Pencarian

Raja Silat 19

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung Bagian 19


kerangka manusia itu tertertlab I:die Hiab bekas certajam, sekali pan d! n g stja dia Tan ns tahu kalau barang
barang ilu adalab basil peninggalan dari perbuatannya peda
se. seratus tahtin yang lalu.
I Boen Ing !" terdengar suara tertawa dari Cmg jie
berkumandang datang. "Lebih baik kau beristirahat lagi
selama seiatus talam ditempai tarsebut '<
Kegusaran Boen Ing benar benar memun
Semula dia agak tertefun. tetapi bWtvj, cak denoan
mengerahkan seluruh tenaga da
tidak ko8sa lagi, dia donpakksn kepalanya tertiwa tergalak
dengan amat seramnya. Tetapi psda saat itu'th mendadak rusnpats jadi re'ap gulita
terburu buru dia n emutar badannya kebeh kang.
Cirg j'e, Liem Tou serta Tiap Loo jien yang serrula ada
d'sana saat ini telah lenyap tak herbek8S sedang dindirg
ruangan tertutup de ngan amat rapatnya
Boen Ing lantas merasakan hatinya teigi tar keras, dengan
amat gmprnya dia m e m bentak keias.
"Giok Cing, kau gunaVan akal uutuk m< jebak akr, aku tictk
nian rrei yt Cifciurusa ini !
Tubuhnya dengan cepat menubruk maj kedepan irertiekati
dirding semula , , , lam yang dimilikinya dia menghajar kearah dinding
tersebut. "Brakk . ..!'dengan disertai suara bentrok anyarg amat
keras sehingga memekikkan te linga dinding batu yang amat
tebal itu gum pai sebagian kecil karena terhajar pukulan ter
sebut, tetapi dinding itu tetap rapat tidak bergeming
sedikitpun juga. Bilamana Boen Ing tak melancarkan serang an ini ada
kemungkinan dia masih bisa lolos dari sana, tetapi dengan
tergetarnya seluruh dinding maka "emua alat rahasia yang
ada disana mulai berjalan, dia benar kini terkurung diruangau
batu itu. Seketika itu juga dia merasa hatinya mence los, dia merasa
benci dan mendongkol terha dap Cing jie , . , . kepingin sekali
dia meng hajar sampai mati gadis itu .saat ini juga te
tapi jusferu sayang dia kini fak dapat kelu:m
c . . . , , , , lama fremudipn dis mulai merasakan
lengan- Seluruh tulangnya pada berkeruruk sakmg.'nya ,,?" tenRga
dalqTflT,y, hfiW8. gusarnya deagan kalapnya dia menerjang kj Sambi!
met1sne(a PFpsg sedih ,err)aksB Boen arah pintu batu yang
belum merapat seluruiL mP1iarJk Vembq1i tanp9rnyq d"n
amannya yang kini cujaa tinggal sebuah celah"
yang kecil saja. Dengan sekuat tenaga Ungmnya meacekl ram pintu itu dan
dengan sekuat tenaga aiti riknya kearah saujptng.
W-iKtu ini kekuatan lengan Boja Iag adi beribu ribu kati
beratnya seharusnya dengiif kekuatan yang amat oesar itu
tariannya in akan berhasil membuka pintu Datu itu teuf pi
keadaan sama setali diluar dugaannya dia gagal didalam
pekerjaannya mi. dane Tce rah pintu h a Mi vatjg Itu dengan mata
mendelong. mulai merapat ( X ) ooo ( X ) KITA tinggelkan Bo*n Ing terisbih dft-tnn'u yung lerkuiung
dalam ruangan batu ter-lebnr.
Marilah kita kemb&H pada Cing jie yans dapat membuka
mangan batu lainnya setelah berbasil "lemanaii h?ti Boen Ing
dengan meng Justru karena dia mengerahkan tenaga mur gmskan kedua
puluh sc sok tulang belulang ninya sekuat tenaga membuat
darah yang m? ^ Cenat cepat dia mengikuti tubuh Liem n^alir
keluar melalui bekas jari kakinya yanj Tou S?rt8 Oei Tiap
Looj:en masuk kedalam terpapas semakin deras seluruh
permukaan ruangan tersebut lalu menutup kembali ruang
tanah telah dibasahi dengan ceceran darah se gar yang
kotoi, Perbuatan yang sia sia dari Boen Ing ini mana kuat
bertahan lebih lama lagi?" tidak an itu sehingga terhindar dari
ancaman Boen jlcg Setelah berada didalam ruangan itu baru dia dapat
menghela naprs panjang dan me mandang kearab dia orang
itu dengan ter 5 8 mangu mangu kemudian ia bangun berdiri dan mengetuk
tiga kali pada ujung sebuai dinding
'Kraaaak , . - !" dengan menimbulkan suara yang nyaring
mendadak ditempai itu tej buka kembali sebuah lorong
rahasia yang amat panjang.
Keadaan didalam itu amat gelap sehingga tak dapat melihat
lima jarinya sendiri, dengan hapalnya Cing jie menggendong
tubaa Oei Tiap Loojien lalu berjalan menuju ke-] ujung lorong
yang merupakan sebuah dinding batu kembali.
Entah dengan cara yang bagaimana kembali dia
menendang dinding itu beberapa kali sehingga terbukalah
sebuah pintu rahasia. Dibalik piniu itu merupakan sebuah ruang ah Datu yang
terdapat empat buah peti mati berjejer jejer, tanpa pikir
panjang lagi Cing jie lantas membuka sebuah peti mati yang
pai ling kiri dan memasukkan tubuh Oei Tiap-, Loojien
kedalamnya yang kemudian ditutupi kembali batu penutupnya,
Setelah semuanya selesai diatur ia baru bes: lutut memberi
hormat. "Supek kau baik baiklah beristirahat sela aia tiga tahun.
D.dalam liga tahun ini Cingjie
tak akan meninggalkan lembah sarang se tapakpun "
Sehabis berkatadia 'alu bangun berdiri dan keluar dari
ruangan tersebut menuju kesisi Liem Tou.
Terlihat olehnya napas pemuda itu sangat lemah dan
keadaannya mirip sekali dengan pernapasan orang yang
sedang bersemedi saja tak terasa lagi dalam hati dia m diam
pikirnya. "Apakah setelah minum darah pusaka dari ular perak itu dia
lantas berhasil melupakan segala-galanya" biarlah aku coba
dirinya apa kah dia memberikan reaksi atau tidak !"
Cing jie adalah putri kesayangan dari It Tiap Cmjien Ciang
bun jien angkatan kesebe las hari Heng san Pay pada seratus
tahun yang lelu bilamana dihitung usianya pada saat ini sudah
hampir mencapai seratus tahun.
Kesembilan puluh d-lapan lembar dedautJ mati b;dup
membuat dia tetap berada dalam ke"dP8n mrda dan
kelihatannya baru berusia " tujib ee'.ar&n belas tahunan.
Sejfk memasuki lembah samnai wskm itu tak nernah dia
meninggalkan tempat tersehu'? sudah temu terhadap urusan
dunia kanrouw dia sama sekaii rok berpenga'sman, spa lagi
dia masih memiliki sifat kekanak kanakan*.
Setelah berpikir akar. hal itu dia Innus uluTkan tangannya
untuk mengelut wajah Liem Tou, terasa olehrya wajah
pemuda tersebut amat paras seperti dibakar sedang hawa
udara yang dihembuskan keluar dari lubang hidung terasa
amat dingin menggigilkan.
Semakin dipegang Cng jie merasa semakin tertarik,
akhirnya dia tidak ingin melepaskan wajah pemuda itu lagi.
Tetapi lama kelamaan tiba tiba dalam hati Cing-jie terjadi
suatu penbthan, dan perasaan ini adalah perasaan yang
muncul untuk pertama kalinya selama seratus tahun ini, dia
merasa hatinya berdebar debar 'dengan kerasnya.
Kiranya setiap gali s ya n" telah msag;..-jakdiWaja tentu
akan timbul suatu perasaan yang istimewa terfajdap setiap
lelaki. Cmg jie yang merana dan me nbelai tubuh Liem Tou s
semula hanya bermaksud untuk menggoda dan ingm tahu
saja tanpa m&'csud yang lain, tetapi lama kelamaan dtrengah
ke unyiau itu dia me npunyat suatu perasaan aneh.
Hawa lelaki yang sangat aneh dan sukar di lukiskan yang
tersiar dalam tuouh Liem Tou membuat hatinya tergetar, dia
merasa raaa taicut dan bercampur dengan rasa sangat ter
jarik karena bau yang diciumnya iai suatu bau yang amat
merangsang dan me nisat ha tinya.
betelah berpikir termangu mangu beberapa saat lamanya
tak kuasa lagi sspasan" pipinja Ciaag jie berubah Jadi merah
padan, sepa sang matanya dengan melotot lebar lebar
memperhatikan diri LiemToi lak berkidip.
Urusan anehpun lantas terjadi dideoan m a ta Liem Tou
yang ada dibadapannya pada su at ini ternyata sudah berubah
menjadi seorang pemuda yang begitu tampan dan begitu me -
nariV. Dengan amat tajam Cing jie memperhatikan terus diri
pemuda tersebut, mendadak di dalam beraknya muncul suatu
cara untuk raen coba diri Liem Tou.
Dia merendahkan badannya dan berjongkok diatas tanah
lalu meniupkan hawa kedalam hidung pemuda tersebut,
Jilid 36 : Kitab bersemadi yang baik
BAGI CING JIE perbuatan ini sangat menarik sekali tetapi
dengan kejadian ini Liem Tou merasa amat menderita sekali
bahkan hampir hampir memancing dia kedalam jalan api
neraka sehingga badannya cacad.
Kiranya Liem Tou sehabis mengisap darah ular raksasa itu
dia merasa hawa panas yang menyerang hatinya membuat
seluruh tubuh menjadi terbakar, dia tahu kejadian ini tentulah
dikarenakan darah ular raksasa tersebut.
Karena itu dia lantas duduk bersila menuruti ajaran Sim
hoat dari kitab pusaka To-Kong Pit Liok dan menyalurkan
hawa panas tersebut mengelilingi seluruh urat nadi serta jalan
darah yang ada didalam tubuh, waktu itulah dia merasa
badannya mulai nyaman dengan segera oleh sebab itulah dia
melanjutkan semadinya diujung ruangan batu itu.
Siapa tahu sewaktu ia sedang berlatih hingga mencapai
pada puncak sesuatu latihan mendadak dari hadapannya
muncul sesuatu yang tidak beres, bukan saja didalam
tubuhnya mulai bergolak dengan amat kerasnya bahkan hawa
murni didalam dada serta lambungnya menerjang keatas
dengan dahsyatnya sehingga sukar untuk ditahan.
Didalam keadaan amat terperanjat dia lantas kerahkan
lweekang menurut ajaran kitab pusaka To Kong Pit Liok untuk
menguasai seluruh keadaan. hanya didalam sekejap saja ia
sudab berada didalam keadaan lupa segala-galanya.
Pada saat itulah mendadak hidungnya mencium bau harum
yang sangat aneh menjalar masuk kedalam tubuhnya melalui
hidung masuk kedalam pusar lalu melanjutkan alirannya
berputar ke 'Jien Tok' dua urat nadi akhirnya kedalam 'Nie
Tan' serta "Sin Teng"
'Nie Tan' serta "Sin Teng" merupakan dua buah pusat urat
syaraf yang penting didalam tubuh, sekalipun tenaga dalam
Liem Tou amat dahsyatpun waktu itu tidak bakal bisa
menahan golakan yang timbul disebabkan oleh bau harum
yang semerbak dari tubuh seorang gadis.
Napsu birahi muncul dari hatinya membuat pikiran cabul
pun terbayang didalam ingatannya bagaikan didalam impian
saja segala pemandangan yang indah serta sorga dunia
muncul saling susul menyusul didalam benaknya.
Aliran darah yang sedang berputar dengan teraturnya
didalam tubuh pun mulai buyar dan mengalir simpang siur
amat kacau. Cing jie yang meniupkan udara kedalam hidung Liem Tou
sewaktu dilihatnya pemuda tersebut sama sekali tidak
menimbulkan reaksi apa apa lantas bersiap siap untuk meniup
kembali beberapa kali. Mendadak dia melibat tubuh Liem Tou tergetar amat keras
diikuti wajahnya berubah jadi merah padam bagaikan kepiting
rebus; semakin lama semakin memerah sehingga akhirnya
mirip dengan sekuntum bunga yang sedang mekar, sangat
menarik sekali. Cing jie yang melihat ketampanan wajah sang pemuda
semakin lama semakin menyenangkan, hatinya jadi bergirang
hati kepada pemuda itu lalu serunya:
"Liem Tou" kau sedang malu" aku tidak percaya kalau kau
berhasil duduk bersemedi sehingga berada didalam keadaan
lupa akan segala-galanya. Hey Liem Tou, Boen Ing itu sangat
galak kenapa kau terus menerus berpura-pura" bilamana kau
tidak suka buka mata aku akan hajar badanmu !"
Sehabis berkara dia lalu mengayunkan tangannya siap
menggaplok pipi Liem Tou.
Siapa tahu sewaktu tangannya sedang di ayunkan inilah
mendadak terdengar pemuda itu buka mulut,
'Aakh ! enciku yang baik kau sunggub cantik bagaikan bidadati
yang turun dari kahyangan ! Aku mohon kepadamu biarlah
aku cium wajahmu . "
Cing jie yang mendengar Liem Tou angkat bicara dia lantas
menarik kembali tangannya, tetapi setelah mendengar
perkataan itu dia jadi jengah.
"Liem Tou ! Kau sungguh tak tahu malu, apa kau kata
"'bentaknya nyaring.
Setelah suara bentakan tersebut. dalam perkiraannya, Liem
Tou sudah tentu akan membuka matanya setelah mendengar
suara bentakan itu lalu minta maaf kepadanya.
Siapa tahu pemuda itu masib tetap duduk tak bergerak;
seluruh tubuhnya gemetar keras sedang wajahnya semakin
lama berubah semakin merah.
"Enci yang baik kita dibesarkan bersama-sama, aku cinta
padamu benar benar. kenapa kau tidak memperkenankan aku
mencium dirimu " Mari cici biar aku cium dirimu perlahanlahan.
Aaaakh enci yang baik aku mohon "
Cing jie yang mendengar perkataannya semakin iama
semakin tidak karuan mendadak putar badannya.
'Liem Tou. kau jangan terlalu menggoda orang !" bentaknya
dengan nyaring 'Siapa yang menjadi encimu " Siapa yang
dibesarkan bersama sama dirimu "'
Tubuh Liem Tou yang lagi bersemedi di atas tanah gemetar
amat keras sekali. wajahnya yang merah padampun sudah
lenyap bergpanti dengan air muka yang pucat pias bagaikan


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mayat; suaranya berubah semakin kecil sehingga sukar untuk
didengar. 'Enci Ie !" ujarnya lagi. 'Kau tidak meng gubris aku, tapi
jangan marah . " aahh . . aku merasa rada dingin . . , Aduuh .
. . !" Hanya didalam sekejap mata saja wajah Liem Tou dari
pucat pasi semakin lama berubah menjadi semakin hijau
menyeramkan seluruh tubuhnya gemetar semakin keras.
Cing jie yang mendengar Liem Tou berteriak keras dengan
kagetnya lalu menoleh. Waktu dilihatnya keadaan wajahnya tidak beres dengan gugup
tanyanya : 'Liem Tou kau kenapa "'
Seluruh tubuh Liem Tou masih gemetar tidak hentinya air
mukanya berubah semakin menghijau membuat Cing jie jadi
amat gugup. Mendadak teringat olehnya akan kata dari Oei Tiap Loojien
yang pernah memberitahu bagaimana bahayanya orang
berkepandaian yang terpancing kedalam jalan api menuju
neraka, kini dicocokkan dengan kata kata ingatan yang
diucapxan oleh Liem Tou sudah jelas merupakan tanda yang
nyata. Didalam keadaan gugup pedang Lan Beng Kiamnya
bagaikan kilat menyambar kedepan wajah Liem Tou membikin
hawa pedang yang amat dingin menyeramkan menusuk
wajahnya. Liem Tou yang berada didalam keadaan amat kritis dan
bahaya mendadak dikejutkan oleh sambaran hawa pedang
yang sangat dingin menyeramkan segera membentak keras,
kesadarannya pun pulih kembali seperti sedia kala.
Bagaikan baru saja terbangun dari suatu impian buruk
aliran darah didalam badannya menjadi lancar kembali
semangatnya pun pulih kembali seperti sedia kala; dengan
sendirinya dari mulutpun memperdengarkan suara rintihan
yang perlahan. Melihat akan hal itu Cing jie jadi amat girang sekali.
"Liem Tou ! Liem Tou ! lekas bangun ." serunya berulang kali.
Walaupun telinganya Liem Tou bisa mendengar suara
teriakan dari Cing jie itu tapi berhubung waktu itu dia harus
membalik dulu hawa murninya seperti sedia kala sehingga
tidak sampai merugikan badan maka dia tetap pejamkan
matanya tidak bercakap-cakap .
Cing jie yang melihat suara panggilannya sama sekali tidak
digubris oleh Liem Tou dia pun lalu menghela napas panjang .
Liem Tou merasa tubuhnya tiba tiba digendong oleh Cing jie
dan entah dibawa kearah mana.
Dia merasa hawa murni dibadannya menjadi lancar
kembali. setelah mengelilingi seluruh tubuh satu kali diapun
lantas membuka matanya. Tampaklah waktu itu dia duduk bersila di sebuah ruangan
batu yang rada mewah dengan alat alat meja kursi yang
lengkap, di tengah ruangan diatas dinding tergantunglah
sebuah lukisan orang tua yang amat ramah sekali sedang
dirinya berada diatas pembaringan batu dengan Cing jie
berada disisinya. "Iiih.. tempat manakah ini?" teriak Liem Tou kaget.
Dengan perlahan Cing jie bungkukkan badannya dan ujarnya
dengan halus: 'Liem Tou; ini adalah kamarku, kau rada baikan bukan"'
Liem Tou yang baru saja lolos dari bahaya maut seluruh
tubuhnya telah dibasahi oleh ke ringat, dari dalam sakunya
Cing jie lantas mengambil keluar sebuah sapu tangan dan
mengusap kering keringat dibadan pemuda itu.
Liem Tou yang tiba tiba mencium bau harum dari sapu
tangan itu hatinya jadi paham beberapa bagian, dengan
perlahan dia mengangguk. 'Untung sekali ada sebuah benda yang dingin menyeramkan
sehingga dapat membuka aku sadar kembali sakinq
terkejutnya; kalau tidak selama hidupku kali ini akan tersiksa!'
Dia berhenti sebentar untuk kemudian tanyanya lagi;
"Bagaimana aku bisa sampai ditempat ini" Ah ! nona,
bukankah kalian sudah memasuki barisan bunga itu "
Dmanakah Oei Tiap loo-ciunpwee dan Boen Ing si perempuan
silmuan itu 7" 'Heei - - perkataan itu amat panjang sekali kalau
dibicarakan" ujar Cing jie dengan sedih bercampur gembira,
"Boen Ing sudah terkurung didalam ruangan batu ditempat
luaran, untuk beberapa saat lamanya dia tidak bakal bisa lolos
dari sana sedang supek, dia - dia sudah mati !'
Liem Tou yang mendengar Oei Tiap Loo jien sudah mati
mendadak melomupat bangun dari atas pembaringan batu itu.
"Kau bilang apa ?" teriaknya dengan keras. 'Oei Tiap
loocianpwee sudah mati, bagaimana dia bisa mati " Setelah
dia mati lalu siapa yang bakal memberi pelajaran ilmu silat
buat Oei Poh ?" Cing jie yang meiihat sikap terharu yang terpancar dart
wajah Liem Tou dengan sedihnya lalu menghela napas
panjang- "Liem Tou kau jangan terburu napsu" hiburnya, "Oei Tiap
supek memang benar benar sudah mati tapi tiga tahun
kemudian dia akan hidup kembali hal ini tak usah terlalu
diisedihkan saat ini kita masih menghadapi satu kesukaran
yang harus cepat cepat diselesaikan."
"Kita berdua bukankah amat baik sekali " kesukaran apa
lagi yang sekarang kita hadapi?" tanya penuda itu dengan
keheranan. Cing jie pun lantas menceritakan kisahnya dimana dia
bertempur melawan Boen Ing didalam barissn bunga lalu
bagaimana memancing dia masuk kedalam ruangan batu dan
terjebak, dan terakhir tambahnya lagi 'Liem Tou!! ruangan
batu ini adalah ruangan yang digunakan sucouku tempo hari
untuk bersemedi sehingga pintu masuk cuma ada satu saja
kini Boen Ing ada didalam ruangan yang menutupi pintu
keluar, walau pun dia tak mengetahui akan alat alat rahasia
dari ruangan tersebut sehingga tak bisa lolos tetapi kitapun
tidak bakal bisa keluar! ! bilamana kini tidak mencari akal
untuk keluar, maka kita bakal menemui kesulitan! ! ' .
Liem Tou yang mendengar perkataan itu segera tertawa
dirgin. "Soal itu tidak sulit! ! " serunya dengan cepat. "Mari kita
terjang keluar dan tempuri dirinya, apa dikira kita menaruh
rasa jeri terhadap dirinya" " " .
Sembari berkata dia mulai menggosok-gosok kepalanya.
Dengan dinginnya Cing-jie mengerling ke-arab pemuda
tersebut tanpa mengucapkan sepatah katapun, cuma dari
hidungnya dia mendengus dingin.
Waktu itulah Liem Tou baru ingat kembali kalau dirinya
sudab mengunci tangan setelah mengetahui dirinya sudah
salah berbicara wajahnya berubah merah karena jengah,
terburu-buru dia mengubah bahan pembicaraan.
"Nona, dimanakah jenasab Oei Tiap Loojien diletakkan"
dapatkah kau orang membawa diriku untuk pergi
manyambanginya" Oie-Tiap Loojien jadi orang ramah dan
agung; aku Liem Tou benar-benar menaruh rasa kagum
terhadap dirinya. Dengan perlahan Cing jie mengangguk dan membawa dia
masuk kedalam ruangan yang terdapat empat buah peti mati
itu. 'Liem Tou. kau mendatangi gunung Heng san ini apakah
khusus hendak mencari supekku?" tanya Cing jie dengan
perlahan. " Atau mungkin karena kau tahu tidak bakal
menangkan dirinya lantas menutup tangan sendiri?"
kenapa tadi kau bilang hendak menghajar diri Boen Ing;
hanya didalam sekejap saja sudah berubah pendapat ?"
Pikir Liem Tou waktu ini sedang diperuhi dengan berbagai
persoalan. Dia sama sekali tidak menjawab sebaliknya berjalan
kedepan peti peti mati tersebut.
Ketika dilibatnya ditempat itu ada empat peti mati tidak terasa
ia jadi melengak dan kebingungan.
Cing jie tertawa tawar; dia menuding dari peti mati yang
ada disebelah paling kiri lalu ujarnya ;
"Kau jangan keheranan, mari aku beritahu kepadamu; ini
adalah ibuku Su Sim Koan Im, sedang yang ini adaiab ayahku
Ie Tiap Cing jie Sedang yang ketiga adalab milik supekku Oei
Tiap loojien ' Sembari berkata air mata mengucur keluar dengan
derasnya; dengan terburu-buru Liem Tou berlutut memberi
hormat kepada jenazah jenazah tersebut.
Mendadfik terdengar Cing jie berkata kembali dengan
sedihnya. "Cuma sayang masih kurang dua peti mati 1agi "
'Buat apa kedua buah peti mati itu" apakah ada jenazah yang
belum dimasukkan ke dalam peti mati?"
"Kau sebuah dan aku sebuah bukankah semuanya kekurangan
dua buah peti mati lagi"' ujar Cing jie dengan dingin.
Da berkata begitu walaupun nada suaranya rada tidak
sesuai tapi dari sepasang matanya memancarkan cahaya yang
sangat aneh memandang kearah Liem Tou.
Hatinya yang semula suci bersih dan tenang laksana
permukaan air telaga kini sudah berubah kacau dan bergolak
laksana menggulungnya ombak ditengah samudera.
Liem Tou pernah bercintaan dengan Lie Siauw Ie, dan
terhadap sikap serta tindak tanduk pemuda pemudi pun dia
sudah paham, kini melihat sinar mata Cing jie rada aneh
hatinya jadi tergetar keras; pikirnya didalam hati : "Nona, kau
sudah salah melihat orang. bilamana aku tidak bersikap tawar
terhadap dirimu mana aku punya muka untuk bertemu
kembali dengan Ie cici" apalagi sesaat meninggalkan gunung
Cing-Shia perkataan yang diucapkan oleh supek masih
berkumandang didalam telinga . . . "
Berpikir sampai disitu hatinya berdebar amat keras,
sikapnya pun rada tidak biasa.
"Liem Tou! " Cing jie sudah berkata lagi sambil tertawa. "Saat
ini di dalam ruangan batu yang amat besar ini, tinggal kau
serta aku dua orang walaupun aku cuma mengijinkan kau
berada disini hanya semalam saja tapi kini Boen Ing ada
diluar, sekalipun aku ingin mengantar kau pergipun tak bisa"
Liem Tou yang mendengar perkataan dari Cing jie semakin
lama semakin mendekat, jelas sudan memberi pertanda
kepadanya maka dengan gugup lantas menjawab:
"Walaupun perkataan dari nona sedikitpun tidak salah, tapi
aku rasa seharusnyalah kita mencari suatu cara untuk keluar
dari sini apalagi aku masih ada urusan penting yang harus
diselesaikan dengan segera tempat ini tak bisa aku diami lebih
lama lagi." "Liem Tou apakah tempat ini tak ada barang yang bisa
dikerjakan?" seru Cing-jie sambil memutar-mutar biji matanya.
"Kau begitu terburu buru hendak pergi kemana" apa lagi kini
Boen Ing ada diluar apakah kau bisa keuar dari sini dengan
lancar"' Liem Tou tertawa pahit, ia pun lalu menceritakan tujuannya
datang kemari, akhirnya dia menambahi.
"Kini Oei Tiap cianpwee sudah mati, sudah tentu Oei Poh pun
tak ada yang menuruni pelajaran silat kepadanya, walau pun
hal ini bukanlah harapan dari aku Liem Tou tapi karena urusan
itu kini akupun semakin jelas."
"Lalu setelah keluar dari sini kau hendak melanjutkan
membuka pantangan membunuh?" seru Cing jie dengan air
muka berubah sangat hebat.
"Soal itu sih tidak murgkin" ujar Liem Tou sambil
menggelengkan kepala, "Aku mau sembunyi dan tidak lagi
terjunkan diri kedalam dunia kang ouw."
Sinar mata Cing jie jadi bersinar, lama sekali dia
memperhatikan diri Liem Tou lalu bisiknya dengan suara yang
amat lirih. 'Kalau begitu, kau berdiamlah disini saja aku .., aku bisa
bersikap baik terhadap dirimu.'
Berbicara sampai disini air mukanya sudah berubah merah
jengah, kepalanya ditundukkan rendah-rendah dan tak berami
lagi memandang kearah pemuda itu.
Liem Tou yang mendengar perkataannya itu segera
merasakan hatinya berdesir,
'Nona Cing," ujarnya dengan serius, "Aku tahu sikapmu
terhadapku Liem Tou adalah baik tapi dalam hati aku hanya
bisa mengucapkan banyak terima kasih, tetapi uku Liem Tou
ada kesusahan yang tak bisa diucapkan karena ini harap nona
suka memasfkan aku yang tak bisa menerima permintaanmu
itu." Perkataan yang diucapkan Liem Tou itu benar benar berada
diluar dugaan Cing jie seluruh tubuhnya bergidik sedang air
mata bercucuran dengan derasnya.
"Liem Tou . , , aku memang patut dipukul," teriaknya dengan
keras. "Aku tidak menyangka diriku bisa berkata begitu
kepadamu !' Terhadap diri Cing jie waktu ini benar benar menaruh rasa
simpatik, kini gadis itu sudah tak berayah dan tak beribu,
seorang diri tinggal didalam gunung yang sunyi memang
sangat tidak menyenangkan.
Bilamana seorang gadis meminang dia seorang lelaki sudah
tentu merupakan perbuatan yang melanggar kebiasaan
apalagi kini di tolak oleh Liem Tou. perasaannya sudah tentu
kena terpukul. Tetapi Liem Tou tahu kalau gadis itu masih
bersifat kekanak-kanakan bila ada perkataan, langsung
diucapkan karena itu terburu buru dia menangkap tangannya
dan menghibur dengan suara perlahan :
'Nona Cing; kau jangan begitu; aku tahu kau yang tinggal
seorang diri ditempat yang sunyi ini sangat membutuhkan
seorang kawan, akupun menaruh rasa simpatik terhadap
dirimu, mari, jangan menangis lagi ! Bagaimana kalau aku
ajak kau keluar dari gunung untuk berjalan-jalan oidalam
dunia kang ouw?" 'Aku tidak bisa berbuat demikian " ujar Cing jie sambil
goyangkan kepala. "Aku harus menjaga jenazah dari supek."
Sembari berkata air mukanyapun sudah berubah sangat
kecewa. Liem Tou segera merasakan hatinya menjadi lemas.
"Nona Cing, sudahlah jangan sedih," serunya sambil menghela
napas panjang. "Biarlah aku temani kau untuk beberapa saat
lamanya disini; apakah kau punya makanan untuk menangsal
perut ?" Cing jie yang mendengar Liem Tou suka tinggal disana


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendadak dari murung dia jadi bergirang hati, dengan cepat
tubuhnya loncat kedalam lorong rahasia itu.
Liem Tou yang bisa nemandang ditempat kegelapan seperti
ditempat terang saja dengan cepat mengejar kedepan.
'Nona Cing kau hendak pergi kemana?" teriaknya dengan
keras. Bagaikan melayangnya segumpal asap dengan cepatnya
Cing jie meluncur kedalam ruangan batu itu sewaktu Liem Tou
menyandak kesana dia sudah mencekal sebuah bola batu
yang ada pada ujung dinding tersebut.
Semula dia memutar kekiri terlebih dulu kemudian baru
memutar kekanan dua kali pintu batu yang amat besar
dengan cepat lantas bergeser kesamping.
Dibaiik pintu batu itu terdapatlah baban makanan yang
cukup digunakan selama tiga sampai lima hari lamanya,
Setelah melihat sebentar kearah dalam ruangan itu Cing jie
mulai memaki maki diri Boen Ing semula dia mendengar Liem
Tou suka tinggal disana mengawasi dirinya dalam hati merasa
amat girang tetapi setelah dilibatnya bahan makanan hanya
cukup buat tiga sampai lima hari saja dia jadi merasa kecewa.
Liem Tou yang melihat kecintaannya dalam hati merasa
terharu. "Nona Cing " ujarnya sambil tertawa. "Kita cuma ada bahan
makanan yang cuknp buat tiga sampai lima hari saja. lebih
baik kita lewati dulu hari ini mari sekarang kita makan dulu
kemudian mengajak aku dolan kedalam ruangan batu ini. aku
mau meninjau tempat tempat yang menarik."
Cing jie lalu mengaagguk lalu berlalu untuk mempersiapkan
santapan buat pemuda tersebut.
Sewaktu bersantap itulah sepasang mata Cing jie dengan tiada
hentinya memperhatikan terus diri Liem Tou membuat
pemuds itu jadi rada tak leluasa.
"Nona Cing kau terus menerus memperhatikan diriku
apakah tak takut sampai aku merasa malu ?" tanyanya sambil
tersenyum. Cing jie tak menjawab sebaliknya malah bertanya :
"Liem Tou kau sungguh sungguh mau tinggal disini " kau
jangan menipu aku lho !"
Dalam hati Liem Tou merasa amat sedih 'Nona Cing; aku tidak
akan mengapusi dirimu, aku sudah bilang untuk sementara
waktu aku akan mengawssi dirimu, tapi.."
Liem Tou melihat sepasang mata Cing jie tajam bsgaikan
dua bilah pisau tajam yang mendesak terus kearahnya dia
berhenti sebentar; akhirnya dengan tegas sambungnya lagi-
"Tetapi ditempat ini paling banter aku hanya bisa tinggel
selama satu bulan saja sebab sebelum bulan Tiong Chiu aku
sudah harus kembali digunung Cing Shia"
Air muka Cing jie segera jadi pucat pasi lama sekali dia
baru bisa berkata kembali "Sejak itu kau tidak akan datang
lagi ?" Liem Tou segera memejamkan matanya rapat rapat dia
berusaha untuk menahan golakan didalam hatinya.
"Untuk sementara lebih baik tidak usah membicarakan soal ini
lagi setelah kenyang bersantap baik baiklah beristirahat biar
aku pergi untuk memeriksa keadaan di sekeliling tempat ini.
aku mau lihat sendiri ruangan batu yang sangat hebat
bangunan serta arsitekturnya ini."
Dengan perlahan Cing jie mengangguk tidak terasa dia
sudah mengucurkan air matanya
Lama sekali mereka berdua berdiam diri; waktu itu mendadak
terdengar suara bentrokan yang amat keras berkumandang
datang. "Aaaaakh . . . suara apa itu ?" terdengat Liem Tou berteriak
dengan amat kaget. 'Aku sendiri juga tidak tahu ! Apa mungkin Boen Ing
sedang main setan " Mari kita pergi melihat!"
Sehabis berkata dia lalu meluncur dengan cepatnya kearah
lorong rahasia itu. Liem Tou yang sedang ikut lari ke depan mendadak
teringat akan sesuatu; setelah minum darah ular raksasa dia
tidak mengetahui bagaimanakah dengan tenaga dalam yang
di-milikinya kini; walaupun dirinya telah menutup tangan tapi
bilamana perlu dia masih bisa menempelkan telapak tangan
keatas punggung gadis itu untuk membantu tenaga
pukulannya. Berpikir sampai disitu dia lalu kerahkan tenaga dalamnya
menghsjar ke arah dinding batu, didalam angpapannya
pululannya itu paling sedikit akan menghajar gumpil dinding
tersebut, Siapa tahu pada saat itulah mendadak terasa olehnya ada
segulung angin pukulan yang maha dahsyat tanpa
mengeluarkan sedikit suaarapun sudah membokong dari arah
belakang bersamaan itu pula tangannya yang digunakan untuk
melancarkan serangan tadi dengan amat tepat sudah
menggerakkan alat rahasia membuat sang pintu dengan
perlahan menutup kembali seperti sedia kala.
Didalam keadaan terperanjat dia mengira ada orang yang
lagi membokong dirinya. tubuhnya yang atas dengan cepat
miring kesamping untuk menhindar sedangkan tubuhnya
berputar kebelakang bersama-sama melancarkan satu pukulan
'Siapa yang membokong diriku !" bentaknya keras
Menanti dia sudah menoleh kembali hatinya menjadi
keheranan, disana sama sekali tak tampak sesosok bayangan
manusiapun. Pada saat dia lagi keheranan itulah kemball segulung angin
pukulan menggulung dan mengancam dadanya.
Dalam hati pemuda itu mulai terperanjat pikirnya:
"Ilmu meringankan tubuh dari orang ini sangat dahsyat sekali,
ternyata sampai bayangan tububpun aku tak dapat
menemuinya . .!" Pada saat pikirannya sedang berputar itulah tubuhnya
sudah berkelebat kesamping, punggungnya menempel pada
dinding ruangan dan sepasang talapak tangannya disilangkan
didepan pada siap siap menghadapi sesuatu.
Walaupun begitu dia tidak melihat adanya bayangan
seorang manusiapun sedang serangan kembali melanda
datang dari arah samping.
Liem Tou yang melihat dalam ruangan itu sama sekali tidak
tampak adanya orang ke dua, hatinya jadi paham kembali,
kiranya angin serangan itu berasal dari angin pentalan
serangannya yang menghajar dinding, tak terasa lagi dia lalu
tertawa, sedang tangannya dikebut kebutkan kedepan
memunahkan kembali serangan tersebut.
Tetapi pintu dinding kini sudah tertutup, bagamana dia bisa
keluar untuk bertemu dengan Cing jie " hatinya jadi sangat
cemas sekali. "Nona Cing, lekas buka pintu !" Ruangan batu itu dibuat
dengan amat cermat dan rapi sekalipun dia sudah berteriak
sehingga tenggorokannya kering ditempat luaran tak dapat
mendengarkan suaranya, apalagi tempat itu masih terbatas
oleh lorong yang amat panjang, walaupun Liem Tou sudah
berteriak amat keras tak kedengaran suara jawaban juga.
Liem Tou semakin cemas lagi seperti semut kepanasan
mendadak hatinya tergetar sangat keras karena secara samar
samar berkumandang datang suara yang keras memekikkkan
telinga. Liem Tou yang tidak mengetahui sudah terjadi urusan apa
hatinya semakin ingin bertemu dengan Cing jie.
Tiba-tiba pintu batu itu tergetar keras agaknya hendak
terbuka kesamping, Liem Tou yang melihat hal itu segera
mengadakan persiapan. Tetapi walaupun sudah lewat lama keadaan masih tetap
tenang saja. Liem Tou jadi semakin cemas lagi.
Makin lama pemuda ini semakin tidak bisa menahan sabar
lagi, telapak tangannya dengan perlahan diangkat sejajar dada
siap siap dihantamkan kearah depan,
Mendadak , , pintu batu itu terbuka. Cing jie sambil
menenteng pedang Lan Beng Kiam dengan wajah pucat pasi
berkelebat masuk kedalam ruangan.
'Boen Ing ayoh masuk," teriaknya dengan napas tersengkal
sengkal. Belum habis dia berkata mendadak terdengar suara tertawa
yang amat menveramkan berkumandang datang disusul Boen
Ing dengan rambut awut awutan hendak masuk ke dalam,
"Cing moay . . haa , , haa , , , kau sudah menipu aku, kini aku
tidak akan mengampuni dirimu lagi !"
Sepuluh jarinya dipentangkan lebar lebar siap menubruk
kearah Cing jie. Cing jie dengan cepat lintangkan pedangnya kedepan lalu
dengan disertai rentetan sinar biru yang menyilaukan
membabat kearah jari tangan Boen Ing.
Terburu-buru Boen Ing manarik kembali tangannya
kebelakang tubuhnya melayang maju dua langkah kesamping
dan menubruk kembali kearah gadis itu.
"Ini hari bukannya kau yang mati akulah yang hidup!" bentak
Cing jie gusar. Pedang Lan Beng Kiamnya pun segera membentuk bayangan
cahaya biru yang rapat sekali melindungi seluruh tubuhnya
disamping sekalian melindungi diri Liem Tou.
Liem Tou sejak menghisap darah ular raksasa walaupun
kurang sedikit telah menginjak api neraka sehingga
melenyapkan sebagian dari darah pusaka itu tetapi manfaat
yang didapatnya tidak sedikit pula, saat inilah merupakan
suatu kesempatan yang baik untuk mencoba coba kekuatan
sendiri. Berpikir sampai disitu dia pun lantas menempelkan telapak
tangannya pada punggung Cing jie.
'Nona Cing, hantam dia!" bentaknya keras.
Cing jie yang mendadak mendapat bantuan tenaga yang
amat panas dari Liem Tou merasakan badannya sangat tidak
enak untuk beberapa saat lamanya bukannya dia bisa
menggunakan kekuatan itu untuk menghajar musuh
sebaliknya malah menjadi lemas sehingga serangannya pun
jadi rada kendor. Boen Ing adalah seorang marusia yang sangat lihay,
dengan mengambil kesempatan itu dia menerjang kedepan,
kesepuluh jarinya bagaikan kilat cspatnya sudah
mencengkeram ke luar. Liem Tou yang melihat keadaan itu dalam hati merasa
terperanjat, 'Nona Cing, hati-hati ! Hantam dia !" bentaknya keras.
Ditengah suara bentakan yang amat keras itu kaki kirinya
mundur ke belakang sedang tangan kanannya menarik
pundak Cing jie kearah belakang pula, karena teriakan itu
tubuh Cing jie pun lantas ikut mundur satu langkah
kebelakang sehingga dia berhasil mengundurkan diri dari
cengkeraman Boen Ing itu.
'Nona Cing, musuh tangguh ada didepan mata; cepat lawan
dia dengan sekuat tenaga !" kembali Liem Tou membentak
keras. Cing jie yang ditegur oleh perkataan itu hatinya jadi tergetar
sedang pikirannyapun jadi sadar kembali, dalam hati dia
merasa rada kecewa. Gerakan pedangnya diperkencang memaksa Boen Ing
kembali mundur dua langkah ke belakang.
Dia yang merasa telapak tangan Liem Tou menempel pada
punggungnya dalam hati segera mengetahui kalau dia lagi
membantu dirinya, karena itu dia lantas menarik napas
panjang panjang dan menggabungkan tenaga bantuan
tersehut menjadi satu. Air mukanya jadi semakin mantap lagi mendadak pedang
Lan Beng Kiamnya sengaja membuka satu lubang kelemahan,
Boen Ing yang tidak tahu siasat sambil menjerit seram
teriaknya : 'Cing moay jangan salahkan encimu akan turun tangan kejam
terhadapmu.' Tidak jelas dia menggunakan cara apa tahu tahu kesepuluh
jari tangan Boen Ing bagaikan sepuluh bilah pisau tajam
mengancam kedepan. Cing jie yang sejak semula sudah mengadakan persiapan
sama sekali tidak menjadi gugup melihat datangnya serangan
itu. Air muka gadis tersebut sudah berubah jadi dingin
menyeramkan, matanya berubah merah berapi-api.
'Boen Ing saat kematianmu sudah tiba !" bentaknya keras.
Pedangnya digetarkan kedepan sehingga memancarkan
sinar biru yang menyilaukan mata sedang telapak kirinya
dengan menimbulkan hawa pukalan yang dahsyat bagaikan
menggulungnya ombak ditengah samudera menghajar kearah
depan. Keadaan didalam ruangan batu itu amat sempit apalagi
tubuh Boen Ing lagi menubruk kedepan sudah tentu dia orang
tak kuasa untuk menahan datangnya serangan tersebut.
Hanya didalam sekejap saja seluruh tubuh Boen Ing sudah
tergulung didalam angin pukulan yang dahsyat itu.
Tampak tubuhnya berputar keras dan dengan diiringi suara
suitan yang nyaring tubuhnya mundur kearah pintu dengan
tubuh sempoyongan. Liem Tou mengetahui dia orang tentu sudah luka parah capat
cepat bentaknya keras: 'Nona Cing ayo kejar.!"
Telapak tangannya dengan perlahan didorong kedepan
Cing jie pun dengan mengikuti tenaga dorongan tersebut
mengejar kearah depan sedang Liem Tou membuntuti dari
belakang. Hanya didalam sekejap saja mereka sudah melewati lorong
rahasia itu dan tiba didalam ruangan batu yang kecil.
Siuar mata Liem Tou dengan cepat berputar tampaklah pada
dinding tersebut muncul sebuah gua kecil yang cukup
diterobosi oleh seorang manusia saja jelas dinding itu tergetar
hancur oleh tenaga pukulan dari Boen Ing tadi.
Walaupun Boen Ing menderita luka parah tetapi begitu tiba
didalam ruangan batu tersebut dia lantas berkelebat laksana
seekor burung walet dengan cepatnya lenyap dibalik dinding.
Cing jie yang melihat Boen Ing menerobos masuk kedalam
ruangan tersebut ujung kakinya dengan cepat menutul
permukaan tanah dan mengejar kearah depan.
Bagaimacapun juga Liem Tou adalah seorang kang-ouw
kawakan jika dibandingkan dengan diri Cing jie jauh lebih
mengerti banyak melihat gadis itu bendak mengdakan
pengejaran dengan capat tangannya menyambar menyekal


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pundaknya. 'Nona Cing musuh digelap kita di terang !" teriaknya.
Telapak tangannya sedikit mengerahkan tenaga dalam dia
berhasil menahan gerakan tubuh dari gadis itu.
"Liem Tou!" seru Cmg jie sambil mengirim satu kerlingan
mata kearah pemuda itu. "Terang-terangan Boen Ing sudah terluka parah bilamana saat
ini tidak dibasmi mau tunggu sampai kapan lagi "'
"Bukannya begitu ' ujar Liem Tou sambil gelengkan kepalanya
'Sekalipun Boen Ing kini sudah terluka parah tapi saat ini dia
tak berada didalam kalangan yang luar jikalau misalnya dia
melarikan diri kedalam sebuah ruangan yang lebar dan besar
pastilah dia orang bukan tandingan nona Cing tapi saat ini
keadaan berbeda ! Bilamana nona hendak menerjang kedalam
juga maka hal ini sama saja dengan masuk kedalam
perangkapaya dia bisa melancarkan serangan bokongan yang akan
membinasakan dirimu !"
Setelah mendengar penjelasan tersebut Cing jie baru jadi
sadar kembali. "Lalu sekarang kita harus barbuat bagaimana?" tanyanya.
'Apakah kita akan tetap menunggu disini terus" bilamana dia
terus menerus berjaga disana kita akan berbuat bagaimana"
siapa yang punya kesabaran untuk menunggu?"
"Urusan sudah jadi begini kita punya cara apa lagi?" kata
Liem Tou sambil tertawa. "Untung saja dia cuma seorang diri
sedang kita berdua sejak kini kita bisa berjaga saling bergilir
bilamana dia berani meninggalkan gua ini maka kita harus
cepat cepat basmi dirinya."
Dengan perlahan Cing jie mengangguk mendadak seperti
teringat akan sesuatu ujarnya.
"Liem Tou kita harus berjaga terus disini sekalipun kita harus
lapar juga harus berjaga sampai dia mati dulu karena
kelaparan" 'Soal ini kau tak usah katakan lagi sejak semula aku sudah
pikirkan hal ini" "Tetapi!" ujar Cing jie lagi; "Bilamana dia punya maksud untuk
meninggalkan ruangan tersebit bukankah satu pekerjaan yang
sukar baginya." Liem Tou yang mendengar gadis tersebut berkata demikian
terburu buru mencegah dia berkata lebih lanjut.
"Liem Tou; apakah kau benar benar tidak lama diam disini"'
tanya Cing jie kemudian berganti bahan pembicaraan. "Secara
perlahan-lahan aku sudah mulai merasakan kalau kau adalah
seorang yang baik bilamana kau suka berkawan dengan diriku
disini hal itu sungguh merupakan suatu kejadian yang amat
bagus." Berbicara sampai disini tak kuasa lagi matanya berubah
merah, titik titik air mata menetes keluar dengan derasnya.
"Nona Cing kau jangan sedih!' hibur Liem Tou sambil
mencekal tangannya. "Aku benar benar ada urusan dan harus
tiba digunung Cing Shia sebelum malam Tiong Chiu, bilamana
dikemudian hari ada waktu tentu akan sering sering datang
kemari, bukankah hal tersebut amat bagus sekali "'
Mengambil kesempatan itu Cing jie lalu jatuhkan diri
kedalam pelukan Liem Tou.
Liem Tou yang mencium bau gadis perawan yang merangsang
dalam hati terasa bergerak amat keras makinya diam diam.
'Liem Tou . .Liem Tou.. kenapa kau begitu tolol " kau
menyanggupi perkataan dari supek pada sebulan yang lalu
apa kau sudah lupa " rasa cinta dari enci Ie serta adik Wan
adalah cinta murni bagaimana aku boleh jatuh hati lagi kepada
nona Cing ?" Berpikir sampai disini dia lalu kebutkan ujung bajunya dan
bangun berdiri tapi pikirannya kembali berputar.
"Nona Cing kini sebatang kara dan sangat kasihan ! dia minta
aku jangan tinggalkan dirinya, hal ini tak sampai melanggar
kesopanan apalagi waktu masih lama biarlah aku bersikap
rada mesra terhadap dirinya."
Teringat akan hal itu diapun lalu membiarkan Cing jie
rebahkan diri didalam pelukannya,
"Liem Tou kau jangan pergi !" terdengar dia bergumam
seorang diri. 'Kau tak boleh pergi ! Lembah mati hidup sangat
indah dengan bunga gunung selokan serta bangunan ruangan
batu yang indah kau ingin pergi ke mana untuk mencari
kebahagiaan lagi " asalkan kau sudah mengucapkan sepatah
kata maka tempat ini segera akan berubah menjadi suatu
sorga buat kita berdua."
Liem Touyang sudah mengambil ketetapan dihati kalau
didalam hatinya cuma bisa terisi oleh Lie Siauw Ie serta si
gadis cantik pengangon kambing sudah tentu tidak terpancing
oleh rayuan dari Cing jie ini,
'Nona Cing harap kau suka sedikit sadar" sahutnya dengan
tegas sekali "Soal ini tak mungkin bisa terjadi. perkataan dari
nona Cing ini cuma bisa kirim dihati saja . . selamanya aku
tidak akan melupakan kebaikan dari nona ini . "
Air mata yang mengucur keluar dari kelopak mata nona
Cing jie mengalir semakin deras.
"Kau ingin pergi juga dari sini" bukankah perkataanmu tadi
hanya sia sia belaka" heeei . . , selama jni kenapa aku Cing jie
harus berdiam sebatang kara disini" "
Setelah menangis dengan sedihnya mendadak dia meloncat
bangun. 'Liem Tou kalau begitu aku ikut kau pergi! asalkan kau pergi
kemana akupun ikuti dirimu bukankah kau mengijinkan"
Walaupun aku Giok Cing cuma seorang gadis liar aku tidak
akan mengganggu maupun menghalangi dirimu, kau
mengabulkan bukan?" Liem Tou yang mendengar perkataan tersebut cuma bisa
melongo saja, untuk beberapa saat lamanya tak dapat
mengucapkan sepatah katapun.
"Soal ini mana boleh jadi" " pikirnya di-hati, 'Kali ini aku
kembali kegunung Cing Shia justeru Supek hendak kawinkan
aku dengan enci Ie serta adik Wan bilamana aku kembali
dengan membawa nona Cing ini maka apa yang akan
dikatakan oleh Supek dan bagaimana pula aku menjelaskan
urusan ini kepada kedua orang gadis itu hati merekai pasti
akan semakin tertusuk, aku tidak berbuit demikian !"
Berpikir sampai disini diam-diam dia menggelengkan
kepalanya, dalam hati dia berpikir keras bagaimana baiknya
menberi jawaban kepada Cing jie sang gadis itu. Cing jie yang
melihat Liem Tou hanya menggelengkan kepalanya saja
segera bertanya dengan suara yang amat keras:
'Kenapa tidak boleh " aku sudah bilang tidak akan
mengganggu dirimu!" Liem Tou kembali berpikir keras. dia merasa tidak leluasa
untuk menceritakan soal Lie Siauw Ie" dan si gadis cantik
pengangon kambing kepada gadis ini.
Cing jie yang melihat pemuda ini sama sekali tidak
mengucapkan sepatah katapun di dalam benaknva segera
teringat akan enci Ie yang digumam pemuda tersebut sewaktu
berada didalam keadaan lupa daratan dia lalu merasa kalau
perkataan dari Liem Tou ini sama sekali bukanlah perkataan
yang kosong. Perasaan kecewa kontan meliputi seluruh tubuhnya; bayangan
indah yang semula memenuhi benaknya kini tersapu bersih.
Walaupun dia baru satu harian berkumpul dengan diri Liem
Tou tapi rasanya yang membutuhkan cinta kasih sudah tsk
bisa dikuasai lagi, bukan saja rasa cinta itu tidak bisa di tarik
kembaii mengakibatkan kini hatinya terasa semakin pedih.
Air mata kembali mengucur keluar semakin deras; mohonnya :
'Liem Tou, kenapa tidak kau katakan sejak dahulu" bilamana
sejak tadi kau memberitahu hal ini kepadaku. aku. , . aku.."
Perkataan selanjutnya tak sanggup diteruskan kembali.
Liem Tou yang melihat keadaan semakin runyam dia pun
cuma bisa menghibur saja dengan kata-kata yang halus,
akhirnya setelah bersusah payah Cing jie baru bisa berhenti
menangis. Pada saat itulah mendadak pandangan Liem Tou jadi
terang benderang; serentetan sinar yang amat kuat dan tajam
menusuk matanya hampir hampir membuat dia orang tak
dapat melihat barang apapun, setelah itu disusul suara
tertawa yang amat menyeramkan berkumandang keluar.
'Aaah... pintu batu bsrhasil dia buka! dia mau pergi !" teriak
Cing jie dengan keras. Liem Tou segera pusatkan tenaga pikiran-nya, perlahan
lahan dia baru bisa melihat kembali keadaan disekeliling
tempat itu, sedikitpun tidak salah pintu batu itu sudah terbuka
sedang ujung baju Boen Ing berkelebat lewat dari pintu
tersebut. Bilamana Boen Ing sampai lolos dari kurungannya maka
sama saja dengan melepaskan harimau pulang ke gunung
keadaannya sangat berbahaya sekali. Liem Tou tidak bisa
berpeluk tangan lagi terburu-buru bentaknya keras: "Nona
Cing ayoh lekas kita kejar"
Selesai berkata tubuhnya bagaikan burung walet dengan cepat
menerobos keluar dari tempat itu diikuti oleh Cing jie dari
belakang. Liem Tou tidak berani berlaku ayal lagi setelah tiba ditepi
pintu batu dia menengok kearah luar.
Tampaklah Boen Ing sedang menghindari barisan bunga Sam
Nie Kioe Kong Khei Bun-Toa Tin tersebut dengan mengambil
jalan melalui tebing curam yang tegak lurus bagaikan pit itu,
dia yang lagi menderita luka dalam gerakannya tidak dapat
gesit, dengan lambatnya dia orang melayang dan merangkak
naik. Liem Tou yang merasa ada kekuatan untuk menyusul
dirinya dengan cepat menoleh keluar dari pintu batu.
'Nona Cing, ayoh cepat kita kejar dari belakang, jangan
sampai dia berhasil melarikan diri dari lembah ini "
Sehabis berkata tubuhnya meloncat sejauh beberapa kaki
dan menyusul kearah perempuan cabul itu.
Didalam ilmu meringankan tubuh Cing-jie ada diatas diri Liem
Tou. tetapi saat ini pemuda tersebut sudah menghisap darah
ular raksasa yang membuat kepandaiannya kini jadi seimbang.
Boen Ing yang melihat kedua orang itu mengadakan
pengejaran kearahnya dengan menahan rasa sakit dia
menambah tenaga melarikan diri semakin cepat lagi.
Hanya didalam sekejap saja mereka bertiga bagaikan
sambaran kilat cepatnya berkelebat kearah depan.
Semakin lama semakin cepat dan tempat yang ditempuh
pun semakin meninggi. jarak antara pemuda tersebut dengan
Boen Ing pun dari tujuh delapan kaki kini jadi lima kaki
jauhnya. Waktu ini asalkan dia melancarkan satu serangan pukulan
saja kearah depan maka Boen Ing pasti akan berhenti dan
putar tubuh untuk menyambut datangnya serangan itu.
Cuma sayang kini dia sudah mengunci tangannya dan tidak
ingin melanggar sumpahnya lagi, karena itu terpaksa dia cuma
berteriak keras saja . "Boen Ing, kau cepat hentikan larimu; kau kira masih bisa
melarikan diri dari sini?"
"Liem Tou" balas Boen Ing sambil menjerit keras. 'Aku tahu
kau hendak pergi ke gunung Cing Shia, aku bisa pergi kesana
untuk mencari dirimu,"
Mendengar perkataan itu Liem Tou jadi merasa amat
terperanjat, dia tak mengerti bagaimena Boen Ing bisa
mengetahui keadaan dirinya dengan begitu jelas " tapi
pikirannya segera menjadi jelas kembali, dia tahu tentunya
Boen Ing sudah mendengar seluruh pembicaraannya dengan
Cing jie dari balik tembok.
Hatinya mulai merasa cemas dia takut Boen Ing benar benar
mendatangi gunung Cing Shia sehingga keadaan diatas
gunung Ha Mo San jadi berbahaya.
Sewaktu pikiran Liem Tou sedikit bercabang itulah Boen Ing
sudah berkelebat beberapa kali lebih cepat lagi.
Liem Tou yang teringat akan keseraman dari Boen Ing
yang amat nenakntkan itu dalam hati segera mengambil suatu
keputusan untuk tidak lepaskan perempuan itu dari
cengkeramannya, gerakan tubuhnya pun dengan sendirinya
semakin cepat sekali . Beberapa saat kemudian Liem Tou sudah hampir mendekati
puncak gunung dalam hati dia sadar bilamana sampai
membiarkan perempuan cabul itu mencapai puncak itu maka
dia dengan mudahnya akan berhasil meloloskan diri dari sana.
Maka hawa murninya dikerahkan semakin dahsyat
membuat tubuhnya dengan cepat meluncur semakin dekat
dengan diri Boen Ing, Dia kepingin sekali waktu itu meluncurkan satu serangan
dahsyat menghajar jatuh perempunn itu kedalam jurang tapi
teringat akan sumpahnya yane tak akan menggunakan
sepasang telapak tangannva kembali tak terasa dalam hati
sudah berpikir : "Aku tak bisa turun tangan melukai orang tetapi sedikitnya
boleh juga mendorong tubuhnya jatuh kedalam jurang
dorongan itu sama sekali tak menggunakan jurus serangan
dari aliran manapun sudah tentu tak bisa dikatakan pula sudah
melanggar sumpah sendiri."
Berpikir sampai disini hawa murninya disalurkan semakin
menghebat membuat gerakannya lebih cepat.
Didalam sekejap saja dia sudah berada hanya beberapa depa
dibelakang tubuh Boen Ing kiranya dua langkah lagi dia sudah
berhasil menubruk tubuh Boen Ing dan mendorong dia jatuh
kedalam jurang. Liem Tou menarik napas panjang. didalam benakrya
teringat kembali akan jurus anah yang dipelajaiinya untuk
pertama kali dari kitab pusaka Toa Loo Cin Keng itu, saat ini
justru merupakan satu kesempatan yang amat baik
menggunakan ilmu pukulan perut tersebut untuk melukai
Boen Ing, hatinya jadi amat girang, hawa murni yang sudah
dipusatkan di perut lalu dikerahkan siap siap menghajar tubuh
perempuan itu. Mendadak terdengar suara senjata rahasia yang
menyambar datang menyampok udara, didalam keadaan
terperanjat Liem Tou lalu menyingkirkan diri dari titik titik
hitam yang menghajar tubuhnya dengan gerakan cepat.
Bersamaan itu pula dari atas puncak terdengar suara
bentakan yang keras dari seorang.
"Liem Tou, kemanapun kau pergi aku tak perduli, kenapa


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

justru baru mendatangi gunung Heng san ini" kurang ajar !
rasakan seranganku."
Dengan cepatnya Liem Tou menyingkir ke samping
menghindarkan diri dari sambitan sebuah batu cadas disusul
dua buah cadas yang lain menyambar datang pula.
Pemuda itu cepat cepat gerakkan tangannya menyampok
jatuh batu itu; terlihatlah Oei Poh yang sedang berdiri diatas
puncak dengan menyekal sebuah tongkat penahan badannya,
waktu itu dia sedang memandang ke arahnya dengan
pandangan amat gusar. Sewakiu Liem Tou lagi menyingkir ke samping untuk
menghirdarkan diri dari sambitan senjata rahasia dari Oei Poh
itulah Boen Ing dengan cepatnya sudah tiba di atas puncak
gunung itu. Dia melirik sekejap kearah Oei Poh lalu tertawa panjang
ujung bajunya yang kena ditebas putus itu dilemparkan keatas
kemudian setelah bersalto beberapa kali tubuhnya sudah
meluncur dengan amat cepatnya kebawah puncak,
Menanti Liem Tou berhasil tiba diatas puncak dia orang itu
sudab lenyap tak berbeks.
Dengan perlahan pemuda itu melirik sekejap kearah Oei Poh
lalu menghela napas panjang.
"Oei Poh, kau sudah melepaskan dirinya, sejak ini hari dunia
kang ouw tidak bakal aman lagi."
Baru saja Liem Tou habis berkata mendadak tampaklah
bayangan hijau berkelebat di susul suara gaplokan yang amat
nyaring sekali berkumandang datang.
Kiranya pipi Oei Poh sudah kena digaplok dengan kerasnya
oleh Cing jie si gadis berbaju hijau itu.
'Kau lelaki bau darimana berani mencari gara gara didalam
lembah mati hidup ini ?" bentak Cing jie dengan gusarnya.
"Kau telah berani melancarkan serangan dengan
menggunakan senjata rahasia, hati-hati nyawamu bilamana
Boen Ing si perempuan siluman itu berhasil melarikan diri dari
sini." Pedang Lan Beng Kiam ditangannya dengan cepat diangkat
lalu melancarkan satu serangan menusuk ke tubuh Oei Poh.
Mslihat akan hal itu Liem Tou jadi kaget.
"Nona Cing tahan, orang ini jangan kau bunuh!" cegahnya
dengan suara amat keras. Pedang Cing jie yang sudah dilancarkan sampai setengah jalan
dengan cepat ditarik kembali lalu memandang kearah Liem
Tou dengan mata meltot lebar lebar.
Liem Tou lalu melirik sekejap kearah diri Oei Poh yang
waktu ini saking terkejutnya air mukauya sudah berubah pucat
pasi. "Nona Cing, tahukah kau siapakah orang ini ?" tanya Liem Tou
pada diri Cing jie. "Liem Tou kau bilang apa " mana mungkin aku bisa kenal
dengan dirinya"' Dalam hati Lem Tou rada bergerak, setelah termenung
berpikir beberapa saat lamanya mendadak dia memandang
kearah Cing jie dan berkata.
'Nona Cing," bisiknya dengan perlahan. "Jika dikatakan
sungguh kebetulan sekali; kedatangannya keatas gunung
Heng san ini justru ingin belajar ilmu silat dari Oei Tiap Loo
jien !" Sepasang mata Cing jie segera melotot semakin besar,
sambil maju dua langkah ke depan tudingnya kearah Oei Poh
sambil memaki. "Kau orang apanya supekku" kau manusia macam apa ?"
Oe Poh tetap tak bergerak barang sedikit pun dia cuma berdiri
disana ssmbil memperhatikan seluruh tubuh Cing jie dengan
amat teliiti. 'Siapakah namamu" kalau memangnya kau ingin belajar ilmu
silat dari supekku lalu kenapa harus mendatangi lembah mati
hidupku ini?" tanya Cing jie lagi.
Oei Poh yang tanpa sebab sudah kena gaplokan dua kaii
daiam hati masih merasa tidak puas.
"Kedatanganku kemari adalah ingin mencari Oei Tiap cianwee"
sahutnya dengan ketus . "Usianya pada saat ini sudah seratus
tahun lebih mana mungkin dia bisa mempurysi seorang
keponakan murid yang masih begitu muda?"
Liem Tou takut Cing jie dibuat gusar oleh perkataan Oei
Poh ini terburu buru lantas ujarnya.
"Oei Poh kau jangan berlaku begitu kurang ajar walaupun usia
nona ini masih amat muda tetapi kepandaian silatnya jauh
diatas kita berdua sekarang kau tidak akan menemui Oei Tiap
cianpwee lagi; tiga tahun kemudian kau bisa bertemu muka
dangan dirinya. tetapi yang jelas diapun berada didalam
lembah mati hidup ini. aku lihat lebih baik kau minta ijin
kepada nona Cing ini agar kau diperekenankan menghunjuk
hormat dan menyambangi dirinya."
"Lem Tou kau jangan mendorong urusan yang bisa
merepotkan ini kepadaku," teriak Cing jie sambil membentak
keras. "Aku tidak punya banyak waktu untuk ikut mengurusi
urusan tersebut. Agaknya Liem Tou merasa amat tidak puas dengan perkataan
dari Cing jie ini dengan hormatnya dia lalu menjura.
"Nona Cing aku Liem Tou mengucapkan banyak terima kasih
kepada nona yang suka mendengar peraturan yang berlaku
dengan meuerima aku menginap satu malam didalam lembah
Mati Hidup, sejak kini Liem Tou akan mengingat dirimu terus
menerus.." Belum habis dia berkata Cing jie sudah merasa didalam
nada suaranya ini agak mencurigakan, mendadak dia menjerit
kaget: 'Liem Tou, kenapa secara tiba-tiba kau mengucapkan kata
kata itu ?" tanyanya.
Dari sepasang matanya yang hitam dan lebar itu dengan
tajamnya memancar keluar sinar aneh yang memaksa diri
Liem Tou. Liem Tou termenung sebentar, akhirnya dia menghela
napas panjang. "Nona Cing, dikolong langit tak ada perjamuan yang tidak
bubaran, aku mau pergi!"
Selesai berkata dia lantas putar badan dan memperdengarkan
suara suitan yang amat nyaring.
'Liem Tou, bukankah kau sudah bilang baru akan
meninggalkan tempat ini satu bulan kemudian" Kenapa kau
sekarang mau pergi"' bentak Cing jie dengan cepat, 'Dengan
perbuatan ini apakah kau orang bisa disebut lelaki sejati yang
bisa pegang janji "'
"Nona Cing, kapan aku pernah mengatakan perkataan
begitu"' bantah Liem Tou dengan murung. "Aku cuma bilang
satu bulan kemudian masih ada kerjaan yang barus aku
selesaikan, maka Cayhe tidak pernah menyanggupi dirimu
untuk tinggal selama sebulan disini ! Kini aku benar benar mau
pergi nona Cing, ada kemungkinan besok aku bisa datang
kembali untuk menengok dirimu"
Untuk setengah harian lamanya Cing jie tak dapat
mengucapkan sepatah kata pun.
"Oh . . . Thian !" akhirnya dia bergumam.
Hanya didalam sekejap mata itulah air mukanya sudah
berubah jadi dingin kaku, saking dinginnya sampai membuat
pemuda itu merasa hatinya bergidik.
Baru saja dia bermaksud untuk menghibur dirinva dengan
baberapa patah kata mendadak terdengarlah suara dengusan
yang ramai dari kerbaunya.
Liem Tou jadi amat girang, diapun lalu bersuit panjang
beberapa kali. Tidak lama kemudian tampaklah seekor kerbau dengan
cepatnya berlari mendatang menghampiri pemuda itu.
Liem Tou benar benar kegirangan tubuhnya bergerak siap
menyambut kedatangannya sang kerbau.
Pada saat itulah terdengarlah Cing jie sudah membentak
dengan suara yang amat keras.
"Liem Tou kau pergilah! cepat tinggaikan gunung Heng san ini
aku tak ingin menemui dirimu lagi !"
Liem Tou benar benar merasa terperanjat oleh sikap yang
kasar dari gadis itu. tetapi setelah mengetahui apa sebabnya
dia berbuat begini diapun tidak ambil gubris.
"Kalau begitu nona Cing silahkan kembali kedalam lembah.
Aku Liem Tou permisi duiu" serunya kemudian sambil
merangkap tangannya memberi hormat.
Sehabis berkata tubuhnya bergerak lari menyambut datangnya
sang kerbau itu . Waktu itulah terdengar Oei Poh kembali membentaK keras
: "Liem Ton jaugan lupa dengan hutang kita, aku bisa pergi
mencari dirimu aku akan mencari dirimu walaupun kau ada di
ujung langit sekali pun"
Tubuh Liem Tou yang ada di tengah udara menekuk bagaikan
busur lalu melirik sekejap kearah Oei Poh dan ujung kakinya
menjejak permukaan tanah bagaikan kilat cepatnya lantas
meluncur puluhan kaji jauhnva kedepan kemudian dengan
beberapa kali loncatan dia sudah ada diatas punggung
kerbaunya. Seka1i sentak tadi kerbau, di bawah sorotan sinar sang
surya dengan cepatnya dia berlalu dari sana.
Padahal Liem Tau setelah meninggalkan gunung Heng san
sama sekali tidak langsung kembali ke gunung Cing Shia;
perkataannya yang diucapkan kepada Cing jie tentang
perkawinannya dengan Lie Siauw Ie serta si gadis cantik
pengangon kambing bukanlah kata kata yang bohong cuma
bukan malam Tiong Chiu tahun ini tetapi tahun depan.
Sebenarnya Liem Tou tidak ingin membohongi Cing jie;
cuma saja dikarenakan keadaan yang memaksa membuat dia
mau tak mau terpaksa harus barbuat begitu.
Niiknya Liem Tou kegunung Heng san untuk minta ampun dari
Oei Tiap Loojien sebenarnya bukan karena dia takut kepada
orang tua itu sebaliknya muncul dari dasar hatinya selama
serahun ini dia merasa napsu membunuh yang berkobar
didalam hatinya sudah keterlaluan karena dia ingin minta
nasehat dari Oei Tiap Loojien.
Tetapi kini orang tua itu sudah mati dan tiga tahun
kemudian baru muncul kemoali di tambah munculnya Oei Poh
disana membuat pemuda ini jadi tak kerasan dia ingin cepat
cepat meninggalkan tempat tersebut.
Berbagai ingatan kembali berkelebat didalam benak
pemuda ini sembari menunggang kerbau gumamnya seorang
diri : "Liem Tou.... Liem Tou ! kiranya kaupun merupakan seorang
manusia yang bisanya menganiaya orang-orang lemah !"
Selama perjalanan ini dalam hati dia merasa tak tenang
perjalanan dilakukan dengan seenaknya masuk satu kota
lewat kota yang lain dan selama ini tak pernah tanya jalan.
Setelah meninggalkan gunung Heng san selama setengah
bulan akhirnya dia tiba kembali disebuah tanah pegunungan
yang amat sunyi, curam dan tinpgi sekali.
Kembali beberapa hari sudah lewat dengan amat cepatnya
pada suatu hari dari tempat kejauhan Liem Tou dapat melihat
sebuah kuil bobrok ditengah tanah pegunungan yang sunyi.
Didalam keadaan girang dia lantas menjalankan kerbaunya
kesana, turun dari tunggangannya mendorong pintu dan
berjalan masuk. Suasana didalam kuil itu amat kotor dengan, sarang labalaba
serta debu menghiasi seluruh tempat walaupan begitu
keadaan masih tetap rapi sekali,
"Akh . tentunya tempo hari ada orang yang mendiami tempat
ini., ." ikirnya, Waktu itulah mendadak terasa bau mayat yang menusuk
tersiar mendatang, ia mengerutkan alisnya rapat-rapat dan
berjalan masuk kedalam. Tetapi sebentar kemudian dia sudah mengundurkan diri dari
tempat itu kiranya didekay tembok tampaklah sesosok mayat
hweeshio yang sudah mati lama mengeletak di sana, hawa
bau itu justru tersiar keluar dari badannya.
Liem Tou berpikir sebentar diluar ruangan tersebut,
akhirnya dia mendorong pintu dan berjalan masuk kembali
untuk memerisa keadaan disekeliling ruangan tersebut.
Tampaklah diatas mayat hweeshio itu tertancap sebilah
pedang pusaka yang menembus batok kepalanya, dari tubuh
pedang tersebut masih memancarkan sinar yang menyilaukan
mata. Liem Tou soma sekali tidak mengutik utik pedang tersebut,
Cuma di dalam hati diam-diam pikirnya:
"Mungkin hweeshio ini tidak bermurid sehingga walaupun
sudah mati disini tidak ada yang menguburkan mayatnya."
Berpikir sampai disini diapun lantas keluar dari kuil itu
untuk membuatkan sebuah liang besar, setelah itu kembali
lagi kedalam ruangan untuk mengangkut mayat hweeshio itu keluar.
Mendadak diatas tempat duduknya semula muncul sebuah
kitab berwarna kuning yang bertuliskan "Ting Sim Liok" tiga
kata. Liem Tou sama sekali tak ambil gubris, dia melanjutkan
pekerjaannya mengubur mayat itu ke tempat liang itu.
Menanti setelah dia selesai mengubur mayat itu, barulah ia
membuka buku kitab itu yang isinya merupakan kunci rahasia
bagaimana duduk bersemedi yang baik.
Pikirannya mulai berputar, batinnya :
"Bagaimanapun juga jarak antara pertemuan di gunung Cing
Shia masih amat lama lebih baik aku bersihkan tempat ini dan
berdiam selama setahun disini bilamana aku berbuat demikian
maka hal ini sangat menguntungkan juga bagi diriku sendiri".
Tanpa banyak membuang waktu lagi diapun mulai bekerja
membersihkan seluruh tempat itu.
Akhirnya setelah bersusah payah selama setengah harian
penuh semuanya baru bisa dibikin beres dan muiai saat itulah
Liem Tou lantas berdiam didalam kuil bobrok tersebut,
Bilamana lapar dia menangsal perutnya dengan daun-daunan
serta buah-buahan sedang setiap hari pekerjaannya hanyalah
bersemedi dan latihan belaka.
Hanya didalam sekejap saja setahun sudah lewat dengan
cepatnya, didalam setahun ini tenaga dalam Liem Tou sudah
mendapat kemajuan yang amat pesat sekali sedang kerbau itu
pun dibawah rawatan yang teliti dari pemuda itu badan serta
tenaganyapun jauh lebih besar beberapa kali.
Cuma yang aneh adalah sepasang mata Liem Tou yang


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semula amat tajam kini sudah berubah jadi suram sehingga
dia mirip sekali dengan seorang pemuda lemah yang
berpenyakitan. Jilid 37 : Pouw Siauw Ling bertambah lihay
DENGAN adanya perubahan ini maka bilamana ada orang
yang memandang ke arahnya maka tak seorang pun yang
tahu bila mana pemuda ini berkepandaian tinggi, mereka
tentu menganggap dia orang sebagai seorang siucay yang
lemah dan berpenyakit. Setelah dihitung waktunya dengan pertemuan malam Tiong
Chiu tinggal beberapa hari lagi dia baru mulai meninggalkan
kuil itu untuk berangkat menuju ke gunung Cing Shia.
Sesaat meninggalkan tempat itu dia pun memungut pedang
milik hweeshio itu walaupun pedang tersebut tak bisa
dikatakan pusaka tetapi merupakan pedang yang baik juga.
Kita tinggalkan dulu Liem Tou yang berangkat menuju ke
gunung Cing Shia untuk mengawani Lie Siauw Ie serta si gadis
cantik pengangon kambing.
Marilah kita melihat di atas salju yang tebal di gunung Tou
Soat san dimana tak terlihat sesosok bayangan manusia
maupun binatang. Di tengah kesunyian yang mencekam serta tiupan angin
yang dingin menusuk tulang itu lah mendadak tampak sesosok
bayangan putih berkelebat mendatangi dengan cepatnya,
orang itu bukan lain adalah seorang hweeshio cilik berkepala
gundul yang kelihatannya baru berusia tujuh; delapan tahun.
Keadaan dari hweeshio gundul berbaju putih ini amat aneh
sekali, matanya besar bulat dengan alis yang tebal hidung dan
mulutnya amat kecil sekali dengan wajah yang pucat pasi
bagaikan mayat. Keadaannya mirip sekali dengan sesosok mayat yang baru
bangun dari kuburan. Hanya saja sepasang matanya
memancarkan sinar yang amat tajam sekali.
Dengan tidak mengucapkan sepatah kata pun dia berdiri di
atas puncak dengan memandang sebuah gulungan bola salju
yang lagi menggelinding mendatangi, mulutnya yang kecil
rada bergerak tapi sebentar kemudian sudah mendengus.
Pundaknya sedikit bergerak tahu-tahu di tangannya sudah
bertambah sebuah cambuk lemas berwarna putih kelihatannya
cambuk itu bukan terbuat dan kulit maupun rotan, akhirnya
setelah dilihat dengan jelas, tahulah sudah kalau cambuk itu
terbuat dari tulang-tulang putih yang saling sambung
menyambung. "Leng-jie terimalah tiga jurus serangan dari
suthay!" terdengar dia berseru dengan suara seperti bayi.
Cambuk Pek Kut Piannya dengan cepat laksana putaran
roda kereta sepera menyambar ke depan, sedang bola salju
itupun mendadak membesar satu kali lipat.
Hanya di dalam sekejap saja bola salju itu sudah memisah
dan muncullah tubuh Pouw-Siauw Ling serta hweesio gundul
berbaju putih itu. Tampak Pouw Siauw Ling secara tiba-tiba menjatuhkan diri
berlutut di hadapan bocah tersebut.
"Bakat Leng-jie kasar, sulit bagiku untuk menerima tiga
serangan dari suthay!" serunya.
Air mukanya berubah sangat kecewa tapi tidak berani
memandang ke arah bocah tersebut.
Tampaklah sinar mata dari hweesio gundul itu berputar
sejenak lalu mendengus dengan dinginnya, mendadak dia
tertawa cekikikan dengan amat kerasnya persis seperti
seorang bocah cilik saja membuat setiap orang yang
mendengarnya merasakan badannya bergidik, bulu roma pada
berdiri. "Haa .... hii.... hiii.... Leng jie! Walaupun kau masih tidak
sanggup untuk menerima tiga jurus serangan dari suthaymu
ini tetapi jikalau dibandingkan dengan Hoa Siong itu Auh Hay
Hiap adalah jauh lebih dahsyat lagi, aku rasa Liem Tou si
manusia itu pun bukanlah tandingan dari Leng-jie yang
sekarang!" Dengan cepat Pouw Siauw Ling menganggukkan kepalanya
melapor. "Terus terang suthay; tenaga dalam Liem Tou benar-benar
tinggi dan dahsyat sukar diukur, entah Leng jie . . ..."
Belum habis Pouw Siauw Ling berkata mendadak air muka
si bocah berbaju putih itu sudah berubah hebat, hawa dingin
menyelimuti seluruh wajahnya.
"Leng-jie, kau jangan terlalu memandang tinggi kepandaian
musuh. Liem Tou bukanlah malaikat sakti, dengan kepandaian
silatmu saat ini mana mungkin bisa kalah di tangannya" Ayoh
sekarang juga kau menggelinding turun dari gunung. Ayoh
cepat pergi...!" Kiranya orang itu bukan lain adalah suhu si penjahat naga
merah yaitu si hweeshio gundul sembilan jari yang pernah
membinasakan Hoa Siong si Auh Hay Hiap di bawah serangan
cambuk Su Kuk Mo Pian-nya.
Sejak dia mengundurkan diri ke atas gunung Soat san dan
mempelajari kitab pusaka "Kioe Im Tong Ci Lo Han Cin Keng"
tubuhnya semakin lama berubah semakin kecil sehingga mirip
dengan seorang bocah berumur tujuh, delapan tahun, cuma
dia sudah bersusah payah tak berhasil juga mengubah kedua
belah alisnya yang tebal itu.
Pouw Siauw Ling setelah tiba di gunung Soat san dan
menempuh perjalanan yang susah payah akhirnya diapun
berhasil juga menemukan dirinya.
Selama setahun ini Pouw Siauw Ling mengikuti dirinya
belajar ilmu cambuk Suo Kuk Pian, sedang di dalam tenaga
dalam dengan tak sayangnya si hweesio gundul sembilan jari
ini menurunkan cara cara belajar ilmu "Kioe Im Tong Ci Kang"
kepadanya. Karena itu tenaga dalamnya pun memperoleh kemajuan
yang amat pesat ditambah lagi makanan yang dihasilkan di
atas gunung Soat San itu amat baik sekali bagi orang orang
yang berlatih ilmu silat; oleh sebab itu walaupun Pouw Siauw
Ling hanya berlatih selama satu tahun lamanya tetapi hasil
yang diperolehnya seperti hasil latihan selama sepuluh tahun
lamanya. Kini Pouw Siauw Ling melihat Suo Kuk Mo Pian jadi marah,
buru-buru dia mengangguk anggukkan kepalanya minta
ampun. Tangan yang kecil dari hweesio itu dengan cepatnya lantas
kirim dua kali tamparan menggaplok pipi Pouw Siauw Ling
sehingga jadi merah membengkak, disusul tendangan kilat
membuat tubuh Pouw Siauw Ling jadi terpelanting jatuh.
"Pergi. . . pergi...! Kalau tidak mau pergi lagi jangan
salahkan aku hajar kau sampai setengah mati," teriaknya
sambil memutar biji matanya yang kecil itu. "Setelah bertemu
dengan Thiat Bok serta si naga merah, katakan suruh mereka
tidak usah mencari aku lagi, aku tidak akan turun gunung!
Sekalipun kalian datang lebih banyak orang pun percuma saja,
bilamana aku ingin turun gunung aku bisa pergi mencari kalian
sendiri sendiri." Selama setahun ini Pouw Siauw Ling sudah banyak
mengetahui sifat dari Suthay si bocah cilik ini, saat ini dia tak
berani banyak cakap lagi, menanti dia selesai berkata dia pun
baru angkat kepalanya. Tetapi waktu itu bayangan tubuhnya sudah lenyap dari
hadapan matanya walaupun begitu dalam hati dia tahu kalau
si suthay bocah itu pastilah lagi bersembunyi di sekelilingnya
untuk mengawasi seluruh gerak-geriknya karena itu setelah
merangkak bangun tanpa banyak melirik lagi tubuhnya
bagaikan kilat cepatnya sudah lari turun gunung.
Sesudah dirasanya dia telah jauh meninggalkan gunung
Soat san lembah Han Hong Kok itu langkahnya baru
diperlambat. Siapa tahu dari samping telinganya berkumandang datang
suara dari Sao Kuk Mo Pian yang lagi berseru :
"Bangsat Cilik, kenapa kau berhenti" Ayoh cepat lari
sebelum malam hari ini bilamana kau tak turun dari gunung ini
aku siorang tua akan hajar kau manusia yang tak punya
semangat ini." Di dalam keadaan terperanjat Pouw Siauw Ling mana
berani berlaku ayal lagi, sekali lagi tubuhnya berkelebat lari ke
arah depan dengan kalapnya.
Kemajuan yang dicapai oleh Pouw Siauw Ling selama
setahun ini sungguh sungguh luar biasa sekali, telapak kaki
yang terasa di atas permukaan salju jelas kelihatan setiap
langkah lima enam kaki jauhnya; dari hal ini saja jelas sudah
menunjukkan kalau dia termasuk seorang jagoan kelas wahid
di dalam Bu lim. Dalam hati pemuda ini tahu apa yang diucapkan oleh Suo
Kuk Mo Pian pasti akan dikerjakan bahkan ada kemungkinan
saat ini masih mengikuti terus di samping tubuhnya,
karenanya tanpa berani banyak menoleh lagi tubuhnya
bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya berkelebat
dengan amat cepatnya ke arah sebelah depan.
Menanti sang surya sudah condong ke arah barat, seluruh
tubuhnya sudah basah kuyup oleh keringat yang mengucur
keluar dengan amat derasnya, napasnya memburu tetapi apa
yang dihadapinya di depan mata masih merupakan permukaan
salju yang amat luas. Hatinya semakin lama semakin cemas sehingga akhirnya
dengan sekuat tenaga dia berusaha cepat-cepat meninggalkan
tempat itu. Cara berlari dengan jalan ini walaupun Pouw Siauw Ling
memiliki kepandaian silat yang lebih dahsyatpun belum tentu
bisa kuat menahan rasa lelah yang amat mencekam hatinya,
menanti cuaca mulai menggelap pemuda itu sudah benarbenar
kehabisan napas dengan badan yang lemas tak
bertenaga. Tetapi apa yang dihadapinya masih merupakan permukaan
salju yang saling sambung menyambung dengan ujung langit
membuat hatinya semakin cemas lagi.
Pada saat itulah terdengar suara dari Suo Kuk Mo Pian
kembali berkumandang keluar.
"Hey bangsat cilik, ayoh percepat larimu, seperempat jam
lagi sudah mendekati malam hari, bilamana kau tidak berhasil
keluar dari gunung ini maka nyawamu sukar untuk
dipertahankan lagi!"
Mendengar perkataan itu Pouw Siauw Ling jadi terperanjat,
walaupun saat ini dia amat lelah dan kehabisan napas,
terpaksa sambil menggigit kencang bibirnya dia terus berlari.
Seperempat jam kemudian cuaca pun mulai menggelap
mendadak di hadapannya muncul sebuah bukit kecil yang
amat curam. Dengan cepatnya Pouw Siauw Ling berlari menaiki bukit
tersebut dan memandang ke arah bawah puncak; yang amat
dalam itu. Cepat-cepat dia menoleh ke belakang, di bawah sorotan
sinar yang samar-samar tampaklah sesosok bayangan putih
berkelebat dengan cepatnya menuju ke arahnya. Dalam hati
dia tahu bayangan tersebit tentu bayangan dari Suo Kuk Mo
Pian yang lagi mengejar dirinya.
Dalam keadaan terpaksa menggigit kencang bibirnya dan
teriaknya sambil menoleh ke belakang.
"Suthay, kau silahkan kembali, Leng jie pergi dulu!"
Sehabis berkata tanpa perduli keselamatannya sendiri
lantas lari menuruni bukit tersebut.
Saat ini walaupun kesadarannya masih penuh tapi
tenaganya sudah habis, kakinya jadi lemas tubuhnya pun ikut
tergelincir dan menggelinding jauh ke bawah bukit.
Untung sekali di atas permukaan tanah sudah dilapisi oleh
salju yang amat tebal sehingga tidak sampai terluka.
Dengan membiarkan dirinya menggelinding Pouw Siauw
Ling berusaha untuk mengumpulkan sisa tenaganya.
Tidak lama kemudian diapun mulai merasa badannya jadi
segar kembali sedang hawa pun terasa jauh lebih hangat,
tangan dan kakinya segera digerakkan untuk mengerem daya
luncurnya ke bawah. Setelah bersusah payah akhirnya Pouw Siauw Ling berhasil
juga menghentikan daya menggelindingnya ke arah bawah.
Waktu itu dia sudah hampir berada di bawah kaki gunung,
setelah beristirahat sebentar dia pun mulai pasang mata
memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu.
Jauh di depan terlihatlah kumpulan sinar lampu
memancarkan sinarnya secara samar-samar dalam hati Pouw
Siauw Ling tahu itulah pasti sebuah kota kecil.
Semangatnya berkobar kembali dia lantas meloncat bangun
dan melanjutkan perjalanannya menuruni gunung itu.
Tidak lama kemudian Pouw Siauw Lingpun sudah tiba di
sebuah kota yang tak diketahui namanya. Di dalam keadaan
terburu-buru dia lantas mencari sebuah rumah makan.
Begitu kakinya menginjak pintu rumah makan itu mulutnya
sudah mulai berteriak keras:
"Hey pelayan, ayam bebek semuanya keluar kan."
Tetapi suasana tetap tenang-tenang saja tak kedengaran
suara sahutan, pemuda ini jadi amat gusar sekali.
"Hey, apakah orang-orang sini sudah pada mati semua?"
bentaknya dengan keras. Mendengar suara bentakannya yang amat keras itu dari
dalam ruangan segera muncul seorang pelayan berusia
pertengahan yang dengan tak sungkan-sungkan sudah
menegur : "Khek koan mau makan apa silahkan bicara dengan baikbaik;
kenapa kau harus berteriak-teriak tidak karuan"
Bilamana sampai didengar oleh Toaya sekalian yang ada di da
lam ruangan ini, kau tidak akan mendapat kebaikan.
ooo )( O )( ooo SEBELUM menaiki gunung Soat san, Pouw Siauw Ling
memangnya sudah mempunyai sifat manja, walaupun kini
kepandaian silatnya sudah memperoleh kemajuan yang pesat
tetapi sifatnya sama sekali tidak berubah.
Kini begitu mendengar perkataan yang amat kasar apalagi
diucapkan oleh seorang pelayan, sudah tentu hatinya jadi
amat marah. Mendadak dia meloncat bangun dan memerseni dua kali
gaplokan ke atas pipi pelayan tersebut membuat wajahnya
kontan jadi bengap dan bengkak.
"Kau sudah pasang mereka disini apakah tidak boleh aku
orang bersantap..." Kenapa kalian membeda-bedakan diriku
dengan Toaya yang ada di dalam?" bentaknya dengan gusar.
"Ayoh cepat sediakan ayam panggang serta bebek panggang,


Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalau tidak ... Hm! hati-hati saja dengan rumah makanmu ini,
aku akan hancurkan sampai berantakan sama sekali."
Sehabis berkata dia lantas kirim satu tendangan membuat
pelayan tersebut jatuh menggelinding dan berkaok-kaok
kesakitan. Pada saat itulah dari balik gorden muncul suara seorang
yang lagi membentak keras.
"Dari mana datangnya kelinci liar yang berani mencari
gara-gara di hadapan Toayamu sekalian. Bilamana tahu
keadaan ayoh cepat sipat kuping menggelinding dari sini,
jangan sampai membuat aku si orang tua jadi gusar... Hm!
Kecuali kalau sudah bosan hidup lebih lama lagi..."
Walaupun Pouw Siauw Ling yang ada di luar diam-diam lagi
berpikir siapakah orang itu, tetapi dia orang yang selama
hidupnya kecuali jatuh kecundang di tangan Liem Tou, siapa
pun tak ada yang berani mengutik-utik dirinya, mana bisa
menahan sabar lagi" Air mukanya lantas berubah menjadi merah padam, dengan
gusarnya dia membentak keras :
"Siapa yang bicara di dalam, ayoh lekas menggelinding
keluar!" Keadaan di balik gorden seketika itu juga jadi gempar,
terdengarlah suara langkah kaki yang amat ramai hanya
sebentar saja sudah muncul tujuh delapan orang lelaki berbaju
hitam yang semua berusia pertengahan.
Walaupun perawakan tubuh lelaki berbaju hitam itu tidak
semua sama tapi di bagian dada setiap orang tentu terukir
sebuah malaikat yang berdasar putih dengan pinggiran emas.
Ketujuh, delapan orang itu dengan sinar mata yang gusar
pada melototi diri Pouw Siauw Ling tak berkedip.
Baru saja Pouw Siauw Ling hendak buka mulut untuk
menanyai siapakah mereka mendadak terdengarlah dari balik
hordeng kembali berkumandang suara yang amat dingin
sekali: "Untuk membereskan seekor anjing kecil yang buta, apa
membutuhkan begitu banyak orang" Ayoh lekas dibereskan."
Dari antara tujuh delapan orang itu mendadak terdengar
lima orang tertawa ringan dan mengundurkan diri kembali dari
sana dan kini tinggal tiga orang saja.
Dua orang pendek dan seorang lelaki berbaju hitam yang
kurus. Dengan pandangan yang sangat dingin Pouw Siauw Ling
menyapu sekejap ke arah mereka bertiga, lalu sambil
melototkan mata bulat-bulat, bentaknya :
"Kalian beberapa orang, kenapa buka mulut lantas memaki
orang?" Lelaki kurus itu tidak menjawab, sebaliknya menoleh ke
arah kedua orang pendek dan tertawa.
Tanpa banyak cakap lagi mendadak tubuhnya mendesak ke
samping tubuh Pouw Siauw Ling dan melancarkan satu
serangan mengancam leher pemuda tersebut.
Kedua orang itu pun bersamaan waktunya berpisah ke kiri
dan ke kanan lalu melancarkan serangan dari kedua belah sisi
Pouw Siauw Ling. Orang yang satu menotok jalan darah Siauw Tauw Hiat,
pada iga bawah pemuda itu sedang yang lain menotok jalan
darah "Thian Yong Hiat" pada belakang telinganya, gerakan
dilakukan amat cepat bagaikan sambaran kilat.
Pouw Siauw Ling waktu ini kepandaiannya telah mengalami
kemajuan yang amat pesat, tampak sepasang pundaknya
sedikit bergerak tubuhnya sudah melompat menyingkir.
"Rupanya kalian sudah tidak menghargai nyawamu lagi!"
bentaknya keras. Tubuhnya bersalto di tengah udara, sepasang tangannya
dipentang lalu melancarkan segulung angin pukulan yang
menekan ke bawah secara tiba-tiba.
Setelah meninggalkan gunung Soat San, Pouw Siauw Ling
belum pernah menjajal ilmunya, apalagi untuk mengumbar
hawa mangkel yang ditahannya selama setahun lebih ini
membuat dia turun tangan dengan sepenuh hati.
Seketika itu juga terdengar suara dengusan berat dari
kedua orang lelaki pendek dan seorang lelaki kurus itu, tanpa
mengeluarkan suara jeritan batok kepalanya sudah kena
digempur sehingga jatuh terkulai ke atas tanah.
Pouw Siauw Ling yang melihat mereka bertiga rubuh ke
atas tanpa berkutik, buru-buru dia berjongkok untuk
memeriksa. Sebentar kemudian dia sudah menarik napas dingin, dia
tidak menyangka kalau pukulan yang kelihatan ringan itu
sudah lebih dari cukup untuk mencabut nyawa mereka
bertiga. Sebetulnya dalam hati Pouw Siauw Ling tisak bermaksud
untuk mencelakai nyawa ketiga orang itu, tidak disangka
pukulan yang rasanya ringan itu terasa amat berat bagi
mereka sehingga tak dapat dihindarkan lagi mereka sudah
kena dibunuh. Dengan termangu-mangu pemuda itu memandang sekejap
kearah tiga orang tersebut. Dalam hati ia merasa amat
bingung sekali. "Aku harus berbuat bagaimana " ...." pikirnya.
Dengan cepat otaknya diputar keras . . . beberapa saat
kemudian: "Aakh.... bagaimana pun aku sudah menimbulkan urusan,
lebih baik aku bersikap tenang saja dan menghadapi segala
peristiwa dengarn hati mantap," pikirnya lagi.
Setelah mengambil keputusan hatipun menjadi semakin
mantap. "Hey pelayan!" teriaknya kemudian dengan suara keras.
"Mana panggang ayam dan panggang bebeknya" kenapa tidak
dikeluarkan juga buat Siauwyamu" Apa kalian benar-benar
tidak kepingin berdagang lagi di sini?"
Sembari berteriak telapak tangannya melancarkan satu
pukulan ke arah hordeng yang menghalangi di hadapannya.
"Braak...!" dimana angin pukulannya menyambar, kayu
hordeng itupun patah menjadi dua lalu rubuh ke samping
sehingga terlihatlah sebuah meja perjamuan muncul di balik
hordeng dengan tujuh orang duduk mengelilingi meja
tersebut. Sekilas pandang Pouw Siauw Ling dapat menangkap pada
tengah meja perjamuan itu duduklah dua orang yang sudah
berusia lima puluh tahunan, walau pun mereka memakai
jubah warna hitam tapi lukisan obor pada dadanya berwarna
dasar kuning dengan pinggiran merah, kelihatannya
kedudukan mereka amat tinggi.
"Hey, cepat seret kawan-kawanmu pergi!" teriak Pouw
Siauw Ling kembali sambil menuding ke arah tiga mayat yang
menggeletak di atas tanah itu.
Sewaktu hordeng tadi rubuh ke atas tanah, mereka
bertujuh sudah pada melompat bangun, hanya dikarenakan
perisriwa terjadi sangat mendadak mereka pada melengak
semua dibuatnya. Kini setelah mendengar suara bentakan dari Pouw Siauw
Ling ini, semua orang menjadi terperanjat. "Anjing cilik! Bagus
sekali perbuatanmu. Ayoh serbu?" bentak mereka berbareng
dengan amat gusarnya. Tujuh orang bersama-sama meninggalkan tempat
duduknya, di antara mereka ada lima orang yang sudah turun
tangan mengerubuti diri pemuda Itu.
Pouw Siauw Ling segera tertawa dingin, kedua tangannya
segera dibabatkan ke depan melancarkan satu pukulan
dahsyat ke depan. Kelima orang penyerang itu segera merasakan segulung
angin pukulan yang amat kuat menekan mereka sehingga tak
terasa mereka pada mundur menghindar.
Melihat kejadian itu Pouw Siauw Ling kembali tertawa
dingin. "Hee . . . heeee . . . kalian gentong-gentong nasi lebih baik
menyingkir saja dari sini9 kalian masih bukan tandinganku!"
Kepalanya menoleh ke arah dua orang berusia lanjut itu
lalu tegurnya : "Aku Pouw Siauw Ling tak pernah mengikat permusuhan
apa-apa dengan kalian, air sungai tidak melanggar air sumur,
kenapa kalian berani bersikap sangat begitu kurang ajar
terhadap diriku" Siapakah sebetulnya kalian" Ayoh lekas
sebutkan nama dan asal usulmu!"
"Bangsat cilik, kau tidak usah galak-galak dulu! Aku mau
melihat bagaimanakah kau hendak meninggalkan daerah ini
dengan selamat!" seru orang yang ada di sebelah kiri sambil
melototkan matanya bulat-bulat. "Kau mau tanya asal usul
dari aku orang tua" Perkumpulan Sin Beng Kauw sudah lama
terkenal di seluruh kolong langit, apakah kau tidak punya
mata?" Sembari berkata dia mengirim kerdipan mata pada kawan
yang berada di sisinya, segera tampaklah dua orang maju ke
samping ketika sosok itu untuk mengadakan pemeriksaan
sedang dua orang lainnya dengan cepat berjalan keluar dari
rumah makan tersebut. Tidak malu Pouw Siauw Ling pernah ikut Ang In Sin Pian
melakukan perjalanan di dalam dunia kang-ouw. Melihat
kedua orang itu hendak meninggalkan rumah makan tersebut,
dalam hati dia pun lantas tahu apa yang hendak mereka
kerjakan. Air mukanya sama sekali tidak berubah, dia tetap berdiri
dengan tenangnya di tempat itu.
Heee... heee... bagus... bagus sekali nama perkumpulan
Sin Beng Kauw ini, cuma sayang... apakah di dalam dunia
kangouw benar-benar ada perkumpulan yang menggunakan
nama Sin Beng Kauw" Siapakah nama kauwcu kalian?"
bentaknya keras. Baru saja selesai berbicara tubuhnya mendadak melompat
ke depan. Bagaikan kilat cepatnya dia sudah menghalangi
perjalanan dari orang berbaju hitam yang sudah berada di
pintu rumah makan itu. Haa... haa... lebih baik kalian berdua tidak usah bermain
curang dengan diriku," ejeknya sambil tertawa.
Sembari berkata sepasang telapak tangannya dipentangkan
sejajar dada sedang matanya melorot lebar-lebar memandang
ke arah dua orang itu. Kedua orang lelaki berbaju hitam itu menjadi terperanjat;
dengan ketakutan mereka mundur tujuh, delapan langkah ke
belakang dan balik ke tempatnya semula.
Dengan perlahan Pouw Siauw Ling pun berjalan kembali ke
tempatnya semula. "Hey siapakah kauwcu kalian" Ayoh cepat jawab
sejujurnya!" bentaknya kembali sambil menuding ke arah si
orang tua yang berada di di tengah perjamuan, orang tua
yang sama sekali tidak berbicara, sepasang matanya melototi
diri Pouw Siauw Ling dengan tak berkedip.
Kini; setelah mendengar suara bentakan dari Pouw Siauw
Ling yang amat kasar itu dengan perlahan dia baru maju dua
langkah ke depan. "Cayhe adalah satu pelindung lukisan dari Sin Beng Kauw di
bawah pemimpin Boe Beng Tok Su, Be Ci Hoa Be su ya
adanya. Kau berani melukai anak murid perkumpulan Sin Beng
kauw kami, tentunya kau pun mempunyai nama besar
bukan?" Pada setahun yang lalu Pouw Siauw Ling sama sekali tidak
pernah mendengar nama dari Boe Beng Tok Su ini tetapi jika
didengar dari nada suara orang ini agaknya nama orang itu
serta nama dari Sin Beng kauw sudah amat terkenal sekali di
dunia persilatan, hal ini membuat dia menjadi termenung.
Mendadak tanyanya dengan suara yang jauh lebih halus :
"Nama besar dari Boe Beng Tok Su aku belum pernah
mendengar, apalagi namamu Be Ci hoa, tetapi kau bilang di
dalam Sin Beng Kauw ada delapan orang pelindung hukum,
sebetulnya kalian lagi melindungi lukisan apa?"
Be Ci Hoa segera tertawa dingin:
"Apakah soal ini kau pun tidak tahu" Sin Beng Kauw
didirikan di gunung Jong Lay San pada setengah tahun yang
laiu, kepandaian kauwcu kami yang yang mengandalkan dari
kitab pusaka 'Cian Tok Kian To' sudah menggetarkan seluruh
dunia kang-ouw; kalau hanya persoalan ini saja kau tidak tahu
buat apa berkelana di dalam dunia kang-ouw ?"
Pouw Siauw Ling yang mendengar disebutnya kitab pusaka
"Cian Tok Kian Toh" hatinya terasa amat berdebar, teringat
kembali akan kata-kata terakhir dari mendiang ayahnya Ang
In Sin Pian yang memerintahkan dia untuk mencari kitab
pusaka Cian Tok Kian Toh guna dipelajari membalas dendam
pada diri Liem Tou, sepasang matanya segera memancarkan
sinar yang amat aneh sekali.
"Cian Tok Toh, sekarang berada dimana?" desaknya lebih
lanjut. Be Ci Hoa yang melihat sikap Pouw Siauw Ling sangat aneh
sekali, dalam hati merasa rada tidak paham, mendadak
tangannya diulapkan ke depan lima orang lelaki berbaju hitam
yang berada di sampingnya kini pada bergeser dan berdiri di
belakang tubuhnya. "Siapakah sebetulnya kau orang?" tanyanya dengan dingin.
"Bilamana dugaanku tak salah, kau orang tentunya Liem Tou
bukan?" Berbicara sampai disini dia berhenti sejenak, tujuh orang
empat belas mata dengan tajamnya memperhatikan ke
arahnya. Pouw Siauw Ling yang secara tiba-tiba mendengar
disebutnya nama Liem Tou, air mukanya segera berubah
hebat. "Liem Tou. Liem Tou..." gumamnya seorang diri.
Mendadak, di dalam keadaan tak tersangka bagaikan kilat
cepatnya dia maju dua langkah ke depan dengan dahsyatnya
menyambar dan menyengkeram pergelangan tangan dari Be
Ci Hoa. Be Ci Hoa yang secara tiba-tiba diserang dengan terburuburu
mundur satu langkah ke belakang, tubuhnya berputar
sedang telapak kirinya didorong ke depan menghajar dada
Pouw Siauw Ling. "Liem Tou, kau berani?" bentak enam orang yang ada di
belakang Be Ci Hoa berbareng.
Jari tangan saling menyambar dan menyerang, keenam
orang itu segera melancarkan serangan bersama-sama ke
arahnya.

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pouw Siauw Ling segera mengetahui kalau mereka bertujuh
sudah salah paham terhadap dirinya, mendadak dia
melepaskan cengkeramannya pada pergelangan tangan Be Ci
Hoa itu dan mundur beberapa langkah ke belakang,
tangannya dengan gesitnya menangkis datangnya pukulan
dari orang itu. "Tahan!" bentaknya keras. "Aku bukan Liem Tou! Sejak
kapan kalian berkenalan dengan Liem Tou" Hmm! Liem Tou ...
aku memang lagi mencari dia untuk menuntut balas. Sekarang
dia berada dimana" Cepat katakan, aku mau pergi membunuh
bangsat cilik itu." Mendengar suara teriakan itu, Be Ci Hoa terburu-buru
menarik kembali serangannya dan menghembuskan napas
panjang. Lama sekali dia memperhatikan pemuda tersebut, agaknya
dalam hati ia belum mau percaya.
"Kau bukan Liem Tou?" tanyanya ragu-ragu. Tetapi dengan
usiamu yang demikian muda telah memiliki kepandaian silat
yang begitu lihai, kecuali Liem Tou masih ada siapa lagi"
Lelaki sejati tak akan berbohong. Siapakah sebetulnya kau ini
?" Pouw Siauw Ling yang dalam hati kepingin cepat-cepat
mengetahui jejak dari Liem Tou segera menjawab :
"Cayhe adalah Pouw Siauw Ling bukan Liem Tou, kalian
jangan salah melihat orang..."
"Be su ya, jangan dengarkan omongan seruatunya," tibatiba
terdengar suara si orang lainnya sudah berteriak dulu
sebelum Be Ci Hoa memberi jawaban. "Orang ini berhati licik,
kau jangan sampat kena ditipu oleh dirinya."
Sembari membentak tangannya diayunkan ke depan,
beberapa rentetan sinar senjata rahasia segera menyambar ke
depan. "Tangkap dirinya!"
Lima orang lelaki yang berada di belakang Be Ci Hoa
dengan cepat sadar kembali, masing-masing merogoh
sakunya mengambil ke luar senjata rahasia.
Pouw Siauw Ling yang melihat pundak orang itu bergerak,
dia lalu mengerti apa yang hendak diperbuat olehnya. Dengan
cekatan tubuhnya meluncur ke samping lalu dengan
menggunakan gerakannya yang aneh tapi gesit dia sudah
mencengkeram kembali pergelangan tangan dari Be Ci Hoa.
"Hey orang she Be!" bentaknya dengan gusar. "Cepat
perintahkan orang-orangmu untuk menarik kembali serangan
tersebut, kalau tidak menyalahkan aku akan bersikap tidak
sopan pada dirimu." Be Ci Hoa yang kena dicengkeram pergelangan tangannya
sehingga terasa sakit dalam hati mengerti walaupun dia
mempunyai maksud untuk menyerang, hal inipun tidak
mungkin terjadi, pikirannya segera mulai berputar pikirnya;
"Jika didengar dan dilihat sikapnya yang amat tegang
setelah mendengar disebutnya kitab pusaka Cian Tok Toh
serta nama dari Liem Tou agaknya dia tidak bermaksud untuk
melukai kami, kalau tidak dia telah turun tangan dua kali tak
akan mengampuni orang dia berbuat demikian. Tentunya
karena di balik ini semua ada sangkut paut dan hubungan
dengan Cian Tok Toh serta Liem Tou, kemungkinan juga dia
mempunyai ikatan-ikatan pemusuhan."
Berpikir sampai di sini diapun lalu mengulapkan tangan
kirinya. "Saudara-saudara, sementara jangan keburu napsu dulu.
Tenanglah! Kita bicarakan persoalan ini perlahan-lahan!"
bentaknya. Diikuti lengan kanannya segera tergetar meronta dari
cengkeraman pemuda itu. "Kepandaian silat dari Pouw Siauw Ling amat aneh dan
dahsyat sekali aku Be Ci Hoa benar-benar merasa kagum,
bilamana Siauwhiap mempunyai perintah atau pesan, silakan
berbicara!" "Ehmmmm . . . aku mau tanya, kenapa Sin Beng kauw
kalian begitu membenci Liem Tou" Ada ikatan permusuhan
apakah antara Liem Tou dengan Sin Beng kauw kalian"
Be Ci Hoa termenung berpikir sebentar.
"Perintah ini dikeluarkan oleh Kauwcu sendiri," sahutnya
kemudian. "Dia berpesan, setiap kali bertemu dengan Liem
Tou haruslah melaporkan peristiwa ini ke markas pusat,
bahkan harus mengawasi jangan sampai dia berhasil
meloloskan diri, sedang mengenai Liem Tounya sendiri kami
cuma tahu dia adalah seorang pemuda tampan dengan
memiliki kepandaian silat yang amat tinggi dan aneh, dari
manakah asal-usul perguruannya tidak seorangpun yang
mengetahui soal ini. Lebih baik kau tanyakan kepada Kauwcu
kami Boe Beng Tok su sendiri saja."
"Kalau begitu kitab pusaka Cian Tok Kian Toh yang kau
sebut tadi adalah milik kaucu kalian" Kini barang tersebut
disimpan dimana?" Air muka Be Ci Hoa berubah hebat dengan tajamnya dia
memperhatikan sekejap ke arah Pouw Siauw Ling, dia
kepingin mengumbar hawa amarah tetapi takut pula dengan
kepandaian silatnya yang amat lihay. Akhirnya setelah raguragu
sejenak katanya : "Soal ini menyangkut rahasia dari kauwcu kami, maaf
cayhe tidak bisa mengutarakan keluar."
Dengan perlahan Pouw Siauw Ling mengangguk, sikapnya
berubah kembali jadi amat sombong.
"Kalau begitu aku merepotkan sebentar dirimu untuk
menyampaikan pesan kepadanya, katakan aku hendak
menemui kauwcu kalian itu sendiri."
Be Ci Hoa yang mendengar dia berkata demikian dalam hati
menjadi amat girang, pikirnya :
"Di atas langit ada jalan kau tidak mau menempuh neraka
tak berpintu kau terjang. Kau ingin menemui kauwcu sama
saja dengan mencari jalan kematian buat dirinya sendiri."
Tetapi dia sama sekali tidak memperlihatkan perasaan
tersebut pada wajahnya, mendadak dia merangkap tangannya
menjura : "Kauw cu kami bisa mendapat kunjungan dari Pouw Siauw
hiap, hal ini benar-benar merupakan satu penghormatan buat
kami. Entah Pouw Siauw hiap bermaksud hendak berangkat
hari apa?" Pouw Siauw Ling termenung berpikir sebentar; baru saja
dia bermaksud menjawab mendadak terdengar suara
keleningan bergema dari jauh semakin lama semakin
mendekat dan tidak lama kemudian muncullah seekor kuda
jempolan berwarna hitam. Di atas kuda terteout duduklah seorang gadis berbaju
hitam dengan ikat kepala ber
warna hijau, wajahnya amat cantik sekali.
Dengan termangu-mangu pemuda tersebut memperhatikan
beberapa kejap wajah yang cantik dari gadis tersebut,
beberapa saat kemudian dia baru berkata kembali :
"Perkumpulan kalian mengijinkan aku untuk berkunjung,
cayhe benar-benar merasa berterima kasih. Be heng, silahkan
berangkat setindak terlebih dulu dan beritahukan kepada
Kauw cu kalian bahwa Pouw Siauw Ling yang baru turun dari
gunung Soat san ada urusan ingin berjumpa dengan Kauw cu.
Di samping itu harap Be heng suka meninggalkan satu orang
penunjuk jalan buat cayhe, sebentar lagi akupun akan
melakuan perjalanan kembali."
Sewaktu gadis berbaju hitam itu mendengar perkataan
Pouw Siauw Ling agaknya dia menaruh perhatian penuh dan
melirik sekejap ke arah pemuda tersebut.
Sebaliknya Pouw Siauw Ling pun sudah mengawasi terus
gadis tersebut sejak dia masuk ke dalam rumah makan.
Empat mata segera bertemu menjadi satu, walaupun hanya
di dalam sekejap saja tetapi dalam hati setiap orang sudah
mempunyai perhitungan sendiri.
Diam-diam pemuda itu merasa terperanjat sekali, pikirnya:
"Kelihatannya gadis ini bukan sembarangan orang,
kepandaiannya sungguh dahsyat sekali!"
Be Ci Hoa yang merupakan jago kawakan Kangouw sudah
tentu diapun mengetahui kalau gadis tersebut mempunyai
asal-usul yang besar, tak terasa dia pun memperhatikan lebih
teliti lagi terhadap dirinya, setelah itu baru kepada Pouw
Siauw Ling ujarnya sambil menjura:
"Kalau begitu aku berangkat terlebih dulu, menanti
kedatangan Siauw hiap di lembah tanpa nama di gunung Jong
Lay san." Sehabis berkata, dengan memimpin lima orang yang lain
serta mendorong ketiga sosok mayat itu mereka meninggalkan
rumah makan tersebut dengan hanya meninggalkan seorang
lelaki berbaju hitam yang usianya rada muda, hendak
bertindak sebagai penunjuk jalan.
Siapa tahu, baru saja Be Ci Hoa bertindak keluar dari
rumah rumah makan terebut mendadak terasa iganya menjadi
kaku. Belum sempat dia berteriak, segulung angin pukulan
yang sangat keras sudah mendorong ke arahnya.
Tak kuasa lagi tubuhnya segera terpukul maju tiga langkah
ke depan dengan sempoyongan dan jatuh tertelungkup di
tanah. "Eeeei Be heng, kau kenapa" Kenapa tiba-tiba kau jatuh?"
seru Pouw Siauw Ling terburu-buru sambil membimbing Be Ci
Hoa bangun. Air muka Be Ci Hoa berubah memerah, dalam hati dia pun
tahu kalau dirinya sudah kena dibokong oleh orang lain, tetapi
dia tidak mengetahui siapakah orangnya yang sudah turun
tangan itu. Ujung matanya segere menyapu sekejap ke arah gadis
berbaju hitam yang baru masuk ke dalam pintu itu, melihat
dia membelakangi dirinya tanpa bergerak kecurigaan ini pun
lantas beralih ke tubuh Pouw Siauw Ling.
"Akh . . tidak ada urusan, tidak ada urusan?" sahutnya
sambil tertawa paksa. "Kakiku tersangkut tangan, terima kasih
atas perhatian Siauw hiap!"
Sehabis berkata kakinya segera menginjak ke atas batu
sebesar telur bebek sehingga hancur lebur setelah itu dengan
membawa kelima orang lainnya dia meninggalkan tempat itu
tergesa gesa. Setelah melihat orang orang itu pergi jauh, Pouw Siauw
Ling baru tertawa tiada hentinya.
Kiranya orang yang melancarkan pukulan tadi bukan lain
adalah Pouw Siauw Ling tetapi pemuda ini pun tidak
mengetahui kalau sebelum dia turun tangan terlebih dulu
sudah ada orang yang melancarkan totokan untuk menotok
jalan darah di bawah iga Be Ci Hoa, kalau tidak manusia yang
sudah lama berkecimpung di dalam dunia kangouw mana
mungkin bisa jatuh terjungkal dengan begitu mudahnya.
Tetapi pada saat ini, air muka gadis berbaju hitam itu
memperlihatkan keragu-raguan pikirannya ;
"Totokanku tadi kenapa tak mengenai tempat berbahaya"
Apalagi pukulan dari orang itu sungguh aneh sekali,
seharusnya setelah terkena pukulan orang itu akan rubuh,
kenapa dia maju dulu beberapa langkah kemudian rubuh ke
atas tanah" Kepandaian dari pemuda itu sungguh aneh
sekali." Tak terasa lagi dia sudah menaruh perhatian yang lebih
mendalam lagi terhadap diri Pouw Siauw Ling.
Tidak lama kemudian pelayan Sudah menghidangkan
sayuran yang lezat di atas meja, Pouw Siauw Ling yang
selama setahun tak pernah mendahar masakan yang matang
maka dengan rakus dan lahapnya menghabiskan seluruh
hidangan itu, setelah itu baru memerintahkan anak murid Sin
Beng Kauw untuk melakukan perjalanan ke lembah Boe Beng
di gunung Jong lay san. Selama ini dia terus menerus menaruh curiga terhadap
gadis berbaju hitam itu, sesaat meninggalkan tempat itu
matanya kembali melirik beberapa kejap ke arahnya.
Siapa tahu semakin dilihat dia merasa gadis itu semakin
cantik sehingga hatinya benar-benar terpikat sambil berjalan
sambil menoleh akhirnya dengan paksakan diri dia berlalu juga
dari sana. Setelah dia pergi jauh, gadis berbaju hitam itu pun terburu
buru membayar rekening dan berlalu menuju ke Timur.
Kita balik kepada Pouw Siauw Ling yang melakukan
perjalanan bersama-sama dengan anak murid Sin Beng Kauw
itu, tidak lama kemudian dia sudah melakukan perjalanan
sejauh dua puluh lie. Pouw Siauw Ling yang masih belum mengetahui seluk
beluk tentang perkumpulan Sin Beng Kauw dalam hati merasa
ragu-ragu juga akhirnya dia tak kuat menahan sabar lagi,
tanyanya ; "Kita sudah melakukan perjalanan sejauh dua puluh lie dan
mulai memasuki pegunungan Jong Lay san; sebetulnya
dimanakah letak lembah Boe Beng Ku itu?"
Dari sini menuju ke arah Timur kurang lebih kentongan
kelima nanti. Sudah tiba nanti kan Pouw Siauw hiap tahu
sendiri," jawab orang berbaju hitam itu.
Sehabis berkata dia bungkam kembali dalam seribu bahasa.
Diam-diam dalam hati Pouw Siauw Ling mulai berpikir :
Saat ini baru kentongan pertama, bilamana harus
melakukan perjalanan sampai kentongan kelima paling sedikit
harus menempuh jarak ratusan lie lagi!
Dia termenung lalu pikirnya kembali: "Dengan kekuatan
larinya dua ratus lie memang harus ditempuh sampai
kentongan ke lima, tapi dengan kecepatanku paling banter
cuma satu kentongan saja sudah tiba.
Setelah di dalam hati mengambil keputusan dia pun lantas
bertanya: "Boe Beng Tok Su sebenarnya manusia macam apa"
dapatkah kau memberi penjelasan?"
Agaknya orang itu sudah diberi pesan untuk jangan
berbicara, mendengar pertanyaan itu dia lalu menggeleng.
"Setelah bertemu muka dengan kauwcu, siauw hiap tentu
akan tahu sendiri," sahutnya singkat.
Diam-diam pemuda itu merasa gemas juga melihat
sikapnya itu, makinya di hati :
"Hmm! Maknya, kau tidak suka berbicara juga tidak
meagapa, apa kau kira aku merasa takut dengan kauwcu
kalian?" Tetapi yang penting dia ketahui bukanlah soal ini, karena
itu tanyanya kembali:

Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lembah Boe Beng Ku merupakan markas besar dari
perkumpulanmu, di sepanjang jalan tentu tersebar penjagaan
yang ketat, kini kita melakukan perjalanan siang malam,
bilamana secara mendadak mereka melancarkan serangan
dengan panah gelap, kita harus menghadapi dengan
menggunakan cara apa?"
"Haa... haa... soal ini aku bisa menghadapinya, harap siauw
hiap jangan kuatir," sahut orang berbaju hitam itu sambil
tertawa. "Kau bisa memberi tanggapan tapi aku tidak bisa!" kata
Pouw Siauw Ling. "Cukup dengan baju putihku ini saja sekali
pandang mereka sudah mengetahui kalau aku bukan anggota
perkumpulan kalian, bilamana sampai mereka mempunyai
maksud dan mengarah aku semua bukankah diriku konyol"
Sekalipun kepandaian silatku jauh lebih tinggi pun pasti akan
menemui kerugian." "Hmm! heee... hee... Be Su ya sejak semula sudah kembali
ke dalam lembah, urusan di sana ada dia yang turun tangan,
harap Siauw hiap jangan kuatir. Kalau memangnya Siauw hiap
bersungguh-sungguh hendak menemui kauw cu, siapa lagi
yang berani turun tangan menhhadang?"
Pouw Siauw Ling yang mendengar perkataannya cengli, dia
jadi bungkam seribu bahasa, tetapi berhubung urusan ini
menyangkut keselamatan bahkan dalam hati dia sudah punya
rencana sendiri, alisnya segera dikerutkan rapat-rapat.
"Dia tidak suka berterus terang, aku harus tiba sebelum
waktunya untuk selidiki adakah rencana busuk yang sedang
mereka susun," pikirnya di hati. "Bilamana hanya karena
perkumpulan Sin Beng kauw yang tak bernama aku sudah
dibuat ketakutan, akan kemanakah wajahku ditaruh" Apakah
aku masih bisa menancapkan kaki lagi di dalam Bu lim?"
Sebetulnya di dalam hati mengambil keputusan, ujarnya
mendadak: "Aku akan berangkat satu tindak lebih dulu, kau susullah
dengan perlahan dari belakang."
Mendengar perkataan tersebut orang berbaju hitam itu
kontan menghentikan langkahnya.
"Bagaimana soal ini boleh jadi" Siauw hiap tidak kenal
jalan, apalagi...." Baru saja berbicara sampai di sini mendadak dia teringat
kembali akan sesuatu dari Be Ci Hoa, mulutnya lalu bungkam
kembali. Pouw Siauw Ling yang mempunyai pengalaman luas; cukup
melihat sikapnya itu dalam hati lantas mengerti kalau
dugaannya tidak meleset. Tak kuasa lagi dia segera tertawa terbahak bahak:
"Haaa... haaa... tidak mengapa, tidak mengapa, aku bisa
menemukan sendiri," sahutnya.
Sehabis berkata ujung kakinya menutul permukaan tanah;
tubuhnya dengan cepat meluncur sejauh tiga kaki ke depan.
Orang berbaju hitam itu menjadi cemas; teriaknya dengan
keras: "Siauw hiap, jangan, kalau kau berangkat sendiri
bagaimana aku harus bertanggung jawab?"
Sudah tentu Pouw Siauw Ling tidak akan menggubris
dirinya lagi; hanya di dalam beberapa kali loncatan saja
tubuhnya sudah ada dua; tiga puluh lie jauhnya.
Di antara suitannya yang amat keras dia segera
mengeluarkan ilmu meringankan tubuh yang berhasil
dipelajari di atas gunung Soat-san. Laksana seekor burung
rajawali dengan amat cepatnya dia berkelebat di tengah
pegunungan Jong Lay san yang tak rata itu. Hanya di dalam
beberapa saat kemudian dia sudah berada amat jauh sekali
dari tempat semula mendadak dari belakang tubuhnya
berkumandang datang suara tiupan seruling yang amat
panjang. Dalam hati pemuda itu menjadi keheranan, hawa murninya
dikerahkan semakin dahsyat sehingga laksana sepasang anak
panah yang terlepas dari busurnya dia meluncur ke depan.
Tak lama kemudian suara tiupan seruling di belakang
tubuhnya berkumandang semakin keras bahkan semakin lama
semakin mendekat. Waktu itu Pouw Siauw Ling sudah tiba di antara batu batu
cadas yang berbentuk aneh, di atas sebuah gundukan tanah
tumbuhlah tujuh delapan batang pohon.
Mendadak suara seruling itu berkumandang datang dari
tiga kaki di hadapaa tubuhnya dengan cepat meluncur ke
depan laksana seekor elang menubruk ke atas.
Dengan matanya yang tajam, sekali pandang dia dapat
melihat kalau di atas pohon itu sudah bersembunyi seseorang.
Tanpa pikir panjang dia melancarkan satu pukulan dahsyat ke
depan menghajar tubuh orang itu.
Suara dengusan bergema datang; orang yang berada di
atas pohon itupun rubuh ke atas tanah tak berkutik lagi,
sedang suara seruling berhenti berbunyi.
Pouw Siauw Ling mengetahui keadaan pada saat ini amat
genting, tanpa perduli orang itu lagi, tubuhnya berkelebat
semakin cepat ke arah depan, suara tiupan seruling dari dua
suara memanjang kini menjadi satu memanjang.
Diam-diam Pouw Siauw Ling merasa geli, pikirnya:
"Kiranya dua suara memanjang kini menjadi satu suara
memanjang, bilamana perkumpulan Sin Beng kauw
menggunakan suara seruling untuk mengirim berita maka
suara seruling itu jauh lebih kendor dari keadaan semula,
akupun bisa memasuki lembah lebih mudah lagi."
Dia melanjutkan kembali perjalanannya selama setengah
jam lamanya, akhirnya di depan mata sudah muncul sebuah
gunung berbatu yang aneh sekali. Puncaknya tak begitu
tinggi, cuma saja keadaannya amat curam dan berbahaya
sekali. Pouw Siauw Ling yang melihat jalan itu adalah sebuah jalan
buntu pikirannya kembali bergetar:
"Apa mungkin untuk menuju ke lembah tak bernama itu
harus melewati dulu gunung berbatu yang amat curam dan
berbahaya ini" Aku harus berjaga-jaga terhadap serangan
yang dilancarkan oleh mereda, apalagi gunung berbatu itu
merupakan tempat bersembunyi yang amat baik sekali."
Tetapi sebentar kemudian dia sudah berpikir kembali:
"Be Ci Hoa sudah pulang memberi laporan. Bilamana
kauwcu tersebut mempunyai minat untuk bertemu dengan
diriku, ada kemungkinan dia bisa membubarkan jebakanjebakan
yang dipasang tetapi bilamana tidak suka bertemu,
pastilah dia orang akan mengatur siasat untuk membinasakan
Kasih Diantara Remaja 1 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Jodoh Rajawali 13
^