Mencari Bende Mataram 14
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto Bagian 14
mengucur membasahi pembaringan. Keadaan mereka tak
968 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ubah lampu yang kehabisan minyak, tinggal menunggu
padamnya saja. Dua di antara mereka sampai terkencing-
kencing di tempat, sehingga hawa dalam kamar itu menjadi
pesing. Kilatsih yang mendewa-dewakan Sangaji dan Titisari
menganggap kamar kedua kakaknya itu seolah-olah rambut
kepalanya. Melihat mereka terkencing-kencing di atas
pembaringan, tanpa dapat menguasai diri, lantas saja
berteriak. "Hai! Jangan kau kotori pembaringan kakakku. Paman,
lemparkan saja mereka keluar! Lama kelamaan kamar ini jadi
basah tak keruan..."
Senot Muradi yang jahil mulut lantas menyambung.
"Biarkan saja ayunda. Ingin aku tahu manusia ini
mempunyai persediaan air kencing berapa botol."
Mendengar ucapan anak nakal itu, Kilatsih mencibirkan
bibirnya, tetapi ia tidak membuka mulut lagi. Dalam pada itu
Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya tertawa terbahak-
bahak. Saling bergantian mereka menyambar badan keempat
lawan satu persatu, kemudian dilemparkan keluar kamar.
Yang terakhir Dadang Wiranata mencengkeram punggung
Kopral Jayeng Dipa. Kemudian dengan menggunakan tenaga saktinya dua
bagian, tulang punggung Kopral itu dipatahkan. Sambil
melontarkan tubuh korbannya, Dadang Wiranata membentak.
"Hai, anjing! Laporkan semua pengalamanmu ini kepada
majikanmu. Jika dia sampai berani memerintah orang lain lagi,
mengganggu junjungan kami Gusti Sangaji, dia akan
mengalami nasib seperti kamu semuanya ini. Tahu?"
Pada masa mudanya, baik Dadang Wiranata maupun Otong
Surawijaya merupakan dua pendekar yang dapat membunuh
orang tanpa berkedip. Tetapi sesudah usiataya lanjut, adat
969 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka yang berapi-api lambat laun menjadi agak padam. Kali
ini kecuali Sersan Komar dan Kopral Jayeng Dipa yang telah
dihajarnya sehingga menjadi cacad, empat orang laskar
lainnya masih dapat menuntut penghidupan sebagaimana
mestinya seperti orang lumrah. Walaupun ilmu sakti mereka
telah musnah seluruhnya. Di antara ketujuh laskar yang memasuki rumah Sangaji,
hanyalah Letnan Muda Jayalaga yang beruntung. Di kemudian
hari setelah luka-luka yang dideritanya sembuh, ilmu saktinya
tidak musnah. Bahwa Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya
tidak mengambil jiwa ketujuh laskar itu, sudahlah
membuktikan bahwa mereka telah melanggar adat kebiasaan
sendiri. Bagi orang yang mengenal siapa Dadang Wiranata
dan Otong Surawijaya, akan berkata bahwa kedua raja muda
itu kini sudah memiliki rasa belas kasihan.
Sesudah menyapu bersih lawan-lawannya, Otong
Surawijaya berkata kepada Senot Muradi.
"Senot! Hari ini engkau kurang mujur. Ilmu sakti Hasta Sila
belum dapat kita perlihatkan seluruhnya. Kukira hanya
setengah." "Separo sudah cukup. Lainnya, bukankah bisa kita
lanjutkan di kemudian hari?" sahut Senot Muradi dengan
gembira. "Separo ini saja sudah cukup memusingkan kepalaku
beberapa bulan lamanya."
"Ah, anak edan! Bagaimana bisa kita memperoleh lagi
kesempatan yang begini baik?"
Senot Muradi hendak membuka mulutnya kembali, akan
tetapi Kilatsih segera menegur. "Kau dengarkan perkataan
gurumu itu!" Kemudian kepada kedua raja muda, "Paman
berdua, jika kakakku Sangaji melihat kamarnya begini
kotor, pastilah ia akan menyesali paman berdua."
970 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan tersenyum Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya
keluar kamar. Kilatsih dan Senot Muradi mengikuti dari
belakang. "Paling sedikit tiga tahun lagi, kedua kakakmu baru bisa
kembali pulang kemari," kata Dadang Wiranata. "Aku berani
bertaruh"dia tidak akan marah."
"Apakah paman berdua pernah bertemu dengan kedua
kakakku?" tanya Kilatsih. "Apakah ada sesuatu pesan yang
diperuntukkan kepadaku" Sesungguhnya kema-nakah perginya kakakku berdua"
"Aduh! Benar-benar hebat adik Gusti Sangaji ini!" kata
Otong Surawijaya. "Kami berdua mengadu jiwa demi kedua
kakakmu, akan tetapi engkau hanya teringat kepadanya
berdua saja. Sama sekali tiada ucapan terima kasih kepada
kami." Kilatsih memoncongkan bibirnya sambil menyahut, "Paman
berdua telah mengadu jiwa" Kapan" Sebentar tadi paman
berdua berkelahi demi memberi pelajaran kepada muridmu ini.
Sama sekali bukan untuk kepentingan kedua kakakku."
"Ha! Benar-benar engkau seorang gadis yang tidak
mengenal budi!" seru Otong
Surawijaya dengan tertawa riuh. "Engkau tahu" Aku
mengajar Senot Muradi ini sebenarnya untuk memenuhi
kehendak kakakmu juga."
"Sudahlah," potong Dadang Wiranata. "Kami datang ke sini,
tiga hari yang lalu. Pada waktu itu, kedua kakakmu baru saja
berangkat. Mereka berdua mendesak kepada kami, agar
cepat-cepat meninggalkan daerah Karang Tinalang. Sebab
menurut warta yang didengar kakakmu, keadaan wilayah
Jawa Tengah pada saat ini sangat genting. Rupanya Beliau
mencemaskan kami. Tetapi justru kami ingin bertempat
tinggal di dalam rumah Beliau untuk menghadapi lawan-lawan
yang mengganggu ketentraman desa ini."
971 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ayunda! Jangan kau telan mentah-mentah keterangan
Guru!" tungkas Senot Muradi. "Sebab hanya separuh benar
separuh tidak." "Separuh benar dan separuh tidak, bagaimana?" Kilatsih
tak mengerti. "Guru hanya ingin menggodamu. Memang kami bertiga
bertemu dengan Paman Sangaji. Tetapi di tengah jalan dan
bukan di sini. Begitu bertemu Guru minta izin pada Paman
Sangaji hendak meminjam pusaka entah apa namanya.
Karena Paman Sangaji sedang tergesa-gesa, Guru dipersilakan
menunggu kedatanganmu di sini. Itulah yang kumaksudkan
separuh benar dan separuh tidak," Senot Muradi memberi
keterangan. "Bagaimana Kangmas Sangaji tahu, aku pasti datang
kemari?" Kilatsih heran.
"Sewaktu Paman Sangaji meninggalkan Jawa Barat, Guru
berdualah yang ditugaskan mencarimu. Guru lantas
memancingmu memasuki istana batu. Bukankah begitu"
Kemudian Guru mendahului kemari. Beliau yakin, engkau
bakal menyusul. Itulah sebabnya, aku diperintahkan
menjemputmu." "Ah! Sekarang barulah agak jelas," Kilatsih hendak
membuka mulutnya tatkala Otong Surawijaya tertawa
terbahak-bahak. Kata Raja Muda itu, "Bagus! Belum lagi kalian
berkumpul satu hari penuh sudah terjalin suatu persatuan.
Inilah namanya sebuah botol bertemu dengan tutupnya.
Baiklah, kami jelaskan! Memang kakakmu berdua sudah dapat
menduga, bahwa engkau akan datang kemari. Karena itu
Beliau berpesan kepadaku, agar engkaulah yang membawakan pusaka yang hendak kami pinjam."
"Pusaka" Pusaka apa?" Kilatsih heran.
"Pedang Sokayana. Pusaka Bumi Priangan!" jawab Otong
Surawijaya. 972 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pedang Sokayana dahulu dipersembahkan kepada Sangaji
sebagai suatu hadiah. Beratnya melebihi enampuluh kilogram.
Konon khabarnya dahulu adalah pedang pusaka Kyai Haji
Lukman Hakim, pendekar sakti Cirebon. Setelah berada di
tangan Sangaji, ia hanya menggunakannya sebagai alat
latihan penyalur tenaga sakti. Sebab semenjak ia mencoba
ilmu saktinya di atas dataran Gunung Cibugis menghadapi
bermacam-macam puncak kepandaian" tidaklah perlu lagi dia
menggunakan senjata. Dalam perjalanan pulang ke kampung
halaman meninjau ayah mertuanya, pedang Sokayana
disimpannya di Dusun Karang Tinalang. Dimana ia
menyimpannya, hanya Kilatsih yang mengetahui.
Mendengar dua raja muda itu hendak meminjam pedang
Sokayana, Kilatsih sangat heran.
"Gntuk apa Paman pinjam pedang . Sokayana?"
"Seorang anak yang belum pandai beringus, janganlah
mencampuri persoalan orang-orang tua!" sahut Otong
Surawijaya. "Serahkan saja kepada kami!"
"Baik, aku akan menyerahkan. Akan tetapi paman berdua
harus memberi keterangan yang benar alasan meminjam
pedang tersebut. Kecuali itu, Paman harus menerangkan
dimana Paman bertemu dengan Kangmas Sangaji dan Ayunda
Titisari. Dan Kangmas Sangaji berdua membicarakan soal apa"
Sesudah Paman memberi keterangan tiga pertanyaanku tadi,
barulah aku menyerahkan pedang Soka-yana."
Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya mendongak
menatap awan. Paras mereka berdua hebat dan seakan-akan
nyaris kehilangan kesabaran. Akhirnya Otong Surawijaya
berkata, "Ah! Kau benar-benar bocah edan! Apakah
perempuan di seluruh jagad ini dilahirkan untuk mengacau
rencana kerja laki-laki" Hayolah"cepat! Kau tunjukkan
dimana kakakmu menyimpan pedang pusaka. Sambil berjalan
kami akan menceritakan semua. Hayo, berangkat!"
973 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat paras wajah mereka bersungguh-sungguh, tak
berani lagi Kilatsih berayal-ayalan. Segera ia keluar rumah dan
berjalan memutari sebuah anak bukit. Dadang Wiranata,
Otong Surawijaya dan Senot Muradi mengikuti di belakangnya.
"Nah, dengarkan!" ujar Otong Surawijaya sambil berjalan.
"Sebenarnya kami pun mendaki Gunung Gede hendak
memberi laporan tentang kedatangan dua musuh besar.
Mereka berdua inilah guru besar para pendekar yang pernah
dikalahkan kakakmu di atas dataran tinggi Gunung Cibugis.
Rupanya mereka berpenasaran dan berniat hendak
menantang kakakmu mengadu sakti. Akan tetapi kami berdua
tidak sudi membiarkan mereka bisa menantang junjungan
kami. Kami berdua lantas memancing mereka bertempur.
Dengan demikian mereka berdua berbalik memusuhi kami.
Sayang sekali, tatkala kami memasuki markas besar Himpunan
Sangkuriang yang berada di atas Gunung Gede, kakakmu
sudah meninggalkan tempat. Kami memperoleh keterangan
bahwa Kompeni Belanda di Jakarta, sedang mengerahkan
angkatan perangnya besar-besaran untuk menyerbu markas
besar Himpunan Sangkuriang. Menimbang bahwa tenaga
perlawanan tidak sebanding, maka kakakmu meninggalkan
markas besar dengan tergesa-gesa. Sehingga terpaksalah
kami mengejar. Dengan petunjuk rekan-rekan perjuangan,
pada hari ketiga kami bertemu dengan kakakmu di tepi telaga.
Segera kami laporkan tentang kedatangan dua orang guru
besar yang hendak menantang beliau. Kedua musuh itu
sebenarnya adalah dua saudara kembar yang tua bernama
Windu Aji sedangkan yang muda bernama Guntur Aji. Kami
pernah mencoba dan menjajal-jajal ilmu kepandaian mereka.
Benar-benar gagah perkasa. Meskipun kami tidak perlu kalah
melawan mereka, akan tetapi untuk memenangkan
perkelahian itu kami membutuhkan senjata berat. Hal itu kami
sampaikan kepada kakakmu. Dengan serta merta kakakmu
menyetujui. Beliau menyarankan agar kami berusaha mencari
kau. Sebab satu-satunya keluarga kakakmu yang mengetahui
974 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dimana pedang Sokayana tersimpan hanyalah engkau sendiri.
Disamping masalah dua musuh besar itu sebenarnya kami
hendak membicarakan tentang Senot Muradi. Akan tetapi
kedua kakakmu nampaknya tergesa-gesa sekali, sehingga
kami tidak berkesempatan untuk membicarakannya."
Kilatsih benar-benar heran mendengar keterangan itu.
Siapakah Windu Aji dan Guntur Aji itu" Nampaknya Dadang Wiranata dan Otong
Surawijaya agak kuwalahan. Dari mulut ke mulut ia pernah
mendengar kegagahan kedua raja muda itu, bahkan dirinya
juga pernah menjajal kepandaian mereka, yang memang
hebat luar biasa. Menurut kakaknya, ilmu kepandaian Dadang
Wiranata dan Otong Surawijaya sukar dicari tandingannya
dalam dunia ini. Jika kedua raja muda itu nampak segan
terhadap Windu Aji dan Guntur Aji, pastilah mereka
merupakan dua lawan sakti yang luar biasa hebatnya. Otong
Surawijaya mendongak melihat cuaca. Katanya agak
mendesak, "Celaka! Sekarang sudah memasuki hari keempat.
Segera mereka akan datang. Sebab kami berjanji kepada
mereka berdua akan memberi tanda-tanda di sepanjang jalan,
kemana arah pergi kami. Di sepanjang jalan kami selalu
meninggalkan suatu tantangan. Pada suatu tempat tertentu
mereka akan kami lawan secara berhadap-hadapan. Maka itu
cepatlah serahkan pedang Sokayana kepada kami!"
Sebenarnya Kilatsih masih ingin mengajukan beberapa
pertanyaan. Akan tetapi mendengar desakan itu, ia lalu
mengurungkan niatnya. Buru-buru ia memasuki sebuah gua
yang terletak di belakang anak bukit. Ternyata gua itu
merupakan gudang mustika tempat menyimpan benda-benda
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berharga. "Mari masuk!" kata Kilatsih mendahului memasuki
gua. Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya segera
menyalakan obor, kemudian mereka bersama-sama masuk ke
dalam. Di tengah-tengah gua itu, nampaklah pedang Soka-
975 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yana. Otong Surawijaya segera menghampiri dan mengangkat
pedang itu, kemudian tertawa puas.
"Hahaha...! Hebat. Hebat sekali! Benar-benar cocok,"
setelah berkata demikian ia memperlihatkan pedang itu
kepada Dadang Wiranata. Kemudian ia mendahului keluar
gua. "Sebenarnya aku ingin minta bantuan kakakmu," kata
Dadang Wiranata kepada Kilatsih. "Tetapi karena kakakmu
tidak berada di sini, maka aku ingin minta bantuan kalian
berdua." Senot Muradi adalah seorang pemuda tanggung yang
nakal. Seperti pemuda-pemuda tanggung di seluruh dunia ini
gemar sekali akan suatu keramaian yang membawa
ketegangan. Mendengar permintaan gurunya, segera ia
menyanggupi. Tetapi Kilatsih tidak menjawab. Ia nampak heran dan menebak-
nebak. "Bagaimana kami berdua bisa melawan musuh Paman yang
begitu perkasa?" "Aku tidak memerintahkan kalian berdua bertempur
melawan mereka. Aku hanya meminta agar kalian memancing
mereka memasuki suatu tempat yang kami kehendaki.
Lihatlah kedua bukit itu. Di sana kami menunggu mereka.
Nah, berangkatlah sekarang juga memancing mereka!"
Tanpa berkata suatu apa lagi, Senot Muradi lantas
mendahului berlari-lari kencang. Kilatsih segera menyusul,
sambil berseru: "Senot! Bagaimana kita harus memancing
mereka" Tunggulah, kita berdamai dahulu!"
"Mau berdamai perkara apa?" sahut Senot Muradi. la
hendak membuka mulutnya lagi akan tetapi tiba-tiba
terlihatlah berkelebat -nya dua bayangan manusia di
kejauhan. 976 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua orang itu mengenakan jubah panjang. Pundaknya
tertutup dengan sutera putih. Kepalanya memakai sorban
putih pula, mirip sorban haji. Hidungnya mancung. Bermata
tajam dan dalam sekali. Apa yang luar biasa ialah bahwa
mereka tidak hanya berpakaian kembar, akan tetapi baik
perawakan maupun bentuk wajah mereka seperti pinang
dibelah dua. Perbedaan yang terdapat pada badannya
hanyalah terletak pada telinganya. Yang berada di sebelah
kanan tidak mempunyai kuping sebelah kiri, sedangkan yang
di sebelah kiri tidak mempunyai kuping kanan.
"Benar-benar luar biasa!" seru Senot Muradi sambil
tertawa. "Mereka benar-benar sama rupa seperti yang
digambarkan Guru. Tak bisa salah lagi, pastilah mereka
saudara kembar itu. Ha! Dua saudara kembar berlawan-
lawanan dengan kedua guruku yang aneh. Sungguh,
merupakan tontonan yang menarik!"
Hebat gerakan mereka. Baru saja Senot Muradi menutup
mulut, mereka dengan berbareng telah tiba seratus meter di
depan. Kilatsih menjadi gugup. Segera ia menoleh kepada
Senot Muradi. Anak nakal itu lantas berkata ketus.
"Nah, biarlah aku memancing mereka. Akan tetapi Ayunda
harus pandai-pandai menggunakan biji sawomu! Sekarang aku
pergi." Sesudah berkata demikian dengan berlari-lari, ia
menghampiri sebatang pohon asam.
Kilatsih tak tahu apa yang hendak 218 dilakukan anak nakal
itu. Tetapi segera ia mengikuti dan bersembunyi dalam jarak
beberapa meter dari pohon itu.
Beberapa saat kemudian, Windu Aji dan Guntur Aji sudah
memasuki Dusun Karang Tinalang. Dengan berbekal ilmu
kepandaiannya yang sangat tinggi, sudah barang tentu
mereka mengetahui belaka bahwa di atas pohon ada
seseorang yang bersembunyi. Tetapi menimbang bahwa yang
nongkrong di atas pohon hanya seorang anak-anak, mereka
977 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak begitu menaruh perhatian. Mereka menduga, anak itu
lagi memetik buah asam. Demikianlah sambil berjalan, mereka berbicara dalam
bahasa Sunda. Tetapi, selagi mereka lewat di bawah pohon
asam tersebut, mendadak ada air mancur mengucur ke
bawah. Itulah perbuatan anak nakal Senot Muradi, yang
sengaja mengencingi mereka dari atas.
Melihat pancaran air mancur yang turun bagai hujan
gerimis, mereka melompat mundur berbareng dengan gesit.
Meskipun cepat gerakan mereka, tak urung masih kecipratan
air kencing juga. "Hai, anak nakal!" bentak Windu Aji dalam bahasa Jawa.
"Apakah kau minta gebug?"
Hampir berbareng mereka menyerang, yang satu
mengebas dengan tangan kirinya, yang lain menghantam
dengan tangan kanan dari jarak kira-kira dua meter. Itulah
pukulan udara yang daya tekanannya luar biasa dahsyat.
Digempur dua kali, ranting dan daun-daun pohon asam itu
rontok berguguran. Bahkan pohonnya yang perkasa itu sendiri
sampai bergoyang-goyang. Menyaksikan kejadian tadi, Kilatsih yang bersembunyi tak
jauh dari pohon asam tersebut, terkesiap hatinya. Cepat luar
biasa ia melepaskan dua biji sawonya. Dengan bersuling dua
biji sawo Kilatsih menyambar tangan mereka. Setelah itu ia
menyusuli dengan enam biji sawo lagi sekaligus.
"Ih!" Mereka terkejut. Windu Aji segera meloncat ke kiri
dan Guntur Aji meloncat ke kanan. Masing-masing
menggerakkan tangannya saling memotong untuk menangkap
sambaran delapan biji sawo. Biji-biji sawo Kilatsih sebenarnya
tajam luar biasa, karena ujungnya berlapiskan baja. Tapi
mereka sama sekali tidak menghiraukan. Dengan sekali
bergerak, delapan biji sawo masuk ke dalam tangannya.
Sesaat kemudian sambil tertawa terbahak-bahak mereka
978 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuka tangan dan kedelapan biji sawo itu hancur
berkeping-keping. Dalam pada itu sambil berjungkir balik Senot Muradi
hinggap di atas tanah dan segera lari terbirit-birit. Bocah nakal
itu sadar, bahwa tenaga pukulan udara yang dipergunakan
Windu Aji dan Guntur Aji hanya tenaga bagian saja. Hal itu
disebabkan kare'-na mereka tidak bermaksud mencelakakannya. Mereka hanya ingin merobohkan Senot
Muradi ke tanah. Kemudian hendak dicacinya kalang kabut.
Andaikata mereka menggunakan seluruh tenaganya, Senot
Muradi pastilah sudah tidak bernapas lagi.
Windu Aji dan Guntur Aji memang sepasang saudara
kembar. Mereka berumur kira-kira tujuhpuluh tahun. Meskipun
demikian, berkat ilmu kepandaiannya mereka menjadi guru
besar. Banyak pendekar-pendekar sakti di Jawa Barat yang
berguru kepada mereka. Maka dapat dimengerti betapa
kehormatan mereka tersinggung tatkala sekalian anak-anak
muridnya kena dikalahkan Sangaji di dataran tinggi Gunung
Cibugis. Demi menjaga kehormatan diri, mereka turun gunung
untuk mencari Sangaji. Tetapi menimbang bahwa Sangaji
bukanlah seorang pendekar lumrah, maka mereka berdua giat
berlatih beberapa tahun lamanya. Sesudah yakin bahwa
dirinya kini telah mampu mengalahkan Sangaji, barulah
mereka mengadakan perjalanan
Tak terduga selagi mereka berusaha mencari Sangaji, di
tengah jalan kena cegat Dadang Wiranata dan Otong
Surawijaya. Mereka lantas bertempur mengadu kepandaian.
Kekuatan kedua belah pihak seimbang. Dadang Wiranata dan
Otong Surawijaya tak dapat mengalahkan mereka. Sebaliknya,
mereka pun tak dapat mengalahkan Dadang Wiranata dan
Otong Surawijaya. Seperti Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya mereka
juga memiliki suatu pukulan sakti. Ialah pukulan keras dan
lembek, yang dapat dilakukan dengan berbareng. Tadi tatkala
979 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hendak menjatuhkan Senot Muradi ke atas tanah, mereka
menggunakan pukulan keras dan lembek dengan berbareng
meskipun hanya menggunakan tenaga tiga bagian, namun
mereka yakin, bocah itu akan jatuh dari pohon dalam keadaan
pingsan. Mereka heran tak terkira tatkala melihat Senot
Muradi dapat melarikan diri tanpa luka sedikit pun. Rasa
keheranannya makin menjadi besar, sewaktu Kilatsih
melepaskan delapan senjata bidiknya yang sangat dahsyat.
Windu Aji tertawa terbahak-bahak dan berkata dalam
bahasa Sunda pada adiknya.
"Ah! Sama sekali tak kuduga, bahwa di dusun sesunyi ini
muncul dua bocah belum pandai beringus yang berkepandaian
tinggi. Eh, biarlah aku mengambil yang besar dan engkau
yang kecil!" Windu Aji bermaksud hendak mengambil Kilatsih menjadi
muridnya, sedangkan adiknya dianjurkan hendaklah mengambil Senot Muradi menjadi ahli warisnya. Seperti guru
besar di seluruh bumi ini, selalu berusaha untuk menemukan
calon-calon pewarisnya yang berbakat. Mereka merasa
sayang, bahwa ilmu kepandaian yang sudah mereka capai
dengan susah payah akan hilang lenyap dari permukaan bumi
tanpa bekas tanpa cerita.
"Bagus!" jawab Guntur Aji menyetujui usul saudaranya.
Dengan sekali menjejak tanah, mereka melesat duapuluh
meter jauhnya, ke depan. Berbareng dengan itu mereka
mengirimkan pukulan-pukulan udara dengan menggunakan
tenaga lima bagian. Kilatsih yang sedang, lari terbirit-birit merasakan sambaran
angin yang sangat tajam, menyusul larinya. Secara wajar, ia
meloncat ke pinggir. Walaupun pukulan itu dilancarkan dari
tempat yang agak jauh, namun badannya tak urung
tergoncang juga beberapa kali. *
980 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Windu Aji makin terheran-heran. Setelah menyaksikan
bahwa pukulannya yang lebih berat itu masih belum mampu
merobohkan Kilatsih. Sesudah mengubar seratus meter lagi,
tiba-tiba saja dia menghantamkan kedua tinjunya sekaligus.
Kali ini ia menggunakan tenaga delapan bagian.
Mendengar kesiur angin, Kilatsih mengetahui bahwa ia
sendiri masih mampu mempertahankan diri, akan tetapi Senot
Muradi pasti akan roboh. Benar-benar Kilatsih tak memalukan
telah menyematkan nama sebagai murid Adipati Surengpati
berbareng menjadi adik angkat Sangaji dan Titisari. Pada saat
yang genting itu, sambil menyambar Senot Muradi, ia
melompat setinggi enam meter lebih. Kemudian berseru
kepada Senot Muradi. "Jangan bergerak!"
Tepat pada saat itu berkelebatlah sambaran angin dahsyat
di bawah kakinya. Segera Kilatsih melemparkan Senot Muradi
ke dalam barisan batu yang terdapat di bawah kaki bukit, la
sendiri dengan suatu letikan yang sangat indah melayang
turun di depan deretan batu, di sebelah Senot Muradi.
Dalam pada itu Windu Aji dan Guntur Aji telah menyusul
pula. Melihat mereka menyusul begitu cepat, Kilatsih berteriak
dengan nada mengejek. "Idiiih! Tak kenal malu, menghina anak kecil. Kalau berani,
carilah Ayah kami!" Diejek demikian kedua saudara kembar ini merandek.
Karena tak mau kalah gertak, Windu Aji menyahut dengan
suara gemuruh. "Angkatlah aku menjadi gurumu. Engkau akan menjadi ahli
warisku!" "Apakah kepandaianmu sampai berani menawarkan diri
menjadi guruku?" balas Kilatsih dengan tajam.
981 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tangan Windu Aji menyambar dan mencoba mencengkeram pundak Kilatsih. Bagaikan kilat Kilatsih
menikam dengan pedangnya yang bersinar berkeredepan.
Arah tikamannya menyambar dada. Kemudian membelok
menusuk ketiak. Tikaman ini adalah serangan maut yang
merupakan salah satu jurus terhebat dari ilmu pedang
Witaradya. Melihat serangan sehebat itu, Windu Aji agak tekejut. Ia
tak menduga bahwa seorang pemuda yang masih berbau
kekanak-kanakan itu telah memiliki ilmu pedang yang begitu
tinggi nilainya. Meskipun ia seorang guru besar, namun tak
berani ia berlaku sembrono. Sambil mengelak, ia menyentil
ujung pedang dengan jari tangannya. "Tring!" Dan pedang
Kilatsih hampir-hampir terlepas dari tangan.
Oleh karena tujuan Kilatsih hanya untuk memancing
mereka, tikamannya tadi tidaklah bersungguh-sungguh. Di
samping menyerang, mengandung unsur untuk mundur.
Demikianlah dengan meminjam tenaga tolak musuh, ia
meloncat mundur membarengi pedangnya yang hampir
terpental dari tangannya. Cepat luar biasa ia menyelinap di
balik jajaran batu-batu bukit.
Tentu saja. Windu Aji tidak takut kepada deretan batu-batu
yang berada di depannya. Dengan sekali meloncat ia masuk
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pula ke dalam barisan batu. Di luar dugaannya Kilatsih dapat
menggunakan deretan batu itu dengan baiknya. Dengan suatu
gerakan yang sangat cepat, ia berputar-putar di antara jajaran
batu-batu. Dengan suatu isyarat Kilatsih dan Senot Muradi
bermain kucing-kucingan. Mereka muncul dan menghilang
dengan cepatnya. Windu Aji tidak mengkhawatirkan dirinya kena selomot
bocah-bocah itu. Akan tetapi dpermainkan secara begitu, mata
mereka lambat laun terasa berkunang-kunang juga. Dengan
geram ia mempercepat larinya dan memanjangkan langkah,
sambil sekali-kali menjambret dengan tangan terulur.
982 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meskipun telah berusaha dengan keras, namun kedua
mangsanya tetap luput dari cengkeraman.
Menyaksikan saudaranya kena dipermainkan dua bocah
cilik, Guntur Aji ikut pula masuk ke dalam jajaran batu-batu
tersebut. Ia menjadi juru pencegat. Tetapi dua bocah itu
sangat licin. Setiap kali akan kena hadang Guntur Aji, tiba-tiba
mereka melesat ke samping dengan berputar-putar pada
batu-batu yang di dekatnya. Kemudian mundur mendaki bukit.
Melihat gerakan mereka, Windu Aji menjadi curiga.
Pikirnya, "Agaknya mereka punya rencana tertentu. Celakalah
kalau mereka berdua ini sebenarnya adalah utusan kedua iblis
itu. Tujuanku memang akan mencari mereka. Tapi kenapa aku
kini kena dipermainkan dua bocah cilik." Memperoleh pikiran
demikian ia tertawa geli sendiri. Kemudian ia menoleh kepada
adiknya. "Guntur! Jangan membuang-buang tenaga! Melihat tanda-
tanda pengenal, kedua iblis itu berada di atas bukit ini. Kalau
mereka sudah selesai kita bereskan, barulah nanti kita urus
kedua bocah itu!" Guntur Aji memanggut. Lalu ia mengarahkan pandangnya
ke arah bukit. Dalam pada itu, Senot Muradi yang sudah
berada di pinggang bukit berteriak: "Hei! Kamu berdua tadi
bilang hendak mengambilku menjadi murid. Hayolah tangkap
aku! Kejar aku!" Kena diejek oleh si bocah yang belum pandai beringus, hati
Windu Aji dan Guntur Aji menjadi panas juga. Seolah-olah
saling berjanji, mereka melesat hendak menerkam bocah yang
jahil mulut itu. Tetapi lagi-lagi anak itu menghilang di balik
jajaran batu-batu, seakan-akan tikus yang menyelusup kian
kemari di antara batu-batu sambil terus berputar-putar.
Walaupun tinggi ilmu kepandaian mereka, namun lama
kelamaan menjadi geregetan juga, karena sekian lama -belum
juga berhasil menangkap kedua bocah itu. Selagi mereka
mengejar Senot Muradi, kembali lagi Kilatsih muncul dengan
983 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiba-tiba di samping mereka, sambil berteriak-teriak mengejek
untuk membuat hati mereka mendongkol.
Benar saja Guntur Aji menjadi dengki hatinya. Menuruti
rasa hati, sambil membentak ia mencabut jajaran batu yang
beratnya entah berapa ratus kilogram. Setelah mengeluarkan
tenaga terlalu banyak, ia baru berhasil dapat merobohkan dan
menyingkirkan beberapa batu-batu. Dengan tak dikehendaki
keringatnya mengucur sangat derasnya, sehingga bermanik-
manik di muka dan merasa lemas pula. Melihat hal itu, Windu
Aji segera memperingatkan, agar jangan terlalu menuruti
gejolak hati yang panas. "Hayolah! Jangan hiraukan mereka! Mari kita daki bukit ini!"
Setelah berkata demikian, ia lalu mendahului mendaki.
Guntur Aji segera mengikuti. Dan baru saja mereka berdua
mencapai pinggang bukit, tiba-tiba terdengar suara tertawa
yang nyaring dan aneh. Mereka segera mendongak ke atas. Melihat Dadang
Wiranata serta Otong Surawijaya berdiri tegak bagaikan dua
raksasa yang sedang menghadang mangsa. Dadang Wiranata
memegang sebatang pedang raksasa, sedangkan Otong
Surawijaya membawa sarung pedang berukuran besar sekali.
Itulah sarung pedang mustika
Sokayana. Dengan membekal senjata itu, mereka menatap
kedua lawannya dengan pandang mata berkilat-kilat.
Windu Aji dan Guntur Aji kaget bukan kepalang. Dan
sebelum mereka sempat membuka mulut, kembali Dadang
Wiranata tertawa berkakakan seraya berseru:
"Hihaha... menghadapi muridku saja kalian tidak berdaya.
Bagaimana kalian berani mengejar kami, apalagi kalian ingin
bertemu dengan junjungan kami Gusti Sangaji. Lebih baik
kamu berdua pulang saja selagi badan dan nyawamu masih
utuh!" 984 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hmm!" dengus Windu Aji. "Manusia yang memancing
musuh dengan segala akal bulus, bukanlah seorang pendekar
yang gagah. Jika kalian benar-benar pendekar jempolan"
hayo turunlah"bertempur dengan kami sampai ada kenyataan
siapa yang menang dan siapa yang mampus!"
"Bagus!" sahut Otong Surawijaya yang ringan mulut.
"Baiklah, jika kalian tidak mau menyerah kalah, kita boleh
bertempur lagi." .Kedua belah pihak berasal dari Jawa Barat. Mereka
bertengkar mulut dengan bahasa Sunda. Meskipun Kilatsih
semenjak kanak-kanak berada di Jawa Tengah, akan tetapi ia
mengerti bahasa Sunda lumayan juga berkat asuhan Titisari
yang rajin memberi pelajaran bahasa kepadanya. Mendengar
caci maki dari kedua belah pihak, hatinya ikut berdebar-debar.
Hebat suara mereka masing-masing. Angker dan aneh luar
biasa, seolah-olah bisa menggugurkan bukit-bukit. Tatkala itu
terdengarlah Dadang Wiranata.
"Hai, Windu Aji dan Guntur Aji. Kami mau melayanimu
berdua, apabila kalian sanggup menerima pukulan kami dari
udara. Lihatlah! Aku bawa pedang tumpul ini. Pedang ini
hendak aku lemparkan ke bawah. Nah, beranikah kalian
menangkap!" "Kenapa tidak" Hayolah lemparkan. Akan kuterima dengan
dada terbuka," sahut Windu Aji dengan suara menggeledek.
Sesudah masing-masing bersumbar16) baik Dadang
Wiranata maupun Windu Aji saling bersiaga. Dengan
mendadak Dadang Wiranata melemparkan pedang Sokayana.
Hebat tenaga lontaran Dadang Wiranata.. Apalagi dia berada
di atas bukit. Sedang pedang itu sendiri mempunyai berat
lebih dari enampuluh kilo. Dengan suara mengaung, pedang
Sokayana menyambar ke bawah.
Bagaikan kilat Windu Aji meloncat menyambar dengan
mementangkan kedua lengannya guna menangkap pedang
985 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tersebut. Di luar dugaan, tenaga lontaran pedang Sokayana
hebat luar biasa. Tiba-tiba saja ia terhantam dadanya
sehingga tubuhnya terpental menumbuk batu gunung.
Guntur Aji melihat kakaknya dalam bahaya. Dengan
kecepatan yang susah dibayangkan, ia melompat menyambar
tubuh kakaknya. Tetapi tepat pada saat itu, kembali lagi
terdengar suara meraung, dan tubuh Guntur Aji terpelanting
ke bawah, kena hantaman sarung pedang Sokayana yang
dilontarkan oleh Otong Surawijaya. Saling susul, kedua
saudara kembar tadi rebah di atas tanah dengan pundak
mereka terluka. Kepandaian Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya
dengan Windu Aji dan Guntur Aji, adalah setanding. Jika
mereka bertempur dalam keadaan biasa di atas tanah datar,
belum tentu dapat ditentukan siapa yang kalah dan siapa yang
menang dalam waktu tiga hari tiga malam. Tetapi sebentar
tadi, dengan mengandalkan berat pedang
Sokayana, Dadang Wiranata berhasil melontarkan tubuh
Windu Aji, dan Otong Surawijaya berhasil merobohkan Guntur
Aji dengan sarung pedang. Hal itu ada sebabnya. Windu Aji an
adiknya tadi kena dipermainkan oleh Kilatsih dan Senot
Muradi, sehingga sedikit banyak mengurangi tenaganya.
Guntur Aji pun tadi terpaksa sibuk menyingkirkan batu-batu
raksasa yang dipakai sebagai perlindungan oleh kedua anak
nakal tadi, sehingga tenaganya berkurang banyak. Untunglah
dalam usahanya mengelakkan diri, mereka hanya terpukul
pundaknya masing-masing saja. Andaikata pedang mustika itu
tepat mengenai dadanya, pastilah sudah jiwanya takkan
tertolong lagi. Begitu pula hantaman sarung pedang yang
dilontarkan Otong Surawijaya, tidak mengenai kepala. Dengan
demikian, mereka berdua selamat. Akan tetapi himpunan
tenaga saktinya termusnah. Gntuk memulihkan seperti semula
harus dibutuhkan paling tidak satu tahun lamanya.
986 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Senot Muradi adalah seorang pemuda tanggung yang tak
kenal takut. Akan tetapi menyaksikan adu tenaga yang
demikian hebat, ia terkesiap dan hanya dapat mengawaskan
dengan mulut ternganga-nganga. Dengan hati kagum, ia
menyaksikan bagaimana Windu Aji dan Guntur Aji berusaha
hendak menangkap pedang Sokayana beserta sarungnya.
Apabila mereka tidak memiliki suatu himpunan tenaga
dahsyat, urat-urat pundak mereka yang kena terhantam
telak17) pasti akan putus. Namun, ternyata tidak demikian. Itu
suatu tanda bahwa mereka berdua memiliki suatu tenaga sakti
yang dahsyat luar biasa. Setelah kena hantaman pedang
Sokayana dan sarungnya, Windu Aji dan Guntur Aji terpental
menabrak jajaran batu-batu. Kena tumbukan tubuh mereka,
jajaran batu-batu tersebut pecah hancur berhamburan.
Dapatlah dibayangkan, bahwa himpunan tenaga saktinya
melebihi manusia yang sudah terhitung golongan pendekar.
Senot Muradi begitu kagumnya, sehingga ia tak
melepaskan ucapan mengejek, tetapi buru-buru ia
menghampiri mereka dan berusaha menolong membangunkan. Windu Aji memelototinya sambil terus
meletik bangun. "Bocah! Hatimu baik sekali. Nampaknya engkau hendak
mencoba menolong aku. Bagus!"
Berbareng dengan kata-katanya, tangannya menyambar
dan dengan gampang dapat menangkap Senot Muradi.
Setelah dapat diputar-putar beberapa kali, dengan tangan
kirinya, ia menepuk punggung dan pantat bocah nakal itu.
Tentu saja Kilatsih yang berada tidak jauh darinya terkejut
bukan kepalang. Gugup ia melompat hendak menolong. Tetapi
tangan Windu Aji bukan main cepatnya. Dalam sekejap mata
saja ia sudah berhasil menepuk punggung dan pantat Senot
Muradi tiga kali berturut-turut, kemudian didorongnya pergi.
Mendadak saja Senot Muradi terbungkuk-bungkuk sambil
987 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memegang-megang perutnya. Kemudian lari cepat-cepat
bersembunyi di balik batu besar.
"Senot! Kau terluka?" tanya Kilatsih dengan suara cemas.
Senot Muradi mencongakkan kepalanya lalu menjawab.
"Hai hai hai! Jangan kemari! Aku mau buang air....."
Kilatsih mendongkol berbareng geli hati. Tetapi melihat
wajah Senot Muradi tiada berubah, hatinya menjadi lega.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan Dadang Wiranata.
"Kilatsih! Karena mereka telah berbuat baik terhadap
adikmu, jangan kau permainkan mereka lagi. Biarlah mereka
pergi dengan aman tenteram!"
"Dadang Wiranata!" teriak Windu Aji dengan suara
mendongkol. "Tak sudi aku menerima budi baikmu ini."
Dadang Wiranata tertawa terbahak-bahak.
"Apakah kalian masih ingin mengadu tenaga dengan kami"
Jikalau kalian masih ingin mengadu tenaga, paling sedikit kami
harus menunggu satu tahun lagi. Lihatlah aku masih
mempunyai sebatang bindi."
Setelah berkata demikian, ia melontarkan bindinya ke arah
bongkahan batu. Kena hantaman bindinya, batu itu terbelah
menjadi dua. Baik Windu Aji dan Guntur Aji tahu bahwa
Dadang Wiranata hendak memperlihatkan tenaganya, la
hendak mengesankan bahwa tenaganya masih utuh. Melihat
kenyataan itu mau tak mau Windu Aji dan Guntur Aji harus
bisa membawa diri. Dengan mendongkol Windu Aji berkata,
"Baiklah. Engkau masih bertenaga utuh. Hanya sayang,
tenagamu itu hanya bisa kau simpan dalam waktu satu tahun
saja. Sebab pada tahun depan, kami berdua akan mencarimu
sampai ketemu." Setelah berkata demikian, dengan
membimbing saudaranya ia menuruni bukit dengan tertatih-
tatih. Kilatsih segera mengantarkan dengan hormat.
988 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat Kilatsih berjalan di belakangnya, Windu Aji
menoleh. "Apakah engkau murid kedua iblis itu?"
Kilatsih menggelengkan kepala. "Guruku bernama Adipati
Surengpati, Sangaji dan Titisari adalah kedua kakakku yang
memberi tambahan kepandaian pula kepadaku."
"Hm, Sangaji!" Windu Aji menggerendeng, "Baiklah, aku
menerima kebaikanmu ini. Aku tidak akan melupakanmu."
Sesudah mereka berlalu, Kilatsih mendaki bukit. Di tengah
jalan ia bertemu dengan Senot Muradi yang baru saja selesai
buang air besar. Benar-benar mengherankan, dalam waktu
sekejap saja wajah Senot Muradi yang sebentar tadi nampak
segar bugar, menjadi pucat dan tubuhnya mendadak menjadi
kurus. "Kau kenapa?" Kilatsih minta keterangan dengan cemas.
Tetapi si Nakal itu tertawa saja.
"Tak kurang suatu apa. Aku tadi hanya bertelor terus
menerus. Akan tetapi kini aku merasa nyaman sekali."
Semenjak mengikuti Dadang Wiranata dan Otong
Surawijaya, Senot Muradi diwarisi bermacam ilmu sakti.
Terdorong oleh nafsu ingin cepat pandai, anak nakal itu
menggunakan tenaganya berlebih-lebihan. Siang malam ia
berlatih. Akibatnya, kadang-kadang ia merasakan dadanya
nyeri. Akan tetapi belum sadar bahwa ia menderita semacam
penyakit dalam. Sebagai seorang guru besar, dengan sekali
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melihat saja, tahulah Windu Aji apa yang sedang diderita oleh
bocah itu. Menimbang bahwa bocah itu bersikap baik
terhadapnya, ia segera menepuk punggungnya tiga kali,
dengan maksud memberi pertolongan. Kena tepukan
himpunan tenaga saktinya, pada detik itu juga, hawa kotor
yang merumun di dalam badan Senot Muradi turun ke bawah.
Dan mendadak isi perutnya keluar. Setelah Senot Muradi
989 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperoleh hawa bersih kembali, badannya kembali menjadi
segar. Tepukan himpunan tenaga sakti Windu Aji di kemudian
hari sangat besar faedahnya, karena membantu latihan-latihan
Senot Muradi yang berat-berat.
"Pantas saja...., " gerendeng Kilatsih.
"Pantas saja bagaimana?" Senot Muradi menegas.
"Pantas saja kedua gurumu berada dalam kamar Kangmas
Sangaji. Tak tahunya mereka sesungguhnya lagi menunggu
kedatangan musuh yang perkasa tadi. Sebelum bertemu
berhadap-hadapan mereka perlu berlatih dahulu," tanya
Kilatsih, sebelum Senot Muradi hendak membuka mulut.
"Pada malam itu sesudah mengurung Mundingsari di dalam
kamar depan," jawab Senot Muradi. "Kemudian, aku
meninggalkan rumah. Sewaktu tiba di mulut dusun aku
bertemu dengan kedua guruku itu. Aku kenal mereka karena
mereka pernah berkunjung ke rumah. Begitu bertemu, Paman
Dadang Wiranata lantas berkata begini: 'Senot Muradi! Ada
dua orang jahat mencari ayahmu. Lebih baik engkau jangan
pulang ke rumah.' Aku lantas menjawab, bahwa bila benar-
benar ada dua orang penjahat hendak mencari ayahku,
samalah halnya dengan mencari maut sendiri. Akan tetapi
kedua guruku tadi membujukku agar tidak pulang saja.
Katanya: 'Senot, ke-pandaianmu masih sangat rendah. Tak
dapat engkau membantu ayahmu. Jika engkau pulang,
ayahmu harus melindungi dirimu. Engkau sendiri mungkin bisa
kena dilukai penjahat itu. Dalam pada itu terpaksalah ayahmu
harus membagi perhatian kepadamu. Percayalah. Kedua orang
yang datang hendak mencari ayahmu itu bukanlah
tandingannya. Karena itu lebih baik engkau ikut. Aku akan
membawa engkau pergi menemui pamanmu Sangaji. Dahulu
ayahmu dan pamanmu Sangaji merupakan saudara angkat.
Terus terang saja, kami diperintahkan pamanmu Sangaji untuk
mencarimu dan membawamu menghadap kepadanya. Itulah
sebabnya kami datang ke tempat ini. Karena kami segan
990 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengganggu ayahmu yang sedang mempunyai persoalan
penting, lebih baik kami langsung mengajakmu pergi. Di
kemudian hari, pamanmu Sangaji bakal menemui ayahmu
untuk memberi khabar tentang dimana engkau berada.
Sementara ini kami pun sudah meninggalkan suatu tanda, di
depan rumahmu. Malam ini setelah berhasil mengusir kedua
penjahat itu, ayahmu pasti melihat tanda-tanda itu. Mungkin
sekali ayahmu terus menyusulmu pula untuk menemui
pamanmu Sangaji.' Demikianlah kata-kata Guru kepadaku.
Hm! Ayunda, engkau sudah bertemu dengan ayahku. Apa
sebab sewaktu ayunda berangkat ke Jawa Barat dengan
maksud hendak bertemu dengan Paman Sangaji tidak
bersama-sama Ayah" Apakah
Ayah tidak dapat melihat tanda yang ditinggalkan kedua
guruku itu?" Mendengar ceritera Senot Muradi serta pertanyaannya,
Kilatsih menjadi sangat berduka. Katanya di dalam hati, "Ah,
sungguh sayang! Paman Dadang Wiranata dan Paman Otong
Surawijaya, pastilah hanya melihat dua orang yang datang
terlebih dahulu. Sungguh sayang! Pastilah yang dilihat Paman
Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya, Ampyak Siti dan
Taker CJrip. Mereka tidak mengetahui bahwa Kapten
Kartasasmita dan Wiranegara datang pula berturut-turut. Jika
Paman Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya tahu akan hal
itu, pastilah mereka akan membantu."
Melihat Kilatsih tidak segera menjawab, Senot Muradi
segera bertanya dengan tidak sabar.
"Ayunda, kau kenapakah" Hai! Kenapa tiba-tiba matamu
menjadi merah" Apakah engkau kena maki ayahku" Atau
hatimu masih mendongkol karena mungkin sekali Ayah
memperlakukan engkau kurang manis. Benarkah begitu" Ah,
sudahlah! Jangan menangis. Berkali-kali Ayah mengesankan
padaku, bahwasanya seorang pendekar itu berkali-kali tidak
boleh meneteskan air mata..."
991 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi kedua mata Kilatsih yang nampak menjadi
merah, dengan tiba-tiba, meneteskan air mata. Melihat hal itu,
Senot Muradi heran bukan main. Teringat dia bahwa Kilatsih
mengenakan pakaian seorang pemuda bukanlah seorang pria.
Sehingga mungkin sekali ada kata-kata ayahnya yang
menusuk perasaannya. Sekonyong-konyong Kilatsih membuka mulutnya dan
berkata dengan suara terputus-putus.
"Senot....! Ayahmu...terbunuh!"
Rasa terkejut Senot Muradi seperti orang kena tersambar
geledek, la seakan-akan tak percaya kepada telinganya
sendiri, sehingga menjadi tertegun-tegun. Tetapi sejenak
kemudian, ia berteriak. "Apa" Kau bilang apa" Ayahku mati terbunuh?"
Kilatsih memanggut. "Benar! Dibunuh beberapa manusia keparat!"
Senot Muradi menatap wajah Kilatsih dengan penuh selidik.
Berteriak dengan suara menggeletar.
"Bohong! Dusta! Bohong! Ayahku seorang pendekar yang
jarang tandingnya. Betapa mungkin ia sampai kena terbunuh
mati! Kau bohong!" Sambil menyusut air mata, Kilatsih memperlihatkan
sebatang pedang dan sobekan baju yang berlumuran darah.
Itulah pedang dan sobekan lengan baju Sanjaya yang
diserahkan kepada Mundingsari"kemudian kena dirampasnya.
"Senot benar katamu!" katanya sambil menyerahkan
pedang dan sobekan legan baju yang berlumuran darah
kepada Senot Muradi. "Ayahmu seorang pendekar jarang
tandingnya. Mereka pun kena terbunuh tangan ayahmu
sendiri. Sakit hati ayahmu telah dibalasnya sendiri. Hanya
saja... karena luka-lukanya, ayahmu meninggal pula..."
992 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat kesungguhan wajah Kilatsih, tak dapat lagi Senot
Muradi menyangsikan. Seketika itu juga wajahnya menjadi
pucat lesi. Suatu gumpalan suara tersumbat di dalam
kerongkongan lehernya. Lalu meledak menyayatkan hati.
"Ayah....!" Gugup Kilatsih melihat wajah Senot Muradi yang begitu
pucat seumpama tiada berdarah. Ia berusaha membujuk.
"Meskipun ayahmu mati, akan tetapi dengan hati lapang.
Pedang mustika ini diwariskan kepadamu. Beliau mengharap
dengan pedang ini engkau akan mencari pamanmu Sangaji.
Setelah bisa mewarsi ilmu sakti pamanmu itu, engkau
didambakan kelak menjadi seorang ksatria sejati."
Mendengar ucapan Kilatsih yang lemah lembut kedua mata
Senot Muradi justru menjadi merah. Dengan pandang beringas
ia menatap wajah Kilatsih. Tiba-tiba ia menumbuk dadanya
dengan tangan kiri. Kemudian menangis dengan menggerung-
gerung. Dengan sedapat-dapatnya, Kilatsih mencoba membesarkan
hati bocah itu. Ia membungkuk dan menyusuti air mata Senot
Muradi dengan sapu tangannya dengan hati berduka.
Bujuknya lagi, "Senot! Ayahmu bukankah seringkali berkata
kepadamu, bahwa seorang ksatria sejati tidak boleh
meneteskan air mata?"
Senot Muradi masih menangis meng-gerung-gerung
serintasan. Sekonyong-konyong ia menegakkan kepalanya.
Kemudian menghunus pedang warisan ayahnya. Sambil
membelah-belah udara, ia berteriak: "Baiklah! Aku memang
tak boleh menangis. Sekarang aku tak menangis lagi. Aku tak
menangis lagi...." Akan tetapi air matanya masih terus
bertetesan tiada hentinya.
Kilatsih meraih Senot Muradi hendak menyeka air matanya.
Akan tetapi Senot Muradi mundur selangkah sambil menolak.
993 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak menangis lagi! Dengarkan sumpahku! Aku
bersumpah akan membunuh semua manusia jahat di seluruh
dunia dengan pedangku ini. Ayunda! Ajarilah aku ilmu pedang.
Engkau mau bukan?" "Asal saja engkau mempunyai kemauan keras, dan rajin
belajar serta berlatih, pastilah ilmu kepandaianmu di kemudian
hari sangat tinggi," kata Kilatsih. "Kedua gurumu dan
pamanmu Sangaji sudah pasti akan mewariskan semua
kepandaiannya kepadamu."
Sedang mulutnya membujuk dengan kata-kata menghibur,
sebenarnya hati Kilatsih sendiri seperti tersayat-sayat. Betapa
tidak. Walaupun akhirnya mati, akan tetapi Sanjaya berhasil
menumpas pembunuh-pembunuhnya. Sebaliknya sakit hati
ibunya yang mati penasaran, belum dapat ia membalaskannya. Juga ayahnya yang mati tak keruan, kepada
siapakah ia hendak menuntutkan dendam" Teringatlah dia
pula kepada nasib ayah angkatnya. Sorohpati pun mati
terajang. Sampai hari ini ia yang merasa berhutang budi
kepada ayah angkatnya itu, belum dapat melampiaskan
dendamnya. Teringat akan hal tu selagi mulutnya menghibur
Senot Muradi, ia menangis sendiri.
Mendadak terdengarlah suara menegur.
"Ah! Mengapa kamu berdua menangis?"
Mendengar teguran itu, kedua-duanya menoleh. Dadang
Wiranata dan Otong Surawijaya sudah berada di belakangnya
tanpa mereka ketahui. "Paman Sanjaya mati terbunuh. Aku sedang membujuk dan
menghibur hatinya agar jangan bersedih," sahut Kilatsih
sambil menyusut air matanya.
"Ha" Sanjaya mati" Apakah dia dibunuh orang-orang yang
datang pada malam itu?" tanya Dadang Wiranata dan Otong
Surawijaya berbareng dengan terkejut.
994 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih kemudian menceritakan bagaimana Sanjaya mati
sebagai laki-laki sejati. Betapa dengan gagah berani dia
membinasakan keempat penyerangnya- dengan sekaligus.
"Bagus! Dia hidup sebagai laki-laki, mati sebagai laki-laki
juga. Itulah benar-benar muridku!" seru Dadang Wiranata.
Seperti diketahui setelah Sanjaya cacat kakinya, Sangaji yang
sudah menjadi ketua Himpunan Sangkuriang memohon
kepada Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya agar mewariskan ilmu
saktinya Aji Gineng kepada saudara angkatnya itu.
"Senot!" kata Dadang Wiranata lagi. "Engkau harus merasa
bangga mempunyai ayah seperti dia!" kemudian berpaling
kepada Kilatsih dan berkata pula. "Sebenarnya aku hendak
menyerahkan Senot Muradi kepadamu. Tetapi mengingat ilmu
kepandaiannya masih jauh dari sempurna, maksudku itu
segera kuurungkan. Aku malu kepada kakakmu. Apabila aku
tidak sanggup memanjatkan ilmu kepandaian bocah ini,
sejajar dengan ayahnya, maka tadi kami berdua sudah
mengambil keputusan hendak membawanya ke Jawa Barat.
Setelah ia mempunyai kepandaian yang berarti, barulah aku
mengirimkan kembali kepada, kakakmu. Tolong sampaikan hal
ini kepada Beliau. Bagaimana pendapatmu?"
"Aku setuju," sahut Kilatsih. "Rencana paman berdua
adalah demi kebaikan Senot Muradi di kemudian hari. Hem!
Sekarang aku mohon Paman menceritakan perihal kakakku!"
"Kakakmu memberi kabar kepada kami hendak
menyeberang ke Karimun Jawa!" Dadang Wiranata memberi
keterangan. "Ayah mertua kakakmu yang juga menjadi gurumu, pada
tahun ini akan merayakan hari ulang tahunnya. Maka
kepergian kakakmu ke Karimun Jawa mempunyai dua tujuan.
Yaitu untuk menjauhkan incaran pihak Kompeni Belanda, dan
995 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbareng memberi ucapan selamat kepada gurumu, Adipati
Surengpati." Kilatsih mengerutkan keningnya. Meskipun keterangan
Dadang Wiranata dapat dibuat pegangan, tetapi ia tidak
percaya bahwa alasan kakaknya berdua meninggalkan Gunung
Gede adalah semata-mata untuk menjauhkan diri dari incaran
Kompeni Belanda. Pastilah kakaknya mengandung suatu
maksud dan tujuan yang lebih beralasan lagi. Selagi hendak
menyatakan . pendapatnya itu, Dadang Wiranata berkata lagi.
"Kilatsih, sebenarnya kakakmu titip sepucuk surat untukmu.
Tadi kusimpan di bawah alas pembaringan di dalam kamar
tidur kakakmu." Mendengar kakaknya menulis surat untuknya, hati Kilatsih
menjadi terharu. Benar-benar kakaknya itu menaruh perhatian
besar kepadanya, la hanya menyesal, apa sebab tidak dapat
bertemu muka dengan berhadap-hadapan.
"Menurut dugaanku, sesudah tujuh anjing budak-budak
Belanda mendapat hajaran keras, mereka tak akan berani
mengganggu rumah kakakmu. Setidak-tidaknya untuk
sementara waktu," ujar Dadang Wiranata setelah berdiam
sejenak. "Bila engkau menyusul kakakmu ke Karimun Jawa,
hindarilah kota-kota besar. Rupanya, di dalam ketenangan
suasana kota, bersembunyi suatu persekutuan yang
mempunyai maksud tertentu. Kudengar, Pangeran Diponegoro
pulang ke Tegalrejo. Pastilah terjadi sesuatu di dalam
lingkungan istana Sultan Jarot yang tidak enak. Kudengar pula
bahwa Patih Danurejo bersekutu dengan pihak Belanda.
Jangan-jangan dia sengaja menyingkirkan Pangeran
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Diponegoro agar pemerintahan dapat dikuasainya penuh-
penuh. Itulah sebabnya aku berpesan kepadamu, agar engkau
berhati-hati dan berwaspada. Sesudah kami berhasil mendidik
Senot Muradi, kami berdua akan mencari kakakmu. Sekarang
apabila engkau bertemu dengan kakakmu haraplah engkau
menyampaikan sembah kesetiaan kami kepadanya. Sewaktu-
996 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
waktu apabila Beliau membutuhkan tenaga kami, selalu
bersedia." Setelah berkata demikian, bersama Otong Surawijaya dan
Senot Muradi, Dadang Wiranata meninggalkan Dusun Karang
Tinalang menuju ke Jawa Barat.
Kini Kilatsih berada seorang diri di dalam kesenyapan alam
yang melingkupi. Kala itu matahari nyaris tenggelam di balik
gunung. Suasana alam telah menjadi remang-remang.
Burung-burung melintasi udara mencari sarang-sarang
peristirahatannya. Suasana dusun menjadi sunyi muram.
Sama sekali tiada nampak letikan dian. Hal itu membuat hati
Kilatsih heran semenjak tadi.
Dengan langkah perlahan-lahan Kilatsih balik ke rumah
dengan berbagai masalah yang merumun di dalam benaknya.
Hawa dingin mulai meraba tubuh. Angin kencang
membungkuk-bungkuk puncak mahkota daun sehingga
menggelisahkan burung-burung yang mencoba hinggap di
dahannya. Begitu memasuki rumah, Kilatsih segera
menyalakan lampu. Terdorong oleh rasa ingin tahu, segera ia
memasuki kamar tidur Sangaji. Cepat ia membuka alas
pembaringan dan ia menemukan sebuah bungkusan yang
berisi dua pucuk surat. Surat yang pertama terang sekali
adalah tulisan Sangaji. la kenal akan gaya tulisannya yang
angkar berwibawa. Sedang lainnya surat dari Ayundanya
Titisari. Gaya tulisannya rapih dan tajam. Suatu tanda bahwa
penulisnya memiliki otak yang maha cemerlang.
Dengan hati berdebar-debar ia membuka sampul surat
Sangaji. Seperti orangnya, suratnya berbunyi sederhana saja.
Tiada kembangnya sama sekali akan tetapi terang gamblang.
Kilatsih, dewasa ini Kompeni Belanda sibuk benar. Untuk
mengurangi korban, aku hendak beristirahat dahulu ke
Karimun Jawa. Bukankah hari ulang tahun gurumu sudah
dekat" Pemuda yang menemanimu adalah cucu Gusti Ratu
Bagus Boang. Aku menghendaki engkau membantunya.
997 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kakakmu, Sangaji Membaca surat Sangaji, Kilatsih agak terhibur. Ia merasa
seperti berhadap-hadapan dengan pribadi kakaknya yang
agung dan sederhana. Akan tetapi setiap kalimatnya
mengandung suatu masalah yang besar.
Pikirnya, eh! Apakah hubunganku dengan Sasi Kirana... Ah,
jangan-jangan Paman Dwijendra yang memberi laporan. Akan tetapi dugaannya
itu segera ditariknya kembali. Katanya di dalam hati, "Paman
Dwijendra mengira aku seorang pemuda dan menjadi
menantunya. Tak mungkin dia bisa membawa cerita
berkepanjangan. Satu-satunya yang bisa cerita hanyalah
Paman Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya. Bukankah
mereka berdua pernah bertemu dengan Kangmas Sangaji"
Kalau bukan mereka"siapa lagi"kalau bukan Paman Otong
Surawijaya....." Tetapi justru memperoleh dugaan demikian, hatinya sibuk
tak keruan. Apakah maksud kakaknya menghendaki ia
membantu Widiana Sasi Kirana" Pikir Kilatsih lagi, Kangmas
tahu, bahwa pada hari ulang tahun guru aku pasti berada di
sana. Apa sebab dia menyinggung Sasi Kirana" Apakah
sebelum aku menyeberang ke Karimun Jawa, Widiana Sasi
Kirana memerlukan tenagaku" Gntuk apa" Tentang apa"
Makin ia mencoba mengerti teka-teki itu, makin ia tak
mengerti. Akhirnya ia meruntuhkan pandang kepada sampul
surat Titisari. Pribadi ayundanya jauh berbeda dengan Sangaji.
Selain pandai berceritera, ia cerdas luar biasa. Eh, siapa
tahu"ayundanya akan bisa menolong memberi penjelasan
tentang arti kalimat-kalimat kakaknya itu. Dengan pikiran itu
Kilatsih segera membuka sampul surat. Alangkah tebal dan
panjang! Kilatsih membawa surat itu ke meja. Didekatkan
pelita yang berada di atas almari pendok. Kemudian ia
membaca. Begitu menyentuh surat Titisari, hatinya terperanjat
bukan main. 998 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
999 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
14 ASAP PERANG DIPONEGORO PADA HALAMAN terakhir"ia melihat corat-coret gambar
dan angka yang kurang jelas. Tulisan-tulisan yang mungkin
dimaksudkan sebagai catatan, yang membawa himpunan
saster sandi. Makin ia mencoba mengerti makin ia jadi tak
mengerti. Tiba-tiba saja"darahnya bergolak dan hampir saja
muntah. Maka cepat-cepat ia menenteramkan diri. Kemudian
dengan hati-hati ia memeriksa lembaran pertama. Pikirnya di
dalam hati, "Ayunda adalah seorang wanita yang paling
cemerlang otaknya pada zaman ini. la menulis corat-coret
pada halaman kertas penghabisan. Pastilah ada maksudnya.
1000 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarlah aku membaca suratnya terlebih dahulu perlahan-lahan,
la lantas membaca. "Hampir dua tahun ini"kita tak pernah bertemu. Dan
selama dua tahun itu, banyak yang akan kuceritakan
kepadamu"karena semuanya mengalami perubahan.
Kakakmu Sangaji"akhir-akhir ini"seringkah mengigau.
Katanya selalu, "O Tuhan! Sekiranya aku diperkenankan
memanjatkan satu permohonan"berilah bangsaku seorang
pemimpin yang lebih hebat daripada aku."
Aku bukan seorang pemimpin yang benar, katanya sering
pula kepadaku. Aku hanya seorang yang sangat cinta kepada
tanah air dan bangsaku. Dalam beberapa tahun ini"aku
hanya sekadar"membawa sekelumit bangsaku untuk
kutunjukkan siapakah musuh mereka sebenarnya. Itulah
Kompeni Belanda yang mempunyai nafsu hendak menjajah
bumi kita yang sangat indah ini. Dan bukan lagi bermusuhan
antara bangsa sendiri untuk sekedar mencari nama.
Sekarang aku mendengar khabar"bahwa cucu Ratu Bagus
Boang telah muncul. Alangkah besar rasa syukurku. Sebab
sesungguhnya kita mengharapkan tenaga muda yang masih
segar bugar untuk membawa nasib bangsa lebih maju lagi.
Aku mendengar pula bahwa Gusti Pangeran Diponegoro
sudah bersiap-siap mengadakan perlawanan terhadap
Belanda. Inilah tanda-tanda bakal munculnya seorang
pemimpin bangsa yang lebih hebat daripada aku. Adikku,
Inilah alasan kakakmu Sangaji pulang ke kampung halaman
untuk membantu kesulitan Pangeran Diponegoro menghadapi
tekanan pemerintahan Belanda dan Patih Danurejo."
Sampai di sini, Kilatsih berhenti membaca. Ia menghela
napas. Samar-samar ia melihat munculnya wajah Widiana Sasi
Kirana di hadapannya. Lalu kakaknya Sangaji. Lalu Ki
Tunjungbiru. Ketiga tokoh itu seperti lagi berbicara. Hanya apa
1001 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sedang dibicarakan ia tak dapat menangkap. Kemudian
Kilatsih membaca lagi. "Akan tetapi Manik Angkeran tidak menyetujui. Penyakitnya
yang lama, kumat lagi. Gedung Paguyuban Sunda dijualnya
kepada seorang penjudi. Aku tahu maksudnya. Ia hendak
memberi gambaran kepada kakakmu Sangaji"bahwasanya"
Himpunan Sangkuriang akan rusak seumpama dilanda
perjudian, apabila kakakmu Sangaji meninggalkan tempat.
Setelah menjual gedung Paguyuban
Sunda, ia lantas menghilang. Ia berusaha mencari
tunangannya Fatimah. Adik"kau tolonglah dia mencari
Fatimah. Mungkin sekali engkau pernah mendengar dimana
beradanya...." "Ah! Pantas yang memiliki gedung itu seorang penjudi,"
pikir Kilatsih. "Sekarang jelaslah, bahwa yang menjual gedung
Paguyuban Sunda bukan Kangmas Sangaji. Akan tetapi
Kangmas Manik Angkeran. Dia kini hendak mencari Bibi
Fatimah. Aku sendiri tak tahu dimana dia berada. Bagaimana
aku harus membantunya?"
Kilatsih berpikir sejenak. Karena masih belum memperoleh
jalan ia meneruskan membaca. Kali ini hebat bunyinya.
"Munculnya cucu Ratu Bagus Boang, membuat kakakmu
Sangaji bergembira benar. Ia mendesak kepadaku, agar aku
mau menulis kembali bunyi-bunyi hapalan dan penglihatan
yang berada di atas pusaka Bende Mataram. Catatan ini akan
diberikan kepada cucu Ratu Bagus Boang agar bisa dibuat
modal untuk meneruskan perjuangan.
Dengki aku mendengar maksudnya itu. Mengapa tidak dia
sendiri yang mempelajari" Bukankah pendekar dari seluruh
dunia ingin memiliki rahasia pusaka Bende Mataram"
Karena didesak, aku segera meluluskan. Ah, tak kukira"
bahwa semenjak aku mengikuti kakakmu berjuang
1002 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghimpun api perjuangan di bumi Jawa Barat, otakku
menjadi tumpul. Tak dapat lagi aku meng-ingat-ingatnya
sampai sempurna. Sehingga apa yang dapat kutuliskan"
seperti tertera di halaman belakang.
Selamanya tak pernah kakakmu Sangaji menegur aku
dengan kata-kata keras. Juga kali ini. Meskipun ia nampak
gelisah dan bernafsu besar untuk mempersembahkan catatan
rahasia Bende Mataram kepada cucu Ratu Bagus Boang,
namun tiada seatah kata pun ia menyesali aku. Hanya saja
aku melihat wajahnya guram dan se-ringkali memandang
padaku. Agaknya ia tidak percaya kepadaku, bahwa otakku
benar-benar menjadi tumpul.
Adikku, Teringatlah aku kepadamu. Sekian tahun lamanya engkau
berada di samping Paman Sorohpati. Siapa tahu Paman
Sorohpati pernah memberi kabar kepadamu"dimana dia
menyimpan tulisan sandiku dahulu. Kalau Paman Sorohpati
tak memberi kabar kepadamu"pastilah kepada Gandarpati.
Coba, tanyakan kepadanya.
Aku mendengar kabar pula, bahwa engkau erat
hubungannya dengan cucu Ratu Bagus Boang. Karena itu"
setelah berhasil membawa surat sandi Paman Sorohpati"
kakakmu akan menyerahkan rahasia pusaka Bende Mataram
kepada cucu Ratu Bagus Boang"lewat dirimu...."
Tergetar Kilatsih membaca kalimat-kalimat penghabisan
Titisari. Titisari agaknya menulis dalam rasa duka, cemas dan
tidak senang hati ia menyinggung tiga tokoh yang terasa
dekat di hatinya. Sorohpati, Gandarpati dan Widiana Sasi
Kirana. Menilik suratnya"agaknya Titisari"belum mengetahui
bahwa Gandarpati telah tewas mengorbankan diri sebagai
pengganti pendekar Wirapati. Kalau Titisari belum
mengetahui, pastilah Sangaji belum pula mendengar
1003 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kabarnya. Memperoleh kesimpulan demikian, hati Kilatsih
berdebar-debar. Ia seperti merasakan bakal terjadinya badai
dahsyat di kemudian hari tentang peristiwa Wirapati. Pastilah
kakaknya Sangaji tidak mau sudah, apabila mendengar berita
tentang pendekar Wirapati yang disekap antek-antek Belanda
ke dalam penjara Magelang.
Sekarang soal Widiana Sasi Kirana. Dia berhubungan
kurang dari satu minggu dan baru mengenal siapa dia setelah
berada bersama dalam kamar pada hari kelima. Tegasnya"dia
baru kenal siapa Widiana Sasi Kirana sesungguhnya"selama
dua hari saja. Akan tetapi dunia seolah-olah mengarahkan
pandangnya kepadanya semenjak beberapa hari sebelumnya.
Ah, kalau begitu semenjak dirinya memasuki bumi Jawa Barat
laskar perjuangan sudah membuntuti, pikir Kilatsih.
Dengan pikiran penuh, Kilatsih menidurkan diri. la mencoba
mengamat-amati corat-coret sandi rahasia Bende Mataram
kembali. Dan setiap kali perhatiannya terhimpun, tiba-tiba
darahnya bergolak. Sebagai seorang gadis yang pernah
menerima warisan ilmu sakti ia dapat meraba-raba sebab
musababnya. Maka halaman terakhir itu, digulungnya rapi.
Kemudian disimpannya baik-baik di dalam baju dalamnya.
"Coretan sandi ini mungkin sengaja diatur demikian rupa
oleh ayunda sehingga barangsiapa yang membacanya akan
terpukul peredaran darahnya." Diam-diam Kilatsih
menimbang-nimbang. "Ayunda memperhitungkan pula bahwa
ada kemungkinannya tulisannya jatuh di tangan seseorang.
Apabila orang berani menggunakan untuk melatih diri, ia akan
dihancurkan oleh pergolakan darahnya yang jadi tak
seimbang....." Kilatsih percaya akan kecerdasan otak Titisari yang luar
biasa. Pastilah setiap patah kata yang berada di suratnya,
sudah dipertimbangkan dan diperhitungkan dengan masak-
masak untuk menghadapi segala kemungkinannya. Maka
hatinya jadi mantap. Hanya saja tentang surat rahasia Bende
1004 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mataram yang berada di tengah ayah angkatnya Sorohpati
benar-benar ia tak mengetahui. Mengapa Ayunda Titisari tidak
minta bantuan kepada Manik Angkeran saja" Bukankah Manik
Angkeran adalah anak kandung ayah angkatnya Sorohpati"
Apakah karena Manik Angkeran, tiba-tiba menghilang"
Betapa pun juga hatinya terhibur oleh surat kedua
kakaknya itu. Kesedihannya memikirkan kematian pamannya
Sanjaya dan nasib Senot Muradi agak tersisihkan. Dan karena
hatinya terhibur, malam itu ia tertidur dengan tenang.
Keesokan harinya Kilatsih berangkat pada pagi hari
menyingsing. Di dekat bukit tempat Dadang Wiranata dan
Otong Surawijaya melawan Guntur Aji dan Windu Aji kemarin,
muncul seorang petani dari balik belukar. Petani itu segera
berseru kepada Kilatsih. "nDorojeng! nDorojeng!1) nDorojeng hendak pergi
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemana" Apakah cepat-cepat begini hendak meninggalkan
Karang Tina-lang! Apa nDorojeng tidak kenal aku lagi! Aku :
Pak Kartoperwiro. Ingat tidak?"
Di Desa Karang Tinalang banyak terdapat ratusan keluarga.
Akan tetapi Kilatsih seringkah datang ke dusun itu, dan kerap
kali pula bergaul dengan mereka. Walaupun tidak dapat
mengenal mereka semua akan tetapi sebaliknya, mereka kenal
siapa Kilatsih. Sebab Kilatsih termasuk keluarga Sangaji dan
Sangaji adalah penduduk yang paling terkenal di seluruh desa
itu. Demikianlah, setelah petani tadi menyebutkan namanya,
Kilatsih segera mengenalnya kembali.
"Hm"ingatlah aku," seru Kilatsih. "Bukankah engkau yang
kulihat berada di dekat sungai" Bukankah engkau berjalan
dengan temanmu" Tak heran engkau tidak segera
mengenalku, karena aku menyandang laki- laki. Engkau
benar-benar berani. Penduduk Karang Tinalang agaknya
sudah lama meninggalkan dusun ini. Akan tetapi Bapak masih
juga berani keluyuran di sini."
1005 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
x) nDorojeng = panggilan hormat kepada seseorang yang
statusnya lebih tinggi. "Benar, nDorojeng," sahut Kartoperwiro. "Sudah
empatpuluh hari ini Dusun Karang Tinalang sering dikunjungi
bangsat-bangsat yang banyak sekali jumlahnya. Mereka terdiri
dari bermacam-macam golongan. Ada yang menyandang
laskar, ada pula yang menjadi penunjuk jalan Kompeni
Belanda dan ada pula yang datang kemari hanya untuk
merampok barang-barang yang ditinggalkan penduduk. Aku
sendiri orang yang cepat naik darah. Rasanya tidak rela
membiarkan orang lain merampoki barang-barang rekan kita
sekampung. Habis bagi kami, barang milik itu adalah hasil
jerih payah bertahun-tahun lamanya. Sekarang nDorojeng
hendak kemana?" "Aku hendak segera menyusul kangmas sekalian," jawab
Kilatsih dengan tersenyum.
"Hm... aku sudah mengira," seru Kartoperwiro. "Tetapi
tahukah nDorojeng bahwa di tempat-tempat tertentu Kompeni
sudah membangun gardu-gardu pengintaian" Karena itu aku
sengaja menunggu nDorojeng di sini, maksudku biarlah aku
mengantarkan nDorojeng meninggalkan .Dusun Karang
Tinalang dengan aman. Mari kita mengarah ke timur melalui
rumpun bambu itu!" Setelah berkata demikian, ia segera menuntun Megananda
mengarah ke timur. Sambil berjalan ia berkata, "Syukurlah
kalian dapat mengalahkan orang-orang jahat kemarin," kata
Kartoperwiro. "Jika tidak, kami semua tentu tidak berani
muncul. Anakku Sangaji benar-benar anak" yang luhur budi.
Sebelum berangkat, ia sudah mengetahui bahwa Dusun
Karang Tinalang bakal didatangi manusia-manusia tak keruan
macam. Maka ia menasihatkan penduduk agar segera
meninggalkan dusun. Hm... dia sendiri pergi pula. Entah
kemana" Dan kapan pula pulangnya?"
1006 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi kangmas sekalian pulang ke dudun ini empatpuluh
hari yang lalu?" tegas Kilatsih.
"Benar," sahut Kartoperwiro.
Kilatsih jadi berpikir. Kalau tahu kakaknya Sangaji berdua
sudah berada di Dusun Karang Tinalang semenjak empatpuluh
hari yang lalu, tidaklah perlu ia sampai bersusah payah
merantau ke bumi Jawa Barat. Tiba-tiba satu pikiran menusuk
benaknya. "Kalau kangmas sekalian sudah berada di sini, bagaimana
caranya ia mengetahui aku berada di Priangan dan bergaul
dengan Widiana.Sasi Kirana" Ah, pastilah semua ini hasil
laporan Paman Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya."
Kala itu matahari sudah muncul di timur. Cahayanya masih
lembut. Pucuk-pucuk gunung dan bukit mulai kena raba.
Sinarnya yang lembut memantul ke segala persada bumi.
Alangkah indah pemandangan di depannya. Tak terasa ia
menoleh ke arah Dusun Karang Tinalang yang agak jauh
tertinggal di belakang, la menghela napas. Katanya di dalam
hati, kangmas sekalian sangat mencintai desa itu. Akan tetapi
demi mengabdi kepada cinta kasihnya, ia berada di bumi
Priangan. Karena dia menjadi pemimpin besar suatu laskar
perjuangan, namanya segera terkenal ke seluruh penjuru.
Justru demikian ia menjadi musuh Kompeni nomer satu.
Sekarang tidak hanya dia sendiri yang dimusuhi, tetapi pun
juga kampung halamannya. Itulah sebabnya pula ia buru-buru
pulang ke kampung untuk memberi kabar penduduk agar
cepat meninggalkan kampung halaman. Ia pun meninggalkan
Dusun Karang Tinalang. Menurut surat Ayunda Titisari, dia
hendak berhubungan dengan Pangeran Diponegoro.
Kalau benar-benar terjadi demikian, entah berapa tahun
lagi ia baru kembali ke kampung halaman. Akan tetapi lama
atau cepat ia pasti kembali ke kampung.
1007 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil bercakap-cakap Kilatsih sudah meninggalkan Dusun
Karang Tinalang jauh-jauh. Di depannya kini tergelar
pemandangan alam yang sangat indah. Di sebelah utara
Gunung Sumbing dan Sindara, men-congakkan diri dari
dinding awan putih yang sedang berarak-arak. Di sebelah
timur, matahari memancarkan sinarnya yang lemah lembut.
Dan hawa pagi hari alangkah segar menggairahkan perasaan.
Tak lama kemudian tibalah Kilatsih pada suatu persimpangan
jalan. Menurut Kartoperwiro penjagaan Kompeni Belanda
tidaklah seketat tadi. Maka Kilatsih hendak melanjutkan
perjalanan dengan seorang diri.
Dengan perlahan-lahan Kilatsih melarikan Megananda. Di
sepanjang jalan banyak kali ia berpapasan dengan orang-
orang yang berkesan mencurigakan, la jadi heran. Menjelang
petang hari, Kota Magelang telah nampak di depan mata.
Segera ia mempercepat Megananda, agar dapat tiba di kota
itu sebelum malam hari tiba. Sekonyong-konyong dari arah
barat ia melihat dua orang penunggang kuda yang
berberewok. Mereka melarikan kudanya cepat sekali. Karena
semenjak tadi Kilatsih menaruh curiga kepada orang-orang
yang dijumpai, ia segera menaruh perhatian.
Yang berada di sebelah kiri, mengenakan pakaian
tambalan. Kesannya seperti seorang pengemis. Akan tetapi
kuda tunggangannya sangat besar dan garang, sedang
pelananya pun indah sekali. Begitu berpapasan dengan
Kilatsih, ia menengok dan berkata sambil tertawa.
"Hai, bukankah ini tuan muda Kilatsih....Tuan, eh Nona,
eh..... Tuan, eh... Nona.... perkenalanmu dulu sangat
mengesankan hatiku. Bagus! Kau juga datang kemari. Atas
nama majikan Daniswara perkenankan aku mengucapkan
selamat datang." Sambil berkata demikian ia mengangkat
tongkatnya memberi hormat dengan lagak lucu sekali.
Kilatsih segera mengenal siapa dia. Dialah Karimun alias
Gmarmaya. Perawakan tubuhnya seperti dulu. Pendek bulat
1008 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
persis buah semangka. Gerak-geriknya lucu. Meskipun
sekarang dia berlaku hormat, akan tetapi karena cara
penghormatannya berkesan senda gurau dan dilakukan di
tengah jalan pula, hati Kilatsih jadi mendongkol. Terus saja ia
melepaskan dua biji sawonya. Bentaknya, "Siapa kesudian
menerima hormatmu?" Senjata biji sawo Kilatsih menyambar jitu sekali, dan
menghantam tongkat Karimun. Hebat pukulan biji sawo itu.
Tongkat Karimun terpental dan jatuh berkelontangan ke atas
tanah. Dengan muka terkejut, Karimun mengapungkan
badannya di atas pelana. Dan dengan gerakan indah ia turun
ke tanah. Kemudian sambil memungut tongkatnya, ia
melompat lagi berjungkir-balik dan duduk kembali di atas
pelananya. Itulah suatu pameran kepandaian yang hebat
sekali. "Eh, eh, biasanya orang akan senang sekali apabila aku
berlaku hormat," seru Karimun dengan suara pahit. "Tetapi
kau malah sebaliknya. Biarlah engkau jempolan, tetapi tak
pantaslah menghajar seorang yang sedang memberi hormat
kepadamu. Hmm! Engkau benar-benar susah diurus." Dengan
mengejek cepat-cepat ia menge-prak kudanya dan kabur
dengan membabi buta. Kilatsih seorang gadis yang gampang sekali merasa
tersinggung. Ia menjadi gusar. Jika menuruti hatinya, sudah
tentu ia akan mengejar dan kemudian memberi persen kepada
si mulut jahil itu. Akan tetapi karena sadar, bahwa dirinya
sekarang lagi memikul tugas penting segera ia dapat
menyabarkan diri. Apalagi pada waktu itu ia mengenakan
pakaian laki-laki pula. Hal itu haruslah dirahasiakan. Apabila
sampai bertengkar mulut dengan Karimun, bisa-bisa ia malah
dapat malu sendiri. Itulah sebabnya ia segera menahan
kendali kuda, dan Megananda dijalankan perlahan-lahan
kembali, agar jaraknya tidak terlalu dekat.
1009 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan pikiran demikian, ia segera meneruskan perjalanan
menuju Magelang. Kota Magelang makin lama semakin dekat
di hadapannya. Tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh roda
kereta dari arah belakang. Dengan cepat ia menoleh dan
melihat debu tebal mengepul ke udara. Sebuah kereta
dilarikan dengan kecepatan penuh melintasi dirinya. Saisnya
mencambuki de- t ngan cemeti panjang. Nampaknya sangat
tergesa-gesa sehingga tak henti-hentinya ia mencambuki
kuda-kuda penariknya. Entah disengaja atau tidak, tatkala
melewati Kilatsih, cambuknya menyambar menghantam
kepala Megananda. Megananda adalah seekor kuda mustika yang belum
pernah kena cambuk majikannya. Tatkala melihat
berkelebatnya sebatang cambuk, adatnya keluar. Sambil
meringik hebat, ia menendangkan kaki, depannya. Si
penunggang kereta ternyata seorang yang berbadan gemuk.
Mendengar kesiur cepat ia menyambar kaki Megananda lalu
didorongnya pergi, sehingga Megananda terhuyung-huyung ke
belakang. Kilatsih terkesiap. Betapa tidak. Tendangan Megananda
mempunyai tenaga paling tidak lima atau enamratus kilogram,
akan tetapi laki-laki itu bisa menangkap dan membuatnya
mundur beberapa langkah. Betapa pun besar tenaga laki-laki
itu sudah dapat dibayangkan.
Kilatsih tak sempat lagi berpikir panjang. Sekali
mengayunkan tangan, beberapa biji sawonya menyambar.
Pada saat itu, ia berada dalam jarak sepuluh langkah. Begitu
mendengar suara menyambarnya senjata bidik dengan
secepat kilat laki-laki itu melecutkan cemetinya, dan dapat
mengenai dengan jitunya semua biji sawo yang menyambar
pedangnya. "Oleh karena dikejar waktu, aku sampai kesalahan tangan
menyabet kuda mustikamu," katanya sambil mengangguk
memberi hormat. "Kuharap saja Tuan memaafkan."
1010 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih sudah bersiaga bertempur. Tetapi mendengar dia
minta maaf, hatinya jadi sabar kembali. Di samping itu, ia
sadar pula bahwa dirinya sedang memikul tugas berat. Maka
ia membiarkan orang itu meneruskan perjalanannya dengan
damai. Tatkala Kilatsih memasuki Kota Magelang, cuaca sudah
gelap. Sore hari sudah berganti malam. Selagi hendak
memasuki rumah makan, tiba-tiba ia melihat kuda Karimun
alias Gmarmaya tertambat di depan. Untuk menghindari
adanya pertengkaran, ia segera membelokkan kudanya
hendak mencari rumah makan lain. Mendadak ia melihat
sebuah gambar yang menarik hati.
Rumah makan itu berdiri di tepi jalan besar. Gedungnya
sangat indah dan bercat hijau muda serta kuning gading.
Memang Kota Magelang pada dewasa itu menjadi pusat
gerakan militer Belanda. Katakanlah saja Kota Magelang
adalah kota militer Belanda. Akan tetapi rumah makan itu
terlalu indah buat Kota Magelang pada waktu itu. Kilatsih yang
sudah pernah mengembara sampai ke Jawa Barat, heran
melihat kebagusannya. Pikirnya di dalam hati, sejak kapan
rumah makan ini didirikan. Tiga kali aku pernah melintasi kota
ini dan baru Kilatsih. tak sempat lagi berpikir panjang. Sekali
mengayunkan tangan beberapa biji sawonya menyambar.
Pada saat itu, ia berada dalam jarak sepuluh langkah. Begitu
mendengar suara menyambarnya senjata bidik, dengan
secepat kilat laki-laki itu melecutkan cemetinya, dan dapat
mengenai dengan jitunya semua biji sawo yang menyambar
pedangnya. sekarang ini aku melihat ada rumah makan yang begini
indah. Setelah timbul rasa keheranannya, ia menjadi kaget melihat
sebuah gambar tanda obor menyala. Inilah gambar panji
laskar himpunan Sangkuriang di Jawa Barat. Apakah kakaknya
1011 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sangaji pernah memasuki rumah makan ini" Kakaknya
Sangaji, ketua Himpunan Sangkuriang. Akan tetapi, agaknya
bukan dia yang membawa-bawa gambar panji-panji
himpunan-nya. Teringatlah dia bahwa Himpunan Sangkuriang
mempunyai seorang duta luar dan merupakan penghubung.
Ialah Raja Muda Simuntang. Apakah hal ini merupakan buah
pekerjaan Raja Muda Simuntang" Dugaan itu sangat nalar,
karena kakaknya Sangaji kini berada di Jawa Tengah.
Biasanya Raja Muda Simuntang selalu mendahului perjalanan
kakaknya Sangaji. Apakah dengan memasang gambar di
depan rumah makan itu ia bermaksud untuk mencanangkan
kepada penduduk atau para pendekar pencinta bangsa bahwa
ketua Himpunan Sangkuriang pada saat ini berada di Jawa
Tengah" Sesudah menimbang-nimbang beberapa saat lamanya,
Kilatsih lalu turun dari kudanya. Kemudian dengan hati-hati ia
memasuki rumah makan tersebut. Kilatsih melihat belasan
orang duduk berhadap-hadapan dan berpencaran seolah-olah
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saling bersiaga untuk bertempur.
Biasanya jika suatu rumah makan mendapat kunjungan
tetamu begitu banyak, ributnya bukan kepalang. Sebaliknya
keadaannya sunyi senyap dan semua orang memperlihatkan
paras muka sungguh-sungguh, seolah-olah mereka berada
dalam ruangan keramat. Tiba-tiba Kilatsih melihat Karimun
alias CJmarmaya. Dengan temannya yang berewok, ia duduk
menghadap meja di depan jendela sebelah barat. Tatkala
melihat Kilatsih, ia tersenyum sehingga hati gadis itu
berdebar-debar. Apabila tidak memperoleh kesan gawat,
pastilah gadis itu sudah memakinya, karena Karimun tadi telah
menyakitkan hatinya. Syukurlah Kilatsih sadar akan keadaan.
Perlahan-lahan ia menoleh ke kanan dan melihat laki-laki yang
melarikan keretanya secepat angin tadi duduk seorang diri
menghadap meja. Kalau begitu, apakah ia tadi membawa
kereta kosong" Dengan mata berkilat-kilat, ia mengerling
Kilatsih beberapa saat lamanya.
1012 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan rasa tertekan-tekan, Kilatsih mengambil tempat
duduk yang berdekatan dengan jendela. Ketika pelayan
menghampiri, timbullah niatnya hendak menyelidiki siapakah
pemilik rumah makan tersebut. Dengan sikap acuh tak acuh,
ia meraba saku dan kemudian mengeluarkan gambar panji-
panji obor menyala. Pelayan itu memanggut-manggutkan
kepalanya dan berkata dengan suara perlahan.
"Tuan ingin makan apa?"
Kilatsih lantas memesan sekilo daging kerbau yang dimasak
dua macam hidangan. Mendengar pesanan yang terlampau
banyak bagi seorang, pelayan itu menyiratkan pandang
berbimbang-bimbang. Pada saat itu Kilatsih mengembarakan pandangnya. Tiba-
tiba saja ia menjadi heran, karena di atas setiap meja terdapat
hidangan yang masih mengepul hangat. Dan sekali pandang,
tahulah Kilatsih bahwa hidangan yang mereka pesan sejenis
dan serupa. Mengapa tidak segera dimakan.
Mendadak saja laki-laki yang berkata tadi berteriak.
"Hai, mana makanan yang kupesan?"
"Tuan pesan apa?" Pelayan rumah makan datang
menghampiri. "Hallah, begitu sampai tadi bukankah aku sudah lantas
memesan?" ujar laki-laki itu dengan suara mendongkol. "Aku
kan minta makanan serba babi. Ah, baru saja dipesan sudah
lupa lagi." "Maaf," sahut pelayan itu sambil tertawa. "Di sini jarang
sekali orang makan babi. Tatkala Tuan tadi pesan makanan
serba babi, kawanku harus mencarikan ke rumah makan lain
untuk melayani Tuan. Barangkali dia sudah datang. Biarlah
kutengoknya sebentar."
Pada saat itu sekalian tetamu memandang orang tersebut
dengan membungkam mulut. Beberapa saat kemudian, salah
1013 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang di antara mereka bangkit dan berbicara perlahan-
lahan memasuki pintu tengah. Entah apa maksudnya. Mungkin
sekali ia mencari kamar kecil. Anehnya beberapa saat
kemudian seorang lain lagi menyusul memasuki pintu tengah
tersebut. Begitulah sampai lima orang berturut-turut. Laki-laki
yang duduk seorang diri itu lantas mengulum senyum.
Tepat pada saat itu seorang pelayan keluar dari dapur dan
membawa niru penuh hidangan. Ia hendak mengantarkan
hidangan tersebut kepada Karimun.
Tiba-tiba laki-laki yang berkereta itu bangkit dari kursinya
sambil berteriak. "Hai! Bukankah aku pesan lebih dahulu" Apa sebab engkau
melayani dia?" "Sabar Tuan! Sabar Tuan!" sahut pelayan itu dengan
tertawa ramah. "Pesanan Tuan sebentar lagi akan tiba."
Laki-laki itu terdengar menggerendeng. Mendadak ia
berjalan dengan langkah besar mengarah pintu keluar. Mula-
mula Kilatsih menduga orang itu segera akan meninggalkan
rumah makan karena batinnya mendongkol. Sama sekali tak
pernah diduganya, begitu berdekatan dengan pelayan yang
lagi membawa hidangan, sikunya bergerak dengan mendadak.
Dan pelayan itu lantas saja jatuh terjengkang ke belakang dan
hidangan yang dibawanya jatuh berhamburan. Karimun dan
kawannya yang berewok itu segera melompat menyingkir
menghindari. Akan tetapi tetap saja mereka kecipratan kuah-
kuah panas hidangannya. Tak mengherankan, Karimun alias CJmar-maya
mendongkol bukan main. Terus saja membentak.
"Laki-laki bangsat! Apa kau cari perkara?" Sedang ia
berbicara kawannya yang berewok itu mendadak melayangkan
tinjunya. 1014 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, kebetulan tanganku memang lagi gatal," jawab laki-
laki sais kereta itu. Ia bertubuh gemuk. Matanya sipit tetapi
tajam luar biasa. "Memang, tanganku ingin sekali
menggampar muka kalian. Kalau tidak kalian, habis siapa
lagi?" Dengan tangan kiri ia menangkap tinju kawan Karimun,
sedang tangan kanannya dengan gerakan meliuk
menghantam dada. Hebat dan jitu pukulannya. Teman
Karimun lantas terpental melalui beberapa meja mengarah
pemilik rumah makan. Pemilik rumah makan duduk di belakang meja. Dan meja
itu berada di sudut ruangan, la seorang tua yang berkumis
putih. Selagi tubuh kawan Karimun melayang padanya, ia
mengangkat kedua tangannya dan mendorong.
"Celaka! Kalian merusak perabot rumah makan!" ia berseru.
Kelihatannya orang tua itu mendorong tanpa tenaga. Akan
tetapi mendadak saja tubuh kawan Karimun tadi terpental
balik. Kilatsih terkesiap. Itulah ilmu menyerang dengan
meminjam tenaga musuh. Yaitu ilmu sakti tingkatan atas.
Akan tetapi kawan Karimun itu ternyata bukan orang sem-
barangan pula. Dengan meminjam tenaga dorong pemilik
rumah makan, ia berjungkir balik di tengah udara dan
kemudian mendarat sambil menendang sebuah meja. Kena
tendangan itu, meja terbelah menjadi empat potong.
Sepotongan di antaranya menyambar Kilatsih yang segera
menangkisnya. Dan tiga potongan lainnya melesat ke arah
beberapa tamu yang lantas memukulnya jatuh. Dengan
demikian dapatlah diketahui bahwa mereka yang berada di
dalam ruangan rumah makan itu"termasuk pengurus rumah
makan"adalah tokoh-tokoh yang mempunyai ilmu kepandaian
tidak rendah. 1015 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu laki-laki gemuk yang menyerang tadi
mendadak kembali melancarkan serangan bertubi-tubi kepada
kawan Karimun. "Hayoo! Siapa yang tak tahu malu, boleh maju kemari!"
Tantangnya dengan berteriak.
Terang saja para tetamu lainnya mendongkol bukan main.
Akan tetapi karena mereka termasuk golongan ksatria yang
agaknya berkedudukan tinggi dalam masyarakat, tiada
seorang pun yang ikut turun tangan.
Beberapa saat kemudian, Karimun alias CJmarmaya bangkit
dari kursinya dan berkata, "Ada seorang yang paling tidak
memedulikan soal nama atau soal muka." Setelah berkata
demikian, ia melesat maju dan menghantam pinggang laki-laki
gemuk itu dengan tongkat.
Meskipun bertubuh gemuk, orang itu ternyata gesit sekali.
Sambil memutar tubuh ia menangkis pukulan Karimun dengan
tangan kanan"dan tangan kirinya menghantam dada lawan
yang lain. Karimun tahu, bahwa pukulan itu pukulan geledek
yang berbahaya. Apabila sampai kena dadanya, tulang iganya
bisa patah. Tak ayal lagi ia segera memunahkan pukulan itu.
Kemudian menyerang dengan ilmu tongkatnya. Dibantu
dengan pukulan-pukulan balas dendam kawannya, ia
menyerang bagaikan hujan dan angin. Pertempuran di dalam
ruang rumah makan itu makin lama semakin hebat luar biasa.
Pengurus rumah makan berteriak-teriak tidak henti-
hentinya. Akan tetapi ketiga orang itu seperti sedang kalap.
Mereka sama sekali tidak menggubris.
Dalam pada itu masuklah dua tetamu lain. Yang seorang
sudah tua, sedang seorang lagi masih muda. Yang tua
berperawakan seperti orang dusun dengan tangan
menggenggam sebatang bedudan. Dan yang muda kira-kira
berusia tiga puluh tahun lebih. Perawakan tubuhnya pendek
1016 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gemuk. Mirip buah labu. Begitu memasuki ruangan, semua
mata lantas tertuju kepada mereka berdua.
Dengan menghisap bedudannya orang yang berkesan
dungu itu mengelanakan pandangnya. Kemudian menegur
pengurus rumah makan. "Keadaan kacau-balau begini mengapa Tuan biarkan saja?"
Pengurus rumah makan itu lantas berdiri sambil
memanggut hormat. "Ah, Kakang Teguh Jiwa dan Dengkek. Maaf. Maaf. Sampai
aku tak sempat menyambut kedatangan kakang berdua.
Memang kami tidak berani mencegah mereka, takut kena
salah...." Hati Kilatsih tergerak mendengar pengurus rumah makan
menyebut nama mereka. Pernah ia mendengar dari gurunya"
Adipati Surengpati"bahwa di antara lembah Gunung Merbabu
dan Merapi terdapat seorang penyamun berkesan seperti
orang dungu. Senjatanya berupa bedudan yang diperlengkapi
dengan senjata bidik beracun. Dengkek"adalah nama orang
yang badannya seperti labu itu. Dia pandai berkelahi rendah
dengan berguling-gulingan. Dia sebenarnya adik seperguruan
Teguh Jiwa. Teringat akan hal itu, diam-diam Kilatsih
memperhatikan mereka berdua.
Teguh Jiwa mengerutkan keningnya.
"Tetamu yang pantas dihormati memang perlu dihormati.
Tetapi yang senang menerbitkan keonaran, harus ditindak.
Nah, kau bertindaklah terhadap mereka. Jika tindakanmu nanti
mengakibatkan perabot rumah makan ini rusak semua, akulah
yang bertanggungjawab."
Pemilik rumah makan itu berbimbang-bimbang. Setelah
menimbang-nimbang sebentar, lantas ia memasuki
gelanggang pertarungan. 1017 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tuan-tuan sekalian, karena rekan Teguh Jiwa tidak
menghendaki kalian bertiga bertempur dalam ruang rumah
makan ini, hendaklah tuan bertiga menyudahi pertempuran
ini. Aku bersedia memohon maaf kepadamu sekalian....."
"Kau menyebut-nyebut Teguh Jiwa. Siapa dia?" bentak laki-
laki gemuk itu. "Jika engkau hendak menghaturkan maaf
kepadaku"mengapa tidak cepat-cepat bersimpuh di
hadapanku dan mencium bumi tiga kali?" sambil berkata
demikian kedua tangannya terus bekerja tiada hentinya. Dua
kali beruntun terdengar suara benturan. Ternyata sebelah
tangannya menghantam tongkat Karimun, sedang tangan
kirinya menghajar tubuh kawan Karimun. Kena hajarannya,
kawan Karimun terjungkal menumbuk tembok. Sedang
tongkat Karimun terbang ke udara.
Kilatsih terkejut menyaksikan pukulan itu. Itulah salah satu
jurus Hasta Sila atau Aji Gineng milik Dadang Wiranata dan
Otong Surawijaya. Kalau tidak salah, itulah jurus pukulan Dasa
Sardula dan Dasa Paksi yang pernah diperlihatkan Dadang
Wiranata dan Otong Surawijaya kepada Senot Muradi. Tadinya
pendekar gemuk itu melayani Karimun dan kawannya dengan
pukulan-pukulan biasa. Akan tetapi pada saat peng-Lfrus
rumah makan menegur padanya, segera ia memperlihatkan
kepandaiannya. Teguh Jiwa memilin-milin kumisnya dan pengurus rumah
makan terbatuk-batuk kecil.
"Tuan"ternyata engkau berniat membuat kekacauan di
sini. Maka aku terpaksa meminta kepadamu keluar!" bentak
pengurus rumah makan. Setelah membentak demikian,
tangannya menyambar pundak lakilaki gemuk itu. Ia sudah
tua dan perawakannya kerempeng. Akan tetapi jari-jarinya
mendadak bisa kaku seolah-olah terbuat dari baja.
Cengkeramannya tak ubah cengkeraman garuda.
Pendekar gemuk itu cepat merendahkan diri, untuk
menghindari cengkeraman tangan pemilik rumah makan. Akan
1018 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi pundaknya tak urung terasa sakit dan nyeri luar biasa.
Ia menjadi terkejut. Sedang pengurus rumah makan itu heran.
Karena cengkeramannya luput dari sasarannya.
"Gangku sama dengan uang mereka. Engkau membuka
rumah makan, mengapa aku kau larang makan di sini?"
bentak pendekar gemuk itu. "Hm, engkau malah hendak
mengusirku pergi. Baiklah. Biar aku robohkan rumah
makanmu dahulu!" Sesudah berkata demikian, ia berbalik menyerang pengurus
rumah makan. Hebat serangannya. Dalam satu gerakan saja,
ia telah menyerang dengan tiga jurus Aji Gineng. Itulah jurus-
jurus Dasa Paksi, Dasa Sardula dan Dasa Sarpa. Pengurus
rumah makan lantas saja mundur terdesak.
Dalam pada itu Karimun menjadi penasaran. Cepat ia
memungut tongkatnya kembali dan segera hendak turun ke
gelanggang. Tiba-tiba ia melihat kawannya masih rebah saja.
Khawatir kawannya mendapat luka berat, ia segera
menghampiri dengan maksud memberi pertolongan.
Si Dengkek tidak bersabar lagi. Dengan sekali melompat ia
menerjang pendekar gemuk itu. Melihat terjangan tersebut,
segera pendekar gemuk itu menggerakkan tangannya.
Dengan mata yang tajam, Kilatsih melihat bahwa pukulan-
pukulannya luput dari sasaran. Akan tetapi sungguh
mengherankan. Tiba-tiba Dengkek roboh terguling seperti bola
bergelundungan. Namanya termasyur di seluruh empat penjuru dunia. Akan
tetapi kenapa hanya dalam satu gebrakan ia sudah terpental
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergelundungan, pikir Kilatsih di dalam hati. . Mustahil dia
roboh hanya karena terkena angin pukulan pendekar gemuk
itu. Tetapi sebenarnya tidaklah demikian halnya. Dengkek
bukan roboh akibat terkena angin pukulan atau pun kena
pukulan telak. Itulah justru pembukaan ilmu saktinya
1019 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Esmugunting. Ilmu sakti Esmugunting berdasarkan gerak
rendah serendah tanah. Ia roboh bergulingan untuk kembali
menyerang dengan bergulingan pula. Sasaran yang diarah
adalah kaki dan perut. Kedua tangan dan kakinya bergerak
saling menyusul dengan gesit sekali. Pendekar gemuk itu tahu
akan ancaman bahaya. Sekali dirinya kena terlanggar ilmu
Esmugunting, tulang-tulangnya pasti akan rontok berantakan.
Maka terpaksalah ia mundur selangkah demi selangkah.
Walaupun demikian lututnya masih saja kena tendang,
sehingga ia mundur terhuyung-huyung.
Dengan penuh perhatian, Kilatsih mengamat-amati gerak-
gerik Dengkek. Pendekar pendek" itu menyerang terus
menerus dengan bergulingan di atas lantai. Gerakan tubuhnya
sangat lincah. Malah ada kalanya kedua tangannya membantu
dan tiba-tiba membal ke atas melepaskan tendangan.
Kemudian membiarkan dirinya jatuh lagi dan dengan
bergulingan ia menghindarkan diri, untuk kemudian kembali
menyerang. Lucu sekali cara berkelahi si Dengkek. Mau tak mau Kilatsih
tertawa geli di dalam hati dan pendekar gemuk yang tadinya
nampak gagah perkasa kini berkelahi dengan mundur terus.
Tiba-tiba pada saat itu terdengarlah suara orang berkata-
kata kepada dirinya sendiri.
"Putar kakimu dan tendang punggungnya! Ambil
kedudukan sudut timur dan mundur ke kanan! Melompatlah ke
selatan, dan hantam hidungnya!"
Kata-kata itu menarik perhatian Teguh Jiwa. Pendekar yang
seperti orang dusun itu menoleh dengan pandang heran. Ia
melihat seorang pemuda duduk mengukurkan badan
menghadap meja. Sebagai seorang yang berpengalaman,
tahulah dia bahwa pemuda itu teman pendekar gemuk itu.
Melihat kawannya kena desak, ia hendak mengajari. Keruan
saja Teguh Jiwa mendongkol hatinya.
1020 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pendekar gemuk itu sebenarnya bernama Bantar Angin.
Sedang temannya yang masih muda bernama Paneker. Ilmu
kepandaian Bantar Angin sebenarnya berada di atas
kepandaian Dengkek. la jatuh di bawah angin karena masih
belum menemukan titik Kelemahan ilmu kepandaian Dengkek.
Sekarang temannya mengkisiki. Keruan saja ia seperti
memperoleh sepasang sayap. Terus saja ia menerjang dan
menghantam Dengkek dengan tepat sekali. Dan kena
hantaman itu Dengkek terpental jungkir balik, menumbruk
kaki meja. Teguh Jiwa mendongkol bukan main. Seumpama tidak
ingat derajatnya ingin ia melabrak pemuda itu. Sementara itu
Karimun telah selesai membantu kawannya. Ternyata
kawannya itu tidak menderita luka parah, sehingga ia
mempunyai kesempatan untuk mengawasi jalannya
pertempuran. Tatkala mendengar kata-kata Paneker ia segera
mendekati sambil berkata agak nyaring.
"Jika tangan Tuan gatal. Aku pun bersedia menemanimu..."
Tanpa menoleh Paneker menyahut, "Seorang pelajar
menggunakan mulutnya dan tidak tangannya." Kemudian
meneruskan kisikannya kepada Bantar Angin. "Nah, sekarang
melompat ke kiri dan duduki sudut timur. Pancing dia dengan
kaki kirimu. Begitu terancam, kau melompat dan hantamkan
kaki kananmu. Aku tanggung dia tidak akan berkutik lagi."
Seperti mesin, Bantar Angin mengikuti petunjuk-petunjuk
rekannya. Benar saja. Setelah memancing dengan kaki kirinya,
ia melompat dan menghantam kaki kanannya. Kena
tendangan itu, Dengkek terpental lagi berjungkir balik dan
kepalanya membentur dua meja. Bress! Pendekar
berperawakan buah labu itu tidak dapat berkutik lagi.
Karimun tercengang menyaksikan peristiwa itu. Selama
hidup ia senang mempermainkan orang. Akan tetapi pada saat
itu ia malah dipermainkan. Segera ia hendak turun tangan,
namun tiba-tiba ia membatalkan niatnya. Telinganya yang
1021 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tajam mendengar langkah dari dalam rumah makan. Segera ia
berpaling dan bersikap hormat sekali.
Kilatsih heran menyaksikan perubahan itu. Segera ia
berpaling pula mengarah pintu tengah. Tatkala itu muncullah
sepasang pria dan wanita berumur empatpuluhan tahun.
Pakaian mereka indah dan romannya gagah. Pantaslah
ruangan menjadi sunyi kena per-bawanya.
Angker dan gagah mereka ini. Siapakah mereka sebenarnya
yang mempunyai pengaruh begini besar" kata Kilatsih di
dalam hati. Segera ia mengamat-amati dengan seksama.
Sekian lamanya ia mengamat-amati. Tiba-tiba suatu ingatan
menusuk benaknya. Bukankah mereka ini sepasang pendekar
pengikut Pangeran Diponegoro" Merekalah Manik Hantaya dan
Sukesi. Tiga tahun yang lalu, tatkala berkunjung ke markas
besar Himpunan Sangkuriang, ia melihat kedua pendekar ini
berbicara dengan kakaknya Sangaji di ruang depan. Entah apa
yang mereka bicarakan akan tetapi setelah mereka pergi"
kakaknya Sangaji menerangkan bahwa mereka datang sebagai
penghubung Pangeran Diponegoro. Kini kakaknya Sangaji
turun gunung dan kembali ke Jawa Tengah. Apakah ada
hubungannya dengan pembicaraan yang mereka adakan?"
Melihat mereka berdua muncul, pengurus rumah makan
mundur hendak keluar gelanggang. Namun Bantar Angin
menghalanginya. "Manusia tua bangka, engkau hendak lari kemana" Tak
dapat engkau mundur dengan seenakmu sendiri." Setelah
berkata demikian, Bantar Angin menyerang dengan tangan
kiri, dan disusuli dengan tangan kanannya pula. Pengurus
rumah makan sama sekali tidak menduga bahwa ia bakal kena
diserang dengan mendadak. Punggungnya kena terhantam
dan ia roboh terguling. Robohnya bukan karena ia kalah. Akan
tetapi karena tidak mengira sama sekali, la keluar gelanggang
dengan maksud hendak menghampiri Manik Hantaya.
1022 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kejadian itu membuat para tetamu berpe-nasaran, karena
Bantar Angin melakukan kecurangan. Malahan Teguh Jiwa
yang ingat kepada derajatnya, merah matanya. Tak dapat lagi
ia menguasai diri"segera ia maju memasuki gelanggang.
"Ah, Paman Teguh Jiwa! Engkau pun datang pula?" kata
Manik Hantaya dengan maksud mencegahnya. "Inilah suatu
kehormatan besar bagi kami. Maaf.... Baru saja kami datang.
Sehingga tak dapat menyambut kedatangan Paman dengan
semestinya." Wajah Teguh Jiwa nampak merah padam. Teringatlah dia
akan derajatnya. Memang tak pantas ia melayani Bantar
Angin. Apalagi pada saat itu ia berada di depan Manik Hantaya
dan Sukesi. Dalam pada itu Manik Hantaya berputar menghadap
kepada Bantar Angin dan menyiratkan pandang pada tetamu-
tetamu lainnya. Kemudian tertawa ramah. Katanya dengan
suara merendahkan diri. ' Sebenarnya apa yang telah terjadi" Segala perkara di
dunia ini bukankah dapat diselesaikan dengan damai" Marilah
kita semua duduk! Marilah kita berbicara. Bukankah berbicara
lebih bagus daripada mengadu tenaga?"
Bantar Angin agaknya seorang pendekar yang berangasan.
Terus saja ja membentak, "Aku tahu bahwa kamu berdua
kawan pemilik rumah makan ini dan aku tahu pula, bahwa
engkau pasti membantunya. Akan tetapi aku tidak takut."
Kasar ucapan pendekar Bantar Angin. Akan tetapi Manik
Hantaya menyambut dengan tertawa ramah. Dengan sabar ia
menyahut, "Bagaimana engkau tahu, bahwa aku ini teman
pemilik rumah makan ini" Coba"tolong berikan alasanmu"
apa sebab engkau menuduh aku hendak membantunya"
Dengan mendengarkan alasanmu, biarlah tetamu-tetamu yang
memenuhi ruang makan ini menimbang benar dan tidaknya."
1023 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang anak muda tamu rumah makan, yang tak tahan
menyaksikan sikap Bantar Angin yang dinilainya sombong itu
terus saja melompat hendak menarik lengannya. Akan tetapi
begitu mereka mendekat, tangan Bantar Angin mengebas, dan
mereka roboh terjungkal dengan berbareng.
"Bagus betul!" seru Teguh Jiwa. "Tidak mengapa engkau
menghina aku orang dusun. Akan tetapi perbuatanmu ini
merendahkan nDoromas Manik....."
Belum sempat orang tua itu menghabiskan kata-katanya,
Manik Hantaya menggoyangkan tangan kanannya. Dia
memberi isyarat kepada Teguh Jiwa bahwa dirinya tak ingin
diperkenalkan. Karena itu Teguh Jiwa lantas membentak.
"Baiklah, jikalau aku tidak menghajar gundulmu, agaknya
engkau makin lama menjadi semakin sinting," berkata
demikian, ia lantas menghampiri Bantar Angin.
Tetapi Bantar Angin malahan tertawa. Dampratnya,
"Kabarnya bedudanmu itu kau perlengkapi dengan alat
beracun. Boleh, boleh, engkau boleh mencoba-coba
kepadaku!" Setelah melihat munculnya Manik Hantaya dan Sukesi"
mereka berdua ini ternyata bersikap hormat kepada Teguh
Jiwa. Kilatsih segera mengambil keputusan. Teringat bahwa
Manik Hantaya dan Sukesi pernah datang dan berbicara ramah
dengan kakaknya Sangaji, segera ia berpihak kepada mereka.
Melihat Bantar Angin hendak bergebrak dengan Teguh Jiwa
maka ia mendahului. Dengan sekali melesat ia melompat ke
dalam gelanggang. "Kau belum pantas melayani Paman Teguh Jiwa. Biarlah
aku saja!" dengan seman itu Kilatsih membarengi dengan
serangan cepat. Bantar Angin kaget bukan main. Serangan Kilatsih adalah
jurus-jurus Hasta Sila. Pikirnya di dalam hati, ah dia pun
mengerti ilmu sakti Hasta Silai Cepat ia menangkis dengan
1024 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jurus Hasta Sila pula. Kemudian tangan kirinya meliuk dan
tangan kanannya menyodok dada.
Akan tetapi Kilatsih terlalu cepat baginya. Tiba-tiba Kilatsih
yang menyandang sebagai pemuda itu berada di sebelah
kirinya. Cepat Bantar Angin memutar tubuhnya dan
menghantam. Menurut perhitungan, pukulannya pasti
mengenai. Di luar dugaan ternyata pukulannya luput. Keruan
saja ia jadi ke-heran-heranan. Karena heran, ia alpa sedetik.
Pada saat itu hanya menggunakan Hasta Sila tetapi juga
dibarengi dengan intisari Aji Gineng, yang merupakan sari-sari
Hasta Sila yang telah digodog dengan matang oleh Dadang
Wiranata dan Otong Surawijaya, Kilatsih menggebrak. Tak
ampun lagi Bantar Angin terbanting roboh di atas lantai.
Dengan muka merah padam Bantar Angin merayap
bangun. Ia memelototi Kilatsih dengan hati mendongkol.
Kemudian berjalan tertatih-tatih ke luar pintu depan. Sama
sekali tak diduganya! Sebenarnya dalam hal ilmu sakti Hasta
Sila ia lebih unggul daripada Kilatsih. Hanya saja Kilatsih
pandai menggunakan tipu daya.
Ia menggabungkan antara intisari Hasta Sila dan Aji Gineng
milik Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya, yang pernah
dilihatnya di Desa Karang Tinalang kemarin. Dadang Wiranata
dan Otong Surawijaya adalah dua orang Raja Muda Himpunan
Sangkuriang yang berkepandaian sangat tinggi. Tak
mengherankan Bantar Angin kena terpukul roboh dalam satu
gebrakan saja. Melihat Bantar Angin hendak meninggalkan rumah makan,
Teguh Jiwa yang sudah terlanjur mendongkol lantas berteriak
nyaring. "Ih, enaknya! Kau tadi menghalang-halangi rekan (Jdan
Awu pengurus rumah makan ini karena hendak keluar
gelanggang untuk menunjukkan hormatnya kepada
majikannya, dan engkau menggebuknya dari belakang.
Apakah aku tidak dapat menghajarmu sekarang?"
1025 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bantar Angin menoleh. "Adik kecil ini tinggi ilmu kepandaiannya. Aku menyerah
kalah kepadanya. Tetapi engkau" Huu! Kalau mencoba
menghalang-halangi kepergianku ini hayo engkau harus
memperlihatkan kepandaianmu dahulu seperti adik kecil ini."
Teguh Jiwa berpenasaran dan gusar sekali mendengar
sumbar Bantar Angin. "Memang aku orang dusun yang goblok. Aku tidak
mempunyai kepandaian sedikit pun. Akan tetapi kalau engkau
hendak mencoba, mari! Jika engkau bisa lolos dari serangan
bedudanku ini aku bersumpah tidak akan muncul lagi dalam
pergaulan hidup." Manik Hantaya heran menyaksikan kebandelan Bantar
Angin. Akan tetapi pendekar itu jujur. Ia dituduh membuat
keonaran akan tetapi nampaknya bukan orang jahat. Maka
segera ia maju menengahi. Katanya ramah, "Sebenarnya
manusia di seluruh penjuru dunia ini adalah saudara. Apa
perlu mengadu jiwa oleh suatu perkara yang tidak keruan
juntrungnya?" Pada saat itu Dengkek sudah dapat berkutik kembali. Ia
merayap bangun dan berdiri di samping Teguh Jiwa. Dengan
menuding ia memaki. "Babi gemuk itu mengacau di sini. Semua orang
menyaksikan perbuatannya."
Kedua mata Bantar Angin membelalak lebar.
"Ini rumah makan! Setiap orang yang datang kemari adalah
tetamu. Aku pun membawa uang yang sama nilainya dengan
uang kalian. Apa sebab pengurus rumah makan ini membeda-
bedakan" Apakah aku ini anjing atau babi?"
Dengkek tidak mau mengerti, la lantas membuka mulutnya
pula. Dengan demikian mereka berdua lantas bertengkar
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengadu ketajaman mulut. Itulah sebabnya perlahan-lahan
1026 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manik Hantaya lantas mengerti sebab musabab terjadinya
pertempuran itu. Lantas saja ia tertawa terbahak-bahak.
"Kalau begitu aku pun harus menghukum diriku sendiri. Aku
harus sanggup menelan habis empat piring nasi dengan lauk
pauk penuh!" Dengkek yang masih penasaran dan mendongkol
memelototkan matanya. Hendak ia menyemprotkan mulutnya
akan tetapi tangannya kena tarik Manik Hantaya. Kata Manik
Hantaya, "Engkau pun harus dapat menghabiskan empat nasi
dengan lauk pauk penuh!"
Selagi mereka yang berada di dalam ruang rumah makan
mengambil tempatnya masing-masing, mendadak saja
terdengarlah suara tertawa di serambi depan. Setelah suara
tertawa itu lenyap, terdengar orang berkata:
"Bagus! Bagus! Kami pun hendak menghukum diri kami
sendiri dengan menghabiskan empat piring nasi dengan lauk
pauk penuh." Kemudian muncullah dua orang perwira yang
bertubuh gagah kekar dengan membawa pedang panjang di
pinggangnya masing-masing.
Dengan sekelebatan saja Kilatsih segera mengenal mereka
berdua. Yang berada di depan adalah Letnan Suwangsa dan
yang ketinggalan setengah langkah Komandan Laskar Istana
Kasujtanan Yogyakarta, Kapten Wiranegara. Melihat
kedatangan mereka, sekalian tetamu berubah wajahnya.
Manik Hantaya membawa sikap sangat tenang. Dengan
tetap tenang tersenyum ramah ia membungkuk hormat.
"Bagus! Sungguh kebetulan sekali saudara berdua datang
ke mari. Inilah yang dinamakan satu karunia Tuhan. Andaikata
aku mengundangmu, belum tentu kalian sudi datang."
Dengan tertawa melalui dadanya Kapten Wiranegara dan
Letnan Suwangsa mengangguk dan mengambil tempat
duduknya. Pandang mata mereka tak pernah beralih dari
1027 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wajah Manik Hantaya. Dan pendekar ini berusaha menguasai
diri agar wajahnya tetap tenang.
"Perkenankan kami mengenal tuan sekalian. Siapakah
tuan?" tanya Manik Hantaya dengan tetap tenang. "Ah,
kiranya karena urusan kecil saja. Hai, tuan rumah! Aturlah
kembali meja, kursi, lantas kau sajikan hidangan yang
istimewa. Pada hari ini aku mengundang tetamuku. Paman
Teguh Jiwa dan saudara kecil juga para tetamu lainnya,
silakan duduk kembali. Perkenankan aku menghidangkan
beberapa masakan sekadarnya. Aku berharap agar kalian sudi
menanggapi.". Hebat perbawa suara Manik Hantaya. Bantar Angin tidak
berani membangkang lagi. Ia lantas mengedipi kawannya.
"Pendekar, mari kita pergi. Tak pantas kita mengunyah
hidangan seseorang yang belum pernah kita kenal."
Manik Hantaya tertawa. "Saudara! Apakah benar saudara belum pernah bergaul di
dalam masyarakat" Saudara seorang gagah dan para tetamu
ini pun pendekar gagah pula. Meskipun saudara lahir di
selatan dan aku lahir di timur dan lainnya lahir di tengah atau
di barat atau di utara, tetapi sebenarnya kita semua sesama
saudara. Timur"selatan"utara dan barat adalah tempat lahir
kita secara kebetulan saja. Tetapi asal kita satu, yaitu dari Roh
Suci atau kehendak Tuhan. Karena itu mengapa saudara
menolak hidangan kami" Apakah malu" Seperti perempuan?"
Sukesi memandang suaminya.
"Meskipun aku seorang perempuan belum tentu aku
pemalu. Baiklah karena semenjak tadi aku membungkam diri,
maka aku akan mendenda diriku sendiri dan denda itu sangat
berat! Sebab aku harus dapat menghabiskan dua piring nasi
dengan lauk-pauk penuh."
Manik Hantaya tertawa lebar.
1028 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, benar. Aku pun akan mendenda diriku sendiri pula.
Aku harus meghabiskan tiga piring nasi dengan lauk pauk
penuh-penuh!" Mendengar percakapan mereka berdua yang tulus dan
polos itu tertariklah hati Bantar Angin. Segera ia kembali dan
duduk di atas kursi. "Aku bernama Suwagsa dan ini kawanku Kapten
Wiranegara, Komandan Laskar Istana Yogyakarta."
Mendengar nama mereka, sekalian tetamu terkejut. Mereka
semua tahu Raden Mas Suwangsa seorang ahli pedang
termasyur. Sedang Kapten Wiranegara memiliki ilmu
kepandaian yang sangat tinggi pula. Sekiranya tidak memiliki
ilmu kepandaian tinggi tidak mungkin ia menjadi komandan
laskar penjaga Istana Kasultanan.
Sekalian tetamu yang berada dalam ruang rumah makan
itu menjadi tak tenteram hatinya. Apalagi mereka lantas
melihat, Letnan Suwangsa dan Kapten Wiranegara mengambil
tempat yang berada dekat pintu depan. Seolah-olah mereka
berdua sengaja hendak memegat jalan keluar. Akan tetapi
Paneker ternyata seorang seorang pemuda yang cerdik.
Dengan menarik lengan Bantar Angin ia mengajak pindah di
belakang meja yang berada dekat pintu besar, sehingga
kedudukan mereka berdua seolah-olah menyaingi kedudukan
Letnan Suwangsa dan Kapten Wiranegara.
Teguh Jiwa tak puas melihat kedatangan mereka berdua.
Berulangkali ia memperdengarkan tertawanya melalui hidung.
Sebaliknya Letnan Suwangsa seakan-akan tak menghiraukan.
Dengan mata tajam ia menyapu sekalian hadirin. Tiba-tiba ia
melihat wajah Kilatsih. la jadi heran.
Kena pandang Letnan Suwangsa, Kilatsih membalas
pandang pula. Sama sekali ia tidak gentar dan tatkala itu ia
mendengar 1029 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Letnan Suwangsa berkata seolah-olah kepada dirinya
sendiri. "Sungguh! Inilah suatu pertemuan yang benar-benar
menggembirakan. Kapten Wiranegara! Sekalipun engkau
peroleh kesempatan begini bagus, bisa bertemu para
pendekar gagah dengan sekaMgus. Karena itu kita harus
makan sekenyang-kenyangnya!"
Tatkala itu pelayan sudah meletakkan hidangan-hidangan
di atas meja mereka masing-masing. Terus saja Letnan
Suwangsa. dan Kapten Wiranegara menyambar hidangan di
depan mereka dan mengunyah dengan lahap sekali. Mereka
menghabiskan beberapa gelas minuman dingin dengan lahap
pula. Pada saat itu terdengarlah suara Manik Hantaya kepada
Letnan Suwangsa dan Kapten Wiranegara.
"Kapten! Letnan! Nampaknya tuan berdua lagi menjalankan
tugas kewajiban. Maka tidak berani kami menahan tuan
berdua lama-lama di sini. Silakan apabila tuan berdua hendak
lekas-lekas meninggalkan ruangan ini! Tuan berdua tak usah
bersegan-segan. Dan saudara-saudara hadirin lainnya silakan
minum dan makan sepuas-puasnya!"
Tak usah dikatakan lagi semua orang tahu maksud Manik
Hantaya. Artinya mereka berdua tidak dikehendaki
kehadirannya dalam rumah makan tersebut. Letnan Suwangsa
sendiri bersikap acuh tak acuh. Dengan tertawa dingin ia
menjawab: "Saudara! Tugasku justru saudara yang menolong. Karena
itu dengan ini perkenankan kami berdua mengucapkan terima
kasih." Mendengar kata-kata Letnan Suwangsa, Manik Hantaya
heran. Apa maksudnya dikatakan dia membantu tugasnya"
"Tuan, apakah arti kata-kata Tuan tadi?"
1030 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah lama kami ingin bertemu dengan para pendekar
gagah seperti pada saat ini. Tak pernah kuduga justru lewat
Saudara kami dapat mencapai maksud kami," jawab Letnan
Suwangsa dengan tertawa. "Sri Baginda mengundang Saudara
datang ke Yogya!" Heran Manik Hantaya mendengar perkataan Letnan
Suwangsa yang berani itu. Apakah Letnan itu mengetahui
siapa dirinya sebenarnya. Sekalipun tahu, dia dapat berbuat
apa karena di sini banyak kawan-kawannya. Karena Letnan
Rahasia Istana Terlarang 16 Sepasang Pedang Pusaka Matahari Dan Rembulan Karya Aminus, B_man, Kucink Harpa Iblis Jari Sakti 27
mengucur membasahi pembaringan. Keadaan mereka tak
968 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ubah lampu yang kehabisan minyak, tinggal menunggu
padamnya saja. Dua di antara mereka sampai terkencing-
kencing di tempat, sehingga hawa dalam kamar itu menjadi
pesing. Kilatsih yang mendewa-dewakan Sangaji dan Titisari
menganggap kamar kedua kakaknya itu seolah-olah rambut
kepalanya. Melihat mereka terkencing-kencing di atas
pembaringan, tanpa dapat menguasai diri, lantas saja
berteriak. "Hai! Jangan kau kotori pembaringan kakakku. Paman,
lemparkan saja mereka keluar! Lama kelamaan kamar ini jadi
basah tak keruan..."
Senot Muradi yang jahil mulut lantas menyambung.
"Biarkan saja ayunda. Ingin aku tahu manusia ini
mempunyai persediaan air kencing berapa botol."
Mendengar ucapan anak nakal itu, Kilatsih mencibirkan
bibirnya, tetapi ia tidak membuka mulut lagi. Dalam pada itu
Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya tertawa terbahak-
bahak. Saling bergantian mereka menyambar badan keempat
lawan satu persatu, kemudian dilemparkan keluar kamar.
Yang terakhir Dadang Wiranata mencengkeram punggung
Kopral Jayeng Dipa. Kemudian dengan menggunakan tenaga saktinya dua
bagian, tulang punggung Kopral itu dipatahkan. Sambil
melontarkan tubuh korbannya, Dadang Wiranata membentak.
"Hai, anjing! Laporkan semua pengalamanmu ini kepada
majikanmu. Jika dia sampai berani memerintah orang lain lagi,
mengganggu junjungan kami Gusti Sangaji, dia akan
mengalami nasib seperti kamu semuanya ini. Tahu?"
Pada masa mudanya, baik Dadang Wiranata maupun Otong
Surawijaya merupakan dua pendekar yang dapat membunuh
orang tanpa berkedip. Tetapi sesudah usiataya lanjut, adat
969 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka yang berapi-api lambat laun menjadi agak padam. Kali
ini kecuali Sersan Komar dan Kopral Jayeng Dipa yang telah
dihajarnya sehingga menjadi cacad, empat orang laskar
lainnya masih dapat menuntut penghidupan sebagaimana
mestinya seperti orang lumrah. Walaupun ilmu sakti mereka
telah musnah seluruhnya. Di antara ketujuh laskar yang memasuki rumah Sangaji,
hanyalah Letnan Muda Jayalaga yang beruntung. Di kemudian
hari setelah luka-luka yang dideritanya sembuh, ilmu saktinya
tidak musnah. Bahwa Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya
tidak mengambil jiwa ketujuh laskar itu, sudahlah
membuktikan bahwa mereka telah melanggar adat kebiasaan
sendiri. Bagi orang yang mengenal siapa Dadang Wiranata
dan Otong Surawijaya, akan berkata bahwa kedua raja muda
itu kini sudah memiliki rasa belas kasihan.
Sesudah menyapu bersih lawan-lawannya, Otong
Surawijaya berkata kepada Senot Muradi.
"Senot! Hari ini engkau kurang mujur. Ilmu sakti Hasta Sila
belum dapat kita perlihatkan seluruhnya. Kukira hanya
setengah." "Separo sudah cukup. Lainnya, bukankah bisa kita
lanjutkan di kemudian hari?" sahut Senot Muradi dengan
gembira. "Separo ini saja sudah cukup memusingkan kepalaku
beberapa bulan lamanya."
"Ah, anak edan! Bagaimana bisa kita memperoleh lagi
kesempatan yang begini baik?"
Senot Muradi hendak membuka mulutnya kembali, akan
tetapi Kilatsih segera menegur. "Kau dengarkan perkataan
gurumu itu!" Kemudian kepada kedua raja muda, "Paman
berdua, jika kakakku Sangaji melihat kamarnya begini
kotor, pastilah ia akan menyesali paman berdua."
970 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan tersenyum Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya
keluar kamar. Kilatsih dan Senot Muradi mengikuti dari
belakang. "Paling sedikit tiga tahun lagi, kedua kakakmu baru bisa
kembali pulang kemari," kata Dadang Wiranata. "Aku berani
bertaruh"dia tidak akan marah."
"Apakah paman berdua pernah bertemu dengan kedua
kakakku?" tanya Kilatsih. "Apakah ada sesuatu pesan yang
diperuntukkan kepadaku" Sesungguhnya kema-nakah perginya kakakku berdua"
"Aduh! Benar-benar hebat adik Gusti Sangaji ini!" kata
Otong Surawijaya. "Kami berdua mengadu jiwa demi kedua
kakakmu, akan tetapi engkau hanya teringat kepadanya
berdua saja. Sama sekali tiada ucapan terima kasih kepada
kami." Kilatsih memoncongkan bibirnya sambil menyahut, "Paman
berdua telah mengadu jiwa" Kapan" Sebentar tadi paman
berdua berkelahi demi memberi pelajaran kepada muridmu ini.
Sama sekali bukan untuk kepentingan kedua kakakku."
"Ha! Benar-benar engkau seorang gadis yang tidak
mengenal budi!" seru Otong
Surawijaya dengan tertawa riuh. "Engkau tahu" Aku
mengajar Senot Muradi ini sebenarnya untuk memenuhi
kehendak kakakmu juga."
"Sudahlah," potong Dadang Wiranata. "Kami datang ke sini,
tiga hari yang lalu. Pada waktu itu, kedua kakakmu baru saja
berangkat. Mereka berdua mendesak kepada kami, agar
cepat-cepat meninggalkan daerah Karang Tinalang. Sebab
menurut warta yang didengar kakakmu, keadaan wilayah
Jawa Tengah pada saat ini sangat genting. Rupanya Beliau
mencemaskan kami. Tetapi justru kami ingin bertempat
tinggal di dalam rumah Beliau untuk menghadapi lawan-lawan
yang mengganggu ketentraman desa ini."
971 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ayunda! Jangan kau telan mentah-mentah keterangan
Guru!" tungkas Senot Muradi. "Sebab hanya separuh benar
separuh tidak." "Separuh benar dan separuh tidak, bagaimana?" Kilatsih
tak mengerti. "Guru hanya ingin menggodamu. Memang kami bertiga
bertemu dengan Paman Sangaji. Tetapi di tengah jalan dan
bukan di sini. Begitu bertemu Guru minta izin pada Paman
Sangaji hendak meminjam pusaka entah apa namanya.
Karena Paman Sangaji sedang tergesa-gesa, Guru dipersilakan
menunggu kedatanganmu di sini. Itulah yang kumaksudkan
separuh benar dan separuh tidak," Senot Muradi memberi
keterangan. "Bagaimana Kangmas Sangaji tahu, aku pasti datang
kemari?" Kilatsih heran.
"Sewaktu Paman Sangaji meninggalkan Jawa Barat, Guru
berdualah yang ditugaskan mencarimu. Guru lantas
memancingmu memasuki istana batu. Bukankah begitu"
Kemudian Guru mendahului kemari. Beliau yakin, engkau
bakal menyusul. Itulah sebabnya, aku diperintahkan
menjemputmu." "Ah! Sekarang barulah agak jelas," Kilatsih hendak
membuka mulutnya tatkala Otong Surawijaya tertawa
terbahak-bahak. Kata Raja Muda itu, "Bagus! Belum lagi kalian
berkumpul satu hari penuh sudah terjalin suatu persatuan.
Inilah namanya sebuah botol bertemu dengan tutupnya.
Baiklah, kami jelaskan! Memang kakakmu berdua sudah dapat
menduga, bahwa engkau akan datang kemari. Karena itu
Beliau berpesan kepadaku, agar engkaulah yang membawakan pusaka yang hendak kami pinjam."
"Pusaka" Pusaka apa?" Kilatsih heran.
"Pedang Sokayana. Pusaka Bumi Priangan!" jawab Otong
Surawijaya. 972 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pedang Sokayana dahulu dipersembahkan kepada Sangaji
sebagai suatu hadiah. Beratnya melebihi enampuluh kilogram.
Konon khabarnya dahulu adalah pedang pusaka Kyai Haji
Lukman Hakim, pendekar sakti Cirebon. Setelah berada di
tangan Sangaji, ia hanya menggunakannya sebagai alat
latihan penyalur tenaga sakti. Sebab semenjak ia mencoba
ilmu saktinya di atas dataran Gunung Cibugis menghadapi
bermacam-macam puncak kepandaian" tidaklah perlu lagi dia
menggunakan senjata. Dalam perjalanan pulang ke kampung
halaman meninjau ayah mertuanya, pedang Sokayana
disimpannya di Dusun Karang Tinalang. Dimana ia
menyimpannya, hanya Kilatsih yang mengetahui.
Mendengar dua raja muda itu hendak meminjam pedang
Sokayana, Kilatsih sangat heran.
"Gntuk apa Paman pinjam pedang . Sokayana?"
"Seorang anak yang belum pandai beringus, janganlah
mencampuri persoalan orang-orang tua!" sahut Otong
Surawijaya. "Serahkan saja kepada kami!"
"Baik, aku akan menyerahkan. Akan tetapi paman berdua
harus memberi keterangan yang benar alasan meminjam
pedang tersebut. Kecuali itu, Paman harus menerangkan
dimana Paman bertemu dengan Kangmas Sangaji dan Ayunda
Titisari. Dan Kangmas Sangaji berdua membicarakan soal apa"
Sesudah Paman memberi keterangan tiga pertanyaanku tadi,
barulah aku menyerahkan pedang Soka-yana."
Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya mendongak
menatap awan. Paras mereka berdua hebat dan seakan-akan
nyaris kehilangan kesabaran. Akhirnya Otong Surawijaya
berkata, "Ah! Kau benar-benar bocah edan! Apakah
perempuan di seluruh jagad ini dilahirkan untuk mengacau
rencana kerja laki-laki" Hayolah"cepat! Kau tunjukkan
dimana kakakmu menyimpan pedang pusaka. Sambil berjalan
kami akan menceritakan semua. Hayo, berangkat!"
973 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat paras wajah mereka bersungguh-sungguh, tak
berani lagi Kilatsih berayal-ayalan. Segera ia keluar rumah dan
berjalan memutari sebuah anak bukit. Dadang Wiranata,
Otong Surawijaya dan Senot Muradi mengikuti di belakangnya.
"Nah, dengarkan!" ujar Otong Surawijaya sambil berjalan.
"Sebenarnya kami pun mendaki Gunung Gede hendak
memberi laporan tentang kedatangan dua musuh besar.
Mereka berdua inilah guru besar para pendekar yang pernah
dikalahkan kakakmu di atas dataran tinggi Gunung Cibugis.
Rupanya mereka berpenasaran dan berniat hendak
menantang kakakmu mengadu sakti. Akan tetapi kami berdua
tidak sudi membiarkan mereka bisa menantang junjungan
kami. Kami berdua lantas memancing mereka bertempur.
Dengan demikian mereka berdua berbalik memusuhi kami.
Sayang sekali, tatkala kami memasuki markas besar Himpunan
Sangkuriang yang berada di atas Gunung Gede, kakakmu
sudah meninggalkan tempat. Kami memperoleh keterangan
bahwa Kompeni Belanda di Jakarta, sedang mengerahkan
angkatan perangnya besar-besaran untuk menyerbu markas
besar Himpunan Sangkuriang. Menimbang bahwa tenaga
perlawanan tidak sebanding, maka kakakmu meninggalkan
markas besar dengan tergesa-gesa. Sehingga terpaksalah
kami mengejar. Dengan petunjuk rekan-rekan perjuangan,
pada hari ketiga kami bertemu dengan kakakmu di tepi telaga.
Segera kami laporkan tentang kedatangan dua orang guru
besar yang hendak menantang beliau. Kedua musuh itu
sebenarnya adalah dua saudara kembar yang tua bernama
Windu Aji sedangkan yang muda bernama Guntur Aji. Kami
pernah mencoba dan menjajal-jajal ilmu kepandaian mereka.
Benar-benar gagah perkasa. Meskipun kami tidak perlu kalah
melawan mereka, akan tetapi untuk memenangkan
perkelahian itu kami membutuhkan senjata berat. Hal itu kami
sampaikan kepada kakakmu. Dengan serta merta kakakmu
menyetujui. Beliau menyarankan agar kami berusaha mencari
kau. Sebab satu-satunya keluarga kakakmu yang mengetahui
974 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dimana pedang Sokayana tersimpan hanyalah engkau sendiri.
Disamping masalah dua musuh besar itu sebenarnya kami
hendak membicarakan tentang Senot Muradi. Akan tetapi
kedua kakakmu nampaknya tergesa-gesa sekali, sehingga
kami tidak berkesempatan untuk membicarakannya."
Kilatsih benar-benar heran mendengar keterangan itu.
Siapakah Windu Aji dan Guntur Aji itu" Nampaknya Dadang Wiranata dan Otong
Surawijaya agak kuwalahan. Dari mulut ke mulut ia pernah
mendengar kegagahan kedua raja muda itu, bahkan dirinya
juga pernah menjajal kepandaian mereka, yang memang
hebat luar biasa. Menurut kakaknya, ilmu kepandaian Dadang
Wiranata dan Otong Surawijaya sukar dicari tandingannya
dalam dunia ini. Jika kedua raja muda itu nampak segan
terhadap Windu Aji dan Guntur Aji, pastilah mereka
merupakan dua lawan sakti yang luar biasa hebatnya. Otong
Surawijaya mendongak melihat cuaca. Katanya agak
mendesak, "Celaka! Sekarang sudah memasuki hari keempat.
Segera mereka akan datang. Sebab kami berjanji kepada
mereka berdua akan memberi tanda-tanda di sepanjang jalan,
kemana arah pergi kami. Di sepanjang jalan kami selalu
meninggalkan suatu tantangan. Pada suatu tempat tertentu
mereka akan kami lawan secara berhadap-hadapan. Maka itu
cepatlah serahkan pedang Sokayana kepada kami!"
Sebenarnya Kilatsih masih ingin mengajukan beberapa
pertanyaan. Akan tetapi mendengar desakan itu, ia lalu
mengurungkan niatnya. Buru-buru ia memasuki sebuah gua
yang terletak di belakang anak bukit. Ternyata gua itu
merupakan gudang mustika tempat menyimpan benda-benda
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berharga. "Mari masuk!" kata Kilatsih mendahului memasuki
gua. Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya segera
menyalakan obor, kemudian mereka bersama-sama masuk ke
dalam. Di tengah-tengah gua itu, nampaklah pedang Soka-
975 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yana. Otong Surawijaya segera menghampiri dan mengangkat
pedang itu, kemudian tertawa puas.
"Hahaha...! Hebat. Hebat sekali! Benar-benar cocok,"
setelah berkata demikian ia memperlihatkan pedang itu
kepada Dadang Wiranata. Kemudian ia mendahului keluar
gua. "Sebenarnya aku ingin minta bantuan kakakmu," kata
Dadang Wiranata kepada Kilatsih. "Tetapi karena kakakmu
tidak berada di sini, maka aku ingin minta bantuan kalian
berdua." Senot Muradi adalah seorang pemuda tanggung yang
nakal. Seperti pemuda-pemuda tanggung di seluruh dunia ini
gemar sekali akan suatu keramaian yang membawa
ketegangan. Mendengar permintaan gurunya, segera ia
menyanggupi. Tetapi Kilatsih tidak menjawab. Ia nampak heran dan menebak-
nebak. "Bagaimana kami berdua bisa melawan musuh Paman yang
begitu perkasa?" "Aku tidak memerintahkan kalian berdua bertempur
melawan mereka. Aku hanya meminta agar kalian memancing
mereka memasuki suatu tempat yang kami kehendaki.
Lihatlah kedua bukit itu. Di sana kami menunggu mereka.
Nah, berangkatlah sekarang juga memancing mereka!"
Tanpa berkata suatu apa lagi, Senot Muradi lantas
mendahului berlari-lari kencang. Kilatsih segera menyusul,
sambil berseru: "Senot! Bagaimana kita harus memancing
mereka" Tunggulah, kita berdamai dahulu!"
"Mau berdamai perkara apa?" sahut Senot Muradi. la
hendak membuka mulutnya lagi akan tetapi tiba-tiba
terlihatlah berkelebat -nya dua bayangan manusia di
kejauhan. 976 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua orang itu mengenakan jubah panjang. Pundaknya
tertutup dengan sutera putih. Kepalanya memakai sorban
putih pula, mirip sorban haji. Hidungnya mancung. Bermata
tajam dan dalam sekali. Apa yang luar biasa ialah bahwa
mereka tidak hanya berpakaian kembar, akan tetapi baik
perawakan maupun bentuk wajah mereka seperti pinang
dibelah dua. Perbedaan yang terdapat pada badannya
hanyalah terletak pada telinganya. Yang berada di sebelah
kanan tidak mempunyai kuping sebelah kiri, sedangkan yang
di sebelah kiri tidak mempunyai kuping kanan.
"Benar-benar luar biasa!" seru Senot Muradi sambil
tertawa. "Mereka benar-benar sama rupa seperti yang
digambarkan Guru. Tak bisa salah lagi, pastilah mereka
saudara kembar itu. Ha! Dua saudara kembar berlawan-
lawanan dengan kedua guruku yang aneh. Sungguh,
merupakan tontonan yang menarik!"
Hebat gerakan mereka. Baru saja Senot Muradi menutup
mulut, mereka dengan berbareng telah tiba seratus meter di
depan. Kilatsih menjadi gugup. Segera ia menoleh kepada
Senot Muradi. Anak nakal itu lantas berkata ketus.
"Nah, biarlah aku memancing mereka. Akan tetapi Ayunda
harus pandai-pandai menggunakan biji sawomu! Sekarang aku
pergi." Sesudah berkata demikian dengan berlari-lari, ia
menghampiri sebatang pohon asam.
Kilatsih tak tahu apa yang hendak 218 dilakukan anak nakal
itu. Tetapi segera ia mengikuti dan bersembunyi dalam jarak
beberapa meter dari pohon itu.
Beberapa saat kemudian, Windu Aji dan Guntur Aji sudah
memasuki Dusun Karang Tinalang. Dengan berbekal ilmu
kepandaiannya yang sangat tinggi, sudah barang tentu
mereka mengetahui belaka bahwa di atas pohon ada
seseorang yang bersembunyi. Tetapi menimbang bahwa yang
nongkrong di atas pohon hanya seorang anak-anak, mereka
977 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak begitu menaruh perhatian. Mereka menduga, anak itu
lagi memetik buah asam. Demikianlah sambil berjalan, mereka berbicara dalam
bahasa Sunda. Tetapi, selagi mereka lewat di bawah pohon
asam tersebut, mendadak ada air mancur mengucur ke
bawah. Itulah perbuatan anak nakal Senot Muradi, yang
sengaja mengencingi mereka dari atas.
Melihat pancaran air mancur yang turun bagai hujan
gerimis, mereka melompat mundur berbareng dengan gesit.
Meskipun cepat gerakan mereka, tak urung masih kecipratan
air kencing juga. "Hai, anak nakal!" bentak Windu Aji dalam bahasa Jawa.
"Apakah kau minta gebug?"
Hampir berbareng mereka menyerang, yang satu
mengebas dengan tangan kirinya, yang lain menghantam
dengan tangan kanan dari jarak kira-kira dua meter. Itulah
pukulan udara yang daya tekanannya luar biasa dahsyat.
Digempur dua kali, ranting dan daun-daun pohon asam itu
rontok berguguran. Bahkan pohonnya yang perkasa itu sendiri
sampai bergoyang-goyang. Menyaksikan kejadian tadi, Kilatsih yang bersembunyi tak
jauh dari pohon asam tersebut, terkesiap hatinya. Cepat luar
biasa ia melepaskan dua biji sawonya. Dengan bersuling dua
biji sawo Kilatsih menyambar tangan mereka. Setelah itu ia
menyusuli dengan enam biji sawo lagi sekaligus.
"Ih!" Mereka terkejut. Windu Aji segera meloncat ke kiri
dan Guntur Aji meloncat ke kanan. Masing-masing
menggerakkan tangannya saling memotong untuk menangkap
sambaran delapan biji sawo. Biji-biji sawo Kilatsih sebenarnya
tajam luar biasa, karena ujungnya berlapiskan baja. Tapi
mereka sama sekali tidak menghiraukan. Dengan sekali
bergerak, delapan biji sawo masuk ke dalam tangannya.
Sesaat kemudian sambil tertawa terbahak-bahak mereka
978 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuka tangan dan kedelapan biji sawo itu hancur
berkeping-keping. Dalam pada itu sambil berjungkir balik Senot Muradi
hinggap di atas tanah dan segera lari terbirit-birit. Bocah nakal
itu sadar, bahwa tenaga pukulan udara yang dipergunakan
Windu Aji dan Guntur Aji hanya tenaga bagian saja. Hal itu
disebabkan kare'-na mereka tidak bermaksud mencelakakannya. Mereka hanya ingin merobohkan Senot
Muradi ke tanah. Kemudian hendak dicacinya kalang kabut.
Andaikata mereka menggunakan seluruh tenaganya, Senot
Muradi pastilah sudah tidak bernapas lagi.
Windu Aji dan Guntur Aji memang sepasang saudara
kembar. Mereka berumur kira-kira tujuhpuluh tahun. Meskipun
demikian, berkat ilmu kepandaiannya mereka menjadi guru
besar. Banyak pendekar-pendekar sakti di Jawa Barat yang
berguru kepada mereka. Maka dapat dimengerti betapa
kehormatan mereka tersinggung tatkala sekalian anak-anak
muridnya kena dikalahkan Sangaji di dataran tinggi Gunung
Cibugis. Demi menjaga kehormatan diri, mereka turun gunung
untuk mencari Sangaji. Tetapi menimbang bahwa Sangaji
bukanlah seorang pendekar lumrah, maka mereka berdua giat
berlatih beberapa tahun lamanya. Sesudah yakin bahwa
dirinya kini telah mampu mengalahkan Sangaji, barulah
mereka mengadakan perjalanan
Tak terduga selagi mereka berusaha mencari Sangaji, di
tengah jalan kena cegat Dadang Wiranata dan Otong
Surawijaya. Mereka lantas bertempur mengadu kepandaian.
Kekuatan kedua belah pihak seimbang. Dadang Wiranata dan
Otong Surawijaya tak dapat mengalahkan mereka. Sebaliknya,
mereka pun tak dapat mengalahkan Dadang Wiranata dan
Otong Surawijaya. Seperti Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya mereka
juga memiliki suatu pukulan sakti. Ialah pukulan keras dan
lembek, yang dapat dilakukan dengan berbareng. Tadi tatkala
979 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hendak menjatuhkan Senot Muradi ke atas tanah, mereka
menggunakan pukulan keras dan lembek dengan berbareng
meskipun hanya menggunakan tenaga tiga bagian, namun
mereka yakin, bocah itu akan jatuh dari pohon dalam keadaan
pingsan. Mereka heran tak terkira tatkala melihat Senot
Muradi dapat melarikan diri tanpa luka sedikit pun. Rasa
keheranannya makin menjadi besar, sewaktu Kilatsih
melepaskan delapan senjata bidiknya yang sangat dahsyat.
Windu Aji tertawa terbahak-bahak dan berkata dalam
bahasa Sunda pada adiknya.
"Ah! Sama sekali tak kuduga, bahwa di dusun sesunyi ini
muncul dua bocah belum pandai beringus yang berkepandaian
tinggi. Eh, biarlah aku mengambil yang besar dan engkau
yang kecil!" Windu Aji bermaksud hendak mengambil Kilatsih menjadi
muridnya, sedangkan adiknya dianjurkan hendaklah mengambil Senot Muradi menjadi ahli warisnya. Seperti guru
besar di seluruh bumi ini, selalu berusaha untuk menemukan
calon-calon pewarisnya yang berbakat. Mereka merasa
sayang, bahwa ilmu kepandaian yang sudah mereka capai
dengan susah payah akan hilang lenyap dari permukaan bumi
tanpa bekas tanpa cerita.
"Bagus!" jawab Guntur Aji menyetujui usul saudaranya.
Dengan sekali menjejak tanah, mereka melesat duapuluh
meter jauhnya, ke depan. Berbareng dengan itu mereka
mengirimkan pukulan-pukulan udara dengan menggunakan
tenaga lima bagian. Kilatsih yang sedang, lari terbirit-birit merasakan sambaran
angin yang sangat tajam, menyusul larinya. Secara wajar, ia
meloncat ke pinggir. Walaupun pukulan itu dilancarkan dari
tempat yang agak jauh, namun badannya tak urung
tergoncang juga beberapa kali. *
980 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Windu Aji makin terheran-heran. Setelah menyaksikan
bahwa pukulannya yang lebih berat itu masih belum mampu
merobohkan Kilatsih. Sesudah mengubar seratus meter lagi,
tiba-tiba saja dia menghantamkan kedua tinjunya sekaligus.
Kali ini ia menggunakan tenaga delapan bagian.
Mendengar kesiur angin, Kilatsih mengetahui bahwa ia
sendiri masih mampu mempertahankan diri, akan tetapi Senot
Muradi pasti akan roboh. Benar-benar Kilatsih tak memalukan
telah menyematkan nama sebagai murid Adipati Surengpati
berbareng menjadi adik angkat Sangaji dan Titisari. Pada saat
yang genting itu, sambil menyambar Senot Muradi, ia
melompat setinggi enam meter lebih. Kemudian berseru
kepada Senot Muradi. "Jangan bergerak!"
Tepat pada saat itu berkelebatlah sambaran angin dahsyat
di bawah kakinya. Segera Kilatsih melemparkan Senot Muradi
ke dalam barisan batu yang terdapat di bawah kaki bukit, la
sendiri dengan suatu letikan yang sangat indah melayang
turun di depan deretan batu, di sebelah Senot Muradi.
Dalam pada itu Windu Aji dan Guntur Aji telah menyusul
pula. Melihat mereka menyusul begitu cepat, Kilatsih berteriak
dengan nada mengejek. "Idiiih! Tak kenal malu, menghina anak kecil. Kalau berani,
carilah Ayah kami!" Diejek demikian kedua saudara kembar ini merandek.
Karena tak mau kalah gertak, Windu Aji menyahut dengan
suara gemuruh. "Angkatlah aku menjadi gurumu. Engkau akan menjadi ahli
warisku!" "Apakah kepandaianmu sampai berani menawarkan diri
menjadi guruku?" balas Kilatsih dengan tajam.
981 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tangan Windu Aji menyambar dan mencoba mencengkeram pundak Kilatsih. Bagaikan kilat Kilatsih
menikam dengan pedangnya yang bersinar berkeredepan.
Arah tikamannya menyambar dada. Kemudian membelok
menusuk ketiak. Tikaman ini adalah serangan maut yang
merupakan salah satu jurus terhebat dari ilmu pedang
Witaradya. Melihat serangan sehebat itu, Windu Aji agak tekejut. Ia
tak menduga bahwa seorang pemuda yang masih berbau
kekanak-kanakan itu telah memiliki ilmu pedang yang begitu
tinggi nilainya. Meskipun ia seorang guru besar, namun tak
berani ia berlaku sembrono. Sambil mengelak, ia menyentil
ujung pedang dengan jari tangannya. "Tring!" Dan pedang
Kilatsih hampir-hampir terlepas dari tangan.
Oleh karena tujuan Kilatsih hanya untuk memancing
mereka, tikamannya tadi tidaklah bersungguh-sungguh. Di
samping menyerang, mengandung unsur untuk mundur.
Demikianlah dengan meminjam tenaga tolak musuh, ia
meloncat mundur membarengi pedangnya yang hampir
terpental dari tangannya. Cepat luar biasa ia menyelinap di
balik jajaran batu-batu bukit.
Tentu saja. Windu Aji tidak takut kepada deretan batu-batu
yang berada di depannya. Dengan sekali meloncat ia masuk
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pula ke dalam barisan batu. Di luar dugaannya Kilatsih dapat
menggunakan deretan batu itu dengan baiknya. Dengan suatu
gerakan yang sangat cepat, ia berputar-putar di antara jajaran
batu-batu. Dengan suatu isyarat Kilatsih dan Senot Muradi
bermain kucing-kucingan. Mereka muncul dan menghilang
dengan cepatnya. Windu Aji tidak mengkhawatirkan dirinya kena selomot
bocah-bocah itu. Akan tetapi dpermainkan secara begitu, mata
mereka lambat laun terasa berkunang-kunang juga. Dengan
geram ia mempercepat larinya dan memanjangkan langkah,
sambil sekali-kali menjambret dengan tangan terulur.
982 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meskipun telah berusaha dengan keras, namun kedua
mangsanya tetap luput dari cengkeraman.
Menyaksikan saudaranya kena dipermainkan dua bocah
cilik, Guntur Aji ikut pula masuk ke dalam jajaran batu-batu
tersebut. Ia menjadi juru pencegat. Tetapi dua bocah itu
sangat licin. Setiap kali akan kena hadang Guntur Aji, tiba-tiba
mereka melesat ke samping dengan berputar-putar pada
batu-batu yang di dekatnya. Kemudian mundur mendaki bukit.
Melihat gerakan mereka, Windu Aji menjadi curiga.
Pikirnya, "Agaknya mereka punya rencana tertentu. Celakalah
kalau mereka berdua ini sebenarnya adalah utusan kedua iblis
itu. Tujuanku memang akan mencari mereka. Tapi kenapa aku
kini kena dipermainkan dua bocah cilik." Memperoleh pikiran
demikian ia tertawa geli sendiri. Kemudian ia menoleh kepada
adiknya. "Guntur! Jangan membuang-buang tenaga! Melihat tanda-
tanda pengenal, kedua iblis itu berada di atas bukit ini. Kalau
mereka sudah selesai kita bereskan, barulah nanti kita urus
kedua bocah itu!" Guntur Aji memanggut. Lalu ia mengarahkan pandangnya
ke arah bukit. Dalam pada itu, Senot Muradi yang sudah
berada di pinggang bukit berteriak: "Hei! Kamu berdua tadi
bilang hendak mengambilku menjadi murid. Hayolah tangkap
aku! Kejar aku!" Kena diejek oleh si bocah yang belum pandai beringus, hati
Windu Aji dan Guntur Aji menjadi panas juga. Seolah-olah
saling berjanji, mereka melesat hendak menerkam bocah yang
jahil mulut itu. Tetapi lagi-lagi anak itu menghilang di balik
jajaran batu-batu, seakan-akan tikus yang menyelusup kian
kemari di antara batu-batu sambil terus berputar-putar.
Walaupun tinggi ilmu kepandaian mereka, namun lama
kelamaan menjadi geregetan juga, karena sekian lama -belum
juga berhasil menangkap kedua bocah itu. Selagi mereka
mengejar Senot Muradi, kembali lagi Kilatsih muncul dengan
983 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiba-tiba di samping mereka, sambil berteriak-teriak mengejek
untuk membuat hati mereka mendongkol.
Benar saja Guntur Aji menjadi dengki hatinya. Menuruti
rasa hati, sambil membentak ia mencabut jajaran batu yang
beratnya entah berapa ratus kilogram. Setelah mengeluarkan
tenaga terlalu banyak, ia baru berhasil dapat merobohkan dan
menyingkirkan beberapa batu-batu. Dengan tak dikehendaki
keringatnya mengucur sangat derasnya, sehingga bermanik-
manik di muka dan merasa lemas pula. Melihat hal itu, Windu
Aji segera memperingatkan, agar jangan terlalu menuruti
gejolak hati yang panas. "Hayolah! Jangan hiraukan mereka! Mari kita daki bukit ini!"
Setelah berkata demikian, ia lalu mendahului mendaki.
Guntur Aji segera mengikuti. Dan baru saja mereka berdua
mencapai pinggang bukit, tiba-tiba terdengar suara tertawa
yang nyaring dan aneh. Mereka segera mendongak ke atas. Melihat Dadang
Wiranata serta Otong Surawijaya berdiri tegak bagaikan dua
raksasa yang sedang menghadang mangsa. Dadang Wiranata
memegang sebatang pedang raksasa, sedangkan Otong
Surawijaya membawa sarung pedang berukuran besar sekali.
Itulah sarung pedang mustika
Sokayana. Dengan membekal senjata itu, mereka menatap
kedua lawannya dengan pandang mata berkilat-kilat.
Windu Aji dan Guntur Aji kaget bukan kepalang. Dan
sebelum mereka sempat membuka mulut, kembali Dadang
Wiranata tertawa berkakakan seraya berseru:
"Hihaha... menghadapi muridku saja kalian tidak berdaya.
Bagaimana kalian berani mengejar kami, apalagi kalian ingin
bertemu dengan junjungan kami Gusti Sangaji. Lebih baik
kamu berdua pulang saja selagi badan dan nyawamu masih
utuh!" 984 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hmm!" dengus Windu Aji. "Manusia yang memancing
musuh dengan segala akal bulus, bukanlah seorang pendekar
yang gagah. Jika kalian benar-benar pendekar jempolan"
hayo turunlah"bertempur dengan kami sampai ada kenyataan
siapa yang menang dan siapa yang mampus!"
"Bagus!" sahut Otong Surawijaya yang ringan mulut.
"Baiklah, jika kalian tidak mau menyerah kalah, kita boleh
bertempur lagi." .Kedua belah pihak berasal dari Jawa Barat. Mereka
bertengkar mulut dengan bahasa Sunda. Meskipun Kilatsih
semenjak kanak-kanak berada di Jawa Tengah, akan tetapi ia
mengerti bahasa Sunda lumayan juga berkat asuhan Titisari
yang rajin memberi pelajaran bahasa kepadanya. Mendengar
caci maki dari kedua belah pihak, hatinya ikut berdebar-debar.
Hebat suara mereka masing-masing. Angker dan aneh luar
biasa, seolah-olah bisa menggugurkan bukit-bukit. Tatkala itu
terdengarlah Dadang Wiranata.
"Hai, Windu Aji dan Guntur Aji. Kami mau melayanimu
berdua, apabila kalian sanggup menerima pukulan kami dari
udara. Lihatlah! Aku bawa pedang tumpul ini. Pedang ini
hendak aku lemparkan ke bawah. Nah, beranikah kalian
menangkap!" "Kenapa tidak" Hayolah lemparkan. Akan kuterima dengan
dada terbuka," sahut Windu Aji dengan suara menggeledek.
Sesudah masing-masing bersumbar16) baik Dadang
Wiranata maupun Windu Aji saling bersiaga. Dengan
mendadak Dadang Wiranata melemparkan pedang Sokayana.
Hebat tenaga lontaran Dadang Wiranata.. Apalagi dia berada
di atas bukit. Sedang pedang itu sendiri mempunyai berat
lebih dari enampuluh kilo. Dengan suara mengaung, pedang
Sokayana menyambar ke bawah.
Bagaikan kilat Windu Aji meloncat menyambar dengan
mementangkan kedua lengannya guna menangkap pedang
985 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tersebut. Di luar dugaan, tenaga lontaran pedang Sokayana
hebat luar biasa. Tiba-tiba saja ia terhantam dadanya
sehingga tubuhnya terpental menumbuk batu gunung.
Guntur Aji melihat kakaknya dalam bahaya. Dengan
kecepatan yang susah dibayangkan, ia melompat menyambar
tubuh kakaknya. Tetapi tepat pada saat itu, kembali lagi
terdengar suara meraung, dan tubuh Guntur Aji terpelanting
ke bawah, kena hantaman sarung pedang Sokayana yang
dilontarkan oleh Otong Surawijaya. Saling susul, kedua
saudara kembar tadi rebah di atas tanah dengan pundak
mereka terluka. Kepandaian Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya
dengan Windu Aji dan Guntur Aji, adalah setanding. Jika
mereka bertempur dalam keadaan biasa di atas tanah datar,
belum tentu dapat ditentukan siapa yang kalah dan siapa yang
menang dalam waktu tiga hari tiga malam. Tetapi sebentar
tadi, dengan mengandalkan berat pedang
Sokayana, Dadang Wiranata berhasil melontarkan tubuh
Windu Aji, dan Otong Surawijaya berhasil merobohkan Guntur
Aji dengan sarung pedang. Hal itu ada sebabnya. Windu Aji an
adiknya tadi kena dipermainkan oleh Kilatsih dan Senot
Muradi, sehingga sedikit banyak mengurangi tenaganya.
Guntur Aji pun tadi terpaksa sibuk menyingkirkan batu-batu
raksasa yang dipakai sebagai perlindungan oleh kedua anak
nakal tadi, sehingga tenaganya berkurang banyak. Untunglah
dalam usahanya mengelakkan diri, mereka hanya terpukul
pundaknya masing-masing saja. Andaikata pedang mustika itu
tepat mengenai dadanya, pastilah sudah jiwanya takkan
tertolong lagi. Begitu pula hantaman sarung pedang yang
dilontarkan Otong Surawijaya, tidak mengenai kepala. Dengan
demikian, mereka berdua selamat. Akan tetapi himpunan
tenaga saktinya termusnah. Gntuk memulihkan seperti semula
harus dibutuhkan paling tidak satu tahun lamanya.
986 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Senot Muradi adalah seorang pemuda tanggung yang tak
kenal takut. Akan tetapi menyaksikan adu tenaga yang
demikian hebat, ia terkesiap dan hanya dapat mengawaskan
dengan mulut ternganga-nganga. Dengan hati kagum, ia
menyaksikan bagaimana Windu Aji dan Guntur Aji berusaha
hendak menangkap pedang Sokayana beserta sarungnya.
Apabila mereka tidak memiliki suatu himpunan tenaga
dahsyat, urat-urat pundak mereka yang kena terhantam
telak17) pasti akan putus. Namun, ternyata tidak demikian. Itu
suatu tanda bahwa mereka berdua memiliki suatu tenaga sakti
yang dahsyat luar biasa. Setelah kena hantaman pedang
Sokayana dan sarungnya, Windu Aji dan Guntur Aji terpental
menabrak jajaran batu-batu. Kena tumbukan tubuh mereka,
jajaran batu-batu tersebut pecah hancur berhamburan.
Dapatlah dibayangkan, bahwa himpunan tenaga saktinya
melebihi manusia yang sudah terhitung golongan pendekar.
Senot Muradi begitu kagumnya, sehingga ia tak
melepaskan ucapan mengejek, tetapi buru-buru ia
menghampiri mereka dan berusaha menolong membangunkan. Windu Aji memelototinya sambil terus
meletik bangun. "Bocah! Hatimu baik sekali. Nampaknya engkau hendak
mencoba menolong aku. Bagus!"
Berbareng dengan kata-katanya, tangannya menyambar
dan dengan gampang dapat menangkap Senot Muradi.
Setelah dapat diputar-putar beberapa kali, dengan tangan
kirinya, ia menepuk punggung dan pantat bocah nakal itu.
Tentu saja Kilatsih yang berada tidak jauh darinya terkejut
bukan kepalang. Gugup ia melompat hendak menolong. Tetapi
tangan Windu Aji bukan main cepatnya. Dalam sekejap mata
saja ia sudah berhasil menepuk punggung dan pantat Senot
Muradi tiga kali berturut-turut, kemudian didorongnya pergi.
Mendadak saja Senot Muradi terbungkuk-bungkuk sambil
987 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memegang-megang perutnya. Kemudian lari cepat-cepat
bersembunyi di balik batu besar.
"Senot! Kau terluka?" tanya Kilatsih dengan suara cemas.
Senot Muradi mencongakkan kepalanya lalu menjawab.
"Hai hai hai! Jangan kemari! Aku mau buang air....."
Kilatsih mendongkol berbareng geli hati. Tetapi melihat
wajah Senot Muradi tiada berubah, hatinya menjadi lega.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan Dadang Wiranata.
"Kilatsih! Karena mereka telah berbuat baik terhadap
adikmu, jangan kau permainkan mereka lagi. Biarlah mereka
pergi dengan aman tenteram!"
"Dadang Wiranata!" teriak Windu Aji dengan suara
mendongkol. "Tak sudi aku menerima budi baikmu ini."
Dadang Wiranata tertawa terbahak-bahak.
"Apakah kalian masih ingin mengadu tenaga dengan kami"
Jikalau kalian masih ingin mengadu tenaga, paling sedikit kami
harus menunggu satu tahun lagi. Lihatlah aku masih
mempunyai sebatang bindi."
Setelah berkata demikian, ia melontarkan bindinya ke arah
bongkahan batu. Kena hantaman bindinya, batu itu terbelah
menjadi dua. Baik Windu Aji dan Guntur Aji tahu bahwa
Dadang Wiranata hendak memperlihatkan tenaganya, la
hendak mengesankan bahwa tenaganya masih utuh. Melihat
kenyataan itu mau tak mau Windu Aji dan Guntur Aji harus
bisa membawa diri. Dengan mendongkol Windu Aji berkata,
"Baiklah. Engkau masih bertenaga utuh. Hanya sayang,
tenagamu itu hanya bisa kau simpan dalam waktu satu tahun
saja. Sebab pada tahun depan, kami berdua akan mencarimu
sampai ketemu." Setelah berkata demikian, dengan
membimbing saudaranya ia menuruni bukit dengan tertatih-
tatih. Kilatsih segera mengantarkan dengan hormat.
988 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat Kilatsih berjalan di belakangnya, Windu Aji
menoleh. "Apakah engkau murid kedua iblis itu?"
Kilatsih menggelengkan kepala. "Guruku bernama Adipati
Surengpati, Sangaji dan Titisari adalah kedua kakakku yang
memberi tambahan kepandaian pula kepadaku."
"Hm, Sangaji!" Windu Aji menggerendeng, "Baiklah, aku
menerima kebaikanmu ini. Aku tidak akan melupakanmu."
Sesudah mereka berlalu, Kilatsih mendaki bukit. Di tengah
jalan ia bertemu dengan Senot Muradi yang baru saja selesai
buang air besar. Benar-benar mengherankan, dalam waktu
sekejap saja wajah Senot Muradi yang sebentar tadi nampak
segar bugar, menjadi pucat dan tubuhnya mendadak menjadi
kurus. "Kau kenapa?" Kilatsih minta keterangan dengan cemas.
Tetapi si Nakal itu tertawa saja.
"Tak kurang suatu apa. Aku tadi hanya bertelor terus
menerus. Akan tetapi kini aku merasa nyaman sekali."
Semenjak mengikuti Dadang Wiranata dan Otong
Surawijaya, Senot Muradi diwarisi bermacam ilmu sakti.
Terdorong oleh nafsu ingin cepat pandai, anak nakal itu
menggunakan tenaganya berlebih-lebihan. Siang malam ia
berlatih. Akibatnya, kadang-kadang ia merasakan dadanya
nyeri. Akan tetapi belum sadar bahwa ia menderita semacam
penyakit dalam. Sebagai seorang guru besar, dengan sekali
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melihat saja, tahulah Windu Aji apa yang sedang diderita oleh
bocah itu. Menimbang bahwa bocah itu bersikap baik
terhadapnya, ia segera menepuk punggungnya tiga kali,
dengan maksud memberi pertolongan. Kena tepukan
himpunan tenaga saktinya, pada detik itu juga, hawa kotor
yang merumun di dalam badan Senot Muradi turun ke bawah.
Dan mendadak isi perutnya keluar. Setelah Senot Muradi
989 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperoleh hawa bersih kembali, badannya kembali menjadi
segar. Tepukan himpunan tenaga sakti Windu Aji di kemudian
hari sangat besar faedahnya, karena membantu latihan-latihan
Senot Muradi yang berat-berat.
"Pantas saja...., " gerendeng Kilatsih.
"Pantas saja bagaimana?" Senot Muradi menegas.
"Pantas saja kedua gurumu berada dalam kamar Kangmas
Sangaji. Tak tahunya mereka sesungguhnya lagi menunggu
kedatangan musuh yang perkasa tadi. Sebelum bertemu
berhadap-hadapan mereka perlu berlatih dahulu," tanya
Kilatsih, sebelum Senot Muradi hendak membuka mulut.
"Pada malam itu sesudah mengurung Mundingsari di dalam
kamar depan," jawab Senot Muradi. "Kemudian, aku
meninggalkan rumah. Sewaktu tiba di mulut dusun aku
bertemu dengan kedua guruku itu. Aku kenal mereka karena
mereka pernah berkunjung ke rumah. Begitu bertemu, Paman
Dadang Wiranata lantas berkata begini: 'Senot Muradi! Ada
dua orang jahat mencari ayahmu. Lebih baik engkau jangan
pulang ke rumah.' Aku lantas menjawab, bahwa bila benar-
benar ada dua orang penjahat hendak mencari ayahku,
samalah halnya dengan mencari maut sendiri. Akan tetapi
kedua guruku tadi membujukku agar tidak pulang saja.
Katanya: 'Senot, ke-pandaianmu masih sangat rendah. Tak
dapat engkau membantu ayahmu. Jika engkau pulang,
ayahmu harus melindungi dirimu. Engkau sendiri mungkin bisa
kena dilukai penjahat itu. Dalam pada itu terpaksalah ayahmu
harus membagi perhatian kepadamu. Percayalah. Kedua orang
yang datang hendak mencari ayahmu itu bukanlah
tandingannya. Karena itu lebih baik engkau ikut. Aku akan
membawa engkau pergi menemui pamanmu Sangaji. Dahulu
ayahmu dan pamanmu Sangaji merupakan saudara angkat.
Terus terang saja, kami diperintahkan pamanmu Sangaji untuk
mencarimu dan membawamu menghadap kepadanya. Itulah
sebabnya kami datang ke tempat ini. Karena kami segan
990 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengganggu ayahmu yang sedang mempunyai persoalan
penting, lebih baik kami langsung mengajakmu pergi. Di
kemudian hari, pamanmu Sangaji bakal menemui ayahmu
untuk memberi khabar tentang dimana engkau berada.
Sementara ini kami pun sudah meninggalkan suatu tanda, di
depan rumahmu. Malam ini setelah berhasil mengusir kedua
penjahat itu, ayahmu pasti melihat tanda-tanda itu. Mungkin
sekali ayahmu terus menyusulmu pula untuk menemui
pamanmu Sangaji.' Demikianlah kata-kata Guru kepadaku.
Hm! Ayunda, engkau sudah bertemu dengan ayahku. Apa
sebab sewaktu ayunda berangkat ke Jawa Barat dengan
maksud hendak bertemu dengan Paman Sangaji tidak
bersama-sama Ayah" Apakah
Ayah tidak dapat melihat tanda yang ditinggalkan kedua
guruku itu?" Mendengar ceritera Senot Muradi serta pertanyaannya,
Kilatsih menjadi sangat berduka. Katanya di dalam hati, "Ah,
sungguh sayang! Paman Dadang Wiranata dan Paman Otong
Surawijaya, pastilah hanya melihat dua orang yang datang
terlebih dahulu. Sungguh sayang! Pastilah yang dilihat Paman
Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya, Ampyak Siti dan
Taker CJrip. Mereka tidak mengetahui bahwa Kapten
Kartasasmita dan Wiranegara datang pula berturut-turut. Jika
Paman Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya tahu akan hal
itu, pastilah mereka akan membantu."
Melihat Kilatsih tidak segera menjawab, Senot Muradi
segera bertanya dengan tidak sabar.
"Ayunda, kau kenapakah" Hai! Kenapa tiba-tiba matamu
menjadi merah" Apakah engkau kena maki ayahku" Atau
hatimu masih mendongkol karena mungkin sekali Ayah
memperlakukan engkau kurang manis. Benarkah begitu" Ah,
sudahlah! Jangan menangis. Berkali-kali Ayah mengesankan
padaku, bahwasanya seorang pendekar itu berkali-kali tidak
boleh meneteskan air mata..."
991 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi kedua mata Kilatsih yang nampak menjadi
merah, dengan tiba-tiba, meneteskan air mata. Melihat hal itu,
Senot Muradi heran bukan main. Teringat dia bahwa Kilatsih
mengenakan pakaian seorang pemuda bukanlah seorang pria.
Sehingga mungkin sekali ada kata-kata ayahnya yang
menusuk perasaannya. Sekonyong-konyong Kilatsih membuka mulutnya dan
berkata dengan suara terputus-putus.
"Senot....! Ayahmu...terbunuh!"
Rasa terkejut Senot Muradi seperti orang kena tersambar
geledek, la seakan-akan tak percaya kepada telinganya
sendiri, sehingga menjadi tertegun-tegun. Tetapi sejenak
kemudian, ia berteriak. "Apa" Kau bilang apa" Ayahku mati terbunuh?"
Kilatsih memanggut. "Benar! Dibunuh beberapa manusia keparat!"
Senot Muradi menatap wajah Kilatsih dengan penuh selidik.
Berteriak dengan suara menggeletar.
"Bohong! Dusta! Bohong! Ayahku seorang pendekar yang
jarang tandingnya. Betapa mungkin ia sampai kena terbunuh
mati! Kau bohong!" Sambil menyusut air mata, Kilatsih memperlihatkan
sebatang pedang dan sobekan baju yang berlumuran darah.
Itulah pedang dan sobekan lengan baju Sanjaya yang
diserahkan kepada Mundingsari"kemudian kena dirampasnya.
"Senot benar katamu!" katanya sambil menyerahkan
pedang dan sobekan legan baju yang berlumuran darah
kepada Senot Muradi. "Ayahmu seorang pendekar jarang
tandingnya. Mereka pun kena terbunuh tangan ayahmu
sendiri. Sakit hati ayahmu telah dibalasnya sendiri. Hanya
saja... karena luka-lukanya, ayahmu meninggal pula..."
992 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat kesungguhan wajah Kilatsih, tak dapat lagi Senot
Muradi menyangsikan. Seketika itu juga wajahnya menjadi
pucat lesi. Suatu gumpalan suara tersumbat di dalam
kerongkongan lehernya. Lalu meledak menyayatkan hati.
"Ayah....!" Gugup Kilatsih melihat wajah Senot Muradi yang begitu
pucat seumpama tiada berdarah. Ia berusaha membujuk.
"Meskipun ayahmu mati, akan tetapi dengan hati lapang.
Pedang mustika ini diwariskan kepadamu. Beliau mengharap
dengan pedang ini engkau akan mencari pamanmu Sangaji.
Setelah bisa mewarsi ilmu sakti pamanmu itu, engkau
didambakan kelak menjadi seorang ksatria sejati."
Mendengar ucapan Kilatsih yang lemah lembut kedua mata
Senot Muradi justru menjadi merah. Dengan pandang beringas
ia menatap wajah Kilatsih. Tiba-tiba ia menumbuk dadanya
dengan tangan kiri. Kemudian menangis dengan menggerung-
gerung. Dengan sedapat-dapatnya, Kilatsih mencoba membesarkan
hati bocah itu. Ia membungkuk dan menyusuti air mata Senot
Muradi dengan sapu tangannya dengan hati berduka.
Bujuknya lagi, "Senot! Ayahmu bukankah seringkali berkata
kepadamu, bahwa seorang ksatria sejati tidak boleh
meneteskan air mata?"
Senot Muradi masih menangis meng-gerung-gerung
serintasan. Sekonyong-konyong ia menegakkan kepalanya.
Kemudian menghunus pedang warisan ayahnya. Sambil
membelah-belah udara, ia berteriak: "Baiklah! Aku memang
tak boleh menangis. Sekarang aku tak menangis lagi. Aku tak
menangis lagi...." Akan tetapi air matanya masih terus
bertetesan tiada hentinya.
Kilatsih meraih Senot Muradi hendak menyeka air matanya.
Akan tetapi Senot Muradi mundur selangkah sambil menolak.
993 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak menangis lagi! Dengarkan sumpahku! Aku
bersumpah akan membunuh semua manusia jahat di seluruh
dunia dengan pedangku ini. Ayunda! Ajarilah aku ilmu pedang.
Engkau mau bukan?" "Asal saja engkau mempunyai kemauan keras, dan rajin
belajar serta berlatih, pastilah ilmu kepandaianmu di kemudian
hari sangat tinggi," kata Kilatsih. "Kedua gurumu dan
pamanmu Sangaji sudah pasti akan mewariskan semua
kepandaiannya kepadamu."
Sedang mulutnya membujuk dengan kata-kata menghibur,
sebenarnya hati Kilatsih sendiri seperti tersayat-sayat. Betapa
tidak. Walaupun akhirnya mati, akan tetapi Sanjaya berhasil
menumpas pembunuh-pembunuhnya. Sebaliknya sakit hati
ibunya yang mati penasaran, belum dapat ia membalaskannya. Juga ayahnya yang mati tak keruan, kepada
siapakah ia hendak menuntutkan dendam" Teringatlah dia
pula kepada nasib ayah angkatnya. Sorohpati pun mati
terajang. Sampai hari ini ia yang merasa berhutang budi
kepada ayah angkatnya itu, belum dapat melampiaskan
dendamnya. Teringat akan hal tu selagi mulutnya menghibur
Senot Muradi, ia menangis sendiri.
Mendadak terdengarlah suara menegur.
"Ah! Mengapa kamu berdua menangis?"
Mendengar teguran itu, kedua-duanya menoleh. Dadang
Wiranata dan Otong Surawijaya sudah berada di belakangnya
tanpa mereka ketahui. "Paman Sanjaya mati terbunuh. Aku sedang membujuk dan
menghibur hatinya agar jangan bersedih," sahut Kilatsih
sambil menyusut air matanya.
"Ha" Sanjaya mati" Apakah dia dibunuh orang-orang yang
datang pada malam itu?" tanya Dadang Wiranata dan Otong
Surawijaya berbareng dengan terkejut.
994 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih kemudian menceritakan bagaimana Sanjaya mati
sebagai laki-laki sejati. Betapa dengan gagah berani dia
membinasakan keempat penyerangnya- dengan sekaligus.
"Bagus! Dia hidup sebagai laki-laki, mati sebagai laki-laki
juga. Itulah benar-benar muridku!" seru Dadang Wiranata.
Seperti diketahui setelah Sanjaya cacat kakinya, Sangaji yang
sudah menjadi ketua Himpunan Sangkuriang memohon
kepada Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya agar mewariskan ilmu
saktinya Aji Gineng kepada saudara angkatnya itu.
"Senot!" kata Dadang Wiranata lagi. "Engkau harus merasa
bangga mempunyai ayah seperti dia!" kemudian berpaling
kepada Kilatsih dan berkata pula. "Sebenarnya aku hendak
menyerahkan Senot Muradi kepadamu. Tetapi mengingat ilmu
kepandaiannya masih jauh dari sempurna, maksudku itu
segera kuurungkan. Aku malu kepada kakakmu. Apabila aku
tidak sanggup memanjatkan ilmu kepandaian bocah ini,
sejajar dengan ayahnya, maka tadi kami berdua sudah
mengambil keputusan hendak membawanya ke Jawa Barat.
Setelah ia mempunyai kepandaian yang berarti, barulah aku
mengirimkan kembali kepada, kakakmu. Tolong sampaikan hal
ini kepada Beliau. Bagaimana pendapatmu?"
"Aku setuju," sahut Kilatsih. "Rencana paman berdua
adalah demi kebaikan Senot Muradi di kemudian hari. Hem!
Sekarang aku mohon Paman menceritakan perihal kakakku!"
"Kakakmu memberi kabar kepada kami hendak
menyeberang ke Karimun Jawa!" Dadang Wiranata memberi
keterangan. "Ayah mertua kakakmu yang juga menjadi gurumu, pada
tahun ini akan merayakan hari ulang tahunnya. Maka
kepergian kakakmu ke Karimun Jawa mempunyai dua tujuan.
Yaitu untuk menjauhkan incaran pihak Kompeni Belanda, dan
995 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbareng memberi ucapan selamat kepada gurumu, Adipati
Surengpati." Kilatsih mengerutkan keningnya. Meskipun keterangan
Dadang Wiranata dapat dibuat pegangan, tetapi ia tidak
percaya bahwa alasan kakaknya berdua meninggalkan Gunung
Gede adalah semata-mata untuk menjauhkan diri dari incaran
Kompeni Belanda. Pastilah kakaknya mengandung suatu
maksud dan tujuan yang lebih beralasan lagi. Selagi hendak
menyatakan . pendapatnya itu, Dadang Wiranata berkata lagi.
"Kilatsih, sebenarnya kakakmu titip sepucuk surat untukmu.
Tadi kusimpan di bawah alas pembaringan di dalam kamar
tidur kakakmu." Mendengar kakaknya menulis surat untuknya, hati Kilatsih
menjadi terharu. Benar-benar kakaknya itu menaruh perhatian
besar kepadanya, la hanya menyesal, apa sebab tidak dapat
bertemu muka dengan berhadap-hadapan.
"Menurut dugaanku, sesudah tujuh anjing budak-budak
Belanda mendapat hajaran keras, mereka tak akan berani
mengganggu rumah kakakmu. Setidak-tidaknya untuk
sementara waktu," ujar Dadang Wiranata setelah berdiam
sejenak. "Bila engkau menyusul kakakmu ke Karimun Jawa,
hindarilah kota-kota besar. Rupanya, di dalam ketenangan
suasana kota, bersembunyi suatu persekutuan yang
mempunyai maksud tertentu. Kudengar, Pangeran Diponegoro
pulang ke Tegalrejo. Pastilah terjadi sesuatu di dalam
lingkungan istana Sultan Jarot yang tidak enak. Kudengar pula
bahwa Patih Danurejo bersekutu dengan pihak Belanda.
Jangan-jangan dia sengaja menyingkirkan Pangeran
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Diponegoro agar pemerintahan dapat dikuasainya penuh-
penuh. Itulah sebabnya aku berpesan kepadamu, agar engkau
berhati-hati dan berwaspada. Sesudah kami berhasil mendidik
Senot Muradi, kami berdua akan mencari kakakmu. Sekarang
apabila engkau bertemu dengan kakakmu haraplah engkau
menyampaikan sembah kesetiaan kami kepadanya. Sewaktu-
996 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
waktu apabila Beliau membutuhkan tenaga kami, selalu
bersedia." Setelah berkata demikian, bersama Otong Surawijaya dan
Senot Muradi, Dadang Wiranata meninggalkan Dusun Karang
Tinalang menuju ke Jawa Barat.
Kini Kilatsih berada seorang diri di dalam kesenyapan alam
yang melingkupi. Kala itu matahari nyaris tenggelam di balik
gunung. Suasana alam telah menjadi remang-remang.
Burung-burung melintasi udara mencari sarang-sarang
peristirahatannya. Suasana dusun menjadi sunyi muram.
Sama sekali tiada nampak letikan dian. Hal itu membuat hati
Kilatsih heran semenjak tadi.
Dengan langkah perlahan-lahan Kilatsih balik ke rumah
dengan berbagai masalah yang merumun di dalam benaknya.
Hawa dingin mulai meraba tubuh. Angin kencang
membungkuk-bungkuk puncak mahkota daun sehingga
menggelisahkan burung-burung yang mencoba hinggap di
dahannya. Begitu memasuki rumah, Kilatsih segera
menyalakan lampu. Terdorong oleh rasa ingin tahu, segera ia
memasuki kamar tidur Sangaji. Cepat ia membuka alas
pembaringan dan ia menemukan sebuah bungkusan yang
berisi dua pucuk surat. Surat yang pertama terang sekali
adalah tulisan Sangaji. la kenal akan gaya tulisannya yang
angkar berwibawa. Sedang lainnya surat dari Ayundanya
Titisari. Gaya tulisannya rapih dan tajam. Suatu tanda bahwa
penulisnya memiliki otak yang maha cemerlang.
Dengan hati berdebar-debar ia membuka sampul surat
Sangaji. Seperti orangnya, suratnya berbunyi sederhana saja.
Tiada kembangnya sama sekali akan tetapi terang gamblang.
Kilatsih, dewasa ini Kompeni Belanda sibuk benar. Untuk
mengurangi korban, aku hendak beristirahat dahulu ke
Karimun Jawa. Bukankah hari ulang tahun gurumu sudah
dekat" Pemuda yang menemanimu adalah cucu Gusti Ratu
Bagus Boang. Aku menghendaki engkau membantunya.
997 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kakakmu, Sangaji Membaca surat Sangaji, Kilatsih agak terhibur. Ia merasa
seperti berhadap-hadapan dengan pribadi kakaknya yang
agung dan sederhana. Akan tetapi setiap kalimatnya
mengandung suatu masalah yang besar.
Pikirnya, eh! Apakah hubunganku dengan Sasi Kirana... Ah,
jangan-jangan Paman Dwijendra yang memberi laporan. Akan tetapi dugaannya
itu segera ditariknya kembali. Katanya di dalam hati, "Paman
Dwijendra mengira aku seorang pemuda dan menjadi
menantunya. Tak mungkin dia bisa membawa cerita
berkepanjangan. Satu-satunya yang bisa cerita hanyalah
Paman Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya. Bukankah
mereka berdua pernah bertemu dengan Kangmas Sangaji"
Kalau bukan mereka"siapa lagi"kalau bukan Paman Otong
Surawijaya....." Tetapi justru memperoleh dugaan demikian, hatinya sibuk
tak keruan. Apakah maksud kakaknya menghendaki ia
membantu Widiana Sasi Kirana" Pikir Kilatsih lagi, Kangmas
tahu, bahwa pada hari ulang tahun guru aku pasti berada di
sana. Apa sebab dia menyinggung Sasi Kirana" Apakah
sebelum aku menyeberang ke Karimun Jawa, Widiana Sasi
Kirana memerlukan tenagaku" Gntuk apa" Tentang apa"
Makin ia mencoba mengerti teka-teki itu, makin ia tak
mengerti. Akhirnya ia meruntuhkan pandang kepada sampul
surat Titisari. Pribadi ayundanya jauh berbeda dengan Sangaji.
Selain pandai berceritera, ia cerdas luar biasa. Eh, siapa
tahu"ayundanya akan bisa menolong memberi penjelasan
tentang arti kalimat-kalimat kakaknya itu. Dengan pikiran itu
Kilatsih segera membuka sampul surat. Alangkah tebal dan
panjang! Kilatsih membawa surat itu ke meja. Didekatkan
pelita yang berada di atas almari pendok. Kemudian ia
membaca. Begitu menyentuh surat Titisari, hatinya terperanjat
bukan main. 998 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
999 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
14 ASAP PERANG DIPONEGORO PADA HALAMAN terakhir"ia melihat corat-coret gambar
dan angka yang kurang jelas. Tulisan-tulisan yang mungkin
dimaksudkan sebagai catatan, yang membawa himpunan
saster sandi. Makin ia mencoba mengerti makin ia jadi tak
mengerti. Tiba-tiba saja"darahnya bergolak dan hampir saja
muntah. Maka cepat-cepat ia menenteramkan diri. Kemudian
dengan hati-hati ia memeriksa lembaran pertama. Pikirnya di
dalam hati, "Ayunda adalah seorang wanita yang paling
cemerlang otaknya pada zaman ini. la menulis corat-coret
pada halaman kertas penghabisan. Pastilah ada maksudnya.
1000 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarlah aku membaca suratnya terlebih dahulu perlahan-lahan,
la lantas membaca. "Hampir dua tahun ini"kita tak pernah bertemu. Dan
selama dua tahun itu, banyak yang akan kuceritakan
kepadamu"karena semuanya mengalami perubahan.
Kakakmu Sangaji"akhir-akhir ini"seringkah mengigau.
Katanya selalu, "O Tuhan! Sekiranya aku diperkenankan
memanjatkan satu permohonan"berilah bangsaku seorang
pemimpin yang lebih hebat daripada aku."
Aku bukan seorang pemimpin yang benar, katanya sering
pula kepadaku. Aku hanya seorang yang sangat cinta kepada
tanah air dan bangsaku. Dalam beberapa tahun ini"aku
hanya sekadar"membawa sekelumit bangsaku untuk
kutunjukkan siapakah musuh mereka sebenarnya. Itulah
Kompeni Belanda yang mempunyai nafsu hendak menjajah
bumi kita yang sangat indah ini. Dan bukan lagi bermusuhan
antara bangsa sendiri untuk sekedar mencari nama.
Sekarang aku mendengar khabar"bahwa cucu Ratu Bagus
Boang telah muncul. Alangkah besar rasa syukurku. Sebab
sesungguhnya kita mengharapkan tenaga muda yang masih
segar bugar untuk membawa nasib bangsa lebih maju lagi.
Aku mendengar pula bahwa Gusti Pangeran Diponegoro
sudah bersiap-siap mengadakan perlawanan terhadap
Belanda. Inilah tanda-tanda bakal munculnya seorang
pemimpin bangsa yang lebih hebat daripada aku. Adikku,
Inilah alasan kakakmu Sangaji pulang ke kampung halaman
untuk membantu kesulitan Pangeran Diponegoro menghadapi
tekanan pemerintahan Belanda dan Patih Danurejo."
Sampai di sini, Kilatsih berhenti membaca. Ia menghela
napas. Samar-samar ia melihat munculnya wajah Widiana Sasi
Kirana di hadapannya. Lalu kakaknya Sangaji. Lalu Ki
Tunjungbiru. Ketiga tokoh itu seperti lagi berbicara. Hanya apa
1001 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sedang dibicarakan ia tak dapat menangkap. Kemudian
Kilatsih membaca lagi. "Akan tetapi Manik Angkeran tidak menyetujui. Penyakitnya
yang lama, kumat lagi. Gedung Paguyuban Sunda dijualnya
kepada seorang penjudi. Aku tahu maksudnya. Ia hendak
memberi gambaran kepada kakakmu Sangaji"bahwasanya"
Himpunan Sangkuriang akan rusak seumpama dilanda
perjudian, apabila kakakmu Sangaji meninggalkan tempat.
Setelah menjual gedung Paguyuban
Sunda, ia lantas menghilang. Ia berusaha mencari
tunangannya Fatimah. Adik"kau tolonglah dia mencari
Fatimah. Mungkin sekali engkau pernah mendengar dimana
beradanya...." "Ah! Pantas yang memiliki gedung itu seorang penjudi,"
pikir Kilatsih. "Sekarang jelaslah, bahwa yang menjual gedung
Paguyuban Sunda bukan Kangmas Sangaji. Akan tetapi
Kangmas Manik Angkeran. Dia kini hendak mencari Bibi
Fatimah. Aku sendiri tak tahu dimana dia berada. Bagaimana
aku harus membantunya?"
Kilatsih berpikir sejenak. Karena masih belum memperoleh
jalan ia meneruskan membaca. Kali ini hebat bunyinya.
"Munculnya cucu Ratu Bagus Boang, membuat kakakmu
Sangaji bergembira benar. Ia mendesak kepadaku, agar aku
mau menulis kembali bunyi-bunyi hapalan dan penglihatan
yang berada di atas pusaka Bende Mataram. Catatan ini akan
diberikan kepada cucu Ratu Bagus Boang agar bisa dibuat
modal untuk meneruskan perjuangan.
Dengki aku mendengar maksudnya itu. Mengapa tidak dia
sendiri yang mempelajari" Bukankah pendekar dari seluruh
dunia ingin memiliki rahasia pusaka Bende Mataram"
Karena didesak, aku segera meluluskan. Ah, tak kukira"
bahwa semenjak aku mengikuti kakakmu berjuang
1002 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghimpun api perjuangan di bumi Jawa Barat, otakku
menjadi tumpul. Tak dapat lagi aku meng-ingat-ingatnya
sampai sempurna. Sehingga apa yang dapat kutuliskan"
seperti tertera di halaman belakang.
Selamanya tak pernah kakakmu Sangaji menegur aku
dengan kata-kata keras. Juga kali ini. Meskipun ia nampak
gelisah dan bernafsu besar untuk mempersembahkan catatan
rahasia Bende Mataram kepada cucu Ratu Bagus Boang,
namun tiada seatah kata pun ia menyesali aku. Hanya saja
aku melihat wajahnya guram dan se-ringkali memandang
padaku. Agaknya ia tidak percaya kepadaku, bahwa otakku
benar-benar menjadi tumpul.
Adikku, Teringatlah aku kepadamu. Sekian tahun lamanya engkau
berada di samping Paman Sorohpati. Siapa tahu Paman
Sorohpati pernah memberi kabar kepadamu"dimana dia
menyimpan tulisan sandiku dahulu. Kalau Paman Sorohpati
tak memberi kabar kepadamu"pastilah kepada Gandarpati.
Coba, tanyakan kepadanya.
Aku mendengar kabar pula, bahwa engkau erat
hubungannya dengan cucu Ratu Bagus Boang. Karena itu"
setelah berhasil membawa surat sandi Paman Sorohpati"
kakakmu akan menyerahkan rahasia pusaka Bende Mataram
kepada cucu Ratu Bagus Boang"lewat dirimu...."
Tergetar Kilatsih membaca kalimat-kalimat penghabisan
Titisari. Titisari agaknya menulis dalam rasa duka, cemas dan
tidak senang hati ia menyinggung tiga tokoh yang terasa
dekat di hatinya. Sorohpati, Gandarpati dan Widiana Sasi
Kirana. Menilik suratnya"agaknya Titisari"belum mengetahui
bahwa Gandarpati telah tewas mengorbankan diri sebagai
pengganti pendekar Wirapati. Kalau Titisari belum
mengetahui, pastilah Sangaji belum pula mendengar
1003 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kabarnya. Memperoleh kesimpulan demikian, hati Kilatsih
berdebar-debar. Ia seperti merasakan bakal terjadinya badai
dahsyat di kemudian hari tentang peristiwa Wirapati. Pastilah
kakaknya Sangaji tidak mau sudah, apabila mendengar berita
tentang pendekar Wirapati yang disekap antek-antek Belanda
ke dalam penjara Magelang.
Sekarang soal Widiana Sasi Kirana. Dia berhubungan
kurang dari satu minggu dan baru mengenal siapa dia setelah
berada bersama dalam kamar pada hari kelima. Tegasnya"dia
baru kenal siapa Widiana Sasi Kirana sesungguhnya"selama
dua hari saja. Akan tetapi dunia seolah-olah mengarahkan
pandangnya kepadanya semenjak beberapa hari sebelumnya.
Ah, kalau begitu semenjak dirinya memasuki bumi Jawa Barat
laskar perjuangan sudah membuntuti, pikir Kilatsih.
Dengan pikiran penuh, Kilatsih menidurkan diri. la mencoba
mengamat-amati corat-coret sandi rahasia Bende Mataram
kembali. Dan setiap kali perhatiannya terhimpun, tiba-tiba
darahnya bergolak. Sebagai seorang gadis yang pernah
menerima warisan ilmu sakti ia dapat meraba-raba sebab
musababnya. Maka halaman terakhir itu, digulungnya rapi.
Kemudian disimpannya baik-baik di dalam baju dalamnya.
"Coretan sandi ini mungkin sengaja diatur demikian rupa
oleh ayunda sehingga barangsiapa yang membacanya akan
terpukul peredaran darahnya." Diam-diam Kilatsih
menimbang-nimbang. "Ayunda memperhitungkan pula bahwa
ada kemungkinannya tulisannya jatuh di tangan seseorang.
Apabila orang berani menggunakan untuk melatih diri, ia akan
dihancurkan oleh pergolakan darahnya yang jadi tak
seimbang....." Kilatsih percaya akan kecerdasan otak Titisari yang luar
biasa. Pastilah setiap patah kata yang berada di suratnya,
sudah dipertimbangkan dan diperhitungkan dengan masak-
masak untuk menghadapi segala kemungkinannya. Maka
hatinya jadi mantap. Hanya saja tentang surat rahasia Bende
1004 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mataram yang berada di tengah ayah angkatnya Sorohpati
benar-benar ia tak mengetahui. Mengapa Ayunda Titisari tidak
minta bantuan kepada Manik Angkeran saja" Bukankah Manik
Angkeran adalah anak kandung ayah angkatnya Sorohpati"
Apakah karena Manik Angkeran, tiba-tiba menghilang"
Betapa pun juga hatinya terhibur oleh surat kedua
kakaknya itu. Kesedihannya memikirkan kematian pamannya
Sanjaya dan nasib Senot Muradi agak tersisihkan. Dan karena
hatinya terhibur, malam itu ia tertidur dengan tenang.
Keesokan harinya Kilatsih berangkat pada pagi hari
menyingsing. Di dekat bukit tempat Dadang Wiranata dan
Otong Surawijaya melawan Guntur Aji dan Windu Aji kemarin,
muncul seorang petani dari balik belukar. Petani itu segera
berseru kepada Kilatsih. "nDorojeng! nDorojeng!1) nDorojeng hendak pergi
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemana" Apakah cepat-cepat begini hendak meninggalkan
Karang Tina-lang! Apa nDorojeng tidak kenal aku lagi! Aku :
Pak Kartoperwiro. Ingat tidak?"
Di Desa Karang Tinalang banyak terdapat ratusan keluarga.
Akan tetapi Kilatsih seringkah datang ke dusun itu, dan kerap
kali pula bergaul dengan mereka. Walaupun tidak dapat
mengenal mereka semua akan tetapi sebaliknya, mereka kenal
siapa Kilatsih. Sebab Kilatsih termasuk keluarga Sangaji dan
Sangaji adalah penduduk yang paling terkenal di seluruh desa
itu. Demikianlah, setelah petani tadi menyebutkan namanya,
Kilatsih segera mengenalnya kembali.
"Hm"ingatlah aku," seru Kilatsih. "Bukankah engkau yang
kulihat berada di dekat sungai" Bukankah engkau berjalan
dengan temanmu" Tak heran engkau tidak segera
mengenalku, karena aku menyandang laki- laki. Engkau
benar-benar berani. Penduduk Karang Tinalang agaknya
sudah lama meninggalkan dusun ini. Akan tetapi Bapak masih
juga berani keluyuran di sini."
1005 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
x) nDorojeng = panggilan hormat kepada seseorang yang
statusnya lebih tinggi. "Benar, nDorojeng," sahut Kartoperwiro. "Sudah
empatpuluh hari ini Dusun Karang Tinalang sering dikunjungi
bangsat-bangsat yang banyak sekali jumlahnya. Mereka terdiri
dari bermacam-macam golongan. Ada yang menyandang
laskar, ada pula yang menjadi penunjuk jalan Kompeni
Belanda dan ada pula yang datang kemari hanya untuk
merampok barang-barang yang ditinggalkan penduduk. Aku
sendiri orang yang cepat naik darah. Rasanya tidak rela
membiarkan orang lain merampoki barang-barang rekan kita
sekampung. Habis bagi kami, barang milik itu adalah hasil
jerih payah bertahun-tahun lamanya. Sekarang nDorojeng
hendak kemana?" "Aku hendak segera menyusul kangmas sekalian," jawab
Kilatsih dengan tersenyum.
"Hm... aku sudah mengira," seru Kartoperwiro. "Tetapi
tahukah nDorojeng bahwa di tempat-tempat tertentu Kompeni
sudah membangun gardu-gardu pengintaian" Karena itu aku
sengaja menunggu nDorojeng di sini, maksudku biarlah aku
mengantarkan nDorojeng meninggalkan .Dusun Karang
Tinalang dengan aman. Mari kita mengarah ke timur melalui
rumpun bambu itu!" Setelah berkata demikian, ia segera menuntun Megananda
mengarah ke timur. Sambil berjalan ia berkata, "Syukurlah
kalian dapat mengalahkan orang-orang jahat kemarin," kata
Kartoperwiro. "Jika tidak, kami semua tentu tidak berani
muncul. Anakku Sangaji benar-benar anak" yang luhur budi.
Sebelum berangkat, ia sudah mengetahui bahwa Dusun
Karang Tinalang bakal didatangi manusia-manusia tak keruan
macam. Maka ia menasihatkan penduduk agar segera
meninggalkan dusun. Hm... dia sendiri pergi pula. Entah
kemana" Dan kapan pula pulangnya?"
1006 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi kangmas sekalian pulang ke dudun ini empatpuluh
hari yang lalu?" tegas Kilatsih.
"Benar," sahut Kartoperwiro.
Kilatsih jadi berpikir. Kalau tahu kakaknya Sangaji berdua
sudah berada di Dusun Karang Tinalang semenjak empatpuluh
hari yang lalu, tidaklah perlu ia sampai bersusah payah
merantau ke bumi Jawa Barat. Tiba-tiba satu pikiran menusuk
benaknya. "Kalau kangmas sekalian sudah berada di sini, bagaimana
caranya ia mengetahui aku berada di Priangan dan bergaul
dengan Widiana.Sasi Kirana" Ah, pastilah semua ini hasil
laporan Paman Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya."
Kala itu matahari sudah muncul di timur. Cahayanya masih
lembut. Pucuk-pucuk gunung dan bukit mulai kena raba.
Sinarnya yang lembut memantul ke segala persada bumi.
Alangkah indah pemandangan di depannya. Tak terasa ia
menoleh ke arah Dusun Karang Tinalang yang agak jauh
tertinggal di belakang, la menghela napas. Katanya di dalam
hati, kangmas sekalian sangat mencintai desa itu. Akan tetapi
demi mengabdi kepada cinta kasihnya, ia berada di bumi
Priangan. Karena dia menjadi pemimpin besar suatu laskar
perjuangan, namanya segera terkenal ke seluruh penjuru.
Justru demikian ia menjadi musuh Kompeni nomer satu.
Sekarang tidak hanya dia sendiri yang dimusuhi, tetapi pun
juga kampung halamannya. Itulah sebabnya pula ia buru-buru
pulang ke kampung untuk memberi kabar penduduk agar
cepat meninggalkan kampung halaman. Ia pun meninggalkan
Dusun Karang Tinalang. Menurut surat Ayunda Titisari, dia
hendak berhubungan dengan Pangeran Diponegoro.
Kalau benar-benar terjadi demikian, entah berapa tahun
lagi ia baru kembali ke kampung halaman. Akan tetapi lama
atau cepat ia pasti kembali ke kampung.
1007 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil bercakap-cakap Kilatsih sudah meninggalkan Dusun
Karang Tinalang jauh-jauh. Di depannya kini tergelar
pemandangan alam yang sangat indah. Di sebelah utara
Gunung Sumbing dan Sindara, men-congakkan diri dari
dinding awan putih yang sedang berarak-arak. Di sebelah
timur, matahari memancarkan sinarnya yang lemah lembut.
Dan hawa pagi hari alangkah segar menggairahkan perasaan.
Tak lama kemudian tibalah Kilatsih pada suatu persimpangan
jalan. Menurut Kartoperwiro penjagaan Kompeni Belanda
tidaklah seketat tadi. Maka Kilatsih hendak melanjutkan
perjalanan dengan seorang diri.
Dengan perlahan-lahan Kilatsih melarikan Megananda. Di
sepanjang jalan banyak kali ia berpapasan dengan orang-
orang yang berkesan mencurigakan, la jadi heran. Menjelang
petang hari, Kota Magelang telah nampak di depan mata.
Segera ia mempercepat Megananda, agar dapat tiba di kota
itu sebelum malam hari tiba. Sekonyong-konyong dari arah
barat ia melihat dua orang penunggang kuda yang
berberewok. Mereka melarikan kudanya cepat sekali. Karena
semenjak tadi Kilatsih menaruh curiga kepada orang-orang
yang dijumpai, ia segera menaruh perhatian.
Yang berada di sebelah kiri, mengenakan pakaian
tambalan. Kesannya seperti seorang pengemis. Akan tetapi
kuda tunggangannya sangat besar dan garang, sedang
pelananya pun indah sekali. Begitu berpapasan dengan
Kilatsih, ia menengok dan berkata sambil tertawa.
"Hai, bukankah ini tuan muda Kilatsih....Tuan, eh Nona,
eh..... Tuan, eh... Nona.... perkenalanmu dulu sangat
mengesankan hatiku. Bagus! Kau juga datang kemari. Atas
nama majikan Daniswara perkenankan aku mengucapkan
selamat datang." Sambil berkata demikian ia mengangkat
tongkatnya memberi hormat dengan lagak lucu sekali.
Kilatsih segera mengenal siapa dia. Dialah Karimun alias
Gmarmaya. Perawakan tubuhnya seperti dulu. Pendek bulat
1008 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
persis buah semangka. Gerak-geriknya lucu. Meskipun
sekarang dia berlaku hormat, akan tetapi karena cara
penghormatannya berkesan senda gurau dan dilakukan di
tengah jalan pula, hati Kilatsih jadi mendongkol. Terus saja ia
melepaskan dua biji sawonya. Bentaknya, "Siapa kesudian
menerima hormatmu?" Senjata biji sawo Kilatsih menyambar jitu sekali, dan
menghantam tongkat Karimun. Hebat pukulan biji sawo itu.
Tongkat Karimun terpental dan jatuh berkelontangan ke atas
tanah. Dengan muka terkejut, Karimun mengapungkan
badannya di atas pelana. Dan dengan gerakan indah ia turun
ke tanah. Kemudian sambil memungut tongkatnya, ia
melompat lagi berjungkir-balik dan duduk kembali di atas
pelananya. Itulah suatu pameran kepandaian yang hebat
sekali. "Eh, eh, biasanya orang akan senang sekali apabila aku
berlaku hormat," seru Karimun dengan suara pahit. "Tetapi
kau malah sebaliknya. Biarlah engkau jempolan, tetapi tak
pantaslah menghajar seorang yang sedang memberi hormat
kepadamu. Hmm! Engkau benar-benar susah diurus." Dengan
mengejek cepat-cepat ia menge-prak kudanya dan kabur
dengan membabi buta. Kilatsih seorang gadis yang gampang sekali merasa
tersinggung. Ia menjadi gusar. Jika menuruti hatinya, sudah
tentu ia akan mengejar dan kemudian memberi persen kepada
si mulut jahil itu. Akan tetapi karena sadar, bahwa dirinya
sekarang lagi memikul tugas penting segera ia dapat
menyabarkan diri. Apalagi pada waktu itu ia mengenakan
pakaian laki-laki pula. Hal itu haruslah dirahasiakan. Apabila
sampai bertengkar mulut dengan Karimun, bisa-bisa ia malah
dapat malu sendiri. Itulah sebabnya ia segera menahan
kendali kuda, dan Megananda dijalankan perlahan-lahan
kembali, agar jaraknya tidak terlalu dekat.
1009 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan pikiran demikian, ia segera meneruskan perjalanan
menuju Magelang. Kota Magelang makin lama semakin dekat
di hadapannya. Tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh roda
kereta dari arah belakang. Dengan cepat ia menoleh dan
melihat debu tebal mengepul ke udara. Sebuah kereta
dilarikan dengan kecepatan penuh melintasi dirinya. Saisnya
mencambuki de- t ngan cemeti panjang. Nampaknya sangat
tergesa-gesa sehingga tak henti-hentinya ia mencambuki
kuda-kuda penariknya. Entah disengaja atau tidak, tatkala
melewati Kilatsih, cambuknya menyambar menghantam
kepala Megananda. Megananda adalah seekor kuda mustika yang belum
pernah kena cambuk majikannya. Tatkala melihat
berkelebatnya sebatang cambuk, adatnya keluar. Sambil
meringik hebat, ia menendangkan kaki, depannya. Si
penunggang kereta ternyata seorang yang berbadan gemuk.
Mendengar kesiur cepat ia menyambar kaki Megananda lalu
didorongnya pergi, sehingga Megananda terhuyung-huyung ke
belakang. Kilatsih terkesiap. Betapa tidak. Tendangan Megananda
mempunyai tenaga paling tidak lima atau enamratus kilogram,
akan tetapi laki-laki itu bisa menangkap dan membuatnya
mundur beberapa langkah. Betapa pun besar tenaga laki-laki
itu sudah dapat dibayangkan.
Kilatsih tak sempat lagi berpikir panjang. Sekali
mengayunkan tangan, beberapa biji sawonya menyambar.
Pada saat itu, ia berada dalam jarak sepuluh langkah. Begitu
mendengar suara menyambarnya senjata bidik dengan
secepat kilat laki-laki itu melecutkan cemetinya, dan dapat
mengenai dengan jitunya semua biji sawo yang menyambar
pedangnya. "Oleh karena dikejar waktu, aku sampai kesalahan tangan
menyabet kuda mustikamu," katanya sambil mengangguk
memberi hormat. "Kuharap saja Tuan memaafkan."
1010 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kilatsih sudah bersiaga bertempur. Tetapi mendengar dia
minta maaf, hatinya jadi sabar kembali. Di samping itu, ia
sadar pula bahwa dirinya sedang memikul tugas berat. Maka
ia membiarkan orang itu meneruskan perjalanannya dengan
damai. Tatkala Kilatsih memasuki Kota Magelang, cuaca sudah
gelap. Sore hari sudah berganti malam. Selagi hendak
memasuki rumah makan, tiba-tiba ia melihat kuda Karimun
alias Gmarmaya tertambat di depan. Untuk menghindari
adanya pertengkaran, ia segera membelokkan kudanya
hendak mencari rumah makan lain. Mendadak ia melihat
sebuah gambar yang menarik hati.
Rumah makan itu berdiri di tepi jalan besar. Gedungnya
sangat indah dan bercat hijau muda serta kuning gading.
Memang Kota Magelang pada dewasa itu menjadi pusat
gerakan militer Belanda. Katakanlah saja Kota Magelang
adalah kota militer Belanda. Akan tetapi rumah makan itu
terlalu indah buat Kota Magelang pada waktu itu. Kilatsih yang
sudah pernah mengembara sampai ke Jawa Barat, heran
melihat kebagusannya. Pikirnya di dalam hati, sejak kapan
rumah makan ini didirikan. Tiga kali aku pernah melintasi kota
ini dan baru Kilatsih. tak sempat lagi berpikir panjang. Sekali
mengayunkan tangan beberapa biji sawonya menyambar.
Pada saat itu, ia berada dalam jarak sepuluh langkah. Begitu
mendengar suara menyambarnya senjata bidik, dengan
secepat kilat laki-laki itu melecutkan cemetinya, dan dapat
mengenai dengan jitunya semua biji sawo yang menyambar
pedangnya. sekarang ini aku melihat ada rumah makan yang begini
indah. Setelah timbul rasa keheranannya, ia menjadi kaget melihat
sebuah gambar tanda obor menyala. Inilah gambar panji
laskar himpunan Sangkuriang di Jawa Barat. Apakah kakaknya
1011 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sangaji pernah memasuki rumah makan ini" Kakaknya
Sangaji, ketua Himpunan Sangkuriang. Akan tetapi, agaknya
bukan dia yang membawa-bawa gambar panji-panji
himpunan-nya. Teringatlah dia bahwa Himpunan Sangkuriang
mempunyai seorang duta luar dan merupakan penghubung.
Ialah Raja Muda Simuntang. Apakah hal ini merupakan buah
pekerjaan Raja Muda Simuntang" Dugaan itu sangat nalar,
karena kakaknya Sangaji kini berada di Jawa Tengah.
Biasanya Raja Muda Simuntang selalu mendahului perjalanan
kakaknya Sangaji. Apakah dengan memasang gambar di
depan rumah makan itu ia bermaksud untuk mencanangkan
kepada penduduk atau para pendekar pencinta bangsa bahwa
ketua Himpunan Sangkuriang pada saat ini berada di Jawa
Tengah" Sesudah menimbang-nimbang beberapa saat lamanya,
Kilatsih lalu turun dari kudanya. Kemudian dengan hati-hati ia
memasuki rumah makan tersebut. Kilatsih melihat belasan
orang duduk berhadap-hadapan dan berpencaran seolah-olah
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saling bersiaga untuk bertempur.
Biasanya jika suatu rumah makan mendapat kunjungan
tetamu begitu banyak, ributnya bukan kepalang. Sebaliknya
keadaannya sunyi senyap dan semua orang memperlihatkan
paras muka sungguh-sungguh, seolah-olah mereka berada
dalam ruangan keramat. Tiba-tiba Kilatsih melihat Karimun
alias CJmarmaya. Dengan temannya yang berewok, ia duduk
menghadap meja di depan jendela sebelah barat. Tatkala
melihat Kilatsih, ia tersenyum sehingga hati gadis itu
berdebar-debar. Apabila tidak memperoleh kesan gawat,
pastilah gadis itu sudah memakinya, karena Karimun tadi telah
menyakitkan hatinya. Syukurlah Kilatsih sadar akan keadaan.
Perlahan-lahan ia menoleh ke kanan dan melihat laki-laki yang
melarikan keretanya secepat angin tadi duduk seorang diri
menghadap meja. Kalau begitu, apakah ia tadi membawa
kereta kosong" Dengan mata berkilat-kilat, ia mengerling
Kilatsih beberapa saat lamanya.
1012 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan rasa tertekan-tekan, Kilatsih mengambil tempat
duduk yang berdekatan dengan jendela. Ketika pelayan
menghampiri, timbullah niatnya hendak menyelidiki siapakah
pemilik rumah makan tersebut. Dengan sikap acuh tak acuh,
ia meraba saku dan kemudian mengeluarkan gambar panji-
panji obor menyala. Pelayan itu memanggut-manggutkan
kepalanya dan berkata dengan suara perlahan.
"Tuan ingin makan apa?"
Kilatsih lantas memesan sekilo daging kerbau yang dimasak
dua macam hidangan. Mendengar pesanan yang terlampau
banyak bagi seorang, pelayan itu menyiratkan pandang
berbimbang-bimbang. Pada saat itu Kilatsih mengembarakan pandangnya. Tiba-
tiba saja ia menjadi heran, karena di atas setiap meja terdapat
hidangan yang masih mengepul hangat. Dan sekali pandang,
tahulah Kilatsih bahwa hidangan yang mereka pesan sejenis
dan serupa. Mengapa tidak segera dimakan.
Mendadak saja laki-laki yang berkata tadi berteriak.
"Hai, mana makanan yang kupesan?"
"Tuan pesan apa?" Pelayan rumah makan datang
menghampiri. "Hallah, begitu sampai tadi bukankah aku sudah lantas
memesan?" ujar laki-laki itu dengan suara mendongkol. "Aku
kan minta makanan serba babi. Ah, baru saja dipesan sudah
lupa lagi." "Maaf," sahut pelayan itu sambil tertawa. "Di sini jarang
sekali orang makan babi. Tatkala Tuan tadi pesan makanan
serba babi, kawanku harus mencarikan ke rumah makan lain
untuk melayani Tuan. Barangkali dia sudah datang. Biarlah
kutengoknya sebentar."
Pada saat itu sekalian tetamu memandang orang tersebut
dengan membungkam mulut. Beberapa saat kemudian, salah
1013 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang di antara mereka bangkit dan berbicara perlahan-
lahan memasuki pintu tengah. Entah apa maksudnya. Mungkin
sekali ia mencari kamar kecil. Anehnya beberapa saat
kemudian seorang lain lagi menyusul memasuki pintu tengah
tersebut. Begitulah sampai lima orang berturut-turut. Laki-laki
yang duduk seorang diri itu lantas mengulum senyum.
Tepat pada saat itu seorang pelayan keluar dari dapur dan
membawa niru penuh hidangan. Ia hendak mengantarkan
hidangan tersebut kepada Karimun.
Tiba-tiba laki-laki yang berkereta itu bangkit dari kursinya
sambil berteriak. "Hai! Bukankah aku pesan lebih dahulu" Apa sebab engkau
melayani dia?" "Sabar Tuan! Sabar Tuan!" sahut pelayan itu dengan
tertawa ramah. "Pesanan Tuan sebentar lagi akan tiba."
Laki-laki itu terdengar menggerendeng. Mendadak ia
berjalan dengan langkah besar mengarah pintu keluar. Mula-
mula Kilatsih menduga orang itu segera akan meninggalkan
rumah makan karena batinnya mendongkol. Sama sekali tak
pernah diduganya, begitu berdekatan dengan pelayan yang
lagi membawa hidangan, sikunya bergerak dengan mendadak.
Dan pelayan itu lantas saja jatuh terjengkang ke belakang dan
hidangan yang dibawanya jatuh berhamburan. Karimun dan
kawannya yang berewok itu segera melompat menyingkir
menghindari. Akan tetapi tetap saja mereka kecipratan kuah-
kuah panas hidangannya. Tak mengherankan, Karimun alias CJmar-maya
mendongkol bukan main. Terus saja membentak.
"Laki-laki bangsat! Apa kau cari perkara?" Sedang ia
berbicara kawannya yang berewok itu mendadak melayangkan
tinjunya. 1014 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, kebetulan tanganku memang lagi gatal," jawab laki-
laki sais kereta itu. Ia bertubuh gemuk. Matanya sipit tetapi
tajam luar biasa. "Memang, tanganku ingin sekali
menggampar muka kalian. Kalau tidak kalian, habis siapa
lagi?" Dengan tangan kiri ia menangkap tinju kawan Karimun,
sedang tangan kanannya dengan gerakan meliuk
menghantam dada. Hebat dan jitu pukulannya. Teman
Karimun lantas terpental melalui beberapa meja mengarah
pemilik rumah makan. Pemilik rumah makan duduk di belakang meja. Dan meja
itu berada di sudut ruangan, la seorang tua yang berkumis
putih. Selagi tubuh kawan Karimun melayang padanya, ia
mengangkat kedua tangannya dan mendorong.
"Celaka! Kalian merusak perabot rumah makan!" ia berseru.
Kelihatannya orang tua itu mendorong tanpa tenaga. Akan
tetapi mendadak saja tubuh kawan Karimun tadi terpental
balik. Kilatsih terkesiap. Itulah ilmu menyerang dengan
meminjam tenaga musuh. Yaitu ilmu sakti tingkatan atas.
Akan tetapi kawan Karimun itu ternyata bukan orang sem-
barangan pula. Dengan meminjam tenaga dorong pemilik
rumah makan, ia berjungkir balik di tengah udara dan
kemudian mendarat sambil menendang sebuah meja. Kena
tendangan itu, meja terbelah menjadi empat potong.
Sepotongan di antaranya menyambar Kilatsih yang segera
menangkisnya. Dan tiga potongan lainnya melesat ke arah
beberapa tamu yang lantas memukulnya jatuh. Dengan
demikian dapatlah diketahui bahwa mereka yang berada di
dalam ruangan rumah makan itu"termasuk pengurus rumah
makan"adalah tokoh-tokoh yang mempunyai ilmu kepandaian
tidak rendah. 1015 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu laki-laki gemuk yang menyerang tadi
mendadak kembali melancarkan serangan bertubi-tubi kepada
kawan Karimun. "Hayoo! Siapa yang tak tahu malu, boleh maju kemari!"
Tantangnya dengan berteriak.
Terang saja para tetamu lainnya mendongkol bukan main.
Akan tetapi karena mereka termasuk golongan ksatria yang
agaknya berkedudukan tinggi dalam masyarakat, tiada
seorang pun yang ikut turun tangan.
Beberapa saat kemudian, Karimun alias CJmarmaya bangkit
dari kursinya dan berkata, "Ada seorang yang paling tidak
memedulikan soal nama atau soal muka." Setelah berkata
demikian, ia melesat maju dan menghantam pinggang laki-laki
gemuk itu dengan tongkat.
Meskipun bertubuh gemuk, orang itu ternyata gesit sekali.
Sambil memutar tubuh ia menangkis pukulan Karimun dengan
tangan kanan"dan tangan kirinya menghantam dada lawan
yang lain. Karimun tahu, bahwa pukulan itu pukulan geledek
yang berbahaya. Apabila sampai kena dadanya, tulang iganya
bisa patah. Tak ayal lagi ia segera memunahkan pukulan itu.
Kemudian menyerang dengan ilmu tongkatnya. Dibantu
dengan pukulan-pukulan balas dendam kawannya, ia
menyerang bagaikan hujan dan angin. Pertempuran di dalam
ruang rumah makan itu makin lama semakin hebat luar biasa.
Pengurus rumah makan berteriak-teriak tidak henti-
hentinya. Akan tetapi ketiga orang itu seperti sedang kalap.
Mereka sama sekali tidak menggubris.
Dalam pada itu masuklah dua tetamu lain. Yang seorang
sudah tua, sedang seorang lagi masih muda. Yang tua
berperawakan seperti orang dusun dengan tangan
menggenggam sebatang bedudan. Dan yang muda kira-kira
berusia tiga puluh tahun lebih. Perawakan tubuhnya pendek
1016 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gemuk. Mirip buah labu. Begitu memasuki ruangan, semua
mata lantas tertuju kepada mereka berdua.
Dengan menghisap bedudannya orang yang berkesan
dungu itu mengelanakan pandangnya. Kemudian menegur
pengurus rumah makan. "Keadaan kacau-balau begini mengapa Tuan biarkan saja?"
Pengurus rumah makan itu lantas berdiri sambil
memanggut hormat. "Ah, Kakang Teguh Jiwa dan Dengkek. Maaf. Maaf. Sampai
aku tak sempat menyambut kedatangan kakang berdua.
Memang kami tidak berani mencegah mereka, takut kena
salah...." Hati Kilatsih tergerak mendengar pengurus rumah makan
menyebut nama mereka. Pernah ia mendengar dari gurunya"
Adipati Surengpati"bahwa di antara lembah Gunung Merbabu
dan Merapi terdapat seorang penyamun berkesan seperti
orang dungu. Senjatanya berupa bedudan yang diperlengkapi
dengan senjata bidik beracun. Dengkek"adalah nama orang
yang badannya seperti labu itu. Dia pandai berkelahi rendah
dengan berguling-gulingan. Dia sebenarnya adik seperguruan
Teguh Jiwa. Teringat akan hal itu, diam-diam Kilatsih
memperhatikan mereka berdua.
Teguh Jiwa mengerutkan keningnya.
"Tetamu yang pantas dihormati memang perlu dihormati.
Tetapi yang senang menerbitkan keonaran, harus ditindak.
Nah, kau bertindaklah terhadap mereka. Jika tindakanmu nanti
mengakibatkan perabot rumah makan ini rusak semua, akulah
yang bertanggungjawab."
Pemilik rumah makan itu berbimbang-bimbang. Setelah
menimbang-nimbang sebentar, lantas ia memasuki
gelanggang pertarungan. 1017 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tuan-tuan sekalian, karena rekan Teguh Jiwa tidak
menghendaki kalian bertiga bertempur dalam ruang rumah
makan ini, hendaklah tuan bertiga menyudahi pertempuran
ini. Aku bersedia memohon maaf kepadamu sekalian....."
"Kau menyebut-nyebut Teguh Jiwa. Siapa dia?" bentak laki-
laki gemuk itu. "Jika engkau hendak menghaturkan maaf
kepadaku"mengapa tidak cepat-cepat bersimpuh di
hadapanku dan mencium bumi tiga kali?" sambil berkata
demikian kedua tangannya terus bekerja tiada hentinya. Dua
kali beruntun terdengar suara benturan. Ternyata sebelah
tangannya menghantam tongkat Karimun, sedang tangan
kirinya menghajar tubuh kawan Karimun. Kena hajarannya,
kawan Karimun terjungkal menumbuk tembok. Sedang
tongkat Karimun terbang ke udara.
Kilatsih terkejut menyaksikan pukulan itu. Itulah salah satu
jurus Hasta Sila atau Aji Gineng milik Dadang Wiranata dan
Otong Surawijaya. Kalau tidak salah, itulah jurus pukulan Dasa
Sardula dan Dasa Paksi yang pernah diperlihatkan Dadang
Wiranata dan Otong Surawijaya kepada Senot Muradi. Tadinya
pendekar gemuk itu melayani Karimun dan kawannya dengan
pukulan-pukulan biasa. Akan tetapi pada saat peng-Lfrus
rumah makan menegur padanya, segera ia memperlihatkan
kepandaiannya. Teguh Jiwa memilin-milin kumisnya dan pengurus rumah
makan terbatuk-batuk kecil.
"Tuan"ternyata engkau berniat membuat kekacauan di
sini. Maka aku terpaksa meminta kepadamu keluar!" bentak
pengurus rumah makan. Setelah membentak demikian,
tangannya menyambar pundak lakilaki gemuk itu. Ia sudah
tua dan perawakannya kerempeng. Akan tetapi jari-jarinya
mendadak bisa kaku seolah-olah terbuat dari baja.
Cengkeramannya tak ubah cengkeraman garuda.
Pendekar gemuk itu cepat merendahkan diri, untuk
menghindari cengkeraman tangan pemilik rumah makan. Akan
1018 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi pundaknya tak urung terasa sakit dan nyeri luar biasa.
Ia menjadi terkejut. Sedang pengurus rumah makan itu heran.
Karena cengkeramannya luput dari sasarannya.
"Gangku sama dengan uang mereka. Engkau membuka
rumah makan, mengapa aku kau larang makan di sini?"
bentak pendekar gemuk itu. "Hm, engkau malah hendak
mengusirku pergi. Baiklah. Biar aku robohkan rumah
makanmu dahulu!" Sesudah berkata demikian, ia berbalik menyerang pengurus
rumah makan. Hebat serangannya. Dalam satu gerakan saja,
ia telah menyerang dengan tiga jurus Aji Gineng. Itulah jurus-
jurus Dasa Paksi, Dasa Sardula dan Dasa Sarpa. Pengurus
rumah makan lantas saja mundur terdesak.
Dalam pada itu Karimun menjadi penasaran. Cepat ia
memungut tongkatnya kembali dan segera hendak turun ke
gelanggang. Tiba-tiba ia melihat kawannya masih rebah saja.
Khawatir kawannya mendapat luka berat, ia segera
menghampiri dengan maksud memberi pertolongan.
Si Dengkek tidak bersabar lagi. Dengan sekali melompat ia
menerjang pendekar gemuk itu. Melihat terjangan tersebut,
segera pendekar gemuk itu menggerakkan tangannya.
Dengan mata yang tajam, Kilatsih melihat bahwa pukulan-
pukulannya luput dari sasaran. Akan tetapi sungguh
mengherankan. Tiba-tiba Dengkek roboh terguling seperti bola
bergelundungan. Namanya termasyur di seluruh empat penjuru dunia. Akan
tetapi kenapa hanya dalam satu gebrakan ia sudah terpental
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergelundungan, pikir Kilatsih di dalam hati. . Mustahil dia
roboh hanya karena terkena angin pukulan pendekar gemuk
itu. Tetapi sebenarnya tidaklah demikian halnya. Dengkek
bukan roboh akibat terkena angin pukulan atau pun kena
pukulan telak. Itulah justru pembukaan ilmu saktinya
1019 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Esmugunting. Ilmu sakti Esmugunting berdasarkan gerak
rendah serendah tanah. Ia roboh bergulingan untuk kembali
menyerang dengan bergulingan pula. Sasaran yang diarah
adalah kaki dan perut. Kedua tangan dan kakinya bergerak
saling menyusul dengan gesit sekali. Pendekar gemuk itu tahu
akan ancaman bahaya. Sekali dirinya kena terlanggar ilmu
Esmugunting, tulang-tulangnya pasti akan rontok berantakan.
Maka terpaksalah ia mundur selangkah demi selangkah.
Walaupun demikian lututnya masih saja kena tendang,
sehingga ia mundur terhuyung-huyung.
Dengan penuh perhatian, Kilatsih mengamat-amati gerak-
gerik Dengkek. Pendekar pendek" itu menyerang terus
menerus dengan bergulingan di atas lantai. Gerakan tubuhnya
sangat lincah. Malah ada kalanya kedua tangannya membantu
dan tiba-tiba membal ke atas melepaskan tendangan.
Kemudian membiarkan dirinya jatuh lagi dan dengan
bergulingan ia menghindarkan diri, untuk kemudian kembali
menyerang. Lucu sekali cara berkelahi si Dengkek. Mau tak mau Kilatsih
tertawa geli di dalam hati dan pendekar gemuk yang tadinya
nampak gagah perkasa kini berkelahi dengan mundur terus.
Tiba-tiba pada saat itu terdengarlah suara orang berkata-
kata kepada dirinya sendiri.
"Putar kakimu dan tendang punggungnya! Ambil
kedudukan sudut timur dan mundur ke kanan! Melompatlah ke
selatan, dan hantam hidungnya!"
Kata-kata itu menarik perhatian Teguh Jiwa. Pendekar yang
seperti orang dusun itu menoleh dengan pandang heran. Ia
melihat seorang pemuda duduk mengukurkan badan
menghadap meja. Sebagai seorang yang berpengalaman,
tahulah dia bahwa pemuda itu teman pendekar gemuk itu.
Melihat kawannya kena desak, ia hendak mengajari. Keruan
saja Teguh Jiwa mendongkol hatinya.
1020 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pendekar gemuk itu sebenarnya bernama Bantar Angin.
Sedang temannya yang masih muda bernama Paneker. Ilmu
kepandaian Bantar Angin sebenarnya berada di atas
kepandaian Dengkek. la jatuh di bawah angin karena masih
belum menemukan titik Kelemahan ilmu kepandaian Dengkek.
Sekarang temannya mengkisiki. Keruan saja ia seperti
memperoleh sepasang sayap. Terus saja ia menerjang dan
menghantam Dengkek dengan tepat sekali. Dan kena
hantaman itu Dengkek terpental jungkir balik, menumbruk
kaki meja. Teguh Jiwa mendongkol bukan main. Seumpama tidak
ingat derajatnya ingin ia melabrak pemuda itu. Sementara itu
Karimun telah selesai membantu kawannya. Ternyata
kawannya itu tidak menderita luka parah, sehingga ia
mempunyai kesempatan untuk mengawasi jalannya
pertempuran. Tatkala mendengar kata-kata Paneker ia segera
mendekati sambil berkata agak nyaring.
"Jika tangan Tuan gatal. Aku pun bersedia menemanimu..."
Tanpa menoleh Paneker menyahut, "Seorang pelajar
menggunakan mulutnya dan tidak tangannya." Kemudian
meneruskan kisikannya kepada Bantar Angin. "Nah, sekarang
melompat ke kiri dan duduki sudut timur. Pancing dia dengan
kaki kirimu. Begitu terancam, kau melompat dan hantamkan
kaki kananmu. Aku tanggung dia tidak akan berkutik lagi."
Seperti mesin, Bantar Angin mengikuti petunjuk-petunjuk
rekannya. Benar saja. Setelah memancing dengan kaki kirinya,
ia melompat dan menghantam kaki kanannya. Kena
tendangan itu, Dengkek terpental lagi berjungkir balik dan
kepalanya membentur dua meja. Bress! Pendekar
berperawakan buah labu itu tidak dapat berkutik lagi.
Karimun tercengang menyaksikan peristiwa itu. Selama
hidup ia senang mempermainkan orang. Akan tetapi pada saat
itu ia malah dipermainkan. Segera ia hendak turun tangan,
namun tiba-tiba ia membatalkan niatnya. Telinganya yang
1021 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tajam mendengar langkah dari dalam rumah makan. Segera ia
berpaling dan bersikap hormat sekali.
Kilatsih heran menyaksikan perubahan itu. Segera ia
berpaling pula mengarah pintu tengah. Tatkala itu muncullah
sepasang pria dan wanita berumur empatpuluhan tahun.
Pakaian mereka indah dan romannya gagah. Pantaslah
ruangan menjadi sunyi kena per-bawanya.
Angker dan gagah mereka ini. Siapakah mereka sebenarnya
yang mempunyai pengaruh begini besar" kata Kilatsih di
dalam hati. Segera ia mengamat-amati dengan seksama.
Sekian lamanya ia mengamat-amati. Tiba-tiba suatu ingatan
menusuk benaknya. Bukankah mereka ini sepasang pendekar
pengikut Pangeran Diponegoro" Merekalah Manik Hantaya dan
Sukesi. Tiga tahun yang lalu, tatkala berkunjung ke markas
besar Himpunan Sangkuriang, ia melihat kedua pendekar ini
berbicara dengan kakaknya Sangaji di ruang depan. Entah apa
yang mereka bicarakan akan tetapi setelah mereka pergi"
kakaknya Sangaji menerangkan bahwa mereka datang sebagai
penghubung Pangeran Diponegoro. Kini kakaknya Sangaji
turun gunung dan kembali ke Jawa Tengah. Apakah ada
hubungannya dengan pembicaraan yang mereka adakan?"
Melihat mereka berdua muncul, pengurus rumah makan
mundur hendak keluar gelanggang. Namun Bantar Angin
menghalanginya. "Manusia tua bangka, engkau hendak lari kemana" Tak
dapat engkau mundur dengan seenakmu sendiri." Setelah
berkata demikian, Bantar Angin menyerang dengan tangan
kiri, dan disusuli dengan tangan kanannya pula. Pengurus
rumah makan sama sekali tidak menduga bahwa ia bakal kena
diserang dengan mendadak. Punggungnya kena terhantam
dan ia roboh terguling. Robohnya bukan karena ia kalah. Akan
tetapi karena tidak mengira sama sekali, la keluar gelanggang
dengan maksud hendak menghampiri Manik Hantaya.
1022 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kejadian itu membuat para tetamu berpe-nasaran, karena
Bantar Angin melakukan kecurangan. Malahan Teguh Jiwa
yang ingat kepada derajatnya, merah matanya. Tak dapat lagi
ia menguasai diri"segera ia maju memasuki gelanggang.
"Ah, Paman Teguh Jiwa! Engkau pun datang pula?" kata
Manik Hantaya dengan maksud mencegahnya. "Inilah suatu
kehormatan besar bagi kami. Maaf.... Baru saja kami datang.
Sehingga tak dapat menyambut kedatangan Paman dengan
semestinya." Wajah Teguh Jiwa nampak merah padam. Teringatlah dia
akan derajatnya. Memang tak pantas ia melayani Bantar
Angin. Apalagi pada saat itu ia berada di depan Manik Hantaya
dan Sukesi. Dalam pada itu Manik Hantaya berputar menghadap
kepada Bantar Angin dan menyiratkan pandang pada tetamu-
tetamu lainnya. Kemudian tertawa ramah. Katanya dengan
suara merendahkan diri. ' Sebenarnya apa yang telah terjadi" Segala perkara di
dunia ini bukankah dapat diselesaikan dengan damai" Marilah
kita semua duduk! Marilah kita berbicara. Bukankah berbicara
lebih bagus daripada mengadu tenaga?"
Bantar Angin agaknya seorang pendekar yang berangasan.
Terus saja ja membentak, "Aku tahu bahwa kamu berdua
kawan pemilik rumah makan ini dan aku tahu pula, bahwa
engkau pasti membantunya. Akan tetapi aku tidak takut."
Kasar ucapan pendekar Bantar Angin. Akan tetapi Manik
Hantaya menyambut dengan tertawa ramah. Dengan sabar ia
menyahut, "Bagaimana engkau tahu, bahwa aku ini teman
pemilik rumah makan ini" Coba"tolong berikan alasanmu"
apa sebab engkau menuduh aku hendak membantunya"
Dengan mendengarkan alasanmu, biarlah tetamu-tetamu yang
memenuhi ruang makan ini menimbang benar dan tidaknya."
1023 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang anak muda tamu rumah makan, yang tak tahan
menyaksikan sikap Bantar Angin yang dinilainya sombong itu
terus saja melompat hendak menarik lengannya. Akan tetapi
begitu mereka mendekat, tangan Bantar Angin mengebas, dan
mereka roboh terjungkal dengan berbareng.
"Bagus betul!" seru Teguh Jiwa. "Tidak mengapa engkau
menghina aku orang dusun. Akan tetapi perbuatanmu ini
merendahkan nDoromas Manik....."
Belum sempat orang tua itu menghabiskan kata-katanya,
Manik Hantaya menggoyangkan tangan kanannya. Dia
memberi isyarat kepada Teguh Jiwa bahwa dirinya tak ingin
diperkenalkan. Karena itu Teguh Jiwa lantas membentak.
"Baiklah, jikalau aku tidak menghajar gundulmu, agaknya
engkau makin lama menjadi semakin sinting," berkata
demikian, ia lantas menghampiri Bantar Angin.
Tetapi Bantar Angin malahan tertawa. Dampratnya,
"Kabarnya bedudanmu itu kau perlengkapi dengan alat
beracun. Boleh, boleh, engkau boleh mencoba-coba
kepadaku!" Setelah melihat munculnya Manik Hantaya dan Sukesi"
mereka berdua ini ternyata bersikap hormat kepada Teguh
Jiwa. Kilatsih segera mengambil keputusan. Teringat bahwa
Manik Hantaya dan Sukesi pernah datang dan berbicara ramah
dengan kakaknya Sangaji, segera ia berpihak kepada mereka.
Melihat Bantar Angin hendak bergebrak dengan Teguh Jiwa
maka ia mendahului. Dengan sekali melesat ia melompat ke
dalam gelanggang. "Kau belum pantas melayani Paman Teguh Jiwa. Biarlah
aku saja!" dengan seman itu Kilatsih membarengi dengan
serangan cepat. Bantar Angin kaget bukan main. Serangan Kilatsih adalah
jurus-jurus Hasta Sila. Pikirnya di dalam hati, ah dia pun
mengerti ilmu sakti Hasta Silai Cepat ia menangkis dengan
1024 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jurus Hasta Sila pula. Kemudian tangan kirinya meliuk dan
tangan kanannya menyodok dada.
Akan tetapi Kilatsih terlalu cepat baginya. Tiba-tiba Kilatsih
yang menyandang sebagai pemuda itu berada di sebelah
kirinya. Cepat Bantar Angin memutar tubuhnya dan
menghantam. Menurut perhitungan, pukulannya pasti
mengenai. Di luar dugaan ternyata pukulannya luput. Keruan
saja ia jadi ke-heran-heranan. Karena heran, ia alpa sedetik.
Pada saat itu hanya menggunakan Hasta Sila tetapi juga
dibarengi dengan intisari Aji Gineng, yang merupakan sari-sari
Hasta Sila yang telah digodog dengan matang oleh Dadang
Wiranata dan Otong Surawijaya, Kilatsih menggebrak. Tak
ampun lagi Bantar Angin terbanting roboh di atas lantai.
Dengan muka merah padam Bantar Angin merayap
bangun. Ia memelototi Kilatsih dengan hati mendongkol.
Kemudian berjalan tertatih-tatih ke luar pintu depan. Sama
sekali tak diduganya! Sebenarnya dalam hal ilmu sakti Hasta
Sila ia lebih unggul daripada Kilatsih. Hanya saja Kilatsih
pandai menggunakan tipu daya.
Ia menggabungkan antara intisari Hasta Sila dan Aji Gineng
milik Dadang Wiranata dan Otong Surawijaya, yang pernah
dilihatnya di Desa Karang Tinalang kemarin. Dadang Wiranata
dan Otong Surawijaya adalah dua orang Raja Muda Himpunan
Sangkuriang yang berkepandaian sangat tinggi. Tak
mengherankan Bantar Angin kena terpukul roboh dalam satu
gebrakan saja. Melihat Bantar Angin hendak meninggalkan rumah makan,
Teguh Jiwa yang sudah terlanjur mendongkol lantas berteriak
nyaring. "Ih, enaknya! Kau tadi menghalang-halangi rekan (Jdan
Awu pengurus rumah makan ini karena hendak keluar
gelanggang untuk menunjukkan hormatnya kepada
majikannya, dan engkau menggebuknya dari belakang.
Apakah aku tidak dapat menghajarmu sekarang?"
1025 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bantar Angin menoleh. "Adik kecil ini tinggi ilmu kepandaiannya. Aku menyerah
kalah kepadanya. Tetapi engkau" Huu! Kalau mencoba
menghalang-halangi kepergianku ini hayo engkau harus
memperlihatkan kepandaianmu dahulu seperti adik kecil ini."
Teguh Jiwa berpenasaran dan gusar sekali mendengar
sumbar Bantar Angin. "Memang aku orang dusun yang goblok. Aku tidak
mempunyai kepandaian sedikit pun. Akan tetapi kalau engkau
hendak mencoba, mari! Jika engkau bisa lolos dari serangan
bedudanku ini aku bersumpah tidak akan muncul lagi dalam
pergaulan hidup." Manik Hantaya heran menyaksikan kebandelan Bantar
Angin. Akan tetapi pendekar itu jujur. Ia dituduh membuat
keonaran akan tetapi nampaknya bukan orang jahat. Maka
segera ia maju menengahi. Katanya ramah, "Sebenarnya
manusia di seluruh penjuru dunia ini adalah saudara. Apa
perlu mengadu jiwa oleh suatu perkara yang tidak keruan
juntrungnya?" Pada saat itu Dengkek sudah dapat berkutik kembali. Ia
merayap bangun dan berdiri di samping Teguh Jiwa. Dengan
menuding ia memaki. "Babi gemuk itu mengacau di sini. Semua orang
menyaksikan perbuatannya."
Kedua mata Bantar Angin membelalak lebar.
"Ini rumah makan! Setiap orang yang datang kemari adalah
tetamu. Aku pun membawa uang yang sama nilainya dengan
uang kalian. Apa sebab pengurus rumah makan ini membeda-
bedakan" Apakah aku ini anjing atau babi?"
Dengkek tidak mau mengerti, la lantas membuka mulutnya
pula. Dengan demikian mereka berdua lantas bertengkar
Mencari Bende Mataram Lanjutan Bende Mataram Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengadu ketajaman mulut. Itulah sebabnya perlahan-lahan
1026 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manik Hantaya lantas mengerti sebab musabab terjadinya
pertempuran itu. Lantas saja ia tertawa terbahak-bahak.
"Kalau begitu aku pun harus menghukum diriku sendiri. Aku
harus sanggup menelan habis empat piring nasi dengan lauk
pauk penuh!" Dengkek yang masih penasaran dan mendongkol
memelototkan matanya. Hendak ia menyemprotkan mulutnya
akan tetapi tangannya kena tarik Manik Hantaya. Kata Manik
Hantaya, "Engkau pun harus dapat menghabiskan empat nasi
dengan lauk pauk penuh!"
Selagi mereka yang berada di dalam ruang rumah makan
mengambil tempatnya masing-masing, mendadak saja
terdengarlah suara tertawa di serambi depan. Setelah suara
tertawa itu lenyap, terdengar orang berkata:
"Bagus! Bagus! Kami pun hendak menghukum diri kami
sendiri dengan menghabiskan empat piring nasi dengan lauk
pauk penuh." Kemudian muncullah dua orang perwira yang
bertubuh gagah kekar dengan membawa pedang panjang di
pinggangnya masing-masing.
Dengan sekelebatan saja Kilatsih segera mengenal mereka
berdua. Yang berada di depan adalah Letnan Suwangsa dan
yang ketinggalan setengah langkah Komandan Laskar Istana
Kasujtanan Yogyakarta, Kapten Wiranegara. Melihat
kedatangan mereka, sekalian tetamu berubah wajahnya.
Manik Hantaya membawa sikap sangat tenang. Dengan
tetap tenang tersenyum ramah ia membungkuk hormat.
"Bagus! Sungguh kebetulan sekali saudara berdua datang
ke mari. Inilah yang dinamakan satu karunia Tuhan. Andaikata
aku mengundangmu, belum tentu kalian sudi datang."
Dengan tertawa melalui dadanya Kapten Wiranegara dan
Letnan Suwangsa mengangguk dan mengambil tempat
duduknya. Pandang mata mereka tak pernah beralih dari
1027 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wajah Manik Hantaya. Dan pendekar ini berusaha menguasai
diri agar wajahnya tetap tenang.
"Perkenankan kami mengenal tuan sekalian. Siapakah
tuan?" tanya Manik Hantaya dengan tetap tenang. "Ah,
kiranya karena urusan kecil saja. Hai, tuan rumah! Aturlah
kembali meja, kursi, lantas kau sajikan hidangan yang
istimewa. Pada hari ini aku mengundang tetamuku. Paman
Teguh Jiwa dan saudara kecil juga para tetamu lainnya,
silakan duduk kembali. Perkenankan aku menghidangkan
beberapa masakan sekadarnya. Aku berharap agar kalian sudi
menanggapi.". Hebat perbawa suara Manik Hantaya. Bantar Angin tidak
berani membangkang lagi. Ia lantas mengedipi kawannya.
"Pendekar, mari kita pergi. Tak pantas kita mengunyah
hidangan seseorang yang belum pernah kita kenal."
Manik Hantaya tertawa. "Saudara! Apakah benar saudara belum pernah bergaul di
dalam masyarakat" Saudara seorang gagah dan para tetamu
ini pun pendekar gagah pula. Meskipun saudara lahir di
selatan dan aku lahir di timur dan lainnya lahir di tengah atau
di barat atau di utara, tetapi sebenarnya kita semua sesama
saudara. Timur"selatan"utara dan barat adalah tempat lahir
kita secara kebetulan saja. Tetapi asal kita satu, yaitu dari Roh
Suci atau kehendak Tuhan. Karena itu mengapa saudara
menolak hidangan kami" Apakah malu" Seperti perempuan?"
Sukesi memandang suaminya.
"Meskipun aku seorang perempuan belum tentu aku
pemalu. Baiklah karena semenjak tadi aku membungkam diri,
maka aku akan mendenda diriku sendiri dan denda itu sangat
berat! Sebab aku harus dapat menghabiskan dua piring nasi
dengan lauk-pauk penuh."
Manik Hantaya tertawa lebar.
1028 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, benar. Aku pun akan mendenda diriku sendiri pula.
Aku harus meghabiskan tiga piring nasi dengan lauk pauk
penuh-penuh!" Mendengar percakapan mereka berdua yang tulus dan
polos itu tertariklah hati Bantar Angin. Segera ia kembali dan
duduk di atas kursi. "Aku bernama Suwagsa dan ini kawanku Kapten
Wiranegara, Komandan Laskar Istana Yogyakarta."
Mendengar nama mereka, sekalian tetamu terkejut. Mereka
semua tahu Raden Mas Suwangsa seorang ahli pedang
termasyur. Sedang Kapten Wiranegara memiliki ilmu
kepandaian yang sangat tinggi pula. Sekiranya tidak memiliki
ilmu kepandaian tinggi tidak mungkin ia menjadi komandan
laskar penjaga Istana Kasultanan.
Sekalian tetamu yang berada dalam ruang rumah makan
itu menjadi tak tenteram hatinya. Apalagi mereka lantas
melihat, Letnan Suwangsa dan Kapten Wiranegara mengambil
tempat yang berada dekat pintu depan. Seolah-olah mereka
berdua sengaja hendak memegat jalan keluar. Akan tetapi
Paneker ternyata seorang seorang pemuda yang cerdik.
Dengan menarik lengan Bantar Angin ia mengajak pindah di
belakang meja yang berada dekat pintu besar, sehingga
kedudukan mereka berdua seolah-olah menyaingi kedudukan
Letnan Suwangsa dan Kapten Wiranegara.
Teguh Jiwa tak puas melihat kedatangan mereka berdua.
Berulangkali ia memperdengarkan tertawanya melalui hidung.
Sebaliknya Letnan Suwangsa seakan-akan tak menghiraukan.
Dengan mata tajam ia menyapu sekalian hadirin. Tiba-tiba ia
melihat wajah Kilatsih. la jadi heran.
Kena pandang Letnan Suwangsa, Kilatsih membalas
pandang pula. Sama sekali ia tidak gentar dan tatkala itu ia
mendengar 1029 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Letnan Suwangsa berkata seolah-olah kepada dirinya
sendiri. "Sungguh! Inilah suatu pertemuan yang benar-benar
menggembirakan. Kapten Wiranegara! Sekalipun engkau
peroleh kesempatan begini bagus, bisa bertemu para
pendekar gagah dengan sekaMgus. Karena itu kita harus
makan sekenyang-kenyangnya!"
Tatkala itu pelayan sudah meletakkan hidangan-hidangan
di atas meja mereka masing-masing. Terus saja Letnan
Suwangsa. dan Kapten Wiranegara menyambar hidangan di
depan mereka dan mengunyah dengan lahap sekali. Mereka
menghabiskan beberapa gelas minuman dingin dengan lahap
pula. Pada saat itu terdengarlah suara Manik Hantaya kepada
Letnan Suwangsa dan Kapten Wiranegara.
"Kapten! Letnan! Nampaknya tuan berdua lagi menjalankan
tugas kewajiban. Maka tidak berani kami menahan tuan
berdua lama-lama di sini. Silakan apabila tuan berdua hendak
lekas-lekas meninggalkan ruangan ini! Tuan berdua tak usah
bersegan-segan. Dan saudara-saudara hadirin lainnya silakan
minum dan makan sepuas-puasnya!"
Tak usah dikatakan lagi semua orang tahu maksud Manik
Hantaya. Artinya mereka berdua tidak dikehendaki
kehadirannya dalam rumah makan tersebut. Letnan Suwangsa
sendiri bersikap acuh tak acuh. Dengan tertawa dingin ia
menjawab: "Saudara! Tugasku justru saudara yang menolong. Karena
itu dengan ini perkenankan kami berdua mengucapkan terima
kasih." Mendengar kata-kata Letnan Suwangsa, Manik Hantaya
heran. Apa maksudnya dikatakan dia membantu tugasnya"
"Tuan, apakah arti kata-kata Tuan tadi?"
1030 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah lama kami ingin bertemu dengan para pendekar
gagah seperti pada saat ini. Tak pernah kuduga justru lewat
Saudara kami dapat mencapai maksud kami," jawab Letnan
Suwangsa dengan tertawa. "Sri Baginda mengundang Saudara
datang ke Yogya!" Heran Manik Hantaya mendengar perkataan Letnan
Suwangsa yang berani itu. Apakah Letnan itu mengetahui
siapa dirinya sebenarnya. Sekalipun tahu, dia dapat berbuat
apa karena di sini banyak kawan-kawannya. Karena Letnan
Rahasia Istana Terlarang 16 Sepasang Pedang Pusaka Matahari Dan Rembulan Karya Aminus, B_man, Kucink Harpa Iblis Jari Sakti 27