Pencarian

Badai Di Siauw Lim Sie 2

Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong Bagian 2


telah menyerang mendesak hebat pada Ming Kang
Hweshio, sehingga pendeta itu main mundur dan kelit saja.
Dan ketika suatu kali, setelah berkelit Ming Kang Hweshio
berusaha menyerang pada lawannya. Tok Liong Pian Kwee
Cai In telah mendengus tertawa dingin, katanya: "Kukira
68 telah cukup kita adu tangan....!" dan membarengi dengan
perkataannya, tahu2 tubuh Cai In berkelebat dengan gesit
sekali, dan kedua tangannya telah bekerja. Sebat sekali dia
telah berhasil mencengkeram baju dipunggung Ming Kang
Hweshio, disertai dengan seruan: "Pergilah kau
menggelinding, pendeta busuk....!"
Tubuh Ming Kang Hweshio telah terlambung ke tengah
udara, melayang sejauh tiga tombak le bih dan kemudian
ambruk ditumpukan salju, bergulingan beberapa kali, ketika
dia bangkit maka disaat itulah tampak dia telah berdiri
dengan muka yang merah padam dan juga wajah yang
meringis. Rupanya lemparan yang dilakukan Tok Liong
Pian menyebabkan dia merasakan sakit bukan main pada
dadanya. Tok Liong Pian telah berkata dengan suara yang tawar:
"Jika engkau tidak cepat-cepat menyingkir, jangan
mempersalahkan diriku yang tidak akan sungkan-sungkan
lagi menghantam hancur batok kepalamu yang gundul
itu....!" Ming Kang Hweshio yang mengetahui dirinya bukan
menjadi tandingan Tok Liong Pian Kwee Cai In, telah
memandang dengan sikap gusar, namun tidak berdaya
untuk menerjang lagi, karena jika sampai kaki tangannya
Kwee Cai In turun tangan mengeroyoknya, itulah lebih
hebat lagi "Baiklah! Tapi terus terang saja, sebelum menyingkir
pergi, ingin kukatakan kepada kalian, bahwa sesungguhnya
tugasku melindungi Tong Loyacu dan Auwyang Toanio
bersama puteranya itu, adalah atas perintah Naga Sejati!
Atau memang kalian tidak mau memberi muka pada Naga
Sejati"!" 69 "Hemmm, kau hendak menggertak kami dengan nama
busuknya Naga Sejati itu" Ha hahahaha. aku tidak perduli
dengan Naga Sejati! Yang kuperintahkan, agar kau segera
menyingkir!" Muka Ming Kang Hweshio berobah merah padam,
namun dia tahu dirinya tidak berdaya. Dia telah
merangkapkan kedua tangannya disaat mana dia telah
merogoh saku jubahnya, dan tahu-tahu dengan sikap seperti
memberi hormat begitu, tangannya bergerak.
Tok Liong Pian memang melihat gerakan Ming Kang
Hweshio namun belum lagi dia sempat ambil tindakan,
diwaktu itulah telah terlihat beberapa benda bulat sebesar
telur yang berwarna hitam telah meluncur menyambar
kearah Tok Liong Pian. Kwee Cai In menduga bahwa itu
adalah senjata rahasia, dia mengibas dengan lengan
bajunya. Tapi kesudahannya dia jadi kaget sendirinya,
belum lagi lengan bajunya dapat menyampok benda2 bulat
itu, terjadi suatu peristiwa yang tidak disangka-sangkanya,
ketiga benda bulat itu telah meledak ditengah udara,
mengeluarkan asap yang tebal sekali, yang menyelubungi
sekitar tempat tersebut, menyiarkan bau harum semerbak.
Tok Liong Pian terkejut, dia melompat mundur sambil
berseru: "Awas asap beracun.....!" dan diapun bersama
kawan-kawannya, mundur lebih jauh.
Ming Kang Hweshio tidak mensia-siakan kesempatan
itu, dia telah mencelat kesamping Sie Toan, mengambil alih
tali kendali kereta dia menghentakkan dan kuda dilarikan
cepat sekali, roda-roda kereta menggelinding dengan bunyi
yang gemuruh terobos tumpukan salju.
Tong Miauw Liang dan Auwyang Toanio jadi terkejut,
mereka berdiam diri dengan penuh berkuatiran. Telah
terjadi dua peristiwa yang membuat Tong Miauw Liang70
ragu-ragu terhadap pendeta Ming Kang Hweshio ini karena
seperti yang pernah terjadi dirumah penginapan, dimana
Tong Miauw Liang seperti menerima bisikan dari gadis
aneh yang sepak terjangnya diliputi tanda tanya itu, bahwa
Ming Kang Hweshio bukanlah manusia baik baik dan
tengah mengincar pedang Thiam Sim Kiam, dengan
berpura-pura, membantui Tong Miauw Liang dan
Auwyang Toanio serta puteranya itu. Namun
sesungguhnya, pendeta inipun tengah mengincar pedang
mustika itu yang ingin dirampasnya jika terdapat
kesempatan. Dan sekarang Tok Liong Pian pun mengatakan hal yang
sama mengenai maksud Ming Kang Hweshio. Malah tadi
Tong Miauw Liang telah melihat sikap Ming Kang
Hweshio yang, mencurigakan yang tidak bisa membantah
tuduhan Tok Liong Pian. Maka sekarang Tong Miauw Liang tidak bisa
mempercayai sepenuhnya pada pendeta itu. Jika
sebelumnya memang Tong Miauw Liang telah mengkisik
Auwyang Toanio agar menyimpan pedangnya itu didalam
buntalannya lebih baik dan jangan sekali2 dikeluarkan
selama dalam perjalanan dan sekarang dikala kereta
dilarikan oleh Ming Kang Hweshio pemegang tali kendali
kereta tersebut, Tong Miauw Liang kembali mengkisikkan
Auwyang Toanio agar nyonya itu selain baik2 menjaga
anaknya, pun pedang mestikanya itu.
''Menurut yang kulihat Pendeta inipun bukan sebangsa
manusia baik2!" kata Tong Miauw Liang.
Auwyang Toanio mengangguk saja, sedang diliputi
kegelisahan. Terlebih lagi, sekarang Ming Kang Hweshio
seperti kalap, dimana dia telah melarikan kereta dengan
cepat sekali tanpa memperdulikan kereta itu, niscaya kereta
akan terbalik karenanya. 71 Sedang Tok Liong Pian yang menyaksikan Ming Kang
Hweshio ingin melarikan diri bersama kereta itu dan seisi
penumpangnya setelah menjauhi asap yang mengandung
racun yang tadi di lepaskan oleh Ming Kang Hwesio, segera
ia melakukan pengejaran. Mereka menunggang kuda
dengan cekatan, kuda itu bisa dilarikan dengan cepat,
karenanya dalam waktu yang singkat kereta itu telah
berhasil di susul dan dikepung oleh orang2 itu Ming Kang
Hweshio sendiri melihat keadaan demikian mengancam
sekali, belum lagi dia mengambil keputusan dan tengah
menghentak hentak tali kendali kereta tersebut, agar kuda
penghelanya dapat berlari lebih cepat.
Tok Liong Pian telah berseru dengan suara yang
nyaring: "Ming Kang Hweshio, cepat kau berhenti dan
turun dari kereta itu! Atau memang kami akan segera
turunkan tangan kejam padamu!"
-o0od0wo0o- Jilid: III MING KANG Hweshio yang mengetahui dirinya tidak
mungkin dapat meloloskan diri, jadi nekad. Dia telah
menghentak tali kendali kereta, kedua kuda yang menghela
kereta itu telah mencongklang mengangkat kedua kaki
muka mereka masing-masing, sambil meringkik nyaring
sekali, kemudian menerjang kedepan menyerbu kepada dua
orang kawannya Tok Liong Pian Kwee Cai In.
Kedua orang itu mengeluarkan suara seruan kaget,
karena mereka telah diterjang demikian mendadak oleh
kedua kuda itu, dan tampaknya sulit sekali buat mereka
menghindarkan diri. 72 Namun hanya satu-satunya jalan buat mereka
menghindarkan diri, hanyalah meninggalkan kuda masingmasing, keduanya melompat turun dengan gesit sekali, dan
kedua kuda tunggangan mereka itulah yang diterjang oleh
kereta. Bukan main gusarnya Tok Liong Pian, tahu-tahu tangan
kanannya telah mencabut keluar sebuah cambuk panjang,
yang diujungnya terdapat sebuah tengkorak. Cambuk ini
memang agak istimewa, karena cambuk tersebut selain bisa
dipergunakan mencambuk lawannya dan juga dapat
melibat senjata lawan, juga memang tengkorak manusia
yang berada di ujungnya itu bisa dipergunakan untuk
menotok jalan darah. Dengan demikian, cambuk istimewa
senjata Tok Liang Pian tersebut merupakan cambuk yang
sangat hebat. Yang lebih luar biasa, dari sepasang mata
tengkorak kepala manusia yang berukuran kecil itu, bisa
mengeluarkan uap racun yang sangat ganas sekali! Setiap
kali menggerakkan cambuk ini, yang melingkar-lingkar dan
menyambar-nyambar kesana kemari, maka tampaklah jelas
cambuk itu seperti juga seekor naga yang tengah melingkar
lingkar kesana kemari Disebabkan senjatanya itulah, maka
Kwee Cai In telah menerima julukannya sebagai Tok Liong
Pian cambuk si Naga Berbisa.
Dengan gerakan yang sangat gesit sekali, tampak Tok
Liong Pian telah melompat mendekati kereta, cambuknya
yang berukuran panjang itu menyambar cepat sekali kearah
kepala Ming Kang Hweshio, tengkorak-tengkorak-an kepala
manusia yang berukuran kecil setengah kepalan tangan itu,
telah menyambar menghantam kuat sekali.
Ming Kang Hweshio mengetahui bahaya tengah
menyambar kearah kepalanya, dia memiringkan tubuhnya
menghindarkan serangan itu, lalu dengan cepat kedua
tangannya menarik menggentak tali kendali kuda, sehingga
73 kereta terus juga berlari dengan cepat, dikala itu kedua kuda
yang menarik kereta tersebut seperti mengamuk dan kalap.
Tong Miauw Liang dan Auwyang Toanio jadi gelisah
dan kuatir sekali, sedangkan Sung-jie, sianak lelaki kecil itu
juga jadi ikut ketakutan.
"Ibu, kereta bisa terbalik jika dilarikan kencang terus
seperti ini!" kata anak itu.
"Ya, ya, kau tenanglah nak!" kata siibu menghibur
anaknya, dan Auwyang Toanio telah memeluk anaknya itu
erat-erat. Kala itu, tampak Auwyang Toanio telah mencekal
buntalannya ditangan kiri, diapun telah berpaling kepada
Tong Miauw Liang, katanya: "Jika keadaan memaksa, aku
akan melompat keluar dari kereta ini bersama-sama dengan
Sung-jie....!" Tong Miauw Liang terkejut. "Itu sangat berbahaya,
karena biarpun dapat lolos dari kereta ini, toh kalian akan
jatuh ditangannya Tok Liong Pian itu!"
"Tapi kukira jika memang aku melompat di sebuah
tikungan, tentu mereka tidak melihatnya! Nah, kau lihatlah,
bukankah Tok Liong Pian bersama orang-orangnya itu
telah berlari disebelah depan mendahului kereta kami ini"!"
Tong Miauw Liang ragu-ragu. Waktu itu Ming Kang
Hweshio memang telah melihat bahwa Tok Liong Pian
Kwee Cai In bersama kaki tangannya telah mendahului
kereta, mereka berlari disebelah depan, dan mereka
bermaksud setelah berlari sekian jauhnya baru akan
menghadangnya dengan cara yang diperhitungkan agar
tidak diterjang kereta tersebut, karena Ming Kang Hweshio
tampaknya telah nekad dan kalap.
74 Ming Kang Hweshio mengeluh, karena jika dia
melarikan kereta itu ke jurusan depan, maka niscaya dalam
nanti suatu kesempatan orang2nya Tok Liong Pian yang
berjumlah cukup banyak itu. belasan orang, akan dapat
merubuhkannya, dan bisa mencelakainya. Karenanya,
Ming Kang Hweshio bermaksud akan memutar haluan
keretanya itu. Namun waktu pendeta itu melirik, dilihatnya
dibelakang kereta juga tampak dua orang dari kaki tangan
Tok Liong Pian yang sengaja mengikuti saja.
Diam2 Ming Kang Hweshio mengeluh.
Diwaktu itulah tampak Ming Kang Hweshio nekad, dia
melarikan kereta itu makin cepat juga, dan dikala itu kereta
meluncur bagaikan sudah tidak terkendalikan. Waktu
kereta kuda itu telah meluncur terlebih mendekat dengan
rombongan Tok Liong Pian dan kawan2nya itu, yang telah
menantikan tibanya kereta itu dengan berbaris di pinggiran
jalan, maka Ming Kang Hweshio mengeluarkan besi
pemukul Bokkienya, dia mempergunakan ujungnya yang
tajam untuk menusuk ekor kedua kuda itu.
Karuan saja kedua ekor kuda penarik kereta tersebut
kesakitan bukan main, dan telah berjingkrakan, kemudian
seperti kalap telah menerjang ke depan tidak terkendalikan
lagi. Kereta jadi dihela luar biasa cepatnya, tidak perduli
waktu itu jalanan sangat licin sekali ditutup oleh salju.
Toan Miauw Lang dan Auwyang Toanio jadi mengeluh.
Melihat demikian, tentunya mereka bisa celaka, karena
tidak lama lagi tentu kereta pasti akan terbalik, sebab tidak
terkendalikan. Sedangkan kusir kereta yang lanjut usia itu. telah
berpegangan kuat-kuat pada tiang pinggir kereta, mukanya
pucat pias, karena dia ketakutan bukan main.
75 Namun waktu kereta lewat didekat barisan Tok Liong
Pian dan kawan-kawanya itu tampak beberapa orang kaki
tangan Tok Liong Pian telah menggerakkan tangan mereka,
melemparkan jarum-jarum dan beberapa macam senjata
rahasia lainnya. Hujan senjata rahasia itu memang tidak ada yang
mengenai Ming Kang Hweshio. Namun yang celaka adalah
kedua ekor kuda itu, waktu Ming Kang Hweshio mengebut
dengan kedua tangannya dan angin kebutan kedua
tangannya itu melindungi tubuhnya dari sambaran senjata
rahasia, maka senjata rahasia yang runtuh itu malah telah
berbalik menancap sebagian ditubuh kedua ekor kuda
penarik kereta. Karena kesakitan sekali, kedua ekor kuda itu
semakin kalap, berlari seperti kemasukan setan, dan kereta
terhela semakin kuat dan cepat sekali. Namun baru
setengah lie, kereta itu terbalik, karena salah satu rodanya
telah membentur batu yang agak besar dan ditutup oleh
salju yang cukup tebal, sehingga kereta itu terbalik dan


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terseret-seret oleh kedua ekor kuda yang masih dapat lari
beberapa jauh, akhirnya kedua ekor kuda itupun telah
terjerembab dan kemudian berusaha untuk bangkit. Tapi
kedua ekor kuda itu tidak kalap lagi, hanya berdiri diam
dengan meringkik perlahan.
Tok Liong Pian dan kawan kawannya juga telah
memburu datang. Ming Kang Hweshio telah melompat
turun waktu kereta ingin terbalik, sehingga dia tidak sampai
terbanting. Yang kasihan adalah kusir kereta itu, Sie Toan,
yang telah terbanling di tumpukan salju, kemu dian
tertindih kereta dan terseret-seret, sehingga ketika kedua
kuda itu telah merangkak berdiri, adalah Sie Toan yang
tetap tertindih kereta itu, tidak bernapas lagi, telah
meninggal.... 76 Sedang Tong Miauw Liang dan Auwyang Toanio serta
Sung-jie, memang terbolang baling terbanting kesana
kemari waktu kereta terbalik dan terseret-seret oleh larinya
kedua ekor kuda itu. Namun mereka haya menderita luka
kecil saja, tidak membahayakan jiwa. Terlebih lagi memang
Auwyang Toanio memeluk anaknya itu kuat-kuat waktu
kereta terseret-seret oleh kuda-kuda yang tengah kalap itu
"Keluar semua dari dalam kereta!" bentak Tok Liong
Pian yang masih bercokol dipunggung kudanya,
ditangannya masih tercekal cambuknya.
Tong Miauw Liang menyadari bahwa dirinya tidak
mungkin bisa memberikan perlawanan karena kepandaian
Ming Kang Hweshio yang lebih lihai itu pun tidak berdaya
menghadapi Tok Liong Pian itu maju untuk mengeroyok,
dengan sendirinya Tong Miauw Liang tidak berdaya.
Ber-sama2 dengan Auwyang Toanio dan Sung-jie, Tong
Miauw Liang telah merangkak keluar dari kereta itu.
Ditangannya tampak mencekal buntalannya.
Auwyang Toanio sambil memeluki Sung-jie juga telah
mencekal buntalan yang berisi pedang Thiam Sim Kiam.
Muka Auwyang Toanio pucat pias, sedangkan Sung-jie
memeluk ibunya kuat-kuatnya ketakutan sekali. Anak ini
tampaknya merasa ngeri melihat begitu banyak orang-orang
yang bermuka bengis dan keadaan mukanya menyeramkan
serta aneh-aneh bentuknya.
Ming Kang Hweshio yang waktu itu tengah kalap
karena mengetahui dirinya sudah tidak bisa meloloskan diri
dari kepungan Tok Liong Pian dan orang-orangnya itu,
merogoh lagi ke saku jubahnya, dia melontarkan empat
butir benda bulat yang seperti telur itu, yang segera meledak
dan menyebarkan asap yang tebal sekali, asap yang berbau
77 harum semerbak dan mengandung racun yang bekerja hebat
sekali. Tok Liong Pian dan kaki tangannya yang mengetahui
bahayanya racun itu, cepat-cepat telah menyingkir ke
samping. Namun kesempatan ini dipergunakan oleh Ming
Kang Hweshio untuk menyingkirkan diri. Salah seekor dari
kedua ekor kuda penarik kereta itu telah dilepaskan dan
kemudian dia melompat ke punggung kuda itu, yang
dilarikan secepat mungkin untuk menyingkirkan diri!
Tong Miauw Liang dan Auwyang Toanio hanya
mengawasi bengong saja. Mereka tidak menyangka bahwa
Ming Kang Hweshio seorang yang pengecut.
Tok Liong Pian yang melihat Ming Kang Hweshio
melarikan diri, dia tertawa dingin, tapi tidak mengejarnya.
Kemudian dengan sorot mata yang tajam, Tok Liong Pian
telah menatap pada Auwyang Toanio.
"Keluarkan Thiam Sim Kiam!" bentaknya.
Auwyang Toanio telah menggelengkan kepalanya. "Aku
tidak mengetahui apa yang kau maksudkan dengan Thiam
Sim Kiam itu....!" sahutnya.
"Engkau jangan pura-pura bodoh! Atau memang kalian
menghendaki kami yang menggeledah sendiri"!" bentak
Tok Liong Pian lagi. "Keluarkan Thiam Sim Kiam dan
tinggalkan.... kalian boleh pergi meninggalkan tempat ini
dengan selamat....!"
Auwyang Toanio tetap menggeleng. "Aku tidak
mengetahui apa itu Thiam Sim Kiam!" katanya tetap
dengan sangkalannya Tok Liong Pian telah tertawa dingin, dia melirik kepada
seorang kawannya yang berada disampingnya, seorang
yang bertubuh tinggi besar dengan muka yang terdapat
78 bekas bacokan golok. Katanya "Ambillah Thiarn Sim Kiam
itu" "Baik!" menyahuti simuka codet itu, dan segera
melompat turun dari atas kudanya.
Tong Miauw Liang tidak bisa berdiam diri melihat
bahwa orang itu tengah menghampiri Auwyang Toanio,
segera Tong Miauw Liang berdiri melintang di depan
Auwyang Toanio sedangkan tangannya telah bersiap-siap
mencekal gagang pedangnya.
"Jangan ganggu kami" kata Tong Miauw Liang dengan
suara nyaring. "Jika memang kalian memiliki urusan
dengan Ming Kang Hweshio, janganlah kalian setelah gagal
menangkap pendeta itu lalu ingin mengganggu kami! Kami
orang-orang miskin yang tidak memiliki barang apa-apa,
tidak memiliki uang yang banyak, percuma saja kalian
merampok kami!" "Hm, kami tidak perlu dengan uang kalian atau harta
benda kalian! Jika memang kalian kekurangan uang dalam
perjalanan, kamipun bersedia untuk memberikan seratus
atau dua ratus tail kepada kalian. Tapi yang kami inginkan
terhadap kalian, tinggalkan pedang Thiam Sim Kiam, dan
setelah itu kalian boleh angkat kaki dari tempat ini tanpa
kami ganggu!" kata Tok Liong Pian
Dan segera dia berkata kepada orang bermuka codet itu:
"Laksanakan perintah!"
"Baik!" menyahuti orang yang dimukanya terdapat
tanda bekas luka bacokan senjata tajam. Tubuhnya juga
telah bergerak, melompat ke depan. Tangan kirinya
bergerak akan mendorong Tong Miauw Liang ke samping,
sedangkan tangan kanannya telah bergerak dengan cepat
sekali akan merampas buntalan di tangan Auwyang Toanio.
79 Bukan main mendongkol dan berkuatirnya Tong Miauw
Liang, cepat sekali ia telah mencabut pedangnya, yang telah
dipergunakan dengan segera begitu dicabut dari
serangkanya. Sinar pedang itu berkelebat menyambar ke
arah dada dari orang bermuka codet itu.
Gerakan yang dilakukan oleh Tong Miauw Liang
ternyata tidak berpengaruh banyak untuk orang bermuka
codet itu, karena cepat sekali tangan kirinya yang semula
mendorong itu telah berobah arahnya tahu2 ia telah
menotok pergelangan tangan Tong Miauw Liang, dan ingin
merampas pedang Tong Miauw Liang.
Walaupun kepandaian Tong Miauw Liang tidak selihai
suhengnya maupun Ming Kang Hweshio, tapi diapun
bukan seorang yang lemah. Melihat pergelangan tangannya
hendak ditotok, dia telah menarik pulang pedangnya, yang
ditunjukkan dan tahu-tahu menikam ke arah perut orang
bermuka codet. Tikaman itu memang merupakan tikaman yang cepat
dan bisa membawa maut untuk orang bermuka codet itu,
karenanya ia mengeluarkan seruan kaget dan cepat-cepat
menyingkir ke samping kanan.
Auwyang Toanio mempergunakan kesempatan itu telah
melompat ke belakang beberapa langkah dan telah menarik
tangan Sung-jie. Sehingga buntalannya itu terhindar dari
jambretan orang bermuka codet itu.
Orang bermuka codet tersebut tampaknya, jadi murka
dan penasaran, karena itu tanpa memperdulikan Tong
Miauw Liang disampingnya, setelah berhasil mengelakkan
dari tikaman pedang, tahu-tahu tubuh orang bermuka codet
tersebut telah menubruk ke arah Auwyang Toanio.
80 Auwyang Toanio tidak bisa menghindarkan diri dari
tubrukan orang bermuka codet itu, sehingga tubuhnya kena
di terjang terguling-guling, berikut dengan Sung-jie.
Waktu itu buntalan yang dicekal keras2 dan kuat-kuat
oleh orang bermuka codet tersebut, sehingga Auwyang
Toanio menjerit-jerit kalap.
Tong Miauw Liang tidak tinggal diam, ia melompat
cepat sekali menikam dengan pedangnya.
Tapi disaat pedang tengah menyambar ke arah
punggung orang bermuka codet itu, tahu tahu dari
belakangnya berkesiuran angin yang kuat dan tajam.
Seketika itu juga Tong Miauw Liang mengetahui bahwa
dari arah belakangnya menyambar serangan membokong,
karenanya dia tidak bisa meneruskan tikamannya, hanya
telah menghindarkan diri kesamping sambil membatalkan
tikamannya. Tampak cambuk Tok Liong Pian telah menyambar
lewat di atas kepalanya, terpisah beberapa dim saja.
Ternyata Tok Liong Pian yang melihat Tong Miauw Liang
hendak menikam orang bermuka codet itu, telah
mempergunakan cambuknya untuk menyerang. Dan
serangan yang dilakukannya itu bukan merupakan serangan
yang ringan, karena telah berkesiuran menimbulkan angin
serangan yang kuat sekali. Dengan demikian, telah
membuat Tong Miauw Liang gagal dengan maksudnya
menikam punggung orang bermuka codet itu.
Saat itu tampak jelas sekali, orang bermuka codet telah
mendorong tubuh Auwyang Toanio dan Sung-jie,
kemudian tubuhnya gesit bukan main, dengan membawa
buntalan yang telah direbutnya itu, melompat ke atas
punggung seekor kuda dan melarikan kudanya secepat
mungkin meninggalkan tempat itu.
81 Sedangkan Tok Liong Pian dan kaki tangannya yang
lainpun telah memutar kuda mereka dan melarikan kuda
tunggangan mereka dengan cepat menuju ke arah orang
bermuka codet itu pergi dengan membawa buntalan
Auwyang Toanio. Auwyang Toanio telah berseru-seru: "Pedang itu....
pedang itu!" Tong Miauw Liang menjejakkan kakinya, tubuhnya
mencelat cepat sekali ingin mengejar.
Namun Tok Liong Pian dan orang-orangnya telah
melarikan kuda mereka dengan cepat.
Tong Miauw Liang mengeluh, karena jika pedang
mustika itu lenyap direbut oleh Tok Liong Pian, tentu siasialah usaha mereka melindungi pedang itu. Sedangkan
Auwyang Fung Tang sendiri sampai menemui kematian di
tangan orang-orang Im-mo-kauw hanyalah untuk
mempertahankan pedang itu agar tidak jatuh ketangan
musuh, tapi kini telah direbut oleh Tok Liong Pian, dan
orang-orangnya itu. Tong Miauw Liang melihat salah seekor kuda dari
kedua ekor kuda penarik kereta masih terdapat disitu, dia
berlari akan melepaskan ikatan kuda itu dari kereta, karena
Tong Miauw Liang dalam bingungnya bermaksud akan
mengejar Tok Liong Pian dan orang2nya itu. Namun baru
saja Tong Miauw Liang melompat ke punggung kuda itu,
dia mendengar suara jeritan yang mengerikan sekali dari
arah dimana tadi Tok Liong Pian dan yang lainnya
melarikan kuda mereka. Tong Miauw Liang telah
melarikan kudanya untuk menyusul, segera dia melihat
empat orang kawannya Tok Liong Pian tengah
menggeletak diatas tumpukan salju dengan merintih-rintih.
82 Sedangkan Tok Liong Pian dan sisa orang orangnya itu
telah melompat turun dari kuda masing-masing sambil
mencekal senjata mereka, mengepung seseorang.
Tong Miauw Liang yang tiba ditempat itu dengan cepat
melihat, salah seorang dari ke empat orang yang
menggeletak ditumpukan salju itu terdapat si muka codet,
dan buntalan yang tadi direbut simuka codet dari tangannya
Auwyang Toanio, telah berpindah tangan dicekal orang
yang tengah dikepung oleh Tok Liong Pian dan kawankawannya itu.
Tong Miauw Liang menegasi orang itu, yang ternyata
seorang pendeta kurus berjubah kuning dan kumis serta
jenggotnya tumbuh keriting, hidungnya mancung dan juga
warna matanya kebiru-biruan. Itulah seorang pendeta yang
angker dan gagah sekali. "Say Ong Kiam, kau serahkan buntalan itu kepada kami
dan kami tidak akan mengganggumu!" kata Tok Liong Pian
dengan suara yang nyaring. "Kami juga tidak menarik
panjang urusan kau telah merubuhkan keempat sahabat
kami ini!" Pendeta itu, yang dipanggil dengan sebutan Say Ong
Kiam (Pedang Raja Singa), telah memperdengarkan suara
tertawa dingin, sikapnya sangat tenang, bola matanya yang
kebiru biruan itu telah mencilak-cilak memandang kesekitar
tempat itu, lalu menyahuti: "Say Ong Kiam tidak pernah
memuntahkan kembali apa yang telah ditelannya!
Hemmmmm, menggelindinglah kalian, sebelum pedangku
bicara meminta darah!"
Tok Liong Pian Kwee Cai In tampaknya gusar bukan
main, dia berseru sambil menggerakkan cambuknya yang
menyambar cepat sekali kearah si pendeta bermata biru itu:
83 "Engkau terlalu tekebur Say Ong Kiam, kau menduga kami
jeri padamu, heh" Terimalah tiga seranganku ini....!"
Sipendeta tidak berdiam diri, waktu cambuk menyambar
datang, dia hanya memiringkan tubuhnya, cambuk telah
lewat disamping lengannya. Waktu cambuk Tok Liong
Pian membalik menyerampang ke pinggangnya, akan
melibat pinggangnya itu, Say Ong Kiam dengan gerakan
yang gesit sekali telah menjengkangkan tubuhnya. Kedua
kakinya tetap berdiri pada tempatnya, hanya badannya
yang menjeblak ke belakang dengan cepat sekali, sehingga
cambuk Tok Liong Pian telah menyambar lewat di atas
perutnya. Dan waktu cambuk telah lewat, tubuh Say Ong
Kiam berdiri tegak kembali.


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tok Liong Pian Kwee Cai In, engkau telah kuberi
kesempatan untuk tetap memiliki kepalamu itu! Tapi jika
engkau bandel dan bersikeras untuk ikutan memperebutkan
pedang Thiam Sim Kiam, kukira batok kepalamu itu akan
mengucapkan selamat berpisah dengan batang lehermu....!"
Sambil berkata begitu, dengan tangan kiri tetap
mencekal buntalan yang telah direbutnya sedangkan tangan
kanannya mencabut sebatang pedang. Pedang itu
tampaknya bukan pedang sembarangan, karena berkilauan
dan kepala gagang pedang itu berukiran kepada seekor
singa, yang terbuat dari emas!
"Nah, silahkan maju jika memang ingin membuang jiwa
percuma!" kata Say Ong Kiam lagi dengan suara yang
dingin, "Tidak percuma Siauwceng Kwie Bun Hosiang
menerima julukan Say Ong Kiam!"
Dan setelah berkata begitu, sipendeta yang ternyata
bernama Kwie Bun Hosiang itu, telah mengangkat
pedangnya yang dilintangkan didepan dadanya, Say Ong
Kiam diterimanya merupakan julukan kehormatan
84 untuknya, karena pedangnya itu memang hebat sekali dan
ilmu pedangnya juga luar biasa. Jika memang menghadapi
senjata senjata-tajam biasa saja, tidaklah mustahil tentu
pedang Say Ong Kiam akan dapat menabas putus senjata
lawan. Ilmu pedang Say Ong Kiam juga merupakan ilmu
pedang yang sulit ditandingi.
Waktu itu Tok Liong Pian Kwee Cai In rupanya sudah
tidak sabar lagi, karena dengan mendengus beberapa kali,
cambuknya telah bergerak berulang kali menyambar
bertubi-tubi kepada Say Ong Kiam atau Kwie Bun Ho
siang. Angin menderu-deru karena cambuk itu menyambarnyambar bsberapa bagian anggota tubuh Kwie Bun Hosiang
yang bisa mematikan. Tapi Kiwe Bun Hosiang tidak jeri menghadapi serangan
cambuk Tok Liong Pian, karena dengan sebat sekali,
pedangnya juga telah bergerak-gerak menyilaukan mata,
berkelebat menyambar beberapa bagian yang mematikan
ditubuh lawannya, dengan jurus dan gerakan yang aneh dan
pedang itu menikam, menusuk dan menabas secara
menyerampang, ataupun dengan memutar. Dengan
demikian, tampak jelas betapa cambuk dan pedang itu telah
saling sambar akan mengancam keselamatan jiwa dari
lawan mereka. Tapi kedua orang ini rupanya memiliki kepandaian yang
berimbang, karena setelah lewat beberapa jurus, masih tidak
terlihat siapa yang terdesak diantara keduanya.
Bagi seorang akhli silat, jalannya pertempuran itu telah
memperlihatkan bahwa kepandaian Say Ong Kiam yang
sesungguhnya berada diatas kepandaian Tok Liong Pian,
karena jika Tok Liong Pian mempergunakan cambuk yang
lebih banyak membantunya disebabkan jarak jangkau
cambuk itu masih jauh sekali, berbeda dengan pedang yang
hanya dapat mencapai jarak jangkau yang dekat sekali.
85 Dengan demikian tampak, walaupun mereka berimbang,
namun kenyataannya memang Say Ong Kiam menang
diatas angin. Dalam keadaan seperti itu. Say Ong Kiam Kwie Bun
Hosiang tidak tinggal diam atau hanya berkelit atau
menyerang kosong, beberapa kali dia hampir berhasil
menikam ke arah paha dan pundak dari lawannya,
memaksa Tok Liong Pian selalu main kelit ke belakang.
Setelah lewat lagi beberapa jurus, maka Tok Lioag Pian
meneriaki beberapa orang kawannya, agar mereka segera
maju untuk membantunya. Dengan dikeroyok seperti itu,
Say Ong Kiam memang berada dibawah angin, namun
Kwie Bun Hosiang tetap memberikan perlawanan dengan
gigih, dimana dia telah menyerang dengan jurus-jurus
tikaman yang bisa mematikan,
Tok Liong Pian bersama dengan kawan-kawannya
makin lama makin memperhebat serangan mereka. Dikala
itulah tampak Say Ong Kiam dikepung dari segala jurusan,
Say Ong Kiam sendiri merasakan bahwa se sugguhnya
jika pertarungan mereka berlangsung terus seperti itu, yang
akan menderita kerugian adalah dirinya. Karenanya dia
telah memperhebat serangannya dan berusaha untuk
menyelesaikan dan menyudahi pertarungan tersebut dalam
waktu yang singkat. Tapi disebabkan kepandaian Tok Liong Pian dan kawan
kawannya itu tidak rendah, di samping memang jumlah
mereka juga banyak sekali, hingga dengan sendirinya Say
Ong Kiam akhirnya jatuh dibawah angin. Terutama sekali
diapun harus melindungi mencekal terus buntalan
Auwyang Toanio, yang didalamnya terdapat pedang
mustika Thiam Sim Kiam yang tengah diperebutkan itu.
86 Tetapi Say Ong Kiam tidak habis daya, karena dia telah
memutar pedangnya dengan cepat bagaikan kitiran, dia
melindungi sekujur tubuhnya dengan sinar pedangnya itu,
sehingga setitik airpun tidak mungkin bisa menerobos
masuk dalam pertahanannya itu. Dan di kala tengah
memutar pedangnya seperti itu, Kwie Bun Hosiang telah
menggerakkan buntalan ditangan kirinya, tahu-tahu dia
telah menimpuk kepada Tok Liong Pian.
Tok Liong Pian yang tidak menyangka akan disambit
dengan buntalan yang cukup besar itu, yang menyambar
kearah mukanya, cepat cepat berkelit. Namun waktu dia
berkelit dengan melompat kesamping kiri, pedang Kwie
Bun Hosiang telah bekerja dan "cep!", pedang itu
menancap dilengan Tok Liong Pian, sehingga Tok Lioag
Pian mengeluarkan seruan kesakitan, melompat mundur ke
belakang beberapa langkah.
Say Ong Kiam Kwie Bun Hosiang sendiri, begitu
berhasil menikam Tok Liong Pian dengan pedangnya
segera tangan kirinya menyambuti buntalan itu, yang
dicekalnya lagi dengan kuat. Dengan demikian, maka
segera juga terlihat Say Ong Kiam berhasil memutar
pedangnya berulang kali, menyampok serangan senjata
lawan, lalu mengulangi lagi tipunya itu, menyambitkan
buntalannya pada salah seorang lawannya dan membarengi
dengan tikaman. Dengan cara menyerang seperti itu, Say Ong Kiam
Kwie Bun Hosiang berhasil membuat lawannya jadi kucarkacir.
Dan ketika memperoleh kesempatan, Say Ong Kiam
sambil menikam lawannya yang berada disebelah kanan,
telah menjejakkan kakinya, tubuhnya melambung empat
tombak lebih. 87 "Sekarang aku tidak memiliki waktu untuk main-main
dengan kalian, nanti kita jumpa lagi!" dan kemudian Kwie
Bun Hosiang telah mengerahkan ginkangnya, dia telah
berlari dengan cepat sekali, meninggalkan tempat itu.
Tok Liong Pian berseru bengis mengandung kemurkaan:
"Kejar!" Lalu dengan tangannya yang satu memegangi luka
dilengan kirinya, dia melompat mengejar.
Kawan-kawan Tok Liong Pian juga telah mengejar. Ada
yang melompat keatas kuda mereka, untuk mengejar
dengan mempergunakan kuda tunggangan mereka tersebut.
Tapi Say Ong Kiam Kwie Bun Hosiang telah berlari
sangat cepat sekali, seperti juga angin. Walaupun dikejar
dengan kuda, tokh tetap saja dia bisa memisahkan dirinya
dalam jarak yang cukup jauh.
Tok Liang Pian yang menyaksikan hal itu, jadi tambah
penasaran, dia telah mengerahkan seluruh sisa tenaganya,
untuk mengejar terus. Sedangkan dua orang kawannya,
yang menunggang kuda, berada didepannya. Dan kedua
kawan Tok Liong Pian berhasil memperpendek jarak antara
mereka dengan Say Ong Kiam.
Waktu mereka terpisah belasan tombak, kedua orang
kawan Tok Liong Pian tersebut telah merogoh saku baju
masing-masing, mengeluarkan senjata rahasia.
Dengan mempergunakan kekuatan tenaga dalam,
keduanya telah menimpukkan senjata rahasia tersebut
kepada Say Ong Kiam. Say Ong Kiam bisa mengelakkan diri dari sambaran
senjata rahasia tersebut, namun karena dia harus berkelit
begitu, gerakannya jadi terhambat, dan kedua pengejarnya
telah tiba hanya terpisah tiga tombak!
88 WaKtu itu, kedua kawan Tok Liong Pian telah
membarengi menimpuk pula dengan senjata rahasia
mereka, sehingga benar-benar Say Ong Kiam tidak bisa
meloloskan diri lagi dan terkejar oleh mereka.
Waktu itu Say Ong Kiampun mendongkol sekali, dia
berseru bengis "Kalian benar-benar mencari mampus....!"
Menyusul dengan kata-katanya itu, Say Ong Kiam
bukannya terus melarikan diri lagi melainkan tubuhnya
melambung ke tengah udara memapak kedua pengejarnya,
tubuh Say Ong Kiam melayang di tengah udara dengan
ringan, dan tangannya yang mencekal pedang bergerak
cepat sekali, pedangnya itu menyambar kepada
tenggorokan kedua orang pengejarnya.
Namun kedua orang kawan Tok Liong Pian juga bukan
orang-orang sembarangan, karena mereka memiliki
kepandaian yang tinggi juga, dengan demikian, walaupun
terkejut melihat menyambarnya tikaman-tikaman seperti
itu, namun mereka berusaha mengelakkannya dengan
menjatuhkan diri masing-masing menggelantung di perut
kuda. Karena gerakan pedang Say Ong Kiam Kwie Bun
Hosiang sangat cepat, tidak urung kedua orang itu terluka
dilengannya, dengan mengeluarkan suara "bret, bret!" dua
kali, segera terlihatlah baju dilengan mereka telah robek
oleh mata pedang Kwie Bun Hosiang!
Kwie Bun Hosiang telah ber-lari2 meninggalkan mereka.
Kedua pengejarnya tidak meneruskan pengejaran mereka,
karena keduanya telah melihat bahwa ilmu pedang pendeta
itu memang benar-benar sangat tinggi dan sulit untuk
dilayani oleh mereka. Tok Liong Pian dan kawan-kawannya pun telah sampai
di tempat kedua kawan mereka berada, yang waktu itu
89 tengah duduk tertegun di punggung kuda mereka masingmasing. Tapi Say Ong Kiam sudah tidak terlihat
bayangannya lagi, dia telah membawa lari buntalan berisi
pedang Thiam Sim Kiam yang mereka perebutkan itu.
"Kejar terus.... walaupun bagaimana Thiam Sim Kiam
harus dapat kita rebut dari sipendeta keparat itu!" teriak
Tok Liong Pian Kwee Cai In dengan suara mengandung
kemurkaan yang sangat. Sambil berseru begitu, dia pun telah menghentak
kudanya, yang dilarikan dengan cepat sekali, untuk
mengejar Say Ong Kiam. Kawan-kawannya pun segera ikut
melarikan kuda mereka dengan cepat untuk menyusul.
Tong Miauw Liang yang telah sampai di tempat itu jadi
menahan lari kudanya, dia bimbang. Jika dia mengejar
terus, tentu dia pun tidak mungkin bisa menghadapi Tok
Liong Pian dengan kawan-kawannya itu, juga tidak
mungkin dia bisa menandingi Say Ong Kiam. Sedangkan
dipihak lain Auwyang Toanio bersama Sung-jie tengah
menantikan dirinya dibelakang. Akhirnya Tong Miauw
Liang mengambil keputusan untuk kembali saja. Dia
melarikan kudanya dengan lesu.
Ketika dia tiba ditempat Auwyang Toanio dan Sung-jie
berada, dilihatnya ibu dan anak itu tengah duduk
ditumpukan salju dengan berdiam diri. Muka Auwyang
Toanio tampak guram, sedangkan Sung-jie yang masih
belum mengerti urusan telah memandang sekelilingnya
dengan hati bertanya-tanya, entah apa yang baru saja tadi
terjadi, dimana orang-orang itu telah bertempur. Memang
akhir-akhir ini Sung-jie seringkali menyaksikan orang-orang
yang bertempur, seperti ayahnya yang dikeroyok oleh
orang-orang Im-mo-kauw, demikian juga ketika dirumah
penginapan dan tadi dalam pertempuran yang terjadi antara
Tok Liong Pian dengan Ming Kang Hweshio, lalu terjadi
90 pula pertempuran antara Tok Liong Pian dengan Say Ong
Kiam. Semua itu merupakan peristiwa yang membuat anak
ini jadi tidak mengerti, mengapa orang-orang selalu harus
bertempur. Dan yang membuat dia jadi tambah tidak
mengerti lagi, mengapa ibunya dan dirinya bersama juga
dongan Tong Miauw Liang, sang paman itu, selalu dikejarkejar orang2 itu.
Tapi Sung-jie tidak memperoleh keterangan dari ibunya
yang bisa membuatnya jadi mengerti, karena ibunya hanya
mengatakan "tidak ada apa-apa, tidak ada apa-apa", dan
anak ini semakin jadi tidak mengerti.
"Sayang sekali Toanio, pedang itu telah terjatuh
ditangan sipendeta bermata biru.... dia seorang pendeta
yang memiliki kepandaian yang berada diatas Tok Liong
Pian, aku tidak sanggup untuk mengejarnya....!"
menjelaskan Tong Miauw Liang kepada Auwyang Toanio
dengan penuh penyesalan. Auwyang Toanio telah menghapus air matanya, katanya
dengan hati berduka sekali: "Sudahlah, yang terpenting
sekarang kita harus melanjutkan perjalanan untuk mencapai
Kangciu secepat mungkin.... mungkin disana ada seseorang
yang bisa menolong kita....! Bukankah Ming Kang Hweshio
mengatakan bahwa di Kangciu akan menanti Naga Sejati
serta orang-orangnya yang akan melindungi kita!"
Tong Miauw Liang menghela napas. "Mengenai Ming
Kang Hweshio saja kita masih ragu akan ketulusan hatinya,
karena peristiwa yang akhir-akhir ini terjadi memperlihatkan tanda-tanda bahwa Ming Kang Hweshio
juga seperti tengah mengincar pedang Thiam Sim Kiam....!
Hemmm, demikian juga halnya dengan Naga Sejati, aku
ragu-ragu kalau-kalau dia bukan akan jadi orang yang dapat
melindungi kita, malah sebaliknya akan menjadi orang yang


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bisa membahayakan diri kita"
91 Auwyang Toanio menghela napas, katanya sambil
menarik tangan Sung-jie: "Jika begitu kuserahkan saja pada
Toako, apa sebaiknya yang kita lakukan, asalkan Sung-jie
bisa dilindungi dan tidak mengalami sesuatu yang bisa
membahayakan dirinya....!" berkata sampai disitu
Auwyang Toanio telah memeluk anaknya itu.
Tong Miauw Liang menghela napas, sahutnya
kemudian setelah berpikir sejenak: "Jika menurut
pendapatku Toanio, alangkah baiknya kita tidak usah
menemui Naga Sejati. Kita memang tetap menuju ke
Kangciu, setibanya disana aku akan menyelidiki secara
diam-diam. Tapi kitapun harus berusaha agar kedatangan
kita itu tidak diketahui siapapun juga.... inilah perlu kita
lakukan, karena jika kedatangan kita di Kangciu diketahui
oleh orang-orang yang mengincar pedang Thiam-Sim Kiam
dan orang-orang itu menduga bahwa pedang Thiam Sim
Kiam masih berada di tangan kita, sehingga, akan
memancing kesulitan untuk kita!"
Auwyang Toanio setuju dengan pendapat Tong Miauw
Liang, dia mengangguk saja, karena Auwyang Toanio
memang sudah mempercayai Tong Miauw Liang untuk
mengatur segalanya, agar mereka ibu dan anak dapat
diselamatkan. Begitulah, dengan hanya mempergunakan seekor kuda
mereka bertiga telah melakukan perjalanan.
Dua hari mereka melakukan perjalanan yang
melelahkan sekali, sampai akhirnya mereka tiba dipinggiran
daerah Kangciu. Waktu itu, Tong Miauw Liang telah
terpikir sesuatu, katanya: "Alangkah baiknya jika Toanio
bersama Sung-jie berdiam dulu ditempat ini disebuah
rumah penduduk, untuk menumpang sementara.
Sedangkan aku akan pergi ke Kangciu untuk menyelidiki
apa sesungguhnya yang terjadi dan siapa yang harus kita
92 jumpai menurut pesan Suheng.... karena itu, dengan Toanio
menumpang dulu bersama Sung-jie dirumah penduduk
ditempat ini, tentu aku bisa melakukan penyelidikan yang
lebih leluasa!" Auwyang Toanio setuju dengan saran Tong Miauw
Liang karena Auwyang Toanio juga tahu, jika dia ibu dan
anak bersama-sama ikut Tong Miauw Liang, akan
membuat Tong Miauw Liang tidak leluasa melakukan
penyelidikan. Terutama sekali, memang Tong Miauw Liang
selain harus melindungi mereka, pun harus menghadapi
orang-orang yang memusuhi mereka, yang belum lagi
diketahui jumlahnya dan pihak mana.
Begitulah, Tong Miauw Liang telah mendatangi rumah
seorang penduduk ditempat itu, meminta agar Auwyang
Toanio dan Sung-jie di perbolehkan untuk menginap
beberapa hari disitu. Tong Miauw Liang memberikan
alasan pada tuan rumah itu, seorang lelaki berusia setengah
baya, bahwa dia hendak membeli barang-barang dagangan
ke Kangciu dan menitipkan Auwyang Toanio yang diakui
sebagai isterinya dan Sung-jie sebagai puteranya, kepada
tuan rumah itu. Tentu saja tidak lupa Tong Miauw Liang
telah memberikan lima tail perak kepada tuan rumah itu.
Permintakan Tong Miauw Liang diterima, malah
Auwyang Toanio dan Sung-jie diperlakukan dengan
hormat. Setelah menitipkan Auwyang Toanio dan Sung-jie,
Tong Miauw Liang meneruskan perjalanannya menuju ke
Kangciu. Untuk mencapai pusat keramaian Kangciu hanya
terpisah belasan lie lagi, maka tidak lama kemudian Tong
Miauw Liang telah tiba ditengah-tengah pusat keramaian
Kangciu. Dia langsung menghampiri sebuah rumah
penginapan yang cukup besar bertingkat dua, dan kepada
pelayan meminta sebuah kamar.
93 Setelah salin pakaian dan beristirahat sejenak, Tong
Miauw Liang keluar dari rumah penginapan, untuk
memulai penyelidikannya. Kangciu merupakan daerah yang sangat ramai sekali,
karena didaerah tersebut terbagi enam kota dan belasan
perkampungan, Hanya pusat keramaian Kangciu memang
terpusat di kota Man-su-kwan, sebuah kota yang terletak ditengah2 daerah Kangciu, dengan sendirinya Tong Miauw
Liang melihat bahwa sulit baginya untuk segera
menemukan Ming Kang Hweshio, Say Ong Kiam atau juga
Tok Liong Pian dengan kawan-kawannya itu. Dengan
demikian, dia hanya hilir mudik mengelilingi kota tersebut.
Tong Miauw Liang telah berkeputusan, hari ini juga dia
akan mengelilingi seluruh daerah Kangciu tersebut, untuk
menyelidiki seluruh persoalan yang telah dialaminya akhirakhir ini bersama dengan Auwyang Toanio dan Sung-jie.
Auwyang Fung Tang yang dikeroyok oleh orang-orang
Im-mo-kauw yang diduga telah terbinasa, hanyalah
disebabkan oleh pedang Thiam Sim Kiam. Sedangkan kini,
jika memang terjadi pedang Thiam Sim Kiam masih berada
ditangan Auwyang Toanio, jelas jiwa dari Auwyang Toanio
pun terancam kematian. Sung-jie pun demikian. Walaupun
sekarang pedang Thiam Sim Kiam itu telah terjatuh
kedalam tangan sipendeta Say Ong Kiam, tetapi akhirnya
toh tetap saja pihak orang-orang yang mengincar pedang
tersebut akan melakukan pengejaran terhadap Auwyang
Toanio dan Sung-jie, dimana jiwa ibu dan puteranya itu
akan tetap terancam karenanya. Suheng Tong Miauw
Liang, Auwyang Fung Tang memang telah perintahkan
mereka pergi ke Kangciu, karena menurut Auwyang Fung
Tang di Kangciu akan ada orang yang dapat menolong dan
melindungi mereka. Namun Auwyang Fung Tang tidak
sempat menerangkan siapa adanya orang bisa dimintai
94 bantuannya itu, karena waktu itu Auwyang Fung Tang
telah terdesak hebat sekali dibawah tekanan kawanan Immo-kauw.
Tong Miauw Liang sendiri tidak tahu dari mana dia
harus melakukan penyelidikan, karenanya dia hanya
berjalan mengelilingi kota tersebut.
Ketika Tong Miauw Liang tengah berdiri dipintu kota
sebelah timur, waktu mana dia tengah bingung harus
kemana mencari orang yang dimaksudkan Auwyang Fung
Tang, disaat itulah dia melihat dari arah depannya berjalan
seorang pendeta berkepala gundul dengan mata yang biru
dan dipinggangnya tergantung sebuah, pedang yang cukup
panjang bercahaya berkilauan. Pendeta itu ternyata tidak
lain dari Say Ong Kiam Kwie Bu Hosiang!
Hati Tong Miauw Liang tercekat, cepat-cepat dia
bersembunyi di dekat dinding sebuah rumah penduduk,
kebetulan Say Ong Kiam tidak melihatnya, sehingga untuk
selanjutnya Tong Miauw Liang bisa mengikuti pendeta itu
dari jarak yang cukup jauh.
Say Ong Kiam telah menuju kearah selatan, dia berjalan
tanpa pernah menoleh sehingga Tong Miauw Liang lebih
leluasa mengikuti pendeta tersebut. Namun biarpun begitu
Tong Miauw Liang tidak berani terlalu dekat mengikuti
sipendeta, sebab dia mengetahui bahwa sipendeta memiliki
kepandaian yang jauh jebih tinggi dari kepandaiannya.
Hanya saja Tong Miauw Liang heran serta mendugaduga, entah sipendeta akan menuju kemana. Dia berusaha
agar tidak kehilangan jejak pendeta tersebut.
Setelah berada di muka sebuah kuil, Say Ong Kiam
Kwie Bun Hosiang telah mengetuk pintu kuil, ia pandang
sekitarnya sejenak dan ketika pintu kuil dibuka, dia
menyelinap masuk, pintu kuil telah tertutup lagi.
95 Karena hanya ini satu-satunya kesempatan Tong Miauw
Liang untuk menyelidiki semua peristiwa yang telah
dialaminya dan menyangkut juga dengan keselamatan
Auwyang Toanio dan Sung-jie, karenanya dia jadi nekad,
segera melompat keatas tembok kuil, dia menyelinap masuk
kedalam. Keadaan dikuil itu sunyi dan sepi sekali, tidak terlihat
seorang pun pendeta pengurusnya.
Tong Miauw Liang telah menyelinap kedalam beberapa
ruangan, sampai akhirnya dia menyembunyikan diri dibalik
tirai sutera waktu melihat dua orang pendeta tengah
mendatangi. Rupanya Kedua pendeta itu yang berusia
antara tiga puluh tahun merupakan pendeta pengurus kuiL
Mereka tengah bercakap-cakap dengan suara yang
perlahan, salah seorang pun tengah bilang: "Suhu telah
menerima kedatanganya Say Ong Kiam. Menurut Suhu,
jika memang Say Ong Kiam membawa barang yang
dikehendaki, maka untuk selanjutnya kita merupakan pintu
perguruan yang tiada tandingannya lagi....!"
"Ya, tapi disamping itu, kitapun harus berusaha
berwaspada dan urusan pedang Thiam Sim Kiam yang
dikehendaki Suhu tidak tersebar luas, karena jika urusan itu
tersiar di kalangan Kangouw, niscaya akan memancing
banyak kesulitan untuk kita, karena akan berdatangan
kemari orang-orang Kangouw yang juga menghendaki
pedang itu....!" kata pendeta yang seorang lagi.
Kawannya mengangguk membenarkan. Kemudian
percakapan mereka semakin samar, sebab kaduanya telah
berjalan semakin jauh dan akhirnya lenyap ditikungan.
Menanti lagi semakin lama ditempat persembunyiannya
itu, barulah Tong Miauw Liang keluar untuk menyelinap
keruangan lainnya. Dia menyelidiki setiap kamar, sampai
96 akhirnya ketika dia sampai didepan jendela sebuah kamar
yang besar dan tampak memancarkan sinar penerangan dari
dalam, dia memperoleh kenyataan bahwa yang ada didalam
kamar itu berdiam simata biru Say Ong Kiam yang tengahbercakap-cakap dengan seorang pendeta tua, berusia enam
puluh tahun lebih. Tong Miauw Liang berlaku hati-hati sekali, karena dia
mencegah agar tidak sampai di ketahui oleh Say Ong Kiam
dan pendeta tua itu yang tentunya memiliki kepandaian
yang tinggi pula, jelas dirinya akan celaka. Karenanya, dia
telah berlaku sangat hati-hati sekali, Sampai langkah
kakinya pun perlahan sekali, Dia usahakan agar tidak
menimbulkan suara sedikitpun juga.
Tong Miauw Liang berhasil mengintai ke dalam kamar,
dilihatnya Say Ong Kiam tengah menyerahkan pedang
Thiam Sim Kiam yang telah berhasil dirampasnya kepada
pendeta tua itu. "Susiok!" kata Say Ong Kiam waktu itu "Dengan
pedang Thiam Sim Kiam ini, tentu pintu perguruan kita
akan dapat diangkat derajatnya lebih tinggi lagi....!"
Pendeta tua itu tidak menyahuti, dia hanya menyambuti
pedang tersebut, yang dicabut keluar dari serangkanya dan
kemudian diperhatikannya baik-baik.
"Hemmmm...." perlahan sekali mendengus pendeta tua
tersebut, sang Susiok, setelah memperhatikan Thiam Sim
Kiam sesaat lamanya, dia juga telah memasukkan pedang
dalam serangkanya dan meletakkan didekat kakinya.
"Apakah Susiok puas?" tanya Say Ong Kiam kemudian.
Pendeta tua itu telah mengerutkan keningnya. "Ya,
memang Thiam Sim Kiam inilah yang kukehendaki, untuk
menyempurnakan latihanku.... tapi, dengan adanya pedang
97 Thiam Sim Kiam ditanganku, berarti kita telah
mengundang banyak lawan yang tidak lama lagi akan
datang mengunjungi kita....!"
"Mengapa begitu Susiok"!" tanya Say Ong Kiam tidak
mengerti dan mengawasi pendeta tua yang tengah
termenung mengerutkan keningnya mengawasi pedang itu.
"Karena mereka umumnya mengetahui bahwa engkau
merupakan keponakan muridku dan dengan Tok Liong
Pian mengetahui Thiam Sim Kiam jatuh kedalam
tanganmu, jelas dia akan mengerahkan orang-orangnya
untuk mencari jejakmu, disamping itu pula akan
menyelidiki kemari! Belum lagi orang-orang Kangouw yang
mendengar bahwa pedang itu terjatuh kedalam tanganmu,
tentu akan mencari jejakmu kemari....!"
Say Ong Kiam tersenyum, katanya dengan sikap agak
sombong: "Walaupun mereka datang kemari, apa yang bisa
mereka lakukan?" katanya. "Hmmm, dengan adanya
Susiok, tentu aku bisa tenang-tenang menghadapi mereka....!"
Waktu itu, pendeta tua itu telah menghela napas lagi
dan katanya "Kwie Bun, engkau memang telah bekerja
dengan baik, pedang Thiam Sim Kiam ini telah berhasil kau
peroleh.... karena itu, sekarang aku ingin menyampaikan
kepadamu, jika latihanku telah selesai, maka pelajaran
Thiam Sim Kiamhoat akan kuwariskan semuanya
kepadamu....!" Muka Say Ong Kiam berseri-seri. "Terima kasih
Susiok....!" katanya girang bukan main. Say Ong Kiam
mengetahui bahwa Ilmu pedang Thiam Sim Kiam-hoat
merupakan ilmu pedang yang luar biasa sekali, yang
memiliki kehebatan yang bukan main. Ditambah lagi
dengan pedang Thiam Sim Kiam yang cocok sekali untuk
98 dipergunakan dalam menjalankan jurus-jurus Thiam Sim
Kiamhoat!" "Sekarang pergilah kau beristirahat dulu!" kata pendeta
tua itu, "Engkau tentu letih telah melakukan perjalanan
yang cukup jauh tanpa beristirahat.... aku akan mempelajari
kemanfaatan pedang ini!"
Say Ong Kiam mengangguk, setelah memberi hormat
kepada pendeta tua itu, dia telah mengundurkan diri.
Pendeta tua tersebut duduk bersila berdi:am diri
mengawasi Thiam Sim Kiam yang menggeletak
didepannya, sampai akhirnya dia berkata: "Pedang mujijat
yang beriwayat.... entah telah berapa banyak korban yang
berjatuhan karena kau....!"
Setelah mengguman begitu, tahu-tahu tangan pendeta
itu sebat bukan main telah menbabat pedang itu, tampak
sinar pedang berkelebat-kelebat cepat sekali, angin yang
dingin berkesiuran didalam kamar itu. Rupanya pendeta tua
itu mempergunakan jurus-jurus ilmu Thiam Sim Kiamhoat
yang dimilikinya, gerakan pedangnya itu luar biasa sekali,
sehingga berkelebat-kelebat bagaikan seekor naga yang
tengah mengamuk dilautan!
Dengan demikian, terbukti bahwa kepandaian ilmu


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pedang pendeta tua itu memang luar biasa sekali.
Saat itu, tampak Tong Miauw Liang hanya mengintai
dibalik jendela dengan tertegun saja. Betapa kagum dan
ngerinya dia melihat pedang yang berkelebat-kelebat hebat
seperti itu. Jika memang dirinya harus bertempur dengan
pendeta tua tersebut, dan pendeta tua itu mempergunakan
ilmu pedangnya itu, jelas tidak lebih dari tiga jurus Tong
Miauw Liang akan rubuh ditangannya!
99 Sedang Tong Miauw Liang tertegun seperti itu, tiba-tiba
pendeta tua tersebut menyudahi latihan ilmu pedangnya
dengan jurus penutupnya, mengeluarkan saruan nyaring,
tangannya dilintangkan, tahu-tahu pedang diputar dengan
gagang diluar dan ujung pedang didadanya, waktu itu dia
menghadap membelakangi jendela dan ketika suara serunya
itu terhenti, tanganya bergerak menimpukkan pedangnya
itu, yang meluncur lewat ketiaknya, meluncur menancap
dikayu jendela, tepat sekali di samping tempat Tong Miauw
Liang mengintai! Semangat Tong Miauw Liang serasa terbang, dia kaget
bukan main, waktu dilihatnya pedang itu menyambar
kearah matanya. Namun dia belum lagi sempat menarik
kepalanya, diwaktu itu pedang telah menancap di kayu
jendela! "Masuklah.... mengapa sejak tadi hanya mengintai
disitu saja" Apakah memang hendak Loceng seret
kedalam"!" mengguman pendeta tua didalam kamar itu
dengan suara yang sabar, masih tetap berdiri membelakangi
jendela. Tong Miauw Liang sesungguhnya ingin memutar tubuh
untuk melarikan diri dari tempat tersebut, tapi segera dia
berpikir, jika pendeta tua tersebut mengejarnya pasti dirinya
akan kena dicandak dan tentu dia akan di bekuk juga. Maka
akhirnya dengan nekad dia malah melangkah mendekati
pintu kamar. "Masuklah!" pendeta tua itu telah berkata dari dalam
kamarnya. Tong Miauw Liang mendorong daun pintu yang
segera menjeblak terbuka.
Pendeta tua itu mengawasi Tong Miauw Liang yang
waktu itu tengah menutup daun pintu, kemudian dia
100 menunjuk kearah tikar bulat untuk. Tong Miauw Liang
duduk disana Tong Miauw Liang juga tidak mengucapkan sepatah
kata, dia telah duduk disitu.
Pendeta tua tersebut telah menghela napas dia berjalan
hilir mudik beberapa saat, sampai akhirnya duduk di atas
tikar bulat yang memang menjadi tempat duduknya tadi.
Dengan mata yang memancarkan sinar yang tajam, pendeta
tua tersebut telah mengawasi Tong Miauw Liang, sampai
akhirnya tanyanya dengan suara yang perlahan dan sabar:
"Siapakah namamu?"
"Tong Miauw Liang....!" menyahuti Tong Miauw
Liang. "Hemmmm, engkau adalah orang pertama yang datang
kemari!" kata pendeta tua itu. "Sejak pedang Thiam Sim
Kiam ini kuterima dari keponakan muridku, Kwie Bun
Hosiang, engkaulah orang pertama yang muncul dihadapan
Loceng (pendeta tua )....! Apakah kedatanganmu ini ada
hubungannya dengan pedang Thiam Sim Kiam ini"!"
Tong Miauw Liang mengangguk. "Ya....!" sahutnya
sambil menganggukkan kepalanya.
"Apakah engkau yakin bisa ikut dalam memperebutkan
pedang ini, karena Loceng melihat, bahwa kepandaianmu
belum seberapa tinggi!" kata pendeta tua itu lagi.
"Memang Boanpwe tidak bermaksud memperebutkan
pedang itu, hanya datang ingin mengambil pulang pedang
itu....!" menyahuti Tong Miauw Liang.
"Mengambil pulang pedang ini"!" tanya pendeta tua itu
sambil mengerutkan alisnya.
101 Tong Miauw Liang mengangguk. "Ya, karena pedang
itu semula milik Suhengku...." menyahuti Tong Miauw
Liang. "Pedang ini milik suhengmu"!" tanya pendeta tua itu,
"Apakah engkau tidak keliru dengan pernyataan seperti
itu?" Tong Miauw Liang menggeleng. "Pedang itu memang
milik suhengku, waktu akan dirampas oleh Tok Liong Pian,
maka telah dirampas oleh Say Ong Kiam Kwie Buri
Hosiang, yang menjadi keponakannya Locianpwe. Karena
itu, jika memang Locianpwe tidak keberatan, aku hendak
mengambil pulang pedang itu!"
"Hmmmm....!" mendengus pendeta tua tersebut, "Jadi
pedang ini dirampas oleh Kwie Bun dari tanganmu?"
Tong Miauw Liang mengangguk. Pendeta tua itu
berdiam diri, dia mengawasi pedang Thiam Sim Kiam, lalu
mengawasi Tong Miauw Liang beberapa saat lamanya,,
sampai akhirnya dia menghela napas, katanya: "Baiklah,
lalu siapa suhengmu itu, yang kau katakan sebagai pemilik
pedang ini?" "Suheng Boanpwe itu bernama Auwyang
Tang....!" menyahuti Tong Miauw Liang.
Fung Muka sipendeta berobah, kemudian katanya: "Hemmm,
kiranya orang she Auwyang. itu....!"
"Apakah Locianpwe kenal dangan suheng-ku itu"!"
tanya Tong Miauw Liang. Pendeta itu mengangguk perlahan, "Siapakah yang tidak
kenal Auwyang Fung Tang sipendekar yang konon
dianggap memiliki kepandaian luar biasa dalam kalangan
Kangouw" Hemmmm, memang telah Loceng dengar
bahwa Thiam Sim Kiam berada ditangan Auwyang Fung
102 Tang, namun Loceng belum mendengar cerita dari
keponakan muridku itu. Jika memang kau tidak keberatan,
dapatkah engkau menceritakan semua peristiwa yang
terjadi sampai akhirnya Thiam Sim Kiam terjatuh kedalam
tangan Kwie Bun, keponakan muridku itu?"
Tong Miauw Liang segera menceritakan segalanya,
perihal kedatangan orang-orang Im-mo-kauw yang ingin
merampas pedang itu, yang akhirnya telah mengeroyok
Auwyang Fung Tang, dan juga akhirnya Auwyang Fung
Tang meminta dia menyelamatkan Auwyang Toanio dan
Sung-jie, isteri dan anaknya, yang. diperintahkan untuk
diajak ke Kangciu. Karena itu, dia berusaha melindungi Auwyang Toanio
dan Sung-jie. Namun dalam perjalanan, disaat menuju ke
Kangciu, justru orang-orang Im-mo-kauw telah mengejar
dan berhasil menemui jejak mereka. Thian San Ngo Hauw,
Sim Toako dan Sim Jieko, yang kemudian dihajar oleh
Ming Kang Hweshio. Lalu Ming Kang Hweshio yang telah didesak dan
dirubuhkan oleh Tok Liong Pian, dan demikian juga Tok
Liong Pian dengan kawan kawannya itu tidak berdaya
untuk mencegah Say Ong Kiam merebut Thiam Sim Kiam.
Mendengar cerita Tong Miauw Liang, pendeta tua itu
menghela napas dalam-dalam. Katanya: "Jika memang
demikian urusannya, berarti pedang ini melalui jalan
berdarah, dan baru tiba ditangan Loceng....!" beberapa kali
pendeta tua itu telah menghela napas lagi, wajahnya pun
guram. "Namun, tahukah Tong Siecu, sesunggunya Thiam
Sim Kiam ini memiliki majikan yang sebenarnya, yang
merupakan satu-satunya orang yang berhak terhadap
pedang ini"!" 103 Tong Miauw Liang mengawasi pendeta tua tersebut
pedang sorot mata menyelidik. "Siapakah orang itu
Locianpwe"!" tanya Tong Miauw Liang kemudian.
"Dia seorang aneh yang luar biasa, dia seorang yang
memiliki kepandaian luar biasa dan telah belasan tahun
mengundurkan diri dari dunia Kangouw. Dengan
demikian, pedang Thiam Sim Kiam tersebut telah
diwariskan kepada seseorang. Dan sama sekali Loceng
tidak menyangka bahwa pedang Thiam Sim Kiam bisa
berada ditangan suhengmu, Auwyang Fung Tang. Juga
Loceng tidak tahu, entah dengan cara bagaimana pedang
Thiam Sim Kiam bisa terjatuh kedalam tangannya....
karena jika ingin dikatakan bahwa Auwyang Fung Tang
berhasil merebutnya dari tangan orang aneh berkepandaian
sangat tinggi itu, jelas tidak mungkin. Karena walaupun
tinggi sekali kepandaian Auwyang Fung Tang tidak
mungkin dia bisa menandingi kepandaian orang aneh
itu....!" Setelah bercerita sampai disitu, pendeta tersebut
menghela napas lagi dalam-dalam. "Dan Loceng, walaupun
tidak berani mengatakan kepandaian Loceng berada di atas
kepandaian Auwyang Fung Tang, kenyataan yang ada
bahwa Loceng pun bukan menjadi tandingan dari orang
aneh itu. Karenanya, dengan demikian berarti pedang
tersebut terjatuh ke-dalam tangan Auwyang Fung Tang
dengan cara yang agak luar biasa. Apakah Tong Siecu tidak
mengetahui cara terjatuhnya pedang itu kedalam tangan
suhengmu?" Tong Miauw Liang menghela napas sambil
menggelengkan kepalanya, "Boanpwe hanya mendengar
cerita Auwyang Suheng bahwa selamanya sejak dia
memiliki pedang itu, tidak pernah mempergunakannya,
dengan demikian pedang tersebut hanya disimpannya saja
104 secara baik2. Namun Boanpwe tidak menyangka bahwa
akhirnya Auwyang Suheng harus menerima kematian
secara kecewa dan penasaran ditangan orang-orang Im-mokauw yang mengeroyoknya dan hanya disebabkan pedang
ini....!" Dan kembali Tong Miauw Liang menghela napas
dalam-dalam. "Tapi menurut ceritamu, ketika kalian bersama dengan
isteri dan anaknya orang she Auwyang itu meninggalkan
rumah, Auwyang Fung Tang masih bertempur dengan
orang-orang Im-mo-kauw.... jadi belum tentu dia terbinasa
ditangannya orang-orang Im-mo-kauw, suatu kemungkinan
bisa saja terjadi dimana Auwyang Fung Tang bisa
meloloskan diri dari kepungan lawan-lawannya, mengingat
akan kepandaiannya, memang setingkat dengan kepandaian
yang dimiliki Loceng"
Tong Miauw Liang menghela napas dalam-dalam,
untuk sejenak lamanya dia berdiam diri, dan akhirnya
menggumam: "Namun ketika kami meninggalkannya,
keadaan Auwyang Suheng telah terluka parah, sedangkan
lawannya berjumlah banyak. Malah semakin lama orangorang Im-mo-kauw berdatangan lebih banyak lagi, maka
kemungkinan Auwyang Suheng bisa meloloskan diri dari
mereka, jelas sangat tipis sekali....!"
"Hmmm!" mendengus pendeta tua tersebut, sambil
mengawasi pedang Thiam Sim Kiam. "Memang jika
pedang pusaka ini berada ditangan seseorang yang memiliki
kepandaian tanggung-tanggung, tentu hanya akan
membawa kecelakaan dan bencana untuk diri dan
keluarganya. Hai, hai, entah sudah berapa banyak orangorang yang mejadi korban dari pedang tersebut....!"
Tong Miauw Liang mengawasi si pendeta tua itu,
kemudian dia berkata dengan suara yang perlahan:
"Locianpwe apakah Locianpwe bersedia untuk 105 menyerahkan dan mengembalikan pedang itu kepada
Boanpwe, agar dapat Boanpwe serahkan kembali pedang
tersebut kepada Auwyang Toanio, isteri Auwyang Suheng,
karena dialah yang berhak memiliki pedang tersebut. Malah
kami menuju ke Kangciu ini, menurut pesan Auwyang
Suheng, harus menyerahkan pedang pusaka ini kepada
seseorang, cuma saja.... cuma saja...."
Tong Miauw Liang tak meneruskan perkataannya,
karena dia ragu-ragu untuk melanjutkan perkataannya, dan
dia telah mengawasi si pendeta itu.
Sedangkan pendeta tua itu telah mengawasi Tong
Miauw Liang beberapa saat, baru kemudian dia berkata
dengan kepala digelengkan perlahan: "Sayang sekali hal itu
tidak mungkin dilakukan oleh Loceng.... harus Tong Siecu
ketahui, jika sampai pedang Thiam Sim Kiam ini Loceng
serahkan padamu, mengembalikan pada Auwyang Toanio,
nidcaya bencana yang lebih hebat, akan menimpa isteri
Auwyang Fung Tang dan puteranya itu. Tidakkah Tong
Siecu mau berpikir lebih jauh, dengan adanya pedang
Thiam Sim Kiam ditangan Loceng, tentu bencana yang
seharusnya menimpa diri Auwyang Toanio dan puteranya
itu telah tersingkirkan, sebab orang orang Im-mo-kauw dan
juga orang-orang kang-ouw yang menghendaki pedang
pusaka ini akan mencari Loceng....!"
Tong Miauw Liang mulai tidak tenang. Semula ia niat
mau melunakkan hati si pendeta tua tersebut dengan
menceritakan peristiwa yang sesungguhnya, dengan
harapan kalau-kalau pendeta itu mau mengembalikan
pedang tersebut. Namun siapa menolaknya, tahu, pendeta tua tersebut telah 106 Memang benar apa yang dikataka oleh pendeta tua itu,
dengan tidak adanya pedang Thiam Sim Kiaro ditangan
Auwyang Toanio, bencana bisa dihindari oleh ibu dan anak
itu. Namun apakah orang-orang Kangouw mau mengerti,
bahwa memang sesungguhnya pedang pusaka itu sudah
tidak berada ditangan Auwyang Toanio"
Tong Miauw Liang duduk terpekur dengan hati yang
bingung, bingung sekali. Untuk merampas pedang itu


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan mempergunakan kekerasan, tentu dia tidak sanggup
melakukannya karena tidak mungkin dia bisa menandingi
pendeta tua itu. Tapi untuk meluluskan keinginan si
pendeta agar dia tidak berusaha mencampuri lagi persoalan
pedang Thiam Sim Kiam, pergi meninggalkan kuil ini
dengan bertangan kosong, inilah yang tidak diinginkan oleh
Tong Miauw Liang. Memang kepandaian Tong Miauw Liang tidak sehebat
Auwyang Fung Tang. Waktu mereka bersama-sama
menuntut ilmu, memang Auwyang Fung Tang memiliki
sedikit kelebihan darinya, yaitu selain cerdas, pun memiliki
bakat serta tulang yang baik, dengan demikian cepat sekali
Auwyang Fung Tang dapat mewarisi seluruh kepandaian
guru mereka dan juga akhirnya memperoleh latihan yang
cepat sekali mencapai puncak kesempurnaan.
Sedangkan Tong Miauw Liang sendiri memang agak
lambat setiap kali menerima pelajaran dari gurunya, itulah
sebabnya dia tertinggal jauh oleh suhengnya. Cuma saja,
Tong Miauw Liang memiliki jiwa yang bersih, jujur dan
juga keras. Setiap pekerjaan yang belum diselesaikannya, walaupun
harus memakan waktu yang lama sekali, toh akan
diusahakan untuk diselesaikannya dengan baik. Kekerasan
hati dan keteguhan pendiriannya itulah yang membuat
Tong Miauw Liang walaupun agak lambat menerima setiap
107 pelajaran dari gurunya, toh gurunya itu menyukainya dan
menyayanginya. Sekarang, memperoleh urusan yang demikian rumit,
Tong Miauw Liang pun tidak mau mundur. Walaupun
dirinya mengetahui dirinya bukan menjadi tandingan
pendeta tua itu namun untuk meninggalkan kuil ini dengan
tangan kosong, hal ini tidak dikehendakinya. Ia telah
berdiam diri saja dengan pikiran keras.
Pendeta tua itu telah melihat sikap dan kelakuan Tong
Miauw Liang, dia tersenyum sabar, katanya: "Tong Siecu,
apakah kau t tap berkeinginan untuk mengambil pulang
pedang ini?" Tong Miauw Liang tidak segera menyahuti dia bimbang
untuk segera menjawab. Namun kepalanya akhirnya
mengangguk. "Sudah menjadi kewajibanku....!" kata Tong Miauw
Liang kemudian. "Dan memang sudah menjadi tugasku
juga, untuk melindungi Auwyang Toanio, isteri dari
suheng-ku itu, bersama-sama dengan puteranya yang masih
kecii itu, untuk tiba di Kangciu dengan selamat, disamping
itu juga berusaha melindungi agar pedang Thiam Sim Kiam
tetap berada ditangan mereka, menanti sampai kami
berhasil berjumpa dengan orang yang dimaksudkan oleh
suhengku itu....!" "Jadi maksud Tong Siecu"!" tanya pendeta tua itu.
"Jika memang aku gagal melaksanakan tugasku, pedang
Thiam Sim Kiam terjatuh ketangan orang lain, dan
Auwyang Toanio bersama puteranya mengalami bencana,
tentu akan membuat aku tidak tenang, bagaimana kelak aku
harus mempertanggung jawabkan kepada suhengku jika
kami bertemu di Akherat...." Dan suhengku itu jelas akan
108 mati dengan mata tidak meram karena tidak tenang
menyaksikan semua ini!"
Mendengar perkataan Tong Miauw Liang, pendeta tua
itu telah mengangguk sabar, dia berkata dengan ramah:
"Loceng memang mengetahui kesulitan Tong Siecu, tetapi
disamping itu, perlu Tong Siecu ketahui, bahwa apa yang
dilakukan oleh Loceng, secara tidak langsung sesungguhnya
membawa kebaikan untuk Auwyang Toanio dan puteranya
itu!" Tong Miauw Liang telah mengangkat kepalanya
memandang pendeta itu beberapa saat, kemudian katanya
dengan suara yang ragu-ragu: "Tapi Locianpwe, memang
dalam persoalan ini menyangkut beberapa persoalan yang
belum lagi diketahui oleh Boanpwe dengan jelas. Dengan
damikian, tentu saja Boanpwe tidak bisa mengatakan suatu
apapun mengenai urusan pedang Thiam Sim Kiam. Karena
Boanpwe hanya mengetahui harus melindungi isteri dan
putera suhengku itu, juga termasuk pelang Thiam Sim
Kiam tersebut. Dan kenyataan yang ada, tentu saja
Boanpwe tidak mungkin bisa menerima begitu saja jika
sampai pedang Thiam Sim Kiam harus lenyap dirampas
oleh seseorang dari perlindungan Boanpwe." sambungnya
lagi. -o0od0wo0o- Jilid: IV "MEMANG kepandaian Boanpwe masih rendah sekali,
tidak mungkin menandingi kepandaian Locianpwe, karena
dalam beberapa jurus saja, jelas Boanpwe akan dapat
dirubuhkan Locianpwe. Dengan demikian, berarti juga
bahwa Boanpwe tidak mungkin merebut pedang Thiam Sim
109 Kiam itu dengan kekerasan. Dan Boanpwe hanya
memohon kepada Locianpwe, agar mengembalikan pedang
itu dengan suka rela belaka, mengandalkan belas kasihan
dari Locianpwe saja, karena bagaimana tanggung jawab
yang harus Boanpwe berikan, kalau sampai pedang itu
lenyap dari tangan Auw yang Toanio, sedangkan orang
yang kami cari itu masih juga belum dapat kami temui?"
"Apakah memang sungguh2 apa yang kau katakan,
bahwa kalian belum lagi mengetahui siapa orang yang
dimaksudkan oleh Auwyang Fung Tang yang meminta agar
kalian menemuinya, yang diharapkan bisa menjadi
pelindung kalian....?" tanya pendeta tua itu kemudian
dengan bersungguh-sungguh mengawasi Tong Miauw
Liang. "Mana Boanpwe berani berdusta?" kata Tong Miauw
Liang kemudian dengan suara yang setengah mengguman,
kemudian dia telah menambahkannya "Tapi dalam urusan
ini, memang Boanpwe harus berusaha menyelidiki dan
mencari tahu, siapakah sesungguhnya orang yang
dimaksudkan Suheng yang meminta agar kami
menemuinya itu....!"
"Bagaimana mungkin kalian bisa menemui orang yang
dimaksudkan suhengmu itu, Tong Siecu, jika memang
namanya saja engkau tidak mengetahui dan siapakah
adanya orang itupun kalian tidak mengetahuinya?" kata
pendeta tua itu. "Tapi Suhengku hanya mengatakan bahwa kami
memang hanya perlu pergi ke Kangciu untuk menemui
orang itu sebab setibanya kami di Kangciu, tentu kami akan
disambut oleh orang itu, yang selanjutnya akan menjadi
pelindungnya Auwyang Toanio dan puteranya itu...."
110 "Hmmm, kira-kira siapakah orang itu yang tengah
kalian cari!?" tanya pendeta tua itu lagi.
"Sekarang ini kami memang belum mengetahuinya!" menyahuti Tong Miauw Liang.
lagi "Jika memang demikian, apakah memang kau yakin
akan ada orang yang menyambut kedatangan kalian di
Kangciu, yang kelak akan melindungi kalian?" tanya
pendeta tua itu. Tong Miauw Liang mengangguk. "Kukira Suhengku itu
tidak akan berdusta.... bukankah semua ini demi
keselamatan isteri dan puteranya, tentu dia tidak main-main
dalam persoalan ini. Jika memang dia belum pasti, tentu
tidak akan begitu saja perintahkan kami berangkat ke
Kangciu!" "Baiklah.... sekarang ingin Loceng tanya, jika memang
pedang Thiam Sim Kiam ini Loceng kembalikan
kepadamu, lalu orang2 Im-mo-kauw dan orang2 Kangouw
lainnya yang menginginkan pedang ini berusaha merampas
pedang Thiam Sim Kiam ini dari tanganmu, apakah engkau
bisa melindungi pedang ini dan menghadapi mereka itu?"
Ditanya seperti itu Tong Miauw Liang jadi berdiam diri
saja, akhirnya dia menghela napas dalam-dalam. "Memang
apa yang ditanyakan oleh locianpwe dapat diterima
kenyataannya, karena jika pedang itu tetap ditangan kami,
lalu berdatangan orang2 Im-mo-kauw, juga Tok Liong Pian
dan kawan2nya, belum lagi orang-orang Kangouw lainnya
yang menghendaki pedang itu, jelas dengan hanya seorang
diri saja Boanpwe tidak bisa menghadapi mereka dengan
baik...." "Bukankah Loceng tadi telah mengatakan, dengan
adanya pedang Thiam Sim Kiam ditangan Locang, tentu
kesulitan-kesulitan yang seharusnya dialami oleh Tong
111 Siecu bersama-sama dengan Auwyang Toanio dan
puteranya itu akan berkurang dengan sendirinya! Sekarang
kita atur begini saja, pedang Thiam Sim Kiam ini biarlah
ditangan Loceng, jika memang kalian sudah berhasil
bertemu dengan orang yang dimaksudkan Auwyang Fung
Tang, barulah disaat itu kau datang kemari lagi untuk
mengambil pedang ini dari Loceng! Jangan kuatir Tong
Siocu, walaupun Loceng memang menghendaki pedang ini,
namun jika duduk persoalannya ternyata kelak orang yang
dimaksudkan Auwyang Fung Tang itu adalah pemilik
sebenarnya dari pedang mustika ini, dan juga siapa tahu
yang dimaksudkan oleh Auwyang Fung Tang Itu
sipendekar aneh yang telah Loceng ceritakan tadi, maka
Loceng tentu akan menyingkirkan keinginan untuk
memiliki pedang ini...."
Tong Miauw Liang sesungguhnya tidak bisa
mempercayai begitu saja pendeta ini, sebab memang telah
diketahuinya bahwa pendeta tua tersebut juga mengandung
maksud untuk memiliki pedang Thiam Sini Kiam.
Bukankah ilmu pedangnya saja pun diberi nama Thiam Sim
Kiam Hoat" Dengan demikian, apakah tidak mungkin
sipendeta tua hanya ber-pura2 saja berbaik hati,
menjanjikan kelak akan mengembalikan pedang itu,
sesungguhnya pendeta tersebut pun telah mati-matian
berusaha untuk memiliki pedang mustika tersebut" Namun
setelah berpikir sejenak lamanya, akhirnya Tong Miauw
Liang menerima saja usul itu, karena jika tokh sekarang dia
bersikeras hendak merebut kembali pedang itu dari tangan
pendeta tua tersebut, niscaya akan sisa-sisa belaka. Bukan
saja dia tidak akan berhasil menghadapi si pendeta tua
sedangkan untuk menghadapi Say Ong Kim saja dia tidak
mungkin sanggup. 112 Karena itu akhirnya Tong Miauw Liang telah
mengangguk. "Baiklah!" katanya. "Jika memang
Locianpwe telah berkata begitu, Boanpwe tidak berani
menolaknya!" Sipendeta tua tersebut menghela, napas. Dan kemudian
mengulurkan tangannya, untuk mengambil serangka
pedang, dan dia menghampiri jendela, lalu mencabut
pedang, yang tertancap dikayu jendela, lalu dimasukkan
kedalam serangkanya. Setelah itu barulah sipendeta tua tersebut berkata "Jika
memang Tong Siecu tidak mau mempercayai apa yang
dikatakan oleh Loceng, maka pedang ini bisa saja diambil
oleh Tong Siecu, sekarang juga. Terserah bagaimana
keputusan Tong Siecu, semua ini hanya untuk kebaikan
Auwyang Toanio dan puteranya belaka....."
Tong Miauw Liang telah bersenyum sambil bangkit.
"Baiklah, memang demikian Boanpwe minta diri saja!"
katanya.. Sipendeta tua telah mengangguk.
Namun waktu akan keluar dari kamar itu, Tong Miauw
Liang telah bertanya lagi: "Jika memang Locianpwe tidak
keberatan, dapatkan Locianpwe memberitahukan gelaran
Locianpwe yang mulia?"
"Loceng bergelai Tong Kak Taisu....!"
"Baiklah Locianpwe, jika memang kami berhasil
bertemu dengan orang yang dimaksudkan oleh suheng
Boanpwe itu, maka kami akan segera mengunjungi
Locianpwe lagi!" Dan setelah berkata begitu, Tong Miauw Liang
memutar tubuhnya untuk berlalu. Dia mengambil jalan
seperti tadi ketika dia memasuki kuil tersebut, dimana dia
113 mengambil jalan dengan melewati dinding kuil. Dengan
demikian, tidak ada seorang pendetapun dikuil tersebut
yang mengetahui perihal kedatangannya,
Selama dalam perjalanan pulang kerumah penginapannya, Tong Miauw Liang benar-benar tidak
mengerti akan sikap Tong Kak Taisu. Karena pendeta tua
tersebut bisa mengambil keputusan seperti itu, dimana
walaupun dia sendiri menghendaki Thiam Sim Kiam, toh
jika memang Tong Miauw Liang berhasil bertemu dengan
orang yang dimaksudkan oleh Auwyang Fung Tang, tentu
pedang itu akan dikembalikan kepadanya. Mengenai janji
sipendeta tersebut, Tong Miauw Liang tidak yakin akan
kebenarannya, karena dia sangsi apakah sipendeta bukan
hanya mencari jalan untuk dalam kesempatan ini nanti
menyembunyikan diri dan menghilangkan jejak.
Tapi, jika memang Tong Kak Taisu bermaksud tidak
baik padanya, mengingat kepandaiannya yang memang
sangat tinggi itu, tentu dengan mudah sekali ia dapat
mencelakai Tong Miauw Liang. Dan kenyataannya,
pendeta itu memang tidak melakukan hal itu.
Tiba dikamar rumah penginapan, Tong Miauw Liang
masih memikirkan sikap aneh dari Tong Kak Taisu, dia


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar-benar tidak mengerti. Karena itu, diapun telah
memutar otak untuk memecahkan persoalan tersebut.
Belum lagi dia memikirkan juga, entah siapakah orang yang
dimaksudkan oleh suhengnya. Karena itu, dia telah diliputi
oleh bermacam-macam tanda tanya, yang keluar masuk
otaknya dan membuat Tong Miauw Liang semakin tidak
mengerti menghadapi urusan yang memiliki sangkut
pautnya dengan Thiam Sim Kiam tersebut.
Tong Miauw Liang rebah di pembaringan dengan
pikiran yang melayang-layang tak menentu. Api
penerangan diatas meja bergoyang goyang, sehingga
114 bayangan yang terdapat didalam kamar itupun ikut
bergoyang-goyang. Suasana tenang dan sepi sekali, karena telah cukup larut
malam. Tapi dalam keadaan seperti itulah, tiba-tiba berkesiuran
sambaran angin yang halus sekali dari luar jendela, ke arah
diri Tong Miauw Liang. Bukan main terkejutnya Tong Miauw Liang dia
melompat dari pembaringannya mengelakkan diri dari
sambaran senjata rahasia itu, dan kemudian di lihatnya
beberapa batang piauw dan juga beberapa batang jarum
yang berkilauan kekuning-kuningan telah menancap
menembusi pembaringan. Jika tadi dia tidak keburu untuk menghindarkan diri,
niscaya dia telah menjadi sasaran dari senjata-senjata
rahasia tersebut, tentu dia akan celaka dan menderita luka
yang tidak ringan. Tapi Tong Miauw Liang pun tidak berdiam diri saja,
begitu melihat senjata rahasia yang jumlahnya cukup
banyak itu telah menancap dipembaringan, cepat bukan
main dia telah melompat ke jendela, dia mendorong jendela
itu dengan kuat, membarengi dengan itu kedua tangannya
digerakkan, dia menyerang keluar, baru disusuli dengan
lompatan tubuhnya keluar. Dia melakukan pukulan seperti
itu mencegah jangan sampai musuh bisa membokongnya
disaat dia melompat keluar.
Gerakan tubuh Tong Miauw Liang sangat gesit dan
tubuhnyapun hinggap diluar kamar dengan ringan.
Dilihatnya, disekitar tempat itu berdiri belasan orang, yang
berdiri tegak dengan sikap bermusuhan dan mengancam.
115 Salah seorang diantara mereka segera di kenali oleh
Tong Miauw Liang sebagai Tok Liong Pian Kwee Cai In!
Sedangkan yang lainnya adalah kawan-kawan si Pecut
Naga Berbisa itu! "Mengapa kau membokongku?" bentak Tong Miauw
Liang karena kegusarannya.
Karena tadi jika dia tidak cepat2 berkelit, bukankah
berarti dirinya tidak dapat hidup sampai saat sekarang ini,
dan akan menjadi korban dari senjata2 rahasia itu"
Tok Liong Pian tersenyum mengejek. "Hemmmm, ada
sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu orang she Tong!"
kata Tok Liong Pian. "Apakah selama kau berada di
Kangciu ini telah bertemu dangan si pendeta keparat Say
Ong Kiam?" Tong Miauw Liang mengawasi si Pecut Naga Berbisa
itu beberapa saat lamanya, sampai akhirnya dia tertawa
mengejek. "Kalian mencari si pendeta Say Ong Kiam
mengapa bukannya kalian mencari jejaknya" justeru
menanyakannya kepadaku, yang tidak memiliki hubungan
apapun juga dengan dia"''
Ditanggapi seperti itu, Tok Liong Pian tertawa dingin,
katanya sengit "Kau jangan jual lagak dihadapan kami!
Tentu kedatanganmu ke Kangciu ini hendak menyelidiki
dimana adanya pedang Thiam Sim Kiam itu, terutama
sekali kau tentu akan menyelidiki, dimana si pendeta tua
sikeparat Say Ong Kiam itu, bukan" Nah, sekarang aku
tidak perlu banyak rewel lagi cepat katakan, apakah engkau
telah berhasil menemui jejak dari pendeta keparat itu?"
Tong Miauw Liang tidak jeri, dia telah tertawa dingin,
sahutnya: "Jika memang aku telah bertemu dengannya
kalian hendak apa" Jika memang tidak bertemu, lalu apa
yang kalian inginkan!?" tanyanya dengan mengejek.
116 "Hemm, engkau manusia tidak punya gunna,
kepandaianmu masih rendah, tapi lagakmu begitu tengik!
Tentu saja jika engkau bicara dusta kami akan
membinasakanmu!" Tong Miauw Liang telah tertawa dingin. Walupun dia
mengetahui bahwa dirinya bukan menjadi tandingan Tok
Liong Pian terutama sekali disamping si Pecut Naga
Berbisa itu terdapat kawan-kawannya yang berjumlah tidak
sedikit, namun Tong Miauw Liang tidak mau
memperlihatkan kelemahannya, dia telah menyahuti: "Aku
Tong Miauw Liang bicara apa yang kuketahui! Maka jika
memang kalian menghendaki aku memberitahukan pada
kalian mengenai diri sipendeta Say Ong Kiam, ada satu
syarat yang harus kalian penuhi!"
"Apa syaratmu itu?" tanya Tok liong Pian tidak sabar.
"Cepat sebutkan!"
"Hemmmm, kau Tok Liong Pian, karena kau pernah
lancang berusaha untuk merebut dan merampas Thiam Sim
Kiam yang akhirnya karena kau manusia tidak punya guna,
maka maksud hatimu itu telah gagal! Sekarang lewat
keteranganku kau ingin mengetahui jejak Say Ong Kiam,
maka kau harus berlutut dihadapanku dan memanggilku
dengan sebutan Yaya (kakek) tiga kali, barulah aku akan
memberi tahukan dimana beradanya Say Ong Kiam....!"
Muka Tok Lioug Pian jadi berobah merah padam, tapi
baru saja dia ingin berkata dengan sikap yang berang, waktu
itu seorang kawannya, yang berada didekat Tong Miauw
Liang sudah tidak bisa menahan diri. Golok ditangannya
berkesiuran membacok bahu Tong Miauw Liang.
Serangan itu yang mirip dengan serangan membokong
tidak membuat Tong Miauw Liang jeri. Bahkan dia telah
memperdengarkan suara tertawa dingin, kemudian
117 melompat ke samping menghindarkan diri, bahkan sambil
berkelit, dia telah menggerakkan tangan kanannya menotok
ke jalan darah Liang-tie-hiat lawan.
Lawannya itu cepat-cepat menarik pulang goloknya, dan
kemudian melompat kesamping baru kemudian melanjutkan pula bacokan menyilang, dia mengincar
pinggang dan lengan Tong Miauw Liang.
"Hentikan!" bentak Tok Liong Pian dengan suara keras.
Kawannya itu pun segera menahan meluncurnya
goloknya, dia telah melompat ke samping, dengan cepat dia
menoleh kepada Tok Liong Pian, katanya "Toako,
mengapa harus banyak bicara dengan manusia tidak punya
guna ini?" Tok Liong Pian mendengus perlahan, lalu menyahuti
"Dengan dia kita tidak memiliki urusan apapun juga, kita
hanya membutuhkan keterangannya mengenai Say Ong
Kiam yang telah berhasil melarikan pedang Thiam Sim
Kiam. Karena itu, jika memang dia mau memberikan
keterangannya, kita boleh mengampuni jiwanya! Jika dia
tidak mati bicara terus terang, barulah diwaktu itu jiwanya
kita habisi!" Dingin sekali suara Tok Liong Pian waktu ber-kata2
seperti itu, dia juga telah mengawasi Tong Miauw Liang
dengan mata yang mendelik.
Tapi Tong Miauw Liang sendiri seperti nekad, dia telah
memperdengarkan suara tertawa yang dingin, lalu katanya:
"Walaupun tubuhku harus hancur lebur, jika memang kau
Tok Liong Pian tidak mau berlutut dihadapanku dan
memanggil "Yaya" tiga kali padaku, hmmmm, hmmmm,
jangan harap kalian bisa memperoleh keterangan dariku!"
118 Tok Liong Pian memang sudah mendongkol bukan
main, mana dapat dia main tenang tenang seperti itu,
apalagi memang Tong Miauw Liang tampaknya seorang
yang berkepala batu. Namun dia masih bisa bertanya:
"Apakah memang sesungguhnya engkau mengetahui
tempat bersembunyinya Say Ong Kiam?"
Tong Miauw Liang mengangguk. "Ya" sahutnya sambil
tertawa dingin. "Baiklah aku bersedia panggilmu Yaya"
Dan setelah berkata begitu, Tok Liong Pian telah
melangkah maju, dan mendekati Tong Miauw Liang.
Waktu itu mereka hanya terpisah kurang lebih setengah
tombak, dan Tong Miauw Liang hanya mengawasi saja
Tok Liong Pian dengan berulang kali memperdengarkan
suara tertawa mengejek. Tok Liong Pian membungkukkan tubuhnya namun dia
bukan memberi hormat, karena begitu tubuhnya
membungkuk, kedua tangannya menyambar dengan cepat
sekali. Malah kedua tangannya itu mengandung tenaga dalam
yang sangat kuat, karena dia bermaksud akan
mencengkeram perut Tong Miauw Liang, dan jalan darah
terpenting di tubuh Tong Miauw Liang, yaitu jalan darah
Bun-sie-hiat dan Leng-ku.-hiat. Kedua jalan darah yang
terdapit diperut itu, merupakan jalan darah yang
berhubungan langsung dengan jantung. Seseorang yang
terkena dicengkeram atau ditotok jalan darahnya tersebut,
tentu akan lenyap tenaganya, dan jika terlalu lama tertotok
atau dicengkeram, di mana peredaran darah kejantung jadi
tersumbat, berarti jiwa korban tersebut pun terancam
kematian..... 119 Tong Miauw Liang semula menduga bahwa Tok Liong
Pian akan memberi hormat dan memanggil dia Yaya, dan
baru saja dia ingin mengejek Tok Liong Pian, bahwa
sesungguhnya dia menghendaki Tok Liong Pian itu
berlutut, bukan hanya sekedar membungkuk seperti itu,
justeru kedua tangan Tok Liong Pian telah menyambar
datang. Dengan demikian membuat Tong Miauw Liang
cepat-cepat melompat ke belakang guna menghindarkan
diri, Tok Liong Pian melakukan penyerangan seperti itu,
sesungguhnya dengan memiliki perhitungan yang matang
sebelumnya. Dia memang telah menduga bahwa
cengkeraman kedua tangannya tentu akan berhasil
dielakkan oleh Tong Miauw Liang dan cara mengelakkan
tentu hanya dengan jalan melompat ke belakang menjauhi
diri. Dan karena itu, tanpa menanti Tong Miauw Liang
melompat jatuh dengan kedua kakinya menginjak
tumpukan salju, diwaktu itulah Tok Liong Pian telah maju
dua tindak dengan kedua tangan tetap terulur dan tubuh
tetap membungkuk seperti itu, sehingga jarak jangkau
kedua tangan itu lebih jauh, mengetok jalan darah Mang-suhiat didekat pinggang Tong Miauw Liang.
Totokan itu telah mengenai telak sekali pada jalan darah
tersebut dan seketika itu juga Tong Miauw Liang telah
rubuh terjungkal tidak bisa berkutik lagi.
Dengan cepat Tok Liong Pian telah menghampirinya,
dengan muka yang bengis, dia telah membentak: "Apakah
sekarang engkau masih tidak mau bicara?"
Tapi Tong Miauw Liang telah tertawa dingin.
Walaupun dia dalam keadaan tertotok dan rebah tidak bisa
bergerak, namun dia tidak mau menyerah begitu saja. Maka
katanya dengan suara menghina: "Jika memang engkau
120 hendak membunuhku, bunuhlah, tapi jangan harap aku
akan memberikan keterangan yang kau kehendaki!"
Dan setelah, berkata begitu, Tong Miauw Liang telah
memejamkan matanya rapat-rapat, sama sekali dia tidak
mempedulikan Tok Liong Pian dan kawan-kawannya itu.
Tok Liong Pian sendiri bukan main gusarnya, dia telah,
menggerakkan kaki kanannya, menendang keras sekali,
tubuh Tong Miuaw Liang terpental sejauh tiga tombak
lebih. "Jika memang engkau tetap tidak mau memberikan
keterangan yang kami kehendaki maka jangan harap
engkau bisa mampus dengan cara yang enak, karena kami
telah mempersiapkan cara kematian yang paling sedap yaitu
mati dengan perlahan-lahan! Kau tinggal pilih, apakah
memberikan keterangan yang kami kehendaki dan kau akan
kami bebaskan, atau memang engkau akan tetap tutup
mulut, namun akan menerima kematian yang perlahanlahan...."
Setelah berkata begitu, Tok Liang Pian tertawa bergelakgelak dengan suara yang bengis menyeramkan,
mengandung hawa pembunuhan.
Tong Miauw Liang sendiri sesungguhnya sudah tidak
memikirkan lagi mati hidupnya, namun dalam keadaan
seperti sekarang, di mana dia memiliki tugas yang harus
melindungi Auwyang Toanio dan juga Sung-jie, kedua
orang, itu tengah berada dirumah penduduk di luar
Kangciu, dengan sendirinya, membuat Tong Miauw Liang
harus, berpikir dua kali, jika harus bersikeras terus menutup
mulut. Akhirnya dia berkata juga "Baiklah, aku
menjelaskan apa yang kuketahui! Apa yang hendak kalian
tanyakan?" 121 Tok Liong Pian tampak girang mendengar bahwa Tong
Miauw Liang mau memberikan keterangan yang mereka
inginkan. Dia melangkah mendekati, tanyanya "Apakah
engkau telah bertemu dongan Say Ong Kiam?"*'
"Belum!" sahut Tong Miauw Liang dengan suara yang
tegas, dia juga menggelengkan kepalanya.
"Hemmm, jangan dusta!" bentak Tok Liong Pian. "Jika
engkau main-main dalam memberikan jawaban, tidak apa
pilihan lain, selain mempergunakan cara kami untuk
memaksa engkau membuka mulut!"
Apa yang dimaksudkan oleh Tok Liong Pian ialah dia
ingin menyiksa Tong Miauw Liang.


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi Tong Miauw Liang sendiri telah tertawa tawar, dia
bilang "Engkau yang meminta agar aku bicara yang jujur,
lalu setelah kuberikan jawaban yang jujur, mengapa engkau
malah mengancam hendak menyiksa diriku?".
Muka Tok Liong Pian jadi berobuh merah padam.
Dengan gusar dia membentak: "Aka menghendaki kau
menjelaskan di mana adanya Say Ong Kiam!"
"Akan kuberitahukan jika memang aku mengetahui
dimana beradanya pendeta itu. Tapi memang aku tidak
mengetahui, lalu keterangan apa yang hendak kuberikan!*'
Tok Liong Pian tertawa dingin beberapa kali, katanya:
"Hemm, tadi engkau telah meminta aku berlutut dan
memanggil engkau Yaya tiga kali, barulah kau akan
menjelaskan dimana beradanya Say Ong Kiam. Tapi
sekarang engkau mengatakan tidak mengetahuinya dimana
beradanya pendeta keparat itu..... bukankah itu merupakan
suatu ketololan yang patut ditertawai?"
Tong Miauw Liang tertawa tawar pula. "Tadi aku hanya
mempermainkan engkau saja, dengan meminta kau
122 berlutut, dan memanggilku dengan sebutan Yaya tiga kali,
aku hanya ingin melampiaskan kemendongkolanku, karena
kalian pernah berusaha untuk merebut pedang Thiam Sim
Kiam dari tangan kami, walaupun akhirnya usaha kalian itu
gagal" Muka Tok Liong Pian jadi tambah merah padam, saking
sengitnya, kaki kanannya menyepak keras sekali kepada
Tong Miauw Liang, sehingga Tong Miauw Liang
menderita kesakitan. Namun dia tidak merintih, malah
sebaliknya memperdengarkan suara tertawa mengejek,
katanya kemudian sambil menahan sakit: "Tadi kau telah
menjanjikan kepadaku, bahwa jika aku bicara terus terang,
maka kalian akan membebaskan diriku yang tidak akan
kalian siksa! Tapi sekarang, setelah aku bicara terus terang,
mengapa engkau malah menyiksa diriku, heh?"
Tok Liong Pian telah menyahuti dengan bengis: "Kami
bukan hanya menyiksa dirimu, tapi kami akan
membinasakan kalian! Kali ini kutegaskan sekali lagi, kau
ingin bicara secara terus terang atau tidak?"
"Jika tidak, apa yang ingin kalian lakukan?" tantang
Liong Miauw Liang. "Aku bicara terus terang, aku
memberitahukan bahwa aku memang sesungguhnya tidak
mengetahui dimana bersembunyinya pendeta Say Ong
Kiam itu, tapi kalian tetap mengatakan bahwa aku
berdusta. Alangkah baiknya jika memang aku berdusta saja
dengan menyebutkan suatu tempat agar kalian pergi
mencari pendeta itu dengan sia-sia....!"
"Hemmmm, lidahmu itu akan kami potong!" menyahuti
Tok Liong Pian. "Memotong lidahku" Hahahahaha!" tertawa Tong
Miauw Liang. "Enak sekali kau bicara, dengan memotong
123 lidahku, berarti keterangan yang
selamanya tidak akan kalian peroleh!"
kalian kehendaki "Tapi, didalam hal ini, kami bisa mencari pendeta
keparat itu tanpa keteranganmu. Akhirnya kami tentu akan
dapat menemui jejak pendeta keparat itu! Nah, Lojie, pergi
kau potong lidah orang she Tong itu!" kata-kata Tok Liong
Pian itu ditujukan kepada salah seorang kawannya.
Kawannya itu Lojie, telah mengiyakan, dia mencabut
pedangnya dan kemudian telah melangkah menghampiri
kearah Tong Miauw Liang yang masih rebah diam di salju.
"Buka mulutmu!" bentak Lojie.
"Hmmm......!" Tong Miauw Liang hanya mendengus
saja dengan mata mendelik mengawasi Lojie dengan berani.
"Buka mulutmu!" bentak Lojie dengan suara yang
bengis dan pedangnya telah dikebutkan, sehingga
mendengung memperdengarkan suara yang nyaring sekali.
Tiba-2 saja Tong Miauw Liang telah meludahi muka
Lojie. Namun Lojie telah memiringkan kepalanya, sehingga
dia menghindarkan ludah itu.
Bukan main gusarnya Lojie, ia telah menggerakkan
pedangnya, akan mencongkel mulutnya Tong Miauw
Liang. Namun Tong Miauw Liang tetap berdiam diri. Ujung
pedang itu mengenai mulutnya, sewaktu Lojie
menghentaknya, mulut itu telah robek terluka oleh mata
pedang. Namun Tong Miauw Liang tidak merintih kesakitan,
malah telah memperdengarkan suara tertawa dingin.
124 Dengan berani sekali dia telah memperdengarkan suara
tertawa mengejeknya berulang-kali, sama sekali dia tidak
memperlihatkan perasaan jeri.
Sedangkan Lojie yang jadi penasaran bukan main, telah
menggerakkan pedangnya lagi, dia telah menyontek mulut
Tong Miauw Liang dengan ujung pedangnya, kemudian
diapun mengulurkan tangannya yang satunya untuk
membuka mulut Tong Miauw Liang dengan paksa. Waktu
itu Tong Miauw Liang tengah rebah tidak berdaya sama
sekali, tidak bisa berkutik, dengan sendirinya dia tidak bisa
memberikan perlawanan. Dan ketika rahangnya dipijit,
maka mulutnya terbuka. Namun Tong Miauw Liang
berusaha untuk mengatupkan kembali mulutnya gagal.
Pedang Lojie telah meluncur memasuki mulutnya.
Malah Lojie telah menggerakkan pedangnya itu, yang
diputar-putar. Seketika terlihat darah meluncur keluar dari
mulut Tong Miauw Liang. Tong Miauw Liang pun menderita kesakitan yang luar
biasa. Lidahnya memang tidak terpotong, namun telah
terluka. Begitu juga seluruh dinding didalam mulutnya,
telah terluka oleh mat, pedang itu, sehingga darah yang
mengucur keluar sangat banyak sekali.
Waktu itu Lojie memperdengarkan suara tertawa dingin,
tangan kirinya telah mencengkeram leher Tong Miauw
Liang, dia mencekik dengan kuat.
Dicekik seperti itu, mulut Tong Miauw Liang terbuka
lebar dan lidahnya yang berlumuran darah itu telah terjulur
keluar. Seketika pedang Lojie berkelebat.
125 Lidah Tong Miauw Liang telah terpotong dan karena
kesakitan yang tidak tertahan, Tong Miauw Liang telah
berkelejatan dan kemudian pingsan tidak sadarkan diri.
Tok Liong Pian tertawa bergelak-gelak. Katanya: "Kita
tunggu sampai dia tersadar kembali! Apakah dia masih
tetap tidak mau memberikan keterangan dan berkepala batu
seperti tadi?" Setelah berkata begitu, Tok Liong Pian Kwee Cai In
telah menoleh kepada seorang kawannya, katanya: "Pergi
kau mengambil air!" Dan kepada seorang kawan yang lainnya Tok Liong
Pian lelah perintahkan mengeluarkan alat tulis.
Waktu kawan Tok Liong Pian yang seorang itu kembali
dengan segayung air, yang segera disiramkan kepada Tong
Miauw Liang, maka Tong Miauw Liang tersadar dari
pingsannya. "Sekarang kau mau memberikan keterangan baik-baik
atau tidak" Disini kami telah sediakan alat-alat tulis, dan
kau boleh menulis keterangan yang ingin kau berikan itu.
Jika kau berani main-main dan berkepala batu lagi,
hemmm. hmmm, kedua tanganmu itu akan kami potong
putus!" Tong Miauw Liang yang lidahnya telah dipotong,
dimana untuk selanjutnya dia akan menjadi orang yang
bercacad gagu, dengan demikian ia jadi nekad.
Dia berdiam diri saja menahan rasa sakit pada mulut
dan lidahnya itu, dia telah memejamkan sepasang matanya
dan berpikir, paling tidak dia akan dibinasakan oleh Tok
Liong Pian. 126 "Apakah engkau tetap tidak ingin memberikan
keterangan yang kami kehendaki?" tanya Tok Liong Pian
dengan bengis. Tong Miauw Liang, telah berdiam diri saja. Sepasang
matanya telah dipejamkan rapat2.
Tok Liong Pian mengulangi lagi pertanyaannya
beberapa kali, karena tidak juga dilayani olehnya, dia jadi
sengit, kaki kanannya menendang keras, kedada Tong
Miauw Liang. Seketika Tong Miauw Liang memuntahkan darah segar,
karena dia telah terluka didalam.
"Cepat kau berikan keterangan yang kami kehendaki itu
dengan menulis dikertas ini!'' perintah Tok Liong Pian,
sedangkan kawan-kawan si Pecut Naga Berbisa itu telah
memperdengarkan tertawa mengejek mereka.
Tong Miauw Liang tetap tidak melayani matanya tetap
terpejam, Dia memang sudah berputus asa dan mengetahui
bahwa dirinya sulit lolos dari kematian ditangan Tok Liong
Pian, maka dia nekad dan hendak mengambil sikap diam
saja agar Tok Liong Pian kalap dan membunuhnya. Karena
jika memang dia tersiksa terus menerus sehingga tubuhnya
bercacad, hidup selanjutpun tidak ada gunanya.
Tok Liong Pian yang rupanya teleh gusar bukan main,
telah mengambil sebatang pedang dari kawannya, dia telah
berkata dengan bengis: "Baiklah! Jika memang kau tetap
tidak bersedia memberikan keterangan yang kami
kehendaki, tanganmu itu akan kami buntungi!"
Ancamannya itu disertai dengan menggerak-gerakkan
pedangnya dimuka Tong Miauw Liang.
Tong Miauw Liang tetap memejamkan sepasang
matanya, hal ini menambah kemarahan Tok Liong Pian.
127 Tahu-tahu pedang itu berkelebat dan tangan kiri Tong
Miauw Liang telah tertabas buntung karenanya.
Bukan main rasa sakit yang meliputi tangan dan pundak
Tong Miauw Liang, karena darahpun telah mengucur deras
sekali. Tok Liong Pian telah membentak lagi: "Jika memang
engkau tetap membandel, maka tangan kananmu itu akan
kubuntungkan juga!" Kata-katanya itu telah diiringi dengen pedangnya yang
teracungkan untuk menabas ke tangan kanan Tong Miauw
Liang. Waktu itu Tong Miauw Liang yang tengah menderita
kesakitan bukan main, hanya bisa bersuara: "Uh, uh, uh,
uh." tidak sepatah katapun yang berhasil meluncur dari
mulutnya, karena lidahnya memang telah dipotong putus.
Sesungguhnya dia ingin mengatakan kepada Tok Liong
Pian, jika memang Tok Liong Pian hendak membunuhnya,
dia minta agar segera Tok Liong Pian membinasakannya
tanpa perlu menyiksanya seperti itu. Namun sekarang, tidak
sepatah perkataanpun yang berhasil dikatakannya.
Waktu itu Tok Liong Pian telah mendengus tertawa
dingin, katanya: "Baiklah, manusia keparat berkepala batu
seperti engkau memang patut diberikan ganjaran yang
setimpal!" dan "sring!" pedang ditangannya bergerak lagi,
menabas buntung tangan kanan Tong Miauw Liang.
Dengan demikian, selain lidahnya telah dipotong putus,
dan kedua tangan juga ditabas buntung, maka Tong Miauw
Liang menjadi manusia cacad yang hanya memiliki
sepasang kaki belaka. "Kami tidak akan membunuhmu. Jika kubunuhmu
itulah hal yang paling menyenangkan buat kau! Kami akan
membiarkan kau hidup terus, tapi dengan keadaan seperti
128 itu....!" kata Tok Liong Pian dengan suara yang bengis dan
kemudian dia tertawa bergelak-gelak dengan suara yang
keras, lalu memberi isyarat kepada kawan-kawannya untuk
meninggalkan tempat itu, meninggalkan Tong Miauw
Liang yang menggeletak diatas tumpukan salju dengan
darah berlumuran ditubuh dan disekitarnya, sehingga
warna salju disekitar Tong Miauw Liang pun berwarna
merah Dengan diliputi kemendongkolan dan penasaran, karena
tidak sedikitpun keterangan yang diinginkannya dapat
dikorek dari mulut Tong Miauw Liang, Tok Liong Pian
mengajak kawan-kawannya meninggalkan rumah penginapan itu. Keesokan paginya, gemparlah di rumah penginapan itu,
kiranya pelayan rumah penginapan tersebut menemui Tong
Miauw Liang menggeletak diatas tumpukan salju dalam
keadaan yang mengenaskan. Sipelayan duga semalam
setelah kedatangan perampok, yang telah menganiaya,
Tong Miauw Liang segera mengangkat Tong Miang Liang
ke kamarnya, untuk direbahkan diatas pembaringan. Tabib
pun segera dipanggil oleh pemilik rumah penginapan.
Selama seminggu lebih Tong Miauw Liang rebah
dipembaringan, akhirnya lukanya telah mengering dan
berangsur sembuh. Lewat tiga hari lagi, lukanya itu benarbenar sembuh. Namun sekarang Tong Miauw Liang telah
menjadi manusia bercacad, karena selain dia menjadi
seorang yang gagu, juga tidak memiliki sepasang tangan
lagi. Dia hanya memiliki sepasang kaki belaka, yang masih
bisa dipergunakan untuk berjalan.
Bukan main penasaran dan sakit hati Tong Miauw
Liang. Dia bersumpah didalam hatinya, selama dia masih
bernapas dan selama dia masih memiliki kesempatan hidup,
129 suatu waktu tentu dia akan mencari Tok Liong Pian, untuk
membalas sakit hatinya ini.
Sore itu, Tong Miauw Liang mendatangi kuil Tong Kak
Taisu. Sipendeta tua terkejut sekali waktu melihat keadaan
Tong Miauw Liang seperti itu. Dengan menggunakan pit
yang digigit oleh giginya, Tong Miauw Liang telah menulis


Badai Di Siauw Lim Sie Lanjutan Tatmo Cauwsu Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata-kata yang menceritakan apa yang telah dialaminya.
Tong Kak Taisu jadi menghela napas dalam-dalam,
katanya dengan penuh penyesalan: "Hai, hai, siapa sangka
pedang Thiam Sim Kiam memang selalu membawa
peristiwa mengerikan seperti ini"
Tong Miauw Liang juga telah menulis nama Tok Liong
Pian Kwee Cai In sebagai orang yang telah menganiayanya.
Tong Kak Taisu telah mengangguk, "Ya, Loceng kira,
mereka tentu akan datang mengunjungi Loceng juga,
karena akhirnya tokh mereka akan mengetahui juga bahwa
keponakan muridku, Say Ong Kiam Kwie Bun Hosiang,
berada dikuil ini!" kata Tong Kak Taisu sambil menghela
napas. Waktu itu, Say Ong Kiam juga telah datang menghadap
Tong Kak Taisu. Pada Say Ong Kiam, Tong Kak Taisu
telah menceritakan apa yang telah dialami oleh Tong
Miauw Liang. Mendengar semua itu, Say Ong Kiam telah menghela
napas, mukanya merah padam, lalu katanya dengan sengit:
"Jika memang Tok Liong Pian memiliki kepandaian,
mengapa dia tidak langsung datang kemari untuk berurusan
denganku atau paman guruku ini" Hmmmm. Siauwceng
akan pergi mencari mereka untuk membalaskan sakit hati
Tong Siecu!" 130 Tapi Tong Kak Taisu telah menggerak-gerakkan
tangannya, dia mencegah keinginan keponakan muridnya
itu. "Kelak merekapun akan datang kemari" kata pendeta
tua itu. "Kau tidak perlu mencari mereka, Kwie Bun,
biarlah nanti jika memang mereka telah mengetahui bahwa
pedang Thiam Sim Kiam berada di tangan kita dan mereka
datang kemari, kita baru memberi hajaran pada mereka,
sekalian untuk membalaskan sakit hati Tong Siecu! Nah
Tong Siecu, selanjutnya apa yang akan kau lakukan?"
Tong Miauw Liang telah menulis dengan mempergunakan giginya menggigit pit itu. Dia menulis
kata-kata akan mencari Auwyang Toanio dan anaknya itu.
"Jika memang Tong Siecu mau mempercayai akan
ketulusan hati kami, maka Auwyang Toanio dan anaknya
itu biarlah diajak kemari saja, agar mereka dapat kami
lindungi dari tangan-tangannya manusia busuk itu!"
Tong Miauw Liang berdiam diri tidak segera menyahuti,
dia seperti berpikir sejenak.
Namun akhirnya dia mengangguk juga, dan menulis
dengan pit digigit oleh gigi-gigi nya itu, bahwa dia mau
mempercayai keselamatan Auwyang Toanio dan puteranya
itu di tangan Tong Kak Taisu dan Say Ong Kiam.
Hal itu disebabkan Tong Miauw Liang pun berpikir
bahwa dia telah menjadi manusia bercatad, dengan kedua
tangannya telah buntung tiada, maka boleh dibilang seluruh
kepandaian silatnya sudah tidak ada lagi, dan juga terbatas
sekali yang dilakukannya. Karenanya, diapun yakin tidak
mungkin bisa melindungi Auwyang Toanio dan puteranya
itu lebih lanjut. Maka saran yang diberikan oleh Tong Kak
Taisu telah disetujuinya.
131 "Biarlah aku akan menjemput mereka!" tulis Tong
Miauw Liang lagi. Tong Kak Taisu menyetujui. Maka dengan diantar oleh
Say Ong Kiam, Tong Miauw Liang telah pergi keluar
Kangciu untuk menjemput Auwyang Toanio dan Sung-jie.
Namun ketika tiba di rumah penduduk di mana
Auwyang Toanio dan Sung-jie dititipkan, ibu dan anak itu
sudah tidak berada di situ. Sedangkan pemilik rumah itu
tengah rebah dipembaringannya dalam keadaan babak belur
terluka parah. Dari keterangannya yang terbata-bata,
ternyata ditempat itu, dirumahnya, kemarin telah datang
belasan orang, yang telah membawa Auwyang Toanio dan
anaknya dengan cara paksa. Dan juga pemilik rumah itu
telah dipukuli beramai-ramai, sehingga dia babak belur dan
terluka parah, sebab ada beberapa orang "tamu" tidak di
undang itu malah mempergunakan senjata tajam untuk
melukainya. Tong Miauw Liang jadi berduka bukan main. Dia telah
ikut Say Ong Kiam mencari Auwyang Toanio dan Sung-jie
disekitar Kangciu, namun jejak ibu dan anak itu tidak
berhasil ditemukan, juga mereka telah menduga, bahwa
belasan orang yang menculik ibu serta anaknya itu,
tentunya Tok Liong Pian dengan kawan kawannya. Namun
mereka pun tidak berhasil menemukan jejak Tok Liong
Pian. Akhirnya keduanya telah kembali ke kuil Tong Kok
Taisu. Apa yang terjadi pada diri Auwyang Toanio dan Sungjie, ibu dan anak itu" Ternyata dua hari sejak mereka
menetap di rumah keluarga Cin itu, yaitu rumah penduduk
dimana Tong Miauw Liang menitipkan mereka, maka
malamnya telah terjadi urusan yang benar benar tidak
mereka sangka. Karena disaat tengah malam, telah datang
132 belasan orang, yang memaksa Auwyang Toanio dan Sungjie ikut bersama mereka.
Auwyang Toanio telah bersikeras tidak mau ikut dengan
mereka, dengan rnemeluki Sung-jie, mereka ibu dan anak
telah duduk di lantai tidak mau bergerak, walaupun telah
didorong dan ditarik dengan paksa.
Akhirnya salah seorang dari "tamu" tidak diundang itu
telah menempeleng Auwyang Toanio dengan keras,
kemudian menarik tangannya, dimana Auwyang Toanio
dilontarkan ke luar rumah. Karena Auwyang Toanio
memeluki anaknya itu erat-erat, dengan sendirinya mereka
ibu dan anak telah terlempar berdua keluar. Untung saja
waktu itu salju bertumpuk diluar rumah, sehingga mereka
terbanting tidak sampai terkilir tangan maupun kakinya.
Sambil menangis-nangis Auwyang Toanio telah berteriakteriak memohon pertolongan. Tapi dimalam selarut itu,
terlebih lagi rumah orang she Cin itu terpencil jauh dari
rumah-rumah lainnya, tidak ada orang yang datang
menolongi. Hanya pemilik rumah itu yang berusaha melindungi
Auwyang Toanio dan Sung-jie. Namun dia seorang yang
lemah, tidak mengerti ilmu silat.
Maka Waktu dia digebuk beramai-ramai, dia hanya bisa
menerima bogem mentah dari tikaman-tikaman dari orang
itu yang membuatnya jadi babak belur dan terluka parah.
Lalu dengan paksa orang-orang itu telah menyeret
Auwyang Toanio dan anaknya untuk dibawa pergi
meninggalkan tempat itu. Bukan main berdukanya Auwyang Toanio dia
mengharapkan sekali kedatangan Tong Miauw Liang.
Walaupun Tong Miauw Liang tidak seliehai kepandaian
suaminya, yang diduga telah terbunuh ditangan orang133
orang Im-mo-kauw, namun tetap saja jika Tong Miauw
Liang waktu itu muncul, setidak-tidaknya bisa menolongi
mereka ibu dan anak. Namun Tong Miauw Liang tetap tidak pernah muncul,
walaupun belasan orang itu telah membawa ibu dan anak
sejauh dua puluh lie lebih. Mereka bukan menuju ke
Kangciu, melainkan menuju kearah yang berlawanan, yaitu
meninggalkan Kangciu. Semua orang-orang itu, yang jumlahnya belasan orang,
mengenakan topeng yang terbuat dari sutera hijau, dan
muka mereka tidak bisa dilihat, hanya tampak bola mata
mereka dari kedua lobang ditopeng masing-masing.
Auwyang Toanio dan Sungjin diberi seekor kuda, dan
kuda itu dituntun oleh seorang dari belasan orang tersebut.
Dan mereka melakukan perjalanan perlahan sekali, hanya
disebabkan Auwyang Toanio dan Sung-jie tidak bisa
melarikan kuda mereka dengan cepat.
"Hmmmmm, wanita ini telah berhasil kita bekuk,
terutama anak itupun telah berhasil kita tangkap, tentu
Kauwcu akan gembira menerima hasil pekerjaan kita kali
ini....!" demikian seseorang dari mereka berkata dengan
gembira sekali, waktu mereka telah tiba didekat sebuah
tikungan dijalan iiu. Yang lainnya mengangguk dan mengiyakan. Belasan
orang itu telah melakukan perjalanan terus membawa
Auwyang Toanio dan anaknya itu.
Sedangkan Auwyang Toanio sendiri menduga-duga,
entah siapa adanya orang-orang ini, yang semuanya
mengenakan topeng muka bewarna hijau tersebut.
Waktu itu salah seorang diantara mereka telah berkata:
"Menurut hematku, alangkah baiknya jika memang wanita
134 itu bersama anaknya kita totok saja, sehingga dengan
membawa serta wanita dan anak itu disalah satu kuda kita,
maka perjalanan bisa dilakukan jauh lebih cepat"
Beberapa orang diantara mereka menyetujui, tapi ada
juga yang menyahuti: "Kita tidak perlu terlalu tergesa-gesa"
katanya, "Tapi kita harus cepat-cepat tiba ditempat kita,
mencegah jangan sampai ada yang mengejar karena orang
she Tong yang semula bersama-sama dengan wanita dan
anak ini, tidak kita jumpai dirumah itu mungkin dia sedang
pergi kesuatu tempat, dan dengan demikian, jika dia
kembali dan tidak melihat wanita bersama anak ini, jelas
dia akan segera mengejarnya"
Begitulah, beberapa orang diantara mereka segera
berunding, dengan keputusan bahwa Auwyang Toanio dan
Sung-jie harus ditotok, sehingga tidak mempersulit
perjalanan mereka. Setelah ditotok, Auwyang Toanio dan anaknya itu,
Sung-jie, diikat diseekor kuda, dan kemudian tali
kendalinya dipegang oleh salah seorang diantara mereka,
dimana mereka sekarang bisa melarikan kuda masingmasing jauh lebih cepat dari sebelumnya.
Auwyang Toanio jadi penasaran bukan main, disimping
ketakutan. Dia bersama-sama dengan Tong Miauw Liang
memang berusaha untuk menyelamatkan Sung-jie, agar
anak itu tidak tertimpa bencana dan malapetaka,
menghindari diri dari musuh-musuh mereka. Namun
sekarang, ibu dan anak itu telah terjatuh kedalam tangan
dari orang-orang yang memakai topeng hijau itu. Dengan
demikian, keselamatan mereka berdua, Auwyang Toanio
dan Sung-jie sangat terancam sekali. Tapi mereka berdua,
memang tidak berdaya sama sekali dan hanya bisa pasrah
135 pada nasib, menantikan apa yang akan menimpa diri
mereka...... Rombongan orang orang bertopeng kain sutera hijau itu
melakukan perjalanan terus menuju ke barat, dan dalam
waktu singkat telah dua puluh lie lebih lagi yang mereka
lewati. Dan menjelang cahaya matahari pajar akan
menyingsing, rombongan itu telah tiba di sebuah
perkampungan yang tidak begitu besar.
Orang-orang itu telah melepaskan topeng sutera hijau
mereka masing-masing, dan menyimpan topeng hijau itu.
Auwyang Toanio dan Sung-jie dapat melihat jelas bahwa
muka orang orang itu adalah muka-muka yang bengis
menyeramkan dan bermacam-macam bentuknya, Apa yang
panjang dengan kumis dan jenggot yang tumbuh lebat
didagunya, atau juga dengan bentuk muka yang bulat
seperti bahpauw. Namun ada persamaan diantara mereka,
yaitu setiap leher mereka diganduli sebuah kalung yang
gandulannya merupakan sebuah pedang pedangan kecil
yang terbuat dari emas! Karena belasan orang itu
mengenakan kalung yang serupa, dengan gandulan yang
sama bentuknya, mungkin pedang-pedangan kecil yang
terbuat dari emas berkilauan tertimpa sinar matahari pagi,
adalah lambang dari perkumpulan mereka.
Ketika itu, rombongan orang-orang itu ingin membawa
Auwyang Toanio dan Sung-jie memasuki perkampungan
itu. Tapi dekat pintu kampung, waktu mereka hendak
lewat, tampak duduk seorang pendeta yang mengenakan
jubah warna putih, seputih salju yang bertumpuk disekitar
Kincir Angin Para Dewa 4 Wiro Sableng 016 Hancurnya Istana Darah Pedang Pelangi 8
^