Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 22

08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 22


Namun dalam pada itu. selagi mereka dicengkam oleh ketegangan, terdengar derap kaki kuda memasuki halaman rumah itu. Dua ekor kuda dengan penunggangnya masing masing.
Demikian penunggang-penunggang itu meloncat turun, telah terdengar salah seorang diantara mereka berkata lan"tang "He, aku dengar kakang Untara ada disini " "
Untara mengangkat wajahnya. Dilihatnya dua orang perwira dari pasukan berkuda, sebagaimana perwira yang mempunyai rumah itu, telah datang untuk menemuinya.
Pertemuan yang kemudian terjadi adalah pertemuan yang akrab sekali. Kedua perwira itu bagaikan saudara kandung yang telah lama tidak bertemu.
Kupan kau datang kakang bertanya salah seorang di antara mereka.
Dengan demikian maka percakapanpun menjadi riuh. Mereka saling bertanya tentang keselamatan dan tentang keadaan masing-masing selama mereka tidak bertemu.
Untuk beberapa saat lamanya, perwira yang datang un"tuk mencegah kehadiran Untara di istana itu seakan-akan telah terlupakan. Namun tiba-tiba saja perwira itu memo"tong pembicaraan yang akrab Maaf. aku mempunyai tu"gas lain Aku minta pesanku kau pertimbangan baik baik.
O Untara berpaling kearah perwira itu aku juga minta maaf mereka adalah sahabat-sahabatku. Tetapi sekali lagi aku minta maaf. Aku akan tetap datang keistana.
Apa yang kalian persoalkan " bertanya salah seo"rang perwira yang baru datang itu.
Tidak apa apa jawab perwira dari pasukan khusus yang berusaha mencegah kehadiran Untara itu.
Tetapi kawan Untara, pemilik rumah itulah yang kemudian berceritera tentang persoalan mereka. Persoalan Untara dari Kangjeng Adipati di Pajang.
Wajah perwira dari pasukan khusus yang berasal dari Demak itu menjadi semakin tegang.
Sementara itu kawan Untara masih berceritera terus, sehingga akhirnya ia berkata - Kedatangan perwira pasukan khusus ini tentu dalam rangka menghambat kehadiran Untara menghadap Kangjeng Adipati itu pula.
Kedua perwira yang datang kemudian itupun mengang"guk-angguk. Dipadanginya perwira dari pasukan khusus itu dengan tajamnya. Kemudian salah seorang diantara merekapun berkata " Kenapa para prajurit dari Demak yang ditempatkan di Pajang seakan-akan ingin mengambil alih kepemimpinan Kanjeng Adipati " -
Siapa yang berkata demikian jawab perwira dari pasukan khusus itu " kami berusaha untuk melindungi Kangjeng Adipati dari orang-orang yang tamak di Pajang ini. Adalah kewajiban para prajurit dari Demak, sebagaimana saat mereka diminta untuk datang adalah membersihkan Pajang dari orang-orang yang tidak ber tanggung jawab.
Perwira dari pasukan berkuda itu tiba-tiba saja tertawa meledak Katanya " Jika kau ingin menyusun ceritera ten tang Pajang, sebaiknya kau berpikir dua tiga kali. Mungkin ceritera itu menarik bagi orang-orang Demak, Pati dan mungkin juga bagi orang-orang Jipang. Tetapi tentu tidak menarik bagi orang Pajang yang lebih tahu tentang kea"daannya sendiri daripada orang-orang lain. "
Wajah perwira dari pasukan khusus itu benar benar menjadi tegang. Namun ia sadar bahwa ia tidak akan dapat berselisih dengan para perwira dari pasukan berkuda yang ternyata adalah sahabat Untara.
Karena itu, maka sejenak kemudian ia berkata " Aku minta diri. Aku tidak sempat memperbincangkan persoa"lan-persoalan seperti itu dalam keadaan seperti ini. Tetapi aku berharap bahwa Untara dapat mempertimbangkan pe"san-pesan yang diperuntukkan baginya. "
" Sudahlah "berkata salah seorang perwira yang baru datang " kembalilah ketugasmu, memagari Kangjeng
Adipati agar tidak berhubungan dengan orang-orang lain, karena orang-orang lain akan dapat memberikan pertimba"ngan dengan nalar dan akal yang sehat. "
Sorot mata perwira dari pasukan khusus itu bagaikan membara. Tetapi ia tidak dapat berbuat sesuatu. Bahkan ia pun kemudian telah minta diri dan meninggalkan rumah itu.
Sikap perwira dari pasukan khusus itu telah memperte"gas anggapan prajurit-prajurit Pajang sendiri tentang orang-orang Demak yang ada di Pajang. Orang-orang yang tidak mau melihat kenyataan yang berlaku, sementara di Demak sendiri para pemimpin dan para prajurit sama seka h tidak berkeberatan jika Panembahan Senapati memegang kekuasaan atas daerah Demak lama. setelah Pajang.
" Jangan hiraukan pesan perwira itu berkata salah seorang diantara para perwira dari pasukan berkuda itu " jika pasukan khusus berani mengambil langkah-langkah kekerasan, maka kami akan menentukan sikap. Aku yakin, bahwa Kangjeng Adipati sendiri tidak banyak mengetahui persoalan yang berkembang sekarang ini. "
Untara hanya mengangguk-angguk saja. Bahkan sam"bil tersenyum iapun berkata Ternyata bahwa tugas kali"an masih belum selesai. Kalian masih harus menghadapi orang orang Demak di tempat kalian sendiri. -
Para perwira itu mengerutkan keningnya. Namun seo"rang diantaranya tersenyum sambil berkata " Kami tidak mempunyai keberanian untuk mengambil langkah sebagaimana kau lakukan pada saat pertentangan antara Pajang dan Mataram memuncak. "
" Sikapku memang dapat menimbulkan salah paham "sahut Untara.
" Tidak. Akhirnya kami semuanya mengetahui, apala"gi setelah kami mendengar ceritera, bagaimana kau dengan cara yang khusus pula menghadap Kangjeng Sultan. "
Kawan Untara pemilik rumah itu tertawa. Katanya -Enak juga rasanya orang mabuk biji kecubung"
Para perwira itupun tertawa pula. Meskipun Sabung-sari juga tertawa, tetapi ia tidak begitu jelas, apa yang se"dang dipercakapkan oleh para perwira itu.
Namun dalam pada itu, ada yang masih ingin diketahui oleh Untara. Selagi ada dua orang kawannya yang datang, maka iapun telah bertanya pula tentang seseorang yang bernama Wiladipa.
" Tidak banyak yang kami ketahui tentang iblis itu " berkata salah seorang dari perwira pasukan berkuda itu. Lalu " Tetapi ia mempunyai pengaruh yang besar diistana Kangjeng Adipati. Ia adalah seseorang yang dianggap mempunyai penglihatan yang tembus kemasa yang akan datang. "
- He, begitu " sahut Untara " atau sekedar kelicikannya sehingga ia mampu membujuk Kangjeng Adipati dengan kata-kata yang menyentuh perasaan " "
" Ya. Itulah yang benar"berkata perwira yang lain" tidak ada kelebihan apapun juga pada orang yang disebut Tumenggung Wiladipa itu. "
" Sebenarnya aku ingin bertemu dan berbicara serba sedikit dengan Ki Tumenggung itu " berkata Untara.
- Apa yang akan kau bicarakan " - bertanya kawan-kawan Untara hampir berbareng.
" Ia telah melakukan satu langkah yang menyinggung Mataram. "jawab Untara.
" Sulit untuk berbicara dengan Tumenggung itu "ja"wab seorang diantara kawan-kawannya " ia merasa orang yang sangat dihormati. Untuk menemuinya agaknya sama sulitnya dengan menghadap Kangjeng Adipati. Namun da"lam keadaan yang berbeda. Ki Tumenggung itu dengan sengaja membangunkan kewibawaannya dengan caranya, sedangkan bagi Kangjeng Adipati, sekelompok orang telah berusaha untuk membatasinya. "
"Aku ingin berbicara dengan orang itu"desis Untara
" Tidak banyak gunanya. Tetapi kenyataan tentang orang itu adalah bahwa ia memang datang dari Demak la adalah orang yang mengatur segala sesuatunya. Tetapi satu hal yang patut kau ketahui, ia memang seorang yang memiliki ilmu iblis. "sahut seorang kawannya.
Untara mengangguk-angguk. Kedua kawannya itu pun kemudian menceriterakan apa yang mereka ketahui tentang orang yang bernama Wiladipa. Namun tidak ba"nyak yang dapat memberikan petunjuk tentang tingkah la"ku orang itu.
Akhirnya Untara justru berkata " Aku akan menemuinya"
Kawan-kawannya mengerutkan keningnya. Dengan nada heran seorang diantara mereka bertanya " Apa yang akan kau lakukan " "
"Sekedar memperkenalkan diri "jawab Untara.
"Kau kira bahwa ia tidak akan dapat menangkap mak sud kedatanganmu " Kau adalah utusan dari Panembahan Senapati. Bukankah sudah jelas, bahwa kau tentu bermak"sud untuk mengetahui sikapnya terhadap Mataram. -sahut salah seorang kawannya itu.
" Aku akan berterus terang. Aku akan mempertanya kan maksudnya atas sikapnya terhadap Mataram jawab Untara.
" Kau memang gila " geram salah seorang kawannya yang lain " dengan cara yang aneh kau berhasil mengha"dap Sultan Pajang saat itu. Sekarang kau akan bertemu de"ngan Ki Tumenggung Wiladipa untuk mempertanyakan tugas-tugasnya yang rahasia, yang tidak banyak diketahui orang. Apakah kau kira ia akan - mengatakan sesuatu kepadamu " "
" Tentu tidak. Tetapi dengan demikian aku akan sem"pat berbicara dengan orang itu dan mengenalinya lebih da"lam. Menilik sikap, kata-kata yang dipilihnya untuk menyatakan perasaannya, aku akan dapat menjajagi wataknya. " berkata Untara.
" Tetapi kau tahu, bahwa dengan demikian kau telah menempatkan dirimu ditempat yang paling gawat sekarang ini di Pajang " berkata kawannya, pemilik rumah itu. Lalu " Tetapi apakah memang demikian perintah Panembahan Senapati " "
Untara menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Perin"tah Panembahan Senapati adalah, bahwa aku harus menghadap Kangjeng Adipati untuk mempertanyakan pusaka-pusaka yang akan dibawa ke Mataram. Memang ha"nya itu. Tetapi aku sendiri berniat untuk bertemu dengan Ki Wiladipa. "
" Kau masih saja seperti dahulu " desis seorang kawannya " tetapi jika kau memang berniat demikian, hubungi kami setiap saat. Beritahukan saat keberangkatan"mu. Jika pada waktu tertentu kau belum kembali, maka ka"mi akan berbuat sesuatu. "
" Terima kasih. Tetapi kalian jangan terlalu jauh melibatkan diri dalam persoalan ini. Jika kalian melawan pasukan khusus itu maka kalian akan dapat dituduh mem"berontak terhadap kuasa Kangjeng Adipati di Pajang, sehingga akan menumbuhkan akibat yang kurang baik. Seandainya kalian, seluruh pasukan berkuda menentukan sikap, didukung oleh para Wira Tamtama yang memang be"rasal dari Pajang seluruhnya, maka kalian tidak banyak menemui kesulitan. Tetapi apakah semua orang dalam lingkungan pasukan berkuda dan prajurit Pajang bersikap sebagaimana sikap kalian" -bertanya Untara.
Kawan-kawan Untara itu termangu-mangu. Namun sa lah seorang kemudian berkata " Menurut pendapatku, prajurit-prajurit Pajang akan bersikap sebagaimana sikap kami. Setidak-tidaknya sebagian besar. "
" Jangan melakukannya " sahut Untara " aku mengucapkan terima kasih. Tetapi biarlah segala sesuatu"nya aku lakukan atas nama Senapati pasukan Mataram di Jati Anom. "
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Namun kemudian pemilik rumah itu berkata " Lakukanlah. Tetapi biarlah kami melakukan yang mungkin kami lakukan. "
Untara memandang wajah kawannya sejenak. Dengan nada dalam ia berkata " Sekali lagi aku mengucapkan teri ma kasih. Tetapi sebenarnyalah aku tidak ingin membuat kedudukan kalian menjadi bertambah sulit.
Kawannya itu tersenyum. Katanya " Orang-orang De"mak itupun harus membuat pertimbangan semasak-masak nya jika mereka ingin berbuat sesuatu atas kami. Justru karena kami berada di kampung halaman kami sendiri.
Untara tidak menjawab lagi. Tetapi ia memang berte"kad untuk bertemu dan berbicara langsung dengan Ki Tumenggung Wiladipa atas tanggung jawabnya sendiri setelah kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh Panem"bahan Senapati diselesaikannya, karena sebenarnyalah kedatangannya di Pajang itu lebih banyak untuk mengeta"hui serba sedikit tentang Ki Tumenggung Wiladipa dan kekuatan Demak di Pajang.
Untuk beberapa saat Untara masih berbincang dengan kawan-kawannya yang sudah lama tidak bertemu. Namun percakapan merekapun kemudian sudah bergeser dari per"soalan Wiladipa kepada persoalan-persoalan yang lebih ri"ngan dalam tugas mereka sehari-hari, meskipun setiap kali mereka. masih juga menyentuh hadirnya sekelompok orang-orang Demak di Pajang atas kehendak Kangjeng Adipati, namun yang kemudian justru telah melingkari kua"sa Kangjeng Adipati itu sendiri.
Demikianlah, seperti yang diperintahkan oleh Kangjeng Adipati, maka Untara telah bermalam dirumah kawannya itu semalam. Ternyata yang datang menemuinya sepening"gal kedua orang perwira pasukan berkuda itu, masih ada beberapa orang lagi bekas kawan-kawannya. Mereka semu"la memang menganggap Untara sebagai seorang Senapati yang tidak menepati tugas kesatrianya karena ia berpihak kepada Mataram. Namun akhirnya merekapun tahu, bahwa sebelum pecah perang antara Mataram dan Pajang pada waktu itu, Untara berhasil menemui Kangjeng Sultan Hadiwijaya dengan cara yang tidak sewajarnya dan menerima petunjuk-petunjuk, bahkan perintah-perintah meskipun tidak dengan langsung.
Menjelang pagi hari, Untara sudah siap. Rasa-rasanya ia menjadi gelisah. Sementara Sabungsari tidak banyak memberikan pertimbangan dan pendapatnya. Ia tidak terla"lu banyak mengetahui persoalannya meskipun Untara telah memberitahukan beberapa hal tentang rencana mereka selama berada di Pajang. Tetapi Sabungsari lebih banyak mempersiapkan diri untuk menerima perintah, apa yang harus dilakukannya.
Namun dalam pada itu, kawannya pemilik rumah itu yang belum mandi menegurnya sambil tertawa " Kita per"gi keistana setelah matahari mulai naik. Sekarang Kang"jeng Adipati tentu masih belum bangun. "
Untara mengerutkan keningnya. Namun kemudian iapun tersenyum sambil berkata"Tentu tidak. Kangjeng Adipati tentu sudah bangun. Tentu menjadi kebiasaannya untuk berada didalam sanggarnya beberapa saat lamanya, agar ia tetap pada tingkatan dan ketrampilan ilmunya. Bahkan semakin meningkat. Kaulah yang sangat malas dan baru bangun pada saat matahari sepenggalah. He, apakah kau tidak pergike barak pasukan berkuda."
"Tidak"jawab kawannya"hari ini aku minta ijin untuk mengantar seorang tamu dari Mataram menghadap Kangjeng Adipati."
Untarapun tertawa. Ketika ia berpaling kepada Sabung"sari yang juga sudah siap, dilihatnya anak muda itupun terta"wa pula.
Namun ternyata kawan Untara itu dengan cepat mem persiapkan diri. Setelah makan pagi, maka merekapun se"gera berangkat ke istana.
Tetapi demikian mereka keluar regol halaman rumah kawan Untara itu, dilihatnya dua orang penunggang kuda mendekatinya. Ternyata keduanya adalah kawan Untara yang dihari sebelumnya juga sudah datang mengunjunginya. Kalian pergi ke istana sepagi ini?"bertanya salah seorang dari para perwira yang datang ber"kuda itu.
"Ya. Mudah-mudahan Kangjeng Adipati belum terlalu sibuk"jawab Untara.
"Baiklah. Kami akan mengikuti perkembangan tugasmu "berkata perwira itu.
Untara tidak dapat mencegah mereka. Namun demikian ia menjawab"Terima kasih. Tetapi bukan maksudku untuk melibat"kan kalian kedalam persoalan ini."
"Memang bukan maksudmu. Tetapi kami sendirilah yang telah melibatkan diri meskipun hanya sangat terbatas"jawab perwira itu. Lalu "Nah, pergilah. Agaknya Kangjeng Adipatipun sudah siap menerima kalian. Menurut pendengaranku, semalam
Kangjeng Adipati telah meinanggil beberapa orang pemimpin Ka"dipaten Pajang serta para penasehatnya. Mereka tentu membicara"kan persoalan yang kau bawa dari Mataram."
Untara mengangguk-angguk. Katanya"Mudah-mudahan aku berhasil, sehingga persoalan antara Mataram dan Pajang dapat dibatasi."
Mudah-mudahan"jawab perwira itu"dengan demikian maka tidak akan timbul benturan kekerasan sebagaimana yang pernah terjadi di Prambanan. Untung sekali saat itu aku tidak berada disatu medan dengan kau, sehingga kau masih tetap hidup sampai sekarang."
Untara tertawa. Katanya"Bagaimana jika akan terjadi lagi benturan kekuatan di Prambanan?"
Kawannyapun tertawa pula. Katanya"Pergilah. Mudah-mudahan kau dapat segera diterima Kangjeng Adipati."
Untarapun kemudian melanjutkan perjalanannya. Memang tidak terlalu jauh. Tetapi Untara dan kawannya bersama Sabungsa"ri sengaja tidak mempergunakan kuda. Meskipun demikian, mere"ka telah mengenakan pakaian kelengkapan seorang Senapati pada tingkat mereka masing-masing.
Meskipun pakaian prajurit Mataram dan Pajang itu hampir se"rupa, namun ada juga orang-orang Pajang yang dapat mengenali"nya, sehingga beberapa orang agaknya telah tertarik perhatiannya kepada dua orang prajurit Mataram yang berada di Pajang itu.
Ketika keduanya sampai diistana, maka yang terjadi adalah berbeda dengan dugaan Untara maupun kawannya, perwira dari pasukan berkuda di Pajang. Para penjaga dengan ramah telah mempersilahkan Untara untuk langsung menghadap ke paseban dalam.
"Seorang Pelayan Dalam akan mengaturnya"berkata seo"rang petugas di gardu penjagaan.
Perwira dari pasukan berkuda Pajang serta Untara dan Sabungsari justru merasa heran. Tetapi merekapun kemudian melangkah menuju ke paseban dalam.
Sebagaimana dikatakan oleh penjaga di gardu penjagaan, maka seorang Pelayan Dalam telah menunggunya. Demikian ketiga orang itu datang, maka Pelayan Dalam itupun menyampaikannya kepada Kangjeng Adipati yang berada diruang penghadapan khusus. Dipaseban dalam.
"Silahkan"berkata Pelayan Dalam itu kemudian Kangjeng Adipati sudah siap menerima kedatangan kalian."
"Terima kasih"jawab Untara.
Dengan hati yang berdebar-debar. Ternyata ada orang lain dipaseban dalam itu.
Jantung Untara terasa berdentangan ketika perwira Pajang itu berbisik lirih ditelinganya"Itulah Ki Tumenggung Wiladipa."
Tetapi Untara tidak menyambut. Mereka menjadi semakin de"kat di hadapan Kangjeng Adipati. Beberapa jengkal kemudian, maka merekapun segera duduk dengan kepala tunduk.
"Selamat pagi Untara"berkata Kangjeng Adipati yang menyapanya.
"Hamba Kangjeng Adipati"jawab Untara"oleh restu Kang"jeng Adipati, hamba dan kawan dalam keadaan selamat."
"Marilah. Mendekatlah. Jangan seperti orang lain"berkata Kangjeng Adipati."
Untara termangu-mangu. Namun iapun telah bergeser maju selangkah.
"Untara"berkata Kangjeng Adipati kemudian"ternyata kau memenuhi permintaanku untuk tinggal semalam di Pajang ini."
"Hamba Kangjeng Adipati. Hamba memang merasa sebagai"mana hamba dirumah sendiri. Apalagi Pajang dan tempat tinggal hamba hanya berjarak beberapa ribu tonggak saja, sehingga seolah-olah hamba masih berada di sebelah padukuhan hamba"jawab Untara.
"Kangjeng Adipati tersenyum. Katanya."Sejak semula kau memang orang Pajang meskipun kau tinggal di Jati Anom. Apalagi kau memang berasal dari tempat itu."
"Hamba Kangjeng Adipati"sahut Untara.
Kangjeng Adipati mengangguk-angguk. Namun hampir diluar sadarnya ia berpaling kearah Ki Tumenggung Wiladipa. Sabungsari yang duduk agak dibelakang Untara melihat Ki Wiladipa itu mengangguk kecil.
" Untara " berkata Kangjeng Adipati " sebenarnya sikapmu terhadap Pajang dan Mataram terasa sangat menarik. Banyak orang yang tidak mengerti caramu berpi kir. Kenapa tiba-tiba saja kau berpihak kepada Mataram pada saat Pajang dan Mataram terlibat kedalam benturan kekerasan. "
Wajah Untara menjadi tegang. Sekilas ia mengangkat wajahnya. Dipandanginya Kangjeng Adipati dan Ki Tumenggung Wiladipa berganti-ganti . Namun iapun kemudian telah menundukkan wajahnya kembali. Namun dengan nada dalam ia menjawab " Kangjeng Adipati. Apa"kah pertanyaan itu penting bagi Kangjeng Adipati. " "
" Memang tidak terlalu penting Untara "jawab Kang"jeng Adipati Pajang " tetapi aku hanya ingin menem patkanmu pada kedudukan yang sebenarnya. Tempatmu sebenarnya bukan Mataram, tetapi Pajang"
" Apakah maksud Kangjeng Adipati agar aku meninggalkan Mataram dan berada di Pajang " "bertanya Untara.
-Aku hanya sekedar mengingatkan bahwa kau sejak semula adalah seorang perwira Pajang. Kau adalah Senapati yang mendapat kekuasaan di daerah Selatan, jus"tru diantara Pajang dan Mataram. Jika kau kembali kepada kedudukanmu yang semula, maka kau tentu akan mendapat tempat yang lebih baik dari sekedar Senapati di Jati Anom "berkata Kangjeng Adipati Pajang. Lalu " Nah, pikirkan Apakah yang kau dapatkan dari Mataram setelah dengan mati-matian kau membantu Mataram menghadapi Pajang."
"Ampun Kangjeng Adipati. Hamba mohon Kangjeng A-dipati tidak mempersoalkan lagi langkah-langkah yang telah hamba ambil pada saat Mataram bertentangan de"ngan Pajang pada saat itu, karena langkah-langkah hamba telah hamba pertanggung jawabkan kepada Kangjeng Sul"tan pribadi."jawab Untara.
" Kangjeng Sultan pribadi " " bertanya Kangjeng Adipati.
"Ya. Tidak banyak orang yang mengetahuinya. Tetapi beberapa orang perwira telah mengerti, apa yang sebenar"nya terjadi. "jawab Untara.
" Aku minta kau menjelaskannya " berkata Kangjeng Adipati Pajang.
Tetapi Untara menjawab - Hamba berkeberatan Kangjeng
Adipati, karena bukan itulah tugas hamba sekarang. Hamba adalah utusan Panembahan Senapati dengan tugas tertentu. Karena itu, justru hambalah yang memohon kepa"da Kangjeng Adipati, bagaimanakah jawab dari pesan Panembahan Senapati yang sudah hamba sampaikan"
Namun dalam pada itu, tiba-tiba saja Ki Tumenggung Wiladipa telah memotong pembicaraan itu " Ki Untara, Senapati Agung yang namanya dikenal sampai diseluruh negeri. Maksud Kangjeng Adipati adalah justru baik. Kang"jeng Adipati ingin menempatkan Ki Untara pada tempat yang sewajarnya. Sudah tentu bukan maksudnya untuk melawan Mataram, karena memang tidak ada niat Pajang untuk melawan Mataram. Jika Ki Untara kemudian berada di Pajang dalam urutan jalur tata keprajuritan, bukankah berarti bahwa Ki Untara tetap berada dalam lingkungan kekuatan Mataram juga, karena Pajang mengakui kuasa Mataram sebagai satu-satunya pimpinan dan pengendali pemerintahan. "
Untara mengerutkan keningnya. Namun ternyata Untara ra justru bertanya " Ampun Kangjeng Adipati, apakah hamba boleh mengetahui, siapakah Ki Sanak yang telah ikut dalam pembicaraan ini atas perkenan Kangjeng Adipati "
" O " Kangjeng Adipati terkejut mendengar pertanyaan
itu. Namun iapun kemudian dengan serta merta men jawab " Ia adalah Ki Tumenggung Wiladipa. "
Untara mengangguk-angguk. Kemudian iapun bertanya lagi " Ampun Kangjeng Adipati. Selama hamba berada di Pajang, hamba belum pernah mengenal Ki Tumenggung Wiladipa. Apakah Ki Tumenggung termasuk orang baru di Pajang, untuk mengisi kekosongan beberapa jabatan sete"lah Pajang pecah, bahkan ada sepasukan prajurit yang meninggalkan Pajang melingkari daerah yang jauh dan akhirnya menuju ke Tanah Perdikan Menoreh. " Namun yang kebetulan justru telah dihancurkan di Tanah Perdikan Menoreh oleh kekuatan yang ada disana " "
Kangjeng Adipati mengerutkan keningnya. Namun selagi Kangjeng Adipati masih termangu-mangu, maka Untara berkata selanjutnya " Prajurit-prajurit itu adalah prajurit Pajang yang tidak mau menerima kenyataan ten"tang hadirnya Mataram yang diakui sendiri oleh Sultan Hadiwijaya di Pajang pada waktu itu. Dengan perasaan dengki tanpa menghiraukan uluran tangan persahabatan Panembahan senapati atas semua kekuatan yang ada di Pa"jang, sekelompok prajurit itu telah melawan Mataram de"ngan kekerasan. Menurut dugaan hamba mereka adalah orang-orang yang langsung berada dibawah pengaruh orang yang menamakan diri kakang Panji. "
Sejenak suasana menjadi hening. Namun terasa ketega"ngan mulai merayapi jantung masing-masing. Sementara itu, maka Kangjeng Adipati pun berkata " Aku tidak ber"bicara tentang sikap prajurit-prajurit itu. Aku ingin berbica"ra tentang kau."
" Hamba bertanya tentang Ki Tumenggung Wiladipa, Kangjeng Adipati. Ampun, jika hamba ingin mengenalnya karena baru sekarang hamba langsung berhubungan. "ja"wab Untara. Lalu " Meskipun demikian, ketika hamba ma"sih berada di Pajang, agaknya hamba memang pernah men"dengar nama Ki Wiladipa sebagai seorang perwira di De"mak. Tetapi apakah nama itu juga nama Ki Sanak yang sekarang berada disini " "
Wajah Ki Wiladipa menjadi merah. Namun kemudian iapun tersenyum. Katanya " Kau benar Ki Sanak. Aku me"mang seorang prajurit Demak pada waktu itu. Tetapi bukankah wajar sekali jika terjadi perpindahan tugas dian-tara para prajurit dari Kadipaten yang satu ke Kadipaten yang lain."
Tetapi sikap Untara memang terasa aneh bagi Ki Tumenggung. Ia tidak menanggapi kata-kata Ki Tumeng"gung. Tetapi ia bertanya kepada Kangjeng Adipati " Apa"kah para prajurit Demak memang jauh lebih baik dari prajurit Pajang sendiri " "
Tetapi pertanyaan Untara itu telah menyinggung perasaan, bukan saja Ki Tumenggung Wiladipa, tetapi juga Kangjeng Adipati Pajang. Namun mereka harus tetap menyadari, bahwa yang berada di hadapan mereka itu ada"lah utusan Panembahan Senapati, yang telah mengambil alih pimpinan pemerintahan dari Pajang ke Mataram Betapapun mereka tidak mau menerima hal itu, tetapi telah merupakan kenyataan bahwa Mataram telah memimpin lingkungan yang semula berada dibawah kekuasaan Pa"jang, meskipun ada beberapa daerah yang ternyata tidak ikhlas, sebagaimana Pajang sendiri.
Tetapi untuk bersikap menentang dengan terus-terang, mereka yang tidak ingin melihat Mataram benar-benar menjadi besar masih harus berpikir dua tiga kali. Mereka harus benar-benar mempersiapkan diri. Mataram bagi mereka masih tetap merupakan satu rahasia. Apakah benar Mataram memiliki kekuatan sebagaimana mereka bayang kan, atau Mataram sebenarnya sangat lemah, tetapi karena kecakapan Panembahan Senapati mengatur prajurit-praju"ritnya yang sedikit, maka seolah-olah Mataram kelihatan sebagai satu pusat pemerintahan yang kuat dan kokoh.
Namun dalam pada itu, Ki Wiladipa yang hampir tidak dapat menguasai dirinya telah menjawab mendahului Kangjeng Adipati " Ki Sanak. Kami menghormati Ki Sanak sebagai utusan Panembahan Senapati. Namun itu bukan berarti bahwa Ki Sanak dapat menghina kami, para pemim"pin di Pajang."
Untara tidak menjawab. Tetapi seakan-akan ia tidak mendengar kata-kata Ki Tumenggung. Dengan sikap yang nampak bersungguh-sungguh Untara tetap menunggu titah Kangjeng Adipati Pajang.
Baru sejenak kemudian Adipati Pajang berkata " Untara. Pertanyaanmu aneh. Tetapi biarlah aku tidak menjawabnya. Karena itu adalah masalahku. Apakah aku akan memanggil orang-orang dari Demak atau dari Jipang yang tentu saja atas ijin Adimas Pangeran Benawa, atau bahkan dari Madiun atau Ponorogo sekalipun, kau tidak mempunyai persoalan apapun juga. Persoalannya adalah persoalanku dengan para Adipati ditempat-tempat itu. "
Untara menarik nafas dalam-dalam. Namun katanya kemudian " Hamba Kangjeng Adipati. Hamba mohon ma"af. Namun justru ada masalah yang khusus yang mendo"rong hamba untuk mempertanyakannya. "
" Bukankah kau diutus untuk mempertanyakan pusa"ka-pusaka yang tersimpan di gedung perbendaharaan Pa"jang " "bertanya Kangjeng Adipati.
Untara termangu-mangu sejenak. Namun kemudian jawabnya " Hamba Kangjeng Adipati. Hamba memang mendapat tugas untuk mempertanyakan pusaka-pusaka itu. Apakah pusaka-pusaka itu sudah siap untuk dibawa ke Mataram. "
" Baiklah kita membatasi pembicaraan kita "berkata Kangjeng Adipati.
Untara mengerutkan keningnya. Tetapi untuk semen"tara ia tidak dapat mengelak. Karena itu, maka iapun justru bertanya " Apakah Kangjeng Adipati sudah mengambil keputusan " "
" Ya. Aku sudah membicarakan dengan para pemim"pin di Pajang. Apakah yang paling baik kami lakukan. " berkata Kangjeng Adipati.
Untara menjadi berdebar-debar. Namun kemudian ia"pun bertanya - Jika demikian, apakah titah Kangjeng Adipati tentang pusaka-pusaka itu " "
" Untara " suara Kangjeng Adipati merendah " bu"kan maksud kami menentang kehendak Kakangmas Panembahan Senapati. Tetapi menurut keputusan para sesepuh di Pajang, maka sebaiknya pusaka-pusaka itu un"tuk sementara biarlah tetap berada di Pajang. "
Wajah Untara menegang. Dengan nada dalam ia berta"nya " Apakah itu sudah merupakan keputusan Kangjeng Adipati, atau sekedar pertimbangan para sesepuh yang ma"sih akan dipertimbangkan oleh Kangjeng Adipati. "
" Itu sudah merupakan keputusan para sesepuh " ja"wab Kangjeng Adipati.
" Ampun Kangjeng Adipati " sahut Untara " yang hamba tanyakan adalah keputusan Kangjeng Adipati. Bu"kan keputusan para sesepuh. Karena sebenarnyalah para sesepuh hanya dapat memberikan pertimbangan-pertimba"ngan. Tetapi keputusan dan pertanggungan jawabnya ada ditangan Kangjeng Adipati. "
Wajah Kangjeng Adipati menjadi tegang. Diluar sadar"nya Kangjeng Adipati memandang kearah Ki Tumenggung Wiladipa.
" Ki Untara " Ki Tumenggung Wiladipa tiba-tiba saja telah menyahut pembicaraan itu " Kangjeng Adipati di Pa jang adalah seorang yang memiliki pandangan yang luas. Karena itu, maka keputusan-keputusan penting yang diam"bilnya sebelumnya telah dibicarakan dalam lingkungan yang meskipun terbatas tetapi meliputi beberapa orang yang mewakili lingkungan yang berbeda-beda. "
Namun Untara segera memotong yang justru bertanya kepada Kangjeng Adipati " Ampun Kangjeng Adipati. Hamba menunggu titah Kangjeng Adipati, apakah yang ha"rus hamba sampaikan kepada Panembahan Senapati " Su"dah barang tentu, yang harus hamba sampaikan itu merupakan jawaban dari Kangjeng Adipati dan dibawah tanggung jawab Kangjeng Adipati. "
Betapa jantung Ki Tumenggung Wiladipa bergejolak. Hampir saja ia kehilangan kesabaran, seandainya Kang"jeng Adipati tidak segera menjawab " Baiklah Untara. Sampaikan kepada Kakangmas Panembahan Senapati. Un"tuk sementara biarlah pusaka-pusaka itu tetap berada di ge"dung perbendaharaan di Pajang, sampai saatnya nanti akan aku sampaikan kepada Kakangmas Panembahan Senapati untuk mengambil pusaka-pusaka itu. "
Untara menarik nafas dalam-dalam. Ia memang sudah mengira bahwa jawab itulah yang akan didengarnya. Sebenarnya Untara sama sekali tidak terkejut mendengar"nya. Namun desakan keinginannya untuk menghubungkan persoalan itu dengan kehadiran Ki Tumenggung Wiladipa ternyata tidak dapat ditahannya.
Karena itulah, maka iapun kemudian bertanya " Ampun Kangjeng Adipati. Apakah langkah yang diambil oleh Kangjeng Adipati ini sudah diperhitungkan sejalan dengan tingkah laku beberapa orang petugas sandi dari Pajang. "
Kangjeng Adipati mengerutkan keningnya. Ia mera"sa heran mendengar pertanyaan Untara itu. Dengan ragu-ragu iapun bertanya " Apakah yang kau maksud Untara " Apa yang telah dilakukan oleh para petugas sandi dari Pajang "
Namun sebelum Untara menjawab, Ki Tumenggung Wiladipa telah mendahului " Ampun Kangjeng Adipati. Sebaiknya Kangjeng Adipati membatasi pembicaraan ini pada pokok persoalannya. "
" Ya " berkata Kangjeng Adipati " aku memang membatasi pembicaraan ini pada pusaka-pusaka itu. Dan aku sudah memberikan jawaban. "
" Hamba tahu Kangjeng Adipati " sahut Untara " tetapi persoalan pusaka itu bukan sekedar kita lihat pada permukaannya. Jika kita menjajagi sebuah kedung, maka kita tidak cukup melihat wajah air kedung itu. Tetapi kita harus mencoba menceburkan batu, atau mempergunakan galah yang panjang atau dengan cara-cara lain. "
"Sudahlah Untara " berkata Kangjeng Adipati "per"soalan yang menyangkut keputusan itu, latar belakangnya, dengan siapa aku berbicara dan alasan-alasannya, tidak perlu kau ketahui. Yang penting, kau sebagai seorang utu"san sudah melakukan tugasmu dengan baik. Kau sudah berhasil menemui aku, orang yang memang harus kau te"mui. Dan kaupun telah mendengar jawabku. "
" Ampun Kangjeng Adipati. Baiklah, hamba memang sudah menerima jawaban untuk hamba sampaikan kepada Panembahan Senapati " berkata Untara kemudian "teta"pi biarlah hamba memberitahukan, bahwa Mataram telah menangkap beberapa orang petugas sandi dari Pajang yang sedang mengamati dan menghitung kekuatan Mataram sekarang ini. Mungkin para petugas sandi itu telah mem"berikan laporan yang salah kepada Kangjeng Adipati, seolah-olah Mataram tidak memiliki kekuatan sama sekali, sehingga Pajang sempat mengambil keputusan untuk menunda penyerahan pusaka-pusaka itu. "
- Untara " Ki Tumenggung Wiladipa yang telah kehilangan kesabaran justru membentak " kau mulai mengancam " Kau kira Kangjeng Adipati itu apa " Kau kira Kangjeng Adipati Pajang dapat ditakut-takuti sehingga membatalkan keputusan yang sudah diambil oleh orang-orang tua " "
Untara sama sekali tidak menanggapinya. Bahkan ber-palingpun tidak.
- Untara " Kangjeng Adipatilah yang kemudian berkata dengan nada yang mulai keras " Apakah kau dengar pernyataan Ki Tumenggung Wiladipa " "
Untara mengangkat wajahnya. Katanya " Apakah juga demikian pernyataan Kangjeng Adipati " Yang ingin hamba dengar adalah kenyataan tentang para petugas sandi itu da"ri Kangjeng Adipati sendiri. Jika memang Kangjeng Adipati yang mengirimkannya, maka sikap kami akan berbeda. Mungkin Kangjeng Adipati hanya sekedar ingin tahu seba"gai bahan perbandingan dengan prajurit Pajang. Tetapi jika hal itu dilakukan diluar pengetahuan Kangjeng Adipati, ma"ka hamba mohon Kangjeng Adipati mempertimbangkan"nya."
"Cukup " Ki Tumenggung Wiladipalah yang memben"tak.
Tetapi sebagaimana sebelumnya, Untara sama sekali tidak menanggapinya.
Jantung Ki Tumenggung Wiladipa rasa-rasanya bagai"kan akan meledak oleh kemarahan yang menghentak-hentak Kangjeng Adipati sendiri nampaknya memang sudah menjadi marah. Tetapi pernyataan Untara tentang petu"gas-petugas sandi itu sangat menarik perhatiannya. Karena itu, maka iapun kemudian berkata " Untara. Apakah kau sedang bermimpi atau sedang berusaha memfitnah aku. Kau jangan mengigau tentang petugas-petugas sandi yang sebagaimana kau sebut sedang mengamati Mataram Apa kepentinganku dengan Mataram. "
Dan Untara yang juga sudah terlanjur digulung oleh perasaannya itu menjawab " Bukankah untuk mengambil satu keputusan, bahwa Pajang mempertahankan pusa"ka-pusaka yang seharusnya di pindahkan ke gedung perben"daharaan di Mataram, setelah bangsal pusaka di Mataram itu selesai dibangun, harus didukung oleh satu persiapan kewadagan. "
Ki Tumenggung Wiladipa benar-benar tidak dapat menahan diri. Beberapa langkah ia beringsut mendekati Kangjeng Adipati. Katanya " Ampun Kangjeng Adipati. Apakah ada perintah Kangjeng Adipati untuk mengusir orang ini " "
Wajah Kangjeng Adipati menjadi tegang. Namun ketika ia-melihat pakaian dan kelengkapan ke Senapatiannya, ma"ka Kangjeng Adipati memang harus menahan diri.
Katanya " Sudahlah Untara. Pembicaraan kita sudah selesai. Aku tidak mengusirmu. Tetapi jika kau masih ingin berbicara, maka aku ingin mengusulkan untuk dilaku"kan pada kesempatan lain. Karena tugas yang dibebankan kepadamu sebenarnyalah sudah selesai. Pembicaraan kita kemudian adalah pembicaraan diluar tugasmu sebagai utu"san Kakangmas Panembahan Senapati. Karena itu, pem"bicaraan yang demikian tidak lagi pembicaraan antara utu"san Panembahan Senapati dengan Adipati Pajang tetapi pembicaraan antara Untara dengan Wirabumi. "
Untara menarik nafas dalam-dalam. Ia tahu, bahwa Adipati Pajang itu sudah tidak dapat menahan diri lagi. Karena itu, maka iapun harus berusaha untuk mengekang diri. Bagaimanapun juga, ia hanyalah seorang utusan. Dan ia hanya berdua saja dengan Sabungsari diantara orang-orang Pajang dan orang-orang Demak yang berada di Pajang.
Karena itu, maka iapun kemudian berkata " Ampun Kangjeng Adipati. Jika demikian, maka hamba memang te"lah melanggar tugas dan wewenang hamba. Karena itu hamba mohon ampun yang sebesar-besarnya. Perkenankan hamba kemudian mohon diri untuk kembali ke Mataram membawa hasil tugas hamba. Namun sedikit yang ingin hamba sampaikan, bahwa setiap petugas sandi yang ter"tangkap di Mataram, mengatakan bahwa mereka mendapat perintah dari seorang Senapati Demak yang bernama Ki Tumenggung Wiladipa. "
" Tutup mulutmu, atau aku harus merobeknya " ben"tak Ki Tumenggung Wiladipa sambil bergeser maju Hampir saja ia meloncat menerkam Untara. Untunglah, Ki Tumeng"gung masih menyadari, bahwa mereka berada dhadapan Kangjeng Adipati Pajang.
Suasana. menjadi semakin tegang. Tetapi Untara ma"sih saja dalam sikapnya. Meskipun Ki Tumenggung Wiladi"pa menjadi bagaikan terpanggang diatas api, serta siap un"tuk meloncat menerkamnya, namun Untara sama sekali ti"dak menanggapinya. Ia ingin melihat tanggapan Kangjeng Adipati atas pernyataannya itu.
Ternyata wajah Kangjeng Adipatipun nampak berke"rut. Tetapi agaknya Kangjeng Adipati berusaha untuk menutup pembicaraan itu dengan keras. Katanya " Unta"ra. Aku peringatkan kau sekali lagi "
" Hamba Kangjeng Adipati " jawab Untara"hamba mohon maaf. Hamba hanya ingin Kangjeng Adipati mengetahuinya. "
"Cukup"potong Kangjeng Adipati.
" Sudah lebih dari cukup " jawab Untara. Lalu " Kemudian perkenankanlah hamba mohon diri. Segala kesalahan hamba selama hamba menghadap, hamba mo"hon maaf yang sebesar-besarnya. Segala titah akan hamba sampaikan kepada Panembahan Senapati di Mataram. "
" Baiklah " jawab Kangjeng Adipati sambil menahan gejolak didalam dadanya"Sungkemku kepada kakangmas Panembahan Senapati. "
Demikianlah, maka Untarapun meninggalkan istana Kangjeng Adipati. Ia tidak langsung menuju ke Mataram Tetapi ia singgah di rumah sahabatnya.
Ternyata dirumah itu telah menunggu ampat orang per"wira dari pasukan berkuda. Ketika keempat orang itu meli-hat kedatangan Untara, maka wajah mereka yang tegang-pun menjadi kendor karenanya.
" Aku sudah cemas " berkata salah seorang diantara mereka"kalian terlalu lama di paseban. "
" Untara memang gila " jawab sahabatnya yang memiliki rumah itu " sama gilanya sebagaimana ia menembus para pengawal dan menghadap Kangjeng Sultan Hadiwijaya pada waktu itu. "
" Apa yang dilakukan " " bertanya salah seorang per"wira itu.
Kawannya, pemilik rumah itupun kemudian men-ceriterakan apa yang telah dikatakan dan dilakukan oleh Untara dihadapan Kangjeng Adipati.
" Uh " seorang diantara perwira itu menyahut "kau mengandalkan perintah Panembahan Senapati. "
"Tidak " jawab Untara"tetapi aku tidak tahan melihat kegilaan Ki Tumenggung Wiladipa yang nampaknya lebih berkuasa dari Kangjeng Adipati sendiri. "
Tetapi para Senapati dari pasukan berkuda itu menjadi cemas. Seorang diantara mereka berkata " Untara. Kau harus berhati-hati. Wiladipa adalah iblis yang sangat licik. Ia memang berhasil mempengaruhi sikap dan jalan pikiran Kangjeng Adipati. "
" Terima kasih " berkata Untara " tetapi kalian su"dah mengetahui persoalannya. Jika aku tidak sampai ke Mataram maka kalian dapat berceritera apa sebabnya. "
" Bagaimana aku tahu bahwa kau tidak sampai ke Mataram"bertanya seorang diantara para perwira itu.
" Jika dalam tiga hari aku tidak mengirimkan utusan untuk menemui kalian, maka berarti bahwa aku tidak sam"pai ke Mataram. " berkata Untara.
"Siapa yang akan kau perintahkan untuk datang kema"ri " "bertanya kawan Untara, pemilik rumah itu.
" Seorang diantara para prajuritku yang sudah pernah mengawal tempat ini. Bukankah prajurit-prajuritku adalah prajurit Pajang pada mulanya ?"sahut Untara.
Para perwira itu mengangguk-angguk. Tentu banyak diantara para perwira bawahan Untara yang telah menge"nal rumah itu serta penghuninya.
Demikianlah, maka sejenak kemudian Untarapun telah minta diri. Ia tidak ingin menunda perjalanannya meskipun para perwira itu menahannya.
"Kembalilah besok atau malam nanti " minta seorang diantara para perwira.
" Untuk menghindari kemarahan Ki Tumenggung Wiladipa ?"bertanya Untara.
" Ya. Ia dapat saja mengirim orang untuk mencegat perjalananmu " jawab salah seorang diantara para perwi"ra itu.
"Sudah aku perhitungkan. Tetapi jalan ke Mataram ti"dak hanya satu"jawab Untara.
Perwira-perwira yang tahu benar akan watak Untara itu tidak menahannya lebih lanjut. Namun merekapun ber"pesan, agar Untara berhati-hati diperjalanan. Bagaimana"pun juga Ki Tumenggung Wiladipa adalah orang yang sa"ngat berbahaya.
Demikianlah, maka sejenak kemudian Untarapun telah meninggalkan rumah sahabatnya diiringi oleh perasaan ce"mas dari para perwira dari pasukan berkuda. Mereka mulai membayangkan, sesuatu yang mungkin terjadi dengan Untara.
" Ia memang orang yang tingkah lakunya kadang-ka"dang tidak kita ketahui " berkata salah seorang kawannya " aku lebih banyak menyebutnya sebagai seorang yang ne-kad daripada seorang pemberani. "
" Tetapi pengawalnya, anak muda itupun memiliki ketahanan jiwani yang sangat besar. Ia sama sekali tidak merasa cemas melihat tingkah laku Untara. " gumam seo"rang yang lain.
"Namanya Sabungsari " sahut kawannya yang lain" ia seorang perwira muda yang menurut pendengaranku adalah seorang yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi, sebagaimana Untara sendiri. Bahkan secara pribadi, menurut pendengaranku, Sabungsari memiliki kelebihan dari Untara. "
Para perwira itu mengangguk-angguk. Namun mereka masih juga mencemaskan keselamatan Untara, meskipun ia adalah utusan Panembahan Senapati. Jika utusan itu ti"dak kembali, maka Panembahan Senapati memang akan dapat mengambil langkah-langkah tertentu. Namun agak"nya pengaruh orang-orang yang menyatakan kesetiaannya kepada Kangjeng Adipati telah mencengkam kehidupan dilingkungan keprajuritan di Pajang. Hanya beberapa orang diantara mereka sajalah yang masih sempat untuk menilai keadaan dengan wajar, khususnya dari pasukan berkuda. Tetapi kekuatan pasukan berkuda dibandingkan dengan seluruh kekuatan Pajang, memang tidak terlalu be"sar.
Dalam pada itu, Untara dan Sabungsari telah berpacu meninggalkan rumah sahabatnya, seorang perwira dari pasukan berkuda. Mereka ingin segera menghadap Panem"bahan Senopati untuk menyampaikan hasil perjalanan mere"ka ke Pajang.
Namun ketika mereka sampai diregol dinding Kota para penjaga telah menghentikan mereka.
" Kalian akan pergi ke mana " " bertanya salah seorang diantara para prajurit yang menghentikannya.
Untara termangu-mangu. Dipandanginya beberapa prajurit yang lain. Agaknya penjaga di regol kota itu telah diperkuat. Ketika ia memasuki regol itu, prajurit yang ber"tugas tidak sebanyak itu.
Namun dalam pada itu Untarapun menyahut " Kalian lihat pakaianku " Aku adalah prajurit Mataram. Karena itu maka kami akan kembali ke Mataram setelah mengemban perintah Panembahan Senapati. "
" Kalian harus menunggu disini " berkata prajurit yang bertugas itu.
"Menunggu apa " "bertanya Untara.
" Pemimpin kami baru pergi sebentar. Ia akan segera kembali. Semua prajurit dari luar Pajang yang akan keluar regol ini harus menemuinya dan menjawab beberapa perta"nyaan. "berkata penjaga itu.
"Kapan ia kembali " " bertanya Untara.
"Aku tidak dapat mengatakannya. Tetapi ia akan sege"ra kembali " jawab penjaga itu.
"Apakah tidak ada orang lain yang dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan yang diperlukan " " bertanya Untara.
" Tidak. Harus pimpinan kami sendiri " jawab penja"ga itu.
" Aku tergesa-gesa. Aku harus segera menghadap Panembahan Senapati " jawab Untara. Lalu " Jika ada orang yang mewakilinya, aku tidak berkeberatan. Tetapi jika aku harus menunggu untuk waktu yang tidak diten"tukan, aku minta maaf. Aku akan melanjutkan perjalanan.
"Tidak. Kalian harus berhenti"berkata prajurit yang bertugas itu dengan lantang.
Tetapi Untara memberi isyarat kepada Sabungsari agar mereka berjalan terus.
" Berhenti " bentak prajurit yang bertugas " kami dapat memaksa kalian untuk berhenti. "
Beberapa orang prajurit segera bersiap dengan senjata masing-masing. Namun Untara tidak berhenti. Tetapi ia berkata " Jika kalian ingin mempergunakan senjata, laku"kanlah. Aku adalah utusan Panembahan Senapati. Peng"hinaan atau serangan wadag atas utusan Panembahan Senapati berarti menodai nama Panembahan Senapati itu sendiri. Dan kalian tahu, bahwa Pajang adalah wilayah Mataram sekarang ini. "
Ternyata kata-kata Untara itu menyentuh perasaan para prajurit yang berdiri termangu-mangu. Mereka tidak dapat dengan cepat mengambil sikap, sehingga dengan demikian maka kuda yang ditumpangi Untara dan Sabung"sari telah meluncur semakin jauh.
Ketika para prajurit itu menyadarinya, mereka sudah terlambat. Bahkan seandainya mereka akan meloncatkan anak panahnya, agaknya tidak akan dapat lagi mengenai"nya.
Dalam pada itu, Untara dan Sabungsari berpacu dengan kecepatan yang tinggi. Mereka melintasi jalan-jalan ber"batu menjauhi Kota Raja Pajang yang pernah menjadi pusat pemerintahan setelah runtuhnya Demak yang diko"yak oleh pertentangan diantara saudara sendiri.
Sementara itu, seorang perwira dengan wajah yang te"gang tiba-tiba saja telah berdiri diantara para prajurit di re"gol. Dengan nada geram ia berkata " Kalian memang kelin-ci-kelinci yang bodoh. "
Para prajurit itu tidak menjawab. Mereka hanya menundukkan kepalanya.
" Tetapi biarlah. Agaknya nasib kedua orang itu memang buruk. Mereka lebih senang mati di bulak-bulak panjang daripada diregol kota ini. " geram perwira itu.
Para prajurit itu mengerutkan keningnya. Tetapi tidak seorangpun yang bertanya.
Perwira itupun kemudian meninggalkan para prajurit itu diikuti oleh dua orang pengawalnya. Demikian ia melon"cat kepunggung kudanya yang diikatnya dihalaman rumah di sebelah regol itu, kuda itupun segera berlari.
Ternyata perwira itu dengan tergesa-gesa telah mene"mui Ki Tumenggung Wiladipa. Dilaporkannya apa yang te"lah terjadi. Para penjaga, regol tidak mampu menghambat perjalanan Untara.
" Gila"geram Ki Tumenggung " aku ingin para pen"jaga itu menghambat beberapa saat, sehingga orang-orang yang aku pasang sudah siap ditempatnya.
" Mereka tentu sudah siap " berkata perwira itu " agaknya Untara tidak langsung menuju ke Mataram ketika ia keluar dari sitana. Agaknya ia singgah lebih dahulu diru-mah kawan-kawannya. Karena itu ia baru saja keluar regol kota. Demikian ia meninggalkan para prajurit dungu dire-gol, aku langsung menuju kemari. "
"Jadi Untara belum lama keluar dari kota " "berta"nya Ki Tumenggung.
" Belum. Sesaat sebelum aku sampai disini "jawab perwira itu.
Ki Tumenggung Wiladipa mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah. Aku kira semuanya sudah siap jalan manapun yang dipilihnya. "
" Tetapi apakah orang-orang yang Ki Tumenggung tugaskan itu cukup memadai ?"bertanya perwira itu.
" Aku mampu memperhitungkan ilmu orang-orangku. Dan akupun telah mendengar apa yang dapat dilakukan oleh Untara sebagai seorang Senapati. Ia memang memiliki kemampuan mengurai keadaan medan dan mengambil langkah tertentu yang kadang-kadang mengejutkan. Tetapi secara pribadi ia bukan orang yang pantas di takuti." jawab Ki Tumenggung"karena itu, maka ia akan bertemu dengan beberapa orang penyamun. Untara harus mati, teta"pi kawannya harus dibiarkan hidup, sehingga kawannya akan dapat membuat laporan tentang para penyamun itu. "
Perwira yang menghadap Ki Tumenggung itu mengangguk-angguk. Ia mengerti maksud Ki Tumenggung. Ki Tumenggung berharap bahwa Sabungsari akan membe"rikan kesaksian bahwa keduanya telah disergap oleh seke"lompok penyamun, yang kemudian telah membunuh Untara.
Tetapi perwira itu masih juga bertanya " Tetapi Ki Tumenggung. Apakah pengawal Untara itu tidak dapat menceriterakan apa yang telah terjadi di paseban dalam itu"."
" Tidak apa-apa. Tetapi kenyataan yang dihadapinya adalah sekelompok penyamun telah menyamun mereka dan dalam perkelahian dengan para penyamun itu Untara ter"bunuh. "jawab Ki Tumenggung " dengan demikian, maka satu diantara orang-orang yang paling buruk di Mataram te"lah mati. Sementara itu Panembahan Senapati tidak akan dapat dengan terang-terangan menuduh Pajang, karena yang membunuh Untara adalah penyamun- penyamun. "
Perwira itu tidak menjawab lagi. Berpegang pada kenyataan yang nampak, memang Mataram tidak akan da"pat menuduh Pajang. Tetapi perwira itu yakin, bahwa Panembahan Senapati yang mendengar laporan Sabungsari dengan lengkap akan dapat mengurai persoalannya dan de"ngan yakin menuduh Pajang membunuh Untara dengan cara yang licik.
Sementara itu, Untara berpacu semakin lama semakin jauh dari Pajang. Beberapa bulak panjang telah dilaluinya. Namun seperti yang dikatakannya, jalan ke Mataram memang tidak hanya satu jalur. Dan Untara memilih jalan yang tidak biasa dilaluinya dan tidak terlalu ramai. Jalan itu bukan jalan yang baik meskipun tidak terlalu asing.
Ketika Untara dan Sabungsari telah menjadi semakin jauh, maka merekapun telah mengurangi kecepatan kuda mereka. Bahkan mereka sempat juga berbincang sambil melanjutkan perjalanan menuju ke Mataram.
" Apakah Ki Untara akan singgah di Jati Anom sebagaimana ketika kita berangkat ke Pajang " "bertanya Sabungsari.
Untara menggeleng. Jawabnya " Tidak perlu. Aku ingin segera menghadap Panembahan Senapati dan men"ceriterakan tentang Pajang dalam keseluruhan. "
Sabungsari mengangguk-angguk. Memang menghadap Panembahan Senapati itulah yang paling penting untuk dilakukan segera. Dengan demikian Mataram akan segera dapat mengambil langkah-langkah tertentu.
Namun dalam pada itu, ketika mereka mendekati sebuah tikungan, keduanya termangu-mangu. Dibawah sebatang pohon tanjung yang besar dan rimbun, beberapa orang yang bertingkah laku dan berujud kasar nampak ber"gerombol. Ada yang duduk, ada yang berjalan mondar-man"dir sambil mengunyah makanan dan ada yang berdiri saja bersandar batang tanjung itu.
"Siapakah"mereka"desis Untara. "Entahlah"berkata Sabungsari.
" Tetapi firasatku mengatakan, bahwa mereka bukan orang baik-baik. " berkata Untara selanjutnya.
Sabungsari mengangguk-angguk. Semakin dekat de"ngan tikungan itu, maka orang-orang itupun menjadi sema"kin jelas. Dengan suara yang berat Sabungsari berkata " lima orang."
Untara mengangguk. Katanya"Ya. Lima orang. Ber"siaplah Sabungsari. Mungkin ia merupakan rangkaian solah Ki Tumenggung Wiladipa. "
Sabungsari mengangguk kecil. Tetapi ia tidak menja"wab.
Sejenak kemudian, maka kuda-kuda merekapun telah berada beberapa langkah saja dari tikungan itu. Dua orang diantara kelima orang kasar itu meloncat ketengah jalan yang tidak begitu lebar dan memberi isyarat agar kedua ekor kuda itu berhenti.
Namun Untara dan Sabungsari memang sudah mem"perlambat laju kuda mereka.
" Berhentilah Ki Sanak " berkata salah seorang dian"tara orang-orang kasar itu.
Untara dan Sabungsari pun kemudian berhenti pula. Bahkan keduanya telah meloncat turun. Sementara orang-orang kasar yang lainpun telah berada ditengah-te-ngah jalan pula.
" Siapakah kalian berdua " " bertanya salah seorang diantara orang-orang kasar itu. " Menilik pakaian kalian, maka kalian bukannya orang kebanyakan. Kalian tentu dua orang prajurit. Tetapi bukan prajurit Pajang. "
"Kami prajurit dari Mataram"jawab Untara.
"Pantas"desis orang kasar itu yang lain"sikap kalian menunjukkan bahwa kalian adalah prajurit pilihan. Apa"lagi prajurit pilihan dari Mataram. "
"Apa maksud Ki Sanak menghentikan kami berdua " "bertanya Untara.
"Maaf Ki Sanak. Terus terang, kami memerlukan ban"tuan Ki Sanak. Panen di padukuhan kami tidak dapat dipe"tik sebagaimana seharusnya. Ada sejenis bilalang yang menjadi hama disawah-sawah kami. "
" Bantuan apakah yang kalian maksud " " bertanya Untara.
"Kalian adalah prajurit yang tentu bukan prajurit ba"wahan. Kalian tentu perwira yang berkedudukan tinggi, sehingga kalian akan dapat memberikan apa saja yang pantas bagi kami. " jawab orang kasar itu.


08 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Uang maksudmu " " bertanya Untara yang mulai dapat menanggapi peristiwa yang dihadapinya.
" Ya uang. Tetapi juga timang kalian yang tentu ter"buat dari emas dengan tretes berlian. Pendok keris kalian yang dibuat dari emas dan barangkali perhiasan-perhiasan lain. " jawab orang kasar itu.
Untara mengangguk-angguk. Katanya " Jadi kalian hanya membutuhkan benda-benda itu " "
" Ya Jika kau berkeberatan memberikannya, maka kalian akan aku bunuh disini. " geram orang kasar itu.
Adalah diluar dugaan sama sekali. Bukan saja orang-orang kasar itu yang terkejut dan bahkan menjadi bingung. Tetapi Sabungsaripun tidak segera menangkap maksud Untara yang menjawab " Baiklah. Ambil semua itu."
Wajah - wajah menjadi tegang. Namun Untara justru tersenyum. Dipandanginya orang-orang kasar yang kebingungan itu sambil berkata " ambillah. Dan sesudah itu beri kesempatan kami berlalu. "
Sejenak orang-orang kasar itu termangu-mangu. Na"mun kemudian ia berteriak " Tidak. Kalian harus meninggalkan kuda-kuda kalian. Kami memerlukannya. "
Untara mengerutkan keningnya. Lalu katanya " Baik"lah. Marilah Sabungsari. Kita serahkan semua yang dimin"tanya Kita akan segera meninggalkan tempat ini dengan berjalan kaki. Biarlah barang-barang kita mereka ambil asal jiwa kita mereka ampuni. "
Kuping Sabungsari bagaikan tersentuh api mendengar kata-kata Untara itu. Namun sebelum ia sempat berbuat sesuatu, terdengar orang kasar itu berteriak"Tidak. Kali"an gila. Kalian tidak akan meninggalkan tempat ini. Teruta"ma Untara. Kami harus membunuhnya. "
Untara mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia tertawa Katanya " Nah, itulah yang ingin aku dengar. Jadi yang kalian kehendaki tentu bukan sekedar pendok emas, ti"mang tretes berlian dan kuda-kuda yang tegar. Yang ingin kalian lakukan sebenarnya adalah membunuh kami. Seti"dak-tidaknya membunuh aku. "
Wajah orang-orang kasar itu menjadi tegang. Namun sementara itu Sabungsari menarik nafas dalam-dalam Ba"ru ia sadar apa yang dihadapinya. Ia tahu betul maksud Untara yang ternyata telah berhasil memancing niat orang-orang kasar itu yang sebenarnya. Mereka memang ti"dak sekedar ingin harta benda, tetapi mereka inginkan nyawa Untara.
" Tentu ada yang menggerakkan mereka " berkata Sabungsari didalam hatinya " meskipun yang nampak dimata kami adalah perampok-perampok, tetapi mereka tentu mempunyai hubungan dengan Ki Tumenggung Wiladi"pa sebagaimaan orang-orang yang tertangkap dalam tugas sandinya di sekitar Mataram. "
Sementara itu Untara berkata selanjutnya " Nah, Ki Sanak. Setelah kami tahu apa yang akan kalian lakukan sebenarnya, maka kami akan mengatakan tekad kami ber"dua. Kami tidak akan menyerahkkan apa-apa, karena kali"an memang tidak memerlukan. Jika kalian ingin membu"nuh kami, lakukanlah jika kalian mampu tanpa alasan yang berbelit-belit. "
" Persetan " geram orang kasar itu. Namun bagaimanapun juga mereka terikat kepada pesan Ki Tumenggung lewat beberapa orang perwiranya, bahwa mereka hanya boleh membunuh Untara dan membiarkan Sabungsari lolos.
Tetapi orang kasar itupun mengerti, bahwa dengan demikian diharap bahwa Sabungsari akan memberikan kesaksian bahwa terbunuhnya Untara adalah dalam perang melawan sekelompok penjahat ketika ia pulang dari Pa"jang.
Namun rahasia itu telah tersingkap. Orang-orang kasar itu tidak sekedar perampok biasa, tetapi mereka mengem"ban tugas dari Ki Tumenggung wiladipa.
Karena itu, maka Sabungsaripun kemudian berkata "
Ki Untara. Sebenarnya aku menjadi bingung melihat sikap Ki Untara. Aku bertanya didalam diri, sejak kapan Ki Unta"ra demikian mudahnya menyerah apalagi kepada peram pok. Namun dengan sikap Ki Untara itu telah kita ketahui latar belakang dari perampokan ini. Yang penting bagi mereka sebenarnya bukan perampok ini sendiri. Tetapi kematian kita. "
Untara mengangguk-angguk. Jawabnya" Nah, dengan demikian kita tahu, dengan siapa kita berhadapan. "
Sabungsari pun mengangguk-angguk pula. Katanya " Ya. Kita sudah tahu pasti dengan siapa kita berhadapan. "
" Dengan demikian, kitapun tahu pasti cara untuk menghadapi mereka. "sahut Untara.
" Persetan " geram salah seorang diantara orang-orang kasar itu " apapun yang kalian katakan, tetapi kami memang ingin merampok kalian dan membunuh kalian sekaligus agar kalian tidak sempat menceriterakan apa yang kalian alami disini. "
" Sudahlah " berkata Untara " kami sudah tahu. Kau mendapat perintah untuk mencegat kami berdua dan mem"bunuhnya. Karena itu jangan memakai alasan lain. Kamipun sudah siap untuk melayani kalian, sehingga de"ngan demikian maka kita akan bertempur. Mungkin kami memang akan mati. Tetapi mungkin kalian berlimalah yang akan mati."
Orang-orang kasar itu menggeram. Sejenak kemudian merekapun justru telah memencar. Dengan wajah yang se"ram mereka bersiap untuk membunuh korbannya.
" Bunuh Senapatinya lebih dahulu " geram seorang diantara mereka yang agaknya pemimpin dari kelima orang itu " baru kemudian yang lain, yang tidak berarti apa-apa bagi kami. "
" O " desis Sabungsari " terima kasih, bahwa kalian telah memberi kesempatan kepadaku untuk dibunuh pada saat terakhir."
Jawaban itu benar-benar menyakitkan hati orang-orang kasar itu. Namun seperti yang diperintahkan kepada mere"ka, biarkan kawan Untara itu hidup dan melarikan diri. Ia akan berceritera tentang segerombolan perampok. Namun ternyata orang itu akan berkata lain jika ia benar-benar dibebaskan.
"Kita bunuh keduanya"berkata pemimpin perampok itu di dalam hati " namun bekas yang mungkin diketemu-kan orang akan memberikan pertanda bahwa keduanya ma"ti dalam sebuah perampokan. Barang-barang dan perhiasan mereka telah hilang. Demikian pula kedua ekor kuda mere"ka Orang-orang yang menemukan kedua korban itu akan segera mengetahui, bahwa keduanya telah dirampok ha"bis-habisan. Dengan demikian maka kesaksian itu akan da"pat diberikan oleh orang lain, bukan oleh salah seorang diantara yang mengalami perampokan itu sendiri. "
Dengan demikian, maka pemimpin dari orang-orang kasar itu tidak lagi merasa terikat untuk tidak membunuh - kedua-duanya, karena justru Untara telah berhasil meman"cing untuk mengetahui tugas mereka berlima yang sebenar"nya.
Karena itu, maka pemimpin dari kelima orang itu te"lah benar-benar bersiap untuk merampok kedua orang itu habis-habisan. Bukan sekedar karena mereka mendapat perintah untuk membunuh Untara. Tetapi sekaliguus mereka akan mendapat harta benda yang dibawa oleh Unta"ra dan pengawalnya, disamping upah yang dijanjikan oleh Ki Tumenggung Wiladipa.
Dengan suara lantang maka pemimpin dari kelima orang itupun berkata " Marilah anak-anak. Kita tidak
mempunyai terlalu banyak waktu. Meskipun jalan ini tidak terlalu ramai, tetapi sekali-sekali ada juga sekelompok orang yang melewatinya. Agar kita tidak harus berurusan dengan banyak orang, maka kedua orang ini harus cepat ki -ta selesaikan__
Keempat orang kawannyapun segera bersiap. Tiga orang diantara mereka mengepung Sabungsari, sementara dua orang yang lain berdiri disebelah menyebelah Untara.
" Kita tidak tahu, siapakah diantara kedua orang ini yang memiliki ilmu lebih tinggi. Tetapi biarlah aku menyelesaikan Senapati yang bernama besar. Aku ingin membuktikan bahwa hanya namanya sajalah yang mengumandang sampai kelembah dan pegunungan-pegunu-ngan. Tetapi untuk menghormatinya, maka biarlah seorang diantara kalian ini menemani aku. " perintah pemimpin da"ri orang-orang yang akan merampok Untara itu.
Untarapun segera bersiap. Ia harus menghadapi dua orang. Tetapi seorang diantara keduanya adalah pemimpin dari kelima orang yang mencegat mereka. Menurut perhitu"ngan Untara, maka kelima orang itupun tentu orang-orang pilihan.
Karena itu, maka Untara merasa bahwa ia benar-benar harus berhati-hati. Ia harus mampu menempatkan diri diantara kedua lawannya. Sementara itu, tiga orang yang lain telah mengepung Sabungsari.
Sabungsaripun telah bersiap. Iapun tidak ingin meren"dahkan ketiga orang lawannya. Mungkin ia akan segera mengalami kesulitan. Namun bagaimanapun juga ia harus berjuang sejauh dapat dilakukan untuk mengatasi ketiga orang lawannya itu.
Dalam pada itu, pemimpin dari kelima orang yang akan merampok Untara dan Sabungsari itu telah meneriakkan aba-aba. Serentak mereka berloncatan maju mendekati sasaran masing-masing. Bahkan pemimpin dari kelima orang itupun telah mulai menyerang Untara dengan garang"nya.
Untara sempat mengelak dengan cepat. Bagaimanapun juga ia adalah seorang Senapati yang memiliki bekal kemampuan yang tinggi. Sementara itu, disetiap hari, ia masih menyisihkan waktunya serba sedikit untuk meningkatkan kemampuannya didalam sanggar. Setidak-tidaknya ia dapat memperdalam unsur-unsur gerak yang pernah dikuasainya, sehingga dengan demikian ilmunyapun menjadi semakin matang.
Namun ternyata bahwa orang yang ditugaskan oleh Ki Tumenggung Wiladipa itupun bukan orang kebanyakkan. Ketika serangannya sempat dielakkan, maka sera"ngan-serangan berikutnyapun datang beruntun susul menyusul berpasangan. Dengan demikian maka pada per"mulaan dari pertempuran itu Untara sudah harus mengerahkan kecepatannya untuk mengatasinya.
Karena itulah maka pertempuran itupun segera menja"di semakin cepat dan keras.
Ternyata bahwa Untara menanggapi pertempuran yang keras itu dengan sikap yang keras pula. Dengan melepaskan kekuatan cadangannya setingkat demi setingkat, Untara menjajagi kekuatan lawannya dengan membenturkan kekuatannya.
Namun agaknya lawannyapun berbuat demikian. Keduanyapun telah melepaskan tenaga cadangan didalam dirinya setingkat demi setingkat pula.
Sementara itu, Sabungsaripun telah mendapat lawan yang berat. Bertiga lawannya telah bertempur berpasa"ngan, saling mengisi dan menyerang beruntun bergan"ti-ganti.
Sabungsari harus mengerahkan tenaganya untuk menghindari serangan-serangan itu. Ia harus bergerak ce"pat, berloncatan, menghindar dan bahkan kemudian Sabungsari telah menangkis serangan-serangan yang tidak sempat dihindarinya. Meskipun semula Sabungsari ragu-ra"gu, namun dengan hati-hati ia berusaha menjajagi kekuatan lawannya dengan benturan-benturan yang tidak langsung.
Namun kemudian Sabungsari dapat menilai, bahwa satu-satu lawannya tidak memiliki kekuatan yang men"debarkan jantungnya. Tetapi menghadapi mereka bertiga, Sabungsari harus berhati-hati.
Pertempuran itupun semakin lama menjadi semakin cepat. Ternyata selama ia berada dilingkungan Mataram Sabungsari bukan saja mampu mempertahankan kemam"puannya pada tatarannya, namun ternyata bahwa dalam beberapa hal Sabungsari sempat pula meningkatkan kemampuannya.
Dengan demikian maka pertempuran diantara Sabung"sari melawan tiga orang lawannya serta Untara melawan dua orang menjadi semakin lama semakin sengit. Pertem"puran itu menjadi semakin cepat dan keras. Seperti Untara, maka Sabungsaripun mengimbangi lawannya dengan keras pula. Benturan-benturan menjadi semakin sering terjadi. Namun dalam benturan-benturan itu Sabungsari menjadi semakin yakin, bahwa seorang-seorang diantara ketiga orang lawannya itu akan dapat diatasinya.
" Mudah-mudahan aku masih mempunyai cadangan kekuatan untuk melawan ketiganya sekaligus " berkata Sabungsari didalam dirinya.
Justru karena itu, maka Sabungsaripun kemudian telah berusaha untuk semakin sering membenturkan ilmunya. Ia ingin dengan demikian memberikan tekanan kepada seo"rang-seorang diantara lawan-lawannya.
Sebenarnyalah, benturan-benturan yang terjadi telah menunjukkan kepada ketiga orang lawan Sabungsari, bah"wa pengawal Untara itu memang bukan orang kebanyakan.
Namun ternyata bahwa ketiga orang itu mampu beker"ja sama dengan baik sekali menghadapi kekuatan Sabung"sari itu.
Dengan demikian maka pertempuranpun berkem"bang semakin lama menjadi semakin seru. Ketiga orang itu"pun mampu bergerak cepat, sehingga Sabungsari benar-bsnar harus mengerahkan kemampuannya. Bahkan ketiga orang itupun kemudian telah berusaha untuk selalu menghindarkkan diri dari benturan-benturan yang dapat menyakitinya.
Karena itulah, maka lambat laun terasa oleh Sabung"sari tekanan yang menjadi semakin berat. Ketiga orang itu berloncatan dan kadang- kadang berlari berputaran -hingga Sabungsari harus berusaha untuk tidak kehilangan lawannya.
Tetapi lawan-lawannya bergerak terlalu cepat, sehingga kadang-kadang Sabungsari memang menjadi bingung.
Dalam pada itu, lawan-lawannyapun mulai memper"mainkannya. Mereka menyerang^ dengan garangnya, menyakitinya dan bahkan kemudian seorang diantara mereka berteriak" Ayo ngger. Jangan menangis. Ternyata bahwa kau harus mati juga hari ini. "
Sabungsari tidak menjawab. Ia memang merasa bahwa serangan-serangan lawan-lawannya itu telah mulai menem"bus pertahanannya dan menyakitinya. Bahkan semakin lama terasa menjadi semakin sering.
Dengan demikian maka kemarahan Sabungsaripun tidak tertahankan lagi. Namun ia masih tetap menyadari apa yang dihadapinya sehingga ia tidak menjadi kehilangan akal karenanya.
Karena itulah, maka perlahan-lahan Sabungsari telah memasuki kekuatan bukan saja kekuatan wajarnya dan te"naga cadangannya. Tetapi sekaligus telah diungkapkannya ilmunya yang mempunyai kekuatan berlipat ganda.
Lawan-lawannya terkejut ketika Sabungsari itu menghentakkan kakinya sambil menggeram. Kemudian tangannya mengembang dengan cepat dan dengan tiba-tiba tangan itu bersilang didepan dadanya.
Lawan-lawannya bergeser surut. Mereka menangkap sesuatu yang lain pada anak muda itu. Geraknya terasa menjadi semakin mantap dan ketika Sabungsari mulai meloncat, maka geraknya bagaikan ombak yang ber"gulung-gulung menghantam tebing.
Ketiga lawannya berloncatan menghindar. Namun gerak Sabungsari menjadi terlalu cepat. Tenaganya nam"pak semakin besar dan tata geraknyapun menjadi keras.
Benturan yang kemudian terjadi benar-benar mem"bingungkan lawannya. Mereka tidak saja merasa kesaki"tan. Tetapi ketika Sabungsari dengan sengaja membentur serangan lawannya yang menjulurkan kakinya mengarah kedadanya dengan menyilangkan tangannya didepan dada"nya itu, maka lawannya benar-benar telah terlempar beberapa langkah.
Perubahan yang terjadi pada Sabungsari membuat keti"ga lawannya menjadi berdebar-debar. Tiba-tiba saja mere"ka berpencar menjauh. Dengan wajah yang tegang, maka ketiga orang itu tanpa aba-aba telah menarik senjata mere"ka masing-masing.
Sabungsarilah yang kemudian tertegun. Ia melihat keti"ga ujung senjata mengarah kedadanya. Tiga ujung pedang.
Sejenak Sabungsari memperhatikan pedang itu. Satu demi satu. Namun tiba-tiba Sabungsarilah yang kemudian tertawa. Katanya " Nah, aku menjadi yakin sekarang. Kalian tentu prajurit-prajurit Demak seperti yang aku du"ga, setidak-tidaknya berhubungan dengan mereka. "
" Omong kosong " seorang diantara lawannya itu menyahut"jangan mengigau. "
" Kalian kurang cermat melakukan tugas kalian yang gawat ini. Mungkin kalian memang ingin merampok kami. Dengan demikian kalian akan mulai belajar melakukannya disamping tugas kalian sebagai prajurit. Dengan benar-be"nar merampok kami kalian akan mendapat hasil ganda. Ha"sil rampokan itu dan upah dari tugas kalian yang gawat ini. "jawab Sabungsari.
" Kami memang ingin merampok. Jika kemudian kami mendapat upah dari seseorang itupun urusan kami. Tetapi kau tidak akan dapat berbicara dengan siapapun juga, kare"na sebentar lagi kalian akan mati. " geram salah seorang diantara mereka.
" Baiklah " berkata Sabungsari " jika kalian sudah sampai kepada keputusan untuk membunuh, maka lakukan"lah. Tetapi lain kali jika kalian mendapat tugas untuk melakukan tugas seperti ini, kalian harus bekerja lebih cer"mat. Kalian telah membawa senjata keprajuritan kalian. "
" Persetan " sahut salah seorang diantara mereka. Tetapi ia dapat juga mencari jawabnya " Telah beberapa orang prajurit yang kami bunuh dan kami ambil harta ben"danya termasuk senjatanya. Jika kalian mati, maka senjata kalianpun akan jatuh ketanganku. "
Sabungsari tertawa pula. Katanya " Kalian memang cerdik dan cepat mencari jawab. Tetapi baiklah. Ternyata bahwa apa yang ingin kalian lakukan, ingin aku lakukan pu"la. Bukan kalian yang akan mampu membunuh kami, tetapi
kami berdualah yang akan membunuh kalian berlima.
Kelima orang yang bertempur melawan Untara dan Sabungsari itu ternyata telah mendapat tempaan lahir dan batin. Karena itulah, maka mereka sama sekali tidak men"jadi gentar. Bahkan ketiga lawannya berbareng telah menyerang Sabungsari.
Tetapi ketiga orang itu terkejut. Dengan kecepatan yang diluar jangkauan kemampuan mereka, mereka harus membiarkan Sabungsari itu mengambil jarak.
"Jangan lari " teriak salah seorang dari ketiga orang itu"Kau tidak akan dapat melepaskan diri dari tangan ka"mi. "
Sabungsari termangu-mangu. Sekilas dilihatnya ketiga orang lawannya melangkah satu-satu mendekatinya dengan ujung pedang yang bergetar.
" Pilihlah jalan kematian yang paling baik bagimu " geram salah seorang dari ketiga orang itu.
Sabungsari tidak menjawab. Tetapi tiba-tiba saja ia menjadi muak melihat ketiga orang itu.
Karena itu ketika ketiga orang lawannya itu menjadi semakin dekat, maka Sabungsaripun telah menarik pedang"nya pula. Dengan lantang ia berkata " Marilah kita lihat, siapakah diantara kita yang memiliki kemampuan lebih baik untuk bermain pedang. "
Ketiga orang lawannya tidak menjawab. Tetapi mereka melangkah semakin dekat dengan senjata teracu.
Sabungsaripun telah mengangkat pedangnya pula. Keti"ka ia melihat ketiga orang lawannya mulai berpencar, ma"ka ujung pedangnyapun mulai bergetar.
Sejenak kemudian, ketiga orang lawannyapun telah te"lah meloncat hampir berbareng. Ketiga ujung pedang itu"pun bersama-sama mematuk kearah tubuh Sabungari.
Dengan cepat Sabungsari mengelakkan serangan-sera"ngan itu. Sementara pedangnyapun berputar melindungi dirinya. Ketika sebilah pedang lawannya menggeliat, maka pedang itu telah membentur pedang Sabungsari. Sementara dua bilah pedang yang lain sama sekali tidak menyentuh"nya.
Lawannya yang menggenggam pedang membentur pe"dang Sabungsari itu benar-benar terkejut. Hampir saja pe"dang itu terloncat dari genggamannya. Untunglah bahwa ia masih mampu mempertahankannya, meskipun dengan demikian tangannya terasa menjadi sangat nyeri.
" Setan alas " geram orang yang hampir kehilangan pedangnya " kekuatan iblis manakah yang telah menyusup didalam dirinya, sehingga ia mempunyai kekuatan yang lu"ar biasa itu ?"
Namun dengan demikian ia menjadi semakin berha"ti-hati Ketika ia mendekati Sabungsari, maka ia menggeng"gam pedangnya semakin erat.
Sejenak kemudian, maka pertempuran itupun menjadi semakin sengit. Sabungsari yang telah melepaskan bukan saja tenaga cadangan didalam dirinya, namun juga ia mulai merambah kedalam kekuatan ilmunya, benar-benar telah mendebarkan jantung lawan-lawannya. Tetapi lawan-lawannyapun memiliki bekal yang cukup didalam il"mu pedang, sehingga dengan demikian maka mereka berusaha untuk dapat mengatasi kecepatan gerak dan kekuatan Sabungari dengan ketrampilan mereka.
Ternyata bahwa bertiga mereka merupakan paduan kekuatan yang nggegirisi. Betapa Sabungsari mengerahkan kemampuannya dalam ilmu pedang, namun ternyata bah lyva ia masih saja terdesak.
Beberapa kali Sabungari terpaksa meloncat mengambil jarak. Namun lawan-lawan merekapun telah memburunya.
Sehingga akhirnya, sampailah Sabungsari kepada satu keputusan untuk mengakhiri kemenangan-kemenangan ke"cil dari ketiga lawannya.
Karena itu, maka Sabungsari telah berusaha untuk mendapatkan kesempatan mengambil jarak yang cukup. Dengan menghentakkan kemampuannya dalam ilmu pedang ia berusaha untuk membuka kesempatan itu.
Hentakkan itu memang telah mengejutkan lawannya sehingga merekapun berloncatan surut selangkah. Kesem"patan itu telah dipergunakan sebaik-baiknya oleh Sabungsa"ri. Sebelum lawannya sempat menyusul mereka, maka Sabungsari telah berada dalam puncak kemampuannya. Kemampuan ilmu yang jarang dimiliki oleh orang kebanya"kan.
Ternyata Sabungsari tidak mengacukan pedangnya. Dengan erat ia menggenggam pedangnya pada hulunya, kemudian dipegangnya pula ujungnya dengan jari-jarinya. Namun perhatian Sabungsari tidak tertuju pada pedangnya itu. Tetapi ia tengah memusatkan nalar budinya pada ilmu puncaknya.
Dengan sorot mata yang tajam ia menatap salah seo"rang dari ketiga lawannya tepat didadanya.
Ketiga lawannya tidak segera menyadari. Namun seke"jap kemudian terdengar seorang diantara mereka menge"luh tertahan. Bahkan tiba-tiba saja ia telah membungkuk"kan badannya sambil memegangi dadanya dengan sebelah telapak tangannya.
Kedua kawannyapun tertegun. Seorang diantara mere"ka bertanya"Kenapa " "
"Dadaku"desis kawannya yang kesakitan.
- Kedua kawannya termangu-mangu. Namun tiba-tiba seorang diantara kawannya itu berdesis " Inilah agaknya
pengawal Untara yang disebut mempunyai kemampuan menyerang lawannya dengan tatapan matanya " "
Kawannyapun mendengarnya. Tiba-tiba iapun teringat bahwa memang pernah didengar ilmu semacam itu. Karena itu, maka diluar sadarnya orang itu berpaling kearah Sabungsari serta memperhatikan sikapnya.
"Tidak salah lagi"desisnya"ia memandang dengan kemampuan ilmunya yang jarang ada duanya. Matanya yang bagaikan menyala serta sikapnya yang mematung da"lam pemusatan kemampuan. "
"Kita harus mencegahnya " berkata yang lain.
Dengan serta-merta, maka kedua orang itupun telah berloncatan memencar. Keduanya berusaha untuk menye"rang Sabungsari dari dua arah. Jika Sabungsari sempat menyerang seorang diantara mereka, maka yang lain akan dapat memecah pemusatan ilmunya itu.
Tetapi Sabungsari tidak segera bergerak. Ia masih memancarkan ilmu kearah lawannya yang seakan-akan te"lah kehabisan tenaga, karena tatapan mata Sabungsari bagaikan memeras segenap isi dadanya sampai mengering. Ia ingin mengurangi seorang dari kedua lawannya tidak ha"nya untuk sementara.
Namun Sabungsari harus memperhatikan juga serangan
yang datang. Karena itu, maka iapun harus melepaskan sasarannya ketika kedua orang lawannya menyerangnya.
Dengan tangkas Sabungsari meloncat. Sementara itu demikian ia melepaskan ilmu yang mencengkam dada lawannya, maka lawannya itu benar-benar sudah tidak ber"daya. Meskipun ia masih dapat bertahan untuk berdiri sam"bil memegang pedangnya, tetapi ketika ia berusaha untuk
melangkah, rasa-rasanya kakinya menjadi seberat bandul timah.
" Gila " geramnya. Namun ia tidak dapat ingkar dari kenyataan itu. Seakan-akan iatelah terbelenggu oleh kesa-kitan yang sangat didalam dadanya.
Dengan demikian, sebagaimana dikehendaki oleh Sabungsari, maka lawannya yang seorang itupun telah kehilangan kemampuan"nya untuk ikut bersama kawan-kawannya bertempur melawannya sehingga lawannyapun tinggal menjadi dua orang.
Karena itu maka Sabungsari merasa bahwa ia akan mampu melawan keduanya tanpa mempergunakan ilmu puncaknya yang jarang sekali dipergunakannya itu, jika ia tidak tersudut dalam kea"daan yang paling sulit.
Dengan ilmu pedangnya serta kemampuan tenaga cadangan yang ada didalam dirinya, maka Sabungsaripun kemudian melayani kedua lawannya. Ketangkasan dan ketrampilannya bergerak de"ngan pedang ditangan membuat kedua lawannya kadang kadang kehilangan kesempatan untuk menyerang. Tata gerak Sabungsari seakan-akan menjadi semakin cepat dan ujung pedangnyapun menyambar-nyambar semakin mengerikan.
Kedua orang itupun kemudian telah didesak oleh kesulitan yang semakin menekan. Keduanya tidak berhasil bermain sebagaimana ketika mereka masih bertiga. Dengan hanya berdua, maka Sabungsari mendapat lebih banyak kesempatan bukan saja untuk bertahan. Tetapi juga untuk menyerang.
Namun ternyata Sabungsari tidak dapat dengan cepat menyele"saikan kedua lawannya itu meskipun kadang-kadang ia berhasil mendesaknya. Apalagi kedua orang itu nampaknya memiliki kekuatan untuk bertahan serta tenaga yang cukup panjang.
Dalam pada itu, maka Untarapun telah bertempur dengan se"kuat tenaganya. Ternyata Ki Tumenggung Wiladipa tidak menun"juk orang kebanyakan untuk menyelesaikan tugas yang sangat pen"ting itu. Pemimpin dari kelima orang itu yang bertempur melawan Untara, adalah seorang yang memiliki kemampuan dan penga"laman yang sangat luas, sehingga dengan demikian, berdua dengan seorang kawannya mereka merupakan kekuatan yang sangat sulit untuk diatasi oleh Untara.
Bahkan Untara harus mengakui, bahwa kedua orang itu adalah orang-orang pilihan yang ditunjuk oleh Ki Tumenggung Wiladipa.
Namun kedua orang itupun tidak terlalu mudah untuk meng"habisi Untara. Untarapun memiliki ilmu dan pengalaman yang sa"ngat luas. Meskipun ia lebih banyak menitik beratkan kemampuan"nya dalam olah gelar dipeperangan, namun secara pribadinya ia memiliki ilmu yang mapan.
Dengan demikian maka pertempuran antara Untara dan kedua lawannyapun nampaknya akan berlangsung dalam waktu yang lama. Bahkan tidak segera dapat diramalkan siapakah diantara ke"dua belah pihak itu yang akan menang.
Melihat hal itu, maka Sabungsaripun kemudian berniat untuk dengan cepat menyelesaikan kedua lawannya, sehingga kekalahan mereka tentu akan berpengaruh juga bagi kedua lawan Untara yang bertempur dengan garangnya.
Dengan demikian, maka kembali Sabungsari terpaksa mempergunakan ilmu puncaknya. Ia tidak lagi ingin bermain-main terlalu lama.
karena itu, maka sekali lagi Sabungsari meloncat mengambi1 jarak. Dengan pemusatan nalar budinya, maka ia telah menghim"pun dan menyerang lawannya dengan kekuatan sorot dari mata"nya.
Serangan itu sebagaimana terhadap orang yang pertama, benar-benar melumpuhkan seorang dari kedua lawannya. Bahkan demikian kerasnya Sabungsari meremas isi dada orang itu dengan ilmunya, maka orang itupun telah jatuh terjerembab. Dengan kelu"han panjang ia menggeliat. Kesakitan yang sangat telah menceng"kam jantungnya.
Tetapi serangan Sabungsari terhenti ketika lawannya yang ter"sisa meloncat menyerangnya dengan ujung pedangnya. Sabungsari terpaksa meloncat menghindar. Dengan pedangnya pula ia menangkis serangan lawannya itu.
Untuk beberapa saat Sabungsari bertempur seorang melawan seorang. Kedua orang lawan Sabungsari yang lain telah tidak mam"pu lagi untuk melawan. Meskipun perasaan sakitnya terasa menyu"sut ketika serangan sorot mata Sabungsari lepas dari jantung mere"ka, namun tenaga mereka terasa telah surut pula sampai kedasar-nya.
Melawan bertiga maka Sabungsari memang mengalami kesuli"tan dalam ilmu pedang. Tetapi kini lawannya tinggal seorang saja. Dengan demikian maka Sabungsaripun telah menekan lawannya dengan serangan-serangan beruntun yang mematikan, tanpa mempergunakan ilmu puncaknya.
Lawan Sabungsari yang tinggal bertempur sendiri itu mengalami kesulitan. Ia harus melihat kenyataan itu. Ilmunya tidak dapat mengimbangi ilmu Sabungsari jika ia bertempur sendiri."
Tetapi ternyata Sabungsari benar-benar ingin segera menyele"saikan lawannya. Tanpa harus melepaskan ilmu puncaknya, maka Sabungsari telah mendesak tawannya sampai ke tanggul parit ping"gir jalan. Pada saat yang sulit itu lawannya berusaha untuk meloncati parit menghindari serangan Sabungsari. Namun ternyata Sabungsari bergerak lebih cepat. Demikian lawannya itu sampai ke-seberang parit.maka ujung pedang Sabungsari telah tergores ditubuh lawannya, sehingga kulit dan dagingnya telah terkoyak ka"renanya.
Terdengar orang itu mengaduh tertahan. Sementara orang itu belum mampu memperbaiki keadaannya, maka ujung pedang Sa"bungsari telah mematuk pundaknya pula.
Sekali lagi terdengar orang itu mengaduh. Namun tubuh-nyapun kemudian telah menjadi merah oleh darah.
Ketika Sabungsari telah siap untuk menyerangnya lagi, maka niat itupun dibatalkannya, karena ia melihat lawannya itu tidak mampu lagi mengangkat pedangnya untuk menangkis serangan"nya. Bahkan kemudian iapun terhuyung-huyung dan jatuh di sa"wah.
Sabungsari menarik nafas dalam-dalam. Ketiga lawannya benar-benar telah dilumpuhkan, sehingga mereka tidak akan mam"pu berbuat apa-apa lagi.
Sabungsari membiarkan lawannya berusaha untuk berbuat se"suatu bagi dirinya sendiri. Namun sementara itu, iapun mulai memperhatikan Untara dengan dua orang lawannya.
Untara yang telah bertempur dengan senjatanya, be"nar-benar harus memeras segenap tenaga dan kemampuan"nya. Pemimpin dari kelima orang yang berusaha mem"bunuhnya itu benar-benar seorang yang memiliki kemam"puan yang tinggi. Karena itu, maka menghadapi kedua orang itu, Untara memang mengalami kesulitan. Semakin lama semakin ternyata bahwa Untara memang terdesak.
Sabungsari termangu-mangu sejenak. Tetapi iapun mengerti bahwa Untara tidak akan dapat bertahan terlalu lama menghadapi kedua orang itu. Keduanya bertempur semakin lama semakin keras dan kasar, sementara nafas Untara yang telah memeras segenap kemampuannya untuk mengimbangi kecepatan dan kekerasan kedua orang lawan"nya itupun mulai memburu, sehingga tenaganya mulai su"sut.
Pemimpin orang-orang yang berusaha membunuhnya itu merasakan juga bahwa perlawanan Untara menjadi semakin surut. Tetapi orang itu mengumpat tiada habis-habisnya ketika diketahuinya ketiga orang kawannya yang bertempur melawan Sabungsari telah dikalahkannya.
" Tikus clurut " geram pemimpin kelompok itu"mati sajalah kalian yang tidak mampu membunuh kelinci itu.
Tetapi tidak terdengar jawaban. Ketiga orang kawan"nya yang terluka itu benar-benar tidak mampu lagi berbuat sesuatu. Mereka sedang berusaha untuk bertahan agar mereka tetap hidup.
Pemimpin kelompok yang bertempur melawan Untara
itupun kemudian berteriak nyaring Jangan merasa diri"mu terlepas dari maut. Akulah yang akan membunuhmu. "
Sabungsari masih tetap berdiri tegak ditempatnya. Ia memang berharap bahwa salah seorang diantara mereka yang bertempur melawan Untara itu datang kepadanya. Ji"ka ia yang memasuki arena, maka ia masih juga merasa se"gan terhadap Untara. Mungkin Untara tidak menganggap langkahnya itu benar sebelum Untara sendiri memberikan perintah. Tetapi jika salah seorang itu dengan kehendaknya sendiri datang kepadanya, persoalannya akan berbeda.
Dalam pada itu, maka pemimpin kelompok yang menganggap bahwa kekuatan Untara sudah susut, telah berkata kepada kawannya " Tahan orang ini. Aku akan membunuh anak setan itu. Baru kemudian aku akan mem"bunuh Untara."
Kawannya yang bertempur bersamanya itupun telah mengambil seluruh perlawanan terhadap Untara, karena pemimpinnya itupun telah meloncat meninggalkannya.
Dalam pada itu, Sabungsaripun telah bersiap pula. Tetapi ia benar-benar sudah merasa jemu menghadapi perkelahian itu. Karena itu, iapun telah memutuskan untuk dengan cepat mengakhiri pertempuran.
Dengan demikian, maka ia tidak menunggu pemimpin kelompok itu mendekatinya. Ia harus menyelesaikannya. Ia sudah tidak ingin lebih banyak membuang tenaga lagi da"lam arena pertempuran yang menjemukan itu.
- Kami harus segera sampai ke Mataram " berkata Sabungsari didalam hatinya sambil berdiri tegak.
Pada saat pemimpin kelompok itu berlari kearahnya, maka Sabungsari telah melepaskan ilmu puncaknya. Ditatapnya pemimpin kelompok yang menyerangnya itu de"ngan ketajaman sorot matanya. Dan lewat sorot matanya itu Sabungsaripun telah menyerang pula langsung meremas isi dada lawannya.
Terasa dada orang yang berlari menyerang Sabungsari itu bagaikan dihantam batu. Kemudian rasa-rasanya jan"tungnya telah terhimpit oleh kekuatan yang tidak terlawan.
Pemimpin kelompok itu menyeringai menahan sakit. Namun ternyata bahwa ia memiliki daya tahan yang cukup besar. Dalam keadaan yang sulit itu ia menghentakkan sisa kekuatannya meloncat keudara.
Sekali ia berputar diudara. Kemudian melenting tepat dihadapan Sabungsari sambil menebaskan pedangnya.
Sabungsari terkejut. Tetapi ia sempat melepaskan serangannya untuk meloncat menghindar. Dengan demiki"an maka pedang itu sama sekali tidak menyentuhnya.
Pemimpin kelompok itu masih berusaha menahan sakit didadanya. Namun ketika Sabungsari melepaskan serangannya karena ia harus meloncat menghindar, maka terasa dada orang itu menjadi agak lapang. Batu yang menghimpit jantungnya seakan akan telah terangkat.
Orang itupun kemudian menyadari, bahwa ia berhada"pan dengan ilmu yang sangat dahsyat, yang dilepaskan le"wat sorot mata anak muda yang dihadapinya.
" Itulah sebabnya, maka ketiga orang yang bertempur melawannya telah tidak berdaya - katanya didalam hati.
Dengan demikian, maka pemimpin kelompok itu harus bertindak cepat. Ia harus bertempur pada jarak yang pen"dek, sehingga lawannya itu tidak sempat mempergunakan ilmunya yang tidak terlawan itu.
Karena itu, sebelum serangan itu mencengkam dada"nya lagi, maka ia pun telah menghentakkan kemampuan"nya. Meskipun dadanya masih terasa sakit.
Ternyata orang itu memang tangkas. Pada saat Sabungsari bersiap untuk melepaskan ilmunya, maka orang itu telah menjulurkan pedangnya kearah jantung anak muda -itu.
Sabungsari memang tidak sempat berbuat banyak de"ngan ilmunya yang tidak terlawan itu. Demikian ujung pe"dang itu hampir menyentuh dadanya, maka iapun segera mengelak.
Tetapi lawannya telah memburunya. Dengan perhi -tungan yang matang,maka iapun berusaha untuk tetap ber"tempur pada jarak yang pendek.
Sabungsari memang tidak sempat mempergunakan so"rot matanya. Tetapi iapun mampu bermain pedang dengan baik. Karena itu, maka iapun dengan tangkas pula telah melawan setiap serangan dengan ilmu pedangnya pula. Bah"kan ternyata bahwa ilmu pedang Sabungsari tidak segera dapat diatasinya.
Namun Sabungsari pun tidak membiarkan dirinya dibelenggu oleh pertempuran dalam jarak yang pendek itu sehingga ia kehilangan kesempatan untuk menghancurkan lawannya dengan sorot matanya.
Karena itu sambil bertempur Sabungari berusaha un"tuk mencari jalan, agar ia dapat mempergunakan ilmu pun"caknya yang akan dapat mengakhiri pertempuran itu.
Dengan ilmu pedangnya, Sabungsari agaknya sulit un"tuk segera dapat menyelesaikan lawannya, karena ternyata lawannya itu adalah orang pilihan. Orang yang memang su"dah dipersiapkan dengan perhitungan yang cermat oleh Ki Tumenggung Wiladipa.
Sementara itu, tugas Untara menjadi lebih ringan karenanya. Sepeninggal seorang diantara kedua lawannya, maka tugasnya rasa-rasanya akan cepat dapat diselesai"kan. Lawannya yang tinggal tidak memiliki kemampuan sebagaimana pemimpin kelompok itu yang ternyata karena kemarahannya tengah berusaha untuk membunuh Sabung sari setelah ketiga orang kawannya dilumpuhkan oleh orang yang ternyata memiliki ilmu yang nggegirisi itu.
Dengan kemampuan ilmu pedangnya, maka Untara de"ngan cepat dapat menguasai lawannya. Meskipun lawannya itu bekerja keras, namun ternyata bahwa kemampuannya tidak akan dapat mengimbangi kemampuan Untara.
Karena itu, maka untuk beberapa saat orang itu terpaksa berloncatan surut untuk mengambil jarak dalam usaha"nya memperbaiki keadaannya. Namun ternyata bahwa ia benar-benar dalam kesulitan.
Pemimpin yang melihat keadaannya mengumpat kasar. Dengan nada keras ia berteriak " Tikus dungu. Bu"nuh orang itu. Atau setidak-tidaknya bertahanlah sampai aku membunuh kelinci ini. "
Kawannya tidak menjawab. Tetapi keringat mulai mengaliri seluruh tubuhnya. Kegelisahan yang menceng"kam jantungnya, membuatnya menjadi semakin bingung menghadapi ilmu pedang Untara.
Sementara itu Sabungsaripun masih berusaha untuk da"pat mengalahkan lawannya. Dengan kemampuan ilmu pedangnya, maka akan sulit baginya untuk dengan cepat mengakhiri pertempuran itu. Namun lawannya yang menyadari kemampuannya, berusaha untuk selalu bertem"pur pada jarak pendek.
Tetapi akhirnya usaha Sabungsari itupun dapat juga dilakukan. Ketika ia menghentakkan ilmunya dengan tiba-tiba, mendesak lawannya bagaikan arus badai yang menerpa rimbunnya dedaunan, maka lawannya telah terde"sak beberapa langkah surut. Sabungsari masih sempat memburunya dengan hentakkan-hentakkan kemampuan"nya selagi lawannya belum sempat memperbaiki keadaan"nya.
Namun ketika ia berhasil sekali lagi mendesak lawan"nya, maka ia tidak lagi memburunya. Dengan perhitungan yang cermat, maka Sabungsari telah melemparkan pedang"nya kearah tubuh lawannya.
Lemparan pedang itu sama sekali tidak diduganya Demikian cepatnya, sehingga lawannya sesaat kehilangan waktu untuk mengatasinya. Tetapi dengan gerak naluriah, pemimpin kelompok itu berusaha menangkis serangan yang tidak pernah diperhitungkannya itu.
Pada kesempatan itulah, Sabungsari yang telah melepaskan senjatanya mempunyai kesempatan sekejap untuk membangunkan ilmunya. Selagi lawannya masih dicengkam oleh kejutan karena serangan yang tidak disangkanya itu maka Sabungsari telah mendapat kesem"patan untuk menyerang lawannya. Sabungsari sadar, jika ia gagal, maka ia tentu akan mengalami banyak kesulitan karena ia sudah melepaskan pedangnya.
Namun ternyata perhitungan Sabungsari yang cermat itu mampu mengatasi keadaan. Selagi lawannya berusaha untuk memperbaiki keadaannya, maka serangan sorot mata Sabungsari telah mencengkamnya. Sabungsari tidak mau melepaskan kesempatan itu. Karena itulah maka Sabungsari benar-benar telah mengerahkan segenap kemampuan ilmunya yang nggegirisi itu. Ilmu yang sulit dicari bandingannya.
Ternyata bahwa puncak ilmu Sabungsari yang dilon"tarkan dengan dorongan segenap kemampuan yang ada padanya . telah membangkitkan kekuatan yang tiada tara"nya. Serangan yang langsung mengarah kedada lawannya itu benar-benar telah mencengkamnya dan rasa-rasanya bagaikan meremas jantung.
Pemimpin kelompok itu telah mengerahkan segenap da"ya tahannya. Ia ingin mengulangi caranya mengatasi sera"ngan Sabungsari itu. Tetapi ia tidak mempunyai waktu un"tuk ancang-ancang. Ia tidak sempat melenting dan berputar diudara, karena kekuatan cengkaman ilmu Sabungsari yang dilontarkannya telah berhasil menguasai dan seakan-akan melumatkan seluruh isi dadanya.
Meskipun demikian dengan sisa tenaganya, pemimpin kelompok itu tertatih-tatih melangkah kearah Sabungasri yang berdiri tegak dengan tangan bersilang didadanya. Pemimpin kelompok itu masih juga mengacukan senjata"nya yang bergetar.
Tetapi Sabungsari benar-benar tidak mau gagal. Dikerahkannya segenap kemampuan ilmunya. Ia harus menahan lawannya agar tidak dapat mencapainya dan menghunjamkan pedangnya ke dadanya.
Dua kekuatan telah berbenturan. Sabungsari berusaha untuk menghancurkan isi dada lawannya, sementara lawan nya mengerahkan kemampuan daya tahannya dalam usahanya terakhir. Jika ia mampu mencapai lawannya dan melukainya dengan pedangnya, maka serangan dengan so"rot matanya itupun akan pudar dengan sendirinya.
Selangkah demi selangkah pemimpin kelompok itu ma"ju dengan pedang teracu. Sementara itu, Sabungsari benar-benar telah melepaskan segenap kemampuan yang ada didalam dirinya untuk menahan langkah lawannya.
Pemimpin kelompok itu telah mengerahkan segenap sisa tenaganya sambil menyeringai menahan sakit yang semakin lama semakin dalam menusuk dadanya.
Jarak keduanyapun menjadi semakin pendek. Dua lang"kah lagi, maka ujung pedang itu akan dapat menggapai tubuh Sabungsari. Sementara itu Sabungsari sama sekali ti"dak berkisar dari tempatnya. Ia sudah bertekad untuk menyelesaikan lawannya apapun yang terjadi dengan diri"nya.
Sabungsari menyadari bahwa jika pedang itu menggapainya, mungkin ia akan kehilangan kesempatan untuk selanjutnya. Karena itu, ia harus menghentikan lang"kah lawannya itu. Secepatnya.
Pada saat-saat terakhir itu telah terjadi ketegangan yang mencengkam. Keduanya telah mengerahkan kemam"puannya untuk dapat mengatasi keadaan yang semakin ga"wat bagi keduanya.
Dengan sisa kekuatan yang terakhir, pemimpin kelompok itu berhasil melangkah selangkah maju. Pedangnya terasa menjadi sangat berat, seberat bongkah-bongkah batu hitam. Namun orang itu berhasil menggerakkan tangannya dan mengangkat pedangnya. Selangkah lagi ia berusaha untuk maju sambil mengayunkan pedangnya.
Orang itu berhasil mengangkat kakinya dan menyeretnya ma"ju. Namun pada saat terakhir, ternyata ia tidak mampu lagi berta"han melawan kesakitan yang tiada taranya yang mencengkam selu"ruh isi dadanya. Sabungsari tidak berusaha untuk mengelakkan diri. Ia tidak melepaskan sasarannya meskipun ia tahu, jika sasarannya itu berhasil maju selangkah, maka pedangnya akan da"pat menggapainya.
Namun orang itu ternyata gagal pada langkah yang terakhir. Bahkan orang itupun tidak lagi mampu bertahan untuk tegak. Karena itu, maka iapun kemudian telah jatuh tertelungkup. Ham"pir saja ujung pedangnya menyentuh tubuh Sabungsari. Namun ternyata masih ada jarak antara ujung pedang itu dengan tubuhnya.
Untuk beberapa saat Sabungsari masih berdiri tegak. Tetapi ia sudah memadamkan serangannya. Sementara itu, pemimpin kelompok itu sama sekali sudah tidak bergerak lagi.
Ketika kemudian Sabungsari melangkah maju dan berhenti disebelah orang yang terbaring diam itu, maka Untarapun telah
menyelesaikan lawannya. Karena luka-lukanya maka orang itu ti"dak lagi mampu untuk berbuat apa-apa lagi.
Untarapun kemudian menarik nafas dalam-dalam. Selangkah demi selangkah ia mendekati Sabungsari. Kemudian dengan suara berat ia berkata " Terima kasih Sabungsari. Kau sudah menyelamatkan jiwaku. "
" Aku menjalankan kewajibanku, Ki Untara " jawab Sabungsari.
Untarapun kemudian berpaling kearah pemimpin kelompok yang tertelungkup itu. Perlahan-lahan ia berjongkok dan memutar tubuh yang tertelungkup itu.
Dengan tarikan nafas panjang Untara berdesis " Orang ini su"dah meninggal. "
Sabungsari mengangguk kecil. Katanya " Bukan maksudku untuk membunuh. Tetapi dalam pertempuran yang melelahkan ini, kemungkinan itu ternyata telah terjadi. "
" Bukan salahmu " sahut Untara. Lalu " Tetapi kawan-kawannya masih tetap hidup. Kita serahkan saja orang ini kepada mereka. "
Sabungsari mengangguk kecil. Ketika ia kemudian mengedar"kan pandangan matanya, maka dilihatnya orang-orang yang telah dilukainya termangu-mangu ditempatnya. Bahkan orang yang dilukainya dengan pedang telah sempat menaburkan obat pada lukanya itu sehingga menahan arus darah yang mengalir keluar.
Sabungsaripun kemudian berdiri ketika Untara bangkit pula. Dengan suara lantang Untara berkata " Orang ini telah mati. Agaknya orang inilah yang memegang perintah atas kalian. Selenggarakan mayatnya sebaik-baiknya. Kalian yang masih hidup dapat memberikan laporan kepada Ki Tumenggung Wiladipa, apa yang telah terjadi. Mengaku atau tidak mengaku, maka kalian ada"lah orang-orangnya. "
Orang-orang itu hanya termangu-mangu saja. Tidak seorang-pun yang menjawab.
" Sekarang baiklah kami meneruskan perjalanan kami. Jangan menyesal bahwa kami telah menyakiti kalian, bahkan
membunuh pemimpin kalian " berkata Untara kemudian.
Orang-orang itu masih saja terdiam. Mereka menyaksikan de"ngan pandangan kosong, Untara dan Sabungsari pergi ke kudanya, setelah Sabungsari mengambil pedangnya yang dilemparkannya kepada lawannya.
Demikian keduanya meloncat kepunggung kuda, maka Untara
berkata " Kami minta diri. Salam kami buat Ki Tumenggung
Wiladipa. " Orang-orang yang terluka itu tidak juga menjawab. Mereka memandang saja kuda yang ditumpangi Untara dan Sabungsari bergerak. Kemudian lari meninggalkan tempat itu.
Orang-orang itupun kemudian bagaikan terbangun dari sebuah mimpi yang menakutkan. Mereka merasa bimbang, apakah benar bahwa mereka masih tetap hidup. Bahkan Untara dan Sabungsari itu tidak membunuh mereka sama sekali.
Namun kemudian orang-orang itupun yakin bahwa mereka ternyata masih tetap hidup. Mereka kemudian semakin merasakan gigitan sakit yang mencengkam dadanya, sementara yang terluka-pun telah disengat pula oleh perasaan pedih dan nyeri.
Tetapi mereka masih mempunyai kewajiban. Menyelenggara"kan mayat pemimpinnya yang terbunuh di pertempuran itu.
" Mereka mengetahui dengan pasti, siapakah kita sebenarnya " berkata salah seorang diantara mereka.
" Kami tidak dapat ingkar lagi. Hanya dengan membunuh mereka rahasia ini tidak akan diketahui oleh orang-orang Mataram. Namun kita sudah gagal. Dan orang-orang Mataram akan semakin yakin peranan apakah sebenarnya yang dimainkan oleh Ki Tumenggung Wiladipa. " berkata yang lain.
Kawannya mengangguk-angguk. Katanya " Bukan salah kita. Tetapi memang nasib kitalah yang buruk. Kenapa Untara dan pengawalnya tidak memiiih jalan lain, sehingga orang lainlah yang mendapat pekerjaan yang sangat sulit dan ternyata tidak berhasil kami lakukan dengan baik ini. Mungkin orang-orang lainyang ditempatkan di jalan-jalan yang menuju ke Mataram dapat menyalahkan kita. Tetapi sebaiknya pada suatu saat mereka berte"mu pula dengan Untara dan pengawalnya itu. "
Yang lain hanya mengangguk-angguk saja. Namun kemudian mcrekapun tidak dapat berbuat lain kecuali orang-orang yang dada"nya dicengkam oleh perasaan nyeri, merasa semakin lama menjadi semakin baik, setelah mereka berhasil mengatur pernafasan mere"ka dengan leluasa. "
Namun bagaimanapun juga mereka merasa heran, bahwa Untara dan pengawalnya ternyata tidak membunuh mereka dan membiarkan mayat mereka beserakkan di pinggir jalan itu.
Tetapi hanya seorang diantara mereka yang dibunuh. Orang yang dianggap bertanggungjawab atas rencana pem"bunuhan itu disamping Ki Wiladipa sendiri.
Sementara itu. Untara dan Sabungsari telah berpacu semakin jauh. Mereka langsung menuju ke Mataram. Tidak ada rencana Untara untuk singgah barang sebentar di Jati Anom. Mereka ingin segera menghadap Panembahan Senapati untuk menyampaikan hasil tugas yang mereka lakukan di Pajang.
Perjalanan selanjutnya tidak ada hambatan lagi. sehingga keduanya memasuki pintu gerbang istana Panembahan Senapati.
" Kami ingin segera menghadap " berkata Untara kepada para petugas.
" Biarlah permohonan itu disampaikan kepada Panem"bahan Senapati " jawab pemimpin para prajurit yang bertugas itu.
Sejenak kemudian ternyata bahwa Panembahan Senapati tidak berkeberatan menerima Untara dan Sabungsari mengha"dap. Bahkan Panembahan Senapati sendiri juga ingin segera mendengar apa yang diperoleh Untara di Pajang.
Ketika Untara dan Sabungsari telah berada di serambi sam"ping menghadap longkangan maka Panembahan Senapatipun segera hadir pula. Serambi itu adalah tempat Panembahan Senapati menerima tamu-tamunya yang tidak resmi. Atau justru tamu-tamu yang khusus seperti Untara pada waktu itu.
" Kau berhasil mengenali orang yang bernama Wiladipa itu " " bertanya Panembahan Senapati.
Ya Panembahan, hamba dapat mengenalinya Hamba dapat berbicara serba sedikit. " jawab Untara.
" Kita akan memberitahukannya pula kepada Kiai Gring-sing yang kembali ke Tanah Perdikan Menoreh . Tidak ke Jati Anom " berkata Panembahan Senapati.
- Hamba akan bersedia menyampaikan kepada orang tua itu " berkata Untara.
" Nah, sekarang katakan tentang hasil perjalananmu. Na"mun sebaiknya aku memohon paman Juru Martani ikut mende"ngarkannya. " berkata Panembahan Senapati itu.
Dengan demikian, maka Ki Jurupun telah diundang pula untuk ikut mendengarkan hasil kepergian Untara ke Pajang ber"sama Sabungsari.
Untarapun menceriterakan apa yang telah dilihat, didengar dan dialaminya. Meskipun Untara tidak dapat menyebut dengan terperinci tentang Ki Tumenggung Wiladipa, namun ser"ba sedikit Panembahan Senapati dapat membayangkan, ujud dan peranan apakah yang telah dilakukan oleh Ki Tumenggung Wiladipa.
Demikian Untara selesai dengan ceriteranya, maka Panembahan Senapatipun telah menarik nafas dalam-dalam, katanya " Seorang yang pantas untuk menjadi perhatian pada masa yang kemelut ini. " Lalu iapun bertanya kepada Ki Juru " Bagaimana pendapat paman" "
" Seorang yang memang sangat menarik perhatian " jawab Ki Juru. Lalu " sayang sekali bahwa Demak saat ini masih belum mendapatkan seorang Adipati yang mapan. Pemangku jabatan Adipati Demak agaknya tidak kuasa mengendalikan tingkah laku Ki Tumenggung Wiladipa. Bahkan sebelumnya Wiladipa bukan seorang Tumenggung. Karena pokalnya, maka akhirnya ia mendapatkan kedudukannya dan bahkan kesempatan untuk berada di Pajang. "
" Seharusnya Adimas Adipati Pajanglah yang berada di Demak. Tetapi dari beberapa pertimbangan, maka ia telah berada di Pajang. Tanpa persetujuanku, maka ia telah menerima beberapa orang Demak untuk membantunya memerintah. Namun agaknya diantara orang-orang Demak itu telah disisipi seorang Wiladipa. " berkata Panembahan Senapati.
" Angger jangan membiarkan hal itu berlarut-larut. Perbuatannya harus dihentikan " berkata Ki Juru.
" Apakah yang sebaiknya kita lakukan paman" Bukankah persoalan hubungan antara Pajang dan Mataram sendiri masih belum baik, karana pusaka-pusaka yang seharusnya dipindah"kan ke Pajang itu dipertahankan" " bertanya Panembahan Senapati.
" Ya " jawab Ki Juru " sebaiknya kita memang ber"bicara dengan Kiai Gringsing. Ia adalah salah seorang yang mempunyai jalur urutan darah Majapahit. Mungkin ia mempunyai pendapat yang dapat kita pertimbangkan. "
" Aku sependapat paman. Tetapi bagaimana dengan pendapat paman sendiri " berkata Senapati " apakah dengan alasan kita akan megnambil pusaka-pusaka yang ada di Pajang, maka kita serang Pajang" "
" Jangan tergesa-gesa mengambil kesimpulan seperti itu ang"ger Panembahan. Dengan demikian, maka seakan-akan angger menjadi sewenang-wenang. "
" Jadi alasan apakah yang dapat kita ambil" " bertanya Panembahan Senapati " Apakah kita akan membiarkan saja tingkah laku Adimas Adipati Pajang yang sudah dipengaruhi oleh Ki Tumenggung Wiladipa itu" "
Ki Juru termangu-mangu sejenak. Lalu katanya " Angger Panembahan. Mungkin angger dapat mempertimbangkan, apalagi kelak jika Kiai Gringsing sudah datang, bahwa angger berwenang menuntut terhadap orang yang telah berusaha mencelakai utusan angger Panembahan. Sebagai utusan Panembahan Senapati di Mataram yang berkuasa pula atas Pajang, maka tindakan salah seorang pemimpin di Pajang itu sangat tercela. Maka sepantasnya lah orang yang telah berusaha mencelakai utusan yang mengemban perintah Panembahan Senapati itu dihukum "
Darah Dan Cinta Di Kota Medang 16 Golok Sakti Karya Chin Yung Pedang Asmara 4
^