Pencarian

Tabib Setan 2

Gento Guyon 1 Tabib Setan Bagian 2


harus mendapat ganjaran setimpal dariku. Akan kubuat cacat wajahmu, sehingga
bukan hanya Ni Seroja saja yang jadi takut melihatmu.
Tapi setanpun akan terkencing-kencing bila melihatmu!" dengus laki-laki itu
sengit. "Lambak Renggono, walau aku tak pandai ilmu silat. Siapa takut
menghadapimu?" dengus Sanjaya dingin.
Melihat sikap orang yang sudah
tidak memakai peradatan lagi saat bicara, maka Senopati menjadi sangat gusar.
Tanpa banyak bicara lagi dia langsung menyerbu Sanjaya dengan serangan tangan
kosong namun sangat berbahaya sekali. Mendapat serangan yang sangat bertubi-
tubi, tentu saja Sanjaya yang tidak mengerti ilmu silat jadi bulan-bulanan sang
Senopati. Walau pemuda ini sudah berulang kali mencoba menghindar, tapi semua yang
dilakukannya hanya sia-sia. Dalam waktu singkat Sanjaya sudah terkapar dan
menderita luka parah di bagian dalam.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Celakanya di saat Sanjaya dalam keadaan terluka parah, tanpa perasaan sedikitpun
dengan pedangnya Senopati Lambak Renggono menyayat-nyayat bagian wajah pemuda
itu. Sanjaya menjerit kesakitan.
"Bunuh saja aku. Bunuh...!"
rintih si pemuda sambil mendekap wajahnya yang berlumuran darah.
"Ha ha ha! Kau sengaja kubiarkan hidup, biar kau dapat merasakan sebuah
penderitaan yang pahit
berkepanjangan!" kata Senopati: Sambil menyarungkan pedangnya
yang berlumuran darah, enak saja Senopati Lambak Renggono berlalu meninggalkan
Sanjaya. Pemuda itu sendiri dengan membawa luka dan dendam di hati akhirnya pergi entah
ke mana. Ada yang mengatakan Sanjaya pergi menimba ilmu olah kanuragan di Lembah
Setan. Ada pula yang mangatakan karena merasa putus asa melihat cacat wajahnya
dia membunuh diri di lembah itu.
*** Dua tahun kemudian dunia
persilatan dilanda kegemparan dengan munculnya seorang pendekar berwajah
mengerikan, bergelar Pendekar Sesat Patah Hati. Pendekar itu bukan saja
membantai tokoh golongan hitam, tapi
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
juga setiap bertemu dengan perwira atau prajurit kerajaan pasti
dibunuhnya. Tidak mengherankan kalau akhirnya bukan pihak kerajaan saja yang
menghendaki nyawanya. Tapi dari golongan sesat juga menghendaki kepalanya.
Sayang kebanyakan mereka menemui ajal di tangan pendekar ini. Sekarang setelah
berlangsung tiga tahun lebih, Sanjaya merasa tak ada gunanya lagi malang
melintang di dunia persilatan.
Walau hatinya merasa pedih, namun dia berusaha melupakan Ni Seroja. Apalagi
sekarang wajahnya cacat begitu rupa.
Tapi akibat apa yang dilakukannya dulu kini membuntuti dirinya. Dulu dia pernah
menebar angin, mungkin kini saatnya untuk menuai badai. Terbukti baru beberapa
bulan dia menetap di Kuil Kuno yang sepi, sudah beberapa lawan datang
melabraknya. Tapi karena kesaktian yang dimiliki oleh Pendekar Sesat Patah Hati
ini sangat tinggi.
Apalagi dia memiliki pukulan Gelombang Naga yang dahsyat itu. Sehingga tak satu
pun dari lawan-lawannya yang dapat menyelamatkan diri.
Kini pemuda itu julurkan kedua
kakinya. Sepasang tangan yang
dipergunakan untuk menekap wajah diusap-usapkan ke atas pelataran kuil.
"Hah... setiap hari aku bosan mencium bau busukku sendiri. Jahanam
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Senopati Lambak Renggono. Mestinya sudah kubunuh dia sekarang ini, atau paling
tidak kubuat cacat wajahnya.
Tapi untuk apa..." Kurasa lebih baik dia kubiarkah hidup, tersiksa dalam
kegelisahan." pikir Pendekar Sesat Patah hati.
Sementara itu tidak jauh dari
pelataran depan kuil di balik
kerapatan pohon besar tampak dua sosok bayangan berkelebat mendekati halaman.
Sampai di satu tempat yang terlindung dua sosok berpakaian merah ini
hentikan gerakannya
Ternyata mereka adalah dua orang laki-laki berambut kaku seperti ijuk, berwajah
sangar berjenggot panjang dicat warna kuning dan merah. Di bagian punggung
membekal senjata aneh berbentuk bulat setengah lingkaran tajam pada setiap
sisinya yang berwarna putih mengkilat.
"Inikah Pendekar Sesat Patah Hati yang telah membunuh saudara kita Kala Hitam?"
bertanya laki-laki berbadan pendek berkumis melintang.
"Tidak salah. Dia menggantung Kala Hitam di alun-alun, lehernya putus. Sedangkan
kepalanya dijadikan bola." menyahuti sang teman yang jenggotnya dicat warna-
warni. Si pendek berkumis meiintang
kepalkan tinjunya sambil kertakkan rahang.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Kurang ajar. Akan kutangkap dia hidup-hidup, setelah itu baru kucacah bagian
tubuhnya yang lain!" geram si kumis meiintang.
"Ha... ha... ha...! Buat apa kalian berkorban nyawa perturutkan hawa nafsu ikuti
langkah sesat. Kala Hitam kubunuh karena dia memperkosa dua gadis, membunuh
orang tua gadis itu dan menjarah hartanya. Ketika aku mencoba memberi peringatan
padanya. Dia malah nekad menyerangku. Apakah hal ini dapat dipersalahkan?" berkata
Sanjaya. Tentu saja kedua orang bertampang seram ini jadi kaget karena tidak menyangka
lawan mendengar pembicaraan mereka. Karena ketika bicara keduanya saling
berbisik dan sangat pelan sekali. Tetapi kini mereka tidak punya pilihan lain.
Karena itu mereka berlompatan dari tempat persembunyian.
Kini mereka berdiri tegak di depan Sanjaya. Melihat kehadiran mereka Sanjaya
perlihatkan seringai
mengerikan. "Kau yang bergelar Pendekar Sesat Patah Hati?" tanya si kumis meiintang sinis.
"Pertanyaanmu rasanya tak perlu kujawab. Kalian sendiri siapa?" tanya Sanjaya.
"Aku Kala Biru dan yang
berjenggot panjang Kala Merah. Kau
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
bunuh sahabat kami dan itu tak dapat kami terima, terkecuali kau mau membayar
hutang nyawa teman kami itu!"
kata Kala Biru sinis.
"Dengan apa aku harus
membayarnya?" tanya Pendekar Sesat Patah Hati.
"Dengan nyawamu berikut kepalamu sendiri!" sahut Kala Merah.
Sepasang mata Sanjaya meredup.
"Andainya itu dapat kau lakukan, aku tidak keberatan. Aku malah berterima kasih
jika kalian berdua dapat
membunuhku. Tapi terkadang hidup ini aneh. Banyak orang inginkan umur panjang
namun malah cepat mati. Begitu juga sebaliknya, orang menginginkan supaya
hidupnya cepat berakhir.
Celakanya malaikat maut segan datang menjemput." kata Sanjaya tenang.
"Sekarang kau tunggu apalagi"
Majulah!" Kedua orang ini saling pandang
dan sama memberi isyarat. Selanjutnya dengan gerakan kilat mereka menyerang
Sanjaya dengan serangan dahsyat yang dilakukan secara serentak. Angin menderu
saat kedua tangan Kala Biru dan Kala Merah menghantam wajah dan perut Sanjaya.
Tetapi secepat apapun serangan yang dilakukan lawannya, si pemuda masih mampu
berkelit dan jatuhkan diri ke tanah.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Dengan begitu serangan ganas
kedua lawannya hanya mengenai tempat kosong. Namun tanpa terduga begitu mereka
berada di belakang Sanjaya, tanpa menoleh salah satu kaki mereka menendang ke
belakang. Serangan ini dikenal dengan jurus 'Sengatan Kala Maut' dan tentu saja
lebih berbahaya bila sampai mengenai sasaran. Biasanya racun yang terkandung
dalam kuku lawan cepat menyebar dan membuat lawannya tewas seketika.
Tetapi dengan gerakan aneh,
Sanjaya menggulingkan dirinya ke depan dua kali. Kemudian posisinya berbalik
arah, sedangkan tangannya bergerak menghantam betis lawannya.
Tes! Tes! "Arhh...!"
Kala Biru dan Kala Merah yang
gagal lakukan serangan menjerit keras.
Mereka berlompatan mundur. Ketika mereka melihat ke bagian betis masing-masing
maka kagetlah mereka. Celana di bagian betis robek seperti diterabas senjata
tajam. Lebih dari itu bagian betisnya juga terluka mengucurkan darah.
"Kurang ajar keparat! Kau melukai kami!" hardik Kala Merah sambil mencabut
senjata anehnya yang tajam berkilat.
"Luka itu sebagai peringatan bahwa maut semakin dekat. Jika kalian
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
tidak angkat kaki secepatnya dari hadapanku. Jangan menyesal seandainya sekejap
lagi aku terpaksa mengambil tindakan tegas!" kata Sanjaya sengit.
Mana mungkin kedua lawannya mau mendengar apa yang dia ucapkan.
Terbukti sambil berteriak keras senjata aneh bergagang panjang itu langsung
didorongkannya ke arah lawan.
Sinar putih berkilauan berkiblat disertai suara berdesing menggiriskan hati.
Pertanda kedua lawan mengerahkan seluruh tenaga dalam yang mereka miliki.
Melihat dua serangan senjata yang datang dalam waktu bersamaan, Pendekar Sesat
Patah Hati langsung melompat di udara, namun ketika pemuda ini melesat ke atas,
tiba-tiba Kala Merah dan Kala Biru sambitkan senjata rahasianya berupa kala
beracun ke arah Sanjaya.
Wut! Wut! Sedikitnya sepuluh kala biru dan kala merah melesat sebat menghantam sepuluh
bagian mematikan di tubuh Sanjaya. Sambil berjumpalitan, pemuda bermuka hancur
mengerikan angkat tangannya ke atas. Setelah diangkat dihantamkan kedua
tangannya ke arah kala-ka!a yang sangat beracun itu.
Angin laksana topan menderu disertai hawa panas luar biasa. Akibat yang
ditimbulkan sungguh sangat mengerikan sekali. Bukan hanya senjata rahasia
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
berupa kala beracun itu saja yang hancur. Namun kedua lawannya sendiri keluarkan
pekik kesakitan. Tubuh mereka melesat ke dalam tanah, senjata di tangan yang
mereka jadikan perisai begitu menyadari lawan menggunakan pukulan Gelombang Naga
meleleh. Sanjaya jejakkan kakinya. Dia
datang menghampiri kedua lawan yang terbenam sampai sedalam perut.
Ternyata Kala Merah dan Kala Biru nampak terluka parah. Dari mulut, hidung dan
telinga mengucurkan darah.
"Ha... ha... ha...! Tidak ada jalan selamat bagi kalian berdua."
ujar si pemuda disertai tawa tergelak-gelak. Dia lalu dongakkan kepala memandang
ke langit. Mata si pemuda mendadak nampak berkaca-kaca. "Aku melihat langit, aku
melihat malaikat.
Aku melihat maut itu menantimu.
Heaaa...!" baru saja selesai bicara Pendekar Sesat Patah Hati hantamkan kedua
tangannya ke arah kepala Kala Biru dan Kala Merah.
Prakk! Terdengar suara berderak hancur akibat pecahnya kepala kedua laki-laki malang
itu. Sanjaya bangkit berdiri.
Namun baru saja dia hendak tinggalkan tempat itu mendadak terdengar derap suara
langkah kuda yang datang dari seluruh penjuru arah.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Kurang ajar. Mereka pasti orang-orang suruhan Senopati Pamungkas!
Sebaiknya aku bersembunyi dulu!" pikir si pemuda. Selanjutnya dia masuk ke dalam
kuil meninggalkan mayat-mayat lawannya.
6 ENTO UYON GG Benar saja, tak berselang lama
setelah Sanjaya menyelinap masuk ke dalam kuil kuno di sekitar kuil bermunculan
tidak kurang tiga puluh orang suruhan Senopati Lambak
Renggono. Seluruh pendatang ini semuanya menunggang kuda. Sebagian di antaranya
berpakaian prajurit dan perwira tinggi kerajaan. Sedangkan yang lainnya dan
berpakaian biasa tentulah dari dunia persilatan yang ikut bergabung dengan
utusan Senopati.
Begitu mereka sampai dan
mengepung kuil. Banyak di antara mereka yang jadi kaget ketika melihat dua mayat
dengan separoh badan
terpendam di dalam tanah sedangkan kepala mereka pecah mengerikan.
"Manusia biadab itu. Mungkinkah dia yang telah melakukannya?" Satu suara
terdengar memecah keheningan.
Ketika orang ini memandang ke arah
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
datangnya suara. Ternyata yang bicara adalah seorang nenek renta berambut putih
bergigi ompong, berpakaian warna putih sedangkan dari balik pakaiannya
bersembulan kepala ular berbisa berkepala hitam. Di dunia persilatan dia dikenal
dengan julukan Ratu Ular Kayangan. Biasanya dalam setiap menghadapi lawan-
lawannya dia hanya cukup berdiri tegak dengan tangan terlipat di depan dada.
Pada puncak pengerahan tenaga dalamnya dia hanya cukup memberi perintah. Dan
puluhan ular berbisa yang bersembunyi di balik pakaiannya langsung berlesatan
keluar menyerang lawan. Siapapun yang menjadi sasaran binatang melata ini
nyawanya pasti tak akan tertolong hanya dalam waktu dua menit.
"Aku merasa pasti si keparat
Pendekar Sesat Patah Hati ada di sekitar sini. Orang itu kelihatannya belum lama
meninggal. Tempat sudah terkepung sekarang tunggu apalagi?"
Yang baru saja bicara adalah seorang laki-laki bertelanjang dada. Di tangannya
memegang sebuah gada besar.
Sekujur tubuh laki-laki yang tak kalah menyeramkan dengan Ratu Ular Kayangan ini
ditumbuhi bulu-bulu halus lebat.
Tapi yang cukup mengherankan di seluruh permukaan kulitnya bersembulan urat-urat
darah seperti akar
tetumbuhan merambat.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Aku paling tak sabar dalam mengurus satu persoalan. Pemuda itu pasti
bersembunyi di dalam kuil itu."
sahut perwira tinggi kerajaan yang jadi pimpinan rombongan. Untuk
diketahui, perwira ini termasuk orang yang paling dipercaya oleh Senopati Lambak
Renggono. Namanya Mantra Aji, berilmu tinggi dan termasuk seorang perwira
pemberani. Kemudian dia memberi perintah.
"Prajurit, cepat periksa ke dalam!"
Lima orang prajurit sama
anggukkan kepala dan sama pula
melompat turun dari kuda masing-masing. Mereka kemudian mencabut senjata. Dengan
pedang terhunus kelima prajurit itu bergegas menuju kuil melalui pintu depan. Di
balik pintu ke lima prajurit itu lenyap dari


Gento Guyon 1 Tabib Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pandangan mata. Kini semua mata tertuju ke arah kuil. Terkecuali perwira tinggi,
Ratu Ular Kayangan dan laki-laki bertelanjang dada berjuluk Gada Dewa ini, maka
mereka yang berada di situ sama diliputi ketegangan.
Hanya beberapa saat setelah ke
lima prajurit masuk ke dalam kuil.
Mendadak sontak terdengar suara jeritan menyayat lima kali berturut-turut.
Mereka yang berada di luar jadi terkesiap kaget. Belum juga lenyap rasa kejut di
hati mereka juga perwira
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
itu terdengar suara berderak hancurnya atap kuil. Lima sosok tubuh
berlesatan, melayang dan jatuh
bergedebukan di hadapan perwira Mantra Aji.
Gada Dewa dalam kagetnya melompat turun dari atas punggung binatang
tunggangannya. Dia segera memeriksa mayat ke lima prajurit itu. Mandadak wajah
Gada Dewa berubah memucat. Di sekujur tubuh prajurit itu tak
terdapat luka sedikit pun. Jasad mereka tetap utuh, hanya
bagian wajahnya saja yang agak memucat.
"Dia membunuh para prajurit ini dengan ilmu Lilitan Ekor Naga!" desis Gada Dewa.
"Lilitan Ekor Naga?" mengulang Ratu Ular Kayangan
dengan kening mengernyit. "Ilmu itu sangat langka, biasa darah korbannya menyumbat pembuluh
jantung. Jantung pecah, rusak di bagian dalam namun utuh di bagian luar. Jahanam
iblis!" Ratu Ular Kayangan menggereng. "Dia telah membunuh saudaraku Nini Rontek
Selatan dengan cara yang sama."
"Sekarang apa yang harus kita lakukan" Aku sendiri juga harus membalaskan
kematian saudara tuaku Pengemis Setan Akherat!" geram Gada Dewa tak kalah
sengitnya. "Kita semua punya tujuan yang sama." ujar Mantra Aji dengan suara
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
bergetar. Selanjutnya dia berteriak ditujukan pada prajurit yang mengepung kuil
itu. "Kalian semua serbu kuil itu dan bunuh siapa saja yang kalian temui di
dalam sana!"
Tidak kurang dari dua puluh lima prajurit serentak turun dari kuda masing-
masing. Dari seluruh penjuru kuil mereka dengan senjata di tangan langsung
mendobrak pintu, sebagian di antaranya ada yang melompat ke atas genteng.
Nampaknya masing-masing punya keinginan membunuh orang yang mereka cari yang
selama ini mendengar namanya saja orang bisa dibuat lari
terkencing-kencing.
Selagi mereka sibuk mencari jalan masuk. Maka pada kesempatan itu pula terdengar
suara seruan yang terasa dingin menyeramkan. "Siapa yang berani masuk ke kuil
ini. Berarti nyawanya siap berkorban secara sia-sia!"
Seiring dengan terdengarnya suara itu, dari dalam kuil kuno mendadak
terdengar suara deru angin yang terasa menggiriskan. Suara gemuruh angin semakin
lama semakin bertambah keras.
Kemudian terdengar suara jerit
mengerikan yang saling susul menyusul disertai dengan terpentalnya belasan
prajurit baik yang berada di dalam kuil, di atas bangunan maupun mereka yang
baru saja mencapai pintu. Bukan hanya para prajurit itu saja yang
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
berpentalan tak tentu arah, tapi yang lebih mengerikan lagi bagian atas kuil,
dan seluruh dinding kuil runtuh, pecah terbelah seakan terdorong oleh satu
tenaga raksasa yang tak
kelihatan. Dengan hancurnya seluruh dinding kuil, maka kini terlihat di tengah-tengah
bangunan yang hancur porak poranda ini berdiri tegak seorang pemuda bermuka
hancur mengerikan seperti daging dicacah.
Begitu melihat pemuda ini, maka berserulah perwira Mantra Aji
ditujukan pada prajuritnya yang selamat dari amukan angin menggila yang
berlangsung beberapa saat tadi.
"Tangkap pemuda jahanam buronan Senopati itu!!"
Beberapa prajurit yang berkaparan namun hanya terkena terpaan angin aneh mencoba
bangkit. Celakanya mereka kehilangan tenaga. Sekujur tubuh terasa lemas dan tak
dapat digerakkan.
Sebaliknya Gada Dewa yang melihat keanehan tadi diam-diam jadi kaget.
Rasanya seumur hidup belum pernah dia melihat ada ilmu sehebat dan seaneh
seperti yang dimiliki oleh pemuda bermuka hancur mengerikan ini.
Kelihatannya pemuda itu tak melakukan apa-apa. Tapi mengapa prajurit
dibuatnya tewas berkaparan sedangkan tembok kuil dibuatnya porak poranda.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Lain lagi halnya dengan Ratu Ular Kayangan. Tadi dia memang sempat terkejut
melihat apa yang terjadi di depan matanya, namun hal itu hanya berlangsung
sesaat saja. Di lain kejap dia bergumam. "Darimana pemuda jahanam itu
mendapatkan ilmu pukulan Gelombang Naga?" Pertanyaan ini seakan berlalu begitu
saja. Perwira Mantra Aji sendiri saat itu menjadi marah ketika melihat tak
seorang pun dari para prajuritnya yang selamat bergerak melakukan perintahnya.
"Prajurit apakah kalian tak mendengar perintahku!" bentak Mantra Aji tambah
geram. "Perwira... kami...
kami...!" Prajurit yang mencoba menerangkan keadaan mereka tiba-tiba saja
semburkan darah dari mulutnya. Dia tergeletak tewas dengan mata mendelik
sedangkan darah terus menyembur dari bagian mulut dan hidung.
"Hah... apa yang terjadi...?"
desis perwira tinggi itu sambil belalakkan matanya.
"Nampaknya mereka mengalami luka parah di bagian dalam," ujar Gada Dewa tegang.
"Sebaiknya kita keroyok saja dia sekarang."
"Bukan usul yang bagus," dengus Ratu Ular Kayangan sinis. "Aku harus jelaskan
padanya mengapa kuinginkan
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
nyawanya agar kelak setelah di neraka dia tak jadi roh penasaran."
"Ha... ha... ha...! Perwira tinggi.
Kau lihat semua prajuritmu tak ada yang selamat. Aku telah melepaskan ilmu
Gelombang Naga. Kalau pun mereka ada yang selamat, bergerak satu langkah saja
membuat jiwa mereka tak akan tertolong. Sekarang kalian hanya bertiga! Katakan
apa keperluanmu setelah itu cepat minggat dari
hadapanku!" kata Sanjaya dingin menyeramkan.
"Pemuda edan, putra tumenggung yang korup. Kau bunuh prajurit
kerajaan membuat dosamu tak terampuni.
Ketahuilah aku diperintahkan oleh Senopati untuk membawa kepalamu ke
hadapannya!" berucap perwira tinggi ini dengan suara bergetar.
"Aku tidak berkata sombong. Tapi kurasa keinginanmu itu hanya sebuah mimpi!"
ujar Pendekar Sesat Patah Hati. Selanjutnya dia berpaling ke arah Gada Dewa dan
Ratu Ular Kayangan.
Kepada kedua orang ini Sanjaya ajukan pertanyaan. "Kulihat kalian bukan orang
kerajaan. Lalu apa yang kalian inginkan hingga ikut menyibukkan diri mencariku?"
Ratu Ular Kayangan meludah. Dia menggebrak perut kuda dengan kakinya hingga kuda
itu bergerak maju lebih mendekat ke arah si pemuda. "Kau kenal
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
dengan Nini Rontek Selatan?" tanya si nenek dingin, sedangkan matanya yang
berkilat memendam dendam mendelik besar.
Pendekar Sesat Patah Hati terdiam sejenak dengan kening berkerut seakan sedang
berusaha mengingat-ingat. Si pemuda tersenyum, tapi senyumnya tentu tidak
ubahnya seperti seringai karena seluruh wajah pemuda itu rusak.
"Begitu banyak jiwa yang melayang sia-sia di tanganku. Tapi pembunuhan yang
kulakukan bukan karena tidak bersebab. Iblis Nini Rontek Selatan terpaksa
kubunuh karena dia banyak menculik anak perawan untuk dijadikan tumbal ilmunya.
Dia mati mengenaskan dengan mulut ditembus bambu kuning tembus sampai ke
duburnya." jelas si pemuda dingin. Kini perhatiannya tertuju pada Gada Dewa.
"Kau... manusia berbulu kunyuk muka monyet lutung, persoalan apa yang hendak kau
selesaikan denganku?"
Walau tadinya sempat keder
melihat kesaktian yang dimiliki oleh si pemuda. Mendengar dirinya disebut kunyuk
kini amarah dan dendamnya terbangkitkan lagi. Sambil keluarkan suara menggereng
dia membentak. "Aku ingin membalaskan kematian Pengemis Setan Akherat saudara
tuaku!" "Pengemis Setan Akherat!" Sanjaya mengulangi ucapan Gada Dewa. Mendadak
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
tawa si pemuda meledak. "Ha... ha...
ha. Agaknya bangsat tua itu sekarang sudah menjadi setan benaran dan mengemis di
akherat." kata Sanjaya.
"Aku terpaksa membunuh tua bangka itu ketika dia mencoba mengemis kehormatan
puteri patih kerajaan. Nah... jika kau ikutan mengemis dengan saudaramu itu aku
bersedia mengantarmu ke neraka!"
"Jahanam tengik. Kupecahkan batok kepalamu sekarang juga!" hardik Gada Dewa.
Namun pada saat dia melabrak ke depan dari sampingnya menderu angin dingin yang
menerpa tubuhnya hingga membuat laki-laki itu terhuyung.
Ketika dia menoleh, ternyata yang menyerangnya barusan bukan lain adalah Ratu
Ular Kayangan. "Tua bangka kau..."!"
"Huh, enak saja kau mengambil keputusan. Hanya aku yang berhak membunuhnya!"
hardik Ratu Ular Kayangan.
"Nyawaku hanya satu, tak mungkin dibelah menjadi tiga. Dari pada bersitegang
sebaiknya kalian bertiga maju saja sekaligus!" tantang si pemuda sinis.
"Hik... hik... hik! Baru kali ini kudengar ada bocah ingusan patah hati yang
berani bicara sombong di hadapan Ratu Ular Kayangan. Ingin kulihat apakah mulut
besarmu sesuai dengan kenyataan yang ada"!" seru si nenek.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Aku juga punya tugas yang harus dilaksanakan. Kurasa supaya adil tidak ada
salahnya jika kita mengeroyoknya!"
kata perwira tinggi kerajaan itu sinis. Karena menyadari lawannya tidak dapat
dianggap enteng, begitu melesat dari atas punggung kudanya dia
langsung pergunakan pedang untuk menyerang Sanjaya. Serangan yang dilakukan dari
udara itu tentu sangat berbahaya karena jika sampai Sanjaya lengah, maka
kepalanya akan terbelah menjadi dua. Sebaliknya dari samping kanan, gada besar
di tangan Gada Dewa menderu menghantam rusuk. Sedangkan dari arah depan lima
kuku hitam beracun Ratu Ular Kayangan merobek ke arah perut, sedangkan tangan
yang lain mencengkeram bagian bawah pusar Sanjaya. Serangan nenek ini bahkan
lebih dahsyat bila dibandingkan dengan serangan pedang petinggi kerajaan maupun
Gada Dewa. Namun ketiganya jelas sama berbahaya karena mengancam ke bagian yang
mematikan. Melihat tiga serangan maut itu datangnya dalam waktu bersamaan,
Sanjaya tak sempat berpikir lagi. Dengan cepat dia melompat mundur, kepala
ditariknya ke belakang sedangkan kaki dihantamkan ke perut Gada Dewa.
Desss! Wuut! GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Sambaran kuku dan hantaman pedang hanya mengenai tempat kosong.
Sebaiknya hantaman gada hampir saja menyambar tubuh krempeng si nenek.
Selain itu Gada Dewa nampak terhuyung-huyung akibat perutnya kena ditendang oleh
lawannya. Sama-sama keluarkan dengusan geram ketiga lawan Sanjaya merangsak
maju. Kali ini tentu lebih berbahaya dari serangan pertama tadi, karena perwira
tinggi kerajaan itu sendiri sekarang mengerahkan jurus-jurus pedang andalan.
Sedangkan Gada Dewa memutar gadanya ke kiri atau ke atas. Di pihak Ratu Ular
Kayangan sendiri saat itu sudah mulai
menggunakan ular hitamnya yang
terkenal sangat beracun itu. Mendapat serangan dahsyat luar biasa ini Pendekar
Sesat Patah Hati nampak terdesak hebat. Apalagi saat itu dia harus menghindari
patukan dua ekor ular berbisa yang melesat terbang kearahnya.
Sssst! Dua ekor ular mendesis panjang, meluncur cepat laksana anak panah.
Sanjaya tidak mungkin menangkis serangan ular-ular ini, karena
akibatnya bisa membuat dirinya celaka.
Dia pun jatuhkan diri, namun pada waktu bersamaan pedang di tangan perwira
tinggi yang dibabatkan ke
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
bawah mengikuti gerakannya yang menghindar menyambar bagian punggung.
Craas! Sanjaya alias Pendekar Sesat
Patah Hati mengeluh tertahan. Tanpa menghiraukan pakaian yang robek besar serta
punggung yang terluka
mengucurkan darah dia bergulingan.
Pada saat itu kedua ular tadi begitu gagal mengenai sasaran langsung menancap di
batang kayu. Batang kayu kering hangus dan mengepulkan asap berbau amis.
Sementara Sanjaya
nampaknya tidak terlepas dari ancaman maut, karena begitu punggung terluka dan
dia bergulingan ke kiri. Gada Dewa gerakkan senjatanya ke bagian kepala pemuda
itu. Gada besar yang berat bukan main ini menderu mengeluarkan suara bersuit aneh.
Sebelum gada tersebut menghantam remuk batok kepalanya, Pendekar Sesat Patah
Hati segera lakukan gerakan aneh, hingga tubuhnya kini berputar dan tahu-tahu
berdiri, baru kemudian menerobos kepungan lawannya.
"Dia telah terluka, hayo jangan beri kesempatan padanya untuk
meloloskan diri!" teriak Mantra Aji.
Perwira tinggi kerajaan, kaki tangan Senopati Lambak Renggono yang paling
bersemangat menyerang Sanjaya karena dijanjikan mendapat hadiah besar dari
Senopati langsung menyerbu kembali
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
sambil babatkan pedangnya ke arah Sanjaya. Sinar putih bertabur di udara
mengurung gerak dan langkah pemuda itu. Namun kali ini si pemuda
nampaknya tidak berusaha menghindar.
Sedangkan kedua tangan dengan jari diacungkan ke arah perwira ini nampak
menggeletar dan mulai digerakkan.
"Awas! Dia melepaskan pukulan Gelombang Naga!" satu suara berseru.
Dan yang keluar seruan barusan tadi bukan lain adalah Ratu Ular Kayangan.
Gada Dewa yang baru saja melangkah maju sambil memutar gada besar di tangannya
masih sempat bersurut langkah. Namun Mantra Aji sang perwira tinggi tidak sempat
mengikuti kawannya. Kini begitu dia melihat selarik sinar putih yang meluncur ke arahnya
dengan gerakan berkelok-kelok seperti gerakan ekor ular naga
berlari, sang perwira putar pedang di tangannya membentuk perisai diri yang
sangat kokoh. Kilatan cahaya pedang bertabur menutupi sekujur tubuh Mantra Aji.
Tapi sehebat apapun pertahanan perwira tinggi ini. Sinar maut itu kemudian
berhasil menyusup benteng pertahanan yang dibuat oleh laki-laki itu tanpa harus
membentur batang pedang.
Beberapa saat kemudian Mantra Aji tertegak ketika sinar maut menghantam bagian
dadanya. Mata laki-laki ini
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
mendelik, mulut ternganga. Bukan hanya Gada Dewa saja yang terkejut. Tapi Ratu
Ular Kayangan juga terkesiap begitu melihat tubuh perwira itu tiba-tiba saja
membengkak gembung.
Perubahan ini semakin lama semakin bertambah jelas dan tubuh sang perwira
semakin membesar seperti balon karet yang dipompa.
Bledum! Akhirnya tanpa dapat dicegah
perwira kepercayaan Senopati Lambak Renggono inipun meledak hancur
berkeping-keping berubah menjadi serpihan daging dan belulang yang bertebaran di
udara. Bau amis darah menyengat perciuman. Sanjaya seka punggung lengannya yang


Gento Guyon 1 Tabib Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkena percikan darah. Gada Dewa tercengang dengan muka pucat dan tubuh
menggigil. Melihat dahsyatnya ilmu kesaktian yang dimiliki oleh lawannya tanpa pikir
panjang lagi dia memutar badan dan lari langkah seribu.
"Manusia pengecut. Daripada melarikan diri sebaiknya kau mampus!"
hardik Ratu Ular Kayangan. Serentak dia meraih seekor ular dari balik
pakaiannya. Begitu tangan digerakkan maka meluncurlah ular itu. Menyadari si
nenek membokongnya sambil berlari Gada Dewa hantamkan senjatanya ke belakang.
Namun tindakannya kalah cepat dengan serangan ular itu. Hingga
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
dia pun jatuh tersungkur begitu ular menembus punggung sampai ke dada depan.
Gada Dewa menggelepar dan tewas seketika.
Kini Ratu Ular Kayangan mem-
balikkan badan. Dipandangnya Pendekar Sesat Patah Hati dengan tatapan aneh.
Selanjutnya tanpa berkata apa-apa. Dia melipat kedua tangannya ke depan dada.
Tidak berselang lama tubuh nenek renta itu bergetar hebat. Seiring dengan itu
pula puluhan ekor ular berkepala hitam julurkan kepala.
"Hem, nenek ini benar-benar hendak membunuhku dengan ular-ularnya." batin
Sanjaya. "Hanya ilmu Gelombang Naga yang bisa membuktikan siapa di antara kami yang layak
hidup lebih lama!" geram pemuda itu sinis.
Di depan sana Ratu Ular Kayangan diam tak menanggapi. Sebaliknya Sanjaya pun
tidak tinggal diam. Dia kerahkan tenaga dalamnya ke bagian tangan. Ketika kedua
tangannya terasa panas, maka kedua telapak tangan saling disatukan. Setelah itu
dua jari telunjuk digerakkan lurus ke arah lawan. Seiring dengan itu pula tubuh
Sanjaya berputar. Gerakan berputar ini semakin lama semakin bertambah cepat.
Selanjutnya secara aneh mengerikan dari sekujur tubuh pemuda itu menderu angin
dahsyat berhawa panas luar
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
biasa. Angin laksana badai itu semakin lama semakin menebar, sementara dari arah
lawannya belasan ular berkepala hitam melesat ke arah Sanjaya. Tetapi gerakan
ular-ular ini seakan tertahan begitu membentur angin dahsyat yang bersumber dari
ilmu Gelombang Naga yang dilepaskan oleh si pemuda.
Tas! Tas! Tas! Letupan-letupan kecil terdengar begitu ular-ular itu membentur
serangan Sanjaya. Sementara di depan sana si nenek nampak mulai terhuyung.
Wajahnya berubah pucat, sedangkan pakaiannya tampak mulai robek di sana-sini
ketika serangan lawan menderanya bertubi-tubi.
"'Hiyaaa...!" Pendekar Sesat Patah Hati tiba-tiba saja berteriak keras sambil
sentakkan jari telunjuknya dari atas ke bawah dengan gerakan seperti membelah tubuh
lawannya. Sinar putih setipis pedang melesat dari bagian ujung jemari Sanjaya.
Sedangkan dari arah Ratu Ular Kayangan melesat sedikitnya lima ular hitam ke
arah pemuda itu. Dua sinar maut yang seharusnya menghantam tubuh lawan yang
satunya terpaksa dibelokkan ke arah ular-ular itu. Tapi sayang hanya empat yang
dapat dibuatnya rontok, sedangkan yang satunya lagi berhasil menyusup ke dalam
pertahanan Sanjaya.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Crep! "Arkh...!"
"Akk...!"
Terdengar suara jeritan dua kali berturut-turut. Satu keluar dari mulut Ratu
Ular Kayangan yang bagian bahunya terbelah sampai ke bagian perut akibat terkena
pukulan Gelombang Naga.
Sedangkan jeritan kedua keluar dari mulut Sanjaya yang kesakitan akibat patukan
ular yang sangat berbisa itu.
Sanjaya merintih sambil menotok jalan darahnya agar racun ular tidak cepat
menyebar ke seluruh tubuhnya.
Walaupun begitu nampaknya Pendekar Sesat Patah Hati memang tak dapat bertahan
lebih lama. Begitu hawa dingin menyerangnya, si pemuda
kerahkan hawa panas untuk menolak pengaruh hawa dingin akibat pengaruh racun
ular itu. Namun pada akhirnya Sanjaya
terkulai tak sadarkan diri. Sementara itu Ratu Ular Kayangan sendiri tewas
seketika begitu sinar putih yang memiliki ketajaman melebihi pedang membelah
bahunya. GENTO GUYON T A B I B S E T A N
7 ENTO UYON GG Mendung hitam makin meneb
al, kilat menyambar dan gelegar petir sambung menyambung tiada henti. Hujan kemudian
turun bagai tercurah dari langit. Di bawah sebatang pohon kering kakek gendut
besar berwajah bulat berkening lebar, berhidung nyaris rata dengan pipinya yang
tembem terus saja mendengkur seakan tak terpengaruh dengan suasana alam yang
terjadi di sekelilingnya. Sesekali bahkan
terdengar giginya bergemeretakan. Lalu mulutnya menggumamkan sesuatu yang tidak
jelas. Saat itu tubuh dan pakaiannya sudah basah kuyup. Tapi aneh nampaknya
tidak ada tanda-tanda kalau orang tua aneh itu segera terjaga.
Tidak jauh dari tempat di mana si kakek gendut besar ini tergeletak.
Seorang pemuda remaja berwajah tampan berambut gondrong terus saja melatih
jurus-jurus silat yang baru diturunkan oleh si kakek.
Kaki kanan ditekuk ke depan, kaki kiri ditarik ke belakang. Tangan kiri yang
terkepal dirapatkan ke bagian rusuk, tangan kanan dengan jemari terkembang
ditarik ke belakang
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
kemudian segera dihantamkannya ke depan.
"Heaa...!"
Wuut! Glaar! Sinar hitam berkiblat dari
telapak tangannya, lalu terdengar suara menderu dahsyat. Batu besar serta semak
belukar yang jadi sasaran pukulan pemuda itu hancur berkeping-keping. Si pemuda
berjingkrak kegirangan sambil tertawa-tawa. Sama seperti si kakek gendut besar, dia sama
sekali tidak perduli dengan gelegar petir maupun derasnya hujan yang turun saat
itu. "Pukulan Di Balik Bukit Mengintai Bidadari. Kurasa ini termasuk pukulan yang
hebat. Ha... ha... ha. Tapi aku mau mencoba pukulan yang lain." kata si pemuda.
Sejenak dia berpikir, kening dikerut-kerutkan. Sampai akhirnya dia tersenyum
ketika terlintas sesuatu di dalam benaknya. "Aku belum mencoba pukulan Iblis
Ketawa Dewa Menangis!"
katanya sambil menyeringai. "Iblis ketawa dewa menangis apa maksudnya"
Ada-ada saja kakek tua itu?" ujar si pemuda lagi sambil gelengkan kepala.
Tapi kemudian si pemuda kerahkan tenaga dalam ke bagian kedua
tangannya. Sekujur tubuhnya yang basah terguyur air hujan tampak bergetar hebat.
Selanjutnya dengan cepat pula
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
pemuda itu hantamkan kedua tangannya ke arah pohon kering.
Wuut! Dua larik sinar pelangi melesat dari tangan pemuda itu. Hawa dingin luar biasa
menebar. Ketika kedua pukulannya menghantam bagian tengah batang pohon, maka
kagetlah si pemuda dibuatnya.
"Celaka!! Orang tua itu
bukankah...!" Si pemuda tidak melanjutkan ucapannya melainkan hendak berlari ke
bawah pohon untuk
menyelamatkan si kakek dari reruntuhan pohon yang ambruk.
Buuum! Terdengar suara ledakan keras
berdentum. Bagian batang yang terkena pukulan hancur menjadi serpihan debu.
Sedangkan bagian atasnya mengeluarkan suara bergemeretakan dan roboh. Wajah si
pemuda berubah pucat ketika melihat bagian atas pohon runtuh menimpa si kakek
gendut. Tetapi aneh begitu pohon hendak menimpa dirinya si kakek tiba-tiba menggeliat,
bangkit dan berjalan tergesa-gesa menjauh dari pohon.
"Kakek maafkan aku... aku tak ingat kau ada di bawah pohon itu!"
kata si pemuda, namun dia jadi
tercengang ketika melihat mata si kakek ternyata masih dalam keadaan terpejam.
"Hei... ternyata dia
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
berjalan dalam keadaan tidur!" ujar si pemuda.
Si kakek kemudian menggeliat dan kerjapkan matanya. Dia nampak kaget ketika
menyadari saat itu ternyata hujan deras, lebih terkejut lagi begitu melihat si
pemuda berlutut di depannya.
"Gege! Bocah edan, begitulah dulu Tabib Sesat Timur memanggilmu.
Ternyata kau memang edan sungguhan.
Aku menyuruhmu berlatih, tapi mengapa sekarang malah berlutut begitu rupa?"
Si kakek lalu nampak sibuk memeriksa pakaiannya sendiri yang basah.
"Mengapa kau tak mau membangunkan aku"
Kurang ajar!"
"Tadi... tadi...!"
"Tadi apa" Kau hancurkan pohon itu hingga membuat aku kaget. Sekarang kau mau
bicara apa lagi?" tanya si kakek gendut besar yang bukan lain adalah Gentong
Ketawa. "Tadi itu aku tak sengaja
melakukannya. Sungguh kek...!"
"Jangan banyak bicara...!
Terimalah ajalmu!" seru si kakek.
Bersama dengan itu pula Gentong Ketawa dengan gerakan yang sangat ringan melesat
ke depan. Kaki kanan
dihantamkannya ke muka si pemuda.
"Celaka. Penyakit gila orang tua ini ternyata kambuh lagi!" rutuk si pemuda
dalam hati. Mengingat tendangan
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
yang dilakukan Gentong Ketawa disertai pengerahan tenaga dalam. Maka pemuda itu
tidak mau berlaku ayal. Dengan cepat dia bergulingan ke samping.
Dalam kesempatan itu Gentong Ketawa terus mengejar, kedua kakinya bergerak
lincah berusaha menginjak perut maupun kepala si pemuda.
Jika sampai terinjak kaki si
gendut yang beratnya lebih dari dua ratus kati ini, pasti pemuda itu tewas
dengan kepala remuk dan isi perut berbusaian.
Duk! Duk! Benturan kaki si kakek akibat
serangannya meleset menimbulkan getaran hebat luar biasa. Bahkan hentakan-
hentakan yang dilakukan si kakek membuat tanah amblas. Sampai sejauh itu
serangan gencar yang dilakukan oleh Gentong Ketawa tidak mengenai sasaran.
"Kau hendak menghindar terus seperti tikus dikejar kucing" Huh..., memalukan.
Sudah berapa banyak jurus-jurus maut yang kuturunkan padamu?"
hardik si kakek dan kini kirimkan jotosan ke bagian dada muridnya yang rebah
menelentang sambil menghindari tendangan kakinya.
"Ha... ha...ha. Begitu
keinginanmu kek. Lihat baik-baik!"
sahut si pemuda sambil tertawa padahal saat itu serangan Gentong Ketawa makin
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
bertambah gencar dan berbahaya. Dengan bertumpu pada bagian punggungnya tubuh
pemuda itu mendadak berputar. Tangan menangkis tendangan lawan, sedangkan
kakinya dipergunakan untuk menyambut jotosan si kakek.
Plak! Desss! Benturan yang terjadi antara
tangan dan kaki antara murid dan guru membuat si kakek terhuyung. Sedangkan si
gondrong menjerit sambil kibaskan tangannya.
"Ha... ha... ha! Memalukan sekali. Belajar denganku dari kecil sampai besar
begini ternyata kau tak sanggup membuatku jatuh?" ejek Gentong Ketawa sambil
terkekeh-kekeh.
Pemuda itu menyeringai. Dengan
bertumpu pada kedua kakinya dia bangkit berdiri.
"Lihat serangan!" teriak si pemuda. Bersamaan dengan itu pula tubuhnya melesat
ke arah Gentong Ketawa. Sampai di depan kakek itu si pemuda memutar tubuhnya.
Tangan kanan membabat bagian leher, sedangkan tangan kiri menampar bagian pipi.
Melihat serangan ganas ini si kakek tertawa panjang. Enak saja dia
gerakkan tangannya menangkis. Tapi dia jadi kaget ketika tiba-tiba si pemuda
tarik serangannya. Tanpa disadari orang itu kaki si pemuda yang sudah
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
ditekuk dihantamkannya ke bagian perut Gentong Ketawa.
Desss! Hantaman yang sangat keras
membuat si kakek jatuh tersungkur dengan hidung mencium tanah. Pemuda gondrong
itu tertawa bergelak. Dia menunjuk-nunjuk gurunya.
"Kau bilang aku tak bisa
membuatmu jatuh" Ternyata tidak sulit melakukannya. Ha., ha... ha."
"Eh, kau tadi mempergunakan jurus apa" Rasanya aku tak pernah
mengajarimu dengan jurus seperti itu?"
tanya Gentong Ketawa sambil bangkit berdiri.
"Memang tidak. Yang kulakukan tadi namanya variasi gabungan dari jurus warisanmu
dan jurus ciptaanku sendiri. Namanya jurus 'Ngaco"...!"
Gentong Ketawa sempat terbengong-bengong mendengar ucapan muridnya.
Memang dia harus mengakui muridnya itu memiliki otak yang cerdik. Ada saja yang
dipikirkannya. Satu hal yang terkadang membuat si kakek jadi pusing sendiri,
pemuda yang selalu
dipanggilnya Gege ini mempunyai sifat dan tingkah laku yang hampir sama dengan
dirinya. "Kau bocah kampret curang. Jangan kira kau bisa mengalahkan aku. Kau lihat ke
mari!" seru si kakek sinis.
Seiring dengan seruannya itu, maka
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Gentong Ketawa putar kedua tangannya.
Kepala digoyang ke kiri kanan seperti orang pusing. Kemudian pinggul diogel-
ogelkan. Sesekali pantat menungging.
"Jurus Tarian Dewa" Ha... ha...
ha. Kulihat jurus itu seperti gerakan kerbau bunting mau buang hajat. Aku akan
melayanimu dengan jurus Belalang Terbang!" seru si pemuda. Sejenak lamanya
pemuda itu meniru gerakan si kakek sekedar untuk meledek. Kemudian kedua tangan
dikembangkan ke samping, salah satu kaki diangkat ke belakang.
Bersamaan dengan itu pula si pemuda melesat ke depan dengan kaki
mengambang di udara.
Dari arah depan Gentong Ketawa
berputar sambil tetap mengogel-ogelkan pantatnya menyambut serangan sang murid
dengan kedua tangan terkembang pula.
Wuut! Des! Des! Dalam hujan lebat yang tak
kunjung henti keduanya sama
terjengkang, bergulingan ke belakang.
Tanpa menghiraukan rasa sakit yang mendera dada dan kedua tangannya si pemuda
membalikkan badan.
"Aku akan memukulnya dengan Selaksa Duka!" membatin si pemuda dalam hati. Pemuda


Gento Guyon 1 Tabib Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini kemudian membalikkan badannya dan menghantam ke arah Gentong Ketawa. Tapi
dia sendiri GENTO GUYON T A B I B S E T A N
kemudian terkesiap kaget ketika melihat gurunya sambil tertawa-tawa telah
bergerak mendahului melepaskan pukulan pula.
"Gege... kau kira dapat mengadali orang sepertiku. Selagi dirimu masih menjadi
angin aku sudah mempelajari segala sifat manusia sampai tingkah laku binatang.
Ternyata manusia lebih rendah dari binatang jika tidak mempergunakan akalnya."
kata si kakek. "Kuya tengik. Huuup...!" Tiga kali berturut-turut si gondrong dorongkan kedua
tangannya ke arah si kakek. Untuk beberapa saat lamanya mereka nampak saling
dorong pertanda antara murid dan guru itu sama-sama kerahkan tenaga saktinya.
Mata si kakek mendelik besar, mulut terkatub sedangkan pipi menggembung, kedua
kaki bahkan nampak amblas ke dalam tanah.
Sedangkan pemuda itu sendiri nampak mulai terseret ke belakang.
"Hiyaa...!"
Sekali lagi si pemuda dorongkan kedua tangannya ke depan. Di depan sana si kakek
lakukan hal yang sama.
Dua tenaga sakti saling
tindih menindih. Hingga akhirnya terjadilah ledakan berdentum. Bunga api berpijar di
udara. Dua sosok tubuh sama
tertempar. Si pemuda mengerang, menggeliat lalu bangkit. Nafasnya menguik-nguik
seperti orang yang
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
menderita sakit nafas. Sedangkan dari sudut bibirnya meneteskan darah.
Ketika dia memandang ke arah gurunya.
Maka si kakek tertawa terbahak-bahak.
"Ha... ha... ha! Mulutmu keluar kecapnya bocah?" celetuk si kakek.
Si pemuda seka mulutnya. "Oh ini bukan kecap, tapi sambal. Hanya tinggal cari
lalapan dan kita makan bersama-sama. Ha... ha... ha!"
"Dasar bocah edan!" gerutu si kakek. Tanpa menghiraukan ucapan Gentong Ketawa,
pemuda itu duduk di atas batu. Si kakek datang
menghampiri. "Sudah berapa lama kau ikut denganku" Sepuluh atau dua belas tahun?" bertanya
Gentong Ketawa sambil mengusap dagunya yang polos tanpa kumis dan jenggot.
"Berapa saja yang kakek suka.
Yang penting kakek senang aku juga senang. Jadi kita sama-sama senang.
Ha... ha... ha." sahut si pemuda sambil tertawa.
"Hem, begitu. Tapi kurasa ilmu yang kumiliki belum kuberikan padamu seluruhnya.
Pada akhirnya nanti aku akan menurunkan semua ilmu kepadamu."
ujar si kakek. Dia terdiam sejenak sambil memperhatikan wajah si pemuda.
Yang diperhatikan jadi salah tingkah dan celingukan.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Gege... sejak kau dibawa Tabib Sesat Timur sampai sekarang setelah ikut
denganku kau masih belum punya nama. Aku suka memanggilmu Gege, karena panggilan
itu cocok dengan sebuah tempat indah di mana dulu sering aku melamun di sana
untuk mendapatkan seorang murid."
"Di mana tempat itu kek?" tanya si pemuda.
"Tempatnya... emm... anu...!"
Gentong Ketawa nampak bingung. "Aku sudah lupa. Tapi tempat itu bagus, indah dan
nyaman. Kurasa masih di sekitar tanah Jawa ini juga."
menerangkan kakek itu. Lalu dia menambahkan. "Sekarang aku sudah punya nama
untukmu. Karena kau suka melucu dan tertawa-tawa sendiri, bagaimana jika kalau
kau kuberi nama Gento Guyon" Gento Guyon itu kalau
dipendekkan jadi Gege. Bagus bukan?"
Wajah si pemuda nampak cemberut.
"Gurunya Gentong Ketawa, muridnya Gento Guyon." gumam si pemuda. "Nanti orang
menyangka Gento anaknya Gentong.
Padahal mana mungkin aku punya ayah berpipi tembem, hidung pesek jelek dan badan
besar seperti gentong begini?"
"Anak kampret. Tujuh hari tujuh malam aku mencari nama untukmu mengapa kau caci
nama pemberianku" Lagipuia apa kau pikir aku mengakuimu sebagai anak?" damprat
Gentong Ketawa.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Aku juga tak sudi jadi anakmu."
"Atau kau suka aku memanggilmu anak edan sebagaimana tabib setan itu
memanggilmu?"
"Tobaat, jangan. Itu adalah sebuah panggilan yang lebih buruk dari keledai."
dengus si pemuda.
"Baiklah, kuterima nama pemberian darimu. Selanjutnya kita mau apa"
Apakah kau hendak menurunkan jurus-jurus silatmu yang lain?"
"Memang. Aku akan menurunkan Lima Jurus Langkah Dewa. Tapi tidak
sekarang. Saat ini sebaiknya kita pergi. Aku ingin bertemu dengan Pendekar Sesat
Patah Hati."
Kening si pemuda mengernyit.
"Sudah sesat patah hati lagi. Siapa dia" Keponakanmu?"
"Bukan. Pendekar itu akhir-akhir ini menjadi buronan banyak tokoh.
Termasuk Senopati kerajaan. Konon kudengar ayahnya bekas Tumenggung.
Cintanya putus di tengah jaian akibat tidak direstui oleh Senopati Lambak
Renggono. Entahlah, aku kurang tahu pasti. Sebaiknya kita berangkat saja
sekarang." Gentong Ketawa kemudian bangkit berdiri. Gento Guyon alias Gege
mengikuti pula.
"Kek kalau cintanya putus kenapa tak disambung lagi" Putusnya di jalan mana
rupanya?" GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Bocah geblek. Goblok dipelihara.
Mana aku tahu cintanya putus di jalan mana. Mungkin juga di tengah jalan menuju
neraka. Ha.. ha.. ha!" Sambil tertawa terbahak-bahak Gentong Ketawa berkelebat
pergi. Si pemuda geleng kepala. Setelah menyengir sendirian dia pun menyusul gurunya.
8 ENTO UYON GG Ketika Tabib Tapadara sampai di kuil kuno yang porak poranda. Dia melihat
puluhan mayat bergeletakan di sekitar kuil itu. Dua di antaranya bahkan telah
membusuk. "Begitu mudah orang membunuh, begitu mudah nyawa melayang, namun tak seorang pun
yang mampu mengembalikan nyawa ke raganya." gumam tabib Tapadara yang saat itu
berdiri tegak di antara mayat-mayat Ratu Ular Kayangan dan sosok seorang pemuda
berwajah rusak mengerikan. Sang tabib memperhatikan mayat-mayat itu satu demi
satu. "Kalau tak salah itu adalah mayat Ratu Ular Kayangan, yang di sebelah kiri
mayat perwira tinggi. Dan yang mendam di dalam tanah ini pasti mayat Kala Biru
dan Kala Merah. Lalu
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
yang satu ini" Eeh... kulihat dadanya kembang kempis?" kata si kakek. Dengan
agak ragu-ragu dia datang menghampiri.
Dia membalikkan tubuh si pemuda yang dalam keadaan rebah miring. Setelah itu
denyut nadi di bagian tangan segera diperiksanya.
"Aku merasa pasti pemuda ini terkena gigitan ular Kayangan. Tapi mengapa nenek
itu sendiri tewas" Siapa yang membunuhnya" Kasihan sekali pemuda ini. Mukanya
hancur seperti daging dicacah. Hemm...!" Tabib Sesat Timur berjingkrak kaget
begitu ingat sesuatu.
"Tidak salah penglihatanku. Dia pasti Sanjaya, Pendekar Sesat Patah Hati putra
tumenggung Ageng Tirtamaya yang dihukum gantung akibat mengkorup upeti kerajaan.
Dia adalah putra sahabatku sendiri. Huk... huk... huk!"
Si kakek menangis sesunggukan bila mengenang kematian Tumenggung Ageng Tirtamaya
yang menemui ajal di tiang gantungan itu. Sayang ketika itu dia terlambat datang
menolong. "Aku harus menyembuhkan lukanya dan memunahkan racun bekas gigitan
ular Kayangan."
Dari balik kantong perbekalan Tabib Sesat Timur mengeluarkan empat butir pii
warna hitam, kuning, merah dan hijau yang menebarkan bau amis luar biasa.
Kemudian ke empat butir pii itu dimasukkannya ke dalam mulut Sanjaya.
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
Setelah itu dari balik kantong yang lain si kakek mengambii sebuah pisau yang
sangat tajam berwarna putih mengkilat.
Pisau itu kemudian ditancapkan ke bagian luka akibat gigitan ular di bagian
leher si pemuda. Luka dibelah dan dikoreknya. Kulit bercampur daging bekas
gigitan ular dibuang. Di bagian yang luka oleh si kakek tabib ditaburi serbuk
ramuan. Ketika serbuk menyentuh permukaan luka terdengar suara desis aneh yang
disertai dengan mengepulnya asap hitam berbau busuk. Si kakek kemudian
menempelkan telapak tangannya ke dada Sanjaya. Sekejap dia kerahkan tenaga
dalamnya ke bagian dada si pemuda. Pendekar Sesat Patah Hati nampak terguncang,
dari bagian mulutnya menyembur darah hitam kental.
Si kakek terus kerahkan tenaga
dalamnya, sampai sekujur tubuhnya sendiri dilanda guncangan hebat dan basah
bersimbah keringat.
"Hoeeek...!"
"Bagus. Terus keluarkan semua isi perutmu!" seru si kakek yang mulai menjauhkan
tangannya dari dada si pemuda.
Orang tua ini kemudian menunggu untuk beberapa saat lamanya. Kemudian terdengar
suara erangan yang keluar dari mulujt Sanjaya. Pemuda itu kerjapkan matanya. Dia
jadi kaget GENTO GUYON T A B I B S E T A N
ketika melihat kehadiran Tabib Sesat Timur di tempat itu.
"Kakek..." Bagaimana kau bisa hadir di sini?" gumam si pemuda heran tapi juga
gembira. "Puji syukur pada Tuhan. Kita masih dipertemukanNya!"
"Heh, biasanya kakek selalu mengatakan puji syukur kepada setan!"
kata si pemuda heran.
Tabib Sesat Timur tersenyum
kecut. "Itu dulu Sanjaya. Sekarang aku sudah tobat. Aku sudah semakin tua.
Aku takut sebelum sempat bertobat ajal keburu menjemputku. Aku malu menghadap
Tuhan dalam keadaan kotor. Selama ini aku hidup dalam kesesatan. Aku tidak ingin
semua itu terus berlanjut. Sejak bocah edan tidak lagi bersamaku dan pergi
dengan si gendut entah ke mana.
Aku merasa kehilangan. Enam tahun dia bersamaku, tapi aku terus menyiksanya.
Anak itu sangat menderita. Kini setelah dia pergi, baru kesadari betapa dia
sangat berarti bagi diriku.
Tapi lupakanlah!" ujar si kakek dengan wajah murung. Dia menghembuskan nafas
yang terasa menyesak di dalam dadanya.
Setelah itu perhatiannya tertuju pada Sanjaya alias Pendekar Sesat Patah Hati.
"Bagaimana kau sampai mengalami kejadian seperti ini" Kau terkena gigitan ular
Kayangan. Aku yakin itu
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
hasil perbuatannya." Berkata begitu si kakek tabib menunjuk ke arah Ratu Ular
Kayangan. "Engkau betul kek. Entahlah sejak ayahku meninggal hidupku makin tak menentu."
kata Sanjaya. Kemudian si pemuda menceritakan segala sesuatu yang terjadi
termasuk juga mengenai hubungannya dengan Ni Seroja yang ditentang oleh Senopati
Lambak Renggono. "Aku merasa ikut prihatin. Aku sendiri telah menyeiidiki siapa sebenarnya yang
telah membocorkan kesalahan ayahmu pada paduka prabu.
Aku sadari ayahmu memang bersalah.
Tapi kalau bukan kareha ulah Senopati Lambak Renggono mungkin ayahmu masih hidup
saat ini meskipun harus mendekam di penjara." ujar Tabib Sesat Timur beberapa
saat setelah Sanjaya menceritakan segala sesuatunya.
"Jadi Senopati Lambak Renggono yang punya ulah?" desis si pemuda.
"Mengapa dia berbuat begitu?" tanya Sanjaya ingin tahu.
"Kudengar ayahmu oleh sri baginda hendak diangkat menjadi Adipati di daerah
lain. Kurasa Senopati itu merasa iri, sehingga dia sengaja mencari kesalahan
ayahmu. Kebetulan sekali ayahmu memang kedapatan
melakukan kesalahan."
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Aku harus membuat perhitungan dengan Senopati itu." dengus Pendekar Sesat Patah
Hati. Sang Tabib gelengkan kepala.
"Mengapa?"
"Senopati itu memiliki kesaktian sangat tinggi. Itu sebabnya dia dijuiuki
Senopati Pamungkas. Dengan ilmu Gelombang Naga yang kau miliki tak terpikir
olehku kau akan kalah melawannya. Tapi selain Senopati Lambak Renggono dia masih
punya pasukan perang dalam jumlah besar.
Lain halnya jika aku membantumu menculik Ni Seroja. Kemudian aku meninggalkan
pesan untuknya, agar dia mau datang menemuimu seorang diri."
"Tapi aku tak mungkin bertemu dengan Ni Seroja dalam keadaan cacat begini rupa!"
kata Sanjaya gelisah.
Si kakek tersenyum. "Aku telah menyelidik. Ni Seroja kurasa tetap mencintaimu.
Saat ini dia dipasung dalam sebuah kamar. Kurasa ingatannya agak terganggu.
Namun aku pasti bisa membantu menyembuhkannya bila dia telah bersamamu." tegas
Tabib Tapadara.
"Tapi siapa yang akan ke sana?"
"Tentu saja aku. Aku sudah tahu tempatnya di mana Ni Seroja disekap.
Asal kau percaya dengan kemampuanku.
Aku yakin segala sesuatunya jadi beres sesuai dengan keinginanmu."
GENTO GUYON T A B I B S E T A N
"Baiklah kek. Aku menurut saja."
jawab si pemuda pasrah.
"Kalau begitu sekarang kau pergi.
Lukamu sudah tidak perlu dikhawatirkan lagi." kata sang tabib meyakinkan.
Sanjaya anggukkan kepala dan
mengikuti kakek tabib pergi ke tempat kediaman Senopati Lambak Renggono.
* * * Gadis cantik berambut awut-awutan itu baik malam ataupun siang hampir tak pernah
berhenti menangis.
Terkadang dia suka berteriak-teriak seperti orang kurang waras. Hal ini tentu
saja mengandung rasa iba para pelayan yang melayani segala
kebutuhannya. Sore itu Senopati Lambak Renggono sedang tidak berada di dalam
gedung tempat kediamannya. Nini Parawit tahu benar akan hal itu.
Menurut keterangan beberapa prajurit yang dapat dipercaya sang Senopati yang
mandapat laporan tentang tewasnya belasan prajurit serta perwira tinggi yang
Bara Diatas Singgasana 20 Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo Badai Awan Angin 3
^