Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 29

09 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Mintardja Bagian 29


Demikianlah mereka berdua berpacu diatas kuda masingmasing
meninggalkan Mataram. Mereka memang sempat
singgah sejenak dirumah Kiai Sasak untuk minta diri. Ternyata
bahwa dirumah itu masih ada beberapa orang prajurit yang
ditugaskan untuk membantu jika Kiai Sasak mengalami
kesulitan karena orang-orang yang mendendamnya.
Kiai Sasak, anak dan isterinya masih saja mengulang-ulang
ucapan terima kasih kepada Agung Sedayu dan Glagah
Putih. Tanpa mereka maka yang terjadi tentu akan
sangat menyedihkan bagi keluarga itu.
" Apalagi ketika aku kemudian mengetahui, bahwa kalian
bukan prajurit Mataram " berkata Kiai Sasak " aku merasa
semakin berhutang budi kepada kalian. "
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Sudah berkali-kali aku
katakan kepada Kiai, bahwa apa yang kami lakukan sematamata
karena kami merasa ikut bertang-gungjawab atas
keselamatan sesama. Adalah tugas setiap orang untuk saling
menolong. " Kiai Sasak mengangguk-angguk. Katanya " Tetapi jarang
orang yang menyempatkan diri berbuat sebagaimana kalian
lakukan. " Agung Sedayu berdesis " Kiai tidak perlu memuji. Seperti
yang sudah berkali-kali aku katakan, bahwa kewajiban kita
untuk saling menolong. "
Namun Agung Sedayu dan Glagah Putih tidak dapat terlalu
lama berada dirumah Kiai Sasak. Merekapun kemudian telah
meninggalkan rumah itu langsung menuju ke Tanah Perdikan
Menoreh. Kehadiran kedua orang itu ternyata tidak lepas dari
pengamatan orang-orang yang memang mendapat tugas
khusus di Mataram oleh beberapa orang diantara para
pemimpin di Madiun yang tidak menghendaki suasana yang
baik dapat dipulihkan antara Mataram dan Madiun. Semua
yang dilakukan oleh Agung Sedayu dan Glagah Putih itu
sebagian besar memang sudah termasuk perhitungan dari
orang-orang yang berusaha mencegatnya diperjalanan
kembali ke Tanah Perdikan Menoreh.
Orang-orang yang mengawasinya itu juga telah menduga,
bahwa Agung Sedayu dan Glagah Putih akan singgah
meskipun hanya sebentar di rumah Kiai Sasak.
Ketika Agung Sedayu dan Glagah Putih meninggalkan
regol rumah Kiai Sasak itu, Glagah Putih diluar sadarnya
telah berpaling. Sementara itu, anak perempuan Kiai Sasak
memperhatikannya dengan tanpa berkedip. Namun ketika
tiba-tiba saja Glagah Putih itu memandanginya, maka gadis
itupun telah menjadi bingung.
Namun yang terjadi itu hanya sekejap. Glagah Putih-pun
segera melemparkan pandangannya pula kedepan, karena
kuda yang ditumpanginya telah mulai bergerak pula.
Demikianlah keduanyapun segera berpacu menuju ke
Tanah Perdikan Menoreh. Mereka menyusuri jalan yang
dianggap tidak banyak berdebu menuju kepenyeberangan.
Jalan yang telah berpuluh kali dilalui itu tidak memberikan
kesan apapun kepada keduanya. Tidak ada yang -menarik
perhatian. Semuanya sebagaimana yang pernah mereka
kenal sebelumnya. Namun ketika mereka sampai dipenyeberangan, Agung
Sedayu mulai merasakan sesuatu yang lain. Ia memang tidak
melihat sesuatu yang pantas dicurigai. Banyak orang berada
di penyeberangan sebagaimana biasanya.
Tetapi firasatnya terasa telah bergetar. Ada sesuatu yang
tidak wajar akan terjadi pada dirinya.
Karena itu, ketika mereka berada diatas gethek yang
membawa mereka menyeberang, Agung Sedayu dan Glagah
Putih duduk agak terpisah dari orang lain dibatasi oleh kedua
kuda mereka. Dengan tanpa menarik perhatian orang lain
keduanya justru memperhatikan orang-orang yang berada
diatas gethek itu. " Ada semacam sentuhan pada naluriku " berkata Agung
Sedayu " mudah-mudahan tidak ada apa-apa diper-jalanan. "
" Naluri seorang prajurit " desis Glagah Putih " kita harus
berhati-hati. Aku juga menjadi berdebar-debar. Rasa-rasanya
ada beberapa pasang mata sedang mengamati kita. "
" Itulah Glagah Putih " berkata Agung Sedayu " jika ternyata
tidak ada apa-apa, maka ternyata hati kitalah yang buram. Kita
terlalu berprasangka buruk terhadap orang lain. Satu
perasaan yang harus kita singkirkan dari dalam hati kita. "
" Bagaimana jika kita mengartikan sebagai satu sikap hatihati
kakang" " bertanya Glagah Putih.
" Dapat saja kita memberi arti apapun untuk menutupi
kekurangan didalam diri kita yang sebenarnya selalu
dibayangi oleh kecurigaan. " berkata Agung Sedayu.
Glagah Putih tidak menjawab lagi. Tetapi ia justru
mengangguk-angguk. Beberapa saat kemudian, maka merekapun telah turun di
seberang. Mereka turun memberikan upah kepada orang yang
mengayuh gethek mereka dengan galah panjang.
Beberapa saat kemudian, Agung Sedayu dan Glagah Putih
telah naik ketepian seberang. Merekapun segera memacu
kuda mereka meninggalkan daerah penyeberangan.
Namun rasa-rasanya kedua orang itu menjadi semakin
berdebar-debar. Dibelakang mereka dua orang berkuda
mengikuti pada jarak yang tetap. Jika Agung Sedayu
mempercepat kuda mereka bersama Glagah Putih, maka
kedua orang itupun menjadi semakin cepat pula. Tetapi jika
Agung Sedayu dan Glagah Putih mengurangi kecepatan
mereka, maka kedua orang itu telah memperlambat derap
kuda mereka pula. " Jangan terlalu sering berpaling " berkata Agung Sedayu.
" Keduanya mengikuti kita " berkata Glagah Putih.
" Mungkin, tetapi mungkin keduanya memang pergi ke
tujuan yang searah dengan kita. Atau bahkan keduanya
telah mengenal kita sehingga segan untuk mendahului "
berkata Agung Sedayu. Glagah Putih mengangguk-angguk. Tetapi ia berpendapat
lain dari kakaknya. Orang itu tidak berkuda searah. Namun
keduanya tentu mengikuti mereka.
" Kakang Agung Sedayu tentu juga mengira demikian
" berkata Glagah Putih didalam hatinya " tetapi ia tidak ingin
menuduh orang lain akan berbuat jahat kepadanya sebelum
hal itu terbukti. " Namun ketika mereka sampai di sebuah simpang tiga,
Agung Sedayu tidak lagi sekedar berprasangka. Ketika Agung
Sedayu memilih jalan yang melalui bulak-bulak persawahan,
maka tiba-tiba saja kedua orang berkuda itu menyusul dan
mendahuluinya. Namun beberapa langkah dihadapannya
keduanya berhenti dan memutar kuda mereka.
" Ki Sanak " berkata salah seorang dari keduanya " silahkan
berhenti sebentar. "
Agung Sedayu dan Glagah Putihpun telah berhenti pula.
Dengan nada rendah Glagah Putih berdesis " Tentu bukan
sekedar searah. " Agung Sedayu tersenyum kepada kedua orang itu " Untuk
apa kalian menghentikan kami" "
" Maaf Ki Sanak " berkata salah seorang dari mereka
" kami adalah orang yang datang dari jauh sehingga kurang
memahami lingkungan Tanah Perdikan Menoreh ini. Apakah
Ki Sanak orang Tanah Perdikan ini" "
" Ya " jawab Agung Sedayu "aku adalah orang Tanah
Perdikan Menoreh. Dan kita memang sudah mulai memasuki
daerah Tanah Perdikan itu. "
" Bagus " jawab orang itu " apakah ada jalan lain menuju ke
padukuhan induk daripada jalan ini" "
" Jalan ini adalah jalan yang paling sering kita lalui.
Memang ada beberapa jalan lain yang mungkin lebih kecil
dan barangkali kurang baik untuk dilalui " jawab Agung
Sedayu. " Bagaimana jalan ditepi hutan itu" " bertanya orang itu.
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Pertanyaan itu
telah memberikan petunjuk kepadanya, bahwa ia sedang
berhadapan dengan orang yang memang pantas dicurigai.
Bukan sekedar berprasangka buruk karena keburaman
hatinya. Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Iapun segera
tanggap atas apa yang dihadapinya.
Tetapi agaknya baik Glagah Putih maupun Agung Sedayu
mempunyai sikap yang sama. Mereka ternyata ingin
mengetahui, siapakah yang sedang mereka hadapi itu.
Bahkan keduanya telah menebak bahwa orang-orang itu
adalah orang-orang yang telah mendendam mereka karena
keterlibatan mereka dengan persoalan yang dihadapi oleh Kiai
Sasak dan anak isterinya.
Namun demikian keduanya memang harus berhati-hati.
Mereka menyadari sepenuhnya bahwa telah disiapkan
jebakan bagi mereka. " Ki Sanak " berkata salah seorang dari kedua orang
berkuda yang menyusul mereka selanjutnya " apakah Ki
Sanak berdua bersedia menolong kami menunjukkan jalan
dipinggir hutan itu. "
Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Namun tiba-tiba
saja ia menjawab " Bagaimana jika kami berkeberatan Ki
Sanak. " " Jangan begitu " berkata orang itu " bukankah kalian
bernama Agung Sedayu dan Glagah Putih. "
" Ya " jawab Agung Sedayu dengan berterus terang " tetapi
dari mana kau tahu nama kami" "
" Sudahlah. Setiap orang pernah membicarakan nama
kalian. Setiap orangpun tahu bahwa kalian adalah orangorang
yang senang menolong kesulitan orang lain. Karena itu,
kami minta tolong, apakah kalian berdua bersedia
mengantarkan kami berdua pergi ke pedukuhan induk melalui
jalan dipinggir hutan itu" " bertanya orang berkuda itu.
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Namun kemudian
katanya " Baiklah. Kami akan mengantarkan kalian.
Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya " Luar biasa. Kalian terlalu sombong menghadapi
kami. " Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Aku sudah tahu
bahwa kalian tentu orang-orang yang mendendam terhadap
kami. Tetapi biarlah kami melihat, jebakan apa yang kau
pasang untuk kami berdua. Justru karena kami berada di
kampung halaman kami sendiri, maka kami tentu lebih
mengenal medan ini daripada kalian. "
" Kami tidak mengira bahwa kesombongan kalian benarbenar
sampai setinggi Gunung Merapi " geram orang berkuda
itu " aku kira kalian akan menolak, sehingga kami harus
memaksa kalian atau menyelesaikan kalian disini. Kami tidak
peduli seandainya ada orang-orang yang melihat dan
melaporkannya kepada Ki Gede Menoreh, karena sebelum
semuanya itu terjadi kalian tentu sudah mati.
Tetapi Agung Sedayu justru tersenyum. Dengan nada
rendah ia bertanya " Siapakah yang paling sombong dian-tara
kita" " " Persetan " geram orang itu " marilah, kita pergi ke pinggir
hutan. Agaknya memang lebih baik bagi kalian untuk mati
ditempat yang sepi. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Kemudian katanya
kepada Glagah Putih " Apakah kita akan memberikan isyarat
lebih dahulu agar orang-orang Tanah Perdikan ini datang
membantu kita" "
Pertanyaan itu memang membingungkan Glagah Putih.
Tetapi ia justru menjawab menurut pikirannya sendiri " Apakah
aku harus berpacu ke padukuhan" Kudaku adalah kuda
terbaik diantara kuda yang ada disini. Karena itu, aku tentu
akan paling cepat sampai. "
" Persetan " geram orang berkuda yang menyusul mereka "
jangan banyak bicara. Kami tidak hanya berdua. "
Agung Sedayu dan Glagah Putihpun kemudian
memandang kearah yang ditunjuk oleh orang berkuda itu. Di
kejauhan mereka melihat dua orang lagi yang juga berkuda,
agaknya sudah menunggu dijalan yang menuju ke tepi hutan.
" Kau menantang kami bertempur ditepi hutan" " bertanya
Agung Sedayu. " Ya " jawab orang itu.
" Kau bawa sekelompok orang untuk membunuh kami
beramai-ramai seperti membunuh tupai" " bertanya Agung
Sedayu pula. - " Kami hanya berempat. Sebenarnya dua orang diantara
kami sudah cukup. Tetapi kami ingin yakin, bahwa kalian akan
benar-benar mati. Dua orang diantara kami akan membunuh
kalian, sementara itu jika para pengawal berdatangan, maka
dua orang diantara kami itu akan menyapu mereka semuanya
dengan kemampuan ilmu kami yang tinggi, " jawab orang itu.
" Nah sekarang kita sudah yakin, siapakah yang paling
sombong disini. Tetapi baiklah. Aku akan ikut kalian melintasi
jalan tepi hutan yang agaknya telah kalian siapkan perangkap
untuk menjebak kami. "
" Anak iblis " orang itu mengumpat " cepat, pergilah. "
" Aku dibelakangmu " berkata Agung Sedayu.
" Kau akan lari" " bertanya orang-itu.
" Jika itu aku kehendaki, tentu sudah aku lakukan sebelum
kalian menyusul kami " jawab Agung Sedayu " kami memang
menunggu kesempatan ini, sehingga seperti yang pernah
kami lakukan, kami akan menangkap kalian untuk melengkapi
keterangan dari orang-orang yang telah tertangkap. Kami
memang memerlukan ganti dari para tawanan kami yang
dibunuh dengan licik oleh kawan-kawannya sendiri. Nah,
dengar, dibunuh oleh kawan-kawannya sendiri sebagaimana
akan terjadi atas diri kalian jika kalian tertangkap. Namun
karena pengalaman itu, maka kelak kalian akan kami simpan
ditempat yang paling rapat dan tidak akan mungkin terjangkau
oleh senjata kawan-kawan kalian. "
" Tutup mulutmu " teriak keduanya hampir bersamaan.
Agung Sedayu tertawa. Bahkan Glagah Putihpun tertawa
pula sambil berkata " Sudahlah. Jangan bingung menghadapi
kenyataan yang bakal datang. Bukan salah kami jika kami
menangkap kalian. Tetapi kalian sendirilah yang datang
kepada kami. Justru tepat pada saat kami memerlukan kalian.
"

09 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Anak iblis. Setan alas - orang-orang itu mengumpat.
Seorang diantara merekapun kemudian berkata "
sebenarnya aku ingin membunuh kalian sekarang. Sayang,
kedua kawanku telah menunggu. "
" Marilah " jawab Agung Sedayu " supaya mereka tidak
menunggu terlalu lama. Tetapi seperti aku katakan tadi,
berjalanlah di depan. Jika kalian berjalan dibelakang, kalian
akan dapat berbuat licik, justru karena kalian sangat ketakutan
sehingga kalian dapat saja membunuh kami dari belakang
dengan lemparan pisau misalnya. "
" Aku ingin mengoyak mulutmu " teriak yang seorang.
" Sudahlah. Kalian berada didepan, atau aku tidak mau
mengikuti kalian " berkata Agung Sedayu kemudian.
Kedua orang itu menjadi tegang. Namun keduanya
kemudian telah menggerakkan kuda mereka, berderap
dengan kecepatan yang rendah menuju ke tempat kedua
kawannya menunggu. Agung Sedayu dan Glagah Putih tidak mengingkari katakatanya.
Keduanya mengikuti kedua orang itu dibe-lakang.
Sementara itu Agung Sedayu sempat berbisik " Berhatihatilah.
Agaknya keduanya memang orang-orang berilmu
tinggi. Tetapi rasa-rasanya aku ingin tahu, apa yang telah
mereka persiapkan untuk menyambut kita sekarang ini. "
Dalam pada itu, dua orang yang berada dikejauhan itu-pun
agaknya telah bergeser pula. Mereka telah mendahului
menuju ke hutan yang tidak terlalu besar. Namun hutan itu
termasuk hutan yang sepi.
" Jika di hutan itu terdapat sekelompok orang, apa yang kita
lakukan kakang" " bertanya Glagah Putih.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Katanya "
Mudah-mudahan seperti yang dikatakan oleh orang itu. Yang
menunggu kita hanya empat orang saja. Tetapi jika yang ada
di tempat itu berjumlah terlalu banyak untuk dilawan, maka
kita tidak usah membunuh diri. Setidak-tidaknya kita tentu
mempunyai kesempatan untuk menghindar dan
menggerakkan pengawal dipadukuhan yang paling dekat. Kita
harus berusaha menangkap mereka hidup-hidup sebanyakbanyaknya.
Pembunuhan tidak akan memberikan keuntungan
apa-apa. " Glagah Putih mengangguk-angguk. Tetapi agaknya terlalu
sulit baginya untuk dengan tepat mengukur kemampuan yang
diperlukan melumpuhkan lawan tanpa membunuhnya. Apalagi
jika lawannya berilmu tinggi.
Agung Sedayu agaknya mengetahui kebimbangan di-hati
adik sepupunya itu. Karena itu maka katanya " Glagah Putih.
Kita berusaha sejauh dapat kita lakukan. Sudah tentu jangan
mengorbankan diri sendiri sekeaar karena
keragu-raguan. Aku adalah orang yang berusaha
untuk mengatasi perasaan ragu dan kebimbangan meskipun
kadang-kadang terlalu sulit. Bagimu, jika kau yakin bahwa
yang kau lakukan itu benar, maka kau akan dapat mengambil
sikap yang pasti. Sudah barang tentu dengan lam-baran hati
yang bersih. " Glagah Putih mengangguk-angguk. Sementara itu kedua
orang yang berkuda dihadapan mereka setiap kali telah
berpaling. Agung Sedayu yang melihatnya telah berkata lantang "
Jangan takut aku melarikan diri. "
Orang itu mengumpat kasar. Tetapi tidak menjawab katakata
Agung Sedayu. " Kita tempatkan kuda kita ditempat yang terbuka " berkata
Agung Sedayu " jika kita memerlukannya, maka kita akan
dengan cepat mempergunakannya. "
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Sementara Agung
Sedayu berkata " Kita tidak akan melarikan diri Glagah Putih.
Tetapi kita akan berusaha untuk mengatasi persoalan dengan
sebaik-baiknya. Aku tahu bahwa bagimu, menghindarkan diri
sama artinya dengan langkah seorang pengecut. Tetapi
tergantung dari tujuan, kenapa kita menghindar dari medan.
Mungkin justru karena kita ingin melakukan pembunuhan yang
tidak berarti. Bagaimana perasaan kita jika melihat sejumlah
orang terbaring membeku diantara semak-semak di hutan ini,
sementara mereka adalah orang-orang yang tidak terlalu
banyak mengetahui arti dari tingkahnya sendiri. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak
menjawab. Sementara itu kedua orang yang berkuda mendahuluinya
telah berada dipinggir hutan bersama dua orang lainnya yang
telah menunggunya. Agung Sedayu dan Glagah Putihpun kemudian menghentikan
kuda mereka. Ketika keempat orang itu
berloncatan turun, maka Agung Sedayu dan Glagah Putihpun
telah turun pula dari kuda mereka.
Seperti yang dikatakan oleh Agung Sedayu, maka mereka
telah mengikat kuda mereka ditempat yang terbuka, serta
dengan ikatan yang mudah untuk dilepas.
" Selamat datang Ki Sanak " seorang yang bertubuh tinggi
kekar dengan pandangan mata yang bersorot tajam,
berkumis, berjambang dan berjanggut lebat meskipun tidak
terlalu panjang, telah menyapanya.
Agung Sedayu mengangguk hormat. Katanya " Selamat
bertemu. Apakah Ki Sanak sudah lama menunggu" "
" Sejak kemarin aku berada disekitar tempat ini " berkata
orang itu " meskipun kami yakin bahwa secepatnya kalian
baru akan lewat hari ini. "
" Terima kasih atas sambutan kalian " berkata Agung
Sedayu " aku sudah tahu apa keperluan kalian menunggu
kehadiranku disini. "
Kedua orang yang menunggu di pinggir hutan itu saling
berpandangan dengan sejenak. Namun sambil tersenyum
Agung Sedayu berkata " Aku sudah mendapat penjelasan dari
kedua orang kawanmu yang mengikuti aku dan kemudian
kemari. Kalian berempat ingin membunuhku. "
Kedua orang itu menjadi tegang. Seorang diantara mereka
bertanya " Kenapa kau tidak berkeberatan dan ikut datang
kemari" " Agung Sedayu masih saja tersenyum. Jawabnya "
Kesempatan seperti ini tidak boleh aku lewatkan. Bukankah
dengan demikian aku akan dapat memperoleh kesempatan
menangkap kalian berempat" Atau barangkali jika kau sudah
menyiapkan jebakan yang lebih besar dengan sekelompok
orang, maka aku akan dapat menangkap lebih banyak lagi" "
Wajah orang-orang itu menjadi merah. Sementara salah
seorang yang telah mengikutinya dan membawanya ketepi
hutan itu berkata dengan nada bergetar " Ternyata keduanya
terlalu sombong. Tidak ada hukuman yang lebih baik bagi
mereka daripada kita tangkap hidup-hidup. Kematian yang
segera akan memberikan kenikmatan yang berlebihan bagi
mereka. " " Jadi apa yang akan kalian lakukan" " bertanya Agung
Sedayu. Kematian yang perlahan-lahan " jawab orang itu. Agung
Sedayu tertawa dan berpaling kepada Glagah Putih. Katanya "
Kau masih terlalu muda untuk mati. Apalagi mati perlahanlahan.
Karena itu, kau harus bertahan untuk hidup. Lakukan
sebagaimana akan mereka lakukan atas kita. Kecuali jika
mereka terlalu lemah dan mati sebelum kita kehendaki. "
" Tutup mulutmu " geram orang yang berkumis, berjambang
dan berjanggut lebat " ternyata kalian memang terlalu
sombong. Kehadiran kalian disini setelah kalian tahu maksud
kamu, sudah merupakan kesombongan, yang terbesar yang
pernah aku jumpai. Apalagi kata-katamu yang sangat
menyakitkan hati itu, meskipun aku tahu, semua itu kau
lakukan untuk memanaskan hati kami. Seperti kau, kamipun
mengerti, bahwa hati yang panas dalam benturan kekerasan
tentu tidak akan menguntungkan. Karena itu, meskipun kami
benar-benar tersinggung oleh kesombongan kalian, namun
kalian tidak akan dapat membakar jantung kami dengan katakatamu
itu sehingga kami kehilangan akal. meskipun kami
memang tersinggung karenanya. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Jika
demikian, buat apa kita berbicara terlalu panjang. Lakukan,
apa yang ingin kalian lakukan atas kami. "
Keempat orang itupun kemudian telah bergeser. Orang
berkumis lebat itu berkata - kita bertempur didalam hutan agar
tidak seorangpun yang akan mengganggu kita. "
" Kau takut seseorang melihat perkelahian diantara
kita dan memanggil para pengawal Tanah Perdikan" "
bertanya Agung Sedayu. Namun jawab orang itu tegas " Ya. Aku ingin benar-benar
menangkapmu atau membunuhmu. Karena itu aku tidak ingin
ada orang lain yang mengganggu. "
" Nah " berkata Agung Sedayu " sekarang aku ingin
mengurangi kesombonganku. Aku tidak mau bertempur di
dalam hutan. Aku memang curiga bahwa kau telah
mempersiapkan sekelompok orang yang akan menjebakku.
Mungkin mereka sudah memanjat pepohonan. Mungkin
mereka sudah menunggu dengan anak panah ditali busur
mereka. Atau jebakan-jebakan lain yang telah kalian
persiapkan. " " Pengecut " geram orang berjambang tebal itu. " ternyata
bahwa kau hanya pandai berbicara seperti burung beo. Tanpa
makna sama sekali. "
" Kau memang aneh " berkata Agung Sedayu " sudahlah.
Jangan banyak bicara. Marilah kita berkelahi. Disini. Aku tidak
mau masuk hutan. Aku bukan orang yang terlalu sombong
untuk memasuki perangkapmu. Atau barangkali bukan
sekedar sikap sombong. Tetapi satu kedunguan yang tidak
dapat dimaafkan. " " Persetan " geram orang berkumis tebal itu " kami hanya
berempat. " " Apakah aku harus mempercayaimu" Kita belum pernah
berkenalan. Kita belum pernah saling berhubungan dan
mengetahui watak kita masing-masing, " jawab Agung Sedayu
" atau, jika kalian berkeberatan untuk bertempur disini, aku
akan segera pulang. Aku sudah terlalu lama pergi. "
" Persetan " geram orang itu.
Namun Agung Sedayu berkata kepada Glagah Putih "
marilah. Kita pulang saja. Tidak ada gunanya disini kita hanya
mendengarkan orang berbicara. Di padukuhan terdekat
kita pukul kentongan, agar para pengawal datang
dan menangkap mereka. "
" Anak setan " orang berkumis lebat itu hampir berteriak "
kepung dan hancurkan mereka.
Ketiga orang yang lain segera bergerak. Mereka telah
mengepung Agung Sedayu dan Glagah Putih.
Demikian orang-orang itu mulai bergerak, Agung Sedayu
telah berbisik ditelinga Glagah Putih " jika mereka benar hanya
berempat, mereka tentu orang-orang berilmu tinggi. Hatihatilah.
Kita sudah membuat hati mereka panas. "
Glagah Putih mengangguk. Dengan penuh kewaspadaan
Glagah Putih telah bergeser ditempat yang agak luas di
pinggir hutan itu. Diantara rerumputan dan pepohonan perdu.
" Disini kita lebih leluasa bertempur daripada didalam hutan
itu " berkata Agung Sedayu.
Keempat lawannya tidak menjawab. Tetapi mereka mulai
bergerak berputaran. Tetapi gerak mereka terasa sangat
lamban dan perlahan-lahan.
" Mereka ingin mengenali kami berdua " berkata Glagah
Putih didalam hatinya. Justru karena itu maka iapun benarbenar
telah bersiaga menghadapi segala kemungkinan. Diluar
sadarnya ia telah meraba ikat pinggangnya.
Sementara itu Agung Sedayupun tidak ingin merendahkan
lawannya. Menurut perhitungannya, yang dikirim untuk
mencegatnya tentu orang yang dianggap memiliki kelebihan
sehingga keempat orang itu akan dapat menyelesaikannya
bersama Glagah Putih. Karena itu, maka Agung Sedayu telah
memperhitungkan bahwa lawan-lawannya memiliki ilmu yang
tinggi. Karena itu, sejak semula, Agung Sedayu telah mempersiapkan
diri sebaik-baiknya. Ia sudah mengenakan perisai
ilmu kebalnya, sehingga akan dapat membantunya mengatasi
jika tiba-tiba saja lawan-lawannya telah mempergunakan ilmu
puncaknya pula. Namun demikian, Agung Sedayu tidak tergesa-gesa
mendahului menyerang. Dibiarkannya lawannya berputaran.
Namun dalam pada itu, iapun selalu memperingatkan agar
Glagah Putih bersiaga sebaik-baiknya. Meskipun Glagah Putih
tidak memiliki ilmu yang hebat, namun ia memiliki kerahasiaan
tubuh yang luar biasa, sehingga ia akan mengatasi keadaan
yang paling sulit pada dirinya. Tetapi ia tidak dapat mampu
melindungi kulit dagingnya dari serangan yang keras dan kuat,
meskipun ia akan mungkin dapat mengatasi rasa sakit.
Namun baik Agung Sedayu maupun Glagah Putih tidak
ingin mendahului menyerang lawan-lawan mereka yang masih
bergerak. Merekapun agaknya mempergunakan kesempatan
itu untuk mengamati keadaan lawan mereka meskipun
sekedar ujud barunya. Namun dari sikapnya, serba sedikit
Glagah Putih dapat menilai keadaan mereka.
Sejenak kemudian, ternyata keempat orang itu telah
membagi diri. Mereka tidak ingin bertempur dalam satu
lingkaran. Keempat orang itu telah membagi diri menjadi dua
kelompok yang masing-masing terdiri dari dua orang.
Orang yang berjambang lebat telah menempatkan diri
berhadapan dengan Agung Sedayu bersama seorang
kawannya. Sementara itu ia telah berkata kepada dua orang
yang lain " Selesaikan anak yang sombong itu, yang menurut
pendengaranku, adalah bekas sahabat Raden Rangga yang
terbunuh di dalam goa di padepokan Nagaraga. Jika Raden
Rangga tidak mampu melawan orang-orang Nagaraga, maka
anak itu tentu tidak akan dapat berbuat banyak. "
Glagah Putih tidak menyahut. Namun iapun telah
mempersiapkan diri menghadapi dua orang diantara keempat
orang itu. Seorang diantaranya bertubuh agak
tinggi, yang telah mengikutinya kemudian membawanya
berbelok ke hutan itu. Dengan lantang orang itu berkata " Nah, orang-orang
Tanah Perdikan Menoreh. Jangan menyesal bahwa kami telah
melakukan sebagaimana kalian lakukan. Jangan dikira bahwa
kami tidak tahu cara yang ditempuh Mataram. Untuk


09 Api Di Bukit Menoreh Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menebang kekuasaan Madiun, maka Mataram telah memotong ranting-ranting dan dahan-dahannya lebih dahulu.
Sekarang, cara itu kita pergunakan. Sekarang, kami banyak membunuh kalian. Besok Ki Gede dan orang-orang penting di Tanah Perdikan ini. Sementara itu, orang-orang yang lain akan diselesaikan pula oleh kawan-kawan kami. Sangkal Putung, kemudian pasukan di Jati Anom yang dipimpin oleh Untara, pasukan khusus di Tanah Perdikan ini, kemudian kekuatan yang paling besar yang berada disisi Mataram setelah Pajang adalah Pati dan Jipang. Satu demi satu kekuatan itu akan kami hancurkan. "
" Dan yang mendapat kehormatan paling besar adalah kami " berkata Glagah Putih " kami adalah orang yang menurut perhitungan kalian paling besar diantara orang-orang lain yang akan kalian singkirkan. "
" Tidak. " bentak orang bertubuh tinggi itu " kau kira dirimu siapa" Jika kau mendapat giliran pertama adalah karena kau telah berani ikut campur dalam persoalan yang lebih khusus.
Persoalan Kiai Sasak. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Namun ketika ia sempat memandang kearah Agung Sedayu, maka dilihatnya Agung Sedayu sudah mulai bertempur melawan kedua orang lawannya.
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Namun iapun kemudian berkata " Marilah. Kakakku sudah mulai bertempur. Kitapun akan segera bertempur pula. Bersiaplah. Karena sebentar lagi kalian akan menjadi tawanan kami. "
Kedua orang itu menggeram. Yang tinggi itu mengumpat.
Sementara kawannya berkata keras " Kau terlalu sombong anak iblis. Kau kira kau siapa. Agaknya kau memang belum mengenal kami diarena. "
" Sudah jelas belum. Tetapi sekarang kita akan saling berkenalan. " jawab Glagah Putih.
Orang-orang itu tidak menjawab lagi. Namun mere-kapun mulai bergerak. Mereka melangkah semakin dekat. Dan tibatiba seorang diantara mereka telah mengayunkan tangannya.
Namun serangan itu bukan serangan yang sebenarnya.
Ketika Glagah Putih meloncat bergeser, serangan berikutnya yang lebih bersungguh-sungguh telah dilontarkan oleh orang yang bertubuh tinggi itu.
Tetapi serangan itu masih merupakan serangan wajar dengan kemampuan kewadagannya. Karena itu, maka Glagah Putih masih belum tergetar karenanya, meskipun iapun telah mengelakkan serangan itu.
Namun yang berikutnya adalah serangan-serangan yang lebih keras dan lebih kuat. Keduanya bergerak semakin cepat sehingga serangan keduanya telah datang beruntun.
Tetapi Glagah Putihpun mampu bergerak secepat yang mereka lakukan. Karena itu, maka serangan-serangan itu masih belum mengenai sasarannya.
Bahkan Glagah Putih tidak sekedar menghindari seranganserangan itu. Tetapi iapun telah mulai menyerang pula.
Loncatan-loncatannya yang panjang dan cepat, kadangkadang memang membuat kedua lawannya harus meloncat mengambil jarak.
Demikianlah pertempuran antara Glagah Putih dan kedua lawannya itupun semakin lama menjadi semakin cepat.
Namun mereka yang bertempur itu masih saling menjajagi kekuatan dan kemampuan lawannya. Jika terjadi benturanbenturan kecil, maka kedua belah pihak masih harus membuat perhitungan-perhitungan selanjutnya.
Dalam pada itu, baik Agung Sedayu maupun Glagah Putih sebagaimana juga lawan-lawan mereka telah menilai masing-masing pihak memiliki kepercayaan yang tinggi kepada ilmu masing-masing. Ternyata belum seorangpun diantara mereka yang telah mencabut senjata.
Kedua lawan Agung Sedayu yang memang sudah mendengar keterangan serba sedikit tentang lawan mereka itu, sejak semula telah bertempur dengan sangat berhati-hati.
Namun keduanyapun merasa bahwa mereka memiliki kemampuan yang tidak kurang dahsyatnya dari kemampuan Agung Sedayu, sehingga berdua mereka yakin akan dapat membunuhnya.
*** Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 38 Pendekar Slebor 22 Manusia Pemuja Bulan Sumpah Palapa 11
^