Pencarian

Ilmu Silat Pengejar Angin 1

Ilmu Silat Pengejar Angin Karya Siasa Bagian 1


ILMU SILAT PENGEJAR ANGIN Oleh : Siasa "Api!Api! Tolong! Tolong! terdengar
dua orang ber-lari2 sambil mulutnja
tiada berhenti ber-teriak2 'Api!
Tolong!'. Dan memanglah djauh
dibelakang kedua orang itu, disebelah
barat, diatas udara kelihatan asap
jang ber-gulung2 dengan disertai lelatu api d sedikit sinar merah
menerangi tempat disekeliling tempat terdjadinja kebakaran.
Tjuma anehnja kedua orang jang tadi ber-teriak2 bukan mereka
memberikan pertolongan, melainkan lari mendjauhi rumah jang
tengah hebat dimakan api itu.
Djusteru pada waktu itu, seseorang jang berpakaian sebagai
piauw-soe jang rupa2nja baru kembali dari mengantarkan piau,
telah bersampokan dengan kedua orang jang tadi ber-teriak2.
Orang tersebut, Lie Kie Pok namanja setelah mendengar teriakan
kedua orang itu, tjepat2 menanjakan rumah siapakah jang
terbakar" "Rumah Soen Liok Hok. Tjepat2lah! Tolonglah mereka bertiga
saudara jang sekarang masih berada diatas loteng!" kedua orang
itu memberikan keterangan sambil terus ber-lari2.
Mendengar keterangan ini, Lie Kie Pok, orang berpakaian piawsoe tadi, mendjadi sangat kaget, kaget ia karena Soen Liok Hok
adalah kawan karibnja, dan disamping itu iapun mendjadi
mendongkol akan sikap kedua orang itu. Iapun lalu ber-teriak2
memanggil kedua orang tersebut.
"Hai kawan! Mengapa kalian tidak memberikan bantuan
memadamkan api?" "Djangan salah paham saudara! Api berkobar sangat besar, kami
hendak memanggil kawan2," salah satu dari antara kedua orang
itu memberikan djawabannja, agak gugup dia.
"Haraplah Thio Toa-ko menantikan sadja disana," menambahkan
kawannja. Mendapat panggilan 'Thio Toa-ko' ini Kie Pok mendjadi
tertjengang, namun sesaat kemudian karena mengira orang itu
salat lihat, sebab pada waktu itu mereka bertiga djusteru
berhadapan ditempat gelap, serta mengingat ia perlu lekas2
memberikan pertolongan memadamkan api, Lie Kie Pok pun tidak
berani menegur kedua orang itu. Maka tanpa bersangsi lagi,
lekas2 ia mendjawab 'Baik' dan tjepat2 ber-lari2 ketempat dimana
tertampak api sedang berkobar hebat.
Setibanja ia melihat diatas loteng dari rumah jang sedang hebat
dimakan api benar2 tertampak dua orang perempuan jang tengah
ber-teriak2 minta pertolongan pada orang banjak jang banjak
berdiri ber-kelompok2 didepan rumah tersebut.
Tapi orang itu bukannja mereka tjoba memberikan pertolongan,
melainkan tjuma ber-teriak2 sadja.
"Hajo, tolongi mereka! Tolongi mereka! Aduh! Api sudah mendjilat2 semakin dekat!"
Kelakukan mereka itu membuat Lie Kie Pok mendjadi
mendongkol. Djengkel ia melihat mereka tjuma ber-teriak2 sadja,
menontoni kedua orang perempuan jang sedang terantjam
bahaja maut. Lie Kie Pok tjepat2 mendesak madju diantara orang
banjak, serta tanpa banjak bitjara lagi segera menggunakan tipu
Peng Pok Djie Siau atau Garuda Terbang Kekedua Lapis Langit,
melajang keatas lankan dari loteng tersebut. Sebagian besar dari
lankan itu sudah habis dimakan api. Dari tempat itu dengan
melompati api jang tengah hebat ber-kobar2 iapun dapat
mendekati pada kedua orang perempuan jang sudah ketakutan
setengah mati. Kedua orang perempuan itu mendjadi kegirangan
ketika melihat ada orang mendatangi.
Lie Kie Pok tanpa menghiraukan akan adat istiadat jang melarang
dua orang laki, perempuan bersentuhan sebelum kawin, iapun
segera segera memanggul kedua orang perempuan itu, akan
kemudian lekas2 dibawa lompat menuruni loteng dengan
menggunakan Oh Tiap Tjoen Hoa.
Barulah setelah orang banjak jang berada dibawah loteng melihat
Kie Pok sudah berhasil menolongi kedua perempuan itu, segera
mereka pun ber-lomba2 berbondongan datang membantui si
Piauw-soe untuk menjadarkan kedua perempuan malang itu jang
tiba2 pingsan karena kegirangan.
"Diatas masih ada beberapa orang lagi jang harus ditolong, harap
tuan2 sudi mendjaga kedua orang ini," kata Kie Pok sambil
membalikkan badan akan kembali lompat melajang keatas loteng.
Teringat ia akan kawannja Soen Lio Hok, kawannja itu.
Namun walaupun hingga beberapa lama ia mentjari kawannja itu.
Hasilnja sia-sia sadja. Ia tidak menemukan seorangpun jang perlu
ditolong, sedang api telah berkobar disana-sini membakar apa
sadja jang digulungnja dan telah membakar habis tangga loteng
jang kemudian hampir menerus kepertengahan rumah.
"Ha! Sungguh Tjilaka sekali!" achir2nja ia mengelah napas.
"Ternjata takdir telah mengharuskan Lio Hok harus binasa
dibawahnja keganasan api."
Setelah berseorang diri ia berkata demikian, karena masih
penasaran, lalu iapun menolak pintu kamar loteng tersebut jang
sudah hampir separuhnja dimakan api. Tapi dikamar itu ia djuga
tiada dapat menemukan orang barang sepotongpun jang harus
ditolong, ketjuali majatnja seorang budjang wanita jang telah
hangus akibat keganasannja sidjago merah.
Kemudian, karena berpikir tiada faedahnja untuk berdiam lama2
ditempat itu, terutama karena kumis, djenggot dan pakaiannja
sudah ada jang hangus terbakar, maka dengan melompati api
dan menerobos diantara asap jang tengah hebat mengulek serta
ber-gulung2 iapun turun kebawah.
Waktu itu, ketika baru sadja sepasang kakinja sampai dimuka
bumi, mendadak ia melihat dua orang laki2 setengah tua madju
menghampiri sambil mengutjapkan terima kasih pada Kie Pok
jang telah berhasil menolongi kedua djiwa ibu dan anak.
Sementara Kie Pok sendiri jang siang2 telah mengetahui kalau
kedua orang laki2 setengah tua itu bukan lain adalah familinja
kedua ibu dan anak jang malang itu, lalu membungkukkan
badannja sambil membalas hormat :
"Untuk urusan ini tidak perlu kedua Lohoe utjapkan terima kasih,"
kata Kie Pok merendahkan diri. "Karena sudahlah mendjadi
kewadjibannja setiap manusia untuk menolong sesamanja. Tjuma
jang harus disajangkan, adalah Liok Hok Hian-tit jang harus
menerima kematiannja dengan tjara demikian menjedihkan. Jah
dia mati tanpa dapat diketahui dimana djasadnja..."
"He, aneh! Apakah tuan Lie tidak mengetahui kalau Liok Hok
telah pergi ke Hoo-lam pada achir2 ini?" tanja satu diantara kedua
orang setengah tua itu. Lie Kie Pok gelengkan kepalanja sambil djawabnja : "Tidak!
Apakah jang telah terdjadi sebenarnja?"
Kedua orang setengah tua tersebut jang ternjata masing2
bernama Kioe Seng Houw dan Kioe Boen kemudian
memberitahukan pada Kie Pok bahwa sedjak beberapa hari jang
lalu hingga sekarang Soen Liok Hok belum kembali dari
kepergiannja ke Hoo-lam, hingga dengan demikian djiwa Liok
Hok tidak kurang suatu apa, melainkan engko Piauw-nja sadja
jang djusteru baru datang dari San-see telah mendapat
kebinasaan menggantikan Soen Liok Hok, adiknja jang masih
berada di Sioe-tjioe. Hingga membuat Lie Kie Pok setelah
mendengar keterangan tersebut mendjadi agak terhibur dan
djuga kaget, sampai beberapa saat lamanja barulah ia dapat berkata2 : "Kalau begitu sukurlah, namun tolong sampaikan djuga
hormat terachir saja kepada jang bertjelaka."
"Dan kepada kedua Dji-wie, oleh karena saja baru kembali dari
utara, maka saja tidak mengetahui kalau Liok Hok Hian-tit
sebenarnja tidak berada dirumah, saja mohon diberi maaf."
Kemudian sesudah api telah dapat dipadamkan, dan orang2 jang
mengalami ketjelakaan telah diangkut kerumah familinja jang
bersangkutan untuk berobat, barulah Kie Pok minta diri kepada
semua orang untuk balik pulang kerumahnja.
Untuk mengetahui siapa sebenarnja orang jang telah berhasil
menolong orang dari bahaja ketambus api jang djuga kita sudah
mengetahui kalau ia bernama Lie Kie Pok maka baiklah kita
meneropong kembali dan mundur sedikit.
Ternjata memang ia adalah seorang Piauw-soe, seperti kita
mengetahui dari pakaiannja jang ia pakai pada waktu terdjadinja
kebakaran dirumah seorang sahabatnja. Ia adalah seorang jang
berasal dari Hok-kian jang kini menetap di Sioe-tjioe. Karena ia
kelahiran Hok-kian maka tidak heran kalau ia mengerti ilmu silat
Siauw-lim jang hebat sekali. Sedang namanja sudah dapat
menggetarkan seluruh dunia Kang-ouw terutama dikalangan
Piauw-soe. Oleh karena dalam hidupnja ia selalu bersendjatakan
sebatang golok besar, maka iapun memperoleh gelaran Song-to,
si golok besar. Pada waktu ia mentjapai usia 23 tahun, karena tertarik akan
ketjantikannja puteri seorang hartawan kaja dan karena sang
wanita djuga menjukainja. Iapun lalu bersama dengan perempuan
itu jang ternjata bernama Song Boen Nio, memasuki djendjang
perkawinan. Setelah dua tahun memasuki pintu perkawinan mereka
berduapun oleh Tuhan jang maha adil dan kuasa kemudian
dikurniai seorang putera jang mereka beri nama Lie Siang Tjoe.
Sepuluh tahun kemudian setelah lahirnja Lie Siang Tjoe, putera
mereka, mereka bertiga pun kemudian pindah ke Sioe-tjioe dari
Hok-kian kota kelahiran mereka.
Di Sioe-tjioe Song-to Lie Kie Pok melandjuti hidupnja sebagai
Piauw-soe pengantar barang, dan sampai mentjapai usia 40
tahun dalam usahanja itu ia belum pernah mendapat kegagalan
dan tandingan. Sedangkan puteranja Siang Tjoe telah tumbuh
mendjadi seorang anak jang tjakap serta bertabiat djudjur,
tjerdas, dan djuga sebagai anak, ia sangat berbakti kepada kedua
orang tuanja. Hingga hal mana membuat Kie Pok, suami isteri
mendjadi semakin menjajangi anak tunggal itu. Disamping
pekerdjaan Piauw-kioknja, iapun mendidik anaknja itu sedjak dari
usia enam tahun pendidikan ilmu silat. Hingga dalam mentjapai
usia 15 tahun itu, anak itu telah mewarisi tudjuh bagian dari
kepandaiannja. Sedang Song-to Lie Kie Pok sendiri karena ia
telah mendjadi seorang Piauw-soe dari banjak tahun, maka
tidaklah mengherankan kalau namanja semakin hari, semakin
membubung tinggi, baik dikalangan Kang-ouw maupun
dikalangan Piauw-soe. Namun disamping itu banjak djuga jang
mendendam kepada dirinja.
Pada suatu hari, diwaktu hari mendjelang sore, tatkala Kie Pok
baharu kembali dari mengantarkan Piauw diutara, setiba dikota
Kee-hin dimana tinggal seorang sahabatnja jang bernama Soen
Liok Hok, disebelah barat kota, ia melihat asap api kebakaran
jang mengulek tinggi dengan disertai lelatu api jang berhamburan
kesana kemari. Ia mendjadi terkedjut karena djurusan itu, adalah
tempat dimana kawannja tinggal. Dengan segera tjepat2 iapun
ber-lari2 memburu ketempat tersebut untuk memberikan
pertolongan. Hingga achirnja kedjadian ia bersampokan dengan
kedua orang jang telah salah memanggil ia dengan panggilan
Thio Toa-ko, dan kemudian seperti kita sudah mengetahui Kie
Pok telah berhasil menjelamatkan orang dari bahaja ketambus
api. Sekarang marilah kita kembali mengikuti sepak terdjang Kie Pok
selanjut. Ia sesampainja dirumah, sesudah menjalin pakaian dan
menaburkan obat bubuk keluaran Siauw-lim dikaki-tangannja
serta tubuhnja jang melepuh akibat terbakar, lalu iapun tuturkan
peristiwa jang ia telah alamkan barusan dihadapan anak-isterinja
hingga membuat kedua anak dan ibu tersebut mendjadi kagum
akan kerelaannja suami atau ajah tersebut dan bersedih akan
kemalangan jang telah menimpah keluarga Soen itu. Haripun
berdjalan pesat, tanpa terasa tiga puluh hari berlalu sudah sedjak
peristiwa ia memberikan pertolongan pada kawannja, Soen Liok
Hok. Ketika itu didaerah pegunungan Pat Kong San banjak
terdapat serigala jang atjapkali mengganggu pada orang2 jang
kebetulan lewat disitu, oleh karena itu guna kebaikannja orang
banjak Song-to Lie Kie Pok lalu pergi kegunung tersebut,
membasmi bersih seluruh kawanan binatang buas itu, hingga
selandjutnja, orang2 jang melalui gunung itu tidak lagi mendapat
gangguan2. Kemudian atas permintaan jang sangat dari ber-bagai2
perkumpulan anak muda jang mengagumi akan keliehajannja Lie
Kie Pok, karena tiada alasan untuk menolak, iapun lalu disamping
Kie Pok Piauw-kiok membuka Kie Pok Boe-koan. Dan ketika
warta itu telah tersiar luas jang kemudian setelah dapat didengar
oleh pemuda2 dari lain kota, segera mereka pun meninggalkan
kota kelahiran mereka itu menudju ke Sioe-tjioe jang kemudian
didjadikan tempat tinggal mereka dan memasuki Kie Pok Boe-
koan untuk kemudian dibawah asuhan Song-to Lie Kie Pok
mereka mempeladjari ilmu silat Siauw-lim. Hingga belum
berselang beberapa bulan, Song-to Lie Kie Pok dengan nama Kie
Pok Boe-koan telah mendjadi semakin terkenal dari Sioe-tjioe
sampai didelapan Propinsi jang berdampingan dengan Propinsi
An-hwie dan Sioe-Tjioe. Harus diketahui bahwa nama Kie Pok Boe-koan mendjadi
terkenal oleh karena ia adalah seorang jang manis budi
pekertinja. Dalam memberikan peladjarannja ia tidak memandang
bulu, dan tidak pernah mem-beda2kan, baik orang itu dari
tingkatan tinggi atau rendah. Maupun orang jang beladjar padanja
itu asli orang Sioe-tjioe atau bukan. Malah dalam memberikan
peladjarannja diberikan kepada siapa sadja jang sanggup
mengikutinja. Ketjuali... tjuma ada ketjualinja, inilah tjatjad
satu2nja... Diantara semua kepandaiannja jang dimiliki itu, ia
masih memiliki suatu kepandaian simpanan. Kepandaian inilah
jang membuat namanja sangat terkenal sebagai seorang djago
jang tak pernah terkalahkan...
Ilmu simpanan itu, hebat luar biasa, serta dengan kepandaian
simpanan ini, ia pernah bersumpah dihadapan gurunja, bahwa
ketjuali kepada puteranja jang boleh tjuma dituruni lima belas
djurus (djadi tidak semua), ia tidak akan menurunkan ilmu
tersebut kepada siapa djuga. Serta pernah ia dengan
menggunakan ilmu simpanan ini, pada dua puluh tahun jang lalu
berhasil membinasakan tiga orang Loo-tjian-pwee dari Tjeng
Hong Paj. Ilmu simpanan ini, jang sederhana gerakannja, serta tjuma terdiri
dari delapanbelas djurus, aslinja sebenarnja bernama Tjap Pel Lo
Hoan Ong. Tapi sebab dalam hidupnja ia selalu menggunakan
sebuah golok besar, maka nama itu kemudian dirubahnja
mendjadi Tjap Peh Lo Hoan To, atau delapan belas djurus ilmu
golok. Demikianlah, walaupun pada murid2nja jang paling disajang, tak
terketjuali ilmu simpanan tersebut tidak diturunkannja. Benar2
harus disajangkan hingga di Sioe-tjioe itu, selain ia sendiri dan
puteranja Lie Siang Tjoe, jang tjuma mengerti limabelas djurus
sadja tidak akan lagi terdapat orang ketiga jang memahami akan


Ilmu Silat Pengejar Angin Karya Siasa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

djurus2 Tjap Peh Lo Hoan To, hingga mereka tjuma dapat
mendengar (tidak melihat), bahwa Lie Kie Pok menurut kabar
angin memiliki sematjam ilmu golok jang hebat luar biasa jang
disebut Tjap Peh Lo Hoan To.
Demikianlah karena hal2 ini, dibelakang dari Song-to Lie Kie Pok
akan mengalami suatu peristiwa jang akan menggemparkan
seluruh dunia persilatan.
Pada suatu hari disebabkan ia harus pergi kedaerah barat
mengirimkan barang2 Piauw, maka iapun lalu ber-siap2. Namun
tiba2 entah disebabkan penjakit apa, ia tidak dapat berdjalan.
Hingga terpaksa tugas itu ia wakilkan kepada puteranja jang
kemudian pada hari itu djuga lantas berangkat. Sedang ia sendiri
lantas memanggil seorang tabib.
Dua hari kemudian, karena ia belum sembuh benar dari sakitnja,
iapun mengutus Beng Soe Hoo salah seorang muridnja jang
paling ia sajang dan pertjajai, untuk menjelesaikan suatu urusan
jang sangat penting. Beng Soe Hoo jang ditugaskan oleh gurunja itu, setelah
menjelesaikan tugasnja, iapun lalu mampir disuatu rumah makan,
diluar kota Sioe-tjioe untuk menangsal perut jang sudah
berkerujukan meminta makan. Dan kemudian baru akan
melandjutkan perdjalanannja pulang ke Sioe-tjioe.
Sementara Beng Soe Hoo karena ia sudah seringkali bersantap
dirumah makan itu apabila ia dalam perdjalanan pulang ke Sioetjioe, maka tidak heran kalau ia sudah kenal baik pemiliknja
rumah makan tersebut, siapapun mengetahui kalau Beng Soe
Hoo itu adalah salah seorang muridnja Song-to Lie Kie Pok jang
namanja sangat tenar dan dimalui. Karenanja, setelah pemilik
rumah makan itu mengetahui kalau tamu jang baru datang itu
adalah Soe Hoo dari Sioe-tjioe, lekas2 iapun keluar menjambut
sendiri akan kemudian mempersilahkan pemuda itu untuk masuk
dengan kelakuan jang sangat hormat.
"Sudah lama baru dapat melihat lagi, apakah selama ini Beng-ja
tidak kurang suatu apa?" tanja pemilik rumah makan itu memanis2kan muka, jang kemudian dibalas djuga dengan hormat
oleh Beng Soe Hoo dan djuga menanjakan kesehatan pemilik
rumah makan itu. Djusteru itu, seorang pemuda lain jang djuga sedang bersantap
dirumah makan itu, lalu mengangkat kepalanja memandangi
seluruh anggota tubuh Beng Soe Hoo, dan achirnja ketika pemilik
rumah makan itu menghampiri padanja, iapun menanjakan
siapakah pemuda jang ia sangat hormat itu.
Pemilik rumah makan itu lalu menerangkan, kalau pemuda jang
baru datang itu adalah salah seorang anak muridnja Song-to Lie
Kie Pok jang bernama Beng Soe Hoo.
Dengan keterangan ini kelihatannja pemuda itu kegirangan.
"Ah, sungguh kebetulan sekali! Sudah lama memangnja aku
sedang mentjari untuk dapat berguru pada Lie Kauw-soe.
Sungguh kebenaran sekali kalau sekarang aku dapat bertemu
dengan salah seorang muridnja. Hingga demikian aku boleh
minta pertolongannja agar dapat menghadap pada Lie Kauwsoe," demikian pemuda itu seorang diri ber-kata2.
"Tjuma apakah tuan sudi memperkenalkan saja dengan Beng
Toa-ko itu?" bertanja pemuda itu pada si pemilik rumah makan.
Sementara itu Beng Soe Hoo jang siang2 telah mendengar
pembitjaraan kedua orang orang itu, lalu berbangkit dari tempat
duduknja akan kemudian menghampiri pemuda tersebut.
Dengan hormat iapun lalu menanjakan maksud, she dan nama
pemuda itu. Pemuda tersebut ketika melihat kelakuan Beng Soe Hoo
sedemikian manis budi dan sopan, maka tjepat2 iapun angkat
kedua tangannja akan kemudian membalas hormat orang,
katanja : "Siauw-tee berasal dari Hoo-lam, nama Boen Kauw she Lian.
Sudah lama memangnja Siauw-tee mengagumi gurumu, dan
sudah lama sekali Siauw-tee mengingini untuk dapat berguru
kepadanja, namun sampai sekarang, maksud Saiuw-tee ini belum
djuga kesampaian, maka kebetulan sekali hari ini, kita disini dapat
bertemu satu dengan lain, dan apabila Toa-ko tidak berkeberatan
maka aku mohon pertolongan Toa-ko untuk antar aku bertemu
pada Lie Kauw-soe, dan sudi djuga djadi orang perantara agar
aku dapat diterima mendjadi muridnja. Untuk kesediaan Toa-ko
nanti sebelumnja aku mengutjapkan banjak2 terima kasih.
Beng Soe Hoo jang memangnja djuteru hendak kembali ke Sioetjioe dengan segera iapun meluluskan permintaan pemuda Hoolam itu jang mengaku bernama Lian Boen Kauw.
Demikianlah setelah selesai bersantap akan kemudian
membajarnja, ber-sama2 mereka pun berpamitan dengan pemilik
rumah makan dan terus tjemplak kudanja masing2 untuk lantas
dimeratkan ke Sioe-tjioe.
Setiga dikota tudjuannja, Soe Hoo segera membawa Boen Kauw
menghadap pada gurunja, Song-to Lie Kie Pok, dengan siapa
murid itu menerangkan maksud kedatangan pemuda dari Hoolam itu.
Song-to Lie Kie Pok si golok besar, jang ketika itu sudah sembuh
dari sakitnja, setelah mendengar penuturan muridnja itu, lantas
tertawa ber-gelak2 sambil kemudian berkata kepada Boen Kauw
si pemuda dari Hoo-lam. "Loo-hoe disini sebenarnja tjuma
mempunjai nama kosong, maka keliru sekali kalau Lian-heng
mengira kalau aku memiliki kepandaian jang demikian tinggi
seperti jang Lian-heng duga. Karena itu aku kuatirkan kalau nanti
dibelakang hari Lian-heng mendjadi menjesal apabila berguru
pada Loo-hoe sekarang, maka menurut pendapatku sebaiknjalah
kalau saudara mentjari sadja guru lain jang benar2 memiliki ilmu
tinggi." Demikianlah Song-to Lie Kie Pok dengan merendahkan diri iapun
setjara halus menolak permintaan si pemuda jang mengaku
bernama Lian Boen Kauw. Tapi, karena pemuda dari Hoo-lam itu meminta dengan sangat,
terutama Soe Hoo membantu permohonan pemuda itu, achirnja
Kie Pok karena tidak mempunjai alasan lain lagi, apa boleh buat
telah meluluskan djuga. Sementara pemuda itu setelah mendengar permohonannja
diluluskan, lalu iapun menghaturkan terima kasih. Lalu iapun
memohon diri, untuk kemudian lekas2 pergi membeli hio dan lilin,
guna melakukan sembahjang pada langit dan bumi, bersumpah
bahwa ia telah mengangkat guru kepada Lie Kie Pok.
Kemudian barulah ia pergi menemukan lain2 pemuda jang
sekarang telah mendjadi Soe-heng2nja. Demikianlah sedjak hari
itu, Lian Boen Kauw telah mendjadi salah seorang murid dari Kie
Pok Boe-koan dimana ber-sama2 dengan lebih kurang tiga puluh
pemuda2 lain beladjar silat dibawah pimpinannja Lie Kie Pok.
Haripun berdjalan dengan pesatnja, hingga tanpa terasa sebulan
telah berlalu sedjak masuknja Lian Boen Kauw keperguruan Kie
Pok boe-koan... Ternjata Lian Boen Kauw jang walaupun telah mentjapai usia 29
tahun, ia sangat radjin dan memiliki ketjerdasan otak jang luar
biasa. Lebih2 lagi karena sebelumnja memasuki Kie Pok Boe-
koan menurut katanja ia sudah mengerti 'sedikit2' ilmu silat.
Demikianlah walaupun merupakan 'anak baru', ia telah berhasil
mengalahkan semua Soe-heng2nja. Jang telah lebih dahulu
beladjar. Disamping itu djuga ia sangat menaruh perhatian pada
Lie Kie Pok, gurunja. Ia djuga pandai bergaul dengan kawan2 seperguruannja serta
belum pernah meng-agul2kan kepandaiannja hingga ia sangat
disukai Soe-heng2nja. Namun walaupun demikian, sikap Lie Kie Pok terhadap Lian
Boen Kauw ini sangat dingin, dingin bagaikan es, hingga
membuat Beng Soe Hoo jang menjadari akan sikap dingin
gurunja kepada Lian Boen Kauw itu, mendjadi tidak habis pikir.
Sering2 ia tjoba menanjakan akan sikap gandjil gurunja ini.
Namun ia tjuma memperoleh djawaban jang berupa senjuman
sadja tanpa mau menerangkan akan sebab2nja.
Sedangkan dilain pihak Lian Boen Kauw jang mendapat
perlakuan sedemikian rupa, bukan sadja ia mendjadi gusar atau
sakit hati, malah sebaliknja ia mendjadi semakin radjin, dan
sikapnja terhadap gurunja semakin mendjadi menghormat. Serta
apabila ia sedang kebenaran keluar rumah, atjap kali ia membeli
arak jang baik atau barang makanan jang lezat untuk dihaturkan
kepada gurunja Lie Kie Pok.
Tapi Song-to Lie Kie Pok jang mendapat perlakuan demikian
rupa, samak sekali tidak memperdulikannja dan sama sekali tidak
merubah sikapnja. Sementara itu, perhubungan antara Lian Boen Kauw dan Soe
Hoo semakin hari semakin rapat. Mereka mendjadi sahabat jang
sangat karib, karena setiap Boen Kauw melihat tjara bersilatnja
Soe Hoo ada salah tidak menuruti betul tjara2 seperti jang
diadjarkan oleh guru mereka, iapun dengan segera
menundjukkan kesalahan2nja.
Pada suatu hari, ketika mereka kebetulan tengah membitjarakan
perihal ilmu jang baru mereka peladjarkan, Lian Boen Kauw
bertanja kepada Soe Hoo : "Sudah lama aku dengar, bahwa Soehoe katanja masih memiliki suatu ilmu simpanan jang disebut
Tjap Peh Lo Hoan To, tjuma aku masih sangsikan, apakah kabar
ini benar atau tidak. Apakah Toa-hia djuga mengetahuinja?"
Mendapat pertanjaan ini Beng Soe Hoo jang memang sudah
mengetahui kalau gurunja itu masih mempunjai suatu ilmu jang
luar biasa dengan segera mendjawab pertanjaan orang :
"Jah memang. Aku djuga pernah dengar."
"Oh kalau begitu, bersediakah Toa-hia menanjakan Soe-hoe
tjara2nja Tjap Peh Lo Hoan To didjalankan" Sedang aku sendiri
tidak berani karena Soe-hoe selalu mentjurigai aku," kata pula sipemuda Hoo-lam sambil melirik.
Setelah mendengar permohonan ini, Beng Soe Hoo segera pun
menjanggupi tanpa menanjakan melit2 lagi. Sambil berbangkit
dari tempat duduknja lantas iapun hendak menanjakan soal ini
kepada gurunja, tapi Lian Boen Kauw lekas2 mentjegahnja sambil
berkata : "Sabar Toa-hia, djangan ter-gesa2. Sesungguhnjalah
Soe-hoe sangatlah mentjurigai aku, maka kalau kau menanjakan
hal itu setjara demikian tentulah iapun mengetahui kalau soal ini
berasal dari aku. Dengan demikian, sebaliknja ia mau
mendjelaskan kepadamu, pun maksud kita akan pertjuma sadja,"
sambil berkata demikian iapun segera mendekati mulutnja
kekuping Soe Hoo, sang kawan, ia ber-bisik2 : "maka menurut
pendapatku tjara jang paling baik, jang harus kita lakukan ialah,
per-tama2, ber-sama2 kita harus mengumpulkan sedikit uang
untuk pembeli arak dan sajuran jang baik, jang nanti kita sediakan
pada waktu Soe-hoe merajakan hari ulang tahunnja lusa. Dan
nanti kalau sudah tiba waktunja. Apabila Soe-hoe sudah dalam
keadaan sinting, kita pura2 minta kesediaannja untuk memainkan
ilmu jang hebat itu. Aku kira inilah djalan jang paling baik, aku
jakin tipu ini akan berhasil baik. Tjuma apakah Toa-hia suka
melakukannja atau tidak?"
"Tentu sadja, akan kulakukan," kata Soe Hoo tak dipikir pandjang
lagi. "Apabila hal ini ada baiknja bagi kawan2 jang lain." Tak
terpikir olehnja akan akibatnja.
Setelah bersepakat, mereka berduapun lalu pergi menemukan
kawan2 seperguruan mereka, akan kemudian pada kawan2nja
itu, mereka tjeritakan apa jang mereka nanti akan lakukan pada
hari ulang tahunnja guru mereka. Ternjata kawan2 itu merasa
tidak berkeberatan, karena mereka djuga ingin sekali melihat
permainan ilmu silat jang dirahasiakan itu. Tanpa terpikir oleh
mereka, kalau kawan mereka itu, Lian Boen Kauw mempunjai
maksud jang tertentu. Demikianlah dalam tempo tjuma setengah hari, mereka sudah
berhasil mengumpulkan sedjumlah uang. Sore itu djuga mereka
pun membeli barang2 jang diperlukan.
Tjepat sekali dua haripun telah berlalu, pada hari itu rumah
keluarga Lie telah ramai dengan sekalian murid2 Kie Pok Boekoan jang pada hari itu tengah merajakan hari ulang tahun. Hari
ulang tahun itu dirajakan setjara sederhana sadja, tidak diadakan
penjebaran surat undangan.
Sementara itu, diruangan tengah Lie Kie Pok jang melihat
murid2nja demikian menaruh perhatian kepadanja, ia mendjadi
sangat gembira. Ia tidak menjadari dan tidak pernah bermimpi
kalau sebenarnja ia tengah diperdajakan oleh murid jang ia
tjurigakan. Dia minum se-puas2nja.
Ketika itu, setelah pesta makan minum itu telah berdjalan
beberapa lama, tibalah saat jang di-tunggu2. Demikianlah Lie Kie
Pok jang kini sudah mendjadi sinting karena terlampau banjak
menenggak air kata2, berada di-tengah2, dikelilingi oleh sekalian
murid2nja. Sementara itu Lian Boen Kauw jang duduknja ditempat terdepan,
setelah melihat saatnja sudah tiba, lalu mengedipkan matanja
mengisjaratkan pada Beng Soe Hoo untuk segera mendjalankan
tipu muslihatnja. Dengan segera Beng Soe Hoo madju kemuka
menghampiri gurunja, sambil berlutut iapun berkata : "Kami
semua sebenarnja, kalau bukan pada hari lahir Soe-hoe ini, tidak
akan berani mengadjukan permintaan ini.." hatinja berdebaran
keras. "....tapi karena sebagaimana Tee-tjoe telah katakan tadi, hari ini
adalah hari baik bulan baik. Maka kami mohon agar Soe-hoe
tidak berkeberatan untuk mempertundjukkan... mempertun...."
"Mempertundjukkan apakah"!" membentak Kie Pok jang benar2
telah sinting. "... anu... tidak berkeberatan untuk mempertundjukkan suatu ilmu
jang selama ini belum Soe-hoe turunkan pada Tee-tjoe semua,
seperti Tiap... Tjap..."
"Ha! ha! ha! sudah, sudah... aku djuga sudah menebaknja,"
demikianlah, akibat hebat bekerdjanja ratjun alkohol. Lie Kie Pok
telah mendjadi lupa daratan. Lupa kalau sebenarnja ia adalah
seorang guru silat jang kenamaan, jang sebenarnja
berkewadjiban menasehatkan murid2nja untuk mendjauhi segala
minuman2 keras. "Bukankah itu Tjap Peh Lo Hoan To?" ia menegasi.
Melihat tingkah laku sang guru jang benar2 sudah lupa daratan,
dan dari gerakannja seperti orang jang hendak bersilat
merekapun mendjadi kegirangan sekali. Terutama pemuda jang
mengaku bernama Lian Boen Kauw, telah memasang mata
benar2. "Memanglah benar, kalau orang2 banjak mengatakan, bahwa
pada djaman ini, Tjap Peh Lo Hoan To telah lenjap dari muka
bumi. Karena, meski ilmu ini aku pahami sekarang, kalau
dibandingkan dengan jang pertama kali disiarkan oleh Tat Mo
Sian Soe sendiri, boleh dikatakan ilmu silat Lo Hoan Koen jang
sekarang, baik pun mengenai keliehajannja ataupun
keindahannja masih kalah djauh." Demikianlah dibawah pengaruh
arak, Song-to Lie Kie Pok mulai pembitjaraannja.
"Tapi, walaupun benar ilmu silat Lo Hoan Koen jang dulu dan
sekarang terpaut sangat jauh, toh orang tidak boleh memandang
ringan pada ilmu jang ada padaku sekarang ini, terutama karena
Lo Hoan Koen ini merupakan pokok dari tjabang Siauw-lim."
Setelah ber-kata2 itu, kemudian iapun mengeringkan empat
tjangkir arak, hingga benar2 ia sudah dibawah pengaruh air
kata2. "Kalau demikian, ternjata anggapan2 orang jang mengatakan
kalau Lo Hoan Koen jang sekarang hanja tinggal kulitnja sadja,
tidak benar?" njelutuk Lian Boen Kauw jang melihat tipunja telah
hampir berhasil.

Ilmu Silat Pengejar Angin Karya Siasa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tjuma kami semuanja belum pernah melihat bagaimanakah
sebenarnja djalan2nja ilmu pukulan jang demikian tersohor itu"
Maka apabila Soe-hoe tidak berkeberatan, sudikah Soe-hoe
perlihatkan sedikit pada murid sekalian?"
Sementara Song-to Lie Kie Pok jang telah kena dipengaruhi oleh
air kata2, tanpa berpikir pandjang lagi segera berkata sambil
tertawa : "Oh, djadi kalian ingin mengetahuinja" Baik, baik untuk
menambahkan pengertian kalian, aku akan perlihatkan pada
kalian kedelapan belas djalan ilmu tersebut. Tjuma, tjuma..."
"Tjuma apa Soe-hoe," tanja sekalian murid2nja jang berada
disekelilingnnja dengan hati ber-debar2.
"Tjuma sajang puteraku tiada ada bersama kalian, hingga ia tidak
dapat menjaksikan ketiga djurus jang terachir jang belum aku
terangkan padanja," ia pun tjelingukan.
"Hei! Siang Tjoe! Siang Tjoe!" demikianlah karena pengaruh air
kata2 jang bekerdja hebat, ia mendjadi semakin lupa daratan. Ia
lupa kalau puteranja itu tengah mewakilkan ia mengantarkan
Piauw kedaerah barat sedjak dua bulan jang lalu...
"Hai! Murid2ku sekalian! Apakah puteraku belum kembali?" ia
ber-teriak2. "Belum Soe-hoe, puteramu belum kembali," sekalian murid2nja
menerangkan. "Tapi Soe-hoe, toh jang tiga djurus itu boleh diterangkan sadja
nanti kalau ia sudah pulang!" njelutuk Boen Kauw jang sudah
tidak sabar. "Jah, baik, baik. Perhatikanlah!"
Setelah berkata demikian, Song-to Lie Kie Pok segera
menanggalkan badju luarnja akan terus tanpa menjadari mara
bahaja jang akan mengantjam dirinja nanti, lantas menggerakkan
tangannja, bersilat menuruti djurus2 Tjap Peh Lo Hoan To.
Sungguh Tjap Peh Lo Hoan To itu bukanlah nama kosong belaka,
ilmu ini jang walaupun tjuma terdiri dari delapan belas djurus
sadja tapi mempunjai banjak pertjabangan.
Sederhana sadja gerakan2nja, tidak sulit untuk dipahami, tjuma
dibalik itu, dibalik gerakan2 jang tampaknja sederhana itu
tersembunji suatu tenaga jang luar biasa serta banjak
pertjabangan2nja. Dan jang mejakinkannja harus memiliki
kegesitan tubuh jang se-gesit2nja. Demikianlah di-tengah2
ruangan itu dalam keadaan lupa daratan Song-to Lie Kie Pok
telah memperlihatkan Tjap Peh Lo Hoan To jang menurut
sumpahnja tidak boleh sembarangan dipertundjukkan.
Sekalian murid2nja mendjadi sangat kagum dan me-mudji2 akan
kehebatannja hingga Lie Kie Pok jang tengah mendjalankannja,
setelah mendengar dirinja di-pudji2 serta dikagumi oleh
murid2nja, segera iapun meneruskan ilmu tersebut dari awal
sampai achir tanpa satu djuruspun jang dilewatkan. Tengah
sekalian murid2 Kie Pok Boe-koan tenggelam dalam lautan
kekaguman, adalah tjuma Lian Boen Kauw si-pemuda dari Hoolam jang memiliki ketjerdasan otak luar biasa duduk mendjublek
memperhatikan benar2 setiap gerakan dari kedelapan belas
djurus Tjap Peh Lo Hoan To jang ketika itu didjalankan dengan
bertangan kosong. Diam2 Lian Boen Kauw mengutjap sukur, berseorang diri tanpa
mengeluarkan suara iapun ber-kata2: "Ajah, kau harus
menghaturkan terima kasihmu kepada Tuhan jang maha adil,
jang telah memberikan djalan kepada puteramu ini hingga dapat
benar2 memahami seluruh djurus2 dari Tjap Peh Lo Hoan To,
ilmu jang sangat kau takuti ini."
Sementara itu Lie Kie Pok setelah selesai mendjalankan seluruh
djurus2 ilmu silat simpanannja itu, segera iapun balik kembali
ketempat duduknja semula, dengan paras muka tidak berubah,
demikian djuga tanpa napas ter-sengal2.
Disaat itu djuga, Lian Boen Kauw lalu mengambil tiga tjawan
penuh berisi arak, dihaturkannja kepada gurunja, jang kemudian
dikeringkannja. Sampai hari sudah djauh malam, barulah makan minum itu
berachir. Untuk kekagetannja Song-to Lie Kie Pok, mendadak dihari
esoknja pagi2, Lian Boen Kauw, si-pemuda jang selama ini ia
tjurigakan, telah menghilang entah kemana. Dan setelah ditunggu2 sampai dua hari pemuda itu belum djuga kembali2
barulah Lie Kie Pok menjadari kalau sebenarnja ia sudah tertipu.
Tanpa terasa lagi iapun segera mem-banting2 kakinja sambil
kemudian menggebrak medja, mukanja djuga segera memerah
bahna menahan gusar : "Aku sudah kena tertipu! Aku tertipu!" ia
ber-teriak2 seperti seorang gila.
"Tapi siapakah sebenarnja pemuda itu?" iapun me-mikir2, mengingat2 akan bentuk wadjah orang. Sungguh harus dikasihani
orang tua itu, sudah tentu ia tidak dapat mengetahui dan tidak
dapat mengingat siapa sebenarnja pemuda itu. Ia tentu tidak
mengetahui kalau sebenarnja pemuda itu adalah putera salah
seorang dari ketiga Tjian-pwee jang pada kira2 dua puluh tahun
jang lalu ia hantjur binasakan.
Achirnja karena benar2 tidak dapat memetjahkannja, iapun
segera ber-teriak2 memanggil seorang pegawai, jang disuruh
mentjari Beng Soe Hoo. Saat kemudian setelah Soe Hoo sudah
menghadap iapun segera mendamprat habis2an.
"Hm! Bagus betul perbuatanmu,mengapa kau bawa2 badjingan
itu?" ia tumpahkan segala kemarahannja atas diri murid jang ia
sajangi itu. "Setelah ia berani loloh aku sampai mabuk. Ia berani djuga tjuri
kedelapan belas djurus ilmu simpananku, sekarang dengan enak
sadja kau biarkan ia pergi dari sini?"
"Ah, bagaimana mentjurinja Soe-hoe?" tanja Soe Hoo jang
mendjadi ter-heran2 ketika mendengar Soe-hoe-nja mengatakan
demikian. "Ha! Sungguh goblok! Sungguh tak mempunjai pikiran! Apakah
kau tidak mengetahui kalau badjingan itu mempunjai ketjerdasan
otak seratus kali lipat dari kamu?"
Mendapat tjatjian ini, barulah Beng Soe Hoo tersadar, baru ia
mengetahui kalau sebenarnja ia sudah ditipu oleh kawan jang ia
anggap saudara itu. "Dulu pun aku sudah hendak menolak permohonannja, tapi apa
mau, kau sudah membantu dia membudjuki aku untuk menerima
ia, sekarang sesudahnja terdjadi hal ini, apakah kau dapat
berdiam diri sadja" Kau harus tanggung akibatnja!"
Beng Soe Hoo ketika melihat gurunja telah mendjadi demikian
gusar kepadanja, lekas2 iapun berlutut dengan badan
bergemetaran. "Sebenarnja aku tidak pernah mengira, walau
bermimpi pun, kalau pemuda itu bukan manusia baik2. Karena
sebagaimana Soe-hoe sendiri tentu mengetahuinja, sekian lama
ia berdiam disini, belum pernah sekalipun ia berbuat sesuatu jang
mentjurigai, hingga selama ini Tee-tjoe benar2 pertjaja
kepadanja. Maka kalau sampai Soe-hoe mengalamkan kedjadian
jang tidak enak ini, ini memang adalah akibat dari ketjerobohan
Tee-tjoe jang telah berani lantjang2 memasuki ratjun itu ketempat
ini. Dan oleh karena itu Tee-tjoe bersedia menanggung segala
akibatnja. Tee-tjoe akan mentjari padanja sampai dapat, dan
kalau perlu, untuk menebus dosa Tee-tjoe, Tee-tjoe rela
mengorbankan djiwa Tee-tjoe."
Song-to Lie Kie Pok setelah mendengar penjesalan muridnja dan
djuga karena menimbang Beng Soe Hoo tidak dapat terlalu
disalahkan, segera iapun sambil mengelah napas berkata lagi :
"Jah sudahlah, sedjak ia baru pertama kali datang kemari djuga,
aku sudah mengira kalau badjingan itu bukanlah manusia baik2,"
orang tua itu mem-banting2 kakinja. "Tapi untuk dapat
membuktikan penglihatanku itu, maka apa boleh buat dia aku
terima. Tapi siapa njana, ternjata dugaanku itu sedikit djuga tidak
meleset." Dan sesudah ber-kata2 sampai disini, kedjengkelanja
nampaknja semakin ber-tambah2. Iapun ber-ulang2 mengelah
napas. Kembali otaknja dikerdjakan, namun ia belum dapat
memetjahkannja djuga, murid atau putera siapakah pemuda jang
mengaku bernama Lian Boen Kauw itu.
"Jah, apa mau dikata..." ia melandjuti. "Manusia punja bisa,
Tuhan-lah jang berkuasa. Memang takdir. Tanpa terelakkan dan
kusadari, aku telah melanggar sumpahku... huhh... huh... huh..."
demikianlah karena tak terkendalikan lagi, iapun sudah berlutut
menangis ter-sedu2. Sedang Beng Soe Hoo, tjuma mengawasi
sadja mendjublek. "Soe-hoe," dengan masih berlutut Song-to Lie Kie Pok mengisak2.
"Karena Tee-tjoe telah melanggar sumpahku, Tee-tjoe bersedia
untuk mendjalani hukuman apapun," demikian Song-to Lie Kie
Pok me-ratap2. Beng Soe Hoo ketika melihat kelakuan gurunja mendjadi
sedemikian rupa, tanpa terasa lagi iapun mendjadi sedih dan
achirnja ikut2an menangis meng-gerung2. Hingga membuat
ruang tempat beladjar silat itu, bukannja ramai dengan orang jang
beladjar silat, melainkan ramai dengan suara tangisan dari dua
orang itu, guru dan murid. Membuat semua orang jang berada
disitu, baik pegawai maupun semua murid2 dari Kie Pok boekoan mendjadi sibuk menghiburi kedua orang jang menangis itu.
Sampai disini kita tinggalkan dulu segala kesibukan2 jang tengah
dilakukan oleh seluruh anggota Kie Pok Boe-koan dalam
usahanja untuk menghiburi kedua guru dan murid itu.
Sekarang marilah kita mengikuti segala gerak-gerik jang
dilakukan si-pemuda dari Hoo-lam jang mengaku Lian Boen
Kauw itu. Dan sebelumnja haruslah kita mengetahui dulu siapa ia
sebenarnja. Seperti kita sudah mengetahuinja, bahwa pada kira2 dua puluh
tahun jang lalu, Song-to Lie Kie Pok pernah melakukan
pertempuran dengan tiga orang Tjian-pwee jang rata2 sudah
mentjapai usia lima puluh tahun. Harus diketahui, bahwa ketiga
Tjian-pwee itu sebenarnja adalah tiga ketua utama dari partai
Tjeng Hong Paj. Mereka bertiga sebenarnja memiliki kepandaian
tunggal jang luar biasa. Karena hasutan dari salah seorang murid mereka, mereka bertiga
kena dibakar, dan kedjadian kemudian mereka turun gunung
untuk mengukur tenaga dengan Song-to Lie Kie Pok. Ketika
Song-to Lie Kie Pok aru sadja empat bulan keluar dari rumah
perguruan di Siong-san, dan ia baru memasuki usia dua puluh
lebih. Namun ia adalah murid turunan langsung dari Beng Beng
Sian-soe ketua Siauw-lim Paj jang kepandaiannja luar biasa
hebat. Demikianlah dengan menggunakan tjuma delapan djurus sadja
dari Tjap Peh Lo Hoan To, ia telah berhasil menghantjurbinasakan ketiga Tjian-pwee itu.
Kedjadian ini sudah sangat lama berlalu, hingga Lie Kie Pok
sudah melupakannja, dan ia tidak menjadari kalau salah seorang
dari ketiga Tjian-pwee jang bernama Ong Go Lo-tjouw,
mempunjai seorang putera jang baru berusia 8 tahun. Dan anak
ini adalah jang sekarang kita kenal sebagai Lian Boen Kauw jang
sebenarnja bernama Ong Kauw Lian.
Ong Kauw Lian walaupun ketika itu baharu berusia delapan
tahun, tapi ia telah memiliki pikiran jang menjamai otak orang
dewasa. Demikianlah tahun itu djuga iapun pergi meninggalkan
kampung halamannja, mentjari orang jang telah membunuh
ajahnja. Setelah merantau selama dua tahun, ketika ia tengah
melakukan perdjalanannja ke Ouw-pak ia telah ditemukan oleh
Soe-tee kelima dari Ong Go Lo-tjouw, ajah Ong Kauw Lian, Kim
Bin Ho Lie An Hwie Tjian. Si-rase muka emas An Hwie Tjian
mengetahui kalau kepandaiannja masih kalah setingkat djika
dibandingkan dengan Soe-hengnja dan djuga ia memaklumi
kalau akibat dari kematian Soe-heng2nja itu adalah karena
ketjerobohan dari mereka sendiri, hingga benar2 dia tidak
berdaja. Djusteru pada suatu hari, ketika tengah melakukan perdjalannnja
ke Ouw-lam dan melalui Ouw-pak ia telah menemukan putera
Soe-hengnja itu. Anak itu kemudian dibawanja ke Tjeng Hong
San. Kepada putera Soe-hengnja itu, ketika anak ini telah mentjapai
usia 23 tahun, kepandaiannja telah seluruhnja diturunkan, baik
Gin-kang, Lwee-kang ataupun Gwa-kang. Kemudian ia pun
menerangkan bahwa jang telah membunuh ajahnja itu adalah
murid kepala dari Beng Beng Hoat-soe jang bernama Lie Kie Pok.
Ia menerangkan djuga bahwa kematian ajah dan kedua
pamannja itu, disebabkan kehebatannja Tjap Peh Lo Hoan To-nja
Song-to Lie Kie Pok. Laluia mengandjurkan djuga pada
keponakannja itu, untuk menguasai dulu kedelapan belas djurus
Tjap Peh Lo Hoan To kalau hendak mengalahkan Lie Kie Pok di
Sioe-tjioe. Demikianlah setjara kebenaran Ong Kauw Lian bertemu dengan
salah seorang muridnja Lie Kie Pok, jang bernama Beng Soe
Hoo. Kemudian dari Beng Soe Hoo ini dengan berlagak sebagai
seorang jang baru 'sedikit2' mengerti ilmu silat, ia berhasil
memasuki Kie Pok Boe-koan.
Ong Kauw Lian jang ketika memakai nama palsu Lian Boen Kauw
dengan sabar ia berusaha untuk dapat memiliki kedelapan belas
djurus tlht. Hingga kedjadian dengan menggunakan tipu muslihat
jang sudah disaringnja matang2 ia berhasil 'mentjuri' semua
djurus dari Tjap Peh Lo Hoan To tanpa sedjurus pun jang luput.
Seperti sudah kita mengetahui, setelah berhasil 'mentjuri' seluruh
djurus2 dari Tjap Peh Lo Hoan To keesokannja iapun telah
menghilang dari rumah perguruan Kie Pok Boe-koan. Dengan
segera iapun langsung pergi ke Tjeng Hong San untuk mejakini
selandjutnja kedelapan belas djurus dari Tjap Peh Lo Hoan To.
Ketika ia tiba, keadaan Tjeng Hong San sangat sunji karena pada
sepuluh hari jang lalu, untuk sedikitnja setengah tahun penghuni
dari gunung itu, jakni, Kim Bin Ho An Hwie Tjian sedang turun
gunung untuk mentjari bahan obat2an, bersama puterinja.
Demikianlah, berseorang diri sadja, sedjak hari itu Ong Kauw Lian
mejakini benar2 semua djuru2 Tjap Peh Lo Hoan To. Ia
mempunjai otak jang luar biasa tjerdasnja, serta mempunjai
pikiran jang benar2 terbuka, luas angan2nja ditambah pula, ia
telah memiliki sempurna ilmut silat Tjeng Hong Paj hingga dalam
tempo tjuma dua bulan dia telah berhasil merubah Tjap Peh Lo
Hoan To mendjadi Sha Tjap Lak Lo Hoan To, dan sebulan
kemudian Sha Tjap Lak Lo Hoan To telah dirubahnja sama sekali
dengan ditambahi djurus2 jang paling liehaj dari silat kaumnja
jakni, Tjeng Hong Paj. Ia telah berhasil menggubah suatu bentuk
ilmu silat pedang jang kemudian dinamainja Tjeng Hong Kiam
Hoat jang terdiri dari seratus delapan djalan. Dan... sungguh luar
biasa, kehebatan dari Tjeng Hong Kiam Hoat ini, seratus kali lipat
dari ilmu golok Tjap Peh Lo Hoan To.
Pada suatu hari, setelah empat bulan ia mejakinkan diri di Tjeng
Hong San, setelah puas ia mengulangi... mengulangi.. dan
mengulangi lagi seluruh djurus2 Tjeng Hong Kiam Hoat sampai
benar2 matang, diputuskanlah tanpa menantikan pamannja
pulang iapun segera menuruni gunung guna mewudjudkan
tjita2nja. Setelah melakukan perdjalanan dua hari dua malam, dengan
mempergunakan Gin-kangnja jang memangnja sudah sampai
dipuntjaknja kesempurnaan, achirnja sampailah ia di Sioe-tjoe,
kota dimana musuhnja jang pernah mendjadi gurunja tinggal.
Ketika itu, tengah ia berada dalam perdjalanannja jang menudju


Ilmu Silat Pengejar Angin Karya Siasa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kegedung Kie Pok Boe-koan di Sioe-tjioe, tiba2 dari sebelah
belakang ia merasakan beberapa benda jang memantjarkan
hawa dingin mengantjam dirinja dari tiga djurusan, jakni atas
tengah dan bawah, diiringi dengan suatu bentakan jang suaranja
telah ia kenal baik. Dengan segera iapun mengetahui kalau sendjata itu adalah
sendjata rahasia jang biasa digunakan oleh kebanjakan orang,
jakni Hoei-piauw atau Piauw terbang. Tjepat luar biasa iapun
membalikkan badannja menggunakan djurus Poan Liong Djiauw
Po atau naga bertindak dari partainja. Ia pun segera mengulur
lehernja menanggapi dengan gigitan giginja Piauw jang
mengantjam bagian perutnja. Sedang kedua belah tangannja,
kanan dan kiri menjambuti kedua Piauw jang mengarah bagian
atas dan bawah tubuhnja. Disini ia bertindak tidak tanggung, segera iapun dengan
menggunakan ketiga Piauw terbang tadi, Ong Kauw Lian
mempertundjukkan kepandaiannja, hingga membuat semua
orang jang menjaksikannja mendjadi kagum tiada terhingga.
Ong Kauw Lian dengan mempergunakan tenaga Lwee-kangnja,
ketiga sendjata Piauw tadi segera dilontarkan kembali
menghadjar orang jang tadi menjerangnja setjara menggelap.
Tenaga lontaran itu luar biasa hebatnja dan terbangnja
sedemikian tjepat hingga seratus kali lipat lebih tjepat dari ketiga
sendjata tadi mengantjam dirinja.
Orang jang membokong tadi, jang ternjata bukan lain dari Beng
Soe Hoo mendjadi sangat terkedjut sekali, dan sebelum sempat
ia berbuat apa2, tiba2 ia melihat suatu bajangan berkelebat
dihadapannja. Dan ketika ia membuka matanja ia melihat, orang
jang tadi ia serang setjara gelap telah berdiri dihadapannja sambil
tertawa ha ha hi hi, mengembalikan ketiga sendjata Piauw-nja,
sambil berkata : "Beng Toa-hia djanganlah berbuat demikian,
lupakah Toa-hia akan persaudaraan kita " Malah kau harus
bangga, mempunjai saudara jang memiliki kepandaian sangat
tinggi, tinggi sekali ha... ha ha..."
Entah tertawa ini, tawa mengedjek, entah girang, entah tawa apa
lagi, sungguh tidak dapat diraba. Ia tertawa terus, terus...
tertawanja sangat keras karena ia menggunakan tenaga Lwee-
kangnja hingga membuat orang2 jang berada disekelilingnja
mendjadi kepekakan. Tidak terketjuali Soe Hoo jang telah
mendjadi kesima benar2. Setelah puas Ong Kauw Lian tertawa, iapun segera menotok
djalan darah Taj Twie Hiat si-pemuda jang pernah menolongnja,
dibagian lambung. Kauw Lian menotok sedemikian rupa hingga ia
dapat membuat orang jang ditotoknja tak dapat berbuat apa2 dan
untuk sementara dapat berdjalan sebagai orang biasa tak kurang
suatu apa. Ia pun lalu membentak, memerintahkan supaja Beng Soe Hoo
lekas2 pulang sambil katanja : "Sampaikan pada gurumu bahwa
aku, putranja Ong Go Lo-tjouw sebentar malam akan
mengadakan kundjungan."
Setelah berkata demikian segera iapun pergi keselatan kota jang
tjepat sekali sudah menghilang diantara wuwungan2 rumah.
Sementara itu Beng Soe Hoo jang ditinggal seorang diri dibawah
pengaruh totokan Ong Kauw Lian, bagaikan ada jang menjuruh,
segera iapun menggerakkan kedua kakinja berdjalan. Tudjuannja
Kie Pok Boe-koan. Semua orang anggota Kie Pok Boe-koan mendjadi ter-heran2
ketika mereka melihat kelakuan Beng Soe Hoo jang seperti orang
jang linglung, dengan limbung siapa memasuki rumah perguruan
itu. "Hai! Soe Hoo Soe-heng, mengapa kau?"
Tidak mendapat djawaban, sebagai orang jang tak berpikiran
Beng Soe Hoo terus memasuki ruangan itu hingga membuat
semua orang jang melihatnja mendjadi semakin ter-heran2. Salah
seorang jang mengira Soe Hoo diterdjang hantu siang, tjepat2
masuk kedalam untuk melaporkan kedjadian itu kepada Song-to
Lie Kie Pok jang ketika itu tengah duduk bersemedi.
Ia mendjadi sangat terkedjut ketika mendengar laporan ini.
Separuh mempertjajai lalu iapun pergi keluar untuk membuktikan
sendiri. Kekagetannja mendjadi tidak ter-kira2 ketika ia melihat dengan
mata kepala sendiri, kalau seluruh mukanja Beng Soe Hoo telah
mendjadi putjat laksana kertas. Sedang djalannja, tidak
sewadjarnja. Seperti dipaksakan oleh sesuatu. Namun ketika ia
melihat kebagian pundak sang murid,ia mendjadi sangat
terkedjut. Pada bagian lambung murid itu terdapat suatu tanda
bekas totokan. Tjuma ia tidak mengetahui totokan siapa itu.
Karena sepandjang jang ia ketahui totokan pada djalan darah Taj
Twie Hiat tidak pernah ia lihat jang berakibat sedemikian rupa.
Tanpa terasa badannja bergidikan, ia merasa pasti kalau ia telah
kedatangan seorang jang sedikitnja berada beberapa tahun
diatas umurnja jang tentunja berkepandaian sangat tinggi. Tjuma
dia tidak mengetahuinja siapakah orang itu. Ia takkan menduga
walau bermimpipun kalau orang itu adalah seorang bekas
muridnja jang selama ini sedang ia tjari2.
Melihat keadaan muridnja jang sudah semakin pajah, segera
iapun memerintahkan beberapa orang muridnja, menggotong Soe
Hoo kekamarnja untuk kemudian dibaringkan diatas disebuah
pembaringan batu. Tjepat2 iapun membuka badju jang
membungkus badan sang murid jang sudah tak sadarkan diri.
Untuk keheranannja, setelah sepintas lalu ia memeriksa pada
lambung itu tiada terdapat tanda bekas totokan, barulah setelah
ia meneliti benar2. Ia melihat disebelah kanan dari urat Taj Twie
Hiat terdapat suatu tanda bekas totokan. Tjuma totokan itu
berbentuk suatu titik jang ketjil sekali sebesar tadjamnja djarum.
Keheranannja semakin ber-tambah2.
Untuk sesaat, setelah melihat totokan ini, dipusatkannja
pikirannja, ia men-duga2, siapakah sebenarnja orang jang
memiliki ilmu totokan ini.
Di-hubung2kannja totokan ini dengan totokan jang ia pernah
saksikan pada dua puluh tahun berselang. Achirnja soal ini
terpetjahkan djuga. Ia merasa pasti kalau totokan ini adalah ilmu
totokan keluaran Tjeng Hong Paj, tjuma totokan jang ia hadapi
sekarang ini djauh lebih hebat dari jang ia pernah saksikan dulu.
Setelah kepastiannja tetap, iapun lalu meminta sebatang djarum
kepada salah seorang muridnja. Segera setelah djarum diperoleh
iapun mulai bekerdja. Ia pun segera me-nusuk2kan djarum itu
hingga terdpat ber-puluh2 lubang disekeliling tanda totokan jang
ketjil itu. Dalam sekedjap sadja kain putih pelapis randjang batu
itu telah merah oleh darah jang berlepotan keluar dari kulit jang
di-tusuk2kan djarum. Ternjata usaha ini, memberi djuga dia sedikit hasil. Sesaat
kemudian untuk kegirangannja ia melihat sang murid sudah mulai
ber-gerak2. Sambil me-ronta2 perlahan tertampak murid betjelaka
ini memaksakan diri ber-kata2. Namun baru sadja Lie Kie Pok
hendak mentjegahnja, ia telah didahului oleh murid itu.
"Soe-hoe... ber-djaga2lah... sebentar malam..." sampai disini
utjapan itu terputus, karena ternjata Soe Hoo segera
menundukkan kepalanja untuk kemudian seluruh badannja
mendjadi kaku. Ia telah putus djiwa, mati akibat totokan kawannja
sendiri jang pernah ditolongnja pada setengah tahun jang lalu.
Sementara itu Song-to Lie Kie Pok ketika melihat murid
kesajangannja telah mati dengan setjara demikian mengenaskan
tanpa terasa, ia telah meneteskan air mata.
Teringat ia bagaimana karibnja perhubungannja dengan murid ini.
Perhubungannja sudah melampaui batas perhubungan antara
guru dan murid sadja, melainkan kepada murid ini ia sudah
menganggap sebagai anak kandung sadja. Demikianlah sebagai
orang jang kematian anak sendiri, se-hari2an ia menangis terusmenerus hingga haripun telah mendjelang sore.
Barulah setelah salah seorang muridnja memberitahukan bahwa
hari sudah djauh malam dan menerangkan waktu makan sudah
tiba, barulah walau dengan hati berat iapun meninggalkannja.
Dengan ditemani isterinja iapun melakukan sarapan malam.
Setelah menghabiskan tjuma setengah mangkok iapun segera
balik kembali kekamarnja untuk kemudian duduk bersemedi
menenteramkan pikirannja jang sudah mendjadi agak
tergontjang. Setelah duduk bersemedi beberapa lama, haripun
telah berubah mendjadi malam.
Keadaan disekelilingnja sunji-senjap, tjuma diluar kamarnja,
banjak terdengar suara djangkrik jang ramai ber-sahut2an.
Tanpa terasa iapun sudah menantikan sampai beberapa djam,
namun orang jang di-nanti2kan seperti jang dikatakan Soe Hoo
muridnja, sebelum adjal, belum djuga muntjul2. Hatinja semakin
ber-debar2 karena ia mengetahui bahwa apabila seseorang jang
berdjandji hendak mengadakan kundjungan, apabila datangnja
ketika hari sudah djauh malam, maka dapatlah dipastikan kalau
orang itu sedikitnja adalah seorang dari tingkatan sangat tinggi
jang tentunja sangat liehaj luar biasa.
Kembali telah dilalui satu djam, ketika itu hari sudah hampir pagi,
kira2 pukul tiga. Saat itu ia merasa pasti kalau pada waktu itulah,
orang itu, akan muntjul. Iapun lalu ber-sedia2. Golok besarnja
jang mengeluar tjahaja ber-kilat diletakkan disisi sebelah
kanannja. Namun keadaan disekelilingnja masih sunji sadja.
Tiada terdengar suatu suarapun jang mentjurigakan diatas
genting2 rumahnja... Hingga kembali beberapa saat telah dilalui.
Ketika itu, djusteru sedangnja ia benar2 memusatkan pikirannja.
Memasang mata dan membuka telinga terang2... tiba2 tanpa ia
menjadari, tahu2 dihadapannja telah berdiri seseorang jang
sebelumnja benar2 ia tidak pernah sangka2.
Orang itu jang bergerak seperti angin, dengan mata jang agak
djuling, mukanja sangat merah akibat dari hawa kemarahan jang
mungkin sudah sampai dipuntjaknja.
Ternjata dia bukan lain dari 'Lian Boen Kauw', seorang bekas
muridnja Song-to Lie Kie Pok jang pada enam bulan berselang
telah menghilang. Selama setengah tahun ia telah mengembara
sampai dilima propinsi, untuk mentjari pemuda itu jang telah
memperdajakan dirinja mentah2, tanpa ia memperoleh hasil. Kini
tiba2 pemuda itu muntjul tanpa ia mengetahui dari mana pemuda
bekas muridnja masuk. Diam2 ia merasa terkedjut sekali, karena
kamar itu tjuma mempunjai satu djendela. Sedang perhatiannja
tadi tjuma ditudjukan pada djendela itu.
Namun Song-to Lie Kie Pok adalah seorang djago jang sudah
dua puluh tahun lebih malang-melintang didunia Kang-ouw, jang
selama hidupnja telah melakukan beratus bahkan beribu
pertempuran baik besar maupun ketjil. Ia dapat djuga menguasai
dirinja walaupun sebenarnja hatinja sangat tertjekat.
"Kalau tidak salah, bukankah orang jang sekarang berdiri
dihadapanku ini, bernama Lian Boen Kauw, bekas salah seorang
muridku jang pada kira2 setengah tahun berselang telah mentjuri
kepandaianku?" Lie Kie Pok mengutjapkan kata2 ini dengan
pikirannja bekerdja keras. Diam2 merasa heran, ia tidak habis
pikir. Apakah mungkin dengan tjuma delapan belas djurus sadja
dari Tjap Peh Lo Hoan Ong pemuda bekas muridnja itu bisa
mendjadi sedemikian liehaj" "Apakah kau orangnja jang
dikatakan seorang muridku, akan mengundjungi aku sekarang?"
tanjanja. Ia mendapat djawaban jang membuat ia semakin tidak habis pikir,
serta hati semakin berdebaran.
"Apakah kau anak murid dari Tjeng Hong Paj?"
"Tidak salah. Aku adalah putera dari salah seorang ketiga orang
jang telah kau bunuh pada dua puluh tahun berselang, maka ber-
sedia2lah untuk aku menghantarkan kau menghadap kepada
Giam Lo Ong," bergemetaran suara itu bahna bergolaknja darah
ditubuhnja. Mendengar djawaban ini, dalam serentak sadja ber-matjam2
perasaan mengaduk didadanja Song-to Lie Kie Pok. Kaget,
heran, dan gusar. Namun achirnja perasaan gusar lebih nondjol
membangkitkan hawa amarahnja. Maka tjepat sekali iapun lalu
menjambar goloknja, sambil kemudian dengan membentak keras
iapun lalu membatjok dengan suatu gerakan jang mematikan dari
djurus kesembilan dari Tjap Peh Lo Hoan To jakni Sat Liong Hok
Houw atu ilmu membatjok naga da takluki harimau.
Namun untuk keheranannja si-bekas murid ini dengan mudah
sadja telah dapat mengelitnja sambil kemudian mendjedjak
kakinja melompat sedjauh kira2 empat tumbak. Melihat keliehajan
si-bekas murid Song-to Lie Kie Pok bukan mendjadi kagum,
melainkan ia mendjadi semakin kalap. "Ha, bagus perbuatanmu
murid keparat," demikian ia membentak. "Sesudahnja kau berani
mentjuri kedelapan belas Tjap Peh Lo Hoan To-ku, sekarang kau
berani datang kemari hendak men-tjoba2nja" Bagus
perbuatanmu!" "Murid tiada berliangsim!" Song-to Lie Kie Pok melandjuti
tjatjiannja. "Mengapa tanpa sebab kau membunuh Soe-heng-mu setjara
demikian kedjam?" Dengan ini si-bekas murid tjuma menjengir sadja, jang membuat
Lie Kie Pok semakin mendjadi kalap. Hingga tanpa terasa lagi, ia
telah membatjok pula sambil membentak :
"... ketahuilah olehmu, aku Song-to Lie Kie Pok walau kau telah
mendjadi manusia jang memiliki kepala seribu bertangan dua ribu
tidak akan mendjadi takut..."
Tapi si-pemuda kelihatan masih njengir sadja. Dan dengan
mudah sadja ia dapat mengelit batjokan Song-to Lie Kie Pok.
Tjuma sambil njengir pemuda itu tertampak seperti berkemakkemik.
Barulah kemudian ia mentjabut pedangnja. Terdengar ia berkata2 dengan suara bergemetaran. "Lie Kie Pok," demikian dingin
suara itu, langsung menjebut nama si-golok besar jang disaat itu
djuga hampir djatuh pingsan bahna menahan gusar hingga untuk
sesaat dia tak dapat ber-kata2.
"Memang aku mengakui, aku telah mentjuri kepandaian
tunggalmu, dan dengan kepandaian tunggalmu ini aku hendak
membunuhnja untuk membalaskan sakit hati ajahku..."
"Diam!" membentak Lie Kie Pok jang achirnja dapat djuga
membuka mulutnja. "Mari, mari, kita tjoba2. Djangan kau menjesal, golokku akan
membunuh setiap murid murtad."
"Ha ha ha hendak membunuhku" hendak membunuhku?"
Sebagai seorang gila putera Ong Go Lo-tjouw ber-teriak2.
"Namun ajah sanggupkah dia membunuhku?" demikian Ong
Kauw Lian ber-kata2 seorang diri.
Dengan segera iapun berlutut sambil kepalanja menengadah
keatas kedengaran pemuda itu seperti sedang bersembahjang,
dengan me-njebut2 nama Ong Go Lo-tjouw, hingga membuat
Song-to Lie Kie Pok setelah mendengar kata2 jang diutjapkan
separuh bergemetaran itu mendjadi sangat terkedjut.
Benarkah orang jang pernah mendjadi muridnja itu adalah putera
Ong Go Lo-tjouw" "... maka sekarang, meramkanlah matamu ajah, izinkanlah untuk
sekarang anakmu menunaikan tugas," Ong Kauw Lian
mengachiri kata2nja. Sementara itu Lie Kie Pok setelah mendapat kepastian, kalau


Ilmu Silat Pengejar Angin Karya Siasa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemuda itu adalah puteranja seseorang jang pernah dibunuhnja
pada kira2 dua puluh tahun jang lalu, ia pun ber-sedia2. Golok
besarnja dilintangkannja. Dan dengan sikap Tui Tjung Bong Goat
iapun siap sedia menantikan serangan . Dan kalau boleh
menjerang lebih dulu. Setelah menantikan beberapa saat, dilihatnja orang dihadapannja
mulai bergerak menghampiri dirinja.
Song-to Lie Kie Pok tanpa membuang tempo lagi dengan segera
mendahulu menjambar akan kemudian iapun membatjok.
Orang tua itu seperti kita ketahui tersohor akan kehebatannja
dalam menggunakan Tjap Peh Lo Hoan To dan dalam saat itu ia
telah menggunakan salah satu djurusnja, menghadjar dada sipemuda sebelah kiri didjalanan darah Kie Boen Hoat.
Se-konjong Ong Kauw Lian si-pemuda putera Ong Go Lo-tjouw,
sebaliknja menangkis, sambil membentak keras, ia membuka
mulutnja menggigit belakang golok si-bekas guru. Akan kemudian
membarengi gerakannja itu ia mendjotos dengan sebelah
tindjunja dan selagi Lie Kie Pok hendak lontjat menjingkir tiba2 ia
merasakan pergelangan tangan kanannja sangat sakit. Song-to
Lie Kie Pok mendjadi sangat terkedjut dan heran, karena njata2
pemuda itu menggunakan djurus kedua dari Tjap Peh Lo Hoan
To, dan jang membuat ia mendjadi sangat tak habis mengerti,
ialah djurus itu sudah berlainan tudjuh bagian dari aslinja.
Ia tidak mengetahuinja kalau Tjap Peh Lo Hoan To-nja telah
digubah mendjadi Tjeng Hong Kiam Hoat dan Tjeng Hong Koen
Hoat. Puluhan tahun ia berkelana dikalangan Kang-ouw sebagai Piauwsoe, belum pernah ia bertemu dengan seorang lawan jang
mempunjai ilmu silat sedemikian luar biasa.
Sementara itu begitu goloknja digigit, ia merasakan tangannja
kesemutan dan tanp tertjegah lagi pergelangan tangannja telah
kena ditotok si-anak muda.
Ong Kauw Lian tertawa keras akan kemudian tangan kanannja
bekerdja, ganas menghadjar batok kepala Kie Pok.
Song-to Lie Kie Pok menggeram keras seperti seekor harimau
terluka sambil mengemposkan semangatnja mengirim satu
pukulan mengantjam dada musuh. Dalam gusarnja, ia
menghantam dengan pukulan membinasakan dengan djurus
keenam belas dari Tjap Peh Lo Hoan To jang bernama Hang
Liong Hok Houw atau batjokan takluki naga dan harimau. Saat itu
si-pemuda jang telah berhasil menggubah Tjeng Hong Hoat Koen
kedengaran mengeluarkan teriakan aneh dan melontjat mundur
beberapa tindak akan kemudian dengan sekali menotol tanah
dengan kedua kakinja, ia sudah melontjat pula kemuka dan
berhadapan lagi dengan Song-to Lie Kie Pok, si-golok besar.
"Aku tidak pertjaja kalau kau sanggup menahan tiga djurus sadja
dari Tjeng Hong Hoat Koen-ku," katanja menggeram.
Hadjaran Hang Liong Hok Houw dari Song-to Lie Kie Pok jang
barusan dikirimkan itu mempunjai tenaga pukulan kurang lebih
sembilan ratus kati dan seumur hidupnja, pukulan tersebut dapat
dikatakan belum pernah meleset. Malah pukulan inilah jang
membuat Ong Go Lo-tjouw dan dua pamannja Ong Kauw Lian
mengalami kebinasaannja. Akan tetapi, kali ini tindjunja jang sedemikian hebat itu sudah
dapat dipunahkan setjara demikian mudah oleh si-anak muda
bekas muridnja, maka tidaklah heran, kalau ia mendjadi sangat
kaget berbareng kuatir. Diam2 ia merasa heran, apakah dengan tjuma waktu sedemikian
singkat sadja, pemuda itu telah berhasil menggubah kedelapan
belas Tjap Peh Lo Hoan To-nja"
Tjepat bagaikan kilat Ong Kauw Lian memenuhi utjapannja tadi,
segera kedua tangannja menjambar mengantjam batok kepala siorang tua dan selagi Lie Kie Pok hendak berkelit, tiba2 kepalanja
telah tertjekal keras oleh kedua telapak tangannja Ong Kauw
Lian, untuk kemudian tanpa Kie Pok berdaja apa2, si-anak muda
telah menggentak keras sehingga orang tua itu djatuh terbaring
dengan... kepalanja sudah terpisah dari batang lehernja.
Sementara itu si-pemuda Ong Kauw Lian setelah berhasil
membinasakan musuh besarnja jang telah dua puluh tahun
ditjarinja itu, segera dengan menenteng kepala musuhnja itu
sambil tertawa menjeramkan iapun kemudian meninggalkan
kamar tersebut untuk kemudian menghilang dibalik kegelapan
malam. Sementara itu semua anggota Kie Pok Boe-koan ketika
mendengar ribut2 dikamarnja sang guru atau madjikan, serta
ketika mereka mendengar suara dua orang jang saling bentak
dalam suasana panas, segera dengan mengumpulkan seluruh
orang2 Kie Pok Boe-koan ber-ramai2 mereka meluruk memasuki
kamar sang pemimpin. Namun kedatangan mereka terlambat. Djusteru ketika mereka
membuka pintu, mereka melihat suatu bajangan berkelebat,
dengan tjuma meninggalkan suara tertawa jang menjeramkan.
Dan... suara tertawa itu seperti mereka kenal baik.
Mereka mendjadi terkedjut sekali, ketika mereka melihat diatas
lantai menggeletak satu tubuh tanpa berkepala. Untuk dilain saat,
kamar itu pun ramailah dengan suara tangisan, ketika mereka
mengenali kalau tubuh itu adalah tubuhnja Song-to Lie Kie Pok
jang mereka sangat segani.
Tubuh Lie Kie Pok jang sudah tidak berkepala itupun segera
diletakkan diatas pembaringan batu, direndengkan dengan tubuh
Soe Hoo jang djuga sudah tidak bernjawa...
Demikianlah achir hidup seorang djago. Ia mati bagaikan dimakan
sumpah. Mati dibawah ilmu jang ia rahasiakan dengan kepala
dan badan terpisah sebagai akibat pembalasan dendam.
Song Boen Nio isteri Kie Pok ketika mendengar berita kematian
suaminja setjara demikian mengenaskan, mendjadi sangat
terkedjut. Beberapa kali ia djatuh pingsan hingga...
*** Sampai disini marilah kita tinggalkan dahulu keadaan rumah
tangga Song-to Lie Kie Pok jang pada hari itu, tidak terketjuali
dirinja, dilanggar dewa angkara murka.
Sekarang tjerita saja alihkan pada Lie Siang Tjoe putera tunggal
Lie Kie Pok jang sedjak setengah tahun berselang telah pergi
mengantarkan Piauw kedaerah barat disuatu kota jang terletak
diperbatasan antara Birma dan Tiongkok. Ia mewakilkan ajahnja
untuk mengantarkan Piauw itu, karena seperti kita ketahui pada
hari keberangkatan, pada enam bulan jang lalu Lie Kie Pok telah
diterdjang sematjam penjakit jang membuat dia terpaksa harus
meringkuk dipembaringan selama beberapa hari.
Ketika itu didaerah perbatasan antara Tiongkok dan Birma
sedang hebat2nja terdjadi pemberontakan, hingga walaupun Kie
Pok Boe-koan ataupun Kie Pok Piauw-kiok namanja sedang
hebat2nja mendjulang tinggi sekali, tidak urung Lie Siang Tjoe
mengalami djuga banjak sekali rintangan2 hingga bagaikan suatu
angkatan perang jang harus menundukkan banjak benteng2
musuh, ia telah melakukan banjak sekali pertempuran2 jang
semuanja dimenangkannja dengan gilang-gemilang serta
kemudian dapat menjelesaikan tugasnja dengan baik dengan
sampainja dikota tudjuannja, dalam waktu jang memakan waktu
sampai empat bulan. Perdjalanan jang menghabiskan waktu hingga ber-bulan2 ini
mengakibatkan ia sampai enam bulan baru dapat pulang kekota
kediamannja. Ketika ia memasuki kota Sioe-tjioe, ia mendjadi bingung karena
hampir rata2 seluruh warga kota memandangi dirinja, serta
banjak diantara mereka jang memakai pakaian putih. (Ini
menandakan besarnja rasa simpati penduduk kepada Kie Pok).
Ia mendjadi heran berbareng terkedjut dan berfirasat tidak baik
ketika kira2 lima-enam orang tiba2 menubruk dirinja sambil
menangis meng-isak2, tanpa ada satupun jang menggerakkan
mulutnja. Setelah ia berhasil meronta melepaskan diri dari tjekalan kelima
orang itu, tjepat2 iapun ber-lari2 dengan ber-matjam2 pikiran
mengaduk mendjadi satu. "Apakah ajah meninggal akibat sakitnja jang diderita pada kira2
setengah tahun berselang" Mungkinkah ajah jang memiliki
kepandaian tiada keduanja dikolong langit ini telah terkalahkan
serta mengalami kebinasaannja?" demikian disepandjang djalan
jang menudju kerumahnja ia bertempur dengan pikirannja, hingga
ketika ia sampai dan memasuki kamar ajahnja. Ia melihat diatas
media sembahjang ajahnja jang sangat ia tjintai tengah rebah
dengan tiada berkepala. Kekagetannja tidak alang-kepalang.
Disaat itu djuga ia rubuh pingsan!!
Ketika ia terdjaga dari pingsannja ia melihat dirinja dikelilingi oleh
kira2 dua puluh orang jang berpakaian serba putih dan tengah
menangis ter-isak2. Dengan segera ia menangis meng-gerung2, menangis sepuas2nja. Hingga achirnja iapun teringat akan ibunja jang ia
belum djumpai. Ia kira tentulah ibunja djuga sedang menangis
sedih. Segera ia ber-lari2 kekamar ibunja. Setelah sampai ditolaknja
daun pintu sambil iapun berteriak gemetar, "Ibu!"
Tiada djawaban. Sunji sepi tiada balasan.
"Ibu, aku pulang," sekali lagi ia memanggil jang djuga tiada
mendapat balasan. "Ibuuuu... ibuuuu... ibuuu," demikianlah achirnja ia ber-teriak2
kalap. "Siang-kong, beliau telah menjusul Lie Kauw-soe kealam baka,"
tiba2 ia mendengar seorang dengan sesenggukan berkata. Suara
Keng-ma pembantu kepertjajaan ibunja.
Bagaikan menghadjarnja martil, kata2 ini membuat ia kembali
djatuh pingsan. Sungguh harus dikasihani, djauh2 dari tanah barat, ia sampai
dengan selamat ketempat kediamannja. Perasaan rindu kepada
kedua orang tuanja sukar untuk dilukiskannja. Sudah terpikir
olehnja, betapa ia akan mentjeritakan segala pengalaman2nja
kepada orang tua perempuannja. Namun setelah sampai di Sioetjioe ia disambut dengan peristiwa ini jang benar2 tak pernah
diduganja semula. Memang Lie Sie telah menjusul suaminja kealam baka, sehari
kemudian setelah ia ber-kali2 djatuh pingsan.
Ketika itu untuk keempat kalinja seluruh anggota Kie Pok Boekoan dan Kie Pok Piauw-kiok kembali berada didalam kerepotan.
Mereka sibuk dalam usaha mereka menjadarkan putera tunggal
almarhum kedua madjikan mereka. Mereka sangat kuatir kalau
nanti Kong-tjoe ini nanti mengalami nasib seperti ibunja.
Dipanggilnja seorang Sinseh ternama dari Sioe-tjioe. Setelah
Sinseh jang dipanggil itu memeriksa, barulah mereka merasa
lega ketika Sinseh itu mengatakan kalau keadaan sang Kong-tjoe
tidak berbahaja. Benar sadja ketika hari mendjelang sore tertampak Siang Tjoe
meng-gerak2kan tangannja. Akan kemudian tertampak Kong-tjoe
itu membuka kedua matanja, hingga membuat semua orang
disekelilingnja mendjadi kegirangan. Sementara itu Lie Siang Tjoe
terdengar masih me-njebut2 nama ibu dan ajahnja. Kemudian
menangis meng-gerung2. "Siong-kong sudahlah," Keng-ma menghiburi. "Bukankah kau
seorang laki2" Bukankah lebih baik Kong-tjoe membalaskan sakit
hati ini, apakah gunanja menangis sadja?"
Bagaikan menghadjarnja sebuah tjambuk, Lie Siang Tjoe baru
tersadar setelah mendengar kata2 bersemangat ini. Tersadar
kalau ia sebenarnja hanja putera satu2nja jang ditinggalkan
ajahnja. Putera Song-to Lie Kie Pok mendjadi gusar berbareng heran,
ketika ia mengetahui kalau jang telah membunuh ajah dan Beng
Soe Hoo adalah seorang bekas murid ajahnja sendiri.
Tiga hari kemudian, setelah selesai upatjara penguburan tiga
djenazah, Kie Pok boe-koan dan Piauw-kiok pun dibubarkan.
Akan kemudian dengan membekal 10 potong uang emas, pada
keesokan harinja Lie Siang Tjoe walau dengan hati berat,
meninggalkan kota Sioe-tjioe untuk memenuhi panggilan sebagai
anak jang berbakti. Demikianlah dengan mempertjajakan gedung Kie Pok Boe-koan
kepada Keng-ma dan beberapa orang Soe-hengnja, dengan
terpaksa Lie Siang Tjoe meninggalkan kembali kota kediamannja.
Sambil berdjalan ia teringat, bahwa ia hanja baru mempeladjari
lima belas djurus sadja dari kedelapan belas djurus Tjap Peh Lo
Hoan To, hingga diam2 ia djuga menjesali ajahnja jang tidak
menurunkan semuanja ilmu simpanan itu. Hingga untuk sesaat ia
mendjadi bingung. Ia sangsi, akan kemampuannja. Tapi dilain
saat, hatinja pun mendjadi tetap kembali dan agak terhibur djuga
ketika ia pikir jang ia telah memiliki hampir tudjuh bagian dari ilmu
silat ajahnja, sedang musuh jang hendak ia tjari itu, baru sadja
dua bulan memasuki Kie Pok Boe-koan.
Dalam sekedjap sadja, ia sudah beranggapan kalau kekalahan
ajahnja itu tentulah disebabkan ajahnja sudah tua. Tia terpikir
olehnja kalau sebenarnja orang itu mempunjai kepandaian jang
maha liehaj. Seperti orang buta jang berdjalan tanpa mempergunakan tongkat
Lie Siang Tjoe berdjalan tanpa arah tudjuan. Ia tidak tahu harus
pergi kemana, sedang wadjah orang jang telah membunuh
ajahnja itu ia hanja mengetahui samar2, tjuma dari beberapa
saudara seperguruannja jang mengatakan orang itu agak djuling.
Sementara itu berita akan kematian Song-to Lie Kie Pok dalam
beberapa hari sadja telah tersiar luas. Hampir seluruh lapisan,
baik dari golongan putih maupun hitam mengetahuinja. Mereka
rata2 merasa sedih, ketjuali beberapa orang jang bergendang
paha. Terutama mereka jang pernah dipetjundangi oleh marhum
Song-to Lie Kie Pok. Lie Siang Tjoe dalam perdjalanannja mentjari pembunuh ajahnja,
pada suatu hari telah sampai di kota Teng Hong Koan, iapun
lantas mengambil djalan jang menudju kearah timur.
Sesudah melalui gunung Teng Hong San, iapun sudah berada
dibagian barat dari kota Hoo-lam.
Seperti telah dikatakan diatas bahwa berita kematian Song-to Lie
Kie Pok oleh salah seorang muridnja sendiri telah membuat
beberapa orang jang semasa hidup ajahnja Lie Siang Tjoe
pernah dipetjundangi, terutama Keng Sie Heng Tee, dua
persaudaraan Keng jang masing2 bernama Keng Tjiauw Lam dan
Keng Tjiauw Hie adiknja. Mereka berdua adalah murid2 murtad
dari Boe-tong Si-loo, empat ketua dari Boe-tong Pay tingkat
kedua. Mereka berdua menguasai kembali daerah sebelah timur
perdjalanan menudju ke Hoo-lam barat. Daerah ini pada kira2
sepuluh tahun jang lalu terpaksa ditinggalkannja karena mereka
dikalahkan oleh Song-to Lie Kie Pok.
Untuk kekalahan ini, tadinja mereka berdua djuga berniat hendak
menuntut balas, untuk itu pula selama sepuluh tahun mereka
mengasingkan diri kedaerah barat, dimana mereka berdua
dengan sungguh2 mejakini ilmu silat mereka. Apa mau dikata,
sebelum maksud mereka kesampaian musuh itu telah didahului
orang lain. Demikianlah karena mereka djuga tidak begitu mendendam,
mereka pun tjuma kembali sadja kedaerah operasi mereka
semula. Pada suatu hari, diwaktu malam, ketika mereka berdua
sebagaimana biasa duduk2 didalam kamar mereka jang


Ilmu Silat Pengejar Angin Karya Siasa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbentuk guha, merundingkan soal ilmu silat. Enam batang lilin
dipasang menerangi sekitar ruangan itu.
Kaget mereka tiada terkira, ketika keenam batang lilin jang
sedang ber-kobar2 itu tiba2 mendjadi padam. Tanpa terdapat
desiran angin sedikitpun. Hingga ruangan pun mendjadi gelap
gulita. Mereka sangat kagum disamping terkedjut akan kehebatan orang
jang dapat memadamkan api tanpa mereka ketahui dimana
orangnja. Peristiwa ini benar2 belum pernah mereka alami
sebelumnja. Keng Sie Heng Tee diam2 merasa djeri. Mereka
meng-ingat2 siapakah orang itu.
"Tjian-pwee manakah jang telah berkenan akan memberikan
peladjaran?" achirnja Toa Keng Heng Tee atau Keng Tjiauw Lam
berteriak. Tiada djawaban, keadaan tetap sunji serta gelap petang.
"Siapakah jang datang" Djangan ber-sembunji2, mendjawablah!"
Keng Tjiauw Hie jang berdarah lebih panas membentak.
Tetap tiada djawaban, tiada terdengar suara apa2, tiada desiran
angin. Tapi tiba2 tengah kedua saudara keng hendak lompat keluar,
tiba2 mereka dikedjutkan oleh suatu suara angin jang datangnja
dari tempat mereka duduk.
Terkedjut mereka tiada terkatakan. Mungkinkah ada orang jang
dapat bergerak sedemikian tjepat tanpa meninggalkan desiran
angin" Kemudian mereka mengira akan ilmu siluman.
Mereka mengetahui benar, kamar itu ketjil, tjuma mempunjai
sebuah pintu masuk. Namun walaupun demikian mereka segera
bersiap sedia. Mereka tidak dapat menjelami apakah maksud
orang gelap itu" Mereka menantikan sampai beberapa lama.
Hingga karena habis sabar. Djie Keng Heng Tee Keng Tjiauw Hie
segera melepaskan 12 butir Gin-lian-tjoe atau bidji teratai perak
jang menghantam kedua belas djalan darah sitetamu tidak
diundang itu. "Ssr ssr ssr," demikian dua belas bidji teratai perak
itu berhamburan. Namun untuk keheranan mereka, kedua belas butir bidji teratai
perak jang disambitkan tadi, menghilang tanpa bekas. Sebab
kalau seandainja tamu tak diundang itu dapat mengelit, tentulah
bidji2 itu akan membentur dinding dan ini tentulah akan
menerbitkan suara berisik. Barulah sesaat kemudian setelah Djie
Keng mendengar orang gelap itu tertawa dingin, ia mendjadi
sangat terkedjut. Ia baru menjadari kalau semua bidji2nja jang
tadi ia hamburkan semuanja telah kena disambuti oleh tamu tak
diundang itu. Harus diketahui, untuk sepuluh tahun lamanja Keng Tjiauw Hie
dalam waktu mejakini ilmu silat ber-sama2 kakaknja, ia setiap hari
terutama memperhebat perjakinan dalam memperdalam
kemahirannja menggunakan sendjata rahasia. Terutama ia
mejakinkan benar2 tjara2 menggunakan Gin-lian-tjoe. Serta untuk
dua puluh tahun lamanja ia pernah berkelana (sebelum
dikalahkan Lie Kie Pok), belum pernah ia bertemu dengan
seorang lawan jang mempunjai kepandaian sedemikian hebat.
Setjepat bidji teratainja dilepaskan, setjepat itu pula menghilang.
Tidak kurang terkedjutnja pula Keng Tjiauw Lam, ketika melihat
kegagalan saudara mudanja, segera iapun menjalakan sebatang
lilin jang terletak didekatnja. Ruangan pun segera mendjadi
terang, namun untuk keheranan mereka, orang jang tadi njata
berada diruangan itu telah menghilang entah kemana. Tjuma
menggema keras suatu suara bangga jang mengatakan bahwa
dialah jang telah membunuh Song-to Lie Kie Pok.
Sedang diatas medja terletak suatu bungkusan jang menjebarkan
bau menusuk hidung. Menjaksikan keluar-biasaan orang tak
dikenal itu, tanpa terasa badan Keng Sie Heng Tee bergidik.
Mereka tahu benar, bahwa kalau orang itu mengingini djiwa
mereka berdua, mudahnja seperti orang membalikkan telapak
tangan. Kedua persaudaraan Keng mendjadi sangat terkedjut ketika
mereka membuka dan melihat isi bungkusan jang menjebarkan
bau itu. Bungkusan itu berisi sebuah kepala manusia jang sudah rusak
disertai seputjuk surat jang bersampul!! Dan ketika mereka
meneliti, ternjata kepala itu adalah buah kepalanja Song-to Lie
Kie Pok... Bukan main terkedjutnja kedua orang bersaudara itu.
Mereka membatja tulisan diatas sampul, ternjata tulisan itu
berupa sebuah peringatan.
"Jang tidak berkepentingan dilarang membatja isi surat ini!!
Sedang disudut lain dari sampul itu mereka mendapat sebuah
tulisan jang berupa sematjam perintah : "Serahkan surat dan
kepala ini kepada seorang jang beberapa hari lagi akan melalui
tempat ini!" Setelah membatja tulisan2 ini, Keng Sie Heng Tee untuk sesaat
ber-pandang2an sadja. Mereka mendjadi ragu2 akan tjerita jang
mengatakan, bahwa Song-to Lie Kie Pok mengalami
kebinasaannja dibawah tangan murid jang katanja baru berusia
belum mentjapai tiga puluh tahun. Tapi memanglah, orang luar
bias ajang kepandaiannja susah diukur itu adalah Ong Kauw
Lian. Sesudahnja berhasil membinasakan Lie Kie Pok, iapun segera
menggunakan Tjeng Hong Tee Soet jang sudah sampai dipuntjak
kesempurnaannja meninggal Sioe-tjioe.
Ia tidak langsung pulang ke Tjeng Hong San, melainkan ketika
sampai disebelah timur Hoo-lam ia memasuki sebuah bio jang
bernama Kwan Tee Bio. Disitu dibawah patung Kwan Kong
diletakkannja kepala Lie Kie Pok akan kemudian setelah ia
mengeluarkan pedang peninggalan mendiang ajahnja ia pun
mulai bersembahjang. Setelah selesai bersembahjang, karena ketika itu hari sudah
djauh malam dan ia djuga merasa sangat letih, ia pun bermalam
dikelenteng tersebut. Keesokan harinja, setelah fadjar iapun melandjutkan
perdjalanannja ke Tjeng Heng San. Pada tengah hari ia pun
sudah melewati Hoo-lam. Ia mendapat keterangan jang
mengatakan didjalanan jang menudju ke Hoo-lam timur terdapat
dwi rampok jang bekerdja tanpa anak buah, jang terkenal dengan
djulukan Keng Sie Heng Tee.
Mengenai dua rampok bersaudara ini, ia pernah dengar dari Soesioknja.
Ia mengetahui djuga kalau dua persaudaraan Keng ini pernah
mendendam sakit hati dengan Lie Kie Pok. Ketika itu, tengah ia
berdjalan tiba2 dihadapannja berkelebat seorang jang wadjahnja
hampir menjamai wadjah Lie Kie Pok. Tertarik hatinja. Karenanja
iapun membajangi pemuda itu jang menudju kesebuah hotel.
Pada malam harinja ia pun mendatangi hotel, tempat dimana
pemuda jang baru berusia 15 tahun itu bermalam. Dengan
mempergunakan Gin-kangnja jang sudah tinggi, dengan mudah
sadja ia pun dapat menemui kamar si-pemuda. Tanpa anak muda
itu menjadari. Ia mendjadi sangat terkedjut, ketika dari tjelah2 kertas djendela
jang ia lubangi dengan udjung lidahnja, ia melihat anak muda
tengah berlutut menangis sedih sambil me-njebut2 nama Lie Kie
Pok dan namanja jang ia pakai waktu memasuki Kie Pok Boekoan. Dalam saat itu djuga, timbul pikirannja untuk membabat
rumput sampai ke-akar2nja. Ia pun lalu mentjabut pedangnja
untuk mewudjudkan pikirannja... Namun dikala djiwa pemuda itu
jang tergantung ditangannja seperti beradanja sebutir telur
diudjung rambut... tiba2 dibawah djendela tempat ia
menggantungkan badannja, ia mendengar suara ratapan parau
seorang anak ketjil. Ratapan itu pilu menjajatkan hati. Hingga
sebagai membetotnja djiwa si-pemuda dan sebaliknja lompat
turun menghampiri dari mana suara itu datang.
"Ajah... ibu... dimana kau..." Aku lapar... ajah... " suara itu kering
dan hanja keluar sebagai suara bisikan sadja. Sedangkan pada
matanja jang ber-kilat2, terdapat bekas2 air mata jang sudah
kering. Anak jang baru kira2 mentjapai usia 8 tahun itu rebah
bersanding diatas tanah, dengan badannja jang tinggal
merupakan kerangka terbungkus kulit belaka. Sedang napasnja
sudah tinggal setarikan2.
"Aduh... ibu... aduh..." Tertampak anak itu mentjoba merangkak
bangun, namun ia ter-hujung2 akan kemudian terdjatuh kembali.
Ong Kauw Lian si-pembunuh Song-to Lie Kie Pok tanpa dengan
mata berkedip, pada saat itu, djiwa kemanusiaannja terbetot oleh
keadaan jang dipertundjukkan oleh anak ketjil serta pantjaran
sinar ber-kilat2 jang dikeluarkan dari kedua bidji matanja.
Dalam sekedjap itu, ia lupa kalau tadi ia hendak membunuh
orang. Ia pun segera membungkukkan badan dan mengangkat tubuh
ketjil jang kersang itu. ketika ia melihat wadjah itu, ia mendjadi
terkedjut berbareng girang, karena ia melihat, disamping
mempunjai mata jang ber-sinar2 ternjata anak itu menundjukkan
bakat2 jang baik sekali. Ia terkedjut ketika ia meraba nadi anak
itu, menundjukkan napas jang tinggal beberapa tarikan lagi. Lupa
ia akan si-pemuda, tjepat2 dipanggulnja anak itu, untuk kemudian
dibawa kekamarnja serta dibaringkan diatas pembaringannja.
Tiga hari tiga malam ia dipaksa oleh penjakit anak itu untuk
menungguinja, hingga anak kelintji (pemuda itu) jang tinggal
digenggamnja untuk dibinasakan dilepaskannja.
Setelah merawat pula dua hari, setelah jakin benar anak itu
sudah sembuh, pada keesokan harinja iapun meninggalkan hotel
itu. Setelah melakukan perdjalanan selama setengah harian,
sampailah ia pada sore harinja di Hoo-lam barat. Daerah dimana
Keng Sie Heng Tee mendjagoi.
Ong Kauw Lian setelah menjelidik, pada malam harinja, dengan
menggendong anak ketjil iapun menjateroni guha tempat
kedudukan Keng Sie Heng Tee jang kebenaran pada malam itu
tengah merundingkan soal ilmu silat. Demikianlah dengan
menggunakan tipu Dewa sutji hembuskan angin, hasil tjiptaannja
sendiri serta merupakan salah satu djurus dari Tjeng Hong Hoat
Soet, iapun mengumpulkan Lwee-kangnja keperutnja untuk
meniup sedemikian rupa hingga sedikitpun tiada terdapat
desiran2 angin, dan berhasil memadamkannja. Hingga seperti
jang telah ditjeritakan diatas, ia telah membuat orang mengira ia
adalah seorang Tjian-pwee jang mempunjai ilmu siluman.
Sedang ia sendiri setelah meruntuhkan semangat kedua orang
bersaudara itu, segera melandjutkan perdjalanannja ke Tjeng
Hong San, untuk mejakinkan lebih dalam kedua Tjeng Hong Kiam
Hoat dan Tjeng Hong Hoat Koen-nja. Sekalian mendidik anak
jang ia anggap berbakat itu.
Sekarang marilah kita balik kembali pada Keng Sie Heng Tee
jang telah kita tinggalkan. Ketika itu mereka berdua tengah berdiri
mendjublak dilautan kekaguman.
"Eh! Hie Tee sudahlah. Marilah kita simpan kepala ini agar
djangan sampai nanati digerajangi tikus," kata Tjiauw Lam jang
tersadar lebih dahulu. "... kita nantikan beberapa hari untuk
melihat siapa sebenarnja orang jang dikatakan Tjian-pwee itu," ia
menambahkan. *** Demikianlah Keng Sie Heng Tee me-nanti2kan sampai berlalu
sudah tiga hari. Namun orang itu belum djuga muntjul2 sedang
bau busuk dari kepala manusia jang ditinggalkan Ong Kauw Lian
sudah memenuhi ruangan guha.
Pada hari kelima setelah mereka berdua sudah tidak tahan akan
bau datjin jang semakin menghebat, achirnja mereka berduapun
memutuskan untuk meninggalkan sadja tempat itu. Mereka tidak
berani membuang sembarangan kepala manusia itu, karena
mereka takut akan akibatnja.
Setelah me-nanti2kan pula sampai dihari ketudjuh, dengan
meninggalkan seputjuk surat achirnja mereka berduapun
meninggalkan tempat itu, kembali pergi kedaerah barat untuk
memperdalam ilmu silat mereka.
Kini marilah kita kembali kepada Lie Siang Tjoe jang telah kita
tinggalkan sedjak dari Hoo-lam barat. Tak lama kemudian setelah
berdjalan pula beberapa hari, tibalah ia disuatu tempat terbuka.
Tempat tersebut tidak seberbahaja seperti tadi ketika ia baru
sampai didaerah perbatasan Hoo-lam.
Kira2 magrib dihari kedua, sampailah ia didaerah Hoo-lam timur.
Disuatu tandjakan ia menemukan sebuah rumah tanah jang
berbentuk guha. Ia heran berbareng tjuriga, karena ketika baru
sadja ia hendak memasuki guha itu, hidungnja telah terserang
oleh sematjam bau busuk jang sangat hebat.
Tidak djadi memasuki guha tersebut, iapun sambil menekapi
hidungnja ber-lari2 mendjauhi rumah tanah itu. Djusteru ketika
baru sadja ia berniat meninggalkannja tiba2 berkelebat
dikepalanja tjerita marhum ajahnja jang pernah mentjeritakan
padanja akan adanja segolongan orang jang suka mentjulik
sesamanja untuk didjual sebagai bakso. Karena berpikiran
demikian, segera iapun membalikkan badannja, kembali
ketempat tadi untuk menjelidikinja dan kalau perlu membasminja.
Setelah diperhatikan benar2 barulah ia mengetahui kalau rumah
guha itu berbentuk sebuah pertapaan. Pandjangnja kira2 dua
tumbak, lebarnja setengah tumbak lebih. Heran ia. Sebab
mungkinkah suatu tempat pertapaan boleh didjadikan tempat
penjimpanan bangkai" Karena hendak lekas2 meninggalkan
tempat itu, segera iapun dengan menekap hidung2 keras,
dipaksakannja dirinja memasuki guha itu.
Lie Siang Tjoe mendjadi sangat terkedjut, karena ketika baru
sadja ia memasukinja, ia melihat diatas medja jang terletak
dimuka pintu, ditataki selapis kain putih jang sudah dekil dengan
darah terdapat sebuah kepala manusia. Ia heran karena walau
pun kepala manusia itu sudah rusak benar, ia seperti
mengenalnja. Tjuma ia tidak tahan dengan bau datjin jang
membuat ia hampir2 muntah. Dengan menekapkan hidung lebih
keras, karena penasaran ia pun mendekati medja itu. Ia melihat
diatas medja itu terletak sehelai kertas bertulis, dan sebuah
sampul. Keheranannja ber-tambah2.
Sebagai seorang pemuda jang baru mentjapai usia 15 tahun,
putera marhum Song-to Lie Kie Pok karena terdorong ras ingin
mengetahui, mendjemput surat jang tidak bersampul.
Disaat itu djuga ia hampir mendjerit kaget setelah dibatjanja isi
surat itu. Djelas tertulis disurat itu jang mengatakan kalau kepala
manusia jang terletak diatas medja itu, adalah kepala Song-to Lie
Kie Pok. Didjelaskan pula disitu akan keliehayannja orang
pembunuh Lie Kie Pok jang disangsikan mempunjai ilmu siluman.
Sedang dibawah sekali dari surat itu, terdapat 4 baris kata2
bertuliskan 'Keng Sie Heng Tee'.
Separuh mempertjajai tulisan itu, dengan matanja tidak lepas2
memandangi kepala manusia itu, diambilnja surat jang lain, jang
bersampul. Bergemetaran tangannja ketika sampul itu dirobeknja.
Surat itu dibatjanja. Disaat itu djuga Lie Siang Tjoe menangis meng-gerung2, setelah
selesai ia membatja isi surat itu. Ber-matjam2 pikiran mengaduk
mendjadi satu. Tjemas, putus asa, penasaran dan dendam.
Namun achirnja perasaan dendam dan penasaran lebih
menondjol dan melekat didadanja jang ber-kobar2. Membuang


Ilmu Silat Pengejar Angin Karya Siasa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rasa djidjik serta mendjauhi perasaan mual, dengan hati2 sekali
diangkatnja kepala manusia jang memanglah bukan lain dari
kepala ajahnja, Song-to Lie Kie Pok. Ditegaskannja sekali lagi
kepala itu. Setelah merasa puas dan pasti benar lalu iapun
membakarnja. Sekali lagi dihadapan abu kepala ajahnja, Lie
Siang Tjoe menangis meng-gerung2. Sekali lagi ia bersumpah
untuk membalas sakit hati ini.
Dihadapan abu kepala ajahnja itu djuga, dengan ter-isak2 iapun
menjesali ajahnja jang tidak menuruni lengkapi kedelapan belas
djurus ilmu simpanannja. Achirnja setelah memohon doa restu,
iapun meminta diri dari abu kepala ajahnja jang ia pendam
dibawahnja sebuah pohon Kwie. Ia pun lalu melandjutkan
perdjalanannja. Beberapa hari kemudian, setelah menempuh perdjalanan kira2
sepuluh hari. Ia pun sudah berada diperdjalanan jang menudju
kegunung Tjeng Hong San. Berdjalan pula dua hari, ia pun sudah
berada dilereng gunung tersebut. Dari suatu tempat jang agak
mendjulang, Lie Siang Tjoe melihat dikedjauhan segumpal asap
jang ber-gulung2 mengepul keatas. Hatinja kegirangan,
berdebaran keras. Namun sesaat kemudian ketika teringat
olehnja akan kata2 jang tertulis jang ia temukan diguha di Hoolam timur, tulisannja Keng Sie Heng Tee.
Keng Sie Heng Tee malah mengakui kalau mereka berdua telah
dipermainkan oleh 'Tjian-pwee' itu, tanpa mereka dapat berdaja
apa2. Karena ber-matjam pikiran ini, Siang Tjoe merasakan djantungnja
berdebaran keras. Akan kemudian ia pun mempertjepat
tindakannja. Ia sudah nekad benar. Sekarang ia baru mengetahui
pasti, kalau orang jang telah membunuh ajahnja itu bernama lkl.
*** Belum berdjalan berapa lama, tjuatja mendadak berubah gelap.
Ternjata ia sekarang sudah memasuki daerah pegunungan jang
penuh ditumbuhi pohon2 tjemara. Pohonnja besar2 serta tinggi2
mendjulang keatas seperti mentjakar langit.
Kini ia berada didjalan jang dikiri, kanannja diapit oleh dua baris
pohon2 tjemara. Pohon2 tjemara itu berwarna hidjau semuanja.
Seperti selimut hidjau jang melapisi seluruh tanah pegunungan
itu. Semua benda2 alam ini tumbuhnja rapi bersisian.
Djalan jang sedang dilalui Siang Tjoe itu sempit, lebarnja tjuma
dua kaki. Djalan itu jang menudju kepuntjak, tidak sadja naik
turun, tapi djuga ber-belit2 seperti utjus kambing.
Belum berdjalan berapa djauh, mendadak Lie Siang Tjoe
mendengar suara bernapasnja orang. Suara itu seperti merintih2. Kaget ia. Tjepat iapun berdjalan menghampiri suara itu.
Dilain saat. Dibawah rindangnja sebuah pohon tjemara, pemuda
kita melihat seorang lelaki berusia kurang lebih empat puluh
tahun, sedang duduk menjender. Orang itu memakai djubah
pertapaan, sedang mulutnja tidak berhenti me-rintih2.
"Siapa kau?" menanja Siang Tjoe. Ia pun lalu berdjongkok
hendak memberikan pertolongan. Orang itu mengutjapkan
beberapa patah kata jang tidak terdengar djelas. Siang Tjoe
mendekati. Se-konjong2 orang jang berpakaian djubah pertapaan itu
melondjorkan kedua tangannja kemuka seraja sebaliknja bertanja
: "Bukankah anak muda jang sekarang berdiri dihadapanku ini,
bernama Lie Siang Tjoe?"
Lie Siang Tjoe mundur selangkah. Terkesiap ia. Kedua lengan
orang itu penuh dengan lubang2. Dari lubang2 itu mengalir darah
jang berwarna ke-hitam2an. Sedang mukanja jang djuga sudah
berwarna ke-hitam2an basah kujup dengan keringat jang
berwarna hitam. Bukan darah!!
Tidak salah lagi orang ini telah menderita sesuatu jang sangat
hebat, tidak salah lagi orang itu barusan telah melakukan suatu
perkelahian. Dan dalam perkelahian itu orang itu menderita
kekalahan. Tapi siapakah orang itu" Kalau berkelahi siapakah
orangnja jang telah melakukan perbuatan demikian kedjam" Dan
mengapakah orang tua itu mengetahui namanja" Orang jang
memakai badju pertapaan itu mengawasi. Untuk kemudian
mengulangi lagi pertanjaannja jang tadi tidak mendapat
djawaban. Achirnja sesudah menetapkan hatinja, Lie Siang Tjoe segera
memberikan djuga djawabannja.
"Jah, Lo-peh benar aku bernama Lie Siang Tjoe. Mengapakah
Lo-peh mengetahui" Siapakah Lo-peh?"
Kelihatan orang setengah tua itu kegirangan, untuk kemudian
tjepat sekali berubah mendjadi tjemas. "Siang Tjoe, kau toh
putera Song-to Lie Kie Pok," tanja orang itu.
"Benar, tidak salah. Mengapa Lo-peh mengetahui?"
membenarkan Siang Tjoe. "Siapakah sebenarnja Lo-peh. Mengapa Lo-peh djadi begini
rupa?" Karena sedih Siang Tjoe pun menangis, ketika orang itu menjebut
nama ajahnja. "Tapi Lo-peh. Ajahku... ajahku... te...!" Karena tidak tahan achirnja
iapun menangis meng-gerung2...
"Aku djuga sudah mengetahuinja. Dan bukankah sekarang kau
datang kemari, hendak menuntut balas?"
Heran Lie Siang Tjoe ketika mendengar orang itu mengatakan
mengetahui sebab kesedihannja.
"Lo-peh. Benar2 aku tidak habis mengerti. Bukankah kita baru
berkenalan" Mengapa Lo-peh sudah mengetahui?"
Orang tua itu kedengaran mengelah napas.
"Anak, aku sebenarnja adalah paman guru dari orang jang telah
membunuh mendiang ajahmu. Namaku An Hwie Tjian..."
Keterangan ini membuat Siang Tjoe mendjadi terkedjut. Ia pernah
dengar nama ini dari mendiang ajahnja.
"Tapi, Lo-peh siapakah jang membuatmu djadi begini rupa?"
"Tunggu dulu, anak muda. Djanganlah pembitjaraanku ini
dipotong dulu," kata orang setengah tua jang ternyata adalah Kim
Bin Ho Lie An Hwie Tjian perlahan.
"Pada delapan belas hari jang lalu, dia, musuhmu itu pulang. Dia
tjeritakan padaku bagaimana dia telah berhasil dengan tjuma dua
gebrakan sadja membinasakan lawannja jang djuga mendjadi
musuh besarku... memang perasaanku ketika itu bangga sekali..."
Mendengar tjerita An Hwie Tjian sampai disini, Lie Siang Tjoe
mendjadi sangat murka. Tadinja ia berniat membinasakan sadja
orang tua itu, tapi melihat keadaan orang, ia mendjadi tidak tega.
Melainkan lalu iapun berbangkit dengan niatan meninggalkan
orang tua itu. Tapi... suatu kedjadian jang ia tidak pernah duga2
semula membuat ia mendjadi sangat terkedjut dan insjaf akan
ketjerobohannja... tjepat sekali orang setengah tua itu, walau
sedang menderita luka berat berbangkit untuk kemudian
mentjekal lengan kiri si-pemuda. Gerakan ini sangat tjepat,
hingga tidak ampun lagi lengan kiri ini tertjekal keras. Keras sekali
hingga dalam sekedjap itu Lie Siang Tjoe tak dapat berbuat apa2.
"Apa maksudmu?" bentak pemuda puteranja Lie Kie Pok.
"Djangan naik keatas!" bentak An Hwie Tjian. "Pertjuma sadja,
dengan kepandaian tjuma sebegini, sama djuga dengan kau
mengantarkan djiwa."
Terkesiap Siang Tjoe dengan keterangan ini. Namun melihat
orang itu tidak bermaksud djahat dan karena tidak merasa
ungkulan untuk melepaskan diri dari tjekalan ini, iapun lalu
membalikkan badannja sambil katanja, "Baik."
"Bagus! Kau dengar sadja dulu sampai selesai tjeritaku ini."
"Memang Hian-tit, aku pun memudji akan kemadjuannja itu,"
memulai An Hwie Tjian si-rase bermuka emas. "Diam2 aku pun
mengutjap sukur. Tapi, beberapa hari kemudian, dari beberapa
sahabat aku mendapat keterangan bahwa katanja, ia tidak sadja
membunuh ajahmu, tapi djuga setjara tidak langsung membunuh
ibumu..." Mendengar sampai disini, hendak meledak rasanja dada Siang
Tjoe, hingga badannja bergemetaran.
"... dan salah seorang saudara seperguruanmu..." seperti tidak
melihat perubahan sikap si-pemuda, An Hwie Tjian melandjutkan,
"... hari itu.. kalau tidak salah... adalah hari kelima belas sedjak
kembalinja ia keatas gunung. Aku maki dia habis2an. Dia diam
sadja. Tidak didjawabnja segala makian2ku, hingga achirnja
karena mengira dia insaf, aku pun tidak memaki lagi." An Hwie
Tjian berhenti sebentar. Disapunja keringat hitam jang memenuhi
mukanja, untuk kemudian melandjutkannja. "Akan tetapi,
keesokan harinja datang pula seorang sahabatku. Sahabatku itu
mentjeritarakan bagaimana setjara kedjam ia telah
mempermainkan kepala ajahmu."
Tanpa terasa lagi, dengan tiada terkendalikan, Siang Tjoe sudah
mentjelat setinggi tiga tombak. Dadanja ber-golak2...
"... Aku harap kau djangan berlaku demikian... tenanglah," kata2
ini ditudjukan kepada Lie Siang Tjoe, hingga dilain saat, pemuda
itu pun sudah berdiri terpaku.
"Mendengar tjerita itu, aku pun mendjadi gusar sekali,"
melandjutkan Hwie Tjian. "Aku katakan kepadanja, bahwa aku
adalah seorang ksatria, aku tjatji ia habis2an, hingga achirnja aku
usir dia. Pada saat itulah karena sangat marahnja, tanganku
tjepat sekali telah melajang mengantjam dadanja..." sampai disini
An Hwie Tjian berhenti sebentar. Napasnja memburu. Kemudian
setelah agak mereda ia pun berkata pula : "... Namun ternjata
kepandaiannja sudah berubah sama sekali. Kepandaiannja
sungguh membuat aku mendjadi sangat kagum. Aku benar2
terperandjat karena ketika tanganku hampir mengenai dadanja,
dia telah menghilang entah kemana. Hingga aku kebingungan,
aku tidak tahu harus memukul kemana, ketika tahu2 aku
merasakan seluruh badanku mendjadi lemas..."
Tanpa terasa lagi, Lie Siang Tjoe setelah mendengar akan
kehebatan 'bekas murid ajahnja' itu, mendjerit keras.
"Kemudian dia pun menghadiahkan pada kedua lenganku ini dua
belas butir Gin Lian Tjoe jang mengakibatkan muka dan peluhku
mendjadi hitam. Kemudian dia usir aku, dia edjek aku tiada
berguna apa2." Bertjerita sampai disini An Hwie Tjian kembali napasnja
memburu. Sedangkan Lie Siang Tjoe jang mendengar tjerita ini
sampai disini, dia bungkam dalam seribu bahasa, bahkan
menahan amarah akan perangai buruk murid murtad ini. Namun
diam2 dia pun mengagumi kepandaian bekas murid marhum
ajahnja itu. Ia baru insjaf benar2, kalau kebinasaan ajahnja
bukanlah disebabkan ketuaannja. Hingga diam2 ia pun merasa
sedih, ia putus asa, apakah sakit hati ini dapat terbalas"
Ia teringat, per-tama2 Keng Sie Heng Tee jang memberitahukan
kalau Ong Kauw Lian memiliki kepandaian jang luar biasa,
bahkan disuratnja Keng Sie Heng Tee menjangsikan kalau orang
jang membunuh ajahnja itu, mempunjai ilmu siluman. Sedang
sekarang paman guru si-manusia murtad sendiri mengatakan
hal2 jang sama. Hingga ia tidak menjangsikan lagi, tentulah
kepandaian manusia itu luar biasa liehaynja.
"Kau tahu?" Ia mendengar orang setengah tua dihadapannja
menjambungi kata2nja. "Sebenarnja disaat itu djuga aku berniat menghabiskan djiwaku.
Aku malu. Namun sesaat aku teringat akan kau..."
"Akan aku..." ... Apa hubungannja denganku?"
"Jat! Akan kau, jang menurut kabar2, sedang menudju
kegunungku ini!" Terkedjut Siang Tjoe mendengar keterangan in, tidak pernah ia
sangka2 kalau kepergiannja itu telah tersiar demikian luas.
"Demikianlah tidak djadi aku membunuh diri, akupun segera
dengan mengerahkan Lwee-kangku kekepala, aku menuruni
puntjak gunung itu. Hingga dilereng ini aku duduk menantikan
kedatangan." Mendengar tjerita ini, tanpa terasa Lie Siang Tjoe menghela
napas. Diam2 ia pun mengutjapkan sjukur kepada si orang
setengah tua itu, sebab kalau tiada entah bagaimana djadinja ia.
"Djadi Lo-peh sudah dua hari duduk disini menantikan saja?"
tanjanja. Orang setengah tua bekas ketua Tjeng Hong San itu mengangguk2kan kepalanja. Tampak dia tersenjum puas : "Benar aku
sudah menantikan kau disini dua hari lamanja, karena aku
merasa pasti, bahwa kau akan melalui tempat ini. Untuk
memberitahukan supaja pada waktu sekarang ini kau harus
bersabar. Djanganlah mentjari padanja dahulu." Berkata sampai
disini An Hwie Tjian tersenjum puas. Kemudian tanpa sungkan2
lagi iapun melandjutkan pembitjaraannja : "Disini aku terangkan
padamu. Sebenarnja setjara tidak langsung aku telah
menjelamatkan djiwamu."
Lie Siang Tjoe meng-angguk2kan kepalanja kemudian iapun
mengutjapkan terima kasih.
"Maka dari itu... em em... sekarang kuharapkan bantuanmu..."
"Djangan kuatir Lo-peh, aku akan membantu menggendongmu
menuruni gunung ini, kata Siang Tjoe tjepat. Ia mengira orang
setengah tua itu membutuhkan tenaganja.
Pendekar Pemetik Harpa 12 Kehidupan Para Pendekar Karya Nein Arimasen Mencari Bende Mataram 14
^