Pencarian

Pedang Golok Yang Menggetarkan 15

Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen Bagian 15


Giok Yauw mengikuti. Siauw pek berpaling kepada Ban Liang.
"Loocianpwee..." katanya. Tetapi sijago tua menyela "Jangan, bengcu..." Berkata begitu, jago tua ini segera menghampiri.
"Ada apa, Loocianpwee?"
"Aku mau bicara tentang nona Hoan itu. Dia telah mengangkat kau menjadi bengcu, dia juga mau mengadakan peraturan- Aku pikir, cukup dia mengangkat kau, tetapi peraturannya tak usah banyak banyak. Banyak aturan berarti mengikat. Bukankah kita sesama saudara yang bersedia saling menolong"
Ia menengadah kelangit, iapun menghela nafas. Lalu ia melanjutkan- "Dalam pihak, nona itu benar benar pintar dan pandai bekerja. Didalam hal, ia cepat mengambil keputusan-"
"segala aturan, untuk apa kita membuatnya?" pikir si anak muda.
Ban Liang berkata pular "Bengcu musuh nampak kuat sekali. Dapatkah kita mencegahnya bergerak?"
"Akulah Kim Too bengcu, dapatkah musuh menggertak aku?" Ban Liang menggelengkan kepala.
"Aku tahu maksud nona Hoan- Kalau nanti tenaga kita sudah terkumpul, tenaga itu terdiri dari pelbagai macam. Tentu dia kawatir akan sulit mengekang mereka itu, maka ia mau mengadakan aturan agar mereka tunduk."
"Benar, tentu itulah maksud mengadakan suatu aturan."
"Bukankah nona Hoan berniat mengumpulkan orang yang terdiri dari orang orang musuh, atau orang Rimba Persilatan lainnya agar mereka itu bekerja dibawah perintah kita?"
"Benar begitu?"
"Nampaknya dalam hal ini, nona Hoan tidak mau mengadakan
pilihan orang itu baik atau buruk, cukup asal ia itu kosen-"
"Bukankah itu soal tidak mudah sebagaimana kita memikirkannya?"
"Mungkin nona hoan telah memikirkannya masak masak. Kecerdasan kita tidak sampai disitu. Aku pikir, baik kita tak usah memikirkannya..."
"Masih ada satu lagi, loocianpwee..."
"Apakah itu?" "Urusan Thio Giok Yauw. Kenapa nona Soat Kun memintanya berdiam disini?"
"Entahlah. Mesti nona Hoan punya rencana."
siauw pek berpikir. Mendadak dia berlompat dan terus lari kebelakang sebuah batu besar.
"Ada apakah?" tanya Ban Liang heran sambil lari menyusul.
Siauw pek telah sampai lebih dahulu, cepat sekali ia sudah muncul pula. Hanya, ditangannya, dia menenteng tubuh seorang serba hitam.
"sudah mati..." katanya.
Ban Liang lihat orang itu membawa busur dan anak panahnya, dari dada dan punggungnya keluar darah yang masih segar. Itulah luka pedang yang menembus punggung sampai kedada.
Siauw pek meletakkan mayat itu, ia berkata "Dua belas musuh didepan tin telah ditotok. ia juga tidak membekal panah atau senjata lainnya, sebaliknya kita tadi telah disambut dua anak panah. Setelah itu muncullah nona Thio. Tadi aku melupakan urusan ini, yang mencurigai baru saja aku ingat pula. Siapa sangka dia ini sudah mati."
Berkata begitu, sianak muda mengawasi batu, untuk memperhatikan letak tempat. "Dia pasti terbinasa diujung pedang Nona Thio," ia menambahkan. Ban Liang mengawasi kedua belas orang berseragam itu. Dia berpikir.
"Ada bagian yang tak tepat, bengcu," kata sijago tua, yang menggeleng kepala. "kau lihat"
"Apakah itu, locianpwee ?"
"Mayat ini membekal panah, orang yang memanah kita pastilah dia."
"Habis?" "Habis siapakah yang menotok kedua belas orang itu ?"
Siauw Pek tercengang. Memang totokan itu tak dapat dilakukan Giok Yauw.
"Kalau nona Thio yang menotok. mustahil musuh yang bersembunyi ini tidak dapat tahu" pula tak mungkin Nona Thio demikian sebat, habis membunuh sipenyerang gelap ini lalu menotok dua belas orang itu" Kalau dia yang melakukan itu, pasti kita melihatnya."
siauw Pek menghampiri dua belas orang itu, untuk mengawasinya dengan teliti,
sebenarnya mereka membekal senjata hanya senjata mereka itu belum dihunus. Itulah pertanda bahwa sebelumnya ditotok. mereka tidak melakukan pertempuran-
"Memang tak mungkin nona Thio yang menotok mereka ini tak peduli dia berkepandaian liehay luar biasa."
"Lagi satu hal, kalau sipemanah tiba lebih dahulu, tak mungkin dia tak melihat orang yang menotok itu. Mestinya dia tiba belakangan, kalau dia sembunyi lebih dulu, juga tak mungkin dia membiarkan orana menotok dua belas orang ini."
"Ya, aneh" kata Siauw Pek.
"Maka itu, bengcu, aku duga mesti ada seorang kangouw lainnya yang bersembunyi di dekat tempat ini."
Siauw pek lalu mengawasi sekitarnya. Mari kita cari dia. Ia mengajak.
"Jikalau dia tidak mau memperlihatkan diri, kita caripun sia sia," berkata sijago tua.
Menyusul berhentinya suara sijago tua, terdengarlah tertawa nyaring dan panjang, yang diikuti kata-kata ini: "Benar2 kamu pandai berpikir" Dan menyusul kata-kata itu, terlihatlah seorang melompat turun dari sebuah pohon pek yang besarsejarak lima tombak dari mereka.
Ban Liang dan Siauw pek terperanjat, mereka lalu mengawasi.
orang itu adalah seorang tua berusia kira- kira enam puluh tahun, alisnya putih, pakaiannya hitam mulus, kepalanya dibungkus
dengan karpus putih, punggungnya menggendol ikan, tangannya mencekal joran.
"Ah, aku seperti mengenalnya." pikir Siauw Pek.
"Hie Sian clang Peng" seru sijago tua, agaknya dia heran.
"Tidak salah Itulah aku situa" berkata orang yang baru muncul itu sambil tertawa lebar.
Ban Liang segera memberi hormat. "Clan tay hiap semenjak kita berpisah, kau sehat-sehat saja, bukan Aku gembira sekali melihatmu
" orang tua itu tertawa "Jikalau aku situa tidak salah ingat, kaulah Seng SU Poan Ban Liang?"
"Itulah aku. syukur Clan tayhiap masih mengingatnya."
"Kita telah bertemu pada dua puluh tahun yang lampau" memperingatkan Hie Sian si Dewa Ikan.
"Benar Tayhiap. bagaimana kau memperoleh kesempatan datang ketempat ini ?" Ban Liang menanya setelah menoleh kepada siauw pek.
"Ah, kalau aku menutur, tak cukup dengan sepatah kata saja," berkata si Dewa Ikan, menghela napas. "Seumurku kalau aku berhubungan dengan orang, belum pernah aku kena dirugikan. Untukku, seekor ikan berarti satu urusan, aku tidak mau rewel. Tapi kali ini, aku kena dipedayakan bocah perempuan itu "
Ban Liang merasa geli, tapi pada parasnya ia tidak mengutarakan itu, sebaliknya ia memperlihatkan sikap sungguh2.
"Bocah siapa telah permainkan kau, tayhiap?" tanyanya.
"Itu, Thio Giok Yauw" sahutnya. "Entah dari mana dapatnya, bocah itu mempunyai seekor ikan luar biasa. Dia datang kepadaku, terus dia minta aku untuk membantunya satu urusan-"
"Itulah memang kegemaranmu, tayhiap. kau paling suka membantu orang, tidak ada rekan Rimba Persilatan yang tidak tahu tabiatmu itu, maka Thio Giok Yauw tidak terkecuali ?"
"Aku situa tanya dia, sebenarnya dia mempunyai urusan apa."
Cian peng melanjutkan keterangannya. "Dia bilang, dia ingin aku menemaninya menjelajah. Kalau dia ketemu orang yang menghajarnya, dia minta aku membantunya untuk memukul mundur penyerang itu. ketika itu, pikiranku kena dibikin gelap olehnya, aku terima baik permintaannya itu. Ah, siapa tahu, karena kekeliruanku itu, aku gagal seluruhnya Sampai sekarang ini sudah beberapa bulan lamanya aku selalu mengikuti dia pesiar. Dia doyan
mengembara, dia pergi ketimur dan kebarat. dia membuatku situa
letih, dia mencelaka aku mesti senantiasa mengawaninya."
Mendengar begitu, Ban Liang berpikir: "Kau si Dewa Ikan, kaulah seorang yang cerdik dan teliti sekali, tak mungkin urusan sederhana ini dapat mempermainkanmu."
Clan Peng melanjutkan ceritanya: "Budak itu sungguh amat menjemukan. Seharusnya dia menyerahkan ikan satu pasang kepadaku, tapi kenyataannya dia memberikan satu ekor. Yang satunya, dia pisahkan. Ketika aku hampir habis sabar, baru dia kata bahwa dia masih menyimpan seekor pula. Dan dia memberitahukan, sampai aku telah cukup menemani dia pesiar, baru dia mau menyerahkan ikan itu"
Ban Liang tertawa didalam hatinya. Ia pikir pula: "Benarlah, manusia tak boleh loba tamak Si Dewa Ikan ini liehay ilmu silatnya dia dapat lompat menyingkir dari pengaruh harta dunia, hingga kaum jalan Putih dan jalan Hitam menghormati dan jeri terhadapnya, tetapi dia ada satu cacadnya, kedoyanannya kepada ikan membuatnya menanam permusuhan, sekarang dia lagi dipermainkan sinona, tentunya dia telah diberikan satu batas waktu oleh nona Thio itu."
"Telah aku tanyakan dia, kapan batas waktu itu," Cian Peng meneruskan. "Kau tahu, apakah kata dia" Dia berkata, waktunya bakal datang tetapi waktu itu tidak ditentukan "
"Loocianpwee," Siauw Pek turut bicara, "seandainya loocianpwee tinggal pergi saja, nona Thio Giok Yauw tentulah tidak bisa berbuat apa apa."
"Telah lama aku situa memikir buat tak mempedulikan dia lagi, cuma..."
Suara sijago tua terputus oleh satu celaan nyaring garing bagaikan suara kelenengan: "Cuma tentu disebabkan tak rela melesatkan ikan yang satu ekor lagi itu. Benar bukan?"
Cian peng segera menoleh. Maka ia melihat Thio Giok Yauw dengan pakaiannya serba hijau lagi bertindak dengan wajah penuh
dengan senyuman, tandanya hatinya riang. nona itu membuka
tindakan lebar. Dibelakang nona itu mengikuti kedua nona Hoan-
"Sungguh hebat Soat kun" berkata Ban Liang didalam hati. "Didalam waktu yang pendek sekali ia berhasil menjinakkan nona yang binal sekali "
Melihat sinona yang membuatnya panas dingin, Cian peng tertawa berkakak.
"Aku hanya bicara main-main" berkata dia. "Mustahil dengan benar- benar aku hendak meninggalkanmu pergi ?"
"Hm" sinona memperdengarkan suaranya yang tawar. "Telah kuduga kau tentu tidak berani "
Cian Peng berkedudukan tinggi dalam dunia Rimba Persilatan, banyak orang menghormatinya, dia juga lihay ilmu silatnya dan buruk tabiatnya, siapa sangka Giok Yauw dapat berbuat begini tak mengindahkan terhadapnya. Biasanya kalau memperoleh perlakuan demikian dari orang lain, si Dewa Ikan sudah mengumbar kemendongkolannya. Tapi sekarang" Ban Liang heran sekali.
Bukan sekali saja Cian Peng tidak menjadi gusar, sebaliknya, dia tertawa pula
"Kau benar" katanya. "Jikalau aku si tua berani lari, tentulah aku
sudah kabur " Seng Supan si Hakim Penuntut Hidup mati melengak.
"Benar- benar aneh" katanya pula didalam hati. "Ilmu apa yang si nona gunakan maka juga tua bangka yang ditakuti kaum Rimba Persilatan sekarang mati kutunya terhadapnya" Kenapa dia sekarang menjadi penurut?"
Giok Yauw tertawa cekikikan, katanya "Jikalau kau membantuku, tak nanti aku membiarkan kau membantu secara cuma cuma. Percayalah, dibelakang hari aku akan balas kebaikanmu ini, tak akan kau mendapat rugi."
Kembali Cian peng tertawa terbahak bahak. "Aku si tua percaya
kau, nona," katanya. Giok Yauw menyingkap rambut ditelinganya.
"Sekarang ini aku lagi mengalami satu kesulitan," ia berkata, "aku minta sukalah kau orang tua membantu aku^"
"Perkara apakah itu" Nona, kau perintahlah" Mudah saja si Dewa Ikan memberikan kata katanya.
"Kami minta loocianpwee suka membantu kami mengundang beberapa orang yang lihay ilmu silatnya..."
Cian peng menggoyang goyang tangannya.
"Aku si tua, seumur hidupku, aku tak berhubungan dengan kaum Rimba Persilatan" berkata dia. "Diantara begitu banyak orang tak ada jua seorang sahabat karibku. Maka itu, tak dapat aku minta bantuan orang"
"Tapi aku tahu benar kau toh mempunyai beberapa orang sahabat kekal," kata Thio Giok Yauw. "Aku percaya, asal kau suka mengucapkan beberapa kata kataku, pasti mereka datang kemari membantu kami"
"Siapakah mereka itu" Kenapa aku si tua tidak mengingatnya ?"
"Bukankah disana ada Tau Pa San Liong houw Siang Kiat?" berkata si nona, menyebutkan Liong Houw Siang kiat sepasang jago Naga dan Macan dari gunung Tay pa san. "Bukankah disana ada Tong Loo thaythay, sinyonya tua dari Su coan, yang dengan senjata rahasia beracun telah menggemparkan dunia persilatan?" Cian peng tercengang.
"Eh, bagaimanakah kau ketahui semua itu?" dia bertanya.
"Kenapa kau tahu aku bersahabat dengan Liong Houw Siang Kiat?"
"Segala urusanmu, tak ada satu yang tak kuketahui," sahutnya, tertawa. Cian peng menggaruk garuk kepalanya.
"Sudah belasan tahun aku tidak pernah bertemu Liong Houw
Siang kiat," katanya, "Aku tak tahu juga mereka masih hidup atau
sudah mati... Bukankah sia sia belaka untuk pergi mencari mereka?"
"Tidak apalah," berkata si nona mendesak. "Andaikata kau gagal, aku tetap akan berterima kasih kepadamu"
Tak bisa berdalih lagi, si Dewa Ikan berkata: "Jikalau aku berhasil mengundang Liong Houw siang kiat, dapatkah aku si tua berpamitan dari kamu?"
"Itulah urusan yang setelah sampai waktunya baru dapat kita bicarakan pula" sahut sinona.
Dengan roman kecewa, Cian peng memandang Ban Liang dan Siauw Pek^
"Kapan aku berangkat?" ia bertanya. Giok Yauw berpikir, terus dia menjawab:
"Aku tidak peduli kapan kau berangkat. Hanya mulai hari ini, didalam waktu tujuh hari sebelumnya matahari selam, kau sudah harus kembali disini" Si Dewa Ikan berpikir.
"Jikalau begini," kata dia, "aku si tua masih mempunyai waktu dua hari untuk tidur dulu"
"Terserah kepada kamu, tuan yang baik"
"Tapi mestikah aku kembali sebelum malam pada hari ketujuh?" sijago tua menegaskan.
"Mestinya, lebih siang pulang,jangan lebih malam" kata si nona tegas.
"Baiklah Aku situa pamit"
Berkata begitu, Hie Sian Cian Peng segera memutar tubuhnya untuk berlompat. Hanya sekejap. dia sudah terpisah jauh beberapa tombak dan disaat lain, lenyaplah ia dari pandangan mata
"Nona Thio" kemudianBan Liang memanggil Giok Yauw tak lagi binal dan kasar seperti tadi. Dia tersenyum.
"Kau toh Ban loocianpwee?" tanyanya.
"oh nona, bagaimana kau mengenal aku si tua?" Seng Supoan balik bertanya.
"Tadi Nona Hoan telah menyebut nama tuan tuan semua serta
melukiskan roman wajahnya" sahut sinona, "sedangkan tentang
loocianpwee sudah lama aku mendengar dari ayah bundaku"
"Siapakah lengcun, nona?" Ban Liang bertanya. Iamenyebut "leng cun" (ayah yang terhormat) buat nama ayah si nona. Leng tong ibu yang terhormat.
"Ayahku ialah Thio Hong hong," ia menjawab. Mendengar jawaban itu, Ban Liang tertawa.
"oh, pantaslah" katanya. "Itulah tidak heran, Kiranya kaulah puteri Tiat Tan Kiam kek Thio Honghong si ahli pedang, Nyali besi Sungguh benar pepatah yang mengatakan, ayah harimau tak beranak anjing"
"Loocianpwee memuji saja," kata sinona.
"Nona" sijago tua bertanya, "ada satu hal yang kurang jelas bagiku, maukah nona menerangkannya" "
"Apakah itu loocianpwee" Asalkan yang aku sanggup,.."
"Inilah mengenai Hie sian Cian Peng. Dialah jago Rimba Persilatan yang aneh tabiatnya, tapi kenapa nona dapat membentak bentak dan menyuruh sesukanya?"
Giok Yauw tersenyum. Rupanya pertanyaan itu sangat menggembirakan hatinya.
"Sebenarnya hal itu tidak aneh," sahutnya. "Ia menjadi jinak sebab, sebagian dia memandang muka ayahku dan sebagian lagi karena ada sesuatu yang dia khawatirkan..."
"Apakah itu yang dia khawatirkan, nona?"
saking herannya, Ban liang menjadi ingin tahu jelas semuanya.
"Itulah sungguh tak ada harganya..." menjawab si nona. "Ah, lebih baik tidak usah aku menyebutnya..."
Tepat si nona berkata begitu, mereka mendengar derapnya kuda mendatangi dari tempat yang jauh.
"JUmlah mereka sedikitnya belasan orang" berkata Soat Kun cepat. "Baiklah kita masuk ke dalam tin"
"Di luar masih ada dua belas orang serba hitam" Giok Yauw memperingatkan- "Mereka itu semua telah tertotok Cian Peng. Perlukah mereka dibawa kedalam tin?"
"Sudah tak keburu..." kata nona Hoan.
Giok Yauw berubah menjadi jinak sekali, segera dia lari masuk. Siauw Pek bersama Ban Liang menyusul.
Soat Kun segera memesan: "Terkecuali amat terpaksa, jangan ada yang keluar tin-"
siauw pek berpaling keluar tin, ia melihat belasan penunggang kuda mendatangi dengan cepat. Yang mengherankan ialah seragamnya mereka itu, yang terpecah tiga bagian:
Serba hitam, serba putih, serba merah... Yang merah bagaikan api, putih bagaikan salju dan yang hitam mirip cat
siauw pek pula menghitung dengan cepat: Dua belas orang jumlahnya mereka itu- empat hitam, bersenjatakan golok, empat putih berpedang semuanya, dan empat merah, masing masing membekal poan koan pit. Tapi mereka itu bukannya datang sendiri. Mereka mengiringi seorang pelajar serba hijau yang potongan badannya halus lemah. Terpisah empat, lima tombak dari muka tin rombongan istimewa itu lalu berhenti.
soat kun lalu memesan Soat Gie. "Adikku, perhatikan segala sesuatu diluar tin, dan cepat beritahukan aku" Adik itu memberi tanda mengerti.
Siauw pek berada terdekat dengan garis tin ia melihat tegas sipelajar, yang berkulit muka pucat. Pelajar itu mengeluarkan sejilid buku dan sebatang pit, dia mencorat coret di atas buku itu, terus disimpan disakunya.
Melihat lagak orang itu, diam diam Siauw pek geserkan tubuh mendekat Soat Kun. "Nona, ada seorang pelajar yang berpakaian hijau..." bisiknya.
"Ya, aku sudah tahu," sahut si nona.
"Rupanya dia datang untuk melihat lihat saja, tak ada niatnya menyerbu..."
"Jikalau dia tidak menyerbu, antap aja, kita berpura-pura tidak tahu, biar mereka bingung sendiri"
siauw Pek berdiam, akan tetapi hatinya berpikir: "Si baju hijau ini mesti seorang penting dari musuh, Jikalau dia dapat dibekuk, dari mulutnya tentulah dapat dikorek banyak keterangan-.."
Kembali terdengar derap kuda. Kali ini yang datang ialah seorang penunggang kuda yang bajunya kuning, janggutnya panjang, sedangkan tubuhnya tinggi dan besar hingga dia nampak keren.
si baju kuning menghampiri sibaju hijau sampai dekat sekali.
"Apakah sianseng melihat sesuatu?" tanyanya. Panggilan itu sianseng tuan yang terhormat menand akan orang ini menghargai si pelajar.
"Belum," sahut orang yang ditanya, yang menggeleng kepalanya. "Tin ini aneh sekali. Dia bukan Pat Kwa atau Kiu Klong Tin, bukan juga Ngo Heng Tin-.."
Sikap si kuning terhadap si putih sangat memandang tinggi. Dia tersenyum dan berkata sabar^ "Jangan risau, sianseng, adalah lebih penting sianseng menjaga kesehatan dirimu. Perlahan-lahan saja, kita toh akan ketahui juga rahasianya.^."
Sibaju hijau menggelengkan kepala pula.
"pada masa ini sungguh aku tidak dapat menerka siapa orangnya yang berhasil membangun tin yang sekalipun aku tidak dapat mengenalnya," katanya pula.
Siauw pek mendengar kata-kata orang itu.
"Rupanya Liok Kah Tin lebih liehay daripada Kiu klong tin," pikirnya. Lalu terdengar si baju kuning berkata pula:
"Kalau begitu baik kita mendatangkan kayu kering, dan umpan api lainnya, untuk membakarnya dari empat penjUru. Mustahil tin ini berikut pengUninya tak akan mampus semUa?"
Si mahasiswa berbaju hijau menggoyang goyangkan kepalanya. "Daya itu terlalu kasar dan juga belum tentu berhasil," katanya. Si baju kuning agak tidak puas.
"Kenapakah?" tanyanya.
"orang telah mampu membangun tinnya ini, mustahil dia tidak memikir juga tentang serangan dengan api?" si baju hijau balik bertanya. Si baju kuning berdiam, lebih- lebih sebab dia tak dapat memikir lainnya.
Sibaju hijau tiba-tiba menarik tali kudanya, membuat binatang tunggangan itu membelok ke selatan, berjalan kearah itu. Selekasnya ia bergerak. barisannya yang berseragam tiga warna itu
segera mengikutinya, dikiri dan kanan dan belakang untuk melindungi. Penjagaan itu ketat sekali.
"Nampaknya kedudukan si baju hijau ini tinggi sekali," Siauw Pek menerka-nerka.
Dengan sepergian tiga belas orang itu, tinggallah si baju kuning seorang diri. Masih dia terdiam saja.
"Hm" kemudian terdengar juga suaranya, hambar. "Kau cuma mengandalkan Sin- kun yang sangat sayang kepadamu mana kau jadi begini besar kepala. Sungguh aku tak percaya bahwa tin bambu semacam ini dapat mengekang orang" Siauw Pek mendengar kata- kata orang itu.
"Kalau begitu pemimpin mereka dipanggil Sin- kun..." pikirnya. Ia belum berani memastikan, sin kun itu berarti dewa atau raja. "Sin" berarti malaikat atau dewa, dan "kun" berarti tuan atau raja.
Habis mengoceh seorang diri itu, si baju kuning bertindak kearah tin-
Siauw Pek menyembunyikan diri diatas semak semak rumput, untuk mengintai, sampai didetik itu, ia masih tidak dapat mempercayai keterangan soat kun tentang kegaiban Liok Kah tin, dengan majunya si baju kuning ini, ia jadi akan dapat kesempatan mengujinya. Begitulah ia tidak muncul untuk menghadang.
Si baju kuning berjalan terus, segera ia sudah memasuki tin, setelah berjalan empat atau lima kaki, tiba-tiba dia belok kekiri. Siauw Pek heran-
"Dia toh berjalan lempeng, kenapa dia menyimpang?" pikirnya.
Beberapa tindak sibaju kuning berjalan, tiba tiba ia membelok pula.
"Bagus" Siauw Pek berpikir pula "Kalau orang berjalan secara begini, seumur hidupnya tak dapat dia keluar dari tin ini..."
Sibaju kuning nampak tenang-tenang saja walaupun dia mesti berjalan menyimpang sana dan menyimpang sini, tetap ia berjalan dengan sabar, akan tetapi lewat berapa lama, nampaklah
perubahannya. Dia membuka tindakan cepat, makin lama makin cepat. Tidaklah heran kalau dilain detik dia sudah mengeluarkan peluh
Siauw Pek didalam pengintaiannya mulai heran- Untuk kesekian kalinya, dia berpikir "Tin bambu ini luas tak lebih dari dua bahu, kalau orang tak dikacau pikirannya, kalau dia berjalan lempang langsung, sebentar juga dia dapat keluar Kenapa orang ini begini kebal" Adakah dia tolol?"
Sementara itu terdengarlah suara merdu yang dikenal suara Nona Hoan Soat kun "Adikku memberi tahu aku bahwa orang
berbaju kuning itu berkepandaian tinggi, bahwa dia bukan
sembarangan orang, dari paling baik dia tangkap hidup hidupan-"
"Entah kepada siapa kata-kata sinona ditujukan?" tanya Siauw Pek didalam hati, Terus dia melihat dikelilingnya.
segera tampak Thio Giok Yauw berjalan menghampiri sibaju kuning.
Ketika itu, si baju kuning sudah habis sabarnya. Beberapa kali dia menyampok nyampok dengan kedua tangannya. Hebat sampokannya itu, hingga terdengar suara anginnya bagaikan menderu deru. Batang batang bambu dari tin itu, yang terkena angin sampokan seperti juga rabah bangun.
Tak terus menerus sibaju kuning membawakan laga seperti orang kalap itu. Dia segera berhenti menggunakan kedua belah tangannya. Sekarang dia berdiri tenang. matanya melihat kedepan mengawasi dengan tertegun.
Sampokan hebat itu membuat dua batang bambu roboh dan
robohnya itu membuat tin sedikit berubah. Karena ini sibaju kuning
bagaikan sebuah perahu sesat yang tiba-tiba melihat menara laut
Thio Giok Yauw lekas juga tiba dibelakang orang itu. Dia mengulur sebelah tangannya, untuk menotok dengan sebuah jarinya. Hanya sedetik saja, tubuh sibaju kuning menjadi limbung dua tindak. terus dia roboh terguling
soat Gie lari menghampiri orang yang jatuh itu, dia bukannya hendak membangunkan atau menolong, dia hanya mengangkat dua batang bambu yang roboh itu, buat ditancapkan lagi.
JILID 29 Siauwpek bangkit didalam semaknya, hatinya bekerja, menyusul mana, dia bertindak, berjalan menjalagi pesan Soat kun. Baru satu tindak ia sudah menjadi kaget, karena tiba-tiba saja, gelaplah jagad dihadapannya. Ia seperti disiang hari belong masuk ketempat yang gelap gulita. Baru sekarang ia insaf, hingga hatinya menjadi kecut. "Ah, kenapakah tin ini begini liehay?" pikirnya.
Karena ini, ia bertindak pula, ia salah menindak seperti tadi, kali ini ia menghadapi perubahan yang membuatnya kaget bahkan jeri. Dihadapannya ia melihat air luas semacam laut dimana orang tak dapat berjalan setindakpun
ketika sedang bingung, sianak muda merasa tangan kirinya ada yang menjambret dan tarik mengajaknya kekiri, sedangkan telinganya mendengar: "Kekiri dua tindak" Ia menurut, baru ia jalan dua tindak, segera ia melihat suatu perubahan lagi. Ya, ia tetap berada didalam tin seperti tadinya hanya sekarang ia mendapatkan Soat kun berdiri didepannya sejauh satu kaki, tangan kanan nona itu memegangi tangan kirinya.
"Bengcu kaget?" tanya sinona merdu dengan tersenyum manis. Bengcu itu berdiri tertegun, pipinya terasakan panas sekali.
soat kun bercacad sepasang matanya, ia tidak melihat orang berdiri dengan likat karena malu, ia tertawa perlahan dan bertanya halus: "Bengcu melihat apakah ?"
"Air luas tanpa batas tepinya..." sahut si anak muda. "Itu cuma khayalan, bukannya air tulen," berkata sinona.
Siauwpek bingung, banyak yang ingin ia tanyakan, akan tetapi
mengingat bahwa dia bengcu, ketua dibatalkannya maksudnya itu.
"Hamba telah menawan orang dengan baju kuning itu," berkata pula sinona manis, "Karena sekarang kita lagi menghadapi lawan, tak sempat kumemeriksanya, untuk mendengar keterangannya, dia cuma ditotok saja. Bagaimana pikiran bengcu?"
"Terserah kepada nona," sianak muda menjawab.
"Baiklah, bengcu," berkata sinona itu. Itu artinya dia menerima titah. Siauwpek menghela napas, ia batuk perlahan, habis itu ia berdiam saja.
Tiba-tiba terdengarlah kata-kata berisyarat yang perlahan dari Ban Liang: "Awas, simahasiswa datang pula"
Mendengar suara si jago tua, ketua itu memperoleh alasan, segera ia memutar tubuh, buat maju dua tindak, untuk bersembunyi
didalam semak-semak. Dari sini seperti tadi, ia bisa mengintai
musuh, kali ini ia tidak berani mengambil jalan yang salah.
Simahasiswa berpakaian hijau itu datang kembali bersama dua belas orang pengiringnya yang berseragam dalam tiga macam warna masing-masing merah, putih, hitam. Mereka datang dengan melarikan kuda mereka. Tepat di tempat yang tadi mereka berhenti. Simahasiswa memandang kearah seekor kuda yang tengah mundar mandir dilapangan rumput, sambil menggeleng kepala ia berkata: "Oey Liong Tongcu terlalu mengandalkan kepada ilmu silatnya sendiri, dia tak sudi mendengar nasehatku, dia masuk kedalam tin dan kena tertawan karenanya."
Dua belas pengiring itu bungkam. Agaknya mereka sangat takut atau menghormati simahasiswa sehingga mereka tidak membuka mulut.
Habis berkata seorang diri, si mahasiswa menengadah langit, otaknya bekerja. Tak lama kemudian ia berkata: "Oey Liong Tongcu mengetahui banyak sekali rahasia kita, sekarang dia tertawan, inilah berbahaya Kalau dia tak tahan siksaan, ada kemungkinan dia
membecorkan rahasia kita, karena itu agaknya tak dapat tidak mesti kita Serbu tin ini"
Kembali kedua belas pengiring itu bungkam, hingga simahasiswa seperti bicara kepada dirinya sendiri.
SiauwPek menggeser tubuh menghampiri Ban Liang.
"Kelihatannya sibaju hijau ini tinggi kedudukannya dalam rombengannya," katanya perlahan-
"Tak salah," kata si jago tua, mengangguk.
"Jlkalau kita bisa membekuknya hidup hidup," berkata pula sianak muda, "pasti kita akan dapat mengorek banyak keterangan penting dari mulutnya. Dan kalau dia kena ditawan, kita jadi telah memberikan pukulan semangat yang mengejutkan pada pihak lawan " Ban Liang dapat menerka maksudnya ketua ini, yang ingin keluar menempur musuh itu.
"Tanpa ada titah dari Nona Hoan, tak dapat kita sembarangan bergerak," katanya.
Memang Siauw Pek ingin maju dengan si jago tua mendampinginya, siapa tahu, jawaban kawan itu berupa penolakan tak langsung, dengan membawa nama Soat kun. Tentu saja ia tidak dapat kesempatan untuk lebih jauh, maka ia menutup mulut.
Si mahasiswa berbaju hijau itu menggerakkan tangannya. Dari punggung kudanya dia menjemput sebuah kantung kecil, kemudian dari dalamnya dikeluarkannya kertas dan pitnya.
Dengan cepat dia menulis diatas sehelai kertas itu yang terus digulungnya, lalu dari dalam kurungannya yang dia bawa bawa dikeluarkannya seekor burung kecil mirip burung gereja dan kemudian sayapnya diikatkan surat itu. Pada akhirnya dia melepas terbang binatang bersayap itu.
"Dia mengirim surat dengan perantaraan burung," berkata Ban Liang kepada ketuanya "Dia tentu hendak memanggil kawan.
Teranglah dia telah bertekad bulat untuk melakukan penyerangan kepada tin kita ini."
"Kalau begitu kita perlu mengabari nona Hoan," kata Siauwpek. "Kita harus bersiap sedia."
"Tak usah kita mengabari nona Hoan lagi" kata Ban Liang. "Kenapakah?"
"Nona Soat Gie senantiasa mendampingi kakaknya, tentu ia sudah memberitahukan segala apa yang dia lihat. Tak usah kita menawarkan lagi"
"Kita tak usah mau menerjang, apa kita duduk menanti sampai terjangan telah diwujudkan"
"Manakala kita harus bertindak...."
tampak Nona Thio Giok Yauw datang menghampiri. Terus sinona berkata perlahan: "Nona Hoan meng undang Bengcu dan Ban Huhoat"
Sianak muda dan si jago tua saling mengawasi, lalu dengan tindakan perlahan mereka menuju kedalam. Nona Thio jalan bersama.
soat kun ditemukan sedang mengernyitkan sepasang alinya yang bagus, dan sebelah tangannya berada dibahu adiknya. Nampak tegas dia tengah berpikir keras.
Giok Yauw segera menghampiri nona itu. Aneh sekali, Nona Thio yang biasanya nakal sekali, yang sangat galak terhadap si Dewa Ikan cianpeng, terhadap nona tunanetra itu sangat menghormati. Iapun bertindak berhati hati.
"Mereka sudah datang," katanya setengah berbisik. Nona Hoan batuk perlahan-
"Apakah bengcu sudah melihat?" tanyanya.
"Melihat apakah, nona?" Siauwpek balik bertanya.
"Si baju hijau mengirim surat dengan perantaraan burungnya guna mengundang atau memanggil orangnya untuk mulai menyerang tin kita," si nona menerangkan-
"Sudah nona." "Lalu bengcu hendak bersiap bagaimanakah untuk menghadapinya?" Si anak muda terdiam.
"Dalam..., dalam hal ini..., silahkan nona yang mengaturnya," sahutnya kemudian-
"Hambamu telah mengetahui segalanya karena keterangan adikku," Soat Kun berkata^ "Menurut penglihatannya, sibaju hijau itu tak berkedudukan rendah. Dia juga pasti bukan sembarang orang. Lihat saja, dia datang dengan diiringi dua belas orang. Kalau bukannya dia telah ketahui baik tentang kita, tentulah orang orangnya itu adalah orang orang Kang ouw yang lihay, yang sanggup melindungi keselamatannya. Hamba telah memilih dua cara untuk melayani musuh, sekarang silahkan bengcu pilih satu diantaranya."
"Apakah kedua daya itu, nona?"
"Jalan yang pertama ialah sebelum bala bantuannya tiba, kita serang dan tawan sibaju hijau itu."
"Yang kedua, nona?"
"Hambamu akan segera menggerakkan tin kita ini, untuk kita masing masing manjaga satu bagian. Kita bertahan didalam Liok kah tin-"
"Kenapa tidak mau menggunakan dua duanya serentak?" tanya Siauw Pek.
"Apakah bengcu maksudkan kita tempur dia dahulu, kalau kita
gagal, baru kita mundur masuk kedalam tin untuk bertahan?" "Ya, begitulah."
"Kalau begitu, kita akan terlambat, bengcu" Apakah kita gagal membekuk si baju hijau, lalu kita mundur, aku kuatir tak kita menggerakkan tin kita ini..."
"Habis bagaimanakah pikiran nona?"
"Telah aku paparkan kedua caraku itu, untuk memilihnya, terserah kepada bengcu."
"Melihat gerak gerik sibaju hijau, mestinya dla sangat cerdik. Aku khawatir aku tidak sanggup melayani kecerdikannya itu" sianak muda mengaku terus terang. "Sekarang aku serahkan pimpinan kepada nona. Nona boleh lakukan apa yang nona pikir baik, aku menurut saja"
Hoan Soat Kun tertawa perlahan.
"Baiklah kalau begitu, aku menerima perintah," ujarnya.
Nona ini selalu membawa sikap telitinya itu, untuk memimpin si ketua sebagai pemimpin, agar orang dapat mengambil keputusan sendiri. Setelah itu, ia tak tertawa atau tersenyum pula, bahkan wajahnya menjadi terang dan agung.


Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Waktunya sudah tidak banyak lagi, sekarang aku minta tuan tuan bersiap menantikan segala titahku" katanya sungguh sungguh Nampaknya musuh bakal melakukan penyerbuan hebat, maka inilah saat untuk kita menang atau runtuh. Jadijangan kita lalai. Tak peduli siapa, dia yang mengabaikan tugas pertahanannya, dia akan dihukum berat tanpa ampun"
"Silahkan perintah, nona," berkata Ban Liang "Kami bersiap sedia melakukan tugas"
soat kun memegang bambu, dengan itu dia menggores gores tanah sambil memberi penjelasan bagaimana harus memancing musuh atau mengejarnya. Semua orang mengawasi dan mendengarkan dengan penuh perhatian. Jelas keterangannya nona itu, hingga Siauw Pek semua mengerti baik sekali. Ban Liang kemudian meneliti cuaca.
"Bagaimana andaikata musuh menerjang di waktu fajar?" ia bertanya.
"Kapan saja sama juga," sahut Soat Kun, "Semua terserah kepada tuan tuan sendiri."
"Mungkin nona dapat memberikan suatu penjelasan," kata pula si jago tua.
"Asal tuan tuan bertindak dengan mengingat pesanku dan disaat saat genting hati kamu tak gentar, itulah bagus. cuaca gelap akan menguntungkan kita. Sebaliknya, kalau kita kacau sang malam atau udara gelap mendatangkan kerugian..."
Tanpa menanti jago tua itu bertanya lagi, Nona Hoan segera mengatur berbareng mengeluarkan titah titahnya: "Ban IHu hoat, silakan menjaga ditimur "
"Baik, nona," Seng su Poan menerima tugasnya.
"Kho Kong dan Oey Eng, kamu menjaga masing masing diutara dan dibarat."
"Hamba turut perintah" menjawab dua orang muda itu.
"Thio Giok Yauw menjaga diselatan," si nona memberi pula perintahnya sendiri. "Bengcu bersama kami berdua berdiam ditengah, bersiap siap membantu keempat penjuru di mana yang perlu."
Ban Liang berempat kemudian berlalu.
"Nona," kata Siauwpek. perlahan, "tin kita luas, mereka menjaga masing masing satu arah bukankah itu suatu pembalasan yang sulit" Paling baik..."
"Apakah bengcu masih mempunyai tenaga lainnya yang bisa diperintahkan?" si nona bertanya. Ketua itu gugup,
"Itulah sebabnya kenapa hambamu minta bengcu berdiam bersama kami," kata si nona. "seperti aku sebutkan, kita bantu siapa yang membutuhkan bantuan..." Siauwpek terpaksa berdiam.
"Hambamu masih ada sesuatu yang belum disampaikan," Soat Kun kemudian berkata pula. "Perlu itu diselesaikan sebelum sang malam tiba. Maka itu tolong bengcu berdiam dipusat ini untuk melindungi seluruh tin-"
Berkata begitu, kemudian si nona mengajak adiknya berlalu. Siauwpek mengawasi punggung kedua nona itu.
sebenarnya ingin ia bicara sesuatu tapi tak sanggup ia mengutarakannya. Kedua nona berjalan terus masuk kedalam. Ban Liang berempatpun telah siap diposnya.
Siauwpek berdiam seorang diri, pikirannya bekerja. Ia masih menyangsikan penjagaan di empat penjuru itu. Wilayahnya luas tapi yang bertugas cuma empat orang.
"Sanggupkah mereka masing- masing?" tanyanya didalam hati. "Dipihak musuh itu, tak peduli jumlah mereka berapa besar, kekuasaan berada pada sibaju hijau, asal aku mengawasi dia, tentu aku ketahui gerak geriknya, atau mungkin, siang siang aku bisa menerka apa yang dia hendak kerjakan..."
Karena memikirkan demikian, sianak muda segera lari kepada Ban liang, disana jago tua itu tengah bersembunyi didalam semak sambil matanya dipakai mengintai.
Menoleh kepada si baju hijau, Siauwpek melihat orang sudah turun dari kudanya, dengan tongkat bambu ditangannya, dia itu tengah mengawasi Liok kah tin- Rupanya dia tengah memahaminya. Tongkatnya itu telah beberapa kali menggores gores.
Kali ini dibelakang si baju hijau terdapat beberapa pelindungnya yang semua berbaju merah serta semua menggemblokkan pedang pada punggungnya. Kalau pedang seumumn panjang tigakaki, pedang mereka empat kaki lebih. Diam diam Ban Liang menghampiri ketuanya
"Rupanya sibaju hijau sedang menguraikan tentang perubahan tin kita ini," katanya, "Nyata sekali dia lagi memberi keterangan
kepada barisan merahnya itu bagaimana mereka itu harus menerjang."
"Mungkinkah dia telah tahu kegaiban Liok kah tin?"
"Entahlah. Melihat gerak- geriknya dia rupanya belum mengerti seluruhnya."
"Loocianpwee berpandangan sangat luas," si anak muda memuji.
"Bengcu," berkata jago tua itu, "kau adalah bengcu kami Nona Hoan telah memilih bengcu dan pintar sekali, mesti ada maksudnya atas pemilihannya itu. Si nona memanggil aku hu hoat, karena itu bengcu silahkan memanggil namaku saja"
"Itulah tidak dapat..." berkata sianak muda.
"Tidak demikian, bengcu. Jikalau bengcu tidak membiasakan membawa diri sebagai orang atasan, bagaimana nanti kau sanggup memimpin atau mengepalai ratusan atau ribuan jago jago Rimba Persilatan, untukmu menjagoi dalam dunia Kang ouw?"
Itulah benar. Maka Siauwpek berdiam untuk berpikir. "Hanya... ya, baiklah aku terpaksa menurut." katanya akhirnya.
"Harap bengcu suka menginsafi bahwa manusia membutuhkan kewibawaan yang mulia dan diagungkan, baru dia dihormati dan dijunjung. Nona Hoan telah mengaturnya semua itu untuk bengcu." Siauwpek menghela napas.
"Lihatlah pedang rombongan berseragam merah itu," katanya selang sesaat. "Itulah pedang yang beda dengan pedang yang umumnya."
"Memang, semua pedang itu mestinya telah dibuat secara istimewa."
"Dari pada kita menanti mereka menyerbu bukankah lebih baik
mendahului?" kata si ketua. "Aku memikir buat menguji mereka..."
"Melihat kepandaian kau, bengcu, tidak ada halangannya buat aku mendahuluinya menyerang mereka," berkata si jago tua.
"Tetapi, lebih baik bengcu bicara dulu dengan nona Hoan..." Ketua itu tersenyum.
"Bukankah aku menjadi ketua?" tanyanya.
"Benar. Habis?"
"Maka tidak usah aku bicara dahulu dengannya"
"Meskipun bengcu menjadi ketua, lebih baik bengcu berdama dahulu," kata si jago tua.
"Aku telah mengambil keputusan..." Ban liang gugup,
"Jangan menempuh bahaya, bengcu" katanya. Dan ia maju menghadang. Siauwpek berkata dingin "Jikalau kau akui aku sebagai bengcu, kau minggirlah" Ban liang tercengang, lalu dia mundur kesisi.
Ketua itu lalu kata lagi "Jikalau aku menang, aku akan kembali.
Apabila aku terkurung dan tertawan, tak usah kamu menolong aku"
"Dalam hal ini, Nona Hoan menanyakan aku katakanlah bahwa aku telah mengambil keputusan sendiri dan siapa pun tak dapat merintangi aku." Tanpa menanti jawaban, anak muda ini bertindak keluar dari tin-
Ban liang bukan main bingungnya, maka dia lari kerumah atup, untuk menemui Soat Kun, guna memberi laporan.
siauwpek sementara itu maju terus, menghampiri sibaju hijau,
tetapi segera ia dihadang oleh dua orang berseragam merah, yang
berlompat maju dengan membentaknya sambil terus menyerang Siauwpek meng unus pedangnya dan menangkis.
"Tahan..." bentaknya tertawa dingin. "Aku mau bicara dengan pemimpinmu" Sibaju ijau mengangkat kepalanya.
"Biarkan dia maju" perintahnya.
siauwpek bertindak maju sampai jarak lima kaki dari sibaju hijau itu. Disitu ia menghentikan tindakannya sebab enam batang pedang
segera diluncurkan guna mencegah ia maju lebih jauh. Sibaju hijau tertawa tawar.
"Ada urusan apakah?" sapanya. "Dapat kau bicara sekarang?"
siauwpek memandang, sinar matanya tajam Terus dia berkata^ "Kamu semua bersikap aneh sudah berpakaian beraneka warna pakai tutup mata segala cuma kau sendiri yang tidak memakai topeng, kau berani dilihat orang kamu mempunyai tulang laki laki juga "
Si baju hijau mengimplang, dia tak gusar. Katanya tenang: "Kau berani maju seorang diri, kau dapat dihitung sebagai orang yang mempunyai keberanian"
Sementara itu tiga orang berseragam hitam sudah pergi kebelakang si anak muda, untuk menghadang jalan mundur lawan. Siauw Pek melirik mereka itu, terus ia kata pada si baju hijau: "Terima kasih untuk pujianmu. Aku hendak bicara bersediakah kau mendengarnya?"
"Baik Bicaralah"
"Kita tidak kenal satu dengan lain, kita juga tidak bermusuhan, kenapa kamu begitu memusuhi dan mendesak kami, selangkahpun kamu tak mau melepaskannya?"
"Bicara besar" berkata si baju hijau. "Siapakah kau?"
"Kau ingin aku menyebut she dan namaku, itulah tidak sulit. Hanya, lebih dahulu aku harus ajukan sebuah syaratku"
"Di ini masa, sangat sedikit orang yang berani bicara kepadaku dengan mengajukan syarat" berkata si baju hijau. "Mendengar kata- katamu, aku merasa aneh. Baiklah, Kau sebutkan, apakah syaratmu itu?"
"Jikalau aku menyebutkan she dan namaku, kau juga mesti memberitahukan she dan nama serta kedudukanmu" kata Siauwpek.
si baju hijau tertawa, katanya: "Agaknya kau memiliki kepercayaan besar bahwa kau bakal sanggup menerobos kepungan dari pasukan Tiga Warna"
Siauwpek menjawab tawar^ "Mungkin aku beruntung berhasil menerobosnya"
Sinar matanya sibaju hijau berkelebat menatap anak muda didepannya itu. Dia mengawasi orang dari atas hingga kebawah dan keatas pula. dia cerdas dan teliti, suara dan sikap anak muda ini membuatnya curiga dan berpikir. Katanya didalam hati: "Ada pepatah yang mengatakan ^orang yang datang, maksudnya tak baik, orang yang maksudnya baik, tak akan datang.^ Dia bicara besar, dia pasti bukan sembarang orang..."
Dia masih menatap. mengawasi wajah orang, pakaian dan perlengkapannya. Kecurigaannya bertambah setelah dia melihat pedang dan goloknya sipemuda. Tak biasanya orang membekal pedang berikut golok.
Selagi orang memperhatikan dia, Siauwpek pun melirik
kesekitarnya. Dia tahu bahwa dirinya sudah terkurung. Melihat lagak
sibaju hijau,tak dapat ia mundur, mesti ia menggunakan kekerasan.
"Punco mengerti" kata si baju hijau kemudian- Dia mengawasi si anak muda sambil tersenyum.
Didalam hati, siauwpek terperanjat juga .
"Mungkin dia tahu siapa aku?" pikirnya. "Kau mengerti apakah?" ia tanya.
"Bukankah kau sisa mati satu-satunya dari Pek Ho Po, yaitu coh Siauwpek yang dapat melintasi Seng Su Kio?" orang itu balik bertanya.
"Ah, benar- benar dia kenal aku" kata siauwpek didalam hati. ia terCengang, tetapi ia menabahkan hati.
"Kalau benar, bagaimana?" tanyanya menantang.
"Didalam dunia Rimba Persilatan, keCuali Thian Kiam dan Pa Too, tidak ada lain orang yang selalu membawa pedang dan juga golok model kuno"
"Kau benar Cerdik, tuan" si anak muda mengakui. Mendadak ia menghunus pedangnya, untuk dipakai menangkis kedepan terus kebelakang, hingga bentroklah tiga batang pedang, dan dua yang lain terpental, Itu disebabkan dengan mendadak dua orang musuh mengancam ia dengan pedangnya masing-masing .
"Benar tak keCewa ilmu pedang Thian kiam kie tong" kata sibaju hijau yang tertawa tawar.
"Kau telah dapat menerka, tak usah aku mendustai kau" kata Siauwpek. "Tidak salah, akulah yang kebanyakan orang Rimba Persilatan hendak binasakan, Akulah coh Siauwpek yang kematiannya baru akan membuat tenang hati mereka itu"
si baju hijau mengibaskan tangannya. Segera pasukan baju merah dan bersenjatakan pedang bergerak dalam dua bagian, menuju kearah Liok kah tin- Sembari tertawa berkakak, dia pun
berkata^ "Empat puluh orang baju merah yang bersenjatakan
pedang ini akan menyerang Liok Kah tin" Siauwpek tertawa tawar.
"Jikalau kau cuma meninggalkan dua belas orang, aku khawatir mereka tidak cukup kuat untuk melindungi keselamatan dirimu" katanya.
"orang terlalu banyak cuma akan menambah bahaya saja" berkata sibaju hijau. "Dengan dilindungi dua belas orang ini, aku sudah merasa aman sekali."
siauwpek menyapu dengan sinar matanya kepada sekalian musuh, lalu ia berkata dingin "Kamu harus berhati hati melindungi pemimpin kamu" Habis berkata itu, dengan tiba tiba ia menyerang si baju hijau itu
Sinar golok golok segera berkelebatan. Empat buah senjata bergerak menjaga serangan serangan pedang anak muda itu, empat orang lainnya segera berbaris didepan sibaju hijau.
Menyusul itu empat orang berseragam merah, yang mencekal poankoanpit, turut bergerak dari barat dan selatan, untuk mengurung si anak muda. Pengurungan segera diperketat oleh empat orang lainnya yang berseragam putih, yang senjatanya pedang pedang panjang. Siauwpek cerdas.
"Tak dapat aku melayani mereka lambat lambatan," pikirnya.
Karena ia berpikir demikian, pikiran sianak muda berubah dengan tiba tiba. Menuruti rasa hati itu, tangan kanannya segera memindahkan pedangnya ketangan kirinya, kemudian tangan kanan itu meraba gagang goloknya. Tanpa bersangsi pula, ia berkata dengan dingin. "Apakah kamu memikir hendak belajar kenal dengan pengaruhnya Toan Hoan It Too?"
Justru disaat itu sibaju hijau berteriak dengan perintahnya: "Lekas turun tangan. Jangan beri kesempatan dia menghunus golok"
Menyusul itu, segera delapan poankoan pit empat pedang dan empat golok, bergerak serentak. hingga sinarnya berkilau kilau, menyambar si anak muda.
Siauwpek berlaku sebat. Ia memutar pedangnya untuk menangkis dan melindungi dirinya. Maka terdengarlah nyaringnya suara pelbagai alat senjata yang bentrok satu sama lain- Belasan senjata lawan itu menyerang dari segala penjuru, rapih caranya, teratur kedudukannya. Nyata mereka sudah terlatih baik. caranya ialah dua pedang mengancam lengan kanan lawan, dua lagi siap menangkis, empat golok untuk keras lawan keras, dan poankoanpit menusuk menotok keatas, tengah dan bawah. Repot juga Siauw Pek melayani kepungan teratur itu.
Selagi pertempuran berlangsung, terdengar si baju hijau berkata nyaring^ "Jikalau aku hidup pada beberapa puluh tahun yang lampau, tak nanti aku ijinkan Kie Tong menjagoi dunia Rimba Persilatan dan tak pernah terkalahkan"
Siaue pek tidak menghiraukan suara yang bernada ejekan itu, ia hanya berpikir: "Jikalau aku tetap melayani mereka seCara begini, salah salah aku terancam bahaya."
Kembali terdengar suara nyaring sibaju hijau. "Dua belas orang ini tidak seberapa tinggi ilmu silatnya tetapi mereka pandai bekerja sama Kie Tong memahirkan ilmu pedangnya, tapi dia bukanlah seorang Cerdas. coba sekarang dia masih hidup, melihat begini, dia boleh mati berdiri "
Masih Siauwpek tidak mempedulikan suara itu, ia tetap memperhatikan perlawanannya. Berkat pengalamannya menderita, ia kuat hati dan ulet, sembari bertempur diam diam ia memahami cara berkelahinya kedua belas musuh itu. Ia memang membutuhkan tambahan pengalaman, dan cara musuh itu asing baginya. Ia pula masih bersabar untuk tidak segera menggunakan goloknya. Karena ia menggunakan otaknya ia lalu dapat satu pikiran, bahkan segera dicobanya.
Dengan mendadak anak muda ini menikam Seorang yang bersenjata golok. Karena serangannya itu, dengan Sendirinya iga kirinya lowong. Dua batang pedang musuh segera menyerangnya. Sudah dikatakan, pihak musuh dapat berkelahi dengan rapih sekali. Selagi menyerang itu, terpaksa Siauwpek mengegos mengelit tubuhnya. Berbareng dengan gagalnya pedang, ujung sebuah poankoanpit tepat mengenai sasarannya
Siauwpek terkejut, ia merasa nyeri. Pundak kirinya telah tertusuk luka. Sia sia belaka dia mencoba berkelit. Tapi ia menahan rasa nyerinya, pedangnya bergerak terus Maka menjeritlah musuh yang bersenjatakan golok itu, karena lengannya kutung.
Menggunakan saatnya itu, Siauwpek berseru hebat pedangnya bekerja pula. saking sebatnya, dia menancapkan ujung senjatanya didada musuh yang bergengam poankoanpit itu
Musuh terkejut karena dua orang kawannya terluka itu, cara mengepungnya sendirinya jadi tidak sempurna lagi.
Tetap siauwpek menahan nyerinya, sekali lagi ia berseru, pedangnya segera diputar secara hebat. Maka kali ini, saking terdesak. musuh dari tak sempurna lagi menjadi kaget, terpaksa mereka mundur tak keruan
Si baju hijau kaget dan heran menyaksikan barisan istimewanya, yang dia andalkan itu, jadi kacau balau, walaupun demikian, dia masih mempunyai kesabaran akan tetap menonton.
Di lain pihak. barisan pedang berseragam merah sudah menerjang masuk kedalam Liok Kah Tin- Maka berisan itu tak dapat diharap bantuannya. Tengah ia berpikir keras, kembali ia mendengar bentakan keras dari siauwpek. Kembali seorang yang bersenjata poankoanpit tertabas roboh, tubuhnya kutung menjadi dua
Siauw Pek telah mengeluarkan banyak darah tahu dia bahwa dia bisa roboh lelah, maka itu sambil berseru, dia terpaksa menggunakan Hoan Uh it Too, merampas jiwa lawan itu.
Pihak lawan sudah kacau balau tapi mereka masih tak sudi kabur, dari itu menyusullah seorang kawannya lagi, yang bersenjata golok. Dia ini roboh sebagai kurban golok ampuh. Habis dia, menyusul pula seorang yang bersenjatakan pedang
Musuh tinggal tujuh, masih mereka mencoba melawan. siauwpek heran. Kenapa mereka itu demikian tak takut mati" Dalam herannya timbullah rasa kasihannya. Tapi justru ia merasa kasihan, paha kanannya kena tergores golok lawan ia merasa nyeri dan kaget, tiba tiba kaki kirinya lemas, terus ia jatuh roboh. Akan tetapi, walaupun ia roboh, tangan kirinya masih dapat menggunakan suatu jurus ilmu pedang Mahakasih, yang istimewa untuk melindungi diri.
Disaat itu, karena gelagat buruk, sibaju hijau kabur dengan kudanya, meninggalkan barisan istimewanya itu.
Siauwpek melompat bangun, Kembali ia menggunakan goloknya. Lagi lagi seorang musuh terbang nyawanya. Barulah disaat itu, sisa musuh kabur.
Siauwpek mengeluarkan napas lega, tengah ia mengawas i musuh, mendadak ia roboh terkulai. Ia telah mengeluarkan terlalu banyak darah, ia letih sekali. Inilah pertempuran dahsyat yang baru ia alami dalam masa hijaunya itu. Tapi inilah yang menambah pengalamannya.
"Apakah lukamu parah?" demikian satu suara manis, sedangkan sebuah lengan yang halus menahan lehernya bagian belakang kepalanya.
Si anak muda mendengar suara itu, ia membuka matanya yang tadi terpejam. Ia melihat seraut wajah yang cantik, yang kulitnya halus, wajah yang ayu tercampur roman menyesal, serta sepasang matajeli agak lesu... Itulah Thio Giok Yauw si nona kosen tetap nakal Dengan mendadak Siauwpek bergerak bangun. "Terima kasih, nona" ucapnya.
"Apakah kau terkena racun?" si nona bertanya pula.
"Tidak... cuma pahaku terkena golok dan bahuku tertusuk poankoanpit..."
"Itu toh golok yang berbisa..." kata si nona
Siauwpek terkejut, ia mengawasi pahanya. Lukanya berwarna hitam dan darahnya merah gelap.
"Ah, tak kusangka mereka menggunakan golok beracun..." katanya, menyesal.
"Mungkin kau keracunan hebat, kau mesti lekas dlobati"
Ketika itu terdengar suara halus dari seorang nona lain: "Lekas rebahkan dia ,Darahnya yang beracun harus dikeluarkan dahulu, baru dia bisa dlobati"
Giok Yauw berpaling. Maka ia melihat Soat kun mendatangi dengan perlahan, tangannya berada dibahu adiknya. Siauwpek tersenyum.
"Tidak apa," katanya. "Belum lama aku terluka, sekalipun aku terkena racun, racunnya tentu belum bekerja..."
segera Nona Hoan telah datang dekat. Ia berdiri disisi Giok Yauw. "coba lukiskan lukanya," ia minta kepada nona itu.
"Lukanya lebar dua dim, dalamnya setengah dim, tidak terkena otot atau tulang."
"Bagaimana warna darahnya?"
"Darahnya merah tua. darah ditempat luka hitam." "Nona Thio, kau dengar aku."
"Katakanlah" "Lekas totok tiga jalan darahnya hok touw, hongs ie dan Tiong geng." Giok Yauw menotok dengan Cepat.
"Lalu?" tanyanya.
"GUnakan pedangmu memotong daging pada lukanya, sampai darah keluar, baru berhenti." Nona Thio melongo.
"Itu toh akan menerbitkan rasa nyeri"
"inilah mengenai keselamatan jiwa, nyeri sedikit tak apa. Dijaman dahulu, Kwan in Tiang sampai mesti dikerok tulangnya, sedangkan luka ini belum sampai keotot atau tulang-tulang .
"Nona benar," berkata si nona nakal, yang telah jadi jinak. segera dia bekerja, bahkan sebat kerjanya itu.
Siauwpek menahan nyerinya, hingga dahinya bermandikan peluh. "Telah terlihat darah baru," Giok Yauw memberitahukan-
"Bagus Pondonglah dia pulang kedalam tin-"
Mata jeli sinona Thio memain, mulutnya berkemak kemik tetapi tak keluar suaranya, tubuhnya tak bergerak.
"Waktu ini waktu apa" Tempat ini tempat apa?" tanya Soat kun- "Apakah nona masih mengukuhi pantangan pria wanita tak dapat saling menyentuh tangan-..?" Siauw Pek mendengar, dan melihat, dia berlompat bangun.
"Tak usah mencapaikan diri, nona Aku masih dapat berjalan " katanya.
Tapi Soat Kun berkata, perlahan dan merdu: "Sebelum dlobati, bengcu tak boleh bergerak atau menggunakan tenagamu. Sekarang ini bengcu ialah siorang sakit dan hambamu tabib, maka wajiblah bengcu mendengar nasehat tabibmu"
Sementara itu sebat luar biasa, bagaikan tanpa diketahui lagi, Soat Gle meluncurkan sebelah tangannya, saling susul dia menotok dua kali pada sianak muda hingga sedetik itu juga robohlah pemuda itu
Thio Giok Yauw menggerakkan kedua tangannya, untuk mencegah tubuh orang jatuh ke tanah, karena itu dengan sendirinya tubuh si anak muda berada didalam rangkulannya
Soat kun segera berkata^ "Didalam tin masih ada sisa musuh, Nona Thio, mari ikut kami "
"Ya," sahut sinona, yang menjadi sangat jinak. Ialalu memeluk erat tubuh siauw Pek untuk dipondong, terus ia berjalan dibelakang kedua nona Hoan, menuju kedalam tin-
siauw Pek telah ditotok tetapi bukannya ditotok pingsan, mata dan telinganya masih dapat bekerja. Maka itu ia bisa mendengar dan melihat. Didalam tin tampak sejumlah musuh yang berseragam merah bersenjatakan pedang itu, semua rebah tak berkutik, rupanya mereka telah kena tertotok.
"Sungguh hebat tin ini," pikirnya. "Tahu begini, tak usah aku keluar melayani musuh..."
Tiba didalam rumah, Siauwpek melihat satu pemandangan lain- siorang bertubuh besar yang berpakaian kuning, yang janggutnya panjang, bersama belasan orang yang berbaju merah dan bersenjatakan pedang, lagi duduk bersila dengan mata menutup dan tubuh menyender pada dinding, nampaknya mereka itu tengah beristirahat.
"Sekarang dia boleh turun perlahan," terdengar suara Soat Kun, perlahan. Dengan muka merah, Giok Yauw meletakkan tubuh sianak muda.
Soat Kun berkata pula pada Nona Thio itu: "Sekarang tolong nona pergipada Ban Hu hoat serta saudara saudara Oey Eng dan Kho Kong minta mereka membawa kemari semua musuh yang tertawan hidup itu."
Giok Yauw menurut, ia mengundurkan diri dengan segera.
Sekarang Nona Hoan berkata pada Siauw pek perlahan: "Luka bengcu tidak ringan, hambamu mengharap agar kau suka mendengarkan kata- kataku. Tanggung jawab dan tugas bengcu sangat berat, tak dapat bengcu memandang diri terlalu enteng. Ingatlah, sekarang bukan saatnya bengcu mendapat luka, sebab sekarang kita lagi menghadapi musuh tangguh. coba bengcu bukannya bengcu yang agung, dan harus dihormati, pasti hambamu akan mendakwa kau sudah maju berperang tanpa ijin" Tanpa menanti jawaban orang, sinona berkata kepada adiknya: "Soat Gle, kau bebaskan totokanmu itu, segera kau oleskan obat bubuk pemberhenti darah."
Soat Gie melakukan perintah kakak itu. Ia mengmapiri Siauwpek. untuk menotoknya bebas, setelah itu dari dalam sakunya, ia mengeluarkan satu peles kecil dari batu hijau, dari dalamnya
dikeluarkan sedikit bubuk warna putih Selesai menyusut
membersihkan sisa darah ditempat luka, terus ia mengobati luka itu.
siauwpek berdiam saja, ia merasa sangat malu dan likat. Walaupun ia memikir banyak untuk berkata- kata, mulutnya tak dapat dibuka untuk mengutarakan itu.
Tak lama muncullah Ban Liang berempat, tangannya masing- masing menenteng atau mengempit dua orang musuh. "Nona Thio?" Soat Kun bertanya.
"Ya, sahut Giok Yauw, "Ban Hu hoat bersama kedua tua Oey dan Kho telah datang melaksanakan perintah . :
"Bagus Sekarang tolong bawa masuk semua musuh yang tertawa n itu," sinona manis.
Ban Liang bertiga menyahut, terus mereka bekerja. Mereka mundar mandir, empat lima balik, baru selesai tugas mereka, Ban Liang terus menghitung, lalu melaporkan: "Kecuali yang terbinasa dan luka parah, masih ada tiga puluh enam anggota musuh yang berseragam merah bergegaman pedang."
"Setelah kekalahannya, mungkin musuh tak datang pada hari ini," berkata sinona,
"silahkan Ban Hu hoat menyediakan tiga buah kereta, yang harus disiapkan diluar tin."
Sebenarnya Ban Liang ingin menanyakan sesuatu tetapi ia membatalkan keinginannya, ia terus pergi keluar untuk menjalankan titah itu.
Soat Kun terdengar bicara seorang diri: "Ada tiga puluh enam orang sebagai pembantu, inilah lumayan, dan bagi Kim Too bengcu, ini suatu bantuan semangat "
Oey Eng batuk perlahan dan berkata: "Apakah nona bermaksud memakai tenaga mereka?"
"Tidak salah. Aku membangun tin juga dengan maksud ini." Anak muda ini melongo.
"cara bagaimana mereka nanti mau tunduk kepada nona ?" tanyanya. "Ada caranya buat membuat agar mereka menurut," sahut Soat Kun-Siauwpek yang duduk bercokol heran.
"Inilah hal aneh. Hendak aku lihat sinona menggunakan daya apakah."
Soat Kun segera memberikan perintah kepada Oey Eng dan Kho Kong: "Totok empat jalan darah mereka itu, supaya mereka dapat melihat, dapat mendengar dan dapat dipikir"
Kedua anak muda itu menjalankan perintah itu. Mulanya mereka menotok sipemimpin berbaju kuning, lalu bergantian itu tiga puluh
enam orang-orangnya. Dengan begitu sadarlah orang orang tawanan itu.
Nona Hoan segera menghampiri belakang si orang-orang berseragam merah dan bersenjatakan pedang itu.
Oey Eng heran menyaksikan gerak gerik si nona, sampai ingin dia mengajukan pertanyaan, akan tetapi sebelum ia membuka mulutnya si nona cantik manis tak bandingan itu sudah memperdengarkan suaranya yang halus merdu "Berikan mereka masing-masing minuman secawan arak "
Giok Yauw menyahuti, dia muncul dengan sebuah penampan. Oey Eng dan Kho Kong sudah biasa dengar suara menggiurkan dari si nona, mereka hanya merasa kagum, tidak demikian dengan musuh- musuh itu berikut pemimpinnya. Mereka kagum beserta heran, hingga hati mereka berdenyutan. Inilah yang pertama kali
mereka mendengar suara demikian halus dari seorang anak dara.
Semua segera mengawasi dengan kagum terpesona pada nona itu.
Dilain pihak. mereka juga kagum dengan kecantikannya Nona Thio yang menghampiri mereka dengan membawa penampan itu. Mulanya si nona mendekati si orang bertubuh besar berbaju kuning itu, sang pemimpin.
"Mari minum" dia berkata, suaranya lembut.
Tawanan itu mengawasi si nona dengan sinar mata dingin. Dia berdiam saja.
"Jikalau mereka tidak sudi minum, totok saja jalan darah thian kiu-nya" Soat Kun perintah kan-
Oey Eng meng ajukan diri, tanpa berkata apa apa pula, ia menotok pemimpin itu. Giok Yauw menghampiri seorang berbaju merah.
"Minumlah" katanya.
orang itu menggeleng kepala, ia memejamkan matanya.
Soat Kun berdiri dibelakang orang itu, walaupun demikian, ia tahu segala sesuatu dari isyarat adiknya. Maka ia lalu berkata dingin: "Terhadap mereka, lebih dulu kita memakai aturan, kalau terpaksa barulah kekerasan Siapa yang tidak sudi minum arak beracun itu, totok saja jalan darahnya "
Ia menyebut pula jalan darah itu : thian kiu.
Oey Eng heran, katanya didalam hati: "Bagus nona Kau menyebut arak beracun, sudah wajar saja jikalau mereka tak sudi meminumnya" Meski ia berpikir begitu, toh bersama Kho Kong ia bekerja terus, menotok setiap musuh itu, semuanya. "Berapakah jumlah mereka semuanya?" Nona Hoan tanya.
"Tiga puluh tujuh," sahut Giok Yauw.
"Baik sekarang siapkanlah tiga puluh tujuh batang jarum beracun, lalu tunggu perintah"
lok Yauw menyahut, ia terus bekerja. Dari sakunya, ia mengeluarkan jarum yang disebutkan itu. Ia meletakkannya diatas penampan
Lalu terdengar pula suara Nona Hoan itu : "orang cuma tahu kalau jalan darah Ngo-im terlukakan, nyerinya seperti laksana semut masuk kedalam hati, mereka tidak tahu lebih hebatnya kalau kena ditusuk jarum yang ada bisanya..." Ia berhenti sejenak. lalu ia menambahkan: "Siapa yang tak sudi minum arak dengan suka rela, tusuklah jalan darahnya, jalan darah hwee im Tusuk satu kali saja. Dari jalan darah hwee im itu, racun akan mengalir kejalan darah kiok kut, Tiong ciu dan kaygoan sampai di thian kiu dan jalan darah. Biarlah mereka merasakan bagaimana hebatnya penderitaan racunku itu..."
Suara itu halus dan merdu bagaikan suara burung bincarung, rambut panjang sinona yang terurai dahulu dan punggungnyapun bergerak gerak. tetapi pada telinganya orang orang tawanan itu, suara itu dingin dan menyeramkan
Kembali terdengar suara nona itu, yang menghela nafas: "Tiada jalan lain, inilah terpaksa. Kamu tunggu sekira waktu sehirupan teh, jikalau tetap tidak ada orang yang mau minum arak beracun itu secara sukarela, kamu mulailah menusukkan jarum kepada tubuh mereka"
Siauw pek juga heran seperti Oey Eng dan Kho Kong, sendirinya ia mengawasi kepada sekalian musuh itu.
Semua mata orang orang berseragam merah itu diarahkan kepada cawan arak yang katanya beracun itu, mulut mereka dirapatkan. Terang mereka beragu ragu sekali, sebab mereka memikirkan soal mati dan hidupnya...
Segera kembali terdengar suara halus dari Nona Hoan. "Kamu semua tidak berani membuka mulut untuk berbicara, inilah aku telah menerka sejak semula. Pastilah kepala atau tuan kamu sudah menggunakan suatu cara kejam terhadap diri kamu yang membuat kamu sangat takut terhadapnya, hingga kamu terkekang, hilang kemerdekaan kamu, takut kamu berkhianat, kamu dicari, untuk dihukum secara hebat. Tapi, itulah urusan kelak dibelakang hari Sekarang kamu menghadapi soal mati hidupnya didetik ini jikalau kamu tidak mau turut kata kataku, kamu bakal mengalami siksaan yang paling kejam dan menyedihkan di dalam dunia ini... Ah, mungkin kamu tidak percaya perkataanku. Nanti aku pilihkan diantara kamu, buat dijadikan contoh, untuk kamu saksikan "
Pikir Siauwpek. "Ancaman begini mana ada hasilnya" Mana merekat takut" jikalau arak beracun itu dapat dipakai membuat orang takluk dan menuruti kenapa mereka tak mau dipaksa dicekoki saja?"
Selagi anak muda itu berpikir, terdengar suara nyaring si nona,
suara yang berwibawa. "Bawa kemari orang berbaju kuning itu"
Oey Eng dan Kho Kong segera menyahut, dan segera juga mereka menggusur si baju kuning itu ketengah rumah bilik.
Masih Soat kun berada dibelakang orang orang berseragam merah itu akan tetapi ia ketahui segala sesuatu karena isyarat Soat Gie.
"Saudara, maafkanlah" terdengar suara sinona kepada si baju kuning itu. "Kaulah seorang tongcu ketua suatu bagian, diantara
orang orang mu ini, kedudukanmu paling tinggi, maka itu paling
baik kaulah yang lebih dahulu merasakan sarinya arak beracunmu.." Mendadak orang itu tertawa.
"Baru satu cawan arak beracun. Apakah artinya?" katanya hambar. "Mari"
"Siapa tahu selatan dialah seorang gagah " berkata si nona. "Berikan dia satu cawan"
Kho Kong maju, untuk mengambil satu cawan dan dibawa
kepada orang tawanan itu, bawa cawan keluar kebibir orang itu.
Kecuali Soat kun dan Soat Gle, tak ada seorang lain yang mengetahui apa isi cawan itu. Si baju kuning setelah arak masuk ke dalam perutnya, mendadak paras mukanya berubah, mendadak pula dia tertawa berkakak
"Totok otot gagunya" sinona memerintahkan Oey Eng maju melaksanakan perintah itu.
"Habis apa lagi, nona?" tanya dia.
"Biarkan dia rebah tidur dahulu."
Oey Eng dan Kho Kong tidak tahu maksud mereka sinona. mereka menurut. Sibaju kuning lantas direbahkan. Dia tak berdaya. dia diam saja cuma mulutnya seperti mau tertawa. tapi suaranya tak keluar. Totokan membuat dia tak berdaya dan bisu.
Setelah itu terdengar suara sinona: "Sekarang sudah tidak siang lagi. Urusan arak beracun ini suatu urusan kecil, tidak dapat menghalang-halangi usaha kita Nah, kamu siapkan jarum beracun itu, siapa tidak mau minum arak. segera tusuk jalan darahnya hwee imnya tanpa ampun lagi"
Oey Eng dan Kho kong menjalankan perintah itu. Karena orang tetap tidak mau minum mereka menusuk jalan darah hwee im dari orang orang berseragam merah itu.
Hanya sebentar, semua orang itu segera mengeluarkan peluh dimukanya masing masing, makin lama makin banyak tetesan peluhnya mengucur jatuh, kemudian disusul basah kuyup pakaian mereka disebabkan bukan main banyak keringat yang keluar dari tubuh mereka
"Mereka mengeluarkan begini banyak peluh tentulah mereka haus sekali," pikir Siauw pek.
Tiba tiba terdengar satu orang berkata: "Mari arak beracun itu..." Suara itu sangat memilukan.
Sekarang ini semua orang itu pada mengeluarkan darah dari mulutnya. Teranglah bahwa mereka sangat dahaga. Mungkin merekapun sangat lapar. Jangan kata orang habis minum racun, baru kelaparan dan kehausanpun dapat membuat orang mengeluarkan darah dari hidung, mulut atau telinganya.
Setelah suara orang yang pertama itu, segera yang lain lainnya
turut minta arak beracun hingga suasana menjadi berisik sekali.
Sampai disitu Soat Kun berkata: "Sekarang ini telah sirna kejumawaan mereka, hingga tak lagi ada yang mengentang minum arak beracun. Kasihlah mereka minum, lalu totok otot gagu mereka, terus biarkan mereka tidur"
Oey Eng dan Kho kong menurut, mereka memberikan arak kepada semua orang. Selagi berbuat begitu, mereka tak tahu maksud Nona Hoan juga Giok Yauw heran seperti Siauwpek tak tahu apa apa. Maka itu mereka hanya menerka nerka.
Habis minum arak dan ditotok. semua orang berseragam merah itu pada tidur nyenyak.
Selama waktu yang diliwati itu Siauwpek merasa tubuhnya segar. saking segarnya, tak dapat ia bersabar lagi.
"Nona Hoan," tanya nya "mereka itu tidur demikian nyenyak. adakah itu akibat arak?"
"Bukan Arak cuma membantu lebih nyenyak tidurnya mereka."
"Apakah ini usaha nona, supaya habis tidur nyenyak^ setelah terbangun mereka itu akan bagaikan bertukar isi perutnya dan tulangnya, hingga mereka suka diperintah oleh kita?"
Nona itu berpikir. "Memang ada apa ilmu yang dinamakan mencuci tulang. Itu adalah ilmu tenaga dalam dari kaum Rimba Persilatan- Usahaku ini bukanlah ilmu mencuci tulang itu tetapi hasilnya tak berbeda..."
"oh, begitu" kata siauw Pek kagum.
Soat Kun menghela napas perlahan- Ia berkata pula. "Aku telah berusaha, nampaknya baik, entah bagaimana kesudahannya nanti, tak berani aku memastikannya. Kita lihat saja sebentar apabila mereka sudah tersadar..."
"Bagaimana andaikata mereka tak jadi sebagaimana yang kuharapkan?"
"Jikalau gagal, gagal pula ilmu ketabibanku " kata si nona.
"Dan bagaimana apabila nona berhasil sebagaimana rencana nona ?"
"Setelah tidur nyenyak. apabila mereka nanti tersadar, mereka akan sehat walaftat seperti sediakala, karena racun dalam tubuhnya telah dapat dimusnahkan seluruhnya. Waktu itu aku hendak memberi penjelasan dan nasehat kepada mereka, agar mereka sadar, supaya mereka sudi bekerja sama kita, untuk mereka membantu ke bengcu. Dan itu artinya, tenaga kita mulai lumayan " kata si nona.
"Bagaimana andaikata mereka menolak ?" Siauw Pek bertanya pula. Ia selalu ragu-ragu.
"Setelah kita berusaha begini rupa tapi masih gagal juga, terpaksa kita mesti binasakan mereka." menjawab si nona. "Membinasakan mereka bukannya berarti berdosa besar. Mereka jahat, mereka tak dapat diperbaiki, kalau mereka dibebaskan, mereka bakal melakukan lebih banyak kejahatan pula. Aku telah memikir, apabila kita gagal, aku mesti pakai satu cara lain lagi, untuk memaksa mereka menuruti kehendak kita."
"Bukankah nona, setelah nona musnahkan racun mereka, lalu nona memasukkan pula lain macam racun kedalam tubuh mereka itu?"
"Begitulah kiranya, Hanya, selain menggunakan racun, masih ada daya lainnya."
"Bagus Sekarang, dalam keadaan seperti kita ini, segalanya terserah kepada nona"
"Hambamu menerima perintah, bengcu." sahut si nona hormat. Si anak muda melengak.
"Bagus" pikirnya. "Suaranya ini menyatakan bahwa selanjutnya, dalam urusan apa juga, tak usah aku campur tangan lagi..."
Tak berani si anak muda mengutarakan apa yang ia pikir itu. Ia melihat sifat si nona tampak makin nyata, bahwa dia tak selembut semula lagi, bahwa tindakannya makin ketat makin keras.
Ruang sunyi beberapa lama, tapi segera dipecahkan oleh si baju kuning. Dia terbangun untuk terus memperdengarkan tarikan napas panjang serta empat anggota tubuhnya bergerak perlahan.
"Dia mulai tersadar" kata Oey Eng yang waspada, agak terkejut.
"Bebaskan totokannya" menitah si nona. Pemuda she Oey itu melongo dibuatnya.
"Jalan darah apakah?" dia menegaskannya.
"Semua jalan darah yang tadi ditotok"
Kembali si pemuda melengak. Dia tak mengerti. "Tapi, kalau dia tak sudi tunduk?"


Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak apa," berkata si nona menjelaskan, "Didalam waktu
setengah jam, dia tak akan mempunyai tenaga untuk berkelahi."
siauwpek mendengarkan pembicaraan itu, ia tidak mau campur bicara, hanya diam diam ia menyiapkan diri, tangan kanannya diletakkan pada gagang goloknya Inilah sebab ia tahu si baju kuning liehay sekali dan Oey Eng berdua Kho Kong bukanlah lawannya. Ia telah mengambil kepastian, asal sibaju kuning mengamuk. ia akan
terpaksa menggunakan goloknya guna mencegah risiko yang tak
diinginkan. Ia akan melupakan bahwa dirinya tengah terluka parah.
Soat kun telah menunjukkan kewibawaannya. Oey Eng tidak berani menentang perintah itu, ia membebaskan totokan kepada si baju kuning.
Kalau tadi sibaju kuning menggerakkan tubuhnya secara perlahan sekali, sekarang dia dapat bergerak lebih leluasa, maka juga tampak dia bergerak untuk duduk dan kedua matanya dibuka lebar-lebar, melirik kesekitarnya. Dengan perlahan, ia terus bangkit untuk bangun berdiri.
"cobalah kau kerahkan pernapasanmu, atau tenaga dalammu," Nona Hoan berkata hambar pada orang tawanan itu. "coba lihat, semua racun didalam tubuhmu sudah musnah seluruhnya atau belum..."
si baju kuning sudah berpikir untuk membuka mulutnya
berbicara, mendengar suara si nona, ia membatalkan niatnya itu.
Segera dipejamkannya kedua matanya dan berdirinya ditegakkan.
"Nona, bagaimana kau ketahui aku telah minum racun?" tanyanya.
si nona menjawab, dingin: "Jikalau aku tidak tahu kau telah
minum racun, mana dapat aku memberikan kau obat pemunahnya?"
si baju kuning mengangguk. "Aku tahu sekarang, Arak nona itu bukan arak beracun, itulah justru arak untuk memunahkan bisa"
Soat Kun tidak mengiyakan, juga tidak mengangguk. Sebaliknya ia berkata tenang^
"sekarang ini racun jahat didalam tubuhmu sudah dipunahkan dan semua totokan atas dirimu sudah dibebaskan. jikalau kau hendak berlalu dari sini, inilah saatnya yang paiing baik " katanya
si baju kuning melihat kesekitarnya. "Diluar gubuk ini masih ada tin yang luar biasa," ia berkata. "Walaupun aku memikir buat mengangkat kaki, tak tahu aku bagaimana jalannya untuk keluar dari dalam barisanmu ini "
"Kau pandai melihat kenyataan, tuan"
Si baju kuning mengawasi puluhan orangnya yang tengah tidur dengan nyenyak itu.
"Pastilah mereka ini telah kau tawan hidup,hidup setelah mereka
menyerbu tin," katanya sambil menunjuk orang-orangnya itu.
Nona Hoan tetap tidak menjawab, hanya dia berkata^ "Tuan, sekarang ini kau masih menghadapi soal mati atau hidupmu, tapi toh kau menanyakan urusan lain orang, takkan kau merasa bahwa kau bertanya terlalu banyak?" Dan si baju kuning melihat pula keempat penjuru, lalu ia tertawa,
"Nona, kau telah memunahkan racun didalam tubuhku kau juga membebaskan aku dari totokan, bukankah itu karena ada maksudmu?" dia bertanya.
"Benar" sahut sinona tawar. Ia pun tertawa.
"Entah dapat atau tidak nona mengutarakan maksud itu untuk kudengar ?"
"sekarang tolong kau beritahukan dahulu she dan namamu "
"Jikalau aku beritahukan she dan namaku, mungkin kau tidak tahu." sahut sibaju kuning. "Itulah urusan dari dua puluh tahun yang lampau."
"Kau sebutkan saja. Asal kau menyebutkan nama orang, pasti loohu kenal semuanya" demikian menyela satu suara yang dalam dan mantap.
Agaknya sibaju kuning terperanjat. Ia segera menoleh, Maka
tampaklah Ban Liang tengah mendatangi dengan tindakan lebar.
Setelah mengawasi jago tua itu, si baju kuning berkata dingini "Lo ciu Lao " Itu artinya "ciu situa, siJenjang Kuning."
Sepasang mata si jago tua dipentang lebar- lebar, dia menatap muka sibaju kuning itu. Masih agak heran dia bertanya: "Tuan, jadinya kaulah Oey Ho ciu ceng ciu Tayhiap dahulu hari itu ?"
Sibaju kuning menjawab dingin: "Bagaimana " Apakah kau
kurang perCaya ?" Ban Liang menggeleng-geleng kepala. "syukur orang perCaya," sahutnya.
"Kenapakah ?" tegas sibaju kuning itu, yang bernama ciu ceng,
sedang gelarnya ialah Oey Ho, siBurung Jenjang Kuning.
Tay-hiap, orang gagah yang terkenal, adalah kata- kata panggilan dari Ban Liang terhadapnya.
Ditanya begitu, si jago tua menjawab: "ciu ceng menjadi orang gagah disatu jaman, didalam dunia Kang ouw, setiap orang menghormatinya, tapi adakah jago tua itu mirip dengan tuan sekarang ini ?"
ciu ceng menjadi tidak senang. Dia gusar. "Pernahkah kau melihat ciu ceng ?" tanya nya keras.
"Belum penah aku bertemu dengannya, tetapi namanya telah kudengar lama "
"Jikalau kau belum pernah melihatnya, kenapa kau berani
mengatakan loohu bukannya Oey Ho ciu ceng?" bentak sibaju
kuning. sebelum menjawab, Ban Liang tertawa terbahak-bahak.
"Jikalau kau benar ciu ceng jago yang termasyhur itu, kenapa sekarang kau mau diperintah orang hingga kau menerbitkan
malapetaka bagi Rimba Persilatan ?" Itulah pertanyaan yang berbau ejekan-Mendadak saja ciu ceng tunduk. mulutnya bungkam. Baru sekarang Oey Eng campur bicara.
"Tak peduli tuan benar Oey Ho ciu ceng atau bukan," katanya tenang, "tetapi melihat sikap tuan sebagai orang gagah, aku heran, kenapa tuan dapat tenggelam didalam kalangan hantu yang sesat itu ?"
ciu ceng tak menjawab sianak muda. Ia hanya mengangkat kepala memandang Ban Liang.
"Kau siapakah tuan?" tanyanya perlahan-
"Seng Su Poan Ban Liang" sahut si jago tua sabar. si baju kuning mengangguk.
"Pernah aku dengar nama tuan itu," katanya.
Soat Kun yang sejak tadi berdiam saja, terdengar menghela napas, lalu disusul dengan kata katanya ini^ "Dalam urusan ini dia tak dapat disesalkan. Dia telah ketahui bahwa dia berbuat karena terpaksa, seorang Kang ouw yang namanya tersohor, mana dia sudi membiarkan dirinya diperintah orang walaupun dia menyembunyikan she dan namanya ?"
ciu ceng bagaikan tak mempedulikan kata kata nona itu, dia memandang pula rombongan seragam merahnya, setelah mana dia menarik napas panjang.
"Tuan tuan, harap kamu tidak memandang ringan kepada jago jago pedang berseragam merah ini," katanya. "sebenarnya sebelum mereka memasuki seng kiong, mereka adalah jago jago berkenamaan ditempatnya masing-masing"
"Itulah urusan mereka sendiri," berkata Soat kun menyela.
"Sekarang baik kita bicara dari hal kau sendiri, ciu tayhiap."
Meneladani Ban liang, nona itupun memanggil "tay hiap" kepada orang tawanannya ini.
"Aku tak punya urusan apa-apa lagi..." sahut siJenjang Kuning. "sekarang ini tuan berniat melakukan apa?"
"Nona rupanya menjadi pemimpin disini?" tanya dia.
"Tay hiap menerka keliru," berkata sinona, tersenyum. "Aku cuma menjadi pembantu saja. Ketua kami Kim too bengcu, adalah lain orang." Mata ciu ceng memain, melihat kesekeliling.
"Kim too bengcu?" tanyanya agak heran, "Belum pernah aku mendengarnya"
"Ketua kami berhasil mendapatkan ceng Gi kimtoo," Nona Hoan menjelaskan, "maka ia hendak menjalankan keadilan guna melindungi Rimba Persilatan, guna mencegah keambrukan untuk membebaskan rekan rekan seperjuangan maka jikalau kita yang terhitung orang orang Rimba Persilatan, sudah seharusnya kita menunjang dan mendengar perintahnya. Dengan jalan itu kita
menolong diri sendiri berbareng menolong orang banyak"
Mendengar demikian, mendadak ciu ceng tertawa berkakakan.
"Apakah yang begitu meng gembira kan hingga tayhiap menjadi begini girang dan tertawa lebar?" Soat kun bertanya.
JILID 30 "Katanya bengcu kamu memperoleh ceng Gi Kim Too, adakah itu
warisan ceng Gie Loojin?" tanya ciu ceng sungguh sungguh. "Benar"
"Bagus.. Pernah aku dengar bahwa pada golok emasnya ceng Gie Loojin ada ukirannya, ukiran tiga buah lencana untuk memerintah, hanya munculnya golok emas itu telah terlambat terlalu malam coba golok itu muncul lebih siang sepuluh tahUn, mUngkin dia akan berhasil menghimpUn rekan rekan Rimba Persilatan gUna membela
dUnia persilatan, untuk semua rekan tunduk terhadap golok emas itu..."
"Bagaimana tayhiap mengatakan telah terlambat ?" si nona tanya.
"Pada dua puluh tahun yang lalu, baru saja Seng ciong Sin Kun mulai bergerak" berkata ciu ceng, menerangkan. "Ketika itu mungkin kita masih dapat menariknya kembali. sekarang sudah terlalu malam, maka walaupun ceng Gi Loojin menjelma pula, atau Thian Kiam dan Pa Too muncul lagi, aku khawatir kita tidak mampu memperbaiki pula perubahan yang telah berlangsung ini..."
"Kim Too Bengcu kami," berkata si nona, menjelaskan terlebih jauh, dia telah memiliki Thian Kiam dan Pa Too serta ilmunya kedua rupa senjata itu, ia jugamemperoleh ceng Gi Kim Too, maka itu, dengan dia bekerja seCara terang-terangan, ia tentu akan berhasil menumpas segala hantu dunia"
Siauwpek, yang berdiam saja, mendengar suara si nona, ia lihat sendirinya.
"Sayang," berkata ciu ceng, "orang orang Kang ouw yang pandai dan gagah, mereka semua sudah dapat dikumpulkan Sin Kun, hingga sisa yang lainnya, satu atau dua orang, apakah artinya mereka itu, apakah yang mereka dapat buat?"
"Bukankah orang orang sin Kun yang tayhiap sebutkan itu dapat
kita gunakan tenaga kepandaiannya?" tanya si nona. "Bagaimanakah pendapatmu ini, nona?"
"Umpama semua orang Sin Kun itu sama seperti kau sendiri, tayhiap, yaitu mereka telah mempunyai pikiran buat meninggalkan tempat gelap. maka pastilah bengcu kami sangat gembira menyambutnya"
"Semua mereka yang dikatakan orang gagah dan pandai, semua mereka telah ada berapa lapis kalangannya. Andaikata mereka pada memikir buat meninggalkan tempat yang gelap. mereka toh tak sanggup pergi ketempat yang terang..."
"Dan bagaimana dengan kau sendiri sekarang tayhiap?"
"Sekarang ini aku tidak kurang suatu apa, aku bebas dari kekangan."
"Nah, demikianlah Asal mereka itu mau meninggalkan tempat gelap buat pergi ketempat yang terang, aku bersedia menyingkirkan kekangan atas diri mereka itu" ciu ceng tertawa lebar.
"Nona" katanya, "mungkin nona mempunyai semaCam
kepandaian, akan tetapi kata katamu yang besar itu sukar buat
orang perCaya" Si nona berlaku sabar. Tetap ia berlaku tenang.
"Sudah banyak tahun kamu hidup di bawah pengaruh sin Kun, jadi kamu memandang dia bagaikan malaikat dan menakutinya bagaikan kalajengking, sedangkan sebenarnya dia tak lebih tak kurang satu manusia biasa sebagai kita, hanya saja dia punya kepandaian silat yang sedikit lebih tinggi daripada orang lain " ciu ceng berpikir. Kata kata si nona beralasan-
"Nona benar juga," katanya. "Memang Sin Kun tetap seorang manusia, Cuma ilmu silatnya mahir sekali."
"Masih ada sesuatu yang tayhiap belum pernah pikir," sinona berkata lebihjauh. Mendadak ciu ceng berubah sikapnya. Ia mengangkat kedua tangannya memberi hormat.
"Tolong nona ajari aku," pintanya.
"Seorang manusia didalam hidupnya cuma akan mengalami kematian satu kali," berkata si nona kemudian- "Dia mati ditangan Sin Kun atau ditanganku, itulah kematian yang sama."
"Kau benar nona."
"Kematian memang sama, yang beda ialah harganya" Soat kun berkata. "Itulah beda jauh sekali. Yang satu mati karena melakukan kejahatan melupakan kebakan, setelah mati dia meninggalkan nama busuk laksaan tahun. Yang lain melindungi kebalkan untuk membasmi kejahatan, setelah mati namanya harum untuk selama
lamanya. Mati atau hidup, setiap orang mesti mengalaminya, cuma didalamnya ada filsafatnya."
Perlahan sekali ciu ceng menghela nafas.
"Tentang itu pernah aku pikirkan pada beberapa tahun yang lampau," ia akui, "cuma ketika itu aku tidak mengerti jelas seperti apa yang baru saja nona uralkan, hingga orang menjadi sadar karenanya."
Soat Kun tetap dengan sikapnya yang halus dan tenang.
"Jikalau tayhiap mengerti itu, tak usah aku mengatakannya lebih banyak pula," kata dia, "Aku telah selesai bicara, sekarang, tayhiap sudi bekerja sama atau hendak melanjutkan pertempuran, terserah kepada tayhiap silahkan tayhiap memikirkannya"
"Apa yang nona katakan semua benar," berkata ciu ceng. "cuma
kalau kalau dengan begini saja aku menghamba kepada Kim Too
bengcu, itulah hal yang membuat hati orang tidak puas" "Bagaimanakah pikiranmu tayhiap?"
"Aku yang rendah menghendaki nona mempertunjukkan beberapa rupa kepandaianmu, supaya aku dapat belajar kenal dengannya supaya aku ini tunduk di mulut dan juga di hati," berkata si baju kuning. "Sampai waktu kalau aku turut kepada Kim Too bengcu, aku menurut dengan ada alasannya yang dipertanggung jawabkan-"
"Maksud tayhiap dapat menimbang, diantara Kim Too Bengcu dan Sin Kun yang saling berebut pengaruh itu, siapa lebih baik dan siapa lebih buruk, bukankah?" si nona menegaskan. ciu ceng batuk batuk.
"Inilah aku... aku..."
"Apakah maksudmu, tayhiap" Katakanlah"
"KeCerdasan nona, aku telah mengakuinya. Aku maksudkan ilmu silat..." Mendengar itu, siauw Pek bingung sendiri.
"Berabe" keluhnya dalam hati. "Nona Hoan tidak mahir ilmu
silatnya dan orang ini justru hendak mengujinya di dalam ilmu itu."
Tapi, terdengarlah suara sinona: "Tayhiap. kau sudah sadar sesudah sadarnya akan tetapi kesehatan tubuhmu belum pulih seluruhnya aku khawatir kau tidak berdaya didalam menempur aku..."
Diam diam ciu ceng menyalurkan pernapasannya, ia mengerahkan tenaga dalamnya. "Aku merasa sehat sekali, nona," katanya.
"Tayhiap mengatakan tayhiap tidak memperCayai kata kataku," kata sinona. "Sekarang begini saja^ Silahkan tayhiap mencoba satu sampokan. Arakku itu dapat memusnahkan raCun yang mengeram di dalam tubuh tayhiap. tetapi serentak dengan itu, tanpa diketahuinya juga dapat membuat orang lenyap ilmu silatnya" ciu ceng tersenyum.
"Apa benar demikian nona"jika benar begitu, ilmu obat obatan nona melebihi lihaynya ilmu obat obatan Sin kun"
"coba saja dulu tayhiap"
ciu ceng segera menyampok. tetapi segera mukanya menjadi pucat, lenyap senyumnya, berganti dengan wajah kerut hendak menangis.
"Bagaimana?" Soat kun bertanya sambil mengawasi, "Sekarang kau perCaya atau tidak?" Jago itu menghela napas.
"Selama hidupku, sering aku menemui orang orang pandai silat, tapi yang seperti Sin kun dan kau nona..." katanya, masgul, tak dapat dia meneruskannya.
"Ketika tayhiap bertemu dengan orang yang tayhiap sebut sin kun itu, tayhiap segera tersesat, tayhiap kehilangan dirimu sendiri," kata si nona. "Dia menyebabkan kau meruntuhkan dalam sekejap saja nama besarmu dalam dunia Kang ouw Kini, setelah tayhiap bertemu denganku, aku membuatmu sadar dan kembali pada diri
asalmu, bahkan kelak kau akan memperoleh kembali nama baikmu itu" Periahan lahan, ciu ceng tunduk.
"Nona, kata katamu sekarang ini adalah kata kata tak berguna lagi katanya, masgul. "Kini kesehatanku telah pulih, tetapi tenaga dan kepandaianku telah, maka itu aku, aku hidup atau mati di mata nona aku sama saja, tidak nona hargai lagi"
o.o.o.o.o. "Jangan keliru, tayhiap. Kenyataannya tidak demikian- Dapat aku melenyapkan tenaga kekuatan tayhiap. dapat pula aku memulihkannya kembali" Mata jago itu bersinar. Dia menatap tajam. Dia agak heran.
"Benarkah nona memiliki kepandaian semaCam itu?" dia menegaskan.
"Asal tayhiap sudi menerima baik kata kataku didalam waktu satu jam, akan aku pulihkan tenaga dan kepandaian tayhiap" menjawab sinona suaranya tetap.
Seorang jago silat paling menyayangi kepandaiannya, kepandaian itu melebihi jiwanya tak heran ciu ceng menjadi sangat tertarik hati. Demikian juga anggapan siJenjang kuning ini. Dia mengangkat kepalanya dan menggumam
"Didalam waktu satu jam kepandaianku akan pulih kembali" Ah, ini tak mungkin..." Siauw Pek dan Ban Liang semua diam terpaku merekapun heran sekali.
"Hebat sinona" pikir mereka. "Dia dapat membuat ciu ceng yang gagah dan berpengalaman menjadi limbung seperti sekarang ini Sungguh dia liehay"
"Apakah tayhiap masih kurang perCaya aku?"
"Aku perCaya kau nona. Nah, apakah yang nona ingin ketahui. Tanyakanlah" Jago itu memberikan jawaban dengan segera. Ia berpikir Cepat.
"Maukah kau kembali pada diri asalmu,pada namamu yang besar" Bersediakah kau bekerja sama guna keadilan dunia Kang ouw?" tanya sinona.
"Nona, nona... Apakah dengan begini kau hendak memaksa menekan aku?"
"Jikalau aku berbuat demikian, apa bedanya aku dengan Sin kun kamu itu" Aku tegaskan, kau bersedia menerima kata kataku ini atau tidak, tetap aku akan memulihkan tenaga kepandaianmu. Sengaja aku memunahkan raCun di dalam tubuhmu supaya kau sehat dan merdeka, supaya kau tak menghawatirkan juga untuk mengutarakan apa yang kau pikir didalam hatimu."
ciu ceng berdiam sebentar, terus ia menarik napas.
"Nona, kau tidak cuma pandai luar biasa, kau juga sangat murah hati dan bijaksana, kau membuat orang kagum dan tunduk. Nona, jikalau tenaga kekuatanku pulih, aku akan ikuti kau untuk dengan setulusnya hati menerima segala titahmu"
"Berat kata katamu ini, ciu tayhiap." berkata sinona. Hanya sedetik dia berhenti, lalu ia berkata pula^ "Ambillah sebutir siau yoh tan dan berikan pada ciu tayhiap"
"Ya" menyahut Thio Giok Yauw, kepada siapa perintah itu ditunjukkan, lalu terus dia merogo sakunya, mengeluarkan sebuah peles obat dibukanya tutupnya itu dan dikeluarkannya sebutir piL. Dengan Sikap menghormat, nona ini menyerahkan obat itu kepada jago Serba kuning itu
ciu ceng menyambuti, tanpa melihat pula, obat itu dimaSukkan ke dalam mulutnya dan ditelan.
"Sekarang, ciu Tayhiap. silakan duduk bersila, untuk bersemedhi," berkata si nona. "Luruskanlah jalan nafas tayhiap. sebentar, sekira sepertanak nasi, akan pulihlah tenaga kepandaian tayhiap"
Sekarang ini jago itu sudah perCaya betul kepada si nona, ia menurut, ia terus duduk. guna memelihara pernafasannya.
Setelah itu, sunyilah ruang rumah gubuk itu. Semua orang berdiam, cuma hati mereka yang pada bekerja. Kecuali kedua nona Hoan, semua yang lainnya heran, semua ingin menyaksikan kegaibannya pil mustajab itu...
"Entah dari apa dibuatnya pil itu," pikir Siauwpek. "Benarkah ciu ceng akan pulih tenaga kekuatannya" Kalau dia pulih, lalu dia tak suka tunduk, bukankah itu berarti kita harus bertempur pula seCara hebat?"
"Kalau dia tidak dikekang, itulah berbahaya" Ban Liang pun berpikir.
Sementara itu, sang waktu tetap berjalan, tanpa rintangan, sebab tak ada suatu apa yang dapat menghadangnya. Ruang tetap dikuasai sang kesunyian- Kesunyianpun penuh dengan suasana ketegangan-..
Akhirnya, tawa Soat Kun memeCah kesunyian itu. "ciu Tayhiap." serunya, perlahan "sang waktu telah tiba"
ciu ceng segera melompat bangun. itulah isyarat si nona yang dia tungguh tunggu. Dia ingin mencoba, menguji. begitu dia bangkit, begitu dia menyampok kearah luar rumah, Satu sambaran angin yang keras terasa dan terdengar karenanya Sijago tua girang sekali tetapi dia tertegun. Dia kekemak.
"Tenaga kekuatanku telah pulih" katanya kemudian singkat saja.
"Bagus" berkata si nona yang tetap bersikap tenang. "Nah, sekarang, kau hendak mencoba aku dengan cara apa?"
"Hai celaka" berseru Siauw Pek di dalam hati. "Kalau dia lupa,
bUkankah itu baik" Nonaku, oh, mengapa kau menimbulkannya?"
ciu ceng berdiam, paras mukanya nampak berubah ubah. Terang sekali pikirannya berkutat keras dan hatinya guncang bergelombang. Tapi selang sesaat, lenyaplah ketegangannya, sebagai gantinya, dia menarik napas panjang. "Nona aku bersedia mengikuti kau," katanya kemudian, "tak usah kita pie bu lagi " "Pie bu" berarti "mengadu kepandaian".
Menyusul itu - "bret" Maka merobeklah baju kuningnya ini,
karena ia telah menggunakan tangannya menyobeknya hancur.
soat Kun lalu berkata sungguh sungguh. "ciu Tayhiap. kau sadar akan dirimu, sungguh, itulah keberuntungan kaum Rimba Persilatan ciu Tayhiap. terima kasih"
ciu ceng tidak menjawab, hanya matanya menyapu pada tiga puluh enam orang bawahannya yang masih rebah tak berkutik di tanah. Mereka itu masih tidur nyenyak...
"Nona, bagaimana nona hendak berbuat atas diri tiga puluh enam ang-ie kiam-su ini?" tanyanya kemudian-
"Ang-ie kiamsu" berarti "jago jago pedang berseragam merah". Ang ie ialah baju merah dan kiamsu,jago pedang.
"Bagaimana pendapat tayhiap" si nona membaliki.
"Mereka ini semua tak lemah ilmu silatnya menurut aku, baiklah kita pakai tenaga mereka untuk kita." ciu ceng mengutarakan pikirannya
"Baik," berkata si nona, memutuskan. "Mereka semua aku serahkan dibawa pimpinanmu"
"Terima kasih nona. Tapi, aku kuatir, diantaranya ada yang tak sudi menakluk."
"Itupun terserah kepada kau. Kau dapat melepas atau membunuhnya."
"Baiklah Akan kucoba sebisaku menginsafkan mereka, supaya
mereka mau bekerja sama didalam rombongan Kim Too bun."
Karena Siauwpek memakai lambang Kim Too Golok Emas,
dengan sendirinya golongannya ini merupakan satu partai (bun).
"Numpang tanya, nona," kemudian ciu ceng berkata pula, "dimanakah adanya bengcu, ingin aku menjumpainya."
Terperanjat juga Siauw Pek mendengar kata-kata orang itu, pikirnya^ "aku tengah terluka, aku rebah disisimu, nampaknya mana pantas aku menjadi bengcu "..."
soat Kun menjawab. "Sekarang ini pergi kau taklukkan dahulu tiga puluh enam kiam su itu, setelah kau berhasil, baru kau menemui bengcu. Waktunya masih belum terlambat."
"Baiklah Oey Hu-hoat dan Kho Hu hoat, tolong bebaskan mereka itu"
Oey Eng dan Kho Kong maju untuk bekerja, hanya sebentar, selesai sudah mereka melakukan tugas mereka.
"Maukah nona memberikan mereka obat untuk memulihkan tenaga mereka?"
"Inilah permintaan yang tak dapat sembarang diterima baik," sijago tua berpikir "Jikalau mereka itu tak sudi menakluk dan mereka berontak. itulah artinya satu kesulitan bukan kecil..."
Akan tetapi terdengarlah suara Nona Hoan "berikan mereka masing masing sebutir pil Hoan Leng Tan "
Terkejut sekali sijago tua, hingga alisnya berkerut. Karena kata kata si nona merupakan perintah, tak berani mencegah, sebab ada kemungkinan ia nanti ketemu batunya. Terpaksa ia berdiam saja. Tetapi, diam diam waspada dan mengerahkan tenaga dalamya, siap siaga untuk sesuatu...
Tidak lama sadarlah ketiga puluh enam kiam su itu ciu ceng menantikan sejenak. lalu dia mendehem dehem.
"Apakah kau mengenali punco?" dia tanya orang orang berseragam itu.
"Oey Liong Tongcu" mereka itu menjawab serentak.
"Benar" berkata ciu ceng. "Diantara keempat tongcu hanya akulah yang tak gemar memakai topeng..." Ia tertawa, ia mengusap janggutnya, lalu ia menambahkan. "Pembicaraanku dengan nona ini tentulah kamu telah mendengarnya, karena itu, mesti kamu telah
mengerti juga dengan baik sekali. Apakah kamu sudah memikirkannya?"
"Ya sudah" adalah jawaban serentak pula. "Bagus kamu telah mendengar dan berpikir sekarang aku hendak memberitahukan kepadamu tentang sikapku. Aku sudah mengambil keputusan melepaskan diri dari kekuasaan ceng kiong sin kun, untuk sebaliknya memasuki rombongan Kim Too bun guna bekerja untuk kebaikan dan keadilan Rimba Persilatan. Bagaimana dengan kamu sendiri tuan-tuan" Silahkan kamu juga mengambil keputusan sendiri Siapa mau berdiam disini bersama-sama punco, untuk bekerja bagi Kim Too bun, punco akan menyambutnya dengan sangat girang sekali sebaliknya, siapa tidak sudi meninggalkan Mo kiong mereka merdeka mengambil keputusannya"
Tiga puluh enam orang itu berdiam, mata mereka saling mengawasi. Mereka heran diubahnya sebutan Seng kiong menjadi Mo kiong, kalau "Seng kiong" berarti "Istana Nabi" (Dewa) maka "Mo kiong" adalah "Istana lblis".
"Jikalau kamu tidak sudi, tuan-tuan," ciu ceng menambahkan menyaksikan keragu raguan orang orang itu, "aku akan mewakili kamu untuk mengajukan..." Tiba tiba ia berhenti bicara, buat berpaling kepada Nona Hoan, yang tampak hanya punggungnya, untuk bertanya: "Numpang tanya, nona, bagaimana kami harus memanggilmu" Aku..."
"Aku she Hoan," Soat Kun menjawab. "Aku sendiri belum menjadi
anggota Kim Too Bun. Kamu panggil saja aku dengan sheku."
sinar mata ciu ceng memain- Ia mengawasi pula semua kiamsu itu.
"Jikalau kamu tidak mau berdiam disini, puncopun akan memohonkan kepada Nona Hoan supaya kamu diantar keluar dengan baik-baik dari tin ini..."
Lalu terdengar dua orang kiamsu yang disebelah kiri berkata serentak: "Jikalau tongcu benar hendak berdiam disini, bawahanmu bersedia mengikuti tongcu" ciu ceng mengangguk. dia tersenyum.
"Selama kita mengikuti Sin kun, kita masing masing berlaku palsu satu dengan lain, tidak ada yang saling mempercayai," berkata ia, "karena itu sekarang ini tentulah tuan tuan masih tetap mencurigai aku si orang she ciu..." Ia berhenti sejenak akan merogoh keluar sebatang anak panah keCil berwarna kuning emas dari sakunya, segera ia patahkan itu menjadi dua potong, baru dia melanjutkan: "ciu ceng memasuki kalangan Kim Too Bun dengan setulus hati, jikalau aku mendusta, maka dibelakang hari biarlah nasibku menjadi sebagai anak panah ini"
Besar pengaruh sikap jantan tongcu ini, segera terdengar para kiamsu itu berkata saling susul: "Kami suka mengikuti tongcu memasuki Kim Too Bun"
"Bagus" seru tongcu itu, "Nah, tuan-tuan, siapa sudi mengikuti aku, silahkan tetap duduk. jangan bergerak. Dan, siapa tak sudi, silahkan bangkit berdiri" Hanya sejenak. maka tampak delapan kiamsu bangun berdiri. ciu ceng tersenyum mengawasi mereka itu. "Apakah tenaga kekuatan tuan-tuan sudah pulih?" tanyanya.
"Ya sudah pulih kembali" sahut serentak delapan orang itu.
ciu ceng tetap menatap katanya pula^ "seseorang mempunyai Cita Cita sendiri, aku tak dapat memaksa kamu, tuan tuan-.." Dia berpaling, akan mengawasi mereka yang sedang duduk itu, baru dia menambahkan: "Siapa mau berdiam disini, berdiamlah Siapa tidak
suka, dia dapat pergi berlalu, punco tidak ingin memaksanya. Nah,
siapa lagi yang hendak pergi" Silahkan lekas bangun berdiri"
Pertanyaan itu tidak mendapat jawaban- Tidak. sekalipun sudah diulangi beberapa kali.
setelah menanti cukup lama, ciu ceng menoleh kepada Soat Kun. "Nona, ada delapan orang yang tak sudi berdiam disini" ia melaporkan. "Baik silahkan Ban Hu hoat antar mereka keluar dari tin"
"Baiklah.. aku yang rendah yang mengantar sendiri," kata ciu ceng.
"Baik" menjawab sinona, "Ban Hu hoat yang membuka jalan"
"Memporak porandakan-.." kata ciu ceng kepada sijago tua. Terus ia memandang kedelapan kiamsu itu seraya berkata: "Nah, tuan tuan dapat pergi sekarang"
Delapan kiamsu saling mengawasi, kemudian mereka mulai berjalan, mengikuti bekas tongcu mereka, Ban liang membuka jalan, keluar dari rumah gubuk. Katanya: "Tuan2 telah menyaksikan dan mengalami sendiri liehaynya tin kami ini, maka itu, ikutilah dibelakangku, jangan kamu salah jalan satu tindak juga"
Tidak lama, sampailah mereka diluar tin, ciu ceng memberi hormat kepada delapan kiamsu itu seraya berkata "Kalau sebentar tuan tuan menghadap Sin kun, pasti kamu sukar luput dari hukuman, karena itu tidak ada halangannya bagiku andaikata kamu melepaskan tanggung jawab kamu dan menyerahkannya diatas pundakku, dengan begitu mungkin kamu tidak akan merasai siksaan lahir batin..."
Enam belas mata delapan orang itu mengawasi tongcu mereka, mulut mereka semua bungkam.
ciu ceng batuk batuk. Katanya pula. "Walaupun kamu meng antar tuan-tuan sampai selaksa lie, pada akhirnya kita toh bakal berpisah, maka itu tuan-tuan, semoga kamu menjaga diri baik-baik, maafkan aku, tak dapat aku mengantar lebih jauh pula"
Tongcu itu merangkap kedua tangannya memberi hormat, terus ia memutar tubuh untuk bersama sama Ban liang kembali kedalam tin-
Sijago tua tersenyum dan berkata, "Dahulu ciu tayhiap memperoleh penghargaan kaum Rimba Persilatan, sampai sekarang ini sifat gagahmu masih tetap seperti dahulu itu"
"o, saudara Ban memuji saja..." kata sibaju kuning, menghela napas. "Baiklah.. aku bicara terus terang pada kau, saudara Ban sudah sekian lama tak puas aku menghadapi kekejaman iblis itu, akan tetapi karena tubuhku terkekang hebat, tak berdaya aku
menghindarkannya, sulit buat aku menguasai diriku sendiri, terpaksa aku mesti menerima diperintah perintah. sekarang aku bertemu dengan Nona Hoan, aku telah dibebaskan dari kekangan atas diriku itu, sekarang aku merdeka, akan aku habiskan seluruh tenagaku untuk membela keadilan, bersedia aku menerima titah titah sinona, matipun aku tak akan menyesal"
"Siapakah sebenarnya Beng kiong ma kun itu?" Ban liang bertanya. "Heran kenapa dia mempunyai kepandaiannya itu untuk mempengaruhi kau. ciu Tayhiap. sedangkan kau berkepandaian tinggi..."
"Malu aku buat berbicara, saudara Ban," menyahut orang she ciu itu malu. "Aku tinggal didalam Seng kiong sudah dua puluh tahun akan tetapi selama itu belum pernah sekalijua aku melihat wajahnya yang asli, kita semua cuma memanggil dia Sin Kun..."
"oh, begitu?" kata sijago tua, "sungguh hal yang aneh sekali Tapi, sekalipun ciu tayhiap belum pernah melihat wajahnya, tentu tayhiap ketahui baik potongan tubuhnya. Apakah ada sesuatu yang luar biasa, yang beda dari pada orang kebanyakan?"
ciu ceng menggelengkan kepalanya. "Tidak" sahutnya. "Setiap kali dia bicara denganku, di depannya tentu ada sebuah tirai ajaib yang memisah kami satu dari lain"
"Apakah tirai ajaib itu?" Ban Liang bertanya.
"Katanya, kalau dua orang berbicara atau berhadap hadapan diantara tirai, orang yang disebelah luar tidak dapat melihat orang yang didalam, sebaliknya orang yang didalam bisa melihat orang yang diluar dengan leluasa."
"Kiranya begitu," kata sijago tua, yang tetap merasa aneh. Selama bicara itu, tiba sudah mereka di depan rumah.
"ciu Tayhiap. silahkan" berkata sijago tua. Dia jalan dimuka tapi segera dia bertindak ke samping untuk membagi jalan-
"Maaf!!" kata ciu ceng, yang terus bertindak masuk. Kepada soat Kun ia terus memberikan laporannya.
"Apakah mereka sudah pergi semuanya ?" tanya Nona Hoan-
"Sudah, ah, kasihan mereka itu... mereka telah kena ditundukkan seCara hebat oleh Seng Kong Mo Kun hingga mereka tak berani meronta atau meninggalkannya."
soat Kun mengangguk, ia tidak bertanya melit. "Ban Huhoat,
apakah kereta kuda sudah siap?" ia balik menanya Ban Liang. "Sudah siap sekian lama, nona?"
"bagus Sekarang ini tenaga kita masih belum cukup untuk menentang Beng kiong Mo Kun secara berhadap hadapan, maka itu
, sekarang sudah waktunya kita berangkat"
"Kemana, nona "
"Aku tahu kemana kita harus pergi, harap tak usah locianpwee berpayah hati."
"Bagaimana dengan tin kita ini?" tanya Giok Yauw, yang semenjak tadi berdiam saja. "Kita singkirkan saja pagar bambunya, kita biarkan mereka masuk untuk melihatnya." Mulu tBan Liang terbuka tetapi suaranya tak terdengar. Ia tak jadi bicara.
"ciu Tayhiap," berkata soat Kun kepada si orang baru ciu ceng, "kami didalam Kim Too bun kami tidak mengadakan tingkat derajat tinggi dan rendah, kecuali bengcu dan aku, semua menjadi huhoat. Kelak dibelakang hari apabila Kim Too bun sudah memperoleh kedudukan kuat, baru kami memikir buat menetapkan pangkat" sinona menghela napas, ia melanjutkan^ "Aku mengharap supaya lewat setengah tahun Kim Too bn akan memperoleh nama didalam Rimba Persilatan, supaya orang-orang gagah pada kumpul diantara kita"
Hebat kata- kata itu, tak mudah orang menerka suara keluar dari mulut seorang wanita yang nampak demikian lemah lembut, apa pula dia bercacad matanya.
"Nona benar" ciu ceng menyatakan setuju.
"Dua puluh delapan saudara yang baru masuk itu, buat sementara kita namakan saja jie sip-pat Ciang," berkata sinona pula. "Mereka itu aku serahkan kepada ciu Hu hoat untuk memimpinnya .
" "Jie sip pat ciang", dapat diartikan dua puluh delapan perwira. "Baik, nona," ciu ceng menerima tugasnya.
"Kita berangkat sekarang," berkata sinona lagi. "Ban Hu hoat, ciu Hu hoat, silahkan mengajak jiesip pat ciang keluar untuk menantikan kami."
Kedua Hu hoat itu menyahuti lalu mereka keluar bersama dua puluh delapan kiamsu itu.
SiauwPek bangkit dengan perlahan-lahan.
"Nona Hoan-.." katanya.
"Ada titah apakah, bengcu?" sinona tanya.
"Apakah nona yakin bahwa ciu ceng benar benar takluk?" tanya siketua.
"Hambamu percaya dia takluk setulusnya," sahut sinona. "Sekarang ini kebanyakan orang liehay sudah dikumpulkan oleh Seng kiong Sin Kun, jikalau kita tidak mengambilnya dari dia itu, dari mana kita mendapatkannya pula?"
"Nona biasa menerka tepat, mungkin nona tidak keliru"
"Kalau kita bisa mendapatkan salah satu jago Sin Kun, itu berarti dia kekurangan satu tenaga, kalau kita berhasil berturut-turut mendapatkannya, tiap hari satu, pastilah tenaga dia itu menjadi surut dan sebaliknya kita bertambah kuat."
"Nona mau meninggalkan kerangka Liok Kah Tin ini, apakah musuh tidak menggunakan kesempatan untuk memahamkan rahasianya ?" Siauw Pek bertanya pula.
"Tidak apa, bengcu, tidak akan ada faedahnya untuk mereka. Aakn aku hapus beberapa bagiannya yang penting, supaya mereka tak dapat menerka..."
Habis berkata, sinona menarik napas perlahan, "bagaimana dengan lukamu, bengcu?" tanyanya prihatin.
"Berkata pertolongan nona, sekarang sudah tidak ada halangannya."
"Dapatkah bengcu bergerak dengan leluasa?"
Diam- diam sianak muda mengerahkan tenaga dalamnya.
"Buat menempur musuh tangguh, mungkin belum cukup, tapi buat berjalan saja, aku sanggup,"
"Hambamu telah minta Ban Hu hoat menyediakan tiga buah kereta, baiklah bengcu menggunakan satu diantaranya supaya bengcu dapat sekalian beristirahat."
"Tak usahlah, nona."
"Ingatlah akan kesehatanmu, bengcu. Nasib Rimba Persilatan erat hubungannya dengan kesehatanmu itu, maka juga bengcu harus pandai merawat diri "
Siauw Pek menghela napas. "Baiklah," katanya terpaksa. "Terimakasih."
soat Kun lalu membisiki adiknya: "Soat Gie, ubahlah tin kita. Kita berangkat sekarang "


Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Soat Gie mempunyai mulut tetapi tak dapat ia berbicara, maka itu ia cuma tersenyum. segera ia berlalu untuk bekerja.
Giok Yauw kagum bahkan mengiri melihat senyuman si nona bisu, yang demikian manis dan menggiurkan. Katanya didalam hati: "Dia begini cantik, sayang dia cacat, hingga dia tak dapat berbicara..."
Putri Ular Putih 3 Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo Sumpah Palapa 12
^