Pencarian

Si Bungkuk Pendekar Aneh 2

Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok Bagian 2


kemampuannja. Si Bungkuk hanja chawatir kalau2 disebelah dalam masih
ada musuh2 lainnja, terutama si Harimau-iblis jang sekarang ternjata benar2
bukan seekor matjan sesungguhnja. Maka untuk memperketjil djumlah
lawan, ia harus dapat membereskan kedua musuh itu setjepat mungkin.
Demikianlah lalu diperhebat perlawanannja. Pedangnja diputarkan terlebih
tjepat, kakinja tak lupa dikerdjakan mendupak dan menendang lawan jang
terlebih dahulu dilumpuhkan adalah orang jang bertoja jang di-saat2
berikutnja mendjadi ngawur tjara2 menjerangnja. Berbeda dengan kawannja
jang bersendjata golok, jang sangat ulet dan tangkas, dapat memberi
perlawanan djauh lebih teratur, malah kadang2 dapat membalas menjerang,
membikin si Bungkuk terpaksa melontjat kesana-sini dengan tjepat.
Akan tetapi ketangkasan Hweeshio jang bersendjata golok itu tjuma
merupakan suatu penundaan pendek, karena sesaat kemudian, setelah
kawannja dirobohkan dengan satu tikaman dibawah ketiaknja hingga
djiwanja melajang seketika, segera ia mendjadi petjah njalinja. Ia tak dapat
berlagak lebih lama lagi, tadjam pedang si Bungkuk sudah menjabet daun
kupingnja, hingga dengan mendjerit kesakitan ia melompat djauh dan lari
tunggang-langgang. Si Bungkuk belum keburu membersihkan pedangnja jang berlumuran darah,
52 karena seketika itu djuga keluar seorang kepala-gundul lain dengan djubah
warna abu2 dan ditangannja menghunus sebuah pian.
"Kami tak pernah menjusahkan kau, kenal sadja pun tidak, tetapi kau rupanja
hendak tjoba2 mendjadi pembela masjarakat dan menentang aku! Oh,
manusia bungkuk, bila kau tahu, bahwa kau berhadapan dengan Tjabangatas dari Sungai-hitam, maka sebaiknja kau segera meninggalkan tempat ini
untuk kau dapat menjelamatkan dirimu! "
Ketika si Bungkuk mengangkat kepala, njatalah kepala-gundul itu Tong Hong
Hweeshio adanja! Si Bungkuk agaknja belum mengerti benar, ada hubungan apakah kepala
Paderi itu dengan si Harimau-iblis jang biasanja disebut Hek Houw Sinbeng.
Adakah benar, bahwa Hek Houw Sin-beng kini sedang memperalat Tong
Hong Hweeshio untuk pekerdjaannja mentjulik anak2-gadis, atau benar2kah
anak-anak-gadis itu dikurbankan untuk rohnja dikirim keatas langit" Satu hal
jang aneh adalah, menurut kabar2 jang disampaikan sedjak Hek Houw
Sinbeng memulai pekerdjaannja pada malam pertama, orang gundul itu
menderita sakit. Tetapi sekarang njatanja ia tinggal segar-bugar dan tangkas
sebagai biasa. Kedjadian2 jang dihadapi menimbulkan keheranan si Bungkuk,
dan ia bimbang menghadapi kenjataannja.
Akan tetapi ia tak dapat lama2 berpikir, karena Tong Hong Hweeshio segera
menjerang dengan piannja menimpa kepala. Ia tjepat-tjepat memiringkan
kepalanja menghindari serangan. Tetapi Tong Hong Hweeshio rupanja tak
mau membuang waktu, atau mungkin ia sudah tahu kelihayan lawan jang
belum dikenal itu, maka ia menjusuli dengan tendangan kaki mengarah lutut
si Bungkuk jang masih belum ditarik. Namun si Bungkuk sungguh2 sangat
tangkas dan tjekatan, dengan mudahnja ia dapat pula mengelakkan dupakan
musuh, malah selagi badan sikepala gundul bergerak madju, ia membarengi
menusuk ulu hati, hingga dengan sangat gugup sekali Tong Hong Hweeshio
melompat kesamping, sambil membalikkan badan balas membatjok.
Begitulah kedua orang itu segera bertempur dengan seru. Mereka
53 berimbang kepandaiannja. Letik2an api dari bentroknja kedua sendjata
memuntjrat dibarengi suara gemerontang jang njaring memekakkan telinga.
Beberapa puluh djurus telah berlangsung dengan kedua pihak masih sama
unggul. Jang dapat dibedakan hanja ilmu kepandaian kedua pihak.
Persilatan si Bungkuk ada dari tjabang Siao-Lim-pay, sementara sikepalagundul dari kalangan Kong-tong-pay.
Bitjara perihal deradjat persilatan kedua tjabang itu sukar dikatakan mana
jang lebih sempurna. Baik persilatan Siao-lim-pay. Kun-lun-pay, Bu-tong-pay,
maupun lain2nja memiliki kebagusannja dan keistimewaannja sendiri2,
kesemuanja bergantung daripada orang jang mejakinkannja. Apabila seorang
murid Siao-lim-sie tak mejakinkan dengan sungguh2 dan tidak tjukup mahir,
dia takkan dapat mengatasi lawan dari golongan persilatan lain jang telah
mahir ilmu silatnja. Sama halnja dengan si Bungkuk dari Siao-Lim-pay dan Tong Hong Hweeshio
dari pihak Kong-tong-pay. Didalam banjak hal si Bungkuk nampaknja terlebih
lihay, baik mempergunakan pedangnja maupun daja tempurnja, djuga
memiliki ilmu kiam-sut hingga dapat menghantjurkan pintu-batu gua. Akan
tetapi dipihak lawannja pun mempunjai keistimewaan dalam tjara
bersilatnja, begitulah Tong Hong Hweeshio memiliki tjara2 berkelahi jang
mau tak mau membikin si Bungkuk mendjadi kagum karena keluarbiasaannja, hanja dalam hal kegesitan Tong Hong Hweesbio kalah daripada
lawannja, karena tubuhnja jang langgu besar, sebaiknja si Bungkuk tubuhnja
ketjil dan kurus. Begitulah berulangkali Tong Hong Hweeshio dikedjutkan oleh gempuran2 si
Bungkuk jang mendadak dan tjepat, hingga seringkali ia mendjadi gugup dan
hampir2 kena dilukai lawannja.
Si Bungkuk mempermainkan lawannja dengan tipu2 serangannja jang hebat
mengagumkan. Sekali si Bungkuk menusukkan pedangnja mengarah leher,
Tong Hong Hweeshio memiringkan ke-sang lawan menarik kembali
sendjatanja dan diteruskan menusuk keperut jang luang, maka sikepalagundul ter-gopoh2 menggulingkan diri, kesempatan jang baik itu digunakan
54 si Bungkuk menendang badannja jang gemuk, hingga Tong Hong Hweeshio
berkaok kesakitan. Akan tetapi si Bungkuk tidak meneruskan membinasakan lawannja jang
belum sempat bangun itu, ia hanja tertawa ber-gelak2.
Tong Hong Hweeshio jang ditertawai lawannja itu, mendjadi panas hatinja, ia
segera bangun kembali dan dengan nekadnja menerdjang lawannja seperti
kerbau gila. Maksud si Bungkuk hendak membikin Hweeshio jang gendut perutnja itu
mendjadi lemas dan lelah dengan kegesitan tubuhnja, ia terus
mempermainkan si Hweeshio gendut itu. Demikianlah Tong Hong Hweeshio
lambat-laun tenaganja telah banjak berkurang, sekudjur tubuhnja basah
dengan keringat. "Kurang adjar benar si Bungkuk ini!" ia menggerutu, marahnja me-luap2.
"Terlalu ulet dilawan dengan tenaga dan tak mungkin aku dapat
mengatasinja!" Ketika melihat tempat luang, sikepala-gundul itu segera melompat mundur.
Ia mengambil sebuah benda ketjil dari dalam kantong badjunja, lalu
dilontarkan kearah lawannja jang diserang dari atas, tengah dan bawah.
Sendjata itu memantjarkan tiga warna jang menjilaukan mata.
Si Bungkuk mendjadi terkedjut, ia tahu sendjata rahasia itu jalah Sam-sekhwee jang bisa meledak kalau dapat menjentuh sasarannja, sekalipun badja,
akan hantjur djuga. Ia insjaf, kepala-gundul itu memiliki sendjata rahasia jang
ampuh itu. Sam-sek-hwee itu tak mungkin dapat dilawan dengan pedang.
Akan tetapi si Bungkuk tidak gampang2 mau menjerah, ia mengerti tjara2
memunahkan sendjata jang berbahaja itu. Begitulah dengan luar biasa
tjepatnja ia lari ketempat majat seorang Hweeshio, jang segera diangkatnya
didjadikan perisai atau umpannja sendjata itu. Majat Hweeshio itu telah
mendjadi korban Sam-sek-hwee dengan tubuh hantjur lebur.
Tong Hong Hweeshio mendjadi sangat kaget. Ia tak menjangkanja si Bungkuk
demikian tjerdasnja memusnahkan sendjatanja jang ampuh itu. Maka berkobar2lah kemarahannja dan diterdjangnja pula musuh jang litjin itu, hingga
55 kembali terdjadi pertempuran sengit.
"Tiada gunanja sekarang kau ber-lagak2 karena tak mungkin kau akan dapat
menjelamatkan djiwa andjingmu!", bentak si Bungkuk sembari me-mutar2
pedangnja. "Sudah djelas kau seorang Hweeshio terkutuk, dan rahasia Hek
Houw Sinbeng jang kau per-djual-belikan kini telah terbongkar. Nah
terimalah pedangku!"
Dengan ketjepatan kilat si Bungkuk menikam perut Tong Hong Hweeshio.
Sikepala-gundul itu masih keburu menangkis dan membalas dengan satu
pukulan mengarah leher sang lawan. Si Bungkuk menarik pulang pedangnja
untuk diteruskan membabat tangannja Tong Hong Hweeshio. Untunglah
sikepala-gundul mempunjai djuga ketjepatan, ia masih dapat menjelamatkan
diri dengan satu lompatan djauh. Si Bungkuk tidak memberikan ketika untuk
musuhnja bernapas, ia melantjarkan serangan ber-tubi2, sehingga sikepalagundul mendjadi terdesak betul2 kesatu podjok.
"Lemparkan sendjatamu itu dan menjerah, Hweeshio durhaka! Atau aku
bunuh kau sekarang!", berseru si Bungkuk.
Tong Hong Hweesbio rupanja tidak mau mati sia2. Ia harus mentjari djalan
lolos. Demikianlah benar2 ia mendapat kesempatan bagus, tatkala ia dapat
mengelakkan tusukan-maut lawannja, serentak ia lari masuk ke "Ruangpemudjaan". Pintu-batu segera ditutup dari dalam.
Si Bungkuk tak dapat membukanja, ia segera menggerakkan tenaga dalamnja
menggempur pintu batu itu jang lantas terpukul hantjur. Ia tahu, di "Ruangpemudjaan" itulah gadis Giok Im berada. Tetapi baik gadis itu maupun
sikepala-gundul sudah tak kelihatan bajang2annja. Ia mendjadi heran, sebab
didalam "Ruang-pemudjaan" tak ada pintu lainnja.
"Ruang-pemudjaan" itu terdiri dindjng2-batu belaka, dimana terdapat
sebuah medja lengkap dengan alat2 sembahjang, dan sebuah kursi. Diatas
medja terletak sebuah pedang jang amat tadjam. Tak ada alat2 atau
perabotan lainnja. "Tetapi ia bukan hantu atau iblis jang bisa menghilang setjara begitu sadja!"
ia berpikir. 56 Dengan teliti ia memeriksa seluruh ruang itu, ia dapatkan medja sembahjang
itu letaknja tak benar. Djuga ada sebuah tjangkir terletak dilantai, sedang
tjangkir lainnja diatas medja. Tentulah medja itu tersentuh dan terdjatuhlah
tjangkir itu. Ketika ia memeriksa kolong medja, ia tampak lantai-papan
persegi-empat, kedua engsel-nja menondjol.
"Inilah pintunja!", ia berseru.
Segera diangkatnja papan persegi itu, dan ternjata ia menemukan sebuah
pintu dibawah tanah. Ada anak-tangga dari batu. Kesitu turun, lalu sampai
disebuah ruangan agak gelap. Tetapi matanja jang lihay melihat sebuah
djalan terowongan membudjur kedepan. Dengan tak takut2 ia memasuki
djalan-lorong itu jang ternjata tjukup pandjang dan tak ada penerangan.
Tetapi ia madju terus, makin meninggi. Achirnja habislah djalan-lorong itu,
dan kini ia muntjul di bawah sebuah medja-pandjang berlantai djubin.
"Astaga, Seng-ong-bio!" ia berseru heran
Ia jakin, Tong Hong Hweeshio tentu sampai djuga kesitu, karena dari "Ruangpemudjaan" tak ada djalan lain. Kini, njatalah lorong dibawah bukit Goethauw-nia mendjadi lalu-lintas dibawah tanah jang dapat menghubungi
Seng-ong-bio. "Sekarang teranglah pusat kedjahatan dimulai dari sini!" berkata ia dalam
hatinja. "Dari geredja terus ke Goe-thauw-nia! Dan pendjahatnja bukan lain
daripada sikepala-gundul itu, Tong Hong Hweeshio jang terkutuk!"
Ia terus mentjari si pendjahat gundul itu. Kamar2 geredja di-tutup rapat, dan
sampai begitu djauh tak terdengar ada gerakan apa2. Pintu2 geredja
terkuntji dari sebelah dalam, menandakan Tong Hong Hweeshio belum lari
keluar. Namun kepala gundul itu tak dapat ditemukan didalam klenteng.
"Litjin benar pendjahat-gundul itu!"
Sambil berkata si Bungkuk membukakan pintu geredja sebelah depan dan
melompat keatas genteng. Ia bermaksud mentjari tahu, kalau2 Tong Hong
sudah lari keluar. Malam sangat gelap, tetapi mata si Bungkuk benar2 luar
biasa tadjamnja, didjurusan Barat tampak sajup2 sesosok tubuh orang
sedang ber-lari2 agaknja memanggul suatu beban dipundaknja.
57 "Tentulah sikepala-gundul Tong Hong, gajanja sama dengan si harimau-hantu
ketika memanggul bungkusan jang berisi gadis Giok dari rumahnja!" pikir si
Bungkuk. Seketika itu ia segera melajang turun dari genteng dan dengan ilmu laritjepat ia mengedjar bajangan disebelah depan. Setelah mengedjar kira2 3 lie
ia dapat menjusu] bajangan itu, jang telah djelas bukan lain memang
sikepala-gundul. "Hei, Hweeshio djahanam, berhentilah, didepan sudah tak ada d jalan lagi
untuk kau dapat kabur lebih djauh!" berseru si Bungkuk.
Tong Hong Hweeshio tambah mempertjepat larinja, dan si Bungkuk pun
makin kentjeng mengedjarnja. Tetapi ia tidak mau membuang2 tenaga berkedjar2an, maka segera diambilnja sebuah piauw dari saku badjunja dan
segera dilontarkan, tapi meleset, piauw kedua menjusul. Kini terdengar
djeritan Tong Hong Hweeshio, jang lantas melemparkan bungkusanselimutnja ketanah, dan terus kabur seperti andjing kena pentungan, hingga
sekedjap sadja ia menghilang dari pandangan mata pengedjarnja
Si Bungkuk tidak mengedjar terus, ia menghampiri dan memeriksa
bungkusan selimut jang kini terletak diatas perumputan. Ketika diteliti,
ternjata bamgkusan selimut itu berisi Giok Im siotjia jang masih didalam di
dalam pingsan. Untunglah tadi dia tidak dilemparkan dibatu jang banjak
terdapat disitu, hingga tidak mengalami bentjana.
Si Bungkuk berpendapat lebih penting menolong gadis itu. Ia segera pondong
gadis itu bersama selimutnja, bagian mukanja sadja dibuka, agar mendapat
hawa sedjuk. Demikian enteng dan ringannja ia memondongnja dibawa lari
sampai ke Thian-tay. Ia tahu, Pek Giok Im hanja pingsan akibat pengaruh
dupa-pemabuk dari Tong Hong Hweeshio. Ia menganggap Pek Giok Im belum
tahu peristiwa jang menimpah dirinja, karena sebelum Tong Hong Hweeshio
memasuki kamarnja, gadis itu sudah dibikin lupa diri.
Sekarang ia menudju ke Timur, dan waktu itu haripun sudah hampir pagi.
58 Bukan kepalang bingungnja orang seisi rumah Pek Wan-gwee, karena sampai
ajam berkokok dan fadjar mulai menjingsing, baik puterinja maupun si
Bungkuk belum djuga kembali. Beritanja sadja-pun tak ada. Tak heran Pek
Wan-gwee sekeluarga mendjadi sangat gelisah dan tjemas, terutama Pek
Hudjin sudah menangis sadja sedjak semalam.
Menurut kata si Bungkuk dalam djandjinja, bahwa orang tak usah
chawatirkan keselamatan Pek Giok Im. Akan tetapi sampai hampir fadjar
kedua orang itu belum lagi pulang. Mengingat lihay-nja Hek Houw Sinbeng
mentjulik anak2 gadis dan tiada satupun jang dapat kembali, maka timbullah
ketjemasan Pek Wan-gwee akan keselamatan anaknja. Lebih2 hilang
kepertjajaannja kepada si Bungkuk jang nampaknja sangat lemah dan
kadang2 tangannja bergemetar. Mungkinkah si bungkuk dapat mengalahkan
harimau-hantu jang sangat buas dan ganas serta sakti itu"
Pek Wan-gwee sedang kebingungan, isterinja datang sambil menangis
menggerung2, katanja: "Sedang tentara bersendjata jang gagah2 dan tangkas2 masih tak berdaja
menghadapinja, kau begitu mudah pertjaja pada kakek2 bungkuk dan konjol
itu. Sekarang apa djadinja" Anakku hilang, dan si Bungkukpun tak kembali!
Giok Im-ku pasti takkan kembali seperti djuga gadis2 lain jang mendjadi
kurban! Aku lebih suka kurbankan semua kekajaan kita daripada kehilangan
anak jang tjuma satu2nja dan jang kutjintai! Sekarang apa daja" Hajo pergi
melaporkan pada Tihu, dan minta pertolongannja! Hajo lekas!"
Dalam putus asanja, Pek Wan-gwee hendak menjuruh orang pergi
melaporkan pada Kam Tihu. Tetapi tepat disaat itu pembesar-daerah itu
datang diiring beberapa orang opas. Atas pertanjaannja, Pek Wan-gwee
memberi keterangan apa jang telah terdjadi, sedjak kedatangan si Bungkuk,
sampai disaat ada angin-iblis dan hilangnja Pek Giok Im beserta si Bungkuk
dari kamar tidur diatas loteng.
"Hingga disaat ini anakku belum kembali bersama si Bungkuk itu, dan tak ada
kabar-beritanja!" menambahkan Pek Wan-gwee, hatinja sangat berduka.
"Djika ku ingat kurban2 jang terdahulu, maka aku sangat takut............ takut
59 Giok Im tak pulang untuk selamanja!"
Kam Tihu berpikir sedjenak. Kemudian ia minta pendjelasan perihal dirinja si
Bungkuk, bentuknja dan tindak-tanduknja.
Pek Wan-gwee lalu menuturkan se-djelas2nja.
"Tahukah Wan-gwee namanja pengemis itu?" bertanja Kam Tihu.
Tidak, dia hanja menerangkan bahwa orang biasanja panggil dia si Bungkuk!"
djawab hartawan jang sial itu.
"Aku meragukan bentang si Bungkuk itu!" achirnja Kam Tihu menjatakan
kejakinannja. "Tak seorangpun disini kenal padanja, dia baru hari itu sadja ia
mienampakkan dirinja. Aku chawatir, djangan2 si Bungkuk itulah pentjulik
gadis2 itu! Ia memakai muslihat demikian sekedar untuk menggampangkan
pekerdjaannja malam ini untuk mentjulik Pek Siotjia!"
Pek Wan-gwee berdiam menatap muka kepala-daerah itu. Agak-nja ia
terpengaruh dan sependapat dengan pengertiannja Kam Tihu itu.
"Djika demikian halnja, njatalah si Bungkuk itu manusia djahanam!" ia
berseru, bertambah sedihnja. "Aku telah tertipu!"
"Inilah salahmu sendiri jang mau main pertjaja pada sembarang orang,
padahal dia pendjahat besar!" isterinja menjesali pula.
Tetapi disaat itu, tiba2 terdengar seorang budak berseru di-bawah anaktangga loteng:
"Nah, itu dia Loo Too-pek sudah kembali! Dia baru turun dari loteng!
Bagaimana kabarnja dengan Siotjia, selamatkah dia?"
Semua orang menoleh pada budak jang ber-seru2 itu. Sementara dari atas


Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

anak-tangga loteng tampak si Bungkuk dengan selangkah demi selangkah
bertindak turun dengan gajanja jang tak mempedulikan suasana disekitarnja,
ia tampaknja sederhana dan tenang. Ia menghampiri budak jang berseru
tadi: "Mengapa kau menamakan aku Loo-Too-pek" Kau belum pernah membikin
selamatan untuk memberi aku nama, namun kau begitu lantjang memanggil
aku demikian!" "Maaf, karena aku tak tahu namamu, djadi dengan begitu sadja aku
60 memanggilmu Loo Too-pek!" djawab budak itu. "Aku maksudkan si Bungkuktua, atau Empe Bungkuk. Apakah kau merasa tersinggung?"
"Hm, ada2 sadja kau!" menggumam si Bungkuk. "Baiklah aku setudju
seterusnja kau memanggil aku dengan nama itu! Si Empe Bungkuk sadja,
djangan ada embel2 lainnja seperti si Bungkuk-udang hah?"
"Baiklah, Loo Too-pek!"
"Eh eh, Kam Loya ada disini"!" berkata si Bungkuk atau Loo Too-pek tiba2.
Iapun mendekati kepala-daerah itu untuk mendjura, hingga punggungnja
jang sudah bungkuk mendjadi bertambah bungkuk. "Maafkan aku jang tidak
menjambut sedjak siang2!"
Kam Tihu memandang si Bungkuk dengan tadjam, dari atas sampai kebawah,
keatas pula. Tetapi tak ada kesan2 jang dapat menimbulkan ketjurigaannja
terhadap orang bungkuk itu. Si Bungkuk adalah seorang tua jang benar2
simpatik, rendah hati, dan bitjaranja pun sopan. Kini Kam Tihu
menganggukkan kepala. Adalah Pek Wan-gwee jang tak sabaran.
"Kapankah Loo Too-pek kembali, dan dari mana djalannja?" tanja Pek Wangwee berturut. "Dan bagaimana dengan anakku" Dimana dia" Oh, Thian,
semoga anakku dilindungi keselamatannja!"
"Mengapa Wan-gwee djadi demikian rusuh dan ketakutan tak karuan" Pek
Siotjia baik2 sadja, hingga kini dia masih tidur njenjak diatas loteng!"
"Masih tidur njenjak?" mengulang Pek Wan-gwee, seementara semua orang
ternganga mendengarnja. "Semalam dia bersama Loo Too-pek lenjap dari loteng, selimut anakkupun
tak ada, dan pintu-djendela terbentang!"
"Sampai kinipun pintu-djendela masih terbentang lebar!" sahut si Bungkuk
pula. "Angin lembut membikin Pek Siotjia lelap dalam tidurnja! Mungkin
semalam dia bermimpikan hal2 jang menjenangkan!"
"Djangan main2, Loo Too-Pek! Kau tahu, orang sedalam rumah bingung dan
ketakutan! Hudjin malah menangis sadja sedjak semalam!"
Kam Tihu merasa adanja keanehan, maka ia mengadjak Pek Wan-gwee dan
Hudjin tengok Pek Siotjia keatas loteng, sedangkan si Bungkuk beristirahat
61 diserambi luar ngobrol2 dengan seorang budak. Sekarang takdjub benar Pek
Wan-gwee demi dilihatnja anak-gadisnja sedang tidur njenjak diatas tempat
tidurnja berikut selimutnja djuga seperti biasa. Tak ada tanda2 menguatirkan
tentang Pek Giok Im. Lalu ditjeritakan Pek Wan-gwee pada Kam Tijiu, bahwa semalam ia bersama
Hudjin dan budak beberapa2 kali, melihat kamar tidur itu, namun baik
anaknja maupun Loo Too-pek tak ada disitu, dan melihat daun-djendela jang
terbentang, membangun dugaannja bahwa Pek Giok Im sudah digondol
harimau-iblis, bahkan si Bungkuk tentunja mengalami djuga bahaja kalau
bukan tewas djiwanja. "Tetapi soal ini belum djelas apa jang sebenarnja telah terdjadi dengan Pek
Siotjia semalam!" berkata Kam Tihu. "Kita memerlukan keterangan dari Loo
Too-pek. Marilah kita menemui padanja".
Bersama kepala-daerah Pek Wan-gwee turun dari loteng, sementara Pek
Hudjin tinggal menunggui anaknja.
"Masih banjak waktu kita mentjeritakan peristiwa semalam" berkata si
Bungkuk. "Pokoknja, asal djiwa Pek Siotjia dalam selamat, kita boleh merasa
gembira. Tetapi jang penting sekarang kita pergi ke Goe-thauw-nia untuk
menindjau, dan Kam Loya nanti dapat mengetahui semuanja. Tetapi orang2
jang lemah hatinja sebaiknja djangan ikut2 pergi kesana, karena dikuatirkan
mereka tak tahan akan apa jang dilihatnja!"
Kam Tihu dapat menjetudjuinja. Kemudian ia mengadjak sedjumlah anakbuahnja jang berbadan kuat dan besar njalinja. Ia naik sebuah tandu. Si
Bungkuk dimintanja naik tandu djuga, tetapi ia menolak, dengan menjatakan
bahwa ia lebih senang berdjalan kaki.
Iring2an itu menudju kedjalan tegalan-berumput, terus kedjalan hutan jang
dilalui Loo Too-Pek semalam. Menurut si Bungkuk, iring2an itu harus
mengikuti djalan-ketjil disepandjang hutan-bamhu, menudju ke Barat. Ia
sendiri berdjalan disamping tandu, karena Kam Tihu ingin mendengar tjerita
jang sebenarnja mengenai peristiwa malam tadi. Kini si Bungkuk tak mau
ber-pura2 lagi atau berbohong, ia menuturkan seluruh kedjadian semalam
62 sedjak Tong Hong Hweeshio memasuki kamar-loteng dengan
mempergunakan obat-pules, hingga Pek Giok Im pingsan tak sadar diri dan
digondol harimau-iblis itu dapat diselamatkan djiwanja dan dikembalikan
kekamar tempat tidurnja pagi-hari tadi.
"Menurut penuturanmu, Pek Giok Im tetap belum menjadari segala
kedjadian jang menimpah dirinja semalam itu?" menegasi Kam Tihu.
"Djangankan menjadari peristiwa jang terdjadi, malah diri-sendiripun belum
disadarinja pula!" sahut Loo Too-pek.
"Djika demikian halnja, djadi benar2 Tong Hong Hweeshio itu seorang
pendjahat. Dan pentjulikan gadis2 itu bukan dilakukan oleh Hek Houw
Sinbeng?" "Tentu sadja bukan! Dugaan pemuda Tjio Han Boe tepat, bahwa tak mungkin
sekali seorang Malaikat-sutji dapat melakukan kedjahatan sehebat itu,
apapun sebab2nja!" "Tetapi dengan maksud apakah Tong Hong Hweeshio melakukan kedjahatan
besar2an itu?" "Entahlah, semalam aku belum menjelidikinja didalam gua, sebab aku perlu
menjelamatkan djiwanja Pek Siotjia! Sebentar kita akan mengetahui
segala2nja." "Lalu bagaimana dengan nasib ketudjuh gadis jang hilang dari masing2
rumahnja itu?" "Aku sangat chawatirkan djiwa mereka, demikian pula djiwanja pemuda
gagah she Tjio dengan kedua kawannja!" sahut Loo Too-pek.
"Apakah ada kemungkinan Tong Hong Hweeshio seorang tjabul, dan
ketudjuh gadis itu mendjadi kurban nafsu kebinatangannja?"
Si Bungkuk berpikir sedjenak.
"Mungkin bukan demikian halnja!" djawabnja kemudian. "Aku mempunjai
kejakinan, bahwa pentjulikan gadis2 itu mempunjai sebab2 lain".
"Apakah sebab2 jang dimaksudkan itu?"
"Belum lagi tahu. Aku berharap didalam gua masih ada seseorang jang hidup,
hingga kita akan dapat memperoleh keterangan jang memastikan".
63 "Aku tak mengira, didalam Seng-ong-bio ada djalan-rahasia di-bawah tanah
jang dapat menghubungi Goe-thauw-nia!" Kam Tihu menggerutu.
Iring2an itu sampai dimulut gua dalam tempo lama sekali. Maklumlah,
djalan2 dikaki bukit jang sangat sulit lagi djarang sekali dilalui orang, dan
orang2nja Tihu tak biasa melalui djalan2 demikian. Mulut gua jang sekarang
tak berpintu tjukup lebar untuk membawa masuk tandu. Per-tama2 jang
mereka lihat adalah majat 4 orang Hweeshio jang bergeletakan disana-sini
dalam keadaan mengerikan. Tetapi seorang diantaranja rupanja masih
bernapas. Si Bungkuk mengadjak Kam Tihu memasuki "Ruang-sutji". dimana semalam
ia mengedjar Tong Hong Hweeshio melalui lubang bertutupkan papan
didekat medja. Kini ia mendapat kesimpulan, medja dimana terdapat alat2
sembahjang, tadinja diletakan diatas pintu-papan dilantai itu.
"Kita dapat melakukan penjelidikan lebih djauh sepandjang lorong dibawah
tanah jang menembus kemedja-sembahjang didalam klenteng!" berkata si
Bungkuk. "Kini marilah menindjau dulu "Ruang-menudju-djalan-surga" itu!"
Pintu ruang ini baru dapat dibuka setelah dilakukan paksaan, di dalam mana
segera mengembus keluar bau busuk dan anjir.
"Bau apakah itu?" bertanja Kam Tihu.
"Rasanja bau majat busuk!" djawab si Bungkuk.
Dan berdebarlah hatinja semua orang. Mereka segera membajangkan
kurban2 harimau-hantu tentunja sudah tak ada jang hidup lagi. Dugaan
mereka ternjata benar, karena ketika mereka madju lagi kira2 200 tindak,
dibalik sebuah dinding-batu jang hitam tampak suatu pemandangan jang
mengerikan. Enam majat jang bersusun tindih disatu podjok, sedang dilain
bagian ada 4 tengkorak jang sudah kering. Ke-enam majat jang bertumpuk
mendjadi satu gundukan ternjata majat2 wanita, jang paling bawah sudah
terlalu busuk, sedang jang teratas masih agak baikan. Bau busuk jang keras
dari majat2 itu membikin semua orang menutupi rapat2 lubang hidungnja."
Menurut Kam Tihu, keenam majat itu mestinja gadis2 kurban pentjulikan
Tong Hong Hweeshio. Majat jang paling atas masih dapat dikenali dengan
64 baik, jaitu gadis dari keluarga Thio. Dengan demikian dapat disimpulkan,
majat jang ada dipaling bawah tentunja gadis she Tjie.
"Tetapi empat tengkorak jang sudah kering itu, majat2 siapakah gerangan?"
bertanja Kam Tihu. "Mereka majat2 jang sudah lama!" djawab si Bungkuk. "Barangkali djuga
majat2nja keempat murid In Tjeng Hweeshio!"
"Oh, aku ingat itu!" berkata kepala-daerah itu. "Mungkin benar katamu itu,
Loo Too-pek! Dan kesemua itu kurban2 keganasan Tong Hong Hweeshio!"
Si Bungkuk mengangguk2kan kepala.
"Hm, benar2 Hweeshio terkutuk! Aku tak menjangkanja dia sebenarnja jang
berkulit djubah-sutji!" dampratnja Kam Tihu, gusar.
Menurut pengetahuan si Bungkuk, gadis2 itu bukanlah dibunuhnja dengan
barang tadjam, ataupun dirusak kesutjiannja. Tetapi dengan tjara apa ia
belum dapat menentukannja. Sekarang ia melakukan pengusutan diruangan
dibalik medja-sembahjang, dimana semalam harimau-iblis itu lari masuk, dan
sebagai gantinja muntjul Tong Hong Hweeshio. Disana ada pula sebuah
kamar ketjil. Ketika pintunja dirusak ia dapatkan beberapa djenis alat2 jang ia
tak tahu dipergunakan untuk apa. Tetapi satu2nja jang menjolok adalah, di
atas medja disudut ada kulit seekor matjan-hitam jang besar, kuku2-nja amat
tadjam, kedua matanja ber-sinar2 se-akan2 harimau hidup. Didekatnja ada
terletak sebuah alat menjerupai kulit siput berukuran besar pula.
"Nah, inilah rahasianja?" berseru Loo Too-pek. "Kulit matjan-hitam inilah
jang dipergunakan kepala-gundul itu untuk mendjalankan kedjahatannja!
Dengan tjara demikian ia berhasil menarik kepertjajaan orang, bahwa gadis2
itu benar2 digondol oleh Hek Houw Sinbeng untuk rohnja disutjikan diatas
langit sebagai penebusan dosa jang tak pernah diperbuat. Soalnja agak djelas
sekarang, Tong Hong Hweeshio memperdjual-belikan nama Hek Houw
Sinbeng jang berasal dari seorang budiman purbakala untuk maksud2
kedjahatannja!" Kam Tihu ingat medja2-sembahjang diruang pertama dan di Ruang-sutji",
maka ia bertanja: 65 "Lalu untuk keperluan apakah medja2 dengan alat sembahjangnja itu?"
Loo Too-pek mengatakan, bahwa untuk memperoleh pendjelasan,
diperlukan keterangan murid Hweeshio jang masih hidup tadi.
Murid Hweeshio jang masih hidup itu adalah It Ban. Ia berbadan kuat, maka
sedjak semalam ia masih bertahan hidup sekalipun banjak darah keluar dari
lukanja dipunggung. Si Bungkuk menjuruh seorang mengambil air, dan diBerinja It Ban minum
beberapA teguk. "Kau masih ingin hidup ataukah hendak mati?" bertanja Loo Too-Pek pada
kurban pedangnja semalam.
It Ban tak mendjawab, agaknja ia sedang berusaha mengumpulkan kembali
kekuatannja. "Katakanlah, djika kau sudaH tak sanggup menderita, pedangku akan
mengiringi kehendakmu untuk mati!" bentaknja si Bungkuk sambil
menghunus pedangnja. "Aku masih ingin hidup!" achirnja It Ban mendjawab.
"Baiklah!" sahut Loo Too-Pek. "Kau akan diberi ampun, malah akan ditoiong
djuga djiwanja. Tetapi berdjandjilah lebih dahulu, bahwa kau tidak akan
berbuat djahat lagi."
"Akupun asalnja bukan seorang djahat. Aku terpaksa melakukan kedjahatan
karena takut pada long liung Hweeshio jang buas! Aku sangat berterima
kasih bila diberi kesempatan untuk kembali kedjalan jang benar!"
"Tjeritakanlah apa jang kau tahu tentang Tong Hong Hwee-shio, asal
mulanja, dan kedjahatan2 jang dipraktekkan selama ini. Apa maksudnja dia
mentjuiik gadis2 sebanjak itu?"
"Dia berasal dari Sungai-hitam. Dia akui dirinja pengikut sang Buddha dan
dengan berdjubah-sutji ia memperkenalkan nama-tapanja dengan Tong
Hong Hweeshio. Selain pandai ilmu silat, dia-pun mahir ilmu ghaib, misalnja
mengundang angin. Mula2 dia seorang Liok-lim di Utara, sudah banjak
kedjahatan2 jang dia lakukan, merampok harta-benda orang dan membunuh
66 djika orang berani menentanginja. Pemerintah telah mendjandjikan hadiah
hesar bagi siapa jang dapat menangkap atau membunuh padanja. Tetapi
sebagai seorang pendjahat besar, lagi mengandal pada ilmu ghaib-nja, dia
masih tetap masih dapat malang melintang. Dia seorong alhi silat jang tak
terkalahkan. Ketika pemerintah mengirim tentara besar2an kesarangnja,
barulah Hek-liong-kang-kim-liong " begitulah dia menamakan dirinja "
dapat digempur dan dihantjurkan pengaruh dan kekuasaannja. Ia kabur
kedaerah Timur, dan aku berempat adalah pengikut2 jang tinggal hidup.
Kami berempat memasuki gerombolan Tjiong Kiat Tjhoen adalah karena
dipaksa, kami harus tunduk pada segala perintahnja, djika masih mau
hidup!" Tampaknja It Ban sangat lelah, maka dibiarkannja ia menghimpun pula
tenaganja. Kemudian ia melandjutkan penuturannja:
"Sesampainja di Tjiat-kang tiba2 Tjiong Kiat Tjhoen mengubah tjara hidupnja.
Ia ber-tjita2 membuat dirinja kebal dan memiliki sebuah sendjata sakti jang
dapat dikendalikan dengan pengaruh rohnja, ialah sebuah pedang jang dapat
menghantjurkan apa sadja dalam djarak djauh. Untuk itu ia mentjukuri
rambutnja, memakai djubah, berlaku seperti seorang alim sungguh2!"
"Rentjananja membuat sedjenis kiam-kong?" bertanja Loo Too-pek.
"Bukan!" djawabnja It Ban. "Pedang biasa! Soal Kiam-kong dia tak
memerlukan, sebab dia sudah mempunjai ilmu ghaib jang sangat dahsjat,
jaitu Sam-sek-hwee, api tiga-warna jang dapat menghantjurkan segala benda
terkuat di dunia. Badan manusia akan mudah ditjairkan oleh Sam-seh-hwee
jang dikendalikan itu. Hanja kiam-sut jang sudah mentjapai puntjak sadja
dapat menandinginja dan mungkin memusnahkannja!"
"Tak perlu dengan kiam-sut, hanja dengan akalpun aku telah dapat
memusnahkannja semalam! Lalu pedang-sakti apa pula jang dikehendaki
pendjahat Sungai-hitam itu?".
"Kui-liong-kiam atau Pedang-naga-siluman! Untuk menjempurnakan pedang
itu dibutuhkan roh-sutji dari gadis2 sebanjak empat-puluh orang. Pekerdjaan
terkutuk itu baru sadja disusun enam kali dengan mengurbankan djiwa
67 gadis2 di Thian-tay, tetapi kurban jang ketudjuh, jang mestinja diselesaikan
malam tadi, entahlah bagaimana kesudahannja. Aku tak tahu lagi dengan
nasibnja gadis jang ditjolong Tong Hong Hweeshio semalam, karena aku
sudah tak berdaja terluka hampir mati oleh pedangmu!"
"Djangan chawatir, pertjajalah, aku akan menjembuhkannja nanti! Gadis jang
terachir itu telah diselamatkan djiwanja. Sekarang tjeritakanlah
kelandjutannja". Di "Ruang-sutji" itulah biasa Tong Hong Hweeshio melakukan upatjara
penjelenggaraan Pedang-setan itu! Disana Loo-tjianpwee tentu melihat
sebuah pedang diatas medja jang sedianja akan diupatjarakan doa2nja,
tetapi Loo-tjianpwee keburu datang mengatjau. Harimau-hantu itu bukan
lain daripada Hek-liong-kang-kim-liong itu. Setiap hendak mentjulik gadis, dia
membarengi dengan tiupan angin buatannja jang selain sangat dingin djuga
berbau anjir sekali. Gadis jang ditjuliknja itu dalam keadaan pingsan
didudukkan di sebuah kursi dibelakang medja, lalu disembahjangi, dibatjakan
mantera2nja, sedang bahan-pedang diletakkan diatas medja dengan
udjungnja dilekatkan pada dahi sang kurban. Katanja, dengan tjara demikian,
roh gadis itu dengan sendirinja disalurkan kepada pedang. Upatjara kedjam
itu berlangsung sampai tiga hari tiga malam tanpa gadis kurbannja
disadarkan atau diberi makan, hingga pada malam ketiga dia sudah mendjadi
majat. Diruang "Djalan-menudju-surga" itulah tempat terachir gadis2 jang


Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mati tanpa merasakan kematiannja, namun tjukup mengerikan. Kini Lootjianpwee akan dapat melihat diruang "Djalan-menudju-surga" itu setumpuk
majat2 gadis2 jang malang itu. Ah, kasihan benar?"
"Aku sudah melihat semua itu! Dan ada pula empat tengkorak kering,
kurban2 siapakah pula mereka?"
"Mereka adalah empat murid In Tjeng Hweeshio jang dibunuhnja satu hari
sesudah kepala-paderi itu meninggal".
"Sakit apakah In Tjeng Hweeshio tadinja?"
"Sakit" Dia mati dibunuh oleh tangan-maut Tjiong Kiat Tjhoen itu pula!"
"Dimana majatnja?"
68 "Ditanam dibelakang geredja! Hal ini merupakan keistimewaan dari
kedjahatan manusia she Tjiong itu, karena dia tak mau mendapat kutukan
sang Paderi bila men-sia2kan majatnja sesudah dibunuh dengan kedji! Empat
murid Hweeshio jang disuruh menggali lubang dan menanamnja, keesokan
harinja mereka dihabiskan djiwanja diruang "Djalan-kesurga" itu!"
Si Bungkuk menganggukkan kepala berulangkali. Ia pertjaja akan penuturan
It Ban itu. "Dikamar tempat menjimpan kulit-matjan tadi ada pula alat sedjenis kulit
siput. Apakah gunanja itu?"
"Itu adalah alat bunji2an jang menjerupai suara raung seekor harimau, jang
biasa dipergunakan Tong Hong selagi menjamar sebagai harimau-iblis!"
sahut It Ban. "Dengan itu Tong Hong mendjadi seekor matjan betul2!" menggerutu Loo
Too-pek. "Pintar djuga pendjahat itu!"
Kini giliran Kam Tihu mengadjukan pertanjaan pada Hweeshio sial itu.
"Tahukah kau pada beberapa malam berselang ada tiga orang datang
kegeredja membuat penjelidikan?"
"Ja, aku tahu]" djawab It Ban. "Malah sebelum itu ada seorang muda
memasuki Seng-ong-bio dengan lagak2 mentjari rahasia. Kedatangannja
diketahui oleh Tong Hong, tetapi kepala-gundul itu tak mengambil tindakan
sesuatu, malah pura2 sakit. Ia bermaksud menjesatkan anggapan umum,
supaja kedjahatan jang ditimbulkan itu orang tidak menjangka dia jang
melakukannja. Namun apakah orang mau pertjaja Hek Houw Sinbeng benar2
marah dan menuntut penebusan dosa pada gadis2, entahlah. Pada malam
itu ketiga orang itu dibunuh dipuntjak bukit Goe-thauw-nia oleh Tong Hong
dalam merupakan dirinja harimau-hantu. Majat2nja ketiga orang itu
dilempar dihutan disadjikan pada serigala2 jang sering berkeliaran!"
"Hm, demikian terkutuknja Tong Hong Hweeshio itu!"
Loo Too-pek tak memerlukan keterangan lebih landjut. Ia menganggap
persoalannja sudah mendjadi djelas semuanja, bahkan bukan roh sutji Hek
Houw Sinbeng jang menjebar kedjahatan bena2an itu, melainkan pendjahat
69 dari Hek-liong-kang itu. Sekarang ia menjuruh orang2nja Tihu untuk
membawa It Ban kekota, di kantor Tihu, karena ia akan menolong lukanja
nanti. Beberapa opas lain disuruhnja merusak alat2 didalam gua, termasuk
kulit matjan-hitam itu. Pedang jang belum merupakan sendjata-iblis diambil oleh si Bungkuk, dan ia
sangat kagum akan kebagusan bentuknja serta tadjamnja. Ketika dilakukan
penelitian disepandjang lorong di bawah tanah jang menembus kegeredja,
tak terdapat hal2 aneh, maka timbullah pendapat mereka, bahwa kedjahatan
sama sekali tidak bertempat didalam Seng-ong-bio.
Kemudian pemhesar-daerah itu mengadjak Loo Too-pek kembali kekota, dan
mulailah orang mendapat tahu peristiwa jang se-benar2nja. Tak heran,
kegemparan besar timbul di-mana2. Si Bungkuk di-pudji2nja sebagai seorang
pengemis pendekar jang luar biasa. Bungkuk dan tua, tetapi sebenarnja
seorang ahli Kang-ouw jang ulung. Banjak orang datang kerumah Pek Wangwee sekedar ingin tahu dan melihat matjamnja pengemis jang luar biasa itu,
jang dengan sendirian sadja dapat menghantjurkan sumbernja kedjahatan di
gua Goe-thauw-nia. Sementara Pek Wan-gwee, terdorong oleh rasa takdjub dan penghargaannja
terhadap si Bungkuk, dengan tak merasa lagi lalu berseru2 katanja:
"Tak di-duga2 orang tua jang berbadan bungkuk dan tampaknja tak berguna
itu sebenarnja seorang ahli silat djempolan, seorang Kang-ouw jang djarang
ditemui keduanja! Oleh karena itu, sebagai penghargaan dan pudjian jang
sungguh2 aku ingin memberikan sebuah nama-kehoramtan jang tjukup
setimpal, jaitu Too-pek-koay-hiap atau Pendekar Bungkuk-jang-gandjil!
Bagaimana kiranja anggapan umum tentang itu?"
"Bagus, bagu2 sekali!" berseru orang banjak. "Amat tepat nama-gelar itu,
Too-pek-koay-hiap!" "Nama-kehormatan itu terlalu berlebihan untukku! Aku chawatir aku bisa
djadi terlalu bangga dan sombong dengan gelarku itu!"
Kam Tihu-pun mengatakan, apabila nama-gelar itu diberikan dengan hati
sutji, maka adalah patut diterima oleh si Bungkuk. Dan tak ada salahnja
70 orang memberikan nama-kehormatan itu, karena diberikan pada tempat
jang benar. "Aku tak hiraukan orang mau memberikan aku nama-gelar apa djuga!"
berkata si Bungkuk lagi. "Tapi jang penting sekarang adalah, keluarga2 jang
kehilangan anak2-gadisnja agar diberi kesempatan mendjemput majat
masing2 anaknja didalam gua Goe-thauw-nia. Majat2 mereka tak pantas
dibiarkan dan kemudian berserakan tulang-belulangnja! Demikian pula
tulang2 para murid Hweeshio dan majat2 Hweeshio jang masih baru, harus
dibereskan menurut adat-geredja dan perikemanusiaan!"
Saran Loo Too-pek, atau jang sedjak hari itu dikenal dengan nama-gelarnja
jang lain Too-pek-koay-hiap, diturut oleh keluarga2 jang bersangkutan. Tidak
perlu dituturkan pula, betapa duka-tjita keluarga2 jang harus mengambil
majat masing2 anaknja didalam gua itu. Bahwa majat2 gadis2 jang malang
itu dikubur bukan dengan siraman kembang, melainkan air mata.
Berbeda dengan keluarga Pek, orang sedalam rumah diuruk kegembiraan
besar, karena gadis Pek Giok Im dapat diselamatkan djiwanja oleh si
Bungkuk. Untuk menjatakan terima kasih dan bersjukurnja, maka Pek Wangwee menjuruh anak-gadisnja berlutut pada Too-pek-koay-hiap. Anak itupun
sudah diberitahukan tentang si Bungkuk, bahwa hanja kakek-konjol itu sadja
jang telah berhasil menjelamatkan djiwanja dari tjengkeraman-maut jang
diperbuat pendjahat dari Hek-liong-kang.
Pek Giok Im seorang gadis tjantik serta terpeladjar, maka ia mengerti,
perintah orang tuanja itu adalah lajak. Sangat tidak berbudilah, manakala
seorang melupakan djasa-baik orang telah menolongnja jang disertai
pengurbanan. Maka dengan lantas Pek Giok In, menemui si Bungkuk jang
selama itu masih dikerumuni orang ramai, termasuk Kam Tihu. Tetapi demi
melihat rupa si Bungkuk, Pek Giok Im mendjadi terkedjut. Langkah kakinja
terhenti, dan badannja bergemetar, takutnja bukan main, sebab baru
pertama kali itu ia melihat muka seorang jang demikian buruknja, lagi
bungkuk punggungnja. Si Bungkuk menundukkan kepala se-akan2 tak ingin menambah ketakutan
71 sigadis jang elok itu. "Kurasa tidaklah perlu Siotjia mendjumpai seorang seburuk aku untuk
menjatakan terima kasih" kata si Bungkuk lemah-lembut. "Apa jang aku telah
berbuat sekedar hanja memenuhi kewadjiban manusia terhadap sesamanja.
Sudahlah, djangan Siotjia bersusah-pajah untuk mengatakan apa2, tetapi
tjukuplah bila Siotjia mengutjapkan sadja didalam sanubari apa jang hendak
dikatakannja. Sungguh2 aku tak mengharapkan penghargaan apapun, aku
gembira melihat ada keluarga jang dapat aku beruntungkan!"
Pek Giok Im masih tegak berdiri dalam kebingungan. Tiba2 Pek Wan-gwee
berkata agak keras: "Apa pula jang kau pikirkan, Giok Im" Menghormatilah dibawah kaki tuanpeuolong kita. Djangan membuat Too-pek-koay-hiap ketjewa, dan orang
nanti mentertawakan kita! Hajo phaykui!"
Denpan terpaksa Pek Giok Im memberanikan hatinja madju ke-depan, lalu
berlutut dan bersodja. Djuga ia memaksakan mulutnja mengutjap kata2
terima kasih. Si Bungkuk mendjadi repot mentjegah orang terlalu banjak melakukan
upatjara. "Tjukuplah tiga kali sadja Siotjia phaykui! Sudah, sudah, bangunlah, Siotjia,
djangan sodja lagi! Aku bukan Toapekong, bukan pula Sinbeng, tetapi
manusia miskin jang kotor!"
Pek Siotjia kemudian berbangkit. Pada Kam Tihu iapun disuruh mendjalankan
peradatan sambil mengutjapkan terima kasih, sebab pembesar itupun telah
banjak bersusah-pajah membela kepentingannja.
Pada pikiran Pek Wan-gwee, bukanlah satu hal djelek bila ia mau menghargai
pertolongan Too-pek-koay-hiap jang telah menjelamatkan djiwa anaknja jang
sangat ditjintainja itu, untuk mana si Bungkuk mempertaruhkan djuga
djiwanja, karena Tong Hong hweeshio adalah seorang pendjahat besar. Ia
hendak menjelenggarakan suatu perdjamuan besar dimana ia akan
mengundang pula penduduk2 terkemuka. Pikiran orang hartawan itu
ditundjang sepenuhnja oleh Tihu, jang mengatakan, bahwa djasa2 Too-pek72
koay-hiap belumlah tjukup dibalas dengan hanja satu perdjamuan.
Too-pek-koay-hiap tak menjangka kalau Pek Wan-gwee akan mengadakan
pesta djamuan untuk kehormatannja. Ia tak tahu akan hal itu, karena
segalanja disiapkan setjara diam2 dan tjepat. Apa boleh buat, ia berdjamu
djuga dengan tuan-rumah, Kam Tihu, dan banjak orang jang diundang.
Djamuannja mentereng betul, banjak bidangan ledzat2, arak wangi tak
ketinggalan. Kam Tihu bertindak sebagai wakil tuan-rumah, jang memperkenalkan kisah si
Bungkuk pada umum, dan ditjeritakan pula kegagahan dan kepandaiannja
membasmi pendjahat besar dari Hek-liong-kang, hingga selain keluarga Pek
telah diselamatkan, pun dengan sendirinja keamanan dan kebahagiaan
segenap penduduk Thian-tay telah dipulihkan kembali.
"Djasa Too-pek-koay-hiap bukan ketjil artinja, dan sebab itulah sudah
selajaknja kita menaruh penghargaan se-besar2nja padanja, dan harus
selamanja nama si Bungkuk itu tertera dalam hati kita masing2!" demikian
Kam Tihu mengacihri bitjaranja.
Didalam perdjamuan itu, sekali lagi Pek Wan-gwee mengutjapkan terima
kasih akan bantuan2 si Bungkuk jang tak ternilai besarnja itu.
Ada seorang mengusulkan, bahwa untuk membajar djasa2 si Bungkuk jang
sedemikian besar itu, tidak tjukup hanja mendjamunja dengan makanminum dan utjapan terima kasih.
"Dia seorang-tua dan miskin, rupanja tak punja kediaman tertentu" orang itu
berkata lebih djauh, "sudah sepantasnja kalau kita angkat supaja Too-pekkoay-hiap dapat merubah tjara hidupnja jang lebih baik. Aku jakin Pek Wangwee akan menjetudjui bila Too-pek-koay-hiap diberi sebuah rumah untuk
dia dapat meneduh dan terdjamin penghidupannja sebagaimana manusia
lajaknja". Saran itu kembali disokong oleh Kam Tihu. Tetapi sebaliknja si Bungkuk lalu
berbangkit dan mendjura. "Saran saudara sangat berat untuk aku terimanja. Jakinlah, bahwa aku bukan
seorang jang biasa hidup mewah, atau seorang jang biasa mengharapkan
73 suatu pembalasan-budi. Apa jang aku lakukan adalah suatu keharusan
sebagai manusia terhadap manusia lainnja jang sedang menderita dan
memerlukan bantuan. Djanganlah terlalu mendewakan aku! Djamuan ini
sadja sudah terlalu besar bagiku!" lalu dengan mendadak ia mengatakan
mohon mengundurkan diri meninggalkan perdjamuan itu.
Sudah tentu orang mendjadi terkedjut akan pernjataan si Bungkuk jang getas
dan mengandung kemarahan itu. Maka dengan buru2 orang jang
menjarankan tadi mendjelaskan dengan sumpah, bahwa se-kali2 ia tak
bermaksud menghina, sarannja itu timbul dari hati sedjudjurnja. Iapun tidak
lupa meminta maaf bila sarannja itu melukai hati Too-pek-koay-hiap,
Dengan watak dan pendjelasan Too-pek-koay-hiap jang berbeda daripada
orang2 seumumnja, menimbulkan suatu anggapan, betapa baik kepribadian
seorang sebagai si Bungkuk itu. Hati mana orang mendjadi bertambah kagum
dan takdjub, dan makin berlimpah rasa penghargaannja.
Djamuan berlangsung terus dengan kegembiraan, sekalipun Too-pek-koayhiap menjaTakan Sudah tjukup berdjamu, namun orang menghendaki ia
makan-minum terus, mereka menjatakan bahwa pertemuan sematjam itu
tak mungkin akan datang pula, sudah seharusnja si Bungkuk suka berdjamu
lebih lama. Tetapi di-tengah2 orang bergembira, tiba2 seorang muda jang sedjak tadi
berada diluar medja perdjamuan, berkata dengan suara njaring.
"Aku telah mendengar beberapa hari berselang, bahwa barang siapa dapat
menjelamatkan djiwa anaknja, dengan rela dia akan mempersembahkan
gadisnja itu sebagai budak maupun ieteri bila penolongnja adalah seorang
laki2! Didalam hal ini tak di-singgung2 soal udjudnja penolong itu, muda atau
tua, bagus ataupun buruk! Sekarang kenjataannja Pek Siotjia telah
diselamatkan oleh Too-pek-koay-hiap, sudah selajaknja Pek Wan-gwee
menepati djandjinja, menjerahkan Pek Siotjia ditangan tuan-penolongnja, tak
peduli sebagai isteri maupun pesuruh. Banjak orang mendengar djandji2 itu,
dan aku termasuk seorang diantaranja! Nah, Pek Wan-gwee, maafkan kalau
74 aku mengusik2 hal ini, karena aku beranggapan Wan-gwee harus
memenuhinja!" Alangkah terkedjutnja Pek Wan-gwee mendengar utjapan2 pemuda itu,
begitupun orang2 jang ada dalam perdjamuan itu, termasuk Kam Tihu, dan si
Bungkuk sendiri. Orang mengenali pemuda itu, ialah anak seorang tuan tanah jang hidupnja
sebagai pemogor dan pendjudi, namanja Go Thian Po. Mereka teringat akan
djandji2 Pek Wan-gwee jang pernah di-utjapkan dahulu, jang bersedia
menjerahkan anaknja pada siapa juga dapat menjelamatkan djiwanja. Kini Go
Thian Po jang tak punja sangkut-paut dengan persoalan itu mendadak
menggugat djandji Pek Wan-gwee, hal mana sangat mengedjutkan mereka
jang mendengarinja. Mungkinkah seorang Tjian-Kim Siotjia sebagai Pek Giok
Im harus dikurbankan ditangan si Bungkuk jang tua dan romannja djelek
menakutkan itu" Haruskah gadis jang djelita dan terpeladjar itu
diperisterikan oleh seorang sebagai Too-pek-koay-hiap, jang selain amat
buruk pun sudah dekat adjalnja karena usianja jang landjut"
Pek Wan-gwee diam terpaku, karena pikirannja tiba2 mendjadi katjau. Ia
mengerti, bahwa djandji jang pernah diutjapkannja di depan umum itu harus
dipenuhi. Tetapi ia merasa keberatan untuk menepatinja, ia tidak rela
melepaskan kumala-hidupnja ditangan si Bungkuk jang tak sesuai umur dan
keadaannja. "Tentu Giok Im pun takkan menjetudjuinja, dan kalaupun setudju karena
dipaksa, pasti akan hantjurlah kehidupan dan nasibnja kelak! demikian
pikirnja lebih djauh. "Membatalkan djandji" Tak mungkin, orang tentu akan
menista dan mengedjek aku, orang takkan menghargai aku pula jang telah
mengingkari djandji jang pernah ku-utjapkan. Apa dajaku sekarang?"
Semua mata ditudjukan pada Pek Wan-gwee jang gerak-geriknja agak
kebingungan dan ketakutan. Kam Tihu dilain pihak tak dapat berbuat
sesuatu, ia tidak bisa bantu memetjahkan persoalan jang rumit itu.
Adalah si Bungkuk jang djuga tak men-duga2 akan timbul persoalan
sedemikian, tinggal duduk terpaku. Iapun pernah mendengar kata-djandji
75 Pek Wan-gwee, namun dengan pertolongannja itu, sesungguhnja bukan ia
menghendaki mendjadi anggauta keluarga orang kaja-raya itu. Apa jang
diperbuatnja hanja berdasar pada kewadjiban menolong sesamanja, semata2. Karena ia adalah seorang pengabdi keadilan, pembela kebenaran,
sebagai lajaknja seorang jang hidup dalam kalangan Kang-Ouw. Sekarang
tiba2 muntjul masalah jang rumit itu, jang membikin keluarga Pek
menghadapi kesukaran. "Saudara2 harap dengarlah, tadi aku telah membentangkan tjukup njata,
bahwa aku menolong sesamanja bukanlah untuk mengharapkan hadiah
apalagi terhadap dirinja Pek Siotjia" berkata si Bungkuk, "aku tahu betapa
indah dan agung seorang gadis sebagai Pek Siotjia, maka adalah
pendurhakaan besar bila aku mengharapkan dia sebagai penebusan seorang
buruk dan hina sebagai aku ini!"
Pek Wan-gwee, Kam Tihu, demikianpun jang lain2nja terdiam diatas masing2
kursinja, mereka terpesona akan kata2nja si Bungkuk itu. Hanja pemuda tadi
jang menjambut pernjataan si Bungkuk dengan tantangannja.
"Djandji adalah djandji, apapun persoalannja, harus ditepati! Karena itulah
aku menuntutnja karena aku adalah seorang jang tak sudi membiarkan
seseorang mengingkari djandjinja!" kata pemuda itu.
Too-pek-koay-hiap memandang Go Thian Po.
"Tetapi djika Pek Wan-gwee berkeberatan?"
"Aku akan menuntut hingga terdapat satu penjelesaian jang memuaskan!
Atau masjarakat akan meludahi dia sebagai seorang jang tak dapat
dipertjajai!" "Dan djika aku sendiripun rela menolak?"
"Akupun akan memaksanja!"


Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tak mungkin kau dapat berbuat demikian terhadapku, anak muda! Tetapi
aku ingin bertanja, mengapa bukan kau jang berusaha menolong Pek Siotjia
untuk memperoleh hadiah berharga itu" Mengapa kau tidak
memperlihatkan ketangkasanmu membasmi kedjahatan di Goe-thauw-nia,
tetapi memperdengarkan suara besar disini?"
76 "Aku tak punja kesanggupan melewati harimau-hantu, karena aku bukan
Too-pek-koay-hiap jang perkasa!" kata Go Thian Po menjindir
"Djika demikian halnja, kau hanja seorang pengatjau belaka! Kau tjuma bisa
men-tjari2 kerewelan jang tak ada perlunja jang tak ada sangkut-pautnja
dengan kepentinganmu."
"Bukan mengatjau atau mentjari keributan, melainkan berbuat untuk
kepentingan masjarakat umum!"
"Kau harus ketahui, bahwa djandji Pek Wan-gwee hanja berkisah pada
perseorangan, tak langsung mengenai umum. Djadi dalam hal ini hanja oangr
tersangkut sadja jang dapat mengambil keputusan mutlak! Aku tak mengerti,
mengapa kau jang mendjadi penasaran, sedangkan aku jang berkepentingan
dengan rela tak suka menerima hadiah ini dan itu dari pihak Pek Wangwee?"
"Aku kepingin ketahui dalam hal ini, Loo Too-pek jang tidak mau menerima
hadiah ataukah Pek Wan-gwee jang mengingkari djandji, karena sajang
anaknja jang tjantik harus dikurbankan untuk seorang tua rudin seperti kau?"
Si Bungkuk sudah mendjadi amat marah melihat kekurang-adjaran pemuda
hartawan itu. Ia menghampiri Go Thian Po untuk diberikan sedikit hadjaran,
tatkala Kam Tihu meminta dengan sangat Too-pek-koay-hiap bersabar,
sementara pemuda tak sopan itu disuruhnja pergi.
Go Thian Po rupanja mempunjai banjak begundal jang terdiri dari orang2
busuk, maka diluaran mereka segera menjiarkan berita, bahwa Pek Wangwee seorang rendah dan hina karena mengingkari djandji jang telah
diutjapkan didepan umum, malah disaksikan Kam Tihu djuga. Dan sebentar
sadja gemparlah orang2 membitjarakan hal itu, tak lupa djuga melemparkan
tjelaan dan makian kotor. Hingga bisa dimengerti, Pek Wan-gwee merasakan
sangat tidak enak dan malu. Dalam pada itu Kam Tihu rupanja sulit untuk
tjampur tangan secara langsung hanja madju untuk meredakan suasana.
"Sebaiknja Wan-gwee djangan menghiraukan suara2 diluar jang biasanja
ditimbulkan oleh sekelompok orang jang hina dan kedji, jang karena satu dan
lain hal bermaksud hendak membalas dendam!" kata Kam Tihu
77 menjarankan. Ia menduga, diantara Go Thian Po dengan keluarga Pek tentunja ada terselip
suatu peristiwa, jang membikin pemuda itu mendjadi sakit hati dan kini
hendak membalas dendam. Pek Wan-gwee menerangkan, memang Go Thian
Po dahulu pernah melamar Giok Im, tetapi ditolaknja.
"Nah, itulah pokok soalnja!" berkata pula si Bungkuk. "Go Thian Po kini ingin
melihat Wan-gwee mendapat malu, karena penolakkan pada lamarannja
dulu. Menurut aku, lebih baik Wan-gwee melepahkan hati, karena dari pihak
aku sendiri sungguh2 tak menagih djandji atau ingin memperisterikan Pek
Siotjia! Puteri Wan-gwee terlalu indah untuk didjadikan mangsa seorang tua
dan buruk sebagai aku, atau ibarat seekor burung Tjendrawasih, tak lajaknja
dia mesti hinggap didahan pohon jang sudah rapuh dan kotor! Biarlah,
sekarang aku pergi dari sini. Mudah2an Pek Siotjia kelak mendapat djodohnja
jang sedjadjar, pemuda jang dapat memberuntungkan hidupnja! Selamat
tinggal!" Sehabis berkata, Too-pek-koay-hiap membalikkan badan berlalu, sikapnja tak
ragu2 sama sekali. Pek Wan-gwee mendjadi terkedjut, begilu pula Kam Tihu.
Mereka tak menjangka si Bungkuk seorang jang keras hati pendiriannja.
Pembesar-daerah itu meminta Pek Wan-gwee mentjegah kepergian Too-pekkoay-hiap, untuk dijakinkan, bahwa kalaupun si Bungkuk tak mengharapi
hadiah jang didjandjikan, namun tak seharusnja berlalu begitu sadja. Akan
tetapi entah bagaimana, Pek Wan-gwee tetap berdiri terpaku seakan2 tak
mendengar utjapan2 Kam Tihu, matanja memandang Too-pek-koay-hiap,
akan tetapi dibiarkannja sadja tuan-penolopg itu pergi, sampai kemudian
menghilang. Ia menarik napas pandjang. Apa jang terpikir dalam hatinja tak
seorang mengetahuinja. Achirnja Kam Tihu pun meminta diri. Padanja Pek Wan-gwee mengutjapkan
terima kasih akan bantuan2 jang telah diberikan. Pembesar-daerah itu lalu
menarik kembali regu2 polisi dan tentara jang ditugaskan mengawasi
harimau-hantu, dan sedjak itu keamanan dapat dipulihkan pula seperti
sediakala. 78 Adalah Pek Wan-gwee jang terus mengalami hal2 tidak enak sedjak anaknja
diselamatkan djiwanja oleh Too-pek-koay-hiap. Kebahagian jang dibajangkan
setelah Pek Giok Im kemhali kerumah dengan selamat, ternjata tak kundjung
tiba, bahkan kebalikannja ia menghadapi soal2 mendjengkelkan hati. Sebab
diluaran telah ramai orang membitjarakan perihal djandji2 jang tak
ditepatinja itu, hingga orang memandang ia sebagai seorang hina dan tak
tahu adat. Makin lama edjekan dan tjelahan orang makin meluas dan
achirnja terdengar djuga oleh Pek Giok Im.
Maka bukan kepalang sedih hati gadis itu, karena tjemooh jang orang
timpahkan pada keluarganja. Sebagai seorang gadis terpeladjar dan mengerti
akan harga-diri serta kehormatan, iapun anggap perbuatan ajahnja dapat
dipandang sebagai satu kehinaan. Hutang duit dapat disikut, tetapi
kehormatan tak mungkin. Dan djandji seseorang adalah berarti kehormatan,
maka apabila ajahnja dahulu pernah mengutjapkan djandji akan
menghadiahkan dia pada siapa sadja jang dapat menjelamatkan djiwanja,
apalagi djandji itu diutjapkan dimuka umum, maka suatu pengingkaran
berarti merendahkan deradjat dirinja. Dan kehinaan itu bukan tjuma
ditimpahkan pada ajahnja, djuga mengenai seluruh keluarga. Sekalipun ia
tahu, biang-keladi dari adanja edjekan dan penghinaan itu adalah dari
perbuatan Go Thian Po sebagai pembalasan dendam karena lamarannja
ditolak, namun perbuatan pemuda itu tak bisa terlalu disalahkan.
Sekarang nama seluruh keluarganja dinodai dan dihina, maka bagi Pek Giok
Im hal itu merupakan suatu tamparan jang hebat. Ia tak mau ajahnja
mentjemarkan nama keluarganja, ia harus memperbaiki dengan segala
pengurbanannja. Ia hendak paksa ajahnja menepati djandjinja. Ia mengambil
keputusan untuk menjerahkan badan dan nasibnja pada orang jang telah
memberikan pertolongannja. Ia harus rela mendjadi isteri Too-pek-koayhiap, apapun matjamnja orang itu. Djika tidak, maka terlebih baik ia mati!
Begitulah ia menjatakan keputusannja pada kedua orang tuanja, ia
menjatakan kesungguhan dan kerelaannja diperisterikan si Bungkuk!
"Seseorang jang tak dapat menepati diandjinja adalah sangat hina", ia
79 menambahkan, suaranja tetap. "Djusteru aku tak mau hidup dalam
kehinaan, dan untuk dapat menghindarkannja, satu2nja djalan adalah aku
harus menikah dengan Too-pek-koay-hiap. Maka aku bermohon dengan
sangat agar ajah mengundang kembali si Bungkuk kemari untuk menerima
haknja!" Sudah tentu Pek Wan-gwee dan isterinja mendjadi sangat tertjengang
mendengar keputusan anaknja itu. Pek Wan-gwee tak mengira puterinja
akan dapat mengambil keputusan jang tak pernah mereka pikirkan.
Meskipun ia mengerti, bahwa ia telah memperlihatkan suatu perbuatan
tertjela dan kini chalajak ramai menghinanja, namun hakekatnja ia tak
menginginkan anaknja mendjadi isterinja seorang laki2 sebagai si Bungkuk.
Pada mulanja ia mengharapkan orang jang dapat menjelamatkan anaknja
adalah seorang pemuda tampan dan gagah, sekurang2nja tak berparas
djelek. Namun adalah seorang kakek tua, melarat dan amat buruk, dan itulah
sebabnja ia terpaksa menelan kembali djandjinja. Akan tetapi sekarang diluar
dugaannja malah anaknja jang dengan sikap sungguh2 hendak
mengurbankan dirinja pada si Bungkuk, se-mata2 karena tak ingin nama baik
keluarganja tertjemar dan dinodai. Ia mendjadi sangat bingung, dan tak
mengerti apa harus diperbuat.
Adalah Pek Hudjin jang lalu membudjuk anaknja untuk tidak melakukan hal2
sebodoh itu, bahwa bukan pada tempatnja seorang gadis elok dan
terpeladjar mesti mendjadi kurban mempersuamikan seorang laki2 buruk
dan tua sebagai si Bungkuk!.
"Djadi ibu senang djuga keluarga Pek didjadikan buah-tutur se-lama2nja
sebagai keluarga rendah dan hina?" bertanja Pek Giok Im. "Tidak merasa
ketjewakah ibu, kalau ajah setiap hari di maki2 orang dan dinista2. Tidak, ibu,
tidak dapat aku membiarkan itu! Aku sangat malu!"
"Mengapa mesti malu, nak?" udjar ibunja. "Orang luar memang biasanja
suka berbuat iseng dan menghina orang! Lebih2 kita tahu, kehebohan itu
ditimbulkan hanja oleh seorang jang mempunjai dendam karena lamarannja
ditolak! Selain itu, djangan kau mendjadi terlalu bodoh, sebab bukan kita
80 jang tjoba mengingkari djandji, tetapi adalah si Bungkuk sendiri jang
mengatakan didepan umum, bahwa dia tak mengharapkan balasan apa2 dari
kita! Ini adalah suatu kebaikan dari Too-pek-koay-hiap, wadjib kita berterima
kasih padanja, dan harus selalu menghargai kebaikannja jang diberikannja
pada kita dengan hati rela dan bersih!"
"Ibu salah, sama salahnja seperti ajah! Ibu tak jakin, Too-pek-koay-hiap
sangat ketjewa dengan perbuatan ajah. Sebagai seorang budiman dan
pengabdi perikebedjikan, Too-pek-koay-hiap malu untuk menagih haknja!
Aku dapat menjelami apa jaug sebenarnja dirasakan oleh si Bungkuk. Dia
sangat ketjewa, tetapi sebagai laki2 sedjati, sebagai pahlawan, dia rela
menarik diri dan pergi setjara gagahi"
Ibunja mendjadi sangat djengkel. Ia tak dapat ber-kata2 lagi. "Aku heran,
sebagai seorang gadis terpeladjar, kau tak dapat berpikir jang terlebih baik,
dan memandang sesuatu dengan segala pengertianmu!" ajahnja menegur.
"Djusteru aku terpeladjar, ajah, maka aku dapat menjelami dalam2nja,
betapa memalukan perbuatan ajah!" djawab Pek Giok Im dengan sengit.
"Ajah mengingkari djandji, itu berarti noda besar bukan sadja bagi kita jang
masih hidup, tetapipun bagi nenek-mojang kita jang sudah mati! Aku tak
ingin hidup buat ditjatji-maki orang dan terhina selamanja!"
"Djadi apa jang kau kehendaki sekarang?"
"Mentjutji bersih noda2 jang dibuat ajah jang sangat memalukan itu! Aku
harus mendjadi isteri Too-pek-koay-hiap, apapun ada dan bagaimana
matjamnja dia!" "Kau........... kau mau menjerahkan diri kepada seorang tua dan bungkuk itu?"
"Keputusanku sudah tetap! Aku mesti kawin dengan si Bungkuk!"
"Tidakkah kau djidjik melihatnja?"
"Ajah akulah jang harus merasa djidjik dengan perbuatanmu!"
"Tidak, Giok Im, aku tidak sudi si Bungkuk mendjadi menantuku!"
"Kalau ajah kukuh dengan anggapan sendiri, ajah akan melihat aku nanti
hanja majatnja sadja!"
"Oh, kau mengantjam?"
81 "Aku tak berani mengantjam orang tua! Tetapi kalau itu dikehendaki, akupun
dapat membuktikan apa jang aku utjapkan!"
"Pikirlah sekali lagi dengan masak2, Giok Im! Djangan kau menipu dirimusendiri untuk melakukan hal2 jang sangat mustahil! Kau tak patut mendjadi
isteri si Bungkuk, selagi disana masih banjak tjalon2 suami jang lebih sesuai
baik rupa maupun deradjatnja!"
"Tetapi mereka tak punja hak atas diriku, ajah! Hanja si Bungkuklah seorang,
hanja dia?" Pek Wan-gwee terdiam. Hatinja sangat marah dengan kehandalan anaknja,
jang dianggapnja terlalu memalukan keluarganja. Sementara sang ibu
membudjuki kembali kepada puterinja dan memintanja agar anak itu
merubah sikapnja. "Menjesal tak bisa, ibu!" djawab anaknja kukuh. "Bagaimanapun djuga, aku
harus mendjadi isterinja si Bungkuk, atau kalau tidak aku mesti mati!"
"Giok Im, mengapa kau membuat ibumu mendjadi berduka?" kata ibunja
berlinang air mata. "Jang membuat ibu berduka, bukanlah aku, tetapi ajah! Pada ajahlah ibu
harus menuntut!" "Djadi kau tetap dengan keputusanmu, nak?"
"Ja, ibu, keputusanku hanja tjuma satu, dan sudah pasti! "
"Djika demikian, sebaiknja ibu mati daripada melihat kau mendjadi isteri
siburuk itu!" "Sebelum ibu mati, aku akan mendahuluinja! Apa gunanja aku hidup dengan
nama tjemar dan kotor!"
"Jang terhina bukan kau, tetapi ajahmu!"
Pek Giok Im tak berkata lagi. Hatinja djengkel betul. Kemudian, dengan tak
mengutjapkan kata sepatahpun, ia meninggalkan kedua orang tuanja.
Alangkah sedihnja Pek Wan-gwee dan isterinja demi dilihatnja Pek Giok Im
benar2 tak dapat dirubah keputusannja. Budjukan2 tak berguna sama sekali,
karena sang anak tak mau menghiraukannja, bahkan makin sengit menjesali
82 dan menjalahi ajahnja jang dipandangnja telah kehilangan harga-diri sebagai
keluarga terhormat. Sekalipun pada mulanja Pek Giok Im merasa terperandjat waktu melihat rupa
Too-pek-koay-hiap, namun kini anggapannja telah berubah, bahwa mau tak
mau ia harus mengurbankan dirinja guna menepati djandji ajahnja, karena ia
beranggapan, djandji adalah sama dengan kehormatan seseorang. Barang
siapa tak dapat menepati djandjinja, maka orang itu adalah rendah dan hina.
Dan kejakihan itulah jang mendorong ia harus rela berkurban. Iapun telah
berpikir, apabila kelak mendjadi isteri Too-pek-koay-hiap, ia akan
memandanginja si Bungkuk sebagai suami jang lajak, jang harus dilajani
segala kepentingan dan haknja. Disamping itu ia mempunjai kejakinan,
bahwa Too-pek-koay-hiap patut dihormati. Jang buruk dan hina hanja
kulitnja, tetapi prihadinja indah dan agung. Dan umur tua tak mendjadi soal.
Dengan faham2 itulah Pek Giok Im memaksa kedua orang tuanja menuruti
kehendaknja, menikahkan ia pada Loo Too-pek, karena hanja laki2 bungkuk
itu sadja jang berhak atas diri dan kehormatannja!
Pek Hudjin mentjoba sekali lagi membudjuki anaknja untuk mengubah sikap
dan pendiriannja. Tak lupa djuga diberi djandji muluk2, bahwa selekas
mungkin ia akan mentjarikan tjalon suami jang sesuai, jang muda dan
tampan, djuga terpeladjar. Tetapi justeru budjukan2 dan djandji2 jang
sedemikian itu makin menambah kemarahan sang anak.
"Sekarang ibu menambah pula satu kesalahan, suatu kepitjikan pikiran!
Sedangkan dihina sadja aku sudah tak sanggup mengatasi, kini aku hendak
diperdjual-belikan seperti barang dagangan! Benar2 ibu menambah aku djadi
djengkel sadja". "Mengapa kau menganggap maksud baikku mendjadi sebaliknja?" tanja sang
ibu. "Sebab itu hendak me-nawar2kan aku pada sembarang orang sebagai barang
dagangan sadja! Adakah kata2 dan maksud ibu dapat dibenarkan?"
"Bukan demikian maksudku, nak! Aku hanja ingin kau tak menudju djalan
sesat dengan menjerahkan diri pada si Bungkuk, aku hendak memilihkan kau
83 seorang tjalon suami jang sama deradjat".
"Kalau ibu menghendaki aku bersuamikan seorang pemuda jang tak bisa
ditjela ketampanannja, mengapa dahulu ibu menolak mentah2 lamaran Go
Thian Po, hingga akibatnja dia menimbulkan penghinaan hebat itu?"
"Dia adalah seorang pemuda hidung-belang dan pemogoran, dia tak lajak
mendjadi suamimu!" "Djadi ibu menghendaki seorang menantu jang dapat membahagiakan
hidupku?" "Ja!" "'Si Bungkuklah jang nanti dapat berbuat demikian, Bu!"
"Tetapi dia seorang jang luar biasa buruknja! Lagi sudah amat tua, hingga
bisa2 kau akan lekas mendjadi djanda-muda!"
"Kalau si Bungkuk mati, akupun harus mati bersama! Seorang isteri harus
setia pada suaminja, dan akulah isteri jang sanggup berbuat demikian!"
Pek Hue jin bertambah2 djengkelnja. Ia tak mengira Giok Im bisa mendjadi
keras-kepala, dan mau berbuat hal jang tak diinginkan.
Pek Wan-gwee dilain pihak mengambil keputusan memberantas pendirian
anaknja. Ia mengatakan dengan tandas, apapun akibatnja, ia tak sudi
memungut menantu seorang tua dan seburuk Loo Too-pek.
Tetapi djusteru sikap Pek Wan-gwee ini membikin Giok Im mendjadi nekat
betul2. Sedjak hari itu ia tak meninggalkan kamar-nja diatas loteng. Pintu
kamar ditutup dari dalam, dan budak2 tak diperkenankan menemani. Djuga
menolak makan maupun minum.
Tatkala sambil menangis sang ibu meng-gedor2 pintunja minta berdjumpa,
Giok Im memberi djawaban keras2:
"Mau apa ibu menemani anak jang keras-kepala dan menjakiti hati orang


Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tua" Djangan pedulikan aku, atau biarkan aku akan berangkat mati tak lama
lagi! Dan tinggallah ibu bersama ajah mengetjap hinaan2 jang setiap hari
memenuhi telinga itu!"
Ia menambahkan, kalau ia tahu sekarang ia harus mati menderita noda,
adalah lebih baik dahulu mati dikurbankan oleh Tong Hong Hweeshio!
84 Bagaimanapun dibudjuknja untuk membuka pintu, Giok Im tetap tak
menghiraukannja. Tak heran, achirnja ajah dan ibunja mendjadi sangat
berchawatir. Djusteru Pek Wan-gwee dalam gelisah dan tjemas, isterinja
sekarang menuntut, bahwa karena gara2 perbuatan jang sembarang
mengutjapkan djandji, kini anak jang tjuma satu2nja harus mendjadi kurban.
Ia tak ingin Giok Im mati karena tidak mau makan atau minum; maka ia
menuntut suaminja harus bertanggung-djawab segala akibatnja.
"Djika Giok Im mati, akupun tidak mau hidup lebih lama lagi!" ia berkata
sambil merangsang dan me-raih2 badju suaminja.
Pek Wan-gweo se-olah2 mengindjak bara. Rasa djengkel, duka dan bingung
merangsang otaknja. Achirnja ia dapat berpikir, bahwa sikap dan pendirian
anaknja adalah benar. Bahwa perbuatannja sangat menodai nama seluruh
keluarga, pun memang adalah terlebih baik mati daripada hidup menderita
malu karena tertjampur dan terhina. Sikap anaknja menginsjafkan ia akan
kerendahan dirinja. Bagaimanapun buruk dan mendjidjikan rupa si Bungkuk
itu, namun dia adalah berhak atas diri Pek Giok Im, karena Too-pek-koayhiap telah berhasil menjelamatkan djiwanja.
Sikap dan keputusan Giok Im membuka mata dan pikiran Pek Wan-gwee, ia
menginsjafi, bahwa anak itu bukan sadja benar dalam pendiriannja, bahkan
menggambarkan betapa indah pribadi dan insannja sebagai seorang gadis
jang sutji dan berbudi. Betapa agungnja Pek Giok Im, karena ia lebih suka
mati daripada hidup menderita tjemar.
Lalu Pek Wan-gwee berunding dengan isterinja, dengan tak lupa memberi
pengertian tentang sikap2nja Giok Im dan djedjak hidupnja mempunjai sifat2
agung dan sutji untuk arti adat-istiadat dan nama baik kekeluargaan. Ia
mejakinkan isterinja untuk memahami keindahan hati anaknja. Bahwa
sebagai orang tua, mereka harus berbangga mempunjai seorang anak
sehagai Giok Im itu. Oleh karena itulah sekarang ia mengambil keputusan
untuk menikahkan anaknja pada Too-pek-koay-hiap. Ia mengatakan lebih
djauh, bahwa sebaiknja mereka tidak memandangi rupa seseorang dari lahir,
melainkan bathinnja. 85 "Dan aku berharap, semoga kelak aku memiliki keturunan2 jang berdjiwa
sebaik dan segagah Too-pek-koay-hiap itu!" ia menambahkan kemudian.
"Dan berharap Giok Im hidup berbahagia dengan suaminja itu! Aku pertjaja
kau sependapat dengan aku!"
Isterinja menjeka air-mata jang ber-linang2 dikedua pipinja jang sudah
keriput. Iapun mulai faham akan pendirian anaknja, dan sefaham dengan
suaminja. "Baiklah, kalau kaupun kini mempunjai kejakinan jang sedemikian!" katanja.
"Apa dajaku, bila Thian memang meudjdohkan anakku dengan si Bungkuk!
Tjuma sadja.........."
Kembali Pek Hudjin menangis.
"Mengapa kau berduka benar isteriku?" bertanja Pek Wan-gwee. "Djika kau
sudah mempunjai kesadaran akan djiwa murni Giok Im, maka djanganlah kau
mempunjai gandjalan lagi dalam hati. Relakan dan pudjikanlah, agar mereka
hidup rukun dan berbahagia selamanja! "
"Memang aku sudah merelakannja itu............" sahut isterinja.
"Hanja sadja aku tetap berchawatir, adakah Giok Im benar2 dinikahkan
dengan laki2 jang djauh perbedaannja itu" Tidakkah dia hanja memaksa2kan diri sekedar untuk menjutji noda?"
"Aku berani memastikan Giok Im benar rela dan ichlas! Aku tahu benar
djiwanja! Giok Im seorang gadis terlalu indah untuk diragukan
kepribadiannja!" "Djika demikian, apa boleh huat! Tetapi dimana sekarang si Bungkuk itu?"
"Kita nanti menjuruh orang mentjarinja, atau minta bantuan Kam Tihu!"
Demikian keputusan suami-isteri itu. Lebih dahulu mereka memberitahukan
pada Giok Im, bahwa mereka telah menginsjafi segala kekeliruannja, dan
bahwa mereka sekarang menjetudjui pendiriannja menikah pada si Bungkuk.
Hal jang mana membikin Pek Giok Im mendjadi girang. Ia membuka pintu
kamar dan berlutut dihadapan kedua orang tuanja, sambil mengutjapkan
terima kasihnja. "Dengan demikian noda2 dan hinaan2 akan dapat dihapus, ajah!" berkata
86 sang gadis. "Ajah dan ibu membuat aku merasa beruntung! Tetapi........"
"Mengapa?" menegasi ajahnja.
"Tetapi dimana Loo Too-pek sekarang?" sahut Pek Giok Im.
"Aku akan mentjarinja, djuga akan minta bantuan Kam Tihu!"
"Tetapi aku ada satu sjarat ingin dipenuhi, ajah!"
"Apakah sjarat itu?"
"Bila Too-pek-koay-hiap sudah ditemui, ku harap ajah memperhatikan soal
pakaiannja, disesuaikan sebagai menantu seorang Wan-gwee!"
Pek Wan-gwee menganggukkan kepala. Begitulah ia lalu menjuruh beberapa
orang mentjari Too-pek-koay-hiap, dan harus dapat diadjak datang bersama.
Selain itu ia menemui Kam Tihu, dan menuturkan keputusannja jang telah
diambil. Mula2 pembesar itu mendjadi keheranan, karena djika benar2 gadis
Thian-tay jang tertjantik diperisterikan si Bungkuk, akan merupakan suatu
peristiwa pintjang, dan ketjantikan Pek Giok Im harus disajangi. Tetapi
kemudian djalan pikirannja bertumbuk dengan arti harga-diri dan nama baik
kekeluargaan, maka ia menjokong pendirian Pek Wan-gwee, bahkan
mengagumi djiwa, seorang gadis jang demikian agung itu.
"Kemarin orang membawa laporan, bahwa Too-pak-koay-hiap masih berada
digeredja Seng-ong-bio!" berkata Kam Tihu. "Apa maksudnja dia tinggal
disana, entahlah. Dan apakah hari ini dia masih berada disana, aku tak dapat
memastikan. Aku akan segera menjuruh orang melihatnja, dan membawanja
nanti kerumah Wan-gwee!"
Pek Wan-gwee mengutjapkan terima kasih. Kemudian kepala-daerah itupun
pulang kerumahnja, lalu menjuruh dua orang mentjari Loo Too-pek di Sengong-bio.
Ternjata si Bungkuk masih berada digeredja itu. Ia tengah membaringkan diri
dilantai serambi sebelah dalam, tatkala pesuruh Tihu datang mengundang.
"Ada keperluan apa aku diundang Tihu?" menegasi si Bungkuk.
"Bukan Kam Loya jang mengundang, tetapi Pek Wan-gwee!" djawab pesuruh
itu. "Pek Wan-gwee?" mengulangi si Bungkuk keheranan. "Tugasku sudah habis,
87 dengan demikian, aku dengan orang kaja itu sudah tak punja sangkut-paut
lagi. Pergilah beritahukan pada Pek Wan-gwee, bahwa aku tak dapat
menerima undangannja, tetapi djangan lupa menjampaikan salamku padanja
untuk sambutan dari djamuan jang telah diberikan padaku hari kemarin!"
"Tetapi Kam Loya memesan dengan sangat, agar Loo Too-pek dapat aku
membawanja kerumah Pek Wan-gwee!"
"Sungguh, aku tak dapat datang!" kata si Bungkuk.
Lalu iapun membaringkan diri pula dilantai, dan memedjamkan matanja.
Terpaksa pesuruh2 itu kembali kekantor Tihu dan menjampaikan penolakan
si Bungkuk itu. Sekarang pembesar itu datang sendiri keklenteng dengan
kendaraan tandu, iapun menjediakan tandu kosong. Menampak
kedatangannja pembesar itu, Loo Too-pek mendjadi gugup memberi hormat.
Dan sekarang ia tak dapat menolak undangan pembesar itu, jang dengan
kerendahan hati telah datang sendiri ketempat perpondokannja.
"Apakah persoalannja, hingga Loya memerlukan diri memanggil seorang hina
sebagai aku untuk keperluan Pek Wan-gwee?" ia mengadjukan pertanjaan.
"Demi hubungan baik aku dengan Pek Wan-gwee, aku mau djuga berbuat
sesuatu untuk kepentingannja!" djawab pembesar itu.
"Apakah bukan persoalan Pek Siotjia?"^
"Entahlah, disana Loo Too-pek nanti akan dapat mengetahuinja".
Si Bungkuk dimintanja naik tandu jang disiapkan, lalu mereka menudju
kegedung Pek Wan-gwee. Orang kaja itu sudah menanti diserambi depan,
dan melihat kedatangan tamunja, segera ia menjongsong dengan laku
hormat sekali. Si Bungkuk dipersilahkan berduduk diserambi dalam dan
budjang menjuguhi air-teh. Orang jang memulai berbitjara adalah Kam Tihu
jang diminta mewakili tuan-rumah, dan soalnja berkisar pada maksud Pek
Wan-gwee jang bersedia menepati djandji jang pernah diumumkan, atau
dengan kata lain, Pek Siotjia bersedia diperisterikan Too-pek-koay-hiap
dengan rela dan ichlas. Bukan main kagetnja si Bungkuk. Meskipun hal itu sudah dibajangkan dalam
hatinja, namun setelah mendengar kenjataannja, ia mendjadi tertjengang
88 djuga. Lantas ia menjatakan penolakannja pula, dengan alasan jang sama,
bahwa bukannja ia tidak menghargai kedjudjuran dan keichlasan orang
terhadapnja, melainkan pribadinja sendiri sangat berkeberatan, karena ia
menginsjafi benar, bahwa bukanlah satu hal jang lajak seorang tua, buruk
dan tjatjad sebagai ia memperisterikan orang Tjiankim Siotjia sebagai Pek
Giok Im. "Sekali lagi aku harus mengemukakan, bahwa tak terpikir oleh ku akan
mengharapkan hadiah apapun dalam usahaku menjelamatkan djiwa Pek
Siotjia, karena itu adalah kewadjibanku memberantas setiap kedjahatan dan
menolong si lemah!" ia berkata dengan sungguh2 dan tandas. "Biarlah
keluarga Pek jang terhormat tak usah merasa kehilangan muka karena
djandjinja jang tak dapat terpenuhkan. Aku harus menolak memperisterikan
Pek Siotjia jang aku anggap terlalu sutji dan mulia! Djanganlah Wan-gwee
merasa tersinggung atau malu karena tjemooh dan hinaan dari luar, atau bila
perlu aku nanti membungkam mulut mereka dengan kekerasan! Terusterang aku menjatakan, apabila Kam Tihu tadi mendjelaskan untuk soal aku
diundang kesini, aku akan tetap tidak sudi datang kemari!"
Kam Tihu menerangkan lebih djauh sebab2 utama mengapa kini persoalan
Pek Siotjia dikemukakan. "Memang akupun dapat menjelami pendirian Loo Too-pek jang
sebenar2nja!" menambahkan Pek Wan-gwee, "Terlalu berbudi seorang
sebagai Loo Too-pek. Akan tetapi dengarlah, Giok Im sangat berduka karena
dia tak dapat memenuhi kewadjibannja sebagai seorang anak terhadap noda
jang dihadapi orang tuanja. Aku bersumpah untuk mati, bila dia tak dapat
mempersuamikan loo Too-pek jang ia sangat djundjung kepribadiannja! Ia
sudah nekad menjembunjikan diri dikamarnja hari kemarin dan menolak
makan maupun minum. Karena itu aku sangat chawatir akan
keselamatannja. Dia seorang anak jang keras hati, dan tak dapat di-tawar2
kemauannja. Pertjajalah Loo Too-pek, dalam hal ini Giok Im rela dan ichlas
diperisterikan olehmu. Maka aku bermohon, dengan sangat Loo Too pek tak
menolak lagi. Bawalah Giok Im kemana kau suka, dan aku berharap, semoga
89 dia nanti berbahagia ditangannmu!"
Too-pek-koay-hiap tiba2 tertawa.
"Bagaimana mungkin seorang gadis sebagai Pek Siotjia dapat hidup
berbahagia dengan seorang suami sebagai aku, jang selain sudah dekat mati,
pun buruk benar segalanja! Aku sendiri merasa djidjik akan keadaanku,
apalagi Siotjia! Djanganlah Wan-gwee menipu diri-sendiri untuk berbuat
sesuatu hal jang amat bodoh! Pertjajalah, Siotjia akan tjelaka seumur
hidupnja bila mendjadi isteri si Bungkuk, dan aku tak mau berbuat demikian!
Hatiku akan menangis bila melihat nasib seorang gadis jang mestinja dapat
hidup bahagia telah memilih djalan keneraka, dan aku tak mau mendjadi
seorang berdosa besar!"
"Djika demikian, djadinja Loo Too-pek terlebih besar dosanja membiarkan
anakku mati untuk sia2! Aku tak pertjaja Loo Too-pek berhati kedjam dan
buas. Kalau dia benar2 mati, maka akan hantjurlah keluarga dirumah ini!"
Too-pek-koay-hiap mendjadi bimbang hatinja. Ia melihat, bahwa kerelaan
dan keichlasan membajang diwadjah Pek Wan-gwee, dengan demikian, djadi
sunguh2 Pek Siotjia mau menjerahkan diri dan nasibnja demi nama baik
keluarganja. Disamping itu Kam Tihu pun bantu membudjuki, agar ia tak
terus2an keras-kepala atau mengetjewakan keluarga Pek. Maka kemudian
berubah djuga pikiran dan keputusannja. Tiada djalan lain baginja untuk
menolak, bilamana ia tak ingin seorang gadis berharga sebagai Pek Giok Im
harus mendjadi kurban kebhaktian.
"Aku akan memberikan keputusanku nanti, apabila aku mendengar sendiri
suara-hati Pek Siotjia mengenai masalah ini!" ia berkata kemudian. "Maka
djika tak dianggap melanggar sopan-santun, aku menghendaki djawaban2
langsung dari mulut Siotjia sendiri. Dan Pek Hudjin diperlukan kesaksiannja
pula. Djika tidak, tak usahlah orang membudjuk2 atau menghargai
kerelaanku !" Pek Gwan-Gwee menoleh pada Kam Tihu, se-akan2 minta pikirannja
pembesar itu. Kam Tihu mengerti maksud sahabatnja, maka ia memberi
tanda agar Pek Wan-gwee memanggil anak dan isterinja.
90 Pek Giok Im bukan seorang gadis terpeladjar atau penakut bila ia malu2
menemui Too-pek-koay-hiap dihadapan ajah dan Kam Tihu, ia memenuhi
panggilan ajahnja dengan segera. Iapun agaknja sudah mejakinkan segala
perundingan dan untuk apa sekarang ia diminta kehadirannja bersama
ibunja. Ia mendjura pada ajahnja dan Kam Tihu, kemudian pada Loo Too-pek.
"Perintah apakah jang ajah hendak berikan padaku?" tanjanja. Pek Wangwee dengan langsung menuturkan masalah perdjodohan dengan Too-pekkoay-hiap berdasarkan djandji jang telah diutjapkan beberapa hari jang lalu
sebelum peristiwa Pek Giok Im digondol harimau-iblis. Iapun kemukakan,
bahwa semula si Bungkuk berkeras menolak pernikahan, namun kini mau
mengalah djuga, dan untuk itu si Bungkuk ingin mendengar sendiri suara-hati
Pek Giok Im jang sebenarnja.
"Oleh karena demikian" meneruskan Pek Wan-gwee, "maka bersediakah kau
sekarang untuk menjatakan kerelaan dan keichlasanmu menepati djandji
ajahmu dengan mulutmu sendiri?"
"Bila itu diperlukan, akupun tak akan menolak!" udjar Pek Giok Im sambil
menundukkan muka. "Demi kepentingan dan nama baik keluarga Pek, aku
rela diperisterikan oleh seorang jang telah berhasil menjelamatkan djiwaku
dari tjengkeraman Tong Hong Hweeshio!"
Djelas ditelinga Too-pek-koay-hiap mendengar djawaban Pek Giok Im jang
tetap dan sungguh2 itu, satu hal jang mau tak mau membikin ia sangat
takdjub akan ketabahan hatinja gadis itu jang rela menjerahkan diri kepada
seorang laki2 tua dan mendjidjikan!
Ia menghela napas. "Djawaban Siotjia jang singkat sudah tjukup djelas bagiku. Seumur hidupku
tak pemah kusangka akan ada peristiwa seperti ini, seorang gadis seindah
Siotjia hendak memasuki petjomberan! Tidakkah Siotjia akan menjesal
kelak?" kata si Bungkuk.
"Hanja seorang gadis jang tak tahu kehormatan keluarganja dapat berpikir
sepitjik itu!" sahut Pek Giok Im. "Dia lebih suka hidup tertjemar dan hina
daripada berkurban!"
91 "Tetapi pengurbanan Siotjia tidak pada tempatnja. Aku tak menghendaki
ajahmu membajar djandjinja, tetapi sebaliknja Siotjia jang keras-kepala
memaksa berkurban!" "Loo Too-pek tak menuntut djandji ajah, tetapi barangkali Loo Too-pek sudah
mendengar, betapa hebat orang mentjatji-maki dan menista kami! Itu belum
semua. Mereka mengatakan aku sudah bukan gadis lagi, karena Loo Too-pek
sudah men-djamah2 badanku dari Goe-thauw-nia sampai kerumah pada
malam jang mengerikan itu, bahkan sudah pula berada sekamar dengan aku.
Oleh karena itu, bila aku tak dapat mempersuamikan laki2 pertama jang
pernah me-njentuh2 badanku, pada siapa pula aku harus menjerahkan diri"
Air mata dapat dihapus, tetapi noda jang menghitam kehormatan seorang
wanita, dengan apa harus dilenjapkan?"
"Itu benar, tetapi tidak benar seluruhnja. Siotjia masih tetap putih-bersih
hingga detik ini, putih bagaikan saldju jang baru tiba dari angkasa."
"Loo Too-pek sangat berkepandjangan dalam persoalan! Kini aku hanja ingin
ketegasan, apakah keputusan Loo Too-pek mengenai masalah nikah?"
"Aku tak sampai hati melihat Siotjia mendjadi kurbanku! Siotjia akan
menderita nantinja! Aku bermohon dengan sangat agar Siotjia mengubah
pendirianmu!" "Artinja Loo Too-pek berkeberatan, bukan?"
"Ja, demi kebahagiaanmu, hatiku akan menangis melihat pengurbanan jang
sebesar itu!" "Baikljih, bila Loo Too-pek menolak, orang hanja akan mendengar sadja
berita kematianku sebelum matahari terbit esok pagi!"
"Astaga, mengapa Siotjia demikian keras hati?"
"Kalau Loo Too-pek tahu aku seorang berhati keras seperti batu, maka


Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selajaknja Loo Too-pek akan bisa bersikap lain!"
Too-pek-koay-hiap berdiam diri tak dapat ber-kata2. Sulit agaknja untuk ia
mengambil keputusan. Menampak orang bersangsi, Pek Wan-gwee lalu memohon agar si Bungkuk
tidak menolaknja. Kam Tihu djuga bantu membudjukkinja. Karena itu
92 terpaksa Too-pek-koay-hiap mengubah sikapnja mendjadi lebih lunak.
"Bila itu jang dikehendaki Siotjia, akupun terpaksa harus mengalah,
pengurbanan Siotjia aku takkan men-sia2kannja, aku akan berdaja kelak
dapat membahagiakan hidupmu! Tetapi ada satu hal aku perlu kemukakan.
Aku rasa Siotjia belum mendengar tjukup banjak tentang diriku, karenanja itu
aku chawatir kelak Siotjia djadi menjesal. Pertama, perbedaan umur, kedua
deradjat, ketiga keburukan wadjah dan bentuk badanku, keempat, aku tak
punja tempat meneduh jang lajak dan tak berpentjaharian, djusteru semua
itu adalah jang penting buat direnungkan!"
"Sudah aku mengetahui semuanja!" djawab Pek Giok Im. "Loo Too-pek
seorang paling buruk jang aku pernah djumpai, miskin dan tak punja tempat
meneduh jang lajak, semua itu tidaklah mendjadi soal bagiku, karena
pondokan dan pentjaharian dapat aku menjelenggarakannja sampai tjukup.
Jang penting dan jang aku butuhkan, ialah isi didalam tubuh Loo Too-pek,
bukan kulitnja!" "Tetapi mungkin Siotjia akan lekas mendjadi djanda karena barangkali aku
takkan dapat hidup setahun-dua karena usiaku jang telah landjut!"
"Bila Loo Too-pek mati esok ataupun lusa, akupun harus mati djuga, atau
masuk biara! Seorang isteri sudah selajaknja bersetia pada suaminja, dan
mengikuti kemana dia pergi!"
"Ah, mengharukan benar kata2nja, Siotjia! Baiklah, djika pendirianmu sudah
demikian tetap! Sekarang tinggal satu sjarat, sehabis menikah kau akan
kubawa Kekampung halamanku, digubukku jang ketjil dan tua, dilembah
sunji Siang-yang-kok dikampung Go-hong-tjhun, sebelah Tenggara kota Sintjiang. Disana tak ada apa2 selain alam-luas, sungai, hutan tjemara, dan
dikala malam hanja dimeriahkan oleh bunji musik djengkerik ditanah ladang!
Dapatkah kiranja Siotjia hidup tjara demikian, selagi Siotjia disini hidup
didalam ketjukupan, gedung indah dan dimandja segenap keluarga?"
"Sudah kukatakan tadi, dimana suami ada, disitu isteri menjertainja! Bawalah
aku kemana sadja Loo Too-pek pergi !"
"Baiklah, sekarang aku menerima semuanja! Dan aku menghendaki
93 kesaksian ajah dan ibu Siotjia, serta Kam Tihu!"
Pek Wan-gwee berdua isterinja menjatakan kesaksiannja, diikuti oleh Kam
Tihu. Sementara itu Pek Giok Im minta pada orang tuanja untuk memberikan
perkenan serta doa-restuuja. Selandjutnja ia menghendaki, agar upatjara
pernikahan dirajakan setjara sederhana, tjukup dengan kehadiran para
keluarga dan tetangga2 jang dekat dengan maksud mentjegah kehebohan
jang mungkin ditimbulkan oleh pihak2 tertentu, jaitu dari Go Thian Po.
Pada saat itu djuga Too-pek-koay-biap mendjalankan peradatan selajaknja
pada tjalon ajah dan ibu-mertuanja, sambil memanggil Gak-hu dan Gak-bo.
Dilain pihak, atas persetudjuan Kam Tihu, Pek Wan-gwee menetapkan hari
perkawinan anaknja seminggu lagi, jaitu pertengahan bulan kedua, karena
hari itu adalah hari baik menurut perhitungannja.
Lantas si Bungkuk minta diri pulang ke Siang-yang-kok untuk mengadakan
persiapan sekedarnja. Mula2 Pek Wan-gwee memberikan sedjumlah uang
untuk keperluan persiapan segala sesuatunja, namun Too-pek-koay-hiap
menampiknja. Esok harinja selagi Too-pek-koay-hiap ber-kemas2 berangkat pulang
kekampung-halamannja, benar2 timbul kegamparan pula jang menjangkut
keluarga Pek sebagai sudah diduga oleh Pek Siotjia sebelumnja.
Demikianlah tjerita meluas di-mana2, bahwa dikatakannja takkan lain
keputusan keluarga Pek mengenai soal anak-gadisnja, Pek Giok Im, daripada
harus dikawinkan dengan Too-pek-koay-hiap, betapapun buruk dan
mendjidjikkan rupa laki2 itu, sebab gadis she Pek itu sudah pernah dibopong2 oleh Loo Too-pek, bahkan tidur dalam sekamar! Berita itu terang
merupakan fitnahan sangat kotor, namun sekarang terlebih hebat lagi. Dan
sumbernja bukan lain dari pada berasal dari mulut Go Thian Po. Maka bukan
sadja keluarga Pek djadi sangat mendongkol terhadap pemuda kaja jang
mulutnja kotor itu, bahkan Too-pek-koay-hiap jang sendiri tak dapat
menahan pula amarahnja. "Dahulu orang mentjegah aku melabrak padanja, sekarang ternjata dia
bertambah melundjak!" berkata si Bungkuk dalam hati. "Kini tiada djalan
94 lain, aku harus memberi hadjaran jang setimpa! padanja!"
Malam itu ia menjelinap memasuki rumah Go Thian Po dengan djalan dari
atas genteng. Dengan pedang dihunus ia mentjari kamar tidur pemuda jang
kotor mulut itu. Sebelum dapat mentjari Go Thian Po, lebih dahulu ia
memasuki sebuah kamar dimana ia bongkar sebuah lemari, lalu digasaknja
sedjumlah besar uang tunai, hampir penuh sekantong. Setelah itu
dimasukinja kamar tidur Go Thian Po. Ternjata pemuda itu sedang tidur
njenjak bersama seorang perempuan muda.
"Aku tahu pemuda ini masih budjangan, mengapa dia tidur serandjang
dengan seorang wanita" Tentu wanita ini kendaknja!"
Lantas ia peroleh siasat bagus. Kedua manusia itu ditotok djalan darahnja,
hingga tidak bisa bergerak pula. Pakaian luar mereka sengadja dilutjuti, lalu
keduanja diikat mendjadi satu.
"Esok pagi kau akan menerima sambutan hangat dari chalajak ramai tentang
perbuatanmu ini!" kata Too-pek-koay-hiap sambil tersenjum puas, setelah
mana ia melompat keluar dari djendela dan kembali kerumahnja Pek Wangwee. Tidak ada jang ketahui perbuatannja.
Benar sadja, keesokan paginja terdjadi kegemparan di dalam keluarga Go,
bahwa Go Thian Po dengan tubuh telandjang bulat terdapat terikat mendjadi
satu dengan salah seorang budak perempuan diatas pembaringannja.
Kedjadian mana mendjadi buah-tutur segenap penduduk jang ramai.
Ajah dan ibunja Go Thian Po sangat marah akan perbuatan anaknja jang
memalukan itu, Go Thian Po dimaki habis2an.
"Anak tjelaka, bedebah, tak tahu malui," demikian antara lain makian Go tua.
"Disuruh kawin dengan gadis2 jang sudah dipilih selalu menolak, jang digilai
hanja gadisnja orang she Pek, jang terang2 telah menolaknja. Dan kini
melakukan perbuatan jang sangat memalukan. Benar2 anak tjelaka!"
Dalam mendongkolnja, Go Thian Po tak tahu, siapa orangnja jang berbuat
djail padanja semalam, hingga ia di-maki2 orang tuanja dan disoraki orang
sekota. Tetapi dilain pihak, ajah budak itu, Lauw Siok, tak dapat membiarkan
anaknja perempuan, Lauw Pen, ditjemarkan kesutjiannja oleh madjikan95
mudanja. Ia tak mau anaknja kelak mendjadi terlantar hidupnja karena sudah
noda dan kotor. Lantas ia datang menemui Go Wan-gwee untuk
menuntutnja agar Lauw Pan didjadikan menantunja.
Go Wan-gwee, seorang tinggi hati dan sombong, mana mau gampang2
menerima tuntutan Lauw Siok, malah sebaliknja ia lantas memaki:
"Aku disuruh mendjadi besanmu" Orang jang tak tahu diri! Mendjadi
madjikan anakmu sadja sudah berarti kemudjuran bagimu!" dampratnja.
"Soal Wan-gwee mendjadi madjikan anakku adalah soal biasa!" djawab Lauw
Siok. "Anakku mendjadi budak untuk mentjari nafkah, bukan untuk
dirusakkan kesutjian dan nasibnja oleh anakmu!"
"Huh, enak sadja kau ngomong! bentak Go Wan-gwee. "Djika anakmu
memang bukan genit dan tahu akan harga diri, tak mungkin dia mau
meladeni anakku!" "Djadi Wan-gwee maksudkan, anakku jang bersalah?"
"Lalu siapa lagi?"
"Aku tak jakin Lauw Pen jang memikat Go Kongtju. Sebaliknja Go Kongtjulah
jang me-raju2, hingga anakku mendjadi kurban tertjemar kehormatannja,
karena itu aku berhak menuntutnja. Sekarang Wan-gwee menolak
tuntutanku, bahkan menjalahkan anakku. Baik. Djanganlah Wan-gwee
mendjadi menjesal, bila aku akan memperdjuangkan peristiwa ini dimuka
pengadilan!" Go Wan-gwee agak terkedjut. Ia insjaf Lauw Siok sangat marah, dan
menghendaki penjelesaian. Kini Lauw Siok hendak mengadakan hal itu
kepengadilan. Ia mendjadi takut djuga. Sekarang ia merubah sikapnja,
mengadjak berdamai, dan mendjandjikan ganti-kerugian tjukup memuaskan.
Tetapi Lauw Siok malah djadi makin gusar.
"Walaupun miskin, aku takkan memperlakukan anakku sebagai barang
dagangan, mengerti?" ia berseru. "Kini hanja keputusan Wan-gwee, hendak
Wan-gwee memenuhi tuntutanku atau diselesaikannja melalui pengadilan?"
Go Wan-gwee berdiam diri. Djelas pada wadjahnja nampak kemarahan besar
karena sikap menantang dari Lauw Siok jang dipandangnja hanja seorang
96 hina belaka. Lalu ia memutuskan, djika Lauw Siok tidak mau menerima uang
ganti-kerugian, iapun takkan merubah maksudnja.
Djusteru Lauw Siok seorang pemarah, melihat sikapnja Go Wan-gwee jang
kepala batu dan sombong itu, ia segera berlalu. Tak lama kemudian datang
opas2 dari Djawatan Hukum, jang memanggil Go Wan-gwee kekantor
pemerintah-daerah atas nama Kam Tihu.
Pengaduan Lauw Siok diperkuat oleh keterangan2 dua orang budak Go Wangwee jang menjaksikan dengan mata-kepala sendiri dikala Go Thian Po
terikat badannja serandjang dengan Lauw Pan. Peristiwa mentjemar
kehormatan seorang gadis telah mendjadi sangat njata, lebih2 Lauw Pan
memberikan pengakuannja, bahwa ia menjerahkan kehormatannja pada Go
Thian Po karena diantjam dan dibudjuk dengan djandji2 akan dinikah
nantinja. Ia menerangkan lebih landjut, bahwa bukan malam itu sadja ia
diadjak tidur serandjang, melainkan sudah berulangkali.
Oleh karena demikian, maka Lauw Siok mengadjukan tuntutan, untuk Go
Thian Po mengawini Lauw Pan, karena ia tak mau anak gaidsnja
dipermainkan dan kini harus menderita kehinaan. Mula2 Go Wan-gwee tjoba
menolak tuntutan, dengan menondjolkan alasan2 jang di-tjari2. Akan tetapi
pembelaannja itu terlalu lemah, pengadilan memutuskan Go Thian Po harus
menepati djandjinja mengawini gadis jang telah ditjemarkan, atau 3 tahun
masuk pendjara. Go Wan-gwee tak berdaja lagi. Sementara puteranja, Go Thian Po, karena tak
ingin dipendjarakan terpaksa harus mengawini Lauw Pan.
Demikianlah peristiwa jang memalukan bagi keluarga Go. Go Thian Po harus
memperisterikan seorang pelajannja jang bukan gadis lagi! Kegemparan itu
meluas di-mana2, achirnja sampai djuga kerumah Pek Wan-gwee. Keluarga
ini, jang berulangkali dihina dan dinista oleh Go Thian Po, sangat bersjukur,
karena pemuda penghina itu kini mendapat pembalasannja!
"Memang tiada kedjahatan dapat lari dari keadilan, begitulah kini dialami
pemuda she Go jang djahat itu!" berkata Pek Wan-gwee, hatinja senang.
97 Seminggn kemudian, dirumah Pek Wan-gwee jang besar dan indah tetap
seperti biasa, tak ada apa2 seperti hari2 jang lalu. Tetapi didalam gedung itu
sedang berlangsung upatjara perkawinan pintjang. Pintjang, karena
pengantinnja gandjil. Seorang gadis tjantik djelita lagi terpeladjar
diperisterikan dalam upatjara sederhana oleh seorang laki2 selain tua dan
buruk wadjahnja pun punggungnja bungkuk pula.
Tak ada jang istimewa dalam upatjara perkawinan dari keluarga kaja-raya
seperti Pek Wan-gwee itu. Jang tampak hanja sebuah medja sembahjang
untuk upatjara samkhay dengan sedikit sjarat jang diperlukan, dan sebuah
medja djamuan untuk keluarga, beberapa orang tetangga dan Kam Tihu.
Diundangnja djuga Lauw Siu-tjay, itu pemuda malang karena tjalon isterinja
dahulu telah mendjadi kurban keganasan Tong Hong Hweeshio, atas
undangan Too-pek-koay-hiap.
Selama upatjara, Pek Wan-gwee dengan isteri sekalipun mentjoba memaksa2 diri untuk bergembira dan memberikan doa-restunja pada anak dan
menantunja, namun pada hakekatnja ke-dua2nja tak dapat mengatasi
kepedihan hatinja. Lebih2 Pek Hudjin, sebagai seorang ibu jang sangat
memandjai anaknja jang tjuma satu2nja, berlinang2 air matanja, sementara
hatinja mengeluh, mengapa Giok Im jang masih sangat muda rupawan itu
dan dimandja sebagai kumala hidup, kini harus menghadapi nasibnja jang
djelek itu" "Oh, mengapa dia harus mendjadi isteri Loo Too-pek jang tua dan djelek!"
demikian keluhnja. "Mengapa......... mengapa nasibnja demikian malang" Oh,
anak jang kusajangi......!"
Pek Wan -gwee menjentuh badan isterinja.
"Sudahlah kau djangan berduka. Sudah suratan-takdir anak kita bernasib
demikian. Tidak baik kau menjiramkan air mata dalam upatjara sutji ini,
hingga akan berpengaruh djelek bagi nasib Giok Im jang tak berbahagia itu!
Sudahlah diam, djangan menangis........." bisik Pek Wan-gwee membudjuki
Upatjara berlangsung dalam kesederhanaan dan sunji, tetapi tjukup murni,
karena kedua pengantin sungguh2 rela berpadu. Ke-dua2nja bersumpah dan
98 berdjandji untuk bersama setia dan saling menjinta sebagai suami-isteri.
Setelah itu mereka mendjalankan peradatan pada kedua orang tua dan pada
tamu2 lain, sesudahnja didjadjarkan atas dua kursi, menghadapi hidangan ditengah2 orang jang hadir. Kedua pengantin menerima pemberian selamat
dan doa2-sutji. Pek Giok Im mengenakan pakaian mempelai setjara sederhana sekali
menurut kehendaknja, sedangkan si Bungkuk berdandan djauh lebih baik
dari biasanja, jaitu pakaian pengantin umum. Namun demikian, tidaklah
dandanan pengantin itu mengurangi keburukan mukanja, dan mengubah
ketuaan umurnja! Pada njatanja, tiada seorang tamu jang tidak merasa gegetun menjaksikan
pasangan jang djauh perbedaannja itu, perbedaan umur, roman muka
maupun keuangannja! "Kasihan benar nasib Pek Siotjia...........!!" demikian kata mereka.
Selesai upatjara, selesai pula segalanja. Pesta nikah tak meninggalkan kesan,
segalanja seperti biasa, penuh rasa ketjewa dan duka. Dan pada hari itu pula,
seperti sudah disjaratkan Too-pek-koay-hiap kedua mempelai meninggalkan
gedung keluarga Pek. Pek Giok Im harus mengikuti suaminja. Pek Hudjin,
menjuruh seorang budak mengikuti anaknja untuk menemani dan melajani
segala keperluannja, tapi Pek Giok Im menolak.
"Tak usah ada seorang budak menjertai aku!" katanja. "Dirumah suami jang
ketjil didesa segalanja akan dapat aku menjelesaikannja sendiri! "
Kedua pengantin digotong djoli menudju kedesa Go-hong-tjhun. Segenap
orang didalam rumah keluarga Pek merasakan kehilangan sesuatu jang
terbesar dan Pek Hudjin tak terasa menangis pula, menangis keras2 didalam
kamar tidurnja. Kedua djoli pengantin digotong orang, dengan hanja heberapa orang
pengantar jang nantinja kembali pula ke Thian-tay. Rumah pengantin laki2
adalah disebuah lembah sunji, Siang-yang-kok, termasuk daerah kota Sintjiang. Iklimnja sangat sedjuk, pemandangan alamnja indah dengan sungai
dan ladang2nja jang subur, dan ada pula pasarnja. Penghuninja tak seberapa
99 banjak, hidup dari hasil pertanian dan perkebunan.
Rumah Too-pek-koay-hiap sebuah gubuk ketjil peninggalan orang tuanja,
keletakannja mentjil djauh dengan tetangga. Tetapi keadaanja tjukup bersih,
perabotanja sederhana dengan hanja sebuah medja dan beberapa kursipindjaman. Dimedja ini sudah disiapkan hidangan, sekedar untuk djamuan
menjongsong pengantin. Ruang dapur dan kamar mandi serba ketjil, letaknja
dibagian belakang. Dipodjok kanan ada sebuah kamar lain berukuran ketjil
djuga, tetapi pintunja dikuntji, orang tak tahu apa isi didalamnja. Kamar
tidurnja tjuma sebuah, namun perlengkapannja agak lumajan, dengan seprei
dan kelambu baru, dilengkapi sebuah medja rias berkatja ketjil, sebuah
tempat penjimpan pakaian. Kamar tidur Too-pek-koay-hiap biasanja tak
begitu rupanja, melainkan tjukup dengan balai2 sadja tanpa kasur atau
bantal. Dirumah gubuk itu sudah ada sedjumlah orang, kisemuanja tetangganja
mempelai. Tiada dilakukan upatjara lagi, melainkan para tamu memberikan
salam dan doa2 sutji. Lanias disusul djamuan ketjil seadanja, selama mana
mempelai wanita diperkenalkan pada tamu2 tetangga itu, jang merasa
takdjub akan ketjantikan mempelai wanita.
"Seperti seorang gadis jang sudah tak laku sadja, gadis seindah dan tjantik
manda diperisterikan seorang laki2 jang didesanja tak ada seorang
perempuan pun mau menolehnja!"
Mendjelang petang pengantin sudah berduaan sadja. Dan begitulah, sedjak
hari itu Pek Giok Im mendjadi isteri Too-pek-koay-hiap. Ia rela meninggalkan
kesenangan dan keindahan hidup sebagai puteri seorang hartawan,
meninggalkan keluarganja, meninggalkan segalanja di Thian-tay. Dan kini ia
hidup dengan seorang suami jang tak ada kesesuaiannja itu, Loo Too-pek
jang tua buruk, disebuah gubuk ketjil sederhana, dilembah sunji, djauh dari
tetangga. Dikala siang hanja berteman dengan si Bungkuk, berkawan dengan
tumbuh2an dan ladang, memandangi aliran sungai jang djernih airnja, dan
dimalam-hari hanja kesunjian dan kegelapan sadja jang meliputi


Si Bungkuk Pendekar Aneh Too Pek Koay Hiap Karya Boe Beng Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekelilingnja, paling djuga menikmati bunji musik dengan irama-lagunja jang
100 menjendiri terluap dari retak2 tanah ladang, ialah njanjian djengkerik
ataupun belalang. Sunji dan bersahadja benar kehidupannja.
Dalam keichlasannja melempar segala kemewahan hidup, Pek Giok Im
memperlihatkan harga seorang isteri dalam arti jang se-benar2nja. Ia
melakukan segala kewadjibannja dengan betul, menjiapkan apa jang
dibutuhkan seorang suami, merawat rumah, bertanak atau menjapu lantai,
dikerdjakannja sendiri tanpa budak. Ia ingin mendjadi isteri jang baik, setia
dan menjajangi suami, walaupun suami itu seorang tua dan djelek romannja.
Adalah satu hal aneh, bila pada se-waktu2 Too-pek-koay-hiap pulang
membawa uang banjak atau barang2 berharga, seperti djuga seorang
saudagar besar jang baru habis berdagang diluar negeri, namun ia bukanlah
seorang saudagar. Dan jang terlebih aneh pula jalah uang itu disedekahkan
pada tetangga2 jang melarat, bahan2 pakaian diberikan pada siapa sadja
jang membutuhkan. Ia sendiri sedikit sekali memakai uang untuk
kepentingan hidupnja jang bukan kaja itu. Karena itulah banjak orang
dilembah sangat menghargai dan berhutang budi tak sedikit padanja. Bila
orang menanjakan dari mana ia memperoleh uang, Loo Too-pek hanja
mendjawab, pakai sadja uang itu dengan senang, sebab uang itu ia
perolehnja bukan dari djalan jang tidak halal.
Kelakuan dan perbuatan Loo Too-pek jang aneh itu mendjadi satu rahasia
dan teka-teki umum, setimpal dengan djulukannja Too-pek-koay-hiap atau si
Pahlawan-bungkuk jang gandjil berdasarkan ia pernah mengubrak-abrik
pendjahat-gundul Tong Hong Hwee-shio jang sangat terkutuk itu!
Memang aneh kehidupan Too-pek-koay-hiap itu, demikian terpikir oleh Pek
Giok Im. Keanehan itu bukan hanja ditjeritakan oleh mulut orang lain,
melainkan disaksikannja sendiri djuga. Sudah beberapa kali suaminja pulang
membawa banjak uang dan barang2 berharga, dan tak djarang melakukan
sedekah kepada te-tangga2nja jang miskin, sedangkan ia bukan seorang
pekerdja, bukan pula pedagang. Dengan demikian keperluan hidupnja sehari2 tak pernah terbengkalai. Bila Loo Too-pek tak pergi keluar daerah,
maka ada pula kegemarannja jang istimewa, jaitu pergi berburu kehutan,
101 hasil buruannja diperuntukkan teman nasi.
Dipandang dari luar, hubungan suami-isteri itu sangat rukun dan damai, bisa
menimbulkan iri hati orang, kadang2 mereka mengobrol sambil bergurau.
"Alangkah berbahagianja Loo Too-pek itu! Seorang laki2 bungkuk dan tua
memperoleh isteri jang selain tjantik-elok pun sangat setia dan
menjajanginja!", demikian seseorang memudjinja.
"Dia perawan bodoh, mau bersuamikan laki2 hantu jang wadjahnja amat
menakutkan!" kata seorang pula jang mempunjai kesan lain.
Sungguhpun demikian, namun apakah benar2 Pek Giok Im hidup beruntung"
Apakah pengurbanannja untuk kebaikan nama keluarga Pek, mendapat
pembajaran setimpal"
Pek Giok Im harus dikasihani. Ia tak mendapat apa jang diharapkan. Ia tak
pernah memperoleh apa jang seorang isteri berhak mendapat dari sauminja.
Pada tiap2 Loo Too-pek pergi berburu, mengeluhlah hati Pek Giok Im, malah
kadang2 hampir menangis. Sebab selama mendjadi isteri, belum pernah ia
menikmati apa arti kesuami-isterian. Benar Loo Too-pek selalu
memperlihatkan kesajangan besar padanja, selalu berusaha menjenangkan
hatinja namun itu hanja untuk menghibur belaka, untuk tak membikin Pek
Giok Im kesepian dikala siang-hari. Tetapi pada malam-hari, sekalipun tidur
serandjang sepandjang malam, tak pernah satu kali si Bungkuk menjentuh
badannja, tak pernah Loo Too-pek minta ini-itu sebagai lajaknja seorang
suami pada isterinja. Kelakuan Loo Too-pek jang aneh itu menimbulkan
anggapan kepada Pek Giok Im, bahwa keichlasan dan pengurbanannja
ternjata sia2. Suaminja tak pernah tahu kewadjibannja, tak pemah memberi
apa jang seorang isteri berhak memperolehnja. Karena itulah, dari gegetun
Pek Giok Im djadi merasa hidupnja ketjewa.
Dan hampir setengah tahun penghidupan jang demikian itu telah lampau,
Pek Giok Im telah merasakan seperti orang jang sudah berumah-tangga, ia
tidak mengalami kenikmatan apa jang dinamakan suami-isteri. Ia merasa
ketjewa akan perlakuan Too-pek-koay-hiap jang membiarkannja ia dalam
kesepian dan kekosongan, dalam segalanja jang tak pernah dibajangkan.
102 Maka makin lama makin sedih hatinja, dan apabila dahulu ia tjuma
mengeluh, sekarang ia menangis.
Ada kalanja ia ingin berterus-terang, akan tetapi setiap kali ia terkuntji
mulutnja. Rasa kewanitaan dan adat-istiadat mentjegah ia berbuat demikian.
Tetapi apakah ia dapat meneruskan tjara penghidupan jang demikian itu
sampai usia berlandjut"
"Sungguh2 aku tak menduga, kalau kenekadanku berkurban achirnja akan
mendjadi begini!" demikian keluhnja "Dibuangnja segala kesenangan dan
kemewahan hidup di Thian-tay, dan ditindasnja segala perasaan dan
penderitaanku, dengan pengharapan aku berhasil memperdjuangkan nama
kehormatan keluarga dari tjemar dan noda, tetapi achirnja hanja kegetiran
dan keketjewaan belaka jang kuperoleh! Loo Too-pek tak menghiraukan
kesepian dan kehampaanku. Setiap hari aku ditinggal pergi hanja untuk
seekor kelintji, setiap malam didjemur! Mengapa Loo Too-pek mendjadi
demikian anehnja" Apa maksud sebenarnja dia merenggut aku dan
membawahi kelembah sunji ini" Djika benar2 dia tak dapat memenuhi
kewadjiban sebagai seorang suami, mengapa dia tidak mau membiarkan aku
menempuh djalanku jang kupilih, jaitu kematian" Mengapa............ ja
mengapa?" Sesekali Pek Giok Im menjatakan kekurang-puasnja, dengan djalan tak
langsung tjoba membangkit perhatian suaminja. Namun usahanja tetap sia2.
Maka pada satu masa menangislah Pek Giok Im seorang diri, bahna kesal dan
sedihnja. Ketika itu kebetulan Too-pek-koay-hiap pulang berburu membawa
hasil 2 ekor kelintji gemuk. Ia terkedjut melihat isterinja sedang menangis.
"Mengapa kau menangis, sajangku" Mengapa kau bersedih" Siapakah
gerangan jang melukai hatimu?"
"Aku tak sedih, tetapi djengkel dan ketjewa!" djawab isterinja agak kaku.
"Mengapa djengkel dan ketjewa?" mengulang si Bungkuk. "Adakah aku
pemah berbuat salah padamu" Djika benar, sudilah kau memaafkan! "
"Tidak perlu!" "Mengapa tidak?"
103 "Pertjuma kau meminta maaf, karena keketjewaanku tak dapat dihapus
hanja dengan permintaan maaf!"
"Djadi apa jang harus kuperbuat?" kata Loo Too-pek bingung.
"Benarkah seorang suami tak mengerti air mata isterinja?"
"Aku mengerti, Giok Moay-moay, air matamu adalah karena kedjengkelan!
Apa sebabnja kau mendjadi djengkel?"
"Sudahlah, aku mendjelaskannja pun akan pertjuma! Biarkan sadja aku
menangis, dan menangis sampai puas!"
"Gio-moay nanti sakit!"
"Sekarang sadja sudah menderita sakit! Biarkan sakitku sehingga membawa
maut! Aku lebih baik mati daripada hidup tjelaka! "
"Eh eh, mengapa kau djadi nekad" Giok-moay masih muda, masih banjak
harapan bagus! Mengapa menghendaki kematian" Tidakkah sajang............?"
Pek Giok Im agaknja sudah djemu dengan kata2 suaminja, maka dibantingnja
dipembaringan untuk terus menangis dengan sedihnja.
Pendekar Lembah Naga 27 Kampung Setan Karya Khulung Kemelut Kerajaan Mancu 6
^