Pencarian

Pendekar Bloon 18

Pendekar Bloon Karya S D Liong Bagian 18


dia tentu orang sinting !"
"Hajar setan sinting itu !"
Demikian berpuluh-puluh penduduk yang berada dimuka
menara, berteriak-teriak hiruk pikuk. Mereka marah kepada
Blo'on karena berani menganiaya penjaga menara.
"Tahan, saudara2" tiba2 siorang pendek gemuk berseru,
"tak perlu saudara2 turun tangan mengeroyok seorang anak
kunyuk seperti itu. Cukup aku, Kera-tangan besi Buyung Kian,
yang membekuknya". "Hai. engkau orang she Buyung ?" teriak Blo'on terkejut.
"Ya, mau apa engkau ?"
"Apa engkau masih saudara dengan Cian-bin-long-kun
Buyung Kiong ?" Sebenarnya Buyung Kian, bukan sanak saudara dari Buyung
Kiong. Tetapi dia dengar juga siapa Cian-biu-long-kun itu.
"Ya, dia adalah saudaraku!" serunya dengan garang.
Dengan mengaku sebagai saudara dari Cian-bin-long-kun, ia
yakin pemuda bloon itu tentu ketakutan dan menyerah.
Tetapi diluar dugaan Blo'on malah marah, serunya: "Ho,
bagus, bagus. Aku memang hendak mencari Buyung Kiong.
Kebetulan engkau juga orang she Buyung."
"Mengapa ?" "Buyung Kiong dan semua sanak keluarganya orang she
Buyung, akan kubasmi !" teriak Blo'on "mereka adalah
kawanan manusia yang berhati palsu dan jahat. Harus
dibasmi" Semula Buyung Kian tercengang mendengar kata2 Blo"on
tetapi sesaat kemudian iapun marah: "Setan liar, engkau
berani menghina aku !"
Dengan sebuah loncatan. Buyung Kian menerjang Blo'on,
duk ..... "Celakai" teriak orang pendek gemuk itu ketika tinjunya
mengenai tubuh penjaga yang dijadikan perisai oleh Blo'on.
"Hai, Buyung loya, mengapa memukul penjaga menara?"
teriak orang tinggi besar tadi.
Buyung Kian tak mau menjawab. Setelah mengambil sikap,
ia terus menerjang lagi untuk menerkam. Kali ini dia gunakan
jurus: Hek-hou-cau-sim atau Macan-hitam-menerkam hati.
Tangan dilebarkan untuk mencengkeram. Rencananya, dia
hendak merebut tubuh si penjaga dulu baru kemudian akan
menghajar Blo'on. Terkamannya berhasil. Tetapi karena Blo'on hendak
memutar tubuh si penjaga, maka Buyung Kian hanya berhasil
kepalanya. Sedang kedua kaki penjaga itu matih dipegang
Blo'on. Blo'on segera menarik dan Buyung Kian pun menarik.
Terjadilah tarik menarik yang cukup seru. Yang paling celaka
adalah penjaga menara itu. Kakinya ditarik Blo'on, kepalanya
ditarik Buyung Kian. "Aduh ... aduh " " tiba2 penjaga menara itu berteriakteriak.
Rupanya karena dibuat tarik-tarikan itu, dia tersadar
dari pingsannya. "Hai, lepaskan" teriak Buyung Kian, "kasihan dia !"
"Kalau kasihan, engkau yang harus melepaskan " balas
Blo'on ngotot. Melihat itu Buyung Kian marah sekali. Tiba2 ia mendapat
pikiran. Secepat kilat ia lepaskan kepala orang itu, segera ia
hendak loncat menghantam Blo'on.
Tetapi di luar dugaan, Blo'onpun mempunyai pikiran sama.
Ia kasihan mendengar penjaga itu merintih-rintih kesakitan.
Secepat melepaskan kaki penjaga itu, iapun terus loncat
hendak menghajar Buyung Kian. Bluk ... krak ...
Terdengar dua buah suara. Yang satu, jatuhnya tubuh
penjaga ketika karena kepala dan kakinya pada waktu yang
sama. telah dilepaskan. Yang kedua, adalah benturan tangan antara Blo'on dan
Buyung Kian. Mereka saling menerjang dan menghantam pada
waktu yang sama. Akibatnya, Buyung Kian menjerit dan
terpental rubuh beberapa meter kebelakang.
Buyung Kian si pendek gemuk yang bergelar Kera-tanganbesi
itu,sesungguhnya seorang persilatan juga. Dia bekerja
pada sebuah perusahaan pengantar barang An Ping piaukiok,
dibawah pimpinan The Sam Beng, seorang jago silat
termasyhur yang bergelar Kim-liong pian atau Ruyung nagaemas.
Tidak mudah menjadi pegawai sebuah kantor pengantar
barang di kotaraja, apalagi semacam An Ping piaukiok yang
termasyhur dan mendapat kepercayaan orang. Bahkan
kerajaan dan mentri2 kerajaan juga sering menyerahkan
kiriman barang kepada kantor An Ping piaukiok itu.
An Ping piaukiok mempunyai selusin jago silat yang berilmu
tinggi, Diantaranya yalah Buyung Kian si Kera-tangan-besi.
Digelari sebagai tangan besi karena Buyung Kian itu
memiliki tangan yang amat keras. Dan karena dia seorang ahli
dalam ilmusilat Kau-kun (silat kera) maka diapun dijuluki Kera
tangan-besi. Ketika beradu pukulan dengan Blo'on, dia merasa bahwa
tangan anak itu telah memancarkan tenaga-dalam yang hebat
sekali. Sehebat tenaga pukulannya yang dilancarkan itu.
Bahkan masih meluapkan tenaga membal yang menyebabkan
Buyung Kian terlempar ke belakang.
Gamparlah sekalian penduduk melihat kesudahan itu.
Bahkan diantara mereka serentak timbul suatu pikiran yang
bukan2. "Dia mungkin bukan bangsa manusia tetapi setan ... "
terdengar beberapa suara. Dan suara itu cepat bersambut
diantara beberapa orang. "Tidak !" tiba2 si tinggi besar berteriak, "biar aku yang maju
meremuknya." Dia adalah Hong Lim, seorang pandai besi yang bertenaga
kuat sekali. Walaupun ilmu-silat tidak seberapa tinggi, tetapi
berkat tenaganya yang sekuat kerbau dan keberaniannya,
diapun disegani oleh penduduk disitu.
Tanpa banyak bicara. Hong Lim yang berangasan itu segera
maju menjotos dada Blo'on.
Blo'on agak gugup. Ia menyurut mundur selangkah tetapi
pandai besi kasar itu mengejarnya. Blo'on hendak menghindar
ke samping tetapi kalah dulu dengan tangan si pandai besi
yang mencengkeram bahunya.
"Aduh ... " teriak Blo'on teraya meronta sekuat-kuatnya.
Karena kesakitan dia menghantam tangan Hong Lim.
"Hauh ..." sekarang giliran si pandai besi yang menjerit dan
mendekap tangannya seraya terbungkuk-bungkuk.
Melihat itu terkejutlah sekalian penduduk. Mereka hampir
tak percaya bahwa seorang pemuda yang tampaknya seperti
orang Blo'on ternyata mampu mengalahkan dua orang yang
terkenal berani. Dugaan bahwa Blo'on itu bukan manusia biasa, makin keras
menghinggapi hati para pendduk.
"Kita ringkus beramai-ramai !" teriak mereka. Tetapi
nyatanya tiada seorangpun dari yang berteriak itu kelihatan
maju. Mereka masih gentar dan takut.
Teriakan itu makin gencar tetapi' tetap tak ada yang maju.
Akhirnya ada seorang lelaki muncul dengan membawa
pedang, disusul pula oleh dua tiga orang yang membawa
tongkat besi, tombak dan golok.
Melihat bahaya itu, tiba2 saja Blo'on mendapat akal. Cepat
ia mengangkat tubuh Buyung Kian yang masih pingsan lalu
diputar-putar untuk menghadapi serangan keempat orang
bersenjata itu. Bubarlah keempat orang itu. Mereka terkejut dan ngeri
menyaksikan cara Blo'on membolang balingkan tubuh Buyung
Kian. Sedemikian deras sehingga menyerupai kitiran. Mereka
terpaksa mundur. Sudah terlanjur memutar tubuh Buyung Kian. Blo'on tak
mau berhenti. Dia terus mengamuk menyerang penduduk.
Sudah tentu para penduduk bubar. Mereka berteriak-teriak
memaki-maki Blo'on tetapi tiada seorangpun yang berani
menghadapi anak itu. Suasana makin hiruk. Walaupun takut, tetapi para
penduduk itu tak mau pergi. Ada beberapa orang yang berlarilari
pulang untuk mengambil senjata, Mereka mengepung
Blo'on. Apabila anak itu sudah kehabisan tenaga, barulah
mereka turun tangan. Tetapi sampai beberapa saat belum juga Blo'on berhenti. Ia
menerjang kemuka lalu berlari-lari hendak menerobos keluar.
Karena jeri, penduduk itupun segera menyisih ke samping
meluangkan sebuah jalan. "Tangkap, pemuda gila ! Tangkap pembunuh mereka
berteriak teriak seraya mengikuti dibelakang Blo'on.
Setelah berhasil menerobos keluar dari. Kepungan, Blo"on
bingung. Hendak kemanakah dia itu "
Dan yang menjengkelkan hatinya, berpuluh-puluh
penduduk itu masih tetap membuntutinya.
Beberapa saat kemudian, tiba2 dari sebelah muka
terdengar derap kaki kuda lari mendatangi. Ternyata
sekelompok prajurit kerajaan.
Melihat Bloon lari sambil mencekal tubuh seorang manusia,
barisan prajurit berkuda yang terdiri dari selusin orang itu
segera berhenti menghadang jalan.
"Hai, kenapa orang itu .?" seru salah seorang prajurit yang
berpakaian indah. Bajunya berlukis seekor naga dalam sebuah
lingkaran yang berbentuk pat-kwa atau segi-delapan.
"Dia pingsan," sahut Blo'on.
"Kenapa ?" "Berkelahi dengan aku"
"O, kalau begitu engkau harus ditangkap";
"Mengapa ?" Blo'on heran.
"Karena engkau telah menganiaya seorang manusia".
"Benar," sahut Blo'on. "tetapi dialah yang menyerang aku
lebih dulu. Apakah salah kalau orang membela diri itu ?"
"Bohong ! Bohong !" teriak sekalian penduduk, "pemuda
sinting itu telah memukul pingsan penjaga menara."
"Ya, mohon tuan2 menangkapnya. Diapun telah
menganiaya seorang lain lagi," seru para penduduk.
Pasukan yang datang itu ternyata barisan Gi lim-kun atau
bhayangkara istana. Mentri yang mendengar tentang
keanehan dari pertandaan waktu, segera mengirim seregu
barisan Gi-lim-kun untuk menyelidiki. Kedatangan mereka
tepat pada saat Blo'on hendak melarikan diri.
Mendengar keterangan dari beberapa penduduk itu,
seorang si-wi atau bhayangkara yang mengepalai barisan itu
segera lintangkan tombaknya di tengah jalan.
"Berhenti atau mati !" teriaknya dengan nyaring.
Blo'on tertegun, serunya : "Mau apa kalian."
"Siapa engkau ?" seru si-wi itu pula.
Sebelum Blo on sempat menjawab, seorang lelaki telah
menerobos keluar dari kerumuman penduduk.
"Loya, dia telah menganiaya hamba dan mengganggu
pekerjaan hamba ... "
"Siapa engkau ?"
"Hamba adalah penjaga menara Gendang. Ketika hamba
sedang memukul gendang pertandaan waktu, tiba2 orang gila
ini muncul dan merebut alat pemukul gendang. Kami berkelahi
dan dia telah memukul kepala hamba sampai hamba pingsan."
"Tangkap orang gila itu !" teriak kepala si-wi.
Dua orang prajurit bhayangkara itu segera ajukan kudanya
kemuka. Tar, tar ... mereka menghajar Blo'on dengan
cambuknya. "Hai, mengapa kalian hendak menangkap aku?" teriak Blo
on seraya berlincahan menghindar.
Kedua si-wi berkuda itu terkejut melihat ketangkasan gerak
Blo'on. Pada hal Blo'on sendiri tak menyadari akan hal itu.
Karena sampai sekian saat belum juga kedua si-wi itu
berhasil merubuhkan Blo'on, maka kepala si-wi segera
memberi isyarat kepada barisannya. Dua orang prajurit
berkuda maju lagi. Mereka menggunakan ruyung untuk
menghajar Blo"on. Blo'on makin marah. Sambil berlincahan kian kemari iapun
menggunakan tubuh Buyung Kian sebagai perisai.
Kembali keempat prajurit si-wi itu gagal untuk merubuhkan
Blo'on. Melihat itu kepala siwi segera menyuruh dua orang
anak buahnya maju lagi. Yang dua ini menggunakan tongkat
untuk menghajar Blo'on. Sudah terlanjur dirangsang kemarahan Blo"on pun
mengamuk. Dipakainya tubuh Buyung Kian untuk
menghantam keenam prajurit itu. Karena kuatir mencelakai
Buyung Kian, keenam prajurit itupun selalu menghindari
benturan dengan Blo'on. Dengan demikian gagallah mereka
pula. "Maju semua !" akhirnya dengan geram kepala barisan
segera memberi perintah. Kini Blo'on dikerubut selusin prajurit si-wi. Sebenarnya siwi
yang menjadi bhayangkara diistana itu terdiri dari jago2 silat
yang tinggi kepandaiannya. Tetapi karena Blo'on mengamuk
tak keruan dan menggunakan tubuh manusia sebagai senjata,
selusin siwi itupun tak dapat banyak berbuat apa2.
Memang ada beberapa yang dapat melancarkan cambuk
dan tongkat ataupun ruyung untuk menghantam Blo'on, tetapi
anak itu seperti kerangsukan setan. Makin kena hajaran,
makin memberingas dan makin perkasa.
Akhirnya kepala barisan gi-lim-kun itu mendapat akal.
Segera ia mengeluarkan seutas tali dari pinggangnya.
Dilontarkannya tali itu secara tiba2 dan cepat sekali sehingga
tahu2 tubuh Blo'on telah terjerat.
Blo'on terkejut sekali. Ia hendak meronta tetapi sebuah
tongkat kayu telah mengemplang kepalanya. Pada saat ia
terhuyung kemuka. Seorang siwi loncat turun dari kuda dan
menyikap tubuh Blo'on. "Uh?" siwi itu terpental ketika Blo"on ngamuk ingin
melepaskan diri. Dua orang siwi cepat loncat turun dan terus menyikap
Blo'on. Tetapi kedua orang itupun tak kuasa menahan tenaga
Blo'on yang meronta sekuat-kuatnya.
Baru setelah selusin prajurit istana itu serempak menyikap,
Blo'on tak berdaya lagi. Pemuda itu diringkus, tubuhnya diikat
dengan tali, dinaikkan kuda lalu dibawa pergi oleh barisan gilim
kun ke istana. BIo'on langsung di bawa ke markas gi-lim kun dan
diserahkan kepada Hok Hong-ciang, kepala pasukan gi-limkun.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tatapi sayang saat itu Hok Hong-ciang sedang masuk ke
dalam istana maka untuk sementara Blo'on dimasukkan dalam
sebuah kamar tahanan. Hari itu benar seluruh penduduk Pak-khia gempar.
Pertandaan waktu yang berbunyi jam tiga menyebabkan
seluruh penduduk bangun lebih pagi dari biasanya. Demikian
pula dengan toko2, rumah makan dan suasana kehidupan.
Mereka yang biasa bangun pukul enam pagi, heran mengapa
hari masih gelap. Mereka yang bangun pukul tujuh pun juga
heran mengapa hari masih pagi sekali.
Dengan pemukulan tiga kali pada gendang itu, Blo'on telah
mengajukan waktu hampir empat jam lebih cepat.
Hukum mati Kota raja Pakkhia gempar dengan peristiwa pertandaan
waktu yang kacau itu. Penduduk bangun pagi2 sekali.
Rumah2, toko2, warung2 sudah mulai buka. Ribut orang
memperbincangkan jam yang aneh itu. Banyak orang yang
berbondong-bondong menuju ke gedung kediaman walikota
untuk mencari keterangan.
Hong Kim-ciang, kepala Gi-lim-kun pun bingung mendengar
pertandaan waktu yang aneh itu. Segera ia mengirim seregu
si-wi ke Menara Genta. Ketika regu si-wi itu kembali dengan membawa Blo'on,
kebetulan Hong Kim ciang sedang dipanggil baginda untuk
ditanyai keterangan tentang peristiwa itu.
Sepulangnya dari menghadap baginda, segera kepala Gi-lim
kun itu mendapat laporan bahwa orang yang mengacau
gendang pertandaan waktu telah ditangkap dan dijebloskan
dalam tahanan. Belum sempat kepala Gi-lim-kun itu mengurus Blo'on, tiba2
terdengar kumandang bunyi gendang penandaan waktu yang
berbunyi tiga kali. "Hai, jam tiga malam !" Hong ciangku (jenderal) berteriak
kaget. Kekagetan itu bukan hanya dia seorang yang merasakan,
pun seluruh penduduk kota raja jadi gempar. Bahkan lebih
hiruk pikuk lagi daripada tadi.
Betapa tidak. Rumah2, warung2, kedai di pasar, sudah
mulai buka. Peristiwa Blo"on mencanangkan tiga kali
pertandaan waktu, sampai saat itu sudah berselang hampir
tiga jam. Seharusnya saat itu sudah jam enam pagi. Tetapi
mengapa gendang waktu berbunyi tiga kali lagi "
Penduduk kota raja benar2 bingung dan gempar. Adakah
mereka harus menutup kembali rumahnya atau toko, warung
dan kedainya " Adakah orang2 yang ke pasar itu harus
kembali pulang " Adakah orang2 yang sudah terlanjur bangun
itu, harus tidur lagi " Adakah kehidupan pagi yang sudah mulai
bergerak itu, ditunda lagi"
Kiranya setelah kembali ke menara, penjaga itu mulai
menghitung-hitung. Peristiwa ia berkelahi dengan Blo'on, lalu
ia pingsan. Blo'on memukul gendang tiga kali, Blo'on
bertempur dengan Buyung Kian dan pandai besi, Blo"on
hendak dikeroyok penduduk, Blo'on bertempur melawan
selusin prajurit Gi lim kun dan lain2 sampai si anak itu dibawa
ke kotaraja, sudah berselang tiga jam. Demikian menurut
perhitungan penjaga itu. Ia menyadari bahwa pekerjaan sebagai pemukul gendang
tentu itu amat penting. Karena pertandaan waktu itu,
dijadikan pegangan waktu oleh seluruh penduduk ibu kota.
Maka bergegas-gegas ia lari ke puncak menara dan apa
yang diduganya memang benar. Dari alat pengunjuk waktu
yang tersedia disitu, memang menunjukkan bahwa saat itu
baru pukul tiga malam. Cepat ia mengambil pemukul itu
memukul gendang sebanyak tiga kali.
Maksudnya memang baik tetapi dia tak menyadari bahwa
tindakannya itu telah menimbulkan kegemparan besar.
"Kacau balau !" Hong ciangkun berteriak marah dalam
ruang kantornya, "lekas seret penjaga menara itu ke mari !"
Ia segera memberi perintah kepada prajurit Gi-lim-kun
untuk menangkap penjaga itu.
Pagi itu juga Hong ciangkun suruh kedua tawanan itu
menghadap untuk diadili. "Hai, penjaga menara," serunya dengan bengis,. "engkau
telah mengacau gendang-waktu sehingga menimbulkan
kekacauan dan kegemparan seluruh kota raja. Dosamu
terancam hukuman mati!"
Serta-merta penjaga itu berlutut memohon ampun :
"Sudilah tayjin memberi ampun kepada hamba. Bukan
kehendak hamba hendak mengacau gendang waktu itu tetapi
hamba telah dikacau oleh orang ini ... "
Penjaga itu lalu menuturkan peristiwa yang dialaminya dari
Blo'on, kemudian ia mengakhiri keterangannya dengan
berkata: "Adalah karena hendak membetulkan kesalahan waktu,
maka hamba lalu memukul tiga kali, tepat seperti jam yang
seharusnya." "Goblok !" bentak Hong ciangkun, "adalah karena
tindakanmu itu maka rakyat menjadi bingung tak keruan.
Mereka sudah bangun, sudah mulai bekerja, lalu apakah hurus
ditutup lagi ?" Penjaga menara itu gemetar. Keringat dingin membasahi
sekujur tubuhnya. "Hamba memang bersalah, tayjin," ia memberi hormat,
"hamba saat itu bingung. Maka hamba putuskan untuk
memberi pertandaan waktu benar agar kesalahan itu jangan
sampai menimbulkan kebingungan rakyat".
"Dia benar", tiba2 Blo'on berteriak, "coba kalau engkau
sendiri, bagaimanakah engkau hendak bertindak ?"
Hong Kim-ciang terbelalak. Sesaat la tak dapat menjawab
pertanyaan Blo"on. Memang ia belum memikirkan pemecahan
soal itu. "Bangsat" tiba2 ia membentak keras ketika menyadari
bahwa yang bertanya itu pemuda yang menjadi pesakitan.
Bukan dia yang menanyai malah pemuda pesakitan itu yang
menanyainya. "engkau pesakitan utama, mengapa engkau
berani membuka mulut !"
"Karena engkau hendak mempersalahkan paman penjaga
menara ini", sahut Blo'on, "sedang engkau sendiri tak dapat
mengatasi soal itu mengapa hendak menyalahkan orang".
"Rangket pemuda liar itu !" karena marah sekali Hong
ciangkun terus memberi perintah.
"Lho, kenapa ?" teriak Blo'on, "apa salahku ?"
"Jangan banyak mulut! Engkau berani menghina aku !"
"Siapa menghina " Aku tidak menghina tetapi hanya
bertanya ! Engkau tidak adil dan tidak dapat memberi
keadilan. Bisa menyalahkan orang tetapi tak dapat melakukan
sendiri". "Jangan banyak mulut " tiba2 seorang prajurit menerkam
Blo'on hendak diseretnya keluar.
Blo'on terkejut sekali. Dan sekali ia berontak maka prajurit
itupun terlempar jatuh tersungkur ke lantai.
"Tangkap !" teriak Hong ciangkun.
Beberapa prajurit segera berhamburan hendak meringkus
Blo'on tetapi Bloon tenang saja.
"Tak perlu kalian turun tangan. Aku memang sudah menjadi
tawanan. Mengapa harus di tangkap lagi " Kalau mau bunuh,
bunuhlah. Tetapi awas, kalau aku sudah mati aku tentu
menjadi setan yang akan mencekik mati kalian semua !"
Tetapi beberapa prajurit itu tak menghiraukan. Mereka
diperintahkan untuk menangkap dan perintah itu harus
dijalankan. Blo'on marah. Ia menyambut prajurit2 itu dengan tinjunya.
Walaupun bukan dalam pukulan menurut ilmusilat tetapi
prajurit itu menjerit-jerit kesakitan apabila tersambar tangan
Blo'on. Tenaga-dalam Ji-ih-cin-kang dalam tubuh Blo'on telah
mengembang dan memancar. Setiap gerak tangan Blo"on
menghambur tenaga-dalam yang dahsyat sehingga kawanan
prajurit itu terpental semua.
Hong Kim-ciang marah sekali. Tetapi dia seorang yang
berpengalaman. Diam2 dia memperhatikan gerak gerik Blo'on.
Walaupun tak dapat bermain silat tetapi jelas pemuda aneh itu
memiliki tenaga pukulan dahsyat.
Dia sebagai pemimpin barisan gi lim-kun sudah tentu
memiliki kepandaian ilmu silat yang amat tinggi. Cepat sekali
ia dapat mengetahui bahwa dalam diri pemuda aneh itu
tersembunyi suatu keanehan.
"Baik," katanya setelah menimang beberapa saat. "kalau
engkau sanggup menerima sebuah pukulanku, engkau bebas
dari rangketan." "Engkau hendak memukul aku ?" teriak Blo'on, apakah ... "
"'Jangan banyak mulut dan lekas bersiap !" teriak Hong
ciangkun seraya turun dari kursi dan menghampiri ke muka
Blo'on. Blo'on terkejut : "Engkau menghendaki aku diam saja
menerima pukulanmu ?"
"Kalau engkau diam atau menangkis, cukup kupukul satu
kali. Tetapi kalau engkau hendak bertingkah menghindar,
harus sampai satu jurus !"
"Hm, aneh benar ini," Blo'on masih menggerutu, "masakan
belum diadili sudah mau dipukul"
"Terimalah pukulanku ini !" rupanya kepala Gi-lim-kun itu
sudah tak mau menghiraukan ocehan Blo'on lagi. Serentak ia
ayunkan tangannya memukul.
Melihat itu Blo'on terkejut. Serentak "
===== Hal 48-49 engga ada ===== nyadari kalau dirinya terbawa dalam pembicaraan yang tak
berguna, "sudah, jangan ngaco. Sekarang jawab pertanyaanku
dengan sejujurnya". Kepala pasukan Gi-lim-kun berganti dengan nada dan sikap
yang bengis seperti laku seorang pembesar.
"Mengapa engkau mengganggu pekerjaan penjaga Menara
Gendang !" Hong ciangkun mulai mengajukan pertanyaan.
"Karena dia memukul gendang terlalu keras sehingga
telingaku hampir pecah dan jantungku hampir copot."
"Ngaco !" bentak Hong ciangkun, "sudah ber-tahun2
gendang itu berbunyi keras agar seluruh kota raja dapat
mendengar. Selama itu tak pernah terdapat orang yang
telinganya pecah dan jantungnya copot".
"Tetapi telingaku benar2 ... "
"Menara Gendang itu merupakan pertandaan waktu bagi
penduduk Pakkhia. Dan didirikan atas titah baginda.
Tindakanmu itu melanggar hukum dan mengganggu
ketenangan penduduk. Tahukah engkau apa akibat dari
perbuatanmu yang gila-gilaan itu ?"
"Aku tak memikirkan akibat lain2 kecuali telinga dan
jantungku sendiri". "Akibat dari perbuatanmu itu saat ini keadaan kota raja
menjadi kacau. Rakyat bingung tak keruan. Rumah2, toko2,
warung dan jalan2 sudah mulai bergerak pada saat yang
masih malam. Engkau memukul gendang tiga kali, mereka
mengira sudah jam tiga. Padahal baru jam duabelas lebih
sedikit. Perbuatan itu dapat dianggap suatu pengacauan dan
harus dihukum mati."
"Tidak adi!!" teriak Blo'on. "kalau aku membunuh orang,
memang pantas aku menerima hukuman mati. Tetapi kalau
hanya memukul gendang, masakan harus dijatuhi hukuman
mati" Siapa yang membuat undang2 begitu kejam itu ?"
Hong ciangkun tahu bahwa pemuda itu memang kurang
waras pikirannya. Dia tak mau menurunkan gengsinya
meladeni omongan Blo'on. "Tok ..." ia jatuhkan palu ke meja dan berseru : "Prajurit2,
laksanakan keputusan ini !"
Dua orang prajurit yang bersenjata pedang segera tampil
kemuka lalu memberi hormat.
"Seorang pemuda tak dikenal yang mengaku bernama
Blo"on karena telah bertindak melanggar hukum, mengacau
gendang-waktu sehingga menimbulkan kekacauan besar pada
rakyat, maka kuputuskan dengan hukuman mati. Bawa dia ke
kamar tahanan lagi dan tunggu setelah hari pelaksanaan
hukuman mati itu dikeluarkan baru bawa dia ke tempat
hukuman." Kedua prajurit itu memberi hormat lagi lalu hendak
menyeret Blo'on. Tetapi Blo'on menolak.
"Tidak, aku akan menunggu dulu sampai paman penjaga
menara itu selesai diadili," serunya "kalau kalian nekad hendak
membawa aku, aku akan mogok."
Kedua prajurit itu tak peduli. Mereka hendak tetap
membawa Blo'on tetapi Hong ciangkun tahu bahwa pemuda
aneh itu memiliki tenaga-sakti yang aneh. Diapun tahu pula
bahwa Blo'on itu keras kepala. Maka ia terpaksa menyuruh
kedua prajurit menunggu dulu.
"Penjaga menara", kata kepala Gi-lim-kun "walaupun
tujuanmu baik tetapi tindakanmu itu mengacaukan suasana,
menggelisahkan rakyat. Maka engkaupun harus dihukum juga
... " "Hamba menerima saja apa yang tayjin putuskan kepada
hamba. Hamba memang mengaku bersalah," kata penjaga
menara itu sambil memberi hormat.
"Dan hukumannya sama ... "
"Tidak adil !" tiba2 Blo'on berteriak pula "dia tidak bersalah,
yang salah adalah aku. Hukuman mati itu, kasihkan padaku
saja !" Hong Kim ciang terbeliak.
"Dia akan kujatuhi hukuman mati !" teriaknya.
"Kasihkan padaku !"
"Gila !" teriak kepala pasukan Gi-Iim-kun itu, "apakah
engkau hendak mati dua kali ?"
"Mati berapa kalipun sama saja. Pokok, yang menabuh
gendang waktu itu aku, jadi akulah yang harus menerima
hukuman. Bebaskan ia!"
Prajurit2 Gi lim-kun yang berada dalam ruang pergadilan itu
terkesiap heran. Baru pertama kali itu mereka mendengar
seorang pesakitan minta dihukum mati sampai dua kali.
Beda dengan Hong Kim-ciang. Dia tahu bahwa Blo'on itu
seorang pemuda yang kurang waras pikirannya. Tetapi diam2
ia merasa kagum atas keperwiraan pemuda itu. Dia berani
menanggung semua perbuatannya.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diam2 ia pun teringat akan peraturan bagi seorang
pesakitan yang menerima hukuman mati. Pesakitan itu diberi
kebebasan untuk meminta apa saja. Makanan enak dan lain2
pesanan. Ia kuatirkan kalau dalam mengajukan permintaan
itu, Blo"on tetap akan menuntut pembebasan penjaga menara
dan minta dirinya dihukum mati dua kali. Sudah tentu
permintaan itu harus dituruti.
"Keputusan terakhir, akan kumohonkan kepada baginda.
Sekarang kalian kembali ke tempat tahanan lagi."
Ketika memandang bayangan Blo"on dan penjaga menara
yang diborgol dan diiring oleh prajurit menuju kekamar
tahanan. Hong ciangkun geleng2 kepala.
"Pemuda itu kurang waras pikirannya tetapi dia berbudi
mulia." diam2 ia memuji. Kemudian timbul dalam pikirannya
bahwa seorang yang tidak waras pikirannya, memang tak
dapat dikenakan hukuman sepenuh orang yang sehat. Tetapi
karena hal itu menyangkut seluruh rakyat kotara-raja, maka
diapun tak berani mengambil keputusan sendiri. Ia hendak
menghadap baginda melaporkan peristiwa itu dan mohon
keputusan. Saat itu segera ia mengunjungi walikota untuk
merundingkan langkah2 mengatasi kekacauan yang terjadi di
kota raja. Keduanya bersepakat untuk menyebar prajurit,
memberitahu kepada rakyat tentang jam yang harus diturut.
Memang hari itu agak kacau tetapi apa yang sudah
terlanjur, misalnya rumah2, toko2 dan kantor2, biarlah terus
buka. Sukar untuk menyuruh tutup lagi. Tetapi setelah
kesalahan dibetulkan, kekacauan itu tentu selesai.
Demikian kota raja Pakkhia telah mengalami suatu peristiwa
yang belum purnah terjadi sejak berpuluh tahun, Walaupun
hanya soal gendang waktu tetapi telah menimbulkan
kepanikan seluruh penduduk kota raja.
Sekarang marilah kita jenguk Sian li yang masih menemani
Kui-hoa menjaga peti mati kedua orangtuanya.
Juga penduduk di daerah perkampungan situ gempar tak
keruan. Ada beberapa orang yang menuju ke Menara
Gendang. Sian-li sibuk tak keruan. Ia heran mengapa sejak keluar,
Blo'on tak kembali lagi. Kemanakah gerangan sukonya itu. Dan
waktu timbul kegemparan gendang waktu berbunyi tiga-kali,
Sian-lipun makin bingurg.
"Adakah suko yang melakukan hal itu ?" ia mulai mendugaduga
karena tahu bagaimana tingkah laku sukonya.
Ia hendak mencari sukonya tetapi kuatir akan keselamatan
Kui-hoa maka terpaksa ia hanya mondar mandir dicengkam
kegelisahan. Menjelang pagi beberapa penduduk kembali dari Menara
Gendang dan bercerita bahwa seorang pemuda gundul telah
mengacau Menara Gendang, bertempur dengan penduduk lalu
datanglah selusin prajurit berkuda untuk menangkapnya.
Sian-li terkejut sekali. Ia berani memastikan bahwa pemuda
gundul itu tentu sokonya.
"Lalu dibawa kemana pemuda itu ?" tanyanya cemas.
"Dia ditangkap dan dibawa ke kantor gihu" sahut orang itu.
"Celaka !" diam2 Sian-li pucat. Sukonya tentu membuat
gara2 lagi. Dan kali ini harus berurusan dengan tentara
kerajaan. Sian-li ingin saat itu juga menuju ke kantor gi-bun untuk
membuktikan kebenarannya berita itu. Tetapi lagi2 ia harus
memikirkan keselamatan Bok Kui-hoa. Terpaksa ia harus
menahan sabar dan menunggu sampai To Jin sik datang.
"Paman To," cepat ia menyambut kedatangan To Jin-sik
dengan pertanyaan, "tidakkah paman mendengar tentang
peristiwa gendang-waktu yang kacau itu ?"
"Ya." sahut To Jin-sik. "beberapa anakbuah Kay-pang telah
memberi laporan. Yang melakukan pengacauan gendangwaktu
itu seorang pemuda .. eh. dimanakah kongcu ?" tiba2 ia
alihkan pertanyaan. "Sejak malam tadi dia keluar dan sampai saat ini belum
kembali", kata Sian-li, "kurasa pemuda itu tentulah suko ... "
"Hai !" teriak To Jin-sik seperti dipagut ular, "memang
kamipun bermula menduga demikian tetapi mengingat dia
bersama nona di sini, kamipun hapuskan dugaan itu."
"Memang sorenya suko berada disini, tetapi malam hari dia
keluar berjalan-jalan. Katanya hendak mencari angin tetapi
ternyata sampai pagi belum pulang. Dan terjadilah peristiwa
yang menggemparkan dari gendang pertandaan waktu.
Menurut keterangan beberapa penduduk yang menyaksikan,
suko telah ditangkap oleh prajurit istana dan dibawa ke Kota
Dalam." "Ah, gawat !" seru Tio Jin-sik, "urusan ini bukan main2 lagi.
Kemungkinan kongcu tentu mendapat hukuman yang berat."
"Lalu bagaimana tindakan kita?" Sian-li makin cemas.
"Lebih baik kita cepat pulang ke markas untuk minta
pertimbangan Ong thancu dan Ceng Sian suthay."
"Oh, apakah suthay masih di markas ?" Sian-li terkejut.
"Ya, suthay memang bertugas hendak mencari kongcu. Dia
tak bersabar menanti kedatangan kongcu. Tetapi lagi2 kongcu
telah menghilang dan kemungkinan besar tentu membuat
onar besar." "Tetapi jenazah kedua orangtua taci Kui-hoa belum
ditanam", kata Sian-li.
Tio Jin-sik agak bingung. Kalau harus menunggu sampai
selesai penguburan, tentu Bio"on terancam jiwanya. Akhirnya
ia mengambil keputusan. "Keselamatan kongcu amat penting sekali. Kita harus
berusaha menolongnya selekas mungkin. Soal penguburan
kedua orangtua nona Bok, baiklah dipercepat saja. Supaya
hari ini selesai. Besok aku datang kemari untuk menjemput
nona Bok." "Dan aku ?" tanya Sian li.
"Baiklah nona tinggal disini untuk menemani nona Bok."
"Tidak", Sian-li membantah, "aku harus ikut dalam gerakan
untuk menolong suko itu".
Setelah merenung sejenak. Tio Jin-sik dapat menerima
permintaan Sian-li. Nanti malam, ia akan menjemput Kui-hoa
ke markas Kay-pang. Demikian diputuskan, Kui-hoa menunggu sampai jenazah
kedua orang tuanya selesai dikubur pada hari itu. Sedang Tio
Jin-sik dan Sian-li kembali ke markas Kay-pang.
"Wah, celaka" seru Ong thancu, "apabila kongcu benar
ditangkap di istana, urusan tentu akan gawat sekali".
"Thancu" kata Tio Jin sik, "lebih baik kita minta laporan
pada anakbuah kita tentang peristiwa itu."
Ong Thancu setuju dan memerintahkan Tio Jin-sik
menyelidiki. Tak berapa lama, Jin-sik sudah kembali dengan
seorang anakbuah Kay-pang yang tahu akan peristiwa itu.
Menurut keterangannya, memang yang ditangkap oleh
pasukan Gi-lim-kun seorang pemuda aneh.
"Pasukan Gi lim kun ?" tanya Ong thancu.
"Ya," jawab anakbuah Kay pang itu. "karena peristiwa
gendang-waktu itu menggemparkan seluruh rakyat kotaraja,
istana sampai mengirim pasukan Gi-lim kun untuk mencari
keterangan dan akhirnya menangkap pemuda yang menjadi
gara2". "Ah, jika demikian persoalan ini gawat sekali" kata Qng
thancu, "jika istana sampai mengirim pasukan, jelas hal itu
dianggap sebagai peristiwa besar. Kemungkinan kongcu tentu
mendapat hukuman yang berbahaya."
Setelah menyuruh anakbuah itu kembali ke posnya Iagi,
Ong thancu segera minta pendapat kepada Ceng Sian suthay
mengenai peristiwa blo'on ditangkap.
Ceng Sian Suthay menghela napas.
"Peristiwa ini memang gawat sekali. Apabila istana
memandang soal itu suatu pengacauan, hukumannya tentu
berat. Kemungkinan ... "
"Kemungkinan bagaimana suthay ?" Sian li makin cemas.
"Kemungkinan hukuman mati bukan suatu hal yang tak
mungkin," kata Ceng Sian suthay.
"Hukuman mati ?" Sian-li menjerit kaget, "ah, kalau begitu,
aku harus menolongnya."
Sedemikian tegang nona itu ketika mendengar sukonya
mungkin dapat dijatuhi hukuman sehingga sehabis berkata ia
terus hendak melangkah keluar.
"Tunggu dulu, nona Liok," cepat Ong than cu mencegah,
"hendak kemanakah nona ?"
"Menolong suko !"
"Dengan cara ?"
"Ih ... " Sian-li tergagap, "membebaskan ia dari penjara."
"Nona Liok," kata Ong thancu dengan nada serius,
"mungkin engkau tak tahu bagaimana yang disebut penjara
dalam istana itu. Jika kongcu ditawan oleh suatu partai
persilatan, mungkin kita masih dapat menyerbu markas partai
itu. Tetapi di istana, jangan harap engkau dapat masuk. Selain
penjagaan amat kuat dari pasukan Gi-lim-kun, yang
berkepandaian tinggi, pun juga terdapat ruang2 rahasia dan
dindingnya luar biasa kokohnya. Jangan engkau samakan
penjara di istana dengan tempat penahanan di gedung Ciaubin
long-kun"! "Benar, nona", kata Tio Jin sik, "untuk menolong kongcu,
bukan suatu hal yang mudah. Harus direncanakan dengan
seksama, tak boleh gegabah. Apalagi nona hanya seorang diri,
tak mungkin dapat menghadapi pasukan Gi lim kun"
Setelah diberi pengertian, akhirnya Sian-li menurut juga.
Memang soal ini bukan suatu hal yang mudah.
"Suthay", kata Ong thancu kepada Ceng Sian suthay,
"harap suthay suka memberi petunjuk bagaimana kita harus
bertindak menolong Kim-kongcu".
"Apa yang terjadi ini, memang suatu persoalan yang gawat.
Tetapi hal itu sudah merupakan suatu kenyataan yang harus
kita hadapi*, kala Ceng Sian suthay, "menurut pendapatku
begini. Pertama, kita barus menyelidiki bagaimanakah putusan
hukuman yang dijatuhkan pada diri Lim kongcu itu. Apabila
masih panjang waktunya, kita harus menghubungi para ketua
ketujuh partai untuk mengundang mereka ke Pakkhia guna
merundingkan rencana menolong kongcu."
Ong thancu mengangguk seraya memuji pendapat suthay.
Tetapi Sian-li membantah : "Bagaimana andaikata hukuman
itu segera dilaksanakan pada waktu yang cepat, misalnya
dalam sehari dua hari ini atau besok pagi ?"
Ceng Sian suthay kerutkan dahi.
"Jika memang demikian" katanya sesaat kemudian.
"terpaksa kita harus berusaha sendiri".
"Oleh karena itu, yang penting hari ini juga kita harus
mengadakan penyelidikan. Jika perlu malam nanti kita masuk
ke dalam istana," kata Ong thancu.
"Thancu benar." kata Ceng Sian suthay, "memang tiada lain
jalan kecuali seperti yang thancu katakan itu. Kecuali thancu
mempunyai hubungan dengan pembesar2 kerajaan yang
dapat menolong Kim kongcu".
"Ah, sayang aku tak punya kenalan." kata Ong thancu.
"Ya, tak apalah," untuk melakukan penyelidikan pada siang
hari, harap thancu suka memerintahkan anakbuah thancu.
Dan apabila gagal, nanti aku yang akan masuk kedalam
istana". Ong thancu menyetujui. Hari itu ia khusus mengirim
perintah kepada anakbuahnya untuk mencari berita tentang
hukuman yang dijatuhkan kepada Blo'on.
Malamnya, Ong thancu menerima kedatangan beberapa,
anakbuah Kay pang. Tetapi mereka gagal untuk mendapat
berita itu. Setelah suruh mereka kembali, Ong thancu segera
merundingkan langkah untuk masuk kedalam istana.
"Karena suthay belum pernah melihat wajah Kim kongcu,
maka baiklah aku akan menyertai suthay " kata Ong Thancu.
"Aku juga ikut," seru Sian-li.
Ong thancu kerutkan dahi. Dia tak lekas menyahut
melainkan memandang Ceng Sian suthay dengan pandang
bertanya. "Nona Liok," kata Ceng Sian suthay, "memang
kesungguhan hati nona untuk menolong suko nona itu, pantas
dipuji. Tetapi hendaknya kita dapat bertindak hati2. Untuk
memasuki istana, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.
Karena seperti telah dikatakan Ong thancu tadi, istana itu
kecuali memiliki dinding yang amat kokoh dan ruang2 rahasia
yang tentunya diperlengkapi dengan alat2 rahasia yang
berbahaya, pun dijaga kuat oleh pasukan Gi-lim kun. Anggauta
dari pasukan itu, terdiri dari jago2 silat yang sakti. Merekapun
berjumlah besar dan memiliki perlengkapan yang ".."
"Maksud suthay ?" tanya Stan li.
Ceng Sian suthay tak menyahut melainkan beralih
memandang Ong thancu. Rupanya kepala Kay-pang cabang
kotaraja itu dapat menanggapi maksud Ceng Sian Suthay.
Tak lain suthay hendak memperhatikan keselamatan nona.
"Harap nona jangan ikut. Percayalah, aku dan sutnay, pasti
akan berusaha sekuat tenaga untuk menolong Kim kongcu."
Tio Jio-sikpun ikut membujuk supaya Sian-li jangan ikut,
Akhirnya Sian-li menurut.
Demikian pada malam itu ketika sekalian penduduk sudah
tidur dan suasana didalam kota sunyi senyap, dua sosok
bayangan hitam meluncur keluar dari markas Kay-pang. Kedua
orang itu adalah Ceng Sian suthay dan Ong Cun, kepala Kaypang
cabang Pakkhia. Ceng Sian suthay terpaksa mengenakan pakaian hitam
untuk menghindari perhatian penjaga2 istana. Demikian pula
Ong Cun, selain berpakaian serba hitam, diapun mengenakan
kedok muka warna hitam. Sebagai thancu dari Kay-pang cabang kota-raja, Ong Cun
memiliki ilmu silat yang tinggi ilmu gin-kangnyapun hebat.
Kedua orang itu tertegun ketika berhadapan dengan
tembok istana. Tembok yang melindungi istana, tingginya
belasan meter. Kemudian mereka melihat bahwa pintu gerbang yang
berdaun pintu tinggi, ditutup rapat-rapat dan dijaga oleh
beberapa prajurit. Di atas pintu gerbang tadi dibangun sebuah
tingkat. Beberapa penjaga ditempatkan pada tingkat atas
pintu gapura. Dari pos penjagaan itu para penjaga dapat
melihat apa yang terjadi di luar dan di dalam tembok istana.
"Apakah kita sudah berada dilingkungan istana?" tanya
Ceng Sian suthay berbisik.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukan", sahut Ong Cun, "kita baru memasuki Kota
Kerajaan atau Kota dalam. Istana atau Kota Terlarang berada
di tengah2 Kota Kerajaan ini."
Ceng Sian suthay menghela napas: "Ah jika demikian, sukar
rasanya kita akan mencapai Kota Terlarang itu."
"Kaisar memang membangun kotaraja ini sebagai suatu
kota yang luas dan ketat sekali" kata Ong Cun pula.
"Lalu bagaimana tindakan kita ?"
"Menurut dugaanku" kata Ong Cun," kiranya belum tentu
Kim kongcu dibawa kedalam istana"
"Menyapa ?" "Kota Terlarang atau istana hanya didiami oleh kaisar dan
keluarga kerajaan. Para mentri dan jenderal serta pegawai2
kerajaan tinggal di Kota Kerajaan ini."
"O, mungkinkah kongcu itu ditahan disalah satu dari
gedung kediaman mentri "
'Kemungkinan besar begitu."
"Kira2 siapakah mentri yang biasa mengurus penahanan ?"
"Peng pou-siang-si (Kementerian Tentara) atau Hak su-bun
(Kementerian Kehakiman)" kata Ong Cun".
"Diantara kedua kementerian itu, manakah yang paling
besar kemungkinannya?"
"Menurut laporan anakbuah Kay-pang, Kim-kongcu telah
ditawan oleh pasukan Gi-lim-kun," kata Ong Cun.
"kemungkinan bukan di kedua menterian itu."
"O, apakah Gi-lim-kun mempunyai kekuasaan tersendiri ?"
"Ya, Gi lim-kun langsung dibawah kekuasaan istana,
dipimpin oleh Hong ciangkun."
"Dimana tempat kediaman Hong ciangkun?"
"Juga di dalam istana."
Ceng Sian suthay menghela napas : "Ah, jika begitu kita
terpaksa harus menyelidiki kedalam istana."
Ong Cun mengiakan. "Suthay, mari kita mengitar ke arah barat. Jika tak salah,
ada suatu tempat yang memungkinkan kita masuk kedalam
Kota Kerajaan ini". Demikian keduanya segera melanjutkan perjalanan
mengelilingi tembok Kota Kerajaan.
MaIam makin larut, suasana makin sunyi, tiba2 terdengar
gendang waktu bertalu dua kali. Menunjukkan bahwa saat itu
sudah pukul dua malam. Ketika hampir mencapai suatu tempat yang agak gelap,
mereka dikejutkan oleh suara bentakan dan gerakan tubuh
yang berlincahan macam orang berloncatan.
"Ada orang berkelahi," kata Ong Cun seraya maju
menghampiri. Di luar tembok Kota Kerajaan, di sebuah tempat yang sunyi,
tampak lima sosok bayangan berserabutan terjang menerjang.
Gerakan kelima sosok tubuh itu mirip bayangan setan, cepat
dan tangkas sekali. Ceng Sian suthay dan Ong Cun segera menyelinap ke balik
sebatang pohon untuk menyaksikan siapa dan mengapa
mereka bertempur. Kesan pertama cepat menghuni dalam benak kedua tokoh
itu, bahwa ternyata pertempuran itu berlangsung antara
empat orang lawan seorang. Empat orang itu menilik
tubuhnya yang besar dan tinggi. tentu kaum lelaki. Tetapi
orang yang dikeroyok itu bertubuh kecil langsing menyerupai
seorang perempuan. Setelah membiasakan pandang mata dalam kegelapan,
cepat sekali Ceng Sian suthay dan Ong Cun terkejut dan
hampir saja mereka serempak berteriak kaget.
"Ong thancu. apakah orang yang dikerubut itu bukan
seorang gadis ?" bisik Ceng Sian suthay.
"Benar, suthay." kata Ong Cun, "dan keempat
pengeroyoknya itu mirip dengan kawanan prajurit".
"O," desuh Ceng Sian suthay.
"Menilik pakaiannya mereka seperti kawanan peronda ...
suthay, apakah gadis yang dikeroyok itu bukan ... "
"Ya, aku juga menduga kalau nona Liok," cepat Ceng Sian
suthay menukas. "Suthay" mari kita turun tangan. Kalau bukan nona Liok.
kita lerai saja. Tetapi kalau nona Liok, kita basmi kawanan
peronda itu." Ceng Sian suthay dan Ong Cun segera, bersiap-siap hendak
menyerbu. Tetapi baru keduanya hendak ayunkan tubuh.
Tiba2 terdengar jeritan ngeri dari orang2 yang sedang
bertempur itu. Dan ketika Ceng Sian suthay serta Ong Cun tertegun
memandang kemuka, mereka makin terperanjat ....
^oo^dw^oo^ Jilid 27 Menantu raja Jeritan ngeri itu disusul dengan terlemparnya dua sosok
tubuh yang terkapar ke tanah dengan berlumuran darah.
Melihat nasib kedua kawannya sedemikian ngeri kedua
prajurit yang lain segera tertegun dan pada lain saat terus lari
terbirit-birit. "Ah, kiranya nona Liok" seru Ong Cun dan Ceng Siau suthay
ketika menghampiri ke tempat pertempuran itu.
Liok Sian-li tersipu-sipu malu. Ia merasa telah melanggar
perintah Ong thacu dan Ceng Sian suthay.
"Ah, nona Liok" kata Ong Cun pula. "kutahu betapa gelisah
hati nona memikirkan keselamatan jiwa suko nona. Tetapi
telah kami minta, agar nona tetap tenang saja di markas.'*
Siau-li meminta maaf : "Maafkan Ong thancu dan suthay."
Ceng Sian suthay menghela nafas :
"Ah, tindakan nona itu secara tak nona sadari telah
menghalangi usaha penyelidikan kita", kata rahib itu.
"Mengapa ?" tanya Sian-li heran.
"Kedua prajurit itu pasti akan melapor ke markasnya. Dan
tak lama lagi barisan prajurit yang berjumlah besar tentu akan
datang ke mari. Demikian pula penjagaan tentu akan lebih
diperketat" Ceng Sian suthay menerangkan.
"'Ah," Sian- li menghela napas sesal.
"Sekarang karena sudah terlanjur, maka baiklah kita lekas2
tinggalkan tempat ini sebelum barisan prajurit datang" kata
Ceng Sian suthay. Mereka segera kembali ke markas Kay-pang.
"Kita harus berganti siasat untuk melakukan penyelidikan"
kata Ceng Sian suthay. Ong Cun membenarkan. "Penyelidikan pada malam hari. agak lebih sukar karena
penjagaan tentu diperkeras. Lebih baik kita melakukan
penyelidikan pada siang hari saja,"
"Benar, suthay" seru Ong Cun, "kita dapat menyamar
sebagai pedagang atau apa saja dan masuk ke dalam Istana
Dalam." Karena sudah menjelang terang tanah, mereka beristirahat
dahulu. Siang baru mereka akan mulai masuk ke dalam Istana
Dalam. Usaha mereka untuk melakukan penyelidikan gagaI akibat
tindakan Sian li yang ceroboh.
Pagi itu Hong Kim ciang, pemimpin pasukan bhayangkara
Gi-lim-kun telah dititahkan menghadap baginda.
Hong Kim-ciang bergegas menghadap. Pikirnya, sekalian ia
hendak melaporkan tentang diri pemuda Blo'on yang telah
mengacau genderang pertandaan waktu dan mohon baginda
menjatuhkan hukuman. Baginda tampak murung wajahnya. Tak gembira dan tak
bersemangat. Diam2 Hong ciangkun heran. Namun ia tak
berani bertanya. "Ciangkun", ujar baginda "akan kuberi tugas kepadamu
untuk mencari seseorang".
"Sudah tentu mana2 yang paduka titahkan. hamba tentu
akan melaksanakan dengan segenap tenaga" sahut jenderal
pasukan bhayangkara keraton itu.
"Engkau tentu sudah mendengar tentang musibah yang
telah menimpah keluarga raja dalam istana, bukan ?" ujar
baginda. Terkejut Hong Kim-ciang mendengar ucapan baginda. Ia
duga baginda tentu hendak maksudkan tentang puteri baginda
yang sakit itu. Ing Ing kiongcu tiba2 jatuh sakit. Tetapi
penyakitnya itu aneh itu. Badannya panas, mata membalik dan
mulut berteriak-teriak kalap seperti orang kemasukan setan.
Sudah berpuluh tabib pandai telah dipanggil kekeraton,
sudah beberapa dukun atau hwat-su yang pandai dalam ilmu
gaib, diundang ke dalam keraton. Namun mereka semua tak
mampu menyembuhkan penyakit tuan puteri Ing lng kiong-cu.
Diam2 baginda gelisah dan malu. Kalau puterinya Ing lng
kiongcu itu sampai gila, tentulah kewibawaan baginda akan
cemar. Diam2 baginda sudah memikir suatu daya. Jika segala
pengobatan dari tabib maupun dukun serta ahli2 pengusir
setan tak mampu menyembuhkan, lebih baik puteri itu
dilenyapkan saja. Betapapun sesungguhnya ia amat sayang
kepada putrinya itu. Sampai beberapa hari baginda selalu murung dan berduka
sehingga kesehatannya terganggu. Baginda tak mau makan
dan kurang tidur. Memang bukan hanya Ing lng kiongcu.
puteri baginda itu. Baginda mempunyai banyak putera dan
puteri. Tetapi Ing Ing kiongculah yang paling dikasihinya.
Walaupun Ing Ing kiongcu itu bukan dari permaisuri, tetapi
puteri dari seorang selir, tetapi tidaklah mengurangi rasa
sayang baginda kepadanya. Bahkan rasa sayang baginda itu
makin lebih besar mengingat bahwa ibu dari Ing Ing kiongcu
telah meninggal karena hendak menyelamatkan jiwa baginda.
Ibu Ing Ing kiongcu telah mengorbankan diri.
Pada suatu waktu terjadi suatu persekutuan gelap dimana
baginda hendak diracuni oleh seorang thaykam (orang kebiri).
Tetapi untunglah rahasia itu telah didengar selir baginda dan
sebelum baginda sempat meminum arak beracun yang
dihidangkan oleh orang kebiri itu, dengan berani selir itu telah
merebut dan meminumnya. Tak berapa lama setelah minum
arak, selir itupun melayang jiwanya.
Untuk memperingati jasa selir Itu, baginda telah
mengangkatnya sebagai permaisuri. Dengan demikian lng Ing
kiongcupun mendapat hak dan kedudukan yang kuat dalam
istana. Sudah tentu baginda amat sedih karena penyakit yang
diderita lng Ing kiongcu itu. Karena sudah kehabisan daya,
akhirnya baginda mengumumkan sayembara. Barangsiapa
yang dapat menyembuhkan penyakit Ing Ing kiongcu. jika
lelaki akan dinikahkan dengan kiongcu itu. Tetapi jika orang
perempuan akan diambil puteri angkat oleh baginda.
Memang banyak dari delapan penjuru, orang datang
hendak mengobati penyakit puteri Ing Ing. Tetapi baginda
karena sudah putus asa, mempunyai peraturan aneh. Agar
jangan sembarangan orang hanya coba2 saja maka baginda
menetapkan bahwa barangsiapa yang akan menghadap untuk
mengobati penyakit tuan puteri, apabila gagal, akan dihukum
mati. Memang ada beberapa orang yang tetap berani untuk
menghadap baginda. Tetapi akhirnya mereka harus menerima
hukuman mati karena gagal mengobati penyakit puteri lng lng.
Sejak itu hampir tiada orang yang berani lagi mengajukan
diri untuk mengobati. Karena jengkel dan putus asa, dengan secara rahasia
baginda dengan diiring oleh sekelompok prajurit Gi lim-kun
telah berzlarah ke makam selir baginda atau ibu puteri Ing
Ing. Entah bagaimana pada malamnya, baginda telah bermimpi,
selirnya itu berkunjung ke hadapannya.
"Baginda, yang dapat menyembuhkan penyakit puteri
baginda itu tak lain hanya seorang pemuda yang setengah
gila." "O, kui-hui. banyak sekali pemuda yang setengah gila itu.
Bagaimana aku dapat menemukan yang dapat mengobati
penyakit puteri kita ?"
Roh dari selir baginda itu tertawa.
"Cobalah baginda periksa telapak tangan paduka ... "
Baginda buru2 menurut. Pada telapak tangannya ia melihat
gambaran seorang pemuda yang tolol, mirip seperti orang
yang tak waras pikirannya.
"Ya. sekarang aku tahu ... eh. kemana engkau ".". tiba2
baginda menjerit karena selir itu sudah lenyap. Dan
bagindapun terjaga dari mimpinya.
Berhari-hari baginda masih memikirkan mimpinya itu. Belum
sempat ia mengutarakan hal itu kepada para menteri
kerajaan, tiba2 datanglah kepala pasukan Gi-lim-kun yang
melaporkan tentang tertangkapnya pemuda yang telah
mengacau gendang pertandaan waktu.
"Hukum mati saja pemuda Itu" titah baginda.
Hong Kim-ciang mengiakan dan terus hendak mohon diri.
"Tunggu dulu", tiba2 baginda berseru, "apa maksudnya dia
memukul gendang waktu itu ?"
Hong Kim ciang memberi hormat : "Ampun Ong-ya, dia
tampaknya seperti orang yang tak waras pikirannya sehingga
sukar ditanya keterangannya. Dia mengatakan telinganya
hampir pecah dan jantungnya berhenti karena mendengar
penjaga gendang memukul gendang sekuat-kuatnya."
"Tidak waras ?" baginda mengulang.
"Benar, thay-ong-ya".
Baginda termenung. Beberapa saat kemudian ia bertitah :
"Cobalah bawa anak itu ke hadapan ku".
Hong Kim ciang terkejut. Heran ia mengapa baginda
menitahkan demikian. Namun karena titah raja, iapun tak
berani membantah. "Apakah aku akan dihukum mati sekarang*' tanya Blo'on
ketika prajurit membawanya ke luar dari ruang tahanan.
"Mungkin" sahut prajurit Itu.
"Hai, bung prajurit." tiba2 pemuda itu bertanya, "benarkah
seorang yang hendak dihukum mati itu boleh minta apa saja
?" Prajurit mengiakan. "Wah, enak juga" Blo'on tersenyum girang.
Prajurit itu melongo. Masakan orang yang hendak dihukum
mati malah gembira. "Aku akan minta menjadi raja. Boleh tidak?" tanya Blo'on
pula.

Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mungkin boleh,"
"Setelah jadi raja, aku akan minta isteri puteri2 yang cantik,
boleh tidak ?" "Mungkin ". "Aku akan mengadakan pesta besar, boleh tidak ?"
"Mungkin". "Akan kubagikan uang kepada seluruh rakyat, boleh tidak !"
"Sudah, jangan melamun".
"Akan kusuruh tangkap kepala prajurit yang menangkap
aku itu, tentu boleh, bukan ?"
"Hah ?" prajurit terkesiap.
"Akan kusuruh setiap prajurit dihukum rangket. Dan rakyat
kusuruh memukul mereka, boleh kan?"
"Hm ... " prajurit itu mulai mendengus.
"Dan engkau, bung akan kuperintahkan dilemparkan ke
dalam laut." "Hai !" prajurit itu tak kuat menahan isi hatinya lagi,
"engkau hendak membunuh aku ?"
"Ya." "Gila !" teriak prajurit itu kejut2 pocat, "mengapa ?"
"Karena engkau menangkap aku".
"Aku hanya menjalankan perintah saja".
"Tidak peduli " sahut Blo'on. "pokoknya pemimpinmu dan
engkau semua, akan kusuruh orang melemparkan ke laut".
"Jangan main2 engkau !" hardik prajurit itu dengan muka
merah. "Siapa yang main2 ?" Blo'on menyahut santai, "pokoknya,
lihat sa|a nanti. Engkau tentu kusuruh lemparkan kedalam
laut. ha. ha, " Prajurit itu tertegun, gelisah dan mulai bingung, melihat
pemuda itu seorang blo'on. Apa yang dikatakan tentu akan
dilaksanakan. Dan memang ada satu peraturan, bahwa setiap
orang hukuman yang dijatuhi hukuman mati, diperbolehkan
minta apa saja. Karena kebingurgan prajurit itu tak menyadari bahwa
walaupun boleh minta segala apa, tetapi minta menjadi raja
sehari, belum pernah terjadi. Dan tentu ditolak. Demikian pula
minta supaya kepala Gi-lim-kun dan prajurit dilempar ke laut.
Tetapi pada pikiran prajurit itu, bahwa seorang hukuman
yang akan dijatuhi hukuman mati, diperbolehkan minta apa
saja. Maka ia ketakutan. "Kongcu ... " akhirnya ia tunduk dan setengah membujuk,
"harap jangan memerintahkan begitu. Aku mempunyai anak
isteri dan seorang ibu yang sudah tua. Kalau aku sampai mati,
siapakah yang akan memberi makan mereka "
Blo'on garuk2 gundulnya. "O, kalau begitu, engkau harus kuberi hadiah, bagaimana ?"
"Terserah, kongcu, asal jangan suruh orang melempar
diriku ke dalam laut".
"Engkau harus menurut perintahku."
"Baiklah " "Begini" kata Blo'on, katakan kepada kepala prajurit bahwa
siang ini aku tak dapat menghadap karena sakit perut, Nanti
malam saja". "Tetapi kongcu ... "
"Kalau engkau membantah, terpaksa besok akan kusuruh
orang melemparkan engkau kelaut"
"Ah . , " prajurit itu menghela napas, "ya, baiklah, akan
kulaporkan kepada ciangkun.*'
Semula Hong ciangkun marah tetapi prajurit itu memberi
tahukan bahwa Blo"on memang benar2 sakit perut sampai
kelintingan. Akhirnya jenderal pasukan bhayangkara istana itupun tak
dapat berbuat apa2. Ia pun menghadap baginda, dan
melaporkan hal itu. Di luar dugaan baginda tidak murka
bahkan berkenan menitahkan kepala Gi-lim-kun itu untuk
mengantarkan obat kepada Blo"on.
"Aneh" benar, baginda ini." diam2 Hong Kim ciang
membatin, "mengapa jauh sekali beda sikap baginda terhadap
pemuda sinting itu."
Pada malam harinva, prajurit tadipun diperintahkan untuk
mengambil Blo'on. "Nah, sekarang engkau harus turut perintahku, mau ?"
Prajurit itu mengiakan. "Kita tukar tempat" kata Blo'on.
"Tukar tempat bagaimana ?" prajurit tertegun.
"Engkau jadi aku, aku jadi engkau"
"Hah", prajurit itu melongo.
"Akan kuberi kesempatan kepadamu untuk menjadi raja
sehari. Makan enak, diladeni puteri2 cantik ..."
"Lalu besok paginya dipenggal kepalaku !" tukas prajurit itu.
"Tidak. akulah yang akan menerima hukuman itu. Kita nanti
tukar tempat lagi." "Bagaimana mungkin?"
"Siapa bilang tidak mungkin " Engkau berkuasa penuh pada
hari itu. Suruh saja semua prajurit dan pegawai2 istana
mencukur rambut sampai gundul dan sisakan seikat kuncir
seperti aku ini. Mereka tentu sukar mengetahui bedanya aku
dengan engkau " "Dan lagi" Bloon menambahkan pula, "engkau berkuasa
untuk suruh aku yang mengantarkan kembali ke kamar
tahanan disini. Nah. kita nanti bertukar pakaian lagi"
"Tetapi ..." "Engkau boleh minta apa saja, Boleh suruh memberi anak
isteri dan ibumu uang banyak dan benda2 berharga.
Pendeknya, engkau tentu akan kaya raya,"
Prajurit itu terdiam. "Dan engkaupun dapat suruh prajurit untuk menghukum
orang yang engkau benci dari musuh2 mu. Pendek kata
gunakan waktu sehari itu sebaik2-nya ... "
"Tetapi , . " "Jangan takut, besok paginya akulah yang akan menerima
hukuman," setiap kali prajurit itu hendak berkata. Blo"on tentu
cepat2 menukas. Prajurit itu merenung. Rupanya mulailah hatinya terkecoh
oleh bujukan Blo'on. Ya, apabila dia menurut apa yang
dikatakan Blo'on, tentu keluarganya akan terjamin.
"Bagaimana ?" tanya Blo'on, "engkau mau tukar tempat
dengan aku atau minta dilempar ke laut?"
Kebetulan sekali prajurit itu memang seorang yang jujur
dan agak bodoh. Ia percaya penuh atas kata2 Blo"on. Akhirnya
daripada mati konyol, lebih baik ia tukar tempat saja dengan
pemuda hukuman itu. "Wah. tetapi mereka tentu tahu kalau wajahku ini bukan
engkau ?" tanya prajurit itu.
"Pakaian kain penutup kepala. Katakan kalau engkau masih
takut angin", kata Blo'on.
"Tetapi kumisku ini"'
"Cukur sampai kelimis," sahut Blo'on santai.
Demikian setelah berganti pakaian, maka Blo'on yang saat
itu menjadi prajurit Gi-lim kun segera mengantar blo'on palsu
menghadap Hong Kim-ciang.
"Eh, mengapa engkau mengerudung kepalamu ?"' tegur
jenderal pasukan bhayangkara itu.
"Dia masih sakit, takut kena angin." sahut Blo'on.
Hong Kim ciang terkesiap.
"Eh. prajurit, mengapa nada suaramu berobah ?" tegurnya
heran. "Maaf ciangkun, hambapun ketularan penyakitnya sehingga
suara hamba parau dan perut hamba sakit. Hamba mohon
beristirahat." Karena prajurit Gi lim-kun itu memakai topi bulu burung
maka tak dapatlah Hong Kim-ciang membedakan wajah
Blo'on. Hanya ia melihat bahwa wajah prajurit palsu itu pucat
maka ia kira tentu benar2 sakit perut.
"Ya, engkau boleh beristirahat dan lekas minum obat," kata
pemimpin Gi-lim-kun itu. "Celaka !" diam2 prajurit yang menyaru sebagai Blo'on itu
menjerit dalam hati, "mengapa dia hendak pergi " Kalau dia
tak kembali, bukankah aku yang bakal menerima hukuman
mati ?" "Ikut aku," tiba2 Hong Kim ciang memberi perintah. Dia tak
mau memeriksa lebih jauh apakah Blo'on itu benar2 pemuda
yang dijebluskan dalam penjara siang tadi. Ia percaya saja,
pemuda itu tentu Blo'on. Dengan gemetar keras, Blo'on palsu itupun segera ayunkan
langkah mengikuti di belakang Hong Kim-ciang.
"Ah. kali ini aku tentu mati." katanya daIam hati. Mengapa
aku mau menurut perintah pemuda sinting itu ?" kembali
timbul pertentangan dalam batinnya. Ia masih bingung untuk
memutuskan. Lebih baik mengaku terus terang saja kepada
Hong Kim-ciang atau tidak.
"Ah. kalau aku mengaku, aku tentu dihukum berat"
bantahnya dalam hati sendiri, "ah lebih baik biar saja. Apabila
aku dijatuhi hukuman mati, aku tentu diberi kesempatan
mengajukan permintaan apa saja. Aku akan minta menjadi
raja sehari. Dan akan kulakukan seperti apa yang dikatakan
pemuda sinting itu. Tentang dia, akan kusuruh orang untuk
menangkap dan membawa ke hadapanku. Masakan dia dapat
lari kemana ?" Demikian setelah menghibur hatinya sendiri prajurit itupun
tumbuh nyalinya. Ia mulai tenang dan berusaha untuk
bersikap seperti Blo'on. "Ban-swe-ya, " Hong Kim-ciang membungkuk dalam2
memberi hormat kepada baginda, "hamba telah membawa
pemuda yang hamba tahan itu."
"O. apakah itu ?" ujar baginda,
"Benar, banswe-ya."
Baginda menitahkan supaya Blo'on palsu itu dibawa maju
kehadapannya. Dengan gemetar Blo'on palsupun menurut. Ia
duduk dengan kepala menunduk dihadapan baginda.
"Siapa namamu ?" tegur baginda.
"Mati aku", prajurit itu menjerit dalam hati "mengapa tidak
kutanyakan kepada pemuda sinting itu siapa namanya ?"
"Hamba orang she Put, nama Ti-to " sahut prajurit itu
seraya memberi hormat. Baginda memandang tajam ke wajah Blo'on palsu lalu
kerutkan dahi. Rupanya ada sesuatu yang meragukan hati
baginda. "Put Ti-to ?" ulang baginda, "apakah artinya itu"
"Entah, banswe ya. Hamba sendiri tak tahu" sahut Blo'on
palsu. "Mm, Put itu artinya tidak. Ti-to artinya tahu. Put Ti-to
artinya tidak tahu. Aneh, sekali nama itu" gumam Baginda.
"Mohon banswe ya melimpahkan ampun yang se-besar2nya
kepada orang tua hamba karena telah memberi nama begitu
kepada hamba. Tiba2 baginda tertawa. Kalau menurut bicaranya, pemuda
itu memang agak kurang waras pikirannya. Ah, mungkin
memang seperti pemuda dalam impiannya itu.
"Engkau orang dari mana ?" masih baginda menegas
pertanyaan. "Mati aku lagi", keluh prajurit itu dalam hati. Ia menyesal
mengapa tak menanyakan hal itu kepada si Blo'on.
"Hamba berasal dari desa di pedalaman gunung yang
jarang didatangi orang, banswe-ya. Entah apakah nama desa
itu, hamba tak tahu"
Sebenarnya prajurit itu nekad memberi keterangan
sekenanya saja. Di luar dugaan baginda tertawa.
"Bagus... bagus. Hampir sesuai dengan dia," seru baginda.
Blo"on palsu bahkan Hoag Kim ciang terlongong2. Mereka
tak tahu apa yang dimaksud baginda. Namun mereka tak
berani bertanya. Sejenak merenung, baginda lalu memberi titah supaya
Blo'on palsu itu membuka kain penutup kepalanya.
"Mohon banswe ya sudi melimpahkan ampun kepada diri
hamba," prajurit itu terkejut dan buru2 menjawab, "sejak
siang tadi hamba menderita sakit perut. Oleh karena itu kepala
hamba terpaksa hamba selimuti dengan kain kerudung agar
jangan masuk angin,"
"O, apakah kepala itu mempunyai hubungan dengan sakit
perut ?" baginda meragu.
Karena sudah terlanjur memberi keterangan maka prajurit
yang menyamar sebagai Blo'on itu pun terpaksa melanjutkan
kebohongannya. "Benar, banswe ya" sahutnya, "memang angin itu masuk
dari ubun2 kepala dan terus menyerang perut."
"Oh," desuh baginda agak berseri wajahnya "engkau tentu
mengerti ilmu pengobatan bukan?"
"Se ... dikit. banswe-ya" prajurit itu menjawab agak
tersekat. "Bagus," seru baginda, "engkau harus mengobati seorang
puteriku yang sakit. Penyakit Ing Ing kiongcu itu aneh sekali.
Sudah beratus-ratus tabib dan ahli2 pengusir setan, para
hwesio, kutitahkan mengobati, tetapi gagal semua. Aku
bermimpi bahwa hanya engkaulah yang dapat menyembuhkan
penyakit puteriku itu."
Kejut prajurit yang menyamar Blo'on itu bukan alangkepalang.
Kalau saat itu dia dijatuhi hukuman mati, ia tak
begitu kaget. Karena memang sudah diduga. Tetapi
bahwasanya baginda menitahkan hal semacam itu, benar2 ia
seperti disambar petir. Tubuh prajurit itu gemetar keras, peluh dingin membasahi
sekujur tubuhnya, Mukanya pucat seperti mayat. Bagaimana ia
mampu mengobati puteri itu kalau sedikitpun ia tak mengerti
ilmu pengobatan " Memang ia telah mendengar tentang diri Ing Ing kiongcu
yang mengidap penyakit aneh itu dan tiada seorang tabib
pandai dan orang sakti yang mampu menyembuhkan.
"Mengapa engkau ?" tegur baginda demi melihat prajurit itu
gemetar. "Mohon diampunkan diri hamba, ban-swe-ya," prajurit itu
setengah meratap, "hamba tak mengerti ilmu pengobatan.
Bagaimana mungkin hamba dapat menyembuhkan penyakit
tuan puteri ?" "Bukankah tadi engkau mengatakan sedikit2 mengerti ilmu
pengobatan?" tegur baginda.
"Ya ... tetapi itu hanya mengenai masuk angin yang ringan
saja, banswe-ya." Baginda kerutkan dahi. lalu berkata pula dengan nada


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bengis : "Tidak biar bagaimana engkau harus mengobati
puteriku. Karena mimpiku mengatakan hanya engkaulah yang
sanggup menyembuhkan Ing Ing kiongcu"
"Banswe-ya ... "
"Hong ciangkun, bawa dia dan serahkan pada thaykam
supaya dibawa ke keraton tempat tinggal Ing Ing kiongcu"
baginda tak memberi kesempatan lagi kepada prajurit yang
menyamar sebagai Blo'on itu untuk bicara lagi.
Hong Kim-ciang segera melakukan perintah. Prajurit yang
menyamar sebagai Blo'on itu segera diserahkan kepada
thaykam. Pada saat itu, prajurit tersebut sudah mau mengaku
siapakah dirinya kepada Hong Kim-ciang. Tetapi ia tahu bahwa
urusan telah berkembang sedemikian jauh. Kalau ketahuan
bahwa ia berani menyamar sebagai pemuda hukuman itu,
tentulah akan dihukum, Begitulah pula karena ia telah berani
mati memberi keterangan dihadapan baginda, tentulah
dosanya takkan diampuni lagi.
Prajurit itu seperti menunggang punggung harimau buas.
Kalau ia berhenti, tentu akan dimakan harimau itu. Tetapi
kalau ia teruskan menunggangnya, kemungkinan harimau itu
akan kehabisan tenaga dan rubuh. Atau mungkin akan
bertemu dengan sesuatu tak terduga yang dapat
menyelamatkan jiwanya. "Kalau menurut baginda dalam mimpi hanya aku yang
dapat menyembuhkan penyakit tuan puteri. Ah. siapa tahu ...
ya, siapa tahu kalau memang sudah direstui Thian apa yang
kuberikan tentu dapat menyembuhkan tuan puteri. Dan
apabila berhasil, ah, alangkah hebatnya ganjaran yang bakal
kuterima ... " Demikian prajurit itu mulai merenung dan menimang dalam
hati. Membayangkan ganjaran yang besar itu seketika
timbullah nafsu yang kurang baik dalam hatinya ... : "Jika aku
berhasil menyembuhkan tuan puteri dan menerima ganjaran
pangkat, akan kusuruh orang untuk membunuh pemuda
sinting itu agar jejaknya terhapus dan tak menganggu aku lagi
... " Akhirnya prajurit itu menenangkan hatinya. Tiba2 ia
dikejutkan oleh kata2 thaykam yang membawanya.
"Tunggu dulu, inilah keraton Ing Ing kiong tempat
kediaman puteri Ing Ing." kata thaykam. "aku hendak
menghadap tuan puteri untuk melaporkan kedatanganmu."
Thaykam itu segera masuk dan suruh prajurit yang
menyamar sebagai Blo'on menunggu di luar.
Ing jun-kiong berarti Istana-musim-semi abadi. Di Istana,
memang terdapat beberapa lstana2 kecil untuk tempat
kediaman putera-puteri baginda yang sudah dewasa.
Tak berapa lama thaykam itupun keluar pula dan menyuruh
Blo'on palsu masuk. Prajurit yang menyaru jadi Blo'on itu
makin berdebar-debar keras.
Seumur hidup baru pertama kali itu ia masuk ke dalam
istana seorang puteri raja. Walaupun ia menjadi prajurit
bhayangkara, tetapi selama itu tugasnya hanya menjaga diluar
Istana2 para putera puteri baginda.
Indah sekali ruang istana Ing-jun-kiong itu. Ia pernah
mendengar cerita tentang Thian-tong atau surga yang
indahnya sukar dilukiskan dengan kata2.
"Adakah Thian-tong itu seperti ini ?" tanyanya dalam hati.
Tetapi walaupun ruang istana Ing jun-kiong itu indah sekali
suasananya agak merawankan. Duabelas dayang2 gadis yang
cantik dengan pakaiannya yang indah, sedang duduk
menghadap sebuah tempat tidur, Tempat tidur itu terbuat dari
kayu cendana yang wangi, keempat tiangnya diukir dengan
burung hong dan naga. Tiangnya dicat merah, ukirannya dicat
kuning emas, Sedemikian indah ukir-ukiran itu sehingga
tampaknya seperti hidup. Seorang gadis yang cantik tetapi wajahnya pucat muram,
tengah berbaring di dalam.
Ia duga gadis cantik itu tentulah puteri Ing Ing kiongcu.
Puteri itu tengah pejamkan mata.
"Celaka. keadaan kiongcu sudah amat payah kalau aku
keliru memberi obat, bukan sembuh mungkin bisa mati."
seketika timbul bayangan ketakutan dalam hati prajurit yang
menyaru sebagai Blo'on itu.
"Itulah tuan puteri Ing Ing kiongcu. "kata thaykam, "lekas
engkau buka resep." Prajurit itu terkejut dari lamunannya. Pada saat itu ia
benar2 dihadapi oleh suatu ujian yang maha berat. Jika keliru
memberi obat, puteri akan mati dan dia tentu akan dihukum.
Tetapi karena sudah tiada jalan untuk menghindar lagi, apa
boleh buat. Terpaksa ia harus bulatkan tekad, besarkan nyali.
"Bagaimana aku dapat membuka resep kalau belum
memeriksa keadaannya ?" serunya dengan nada seperti
seorang tabib pandai. "Bagaimana cara engkau hendak memeriksa", tanya
thaykam. Prajurit itu teringat sesuatu, cepat la menjawab: "Sudah
tentu memeriksa denyut pergelangan tangannya."
"Hm, boleh" sahut thaykam, "hanya terbatas pada
pergelangan tangan saja. Ingat, tak boleh memegang lain2
bagian, tahu !" "Baik," prajurit yang menyaru sebagai Blo'on mengiakan. Ia
dipersilahkan maju ke tempat peraduan tuan puteri Ing Ing.
"Ya, Thian yang Maha Pemurah, moga2 hamba dapat
menyembuhkan penyakit tuan puteri diam2 prajurit itu
mendoa dalam hati ketika ia memegang pergetangan tangan
Ing Ing kiongcu. Sesungguhnya la tak mengerti ilmu Bongmeh atau
memeriksa denyut pergelangan tangan. Tetapi karena dipaksa
oleh keadaan yang menentukan mati hidupnya, ia curahkan
seluruh perhatiannya untuk mendengar denyut nadi Ing Ing
kiongcu. la bingung karena tak merasakan suatu apa. Dibolak
balikkan tangan Ing Ing kiongcu kian kemari. naik turun
namun belum terasa apa2. Akhirnya ia tundukkan kepala, lekatkan telinganya ke
pergelangan tangan puteri. Belum berapa jenak ia berbuat
begitu dan belum sempat ia mendengarkan denyut nadi, sekonyong2
Ing Ing kiongcu membuka mata. Demi melihat
sebuah benda berkerudung kain hitam merunduk di dekatnya
Ing lng kiongcu menjerit kaget dan serempak menghantam.
Plak ..... "Aduh ... ", prajarit yang menyaru sebagai Blo'on itu
menjerit kaget dan kesakitan sehingga ia loncat mundur.
Sesungguhnya tabokan puteri itu tak berapa keras tetapi
karena ia memakai cincin permata yang besar dan gelang batu
giok, cincin dan gelang itu tepat menghantam kepala Blo'on
palsu sehingga kepalanya membenjul sebesar telur burung;
"Setan . , hih , . setan itu datang hendak memakan aku ...
hih, bunuhlah . , bunuhlah, ia hu. hu, hu ... " tiba2 Ing Ing
kiongcu menangis, la takut kepada Blo'on palsu yang
disangkanya setan. Beberapa dayang segera menghiburnya.
"Kiongcu, dia bukan setan" kata mereka, "tetapi pemuda
yang dititahkan banswe-ya untuk mengobati penyakit tuan
puteri." "Aku sakit ?" Ing Ing kiongcu mengulang.
"Tuan puteri sering merasa pusing dan setempo dingin
setempo panas." "O, kalau begitu aku sakit," kata Ing Ing kiongcu "tetapi
siapa bilang aku sakit " Tidak, aku tidak sakit"
Tiba2 Ing Ing kiongcu menggeliat bangun dan terus turun
dari peraduan. Menghampiri Blo'on palsu ia bercekak pinggang
dan menuding mukanya. "Mau apa engkau kemari" Siapa yang suruh engkau kemari
!" bentak Ing Ing kiongcu seraya membelalakkan kedua
matanya lebar. Prajurit yang menyamar jadi Blo"on itu gemetar keras. Dia
adalah seorang prajurit Gi lim-kun sehingga takut sekali
kepada baginda dan pangeran serta puteri2 raja.
"Ampun, kiongcu ... "
"Ampun " Apa salahmu ?" tanya Ing Ing kiongcu.
"Hamba hanya melaksanakan titah baginda untuk
mengobati penyakit tuan puteri .. "
"Aku sakit " Sakit apa ?"
"Itulah maka hamba tadi memeriksa denyut pergelangan
tangan kiongcu untuk mergetahui penyakitnya."
"O, engkau akan mencari penyakit " Pintar ya" Mari,
cobalah engkau periksa." tiba2 Ing lng kiongcu ulurkan tangan
kirinya. Prajurit yang menyaru sebagai Blo'on itu terkejut melihat
perubahan sikap Ing Ing kiongcu yang sedemikian anehnya.
Namun karena terlanjur terpaksa ia memberikan diri untuk
memeriksanya juga. "Bagaimana " Apakah penyakitku ?" tiba2 Ing Ing kiongcu
menegur. Prajurit itu gelagapan. Sesungguhnya ia tak mendengar
denyut nadi tuan puteri dan memang tak mengerti untuk
memeriksa denyut nadi itu.
"Tuan puteri tak menderita penyakit suatu apa yang
berbahaya. Seteluh minum obat tentu sembuh," kata prajurit
itu dengan nada penuh keyakinan. Saat itu dia benar2 harus
bersikap berani mati. Ia segera berkata kepada thaykam minta kertas dan pit
untuk menulis resep. Thaykam membawanya ke sebuah
ruangan dan alat2 tulis serta kertaspun disediakan.
Prajurit itu teringat bahwa ketika dahulu isterinya sakit, ia
pernah membawanya ke tabib pandai. Tabib itu membuka
resep dan setelah diminumkan, ternyata penyakit bengap pada
tubuh dan perut isterinya itu sembuh.
Ia masih ingat jelas ramuan obat itu, Waktu dekat dengan
Ing Ing kiongcu. Ia melihat wajah puteri itu agak bengap.
Masuk angin jahat, pikirnya.
Segera ia menulis ramuan obat dan diserahkan kepada
thaykam, berikut petunjuk aturan minumnya.
Prajurit itu segera dibawa thaykam ke luar dari lingkungan
istana Ing Ing kiongcu. Dia tidak dikembalikan ke tempat
Hong Kim-ciang melainkan disuruh bermalam di sebuah
ruangan khusus. Malam ini prajurit yang menyamar sebagai Blo'on
diperlakukan sebagai seorang tetamu agung. Dia di jamu daen
dilayani oleh dayang2 cantik sesuai dengan titah baginda.
Dan malam itu obatpun segera diminumkan kepada Ing Ing
kiongcu, Obat itu terdiri dari ramuan jamu Kui sim, Jwan-kiong, Cek
ci, Ngo sut, Tay-tong, Yan coh, Jwan-gu-theng. Suatu ramuan
yang diperuntukkan mengobati penyakit wanita yang perutnya
membesar seperti orang bunting tetapi sesungguhnya tak
bunting. Keesokan harinya terjadilah kegemparan dalam istana Ing
jun-kiong. Ing Ing kiongcu menjerit jerit dan menamparnampar
perutnya. "Aduh, celaka, mengapa parutnya sebesar ini?" teriak puteri
raja itu. Dayang2 kaget dan bingung tak keruan. Kepala dayang
bergegas mencari thaykam dan melaporkan keadaan Ing lng
kiongcu. Thaykam terkejut. Cepat ia membawa prajurit yang
menyaru sebagai Blo'on ke istana Ing-jun-kiong.
Bukan kepalang kejut prajurit itu melihat hasil dari ramuan
obatnya. Dia memang tak tahu bahwa ramuan obat itu untuk
penyakit wanita yang perutnya membusung besar. Tetapi
apabila diminum oleh wanita yang tak menderita penyakit itu,
malah akibatnya akan menyebabkan wanita menderita perut
besar ... , "Bagaimana ?" tegur thaykam.
Prajurit itu pucat seperti mayat. Sampai beberapa saat ia
tak dapat menjawab. "Bagaimana " Mengapa engkau diam saja !" thaykam itu
mulai membentak keras. "Sesungguhnya penyakit kiongcu itu harus sudah sembuh
..... tetapi kalau tak sembuh, tentu bukan penyakit biasa ... "
"Maksndmu ?" "Ada roh jahat yang menyusup kedalam tubuh kiongcu.
Obat yang kuberikan itu telah diselewengkan oleh roh jahat itu
sehingga mencelakai kiongcu".
"Perlu apa roh jahat itu akan berbuat begitu ?"
"Agar aku tak dapat menyembuhkan penyakitnya dan
dihukum mati. Dengan begitu roh jahat itu akan menang dan
tetap mengganggu kiongcu."
Prajurit itu memang berani mati. Ia cari alasan untuk
menutupi kesalahannya. "Lalu bagaimana. Apakah engkau sanggup mengobati
kiongcu ?" "Kalau hanya penyakitnya, aku sanggup. Tetapi terhadap
roh jahat itu, aku tak dapat mengusir, yang dapat mengusir
segala roh jahat bauya-luh kaum imam atau paderi yang
mengerti lima mantra untuk mengusir setan, iblis dan roh
jahat" "Lalu bagaimana sekarang ?" tanya thaykam
"Aku tak dapat berbuat apa2 lagi", prajurit itu mengangkat
bahu. "Baik, akan kulaporkan kepada baginda." kata thaykam.
Ketika baginda menerima laporan tentang pengobatan yang
dilakukan Blo'on palsu terhadap Ing lng kiongcu, baginda
kerutkan dahi. "Salahkan impianku itu ?" tanya baginda dalam hati,
"namun jelas Kui-hui telah datang kepadaku dan memberi
petunjuk. Masakan impian itu hanya khayalan belaka,"
"Adakah engkau benar2 tak dapat mengobati penyakit
kiongcu itu ?" baginda menegur.
"Mohon ampun, baniwe-ya." prajurit itu menghaturkan
hormat, "hamba memang tak dapat mengobati penyakit
kiongcu karena diganggu oleh roh jahat",
"Hm, baiklah" ujar baginda, "akan kutitahkan orang sakti
yang dapat mengusir roh jahat, Tetapi engkau harus memberi
obat agar perut kiongcu yang membusung itu dapat sembuh".
"Hamba akan berusaha sekuat tenaga hamba" kata prajurit
itu pula walaupun dalam hati sudah kebat kebit karena tak
tahu apakah dia mampu melakukan hal itu.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Baginda menitahkan supaya prajurit yang menyaru sebagai
Blo'on itu dibawa ke markas Gi-lim-kun diserahkan lagi kepada
Hong Kim-ciang. Ditempat itu, bolehlah Blo'on palsu itu
menulis resep obat untuk kiongcu.
Blo'on palsupun berani mati untuk menulis resep dan
peraturan minumnya. Malam itu ia tidur di markas Gi lim-kun
dengan hati yang tak keruan rasanya. Apabila besok pagi
penyakit busung perut dari kiongcu tetap belum sembuh,
celakalah ia. Tiba2 ia teringat kepada Blo'on.
"Hai, ke manakah gerangan pemuda sinting itu" Mengapa
tak kelihatan berada dalam markas sini ?" ia mulai gelisah dan
bingung. Tetapi apa daya " Siapakah yang dapat ia tanyai
keterangan tentang pemuda sinting itu "
Malam itu ia benar2 seperti seorang hukuman yang tengah
menanti keputusan. Hidangan malam, tak disentuhnya. Ia tak
suka mukan, tak dapat tidur. Ia benar2 gelisah sekali
memikirkan dua hal. Pertama, bagaimanakah hasil obat yang
diberikan malam itu kepada Ing Ing kiongcu. Dan kedua,
mengapa blo'on si pemuda sinting itu tak tampak batang
hidungnya! Malam makin kelam. Suasana dalam keraton sunyi senyap,
Sekonyong-konyong timbullah suara ribut di dalam markas.
Dan suara itu makin lama makin gempar ketika terdengar
suara Hong Kim-ciang memberi perintah kepada para prajurit
Gi-lim-kun. "Lekat tangkap prajurit hianat itu !" teriak Hong Kim ciang.
Apakah yang telah terjadi "
Pada saat prajurit yang menyaru jadi Blo'on dibawa
thaykam ke istana Ing Ing kiong. maka Blo'onpun menyelinap
dari markas dan jalan2 menlnjau keadaan keraton.
Tengah dia menikmati keindahan keraton dengan
bangunannya yang mewah, taman bunga yang indah, tiba2 ia
dikejutkan oleh suara langkah kaki orang berjalan gopoh.
Karena takut diketahui, Bloonpun menyelinap bersembunyi di
balik sebatang pohon. Seorang lelaki berpakaian indah bergegas jalan menuju ke
sebuah gedung yang indah. Setelah mengetuk pintu, maka
muncul seorang thaykam setengah tua yang bertubuh gemuk
Lelaki berpakaian indah itu segera dipersilahkan masuk.
Karena ingin tahu siapa mereka mereka, Blo'on dengan
langkah hati2 menghampiri jendela Dari jendela itu ia dapat
menangkap pembicaraan yang terjadi dalam ruang.
"Gui tayjin" kata tetamu itu. "hamba diutus Cian-bin-longkun
Buyung Kiong toaya untuk menyampaikan surat kepada
Gui loya disini." Blo'on terkejut mendengar nama Cian-bin-long-kun disebutsebut.
Ia makin lekatkan telinganya untuk mendengarkan.
"Hai, mengapa terjadi begini !" tiba2 Gui Thaykam bereru
keras, "Buyung Kiong harus bertanggung jawab atas
kehilangan peti harta karun itu."
Kemudian Gui Thaykam menatap lelaki itu "Lalu bagaimana
tindakan yang dilakukan oleh tuanmu ?"
"Buyung loya sudah mengirim orang untuk mencari ke
pulau itu lagi." sahut lelaki berpakaian indah.
"Hm," dengus Gui thaykam, "sesungguhnya masih banyak
sekali harta yang hendak kuserahkan kepadanya. Tetapi kalau
dalam percobaan pertama itu. dia tak mampu menjaga,
akupun tak mau menaruh kepercayaan kepadanya lagi."
Tetamu itu tertawa. "Tetapi Gui tayjin harap ingat, bahwa banyak sekali rahasia
tayjin yang diketahui Buyung loya . "
Gui thaykam berobah wajahnya.
"Adakah Buyung Kiong menceritakan hal itu kepadamu ?"
tanyanya dengan gopoh. "Tidak tayjin" sahut tetamu itu, "hanya Buyung loya
menyampaikan pesan kepada hamba bahwa Buyung loya
tetap akan setia kepada tayjin dan takkan membocorkan
segala rahasia tayjin selama ini".
"Hm. " Gai thaykam mendengus. Dipandangnya orang itu
dengan tajam, lalu bertanya, "Siapakah engkau ini ?"
"Hamba orang kepercayaan Buyung loya, nama hamba Utti
Siang yang dikenal orang sebagai Cian jiu- sin git ... "
"O. engkau dari partai Kay-pang ?" tukas Gai thaykam.
"Bukan" sahut Utti Siang, "tetapi dari Jiong pang, partai
Jembel, pecahan dari Kay pang".
"Apakah kedudukanmu ?"
"Hamba yang rendah ini telah dipercaya oleh kawan2 untuk
menjabat sebagai ketua Jiong-pang cabang kota raja".
Terkejut Blo'on mendengar keterargan itu. Kini dia baru
tahu bahwa Jiong-pang telah menjadi kaki tangan Cian-binlong-
kun dan Cian-bin-long-kun bersekutu dengan Gui
thaykam. Mengetahui hal itu, mulai timbul keinginan Blo'on untuk
mengetahui lebih jauh, apakah yang hendak diberikan Gui
taykam kepada Cian-bin-long kun.
Kemudian teringat akan peti2 harta karun di pulau kosong
dahulu, seketika terbeliaklah Blo'on. Dari mana harta karun
sekian banyak itu " Apakah milik Gui thaykam sendiri".
"Ah, tak mungkin." pikirnya.
"Baiklah," kata Gui thaykam, "besok pagi aku akan kirim
orang membawa surat kepada Cian bin long-kun".
Ketika Utti Siang tinggalkan istana itu. Gui thaykam
memandanguya dengan tajam dan wajahnya menampil hawa
pembunuhan, "Apabila aku gagal melakukan rencana, Cian-bin long-kun,
Utti Siang itu harus dilenyapkan katanya dalam hati.
Gui thaykam masuk dan menutup pintu lagi. Blo"on pikir,
itulah saatnya ia harus bertindak. Segera ia keluar dari tempat
persembunyiannya dan langsung mengetuk pintu.
Pintu terbuka dan seorang bujang segera menyapa ; 'Siapa
dan mau apa engkau ?"
"Aku prajurit Gi-Iim-kun yang diutus oleh Hong ciangkun
untuk menghadap Gui thaykam" sahut Blo'on.
"Tunggu" kata bujang itu seraya masuk. Tak berapa lama ia
keluar lagi dan menipersilahkan Blo'on, "Gui tayjm menunggu
di ruang tengah," kata bujang itu.
Ketika berhadapan dengan Gui thaykam, terpaksa Blo'on
memberi hormat : 'Hamba diutusi Hong ciangkun untuk
mengundang tayjin ke gedung kediaman Hong ciangkun."
Gui thaykam kerutkan dahi. Tak pernah selama ini, Hong
Kim ciang mengundangnya, biasanya kepala Gi-lim-kun ituo
yang datang terkunjung kepadanya.
"Mengapa Hong ciangkun tidak datang sendiri?" tegurnya.
"Hong ciangkun sedang memeriksa seorang tangkapan
penting maka terpaksa tak dapat menghadap tayjin," tiba2
Blo'on mendapat pikiran untuk mengelabuhi thaykam.
"Seorang tangkapan" Mengapa dia mengundang aku
kesana?", Gui thaykam makin heran.
"Tangkapan itu seorang utusan dari Cian-bin-long-kun yang
diketemukan masuk ke dalam istana ini tanpa seijin Hong
ciangkun". "Hai" serentak Gui thaykam melonjak bangun "tangkapan
itu". siapakah ?"
"Entah, tayjin" kata Blo'on "hamba tak tahu hal itu."
Bergegas Gui thaykam segera melangkah ke luar dan Blo'on
pun mengikutinya dari belakang.
Dari gedung kediaman Gui thaykam ke gedung tempat
tinggal Hong Kun ciang yang dekat dengan markas Gi-lim-kun,
cukup jauh dan harus dilalui beberapa lorong.
Saat itu mereka tengah berjalan melalui sebuah halaman.
Di kedua tepi lorong yang terbuat daripada batu marmar putih
itu, tumbuh beberapa batang pohon go tong.
Melihat disekeliling tempat itu sunyi senyap tiada seorang
penjaga ataupun dayang, BIo'on segera bertindak. Tiba2 ia
loncat menerkam tengkuk Gui thaykam.
"Ua ..." erang kebiri itu menjerit kesakitan tetapi suaranya
tak dapat meluncur keluar karena tercekik oleh tangan Blo'on
yarg kuat. "Hayo, engkau minta mati atau hidup ?" bentak Blo'on.
"kalau minta mati segera kucekik lehermu. Kalau minta hidup,
engkau harus menjawab pertanyaanku."
"Ya. ya ... hohan ... aku minta , . hidup" Gui thaykam
menjawab dengan tersekat-sekat.
"Kalau minta hidup, jangan berteriak dan harus menjawab
pertanyaanku dengan jujur."
"Siapa ... hohan ini ?"
"Tak perlu tahu, Engkau hanya harus menjawab tak boleh
bertanya !" Gui Thaykam adalah orang kebiri yang paling berkuasa dan
berpengaruh dalam istana. Mentri2 pun takut kepadanya
Tetapi saat itu. dia tak dapat berkutik menghadapi Blo'on.
"Dari mana engkau memperoleh harta karun yang engkau
suruh Cian-bin-long-kun sembunyikan dalam pulau kosong itu
?" tanya Blo"on.
Kejut Gui thaykam bukan alang kepalang. Gemetarlah
sekujur badannya seperti orang sakit demm. Bagaimana
hohan atau orang gagah,yang dihadapannya itu tahu akan
rahasia hartakarun itu"
"Hohan", katanya kemudian, "jika engkau mau bekerja
sama dengan aku, aku bersedia untuk membagi harta itu
kepadamu." "Bekerja-sama bagaimana ?" tanya Blo'on.
"Akan kualihkan kepercayaanku dari tangan Cian-bin longkun
kepadamu". "Oh " ", tiba2 Bloon mendesis.
"Mengapa ?" tanya Gui thaykam.
"Karena aku kenal baik deugan Cian-bin-long-kun."
"O, diakah yang memberitahu rahasia itu ke padamu ?"
tanya Gui thaykam. "Bukan dia tetapi seorang sahabat lain".
"Siapa ?" "Ketua partai Jong pang di kotaraja ini,"
"Utti Siang !* seru Gui thaykam terkejut.
"Ya, kenapa?" "Mengapa dia memberitahu hal itu padamu?"
"Ham, rahasia itu sudah diketahui orang banyak. Cian binlong
kun dengan bangga malah memberitahu kepada setiap
sahabatnya agar orang menganggap dia memang
berpengaruh karena menjadi kepercayaan Gui thaykam."
"Oh ... " Gui thaykam mengeluh, "celaka benar manusia itu.
Walaupun berpengaruh tetapi aku mempunyai banyak musuh
yang bersembunyi. Mereka mencari kesempatan untuk
menjatuhkan aku." "Lalu bagaimana maksudmu?" tanya Blo'on.
"Apakah engkau sanggup membasmi Cian-bin-long-kun dan
Utti Siang?" tanya Gui thaykam.
Blo'on tak mau segera menyahut. Beberapa saat kemudian
baru ia berkata : "Ah, mungkin sukar. Kepandaianku seimbang
dengan kedua orang itu. Kalau mereka berdua mengerubut,
aku tentu kalah." "Engkau dapat mencari orang yang berkepandaian tinggi
untuk membunuh mereka. Berapa dia menghendaki
pembayarannya, aku sanggup menyediakan"
"Ah, memang banyak jago2 sakti yang dapat membunuh
kedua orang itu. Tetapi sukar untuk mencari yang mau
melakukan pembunuhan itu"
"Mengapa ?" tanya Gui thaykam.
"Cian-bin-long kun besar pengaruhnya dan banyak sekali
sahabatnya. Dia selalu terbuka tangan membantu keperluan
setiap orang persilatan yang membutuhkan bantuan. Di kota
raja, namanya harum sekali."
"Ah, memang dia seorang manusia yang licin, manusia
seribu muka," Gui thaykam menghela napas.
"Tetapi engkau memang perlu dengan manusia semacam
itu !" "Tidak." sahut Gui thaykam, "dia berimulut besar, tak dapat
menyimpan rahasia. Berbehaya orang semacam itu, harus
lekas2 dilenyapkan".
"Ya. tetapi dia tinggi ilmusilatnya dan banyak sahabat."
"Apakah engkau benar2 tak mampu membunuhnya ?", Gui
thaykam menegas. "Kalau aku mempunyai ilmu kepandaian yang istimewa,
rasanya tentu dapat membunuh kedua orang itu."
"Hai." Gai thaykam merenung sampai beberapa lama. Tiba2
wajahnya berseri-seri. serunya : "Ada sebuah jalan yang akan
membuat engkau sakti dan tentu dapat mengalahkan Cianbin-
long kun". "Apakah itu ?" tanya Blo'on.
"Tetapi engkau harus berjanji setia padaku."
Blo'on merenung diam. "Bagaimana " Apakah engkau tak mau bekerja sama
dengan aku ?" desak Gui thaykam, "salah sekali kalau engkau
menolak tawaranku ini. Engkau akan jadi seorang yang kaya,
berkuasa dan berpengaruh dalam kota-raja."
"O, cobalah engkau ceritakan dahulu rencanamu itu. Kalau
memang benar begitu sudah tentu aku mau saja bekerja-sama
dengan engkau". Gui thaykam memandang ke sekeliling tempat itu sejenak
lalu berkata : "Disini bukan tempat untuk bicara. Mari kita kembali ke
gedung kediamanku lagi."
Blo"on terkejut. Kalau nanti tiba2 orang kebiri itu berbalik
pikirannya dan memerintahkan penjaga untuk menangkap
dirinya, bukankah ia akan celaka " Tetapi jika ia tak mau
menuruti kehendak thaykam itu, tentu ia tak dapat
mengetahui rencana yang akan dilakukan thaykam jahat itu.
"Hm, pokoknya, apabila dia bertindak mencurigakan, tentu
akan kuringkusnya dulu" akhirnya ia mengambil keputusan
dan segera mengikuti thaykam itu kembali ke gedung
kediamannya. Blo'on dibawa ke dalam sebuah kamar rahasia dan mulailah
Gui thaykam menguraikan rencananya .
"Harta karun yang ditanam dipulau kotong itu memang
berasal dari istana ini," thaykam itu muiai menutur.
"O kalau begitu harta itu tidak halal," Blo'on menukas
buru2. "Ya, memang tak halal," sahut Gui thaykam "tetapi apakah
harta itu juga diperoleh dengan halal juga "
"Entahlah, Kata orang raja itu tentu kaya raya"


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sesungguhnya harta itu juga dari rakyat. Mereka
diharuskan membayar pajak yang berat, menyerahkan barang
upeti." "Tetapi bukankah raja juga melindungi keselamatan rakyat
dengan memelihara pasukan, membuat jalan, membangun
kota dan memajukan kehidupan rakyat "
"Seharusnya begitu" kata Gui thaykam tetapi raja yang
sekarang ini tidak begitu mengurus urusan negeri. Dia lebih
banyak melewatkan hari2 mencari kesenangan dengan para
selirnya yang cantik2. Maka setelah baginda wafat, kerajaan
mengalami perobahan besar."
"Mengapa?" tanya Blo'on.
"Baginda mempunyai banyak sekali putera dan puteri.
Tentu setelah baginda wafat, pangeran2 itu akan saling
berebut tahta kerajaan. Oleh karena itu lebih dahulu aku
mempersiapkan harta besar untuk membantu pangeran yang
kuanggap layak dan bijaksana menjadi raja."
"Tetapi bukankah baginda masih segar bugar?"
"Sekarang" sahut Gui thaykam, "tetapi dalam beberapa
tahun nanti, baginda tentu sudah... "
Sudah meninggal ?" Blo'on mulai curiga.
"Mungkin" Gui thaykam menghindar, "karena umur orang
tidak dapat diduga2."
"Sekarang masih sehat tetapi beberapa bulan lagi sudah
meninggal. Dan memang lebih baik baginda itu diganti dengan
salah seorang puteranya," kata Gui thaykam.
"Tayjin menjadi thaykam disini, tetapi mengapa tampaknya
tayjin tak senang kepada baginda ?" tanya Blo'on. Entah
bagaimana saat itu pikiran Blo"on jauh lebih terang dari
biasanya. Memang ada suatu perobahan dalam diri Blo"on. Kalau
dahulu dia benar2 seperti orang yang hilang ingatannya.
Sekarang dia sudah agak maju. Setempo masih linglung,
tetapi setempo ingatannya terang, Terutama kalau ia
mempunyai keinginan untuk mengetahui sesuatu, makin keras
keinginannya itu makin teranglah pikirannya.
Juga dalam halnya dengan Gui thaykam, Blo'on sangat
bernafsu sekali untuk membongkar rahasia orang kebiri itu.
Maka pikirannyapun terang.
"Ya, siapapun tentu akan mempunyai pikiran seperti aku
apabila menderita nasib seperti aku pula", Gui thaykam
menggeram. "Apakah yang terjadi pada tayjin "
"Dahulu aku ini seorang lelaki normal seperti engkau. Aku
bekerja dalam istana ini. Mungkin karena aku masih muda dan
rupaku cakap, salah seorang selir baginda telah jatuh hati
kepadaku. Tetapi aku tak mau karena aku takut kepada
baginda. Mengganggu selir raja, dapat dihukum mati bahkan
seluruh keluarganya juga akan ditumpas".
"O," desuh Blo'on, "tetapi bukan salah tayjin karena selir itu
yang suka kepada tayjin".
"Aku sendiri suka kepada salah seorang dayang yang
kuanggap cantik. Hubungan kita berjalan secara diam2 tapi
makin mesra. Rencana kita, setelah dapat mengumpulkan
harta kita akan berhenti bekerja di istana dan akan hidup
sebagai rakyat biasa. Dengan modal yang kita kumpulkan itu,
aku akan berdagang".
"Pikiran yang baik" seru Blo'on.
"Tetapi ternyata selir atau Lo Kui-hui itu sakit hati
kepadaku. Diam2 dia telah mengadu kepada baginda bahwa
aku telah berlaku kurang ajar kepadanya. Berani masuk
kedalam kamar Lo kui-hui dikala Lo kui hui sedang mandi."
"O." desuh Blo'on.
"Baginda sangat mencintai Lo kui-hui. Selain muda dan
cantik memang Lo Kui-hui itu pandai menyanyi dan
menggubah syair, memetik harpa dan pandai sekali
mengambil hati baginda".
"Adakah baginda percaya pada pengaduan Lo kui-hui itu ?"
tanya Blo'on. "Sangat percaya" sahut Gui thaykam dengan geram, "aku
segera ditangkap dan dititahkan supaya kelaminku dipotong.
Sejak itu aku menjadi seorang kebiri dalam istana. Harapan
untuk menikah dengan dayang kekasihku itupun lenyap.
Karena putus asa, kekasihku itu bunuh diri"
"O, kasihan benar" seru Blo'on. "mengapa tayjin tak ikut
bunuh diri saja ?" "Sebenarnya saat itu akupun mempunyai pikiran begitu",
kata Gui thaykam, "tetapi pada lain pertimbangan, kuputuskan
aku harus hidup terus untuk membalas sakit hatiku dan
kematian kekasihku itu. Oleh karena itu aku tetap hidup
sampai sekarang. Akupun diam2 melakukan rencanaku.
Mengumpulkan harta untuk kugunakan apabila sewaktu2
baginda wafat dan kerajaan timbul perobahan".
"Dan tayjin lalu bekerja-sama dengan Cian-bin-long kun itu
"* "Ya, dialah yang kupercaya untuk menyimpan harta itu
disebuah pulau yang tak diketahui orang." kata Gui tbaykam,
"tetapi ternyata dia seorang yang tak dapat menyimpan
rahasia. Utti Siang dan engkau dan mungkin banyak orang,
telah mengtahui ranasia itu. Kalau baginda mendengar hal itu,
aku pasti dihukum mati. Karena itu dia dan mereka2 yang
tahu rahasia itu harus dilenyapkan".
"Ya, memang" Blo'on mengangkat bahu, "tetapi apa daya ?"
"Daya selalu ada," kata Gui thaykam. "hanya seperti telah
kukatakan tadi, asal engkau benar2 mau setia kerjaasama
dengan aku." "Sebelum menyatakan setuju atau tidak, lebih dahulu ingin
kudengar apa yang tayjin maksudkan dengan daya itu."
"Begini" kata Gui thaykam, "waktu kerajaan Lam Song
jatuh, banyak sekali kitab2 pusaka yang diangkut oleh Kubilai
Khan atau baginda Goan tiau ke kotaraja Pakkhia. Kudengar
diantaranya terdapat banyak kitab pusaka ilmu kepandaian
silat yang sakti". "O". desuh Blo'on, "dimanakah sekarang kitab2 pusaka itu
disimpan?" "Di kuil Kuning."
"Lalu maksud tayjin ?"
"Asal engkau mendapatkan salah sebuah kitab pusaka yang
berisi ilmu kesaktian, engkau tentu dapat mengalahkan Cianbin-
long-kun " eh, kabarnya Cian bin long-kun itu mempunyai
seorang guru, lhama dari Tibet yang sakti. Tetapi tak apa
kuyakin kitab pusaka itu tentu ada yang mengandung ilmu
ajaran yang sakti." "Kata orang, ilmu silat itu tiada batasnya," sambut Blo'on.
"Bagaimana," tanya Gui thaykam, "apakah engkau setuju
apabila mendapat kesempatan untuk mempelajari salah
sebuah kitab pusaka itu?"
Blo'on tertegun. Sesungguhnya ia tak senang belajar silat.
Sejak dulu sampai sekarang. Tetapi ia pikir, jika kitab pusaka
itu tetap berada dalam Kuil Kuning, tentu tiada gunanya. Dan
lagi itu memang bukan milik kerajaan yang sekarang
melainkan milik kerajaan Hong.
Tiba2 ia teringar bahwa Sian-li telah berjanji untuk
melakukan permintaan kakek penjaga istana di bawah laut.
Yalah hendak memperjuangkan cita2 kerajaan Song. Alangkah
baiknya apabila kitab pusaka itu ia berikan kepada Sian-li.
"Baik, tayjin," sahut Blo'on setelah mendapat pikiran begitu,
"aku setuju. Lalu bagaimanakah caranya aku dapat mengambil
kitab itu ?" "Tentu saja harus membawa suratku," kata Gui thaykam. Ia
suruh Blo'on menunggu, karena ia hendak masuk untuk
mempersiapkan surat kepada paderi penjaga Kuil Kuning itu.
Setelah menerima surat, Blo'on segera mintadiri. Gui
thaykampun segera masuk untuk beristirahat.
Belum berapa lama ia duduk, tiba2 muncullah bujang
penjaga pintu lagi. "Tayjin. diluar telah menunggu seorang prajurit Gi-limkun."
kata bujang itu. "Prajurit Gilim-kun lagi " Mengapa yang datang hanya
prajurit G-lim kun saja ?" Gui thaykam berbangkit dan
melangkah keluar. Tetapi baru melangkah dari pintu kamar, tiba2 ia rasakan
kepalanya telah dipukul orang sekeras2nya. Pruk .....
Thaykam itu rubuh tak ingat orang lagi. Ternyata yang
memukul itu adalah bujang tadi. Bujang itu tertegun dan
sebentar memandang Gui thaykam sebentar memeriksa
tangannya. "Aneh, mengapa sekali pukul ia sudah pingsan?" gumam
bujang itu, "ah, jangan2 thaykam ini hanya pura2 saja ... "
Prak ... ia menabok kepala Gui thaykam lagi. Gui thaykam
makin lelap dalam pingsannya.
"Hm." thaykam ini harus diberi pelajaran yang sesuai." kata
bujang itu Ia menyeret tubuh Gui thaykam kedalam kamar.
Kedua tangan dan kaki thaykam itu diikat kencang2 pada kaki
ranjang, mulutnya disumbat dengan kain robekan kelambu.
Setelah itu baru ia tanggalkan pakaiannya sebagai bujang dan
kembali dalam pakaian seorang prajurit Gi lim-kun. Ah,
ternyata ia adalah Blo'on.
Sangguh di luar dugaan bahwa Blo"on mempunyai akal
untuk meringkus Gui thaykam. Setelah keluar dan gedung
kediaman thaykam itu, ia tak langsung menuju ke Kuil Kuning
melainkan berhenti dau bersembunyi di balik sebatang pohon.
Setelah beberapa saat kemudian ia menuju kembali ke
gedung thaykam itu dan mengetuk pintu. Ketika bujang
membukakan pintu, tanpa berkata apa2 Blo'on terus
menampar mukanya. Bujang itu menjerit dan dan rubuh dan
tak sadarkan diri. Blo'on melucuti pakaian bujang itu dan memakainya untuk
menemui Gui thaykam. Setelah bertemu, iapun menghantam
kepala thaykam itu sampai pingsan.
Demikian setelah membereskan Gui thaykam Blo'on lalu
bergegas keluar dari istana. Berkat mengenakan sebagai
prajurit Gi-lim-kun dan membawa surat dari Gui thaykam,
dapatlah dengan mudah ia lolos dari pertanyaan para penjaga
pintu Istana., Setelah bertanya pada seseorang yang dijumpainya di jalan
akhirnya dapat ia mencapai Kuil Kuning itu.
Kepala kuil itu seorang imam tua. Namanya Thiat Bok tojin.
Dia seorang imam yang berilmu tinggi. Sudah tiga turunan dia
menjadi paderi penunggu Kuil Kuning. Pada jaman baginda
Goan-sicou atau Kubilai Khan, baginda telah menitahkan
seorang paderi Ihama dari Mongol untuk menunggu kuil itu.
Kemudian paderi itu meninggal lalu puteranya yang
menggantikan. Memang aneh kedengarannya bahwa seorang paderi
mempunyai putera. Tetapi Ihama itu memang menganut
suatu agama aliran tersendiri. Beda dengan kaum lhama di
Mongol maupun di Tibet yang menganut agama Buddha aliran
Mahayana dan Hinayana, Dia lebih banyak cenderung
menganut ajaran Syiwa. Dan suatu keanehan lagi dari agama yang dianutnya itu.
Dia boleh menikah. Tetapi kalau sampai tak punya anak, maka
dia harus bunuh diri. Pun kalau punya anak tetapi anak
perempuan, isteri dan anaknya itu harus dibunuh. Dan setelah
mempunyai seorang anak lelaki, isterinya harus diceraikan.
Thiat Bak tojin atau paderi Kayu Besi, mendapat pelajaran
ilmu kesaktian dari ayahnya almarhum. Ilmu itu warisan
pusaka dari mendiang ayah, kakek dan moyangnya. Semua
keturunan padri itu memakai nama Bok. Kakeknya bernama
Kim Bok atau Kayu Emas, ayahnya bernama Thong Bok atau
Kayu Tembaga dan dia bernama Thiat Bok artinya Kayu Besi.
Sebenarnya Thiat Bok sudah pernah menikah dan punya
seorang anak lelaki. Tetapi isterinya yang diceraikan itu, sakit
hati lalu bunuh diri. Ketika Ang Bok, demikian nama anak itu,
sudah berusia delapan tahun, dia tahu bagaimana nasib
ibunya yang mengenaskan itu, dia marah lalu minggat dari kuil
itu. Thiat Bok tojin terlongorg-longong ketika berhadapan
dengan Blo'on. "Siapa engkau ?" tegurnya beberapa saat kemudian.
"Aku ?" balas Bloon, "aku disuruh .....
"Oh. Ang Bok ... " tiba2 paderi itu berteriak dan terus
memeluk Blo"on. Karena tak menduga-duga, Blo'on terdekap dalam pelukan
paderi itu. Ngok, ngok "..
"Hasssying !" Blo'on berbangkis keras2. Ternyata Thiat Bok
tojin telah mencium muka Blo'on. Karena kumis tojin itu
menusuk ke dalam lubang hidung Blo'on, pemuda itu
berbangkis seketika. Ingus cair dari hidung Blo'on menyambar muka Thiat Bok
sehingga paderi itu terpaksa ngusapnya dengan lengan jubah.
"Oh, Ang Bok, engkau sudah besar?" kembali tojin itu
memeluk Bloon lalu memegang kuncir anak itu.
"Aduh , . , !" "Aduh , ... !" Terdengar dua buah jeritan keras yang mengumandangkan
rasa kejut dan sakit. Yang pertama dari mulut Blo'on. Thiat
Bok tojin menarik kuncir Blo'on yang tinggal satu itu.
Sebenarnya ia hendak mengunjukkan rasa mesra tetapi
karena batinnya diliputi oleh ketegangan, iapun menarik
dengan menggunakan tenaga. Akibatnya kepala Blo"on seperti
dicopot kulitrya. la menjerit kesakitann serentak ia menggigit
juga tangan tojin itu. Maka meluncurlah jeritan kedua dari
mulut Thiat Bok tojin karena kesakitan.
"Mengapa engkau menarik rambutku ?", teriak Blo"on
seraya deliki mata. "Ah, Ang Bot, sudah begini besar mengapa engkau masih
terus memelihara kuncir seperti dulu?" kata Thiat Bok tojin
dengan tersenyum. "Apa katamu " Siapa Ang Bok itu ?"
"Bukankah engkau ini Ang Bok?"
Blo'on tertawa mengekeh : "Heh, heh, siapakah Ang Bok itu
" Da manusia atau bukan ?"
"Ah, celaka anak ini" seru Thiat Bok tojin "mengapa
namamu sendiri engkau tak tahu "*
"Aku bernama Arg Bok ?" Bloon mendelik
"Ah. bagaimana engkau ini. Mengapa engkau berobah aneh
sekarang. Padahal dulu engkau seorang anak yang cerdas dan
pintar, mengapa sekarang engkau begitu blo'on"
"Gila. kiranya engkau sudah kenal namaku Mengapa masih


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memanggil Ang Bok !"
"Ang Bok itu kan namamu "
"Bukan !" teriak Blo'on, "aku bukan Ang Bok, Aku Bloon "
Thiat Bok tojin terbeliak. Matanya menyalang lebar2 tetapi
pada lain saat ia tertawa : "Ah kulihat memang engkau banyak
berobah. Tak apalah, nanti pe-laban2 engkau tentu akan
sadar". Blo'on menyengir. "Mari kita duduk bercakap2 di dalam" Thiat Bok tojin segera
memegang tangan Bloon, lalu dituntunnya masuk. Bloon
diajak duduk didalam sebuah ruang yang bersih.
"Ang Bok, kemanakah engkau selama belasan tahun ini ?"
Thiat Bok mulai bertanya.
Blo'on melongo, serunya : "Aku bukan Ang Bok, jangan
panggil dengan nama itu"
Thiat Bok tojin kerutkan kening lalu tersenyum : "Baiklah,
Blo'on, akan kupanggilmu dengan nama itu. Apakah artinya
nama, yang penting aku sudah menemukan engkau lagi".
Kemudian ia ulangi pertanyaannya tadi.
"Aku berkelana ke-mana2" sahut Blo'on,
Ia menjawab menurut apa yang telah dialami selama ini.
Tetapi celakanya, jawaban itu sesuai dengan apa yang
ditanyakan Thiat Bok tojin.
"O, Ang Bok." kata Thiat Bok tojin, "engkau tentu
menyalahkan aku berlaku kejam terhadap mamahmu. Tetapi
aku tak dapat berbuat apa2. Memang bigitulah peraturan dari
aliran agama kita. Engkaupun kelak harus berbuat begitu."
Blo'on makin melongo, serunya : "Berbuat bagairnana ?"
"Kelak engkau harus beristri. Kalau isteri-mu tak dapat
melahirkan anak, engkau harus bunuh diri ... "
"Gila !" seru Blo'on.
"Kalau isterimu melahirkan tetapi anaknya pirempuan.
bunuh mereka ... " "Edan !" Blo'on berseru lebih keras.
"Kalau isterimu melahirkan anak laki, ceraikan isterimu itu
dan ambillah anaknya ... "
"Bedebah". Blo'on menjerit sekuatnya sehingga Thiat Bok
tojin melonjak kaget. "Eh, mengapa engkau ini ?" tanyanya.
"Siapa yang engkau suruh beristeri itu ?"
"Engkau." "Tidaaakkk !" Blo'on menjerit.
"Lho, engkau ini bagaimana" kata Thiat Bok tojin.
"bagaimana engkau akan mempunyai keturunan kalau engkau
tidak beristeri ?" "Eh. tojin, engkau ini waras atau gila "' tiba2 Blo'on deliki
mata. "Ah, janganlah engkau berlaku kurang adat terhadap
ayahmu Ang Bok." "Hah " Siapa ayahku " Engkau ?" Blo"on mendelik.
"Ya. mungkin engkau lupa karena sudah dua belas tahun
engkau pergi. Tetapi aku tak lupa. Sejak kecil rambutmu
memang dibuat begitu?"
"Bukan ... ! Aku bukan anakmu ! Aku tidak sudi mempunyai
ayah seperti engkau!" Blo"on berteriak seperti orang gila.
Thiat Bok tojin menghela napas dan geleng-geleng kepala.
Ia tetap menyangka bahwa Blo"on yang dalam pandangannya
adalah Ang Bok, tentu masih marah kepadanya.
"Ya, ya, baiklah, aku takkan memaksa engkau" katanya
sesaat kemudian, "lalu apakah maksud kedatanganmu kemari
?" "Aku disuruh Gui thaykam untuk menyerahkan surat."
"Gui thaykam " Apakah engkau bekerja ke padanya ?"
"Tidak ... ah, pokoknya, terimalah surat dari Gui thaykam."
kaia Blo'on seraya menyerahkan surat dari Gui thaykam.
Thiat Bok tojin menyambutl dan membaca.
"O, baik," kata paderi Itu dengan tertawa gembira.
"sekalipun Gui thaykam tak menyuruh begini, akupun tetap
hendak memberimu kitab pusaka yang paling berharga dalam
kuil ini." "Mengapa ?" tanya Blo'on melongo.
"Karena ... '. karena engkau adalah Ang Bok".
"Tidak I Aku tidak sudi menerima kitab pusaka itu !"
"Eh, mengapa engkau ini ?"
"Karena kalau menerima aku lantas jadi Ang Bok anakmu,"
kata Blo"on seraya terus berbangkit, "sudahlah, aku hendak
pergi". "Hai !" Thiat Bok tojin terkejut dan buru2 mencegah, "lalu
bagaimana dengan kitab pusaka yang diperintahkan Gui
thaykam iiu "* "Antarkan sendiri kepadanya Aku hendak pergi merantau
lagi" Blo'on terus hendak angkat kaki.
"Jangan," cepat Thiat Bok menghadang, "jangan engkau
pergi lagi. Baiklah, kalau engkau tak mau kupanggil Ang Bok,
akupun tak memaksa, tetapi engkau harus melakukan perintah
Gui thaykam. Akan kupilihkan sebuah kitab dari kerajaan Song
yang sekarang sudah tak ada keduanya lagi dalam dunia.
Kitab pusaka itu berisi pelajaran ilmu tutukan jari yang luar
biasa." Blo'on tetap menolak: "Tidak, aku tak mau meterima kitab
pemberianmu. Berikan saja kepada raja."
Thiat Bok mendapat kesan bahwa pemuda itu agak kurang
waras pikirannya. Ia mengeluh. Kalau anaknya mempunyai
penyakit, wah, kelak tentu tak dapat melanjutikan menjaga
kuil itu. Kalau memang anak itu gila, harus diobati.
"Begini saja" katanya, 'aku tak memaksa engkau menerima
kitab itu. Tetapi akan kuajak engkau melihat lihat dulu
perpustakaan kitab pusaka itu. Selain dari kerajaan Song, juga
dari kerajaan Tong dan bahkan Han. Banyak sekali kitab2
kuno yang berisi ilmu pelajaran yang sekarang sudah jarang
terdapat di dunia lagi".
Blo'on tertegun. Ia teringat akan sumoaynya Sian-li. Agar
Sian-li dapat melaksanakan janjinya kepada kakek penunggu
istana Kay te-kiong, dia harus memiliki kepandaian ilmu silat
yang sakti. "Baiklah, " akhirnya Blo'on lunak juga hatinya, "aku ingin
melihat-lihat". Thiat Bok tojin segera metnbawanya ke sebuah ruang
sembahyang. Tetapi ruang itu tak terdapat apa2, kecuali
sebuah meja sembahyang terbuat dari batu marmer putih dan
beberapa arca dewa2. Thiat Bok tojin menyulut dupa lalu berlutut di depan meja
arca. Setelah itu ia berbangkit lalu mendorong salah sebuah
arca. Terdengar bunyi berderak-derak dan meja marmer putih
itupun mulai bergerak-gerak ke samping. Akhirnya terbukalah
sebuah lubang. "Hayo, kita masuk", kata Thiat Bok tojin teraya mendahului
turun ke titian batu yang merun ke bawah.
Ternyata ruang perpustakaan yang menyimpan berbagai
kitab pusaka kuna berada di sebuah ruang dibawah tanah.
Baginda tahu bahwa kitab2 pusaka itu sudah tiada lagi di
dunia maka baginda khusus menitahkan membuat sebuah
ruang dibawah tanah yang hanya dapat dibuka dan ditutup
dengan sebuah alat rahasia.
Blo'on hanya melongo ketika melihat beberapa rak lemari
yang penuh dengan kitab2.
"Cobalah engkau pilih sendiri." kata Thiat Bok tojin.
Sedangkan diapun memilih sebuah kitab pusaka yang berisi
ilmu tutukan jari. Tak berapa lama, tojin itu mengambil sebuah kitab yang
kulitnya terbuat dari sutera kuning.
"Inilah kitab pusaka yang hendak kuberikan kepadamu itu,
Judulnya It-ci-coat-sin-kang atau ilmu tutukan Sebuah Jari
yang tak ada tandingnya di dunia.
"Hanya dengan sebuah jari?" tanya Blo'on Thiat Bok tojm
mengangguk : "Ya, hanya dengan tutukan sebuah jari, lawan
tentu sudah rubuh. Ilmu itu sudah jarang terdapat dalam
dunia persilatan. Jika engkau dapat memahami kitab pusaka
itu, kelak engkau tentu menjadi seorang tokoh persilatan yang
tiada lawannya". Blo'on geleng2 kepala : "Sayang, aku tak suka belajar
ilmusitat. Karena orang yang mengerti ilmusilat tentu akan
sombong dan menganggap diriaya paling sakti lalu mencari2
musuh." "Ya, memang agak benar." kata Thiat Bok tojin, "tetapi
sesungguhnya orang yang benar2 mengerti ilmusilat tinggi,
bahkan tak suka berkelahi dan tak mau menonjolkan diri.
Hanya mereka yang kepandaiannya baru setengah matang
tentu suka membanggakan diri. Tetapi engkau harus ingat.
Hidup dalam jaman ini, orang harus mengerti ilmu silat untuk
membela diri. Kalau tidak tentu sering dipermainkan orang."
"Pokoknya aku tak mau belajar silat !" tukas Blo'on.
Thiat Bok tojin menghela napas.
"Ya, pengalamanlah yang akan menyadarkan pikiranmu.
Memang sukar dipaksa untuk belajar sesuatu apabila orang
tak tahu kepentingannya. Kitab pusaka It-ci coat sln kang ini,
harap engkau terima dan haturkan kepada thaykam. Sebagai
terimu kasihku atas bantuanmu, silahkan engkau memilih kitab
mana yang engkau kehendaki."
"Ah, buat apa ?"
"Eh, engkau ini bagaimana. Semua kitab pusaka disini
berjumlah sepuluh ribu. Berasal dari berbagai jaman dan berisi
berbagai macam ilmu pengobatan, silat, barisan, senjata
gelap, Ya. pokoknya, banyak yang sekarang ini sudah tak
terdapat di dunia. Pilihlah, mungkin berguna kepadamu. Kalau
engkau tak suka belajar silat, pilih saja ilmu pengobatan,
Engkau dapat menolong orang berbuat kebaikan kepada
rakyat". Pikir2 Blo'on merasa ucapan paderi Thiat Bok itu memang
benar juga. Kalau ia dapat mengerti ilmu obat-obatan, ia
dapat menolong orang yang menderita sakit.
"Ya." akhirnya ia mengalah, "pilihkan saja yang mana."
Diam2 Thiat Bok tojinu telah merencanakan. Dia
menghendaki agar 'puteranya' itu memiliki ilmu sitat yang
Sumpah Palapa 11 Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Golok Halilintar 15
^