Pencarian

Mempelai Liang Kubur 2

Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur Bagian 2


Galuh Ajeng itu yang memenggainyal"
"Jaga mulut busukmu, Setan!" bentak Yoga dengan kasar.
Tak pernah Kencana Ratih melihat Yoga sekasar itu. Bahkan baru kali ini ia
melihat Yoga menjadi buas dan berwajah kejam.
Yoga segera mencabut pedang pusaka di punggungnya.
Blaaar...l Petir di angkasa menggelegar sebagai tanda tercabutnya Pedang Lidah Guntur dari
sarungnya. Kencana Ratih menjadi tegang dan ketakutan, akhirnya ia lekas-lekas
melarikan diri.
ia merasa tak akan mampu melawan Yoga yang menggunakan pedang pusaka sehebat
itu. "Jangan lari kau, Setan Betinal" teriak Yoga dengan kasar, lalu segera mengejar
Kencana Ratih. Namun, Galuh Ajeng cepat berseru,
'Tahan, Yoga! Biarkan dia kabur untuk sementara waktu, sebaiknya kita...."
Rupanya Kencana Ratih hanya berlari memutar arah.
Ucapan Galuh Ajeng itu terhenti karena tiba-tiba seberkas sinar ungu berkelebat
melesat menghantam punggung Galuh Ajeng. Kencana Ratih berhasil menyerang Galuh
Ajeng dari belakang dengan jurus simpanannya yang cukup berbahaya.
Sinar ungu itu keluar dari ujung telunjuk Kencana Ratih, dan ketika menghantam
mengenai punggung lawannya, tubuh lawan menjadi kaku dan bening dengan warna
ungu seperti beling, itulah yang dinamakan jurus
'Candera Wungu". Hanya Kencana Ratih dan gurunya yang mempunyai jurus tersebut.
Setelah berhasil menyerang dengan jurus 'Candera Wungu', Kencana Ratih cepat-
cepat lari ke arah Lili berada, la akan melaporkan kejadian tersebut agar Lili
ikut membantu menyelamatkan Yoga dari cengkeraman kasih Galuh Ajeng.
Yoga dan Cemplon Sari tertegun melihat tubuh Galuh Ajeng menjadi beling ungu.
Bagian persendiannya tetap bisa ditekuk, tapi kulit dan dagingnya menjadi sebening kaca ungu. Galuh Ajeng menjadi seperti boneka
yang mudah pecah bila
terbentur benda keras, la tidak bisa bicara dan bergerak sedikit pun. Hanya
saja, bagian dalam tubuhnya tidak Ikut berubah menjadi kristal ungu. Jantung,
paru-paru, i mpa, dan
sebagainya tetap utuh dan dapat terlihat dari luar karena kebeningan tubuh
tersebut. Keadaan yang menakjubkan itu membuat Yoga dan
Cemplon Sari menjadi lupa mengejar Kencana Ratih. Ketika mereka sadar, Kencana
Ratih sudah jauh dari mereka dan menghilang entah ke mana.
"Galuh...," ucap Yoga dengan nada sedih, ia berlutut setelah memasukkan
pedangnya ke tempatnya, ia tampak bingung dengan gerakan-gerakan serba salah.
Cemplon Sari menangis dengan suara rintihan kecil, la ingin memeluk tubuh Galuh
Ajeng, tapi tubuhnya segera ditahan oleh Yoga.
"Jangan sentuh dia! Nanti tubuhnya pecah!" suara Yoga sedikit membentak.
Napasnya tampak terengah-engah karena panik.
"Apakah Gusti Ayu telah tewas?" tanya Cemplon Sari sambil merintih dalam
tangisnya. "Kurasa... kurasa belum tewas. Lihat, jantungnya masih bergerak-gerak, itu
menandakan dia masih bernapas. Tapi jika tubuhnya pecah, kurasa ia akan tewas
jugal Sebab itu kita harus menjaganya supaya jangan sampai pecah!"
"Oh, Gusti Ayu..., mengapa Gusti Ayu sampai lengah dan terkena pukulan aneh
seperti ini"!" ratap Cemplon Sari sambil terisak-isak.
"Jangan menangis!" bentak Yoga. "Air matamu yang menetes ke lengan Galuh Ajeng
bisa bikin pecah lengan itu!"
Cemplon Sari pun mundur dan berusaha menahan
tangisnya. Yoga tampak kebingungan dalam mengatas!
masalah Ku. Ia mencoba menyalurkan hawa murninya ke
dalam tubuh Galuh Ajeng, tapi niat itu dibatalkan karena khawatir akan membuat
tubuh Galuh Ajeng menjadi pecah.
Tiba-tiba Cemplon Sari berkata, "Bawa saja ke tempat gurunya Gusti Ayu, biar
disembuhkan!"
"Siapa gurunya dia?"
"Nini Sambang! Tinggalnya di Candi Langu!"
"Kau tahu tempatnya?"
"Ya, tahui Aku tahu tempatnya!"
'Tapi bagaimana cara membawanya ke sana, tanganku
hanya satu"!"
"Biarakuyangmem bawanya, kau menjagaku supaya jangan sampai ada benda yang
menjatuhi tubuh Gusti Ayu...!"
"Baik! Kita berangkat sekarang. Lekas angkat dia!" bentak Yoga dengan nada
galak. Cemplon Sari mengangkat tubuh yang mengkristal itu dengan sangat hati-
hati. -oo0dw0oo- 4 SECARA kebetulan ketika Kencana Ratih pergi, di sekitar situ muncul seorang
gadis berpakaian kuning. Gadis itu baru saja tiba dari suatu perjalanan
panjangnya memburu
seseorang. Dan orang yang diburu itu ternyata ia temukan sedang kebingungan
menghadapi masalah mengkristalnya tubuh Galuh Ajeng. Gadis itu tidak langsung
menampakkan diri, namun menyadap pembicaraan Yoga dengan Cemplon Sari. Dangan
begitu, maka ia tahu apa yang akan dilakukan oleh Pendekar Rajawali Merah itu.
Pada saat Yoga dan Cemplon Sari hendak membawa Galuh Ajeng ke Candi Langu,
tempat gurunya Galuh Ajeng
bermukim, maka gadis ramping berwajah cantik yang
mengenakan ikat pinggang dari kain selendang biru itu segera menampakkan diri.
ia iangsung menghadang langkah Yoga dengan seulas senyum kerinduan yang
mengembang di bibir mungilnya.
Kemunculan gadis berambut panjang yang di kat dengan kain merah itu membuat Yoga
dan Cempion Sari berhenti melangkah. Kadua orang itu sama-sama merasa asing
dengan wajah gadis cantik itu. Maka, Yoga pun segera menegur dengan nada
menghardik, "Siapa kau?"
Dengan sikap kalem dan senyum menawan, gadis itu justru balik bertanya, "Apakah
kau lupa padaku, Yoga?"
"Aku tidak mengenali dirimu! Kita belum pernah jumpa sama sekali!"
"Ah, kau berpura-pura begitu, Yo. Kau Ingin menggodaku supaya aku penasaran"!"
sambil menjawab begitu, gadis tersebut mendekati Yoga. Cemplon Sari yang
menggotong tubuh kristal Galuh Ajeng itu segera berkata dengan
bersungut-sungut,
"Jangan layani dia. Tinggalkan sajal Aku capek menahan tubuh Gusti Ayu ini,
Pangeran Cinta!"
Gadis berbaju kuning itu tertawa mendengar Cemplon Sari menyebut Yoga dengan
nama Pangeran Cinta, ia tertawa geli, hingga Yoga membentaknya,
"Kenapa tertawa, hah"! Diam!"
Tapi gadis itu masih tenang dan berkata dengan santainya,
"Sejak kapan julukanmu diganti dengan nama Pangeran Cinta"
Jelek sekali! Kau adalah Pendekar Rajawali Merah. Pakaliah nama itu. Lebih gagah
ketimbang julukan Pangeran Cinta!"
Gadis itu mendekat semakin rapat. Matanya yang bulat memandang penuh curahan
rindu. Tangannya mengusap
pundak kanan Yoga. Tapi tiba-tiba tangan Yoga berkelebat menamparnya.
Plaaak...! Pipi gadis itu menjadi sasaran. Panas sekali tamparan itu, dan membuat pipinya
yang putih menjadi merah. Gadis itu sendiri tersentak mundur ke belakang dengan
sangat terkejut.
"Ya kau tega bersikap kasar begini kepadaku?"
"Aku tak kenal dirimu! Aku tidak sudi dijamah orang yang tidak kukenal!"
"Aku Mahligai, Ya..! Mahligai!" sentak gadis itu dengan rasa ingin menangis.
"Mahligai..."!" Yoga berkerut dahi mengingat-ingat, lalu berkata, "Masa bodoh!
Aku tidak kenal nama Mahligai dan belum pernah punya teman bernama Mahligai!"
"Yooo..., kau melupakan aku"! Akulah orang pertama yang kau jumpai sejak kau
selesaikan pelajaranmu dari Gunung Tiang Awan! Akulah yang hadir dalam pemakaman
gurumu yang berjuluk Dewa Geledek Ku, Yo! Tidakkah kau ingat padaku, pada gurumu
si Dewa Geledek, dan pada bibiku, Tabib Perawan yang bernama Sendang Suci"
Akulah yang dulu gila dan kau sembuhkan dengan bunga Teratai Hitam itu!"
"Persetan dengan omonganmu semua! Aku tidak kenal siapa itu Dewa Geledekl Aku
belum pernah dengar nama Tabib Perawan atau Sendang Suci, Kau mengada-ada! Kau
memang orang gila yang menghambat perjalananku ke Candi Langu!"
"Yo...," Mahligai memandang dengan air mata meleleh di pipi.
"Cemplon Sari, kita jalan !agi. Tak perlu menghiraukan orang gila yang satu
ini!" kata Yoga, dan ia pun melangkah setelah Cempion Sari berjalan lebih dulu.
"Yoo...l" Mahligai mengikuti dengan berlari-lari kecil. "Yo, aku Mahligai,
keponakan dari Sendang Suci! Aku yang
membawamu mengenai bibiku, dan membuatmu mengetahui
arah di mana burung rajawali putih itu terbang. Aku orang yang menyimpan kasih
padamu, Yo...! Aku rindu padamu...!"
sambil berlari-lari kecil Mahligai mengikuti langkah kaki Yoga.
Tetapi Yoga bersikap tuli, seakan tak mendengar segala ucapan Mahligai tak mau
tahu tangis gadis itu.
Akhirnya Mahligai berhenti karena tak kuat menahan
tangisnya, la menangis di bawah sebatang pohon hingga terisak-isak. Sekian lama
ia terkena Racun Edan dari lawannya dan menjadi gila, lalu dipasung oleh
bibinya. Pada waktu itu, Yoga-lah yang menolong mencarikan obat untuk sembuhkan
sakit gilanya itu dengan bunga Teratai Hitam. Ketika ia sadar, rasa rindu kepada
Yoga kian menggoda hati, akhirnya ia pergi mencari Pendekar Rajawali Merah.
Dialah gadis pertama yang menemukan Yoga dan yang dikenal Yoga sejak kematian
Dewa Geledek (Baca episode: "Wasiat Dewa Geledek").
Tentu saja Mahligai bukan hanya heran menghadapi sikap Yoga, melainkan juga
merasa sakit hati. Lebih sakit rasanya dari tamparan tadi. Bayangan indah dapat
bertemu dengan Yoga menjadi hancur lebur setelah melihat sikap Yoga berubah sama
sekali. "Kenapa dia lupa padaku" Kenapa dia tidak mau mengakui sebagal murid Dewa
Geledek, dan merasa tidak mengenal Bibi Sendang Suci?" pikir Mahligai.
Mahligai tidak terkejut dan tidak terpukul jiwanya ketika melihat tangan Yoga
buntung sebelah kiri, sebab sebalum pergi ia sudah mendapat cerita tentang
peristiwa yang membuat tangan Yoga menjadi buntung. Tapi menghadapi sikap Yoga
seperti itu, jiwa Mahligai menjadi sangat terpukul.
Napasnya pun terasa sesak, sehingga ia terpaksa diam di bawah pohon itu sampai
beberapa saat lamanya untuk
menenangkan guncangan jiwa dan rasa sakit hatinya.
"Aku harus melaporkan hal ini kepada Bibi! Aku harus mendesak Bibi agar bisa
mengembalikan ingatan Yoga!"
Akhirnya Mahligai bergegas pergi untuk menemui bibinya; Sendang Suci yang
berjuluk Tabib Perawan. Tetapi baru saja ia hendak bergerak pergi, tiba-tiba
datang tiga manusia yang tidak dikenalnya, yaitu Kencana Ratih, Lili, dan Wisnu
Patra. Mahligai memang pernah bertemu dengan Lili, namun pada waktu itu ia dalam
keadaan gila dan tidak ingat lagi siapa gadis cantik yang kecantikannya melebihi
bidadari itu. Mahligai memandangi Lili karena merasa kagum melihat kecantikan
Lili. Tapi agaknya Lili yang sudah telanjur berang karena
mendapat pengaduan dari Kencana Ratih tentang Yoga dan Galuh Ajeng itu, merasa
tersinggung dipandangi oleh Mahligai.
Maka langkah tiga orang itu pun berhenti dan Lili menghampiri Mahligai dengan
sikap bermusuhan.
"Kenapa kau memandangiku terus, hah"!"
"Oh, eh... anu... tidak. Tidak apa-apa!" jawab Mahligai menjadi gugup karena la
sadar bahwa di wajahnya masih banyak air mata yang belum terusap. Maka. ia pun
segera mengusapnya.
"Siapa kau?" tanya Lili ketus.
"Mahligai!" jawab gadis berbaju kuning itu.
"Ooo... jadi kaulah si gila yang bernama Mahligai itu"!"
sahut Kencana Ratih. "Aku ingat percakapan Yoga dengan perempuan di dalam gua
yang menyebut-nyebut nama
Mahligai!"
"Aku juga ingat, Yoga sering menyebut-nyebut nama Mahligai!" timpal Lili. "Kalau
tak salah bunga Teratai Hitam itu untuk menyembuhkan gadis ini!" Kemudian, Lili
bertanya kepada Mahligai, "Kau melihat Yoga di sekitar sini?"
"Dia telah pergi."
"Ke mana?"
"Ke Candi Langu, menemui seseorang yang bernama Nini Sambang!"
Tiba-tiba Wisnu Patra yang sudah disembuhkan oleh Lili itu berkata, "Candi Langu
ada di Lereng Seroja! Di sana memang ada seorang tokoh sakti yang bernama Nini
Sambang." "Kalau begitu, kita harus cepat bergerak mengejar Yoga!
Aku harus bisa mencegah dia agar tak perlu ke sanal" kata Lili.
"Sia-sia saja," sahut Mahligai. "Yoga tidak akan mengenali kalian! Dia telah
lupa segala-galanya."
"itu urusanku dengan dia!" ketus Lili. "Kau tak perlu mengingatkan kami tentang
keadaannya sekarang !"
"Jika kalian mau menyusulnya ke Candi Langu, aku akan ikut!" kata Mahligai
dengan tegas. Kencana Ratih menyahut, "Kami tidak menerima anggota jalang seperti dirimu!"
Mahligai menatap Kencana Ratih dengan mata memandang tajam, la berjalan
mendekati Kencana Ratih, lalu dengan ketusnya berkata,
"Kalau kau tak bisa menjaga mulutmu, nyawamu akan lepas dari raga dalam waktu
kurang dari tiga helaan napas!"
"Hi, hi, hi...! Orang gla ini bicaranya semakin ngaco!"
Kencana Ratih mendekat, sangat dekat, hingga ia bisa mendorong dada kiri
Mahligai dengan satu jari disentakkan, sambil berkata,
"Jaga mulutmu sendiri!"
Wuuut...! Plaaak...! Mahligai menggerakkan tangannya dengan cepat, berkelebat menampar wajah Kencana Ratih. Di luar dugaan tamparan itu datang,
sehingga Kencana Ratih tak sempat menghindar, maka pipinya pun terkena tamparan
keras itu dengan telaknya.
Tubuh Kencana Ratih sempat terpelanting ke kanan.
Hampir saja jatuh, karena tamparan itu di ringi sentakan tenaga dalam yang
selain mendorong tubuh juga membuat sekujur wajah terasa panas. Bukan hanya pipi
kanan saja yang menjadi merah, melainkan seluruh wajah Kencana Ratih tampak
merah matang. "Edan! Punya bobot juga tangan si gila ini!" pikir Kencana Ratih. "Aku tak boleh
meremehkan dia. Perlu kuberi pelajaran secukupnya saja, biar dia tahu siapa
Kencana Ratih ini!"
Wisnu Patra ingin bergegas melerai, namun pundaknya
ditahan oleh Lili yang memandang dingin ke arah Mahligai dan Kencana Ratih.
Wisnu Patra pun segera bersikap sebagai penonton yang berdiri dalam jarak dekat
di samping Lili.
Sementara itu, pertarungan antara Mahligai dan Kencana Ratih tak dapat dihindari
lagi. Mereka sai ng serang dan saling bertahan dengan jurus-jurus tangan kosong.
Pada waktu itu, Wisnu Patra berkata pelan kepada Lili.
"Gadis yang bernama Mahligai itu agaknya kecewa terhadap Yoga."
"Dari mana kau tahu?"
"Dia masih menangis saat bertemu kita. Dia tahu ke mana arah tujuan Yoga pergi.
Pasti sebelumnya dia sudah pernah bertemu, lalu dilupakan oleh Yoga dan kecewa
berat hatinya."
"Kalau begitu, aku harus segera menyusul Yoga dan ingin tahu, apakah Yoga berani
melupakan diriku sebagai guru angkatnyal"
"Nanti saja. Tunggu pertarungan mereka selesai dulu!"
"Persetan dengan mereka!" Lili pun segera sentak-kan kaki dan melesat pergi.
Wisnu Patra merasa sayang jika harus kehilangan Lili, maka ia pun segera
menyusui Pendekar Rajawai Putih itu dan tidak mau peduli lagi dengan
pertarungan Kencana Ratih melawan Mahligai
"Lili...! Tunggu...!" perasaan tak rela jika Lili disakiti orang masih ada di
hati Wisnu Patra, sehingga ia merasa perlu mendampingi Lili, yang menurut
ramalan ibunya gadis itu adalah jodohnya.
Kencana Ratih sebenarnya ingin keluar dari pertarungan itu, karena ia tahu Lili
dan Wisnu Patra meninggalkannya. Tapi usaha meninggalkan pertarungan tak bisa


Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dilakukan, karena Mahligai melancarkan serangan secara bertubi-tubi. Kencana
Ratih sempat terdesak ke pohon besar. Hampir saja ia hancur karena pukulan
berbahaya dari tangan Mahligai. Pukulan itu berhasil dihindari dan membuat pohon
tersebut hancur sebagian batangnya.
"Hiaah...!" Kencana Ratih berhasil sentakkan kaki ke depan dan telak mengenai
perut Mahligai.
Buuhg...l "Uuhg...!"
Mahligai menyeringai sambil membungkuk. Kencana Ratih tidak terus menyerangnya,
melainkan melarikan diri untuk mengejar Lili dan Wisnu Patra. Tetapi gerakannya
itu tiba-tiba tertahan, dan tubuhnya terpental ke samping, karena Mahligai
segera menghantamnya dengan pukulan jarak jauh bertenaga dalam tinggi tanpa
sinar. Wuuk! Kencana Ratih terguling-guling di tanah. Mahligai segera datang dan melepaskan
serangannya kembali Akibatnya
Kencana Ratih terdesak sehingga timbul pertanyaan dalam batinnya,
"Perlukah kugunakan jurus 'Candera Wungu' untuk gadis gila itu"!"
-oo0dw0oo- 5 CANDI Langu merupakan reruntuhan kuil peninggalan masa seratus tahun yang lalu.
Letaknya di Lereng Seroja yang tidak mudah dijangkau oleh sembarang orang. Hanya
orang-orang tertentu yang bisa tahu dengan persis jalan aman menuju Candi Langu.
Seseorang yang belum pernah datang ke sana, dapat mengalami ceiaka karena semak
duri beracun, atau gas berupa kabut yang mematikan. Bahkan salah-salah orang
yang belum pernah ke Candi Langu bisa terjebak masuk ke sarang ular berbisa.
Berkat bantuan Cemplon Sari yang sudah berulang kali mendampingi Galuh Ajeng ke
Candi Langu, Yoga pun akhirnya sampai ke tempat keramat yang dikenal angker oleh
beberapa tokoh di rimba persilatan itu. Kedatangan Yoga dan Cemplon Sari
disambut oleh seorang nenek bungkuk berjubah hitam.
Mulanya nenek bungkuk itu melepaskan serangan dari
belakang ke arah Yoga. Tetapi, Pendekar Rajawali Merah itu mempunyai jurus
'Sandi Indera', yaitu tak bisa diserang dari belakang. Sehingga dua keping logam
terbentuk tusuk kondek yang dilemparkan nenek bungkuk itu dengan tangkas dan
cepat disambar oleh Yoga. Sambil bergerak membalik, tangan Yoga berkelebat dan
kedua tusuk konde Itu tahu-tahu telah terselip di kadua jarinya.
Melihat sosok bungkuk berdiri di atas batu tinggi. Yoga segera kembalikan dua
logam berbentuk tusuk konde tajam itu ke arah nenek bungkuk tersebut.
Wuuusst...! Kedua logam tersebut melesat bersamaan. Nenek bungkuk cepat-cepat kibaskan
tongkatnya ke depan.
Craab...! Kedua tusuk konde itu menempel di ujung tongkat bagai terjerat oleh perekat yang
ada di tongkat tersebut.
Wuuut... wuuut...!
Nenek bungkuk itu sentakkan kakinya di batu itu dengan pelan, tapi tubuhnya
mampu melesat cepat dan bersalto di udara dua kali. Dalam kejap berikutnya,
kedua kaki itu telah mendarat di tanah yang berjarak tiga langkah dari depan
Yoga. Cemplon Sari cepat menyapa, "Nini Sambang...!" ia sedikit menunduk sebagai tanda
menghormat. Yoga segera paham bahwa nenek bungkuk itu adalah Nini Sambang, guru
dari Galuh Ajeng.
Mata cekung Nini Sambang memperhatikan tubuh kristal ungu yang ditopang oleh dua
tangan Cemplon Sari. Mata tua itu segera berkesip di antara alis tebai berwarna
putih rata itu.
Rambut putih halus itu meriap-riap disapu angin. Kemudian bibir keriput itu
mulai bergerak-gerak dan mengucap kata,
"Galuh Ajeng..."! Apa yang terjadi dengan muridku ini, hah"l"
Cemplon Sari yang menjawab. "Terkena pukulan sinar ungu, Nini!"
Nini Sambang mendekat dan memperhatikan tubuh
muridnya, ia menggeram dan berkata,
"Jurus 'Candera Wungu'...! Pasti dia terkena jurus 'Candera Wungu'! Dan jurus
itu hanya dimiliki oleh si Jubah Peri, yang mempunyai satu murid bernama Kencana
Ratih!" "Benar. Gadis yang menyerang Galuh Ajeng itu mengaku bernama Kencana Ratih,"
kata Yoga kepada Nini Sambang.
Lalu, ia ditatap oleh nenek bungkuk berbadan kurus itu
"Siapa kau?"
Cemplon Sari yang menjawab, "Namanya Yoga, kekasih dari Galuh Ajeng, Ninil"
"Ooa..!" Nini Sambang manggut-manggut. Sedikit demi sedikit bibir keriput itu
sunggingkan senyum. "Pintar juga muridku memilih calon suami. Tapi... apakah kau
mencintai muridku Ini, Yoga?"
"Sangat mencintai. Guru!"
"Bagus, bagus...! Baiklah, bawa muridku ke dalam! Aku akan pulihkan keadaannya.
Untung kau cepat membawanya kemari, kalau tidak ia akan mati begitu ada yang
retak sedikit saja bagian tubuhnya ini!"
Sebuah ruangan batu berwarna hitam merupakan tempat
tinggal Nini Sambang. Ruangan batu yang lebar itu dulu bekas tempat pemujaan.
Atapnya yang juga terbuat dari batu lempengan itu belum rusak sedikit pun, hanya
berlumut dan berjamur. Ruangan itu mempunyai dua pintu, sebelah utara dan
sebelah selatan. Di dalam ruangan tersebut tubuh kristal Galuh Ajeng dibaringkan
di atas alas jerami, yang menjadi ranjang bagi sang Guru.
"Selama aku mengobati muridku, jangan ada yang masuk ke kamar ini, dan jangan
ada yang tidur! Berjagalah supaya tidak
ada orang yang bermaksud menggagalkan penyembuhan ini! Paham?"
"Saya paham, Guru!" jawab Yoga dengan menghormat.
Cemplon Sari pun menganggukkan kepala dengan sikap
patuh. Penyembuhan Itu ternyata tak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Sampai malam
tiba, penyembuhan masih dilakukan
oleh Nini Sambang. Pada malam itu, cahaya langit menjadi terang karena rembulan
mengintip separo bagian dari balik mega. Belum bulan purnama, tapi sinarnya
sudah cukup menerangi bumi, menclptakan suasana Indah bagi sepasang muda-mudi
yang bermaksud memadu kasih.
Sayang sekali malam itu Yoga hanya ditemani oleh gadis gemuk berbentuk nyaris
bulat. Sebenarnya Yoga malas bicara dengan pelayannya Galuh Ajeng itu. Tapi
Cemplon Sari mengajaknya bicara terus, sehingga Yoga pun akhirnya mau juga
bicara dengan gadis bulat berwajah lebar itu. Padahal Yoga sudah sering bersikap
ketus dalam memberikan
jawabannya, tetapi Cemplon Sari seakan tidak peduli, tidak merasa tersinggung
dan semakin merasa bangga karena bisa bicara dengan pemuda setampan Yoga itu.
"Kalau kau sudah menjadi suami Gusti Ayu, jangan lupa padaku. Jelek-jelek
begini, aku adalah teman Gusti Ayu sejak kecil. Karena itu, aku sangat sayang
kepada Gusti Ayu. Jika aku sayang kepada beliau, tantunya aku juga boleh sayang
kepadamu, bukan?"
'Tanyakan pada Gusti Ayumu itu" jawab Yoga agak kesal hati.
Malam berjalan terus dan semakin larut, menghadirkan hawa dingin dan mencipta
embun di ujung-ujung dedaunan.
Pada saat itu, Nini Sambang sudah berhasil sembuhkan muridnya. Tubuh Galuh Ajeng
sudah kembali seperti manusia seutuhnya. Kesadaran Galuh Ajeng pun telah
diperolehnya. Tetapi la segera menahan gurunya ketika mau memanggil Yoga.
"Jangan dulu, Guru! Aku masih ingin bicara sesuatu kepada Gurul"
"Soal apa?"
"Soal pemuda itu," jawab Galuh Ajeng. "Pemuda Itu tampan. Serasi dengan
kecantikanmu. Muridku!"
'Ya, aku pun sependapat dengan Guru. Tapi ada satu hal yang Guru belum ketahui."
"Sudah," jawab Nini Sambang. "Aku sudah mengetahui semuanya. Dia adalah Pendekar
Rajawali Merah. Pasti dia muridnya Dewa Geledek yang bersemayam di Gunung Tiang
Awan." "Dari rnana Guru tahu hal itu?"
"Bentuk pedang di punggungnya adalah pedang pusaka milik Dewa Geledek! Tak
mungkin orang lain bisa memegang pedang itu jika bukan murid Dewa Geledek!"
Galuh Ajeng diam sebentar. Padahal semula dia punya niat juga untuk kuasai
pedang milik Yoga itu, terutama sejak ia melihat kehebatan pedang tersebut
ketika hendak dipakai melawan Kencana Ratih.
"Kalau aku Ingin memiliki pedang itu, apakah tidak bisa, Guru?"
"Tidak bisa!" Nini Sambang bersungut-sungut. "Siapa memegang pedang itu dia akan
mati bunuh diri dengan
menusukkan pedang tersebut ke tubuhnya sendiri! Kecuali orang berilmu tinggi
yang sejajar dengan ilmunya Dewa Geledek."
Terdengar suara gumam lirih dari mulut Galuh Ajeng yang mengangguk-anggukkan
kepala. Nini Sambang berkata iagi,
"Batalkan niatmu untuk menguasai pedang itu. Aku sendiri tak berani mempunyai
niat seperti itu," sambil Nini Sambang mengambil
beberapa lembar daun dan mengunyah- ngunyahnya. "Guru, aku telah menanamkan Jarum Jinak Jiwa
kepadanya"
Gerakan mulut mengunyah itu terhenti, pertanda Nini
Sambang terperanjat mendengar ucapan muridnya, ia
menatap muridnya dengan mata tak berkedip. Lalu, terdengar suaranya pelan
bertanya. "Mengapa kau lakukan?"
"Aku sangat menginginkannya,
Guru. Dia berhasil mendapatkan bunga Teratai Hitam, dan menyembuhkan Ayah.
Tapi dia tidak mau dikawinkan denganku sebagai hadiah yang sudah disayembarakan
itu. Padahal begitu aku melihatnya, hatiku sudah terpikat olehnya, Gurul Aku
sangat ingin berdampingan dengannya"
Nini Sambang kembali mengunyah pelan-pelan, ia
merenung, dan dalam renungannya Ku ia berkata,
"Kau tidak akan berhasil."
Galuh Ajeng terperanjat kaget dan muial kecewa.
"Kenapa, Guru?"
"ilmunya sangat tinggi. Jarum Jinak Jiwa hanya mampu bertahan mempengaruhi
jiwanya selama satu purnama.
Setelah itu, dia akan kembali memperoleh jati dirinya, dan membencimu. Jika kau
tanamkan lagi jarum Itu kepadanya, sudah tak akan mempan."
Wajah bulat telur yang punya kecantikan tersendiri itu mulai tampak murung.
Hatinya berdebar-debar cemas,
jiwanya gelisah. Lalu. beberapa saat setelah diam, la bertanya pelan,
"Bagaimana jika kami segera menikah. Guru"!"
"itu lebih bagus. Setidaknya jika kau segera menikah dengannya, lalu kau mulai
hamil, maka ia akan berat
meninggalkanmu karena terjerat oleh anak dalam kandunganmu."
Wajah cantik Itu kembali cerah. "Kalau begitu, nikahkanlah kami, Guru! Jadilah
penghulu kami! Guru bersedia, bukan"!"
Nini Sambang menatap muridnya, kemudian berkata,
"Mengapa kau tidak menikah di kadipaten saja?"
"Ayah tidak setuju jika tahu aku memperdaya pendekar tampan itu dengan jarum
tersebut. Sekalipun aku tidak katakan, tapi Ayah pasti tahu bahwa aku
menggunakan jarum itu. Ayah pasti melarang perkawinanku dengan dia. Aku takut
Ayah akan murka kepadaku, Guru!"
Nini Sambang diam kembali, mempertimbangkan keinginan muridnya. Kejap berikutnya
la kembali berkata,
"Galuh Ajeng, kurasakan ada getaran aneh pada diri pemuda itu. Esok siang pasti
ada perubahan pada jiwanya"
"Maksudnya perubahan bagaimana, Guru"
"Dia akan menggunakan otak dalam bertindak, bukan mengandaikan perasaan lagi.
Aku khawatir dia akan
menolakmu jika kau mengajaknya menikah di sini."
"Apakah Guru tidak punya cara untuk menghadang
kemungkinan itu bila memang terjadi?"
"Aku punya cara. Tapi kau harus berjanji untuk mau menuntut ilmu satu lagi
dariku, yaitu ilmu 'Mahkota Naga"."
"Aduuh.... Guru, aku ingin kawin dengannya. Bukan ingin mendapatkan ilmu lagi.
Mungkin kalau aku sudah kawin dengannya, aku bisa memperdalam ilmu 'Mahkota
Naga'." 'Tidak bisa, Muridku...l" Nini Sambang mengusap-usap rambut Galuh Ajeng yang
panjang dan diletakkan di dada.
"ilmu 'Mahkota Naga' harus kau peroleh sabelum kau menikah.
Hanya gadis yang masih perawan yang bisa mendapatkan ilmu 'Mahkota Naga'.
Setelah Ilmu itu menyatu dengan dirimu, kau bebas untuk menikah beberapa kali
pun." 'Terlalu lamakah menuntut ilmu 'Mahkota Naga' itu. Guru?"
"Kalau kau tekuni, tidak akan lama. Kau bisa mengambil waktu hanya selama tiga
hari tiga malam tanpa beristirahat
sedikit pun. Nanti aku yang membimbingmu. Kau tidak boleh makan, minum, tidur,
dan harus tetap memusatkan pikiranmu pada ilmu itu. Tidak boleh bergeser sedikit
pun." "Nanti dia sudah telanjur banyak menggunakan otak dalam bertindak, bukan
menuruti perintahku lagi, Guru!"
"Ada cara untuk mengikatnya, Muridku! Akan kukatakan kepadanya, bahwa kau dalam
beberapa waktu ia i akan mati karena racun dari ilmu 'Candera Wungu' itu. Kau
bisa selamat selamanya jika segera menikah dengan seseorang. Dan
seseorang itu harus yang berilmu tinggi, yaitu dia sendiri. Aku berani bertaruh,
dia pasti akan bersedia menikah denganmu kapan saja. Karena walau segala
tindakannya memakai otak, namun rasa cintanya kepadamu tetap akan melekat dan
tak akan berubah."
"Baiklah. Aku menurut dengan rencana Guru saja."
"Nanti seteiah ilmu 'Mahkota Naga' berhasil kau kuasai, kau akan kunikahkan
secara resm! melalui upacara adat. O, ya., aku masih menyimpan gaun pengantinku
semasa muda dulu.
Kurasa cocok untuk ukuran tubuhmu. Muridku!"
'Terima kasih, Guru! Terima kasih...!" Galuh Ajeng tampak girang sekali.
Sementara itu, Yoga yang tidak tahu tipu muslihat itu segera menyetujui dan
menyanggupi untuk menjadi mempelai pria demi menyelamatkan nyawa Galuh Ajeng.
'Tunggu sampai hari keempat, baru kalian kunikahkan.
Sebelumnya, biarkan Galuh Ajeng bersemadi dulu di ruang bawah tanah ini, supaya
perkawinan kalian abadi!" kata Nini Sambang kepada Yoga.
"Baik. Demi keselamatan Galuh Ajeng, saya bersedia menunggu di sini sampai empat
hari, Guru!" kata Yoga dengan tegas.
Rupanya di bawah reruntuhan candi itu terdapat ruang rahasia, yaitu ruang bawah
tanah yang dulu digunakan sebagai tempat bertapa beberapa tokoh sakti. Ruangan
itu kini digunakan oleh Galuh Ajeng untuk mempelajari jurus andalan milik Nini
Sambang, yaitu jurus 'Mahkota Naga".
Begitu sayangnya Nini Sambang terhadap muridnya itu, sampai-sampai ia memberikan
jurus andalannya yang jarang digunakan Jika tidak dalam bahaya. Jurus 'Mahkota
Naga' itu tidak bisa dimiliki oleh dua orang. Jadi jika jurus itu sudah
diberikan kepada Galuh Ajeng, maka Nini Sambang tidak lagi memiliki jurus maut


Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersebut Sementara Ku, sebelum malam tiba dan berganti pagi,
partarungan antara Kencana Ratih dengan Mahligai ternyata sama kuatnya. Mereka
sama-sama terluka, sama-sama
terkena pukulan, dan sama-sama lemas. Akhirnya, keduanya pun menghentikan
pertarungan tersebut dengan napas
terengah-engah.
Kencana Ratih sendiri tidak mau menggunakan jurus 'Candera Wungu', karena suatu pertimbangan yang akhirnya dlkemukakan pada saat mereka sama-sama hentikan
serangan. "Untuk apa kita bertarung sampai mati kalau Yoga tetap jatuh ke tangan Galuh
Ajeng," katanya kepada Mahligai.
"Apakah menurutmu pertarungan kita ini pertarungan yang sia-sia?"
'Ya. Sangat, sia-sia. Sebab yang terpenting adalah
membebaskan Yoga dari pengaruh Jarum Jinak Jiwa! Jarum itulah yang membuat Yoga
tidak mengenal kita lagi. ia bagaikan baru lahir. Bahkan namanya sendiri tak
dikenalinya."
"Lalu apa rencanamu" Mau menghentikan pertarungan ini selamanya?"
"Tidakl" Jawab Kencana Ratih dengan mulut masih berdarah, la berkata lagi di
sela deru napas memburu,
"Aku harus bebaskan Yoga dulu dari pengaruh Jarum Jinak Jiwa itu. Kemenanganku
bertarung denganmu akan sia-sia jika Yoga masih di bawah pengaruh kekuatan Putri
Galuh Ajeng Itul"
"O, kau mencintai dia rupanya"!"
"Apakah kau tidak?"
Mahligai diam, mengendalikan napasnya sebentar, lalu berkata, 'Ya. Kita punya
perasaan yang sama. Aku setuju dengan rencanamu, bebaskan Yoga dulu, baru kita
perebutkan dia-sampai mati!"
"Bagusi Sekarang aku mau mengejarnya ke Candi Larigul"
"Aku akan pulang dan mengadukan hal Ini kepada bibiku!"
kata Mahligai sambil bergegas bangun, la sempoyongan dan berpegangan pada batang
pohon. Sedangkan Kencana Ratih pun demikian, namun agaknya Kencana Ratih masih
mampu sentakkan kakinya untuk melesat dan meninggalkan Mahligai.
Rupanya kepergian Galuh Ajeng dari kadipaten membuat sang Adipati marah, ia
segera mengutus Cakar Hantu untuk mencari Galuh Ajeng. Sang Adipati hanya
menugaskan Cakar Hantu sendirian, sehingga Cakar Hantu terpaksa pergi mencari
Galuh Ajeng sendirian.
Di luar dugaan, ia justru bertemu dengan Kencana Ratih di awal senja. Pada waktu
itu. Kencana Ratih masih dalam keadaan lemah akibat pertarungannya dengan
Mahligai. Mei hat sosok Cakar Hantu, hati Kancana Ratih sempat clut nyali.
"Celaka, aku harus berhadapan dengan orang itu iagi. Pasti orang itu menuntut
balas kematian temannya yang dilubangi lehernya oleh Lili. Karena tidak ada Lili
di sini, pasti dia melampiaskan dendamnya kepadaku! Padahal... keadaanku cukup
lemah. Aku harus segera ambil tindakan supaya tidak
terkuras tenagakui" pikir Kencana Ratih ketika ia sudah berhadap-hadapan dengan
Cakar Hantu. "Masih Ingatkah kau padaku" Sekarang saatnya kita tentukan siapa yang mati di
antara kita berdua!" kata Cakar Hantu yang bersuara besar walau tubuhnya kurus.
"Kalau kau mau menuntut kematian temanmu, tuntutlah si Pendekar Rajawali Putih
itu! Karena dialah yang membunuh temanmul"
"Kau takut menghadapiku, hah" 0, kau kelihatannya habis melakukan pertarungan
hebat. Darahmu masih membekas di dagu dan pundak! Pantas kau berusaha
menghindari pertarungan dengankul"
"Jangan sangka aku takut padamu, Setan Busuk! Aku hanya ingatkan tentang siapa
yang berhak kau tuntut balas!"
"Kau pikir siapa" Tentunya kau dan gadis cantik temanmu itu! Karena sekarang
yang ada hanya kau sendirian, maka kau dulu yang harus kubunuh!"
"Majulah kalau kau ingin mampus sekarang jugal"
Cakar Hantu mulai mengeraskan otot-otot tangannya.
Jarinya mengembang membentuk cakar yang keras dan
berbahaya. Tetapi Kencana Ratih hanya diam saja. Kejap berikutnya, ia baru
mengangkat kedua tangannya ke depan dada. Tangan kiri menggenggam tangan kanan.
Tangan kanan itu mempunyai telunjuk yang tegak dan keras. Setelah menarik napas
panjang-panjang, napas itu ditahannya. Lalu ketika Cakar Hantu bergerak maju
menyerang bagaikan
seekor singa menerkam mangsanya, tiba-tiba Kencana Ratih sentakkan tangannya ke
depan. Dari ujung jari telunjuknya keluar selarik sinar ungu. Sinar itu menghantam
tepat di kening Cakar Hantu.
Blaab...! Dalam sekejap Cakar Hantu pun tumbang ke belakang
dengan mulut ternganga, seakan sulit keluarkan suara. Tubuh Cakar Hantu pun
segera memancarkan sinar ungu yang
menyilaukan. Lalu sinar itu padam. Tubuh Cakar Hantu telah berubah menjadi
kristai ungu yang bening.
'Terpaksa kugunakan lagi jurus ini, karena keadaanku sangat lemah. Sekarang
mampuslah kau, Setan Busuki"
Kencana Ratih memungut sebatang dahan kering,
kemudian dahan itu dilemparkan ke tubuh Cakar Hantu yang mengkristal.
Praaak...l Tubuh kristal Itu pecah. Asap ungu menyembur ke atas dalam sekejap. Wuussl
Setelah itu, sinar ungu tidak iagi membungkus tubuh Cakar Hantu. Tubuh itu tidak
iagi mengkristal, melainkan berbentuk tubuh manuala biasa, namun rusak pada bagian
perutnya. Terkuak lebar akibat tadi dilempar dahan pada waktu mengkristal. Maka
matilah Cakar Hantu, dan Kencana Ratih pun segera tinggalkan tempat, ia harus
bisa menyusul Lili dan Wisnu Patra sebelum hari menjadi gelap.
-oo0dw0oo- 6 SEANDAINYA Lili dan Wisnu Patra tidak tersesat, maka mereka berdua pasti
tersusul Kencana Ratih. Tetapi karena Lili dan Wisnu Patra salah arah, tentu
saja Kencana Ratih menjadi kehilangan jejak mereka.
Keadaan yang remang-remang karena hampir petang itulah yang membuat Wisnu Patra
salah memberikan arah jalan
menuju Candi Langu. Lili sempat jengkel dan cemberut terus sejak tadi.
Gerutuannya sesekali terdengar di seia-sela bayangan hitam pepohonan.
"Mampuslah kita! Sejak tadi rasa-rasanya hanya berputar di sini-sini saja! Kalau
tahu begini aku tadi pergi sendiri tak perlu mengikuti petunjukmu!" gerutu Lili
melangkah sambi menyingkapkan semak-semak i alang.
"Seingatku arahnya ke matahari tenggelam, Lili!"
"Seingatku, seingatku...!" gertak Lili. "Apa kau pernah ke Candi Langu"!"
"Memang belum. Tapi aku sering mendengar percakapan para tokoh tua dari kedai ke
kedai!" jawab Wisnu Patra dengan perasaan bersalah.
"Kurasa kita melangkah ke arah yang salahi Kita sudah tiga kali melewati pohon
bercabang rendah itu!"
Wisnu Patra memandang pohon bercabang rendah yang
ditunjuk Lili. Dalam hatinya ia mengakui kebenaran kata-kata Lili, dan mulutnya
pun menggumam, "Kelihatannya memang begitu. Pohon itu pernah kita lewati tadi!"
"Kita balik arah saja!" Lili bersungut-sungut.
Tiba-tiba mereka sama-sama mendengar suara gemuruh.
Lili berhenti melangkah tepat di tanah tak ber-semak. Sedikit lega karena jauh
dari pepohonan. Langit kelihatan jeias tanpa terhalang dedaunan. Tapi keadaan
langit bersih tanpa mendung.
"Suara gemuruh apa itu?"
"Mungkin mau hujan," jawab Wisnu Patra.
"Maksudmu, suara gemuruh tadi adalah suara guntur?"
"Menurut pendengaranku memang suara guntur"
"Bukan!"
Lili menyanggah pelan. "Hei. rasakan... rasakan...!" Wajah Lili menegang sementara Wisnu Patra hanya berkerut dahi
sambil memahami maksud kata-kata Lili.
Jaraknya hanya satu jangkauan dari Pendekar Rajawali Putih.
Bahkan sekarang semakin merapat dan ia pun berkata i rih,
"Apanya yang dirasakan?"
"Bodoh! Tidakkah kau merasa tanah yang kita pijak ini bergetar?"
"Ya. Aku merasakan getarannya. Tapi itu karena rumput-rumputnya terkena angin.
Bukan karena tanahnya yang
bergerak."
Lili mencibir, 'Tampan-tampan tapi tolol kau ini! Mana ada angin berhembus"
Dedaunan di sebelah sana pasti akan bergoyang jika ada angin berhembus kencang.
Rasakanlah... tanah yang kita pijak ini bergetar dan...."
Kata-kata Lili terhenti karena ia memandang ke bawah, ternyata tanah yang mereka
pijak itu memancarkan cahaya merah pijar. Wisnu Patra terbelalak kaget, ia
segera menarik tangan Lili sambil berseru.
"Cepat lompat! Kita berada di atas Sumur Perut Setan!"
Tapi gerakan yang diharapkan Wisnu Patra itu terlambat.
Tiba-tiba tarah terbeiah menjadi dua bagian.
Zraaak...! Cahaya merah bara memancar terang menyilaukan dari
kedalaman tanah. Satu kaki Wisnu Patra masih berada di belahan tanah sebelah
kiri. la berusaha menahan tangan Lili yang sudah telanjur terperosok masuk ke
dalam liang memerah itu. "Pegang tanganku kuat-kuat!"
"Wisnu...! Oooh...!"
Zraaakkk...! Tanah semakin terbelah lebar. Akhirnya keduanya sama-sama terperosok, bagai
tertelan bumi. "Aaa...!" suara jerit mereka menggema panjang. Tubuh mereka melayang-layang
dalam lubang yang amat besar. Dan yang lebih mengherankan lagi, tanah yang tadi
terbelah itu menjadi rapat kembali dengan menimbulkan bunyi gemuruh mengerikan.
Zraaoookk...! Cahaya merah bagai nyala magma gunung berapi itu
semakin terang. Tapi hawa panas tak ada. Justru sebaliknya, yang ada hanyalah
hawa dingin, walau tidak seperti berada di antara salju-salju. Kabut tipis yang
ada di dasar lubang besar itu bagaikan uap embun yang bergerak mencari tempat
berlabuh. Hal aneh yang dirasakan oleh Lili adalah lambannya
gerakan tubuh pada saat mendekati dasar lubang besar itu.
Lili masih bisa merasakan kecepatan gerak tubuhnya ketika jatuh terperosok dari
atas tadi. Namun semakin mendekati dasar lubang, semakin iamban gerakannya. Pada
waktu kakinya menapak di tanah dasar lubang, tak terasa terhempas keras bagai orang
jatuh dari atas pohon, melainkan seperti kapas jatuh dari sebuah ketinggian. Hai
seperti itu dirasakan pula oleh Wisnu Patra, si Dewa Tampan itu.
Tentu saja pada saat mereka berdua mencapai dasar
lubang besar itu, mereka tidak merasakan sakit sedikit pun.
Bahkan mereka bisa mendaratkan kedua kakinya dengan
tegap dan sigap. Tak ada limbung dan oleng sedikit pun.
Namun mereka terkesima sebentar menyadari keadaannya Napas mereka ditarik
panjang-panjang, kemudian saling beradu pandang. Mulut mereka masih sama-sama
bungkam, hanya hati mereka yang masih saling bertanya-tanya
Kejap berikutnya, mata mereka saling memandang
sekeliling. Mereka baru menyadari bahwa sinar merah
membara itu bukan datang dari cairan lahar magma gunung berapi, melainkan
terpancar dari dinding lubang besar tersebut. Lili mendekati dinding yang
memancarkan cahaya merah itu. Tangannya ingin menjamah, tapi buru-buru ditarik
oleh Wisnu Patra
Wuuut...! Lili tersentak kaget dan segera menatap Wisnu Patra yang tubuhnya rapat dengan
punggungnya 'lepaskan aku!" Lili merasa risi karena merasa seperti dipeluk.
"Jangan sentuh dinding itu!" kata Wisnu Patra dengan pelan.
"Kenapa?"
'Tidak apa-apa. Aku cuma khawatir kalau-kalau dinding itu berbahaya bagi kulit
tubuh manusia. Kita jangan bertindak gegabah di sini. Salah-salah nyawa kita
bisa mati karena hal-hal aneh yang ada."
Mata gadis cantik itu kembali menyusuri tiap dinding.
Ternyata dinding berbentuk batuan cadas itu mengandung semacam fosfor yang
memancarkan cahaya bara. Bentuk
dinding tidak beraturan, seperti iayaknya dinding gua, namun jenis tanah dan
bebatuannya mempunyai daya pancar sinar.
"Ada lorong di sebelah kanan kita," bisik Wisnu Patra. Lili pun memandang arah
yang dimaksud. Ternyata memang
benar; ada iorong besar beratap tinggi yang mempunyai kedalaman tak terukur.
Lorong Itu pun mempunyai dinding yang memancarkan cahaya bara; merah kekuning-
kuningan. Lili sempat mendongak ke atas. Oh, terlalu tinggi atap lubang tempat ia jatuh
tadi. Tanahnya sudah kembali merapat
dan sulit didaki. Tak ada kemungkinan untuk lolos dari lubang tersebut dengan
cara mendaki ke tempat jatuhnya tadi.
"Kita berada di mana sebenarnya, Dewa Tampan"!"
"Di alam dongengl" jawab Wisnu Patra.
"Jangan ngacau jawabanmu!" sentak Lili bersungut-sungut.
"Memang di alam dongeng. Sebab, Sumur Perut Setan kusangka dulu hanya ada dalam
dongeng. Guruku, juga ibuku sendiri, sering mendongeng tentang adanya Sumur
Perut Setan. Ternyata Sumur Perut Setan itu memang ada. Dan sekarang ini kita
ada di dalamnya!"
Lili menggumam antara percaya dan tidak, "Sumur Perut Setan...?" Matanya kembali
memandang sekeliling, berhenti di arah lorong lebar itu. Merinding bulu kuduknya
setelah mendengar ada suara gemuruh yang samar-samar, la dapat merasakan adanya
detak jantung yang lebih besar dari detak jantungnya sendiri dan jantung Wisnu
Patra. Pada saat itu, Wisnu Patra terdengar berkata, "Ciri-ciri tanah yang memancarkan
warna merah tadi sempat
membuatku ingat tentang cerita Sumur Peru! Setan. Lalu terbelahnya tanah
mengingatkan aku pada cerita nenek semasa aku masih kecil, tentang sumur pemakan
manusia. Dan dinding yang memancarkan sinar merah ini juga pernah kudengar dari mulut
ibuku sendiri tentang Sumur Perut Setan.
Konon, orang yang sudah terperangkap masuk ke dalam
Sumur Perut Setan tidak akan bisa ioios lagi, karena tidak ada jalan keluarnya."
"Siapa penghuni Sumur Perut Setan ini" Atau... tidak ada makhluk yang
menghuninya?" pancing Lili untuk menutupi kecemasannya tentang detak jantung
yang lebih besar dari detakan jantungnya sendiri itu.
"Dalam dongeng nenekku, Sumur Perut Setan ini dihuni oleh raksasa merah yang
bernama Betara Kala."
Lili mengulang dalam suara desah bernada aneh, "Betara Kala?"
"Makhluk pemakan manusia Menurut dongeng. Betara Kala berbadan tinggi besar,
mulutnya lebar, matanya pun besar."
"Apakah benar begitu?"
"Entah. Aku tak berani memastikan kenyataan yang ada.


Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang jeias. kabarnya orang-orang Pulau Kana, seperti Gandaloka itu, adalah
keturunan dari Betara Kala yang bersemayam di Sumur Perut Setan ini!"
Tiba-tiba terdengar suara gemuruh mengguncangkan
tanah. Peian, tapi jelas terasa di sekujur tubuh guncangan itu.
Lili hampir terjatuh, sementara Wisnu Patra cepat berpegangan pada lengan Lili. Setelah guncangan itu terhenti dan suara gemuruh
hilang, Lili berkata,
"Kita buktikan dongeng itu. Kita susuri iorong ini rian kita lihat apa yang ada
d! kedalaman sana!"
Wisnu Patra diam, tidak berani memberikan jawaban apa-apa.
Kalau saja pada waktu itu Lili terperosok bersama Yoga, sudah pasti Yoga akan
menjawab tegas menyetujui usui Lili untuk menyelidiki lorong besar itu. Sayang
sekali Yoga dalam keadaan di bawah pengaruh Jarum Jinak Jiwa, sehingga ia tidak
tahu bahwa guru angkatnya dalam bahaya.
* * * Jarum Jinak Jiwa memang berbahaya. Sedang Suci, bibinya Wlahi gai yang juga
termasuk gurunya itu, sempat terkejut dan menjadi pucat wajahnya ketika
mendengar pengaduan dari Mahligai. Bahkan Sendang Suci yang dikenal dengan nama
Tabib Perawan itu sempat tidak percaya dengan apa yang dituturkan oleh
keponakannya sendiri.
"Mungkin bukan Jarum Jinak Jiwa. Kau salah dengar, Mahligai. Mungkin yang
dimaksud adalah Jarum Merak Jiwa"
"Bukan, Bibi Guru! Mereka menyebutnya Jarum Jinak Jiwa!"
Mahilgai agak ngotot untuk meyakinkan bibinya.
"Celaka! Kalau benar Yoga terkena Jarum Jinak Jiwa, dia pasti tidak akan
mengenali kita lagi."
"Memang benar!" sergah Mahligai bersemangat. "Dia tidak mengenaliku lagi, Gurul
Bahkan ketika kuse-butkan nama Bibi Guru dan nama Dewa Geledek, dia merasa tidak
pernah mengenal nama-nama itul Aku... aku dilupakannya Guru!"
mata Mahligai mulai berkaca-kaca. "Jauh-jauh
aku mencarinya, menahan rindu sepanjang perjalanan, begitu bertemu dengannya, dia
tidak mau mengenaliku lagi! Sakit hatiku. Guru. Sakit sekali...!"
Mahligai mengisak dalam tangisnya Kepalanya diraih dan dipeluk oleh bibinya
Perempuan setengah baya yang masih tampak cantik dan muda itu terharu mendengar
pengaduan keponakannya Padahal Sendang Suci sendiri sebenarnya menyimpan cinta
yang tak kuasa diburu karena menyadari keberadaan dirinya yang sudah lanjut usia
dan memandang perasaan keponakannya yang terpikat oleh ketampanan Yoga.
Sendang Suci sudah bertekad untuk memendam raca cintanya kepada Yoga dan tidak
menuntut balasan, asal dia di zinkan untuk menyayangi pemuda itu.
Mendengar Yoga terkena Jarum Jinak Jiwa, hati Sendang Suci menjadi sangat cemas
dan ketakutan. Di samping cemas, timbul juga kemarahan yang membara dan
mendidihkan aliran darahnya. Namun, sebagai tokoh sakti yang cukup dikenal di
kalangan para tokoh tua, Sendang Suci mencoba meredam amarahnya sendiri dengan
menarik napas beberapa kali dan menenangkan diri.
Di depan Mahligai, Sendang Suci berucap kata, "Aku tahu siapa pemilik Jarum
Jinak Jiwa itu. Hanya satu orang, yaitu
Nini Sambang! Dia tokoh sakti beraliran hitam yang sampai sekarang masih menjadi
bahan buruan Malaikat Gelang
Emas." 'Tapi pada waktu aku jumpa Yoga, dia sedang membawa
manusia beling berwarna ungu, Guru."
"Manusia beling"!" Sendang Suci berkerut dahi karena heran.
'Tubuh manusia itu seperti beling dan berwarna ungu
bening. Bagian dalam tubuhnya dapat terlihat dari luar."
"Manusia bening..." Tubuhnya ungu..."' Sendang Suci berkerut dahi semakin tajam.
"Setahuku, keadaan seseorang menjadi seperti itu jika orang tersebut terkena
jurus 'Candera Wungu' milik si Jubah Peri. Aku jadi bingung sendiri jadinya."
"Agaknya Yoga sangat membela manusia beling itu. Guru.
Dia berusaha membawanya ke Candi Langu!"
"Candi Langu adalah tempat kediaman Nini Sambang. Tapi mengapa ia membawa
manusia bei ng ungu itu kepada Nini Sambang" Apakah orang itu adalah muridnya
Nini Sambang"
Jika benar begitu, berarti murid Nini Sambang itulah yang menancapkan Jarum
Jinak Jiwa kepada Yoga!"
Mahligai berhenti mengisak, tapi sesekali masih tersisa senggukan tangisnya yang
menyesak dada. Gadis itu berkata dengan nada manja,
"Aku tidak mau kehilangan Yoga, Bibi!"
"Aku mengerti," jawab Sendang Suci dengan tenang. "Tapi aku masih beluhi tahu,
siapa orang bertubuh beling ungu itu?"
"Seingatku dia disebut-sebut sebagai Gusti Ayu oleh gadis gemuk, dan aku pernah
mendengar Yoga menyebutnya Galuh Ajeng."
"Gusti Ayu..."! Galuh Ajeng..."!"
Tabib Perawan menggumam sambil mengingat-ingat nama itu. Lalu, ia pun segera berkata setelah
berhasil mengingatnya,
"Galuh Ajeng adalah nama putri sang Adipati! Dan seingatku, Yoga datang ke
kadipaten untuk serahkan bunga Teratai Hitam. Pihak kadipaten mengeluarkan
sayembara, siapa bisa membawa bunga Teratai Hitam akan dikawinkan dengan Putri
Galuh Ajeng. Mungkin pada waktu itu Yoga menolak, sedangkan sang Putri sudah
telanjur terpikat lalu ia gunakan jarum keparat itu! Berarti... berarti Galuh
Ajeng itu murid dari Nini Sambang"! Jika Yoga sampai melupakanmu dan membela
manusia beling ungu itu, berarti manusia beling ungu itu adalah Galuh Ajeng,
orang yang menancapkan Jarum Jinak Jiwa. Sebab siapa yang terkena jarum keparat
itu, akan tunduk dengan segala perintah pemilik jarum tersebut. yang di ngat
hanya pemilik jarum itu saja!"
Gadis yang berwajah imut-imut itu tertegun dalam
kemurungan dan duka. la memandangi bibi gurunya, yang saat itu sedang manggut-
manggut dan berjalan mondar-mandir di depannya, la berharap bibinya dapat
memberikan jalan keluar untuk bisa membebaskan Yoga dari pengaruh jarum
tersebut. "Aku tahu sekarang. Seseorang telah melukai Galuh Ajeng, lalu Galuh Ajeng dibawa
ke Candi Langu untuk disembuhkan.
Apa yang terjadi jika Galuh Ajeng sembuh' Sudah pasti akan menguasai Yoga, dan
Yoga akan menurut sekalipun diajak kawin oleh Galuh Ajeng!"
Mahligai berdebar-debar. "Bibi Guru, sebaiknya bunuh aku saja jika sampai Yoga
kawin dengan Galuh Ajeng! Bunuh aku sekarang juga. Bibi...!"
"Mahligai! Sabarlah...!" Sendang Suci menangkap tangan Mahligai yang hendak
mencabut pedangnya sendiri itu.
"Aku tak mau hidup tanpa Yoga, Guru!" Mahligai menangis lagi.
"Aku tidak bisa mengetahui kelemahan orang yang terkena pengaruh Jarum Jinak
Jiwa. Tapi aku tahu ada seseorang yang bisa meneropong kelemahan ilmu apa pun!
Drang itu adalah tokoh tua yang tinggal di Tebing Tengkorak, dikenal dengan nama
Siluman Ilmu. Aku akan ke sana untuk menanyakan kelemahan Jarum Jinak Jiwa!"
"Aku ikut!"
"Tidak. Kau harus tetap di rumah."
"Aku Ingin ikut membebaskan Yoga, Bibi!"
"Kalau kau tidak mau menurut perintahku, aku tidak akan mau ikut campur dalam
urusan ini!"
Mahligai tak bisa mendesak lagi. la merasa, tanpa ikut campurnya Sendang Suci,
ia tidak akan mampu membebaskan Yoga dari pengaruh Jarum Jinak Jiwa itu.
Karenanya, ia lebih baik mengalah dan menuruti perintah bibi gurunya Itu.
Tebing Tengkorak ditempuh perjalanan setengah hari.
Ketika tiba di sana, Sendang Suci hampir kehilangan cahaya sore. Jika ia
kehilangan cahaya, maka ia tak dapat menuju ke tempat kediaman Siluman Ilmu yang
letaknya di dinding tebing berbahaya. Salah langkah bisa terpeleset dan jatuh
masuk ke jurang yang teramat dalam itu.
Siluman Ilmu seorang lelaki berusia sekitar enam puluh tahun lebih, rambutnya
sudah beruban, tapi tubuhnya masih segar. Masih lincah dalam bergerak, dan masih
tegap walau tidak tampak kekar. Ketika kedatangan tamu Sendang Suci.
Siluman Ilmu sedang melatih ilmu barunya yang dapat
memindahkan raga dalam keadaan duduk di satu tempat ke tempat lain.
"He, he, he...! Mimpi apa aku semalam sehingga sore Ini kedatangan tamu cantik?"
kata Siluman Ilmu menyambut
kedatangan Sendang Suci. "Kalau tak salah lihat, kau adalah si Tabib Perawan
yang bernama Sendang Suci dari Bukit Berhala itu!"
"Benar. Syukurlah kalau kau masih mengenaliku, Siluman Ilmu!"
'Tentu. Karena kau pernah tolong aku dengan ramuan
saktimu, sehingga aku lolos dari penyakit maut itu! He, he, he.! Ada perlu apa
kau menemuiku, Sayang..."!"
Siluman ilmu ingin meraih dagu Sendang Suci, namun
tubuh Sendang Suci mundur setindak dan tangannya menepis, menampar tangan
Siluman Ilmu yang memang jalang itu.
Siluman ilmu hanya terkekeh dan membuat hati Sendang Suci muak. Kalau bukan demi
keponakannya. Sendang Suci malas bertemu dan minta bantuan kepada Siluman Ilmu,
karena dia tahu keusilan tangan lelaki tua itu sungguh memuakkan.
Sendang Suci diajak masuk ke gua yang ada di tebing
curam itu. Sampai di sana, Sendang Suci mengutarakan maksudnya dengan
menceritakan hubungan batin antara
Mahligai dengan Yoga. Tak lupa Sendang Suci juga
menceritakan apa yang dialami Yoga dan Galuh Ajeng. Lalu, pada akhirnya Sendang
Suci berkata, "Aku mau minta bantuanmu untuk meneropong di mana kelemahan
Jarum Jinak Jiwa itu! Bagaimana cara mengalahkan kekuatan pengaruh iblis yang ada pada jarum keparat itu, Siluman
Ilmu?" Siluman Ilmu diam sebentar. Matanya terpejam, kepalanya tertunduk lemas.
Beberapa saat kemudian ia kembali tegak dan
tertawa terkekeh-kekeh.
Sendang Suci hanya memandanginya dengan penuh harap, setelah itu ia
mendengar Siluman Ilmu berkata,
"Aku bisa kasih unjuk padamu di mana letak kelemahan Jarum Jinak Jiwa itu. Tapi
ada syaratnya."
"Apa syaratnya?"
Siluman Ilmu memandang dengan tersenyum-senyum.
Mata tuanya masih tetap nakal dan menyebalkan.
Lalu, ia berkata dengan pelan,
"Kalau kau bersedia melayanlku, aku bersedia memberitahukan kelemahan Jarum Jinak Ilmu Ku. He, he, he...!"
"Melayani bagimana maksudmu"!" Tabib Perawan berkerut dahi.
"Ah, masa' kau tak tahu maksudku"! Melayani... melayani biasalah! Satu malam
saja, itu sudah cukup sebagai upah!"
"Gila! Kau menghendaki tidur denganku"!"
"Hanya satu malam!" Siluman Ilmu menyeringai. "Kalau kau tidak mau, aku pun tak
akan berikan kelemahan jarum itu!
Terserah pilihanmu!"
Sendang Suci tertegun, dadanya bergemuruh, wajahnya
merah padam. * * * 7 GALUH Ajeng ternyata berhasil kuasai Ilmu 'Mahkota Naga'.
Selama tiga hari ia pelajari jurus itu tanpa beristirahat sedikit pun. Tentu
saja ia dibantu kekuatan oleh gurunya, jika tidak ia tak akan bisa berhasil
kuasai ilmu berbahaya itu dalam waktu tiga hari.
Yoga tersenyum ketika Galuh Ajeng telah keluar dari ruang bawah tanah. Wajah
Galuh Ajeng pun sangat ceria, la berkata kepada Yoga yang segera menyambutnya
dengan hangat, "Sudah selesai semadiku. Tinggal melangsungkan perkawinan kita yang akan disahkan oleh Guru."
"Nini Sambang yang akan menjadi penghulu kita?"
"Benar. Tidakkah kau gembira, Yoga?"
"Sangat gembira," jawab Yoga sambil meraih tubuh Galuh Ajeng dan memeluknya
erat-erat. "Aku sudah rindu padamu selama tiga hari tidak bertemu, Galuh Ajeng."
"Aku pun rindu sekali. Yoga!" bisik Galuh Ajeng dengan mesranya.
Cemplon Sari terbatuk-batuk, sengaja mendehem beberapa kali untuk memancing
perhatian Yoga dan Galuh Ajeng.
Keduanya sama-sama tersenyum memandang ke arah
Cemplon Sari. Kemudian Galuh Ajeng berkata,
"Apa maksudmu memaksakan diri batuk-batuk begitu, Cemplon"!"
"Hanya ingin menanyakan
kapan saat perkawinan dilaksanakan, Gusti Ayu!" jawab Cemplon Sari.
"Secepatnya!"
"Hari ini juga?"
"Ya," jawab Galuh Ajeng.
Tapi Yoga segera menyahut,
"Kau perlu istirahat sehari saja, Sayang. Aku tahu kau letih sekali! Aku tak mau
kau dalam kelelahan pada saat malam pertama kita nanti, Galuh Ajeng."
Galuh Ajeng tersenyum malu "Baiklah kalau kau bisa tahan menunggu satu hari
lagi!" "Aku harus bisa menahan hasratku demi kesehatanmu!"
"Aku senang mendengar kesetiaanmu, Yoga!" Galuh Ajeng semakin merapatkan tubuh,
kepalanya disandarkan di dada
bidang pendekar bertangan buntung yang punya daya pikat tinggi itu. Yoga
mendekapnya lebih erat lagi. Galuh Ajeng sengaja menggerakkan kepalanya biar
keningnya tersentuh dan terclum hidung Yoga Maka, diclumlah kening itu oleh
Yoga, dan pada saat itu dua pasang mata memperhatikan dari balik kerimbunan
semak di luar batas tanah candi tersebut.
Dua pasang mata itu milik seorang wanita cantik dan
seorang pemuda yang punya ketampanan cukup lumayan.
Sayangnya mereka habis mengalami musibah, sehingga di wajah pemuda itu terdapat
luka yang membuat separo
wajahnya cacat. Sedangkan perempuan cantik itu hanya mempunyai bekas luka yang
sudah mengering pada bagian dagunya.
"Candi ini harus kita kuasai sebagai tempat bermukim kita selama-lamanya!" kata


Jodoh Rajawali 07 Mempelai Liang Kubur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

si perempuan cantik berjubah ungu yang sudah robek di beberapa bagian.
'Tapi pemuda bertangan buntung itu ada di sana! Dialah yang menghancurkan kita
tempo hari! Apakah mungkin kita bisa kalahkan dia"!"
"Kenapa tidak"! Aku akan hadapi dia dan penguasa candi ini yang kukenal dengan
nama Nini Sambang!"
"Apakah kau sanggup kalahkan mereka dengan hanya sendirian?"
"Jangan rendahkan ilmuku, Tolol!" sentaknya dengan nada bisik, tapi tangannya
sambil mencekik leher pemuda tersebut.
"Bba... baik! Baik, aku... aku akan ikut membantumu!
Jangan marah dulu! Nanti rencana kita gagal!" kata pemuda itu dengan takut, la
tahu, perempuan cantik yang bersamanya itu sangat ganas dan keji.
Pada saat itu, Nini Sambang sedang bicara kepada Cemplon Sari di samping Galuh
Ajeng dan Yoga,
"Cari tujuh macam bunga sebagai pelengkap upacara perkawinan besok, Cemplon
Sari!" "Baik, Nini Guru! Saya akan mencarinya!"
"Cari juga sedikit getah damar di hutan sebelah barat sana.
Sedikit saja, asal yang sudah kering."
"Biar saya yang mencari semua keperluan itu, Guru." kata Yoga.
"Jangan!" sela Galuh Ajeng. "Biarkan si Cemplon saja! Kau tak boleh ke mana-
mana. Kau harus tetap bersamaku, Yoga!"
Nini Sambang terkekeh dan ingin bicara namun tak jadi. la bahkan terkejut saat
melihat seberkas sinar hijau berbentuk seperti bola kecil itu melesat menghantam
Pendekar Cacad 5 Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Imbauan Pendekar 6
^