Pencarian

Kobaran Api Asmara 2

Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara Bagian 2


beradik itu. Sekalipun hati dua gadis ini
masih diliputi rasa ngeri dan takut,
pedangnya segera bergerak juga.
Beberapa ekor ular segera tertabas
oleh pedang hingga kelojotan dan mati.
Dalam waktu singkat dua gadis yang
setengah ngeri ini sudah membunuh
banyak ular. Pedangnya sudah dicat
oleh merahnya darah ular dan di
sekitar gadis itu sudah digenangi
darah ular yang berbau amis. Dan
walaupun mereka berusaha menahan namun tidak urung kepala mereka menjadi
pening, perut mual dan ingin muntah.
Warigagung tetap saja duduk di
atas batu dan terus meniup serulingnya dengan nada tinggi. Namun demikian ia
tidak mau mencelakakan kakak beradik
itu, dan tiupan serulingnya hanya
menyuruh ular itu menari, dan bukan
menyerang. Dan celakanya walaupun
sudah tidak terhitung lagi jumlahnya
ular yang mati, jumlah itu seperti
tidak pernah berkurang. Karena tiupan
seruling itu kuasa mengundang ular
yang semula masih berdiam diri di
dalam liang. Malah kalau semula yang
datang mengurung paling besar hanya
sebesar ibu jari kaki, sekarang ular
yang berdatangan lagi ini lebih besar.
Ada yang sebesar lengan orang dewasa
dan ada pula yang sebesar betis
manusia dewasa.
Darah ular yang anyir membelabar
di sana sini. Dan bangkai ular telah
banyak menggeletak memenuhi sekitar
mereka. Mau tidak mau dua gadis ini
menjadi ngeri, disamping sudah hampir
muntah. Saking tak kuasa lagi
menghadapi keadaan seperti ini, tidak
tercegah lagi mulut Sarindah sudah
melengking nyaring. Kemudian disusul
pula oleh lengkingan Sarwiyah yang
nyaring tajam untuk memberitahu kepada kakeknya, diri mereka berhadapan
dengan bahaya. Tetapi justru kebetulan lengking
nyaring dua gadis ini mengatasi suara
seruling. Maka untuk beberapa saat
ular yang berkerumun itu gerakannya
kacau tak karuan. Ada yang membalikkan diri untuk pergi dan ada pula yang
berhenti bergerak.
Dalam keadaan hampir tidak
tertahankan lagi ini mendadak
terdengar bentakan nyaring. Hai, siapa berani kurangajar di tempat ini dan
mengganggu cucuku"
Bentakan itu disusul dengan
berkelebatnya bayangan yang cepat.
Kemudian muncullah Si Tangan Iblis.
Ketika melihat cucunya dengan wajah
pucat dan payah dikurung puluhan ular, kakek ini menjadi marah. Dua belah
tangannya bergerak cepat sekali,
saling susul menyambar ke depan. Angin yang amat kuat segera menyambar ke
arah ular tersebut seperti lesus. Dan
ular yang terserang ketakutan lalu
tidak memperdulikan irama seruling
Warigagung sudah kacau dan pergi.
Sarindah dan Sarwiyah menjadi
gembira melihat munculnya sang kakek.
Dengan berloncatan di sela bangkai
ular, dua gadis ini segera menghampiri Si Tangan Iblis.
Sebaliknya Warigagung menjadi
beringas dan marah sekali, melihat
barisan ularnya bubar berantakan.
Pemuda ini meloncat berdiri dan dengan mata merah serta mendelik sudah
membentak, Siapa kau, berani mengusir
ularku" Si Tangan Iblis terkekeh,
jawabnya, Anak, mengapa engkau menjadi penasaran" Dan mengapa pula sebabnya
engkau memusuhi cucuku" Di antara kita ini adalah orang sendiri. Apakah
engkau tidak tahu"
Mendengar ucapan kakeknya itu
Sarindah heran, lalu mencela, Kakek,
pemuda busuk dan liar seperti itu,
mengapa kau katakan orang sendiri" Dia telah memusuhi aku dan akupun belum
kalah melawan dia!
Si Tangan Iblis memalingkan
mukanya, lalu menghardik, Sarindah,
kau jangan lancang mulut. Dia ini
bukan orang lain, dia bernama Wari-
gagung murid sahabatku Julung Pujud.
Kemudian sambil memandang
Warigagung, kakek ini meneruskan,
Anak, mana gurumu"
Mendengar ucapan kakek ini yang
tepat, Warigagung mengerutkan alis
tetapi ragu. Benarkah kakek ini
sahabat gurunya" Tetapi tentu saja pe-
muda ini tak gampang percaya, dan
malah timbul dugaannya, tentu kakek
ini berusaha membujuk karena takut
kepada gurunya. Menduga demikian
pemuda ini menyahut dingin.
Hemm, siapa mau percaya kepada
omonganmu" Hayo katakanlah siapa
namamu, orang tua"
Tetapi sikap Warigagung yang agak
kurang menghormat ini tidak menye-
babkan Si Tangan Iblis marah. Memang
ada sebabnya. Pertama, berhadapan
dengan guru pemuda ini kalau sampai
terjadi perselisihan adalah amat
berbahaya. Yang kedua, Si Tangan Iblis memang mempunyai maksud tertentu. Ia
ingin mengikat persahabatan dengan
Julung Pujud kerena tenaga kakek itu
apabila dapat dibujuk amat penting
artinya bagi cita-citanya.
Hemm, orang muda, apakah gurumu
tidak pernah menyebut nama Si Tangan
Iblis yang berdiam di Tosari"
pancingnya. Dalam hati ia menduga
pasti, bahwa bocah ini sudah pernah
mendengar namanya.
Namun ternyata dugaan Si Tangan
Iblis ini salah. Warigagung mengge-
lengkan kepalanya dan menjawab, Aku
belum pernah mendengar dan Guru tidak
pernah menyebut pula.
Si Tangan Iblis mengerutkan
alisnya tidak senang. Benarkah Julung
Pujud tidak pernah menyebut namanya"
Dan benar pulakah Julung Pujud
menganggap dirinya rendah, sehingga
tidak pernah mau menyebut namanya"
Diam-diam kakek ini penasaran. Ia
merasa dirinya pilih tanding tetapi
mengapa diremehkan Julung Pujud"
Kakek ini lupa akan watak dan
tabiat Julung Pujud yang aneh, yang
lain dari yang lain. Sejak mudanya
Julung Pujud adalah seorang angkuh,
mau menang sendiri dan merasa tanpa
tanding. Itulah sebabnya dahulu dia
dimusuhi banyak tokoh sakti. Karena
watak dan tabiatnya ini maka barang
tentu Julung Pujud tak pernah
memandang sebelah mata kepada orang
lain. Dan tak aneh pula kalau ia tidak pernah menceritakan perihal orang
sakti kepada muridnya. Dan inilah
sebabnya Warigagung tidak mengenal Si
Tangan Iblis. Akan tetapi kakek ini belum
percaya. Mungkin Julung Pujud tidak
menyebut namanya aseli. Karena itu ia
bertanya lagi, Dan nama Taruno"
Warigagung menggelengkan kepala-
nya lagi dan menjawab, Tidak pernah.
Si Tangan Iblis menjadi amat
penasaran mendengar jawaban seperti
ini. Ia termasuk pula seorang yang
selalu membanggakan diri sebagai ma-
nusia sakti pilih tanding. Baik
keganasan, kekejaman maupun keane-
hannya tidak terpaut banyak dengan
Julung Pujud. Maka dengan nada tidak
senang Si Tangan Iblis berkata.
Huh, baiklah jika demikian.
Sekarang katakanlah apa maksudmu
datang dan mengacau di sini"
Warigagung menjadi tidak senang
dituduh mengacau itu. Kenyataan ia
tidak mengacau, dan dua orang gadis
itu sendiri yang menyerang dirinya.
Tetapi dasar Warigagung tidak kalah
anehnya dengan Julung Pujud. Maka
pemuda ini mendelik dan membentak
lantang. Aku mengacau" Aku datang
kemari tidak mengganggu siapapun. Dan
kalau tidak ingat dia perempuan,
apakah mungkin masih bernyawa lagi"
Jangan mengumbar mulut tanpa
aturan! balas Sarindah tidak kurang
galak dan lantangnya. Hayo, jika
engkau memang jantan, cabut pedangmu
dan mari kembali berkelahi sampai
siapa yang mandi darah.
Warigagung terkekeh. Jawabnya,
Jika engkau laki-laki, tantanganmu
akan segera kusambut dengan keras.
Tetapi karena kau perempuan, aku tak
melayani. Terserah penilaianmu, kau
anggap pengccut atau takut terserah!
Tetapi justru jawaban Warigagung
yang terus terang ini malah menye-
babkan Sarindah tamhah penasaran
merasa direndahkan. Maka sambil
mendelik dan meraba hulu pedangnya
gadis ini membentak lagi, Bangsat
busuk! Engkau berani merendahkan aku"
Sangkamu tiap perempuan lemah dan
tidak ada harganya melawan kau" Nih,
makanlah! Sarindah sudah melompat maju
dengan pedang terhunus. Maksudnya akan segera menyerang Warigagung yang
dianggapnya terlalu merendahkan dan
menghina itu. Namun Si Tangan Iblis
waspada. Kakek ini bermata tajam dan
ia tahu cucunya ini bukanlah lawan
pemuda itu yang seimbang. Bukti sudah
ada, dengan mengeroyok saja tak dapat
mengalahkan, apalagi hanya seorang
diri. Manakah mungkin" Dan hal itu
malah akan menimbulkan rasa malu saja.
Indah, jangan lancang! cegah
kakeknya. Serahkan kepada kakekmu
untuk mengurus bocah ini.
Sekalipun Sarindah marah terpaksa
mundur teratur. Kalau sekarang
kakeknya sanggup "mengurus" berarti akan menyelesaikan bocah kurangajar
itu. Maka diam-diam ia berharap agar
kakeknya menangkap pemuda liar itu
kemudian ia bisa menghina dan
menyiksanya. Sebab pemuda ini sombong
dan merendahkan dirinya.
Si Tangan Iblis memandang Wari-
gagung penuh perhatian. Kemudian
dengan nada yang masih sabar ia
bertanya, Katakanlah. Mana gurumu"
Sebab tidak pada tempatnya apabila aku harus berurusan dengan engkau, orang
muda. Dasar Warigagung seorang pemuda
aneh. Ia ketawa terkekeh, lalu
jawabnya, Heh heh heh heh, apakah
setiap aku pergi harus disertai oleh
Guru" Huh, huh apakah aku ini bocah
cilik, sehingga harus diawasi terus
oleh Guru" Hemm, engkau tadi bilang
akan menyelesaikan urusanku. Urusan
apa" Aku tidak mempunyai urusan apa-
apa. Kalau tadi sampai terjadi
perselisihan, bukan aku yang memulai,
tetapi malah cucumu itu sendiri. Aku
tadi tertawa sendiri, mengapa cucumu
menjadi marah dan menyerang aku"
Akan tetapi sekalipun cucunya
yang bersalah, manakah mungkin Si
Tangan Iblis mau mengerti dan
menyalahkan cucunya sendiri" Oleh
sebab itu bentaknya lantang, Hai orang muda. Apakah maksudmu keluyuran di


Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat ini"
Apakah sebabnya aku harus
memberitahu kepada engkau" sahut
Warigagung dengan ketus. Gunung ini
siapakah pemiliknya" Setiap orang
mempunyai hak untuk menginjak dan
menikmati keindahannya. Aku senang
melihat pemandangan disini, maka tim-
bullah keinginanku untuk menjelajah.
Tentu saja menjelajah suatu daerah,
bermaksud bisa mengetahui keadaan
sebaik-baiknya.
Kurangajar! bentak Sarindah yang
masih panas. Kalau demikian engkau
datang ke tempat ini mempunyai maksud
tidak baik. Engkau tentu menyelidik.
Apa" Menyelidik" Menyelidik apa"
Warigagung mendelik. Apakah sangkamu
gunung ini merupakan gunung emas,
sehingga setiap orang yang kesini akan mencuri emas" Heh heh heh heh, lueu!!
Apakah engkau yang menjadi pemilik,
sehingga bisa melarang orang datang"
3 Di saat mereka saling bantah dan
merasa diri masing-masing benar ini,
mendadak terdengarlah suara orang
menembang, tembang Durma, yang isinya menantang kepada Tangan Iblis.
Heh Taruno, Si Tangan Iblis
keparat! Kowe aja mung ndhelik.
Yen nyata prawira. Pethukna
krodhaningwang.
Iki Mahisa Jaladri.
Mungsuhmu lawas.
Sapa Lena ngemasi.
Suara orang yang menembang itu
terdengar jelas, sayup-sayup terbawa
angin. Si Tangan Iblis mengerutkan
alisnya dan tampak sedang mengingat-
ingat nama Mahisa Jaladri. Tiba-tiba
saja kakek ini terkekeh nyaring dan
tajam di udara.
Hai, manusia busuk Mahisa
Jaladri, teriaknya. Aku disini dan kau jangan asal dapat membuka mulut!
Suara teriakan Si Tangan Iblis
itu nyaring sekali dan bisa terdengar
dari tempat jauh. Dan sesaat kemudian
terdengar pula suara jawaban dari
tempat jauh dan jelas.
Bagus, heh heh heh. Engkau jangan
menjadi pengecut dan menyembunyikan
diri sebelum aku datang.
Jangan sombong. Aku menanti di
sini! Sarindah, Sarwiyah dan Warigagung
yang mendengar tantang-menantang dari
tempat jauh itu menjadi tegang dan
berdebar. Mereka menunggu perkembangan lebih lanjut, sehingga melupakan
urusan sendiri.
Tak lama kemudian dari tempat
yang agak jauh dan di bagian bawah,
tampak seseorang yang gerakannya cepat sekali. Walaupun orang itu sedang
mendaki, namun gerakannya seperti
terbang saja. Diam-diam tiga orang
muda ini berdebar. Menilik gerakannya
yang ringan dan amat cepat itu, dapat diduga orang yang menantang itu bukan
orang sembarangan. Dengan demikian
akan segera terjadilah perkelahian
hebat. Tiga orang muda ini kemudian
terbelalak memandang perhatian kepada
seorang kakek yang baru saja tiba.
Kakek ini membiarkan rambutnya acak-
acakan tidak disanggul dan tidak
ditutup dengan ikat kepala. Pakaiannya menarik dan aneh sekali, karena
pakaiannya itu warna-warni seperti
pakaian bocah kecil. Kumis dan
jenggotnya seperti buntut tikus.
Melihat itu sekalipun Warigagung
sendiri membiarkan rambutnya keriapan, menjadi geli dan lalu ketawa ter-pingkal-
pingkal seperti melihat badut
yang beraksi di atas panggung.
Mahisa Jaladri tidak senang dan
tersinggung. Ia mendelik ke arah
Warigagung dan bentaknya, Kurangajar!
Engkau berani menertawakan aku"
Aku tertawa sendiri, siapakah
yang melarang" Heh heh heh heh, sahut
pemuda itu tanpa gentar sedikitpun
Mahisa Jaladri mengalihkan
pandang matanya ke arah Si Tangan
Iblis. Kemudian tanyanya, Hai Taruno.
Muridmukah bocah liar ini"
Hemm..... siapakah yang sudi
mempunyai murid seperti itu" sahut Si Tangan Iblis dingin. Sudahlah, apa
maksudmu sesudah engkau berhadapan
dengan aku" Engkau mengumbar mulut
tanpa aturan. Apakah kau ingin kugebug seperti dulu"
Mahisa Jaladri ketawa dingin.
Sahutnya, Heh heh heh heh, sudah lama
sekali aku mencari kau, tetapi engkau
menyembunyikan diri seperti bekicot.
Huh, itulah sebabnya aku menantang
engkau di sepanjang jalan.
Kakek ini berhenti sejenak dan
mengamati Si Tangan Iblis. Setelah
puas, terusnya, Huh huh, dahulu memang benar engkau bisa memukul aku. Tetapi
sekarang, mari kita tentukan siapakah
yang lebih unggul. Kalau aku kalah
biarlah aku mampus. Tetapi sebaliknya
apabila kau kalah, kaupun harus
mampus, heh heh heh.
Sepasang mata Si Tangan Iblis
memancarkan api saking marahnya. Lalu
katanya geram, Mahisa Jaladri! Kalau
saja engkau tidak mengumbar mulut
disepanjang jalan, mungkin aku masih
bisa mengampunimu. Tetapi karena kau
sudah lancang mulut, jangan sesalkan
aku jika tanganku menjadi kejam dan
membunuh kau! Akan tetapi Mahisa Jaladri
menyambut ancaman itu dengan ketawanya yang terkekeh. Sahutnya tak kalah
garang, Dan sebaliknya, engkaupun
harus membayar hutangmu dengan bunga.
Katakanlah, siapakah dua orang gadis
itu" Muridmu"
Hai tua bangka! teriak Sarindah
marah. Kalau aku cucunya, kau bisa
apa" Engkau sudah hampir mampus masih
juga banyak tingkah.
Mahisa Jaladri terkekeh gembira
mendengar dua gadis itu cucu Tangan
Iblis. Saking dalam dendamnya kepada
Tangan Iblis, lalu timbullah niat
kakek ini yang mengerikan. Kalau
dahulu Si Tangan Iblis yang menghan-
curkan rumah tangganya dengan
memperkosa isterinya, maka apabila
berhasil mengalahkan Tangan Iblis, ia
akan menuntut bunganya. Perempuan muda ini akan dibalas untuk dihina dan
diperkosa. Memperoleh pikiran seperti ini,
Mahisa Jaladri terkekeh seperti iblis.
Katanya, Heh heh heh heh, bagus
sekali! Tangan Iblis harus membayar
bunga yang mahal. Huh, jika kau
mampus, dua orang cucumu yang cantik
akan segera aku permainkan seperti
perlakuanmu waktu itu kepada isteriku.
Bangsat tua! tiba-tiba Warigagung
melesat ke depan sambil mencaci.
Pemuda ini sekarang sudah berdiri di
depan Mahisa Jaladri dengan mendelik.
Dampratnya, Apa katamu tadi" Engkau
akan menghina perempuan" Huh, di
depanku mana bisa kau berbuat
sekehendak hatimu sendiri"
Mahisa Jaladri terbelalak kaget.
Namun sesaat kemudian ia terkekeh, Heh heh heh heh, engkau mau apa" Dan
apamukah dua gadis itu"
Dia bukan apa-apa denganku. Malah
kenalpun aku belum! Tetapi sekalipun
belum kenal, dia adalah perempuan
seperti ibuku yang sudah meninggal.
Siapapun yang berani menghina perem-
puan, lebih dahulu harus berhadapan
dengan aku. Si Tangan Iblis maupun dua orang
cucunya heran mendengar jawaban
Warigagung itu. Tetapi Sarindah justru gadis angkuh. Ia mendelik curiga dan
cepat salah duga mengapa sebabnya
pemuda itu tiba-tiba menjadi pembela.
Ia mengira Warigagung akan menjual
jasa karena tertarik oleh kecan-
tikannya. Siapakah yang sudi ber-
sahabat dengan pemuda liar seperti
itu" Karena salah duga Sarindah sudah
membentak, Kurangajar kau! Siapakah
yang sudi minta bantuanmu" Aku dan
adikku tidak membutuhkan bantuan
pemuda macam kau.
Warigagung memalingkan kepalanya
ke arah Sarindah dengan alis berkerut.
Kemudian terdengar jawabannya, Apakah
sangkamu, aku mengharapkan balas jasa"
Pendeknya engkau butuh bantuan maupun
tidak, aku akan membunuh setiap laki-
laki yang berani menghina wanita.
Tangan Iblis tambah heran
mendengar ucapan pemuda ini. Sebab
dari nada ucapan dan sikapnya, jelas
pemuda ini bicara jujur. Apakah
sebabnya murid Julung Pujud ini
mempunyai pendirian seaneh ini"
Akan tetapi Si Tangan Iblis
sekarang ini merasa ditantang Mahisa
Jaladri hingga tidak telaten lagi
orang berbantahan. Ia melangkah maju,
lalu dengan sikap halus ia berkata,
Anak, terima kasih atas perhatianmu
kepada cucuku. Namun engkau harap
mundur dulu. Sebab yang ditantang
bukan kau tetapi aku. Anak, kalau
terjadi apa-apa, bukankah gurumu akan
marah kepadaku"
Kalau saja Si Tangan Iblis ini
ucapannya kasar dan mengusir manakah
mungkin pemuda aneh ini mau tunduk" Ia tentu menjadi tersinggung dan marah.
Namun karena sikap Si Tangan Iblis
halus dan membujuk, maka tanpa diminta untuk dua kalinya, Warigagung sudah
mengundurkan diri. Lalu pemuda ini
berdiri agak menjauh, namun seru-
lingnya tetap masih terpegang oleh
tangan. Ia akan segera mengundang
barisan ular, apabila dua orang gadis
itu dalam bahaya dan agar dapat
melindungi keselamatan gadis itu.
Mahisa Jaladri yang tidak senang
akan sikap dan kelancangan Warigagung, bertanya kepada Si Tangan Iblis,
Siapakah bocah kurangajar itu" Huh,
terangkanlah sebelum kau mampus.
Si Tangan Iblis terkekeh me-
ngejek, Heh heh heh heh, kalau engkau
mendengar nama guru bocah itu, kau
tentu ketakutan setengah mati. De-ngar baik-baik, dia bernama Warigagung dan
murid Julung Pujud.
Benar juga dugaan Si Tangan
Iblis. Mendengar disebutnya nama
Julung Pujud, maka Mahisa Jaladri
kaget. Namun demikian ia cepat ber-
hasil menekan perasaannya, sehingga
perubahan wajahnya tidak tampak.
Bentaknya kemudian, Huh, Taruno!
Katakanlah sekarang, kau ingin mati
dengan cara apa"
Heh heh heh heh, kau takabur!
sahut Si Tangan Iblis mengejek. Kau
yang segera akan mampus, masih juga
banyak mulut. Kita tua sama tua, maka
kau kupersilakan memilih dengan cara
apa kita selesaikan urusan lama ini "
Huhh huhh, dengan cara apa" Kita
berkelahi sampai salah seorang mampus.
Hayo, kita mulai sekarang juga!
bentaknya.

Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu tanpa memberi kesempatan
kepada lawan, ia sudah menyerang.
Agaknya Mahisa Jaladri sudah tidak
sabar lagi dan ingin cepat-cepat dapat membalas sakit hatinya.
Ketika tangan Mahisa Jaladri
dengan telapak tangan terbuka menampar ke depan, angin yang dahsyat segera
menyambar ke depan. Dan walaupun tidak tampak, angin ini tidak boleh
diremehkan, karena tamparan ini
mengandung hawa panas seperti lahar
gunung berapi. Apabila yang terserang
angin tamparan ini sebatang pohon,
maka pohon itu akan segera hangus dan
tumbang. Dan apabila tamparan itu
diarahkan kepada batu, maka batu itu
akan hancur lebur.
Akan tetapi yang dihadapi
sekarang ini seorang tokoh sakti yang
terkenal dengan julukannya Si Tangan
Iblis. Seorang tokoh sakti pula dan
terkenal dengan tangannya yang ganas.
Ia sudah dapat menduga apabila orang
ini dahulu pernah ia kalahkan,
sekarang datang dan menantang. Maka
walaupun Si Tangan Iblis seorang
angkuh, ia tidak berani sembrono.
Cepat-cepat ia menggeser diri ke
samping sambil mengebut dengan telapak tangan untuk memunahkan serangan
lawan. Perkelahian dua orang kakek yang
dipengaruhi oleh dendam kesumat ini
dalam waktu singkat terjadi sengit
sekali. Mereka bergerak cepat, makin
lama tubuh dua orang itu seakan
lenyap, tinggal merupakan bayangan
berkelebat dan segulung warna
pakaiannya. Angin yang dahsyat dan
panas menyambar ke sekitarnya, dan mau tidak mau tiga orang muda itu terpaksa
mundur menjauhi.
Daun-daun dan ranting pohon di
sekitar gelanggang perkelahian itu
rontok dan bosah-basih. Rumput yang
semula menghijau segera layu seperti
disiram air panas, hingga tiga orang
muda yang melihat perkelahian itu
hatinya tegang sekali. Mereka sadar,
salah seorang tentu tak bernyawa dalam perkelahian ini.
Hawa di sekitar gelanggang
perkelahian semakin menjadi panas,
bertentangan dengan keadaan sehari-
hari, pegunungan ini berhawa dingin.
Memang tidak aneh apabila sampai
terjadi keadaan seperti ini. Selama
puluhan tahun di Tidar, Mahisa Jaladri menggembleng diri. Hati yang mendendam
karena sakit hati mendorong kakek ini
melatih diri secara tekun dan tidak
mengenal lelah. Sebagai hasil ke-
tekunan dan keuletannya berlatih ini
ia mendapat kemajuan pesat sekali. Di
sekitar desa tempat tinggalnya, ia
terkenal sebagai kakek sakti yang
dihormati dan dipuja-puja karena
terkenal anti kejahatan.
Sekarang ia telah bertemu dan
berkelahi dengan orang yang
menyebabkan hidupnya merana. Sekarang
hanya satu di antara dua yang harus
dihadapi. Kalah berkelahi dan mati
atau menang dan bisa membalas dendam.
Orang yang dipengaruhi dendam yang
mendalam tentu saja sepak terjangnya
setengah nekad. Ia mengerahkan seluruh kemampuannya,
dan makin lama serangannya semakin menjadi hebat dan
berbahaya. Melihat sepak terjang Mahisa
Jaladri ini dalam hati Si Tangan Iblis tertawa mengejek. Ia justru orang yang
cerdik dan licin. Ia seorang ganas
tetapi juga banyak tipu muslihatnya.
Padahal pantangan bagi seorang yang
sedang berkelahi, kalau sudah tidak
kuasa mengendalikan perasaannya. Sebab orang itu akan menjadi seperti kalap,
sehingga kurang memperhatikan
penjagaan diri. Maka Si Tangan Iblis
yang sudah mengetahui kelemahan lawan
ini, segera menggunakan keadaan ini
sebaik-baiknya.
Demikianlah, perkelahian ini
berlangsung sengit sekali dan duaratus jurus sudah dilalui. Namun belum juga
bisa diketahui mana yang lebih unggul.
Tidak seorangpun yang kendor serangan
dan perlawanannya. Sedang hawa panas
semakin melanda sekitarnya hingga
rumput kering dan mati.
Warigagung menjadi tidak telaten
menonton perkelahian itu. Pemuda ini
memasang serulingnya di depan mulut,
lalu berlagu untuk menghibur diri
sambil melangkah pergi. Melihat itu
Sarindah yang masih penasaran kepada
pemuda itu menjadi marah.
Hai! Mau ke mana kau! bentaknya
sambil memburu.
Sarwiyah berusaha mencegah,
Mbakyu, biarkan dia pergi!
Tetapi Sarindah tidak peduli dan
malah menjadi marah. Hardiknya, Wiyah!
Kau mau menentang aku" Huh, tidak kau
bantupun aku berani menghadapi dia!
Sarwiyah terpaksa menutup mulut,
kemudian mengikuti mbakyunya yang
mengejar Warigagung.
Oleh bentakan Sarindah itu
Warigagung membalikkan tubuh, ia
berhenti meniup seruling dan memandang Sarindah yang sudah memegang pedang
terhunus. Mata pemuda ini berkedip-
kedip, kemudian bertanya, Aku mau
pergi, apakah sebabnya kau meng-
halangi" Urusan kita belum selesai.
Mengapa kau mau ngacir pergi "
Warigagung menjawab dengan nada
dingin, Hemm, antara aku dan engkau
tiada urusan apa-apa. Karena itu
engkau jangan mengganggu aku lagi.
Huh, enak saja kau membuka mulut.
Pendeknya aku belum puas sebelum
engkau mampus di tanganku!
Warigagung memandang Sarindah
dengan pandang mata heran. Sepasang
matanya tiba-tiba menyala kembali,
sesudah ia ingat yang dihadapi
sekarang ini perempuan. Ia tidak
mungkin mau bertengkar dengan
perempuan. Tetapi sebaliknya iapun
tidak mau celaka di tangan perempuan.
Hemm, kalau saja kau laki-laki,
ucapanmu yang lancang ini sudah
kujadikan alasan untuk membunuh kau.
Tetapi karena engkau perempuan, aku
tidak mau berkelahi.
Akan tetapi justru ucapan
Warigagung ini malah menyebabkan Sa-
rindah tambah marah. Ia merasa diren-
dahkan. Bentaknya lantang, Bangsat
busuk. Engkau jangan menggunakan
alasan yang dicari-cari. Dengar, belum tentu perempuan kalah dengan laki-laki.
Huh huh, dan jika kau
beranggapan perempuan itu lemah, baik!
Sekarang anggaplah aku bukan peremp-
uan. Aku seorang laki-laki yang
sanggup membunuh kau!
Sepasang mata Warigagung menyala
liar. Tantangan ini kuasa membang-
kitkan kemarahannya. Namun sesaat
kemudian ia ingat kembali bagaimanapun yang dihadapi sekarang ini perempuan,
sekaum dengan ibunya. Karena itu
segera terbayang kembali peristiwa
belasan tahun lalu, ibunya mati di
tangan ayahnya sendiri.
Ia menghela napas, lalu jawabnya,
Tidak! Aku tidak boleh melawan
perempuan. Ibuku di alam sana akan
menyumpah menjadi seekor cacing. Ti-
dak! Aku tidak mau berkelahi dengan
kau! Sarwiyah merasa heran. Dan
sebagai seorang gadis yang perasaannya halus, sabar dan teliti, ia segera
bisa menduga apa yang sudah terjadi
atas pemuda ini. Agaknya pemuda ini
ingat pesan ibunya sebelum meninggal,
tidak boleh bermusuhan dengan
perempuan. Diam-diam ia menjadi
terharu kepada Warigagung. Dirinya
sendiri sudah tidak berayah bunda, dan kiranya pemuda inipun demikian pula,
dan berarti pemuda ini senasib dengan
dirinya. Dalam pada itu, kalau pemuda
ini tidak mau bermusuhan, mengapa
kakaknya ingin memaksa" Ia harus bisa
mencegah. Mbakyu, jika dia memang tidak mau
melawan mengapakah sebabnya kau
memaksa" Biarkanlah dia pergi dan mari kita lihat siapa yang menang antara
kakek dengan orang itu.
Tetapi ia malah dibentak oleh
Sarindah, Kurangajar kau! Apakah
engkau menerima demikian saja dihina
dan direndahkan bocah busuk itu" Dia
begitu sombong, hayo tak usah banyak
mulut, kita bunuh habis perkara!
Sarwiyah tidak senang atas sikap
kakaknya ini. Namun kalau harus
menentang saudara tuanya juga tidak
sanggup. Gadis ini memandang Wari-
gagung dengan ragu. Pandang matanya
demikian sayu dan seakan minta kepada
pemuda itu agar mau mengalah.
Warigagung dapat pula menangkap
sinar mata gadis itu yang lembut,
berbeda dengan kakaknya, dan seakan
penuh harap agar mau mengalah kepada
kakaknya. Walaupun pemuda liar dan
ganas, tetapi Warigagung mempunyai
kelembutan jika berhadapan dengan
perempuan. Hatinya tergetar dan merasa iba pula kepada gadis ini.
Sudahlah, kata Warigagung. Aku
mengaku kalah, dan sekarang izinkahlah aku pergi meninggalkan tempat ini
untuk melanjutkan perjalanan.
Sarwiyah gembira sekali mendengar
ucapan pemuda itu yang sesuai dengan
harapannya. Ia berharap agar urusan
ini selesai sampai di sini.
Akan tetapi di luar dugaannya,
Sarindah bukannya menjadi reda oleh
sikap mengalah pemuda ini, malah
bentaknya, Huh, enak saja kau mengaku
kalah. Orang yang merasa kalah harus
tunduk kepada yang menang. Huh, aku
baru mau percaya jika kau benar-benar
merasa kalah, jika engkau mau duduk
bersila di depanku, kemudian menyembah
aku tujuh kali.
Sepasang mata Warigagung kembali
menyala. Ia amat tersinggung karena
perintah itu amat merendahkan. Padahal apa yang diucapkan tadi bukan dirinya
benar-benar kalah, dan ia hanya me-
ngalah saja, karena tak mau berurusan
dengan perempuan. Bagaimana rasa
segannya bermusuhan dengan perempuan,
diam-diam pemuda ini menjadi tidak
senang. Biarlah untuk hadiah bagi
perempuan galak dan cerewet dan mau
menang sendiri ini, perlu dihajar
sedikit. Namun sebaliknya terhadap
Sarwiyah yang halus itu bagaimanakah
mungkin dirinya tega" Gadis itu takkan diganggu.
Hemm, engkau terlalu memaksa aku!
katanya. Jika demikian hayo kita coba
lagi, siapa yang menang dan siapa pula yang kalah.
Tanpa banyak mulut lagi,
mendengar ucapan Warigagung ini,
Sarindah sudah menerjang ke depan
dengan pedangnya. Sarwiyah menyesal
bukan main karena ia tadi sudah
berusaha mencegah, namun ternyata
kakaknya sudah memulai. Apa boleh
buat. Ia tidak tega kepada kakaknya,
maka iapun segera menghunus pedang dan membantu.


Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Warigagung jungkir balik ke
belakang menghindarkan serangan men-
dadak itu. Tiba-tiba pada tangan kanan
sudah terpegang pedang hitam berhulu
tiruan kepala ular.
Trang trang.... pedangnya ber-
hasil menangkis pedang dua gadis itu
hingga terpental menyeleweng. Secepat
kilat Warigagung melesat ke samping.
Sebab ia tahu, pedang gadis yang
terpental itu masih dapat menyerang
lagi. Sarindah yang amat penasaran ini
menyerang dengan sengit. Sebaliknya
Sarwiyah yang agak ragu, serangannya
hanya sekedar membantu dan tidak
sungguh-sungguh. Warigagung mengerut-
kan alis atas sikap gadis ini, dan
diam-diam timbul rasa terima kasih
kepada Sarwiyah.
Akan tetapi Sarindah merasakan
pula keraguan adiknya. Ia menjadi
marah, bentaknya, Wiyah! Mengapa se-
babnya kau tidak sungguh-sungguh" Kau
jangan main sandiwara.
Sarwiyah terkejut sekali. Ia
menjadi serba salah. Untuk menyerang
benar-benar ia tidak sampai hati
justru pemuda itu tidak bersalah.
Tetapi sebaliknya kalau tidak sungguh-
sungguh, kakaknya marah.
Trang trang.......pedangnya
berhasil menangkis pedang dua gadis itu hingga terpental menyeleweng.
Sementara itu Si Tangan Iblis
kaget ketika melihat cucunya berkelahi lagi dengan murid Julung Pujud.
Mengapa cucunya itu tidak mau men-
dengar nasihatnya" Kakek ini menjadi
gelisah dan khawatir, karena ia tahu
dua orang cucunya itu takkan menang
melawan Warigagung. Dan bukan saja
Warigagung bukan lawan yang seimbang.
tetapi apabila guru bocah itu tiba-
tiba muncul bisa menimbulkan salah
paham dan merugikan rencananya. Namun
demikian untuk mencoba mencegah dengan teriakan, juga tidak mungkin.
Jalan satu-satunya ia harus
selekasnya dapat mengalahkan Mahisa
Jaladri. Tiba-tiba kakek ini membentak nyaring, disusul dari telapak
tangannya mengepul uap hitam yang
segera menyerang Mahisa Jaladri.
Inilah Aji Mega Langking. Apabila
digunakan dari telapak tangan segera
keluar asap hitam. Dan asap hitam ini amat berbahaya karena mengandung
racun. Orang yang terserang segera
keracunan. Mahisa Jaladri juga insyaf akan
bahayanya asap hitam itu. Ia segera
mengebut untuk menghalau dan
membuyarkan asap hitam itu. Tetapi
celakanya karena harus repot mengebut
dan mengusir asap hitam ini Mahisa
Jaladri menderita rugi. Makin lama ia
semakin terdesak, sedang asap hitam
yang keluar dari telapak tangan Si
Tangan Iblis makin lama menjadi tambah tebal.
Tak lama kemudian terdengar jerit
ngeri dan panjang dari mulut Mahisa
Jaladri, disusul robohnya tubuh kakek
itu. Ternyata oleh serangan Aji Mega
Langking itu, Mahisa Jaladri tidak
kuasa bertahan. Ia kemudian roboh dan
nyawa melayang, dalam keadaan
menyedihkan sekali. Dari lubang
hidung, mata, telinga dan lubang tubuh lain keluar darah hitam.
Si Tangan Iblis ketawa panjang
setelah berhasil merobohkan lawannya.
Sejenak kemudian tubuhnya meluncur
seperti anak panah, ke arah Warigagung yang sedang berkelahi melawan Sarindah
dan Sarwiyah. Ketika tangan kakek ini
mengebut, tiga orang muda itu
terhuyung mundur beberapa langkah ke
belakang. Si Tangan Iblis berdiri di
antara mereka dengan sepasang mata
menyinarkan api saking marah.
Bocah kurangajar! bentaknya
kepada Warigagung. Apakah engkau
menyombongkan kepandaianmu di tempat
ini " Sebelum Warigagung sempat me-
nyahut, Sarwiyah mendahului, Kakek,
bukan dia yang salah....
Wiyah! Tutup mulutmu. Apakah
engkau akan membela lawan" bentak
Sarindah sambil mendelik.
Akan tetapi kali ini Sarwiyah
yang merasa pada pihak yang benar,
tidak mau mengalah begitu saja. Apa
yang terjadi justru mbakyunya yang
terlalu mendesak, dan ia tidak tega
pemuda yang tidak bersalah itu
dibentak kakeknya.
Aku tidak membela siapapun!
bantahnya. Aku hanya mengatakan
sebenarnya, toh dia tadi mau pergi
tetapi kau cegah. Malah dia sudah
mengaku kalah, tetapi engkau memaksa
dan malah mengajak berkelahi.
Huh huh, Sarindah geram, engkau
anak kecil tahu apa" Kedatangannya ke
tempat ini amat mencurigakan. Sudah
tentu dia mengandung maksud yang tidak baik.
Sarindah bukan saja galak tetapi
juga licin. Ia segera dapat menga-
lihkan persoalan yang dapat
menyudutkan Sarwiyah, kepada soal lain yang cukup beralasan. Dengan demikian
kakeknya tentu dapat membenarkan
sikapnya, bahwa apa yang sudah
dilakukan sudah sesuai dengan
wewenangnya. Ternyata jawaban Sarindah ini
berpengaruh terhadap kakeknya. Si
Tangan Iblis menatap Warigagung penuh
selidik. Kemudian katanya angkuh, Huh
huh, kalau saja aku tidak memandang
muka gurumu, hemm, mana bisa aku
mengampuni kelancanganmu ini" Seka-
rang, lekaslah kau minggat dari tempat ini dan lebih dahulu kau harus mohon
maaf kepadaku! Manakah mungkin Warigagung mau
menerima begitu saja, oleh sikap kasar dan bentakan orang" Sepasang mata
pemuda itu menyala seperti
mengeluarkan api saking marahnya.
Tetapi ketika pandang matanya ter-
tumbuk sinar mata Sarwiyah yang redup, yang penuh iba dan permohonan, tiba-tiba
saja hati pemuda ini menjadi
ragu. Hanya saja pengaruh pandang mata Sarwiyah itu cuma sekejap.
Lalu pemuda ini menatap tajam
kepada Si Tangan Iblis, sahutnya
ketus, Aku tidak bersalah apa-apa,
mengapa sebabnya aku harus minta maaf"
Sudah aku katakan gunung ini tiada
pemiliknya, dan apabila ada orang yang mengaku sebagai pemilik adalah bohong.
Huh, apabila orang menginjakkan kaki
di gunung ini lalu dituduh melakukan
sesuatu, mana mungkin aku bisa
menerima begitu saja" Pendeknya aku
bukan anjing. Aku berada di tempat ini tidak lain untuk menghibur diri, dan
kalau aku sudah bosan di sini tanpa
ada yang menyuruh, aku tentu pergi.
Tetapi sebaliknya apabila orang
sewenang-wenang, menggebah aku seperti aNJing, aku tidak sudi!
Sepasang mata Si Tangan IblIs
menyala mendengar jawaban ini. Ia
mendengus kemudian berkata dingin,
Hemm, aku sudah berlaku murah
mengingat gurumu. Tetapi jika kau
membandel, tidak bisa menempatkan
dirimu sebagai orang muda, huh, jangan salahkan aku jika aku terpaksa
mengusir kau seperti anjing!
Kalau Warigagung sudah tersing-
gung, sudah marah, tidak takut kepada
siapapun. Karena sikap kakek itu
kasar, ia lalu berdiri tegak dan
membusungkan dada. Sikapnya angkuh,
sahutnya menantang, Hem, jika engkau
orang tua mau memaksakan kehendakmu
sendiri dan sewenang-wenang, siapa
takut" Warigagung menangkap kilatan mata
Sarwiyah yang seperti mau menangis.
Namun pemuda yang sudah marah ini
tidak peduli lagi. Ia tidak takut
mati, sebaliknya ia takkan bisa
menerima orang sengaja menghina
dirinya. Kurangajar! bentak kakek ini.
Engkau bocah kemarin sore berani
menantang aku"
Aku tidak menantang. Tetapi aku
tidak takut kepada siapapun yang
sengaja menghina aku! jawab pemuda ini lebih ketus lagi.
Si Tangan Iblis amat penasaran
berhadapan dengan pemuda bandel ini.
Ia menjadi lupa kepada keadaan dirinya yang sudah kakek-kakek yang tidak
sepantasnya melawan orang muda.
Katanya, Hayo, mulailah!
Tanpa membuka mulut lagi, pemuda
itu sudah melompat ke depan meng-
gerakkan pedangnya. SaDar akan dirinya sekarang ini berhadapan dengan seorang
kakek yang tingkatnya jauh lebih
tinggi, maka serangannya mengarah
empat bagian tubuh berbahaya. Ialah
pusar, uluhati, leher dan mata.
Gerakannya cepat dan bertenaga, gaya
serangannya juga mantap, dan
membuktikan pemuda ini sudah menguasai ilmu pedangnya secara baik sekali.
Tring tring tring tring.....
Heh heh heh heh....!
Semua serangan dapat dipatahkan
Si Tangan Iblis. Kakek ini terkekeh
tetapi diam-diam kaget juga. Mengapa
sebabnya pedang itu tidak lepas dari
tangan, padahal sentilan jarinya
mengandung tenaga yang amat dahsyat"
Semua muridnya termasuk Sarindah dan
Sarwiyah takkan kuasa mempertahankan
pedangnya apabila sudah ia sentil.
Kenapa pemuda ini tidak"
Keadaan ini justru menyebabkan Si
Tangan Iblis penasaran dan iri kepada
Julung Pujud. Mengapa Julung Pujud
dapat menggembleng muridnya seperti
ini, sedang dirinya tidak" Padahal ia merasa pasti dalam dalam cara mendidik dan
menggembleng murid, ia tidak perlu kalah. Dan saking penasaran dan iri
hati ini, kakek ini menjadi lupa.
Kalau tadi hanya bermaksud mengusir
saja, sekarang timbul niatnya untuk
menghajar, agar berkurang kebandelan
dan kesombongan bocah ini.
Terpengaruh oleh rasa penasaran
dan irihati ini maka ketika pedang
Warigagung tidak lepas dari tangan, ia segera menyusuli serangan dengan
mengebut. Kebutan telapak tangan ini
perlahan saja, namun sesungguhnya amat berbahaya, karena kebutan ini
mengandung tenaga kuat dan mengandung hawa panas pula.
Warigagung kaget sekali dan cepat
melesat menghindarkan diri. Sebenarnya sebagai akibat tangkisan Si Tangan
Iblis tadi, lengannya panas sekali
seperti dibakar oleh api. Meskipun
demikian ia seorang pemuda yang keras
hati. Ia menahan rasa sakit untuk
mempertahankan pedangnya.
Akan tetapi mendadak ia merasakan
dadanya diserang oleh hawa panas dan
seperti ditindih, hingga sesak!
Sayang sekali Warigagung seorang
pemuda bandel dan nekad. Tindihan
tenaga panas yang menyebabkan dadanya
sesak itu malah menyebabkan Warigagung penasaran. Ia memaksa diri, pedangnya
bergerak dengan jurus rahasia menye-
rang lawan. Pendeknya sebelum dirinya
roboh, sedikitnya ia harus dapat
melukai kakek ini. Jurus simpanan ini
merupakan jurus aneh, namun apabila
berhadapan dengan orang sakti tidak
bisa menolong. Tiba-tiba pedangnya bergerak se-
perti mau memancung lehernya sendiri.
Si Tangan Iblis kaget sekali,


Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lengannya dengan jari terbuka dan
terulur untuk meneengkeram dan merebut pedang itu. Tetapi mendadak kakek ini
kaget sekali dan cepat-cepat menarik
tangan kanan disusul dengan tangan
kiri mengebut. Hampir saja lengan kanannya
buntung tertabas pedang Warigagung.
Tetapi justru gerak tipu yang hampir
mencelakakan ini menyebabkan Si Tangan Iblis menggeram marah. Ketika pedang
Warigagung kembali berkelebat menye-
rang, ia tidak bergerak menghindari.
Namun ketika ujung pedang hampir
menyentuh bajunya, jari tengah dan
jari telunjuk kakek ini hampir
menyentuh bajunya, jari tengah dan
jari telunjuk kakek ini sudah menjepit batang pedang berbareng membentak,
sehingga pedang pemuda ini lepas dan
tubuhnya terhuyung ke belakang.
Melihat itu Sarwiyah pucat.
Pemuda itu tidak bersalah aa-apa,
mengapa kakek dan mbakyunya memusuhi"
Ia menjadi tidak senang dan marah.
Akan tetapi sebaliknya untuk mencela
juga tidak berani. Maka yang bisa
dilakukan kemudian hanyalah memandang
penuh rasa khawatir, apabila pemuda
itu sampai celaka di tangan kakeknya.
Bagaimanapun ia sudah kenal watak
kakeknya. Apabila sudah marah
tangannya menjadi ganas dan bisa
menurunkan tangan maut.
Namun sebaliknya Warigagung bu-
kannya tunduk dan menyerah setelah
pedangnya dirampas orang. Pemuda ini
malah tambah marah dan kalap. Ia
pernah mendapat nasihat dari gurunya,
bahwa senjata ibarat nyawanya sendiri.
Untuk membela senjatanya itu, maka
Warigagung tak takut mengorbankan
nyawa. Karena itu sambil melengking
nyaring, Warigagung melompat ke depan.
Tangan kiri membentuk cakar sedang
tangan kanan meninju dada.
Hai! Kau belum juga mau menyerah"
Si Tangan Iblis kaget melihat
kenekatan pemuda itu.
Ia berdiri tegak. Pukulan ke arah
dada diterima dengan dada. Sedang
tangan kiri yang be-maksud menceng-
keram pusar ia tangkap. Kemudian
tangan itu dipuntir ke belakang.
Ketika kakek ini mendorong,
Warigagung hampir terjerembab mencium
tanah. Untung pemuda ini cukup
tangkas. Ia berjungkir balik beberapa
kali untuk mematahkan tenaga dorongan
dan kemudian meloncat berdiri. Pemuda
ini sekarang matanya beringas.
Huh! Bagiku tidak ada kata
menyerah. Nyawaku hanya selembar,
matipun tidak akan penasaran di tangan seorang kakek yang bukan tandinganku!
Si Tangan Iblis merasa disindir.
Wajahnya menjadi merah padam, lalu
dengusnya dingin, Hemm, engkau sendiri
yang mencari penyakit. Kalau saja aku
tidak memandang muka gurumu, apakah
aku masih dapat bersikap seperti ini"
Karena berkali-kali nama gurunya
disebut, Warigagung tambah penasaran.
Bantahnya, Huh! Berkali-kali kau
menyebut Guruku. Jika saat ini Guruku
ada, apakah engkau berani menghina aku seperti ini"
Wajah kakek ini tambah merah
padam saking merah berbareng malu.
Sebenarnya memang demikian, apabila
Julung Pujud sekarang ini hadir, kakek ini takkan berani gegabah. Bagaimanapun
kakek ini masih akan hitung-
hitung kekuatannya lebih dahulu, jika Julung Pujud sampai marah.
Akan tetapi karena sejak tadi
guru pemuda ini tidak juga muncul,
maka keangkuhan kakek ini tidak
berkurang. Jawabnya dingin, Huh huh,
sangkamu jika gurumu hadir aku takut"
Engkau sendiri yang bandel dan tidak
pandai menghormati orang tua. Tentu
saja gurumupun tidak senang dengan
sikapmu yang kurangajar ini.
Kakek ini mengucapkan kata-kata
seperti itu bukan lain karena malu, di depan murid dan cucunya dianggap takut
kepada orang lain. Namun demikian
karena sesungguhnya ia gentar apabila
berhadapan dengan Julung Pujud, maka
ucapannya miring. Ia menekankan bahwa
dalam persoalan ini Warigagung yang
bersalah. Hingga ia ingin menyalahkan
orang dan menempatkan dirinya pada
pihak yang benar.
Warigagung ketawa terkekeh saking
penasaran. Katanya, Heh heh heh heh,
engkau orang tua menjadi sombong dapat merebut pedangku. Tetapi sekarang,
rasakan jarumku!
Hampir berbareng dengan ucapannya
dari tangan Warigagung sudah menyambar puluhan bintik hitam. Saking marah dan
penasaran, Warigagung menyerang dengan jarum beracun dalam jumlah banyak.
Pemuda ini justru amat terlatih
dalam hal menyambitkan senjata rahasia jarum. Maka ketika tangan bergerak,
jarum-jarum itu segera menyambar ke
arah bagian tubuh yang berbahaya.
Walaupun sejak tadi kakek ini
sudah menduga, tidak urung terkejut
juga melihat menyambitnya jarum
beracun yang kecil itu, sebab
menyambarnya jarum itu amat cepat dan
di luar dugaannya.
Akan tetapi Si Tangan Iblis
seorang tokoh sakti. Sekalipun jarum
itu kecil, ia dapat melihat
menyambarnya jarum itu.
Kakek ini tidak menjadi gugup. Ia
melepas ikat kepalanya dipergunakan
mengebut. Angin yang amat kuat segera
menyambar dan jarum-jarum beracun itu
segera menyeleweng atau runtuh ke
tanah. Tidak sebatangpun jarum yang
dapat menyentuh tubuh kakek itu.
Tetapi gerakan tangan yang
memutarkan ikat kepala itu tidak ber-
henti untuk mengebut jarum. Gerakannya diteruskan untuk membalas menyerang
Warigagung. Tampaknya memang hanya
selembar kain ikat kepala dan hanya
benda yang lemas dan tipis. Akan
tetapi di tangan seorang sakti, benda
lemas ini dapat berubah menjadi
senjata berbahaya.
Gerakan kakek ini cepat tidak
terduga. Warigagung yang sudah menyia-
pkan jarum beracun untuk menyerang
lagi, tidak sempat melepaskan. Dan
tiba-tiba saja lengan pemuda ini
menjadi lumpuh, hingga jarum yang
digenggam runtuh ke tanah. Sebelum
pemuda ini dapat membela diri sudah
jatuh terduduk oleh sabetan ikat
kepala yang menyambar kaki.
Si Tangan Iblis yang amat
penasaran atas kekurangajaran Wari-
gagung sudah menggerakkan tangan untuk mencengkeram pundak bocah itu dengan
maksud agar sambungan tulang pundaknya lepas.
4 Akan tetapi mendadak gerakan
kakek ini berhenti dan kaget sekali
ketika mendengar jerit Sarindah yang
nyaring. Jerit itu kemudian disusul
oleh bentakan Sarwiyah.
Si Tangan Iblis berpaling dan
mendadak wajahnya pucat. Ternyata
cucunya, Sarindah, sekarang sudah
tidak bisa berkutik lagi, dikepit oleh Kakek Kerdil. Sedang Sarwiyah menggunakan
pedang masih terus menghujani
serangan kepada kakek itu, tetapi
serangannya tidak pernah berhasil
seperti menyerang bayangan.
Kakek ini terbelalak disamping
amat kagum. Ia tidak mendengar gerakan orang itu, tetapi tahu-tahu Julung
Pujud sudah berhasil menawan Sarindah.
Karena khawatir, Si Tangan Iblis
sudah membentak, Hai Julung Pujud.
Engkau curang! Apakah sebabnya kau
menawan cucuku yang tak bersalah"
Heh heh heh heh, siapakah yang
curang" sahut kakek kerdil ini yang
tidak lain memang Julung Pujud. Huh,
engkau tak tahu malu dan akan
mencelakakan muridku. Apakah sebabnya
aku tidak boleh membalas dengan cara
menawan cucumu" Hayo, lekas
lakukanlah! Jika engkau berani men-
celakakan muridku, maka cucumu inipun
mati dalam tanganku!
Wajah Si Tangan Iblis merah
padam. Ia sadar, keadaan amat
berbahaya. Julung Pujud terkenal
sebagai orang liar dan ganas. Anca-
mannya akah dibuktikan apabila dirinya bersikeras. Namun demikian tentu saja
ia tidak mau mengalah begitu saja. Ia
harus mengejek dulu.
Ha ha ha ha, Julung Pujud,
engkaulah yang tidak tahu malu. Sejak
tadi kau menyembunyikan diri, tahu-
tahu kau menggunakan kesempatan secara curang.
Julung Pujud terkekeh, Heh heh
heh heh, yang curang dan tak tahu malu itu sesungguhnya siapa" Hayo, katakan
siapa" Engkau jangan hanya mencari
menang sendiri dan merasa benar. Aku
bertanya, apakah kesalahan muridku"
Dia tidak mengganggu siapapun, dan
malah bersikap mengalah pula kepada
dua orang cucumu ini. Kalau muridku
mau berkelahi, huh huh, aku berani
bertaruh dengan potong jari, dua orang cucumu ini sekalipun mengeroyok tak
mungkin menang melawan muridku. Huh,
aku tahu dengan mata kepala sendiri.
Ketika engkau sedang sibuk mengadu
tulang dengan Mahisa Jaladri, muridku
meniup seruling dengan maksud pergi.
Tetapi cucumu perempuan yang galak ini malah menghina dan merendahkan
muridku. Huh, terimalah!
Julung Pujud melemparkan Sarindah
ke arah Si Tangan Iblis. Sebagai
seorang yang sudah banyak makan garam
tentu saja Julung Pujud tidak sekadar
melemparkannya. Maka diam-diam Si
Tangan Iblis mengerahkan tenaga sakti
ke arah kaki agar berat badannya
bertambah. Dengan kuda-kuda yang kuat
ini kemudian ia menyambut tubuh
Sarindah yang melayang ke arahnya.
Akan tetapi ahhh.... Si Tangan
Iblis menjadi kaget. Sekalipun ia
sudah mengerahkan tenaga dalam
menyambut, tidak urung kuda-kudanya
masih tergempur. Nyatalah
bahwa sekalipun tubuhnya kerdil, Julung
Pujud tidak dapat diremehkan tentang
kekuatan tenaganya.
Julung Pujud sudah melompat dan
menolong muridnya. Kemudian sambil
menatap tajam kepada Si Tangan Iblis,
hardiknya, Cucumu yang galak itulah
yang menjadi gara-gara. Jika tidak
percaya engkau bisa bertanya kepada
cucumu yang muda. Muridku tidak mau
melayani dan malah mengalah, tetapi
cucumu yang galak itu masih memaksa.
Tentu saja muridku terpaksa melayani
sekalipun tidak bersungguh-sungguh.
Digerutu oleh hardikan ini untuk
sejenak Si Tangan Iblis bungkam. Sebab apa yang sudah terjadi memang benar,
Sarindah yang menimbulkan gara-gara.
Akan tetapi manakah mungkin Si Tangan
Iblis mau saja pihaknya dipersalahkan.
Ia terkekeh lalu jawabnya.
Heh heh heh heh, engkau mencari
enak sendiri tanpa mau mawas diri.
Kalau saja muridmu tidak keluyuran
sampai di daerah ini, mana mungkin
sampai terjadi peristiwa ini" Dengan
begitu jelaslah muridmu yang bersalah.


Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ha ha ha ha, ho ho ho ho, engkau
mencari-cari alasan dalam usahamu
membela diri. Siapakah yang bisa
melarang muridku mendaki gunung ini"
ejek Julung Pujud. Sudahlah, tiada
gunanya saling bantah dan memper-
salahkan mana yang salah dan mana yang benar. Yang jelas kau orang tua yang
tidak tahu malu. Engkau sudah memaksa
dan menghina muridku, dan sekarang
engkau harus bertanggung jawab.
Apakah maksudmu" Apa yang harus
aku pertanggungjawabkan "
Engkau harus melawan aku
sekarang, tua sama tua, barulah ramai
dan menyenangkan. Jika perlu malah
bisa ditambah pula yang muda dengan
muda. Suruhlah cucumu mengeroyok mu-
ridku. Kalau saja menurutkan watak dan
keangkuhannya, seharusnya Si Tangan
Iblis harus menerima tantangan ini.
Tetapi kakek ini bukan seorang tolol.
Bukan seorang yang hanya menurutkan
perasaannya. Ia dapat memperhitungkan
tentang untung ruginya bermusuhan
dengan Julung Pujud. Ia justru
mempunyai rencana dan cita-cita yang
sangat tinggi. Makin banyak sekutu dan sahabat, justru akan sangat
menguntungkan. Maka ia harus dapat
menarik Julung Pujud sebagai kawan
seperjuangan, untuk membunuh Mahapatih
Gajah Mada dan Mpu Nala.
Akan tetapi sebaliknya ia juga
tahu tentang watak Julung Pujud yang
aneh. Tanpa siasat tidaklah mungkin
Julung Pujud dapat menerima ajakannya.
Oleh karena itu Si Tangan Iblis
tertawa terkekeh.
Heh heh heh heh, tidak lucu!
Tidak lucu! Hai, apanya yang lucu" Aku
bukanlah badut dan tentu saja tidak
lucu! bentak Julung Pujud.
Heh heh heh heh, yang aku maksud
tidak lucu itu, adalah apabila antara
aku dan engkau saling jotos dan
mengadu tulang keropos ini, sahut Si
Tangan Iblis. Engkau disebut orang,
dari golongan sesat sebaliknya akupun
disebut orang sesat pula. Kalau
menggunakan nama agak mentereng, aku
dan engkau disebut orang dengan nama
golongan hitam. Nah, manakah bisa
terjadi antara golongan sendiri saling hantam dan saling pukul" Tidak urung
dunia ini akan menertawakan kita. Kau
harus sadar bahwa musuh golongan hitam adalah orang yang menyebut dirinya
dari aliran putih atau lurus bersih.
Nah, itu baru tepat! Coba sekarang
pikirkanlah, apa yang aku katakan ini
salah" Julung Pujud mendengus dingin,
Hemm, engkau berputar lidah tidak
karuan. Katakan saja engkau tidak
berani melawan aku, habis perkara!
Huh, apakah sebabnya engkau harus
berputar-putar haluan menggunakan
alasan golongan hitam dan dan lurus
bersih!?" Julung Pujud berhenti dan
menebarkan pandang mata ke sekeliling.
Kemudian ia tersenyum dan meneruskan,
Heh heh heh heh, tetapi jika aku
rasakan, benar juga alasanmu. Antara
golongan sendiri tidak merugikan kita
sendiri dan sebaliknya golongan sana
yang bakal bersorak kegirangan.
Julung Pujud berhenti lagi,
kemudian, Hemm, tetapi tidak gampang
engkau mau bersahabat dengan aku.
Kecuali apabila engkau sendiri
memenuhi persyaratan yang aku ajukan.
Diam-diam Si Tangan Iblis gembira
sekali mendengar ucapan Julung Pujud
ini. Sekalipun demikian kakek ini
pura-pura mendelik dan marah,
Kurangajar kau! Syarat macam apa saja
yang engkau maksudkan itu"
Ha ha ha ha, syaratnya tidak
berat. Namun demikian pasti, dan
engkau tidak boleh menolak. Sebab
apabila engkau menolak berarti terang-
terangan engkau menghina Julung Pujud, dan sudah tentu hinaan itu baru bisa
impas dengan mengalirnya darah. Hai
Tangan Iblis! Antara kita sekarang
harus dijalin hubungan batin. Hubungan keluarga! Dengan begitu, antara kita
ini tidak bisa digoyahkan lagi.
Si Tangan Iblis melongo heran.
Tanyanya dalam hati, hubungan
keluarga" Lalu hubungan yang bagai-
mana" Karena tidak mengerti maksud
Julung Pujud, lalu ia bertanya, Apakah maksudmu dengan hubungan keluarga ini"
Heh heh heh heh, apakah sebabnya
kau men jadi tolol" Muridku masih
jejaka tulen, ting ting! Sebaliknya
cucumu juga masih perawan suci! Maka
sekarang juga aku malamar cucumu yang
muda itu, untuk menjadi isteri
muridku. Ha ha ha ha, setuju atau
tidak setuju"
Guru......! Warigagung yang tidak
pernah mimpi gurunya meminang gadis
dan dijodohkan dengan dirinya, menjadi kaget. Maksudnya akan membantah tetapi
Julung Pujud sudah memberi isyarat
dengan gerakan tangan, hingga bocah
ini tidak berani membuka mulut lagi.
Sekalipun demikian sepasang
matanya segera memandang ke arah
sarwiyah. Sebagai seorang pemuda ia
memang tertarik juga oleh sikap gadis
yang halus itu, justru disamping juga
cantik. Tetapi sekalipun demikian ia
tidak tahu apakah dirinya suka kepada
gadis itu, karena yang dirasakan
sekarang ini hanyalah, gadis bernama
Sarwiyah itu menimbulkan kesan sejuk
dalam hatinya. Tetapi benarkah
perasaan ini merupakan tanda dirinya
jatuh cinta"
Sarwiyah tidak berbeda, juga
menjadi kaget dan hatinya tidak
karuan. Soalnya walaupun belum terang-
terangan, hatinya sudah terlanjur
terisi oleh Kebo Pradah. Ia tidak
membenci pemuda itu dan malah tertarik oleh sikapnya yang amat menghargai dan
menghormati wanita. Akan tetapi cinta"
Ahh, dirinya tidak tahu, karena sudah
tertambat oleh Kebo Pradah. Namun
sebaliknya kalau harus menolak, ia
tidak berani. Karena disamping Si
Tangan Iblis sebagai kakeknya juga
sebagai gurunya. Tentu saja sebagai
kakek dan pengganti orang tuanya,
mempunyai wewenang dalam soal
perjodoan ini. Disamping semua itu, Sarwiyah
juga dapat berpikir jauh. Ia tahu
tentang cita-cita kakeknya yang akan
membalas dendam. Padahal musuh
kakeknya adalah Mahapatih Gajah Mada
dan Mpu Nala. Mereka merupakan dua
tokoh sakti mandraguna jaman ini,
disamping amat tinggi kedudukannya.
Tentu saja kakeknya membutuhkan kawan
seperjuangan yang juga sakti man-
draguna. Padahal kakek kerdil ini sedia
bekerjasama asalkan saja dirinya mau
diperistri oleh Warigagung. Dirinya
amat kecil dan tidak berarti apabila
dibandingkan dengan cita-cita kakeknya
yang amat tinggi itu. Dan lebih dari
itu justru cita-cita kakeknya adalah
untuk membalas dendam kematian ayah
bundanya. Maka dirinya dituntut darma
baktinya sebagai anak kepada orang
tuanya. Betapa marah ayah bundanya di
alam sana, apabila dirinya tidak dapat membantu kakeknya membalas dendam.
Mengingat semua itu gadis ini diam-
diam memutuskan takkan menentang
keputusan kakeknya.
Si Tangan Iblis memandang
Sarwiyah dan Warigagung bergantian.
Lalu katanya, Hemm.... Julung Pujud,
engkau jangan menghina diriku.
Siapa yang menghina " Julung
Pujud mendelik. Aku berkata sebenarnya dan aku mewakili muridku untuk
meminang cucumu yang muda itu. Ehh...
siapa namanya"
Namanya Sarwiyah, sahut Si Tangan
Iblis. Tetapi apakah sopan jika engkau mengajukan pinangan di jalan seperti
ini" Ho,ho heh heh heh, engkau ini
seorang dungu ataukah memang tolol"
Aku dan kau bertemu di sini dan bukan
di rumahmu. Julung Pujud mengejek.
Karena kita ketemu di sini tentu saja
di sini pula aku meminang.
Jika engkau memang berbicara
sungguh-sungguh, engkau tentu bersedia datang ke rumahku.
Mengapa tidak" Tetapi eh, lebih
dahulu engkau harus memberi kepastian.
Engkau terima atau kau tolak
pinanganku ini" Jika engkau berani me-
nolak, huh huh! Engkau dan aku harus
berkelahi dan salah seorang harus
mampus. Heh heh heh heh, manakah ada
orang tua yang tidak menjadi gembira,
mempunyai besan seperti engkau ini"
Pendeknya, pinanganmu aku terima.
Tentang kapan pernikahan dilangsung-
kan, kemudian hari kita rundingkan.
Hayolah, sekarang kita pulang.
Nanti dulu! Julung Pujud
mencegah. Engkau sudah membunuh Mahisa Jaladri. Karena itu tidak baik jika
engkau biarkan menggeletak di sini dan bakal menjadi busuk menjijikkan. Maka
lebih baik kalau kita buang saja ke
jurang. Selesai berkata, kaki Julung
Pujud bergerak menendang. Kakinya
hanya kecil dan pendek, sesuai dengan
tubuhnya yang kerdil. Namun akibat
dari tendangannya membuat orang
terbelalak kagum. Sebab begitu di-
tendang, tubuh Mahisa Jaladri sudah
terbang tinggi. Julung Pujud segera
memburu. Ketika tubuh Mahisa Jaladri
hampir jatuh ke tanah, kaki Julung
Pujud bergerak lagi menendang. Hanya
empat kali Julung Pujud menendang,
tubuh Mahisa Jaladri sudah terlempar
ke dalam jurang amat dalam.
Mereka memang orang-orang aneh
dan sudah memaklumkan diri dari
golongan hitam. Tentu saja cara
berpikirnyapun lain. Bagi mereka,
perbuatan yang kejam dan ganas
merupakan lambang kejan-tanan dan
kebanggaan. Itulah sebabnya
mereka tidak perlu menyempurnakan jenazah
Mahisa Jaladri dengan dikubur atau
dibakar, melainkan hanya dibuang saja
ke jurang. Dengan demikian mereka
membiarkan jenazah manusia itu menjadi mangsa binatang buas.
Dalam perjalanan pulang ini hati
Sarwiyah sama dengan perasaan
Warigagung. Rasanya tidak karuan,
campur aduk antara gelisah, berdebar
gembira dan bimbang. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Antara
mereka tidak memulai dengan cinta,
tetapi terpaksa harus tunduk dan tidak berani membantah.
Memang sesungguhnya bagi Sar-
wiyah, rasa cintanya pertama kali
jatuh kepada Kebo Pradah. Namun
demikian ia sudah mengenal watak
kakeknya. Kalau dirinya menentang dan
mengemukakan alasan sudah terlanjur
memilih Kebo Pradah, kakeknya akan


Dewi Sri Tanjung 3 Kobaran Api Asmara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

marah dan bahayanya, Kebo Pradah bisa
dianggap sebagai penghalang dan dibu-
nuh, Ia takkan rela kalau pemuda itu
harus menjadi korban karena cinta. Dan ia akan memberi nasihat kepada pemuda
itu agar melupakan dirinya. Semua itu
demi keselamatan masing-masing.
Sebaliknya diam-diam Sarindah
marah dan penasaran kepada adiknya.
Dalam hati ia mencaci maki, mengapa
Sarwiyah tidak setia dan khianat
kepada Kebo Pradah. Buktinya bertemu
dengan pemuda lain sudah berpaling dan melupakan saudara seperguruan sendiri.
Kurangajar! Pantas dia tadi
membela bocah itu! cacinya dalam hati
yang ditujukan kepada Sarwiyah. Pantas perempuan tidak setia dan mata
keranjang itu membela, tetapi apa sih
pemuda itu yang pantas dibanggakan"
Sudah wajahnya tidak tampan, rambutnya riap-riapan seperti gendruwo dan liar
pula. Apanya yang harus dipilih"
Apakah pemuda itu berilmu tinggi "
Ia menatap Sarwiyah dengan mata
bersinar marah. Untung ketika itu
Sarwiyah melangkah sambil menundukkan
muka, sehingga tidak melihat kakeknya, perempuan ini tentu sudah mengerocok
adiknya dengan kata-kata tajam dan
kalau perlu dengan pukulan sebagai
hajaran dengan pukulan sebagai
hajaran. Akan tetapi karena takut, yang
bisa dilakukan hanya mengumpat saja
dalam hati, Perempuan tidak tahu malu.
Huh, kapan Kebo Pradah pulang, aku
akan membeberkan semuanya. Sundal
busuk! Engkau perlu kuhajar babar
belur! Saat sekarang ini orang yang
paling gembira dan bahagia adalah Si
Tangan Iblis. Ia seperti mimpi
kejatuhan bulan. Bukan saja ia
berhasil menarik Julung Pujud sebagai
kawan dan sekutu, tetapi malah
merupakan besan. Tentu saja sebagai
besan dalam membela kepentingannya,
Julung Pujud tidak akan tanggung-
tanggung. Dalam pada itu Warigagung
juga sudah tampak bakat dan k-
pandaiannya. Sebagai calon menantu,
Warigagung dituntut oleh tugas dan
kewajiban membalaskan sakit hati
mertuanya. Demikianlah, setelah tiba di
rumah, para murid Si Tangan Iblis
heran dan bertanya-tanya ketika
gurunya pulang bersama kakek kerdil
dan seorang pemuda riap-riapan. Hanya
Kaligis dan Sangkan saja yang menjadi
kaget setengah mati. Pemuda itulah
yang hampir membunuh mereka beberapa
bulan lalu. Diam-diam dua orang muda
ini menjadi penasaran dan ingin
membalas dendam. Tetapi manakah
mungkin bisa" Ketika itu sudah
mengeroyok tetapi hasilnya malah
hampir mati. Benci, dendam dan penasaran dalam
hati Sangkan semakin bertambah memun-
cak, ketika mendengar Sarwiyah atas
kehendak gurunya telah dipertunangkan
dengan pemuda liar yang berkawan
dengan ular itu. Dengan demikian
tertutuplah kemungkinan untuk bisa
mendapat perhatian dari Sarwiyah.
Kaligis juga marah dan penasaran.
Ia mengajak Sangkan menyingkir di
tempat yang jauh, lalu bisiknya, Adi
Sangkan, ah, mengapa bisa terjadi se-
perti ini " Huh, Guru tidak adil.
Mengapa justru mempunyai banyak murid
laki-laki, tetapi malah menjodohkan
Sarwiyah dengan orang lain" Disamping
itu mengapa malah adiknya lebih dahulu yang dipertunangkan"
Sangkan tidak lekas menyahut. Ia
menghela napas sedih, kemudian Kaligis berkata lagi, Adi Sangkan, kita harus
berusaha menggagalkan semua ini. Ahh,
sungguh kebetulan sekali. Bukankah hai ini malah memberi jalan kepada kita
untuk melemparkan fitnah, bahwa Kakang Tanu Pada dan Kakang Kebo Pradah sudah
mati terbunuh oleh pemuda liar itu"
Dengan demikian Guru kita akan menjadi marah, lalu pertunangan dibatalkan.
Hemm, engkau ini bagaimana"
Sangkan mencela. Apakah engkau sengaja menjebak dirimu sendiri ke dalam
perangkap"
Apa" Apa maksudmu"
Bukankah arah tugas kita ber-
lainan" Mengapa kita bisa tahu Tanu
Pada dan Kebo Pradah mati, terbunuh
oleh bocah liar itu" Hemm, tak urung
rahasia kita malah terbongkar dan kita celaka. Tahu" Belum lagi kecurigaan
Sarindah kepada kita tentang Ananto.
Huh, kita tentu dihukum mati oleh
Guru. Kaligis menghela napas pendek.
Sebenarnya bagi dirinya memang tidak
mempunyai kepentingan langsung tentang pertunangan Sarwiyah. Akan tetapi ia
tidak tega kepada Sangkan, yang
tertutup harapannya mencintai Sar-
wiyah. Kegagalan pemuda ini akan
berpengaruh juga terhadap
dirinya. Karena Sangkan mengetahui rahasia
dirinya. Karena bingung akhirnya
Kaligis hanya dapat bertanya, Lalu,
bagaimanakah menurut pendapatmu"
Sangkan menghela napas juga. Ia
masih belum tahu apa yang harus
dilakukan. Otaknya menjadi bebal dan
tak bisa berpikir. Tetapi sesaat kemu-
dian pemuda licin dan cerdik ini
tersenyum. Katanya, Hemm, mengapa
susah" Aku sudah menemukan cara yang
tepat. Apa yang akan kaulakukan"
Sangkan berbisik di dekat telinga
Kaligis. Atas bisikan ini Kaligis
mengangguk-angguk tanda setuju. Bagus!
Itu cara yang bagus.
Kalau dua orang pemuda ini pena-
saran, Sarindah lebih mendongkol dan
penasaran lagi. Bukan hanya penasaran
memikirkan Sarwiyah saja, tetapi juga
gelisah memikirkan Tanu Pada yang
belum juga pulang kembali.
Tiba-tiba saja timbullah niatnya
untuk pergi diam-diam dan mencari Tanu Pada. Dalam hatinya timbul rasa
khawatir, jangan-jangan rombongan Tanu Pada dalam perjalanan mendapat bahaya.
Hemm, benar! gumamnya. Kakang
Tanu Pada seorang murid setia dan
selalu patuh kepada Kakek. Tak mungkin dia berani mengabaikan perintah Kakek
tanpa alasan yang dapat dipertanggung-
jawabkan. Ah, jangan-jangan memang
berhadapan dengan bahaya di
perjalanan, hingga terhalang pulang.
Khawatir keselamatan Tanu Pada
ini hatinya tambah gelisah dan
tekadnya untuk menyusul menjadi
semakin kuat secepatnya ia mengambil
beberapa lembar pakaiannya lalu
dibungkus. Kemudian dengan hati-hati
ia meninggalkan rumah tanpa diketahui
seorangpun. *** Sampai di sini cerita ini
selesai, namun demikian cerita belum
tamat dan para pembaca yang budiman
silakan mengikuti cerita yang lebih
menarik dengan judul "PERSEKUTUAN DUA IBLIS". Menarik, karena "Persekutuan Dua
Iblis" ini terdiri dari dua orang tokoh sakti Julung Pujud dan Si Tangan
Iblis. Persekutuan dengan maksud
melawan Gajah Mada dan Mpu Nala.
Berhasilkah usaha dua iblis ini" Ikuti saja kutipan serba ringkas antara
lain: .....Heh heh heh heh, Rudra
Sangkala terkekeh. Engkau jangan
bandel dan keras kepala Adik manis.
Percayalah aku benar-benar jatuh cinta kepadamu!
Tetapi Sarindah terus menghujani
serangan berbahaya tanpa membuka
mulut. Sebab ia sudah menduga pemuda
ini tentu seorang bejat moral. Pemuda
yang suka mempermainkan perempuan dan
seorang pemuda yang hanya mengumbar
nafsu. Tetapi mendadak Sarindah merasa
kepalanya berdenyutan pening sekali.
Pandang matanya kabur. Sekalipun
demikian Sarindah masih terus
menyerang. Trang......! Aihhh.......! pedang
Sarindah terpental terbang, terpukul
oleh Rudra Sangkala. Pemuda ini
terkekeh gembira, kemudian melompat ke depan dan menyambar tubuh gadis yang
sudah limbung hampir roboh.
Heh heh heh heh kau takkan dapat
lepas lagi dari tanganku, katanya
sambil memondong Sarindah dan hujan
ciuman bertubi mendarat di pipi halus, maupun serbuan pada bibir......
.......Julung Pujud mengancam,
Karena sudah meracun diriku, cucumu
Sarindah harus kau serahkan kepadaku
untuk menerima hukumannya. Tak perlu
khawatir, aku akan menghukum dia
dengan racun pula!
Terpikir kemudian oleh Tangan
Iblis untuk mencari dan memberi
hukuman sendiri. Lalu bersama Sarwiyah mencari jejak Sarindah untuk memberi
hukuman.... ...... Saputangan kecil warna
hijau itu memang amat berbahaya. Di
sapu tangan inilah tersimpan "racun wangi" yang dapat menyebabkan orang pusing,
mabuk dan tidak sadarkan diri.
Dan berkat keampuhan racun inilah yang membantu nama Murtisari terkenal
sebagai wanita sakti, hingga ditakuti
banyak orang. Adityawarman cepat menutup
pernapasan, sehingga tidak menghirup
racun wangi itu berkat pengalamannya
ketika ia berhadapan dengan Rudra
Sangkala. Hingga Adityawarman tidak
terpengaruh oleh racun itu.
.....Dewi Sritanjung (tokoh
kita), adalah gadis lugu, jujur dan
tidak mengenal tipu muslihat maupun
berbohong, karena sejak kecil hidup
terasing di hutan.
Sebagai gadis yang belum mengenal
corak manusia hidup di dalam
masyarakat luas ini, maka Dewi
Sritanjung tidak menyadari, di dunia
ini tidak sedikit orang yang tidak
segan melakukan penipuan menggunakan
akal untuk memperoleh keuntungan
pribadi. Nah, karena Dewi Sritanjung lugu,
jujur dan tidak kenal arti bohong ini, dalam perjalanan ke kota Majapahit
mencari ayah kandungnya, tertipu oleh
dua orang laki-laki yang terpesona
oleh kejelitaan wajahnya. Ia tidak
menyadari, dirinya di bawa ke dalam
hutan..... dan gadis ini.....ahh....
T a m a t Sala, akhir Pebruari 1987
Scan/E-Book: Abi Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Pengelana Rimba Persilatan 15 Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo Kisah Sepasang Rajawali 25
^