Pencarian

Tikam Samurai 9

Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik Bagian 9


dengan kumis jarang menyeruak.
Dan dia tertegun tegak takkala melihat gelang emas yang baru diambil dari perut harimau besar itu.
Kemudian terdengar dia memekik. Ditangannya terpegang pisau. Dan sebelum orang sempat mencegahnya
pisau itu sudah merajah bangkai harimau tersebut. Dan ketika orang-orang sadar bahwa kulit harimau itu
harus diselamatkan, maka kesadaran itu sudah terlambat.
Nudin sudah merajah harimau itu dengan caci maki sambil menikamkan pisaunya berulang kali. Dan
akhirnya dia tertegak terperangah. Orang-orang yang melihatnya juga pada terperangah.
Bangkai harimau itu seperti dicencang.
"Kenapa dia" Si Bungsu berbisik perlahan pada Bilal yang tegak disisinya.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 182
"Lima bulan yang lalu, dia kehilangan istri. Waktu itu dia pergi menjual ikan ke Pekanbaru.
Sepeninggalnya istrinya pergi menakik getah. Ketika dia kembali sore hari, istrinya tak dirumah. Mereka baru
saja tiga bulan menikah. Ketika magrib datang, istrinya belum juga muncul, dia mulai mencari ke tetangga. Tapi para tetangga
mengatakan bahwa tak melihat istrinya sejak pagi. Dia jadi curiga. Bukankah pagi tadi istrinya berkata akan
pergi menakik getah"
Bersama penduduk dia menyusul istrinya ke kebun getah mereka di hilir kampung sana. Dengan
membawa suluh daun kelapa, mereka meneliti kebun tersebut.
Dan dekat sepohon karet yang dikelilingi semak rimbun, mereka menemukan jejak-jejak. Ada terompa,
ada kantong tempat getah segrap. Ada darah dan tanah yang meninggalkan jejak harimau.
Mereka mengikuti jejak tersebut. Sebab bekas tubuh perempuan itu diseret nampak jelas di tanah. Tiga
puluh depa dari tempat semula, mereka menemukan pisau penakik getah perempuan itu.
Nampaknya ketika ditangkap harimau, dia belum mati. Bahkan nampaknya berusaha melawan ketika
tengkuknya dicengkram taring harimau itu dan menyeretnya pergi. Namun ditempat pisau pemotong karet itu
jatuh, disanalah mungkin ajalnya tiba.
Dan malam itu mereka tidak menemukan apa-apa. Besok dan besoknya lagi mereka mencari terus.
Sepekan lamanya pencarian itu berlangsung. Namun mayat istrinya tak pernah dijumpai. Dan ternyata hari ini
dia temui gelangnya dalam perut harimau itu?"
Si Bungsu sudah terbiasa hidup dalam kekerasan. Sudah tak lagi mempan akan kesedihan-kesedihan.
Sebab hidupnya sendiri adalah rangkaian dari pada kesedihan yang sambung menyambung.
Namun mendengar kisah tragis yang menimpa diri lelaki dari Buluh Cina ini, hatinya jadi terharu. Dan
ketika dia melihat betapa lelaki itu duduk terhenyak di tanah, memandang dengan wajah pucat dan air mata
berlinang. Si Bungsu jadi tak tahan.
Dia beranjak dari sana. Berjalan masuk ke mesjid. Di dalam rumah Allah itu dia sembahyang sunat.
Kemudian duduk membaca zikir.
Itu adalah hari terakhir Si Bungsu di Buluh Cina. Sebab malamnya datang kurir Kapten nurdin dari
Pekanbaru memberitahukan bahwa besok ada kapal menuju Singapura. Dan di Singapura kelak ada orang
Indonesia yang mengurus keberangkatan Si Bungsu ke Jepang.
Malam itu juga Si Bungsu kembali ke Pekanbaru. Meninggalkan Buluh Cina. Dia diantar oleh Bilal dan
Badu sampai ke Marpuyan. Disana sudah ditunggu oleh anak buah Kapten Nurdin.
Esoknya sesuai dengan pesan Kapten Nurdin dia berangkat ke Singapura. Kapal yang ditompanginya
adalah sebuah kapal kecil yang selalu hilir mudik di sungai Siak membawa para pedagang dan penyelundup.
Di Singapura beberapa pejuang bawah tanah Indonesia yang berada disana sebagai pencahari senjata
telah menunggu dan memberangkatkan Si Bungsu ke Jepang. Dia ditompangkan di sebuah kapal Jepang yang
dicarter Inggeris. Kapal itu bernama Ichi Maru.
Dalam perjalanan menuju Jepang, debar jantungnya terasa mengencang. Dia kini tengah menuju sebuah
negeri darimana pernah dikirim pasukan fasis yang amat kejam menjajah negerinya. Dia menuju sebuah negeri,
darimana pernah dikirim tentara yang telah merobek-robek negeri dan kaum perempuan Indonesia.
Membunuh banyak sekali kaum lelaki, kanak-kanak dan orang dewasa, lewat pembantaian dan"kerja paksa
sebagai Romusha! Dia kini menuju sebuah negeri dimana berdiam musuh besarnya. Orang yang pernah membunuh ayah,
ibu dan kakanya. Dia kini menuju negeri Saburo Matsuyama!!
Ke Jepang dia datang, disana maut menghadang!
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 183
Episode II (Kedua) (48) Tokyo, Kyoto dan Nagasaki atau kota manapun di Jepang saat ini, keadaannya sama saja. Dimana-mana
tentara Amerika kelihatan mondar-mandir. Dimana-mana orang kelihatan dicekam rasa takut dan penuh
ketergesaan. Dan dimana-mana kelaparan dan kekacauan ekonomi merajalela. Itulah Jepang ditahun 50-an. Jepang
yang ditaklukan sekutu dengan 2 bom atom di Nagasaki dan Hirosima.
Dan kini bulan November. Musim gugur sudah mendekati masa akhirnya. Desember salju akan turun.
Dalam musim gugur begini, semua orang kelihatan bergegas kemana-mana.
Daun-daun pada berguguran meski angin tak bertiup. Pohon-pohon kini pada gundul. Dahan dan ranting
kelihatan seperti akar tercabut yang diletakkan terbalik menggapai langit.
Angin kencang yang bertiup seperti mengiris daging terasa dalam cuaca begini. Orang lebih baik tetap
tinggal di rumah. Berlindung di bawah selimut. Jalan-jalan kelihatan sepi. Tokyo yang besar dan berpenduduk
ramai itu juga sepi dalam cuaca musim gugur begini.
Di bahagian utara, masih dalam lingkungan kota Tokyo, ada sebuah taman yang terbengkalai. Namanya
Asakusa. Rencananya taman itu akan dibuat besar dan indah. Tapi kekalahan dalam perang membuat rencana
taman itu tak jadi dikerjakan.
Di sudut taman yang belum rampung itu berdiri sebuah bangunan tua tapi bersih. Bangunan itu semula
adalah rumah penginapan bagi pekerja-pekerja yang akan membangun taman tersebut.
Karena tamannya tak jadi, maka rumah itu kini dijadikan penginapan. Namanya diambil dari nama
daerah dan taman dimana dia berada. Yaitu penginapan Asakusa.
Diluar, penginapan itu kelihatan sepi.
Tamu-tamu tak seorangpun yang kelihatan di ruang depan. Pemilik penginapan sudah mulai bersiapsiap untuk mematikan lampu dan siap untuk tidur, ketika didepan penginapan itu terdengar suara mobil
berhenti. Kemudian disusul suara tawa dan pekik menghimbau. Setelah itu suara derap sepatu dan suara
cekikikan perempuan. Pemilik penginapan itu segera bersinar wajahnya. Suara seperti itu pastilah pertanda
uang masuk. Dia segera mendorong TO. Yaitu pintu yang bisa didorong kekiri dan ke kanan yang terbuat dari
kertas berbingkai kayu. Dan tiga orang serdadu Amerika dengan seragamnya yang mentereng segera saja masuk keruang tamu.
Bersama mereka terlihat tiga orang perempuan Jepang.
"Konbanwa"!" yang berpangkat Letnan memberi ucapan "Selamat malam" dalam bahasa Jepang
beraksen kasar. "Konbawa"!" jawab pemilik penginapan sambil berkali-kali membungkuk memberi hormat.
"Kami butuh tiga kamar"." Tentara Amerika itu berkata. Dan kembali pemilik penginapan Asakusa itu
mengangguk-angguk. Dia mengantar dua tentara ke dua buah kamar yang kebetulan kosong. Dan si Letnan dia antarkan ke
kamar yang dekat taman. Pemilik kediaman itu mengetuk pintu.
"Gomenkudasai"." Katanya keras menyuruh membuka pintu. Ketika pintu tak juga kunjung dibuka dari
dalam, dia langsung mendorong pintu TO tersebut hingga terbuka.
Di dalamnya, seorang lelaki muda menggeliat dibawah selimut.
"Maaf, keluar dahulu sebentar. Kamar ini akan dipakai?"
Lelaki muda itu tak memprotes. Sebab sejak tiga bulan tinggal di penginapan ini, kejadian seperti ini
sudah sering terjadi. Kamarnya dipakai sementara untuk berbuat mesum oleh tentara Amerika. Kemudian jika selesai, dia
masuk lagi. Yaitu setelah tentara Amerika itu keluar.
Menjijikkan memang. Tapi begitulah cara hidup yang aman di Jepang saat itu. Persetan segala kejadian.
Berani melawan" Hmm, bisa ditangkap dengan tuduhan melawan tentara Amerika.
Buat saat ini, melawan tentara Amerika berkelahi misalnya, jauh lebih berbahaya daripada membunuh
dua atau tiga orang Jepang.
Kalau membunuh dua atau tiga orang Jepang masih ada jalur hukum yang ditempuh. Kepengadilan,
pengusutan dll. Tapi melawan tentara Amerika bisa ditembak ditempat. Tak peduli salah atau benar.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 184
Sadar akan hal inilah makanya anak muda itu lalu bangkit. Kemudian memakai pakaian seadanya. Lalu
melangkah keluar kamar. Di pintu langkahnya tiba-tiba berhenti. Menatap pada gadis yang tegak dengan mata
sembab bekas menangis disamping tentara Amerika.
Gadis itu amat cantik. Berambut hitam berhidung mancung dan bermata gemerlap. Tapi bukan
kecantikannya itu yang membuat langkahnya terhenti.
Gadis itu pernah dia lihat dua hari yang lalu. Tapi ingatannya hanya sampai disana. Gadis itu telah ditarik
oleh Letnan ke dalam. Dan pintu TO itu ditutupkan oleh pemilik penginapan.
Di dalam kamar, lelaki muda itu mendengar gadis tadi. Suara bergumul seperti orang berlarian didalam
kamar tersebut. Dia mengumpulkan ingatannya lagi.
Bukankah gadis itu yang dia temui dua hari yang lalu di jalan Ginza" Saat itu dia akan pergi ke Shibuya
mencari temannya sekapal dulu.
Dia bingung harus naik apa. Ada kereta api, tapi dia tak tahu pasti apakah kereta itu akan ke Shibuya.
Tengah dia kebingungan begitu, dia melihat seorang gadis lewat mengapit buku. Bergegas dia mendekati gadis
itu dan membungkuk hormat.
"Sumimasen, kono densha wa Shibuya e ikimasu ka" (Numpang tanya, apakah kereta listrik ini pergi ke
Shibuya). Tanyanya dalam bahasa Jepang yang terasa kaku.
Gadis itu menoleh. Dan selintas saja dia melihat betapa cantiknya gadis Jepang tersebut. Berumur paling
banyak baru delapan belas. Berambut hitam panjang. Berhidung mancung dan bermata gemerlap dengan
tubuh yang indah. Tapi gadis itu segara saja melotot lalu meneruskan perjalanannya tanpa menjawab sepatahpun. Dia jadi
malu. Dan kini, bukankah gadis itu yang ada dalam kamar bersama tentara Amerika itu"
Hmm, gadis cantik yang sombong. Ternyata jadi gula-gula tentara Amerika. Dia menarik nafas panjang.
Duduk bersandar di kursi di lorong di depan kamarnya itu sambil berkelumun kain sarung.
Dari kamar-kamar yang lain dia dengar suara tawa cekikikan perempuan. Tapi dari kamarnya yang dia
tinggalkan tadi, dia mendengar suara orang berggumul. Suara rintihan perempuan. Suara caci maki tentara
Amerika itu. Suara kain robek.
"Oh jangan. Jangan".jangan!" suara gadis itu terdengar menghiba-hiba.
Dan tiba-tiba pula, lelaki yang duduk berkelumun kain sarung diluar itu, yang tak lain dari si Bungsu jadi
tertegak! Gadis itu jelas tak menyukai perlakukan tentara Amerika tersebut. Dia mendengar betapa sejak tadi
sebenarnya gadis itu lebih banyak meronta, menghindar dari perbuataan buas serdadu itu.
Ketika dia dengar gadis itu kembali bermohon menghiba-hiba, Si Bungsu segera teringat pada kakaknya
yang diperkosa Saburo Matsuyama. Dan tanpa dapat dia tahan, tiba-tiba pintu TO itu dia renggutkan dengan
kasar. Letnan Amerika itu terhenti. Si Bungsu melihat gadis itu terduduk lemah dengan pakaian yang compang
camping di sudut ruangan. Sementara Letnan itu dengan tubuh yang hampir telanjang berusaha menyeretnya
kembali ke atas kasur. Tentara Amerika itu mendelik padanya.
"Get Out!!" Letnan itu berteriak berang.
Namun Si Bungsu dengan mata yang menatap dingin, tetap tegak mengangkang di pintu. Menatap
dengan wajah penuh benci pada tentara Amerika tersebut.
"Keluar, syetan!!" tentara Amerika itu kembali menghardik.
"Lebih baik anda yang keluar. Gadis ini tidak mau diperlakukan demikian. Cari saja perempuan yang
lain"." Suara Si Bungsu terdengar datar.
Dengan suatu geraman seperti macan kelaparan, letnan bertubuh besar itu menerkam Si Bungsu. Rasa
berkuasa sebagai tentara yang menang perang membuat tentara ini menganggap semua orang bisa dia makan.
Namun terkamannya terhenti separoh jalan. Si Bungsu menanti terkaman itu dengan suatu tendangan
telak. Kakinya mendarat di kerampang letnan yang hanya bercelana kotok kecil itu.
Terdengar dia mengeluh. Matanya mendelik. Kemudian dengan sempoyongan sambil memaki panjang
pendek, dia berjalan keunggukan pakaiannya. Dan tiba-tiba dia membalik dengan pistol ditangan.
Namun nasib tentara ini bernasib malang. Anak muda yang dia hadapi itu ternyata seorang yang sangat
peka terhadap perkosaan. Di hatinya telah tergores luka dan dendam yang luar biasa akibat perkosaan yang
dilakukan pada kakaknya bertahun-tahun yang lalu di Situjuh Ladang Laweh.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 185
Dan saat ini, naluri dendamnya itulah yang bicara. Begitu dia melihat letnan itu mengacungkan pistol ke
arahnya, tanpa membuang waktu tubuhnya berguling di lantai. Lompat tupai!
Gerakan yang tersohor ini dia pergunakan sesaat sebelum pistol itu menyalak.
Letusan itu mengejutkan semua isi penginapan. Dan letusan itu menerkam pintu TO pada bingkainya.
Pintu tercampak. Letnan itu berputar mengarahkan pistolnya pada lelaki yang kini berada di kanannya. Namun yang dia
hadapi adalah seorang anak muda yang telah lolos dari ribuan maut yang pernah mengancam. Anak muda yang
dia hadapi sebenarnya adalah sisa-sisa kebuasan perang dan kebuasan rimba raya yang jauh lebih dahsyat.
Kini anak muda itu tegak disisinya dengan sebuah tongkat ditangan kiri!. Dan begitu dia berniat menarik
pelatuk pistolnya, saat itu pula tangan anak muda itu bergerak. Segaris cahaya putih yang sulit untuk diikuti
kecepatannya, berkelabat.
Dan saat berikutnya adalah rasa perih yang sangat pada tangan si Letnan. Dan letnan itu terpekik takkala
mengetahui bahwa tangannya yang berpistol itu telah putus sampai ke bahu!
Dia meraung. Tapi hanya sebentar sekali. Sebab begitu raungannya keluar, begitu tubuhnya belah jadi
dua! Darah menyembur-nyembur. Dan sesaat, anak muda itu tegak dengan wajah dingin, tak berekspresi
sedikitpun! Di luar terdengar derap sepatu berlarian. Seseorang muncul di pintu dengan bedil ditangan. Dia adalah
Sersan yang tadi datang bersama letnan yang mati itu.
Matanya terbeliak melihat darah dan tubuh yang pontong dilantai. Lalu tangannya yang berbedil
stengun tersebut. Tapi hanya sampai disana gerakannya. Sebab setelah itu gerakan anak muda dari Gunung Sago itu terlalu
cepat untuk bisa diamati.
Tubuh Sersan itu melosoh ke lantai dengan dada dan perut belah. Mati dia!
Dan setelah itu yang terdengar adalah hiruk pikuk. Si Bungsu sadar bahwa maut mengancamnya. Dia
menyambar bungkusan kecil miliknya di sudut ruangan.
Kemudian melompat ke belakang. Dan lenyap pada gelapnya malam.
Di penginapan suasana jadi sangat heboh. Sebab peluit dan sirena mobil tentara terdengar meraungraung.
Penginapan itu dikepung dalam waktu singkat. Tak seorangpun boleh keluar. Bahkan semutpun akan
diketahui bila keluar dari penginapan itu. Demikian rapat dan telitinya tentara Amerika mengepung
penginapan itu dalam rangka mencari pembunuh kedua serdadunya.
Namun saat itu, Si Bungsu telah berada jauh sekali dari sana. Dia hapal jalan-jalan memintas dari
penginapan ke berbagai arah. Sebab dia sudah tiga bulan menginap di sana. Dia tak berani naik taksi. Sebab
ornag akan mengetahui kemana dia pergi.
Dia segera ingat, di daerah Ocha Nomizu dan Yotsuya ada terowongan bawah tanah. Terowongan ini
pada awalnya adalah untuk riol air. Tapi dibuat sedemikian besarnya sehingga sebuah truk bisa masuk. Dan
terowongan itu bersimpang siur di bawah tanah. Terbuat dari beton. Sementara di atasnya ada jalan raya, jalan
kereta api atau bangunan.
Dan di zaman perang Asia Pasifik, dimana Jepang menerjunkan diri, malah bergabung dengan fasis Hitler
di Eropah, terowongan bawah tanah itu ditingkatkan menjadi lobang perlindungan.
Yaitu menjaga kemungkinan sewaktu-waktu Tokyo diserbu tentara Sekutu. Terowongan itu bisa
memuat ratusan ribu penduduk. Tapi ternyata terowongan itu tak pernah dimanfaatkan. Artinya tak pernah
dimanfaatkan untuk perlindungan peperangan.
Sebab tentara Sekutu tak pernah menyerbu Tokyo. Mereka hanya menjatuhkan 2 buah Bom Atom, di
Hirosima dan Nagasaki. Dan itu sudah cukup melumpuhkan seluruh Jepang. Sebab kedua kota ini adalah kota
utama menghimpun kekuatan militer Jepang.
Di kedua kota inilah terutama Hirosima seluruh persenjataan balatentara Jepang dibuat. Kota ini adalah
kota industri senjata. Dan begitu Bom meluluhkannya, maka lumpuhlah kekuatan Balatentara Jepang.
Kini tentara Amerika memang datang ke Tokyo. Tapi penduduk Tokyo tak perlu lagi bersembunyi ke
dalam terowongan. Sebab tentara Amerika datang sebagai penguasa baru. Dan rakyat Jepang juga tak
seorangpun yang mengangkat bedil melawan Amerika. Mereka menanti sebagai orang dikalahkan.
Si Bungsu berniat ke terowongan itu.
(49) Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 186
Tiga bulan di tokyo sejak kedatangannya dari Singapura, dia telah mengenal cukup banyak tentang kota
ini. Dia tahu, di dalam terowongan itu kini berkumpul anak-anak dan orang-orang gembel. Berkumpul para
perempuan lacur. Ya disanalah tempat yang aman bagi gembel dan pelacur murahan. Jumlah mereka ratusan
orang. Dimusim- musim tertentu jumlahnya bisa mencapai ribuan.
Tentara Amerika atau lelaki Jepang yang berhasrat tak usah payah-payah mecari hotel. Cukup masuk ke
terowongan itu dan berbuat disana. Gembel-gembel serta anak-anak terlantar yang ayahnya mati dalam
peperangan juga aman disini.
Apalagi di musim gugur seperti sekarang. Terowongan ini pasti penuh sesak. Orang mencari
perlindungan dari udara dingin yang menyakitkan ke dalam terowongan tersebut.
Di dalam terowongan itu, udara panas. Dia sudah masuk ke terowongan itu tiga kali. Dia ikut teman
sekapalnya bernama Kenji. Temannya ini ketika sampai di Tokyo mendapatkan kedua orang tuanya tak ada
lagi. Menurut tetangga ayahnya meninggal karena TBC, ibunya meninggal ditabrak Jeep tentara Amerika.
Dan adik-adiknya yang berjumlah dua orang lenyap tak tentu rimbanya. Orang menyuruh Kenji untuk
mencari adik-adiknya ke terowongan bawah tanah itu. Dan kesanalah mereka pergi. Namun adik-adik Kenji
tak pernah bersua. Mereka menjalani semua terowongan itu dari pagi hingga sore. Mendatangi kampung-kampung miskin
ditepi kota Tokyo. Namun adik-adik Kenji tetap tak pernah bersua.
Dari Kenjilah Si Bungsu banyak mengenal kota ini. Dan dari Kenji pulalah, sahabat sekapalnya itu dia
belajar bahasa Jepang. Si Bungsu dengan langkah pasti menuju ke terowongan itu. Kemana dia menuju, keterowongan di daerah
Ocha Nomizu atau terowongan di daerah Yotsuya kah"
Ocha Nomizu terlalu dekat ke daerah Asakusa. Kalau ada razia tentu Ocha Nomizu akan digeledah
pertama kali. Lebih baik ke terowongan di daerah Yotsuya saja, pikirnya.
Dia melangkah dalam udara dingin sambil menjinjing bungkusan kecilnya. Bungkusan itulah
penyambung nyawanya. Di sana ada perhiasan dan uang bekal yang dia bawa dari Bukittinggi. Yaitu perhiasan
yang mereka peroleh bersama Mei-mei dari ruang bawah tanah rumah pelacuran tempat Mei-mei disekap di
Payakumbuh. Dia menyelusuri rel kereta api menuju ke daerah Yotsuya. Angin dingin bulan November terasa
menampar dan mengiris kulitnya. Dingin dan pedih. Di Ocha Nomizu dia ditegur seorang perempuan. Tegur
sapa itu diiringi tawa cekikikan halus. Dia segera mengetahui bahwa perempuan-perempuan itu adalah
perempuan-perempuan malam yang mungkin mencari uang untuk menghidupi keluarganya dalam saat sulit


Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti ini. Dia berjalan terus. Tak lama kemudian dia sampai di daerah Yotsuya. Dia berjalan menuruni sebuah
tebing kecil. Dan di bawahnya ada pintu terowowngan. Sambil berlari kecil, dia masuki terowongan itu.
Membelok ke kiri. Terus ke kanan, dan dia mendapati tubuh manusia bergelimpangan disepanjang
pinggir terowongan. Tidur dengan menyelimuti segenap pakaian yang ada. Terowongan itu terang. Sebab
pemerintah kota memberinya lampu listrik. Kini meski terowongan itu tak berguna lagi, namun pemerintah
kota tetap memberikan penerangan lampu. Sebab pihak pemerintah kota nampaknya memaklumi, bahwa
banyak warga kotanya yang melarat melindungkan diri dalam terowongan itu.
Dalam keadaan parah begini, dengan tetap menghidupkan lampu dalam terowongan, sekurangkurangnya pemerintah kota telah membantu meringankan beban warganya.
Si Bungsu berjalan mencari tempat yang baik untuk merebahkan diri. Dia berjalan terus. Membelok
kekiri, kenanan. Dia melihat perempuan-perempuan tidur berpagutan dengan lelaki. Dia melihat kanak-kanak
juga berpagutan dengan ibunya. Melihat anak-anak miskin tidur dengan kain compang-camping. Dan diantara
mereka tidur pula dua tiga anjing kurus.
Isi terowongan ini menggambarkan isi kota Tokyo yang sebenarnya. Jauh berbeda dari keadaan di atas
mereka. Dimana dalam gedung-gedung bertingkat, hidup orang-orang kaya, para kolobolator dan penghianatpenghianat dengan tenteram dan mewah.
Isi terowongan ini, adalah lembaran hitam Kota Tokyo. Tapi inilah penduduk yang sebenarnya.
Dia berhenti disuatu tempat. Ada tempat ketinggian. Dan tempat itu kosong.
Dia melihat ke kiri dan ke kanan. Merasa aman lalu dia naik ke atas. Meletakkan bungkusan kecilnya
disudut dan dia membaringkan diri. Namun belum begitu lama dia berbaring, dia merasakan seseorang naik
ke tempatnya. Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 187
Dia jadi waspada. Siapa ini" Pencuri" Pencuri bukan merupakan hal yang mustahil. Kanak-kanak, orang
dewasa, lelaki atau perempuan, bisa saja jadi pencuri. Dan mereka tak pula dapat disalahkan. Keadaan
memaksa mereka jadi begitu.
Siapa pencuri yang menginginkan pekerjaan jadi pencuri" Tak seorangpun. Mana pula ada orang yang
ingin diburu rasa takut berkepanjangan. Mana ada orang yang mau menyambung nyawa hanya untuk sesuap
nasi. Tapi keadaan memaksa demikian. Daripada bertarung dengan rasa lapar, lebih baik bertarung dengan
manusia. Orang yang naik itu membaringkan tubuhnya pula. Kemudian terdengar isaknnya perlahan.
Menangis. Dan dari isaknya Si Bungsu tahu bahwa orang itu adalah seorang perempuan.
Namun tak lama isaknya lenyap. Dan suara nafasnya terdengar perlahan. Tertidur. Perempuan itu
tertidur. Kelelahan membuat dia tertidur. Dan tidur adalah kenikmatan yang paling indah dalam segala
penderitaan. Dalam tidur buat sejenak orang dapat melupakan penderitaan dan sengsaranya. Dalam tidur buat
sejenak orang melupakan rasa laparnya.
Bukankah lupa meski agak sejenak terhadap penderitaan, kemalaratan dan kesengsaraan sudah
merupakan suatu "kemewahan?" dan Si Bungsu juga tertidur. Mereka tertidur saling membelakang.
--000-Suara pertengkaran membangunkannya dari tidur. Perlahan dia bangkit. Dan tak jauh dari tempatnya
berbaring dia lihat empat lelaki Jepang tengah membentak-bentak.
Memeriksa tas kain seorang lelaki. Kemudian mengambil jam tangan dari dalam tas itu. Demikian terus,
keempat lelaki Jepang itu memeriksa orang-orang yang duduk atau berbaring dalam terowongan itu.
"Jakuza?" katanya perlahan.
Jakuza adalah nama suatu sindikat penjahat Jepang. Yang beroperasi mulai dari tingat paling bawah.
Seperti halnya mengkoordinir tukang copet, meminta belasting seperti yang dilakukan sekarang, sampai pada
mengkoordinir kejahatan tingkat atas.
Mengatur pelacuran. Mengatur perampokan, pembunuhan. Penderitaan rakyat Jepang saat itu selain
oleh perang, ditambah lagi oleh kelompok yang menangguk di air keruh ini.
Alat negara sendiri kewalahan menghadapi kelompok Jakuza ini. Sebab mereka mempunyai kaki tangan
yang amat banyak. Dan mempunyai kekuatan besar. Mereka umumnya beroperasi dengan senjata samurai. Dan
dikalangan pejabat sendiri, mereka mempunyai beking.
Si Bungsu mengetahui hal itu dari temannya Kenji. Dan itulah kenapa sebabnya ketika para Jakuza itu
sampai pada dirinya, dia menyerahkan uang dikantongnya. Ada beberapa ratus Yen. Itu diserahkannya semua.
Keempat anggota Jakuza itu menatap padanya agak lama.
"Anata wa Tai-jin desu" (Anda orang Muangthai) salah seorang bertanya.
"Watashi wa Indonesia-jin desu?" (Saya orang Indonesia) jawabnya perlahan.
"Ooo" Anata wa Indonesia-jin desu"."(ooo, orang Indonesia he")
"Hai.." (ya) jawabnya perlahan.
Dan keempat Jepang itu tak peduli. Di negeri mereka ini kini cukup banyak suku bangsa berdatangan.
Ada orang Muangthai, Malaya, Philipina, Indonesia dan orang-orang Korea. Bagi mereka tak ada soal. Selama
orang itu tak mendatangkan kesulitan bagi organisasi mereka, silahkan tinggal di Jepang.
Tapi sekali orang itu salah jalan, artinya berbuat tak baik menurut ukuran kelompok Jakuza, maka
mereka tidak hanya sekedar diburu, tapi juga dibunuh.
"Anohito wa dare desu ka" (siapa ini) tanya anggota Jakuza itu sambil menunjuk tubuh yang berbaring
disisi Si Bungsu. Dan untuk pertama kalinya Si Bungsu menyadari bahwa tubuh ini datang ketika dia telah berbaring. Dan
sejak saat itu, dia tak mengetahui dan tak peduli padanya. Mereka tidur saling membelakang.
Kinipun tubuh itu tidur membelakang padanya dengan kepala tertutup kain.
"Saya tidak tahu?"
Kembali keempat lelaki itu menatapnya.
"Anata wa Nippon-go o hanasukoto ga dekimasu ka" (apakah anda bisa bicara dalam bahasa Jepang")
tanya lelaki yang nampaknya menjadi pemimpin diantara yang berempat itu.
"Hai, bisa sedikit" jawabnya.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 188
"Nah bangunkan dia, dia harus bayar pajak" lelaki itu berkata sambil menunjuk pada tubuh yang tidur
itu. "Maaf, saya tak mengenalnya. Dia datang ketika saya sedang tidur.."
"Bangunkan dia!" suara Jepang itu memerintah. Si Bungsu tak mau cari perkara. Dia sudah berniat
menbangunkan orang itu ketika tubuh tersebut bergerak dan bangkit duduk.
Dan mereka semua, termasuk Si Bungsu jadi tertegun. Orang itu ternyata seorang gadis. Dia pastilah
gadis yang cantik sekali. Sebab meski dalam keadaan pakaian yang tak menentu dan rambut kusut masai,
keadaannya masih tetap memikat.
"Hannako?" Jepang yang bertindak jadi pimpinan itu berkata keheranan.
Gadis itu menatap dengan dingin.
"Apakah kalian masih belum puas?" tiba-tiba gadis itu berkata.
"Hannako, kenapa kau pergi dari rumah Kawabata?"
Gadis itu memandang muak pada keempat lelaki tersebut.
"Ayo kau ikut kami. Kalau kau tak senang di rumah Kawabata, kau boleh tinggal dirumahku?" lelaki yang
bertindak sebagai pimpinan diantara yang berempat itu berkata lagi.
Gadis itu terkejut. Namun dia tak diberi kesempatan. Tangannya ditarik dengan kuat. Dan saat berikutnya dia sudah
dipangku oleh yang bertubuh besar itu keluar terowongan.
"Hmm, kau main gila dengan Hannako he?"" Jepang yang bertubuh pendek berkata. Dan sebelum Si
Bungsu menyadari apa yang dimaksud si pendek itu, mukanya kena tampar tiga kali.
Dan ketiga Jepang itu menyusul pimpinannya yang memangku Hannako. Si Bungsu mendengar gadis itu
berteriak dan menangis sambil memukuli punggung Jepang besar itu.
Namun perlawanan gadis itu tak ada artinya dibanding dengan Jepang yang memangkunya. Dalam
waktu dekat, mereka telah sampai diluar terowongan. Mereka tidak mengambil jalan ke rel kereta api. Tapi
mengambil jalan ke belakang.
Penghuni terowongan yang ratusan orang jumlahnya itu hanya menatap dengan diam. Mereka tak mau
ikut campur. Sebab masalah mereka saja tak bisa mereka atasi. Apalagi harus berhadapan dengan komplotan
Jakuza. Oi mak, minta ampunlah!
Keempat lelaki Jepang itu mulai melangkahi padang semak menuju jalan raya. Namun mereka segera
terhenti ketika terdengar seseorang memanggil dari arah belakang.
Mereka menoleh. Dan jadi terheran-heran ketika melihat bahwa yang memanggil itu adalah si
"Indonesia" tadi.
"Lepaskan gadis itu"." Suara si "Indonesia" yang tak lain daripada Si Bungsu itu terdengar dingin.
Keempat lelaki itu saling pandang. Kemudian tertawa meringis. Yang memangku tubuh Hannako itu
memberi isyarat. Sementara dia sendiri lalu melanjutkan perjalanan. Ketiga anggota Jakuza itu lalu mengelilingi
Si Bungsu. "Hmm, kamu mau Hannako ya" Orang jajahan mau makan orang Jepang ha!?" yang pendek yang tadi
menampar Si Bungsu berkata. Dan ketiga mereka lalu menyiapkan suatu hajaran buat si "Indonesia" ini.
Sementara itu yang tinggi besar tadi sudah berjalan agak sepuluh langkah dari tempat dimana Si Bungsu
tadi menahan mereka. Dia sudah akan melangkahi parit kecil ketika kembali terdengar suara menahannya dari belakang. Dia
berhenti dan menoleh. Dan kali ini dia jadi kaget. Yang menahannya ternyata si "Indonesia" itu lagi.
Dia tak melihat seorangpun diantara ketiga temannya tadi. Kemana mereka" Dia coba melihat
kebelakang. Dan jauh disana, dengan terkejut dia lihat ada tiga sosok tubuh terhantar di tanah tak bergerak!
Terdengar serapah dari mulutnya.
Dia lalu menjatuhkan tubuh Hannako. Gadis itu jatuh tertelungkup.
"Jahanam, berani waang melawan orang Jepang!" lelaki besar itu berkata sambil maju. Dan sebuah
tendangan khas Karate dilayangkannya ketubuh Si Bungsu.
Namun anak muda ini telah awas. Sarung samurainya bergerak sambil menghindar dari tendangan itu.
Tendangan si besar menerpa tempat kosong. Dan tiba-tiba kepalanya kena hantam sarung samurai. Suaranya
berdetak dalam cuaca dingin dipagi hari itu.
Bukan main marahnya Jepang itu. Dia berputar dan kembali menyerang dengan pukulan-pukulan
Karate. Sebenarnya dia bukan lawan Si Bungsu dalam hal begini. Anak muda ini tak sedikitpun mengetahui
ilmu beladiri itu. Tapi dia memang tak berusaha melawan serangan maut itu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 189
Dia hanya menghindar sebelum serangan itu tiba. Dan berkali-kali sarung samurainya dihantamkan ke
kepala Jepang itu. Suatu saat Jepang itu kelihatan kehabisan rasa sabarnya. Tahu-tahu ditangannya kini terpegang samurai
pendek. "Kubunuh kau!" desisnya sambil menyerang dengan kecepatan kilat dengan samurainya yang tersohor
itu. Jakuza adalah kelompok bandit yang mahir dengan samurai.
(50) Tapi kali ini, Jepang itu ketemu lawan yang tak pernah dia mimpikan untuk bertemu. Begitu dia
mengayunkan samurainya, saat itu pula sebaris cahaya putih menyilang dada, perut dan lehernya.
Amat cepat, amat luar biasa. Amat tak pernah terbayangkan. Dan Jepang itu rubuh dengan perut, dada
dan leher robek menyemburkan darah. Mati!
Dan hanya sepersepuluh detik setelah itu, Si Bungsu telah menyarungkan kembali samurainya. Ini
adalah kali kedua dia mempergunakan samurainya sejak datang di Tokyo tiga bulan yang lalu. Malam tadi yang
pertama ketika dia membunuh tiga tentara Amerika di penginapan Asakusa.
Angin bertiup perlahan. Dia menatap gadis itu. Dan gadis yang bernama Hannako itu juga menatapnya.
"Arigato. Arigato. Domo arigato gozaimasu?" (Terimakasih" Terimakasih banyak) gadis itu berkata
diantara air matanya yang mengalir turun.
"Nakanaide kudasai?" (Jangan menangis") katanya perlahan membujuk gadis itu.
Tapi gadis itu makin menangis. Dia memegang tangannya. Kemudian membawanya masuk kembali ke
terowongan darimana mereka tadi datang.
"Tenang, jangan menangis. Engkau telah selamat dari mereka?"
"Terimakasih. Anda telah menyelamatkan nyawa saya. Mereka sangat kejam. Mereka bukan
manusia"..mereka?"
"Tenanglah?" Dan gadis itu menangis dipundaknya dalam terowongan itu. Lama gadis itu menangis. Sampai akhirnya
dia tenang. Dan Si Bungsu teringat, bahwa mereka belum makan apa-apa sejak pagi.
Dia membawa gadis itu keluar terowongan. Ke arah yang berlawanan dari yang ditempuh keempat
Jakuza tadi. "Mereka akan mencari orang yang membunuh temannya"." Gadis itu berkata perlahan ketika mereka
duduk dalam sebuah warung kecil di pinggir jalan.
"Mereka takkan menyangka saya yang membunuhnya. Mereka pasti menduga ada perkelahian sesama
orang Jepang?" Si Bungsu berkata tenang.
Hannako menatapnya. "Mari kita makan. Nani ni nasaimasu ka" (mau pesan apa") tanyanya. Gadis itu menatapnya.
"Anda fasih berbahasa Jepang?"
"Tidak, saya belajar sedikit dari seorang teman. Nah, saya pesan Sukiaki, anda pesan apa?"
"Watashi wa Tempura desu" (Saya pesan Tempura) jawab gadis itu dengan senyum dibibirnya. Si
Bungsu lalu memesan kedua jenis makanan tersebut.
Sukiaki yang dia pesan adalah makanan yang terdiri dari daging, sayur dan kacang yang direbus.
Sementara Tempura yang dipesan Hannako adalah makanan yang terdiri dari goreng udang, ayam, ikan yang
dicampur tepung terigu dan sayuran. Sukiaki terutama dimakan orang dimusim dingin seperti sekarang.
Si Bungsu teringat pada gadis yang malam tadi dihotelnya di Asakusa. Kemana gadis itu kini" Malam tadi
dia tak sempat menanyai dan menolong gadis itu lebih lanjut. Dia buru-buru menyelamatkan diri.
Gadis itu kini tentulah diinterogasi oleh Polisi Militer tentara Amerika. Menanyakan siapa yang telah
membunuh kedua serdadu Amerika itu.
"Sumimasen, anata wa Indonesia-jin desu" (Maaf, apakah anda orang Indonesia) tiba-tiba dia dikejutkan
oleh pertanyaan gadis itu.
"Hai".watashi wa Indonesia-jin desu" (Ya, saya orang Indonesia) jawabnya.
"Sudah berapa lama di Jepang?"
"Baru tiga bulan"
"Disini tinggal sendiri?"
"Ya.." Dan pembicaraan mereka terputus takala makanan yang mereka pesan diletakkan di atas meja.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 190
Mereka makan dengan lahap. Selesai makan, Si Bungsu membayar makanan tersebut. Dan mereka lalu
keluar dari kedai kecil itu.
"Anata no uchi wa doko ni arimasu ka" (Rumah anda dimana") tanyanya pada Hannako. Gadis itu
menunduk lemah. "Saya tak punya rumah. Tak punya orang tua"." Jawabnya lirih.
"Jangan sedih. Mari kita pergi"." Si Bungsu cepat memutuskan kesedihan gadis itu.
"Saya belum tahu nama anda, nama saya Hanako" gadis itu berkata sambil bergegas mengikuti
langkahnya. "Hannako, hmm itu artinya Bunga dalam bahasa Jepang bukan?"
"Hai. Tapi siapa nama anda?"
"Bungsu?" "Bungsu?""
"Hai.." "Apakah itu nama bunga atau benda lain?"
"Tidak. Saya anak yang paling kecil dalam keluarga saya. Dan anak yang paling kecil dikampung saya
disebut Bungsu" Mereka berjalan menyelusuri jalan raya tanpa tujuan. Menjelang tengah hari, mereka berhenti di taman
Korakuen. Korakuen adalah sebuah taman ditengah kota. Pohon-pohon dan bunga-bunga sudah gundul.
Mereka duduk di kursi kayu. Sedikit cahaya matahari di musim gugur ini membuat suasana cukup
hangat. Puluhan lelaki dan perempuan kelihatan duduk atau berjalan di taman itu. Ada yang duduk membaca.
Ada yang merajut sambil makan roti goreng.
Sambil duduk, Hannako menceritakan betapa dia melarikan diri dari Kawabata. Yaitu salah seorang
anggota Jakuza di daerah Shinjuku. Suatu daerah dipinggir barat Tokyo.
Dia teringat ke dalam perlakuan yang tak senonoh takkala dia berusaha mencari makanan bagi adiknya.
Kawabata yang baik itu membawanya ke rumahnya. Tapi di rumah itu yang dia terima bukan makanan.
Melainkan obat bius yang membuat dia tertidur.
Dan begitu dia sadar dari bius, dia mendapati dirinya sudah tak suci lagi. Peristiwa itu berulang terus.
Sementara usahanya untuk mengetahui dimana adiknya berada tak pernah berhasil.
Dia tak diperkenankan untuk keluar. Dan disanalah dia, di rumah Kawabata, di daerah Shinjuku
terkurung selama dua bulan. Dia dijadikan pemuas nafsu lelaki jahanam itu. Dan malam tadi dia berhasil
melarikan diri takkala di rumah itu diadakan pesta semalam suntuk. Dikala isi rumah sedang mabuk kepayang,
ada yang bergumul dengan perempuan-perempuan dalam kamar, Hannako mempergunakan kesempatan itu
untuk kabur. Tak dinyana dia bertemu lagi dengan teman-teman Kawabata di dalam terowongan di daerah Yotsuya
pagi tadi. "Untung saya tidur dekat Bungsu-san (Kak Bungsu) malam tadi?" kata gadis itu perlahan. Dan matanya
memandang pada "tongkat" ditangan Si Bungsu. Dari tongkat itu, matanya menatap pada wajah anak muda
tersebut. "Bungsu-san sangat mahir mempergunakan samurai. Dimana Bungsu-san belajar" Apakah di Indonesia
juga ada orang belajar samurai seperti di Jepang ini?"
Si Bungsu hanya tersenyum. Dia sudah akan bercerita ketika dari jauh dia lihat seseorang bersama dua
kanak-kanak lelaki. "Tunggu sebentar di sini?" katanya sambil berdiri dari duduk. "Kenjiii".Kenji-san"! Himbaunya. Lelaki
yang dia panggil itu menoleh.
"Bungsu-san?" balasnya. Dan mereka saling berlarian melintas padang rumput. Kemudian saling peluk.
"Bungsu-san, Bungsu-san saya telah temukan adik lelaki saya. Ini dia?" Kenji dengan terharu
memperkenalkan kanak-kanak itu pada Bungsu. Kanak-kanak itu membungkuk memberi hormat padanya.
Si Bungsu jadi terharu. "Syukurlah kalian telah berkumpul. Bagaimana dengan adikmu yang besar?"
Kenji menarik nafas berat. Wajahnya amat berduka.
"Saya tak tahu bagaimana nasibnya Bungsu-san. Barangkali dia telah jadi korban keganasan lelaki.
Negeri ini telah berobah jadi neraka. Dahulu penduduk Jepang adalah orang-orang yang sopan santun. Tapi
selama kita disini kau lihat sendiri, semua berobah jadi serigala" adik perempuanku itu?"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 191
Suaranya terputus ketika dari belakang Si Bungsu dia lihat seorang gadis tegak dari bangku yang tadi
juga diduduki Si Bungsu. Gadis itu berjalan dengan terkejut ke arah mereka.
"Hanako".Hanako?" suara Kenji mengambang. Si Bungsu menoleh. Dan dia melihat Hannako yang dia
tolong itu berjalan mendekati mereka.
"Ani?"(Abang") himbau gadis itu.
"Imoto?" (abang".) himbau Kenji.
Dan tiba-tiba mereka saling peluk. Mereka berpelukan bertiga beradik. Saling peluk dalam tangis yang
penuh haru. Tanpa dapat ditahan, Si Bungsu merasa matanya basah. Merasa pipinya basah. Merasa hatinya basah.
"Bungsu-san".inilah adik saya yang tua, Hanako?" Kenji berkata diantara air matanya yang mengalir
turun. "Bungsu-san"inilah abang saya, dan ini adik-adik yang saya ceritakan tadi"." Hannako juga berkata.


Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan baik Kenji maupun Hannako saling heran. Kenji merasa heran, sebab kenapa adiknya ini bisa kenal dengan
Bungsu. Sebaliknya Hannako juga heran, kenapa abangnya kenal pula dengan Si Bungsu"
Si Bungsu benar-benar tak bisa bersuara. Dia seperti berkumpul lagi dengan kakak dan keluarganya. Dia
dapat merasakan kebahagian Kenji dan Hannako.
Karenanya dia hanya mengangguk berkali-kali. Menghapus airmatanya yang mengalir dipipi.
"Aku telah mengenal abangmu, Hanako. Kami telah berkenalan sejak di kapal. Dan aku telah mengenal
adikmu, Kenji. Kami berkenalan malam tadi. Di terowongan di daerah Yotsuya?"
Mereka lalu mencari tempat duduk ditaman itu. Dan Hannako lalu menceritakan pada Kenji bagaimana
nasibnya di rumah Kawabata. Dan bagaimana dia dibela Si Bungsu pagi tadi.
Kenji tiba-tiba berlutut didepan Si Bungsu. Dia bersujud ditanah seperti halnya kaum Yudoka memberi
hormat. Di antara air mata dan isaknya yang tertahan, terdengar suaranya bergetar mengucapkan terimakasih.
"Domo arigato gozaimu Bungsu-san. Domo arigato gozaimasu?"
Si Bungsu jadi kaget melihat sikap Kenji ini. Dia cepat-cepat memegang bahu Kenji. Kemudian
membawanya berdiri. "Saya gembira kalian berkumpul Kenji. Saya gembira. Bersyukurlah pada Tuhan?" dia berkata penuh
haru. --000-Kenji adalah seorang pemuda Jepang di kapal Ichi Maru yang ditompangi Si Bungsu dari Singapura ke
Tokyo. Kapal itu adalah kapal Jepang. Tapi orang Jepang yang bekerja disana hanya empat orang.
Tiga orang terdiri dari Nahkoda, Mualim I, kepala Bahagian Mesin. Sedangkan Kenji adalah Stirman II
dibawah Mualim II. Selain mereka berempat, awak kapal yang lain terdiri dari orang Inggris, Amerika dan cina.
Kapal Jepang itu dicarter oleh Perusahaan Inggris untuk mengangkut barang-barang dari Inggris ke
Jepang melalui Singapura setelah berakhirnya perang Dunia II.
Di kapal itulah mereka berkenalan.
Kenji tahu bahwa tentara Jepang menjajah Indonesia.
"Tentara yang menjajah negerimu Bungsu-san. Bukan bangsa Jepang. Bangsa kami bukan bangsa
Agresor. Saya berani bertaruh, semua penduduk Sipil Jepang tak setuju dengan ekspansi tentara Jepang ke
negeri-negeri Asia. Tapi penduduk sipil tak punya daya apa-apa bila bedil dan mesiu telah berbunyi?"
Demikian Kenji pernah ngomong disuatu saat di kapal pada Si Bungsu. dia termasuk pemuda-pemuda
Jepang yang secara diam-diam menentang penjajahan yang dilakukan pihak militer.
Si Bungsu hanya menarik nafas panjang. Kenji adalah perwira muda di kapal itu yang usianya tak jauh
beda dengan Si Bungsu. Barangkali mereka sebaya.
Perkenalan mereka bermula ketika Si Bungsu mencari kamar di kapal itu. Karena kapal itu bukan kapal
penumpang, melainkan kapal barang maka para penumpang biasanya menempati dek atau kalau akan
menyewa kamar, mereka menyewa kamar para awak kapal.
Si Bungsu menempati sebuah kamar. Dan kamar itu adalah kamar Kenji.
Dia menyewa kamar tersebut pada Kenji. Sudah lazim bagi awak kapal menyewakan kamarnya kepada
para penumpang untuk sekedar penambah uang rokok.
Persahabatan mereka terjalin secara perlahan tapi akrab. Dari Si Bungsu Kenji banyak mengenal
Indonesia. Selain cerita tentang Indonesia, dia juga belajar bahasa Indonesia dari Si Bungsu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 192
"Kapal kami sudah dua kali berlabuh di Priok dan sekali di Surabaya. Saya sulit turun ke darat karena
tak mengerti bahasa Indonesia" kata Kenji.
Dia giat belajar selama pelayaran. Dan sebagai "tukarannya" Kenji mengajarkan pula bahasa Jepang pada
Si Bungsu. Ternyata kedua mereka maju dengan pesat dalam pelajaran masing-masing.
"Untuk apa kau datang ke Jepang?" suatu saat ketika kapal mereka akan merapat di pelabuhan Tokyo,
Kenji bertanya. Si Bungsu menatap Kenji sesaat. Kemudian melemparkan pandangannya ke pulau Honshu yang
kelihatan sayup-sayup dibalik kabut.
Pulau honshu adalah pulau terbesar diantara kepulauan di negara Jepang. Di pulau Honshu terletak
kota-kota besar Jepang seperti Tokyo, Kyoto, Nagoya dan Osaka.
Pandangannya seperti menembus kabut. Wajahnya datar seperti danau tak beriak sedikitpun. Ada api
yang marak di dadanya. Ada teluk dendam yang alangkah dalamnya dan alangkah berpiuhnya direlung hatinya.
Namun semuanya tak berbekas keluar.
Dan Kenji seperti dapat merasakan semuanya. Seperti mengetahui ada sesuatu yang bergelora dan
berbuih di hati sahabatnya ini. Dia merasakannya, meski tak tahu dengan pasti.
"Tak usah kau katakan Bungsu-san. Saya hanya mendoakan, agar apa yang kau cari, kau temui. Dan saya
berdoa agar engkau bisa kembali ke negerimu dengan selamat dan dengan perasaan yang tenteram"." Kenji
akhirnya berkata. "Terimakasih. Kenji-san?" katanya perlahan. Dan apa maksud kedatangannya ke Jepang ini, semenjak
pertanyaan pertama itu, tak lagi pernah diungkit oleh Kenji.
(51) Namun kini, setelah dia bertemu dengan adiknya Hannako, setelah dia ketahui bahwa adiknya
diselamatkan oleh Si Bungsu dengan samurai, Kenji kembali ingin mengetahui apa maksud kedatangan anak
muda ini. Mereka kini tinggal serumah. Kenji dengan ketiga adiknya. Dan Si Bungsu. Kenji mempunyai uang yang
cukup banyak dari penghasilan menjadi Stirman di kapal Ichi Maru selama 5 tahun. Dengan uang itu, dia
membeli sebuah rumah di jalan Uchibori. Rumah dengan taman dibelakangnya.
Rumah itu tak begitu besar. Namun untuk mereka rumah itu sudah lebih dari cukup. Di bahagian depan
ada dua pohon Sakura yang kini tengah gundul. Dan untuk kamar Si Bungsu, Hannako memilihkan kamar depan
yang bagus. Namun Si Bungsu meminta kamar yang di belakang. Soal kamar ini sempat membuat Hannako jadi
merajuk. Soalnya dia telah memilihkan dua kamar terbaik untuk kedua pemuda itu. Kamar pertama untuk
abangnya Kenji. Berada di bahagian kanan jika mula masuk ke rumah tersebut.
Kamar kedua yang dia siapkan secara baik dan indah adalah kamar yang sebelah kiri. Berhadapan
dengan kamar abangnya. Dan kamar itu dia atur khusus untuk Si Bungsu.
Begitu Si Bungsu menolak kamar itu dan justru meminta kamar yang di belakang, Hannako berlinang
matanya. Si Bungsu jadi kaget. Kenji hanya bisa angkat bahu melihat perangai adiknya itu.
"Sumimasen Hanako-san, saya tak bermaksud melukai hatimu. Saya memilih kamar di belakang hanya
karena ingin dekat dengan taman. Saya ingin keluar masuk ke taman tanpa mengganggu kalian"
Untunglah kejadian itu tak berlarut-larut. Hanako akhirnya memindahkan peralatan di kamar depan itu
ke kamar yang diminta Si Bungsu.
"Dozo okamainaku Hanako-san" (Jangan terlalu bersusah payah Hanako) katanya takkala melihat
betapa Hanako sibuk menyiapkan kamarnya. Hannako hanya tersenyum. Dan Si Bungsu harus mengakui
bahwa Hannako adalah salah satu diantara gadis Jepang yang cantik. Dia teringat pada gadis Jepang sombong
yang ditanyanya tak mau menjawab di daerah Ginza dahulu. Yang kemudian bertemu dengannya di penginapan
Asakusa dibawa oleh tentara Amerika. Yang telah melibatkan dirinya dalam perkelahian dengan letnan
tersebut. Kemana gadis itu" Pikirnya. Apakah gadis itu selamat atau tidak" Dia memang tak mengetahui apa yang
terjadi setelah itu. ---000--- Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 193
Gadis itu seorang mahasiswi, malam itu diangkut ke pusat bala tentara Amerika dijalan Hibiya di pusat
kota. Dia diinterogasi. Siapa yang telah membunuh kedua tentara Amerika itu. Gadis itu membayangkan kedua
tentara Amerika. Gadis itu membayangkan lagi wajah anak muda tersebut. Mula pertama dia masuk ke hotel
itu dia segera ingat anak muda itu adalah anak muda yang bertanya padanya di daerah Ginza dua hari
sebelumnya. Dan dia ingat betul, bahwa dia merasa benci pada anak muda asing itu. Anak muda itu pastilah orang
Philipina atau Indonesia. Dan kedua bangsa itu dia benci karena perang dengan kedua bangsa itu telah
memisahkan dia dengan ayahnya.
"Kau kenal siapa lelaki yang membunuh Letnan itu?" Polisi Militer Amerika itu bertanya kembali. Gadis
itu mengangguk. "Siapa dia?" "Dia membunuhnya dengan samurai" gadis itu berkata pasti.
"Ya, kami tahu itu. Melihat luka tangan dan perut serta leher yang robek itu, pastilah karena samurai.
Hanya siapa lelaki itu?"
Gadis itu membayangkan lagi wajah anak muda tersebut. Seorang anak muda yang gagah sebenarnya.
Dan dia masih ingat betapa disaat terakhir dia akan diperkosa letnan itu, pintu terbuka.
Anak muda itu tegak dengan kaki terpentang dipintu.
"Tolonglah saya?" katanya.
Anak muda itu menatap penuh kebencian pada tentara Amerika itu. Dan dia dapat melihat bahwa dibalik
sikapnya yang diam dan lemah lembut itu, tersimpan api yang amat berbahaya.
Dan bahaya itu segera menampakkan diri takkala letnan itu menerkamnya. Kaki anak muda itu
terangkat, dan letnan itu meliuk. Lalu terjadilah hal yang diluar dugaanya.
Ketika letnan itu mengangkat pistol, anak muda itu bergerak amat cepat. Tahu-tahu tubuh letnan itu
telah cabik-cabik dimakan samurai! Dimakan samurai! Bayangkan, adakah lelaki asing yang mahir
mempergunakan samurai"
"Katakan siapa lelaki itu!" Polisi Militer Amerika itu kembali bertanya.
"Dia seorang Jepang bertubuh gemuk dan pendek.." gadis itu akhirnya memberitahukan ciri-ciri orang
yang membunuh letnan tersebut.
"Pendek dan gemuk?" ulang Polisi Militer itu.
"Ya.." Polisi Militer itu mencatat dengan steno keterangan tersebut.
"Rambutnya?" Gadis itu membayangkan rambut anak muda yang telah menolongnya. Lebat, hitam, berobak dan agak
gondrong. "Rambutnya digunting pendek.." katanya.
"Digunting pendek?"
"Ya, pendek sekali, seperti sikat sepatu?" katanya pasti. Dan Polisi Militer itu menulis lagi dalam proses
verbalnya. Menulis dengan penuh bayangan keyakinan bahwa yang membantai kedua serdadu Amerika itu
adalah seorang lelaki Jepang dengan tubuh gemuk, pendek, buncit, bermata sipit, berambut pendek seperti
jamaknya kaum samurai yang berwajah bengis di negeri ini.
"Kau kenal siapa dia?"
Gadis itu menggeleng. Kali ini dia memang tak berdusta seperti keterangannya terdahulu. Dia memang
tak kenal sedikitpun dengan pemuda yang menolongnya itu. Dan dia menyesal kenapa tak mengenal
sebelumnya. Kemana dia sekarang" Pikirnya sambil membayangkan orang asing bersamurai itu.
"Waktu nona masuk, ada seorang anak muda asing dikamar itu. Nah, waktu kejadian ini dimana dia?"
Gadis itu berdebar. Dia khawatir kalau-kalau anak muda itu tertangkap karena keterangannya.
"Saya tak tahu dimana dia. Tapi menurut hemat saya dia melarikan diri begitu mendengar tembakan?"
"Ya. Ya. Cocok dengan keterangan pemilik penginapan. Anak muda itu pasti telah melarikan diri karena
takut.." Dan pemeriksaan terhadap gadis itu berakhir.
Dia dilepas. Dan gadis itu kembali menjalani tempat dimana dia pernah bertemu dengan anak muda itu.
Dia berharap bisa bertemu untuk mengucapkan terimakasih. Untuk mengucapkan maaf karena tak
mengacuhkan pertanyaannya ketika di Ginza Dori itu.
Namun mencari seorang lelaki diantara jutaan manusia di kota Tokyo bukanlah suatu pekerjaan enteng.
Dia sia-sia mencarinya. Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 194
---000--Di salah satu rumah di Uchibori Dori, dimalam yang sepi, seseorang kelihatan duduk di batu layah
ditaman belakang. Musim gugur dibulan-bulan Kugatsu, Jugatsu dan Juichigatsu (september, oktober dan nopember) telah
berlalu. Kini negeri Jepang memasuki musim dingin di bulan Junigatsu (desember)
Salju sudah menyelimuti bumi. Musim dingin bersalju ini akan berakhir pada bulan februari. Makin lama
udara makin dingin menusuk. Semua orang menggenakan pakaian tebal yang terbuat dari bulu atau wool. Atau
memakai kimono yang berlapis.
Bagi pendatang baru ke negeri ini, musim gugur dan musim dingin adalah musim yang paling menyiksa.
Udara dingin benar-benar mencucuk ke tulang sum-sum.
Namun tidak demikian halnya dengan Si Bungsu.
Kelaparan, pembantaian, udara dingin dan maut"ah dia telah melewatinya semua.
Pembantaian mana yang tidak dia alami selama dikampungnya" Bukankah tubuhnya penuh rajahan
bekas dibantai Saburo ketika dia coba melarikan diri dari kampungnya sesaat setelah keluarganya dibantai
perwira itu" Bukankah jari jemarinya, dan tubuhnya juga dicencang oleh Kempetai di dalam terowongan rahasia di
bawah Bukittinggi ketika dia ditangkap bersama seorang pejuang bawah tanah di kota itu"
Kelaparan dan udara dingin mana pula yang tak dia rasakan ketika bertarak di gunung Sago dahulu"
Memang tak ada salju disana. Tapi dinginnya udara bila musim hujan atau malam hari, lebih parah dari
pada selusin musim salju.
Apalagi keadaannya waktu itu dalam sakit parah. Dan saat itu bukankah dia juga harus mempertahankan
hidupnya dari dicabik-cabik binatang buas yang berkuasa mutlak di gunung yang tak pernah dijamah manusia
itu" Ternyata dia turun dari gunung itu dalam keadaan hidup. Justru itulah musim dingin di Jepang ini tak
ada pengaruh terhadap dirinya.
Selain dirinya telah terlatih hidup dalam kesulitan yang paling parah sekalipun, dia juga menguasai ilmu
pernafasan Silat Tuo yang diajarkan ayahnya dahulu. Dia memang tak mengerti silat, tapi cara pernafasannya
dia kuasai setelah berlatih sendiri di gunung Sago.
Dia berlatih dengan mengingat-ingat petunjuk ayahnya dahulu. Berkat keras hati, dia ternyata berhasil.
Dan ilmu pernafasan itu ternyata sangat membantu dalam cuaca dingin begini.
Orang Jepang juga memiliki ilmu pernafasan yang bagus dalam ilmu beladirinya. Ilmu pernafasan itu
bernama San Chin. Tapi ilmu pernafasan beladiri Jepang ini tak sebaik ilmu pernafasan Silek tuo yang
diturunkan ayahnya. Ilmu pernafasan San Chin hanyalah mengatur pernafasan agar tak cepat lelah. Agar kekuatan bisa
disimpan dan digunakan secara efisien.
Sementara ilmu pernafasan Silek Tuo, selain berfungsi sama dengan San Chin, juga berfungsi untuk
mempercepat aliran darah. Mempercepat aliran darah berarti membangkitkan daya bakar dalam tubuh.
Membangkitkan daya bakar dalam tubuh berarti suatu pemanasan dari dalam.
Dengan mengatur pernafasan mengikuti petunjuk Silek tuo, tubuhnya bisa bertahan tetap panas dalam
dingin dipenuhi salju itu!
Dan kini dimusim dingin bersalju ini, dimalam yang sepi, dia duduk diam mematung di atas batu layah
dibelakang rumah. Duduk dengan dada telanjang. Memejamkan mata. Membusungkan dada. Menghirup nafas panjang
sekali. Lagi dan lagi. Sampai dadanya menggelembung dipenuhi udara. Kemudian dia keluarkan sedikit demi
sedikit. Dia tahan separoh. Dia tarik lagi penuh-penuh.
Demikian dia lakukan dengan teratur dan dengan tekun. Dan tubuhnya berpeluh. Tubuh atasnya yang
telanjang berpeluh dalam siraman gerimis salju. Dan perlahan kelihatan asap tipis mengepul dari tubuhnya.
Asap tipis yang berasal dari salju yang menguap begitu menyentuh tubuhnya yang berpeluh.
Benar-benar latihan pernafasan yang amat sempurna. Tanpa dia sadari, ada dua pasang mata yang diamdiam memperhatikan latihannya ditengah malam buta itu.
Yang pertama adalah mata Kenji. Pemuda ini makin hari makin ingin tahu, untuk apa Si Bungsu datang
ke negerinya. Dia merasa ada seseorang yang dicari anak muda itu. Seseorang yang ingin dia temui untuk
bunuh. Dia melihat dendam yang alangkah dahsyatnya terpendam dibalik matanya yang tenang dan sayu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 195
Anak muda ini datang untuk membalas dendam. Dan pastilah dendam terhadap seorang tentara Jepang
yang telah mencelakai keluarganya. Demikian pikiran Kenji terhadap sahabatnya ini.
Dia sudah merasa bersaudara dengan orang Indonesia yang satu ini. Dan dia merasa kagum akan
ketahanan tubuh dan latihan khas yang dilakukan anak muda itu. Diam-diam dia memperhatikan terus latihan
Si Bungsu dari kamarnya. Orang kedua yang memperhatikannya adalah Hannako. Adik Kenji. Gadis ini merasa
berhutang budi pada pertolongan yang diberikan Si Bungsu.
Dan tanpa dapat dia cegah, diam-diam dia harus tunduk pada takdir, bahwa dia mencintai pemuda asing
ini. Sikapnya yang pendiam, sikapnya yang jujur, rendah hati dan lemah lembut membuat hati Hannako benarbenar terpaut.
Namun dia adalah gadis Jepang yang umumnya amat pemalu. Amat menjunjung rasa kesopanan. Gadisgadis Jepang tak begitu saja mau menunjukkan rasa sayang pada lelaki.
Dan keadaan dirinya yang tak lagi suci menyebabkan gadis ini "tahu diri". Dia tahu setiap lelaki
menginginkan kesucian calon isterinya. Dan Hannako akhirnya hanya bisa menghapus air mata jika teringat
betapa dirinya telah ternoda berkali-kali oleh jahanam Kawabata anggota Jakuza terkutuk itu.
--000-Kawabata, lelaki jahanam anggota Jakuza itu ternyata memang tak pernah melupakan Hannako. Gadis
cantik itu sangat merangsang birahinya. Dan sejak gadis itu melarikan diri dari rumahnya, dia telah menyebar
beberapa anak buahnya untuk mencari jejak gadis tersebut.
Dan bagi Jakuza tak sulit mencari jejak seseorang diseluruh Jepang. Negeri ini berada dalam cengkraman
mereka. Mereka mempunyai jaringan di seluruh kota dan desa. Organisasi mereka benar-benar hebat.
Mengalahkan organisasi Kepolisian Jepang.
Itulah sebabnya dalam waktu yang tak begitu lama jejak Hannako segera diketahui. Mereka mengetahui
bahwa Hannako tinggal bersama abangnya. Bekas awak kapal Ichi Maru. Tinggal di sebuah rumah di jalan
Uchibori. Dan mereka lalu mematai-matai rumah itu.
Siang itu Si Bungsu sedang duduk di beranda depan ketika dari seberang sana dia dengar suara-suara
bentakan. Berkali-kali dan berulang-ulang.
Suara itu sudah beberapa hari ini dia dengar dan berasal dari sebuah gedung besar. Dia melihat banyak
orang berdatangan. Umumnya anak-anak muda. Tapi selain anak muda juga orang-orang tua.
"Hanako-san, asoko ni nani ga arimasu ka" (dik Hanako, disana ada apa") tanyanya pada Hannako sambil
menunjuk ke rumah besar di seberang sana. Hannako menoleh ke arah yang ditunjuk Si Bungsu. Ke gedung
besar jauh di seberang sana.
"Itu gedung Budokan?"
"Budokan?" "Ya" "Tempat apa itu?"
"Disana tempat orang-orang berlatih Judo. Bang Kenji dahulu juga berlatih Judo disana"
"dia belajar Judo disana?"
"Ya. Dia malah sudah menjadi Sensei dengan tingkat Dan III sebelum berangkat jadi pelaut"
"Apa itu tingkat Dan III?"
"Pemegang Dan adalah Pemegang Sabuk Hitam. Dimulai dari Dan I setelah naik dari sabuk coklat"
Si Bungsu manggut-manggut.
"Abang juga seorang Karateka tingkat Dan II, pergilah kesana, abang sedang latihan disana" Hannako
berkata. (52) "Dia disana?" "Ya, begitu katanya tadi"
Si Bungsu jadi tertarik. Dia sudah melihat betapa para serdadu Jepang di Minangkabau dahulu berkelahi
dengan tangguh dengan mengandalkan Karate atau Judo. Dia sangat mengaguminya. Karenanya dia ingin
melihat tempat latihan itu.
Dia pernah dengar nama Budokan. Yaitu pusat latihan Judo dan Karate di Tokyo. Kiranya inilah
gedungnya. Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 196
"Akan ke sana?" Hanako bertanya.
Si Bungsu mengangguk.

Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Akan saya suruh Naruito mengantarkan. Oto-san antarkan Bungsu-san ke Budokan?"
Naruito muncul. Tersenyum pada Si Bungsu. Si Bungsu membalas senyum adik Kenji yang paling kecil
ini. Kemudian mereka berangkat. Melangkah dihalaman rumah mereka yang terbuat dari batu bulat-bulat
tipis. Kemudian menusuri jalan Uchibori. Lalu berbelok ke kanan. Melalui jalan selebar dua meter menuju ke
gedung Budokan itu. Jalan yang terbuat dari semen.
"Budokan ini semacam gedung serba guna"." Naruito bercerita, "disini sering diadakan pertandingan
Judo, Karate atau pementasan besar lainnya. Ruang latihan Karate ada disamping kanan. Ruang latihan Judo
disudut kiri. Nah, kita akan ke ruang utama?"
"Kenapa harus ke sana. Bukankah kita melihat Kenji?"
"Ya, Kenji-san pasti ada di ruang utama. Kini ada ujian kenaikan tingkat bagi pemegang Sabuk Hitam?"
Si Bungsu jadi sangat tertarik. Mereka memasuki gedung itu dari arah Selatan. Yaitu dari pintu
utamanya. Dan disaat mereka masuk, disaat itu pula nama Kenji dipanggil. Di ruang tengah kelihatan ada sekitar
enam puluh Karateka pemegang Sabuk Hitam. Duduk berjejer dengan diam.
Di seberang mereka kelihatan benda-benda tersusun.
"Abang akan ujian memecah benda-benda keras?" Naruito bicara perlahan. Kenji nampak tegak di
tengah. Membungkuk ke arah Utara, dimana disana ada seorang lelaki gemuk duduk di lantai Tatami dengan
bendera Jepang besar dilatar belakangnya.
Terdengar aba-aba. Dan Kenji menuju ke susunan batu genteng setinggi pinggang.
Bungsu menatap dengan tegang. Kenji melakukan konsentrasi. Dan memukul genteng itu perlahan
sekali. Lalu mengangkat tangannya. Ada tiga kali hal itu dia lakukan, seperti memukul tapi hanya meletakkan
tangannya saja. Kemudian dia mengangkat tangannya kembali kesisi pinggang. Dan seiring dengan teriakan yang
mengguntur pukulannya meluncur keras ke bawah. Terdengar suara berderam. Dan genteng setinggi pinggang
itu ambruk semua! Si Bungsu kaget melihat kekuatan ini. Lalu disusul dengan ujian pemecahan benda keras lainnya.
Empat orang Karateka Sabuk Coklat maju. Di tangan mereka terpegang papan setebal dua jari dengan
ukuran empat segi. Mereka membuat lingkaran disekitar Kenji.
Kenji tegak ditengah dan kembali memusatkan konsentrasi. Ketika aba-aba "Hajime" (mulai) terdengar,
dengan cepat sekali tangan dan kakinya bekerja menghantam keempat papan yang diatur dan dipegang oleh
keempat karateka itu. Yang pertama adalah pukulan tangan kanan lurus ke papan yang seukuran dada. Papan tebal itu pecah
dua. Gerakan berikutnya adalah menendang melingkar ke papan yang ada di sebelah kiri yang ditaruh setinggi
kepala. Papan itu kena tendang dengan bantalan dipangkal jari kaki persis ditengah. Dan patah dua! Masih dalam
gerakan yang sama, Kenji berputar menghantam papan ditangan Karateka yang ketiga. Papan itu dia hantam
dengan ujung-ujung keempat jari kanannya. Persisi seperti orang menikam sesuatu.
Papan yang ditaruh setinggi dada itu anjlok! Pecah dua. Dan dengan pekikan kuat, tubuhnya melambung
dan tendangan sambil melompat yang dia lakukan menghantam papan ke empat.
Papan keempat ini dipegang dengan kuat dan ditaruh jauh di atas kepala karateka yang keempat. Untuk
mencapainya dengan tendangan, Kenji harus melompat terlebih dahulu.
Tapi papan itu kembali hancur dimakan kakinya.
Tak ada tepuk tangan. Ujian ini dianggap hal yang lumrah saja. Para Karateka yang puluhan jumlahnya
itu yang kesemuanya bersabuk hitam, pada memandang dengan wajah tenang.
Kenji menarik nafas dan menghapus peluh.
Kini tiba gilirannya ujian Kumite bebas. Yaitu ujian perkelahian.
Karateka yang telah menempuh ujian terdahulu maju ke depan. Mereka saling berhadapan. Seorang
Karatekan lain maju ke tengah. Nampaknya dia adalah salah seorang sensei (pelatih)nya.
Dia memerintahkan memberi hormat.
Kemudian memberi aba-aba untuk mulai. Mereka mencari posisi.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 197
Saling mengintai. Tiba-tiba lawan Kenji membuka serangan dengan mengirimkan sebuah tendangan
kilat ke lambung Kenji. Kenji menyilangkan tangannya ke bawah. Sebuah tendangan Mae Geri ditangkis dengan
tangkisan Gedan Juji Uke yang menyilang.
Namun disaat itu pula pukulan tangan kanan lawan Keji meluncur dengan cepat sekali.
"Waza ari Oui-tsuki!" instruktur itu memberi isyarat kemenangan ke arah lawan Kenji. Naruito adik
Kenji menahan nafas. Kedua orang itu saling intai lagi.
Saling maju, saling mundur, saling gertak. Suatu saat kaki kanan Kenji menyapu kaki kiri lawannya yang
ada di depan. Teknik sapuan Ashi Barai yang sempurna.
Keseimbangan lawannya lenyap, tubuh lawannya miring ke kiri. Dan saat itulah pukulan kanan Kenji
meluncur dengan cepat ke arah pelipis kiri lawannya.
Terdengar suara pukulan mendarat. Lawan Kenji terpekik dan tubuhnya terbanting ke lantai. Si Bungsu
menarik nafas lega. Hampir saja dia bertepuk tangan. Namun di bawah sana terdengar bentakan guru besar
yang duduk di depan bendera Jepang itu.
"Hansoku mate!" katanya sambil menunjuk pada Kenji. Kenji berlutut dan memberi hormat dalamdalam. Lawannya yang tergolek dengan mulut berdarah itu digotong oleh karateka-karateka yang lain.
"Abang dihukum?" Naruito berkata perlahan.
"Dihukum..?" tanya Si Bungsu kaget.
"Ya, dia melakukan kesalahan yang berat. Mencederai lawannya"
"Mencederai" Bukankah pukulannya masuk dengan telak?"
"Ya. Telak dan tak terkontrol. Itu terlarang dalam karate. Setiap karateka harus mampu mengontrol
pukulannya. Kontrol pukulan sebagai simbol dari kontrol diri. Orang yang tak bisa mengontrol pukulan,
tandanya tak mampu pula mengontrol diri di luaran. Orang yang begini berbahaya bila tak diawasi. Sebab di
negeri ini ada peraturan, setiap pemegang sabuk hitam Karateka disamakan dengan seseorang yang memakai
senjata tajam?" Si Bungsu tak dapat mengerti keseluruhan ucapan Naruito. Dan ketika di pintu keluar dia bertemu
dengan Kenji, dia lihat temannya itu tersenyum kecut.
"Saya kurang latihan"." Kenji berkata sambil menghapus peluh diwajahnya.
"Tapi engkau sanggup memecah genteng, memecah empat papan penguji, dan memukul roboh lawanmu
Kenji-san" Si Bungsu berkata mengerti.
"Ya, saya lulus dalam ujian memecah benda-benda keras. Tapi tak lulus dalam ujian Kumite. Kau ingat
peristiwa saya dipukul penumpang di bawah kerek di kapal dulu Bungsu-san?"
Si Bungsu tentu segera saja ingat peristiwa itu.
"Ya, saya ingat, kenapa?"
"Kau tahu Bungsu-san, kalau saya mau, waktu itu saya bisa menghancurkan kepalanya. Dengan sekali
genjot tidak hanya giginya yang rontok, tapi nyawanya juga bisa rontok. Namun saya telah diajar di perguruan
untuk tidak melakukan kekerasan begitu Bungsu-san. Percuma saya belajar dan membaca sumpah perguruan
selama bertahun-tahun kalau saya tak bisa menguasai diri saya?"
"Tapi orang itu terlalu kurang ajar?"
"Ya. Dan apakah kekurang ajarannya itu harus saya pergunakan untuk menghancurkan dirinya" Orang
memang menghendaki saya melakukan kekerasan. Tapi perguruan tak menghendaki demikian Bungsu-san?"
"Saya tak mengerti apa tujuan perguruanmu Kenji-san. Kalau untuk membela diri saja kepandaian yang
kita miliki tak bisa digunakan saya rasa percuma saja belajar payah-payah.."
"Ya pendapatmu tak salah Bungsu-san. Bahkan diantara murid-murid Karate dan Judo sendiripun
pendapat begitu cukup banyak terdapat. Tapi, percayalah ada hal-hal yang tak dapat saya tuturkan dengan
kalimat. Betapa sumpah perguruan itu mengikat kami para senior. Ada hal-hal yang mendasar dan sangat
hakiki, yang saya tak bisa mengutarakannya. Terkadang hal itu juga menyiksa saya. Saya toh manusia biasa
juga bukan" Sekali saat saya juga ingin menghantam lawan saya. Dan kalau itu sampai terjadi, lawan seperti yang di
kapal itu, mungkin sekedar enam atau tujuh orang bisa saya libas semua. Namun hidup ini rupanya tidak hanya
sekedar untuk memuaskan hati saja"ah, sudahlah Bungsu-san?"
Dan Si Bungsu memang jengkel untuk memikirkannya. Kenji ternyata memiliki kepandaian yang tak
tanggung-tanggung. Tapi kenapa dia tak mau membalas kekasaran yang ditujukan padanya"
Dan tadi dalam ujian kenaikan tingkat, jelas pukulannya bisa merobohkan lawannya, lalu kenapa dia tak
dinyatakan lulus. Malah dinyatakan dihukum" Bah, dia jadi malas memikirkannya.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 198
--000-Bandit-bandit Jakuza bawahan Kawabata akhirnya mendapat kesempatan yang elok untuk membawa
Hannako kembali ke rumah Kawabata.
Kesempatan itu datang ketika di rumahnya tinggal Hannako sendiri. Hannako memang dilarang Kenji
untuk sering keluar. Dia tahu bahwa Jakuza adalah bandit-bandit yang tak kenal kasihan.
Hari itu kedua adiknya yang lelaki sedang pergi sekolah. Kenji pergi latihan ke Budokan. Sementara Si
Bungsu telah lebih dahulu pergi ketempat yang tak dia sebutkan. Hannako tengah menyediakan makan tengah
hari ketika pintu depan diketuk orang.
"Gomenkudasai?"(Assalamualaikum)
Hannako meletakkan piring, kemudian bergegas ke depan.
"Haai, Donata desu ka?"(ya, siapa") katanya sambil membuka pintu.
Dan pintu itu didorong dengan kasar. Tiba-tiba saja tiga lelaki telah ada dalam rumah.
"Hmmm, Hanako. Kawabata mencarimu. Dia rindu sekali" salah seorang yang bertubuh gemuk bicara.
Sementara matanya seperti akan menerkam tubuh Hannako. Hannako benar-benar kecut. Dia kenal tampang
para lelaki ini. "Jangan ganggu saya?" katanya sambil berusaha lari ke belakang.
Tapi seorang anggota Jakuza yang lain menghadangnya. Hannako sampai menubruk tubuh orang itu
karena gugupnya. Dan orang itu memeluknya sambil tertawa menyeringai. Temannya yang dua lagi ikut
tertawa. Hannako meronta dan berhasil melepaskan diri.
"Ayo ikut kami baik-baik. Kawabata ingin bicara denganmu"."
"Jangan ganggu saya"." Hannako mulai menangis. Ketika anggota Jakuza itu saling pandang. Mata
mereka seperti akan menjilati tubuh Hannako yang padat berisi. Kemudian mata mereka juga meneliti rumah
itu. "Hmmm, kalau kau tak mau pergi segera, kita boleh main-main dulu disini?"
Hannako kembali bermohon agar ketiga lelaki itu pergi. Dia khawatir kalau-kalau abangnya atau Si
Bungsu kembali. Dia tahu lelaki-lelaki ini adalah orang yang tak kenal belas kasihan.
Namun dia salah duga kalau menyangka ketiga lelaki itu akan pergi begitu saja.
Yang seorang lalu menangkap tangan Hannako. Kemudian menyeretnya ke kamar Kenji. Hannako
berteriak-teriak. Musim salju di Tokyo adalah musim yang sepi. Namun demikian, daerah Uchibori Dori dimana rumah
mereka berada tetap saja daerah yang cukup ramai.
Ada orang-orang yang lalu lalang di jalan. Dan mereka mendengar teriakan Hannako. Tapi Tokyo saat
itu adalah Tokyo yang depresi. Tokyo yang kalut setelah kalah perang.
Orang lebih suka mengurus diri sendiri daripada mengurus urusan orang lain. Itulah sebabnya kenapa
tak seorangpun yang datang melihat apa yang terjadi dirumah itu.
Beberapa orang menolehkan kepala. Tapi cepat-cepat melanjutkan perjalanan mereka. Mereka tak mau
berurusan dengan Jakuza atau tentara Amerika. Bagi mereka, kedua badan itu sama saja menakutkannya.
Hannako memang bernasib malang. Lelaki yang menyeretnya ke kamar itu telah merobek pakaiannya.
Dan menampar Hannako berkali-kali hingga gadis itu terkulai lemah.
Dan dalam keadaan begitulah dia memuaskan nafsu jahanamnya! Cukup lama dia berbuat demikian.
Kemudian keluar kamar sambil menghapus peluh.
"Giliranku"." Kata yang bertubuh pendek sambil berjalan ke kamar. Dan saat itu di luar terdengar orang
bernyanyi menuju ke rumah.
Suaranya terdengar berat dengan nada barito.
"Watashi o wasurenaide kudasai"
Nakanaide kuda-sai Ame ga futtemo ikimasu"
(Jangan lupan saya Jangan menangis Meskipun hujan turun, saya akan pergi)
Nyanyian itu adalah nyanyian pelaut-pelaut yang berangkat meninggalkan pelabuhan. Yang menyanyi
adalah Kenji abang Hannako.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 199
Dia tiba di pintu depan yang tertutup.
Berhenti sejenak di bawah teras depan. Membuka mantel tebalnya yang dipenuhi salju.
Mengipaskannya. "Hanako-saaan?"" panggilnya sambil menyangkutkan mantelnya di paku di tiang depan. Kemudian
dengan menjinjing Judoki (pakaian Judo) nya dia membuka pintu. Dia membuka pintu sambil hidungnya
mencium bau harum masakan Hannako yang terletak di meja.
Siulnya berhenti. Dua lelaki berpotongan kasar yang tak dia kenal kelihatan duduk di meja dan di kursi.
Duduk dengan sikap yang benar-benar kurang ajar.
Kedua orang itu memandang padanya dengan sikap cengar cengir dan anggap enteng.
Kenji masih akan bersikap sopan bertanya siapa mereka, tapi pertanyaan itu dia lulur cepat takkala dari
pintu yang terbuka dia lihat Hannako terlentang tanpa pakaian. Dan disampingnya berdiri seorang lelaki yang
tengah menanggalkan celana.
"Hanako?""!" serunya sambil menghambur. Namun secepat itu pula kedua lelaki itu memegangnya.
Dia meronta. "Diamlah anak baik. Adikmu tak apa-apa. Dia justru tengah merasakan nikmatnya hidup"."
Kenji menggertakkan gigi. Dan tiba-tiba dengan sebuah bentakan nyaring, orang yang memegang tangan
kanannya dia renggutkan. Dan dengan sebuah bantingan yang telak orang itu terhempas ke lantai.
Tak hanya berhenti disitu, tangan kanannya bergerak cepat pula. Dan yang tegak di kirinya kena bogem
mentah yang tak tanggung-tanggung. Sebuah pukulan karate bernama Cudan tsuki menghajar gigi lelaki itu
hingga rontok enam buah! Lelaki itu terlolong.
Lelaki yang dikamar mengurungkan niatnya. Menghambur ke luar kamar dan di tangannya memegang
samurai pendek. "Hai! Berani kau melawan Jakuza?" katanya sambil mengayunkan samurai pendek itu. Namun Kenji
yang telah kalap melihat adiknya diperkosa menghantam tangan lelaki itu dengan sebuah tendangan Mae Geri
yang telak. Tangan orang itu berderak. Sikunya kena tendangan Kenji. Samurainya terlempar ke atas dan menancap
di loteng. Dan serangan berikutnya merupakan sebuah tendangan Kikomi. Tendangan menyamping yang
menghajar dada lelaki itu.
Dia tersurut dengan mata mendelik. Jantungnya pecah kena tendang. Dan maut merenggutnya segera!
Namun saat itu pula sebuah tikaman samurai dari lelaki yang tadi dia banting tak bisa dihindarkan.
Lelaki itu, setelah merasakan sakit yang amat sangat, merangkak bangkit dan menghunus samurainya.
Dan ketika Kenji memusatkan amarah dan konsentrasinya pada lelaki yang keluar dari kamar adiknya
itu saat itu pula tikaman tiba.
Rusuknya terasa pedih begitu samurai merobek kimono dan pakaian dalamnya. Darah menyembur.
Tikaman samurai itu cukup dalam dan memanjang.
Dia berbalik, dan samurai itu kembali menghajar perutnya. Dia terpekik. Perutnya robek dan darah
menyembur lagi. Dia jatuh terduduk. Dan saat itu pintu terbuka.
Di pintu tegak Si Bungsu!
(53) Kedua lelaki anggota Jakuza itu menoleh. Si Bungsu tegak dengan mulut terpaut rapat. Matanya bersinar
seperti api yang siap membakar.
"Siapa kau!" desis lelaki yang memegang samurai itu. Si Bungsu menyapu ruangan itu dengan pandangan
mata. Dan sekilas dia dapat menerka apa yang terjadi.
Teman anggota Jakuza yang pernah dia bunuh ketika menolong Hannako di terowongan daerah Yotsui
dulu, kini datang lagi mencari Hannako.
Dan dari pintu kamar Kenji yang terbuka, dia melihat kaki sebatas paha Hannako terkulai ke bawah
tempat tidur. "Siapa kau!" Jepang bersamurai pendek dan bertubuh besar itu menggeram takkala melihat orang asing
yang baru masuk itu tak mengindahkan pertanyaan pertamanya.
"Saya malaikat maut".." desis Si Bungsu sambil maju perlahan. Di tangan kirinya samurainya terpegang
kukuh. Sementara tangan kanannya tergantung lemah.
Anggota Jakuza itu ingin segera menyudahi pekerjaannya. Dia maju menyongsong Si Bungsu.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 200
"Bungsu-san"..larilah. selamatkan dirimu. Mereka anggota Jakuza"." Suara Kenji terdengar lemah
memperingatkan. Namun peringatannya sudah terlambat. Karena saat itu anggota Jakuza itu telah
menghayunkan samurainya membabat perut Si Bungsu.
Anggota Jakuza adalah bandit-bandit yang mahir dalam beladiri. Karate, Judo dan Aikido mereka kuasai
dengan baik. Hanya saja tadi mereka dilumpuhkan oleh Kenji karena tingkatan kemahiran Kenji jauh lebih di
atas mereka. Tapi selain beladiri tangan kosong, mereka juga menguasai dengan sangat baik teknik samurai!
Dan samurai adalah sesuatu yang tak dipahami oleh Kenji. Dan kini anggota Jakuza itu tengah
memancungkan samurai pendeknya ke perut Si Bungsu.
Namun seperti kecepatan cahaya, selarik sinar putih panjang memintas gerak samurai pendek itu. Gerak
samurai Jakuza itu terhenti. Ada rasa perih yang melumpuhkan terasa. Dan dengan terkejut bercampur heran
dia menatap dadanya berdarah. Memandang ke kiri ke kanan.
Dan dia berusaha melanjutkan gerak samurainya. Bukankah dia termasuk seorang yang mahir dalam
samurai" Tapi kembali sinar putih yang amat cepat itu memintas. Dan kini tangannya yang memegang samurai
itu putus. Potongan itu jatuh ke lantai berikut samurai pendeknya. Kepala Jepang itu berpaling heran dan takjub.
"Saya adalah malaikat maut"." Si Bungsu mengulangi kata-katanya tadi. Dan seiring dengan itu
samurainya bekerja lagi. Kepala anggota Jakuza itu terdongak ke belakang. Lehernya hampir putus! Dia rubuh
dan mati dengan darah menyembur-nyembur dari leher dan tangan serta dadanya.
Anggota Jakuza yang seorang lagi, termasuk Kenji, ternganga melihat kejadian itu. Benar-benar takjub
dan kaget. Perlahan Si Bungsu memalingkan tegak menghadap pada anggota Jakuza yang gemuk pendek itu.
Anggota Jakuza itu sudah hancur mentalnya. Dia menggigil. Dia memang pintar memainkan samurai. Tapi
melihat lelaki asing ini mempergunakan samurainya, dia merasa beraknya hampir keluar.
"Ini bukan orang, ini syetan. Hanya syetan yang bisa mempergunakan samurai secepat itu?" hati lelaki
itu berbisik kecut. "Engkau saya ampuni. Dan sampaikan pada pimpinanmu, disini Kenji-san dan saya Si Bungsu dari
Gunung Sago Indonesia, menanti kalian. Datanglah, dan akan kami nanti dengan samurai ditangan. Sebagai
bukti bahwa kami menantang Jakuza yang telah menodai Hannako, bawa pesan berdarah ini"!!
Seiring ucapannya, samurai keluar lagi dalam kecepatan kilat. Dan sebelum Kenji atau lelaki Jakuza itu
tahu apa yang dimaksud oleh Si Bungsu dengan "Pesan Berdarah" itu, anggota Jakuza itu terlolong. Tangan
kananya putus hingga bahu!
Darah menyembur-nyembur dari bahu yang putus itu. Namun lelaki itu tak berani bergerak. Sebab ujung
samurai Si Bungsu melekat di lehernya.
"Katakan pada pimpinanmu, atau siapa saja di antara anggota Jakuza jahanam itu, jika mereka berani


Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengganggu Hannako, Kenji atau adik-adiknya, mereka akan menerima nasib seperti temanmu ini. Kini
tinggalkan tempat ini segera!"
Dan lelaki itu tak usah diperintah untuk kedua kalinya. Lepas saja dari "syetan samurai" itu sudah mujur
baginya. Dia segera angkat kaki seribu. Persetan dengan dua bangkai temannya yang tergeletak dalam rumah
itu. Dan lelaki itu tak mau melapor ke rumah Kawabata. Bikin apa dia kesana. Kalau dia datang kesana, dia
pasti disuruh menunjukkan rumah Hannako. Dan itu berarti harus berhadapan dengan anak muda dari
Indonesia itu kembali. Ai mak, berhadapan dengannya" Minta ampun.
Daripada berhadapan dengannya lebih baik bunuh diri pikirnya. Dan dengan pikiran begitu, dia lalu
berlari ke rumah sakit. Selesai mengobati tangannya yang pontong itu, dia naik kereta api. Pulang ke kampungnya di mudik
sana. Persetan dengan Jakuza. Kalau mereka mau, biar berhadapan sendiri dengan anak muda itu, pikirnya.
Dan selama perjalanan menuju kampung, lelaki gemuk pendek bekas bandit itu tak henti-hentinya mensyukuri
nikmat Dewa yang telah memanjangkan umurnya.
Kalau anak muda itu silap sedikit saja, dan samurainya dihadapkan ke jantungnya, iiii!
Dan dia berniat untuk potong ayam sebagai tanda sukur bila sampai ke kampungnya.
Isteri dan anak-anak serta mertuanya pasti akan kaget dan menangis melihat tangannya putus. Tapi dia
akan berduta, bahwa tangannya putus karena terjepit kendaraan bermotor. Dan kalau mereka tak percaya, dia
akan ceritakan bahwa masih untung hanya kehilangan sebelah tangan. Bagaimana kalau dia kehilangan kepala"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 201
Dalam perjalanan dengan kereta api itu, anggota Jakuza ini kembali membayangkan wajah anak muda
Indonesia itu. Berwajah tampan, pendiam tapi di dalamnya seperti ada kawah berapi yang siap memuntahkan
laharnya setiap saat. Bulu tengkunya merinding bila mengingat betapa cepatnya anak muda itu mempergunakan samurai. Dia
telah melihat beberapa orang Jepang yang mahir samuirai. Misalnya Kawabata, gurunya sendiri. Tapi manakah
yang lebih cepat" Ah, persetan pikirnya.
--000-Tapi orang gemuk pendek ini hanya dua hari hidup dengan tentram dikampungnya.
Hari ketiga, datang ke kampung itu empat orang lelaki. Meski dia tak kenal, tapi dari caranya, dia tahu
bahwa orang ini pastilah suruhan Kawabata, anggota Jakuza dari wilayah lain.
Memang begitu aturan permainan yang berlaku dalam Jakuza. Bila seorang anggota membelot misalnya,
maka yang akan membereskan si belot itu adalah anggota dari wilayah lain.
Dan si gemuk pendek ini yakin bahwa Kawabata pasti menyuruh menyudahi nyawanya.
"Hmm, gemuk. Kenapa kau pergi saja tanpa melapor pada Kawabata-san"." Yang memimpin utusan itu
bicara dengan suara baritonnya.
"Si gemuk" itu hanya tersenyum. Dia yakin orang ini pasti tak begitu saja mau menyudahi nyawanya.
Mereka ingin tahu lebih dahulu persoalan Hannako dan kedua temannya yang mati.
"Saya masih ada urusan lain yang penting. Nanti saya menghadap pada Kawabata-san"." Dia menjawab.
"Sekarang saja jelaskan. Kawabata-san sedang ke Hokkaido?"
"Biar saya yang menjelaskan sendiri padanya?"
"Jelaskan pada kami"."
"Apakah kalian ingin kekerasan?" si gemuk yang bertangan pontong itu menggertak. Tapi dia salah duga.
Keempat lelaki ini memang sudah diperintahkan untuk menyudahinya bila dia banyak tingkah.
Salah seorang segera saja maju memukulinya. Tapi berbareng dengan itu, si gemuk ini juga sudah siap
dengan samurainya. Begitu lelaki itu akan memukul si gemuk menghantamnya dengan samurai. Tak ampun lagi orang itu
terjungkal dengan dada tembus.
Tapi itu pulalah pembelannya yang terakhir. Sebab yang tiga orang lagi segera menikamnya dengan
samurai. Tiga bilah samurai segera melumpuhkannya. Si Gemuk itu rubuh. Dia menyeringai kesakitan.
"Jahanam kalian".kalian akan disudahi oleh orang Indonesia itu".percayalah, saya berdoa untuk itu?"
dan dia mati. Ketiga lelaki anggota Jakuza itu saling pandang.
"Dia menyebut Indonesia"." Salah seorang bicara.
"Apa yang dia maksud?""
Tak ada yang mengerti. Dan mereka lalu pergi meninggalkan rumah itu persis ketika isteri si gemuk itu
pulang dari pasar bersama anaknya.
Ketika mereka naik taksi, mereka mendengar perempuan itu memekik.
Dalam kekacauan setelah perang berakhir di negeri ini, kerusuhan demi kerusuhan timbul terus hari
demi hari. Kerusuhan yang ditimbulkan oleh orang-orang yang ingin menangguk di air keruh. Untuk itu korban
berjatuhan. Mereka tak peduli apakah mereka akan membunuh orang lain, ataupun saling bunuh sesama
bangsanya sendiri. Yang dituju organisasi ini adalah kekayaan untuk diri pribadi mereka.
---000--Ketika perkelahian itu usai, ketika si gemuk itu melarikan diri dengan tangannya yang putus sebelah, Si
Bungsu menghampiri Kenji.
"Bungsu-san"engkau benar-benar luar biasa".Terimakasih, engkau kembali menyelamatkan kami".."
"Tenanglah Kenji-san?"
"Tolong lihat bagaimana keadaan Hannako, dia"dia.. ya, Tuhan, tolonglah adikku itu Bungsu-san?"
Bungsu segera teringat Hannako. Dia tegak dan masuk ke kamar, Hannako tengah duduk di sudut
pembaringan dengan kain asal membalut tubuhnya saja.
Matanya berair menatap hampa ke depan.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 202
"Hanako-san?" Gadis itu tersentak. Dia makin menghindar ke sudut.
"Engkau tak apa-apa Hanako?""
"Pergi, jangan dekati aku".pergi!"
Gadis itu berteriak. "Tenanglah Hanako"." Si Bungsu berusaha mendekat. Namun gadis itu melompat ke bawah dan
berusaha untuk lari. Si Bungsu mencegatnya di pintu.
"Pergi! Jangan dekati aku".pergilah".!"
Gadis itu memukul bahu Si Bungsu hingga kain yang menutupi tubuhnya jatuh lagi.
"Tenanglah Hanako, mereka yang mencemarkan dirimu telah kubunuh"tenanglah.." dan tiba-tiba gadis
itu memeluk Si Bungsu. Menangis didadanya.
Si Bungsu mengambil kain dan menyelimutkan ke tubuh gadis malang itu.
Lalu mengangkatnya ke pembaringan. Gadis itu makin menjadi tangisnya.
"Nakanaide kudasai Hanako-san"nakanaide kudasai.." (Hanako, jangan menangis, jangan menangis..)
katanya perlahan. Tapi gadis itu menangis terus.
Dia menelungkupkan wajahnya ke bantal.
"Mereka telah menodai saya Bungsu-san"mereka benar-benar jahanam?"
"Tenanglah".."
"Bungsu-san, apa jadinya diriku. Aku tak berharga lagi"apa artinya seorang gadis bila telah ternoda?""
"Tenanglah Hanako. Tuhan akan melindungimu. Tuhan menyayangi orang-orang yang teraniaya?"
"Tetapi Tuhan tak menolong kami. Budha tak menolong kami. Budha membiarkan diriku tercemar,
Budha membiarkan abangku teraniaya. Mereka tak menolong kami dari kekejaman bangsa kami sendiri?"
"Tenanglah Hanako-san. Bukan saya yang menolong kalian. Saya hanya penjalan takdir Tuhan. Tuhan
telah mengatur segalanya"tenanglah. Tabahkan hatimu. Saya akan membantu Kenji-san.."
Gadis itu bangkit, duduk dan tiba-tiba memeluk Si Bungsu erat-erat.
"Terimakasih Bungsu-san. Kami tak lagi punya orang tua. Engkaulah kini tempat kami berlindung.
Engkau dan Kenji-san. Jangan tinggalkan kami?"
"Saya akan membantu kalian Hannako, percayalah?"
Hannako beberapa saat masih menangis dibahunya. Kemudian Si Bungsu membaringkannya kembali.
Gadis ini benar-benar patut dikasihani. Dia mendapat goncangan jiwa yang dahsyat.
Di ruang tengah Kenji tengah berusaha merawat lukanya.
"Bagaimana adikku, Bungsu-san?"
"Dia tak apa-apa. Dia tengah istirahat".bagaimana lukamu Kenji-san.."
"Mereka memakai samurai" dikamarku ada obat Bungsu-san"tolonglah?"
Dan mereka sibuk mengurus luka-luka Kenji. Mujur Naruito adik lelaki Kenji tak di rumah.
Selesai merawat luka Kenji, Si Bungsu memberesi ruang tengah yang berlumur darah itu. Dia mengintip
keluar. Tak ada orang. Salju turun seperti kapas. Hari sudah sore.
"Kita buang kemana mayat ini Kenji-san?"
"Saya tak tahu harus dibuang kemana Bungsu-san. Saya tak sanggup berpikir. Nasib kami, saya serahkan
padamu?" Kenji berkata dari pembaringan dengan lemah. Dia cukup banyak mengeluarkan darah.
Bungsu bertindak cepat. Orang tak boleh tahu tentang apa yang telah terjadi di rumah ini. Terutama adik
lelaki Kenji yang kecil. Bungsu mengangkat mayat itu satu persatu.
Di belakang rumah mereka ada parit besar sekali. Parit ini dalam musim dingin begini penuh airnya.
Airnya tak membeku karena seluruh air yang masuk ke sana disaring lewat penutup riol. Seluruh air akan
berkumpul disaluran yang besarnya ada tiga meter bundaran.
Dan saluran induk pembuang kotoran ini berada di belakang rumah mereka. Tanpa banyak pikiran
Bungsu membuang mayat itu ke dalam riol besar tersebut. Tak peduli apakah mayatnya dihanyutkan atau
tidak. Persetan. Kemudian dia membersihkan darah yang bergelimang di lantai. Lalu mengepel lantai itu hingga kering.
Ketika dia berhenti, dia melihat Hannako tegak di pintu. Gadis itu sejak tadi tegak di sana dengan tubuh lemah
melihat Si Bungsu bekerja.
"Bungsu-san?" katanya perlahan.
Si Bungsu tersenyum. Mendekati gadis itu. Memegang bahunya. Dan tiba-tiba gadis itu kembali
memeluknya. Menangis lagi dipundaknya.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 203
"Tenanglah Hanako, semuanya sudah lewat?" Hannako menggeleng.
"Belum ada yang lewat Bungsu-san. Ini baru permulaan. Jakuza tak pernah meninggalkan sisa bila ia
membereskan suatu soal. Mereka akan datang lagi dalam jumlah yang lebih banyak. Dan mereka akan
membunuh kita. Engkau pergilah jauh-jauh Bungsu-san. Selamatkan dirimu. Biarkan kami menyelesaikan soal
ini sendiri. Ini persoalan kami Bungsu-san. Jangan libatkan dirimu terlalu jauh?"
"Tenanglah Hanako. Siapa bilang ini bukan urusanku. Bukankah aku justru yang memulai membuat soal
dengan Jakuza. Yaitu takkala membunuh ke empat lelaki yang akan membawamu dari terowongan di daerah
Yotsui dulu" Nah, akan kita lihat bagaimana akhirnya soal ini. Kita sudah memulai bersama, dan kita akan tetap
berkumpul bersama sampai soal ini selesai.."
Hannako kembali menangis.
Dia baru menghentikan tangisnya ketika di luar terdengar suara anak-anak menyanyi. Naruito pulang
dari sekolah. Dia masuk dengan melompat gembira. Namun terhenti dan membungkuk dalam-dalam memberi
hormat tatkala di pintu bilik dia lihat Si Bungsu tegak sambil tersenyum.
"Selamat sore Bungsu-san?" katanya.
"Selamat sore Naruito, kenapa sore baru pulang"
"Saya sudah bilang sama kakak tadi, bahwa ada acara di sekolah"mana kakak?"
Hanako mendengar adiknya pulang segera ke kamar mandi membersihkan diri. Dia tak ingin adiknya
mengetahui bencana yang telah menimpa mereka siang ini.
"Kakakmu di kamar. Nah, letakkanlah buku. Sudah saatnya kita makan bukan?"
"Haii"!" seru anak itu sambil berlari ke kamarnya.
Sementara itu Hannako muncul di kamar makan menyiapkan makanan adiknya. Mereka memang belum
ada yang makan sejak siang tadi.
"Engkau bisa ikut makan bersama Kenji-san?"
Si Bungsu bertanya pada Kenji yang terbaring di tempat tidurnnya.
"Ya, saya akan ikut makan. Perut saya memang lapar. Tapi, apa jawab saya kalau Ito bertanya tentang
luka ini?" Mereka bertatapan. Tak ada yang bicara.
"Katakan saja engkau cedera dalam latihan?"
"Mereka tahu, dalam latihan Karate dan Judo tak dipergunakan senjata tajam?"
"Bagaimana kalau dikatakan bahwa engkau mendapat kecelakaan mobil ketika ke pasar tadi?"
"Ya, itu lebih baik?" kata Kenji sambil bangkit. Dan ketika makan Naruito menanyakan luka Kenji.
Mereka menjawabnya sesuai rencana semula.
Lalu hari-hari setelah itu, mereka lalui penuh ketegangan.
Pagi, siang, sore, petang dan malam mereka menanti dengan tegang. Tak seorangpun yang bisa tidur
dengan lelap. Jakuza seperti akan tiba setiap saat. Mereka demikian tegangnya. Hingga Hannako jatuh demam. Meski
demikian, Naruito tetap disuruh sekolah seperti biasa.
Anak itu akan tetap aman. Sebab mereka pergi dan pulang sekolah dijemput oleh bus sekolah yang dijaga
oleh petugas keamanan. Kepada kedua kanak-kanak itu kejadian yang menimpa mereka tetap dirahasiakan.
Akhirnya suatu malam. "Kenji-san".kita bisa gila menanti begini?" Si Bungsu berkata perlahan agar tak membangunkan
Hannako yang baru saja tidur. Saat itu sudah lewat tengah malam.
"Ya. Begini memang taktik Jakuza dalam menghancurkan mental lawan yang mereka anggap kuat
Bungsu-san?" "Mereka mengharap kita lengah. Atau menyerah. Atau mengharap kita pindah dan mereka menyikat kita
di perjalanan?" Si Bungsu menarik nafas panjang mendengar penjelasan Kenji.
(54) Perbedaan antara menanti dan mendatangi adalah lama dan cepatnya pertarungan itu terjadi. Jika
Jakuza ingin menyiksa mental mereka lebih lama, maka itu berarti penantian itu bisa sebulan, dua bulan atau
lebih. Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 204
Dalam saat penantian begitu, keseimbangan jiwa dan keteguhan mental benar-benar diuji. Mungkin
dalam penantian itu mereka lengah. Menyangka Jakuza telah melupakan peristiwa itu. Dan disaat lengah itulah
Jakuza beraksi. Atau kalau tidak lengah, maka mereka yang menanti dengan tegang itu bisa pecah sarafnya. Hanya
soalnya dia kini sendiri. Kalau saja Kenji tidak luka parah, maka dia yakin bisa berbuat lebih banyak jika pergi
berdua. Tapi kini Kenji luka parah. Dan kini masih belum pulih. Dia tak memberitahu Kenji akan niatnya itu. Yang
jelas dia harus menyelesaikan masalah ini secepat mungkin. Betapapun jua, Kenji dan adik-adiknya harus dia
bantu. Dia berhutang budi banyak pada Kenji yang telah mengajarnya bahasa Jepang. Yang telah mengajarkan
padanya tentang segala sesuatu kehidupan di negeri ini.
Dia datang kemari untuk membunuh orang Jepang. Dia datang karena orang Jepang telah melaknati
negeri dan keluarganya. Dia datang sendiri, ternyata ada keluarga Jepang yang mau bersahabat dengannya.
Yang mengajarkan padanya tentang tatacara kehidupan negeri asing ini. Kalau tak ada Kenji, dia tak tahu
bagaimana dia hidup di Tokyo ini. Bayangkan, berada di suatu negeri yang asing sama sekali. Asing bahasa dan
asing segala-galanya. Dia datang hanya dengan modal dendam dihati, samurai ditangan dan keberanian di dada. Hanya itu
modalnya. Dan di negeri ini modal itu ditambah oleh Kenji dan adik-adiknya.
Dan kini Kenji serta adik-adiknya terancam bahaya. Bukankah dia harus membelanya" Esoknya, sehabis
makan pagi, dia berkata akan pergi ke stasiun kereta api.
Siang itu di rumah Kawabata ada rapat penting yang dihadiri oleh Tokugawa. Yaitu kepala Jakuza untuk
wilayah Tokyo dan sekitarnya.
Rapat itu dihadiri oleh dua puluh anggota pilihan. Ada pengangkatan kepala-kepala Cabang baru. Dalam
organisasi Jakuza ada suatu wilayah tertentu yang dikepalai oleh pimpinan cabang.
Saat ini Tokyo dibagi dalam 12 cabang utama. Dan Tokyo merupakan kota kedua bagi organisasi Jakuza.
Kota pertamanya adalah Kyoto. Yaitu suatu kota yang terletak sekitar 500 kilometer di selatan Tokyo.
Wilayah Tokyo dan sekitarnya dipimpin oleh Tokugawa. Tokugawa adalah keluarga turunan samurai
yang tersohor sejak zaman dahulu. Dari suku Tokugawa inilah lahir pahlawan-pahlawan samurai yang tersohor
diseluruh Jepang. Dinasti Tokugawa terkenal dengan pemerintahannya yang bersih.
Dari suku mereka lahir perwira-perwiara yang tangguh. Prajurit-prajurit yang bersedia mati untuk
kerajaannya. Dan kalapun ada Tokugawa yang hari ini menjadi seorang kepala begal seperti organisasi Jakuza
ini, maka itu hanyalah sebagai kewajaran proses zaman saja.
Tak seluruh suku pahlawan akan melahirkan pahlawan. Ada juga diantaranya yang jadi pengkhianat.
Sama halnya, tak semua penjahat melahirkan turunan penjahat. Ada pula yang melahirkan penegak hukum,
ulama atu pendidik. Mereka sedang mengangkat minuman sake atas selesainya pemilihan pimpinan cabang yang baru
takkala seorang anak muda tiba-tiba saja sudah berada di ujung ruangan.
"Gomenkudasai?" katanya tenang.
Suaranya menyebabkan gelas-gelas yang diangkat untuk meminum sake itu pada terhenti. Dan dengan
cawan masih terangkat, semua kepala menoleh ke ujung ruangan.
Semua mereka, tak terkecuali Kawabata, merasa heran atas kehadiran orang asing bertongkat ini.
Tokugawa yang bermata tajam segera dapat mengetahui bahwa yang ditangan orang asing itu bukanlah
tongkat biasa. Melainkan sebilah samurai! Perbedaan samurai biasa dengan samurai yang di tangan orang asing
itu adalah pada hulu dan sarungnya.
Samurai anak muda ini sarungnya sudah dibuat sedemikian rupa, sehingga jika mata tak terlalu tajam
akan kelihatan seperti tongkat kayu biasa saja.
Namun Tokugawa memang seorang keturunan samurai.
Dia mengenal dengan baik puluhan jenis buatan samurai yang ada di seluruh Jepang. Dan sekali pandang
saja, meluhat lengkung dan ukuran panjang samurai di tangan anak muda itu, dia segera tahu bahwa anak muda
itu memegang samurai buatan kota Sakamoto. Yaitu sebuah kota kecil di tepi danau Biwa di Propinsi Chubu.
Dan samurai dari negeri tepi danau Biwa itu adalah salah satu diantara tiga samurai terbaik yang dibuat oleh
Jepang. "Maafkan saya mengganggu?" lelaki asing itu, yang tak lain daripada Si Bungsu, berkata lagi.
Kawabata memberi isyarat pada dua orang lelaki untuk menyuruh orang itu keluar. Tapi Tokugawa
memberi isyarat lain. Dia justru tertarik dengan kedatangan orang asing ini.
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 205
"Siapa anda?" tanyanya sambil meletakkan cawan berisi sake yang belum diminum. Ke 20 orang
pimpinan Jakuza daerah Tokyo itu ikut meletakkan cawan mereka seperti yang dilakukan Tokugawa.
"Watashi wa Indonesia-jin desu, Bungsu desu?" (nama saya Bungsu, saya ornag Indonesia..) katanya
tenang. "Aa, orang Indonesia, Selamat datang. Anda rupanya datang dari jauh, mari silakan minum bersama
kami"." Tokugawa memberi isyarat pada pelayan.
Pelayan segera mengisi sebuah cawan dengan sake. Karena Si Bungsu tetap tak mendekat, maka
Tokugawa menyuruh mengantarkan Sake itu padanya dekat pintu.
"Terimalah. Mari kita minum bersama. Kami baru saja mengangkat pimpinan-pimpinan cabang yang
baru. Sekalian sambil mengucapkan selamat datang pada anda, mari kita minum sake?"
Tokugawa mengangkat cangkirnya. Ke 20 orang pemuka Jakuza Tokyo itu, termasuk Kawabata
mengangkat cangkirnya.

Tikam Samurai Karya Makmur Hendrik di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si Bungsu menerima cangkir sake tersebut. Dan ketika semua mengangkat cawan tinggi-tinggi, dia juga
ikut mengangkatnya. Semua memandang padanya sebelum meminum sakenya. Kemudian serentak mereka
meminum sake tersebut. Si Bungsu juga meminumnya.
Selama di Jepang ini, dia sudah terbiasa minum sake. Minuman ini memanaskan badan. Tak banyak
bedanya dari air tapai di kampungnya. Hanya saja sake yang dia minum di Jepang ini, kwalitasnya lebih baik
dan wangi serta lebih keras. Itu menyebabkan tubuh lebih cepat panas dalam cuaca dingin bersalju seperti
sekarang. Tokugawa meletakkan cangkirnya.
"Nah, anak muda dari Indonesia, apa yang bisa kami bantu" Patut anda ketahui, kami adalah kelompok
Jakuza. Kau pernah dengar nama itu?"
"Di Indonesia saya tak pernah mendengarnya. Saya hanya merasakan kekejaman tentara Jepang di
negeri saya itu. Saya baru mendengar nama Jakuza di Tokyo ini. Dan saya segera melihat bahwa kelompok tuan
adalah kelompok penjahat yang benar-benar tak kenal peri kemanusiaan?"
Ke 20 anggota pilihan Jakuza wilayah Tokyo itu pada menahan nafas mendengar kekurang ajaran anak
muda dari Indonesia itu. Mereka menahan nafas, karena yakin sebentar lagi anak muda ini akan disembelih
oleh Tokugawa. Namun suatu keanehan terjadi. Tokugawa justru tertawa menyeringai.
"Ya. Anda benar. Kelompok kami adalah kelompok bandit. Nah, kalau sudah mendengar bahwa kami
adalah manusia yang tak berperi kemanusiaan, kenapa berani masuk kemari?"
Ucapan ini adalah semacam ancaman. Dan ke 20 anggota Jakuza itu pada diam tak bergerak.
"Saya datang mencari tuan Kawabata?" suara Si Bungsu terdengar perlahan. Matanya meneliti mencari
mana lelaki yang bernama Kawabata itu.
Semua mata, kecuali mata Tokugawa, pada menoleh pada seorang lelaki berdegap yang duduk persisi di
depan Tokugawa. Dan Si Bungsu segera mengetahui, dialah Kawabata!
Dan dengan cepat dia mengukur lelaki itu.
Dia yakin lelaki itu adalah lelaki tangguh. Tapi licik dan sadis.
Kawabata sendiri kaget mendengar bahwa dialah yang dicari anak muda ini. Dia benar-benar tak pernah
mengenalnya. "Hmm, ada perlu apa engkau mencari salah seorang pimpinan cabang Jakuza anak muda?" suara
Tokugawa terdengar bergema.
"Saya mempunyai perhitungan dengan dia?" kembali semua mata menatap pada Kawabata.
"Saya tak mengenal" " Kawabata coba memutus pembicaraan, tapi tangan Tokugawa yang terangkat
membuat dia terdiam. "Teruskan anak muda. Perhitungan apa yang ada diantara kalian berdua?" suara Tokugawa terdengar
lagi. Si Bungsu segera mengerti, orang inilah pastilah pimpinan Jakuza yang disegani. Sebab semua hormat
sekali padanya. "Saya telah membunuh lima orang anak buahnya" dan kali ini tak ada yang terdiam. Suara seperti lebah
terdengar berdengung. Tak kurang dari Tokugawa sendiri juga jadi kaget.
"Siapa yang kau bunuh?"
"Empat orang Jakuza yang beroperasi di terowongan bawah tanah di daerah Yotsui. Saat itu mereka
mencoba dengan kasar menangkap seorang gadis bernama Hannako. Saya telah memintanya untuk
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 206
melepaskan gadis itu dengan baik-baik. Tapi mereka melakukan kekerasan. Maka saya terpaksa
membunuhnya" Kawabata jadi merah mukanya. Semua yang hadir di sana jadi berpandangan. Mereka sudah lama
menyelidiki siapa yang membunuh keempat Jakuza itu. Mereka selama ini yakin bahwa yang membunuh
keempat anggota mereka adalah seorang samurai Jepang. Sebab luka ditubuh anggota mereka jelas bekas
samurai. Mana mereka pernah berfikir bahwa ada orang asing yang melebihi kemahiran anggoat Jakuza
memakai samurai. Kini rupanya anak muda inilah yang telah membunuh anggota mereka itu. Betapa mereka takkan kaget.
"Setelah itu, mereka datang ke rumah kami di Uchibori Dori. Mereka memperkosa Hannako disana. Dan
melukai kakaknya Kenji. Mereka datang bertiga. Yang satu mati ditangan Kenji. Yang satu saya yang
membunuhnya, yang satu lagi saya suruh menyampaikan pesan kemari, pada Kawabata. Bahwa saya menanti
Jakuza di rumah itu. Pesan itu saya suruh sampaikan dengan memotong sebelah tangannya.."
Ruangan itu benar-benar sepi seperti di kuburan. Suara anak muda itu mengagetkan mereka. Ceritanya
seperti tak bisa mereka percayai. Namun itulah yang terjadi. Mereka menatap anak muda itu dengan
pandangan takjub. Mungkinkah anak Indonesia ini sanggup melakukan seperti yang dia ceritakan"
"Apakah gadis yang kau ceritakan itu, e"siapa namanya?"
"Hanako.." "Ya, apakah Hanako itu adalah isteri atau kekasihmu?" Suara Tokugawa terdengar lagi.
"Tidak" "Lalu kenapa engkau membelanya?"
Si Bungsu lalu menceritakan pertemuannya dengan Hannako di terowongan di daerah Yotsui itu.
Kemudian ternyata Hannako adalah adik Kenji. Teman sekapal yang telah mengajarnya bahasa dan tatacara
kehidupan Jepang. "Tapi terlepas dari masalah hubungan saya dengan Kenji, saya merasa perlakukan Kawabata atau Jakuza
terhadap gadis itu sudah sangat keterlaluan. Terlalu biadab. Untuk itulah saya datang kemari. Mereka kini
dicekam ketakutan di rumahnya. Mereka tak lagi punya ayah dan ibu. Setiap saat mereka merasa Jakuza yang
ditakuti itu, yang bagi saya tak lain daripada bajingan busuk yang hanya berani menindas orang lemah, akan
datang mencelakai mereka. Kini saya datang untuk membuat perhitungan.."
Tokugawa sampai berdiri mendengar ucapan anak muda ini. Yang lain juga pada tegak segera. Suara
kursi bergeser terdengar bising sejenak. Mereka semua memakai kimono pelindung udara dingin.
Kini mereka membuat setengah lingkaran. Di ujung lingkaran yang setengah itu, tegak Si Bungsu!
"Perhitungan bagaimana yang maksud akan kau buat dengan Kawabata?" Suara Tokugawa terdengar
berat dan mengandung amarah.
Si Bungsu tahu gelagat itu. Dia kini berada di sarang Harimau. Namun dia datang sendiri. Kalaupun dia
mati, maka takkan ada seorang pun yang akan menangisinya di Minangkabau sana. Tak seorangpun!
"Maaf, bolehkah saya tahu siapa tuan?" suara Si Bungsu tetap tenang. Tangan kirinya memegang samurai
dengan kukuh. Sementara tangan kanannya lemas tergantung. Seperti tak bertenaga. Namun Tokugawa arif
bahwa tangan kanan anak muda ini siap menyebar maut, setiap detik.
Dia arif benar akan hal itu. Dan dia segera dapat mengetahui bahwa anak muda ini adalah seorang
samurai yang otodidak. Seorang yang mahir karena belajar sendiri. Diam-diam dia merasa bangga. Bangga
bahwa ada anak muda asing yang mahir mempergunakan samurai. Senjata kebanggan sukunya. Suku
Tokugawa yang masyur turun temurun.
"Nama saya Tokugawa. Saya pimpinan bandit yang tak berperikemanusiaan, Jakuza, untuk daerah Tokyo
dan sekitarnya"." Tokugawa memperkenalkan diri sambil mengulangi ucapan Si Bungsu tadi.
Si Bungsu membungkuk memberi hormat. Dan tanpa merasa rendah diri Tokugawa juga membungkuk
dalam-dalam membalas penghormatan itu. Ke 20 anggota Jakuza disana menjadi heran bercampur kaget
melihat sikap pimpinan mereka ini. Bahkan Gubernur atau Walikota sendiri tak pernah dia hormati seperti itu.
"Tokugawa.." "Ya, saya Tokugawa. Kau pernah mendengar nama itu?"
"Maaf, saya banyak mendengar nama Tokugawa. Tapi yang saya dengar hanya tentang yang baik-baik
saja. Tokugawa yang saya dengar adalah turunan pahlawan sejati. Turunan samurai yang tak ada duanya di
seluruh Jepang. Tak pernah saya dengar seorang Tokugawa yang kepala bandit"
Koleksi eBook : Drs. H. Hendri Hasnam, MM. 207
(55) Ke 20 Jakuza lainnya jadi menciut saking takutnya akan murka yang akan menyembur dari Tokugawa.
Anak muda ini benar-benar mencari penyakit, pikir mereka.
Tapi lagi-lagi mereka melihat suatu keanehan. Tokugawa bukannya murka. Malah tegak dengan diam
dan menatap dengan tepat-tepat pada Si Bungsu.
"Terimakasih atas peringatanmu anak muda. Engkau membangkitkan kebanggaan saya terhadap
keluarga Tokugawa. Akan saya ingat ucapanmu itu"
Semua orang terdiam. Si Bungsu sendiri kaget. Tak dia sangka orang tua ini sabarnya begitu hebat.
"Nah, katakanlah, apa perhitungan yang akan kau buat dengan Kawabata?"
"Saya datang kemari untuk mengajukan dua hal. Pertama, hentikan mengganggu Hannako, Kenji dan
adiknya. Kedua, kalau hal itu tak dapat dilakukan dengan baik-baik, saya mempertaruhkan jiwa saya agar
Kawabata tidak menggangu gadis itu?"
Tokugawa diam. Kawabata diam. Ke 20 anggota pimpinan Jakuza Tokyo itu diam. Tantangan anak muda
ini benar-benar luar biasa. Luar biasa beraninya. Luar biasa hebatnya.
"Apakah engkau mencintai Hannako?" suara Tokugawa terdengar lagi. Semua orang saling diam
menunggu jawaban anak muda itu"
"Tidak"saya hanya menyayanginya"."
"Engkau mempertaruhkan nyawa bagi orang yang tak kau cintai. Lalu apa sebenarnya alasan
pengorbananmu" Si Bungsu menatap keliling. Menatap pada Tokugawa. Aneh, tiba-tiba dia merasa simpati pada orang tua
gagah kepala rampok ini. Dan tiba-tiba dia teringat pada orang tuanya.
Tokugawa dan seluruh anggota Jakuza dalam ruangan itu jadi heran bercampur kaget takkala pipi anak
muda itu basah oleh air mata.
"Saya datang kemari karena seluruh keluarga saya telah punah dibunuh. Tak usah saya katakan siapa
yang membunuhnya. Saya merasa betapa pahitnya hidup tanpa ayah, tanpa ibu dan tanpa saudara. Dan Kenji
serta adik-adiknya juga akan mengalami nasib seperti saya kalau Jakuza tak berhenti mencelakai mereka. Saya
pertaruhkan nyawa saya untuk mereka, agar mereka tak mengalami nasib malang seperti saya?"
Tokugawa merasa jantungnya seperti ditikam mendengar ucapan anak muda asing ini. Di negerinya ada
orang asing yang mau mengorbankan dirinya demi membela anak-anak Jepang dari penindasan. Dia adalah
kepala bandit yang terkenal kejam. Namun mendengar apa yang dikatakan anak muda dari Indonesia ini,
hatinya jadi luluh. "Bagaimana engkau akan memaksakan Kawabata agar tak mengganggu Hanako?"
"Saya memang tak punya kekuatan untuk memaksanya. Tapi sebagai seorang lelaki, saya menantangnya
untuk bertarung memakai samurai.."
Kembali terdengar suara berdengung dalam ruangan itu mendengar tantangan anak muda ini.
Semua orang pada berbisik. Pada menatapnya. Dan tiba-tiba mereka semua baru menyadari bahwa
ditangan kiri anak muda itu sebenarnya tergenggam sebilah samurai. Bukan tongkat kayu seperti yang mereka
duga semula. Tokugawa menatap pada Kawabata. Menatap dengan sinar mata yang sulit diartikan. Kemudian dia
berpaling pada Si Bungsu.
"Merupakan kehormatan bagi saya, bahwa engkau menantang Jakuza dengan samurai. Saya, Tokugawa,
pimpinan Jakuza wilayah Tokyo sekitarnya, memberi jaminan padamu, bahwa setelah pertarunganmu dengan
Kawabata, tak perduli engkau kalah atau menang, maka tak seorangpun anggota Jakuza yang akan mengganggu
Hannako dan Kenji serta diknya"
Semua pimpinan Jakuza dalam ruangan itu pada terdiam.
"Domo arigato gozaimasu. Tapi, barangkali saya mati dalam pertarungan ini. Apakah bukti bahwa
Istana Yang Suram 7 Bayi Pinjaman Baby On Loan Karya Liz Fielding Mutiara Hitam 18
^