Pencarian

Sepasang Alap Alap Bukit 3

Dewa Arak 14 Sepasang Alap-alap Bukit Gantar Bagian 3


dikepalkan terus, hingga kuku-kukunya membekas di telapak tangan.
Sepasang matanya menatap lawan-lawannya penuh hawa membunuh. Untuk pertama
kalinya Arya yang selama ini dikenal sebagai pendekar welas asih berniat
melenyapkan semua lawan-lawannya tanpa pertimbangan lagi.
Sementara itu Samiaji sudah mulai menggeluti tubuh Mawar dengan kasar. Secara
buas, liar, dan bru tal diciumnya sekujur tubuh Mawar yang sudah tanpa busana
itu. Kedua tangannya meremas-remas ke sana kemari. Tak dipedulikannya rintihan
lirih dari mulut gadis itu. Dalam pendengaran pemuda bertubuh pendek kekar ini,
rintihan menyayat Mawar adalah nyanyian merdu bidadari yang malah membuatnya
semakin brutal.
Janggulapati dan empat orang anak buahnya menelan ludah melihat adegan yang
terpampang di hadapannya.
Tapi sesaat kemudian, laki-laki berpakaian hitam itu mulai mengadakan penyiksaan
terhadap Dewa Arak. Tidak dipedulikannya lagi semua yang dilakukan muridnya.
Gayatri yang sejak tadi hanya memperhatikan saja, kini tidak tinggal diam.
Wanita pesolek ini pun ikut ambil bagian dalam penyiksaan terhadap Dewa Arak
Gayatri menggunakan senjatanya untuk menyiksa Arya. Sebuah kebutan dengan bulu-
bulu berwama putih keperakan.
Wurtt! Prattt..!
Bukkk! Bukkk! Berkali-kali kebutan di tangan wanita berpakaian hitam itu menampar sekujur
tubuh Arya. Di tangan Gayatri, kebutan itu berubah menjadi alat penyiksa yang
mengerikan. Kebutan itu terkadang menegang kaku untuk menotok berbagai bagian tubuh Dewa
Arak Tapi, tak jarang melemas, digunakan untuk melecut seperti cambuk. Dan
berkali-kali mendarat di berbagai bagian tubuh Arya.
Berkali-kali tubuh pemuda berambut putih keperakan itu meregang, setiap kali
Janggulapati maupun Gayatri mengayunkan tangan. Seluruh baju dan celana Arya
sudah compang-camping tak karuan. Habis tersayat-sayat lecutan kebutan Gayatri.
Meskipun siksaan demi siksaan menderanya, tapi tidak sedikit pun terdengar jerit
kesakitan dari mulut Arya. Pemuda ini menggigit bibir erat-erat untuk menahan
suara rintihan yang hampir keluar dari mulutnya. Bahkan bibirnya sampai pecah
mengeluarkan darah. Hanya tubuhnya yang sesekali menggeliat yang menjadi bukti
kalau siksaan Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar menyakitkan dirinya.
Melati yang tak kuat melihat adegan penyiksaan terhadap dua orang yang
dikasihinya, tertunduk dalam. Hanya kedua tangannya yang mengepal keras menjadi
bukti kalau gadis itu tengah berperang dengan perasaannya.
Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar baru menghentikan siksaannya setelah Samiaji
juga menghentikan nafsu binatangnya. Ada senyum puas yang tersungging di mulut
pemuda bertubuh pendek kekar itu, ketika perlahan-lahan mengenakan pakaiannya
kembali. "Kau urus mereka, Mawar! Dan segera keluar kalau tidak ingin bernasib seperti
mereka!" ucap Janggulapati sambil melangkah keluar, diikuti yang lainnya.
Dengan wajah pucat pasi bagai mayat, Melati kemudian memakaikan pakaian baru
berwarna putih pada saudara kembarnya. Kedua tangannya nampak menggigil keras
menahan gejolak perasaan yang menyiksa.
Sesaat kemudian kedua saudara kembar ini saling berpelukan erat Mawar dan Melati
sama-sama menangis tanpa suara. Sementara Dewa Arak sama sekali tidak tahu apa-
apa. Pemuda berambut putih keperakan ini sudah pingsan. Tak kuat menahan siksaan demi
siksaan yang mendera tubuhnya.
Tak lama kemudian, Melati pun keluar dari kamar itu, setelah melempar pandang ke
arah Arya beberapa saat lamanya. Gadis berpakaian merah ini tak bisa berbuat
apa-apa. Melati tahu kalau Janggulapati tidak main-main dengan ancamannya tadi.
Di luar pintu, dilihatnya empat anak buah Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar
menatapnya dengan sinar mata aneh. Tapi gadis berpakaian merah ini sama sekali
tidak peduli. Dan terus melangkah masuk ke kamarnya.
7 Untuk kesekian kalinya, Melati menelan obat yang diberikan Mawar. Setelah itu,
gadis berpakaian merah ini duduk bersila. Kedua tangannya dengan jari-jari
terbuka, dirangkapkan di depan dada. Ujung-ujung jarinya tegak lurus ke atas.
Sedangkan punggungnya ditegakkan.
Melati kembali bersemadi untuk menghilangkan racun milik Sepasang Alap-Alap
Bukit Gantar.Tak lama kemudian, gadis berpakaian merah ini sudah tenggelam dalam
keheningan semadinya. Kini yang terdengar hanyalah suara keluar masuknya udara
yang ditarik dan dibuang oleh gadis itu. Suara pelan dan berirama tetap.
Secercah kegembiraan mulai timbul di hati Melati setelah merasakan ada hawa
hangat yang berputar di bawah pusarnya. Memang masih pelan, tapi sedikit banyak
sudah membuat semangat gadis berpakaian merah ini bangkit
Dengan penuh semangat Melati meneruskan semadi tanpa mempedulikan sang waktu
yang terus bergulir. Yang ada di dalam benaknya saat ini hanya bersemadi dan
bersemadi. Semakin lama hawa yang berputaran di bawah pusar Melati semakin bergolak keras.
Tapi, gadis berpakaian merah ini sama sekali tidak peduli. Dia terus saja
melanjutkan semadinya dengan tekun. Dan perlahan namun pasti tubuhnya mulai
berguncang-guncang.
Wajah Melati sudah mandi keringat ketika menghentikan semadi. Perlahan-lahan
gadis berpakaian merah ini bangkit berdiri. Secercah senyuman tersungging di
bibirnya. Kini sudah hampir tiba saatnya dia membalas dendam.
Melati kemudian memusatkan perhatiannya. Pikirannya disatukan pada keinginannya
untuk menyalurkan hawa yang berputaran di bawah pusarnya ke kedua telapak
tangannya. Dan hampir saja gadis berpakaian merah ini bersorak gembira begitu merasakan
aliran aneh yang merayap ke kedua tangannya. Tenaga dalamnya telah pulih
kembali! Tenaga dalamnya telah kembali berfungsi!
Meskipun begitu, Melati belum merasa yakin kalau tenaga dalamnya telah kembali
seperti semula. Walaupun begitu, keberhasilan usahanya sudah membuatnya gembira
bukan main. Keberhasilan membangkitkan kembali tenaga dalamnya yang lenyap ini
membuktikan kalau tak akan lama lagi seluruh tenaga dalamnya pulih kembali.
Kini Melati melangkah ke arah pintu Kemudian tangannya dijulurkan.
Kriiittt..! Terdengar suara berderit pelan begitu daun pintu kamar terbuka. Perlahan gadis
berpakaian merah ini menutupkan pintu kembali. Kemudian melangkahkan kakinya
menuju ke ruang tahanan Arya dan Mawar.
Melati mendadak mengerutkan alisnya begitu melihat di depan pintu ruangan itu
berjaga-jaga empat anak buah Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar. Tidak biasanya
ruangan ini dijaga. Ada apa gerangan" tanya gadis berpakaian merah ini dalam
hati. Keempat anak buah Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar menatap lekat-lekat wajah
Melati yang mereka sangka Mawar. Sorot mata mereka liar penuh nafsu. Dan memang,
sebenarnya keempat orang ini sudah lama memendam hasrat jelek pada Mawar. Hanya
saja mereka tidak berani melakukannya. Takut pada ketua mereka.
Mawar telah menceritakannya semua pada Melati. Maka gadis berpakaian merah ini
pun tahu arti pandangan mata mereka. Tapi, yakin kalau seperti biasanya, empat
orang itu tidak berani mengganggu, Melati meneruskan langkah menuju pintu.
Melati kaget bukan main ketika melihat empat orang itu berdiri menghadang jalan
sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Keparat!" bentak Melati keras. Kemarahan yang hebat memang melanda gadis
berpakaian merah ini. Tapi, untunglah dalam keadaan seperti itu dia masih
teringat meniru suara Mawar. "Berani kalian menggangguku"! Apa kalian tidak
takut kepada pemimpin kalian"!"
"He he he...!" salah seorang yang bertubuh tinggi kurus tertawa-tawa dengan
lagak menyebalkan. "Mereka baru saja pergi, Mawar. Dan mungkin nanti malam baru
kembali Sekarang kesempatan bagi kami terbuka untuk bersenang-senang denganmu!"
"Benar...! Ha ha ha...!" sambut yang berkulit kuning.
"Ayolah, Mawar...!" yang berambut abu-abu ikut pula angkat bicara.
Seketika wajah Melati berubah. Kepergian Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar dan
Samiaji merupakan sebuah kesempatan emas untuk melarikan diri. Tapi, dia tidak
boleh bertindak ceroboh. Barangkali saja keempat orang ini berbohong padanya.
Tapi, menilik dari sikap mereka, Melati dapat menduga kalau keempat orang itu
sama sekali tidak berdusta.
"Tunggu sebentar...!" cegah Melati sambil menjulurkan kedua tangannya.
Seketika langkah kaki keempat orang itu tertahan.
"Aku bersedia meladeni kalian..., asal kalian mau menjawab pertanyaanku," ucap
Melati. Keempat orang yang tengah diamuk nafsu itu mana sempat mencerna arti
kata-kata 'meladeni' yang dimaksud gadis berpakaian merah itu. Yang jelas, kata-kata
Melati yang mereka sangka Mawar, di telinga mereka adalah persetujuan gadis itu.
"Cepat..., ajukan pertanyaanmu, Mawar...!" desak laki-laki bertubuh tinggi kurus
tak sabar. "Ke mana mereka pergi?" tanya Melati ingin tahu.
"Mencari tempat persembunyian ibumu, Mawar," sahut laki-laki bertubuh tinggi
kurus. "Apakah mereka tidak khawatir kalau tahanan kita melarikan diri?" Melati ingin
tahu. "Ketua tidak sebodoh itu, Mawar. Sebelum pergi, ketua sudah menjejali kedua
tahanan dengan racun. Bahkan Samiaji kembali menikmati kemolekan tubuh gadis
itu." "Lalu..., kenapa kalian berjaga-jaga di sini?"
"Agar kau tidak bisa membawa kabur mereka, Mawar," sahut laki-laki bertubuh
tinggi kurus tidak sabar. "Mengapa pertanyaanmu begini banyak sih"!"
Melati berpura-pura tersenyum manis walaupun sebenarnya hatinya bergolak penuh
kemarahan yang meluap-luap.
"Sabar, tinggal satu pertanyaan lagi. Dan aku akan meladeni kalian."
"Cepatlah, Mawar!" Seketika wajah laki-laki berambut abu-abu berseri.
"Sebenarnya..., bisa saja kami memaksamu secara kasar, Mawar. Toh, kami bisa
saja mencari-cari alasan. Misalnya kau ingin membawa kabur tahanan. Tapi...,
kami lebih suka kalau kau melayani secara sukarela. Ha ha ha...! Bukan begitu,
Teman-teman"!"
Hampir bersamaan ketiga rekan laki-laki berambut abu-abu itu menganggukkan
kepalanya. "Aku membatalkan pertanyaanku!" tandas Melati tegas.
"Heh..."! JadL..?" laki-laki bertubuh tinggi kurus tidak melanjutkan ucapannya.
Agak kaget juga dia mendengar jawaban yang ketus itu. Bahkan tiga rekannya juga
terkejut mendengarnya. Dan seketika itu juga mereka bersiap siaga. Tapi keempat
orang kasar itu tidak merasa khawatir, karena telah mengetahui tingkat
kepandaian gadis yang mereka kira Mawar. Jangankan melawan mereka berempat,
melawan dua di antara mereka saja belum tentu gadis itu mampu.
"Rupanya kau lebih suka diperlakukan kasar, Mawar!"
"Sekarang aku akan meladeni kalian!"
Setelah berkata demikian, tangan Melati meluncur ke arah dada laki-laki tinggi
kurus. Dalam kemarahan dan kekhawatiran akan kehadiran Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar
dan Samiaji, gadis berpakaian merah ini. Langsung mengeluarkan ilmu 'Cakar Naga
Merah' andalannya. Laki-laki tinggi kurus yang semula memandang rendah, jadi terperanjat kaget
bukan main melihat kecepatan gerak Melati. Serangan gadis itu tiba begitu cepat.
Dan juga angin yang mengiringi tibanya serangan itu begitu keras.
Dengan sebisa-bisanya laki-laki tinggi ku rus ini berusaha mengelak. Tapi,
karena sebelumnya dia tidak berwaspada, dan lagi serangan itu datang melebihi
perkiraannya, maka....
Plak...! Terdengar suara berderak keras begitu tamparan Melati mengenai sasaran. Seketika
itu juga tubuh laki-laki tinggi kurus itu terpelanting jatuh. Beberapa saat
lamanya, tubuh itu menggelepar-gelepar di tanah, sebelum akhirnya diam tidak
bergerak lagi. Tewas dengan tulang dada berpatahan. Darah segar mengucur deras
dari hidung, mulut, dan telinga laki-laki tinggi kurus itu.
Ketiga rekannya kaget bukan main melihat kematian si tinggi kurus. Sungguh tidak
mereka sangka kalau Melati selihai ini. Mungkinkah dalam waktu beberapa hari
saja, kepandaian gadis berpakaian merah ini bisa melonjak begitu cepat" tanya
mereka dalam hati, penuh rasa tidak percaya.
Tapi, ketiga anak buah Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar ini tidak ingin berpikir
lebih lama lagi
Srattt, srattt..!
Sinar-sinar terang berpendar begitu ketiga orang itu menghunus senjata masing-
masing. Mereka tahu kalau kini entah dengan cara bagaimana, gadis yang mereka
sangka Mawar bisa memiliki kepandaian selihai itu. Maka mereka tidak berani
bersikap main-main.
Melati tersenyum sinis.
"Orang biadab seperti kalian tidak bisa dibiarkan hidup lebih lama. Dunia akan
gembira bila kalian semua lenyap dari muka bumi." Tajam dan penuh ancaman ucapan
yang keluar dari mulut Melati. Sedangkan Sepasang matanya mencorong kehijauan
menatap ketiga lawannya.
Tak terasa ketiga orang anak buah Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar itu melangkah
mundur setindak. Tengkuk mereka seketika terasa dingin. Ancaman maut yang
mencuat dari gadis di hadapan mereka tampaknya memang tidak main-main.
Tapi Melati yang sudah dilanda dendam yang bergelora tidak mau memberi
kesempatan lagi. Kembali gadis berpakaian merah ini menerjang. Tangan kanannya
yang berbentuk cakar naga meluruk deras mengancam ke arah dada salah seorang
anak buah Alap-Alap Bukit Gantar. Sementara tangan kiri terletak di pinggang.
Wuuuttt..! Angin berhembus keras sebelum sambaran cakar itu sendiri tiba. Laki-laki
berambut abu-abu yang menjadi sasaran sambaran cakar naga segera memapak
serangan itu dengan tusukan pedang. Sementara kedua rekannya pun tidak tinggal
diam. Mereka menghujani Melati dengan serangan-serangan maut bertubi-tubi.
Melati yang tahu kalau tenaga dalamnya belum pulih secara keseluruhan, buru-buru
membatalkan serangannya seraya melompat mundur begitu melihat lawan memapak
tangannya dengan golok. Hasilnya, serangan ketiga lawannya mengenai tempat
kosong. Beberapa jengkal di depannya.
Melati segera mengambil golok yang tergantung di pinggang ma yat laki-laki
bertubuh tinggi kurus. Dan tanpa ragu-ragu lagi, dia memainkan 'Ilmu Pedang
Seribu Naga'. Memang ada sedikit kecanggungan ketika menggunakan golok itu. Tapi
sama sekali tidak mempengaruhi kedahsyatan 'Ilmu Pedang Seribu Naga'.
Wunggg...! Terdengar suara menggerung dahsyat seperti ada ribuan tawon mengamuk begitu
Melati menggerakkan golok rampasannya.
Ketiga anak buah Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar terkejut mendengarnya. Tapi,
kejadian itu hanya berlangsung sebentar. Sesaat kemudian mereka sudah kembali
menyerang gadis berpakaian merah itu sambil mengeluarkan teriakan melengking
nyaring. Tapi mana mampu keroco-keroco seperti mereka menandingi 'Ilmu Pedang Seribu
Naga' yang dahsyat" Terdengar suara menggerung keras begitu Melati menyambut
serangan tiga orang musuhnya sambil melompat. Sesaat kemudian, terdengar
teriakan-teriakan menyayat saling susul yang diikuti dengan robohnya ketiga
orang itu dalam keadaan tanpa nyawa.Melati menatap ketiga mayat anak buah
Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar yang bergelimpangan saling tumpang tindih. Ada
rasa puas yang terpancar di wajahnya. Sejenak pandangannya dialihkan pada golok
berlumuran darah yang tergenggam di tangannya.
Kemudian dilemparkannya ke bawah.
Cappp! Batang golok itu menancap di lantai sampai lebih dari setengahnya.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Melati segera membalikkan badan menatap pintu
yang terpampang dalam jarak sekitar lima tombak di depannya.
"Hih...!"
Melati berseru keras seraya menghentakkan kedua tangan yang membentuk cakar naga
ke depan. Inilah jurus 'Naga Merah Membuang Mustika'.
Wusss...! Angin keras berhembus dari kedua telapak tangan gadis berpakaian merah itu.
Kemudian meluncur deras ke arah pintu. Rupanya Melati ingin menguji kekuatan
tenaga dalamnya.
Brakkk! Terdengar suara berderak keras yang diikuti dengan hancurnya daun pintu ruangan
tempat Arya dan Mawar ditahan. Hancur berkeping-keping!
Karuan saja suara itu membuat Arya dan Mawar terkejut bukan main. Serentak
keduanya menoleh ke arah ambang pintu yang sudah tidak berdaun lagi.
Dan dari luar pintu melesat sesosok bayangan merah, yang sesaat kemudian sudah


Dewa Arak 14 Sepasang Alap-alap Bukit Gantar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdiri di ambang pintu.
"Melati...," hampir bersamaan Arya dan Mawar mendesah pelan begitu melihat sosok
tubuh yang ternyata tidak lain adalah Melati.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Melati segera bergegas melangkah.
"Bebaskan Mawar dulu, Melati," ucap Arya bernada perintah.
Melati segera melangkah ke arah balai-balai bambu Mawar. Agak terburu-buru dia
melepaskan tali yang membelenggu kedua tangan dan kaki saudara kembarnya.
"Melati...!" seru Mawar serak bemada isak. Air matanya meleleh di sepanjang
pipinya. Dan begitu ikatan yang membelenggunya terlepas, Melati dipeluknya erat-erat
Melati pun balas memeluk tak kalah erat. Rasa haru yang menggelegak membuat
dadanya terasa sesak. Bahkan gadis berpakaian merah ini tidak mampu mengeluarkan
kata-kata. Semua ucapan yang akan keluar, tersumbat di tenggorokan. Yang dapat
dilakukan Melati hanya balas memeluk erat-erat, sambil menepuk-nepuk punggung
saudara kembarnya.
Beberapa saat lamanya kedua gadis kembar itu saBng berpelukan dengan hati yang
sama menangis. Baru Melati perlahan-lahan melepaskan pelukannya. Sejenak
ditatapnya wajah saudara kembarnya yang pucat pasi.
"Maafkan aku yang telah menyusahkanmu, Mawar," ucap Melati. Pelan dan serak
suaranya. "Tidak ada yang perlu dimaafkan, Melati. Kau tidak salah." Mawar menggelengkan
kepala. "Mari kita bebaskan Kang Arya dulu," ajak Melati sambil menuntun tangan gadis
berpakaian putih itu.
Tanpa banyak membantah, Mawar mengikuti langkah saudara kembarnya menuju
balai-balai bambu tempat Arya diikat.
Sambil melepaskan ikatan yang membelenggu tangan dan kaki Arya, Melati menatap
sekujur tubuh pemuda berambut putih keperakan itu mulai dari ujung rambut sampai
ke ujung kaki. Dan diam-diam hati gadis ini terenyuh begitu melihat keadaan Dewa
Arak. Wajah Arya bengkak-bengkak dan biru lebam. Bahkan sepasang matanya pun sampai
tak terlihat lagi, karena tertutup oleh bengkak-bengkak pada wajahnya. Sekujur
tubuhnya penuh luka-luka menghitam panjang bekas cambukan. Bahkan sambungan
lutut kaki kanannya terlepas. Begitu pula sambungan tulang siku tangan kirinya.
"Mengapa kau berani membebaskan kami secara terang-terangan begini, Melati?"
tanya Arya pelan, begitu telah bebas dari belenggu.
"Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar dan Samiaji tidak berada di tempat, Kang,"
jawab Melati sambil menatap dengan pandangan iba pada tunangannya. "Yang ada
hanya empat orang anak buahnya."
"Hm..., lalu?" kejar Arya.
"Mereka semua sudah kukirim ke akhirat!" tandas gadis berpakaian merah ini
tegas. "Kau tahu ke mana manusia-manusia terkutuk itu pergi, Melati?" Arya mengganti
sebutan untuk Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar dan Samiaji. Melati menganggukkan
kepala. "Ke mana?" Mawar yang sudah tidak sabar lagi ikut bertanya.
"Mencari ibumu, Mawar," jawab Melati dengan suara mendesah.
"Ibumu juga, Melati," balas Mawar membenarkan ucapan gadis berpakaian merah itu.
"Hhh...!" Melati menghela napas berat
"Kau tidak percaya, Melati?"
"Bukannya aku tidak percaya, Mawar. Tapi..., kejadian ini membuatku tidak
yakin...."
Ragu-ragu Melati menanggapi.
"Sudahlah...!" Arya cepat menengahi. "Urusan itu bisa diurus belakangan. Yang
penting, Sekarang kita harus cepat pergi dari sini sebelum mereka kembali."
"Tapi, ke mana?" tanya Melati bingung.
"Bagaimana kalau ke tempat persembunyian ibuku?" usul Mawar tiba-tiba.
Arya dan Melati melengak kaget
"Kau tahu di mana ibumu?" tanya Melati ragu-ragu.
"Tahu secara pasti sih tidak. Tapi, aku yakin kalau dia ada di tempat itu.
Karena memang tempat itulah satu-satunya yang sering dia kunjungi kalau sedang
tidak ada di rumah. Dan lagi..., mungkin ibuku bisa mengobati semua luka-luka
Kang Arya. Ibuku seorang yang ahli dalam ilmu pengobatan."
"Bagaimana, Kang?" tanya Melati meminta pendapat tunangannya.
"Aku setuju," sahut Arya cepat. Tanpa membuang-buang waktu lagi, ketiga muda-
mudi ini pun bergegas meninggalkan markas Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar. Tak
lupa, ketiga orang itu mengambil guci perak dan Pedang Bintang yang direbut
Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar. Baru kemudian mereka meninggalkan tempat itu.
Arya terpaksa menggunakan sebatang tongkat untuk lebih memudahkan berjalan.
Mula-mula memang canggung. Tapi lama kelamaan akhirnya dia mulai terbiasa.
8 "Ibu...!" Mawar berseru keras, begitu melihat seorang wanita setengah baya
berpakaian kuning muda tengah menyapu pelataran yang cukup luas di depan sebuah
gua. Wanita berpakaian kuning muda yang ternyata adalah Karina sampai terjingkat
kaget mendengar panggjlan itu. Dia kenal betul pemilik suara itu. Dan kepalanya
pun cepat ditolehkan ke belakang karena wanita ini menyapu menghadap mulut gua.
Sekitar lima tombak di depan, dilihatnya tiga sosok tubuh yang tengah melangkah
ke arahnya. Beberapa saat wanita berpakaian kuning muda ini menyipitkan mata
untuk memperjelas pandangan.
"Mawar...! Anakku...!"
Seraya berteriak nyaring, tiba-tiba Karina melempar sapunya dan kemudian
menghambur ke arah tiga sosok tubuh yang tengah menghampirinya.
Mawar segera menghambur ke arah ibunya. Ditinggalkannya Melati dan Arya.
"Ibu...!" seru gadis berpakaian putih ini tak kalah keras.
Tapi alangkah heran hati Mawar, begitu melihat wanita berpakaian kuning muda itu
tiba-tiba menghentikan langkah.
"Kau..., kau siapa...?" tanya Karina dengan mulut bergetar. Sepasang matanya
menatap gadis berpakaian putih yang berdiri di hadapannya penuh rasa heran.
Memang, tadi wanita berpakaian kuning muda ini berlari ke arah mereka karena
melihat pakaian merah yang dikenakan Melati. Tentu saja wanita setengah baya ini
jadi terkejut begitu melihat gadis berpakaian putih yang menghambur ke arahnya.
Dan anehnya wajah gadis itu adalah wajah yang amat dikenalnya. Wajah Mawar!
Dengan pandang mata bingung, Karina mengalihkan tatapannya ke arah gadis
berpakaian merah yang tengah berdiri berdampingan dengan seorang pemuda berambut
putih keperakan. Dan jelas dilihatnya kalau gadis itu adalah Mawar! Tapi,
mengapa gadis itu tidak menyambut" Malah gadis berpakaian putih ini yang
menyambut dan memanggilnya ibu"
"Aku Mawar, Bu," sahut gadis berpakaian putih itu terbata-bata. "Mawar putri
Ibu" Masa' Ibu lupa?"
"Lalu..., siapa gadis itu?" tanya Karina lagi sambil menunjuk gadis berpakaian
merah berambut digelung ke atas.
Kini Mawar baru sadar mengapa ibunya kebingungan. Mengapa dia sampai lupa" Dia
masih berpakaian dan berdandan Melati. Pantas saja kalau tadi ibunya
kebingungan. Apalagi di situ juga ada Melati yang berperan sebagai Mawar.
"Dia adalah saudara kembarku, Bu," sahut gadis berpakaian putih itu cepat
"Saudara yang dulu sering Ibu ceritakan."
"Ah...!" wanita berpakaian kuning ini terjingkat bagai disengat ular berbisa.
"Dia..., dia... Delima?"
Mawar menganggukkan kepalanya. Dan seketika itu juga, Karina melayangkan
tatapannya ke arah Melati.
Sejak tadi Melati memang sudah memperhatikan wanita yang dipanggil ibu oleh
Mawar. Dan begitu melihat, seketika timbul rasa sukanya. Wanita setengah baya
itu kelihatan begitu agung dan sederhana. Melati tidak merasa keberatan jika
wanita itu benar ibu kandungnya.
"Delima...!" wanita berpakaian kuning muda itu memanggil dengan suara lirih dan
bergetar. Tapi cukup jelas untuk dapat ditangkap oleh telinga Melati dan Arya.
Kedua kaki Melati menggigil keras mendengar panggilan wanita berpakaian kuning
muda yang begitu sarat dengan kerinduan. Seketika ada semacam perasaan aneh yang
membuat hatinya yakin kalau wanita di hadapannya ini benar ibu kandungnya.
"Delima... Anakku...! Kemarilah kau, Nak," panggil Karina lagi. Kedua tangannya
terkembang ke depan. Siap untuk memeluk putrinya yang telah belasan tahun tidak
pernah dijumpai.
Melati menghampiri Karina dengan jantung berdebar keras.
"Apa buktinya kalau aku adalah anakmu?" tanya gadis berpakaian merah ini dengan
suara bergetar.
"Kalau kau benar Delima..., ada dua tanda kehitaman mirip sebuah tompel yang kau
miliki. Pada bahu kananmu dan pada perutmu...," ujar Karina, agak bergetar
suaranya. "Ibu...!"
Kini Melati tidak ragu lagi. Segera gadis berpakaian merah ini menghambur ke
ibunya dengan kedua tangan terkembang ke depan. Sesaat kemudian ibu dan anak
yang telah sekian betas tahun berpisah sudah sating berpekikan erat
"Delima..., Anakku..." Tersendat-sendat Karina mengeluarkan ucapan. Sementara,
kedua tangannya sibuk mengusap-usap rambut hitam dan tebal yang dimitiki Melati
penuh kasih sayang.
"Ibu... Mengapa Ibu tega memberikanku pada orang lain?" tanya gadis berpakaian
merah itu sambil melepaskan pelukan.
Karina tertegun sejenak.
"Dari mana kau tahu, Delima" Pasti dari Mawar kan?"
Hampir berbarengan Melati dan Mawar menganggukkan kepala.
"Panjang ceritanya, Delima. Tapi percayalah...! Semua itu Ibu lakukan demi
keselamatanmu juga."
Melati pun terdiam seketika.
"Mari masuk dulu, Delima. Ajak pula kawanmu. Ketihatannya dia mengalami luka
parah. Luka-lukanya perlu segera mendapatkan pengobatan."
Sesaat kemudian, keempat orang itu pun sudah masuk ke dalam gua.
*** Ternyata Mawar tidak berbohong sewaktu mengatakan kalau ibunya adalah seorang
ahli pengobatan. Tidak sampai dua hari, luka-luka yang diderita Arya sudah
sembuh sama sekali. Sementara pengobatan untuk tenaga dalamnya yang musnah,
disembuhkan dengan arak yang berasal dari guci peraknya. Selama dua hari itu
pula Melati terpaksa menahan-nahan diri untuk tidak mendesak ibunya menjelaskan
mengapa dirinya dipisahkan.
Dua hari itu dihabiskan oleh Melati untuk melakukan semadi mengembalikan
kondisinya seperti semula. Ternyata obat yang diberikan wanita berpakaian kuning
ini memang manjur. Terbukti, dua hari kemudian tenaga dalamnya telah putih
kembali seperti sediakala.
Pagi ini, saat yang dinanti-nantikan Melati pun tiba. Karina menyuruh mereka
berkumpul di bagian tengah gua yang kebetulan mempunyai ruang cukup luas dan
terang. Mereka semua duduk di tanah membentuk lingkaran.
"Dengarlah oleh kalian semua, terutama kalian berdua," ucap Karina seraya
menatap Melati dan Mawar bergantian, setelah keduanya menceritakan semua
kejadian yang mereka alami sehingga bisa bertemu. Bahkan Melati pun menceritakan
semua hal yang dialaminya sejak kecil. Kedua saudara kembar itu kini telah
kembali pada pakaian dan dandanan masing-masing.
Melati dan Mawar menganggukkan kepala berbareng. Kini pendengaran mereka
dipasang tajam-tajam untuk mendengar sejarah hidup keluarga mereka.
"Puluhan tahun lalu, ayah kalian adalah seorang pendekar sakti yang jarang
memiliki tandingan. Palungga namanya. Tapi sayang sekali. Ayahmu terlalu kejam
pada orang-orang yang berbuat jahat. Tak ada ampun bagi setiap orang jahat yang
bertemu dengannya."
Karina menghentikan ceritanya untuk mengambil napas. Ditatapnya wajah-wajah yang
mendengarkan ceritanya dengan penuh minat. Tak terkecuali Mawar. Karena baru
kali inilah ibunya bercerita begini jelas. Dan hal itu terpaksa dilakukan wanita
berpakaian kuning muda ini untuk membuat hati Melati puas.
"Ketika ayahmu menikah denganku, baru kekejamannya berkurang. Sedikit demi
sedikit dia mulai menjauhi kerasnya dunia persilatan," sambung wanita setengah
baya itu lagi. "Tapi, karena ayahmu telah terlalu banyak menanam dendam pada
orang lain, usahanya untuk mengundurkan diri dari dunia persilatan sia-sia."
"Maksud, Ibu...?" tanya Melati dengan suara bergetar. Meskipun sebenarnya sudah
bisa menduga apa yang terjadi, tapi gadis berpakaian putih ini masih juga
bertanya. "Yahhh...! Pada suatu malam, orang-orang persilatan golongan hitam menyerbu
rumah kami. Ayah mu menyuruhku menyelamatkan diri sambil membawa kalian.
Sementara dia sendiri berusaha menahan orang-orang golongan hitam itu."
"Ayah...," keluh Melati pelan. Ada keharuan yang menyeruak di hati gadis
berpakaian putih ini begitu mendengar ayahnya sengaja mengorbankan diri agar
anak istrinya selamat
"Dengan membawa kalian, aku melarikan diri. Berpindah-pindah dari tempat yang
satu ke tempat yang lain. Dan sewaktu aku menumpang di rumah keluarga adikku
yang belum dikaruniai anak, mereka menawarkan diri untuk mengurus salah seorang
di antara kalian."
Kembali Karina menghentikan ceritanya. Wanita berpakaian kuning muda ini terdiam
sejenak. Sepertinya dia tengah mencari kata-kata yang tepat untuk melanjutkan
ceritanya. "Dengan berat hati, aku terpaksa melepaskan kau, Delima. Karena hanya kaulah
yang punya tanda-tanda khusus yang dapat kujadikan bukti sebagai anakku kelak,"
sambung Karina lagi. "Dan tak lama kemudian, aku bertemu dengan sahabat suamiku.
Bongaya namanya. Dia bersedia menampungku. Bahkan bersedia menganggap Mawar
sebagai anak dan mengakuiku sebagai istrinya. Semua itu dilakukan untuk
menyelamatkanku. Dia menjadi suamiku tidak dalam arti sebenarnya."
Karina menghentikan ceritanya.
"Cerita selanjutnya kau saja yang menyambungnya, Mawar?" wanita berpakaian
kuning muda itu menawarkan.
Mawar menganggukkan kepala.
"Sekitar dua pekan lalu, ketika ayah tengah melatihku, muncul dua orang yang
mengaku berjuluk Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar mencari ibu. Ayah mengatakan
tidak tahu. Tapi rupanya mereka tidak percaya."
Gadis berpakaian merah itu menghentikan ceritanya sejenak. Janggal rasanya
menyebut ayah pada orang yang ternyata bukan ayah kandungnya. Bahkan dibilang
ayah tirinya pun bukan!
"Akhirnya terjadi pertarungan. Ayah tewas, dan aku pingsan. Cerita selanjutnya
kalian sudah tahu sendiri."
Suasana jadi hening seketika begitu Mawar menghentikan ceritanya. Masing-masing
tenggelam dalam lamunan sendiri-sendiri.
*** "Heiii...! Yang ada di dalam...! Keluar...!"
Terdengar suara teriakan keras dari luar yang menggema ke dalam gua. Seketika
itu juga empat sosok tubuh yang tengah tenggelam dalam lamunan masing-masing
tersentak kaget
"Janggulapati...," desis Arya yang mengenali suara keras dari luar gua.
Seketika itu juga amarah Dewa Arak kembali bergolak. Cepat pemuda berambut putih
keperakan ini bangkit berdiri.
Begitu melihat Arya bangun, Melati, Mawar, dan ibunya pun bergerak bangun dan
melangkah ke luar gua.
Ternyata dugaan Dewa Arak tidak meleset. Di luar gua telah berdiri Sepasang
Alap-Alap Bukit Gantar dan Samiaji. Ketiga orang ini marah bukan main begitu
kembali pada malam hari, semua penjaga telah tewas dan tawanan mereka telah
lolos semua. Betapapun telah berpikir keras, mereka tak juga mengetahui bagaimana semua itu
bisa terjadi. Tanpa berpikir lebih lama lagi, ketiganya segera mengejar. Setelah
ke sana kemari, akhirnya mereka menemukan gua tempat tinggal Karina. Itu pun
atas petunjuk yang mereka terima dari seorang pencari kayu bakar.
"Kau dan ibumu tunggu di sini saja, Mawar," ucap Arya. "Biar aku dan Melati yang
menghadapi mereka."
Mawar dan Karina yang tahu kalau kepandaian mereka tidak banyak berarti bila
dipakai menghadapi ketiga orang itu, menganggukkan kepala tanpa banyak
membantah. "Hati-hatilah..., mereka sangat licik," Mawar tak lupa memberi nasihat Arya dan
Melati menganggukkan kepala pertanda mengerti.
"Akan kuperhatikan nasihatmu, Mawar," sahut Melati seraya melangkah keluar gua.
Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar dan Samiaji menatap wajah Melati dan Arya tajam-
tajam. Seketika wajah mereka memucat. Dari wajah dan mata muda-mudi yang
melangkah keluar gua itu mereka tidak melihat adanya tanda-tanda racun yang
mereka berikan.
Mungkinkah kedua orang ini sudah terbebas dari racun" pikir mereka setengah
tidak percaya. Tapi, bagaimana bisa secepat itu" Padahal sekalipun mereka


Dewa Arak 14 Sepasang Alap-alap Bukit Gantar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendapatkan obat yang paling manjur, paling cepat butuh waktu empat hari.
Rupanya mereka sama sekali tidak tahu kalau guci arak pusaka Arya mampu
menawarkan segala macam racun! Sementara Melati telah memulai pengobatannya
sewaktu masih berada di sarang mereka.
Arya segera menjumput guci arak di punggungnya. Kemudian menuangkan ke
mulutnya. Dan....
Gluk.. gluk.. gluk..!
Terdengar suara tegukan begitu arak melewati tenggorokan Arya. Seketika itu juga
ada hawa hangat yang menyebar di perut Dewa Arak. Dan perlahan-lahan hawa hangat
tadi naik ke atas kepala.
"Haaat..!"
Samiaji melompat menerjang Melati. Tangan kanannya terayun deras menampar ke
arah pelipis. Wuuuttt..! Angin berhembus keras sebelum tamparan itu tiba. Melati yang pernah menjajal
tingkat kepandaian pemuda bertubuh pendek kekar itu tak ragu-ragu lagi
mengangkat tangan kiri menangkis.
Plakkk! Benturan antara dua buah tangan yang sama-sama dialiri tenaga dalam tinggi tidak
bisa dihindarkan lagi. Akibatnya tubuh Samiaji yang masih berada di udara
terjengkang ke belakang. Namun dengan manis pemuda bertubuh pendek kekar itu
mematahkannya, dan mendarat mulus di tanah. Meskipun begitu, sebuah seringai
kesakitan nampak di wajahnya.
Sementara Melati hanya agak goyah saja kuda-kudanya. Tidak tampak kalau gadis
berpakaian putih ini terpengaruh dengan benturan itu. Dari sini saja sudah bisa
diketahui kalau tenaga dalam Melati masih berada di atas Samiaji.
Samiaji menggeram keras. Pemuda bertubuh pendek kekar ini memang marah bukan
main. Dari benturan ini sudah diketahuinya kalau tenaga dalam Melati sudah pulih
kembali. Entah bagaimana hal itu bisa terjadi, pemuda bertubuh pendek kekar ini tidak
habis mengerti.
"Hih...!"
Entah dari mana mengambilnya, tahu-tahu di tangan pemuda bertubuh pendek kekar
itu telah tergenggam sebatang tongkat berujung bulan sabit
Wuk, wuk, wuk..!
Terdengar suara mengiuk keras begitu Samiaji me-mutar-mutar tongkatnya laksana
baling-baling. Dan....
"Haaat..!"
Tongkat berujung logam bulan sabit itu meluncur cepat ke arah dada Melati. Tapi
gadis berpakaian putih ini tidak menjadi gugup. Cepat kakinya dilangkahkan ke
kanan seraya mendoyongkan tubuh sehingga sambaran tongkat lewat sejengkal di
samping kirinya.
Tapi, sebelum Melati sempat berbuat sesuatu, tongkat bulan sabit itu
dikelebatkan ke samping kiri. Menebas leher gadis berpakaian putih itu.
"Hih...!"
Tidak ada jalan lain bagi Melati kecuali merendahkan tubuh, sehingga serangan
itu lewat di atas kepalanya. Dan dan bawah, gadis ini melancarkan serangan
balasan Wunggg...!
Terdengar suara menggerung keras begitu gadis berpakaian putih ini balas
menyerang. Entah kapan dan bagaimana, tahu-tahu di tangannya telah tergenggam sebatang
pedang yang tadi tersampir di punggung. Dan sekali menyerang, Melati telah
menggunakan 'Ilmu Pedang Seribu Naga', andalannya.
Melati yang memang sangat dendam pada Samiaji atas perbuatan pemuda itu pada
saudara kembarnya, tak kepalang tanggung melakukan serangan. Seluruh kemampuan
yang dimilikinya langsung dikerahkan. Tentu saja serangan-serangan itu membuat
Samiaji jadi kalang-kabut
Meskipun begitu, tidak berarti kalau pemuda bertubuh pendek kekar ini sama
sekali tidak berdaya. Perlawanan mati-matian Samiaji membuat Melati sama sekali
tidak mampu mendesak. Dan itu berlangsung sampai belasan jurus.
9 Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar menatap cemas ke arah pertempuran. Meskipun
dilihatnya pertarungan masih berjalan imbang, tapi laki-laki berpakaian hitam
ini tahu kalau Samiaji bukan tandingan Melati. Kalau tidak cepat-cepat dibantu,
muridnya pasti akan tewas di tangan Melati. Dan bantuan itu hanya dapat
dilakukan kalau Dewa Arak berhasil dia robohkan.
Maka tanpa ragu-ragu lagi istrinya segera diberi isyarat agar ikut maju
bersamanya menghadapi Dewa Arak. Dia sendiri segera mengeluarkan senjata
andalannya. Sepasang pedang pendek yang bergagang sekabgus sarung dari kayu jati
berukir. Gayatri pun tidak tinggal diam. Cepat tangannya bergerak Dan sesaat kemudian di
tangan kanannya telah tergenggam sebuah kebutan berbulu putih.
"Hiyaaa...!"
Disertai teriakan nyaring, Janggulapati melesat cepat ke arah Dewa Arak. Pedang
pendek di tangan kanannya berkelebat cepat menuju leher Arya.
Dan sebelum serangan laki-laki berwajah tirus itu tiba, serangan Gayatri telah
datang menyusul. Ketika wanita pesolek ini menggerakkan kebutan yang
dipegangnya, seketika itu juga bulu-bulu kebutan yang semula lembut berubah jadi
kaku laksana tombak.
Hanya orang yang mempunyai tenaga dalam tinggilah yang bisa melakukannya. Dan
kebutan yang telah kaku bagai tombak itu menusuk cepat ke arah ulu hati Arya.
Menghadapi dua serangan maut yang tiba berbarengan, Dewa Arak tidak menjadi
gugup. Tubuhnya segera direndahkan sehingga serangan pedang pendek Janggulapati
lewat di atas kepalanya. Sementara serangan kebutan yang mengarah ke ulu
hatinya, ditangkis dengan gucinya.
Klanggg...! Terdengar suara berdentang nyaring bagai beradunya dua benda logam. Dan seketika
itu juga bulu kebutan itu melemas kembali.
Gayatri memekik keras begitu merasakan sekujur tubuhnya bergetar hebat tatkala
kebutannya berbenturan dengan guci Dewa Arak Dan tanpa dapat ditahan lagi,
tubuhnya terhuyung-huyung dua langkah ke belakang. Sekujur tangan yang memegang
kebutan terasa sakit-sakit. Sementara Dewa Arak hanya tergetar saja. Jelas,
kalau tenaga dalam yang dimiliki wanita pesolek ini masih berada di bawah Arya.
"Hup!"
Ringan tanpa suara tubuh Janggulapati mendarat di tanah. Dan secepat kedua
kakinya hinggap, secepat itu pula pedang pendek di tangan kirinya ditusukkan ke
arah perut Arya.
Dengan perhitungan matang seorang yang memiliki ilmu meringankan tubuh tingkat
tinggi, Arya mendoyongkan tubuh ke samping kiri sehingga serangan pedang pendek
itu lewat setengah jengkal di sebelah kanannya
Belum lagi Dewa Arak sempat balas menyerang, kebutan di tangan Gayatri kembali
menyambar. Tapi kali ini tidak menegang kaku seperti sebelumnya, melainkan
lemas. Dan menyabet keras ke arah pelipis Arya. Angin yang bercicitan keras
mengiringi tibanya serangan itu.
Lagi-lagi Dewa Arak mempertunjukkan kelihaiannya. Serangan kebutan Gayatri
dielakkan hanya dengan menarik kepalanya ke belakang.
Dewa Arak memang sudah bertekad untuk menghabisi nyawa Sepasang Alap-Alap
Bukit Gantar. Begitu mendapat kesempatan, pemuda berambut putih keperakan ini
tanpa ragu-ragu lagi segera melancarkan serangan balasan.
Sesaat kemudian, ketiga tokoh sakti ini sudah terlibat dalam pertarungan seru
dan menarik *** Kembali untuk yang kesekian kalinya Dewa Arak harus mengeluarkan seluruh
kemampuan yang dimilikinya. Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar ternyata bukanlah
tokoh sembarangan. Mereka adalah tokoh-tokoh hitam yang memiliki kepandaian
tinggi Kalau saja menghadapi mereka satu lawan satu, tidak terlalu sulit bagi
Dewa Arak untuk mengalahkan mereka. Tapi, karena kedua datuk sesat ini maju
berbareng, tak urung pemuda berambut putih keperakan ini jadi kewalahan juga.
Kepandaian satu orang Alap-Alap Bukit Gantar saja hanya berselisih sedikit
dengan Arya. Maka dapat dibayangkan betapa hebatnya kalau kedua suami istri ini
maju berbareng.
Dan yang lebih hebat lagi, dengan maju berbareng mereka dapat saling bantu.
Arya menggertakkan gigi. Dalam kemarahan yang meluap, dan tekad untuk
melenyapkan manusia-manusia bermoral bejat itu untuk selama-lamanya, Dewa Arak
mengerahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Dan dengan sendirinya pemuda
berpakaian ungu ini pun berada dalam puncak kemampuannya.
Hebat bukan main pertarungan antara Dewa Arak melawan Sepasang Alap-Alap Bukit
Gantar. Dan seperti juga Arya, sepasang tokoh sesat itu adalah tokoh-tokoh yang
memiliki ilmu meringankan tubuh luar biasa! Akibatnya, pertarungan antara ketiga
orang itu berlangsung cepat
Tak terasa lima puluh jurus telah berlalu, dan sampai sejauh itu belum nampak
tanda-tanda ada yang akan terdesak. Sementara keadaan arena pertamngan sudah
porak-poranda. Suara meledak-ledak, mendesing, mengaung mengiringi pertamngan ketiga orang itu.
Membuat tanah terbongkar di sana-sini. Dan debu pun mengepul tinggi ke udara.
Bahkan batu besar dan kecil pun beterbangan ke sana kemari.
Berbeda dengan Dewa Arak yang belum mampu mendesak lawan, Melati justru sudah
mulai dapat menekan lawannya. Samiaji kini hanya mampu mengelak, sesekali
menangkis, dan hanya kadang-kadang saja melakukan serangan balasan. Pemuda
bertubuh pendek kekar ini memang kalah segala-galanya bila dibanding lawannya.
Kalah dalam hal ilmu meringankan tubuh, tenaga dalam, dan juga mutu ilmu silat
Melati dengan 'Ilmu Pedang Seribu Naga'nya membuat pemuda ini mati kutu.
Janggulapati dan Gayatri cemas bukan main melihat keadaan Samiaji. Sungguh tidak
mereka sangka kalau Dewa Arak mampu menahan serangan mereka sampai sekian
lamanya. Sudah hampir enam puluh jurus mereka bertarung, tapi belum ada satu pun serangan
mereka yang berhasil mengenai tubuh Arya. Dan ini tentu saja membuat Sepasang
Alap-Alap Bukit Gantar cemas. Menilik dari keadaan, mereka yakin kalau Dewa Arak
tidak akan bisa dirobohkan dalam waktu singkat. Sementara keadaan Samiaji sudah
demikian gawat!
"Haaat..!"
Samiaji tidak sabar lagi. Tanpa mempedulikan pertahanan lagi, pemuda bertubuh
pendek kekar ini melompat menerjang Melati. Tongkat berujung bulan sabit di
tangannya ditusukkan ke arah dada gadis berpakaian putih itu.
"Hih...!"
Melati menekuk punggungnya ke belakang sehingga serangan Samiaji lewat di atas
dadanya. Dan begitu tubuh pemuda bertubuh pendek kekar itu lewat di atas
tubuhnya, tangan Melati bergerak cepat
Singgg, crattt..!
Pedang di tangan Melati menyobek tubuh Samiaji. Mulai dari perut sampai ke
leher. Seketika itu juga darah menyembur deras dari luka murid tunggal Sepasang Alap-
Alap Bukit Gantar yang menganga lebar.
Melati tentu saja tidak mau terkena cipratan darah itu. Maka cepat laksana
kilat, begitu pedangnya berkelebat, tubuhnya pun melenting ke atas.
"Samiaji...!"
Janggulapati memekik keras melihat muridnya menggelepar-gelepar mengerang nyawa.
Tanpa mempedulikan Dewa Arak lagi, tubuhnya segera melesat ke arah Melati yang
masih berada di udara. Dan seiring tubuhnya melesat, sepasang pedang pendeknya
menyambar cepat ke arah Melati.
Arya kaget bukan main melihat perbuatan Janggulapati. Saat ini posisi Melati
sama sekali tidak memungkinkan untuk menangkis, apalagi mengelakkan serangan
yang datang begitu tiba-tiba itu. Gadis itu berada dalam bahaya besar! Dan dia
harus cepat menolong kalau ingin kekasihnya selamat. Tapi, pada saat yang sama,
Gayatri tengah melancarkan serangan bertubi-tubi dengan menggunakan kebutannya.
Serangan-serangan itu mengancam ke arah berbagai bagian tubuh yang mematikan.
"Hih...!"
Dewa Arak memekik keras. Dan dengan keistimewaan ilmu 'Belalang Sakti', tubuhnya
dibanting ke tanah seraya menghentakkan kedua tangannya ke arah tubuh
Janggulapati yang tengah melayang ke arah Melati.
Wusss! Angin keras berhawa panas menyengat keluar dari kedua tangan Dewa Arak yang
dihentakkan. Inilah jurus 'Pukulan Belalang'!
Janggulapati terkejut bukan main melihat hal ini. Posisinya yang sudah berada di
udara tidak memungkinkannya lagi untuk menangkis. Tidak ada jalan lain baginya
kecuali menggeliatkan tubuh sebisa-bisanya untuk mengelakkan serangan itu.
Tapi.... Bresss! Usaha laki-laki berpakaian hitam ini sia-sia belaka. Pukulan jarak jauh yang
dikirimkan Arya tetap mengenai tubuhnya. Seketika itu juga tubuh Janggulapati
melayang. Terdengar jeritan menyayat mengiringi terlontarnya tubuh laki-laki berpakaian
hitam itu. Tokoh sesat ini tewas seketika sebelum tubuhnya menyentuh tanah.
Gayatri memekik keras melihat keadaan suaminya. Seketika itu juga wanita pesolek
ini melesat cepat ke arah Arya. Bulu-bulu kebutannya yang menegang kaku seperti
tombak, menusuk cepat ke arah ubun-ubun Arya.
Tentu saja Melati tidak tinggal diam melihat adanya bahaya yang mengancam
keselamatan kekasihnya. Cepat tangan kanannya dikibaskan. Dan....
Singgg...! Dengan diiringi suara mendesing yang menyakitkan telinga, pedang di tangan gadis
berpakaian putih ini melesat memapak tubuh Gayatri yang tengah meluncur ke arah
Dewa Arak. Tidak hanya itu saja yang dilakukan Melati. Berbarengan pedangnya dilontarkan,
kedua tangannya dihentakkan. Jari-jari kedua tangannya terkembang membentuk
cakar naga. Inilah jurus 'Naga Merah Membuang Mustika'.
Gayatri terkejut bukan main melihat datangnya serangan yang meluruk cepat ke
arahnya. Wanita pesolek ini tahu kalau dia nekat meneruskan serangan pada Dewa
Arak, maka sebelum serangannya tiba, pedang yang dilontarkan Melati akan lebih
dulu menghunjam tubuhnya. Sehingga mau tak mau dia terpaksa mambatalkan serangan
pada orang yang telah menewaskan suaminya. Kini kebutan itu digunakan untuk
menangkis serangan.
Tranggg...! Terdengar suara berdentang keras seperti beradunya dua logam. Pedang Melati
terlempar jatuh ke tanah, sementara bulu-bulu kebutan yang tadi menegang kaku
kembali melemas.
Dan sebelum Gayatri sempat berbuat sesuatu, serangan susulan dari Melati telah
menyambar tiba. Wanita pesolek ini kaget bukan main. Sebisa-bisanya dia berusaha
mengelak. Tapi....
Bresss...! Telak dan keras sekali pukulan jarak jauh yang dilancarkan Melati mengenai
sasaran. Tubuh Gayatri langsung terpental batik, diiringi jeritan menyayat dari mulutnya.
Brukkk! Tentu saja Melati tidak tinggal diam melihat bahaya mengancam keselamatan
kekasihnya. Singgg...! Pedang di tangan Melati melesat cepat memapak tubuh Gayatri yang tengah berlari
dari belakang untuk membokong Dewa Arak!
Terdengar suara berdebuk keras begitu tubuh wanita pesolek itu terhempas di
tanah. Gayatri menggelepar-gelepar sesaat, sebelum akhirnya diam tidak bergerak lagi
"Hup!"
Ringan tanpa suara Melati mendaratkan kedua kakinya di tanah. Sesaat kemudian,
dia sudah berlari menghampiri Arya. Berbareng dengan Karina dan Mawar yang
menghambur juga ke arah Dewa Arak
Mawar berdiri terpaku di depat mayat Samiaji. Sepasang mata gadis ini nampak
berkaca-kaca. Puas sudah perasaan hatinya kini. Dendamnya telah dibalaskan oleh
saudara kembarnya sendiri.
Sesaat kemudian, suasana gembira pun segera menyelimuti hati mereka. Dengan
perasaan haru bercampur gembira, Karina dan Mawar memeluk Melati. Musuh-musuh
mereka kini telah tewas. Tidak ada lagi ancaman yang datang.
*** Arya tinggal bersama keluarga Melati selama dua hari. Dan baru pada hari ke
tiga, pemuda berambut putih keperakan ini mohon pamit untuk melanjutkan
pengembaraannya.
"Mengapa begitu terburu-buru, Arya?" Karina berusaha mencegah. "Tinggallah
beberapa hari lagi bersama kami."
"Bukannya aku tidak suka tinggal di sini, Bu," sahut Arya sa mbil tersenyum
lebar.

Dewa Arak 14 Sepasang Alap-alap Bukit Gantar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi, perjalananku masih sangat panjang. Masih banyak orang yang butuh
bantuanku."
Bukan hanya Karina dan Mawar saja yang merasa keberatan. Diam-diam Melati pun
merasa keberatan juga. Arya tentu saja mengetahuinya.
"Biarlah Melati yang menemani Ibu dan Mawar di sini.... "
"Tapi, Kang..," Melati terkejut bukan main mendengar ucapan kekasihnya. Hatinya
terasa berat untuk berpisah dengan Arya. Gadis berpakaian putih ini berada dalam
posisi yang sulit. Kalau menurutkan perasaan hatinya, rasanya akan lebih baik
kalau Arya tinggal beberapa hari lagi sehingga dia tidak perlu berpisah dengan
orang-orang yang dicintainya.
Tapi Melati sadar kalau hal itu tidak mungkin. Arya adalah seorang pendekar. Dan
masih banyak tugas yang harus dikerjakan kekasihnya itu.
"Tinggallah bersama ibumu, Melati," sahut Arya buru-buu. "Toh, tidak sulit
bagimu untuk mengikuti jejakku. Lagi pula, seandainya masih ada orang yang
berniat jelek pada keluargamu, kau dapat melindungi mereka."
Melati tidak dapat membantah ucapan tunangannya. Dan Arya pun segera pergi dan
situ. Dewa Arak melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.
"Selamat tinggal, Melati," ucap Arya sambil melambaikan tangan
"Selamat jalan, Kang," sahut Melati. Tangan gadis ini balas melambai. Sementara
Karina dan Mawar hanya memandang kepergian Arya sambil tersenyum lebar.
Sedangkan Melati terus menatapi tubuh Arya sampai lenyap di kejauhan.
ELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor Fuji Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Duel 2 Jago Pedang 1 Naga Sakti Sungai Kuning Huang Ho Sin-liong Karya Kho Ping Hoo Pedang Sinar Emas 16
^