Pencarian

Bloon Cari Jodoh 10

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 10


itu tentu akan mengoceh menghina kita terus menerus saja,"
seru beberapa prajurit. Saat itu rombongan mereka tiba di sebuah jalan yang
sepi, di mulut hutan. Matahari sudah condong ke barat.
Sejak tadi, rombongan itu memang belum berhenti. Sambil
beristirahat sambil menghajar bocah itu, memang tepat
juga, pikir kepala prajurit.
"Baik, kita beristirahat disini," segera dia memberi
perintah supaya rombongan berhenti. Mereka mencari
tempat di sebuah gerumbul pohon.
"Hai, prajurii2, mengapa kalian berhenti disini" Ini kan
bukan istana" Aku seorang raja, jangan kalian sembarangan
menurunkan aku di hutan begini. Hayo, jalan!" teriak Ah
Liong. Tetapi prajurit2 itu tak peduli. Setelah kereta berhenti
maka seorarg prajurit segera membuka pintu kerangkeng,
"Setan kecil, hayo, keluar!"
"Ah, jangan main2 engkau, kerucuk!"
"Keluar!" "Lho, engkau seorang prajurit kerucuk berani memberi
perintah kepada raja?"
"Keluaaaar!" prajurit itu terus menarik Ah Liong keluar.
Ah L ong keluar tetapi Huru Hara juga ikut keluar.
Kepala prajurit kaget tetapi karena melihat kedua tangan
Huru Hara masih dirantai, diapun tak kuatir.
"Hm, setan cilik, bukankah tadi engkau menantang aku?"
seru kepala prajurit, "kalau engkau takut, engkau harus
menerima 100 kali cambukan!"
"O, engkau menerima tantangan itu" Boleh, boleh. Siapa
bilang aku takut" Tetapi apa taruhannya?"
"Pakai taruhan?" kepala prajurit itu terbeliak.
"Iya, dong," seru Ah Liong dengan nada kemaki,. "perlu
apa gua susah2 mencabut kumis lu, kalau tidak pakai
imbalan?" "Setan cilik, engkau mengajak taruhan apa?" seru kepala
prajurit. 'Nanti dulu," sahut Ah L:ong, "kita mau bertanding apa
ini?" "Engkau mengajak bertanding apa?" balas kepala
prajurit. "Dua macam!" "Hah" Dua macam?"
"Ya. Dan dua taruhan!"
"Edan!" teriak kepala prajurit, "aku terima semua!"
'Lho, apa engkau tak tanya dulu apa yang akan
dipertandingkan dan apa taruhannya?"
"Tidak usah! Segala macam apa saja aku terimal"
rupanya kepala prajurit itu makin panas kepalanya.
"Tetapi aku harus menerangkan dulu supaya engkau
tahu dan tidak ingkar janji."
''Lekas bilang!" "^Pertama, bertanding mencabut rambut kumismu.
Kalau aku tak mampu, engkau boleh menggebug aku
sampai 100 kali. Tetapi kalau aku dapat mencabut, engkau
harus membiarkannya aku mencabuti kumismu sampai
habis. Ringan kan?" "Yang kedua?" teriak kepala prajurit itu.
"Adu kekuatan."
"Adu kekuatan bagaimana?"
'Tubuhmu akan kuangkat dan kulemparkan.! Dan
engkaupun harus mengangkat . . . . "
"Engkau?" tukas kepala prajurit.
'"Bukan," seru Ah L ong, "kalau engkau dapat
mengangkat tubuhku, itu sih tidak mengherankan, karena
tubuhku kecil. Apa engkau tidak malu kalau menang karena
mengangkat tubuh seorang anak?"
"Lalu siapa yang harus kuangkat?" teriak kepala prajurit.
"Engkohku itu!" seru Ah Liong menunjuk pada Huru
Hara, "engkau sanggup?"
"Mengapa tidak?" seru kepala prajurit penasaran.
"Nah, kalau aku kalah, terserah saja engkau hendak
mengapakan aku." kata Ah Liong, "tetapi kalau engkau
yang kalah, engkau harus menyerah kan anak kunci
borgolan engkohku itu!"
"Hah?" kepala prajurit terbeliak.
"Jangan kuatir, bang," cepat2 Ah Liong menyusuli katakatanya,
"kami berdua takkan lari dan tetap akan masuk
kedalam kerangkeng lagi. Hanya borgolan pada tangan
engkohku itu saja yang kuminta supaya dihilangkan."
Pikir2*kcpala prajurit itu merasa tentu dapat
mengalahkan kedua tantangan Ah Liong, maka tanpa
banyak cingcong lagi dia serentak menerima.
"Tetapi supaya tidak ingkar janji, keluarkan dulu anak
kunci itu," seru Ah Liong.
Dengan marah kepala prajurit mengambil kunci dan
dilemparkan ke tanah, "Awas, kalu engkau kalah, kepalamu
tentu akan kujadikan genderang!"
"Kita kencingi kuncungnya!" seru salah seorang prajurit.
"Aku ingin berkentut di mulutnya! Ha, ha, bukan prajurit
yang makan kentut tetapi raja yang dikerangkeng."
Kawanan prajurit itu tertawa gelak". "Bau!" tiba2 Ah
Liong berteriak seraya mendekap hidung.
"Siapa yang bau?" prajurit" itu berseru.
"Mulut kalian," sahut Ah L:ong, ?"aduh, baunya
membuat perutku mual nih. Tidak pernah sikat gigi, ya?"
"Kurang ajar engkau setan cilik!" beberapa prajurit
marah dan hendak maju. "Tunggu dulu! Aku hendak bertanding dengan
pimpinanmu, jangan menggangu!"
Terpaksa prajurit" itu hentikan langkah dan hanya dapat
deliki mata kepada Ah Liong.
'"Hayo kita mulai," seru Ah Liong seraya mencabut
sepasang supit yang berada dalam kantong bajunya,
Kepala prajurit yang berkumis itupun tegak bersiap. Ia
songsongkau tinjunya ketika Ah Liong hendak menyupit
kumisnya. Tetapi dia hanya menyongsong angin karena
supit Ah Liong berputar ke samping dan tahu2, aduh ....
prajurit berkumis itu menjerit tertahan karena daun telinga
sebelah kiri telah dlsupit dan ditarik.
Dia marah. Diserangnya anak kuncung itu dengan
pukulan yang bertubi-tubi tetapi Ah Liong selalu
menghindar dan pada satu kesempatan, supitnya nyelonong
lagi untuk menyupit daun telinga orang yang sebelah kanan.
Prajurit berkumis itu makin marah. Namun walaupun
dia berpangkat sebagai kepala prajurit, tetapi ilmusilatnya
tak berapa tinggi. Ilmu tempur yang dipelajarinya adalah
yang digunakan untuk bertempur dalam medan perang.
Maka dengan mudah Ah Liong dapat mempermainkannya.
"Aduhhhhh, bangsat ....!" prajurit berkumis itu menjerit
dan memaki ketika hidungnya di sumpit Ah Liong sekeraskerasnya.
Melihat kedua telinga dan hidung pemimpinnya merah,
mau tak mau kawanan prajurit itu geli juga. Tetapi terpaksa
ditahan. Diam2 kepala prajurit itu juga terkejut menyaksikan
tingkah laku Ah Liong. Namun karena disaksikan oleh
anakbuahnya, dia malu sekali dijadikan bulan2 permainan
oleh seorang bocah laki yang masih berkuncung.
Memang Ah Liong mempunyai gerakan yang gesit
sekali. Sejak kecil diharuskan membopong kerbau bule,
kadang disuruh membawanya dengan berlari-lari,
menyebabkan dia memiliki dasar latihan ilmusilat yang
kokoh. Ada lagi suatu latihan yang diberikan nenek Gok.
Memang aneh tampaknya tetapi sesungguhnya latihan itu
telah memberi marfaat yang besar sekali kepada anak itu.
Setelah pekerjaan sehari selesai, maka Ah Liong
dipanggil nenek Gok dan disuruh berdiri dihalaman pada
jarak lima tombak. "Engkau harus mampu menghindar dari
batu yang akan kusabitkan kepadamu," kata nenek Gok,
Pertama nenek itu menimpuk sebanyak dua puluh kali.
Timpukannya cepat dan keras sekali hingga kadang Ah
Liong harus meringis kesakitan karena terkena. Setelah
anak itu mampu menghindar semua timpukan, jaraknya
diperdekat satu tombak. Kemudian jadi dua tombak dan
terakhir hanya terpisah satu tombak dari nenek itu.
Pun cara menimpuk juga diganti. Kalau bermula hanya
menimpuk secara satu per satu, lalu diganti sekali timpuk
dua batu, lalu tiga batu dan terakhir empat batu. Dengan
begitu jarak semakin dekat, batu yang disabitkan makin
banyak. Tiga tahun kemudian, Ah Liong dapat menghindar dari
empat batu yang disabitkan si nenek dalam jarak dua meter,
"Anak ini memang berbakat bagus sekali," diam2 nenek itu
memuji dalam hati, "sebaliknya si Ah Hok itu malas dan
kurang baik bakatnya."
Ah Liong tak mengerti apa tujuan nenek Gok melatihnya
bermacam-macam cara itu. Tiap pagi disuruh membopong
si Bule ke telaga, suruh tangkap ikan dengan tangan, malam
hari disuruh menyupit nyamuk, lalat dan ditimpuk dengan
batu, suruh latihan napas dan lain2.
Kini waktu turun gunung ikut mengembara-Huru Hara,
ia merasakan Iatihan2 yang diterima dari si nenek itu
banyak sekali gunanya. Seperti waktu menghadapi kepala
prajurit pada saat itu. Dia merasa dapat bergerak lincah
sekali menghindar dari pukulan dan terjangan prajurit itu.
Dan dengan mudah juga ia dapat memajukan supitnya
untuk menyupit telinga dan hidung lawan.
"Nah, inilah beberapa lembar rambut kumismu. Engkau
menyerah tidak " Kalau tidak akan kucabut semua nanti !"
beberapa saat kemudian Ah Liong loncat mundur dan
berseru. Kepala prajurit itu merah padam mukanya. Dia
memandang Ah Liong dengan mata melotot.
"Jangan kuatir," seru Ah Liong, "aku takkan
melaksanakan pertaruhan itu dulu. Tunggu saja sampai
pertandingan yang kedua selesai. Kalau aku kalah, anggap
saja serie. Tetapi kalau aku menang lagi, baru aku sekali gus
melaksanakan janji kita."
"Hm," kepala prajurit itu hanya mendengus.
"Sekarang bersiaplah, aku hendak mengangkat tubuhmu,
"seru Ah Liong seraya menghampiri maju.
Kepala prajurit itupun tegakkan tubuh dan
mengencangkan urat2 agar badannya bertambah berat.
"Uhhhh," tiba2 ia menjerit dalam hati ketika tengkuknya
seperti dicekik orang dan auhhh, kembali ia meringis
kesakitan karena pantatnya dicengkeram sekeras-kerasnya.
Ia hendak meronta tetapi tahu2 tubuhnya terasa terangkat
keatas dan sebelum ia sempat untuk mencari keseimbangan
diri, ia merasa telah terbang melayang, celaka . . . ia
menyadari kalau sedang dilempar oleh Ah Liong. Dan
berusahalah dia bergeliatan agar jangan sampai jatuh
terbanting di tanah. Brukkkk .... dua orang prajurit cepat menyanggapi tetapi
karena kepala prajurit itu bergeliatan polah, yang hendak
menyanggapi malah terdupak dan ketiganya jatuh tumpang
tindih. Uhhhhh .... tiba2 mulut kepala prajurit itu mendesis
kaget, wajahpun merah padam ketika dia bangun. Sambil
mendekap perut, dia terus menuju ke balik gerumbul
pohon. Kawanan prajurit anakbuahnya heran melihat tingkah
laku kepala mereka. Ada seorang prajurit yang
memberanikan diri untuk menghampiri. Dia kuatir terjadi
sesuatu dengan lepalanya itu. Ia terkejut ketika
pimpinannya sedang membenahi celananya, tangannya
merogoh-rogoh kebawah seperti hendak menarik celana
dalamnya yang melorot. "Sialan, tali kolor bisa putus. Kurang ajar sekali bajingan
cilik itu," gumam kepala prajurit. Mendengar itu prajurit
sambil mendekap mulut menahan tawa, segera kembali
kepada kawan2nya. Dengan bisik2 dia menceritakan hal itu
kepada kawan2 nya. Sudah tentu mereka geli tetapi tak
berani bersuara. Sesaat kemudian, kepala prajurit itu muncul dan
menghampiri ke hadapan Huru Hara, "Sekarang giliianku
yang mengangka!' '"Silakan," kata Huru Hara,
Kepala prajurit itupun segera maju dan terus mengangkat
tubuh Huru Hara, hukkkk betapapun ia kerahkan tenaga
sampai mukanya merah seperti kepiting direbus, tetap tak
mampu mengangkatnya. '"Suruh anakbuahmu ikut mengangkat!" kata Huru Hara
seraya melambaikan tangannya kearah kawanan prajurit.
Walaupun tidak diperintah tetapi karena hendak
membantu kepalanya maka seorang prajurit pun maju.
Tetapi kedua orang itu juga tak mampu. Maju lagi seorang,
juga tak mampu. Lalu seorang, seorang dan seorang lagi
sehingga semua prajurit yang berjumlah sepuluh orang itu
serempak mengangkat Huru Hara.
Melihat itu timbullah pikiran kurang ajar dari Ah Liong.
Dia maju menghampiri dan lari mengelilingi kawanan
prajurit seraya mencengkeram pinggang setiap prajurit,
"Hai, goblok, harus serempak mengangkat, jangan satu-satu
....!" Walaupun mengkal tetapi kesepuluh prajurit itu
menganggap kata2 bocah kuncung itu memang tepat.
Mereka berhenti dan bersiap-siap. Salah seorang segera
memberi aba-aba, "Satu . . . dua . .tiga angkat . . . hekkkk
.... uhhhh . . . ahhhh . . ihhhhh .... ohhhh . . . . "
Walaupun nadanya berbeda tetapi iramanya yalah irama
terkejut. Kesepuluh prajurit itu lepaskan tubuh Huru Hara
dan mereka serempak mendekap perut masing2 lalu sibuk
hendak mencari tempat bersembunyi.
Apa yang terjadi" Ternyata tanpa diketahui sebabnya, tali kolor celanadalam
dari kesepuluh prajurit itu putus dan celanadalamnyapun
meluncur kebawah. Walaupun masih
mengenakan celana luar, tetapi mereka merasa risih karena
tak dapat bergerak dengan leluasa.
Sudah tentu mereka bingung dan hendak mencari tempat


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersembunyi untuk membenahi celana-dalamnya itu.
Karena gugup mereka tak sempat memikir, apa sebab
peristiwa tali kolor putus itu menimpa pada mereka secara
serempak. Akal yang sehat tentu curiga. Tak mungkin
sepuluh orang, semua putus tali kolornya. Tetapi karena
bingung, mereka mengira, hal itu disebabkan waktu
mengangkat tubuh Huru Hara tadi.
Baru mereka berputar tubuh hendak melangkah, mereka
terkejut ketika melihat suatu pemandangan yang
mengherankan. Entah kapan, tahu2 ditempat itu telah
muncul lima gadis yang mencekal cambuk. Salah seorang
diantaranya mukanya pakai kain kerudung hitam.
"Hai, siapakah nona sekalian ini?" tanya kepala prajurit
sambil mendekap pinggang celananya kencang2 karena
takut celana-dalamnya melorot kebawah.
"Tak perlu tanya!" sahut seorang gadis yang
berperawakan tinggi, "serahkan kedua tawanan itu
kepadaku!" "Lho, ini kan tawanan penting. Perlu apa nona hendak
memintanya?" kepala prajurit terkejut. *
"Jangan banyak bicara, serahkan atau tidak!" bentak
nona cantik itu. "Siapakah nona ini?"
"Tutup mulutmu!"
"Tidak! Aku takkan menyerahkan mereka!"
"Hajar!" seru nona cantik itu. Kelima gadis cantik itu
segera ayunkan cambuknya, tar, tar, tarrrr ....
Kesepuluh prajurit itu belum hilang kejutnya dan kelima
gadis cantik itu bergerak amat cepat sekali. Sebelum sempat
berbuat apa2, kesepuluh prajurit itu menjadi kalang kabut
dan babak belur tak keruan. Kalau mencabut senjata untuk
melawan, mereka harus melepaskan celana-dalamnya
melorot turun. Kalau tetap mempertahankan celana-dalam,
meringis kesakitan dihajar cambuk. Akhirnya mereka
memilih jalan yang paling selamat, lari tunggang langgang
meninggalkan tempat itu ... .
Melihat itu Ah Liong tepuk2 tangan, tertawa dan
menyanyi : Cing-cing go-ling Bumi langit gonjang ganjing
Gadis cantik kepala pening
Main cambuk menghajar maling
Maling lari pontang panting
Minta ampun sampai ter-kencing2.
"Tutup mulutmu, budak kuncung!" bentak gadis yang
bertubuh tinggi semampai tadi.
"Buat apa ditutup" Kan mumpung ada pertunjukan yang
bagus, biar kubuka lebar2?" sahut Ah Liong.
Tar .... cambuk gadis itu menggelegar ke arah Ah Liong
tetapi bocah itu sudah melayang ke samping.
"Lho, mengapa engkau hendak mencambuk aku juga?"
serunya. "Lekas kalian ikut aku!" seru gadis itu.
''Kemana?" '"Jangan banyak tanya! Prajurit2 itu segera akan datang
lagi, lekas!" Seperti kerbau dicocok hidungnya, Ah Liong
menggandeng tangan Huru Hara diajak mengikuti kelima
gadis itu masuk kedalam hutan.
-oodwooJilid 15 KENALKAN. Kali ini kami kenalkan gerakan rakyat kerajaan Beng
yang berjuang melawan kekuasaan tentara Ceng, dengan
cara masing2 : 1. Hong-hian-hoa atau Bunga Persembahan, kemudian
diganti Hong-li-hoa atau Cewek Pungli. Himpunan dari
gadis2 yang rela menjadi Bunga Penghibur, demi
menyelamatkan rakyat."
2. LASYKAR TANI, sisa2 barisan petani yang
memberontak kerajaan Beng tetapi juga melawan
kekuasaan tentara Ceng. 3. LASYKAR RAKYAT, wadah perjuangan dari kaum
persilatan hiap-gi yang menentang penjajah Ceng.
4. BARISAN SUKA RELA, menghimpun semua unsur
pejuang yang melawan serangan tentara Ceng.
======= Cewek pungli. Baru beberapa langkah tiba2 Ah Liong berteriak, Tunggu
....!" dia terus lari balik ke tempat kereta.
Tiba2 matanya tertumbuk pada seonggok benda putih di
tanah. Cepat dia menghampiri dan memungutnya, "Inilah
kunci borgolan dengan engkoh Hok."
Setelah memasukkan dalam saku, dia menghampiri
kerbau bule, "Bule, engkau tak boleh ketinggalan disini.
Kalau sampai jatuh ditangan prajurit2 itu engkau tentu
disembelih," katanya seraya melepaskan kerbau itu dari
perakit kereta. "Eh, mengapa membawa kerbau?" seru nona yang
bertubuh tinggi semampai tadi.
"Tentu," sahut Ah Liong, "kalau kerbauku ini sampai
disembelih prajurit, aku bisa mati menangis."
"Tetapi . . . . "
"Jangan kuatir, kerbauku takkan membikin kotor
rumahmu," tukas Ah Liong.
Kelima nona cantik itu terus melanjutkan langkah.
Mereka mendaki sebuah puncak gunung dan turun ke
sebuah lembah. "Kalian harus pakai penutup mata," tiba2 nona cantik
tadi berkata. "Lho kenapa?" tanya Ah Liong.
"Kita sudah sampai dan akan masuk kedalam markas.
Setiap orang yang masuk harus ditutupi matanya."
Ah Liong hendak membantah tetapi Huru Hara sudah
mendahului, "Silakan menutup mata kami."
Huru Hara dan Ah Liong segera diikat matanya dengan
kain hitam, "Peganglah ujung cambuk dan berjalan," seru
nona itu. Dia terus berjalan sambil mencekal tangkai
cambuk. Huru Hara dan Ah Liong memegang ujung
cambuk mengikuti berjalan.
Diam2 Huru Hara merasa bahwa dia dibawa berjalan
berputar-putar dan berkeluk-keluk naik turun dan akhirnya,
"Nah, sudah tiba," kata gadis tadi seraya membuka kain
penutup mata Huru Hara dan Ah Liong.
Huru Hara dan Ah Liong terkejut ketika pandang
matanya gelap, "Ih, mengapa begini gelap sekali?" teriak
anak itu sambil menggosok-gosok matanya.
"Engkoh Hok, barangkali kita. sekarang buta?" teriak
anak itu pula karena matanya masih gelap tak dapat
memandang apa2. "Jangan kaok2 saja, kuncung," kata Huru Hara,
"pejamkan mata dan tenangkan pikiran."
Ah Liong menurut. Beberapa saat kemudian ketika
membuka mata ia melihat beberapa meter disebelah muka
seperti terdapat dua biji benda kecil yang bersinar seperti
mata kucing. "Engkoh, benda apakah itu?" bisiknya kepada Huru
Hara. "Mata manusia," sahut Huru Hara, "ada orang yang
duduk disebelah muka. Jangan ribut, tenang sajalah."
"Loan Thiau Te pendekar Huru Hara, engkau mengapa
engkau dibawa kemari?" tiba2 terdengar lengking suara dari
seorang wanita. Dari nada suaranya wanita itu masih
muda. "Tidak tahu!" jawab Haru Hara singkat.
"Kami telah membebaskan engkau dari tawanan prajurit
Ceng, engkau tahu, bukan?"
"Ya." "Tahukah apa maksud kami?"
"Itulah justrru yang hendak kutanyakan kepadamu,"
balas Huru Hara. "Engkau tahu siapa aku?"
"Seorang wanita."
"Hanya itu?" "Ya." "Baik," kata wanita yang tak kelihatan wajahnya itu,
"sekarang aku hendak bertanya kepadamu. Siapakah yang
membunuh komandan Tuka di gedung tihu kota Samkwan?"
"Aku!" sahut Huru Hara.
"Bohong!" bentak wanita itu, "engkau masih tidur
mendengkur ketika Tuka dibunuh. Mengapa engkau
mengaku yang membunuhnya?"
"Bagaimana engkau tahu tentang peristiwa itu?" tanya
Huru Hara agak heran. "Ketahuilah, disini adalah kerajaan wanita.
Pemimpinnya, anakbuah, penjaga dan prajuritnya, semua
wanita. Pernahkah engkau mendengar cerita tentang suatu
gerakan dari kaum wanita?"
Serentak Huru Hara terkejut, serunya, "Apakah engkau
ini anggauta Hong-hian-hoa?"
Terdengar tertawa hambar, "Ingatanmu tajam sekali.
Benar, tanpa tedeng aling2, disinilah markas Hong-hian-hoa
itu. Tetapi nama itu oleh Ketua kami telah diganti menjadi
Hung-li-hoa dan di kalangan orang Ceng terkenal dengan
nama Pung-li-hoa atau Cewek Pungli."
"Ah, apakah artinya nama" Hong-hian-hoa atau Hung-lihoa
atau Pung-li-hoa atau Cewek Pungli, sama saja. Yang
penting adalah tujuannya."!
"Engkau setuju akan gerakan Cewek Pungli itu?"
"Ya" "Mengapa?" "Karena mereka rela mengorbankan diri untuk
menyelamatkan kaum wanita dan rakyat dari keganasan
prajurit2 Ceng." "Tetapi mengapa engkau mau menjadi budak orang
Ceng!" tiba2 wanita itu menghambur kata2 tajam.
"Siapa yang menjadi budak Ceng?" Huru Hara terkejut.
"Jangan berlagak pilon!" seru wanita itu, "bukankah
engkau berada di gedung tihu itu karena diundang Tuka"
Kalau bukan bersahabat dengan orang Ceng, mana mereka
begitu menghormat dan menjamu engkau?"
"Ah, jangan menuduh sesukamu sendiri," jawab Huru
Hara, "aku tak kenal dengan Tuka tetapi aku kenal dengan
kolonel Totay .... "
"Sama saja! Bahkan kolonel Totay itu orang penting dari
pasukan Ceng. Dengan begitu jelas engkau ini budak orang
Ceng!" "Jangan salah faham," kata Huru Hara. Ia lalu
menceritakan tentang peristiwa hubungan dengan kelonel
Totay yang lalu. "O, jadi yang menyelamatkan kolonel Totay dari
serangan lasykar rakyat itu engkau?"
"Ya, karena sekedar hendak membalas budinya."
"Bagus, memang pimpinan Lasykar Rakyat telah
memberi pesan kepada kami, apabila bertemu dengan
engkau, harus ditangkap hidup atau mati dan diserahkan
kepada Lasykar Rakyat."
"O, jadi kalian membebaskan aku dari tawanan prajurit
Ceng itu karena hendak engkau serahkan kepada Lasykar
Rakyat?" saat itu baru Huru Hara sadar.
"Benar," sahut wanita itu, "karena engkau menjadi orang
buronan Lasykar Rakyat, maka merekalah yang berhak
mengadili dosamu!" Huru Hara terkejut. Namun ia tahu kalau Lasykar
Rakyat tentu sudah faham dan mengira dia bersahabat
dengan Totay, "Tak apa, nanti akan kujelaskan kepada
mereka sekalian akan kuminta supaya mereka
membebaskan paman Cian-li-ji," pikirnya.
"Baiklah, karena aku menjadi orang tawananmu,
terserah saja engkau hendak mengapakan aku," kata Huru
Hara. "Engkau tahu apa hukuman bagi seorang, penghianat
bangsa itu?" tanya si wanita tak dikenal.
"Entah, karena aku belum pernah menjadi penghianat,"
jawab Huru Hara. "Kepalamu akan dipotong dan dikirim kepada orang
Ceng!" seru wanita itu.
"Lho, buat apa kepala orang?" teriak Ah Liong yang tak
tahan mendengar keterangan orang itu.
"Untuk peringatan bahwa setiap orang Han yang mau
bekerja dengan kerajaan Ceng, tentu akan dipenggal
kepalanya!" "Salah!" teriak Ah Liong.
"Hm, jangan ngoceh tak keruan budak kecil."
"Aku tidak ngoceh tetapi mengatakan tindakan itu
salah!" "Mengapa salah?"
"Bukankah kota2 yang telah diduduki pasukan Ceng itu
masih penuh dengan penduduk orang Han" Mengapa
mereka tidak engkau potong kepalanya" Mengapa ayam,
itik dan kerbau yang berada di daerah pendudukan Ceng,
juga tidak di potong kepalanya" Mengapa hanya kepala
engkoh ku saja yang akan dipotong" Kalau potong, jangan
hanya kepala engkohku tetapi harus kepalaku juga!" Ah
Liong nerocos seperti hujan mencurah.
"Apakah engkau juga berhianat?"
"Aku hanya ikut engkohku. Tetapi aku tak percaya kalau
engkohku ini seorang penghianat. Dia adalah seorang
pendekar yang baik budi!"
"Ih, baik budi?" wanita itu mendengus.
"Ya, dong. Kalau tidak berbudi masakan aku mau ikut
dia?" "Itu urusanmu," sahut si wanita, "tetapi dia adalah
seorang penghianat" "Sudahlah, Ah Liong," tegah Huru Hara, "biarlah dia
mengatakan aku ini bagaimana. Yang tahu bagaimana isi
hatiku hanyalah aku dan kenyataan."
Kemudian dia berkata kepada wanita itu, "Aku bersedia
menyerahkan diri tetapi sebelumnya aku hendak
mengajukan pertanyaan. Engkau menyebut-nyebut Honghian-


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hoa dan tadi engkau memuji Ah Kiok bertindak tepat.
Siapakah Ah Kiok itu?"
"Dia adalah anggauta Hong-li-hoa."
"Ah, sudah kuduga," seru Huru Hara, "tetapi mengapa
dia harus membunuh Tuka?"
"Ketahuilah," seru wanita itu, "bahwa sebenarnya dia
hendak membunuh engkau tetapi terlambat. Pertama,
terganggu oleh setan cilik yang ngoceh tak keruan . . . . "
"Siapa yang engkau katakan setan cilik itu?" teriak Ah
Liong. "Engkau!" "Jangan menghina semaumu sendiri, orang perempuan,"
seru Ah Liong, "engkau kira engkau sudah dapat menguasai
kami" Hm, kalau engkohku mau, sarangmu ini tentu sudah
diobrak-abrik. Itulah maka kukatakan engkohku itu seorang
yang berbudi." "Sudahlah Ah Liong, kita nurut saja. Yang penting aku
hendak mencari paman Cian-li-ji," kata Huru Hara, lalu
berkata kepada wanita itu, "teruskan ceritamu."
"Yang kedua, waktu dia hendak menikam engkau, tiba2
Tuka muncul. Karena sudah terlanjur diketahui
perbuatannya maka Ah Kiok terpaksa membunuh Tuka."
"Ya, kutahu. Tetapi mengapa dia terus melarikan diri?"
"Sudah tentu takut akan tertangkap."
"Tidak perlu harus takut," kata Huru Hara, "bukankah
aku yang akan memikul kedosaan itu?"
"Hm, mengapa engkau mau mengakui pembunuhan
itu?" "Karena aku kasihan kepada Ah Kiok."
"Kasihan?" "Ya, karena dia telah rela mengorbankan diri sebagai
anggauta Cewek Pungli."
"Engkau setuju dengan sepak terjang Cewek Pungli?"
"Kalau aku menentang, masakan engkau dapat
mengadili aku begini macam?" sahut Huru Hara.
"Tuh dengar tidak," seru Ah Liong, "kalau engkohku
tidak berbudi, sarangmu ini tentu itulah diobrak-abrik."
"Aku masih ada sebuah permintaan lagi," kata Huru
Hara, "apakah aku boleh bertemu dengan si Ah Kiok."
"Ah Kiok, dia hendak bicara dengan engkau," seru
wanita itu. "Engkau mau bertanya apa?" tiba2 terdengar sebuah
suara seorang gadis. "Ah Kiok," kata Huru Hara, "mengapa engkau hendak
membunuh aku?" "Karena engkau seorang penghianat."
"Baik," kata Hum Hara, "jangan engkau menyesal kelak
atas ucapanmu itu. Sudah, pergilah!"
Ah Kiong tertegun. "Pergi!" bentak Huru Hara.
Ah Kiong tersurut mundur. Wanita itupun mendesis.
Ternyata tanpa disadari Huru Hara telah menghamburkan
tenaga-dalam untuk membentak sehingga suaranya
sedahsyat halilintar meledak.
"Sayang, seorang pemuda yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi seperti engkau, mau menjadi budak
orang Ceng," kata wanita itu.
"Jangan banyak bicara' bentak Huru Hara, "lekas
serahkan aku kepada Lasykar Rakyat.
"Ah Kiok, bawa dia keluar dan antarkan ke pada pos
Lasykar Rakyat.'" Ah Kiong mengajak Huru Hara keluar tetapi Huru Hara
berkata, "Tunggu, tutup dulu mataku supaya aku tak dapat
mengetahui keadaan markasmu ini."
Terpaksa mata Huru Hara dan Ah Liong di tutup lagi
dengan kain hitam. Setelah keluar dari lembah, penutup
mata itupun dibuka lagi. Kini Huru Hara tahu bahwa yang mengawalnya menuju
ketempat persembunyian Lasykar Rakyat adalah seorang
gadis dan gadis yang mukanya berselubung kain hitam tadi.
Waktu hendak berangkat tiba2 Ah Liong memekik,
"Celaka, sialan!"
"Kenapa?" tanya Huru Hara. "Anak kunci rantai
borgolan engkoh jatuh. Tentu jatuh didalam markas gelap
itu," keluh Ah Liong.
"Hm, apakah engkau tak mampu masuk ke sana lagi?"
tanya Huru Hara. Ah Liong garuk2 kuncungnya. Melihat itu gadis
berkerudung kain hitam berkata, "Biarlah aku yang masuk
mengambil anak kunci itu!"
"Tidak perlu," seru Huru Hara, "jika engkau tak mampu
mengambilnya sendiri, tak perlu rantai borgolanku ini
dibuka!" Melihat Huru Hara marah, Ah Liong makin kelabakan.
Dia menarik-narik rambut kuncungnya sebagaimana adat
kebiasaannya apabila dia hendak memeras otak
menghadapi soal yang sukar.
Tiba2 ia melihat kerbau bule muncul dari balik gerumbul
pohon. Serentak anak itu berteriak gembira, "Baik, engkoh,
aku sanggup kembali masuk ke markas gelap itu lagi!"
Ia terus manghampiri si Bule, "Bule, engkau mendapat
tugas berat. Antarkanlah aku masuk ke dalam lembah ini
mencari markas gelap. Ah, sial, Bule, anak kunci borgolan
engkoh Hok jatuh disana"
Bule seolah-olah tahu bahasa Ah Liong. Ia menguak dan
menegakkan kepalanya. Ah Liong terus naik ke punggung
kerbau bule itu dan suruh si Bule berjalan. Tetapi baru
beberapa langkah dia berteriak, "Berhenti dulu Bule, dan
tunggu sebentar . . . . "
Anak itu loncat turun dan lari menghampiri kedua gadis
pengawal, "Laci yang tak kuketahui namanya, apa aku
boleh pinjam pedang kalian?"
Gadis yang seorang kerutkan alis. Tetapi gadis yang
berkerudung muka serentak mencabut pedangnya dan
diberikan kepada Ah Liong, "Nih, buat apa pinjam
pedang?" "Ada dehhhh," setelah menyambut dia terus berlari.
Tiba2 dia diputar kepala dan berseru, "jangan kuatir,
pedang ini takkan kubuat membunuh orang."
Ah Liong naik ke punggung si Bule dan binatang itupun
terus lari masuk kedalam lembah.
"Berhenti Bule," seru Ah Liong pula seraya loncat turun,
"aku hendak cari bambu dulu."
Dia lari menuju ke sebuah gerumbul pohon bambu. Dia
memotong sebatang bambu yang besar lalu dipotong lagi
menjadi selengan panjangnya. Dia memilih potongan
bambu itu yang bawah tertutup dengan ruas tetapi bagian
ujung atasnya, berlubang. Kemudian dia membuat tutup
penyumbat lubang bambu itu. Setelah itu baru dia naik si
Bule lagi. Setelah menuruni lembah, si Bule mencari jalan sendiri,
berputar kian kemari dan akhirnya disebelah depan tampak
sebuah mulut gua. Si Bule masuk kedalam mulut gua itu
dan tibalah mereka disebuah ruangan dari sebuah bangunan
yang besar. "Aneh, mengapa si Bule dapat mencari tempat ini?" kata
Ah Liong, "sedang aku sendiri sudah lupa bagaimana
mencarinya. Ah, benar, benar, memang si Bule ini tak
mengecewakan perintahku. Dia memiliki naluri yang tajam
sekali sih." Ah Liong tidak terus masuk melainkan biluk kesebuah
ruang. Kebetulan dia tiba di bagian dapur, "Ah, langkahku
sungguh untung sekali. Disini tentu banyak tikus," serunya.
Dugaannya itu memang tepat. Tak berapa lama
terdengar bunyi bergedobrakan dan bunyi mencicit. Ah
Liong segera melihat sebuah liang di ujung sudut tembok.
"Hm, disinilah rumahnya," kata Ah Liong. Dia terus
menggeratak di dapur dan berhasil mendapatkan ikan yang
tinggal kepala dan ekornya, "jadilah . . . . "
Setelah mengumpulkan sisa2 ikan, dia menyebarkannya
di lantai, tepat di muka liang. Kemudian dia menunggu di
dekat liang dan siap dengan sumpit di tangan.
"Cit, cit, ciiiiit . . . . " terdengar suara mencicit dan dua
ekor tikus lari berlomba keluar dari liang.
Cret, cret .... dengan tangkas dan gagah sekali, Ah Liong
menyumpit kedua ekor tikus itu terus dimasukkan kedalam
tabung bambu. Dengan cara itu ia berhasil menangkap
tujuh ekor tikus. "Hm, cukuplah," katanya. Tetapi tiba2 ia mendapat akal
baru lagi, "biar mereka kalang kabut!"
Ia menggeratak membuka lemari dan berhasil
menemukan minyak goreng. Minyak itu dituangkan
kedalam tabung tempat tikus2 itu. Dan kemudian dia
menyambar korek di dapur. Satelah itu baru dia menuju ke
ruang gelap tempat ia dan Huru Hara diadili oleh seorang
wanita yang tak kelihatan wajahnya.
Ketika melalui sebuah lorong, dia terkejut ketika
mendengar langkah kaki orang berjalan.
"Celaka kalau sampai kepergok mereka," Ah Liong
gugup. Dia celingukan memandang kian ke mari. Kalau dia
lari balik, tentu akan kelihatan karena lorong atau gang
tempat ia berdiri itu, kanan kirinya merupakan ruangan.
Lalu kemana ia harus bersembunyi.
Melihat kedua nona itu makin dekat, Ah Liong nekad.
Tanpa banyak pikir lagi dia terus mendorong sebuah pintu
ruangan kamar dan menyelundup masuk, mengancing lagi
pintu itu rapat2. Tiba2 dari ujung tikung lorong, terdengar suara orang
berjalan. Sedang langkah kaki kedua nona yang dari ujung
lorong sebelah muka tadi, juga tiba di depan ruang tempat
Ah Liong bersembunyi. "Ai, Gwat suci dan Lan suci, mau kemana nih ?" seru
orang yang baru muncul dari tikung lorong tadi. Rupanya
dia menegur pada kedua nona yang datang dari lorong
sebelah muka. "Ah Bwe, engkau sih enak, tugasmu sore ini sudah
selesai. Sekarang giliranku bersama Gwat suci yang
bekerja," sahut salah seorang dari kedua nona itu. Tentulah
dia yang dipanggil Lan suci (kakak seperguruan) oleh gadis
yang baru muncul itu. "Enakan dinas malam. Sudah mandi dan hawanya juga
sejuk. Tidak seperti dinas siang. Sudah panas, mandi juga
telat," gerutu gadis yang disebut Ah Bwe.
"Eh, Ah Bwe, bawa apa engkau itu ?" tiba2 gadis yang
disebut Lan suci atau namanya Ah Lan menegur.
"Istimewa deh," sahut Ah Bwe. "Apa yang istimewa ?"
"Coba suci tebak, apa yang berada dalam bungkusan
ini." "Makanan." "Salah." "Buah !" seru gadis yang dipanggil Gwat suci atau Ah
Gwat. "Benar," sahut Ah Bwe, "tetapi buah apa ?"
"Kalau menilik besarnya .... kelapa" seru Ah Gwat.
"Salah." "Jeruk." "Keliru.'" "Lalu buah apa sebesar itu ?"
"Mari masuk kedalam kamarku dulu. Nanti suci tentu
puas. "Apa sih ?" "Pokoknya, kejutan deh !"
"Tetapi kami berdua harus membersihkan dan menyulut
lampu ruang Le-tong (auditorium! atau tempat upacara).
Malam nanti toa-suci akas menerima tetamu."
"O, pada hal siang tadi toa-suci juga mengadili seorang
pemuda nyentrik dan seorang bocah kuncung."
"Siapa " apa salahnya ?"
"Ah mari masuk kedalam kamar dulu. Paling hanya
seperempat jam. Akan kuhidangkan buah yang jarang
terdapat ditempat kita. Pokoknya suci berdua tentu tak
kecewalah !" Setelah bertukar pandang, kedua gadis itu setuju. Dan
Ah Bwepun segera memutar grendel pintu.
"Aduh, celaka ! Dia mau masuk ke kamar ini. Ternyata
ini kamar gadis itu," bukan kepalang kejut Ah Liong yang
berada dalam kamar. Untung kamar itu gelap karena
lampunya belum dinyalakan. Tanpa banyak pikir lagi, anak
itu terus menyusup kedalam kolong ranjang,
Jendela dibuka dan kamar itupun terang. Ah Bwe
meletakkan bungkusan yang dibawanya keatas meja dan
membukanya. "Durian !" seru Ah Lan ketika melihat isi bungkusan itu.
"dari mana engkau peroleh buah itu Ah Bwe ?"
"Rahasia," sahut yang ditanya, "dari. . . ah, pokoknya
ada deh .. . . " "Pacarmu ya ?" "Entah," sahut Ah Bwe, "tetapi dia memang menetapi
janjinya untuk mengirim durian ini. Hayo, kita makan."
Bau durian segera menyerbak keseluruh kamar,
menyusup kedalam kolong ranjang dan menyerang hidung
Ah Liong, haukkkkkkk.....serentak perut Ah Liong seperti
berontak dan mau muntah. Memang durian itu harum dan lezat baunya Tetapi bagi
yang doyan. Sebab ada juga orang yang tak tahan baunya
dan muntah. Begitu pula Ah Liong. Seumur hidup dia
belum pernah melihat apalagi makan durian. Baunya yang
begitu keras, menyebabkan perutnya mual.
Anak itu berusaha untuk mendekap mulutnya dan
menekan napas untuk menahan ini perutnya yang mau
muntah. "Siapakah pemuda nyentrik yang diadili toa-suci siang
tadi ?" tanya Ah Lan.
"Menurut namanya dia mengaku bernama Huru Hara,
menyentrik nggak namanya itu ?"
"Ya, tetapi itu tentu nama samaran barangkali," sahut
Ah Lan. "Bukan," kata Ah Bwe, "namanya memang Loan Thian
Te yang berarti mengacau dunia atau dunia kacau. Dia
lebih senang menamakan dirinya si Huru Hara,"


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lalu apa kesalahannya ?"
"Dia bersahabat dengan kolonel pasukan Ceng yang
menduduki kota Sam-koan. Waktu kota itu diserbu pasukan
Lasykar Rakyat, dia telah menyelamatkan kolonel Ceng itu
dari sergapan pasukan rakyat."
"Hm, pemuda macam begitu memang harus diganyang
seperti durian ini," kata Ah Lan sambil memasukkan sebiji
durian ke mulut. "Tetapi bagaimana dia dapat dibawa kemari?" tanya Ah
Gwat. "Waktu pasukan Ceng menduduki kota itu lagi, eh.
pemuda nyentrik itu muncul pula. Rupa nya dia hendak
menemui kolonel sahabatnya tetapi ternyata pemimpin
pasukan Ceng itu adalah Tuka yang berpangkat lebih
rendah. Tuka menjamunya. Kebetulan yang bertugas untuk
merayu orang2 Boan di Sam-koan antara lain adalah Ah
Kiok. Pada malam hari Ah Kiok hendak membunuh
pemuda nyentrik itu tetapi kepergok Tuka. Ah Kiok
membunuh Tuka dan lari pulang kemari. Pemuda itu yang
dituduh membunuh Tuka lalu dimasukkan dalam kereta
pesakitan dan dikirim kepada kolonel Ceng yang berada di
Khay-hong-hu. Ditengah jalan kereta pesakitan itu dapat
kita cegat dan rampas. Kemudian pemuda dan adiknya kita
bawa kepada toa-suci untuk diadili."
"Lalu bagaimana keputusannya?" tanya Ah Lan.
"Beberapa hari yang lalu fihak Lasykar Rakyat meminta
bantuan kita untuk menangkap pemuda itu dan diserahkan
kepada mereka. Maka toa-suci lalu mengirim pemuda dan
adiknya itu ke markas Lasykar Rakyat."
"Mengapa engkau katakan dia nyentrik?"
"Betapa tidak nyentrik" Masakan seorang anakmuda
berdandan seperti seorang pendekar kesiangan, kepalanya
ditutup dengan kain tetapi diberi dua lubang tepat pada atas
dahinya." "Lho untuk apa?"
"Untuk tempat rambutnya yang menjulai ke luar. Ih,
kalau suci berdua melihatnya tentu akan geli."
Kerucuk, kerucukkkk .... "Ih, perut siapa yang
berkerucukan itu" Tentu perutmu Ah Bwe karena
kebanyakan makan durian. Masa kita berdua baru makan
empat biji engkau sudah sepuluh biji," seru Ah Lan.
"Tidak, Lan suc. Perutku tidak berkerucukan. Tentu
perut, suci sendiri . . . . "
"Huh, mana bisa" Perutku tak apa-apa .. Ih, mengapa
agak mulas ya sekarang," kata Ah Lan seraya mendekap
perutnya. "Tuh kalau menuduh perut orang berkerucukan. Tak
tahunya kalau perut sendiri yang merintih- rintih.''
"Tetapi benar, Ah Bwe, baru sekarang terasa mulas, tiiiit
. . . . " "Aduh, bom mulai meledak," Ah Bwe tertawa lalu cepat
mendekap hidung. Ah Lan tersipu-sipu merah. Karena perut mulas dia
hendak mengeluarkan angin busuk tetapi karena malu
ditahan. Tak urung melejit juga suara angin itu. Nadanya
mirip dengan orang yang merintih- rintih.
Ah Gwat tertawa. Tiba2 dia terkejut ketika melihat Ah
Lan menyusup kedalam kolong ranjang. Ranjang itu
memakai kain sprei yang memanjang turun sampai ke
lantai. Ah Lan menyingkap kain sprei terus menyusup
masuk dan tut. . . tut . . . tut . . ,
"Gunung meletus!" teriak Ah Bwe seraya mendekap
hidungnya kencang2. Ah Gwat hanya tertawa sambil
mendekap mulut. "Hai, cici Lan, mengapa begitu lama didalam kolong?"
seru Ah Bwe karena Ah Lan tak ke luar dari kolong ranjang
sampai beberapa saat. "Tunggu," seru Ah Lan, "biar hawanya keluar sampai
habis disini." Saat Itu dapat dibayangkan betapa keadaan Ah Liong.
Bocah itu benar2 setengah mati. Karena tak tahan bau
durian, perutnya mulas. Tadi yang berkerucukan
sebenarnya berasal dari perutnya. Baru perut agak tenang
tiba2 Ah Lan menyusup masuk dan berkentut sepuaspuasnya,
aduh maaaakkk .... Kalau terus menerus
mendekap hidung, dia tentu akan lemas karena tak dapat
bernapas. Mungkin bisa pingsan.
TIba2 ia teringat akan tabung bambu yang dibawanya,
"Hm, kurang ajar benar anak2 perempuan ini. Masakan aku
dipaksa sembunyi dibawah kolong ranjang, diserang dengan
bau durian lalu dibom dengan angin busuk .... Rasakan
pembalasanku sekarang."
Ia tahan napas dan mengambil tabung bambu. Secelah
diarahkan pada punggung Ah Lan, ja segera membuka
tutup tabung itu. Seketika meloncatlah seekor tikus ke
tengkuk Ah Lan, toloooongngng .... Ah Lan menjerit dan
memberosot keluar. Tikus itu marah karena dijejal dimasukkan kedalam
tabung oleh Ah Liong dan masih disiram dengan minyak.
Maka begitu tutup tabung dibuka, binatang itu terus loncat
keluar dan tepat hinggap di tengkuk si nona. Untuk
melampiaskan kemarahannya, tikus itu terus menggigit
tengkuk Ah Lan. Ah Lan tak tahu apa yang hinggap di tengkuknya. Dia
hanya merasa sakit sekali karena tengkuknya digigit oleh
gigi kecil2 yang tajam. Seketika dia menjerit dan menerobos
keluar. "Mengapa ....," baru Ah Bwe menyongsong hendak
menolong, tiba2 ia, menjerit kaget, "aduh mati aku . ..." Ah
Bwe menjerit, mengusap tikus yang menerkam mukanya
dan terus lari keluar menyusul Ah Lan.
Karena ditampar, tikus itu mencelat dan terlempar jatuh
ke dada Ah Gwat, "Aaaiiihhhh?". nona itupun menjerit
dan menampar tikus itu lalu memberosot lari keluar seperti
dikejar setan. Ah Liong segera terseok-seok menyelundup keluar dari
kolong ranjang, "Aduhhhh," ia menghela napas longgar,
"sialan betul anak perempuan itu. Masa orang disuruh
sembunyi di kolong ranjang masih dikentuti. Sekarang
rasakan pembalasanku .. ,."
Tiba2 ia teringat bahwa gadis yang bernama Ah Gwat
dan Ah Lan itu hendak menuju ke kamar Le-tong atau
auditorium, Menurut kelerangan mereka, disitulah siang
tadi dia bersama Huru Hara diadili si wanita tak kelihatan.
Tetapi dia tak tahu dimana letak Le-tong itu. Namun ia
tak takut. Dengan berjalan hati2 agar jangan sampai
kepergok orang, satu demi satu dia menjelajahi ruang2 itu
dan akhirnya tiba disebuah bangunan besar yang terletak di
tengah halaman. 'Tentulah yang ini," pikirnya lalu mendorong pintunya
yang masih tertutup. Keadaan ruang itu gelap gelita.
Dia menyusuri tempat dimana dia berdiri tadi. "Wah,
terlalu lama," pikirnya. Ia nekad menyulut korek lalu
menyuluhi ke sekeliling ruang itu. Tiba2 matanya
tertumbuk sebuah, benda kecil. Cepat dipungutnya benda
itu, "Ah, terima kasih, terima kasih, akhirnya ketemu lagi
..." Ternyata benda yang ditemuinya itu memang anakkunci.
Baru dia memasukkan kedalam saku, tiba2 terdengar
langkah orang yang tiba di muka pintu, "Wah, sialan benar
kita ini Gwat suci," gerutu sebuah suara anak perempuan
yang dikenal Ah Liong sebagai suara si Ah Lan, "Karena
mencicipi beberapa biji durian, akhirnya pakaianku sampai
robek compang camping dan kakiku babak belur."
"Apa aku tidak?" sahut yang dipanggil Gwat suci atau
Ah Gwat, "karena si Ah Bwe menampar tikus itu, dadaku
diterkam dan digigit. Aku lari pontang panting sampai jatuh
bangun, i-dihhhh?""
"Kurang ajar memang si Ah Bwe itu. Masa dia pelihara
tikus dikolong ranjang ..."
"Sudahlah, Ah Lan, kita harus lekas2 menyalakan lampu
dan membersihkan ruangan ini agar toa-suci jangan keburu
datang," kata Ah Gwat yang terus membuka pintu.
Kedua gadis itu segera nyalakan lilin besar pada sebuah
meja sembahyangan. Ternyata ruang ini memang ruang Letong
(auditorium). Pada tembok sebelah dalam, terdapat
sebuah patung dewi Koan Im yang berwajah agung,
tingginya dua meter. Didepannya terdapat sebuah meja
untuk bersembahyang. Diatas meja terletak dua buah lilin
sebesar lengan. Setelah menyalakan lilin, kedua gadis itu lalu berlutut
dihadapan patung dewi Koan Im dan berkemak-kemik
berdoa, "Tecu, Ah Gwat dan Ah Lan, menghadap pohsat
untuk menghaturkan hormat. Tecu berjanji tetap akan
melaksanakan sumpah tecu dihadapan pohsat. Bahwa
sekalipun tecu berada didalam lumpur kehinaan tetapi jiwa
tecu tetap suci bersih bagai bunga teratai ..."
Habis mengucap doa kedua gadis itu lalu mulai bekerja
membersihkan lantai. Ternyata setiap anggauta Hong-li-hoa atau Cewek
Pungli, selalu mengucapkan doa akan melakukan
sumpahnya dihadapan Koan Im pohsat dahulu. Sumpah itu
tak lain, bahwa dalam mengabdi kepentingan negara,
mereka rela mengorbankan raga dan kesuciannya namun
mereka tetap akan menjaga agar jiwanya sesuci bunga
teratai. Setelah selesai kembali kedua gadis itu berlutut
dihadapan patung dewi Koan Im untuk mohon diri.
"Ah Lan, lihatlah, pohsat dapat bergerak "sekonyongkonyong
Ah Gwat berteriak seraya menggamit lengan adik
seperguruannya. Ah Lan mengangkat muka, memandang ke muka.
Serentak diapun menjerit, "Aya, benar, Gwat suci, pohsat
dapat bergerak-gerak . . . ." bukan kepalang kejut Ah Lam
ketika melihat patung dewi Koan Im itu bergerak-gerak
seperti orang berjalan. Ah Gwat dan Ah Lan pucat seketika. Tubuh kedua
menggigil ketakutan. "Ah Gwat, Ah Lan, mengapa engkau berani kurang ajar
kepadaku " Mulutmu masih berbau durian, mengapa
engkau berani bicara dihadapan-ku ?" tiba2 terdengar suara
yang lembut seperti orang berbisik-bisik.
Sudah tentu Ah Gwat dan Ah Lan kaget setengah mati.
Serempak kedua berlutut, "Ampun, pohsat, hamba telah
mencuci mulut hamba tetapi mungkin kurang bersih . . . ."
"Dari mana engkau mencuri durian itu," bisik suara
aneh yang datangnya dari balik patung dewi Koan Im.
"Hamba berdua diberi Ah Byve, pohsat ..."
"Hm, budak perempuan itu besok tentu akan menerima
hukuman. Durian itu curian dan kalian pun ikut makan
barang curian .. ." "Ampun pohsat....." kedua gadis itu merintih2 minta
ampun, "hamba tak tahu."
"Benar ?" "Benar, pohsat."
"Tidak bohong?"
"Hamba berdua berani bersumpah."
"Baik, karena tidak tahu, dosamu lebih ringan tetapi
kalian tetap harus menerima hukuman. Kalian harui
berlutut dan tundukkan kepala sampai ke lantai. Tak boleh
bergerak dan mata harus dipejamkan tak boleh melihat
apa2. Sampai nanti kusuruh kalian berbangkit mengerti ?"
"Baik, pohsat, hamba akan melagukan segala titah
pohsat . . . . " kedua gadis itu terus berlutut dihadapan
patung dewi Koan Im, kepala menunduk sampai ke lantai
dan mata dipejamkan erat2.
Beberapa saat kemudian dari balik patung dewi Koan Im
menyelinap keluar sesosok tubuh kecil yang dengan cepat
melintas dari samping kedua gadis itu dan terus menyelinap
keluar. Cepat sekali gerakan tubuh kecil itu.
Ah Gwat dan Ah Lan merasa ada benda terbang
memberosot di samping mereka dan mendengar kesiur
angin mendesis lembut. Tetapi karena tak berani membuka
mata dan bergerak terpaksa keduanya diam saja.
"Haahhhhhh," sosok bayangan tubuh kecil yang tak lain
adalah Ah Liong menghela napas longgar di luar gedung.
Tetapi rupanya anak itu masih belum puas
mempermainkan kedua nona tadi. Tiba2 dia mendapat
pikiran. Dengan berjalan berjingkat-jingkat, dia masuk
kedalam ruang lagi dan berhenti pada jarak setombak di
belakang Ah Gwat dan Ah Lan. Kemudian ia membuka
tutup tabung bambunya dan cup . . . seekor tikus loncat
keluar. Ah Liong segera menutup lagi. Lalu keluar. Di
ambang pintu dia berhenti untuk melihat bagaimana hasil
permainannya itu. Ternyata karena ditaruh dalam tabung dan berdesakdesak
dengan kawan2nya, selekas Ioncat keluar, tikus itu
ngamuk. Melihat kedua gadis itu sedang berlutut dengan
tubuh meliuk dan kepala menunduk sampai ke lantai, tikus
itu terus lari menghampiri. Dia loncat ke punggung Ah Lan
dan menggigit tengkuknya lalu loncat ke kepala Ah Gwat
dan menggigit telinganya, cit, cit, cit, ciiiiiittt ....
Bukan tak tahu kedua gadis itu kalau punggung
digerayangi tikus. Namun karena takut kepada dewi Koan
Im, mereka terpaksa menahan diri.
Eh, tikus itu memang kurang ajar. Habis menggigit
telinga terus merayapi muka Ah Gwat dan menggigit
hidungnya, lalu lari menggigit bibir Ah Lan.
"Aihhhhh ....," kedua gadis itu menjerit dalam hati.
Karena tak kuat menahan siksa lahir dan batin, kedua gadis
itupun terus rubuh pingsan.
"Rasakanlah pembalasanku, anak perempuan," kata Ah
Liong, "masakan sudah dipaksa sembunyi dibawah kolong
masih mukaku engkau kentuti."
Ah Liong terus keluar dari markas dalam lembah itu.
Sebenarnya ia hendak menyulut korek, membakar tikus
yang masih sisa lima ekor itu dan dilepaskan kedalam
markas. Penghuni markas tentu takut setengah mati dan
markas mereka tentu terbakar. Tetapi setelah melihat Ah
Gwat dan Ah Lan tersiksa sampai pingsan, dia tak tegah


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk melepaskan kelima tikus dalam tabungnya lagi.
Ah Liong tahu bahwa anak perempuan itu paling takut
berhadapan dengan tikus. Bahkan nenek Gok yang sudah
tua, pun akan menjerit ketakutan kalau melihat tikus lari
menghampirinya. Sebenarnya Ah L'ong hendak membuang saja tikus-tikus
itu tetapi pada lain saat ia kasihan dan tetap dibawanya
juga. Di luar markas dia disambut oleh si Bule dan akhirnya
dapat menemui Huru Hara. Borgolan Huru Hara segera
dibuka dan merekapun melanjutkan perjalanan
II Dalam suasana perang, keadaan negeri goncang. Sejak
pemerintah kerajaan Beng hijiah ke selatan ke kotaraja
Lam-kia, maka pasukan Beng masih bertahan didaerah
barat dari sungai Hong Ho.
Banyak sekali pengacau2, kaum persilatan Liok-lim
(Rimba Hijau atau dunia begal), yang bergerak keluar untuk
mengail di air keruh. Di-samping itu juga timbul gerakan
rakyat atau yang disebut Lasykar Rakyat yang berjuang
melawan tentara Ceng. Dewasa itu terdapat beberapa gerakan rakyat berjuang,
Kaum pendekar dari dunia persilatan, membentuk suatu
wadah perjuangan dengan nama Rakyat Berjuang atau
pasukan Suka Rela (Gi-yong-kun). Mereka berkedudukan di
wilayah barat. Juga ada gerakan rakyat berjuang yang memakai nama
Lasykar Tani. Dulu pasukan ini dibentuk oleh Li Cu Seng.
Gerakan ini berhasil besar. Pernah menduduki kotainja
Pakkia. Bagaimana asal mula keruntuhan kerajaan Beng,
izinkaniah kami hilangkan ihtisar sejarah timbul-runtuhnya
kerajaan2 di Tiongkok. Mudah-mudahan dengan ihtisar ini,
pembaca dapat memiliki gambaran yang lebih jelas.
Terutama sejarah kerajaan Beng dan timbulnya kerajaan
Ceng, di-mana kissah BLOON CARI JODOH atau
Pendekar Huru Hara ini terjadi sehingga anda akan lebih
dapat meresapinya. ==oo0oo== Setelah menumbangkan kerajaan Sung maka Kubilai
Khan mengangkat diri sebagai raja Tiong kok dengan gelar
Goan-si-cou. Kota kerajaan berkedudukan di Cathay atau
Pak-kia (nama sekarang Peking).
Sebelum menjadi Khan atau pemimpin besar suku Tartar
Mongol, Kubilai itu seorang anak dari Tuli. Dan Tuli itu
anak dari Jenghis Khan. Jenghis Khan mempunyai banyak isteri. Tetapi dia tetap
mencintai dan menghargai isterinya yang pertama, Bortai.
Bortai melahirkan empat putera lelaki yang diberi nama
Yuchi, Jagatai, Ogotai dan Tuli. Sebenarnya nama2 itu
berasal dari yell atau pekik pembangkit semangat waktu
menyerang musuh di medan perang.
Suku Mongol itu hidup di daerah antara sungai Onon
dan sungai Kerulon disebelah timur laut Mongolia. Suku
Mongol adalah bangsa yang masih liar dan kuat, Mereka
mengaku keturunan Serigala biru. Seperti semua bangsa
Tartar, demikian istilah yang digunakan untuk menyebut
suku yang masih liar, suku Mongol itu diam di kemah2
yang dibuat dari kulit binatang dan berbentuk bulat.
Kemah2 itu disebut yurt. Mereka bergerak kian kemari
menggembala kuda, sapi dan kambing.
Sebelum dinobatkan menjadi Jenghis Khan, dia bernama
Temuyin, putera dari Yessugai, seorang Khan atau kepala
suku Mongol. Setelah Yessugai mati keracunan makan
dalam sebuah pesta maka Temuyin diangkat sebagai
pengganti. Sejak masih muda ia sudah memperlihatkan diri
sebagai pahlawan yang cerdas, gagah dan cakap. Ia berhasil
memimpin segenap kepala suku. Yang tak mau tunduk,
tentu diperangi dan dikalahkannya.
Pada tahun Masehi 1206, disebuah dataran sungai Onon,
ia mengadakan rapat besar dari semua kepala suku Mongol.
Pada waktu itu dia sudah berusia 44 tahun. Rapat besar
bersepakat untuk menobatkan dia sebagai pemimpin
seluruh suku Mongol. Dia diberi gelar Jenghis yang berarti
Amat Besar. Jenghis Khan berarti Pemimpin Besar.
Sejak itu dia memimpin suku Mongol dan semua suku2
bangsa Tartar di sebelah utara gurun Gobi untuk
melakukan serangan pada bangsa Kim. Setelah berhasil
menghancurkan bangsa Kim, Jenghis Khan masuk ke
wilayah Cathay atau Tiong-goan. Kemenangan demi
kemenangan telah direnggutnya. Tetapi sebelum ia berhasil
menduduki seluruh negeri Cathay maka ia menerima berita
bahwa bangsa Cathay Hiram telah mengancam di dae rah
barat yang telah dikuasainya. Ia segera tinggalkan medan
perang di Tiong-goan dan kembali ke barat untuk
menghancurkan serangan suku Cathay Hitam itu.
Setelah menang ia masih melanjutkan lagi untuk
menyerang beberapa negara didaerah barat, yani Kwaresm,
Bokhara, Samarkand, Herat dan Nishapur. Lalu Jengis
Khan mengirim utusan kepada Syah atau raja Turki yang
diharuskan mengirim upeti kepadanya.
Setelah bertahun-tahun memerangi daerah barat dan
mendapat kemenangan besar, akhirnya dia pulang. Tetapi
di tengah jalan dia meninggal dunia.
Empat orang puteranya diberi daerah kekuasaan
sendiri2, agar jangan sampai timbul perang saudara. Ogotai
diangkat sebagai Khan Besar menggantikan kedudukan
ayahnya. Ia mengalahkan Persia, Irak dan Syria dan
mendirikan kerajaan Mongol disitu sampai berlangsung
seratus tahun lamanya. Anak Jenghis Khan yang kedua yaitu Yuchi mendirikan
kerajaan di Rusia selatan dengan ibukotanya di sungai
Wolga. Anak yang ketiga, Jagatai menguasai bagian tengah
kerajaan Mongol. Sedang anak yang bungsu yakni Tuli,
diberi kerajaan Mongol bagian timur. Kubilai Khan adalah
anak Tuli ini. Dimana kakeknya, Jenghis Khan, dulu belum rampung
menduduki negeri Cathay maka Kubilai Khanlah yang
menyelesaikannya. Dia berhasil mengaiahkan kerajaan
Song dan mendirikan kerajaan Goan dengan ibukota di
Pakkia. Setelah menguasai daratan Cathay (Tiongkok) Kubilai
Khan masih ingin meluaskan tanah jajahannya. Dia
mengirim utusan, Meng-ki ke Singasari yang saat itu
diperintah oleh raja Kertanagara. Karena marah atas surat
Kubilai Khan yang meminta supaya Singasari
menghaturkan upeti, raja Kertanagara telah mencacah
muka Meng Ki dan mengusirnya. Kubilai Khan marah lalu
mengirim pasukan untuk menghukum Singasari, Tetapi
pada waktu itu Singasari sudah hancur diserang raja
Jayakatwang dari Daha (Kediri). Kedatangan pasukan
Kubilai Khan disambut oleh Raden Wijaya, putera
menantu raja Kartanagara, dan diperalat untuk menyerang
Daha. Setelah Daha dapat dikalahkan, Raden Wijaya
menyerang pasukan Kubilai Khan itu dan kemudian
mendirikan kerajaan baru yang diberi nama Mojopahit.
Namun telah menjadi kodrat hidup bahwa segala sesuatu
di dunia ini tak kekal atau langgeng. Setelah hampir seratus
tahun memerintah di Tiongkok, akhirnya kerajaan Goan
ditumbangkan oleh Cu Goan Ciang yang kemudian
mendirikan kerajaan Beng dan dia sendiri bergelar Beng
thay-cou dan mengganti kotarajanya di Lam-kia.
Setelah kaisar Beng thay-cou meninggal maka puteranya,
pangeran Cu Li dengan menggunakan kekerasan telah
merebut tahta kerajaan. Sebenarnya kaisar Beng thay-cou
tidak mewariskan tahta kerajaan kepada putera-puteranya
tetapi kepada cucunya yakni Cu Un Bun yang dianggapnya
cakap. C u Un Bun naik tahta dan bergelar kaisar Beng Hui.
Sedang Cu Li diangkat sebagai raja muda bergelar Yan
Ong. Tetapi Cu Li segera menggerakkan pengikutnya untuk
merebut tahta dari putera kemanakannya. Waktu Cu Li
berhasil merampas tahta, raja Beng Hui yang masih muda
itu telah menghilang tak ketahuan rimbanya.
Cu Li mengangkat diri sebagai kaisar Beng Seng-cou,
memindahkan kotaraja ke Pak-kia yang telah dipugar dan
dibangun kembali dengan megah sekali.
Banyak kemajuan yang teiah dicapai oleh kerajaan Beng
pada masa itu. Perdagangan maju, kebudayaan berkembang
pesat dan rakyat hidup sejahtera.
Bahkan untuk mengadakan hubungan dagang dongan
negara2 diiuar negeri, raja Beng Seng-cou telah menitahkan
supaya menghidupkan kota bandar Leng-poh, Coan-ciu dan
Kong-ciu di pesisir selatan. Dan untuk mengikat
persahabatan dengan kerajaan di seberang laut, raja Beng
Seng-cou telah mengirim ekspedisi ( perutusan) yang
bersejarah. Baginda mengangkat The Ho, seorang kasim
(kebiri ) istana, untuk mengepalai sebuah armada yang
mengunjungi ke negara2 di laut selatan membawa utusan
persahatan. Utusan yang dikepalai The Ho itu pernah datang ke
Indonesia dan pernah mendarat di bandar Semarang. Di
kemudian hari The Ho terkenal dengan sebutan Sam Po
tayjin atau Dampo Awang. Petilasan yang pernah
disinggahi Sam Po tayjin terletak di Kedung Batu
Semarang, yang kini telah dibangun menjadi tempat ziarah.
Armada itu terdiri dari 62 buah kapal dengan 7000
anakbuah dan membawa emas, sutera barang2 porselen
(tembikar ). Duapuluh delapan tahun lamanya, tujuh kali
dia telah berangkat mengarungi tujuh samudera untuk
menunaikan tugas dari rajanya yang ingin mengadakan
hubungan dagang dengan bangsa2 di seluruh dunia.
Pasang surut, timbul tenggelam, patah tumbuh, selalu
menjadi kodrat alam yang abdi, Tiada sesuatu dalam dunia
ini yang langgeng. Demikian pula dengan kerajaan Beng
yang jaya. Akhirnya setelah memerintah selama hampir 276
tahun yakni mulai tahun Masehi 1358 sampai tahun1644,
akhirnya kerajaan Beng itu harus mundur dan diganti
dengan kerajaan Ceng. Sebagai halnya suku Tartar Mongol mempunyai seorang
pahlawan Jenghis Khan dan Kubilai Khan, pun suku Boan
juga memiliki seorang bintang cemerlang yani Nurhacha.
Dia mempersatukan dan memimpin suku Boan yang
berasal dari suku Nichen. Suku Nchen itu tinggal di daerah
gunung Tiang-pek-san wilayah Hek-liong-kiang, hidup
sebagai pemburu dan penangkap ikan.
Dalam usia 25 tahun, Nurhacha telah diangkat sebagai
pemimpin sukunya. Dia dapat mengadakan sistim Pat-ki
atau Delapan Kelompok, yang mengatur susunan tentara
dan masyarakat menjadi delapan daerah. Dia mengajar
rakyatnya untuk bercocok tanam, Memelihara ternak.
Dalam masa perang, semua golongan dari Delapan
Kelompok itu harus masuk milisi atau menjadi prajurit.
Nurhacha mulai mengadakan hubungan barter dagang
dengan rakyat Beng, banyak sekali belajar tata peradaban
dan pengetahuan dari rakyat Beng. Suku Nichen makin
kuat dan beradab. Dan pada puncaknya, Nurhacha
mengangkat diri sebagai Go Khan ( raja ) dan mendirikan
negara Kim yang terletak disebelah timur laut wilayah
kerajaan Beng. Setelah persiapan matang maka mulailah ia mencari
gara2 untuk menyerang pasukan Beng. Dia berhasil
menduduki dataran Liau-tang. Kemudian dia menyerang
wilayah Leng-wan tetapi dapat dipukul mundur oleh
jenderal Wan Gong Hwan dari pasukan Beng.
Beberapa tahun kemudian Nurhacha rneninggal dan
diganti oleh puteranya yang keempat, bernama Hong-taichi.
Hong-tai-chi dengan siasatnya yang pandai dapat
menaklukkan Taiwan lalu menduduki Mongolia Dalam.
Dia mengerahkan segenap suku Mongol untuk menyerang
dari timur. Pada saat itu, mungkin sudah tiba saat hilangnya
kejayaan, keraiaan Beng mulai kacau pemerintahannya.
Wan Cong Hwan adalah jenderal setya dan gagah perkasa
yang pernah mengalahkan Nurhacha, malah dijatuhi
hukuman mati oleh Beng Su Cong raja kerajaan Beng
waktu itu. Raja tak mengurus pemerintahan dan hanya bersenangsenang
, dengan wanita cantik. Mentri2 korup dan hanya
pandai menjilat. Kekuasaan di istana dipegang oleh mentri
Gui Tiong Hian, seorang thaykam atau kasim (orang
kebiri). Pembesar2 daerahpun seolah-olah menjadi raja kecil di
daerahnya. Mereka menindas petani dengan beban pajak
yang berat. Bahaya kelaparan timbul dan keamananpun
rusak. Akhirnya timbullah pemberontakan yang dipimpin
Li Cu Seng. Bermula yang memimpin Lasykar Petani ada lah Ko Ing
Siang dan Tio Hian Tiong. Li Cu Seng menjadi bawahan
Ko Ing Siang, Tetapi akhirnya kedua pemimpin ibu bentrok
pikirannya dan tak dapat kerja sama hingga hampir dapat
dihancurkan pasukan Beng. Dalam pertempuran di wilayah
Siam-say, Ko Ing Siang telah tertangkap dan dibunuh. Sejak
itu Li Cu Seng mengambil alih pimpinan. Dia mengangkat
diri sebagai raja bergelar Jong Ong.
Dia mulai mempergencar serangannya ke Pakkia.
Tentara Beng yang kebanyakan dikuasai orang kasim, tak
banyak gunanya. Kotaraja yang dikelilingi tembok benteng
yang kuat, karena penghianatan seorang kasim yang
membuka salah sebuah pintu kota, lasykar Li Cu Seng
dapat menyerbu masuk. Baginda Cong Ceng yang tak berdaya, melarikan diri ke
bukit Bwe-san diluar kota. Malam itu amat gelap dan di tiap
sudut kota ia melihat api menyala-nyala dan teriakan
penduduk yang diganas oleh tentara Li Cu Seng.
Keesokan harinya pagi2 benar, ia masuk kedalam
ruangan mentri untuk menunggu kedatangan para mentri.
Tetapi tak seorang menteri yang mau menghadap. Baginda
putus asa, ia menanggalkan pakaian raja dan mengenakan
pakaian compang camping lalu mendaki ke bukit Bwe-san
lagi dan menggantung diri pada sebuah pohon. Keakhiran
yang tragis dari seorang raja dari sebuah kerajaan yang


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pernah jaya. Li Cu Seng lalu menyatakan dirinya sebagai kaisar dan
masuk kedalam istana Kota Terlarang.
Tetapi tak disangka-sangka kalau Go Sam Kui jenderal
tentara Beng yang sedang berperang melawan serbuan
orang Boan di utara, terkejut ketika mendengar tentang
jatuhnya kotaraja Pak-kia dan meninggalnya baginda Cong
Ceng. Ia segera mengadakan perdamaian dengan pihak
Ceng dan bahkan diajak untuk menggempur Li Cu Seng di
Pak-kia. Mengundang harimau untuk mengusir serigala.
Demikian kata pepatah yang berarti mengusir bahaya
dengan mendatangkan bahaya. Demikian pula tindakan
jenderal Go Sam Kui. Karena hendak mengusir Li Cu Seng
yang menduduki ko taraja Pak-kia, dia telah bersekutu
dengan pasukan Ceng. Li Cu Seng dapat diusir tetapi orang
Ceng yang ganti menduduki kotaraja.
Li Cu Seng melarikan diri dan akhirnya dibunuh oleh
tuan2 tanah di gunug Kiu-kiong San. Barisan tani yang
dikumpulkan Li Cu Seng itu terdiri dari petani miskin dan
kelaparan. Mereka selalu mengganas pada setiap kali dapat
menduduki kota. Karena terpaksa kaum tuan tanah
memberi bantuan. Tetapi setelah situasi berobah, golongan
tuan tanah itu segera berbalik haluan mendukung kerajaan
Ceng dan kemudian membunuh Li Cu Seng"
Waktu Li Cu Seng mengangkat diri sebagai raja di Pakkia,
Tio Hian Tiong, pemimpin lasykar tani yang tak akur
dengan Li Cu Seng, juga menyerbu ke wilayah utara yakni
Su-jwan dan mengangkat diri sebagai raja. Setelah Li Cu
Seng dibunuh, sisa pasukannya kocar kacir. Ada yang
menyerah pada kerajaan Ceng tetapi ada yang menggabung
pada pasukan Beng untuk bersama-sama melawan orang
Boan. Demikian pula nasib anakbuah Tio Hian Tiong mati
dalam pertempuran di gunung Hong-san. Anakbuahnya
terpecah belah dan tercerai berai seperti sapu lidi yang
kehilangan pengikat. Waktu eerita ini " BLOON CARI JODOH " terjadi,
situasi negara Tiong-goan memang genting sekali. Kerajaan
Beng pindah ke kotaraja lama yaitu di Lam-kia (Nanking)
dan daerah2 yang masih dikuasainya yalah sebelah barat
sungai Hong-ho sehingga sampai ke barat. Sedang pasukan
Ceng menduduki sebelah timur sungai Hong-ho, kotaraja
Pak-kia dan wilayah Tiongkok bagian timur dan tidur laut.
Disamping pasukan resmi dari dua kerajaan yang sedang
berperang, terdapat juga beberapa lasykar yang timbul dari
semangat perjuangan rakyat. Yang nyata ada tiga gerakan
melawan kerajaan Ceng. Yang pertama, adalah sisa2
lasykar Li Cu Seng yang tetap melanjutkan perlawanannya
terhadap patukan Ceng. Pimpinan sisa anakbuah Li Cu
Seng yang menamakan diri sebagai Lasykar Tani, dipegang
oleh Ko Hui, putera Ko Ing Siang bekas atasan dari Li Cu
Seng. Yang kedua, adalah gerakan rakyat berjuang yang
dibentuk oleh jago2 persilatan dan dipimpin oleh Bun Tiong
Sin, seorang pendekar dari perguruan Bu tong-pay. Dia
termasuk angkatan muda dari perguruan Bu-tong-pay.
Sedangkan jago2 angkatan tua dari perguruan2 yang
termasyhur, membantu dari belakang.
Kemudian beberapa waktu belakang ini, timbul pula
sebuah wadah baru dari pergerakan rakyat yang menentang
kerajaan Ceng. Wadah itu memakai nama Gi-yong-kun
atau barisan Suka Rela. Barisan Suka Rela ini menampung
semua unsur pejuang dari kalangan apa saja.
Lasykar Tani yang dipimpin Ko Tiang Han, memang
masih belum tersusun sempurna. Anakbuahnya adalah
sisa2 anakbuah Li Cu Seng yang telah hancur. Pikiran
mereka masih belum bersatu. Ada sebagian yang
menghendaki lebih baik menyerah saja kepada kerajaan
Ceng. Ada sebagian yang tetap hendak melanjutkan
perjuangan mereka. Kelompok yang tetap hendak
melanjutkan perjuangan itu juga terpecah belah menjadi
dua aliran. Aliran yang melanjutkan cita2 Li Cu Seng,
yalah berdiri sendiri untuk membentuk kerajaan baru. Dan
aliran kedua yalah mereka yang mau bekerjasama dengan
fihak Beng untuk melawan Ceng. Aliran kedua inilah yang
karena tak tahan menghadapi tekanan2 dari kawan2 mereka
yang beraliran ingin berdiri sendiri, mulai memisah dan
menggabung pada Barisan Suka Rela.
Siapa pimpinan Barisan Suka Rela, belum dapat
diketahui jelas. Hanya kabarnya juga seorang anakmuda
orang she Su. Diantara ketiga gerakan yang menentang kerajaan Ceng
itu, ternyata Barisan Suka Rela yang makin menonjol dan
terkenal. Anakbuahnya kian bertambah banyak dan
pengaruhnyapun semakin besar.
Ketenaran dari Barisan Suka Rela itu diperoleh karena
setiap kali bergerak menyerang daerah i yang diduduki
tentara Ceng, mereka tentu berhasil merebutnya.
Tidak demikian dengan Lasykar Tani yang dipimpin Ko
Tiong Sin. Dia lebih sering mengalami kegagalan dan sering
harus lari bersembunyi kedalam hutan karena diobrak-abrik
pasukan Ceng. Juga Lasykar Berjuang yang dipimpin oleh kaum
persilatan hiap-gi ( patriot ), sering mengalami kegagalan
sehingga mereka harus selalu berpindah dari satu tempat ke
lain tempat untuk menghindari pasukan Ceng yang selalu
mengejar-ngejar untuk menumpas mereka.
Demikian keadaan dalam negeri Tiong-goan pada
dewasa itu. Semoga dengan ihtisar sejarah akhir kerajaan
Beng yang kita uraikan diatas, dai patlah pembaca sekalian
mengikuti perkembangan peristiwa2 yang akan terjadi
dalam cerita BLOON CARI JODOH ini.
Memang peperangan itu menimbulkan penderitaan dan
kesengsaraan. Dikala negara sedang diserang musuh, setiap
warga negara tentu dilanda musibah dan kesukaran. Nasib
negara adalah nasib keluarga setiap rumahtangga. Maka
hubungan rakyat dengan negara itu tak dapat dipisahkan
seperti ikan dengan air. Kewajiban membela negara tidak hanya semata terletak
pada pembesar, hulubalang, tentara dan mereka2 yang
bertugas merjaga keamanan negara. Tetapi merupakan
tanggung jawab seluruh rakyat.
Setya dan cinta kepada negara merupakan dasar
landasan yang paling kokoh untuk menanggulangi tanggung
jawab membela negara. Kepentingan negara diatas segala kepentingan, terutama
kepentingan peribadi. Karena adanya pemujaan pada
kepentingan peribadi itulah yang melahirkan penghianat2
bangsa dan penjual negara.
Akhir kerajaan Beng, merupakan jaman yang penuh
peperangan dan pergolakan. Karena hidup di jaman itu,
seperti lain2 pendekar pejuang, Bloonpun juga cancut
taliwondo, berkiprah menghadapi musuh dan penghianat2.
==oo0oo== Lembah yang terletak dipedalaman sebuah utan
belantara itu, penuh bertabur dengan gunduk2 batu besar
kecil. Dikelilingi dengan deretan batu cadas yang tinggi.
Diujung lembah, terbentang sebuah tanah lapang yang
saat itu sedang dikerumuni oleh berpuluh lelaki. Mereka
berpencar duduk digunduk batu. Diantaranya terdapat tiga
orang lelaki muda yang duduk diatas batu datar seperti
meja. Empat orang, seorang pemuda, seorang anak laki dan
dua orang gadis cantik tengah tegak menghadap ketiga
lelaki muda itu. Orang2 yang berada di tanah lapang itu berpakaian
beraneka ragam, kotor dan ada yang sudah robek. Sepintas
menyerupai petani2 miskin.
"Siapakah nona berdua ini?" tegur lelaki brewok yang
duduk ditengah. "Aku dari himpunan Cewek Pungli, perlu mengantarkan
kedua orang yang anda pesan supaya dibawa kemari," kata
salah seorang gadis yang bertubuh tinggi semampai.
Lelaki itu terkesiap tetapi cepat bertanya pula, "O,
maksud nona, anakmuda dan anak laki ini ?"
"Ya," kata gadis itu, "dialah yang bernama pendekar
Huru Hara dan yang tempo hari pernah menyelamatkan
kolonel Totay dari pasukan Ceng waktu pasukan rakyat
menyerbu kota itu." Lelaki brewok itu mengangguk, "Bagus, nona telah
membantu perjuangan Lasykar Tani untuk menangkap
penghianat negara," "Ah, tak perlu anda menghaturkan pujian sedemikian,"
kata si gadis, "kita sama2 berjuang melawan penjajah Ceng.
Sudah menjadi kewajiban kami segenap anggauta Cewek
Pungli untuk menangkap dan membunuh kewanan
penghianat." "O, nona dari himpunan Cewek Pungli ?" lelagi brewok
itu agak terkejut. Gadis itu juga terkejut, "Tetapi bukankah anda telah
menghubungi kami untuk menangkap pemuda penghianat
ini ?" Lelaki brewok itu dengan tersendat-sendat segera
menyahut, "O, ya, ya, benar."
"Orang yang anda butuhkan telah kami serahkan.
Terserah saja bagaimana anda hendak mengurusnya," kata
gadis itu pula. Setelah menerima baik penyerahan itu maka lelaki
brewok segera mulai mengajukan pertanyaan kepada Huru
Hara, "Hai, siapakah namamu ?"
"Loan Thian Te," sahut Huru Hara.
"Engkau tahu kesalahanmu ?"
"Aku tidak merasa bersalah. Kalau engkau anggap aku
bersalah, coba engkau beritahukan di mana kesalahanku
itu." "Menurut keterangan nona tadi, engkau telah menolong
kolonel pasukan Ceng yang bernama Totay dari serbuan
pasukan rakyat, bukankah begitu ?"
Huru Hara tak menjawab. "Hai, mengapa engkau diam saja ?"
"Sudah tentu tak perlu kujawab. Engkau kan seharusnya
tahu tentang peristiwa itu, mengapa harus bertanya lagi
kepadaku ?" "Aku perlu pengakuanmu !"
"Aneh, apa engkau tak tahu tentang peristiwa itu ?"
"Benar," tiba2 gadis yang mengenakan kerudung kain
h'tam menyela, "bukankah pasukan anda ini yang telah
menyerang kota Sam-kwan ketika diduduki tentara Ceng
dibawah pimpinan kolonel Totay?"
Leiaki brewok itu gelengkan kepala, "Bukan. Pasukanku
ini baru saja datang dan bersiap-siap hendak menyerbu
Sam-koan." "Tetapi bukankah kesatuan lasykar rakyat yang tempo
hari menyerang Sam-koan itu juga sama dengan pasukan
anda ini ?" "Ketahuilah nona," kata lelaki brewok itu, "mungkin saja
memang kawan kami tetapi juga mungkin bukan."
"O, apakah tentara rakyat itu banyak jumlahnya ?" nona
berkerudung kain hitam itu mulai heran,
"Ya," sahut lelaki brewok, "tetapi hanya ada tiga
kesatuan lasykar yang paling besar, yani Lasykar Tani,
Lasykar Rakyat dan Barisan Suka Rela."
"Dan anda ini termasuk kesatuan yang mana?"
"Lasykar Tani."
"Ah," tiba2 gadis berkerudung kain hitam yang tak lain
Ah Lan ,,itu terkejut, "jika begitu "."
"Kenapa ?" tegur lelaki brewok.
"Kami salah alamat. Yang berhubungan dengan kami
adalah Lasykar Suka Rela yang tempo hari menyerang
Sam-koan." "Ah, sama saja," sahut lelaki brewok itu, "kamipun juga
akan menghukum setiap orang yang berhianat mau
berhamba pada orang Ceng."
"Memang sama," jawab Ah Lan, "tetapi kami hanya
berhubungan dengan Barisan Suka Rela. Dengan Lasykar
Rakyat, kami tak pernah berhubungan."
"Lalu bagaimana maksud nona ?"
"Terpaksa kami akan melanjutkan perjalanan lagi untuk
mencari Barisan Suka Rela itu."
Lelaki brewok tak menjawab tetapi bisik2 dengan kedua
kawannya yang berada disebelahnya. Sesaat kemudian baru
dia berkata, "Soal ini, tak perlu nona harus susah payah
mencari Barisan Suka Rela itu. Kami, Lasykar Tani, juga
benci dan wajib membunuh setiap penghianat bangsa.
Maka harap nona serahkan saja orang ini kepada kami.
Kami tentu akan memberi hukuman yang setimpal dengan
dosanya." Ah Lian, kawan Ah Lan, cepat berseru, "Tidak, kami
mendapat perintah untuk menyerahkan kedua orang ini
kepada pimpinan pasukan Suka Rela. Maka kamipun harus
melaksanakan perintah pimpipinan kami."
"Eh, apakah nona tak percaya kepada Lasykar Tani?"
"Bukan soal percaya atau tidak" sahut Ah Lian, "tetapi
aku harus mentaati perintah pimpi-nanku."
Lelaki brewok itu tertawa, "Nona," serunya, "menurut
kabar selentingan, Barisan Suka Rela itu bukan berjuang
sesungguhnya ..." "Apa katamu ?" teriak Ah Lan.
"Dengarkan dulu kataku," kata lelaki brewok iiu,"
pimpinan kami mulai menaruh kecurigaan terhadap sepak
terjang Barisan Suka Rela." "
"Hai, makin lama engkau makin ngaco belo!" bentak Ah
Lian, "apa dasarnya engkau mencurigai Barisan Suka Rela
yang lelah membuktikan diri paling berhasil dalam
perjuangannya melawan tentara Ceng?"
"Justeru itulah yang menimbulkan kecurigaan kami,"
seru lelaki brewok, "Lasykar Tani selalu gagal dan selalu
dikejar kejar oleh tentara Ceng. Demikian pula nasib
pasukan Lasykar Rakyat yang dipimpin oleh kaum
persilatan. Mereka selalu diburu-buru pasukan Ceng. Setiap


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gerakan mereka untuk menyerang sebuah tempat yang
diduduki tentara Ceng, tentu gagal karena tentara Ceng
sudah tahu dan mempersiapkan kekuatan yang besar."
"Jangan mercari kesalahan lain orang," seru Ah Lian,
"kalau engkau dan Lasykar Rakyat itu gagal, carilah
kesalahan itu pada dirimu sendiri, mengapa sampai gagal.
Jangan engkau iri pada keberhasilan Barisan Suka Rela.
Sesama kaum perjuangan harus tak boleh mengiri dan
mencurigai." "Terima kasih alas nasehat nona," sahut lelaki brewok
itu, "bermula kami pun mempunyai pendirian begitu.
Buktinya selama bertahun-tuhun ini, kami berjuarg menurut
cara sendiri. Tetapi karena kami mendapat pengalaman
yang pahit, akhirnya kamipun mengadakan penilaian. Dan
penilaian itu menimbulkan kecurigaan kami terhadap gerak
gerik Barisan Suka Rela."
"Apa engkau mempunyai bukti selain dari penilaian itu?"
"Bukti itu sedang kami kumpulkan. Sekarang sih belum
ada tetapi kami percaya, pada suatu saat kami tentu akan
memperohh bukti itu."
"Hm, terserah, itu urusanmu. Tetapi adakah karena hal
itu maka engkau hendak meminta tawanan ini?"
"Kami tidak meminta tetapi nona yang mengantar
sendiri. Sekali sudah berada dalam tangan kami, kami
takkan melepaskannya lagi. Akan kami selidiki dulu,
benarkah dia seorang penghianat, kalau memang benar,
saat itu juga akan kami bunuh."
"Ah, tidak," jawab Ah Lian, "aku akan tetap membawa
pergi kedua tawanan itu."
"Nona," kata lelaki brtwok itu, "orang mungkin dapat
masuk kedalam Lembah Seribu Karang ini, tetapi jangan
harap dia dapat keluar tanpa seijin kami."
"Eh, engkau hendak menahan aku?"
"Nona sudah mengetahui rahasia lembah ini. Sebelum
kami tahu siapa sebenarnya nona ini terpaksa untuk
sementara waktu kami minta nona tinggal di lembah ini."
"O, engkau hendak menahan kami?" Ah Lian menegas.
"Kami terpaksa berusaha untuk menjaga keamanan
kami," sahur lelaki brewok.
Ah Lin dan Ah Lian tegang. Keduanya hendak
mengantarkan tawanan tetapi malah ditawan. Sudah tentu
kedua nona itu marah. "Kedua nona itu tidak bersalah," tiba2 Huru Hara
berkata, "jangan mengganggu meieka."
"Eh, engkau ini seorang penghianat yang menunggu
hukuman mengapa berani ikut bicara!" bentak lelaki
brewok. "Aku akan mempertimbangkan tuduhanmu, setelah
engkau menjawab pertanyaanku!"
"Gila!" teriak lelaki brewok itu, "yang akan
mempertimbangkan hukumanmu adalah aku, mengapa
engkau berani mati hendak mempertimbangkannya."
"Aku akan menilai engkau pantas memberi hukuman
kepadaku atau tidak!"- seru Huru Hara.
"Hm, manusia yang tak tahu mati," seru le laki brewok
itu, "ditangan Lasykar Tani tidak ada yang berhak menilai
lagi kecuali harus tunduk pada keputusan kami."
"Hm, coba saja kita lihat nanti," desuh Huru Hara.
"tetapi sebelumnya aku hendak bertanya apakah engkau
berani menjawab?" "Lho, mengapa tidak berani?"
"Apakah kalian pernah merangkap seorang aki tua
bertubuh pendek ketika terjadi serangan kota Sam-koan?"
kata Huru Hara. '"Orang tua pendek?" lelaki brewok itu kerutkan dahi lalu
gelengkan kepala, "tidak."
"Baik," kata Huru Haia, "jika begitu maaf, ku tak dapat
tinggal lama disini. Aku hendak mencari pamanku itu.
Mungkin dia ditawan oleh Barisan Suka Rela atau Lasykar
Rakyat." Habis berkata dia terus berpaling kepada Ah Lan, "Nona,
bawa kami kepada mereka!"
"Tunggu!" teriak lelaki brewok ketika Huru Hara
berputar tubuh dan terus melangkah hendak pergi.
Tetapi Huru Hara tak rnempedulikan. Dia terus ayunkan
langkah. Berpuluh puluh lelaki yang duduk mengelilingi
tempat itu serempak berbangkit dan menghadang.
Sementara lelaki brewok dan kedua kawannya tadi segera
menghampiri. "Hm, seenakmu sendiri saja engkau hendak pergi, ya!"
seru lelaki brewok. '"Mau apa engkau?" bentak Huru Hara. Lelaki brewok
dan kedua kawannya terbeliak. Mereka merasa jantungnya
seperti melonjak mau putus ketika dibentak Huru Hara.
"Engkau adalah tawanan kami!" sesaat kemudian lelaki
brewok itu balas membentak.
"Hm, mengingat kalian ini berjuang menentang orang
Ceng maka akupun takkan memusuhi kalian tetapi
janganlah kalian coba2 mengganggu aku!"
'"Tangkap!" teriak lelaki brewok itu,- Tetapi sebe'um
kumandang perintahnya berhenti, tiba2 ia terkejut karena
sesosok bayangan berkelebat menyambarnya. Sedemikian
cepat bayangan itu bergerak sehingga ia tak sempat
menghindar dan bergerak. Tahu2 dia sudah diringkus
orang, auhh h. .. ia mengaduh kesakitan karena tulang
lengannya yang ditekuk ke belakang punggung itu serasa
mau patah. Kedua kawannya terkejut ketika melihat si brewok telah
diringkus pemuda yang menjadi tawanan itu. Mereka
hendak menyerang untuk melepaskan kawannya. Tetapi
kedua orarg itu terpelanting ke tanah karena disambut
dengan tendangan. Yang bergerak secepat bayangan setan itu adalah Huru
Hara. Dia kuatir akan menimbulkan pertumpahan darah
besar maka dia meringkus dulu si brewok yang dianggapnya
tentu pemimpin mereka. Kedua kawan si brewok yang
maju, ditendangnya. "Hayo, bangun," seru Ah Liong seraya mencengkeram
perut kedua orang itu dan diangkatnya. Kedua orang itu
menggeliat bangun tetapi waktu berdiri mereka cepat-cepat
mendekap perut celananya, wajahnya merah tegang.
Ternyata tali kolor celana dalam mereka putus dan tangan
mereka sibuk merogoh kedalam untuk menarik celanadalamnya
yang melorot turun. "Cabul !" teriak Ah Liong seraya menuding muka kedua
orang itu," masakan dihadapan sekian banyak orang, kalian
merogoh-rogoh kedalam celana. Merogoh apa itu ?"
Berpuluh-puluh orang yang mengepung Huru Hara
dengan menghunus senjata itu, terpengaruh mendengar
suara Ah Liong. Mereka terlongong-longong melihat gerak
gerik kedua atasannya. "Plak, plak Ah L:ong menampar pipi kedua orang itu
seraya mendamprat, "hai, jangan lanjutkan kecabulanmu.
Apakah engkau tak tahu kalau disini ada dua orang nona
yang hadir !" Kedua orang itu merah padam mukanya. Mereka benar2
kelabakan setengah mati. Kalau melepaskan tangan dan
menghajar anak itu, tentu lah celana-dalamnya akan
melorot kebawah dan mengganggu gerakannya. Tetapi
kalau diam saja, mereka malu sekali karena dihadapan
berpuluh-puluh anakbuahnya, muka mereka ditampar
seorang anak kecil, "Plak, plak.... kalian masih nekad berbuat cabul, ya ?"
kembali Ah Liong menampar pipi yang sebelah dari kedua
orang itu. Kali ini tamparan Ah Liong lebih keras sehingga kedua
orang itu pusing kepalanya dan pejamkan mata.
Bret, bret .... tiba2 Ah Liong menarik celana kedua orang
itu bagian pinggang belakang sehingga kancing dan ikat
pinggang kedua orang itu putus. Kali ini mereka memekik
keras2 dan terus lari tinggalkan tempat itu, sambil
mendekap pinggang celananya kencang2.
Melihat adegan itu, walaupun tegang, mau tak mau
sekalian anakbuah Lasykar Tani itu meringis tertawa.
"Hai, mengapa tertawa " Siapa suruh engkau tertawa !"
bentak Ah Liong. Sekalian anakbuah Lasykar Tani tertegun.
"O, benar, memang tertawa itu penting. Supaya hati
gembira, awet muda. Mau tertawa lagi, ya, ?" seru Ah
Liong terus menghampiri ketempat lelaki brewok.
Lelaki brewok itu sedang tak berkutik karena kedua
tangannya ditelikung Huru Hara. Tanpa berkata apa2, Ah
Liong terus mencengkeram perut orang itu dan ditariknya,
bret, sabuk dan kancing celana orang itu putus dan
celananyapun melorot turun ....
Terdengar suara berkumandang yang ditahan ketika
melihat si brewok itu celananya luar melorot turun dan
tinggal pakai celana dalam saja.
"Hai, tak perlu ditahan, hayo tertawalah yang keras
supaya sehat," teriak Ah Liong kepada atakbuah Lasykar
Tani. Tanpa d sadari, sekalian anakbuah Lasykar Tani itu
seperti terhanyut dalam buaian kata2 Ah Liong. Mereka
meringis. "Hai, apa kurarg lucu" Baik, biar celara-dalamnya juga
gua putus . . . ," Ah Liong terus hendak gerakkan
tangannya. "Aduh, jangan . . . !" teriak si brewok itu dengan wajah
tegang sekali. "Mengapa jangan! Anakbuahmu merasa belum lucu
maka engkau harus memberi penunjukan yang lebih lucu
lagi, tahu!" "Jangan, jangan . . . , " brewok berteriak keras ketika
tangan Ah Liong menjamah perutnya. Dia tak berani
meronta karena tadi pernah dicobanya tetapi lengannya
malah semakin sakit bukan kepalang.
"Hm, kalau begitu engkau perintahkan anak buahmu
tinggal disini, tak boleh bergerak!"
"Dengar tidak?" bentak Ah Liong seraya mencengkeram
perut si brewok. Tapi bukan untuk memutus tali celanadalamnya,
melainkan untuk menggelitik perut orang. Sudah
tentu si brewok makin setengah mati. Mau tertawa malu
kerena takut disangka orang gila oleh anak-buahnya.
Namun kalau tak tertawa, dia merasa geli perutnya dikitikkitik
si Ah Liong. Akhirnya ia hanya meringis seperti
monyet makan sambal .! "Baik, baik," akhirnya dengan menahan geli, mengkal,
kheki, dia berkata. Ah Liong lepaskan cengkeramannya. Dan lelaki brewok
itupun segera berseru, "Kawan, kembalilah ke tempat
duduk kalian masing2, beri jalan kepada orang2 ini."
Huru Hara kendorkan tekanannya lalu menggusur orang
itu diajak keluar dari lembah.
"Aku tak dapat berjalan," teriak si brewok.
"Kenapa ?" tanya Huru Hara. Tetapi ketika melihat
celana luar orang itu melumpruk diatas kaki, baru dia tahu
sebabnya, "Ah Liong, naikkan celananya lagi dan ikat yang
kencang." Setelah Ah Liong melakukan perintah barulah orang itu
mau berjalan. Ah Liong, Ah Lui dan Ah Lan mengikuti
dibelakang. "Apakah kita serbu saja orang sinting itu," bisik seorang
anakbuah Lasykar Tani. "Ya, benar. Masakan toako (pimpinan) kita dibekuk
seperti pesakitan." "Setan cilik itu lebih kurang ajar lagi." ,
Setelah tiba di mulut lembah, barulah Huru Hara
lepaskan orang itu, "Jika mau, mudah sekali
membunuhmu. Tetapi karena engkau berjuang memimpin
Lasykar Tani yang menentang penjajah Ceng, maka aku tak
mau mengganggu jiwamu, kembalilah dan jangan coba2
mengejar langkahku !"
Orang itu masih tegak ditempatnya. "Atau mungkin
engkau masih kurang puas ?" Orang itu tundukkan kepala
lalu berjalan masuk kedalam lembah.
"Tunggu !" seru Huru Hara. Orang brewok itu terpaksa
berhenti, "kalau anakbuahmu hendak menyerang kota Samkoan,
lakukanlah pada waktu tengah malam. Penjagaan
disana cukup kuat. Jangan mengadu kekuatan. Lebih baik
gunakan panah api untuk membakar markas mereka !"
Tanpa menunggu jawaban orang itu Huru Hara terus
ayunkan langkah. Ah Liong dan kedua gadis itupun
mengikutinya. Setelah jauh dari lembah, berkatalah Huru Hara,
"Kemana nona hendak mengantar kami ke tempat Baiisan
Suka Rela itu ?" "Tempat mereka tidak menentu. Tapi biasanya mereka
bersembunyi di gunung dan hutan lebat," kata Ah Lian,"
kira2 tigapuluh li dari sini setelah melalui sebuah desa
terdapat sebuah gunung. Kita kesana "
Apa yang dikatakan Ah Lian memang benar. Tak berapa
lama mereka tiba disebuah desa. Tetapi apa yang mereka
saksikan dldesa itu, menimbulkan kemarahan dan
kemuakan. Bertempat di rumah kediaman kepala desa sedang
dilangsungkan pesta perjamuan besar. Pesta itu bukan pesta
pernikahan juga bukan pesta upacara merayakan hari
peringatan, melainkan pesta untuk menjamu kawanan
prajurit Ceng yang mengganas kota itu. Penduduk, tua
muda, laki perempuan, besar kecil, diharuskan datang
membawa barang dan makanan untuk mereka.
"Hayo, kita masuk kesana," kata Huru Hara kepada Ah
Liong. -oodwoo- Jilid 16 Ketika Huru Hara berempat masuk kedalam rumah
maka seorang penduduk yang rupanya bertugas sebagai
penyambut tetamu segera menghadang.
"Mau apa saudara ini?" tegur orang itu.
"Bukankah tuan2 besar itu sedang berpesta?" balas Huru


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hara. "Siapa yang saudara maksudkan tuan besar itu?"
"Siapa lagi kalau bukan prajurit2 Ceng."
"Lalu saudara mau apa?"
"Mau mengantar barang hadiah."
"O, baik, silakan masuk," orang itupun menyisih ke
samping memberi jalan. Huru Hara segera melangkah masuk. Tiba2 Ah Liong
berbisik, "Engkoh, idinkan aku yang memberikan isi tabung
ini sebagai hadiah kepada mereka."
Huru Hara mengiakan. Ia baru teringat kaIau apa2.
Lebih baik biar Ah Liong yang membelikan isi tabung itu.
"Hai, mau apa engkau!" bentak seorang prajurit
berpangkat kopral. Rupanya dialah kepala kelompok
prajurit yang memeras penduduk untuk menyediakan
makanan dan barang2 persembahan.
"Kami penduduk dari desa tetangga. Karena mendengar
prajurit2 Ceng sedang berpesta disini, kamipun memerlukan
datang untuk mengantar barang bingkisan." sahut Huru
Hara. Waktu kopral iitu hendak berkata, matanya tertumbuk
pada kedua gad's cantik, Ah Lan, Ah Lian, yang berada di
belakang Huru Hara. Serentak matanya berkilat-kilat.
"Aha, tak perlu saudara repot2 menyerahkan apa2.
Bawalah kembali barang2mu itu," kata kopral itu, "tetapi
siapakah kedua nona yang berdiri dibelakang saudara ini?"
"Ini . . .. " "Apakah isterimu?" tukas sang kopral.
"Bukan." "Bagus," seru kopral itu dengan gembira, "saudara boleh
pulang, tetapi kuminta kedua nona itu supaya tinggal disini
melayani aku." 'Huru Hara terkejut. Dia marah. Tetapi sebelum sempat
membuka mulut, Ah Lian sudah mendahului, "Baik, loya,
kami senang dapat melayani loya sekalian."
"Bagus, nona cantik, kalau dapat memuaskan hatiku,
tentu akan kuberi hadiah besar," seru kopral itu.
Huru Hara terkejut. Tetapi ketika ia berpaling dilihatnya
Ah Lan memberi kicupan mata kepadanya. Setelah itu Ah
Lan berkata kepada kopral prajurit Ceng, "Tetapi kami
minta supaya saudara kami ini boleh hadir dalam
perjamuan agar besok dapat membawa kami pulang."
Tanpa banyak pikir, kopralpun meluluskan.
"Eh, cici, mengapa engkau mau melayani prajurit2 Ceng
ini?" teriak Ah Liong yang tak mengerti maksud kedua
nona itu. "Adik, tak apalah. Mereka perlu dihibur. Penduduk di
desa ini tak mengerti bagaimana cara menghibur prajurit,"
kata Ah Lan sambil mengedipkan mata.
Tetapi Ah Liong tak mengerti, dia tetap ngotot, "Ah,
mereka kan prajurit2 yang menindas rakyat, perlu apa harus
dihibur?" "Celaka anak ini," diam2 Ah Lan mengeluh dalam hati.
Cepat dia memberi keterangan kepada Ah Liong, "Adikku,
jangan kuatir, aku tahu bagaimana harus melayani mereka.
Silakan engkau duduk saja ikut berpesta."
"Tidak mau!" teriak Ah Liong, "pendeknya cici jangan
melayani mereka. Kalau mereka marah, akulah yang akan
menghadapi mereka." Ah Lan makin kelabakan. Kalau mau menjelaskan
bahwa itu hanya suatu siasat. tentu terdengar oleh kopral
Ceng itu. Namun kalau tak dijelaskan tentu Ah Liong
masih ngotot saja. "Hai, anak kecil, jangan nakal. Cicimu tak apa2, hanya
akan melayani kami pesta di sini. Besok engkau boleh
pulang dengan dia. Duduklah disana dan engkau mau
makan dan minum apa saja, bilang pada pelayan."
Ah Liong kerutkan dahi berpikir, "Hm, enak juga, ya ?"
"Jangan kuatir, anak baik. Siapa yang tak mau memberi
apa yang engkau minta, kasih tahu. Nanti kuhajarnya," kata
kopral itu pula. "O, apa kalian ini tukang berkelahi ?"
"Prajurit memang pekerjaannya berperang dan berkelahi
dengan musuh, Kenapa ?"
"Aku juga senang berkelahi," kata Ah Liong "di desaku
aku sudah kehabisan musuh. Aku senang sekali kalau
bertemu dengan orang yang suka berkelahi."
"Maksudmu bagaimana ?" tanya kopral.
"Begini soal taci hendak engkau suruh melayani, aku sih
tak keberatan," kata Ah Liong," tetapi supaya lebih
menambah meriah pesta ini, kuminta supaya diadakan
pertunjukan adu kekuatan."
"Adu kekuatan " Siapa dengan siapa ?"
"Engkau dan prajurit2mu boleh pilih lawannya, aku atau
engkohku. Mau berkelahi boleh, mau adu tenaga boleh.
Pokoknya terserah permintaan, kalian."-
Melihat sikap dan kata2 bocah kecil yang berambut
kuncung itu, diam2 kopral geli. Ia merasa suka kepada anak
itu, "Ah, ketahuilah anak kecil. Prajurit2ku itu bertenaga
besar dan tukang berkelahi, kalau sampai engkau terluka,
bukankah kasihan nanti."
"Begini pra .... eh, apa pangkatmu ?"
"Kopral." "Kopral," kata Ah Liong, "beginilah. Kita bertaruh.
Kalau aku dan engkohku kalah, taci itu boleh ikut engkau
selamanya. Terserah mau engkau bawa kemana saja !"
"Sungguh " Ah, jangan main2, adik kecil."
"Siapa yang main-main ?" kata An Liong, "tetapi kalau
kalian kalah, bagaimana ?"
Kopral itu memandang Ah Long; Bocah kuncung yang
baru berumur 9 tahun dan tak nampak mengunjukkan
seorang bocah yang kuat, mana mampu melawan prajurit.
Hm, bocah ini memang kemaki sekali, pikirnya.
"Coba katakan, engkau menghendaki bagaimana ?"
serunya. "Kalian harus minta maaf kepada penduduk desa ini,
tinggalkan semua barang2 kalian dan pergi dari sini, berani
tidak?" Karena yakin tentu menang, kopral itupun menyetujui,
"Baik, kuterima." " Kemudian kopral itu berpaling kepada
anakbuahnya dan berseru, "Hai, apakah kamu berani
ditantang adu tenaga dengan anak ini?"
"Sudah tentu berani," seru prajurit2 itu.
Kopral perintahkan supaya adu tenaga itu dilangsungkan
ditengah ruangan, sekalian untuk memeriahkan pesta.
Dengan cepat meja2 segera dipindah ke pinggir dan
ditengah ruangan itu kini terbuka sebuah tempat kosong.
Huru Hara diam saja. Dia tahu apa maksud Ah Liong
anak ini memang nakal tetapi pintar. Sayang saat ini
pikiranku tidak Blo"on . Aneh, aku sendiri juga heran,
mengapa sejak menjadi seorang pendekar begini, pikiranku
tiba2 terang sekali. Ho, mudah-mudahan kalau aku sudah
tidak jadi pendekar dan kembali jadi Blo"on, pikiranku jadi
Blo"on lagi. Jadi pendekar memang susah. Harus bersikap
keren, harus bicara yang genah, bahkan kadang2 harus
memberi petuah. Lebih enakan jadi seorang blo`on.
Bertingkah dan berbicara seenaknya saja . . . . "
"Hayo, silakan siapa yang akan maju dulu?" teriak Ah
Liong yang tegak di tempat kosong itu.
Seorang prajurit maju, "Mau ngajak apa engkau kuncung
?" "Hm, kalau lihat potonganmu, tentu banyak takeranmu
makan, ya ?" "Karena aku harus berbaris dan berjalan jauh, makanku
juga banyak." "Baik, hayo kita bertanding makan saja !"
"Lho, bertanding makan?" prajurit itu melongo.
"Ya, kita bertanding makan bakso."
Sekalian prajurit terlongong. Kopral juga tertawa geli.
"Baik, lalu bagaimana caranya ?" tanya prajurit itu.
"Begini," kata Ah Liong," kau pegang semangkuk bakso
dan aku juga. Lalu kita pakai supit. Aku menyupit baksoku
terus kumasukkan ke dalam mulutmu. Dan engkau
menyupit baksomu, masukkan kedalam mulutku. Mulut
kita harus dibuka lebar dan harus mau menerima bakso
yang akan dimasukkan itu."
"Beleh," kata prajurit itu.
Ah Liong minta kepada pelayan supaya diberi dua
mangkuk bakso, "tetapi baksonya harus yang panas."
Tak berapa lama pelayan itu datang dengan membawa
dua mangkok bakso yang masih panas. Ah Liong
menerimanya. Yang semangkuk diberikan kepada prajurit
itu. "Wah, aku kalah tinggi, mari kita duduk dilantai," kata
Ah Liong. Prajurit itupun menurut saja apa yang dikatakan
Ah Liong. Mereka duduk berhadapan merapat dan mulut
merekapun dibuka lebar2. Prajurit itu menggunakan supit
biasa tetapi Ah Liong pakai supitnya sendiri. Memang
kemana-mana Ah Liong selalu membekal supitnya.
"Mulai !" teriak Ah Liong yang dengan cepat sudah
menyupit sebutir bakso lalu dilolohkan ke mulut prajurit.
Prajurit itu belum sempat bergerak. tahu2 mulutnya
sudah dijejali bakso. Dan dengan kecepatan yang luar biasa,
Ah Liong mencecar mulut prajurit itu dengan bakso. Dalam
sekejab saja, Ah Liong sudah memasukkan lima biji bakso.
Selebar-lebar mulut orang tetapi kalau dimasuki lima
butir bakso tentu saja tak muat. Apalagi bakso itu masih
panas sekali. Karena sakit kerongkongannya seperti
disengat air panas, prajurit itu mendelik matanya dan tak
sempat menggerakkan tangannya untuk menyupit bakso.
"Hayo telan !" waktu memasukkan bakso yang keenam,
Ah Liong mendorongkan supitnya sehingga bakso yang
pertama masuk kedalam kerongkongan.
"Aukkkk," karena tak tahan sakitnya, prajurit itu
menjerit tetapi karena mulutnya penuh bakso, suaranya tak
keluar. "Hayo habiskan, biar tambah gemuk," tiba2 Ah Liong
letakkan mangkuknya ke lantai, tangan kiri terus
mencengkeram mulut prajurit itu supaya terbuka. Sedang
supit ditangan kanan mendorong bakso supaya masuk
kedalam kerongkongan. Kalau sudah masuk, dijejali lagi
dengan bakso yang baru. Mulut dan kerongkongan prajurit itu seperti terbakar
rasanya. Dia tak tahan dan lepaskan mangkuknya lalu
mendorong Ah Liong dan terus loncat bangun, mendekap
mulut lari keluar. Terdengar gelak tawa yang riuh dari orang-orang yang
menyaksikan pertunjukan lucu itu.
"Hayo, engkau, majulah kemari :" seru Ah Liong seraya
menuding seorang prajurit berkumis lebat.
Prajurit itu sudah tentu malu karena ditantang seorang
bocah kuncung, Serentak dia maju ke tengah ruangan.
Ah Liong minta disediakan 20 butir telur itik. Setelah
menerima barang itu, yang sepuluh butir dia berikan kepada
prajurit berkumis itu, "Kita bertanding menimpuk telur.
Tetapi jaraknya jangan jauh2, cukup dua meter saja. Apa
engkau berani?" Karena malu prajurit itu serempak menerima tantangan
Ah Liong, Mereka saling berhadapan pada jarak dua meter.
Ah Liong sengaja mengambil tempat disebelah utara tepat
membelakangi tempat duduk kopral tadi.
"Hayo engkau dulu yang menimpuk aku. Kalau sudah
sepuluh kali, baru aku yang menimpuk engkau !" seru Ah
Liong. Diam2 prajurit itu geregetan sekali terhadap anak
kuncung yang kemaki itu, Baik !" serunya lalu menjemput
sebutir telur. Tetapi sebelum di timpukkan, Ah Long
berseru lagi "Boleh sekali timpuk pakai dua atau tiga butir
telur !" Tetapi prajurit itu tak mau. Dia percaya dengan
menimpukkan satu per satu saja, dia tentu sudah dapat
menghajar anak kuncung ini.
"Awas !" seru prajurit berkumis itu seraya mulai
menimpuk. "Auh ..... ," tiba2 terdengar suara orang menjerit kaget.
Ketika sekalian orang berpaling memandang, ternyata saat
itu kopral prajurit tengah mendekap hidungnya yang
berlumuran dengan cairan kuning.
Apa yang terjadi " Ternyata timpukan telur prajurit berkumis itu dengan
mudah dapat dihindari Ah Liong. Telur yang ditimpukkan
sekuat tenaga itu terus melayang kearah kopral dan tepat
menghantam hidungnya. "Bangsat!" kopral itu marah, "mengapa engkau
menimpuk hidungku, dengan telur mentah!"
Prajurit itu melongo. Benar2 dia tak menyangka bahwa
dalam jarak dua meter, dia tak mampu mengenai anak itu.
Lebih tak pernah disangkanya bahwa telur mentah itu akan
mengenai hidung kopralnya.
"Hayo, timpuk lagi!" bentak Ah Liong.
Prajurit itu marah. Dia ingin menghajar anak kuncung
itu. Karena gara2 anak itulah maka dia sampai menimpuk
hidung kopralnya. Dia tak percaya bahwa dalam jarak yang
begitu dekat, tak mampu menimpuk lagi. Kali ini bahkan
disertai hati yang geram.
Melihat hidung kopral berlumuran telur mentah, Ah Lan
cepat mengeluarkan saputangan dan dengan gaya yang
mesra dia mengusap kotoran yang berlumuran ke mulut
kopral. Dibelai oleh seorang nona cantik, mata kopral
itupun meram melek. Pyurrrr .. . aduhhhhh! Tiba2 kopral itu menjerit lagi bahkan kali ini lebih keras
dan terus mendekap matanya. Saat itu dia sedang meram
membiarkan Ah Liong mengusap hidungnya. Tiba-tiba
matanya terhantam benda. Karena dilontarkan dengan
sekuat tenaga, telur itu sampai pecah lagi dan mata kopral
itupun seperti pecah rasanya .. . .
"Tangkap prajurit itu!" dia meraung-raung seperti orang
kebakaran jenggot. Beterapa prajurit segera maju tetapi dibentak Ah Liong,


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan menjamahnya!"
"Aku diperintah kopral!" sahut salah seorang prajurit.
"Tidak perlu ditangkap, aku yang akan membalaskan
kesakitan kopral," seru Ah Liong. Tetapi prajurit itu masih
bersangsi. "Tadi kopral mengatakan, barang siapa tak mau menurut
aku suruh laporkan kepadanya. Apakah engkau perlu
kulaporkan kepada kopral?" bentak Ah Liong.
Baberapa prajurit itu terkesiap dan tanpa disadari
merekapun rnundur. "Hayo, lanjutkan lagi timpukanmu!" seru Ah Liong.
Tetapi prajurit itu gelengkan kepala, "Sudah, aku tak
mau menimpuk. Engkau saja!"
"Baik, ini engkau yang minta sendiri. Sekarang siaplah!"
kata Ah Liong seraya menjempul dua butir telur masing2
dipegang dengan tangan kanan dan tangan kini. Wut, wut ..
. "Auh .. , " prajurit itu menjerit tertahan tetapi di deretan
bangku di belakang, terdengar orang memekik.
Prajurit itu mukanya tertimpuk telur. Telur pecah
berhamburan membasahi mukanya. Sedang yang sebutir
karena dapat dihindari, telah melayang menghantam muka
seorang prajurit. Wut, wut, wut, wut .. . . seperti hujan mencurah, Ah
Liong menaburkan kesepuluh butir telur itu kepada prajurit.
Prajurit itu menguik-nguik seperti babi hendak disembelih.
Muka hidung dan kedua matanya telah tertimpuk telur.
Karena tak tahan sakitnya, dia terus lari keluar . ..
Gemparlah suasana dalam pesta. Ah Liong terus berseru
memanggil seorang prajurit lagi, "Hai, hayo, majulah
engkau!" Prajurit itu terkesiap. Rupanya ia agak jeri menghadapi
Ah Liong. "Takut ya" Huh, macam prajurit apa itu" Berhadapan
dengan seorang anak seperti aku saja takut masa berani
berperang" Kentut!"
Mendengar hinaan itu prajuritpun serentak berbangkit
dan maju ke tempat Ah Liong.
"Sekarang kita jotosan!" kata Ah Liong.
"Hah, jotosan?" seru prajurit itu.
"Ya, pukul-pukulan. Engkau memukul aku, aku
memukul engkau. Siapa kalah harus minta ampun!"
"Kurang ajar, dua orang kawanku telah engkau
permainkan. Sekarang engkau masih berani menantang aku
lagi. Baik, majulah!"
"Tidak, engkau yang memukul dulu sajar
Prajurit itu geregetan. Dia terus memukul. Tetapi dengan
kecepatan yang luar biasa. Ah Liong mengendap kebawah.
Setelah tinju melayang lewat diatas kepalanya, dia terus
menerkam buah dada orang dan terus dipelintir sekeraskerasnya..
aduh .. . . prajurit itu menjerit. Sebelum sempat
memperbaiki posisinya, Ah Liong sudah menjiwir
telinganya keras2, aduh . . . prajurit itu menjerit kesakitan.
Telinganya merah dan panas rasanya.
Dilayangkannya pula sebuah pukulan yang keras tetapi
lagi2 Ah Liong dengan tangkas dapat menghindar dan kali
ini dia menerkam hidung orang dan diremas sekuat
kuatnya. Prajurit itu menjerit lagi. Hidungnya juga rnerah.
Dia menyurut mundur tetapi cepat Ah Liong mengejar dan
"aduhhhhh .. . .!"
Sekalian orang tertawa melihat pemandangan yang lucu
sekali. Ah Liong telah mencabut kumis prajurit itu yang
sebelah, sampai jebol semua. Bukan melainkan sakit sekali,
pun wajah prajurit itu menjadi lucu kelihatannya.
Dan pada puncaknya, selagi prajurit itu masih mendekap
kumisnya yang berdarah, Ah-Liong menerkam pinggang
orang laluditrik kebawah sekuat-kuatnya.
"Ha" ha" ha" haaa?" serentak gegap gempita gelak
tawa sekalian orang yang menyaksikan pemandangan di
tengah ruangan. Celana luar prajurit itu telah longsor
kebawah karena sabuk dan kancingnya putus Dan sembari
tangan kiri mendekap pinggang yang kesakitan, prajurit itu
menjerit histeris dan lari keluar.
Sudah tiga prajurit yang dikalahkan Ah Liong dengan
cara yang menggelikan bagi yang melihat tetapi
menyakitkan hati bagi yang terkena. Kini Ah-Liong
menggapai pada prajurit yang keempat, "Hai, mari kesini,
berani tidak." Prajurit itu kebetulan agak gemuk, sudah setengah tua.
Sudah tentu dia malu sekali kalau tak berani menerima
tantangan seorang bocah kuncung. Diam2 dia
rnerencanakan untuk rnernbalaskan hinaan yang diderita
oleh ketiga kawannya tadi.
"Engkau gemuk seperti babi," kata Ah Liong setelah
prajurit itu berhadapan," ayo kita adu tenaga. Siapa yang
mampu mengangkat tubuh lawan melemparkannya paling
jauh, dia yang menang."
"Setan cilik, maksudmu engkau hendak mengangkat aku
dan melemparkan ?" prajurit gemuk itu menegas.
"Setelah engkau kuangkat, engkau boleh mengangkat
dan melemparkan aku," kata Ah Liong.
"Boleh," sahut prajurit gemuk itu seraya terus berdiri
tegak. Sekalian orang terkejut mendengar tantangan Ah Liong.
Bagaimana mungkin anak sekecil itu mampu mengangkat
tubuh seorang prajurit yang gemuk. Ah Lan juga kuatir.
Tetapi ketika melirik Huru Hara, ternyata pemuda itu
tenang2 saja. Memang tak mungkin orang percaya kalau Ah Liong
akan dapat mengangkat tubuh prajurit itu. Mereka tak tahu
bahwa sejak kecil Ah Liong sudah terlatih untuk
mengangkat si Bule dibawa ke telaga. Sehingga sampai
kerbau itu besar, Ah Liong masih mengangkatnya setiap
pagi. Ah Liong segera maju dan berdiri dibelakang si prajurit.
Cepat tangannya membekuk tengkuk si prajurit kencang2
sehingga prajurit itu mendelik. Lalu ditarik ke belakang
sedang tangan kirinya menyanggah pinggang orang. "Hayo,
naik ,........ !" teriaknya.
Desuh dan decak memenuhi ruang pesta ketika orang
melihat Ah Liong dapat mengangkat tubuh prajurit itu
keatas kepalanya dan tiba2 dilontarkan ke muka, brakkkkk
...... Anak itu memang kurang ajar sekali. Entah disengaja
entah tidak tetapi yang jelas tubuh prajurit gemuk itu
melayang kearah tempat duduk kopral. Meja kopral itu
putus kakinya karena tertimpa tubuh prajurit gemuk dan
kaki si gemuk yang keroncalan telah mendupak muka
kopral, plokkkk?" Tadi mukanya ditimpuk telur mentah dan sekarang
pipinya didupak kaki anakbuahnya. Sudah tentu kopral itu
kesakitan dan marah sekali, plak, serentak dia berdiri terus
menendang prajurit itu sekeras-kerasnya. Akibatnya prajurit
itu terguling-guling dan pingsan.
"Hai bocah kecil, mengapa engkau lemparkan tubuhnya
kepadaku ?" tegur kopral masih merah mukanya.
"Bukan salahku," sahut Ah Liong, "waktu dilempar dia
meronta-ronta sehingga arahnya mencong !"
Kopral masih marah tetapi Ah Lan dan Ah Lian cepat
merayunya sehingga dia duduk lagi.
Sernentara itu Ah Liong garuk2 kuncungnya, ''Apa lagi
acaranya, ya " Ah, celaka, sudah habis nih. Kalau kuajak
mereka angkat mengangkat tubuh mereka tentu jera. Tetapi
biar kucobanya lagi."
"Hai. engkau prajurit botak itu, hayo kemarilah. Apa
engkau berani mengangkat tubuhku ?" seru Ah Liong ketika
melihat seorang prajurit botak kepalanya.
Sebenarnya kelompok prajurit Ceng yang berjumlah
duapuluh orang itu jengkel dan kheki terhadap Ah Liong,
ingin mereka menghajar anak itu. Tetapi karena kepala
mereka, si koplal diam saja, terpaksa mereka menahan
hatinya. Dipanggil si Botak, sudah tentu prajurit yang berkepala
botak itu marah. Serentak dia maju krmuka Ah Liong,
"Lekas bersiap, aku hendak mengangkatmu !'
' Baik, silakan," kata Ah Liong seraya membungkukkan
tubuh. Prajurit botak itu mengira kalau Ah Liong pasang kuda2
hendak membuat tubuhnya supaya berat. Dia mengejek,
"Huh, mau bertelur ya ?"
"Kurang ajar, botak ini. Dia minta aku bertelur. Baik,
aku akan rnenelori mukanya," diarn2 Ah Liong merancang
rencana. Prajurit botak itu terus menyelap tubuh Ah Liong dan
ditangkatnya. Dia tak memperhatikan bahwa diam2 tangan
anak yang jahil itu sadah menggerayangi sabuk
pinggangnya. Begitu diangkat prajurit botak itu menjetit
kaget," Uhhhhh?""
Serentak dia lepaskan Ah Liong dan gopoh mendekap
celananya yang mau meluncur kebawah. Ternyata tali
celananya telah putus dicakar kuku Ah Liong. Sudah begitu
masih anak mbeling itu berkentut di mulut si botak, "Nih,
makanlah telurku . .. ."
Tengah prajurit botak itu sibuk membenahi kancing
celananya. yang putus, tiba2 ia merasa tubuh keatas dan
sebelum tahu apa yang terjadi dia merasa terbang, brakkk . .
. . Sebuah meja yang diduduki empat prajurit yang tengah
menghadapi hidangan dan arak, hancur berantakan ketika
tubuh prajurit botak itu menimpanya. Keempat prajurit
itupun terpelanting jatuh sungsang sumbal.
Melihat itu tak kuasa lagi prajurit2 yang lain menahan
kesabarannya. Serempak mereka maju hendak menghajar
Ah Liong. Tetapi secepat itu pula Huru Harapun sudah
maju menghadang. "Ho, engkau hendak membela adikmu yang liar itu?"
mereka menggeram lalu menghantam Huru Hara.
Huru Hara tak mau membunuh mereka tetapi cukup
suruh mereka menderita kesakitan. Ia menangkis dan
serentak beberapa prajurit itu menjerit karena terlempar ke
belakang. Beberapa prajurit yang lain segera maju
menyerang Huru Hara. "Kita pesta Ah Liong," kata Huru Hara. tangan gerak
yang tangkas, dia menyambar tubuh prajurit2 itu dan
dilempar ke luar. Kopral terkejut sekali menyaksikan kejadian itu. Serentak
dia rnencabut pedang dan loncat menyerang Huru Hara.
Sejak mendapat pedang di telaga Kia-te, belum pernah
Huru Hara mencobanya. Maka kini dia ingin juga mencoba
sampai dimana khasiat pedang magnit itu. Serentak dia
mencabut pedang itu. Eh, baru dilolos keluar, pedang
kopral itu sudah meluncur menghampiri pedang Huru Hara
dan cret, terus melekat. "Uhhhh," mulut kopral itu mendesus desus dan berusaha
untuk menariknya tetapi sampai otot-otot pada dahinya
melingkar-lingkar menonjol, tetap tak mampu.
Karena jengkel dia lepaskan pedang dan terus
menghantam. Tetapi Huru Hara menghindar ke samping
dan mengait kakinya, bluk . .. . kopral itupun mencium
lantai . . . . "Hayo, kalau kalian berani bergerak, kopralmu ini tentu
kupijak remuk kepalanya!" teriak Huru Hara seraya
menginjak tengkuk kopral itu.
Gemparlah suasana pesta. Penduduk ketakutan. Tetapi
Huru Hara cepat menghibur mereka "Paman sekalian,
jangan kuatir. Segala yang terjadi di disini, adalah tanggung
jawabku sernua." " Habis itu dia terus memberi perintah
kepada Ah Liong, "Ah Liong, lucuti mereka!"
Dasar anak mbeling ( nakal ) mendengar perintah itu
bukan kepalang senangnya Ah Liong. Dia terus
menghampiri kawanan prajurit Ceng itu, "Hayo, lemparkan
senjatamu semua!" Karena takut kopralnya dibunuh, terpaksa prajurit2 itu
Pendekar Kidal 17 Si Dungu Karya Chung Sin Elang Terbang Di Dataran Luas 12
^