Mustika Gaib 4

Mustika Gaib Karya Buyung Hok Bagian 4


"Memang aneh," kata Hong Pin melanjutkan, "Aku buta, tapi waktu itu orang yang memaki aku buta tentunya menyangka aku bukanlah orang buta.
Dan ketika tongkatku ditariknya, dengan cepat, kaki kiriku, terayun menyerang orang tadi, tapi mendadak aku mengenali suara nada makian tadi.
Itulah suaranya Ciu tojin, maka cepat aku melepaskan tongkatku dan menarik tendanganku lompat mundur.
Rupanya Ciu tojin yang sedang mabok, begitu mendapat serangan tendangan, ia jadi marah, tongkat yang telah kulepaskan kemudian diayun menghajar batok kepalaku.
Beruntung ketika aku melepaskan tongkat aku lompat mundur, hingga sambaran tongkat lewat di depan diriku dan mengenai tanah.
Cepat-cepat aku berteriak, "Losianseng, aku memang seorang buta, kau jangan salah mengerti .
...." Cerita sampai di situ, Hong Pin menghela napas dan menggeleng-gelengkan kepala, lalu katanya lagi, "Ciu tojin yang mendengar pengakuanku terdengar ia mengeluh kaget.
Serunya, "Apa kau buta" Aaaaa, yaaaa, kau buta, tapi tidak buta, akulah yang buta tidak bisa melihat orang buta....." Selanjutnya sambil berulang-ulang menenggak arak dan makan bakso, Hong Pin terus bercerita tentang pengalamannya bertemu dengan Ciu tojin yang samasama telah masuk ke dalam barisan tin.
Ternyata setelah Ciu tojin mengetahui kalau Hong Pin adalah seorang pemuda buta, ia segera mengembalikan tongkat baja kepadanya.
Dan saat itu ditengah kegelapan malam dari belakang balik-balik pohon mendadak saja terdengar suara orang berkata, "Tidak disangka, malam ini kita berhasil membekuk dua orang sekaligus.
Hei!. Ciu tojin, apa kau sudah merasakan bagaimana enaknya arak memabokkan melenyapkan kesadaran dari golongan Pek-houw-san, huaaa, haaa ....
ketika kau enak-enak minum arak, minumanmu telah dicampur obat pemabuk melupakan diri keluaran Pek-houw-san." Mendengar suara itu, Ciu tojin jadi kaget, kini ia sadar kalau ia telah masuk perangkap orang dan telah diberi minum arak mabok pelupa diri.
Hingga ia jadi mabok seperti orang gila dan membuka rahasia Angsa emas berkepala naga.
Tapi waktu itu keadaan Ciu tojin seperti orang yang kebingungan.
Beruntung di sana ada Hong Pin yang bisa mendengar pembicaran orang itu, ia cepat-cepat memperingatkan Ciu tojin, agar si tosu pemabukkan memuntahkan minuman yang sudah mengeram dalam perutnya.
Mendengar peringatan si bocah, mendadak Ciu tojin berkata, "Benar bocah, matamu buta, tapi hatimu tidak buta." Berbarengan dengan akhir ucapannya, mendadak Ciu tojin tertawa berkakakan.
Suara tertawanya si tosu pemabukan menggema angkasa di dalam hutan gelap gulita, suara tawa itu lama sekali dikumandangkan.
Sementara itu Hong Pin turut mengetahui, kalau di sekitar hutan barisan tin ini terdapat orang-orang yang mengurung mereka, dengan memusatkan perhatiannya ia memasang kuping lebar-lebar untuk meneliti keadaan, dan setelah beberapa kali berpaling ke kiri kanan mendengar suara yang mencurigakan, mendadak saja, ia berkata pada Ciu tojin, "Losianseng, di sekitar tempat ini tidak kurang dari delapan orang." Ketika mendengar kata Hong Pin, Ciu tojin masih tertawa berkakakan, mendadak saja ia menghentikan suara tertawanya, lalu menyemburkan arak dari mulutnya ke depan balik-balik pohon.
Berbarengan dengan semburan arak dari mulut Ciu tojin, terdengar suara batang dan daun-daun pohon yang mencereces terkena semburan arak laksana butiran air hujan menyembur datang.
Dari balik pohon terdengar suara keluhan tertahan kemudian menyusul terdengar dari bagian belakang suara orang memerintah, "Tinggalkan mereka, dua orang itu pasti akan segera mampus kelaparan."
DARI ITU, Hong Pin meninggalkan loteng Gak- yang-louw, dengan menggunakan tongkat Tiok ciat-piannya, ia jalan menyusuri tepi telaga.
Dengan menotol-notolkan tongkat Tiok-ciat-pian di depan, si pemuda buta berjalan ke selatan, ia mengikuti tepian telaga, akhirnya, perjalanan kian lama kian jauh juga, telaga Tong-teng telah ditinggalkan?nya.
Meskipun tampak gerak langkah Hong Pin jalan dengan bantuan tongkat seperti lambat tapi kenyataan cepat, karena kadang kala meskipun sepasang matanya buta, ia dapat melompati batu- batu di tepi sungai.
Hari itu matahari sudah doyong ke barat, siliran angin sudah berganti arah, telaga Tong-teng sudah jauh di belakang, kini hanya aliran anak sungai yang mengaliri air telaga.
Perjalanan kian lama kian sulit juga, karena ia sudah mesti jalan dengan melom?pati batu-batu besar, dan jalan tepian sungai mulai curam mendaki ke atas.
Tepian di kedua tepi sungai melupakan tebing-tebing batu yang amat tinggi dan curam.
Kalau saja orang biasa jalan di tepi su?ngai yang merupakan tebing-tebingcuram itu pastilah ia sudah tergelincir jatuh dan masuk kecemplung di sungai, walau Hong Pin memiliki sepasang mata buta, ia seperti tidak mengalami kesulitan apapun, dengan bantuan tongkatnya, ia terus maju sambil lompatan.
Satu saat mendadak saja Hong Pin menotolkan dengan keras tongkatnya pada batu, badannyapun melambung ke atas, lalu turun berdiri di sebuah batu, pandangan matanya ditujukan ke bawah, ia seperti sedang memperhatikan suara air sungai, tak lama baru ia duduk bersandar pada lamping batu, tongkatnya diletakkan di samping kiri, matanya memandang jauh ke depan ke depan ke seberang lamping tepi sungai.
Sinar sang matahari sore yang akan terbenam menyorot wajah Hong Pin.
Di dalam apitan dua tebing curam, riak air sungai bergelombang, suara kericikannya air terdengar jelas di telinga si pemuda.
Hong Pin duduk melamun di atas tebing di tepi sungai, lama ia duduk demikian rupa, entah apa yang dipikirkannya, hingga matahari menggelusur ke belakang balik sela puncak gunung, barulah dengan malas-malasan ia bangkit berdiri, lalu dibukanya baju luarnya kemudian baju dalamnyapun di-tanggalkan, ditumpuknya di atas tongkat Tiat-ciat-pian yang menggeletak di atas batu.
Dalam keremangan senja tampak kepo?losan badan Hong Pin, sejenak ia memperhatikan keadaan dirinya, tangannya meraba-raba kulitnya yang halus kuning, pinggangnya ramping kedua betis kakinya licin mengkilat, bentuk potongan tubuh itu tidak mirip potongan badan seorang laki- laki, tapi itulah satu bentuk indah dari tubuh se?orang gadis remaja.
Setelah sekian saat Hong Pin memperhatikan dan meraba-raba potongan badannya, baru ia lompat terjun ke dalam sungai.
Pluuunnnnnnggggg ....... Hong Pin nyemlung ke sungai, ia bere?nang kian kemari, timbul tenggelam di permukaan air di bawah keremangan cahaya disenja hari.
Rambutnya yang digelung sudah terurai basah, wajahnya yang kotor menjadi bersih licin menguning.
Setelah sekian saat ia membersihkan badannya, berenang sepuas hati lalu lompat naik ke tepian, dengan sepasang matanya yang buta ia berlompatan naik ke atas.
Tiba di samping tumpukan bajunya, Hong Pin berdiri, berulang kali ia berlompatan mengeringkan sisa-sisa air sungai yang masih melekat di tubuhnya, rambutnya berulang kali ditepas- tepaskannya.
Rambut itu terurai panjang sampai di pinggang, itulah uraian rambut seorang gadis, bagian dadanya tampak tersembul keluar.
Betis dan pahanya kuning licin.
Wajahnya menunjukan kecantikan yang luar biasa.
Kalau dibanding dengan kecantikan Siong In, wajah Hong Pin tidak kalah cantiknya, hanya sayang sepasang matanya buta.
Setelah sisa-sisa air yang melekat pada tubuhnya menjadi kering, barulah ia menge?nakan pakaian.
Menggulung rambutnya digelung ke atas, dan dari dalam saku bajunya, ia mengeluarkan sebuah botol, dari dalam botol itu, ia menuangkan semacam cairan kemudian diulasnya ke wajahnya, maka wa?jah yang cantik itu kini sudah berubah menjadi wajah seorang pemuda tampan.
Si gadis buta Hong Pin, kembali menya?mar menjadi seorang pemuda buta.
Haripun tambah lama menjadi gelap, siang sudah merayap berganti malam.
Bagi Hong Pin yang sepasang matanya buta apalah artinya pergantian siang dan malam, siang ia bisa berjalan mengandalkan tongkat dan pendengaran serta pera?saannya yang tajam, malam baginya tak ada beda, bila lelah ia istirahat tidur, bila bangun ia melanjutkan jalannya.
Malam itu setelah mandi dan dandan sebagai seorang pemuda buta, Hong Pin rebah telentang, di sela-sela batu, tongkat Tiok ciat-pian, diletakkan di sebelah kiri badannya kemudian kelopak matanya terpejam.
Tapi baru saja ia mengatupkan sepasang matanya, telinganya yang menempel pada batu mendengar suara beberapa langkah kaki orang.
Mendengar itu Hong Pin kaget, ia miringkan kepalanya, kini telinganya ditempelkan pada bumi mendengarkan suara itu datangnya dari arah mana.
Setelah mendengar sekian saat mendadak saja Hong Pin bangun berdiri, lalu dengan tongkatnya, ia berlompatan di pinggiran su?ngai mengejar arah datangnya suara langkah kaki orang.
Kalau saja sepasang mata Hong Pin ti?dak buta, ia bisa melihat di dalam kegelapan malam di atas lamping gunung tidak jauh di depannya tampak sinar sinar api obor bergerak-gerak kemudian lenyap di tikungan jalan gunung.
Hong Pin hanya mengandalkan pada ketajaman pendengarannya, sering kali ia menempelkan telinganya pada lamping batu gunung untuk mendengar suara tapak-tapak kaki yang ramai.
Setelah suara itu mendadak lenyap ia menengadahkan kepalanya ke atas, pikirnya, "Suara langkah kaki itu tidak kurang dari seratus orang, mereka jalan di arah lamping gunung, hmm, tengah malam buta begini mereka beramai- ramai mau bikin apa?" Setelah berpikir begitu, Hong Pin lalu mencari-cari jalan untuk merambat naik ke atas.
Dengan bantuan tongkat Tiok ciat-piannya, akhirnya ia tiba di atas jalan gunung, dimana tadi terdapat banyak api-api obor yang bergerak! Begitu tiba di atas jalan gunung Hong Pin mendekam di atas jalan menempelkan telinganya di tanah, mendengarkan langkah-langkah kaki orang.
Kemudian tak lama ia sudah meletik bangun, lalu jalan menuju belokan jalan gunung.
Angin malam berkesiur dingin, sinarnya rembulan menerangi empat penjuru dunia.
Hong Pin terus jalan dalam kegelapan, berulang kali ia mendekam di atas jalan mendengar suara- suara langkah kaki orang, ia terus mengikuti gerak suara langkah kaki itu, akhirnya sampai fajar menyingsing.
Hong Pin tidak tahu kini berada di tempat apa, dari suara ramainya burung-burung berkicau di angkasa, ia tahu kalau hari sudah berganti pagi.
Selagi ia berdiri bengong, mencari-cari jejak suara langkah kaki orang, mendadak saja telinganya mendengar sayup-sayup irama suara seruling.
Suara seruling itu sangat aneh kedengarannya, terdengar seperti suara ribuan tikus.
Mendengar suara seruling itu, langkah kaki Hong Pin melangkah ke depan mencari dari mana datangnya suara suling.
Hong Pin yang jalan dengan mata butanya, ia tidak tahu kini sudah berada di tempat apa.
Sedangkan sayup-sayup suara seruling aneh yang mengeluarkan suara ribuan tikus masih terdengar terus.
Sambil berdiri dengan tongkatnya Hong Pin memeriksa sekeliling tempat dimana ia berdiri, tongkat baja itu ditotol-totolkan ke depan kiri dan kanan, setelah memeriksa demikian rupa tahulah ia, kalau dirinya sedang berada di atas jalan lamping gunung, di depannya di pinggiran jalan lamping gunung merupakan jurang lembah, dan suara seruling tadi keluar dari dalam lembah.
Di sekitar lembah dikurung oleh lamping-lamping gunung, jauh di angkasa tampak puncak-puncak gunung yang menjulang tinggi menembusi awan.
Dari angin yang bertiup dari depannya tahulah Hong Pin, bahwa itu merupakan lembah curam, ia mesti mencari jalan untuk menuruni jalan tebing turun ke dalam lembah.
Suara suling yang keluar dari dalam lembah kian lama kian santer, suara itu kadang kala seperti iramanya angin malam yang berhembus, kadang kala berubah seperti suara mencicitnya ribuan tikus.
******0dwkz0lynx0mukhdan0******** JILID 8 HONG PIN yang telinganya lebih tajam dari manusia manapun, ia jadi heran, bagaimana suara seruling tadi bisa mengeluarkan suara ribuan tikus.
Kalau dibilang suara yang keluar dari dalam lembah adalah suara dari ribuan tikus itulah juga tidak mungkin, karena telinga Hong Pin mana mungkin bisa dibohongi dengan irama seruling yang demikian rupa.
Kalau taja sepasang mata Hong Pin tidak buta dari atas jalan lamping gunung itu ia bisa melihat pemandangan di bawah lembah, di sana sudah berkumpul tidak kurang dari seratus orang bertopeng hitam, pada setiap dada mereka mengenakan gambar lukisan Kalong.
Berpuluh-puluh orang seragam hitam bertopeng berkumpul di bawah lembah, mereka menghadap lamping batu di atas tempat itu terdapat sebuah lubang goa yang tertutup oleh rimbunnya daun pohon, dan suara seruling tadi keluar dari mulut goa.
Kalau melihat dari tingginya letak goa pada tebing lembah, sebenarnya tidaklah tinggi, karena letaknya goa dari dasar lembah hanya setinggi pohon Siong yang tumbuh tepat di depan goa, dan daun-daun pohon siong di atas sana, menutupi lubang goa hingga tak tampak jelas bagaimana dalamnya goa itu.
Dan untuk memasuki lubang goa di atas tebing memang tidak terlalu sulit, dengan memanjat pohon siong yang tumbuh di depan goa, bisa segera lompat masuk ke dalam.
Pada waktu itu sinar matahari pagi baru mencorot keluar, tampak lima orang seragam hitam sudah memanjat pohon siong yang tumbuh di depan goa, setelah tiba di atas rimbunan daun-daun pohon siong, mereka serentak lompat masuk ke dalam lubang goa, dimana terdengar suara suling.
Berpuluh-puluh seragam hitam mendongakkan kepala ke atas memperhatikan lima kawan mereka memanjat pohon dan menerjang masuk ke dalam goa.
Tapi belum mereka berhasil lompat masuk menerjang ke dalam goa, mendadak terdengar tuara lima kali jeritan menggantikan suara suling, kemudian disusul dengan terpentalnya lima sosok seragam hitam keluar goa, kelima sosok seragam hitam itu membentur ranting-ranting pohon, kemudian mereka jatuh di tanah.
Di atas tanah berumput tubuh mereka kelejetan.
Berpuluh-puluh orang seragam hitam menyaksikan lima kawan mereka berpentalan keluar dengan mengeluarkan suara jeritan, kemudian bergeletakan di tanah, mereka datang memeriksa ternyata pada setiap tubuh orang-orang yang jatuh terpental masing-masing terdapat beberapa ekor tikus menggigit tenggorokan.
Suara jeritan dan kesakitan dari lima orang seragam hitam itu tak lama, karena setelah mereka roboh, kelejetan mendapat gigitan tikus tidak ampun lagi mereka binasa, kebinasaan mereka disusul dengan binasanya tikus-tikus yang menggigitnya.
Kemudian tubuh seragam hitam bertopeng tadi berubah menjadi cairan biru.
Maka lima sosok tubuh manusia dan beberapa ekor tikus telah binasa menjadi cairan warna biru membasahi bumi di pagi hari.
Sementara itu suara seruling terdengar lagi membawakan suara ribuan tikus.
Dalam suasana demikian rupa, dari rombongan orang-orang seragam hitam terdengar suara siulan panjang, keluar dari mulut si topeng hitam yang mengenakan lukisan Kalong Kuning di dada.
Mendengar suara siulan itu puluhan orang topeng hitam dari golongan Kalong, semua berkumpul di tengah lembah, mereka bernaung di bawah rindangnya pohon menanti perintah dari pimpinannya.
Si orang topeng hitam berlambang Kalong Kuning, setelah mengumpulkan kawan-kawan mereka lalu lompat melesat lari ke dalam semak-semak belukar yang tumbuh lebat di pinggir lembah.
Di balik semak belukar di sana terdapat sebuah tenda hitam, di depan tenda sebelah kiri terdapat satu lukisan binatang Kalong berwarna biru, dan di sebelah kanan dari muka tenda terdapat lukisan buah Tho dan dua lembar daun menghias di atasnya.
Setelah tiba di depan tenda, si topeng hitam berlambang Kalong Kuning berkata, "Sam lengcu.
Lapor, regu Kalong Putih dan Kalong Kuning gagal menembusi barisan tikus-tikus penjaga goa." Dari dalam tenda terdengar suara orang menggerendeng kemudian membentak, "Menghadapi rombongan tikus saja kalian tak sanggup menerjang.
Manusia-manusia gentong nasi ..." "Tapi, tikus-tikus itu rupanya peliharaan orang peniup suling!" Potong si pelapor.
Dari dalam tenda terdengar lagi suara orang berkata, "Berapa banyak tikus di dalam lubang goa itu?" "Belum tahu.
Karena orang-orang kita yang menerobos ke dalam, begitu mereka terpental ke luar, sebelum sempat memberi laporan tidak seorangpun yang bisa bernapas." "Hmmm.
Kalian siapkan panah berapi," terdengar suara dari dalam tenda.
"Hendak kulihat, apa orang itu masih sanggup sembunyi di dalam goanya.
Dan apa yang bisa di bikin oleh tikus- tikusnya." "Baik." Jawab si pelapor di depan tenda yang segera membalik badan, kembali pada rombongannya di tengah lembah.
Berbarengan dengan berlalunya si pelapor bertopeng hitam dari depan tenda, maka dari dalam tenda keluar dua orang, seorang adalah laki-laki tua berusia kurang lebih empat puluh lima tahun, rambutnya masih hitam, wajahnya kelimis tak tumbuh kumis atau selembar jenggot, dan seorang lagi adalah seorang gadis berusia tujuh belasan tahun.
Gadis itu mengenakan baju warna merah sedang di dadanya terdapat itu perhiasan berbentuk buah Tho berdaun dua.
Dan begitu gadis tadi berada disamping kanan si orang tua ia bertanya, "Ayah, sebenarnya, di dalam goa itu terdapat orang macam apa?" Orang tua berwajah klimis berambut hitam mendengar pertanyaan si gadis, ia kaget, memandang si gadis, lalu berkata, "Anak, sebaiknya kau jangan turut campur urusan.
Pada dua tahun yang lalu sudah ku katakan, kau harus pulang dan berdiam di Hong-san mengurus ibumu, tidak tahunya kau terus keluyuran di rimba persilatan, dan di loteng Gak yang louw kau berkenalan dengan itu pemuda buta, yang telah membuat onar membunuh orang!" Setelah berkata begitu, orang tua itu melangkah maju meninggalkan tenda menerobos semak- belukar menuju ke tengah-tengah lembah.
Si gadis segera mengikuti langkah ayahnya, sambil jalan ia berkata, "Kalau ayah pulang, Siong Inpun pulang.
Tapi kalau ayah masih campur urusan orang-orang bertopeng hitam ini, aku mesti turut ayah." "Hmmm.
Kau jangan bikin pusing aku." kata sang ayah "Urusan ini, bukan urusanmu.
Kalau kau menghendaki nyawamu masih melekat di tubuh sebaiknya jangan mencampuri urusan ini.
Aku berusaha agar kau jangan sampai ditarik masuk menjadi anggota golongan ...." Sampai di situ si orang tua klimis berambut hitam, yang bukan lain adalah Lo Siauw Houw, menghentikan kata-kata, ia menoleh ke belakang menatap wajah sang putri yang bukan lain adalah Siong In.
Ternyata, setelah Siong In diajak pergi oleh Lo Siau w Houw meninggalkan Hong Pin di dalam loteng Gak-yang-louw ia langsung dibawa ke rombongan golongan Kalong.
Semula Siong In kaget, begitu sang ayah membawa ia ke dalam rombongan orang-orang bertopeng hitam, dari golongan Kalong, karena ia tahu kalau golongan ini adalah orang-orang yang membuat teror terhadap diri keluarga Kang Hoo pada dua tahun yang lalu dan ia dengan gigih, telah turun tangan membantu Kang Hoo lolos dari cengkraman maut golongan aneh ini, sampai saat ini si pemuda yang pernah ia tolong itu belum tahu lagi kabar beritanya.
Juga Siong In sadar tentunya diantara anggota anggota berseragam hitam berselubung hitam ini tentulah ada beberapa orang yang mengenali dirinya ketika pada 2 tahun yang lewat pernah menempur mereka dalam menolong Kang Hoo tapi dalam kenyataan setelah ia tiba dalam rombongan itu, di dalam lembah ini orang-orang seragam hitam bertopeng semua menaruh hormat pada sang ayah, kejadian itu membuat Siong In jadi terlongong-longong, ia tidak menduga bagaimana sang ayah yang setahunya tak pernah memiliki ilmu silat begitu dihormati oleh orang- orang golongan Kalong, bahkan mendapat panggilan Sam lengcu, ia berulang kali bertanya tentang hal itu, tapi Lo Siauw Houw tidak mau menjawab pertanyaan sang putri.
Hingga akhirnya Siong In tidak mau bertanya lagi.
Dan di pagi ini entah bagaimana rombongan yang sejak semalam turun ke bawah lembah, mereka berusaha untuk menerjang lubang goa yang dihuni oleh ribuan ekor tikus.
Semula Siong In juga merasa heran, untuk apa orang bertopeng hitam ini mesti menerjang barisan tikus yang menghuni goa, memang tikus itu selalu mengeluarkan suara mencicit yang ramai sekali, karena banyaknya, maka suara-suara tikus tadi menggema dan berpantulan di lamping lembah.
Ia juga sudah menyaksikan bagaimana sejak orang-orang seragam hitam berselubung muka yang menerjang masuk telah terpental keluar dan binasa digigit tikus.
Tapi ia tidak mau memperdulikan mereka.
Siong In turut sang ayah masuk ke dalam tendanya untuk istirahat.
Dan ketika pelapor dari barisan tempur golongan Kalong memberi laporan bahwa rombongan tikus tak dapat ditembus dan kemudian sang ayah memerintahkan menggunakan panah berapi.
Maka ia juga turut keluar untuk menyaksikan, apakah yang akan dilakukan rombongan orang-orang seragam hitam miste?rius ini.
Siong In berjalan diblakang sang ayah, mendadak ia teringat akan ucapan kata-kata pelapor tadi, kalau tikus-tikus itu ada orang yang memelihara, maka saking herannya ia bertanya, "Ayah, bagaimana mereka tahu, kalau dalam goa itu terdapat manusia sebagai raja tikus?" Sambil melangkah terus ke depan Lo Siauw Houw berkata, "Kau jangan bicara yang bukan-bukan, kedatangan kita ke tempat ini, pertama untuk mencari itu rahasia Angsa Mas Berkepala Naga, tapi di atas Kun san mendengar berita kalau di dalam kelenteng Tiok-san-koan sudah tak terdapat itu benda.
Dan kemarin malam dari salah seorang penyelidik kita, diketahui bahwa di dalam goa itu telah terdengar keluar beberapa patah ucapan dari agama baru yang kita mesti tumpas sampai ke akar-akarnya.
Maka kita telah meninggalkan kelenteng Tiok-san-koan datang ke tempat ini, untuk membasmi itu manusia yang mengeluarkan kalimat larangan." Mendengar keterangan sang ayah sambil jalan di belakang, Siong In berkata, "Apakah golongan Kalong tidak melakukan pertempuran dengan padri-padri jahat yang telah merebut kelenteng Tiok san koan"'' "Diam!'' Tiba-tiba Lo Siauw Houw membentak, langkahnya terhenti, ia membalik badan, menatap Siong In dengan mata mendelik.
Begitu smg ayah membentak, Siong In kaget bukan kepalang, kekagetan mana bertambah lagi ketika sang ayah membalik badan memandang ia dengan kedua mata mendelik keluar.
Maka serentak juga ia menghentikan, langkahnya, berdiri melongo.
"Kau jangan sembarang omong," seru Lo Siauw Houw kemudian.
Dengan masih rupa bingung Siong In berkata, "Ayah! Kau.
Kenapa.....?" Lo Siauw Houw menundukkan muka dalam-dalam ia menghela napas, kemudian katanya, "Sebaiknya kau jangan banyak bicara, padri-padri di atas Kun san itu semua adalah orang dari Pek- houw san, kita tidak punya permusuhan dengan mereka.
Sementara isi tugas kita melenyapkan masuknya agama baru ke Tionggoan!" Mendengar kata-kata sang ayah, Siong In lebih bingung lagi, sampai ia tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun memandangi sang ayah dengan rupa mendelong.
"Ayo jalan. Nanti apa yang kau lihat saksikan saja, jangan turut campur dan jangan banyak bicara," Seru Lo Siauw Houw membalik badan melanjutkan perjalanannya menuju ke tengah lembah, melewati semak-semak belukar.
Sementara itu suara cicit tikus masih berkumandang di dalam lembah, suaranya sangat aneh, karena sekali terdengar suara berisik tidak keruan dari suara tikus-tikus yang asli, dan kadang kala berubah seperti berirama, itulah suara tikus yang keluar dari hembusan seruling.
Begitu Lo Siauw Houw dan Siong In keluar dari semak belukar yang melindungi kemah mereka dari pandangan mata mendadak saja Lo Siauw Houw melangkah mundur wajahnya menunjukkan kekagetan.
Ia memandang ke tengah lembah.
Di tengah lembah, rombongan orang-orang bertopeng hitam kacau balau tidak keruan, beberapa orang tampak terpental mundur dan binasa seketika.
Siong In juga menyaksikan kejadian itu orang- orang seragam bertopeng hitam kini sedang melakukan pertempuran, rupanya lawan yang muncul di tempat itu adalah seorang jago yang kuat, karena puluhan orang seragam hitam itu, tak sanggup menghadapi serangan-serangan maut lawan.
Dan karena jumlah orang-orang seragam hitam yang mengeroyok lawan terlalu banyak dan gerakan orang yang dikeroyok terlalu cepat hingga sulit untuk segera dilihat bagaimana bentuk dan perawakan serta wajah lawan yang mereka hadapi.
Hanya dari gerak bayangan-bayangan lompatan orang itu dapat diketahui kalau orang tadi menyerang dengan menggunakan senjata seperti pedang tapi bukan pedang, di mana senjata itu berkelebat maka robohlah seorang seragam hitam.
Gerakan bayangan tadi lincah dan gesit, berkelebat memainkan senjata, kadang kala badannya mumbul ke atas, melakukan serangan dari udara, kadang kala ia mengamuk membabi buta, melakukan serangan dari bawah hingga puluhan orang seragam hitam kocar kacir tidak keruan, dan beberapa orang yang berada di belakang kawan mereka yang terdorong mundur akibat amukan orang itu, jadi pada terpelanting tertubruk kawan sendiri.
Lo Siauw Houw yang menyaksikan pertempuran itu, mendadak saja ia bersiul.
Begitu terdengar suara siulan, maka sisa-sisa orang-orang seragam hitam yang melakukan pertempuran serentak berlompatan mundur, mereka menghentikan serangan dalam posisi mengurung lawan di tengah.
Siong In yang begitu pertempuran terhenti, ia berteriak, "Hong Pin!" Tapi suara teriakan itu mendadak terhenti di tengah udara, karena satu tamparan telak melayang ke pipi si nona.
Sebenarnya Siong In dengan mudah bisa mengelakkan datangnya tamparan tadi, tapi karena yang melakukan tamparan itu adalah sang ayah sendiri, ia hanya berdiri bengong saja, dan setelah tamparan itu berlalu ia tinggal mengusap- usap pipinya yang sudah terpeta lima jari tangan sang ayah.
Sementara itu salah seorang dari antara rombongan orang berselubung hitam yang memiliki lukisan Kalong Kuning, berlari ke arah Lo Siauw Houw, melihat dari dedak perawak?an orang itu, ia adalah orang yang tadi memberi laporan di depan tenda.
Belum lagi orang tadi sempat membuka mulut melapor sudah didahului oleh pertanyaan Lo Siauw Houw, serunya, "Kalian bagaimana tidak berguna menghadapi satu orang saja, mesti memakan banyak korban." "Sam lengcu, anak buta itu memiliki kecepatan luar biasa, dan itu senjata Tiok-Ciat-piannya sangat ganas!" "Hmmmm," Lo Siauw Houw mengeluarkan suara dari hidung.
"Apa kau tahu asal usulnya?" "Ia tidak mau menyebut namanya, begitu lompat turun dari atas tebing," kata si selubung hitam, sambil menunjuk ke atas tebing.
"Ia lalu menanyakan apa maksud kita di tempat ini.
Maka salah seorang dari kita memberi jawaban, kemudian melakukan serangan.
Dengan maksud sekaligus membekuk bocah buta itu, dan kita lempar ke atas lubang goa untuk dijadikan umpan tikus.
Tidak tahunya ia telah mengamuk seperti kerbau buta," "Huh!" Lo Siauw Houw mengeluarkan suara dari hidung, kemudian mendorong orang itu ke samping, ia lalu maju ke depan, diikuti oleh Siong In.
Siong In sebenarnya ingin mencegah sang ayah turut campur urusan ini, tapi mengingat kalau kedudukan ayahnya di sini merupakan pimpinan dari rombongan golongan Kalong, maka ia membungkam tidak bisa berkata apa-apa, ia hanya mengharapkan agar sang ayah jangan sampai turun tangan menghadapi Hong Pin, kalau tidak pastilah salah satu akan menjadi korban.
Sementara itu dengan sepasang mata butanya, Hong Pin berada di tengah-tengah kurungan puluhan orang berseragam dan berselubung hitam, tangan kirinya mencekal tongkat Tiok-ciat-pian yang ditunjangkan di depan dirinya, sedangkan kepalanya bergerak-gerak seakan sedang mende?ngarkan suara-suara yang berada di sekitarnya, ta?pi saat itu kecuali suara mencicitnya tikus dari lubang goa di atas lamping yang tertutup oleh rimbunnya daun-daun pohon tak terdengar suara gerakan apapun, hidung Hong Pin juga terus kembang kempis, ia seperti mencium-cium sesuatu.
Dengan ia masih berdiri tegak di tengah- tengah kurungan orang berselubung hitam.
Pada saat itu, barisan kurungan orang-orang berselubung hitam, begitu mereka mendengar suara langkah kaki Lo Siauw Houw mendatangi, mereka serentak membuka jalan memberi kesempatan Sam lengcu bersama putrinya masuk dalam kurungan.
Dengan sepasang telinganya yang sangat tajam, Hong Pin mendengar langkah kaki orang yang telah memasuki kurungan barisan seragam hitam.
Dan pandangan mata butanya menatap ke depan.
Memperhatikan dengan penuh kewaspadaan.
Tongkat Tiok-ciat-pian di tangan kiri disilang di depan dada.
Siong In yang turut masuk ke dalam kurungan barisan orang-orang seragam bertopeng hitam, begitu melihat sang ayah masih terus jalan mendekati Hong Pin, mendadak saja, ia mencekal lengan ayahnya katanya, "Ayah ......!" "Diam!" Bentak Lo Siauw Houw, mendorong Siong In.
"Kau mundur." Hong Pin sang mendengar suara Song In, ia jadi tersentak kaget, kakinya mundur selangkah ke belakang, keningnya berkerut.
Kemudian ia berkata, "Apakah ini rombongan nona?" Lo Siauw Houw yang terus jalan mendekati membentak, "Bangsat buta, nona siapa" Kau tidak ada sangkut paut dengan putriku!" Mendengar suara bentakan itu, Hong Pin kembali mundur selangkah, sambil melangkah mundur ia berkata, "Locianpwee, harap jangan maju lagi, memandang muka anak gadismu, aku bersedia pergi dari tempat ini." "Hmmm." Dengus Lo Siauw Houw.
"Baik! Kau ingin keluar dari sini." "Ayah ....." Terdengar lagi suara panggilan Siong In di belakang.
Lo Siauw Houw menoleh ke belakang memandang sang putri.
Kemudian katanya, "Kau terlalu banyak cerewet, nah, sekarang kau kemari!" Mendapat panggilan sang ayah, Siong In jalan menghampiri, begitu ia tiba di samping Lo Siauw Houw, orang tua itu menunjuk pada Hong Pin, lalu katanya, "Kau kenal bocah ini?" Siong In mengangguk, katanya, "Ia datang ke daerah Kun-san mencari rahasia Angsa Mas Berkepala Naga.
Tapi usahanya sia-sia belaka." "Hmmm.
Bagus! Bagus!" Seru Lo Siauw Houw mengangguk kepala.
"Kau juga niat mencari rahasia itu.
Nah untuk apa benda itu kau inginkan?" Hong Pin menundukkan kepala, tampak ia berpikir, kemudian baru mengangkat kepalanya memandang Lo Siauw Houw, jawabnya, "Guna mendapat obat menyembuhkan mataku yang buta! Atas perintah suhuku!" "Jadi suhumu itu memerintahkan murid butanya" Bagaimana ia tidak keluar sendiri dari dalam sarang, he?" Kata Lo Siauw Houw.
"Dan siapa itu suhumu, dimana perguruanmu?" "Maaf cianpwee, siaute tak bisa menyebutkan," jawab Hong Pin.
"Hmm. Mungkin kau juga belum pernah melihat wajah suhumu," seru Lo Siauw Houw.
"Mungkin suhumu itu seorang iblis kejam atau manusia berwajah buruk," "Locianpwe, harap jangan sebut-sebut soal guruku," seru Hong Pin.
"Kalau mau turun tangan bertempur, silahkan segera.
Aku siap menerima serangan." Mendengar tantangan Hong Pin, yang demikian sombongnya, Lo Siauw Houw tertawa terkekeh, kemudian ia menoleh pada Siong In di samping, katanya, "Kawan butamu itu menantang aku bertempur.
Heheee .... Tapi aku tak ada niat bertempur.
Nah, kau pergilah bersamanya.
Dan ingat, jangan lagi turut campur urusan ayahmu, mengerti!" Mendengar kata-kata sang ayah Siong In jadi melompongkan mulut, ia setengah percaya setengah tidak akan ucapan ayahnya itu.
Masih tetap berdiri di samping ayahnya.
Sepasang mata si nona memandang ke arah Hong Pin yang berdiri dengan menyilang tongkat di depan dada.
Kata-kata Lo Siauw Houw tadi membuat Siong In melompongkan mulut tidak percaya atas pendengarannya, bahkan puluhan orang seragam hitam bertopeng, mereka juga tidak percaya akan pendengaran telinga mereka, mereka saling pandang satu sama lain, berbisik apa yang didengar oleh sang kawan, dan jawabannya tentulah sama seperti apa yang di dengar olehnya.
Maka merekapun semua melompongkan mulut.
Sementara itu suara tikus yang keluar dari lubang goa di atas lamping batu terus terdengar terbawa angin lembah, iramanya bercampur aduk dengan suara bergesekannya daun-daun ditiup angin.
Hong Pin masih berdiri di tengah-tengah kurungan orang-orang seragam hitam.
Dan Siong In masih berdiri menjublek terlongong-longong atas perintah sang ayah yang menyuruhnya pergi meninggalkan tempat itu bersama seorang buta.
Meskpun hati Siong In merasa heran atas ucapan ayahnya itu, tapi sebagai seorang gadis yang belum banyak makan garam rimba persilatan, ia tidak pikir panjang kalau ucapan sang ayah mengandung latar belakang lain.
Itulah satu tipu muslihat licik untuk merobohkan si pendekar buta dengan berpura-pura membebaskannya, maka dengan diam-diam Lo Siauw Houw akan melakukan serangan bokongan.
Lo Siauw Houw tidak menduga kalau Hong Pin ini sebenarnya juga adalah seorang gadis, begitupun dengan Siong In, ia juga telah tertipu atas penyamaran Hong Pin, bahkan ratusan orang- orang seragam dan bertopeng muka hitam juga sudah menyangka kalau lawan di depannya ini adalah seorang pemuda buta.
Maka Lo Siauw Houw ingin menggunakan taktik perempuan membuat lawan lengah.
Selagi mereka diam membisu, mendadak sudah terdengar lagi suara Lo Siauw Houw memerintahkan sang putri untuk meninggalkan tempat bersama Hong Pin, katanya, "Siong In, kau pergilah.
Jangan tunggu pikiranku berobah." Siong In yang berdiri di samping sang ayah, dengan memandang lesu wajah ayahnya, ia berjalan menghampiri Hong Pin, di depan Hong Pin ia berkata, "Nah, ayahku menyuruh kau pergi bersamaku.
Ayo jangan buang waktu. Mari kita pergi!" Puluhan orang-orang seragam bertopeng muka hitam, yang melakukan pengurungan begitu mereka menyaksikan Siong In sudah jalan mendekati Hong Pin, pandangan mata mere?ka ditujukan ke arah Lo Siauw Houw, mata mereka penuh tanda tanya dan selidik.
Sementara itu, di dalam kurungan mereka Hong Pin dengan masih menyilangkan tongkat Tiok ciat- pian di depan dada, dari pendengarannya yang tajam, ia mengetahui kalau si nona sudah ada di depannya, maka ia berkata, "Nona, hari ini aku benar-benar menemukan kejadian ganjil ayahmu memimpin ini orang-orang buas, mereka ingin membunuh orang yang berada di dalam goa, bagaimana aku bisa tinggal diam begitu saja," Mendengar ucapan Hong Pin, kepala Siong In menoleh memandang ke atas lamping, di mana di balik rimbunnya daun-daun pohon siong terdengar suara mencicit dari ribuan tikus.
Kemudian dengan masih mengarahkan pandangan matanya ke arah lubang goa yang tertutup oleh daun-daun pohon, Siong In berkata,
"Orang di dalam goa itu, kalau ia seorang jujur tentunya sejak tadi sudah menunjukkan wajahnya, tapi beberapa orang dari orang-orang ayahku setelah berusaha menerobos masuk, mendadak berpentalan keluar dan binasa digigit tikus peliharaan orang aneh itu.
Apakah orang itu boleh dikata seorang baik?" "Hmmm.
Aku tahu, tapi urusan mereka dengan orang itu mengapa mesti ambil pusing, kalau kita biarkan orang itu mendekam di dalam goanya bersama tikus-tikusnya, tokh tak akan terjadi hal demikian." Berkata sampai di situ, mendadak saja dari belakang terdengar Lo Siauw Houw tertawa, kemudian berkata, "Bocah buta, kau tahu apa, manusia yang berada dalam goa itu adalah golongan manusia yang mesti dibasmi dari muka bumi." "Apa alasanmu?" Tanya Hong Pin.
Mendengar pertanyaan Hong Pin, Siong In yang berada d depannya juga menoleh ke arah sang ayah, ia juga mengajukan pertanyaan, "Ya, apa alasan ayah?" "Sudah kukatakan padamu," kata Lo Siauw Houw pada Siong In "Orang di dalam goa itu telah mengeluarkan ucapan kata-kata yang terlarang disebar luaskan di dataran Tiongkok.
Itulah bunyi dari kitab ajaran agama baru." "Apakah yang telah diucapkan orang itu?" Potong Hong Pin.
Mendapat pertanyaan Hong Pin, Lo Siauw Houw memandang ke salah seorang seragam hitam berselubung muka, yang mengurung di sebelah kiri, lalu katanya, "Apa yang kau dengar dari dalam goa, kemarin itu, terangkan pada mereka." Salah seorang seragam hitam bertopeng memandang Lo Siauw Houw, kemudian katanya, "Itulah ucapan, Uuuulah, hukabar ....
terdengar ketika matahari mulai tenggelam." "Uuulah hukabar?" Ulang Hong Pin mengkerutkan kening.
Siong In yang mendengar ucapan itu kembali ia memandang ke lubang goa di atas lamping gunung, wajahnya menunjukkan rupa kaget dan girang, kemudian ia menoleh ke arah orang seragam hitam yang mengucapkan kata-kata uulah hukabar tadi, katanya, "Hei apa kau tidak salah dengar, apa yang diucapkan orang dalam goa itu bukannya kata Allahu akbar ...." Si seragam hitam berselubung, mendadak tersentak kaget, serunya, "Ya, benar, benar itulah ucapannya, eh bagaimana nona bisa mengucapkan kata itu" Apakah......?" "Hmmm.
Guruku seorang nikhow dari golongan Budha.
Kau jangan tuduh aku sebagai murid golongan agama itu," potong Siong In cepat.
Lo Siauw Houw yang berdiri di depan kurungan orang-orang seragam hitam, ia segera membentak, "Siong In! Cepat kau berlalu, jangan banyak bicara di sini, ajak itu pemuda buta, kau jangan bikin pusing ayahmu.
Ingat apa yang kukatakan di dalam tenda," Mendengar peringatan sang ayah, Siong In berpikir kalau melihat sikap ayahnya di tempat ini, sang ayah tentulah merupakan pimpinan dari rombongan seragam hitam ini, tapi rupanya di atas sang ayah masih ada seorang pimpinan lain yang lebih tinggi dan lebih berkuasa dari pada ayahnya, kalau tidak masakan sang ayah mengucapkan sesuatu di depan orang banyak, bahkan ketika Siong In mengucapkan kalimat aneh tadi, sang ayah cepat-cepat membentaknya, rupanya kuatir kalau Siong In dituduh menjadi salah seorang pengikut aliran agama baru itu, sedangkan ucapan kalimat tadi ia dapat dengar dari mulut Kang Hoo pada dua tahun yang lalu, ketika ia melarikan diri dari kepungan orang-orang bertopeng ini di malam rembulan.
Dan kalau benar orang di dalam goa mengucapkan kalimat demikian maka tentulah orang itu adalah si pemuda Kang Hoo.
Tapi begitu ia teringat lagi kalau si pemuda dibawa lari gadis Biauw, ia jadi ragu-ragu akan dugaannya.
Setelah berpikir panjang, ia memandang ke seluruh kurungan orang-orang seragam hitam kemudian katanya, "Urusan orang di dalam goa, bukan urusanku." Setelah berkata begitu, ia lalu mengajak Hong Pin meninggalkan tempat itu.
Meskipun sepasang mata Hong Pin buta, tapi pendengaran dan perasaan mata bathinnya bisa menduga kalau antara ayah dan anak itu terjadi keanehan, maka dengan menganggukkan kepala, ia segera membalik badan untuk segera meninggalkan lembah ini.
Berbarengan dengan gerakan balik badan Hong Pin, mendadak saja kurungan orang-orang seragam hitam bergerak merapat, mereka tidak mau membiarkan Hong Pin berlalu dari situ, karena si pemuda buta telah membunuh banyak kawan-kawan mereka, mana mau mereka melepaskan si buta begitu saja.
Tapi mendadak saja, berbarengan dengan merapatnya kurungan orang-orang itu terdengar suara bentakan Lo Siauw Houw yang sudah lompat ke belakang Hong Pin.
"Buka jalan!!" Serentak dengan suara bentakan Lo Siauw Houw, maka kurungan orang-orang seragam hitam yang menghalangi jalan Hong Pin dan Siong In serentak membelah dia membuka jalan.
Waktu itu sebenarnya Hong Pin sudah siap dengan tongkatnya, bila saja orang-orang ini berani main gila ia akan melakukan serangan amukan yang luar biasa.
Tak seorangpun yang akan diberi kesempatan tidak merasa bagaimana enaknya kemplangan tongkat baja Tok-ciat-piannya.
Tapi begitu ia mendengar bentakan Lo Siauw Houw yang memerintahkan kurungan orang-orang jubah hitam membuka jalan, dan mendengar di depannya suara langkah-langkah kaki sang terpencar kedua belah sisi membuka jalan, Hong Pin melanjutkan jalannya, sedang Siong In di samping si pemuda buta menuntun ke depan.
Orang-orang seragam dan selubung hitam mendengar suara perintah dari Lo Siauw Houw mereka tidak berani membantah, hanya hati mereka sedikit dibikin bingung dengan sikap Lo Siauw Houw demikian rupa.
Tapi di sini kekuasaan tertinggi terletak di tangan Sam lengcu itu, siapa yang berani membangkang.
Sementara itu Lo Siauw Houw, yang telah mengeluarkan perintah buka jalan, ia terus mengiringi jalan di belakang Hong Pin.
Hong Pm mendengar kalau di belakang dirinya ada orang yang menguntit, tapi ia tahu itulah langkah kaki Lo Siauw Houw, ayah si nona, maka tanpa banyak curiga ia jalan terus.
Tapi baru saja beberapa langkah Hong Pin maju ke depan, mendadak badannya dirasa lemas, tenaganya lenyap seketika, dan tubuhnyapun jatuh menggeloso di samping Siong In.
Begitu Hong Pin jatuh menggeloso, Siong In kaget, ia cepat menubruk Hong Pin agar si pemuda jangan sampai jatuh terbanting di tanah, tapi waktu itu dengan mengeluarkan suara tertahan Hong Pin sudah ambruk di tanah.
Sementara itu Lo Siauw Houw memberi perintah, "Ringkus bocah buta ini.
Lemparkan ke dalam goa di atas tebing itu agar ia jadi santapan tikus-tikus di sana.
Aku ingin lihat apa yang akan dilakukan manusia di dalam goa.
Bukankah si buta hendak membantu dirinya.
Haha orang yang niat membantu tentunya akan jadi korban sendiri." Mendengar kata-kata ayahnya, Siong In baru sadar, waktu itu ia masih membungkukkan badan hendak mengangkat bangun Hong Pin, ia melengak dan berdiri, memandang sang ayah dan bertanya, "Ayah, kau menotok jalan darah bekunya." "Minggir!" Bentak Lo Siauw Houw mendorong Siong In.
Sementara itu empat orang seragam hitam bertopeng hitam telah datang menghampiri, salah seorang segera berkata, "Sam lengcu, bagaimana" Kita cincang dulu tubuhnya, ia telah membunuh beberapa puluh anggota kita." "Hmmm.
Itu terlalu enak. Nah sekarang kau ajak empat orang lagi lempar dirinya ke atas goa.
Agar dagingnya bisa merasakan bagaimana rasa digigit tikus-tikus itu, tentunya manusia laknat di dalam goa menyangka kalau si buta ini datang menerjang dan ia pasti akan memerintahkan gerombolan tikusnya untuk melakukan serangan.
Heheee .. heee ......" Sementara empat orang seragam hitam telah menggotong Hong Pin yang tak berdaya, masing- masing mereka menarik kedua tangannya dan kaki si buta, diseretnya ke bawah lamping batu di mana terdapat lubang goa.
Melihat itu, Siong In berteriak histeris, serunya, "Ayah, kau ....
kau......." Tapi suara teriakan Siong In hanya terdengar sampai di situ saja, karena tangan sang ayah entah dengan gerakan apa ia telah melakukan totokan, dan tubuh si nona juga menggeloso roboh, di bawah kaki Lo Siauw Houw.
Melihat kejadian itu beberapa orang seragam hitam sudah berdatangan, tapi cepat Lo Siauw Houw membentak! "Pergi! Urusanku jangan turut campur.
Lempar saja itu laki-laki buta yang telah membuat buta putriku." Suara bentakan Lo Siauw Houw menggema berkumandang ke seluruh penjuru lembah, ditelan angin lenyap bercampur aduk dengan suara mencicit yang terus juga keluar dari lubang goa.
Sementara itu Hong Pin diseret ke bawah lubang goa, tentu tidak berdaya, meskipun perasaan dan pendengarannya masih bisa bekerja, tapi urat- uratnya sudah kaku, ia tak bisa mengerahkan tenaganya akibat kena totokan gelap Lo Siauw Houw dari belakang, kini tubuhnya sudah diangkat dan diayun-ayun oleh delapan orang.
Di masing- masing tangan dan kaki Hong Pin, terdapat dua orang seragam hitam.
Mereka mengayun-ayun badan Hong Pin, diombang-ambingkan ke atas dan ke bawah kian lama gerakan ombang ambingan badan Hong Pin kian cepat, karena gerakan mengayun delapan orang itu kian bertambah cepat juga.
Sementara itu dari lubang goa pada lamping lembah yang tertutup oleh rimbunnya daun-daun pohon, terdengar terus suara mencicit dari suara tikus-tikus, mereka seperti menunggu datangnya mangsa baru.
Lo Siauw Houw berdiri di tengah-tengah lembah, menyaksikan kedelapan orang bawahannya melakukan gerak mengayun-ayun tubuh Hong Pin, sedang di bawah kakinya masih menggele?tak Siong In, mata si nona terbelalak le?bar menyaksikan si buta diayun demikian rupa, dan sebentar lagi, ia akan dilempar ke atas menerobos masuk ke dalam goa.
Diantara ketegangan perasaan Siong In, dan suara-suara mencicit dari suara tikus-tikus di lubang goa, kini terdengar suara delapan orang seragam hitam yang mengayun badan Hong Pin, mereka berbareng berteriak menghitung, "Satu ....
dua .... tigaaaa......" Berbarengan dengan akhir ucapan hitungan tiga, maka badan Hong Pin dilempar ke atas melayang meluncur ke arah lubang goa di balik daun-daun rimbun, kemudian tubuh si buta itu nyeplos menerobos ranting-ranting dan daun pohon, dan lenyap disambut oleh suara cicit tikus yang ramai keluar dari dalam goa.
Delapan orang seragam hitam berselubung muka, setelah melempar Hong Pin ke atas, mereka mendongakkan kepala menunggu mental keluarnya kembali badan Hong Pin yang tergigit oleh tikus-tikus di dalam goa.
Lama mereka memandang ke atas.
Begitu pula Lo Siauw Houw di tengah-tengah lembah, dan juga sepasang mata Siong In yang rebah di tanah memperhatikan ke arah lubang goa yang tertutup daun-daun pohon, tapi selama itu mereka tak melihat adanya sosok bayangan manusia yang mental keluar, dan mendadak saja suara tikus yang ramai juga lenyap seketika.
Puluhan orang berseragam bertopeng hitam di bawah lembah menyaksikan adanya perobahan demikian mereka saling pandang melongo, sementara itu Lo Siauw Houw mengetahui kalau Hong Pin sudah dilempar ke dalam lubang goa di atas tebing, ia cepat buka totokan putrinya yang menggeletak di tanah.
Begitu totokan si gadis bebas, ia segera bangun berdiri, kepalanya terus memandang ke arah goa, dimana Hong Pin nyeplos masuk ke dalam.
Mulutnya terdengar menggumam, "Kejam, kalian manusia-manusia kejam.
Dosa apa pemuda buta itu kalian jadikan santapan tikus- tikus." "Hmmmmm.


Mustika Gaib Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kau sekarang tahu, siapa sebenarnya penghuni goa itu.
Maka jangan turut campur urusan orang tua," sela Lo Siauw Houw.
"Tapi......" Seru Siong In, "Orang yang mengeluarkan ucapan kata-kata agama baru itu mungkin dialah......" "Dia siapa?" Tanya Lo Siauw Houw lagi.
"Pemuda yang pada dua tahun yang lewat...." "Hmm! Kang Hoo?" Potong Lo Siauw Houw.
"Satu- satunya keturunan she Lie pen liauan Peng pou-y e-long, memang mereka harus dibasmi seluruhnya." "Lie Kang Hoo ....
Lie Kang Hoo ..." Gumam Siong In berulang.
"Bagaimana hari ini ia bisa hidup bergaul dengan segala macam binatang tikus." "Heheheee ..." Lo' Siauw Houw tertawa terkekeh.
"Penganut agama baru memang harus bergaul dengan segala macam tikus, ular dan binatang, Mereka tidak patut turut campur hidup di atas pergaulan manusia hehehehe....." Berbarengan dengan akhir ucapan Lo Siauw Houw, suara mencicit dari dalam goa terdengar lagi.
Tapi bayangan Hong Pin tidak muncul keluar.
Delapan orang topeng hitam, yang melempar Hong Pin ke atas lubang goa, mereka pada jalan menghampiri Lo Siauw Houw, sejenak mata mereka memandang ke arah Siong In yang berdiri di samping ayahnya.
Salah seorang dari mereka terdengar berkata, "Sam lengcu, sekarang bagaimana?" "Jalankan rencana semula.
Lepas panah berapi. Bakar goa itu. Dan bunuh si penghuni goa." Setelah memerintahkan demikian, Lo Siauw Houw menarik tangan putrinya meninggalkan lembah.
Semula Siong In menolak untuk turut sang ayah, ia ingin menyaksikan bagaimana orang-orang seragam hitam bertopeng itu melakukan pekerjaannya, tapi sang ayah dengan muka bengis menyeretnya jalan sambil berkata, "Kau jangan banyak tingkah di sini, ayo jalan, sebentar lagi goa itu akan menjadi goa berapi.
Urusan mereka jangan kau campuri." Sambil jalan terseret Siong In berkata, "Ini golongan apa" Ayah yang jadi Sam lengcu bagaimana masih takut pada mereka?" "Anak tolol," seru Lo Siauw Houw menyeret terus Siong In meninggalkan lembah.
"Di atas aku masih ada seorang tokoh misterius berkepandaian tinggi, aku hanya menjadi tangan ketiga.
Dan diantara golongan orang itu terdapat mata-mata yang akan melaporkan semua pekerjaan yang aku lakukan, bila mana sampai kejadian begitu, kau memihak musuh yang perlu dibasmi, maka nasibku serta kau dan ibumu akan segera berubah menjadi mayat." Mendengar keterangan itu hati Siong In bergidik, kemudian tanyanya, "Bagaimana ayah bisa sampai masuk golongan ini?" "Soal ini ...
. Lain kali kau bisa tahu sendiri.
Waktu ini sebaiknya kau jangan banyak tanya." "Satu pertanyaan lagi ayah," potong Siong In.
"Mereka mengenakan seragam hitam dan topeng hitam, bagaimana ayah bisa bebas tak mengenakan pakaian itu?" "Ini juga bukan urusanmu." Jawab Lo Siauw Houw singkat.
Dan mereka terus jalan meninggalkan lembah, mendaki lamping-lamping batu, tak lama bayangan kedua orang ayah dan anak lenyap di atas liku-likunya jalan pegunungan.
DI DALAM LEMBAH, puluhan orang-orang seragam hitam bertopeng, menyiapkan panah-panah berapi.
Mereka berbaris teratur, puluhan anak panah yang sudah disundut menyala ujangnya diarahkan ke dalam lubang goa di atas lamping lembah.
Tiba-tiba di tengah kesibukan itu terdengar suara seorang topeng hitam dengan gambar Kalong kuning di dada kiri berteriak, "Tembak!!!" Maka meluncurlah berpuluh-puluh panah berapi memasuki lubang goa.
Karena keadaan di depan lubang goa tertutup oleh daun-daun pohon Siong, maka panah-panah berapi tadi ketika melewati rimbunnya daun pohon, telah membuat daun-daun kering pada pohon tadi jadi terbakar, dan sebentar saja pohon siong yang tumbuh di depan lubang goa terjadi kebakaran.
Sementata itu dari atas lubang goa suara mencicit makin ramai terdengar, suara mana diselingi dengan irama suara cicitan lagu dari sebatang seruling.
Dan tak lama kemudian berbarengan dengan bunyi suara mencicit seruling itu, dari lubang goa yang sudah mulai terbakar berlarian keluar ribuan tikus menuruni tebing, ribuan tikus itu berpencaran ke tengah lembah, menyerbu pada orang-orang seragam hitam yang berdiri berbaris di bawah lembah, dengan panah-panah berapi, mereka mengarahkan panah-panah itu ke lubang goa.
Puluhan orang bertopeng hitam, begitu mereka melihat dari lubang goa di atas tebing keluar ribuan tikus menerobos daun-daun pohon yang mulai terbakar, mata mereka terbelalak keluar, mereka menampak tikus yang keluar dari atas lubang goa, bagaikan air terjun mengalir datang, dan sebentar saja ribuan tikus turun bagaikan air terjun telah berpencaran di bawah lembah hingga keadaan medan di dalam lembah seperti sedang diserang oleh air bah yang menggulung datang.
Saking kaget dan bingung, puluhan orang seragam hitam lompat mundur ke belakang, beberapa orang diantaranya telah melepaskan panah-panah berapi pada rombongan tikus-tikus yang lari merayap bagaikan air bergulung datang.
Tapi panah berapi itu tak berguna, karena begitu menembus tanah apinya segera padam dan digulung oleh ribuan tikus yang mengeluarkan suara mencicit.
Sebentar saja rombongan ribuan tikus sudah mendekati mereka, mereka jadi panik dan lari serabutan meninggalkan tempat itu, melempar senjata masing-masing, tapi gerakan lari dari ribuan tikus demikian cepatnya ribuan tikus telah mengepung seluruh medan di bawah lembah, dan kalau tadi keadaan pemandangan di bawah lembah tampak menghijau oleh rumput-rumput yang tumbuh, kini pemandangan itu telah berubah, karena rumput-rumput hijau tadi seluruhnya sudah ditutupi oleh ribuan tikus dan keadaan di bawah lembah itu tidak bedanya seperti sedang dilanda gelombang air yang keruh ditiup angin badai.
Saasana di bawah lembah yang diramaikan oleh suara mencicit dari ribuan tikus kini tambah ramai lagi.
Suara jeritan-jeritan manusia yang bergelimpangan di atas tanah dirayapi tikus-tikus kelaparan.
Beberapa orang yang masih sanggup lari mereka berusaha menghindari dari serbuan tikus-tikus sambil berlompatan menghindari tubuh kawan yang sudah binasa, karena mereka tidak mau menyentuh tubuh kawan yang sudah binasa, mereka tidak menghendaki terkena cairan biru dari mayat-mayat kawan mereka.
Tapi meskipun mereka berusaha lari, gerakan ribuan tikus yang sudah memenuhi bawah lembah sudah mengurung mereka dan tak seorangpun dari orang-orang berjubah hitam itu bisa menyelamatkan diri.
Mayat-mayat yang mencair biru dari orang-orang seragam hitam membuat proses kematian bertambah cepat, karena cairan biru begitu terkena badan kawan, maka kawan mereka itu juga turut roboh terguling dan binasa mencair.
Tidak terkecuali tikus-tikus yang terkena cairan biru, tikus-tikus itu juga turut binasa.
Sebentar saja keadaan di bawah lembah telah menjadi lautan cairan biru dari mayat puluhan manusia dan bangkai tikus.
Dan begitu suara jeritan-jeritan sirap tak terdengar, maka di sana sudah tak terdapat lagi satu manusiapun, keadaan lembah menjadi sunyi, sedang tikus-tikus yang masih hidup, mereka lari balik masuk ke dalam goa.
Seakan-akan mereka mendapat panggilan dari suara seruling yang berbunyi mencicit dari dalam goa.
Daun-daun pohon siong yang terbakar di depan lubang goa masih menyala.
Di bawah mulut goa tampak asap mengepul, api di sana belum padam, begitu pula api yang membakar pohon-pohon yang tumbuh di-pinggiran lubang goa masih menyala, tapi rombongan tikus yang jumlahnya ribuan itu, mereka seperti tidak takut akan adanya api, terus menerobos naik masuk ke dalam goa, dan api yang diterobos oleh ribuan tikus tadi mendadak menjadi padam, Gerakan ribuan tikus yang lari kembali naik masuk ke dalam lubang goa, membuat satu pemandangan sangat aneb, karena gerakan tikus- tikus itu seperti air bah yang keruh tersedot dari bawah lembah memasuki lubang goa yang berada di atas tebing.
Api yang membakar daun-daun pohon siong waktu itu, mulai padam.
Karena batang-batang ranting pohon sudah hangus menjadi arang.
Suasana di bawah lembah kembali menjadi sunyi, suara cicit tikuspun tak terdengar lagi, di sana hanya tinggal cairan biru yang kian lama kian mengering terhisap ke dalam bumi.
Dari atas permukaan goa yang baru saja padam terbakar oleh api, tampak berdiri dua sosok tubuh manusia memandang ke bawah lembah, karena tingginya goa dari dasar lembah hanya setinggi pohon siong yang tumbuh d depan goa, maka keadaan di bawah dapat dilihat dengan jelas, di sana tampak sunyi tak terdapat bayangan benda hidup apapun, hanya sisa-sisa cairan biru masih tergenang di atas menghijaunya rumput.
Siapakah kedua sosok manusia yang berdiri di mulut lubang goa" Yang seorang bukan lain adalah si pemuda buta Hong Pin, pada tangan kirinya tongkat Tiok ciat- piannya, ditunjang di depan, ia memandang ke bawah, terdengar ia berkata, "Kalau saja tubuh-tubuh mereka tidak mati mencair, pastilah daging mereka sudah pindah ke dalam perut ribuan tikus ini." "Hmm.
Tikus-tikus ini sebenarnya sudah kelaparan," terdengar kata-kata sosok tubuh di samping kiri Hong Pin.
"Mereka belum beruntung mendapat makanan lezat.
Mari kita bicara di dalam." Setelah berkata demikian orang itu membalik badan mengajak Hong Pin ke dalam goa.
Dengan bantuan tongkat bajanya Hong Pin menyusuri lubang goa mengikuti langkah kaki orang di depannya, kemudian terdengar orang itu berkata, "Duduklah." Mendengar perintah duduk, Hong Pin meraba-raba ke bawah, kemudian ia duduk di atas sebuah batu, lalu katanya, "Kau sebenarnya siapa" Bagaimana dengan irama seruling itu bisa mengendalikan ribuan tikus-tikus liar?" Mendengar pertanyaan Hong Pin, orang itu menundukkan kepala ke bawah, lalu menghela napas, katanya, "Aku Kang Hoo, she Lie ......" "Aku Hong Pin, terima kasih atas bantuanmu," jawab Hong Pin.
"Bantuan apa?" tanya Kang Hoo menatap wajah Hong Pin yang buta duduk di depannya.
Hong Pin yang tak bisa melihat bagaimana bentuk perawakan Kang Hoo, ia menduga tentulah tuan penolongnya itu adalah seorang jago lihay rimba persilatan, dan dari pendengaran telinganya yang tajam luar biasa, Hong Pin bisa menduga kalau jago rimba persilatan di depannya ini adalah seorang muda yang tidak lebih usianya dari tiga puluhan tahun Ternyata meskipun sepasang matanya buta tapi pendengaran dan perasaan Hong Pin memang luar biasa, ia telah bisa menduga, kalau Kang Hoo di depannya ini seorang belum berusia tiga puluhan tahun karena sebenarnyalah orang di depannya itu adalah seorang pemuda, yang berambut awut- awutan tidak keruan, sedang badannya yang kekar itu tak mengenakan sekeping bajupun hanya bagian bawahnya mengenakan celana, tapi celana itu juga sudah robek tidak keruan macam, mes?kipun tampak bersih.
Kang Hoo memiliki sepasang mata yang bisa terang tapi hari ini di dalam goa ia telah kena tipu oleh dandannya Hong Pin yang mengenakan pakaian laki-laki, disangkanya Hong Pin itu adalah seorang pemuda.
Maka tanpa sungkan-sungkan ia sudah mengeluarkan pertanyaan, "Saudara Hong Pin, bagaimana kau bisa tiba di tempat ini dan dengan tidak mempunyai alasan apapun kau telah mengamuk membunuh orang- orang berseragam hitam berselubung muka itu?" Mendapat pertanyaan itu, Hong Pin terjengkit kaget, keningnya berkerut, lalu katanya, "Saudara, kau ini aneh," kata Hong Pin memandang dengan mata butanya.
"Bukankah orang-orang seragam bertopeng hitam itu hendak membunuhmu, begitu aku turun ke bawah lembah ini, mereka sudah menyatakan apa maksud mereka, maka melihat kelakuan mereka aku tidak suka, dan dengan menggunakan tongkatku ini aku mengamuk membabi buta." Kang Hoo tersenyum mendengar ucapan Hong Pin, kemudian ia bertanya, "Saudara Hong, apa alasanmu membunuh mereka?" "Eh," Hong Pin mengangkat kepala, ia kaget lagi pertanyaan serupa.
"Menolong dirimu," "Kukira?" kata Kang Hoo.
"Untuk menolong orang tak perlu harus membunuh." "Orang yang bisa menolong orang adalah orang yang bisa membunuh." Jawab Hong Pin.
Kembali Kang Hoo tersenyum, katanya, "Tapi bukankah aku sudah menolongmu membebaskan totokan si tua itu tanpa membunuh?" Mendengar jawaban itu Hong Pin kembali terjengkit kaget, wajahnya bersemu merah, ia yang datang ingin menolong orang tidak tahunya dirinyalah yang harus mendapat pertolongan orang, maka ia membungkam seribu bahasa.
Mengetahui kalau pemuda Hong Pin bungkam terpukul oleh kata-kata Kang Hoo, kembali ia bertanya, "Saudara Hong Pin, sebenarnya bagaimana .......?" Tapi ucapan itu tak dapat diteruskan Kang Hoo, ia menghentikan kata-katanya sambil menatap sepasang mata Hong Pin yang buta.
Sekali lagi Hong Pin menunjukkan ketajaman panca inderanya, meskipun sepasang matanya buta, tapi indera perasanya sangat tajam, ia seperti bisa menebak hati orang di depannya, maka sambil tersenyum berkata, "Mataku ini buta sejak umur lima tahun, dan aku diperintah suhu untuk mencari rahasia Angsa Emas Berkepala Naga, di dalam rahasia Angsa Emas itu merupakan kunci dari sebuah istana terpendam, dimana terdapat banyak benda mustika.
Dan apakah saudara pernah dengar tentang rahasia Angsa Emas Berkepala Naga?" Mendapat pertanyaan tentang rahasia Angsa Emas Berkepala Naga, Kong Hoo melompongkan mulut, karena baru kali inilah ia bisa mendengar tentang adanya itu rahasia Angsa Emas Berkepala Naga yang merupakan kunci dari satu Istana terpendam.
Dan keadaan Kang Hoo waktu itu sebenarnya, ia baru saja jatuh dari atas lamping gunung yang tinggi, itulah perintah suhunya di mana ia disuruh terjun dari atas puncak gunung untuk menguji apakah ia telah berhasil meyakinkan ilmu Karakter (Mustika Gaib jilid enam).
Bagaimana ia bisa tahu tentang adanya itu rahasia Angsa Emas Berkepala Naga sedang gurunya sendiri Kong sun But-Ok tidak pernah menceritakan hal itu.
Maka sebagai jawaban Kang Hoo menggeleng kepala.
Tapi begitu Kang Hoo teringat kalau pemuda di depannya adalah pemuda buta, tentunya jawaban goyang kepala itu tak dapat dilihat, maka cepat ia berkata, "Sebenarnya, aku baru pertama kali ini mendengar rahasia Angsa Emas Berkepala Naga.
Kalau di dalam istana itu terdapat obat dan benda-benda mustika tentunya sudah seharusnya kau mendapatkan benda tadi guna mendapatkan benda-benda mustika dari dalam istana terpendam itu." Hong Pin dengan masih duduk di atas batu di depan Kang Hoo, ia berkata, "Benar, begitulah menurut pesan guruku." Kang Hoo mengangguk kepala, lalu katanya, "Boleh aku tahu siapa nama besar serta gelar suhumu?" Mendapat pertanyaan demikian Hong Pin menundukkan kepalanya ke lantai goa, setelah menghela napas ia mengangkat kepala memandang Kang Hoo lalu katanya, "Soal siapa nama dan gelaran suhuku, untuk sementara ini maaf aku tak bisa memberi jawaban.
Tapi kalau kau ingin tahu juga, kau boleh datang sendiri ke pulau Cin hong-to di laut Pokhay!" Mengetahui kalau Hong Pin tidak mau menyebutkan nama gurunya, maka Kang Hoo tidak mau mendesak, dengan tersenyum ia berkata, "Mengapa tidak suhumu saja yang turun tangan mencari itu rahasia Angsa Emas Berkepala Naga?" "Suhu sedang melatih ilmunya yang terbaru, maka menyuruh aku keluar mencari rahasia itu.
Katanya kalau rejekiku besar tentunya aku mendapat benda tadi, atau aku bisa menemukan obat mujizat lainnya guna memulihkan kebutaan mataku.
Dan kalau aku mendengar dari nada suaramu, kau tentunya seorang jago muda rimba persilatan, siapakah suhumu?" "Jago muda!" gumam Kang Hoo.
"Dari mana aku berani menyebut diri sebagai jago muda, aku bisa sampai di dalam goa ini hidup bersama tikus-tikus karena selama hidup mengalami penderitaan dikejar-kejar orang.
Kalau tidak ada itu nona baju merah, tentulah sejak dua tahun yang lalu aku sudah binasa.
Sedang usiaku, hari ini baru dua puluh tahun, suhuku menyebut dirinya haji Kong- sun But-ok." Mendengar jawaban Kang Hoo demikian rupa, Hong Pin yang duduk di atas batu di depannya mengkerutkan kening, kemudian bertanya, "Apa yang kau maksud dengan nona baju merah yang berada di bawah lembah?" "Ya." Jawab Kang Hoo.
"Apa saudara kenal dengannya?" "Hmmm." Hong Pin menggerendeng.
"Namanya Siong In, aku berkenalan di atas loteng Gak yang- louw.
Sungguh aneh, ayahnya memimpin rombongan orang-orang seragam bertopeng hitam hendak membunuhmu, sedang putrinya pernah menolong dirimu.
Di atas dunia sungguh aneh- aneh kejadiannya.
Dan nama gurumu, seingatku aku belum pernah mendengar nama itu, lebih-lebih tentang sebutan Haji.
Apa yang diartikan HAJI" Seumur hidup, aku baru hari ini mendengar sebutan demi?kian." Mendengar bertanyaan demikian, Kang Hoo juga jadi kelabakan, dengan senyum ia menjawab, "Kau tidak akan mengerti.
Dulu sebelum guruku mendapat gelar haji, ia sudah memi?liki nama julukan di rimba persilatan." "Julukan apa?" Tanya Hong Pin, "Pek-kut Ie-su," jawab Kang Hoo.
Mendengar disebutnya nama Pek-kut Ie-su, Hong Pin mendadak lompat bangun, ia mundur beberapa langkah, tongkat Tiok-ciat piannya disilang di depan dada.
Wajahnya menatap Kang Hoo, dengan penuh perhatian.
Karena di dalam goa itu masih terdapat ri?buan ekor tikus yang seruntulan di lantai goa, maka ketika Hong Pin lompat mundur, beberapa ekor tikus telah terkena injak, maka di sana terdengar suara berisik mencicit, tikus-tikus tadi serabutan tampak mereka marah, segera akan menyerang Hong Pin, tapi Kang Hoo yang melihat kejadian itu segera meniup seru?lingnya, maka tikus-tikus itupun lari serabutan ke belakang lorong goa.
Kang Hoo tidak mengerti akan perobahan sikap Hong Pin, dengan masih duduk di atas batu ia memperhatikan dengan seksama cara berdiri pemuda buta itu, itulah satu jurus siap tempur.
Dengan rupa bingung, Kang Hoo bertanya, "Ada apa" Di sini kau tidak perlu menunjukkan sikap demikian." Hong Pin yang masih berdiri dengan tongkat disilang di depan dada berkata, "Pek-kut Ie-su, apakah ia benar-benar suhumu." "Benar!" Jawab Kang Hoo singkat.
"Hmmm. Kalau begitu kita berada dipihak yang berlainan." Seru Hong Pin.
Mendengar kata-kata Hong Pin.
Dengan wajah penuh pertanyaan Kang Hoo bertanya lagi, tapi ia masih tetap duduk di atas batu, "Seumur hidup aku belum pernah menanam permusuhan.
Bagaimana kau bilang kita berada dipihak yang berlainan, bukankah dengan ucapan saudara ini berarti antara kita pernah terjadi permusuhan." Ucapan suara Kang Hoo terdengar jelas memasuki telinga Hong Pin, meskipun angin lembah berhembus santer memasuki lubang goa dan mengibar-ngibarkan baju si pemuda buta, tapi pendengaran Hong Pin cukup awas, begitu ia mendengar akhir ucapan kata-kata Kang Hoo terbawa angin, mendadak saja Hong Pin tertawa cekikikan, lalu katanya, "Apa gurumu Pek kut Ie-su atau si haji Kong-sun But-ok tidak pernah menceritakan tentang kemenangannya yang gilang gemilang atas suhuku.
Apakah ia tidak pernah menceritakan bagaimana ia pernah melakukan pembunuhan besar-besaran di pulau Cin-hong to di laut Pok-hay pada beberapa belas tahun yang lewat, hingga semua penghuni Cin-hong-to dibunuh mampus seluruhnya, kecuali suhuku Cui Ngo Kho, ia berhasil menyelamatkan diri dengan membawa seorang bocah yang baru berusia lima tahun, dalam pertempuran menyelamatkan diri itu suhuku telah terkena serangan pukulan beracun dari Pek kut Ie- su karena suhu waktu itu sedang menggendong anak kecil, gerakannya sedikit lamban, maka ia telah jadi korban pukulan.
Dan anak dalam gendongannya, telah terkena asap beracun pada sepasang matanya hingga menjadi buta.
Tapi dengan gigih suhuku terus melakukan perlawanan dan akhirnya berhasil lari kabur, dalam keadaan terluka dalam.
Dan karena luka dalamnya itu hingga hari ini suhu mesti melatih ilmu barunya guna menghadapi Pek-kut Ie-su.
Nah hari ini anak buta yang berhasil diselamatkan suhuku berada di depanmu.
Kau lihat wajahku baik-baik.
Kita murid dan murid musuh-musuh bebuyutan, apa salahnya mencoba sampai dimana kepandaian kita masing- masing, dan kau siaplah, tentunya siapa yang kalah, ia mesti binasa di dalam goa ini.
Jika tidak darahmu tentulah darahku yang akan membanjiri isi goa.
Pembalasan dendam ini merupakan sumpah suhuku turun temurun yang harus dibalaskan pada setiap generasi dan keturunan anak-anak muridnya.
Salah satu pihak harus lenyap dari muka bumi." Kang Hoo pada saat itu masih duduk di atas batu, sinar matanya memandang tajam wajah Hong Pin yang berdiri dengan siap tempur di depannya, dalam jarak hanya dua tombak.
Mendengar ucpan Hong Pin itu, hati Kang Hoo jadi bingung, ia melompongkan mulut mendengar ucapan-ucapan pemuda buta di depannya yang mengajak dirinya untuk segera melakukan pertempuran hidup dan mati.
Dalam otak Kang Hoo berkelebat berbagai macam pikiran, entah bagaimana selama hidupnya ia tidak pernah habis-habis selalu menghadapi persoalan-persoalan aneh yang tidak berujung, bukankah pada dua tahun yang lewat, ia dibawa lari terbang oleh gadis liar bangsa Biauw, di perkampungan Biauw ia dipaksa kawin, karena menolak hampir saja jiwanya melayang di tangan seekor orang hutan.
Kemudian muncul itu orang tua berseruling perak membawanya ke atas puncak gunung Hong tong-san, dan di dalam goa Hoa-ie tong di atas puncak gunung itu ia diberi pelajaran ilmu Karakhter sampai dua tahun lebih, yang akhirnya ia disuruh lompat turun dari atas lamping gunung.
Ia sendiri belum tahu sampai dimana hasil latihan dari ilmu Karakater yang diciptakan suhunya Pek kut Ie-su alias haji Kong sun But Ok, tiba-tiba hari ini di dalam goa, begitu ia berkenalan dengan seorang pemuda bu?ta, orang ini telah menunjukkan sikap permusuhan dan ingin membunuh dirinya karena sang guru pernah membunuh seluruh isi dari pulau Cin hong to di laut Pok hay, kejadian itu sama sekali sebenarnya tidak ada sangkut-paut dengan dirinya.
Dan sang guru juga selama melatih, ia tidak pernah menceritakan siapa musuh- musuhnya, memang Kong sun But Ok pernah menceritakan padanya bahwa sebelum ia mengembara ke negeri Arabia ia pernah malang melintang di dunia Kang-ouw dan orang rimba persilatan memberi julukan padanya Pek kut Ie-su, tapi setahunya sang guru tidak pernah menceritakan siapa-apa musuh-musuhnya.
Dan di depannya hari ini di dalam goa tikus, ia berhadapan dengan seorang pemuda buta yang menjadi murid dari musuh suhunya.
Saking bingungnya Kang Hoo hanya duduk diam melompongkan mulut.
Sementara itu, Hong Pin yang berdiri di depan Kang Hoo dengan pandangan mata butanya, dan sepasang telinga yang dipasang tajam mendengarkan gerak gerik lawan di depannya, tapi selama itu, Kang Hoo tidak menunjukkan gerakan apa-apa, ia masih duduk di atas batu.
Memgetahui kalau lawan di depannya ini masih diam duduk, maka Hong Pin menggerang, bentaknya, "Anak babi! Apa kau tidak dengar! Ayo bangun, kau hadapi aku, kalau tidak jangan sesalkan tongkat Tiok ciat pian ini akan segera menghancurkan batok kepalamu." Mendengar caci maki Hong Pin demikian rupa, Kang Hoo bukan jadi marah, sebaliknya ia tersenyum kemudian katanya,
"Sabar dulu, jangan turun tangan! Aku ini sebenarnya merasa bingung sendiri jadinya, mengapa begitu usiaku meningkat tujuh belas tahun mendadak mesti menghadapi kejadian- kejadian aneh, dan kejadian-kejadian itu menimbulkan perkara darah.
Kalau kau memang hendak menuntut balas atas sakit hati suhumu terhadap Pek-kut le-su kau boleh lakukan nanti, kini sebelumnya aku minta kau turut memikirkan sesuatu hal." Mendengar sampai di situ, Hong Pin mengkerutkan kening, kemudian bentaknya, "Kau jangan bikin siasat banyak bicara membuat lawan lengah! Ayo bangun." Kang Hoo tidak memperdulikan bentakan Hong Pin yang sudah siap untuk melakukan serangan, setelah ia memutuskan ceritanya yang dipotong oleh Hong Pin, kembali ia tersenyum dan berkata lagi, "Hei, bukankah kau juga mengenal itu gadis berbaju merah Siong In?" Mendengar pertanyaan Kang Hoo, si pemuda buta yang berdiri di depannya dengan tubuh gemetaran menahan marah ia membentak, "Soal balas dendam ini tidak ada urusan dengan perempuan itu!" "Tenanglah", seru Kang Hoo.
Ia masih duduk di atas batu.
"Gadis itu pada dua tahun yang lewat pernah menolong jiwaku, tapi hari ini, aku mendapatkan dan melihat dengan kepala sendiri, kalau ayahnya berusaha membunuh diriku.
Apakah ini bukannya kejadian aneh.
Aku sendiri tidak kenal dengan mereka, aku juga tidak pernah minta bantuan putrinya untuk menolong diriku pada dua tahun yang lewat itu dan akupun tidak punya permusuhan apa-apa dengan ayahnya bahkan mengenalpun tidak.
Seperti keadaanmu ini, begitu kau tiba di bawah lembah bukankah kau niat untuk menolong diriku dari cengkraman mereka, tapi mengapa kau mendadak sekarang ingin menempur aku dan mengadu jiwa.
Bukankah kejadian di atas dunia yang menimpa diriku ini sangat aneh?" Mendengar sampai di situ, Hong Pin yang sudah meluap hawa amarahnya, sampai berdirinya bergemetaran menahan marah, jadi melengak, dalam hati kecilnya juga merasa heran mendengar cerita Kang Hoo, tapi mengingat sumpah gurunya maka ia segera membentak, "Soal urusan pribadimu aku tidak mau tahu! Urusan guru kita, kita selesaikan di tempat ini." Begitu mengakhiri ucapannya, Hong Pin sudah tidak bisa menahan emosinya, ia segera mengayun tongkat Tiok-ciat pian mengemplang kepala Kang Hoo yang masih duduk di atas batu.
Kang Hoo kaget dan rasa kaget itu membuat perut bagian pusarnya seperti ada hawa hangat yang bergerak.
Ia melihat tangan kiri pemuda buta di depannya itu bergerak mengangkat tongkat besi.
Tapi kekagetan Kang Hoo mendadak berubah jadi rasa heran karena Hong Pin yang melakukan serangan kemplangan tongkatnya tertahan di tengah udara, ia seperti sedang berkutet sendiri.
Tongkatnya yang masih berada di tengah udara bergetar, ia seperti sedang mengerahkan tenaganya untuk melakukan serangan kemplangan, tapi aneh sang tongkat seperti tak mau digerakkan, tampak jelas raut wajah Hong Pin begitu beringas.
Sedang kakinya tergetar ingin digerakkannya maju tapi ia seperti mengalami kesulitan, keadaannya seperti seorang yang sudah terkena totokan jalan darah beku.
Tapi masih tampak gerak-gerakan yang menandakan kalau Hong Pin terus niat untuk melakukan serangan kemplangan.
Melihat kejadian itu, saking herannya Kang Hoo, jadi berdiri, serunya, "Kau......" Baru saja ucapan 'kau' keluar, mendadak Kang Hoo tambah heran, karena begitu ia bangkit berdiri, dan melangkah maju, Hong Pin yang masih mengangkat tongkat besi, mendadak sempoyongan mundur ke belakang.
Dan beberapa tindak lagi pastilah, si pemuda buta itu akan mental nyeplos keluar lubang goa.
Melihat kejadian itu Kang Hoo lari mengejar ke depan, maksudnya untuk menangkap Hong Pin jangan sampai jatuh ke luar lubang goa, meskipun goa itu letaknya tidak tinggi dari bawah lembah, tapi, kalau sampai terjatuh dari atas sana, tentulah ia sedikitnya akan mendapat luka.
Tapi gerakan Kang Hoo yang lompat maju sudah dapat didengar di telinga Hong Pin, maka dengan mengerahkan tenaganya sambil terus terhuyung mundur, Hong Pin niat melakukan serangan dengan tongkat besinya itu, tapi entah bagaimana, begitu ia melakukan serangan tongkat, mendadak seperti ada kekuatan yang mendorong dirinya, terpental keluar.
Sementara itu, kalau Kang Hoo yang dibingungkan dengan kejadian aneh yang menimpa diri Hong Pin yang seperti seorang pemuda ayan, maka Hong Pin yang semula niat melakukan serangan kemplangan pada batok kepala Kang Hoo, ia jadi kaget bukan kepalang.
Karena ketika ia mengangkat tongkatnya dengan tangan kiri melakukan serangan kemplangan ke arah kepala Kang Hoo yang masih duduk di atas batu, mendadak saja seperti ada satu kekuatan tenaga dalam yang menahan serangannya, tongkat tadi seperti tertahan oleh satu dorongan tenaga yang tak tampak hingga tak dapat digerakkan maju tapi Hong Pin mana mau habis sampai di situ, ia segera mengempos tenaganya mengerahkan kekuatan murninya guna maju menyerang Kang Hoo, tapi tambah ia bernapsu untuk melakukan serangan, tenaga kekuatan yang mendorong dirinya kian hebat, lebih-lebih ketika Kang Hoo bangkit berdiri dan melangkah maju, maka badan Hong Pin tambah keras terpental ke belakang.
Waktu melihat kejadian itu, Kang Hoo jadi kaget, ia lompat maju untuk menangkap badan Hong Pin yang terpental agar jangan sampai si pemuda jatuh keluar dari lubang goa, meskipun letak goa tingginya dari dasar lembah tidak begitu tinggi kalau saja Hong Pin sampai terpental dan jatuh di bawah lembah, paling tidak ia akan mendapat luka.
Tapi niat baik Kang Hoo itu berkesudahan lain, begitu ia lompat maju menerjang, telinga Hong Pin mendengar suara angin terjangan itu, mes?kipun waktu itu keadaan dirinya sudah terpental, tapi dengan sepenuh tenaga ia mela?kukan serangan balasan, kalau perlu ia akan adu jiwa dengan Kang Hoo.
Tapi usaha Hong Pin ternyata sia-sia karena tubuhnya sudah tak dapat berbuat apapun, melayang terus nyeplos keluar lubang goa.
Badan Hong Pin yang mental keluar lubang goa membentur batang pohon siong yang sudah hangus di depan goa, batang pohon siong itu, roboh mengkeretek, dan badan Hong Pin terpental ke udara.
Sementara itu Kang Hoo yang lompat menubruk keluar untuk menangkap badan Hong Pin juga sudah berada di tengah udara, ia tidak menduga kalau tubuh Hong Pin bisa melayang begitu cepat, dan ketika batang pohon siong ditumbuk badan Hong Pin, dengan masih berada di tengah udara mendadak saja pikiran Kang Hoo berubah, kalau ia meneruskan gerakan menubruk ada kemungkinan akan terjadi salah paham, tentunya Hong Pin akan menyangka ia berniat untuk melakukan serangan, maka setelah menyaksikan bagaimana Hong Pin melayang setelah menubruk batang pohon siong, gerakan badan Kang Boo dirobah, ia melakukan gerakan,jumpalitan di tengah udara dan kemudian turun di bawah lembah.
Waktu itu keadaan Hong Pin, masih melayang di tengah udara, hatinya jadi panik, tapi ia juga bukan sembarang si buta, begitu badannya akan terbanting jatuh ke atas tanah, maka tongkat Tiok- ciat piannya mendahului ditotolkan ke atas permukaan bumi, dan dengan meminjam tenaga totolan tongkat itu, badan Hong Pin kembali mencelat ke atas, begitu kembali berada di tengah udara ia segera mengatur posisi badannya dan menenangkan pikirannya,agar jatuhnya bisa selamat.
Dan gerakan Hong Pin memang luar biasa, karena dengan mudah ia sudah bisa mengatur posisi badannya di udara, hingga tubuhnya yang sedang meluncur turun kembali tampak begitu indah dan ringan, bagaikan selembar daun jatuh ke bumi, begitu ia tiba di atas tanah, ia langsung berdiri dengan menunjang tongkat di depan dirinya.
Manakala Hong Pin telah berdiri tetap di dasar lembah, sepasang mata butanya mencari-cari kian kemari, sedang hidungnya kembang kempis mencium-cium, telinganya dipasang lebar, untuk mendengar suara-suara yang mencurigakan.
Kang Hoo lebih dulu telah berdiri di atas tanah, dan ketika ia melihat Hong Pin yang baru turun berdiri sedang memeriksa keadaan sekitar tempat itu, ia berkata, "Saudara Hong Pin, aku ada di sini.
Apa yang terjadi denganmu?" Mendengar pertanyaan itu, Hong Pin menggerendeng ia mengarahkan pandangan wajahnya ke arah datangnya suara, kemudian membentak, "Anak babi.
Hebat ilmu tenaga dalammu, tapi hari ini di bawah lembah, aku akan adu jiwa denganmu." "Eh! Tenaga dalam apa?" Tanya Kang Hoo membelalakkan mata memandang si buta.
"Murid seorang iblis tentunya menurunkan sifat- sifat iblis," bentak Hong Pin "Kau begitu memandang hina diriku, kau masih bertanya tentang tenaga dalam apa" Bukankah ketika aku menyerangmu dengan tongkat ini, di dalam goa, kau telah mengerahkan ilmu kekuatan tenaga dalammu, kalau tidak, bagaimana aku bisa terpental keluar goa?" ******0dwkz0lynx0mukhdan0******** JILID 9 MENDENGAR KATA-KATA ITU, Kang Hoo melangkah mundur ke belakang, ia masih ti?dak mengerti akan ucapan Hong Pin, bukan?kah ketika Hong Pin melakukan gerakkan kemplangan dengan tongkat bajanya, ia sa?ma sekali tak mengerahkan tenaga dalam, ia hanya sedikit merasa terkejut, hingga pada bagian perut pusarnya ada suatu hawa yang bergerak akibat kekagetan itu.
Dan kemudi?an melihat bagaimana Hong Pin begitu sulit tampaknya untuk melakukan gerakan serangannya.
Kejadian itu diluar dugaan Kang Hoo, dan ia saat itu masih belum mengerti apa yang terjadi atas diri Hong Pin, maka buru-buru ia berkata lagi, "Kau salah paham! Aku sama sekali tidak mengerahkan tenaga dalam.
Bagaimana bisa kau katakan aku mengerahkan tenaga dalam?" Si pendekar goblok belum mengerti tenaga dalam.
Suara kata-kata Kang Hco itu, jelas terdengar di telinga Hong Hoo, kemudian lenyap ditelan angin lembah.
Hembusan angin lembah mengibar-ngibarkan baju Hong Pin, sepasang mata butanya di arahkan ke depan dimana suara Kang Hoo didengar keluar, sedang tongkat Tiok ciat piannya kini disilang di depan dada, ia berdiri menghadapi Kang Hoo, wajah Hong Pin berkerut keras, ia menahan hawa amarahnya yang sudah hampir tak bisa dikendalikan lagi, dengan suara gemetar karena marahnya Hong Pin berkata, "Kau sangka karena sepasang mataku buta tidak dapat mengetahui bagaimana kau mengerahkan ilmu tenaga dalam itu, dan bagaimana kau tadi menerjang aku.
Bukanknh maksudmu hendak membunuh?" "Salah!" Potong Kang Hoo.
"Kau salah paham. Aku memang lompat menerjang maju, tapi maksudku bukan hendak membunuh dirimu tapi sebaliknya untuk menangkap dirimu yang sempoyongan keluar goa, agar kau jangan sampai jatuh, tapi kenyataannya kau sudah melayang nyeplos keluar." Mendengar itu, Hong Pin tertawa berkakakan suara tawa itu menggema ke seluruh isi lembah, lama ia tertawa demikian rupa.
Hingga dari sepasang matanya yang buta mengeluarkan air mata.
Setelah ia menyusuti air matanya dengan ujung baju lengan kiri, baru Hong Pin berkata lagi, "Kau bilang tidak akan membunuh aku.
Kau kata hendak menolong aku agar jangan sampai aku jatuh, tapi kenyataannya kau menambah kekuatan tenaga dalammu mendorong aku keluar lembah.
Manusia busuk. Ucapanmu tidak beda dengan ucapan licik gurumu Pek-kut Ie-su." Mendengar ucapan Hong Pin demikian rupa, Kang Hoo jadi bingung, sementara ia tak dapat menjawab perkataan Hong Pin, dan dengan seruling peraknya ia menggaruk-garuk belakang punggungnya, entah bagaimana punggung itu mendadak jadi terasa gatal, karena badan Kang Hoo tidak mengenakan pakaian, tampak bagaimana kepolosan perutnya dan urat-urat lengannya yang begitu kekar.
Garukan batang seruling pada punggung Kang Hoo, terdengar di telinga Hong Pin yang tajam, begitu ia mendengar suara garukkan tadi, Hong Pin membayangkan kalau lawan di depannya sedang menyiapkan ilmu pukulan guna menyerang dirinya, ia jadi tersentak kaget, tongkat baja Tiok ciat pian, yang disilang di depan dada, mendadak saja, diputar demikian kerasnya di depan dirinya, suara desingan dari putaran tongkat itu menggema isi lembah.
Kalau keadaan Hong Pin dikagetkan oleh suara garukan seruling Kang Hoo, yang di anggapnya lawan telab menyiapkan serangan pukulan, maka Kang Hoo bisa melihat, kawan buta di depannya telah memutar tongkat baja Tiok-ciat pannya untuk melakukan serangan, mendadak saja dia berteriak, "Tunggu, kau jangan serang dulu." Dengan masih memutar tongkat Tiok ciat.
pian, Hong Pin tertawa dingin lalu berkata, "Kau hendak menipuku.
Hmmm. Apa aku tak tahu kau sudah menyiapkan pukulan serangan beracunmu.
Aku bersedia adu jiwa." "Eh, mana ada pukulan beracun!" Sela Kang Hoo tambah bingung.
"Apa kau ini gila" Aku baru saja menggaruk punggungku dengan seruling, bagaimana kau katakan aku menyiapkan pukulan beracun." Mendengar ucapan itu, dengan masih memutar tongkat Tiok ciat pian, Hong Pin melangkah mundur, keningnya berkerut, telinganya terus dipasang untuk mendengar gerakan Kang Hoo, tapi sampai saat itu Kang Hco masih berdiri tidak bergerak, maka tahulah Hong Pil kalau suara yang tadi didengarnya memang adalah suara garukan seruling, dan karena ia telah salah sangka, maka selembar wajahnya menjadi panas.
Karena rasa malu. Beruntung waktu itu mukanya telah dipupuri oleh obat perubah wajah, hingga dari seorang gadis, ia menjelma menjadi seorang pemuda, kalau saja wajah itu tidak tertutup oleh pupur obat pengubah muka, maka akan tertampak bagaimana mukanya yang menjadi merah mateng karena malunya.
Dan gerakan tongkat Tiok ciat piannya juga tambah mengendur.
Kemudian katanya, "Baik.
Karena mataku buta, aku telah salah sangka dengan gerakanmu, tapi gurumu adalah musuh suhuku.
Maka perhitungan ini harus diselesaikan.
Nah kau bersiaplah. Aku akan segera melakukan serangan Tongkat Maut!" Setelah berkata demikian, Hong Pin berdiri tenang, ia menenangkan pikirannya, kemudian tongkat Tiak-ciat-piannya dipegang dengan dua tangan di depan dada, tongkat itu diarahkan lurus ke depan, tepat ke arah jantung Kang Hoo, seakan ia hendak melakukan gerakan tusukan ke depan.
Kang Hoo menyaksikan Hong Pin sudah siap akan melakukan gerakan tusukan dengan tongkat wajahnya, ia jadi kebingungan.
Memandang mendelong ke arah sahabat buta itu.
Sementara itu, Hong Pin yang berdiri dengan meluruskan tongkatnya ke depan, dengan langkah tenang ia melangkah maju, setindak demi setindak mendekati Kang Hoo.
Kang Hoo masih berdiri di tempatnya, begitu ia melihat gerakan langkah kaki Hong Pin yang demikian tenangnya mendatangi, kian lama kian dekat, Kang Hoo melangkah mundur setindak demi setindak ke belakang, sedang Hong Pin terus melangkah maju, tapi karena gerakan mundur Kang Hoo menuju ke lamping lembah, ketika badannya membentur lamping batu, ia tak dapat melangkah mundur lagi.
Hong Pin maju dengan tongkat diluruskan ke depan, ia mengkerutkan keningnya, selalu mengikuti suara gerakan badan Kang Hoo, tongkatnya terus diarahkan ke bagian dada lawan.
Dan ketika ia mendengar Kang Hoo terus melangkah mundur ia tersenyum adem, dan begitu Kang Hoo mepet di lamping batu, Hong Pin masih terus maju.
Tapi begitu tiba sejarak lima kaki di depan Kang Hoo, ia menghentikan langkahnya.
Kang Hoo berdiri mepet pada lamping batu lembah, ia bisa melihat bagaimana ujung tongkat baja lawan sudah diarahkan di depan dadanya.
Kini ia juga sudah siap untuk melakukan gerakan pembelaan diri, ia akan melakukan gerakan jurus menggunting dan merampas tongkat lawan.
Itulah jurus ilmu silat yang pernah ia latih dari guru pertamanya Beng Cie Sianseng.
Tapi mendadik saja pikiran itu berubah manakala ia teringat akan pesan suhunya yang kedua, Pek kut Ie-su alias Kong sun But Ok, bukankah ia dilarang untuk melakukan gerakan sembarangan dan kalau nanti dalam menghadapi Hong Pin ia melakukan gerak jurus guntingan, bukankah akan mengakibatkan bahaya, meskipun ia belum yakin akan hasil latihannya selama dua tahun di bawah asuhan Kong sun But Ok, tapi hati nurani Kang Hoo yang mulia itu tidak mau mencelakai orang tanpa sebab musabab lebih-lebih tentang permusuhan antara guru Hong Pin yang bernama Cui Ngo Ko dan Pek-kut Ie-su, ia sama sekali tidak tahu menahu, dan setelah berpikir bolak-balik, maka buru-buru berkata, "Hong Pin, kau tunda dulu seranganmu, dengarlah!" Mendengar itu Hong Pin menggereng, ujung tongkat masih diarahkan pada dada lawan, terdengar ia berkata, "Kau mau menggunakan akal licik apa?" "Dengar dulu!" sahut Kang Hoo.
"Setelah itu kau boleh menyerang sesuka hatimu.
Tapi dengan syarat." "Kentutmu!" Bentak Hong Pin.
"Perhitungan balas dendam ini, tanpa syarat." "Baik!" Potong Kang Hoo.
"Tapi dengar, guruku pernah berkata, aku dilarang untuk membuat gerakan sembarangan, kalau tidak akan mencelakai diri lawan.
Maka kau boleh serang aku dengan tangan kosong, aku tak akan melakukan serangan balasan atau mengelak." "Kau takut kalau kau mampus di ujung senjataku," bentak Hong Pin.
"Manusia licik, kau suruh aku menyerang dengan tangan kosong, tentunya di balik itu kau akan melakukan serangan dengan senjata serulingmu." "Tidak!" Jawab Kang Hoo.
"Mau atau tidak!" Seru Hong Pin.
"Kau terimalah serangan tongkatku.
Inilah jurus Tongkat Maut!" Setelah berkata begitu Hong Pin melangkah maju lagi satu tindak, dan ujung tongkat tinggal beberapa dim saja di depan dada Kang Hoo.
Kang Hoo menghadapi sikap keras lawan di depannya, ia tak bisa berbuat lain pikirnya, "Apa boleh buat, semua orang selalu memusuhi diriku." Setelah berpikir begitu, ia mulai mengatur langkah, akan melakukan gerak jurus menggunting, ia sudah tidak mau perduli apa akibat dari gerakan itu.
Tapi mendadak saja, ia teringat kembali akan ucapan suhunya, tentang gerak jurus kunci dari ilmu Karakhter.
Bukankah gerak jurus kunci itu, dilakukan dengan menyilang kedua tangan di depan dada, dan saat ini di depan dadanya sudah mengancam ujung tombak, maka dengan gerak jurus mengunci itu lebih baik dari pada gerak jurus menggunting.
Kalau saja tenaga Karakhter yang diciptakan suhunya Kong-sun But Ok itu suatu hal yang omong kosong dan tidak dapat mengunci tubuh lawan di depannya seperti orang terkena totokan jalan darah.
Maka dengan gerak mengunci menyilang kedua tangan di depan dada, ia dapat mengelakkan serangan tusukan pada dadanya, dan kemudian ia bisa menjatuhkan diri ke tanah, bukankah dengan demikian serangan lawan bisa dielakkan juga.
Dan kalau kekuatan il?mu Karakhter itu terbukti ada, maka itu juga tidak membahayakan diri Hong Pin, karena Hong Pin hanya akan mengalami seperti orang yang terkena totokan jalan darah.
Dan setelah berpikir bolak balik memutar otak, akhirnya Kang Hoo mengambil kepatusan yang mantap.
Lalu katanya, "Nah, kau sudah boleh menyerang!" Setelah berkata begitu, kedua tangan Kang Hoo diuruskan ke bawah di depan kedua pahanya, ia siap menunggu serangan Hong Pin.
Mendengar tantangan Kang Hoo, kemarahan Hong Pin memuncak., dengan mengeluarkan suara teriakan keras ia melakukan serargan.
Tongkat Tiok-ciat-pian yang sudah berada di depan dada Hong Pin mendadak saja diangkat naik ke atas, kedua tangannya yang memegang gagang tongkat turut naik lurus sampai ke atas kepala, berbarengan dengan gerakan itu Hong Pin melambung ke atas dan kaki kanannya meluncur ke depan menye?rang dada Kang Hoo.
Kang Hoo tidak menyangka akan perobahan gerakan Hong Pin, ia jadi kaget, karena semula disangkanya tentu Hong Pin akan melakukan gerakan tusukan ke arah dadanya, ternyata, gerakan itu hanya tipuan belaka, ka?rena yang melakukan serangan ke arah dada Kang Hoo bukanlah ujung tongkat Tiok ciat pian, tapi tendangan kaki Hong Pin, sedang serangan tongkat dilakukan dari atas udara dengan menggunakan ujung gagang tongkat menghajar batok kepalanya.
Ketika tadi Kang Hoo mendengar suara teriakan dan perobahan gerakan Hong Pin, dengan buru- buru ia lalu melakukan gerakan mengunci, kedua tangannya disilang dan diangkat ke atas dada, dan waktu itu serangan ten-dangan kaki Hong Pin sudah meluncur datang, tapi begitu gerakan silangan tangan Kang Hoo bergerak ke atas menyambut tendangan kaki, Hong Pin, mendadak saja badan Hong Pin yang melakukan serangan melambung itu mental ke atas, hingga tendangannya juga mengenai tempat kosong, dan serangan totokan gagang tongkat pada batok kepala lawan juga tak dapat dilaksanakan.
Hong Pin gagal melakukan serangan Tongkat Mautnya, bahkan kini badannya mental tinggi ke udara, terdorong oleh tenaga kekuatan yang tak terlihat dan tak mengeluarkan suara, ia jadi kaget dan belum lagi rasa kagetnya hilang, mendadak saja seperti ada kekuatan aneh yang membuat kedua tangan dan kaki seperti bergerak saling silang seakan ke?dua tangan itu menempel satu dengan lain dan keadaan sepasang kakinyapun demikian pula, kemudian tubuhnya jatuh ambruk di atas tanah.
Sedang Tongkat Tiok-ciat piannya terpental dan membentur lamping lembah.
Kejadian itu berlangsung sangat cepat, Kang Hoo sama sekali tidak menduga bagaimana akibat dari gerak mengunci ilmu Karakhter, ia tidak tahu apa yang sudah dialami Hong Pin, ia hanya bisa melihat kalau di tengah udara mendadak tongkat Tiok-ciat-pian Hong Pin terpental, dan tubuhnya jatuh ambruk di tanah.
Setelah melakukan gerak jurus mengunci tadi, ia masih berdiri di tempatnya memandang bengong pada Hong Pin yang sudah ambruk tak berkutik, tidak jauh di depan dirinya sejarak delapan tombak.
Lama Kang Hoo memandang bengong pada Hong Pin yang menggeletak di atas tanah, sepasang tangan Hong Pin seperti melekat menjadi satu, lurus di atas kepalanya dan sepasang kakinyapun demikian juga, napasnya tersengal-sengal, tampak tubuh Hong Pin yang demikian rupa berkutet bergerak, guna melepaskan kedua tangannya yang saling tempel, melilit, tapi begitu ia bergerak, seakan ada satu kekuatan yang membuat kedua tangan dan kaki itu tambah tak dapat bergerak, dan badannyapun seperti seekor ikan yang kehabisan air, hanya bisa menggelepar-gelepar di tempatnya.
Kang Hoo melihat kejadian itu, ia melangkah maju ke depan untuk melihat lebih teliti apa yang terjadi, dan ketika ia bisa menegasi bagaimana Hong Pin sedang menggelepar-gelepar berusaha melepaskan diri dari pengaruh kunci Ilmu Karakhter, mendadak saja Kang Hoo tertawa berkakakan.
Mendengar suara tertawa Kang Hoo menggema ke seluruh isi lembah, Hong Pin jadi lebih beringas, hatinya marah dan mengamuk berusaha untuk bangkit berdiri, tapi, tambah ia mengerahkan tenaganya, badannya seperti tambah lengket pada bumi hingga akhirnya ia tak bisa bergerak sedikitpun.
Kang Hoo menonton kelakuan Hong Pin demikian rupa, ia terus tertawa berkakakan, ia tidak dapat menahan rasa gelinya.
Hong Pin merasa terus-terusan ditertawakan lawan, dengan napas tersengal-sengal ia membentak, "Anak babi! Kalau mau bunuh, cepat bunuh! Kau jangan tertawakan.
Aku lebih suka mampus dari pada kau hina demikian rupa.
Ilmu iblismu ini memang sangat luar biasa.
Untuk apa mempermainkan orang?" Sebenarnya Kang Hoo tertawa berkakan bukanlah mentertawakan Hong Pin, tapi mendadak ia teringat akan dirinya sendiri, bagaimana ketika pertama kali ia mendapat latihan ilmu Karakhter di dalam goa Hoa-ie tong, waktu itu ia diperintahkan untuk menciptakan hawa amarahnya memukul tiga simpul kain di atas langit-langit goa, bukankah keadaan waktu itu, sama dengan keadaan Hong Pin, begitu ia bernapsu untuk melakukan serangan, maka seperti ada kekuatan tenaga yang membuat dirinya berat dan tak dapat berkutik" mengingat peristiwa itu, yang kini dialami Hong Pin, maka ia jadi tak dapat menahan rasa gelinya.
Maka sudah tertawa berkakan.
Tapi Hong Pin sudah jadi salah paham atas suara tawa itu, disangkanya Kang Hoo sedang menghina.
Maka ia terus memaki dengan menuduh Kang Hoo menggunakan ilmu siluman.
"Hai! Anak babi!" Bentak Hong Pin, berkutet di atas tanah.
"Kau bunuh aku. Jangan terus-terusan tertawa seperti babi gila." Mendengar makian itu, Kang Hoo dengan tersengal-sengal karena tertawa, ia berkata, "Sabarlah, Kalau kau ingin mampus! Aku tidak melarang.
Tapi urusan permusuhan antara gurumu itu dan Pek-kut Ie su, aku tidak punya sangkut paut apa-apa, dan kau jangan memaksa aku untuk turun tangan, karena meskipun kau gunakan cara apa, aku tak akan melawanmu.
Ini kali kau sudah terkun?ci oleh jurus kunci dari ilmuku, Huaaa....
tapi itu juga aku tidak menduga sebelumnya, karena ilmuku ini aku dapatkan dari guruku Pek kut Ie su alas Kong sun But Ok.
Hari ini dalam keadaan dirimu terkunci demikian rupa kalau aku ingin membunuhmu itulah urusan gampang, dengan melempar tombakmu itu ke atas dadamu pastilah kau akan binasa." Mendengar sampai di sini Hong Pin tidak sabar lagi, ia berteriak keras, "Anak babi! Bunuhlah!" Kang Hoo mendengar disebutnya berulang-ulang ucapan anak babi, ia tidak menjadi marah, dengan menggeleng kepala ia melangkah menuju dimana tongkat Tiok ciat pian menggeletak, dipungutnya tongkat tersebut, kemudian ia menghampiri Hong Pin sejarak dua kaki ia menghentikan langkahnya dan berdiri, sambil menunjuk dengan tongkat baja, Kang Hoo berkata, "Inilah tongkatmu.
Memang sungguh aneh, senjata luar biasa.
Nah, kau sebagai biangnya babi, menghadapi seekor anak babi....." Mendadak Hong Pin menggereng, ia berusaha menggulingkan dirinya ke arah Kang Hoo, tapi kekuatan aneh yang mengekang dirinya tak pernah lepas, membuat ia tak dapat bergerak.
Sementara ita Kang Hoo sudah berkata lagi, "Saudara Hong Pin, tenangkanlab jiwamu, di dalam lembah ini aku berjanji akan membantumu mencari Angsa Emas Berkepala Naga, dan nanti setelah kupunahkan pengaruh kunci ini, kau boleh pulang ke pulau Cin hong to, tunggu aku di sana, setelah aku mendapatkan Angsa Emas, segera aku akan berkunjung ke pulaumu.
Dan beritahu gurumu bahwa permusuhan yang terjadi antara ia dengan guruku Pek-kut Ie su diluar tanggung jawabku." Mendengar sampai di situ Hong Pin mendadak menggereng, katanya, "Dasar anak babi, kau mau lepas tangan atas tanggung jawab perbuatan gurumu! Murid tidak tahu diri." Dengan masih berdiri memegangi tongkat Tiok ciat pian, Kang Hoo berkata lagi, "Bukannya aku tidak mau tanggung jawab atas perbuatan guruku, tapi ....
kurasa apakah gurumu sanggup merobohkan diriku.
Dan juga, kejadian beberapa tahun itu sungguh mengherankan, kalau suhuku mempunyai seorang musuh, atau ia pernah melakukan pembunuhan, mengapa ia tidak pernah menceritakan padaku, dan mengapa ia seperti seorang yang baik hati.
Kalau seumpama kejadian itu benar, kemungkinan gurumu pernah membuat sakit hati pada guruku, dan dendam itu tidak akan habis saling balas membalas tapi aku di sini terus terang saja, aku tak akan melakukan pembalasan dendam apapun, dan aku tak takut menghadapi ancaman balas dendam dari gurumu.
Nah. Sekali lagi mengertilah. Dan dengar baik-baik untuk terakhir kalinya.
Aku bersumpah untuk membantumu mencari Angsa Emas Berkepala Naga, guna memulihkan kebutaan matamu, dengan demikian bukankah aku sudah bisa mengurangi dosa guruku." Hong Pin yang menggeletak di tanah, mendengar ucapan itu, tiba-tiba tertawa dingin, kemudian katanya, "Akal busuk! Kau jangan banyak kampanye di depan hidungku.
Nah, terangkan di mana gurumu itu sembunyi setelah aku kembali ke pulau akan kuberitahu suhu." "Guruku!" Ulang Kang Hoo.
Wajahnya menengadah ke atas, ia memandang kehijauannya langit siang itu, pemandangan di sekitar lembah merupakan lamping-lamping batu.
Otak Kang Hoo teringat bagaimana ketika suhunya memerintahkan ia terjun ke bawah jurang dari atas puncak gunung Hong tong san.
Dan akhirnya ia terguling-guling jatuh, kecemplung ke dalam sungai.
Selagi Kang Hoo mengingat kembali bagaimana ia bisa sampai di tempat ini, mendadak saja Hong Pin sudah membentak lagi, "Hai, dimana gurumu?" "Guruku.
Di dalam goa Hoa-ie tong, di puncak gunung Hong tong san." "Bagus," seru Hong Pin.
"Sekarang kau buka totokan iblis ini.
Aku akan segera kembali ke pulau melaporkan pada suhu." Kang Hoo mengangguk kepala, katanya, "Baik.
Tapi kau ingat, jangan cari suhuku, tunggulah aku di pulaumu.
Aku akan segera ke sana." "Sampai kapan kau akan datang?" "Paling lama dalam waktu tiga bulan, dapat atau tidak aku menemukan Angsa Emas Berkepala Naga, aku akan melapor padamu.
Juga kuharap kau lupakanlah permusuhan ini.
Nasibku memang buruk, selalu menemukan musuh jahat, meskipun aku sendiri tidak tahu bagaimana mulanya timbul permusuhan-permusuhan itu." Houg Pin juga merasa aneh menghadapi pemuda di depannya, pemuda itu tidak mengenakan baju atas, ia hanya memakai celana yang sudah rombeng, tapi masih tampak bersih, dan kalau benar sang guru itu bermusuhan dengan Pek kut Ie-su alias Kong-sun But Ok, mengapa murid dari musuh itu tak segera turun tangan membunuh.
Bukankah kesempatan itu sudah berada di depan mata, bahkan ia mendengar bagaimana Kang Hoo akan membantu mencarikan Angsa Emas Berkepala Naga dan akan diantarnya sendiri ke pulau.
Kalau Hong Pin mengingat sumpah dan pesan gurunya untuk membunuh setiap generasi dan anak murid Pek-kut Ie su, ia harus segera dapat membunuh Kang Hoo, meskipun ia sudah dalam keadaan tdak berdaya.


Mustika Gaib Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi mengingat sikap Kang Hoo demikian rupa, hatinya menjadi lemah, lebih- lebih wajah si pemuda itu cukup ganteng, dalam hatinya timbul perasaan aneh.
Itulah perasaan naluriah ke wanitaannya.
Hingga sejenak wajahnya menjadi berubah-ubah.
Beruntung ia dalam penyamaran sebagai laki-laki dan pupur obat perubah wajah itu telah menutupi perubahan wajahnya.
Kalau tidak tentunya Kang Hoo bisa melihat bagaimana wajah lawan yang menggeletak itu mengalami perubahan beberapa kali, Kang Hoo juga tidak mengetahui kalau pemuda yang menggeletak di atas tanah itu adalah seorang gadis buta.
Sejenak di dalam keadaan hawa lembah yang sejuk itu, terjadi pergulatan dialog pada rongga otak mereka masing-masing.
Hingga suasana di? dalam lembah menjadi sunyi, Kesiuran anginlah yang terdengar.
Kesunyian itu rupanya tak berlangsung lama karena Hong Pin yang menggeletak di tanah sudah berkata lagi, "Lekas buka totokan setanmu! Aku akan penuhi semua kehendakmu." Mendengar itu, Kang Hoo yang masih berdialog dalam rongga otaknya, jadi kaget, kemudian katanya, "Nah begitulah hendaknya, aku menghendaki dua hal, pertama permusuhan antara guru guru kita ditunda.
Kedua kau boleh pulang ke pulaumu.
Setelah aku mendapatkan Angsa Emas Berkepala Naga aku akan segera menyerahkan benda itu padamu." Setelah berkata demikian, Kang Hoo meletakkan tongkat Tiok-ciat-pian di atas tanah, kemudian ia melangkah maju dan membongkokkan badan, tangan kanannya menepuk beberapa kali pada tangan dan kaki Hong Pin, itulah cara ia membuka kunci dari ilmu Karakhter.
Hong Pin menggeletak di atas tanah, ia melihat bagaimana tangan Kang Hoo bekerja menepuk- nepuk, mendadak saja ia jadi cemberut, bagaimana seorang gadis bisa ditepuk-tepuk demikian oleh pemuda yang baru ia kenal, tapi karena ia dalam penyamaran, ia tak bisa menyalahkan Kang Hoo.
Kang Hoo melakukan gerakan tepukan pada tubuh Hong Pin, sekian lama tapi kedua tangan Hong Pin belum juga mau terlepas masih tetap berpilin melengket jadi satu, maka buru-buru ia berkata, "Kau masih marah?" Hong Pin menggereng, katanya, "Bagaimana kau tahu, aku masih mendongkol terhadapmu?" Kang Hoo jadi tersenyum, katanya, "Ilmu yang kuperlajari sangat aneh, kalau kau belum bisa melenyapkan hawa amarahmu, maka aku tak dapat membuka kunci ini." "Ilmu apa?" Tanya Hong Pin mendelikkan mata.
"Kau menggunakan ilmu siluman apa?" "Hai." keluh Kang Hoo.
Kini ia duduk di samping Hong Pin memperhatikan si buta yang masih mengomel terus, katanya, "Kalau kau terus-terusan mengomel begini, aku tak sanggup membuka totokanku." "Jadi aku harus bagaimana?" Tanya Hong Pin.
"Lenyapkan hawa amarahmu." jawab Kang Hoo.
"Ilmu gila!" Gerutu Hong Pin.
"Dadaku masih panas.
Bagaimana aku harus melenyapkan hawa marah seketika?" "Kalau begitu," seru Kang Hoo bangun berdiri kemudian jalan ke arah kaki Hong Pin yang masih melekat jadi satu, kemudian membungkukkan badan, lain tangannya menepuk-nepuk.
Hong Pin yang mengetahui kalau Kang Hoo menepuk sepasang kakinya, ia jadi kaget, lebih- lebih ketika tepukan itu naik ke arah pahanya, segera ia membentak, "Hai! Apa perlunya mesti menepuk ke seluruh?" "Tenanglah!" Seru Kang Hoo memandang Hong Pin.
"Kau tokh bukan seorang perempuan, mengapa harus takut ditepuk olehku?" Mendengar ucapan itu, hati Hong Pin merasa geli.
Pikirnya, kalau saja Kang Hoo mengetahui ia adalah seorang gadis, pastilah si pemuda tak akan melakukan hal yang demi?kian.
Tapi karena saat ini Hong Pin dalam penyamaran, dan Kang Hoo belum mengetahui tentang penyamaran itu, ia terus saja menepuk kaki sampai ke paha Hong Pin, setelah selesai melakukan gerakan itu, lalu ia jalan ke arah kepala Hong Pin, dan katanya, "Aku sudah membuka kunci yang mengekang kebebasanmu.
Tapi kau harus melenyapkan hawa amarahmu lebih dulu, baru kau bisa bergerak bebas." Setelah berkata begitu, Kang Hoo meninggalkan Hong Pin, ia jalan mengelilingi lembah, memperhatikan keindahan alam di bawah lembah itu.
Sementara itu Hong Pin masih menggeletak di tanah, ia bisa mendengarkan bagaimana langkah kaki Kang Hoo kian lama kian menjauhinya, dan dari pendengarannya ia mengetahui kalau lawan sedang melakukan perjalanan mengelilingi lembah.
Waktu itu, otak Hong Pin berpikir, ilmu yang membuat tubuhnya tak bisa bergerak ini sebenarnya ilmu apa" Kalau dikata itu merupakan ilmu totokan jalan darah jarak jauh, tapi bagaimana cara membuka totokan itu harus lebih dulu keadaan orang yang tertotok melenyapkan hawa amarahnya.
Dan bukankah tadi Kang Hoo telah menepuk-nepuk tangan dan kakinya, dan kalau merasakan dari tepukan-tepukan itu, ia sama sekali tidak merasakan keanehan apa-apa, hanya terasa beberapa kali getaran memasuki urat-urat halus.
Tapi keadaan dirinya belum juga bisa lepas dari kekangan ilmu totokan aneh ini.
Maka setelah berpikir bolak-balik segera ia mengosongkan pikirannya, menentramkan hatinya guna melenyapkan hawa amarah yang masih mengamuk dalam dada.
Begitu Hong Pin berhasil menenangkan pi?kiran, maka lenyaplah sang hawa amarah dan waktu itu tanpa disadari, mendadak saja, ia meletik bangun.
Dan ilmu kunci dari Kang Hoo sudah terbuka, hingga kini ia bisa membebaskan diri.
Saking heran, Hong Pin jadi berdiri melongo, kemudian baru ia berteriak memanggil, "Hai.
Kang Hoo!" Kang Hoo mendengar suara panggilan itu, ia sengaja jalan menghampiri, kemudian katanya, "Nah, kau sudah bebas." Setelah berkata begitu, Kang Hoo mengambil tongkat Tiok ciat pian yang menggeletak di tanah, kemudian diserahkan pada Hong Pin, sambil berkata, "Ini tongkatmu!" Mendengar Kang Hoo menyerahkan tongkatnya, Hong Pin segera menyambuti, kemudian tongkat itu ditunjang di depan dirinya lalu ia berkata, "Ilmu yang kau gunakan itu apa namanya?" "Itulah ilmu Karakhter." Jawab Kang Hoo.
Mendengar keterangan itu, Hong Pin mengkerutkan kening, serunya! "Ilmu Karakhter" Bukankah itu berarti ilmu jiwa?" "Benar!" Sahut K?ng Hoo.
"Itulah ilmu yang bersumber dari intisari kemurnian jiwa," "Hmmm.
Apa bukan kekuatan rokh?" Tanya Hong Pin.
"Kekuatan rokh.?" Kang Hoo bingung "Ya, ilmu kekuatan rokh," kata Hong Pin.
"Tapi tak mungkin, mana bisa seorang iblis seperti Pek-kut Ie su menciptakan ilmu itu, karena ilmu yang bersumber dari kekuatan rokh itu, haruslah seseorang yang memiliki jiwa bersih.
Tidak seperti gurumu yang bertangan berdarah." Mendengar sampai di situ, mendadak Kang Hoo tertawa kecil katanya, "Kau mulai ngaco!" Berbarengan dengan akhir ucapan Kang Hoo, mendadak saja tanpa diduga semula, Hong Pin sudah mengayun tongkatnya, tongkat Tiok ciat- pian, yang digunakan sebagai tongkat mendadak bergerak ke atas, kemudian mengemplang batok kepala Kang Hoo.
Kang Hoo belum sadar akan adanya bahaya, ia masih berdiri dengan tenang, ketika tongkat lawan sudah berada di atas kepalanya, ia baru kaget, kekagetan mana membuat pusar perutnya terasa panas, dan berbarengan saat itu, tongkat yang meluncur datang tadi, tertahan di tengah ulara, sedang Hong Pin terhuyung-huyung mundur ke belakang, kemudian terpelanting roboh.
Melihat kejadian itu, Kang Hoo hanya melompongkan mulut, ternyata kekuatan Karakhter bisa bekerja tanpa ia sendiri menghendaki.
Begitu serangan lawan datang, maka lawan itu akan segera terpelanting roboh dengan otomatis.
Sementara itu Hong Pin yang roboh terguling, cepat ia meletik bangun, kini ia siap sedia dengan tongkatnya menjaga serangan balasan Kang Hoo, tapi lama ia berdiri tak terdengar lawan melakukan serangan, bahkan dengan suara datar ia mendengar kata-kata Kang Hoo, "Hong Pin, kau masih penasaran?" "Hmmm.
Ilmumu memang luar basa," jawab Hong Pin.
"Hari ini aku benar-benar tunduk! Tapi ingat, dendam itu belum bisa dilenyapkan.
Nah kalau kau mau balas menyerang, silahkan." "Sudah kukatakan." jawab Kang Hoo.
"Aku tidak punya permusuhan.
Untuk apa balas menyerang" Nah kau boleh pergi." Setelah berkata begitu, Kang Hoo lalu membalikkan badan, ia meninggalkan Hong Pin, kemudian lompat naik ke lubang goa.
Hong Pin mendengar langkah kaki Kang Hoo meninggalkan dirinya, dan dengan rasa penuh kemendongkolan karena tak dapat membalas dendam suhunya kepada murid Pek-kut Ie-su yang juga merupakan musuhnya, juga karena akibat asap beracun, pukulan Pek-kut Ie-su, maka sepasang matanya menjadi buta.
Kini ia hanya bisa menghela napas panjang, jalan meninggalkan lembah.
Dl DALAM GOA, Kang Hoo duduk di atas batu, seruling peraknya diselipkan di pinggang, kepalanya menunduk ke bawah, ia memikirkan nasibnya.
"Aneh! Apakah ucapan si buta itu benar?" Kang Hoo berkata sendiri.
"Kalau Pek kut Ie su yang dimaksud Hong Pin adalah guruku, pastilah urusan akan lebih runyam lagi.
Tapi mana mungkin suhu memiliki sifat kejam demikian rupa, hingga ia membunuh seluruh isi pulau Cin-hong to, meskipun suhu memiliki sifat-sifat aneh.
Ia memang aneh, setelah dua tahun melatih diriku di atas puncak gunung Hong Tong san dalam goa Hoa ie tong, ia menyuruh aku terjun ke dalam jurang, hingga sampai satu hari penuh tubuhku melayang-layang di udara terbuka menembusi awan, kemudian menggelinding di lamping-lamping gunung, lalu jatuh masuk ke dalam sungai." Kang Hoo bicara sendirian di dalam goa itu, pikirannya jadi dipenuhi serbu satu macam pertanyaan.
Apakah benar suhunya Pek kut Ie-su adalah seorang iblis kejam" Ia terus duduk terpekur di dalam goa hingga matahari tenggelam.
Hari berganti malam. Bagaimana Kang Hoo bisa berada di dalam goa itu.
Maka mari kita kembali mengikuti kejadian ketika ia lompat terjun dari puncak Hong-tong-san.
oooOOooo MEMUTAR balik kisah sebelumnya.
Setelah Kang Hoo lompat keluar dari dalam goa Hoa ie-tong, tubuhnya melayang-layang turun ke bawah, waktu itu, hati kecilnya menunggu-nunggu sang guru yang akan segera turun tangan memberi bantuan agar dirinya jangan sampai jatuh terbanting pada batu-batu cadas yang banyak terdapat di lereng gunung.
Tapi setelah ia melewati kepulan awan, sang guru belum juga tampak melayang turun.
Karena memang saat itu gurunya di dalam goa Hoa-ie-tong sudah menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Setelah satu hari ia jatuh melayang ke bawah, ia baru bisa melihat bagaimana keadaan di bawah, diantara menghijaunya bumi, kian lama tampak tonjolan-tonjolan batu di lereng gunung.
Hatinya jadi kaget bukan kepalang, kalau saja tubuhnya jatuh membentur batu pastilah akan jadi hancur lebur.
Beruntung ketka ia hampir jatuh di kaki gunung, berada di atas sebuah pohon, maka cepat ia menjambret ranting pohon, tapi karena ia baru saja jatuh dari tempat yang sangat tinggi, begitu ranting pohon itu dijambret, maka ranting tadi sudah terbawa bobot berat badannya kemudian patah.
Dan badan Kang Hoo jatuh ke bawah, lalu bergelundungan ke bawah lamping gunung.
Beruntung Kang Hoo pernah mendapat latihan ilmu silat dari guru pertamanya Beng Cie Sianseng, ketika badannya jatuh mengge?lundung ke bawah lamping gunung, ia dapat menghindari benturan-benturan batu gunung pada kepalanya, kemudian tubuhnya yang terus bergelundungan terus masuk kecemplung ke dalam sungai.
Kang Hoo tak pandai berenang, begitu kecemplung ke dalam sungai, kontan tubuhnya kelelap ke dalam air.
Hingga tiba di dalam sungai.
Di dasar sungai, ia merayap berusaha menuju ke tepian.
Meskipun ia tahu, kalau waktu itu ia tidak bisa membedakan mana bagian tepi dan mana bagian tengah sungai tapi terus saja ia merayap di dasar sungai.
Dan bila setelah ia menemukan tepi sungai, ia akan segera merambat naik ke atas.
Dan tak lama, benar saja, kepalanya membentur tanah tepi sungai.
Hatinya jadi girang, ia lalu berdiri, dan merambat naik ke atas.
"Bruuuuh...." Kang Hoo menyemburkan air dalam mulutnya.
Kemudian ia lompat naik ke darat.
Tangannya segera meraba pada pinggangnya.
Ia kuatir seruling pemberian suhunya jatuh ke dasar sungai.
Tapi seruling itu masih berada di tempatnya.
Di tepi sungai Kang Hoo bisa melihat keadaan sekitarnya, ternyata sungai itu terletak diantara dua lamping gunung yang sempit.
Kang Hoo mencari goa untuk ia istirahat, dan setelah ia mendapatkan lubang goa, ia duduk bersandar di depan pintu goa.
Dimana ia duduk melamun hingga hari menjadi gelap dan sinar rembulan perlahan-lahan memancarkan sinarnya.
Selagi Kang Hoo memandangi sang rembulan yang baru muncul di atas langit, mendadak saja telinganya mendengar suara berisik dari dalam goa, suara berisik tadi membuat lantai goa jadi bergetar keras.
Saking herannya ia lompat bangun memandang ke dalam goa.
Wakty itu sinarnya rembulan bisa menerangi lubang goa, tapi sinar bulan itu tak bisa terus menerangi goa bagian dalam di sana tampak gelap, dan suara berisik itu keluar dari dalam goa, menimbulkan getaran pada lantai goa.
Dengan mempelototkan mata lebar-lebar, Kang Hoo terus menatap ke dalam.
Naga Beracun 4 Goosebumps - Arwah Penasaran Pendekar Kidal 16
^