merasa geli melihat dan mendengar lagak nona galak ini.
"Inkong (tuau penolong), lebih baik kau lepaskan kami, sehingga kami dapat berlari sendiri tidak menyusahkan pula kepadamu!" kata Sian Hwa dengan suara halus. Mendengar suara gadis ini, berdebarlah hati orang itu. Hal ini dapat terasa oleh Sian Hwa karena kebetulan sekali gadis ini dikempit di lengan kiri, sehingga dada gadis ini merapat dengan dada sebelah, kiri dari orang itu. Sian Hwa merasa betapa dada orang itu berdenyut denyut keras dan tiba tiba ia merasa jari jari tangan yang berada di dekat dengan lehernya itu membelai belai rambutnya. Akan tetapi orang itu berlari terus tanpa menjawab, ia terus melarikan diri keluar dari kota raja dan tembok kota raja yang demikian tingginya itu dilompatinya begitu saja.
Hal ini diam diam mengejutkan hati Sian Hwa dan Lan Giok. Melompati dinding tembok kota raja sambil mengempit dua orang, bukanlah pekerjaan yang mudah. Hanya orang yang sudah sempurna ginkangnya saja yang akan dapat melakukan hal ini.
Orang itu berlari terus dan setelah masuk ke dalam sebuah hutan yang amat gelap, sehingga mereka tak dapat saling memandang muka, orang itu lalu menurunkan Sian Hwa dan Lan Giok. Sekali saja ia merenggutkan kedua tanganya, ikatan tangan Sian Hwa dan Lan Giok putus terlepas. Ke dua orang gadis itu cepat cepat menggunakan kedua tangan untuk melepaskan ikatan kaki mereka. Akan tetapi ketika mereka memandang ke depan, ternyata penolong mereka itu telah lenyap.
"Aneh sekali, siapakah dia itu, enci Sian Hwa" Manusia atau setankah?"
"Sst, adik Lan Giok, bagaimanakah kau ini" Ditolong orang, tidak berterima kasih malahan memakinya setan!"
"Habis, bagaimana aku harus berterima kasih kepadanya" Dia sudah menghilang seperti se..?" ia menahan kata kata makian ini lagi dan kedua orang gadis itu sampai lama membicarakan keadaan penolong mereka yang aneh itu.


Pedang Sinar Emas Kim Kong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia kuat sekali, enci Sian Hwa. Tahukah kau bahwa di jalan tadi, kebetulan jari tanganku berada di dekat lambungnya" Karena ia tidak mau melepaskan aku, maka aku tadi lalu menggunakan gerakan pergelangan tangan dan menotok lambungnya agar ia mau melepaskan aku."
Sian Hwa terkejut sekali. "Ah, kau terlalu betul, adik Lan Giok. Bagaimana kau bisa menyerang orang yang menolong kita?" kata Sian Hwa dengan suara marah.
"Habis dia mengempitku dengan mukaku di bawah. Dengan kepala tergantung macam itu aku menjadi pening, Ketika aku menggerak gerakkan kepala dan hendak memakinya, ia telah menekan mukaku pada dadanya, sehingga aku sukar bernapas."
Mau tidak mau Sian Hwa tertawa juga dengan hati geli mendengar keterangan Lan Giok. "Setelah kau totok, lalu dia bagaimana?" tanyanya ingin tahu.
"Itulah, dia agaknya ahli dalam ilmu menutup jalan darah, ia tidak apa apa, hanya kelihatan geli saja dan tertawa tawa ditahan. Sungguh kurang ajar!"
"Eh, eh, kau marah lagi! Bagaimanakah kau ini?"
"Biarpun dia sudah menolong kita, akan tetapi dia berlaku seperti orang setan penuh rahasia. Enci Sian Hwa, terus terang saja aku tidak puas dan penasaran sekail. Ingin aku melihat wajahnya dan ingin aku mengetahui siapakah sebetulnya orang itu."
"Sudahlah, dia sudah pergi, mengapa ribut ribut" Kepandaiannya amat tinggi dari kalau dia sengaja tidak mau memperlihatkan muka kepada kita, apakah daya kita" Betapapun juga, hatiku selamanya takkan dapat melupakan orang ini, karena kalau tidak ada dia, ah.... bagaimanakah jadinya dengan nasib kita?"
Diingatkan akan bahaya itu, Lan Giok bergidik dengan hati ngeri. "Sekarang bagaimana baiknya, enci Sian Hwa" Aku belum bertemu dengan engko Thian Giok dan tak mungkin aku meninggalkan dia seorang diri di kota raja."
"Adikku yang baik. Kurasa tidak sembarangan saja penolong kita itu melepaskan kita di tempat ini. Lebih baik kita menunggu saja di sini siapa tahu kalau kalau ia akan kembali. Dan selain itu, akan berbahayalah kalau kita keluar dari hutan ini, karena tentu dua orang penjahat itu takkan tinggal diam saja dan akan mencari cari kita."
"Aku tidak takut!" Kata Lan Giok gemas. "Kalau mereka mengejar, akun kuhajar mereka dan kubalas sakit hati ini!" Dengan mata bernyala dan gemas sekali Lan Giok mengepal ngepal tinjunya.
"Sabar, Lan Giok. Kita harus berlaku cerdik dan jangan menurutkan nafsu hati marah saja. Memang tidak ada alasan bagimu untuk takut menghadapi mereka, karena kepandaianmu setingkat dengan kepandaian mereka. Akan tetapi tidak demikian dengan aku. Aku sendiri juga tidak takut karena apakah arti mati bagi seorang bodoh dan sial seperti aku" Hanya kalau saja kita harus melawan meraka lagi, belum apa apa aku tentu sudah kalah dan kemudian kau dikeroyok lagi yang amat kurang menguntungkan bagimu. Pula, senjata kita sudah tidak ada di tangan. Baiklah kita bersabar dan menanti di sini sampai keadaan menjadi aman, adikku."
Diam diam Lan Giok merasa terharu mendengar ucapan Sian Hwa yang merendahkan diri ini dan juga ia harus membenarkan pendapatnya, ia merangkul Sian Hwa dan berkata. "Sebetulnya kau jangan merendahkan diri seperti itu, enci. Kepandaianmu sudah cukup tinggi. Kalau kau kalah menghadapi bekas suhengmu, bukanlah hal yang aneh dan bukan pula salahmu. Karena tiga tahun kau tidak melanjutkan palajaranmu, sedangkan bekas suhengmu itu terus menerus digembleng oleh ayahnya. Baiklah, kita menanti di sini, sambil beristirahat."
Menjelang pagi, Lan Giok yang gembira wataknya itu telah dapat menangkap seekor kelinci. Mereka lalu makan daging kelinci panggang yang terasa amat sedap, hanya sayang kurang asin karena di situ tidak ada garam. Mereka menanti terus sampai matahari naik dan sinarnya menembusi daun daun pohon. Tiba tiba terdengar kokok ayam hutan yang nyaring sekali.
"Itu suara engko Thian Giok!" Tiba tiba Lan Giok berkata girang. Gadis inipun lalu mengeluarkan suara ayam jantan untuk menjawab suara tadi, lalu mengajak Sian Hwa menuju ke arah suara itu. Tak lama kemudian, benar saja mereka bertemu dengan Thian Giok di tengah hutan. Tentu saja Lan Giok dan Thian Giok menjadi girang. Ketika Thian Giok melihat Sian Hwa, pemuda ini agak terheran mengapa gadis ini kini dapat bersama dan nampaknya menjadi sahabat baik adiknya. Akan tetapi ia hanya memberi hormat kepada Sian Hwa dan tak berani bertanya. "Engko Thian Giok, bagaimana kau bisa tahu bahwa kami berada di sini" Ah, kau tidak tahu betapa aku hampir saja mengalami bencana hebat dalam tangan setan kecil murid Lam hai Lo mo itu."
Thian Giok tersenyum, "Lan moi, kaukira aku tidak tahu" Aku tahu bahwa kau telah tertawan bersama nona ini dan bahwa kalian dimasukkan dalam kamar rumah Liem Swee."
Terbelalak mata Lan Giok yang bagus itu memandang kakaknya, lalu ia menarik kakaknya itu duduk di atas batu di bawah sebatang pohon.
"Ayoh kau lekas ceritakan"! Ia menuntut.
Thian Giok lalu menceritakan pengalamannya dengan singkat sebagaimana telah kita ketahui semua. Kemudian ia menceritakan bahwa ketika ia roboh pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, tahu tahu ketika ia siuman, ia telah berada di tengah hutan ini. Luka pada pundaknya karena serangan bulu tembaga itu telah diobati orang dan penolong itu menghilang tanpa memberi kesempatan padanya untuk mengetahui siapa orang nya. Ketika ia siuman, ia telah terbaring di bawah pohon dan di dekatnya terdapat bulu yang melukainya itu, juga corat coret pada tanah yang menyatakan bahwa Lan Giok juga berada di hutan ini. Oleh karena itu, maka ia lalu memberi tanda pekik ayam hutan yang dijawab oleh Lan Giok.
Lan Giok dan Sian Hwa saling memandang. "Ah, tentu dia yang telah menolongmu!" kata Lan Giok. "Tak salah lagi, setan siluman itulah yang telah menolong kita semua!"
"Lan Giok, apa maksudmu" Setan siluman yang mana?" tanya Thian Giok heran. Sedangkan Sian Hwa kembali memandang penuh teguran kepada Lan Giok yang menyebut tuan penolong itu setan siluman!
"Enci Sian Hwa agaknya telah jatuh hati kepada penolong kita!" kata Thian Giok menggoda.
"Hush, kau ini ada ada saja, Lan Giok. Jangan kau mempermainkan orang yang telah besusah payah menolong kita. Kau benar benar tak tahu terima kasih!" tegur Sian Hwa.
Kembali Lan Giok tertawa. "Hati hati enci, jangan kau terlalu mudah jatuh hati, kita semua, juga engko Thian Giok belum melihat mukanya. Siapa tahu kalau dia seorang kakek kakek tua Bangka."
"Biarpun seorang kakek kakek, tetap saja dia penolong kita yang harus kita hormati !" jawab Sian Hwa.
"Benar kata nona Sian Hwa," Thian Giok berkata. "Kau memang nakal dan lancang Lan moi."
"Nah, nah, nah! Sekarang engko Thian Giok membela enci Sian Hwa lagi. Wah, jangan jangan aku dikeroyok tiga dengan penolong aneh itu nanti!"
"Sudahlah, kau lekas ceritakan pengalamanmu," engkonya menuntut. Lan Giok lalu menceritakan pengalamannya yang didengarkan oleh Thian Giok dengan hati tertarik.
"Benar benar lihai orang itu," akhirnya ia berkata setelah adiknya selesai bercerita. "Baiknya Pat jiu Giam ong masih mempinyai sifat jantan, sehingga ia melarang putera dan keponakannya untuk mengganggu kita lagi. Kita sekarang boleh keluar dari hutan dan marilah kita kembali kepada guru kita untuk memberi laporan. Fihak lawan benar benar memiliki banyak sekali orang pandai. Apalagi Sam thouw hud itu benar benar merupakan, lawan berat."
Mendengar penuturan Thian Giok bahwa Pat jiu Giam ong tidak membolehkan puteranya untuk mengganggunya, diam diam Sian Hwa menjadi lega. Ia tidak dapat ikut dengan Lan Giok kini. Setelah diketahuinya bahwa Lan Giok telah bertunangan dengan Bun Sam, ia tidak boleh bersama sama gadis ini. Bagaimana kalau Lan Giok bertamu dengan Bun Sam" Ah, aku tidak boleh bertemu dengan pemuda itu, selama hidupku tidak boleh aku bertemu muka dengan Bun Sam! Demikian pikirnya dengan hati hancur. Kalau bukan Lan Giok yang menjadi tunangan Bun Sam, tetapi ia akan membenci Lan Giok dan tidak mau mengalah. Akan tetapi terhadap gadis ini ia harus mengalah. Lan Giok lebih pantas menjadi isteri Bun Sam.
"Enci Sian Hwa, marilah kau ikut dengan kami. Kita berangkat sekarang juga," ajak Lan Giok.
"Tidak, adikku yang manis. Kau dan kakakmu pulanglah, aku telah mengambil keputusan untuk tidak meninggalkan kuil San pok thian!"
"Eh, eh, apa apaan lagi ini" Tadinya kau minta kepadaku supaya mengajakmu bersama. Sekarang tiba tiba kau tidak jadi ikut. Apakah kau malu malu karena ada engko Thian Giok bersama kita?" Lan Giok memandang dengan mata terbelalak.
"Tidak, tidak!" Sian Hwa cepat menjawab "Sama sekali tidak begitu. Mengapa aku harus malu malu" Bukan demikian, hanya aku merasa berat untuk meninggalkan kuil di mana telah dua tahun aku bertempat tinggal di situ, mungkin...."
Sampai di lini ia menghela napas panjang, "mungkin sekali aku akan masuk menjadi nikouw tulen."
"Kau...." Menjadi nikouw........?" Lan Giok terharu karena ia maklum bahwa hati dara yang cantik ini temu terganggu hebat oleh penderitaan hidup, sehingga ia memutuskan untuk menjadi nikouw.
Setelah dibujuk bujuk tetap tidak mau, terpaksa Lan Giok dan kakaknya pergi, setelah Lan Giok memeluk Sian Hwa dengan mesra.
"Enci, kau baik sekali. Aku senang sekali menjadi sahabatmu," kata Lan Giok.
Basah mata Sian Hwa menghadapi perpisahan ini. Bagaimana. ia boleh bersaing dengan gadis yang baik hati ini dalam menghadapi Bun Sam"
"Adik Lan Giok, kita bukan sebagai sahabat, melainkan sebagai saudara! Kau adalah adikku yang berhati mulia. Semoga berbahagia hidupmu." katanya setengah berdoa. Maka berpisahlah mereka di tempat itu. Lan Giok bersama kakaknya kembali menuju ke Sian hwa san dan Sian Hwa kembali ke kuilnya di mana ia disambut oleh para nikouw dengan gembira sekali setelah mendengar bahwa gadis itu menunda kepergiannya. Sian Hwa langsung memasuki kamarnya lalu membanting tubuhnya di atas pembaringan dan tak dapat ditahan lagi ia lalu menangis tersedu sedu. Alangkah buruk nasibnya. Setelah dipaksa paksa menikah dengan Liem Swee, sehingga ia mengalami penderitaan di dalam kuil ini, setelah ia terpaksa berpisah dari Bun Sam pemuda yang dicintainya karena memang tiada harapan baginya untuk berdekatan dengan pemuda itu, kemudian setelah ia bebas daripada ikatan jodohnya dengan Liem Swee timbul kembali pengharapannya untuk bertemu dengan Bun Sam, kini ia mendengar bahwa Bun Sam telah bertunangan dengan Lan Giok.
Ia hidup sebatangkara, sengsara pula, kepada siapakah ia dapat menangis dan minta hiburan" Tidak ada lain jalan yang lebih baik baginya selalu masuk menjadi seorang nikouw! Masuk menjadi seorang pendeta wanita yang selama hidupnya tidak menikah, yang mematikan semua hubungan batin dengan dunia luar, yang mengorbankan seluruh kehidupannya semata mata untuk membersihkan batin dan memuja kebesaran Thian.
"Ayah...." teringat akan ayahnya, ia menjadi terharu dan timbul keinginan hatinya untuk mengunjungi makam ayahnya. Ia hendak bersembahyang dan mohon berkah serta pangestu ayahnya, minta agar roh ayahnya memperkuat batinnya.
Siapa lagi selain gundukan tanah makam ayahnya yang dapat disambati yang dapat diratapi" Ia segera berpamitan lagi kepada para nikouw untuk mengunjungi makam ayahnya. Sebelum pergi, ia menghadap nikouw kepala yakni pendeta wanita tertua yang diangkat menjadi kepala dalam kuil itu setelah nikouw kepala yang dulu meninggal dunia.
"Sian Hwa, mengapa kau nampak berduka saja" Apakah yang mengganggu hatimu?" tanya nikouw tua ini yang sudah menganggap Sian Hwa sebagai murid sendiri.
"Suthai, aku....... aku ingin masuk menjadi nikouw," kata Sian Hwa sambil menahan mengalirnya air matanya.
Nikouw tua itu nampak tertegun. "Sian Hwa, mengapa begitu" Sudah bulatkah hatimu untuk menjadi nikouw" Ataukah hanya karena kau putus asa belaka?"
"Sudah bulat, suthai. Aku melihat semua jalan hidupku tertutup dan jalan satu satunya yang terbuka lebar hanyalah menjadi seorang nikouw."
Nikouw itu tersenyum. "Mudah saja kau memilih jalan. Ingat, Sian Hwa. Menjadi seorang nikouw harus timbul dari kesadaran jiwa, timbul dari keyakinan bahwa itulah tugas hidupnya. Hanya kalau kau sudah menganggap bahwa menjadi seorang pertapa itulah kewajiban hidupmu, maka kau dapat menjadi seorang nikouw yang baik. Kalau kau masuk dengan terpaksa, hanya terdorong oleh patah hati ataupun kedukaan maka akhirnya kau akan menyesal. Tidak ada kesenangan kekal. Semua itu hanya perasaan yang bergelombang di dalam hati manusia, seperti gelombang air di samudera, sebentar datang, sebentar pergi. Pinni hanya setuju kalau masuk menjadi nikouw karena kesadaran dan keyakinan yang bulat."
"Teecu sudah yakin, suthai. Sudah yakin betul betul. Baik teecu buktikan!" Setelah berkata demikian, Stan Hwa lalu mengambil sebatang pedang dan dengan pedang itu dipotongnya rambutnya yang panjang dan hitam itu. Kini rambutnya itu hanya sampai sebatas lehernya saja.
Kalau saja nikouw tua itu belum memiliki ketenangan jiwa dan kekuatan batin, tentu ia akan menjerit saking merasa sayang dan terkejut, ia hanya menggeleng gelengkan kepala saja.
"Sian Hwa, kau telah melakukan sesuatu yang bodoh. Rambutmu yang indah itu kaupotong dan kau harus bersabar menanti berbulan bulan sebelum rambutmu menjadi panjang dan bagus kembali. Apa kau kira seorang pertapa suci itu dapat diukur dari kepalanya yang digunduli" Tidak, Sian Hwa. Jubah pendeta dan kepala gundul bukanlah ukuran bagi seorang pertapa. Itu hanya merupakan upacara belaka, merupakan tanda bagi mata lahir, tetapi yang penting adalah apa yang nampak di dalam hatinya. Menurut penglihatan pin ni, kalau tidak salah, kau menderita batin karena seorang pemuda. Bukankah demikian?" Sepasang mata nikouw tua itu bagaikan sinar gaib menembus mata Sian Hwa dan terus membaca isi hati gadis itu.
Terhadap nikouw ini Sian Hwa merasa tak perlu menyembunyikan sesuatu, bahkan dengan mengadakan pengakuan ia akan merasa mendapat seorang yang ikut membantu memikirkan keadaannya dan menghiburnya. Sambil menundukkan mukanya, ia berkata,
"Terima kasih atas segala nasehat tadi, suthai. Sesungguhnya tepat dugaan suthai, apa yang harus teecu sembunyikan" Memang sesungguhnya hati teecu yang lemah dan pikiran teecu yang bodoh ini tergoda dan tertarik oleh seorang pemuda. Teecu... jatuh cinta kepada seorang pemuda. Ah, Suthai.... mohon doamu agar supaya Thian mengampuni dosa teecu dan memperkuat batin teecu yang lemah."
Nikouw itu tersenyum, "Sian Hwa, jatuh cinta bukan merupakan sebuah dosa bagi seorang gadis seperti engkau. Kalau mencintai seorang pemuda, mengapa kau menjadi putus asa dan mengambil keputusan untuk menjadi nikouw?"
Merah seluruh wajah Sian Hwa, akan tetapi biarpun ia merasa amat jengah dan malu ia menjawab juga. "Karena.... karena teecu baru saja mendengar bahwa bahwa dia telah bertunangan dengan seorang gadis yang amat teecu sukai dan sayangi !"
Nikouw tua itu mengangguk angguk. "Hm, kiranya gadis gagah yang kemarin ini datang ke sini bersamamu?"
Sian Hwa tertegun. Alangkah cerdiknya pendeta wanita ini, pikirnya, ia mengangguk. "Betul, suthai. Dia tidak tahu tentang perasaanku terhadap.... pemuda itu dan tanpa disengaja ia menceritakan bahwa ia telah bertunangan dengan pemuda itu. Teecu tidak dapat mencari jalan lain. Pemuda itu memang lebih pantas menjadi suaminya dan.... teecu yang sebatangkara, bodoh ini teecu hanya memuji semoga mereka berbahagia ...." Biarpun berkata demikian, tak dapat ditahan pula air mata Sian Hwa berlinang.
Nikouw itu menarik napas panjang. "Pinni harus membenarkan jalan pemikiranmu ini. Cinta yang suci tidak bersifat mementingkan diri sendiri. Memang perasaan cintamu yang tadinya hanya ditujukan kepada seorang pemuda itu, lambat laun dapat berobah sifatnya apabila kau sudah menjadi seorang pertapa. Perasaan cinta yang tadinya hanya tertuju kepada seseorang tertentu itu, apabila sudah sadar dan kuat batinmu, dapat diperhalus dan disempurnakan, sehingga berobat menjadi cinta suci yang seharusnya ada dalam batin seorang manusia, tarhadap sesama yang hidup. Cinta itu kelak akan menjadi luas dan agung akan merata terhadap semua orang, tidak hanya terhadap pemuda itu, akan tetapi terhadap apa saja yang kau jumpai di dunia ini. Kalau kau sudah mencapai tingkat seperti itu, kau akan menemui bahagia sejati. Akan tetapi.... tetap saja pinni tidak berani memastikan apakah kau akan kuat menjalaninya, karena jalan ke arah kesempurnaan itu benar benar berat dan tidak mudah."
"Akan teecu coba, suthai."
Nikouw itu menggeleng gelengkan kepalanya dan menghela napas. "Baiklah, kau memang berhati teguh dan keras. Akan tetapi biarlah aku memberimu waktu setahun lamanya sebagai masa percobaan. Sebelum lewat satu tahun, pinni takkan menerimamu sebagai nikouw."
Setelah menerima nasehat nasehat ini, Sian Hwa lalu berangkat menuju ke Tong seng kwan, hendak mengunjungi makam ayahnya, ia telah mengganti pakaiannya menjadi pakaian pendeta kembali, yakni pakaian warna putih yang sederhana, kasar dan berpotongan lebar. Rambutnya yang pendek itu ditutup dengan sehelai pengikat kepala yang berwarna putih pula. Ia berangkat pada sore hari itu juga karena ia bermaksud untuk bermalam di makam ayahnya. Biarpun nikouw tua itu mencegahnya, namun ia telah berhati tetap dan berangkat juga membuat nikouw itu menggeleng gelengkan kepala dengan hati penuh rasa iba.
Baru saja fajar menyingsing yang disambut dengan penuh kegembiraan oleh burung burung pagi dan ayam jantan yang berkokok nyaring pada saat semua orang yang kaya masih meringkuk di dalam, sedang para petani miskin yang rajin mulai berangkat ke tempat pekerjaannya masing masing, di suatu tanah kuburan yang sunyi dan miskin di sebelah selatan kota Tong seng kwan itu, nampak seorang berpakaian putih telah bersila, di depan sebuah makam, duduk diam tak bergerak dalam keadaan bersamadhi.
Kalau pada saat sunyi dan masih remang remang itu ada orang melihat bayangan putih di depan makam ini mungkin ia akan menyangka bayangan itu hantu. Memang tak pernah terjadi ada orang mengunjungi makam pada saat sepagi itu.
Akan tetapi Sian Hwa, bayangan putih ini, semenjak malam tadi telah berada di situ, meratap dan menangis di depan kuburan ayahnya menceritakan semua kesengsaraan hatinya dan mohon doa dan berkah dari arwah ayahnya yang tak diingat lagi bagaimana wajahnya itu. Di depannya mengebul hio (dupa) yang dibawanya dari kuil sehingga tercium bau harum di sekitar tempat itu.
Hari itu bukanlah hari berziarah, maka tempat itu sunyi saja. Tidak ada orang mengunjungi makam nenek moyang atau keluarganya pada hari itu dan keadaannya benar benar sunyi, setelah bersamadhi semalam lamanya di depan makam ayahnya. Sian Hwa mendapat ketenangan batin dan kesunyian itu makin menenangkan hati dan pikirannya.
Akan tetapi, keliru kalau dikatakan bahwa hari itu sama sekali tidak ada orang mengunjungi makam, karena setelah sinar matahari mulai mengusir embun pagi, nampak sesosok bayangan manusia berjalan perlahan memasuki tanah kuburan itu dan langsung menuju ke makam yang berada di sebelah makam ayah Sian Hwa. Orang ini membawa bungkusan berisi alat alat sembahyang. Melihat seorang wanita berpakaian pendeta sedang berlutut di depan makam di sebelahnya, ia hanya melirik sebentar dan tidak berani mengganggu, bahkan ia berlaku hati hati sekali agar jangan menimbulkan suara berisik yang akan mengganggu nikouw itu. Ia menaruh bungkusan kain di depan makam, membukanya dan mulai mengeluarkan isi nva di depan makam yang hendak disembahyanginya.
Patung Emas Kaki Tunggal 6 Sarang Perjudian Karya Gu Long Pendekar Panji Sakti 22
^