Pencarian

Bunga Di Batu Karang 30

Bunga Di Batu Karang Karya Sh Mintardja Bagian 30


"Justru karena itu, sebaiknya aku tidak usah ingkar tentang diriku sendiri. Tetapi aku mohon puteri dapat menganggap aku sebagai sebenarnya emban disini. Jangan segan dan jangan merasa aku orang lain" berkata emban itu. "Baiklah. Tetapi apakah kau mengetahui, dimanakah para abdi di Ranakusuman ini?" bertanya Rara Warih. "Keluarga Ki Dipanala telah pergi. Dan ini sudah puteri ketahui. Yang lainpun telah meningga lkan istana ini pula. Masih ada dua orang abdi yang tinggal. Seorang juru taman dan seorang juru madaran, yang agaknya tidak me mpunyai keluarga la in lagi di padesan" jawab e mban itu. Rara Warih menarik nafas dalam-dala m. Sambil mengangguk-angguk iapun berguma m "Kasihan mereka yang harus tercerai berai" Lalu iapun bertanya "bagaimana caraku untuk me manggilmu?" "Aku berada di bilik sebelah, puteri, Puteri dapat langsung me manggil a ku. Aku tentu mendengarnya. Gebyok ini tidak terlalu rapat sehingga t idak a kan dapat menyekat suara serapat-rapatnya" "O" Rara Warih mengangguk-angguk. Namun dengan demikian ia menjadi se makin yakin, bahwa orang yang menyebut dirinya emban itu adalah seorang prajurit yang dengan sengaja di tempatkan di sebelah biliknya untuk mengawasinya. "Puteri" berkata orang yang menyebut dirinya emban itu "aku tidak seorang diri. Tetapi aku berdua dengan seorang emban yang masih muda, meskipun masih lebih tua dari puteri. Emban itu pandai bermain gatheng dan dakon. Mungkin ia akan dapat menjadi kawan puteri" "O" Rara sekarang?" Warih mengangguk-angguk "dimana ia
"Ia baru berada di be lakang puteri. Sebentar lagi ia akan menghadap. Perlakukan ia seperti puteri me mperla kukan a ku, seorang emban" berkata pere mpuan itu. "Emban yang muda itu juga me mbawa patrem?" bertanya Warih. Perempuan itu mengerutkan keningnya. Namun ke mudian ia tersenyum sambil berkata "Tida k. Tidak puteri. Ia tidak me mbawa patrem" "Bagus. Sebab patrem sebenarnya adalah alat untuk me mbunuh diri. Jika e mban muda itu me mbawanya, ma ka aku ingin me minja mnya barang sebentar" berkata Rara Warih. Tetapi emban itu menjawab "Puteri. Aku yakin, bukan watak puteri untuk mela kukan perbuatan terkutuk itu. Puteri adalah seorang yang sangat tabah dan berani" "Kau me muji aku" Rara Warih tersenyum masa m. "Tida k puteri. Bukan ma ksudku. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya" jawab emban itu, lalu "Sudahlah puteri, aku akan kembali ke dala m bilik. Biarlah kawanku yang muda itu datang menghadap sa mbil me mbawa dakon dan kecik" "Bawa kelungsu. Aku kelungsu" jawab Warih. lebih senang me mpergunakan
Perempuan itupun ke mudian beringsut dan keluar dari bilik Rara Warih. Setelah menutup pintu dari luar, maka iapun me langkah ke pintu bilik di sa mpingnya. Namun tiba-tiba saja langkahnya berhenti. Dipandanginya pintu bilik yang tertutup. Seorang prajurit muda yang mengawasinya dari kejauhan mende katinya sambil bertanya "Bagaimana pendapat bibi?" "Ia anak yang sangat baik" jawab perempuan yang menyebut dirinya seorang emban itu "aku senang terhadapnya. Namun ia a kan dapat juga berbahaya. Tetapi justru karena itu aku tertarik untuk merawatnya. Ternyata
seperti yang dipesankan oleh beberapa orang bahwa puteri itu me miliki sifat-sifat ayahandanya. Cerdas, tanggapannya tajam dan agaknya juga keras hati, meskipun na mpak juga sifatsifatnya yang manja " "Gadis itu cantik se kali" desis prajurit muda itu. "Ya. Karena itu be kerjalah dengan ba ik, agar kau cepat menjadi seorang Tumenggung. Kau akan dapat mela marnya" desis pere mpuan itu sa mbil tersenyum. "Sa mpai ubanan aku t idak akan Tumenggung" jawab prajurit muda itu. dapat menjadi
Perempuan yang me nyebut dirinya e mban itu tersenyum. Katanya "Siapa tahu nasib seseorang" na mun ke mudiaii "tetapi kau jangan mengganggu momonganku itu. Aku senang kepadanya. Dan aku akan me njaganya baik-baik" "Agar ia tida k melarikan diri" potong prajurit muda itu. "Tida k. Ia tidak akan me larikan diri. Tetapi a ku akan menjaganya seperti aku benar-benar seorang emban. Karena aku me mang senang kepadanya" Prajurit muda itu tidak menjawab lagi. Na mun sejenak ke mudian, maka iapun segera meninggalkan pere mpuan yang juga melanjutkan langkahnya ke mbali ke biliknya. Dala m pada itu, ternyata di barak para prajurit berkuda beberapa orang perwira menjadi ce mas, bahwa kawan-kawan prajurit berkuda yang berhasil me mbawa Rara Warih itu belum ke mbali. Menurut laporan kedua orang prajurit yang me mbawa Rara Warih, maka na mpa knya kawan-kawannya akan dapat segera menyelesaikan tugasnya. Mereka akan segera. dapat menangkap Kiai Danatirta dan Ki Dipanala, hidup atau mati. Dala m kegelisahan itu. maka seorang perwira telah me manggil kedua orang yang me mbawa Rara Warih itu menghadap.
"Kita akan mendapat hadiah" desis salah seorang dari mereka, "Ya. Dan kenaikan pangkat" jawab yang lain. "Dan hadiah uang atau Barang-barang berharga dari Kumpeni" berkata yang pertama. Keduanya tertawa. Mereka me mang benar-benar menantikan untuk mendapat hadiah berupa apapun juga. Derajat, pangkat atau uang atau apapun karena mereka merasa telah berjasa dapat menangkap Rara Warih yang akan sangat besar artinya bagi usaha penangkapan Raden Juwiring jika ia masih hidup. Tetapi ketika keduanya me masuki sebuah ruangan, yang ada di dalam ruangan itu hanyalah seorang perwira muda yang berwajah mura m. "Bagaimana dengan kawan-kawanmu" perwira itu langsung bertanya kepada kedua orang prajurit Itu. Kedua orang prajurit itu sudah mula i kecewa. Nampa knya mereka tida k akan de mikian cepatnya menerima hadiah. Yang ditanyakan oleh perwira muda itu justru kawan-kawannya. "Menurut penila ianku, pekerjaan mereka tidak terlalu berat" jawab salah seorang prajurit itu "mereka bertujuh melawan dua orang tua-tua yang tidak berarti" "Kenapa hanya tujuh?" bertanya perwira itu. "Aku berdua, sedang seorang di antara kami terluka" jawab salah seorang dari kedua prajurit itu. "Kenapa seorang kawanmu terluka" Jika pekerjaan itu tidak terlalu berat, maka tentu tidak akan ada kawanmu yang terluka" berkata perwira muda itu. Kawanku itu terlalu lengah. Ia menganggap kedua orang tua itu tidak akan berdaya sama sekali untuk me lawannya. Akhirnya tubuhnyalah yang terkoyak oleh senjata. Namun
ke mudian pe mimpin ka mi me merintahkan se muanya bertempur melawan kedua orang itu, kecuali ka mi berdua yang diperintahkan untuk meneliti keadaan padepokan. Pertempuran tidak berlangsung terlalu la ma ketika kedua orang itu melarikan diri keluar padepokan yang ke mudian dikejar oleh ketujuh orang di antara ka mi. Sebenarnyalah menurut perhitungan ka mi keduanya akan segera dapat diselesaikan" Perwira muda itu termangu-mangu sejenak. Na mun ke mudian katanya "Jadi apakah menurut perhitunganmu, mereka seharusnya sudah ke mbali saat ini?" "Ya. Menurut perhitunganku, mereka harus sudah ke mbali sekarang ini" jawab salah seorang dari kedua orang itu. Perwira itu mengerutkan keningnya. Lalu katanya "Bagaimana menurut pertimbanganmu" Apakah mungkin ada orang lain yang ikut ca mpur dala m persoalan ini?" "Laskar Pangeran Mangkubumi?" bertanya salah seorang prajurit itu. "Mungkin laskar Pangeran Mangkubumi. tetapi mungkin juga laskar Raden Mas Said" jawab perwira muda itu. "Me mang mungkin mereka berte mu di perjalanan atau mungkin laskar itu tersesat di padepokan" berkata prajurit itu "tetapi nampaknya tidak mungkin. Mereka masih sibuk untuk menarik diri dari daerah pertempuran" "Kaupun menganggap mereka tidak berdaya" jawab perwira muda itu "baiklah, kita menyiapkan sekelompok prajurit berkuda untuk me lihat mereka. Kita akan me mbawa pasukan yang kuat dengan beberapa orang penghubung yang akan dapat melakukan tugas dengan cepat jika terjadi sesuatu di perjalanan"
Kedua orang prajurit itu termangu-mangu. Na mun ke mudian salah seorang bertanya "Jadi, siapa sajakah yang akan pergi?" "Aku akan me mbawa duapuluh lima orang, termasuk kau berdua" jawab perwira muda itu. Kedua prajurit itu menjadi berdebar-debar. Ternyata mereka tidak segera menerima hadiah, tetapi justru tugas yang cukup berat. Perjalanan ke Jati Aking bukan perjalanan yang sangat panjang. Namun ke mungkinan-ke mungkinan yang paling buruk akan dapat terjadi di sepanjang jalan. Nampa knya perwira muda itu melihat keseganan pada sikap orang itu. Karena itu maka katanya "Kalian adalah penunjuk jalan yang paling baik" Hampir di luar sadar salah seorang menjawab "Ha mpir setiap prajurit berkuda pernah melihat Padepokan Jati Aking" "Kalian berdualah yang baru saja datang dari padepokan itu. Karena itu. kalian a ku perintahkan untuk ikut serta. Aku sendiri yang akan me mimpin pasukan itu" -ooo0dw0ooo-
Karya SH MINTARDJA Jilid 22 Kedua prajurit itu tidak akan dapat ingkar lagi. Mereka harus berada di dalam satu kelompok prajurit yang akan pergi ke Jati Aking untuk me lihat keadaan kawan-kawan-mereka, beberapa orang prajurit yang seharusnya sudah kembali ke Surakarta Ketika ke mudian mereka bersiap-siap me mbenahi diri, kuda-kuda mere ka dan senjata masing-masing, maka salah seorang dari kedua orang itu berdesis "Surakarta telah terbakar oleh api peperangan. Setiap jengka l tanah di luar kota telah berubah menjadi bara. Dan kita akan masuk ke dalamnya" Kawannya menarik nafas dala m-dala m. Katanya "Kita adalah prajurit. Apapun yang akan terjadi, kita memang harus me lakukannya jika itu me mang. tugas dan kewajiban. Na mun menje lajahi daerah yang juga menjadi daerah jelajah Pangeran Mangkubumi atau Raden Mas Said, rasa-rasanya me mang mengerikan. Bula k-bula k panjang rasa-rasanya telah berubah menjadi jalur ja lan menuju ke kuburan"
Yang lain mengangguk-angguk. Sebenarnyalah bagi para prajurit Surakarta, pecahnya perang melawan Pangeran Mangkubumi yang tidak dapat menahan kesabarannya lagi itu merupakan hantu yang sela lu me mbayangi mereka siang dan ma la m. Jika semula masih ada keseganan Raden Mas Said terhadap pamandanya, sehingga untuk beberapa saat kegiatannya agak mereda, ma ka pada saat terakhir sikap Pangeran Mangkubumi justru seperti menyira mkan minyak ke dalam api yang sudah redup itu, sehingga api itu akan menyala se makin besar me mbakar langit Surakarta Namun Senapati muda yang akan me mimpin sepasukan prajurit pergi ke Jati Aking itu seolah-olah t idak mengerti, apa yang telah terjadi. Karena itu maka ia sama sekali tidak menjadi gentar. Dengan membawa duapuluh lima orang prajurit berkuda terpilih, maka Senapati muda itupun meninggalkan baraknya atas ijin pimpinan pasukan berkuda. "Pasukan berkuda adalah pasukan terbaik di Surakarta" berkata Senapati muda itu "meskipun jumlah pasukan berkuda terhitung sedikit di Surakarta, tetapi yang sedikit ini harus menunjukkan bahwa kita adalah orang-orang terpilih. Sikap Raden Juwiring telah menaburkan noda atas pasukan berkuda, sehingga kepercayaan para Panglima atas pasukan ini menjadi susut. Adalah kewajiban kita untuk mengangkat ke mbali nama baik dari pasukan ini" Para prajurit dari pasukan berkuda itu merasa bangga akan kelebihan mereka. Namun meskipun demikian, setiap mereka menyadari keadaan, maka hati merekapun menjadi berdebardebar, betapapun mereka adalah prajurit terbaik. Meskipun demikian mereka harus dapat melakukan tugas mereka me la mpui prajurit dari kesatuan yang lain. Dengan dada tengadah prajurit-prajurit dari pasukan berkuda itu berderap me lalui ja lan-jalan kota. Ke mudian merekapun menuju ke pintu gerbang yang dijaga ketat pada saat-saat yang panas itu. Beberapa orang yang melihat
pasukan itu lewat, merasa bangga sehingga merekapun yakin, bahwa kota Surakarta tidak akan disentuh oleh peperangan. "Tida k seorang pe mberontakpun yang akan dapat me masuki kota berkata orang-orang itu di dala m hatinya." Sementara itu, prajurit dari pasukan berkuda itupun telah me lewati gerbang kota. Dengan pandangan acuh tida k acuh mereka sekilas melihat para prajurit yang bertugas di pintu gerbang. Bahkan salah seorang pemimpin kelompok di bagian paling belakang dari iring-iringan itu berdesis "Apa kerja kalian sebenarnya di situ" Tidur?" Prajurit yang bertugas di pintu gerbang itu tidak segera menangkap maksudnya. Karena itu tidak seorangpun yang menjawab. Baru ke mudian, ketika mereka menyadari arti dari kata-kata itupun, maka beberapa orang telah me ngumpat. Seorang prajurit yang berkumis lebat menggera m "Anak setan yang sombong. Dikiranya hanya prajurit dari pasukan berkuda saja yang me mpunyai arti bagi Surakarta?" Kawannya yang bertubuh kecil yang berdiri di sampingnya meraba hulu pedangnya sambil berkata "Aku sanggup me lawan dalam perang tanding setiap orang dari prajurit berkuda itu" "Suatu ketika mereka akan mengakui, bahwa mereka bukan prajurit yang paling ba ik di Surakarta. Bahkan sebagian dari pasukan itu justru sudah berkhianat" guma m yang lain. "Ya. di bawahi pimpinan Senapati muda yang bernama Juwiring itu" sahut yang bertubuh pendek. Kawan-kawanya tidak menyahut lagi. Namun na mpak di wajah mereka, perasaan tidak senang melihat kesombongan prajurit dari pasukan berkuda itu, seolah-olah mereka adalah prajurit-prajurit yang me miliki kelebihan dari prajurit-prajuril yang lain
Dala m pada itu, iringan prajurit dari pasukan berkuda yang terbagi dala m ke lompok-kelompok kecil itupun berpacu ke padepokan Jati Aking. Mereka semakin mence maskan keadaan kawan-kawanya yang ternyata masih belum ke mbali. Ketika iring-iringan prajurit dari pasukan berkuda itu mende kati padepokan Jati Aking, maka mereka me mperla mbat lari kuda mereka. Bahkan ke mudian Senapati muda yang me mimpin pasukan berkuda itupun me merintahkan dua orang untuk mendahului iring-iringan itu. "Awasi keadaan di seputar padepokan itu" perintah Senapati muda itu "aku akan me mbawa se luruh pasukan ini me masuki padepokan. Beri isyarat jika kau me lihat sesuatu yang mencurigakan" Kedua prajurit itupun mendahului pasukannya dan mencoba me mperhatikan keadaan di hadapan mereka. Nampa knya mereka tidak melihat sesuatu yang mencurigakan, sehingga merekapun sa ma sekali tida k me mberikan isyarat. Demikian Senapati muda dengan pasukannya me masuki pintu gerbang halaman padepokan, maka. kedua orang prajurit itupun tinggal di sebelah menyebelah regol untuk menga mati keadaan yang mungkin tidak menguntungkan. Dala m pada itu, ketika iring-iringan itu me masuki ha la man, Para prajurit itupun segera melihat beberapa orang yang duduk di tangga pendapa. Iring-iringan itu ternyata telah menumbuhkan kege mbiraan setelah sekian la ma mereka menunggu. Rasa-rasanya mereka sudah berada di padepokan itu bertahun-tahun tanpa ada seorangpun yang menengoknya. Sejenak ke mudian, Senapati muda itupun telah mendengar laporan tentang peristiwa yang terjadi di padepokan itu. "Orang dungu" gera m Senapati itu "kalian adalah prajurit dari pasukan berkuda. Apakah kalian yang berjumlah lebih. banyak itu tidak ma mpu mengalahkan mereka?"
"Apapun yang dapat kami katakan, namun kenyataannya me mang de mikian" jawab orang tertua dari para prajurit yang sudah kehilangan kuda itu. "Aku ha mpir tidak percaya" sahut Senapati muda yang marah itu. "Ka mi me mang terla lu le mah" berkata prajurit yang berbeda sikap dari kawan-kawannya "Aku mencoba menunjukkan harga diri dari para prajurit dari pasukan berkuda. Tetapi kawan-kawanku t idak berbuat demikian" "Mereka pantas dihukum" suara Senapati muda itu menjadi gemetar menahan gejolak hati. "Terserahlah" jawab prajurit tertua "justru pe mimpin ka mi telah terluka parah" "Prajurit dari pasukan berkuda tida k mengenal menyerah" bentak Senapati muda itu. "Ka mi tida k dapat berbuat lain" jawab orang tertua "dan pendapat itu menjadi se makin mantap me lihat sikap dan tingkah laku isi padepokan ini Sebagaima na kau lihat, kami tidak terkapar sebagai mayat di sini" "Mereka telah terbius oleh sikap manis" sahut prajurit yang berpendirian lain itu seolah-olah para pengikut Pangeran Mangkubumi ada lah mala ikat-mala ikat berhati seputih kapas" "Jangan menjadi gila" desis orang tertua itu. "Bukan karena ada pasukan berkuda yang datang menolong kita, tetapi aku sudah mengatakan sejak tadi" sahut prajurit itu. "Seharusnya kalian bersikap jantan" Senapati muda itu masih marah" "tetapi untunglah, Setidak-tidaknya masih ada seseorang yang berhati baja. Tetapi karena tidak ada orang lain yang mendukung sikap itu, ma ka ia tidak akan dapat bertahan"
"Pasukan berkuda sudah dihinakan" geram prajurit itu "dan sebagian di antara kita ikut pula mence markannya" Dala m pada itu, Senapati yang marah itpun bertanya "Ke mana isi padepokan ini pergi?" "Ka mi tidak mengetahuinya" sahut orang tertua. "Ka mi seharusnya mengetahui" sahut prajurit yang berpendirian lain "tetapi ka mi sa ma sekali tidak berusaha untuk mengetahui. Meskipun de mikian, kuda mereka tentu akan meninggalkan jejak" "Jangan bodoh" potong Senapati muda itu "Kita tida k akan menga mbil keputusan yang akan dapat menjerat leher kita sendiri. Tetapi seandainya kita mengikuti jejaknya, apakah kita masih akan mungkin dapat menyusulnya?" Orang tertua itu menggeleng "Tidak mungkin. Yang mungkin adalah, bahwa iring-iringan kita yang mene lusuri jejak itu akan masuk ke dala m perangkap Pangeran Mangkubumi" "Kau takut?" bertanya Senapati itu. "Senapati seharusnya sudah mengenal aku di peperangan. Namun baiklah aku me njawab bahwa aku me mang takut" jawab orang tertua itu. Wajah Senapati itu menjadi merah. Na mun ke mudian ia harus menahan diri. la me mang mengenal prajurit tertua itu dengan baik. Ia adalah prajurit yang tidak pernah merasa gentar di medan yang bagaimanapun juga Jika ia mengaku takut, tentu ada alasan yang kuat yang mendorongnya untuk berkata demikian, "Senapati" berkata prajurit tertua itu "Kita harus menilai medan seba ik-baiknya" "Ia merasa berhutang budi" sahut prajurit yang bersikap lain
"Ka mi tidak dibunuh oleh penghuni padepokan ini. Perbuatan itu adalah perbuatan yang paling sombong. Tetapi ternyata juga mengandung racun yang sangat tajam bagi prajurit Surakarta, karena kami yang berjiwa lemah akan merasa berhutang budi, sehingga kami yang berjiwa lemah itu akan berceritera kepada siapapun juga, termasuk kepada para prajurit dari pasukan berkuda, bahwa para pengikut Pangeran Mangkubumi adalah orang-orang yang baik hati dan berperike manusiaan tinggi" Orang tertua yang berhasil dikalahkan oleh penghuni padepokan itupun menarik nafas dala m-dala m. Katanya ke mudian "Aku adalah seseorang yang masih berjantung. Aku tidak ingkar, bahwa aku me mang me mpunyai kesan yang demikian. Tetapi aku tidak pernah merasa bersalah karena kesan itu. Bahkan kadang-kadang aku bertanya kepada diri sendiri, apakah yang akan aku lakukan, jika aku mendapat kesempatan menawan beberapa orang pengikut Pangeran Mangkubumi Apakah aku dapat juga berjiwa besar seperti pengikut Pangeran Mangkubumi menghadapi lawan-lawannya" "Kita berada pada kedudukan yang berbeda" jawab Senapati itu "Pangeran Mangkubumi adalah seorang pemberontak. Semua pengikutnya juga pengkhianat. Sedangkan kita adalah prajurit Kerajaan. Perlakuan terhadap pengkhianat dan terhadap prajurit Kerajaan me mang harus berbeda. Pengkhianat me mang harus dibunuh, sementara kita dilindungi oleh anger-angger, bahwa seorang prajurit yang telah menyerah tidak akan dibunuh" Prajurit Surakarta yang tertua yang tidak berhasil menangkap Juwiring itu tertawa. Katanya "Itulah sikap seorang prajurit. Masalahnya bukan angger-angger. Tetapi bagaimana warna jantung kita. Apakah kita masih mengenal warna" Apakah kita masih mengena l diri kita sendiri sebagai bangsa" Sama sekali bukan karena seorang prajurit yang menyerah tidak dapat dibunuh Seandainya para pengikut
Pangeran Mangkubumi me mbunuh ka mi yang menyerah, tentu tidak akan ada akibat apapun yang akan menjadikan mereka lebih buruk lagi keadaannya. Membunuh atau tidak me mbunuh, mereka adalah orang-orang yang berkhianat. Me mbunuh atau tidak, mereka dapat dibunuh tanpa harus dibuktikan kesalahan mereka. Karena itu, yang terjadi bukannya karena angger-angger, tetapi semata-mata karena kebesaran jiwa. Pangeran Mangkubumi mengajari pengikutnya untuk mengerti, bahwa lawan yang sebenarnya bagi mereka bukannya orang-orang yang kulitnya sewarna. Tetapi musuh utamanya adalah kumpeni" Wajah Senapati itupun me njadi tegang. Tetapi iapun ke mudian menghentakkan ka kinya "O mong kosong. Jangan gurui a ku. Sebenarnyalah kau telah diracuni oleh sikap manis dan karena itu, maka kau telah merasa berhutang budi kepada mereka" "Senapati" berkata orang tertua itu "aku tidak akan menolak. Tetapi karena di sini masih ada pemimpin kami, meskipun terluka parah, namun ia masih akan dapat memberikan keterangan" "Persetan" geram Senapati itu "iapun tentu merasa berhutang budi seperti kau. Ditaburkannya pasir le mbut dilukanya, dan ia sudah merasa diobati, dimaafkan dan bahkan ditolong jiwanya. Orangorang berjiwa kerdil. Bersiaplah Kita akan ke mba li ke Surakarta"
"Ka mi tida k me mpunyai kuda lagi" sahut prajurit yang berbeda sikap itu. "Ke mana kuda ka lian?" bertanya Senapati itu "dirampas oleh orang-orang yang baik hati itu" Ternyata harga jiwa kalian tida k lebih dari harga kuda kalian. Mereka menghidupi kalian dan menganggap kalian tidak berarti, bagi mereka" "Tida k Senapati" jawab orang tertua itu "kuda-kuda itu telah dihalau untuk menghidarkan ke mungkinan yang kurang menguntungkan bagi mereka, Mungkin satu dua orang di antara kita akan mengikuti mereka atau Setidak-tidaknya me lihat arah kepergian mereka. Atau perbuatan-perbuatan lain yang tidak mere ka kehendaki" "Gila" gera m Senapati itu "orang-orang Pangeran Mangkubumi me mang orang-orang gila. Mereka dapat mera mpas kuda itu dan me mpergunakannya. Tetapi nalar mereka t idak a kan sa mpai sekian panjangnya" "Karena itu, kami tidak akan dapat kemba li berkuda ke Surakarta desis prajurit itu. "Kalian dapat berjalan kaki" bentak Senapati itu tiba-tiba "Kalian me mang tidak mengenakan paka ian keprajuritan. Tetapi jika de mikian akan me merlukan waktu yang terlalu panjang" Senapati itu berhenti sebentar lalu "a mbil kuda yang ada di padukuhan Jati Sari. Berapapun yang ada" Wajah orang tertua itu menjadi tegang. Katanya "Kita akan mera mpas milik rakyak kita sendiri?" "Kita me merlukannya" jawab Senapati itu. "Mereka juga me merlukannya" jawab orang tertua itu. "Aku tida k peduli. Tetapi kepentingan kita jauh lebih besar dari kepentingan mere ka. Kita menghormati kepentingan seseorang. Tetapi jika kepentingan yang lebih besar menghenda ki, maka kepentingan yang lebih kecil itu dapat
dikorbankan. Dan ma langlah nasib mere ka yang kebetulan menjadi korban korban itu" jawab Senapati itu. "Jika de mikian, biarlah ka mi berjalan ka ki" jawab prajurit tertua itu "Ka mi akan me mbawa kawan-kawan ka mi yang terluka. Dan ka mi akan me masuki kota pada saat saat yang manapun juga, bahkan seandainya menje lang dini hari" "Tida k" bentak Senapati itu "ini perintahku. Ambil kuda yang ada di padukuhan Sura karta me merlukan untuk kepentingan yang jauh lebih berarti dari kepentingan mereka sendiri. Kepentingan perseorangan. Tidak perlu kuda yang setegar kuda pasukan berkuda. Kuda yang kerdil sekalipun akan dapat dipergunakan, karena larinya tentu akan lebih cepat dari jika ka lian berlari-lari ke mbali ke Surakarta" Bagaimanapun juga, mereka adalah prajurit, Perintah itu tidak dapat dibantah lagi. Karena itu, maka prajurit tertua itu berkata "Baiklah, jika de mikian biarlah mere ka yang berpakaian prajurit sajalah yang melakukan. Jika ka mi yang me lakukan, maka orang-orang padukuhan itu tentu akan me lawan, karena mereka tida k tahu pasti, siapakah ka mi" "Baik" gera m Senapati itu. Lalu perintahnya kepada para prajurit dari pasukan berkuda "pergilah ke padukuhan, dan ambil kuda yang ada. Sedikit-sedikitnya sepuluh ekor" Tidak seorangpun yang me mpersoalkan perintah itu. Beberapa orang prajurit segera meninggalkan hala man itu dan pergi ke padukuhan Jati Sari. Semua orang merasa keberatan untuk melepaskan milik mereka, meskipun dengan dalih untuk kepentingan yang lebih besar. Pada umumnya, kuda adalah milik yang berharga, dan yang pada umumnya me mpunyai arti yang penting bagi pemiliknya. Na mun t iba-tiba mereka harus melepaskan kuda itu kepada orang lain begitu saja. Tetapi mereka tidak dapat menentang kekuasaan Surakarta itu. Dengan hati yang pahit, mereka terpaksa melepaskan
kuda mereka. Sehingga akhirnya para prajurit itu mendapat genap sepuluh ekor kuda dari segala sudut padukuhan itu. Me mang ada di antaranya kuda yang tegar. Tetapi me mang ada kuda yang ha mpir dapat disebut kerdil. Para prajurit itu me mbawa kuda-kuda ra mpasan itu ke padepokan Jati Aking dan menyerahkannya kepada para prajurit yang telah datang lebih dahulu ke padepokan itu. "Ka mi hanya tinggal delapan orang. di antara kami yang tinggal itu telah terluka, sehingga tidak akan mungkin berkuda sendiri" desis orang tertua. "Terserah kepada kalian. Aturlah orang-orangmu. Jika ada kuda tersisa, kuda itu dapat dipergunakan untuk me mbawa Barang-barang penting di padepokan ini?" "Maksud Senapati, kita akan mera mpok isi padepokan ini" bertanya prajurit tertua itu. "Tutup mulut mu" bentak Senapati itu "aku akan me mbawa semua senjata yang ada di padepokan ini dengan kuda yang tersisa itu" Orang tertua itu menarik nafas dala m-dala m. Jika benar Senapati itu akan me mbawa senjata saja, tanpa barangbarang lain, ia tidak akan dapat mencegahnya. Sebenarnya, bahwa akhirnya prajurit-prajurit itu mene mukan sanggar. Kiai Danatirta. Beberapa macam senjata me mang tersimpan di da la m sanggar itu, sehingga Senapati itupun telah me merintahkan menga mbil se mua senjata dan me mbawanya ke Surakarta dengan kuda-kuda yang tidak mendapat penunggangnya. Demikianlah, segalanya telah dikemasi Karena itu, maka iringan prajurit dari pasukan berkuda itupun segera kembali ke Surakarta dengan me mbawa kawan-kawan mereka yang semula tertahan di padepokan Jati Aking karena mereka tidak me mpunyai kuda lagi.
Meskipun pada umumnya para prajurit yang tidak me ma kai gelar ke prajuritannya itu merasa senang untuk segera ke mbali di Surakarta, namun mereka telah mendapat kesan tersendiri atas para pengikut Pangeran Mangkubumi. Rasa dendam dan permusuhan yang sebelumnya menyala di dala m dada mereka, rasa-rasanya menjadi pudar, seperti api lampu yang kehabisan minyak. Meskipun ada juga di antara mereka yang justru merasa terhina oleh sikap para pengikut Pangeran Mangkubumi itu. Dala m pada itu, maka dengan me mbawa mere ka yang terluka, iring-iringan itupun menuju ke kota. Beberapa orang yang menyaksikan iring-iringan itu telah menduga-duga. Bahkan ada yang mengira bahwa orang-orang yang tidak dalam pakaian prajurit itu adalah para pengikut Pangeran Mangkubumi yang berhasil ditangkap oleh para prajurit dan pasukan berkuda. Ketika mereka me lewati bulak-bulak panjang, maka merekapun tida k menjadi lengah sa ma sekali. Pada saat-saat yang tidak mereka perhitungkan, dapat terjadi, pasukan Pangeran Mangkubumi atau pasukan Raden Mas Sa id yang bercampur baur di medan yang sama itu akan dapat menyergap mereka. Namun ternyata bahwa mereka sama se kali t idak menga la mi gangguan sa mpai saatnya mereka ke mba li me masuki pintu gerbang. Namun agaknya para prajurit yang bertugas di pintu gerbang telah berganti, sehingga para prajurit yang merasa sakit hati atas sikap sombong prajurit dari pasukan berkuda itu telah t idak ada di te mpat. Meskipun demikian, para prajurit yang bertugas itupun merasa kurang senang melihat sikap kawan-kawannya dari pasukan berkuda yang merasa dirinya tebih penting dari pasukan yang lain. Sementara itu, maka Surakarta telah mengambil kebijaksanaan-kebijaksanaan baru. Laporan mengenai Rara
Warih yang telah sampai kepada Panglima yang mengatur perlawanan terhadap pembrontakan Pangeran Mangkubumi itu, menganggap bahwa Rara Warih adalah seorang tawanan yang penting. Seperti yang diduga oleh orang-orang yang bersangkutan dengan Rara Warih, ma ka para pe mimpin di Surakarta me mang me mpertimbangkan untuk me mpergunakan Rara Warih untuk me mancing Raden Juwiring. Meskipun Raden Juwiring bukan orang yang dianggap terlalu penting di dala m pasukan Pangeran Mangkubumi, namun ia akan dapat di pakai sebagai pancadan untuk mencari orang-orang lain yang telah berkhianat di antara pasukan berkuda dan pasukan yang dipimpin oleh ayahnya, Pangeran Ranakusuma. "Mungkin masih ada orang-orang lain yang sengaja ditinggalkan di dala m tubuh pasukan berkuda atau di antara pasukan yang lain" berkata para pemimpin prajurit Surakarta atas pertimbangan kumpeni "karena itu anak muda itu penting bagi kita" Dengan demikian maka para pe mimpin Sura karta itu sudah mulai mencari cara untuk me mancing Raden Juwiring agar menyerah dengan taruhan adik perempuannya. "Tetapi hubungan antara kakak beradik itu kurang baik" berkata salah seorang yang mengenal Raden Juwiring. Namun yang kurang mengetahui perke mbangan hubungan itu di harihari terakhir, sehingga ia tidak mengerti bahwa kedua kakak beradik itu telah mene mukan diri mereka masing -masing di dalam hubungan ke luarga. "Bagaimana menurut pertimbanganmu?" bertanya seorang perwira dari pasukan berkuda. "Menurut pengenalanku, keduanya seolah-olah saling bermusuhan" jawab orang yang telah mengenal Raden Juwiring itu "Rara Warih yang kehilangan ka kandanya Raden Rudira tidak dapat menerima kehadiran Raden Juwiring,
karena menurut pendapatnya, Raden Juwiring yang berlainan ibu itu akan mera mpas ayahandanya dari padanya" "Tetapi menurut laporan dari para prajurit dari pasukan berkuda yang mengambil Rara Warih di Jati Aking, Juwiring marah se kali ketika ia mengetahui bahwa adiknya yang berada di padepokan itu pula telah dibawa oleh para prajurit yang lain" jawab perwira itu. "Mungkin ia marah karena ia merasa terhina. Tetapi aku tidak tahu, bagaimana sikap Rara Warih terhadap kakandanya dan sikap Raden Juwiring apabila sudah diperhitungkan bahwa keadaan adiknya itu tidak menguntungkannya" berkata orang yang mengenal Raden Juwiring itu. "Maksudmu, Juwiring tidak peduli apa yang akan terjadi dengan adik pere mpuannya itu?" bertanya perwira itu "Ya" "Tetapi kita akan dapat mencoba. Aku akan mengusulkan, agar Rara Warih dipakai sebagai tanggungan untuk menangkap Juwiring. Jika perlu dengan anca man-anca man dan janji-janji" berkata perwira ijtu. "Me mang dapat dicoba. Tetapi aku meragukan hasilnya" berkata orang itu. Tetapi para perwira itu masih me mpertimbangkan untuk me lakukan rencana itu. Bahkan merekapun telah me mpertimbangkan ke mungkinan sikap keluarga Rara Warih dari piha k ibunya akan menca mpurinya "Pangeran Sindurata mungkin akan berusaha me mbebaskan gadis itu pula" berkata seorang perwira ketika mereka me mpertimbangkan ke mungkinan-ke mungkinan yang dapat terjadi atas gadis yang tertangkap itu. "Kita mengenal Pangeran Sindurata" berkata seorang perwira yang rambutnya sudah memutih "Biarlah Pangeran
Yudakusuma yang menjelaskan persoalannya kepadanya. Mungkin ia akan mengerti" "Kita akan mengatakan kepadanya, bahwa keselamatan puteri itu akan kita ja min, sehingga tida k akan terjadi sesuatu atasnya selama puteri itu berada di dala m tahanan" berkata perwira yang lain. "Aku setuju. Puteri itu me mang perlu ditahan untuk me mberikan tekanan agar Juwiring me mperhatikannya" berkata perwira yang lain pula. Ternyata para pemimpin tertinggi di Surakartapun sependapat dengan rencana itu. Karena itu, maka segala sesuatunya sudah diatur dengan cepat. Berita penangkapan dan penahanan itu akan segera disebar luaskan, ke mudian panggilan bagi Raden Juwiringpun akan segera diumumkan. Namun Pangeran Sindurata harus dihubungi lebih dahulu. Dala m pada itu, Kiai Danatirta, Ki Dipanala dan anak-anak angkat dari padepokan Jati Aking ternyata menjadi lebih leluasa tanpa Rara Warih. Mereka segera kembali ke dala m pasukan Pangeran Mangkubumi yang bertahan di Gebang. Namun dala m pada itu, Juwiring t idak dapat me lupakan adik pere mpuannya. Ia me mbayangkan sesuatu yang sangat mengerikan akan dapat terjadi atas adiknya. Apalagi jika ia jatuh ke tangan kumpeni. Ia masih berharap perlakuan yang baik jika Rara Warih berada di tangan para perwira di Surakarta. Mungkin satu dua orang di antara mereka masih merasa perlu untuk me lindungi gadis putera puteri Pangeran Ranakusuma itu, meskipun Pangeran Ranakusuma sendiri oleh beberapa orang di Sura karta dianggap sebagai pengkhianat. "Yang paling parah, ayah" berkata Raden Juwiring kepada Kiai Danatirta "jika Warih tetap berada di tangan para prajurit berkuda dan tidak diserahkan kepada para perwira, atau justru diserahkan kepada kumpeni"
"Kita me mang harus me ncari me mbebaskannya" berkata Ki Dipanala.
jalan untuk "Tetapi jangan kehilangan pertimbangan" sahut Kiai Danatirta "Kita harus me mbuat perhitungan sebaik-baiknya. Jika kita salah langkah, maka kita akan dapat terjebak" "Tetapi sudah tentu kita tidak akan tingga l dia m" sahut Juwiring. "Ya. Aku mengerti" jawab Kiai Danatirta "tetapi jika kita terjebak, maka kita akan mengala mi kesulitan ganda. Kita sendiri akan tertangkap, sementara kita tidak akan dapat berbuat apa-apa atas puteri" "Jadi, bagaimana menurut pertimbangan ayah?" bertanya Juwiring "Kita harus tahu sekarang, kemudian pasti, dimana Rara menentukan langkah" pasti, bagaimana keadaan Surakarta kitapun harus mendapat keterangan Warih ditahan. Baru kemudian kita jawab Kiai Danatirta.
"Jika de mikian, biarlah aku masuk ke kota" desis Juwiring. "Aku tida k keberatan. Tetapi sebaiknya biarlah orang lain lebih dahulu berusaha mencari keterangan" berkata Kiai Danatirta. "Aku akan dapat melakukannya" potong Buntal "Aku sudah mengenal kota itu serba sedikit. Aku akan dapat berbuat sesuatu" "Biarlah aku saja" berkata Ki Dipanala "Aku masih me mpunyai beberapa orang kawan yang dapat dipercaya. Aku akan dapat datang kepadanya dan minta perlindungan barang satu dua hari, sementara aku dapat mendengar dan melihat serba sedikit tentang kota Surakarta" Kiai Danatirta mengangguk-angguk kecil, sementara Juwiring berkata lebih lanjut "Kita harus melakukannya segera
ayah. Aku masih me mpunyai tugas yang lain dari ayahanda yang masih belum aku la kukan" "Apa?" bertanya Kiai Danatirta, "Menyingkirkan pusaka Tumenggung Sindura yang telah merenggut jiwa ayahanda" jawab Juwiring. Kiai Danatirta mengangguk-angguk pula.Katanya "Baiklah. Kita harus bekerja cepat. Tetapi tidak dengan tergesa-gesa dan kehilangan segala perhitungan. Karena itu, kita harus berhubungan dengan Ki Wandawa, karena masalahnya akan menyangkut babagan sandi" Juwiring menarik nafas dalam-dala m. Ia tidak dapat ingkar, bahwa persoalannya me mang harus dibicarakan lebih dahulu, agar tidak terjadi sa lah langkah. Juwiringpun menyadari, bahwa ia tidak dapat menga mbil langkah sendiri. Jika ia tertangkap, maka persoalannya tidak akan dapat dibatasi pada dirinya sendiri. Ia adalah salah seorang pengikut Pangeran Mangkubumi yang akan dapat menjadi sumber keterangan tentang pasukan Pangeran Mangkubumi itu" Karena itu, sambil me ngangguk-angguk Juwiring berdesir "Ya. Aku akan menghadap Ki Wandawa untuk minta petunjuk, apa yang sebaiknya harus aku lakukan" Juwiring me mang tidak ingin menunda-nunda lagi. Iapun segera menghadap Ki Wandawa untuk mohon petunjuknya, apakah yang sebaiknya dilakukan atas adiknya yang tertangkap itu. "Aku sedang menunggu laporan terakhir tentang keadaan kota Surakarta" berkata Ki Wandawa "Meskipun aku mengerti, betapa gelisahnya kau, tetapi aku mohon kau tetap bersabar barang satu hari" Juwiring menarik nafas panjang. Betapapun jantungnya bergejolak, namun ia terpaksa mengangguk sa mbil menjawab
"Baiklah. Aku akan menunggu. Selebihnya, diperkenankan, aku akan me lihat keadaan itu sendiri"
jika "Aku belum dapat menjawab. Dan akupun masih harus me mpertimbangkan apakah menguntungkan jika kau sendiri me masuki kota Surakarta" jawab Ki Wandawa. Ia menjadi sangat kecewa. Tetapi ia tida k akan dapat me langgarnya. "Tunggulah" berkata Kiai Danatirta ketika me mberitahukan kepadanya sikap Ki Wandawa. Juwiring
Yang sehari itu rasa-rasanya bagaikan sebulan penuh. Ketika mala m turun, Juwiring tidak dapat me meja mkan matanya. Ia selalu berangan-angan tentang adik perempuannya. Karena itu, jantungnya menjadi berdebar-debar ketika di keesokan harinya ia dipanggil oleh Ki Wandawa. "Jangan menentukan sikap sendiri" pesan Kiai Danatirta "Kau adalah seorang prajurit di dalam lingkungan pasukan Pangeran Mangkubumi. Karena itu, kau harus mentaati perintah apapun yang kau terima" Dengan hati yang berdebardebar, Juwiring segera menghadap Ki Wandawa untuk mendapat keterangan tentang adik pere mpuannya yang berada di tangan prajurit Surakarta. "Raden Juwiring" berkata Ki Wandawa "Yang pertama, kau dapat sedikit menjadi tenang, karena adikmu. Rara Warih telah berada di tangan pimpinan prajurit dari pasukan berkuda di Surakarta. Dengan demikian, ia akan mendapat pelakuan
yang dapat diawasi oleh para perwira yang barangka li ada yang sudah dikena lnya dengan baik" Raden Juwiring menarik nafas dalam-dala m. Tetapi iapun masih bertanya "Tetapi apakah mungkin diajeng Warih akan diserahkan kepada kumpeni?" "Aku tidak dapat perhitunganku, adikmu kumpeni" mera malkan. Tetapi menurut tidak akan diserahkan kepada
Juwiring menarik nafas dala m-dala m. Na mun ia masih tetap dibayangi oleh kece masan bahwa orang-orang Surakarta benar-benar telah menjadi kehilangan harga dirinya dan tidak lagi se mpat me mikirkan kepentingan orang lain. Namun Juwiring masih dapat menahan dirinya sesuai dengan petunjuk Ki Wandawa. Ia masih harus menunggu. Ia mencoba untuk percaya, bahwa justru adiknya telah berada di tangan pimpinan prajurit dari pasukan berkuda, maka nasibnya tidak akan terlalu buruk. "Tetapi apakah yang pa ling menakut kan itu benar-benar belum terjadi?" pertanyaan itu masih saja selalu mengganggu. Kepada Kiai Danatirta Juwiringpun me mberitahukan apa yang di ketahuinya. Ternyata bahwa Kiai Danatirtapun menasehatkan. agar ia tetap bersabar sampai ada isyarat dari Ki Wandawa. Namun dala m pada itu, setelah satu dua hari menunggu, Juwiring t idak me ndapat kejelasan persoalan adik perempuannya. Karena itu hatinya menjadi sema kin gelisah dan berdebar-debar. Bahkan rasa-rasanya ia tidak sabar lagi menunggu. "Kenapa aku harus menunggu ijin dari Ki Wandawa?" geramnya. "Kau terikat oleh kedudukanmu da la m pasukan ini, seperti juga dala m jenjang keprajuritan" jawab Kia i Danatirta.
Me mang tidak ada ja lan untuk mene mbus langsung ke dalam jantung kota, jika Ki Wandawa tidak mengijinkan. Kecuali jika ia bersedia untuk disingkirkan dari lingkungan para pengikut Pangeran Mangkubumi. Namun tentu tidak menyenangkan sekali untuk diperlakukan de mikian. Ia sudah dianggap tidak patuh terhadap Pangeran Mangkubumi, maka nasibnya tentu akan sangat pahit di dalam pergolakan suasana yang keme lut Itu. Juwiring dan para pengikut Pangeran Mangkubumi itupun ke mudian mendapat keterangan, bahwa kumpeni dan para prajurit Surakarta sudah menyiapkan diri untuk bertindak lebih jauh. Mereka sudah mengetahui bahwa Pangeran Mangkubumi berada di Gebang, sementara Raden Mas Said berkedudukan di Pena mbangan. Namun agaknya kumpeni tida k ingin bertindak tergesagesa. Mereka berusaha untuk melihat keadaan secermatcermatnya. Kegagalan yang pahit hendaknya tidak terulang lagi. Tetapi dalam pada itu, selain berita tentang persiapan kumpeni dan prajurit Surakarta yang akan menyerang Gebang, maka seorang petugas sandi telah me mbawa berita khusus bagi Raden Juwiring. Karena itu, maka Raden Juwiring bersa ma saudara-saudara angkatnya telah dipanggil menghadap Ki Wandawa. "Raden Juwiring" berkata Ki Wandawa "berita yang akan aku sampaikan mungkin mengejutkan, tetapi mungkin pula tidak bagimu" Raden Juwiring menjadi berdebar-debar. Dengan gelisah ia menunggu Ki Wandawa berkata selanjutnya "Seperti yang aku katakan, Rara Warih benar berada di tangan para pemimpin pasukan berkuda Surakarta, sehingga ia mendapat perlakuan yang baik. Para petugas sandi, selain menga mati keadaan dan sikap kumpeni serta sikap Surakarta, merekapun sempat
mencari keterangan tentang Rara Warih yang berada di tangan para pemimpin pasukan berkuda " Ki Wandawa itu terdiam sejenak. Kemudian katanya lebih lanjut "bahkan Raden, ternyata bahwa Rara Warih telah ditahan di Istana Ranakusuman." "Di rumah ka mi sendiri?". bertanya Raden Juwiring dengan serta merta. "Ya" jawab Ki Wandawa "istana Ranakusuman sekarang menjadi pusat kepe mimpinan prajurit dan pasukan berkuda yang sekarang ini dijabat oleh Tumenggung Watang." Juwiring menarik nafas dalam-da la m. Sementara Ki Wandawa berkata selanjutnya "Bahkan Tumenggung Watang telah tinggal di istana itu pula" "Tumenggung Watang berada di istana Ranakusuman?" Juwiring menjadi se makin tegang. "Ya. Tetapi ia tidak me mpergunakan Da le m Ageng. Ia tinggal di gandok saja bersama ke luarganya, Bukankah keluarga Tumenggung Watang termasuk keluarga kecil?" jawab Ki Wandawa. Juwiring mengangguk-angguk. Hal itu adalah wajar sekali. Istana Pangeran Ranakusuma yang dianggap memberontak itu telah dikuasai oleh pasukan berkuda. Sementara adik perempuannya telah ditahan pula di istana itu pula. Dala m pada itu, Ki Wandawapun berkata pula "Selebihnya Raden, yang kita cemaskan me mang telah terjadi. Ternyata kumpeni bersa ma pimpinan prajurit di Surakarta, khususnya dari pasukan berkuda telah menyebar wara-wara khusus ditujukan kepada Raden Juwiring. "Wara-wara apa itu Ki Wandawa?" bertanya Juwiring dengan jantung yang berdebar-debar. "Me mang menggelisahkan. Tetapi seperti yang sudah berulang kali aku katakan, jangan kehilangan aka l" jawab Ki
Wandawa "namun masalahnya sudah kita duga sebelumnya sehingga kita tidak akan terla lu terkejut, karenanya" Juwiring menjadi se makin berdebar-debar. Tetapi keterangan Ki Wandawa itu me mang sudah mengarah, sehingga karena itu, maka iapun sudah menduga, apa yang akan dikatakan selanjutnya. "Raden" berkata Ki Wandawa ke mudian "ternyata kumpeni dan pimpinan prajurit dari pasukan berkuda telah me mbuat wara-wara yang khusus ditujukan kepada Raden, agar Raden bersedia menyerah. Adik perempuan Raden itulah yang akan menjadi taruhan" Raden Juwiring menggeretakkan giginya. Katanya "Mereka me mang licik. Kita me mang sudah mengira, bahwa akan demikian jadinya. Tetapi sebenarnya aku masih berharap bahwa orang-orang asing itu masih me mpunyai harga diri sedikit, sehingga ia t idak a kan menga mbil jalan yang licik itu. "Ternyata cara itulah yang mereka pergunakan Raden" jawab Ki Wandawa "wara-wara itu sudah disebarkan keseluruh kota. Dalam waktu lima hari lima mala m, Raden harus menyerahkan diri Jika tidak, maka Rara Warih akan diasingkan keluar Sura karta" Wajah Raden Juwiring menjadi tegang. Dengan nada berat ia berkata "Jika lewat waktunya, apakah diajeng Warih akan benar-benar diasingkan?" "Aku kurang pasti Raden" jawab Ki Wandawa "mudahmudahan ha l itu hanya sekedar cara untuk me maksa angger menyerah" "Tetapi bagaimana jika diajeng Warih benar-benar akan diasingkan keluar Surakarta, ke tempat yang tidak diketahui?" bertanya Juwiring.
Ki Wandawa menarik nafas dalam-dala m. Sementara itu Raden Juwiring berkata "Ki Wandawa, na mpaknya tidak ada usaha lain yang pantas selain berusaha me mbebaskannya" "Tetapi Raden harus mengetahui, bahwa Rara Warih berada di istana Ranakusuma. Istana Ranakusuman yang kini dipergunakan sebagai te mpat pimpinan pasukan berkuda di Surakarta yang sedang dalam keadaan gawat, sementara Panglima Pasukan berkuda itu sendiri tinggal di istana itu, meskipun hanya di gandok. sahut Ki Wandawa "Segalanya itu harus diperhitungkan. Jika kita salah langkah, ma ka yang terjadi bukannya puteri itu dibebaskan, tetapi yang ditahan akan bertambah lagi. Apalagi jika kumpeni atau pimpinan pasukan berkuda berhasil me nangkap Raden Juwiring, maka tentu puteri tidak akan dilepaskan, karena Raden tidak datang untuk menyerahkan diri, tetapi Raden justru telah tertangkap" Raden Juwiring mengangguk-angguk. Persoalannya me mang rumit. Dan ia tidak boleh bertindak dengan tergesagesa. "Raden Juwiring" berkata Ki Wandawa "sudah barang tentu, kami akan me mbantu Raden. Kita akan bersama me mikirkan, cara yang paling baik untuk me mbebaskan Rara Warih. Jika ka mi mene mukan cara itu, ka mi akan me mberitahukannya kepada Raden, tetapi jika Raden melihat satu kemungkinan, ma ka cepatlah me mberitahukan kepada kami. Apa yang kau perlukan, ka mi akan me mbantunya, sepanjang menurut perhitungan ka mi hal itu mungkin dilakukan" "Terima kasih Ki Wandawa" berkata Raden Juwiring "Ka mi akan berusaha untuk melakukan apa saja yang mungkin untuk me mbebaskan diajeng Warih. Aku mempunyai tanggung jawab terhadapnya. Sepeninggal ayah anda, maka aku, Saudara tuanya, adalah orang yang seharusnya me lindunginya"
"Aku mengerti Raden. Sekali lagi aku katakan, bahwa kami di sini akan bersedia me mbantu, sementara ini para petugas sandi akan tetap mencari berita tentang puteri" jawab Ki Wandawa Raden Juwiring dan saudara-saudara angkatnyapun ke mudian mohon diri. Mereka kembali ke pondok mereka yang dihuni bersama Kiai Danatirta dan Ki Dipanala, yang hanya berbatasan pagar dan sekat halaman sempit dengan pondok yang dipergunakan oleh Ki Sarpasrana dengan beberapa muridnya, yang juga langsung berada di dala m lingkungan pasukan Pangeran Mangkubumi. Dengan cemas, Raden Juwiring menya mpaikan berita tentang wara-wara itu kepada gurunya. Batas waktu yang terlalu se mpit. Lima hari lima mala m. Kiai Danatirta dan Ki Dipanalapun menjadi cemas pula karenanya. Dengan suara datar Ki Dipanala berkata "Aku telah gagal me lakukan perintah terakhir dari Pangeran Ranakusuma untuk menyela matkan puteri" "Akupun bertanggung jawab" sahut Juwiring. "Bukan waktunya untuk mencari siapakah yang bersalah" berkata Kiai Danatirta "tetapi yang penting, bagaimana kita dapat menolongnya" Dala m pada itu, tiba-tiba saja Ki Dipanala berkata dengan ragu-ragu "Raden, bagaimana dengan ibunda puteri, Raden Ayu Galih Warit. Apakah masih ada kemungkinan untuk mohon pertolongannya bagi kesela matan puterinya, atau kepada Pangeran Sindurata. Menurut pengamatan beberapa pihak, Pangeran Sindurata masih me mpunyai hubungan de kat dengan kumpeni. Mungkin untuk se mentara kita akan dapat menitipkan puteri kepada mereka, atau mungkin justru mereka akan dapat mohon puteri untuk tingga l bersama mereka. Nah, na mpaknya, di istana Pangeran Sindurata itu segala usaha akan dapat dilakukan lebih mudah"
Sekilas terpancar harapan di wajah Raden Juwiring. Namun ke mudian ia menjadi ragu-ragu. Katanya "Apakah ibunda Galih Warit masih dapat diajak berbicara" Bukankah ibunda sedang menderita sakit?" "Pada saat-saat tertentu, kesadarannya seakan-akan tidak terganggu Raden. Namun sakitnya itu datang kapan saja dengan tiba-tiba, sehingga memang sulit untuk diperhitungkan. Meskipun de mikian, dalam keadaan yang wajar, aku kira Raden Ayu masih dapat berbincang dengan Pangeran Sindurata" jawab ia Dipanala. Kiai Danatirta mengangguk kecil. Katanya "Mungkin masih dapat dicoba ngger. Tetapi anggaplah bahwa yang penting kau hubungi adalah Pangeran Sindurata. Jika mungkin, me mang perlu berbicara dengan Raden Ayu. Tetapi setidaktidaknya pengaruh Pangeran Sindurata akan dapat membantu. Pangeran Sindurata akan dapat menjelaskan bahwa cucunya tidak tersangkut kesalahan ayahandanya, sehingga tidak adil jika Rara Warih harus diasingkan ke te mpat yang tidak diketahui. Yang pantas dihukum adalah Pangeran Ranakusuma dan Raden Juwiring menurut penilaian orangorang Surakarta, bukan Rara Warih" Juwiring mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Aku akan menghadap Pangeran Sindurata Aku akan menyampaikan persoalannya. Meskipun mungkin Pangeran Sindurata telah mendengar bahwa Rara Warih ditahan oleh pimpinan pasukan berkuda, namun mungkin ia belum menguasai persoalannya sehingga Pangeran tua itu tidak berbuat apa-apa" "Tetapi berhati-hatilah" desis Kiai Danatirta "dan bukankah segalanya harus dibicarakan dengan Ki Wandawa" Temuilah Ki Wandawa dan sampaikan rencana mu untuk menghadap Pangeran Sindurata" Raden Juwiring tidak menyia-nyiakan waktu. Iapun segera menghadap Ki Wandawa untuk me mbicarakan rencananya.
txt oleh http://www.mardias.mywapblog.com
"Sekedar melindungi diajeng Warih" berkata Juwiring "Apalagi jika Pangeran tua itu bersedia mengambil diajeng Warih dan mene mpatkannya di istana Sinduratan. Segala usaha nampa knya akan menjadi lebih mudah" "Apakah kau akan mencobanya?" bertanya Kiai Danatirta Juwiring termangu-mangu sejenak, Dengan nada rendah ia berkata "tetapi keluarga ibunda Galihwarit sangat me mbenciku. Aku telah disingkirkan, dan segalanya tentu akan menimbulkan ke marahan" "Tetapi keadaan telah berubah" berkata Ki Dipanala "seperti puteri juga telah berubah sikap terhadap Raden" "Diajeng Warih me lihat dan mendengar apa yang telah" terjadi. Kenyataan ibunda Galihwarit telah me mbuatnya lebih cepat menyadari keadaan dirinya sendiri" jawab Raden Juwiring "karena itu, agak berbeda dengan ibunda Galihwarit sendiri atau eyang Pangeran Sindurata. Apalagi jika Eyang Pangeran mendengar apa yang telah aku lakukan" "Aku dapat melakukannya" tiba-tiba saja Buntal menyahut "Aku orang yang tidak dikenal di istana itu. Aku dapat menghadap Pangeran Sindurata untuk berbicara tentang puteri Warih" "Tida k" t iba-tiba Juwiring me motong "Apapun yang akan terjadi atas diriku, aku tidak peduli. Yang penting ibunda Galihwarit dan eyang Sindurata mengerti apa yang telah terjadi atas diajeng Warih dan bersedia membebaskannya. Jika dengan demikian aku harus ditangkap, maka aku tidak akan berkeberatan"
"Tetapi mungkin Ki Wandawa akan berkeberatan" desis Kiai Danatirta. "Aku tida k akan me mberikan ga mbaran apapun juga kepada Ki Wandawa yang akan mengarahkan perhitungannya kepada ke mungkinan itu" jawab Juwiring "se mentara itu, akupun sudah bertekad untuk bersikap sebagai seorang prajurit Pangeran Mangkubumi. Jika aku tertangkap, aku tidak akan dapat dipaksa untuk berbicara tentang keadaan pasukan ini" "Kau akan menga la mi penderitaan yang paling pahit yang pernah terjadi atas seseorang jika kau jatuh ke tangan kumpeni. Kumpeni akan me mperguna kan segala cara untuk me merasmu, agar kau berbicara tentang pasukan Pangeran Mangkubumi" desis Buntal. "Aku tahu apa yang harus aku lakukan" jawab Juwiring "meskipun de mikian, aku me merlukan bantuanmu" "Jika aku ma mpu melakukannya, aku akan melakukannya" jawab Buntal. "Kita pergi bersama-sa ma ke istana Pangeran Sindurata" berkata Juwiring. "Bagus" jawab Buntal dengan serta merta "Aku akan pergi bersama mu" "Aku juga " tiba-tiba saja Arum me motong. Juwiring menarik nafas dalam-dala m. Katanya "Sebaiknya kau tingga l bersa ma ayah di sini Arum. Yang akan ka mi lakukan di Surakarta adalah satu loncatan ke dala m gelap. Kami sa ma sekali belum me ngetahui apakah yang akan kami jumpai di da la m kegelapan itu" "Apa salahnya kita bersama-sama me lakukannya" jawab Arum "Aku seorang pere mpuan. Mungkin a ku a kan dapat me lakukan lebih banyak dari kalian dala m penyamaran"
Namun Kiai Danatirtapun me nengahinya "Kau akan dapat berbuat sesuatu pada saat yang lebih pasti Arum. Tidak dala m keadaan seperti ini. Se muanya masih tidak pasti. Pada keadaan yang demikian, maka sebaiknya kau tidak pergi bersama kedua kaka kmu" "Apa bedanya aku dengan kakang Buntal dan kakang Juwiring?" bertanya Arum. "Ada bedanya" jawab ayahnya "jika ka lian tertangkap, maka penderitaan yang akan kau ala mi, tidak a kan sama dengan apa yang akan dialami oleh kedua kaka kmu, Rara Warih mungkin masih mendapat perlindungan dari beberapa orang yang mengenalnya atau yang dalam hubungan keluarga masih me mpunyai sangkut paut. Tetapi kau tidak sama sekali. Kau adalah pengikut Pangeran Mangkubumi" "Aku tidak takut" jawab Arum "Aku dapat me mbunuh diri jika a ku harus menghadapi keadaan yang paling pahit itu" "Kita masih be lum terjebak ke dala m keadaan untuk terputus asa. Hal itu dapat dihindari dengan t idak usah me mbunuh diri" berkata ayahnya. Lalu "Cara itu adalah, kau tidak usah ikut bersama mereka" Arum me narik nafas dala mi. Ia mulai menyadari, bahwa ia masih belum waktunya untuk ikut serta bersama kedua kakaknya. Karena itu, maka katanya "Baiklah. Jika demikian, aku akan mengurungkan niatku. Tetapi pada suatu saat jika kalian me merlukan aku, maka aku akan bersedia melakukan apa saja" "Tentu Arum" desis Juwiring "perjuangan ini masih sangat panjang. Bahkan untuk me mbebaskan diajeng Warihpun masih diperlukan pengorbanan tersendiri" "Jika sudah bulat niatmu" berkata Kiai Danatirta kemudian pergilah menghadap Ki Wandawa. Katakan apa yang kau
rencanakan. Mungkin ia me mpunyai pesan dan nasehat yang akan berarti bagimu" Demikianlah Juwiring dan Buntalpun pergi menghadap Ki Wandawa lagi untuk me nyampaikan rencananya. Ternyata Ki Wandawa yang mengetahui betapa gelisahnya hati Juwiring dan ke mungkinan-ke mungkinan yang dapat dicapai lewat Pangeran Sindurata, maka na mpaknya iapun tidak berkeberatan. Namun de mikian, ia masih juga berpesan "Raden Juwiring. Pangeran Sindurata adalah seorang Pangeran yang dekat hubungannya dengan Kumpeni. Aku kira ia me mpunyai sikap yang sa ma dengan beberapa orang bangsawan Surakarta yang lain, yang me musuhi Pangeran Mangkubumi. Karena itu, maka kau harus me mbatasi persoalan. Persoalan yang dapat kau ke mukakan kepada Pangeran Sindurata adalah sekedar me mberi tahukan keadaan Rara Warih. Serahkan saja pembebasannya kepada Pangeran Sindurata. Meskipun Pangeran itu me mpunyai sikap yang sulit dimengerti, tetapi aku kira ia sangat memperhatikan cucunya itu. Apalagi Pangeran Sindurata tentu sudah mengetahui bahwa Pangeran Ranakusuma sudah tidak ada lagi, sehingga ia akan merasa bertanggung jawab akan nasib cucunya" Ki Wandawa berhenti sesaat, lalu "kecuali itu, kaupun harus me mperhitungkan bahwa Pangeran itu sudah tahu pula bahwa cucunya ditangkap. Jika kau me mberitahukan kepadanya, adalah sebagai suatu usaha untuk me mperingatkannya, bahwa Rara Warih adalah cucunya yang sedang mengala mi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Tetapi kaupun harus me mperhitungkan, bahwa Pangeran Sindurata itupun dapat dianggap mengetahui bahwa Rara Warih itu ditahan karena kumpeni ingin menangkapmu" Juwiring menarik nafas dalam-dala m. Yang akan dilakukan me mang cukup berbabaha. a. Namun Ki Wandawa pun berkata "Tetapi aku masih terharap bahwa Pangeran Sindurata bukan seorang yang licik, yang menganggap
kedatarganmu sebagai satu anugerah. Dengan demikian ia tidak akan menangkapmu dan menyerahkanmu kepada kumpeni sebagai satu ja minan bagi pe mbebasan Rara Warih" Juwiring mengangguk-angguk. Meskipun Ki Wandawa berharap Pangeran itu tidak akan berbuat licik, namun iapun me mperingatkannya, bahwa kemungkinan yang de mikian me mang ada. Karena itu, maka iapun harus sangat berhati-hati. Segala ke mungkinan dapat terjadi. Sementara pesan Ki Wandawa yang terakhir adalah "Na mun aku percaya bahwa ka ilan berdua adalah pengikut Pangeran Mangkubumi yang baik. Karena itu, jika nasib ka lian kurang baik, sehingga ka lian tertangkap, maka aku berharap bahwa kalian t idak akan banyak berceritera tentang Gebang, Sukawati, Penambangan dan tempat-tempat lain yang pernah kau dengar na manya dan baranglali pernah kau kunjungi" "Aku mengerti Ki Wandawa. Aku mohon restu. Mudahmudahan aku dapat mene mukan ja lan untuk me mbebaskan diajeng Rara Warih" berkata Juwiring yang ke mudian mohon diri untuk melakukan rencananya bersama Buntal. Atas restu Ki Wandawa, Kiai Danatirta dan Ki Dipanala maka kedua anak muda itupun me mpersiapkan diri lahir dan batin untuk mela kukan satu tugas yang penting dan gawat. Apalagi keduanya me mang bukan petugas sandi yang terbiasa me lakukan tugas-tugas yang bersifat rahasia. Namun demikian, ternyata dua orang petugas sandi telah mendapat perintah Ki Wandawa untuk menga mati keadaan mereka. "Dima na ka mi dapat bertemu dengan kalian" bertanya Juwiring ketika kedua orang petugas itu me mperkenalkan diri. Salah seorang dari kedua petugas sandi itu mengge leng. Katanya "Bukan Raden yang mencari ka mi, tetapi kami yang akan selalu me mbayangi Raden"
"Tetapi jika ka mi me merlukan kalian setiap saat?" desis Raden Juwiring. "Ka mi minta maaf, bahwa tidak setiap orang dapat mengetahui te mpat persinggahan ka mi. Bukan ka mi tidak percaya kepada Raden, tetapi siapa tahu nasib seseorang. Karena itu, lebih baik Raden tidak mengetahui dimana te mpat persinggahan ka mi. Tetapi percayalah, bahwa kami tidak akan terlalu. jauh dari Raden. Memang mungkin ka mi tidak akan dapat mengawasi Raden jika Raden berhasil me masuki istana Sinduratan. Tetapi Setidak-tidaknya ka mi mengetahui seandainya Raden tidak dapat keluar lagi dari istana itu, atau satu kesempatan lain yang dapat ka mi lakukan, meskipun sangat terbatas" Juwiring menarik nafas dala m-dala m. Ia mengerti, bahwa sifat rahasia dari petugas sandi me mang dijaga sebaik-baiknya meskipun di antara lingkungan sendiri. Sehingga dengan demikian maka Raden Juwiring tida k dapat mendesak lagi. Demikianlah, segala yang direncanakan oleh Juwiring telah diperhitungkan masak-masak atas persetujuan kedua orang petugas sandi yang mendapat tugas untuk menga matinya. Juwiring dan Buntalpun menyadari bahwa yang dapat dilakukan oleh petugas sandi itu me mang sangat terbatas. Sehingga dengan demikian, ma ka keduanya akan lebih banyak tergantung kepada ke ma mpuan mere ka sendiri Ketika keduanya berangkat menuju ke kota, terasa debar jantung seisi pondok kecil itu. Bahkan Kiai Sarpasranapun telah hadir pula untuk ikut serta me lepas mereka. Tidak banyak orang yang mengetahui, apa yang akan dilakukan oleh kedua orang anak muda itu. Seperti tugas sandi la innya, maka hanya orang-orang terbatas sajalah yang mengetahui apa yang akan dila kukan oleh kedua orang itu. Arum, seorang gadis yang me miliki ke ma mpuan olah kanuragan itu, melepas kedua kakak angkatnya dengan
jantung yang berdegupan. Ketika ia me mandang keduanya berjalan sema kin jauh, maka terasa sesuatu mendesak di pelupuk matanya. Yang pergi itu bukan saja kakak angkatnya. Bukan pula sekedar kawan seperjuangan di dala m lingkungan pasukan Pangeran Mangkubumi, tetapi keduanya mempunyai arti yang dala m di perjalanan hidupnya. Juwiring benar-benar bagaikan kakak kandungnya yang banyak me mberikan tuntunan kepadanya, sementara Buntal telah menyusup ke dalam dasar perasaannya sebagai seorang gadis terhadap seorang anak muda. Karena itulah, ma ka kece masannyapun rasanya menjadi berlipat. Ia benar-benar tidak ingin kehilangan keduanya. Namun iapun mengerti, bahwa ia t idak akan dapat mencegah keduanya. Arum menyadari keadaannya ketika ayahnya mengga mitnya sambil berkata "Berdoalah untuk keduanya. Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang akan mendengarkan permohonan ha mbanya" Arum mengangguk kecil. Namun terasa kerongkongannya bagaikan tersumbat. Dengan tergesa-gesa ia pergi ke pakiwan. Pertama-tama ia me mbersihkan jari-jarinya, ke mudian Arum me mbersihkan mulut, muka, tangan, kepala serta kakinya, kemudian masuk ke dala m biliknya. Seperti kata ayahnya, maka iapun mengangkat tangannya, berdoa kepada Tuhan Sang Pencipta. Dala m pada itu, Juwiring dan Buntal yang telah bertekad untuk mencari jalan agar Warih dilepaskan, sambil berjalan di sepanjang bulak sibuk me mbicarakan cara yang sebaikbaiknya untuk me nghadap Pangeran Sindurata. Keduanya yang bertugas sandi itu telah mengenakan pakaian yang sama sekali tidak me mberikan kesan tentang keduanya. Apalagi bahwa seorang di antara mereka adalah putera seorang Pangeran. Keduanya memaka i pakaian petani yang lusuh.
Tudung kepala yang runcing dan kain yang tinggi di bawah lutut. Namun dala m pada itu, seperti yang telah ditentukan, pimpinan pasukan berkuda me mang sudah menghubungi Pangeran Sindurata untuk me mberitahukan bahwa Rara Warih ada di dala m tahanan pasukan berkuda. "Apakah kalian sudah gila" bentak Pangeran Sindurata di hadapan tiga orang pewira dari pasukan berkuda "Warih adalah cucuku. Kau sangka ia terpercik dosa ayah dan kakaknya anak benga l itu?" "Bukan begitu Pangeran" jawab salah seorang dari para perwira pasukan berkuda itu "Ka mi tahu, bahwa puteri tidak bersalah. Tetapi maksud ka mi sekedar me mpergunakannya untuk me mancing agar kakandanya, Raden Juwiring menyerah" "Itulah kebodohan kalian" Pangeran Sindurata masih me mbentak "Kau kira kau a kan berhasil" Kau sudah mengorbankan kebebasan seseorang, sementara tujuan kalian sama sekali tida k akan dapat kalian capai. Kau kira Juwiring mengerti arti hubungannya dengan Warih. Anak itu sama sekali tidak tahu diri. Ia merasa dirinya jauh me la mpaui kedudukannya yang sebenarnya. Karena ia dipanggil oleh ayahandanya masuk ke dala m istana Ranakusuman, maka ia menjadi besar kepala, dan menganggap orang lain tidak berarti apa-apa-Aku kasihan kepada cucuku. di rumah ia dianggap orang lain, tiba-tiba saja di luar kesalahannya ia sudah ditahan. Bukankah itu tinda k yang sewenang-wenang" "Keadaan puteri sangat baik. Ia berada di istananya sendiri. Tiga orang e mban khusus telah me layaninya setiap hari. Apapun yang dikehendaki tentu terpenuhi, kecuali meninggikan istana itu" jawab salah seorang dari para perwira itu.
"Jangan kau tipu aku. Aku mengerti, apa yang kau maksud dengan emban khusus itu" Pangeran Sindurata ha mpir berteriak. "Ya, ya Pangeran. Kami mohon Pangeran dapat mengerti. Bukankah dengan de mikian berarti bahwa Rara Warih telah berkorban untuk kepentingan Surakarta. Pada saatnya, jika pemberontakan ini sudah dipada mkan, setiap orang akan mengetahui berapa besarnya pengorbanan Rara Warih" jawab perwira itu. "Omong kosong" gera m Pangeran Sindurata "Kenapa kalian tidak berusaha menangkap pengkhianat itu dengan cara lain. Tidak dengan cara yang sewenang-wenang itu terhadap cucu gadisku. Jika ibunya yang jiwanya tertekan itu mendengar, api jadinya" Sa mpai saat ini ia tida k tahu apa yang terjadi atas suaminya yang pengkhianat itu. Ia juga tidak mendengar bahwa Warih kalian korbankan untuk menangkap pengkhianat kecil itu" Pangeran Sindurata berhenti sejenak, lalu "He. apakah kau kira nilai cucuku seimbang dengan nilai anak gila itu he" Kau me mpergunakan umpan yang terlalu tinggi nilainya dibanding dengan ikan yang ingin kau tangkap. Itu tidak adil" "Pangeran" berkata salah seorang perwira itu "Ka mi sudah me mberikan batas waktu. Lima hari lima ma la m. Setelah itu, apapun yang akan terjadi, ka mi tida k akan me mpergunakan lagi puteri cucu Pangeran itu. Kami akan me mpergunakan cara lain. Ka mi menyadari bahwa Raden Ayu Galihwarit kadangkadang masih saja diguncang oleh kegelisahannya sepeninggal Raden Rudira. Jika Raden Ayu mendengar akan hal ini, maka guncangan perasaan itu akan bertambah-tambah parah. Atas segala macam pertimbangan inilah, maka ka mi telah datang menghadap Pangeran untuk se kedar me mberitahukan keadaan yang sebenarnya dari puteri cucunda itu"
Pangeran Sindurata menggera m. Na mun ia tidak dapat menolak perlakuan para perwira dari pasukan berkuda yang telah me mpergunakan cucunya untuk menangkap Juwiring. meskipun Pangeran itu tidak yakin bahwa usaha itu akan berhasil. "Ka mi menja min Pangeran" berkata para perwira itu "Ka mi tidak ingin benar-benar berbuat lebih jauh terhadap puteri. Jika ka mi me mbuat wara-wara yang seolah-olah kami benarbenar ingin mengorbankan puteri, itu se mata-mata hanyalah satu tekanan untuk me ma ksa Raden Juwiring menyerah" Pangeran Sindurata termangu-mangu sejenak. Sebenarnya ia tidak rela me nyerahkan cucunya untuk satu kepentingan yang tidak akan berarti apa-apa, selain me mbuat perasaan cucunya semakin pahit. "Terserahlah kepada kalian" akhirnya ia berkata "tetapi jika terjadi sesuatu, maka kalian harus bertanggung jawab. Anak itu tidak boleh bersedih. Lebih baik kalian berterus terang, bahwa tahanan yang dikenakan kepadanya itu sekedar permainan pura-pura. Dengan de mikian ia menyadari apa yang dilakukannya, sehingga ia tidak merasa tersiksa karenanya Kecuali itu, kalian tidak berhak menolak jika aku ingin menjumpa inya kapan saja aku mau" Para perwira dari pasukan berkuda itu saling berpandangan sejenak. Mereka mengerti, agaknya Pangeran Sindurata tidak mengenal cucunya sebaik-baiknya. Nampa knya yang
dikatakan oleh Pangeran Sindurata itu tidak sesuai dengan sikap Rara Warih sendiri. Tetapi para perwira itu tidak membantah. Bahkan seorang di antara mereka "Baiklah Pangeran. Kami akan melakukannya seperti yang Pangeran kehendaki. Pangeran Sindurata itu tidak menjawab lagi. Ketika para perwira prajurit dari pasukan berkuda itu minta diri maka dengan pendek ia menjawab "Ya. Tetapi cucuku adalah tanggung jawabmu" Para perwira itupun ke mudian meninggalkan istana Pangeran Sindurata. Demikian mereka me loncat ke punggung kuda di luar gerbang ha la man istana Pangeran Sindurata, mereka tersenyum-senyum kecil. Seorang di antara mereka berdesis "Pangeran itu me mpunyai penyakit marah. Kadangkadang saja ia menjadi pening dan marah tanpa sebab. Wajahnya menjadi merah seperti bara. Na mpaknya me mang ada gejala sakit syaraf turun temurun, sehingga kejutan sedikit atas Raden Ayu Galihwarit saat puteranya meninggal, telah me mbuatnya kadang-kadang-kadang kehilangan kesadaran meskipun tidak setiap saat" "Puteri yang cantik" sahut yang lain "Raden Ayu Sontrang yang nampaknya masih terlalu muda dibandingkan dengan usianya itu mengala mi sesuatu yang patut disesalkan. Tetapi ternyata kecantikan puterinya itu adalah kecantikan keturunan pula. Karena itu, kehadirannya di lingkungan pasukan berkuda hanya me mbuat kepalanya pening saja setiap hari." Para perwira itu tertawa. Yang seorang masih berkata "Kasihan Pangeran tua itu. Tetapi apaboleh buat" Para perwira itupun ke mudian me nyusuri jalan-ja lan kota. Kaki-kaki kudanya berderap tidak terlalu cepat. Sambil menengadahkan kepalanya mereka me mandang gadis-gadis yang lewat dan berpapasan.
Namun dala m pada itu, sepeninggal para perwira dari pasukan berkuda itu, kepala Pangeran Sindurata menjadi pening. Sambil menghentak-hentakkan kakinya, ia berjalan hilir mudik. Ketika perasaan pening di kepa la dan rasa sakit ditengkuknya itu sema kin terasa menggigit, ma ka seperti biasanya iapun melepas ikat kepalanya dan mengikat keningnya keras-keras dengan ikat kepalanya itu untuk mengurangi rasa sakit. "Yang gila adalah Juwiring" gera m Pangeran Sindurata "jika ia tidak berkhianat, maka Warih tidak akan dijadikan taruhan seperti itu. Jika pada suatu saat ibunya mengetahuinya, maka hatinya akan menjadi se makin pedih, dan syarafnya akan menjadi se makin terganggu. Ia akan menjadi kehilangan kesadaran bukan saja di waktu-waktu tertentu. Tetapi setiap saat" Pangeran Sindurata merasa beruntung, bahwa kehadiran para perwira prajurit Surakarta dari pasukan berkuda itu dapat diterimanya langsung, sehingga tidak ada orang la in yang mengetahuinya. "Tetapi berita tentang hal itu tentu akan tersebar luas" guma m Pangeran Sindurata "para perwira itu dengan sengaja akan menyebarkan wara-wara agar Juwiring dapat mendengarnya" Tiba-tiba saja Pangeran tua itu menggeram "Jika saja aku dapat menangkapnya. Aku akan menyerahkannya kepada pasukan berkuda agar cucuku itu dapat dilepaskan segera" Dala m keadaan yang demikian itulah, Juwiring dan Buntal me langkah mende kati istana Pangeran Sindurata. Justru pada saat Pangeran Sindurata sedang dicengkam oleh kegelisahan karena cucunya yang ditahan oleh pimpinan pasukan berkuda. Di perjalanan Juwiring dan Buntal sedang mereka-reka satu usaha agar mereka dapat me masuki istana Pangeran Sindurata. Dari para petugas sandi keduanya telah mendapat
gambaran kota Surakarta dala m keseluruhan, sehingga mereka akan dapat menyesuaikan diri. Jalan yang manakah yang harus dihindari karena ke mungkinan-ke mungkinan yang dapat terjadi atas mereka, dan jalan-ja lan manakah yang dapat mereka lalui dengan a man. "Eyang Sindurata adalah seorang penggemar burung" desis Juwiring. "Apakah ma ksud kakang, kita akan me mbawa burung?" bertanya Buntal, "Kita dapat berpura-pura menjadi penjual burung. Kita me masuki istana untuk menawarkan seekor atau dua ekor burung berkicau yang baik" jawab Juwiring. "Aku mengerti. Tetapi dari mana kita mendapatkan seekor burung dengan sangkarnya. Kita bawa burung itu ke istana Pangeran Sindurata. Setidak-tidaknya kita akan dapat men dekati istana itu tanpa dicurigai" jawab Juwiring. "Apakah Pangeran Sindurata mengena lmu dengan baik?" desis Buntal. Juwiring termangu-mangu sejenak. Ke mudian iapun mengge lengkan kepalanya "Aku kira tida k. Eyang Sindurata jarang sekali melihat aku. Bagi Pangeran Sindurata, termasuk seluruh keluarganya, aku adalah orang yang tidak berarti apaapa. Aku bukan orang yang sederajat, meskipun sebenarnya demikian. Ayahku adalah ayah anak-anak ibunda Raden Ayu Galihwarit. Yang menentukan derajad adalah ayahanda Meskipun derajad ibunda lebih rendah, tetapi itu bukan berarti bahwa derajadku lebih rendah dari anak-anak ibunda Raden Ayu Galihwarit" "Tetapi mereka menganggap seperti itu" desis Buntal. "Ya. Tetapi sekarang hal itu merupa kan satu keuntungan. Mudah-mudahan bahwa Pangeran Sindurata tidak mengenalku dengan baik akan me mbuka ja lan bagiku untuk berbicara
dengan Pangeran Sindurata dan terutama ibunda Raden Ayu Galihwarit meskipun mere ka akan me ma ki a ku me la mpaui seorang pengemis yang paling buruk, sahut Juwiring. Dala m pada itu, keduanyapun sepakat untuk membeli dua ekor burung jenis burung berkicau yang baik dan kemudian me mbawanya ke istana Pangeran Sindurata, karena Pangeran itu me mang pengge mar burung. Dengan seekor burung kutilang dan seekor burung kepodang, keduanya dengan jantung yang berdebar-debar mende kati regol istana Sinduratan. Hala man istana itu na mpak sepi. Pangeran Sindurata me mang bukan seorang Pangeran yang mempunyai kegiatan yang khusus. Ia lebih banyak mengurusi dirinya sendiri dan keluarganya. Meskipun Pangeran itu hadir pada upacara-cara tertentu, namun kehadirannya hanyalah karena kewajiban. Meskipun de mikian, kedatangan kumpeni di Surakarta telah me mbuatnya mendapat satu kesibukan baru. Nampaknya Pangeran Sindurata senang bergaul dengan orang-orang asing itu seperti juga puterinya, Raden Ayu Galihwarit. "Tida k ada pengawal sa ma seka li?" desis Buntal. "Ada. Aku sudah mendapat keterangan. Tetapi pengawal itu berada di dala m, sebagaimana abdi yang lain. Na mun bukan berarti bahwa pengawalan di istana ini dapat diabaikan" jawab Juwiring. Karena halaman istana itu sepi, maka kedua anak-anak muda iu justru menjadi ragu-ragu. Na mun sebenarnyalah kehadirannya di regol istana itu sama sekali tidak menarik perhatian. Hampir setiap orang di sekitar istana itu me mang mengetahui, bahwa Pangeran Sindurata adalah seorang penggemar burung. Karena itu, maka menurut tanggapan orang-orang yang melihat kehadiran kedua anak muda itu adalah sekedar ingin menawarkan burung.
Baru sejenak ke mudian, Juwiring melihat seorang abdi yang lewat melintasi halaman. Dengan ragu-ragu iapun me masuki hala man itu pula diikut i oleh Buntal. Sambil berjalan-jalan terbungkuk-bungkuk keduanya mendekati abdi yang terhenti ketika ia melihat kedua anak muda yang me mbawa burung di dala m sangkarnya itu. "Kalian mau apa?" bertanya abdi itu meskipun ia sudah menduga, apakah ma ksud mereka. Juwiringlah yang menjawab "Sebenarnyalah aku ingin menawarkan burung-burung ini kepada Pangeran. Ayahku me mberitahukan kepadaku, bahwa Pangeran me merlukan seekor burung kepodang putih. Aku me mbawanya. Sementara itu, akupun me mpunyai seekor kutilang yang sudah jadi" "He m" guma m abdi itu "Pangeran sedang sibuk dengan masalah-masalah yang penting" "Masalah apa?" bertanya Juwiring. "Aku tidak tahu pasti. Mungkin ada sangkut pautnya dengan keadaan Surakarta sekarang ini. Tetapi mungkin juga karena keadaan cucunda puteri" "Cucunda Pangeran kenapa?" bertanya Buntal. "Puteri itu ditangkap oleh pimpinan pasukan berkuda Telah disebarkan wara-wara tentang puteri itu" berkata abdi itu selanjutnya. "Tetapi mungkin burung-burung ini akan dapat menjadi penghibur. Cobalah Ki Sanak, bawa aku menghadap Pangeran Sindurata. Burungku adalah burung yang sangat baik. Kepodang kuning sudah banyak jumlahnya di istana ini, karena ayahku sering membawa kannya. Tetapi kepodang putih na mpaknya belum" desak Juwiring. "Aku akan mencoba menya mpaikannya" jawab abdi itu.
"Jika Pangeran sudi me mbe li burung-burung ini, aku akan tahu apa yang harus aku lakukan terhadap Ki Sanak" desis Juwiring. "Ah" sahut orang itu "berapa harga kedua ekor burung itu. Jika kau menyebut-nyebut aku, maka kalian justru tida k akan menerima uang sa ma sekali" "Jangan begitu Ki Sanak" jawab Buntal "se muanya tergantung kepada Pangeran Sindurata. Jika Pangeran sudi me mbe li ma hal, maka besok pagi-pagi kau a kan dapat me mbe li sele mbar ikat kepa la" Orang itu tertawa. Katanya "Manakah yang lebih maha l. Burung-burung itu atau ikat kepala?" Juwiring dan Buntalpun tertawa pula. Na mun keduanyapun ke mudian disuruh menunggu di bawah sebatang pohon ke muning di hala man depan. Abdi itu akan menghadap Pangeran Sindurata yang nampaknya sedang disibukkan oleh kegelisahan. Agak berbeda dengan dugaan abdi itu. Ternyata ketika ia menya mpaikan kehadiran kedua orang anak muda untuk menjua l burung, justru ia segera tertarik. Katanya "Bawalah mereka ke mari. Aku me mang ingin me mbeli seekor burung yang sangat baik. Aku jemu me mikirkan keadaan yang semakin panas. Kemelut yang tidak ada akhir-akhirnya. Perselisihan antara keluarga sendiri me mang sangat tidak menyenangkan" ia berhenti sejenak, la lu "bawa ana k-anak itu ke mari" Abdi itupun ke mudian me manggil Juwiring dan Buntal menghadap Pangeran Sindurata di serambi, di dalam seketheng. Abdi itu ternyata tidak berbohong. Kedua anak muda itu me mang me mbawa dua e kor burung yang bagus. Seekor kepodang dan yang seekor kutilang.
"Aku me merlukan kepodang putih ini" desis Pangeran Sindurata "tetapi tidak kutilangnya. Aku sudah me mpunyai beberapa ekor burung kutilang." Juwiring dan Buntal menarik nafas dalam-da la m. Ternyata Pangeran Sindurata benar-benar ingin me mbeli seekor burung. Dengan demikian, ma ka ia akan dapat menghadap dan berbicara dengan Pangeran Sindurata. Sejenak kemudian Pangeran Sindurata telah duduk di serambi dihadap oleh kedua ana k muda yang menawarkan burung itu. Sejenak Pangeran itu asyik me mperhatikan burung yang berada di dala m sangkar ba mbu yang kurang baik. "Aku akan menggantinya dengan sangkar yang pantas untuk burung kepodang putih ini" guma m Pangeran Sindurata. "Ampun Pangeran, tentu akan sesuai dengan keindahan bentuk dan bunyinya yang merdu" desis Juwiring. "Kau jangan me muji" potong Pangeran Sindurata "Tidak ada orang yang tidak me muji barang yang dijualnya. Aku menjadi kecewa mendengar pujianmu" "Ampun Pangeran" sahut Juwiring. Sementara Buntal menarik nafas panjang. Ia mulai menilai sifat Pangeran tua itu. Namun dala m pada itu, telah terjadi sesuatu yang tidak disangka-sangka. Sementara Pangeran Sindurata me mperhatikan burung kepodang putih itu, tiba-tiba saja seorang abdi yang juga bertugas sebagai pengawal di istana Sinduratan itu datang menghadap diiringi oleh seorang yang lain beberapa langkah di belakangnya. Dengan ragu-ragu orang itu beringsut mendekat sa mbil me mperhatikan Juwiring dan Buntal yang tidak me nghiraukan orang itu. "Ada apa?" tiba-tiba saja Pangeran Sindurata bertanya kepada pengawal itu.
Pengawal itu termangu-ma ngu. Na mun ke mudian dipaksanya dirinya untuk berkata "Ampun Pangeran. Sebenarnyalah kami me ncuriga i kedua anak-anak muda ini" "He" Pangeran Sindurata mengerutkan keningnya, sementara jantung kedua anak-anak muda itu berdegup semakin keras. "Kenapa Sindurata. kalian mencurigainya?" bertanya Pangeran
"Ka mi pernah mengenal seorang di antara keduanya" berkata pengawal itu. "He, siapa" Yang mana?" bertanya Pangeran tua itu pula. "Menurut penilikan ka mi, anak muda yang duduk di sebelah kanan itu ada lah Raden Juwiring" berkata pengawal itu pula. "Juwiring" Pangeran tua itu terkejut sehingga ia terloncat berdiri dan bergeser surut "He, yang mana?" Pangeran itu beringsut maju, sementara kawannyapun beringsut pula mendekat "Maaf Raden" berkata pengawal itu "aku mengena l Raden dengan baik, karena aku adalah seorang hamba yang sering mendapat perintah ke istana Ranakusuman pada waktu itu, sehingga agaknya aku tidak akan salah lagi" Wajah Juwiring menjadi tegang. Tetapi jika ia sudah dikenalnya, iapun tidak berkeberatan. Yang penting bahwa ia sudah berhasil menghadap Pangeran Sindurata untuk menya mpaikan persoalan Rara Warih yang sedang ditahan oleh pasukan berkuda dan kumpeni. Karena itu, maka dengan nada datar iapun berkata "Baiklah. Aku t idak a kan ingkar. Aku ada lah Juwiring" "Juwiring. Jadi kau pengkhianat itu?" teriak Pangeran Sindurata. "Ya eyang. Hamba adalah Juwiring" sahut Juwiring ragu.
"Setan alas. Jadi kau ingin me mbunuh aku he" Kau telah menyusup ke istana ini" gera m Pangeran tua itu. "Ampun eyang. Bukan maksud ha mba untuk mengejutkan eyang" desis Juwiring. Namun dengan serta merta Pangeran Sindurata me motong "Jangan panggil aku eyang. Aku tidak me mpunyai cucu seorang pemberotak. Seorang pengkhianat" "Baiklah Pangeran" sahut Juwiring "kedatangan hamba sama sekali tidak bermaksud buruk. Hamba tahu, bahwa hamba tidak akan mungkin dapat berbuat sesuatu di sini, selain mohon perlindungan Pangeran atas saudara perempuan ha mba, Rara Warih" Pangeran Sindurata mengerutkan keningnya. Juwiring masih tetap duduk bersila sa mbil menundukkan kepalanya. Tidak ada tandatanda bahwa ia akan berbuat jahat. Meskipun demikian, Pangeran Sindurata masih tetap berhati-hati. Demikian pula kedua pengawal itupun telah bersiaga sepenuhnya, jika terjadi sesuatu dengan kedua anak muda itu. "Pangeran" berkata Juwiring ke mudian "jika ha mba menghadap Pangeran, adalah semata-mata karena hamba ingin mohon perlindungan seperti yang telah hamba katakan. Adik pere mpuan ha mba, Rara Warih" "Cukup" potong Pangeran Sindurata "Kau kira bahwa sikapmu itu dapat menyenangkan hatiku. He, anak Pidak pedarakan. Jangan kau sebut cucuku itu sebagai adikmu, dan
kau jangan sekali-sekali merasa berjasa bahwa kau telah me mberitahukan ha l itu kepadaku, karena aku sudah mengetahui segala-galanya. Aku tahu bahwa cucuku telah ditangkap. Tetapi kau terlalu bodoh untuk datang ke mari. Kau kira bahwa Warih benar-benar telah ditahan?" Juwiring beringsut setapak. Terasa jantungnya berdebar semakin cepat. Menurut dugaannya, Rara Warih benar-benar ditahan oleh pasukan berkuda, setelah gadis itu ditangkap di padepokan. "Pangeran" berkata Juwiring ke mudian "Ha mba tidak akan menolak apapun yang akan Pangeran tuduhkan terhadap hamba ke mudian, tetapi hamba mohon diperkenankan untuk berbicara serba sedikit tentang Rara Warih?" "Aku sudah tahu se muanya. Ia sudah ditangkap. Dan seharusnya akulah yang bertanya kepadamu, apakah kau tahu, kenapa ia pura-pura ditahan oleh pasukan berkuda?" bertanya Pangeran Sindurata. "Apakah menurut Pangeran, yang terjadi itu sekedar purapura?" Juwiring ganti bertanya. "Ya. Aku sudah meyakinkan. Rara Warih tidak boleh meninggalkan rumahnya. Bukan karena ia dianggap bersalah, tetapi justru yang dilakukan itu adalah suatu perjuangan, satu pengorbanan yang dapat diberikan bagi Surakarta" Wajah Juwiring menjadi tegang. Sementara Pangeran Sindurata itu berkata seterusnya "Para pemimpin dari pasukan berkuda tahu, bahwa kau tentu akan berusaha mengambil hasilnya. Kau tentu ingin menjua l jasa agar kau dapat diakui sebagi kakaknya. Kau tentu tahu, sepeninggal ayahandanya, istana dan seisinya adalah milik cucuku. Maksudku milik anakku, ibunda Rara Warih. Dan kau merayap untuk merendahkan diri, menjual tenaga untuk sekedar mendapat belas kasihannya atas warisan yang ditingga lkan"
Jantung Juwiring bagaikan meledak mendengar penghinaan itu. Tetapi ia masih tetap berusaha menahan hati. Bahkan Buntalpun menjadi ge metar, meskipun ia tidak berbuat sesuatu selain menahan agar jantungnya tida k me ledak. "Pangeran" berkata Juwiring "perkenankanlah ha mba berbicara sedikit saja mengenai cucunda Pangeran untuk menjadi bahan pertimbangan. Setelah hamba berbicara, terserah kepada Pangeran, apakah yang ingin Pangeran lakukan atas hamba" Wajah Pangeran Sindurata menjadi sema kin tegang. Namun ternyata ia masih me mberi kese mpatan kepada Juwiring untuk berbicara "Katakan Cepat, sebelum aku menga mbil tinda kan" Lalu katanya kepada para pengawal "Tetaplah di situ" Juwiring menarik nafas dalam-dala m. Ke mudian iapun berkata "Pangeran. Apa yang hamba ketahui tentang Rara Warih adalah, bahwa Rara Warih telah dianggap bersalah seperti kesalahan yang pernah dilakukan oleh ayahanda Pangeran Ranakusuma" "Omong kosong" bentak Pangeran Sindurata. Juwiring tidak menghiraukannya. Iapun kemudian berceritera tentang Rara Warih seperti yang telah terjadi sebenarnya Rara Warih tidak ditahan, seolah-olah sekedar tidak boleh keluar dari rumahnya, yang justru dianggap sebagai satu pengorbanan. Tetapi Rara Warih benar-benar telah ditangkap dan dibawa dengan paksa oleh prajurit dari pasukan berkuda dari Padepokan Jati Aking" "Gila" bentak Pangeran Sindurata "Kau mengingau he" Kau ingin me mfitnah dan me mbuat segalanya rusak setelah kau rusak hidup dan hati ibunda Rara Warih, karena kedengkianmu terhadap kebahagiaannya di sa mping orang yang kau sebut ayahandamu"
"Ha mba mohon Pangeran sudi mendengarkan keterangan hamba. Kedatangan ha mba ke mari sekedar untuk me mberitahukan, bahwa Rara Warih benar-benar memerlukan pertolongan" berkata Juwiring. Namun dala m pada itu, hatinya menjadi berdebar-debar. Sikap dan tanggapan Pangeran Sindurata benar-benar tidak menguntungkan. Dengan demikian mungkin sekali Pangeran itu benar-benar seperti yang dice maskan oleh Ki Wandawa yang menganggap kehadirannya sebagai satu anugerah. "Apakah Pangeran ini akan bertindak licik dan menangkap aku dan Buntal?" pertanyaan itu telah menyentuh hatinya. Dala m pada itu sepercik ingatan telah menyentuh hati Juwiring. Jika Pangeran itu tidak mau mendengarkannya, bagaimana dengan Raden Ayu Galihwarit. Betapa bencinya Raden Ayu itu kepadanya. Tetapi ia datang untuk kepentingan puterinya. Hubungan baik keluarga ini dengan kumpeni akan me mungkinkan untuk me lepaskan Rara Warih tanpa mengorbankan dirinya. Namun ternyata bahwa Juwiring tidak me mpunyai kesempatan. Sementara itu, Pangeran Sindurata telah berkata "Juwiring. Kedatanganmu ke mari adalah satu sikap sombong yang tidak dapat dimaafkan. Seharusnya kau tahu, bahwa cucuku harus berkorban untuk ditahan karena ia sadar, bahwa kau harus ditangkap. Karena itu, menyerahlah. Kau akan aku tangkap. Dengan demikian, maka pengorbanan cucuku tidak berkepanjangan" Juwiring termangu-mangu sejenak. Jika benar Pangeran itu akan menangkapnya, ia harus menga mbil satu sikap. Lebih baik ia menyerahkan diri langsung kepada prajurit pasukan berkuda daripada ia harus menyerah kepada Pangeran Sindurata. Jika ia menyerah kepada prajurit dari pasukan berkuda maka t idak akan ada alasan untuk menunda pembebasan Rara Warih. Tetapi jika ia tertangkap, maka pasukan berkuda akan me mpunyai alasan untuk
menumbuhkan persoalan baru sebagai alasan untuk tidak me mbebaskan Rara Warih, karena sebenarnyalah sikap Rara Warih sama sekali berbeda dengan sikap seperti yang diduga oleh Pangeran Sindurata. Namun dala m pada itu, Juwiringpun selalu ingat pula pesan Kiai Danatirta, bahwa lebih baik ia tidak di tangan lawan karena dengan demikian ia kehilangan segala kesempatan. Kesempatan untuk me lanjutkan perjuangan dan kesempatan untuk me mbebaskan Rara Warih. Sebenarnyalah bahwa Pangeran Sindurata tidak mau berpikir lebih jauh. Ia lebih senang menangkap Juwiring dan me mbebaskan cucunya dari tangan prajurit dari pasukan berkuda. Karena itu, maka katanya "Juwiring, kau jangan mencoba untuk berbuat sesuatu yang akan dapat mencelakaimu. Menyerahlah. Biarlah pengawalku mengikat tangan dan kakimu, kemudian aku akan me mbawa mu untuk me mbebaskan cucuku itu" Juwiring menarik nafas dalam-dala m. Na mun ia masih berusaha untuk berbicara "Pangeran, apakah aku dapat me mberikan penjelasan kepada Raden Ayu Galihwarit serba sedikit tentang keadaan puterinya" Aku kira persoalannya tidak terlalu sederhana. Menangkap kau aku ke mudian me lepaskan Rara Warih yang Pangeran anggap telah me mberikan pengorbanan bagi Surakarta sekedar untuk menangkap aku, Seharusnya Pangeran mengetahui, bagaimana sikap Rara Warih sendiri" "Aku tidak peduli" geram Pangeran Sindurata "Cepat, menyerahlah. Aku tidak akan me mberimu kese mpatan bertemu dengan puteriku yang sudah kau fitnah itu" "Jangan berkata begitu Pangeran" jawab Juwiring "Aku kira Pangeranpun mengetahui persoalan yang seharusnya dari Raden Ayu Galihwarit. Apa yang menyebabkan Raden Ayu
sering terganggu. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan hamba karena ha mba tidak berada di istana ayahanda pada waktu itu" "Cukup" bentak Pangeran Sindurata. Namun Juwiring berkata lebih lanjut "Hamba mohon Pangeran sudi mengena li cucu Pangeran pada saat ini. Dari sikapnya mungkin Pangeran akan dapat mengambil kesimpulan la in. Jangan menggurui aku" potong Pangeran Sindurata, lalu "sekarang menyerahlah kepada kedua pengawalku itu" Juwiring tidak me lihat kese mpatan lain. Namun da la m pada itu keinginannya untuk berte mu dengan Raden Ayu Galihwarit menjadi se makin mendesak, Karena itu, maka iapun berbisik kepada Buntal "Tahanlah mereka. Aku akan mencari Raden Ayu Galihwarit" Buntal mengerti maksud Juwiring, karena itu maka ia pun segera bersiap-siap menghadapi segala ke mungkinan. Dala m pada itu, maka Pangeran Sindurata itupun menjatuhkan perintah kepada pengawal-pengawalnya. "Tangkap ana k itu. Aku sendiri a kan menyerahkannya kepada pemimpin dari pasukan berkuda yang telah menahan cucuku" Ketika kedua orang pengawal itu beringsut, maka Juwiring dan Buntal itupun segera bangkit. Dengan nada tinggi Juwiring berkata "Ha mba mohon maaf Pangeran, bahwa hamba t idak a kan menyerahkan diri begitu saja" "Persetan" geram Pangeran Sindurata "Kau kira kau akan ma mpu melarikan diri?" "Ha mba akan berusaha Pangeran, karena sebenarnyalah hamba tidak ingin ditangkap. Kedatangan hamba kemari adalah karena hamba ingin berbicara dengan Pangeran tentang Rara Warih dan sikapnya. Ia bukannya sekedar tidak bersalah dan me mberikan pengorbanan bagi Surakarta"
"Omong kosong. Cepat, tangkap kedua anak itu. Aku akan me mbawanya untuk pe mbebasan Warih, dan seka ligus aku akan mendapat seeekor burung kepodang putih" gera mnya. Buntal mengumpat di dala m hati. Orang tua itu. masih juga ingat burung kepodang putih. Namun dala m pada itu, kedua orang pengawal itu benar benar telah siap menyerangnya. Karena itu, maka dengan rencana Juwiring untuk mencari Raden Ayu Galihwarit, maka iapun bersiap-siap untuk meningga lkan perkelahian yang akan segera terjadi, dan menyerahkan kedua orang pengawal itu kepada Buntal. Ia berharap bahwa Buntal akan dapat mengatasi keadaan untuk se mentara "Mudah-mudahan aku akan segera mendapat jalan untuk menolong Buntal, jika Pangeran Sindurata sendiri akan turun ke arena" berkata Juwiring di dala m hatinya. Karena itu, ma ka ketika kedua orang pengawal itu sudah mulai bergerak, Buntallah yang justru mendahului menyerang Meskipun ia belum menjajagi ke ma mpuan kedua pengawal itu, namun ia berharap bahwa kema mpuan keduanya tidak me la mpaui kebanyakan prajurit Para pengawal itu terkejut melihat kecepatan gerak Buntal Dengan tangkas ia menyerang kedua pengawal itu berurutan. Meskipun kedua serangannya yang beruntun itu tidak mengenai sasaran na mun hal itu sudah berhasil menarik perhatian kedua orang pengawa l itu. Pada saat itulah Juwiring telah menga mbil kese mpatan untuk me loncat berlari meninggalkan kedua pengawal itu. Meskipun ia tida k tahu pasti, dimanakah letak bilik Raden Ayu Sontrang, namun ia pernah mendengar secara tidak langsung dari Rara Warih, bahwa ibundanya berada di bilik bela kang. Kedua pengawal itu tidak se mpat mengejar. Bahkan Pangeran Sinduratapun tida k mengejarnya pula, karena demikian ia melangkah, Buntal telah menyerangnya pula
"Anak Setan" geram Pangeran Sindurata. Serangan Buntal sama sekali tidak me nyentuhnya. Bahkan masih terla lu jauh. Namun hal itu telah mengurungkan niat Pangeran Sindurata untuk mengejar Juwiring. "Kita tangkap anak setan ini" perintah Pangeran itu. Kedua pengawal itu bertempur sema kin seru, sementara Pangeran Sinduratapun telah berada di halaman. Sambil menyaksikan kedua pengawalnya berusaha mengalahkan Buntal, Pangeran itu berkata lantang "Lumpuhkan anak iblis itu. Nampaknya ia mengira bahwa aku yang tua ini tidak ma mpu me libatkan diri ke dala m arena. Biarlah ia berdua dengan pengihianat itu seka lipun, aku tida k gentar" Buntal bertempur dengan sepenuh ke ma mpuannya untuk langsung mengikat para pengawal itu agar mereka tidak mengejar Juwiring. Na mun agaknya pengawal di istana itu bukan hanya kedua orang itu saja. Sejenak kemudian, dua orang lainnya telah datang berlari-lari. "Tangkap pe mberontak itu. Ia lari ke bela kang" perintah Pangeran Sindurata. Kedua pengawal itupun segera me mburu ke bela kang. Mereka yakin akan dapat menemukannya. Kedua anak itu, atau salah seorang daripadanya tidak akan dapat lari meninggalkan hala man, karena pintu-pintu butulan tertutup. Dinding hala man cukup tinggi dan seorang pengawal telah menjaga regol di depan. "Anak-anak dungu itu me mang ingin mati" gera m Pangeran Sindurata "menyerahlah. Jika tidak, maka aku akan me mbunyikan isyarat. Prajurit Surakarta yang mendengarnya tentu akan segera datang untuk me mbantu ka mi"
Tetapi Buntal tidak menghiraukannya. Ia bertempur dengan tangkasnya. Sekali-sekali menyerang pengawal yang satu, ke mudian segera menyerang pengawal yang lain. Sehingga dengan demikian, keduanya tetap terikat dalam perkelahian me lawan Buntal. Dala m pada itu, Juwiringpun segera lari ke belakang. Ia dapat me mperkirakan letak bilik Raden Ayu Galihwarit itu. Dengan sedikit salah langkah, akhirnya iapun mengetahui, bahwa bilik yang sedang terbuka pintunya, menghadap ke kebun di sebelah adalah bilik Raden Ayu Galihwarit, yang kebetulan sekali, sedang berada di sera mbi untuk melihatme lihat perta manan. Sebenarnyalah bahwa Raden Ayu Galihwarit juga mendengar suara ayahandanya berteriak-teriak. Tetap ia tidak jelas, apa yang dikatakannya. Bahkan Raden Ayu mengira, bahwa ayahandanya marah-marah seperti biasanya kepada hambahamba di istana itu. Hampir setiap hari Pangeran Sindurata marah-marah dan berteriak-teriak, sehingga karena itu, maka sama sekali tidak menimbulkan dugaan apapun juga pada puteri yang sedang mengala mi kepahitan hidup itu. Namun puteri itu terkejut ketika tiba-tiba saja seorang anak muda berlari kearahnya. Apalagi ketika puteri itu melihat sebilah pisau be lati kecil yang tiba-tiba saja sudah berada di depan dadanya. "Marilah Raden Ayu" berkata Juwiring "Jangan menola k. Masuklah ke da la m bilik"
Raden Ayu Galihwarit t iba-tiba menjadi sangat ketakutan. Karena itu, maka iapun tidak dapat menolak. Perlahan dengan ujung belatinya Juwiring mendorong Raden Ayu itu masuk. Demikian ia berada di pintu kedua pengawal yang mengejarnyapun sa mpai di muka bilik itu pula, Na mun merekapun tertegun ketika mereka me lihat Juwiring telah mengacukan pisaunya ke dada Raden Ayu Galihwarit. "Jangan berbuat sesuatu. Puteri ini menjadi taruhannya. Kembalilah kepada Pangeran Sindurata Dan hentikan perkelahian me lawan adikku itu, agar puteri ini se la mat" Kedua orang pengawal itu termangu-mangu. Na mun Juwiring me mbentaknya "Cepat. Sebelum aku bertindak labih jauh" Salah seorang pengawal itu beringsut surut. Betapapun ia ragu-ragu, namun iapun ke mudian berlari ke mbari ke te mpat Pangeran Sindurata yang tua menunggui perkelaian di halaman sa mping, di da la m seketeng. Dengan tergesa-gesa dan nada tinggi, pengawal itu me mberi tahukan apa yang dilihatnya. Ternyata Raden Ayu Galihwarit telah dipergunakan sebagai taruhan. "Gila" gera m Pangeran tua itu "itu perbuatan gila" "Terserah kepada Pangeran" guma m Buntal yang masih bertempur me lawan dua orang pengawal. Akhirnya Pangeran Sindurata me merintahkan kedua pengawalnya berhenti. Dengan tergesa-gesa iapun ke mudian pergi ke belakang, ke bilik Raden Ayu Ga lihwarit. Di muka bilik itu, seorang pengawal masih berjaga-jaga. Namun ternyata bilik Raden Ayu Galihwarit itu sudah tertutup rapat-rapat. "Gila, apa yang diperbuatnya?" gera m Pangeran Sindurata.
"Raden Juwiring menganca m bahwa ia akan me mbunuh Raden Ayu, jika seseorang berani me mbuka pintu itu" jawab pengawal itu. Pangeran Sindurata menjadi bingung. Tetapi ia tida k dapat berbuat apa-apa. Sambil menghentak-hentakkan kakinya ia berjalan hilir mudik di depan bilik Raden Ayu. Namun tiba-tiba saja ia berteriak "Juwiring. Apa sebenarnya yang kau kehendaki" "Sebentar Pangeran" jawab berbincang dengan Raden Ayu" Juwiring "Ha mba akan
Pangeran Sindurata mengumpat Katanya "Ke luarlah. Kita berbicara di luar" "Tida k Pangeran. Aku di sini. Dan aku mohon Pangeran tidak berbuat sesuatu yang dapat mencelakai Raden Ayu Galihwarit. Apalagi Pangeran memberitahukan kehadiranku di sini kepada prajurit Surakarta dengan cara apapun juga" Pangeran Sindurata mengumpat-umpat pula. Tetapi ia tidak dapat berbuat sesuatu. Ketika terpandang olehnya Buntal yang berdiri termangu-mangu. maka iapun menggera m. Seolah-olah ia ingin menerka m anak itu dan mere masnya menjadi debu. Tetapi ia tidak berani berbuat demikian, karena keselamatan anaknya yang berada di dalam bilik yang tertutup. Sementara itu, di dala m bilik yang tertutup Raden Ayu Galihwarit gemetar ketakutan. Namun ia masih tetap menguasai kesadarannya. Keadaannya memang tidak me ma ksanya untuk mengenang peristiwa masa la mpaunya karena justru ia sedang berhadapan dengan anca man bagi dirinya sendiri. Dengan de mikian Raden Ayu itu tidak segera dibayangi oleh gangguan syarafnya. Dala m pada itu, ketika Juwiring melihat Raden Ayu Galihwarit yang ketakutan itu, telah timbul ibanya. Karena itu. maka ke mudian katanya "Silahkan duduk Raden Ayu"
Raden Ayu Galihwarit itupun ke mudian duduk di bibir pembaringannya. Namun tubuhnya masih saja gemetar ketakutan. Sementara itu Pangeran Sindurata juga mendengar suara di dala m bilik itu. Na mun karena Juwiring tidak berbicara terlalu keras, ma ka yang berada di luar tida k begitu mengetahui, apa yang sedang mereka bicarakan itu. Demikian Raden Ayu Ga lihwarit duduk di pe mbaringan, maka perlahan-lahan Juwiringpun beringsut mendekat. Kemudian iapun duduk bersila di lantai di hadapan Raden Ayu Galihwarit yang menjadi heran me lihat sikap itu. "Ampun Raden Ayu" desis Juwiring "mungkin sikapku mengejutkan Raden Ayu, atau bahkan me mbuat Raden Ayu ketakutan" "Siapa kau?" bertanya Raden Ayu Galihwarit Pangeran Sindurata melekatkan telinganya di pintu bilik itu. Dan iapun ternyata menjadi agak tenang, karena ia mendengar kata-kata Juwiring, sehingga iapun dapat me mbayangkan sikap anak muda itu. Meskipun demikian, Pangeran Sindurata masih harus berhati-hati dan tidak menga mbil sikap yang dapat me mbuat Juwiring me njadi liar ke mbali. Juwiring ragu-ragu sejenak. Namun ke mudian katanya "Ampun Raden Ayu. Mungkin kedatanganku mene mui Raden Ayu didorong oleh rasa tanggung jawabku sebagai saudara tua. Mungkin Raden Ayu sama seka li t idak senang melihat kehadiranku di sini. Bahkan me muakkan. Tetapi aku mohon Raden Ayu sempat mendengarkan ceriteraku sa mpai a khir sehingga Raden Ayu dapat menga mbil sikap yang pasti" Raden Ayu menjadi berdebar-debar. Lalu katanya "Aku akan mencoba. Tetapi siapa kau dan kepentingan yang kau katakan itu sangat mendebarkan jantung" "Raden Ayu" berkata Juwiring ke mudian "sebelumnya aku mohon maaf, bahwa aku telah menga mbil satu sikap yang
kasar. Mungkin na maku akan sangat mengejut kan Raden Ayu. Tetapi jika Raden Ayu se mpat me mperhatikan aku, maka Raden Ayu akan mengenal aku" Raden Ayu itu termangu-mangu sejenak. Namun ke mudian dengan saksama ia me mperhatikan anak muda yang duduk bersila dengan sikap yang mapan di hadapannya. Namun tiba-tiba saja Raden Ayu itu terpekik kecil "Juwiring. Kau Juwiring he?" "Ya Raden Ayu. Tetapi perkenankanlah a ku mengatakan alasanku, kenapa aku menghadap Raden Ayu dengan cara yang kasar ini" berkata Juwiring. Raden Ayu itu beringsut menjauh. Kebencian mulai me mancar di wajahnya. Namun ia masih selalu dibayangi oleh ketakutan. Anak itu tiba-tiba saja akan dapat menjadi kasar dan liar. "Apa ma ksudmu me masuki bilikku sa mbil menganca m?" bertanya Raden Ayu. "Perkenankanlah aku me mberitahukan apa yang telah terjadi di luar dinding bilik Raden Ayu" berkata Juwiring. "Cukup, cukup" terdengar suara Pangeran Sindurata di luar. Tetapi Juwiring t idak menghiraukannya. Ia ingin me mperguna kan kese mpatan sebaik-baiknya, sebelum Raden Ayu itu dijalari oleh gangguan syarafnya. Karena itu, maka katanya "Ampun Raden Ayu. Kedatanganku, sekedar me mberitahukan kepada Raden Ayu, bahwa Rara Warih telah ditangkap oleh prajurit Surakarta dari pasukan berkuda" "Warih ditangkap?" suaranya menjadi ge metar seperti juga tubuhnya yang gemetar. "Ya Raden Ayu. Sekarang Rara Warih ditahan oleh pasukan berkuda dan kumpeni. Sebaiknya Raden Ayu mendengarkan semua keteranganku. Dengan demikian Raden Ayu akan dapat
menga mbil kesimpulan. Aku mohon Raden Ayu untuk sesaat dapat mengesampingkan diri Raden Ayu sendiri. Jangan me mikirkan sesuatu. Tetapi aku mohon Raden Ayu mendengarkan kata-kataku" berkata Juwiring ke mudian. Raden Ayu Galihwarit meraba keningnya. Kepalanya mulai menjadi pusing. Tetapi di luar sadarnya ia telah melakukan apa yang dikatakan oleh Juwiring. Dan ia berhasil menyingkirkan kenangan masa la mpaunya, sehingga ia tidak segera diterkam oleh penyakitnya yang dapat kambuh setiap saat. Juwiringpun ke mudian menceriterakan apa yang telah terjadi di Surakarta. Pangeran Mangkubumi yang mengangkat senjata karena kebenciannya kepada kumpeni. Ke mudian apa yang telah dilakukan oleh Pangeran Ranakusuma di saat terakhir. Pangeran Ranakusuma menjadi muak terhadap kekuasaan kumpeni di Surakarta. Dengan hati-hati Juwiring mencoba me ngungkapkan sikap Pangeran Ranakusuma tanpa menyinggung perasaan Raden Ayu Galihwarit. Sementara itu, iapun mula i me mbayangkan sikap Rara Warih yang menyadari apa yang telah terjadi di Surakarta, sehingga akhirnya, Juwiring berkata "A mpun Raden Ayu. Pada saat terakhir aku ingin mohon perlindungan Raden Ayu. Bukan atas diriku, tetapi atas Rara Warih, karena tidak ada lagi orang yang dapat me lindunginya. Rara Warih sekarang sudah tidak berayah lagi. Dala m pertempuran melawan kumpeni dan prajurit Sura karta, Pangeran Ranakusuma telah gugur di peperangan, sampyuh dengan Tumenggung Sindura dan melukai Pangeran Yudakusuma. Aku dapat beibangga bahwa ternyata ayahanda Pangeran Ranakusuma pada saat terakhir telah mene mpatkan diri sebagai seorang kesatria Surakarta yang sebenarnya" "Juwiring" suara Raden Ayu kian gemetar sehingga Juwiring terkejut karenanya "ayahandamu telah gugur?"
Juwiring me ngangkat wajahnya. Dipandanginya wajah Raden Ayu Galihwarit yang pucat. Kemudian Juwiring melihat bibir itu bergerak le mah "Jadi ayahanda mu telah gugur?" Juwiring tanpa sesadarnya beringsut mendekat. Katanya "Ya Raden Ayu. Tetapi ayahanda gugur sebagai seorang pahlawan Surakarta yang sudah bertekad untuk menyingkirkan kumpeni" Raden Ayu Galihwarit masih mendengar kata-kata Juwiring itu. Nampak bibirnya mencoba tersenyum. Namun tiba-tiba saja Raden Ayu Galihwarit itu rebah. Untunglah Juwiring cepat menangkapnya dan dengan bingung diletakkan tubuh itu di pembaringannya. Ternyata bahwa Raden Ayu Galihwarit telah pingsan. Juwiring benar-benar menjadi bingung. Ia tidak tahu apa yang harus dila kukannya, sehingga karena itu, maka tiba-tiba saja ia telah bergegas me mbuka pintu sa mbil berkata dengan kata-kata yang bergetar "Raden Ayu Galihwarit telah pingsan" "He" Pangeran Sinduratapun terkejut. Kemudian iapun mengumpat "Kau, kaulah yang menyebabkannya pingsan. Panggil e mban" Juwiring tertegun. Ia tidak tahu e mban yang manakah yang harus dipanggilnya. Na mun ternyata bahwa salah seorang pengawal itupun telah berlari me manggil e mban yang terbiasa me layani Raden Ayu. "Cepat. Kenapa kau bersembunyi saja Pangeran Sindurata. "Cepat. Raden Ayu sedang pingsan" Beberapa orang yang berada di tempat itupun menjadi sibuk. Pangeran Sindurata telah berdiri di samping he?" bentak
Pendekar Guntur 8 Jun Karya Mia Arsjad Tembang Tantangan 14
^