Pencarian

Makam Bunga Mawar 28

Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 28


orang dimana adanya ! Tiong sun Hui Kheng sudah lama tahu perobahan sikap
Ciauw San Gek yang agak aneh. Tetapi ia tidak menduga
sama sekali kalau Hong hoat Cinjin sudah lama berada di
dalam goa itu. Maka lalu bersama-sama Hee Thian Siang
bangkit dan kemudian menjura kepadanya.
Hong hoat Cinjin buru-buru mengulurkan tangannya
membimbing mereka bangun. Katanya sambil tersenyum getir
: "Nona Tiong sun dan Hee laote, apakah ayahmu dan
suhumu baik-baik saja " Sejak kita berpisahan dari gunung
Kie lian, aku sebenarnya sudah mendapat firasat bahwa rimba
persilatan akan mengalami bencana. Tetapi sama sekali tidak
kuduga bahwa Khie Tay Cao akan bertindak demikian
ganas. . . . ." Menampak sikap Hong hoat Cinjin yang masih diliputi oleh
perasaan gemas, Tiong sun Hui Kheng lalu berkata sambil
menghiburi : "Ayah baik-baik saja tetapi Pak bin Sin po sudah ke sorga.
Mengenai kejadian yang menimpa partai Bu tong pay,
selambat-lambatnya nanti pada malaman Tiong ciu, pasti akan
mendapat keadilan ! Locianpwe barangkali belum tahu,
kecuali Bu tong pay yang mendapat nasib buruk, juga partai-
partai Ngo bie dan Swat san mendapat serangan dari orang-
orang jahat dari Ceng thian pay !"
"Sejak aku dapat melepaskan diri dari kepungan di puncak
Thian tu hong, selain dari pada memberi perintah kepada sisa-
sisa murid Bu tong pay supaya masing-masing pergi
menyembunyikan diri dan melatih ilmu dengan tekun untuk
membangun kembali partai Bu tong dan kuil Sam goan koan.
Aku sendiri berdiam disini melatih ilmu Tay hoan cin lek. Sejak
waktu itu belum pernah meninggalkan setapak pun juga dari
gunung Cong lam. Bagaimana aku mengetahui kejadian di
luar " Semoga Ngo bie dan Swat san, keadaannya tidak
demikian hebat seperti apa yang dialami oleh Bu tong pay !"
berkata Hong hoat Cinjin sambil menghela napas.
"Ngo bie pay sudah tahu gelagat. Hian hian telah
membawa seluruh anak buahnya pergi meninggalkan gunung
Ngo bie. Maka ketika Pek-kut Sian-cu dan lain-lain tiba
digunung Ngo bie hanya dapat membakar kuil Kun lun to ie
yang sudah tidak ada orangnya !" berkata Hee Thian Siang
sambil tertawa. Hong hoat Cinjin yang mendengar ucapan itu, di wajahnya
terlihat perasaan terhibur. Katanya :
"Kalau begitu masih baik. Dan bagaimana dengan Swat
san ?" "Serangan yang dilakukan oleh Khie Tay Cao kepada partai
Swat san pay, kecuali ia sendiri bersama Pek-kut Ie-su yang
memimpin anak buahnya, juga ditambah lagi dengan Goan
thong Hweshio dan empat Thian cun daerah barat dan anak
buah Pat-bao Yao-ong tiga persaudaraan Liong yang sangat
buas sebagai pembantu. . . ." berkata Hee Thian Siang.
Mendengar ucapan itu, Hong hoat Cinjin mengeluarkan
seruan terkejut. Katanya :
"Di bawah tekanan demikian, kerugian yang dialami oleh
Swat san pau barangkali lebih besar dari pada Bu tong pay !
Harap Hee laote lekas jelaskan bagaimana kesudahan dalam
pertempuran di kutub Hian peng goan itu. Bagaimana
keselamatan Peng-pek Sin-kun suami istri dan Leng Pek
ciok. . . . ." Perhatian Hong hoat Cinjin terhadap Swat san pay
nampaknya jelas dari ucapan dan sikapnya. Maka Hee Thian
Siang buru-buru berkata :
"Locianpwe jangan kuatir. Kesudahan dalam pertempuran
di dalam kutub Hian peng goan itu, barangkali jauh diluar
dugaan Locianpwe ! Orang-orang Swat san pay sedikit pun
tidak ada yang terganggu. Sebaliknya dengan kawanan
penjahat Ceng thian pay melarikan diri dengan mendapat
kerusakan besar. Seekor burung garuda peliharaan Pat-bo
Yao-ong telah dibunuh mati oleh anak panah Peng-pek Sin-
kun, sedangka tokoh Ceng thian pay terkuata Pek thao Losat
Pao San kow terjatuh ke dalam tangan pihak kita, hal mana
telah membuat iblis itu merasa malu dan akhirnya bunuh diri
sendiri !" Keterangan Hee Thian Siang itu benar-benar telah
membuat Hong hoat Cinjin yang mendengarkan menjadi
terkejut dan terheran-heran, hingga lama ia berdiri terpaku.
Kemudian baru bertanya : "Partai Swat san pay agaknya tidak mempunyai kekuatan
tenaga demikian besar. Apakah disamping mereka ada
mendapat bantuan orang kuat dari luar ?"
Hee Thian Siang tersenyum, lebih dulu ia minum seteguk
araknya dalam cawan, kemudian menceritakan semua apa
yang terjadi di gunung Swat san.
Hong hoat Cinjin mendengarkan dengan penuh perhatian.
Kini baru mengerti sebab musaban kemenangan yang
diperoleh oleh pihak Swat san pay. Maka ia lalu menuangkan
arak secawan penuh, diberikan kepada Hee Thian Siang
seraya berkata sambil tersenyum :
"Hee laote, dalam pertempuran di kutub Hian peng goan itu
bukan saja sudah menjaga nama Swat san pay dan
keselamatan orang-orangnya tetapi juga membikin kuncup
nyali kawanan penjahat dari Ceng thian pay ! Dan tindakan
selanjutnya yang mengirim surat tantangan ke puncak gunung
Tay pek hong, ini membuat orang-orang dari golongan
kebenaran mendapat kesempatan banyak untuk mengadakan
persiapan. Ini benar-benar merupakan suatu jasa yang sangat
besar. Maka minumlah secawan arak !"
Hee Thian Siang memberi hormat sambil mengucapkan
terima kasih dan sehabis minum araknya, ia berkata lagi
sambil tersenyum : "Hari ini boanpwe bisa bertemu locianpwe disini, benar-
benar merupakan suatu kejadian diluar dugaan. Waktu untuk
melakukan pertandingan di malaman Tiong ciu itu masih jauh.
Locianpwe masih punya banyak kesempatan buat
memperdalam ilmu. Kalau waktunya tiba, semoga dapat
digunakan untuk menuntut balas dan membangun kembali
partai Bu tong !' "Hee laote dan nona Tiong sun, semuanya bukan orang
luar. Terus terang saja kukatakan setelah aku lolos dari
bahaya, sudah menurunkan semua kepandaian ilmu
simpanan partai Bu tong kepada murid-murid yang berbakat
baik, memerintahkan mereka masing-masing mempelajari
sejenis ilmu ampuh dan supaya dilatih dengan tekun. Kalau
belum tiba saatnya yang dianggap perlu buat menuntut balas,
tidak akan muncul lagi di rimba persilatan !" berkata Hong hoat Cinjin sambil
tersenyum getir. Berkata sampai disini, ia berdiam sejenak. Kemudian
berkata lagi sambil menatap wajah Hee Thian Siang :
"Hee laote. Tadi aku mendengar keterangan dari sahabatku
Ciauw San Gek, enci Tiong sun mu sudah berhasil melatih
ilmu simpanan Pek pow sin koan yang kuturunkan kepadanya.
Aku tidak tahu bagaimana kemajuan yang kau dapatkan
selama ini." Muka Hee Thian Siang menjadi merah, katanya dengan
kemalu-maluan : "Boanpwe oleh karena pulang dahulu ke gunung Pak bin
untuk menunggu suhu, sejak berpisah dengan enci Tiong sun
hingga sekarang, belum lama ini baru bertemu kembali. Maka
terhadap lima macam ilmu yang diturunkan oleh para
locianpwe sekalian, selama ini belum mendapat kesempatan
untuk mempelajarinya !"
"Kalau laote belum mempelajari ilmu Pek pow sin koan,
sudahlah kau jangan pelajari itu. Aku akan menurunkan lagi
padamu semacam ilmu terampuh dari golongan Bu tong !"
berkata Hong hoat Cinjin.
Hee Thian Siang sangat girang dan cepat-cepat
mengucapkan terima kasih. Lalu bertanya :
"Locianpwe hendak menurunkan pelajaran ilmu apa kepada
boanpwe " Apakah ilmu pedang dari golongan Bu tong ?"
Hong hoat Cinjin menggelengkan kepala, katanya sambil
tertawa : "Laote toh tidak menggunakan pedang. Untuk apa
kuturunkan ilmu pedang padamu " Lagi pula ilmu pedang
aliran Bu tong, meskipun sudah demikian hebatnya tetapi
jikalau hendak digunakan untuk menghadapi kawanan musuh
yang sangat tangguh, rasanya masih kurang tepat !"
Hee Thian Siang semakin girang, tanyanya :
"Apakah locianpwe hendak menurunkan ilmu terampuh
yang dapat digunakan untuk menghadapi musuh tangguh ?"
Tiong sun Hui Kheng yang mendengar pembicaraan
mereka, agaknya dapat mengerti maksud Hong hoat Cinjin.
Maka lalu berkata sambil tersenyum :
"Adik Siang, benar-benar bagus sekali peruntunganmu.
Hong hoat Cinjin locianpwe barangkali akan menurunkan
kepadamu ilmunya yang terbaru Tay hoan cin lek yang selama
ini dilatih di dalam goa ini !"
Hong hoat Cinjin menganggukkan kepala dan berkata :
"Dugaan nona Tiong sun tidak salah. Tadi setelah aku
mendengar penuturan Hee laote, aku telah memperhitungkan
bahwa kekuatan tenaga dalamnya pada saat ini dapat
digunakan untuk melatih ilmu terampuh yang lain disamping
ilmu terampuh yang ia sudah miliki. Apalagi kali ini di puncak
Tiauw in hong ia sudah makan setangkai getahnya pohon
Leng cie. Apa yang ia dapatkan sebetlnya sudah cukup untuk
mengimbangi tokoh-tokoh pandai dewasa ini. Satu-satunya
hal yang masih dikhawatirkan
ialah misalnya kalau menghadapi musuh terlalu tangguh ! Maka itu aku ingin
menurunkan padanya ilmu Tay hoan cin lek. Setelah bisa
mempelajarinya, boleh dilatih siang hari malam dengan tekun
hingga pada malaman Tiong ciu tahun depan, pasti sudah
mencapai hasil yang memuaskan !"
Hee Thian Siang girang sekali. Berulang-ulang ia
mengucapkan terima kasihnya.
Sejak waktu itu pulalah ia lalu menerima pelajaran
terbarunya dari Hong hoat Cinjin.
Tamu pemabukan dari gunung Cong lam yang selama itu
diam saja mendengarkan pembicaraan mereka, melihat Hong
hoat Cinjin habis menurunkan ilmunya kepada Hee Thian
Siang lantas berkata sambil tertawa terbahak-bahak :
"Cinjin, ilmumu Cie yang sin kan pan Tay hoan cin lek yang
kau pelajari dan latih siang hari malam dengan tekun, ternyata
mendapat hasil demikian sempurna. Sekarang Cinjin pikir
hendak bersama-sama Hee laote dan nona Tiong sun pergi ke
tebing Hui mo di gunung Liok tiauw san untuk menonton
keramaian ataukah masih hendak berdiam di sini, hendak
menantikan datangnya pertandingan besar di puncak Tay pek
hong tahun depan ?" Hong hoat Cinjin berpikir, lalu menjawab sambil tertawa :
"Untuk sementara waktu aku masih belum perlu unjuk diri.
Bagaimana pun juga ada lebih baik mengadakan persiapan.
Hal ini ada faedahnya, tidak ada ruginya. Maka kupikir untuk
berdiam disini dulu, bersamamu minum arakmu yang sangat
harum ini !" "Locianpwe untuk sementara waktu menyembunyikan diri di
tempat ini juga baik. Supaya dalam pertandingan besar di
tahun depan, kalau muncul dengan tiba-tiba dan dapat
mencapai hasil yang bagus, pasti akan membuat kawanan
penjahat terkejut bukan main !" berkata Hee Thian Siang
sambil tertawa. "Sekarang aku pikir akan minta sedikit pertolongan kepada
Hee laote !" berkata Hong hoat Cinjin.
"Kalau locianpwe ada perintah, katakan sajalah. Perlu apa
menggunakan perkataan minta tolong segala." menjawab Hee
Thian Siang sambil memberi hormat dan tertawa.
"Urusan yang pertama ialah kuminta tolong padamu, bila
ditengah jalan kau berpapasan denga Khie Tay Cao. . "
"Dalam hal ini locianpwe tidak perlu pesan. Bila boanpwe
berpapasan dengan Khie Tay Cao sudah pasti akan berusaha
membunuhnya supaya dapat menyingkirkan bencana besar
bagi rimba persilatan !"
"Hee laote ternyata salah sangka ! Yang kuminta ialah
supaya kau jangan membinasakan dirinya. Biarlah kau
tinggalkan ia hidup hingga tahun depan dalam pertandingan
besar itu, supaya aku dapat menuntut balas atas kematian
suhengku dan It tim cu !" berkata Hong hoat Cinjin sambil
menggoyangkan tangan. "Apakah Hong khong Totiang dan It tim cu Totiang,
semuaya terbinasa di tangan Khie Tay Cao ?" tanya Tiong sun
Hui Kheng. Hong hoat Cinjin menganggukkan kepala dan berkata :
"Kedatangan kawanan penjahat Ceng thian pay itu begitu
tiba-tiba. Tahu-tahu sudah mendaki puncak Thian tu hong.
Kami mendapat kabar, tapi waktu itu bencana hebat sudah
berada di depan mata. Untuk menyimpan tenaga Bu tong pay,
aku mengambil tindakan darurat, membubarkan anak murid
Bu tong pay yang jumlahnya seribu lebih. Kuperintahkan
mereka masing-masing sembunyikan diri dan menantikan
kesempatan baik untuk menuntut balas dendam, hanya
kutinggalkan It tim cu, Hong khong suheng, bersama aku
sendiri. Bertiga untuk melawan musuh-musuh itu di dalam kuil
Sam goan koan !" "Tindakan locianpwe semacam ini benar-benar sangat
bijaksana. Karena bisa memandang ke arah jauh sekali !"
berkata Tiong sun Hui Kheng dengan pujiannya.
"Sewaktu kawanan Ceng thian payitu tiba, karena jumlah
perbedaan orangnya terlalu besar, aku kena dilibat oleh Pek-
kut Ie-su hingga tidak dapat memisahkan diri. Dengan
demikian aku telah menyaksikan kematian mereka dengan
mata kepalak sendiri. Im tim cu terkena senjata rahasia Kiu yo
leng hwee dari Khie Tay Cao hingga tubuhnya musnah
menjadi hangus, Hong khong suheng sewaktu bertempur
sengit dengan Thian toan tojin juga diserang secara
menggelap oleh senjata rahasia Thian kheng cek Khie Tay
Cao !" berkata Hong hoat Cinjin sambil menghela napas.
Hee Thian Siang yang mendengarkan penuturan itu
merasa gemas hingga giginya sampai bercerukan, katanya :


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Khie Tay Cao benar-benar seorang berhati kejam dan
ganas sekali perbuatannya. Sekarang ini meskipun ia masih
bisa enak-enak dalam hidupnya, tetapi dalam pertemuan
besar di puncak Tay pek hong tahun depan, ia pasti akan
menebus semua dosanya itu dengan nyawanya sendiri !
Tentang pesan locianpwe yang pertama ini, Hee Thian Siang
menurut. Dan locianpwe masih ada pesan apa lagi ?"
Dari dalam sakunya Hong hoat Cinjin lalu mengeluarkan
sebilah pedang kecil yang terbuat dari pada emas. Pedang
yang panjangnya hanya tiga dim itu diberikan kepada Hee
Thian Siang. Lalu berkata sambil tersenyum :
"Urusan kedua ialah minta Hee laote dikemudian hari
apabila berkelana di dunia Kang ouw, pedang kecil ini, kau
sematkan di bajumu yang mudah terlihat orang !"
Hee Thian Siang menyambuti pedang kecil itu. Tampak
perbuatannya sangat indah, di bagian belakang ada terdapat
peniti kecil. Maka waktu itu lantas disematkan di depan
dadanya, kemudian bertanya kepada Hong hoat Cinjin :
"Locianpwe, pedang kecil ini, bagaimana kegunaannya ?"
"Pedang kecil ini, tidak dapat untuk memotong logam atau
batu. Juga tidak dapat untuk bertempur dengan musuh. Tetapi
adalah sebuah benda kepercayaan yang dapat digunakan
untuk menyampaikan kabar. Barang siapa yang membawa
pedang kecil ini, ia adalah seorang yang berkedudukan
sebagai ketua partai Bu tong pay !" menjawab Hong hoat
Cinjin sambil tertawa. Hee Thian Siang berseru kaget, lalu berkata dengan wajah
kemerah-merahan : "Kalau demikian halnya, dengan cara bagaimana Hee
Thian Siang berani membawa-bawa pedang ini dibadan ?"
Sehabis berkata demikian ia hendak membuka lagi pedang
yang sudah disematkan di depan dadanya.
Hong hoat Cinjin menggoyangkan tangan mencegah
perbuatan Hee Thian Siang. Katanya sambil tersenyum :
"Hee laote, kau jangan buka lagi. Aku lantaran untuk
sementara tidak bisa unjuk diri, barulah kupikir untuk minta
pertolonganmu menjadi waliku, diwaktu kau melakukan
perjalanan di dunia kang ouw, apabila berpapasan dengan
murid golongan Bu tong, kau boleh sampaika perintahku !"
Hee Thian Siang lalu bertanya :
"Untuk menyampaikan perintah apa " Mareka melihat
pedang kecil iitu, meskipun tahu boanpwe adalah utusan
locianpwe, tetapi bagaimana boanpwe dapat mengenali
mereka adalah murid-murid golongan Bu tong ?"
"Pertanyaanmu ini memang benar. Bagi anak murid
golongan Bu tong, setelah melihat pedang ini pasti akan
menunjukkan hormatnya sambil berdiri tegak dan mulutnya
mengucapkan kata-kata dan mengandung rahasia. Maka asal
kau berjumpa dengan orang yang berlaku demikian, kau
lantas perintahkan mereka pada malaman Tiong ciu tahun
depan sebelum matahari terbenam sudah harus berada di
bawah kaki gunung Tay pek hong untuk menantikan perintah
lebih jauh dan sedapat mungkin supaya disampaikan kepada
anak murid yang lainnya !"
Hee Thian Siang setelah mendengar ucapan itu, baru
berani menyanggupi dan kata-kata rahasia itu telah diingatnya
baik-baik. Tamu pemabukan dari gunugn Cong lam tertawa terbahak-
bahak, kemudian berkata :
"Utusan Hee laote ini boleh juga, boleh jadi ketua Bu tong
pay untuk sementara !"
Empat orang itu setelah makan minum lagi sambil
mengobrol. Hee Thian Siang dan Tiong sun Hui Kheng lantas
bangkit guna mohon minta diri. Hong hoat Cinjin dan Ciauw
San Gek juga tidak menahan. Begitulah satu sama lain lalu
saling berpisahan. Hee Thian Siang yang melakukan perjalanan itu, sambil
buat memain pedang emas kecil yang berada di dadanya,
berkata kepada Tiong sun Hui Kheng :
"Enci Kheng, dengan tindakan kita kali ini yang pergi
mencari tahu keadaan dalam goa kuno itu, bukan saja dapat
mencicipi arak harum buatan Ciauw San Gek tetapi juga
sudah ketemu dengan Hong hoat Cinjin. . . . "
Tidak menunggu habis ucapan Hee Thian Siang, Tiong sun
Hui Kheng sudah berkata :
"Adik Siang, pertemuan secara kebetulan ini tidaklah
mengherankan. Sebaliknya adalah ilmu Tay hoan cin lek yang
diturunkan kepadamu oleh Hoan hong Cinjian sangat penting
sekali artinya. Kau harus mempelajarinya dan melatih dengan
tekun, jangan sampai lalai !"
"Ilmy Tay hoan cin lek ini benar-benar luar biasa mujijatnya.
Setelah berhasil mempelajari ilmu itu, jikalau kita bertemu
dengan musuh tangguh dan umpama kata harus mengadu
kekuatan tenaga, diman sewaktu kedua pihak sudah
kehabisan tenaga, asal mendapat sedikit kesempatan, dapat
digunakan untuk memperbaiki pernapasan dan menambah
kekuatan tenaga ! Perjanjianku dengan Pek-kut Ie-su untuk
mengadakan pertandingan tiga jutus masih ada satu kali
belum dilaksanakan. Di dalam pertemuan nanti, rasanya dapat
kurobah sejurus pukulan itu menjadi 100 jurus. Aku pasti akan
membuat iblis itu akan mati kecapean !"
"Adik Siang, kau janganlah cuma pikirkan baiknya saja. Di
bawah tangan Pek-kut Ie-su kau pikir hendak mendapat
kemenangan tiga jurus. Apa kau kira itu mudah ?"
"Tidak susah, tidak susah ! Aku akan menggunakan semua
ilmuku yang kudapat dari Duta Bunga Mawar locianpwe dan
Thian Ie taysu locianpwe. Dengan dikombinasikan dengan
pelajaranku yang terbaru ini, tidak sulitlah rasanya untuk
mendapatkan kesempatan waktu tiga jurus untuk memperbaiki
pernapasanku !" Tiong sun Hui Kheng yang mendengar pemuda itu berkata
demikian, juga hanya tersenyum-senyum simpul tanpa
mengatakan apa-apa lagi. Selanjutnya dua orang itu dengan
membawa Siaopek dan Taywong, bersama-sama melakukan
perjalanan menuju ke propinsi In lam.
Sementara itu Hee Thian Siang yang masih memikirkan
keselamatan diri Cin Lok Pho dan Liok Giok Jie bermaksud
hendak melakukan penyelidikan lagi ke istana kesepian.
Ditambah lagi karena masih ada cukup waktu dengan
perjanjiannya akan mengadakan pertandingan di gunung Liok
tiauw san. Maka setelah tiba di propinsi In lam, ia tidak
langsung menuju ke gunung Liok tiauw san tetapi lebih dahulu
pergi ke gunung Lo san yang letaknya di sebelah barat
propinsi itu. Tiba di bawah puncak Bun thian hong, Tiong sun Hui
Kheng yang mendengar penuturan Hee Thian Siang dalam
pengalamannya berkunjung ke tempat itu di waktu yang lalu,
setelah memikir sebentar lalu berkata sambil tersenyum :
"Adik Siang, tadi kau berkata cin Lok Pho Locianpwe telah
hilang secara misteri di puncak Bun thian hong ini. Apa itu
benar ?" "Puncak Bun thian hong ini benar-benar seperti daerah
setan. Tempat ini mengandung banyak misteri. Sekarang enci
Kheng pikir bagaimana " Apakah kita terus mendaki ke
puncak Bun thian hong ataukan memasuki dulu lembah May
yu kok ?" "Dari penuturanmu tadi, setelah kupikirkan kukira May yu
Kie-su itu pasti adalah seorang anggota terpenting dari istana
kesepian. Jadi sebaiknya kita masuk saja ke lembah May yu
kok lebih dahulu untuk menjumpai May yu Kiesu itu !"
Sambil mengajak Tiong sun Hui Kheng berjalan maju ke
mulut lembah May yu kok, Hee Thian Siang berkata :
"Dugaan enci Kheng ini barangkali tidak salah. Hanya
ditinjau dari serangan Kiang sie Ngo tok jiauw yang sangat
aneh dan ganas itu, kita dapat menduga pasti bahwa dia tentu
bukanlah seorang sembarangan !"
"Ilmu Kiang sie Ngo tok jiauw itu adalah ilmu Bo Cu Keng
dahulu yang membuat ia mendapat nama. Apakah May yu
Kiesu itu penjelmaan dari Bo Cu Keng ?"
"Dalam pembicaraan May yu Kiesu itu agaknya masih tidak
pandang mata kepada Bo Cu Keng. Menurut keterangannya,
ilmunya Kiang sie Cit hao ciu adalah lebih hebat dari ilmu yang
dilatih oleh Bo Cu Keng !"
"Hei ! Nama Kian sie Cit hao chiu ini tetapi darimana asal
usulnya. Sekarang aku tidak ingat lagi."
Pada saat itu mereka sudah mendekati lembah May yu kok.
Tiba-tiba tampak seorang imam berjubah hijau yang berusia
kira-kira empat puluh tahun berjalan keluar dari dalam lembah.
Hee Thian Siang bertanya padanya sambil tersenyum :
"Totiang ini di dalam lembah May yu kok tadi, apakah
pernah melihat May yu Kiesu ?"
Baru saja imam itu menganggukkan kepala dan hendak
menjawab, tiba-tiba tampak pedang kecil emas yang
disematkan di depan dada Hee Thian Siang. Wajahnya agak
berubah, buru-buru berdiri tegak dan mengatakan kata-kata
kode rahasia dari golongan Bu tong.
Hee Thian Siang juga merasa terkejut. Katanya sambil
tersenyum : "Apakah totiang murid golongan Bu tong " Bolehkah aku
numpang bertanya, bagaimana nama sebutanmu yang mulia
?" Imam itu menjawab dengan sikap tetap menghormat :
"Teecu Liao hoan. Tuan ada membawa peang emas
pemimpin Bu tong. Teecu tidak beani menanyakan nama !"
"Liao hoan totiang tidak perlu dmeikian kukuh dengan
peraturan. Aku hanya sekedar menjalankan tugas yang
diberikan oleh pemimpinmu Hong hoat Cinjin untuk membawa
pedang ini, supaya menyampaikan perintahnya !'
Laio hoan Tojin yang mendengar ucapan itu dengan
sikapnya yang masih sangat hormat, menjawab dengan
meluruskan kedua tangannya :
"Tuan ada membawa pedang emas. Ini seperti juga wakil
pemimpin yang datang sendiri. Tidak perduli ada perintah apa,
Liao hoan bersedia melakukan !"
"Hong hoat Cinjin minta aku menyampaikan kepada semua
murid-murid partai Bu tong, masing-masing supaya melatih
ilmunya dengan tekun. Pada malaman Tiong ciu tahun depan
sebelum matahari silam harus sudah berkumpul di bawah
puncak Tay pek hong di gunung Cong lam san untuk
mendengar perintah-perintahnya lebih jauh guna membasmi
musuh dan menuntut balas dendam serta memulihkan nama
baik Bu tong pay !" Liao hoan Tojin menunjukkan sikap sangat girang, kembali
menjawab sambil memberi hormat :
"Teecu menurut perintah pemimpin !"
Hee Thian Siang berkata lagi dengan sikap sungguh-
sungguh : "Murid-murid Bu tong, semua sedang melatih ilmunya
sambil sembunyikan diri. Untuk mencari mereka
sesungguhnya tidak mudah. Harap kau berusaha
menyampaikan perintah ini kepada mereka !'
"Teecu menurut !" menjawab Liao hoan Tojin sambil
menganggukkan kepala. Hee Thian Siang yang sifatnya bebas ternyata tidak biasa
dengan segala peraturan. Sesungguhnya agak sedikit kikuk
untuk menghadapi sikap demikian hormat dari Liao hoan
Tojin. Maka lalu membuka pedang emas yang disematkan di
depan dadanya, lalu berkata lagi sambil tertawa keras :
"Aku sebagai wakil pimpinan Bu tong untuk menyampaikan
perintah, kini telah selesai. Dan sekarang kita sebagai kawan
dalam rimba persilatan, untuk berbicara dengan Totiang.
Harap totiang jangan pegang aturan lagi !"
Liao hoan Tojin setelah melihat Hee Thian Siang
menyimpan pedang emasnya dan berkata demikian, maka lalu
menganggukkan kepala dan bertanya sambil tersenyum :
"Pinto belum tahu bagaimana Siao siecu biasa disebut dan
siapa nona ini ?" "Aku Hee Thian Siang, murid golongan Pak bin dan ini
adalah enci Tiong sun Kui Kheng, puteri Tiong sun tayhiap
yang namanya sangat terkenal di kolong langit ini !"
"Ouw ! Siao siecu ini kiranya adalah Hee Siao hiap yang
pada pertemuan berdirinya partai baru Ceng thian pay telah
menunjukkan ketangkasanmu sehingga menggetarkan
kawanan penjahat " Dan nona Tiong sun inilah puteri dari
Tiong sun tayhiap " Kalau begitu pinto berlaku kurang sopan !"
"Liao hoan Totiang, justru lantaran kau terlalu menghormat,
maka adik Siang mu ini tidak sanggup menerima. Barulah ia
menyimpan tanda kepercayaan pedang emasnya itu supaya
bisa bicara dengan bebas. Harap kau jangan terlalu
merendahkan diri lagi !" berkata Tiong sun Hui Kheng sambil
tertawa. Liao hoan Tojin menganggukkan kepala dan berkata sambil
tertawa : "Numpang tanya kepada Siaohiap, dimana pemimpin kami
sekarang ini ?" "Pertanyaan totiang ini, maaf, Hee Thian Siang tidak dapat
menjawab. Sebab menurut Hong hoat Cinjin, sekarang ini
belum waktunya untuk diberitahukan kepada siapa pun
dimana tempat tinggalnya !"
Liao hoan tojin juga maklum bahwa Hong hoat Cinjin erat
sekali hubungannya dengan mati hidupnya partai Bu tong pay
di kemudian hari, terutama karena orang-orang jahat partai
Ceng thian pay kini sedang merajalela. Dalam keadaan sangat
berbahaya seperti itu, seharusnya dirahasiakan tempat
tinggalnya. Maka lalu berkata sambil tersenyum :
"Kalau Ciangbunjin sudah menganggap demikian, pinto
juga tidak perlu bertanya lagi. Tadi Hee Siaohiap tanya apa
pinto pernah melihat May yu Kiesu, bukan " Apa Siaohiap
kenal dengan dua manusia aneh itu ?"
"Pada beberapa bulan yang lalu, di dalam lembah May yu
kok ini, aku pernah bertemu muka sekali dengan May yu Kiesu
!" berkata Hee Thian Siang.
"Kedatangan Hee Siaohiap ini agak terlambat. Sebab
istana kesepian sudah ditutup. Siapa pun juga tidak dapat
menemukan jalanan yang menuju keluar masuk istana itu.
May yu Kiesu yang berdiam di May yu kok ini juga sudah
berlalu. Entah kemana perginya !" menjawab Liao hoan Tojin
sambil tertawa. Hee Thian Siang terheran-heran mendengar keterangan
itu, tanyanya :

Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tahukah totiang apa sebabnya istana kesepian itu ditutup
?" "Urusan ini panjang kalau mau diceritakan. Hee Siaohiap
dan nona Tiong sun duduklah dulu diatas batu ini kalau mau
mendengar perlahan-lahan penuturan pinto."
Hee Thian Siang dan Tiong sun Hui Kheng menurut. Lantas
duduk diatas sebuah batu besar. Liao hoan Tojin lalu berkata
sambil tertawa : "Sewaktu kawanan penjahat Ceng thian pay menyerang
partai Bu tong, pinto sedang melakukan perjalanan di daerah
In lam barat ini. Setelah mendengar berita buruk itu, merasa
sangat berduka hingga pikiran pinto merasa kecewa dan
hampir putus asa. Secara kebetulan telah berpapasan dengan
seorang imam yang menamakan diri imam kesepian yang
menasehatkan supaya pinto masuk ke istana kesepian untuk
menghilangkan kerisauan hati pinto !"
"Di dalam istana kesepian itu, benar-benar terdapa
berbagai macam orang. Sewaktu di lembah kematian gunung
Cong lam, aku pernah bertemu dengan seorag padri yang
menamakan diri padri kesepian dan Totiang juga menemukan
seorang imam yang menamakan diri imam kesepian ?"
berkata Hee Thian Siang sambil tertawa.
Tiong sun Hui Kheng lantas ikut berkata sambil tertawa :
"Totiang waktu itu sedang berduka lantaran urusan Bu tong
pay, barangkali setelah mendengar nasehatnya lalu datang ke
lembah May yu kok ini. Betul tidak ?"
Liao hoan Tojin menganggukkan kepala, jawabnya :
"Dugaan nona Tiong sun tidak salah. Setelah pinto
mendengar nasehat imam kesepian itu, lalu datang ke lembah
May yu kok ini untuk minta bertemu dengan May yu Kiesu !"
"Oleh karena Totiang mendengar nasehat imam kesepian,
seharusnya dengan lancar dapat masuk ke istana kesepian.
Aku hendak tanya lagi, istana yang misterius itu didalamnya
sebetulnya. . . . .?" bertanya Hee Thian Siang.
JILID 30 Muka Liong-hoan Tojin menjadi merah, jawabnya sambil
menggelengkan kepala: "Dugaan Hee Siaohiap keliru, aku sama sekali tidak bisa
menginjak tempat yang dinamakan istana kesepian itu!"
"Apa sebabnya?" tanya Hee Thian Siang heran.
"May-yu Kiesu setelah mendengar ceritaku tentang nasib
buruk Bu-tong-pay hingga membuat aku putus asa, tetapi ia
anggap bahwa sebab-sebab itu masih belum memenuhi
syaratnya. Ia suruh aku berpikir masak-masak dulu setengah
tahun, jikalau pikiranku tetap tidak berubah, barulah boleh
datang lagi menemui dia!" menjawab Liao-hoan Tojin.
"Kiranya Totiang sama dengan aku. Aku juga untuk kedua
kalinya ini masuk ke lembah May yu kok ini!" berkata Hee
Thian siang sambil tertawa.
"Sepuluh hari berselang aku sudah datang kemari. Tapi
May-yu Kiesu mengatakan padaku bahwa istana kesepian itu
oleh karena mengalami kejadian yang tidak diduga-duga,
waktu ini dinyatakan sudah ditutup, untuk sementara tidak
menerima orang-orang yang merasa kesepian lagi!" menjawab
Liao hoan Tojin. Tiong sun Hui kheng lalu bertanya sambil tersenyum:
"Tahukah Totiang di dalam istana kesepian itu sebetulnya
ada kejadian apa?" "Pinto pernah bertanaya kepada May yu Kiesu. Menurut
keterangannya bahwa kejadian itu terjadi atas diri putri
kesepian!" Hee Thian Siang dan Tiong sun Hui kheng yang
mendengar ucapan itu semuanya terkejut, mereka saling
berpandangan sejenak. Hee Thian Siang lalu bertanya:
"Harap Totiang bicara lebih jelas, bagaimana dan apa yang
telah terjadi dengan putri kesepian?"
"Kejadian itu sesungguhnya sangat lucu. menurut May yu
Kiesu di waktu putri kesepian itu masuk ke dalam istana,
ternyata sudah mengandung lalu melahirkan di dalam istana
kesepian itu!" Jawaban mana keruan saja lantas membuat wajah Hee
Thian Siang jadi merah lantaran jengah, sesaat ia berdiri
terpaku. Entah bagaimana perasaannya waktu itu. Manis"
Kecut" Malu" Ataukah girang"
Tiong sun Hui kheng semula juga merasa terkejut, tapi
kemudian menjadi girang, katanya kepada Hee Thian Siang
sambil tertawa: "Adik Siang, selamat, selamat!"
Hal yang tak diduga-duga itu telah membuat Hee Thian
Siang gelagapan dan makin bertambah merah wajahnya.
Tetapi sebaliknya dengan Liao hoan, ia rupanya bingung
sekali mendengar ucapan Tiong sun Hui kheng tadi.
Tiong sun Hui kheng sementara itu yang menampak sikap
keheran-heranan Liao hoan Tojin lalu memberi penjelasan
kepada padri itu sambil tertawa:
"Totiang tentu tidak tahu kalau putri kesepian itu
sebenarnya adalah nyonya adik Siang ini. Karena ia telah
mendapat anak, bagaimana kalau aku tidak merasa girang
dan menghaturkan selamat kepadanya?"
Liao hoan Tojin yang mendengar itu jadi semakin bingung.
Sebab menurut apa yang telah didengar dan disaksikannya
sendiri, Hee Thian Siang dan Tiong sun Hui kheng tampaknya
rukun dan saling menyayang, jelas merupakan sepasang
kekasih yang setimpal. Bagaimana lalu tahu-tahu putri
kesepian dari istana kesepian bisa diselak di antara mereka,
malah dikatakan sudah menjadi nyonyanya dan pula telah
melahirkan anak" Dalam hati orang beribadat itu sudah dipenuhi oleh tanda
tanya besar, tetapi ia tidak boleh tidak harus mengikuti ucapan
Tiong sun Hui kheng juga lantas mengucapkan selamat
kepada Hee Thian Siang Dalam hati Hee Thian Siang meskipun terkejut bercampur
girang, tetapi ia sesungguhnya tidak tahu bagaimana harus
berbuat. Tiong sun Hui Kheng merasa kasihan melihat sikap
pemuda itu, tidak tega menggoda lagi. Maka lalu bertanya
kepada Liao hoan Tojin: "Totiang apakah di dalam hal itu masih ada lain sebab"
Hanya soal melahirkan anak dari putri kesepian, agaknya juga
tidak perlu menutup istana kesepian?"
Liao hoan Tojin menganggukkan kepala dan berkata:
"Memang benar masih ada lain sebab. Sebulan sesudah
putri kesepian melahirkan anak, anak yang baru lahir itu
mendadak hilang!" Hee Thian Siang yang mendengar itu hampir lompat dari
tempat duduknya, ia mengeluarkan suara terkejut, buru-buru
bertanya: "Dengan ... cara bagaimana anak itu hilang?"
Liao hoan Tojin menggelengkan kepala dan berkata:
"Tidak diketahui apa sebabnya, juga siapapun tidak ada
yang tahu. Tetapi di dalam istana kesepian itu, di dalam waktu
bersamaan juga menghilang seorang petani tua kesepian dan
pemimpin kesepian!" Kembali Hee Thian Siang dikejutkan oleh keterangan itu, ia
berkata kepada Tiong sun Hui Kheng sambil mengerutkan
alisnya: "Enci Kheng, yang dimaksudkan dengan petani tua
kesepian itu, pasti adalah Cin Lok Pho Locianpwe! Tetapi
siapakah yang dimaksud dengan pemimpin kesepian?"
"Adik Siang jangan cemas dulu, kita menanyakan dulu biar
jelas, barulah kita mempelajarinya!" berkata Tiong sun Hui
Kheng. Sehabis berkata demikian, ia lalu bertanya kepada Liao
hoan Tojin: "Putri kesepian itu apakah tidak menunjukkan gerakan apa-
apa terhadap hilangnya anaknya yang tersayang itu?"
"Bagaimana tidak" Putri kesepian kemudian juga mengikuti
jejak petani kesepian dan pemimpin kesepian, telah
menghilang dari istana kesepian!"
"Dia pasti pergi mencari anaknya!" berkata Tiong sun Hui
Kheng. Liao hoan Tojin berkata lagi:
"Setelah istana kesepian itu mengalami kejadian-kejadian
besar seperti ini, lalu dinyatakan ditutup untuk umum, dan juga
mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalam istana, disebar
ke seluruh pelosok untuk mencari petani tua kesepian,
pemimpin kesepian dan putri kesepian. Sebelum didapatkan
dan diajak kembali tiga orang itu ke dalam istana kesepian,
maka istana kesepian itu tidak menerima lagi orang-orang
yang datang untuk merenungi kesepiannya!"
Hee Thian Siang yang mendengar sampai di sini, sepasang
alisnya berdiri dan berkata kepada Tiong sun Hui Kheng:
"Enci Kheng terhadap kejadian ini, aku ada mempunyai
pandangan yang menurut pikiranku sendiri!"
"Coba kau terangkan, aku ingin dengar pendapatmu!"
"Aku kira tentu anak putri kesepian itu sudah dibawa kabur
oleh pemimpin kesepian, sedang petani tua kesepian mungkin
secara kebetulan mengetahui perbuatan pemimpin kesepian,
lalu mengejarnya guna memberi pertolongan kepada anak itu!"
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
XXXXXXXXXX "Analisamu seperti ini mungkin mendekati kebenaran, tetapi
aku kira masih perlu untuk memberi sedikit tambahan!" kata
Tiong sun Hui Kheng sambil menganggukkan kepala.
"Coba enci Kheng jelaskan!"
"Menurut analisaku tentang diri pemimpin kesepian itu, aku
kira orang yang mengangkat dirinya sebagai pemimpin
kesepian itu mungkin adalah Siang Biaw Yan, karena dia
jugalah yang pernah mengangkat diri sebagai ketua Kun-lun-
pay!" Hee Thian Siang berdiam sekian lama, kemudian berkata
sambil menganggukkan kepala:
"Dugaan enci Kheng ini cukup beralasan. Di antara para
ketua delapan partai besar pada dewasa ini, hanya Siang
Biaw Yan yang pernah mengangkat diri menjadi pemimpin
Kun-lun-pay, tetapi tidak diterima oleh orang banyak maka
merasa kesepian! Tetapi apabila benar dia, aku benar-benar
tidak tahu dengan cara bagaimana ia berlalu dari puncak
tertinggi gunung Kun lun itu?"
"Siang Biaw Yan sudah lama berdiam di gunung Kun lun
pay, ia tentunya hapal sekali dengan keadaan di situ, mungkin
ia punya cara sendiri untuk melarikan diri atau telah ditolong
oleh kawan baiknya, juga belum tentu! Sekarang istana
kesepian telah ditutup dan terjadi pula kejadian seperti ini, kita sebetulnya
hendak pergi dulu ke gunung Liok tiaw san untuk
memenuhi janji ataukah pergi mencari jejak putri kesepian?"
Hee Thian Siang benar-benar tidak menyangka bahwa
perbuatannya yang dilakukan di dalam goa di gunung Tay pa
san waktu dahulu, yang di luar kesadarannya sendiri, di
bawah pengaruh bunga perangsang telah membawa akibat
hamilnya Liok Giok Jie, maka dalam hati semakin tidak enak
terhadap gadis itu; tetapi setelah dipertimbangkannya masak-
masak, ia anggap seharusnya memenuhi kewajibannya dulu
untuk menghadapi tiga orang katai dari negara timur dan
sepasang manusia bercun di gunung Liok tiaw san, maka lalu
menjawab: "Soal mencari Liok Giok Jie, meskipun sangat penting
tetapi di dalam dunia yang luas ini sudah tentu tidak mudah
diketemukan dalam waktu yang sangat singkat, maka kupikir
ada lebih baik untuk memenuhi janji kepada lima orang itu di
gunung Liok tiaw san lebih dahulu, setelah selesai dalam
urusan itu barulah lita mengambil keputusan lagi!"
Tiong sun Hui Kheng bukan saja berkepandaian sangat
tinggi dan berparas sangat cantik tetapi juga seorang gadis
berhati lapang, maka ketika mendengar Liok Giok Jie
melahirkan anak ia sedikitpun tidak merasa cemburu,
sebaliknya malah merasa sangat girang.
Atas keputusan Hee Thian Siang tadi ia lalu berkata:
"Adik Siang jangan khawatir, untuk sementara urusan ini
tak usah kau pikirkan di dalam hati. Di gunung Liok tiaw san
kita masih perlu menghadapi lawan-lawan yang sangat
tangguh sekali, meskipun di waktu belakangan ini kita sudah
mendapat kemajuan banyak, tapi masih perlu menghadapi
mereka dengan sepenuh tenaga dan pikiran! Bila urusan itu
sudah selesai baru kita pergi mencari putri kesepian dan
anakmu sendiri!" Liao hoan Tojin yang mendengar mereka hendak
mengadakan pertandingan dengan lawan tangguh di gunung
Liok tiaw san, lalu berkata sambil tersenyum:
"Hee Siaohiap dan nona Tiong-sun, kalau benar ada
perjanjian dengan orang buat mengadakan pertandingan,
pinto bersedia menyumbangkan tenaga hendak membantu
kalian!" "Terima kasih atas maksud baik Totiang, tetapi lawan kami
itu adalah manusia-manusia buas dari luar negri yang sudah
terkenal keganasannya, di samping itu juga dibantu oleh anak
buah pat-bao Yao ong yang tangguh, kalau lebih banyak orang yang
menghadapinya, kukira malah akan lebih merepotkan saja,
kukira Totiang ada lebih baik berusaha supaya menyampaikan
perintah Hong hoat Cinjin itu kepada kawan-kawan dari Bu
tong!" menjawab Hee Thian Siang sambil menggelengkan
kepala. Hee Thian Siang sudah berkata demikian, sehingga Liao
hoan Tojin juga tidak berani terlalu memaksa, ia lalu minta diri
kepada dua orang itu dan lantas berlalu dari situ.
Setelah Liao hoan Tojin berlalu, Hee Thian Siang bersama
Tiong sun Hui Kheng dan kedua binatang cerdiknya, juga
segera meninggalkan lembah May yu kok, untuk melanjutkan
perjalanannya ke gunung Liok tiaw san.
Di perjalanan Hee Thian Siang sekali waktu berkata kepada
Tiong sun Hui Kheng: "Sayang kini kita tidak dapat menemukan suci Hwa Jie
Swat dan It pun Sinceng, jikalau tidak bukankah mereka
merupakan dua pembantu yang sangat baik?"
"Bukan cuma pembantu yang sangat baik! Bila ada kuda
Cheng hong kin yang dipinjam oleh enci Hwa Jie Swat
sekarang, dapat kita gunakan untuk mencari Liok Giok Jie,
rasanya masih banyak waktunya!" kata Tiong sun Hui Kheng
sambil tertawa. Mendengar ucapan itu, Hee Thian Siang teringat janji Leng


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pek Ciok kepadanya, maka lalu bertanya:
"Enci Kheng, apakah kau masih ingat bahwa kita pernah
mempunyai cita-cita bila kita dapat menundukkan seekor
burung rajawali raksasa yang cerdik, kita dapat gunakan
sebagai binatang tunggangan di tengah udara?"
"Urusan ini hanya cita-cita kita yang sedang melamun saja;
burung raksasa yang seperti kau bayangkan itu, jangankan
tidak mudah ditundukkan, sedangkan untuk melihatnya saja
tidak mudah!" "Aku lupa untuk memberitahukan padamu, sejak lama kita
berpisahan, tidak lama kemudian cita-citaku ini mungkin akan
terlaksana, sebab Swat-san Peng-lo Leng Toako, pernah
menjanjikan hendak memberikan seekor burung rajawali
raksasa yang sudah jinak!"
Sehabis itu ia lalu menceritakan apa yang telah terjadi di
kutub Hian peng goan dahulu. Tiong sun Hui Kheng yang
mendengarkan sudah tentu juga merasa sangat girang.
Selama berjalan itu, mereka mengobrol ke barat ke timur,
hingga kesusahan hati Hee Thian Siang, perlahan-lahan juga
sudah mulai hilang. Bersama Tiong sun Hui Kheng, Siaopek
dan Taywong, kini sudah mulai menginjak daerah pegunungan
Liok tiaw san. Ketika ia tiba di sebuah lembah yang sangat dalam, tampak
bahwa tebing yang dinamakan tebing Hai-mo itu ternyata
berada di ujung penghabisan lembah itu.
Siaopek dan Taywong baru saja memasuki mulut lembah,
keduanya sudah mengeluarkan siulan dan merandek, sedang
bulu sekujur tubuhnya pada berdiri.
Tiong sun Hui Kheng yang mengenal baik sifat kedua
binatang peliharaannya itu, setelah menyaksikan keadaan
demikian segera mengetahui bahwa di lembah itu ada
terdapat binatang-binatang aneh yang sangat lihai, atau ular-
ular berbisa yang jarang terlihat.
Maka ia bersama Hee Thian Siang juga lantas
merandak,sambil mengusap-usap kepala Siaopek, ia bertanya
" "Siaopek, mengapa kau bersikap demikian " Apakah kau
melihat apa-apa di dalam lembah ini atau mungkin ada
binatang aneh yang sangat lihai ?"
Tulang malang di tenggorokan Siaopek meskipun sudah
tidak ada dan bisa bicara dalam bahasa manusia tetapi
mengenai soal-soal yang sangat ruwet masih sulit untuk dia
menyatakan dari mulutnya, maka hanya menjawab
pertanyaan Tiong sun Hui Kheng dengan beberapa patah kata
bahasa monyet. Hee Thian Siang yang tidak mengerti maksud ucapan
Siaopek tadi lalu bertanya kepada Tiong sun Hui Kheng :
"Enci Kheng, apa yang dikatakan oleh Siaopek itu "
Mengapa ia tidak mau menjawab dengan bahasa kita ?"
"Bahasa manusia tidak mudah dipelajari. Siaopek meskipun
sangat cerdik dan tulangnya yang malang juga sudah hilang,
tetapi biar bagaimana masih memerlukan waktu yang cukup
lama baru bisa berbicara dengan lancar !"
"Mereka tadi demikian terkejut dan agaknya ketakutan,
apakah di dalam lembah juga terdapat binatang-binatang buas
?" "Menurut kata Siaopek, dia sendiri juga tidak tahu
sebetulnya ada binatang macam apa disini. Dia hanya merasa
bahwa di dalam lembah ini agaknya ada tersembunyi banyak
bahaya !" "Semakin banyak bahaya semakin baik. Kalau tidak ada
bahayanya dan segala-galanya berjalan lancar, apakah
artinya " Dengan kepandaian yang kita miliki sekarang ini. . ."
Sebelum habis ucapannya, Tiong sun Hui Kheng sudah
memotong " "Adik Siang, ingat ! Kita sedang menghadapi musuh yang
sangat tangguh. Jadi janganlah kita terlalu banggakan diri
sendiri. Seperti pribahasa : Orang kuat masih ada yang lebih
kuat, orang pandai masih ada yang lebih pandai. . ."
Baru bicara sampai setengahnya, lalu diam. Matanya
ditujukan ke puncak gunung di hadapannya, sikapnya seperti
orang terkejut. Hee Thian Siang tahu benar bahwa Tiong sun Hui Kheng
selamanya suka berlaku tenang, kini perobahan sikap yang
aneh dan mendadak dari gadis itu, pasti ada sebabnya.
Lalu mengikuti pandangan mata Tiong sun Hui Kheng,
matanya ditujukan ke tebing itu, tampak olehnya ekor dari
binatang yang panjangnya satu tombak lebih dan bersisik
merah darah, sedang bergerak cepat disela-sela lamping
gunung, dalam waktu yang singkat ekor binatang tersebut
sudah menghilang di satu tikungan hingga ia tidak dapat
membedakan ekor itu ekornya binatang ataukah ekor ular
raksasa. Dalam keadaan terkejut, Hee Thian siang lalu berpaling ke
arah Siaopek. Tanpak waktu itu Siaopek sudah menunjukkan
sikap seperti biasa, sedangkan bulu warna emas Taywong,
sebaliknya tampak berdiri.
Tiong sun Hui Kheng setelah menyaksikan menghilangnya
ekor panjang berwarna merah tadi, lalu berkata kepada Hee
Thian Siang : "Adik Siang, ekor panjang berwarna merah tadi entah
ekornya ular atau ekor binatang. Demikian panjang dan besar
ekornya saja, entah bagaimana badannya, sudah tentu juga
besar. Bila binatang peliharaan Pat-bao Yao-ong yang dibawa
oleh Pan Pek Giok, maka dalam pertandingan kali ini, benar-
benar tidak mudah kita hadapi !"
"Enci Kheng, tadi mereka ketika melihat ekor panjang
berwarna merah itu, bulu Taywong pada berdiri sedangkan
Siaopek sikapnya sudah tenang seperti biasa. Mungkin
Siaopek kenal binatang itu, bahwa mungkin ia dapat
menundukkan padanya !" berkata Hee Thian Siang sambil
menunjuk Siaopek. Siaopek yang berdiri di samping, lantas menjawab dalam
bahasa manusia : "Benar ! Aku kenal dia, juga tidak takut kepadanya !"
Tiong sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu lalu
bertanya : "Siaopek, kalau kau kenal dia, lekaslah beritahukan padaku
itu binatang apa ?" Siaopek menggaruk-garuk telinganya sekian lama, agaknya
tidak dapat menyatakan dalam bahasa manusia lagi. Maka
akhirnya dengan menggunakan bahasa monyetnya, ia
berusaha menjelaskan kepada Tiong sun Hui Kheng.
Tiong sun Hui Kheng lalu menyampaikan kata-kata
Siaopwk kepada Hee Thian Siang.
"Menurut Siaopek binatang yang tadi itu adalah cecak
raksasa yang bisa menyemburkan air berbisa, wajahnya buas
tapi tidak terlalu susah menundukkannya.
"Sewaktu aku mengirim surat tantangan di puncak gunung
Tay pek hong, Pat-bao Yao-ong pernah berkata hendak
mengirim beberapa jenis binatang-binatangnya yang aneh
untuk turut menghadiri pertemuan di gunung Liok-tiauw san
ini, juga ada maksud hendak menguji ketangkasan Siaopek
dan Taywong. Kalau aku ingat ucapan itu, mungkin di dalm
lembah ini masih terdapat banyak binatang-binatang yang
aneh, tidak hanya seekor cecak raksasa yang besar itu saja !"
"Dugaan itu barangkali tidak salah, tetapi karena kita sudah
datang kemari, bagaimana pun juga kita harus hadapi dengan
tenang. Berapa banyak pun binatang aneh yang dikirim oleh
mereka, kita juga tidak boleh takut. Kita hanya dapat
menghadapi dengan pikiran dan hati yang tenang !"
"Enci Kheng, kau biasanya selalu melarang keras Siaopek
dan Taywong melukai orang, sekarang kita sudah berada
ditempat berbahaya seperti ini dan sedang menghadapi
musuh tangguh seharusnya kau hapuskanlah dulu
laranganmu itu supaya mereka bisa menghadapi lawan-
lawannya dengan bebas dan memberikan hajaran kepada
mereka !" Berkata Hee Thian Siang sambil menengok ke arah
Siaopek dan Taywong. Tiong sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu, lalu
berkata kepada Siaopek dan Taywong sambil tersenyum.
"Buat memenuhi permintaan adik Siang ini, kali ini aku akan
mencabut larangan yang kemarin-kemarin masih berlaku,
kuijinkan kalian menghadapi musuh-musuh yang ada disini
dengan bebas!" Siaopek tidak menunjukkan perubahan sikap apa-apa,
tetapi Taywong setelah mendengar ucapan itu, tampaknya
sangat girang sekali, hingga ia lompat-lompat dan berjingkrak-
jingkrak, mulutnya mengeluarkan siulan berulang-ulang.
Tiba-tiba, ada angin kencang menyambar dibarengi dengan
suara siulan aneh, angin itu menembus dari belakang diri
mereka. Siaopek dan Taywong yang hendak melindungi
majikannya, kedua-duanya sudah hendak bergerak, tetapi
dicegah oleh Tiongsun Hai Kheng, memerintahkan mereka
supaya tenang saja menghadapi segala kejadian.
Benar saja angin kuat dan siulan aneh itu setelah melalui
kepala Tiongsun Hui Kheng, lalu tampak seekor burung aneh
yang sangat besar sekali, diatas burung yang kepalanya
seperti kucing itu, tampak duduk Pek-tok Bie-Jin lo Pan Pek
Giok. Sambil terbang melalui atas kepala mereka, Pan Pek Giok
melongok kebawah, dan dengan menggunakan ilmunya
menyampaikan suara kedalam telinga, ia berkata kepada Hee
Thian Siang sambil tersenyum :
"Adik kecil, kau benar-benar seorang yang bisa pegang
janji, tiga orang katai dari negara timur Tipun Engkie dan
kawannya Hek nie Kamlo dari sepasang manusia beracun,
semua sudah menunggu kedatanganmu di depan sana!"
Burung raksasa aneh yang kepalanya seperti kucing itu,
terbang cepat sekali, maka ucapan terakhir Pan Pek Giok baru
masuk ke telinga Hee Thian Siang, Pan Pek Giok bersama
burungnya sudah menghilang kesatu tikungan.
Tiong sun Hui Khang berkata pada Hee Thian Siang sambil
tertawa: "Adik Siang, kau dengar bukan" Dari antara Tiga manusia
katai dari negara timur dan sepasang manusia beracun, hanya
tiga orang saja yang datang kemari. Barangkali mereka tidak
pandang mata kepada kita berdua!"
"Yang kita cari justru Haknie Kam Lo dan si golok emas itu,
hanya mereka berdua saja yang datang itu ada lebih baik!"
"Orang-orang dari negara luar yang buas itu, sebagian
besar tidak tahu aturan dan tidak bisa pegang janji, kita jangan
mengira bahwa mereka itu terlalu sombong, mereka tidak
datang semua, sebaliknya harus berjaga-jaga dua orang yang
tidak unjuk muka itu mungkin sembunyi di tempat gelap buat
membokong kita!" "Ucapan enci ini benar, dari perbuatan si golok emas dan
Heknie Kam Lo itu saja, yang mencuri rompi sisik emas
pelindung jalan darah selagi Siaopek bertempur sengit
melawan binatang peliharaan Pek kut Sian cu, kita sudah bisa
tahu jiwa mereka sampai dimana. Mereka mana mengerti apa
artinya tata tertib dunia Kangouw?"
Sementara itu mereka telah melalui dua tikungan dan
berada di dalam lembah. Kini mereka menghadapi suatu tebing, yang sangat tinggi,
kira-kira ada tujuh atau delapan belas tombak tingginya, di
tebing itu terdapat banyak batu-batu yang menonjol,
keadaannya sangat berbahaya, seolah-olah ada banyak hantu
yang sedang menari-nari. Di hadapan tebing ada berdiri empat orang, mereka adalah
si golok emas, salah satu dari tiga orang katai dari negara
timur, bersama kawannya Tipun Engkie dan Heknie Kamlo
salah satu dari sepasang manusia beracun, beserta Pan Pek
Giok yang tadi datang dengan menaiki burung raksasa.
Tetapi cecak raksasa yang berbuntut panjang bersisik
merah, yang tadi dikatakan oleh Siaopek bisa menyemburkan
air berbisa bersama burung raksasa aneh berkepala seperti
kucing tidak tampak disitu.
Heknie Kamlo begitu melihat Hee Thian Siang dan Tiong-
sun Hui Kheng datang bersama Siaopek dan Taywong, lalu
membelalakkan sepasang matanya yang buas, mulutnya
mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti oleh Hee Thian
Siang dan Tiong-sun Hui Kheng.
Hee Thian Siang tidak mengerti ucapan itu. Baru hendak
menanya kepada Tiong-sun Hui Kheng, Pan Pek Giok sudah
berkata lebih dahulu sambil menunjukkan senyumnya yang
manis : "Saudara kecil, ia bertanya kepada kalian apakah hanya
dua orang dan dua binatang ini saja yang datang untuk
memenuhi janji?" Hee Thian Siang tahu bahwa Pan Pek Giok ini adalah
seorang yang sulit dihadapi dengan kekerasan, apalagi
dibawah tangannya juga ada memelihara binatang-binatang
berbisa yang tidak mudah dihadapi, maka untuk sementara ia
tidak ingin melukai hatinya, maka ia lalu menjawab sambil
tersenyum: "Enci Pek, harap kau sampaikan kepada orang hitam dan
dua setan katai itu, bahwa untuk menghadapi mereka bertiga,
Hee Thian Siang seorang diri saja yang terjun sudah cukup,
enci Tiong-sun ku ini barangkali juga tidak perlu turut campur
tangan!" Pan Pek Giok mengeluarkan suara terkejut, kemudian
berkata sambil tersenyum:
"Adik kecil sungguh seorang sangat berani, kau harus tahu
bahwa ilmu golok si golok emas ini, dan ilmu golok Tipun
Engkie, bukan main hebatnya, sedangkan tangan beracun
Heknie Kamlo juga sangat berbisa, tidak mudah kalau cuma
kau sendiri saja yang menghadapi."
"Tolong enci sampaikan saja, aku tidak takut pada mereka!"
kata Hee Thian Siang sambil tertawa.
"Kau panggil aku enci Pek, apa kau tidak takut enci Tiong-
sunmu akan cemburu?" bertanya Pan Pek Giok sambil
tertawa. Sehabis berkata demikian, matanya melirik Tiong-sun Hui
Kheng, mau tak mau ia juga merasa kagum akan kecantikan
paras gadis ini. Tiong sun Hui Kheng tahu maksud Hee Thian Siang yang
hendak menggunakan diri Pan Pek Giok sebagai kawan yang
ditaruh di pihak lawan maka buru-buru berkata sambil


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersenyum: "Tidak halangan, dia sebetulnya mempunyai banyak enci
dan adik, ditambah seorang lagi rasanya masih baik juga!
Nona Pan boleh tanyakan kepada si golok emas dan Heknie
Kamlo,mereka ada membawa rompi sisik naga pelindung jalan
darah milik Siaopek ini atau tidak?"
Pan Pek Giok yang mendengar ucapan itu, lalu
menyampaikan ucapan Hee Thian Siang dan Tiongsun Hui
Kheng tadi kepada Heknie Kamlo berdua.
Si golok emas yang sudah mendengar habis ucapan juru
bicaranya, lalu menudingkan jari tangannya ke tebing yang
dinamakan tebing Hui-mo itu, dan mengucapkan beberapa
kata dalam bahasa negerinya sendiri kepada Pan Pek Giok.
Hee Thian Siang dan Tiong-sun Hui Kheng yang melihat si
golok emas menunjuk ke tebing gunung, baru tahu bahwa
rompi Siaopek itu telah dilipat menjadi lipatan kecil, diletakkan
di atas batu yang jauhnya sejarak tigabelas empatbelasan
tombak di atas permukaan bumi.
Sementara itu Pan Pek Giok sudah menerjemahkan kata-
kata si golok emas pada Tiong-sun Hui Kheng:
"Nona Tiong-sun, si golok emas tadi kata bahwa rompi sisik
naga pelindung jalan darah itu diletakkan di atas tebing itu,
tetapi harus melalukan pertempuran dahulu dengan tiga orang
ini. Melalui proses tiga kali bertempur, kalau kalian dapat
menangkap dua orang ini, barulah boleh mengambilnya!"
"Kita toh sudah berani datang untuk memenuhi janji"
Sudah seharusnya pula kalau kami harus lantas memenuhi
permintaan mererka. Tapi tidak tahu, apakah nona Pan juga
akan turut ambil bagian?" tanya Tiongsun Hui Kheng.
"Aku akan ambil bagian atau tidak, mau lihat dulu dari
selisih kepandaian kalian, pokoknya nanti sajalah kita
bicarakan lagi. Tapi, Wan Liat ong ada perintah, suruh aku
membawa dua binatang peliharaannya, untuk menghadapi
dua ekor binatangmu yang cerdik ini!" kata Pan Pek Giok
sambil tertawa. "Dua ekor binatangku yang bodoh ini, suka sekali mencari
onar, kalau mendengar kabar ada perkelahian bagi mereka,
mereka benar-benar sangat girang sekali! Tapi aku masih
belum tahu, kita bertanding orangnya dulu atau suruh mereka
duluan?" "Dalam pertemuan hari ini, orangnya selaku pemegang
peranan pertama. Sudah tentu dilakukan pertandingan
diantara orang-orangnya lebih dahulu, barulah mengadakan
pertandingan antara binatang-binatang peliharaannya. Nona
Tiongsun dan adik Hee, siapa diantara kalian yang lebih dulu
akan turun ke lapangan?"
Hee Thian Siang maju dua langkah dan berkata sambil
tersenyum : "Aku tadi sudah kata hanya aku seorang diri saja sudah
cukup untuk membereskan tiga manusia yang tidak berguna
ini! Enci Pek tolong sampaikan kepada mereka, mereka
hendak bertanding dengan senjata tajam, tangan kosong,
mengadu kekuatan tenaga, ataukah ilmu Hiankang, boleh pilih
sendiri. Hee Thian Siang selalu bersedia akan mengiringi
kehendak mereka!" Hee Thian Siang menunjukkan sikap yang gagah dan
sombong itu, tapi dimata Pan Pek Giok sikap demikian malah
makin menarik perhatiannya, hingga perasaan sukanya
semakin dalam, matanya mengerling beberapa kali, dan lantas
menyampaikan ucapan Hee Thian Siang itu kepada tiga orang
dari negara luar tersebut.
Si golok emas yang mendengar ucapan itu lalu bersidakep,
dari pinggangnya lantas mengeluarkan sebuah golok yang
awaknya kecil namun sangat panjang, ujungnya agak
melengkung sedikit, senjata itulah yang dinegaranya disebut
samurai Hee Thian Siang semula bersikap sombong terhadap
musuhnya, tetapi begitu menyaksikan si golok emas itu yang
berdiri dengan sikapnya yang demikian, diam-diam juga
terkejut. Sebab si golok emas itu bukan saja memegang
"Samurai"nya dengan kedua tangan, yang jauh berbeda
dengan ilmu golok dalam rimba persilatan daratan Tiongkok,
tetapi dari cara dan sikapnya juga menunjukkan
kemantapannya. Dimata seorang ahli, segera dapat diketahui
bahwa orang ini bukanlah orang sembarangan.
Hee Thian Siang karena waktu belakangan ini sudah
mendapat kemajuan pesat dalam berbagai kepandaian
ilmunya, lagi pula sudah memakan sebatang getahnya pohon
leng-cie, kekuatan tenaga dalamnya sudah tambah berlipat
ganda, ia sebetulnya ingin mempermainkan orang-orang buas
dari negara luar itu, hendak menghadapi senjata si golok
emas itu dengan tangan kosong, tetapi setelah menyaksikan
cara pembukaan si golok emas yang demikian mantap, maka
segera berubah maksudnya.
Si golok emas berdiri dengan kedua tangan memegang
golok atau samurainya, dipegang agak miring di hadapan
badannya, sedang ujung goloknya menunjuk keatas, matanya
mengawasi Hee Thian Siang, dan berkata dengan
menggunakan bahasa Han yang kurang lancar:
"Mengapa kau masih belum mengeluarkan senjatamu?"
Hee Thian Siang tersenyum, lalu mengeluarkan bulu
burung Phan Kim ngo tek ie mao pemberian Thian ie Taysu.
Si golok emas, Tipun Engkiue dan Heknie Kamlo, serta Pan
Pek Giok, karena mereka semua adalah orang-orang yang
berasal dari negara luar maka tidak satupun yang tahu asal-
usul bulu burung berwarna hitam itu maka semua
menganggap bahwa Hee Thian Siang yang menggunakan
senjata bulu burung untuk menghadapi golok samurai
sesungguhnya terlalu sombong dan terlalu menghina orang
sekali! Pan Pek Giok tahu benar bahwa orang-orang katai dari
negara timur ini terlalu kejam dan ganas, apalagi ia sudah
jatuh cinta terhadap Hee Thian Siang maka lalu berkata
kepadanya sambil mengerutkan alisnya :
"Adik kecil, kau jangan terlalu sombongkan diri, kau harus
tahu bahwa ilmu golok dari negara timur ini, bukan saja jauh
berbeda dengan ilmu golok daerah Tionggoan, tetapi juga
sangat ganas sekali, samurai yang digunakan olehnya itu,
sangat tajam sekali, dan dapat digunakan untuk memotong
batu dan barang logam, bagaimana kau hanya menggunakan
selembar bulu burung " . . . . ."
"Enci Pan tidak usah kwatir, senjatanya Kho Tay Cao yang
seberat 100, seratus lima puluh kati yang pernah meng gentar
kan daerah Pat Bong, tokh bisa patah juga oleh senjata bulu
burungku ini, apalagi cuma golok tipis ditangan setan kate dari
negara timur itu !" berkata Hee Thian Siang.
Baru saja berkata sampai disitu, tiba-tiba terdengar suara
bentakan keras dan berkelebatnya sinar golok yang secepat
kilat sudah membabat kepalanya.
Kiranya sigolok emas itu yang paham sedikit bahasa Han,
lagi pula adatnya sangat berangasan, ketika mendengar
ucapan Hee Thian Siang yang menghina dirinya, lantas naik
darah dan menyerang Hee Thian Siang dengan goloknya.
Hee Thian Siang sudah tahu bahwa orang kate itu sangat
kejam dan buas, maka meskipun ia berbicara dengan Pan Pek
Giok dengan ucapan yang sombong itu, tetapi diam-diam
sudah memperhatikan gerak gerik sigolok emas itu.
Dalam keadaan demikian, sudah tentu ia dapat
menghadapi dengan tenang. Atas datangnya serangan golok
yang hebat tadi, seolah-olah tidak menghiraukan sama sekali.
Ia tidak berusaha untuk balas menyerang, sebaliknya malah
menantikan sampai ujung golok hampir menyentuh lehernya,
barulah mengeluarkan ilmu Thian-Liong-Coan dari perguruan
nya. Menggeser kaki sedikit, tahu-tahu sudah berada ditempat
sejauh tujuh kaki dari tempat asalnya ! Serangan golok sigolok
emas tadi, boleh dikata cukup cepat, serangan pertama baru
saja mengenakan tempat kosong, serangan kedua sudah
lantas menyusul. Bahkan orangnya juga sudah turut maju.
Ujung golok kini membabat pinggang Hee Thian Siang! Hee
Thian Siang kini mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya,
secepat kilat sudah melesat setinggi delapan kaki, hingga
serangan golok sigolok emas tadi lewat dibawah kakinya.
Dinegaranya, sigolok emas itu adalah jago samurai yang
sangat terkenal, kepandainya sangat hebat. Sebelum ia
membabat pinggang Hee Thian Siang dengan serangan nya
yang kedua tadi, ia sudah menduga bahwa lawannya itu pasti
akan melesat tinggi untuk menghindarkan serangan nya,
maka ia lalu menggunakan ilmu golok tunggal dari negaranya,
disaat ujung golok lewat dikaki Hee Thian Siang, dengan tiba-
tiba membalikkan tangan nya. Punggung golok dihadapkan
kearah bumi dan bagian yang tajam diarahkan keatas,
rupanya hendak menyambut Hee Thian Siang yang sedang
melayang turun. Serangan kali ini benar-benar diluar dugaan semua orang.
Hee Thian Siang kala itu sedang melayang turun dan
tampaknya tidak mungkin sanggup merubah posisinya,
pinggang kirinya sudah terancam oleh ujung golok ! Pan Pek
Giok yang menyaksikan itu lantas membanting-banting kaki
sambil menghela napas, sayang !
Siapa tahu, baru saja ia mengeluarkan keluhan demikian,
golok tadi ternyata cuma menyasar ketempat kosong !
Kiranya, Hee Thian Siang dalam keadaan sangat berbahaya
itu, telah menggunakan ilmunya dari Duta Bunga Mawar,
terbang setinggi setombak lebih lagi kemudian melayang turun
disebelah sana sambil tersenyum.
Si golok emas kini menunjukkan sikapnya yang terkejut dan
terheran-heran, ia menatap wajah Hee Thian Siang. Dari
mulutnya mengeluarkan kata-kata yang sama sekali tidak
dimengerti oleh Hee Thian Siang.
Hee Thian Siang lalu bertanya kepada Pan Pek Giok :
"Enci Pek, si golok emas mengomeli siapa sebetulnya ?"
"Ia menanya kepadamu, mengapa kau cuma mengelak
saja, tidak mau membalas !"
Hee Thian Siang yang mendengar uapan demikian alisnya
lalu berjengit dan berkata sambil tertawa :
"Enci Pek, tolong sampaikan padanya katakan bahwa di
sini sekarang berkata : jago pedang daerah Tionggoan biasa
kalau ketemu jago samurai dari negara timur suka memberi
lawannya menyerang lebih dahulu sampai tiga kali sebagai
tanda sopan santun dan menurut penuturan yang sudah
lazimnya dipakai dalam negara kita."
Pan Pek Giok menyampaikan ucapan Hee Thian Siang
kepada orang asing itu dan si golok emas kembali
mengucapkan kata-kata dalam bahasanya sambil menunjuk
Hee Thian Siang. Pan Pek Giok setelah mendengarkan ucapannya, lalu
menyampaikan lagi kata-kata si golok emas kepada Hee
Thian Siang, katanya : "Adik kecil, si golok emas kata supaya kau berlaku hati-hati.
Nanti kalau kalian sudah bertanding lagi, ia hendak
menggunakan ilmu goloknya angin puyuh yang dalam waktu
singkat bisa memutar tujuh puluh dua kali putaran, ilmu golok
yang dibanggakannya itu sesungguhnya memang sudah
menggemparkan negaranya !"
"Nama ilmu golok itu sangat bagus sekali, tetapi aku tidak
tahu siapa sebetulnya nanti yang lebih cepat, dia ataukah aku
?" Sehabis berkata demikian, sudah bergerak melesat setinggi
empat tombak. Ia mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya ke
senjatanya bulu burung itu, lalu digerakkannya demikian
cepat, setelah itu menyerbu kepada si golok emas.
Gerak tipu yang digunakan itu adalah satu satu gerak tipu
terampuh dalam ilmunya dengan senjata istimewa itu,
namanya ialah bintang beterbangan. Gerak itu memiliki
gerakan perobahan banyak sekali, juga hebat sekali daya
serangannya. Si golok emas sudha tentu juga merasa jeri dengan
serangan Hee Thian Siang yang luar biasa ini. Tetapi oleh
karena senjata lawannya itu hanya berupa sebatang bulu
burung berwarna lima, sedang ia sendiri menggunakan golok
yang sangat tajam. Maka ia juga menggunakan ilmunya, ilmu
golok angin puyuh. Dengan memutar goloknya bagaikan titiran
untuk menyambut serangan gencar yang dilakukan oleh Hee
Thian Siang itu. Dahulu di dalam pertemuan besar berdirinya partai Ceng-
thian-pay, sehabis mencuri rompi sisik naga pelindung jalan
darah milik Siaopek, si golok emas dan Hek-nie Kamlo lantas
kabur, jadi mereka tidak tahu bagaimana kesudahan
pertandingan para jago waktu itu.
Jikalau mereka tahu bagaimana senjata berat Khie Tay Cio
telah dipatahkan oleh senjata ringan yang berupa bulu burung
di tangan Hee Thian Siang ini, sudah tentu golok emas ini
tidak akan berani bersikap keras lawan keras.
Ketika golok di tangan si golok emas itu diputar untuk
menyambut serangan Hee Thian Siang, terdengarlah suara
nyaring dari benturan kedua senjata itu.
Bulu burung yang kecil digunakan sebagai senjata untuk
menyambut golok besar, ternyata dapat mengeluarkan suara
benturan yang demikian. Hal ini saja sudah sangat
mengherankan si golok emas. Apalagi setelah adanya
benturan keras tadi, si golok emas itu dapat merasakan
betapa hebatnya tenaga dalam yang dimiliki oleh lawannya. Ia
yang memegang golok dengan dua tangan toh masih merasa
kesemutan, hingga goloknya hampir terlepas dari tangannya.
Oleh karena itu, maka si golok emas tidak berani bersikap
berlaku galak lagi sudah lantas undurkan diri.
Hee Thian Siang begitu menarik kembali senjatanya dan
setelah menyaksikan lawannya mengundurkan diri juga tidak
mengejar, hanya mengawasinya sambil tertawa berseri-seri
dengan membawa senjata bulu burungnya berdiri tegak
ditempatnya. Si golok emas yang menampak Hee Thian Siang tidak
mengejar dirinya lalu tujukan matanya kepada golok
ditangannya sendiri untuk diperiksanya. Apa yang telah terjadi
" Hampir saja membuat orang asing itu menjerit dan
menangis. Kiranya tadi setelah dua senjata itu saling bentur, senjata
bulu burung di tangan Hee Thian Siang sedikitpun tidak


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bergeming, sedangkan golok tajam di tangan si golok emas,
yang kesohor karena tajamnya dapat menghancurkan batu
dan memotong logam, kini terdapat gompalan kecil disembilan
tempat ! Orang katai itu, sayang kepada senjatanya melebihi
nyawanya sendiri, mereka yang menjadi jago-jago berkelahi
seperti si golok emas itu, kebanyakan pernah bersumpah
selama goloknya masih ada, orangnya akan tetap jaya. Tapi
bilamana goloknya musnah, orangnya juga lebih baik mati.
Oleh karena itu maka si golok emas saat itu merasa sangat
malu sekali dan kemudian menggeram hebat. Dari
pinggangnya lalu mencabut sebilah belati kecil, wajahnya
menunjukkan sikap yang mengerikan sekali.
Hee Thian Siang mengira bahwa si golok emas itu hendak
menggunakan belati kecil itu untuk menghadapi dirinya lagi.
Maka lalu berkata sambil tersenyum :
"Kau gunakan senjata panjang masih bukan lawanku,
sekarang kau ganti dengan belati yang begitu pendek,
bukankah itu lebih. . . . "
Belum habis ucapannya, Pan Pek Giok sudah
menyambungnya : "Adik kecil, maksudnya dia mengeluarkan belati tajam itu
bukanlah untuk dipakai sebagai senjata buat menempur kau
melainkan hendak digunakan untuk alat bunuh diri, yang
dinegara mereka biasa disebut sebagai hara kiri !"
Baru saja Pan Pek Giok menutup mulutnya, si golok emas
sudah menggeram lagi dan ujung belatinya itu lalu ditusukkan
ke dalam perutnya sendiri !
Sementara itu, Tiong sun Hui Kheng setelah mendengar
ucapan Pan Pek Giok tadi diam-diam sudah siap hendak
menggunakan ilmu It-cie-keng dari golongan Siao lim. Ketika
si golok emas menggerakkan tangannya, jari tangan kanannya
berbareng diulurkan hingga dari situ lantas meluncur
hembusan angin yang menuju ke arah belati di tangan si golok
emas, setelah itu ia lalu berkata sambil tersenyum :
"Dalam mengadakan pertandingan diantara kira orang-
orang rimba persilatan, kalah atau menang seharusnya
merupakan soal biasa saja. Kenapa tuan berbuat demikian ?"
Ketika hamburan angin itu mengenakan belati di tangan si
golok emas, belati itu lantas patah menjadi dua potong.
Si golok emas tadi mengambil tindakan nekad karena
terdorong oleh perasaan malu dan panas. Tetapi setelah
maksudnya digagalkan oleh Tiong sun Hui Kheng,
keberaniannya juga lantas lenyap. Maka ia tidak melanjutkan
tindakannya lagi, hanya mengawasi Hee Thian Siang dan
Tiong sun Hui Kheng dengan mata marah, sedang mulutnya
menggumam sendiri. "Enci Pek, enci Tiong sunku sudah menolong jiwanya.
Apalagi katanya " "
"Dia kata biar sekarang kalian mau melepaskan dia, tapi
kalau lain kali bertemu dengan mereka, mereka tidak akan
mau melepaskan kalian !" Pan Pek Giok menerangkan sambil
tertawa. "Kita berdasar atas ajaran Tuhan yang harus kasih sayang
terhadap sesamanya, sekalipun terhadap orang jahat, juga
bisa memberi kesempatan hidup supaya mereka bisa
merubah kesalahannya dan kembali ke jalan yang benar. Tapi
bilamana orang yang kita kasih kesempatan hidup itu masih
juga tidak sadarkan kekeliruannya dan masih melakukan
kejahatan terus, maka bila di lain waktu bertemu dengan kita,
tidak akan kita lepaskan lagi !" berkata Hee Thian Siang lalu tertawa besar.
Berkata sampai disini, pandangan matanya beralih kepada
Tipun Engkie dan Hek-nie Kam-lo, katanya sambil tertawa
nyaring : "Si golok emas ini sudah kuhadapi. Dari tiga babak
pertandingan, babak pertama sudah dimenangkan olehku.
Kalian berdua apakah masih akan melanjutkan terus ?"
Pan Pek Giok menyampaikan ucapan Hee Thian Siang itu
kepada dua orang tersebut. Tipun Engkie yang sifatnya licik
dan ganas, sudah mengetahui bahwa senjata bulu burung
berwarna lima yang digunakan oleh Hee Thian Siang ternyata
sangat lihai, maka ia suruh Hek-nie Kam-lo yang turun lebih
dahulu. Hek-nie Kam-lo mengandalkan tangannya yang
mengandung bisa. Maka ia menganggukkan kepala dan
segera turun ke lapangan. Lalu mengeluarkan beberapa
penggal perkataan yang tidak dimengerti oleh Hee Thian
Siang. Pan Pek Giok yang bertindak sebagai penerjemah atau juru
bicara lalu berkata kepada Hee Thian Siang :
"Adik kecil, dia kata dia tidak akan bertanding dengan
menggunakan senjata, dia minta bertanding dengan tangan
kosong !" Hee Thian Siang tersenyum. Maklum akan kelicinan orang.
Lalu menyimpan kembali senjata bulu burungnya, seraya
katanya : "Aku tadi sudah menjelaskan, tidak perduli dengan tangan
kosong, senjata tajam, kekuatan tenaga dalam atau ilmu Hian
kang, aku selalu bersedia buat mengiringi !"
Pada saat itu, si Siaopek tiba-tiba menarik ujung baju Tiong
sun Hui Kheng dan mengeluarkan kata yang sangat perlahan.
Tiong sun Hui Kheng lalu berkata kepada Hee Thian Siang
: "Adik Siang, Siaopek ingin membalas dendam atas
serangan menggelap yang dilakukan oleh Hek-nie Kam-lo
kepadanya sewaktu di gunung Kie-lian dulu. Sukakah kau
memberikan kesempatan kali ini kepadanya ?"
Hee Thian Siang menggelengkan kepala dan berkata
sambil tertawa : "Kita tadi sudah berjanji kepada mereka, lebih dulu
melakukan pertandingan antara orang dengan orang, barulah
mengadakan pertandingan antara binatang kita dan binatang
mereka. Perlu apa Siaopek begitu keburu nafsu " Sebaiknya
biar aku saja yang akan menjajaki sampai dimana sebenarnya
kepandaian orang-borang buas dari negara timur ini !"
Siaopek dahulu pernah terluka parah di tangan Hek-nie
Kiam-lo. Tiong sun Hui Kheng juga sadar akan bahayanya
bahwa orang itu ada melatih ilmu yang mengandung racun
sangat berbisa. Maka ia lalu berkata lagi sambil tertawa :
"Kalau sudah begitu bulat niat adik Siang buat melayani
orang ini, aku cuma bisa pesan padamu berhati-hatilah !
Jangan terlalu gegabah. Ingatlah bagaimana Siaopek
mendapat lukanya dahulu !"
Hee Thian Siang menganggukkan kepala sambil tersenyum
lalu turun ke lapangan dan berkata kepada Hek-nie Kiam-lo :
"Dahulu dalam pertempuran berdirinya partai Ceng-thian-
pay di gunung Kie-lian, kau pernah melukai monyet kecil
peliharan enco Tiong-sunku. Hari ini aku keluar adalah buat
menuntut balas untuk dia !"
Pan Pek Giok menyampaikan ucapan Hee Thian Siang itu
kepada Hek-nie Kam-lo, hal mana lantas membuat manusia
beracun itu berdiri bulu-bulu alisnya dan kemudian dengan
kecepatan luar biasa sudah melancarkan serangannya ke
dada Hee Thian Siang. Hee Thian Siang karena ingin mencoba kepandaian
manusia beracun itu, ia masih bersikap tenang tidak
mengeluarkan tangan untuk melawan, juga tidak bergerak
untuk mengelak, hanya sendiri Kian-thian-cin-khi melindungi
sekujur dirinya dengan ilmunya itu.
Siapa sangka, baru saja Hee Thian Siang melindungi
dirinya dengan kekuatan tenaga dalam Kian-thian-cin-khi,
mendadak dirasakan suatu hawa yang sangat panas menindih
dadanya. Dalam terkejutnya buru-buru menyedot hawanya
dan dengan satu gerak yang manis sekali, buru-buru lompat
mundur sejauh enam tujuh kaki.
Tiong sun Hui Kheng yang menyaksikan dalam babak
pertama Hee Thian Siang hampir saja salah perhitungan, lalu
mengerutkan alisnya. Sebaliknya dengan Hek-nie Kam-lo waktu itu tampaknya
sangat bangga sekali. Sambil mengeluarkan geraman, ia
mengejar dan melancarkan serangannya lagi dengan kedua
tangannya, beruntun melancarkan lima enam kali serangan
yang disertai dengan hawa sangat panas.
Hee Thian Siang yang diserang dengan beruntun itu,
menjadi naik pitam. Saat itu ia menggunakan ilmunya
meringankan tubuh, berulang-ulang mengelakkan diri dari
serangan hebat itu. Tetapi selama mengelak itu, diam-diam
mengerahkan ilmunya Kian-thian-jie di sepuluh jari tangannya,
sudah siap akan memberi hajaran yang telak pada orang buas
itu. Tiong sun Hui Kheng yang menyaksikan keadaan
demikian, diam-diam tersenyum sendiri. Sebab ia tahu benar
sifat Hee Thian Siang yang tinggi hati, ia mau mengalah
demikian rupa yang terus mengelakkan serangan lawannya.
Pasti ada mengandung maksud supaya musuhnya itu berlaku
lengah lebih dulu. Kemudian baru turun tangan memberi
hajaran kepadanya. Benar saja, setelah Hee Thian Siang mengelakkan
serangan ganas Hek-nie Kam-lo, beberapa kali mendadak ia
putar balik tubuhnya menggunakan jari tangan yang sudah
disiapkan dari tadi, balas menyerang kepada musuhnya.
Ilmu serangan dengan jari tangan Kian-thian-cie itu adalah
ilmu terampuh yang sangat dibanggakan oleh suhunya Hee
Thian Siang, Pekbin Sin Po. Maka sebelum ia menutup mata,
sengaja diturunkan kepada Hee Thian Siang supaya bisa
digunakan oleh muridnya ini guna menghadapi Pat-bao Yao-
ong. Betapa hebatnya ilmu itu, dari sini dapat kita bayangkan
sendiri. Sedangkan Hee Thian Siang sendiri, setelah berhasil
mempelajari ilmu itu, karena ia tahu benar pentingnya ilmu
tersebut, maka setiap hari dan malam dilatihnya dengan
tekun, di tambah lagi ketika ia berada di puncak Tiauw in
hong, telah mendapat hadiah getahnya pohon leng cie hingga
kekuatan tenaga dalamnya tambah berlipat ganda. Dengan
demikian maka ilmunya jari tangan Kian thian cie itu dengan
sendirinya juga semakin hebat.
Jikalau ia sejak tadi-tadi menggunakan ilmunya ini untuk
melawan serangan Hek-nie Kam-lo, dengan kekuatan tenaga
dalamnya yang dimilikinya pada waktu itu, pasti sangat hebat
sekali serangan itu dan hal itu sudah pasti juga akan membuat
Hek-nie Kam-lo tidak berani menyambut dengan kekerasan.
Tetapi kini setelah Hek-nie Kam-lo dibiarkan menyerang
terus menerus sehingga menjadikan orang dari luar daerah ini
lupa daratan, sedangkan ilmu jari tangannya Hee Thian Siang
saat itu tampaknya tidak mengandung kekuatan yang sangat
hebat, hal mana jadi membuat Hek-nie Kam-lo tidak pandang
mata lawannya. Begitulah orang dari negara luar ini lantas
mengeluarkan ilmunya yang paling dibanggakan ialah ilmu
yang dapat menyerang melalui jarak jauh, menyambuti
serangan ilmu jari tangan Hee Thian Siang itu, bahwa ia lantas
menggunakan dua-dua tangannya dengan berbareng. Pikirnya
dengan cara itu pasti dapat menjatuhkan Hee Thian Siang.
Hawa panas yang terkandung dalam serangan Hek-nie
Kam-lo itu, setelah berdua dengan hembusan angin yang
keluar dari serangan jari tangan Hee Thian Siang, segera
dapat diketahui mana yang lebih kuat. Kalau Hee Thian Siang
di satu pihak masih berdiri tegak sambil tertawa dingin, adalah
Hek-nie Kam-lo dilain pihak waktu itu sudah terdesak mundur
dua langkah, mulutnya mengeluarkan suara jeritan tertahan,
tangan kanannya menjadi keplek, diwajahnya terlihat
bermacam-macam perobahan yang sukar diduga.
Itu disebabkan karena ilmu serangan tangannya
mengandung hawa panas itu tidak sanggup melawan
serangan jari tangan Hee Thian Siang. Maka begitu kedua
kekuatan itu beradu, bukan saja hawa panasnya lantas buyar
seketika tetapi tulang-tulang ditangan kanan Hek-nie Kam-lo
juga terpukul hancur ! Pan Pek Giok yang berdiri sebagai penonton, tahu benar
bahwa si golok emas dan Tipun Engkie dari negara timur itu.
Kecuali ilmu goloknya yang sangat mahir dan senjata
rahasianya yang sangat berbisa, tetapi dalam hal kekuatan
tenaga dalam yang sebenarnya masih belum sebanding
dengan Hek-nie Kam-lo. Dan kini Hek-nie Kam-lo ternyata
sudah hancur tangan kanannya dibawah serangan Hee Thian
Siang. Maka kalau ia sendiri tidak turun tangan, agaknya tidak
bisa memberi pertanggungan jawab kepada Pat-bao Yao-ong
dan Kim-hoa Seng-bo. Oleh karena itu, maka ia lalu menggoyangkan tangannya
dan mencegah Hek-nie Kam-lo yang hendak berlaku nekad.
Sementara dari mulutnya sudah mengeluarkan siulan panjang.
Hee Thian Siang yang menyaksikan itu, lalu bertanya
sambil tersenyum : "Enci Pek, apakah kau juga pikir hendak turun tangan ?"
"Aku sudah diperintahkan oleh Hian Wan Liat ong dan Kim-
hoa Seng-bo untuk memimpin dua ekor binatang datang
kemari. Jikalau turun tangan, bagaimana aku harus memberi
pertanggungan jawabku kepada mereka ?" jawab Pan Pek
Giok sambil tersenyum. "Baik juga kalau enci Pek suka turun tangan supaya aku
bisa buka mata. Jikalau tidak, aku benar-benar akan merasa
tidak puas !" "Aku tidak akan bertanding denganmu. Aku cuma ingin
mengadu binatangku dengan dua ekor binatang peliharaan
nona Tiong sun. Lalu setelah itu, barulah aku sendiri yang
turun guna minta pelajaran beberapa jurus dari nona Tiong
sun !" kata Pan Pek Giok serius.
Dari kelakuan dan sikap Pan Pek Giok, Tiong sun Hui
Kheng sudah tahu bahwa si cantik jeli dan beracun ini ada
memiliki kepandaian dan kekuatan sangat tinggi. Maka
mendengar itu lalu berkata sambil menganggukkan kepala :
"Jikalau nona Pan ada kegembiraan seperti itu, baiklah.
Aku suka mengiringi kehendakmu !"
"Aku ingin minta pelajaran ilmu Hian kang dan kekuatan
tenaga dalam dari nona Tiong sun. Tapi biarlah binatang yang
kubawa ini bertanding dulu dengan kedua binatangmu.
Barulah kita turun tangan !" berkata Pan Pek Giok sambil
tertawa. Sehabis mengucapkan demikian, kembali mulutnya
mengeluarkan siulan panjang yang yang kedengarannya
sangat merdu.

Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tak lama setelah itu, dari atas tebing tinggi, tiba-tiba
melayang turun dua ekor binatang aneh, yang satu merah dan
yang satu lagi biru. Binatang aneh berwarna merah adalah cecak raksasa
sebangsa komodo yang dikatakan oleh Siaopek tadi.
Sedangkan binatang aneh berwarna biru adalah seekor
binatang aneh yang bentuk badannya mirip orang utan. Tapi
agak lebih besar. Kalau mau dibandingkan dengan Taywong,
agaknya binatang aneh itu jauh lebih besar, lebih kuat dan
lebih bagus, bulu-bulu disekujur tubuh binatang tersebut
berwarna biru gelap. Kalau berjalan seperti mengombaknya
air ombak di laut. Tampaknya sangat buas sekali.
Dua ekor binatang aneh itu segera mendekam di sebelah
kaki Pan Pek Giok. Tampaknya sangat jinak sekali.
Pan Pek Giok lalu berkta kepada Tiong sun Hui Kheng :
"Nona Tiong sun, aku sebetulnya masih membawa
beberapa ekor ular. Tetapi oleh karena kau hanya membawa
dua ekor binatang saja, maka aku tidak mau dianggap orang-
orang mencari kemenangan dengan jumlah besar. Jadi aku
hanya memerintahkan cecak dan orang utan ini saja yang
harus turun ke lapangan !"
"Nona Pan pikir suruh mereka bertempur secara beramai
atau satu lawan satu ?"
"Sebaiknya satu lawan satu saja ! Kita masing-masing
boleh memilih seekor yang bisa disuruh turun ke lapangan
lebih dulu dan sekarang juga sudah bolehlah dimulai !"
Sehabis berkata Pan Pek Giok lalu menepuk punggung
orang utan berbulu biru dan mendorongnya. Dan orang itu
lantas maju ke lapangan dengan dua lengannya yang panjang
diteruskan ke bawah. Tiong sun Hui Kheng tahu benar Siaopek sudah mengerti
bagaimana caranya untuk menundukkan cecak berwarna
merah yang sangat menakutkan itu. Maka ia lantas
perintahkan Taywong turun duluan ke lapangan untuk
menghadapi orang utan berbulu biru itu.
Mendapat perintah dari majikannya, Taywong lantas lompat
keluar. Bulu disekujur badannya yang berwarna emas pada
berdiri. Ia berhadapan sejarak enam tujuh kaki jauhnya
dengan lawannya orang utan berbulu biru itu.
Dua ekor binatang aneh, agaknya masing-masing tahu
bahwa lawannya itu sangat tangguh. Maka lalu mereka
berhadapan, sebelum berani bergerak dengan gegabah.
Pan Pek Giok yang melihat keadaan demikian, lalu berkata
kepada Tiong sun Hui Kheng :
"Nona Tiong sun, kalau mereka cuma berhadapan secara
demikian terus menerus, entah berapa banyak waktu yang
akan terbuang secara cuma-cuma. Mari kita keluarkan
perintah berbareng supaya mereka segera mulai !"
Tiong sun Hui Kheng menganggukkan kepala dan tertawa.
Pan Pek Giok lalu mengeluarkan perintahnya lebih dahulu dan
kemudian disusul oleh Tiong sun Hui Kheng.
Orang utan berbulu biru bersama Taywong, mendengar
majikan mereka memerintahkan supaya pertandingan cepat
dimulai. Lalu tanpa menghiraukan keadaan diri sendiri,
keduanya menggeram dan mulai baku hantam.
Pertempuran antara dua binatang aneh itu, hampir sama
cepat dan dahsyat dengan pertandingan antara orang-orang
rimba persilatan kelas satu. Dalam waktu sekejap sulit orang
membadakan tubuh mereka. Sebab sebentar berkelebat sinar
kuning dan sebentar sinar biru.
Hee Thian Siang kini sudah dapat tahu bahwa orang utan
berbulu biru itu lihai sekali. Maka ia jadi sangat
mengkhawatirkan keselamatan Taywong, bertanya kepada
Siaopek dengan suara perlahan :
"Siaopek, kau lebih pintar. Seharusnya tahu apakah
Taywong dapat mengalahkan lawannya orang utan berbulu
biru atau tidak ?" Terhadap pertanyaan yang demikian ruwet, Siaopek tidak
bisa memberikan jawaban dalam bahasa manusia. Tapi buat
tidak menjawab juga tidak berani. Maka lalu menggeleng-
gelengkan kepala tapi kemudian mengangguk-angguk lagi.
Hee Thian Siang yang mendapat jawaban dengan sikap
seperti itu, sebaliknya malah menjadi bingung. Maka ia
terpaksa bertanya kepada Tiong sun Hui Kheng :
"Enci Kheng, jawaban Siaopek yang semula menggeleng-
gelengkan kepala tapi kemudain menganggukkan kepala
seperti ini, sebetulnya apa maksudnya ?"
Tiong sun Hui Kheng lalu bertanya kepada Siaopek dengan
meniru akan bahasa Siaopek. Setelah mendapat jawaban,
baru memberikan keterangan kepada Hee Thian Siang :
"Adik Siang, menurut Siaopek kata bahwa orang utan
berbulu biru semacam ini adalah sejenis binatang berdarah
campuran yang terdiri dari orang utan dan beruang berbulu
biru. Kekuatan tenaganya besar sekali ! Taywong sebetulnya
tidak sanggup melawan dia. Tetapi oleh karena di gunung
Siong-san dahulu pernah mencuri obat-obat mujizat dan
setelah kekuatan tenaganya bertambah berlipat ganda, maka
juga tidak perlu takut lagi kepadanya !"
Berkata sampai disitu, Taywong dan orang utan berbulu
biru yang sudah bertempur sekian lama tapi masih belum ada
yang kalah dan yang menang, masing-masing tampaknya
mulai timbul sifat mereka yang ganas hingga merubah cara
pertempuran mereka yang semula saling terkam saling pukul,
keadaan kini berubah menjadi suatu pergumulan sengit
dengan cara saling cakar saling gigit.
Dengan demikian, bulu mereka yang satu kuning emas dan
satu biru tadi yang tampak berkelebat kian kemari, kini telah
berubah bergulung-gulung seperti bola berwarna dua yang
bergelindingan di tengah lapangan.
Perlahan-lahan ditempat itu sudah mulai terdapat tetesan
darah. Bulu-bulu biru beterbangan disebelah timur dan bulu-
bulu kuning beterbangan di sebelah barat.
Tiong sun Hui Kheng yang sangat sayang kepada binatang
peliharaannya, saat itu tampak mengerutkan alisnya dan
berkata kepada Pan Pek Giok :
"Nona Pan, menurut pandanganku, mereka barangkali
akan terluka kedua-duanya. Kalau belum ada salah satu yang
terluka parah atau yang mati barangkali tidak bisa dipisah lagi
!" "Biar bagaimana toh mesti ada salah satu yang akan mati
lebih dahulu dan ada yang mati belakangan, sudah tentu
dialah yang menang !" menjawab Pan Pek Giok.
"Perlu apa kita harus merebut kemenangan berdarah
semacam ini " Aku tidak setuju ! Lebih baik perintahkan
mereka lekas berhenti. Kita anggap pertandingan ini berakhir
seri. Kau pikir bagaimana ?" berkata Tiong sun Hui Kheng
sambil menggelengkan kepala.
Oleh karena dipihaknya sendiri telah mengalami kekalahan
dua kali, Pan Pek Giok merasa sangat tidak enak. Maka
setelah berpikir dulu sejenak baru berkata dengan tegas
"Kecuali nona Tiong sun mau mengakui kekalahan adalah
binatangmu, aku lebih suka mengorbankan satu orang utan itu
! Aku tidak akan mengeluarkan perintah menghentikan
pertempuran lebih dulu !"
Tiong sun Hui Kheng mendengar itu lantas menerima baik
usulnya. Maka Pan Pek Giok baru mau mengeluarkan siulan
panjanga, memerintahkan orang utannya supaya kembali.
Tiong sun Hui Kheng juga lantas memerintahkan Taywong
kembali. Tetapi dua binatang aneh itu, yang sedang bertempur
sengit-sengitnya, mana mau menurut perintah majikannya "
Mereka terus berkutelan dengan sengitnya. Seolah-olah
sebelum ada salah satu yang mati, tidak mau berhenti.
Pan Pek Giok dan Tiong sun Hui Kheng yang melihat itu
terpaksa membentak berulang-ulang. Dengan demikian kedua
binatang yang sedang bertempur sengit itu baru bisa dipaksa
memisahkan diri. Dengan tubuh berlumuran darah, mereka
kembali ke samping majikannya masing-masing.
Tiong sun Hui Kheng merasa kasihan dan sayang kepada
binatangnya, buru-buru mengeluarkan dua butir pil diberikan
kepada Taywong. kemudian dengan menggunakan
saputangannya membersihkan luka-luka ditubuh Taywong.
Hee Thian Siang yang menyaksikan itu semua berulang-
ulang menganggukkan kepala. Dalam hatinya berpikir, pantas
saja Tiong sun Hui Kheng dapat menjinakan binatang, karena
kasih sayangnya terhadap binatang demikian besar hingga
binatang yang bagaimana pun buasnya juga pasti bisa jinak
terhadapnya. Taywong sudah diobati oleh majikannya, namun mulutnya
masih mengeluarkan geraman tidak berhentinya.
Hee Thian Siang heran. Tidak mengerti apa maksud
Taywong. Maka lalu tanyanya sambil tertawa :
"Enci Kheng, apa Taywong sesalkan aku yang
memerintahkan dia kembali " Apa dia tidak puas lantaran
tidak bisa membinasakan lawannya ?"
"Memang. Tapi aku tahu juga orang utan berbulu biru itu
sudah tidak bisa lama hidup lagi. Jadi perlu apa aku
membiarkan Taywong mengadu jiwa lebih lama ?" menjawab
Tiong sun Hui Kheng dengan suara sangat perlahan.
Mendengar ucapan Tiong sun Hui Kheng itu, Hee Thian
Siang diam-diam merasa heran. Apa sebabnya orang utan
berbulu biru itu tidak bisa hidup lama lagi " Sementara itu
Tiong sun Hui Kheng sudah berkata lagi dengan
menggunakan ilmunya menyampaikan suara ke dalam telinga
: "Di kuku Taywong ada semacam kaitan yang tersembunyi.
Di dalam kaitan itu ada mengandung racun sangat berbisa.
Begitu masuk ke dalam darah, tidak ampun lagi, racun itu
akan lantas bekerja. Bahkan tidak mungkin akan ada obat
yang dapat menolongnya !"
Setelah mendengar keterangan itu, Hee Thian Siang juga
berkata dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara
kedalam telinga : "Di kutub Hian-peng-goan dahulu Pat-bao Yao-ong sudah
kehilangan sekor burung rajawali raksasa, dan sekarang
kembali kehilangan sekor orang utan biru ini. Kalau ia
mendapat kabar itu, pasti dia akan marah sekali ! Tetapi entah
berapa banyak binatang aneh-aneh yang di pelihara oleh iblis
tua itu." Tiong sun Hui Kheng belum menjawab, Pan Pek Giok
sudah berkata : "Nona Tiong sun, kau jikalau sudah mengobati binatangmu
itu, kita boleh mulai pertandingan yang kedua !"
Tiong sun Hui Kheng kini baru memperhatikan gadis cantik
yang sangat kejam itu, ternyata hingga saat itu ia masih tidak
memperdulikan binatangnya sendiri yang terluka.
Ia membiarkan orang utan itu dalam keadaan merintih-rintih dan
tersengal-sengal nafasnya. Maka kemudian bertanya sambil
mengerutkan alisnya : "Nona Pan, bagaimana kau tidak membereskan binatang
orang utanmu itu ?" Dengan sinar mata kejam, Pan Pek Giok mengawasi
sejenak. Kemudian berkata sambil tertawa terkekeh-kekeh :
"Nona Tiong sun, kau jangan anggap bahwa aku Pan Pek
Giok adalah seorang liar yang tidak mempunyai pengetahuan.
Aku mengenali monyet kuning ini adalah sejenis orang utan
berbulu kuning yang sangat cerdik, tetapi juga sangat sulit
didapatkan. Di dalam kukunya itu tersembunyi senjata
pembawaan alam yang seperti kaitan dan didalam kaitan itu
mengandung racun sangat berbisa. Jikalau ia menggunakan
senjatanya yang terampuh itu untuk menikam lawanya, dalam
waktu sangat pendek pasti tidak dapat tertolong lagi. Binatang
orang utan biruku ini sudah terluka seluruh tubuhnya. Apakah
kau kira ia masih bisa hidup ?"
Tiong sun Hui Kheng yang mendengar itu, wajahnya lantas
berubah menjadi merah. Tetapi di dalam hati diam-diam
mengagumi Pan Pek Giok yang mengerti banyak bahasa
binatang dan mempunyai pengetahuan banyak tentang
berbagai jenis binatang buas. Sesungguhnya merupakan
seorang jago wanita luar biasa di dalam rimba persilatan.
Saat itu, sepasang mata Pan Pek Giok memancarkan sinar
sangat aneh. Ia mengawasi secara bergiliran kepada Hee
Thian Siang dan Tiong sun Hui Kheng, kemudian berkata pula
sambil tertawa : "Untuk Hian Wan Liat ong dan Kim-hoa Seng-bo kedua-
duanya sudah memelihara empat ekor binatang terbang dan
empat ekor binatang buas serta empat ekor ular. Jika mati
beberapa ekor saja juga tidak berarti apa-apa !"
Sehabis berkata demikian, kemudian Pan Pek Giok
mengibaskan tangannya. Dari situ mengmbus kekuatan
tenaga dalam hingga orang utan berbulu biru yang sudah
terluka parah itu lantas mengeluarkan suara yang mengerikan
dan sesaat kemudian menghembuskan napasnya.
Hee Thian Siang yang menyaksikan kejadian itu, diam-
diam merasa kagum. Mengapa seorang yang demikian cantik
dan memiliki kepandaian sangat tinggi, mempunyai hati
demikian kejam " Ia lebih heran lagi mengapa perempuan itu
mau menjadi budak Pat-bao Yao-ong dan Kim-hoa Seng-bo.
Pan Pek Giok setelah membinasakan orang utannya
sendiri lalu menggapai kepada cecak raksasa bersisik merah
yang berada di sampingnya dan cecak raksasa itu lantas
lambat-lambat merayap ke tengah lapangan.
Sebaliknya dengan Siaopek, ia tanpa menunggu perintah
Tiong sun Hui Kheng sudah melesat ke hadapan cecak
raksasa itu sejarak kira-kira tiga kaki.
Cecak raksasa itu tubuhnya yang besar hanya kira-kira lima
kaki saja panjangnya. Tetapi ekornya ada setombak lebih.
Sekujur tubuhnya penuh dengan sisik berwarna merah darah.
Sikapnya sangat galak hingga barang siapa yang melihatnya
pasti akan merasa gentar.
Sebaliknya dengan monyet kecil Siaopek yang tubuhnya
kurus lagi kecil pula, tampaknya tidak menarik. Apalagi waktu
berdiri terpisah tiga kaki dengan cecak raksasa, hingga kedua
binatang itu kalau dibandingkan sesungguhnya mempunyai
perbedaan yang sangat mencoloks sekali.
Hee Thian Siang merasa khawatir terhadap Siaopek yang
kurus kecil harus menghadapi cecak raksasa. Maka ia lalu
bertanya kepada Tiong sun Hui Kheng :
"Enci Kheng, benarkah Siaopek itu mempunyai keyakinan


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat melawan cecak raksasa sangat berbisa ini ?"
Baru habis berkata demikian, Siaopek yang cerdik tiba-tiba
berpaling dan berkata beberapa patah kata kepada Tiong sun
Hui Kheng. Tiong sun Hui Kheng lalu berkata kepada Hee Thian Siang
sambil tertawa : "Adik Siang, jangan khawatirkan ia. Kata Siaopek baru saja
ia jamin akan kemenangannya. Masih suruh aku menambah
pertarohan dengan Nona Pan !"
Kata itu diucapkan dengan nada tinggi hingga dapat
didengar oleh Pan Pek Giok. Sudah tentu perempuan yang
tersebut belakangan itu tidak mau mengalah. Maka lalu
berkata sambil tertawa : "Nona Tiong sun, jikalau kau anggap benar-benar yakin
akan kemenangan binatang monyetmu, kita tambah sedikit
pertaruhan. Rasanya juga baik !"
"Nona Pan, kau hendak menambah pertaruhan apa ?"
bertanya Tiong sun Hui Kheng.
Pan Pek Giok unjukan senyumnya yang manis, melirik ke
arah Hee Thian Siang. Kemudian berkata :
"Apabila binatang cecakku yang menang, kau harus
membiarkan Hee Tian Siang bersama-sama aku seorang diri
selam tiga hari." Hee Thian Siang ketika mendengar ucapan itu, wajahnya
menjadi merah. Selagi hendak mengeluarkan kata-kata untuk
menegor tetapi Tiong sun Hui Kheng sudah berkata lebih dulu
sambil menganggukkan kepala :
"Boleh, boleh. Tetapi apabila Siaopekku yang menang,
nona Pan hendak memberikan pertarohan apa denganku ?"
Biji mata Pan Pek Giok yang jeli dan hitam tampak berputar
beberapa kali, kemudian berkata sambil tersenyum :
"Apabila binatang cecakku yang kalah, aku bukan saja
akan segera meninggalkan tempat ini bersama binatangku
yang lain dan tidak ikut campur urusan di sini lagi, bahkan aku
berjanji kepada kalian di lain waktu akan membantu
kepadanya satu kali !"
Tiong sun Hui Kheng menganggukkan kepala dan berkata :
"Aku setuju pertaruhan ini. . ."
Baru berkata sampai disitu, si Siaopek kembali berpaling
dan berkata beberapa patah kata.
Pan Pek Giok sangat memuji kecerdikan Siaopek. Katanya
: "Monyet putih ini benar-benar sangat cerdik. Apa dia kata ?"
"Ia suruh aku berjanji baik-baik denganmu, apabila cecak
raksasa itu tidak berani maju dan mundur keluar dari
kalangan, juga harus dihitung ia yang kalah !" menjawab Tiong sun Hui Kheng
sambil tertawa. Pan Pek Giok yang mendengar ucapan itu, juga merasa
geli. Katanya : "Ludah berbisa cecak raksasaku ini, kalau menyemburkan
bisanya dan mengenakan orang, segera akan mati tanpa
ampun lagi. Sedangkan ekornya yang sangat panjang itu lebih
hebat lagi gerakannya. Batu besar yang berapapun besarnya
kalau kena disabet akan hancur berkeping-keping.
Bagaimana ia bisa takut terhadap monyetmu yang sekecil
ini " Aku terima baik usulnya, apabila kedua pihak sebelum
bertempur ada salah satu yang melarikan diri, lalu dianggap
kalah !" Tiong sun Hui Kheng sehabis mendapatkan janji demikian,
lalu berkata kepada Siaopek sambil tertawa :
"Siaopek, kau dengar tidak " Jikalau kau bisa membuat
takut cecak raksasa itu dan lagi mundur, sudah dihitung kau
yang menang !" Pan Pek Giok mengeluarkan siulan panjang berulang-
ulang, memerintahkan kepada binatang cecaknya supaya
mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk menghadapi
monyet kecil itu. Cecak raksasa setelah mendengar majikannya, ekornya
yang panjang dan merah diobat-abitkan ke kanan kiri
sehingga menimbulkan angin gemuruh dan batu-batu yang
ada di dekatnya pada hancur beterbanan. Selain dari pada itu
ia sudah menggembungkan lehernya yang semakin lama
semakin besar, seolah-olah sudah mempersiapkan ludahnya
yang berbisa ke dalam mulut, siap hendak disemburkan
kepada Siaopek. Hee Thian Siang dapat menduga bahwa ludah berbisa
cecak raksasa itu, pasti merupakan benda beracun yang
sangat ganas. Selagi ia masih mengkhawatirkan keselamatan
Siaopek, dengan tiba-tiba Siaopek mengeluarkan semacam
suara yang sangat aneh. Suara itu seperti binatang menangis
hingga tiga kali. Kemudian mengeluarkan suara lagi yang
sangat tidak enak dalam pendengaran, seolah-olah sedang
tertawa besar. Sungguh aneh, cecak raksasa yang sudah siap hendak
menerkam mangsanya tetapi setelah mendengar suara
tangisan Siaopek hingga tiga kali tadi, lantas numprah di
tanah, sekujur tubuhnya gemetaran seolah-olah merasa takut
sekali. Pan Pek Giok yang menyaksikan kepandaian itu, benar-
benar sangat heran. Selagi hendak mengeluarkan perintah
lagi untuk memerintahkan cecaknya bertindak menyerang
lawannya, suara tangisan Siaopek sudah berubah seperti
suara tertawa. Suara tertawa monyet yang tidak enak di dengarnya itu,
begitu timbul, cecak raksasa tadi lebih-lebih ketakutan
setengah mati hingga tanpa memperdulikan majikannya, ia
sudah memutar kepalanya dan lari ke samping Pan Pek Giok
sedang sekujur tubuhnya masih gemetaran.
Hee Thian Siang tidak habis mengerti. Dengan perasaan
terkejut dan terheran-heran, ia hendak bertanya kepada Tiong
sun Hui Kheng. Tiong sun buru-buru mencegahnya seraya berkata :
"Adik Siang jangan tanya dulu. Setelah selesai boleh tanya
lagi !" Pan Pek Giok yang selama hidupnya beradat tinggi dan
tidak pandang mata kepada siapa pun juga kecuali Pat-bao
Yao-ong dan Kim-hoa Seng-bo, kini setelah mengalami
kejadian sangat aneh itu, lalu merasa sangat malu sekali
hingga wajahnya menjadi merah padam, giginya
berkeretekan, sedang hatinya sangat mendongkol sekali.
Kembali tangannya digerakkan dan memukul mati cecak
raksasanya yang tadi masih segar bugar.
Tiong sun Hui Kheng yang menyaksikan keganasan Pan
Pek Giok itu, baru saja mengeluarkan suara terkejut, Pan Pek
Giok sudah mengeluarkan suara siulan panjang dan burung
raksasa yang berkepala seperti kucing itu sudah muncul di
atas tebing dan melayang turun ke dalam lembah.
Hee Thian Siang mengira Pan Pek Giok hendak
mengandalkan kepandaian burungnya yang aneh itu untuk
mendapatkan kembali kemenangannya, diam-diam sudah
mengerahkan ilmunya Kian-thian-cie hendak digunakan untuk
menyerang. Di luar dugaannya, sebelum burung aneh itu hinggap di
tanah, Pan Pek Giok sudah bergerak melesat dan naik ke atas
punggung burungnya. Tiong sun Hui Kheng meskipun tahu bahwa Pan Pek Giok
itu sangat kejam dan ganas sekali, tetapi juga mengagumi
bahwa perempuan itu ternyata masih bisa pegang janji. Ia janji
kalau binatangnya kalah hendak berlalu dan kini benar-benar
dia sudah berlalu. Maka lalu berkata sambil tersenyum :
"Nona Pan, harap nona jangan berkecil hati. Menang atau
kalah bagi orang rimba persilatan adalah merupakan soal
biasa. Apalagi kemenangan yang di dapat oleh Siaopek ini
hanya disebabkan oleh karena ia telah tahu bagaimana
caranya menundukkan binatang raksasamu itu !"
Pan Pek Giok yang mendengar ucapan itu lalu
memerintahkan burungnya terbang kembali. Selagi masih
berada di tengah udara ia menjawab sambil tertawa "
"Bagi aku, menang atau kalah tidak menjadi soal. Tapi
nona Tiong sun, kiranya perlu aku memberi sedikit peringatan
kepadamu !" Tiong sun Hui Kheng lalu berkata sambil tertawa.
"Nona Pan, kau hendak kata apa dan hendak memberi
peringatan apa " Silahkan !"
Pan Pek Giok berkata sambil menunjuk kepada Hee Thian
Siang : "Adik Siangmu ini, sesungguhnya terlalu gagah dan tampan
sekali hingga aku tidak dapat mengendalikan perasaanku
sendiri. Dengan sesungguhnya sudah timbul rasa suka dalam
hatiku terhadapnya !"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, telinganya
menjadi panas dan wajahnya menjadi merah. Tetapi Tiong
sun Hui Kheng sebaliknya, sedikitpun tidak merasa
tersinggung, katanya sambil tersenyum :
"Kalau nona Pan suka padanya, boleh saja nona harus
mendapatkan dirinya !"
Pan Pek Giok sambil memerintahkan burungnya itu terbang
rendah berputar-putaran, berkata sambil menggelengkan
kepala dan tertawa. "Di daerah Lam-bong aku selalu membanggakan
kecantikanku. Tetapi hari ini setelah bertemu muka denganmu, aku merasa diriku tidak secantik kau. Kau ingatlah,
selama kau berada disamping Hee Thian Siang, aku tidak
akan bertindak ! Tapi jikalau tidak. . . !"
Ucapan selanjutnya, Pan Pek Giok tidak mau melanjutan
tapi hanya diganti dengan suara terkekeh-kekeh yang
mengandung arti sangat misterius.
Dalam keadaan demikian, ia lantas tepok burungnya
hingga burung raksasa itu melesat tinggi dan terbang
menghilang di balik awan.
Hee Thian Siang mengawasi Pan Pek Giok hingga
menghilang di balik awan. Ia masih berdiri sambil berpikir
dengan mengerutkan alisnya.
Tiong sun Hui Kheng lalu berkata sambil tertawa :
"Adik Siang, apakah kau masih memikirkan si cantik yang
sudah naik burung itu " Dia disini ada meninggalkan dua
bangkai binatang aneh !"
Wajah Hee Thian Siang menjadi merah, katanya :
"Pek tok Bie jin lo ini demikian kejam dan ganas, siapa
yang mau memikirkan dirinya " Apa lagi suruh bersahabat
denganya, siapa mau " Salah-salah, sedikit tidak senang saja
ia bisa lantas berbuat seperti apa yang telah dilakukannya
terhadap orang utan dan cecak raksasanya tadi !"
"Adik Siang, kau jangan terlalu pandang rendah dia.
Perempuan itu meskipun bertangan ganas dan berhati kejam
serta bersifat cabul, tetapi ia paham banyak bahasa daerah,
juga bisa menjinakkan binatang buas dan ular berbisa. Di
samping itu, ia juga memiliki kepandaian ilmu silat sangat
tinggi. Benar-benar juga merupakan seorang luar biasa yang
jarang ada. Jikalau adik Siang dapat menggunakan dia yang
sudah demikian tergila-gila kepadamu, lalu kau bisa
memperbaiki adatnya supaya jadi orang baik, ini juga
merupakan satu pahala yang sangat besar !" berkata Tiong
sun Hui Kheng sambil menghela napas.
Hee Thian Siang tiba-tiba teringat sesuatu, lalu lompat dan
berkata : "Enci Kheng, kita disini hanya memperbincangkan diri Pan
Pek Giok saja, sudah melupakan sama sekali tiga orang katai
dari negara timur itu. Kemana mereka pergi " Dan sejak
kapan mereka menghilang ?"
Tiong sun Hui Kheng mengawasi keadaan disekitarnya
tetapi di bawah tebing Hui mo itu kecuali ia sendiri bersama
Hee Thian Siang, benar saja sudah tak tampak orang lain lagi.
Baik si golok emas maupun Hek-nie Kam-lo sudah hilang
entah kemana. Selagi ia mencari, Hee Thian Siang sudah berkata sambil
menunjuk ke atas tebing :
"Enci Kheng, orang-orang asing yang tidak tahu itu
meskipun telah melarikan diri secara diam-diam, tetapi rompi
sisik naga pelindung jalan darah itu ternyata masih berada di
atas tebing Hui-mo itu !"
Tiong sun Hui Kheng angkat muka. Benar saja rompi itu
masih berada di atas tebing. Maka lalu berkata kepada
Siaopek : "Siaopek, Taywong masih luka. Kau tunggulah dia disini.
Biarlah kami yang naik ke atas tebing untuk mengambil rompi
itu !" Sehabis berkata demikian, kembali ia berkata kepada Hee
Thian Siang : "Adik Siang, batu besar yang digunakan untuk menaruh
rompi itu terpisah dengan tanah kira-kira tiga atau empat belas
tombak tingginya. Kita belakangan ini masing-masing sudah
mendapat kemajuan. Bagaimana kalau kita mencoba
mengukur kepandaian kita masing-masing ?"
"Apa enci Kheng hendak mengajakku berlomba mengambil
rompi di atas sana itu ?" tanya Hee Thian Siang sambil
tertawa. "Ya. Kita bisa menggunakan kesempatan ini untuk sekalian
melatih ilmu meringankan tubuh kita masing-masing. Toh
boleh juga bukan ?" "Kalau begitu baiklah. Biar Siaopek yang mengeluarkan
aba-aba. Kita bersama-sama melesat ke sana !"
Siaopek yang mendengar ucapan itu, lalu mengeluarkan
siulan aneh. Baru saja siulan itu keluar dari mulutnya, Tiong sun Hui
Kheng bersama Hee Thian Siang sudah melayang tinggi ke
atas tebing. Berbareng mereka bergerak. Kepandaian mereka hampir
berbareng, tetapi kalau dibandingkan sungguh-sungguh Tiong
sun Hui Kheng agaknya masih lebih unggul sedikit.
Mereka melompat bersama-sama, juga bersama-sama
sampai diatas batu dimana terletak rompi sisik naga pelindung
jalan darah itu. Tapi pada saat dua orang itu bersama-sama terpisah tiga
kaki dari batu besar itu, rompi sisik naga pelindung jalan darah
yang diletakkan diatas batu itu melayang sendiri ke atas !
Hee Thian Siang dapat melihat bahwa diatas rompi itu ada


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terikat benang yang terbuat dari rotan yang halus sehingga
jadi tahu bahwa di pihak orang-orang jahat itu ternyata sudah
menggunakan akal busuk. Maka lalu membentak dengan
suara keras : "Kawanan tikus yang tidak tahu malu. Siapa yang sembunyi
diatas tebing ?" Di atas tebing terdengar suara tertawa terbahak-bahak, lalu
muncullah lima orang. Tiga diantara lima orang bertubuh pendek dan berpakaian
aneh-aneh, mereka adalah orang-orang katai dari negara
timur. Dua orang lainnya adalah orang-orang berkulit hitam dan
berwajah aneh, mereka bukan lain dari pada sepasang
manusia beracun ! Tiong sun Hui Kheng menampak lima orang jahat dari
negara timur itu semua sudah berada diatas tebing, segera
mengetahui bahwa mereka telah terjebak. Dengan demikian
keadaannya menjadi berbahaya. Maka buru-buru berkata
kepada Hee Thian Siang : "Adik Siang hati-hati. Mereka dari atas hendak menyerang
kita yang berada dibawah. . . . ."
Baru berkata sampai disitu, tiga orang katai itu semua
tertawa. Setiap orang menaburkan dua genggam pasir halus
berwarna hitam sehingga sebentar kemudian di daerah itu
timbul semacam kabut tipis yang berbau amis yang
mengurung atas kepala Hee Thian Siang dan Tiong sun Hui
Kheng. Baru saja Hee Thian Siang hendak mengeluarkan jaring
wasiatnya untuk melindungi dirinya, telinganya sudah
mendengar suara gemuruh. Sepasang manusia beracun
kembali dari atas tebing sudah mendorong beberapa buah
batu besar ! Di hujani dengan pasir beracun dan batu besar dari atas
tebing, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah untuk
mengelakkan diri. Apalagi Hee Thian Siang dan Tiong sun Hui
Kheng justru sedang berada ditengah-tengah tebing yang
dengan sendirinya tidak mudah untuk mengelak, karena
tempat itu terpisah empat belas tombak dari tanah.
Keadaan itu sesungguhnya sangat berbahaya sekali.
Tampaknya Hee Thian Siang bersama Tiong sun Hui Kheng
dan kedua ekor binatangnya, semua akan mengalami
bencana hebat disitu juga.
Sekarang biarkanlah kita tinggalkan dahulu mereka dan kita
ajak para pembaca balik ke atas puncak gunung Kun-lun.
Dugaan Tiong sun Hui Kheng dahulu ternyata tidak salah.
Pencuri bayi Liok Giok Jie ternyata benar saja adalah bekas
ketua Kun lun pay Siang Biauw Yan.
Siang Biauw Yan dahulu meskipun sudah terkurung oleh
Hee Thian Siang dan Tiong-sun Hui Kheng dipuncak gunung
Kun-lun dan kemudian sudah pula ditinggalkan surat untuk
orang-orang yang berada di Kun-lun kiong dimana ada
dibeberkan kejahatan Siang Biauw Yan. tetapi apa mau surat
itu secara kebetulan telah dipungut oleh kaki tangan Siang
Biauw Yan, jadi kaki tangannya itulah yang lantas balik ke atas
puncak untuk menolong keluar dia dari bahaya.
Setelah ditolong oleh anak buahnya itu, Siang Biauw Yan
karena takut Hee Thian Siang dan lain-lainya mengetahui
dirinya belum mati yang mungkin akan datang lagi ke Kun-lun-
san, maka lalu memerintahkan anak muridnya yang setia
kepadanya supaya diam-diam memupuk kekuatan di dalam
istana Kun-lun-kiong. Sementara ia sendiri lekas-lekas
meninggalkan gunung, mencari tempat yang sunyi untuk
sembunyi, tapi disamping itu ia juga diam-diam telah melatih
dua macam ilmu yang sangat ganas buat bekal kemudian hari
bila ia kembali lagi ke Kun-lun untuk memegang tampuk
pimpinan tentunya. Karena ia pikir masih ingin berkuasa lagi, ditambah lagi ia
mendapat kesempatan baik. Maka ia masuk ke istana
kesepian, dengan alibi tidak mau mengadakan hubungan lagi
dengan dunia luar. Di tempat yang mengandung misteri itu, ia
dapat mempelajari ilmunya dengan tekun.
Di dalam istana kesepian, setiap orang mengenakan tutup
Sepasang Pedang Iblis 17 Kehidupan Para Pendekar Karya Nein Arimasen Hina Kelana 17
^