Pencarian

Mawar Berbisa 2

Pendekar Rajawali Sakti 126 Mawar Berbisa Bagian 2


Rangga segera menghampiri gadis ini, lalu berdiri di sebelah kanannya.
Pandangan mereka tertuju pada kepulan debu yang masih terlihat keluar dari dalam
hutan. Sementara suara hentakan kaki kuda yang dipacu cepat semakin menghilang
dari pendengaran mereka berdua.
"Ini baru permulaan, Pandan. Mereka tentu tidak akan merasa senang," ujar Rangga
pelan, dengan suara terdengar agak mendesah.
Pandan Wangi hanya diam saja. "Aku khawatir, mereka menghancurkan desa ini,"
sambung Rangga.
"Sebelum mereka sampai, kita harus lebih cepat bertindak, Kakang," tegas Pandan
Wangi. "Ya! Untuk menghindari jatuh korban lebih banyak
lagi, kita memang harus lebih cepat bertindak daripada mereka," sambut Rangga.
"Kita datangi sarang mereka, Kakang...?" Rangga hanya menganggukkan kepala saja.
Dan tanpa banyak bicara lagi, mereka segera melesat pergi menembus hutan dengan
mempergunakan ilmu meringankan
tubuh. Sehingga dalam waktu sebentar saja, mereka sudah lenyap tertelan pepohonan di dalam hutan ini.
*** 5 "Goblok...!" bentak Ki Gopar geram, begitu mendengar laporan Karun atas
kegagalannya membawa kembali Pandan Wangi dari Desa Kranggan.
Terlebih lagi, Karun kehilangan empat orang temannya. Dan ini membuat kemarahan
Ki Gopar semakin me-muncak. Sementara Karun yang duduk bersimpuh di lantai tidak
berani lagi mengangkat wajahnya. Memang bukan hanya dia sendiri yang berada
dalam ruangan itu.
Ada lima orang lagi kepercayaan Ki Gopar juga ada di ruangan ini. Mereka
semuanya juga tertunduk, tidak sanggup menentang sorot mata Ki Gopar yang
memerah tajam. "Baru menghadapi perempuan saja sudah tidak becus. Apa kerja kalian selama ini,
heh..."! Aku tidak sudi lagi mendengar kegagalan kalian. Sekarang juga, semua
berangkat ke Desa Kranggan. Bunuh siapa saja yang menghalangi. Bawa semua gadis
desa itu ke sini!"
tinggi sekali nada suara Ki Gopar.
Tidak ada seorang pun yang berani membantah.
Tanpa menunggu perintah dua kali, mereka segera meninggalkan orang tua yang
sudah kelihatan muda lagi ini. Sementara Ki Gopar sendiri masih tetap duduk di
kursinya seperti seorang raja yang tengah gundah menghadapi serangan musuh
kerajaan lain. Sedangkan di ruangan besar ini, sudah tidak ada lagi seorang pun
pengikutnya. Semuanya sudah pergi menjalankan tugas yang diberikannya. Ki Gopar
baru mengangkat kepala
saat mendengar langkah kaki yang halus mendekati dari pintu yang berada di
sebelah kanannya.
Tampak Nyai Lestari menghampiri dengan wajah memancarkan ketidaksenangan melihat
sikap Ki Gopar yang dianggap sudah berlebihan. Langsung saja di-lewatinya Ki
Gopar, lalu menuju pintu keluar. Ki Gopar terus memandangi. Dan ketika Nyai
Lestari hampir mencapai pintu....
"Lestari...!"
Nyai Lestari langsung menghentikan langkahnya, tapi tidak berbalik. Dia tetap
diam menghadap ke pintu yang terbuka lebar sejak tadi. Sedangkan Ki Gopar
sendiri masih tetap duduk di kursinya memandangi punggung wanita cantik yang
sebenarnya juga sudah tua itu.
"Mau ke mana kau?" tegur Ki Gopar langsung. Nada suaranya terdengar dalam, agak
ditekan. "Pergi," sahut Nyai Lestari datar.
"Ke mana?"
"Ke mana aku suka. Aku sudah muak melihat tingkahmu di sini. Aku tidak sudi lagi
berurusan denganmu!" bentak Nyai Lestari ketus.
Tanpa peduli kegeraman Ki Gopar, Nyai Lestari terus saja mengayunkan kakinya,
keluar dari rumahnya yang besar bagai istana yang dikelilingi pagar tinggi
seperti benteng ini. Kepergian Nyai Lestari membuat Ki Gopar semakin geram.
Wajahnya sudah memerah, dan kedua bola matanya menyala bagai api.
"Kau tidak boleh pergi, Lestari...!" bentak Ki Gopar keras menggelegar.
Tapi Nyai Lestari tidak mempedulikan lagi. Wanita itu terus saja melangkah
menyeberangi beranda depan
yang cukup luas ini.
"Kembali kataku...!" bentak Ki Gopar sambil melompat turun dari kursinya.
Namun tetap saja Nyai Lestari tidak mempeduli-kannya.
"Keparat...!" geram Ki Gopar tidak dapat lagi menahan kemarahannya.
"Hih! Yeaaah...!"
Bet! Sambil membentak keras menggelegar, Ki Gopar mengebutkan tangan kanannya ke
depan. Maka saat itu juga terlihat sebuah pisau kecil melesat dari dalam lengan
bajunya. Deras sekali pisau kecil itu meluncur, membuat Nyai Lestari tidak
sempat lagi menyadarinya.
Hingga.... Jleb! "Akh...!"
Nyai Lestari kontan terpekik, begitu pisau yang dilemparkan Ki Gopar menembus
punggungnya. Seketika, wanita itu jatuh tersungkur mencium tanah.
Sementara, Ki Gopar sudah melompat keluar dari dalam ruangan ini. Langsung
kakinya mendarat di tubuh perempuan cantik ini.
Des! "Akh...!"
Kembali Nyai Lestari memekik keras agak tertahan dengan tubuh bergulingan jauh
di atas tanah berumput ini. Sementara Ki Gopar kembali menghampiri dengan
geraman bergemeletuk, menahan kemarahan yang
sudah meluap dalam dada. Saat itu, Nyai Lestari mencoba bangkit berdiri, walau
darah sudah keluar dari
mulutnya. Meskipun sebuah pisau menembus punggungnya, tapi wanita ini masih bisa
berdiri. Walaupun, dengan tubuh terhuyung huyung.-"Mampus kau! Hiyaaa...!"
Sambil membentak keras menggelegar, Ki Gopar melompat cepat sekali. Langsung
dilepaskannya satu tendangan menggeledek yang disertai pengerahan tenaga dalam
tinggi. Sementara, Nyai Lestari sama sekali tidak mampu lagi menghindar. Namun
begitu tendangan yang dilepaskan Ki Gopar hampir menghantam tubuhnya, mendadak
saja.... Slap! Tiba tiba saja. sebuah bayangan putih berkelebat cepat sekali ke arah Nyai
-Lestari. Lalu....
Der! "Heh..."!"
Tendangan Ki Gopar jadi menghantam pohon
beringin besar yang ada tepat di belakang Nyai Lestari, begitu bayangan putih
tadi melesat pergi dari hadapan Ki Gopar. Seketika pohon yang sangat besar itu
hancur berkeping keping. Sedangkan Nyai Lestari sudah lenyap entah ke mana.
-Bayangan putih yang berkelebat begitu cepat itu telah menyambar dan membawanya
entah ke mana. Ki Gopar cepat mengedarkan pandangan ke
sekeliling. Cepat disadari kalau ada orang lain yang menolong Nyai Lestari dari
kematiannya tadi. Namun, kini tidak terlihat satu bayangan pun di sekitarnya.
Hanya kesunyian saja yang ada di sekelilingnya.
"Setan...!" geram Ki Gopar berang.
Cepat sekali Ki Gopar melompat ke atas, dan
langsung hinggap di atap bangunan besar yang dikelilingi benteng ini. Kembali
pandangannya beredar ke sekeliling. Tapi, tetap saja tidak terlihat ada seorang
pun di sekitar bangunan seperti istana kecil dikelilingi pagar benteng ini.
"Phuih!"
Ki Gopar menyemburkan ludahnya dengan sengit, disertai umpatan dalam hati. Dia
tidak tahu, ada sepasang mata indah yang tersembunyi di balik kerudung kain
putih terus mengamatinya sejak tadi.
Sepasang mata bulat indah itu bersembunyi dari kerimbunan dedaunan, di atas
pohon yang berada tidak jauh dari bangunan bagai benteng ini.
"Hup!"
Ki Gopar kembali melesat turun dari atas atap ini.
Gerakannya begitu indah dan ringan, sehingga sedikit pun tidak terdengar suara
saat kedua kakinya menjejak tanah.
Sementara sepasang mata yang tersembunyi di balik kerudung putih itu tetap diam
tidak bergerak sedikit pun. Terus diperhatikannya Ki Gopar yang melangkah masuk
kembali ke dalam rumah sambil bersungut-sungut, memuntahkan kekesalannya.
Dan pada saat itu, sesosok tubuh ramping berbaju serba putih meluncur turun dari
atas pohon. Sosok tubuh ramping inilah yang sejak tadi mengamati Ki Gopar dari
atas pohon. Dia terus berlari mengikuti pagar yang tinggi dan kokoh ini, menuju
bagian belakang. Dan di sana, sudah menunggu seorang laki-laki tua yang
menyembunyikan diri di balik sebuah pohon besar. Laki laki tua yang ternyata -kusir tua yang
bernama Ki Jambun, segera keluar begitu melihat wanita berkerudung putih ini
terlihat. Segera dihampiri-nya wanita itu dengan langkah tergesa gesa.
-"Mana Nyai Lestari...?" tanya Ki Jambun langsung, begitu dekat di depan wanita
berkerudung putih ini.
"Terluka. Tapi sudah ditolong orang lain," sahut wanita itu.
"Siapa...?"
"Aku tidak tahu. Gerakannya sangat cepat Ki Gopar sendiri tidak bisa
melihatnya," sahut wanita itu pelan.
"Mudah mudahan saja yang menolongnya orang baik baik," desah Ki Jambun.
- -"Ya, mudah mudahan saja...," desah wanita itu.
-"Aku akan mencari tahu, Nini. Aku masih bebas berkeliaran di desa desa sekitar
-kaki Gunung Cagarasa ini," tegas Ki Jambun langsung bersemangat kembali.
"Apa yang akan kau lakukan, Ki?"
"Nini! Aku tahu kalau di Desa Kranggan ada seorang pendekar tangguh yang sudah
membunuh empat orang
pengikut Ki Gopar. Hanya Karun saja yang bisa menyelamatkan diri. Peristiwa itu,
belum lama terjadi.
Aku yakin pendekar itu yang menyelamatkan Nyai Lestari," duga Ki Jambun.
"Kau tahu, di mana mencarinya, Ki?"
"Dia tinggal di rumah Ki Sarumpat. Kepala Desa Kranggan, Nini," sahut Ki Jambun.
"Ayo kita pergi, Ki," ajak wanita berkerudung putih itu. "Kita lihat, apa benar
pendekar itu yang menyelamatkannya."
"Tapi, Nini.... Aku tidak mungkin pergi sekarang. Ki Gopar pasti membutuhkan aku
sekarang. Dia bisa
marah kalau aku tidak ada," kata Ki Jambun.
"Kau tidak perlu kembali lagi ke sana, Ki. Nanti saja kalau iblis ini sudah
mampus." Ki Jambun jadi terdiam. Sementara, wanita berkerudung putih itu sudah melangkah
pergi. Beberapa saat Ki Jambun terdiam, mempertimbang-kan kata kata wanita berkerudung putih itu. Dan tidak berapa lama kemudian,
-kakinya segera melangkah mengikuti wanita berkerudung putih yang sudah masuk ke
dalam hutan di belakang bangunan besar dikelilingi pagar tinggi ini.
*** Sementara itu, di dalam sebuah kamar di rumah Ki Sarumpat, tampak Nyai Lestari
tertelungkup di atas ranjang dengan bagian punggung terbuka lebar. Pandan Wangi
tengah mengobati luka di punggung wanita ini, ditemani Selasih dan ibunya.
Sedangkan di ruangan lain, Rangga dan Ki Sarumpat sedang membicarakan Nyai
Lestari yang hampir saja mati dibunuh Ki Gopar.
"Nyai Lestari bisa kau selamatkan, Rangga. Tapi aku khawatir terhadap anak
gadisnya yang pasti masih ada di sana," ujar Ki Sarumpat.
"Ada wanita lain di rumah itu, Ki...?" tanya Rangga terkejut, tidak menyangka
kalau masih ada wanita lain di dalam rumah seperti benteng itu.
"Nyai Lestari punya anak gadis yang sebaya Selasih.
Dia pasti masih ada di sana, dan tidak tahu kalau ibunya hampir mati dibunuh Ki
Gopar," jelas Ki Sarumpat.
Rangga jadi terdiam membisu untuk beberapa saat.
"Siapa namanya, Ki?" tanya Rangga kemudian.
"Mawar," sahut Ki Sarumpat
"Kakang..."
Tiba tiba Pandan Wangi menyembulkan kepala dari balik pintu kamar, dan memanggil
-Rangga. Bergegas Pendekar Rajawali Sakti menghampiri. Dilihatnya Nyai Lestari
masih tertelungkup di atas pembaringan. Tapi, kini tubuhnya sudah tertutup
selembar kain yang sudah pudar warnanya.
"Ada apa?" tanya Rangga berbisik.
"Nyai Lestari ingin bicara denganmu. Dia mendengar semua yang kau bicarakan
dengan Ki Sarumpat," kata Pandan Wangi memberitahu.
Sedikit Rangga menatap wanita cantik yang sebenarnya sudah tua itu, kemudian
melangkah masuk ke dalam kamar ini. Selasih dan ibunya segera keluar dari kamar
itu. Sedangkan Pandan Wangi tetap berdiri di ambang pintu.
Rangga menarik sebuah kursi kayu ke dekat pembaringan ini, dan duduk di sana.
Sehingga jaraknya dengan Nyai Selasih begitu dekat sekali. Wanita itu membuka
kelopak matanya, dan tersenyum melihat Rangga sudah dekat dengannya. Rangga
membalas senyuman itu dengan senyum pula.
"Kau ingin bicara denganku, Nyai...?" terdengar pelan dan lembut suara Rangga.
"Aku mendengar semua yang kau bicarakan dengan Ki Sarumpat, Anak Muda. Aku
sangat berterima kasih atas usahamu dalam menyelamatkan nyawaku. Tapi, aku tidak
ingin kau mengorbankan dirimu lagi, menentang bahaya untuk putriku. Sejak Gopar
datang, Mawar sudah pergi entah ke mana. Dan sampai saat ini, aku tidak pernah
melihatnya lagi," jelas Nyai Lestari tentang anaknya. Rangga jadi terdiam.
"Tapi, aku merasa kalau Mawar masih hidup. Dia memang tidak menyukai Gopar, dan
memilih pergi. Apalagi, dia pernah memergoki Gopar sedang mem-perkosa seorang gadis yang
diculiknya dari desa di dalam kamarnya. Sejak kejadian itu, Mawar tidak pernah
terlihat lagi," jelas Nyai Lestari lagi.
"Aku akan mencarinya, Nyai. Aku janji, akan membawanya ke sini untukmu," tegas
Rangga, mencoba menenangkan hati wanita ini.
"Terima kasih, Rangga. Kau baik sekali...."
"Sebaiknya, Nyai istirahat saja dulu. Biar Pandan Wangi yang merawat lukamu.
Beri saja dia petunjuk untuk membuat obatnya," ujar Rangga seraya bangkit
berdiri. "Kau akan ke mana?" tanya Nyai Lestari.
"Keluar sebentar, Nyai. Kudengar Ki Gopar menyebar orang orangnya untuk membunuh-Pandan Wangi dan menculik Selasih. Aku akan menjaga desa ini dari tangan kotor
mereka," sahut Rangga.
Sebelum Nyai Lestari bisa mencegah, Pendekar Rajawali Sakti sudah melangkah
keluar, melewati Pandan Wangi yang masih berdiri di ambang pintu.
Rangga sedikit mengerlingkan matanya. Dan Pandan Wangi sudah bisa mengerti,
walau tanpa harus dijelas-kan lagi. Kembali gadis itu masuk ke dalam kamar ini,
dan duduk di kursi yang tadi diduduki Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara Rangga sudah kembali berada di beranda
depan rumah Kepala Desa Kranggan ini. Dirayapinya keadaan sekitarnya beberapa
saat. Begitu sunyi keadaannya, tidak seperti pertama kali ketika Rangga dan
Pandan Wangi datang. Suasana di Desa Kranggan ini langsung berubah, setelah Ki
Sarumpat memberitahu pada warganya akan bahaya yang mengancam desa ini.
Kesunyian begitu terasa mencekam, membuat Rangga mengayunkan kakinya keluar.
Namun baru saja berada di tengah tengah halaman depan rumah ini, mendadak
-saja.... Wusss! "Heh..."! Hup!"
*** Rangga cepat memiringkan tubuhnya begitu
terdengar desir yang halus dari belakang. Dan cepat Pendekar Rajawali Sakti
melompat ke samping, begitu terlihat secercah cahaya merah melesat cepat bagai
kilat, di samping tubuhnya. Cahaya merah itu langsung menghantam tanah, di depan
Rangga tadi berdiri.
Dan.... Glar! "Upths!"
Rangga kembali melompat ke depan. Tubuhnya
langsung berputaran beberapa kali, begitu tanah yang terhantam cahaya merah itu
terbongkar, menimbulkan ledakan dahsyat. Manis sekali Pendekar Rajawali Sakti
kembali menjejakkan kakinya di tanah. Matanya langsung menangkap sesosok tubuh
berjubah hitam, berdiri di atas atap rumah Ki Sarumpat. Dan tanpa
membuang buang waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti langsung melesat cepat bagai -kilat ke atas atap itu.
"Hiyaaa...!"
Begitu cepatnya Rangga melesat, hingga membuat laki laki tua berjubah hitam yang


Pendekar Rajawali Sakti 126 Mawar Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

-ada di atap jadi terbeliak kaget setengah mati. Sungguh tidak disangka kalau
pemuda berbaju rompi putih ini bisa bergerak begitu cepat bagai kilat.
"Haiiit...!"
Namun laki laki tua itu bisa menghindari terjangan Pendekar Rajawali Sakti
-dengan gesit. Dia cepat melompat ke samping sambil memutar tubuhnya, dan kembali
berdiri tegak dengan indah sekali. Sementara, Rangga sendiri sudah menjejakkan
kakinya di atas atap rumah kepala desa ini.
"Siapa kau..."!" tanya Rangga langsung membentak.
"Kau tidak perlu tahu siapa aku," sahut laki laki tua berjubah hitam itu dingin.
-"Mampus kau! Hih!
Yeaaah...!"
Tanpa banyak bicara lagi, orang tua berjubah hitam itu langsung saja mengebutkan
tangan kanan ke depan.
Dan seketika itu juga, dari telapak tangannya yang terbuka melesat cepat bulatan
cahaya merah bagai bola api menerjang ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup!"
Cepat Rangga melenting ke atas, hingga dapat menghindari serangan orang tua itu.
Tapi, bola api ini justru menghantam atap rumah Ki Sarumpat hingga jebol,
menimbulkan ledakan keras menggelegar.
Sementara, Rangga langsung meluruk turun ke bawah.
Dan orang tua itu terus saja melesat cepat mengejar
- nya. "Hiyaaa...!"
Bet! Kembali orang tua itu mengebutkan tangan
kanannya ke depan, membuat bola api kembali melesat mengejar Pendekar Rajawali
Sakti dengan kecepatan bagai kilat.
"Hap!"
Hanya sedikit saja Rangga menotokkan ujung jari kakinya ke tanah, maka tubuhnya
langsung melesat kembali ke atas. Langsung Pendekar Rajawali Sakti berputar ke
belakang, hingga melewati atas kepala orang tua itu. Dan bersamaan dengan
terkembangnya kedua tangan Rangga ke samping, terdengar ledakan keras
menggelegar dari tanah yang terbongkar terhantam bulatan bola api itu.
Gerakan Rangga yang berputar ke atas, membuat orang tua ini jadi terkesiap kaget
tidak menyangka.
Cepat tubuhnya diputar berbalik di udara. Namun pada saat yang bersamaan, Rangga
sudah mengibaskan tangan kanannya cepat sekali, menggunakan jurus
'Sayap Rajawali Membelah Mega'!
"Yeaaah...!"
Wut! "Heh..."!"
Begitu cepatnya serangan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga orang tua berjubah
hitam ini tidak sempat lagi menghindarinya. Terlebih lagi, tubuhnya baru saja
diputar berbalik. Hingga, kibasan tangan Rangga yang begitu cepat tidak dapat
lagi dielakkan. Dan....
Des! "Akh...!"
Orang tua itu memekik keras, begitu dadanya terkena kibasan keras tangan kanan
Pendekar Rajawali Sakti. Seketika, tubuhnya meluncur deras ke bawah dan
terbanting keras di tanah. Sementara, Rangga terus meluncur ke bawah mengejar
orang tua ini. Tapi begitu kakinya menjejak tanah, anak sulung Ki Sarumpat
terlihat sudah melompat keluar dari beranda depan rumahnya. Goloknya cepat
dikibaskan ke tubuh orang tua berjubah hitam ini.
"Hiyaaa...!"
Bet! Cras! "Aaaa...!"
Jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar menyayat, ketika golok yang
dikibaskan anak sulung Ki Sarumpat menebas dada orang tua ini. Maka darah
seketika muncrat keluar dengan deras sekali. Tampak orang tua berjubah hitam itu
menggelepar sesaat, kemudian dam tidak bergerak gerak lagi. Darah terus mengucur-deras dari dadanya yang terbelah lebar.
*** 6 Rangga membantu Ki Sarumpat dan dua anak laki-lakinya membetulkan atap rumahnya
yang jebol, setelah menguburkan mayat orang tua berjubah hitam yang dikenali
sebagai pengikut Ki Gopar. Setelah selesai, mereka berkumpul di beranda depan
rumah kepala desa ini. Pandan Wangi dan Selasih menyediakan minuman, kemudian
kembali masuk ke dalam menjaga
Nyai Lestari yang masih belum bisa turun dari pembaringan.
"Baru satu orang yang datang ke sini, Rangga. Aku yakin mereka akan kembali lagi
menyerang," kata Ki Sarumpat pelan.
"Biar mereka datang ke sini, Ayah. Kita hadapi mereka bersama sama," selak anak
-sulung kepala desa itu.
"Kepandaian yang kau miliki belum cukup, Rampal,"
desah Ki Sarumpat pelan. Sepertinya, dia masih menyesali tindakan anaknya yang
langsung saja membunuh anak buah Ki Gopar tadi.
"Aku rela mati demi kebenaran, Ayah," tegas anak sulung Ki Sarumpat yang bernama
Rampal itu. Sementara, Rangga hanya tersenyum senyum saja.
-Sebenarnya tindakan Rampal tadi pada orang tua pengikut Ki Gopar itu disesalinya
juga. Tapi, dia tidak bisa bilang apa apa lagi. Tindakan mereka selama ini
-memang bisa membuat orang menaruh kebencian. Tak
heran, mereka juga akan melakukan tindakan yang
sama seperti Rampal tadi. Dan Rangga tidak bisa menyalahkan tindakan Rampal,
walaupun di dalam hatinya menyesali. Dan tindakan tadi tentu saja akan berekor
panjang nantinya. Seakan, Rangga sudah bisa meramalkan apa yang bakal terjadi.
Saat itu Rangga bangkit berdiri dan melangkah keluar dari beranda depan rumah
ini. Sementara Ki Sarumpat ikut berdiri dan melangkah menghampiri Rangga yang
sudah berdiri di tengah tengah halaman yang tidak begitu luas. Mereka sama sama
- -mengedarkan pandangannya ke sekeliling, merayapi keadaan sekitarnya yang begitu
sunyi. Tak seorang penduduk pun terlihat berada di luar rumahnya. Ki Sarumpat
memang melarang penduduknya keluar dari dalam rumah, sebelum persoalan ini
terselesaikan. Tentu saja kepala desa ini tidak menginginkan timbulnya korban
dari penduduk yang tidak tahu apa apa. Namun demikian, tetap saja beberapa -penduduknya sudah menjadi korban anak buah Ki Gopar. Sebagian besar adalah anak
-anak gadis yang dijadikan korban untuk kesempurnaan ilmu Ki Gopar.
"Aku pergi dulu, Ki," pamit Rangga pelan.
"Mau ke mana, Rangga?" tanya Ki Sarumpat.
Rangga tidak menjawab, dan hanya tersenyum saja.
Kakinya terus saja melangkah, meninggalkan kepala desa itu di tengah halaman
rumahnya. Sementara, Ki Sarumpat hanya bisa memandangi punggung Pendekar
Rajawali Sakti tanpa dapat mencegah kepergiannya lagi.
Bergegas kepala desa itu kembali ke rumahnya, dan menyuruh anak anaknya masuk ke
-dalam. Dengan segera ditutupnya semua pintu dan jendela. Di ruangan
depan, Pandan Wangi memandangi Ki Sarumpat yang sedang menutupi pintu dan
jendela rumahnya.
"Ke mana Kakang Rangga, Ki?" tanya Pandan Wangi yang tetap berdiri di ambang
pintu kamar depan.
"Pergi," sahut Ki Sarumpat seraya berbalik.
"Ke mana?" tanya Pandan Wangi lagi.
"Dia tidak mengatakan tujuannya," sahut Ki Sarumpat seraya menghempaskan
tubuhnya, duduk di kursi kayu di ruangan depan.
Pandan Wangi jadi terdiam, dan kembali masuk ke dalam kamar itu. Di atas
pembaringan di dalam kamar, terlihat Nyai Lestari masih tertelungkup ditunggui
Selasih. Gadis itu terus menyeka keringat yang membanjiri wajah wanita cantik
yang sebenarnya sudah tua ini. Sementara, Pandan Wangi hanya memandangi-nya
saja. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat ini.
Diambilnya pedang dan kipasnya yang tergeletak di atas meja. Lalu pedang itu
dikenakan di punggung, sedang kipasnya diselipkan di balik ikat pinggangnya.
Pandan Wangi terus saja melangkah keluar dari dalam kamar ini. Dihampirinya Ki
Sarumpat yang hanya bisa memandangi saja tanpa bicara sedikit pun.
"Kau juga akan pergi, Pandan?" tanya Ki Sarumpat terdengar pelan suaranya.
"Tidak," sahut Pandan Wangi seraya tersenyum.
"Lalu, kenapa mengenakan senjata itu?"
"Untuk berjaga jaga saja, Ki," sahut Pandan Wangi seraya menarik kursi kayu ke
-samping pintu kamar, lalu duduk di sana.
"Kukira kau akan pergi juga, Pandan...," desah Ki Sarumpat merasa lega melihat
Pandan Wangi tidak
meninggalkan rumah ini.
"Aku harus menjaga rumah ini, selama Kakang Rangga tidak ada, Ki," kata Pandan
Wangi meyakinkan.
"Terima kasih...," hanya itu yang bisa diucapkan Ki Sarumpat.
Dan Pandan Wangi hanya tersenyum saja sedikit.
Sementara Ki Sarumpat sudah sibuk mengasah goloknya dengan batu asahan. Golok
yang sudah tajam berkilat itu tampak semakin tajam saja. Entah kenapa, Pandan
Wangi jadi tersenyum lagi. Terutama ketika teringat dua senjatanya yang tidak
pernah diasah. Dan memang, kedua senjata pusakanya tidak perlu diasah. Kalau
golok yang dimiliki Ki Sarumpat tidak diasah, sudah barang tentu tidak bisa
digunakan lagi.
*** Sementara itu, Rangga sudah berada jauh di luar Desa Kranggan. Pendekar Rajawali
Sakti berdiri tegak di tengah tengah sebuah padang rumput yang cukup luas, di -lereng Gunung Cagarasa sebelah timur. Beberapa kali, matanya merayapi keadaan
sekitarnya. Kemudian kepalanya terdongak ke atas, menatap langit yang cerah
tanpa awan sedikit pun.
Beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti terdiam seperti patung, dengan pandangan
tertuju lurus ke atas.
Kemudian ditariknya napas dalam dalam.
-Dan..... "Suiiit...!"
Siulan panjang dan melengking tinggi dengan nada aneh itu seketika terdengar
menggema, hingga menem
-bus angkasa. Suara siulan itu terdengar keluar dari bibir Rangga yang membentuk
bulatan kecil. Tidak begitu lama Rangga menunggu, dan kini sudah tersenyum
ketika melihat sebuah titik kecil melayang jauh di angkasa.
Dan tidak berapa lama kemudian, titik kecil itu sudah terlihat jelas bentuknya.
Tampak seekor burung rajawali meluncur cepat bagai kilat menuju padang rumput di
lereng Gunung Cagarasa ini.
"Ke sini, Rajawali...!" seru Rangga sambil me-lambaikan tangan.
"Khraaagkh...!"
Langit seakan menjadi mendung, begitu burung rajawali raksasa berbulu putih
keperakan itu berada di atas kepala Pendekar Rajawali Sakti. Dan dengan gerakan
ringan seperti kapas, burung rajawali yang selalu dipanggil Rajawali Putih itu
mendarat tidak jauh di depan pemuda berbaju rompi putih ini. Rangga bergegas
menghampiri. Langsung dipeluknya leher burung rajawali raksasa ini.
Hanya sebentar saja Rangga melepas kerinduannya, kemudian sudah melepaskan
pelukannya lagi. Dipandanginya burung raksasa yang kelihatan mengerikan itu.
Sedangkan burung rajawali ini hanya mengkirik perlahan saja.
"Aku memerlukan bantuanmu, Rajawali. Ada persoalan yang harus kuhadapi di Desa
Kranggan," kata Rangga langsung mengutarakan masalah yang sedang dihadapi.
"Khrk...!"
Rangga tersenyum. Dia tahu, apa yang diinginkan
Rajawali Putih. Tanpa banyak bicara lagi, langsung diceritakannya semua yang
telah terjadi di sekitar kaki Gunung Cagarasa ini. Rajawali Putih mendengarkan
penuh perhatian. Sesekali kepalanya bergerak miring ke kiri. Lalu kepalanya
kembali tegak dan miring lagi ke kanan, mendengarkan penuturan pemuda berbaju
rompi putih ini. Dan setelah Rangga menyelesaikan ceritanya, burung rajawali
raksasa berbulu putih keperakan itu langsung mengeluarkan suaranya yang serak
dan keras memekakkan telinga.
"Khraaakh...!"
"Aku juga berpendapat begitu, Rajawali. Persoalan ini harus diselesaikan
secepatnya, sebelum jatuh korban lebih banyak lagi. Sementara dua malam lagi
bulan purnama. Ki Gopar harus mempersembahkan seorang gadis suci untuk
kesempurnaan ilmunya. Semua ini harus dicegah sebelum terlambat, Rajawali. Aku
khawatir tindakannya semakin sulit saja dihentikan,"
kata Rangga mengemukakan kekhawatirannya.
"Khrrrkh...!"
"Ayo, Rajawali. Kita datangi dia," ajak Rangga. "Hup!"
Dengan gerakan indah dan ringan sekali, Pendekar Rajawali Sakti melompat naik ke
punggung Rajawali Putih.
"Khraagkh...!"
Sambil mengeluarkan suara serak dan keras memekakkan telinga, Rajawali Putih
melesat ke angkasa.
Cepat sekali lesatannya, sehingga dalam sekejapan mata saja burung raksasa itu
sudah jauh melayang di angkasa. Seakan, Rajawali Putih hendak menembus langit,
sehingga hanya seperti titik saja yang terlihat.
Sementara, Rangga yang berada di punggung
Rajawali Putih terpaksa harus berpegangan erat erat.-Angin di angkasa ini begitu kencang, seakan ingin meng-hempaskannya. Sedangkan
Rajawali Putih terus meluncur cepat bagai kilat menuju kaki Gunung Cagarasa,
tempat berdirinya bangunan besar seperti benteng pertahanan milik Ki Gopar yang
direbutnya dari Nyai Lestari.
Sebentar saja Rajawali Putih sudah berada di atas bangunan yang dikelilingi
pagar gelondongan kayu yang tinggi dan kokoh bagai benteng pertahanan. Rajawali
Putih berputar putar di atas bangunan sambil berkaokan keras. Dan ini membuat
-telinga Rangga jadi pekak, seperti hendak pecah.
"Jangan terlalu ribut, Rajawali," pinta Rangga.
"Khraaagkh...!"
"Aku tahu, Rajawali. Aku sudah melihatnya sejak tadi," kata Rangga seperti bisa
mengerti arti suara burung rajawali raksasa ini.
Di bawah sana, Rangga memang melihat Ki Gopar tengah berdiri tegak di depan
rumah besar ini dengan tatapan ke atas. Teriakan Rajawali Putih tadi, rupanya
membuat laki laki tua yang kini semakin terlihat muda itu keluar dari dalam -rumah. Dan kepalanya langsung mendongak ke atas. Tapi memang sulit untuk bisa
melihat jelas bentuk Rajawali Putih yang terbang begitu tinggi. Hanya sebuah
titik bercahaya keperakan saja yang terlihat melayang dan berputar putar di atas
-bangunan bagai benteng pertahanan ini.
"Dia menyerang, Rajawali," kata Rangga, ketika melihat secercah cahaya kuning
keemasan meluncur
deras dari telapak tangan Ki Gopar yang terangkat ke atas.
"Khraaakh...!"
Rajawali Putih langsung melesat tinggi, semakin naik ke atas. Sehingga, kilatan
cahaya kuning keemasan itu tidak sampai mengenainya. Lalu cahaya kuning keemasan
itu meledak di angkasa, menimbulkan suara keras menggelegar bagai guntur.
Sementara Rajawali Putih kembali berputar mengelilingi bangunan itu tanpa
memperdengarkan suara lagi.
Sedangkan dari bawah, terlihat Ki Gopar seperti kehilangan jejak burung rajawali
raksasa itu. Pandangannya terus merayapi angkasa, mencari cari titik putih
-keperakan yang diserangnya tadi.
Dari angkasa ini, Rangga bisa melihat jelas ke arah Ki Gopar, dengan
mempergunakan ilmu 'Tatar Netra'.
Tampak bibir laki laki yang kelihatan muda itu menyunggingkan senyum. Rangga
-menduga, Ki Gopar mengira serangannya tadi tepat mengenai sasaran.
Tampak Ki Gopar melangkah masuk kembali ke dalam bangunan besar itu.
"Lebih rendah lagi, Rajawali," pinta Rangga.
Tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, Rajawali Putih cepat meluruk turun. Dan
burung itu kembali berputar setelah jaraknya dengan atap bangunan itu sudah
tidak tinggi lagi. Sehingga dari bawah, bentuknya yang besar dan hampir menutupi
bangunan seperti benteng ini dapat terlihat jelas sekali. Dan pada saat Rajawali
Putih melintasi bagian atap rumah besar itu, mendadak saja....
Slap! "Awas...!"
Rangga berseru nyaring, ketika tiba tiba dari atas atap meluncur cahaya kuning
-keemasan yang langsung meluruk deras ke arah Rajawali Putih.
"Khraaagkh...!"
Cepat sekali Rajawali Putih mengibaskan sayap kirinya, menyampok terjangan
cahaya kuning keemasan itu. Dan memang, dia tidak punya kesempatan lagi untuk
menghindarinya. Hingga....
Glaaar...! "Khraaagkh...!"
"Rajawali...!"
Rangga jadi terpekik, begitu merasakan getaran yang cukup kuat di punggung
burung rajawali raksasa ini. Dan itu terjadi tepat ketika terdengar ledakan
keras menggelegar, dari cahaya kuning keemasan yang tersampok sayap kiri burung


Pendekar Rajawali Sakti 126 Mawar Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rajawali. Rajawali Putih pun menjerit keras, dan langsung melambung tinggi ke angkasa. Dia
terus melesat meninggalkan bangunan besar itu dengan kecepatan bagai kilat,
kembali membawa Rangga ke padang rumput yang ada di lereng Gunung Cagarasa ini.
Sementara di atas punggungnya, Rangga kelihatan cemas melihat darah mengucur
dari sayap kiri Rajawali Putih raksasa ini. Sebentar saja, Rajawali Putih sudah
kembali mendarat di atas rerumputan di lereng Gunung Cagarasa ini. Bergegas
Pendekar Rajawali Sakti melompat turun dari punggung burung raksasa
tunggangannya. "Kau terluka, Rajawali...," desis Rangga tidak dapat lagi menyembunyikan
kecemasannya. "Khrrr...!"
"Diamlah. Aku akan mengobati lukamu," kata Rangga.
"Khrrrkh...!"
*** Untung saja luka yang diderita Rajawali Putih tidak parah, sehingga Rangga bisa
mudah mengobatinya.
Sementara itu, Ki Gopar sudah mengumpulkan orang-orangnya lagi yang kini tinggal
sekitar sembilan orang.
Sementara, semua murid Nyai Lestari sudah pergi meninggalkan bangunan itu,
setelah tahu kalau Ki Gopar berusaha membunuhnya. Sehingga tidak seorang pun
yang masih tinggal di sana. Bahkan Ki Jambun yang menjadi kusir di rumah itu
juga sudah pergi, entah ke mana. Bahkan wanita berkerudung putih yang selalu
mengawasi rumah itu juga sudah tidak terlihat lagi.
"Kalian tentu sudah bisa melihat kalau ada orang-orang tertentu yang hendak
membunuhku. Bahkan mereka sudah beberapa kali mencoba masuk ke rumah ini," kata
Ki Gopar memulai.
Tidak ada seorang pun yang bersuara. Mereka semua diam dengan kepala tertunduk,
menekuri lantai yang licin dan berkilat ini. Sejenak Ki Gopar memandangi
sembilan orang anak buahnya.
"Mulai sekarang, lupakan dulu urusan dengan Nyai Lestari. Kalian harus menjaga
sekitar rumah ini. Hanya Karun saja yang boleh keluar mencari gadis suci untuk
korbanku malam purnama nanti. Dan kuminta, malam ini kau sudah bisa
mendapatkannya. Sudah tidak ada
waktu lagi...," lanjut Ki Gopar.
"Ke mana aku harus mencarinya, Ki?" tanya Karun tidak mengerti. "Semua kampung
di sekitar kaki Gunung Cagarasa ini sudah terjaga. Bahkan setiap kampung
memiliki pendekar yang selalu berjaga jaga siang dan malam. Sulit untuk bisa -mendapatkan gadis lagi, Ki."
"Kau harus bisa cari kesempatan, Karun. Atau aku sendiri yang harus
melakukannya...?"
Karun jadi terdiam.
"Baik... Aku minta kalian jangan tinggalkan tempat ini, selama aku pergi. Biar
aku yang mencari gadis itu sendiri," kata Ki Gopar memutuskan.
"Biar aku saja yang menjalankannya, Ki," selak seorang laki laki setengah baya
-bertubuh tegap.
Tampak seutas cambuk melingkar di dalam genggaman tangan kanannya.
"Hm.... Baiklah, Bodin.... Kuberi kesempatan padamu sampai sore nanti. Kalau kau
tidak kembali sore ini, aku yang akan pergi sendiri," sahut Ki Gopar memberi
kesempatan. "Aku usahakan, Ki," sahut Bodin mantap.
"Pergilah sekarang."
Bodin menjura memberi hormat, setelah bangkit berdiri. Dan tanpa banyak bicara
lagi, kakinya segera melangkah pergi meninggalkan ruangan depan yang luas ini.
Sementara, Karun dan tujuh orang lainnya tetap duduk bersila di depan Ki Gopar.
"Kalian jalankan tugas masing masing. Kuminta jangan sampai ada tempat luang
-bagi orang luar masuk rumah ini. Mengerti...?"
"Mengerti, Ki...!"
Serempak mereka menyahuti. Dan tanpa diperintah dua kali, mereka segera beranjak
bangkit, melangkah keluar dari ruangan ini. Tapi saat itu, Ki Gopar memanggil
Karun yang baru saja sampai di ambang pintu. Karun berbalik, dan langsung
menjura membungkuk memberi hormat.
"Ada apa, Ki?" tanya Karun dengan sikap hormat
"Kau tetap di sini bersamaku, Karun. Aku membutuhkan orang yang bisa kuajak
bicara," pinta Ki Gopar.
Karun segera menghampiri, dan kembali duduk
bersila di sebelah laki laki tua yang kini sudah terlihat kembali muda itu.
-Bahkan kelihatannya lebih muda daripada Karun yang baru berusia dua puluh
delapan tahun. "Karun! Kau tahu, di mana Mawar berada sekarang?"
tanya Ki Gopar setelah beberapa saat terdiam membisu.
"Tidak, Ki," sahut Karun seraya menggeleng perlahan.
"Lalu, kau tahu di mana Ki Jambun?"
Karun terdiam sebentar. Lalu....
"Mungkin dia ada di pondoknya sekarang ini, Ki,"
sahut Karun. "Kau tahu, di mana pondoknya?" tanya Ki Gopar lagi.
Karun hanya mengangguk saja.
"Antarkan aku ke sana, Karun," pinta Ki Gopar.
Karun langsung mengangkat kepalanya dengan
wajah terkejut. Dipandanginya wajah Ki Gopar yang kini terlihat tampan dan muda
itu beberapa saat.
"Kenapa. ." Kau tidak mau mengantarkan aku ke sana...?" tegur Ki Gopar dengan
mata mendelik lebar.
"Bukannya tidak mau, Ki. Tapi untuk apa...?"
terdengar agak tergagap suara Karun.
"Aku yakin, Ki Jambun tahu di mana Mawar berada.
Dan aku akan menjadikan Mawar sebagai korbanku, kalau Nyai Lestari tidak mau
keluar dari persembunyiannya. Karena, masih ada sesuatu yang disembunyikan Nyai
Lestari dariku. Dan yang disembunyikannya itu, sangat penting artinya bagiku
untuk menguasai dunia persilatan, Karun. Kau mengerti maksudku...?"
Karun hanya menganggukkan kepala saja.
"Siapkan kudaku sekarang juga, Karun. Kita pergi ke pondok Ki Jambun," perintah
Ki Gopar. Karun tidak bisa lagi menolak. Dia segera bangkit, lalu menjura hormat. Kemudian
laki laki itu bergegas melangkah keluar dari ruangan itu. Ki Gopar sendiri -langsung meninggalkan ruangan ini. Dia masuk ke dalam sebuah kamar yang
bersebelahan dengan
ruangan depan ini. Dan tidak lama Ki Gopar sudah keluar lagi, terus melangkah
menuju beranda depan.
Sementara di ujung tangga beranda, Karun sudah menunggu dengan dua ekor kuda
pilihan yang gagah.
Tidak lama kemudian, kuda mereka sudah dipacu cepat meninggalkan bangunan besar
yang dikelilingi pagar kokoh seperti benteng pertahanan itu. Tidak ada seorang
pun yang berbicara lagi. Dua orang yang menjaga pintu gerbang langsung membuka
pintu lebar-lebar. Mereka segera membungkuk memberi hormat, ketika Ki Gopar dan
Karun melintasinya. Kepergian mereka mendapat perhatian dari semua pengikut
laki-laki tua yang kini sudah kembali menjadi muda lagi.
Ki Gopar dan Karun langsung memacu cepat
kudanya, setelah berada di luar bangunan besar seperti
benteng itu. Mereka tidak tahu kalau ada dua pasang mata yang sejak tadi terus
mengawasinya dari angkasa tanpa berkedip sedikit pun. Mereka adalah Pendekar
Rajawali Sakti dan Rajawali Putih raksasa tunggangannya. Mereka mengikuti terus
ke mana Ki Gopar dan Karun pergi.
"Ikuti terus mereka, Rajawali," pinta Rangga yang berada di punggung Rajawali
Putih tunggangannya.
"Khrakgh!"
*** 7 Brak! Ki Gopar langsung mendobrak pintu pondok Ki Jambun yang berada di pinggir sebuah
desa di kaki Gunung Cagarasa. Hanya sekali tendang saja, pintu dari belahan kayu
itu hancur berkeping keping. Langsung diterobosnya pintu itu, lalu masuk ke -dalam.
Saat itu, Ki Jambun yang ada di dalam pondoknya ini baru saja akan menyuap
makanan ke mulutnya. Dan dia sampai terlonjak kaget, begitu pintu terdobrak dari
luar, disusul melesatnya tubuh Ki Gopar yang masuk ke dalam pondok ini. Sekujur
tubuh Ki Jambun jadi bergetar menggigil, melihat Ki Gopar muncul di pondoknya.
"Hiiiih...!"
Sambil menggeram, Ki Gopar menarik leher baju kusir tua ini dan langsung
dilemparkannya keluar. Ki Jambun hanya bisa berteriak. Tubuh tua itu terlempar
keluar, dan jatuh bergulingan keras sekali di tanah. Saat itu, Ki Gopar sudah
kembali melesat keluar dari dalam pondok ini.
"Oh...! Ampun, Ki.... Ampun.... Jangan bunuh aku...,"
rintih Ki Jambun sambil berlutut, merapatkan kedua telapak tangan di depan
hidung. "Hrg! Di mana Mawar kau sembunyikan, heh..."!"
gerak Ki Gopar dengan suara keras menggelegar, membuat seluruh tubuh Ki Jambun
semakin menggeletar ketakutan.
"Aku..., aku...."
"Hih!"
Plak! "Aduh...!"
Ki Jambun jadi mengeluh, begitu telapak tangan Ki Gopar yang besar dan kuat
menampar wajahnya.
Akibatnya, dia terjatuh mencium tanah. Seketika, darah mengucur keluar dari
bibirnya yang pecah. Ki Jambun merintih lirih, sambil berusaha bangkit kembali.
Tapi belum juga bisa bangkit, satu tendangan yang keras sudah menghantam
tubuhnya. Duk! "Akh...!"
Ki Jambun kembali terpekik, dan bergulingan
beberapa kali di tanah. Dan daya lontar tubuhnya baru berhenti setelah menabrak
pohon, sehingga membuatnya kembali memekik kesakitan.
Sementara Ki Gopar terus menghampiri dengan
wajah memerah. Tidak jauh di belakangnya, Karun hanya dapat menyaksikan saja
sambil memegangi tali kekang dua ekor kuda tunggangan mereka. Terselip rasa iba
melihat nasib kusir tua itu menjadi bulan bulanan Ki Gopar, tanpa mampu memberi -perlawanan sedikit pun.
Ki Jambun memang hanya seorang kusir tua yang sama sekali tidak mengenal ilmu
-olah kanuragan. Dan dia hanya bisa pasrah akan nasib buruknya ini. Sambil
merintih lirih, Ki Jambun berusaha bangkit. Sementara, Ki Gopar sudah berdiri
tegak berkacak pinggang di depannya.
"Katakan! Di mana Mawar, Jambun..."!" desis Ki Gopar dingin menggetarkan.
"Aku tidak tahu, Ki. Sungguh...!" sahut Ki Gopar merintih lisih.
"Dengar, Jambun. Aku bisa mudah membunuhmu.
Semudah membalikkan telapak tangan," desis Ki Gopar mengancam.
Seluruh tubuh Ki Jambun semakin keras bergetar mendengar ancaman itu. Kedua bola
matanya berputar, seperti mencari sesuatu. Sedangkan Ki Gopar terus memandangi
dengan sinar mata tajam berapi api.
-"Di mana dia, Jambun..."!" desak Ki Gopar dingin.
Ki Jambun hanya diam saja. Dan ini membuat Ki Gopar semakin berang. Tangannya
terangkat. Lalu....
"Kau lebih memilih mampus rupanya. Hih...!"
Tepat ketika tangan Ki Gopar terayun hendak memukul kepala kusir tua itu, tiba
- tiba saja dari atas meluncur sebuah bayangan putih yang begitu cepat menyambar
Ki Jambun. Sehingga tamparan Ki Gopar yang disertai pengerahan tenaga dalam
tinggi itu hanya mengenai pohon di belakang Ki Jambun tadi.
Brak! Begitu kerasnya tamparan itu, membuat kayu pohon
itu hancur seketika. Dan pohon yang cukup besar itu tumbang, menghantam tanah,
sampai menimbulkan getaran bagai gempa. Ki Gopar jadi menggeram marah, melihat
kusir tua itu lenyap dari depannya.
"Setan keparat...!"
Ki Gopar cepat berbalik. Dan pada saat itu, terlihat sebuah bayangan putih
berkelebat begitu cepat di depannya. Dan ini membuat orang tua yang sudah
kelihatan muda lagi ini jadi tersentak kaget. Cepat cepat dia melompat ke -belakang, dengan berputar satu kali.
Hap! Manis sekali Ki Gopar menjejakkan kakinya kembali ke tanah. Dan pada saat itu
juga, sekitar lima langkah di depannya sudah berdiri seorang pemuda tampan
berbaju rompi putih. Sebuah pedang bergagang kepala burung tampak bertengger di
punggungnya. "Siapa kau..."!" bentak Ki Gopar geram.
"Aku Rangga. Dan aku paling tidak suka pada orang yang menyiksa orang tua lemah
tak berdaya sepertimu," dengus pemuda berbaju rompi putih itu dingin.
Pemuda tampan berbaju rompi putih itu memang Rangga, yang lebih dikenal sebagai
Pendekar Rajawali Sakti. Dan jawaban Rangga yang tegas bernada dingin, membuat
seluruh wajah Ki Gopar semakin merah bagai terbakar. Kedua bola matanya tampak
berapi api menatap tajam wajah tampan di depannya.
-"Keparat...! Berani benar kau mencampuri urusanku!
Berarti, kau sudah tidak sayang nyawa lagi, Anak Muda!" geram Ki Gopar berang.
"Tidak ada seorang pun yang tidak sayang dengan nyawanya, Kisanak. Aku juga
begitu, Dan nyawaku akan kupertahankan kalau kau menginginkannya," sahut Rangga
kalem dan tegas suaranya.
"Phuih! Kau menantangku, Bocah...!" geram Ki Gopar merasa tertantang.
"Terserah penilaianmu saja," sahut Rangga seraya tersenyum tipis.
"Setan...! Pecah kepalamu! Yeaaah...!"
Sambil membentak geram, Ki Gopar langsung saja mengebutkan tangan kanannya ke
depan, tepat mengarah ke kepala Pendekar Rajawali Sakti. Dan tepat di saat secercah cahaya
kuning keemasan melesat dari telapak tangan yang terbuka, Rangga memiringkan
kepala sedikit ke kanan.
Slap! Glaaar...! Pondok kecil tempat tinggal Ki Jambun seketika hancur berkeping keping, -menimbulkan ledakan keras menggelegar, begitu terhantam
cahaya kuning keemasan yang dilepaskan Ki Gopar tadi. Sementara, Karun yang tadi berada di
depan pondok itu langsung melompat bergulingan ke tanah, menghindari pecahan
kayu pondok itu. Api langsung berkobar, melahap pondok yang seluruhnya terbuat
dari kayu ini. Rangga sendiri langsung melompat berputaran tiga kali ke samping
kiri, membuat jarak sejauh satu batang tombak dengan Ki Gopar.
"Hm.... Dahsyat sekali ilmunya...," gumam Rangga dalam hati, memuji kedahsyatan
ilmu yang dikerahkan Ki Gopar tadi.
Ilmu itulah yang membuat sayap Rajawali Putih terluka. Tapi untungnya tidak
parah. Sehingga, burung rajawali raksasa itu masih bisa terbang membawa Rangga
sampai ke tempat ini, setelah mereka berdua mengintainya dari tempat tinggal
Nyai Lestari yang seperti benteng itu. Dan Rangga juga tidak bisa mem-bayangkan,
bagaimana jadinya kalau cahaya kuning keemasan itu tadi sampai menghantam
kepalanya. Sementara, Ki Gopar sudah kembali bersiap melancarkan serangan dahsyatnya. Dia
tampak semakin geram saja melihat pemuda yang menjadi lawannya
bisa menghindari serangannya barusan.
"Tahan seranganku, Bocah! Hiyaaa...!"
Sambil membentak keras, Ki Gopar kembali melancarkan serangan. Tapi saat ini,
Rangga sudah siap menghadapi serangan itu. Dan ketika dari kedua telapak tangan
Ki Gopar yang menghentak lurus ke depan meluncur cahaya kuning keemasan, saat
itu juga Rangga mencabut pedang pusakanya dari punggung. Dan....
"Yeaaah...!"
Bet! *** Glaaar! Tepat ketika Rangga menyilangkan pedangnya di depan dada, cahaya kuning keemasan
itu menghantam bagian tengah pedang pusaka Rajawali Sakti yang memancarkan
cahaya biru terang menyilaukan mata.
Maka seketika itu juga, terdengar ledakan keras menggelegar yang sangat dahsyat
memekakkan telinga. Dan saat itu juga...
"Akh...!"
Tampak Ki Gopar menjerit keras. Tubuhnya kontan terpental jauh ke belakang.
Sedangkan Rangga tetap berdiri tegak, tidak bergeser sedikit pun dari tempatnya.
Sementara pedang pusaka Rajawali Sakti tetap tersilang di depan dada,
memancarkan cahaya biru terang yang menyilaukan mata. Tatapan matanya begitu
tajam, memperhatikan Ki Gopar yang berusaha bangkit kembali sambil mengerang


Pendekar Rajawali Sakti 126 Mawar Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lirih. Tampak darah kental kehitaman mengalir dari sudut bibirnya. Dengan tubuh
gontai, Ki Gopar kembali berdiri.
"Keparat kau, Anak Muda...! Aku akan kembali membunuhmu...!" desis Ki Gopar
geram, penuh dendam menggeledek dalam dada.
Sedangkan Rangga hanya diam saja memandangi.
Pedangnya masih tetap tergenggam erat, menyilang di depan dada. Saat itu Karun
menghampiri Ki Gopar sambil menuntun kedua ekor kuda tunggangan mereka.
Segera diserahkannya tali kekang seekor kuda pada Ki Gopar.
"Hup!"
Dengan tubuh gontai, Ki Gopar cepat melompat naik ke punggung kudanya. Sejenak
ditatapnya Pendekar Rajawali Sakti dengan penuh dendam. Kemudian cepat kudanya
digebah meninggalkan lawannya ini. Karun bergegas mengikuti, naik ke punggung
kudanya. Tapi kudanya tidak langsung digebah. Dan matanya malah memandangi
Rangga dengan sinar yang sukar diartikan.
Baru kemudian dia menggebah kudanya, mengikuti Ki Gopar yang telah berada cukup
jauh. Cring! Rangga memasukkan kembali Pedang Pusaka
Rajawali Sakti ke dalam warangka di punggung. Maka cahaya biru yang memancar
terang dari mata pedang itu seketika lenyap. Beberapa saat Rangga masih tetap
berdiri tegak, memandangi kepulan debu yang semakin jauh dan menghilang ditelan
lebatnya pepohonan.
Kemudian bergegas kakinya melangkah mendekati pintu pondok kecil, yang menjadi
tempat tinggal Ki Jambun. Namun belum juga sampai ke depan pintu, dari dalam
sudah keluar Ki Jambun. Dia langsung meng-hampiri Pendekar Rajawali Sakti, dan menjatuhkan diri berlutut di depannya.
"Terima kasih, Den ... Terima kasih...," ucap Ki Jambun sambil berlutut, dengan
merapatkan kedua telapak tangan di depan dada.
"Bangunlah, Ki," pinta Rangga sambil menyentuh sedikit pundak orang tua itu
dengan ujung jari tangan.
Perlahan Ki Jambun bangkit berdiri. Rangga lantas memberi senyuman lebar dan
manis sekali. Ki Jambun membungkukkan tubuh sedikit, memberi penghormatan
seperti layaknya kaum persilatan. Dan senyum Rangga semakin lebar, melihat sikap
kusir tua yang hampir mati dibunuh Ki Gopar ini.
"Aku tahu siapa kau, Ki. Itu sebabnya, kenapa aku menyelamatkan dirimu tadi,"
kata Rangga lembut, dengan senyum terus mengembang menghiasi bibir.
"Oh...," Ki Jambun hanya terlongong saja.
"Terus terang saja, Ki. Kedatanganku ke sini memang mengikuti Ki Gopar. Dan aku
tahu, tujuan dia datang ke pondokmu ini. Dia pasti punya tujuan sama denganku,
yakni mencari Mawar. Tapi, kedatanganku tidak dengan maksud jahat," kata Rangga
lagi, masih dengan nada suara lembut.
"Aku..., aku...," Ki Jambun jadi tergagap.
"Tidak perlu menyembunyikannya padaku, Ki. Justru kedatanganku ke sini untuk
membawa Mawar pada ibunya," selak Rangga cepat.
"Nyai Lestari..."!"
Seketika terbeliak kedua bola mata Ki Jambun.
Entah, laki laki tua ini percaya atau tidak pada kata kata Pendekar Rajawali - -Sakti barusan. Tapi yang jelas
matanya terus memandangi wajah tampan pemuda itu.
Bola matanya sampai berputar, seperti sedang menilai kejujuran dan keagungan
hati pemuda yang telah menyelamatkan nyawanya.
"Kau tentu sudah tahu, apa yang telah terjadi pada Nyai Lestari, Ki.... Bukannya
ingin menyombongkan diri, tapi sekarang Nyai Lestari sudah ada di tempat yang
aman, dan dalam perawatan orang yang kupercayai.
Tapi sampai saat ini, dia selalu menyebut nama putrinya. Maka aku bermaksud
membawa Mawar padanya. Aku juga ingin menghentikan semua perbuatan busuk Ki
Gopar," jelas Rangga, sebelum Ki Jambun bisa berkata kata lagi.
-Kusir tua itu hanya diam saja, memandangi pemuda
di depannya. Kemudian ditariknya napas panjang-panjang, dan dihembuskannya kuat
-kuat. "Nini Mawar ada di goa persembunyiannya. Ayo kuantarkan kau ke sana," kata Ki
Jambun, setelah yakin akan kejujuran hati pemuda ini.
"Terima kasih, Ki," ucap Rangga seraya tersenyum.
Namun baru saja mereka berjalan beberapa langkah, mendadak saja terlihat sebuah
bayangan putih berkelebat begitu cepat di depan. Seketika langkah mereka
terhenti. Dan saat itu juga, seorang wanita bertubuh ramping berbaju putih
bersih sudah berdiri sekitar lima langkah lagi di depan kedua laki laki ini.
-Wajahnya sulit untuk bisa dikenali, karena seluruh kepalanya tertutup kerudung
putih yang cukup tebal. Hanya pada bagian matanya saja yang terlihat.
"Nini...," desis Ki Jambun langsung mengenali.
"Diakah Mawar, Ki...?" tanya Rangga langsung.
*** Belum juga Ki Jambun menjawab pertanyaan
Pendekar Rajawali Sakti tadi, wanita berkerudung putih itu sudah membuka kain
kerudung yang menutupi wajahnya. Ternyata, di balik kain kerudung putih itu
tersembunyi seraut wajah yang begitu cantik, bagai bidadari. Rangga sempat
terkesiap melihat kecantikan wajah gadis ini. Garis garis wajahnya begitu mirip -dengan Nyai Lestari. Rangga langsung menebak, kalau gadis ini memang Mawar.
Putri Nyai Lestari yang memang sedang dicarinya.
"Aku memang Mawar," kata gadis itu menjawab pertanyaan Rangga tadi. "Di mana
ibuku...?"
Rangga tidak langsung menjawab.
"Benar, Den. Dia Nini Mawar, putri tunggal Nyai Lestari...," kata Ki Jambun
seperti mengetahui keraguan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm...," Rangga hanya menggumam saja sedikit
"Katakan saja, di mana Nyai Lestari, Den. Dia memang Nini Mawar," kata Ki
Jambun, mencoba meyakinkan Pendekar Rajawali Sakti.
"Baik. Aku tahu, kau masih ragu. Tapi, kau tentu mengenali ini...," kata gadis
cantik berbaju putih yang mengaku bernama Mawar itu.
Kelopak mata Rangga langsung menyipit, melihat seuntai kalung emas yang
ditunjukkan gadis itu. Dia pernah melihat kalung itu sebelumnya. Dan memang,
kalung itu seperti yang dipakai Nyai Lestari. Bahkan Rangga ingat kata kata Nyai
-Lestari, sebelum pergi meninggalkan rumah Ki Sarumpat. Kalung itu hanya ada
dua, yang dipakai dirinya, dan anak gadisnya. Tidak ada orang lain lagi yang
mengenakan kalung itu, selain Nyai Lestari dan Mawar.
"Aku percaya kau Mawar. Maaf atas keraguanku tadi," ucap Rangga akhirnya.
"Aku bisa mengerti, Ka...," kata kata Mawar terputus.
-"Rangga. Panggil saja aku Rangga," Rangga langsung memperkenalkan diri.
Mawar memberi senyum manis.
"Boleh aku memanggilmu Kakang..." Kau pasti lebih tua dariku," pinta Mawar.
"Tentu saja," sahut Rangga seraya tersenyum.
Sesaat mereka terdiam. Tampak Ki Jambun kelihatan senang, melihat Rangga sudah
bisa mempercayai gadis ini.
"Kakang Rangga..., di mana ibuku sekarang?" tanya Mawar.
"Di rumah Ki Sarumpat. Kau boleh menjumpainya di sana bersama Ki Jambun," sahut
Rangga. "Kau sendiri?" tanya Mawar ingin tahu.
"Aku harus kembali ke rumahmu untuk mengusir Ki Gopar dan orang orangnya," sahut
-Rangga tegas. "Sendiri...?"
Rangga hanya tersenyum saja. Dia tahu, Mawar menyangsikan kemampuannya
menghadapi Ki Gopar dan para begundalnya.
"Dia bisa diandalkan, Nini. Tadi Ki Gopar baru saja dikalahkan dengan pedang
pusakanya yang sangat dahsyat," kata Ki Jambun memberitahu dengan wajah cerah.
"Aku tidak mau membiarkanmu sendiri ke sana, Kakang. Biar aku ikut denganmu,"
putus Mawar, langsung.
"Tidak menemui ibumu dulu?" tanya Rangga seperti menguji.
"Itu bisa nanti, Kakang. Yang penting sekarang, mereka harus enyah dari muka
bumi ini. Mereka terlalu berbahaya kalau dibiarkan hidup. Terutama sekali, Gopar
keparat itu. Dia bukan lagi manusia. Tapi, iblis yang bersarang di tubuh
manusia," jelas Mawar dengan nada gusar.
Rangga melirik sedikit pada Ki Jambun.
"Biar Ki Jambun sendiri yang ke sana, memberitahu tujuan kita, Kakang," kata
Mawar, seperti bisa mengerti arti pandangan lewat ekor mata Rangga pada kusir
tua itu. "Benar, Den. Aku sudah biasa ke sana. Aku sering memberitahukan hal hal penting -pada Ki Sarumpat.
Bahkan rencana penculikan pada anak gadisnya, juga aku yang memberitahukannya.
Itu sebabnya, Ki Sarumpat memintaku untuk menjaganya," kata Ki Jambun merasa
bangga. "Aku tahu itu, Ki. Terima kasih kau sudi memberi semua yang kau ketahui pada
kami," ucap Rangga seraya tersenyum.
"Pergilah kalian berdua. Biar aku yang memberitahu Nyai Lestari dan Ki Sarumpat
tentang kalian," kata Ki Jambun lagi.
"Ayo, Kakang. Sebentar lagi malam datang. Jangan menunda waktu. Aku rasa, ini
malam yang terbaik untuk kita menyerang ke sana. Kalau sampai besok malam
purnama, kekuatan Ki Gopar semakin sulit ditandingi lagi," kata Mawar
memberitahu. Rangga hanya mengangguk saja, lalu sedikit
mendongakkan kepalanya ke atas. Tampak Rajawali Putih masih berada di atas
kepalanya, berputar putar menanti. Dengan pengerahan tenaga batin yang begitu
-dalam, Rangga meminta Rajawali Putih terus mengikutinya.
"Apa yang kau lihat, Kakang?" tegur Mawar.
"Ah, tidak...," sahut Rangga cepat cepat.
-"Ayo..."
Rangga langsung saja melangkah, tidak ingin Mawar terus bertanya setelah
sikapnya tadi yang memandang Rajawali Putih di angkasa. Mawar mengikuti pemuda
ini, dan menjajarkan langkahnya di sebelah kanan.
Sementara, Ki Jambun langsung saja melangkah pergi menuju Desa Kranggan. Ingin
secepatnya dia sampai ke sana, memberitahukan semua rencana Rangga dan Mawar.
*** 8 Malam sudah mulai menyelimuti seluruh wilayah kaki Gunung Cagarasa ini, ketika
Rangga dan Mawar tiba di depan bangunan besar tempat tinggal Nyai Lestari yang
kini dikuasai Ki Gopar dan anak buahnya. Mereka tidak langsung menerobos ke
dalam bangunan berbentuk benteng itu, karena penjagaan di sana tampaknya cukup
ketat. Sejenak Rangga menatap ke atas. Dan Rajawali Putih masih tampak di angkasa
dengan jelas, walaupun kegelapan sudah menyelimuti sekitarnya. Dengan kekuatan
batin yang begitu dalam, Rangga bisa berbicara pada burung rajawali raksasa itu.
Pendekar Rajawali Sakti menanyakan keadaan di dalam benteng ini pada Rajawali
Putih. Tampak bibir Rangga menyunggingkan senyum. Dan tanpa diketahui, Mawar
sejak tadi terus memperhatikan. Gadis itu tampak heran melihat sikap Rangga yang
dirasakannya aneh.
"Ada apa, Kakang" Kenapa tersenyum sendiri?" tegur Mawar langsung.
"Tidak apa apa," sahut Rangga kalem, masih juga tersenyum.-Tanpa bicara lagi, Pendekar Rajawali Sakti langsung melangkah menghampiri
bangunan besar seperti
benteng ini. Mawar semakin heran, lalu bergegas mengikuti Pendekar Rajawali
Sakti. Namun ketika mereka hampir sampai di depan pintu, Mawar langsung menarik
tangan pemuda ini. Maka seketika ayunan kaki Rangga terhenti.
"Hati hati, Kakang. Mungkin mereka sudah pasang perangkap untuk kita," Mawar
-memperingatkan.
"Tidak ada perangkap, Mawar. Hanya sembilan orang saja yang ada di dalam," sahut
Rangga kalem. "Dari mana kau tahu...?" tanya Mawar semakin heran.
Rangga tidak menjawab, tapi hanya tersenyum saja.
Sudah barang tentu semua pembicaraannya dengan Rajawali Putih tidak akan
dikatakannya. Dan Pendekar Rajawali Sakti semakin mendekati pintu benteng ini,
lalu berhenti setelah berjarak sekitar lima langkah lagi.
Sementara, Mawar berada sekitar tiga langkah di belakangnya. Dia heran melihat
Rangga hanya berdiri diam saja, memandangi pintu pagar seperti benteng yang
tertutup rapat ini.
Sreeet! Cring! Perlahan Rangga mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti dari warangka di punggung.
Dan seketika itu juga, malam yang gelap ini jadi terang benderang oleh cahaya -biru yang memancar dari mata pedang itu.
Mawar yang melihat kedahsyatan pamor pedang
pemuda ini jadi terbeliak, seperti tidak percaya. Belum pernah disaksikannya
sebuah pedang yang bisa memancarkan cahaya begitu terang menyilaukan mata.
Sehingga, sekelilingnya jadi terang benderang seperti siang hari saja.
-Sementara, Rangga tetap berdiri tegak dengan pedang tergenggam pada kedua
tangan, tegak lurus sejajar tubuhnya. Beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti
terdiam, membuat suasana semakin terasa sunyi
dan mencekam. Mawar sendiri tidak membuka suara sedikit pun. Dengan hati
diliputi berbagai macam pertanyaan, gadis itu terus memperhatikan Rangga yang
tetap berdiri tegak, tidak bergeming sedikit pun.
Tapi mendadak saja....
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Rangga tiba-tiba melompat cepat sekali,
sambil mengangkat pedang yang tergenggam dengan kedua tangan ke atas kepala.
Dan seketika itu juga, pedang pusakanya dihantamkan ke pintu pagar benteng yang
tertutup rapat dan terbuat dari kayu jati tebal ini. Cahaya biru yang memancar
dari pedang itu berkelebat begitu cepat sekali, hingga....
Glaar...! Seketika itu juga terdengar ledakan dahsyat yang menggelegar. Bahkan tanah di
sekitarnya jadi bergetar, bertepatan dengan hancurnya pintu pagar benteng
terhantam pedang pusaka Pendekar Rajawali Sakti yang dahsyat.
"Hup!"
Rangga langsung menerobos masuk, dan menjatuhkan diri ke tanah seraya
bergulingan beberapa kali.
Pendekar Rajawali Sakti menjaga, kalau kalau sembilan orang anak buah Ki Gopar
-sudah menanti dengan panah. Tapi, ternyata tidak ada satu anak panah pun yang
meluncur menghujaninya. Dan Rangga cepat melompat bangkit berdiri. Namun baru
saja menjejakkan kakinya di tanah, seketika itu juga terdengar teriakan keras
menggelegar memberi perintah.
"Seraaang...!"
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Hup!"
Rangga cepat melenting ke atas, dan langsung meluruk deras mengerahkan jurus
'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Bagaikan kilat Pendekar Rajawali Sakti
mengebutkan pedangnya yang memancarkan
cahaya biru terang ke depan. Maka dua orang yang berada dekat di depannya, tidak
dapat lagi menahan kibasan Pedang Pusaka Rajawali Sakti ini.
Bret! Cras! "Akh'"
"Aaaa...!"
Jeritan melengking tinggi seketika terdengar
menyayat, bersamaan ambruknya dua orang itu. Darah kontan muncrat dari tubuh
mereka yang terbelah, terbabat pedang pusaka Pendekar Rajawali Sakti.
Jeritan panjang itu membuat Mawar yang masih menunggu di luar langsung melompat
masuk. Tanpa banyak bicara lagi gadis ini langsung melompat.
Diterjangnya tujuh orang pengikut Ki Gopar ini. Pedangnya seketika berkelebat
cepat sekali, meng hantam senjata senjata lawan yang langsung menyam but - - -serangannya.
Sementara, Rangga langsung melesat, begitu berhasil merobohkan dua orang
lawannya lagi. Pendekar Rajawali Sakti meninggalkan sisa lawannya untuk Mawar
yang dianggap mampu menghadapi lima orang yang tersisa.
"Hup! Yeaaah...!"
Tanpa membuang buang waktu lagi, Rangga melesat
-cepat sekali menerobos masuk ke dalam rumah besar yang dikelilingi pagar tinggi
berbentuk benteng ini.
Namun baru saja kakinya menjejak lantai depan pintu, secercah cahaya kuning
keemasan sudah menyambut-nya cepat bagai kilat.
"Hup!"
Manis sekali Rangga melenting ke atas, dan berputaran dua kali menghindari
terjangan cahaya kuning keemasan ini. Dan belum juga kakinya menjejak lantai, Ki
Gopar sudah terlihat meluruk deras mener jangnya.
-Satu pukulan keras menggeledek yang mengandung pengerahan tenaga dalam, langsung
dilepaskan mengarah ke kepala Pendekar Rajawali Sakti.
"Hait!"
Namun dengan gerakan mengegos yang begitu
manis, Rangga bisa menghindari serangan Ki Gopar.
Akibatnya Ki Gopar terus meluruk ke depan, dan hampir jatuh di luar beranda


Pendekar Rajawali Sakti 126 Mawar Berbisa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

depan rumah ini. Untung saja dia cepat melenting ke atas. Dua kali tubuhnya
berputaran di udara, lalu manis sekali kedua kakinya kembali menjejak tanah.
Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri tegak sekitar lima langkah di depan Ki
Gopar yang baru saja mendarat di tanah. Dan saat itu juga, Rangga menyilangkan
pedang di depan dada. Telapak tangan kirinya sudah menempel di mata pedang yang
memancarkan cahaya biru terang ini. Kedua kakinya terpentang lebar, dengan lutut
tertekuk. Sehingga, tubuhnya merendah. Sementara Ki Gopar juga sudah bersiap mengerahkan ilmu kedigdayaannya yang
sangat diandalkan.
"Hh...!"
Sedikit Ki Gopar menghembuskan napas. Tangan kanannya yang terkepal ditarik,
hingga tersilang di depan dada. Sedangkan tangan kiri yang mengembang, berada
tepat di ujung kepalan tangan kanan. Sorot matanya terlihat begitu tajam,
menatap lurus bola mata Pendekar Rajawali Sakti. Sementara Rangga sendiri sudah
melakukan gerakan miring ke kiri, lalu kembali ke kanan. Dan tubuhnya tegak
kembali, bersamaan dengan menggumpalnya cahaya biru di ujung pedang pusakanya.
Jelas, Rangga langsung mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma' dalam menghadapi
orang tua yang dianggap sangat berbahaya ini.
Sekali saja pertemuannya dengan orang tua yang kelihatan muda ini, Rangga sudah
tahu kalau tidak bisa lagi menganggapnya ringan. Sehingga terpaksa
Pendekar Rajawali Sakti harus langsung menggunakan aji 'Cakra Buana Sukma',
begitu melihat lawannya bersiap mengerahkan aji kesaktian juga.
Sementara seluruh tubuh Ki Gopar terlihat menggeletar, seperti terserang demam.
Dan ketika tangannya dijatuhkan di depan dada, seketika itu juga dari kepalan
tangan kanannya menyemburat cahaya merah.
Sehingga, kini seluruh tangan kanan laki laki tua yang kelihatan muda ini jadi -memerah bagai terbakar.
"Hooop... Yeaaah...!"
Tiba tiba saja, Ki Gopar membentak keras
-menggelegar. Tangan kanannya menghentak ke depan, dengan jari jari terbuka
-mengembang. Maka seketika itu juga, cahaya merah yang sejak tadi sudah menyebar
di seluruh tangannya langsung meluncur deras ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Namun pada saat yang
bersamaan, Rangga menghentakkan pedangnya ke
depan, sambil berteriak keras menggelegar, bagai guntur membelah angkasa.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'! Yeaaah...!"
Slap! Cahaya biru yang sudah menggumpal membentuk
bulatan sebesar kepala di ujung pedang itu, seketika meluruk deras menyambut
serangan cahaya merah yang memancar dari telapak tangan kanan Ki Gopar.
Dalam jarak yang pendek ini, mereka sudah tentu tidak dapat lagi menghindari
serangan satu sama lain.
Hingga... Glaaar...! Seketika itu juga terdengar ledakan dahsyat yang menggelegar. Sehingga, tanah
yang dipijak jadi berguncang hebat, begitu dua cahaya yang saling berlawanan
beradu tepat di tengah tengah. Dan saat itu juga....-"Akh...!"
Ki Gopar langsung memekik keras agak tertahan dengan tubuh terpental sejauh satu
batang tombak ke belakang. Sedangkan Rangga hanya bergeser satu langkah saja ke
belakang, ketika aji kesaktian yang dilepaskan satu sama lain saling beradu
keras. "Hih! Yeaaah...!"
Bet! Rangga tidak mau lagi membuang buang waktu.
-Begitu bisa menguasai keseimbangan tubuhnya, cepat sekali pedang pusakanya
dihentakkan ke depan.
Seketika, cahaya biru yang sudah kembali menggumpal di ujung pedangnyaa melesat
cepat bagai kilat. Cahaya
itu langsung menerjang Ki Gopar yang baru saja bisa bangkit berdiri, setelah
bergulingan beberapa kali di tanah yang berumput ini.
"Setan...!"
Ki Gopar jadi memaki geram, melihat lawannya sudah kembali melancarkan serangan.
Maka cepat tubuhnya melenting ke atas, menghindari serangan Pendekar Rajawali
Sakti. Namun tanpa diduga sama sekali, Rangga cepat mengangkat pedangnya sedikit
ke atas. Dan cahaya biru yang meluruk deras itu terus mengikuti gerakan tubuh Ki
Gopar. Begitu cepat lesatannya, sehingga Ki Gopar tidak dapat lagi
menghindarinya.
Splahs! "Aaaakh...!"
Ki Gopar jadi menjerit keras, begitu tubuhnya terhantam cahaya bim itu. Dan
seketika itu juga, tubuh laki laki tua yang kini kelihatan muda kembali itu
-terbanting keras di tanah. Seketika kembali terdengar jeritan agak tertahan.
Sementara, sinar biru yang terus memancar dari ujung pedang pusaka Pendekar
Rajawali Sakti itu, terus menggulung seluruh tubuh Ki Gopar.
"Ikh ..! Aaaakh...!"
Ki Gopar jadi kelabakan setengah mati. Langsung seluruh kekuatan yang
dimilikinya dikerahkan untuk bisa melepaskan diri dari selubung cahaya biru ini.
Namun pada saat itu juga, terasa adanya kekuatan yang sangat dahsyat menyedot
seluruh tenaganya yang dikerahkan. Begitu deras aliran kekuatan yang tersedot
keluar, membuat Ki Gopar jadi menjerit kesakitan.
Bahkan seluruh tubuhnya jadi menggigil keras bagai
terserang demam.
*** Sementara itu, perlahan lahan Rangga mulai-melangkah mendekati lawan. Pedangnya terus terjulur lurus ke arah Ki Gopar yang
menggeliat geliat, berusaha melepaskan diri dari selubung cahaya biru di seluruh
-tubuhnya. Tapi semakin kuat berusaha, semakin banyak kekuatannya yang mengalir
keluar. Sehingga, akhirnya laki laki bertubuh gemuk itu tidak dapat lagi
-menguasai kekuatannya yang terus mengalir dari dalam tubuhnya.
Keadaan ini membuat Ki Gopar semakin bingung.
Sedangkan Rangga semakin bertambah dekat saja jaraknya. Dan sementara di tempat
lain, Mawar tampaknya benar benar menguasai jalannya per-tarungan. Kini, dia
-tinggal menghadapi Karun saja yang kelihatannya masih tangguh. Sedangkan la wan
- -lawan yang lain sudah tidak ada yang bisa bangkit berdiri lagi.
Mereka sudah tergeletak tidak bernyawa, dengan darah melumuri tubuhnya.
"Aku bisa saja mengampunimu, Ki Gopar. Tapi, kau tetap akan menjadi ancaman bagi
semua orang nantinya...," desis Rangga dingin menggetarkan.
"Setan keparat! Kubunuh kau...!" geram Ki Gopar agak bergetar suaranya.
"Kau yang akan mati, Ki Gopar. Bersiaplah menerima kematianmu...," desis Rangga
tak mempedulikan makian lawannya.
"Setan...! Kubunuh kau, Bocah Keparat..!"
Rangga sama sekali tidak mendengarkan teriakan
-teriakan Ki Gopar yang terus memakinya. Pendekar Rajawali Sakti sudah mengangkat
pedangnya perlahan-lahan ke atas. Dan tiba tiba saja....
-"Hih! Yeaaah...!"
Secepat pedang itu terhentak ke atas kepala. Dan secepat itu pula, Rangga
mengibaskannya ke leher laki-laki tua yang kelihatan muda kembali ini. Begitu
cepat serangan terakhir dari aji 'Cakra Buana Sukma' itu.
Sehingga Ki Gopar yang sudah terkuras kekuatannya, tidak dapat lagi
menghindarinya. Dan...
Cras! "Aaaa...!"
Jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar membelah angkasa, bersamaan
berkelebatnya pedang Pendekar Rajawali Sakti menebas leher lawannya ini.
Tampak Ki Gopar berdiri diam dengan kedua bola mata terbeliak lebar dan mulut
ternganga, seperti melihat hantu. Sementara, Rangga berdiri tegak di depannya
dengan pedang pusaka masih tergenggam di tangan kanan.
Cring! Bruk! Begitu pedang pusaka Rajawali Sakti tenggelam kembali ke dalam warangka di
punggung pemuda ini, tubuh Ki Gopar langsung ambruk ke tanah, dengan kepala
menggelinding terpisah. Seketika darah menyemburat keluar dari leher yang buntung tidak berkepala lagi. Sedikit pun
tidak ada gerakan pada tubuh Ki Gopar yang sudah tergeletak diam, tidak
bergerak gerak lagi, mati. Pendekar Rajawali Sakti harus melenyapkan Ki Gopar, -karena memang amat ber
-bahaya bila dibiarkan hidup.
Sementara itu terdengar jeritan panjang melengking tinggi dari tempat lain.
Rangga langsung berpaling.
Tampak pedang Mawar menghunjam dada Karun begitu
dalam, hingga tembus sampai ke punggung. Anak muda itu langsung ambruk
menggelepar, begitu Mawar telah mencabut pedangnya.
Dengan gerakan sangat indah, Mawar memasukkan pedangnya kembali ke dalam
warangka yang tergantung di pinggangnya yang ramping. Sebentar dipandanginya
tubuh tubuh lawannya yang sudah tergeletak tidak bernyawa lagi di sekitarnya.
-Kemudian kepalanya berpaling pada Rangga, dan melangkah menghampiri.
"Selesai sudah, Kakang...," desah Mawar sambil menyeka keringat yang membanjiri
leher. "Ya...," sahut Rangga juga mendesah pelan.
"Sekarang kita jemput ibumu di Desa Kranggan."
Mawar tersenyum manis. Dan Rangga membalasnya
dengan senyum yang tidak kalah manisnya. Mereka kemudian melangkah beriringan,
keluar dari dalam benteng ini. Tidak ada seorang pun yang berbicara lagi.
Sementara, malam terus merayap semakin larut. Angin dingin pun menyebarkan bau
anyir darah yang meng-genangi halaman depan rumah Nyai Lestari, yang seperti
benteng pertahanan di kaki Gunung Cagarasa ini.
SELESAI Created ebook by
Scan & Convert to pdf (syauqy_arr)
Edit Teks (fujidenkikagawa)
Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
Bentrok Rimba Persilatan 23 Tusuk Kondai Pusaka Liong Hong Po Cha Yan Karya S D Liong Kuda Binal Kasmaran 2
^