Pencarian

Bloon Cari Jodoh 30

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 30


"Benar," sahut Ko Cay Seng, "itulah sebabnya maka
Huru Hara suruh aku melindungi Su tayjin."
"Baik, sambutilah," Cian-li-ji terus melemparkan Su
tayjin kepada Ko Cay Seng dan Ko Cay Sengpun segera
menyambutinya. Cian-li-ji terus lari hendak mencari Huru Hara. Belum
berapa lama menyusup hutan dia bertemu dengan Tiau Ing,
"Hai. engkau Ing?" tegurnya.
"Kakek Cian," seru Tiau Ing gembira, "kemana saja
engkau tadi?" "Aku terpaksa melarikan diri. Bangsat she Ko itu
memang lihay sekali," kata Cian-li-ji.
"Engkau tentu tak kena suatu apa, bukan?"
"Ya." "Hendak kemana engkau.?"
"Huru Hara memanggilku suruh membantunya
menghadapi pasukan Ceng. Aku harus lekas2 datang."
Tiau Ing kerutkan alis, "Siapa yang suruh engkau?"
"Huru Hara?" "Aneh, dia sedang bertempur mengapa dia dapat
menyuruhmu datang?" "Aku bertemu dengan seorang sasterawan, dialah yang
menyampaikan pangilan Huru Hara itu kepadaku."
Tiau Ing makin heran, "Siapa nama sasterawan itu?"
"0, celaka, aku lupa bertanya. Tunggu, aku hendak
mencarinya," Cian-li-ji terus hendak lari masuk kedalam
hutan lagi. "Tunggu," cegah Tiau Ing, "apakah sasterawan itu tidak
mirip dengan Ko Cay Seng?"
"Siapa Ko Cay Seng?"
"Lawan kakek bertempur. Orang yang pandai
menggunakan senjata pit itu."
"Pakaiannya sih sama tetapi wajahnya berbeda. Ko Cay
Seng masih agak muda."
"Lalu kemana orang itu."
'Dia menerima Su tayjin untuk dilindungi."
"Apakah Su tayjin mandah saja ditangkap orang itu?"
"Bemula Su tayjin kusekap lalu kuserahkan kepada orang
tadi." "Mengapa kakek serahkan kepadanya?"
"Karena dia mengaku kawan dari Huru Hara."
"Celaka," teriak Tiau Ing seraya banting2 kaki, "jelas
dalam rombongan kita tak terdapat lawan yang menyerupai
Ko Cay Seng. Jangan2 Ko Cay Seng menyaru jadi orang
lain dan mangelabuhi engkau."
"Bangsat, akan kuhajar manusia itu," Cian-li-ji terus
loncat kedalam hutan. Tiau Ing terpaksa menyusul. Ia
kuatir dugaannya itu tepat. Jika demikian. jelas ayahnya
terancam bahaya. Beberapa saat kemudian, Tiau Ing melihat Cian-li-ji
sedang berhadapan dengan seorang sasterawan yang tengah
memanggul sesosok tubuh manusia.
"Hai, engkau berani menipu aku ?" tegur Cian-li-ji.
"Menipu apa ?" "Engkau bukan utusan Huru Hara. Jelas engkau
bermaksud hendak mencelakai Su tayjin. Hayo serahkan Su
tayjin !" "Siapa yang aku menipu engkau. Kalau tak percaya mari
kita bersama-sama datang dan tanya kepada Huru Hara."
"Jangan percaya kakek Cian," tiba2 Tiau Ing berseru dari
belakang, "Dia adalah Ko Cay Seng yang pernah bertempur
melawan engkau tadi."
"Tetapi wajahnya tadi tidak begitu. Mengapa sekarang
berobah seperti orangtua ?"
"Dia memang pandai ilmu menyaru jadi apa saja.
Tentulah dia merobah wajahnya agar engkau tak
mengenalinya." "Hm, benar juga," sahut Cian-li-ji, "kalau begitu, lekas
berikan Su tayjin kepadaku."
"Paman Cian, mengapa engkau tak perraya kepadaku "
Kalau tak percaya kepadaku berarti tak percaya kepada
Huru Hara," seru Ko Cay Seng dengan nada akrab.
"Lho, kapan aku menikah dengan bibimu ?" teriak Cianli-
ji heran, "mengapa engkau juga ikut memanggil paman
kepadaku ?" Ko Cay Seng melongo, "Ya, ya, memang benar. Kalau tak percaya kepadamu
berarti tak percaya kepada keponakanku Huru Hara. Ah.
tidak," Cian-li- ji berpaling kepada Tiau Ing, "dia memang
benar2 disuruh Huru Hara !"
"Ai, kakek limbung," Tiau Ing banting2 kaki karena
kheki. Dia tak mau menghiraukan kakek itu lagi dan terus
maju menghampiri Ko Cay Seng," orang she Ko. lepaskan
ayah dan engkau boleh pergi."
'Siapa nona ini ?" masih Ko Cay Seng pura2 berlagak
pilon. "Jangan banyak mulut ! Engkau mau serahkan ayah atau
tidak !" bentak Tiau Ing seraya mencabut pedang.
"Ho, engkau mau main paksa " Silakan!" Ko Cay Seng
menantang seraya mengisar mentri Su kemukanya sebagai
perisai. Saat itu walaupta dapat bergerak tetapi Su Go Hwat
tak dapat bicara. Tentulah jalandarahnya telah ditutuk Ko
Cay Seng sehingga tak dapat bicara,
Tiau Ing terkesiap. Dia menyadari apa yang akan
dilakukan Ko Cay Seng. Ko Cay Seng seorang ganas, apa
yang dikatakan tentu dikerjakan. Kalau ia menyerang,
tentulah Ko Cay Sang akan menggunakan Su tayjin sebagai
perisai. "Orang she Ko," seru Tiau Ing, "mengapa engkau
bernafsu sekali untuk mencelakai ayah " Kalau engkau
berhamba kepada orang Boan, itu urusanmu. Tetapi adakah
sudah hilang sama sekali rasa kebangsaanmu sehingga
engkau harus perlu mencelakai seorang mentri yang
berjuang untuk menyelamatkan rakyat kerajaan Beng ?"
"Engkau keliru," sahut Ko Cay Seng, "aku bukan
bermaksud mencelakai ayahmu tetapi kebalikannya justeru
untuk membahagiakannya. Kerajaan Ceng sangat
menghargai ayahmu dan ingin mengangkatnya sebagai
mentri maka hendak kubawa ayahmu kepada panglima
Torgun agar dia mendapat pangkat yang tinggi."
"Hm, ayah adalah seorang ksatrya. Jangan engkau
samakan dengan dirimu. Ayah tidak menginginkan pangkat
tinggi tetapi hendak mengabdi kepada negara dan rakyat !"
"Bekerja pada kerajaan Ceng, juga suatu pengabdian.
Karena kita dapat menyalamatkan atau setidak-tidaknya
dapat mencegah tindakan orang Ceng yang hendak
menindas rakyat," bantah Ko Cay Seng.
"Jangan mengukur baju orang dengan ukuran badaranu
!" bentak Tiau Ing dengan marah, "ayah akan lebih suka
mati daripada harus menjadi budak orang Boan."
"Hm, coba saja ..... "
"Lepaskan !" Tiau Ing coba mencuri kesempatan yang
baik untuk menusuk Ko Cay Seng tetapi Ko Cay Seng lebih
cepat lagi. Dia segera menarik tubuh mentri untuk
menyambut ujung pedang Tiau Ing. Sudah tentu Tiau Ing
harus berusaha untuk menghentikan. Karena tak sempat,
dia hanya menggeliatkan ujung pedang kesamping agar
jangan mengenai tubuh ayahnya.
"Kurang ajar, engkau hendak menguasai Su tayjin ?"
tiba2 Cian-li-ji loncat terus menerkam Ko Cay Seng.
Ko Cay Seng dorongkan tangan kiri untuk menolak
tubuh Cian-li-ji tetapi pada saat itu juga Tiau Ingpun
menusuknya. Karena harus mengisar tubuh mentri untuk
menyambut ujung pedang, maka dia tak sempat
memperhatikan Cian-li ji.
"Aduhhhhh ...." sekonyong-konyong Ko Cay Seng
menjerit kesakitan dan meronta sekuat-kuatnya untuk
melepaskan tangannya yang tengah digigit Cian-li-ji.
"Bangsat tua !" karena masih belum dapat melepaskan
mulut Cian-li-ji, terpaksa Ko Cay Selig menghantam
dengan tangan kanannya, prok .....
Cianli-ji agak puyeng. Dia menyurut dua langkah. Tetapi
Ko Cay Sengpun heran mengapa batok kepala kakek itu
tidak remuk. Tiba2 ia terkejut ketika teringat akan mentri
Su yang dilepaskannya tadi. Dan ah .... mentri itu sudah
ditarik oleh Tiau Ing. Ko Cay Seng marah sekali. Dia mencabut senjata pit dan
terus menyerang Tiau Ing. Dia tak mau sungkan memberi
ampun lagi. Diserangnya nona itu dengan ilmu
simpanannya yang disebut Pitseng- poan- wi atau Tujuhbintang-
pindah- tempat. Seketika tampak tujuh titik sinar
putih yang berputar-putar tak henti- hentinya, mengatah
enambuah jalandarah tubuh Thiau Ing.
Memang dalam ilmu menutuk pit, dalam jaman itu
kiranya hanya Ko Cay Seng yang paling menonjol. Belum
ada lagi jago lain yang mampu menandinginya.
Tring, tring, tring .... Tiau Ing juga memainkan
pedangnya, membentuk suatu lingkaran sinar pedang untuk
melindungi diri. Tetapi rupanya pit Ko Cay Seng lebih
tangkas dan lincah. Berulang kali pedang Tiau Ing kena
ditutuk sehingga tangan nona itu terasa linu.
"Lepaskan !" beberapa saat kemudian kedengaran Ko
Cay Seng membentak dan benar juga, pedang Tiau Ingpun
terlepas jatuh. Ko Cay Seng tak man menyia-nyiakan kesempatan itu,
terus melanjutkan hendak menutuk tenggorokan Tiau Ing.
Untung Tiau Ing dapat menghindar tetapi lengannya kena
tertutuk. Seketika itu Tiau Ingpun rubuh.
Melihat puterinya rubuh Su Go Hwat kalap. Dengan
memberingas dia menikam Ko Cay Seng. Ko Cay Seng
menghindar, menebas tangan mentri itu, tring .............
pedang pandak Su Go Hwat terlepas dan". dan............
tepat jatuh kedadanya "Ahhhhhh," terdengar mentri itu mendesuh seraya
merdekap pedang yang menancap didada lalu dicabutnya.
Darah mengalir membasahi baju mentri itu.
Bagaikan kalap, mentri nekad maju menusuk Ko Cay
Seng lagi. Ko Cay Seng terkejut melihat kenekadan mentri.
Dia berusaha menghindar tetapi bahunya kena tertusuk
juga. Darah dan rasa sakit memancing kemarahan Ko Cay
Seng. Memang dalam hati kecilnya, dia sudah
merencanakan untuk membunuh mentri Su. Dia takkan
menyerahkan mentri itu kepada panglima Torgun karena
kuatir dia akan kalah. Torgun tentu akan lebih menghargai
dan memberi pangkat serta kekuasaan yang lebih tinggi
kepada mentri Su. Tepat pada saat itu mentri Su sudah menyerangnya lagi
dengan bengis, "Aku akan mengadu jiwa kepadamu, anjing
!" teriak mentri kalap.
Tetapi mentri itu tidak pandai dan yang dihadapinya
adalah seorang Ko Cay Sing. Memang dengan kekalapan
dan kemarahan yang berkobar, secara tak terduga-duga
jalandarah pembisu dari tubuh mentri Su yang tertutuk
telah dapat melancar lagi sehingga dia dapat berkata-kata.
Tetapi bagaimanapun dia tetap kalah sakti dengan lawan.
"Uh .... ," mentri Su mendesuh kaget karena tikaman
pedangnya luput dan kakinya terasa dikait orang. Dia
kehilangan keseimbangan tubuh dan terus jatuh .....
Melihat itu Ko Cay Seng memberingas, Dia maju untuk
menusuk. Tetapi sebelum dia sempat bergerak, terjadilah
dua buah peristiwa yang berlangsung hampir berbareng
saatnya. "Lebih baik aku bunuh diri daripada engkau tangkap,
anjing !" kata Su Go Hwat terus menikamkan pedang ke
dadanya sendiri. Tetapi tepat pada saat itu, Cian-li-jipun loncat dan
menyundul Ko Cay Seng dengan kepalanya. dukkkk ..... Ko
Cay Seng yang tak menyangka akan diserang dari belakang
oleh kakek itu tak sempat menghindar. Dia terpelanting
sampai setombak jauhnya. Dadanya serasa pecah dan darah
berhamburan melancar binal, huak ?"..
Dia muntahkan segumpal darah segar. Kepala Cian-li-ji
memang bukan sembarang kepala. Kerasnya melebihi batu.
Dan karena marah melihat Su tayjin berlumuran darah, dia
menyeruduk pinggang Ko Cay Seng sekuat-kuatnya.
Apabila bukan Ko Cay Seng tentulah dadanya sudah
sempal. Ko Cay Seng menderita luka-dalam yang parah sekali.
Dia sedang memusatkan tenaga dan perhatian untuk
membunuh Su Go Hwat sehingga dia lengah untuk
menjaga serangan Cian-li-ji. Ia menyadari bahwa jika dia
masih tetap disitu, tentulah Cian-li-ji akan membunuhnya.
Jalan yang paling selamat adalah melarikan diri.
Tepat beberapa saat setelah Ko Cay Sen ngacir,
muncullah Huru Hara. Demi melihat keadaan Su tayjin dia
terus lari dan menubruknya, 'Su tayjin, mengapa engkau ?"
Diangkatnya tubuh mentri itu dan dibaringkan diatas
kaki Huru Hara, Huru Harapun berusaha untuk
meminumkan beberapa butir pil Cian lian-hay-te-som
kemulut mentri. Dan memang benar, beberapa saat
kemudian tampak mentri membuka mata. Serta melihat
Huru Hara dia paksakan diri bersenyum sayu.
"Hiantit............ .. engkau . . . ."
"Benar, tayjin. Bagaimana keadaan tayjin ?"
"Aku sudah tak ada harapan lagi ... hiantit."
"Tayjin, siapakah yang mencelakai tayjin?"
"Aku .. . tak sudi . . . ditangkap Ko Cay Seng . . . aku
bunuh diri sendiri . . ............ "
"Ah, mengapa tayjin mengambil keputusan begitu"
Apabila tayjin dalam bahaya, kami sekalian tentu akan
berusaha untuk menolong."
"Ah, terlambat .. .. hiantit . . . "
"Tayjin . . . . , " Huru Hara tak dapat melanjutkan katakatanya
karena tersekat oleh rasa haru.
"Jangan bersedih . .. hiantit . . . mumpung masih ada be .
. . berapa waktu .. . aku hendak memberi pesan . . . .
kepadamu .. . . " "Baik, tayjin, silakan. "


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kesatu, teruskan perjuangan melawan penjajah Boan . .
. . " "Baik tayjin." "Kedua, bersihkan kaum durna dan kaum penghianat .. .
. " "Baik." "Ketiga . . . ketiga .. . aku tit . . . tit ... . Tiau, Tiau Ing . . .
" " "Tayjin!" Huru Hara berseru kaget karena Su Go Hwat
tak dapat melanjutkan kata-katanya. Ketika diraba
hidungnya ternyata napas mentri itu sudah berhenti.
Huru Hara mengucurkan airmata. Baru pertama kali itu
sejak dia dewasa, dia mengucurkan airmata. Bahkan ketika
ayahnya meninggal, setelah dia mendengar kabar, diapun
tak menangis. Tetapi entah bagaimana, kali ini dia benar2
menitikkan airmata. Dia tak dapat berkata apa2. Dia ingin dengan cucuran
airmata itu mempersembahkan rasa hormat yang setinggitingginya
dan rasa bakti yang setulusnya terhadap seorang
pahlawan bangsa yang telah berjasa besar kepada nusa dan
bangsanya. Ia tak dapat menghaturkan sesuatu kecuali dengan
airmata. Airmata dari seorang ksatrya diperuntukkan
kepada seorang ksatrya yang telah mendahului gugur di
medan bakti. Huru Hara menangis. Suatu peristiwa yang luar biasa.
Karena selama ini walaupun menghadapi derita kesakitan
yang bagaimana parahnya menderita kesedihan yang betapa
besarriya dan menghadapi bahaya yang betapa gawatnya,
dia tetap tak berkedip, tak menitikkan airmata.
Pelahan-lahan Huru Hara meletakkan jenasah Su tayjin
lalu dia berlutut dan memberi hormat sampai tujuh kali.
"Selamat jalan, tayjin. Apa yang tayjin pesan pasti akan
kulakukan. Harap tayjin beristirahat tenang di alam baka .. .
. , " mulut Huru Hara berkomat-kamit mengucap doa.
Tepat pada saat itu didengarnya suara bergemuruh dan
pada lain saat muncullah rombongan jago2 kaki tangan
kerajaan Ceng yang terdiri dari To Thian hweshio, Amita
lhama, Hong-hay ji dan pendekar Tengkorak-pencabutnyawa.
Ko Cay Seng tak tampak. Memang waktu bertempur dengan mereka tadi, Huru
Hara sempat memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Dia
terkejut ketika melihat mentri Su tak ada. Dan cepat ia
mengarahkan perhatiannya kepada Ko Cay Seng. Ternyata
orang she Ko itu juga tak tampak. Diam2 dia mulai gelisah.
"Bangsat, terimalah kawanmu!" dengan menggembor
keras Huru Hara lemparkan tubuh Go-tay ke arah Amita
lhama dan kawan-kawannya.
Pada saat mereka sibuk menyanggapi tubuh Gotay, Huru
Hara terus loncat dan lari mencari Su tayjin. Dia memang
dapat menemukan Su tayjin tetapi terlambat. Mentri itu
sudah dalam keadaan kritis. Walaupun diberinya pil buah
som yang istimewa, tetapi jiwanya tak tertolong lagi.
Kini Huru Hara melihat lagi kedatangan kawanan kaki
tangan musuh yang tadi bertempur dengannya.
"Kedua ..... basmilah kaum durna dan penghianat ..... "
tiba-tiba terngiang pula pesan mentri Su tadi. Serentak
memberingaslah Huru Hara.
"Aku hendak membalaskan dendam Su tayjin," katanya
dalam hati. Serentak dia mencabut pedang Thiat- Cek kiam dan
berdiri tegak menyongsong mereka.
"Hayo, kawanan anjing busuk, majulah!" riaknya.
Amita Ihama dan kawan2 terkesiap melihat penampilan
Huru Hara yang begitu menyeramkan. Tetapi karena
mereka berjumlah banyak dan dibantu dengan pasukan
yang bersenjata lengkap, merekapun tak gentar. Segera
mereka menyerbu dengan serempak.
Pada saat Huru Hara maju tadi, sebenarnya Cian-li-ji
hendak mendampingi tetapi dicegah, "Jangan paman,
bawalah nona Tiau Ing dan jenasah Su tayjin ketempat
yang aman!" Oleh karena Cian-li-ji terus melakukan perintah maka
sekarang yang menghadapi musuhnya Huru Hara seorang
diri. "Bunuh bangsat itu!" teriak kawanan prajurit yang
menyerbu dengan gembira. Mereka mengira dengan
kekuatan yang besar apalagi ditambah dengan beberapa
jago sakti, tentulah mereka dapat menghancurkan pemuda
itu. Seperti berlomba-lomba untuk mendahului mencari jasa
kalau dapat lebih dulu membunuh Huru Hara maka
berhamburan kawanan prajurit Ceng itu menyerbu Huru
Hara. Huru Hara tak gentar. Dia memang sudah bertekad
bahwa hari itu dia akan melakukan pembasmian sepuaspuasnya
untuk menyembayangi arwah mentri Su.
Laksana harimau mencium darah maka mulailah Huru
Hara mengamuk. Satiap prajurit yang datang tentu di
hancurkannya. Walaupun yang datang sekaligus sampai
duapuluhan orang, tetapi dalam beberapa kejap saja sudah
dapat dibasmi Huru Hara. Mayat2 mulai bertumpukan darah bergelimpangan
menggenangi tanah. Huru Hara sudah bukan lagi seorang
pemuda yang nyentrik tetapi seorang hantu pencabut nyawa
yang ganas. Melihat dalam waktu beberapa kejab saja berpuluh-puluh
prajurit Ceng mati, Amita lhama dan kawan-kawan
barteriak suruh prajurit2 itu mundur.
Huru Hara dikepung oleh empat jago sakti yani Amita
lhama, paderi To Thian, Hong-hay- ji dan pendekar
Tengkorak-pencabut-nyawa. Mereka juga memakai
senjatanya masing2. Walaupun tidak mengerti ilmusilat tetapi gerakan
permainan pedang Huru Hara benar2 menakjubkan sekali.
To Thian dan Amita yang tergolong jago kelas satu, tetap
kalah cepat dengan gerakan Huru Hara.
Cret tasbih Amita Ihama melengket pada pedang Hum
Hara ketika saling berbentur. Di kala Ihama itu hendak
menarik tasbihnya, secepat kilat Huru Hara ayunkan
kakinya, plok . . . . lhama itu terpental melayang sampai
dua tombak jauhnya dan tak dapat bangun lagi untuk
selama-lamanya karena alat vitalnya pecah berantakan .....
Pada saat itu Hong-hay-ji membacok dari belakang.
Huru Hara cepat berputar tubuh dan inenghantamkan
pedangnya. Tring . .. Hong-hayji terpental dua langkah,
pedangnya jatuh. Waktu Huru Hara hendak menghabisi,
To Thian sudah menyerang dari samping.
Tring .. .. kembali terjadi benturan antara pedang Huru
Hara dengan To Thian. Memang Huru Hara sudah tak mau
mengnindar lagi. Dia akan mengadu kekerasan pada setiap
penyerangnya. Akibatnya, To Thian terdorong selangkah,
tangannya gemetar ..... Pendekar Tengkorak-pencabut-nyawa ayunkan
ruyungnya. Tring . . . . kembali Huru Hara membabatkan
pedangnya. Ujung ruyung melilit pedang dan pendekar
Tengkorak berusaha untuk menariknya. Tetapi sampai
wajah merah padam dia tetap tak mampu,
Kali ini Huru Hara hendak melakukan suatu gerak
serangan yang dahsyat. Dia enjot tubuh ke atas dan
menjejak dada lawan. "Auhhhhh . . . . , " pendekar Tengkorak menjerit ketika
tubuhnya terdorong jatuh ke belakang dan masih diinjak
Huru Hara. Sekali ayunkan pedang, terbelahlah tubuh
tokoh hitam itu menjadi dua.
Hong-hay-ji dan To Thian terkesiap menyaksikan
kesaktian Huru Hara. Mereka kenal siapa Amita dan
pendekar Tengkorak-pencabut-nyawa. Tetapi kedua tokoh
itu toh tak dapat apa2 terhadap Huru Hara.
To Thian terkejut ketika Huru Hara melayang menabas
kepalanya. Dia terpaksa menyongsong dengan pedangnya.
Tring . .. auh .. . pada saat To Thian tergetar tangannya,
tahu-tahu perutnya terasa seperti disusupi benda tajam yang
dingin rasanya. Pada lain saat ia rasanya darahnya
bergolak, pandang mata gelap dan robohlah dia dengan
perut pecah dan usus berhamburan ke luar.
Luar biasa sekali cepatnya gerakan Huru Hara sehingga
tokoh seperti To Thian, toh tak kuasa lagi menahan
serangannya. "Hai, hendak lari kemana engkau setan tua!" teriak Huru
Hara seraya lontarkan pedangnya, cret . . . . . punggung
Hong-hay-ji yang hendak melarikan diri itu tertancap
pedang magnit, seketika jago tua yang berwajah seperti
kanak2 itu rubuh tak bernyawa lagi.
Sekalian prajurit Ceng kesima. Tetapi mereka tiba-tiba
menjadi gelagapan setengah mati ketika Huru Hara
mengangkat tubuh To Thian dan dilemparkan kearah
mereka. Kemudian mayat pendekar Tengkorak dan terakhir
setelah mencabut pedang Thia-cek- kiam, mayat Hong-hayjipun
dilemparkan kearah kawanan prajurit Ceng.
Ditengah hiruk pikuk dari mulut prajurit yang berusaha
untuk menghindari timpukan mayat2 itu, tiba2 Huru Hara
sudah menerjang mereka. Huru Hara benar2 kalap. Dia tak ingat apa2 lagi kecuali
hanya bertujuan untuk membalaskan dendam kematian Su
Go Hwat. Terjangan Huru Hara yang dahsyat itu tiada seorangpun
yang mampu membendung. Dalam beberapa kejab saja
lebih dari seratus prajurit rebah menjadi mayat yang
bertumpang tindih. Tak seorang pun musuh yang dapat
lolos dari amukan Huru Hara.
Beberapa saat keadaan menjadi sunyi senyap. Hanya
mayat2 yang berserakan memenuhi tanah.
Huru Hara benar2 haus darah. Setelah tak ada musuh
yang hidup lagi, dia terus menuju ke tempat Ah Liong dan
kawan-kawannya bertempur.
Saat itu Ah Liong dan pasukan Bon-bin serta Bok Kian
masih dikepung rapat oleh berlapis-lapis prajurit Ceng,
Bahkan ada beberapa anak dari pasukan Bon- bin yang
roboh berlumuran darah. Bagai harimau menyerbu kawanan domba maka Huru
Hara terus menerjang. Gemparlah pasukan Ceng ketika diserbu Huru Hara.
Sedemikian cepat dan gesit serta dahsyat Huru Hara
memainkan pedangnya sehingga tak sempat lagi kawanan
prajurit itu hendak menghindar. Tahu2 mereka menjerit dan
rubuh. Ada yang sempat menangkis, hasilnya juga runyam.
Begitu terbentur dengan pedang magnit, prajurit itu
terlempar dan termakan senjata kawannya sendiri.
Mendapat tambahan Huru Hara, Bok Kian, Ah Liong
dan kawan2 yang masih hidup, makin bersemangat.
Merekapun mengamuk. Lapis demi lapis pasukan Ceng yang sedang mengepung.
mulai berantakan. Mayat menganak bukit, darah seperti
banjir. Huru Hara tidak menghiraukan segala apa. Dia terus
menyerang dengan kalap. Tak seorangpun musuh yang
mampu menahannya. Dalam beberapa kejab berantakan
pasukan Ceng yang terdiri dari dua ratusan orang itu.
Seumur hidup dan sepanjang pengalaman mereka dalam
peperangan selama ini, belum pernah mereka menghadapi
seorang manusia yang begitu dahsyat seperti Huru Hara.
Ada beberapa yang hendak melarikan diri tetapi dapat
dibabat Bok Kian atau Ah Liong.
Rupanya Huru Hara tak mau melepas mereka, walaupun
seorang saja. Bok Kian, Ah Liong dan kawan2 sampai
kesima menyaksikan amukan Huru Hara.
Huru Hara mengamuk dan mengamuk, dia terus
menerjang kemuka. Ketika pasukan Ceng sudah habis dia
terus lari mengejar. "Engkoh Hok, musuh sudah habis !" teriak Ah Liong,
"hendak kemana engkoh ?"
Huru Hara mendengar juga teriakan Ah Liong tetapi dia
sudah tak menghiraukanrya lagi. Dia terus memutar-mutar
pedangnya seperti menyerang musuh. Pohon dan gerumbul
yang kebetulan terbentur tentu terbabat habis. Bahkan
beberapa gunduk batu karang pun tertabas hancur lebur
berhamburan ke mana2. Dia terus tak henti2nya menggerung dan menyerang.
Terus, terus maju ke muka, entah sampai kemana. Pokok,
dia merasa harus membasmi setiap prajurit Ceng yang
dijumpainya. Hari mulai gelap. Ah Liong gelagapan, "Hai, kemana
engkoh Hok tadi ?" serunya.
Beberapa kawannya asyik, menolong kawannrya yang
rebah terluka ditanah. Memang berat bagi pasukan Bon-bin.
Mereka adalah anak2 laki yang tak pandai ilmusilat tetapi
hanya didorong rasa ingin membantu negara penghalau
musuh sa ja maka mereka membentuk pasukan anak2.
Untung mereka mendapat senjata yang istimewa, yakni
semut merah dan tawon. Tetapi itupun karena
persediaannya tak banyak, akhirnya habis juga, Sedang
pasukan musuh lebih banyak sehingga akhirnya musuh
dapat menghajar pasukan anak2 itu.
Penutup. Ah Liong mendapatkan bahwa kawan2 dalam pasukan
Bon-bin itu yang masih hidup hanya dua orang, yani bocah
yang gendut dan yang paling kecil.
Bocah gendut itu bernama Ko Ko dan si kecil bernama
Sian Ling. Yang Iain2 terpaksa harus rela menjadi korban
keganasan prajurit2 Ceng.
Ko Ko coba menangkis bacokan seorang prajurit tetapi
dia terlempar dan diterjang oleh serbuan prajurit2 Ceng
yang lain hingga rubuh dan diinjak-injak. Ko Ko pingsan.
Karena dikira sudah mati maka tak dibunuh lagi.
Sedang Siau Ling juga pintar. Dia ikut terdampar
diantara sosok2 tubuh yang rubuh sehingga dia ikut
tertindih di tanah. Karena menyadari bahwa tak mungkin
dia dan kawannya melawan arus serbuan pasukan musuh


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang jauh lebih besar dan kuat, Siau Ling memutuskan
untuk pura2 mati saja. Dengan peristiwa itu maka kedua anak itupun dapat
selamat. Memang suatu hal yang luar biasa bahwa dalam
pertempuran yang begitu dahsyat dan ganas, keduanya
masih dapat hidup. "Jenderal Kuncung, kemana sekarang kita hendak
pergi?" tanya Ko Ko.
"Ko Ko," kata Ah Liong, "mulai sekarang untuk
sementara, baik kita bubarkan dulu kesatuan Bon-bin itu."
"Lho, bagaimana" Peperangan toh masih belum selesai?"
"Ya, benar, tetapi kita kan tidak punya anak-pasukan
lagi" Dan lagi lebih enak kalau kita ber-gerak secara bebas.
Nanti setelah dapat menghimpun kekuatan lagi barulah kita
hidupkan pasukan Bon- bin."
"Baik, "sahut Ko Ko dan Siau Ling.
"Oleh karena itu janganlah kalian memanggil aku
jenderal Kuncung, Ah Liong tersipu-sipu malu, "Kuncung
sih boleh karena rambutku memang kuncung, tapi tak usah
pakai gelar jenderal segala."
"Baik, Ah Liong, "akhirnya Ko Ko setuju, "lalu apa yang
harus kita kerjakan sekarang?"
"Kita rawat dan tanam baik2 jenasah dari kawan2 kita
dulu," kata Ah Liong.
Mereka bertiga lalu melakukan pekerjaan itu. Airmata
ketiga anak itu tak henti2nya bercucuran mana kala mereka
mengangkat dan mengubur seorang kawan yang telah
meninggal. "Kawanku yang gagah perwira," kata Ah Liong bersama
Koko dan Sian Ling selesai mengubur dan berdoa
dihadapan makam mereka, "kami akan pergi untuk
melanjutkan perjuangan. Bantu-lah kami apabila bertempur
dengan musuh. Cekik lah leher mereka agar kami dapat
membalaskan sakit hati kalian ..... "
Setelah puas menangis dan bersembahyang, Ah Liong
mengajak kawan-kawan meninggalkan tempat.
Dia agak bingung menentukan, mencari kakek Cian-li-ji,
Tiau Ing dan Su tayjin atau mencari Huru Hara.
"Lebih baik mencari engkoh Hok," seru Ko Ko dan Siau
Ung, "dia mengejar musuh dan menyerbu ke daerah
mereka, Tentu penuh bahaya. Kalau kakek Cian, cici Tiau
Ing dan Su Tayjin, tentu sudah dapat menyelamatkan diri."
Demikian ketiga anak itu lalu mencari Huru Hara.
Tetapi sampai keesokan harinya, mereka tetap tak dapat
menemukan jejak Huru Hara.
Dilain bagian, Cian-li-ji yang melakukan perintah Huru
Hara untuk menyelamatkan Tiau Ing dan jenasah mentri Su
Go Hwat, pun dapat melakukan tugas dengan baik.
"0, benar, walaupun sudah mati, tetapi kalau jenasah Su
tayjin sampai ditemu musuh, mereka tentu akan
menyiksanya lagi," pikir kakek yang limbung itu.
Tetapi dia agak bingung. Tiau Ing masih pingsan. Dia
dapat memanggul nona itu tetapi bagaimana cara dia
membawa jenasah Su tayjin" Kalau membawa jenasah Su
tayjin, diapun sukar untuk membawa Tiau Ing. Habis
bagaimana nih" Pikirnya.
Setelah mondar mandir mencari akal, tiba2 dia
berjingkrak, "O, ada.!"
Dia terus mengeluarkan buli2 anak dan diminumkan
sedikit ke mulut Thiau Ing. Benar juga tak barapa lama
Tiau Ingpun siuman. Dia berseru, "Apa yang terjadi..........
kakek Cian?" Cian-li-ji geleng2 kepala, "Sudahlah Ing, jangan mikirkan
apa2, mari kita berangkat."
'Berangkat" Kemana.?"
"Kita cari tempat yang aman untuk mengurus Su
tayjin..... . .. . "
"Apa" Ayah bagaimana?"
"Su tayjin adalah seorang pahlawan yang besar. Engkau
harus, bangga karena mempunyai seorang ayah yang
sedemikian . . .. " "Aku tak tahu apa yang kakek maksudkan. Bagaimana
ayah dan mana engkoh Huru Hara?"
"Dia masih melanjutkan membasmi musuh. Dia suruh
aku membawa engkau dan Su tayjin ke tempat yang aman.
Nanti dia akan datang kepada kita."
Dalam berkata- kata itu, Tiau Ing memandang ke
sekeliling. Ketika melihat mentri Su membujur di tanah tak
berkutik dan berlumuran darah, serentak Tiau Ing menjerit
dan loncat, "Ayahhhhh .....
Tiau Ing memeluk tubuh ayahnya yang sudah menjadi
jenasah dan menangis tersedu sedan.
"Ing, jangan terlalu berduka. Itu tak baik bagi
kesehatanmu" Cian li-ji menasehati, "Su tayjin telah pecah
sebagai ratna. Kematiannya adalah suatu kematian yang
luhur. Aku juga ingin mengikuti jejaknya . . . . "
Tetapi Tiau Ing tetap menangis.
"Ing, setiap orang tentu akan mati. Aku juga, engkau dan
Huru Hara, kelak apabila sudah tiba saatnya tentu akan
mati. Mati bukan sesuatu yang ditakutkan. Yang ditakutkan
adalah caranya orang mati dan nilai kematiannya. Bagai Su
tayjin, kesaktiannya itu adalah nilai dari kepahlawanan
yang luhur . . . . "
Walaupun agak mereda namun Tiau Ing masih
sesenggukan. "Kalau kita benar2 mencintai dan bersedih atas kematian
Su tayjin, bukan dengan menangis caranya," kata Cian-li-ji
lebih lanjut, "tetapi dengan jalan melaksanakan segala
pesannya dan melangsungkan jajak perbuatannya semasa
beliau masih hidup. Itu baru suatu cara untuk memberi
hormat dan berduka yang tepat ..... "
"Menangis memang baik untuk melonggarkan rasa
kesesakan dada kita dan mencurahkan rasa kesedihan hati
kita," kata lagi. "tetapi bukan suatu cara yang tepat. Karena
yang mati tetap akan mati, tak mungkin dapat hidup karena
ditangisi. Ing, apakah engkau sudah longgar hati-mu "
Kalau belum, menangislah sampai sepuas-puasmu, akan
kutunggu"." Entah bagaimana, menghadapi adegan yang begitu
tragis, tiba2 pikiran Cian-li-ji menjadi terang dan
omongannyapun genah. Dia dapat memberi nasehat dan
menghibur Tiau Ing dengan tepat sehingga menyentuh hati
nona itu. Diam2 nona itupun terpengaruh atas kata2 Cianli-
ji, "Kakek Cian, engkau benar," katanya dengan suara
sarat, "aku akan menebus kesalahanku dengan bersumpah
akan melanjutkan cita2 perjuangan ayah."
"Bagus, cucuku."
"Lalu bagaimana sekarang ini " Kita hendak pergi
kemana, kakek Cian ?"
"Mari kita lakukan pesan Huru Hara untuk mencari
tempat yang tenang dan mengebumikan jenasah Su tayjin.
Disana kita nanti tunggu kedatangan Huru Hara."
"Baik," kata Tiau Ing.
Keduanya lalu berangkat. Kakek Cian memanggul
jenasah mentri Su dan Tiau Ing mengawal disamping.
Kembali pada Huru Hara yang masih melanjutkan
perjalanan untuk membasmi pasukan Ceng, saat itu masih
berjalan di suatu daerah luar kota yang sepi.
Dalam perasaan dan pandangannya, prajurit2 Ceng itu
masih banyak tersebar disana sini untuk menghadangnya.
Itulah sebabnya maka dia masih terus mengamuk. Pohon,
semak, batu dan benda apa saja yang dianggap prajurit
musuh, tentu dibabatnya. Sehari suntuk dia mengamuk tanpa berhenti. Dia
menderita suatu shock atau goncangan besar karena
terkejut, marah, bersedih dan penasaran atas kematian
mentri Su Go Hwat. Dia hendak menumpahkan isi hatinya
kepada orang2 Ceng yang dianggap menjadi penyebab
kematian mentri Su. Dia seperti orang kalap. Gelap pikiran, gelap pandangan.
Yang dirasakan hanya satu tujuan, mengamuk dan
mengamuk sampai seluruh pasukan Ceng habis ludas
dibasminya. Pelahan-lahan haripun makin gelap. Tak lama kemudian
malam tiba. Namun Huru Hara masih tak henti-hentinya
mengamuk. Dan karena pikiran kacau- balau, dia tak kenal
jalan dan tak tahu telah sampai dimana.
Sesungguhnya Huru Hara telah tersesat jalan. Dia tidak
mengambil jalan besar tetapi mengamuk ke dalam hutan.
Dia mengira pohon2 dan batu2 dalam hutan itu
gerombolan prajurit Ceng maka dia makin lama makin
menyusup lebih dalam sehingga akhirnya keputusan jalan
dan tak tahu lagi berada di mana.
"Hm, kawanan bangsat itu hendak bersembunyi dalam
gua itu," katanya ketika melihat sebuah gua yang berada
dibalik gerumbul pohon. Dia menghampiri dan terus menghantam batu yang
menutup gua itu. Terjadi ledakan dahsyat ketika karang
yang berada diatas gua itu bengkak dan berhamburan
menimpah kepada dirinya. Dia masih mengamuk terus.
Tetapi sekonyong-konyong sebutir batu sebesar kepala
orang, telah melayang dan tepat menimpah kepalanya,
dukkkk seketika rubuhlah dia dan tak sadarkan diri lagi.
Huru Hara pingsan. Dia tak tahu apa yang terjadi
disekeliling. Dia hanya merasa dirinya seolah melayanglayang
dalam suatu alam yang kosong melompong ,
Huru Hata telah menderita goncangan pikiran dan batin
yang hebat. Kematian mentri Su Go Hwat telah
menghanguskan seluruh bara hidupnya. Dia merasa tak
dapat memenuhi tanggung jawabnya melindungi
keselamatan mentri itu. SEKEDAR KATA. Pembaca yang budiman ! Kisah BLO"ON CARI JODOH atau PENDEKAR
HURU HARA kami tutup sampai sekian dulu. Tetapi
bukan berarti sudah selesai, melainkan dengan suatu
pertimbangan bahwa, berhubung dengan panjangnya kisah
Blo"on cari jodoh ini, kami bagi menjadi tiga bagian :
Bagian I .. Pendekar Huru Hara
Bagian II ..Pendekar Kalang Kabut
Bagian III...Pendekar Kocar Kacir
Setiap bagian merupakan kisah perjuangan Blo"on dalam
satu masa atau jaman. Bagian I Pendekar Huru Hara, mengisahkan sepak
terjang Blo'on sebagai Pendekar Huru Hara dalam jaman
peperangan antara kerajaan Beng yang telah hijrah ke kota
Lamkhia (Nanking) dengan pasukan Ceng.
Bagian II Pendekar Kalang Kabut merupakan
perjuangan Blo`on waktu kerajaan Beng dari kota Lam-khia
pindah ke Hok-ciu di selatan.
Bagian III Pendekar Kocar Kacir mengisahkan
kiprahnya Blo`on dalam peperangan terakhir antara
kerajaan Beng yang hijrah lagi ke selatan, sehingga sampai
hancurnya kerajaan Beng tersebut,
Bagian I Pendekar Huru Hara sekarang ini sudah tentu
belum dapat mencangkum selesainya seluruh cerita
BLO`ON CARI JODOH. Masih banyak tokoh2 yang
belum sempat diceritakan sampai selesai,
Bagaimana akhirnya Huru Hara yang pingsan dimuka
gua, bagaimana Cian li-ji dan Su Tiau Ing, bagaimana pula
dengan perjalanan Sian Li dengan Lo Kun, rombongan
Kim Yu Ci bersama-bersama Han Bi Ing, bagaimana
perjalanan Wan-ong Kui yang hendak menuntut balas
kepada Blo`on, bagaimana dengan si dara centil In Hong, si
bocah pekok Uk Uk dan lain2 tokoh dalam cerita ini"
Kesemuanya itu terpaksa tak dapat dimuat dalam Bagian
I Pendekar Huru Hara dan harus di-ceritakan dalam Bagian
II Pendekar Kalang Kabut nanti.
Juga bagaimana dengan keakhiran dari Blo`on mencari
jodoh itu" Siapakah jodoh Blo`on nanti"
Mungkin dalam bagian III Pendekar Kocar Kacir
barulah hal itu dapat kami ungkap.
Dan mencapai identitas atau ciri dari peribadi tokoh
Blo`on, mungkin pembaca ada yang terkejut mengapa tidak
sama dengan Pendekar Blo`on yang terdahulu"
Memang dalam hal itu, terdapat perobahan
sembilanpuluh derajat. Kalau dahulu dalam kisah Pendekar
Blo`on, dia benar2 blo`on tetapi sekarang keblo"onannya itu
sudah banyak berkurang. Hal itu disebabkan karena sifat yang ada pada diri
Blo`on. Dia memang aneh. Kalau dalam keadaan Lama.
aman dan seorang diri, dia memang kumat blo`onnya.
Tetapi kalau dalam suasana yang ramai, semisal dalam
peperangan. Atau kalau bergaul dengan orang yang lebih
blo"on serta ugal-ugalan seperti Ah Liong dan Uk Uk,
kebloonan si Blo`on, tiba2 saja sembuh. Terutama selama
menghadapi suasana peperangan seperti dalam cerita ini,
Blo`on hampir tak kumat lagi Blo`onnya.
Tetapi kesemuanya itu hanya bersifat sementara. Karena
bagaimanapun halnya, sifat dan watak seseorang itu sukar
dirobah. Blo`on tentu masih blo"on, karena .....
Sekali Blo'on, tetap Blo'on.
s.d. liong. SELESAI Naga Naga Kecil 9 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Bentrok Rimba Persilatan 13
^