Pencarian

Tiga Naga Sakti 14

Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 14


kemanusiaan " Betapa mungkin kita berdiam diri saja kalau
3 menyaksikan ketidakadilan, betapa mungkin kita berpeluk
tangan saja kalau menyaksikan kejahatan" Lalu apa gunanya
saya bersusah payah mempelajari ilmu dari suhu selama ini"
Mohon petunjuk, suhu."
"Siang Lun, kebebasan berarti bebas dari segala cara,
bebas dari segala aturan, bebas dari segala petunjuk. Apapun
yang kaulakukan barulah bebas kalau beidasarkan naluri
hatimu sendiri, tanpa tiru-tiru. tanpa pamrih memperoleh
sesuatu, baik mengejar maupun menghindarkan hukuman."
"Tapi, nama baik........."
"Ha ha ha, persetan dengan nama baik Kalau engkau
melakukan sesuatu dengan pamrih untuk memperoleh nama
baik, maka apa yang kaulakukan itu adalah palsu dan kotor.
Kebaikan kaunamakan kepada perbuatanmu itu, namun
sesungguhnya itu hanyalah suatu cara untuk mendapatkan
nama baik, jadi hanya pura pura dan palsu belaka. Apakah
artinya nama baik" Selagi hidup, semua mahluk memang
berbeda, akan tetapi dalam kematian mereka semua sama
juga. Selagi hidup mereka itu bisa pintar atau bodoh, mulia
atau hina, namun dalam kematian, mereka semua sama sama
berbau, membusuk, hancur dan lenyap. Dalam kelahiran
mereka sama, dalam kematianpun tiada bedanya, jadi kita
semua ini sama sama pintar, sama-sama bodoh, sama-sama
mulia dan sama sama hina. Ada yang usianya hanya sampai
sepuluh tahun, ada yang mencapai seratus tahun, namun
kesemuanya akhirnya mati juga. Orang suci yang agung mati
seperti juga si dungu yang jahat. Di waktu hidup dinamakan
raja-raja agung Yao dan Shun, namun setelah mati mereka itu
hanyalah tulang-tulang membusuk. Di waktu hidup dinamakan
raja-raja lalim Chieh dan Chou, namun setelah mati, mereka
juga hanya tulang-tulang membusuk. Dan tulang-tulang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membusuk dimanapun sama saja, siapa yang dapat mengenal
dan membedakan mereka?"
Bagi pendengaran Sian Lun yang masih berdarah muda,
ucapan suhunya itu dianggapnya lemah tanpa semangat,
seperti suara orang yang putus asa. "Lalu, apakah yang harus
kita lakukan selagi hidup, suhu " "
"Apa " Nikmatilah hidup selagi kehidupan ini milik kita !
Mau mengail ! Mengaillah Mau makan ikan" Makanlah ! Kita
tidak mempunyai waktu untuk memusingkan hal-hal sesudah
mati." "Akan tetapi, kalau kita hanya menurutkan suara hati,
biasanya kita hanya akan mengejar kesenangan belaka, dan
dari situ timbullah penyelewengan dan perbuatan yang jahat,
suhu" Jilid XIX 4 GURUNYA menyambar tangkai
pancing dan seekor ikan menggelepar ke dalam perahu, ikan
bersisik emas yang indah sekali.
"Aha, jahat atau tidak, baik atau
tidak hanyalah anggapan sepihak
saja, muridku. Sedangkan kebencian,
iri hati, ingin menang sendiri, datang
dari si aku, yaitu pikiran yang ingin
mengulang apa yang dianggap
menyenangkan dan menolak apa
yang dianggap tidak menyenangkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari pengalaman yang lalu. Sudahlah, Sian Lun engkau akan
mengerti sendiri kelak kalau engkau mau membuka mata dan
telinga melihat kenyataan-kenyataan dalam kehidupan ini.
Sekarang, hayo cepat panggang ikan itu selagi masih segar
untuk sarapan pagi !"
Sian Lun mentaati perintah suhunya. Melihat pemuda itu
membersihkan ikan dengan wajah agak muram, Siangkoan
Lojin berkata, "Hidup kita tiada bedanya dengan ikan ini,
muridku. Selagi kita masih hidup, kematian selalu mengancam
kita dari segala penjuru, dan tanpa kita ketahui, ada pula
Tukang Pancing yang selalu mengincar nyawa kita tanpa pilih
bulu. Siapa makan umpan, dia terkena pancing. Senang dan
susah memang tak dapat dipisahkan, merupakan rangkaian
yang tak terputuskan. Oleh karena itu, mengapa kita
membiarkan diri dikuasai oleh senang dan susah yang
sesungguhnya hanya merupakan permainan dari pikiran kita
sendiri" Bergembiralah selagi hidup, seperti ikan-ikan dalam
air itu karena siapa tahu, sekarang atau besok tiba giliran kita
menjadi korban pancing!"
Tak lama kemudian, guru dan murid itu sudah mulai
dengan sarapan pagi mereka, nasi dengan daging ikan
panggang yang sedap, dan terciumlah bau arak yang
menambah selera. Mereka makan tanpa bicara, mencurahkan
seluruh perhatian kepada apa yang mereka lakukan pada saat
itu. Tiba-tiba perhatian mereka tertarik oleh suara orang yang
nyaring menembus kesunyian pagi, walaupun bayangan orang
yang bernyanyi itu belum dapat menembus kabut yang makin
tebal oleh munculnya sinar matahari. Guru dan murid itu
mengambil sikap tidak perduli, akan tetapi sesungguhnya
mereka tertarik sekali karena suara orang itu berirama seperti
membaca sajak. 5 Siapakah yang menguasai dunia laut selatan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapakah yang merajai laut selatan"
Semua telaga, sungai dan lautan
berikut semua isinya menjadi milik siapa Pertanyaan-pertanyaan yang aneh itu tiba-tiba disambut
atau dijawab oleh suara beberapa orang yang berseru nyaring,
"Lam-ong (Raja Selatan)........!!"
Pertanyaan yang diteriakkan seperti nyanyian itu dilakukan
orang berulang kali, dan jawabannya selalu sama. Kini suarasuara itu makin mendekat dan tiba-tiba
terdengar suara itu membentak, "Hei, kalian para nelayan rendah! Ikan siapakah
yang kalian jala itu ?"
Terdengar jawaban yang lemah dan gemetar. "Lam ong....... ! "
"Atas kurnia siapa kalian dapat memperoleh ikan dan dapat
hidup setiap hari?" "Lam-ong! Hormat dan terima kasih kami kepada Lamongya........ !"
"Ha-ha, tolol! Apa artinya hormat dan terima kasih dengan
kata-kata belaka" Hayo kalian angkut ke perahu kami
sekeranjang ikan yang besar. Cepat !"
"Akan tetapi....... ampun, tuan........ malam ini amat sepi,
semalam suntuk kami baru memperoleh sekeranjang
saja......." "Cerewet! Kalian berani membantah dan tadi mengatakan
bahwa kalian menghormat dan berterima kasih kepada Lamong" Apakah kalian ingin menjadi
makanan ikan di telaga ini?"
"Ampun....... ampun......... membantah........ silakan........"
kami tidak berani Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siangkoan Lee dan Siang Lun mengerutkan alis, namun
mereka masih terus makan, tidak mau memperdulikan urusan
itu, sungguhpun diam-diam mereka itu bertanya-tanya siapa
gerangan yang disebut Lam ong itu dan mereka dapat
menduga bahwa orang-orang yang merampas ikan itu
tentulah anak buah dari tokoh yang disebut Raja Selatan itu.
Mereka berdua masih makan juga ketika bayangan perahu
besar itu nampak muncul dari dalam kabut dan tahu-tahu
6 telah dekat dengan perahu kecil mereka yang bergoyang
makin keras oleh gelombang air yang ditimbulkan oleh perahu
besar itu. Kini nampaklah anak buah perahu besar itu yang
terdiri dai lima orang, dan di geladak berdiri dua orang laki laki
yang usianya tentu sudah limapuluh tahun lebih, keduanya
bertubuh tinggi besar yang seorang memegang sebatang
tongkat dan yang kedua membawa sebatang golok tergantung
di punggungnya. Di dalam perahu itu sudah bertumpuk
beberapa keranjang ikan, agaknya pemberian dari beberapa
orang nelayan yang mencari ikan di telaga itu.
Ketika dua orang kakek itu melihat seorang tua renta dan
seorang pemuda di dalam perahu kecil sedang makan nasi
dan panggang ikan, mereka segera menegur dengan suara
lantang. "Hai, kalian dua orang nelayan miskin! Ikan siapakah yang
kalian makan itu?" "Ikan kami sendiri!" Sian Lun menjawab cepat tanpa
memperdulikan mereka dan terus makan, sedang gurunya
hanya terkekeh saja. "Nelayan tolol! Dari mana engkau memperoleh ikan itu?"
kembali seorang di antara mereka, yang memegang tongkat,
membentak. "Dari dalam telaga ini!"
"Kiranya engkau mengerti juga ! Nah, milik siapa gerangan
telaga ini?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Milik siapa" Milik semua orang !" jawab lagi Sian Lun
seenaknya. ''Keparat, kalian telah makan ikan milik Lam-ong tanpa ijin,
bahkan tidak mau mengakui, sekarang biar kalian menjadi
makanan ikan!" Tiba-tiba terdengar sambaran angin dahsyat
sekali ke arah perahu kecil. .
"Brakkkk!" Perahu kecil itu pecah berantakan dihantam
tongkat dan tubuh guru dan murid itu lenyap dan tahu tahu
mereka telah ada di atas perahu besar. Bahkan Siang-koan
Lojin masih membawa daging ikan dan masih melanjutkan
makan, kini dia berjongkok di atas geladak perahu besar,
sedangkan Sian Lun sudah bangkit berdiri dengan sikap
marah. "Orang-orang jahat! Apa kesalahan kami maka kalian
merusak perahu kami?" tanya pemuda itu dengan suara halus
dan sikap tenang namun sepasang matanya mengeluarkan
sinar berkilat. Melihat betapa kakek dan pemuda itu tahu tahu telah
berada di atas perahu besar tanpa mereka lihat, padahal
perahu kecil mereka itu telah hancur, dua orang tinggi besar
itu memandang dengan mata terbelalak dan mereka mengerti
bahwa dua orang itu bukan orang sembarangan. Kini mereka
7 maju dan dengan sikap agak halus si pemegang tongkat
bertanya, "Siapakah adanya dua orang gagah yang tidak
memandang mata kepada Lam-ong" kawan ataukah lawan?"
Sian Lun sudah marah sekali menyaksikan sikap mereka
yang sewenang-wenang itu, namun dia masih bersikap tenang
dan halus, "Kami tidak mengenal Lam-ong, maka kami
bukanlah lawan atau kawannya. Kami tidak mempunyai
urusan apapun dengan kalian, mengapa kalian bertindak
sewenang - wenang dan merusak perahu kami?"
Dua orang tinggi besar itu saling pandang dengan heran.
Tentu saja mereka merasa heran mendengar betapa ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang, yang tidak nengenal nama Lam-ong! Padahal, setiap
orang nelayan pasti tahu siapa adanya Lam-ong, apa lagi
kalau orang itu merupakan orang dari dunia liok-lim atau kang
ouw. Akan tetapi karena mereka tahu bahwa banyak orang
dari daerah barat, timur atau utara, tokoh - tokoh, kang-ouw
yang berkepandaian tinggi dan yang tentu saja tidak kenal
dengan mereka dan mungkin juga tidak pernah mendengar
nama Lam ong, maka dua orang itu bersikap hati hati.
"Hemm, agaknya kalian adalah orang orang lancang ysng
tidak mau menyelidiki terlebih dulu daerah yang kalian
datangi. Ketahuilah bahwa seluruh wilayah selatan ini, dari
telaga sungai sampai ke laut selatan, berada di bawah
kekuasaan Lam-ong dan setiap orang kang-ouw atau liok-lim
yang mencari nafkah di daerah ini, harus terlebih dulu
memperoleh persetujuan dari Lam-ong kami. Kalian berdua
telah menikmati ikan telaga ini dan menikmati pemandangan
indah di sini tanpa perkenan Lam-ong, hal itu saja sudah
merupakan dosa yang tak boleh diampuni. Akan tetapi
mengingat bahwa kalian tentulah datang dari tempat jauh dan
tidak mengenal segala sesuatu di daerah ini, maka biarlah
kami akan mengampuni kalian asal kalian cepat minta ampun
dan menceritakan siapa kalian dan datang dari mana. "
Sian Lun telah merasa betapa keterlaluan sikap dua orang
itu, maka dengan tenang dia berkata, menekan
kemarahannya, "Kami tidak perlu memperkenalkan diri, dan
tentang minta ampun, sebenarnya kalianlah yang patut minta
ampun kepada kami. Akan tetapi kamipun tidak membutuhkan
permintaan ampun, kami hanya membutuhkan uang
pengganti perahu untuk kami bayarkan kepada pemilik perahu
yang kami sewa itu. Hayo kaubayar harga perahu itu kepada
kami dan antarkan kami ke darat.! "
Mendengar ucapan itu, dua orang tinggi besar itu menjadi
makin marah. Si pemegang tongkat yang matanya sipit sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
8 seperti terpejam itu menoleh kepada lima orang anak
buahnya, mengangguk dan berkata, "Lempar mereka ke air!"
Lima orang anak buah perahu besar itu adalah orang-orang
kasar yang bertubuh kuat dan bersikap kasar sekali, maka
mendengar perintah ini mereka sudah tertawa tawa gembira
dan kini dengan ganas mereka menubruk maju seperti hendak
berebut untuk menangkap pemuda yang berani mati itu dan
melemparkannya ke dalam telaga. Namun, Sian Lun sudah
siap siaga dan setiap ada orang datang menubruknya, orang
itu tentu terlempar keluar dari perahu dan terbanting ke air di
luar perahu! Hanya terdengar lima orang itu berteriak dan


Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beturut - turut tubuh mereka semua terlempar keluar dari
perahu, ketika tubuh mereka menimpa air terdengarsuara
keras dan air muncrat sampai tinggi, menunjukkan bahwa
mereka terbanting cukup keras ke dalam air.
"Ehh........?" Dua orang tinggi besar itu berseru kaget dan
makin marah, juga heran karena hampir mereka tidak dapat
percaya melihat betapa lima orang pembantu mereka itu
dapat dilempar-lemparkan keluar dari perahu semudah itu.
"Sute, orang ini tidak boleh diberi ampun !" bentak si
pemegang tongkat kepada temannya akan tetapi sutenya itu
ternyata sudah mencabut golok yang tergantung di
punggungnya dan dengan kecepatan kilat dia sudah meloncat
dan mengayun goloknya menyerang Sian Lun. Cepat dan kuat
juga gerakan orang inidan goloknya mengeluarkan suara
berdesing dibarengi sinar berkilat ketika menyambar ke arah
leher Sian Lun. Namun, pemuda ini selama sepuluh tahun
telah digembleng secara hebat oleh Siangkoan Lojin, dan
terutama sekali pemuda ini sudah mewarisi kepandaian
ginkang yang amat tinggi tingkatnya dari gurunya itu. Maka, si
penyerang itu terkejut dan terheran setengah mati ketika dia
melihat betapa lawan yang diserangnya itu tiba - tiba saja
lenyap dari depannya dan hanya ada angin bersilir di sebelah
kanannya. Cepat dia menengok dan benar saja, pemuda itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah berada dibelakangnya ! Maka diapun memutar tubuh
didahului oleh goloknya yang menyambar lebih ganas lagi ke
arahpinggang Sian Lun. Dengan ringan sekali pemuda itu
meloncat dan sinar golok menyambar lewat di bawah kakinya.
Ketika pemuda itu yang masih meloncat ke atas
menggerakkan kaki kirinya, hampir saja ujung sepatu itu
menotok jalan darah di leher si pemegang golok kalau saja dia
tidak membuang diri ke belakang secepatnya dan pada saat
itu suhengnya yang memegang tongkat sudah membantunya
dengan serangan tongkat yang menotok ke arah lambung Sian
Lun dengan kepatan dan tenaga yang lebih hebat dari pada si
pemegang golok! Totokan itu mengarah jalan darah
berbahaya dan kalau mengenai sasaran yang tepat dapat
9 mendatangkan maut dan begitu Siang Lun miringkan tubuh
mengelak, ujung tongkat itu sudah menyambar secara
bertubi-tubi, melancarkan totokan-totokan sebanyak tujuh kali
berturut - turut dan setiap totokan ditujukan ke jalan darah
maut. "Hemm, manusia ganas dan kejam!" Sian Lun berseru
ketika melihat totokan- totokan maut itu. Dia hanya mengelak
terus sampai tujuh kali dan pada saat itu, golok dari
penyerang pertama telah menyambar lagi, menutup jalan
keluar sedangkan ujung tongkat masih terus melanjutkan
serangannya. "Pergilah!" Sian Lun berseru nyaring dan tubuhnya
berkelebat sedemikian cepatnya sehingga dua orang
pengeroyoknya tidak dapat nengikuti gerakannya itu, akan
tetapi tahu-tahu mereka merasa betapa tubuh mereka
terlempar berikut senjata mereka, keluar dari perahu.
"Byurrr! Byuurr!" Kembali air telaga muncrat dan dua orang
kakek itu gelagapan. Namun, ternyata, seperti juga lima orang
anak buah mereka tadi, dua orang kakek ini selain pandai ilmu
silat juga ternyata merupakan ahli-ahli dalam air karena begitu
mereka terbanting, mereka terus menyelam dan berenang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan cepat sekali menjauhi perahu, menyusul anak buah
mereka yang lebih dulu berenang ke darat. Mereka maklum
bahwa melanjutkan pertempuran menghadapi pemuda itu
merupakan hal yang sia-sia belaka karena ternyata pemuda itu
memiliki kepandaian yang terlampau tinggi bagi mereka.
Sementara itu, setelah melihat semua lawannya pergi, Sian
Lun baru teringat kepada gurunya dan dia membalikkan
tubuh. Dengan heran dia melihat gurunya itu berdiri tegak
memandang kepadanya dengan sinar mata penuh teguran
dan penyesalan. Selama sepuluh tahun hidup bersama
Siangkoan Lojin, tentu saja Sian Lun telah mengenal watak
gurunya, dan telah mengerti apa artinya setiap gerak-gerik
suhunya, setiap pandang mata suhunya. Maka melihat betapa
suhunya kelihatan menyesal dan berduka, dia cepat
menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu dan berkata,
"Harap suhu suka mengampunkan teccu yang telah lancang
tangan menghajar mereka itu. Mereka itu keterlaluan sekali
sehingga teecu tidak dapat menahan kesabaran lagi."
"Sian Lun, apakah engkau tidak dapat melihat bahwa
kesabaran yang ditahan-tahan itu sama sekali tidak ada
artinya" Belajar sabar adalah omong kosong belaka!"
"Akan tetapi, suhu. Kalau kita tidak belajar sabar, bukankah
kita lalu menjadi pemarah besar ?"
"Hemm, engkau membiarkan diri terperosok ke dalam
perangkap dari kata-kata yang berkebalikan. Marah-sabar,
benci-cinta, dan sebagainya. Baik sabar dan cinta, maupun
10 marah dan benci, semua itu tidak mungkin dapat dipelajari.
tidak mungkin dapat dilatih, muridku. Apakah engkau tidak
dapat melihat kenyataan ini " Kalau engkau mempergunakan
kemauan untuk bersabar, memaksa hati bersabar menahan
kemarahan, hal itu hanya merupakan penipuan diri belaka,
kesabaran macam itu hanyalah merupakan penutup
sementara belaka terhadap api kemarahan, seperti api dalam
sekam. Kesabaran macam itu hanya berlaku sementara saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan api kemarahan akan berkobar lagi sewaktu-waktu, bahkan
lebih hebat, karena dengan penutup kesabaran itu engkau
mengumpulkan kekuatan api kemarahan."
"Habis bagaimana, suhu" Bagaimana kalau teecu diserang
nafsu amarah" Tanpa kesabaran, marah itu tentu akan
membuat teecu mata gelap dan melakukan hal-hal yang amat
hebat akibatnya. " "Itulah biang keladinya! Mata gelap! Mengapa harus mata
gelap" Mengapa kita tidak mau membuka mata batin kita
setiap saat sehingga jika datang kemarahan, kita juga dalam
keadaan sadar dan dapat memandang kemarahan itu,
menyelaminya tanpa menerima atau menolaknya" Menghadapi kemarahan kita dengan penuh kewaspadaan,
dengan penuh kesadaran, dengan demikian kita dapat
menyelaminya, mempelajarinya, menyelidikinya dengaa teliti
apa yang dinamakan kemarahan itu."
"Akan tetapi, suhu, kalau kita waspada dan sadar selalu
dan setiap saat, mana ada kemarahan ?"
"Itulah! Mengapa kita tidak mau waspada setiap saat
terhadap diri sendiri lahir batin. Kemarahan, kekecewaan,
penderitaan karena benci, penyelewengan-penyelewengan
yang dinamakan kejahatan, semua itu merupakan akibat dari
pada kelalaian, kelengahan, akibat dari keadaan kita yang
tidak sadar, tidak waspada. Kalau kita selalu waspada dan
sadar, apakah ada kemarahan" Dan kalau tidak ada
kemarahan lagi di dalam diri kita, apakah perlu belajar sabar"
Sebaliknya, kalau masih ada kemarahan di dalam hati, apa
gunanya belajar sabar" Muridku, kenyataan ini harus
kausadari dan kaulihat benar - benar. Coba kaulihat
perbuatanmu tadi. Mengapa engkau marah kepada anak buah
Lam - ong itu?" "Karena mereka kejam, karena mereka melakukan
kekerasan terhadap para nelayan mengandalkan kekuasaan
mereka." Setelah berpikir cepat, dia menambahkan, "Karena
11 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka mengancam nyawa teecu dan para nelayan yang tidak
taat kepada mereka, karena mereka sewenang - wenang."
"Bagus! Sekarang lihat tindakanmu tadi. Apakah bedanya
dengan tindakan mereka setelah tindakanmu itu dituntun oleh
kemarahan yang menimbulkan kebencian" Lihat baik-baik.
Apakah engkau juga tidak sama kejamnya dengan mereka
ketika engkau melakukan kekerasan kepada tujuh orang itu"
Seperti juga mereka, engkau tadi dalam keadaan marah teIah
melakukan kekerasan dengan mengandalkan kekuasaanmu,
dalam hal ini, ilmu kepandaian yang lebih tinggi dari mereka.
Seperti juga mereka yang mengancam nyawa orang lain,
engkau tadi juga mengancam nyawa mereka. Karena marah
dan mata gelap, engkau telah melemparkan mereka ke air,
tanpa kau ingat bahwa andaikata mereka itu tidak pandai
renang, hal itu mungkin akan membunuh mereka. Bukankah
dalam kemarahan tadi engkau juga telah bertindak sewenangwenang tanpa kausadari sendiri?"
Sian Lun melongo, wajahnya berobah agak pucat dan
kembali dia memberi hormat sambil berlutut. Matanya seperti
dibuka dan dia melihat kenyataan yang mengerikan, bahwa
dalam keadaan marah memang perbuatannya tadi tidak
banyak selisihnya dengan perbuatan orang-orang yang
dicelanya tadi! "Ampunkan petunjuk." teecu yang bodoh, suhu, teecu mohon "Petunjuk apa lagi, Sian Lun" Asal engkau waspada setiap
saat, mengamati dirimu sendiri setiap saat dengan penuh
perhatian, dengan kesadaran yang sempurna, maka tidak ada
lagi yang perlu kauketahui dari orang lain. Di dalam
kewaspadaan itu, dalam kesadaran itu sudah penuh dengan
kenyataan, penuh dengan pelajaran."
"Suhu, kalau tadi teecu tidak menghadapi mereka dengan
kemarahan, melihat kekejaman mereka, melihat serangan
mereka, lalu apa yang akan teecu lakukan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
12 'Sian Lun, kewaspadaan dan kesadaran akan melahirkan
tindakan langsung dan seketika tindakan yang tepat, bukan
tindakan yang di dorong oleh kemarahan dan kebencian.
Tindakan itu akan berbeda sekali artinya. Mungkin untuk
menjaga diri engkau akan merobohkan mereka, akan tetapi
semua itu tidak kau lakukan dalam keadaan membenci
mereka, dan tanpa adanya kebencian, tidak akan ada pula
tindakan kejam. Walaupun boleh saja kelihatan keras, namun
sesungguhnya bukan kekerasan karena tidak didorong oleh
nafsu kemarahan dan kebencian. Mengertikah engkau Sian
Lun?" Sian Lun mengangguk. "Mudah-mudahan semua ini dapat
membuka mata teecu untuk selanjutnya selalu waspada
terhadap diri teecu sendiri lahir batin dan bertindak seketika
lahir dari kewaspadaan, bukan menurutkan perhitungan
pikiran yang dikuasai oleh kemarahan dan kebencian."
"Ha ha ha, bagus, muridku. Sekarang, apa yang akan
kaulakukan dengan perahu besar yang kaurampas ini?"
"Teecu akan membawanya ke darat, akan teecu
kembalikan kepada pemiliknya asal mereka suka mengganti
perahu nelayan yang kita sewa. Kalau tidak, perahu ini akan
teecu berikan saja kepada nelayan itu untuk mengganti
perahunya yang hancur."
"Kaukira akan begitu mudah" Mari kita lihat apa yang
diakibatkan oleh peristiwa tadi," Siangkoan Lojin berkata dan
Sian Lun lalu mendayung perahu itu ke tepi telaga.
Matahari telah naik dengan cerahnya ketika perahu besar
yang didayung oleh Sian Lun itu tiba di tepi telaga, di mana
malam tadi Sian Lun dan gurunya meninggalkan nelayan
pemilik perahu kecil yang disewanya. Akan tetapi, dia melihat
bahwa bukan hanya nelayan itu yang menanti di situ,
melainkan juga ada belasan orang yang segera berdiri dengan
sikap menyambut ketika perahu besar itu menepi. Mereka itu
adalah orang-orang yang bersikap galak dan gagah, dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anehnya di antara mereka itu tampak dua orang kakek yang
menanti dengan duduk di atas kursi-kursi indah! Aneh sekali
mengapa orang sengaja membawa kursi ke tepi telaga itu.
Belasan orang itu berdiri di belakang dua orang kakek itu
dengan sikap menghormat, ketika Sian Lun dan gurunya
meloncat turun ke darat, barulah nampak oleh Sian Lun
bahwa tidak jauh dari tempat itu terdapat tujuh orang yang
duduk di atas tanah dalam pakaian basah kuyup dan muka
pucat ketakutan. Dia segera mengenal tujuh orang itu sebagai
orang orang yang tadi telah dilempar keluar perahu! Sian Lun
cepat memandang kepada dua orang kakek yang duduk di
atas kursi itu penuh perhatian karena dia dapat menduga
13 bahwa mereka itu tentulah pimpinan dari gerombolan orangorang kasar itu. Dan apa yang dilihatnya
membuat dia diamdiam terkejut karena pandang matanya yang tajam dapat
mengenal orang-orang pandai. Kakek pertama bertubuh tinggi
kurus, lebih tinggi dari orang-orang biasa dan seperti biasa
terdapat pada orang-orang yang bertubuh tinggi, kedua
pundaknya agak condong ke depan sehingga punggungnya
kelihatan agak bongkok. Kakek itu biarpun memandang ke
arah Sian Lun dan Siangkoan Lojin dengan sepasang mata
sipit yang bersinar tajam, namun sikapnya tenang saja dan dia
duduk sambil mengisi huncwe (pipa tembakau), sebatang
huncwe yang panjangnya ada dua kaki dan berwarna hitam
mengkilap. Bau asap tembakau yang harum dan aneh
memenuhi sekitar tempat itu. Di sebelah kirinya duduk kakek
ke dua, yang nampak lebih muda dari pada kakek pertama.
Kalau kakek pertama berusia kurang lebih tujuhpuluh tahun,
kakek ke dua ini paling banyak lima-puluh lima tahun usianya.
Tubuhnya tinggi tegap, nampak masih kuat dan wajahnya
pucat bukan karena sakit, melainkan pucatnya seorang yang
sudah tinggi tenaga sinkangnya yang dilatih secara luar biasa
dan melampaui batas. Sepasang matanya cekung dan dari
dalamnya menyambar sepasang sinar mata yang tajam sekali.
Kakek kedua ini duduk sambil menyilangkan kedua lengan di
depan dada, sikapnya agung penuh wibawa dan terbayang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keangkuhan dan sikap memandang ringan ketika


Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memandang kepada Siangkoan Lojin dan Sian Lun.
dia Tidak mengherankan kalau kakek ke dua itu memandang
rendah. Dia adalah seorang kawakan dalam dunia kang-ouw
yang telah mengenal hampir semua tokoh di dunia kang-ouw,
bukan hanya di dunia kang-ouw wilayah selatan, bahkan
hampir semua tokoh kang-ouw di seluruh daratan ! Kini,
melihat bahwa kakek dan pemuda yang turun dari perahu
besar itu sama sekali tidak terkenal, tentu saja kakek itu
memandang rendah. Siapakah adanya dua orang kakek yang angkuh dan
berwibawa itu" Kakek berhuncwe itu bukan lain adalah Lamong sendiri! Kebetulan sekali pada
malam hari itu Lam-ong bersama pembantunya, kakek ke dua itu, sedang melancong
ke telaga itu. Lam-ong bernama Oh Ging Siu, seorang tokoh
kang ouw kenamaan di selatan, terkenal sebagai seorang
berilmu tinggi sekali, terutama huncwenya itu yang dinamakan
huncwe maut, amat ditakuti orang. Karena merasa bahwa di
wilayah selatan dia merupakan datuk nomor satu, maka dia
memakai julukan Lam-ong! Tentu saja julukan ini banyak
mengundang permusuhan, akan tetapi para tokoh liok lim dan
14 kang ouw yang merasa tidak setuju dengan julukan yang amat
sombong ini, seorang demi seorang telah dirobohkan oleh
Lam-ong Oh Ging Siu sehingga akhirnya dia diakui sebagai
Lam-ong! Kedudukannya itu adalah semacam bengcu
diselatan, dan tentu saja yang dikuasainya hanyalah kaum
sesat saja, dan sudah tentu saja golongan partai-partai
persilatan besar tidak mengakuinya sebagai pusat pimpinan.
Betapapun juga, karena Lam-ong memiliki ilmu kepandaian
yang amat hebat dan pengaruhnya amat besar, hampir
seluruh dunia hitam tunduk kepadanya maka partai-partai
besar tidak mau berurusan dengan dia, apa lagi karena Lamong pun tidak begitu bodoh untuk
memusuhi partai - partai besar ini. Adapun kakek ke dua yang berwajah pucat itu"
Kakek inipun bukan orang sembarangan, melainkan pembantu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau tangan kanan dari Lam-ong. Dia berjuluk Lam-thian
Seng-jin, seorang yang juga terkenal lihai bukan main.
Sebetulnya, dua orang kakek ini tidak pernah berurusan
secara langsung dengan fihak lawan, apa lagi sampai harus
menangani sendiri. Mereka merasa terlampau tinggi, dan
adalah merendahkan nama mereka yang besar dan tinggi itu
untuk turun tangan sendiri menghadapi lawan. Cukup dengan
anak buah mereka. Akan tetapi, karena kebetulan sekali
malam ini mereka bermalam di tepi telaga dan mendengar
betapa anak buah mereka yang katanya sedang mencarikan
ikan untuk bahan hidangan pagi mereka lalu anak buah
mereka itu diganggu orang yang kabarnya memiliki
kepandaian tinggi, Lam-ong dan pembantunya marah sekali.
Demikianlah, pagi itu mereka dengan diantar oleh kaki tangan
mereka sudah menanti di tepi telaga ketika perahu besar itu
menepi. Akan tetapi, Lam-ong dan Lam-thian Seng- jin sudah
merasa kecewa melihat bahwa kakek dan pemuda itu sama
sekali tidak terkenal, kelihatan seperti dua orang nelayan biasa
saja yang sama sekali tidak patut untuk mereka hadapi
sendiri! Duabelas orang anak buah Lam-ong agaknya juga
berpendapat demikian. Melihat betapa alis tebal yang
melindungi sepasang mata sipit dari Lam ong itu
berkerut,kemudian kepala itu bergerak memberi isyarat
dengan sikap membayangkan kekesalan hati, duabelas orang
yang terdiri dari pimpinan - pimpinan bajak telaga, sungai dan
laut di daerah selatan itu segera menyambut Sian Lun dan
gurunya dan maju nengepung mereka berdua.
Seorang di antara mereka yang brewok dan mukanya
hitam, dengan suara besar lantang segera menegur, "Apakah
kalian berdua yang telah berani mati mengganggu anak buah
kami dan berani pula merampas perahu milik Lam-ong ya ?"
Sian Lun tersenyum, penuh ketenangan. Kini dia lebih
15 waspada dan lebih bijaksana semenjak bercakap dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gurunya tadi, dan tidak akan mudah terseret oleh nafsu
amarah. "Sesungguhnya, apa yang kaukatakan itu adalah hal yang
sebaliknya. Kami berdua yang diganggu oleh anak buah kalian
dan perahu kami yang dipukul hancur oleh anak buah kalian."
Mendengar jawaban ini, duabelas orang itu meniadi marah.
Tanpa banyak cakap mereka bergerak dan menyerang kepada
kakek dan pemuda yang kelihatan tenang saja itu. Lam ong
dan Lam-thian Seng-jin hanya memandang saja ketika anak
buah mereka menubruk dua orang yang berada di tengahtengah, dalam keadaan terkurung itu.
Akan tetapi mereka terbelalak kaget ketika melihat betaapa duabelas orang itu
tiba-tiba terlempar kembali ke belakang seperti daun-daun
kering tertiup angin keras. Duabelas orang itu makin marah
karena tiba-tiba mereka terdorong ke belakang begitu pemuda
itu menggerakkan kedua lengannya, dan mereka sudah
mencabut senjata masing-masing, siap untuk mengeroyok.
"Tahan ! Mundur kalian semua" Tiba-tiba terdengar seruan
suara yang tinggi nyaring dan mendengar ini, duabelas orang
itu cepat mundur, agaknya jerih bukan main mendengar
perintah ini. Kiranya yang berteriak itu adalah Lam-thian Sengjin, wakil atau pembantu utama dari
Lam-ong yang masih kelihatan tenang-tenang saja itu, Lam-thian Seng-jin megenal
pukulan sakti yang hawanya saja sudah nembuat duabelas
orang itu terpental, maka hatinya mulai tertarik dan
penasaran. Dia tadi tidak melihat siapa yang melakukan
dorongan dengan hawa pukulan dahsyat itu, akan tetapi
mengira bahwa tentu kakek tua renta itulah yang
melakukannya. Dua orang itu tadi dikurung rapat maka dia
tidak dapat melihat mereka. Akan tetapi, melihat dahsyatnya
hawa pukulan, tidak salah lagi tentu kakek itulah yang
melakukannya dan dia mengira bahwa tentu kakek itu seorang
pandai yang menyembunyikan diri maka sama sekali tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah dikenalnya. Betapapun juga kalau dia mendengar
nama kakek sederhana itu mungkin dia akan mengenalnya.
Lam-thian Seng-jin sudah mendapat isyarat dari Lam-ong
dan dia sudah turun dari atas kursinya, melangkah dengan
sikap tenang dan dengan gerakan kaki tegap seperti langkah
harimau, menghampiri guru dan murid itu. Adapun Lam-ong
sendiri masih duduk dan mengisap huncwenya dengan mata
meram melek dan sikap acuh tak acuh, namun sesungguhnya
pandang matanya tak pernah melepaskan kakek dan pemuda
itu. 16 Kini Lam-thian Seng-jin telah berhadapan dengan Sian Lun
dan Siangkoan Lojin. Sian Lun bersikap tenang, berdiri tegak
sedangkan Siangkoan Lojin sambil tersenyum lalu duduk di
atas batu di tepi telaga itu, mengambil sikap sebagai penonton
karena memang dia ingin sekali melihat sikap dan sepak
terjang muridnya menghadapi lawan yang dia tahu amat
tangguh ini. Inilah merupakan ujian yang amat baik bagi
muridnya, pikir kakek ini dengan hati gembira.
Lam-thian Seng-jin adalah seorang tokoh besar di dunia
persilatan wilayah selatan menjadi orang nomor dua sesudah
Lam-ong, maka tentu saja dia menyesuaikan sikapnya dengan
kedudukannya yang tinggi, tidak seperti para anak buah yang
tadi bertindak sembrono dan sama sekali tidak mempunyai
wibawa. Dia kini menghampiri Siangkoan Lojin dan
mengangguk sebagai tanda hormat atau salam, lalu terdengar
dia berkata, suaranya lantang namun halus, sikapnya angkuh.
"Sobat, agaknya engkau belum pernah mendengar nama
Lam-ong dan aku Lam-thian Seng-jin adalah wakil dan
pembantu beliau. Akan tetapi kami juga belum pernah
bertemu denganmu, oleh karena itu, sukalah kiranya engkau
memperkenalkan diri dan apa sebabnya engkau mengganggu
pekerjaan anak buah kami."
Siangkoan Lojin tersenyum lebar dan sepasang matanya
memandang dengan jenaka. Sikapnya tak acuh dan dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengangkat alisnya ketika menjawab, "Engkau tanya
kepadaku, sobat" Namaku Siangkoan, tukang cari ikan. Kalau
kau mau tahu tentang urusan dengan anak buahmu, tanya
saja kepadanya." Dia menuding kepada Sian Lun.
"Benar, akulah yang bertanggung jawab atas semua
kejadian tadi !" Sian Lun berkata karena dia maklum bahwa
gurunya paling tidak mau urusan. Kini Lam-thian Seng-jin
memutar tubuh menghadapinya, alisnya berkerut. Jadi
pemuda inikah yang memiliki hawa pukulan dahsyat tadi" Dan
siapakah kakek bernama Siangkoan itu" Memang ada
beberapa orang tokoh kang-ouw yang memiliki she (nama
keturunan) Siangkoan, akan tetapi mereka semua itu
dikenalnya dan kakek ini bukan seorang di antara mereka.
Benar-benar dia belum pernah mendengar nama kakek ini
sebagai tokoh kang-ouw. Barangkali pemuda itu pernah
didengar namanya. "Hemm, begitukah?" Dia berkata sambil menatap wajah
pemuda itu dengan tajam. "Dan siapakah engkau, orang
muda?" "Nama saya Tan Sian Lun, locianpwe," jawab Sian Lun
dengan sikap hormat dan sikap serta jawaban ini membuat
Lam-thian Seng-jin menjadi hati-hati karena dari sikap dan
jawaban itu dia dapat menduga bahwa pemuda ini bukan
17 orang sembarangan, melainkan seorang pemuda yang tahu
akan sopan santu dan seperti orang terpelajar, keadaan
seorang pemuda seperti itu jauh lebih berbahaya dari pada
seorang pemuda yang kasar dan sombong mengandalkan
kepandaiannya. "Hemm, Tan-sicu, engkau yang masih amat muda ini telah
berani mengacau di selatan. Ceritakan apa sebabnya engkau
bentrok dengan anak buah kami."
"Bukan kami sengaja hendak bermusuhan, locianpwe. Saya
dan suhu sedang memancing ikan, tahu-tahu kami diserang
oleh mereka yang berperahu besar." Dia menoleh ke arah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tujuh orang yang semalam atau menjelang pagi tadi
menghancurkan perahu kecilnya. Sementara itu, kembali Lamthian Seng-jin terkejut dan mengerling
ke arah Siangkoan Lojin ketika mendengar pemuda itu menyebut suhu kepada
kakek itu. "Mereka menghancurkan perahu kecil kami yang
kami sewa dari paman nelayan di sana itu." Dia menuding ke
arah kakek nelayan yang jongkok tidak jauh dari tempat itu
dengan muka ketakutan. Lam-thian bagaimana?" Seng-jin mengangguk-angguk. "Lalu, "Saya hanya minta agar mereka mengganti perahu yang
mereka hancurkan, akan tetapi mereka menyerang kami
sehingga terpaksa saya melawan. Mereka jatuh ke telaga dan
saya lalu mendayung perahu ke tepi sini. Harap locianpwe
pertimbangkan. Apakah kesalahan saya dan suhu yang hanya
memancing beberapa ekor ikan untuk sarapan pagi" Sama
sekali kami tidak berniat mencari musuh, apalagi menentang
Lam-ong atau locianpwe."
Biarpun kata-kata itu merendah, namun sikap pemuda itu
sama sekali tidak menunjukkan rasa jerih, maka diam-diam
Lam-thian Seng-jin merasa tidak puas sekali. Kalau pemuda
itu kelihatan jerih atau minta maaf, tentu diapun tidak akan
menarik panjang peristiwa itu, menunjukkan "kebesaran hati"
seperti layaknya sikap seorang cabang atas! Akan tetapi
pemuda itu bersikap tenang saja, sama sekali tidak
memandang tinggi kepadanya atau kepada Lam-ong, maka
hatinya menjadi penasaran. Apa lagi guru pemuda itu, kakek
tak terkenal she Siangkoan itu, hanya duduk sambil
tersenyum-senyum saja seperti orang yang sedang nonton
18 wayang. Akan tetapi dia adalah seorang yang berkedudukan
tinggi dan hal ini harus diperlihatkannya terlebih dahulu
kepada guru dan murid yang agaknya datang dari jauh dan
belum mengenalnya itu. Maka dia lalu memberi isyarat
memanggil tujuh orang anak buah itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka datang dengan sikap takut-takut "Hayo kalian cepat
minta maaf kepada Tan-sicu dan cepat ganti kerugian kepada
nelayan itu." Tujuh orang itu cepat menjura kepada Sian Lun yang tentu
saja merasa sungkan dan cepat membalas penghormatan
mereka, kemudian mereka bertujuh lalu menghampiri nelayan
yang berjongkok dengan muka pucat, menanyakan harga
perahu kecil dan langsung menggantinya secara royal.
Nelayan itu merasa girang sekali, menghaturkan terima kasih
dan cepat pergi dari situ membawa uang penggantian
perahunya. Tadinya dia sudah ketakutan setengah mati ketika
mendengar bahwa Lam-ong bersama anak buahnya berada di
situ, maka dia merasa beruntung sekali bahwa dia
memperoleh ganti rugi atas kehilangan perahunya.
Kalau tadinya ada perasaan tidak senang di dalam hati Sian
Lun terhadap Lam-ong, Lam-thian Seng-jin bersama anak
buah mereka, kini dia merasa lega dan juga tidak enak.
Ternyata kakek itu bersikap baik dan pantas sekali, maka dia
cepat-cepat menjura kepada Lam-thian Seng-jin sambil
berkata, "Sungguh baik sekali penyelesaian locianpwe yang
budiman." Lam-thian Seng-jin tersenyum angkuh. "Engkau merasa
puas, sicu?" "Tentu saja, dan saya berterima kasih sekali, juga mohon
maaf atas kelancangan saya terhadap anak buah locianpwe
pagi tadi." "Hemm, di dalam dunia kang-ouw, apakah yang tak dapat
diselesaikan" Segala peristiwa harus diselesaikan dengan
wajar dan adil, itulah sikap para orang gagah! Budi dan
dendam harus dibalas! Fihak kami telah membayar kerugian
sicu, maka sekarang kami menuntut agar sicu juga membayar
kerugian kami."

Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sian Lun memandang tajam. "Maksud locianpwe?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lam thian Seng jin tersenyum mengejek. "Sicu memiliki
ilmu kepandaian tinggi sekali hingga tidak memandang
sebelah mata kepada para anak buah Lam ong, telah
merobohkan mereka, bukan hanya di perahu, bahkan tadi di
depan mata kami sendiri. Kerugian batin ini harus sicu bayar."
"Caranya?" 19 "Dengan menandingi kami, dan aku mempersilakan sicu
melayaniku barang beberapa jurus agar kita saling mengenal
tingkat kepandaian dan lain kali tidak lagi berani bertindak
lancang tanpa memandang mata."
"Locianpwe menantang?"
"Aku hanya menagih hutang, menebus kekalahan, tapi
kalau sicu menganggapnya menantang, terserah." Sikap Lamthian Seng-jin masih halus dan
berwibawa, sikap seorang datuk tingkat tinggi! "Kalau saya menolak?" Sian Lun bertanya penasaran.
"Sicu harus berlutut tiga kali minta ampun kepada Lamong, selanjutnya tidak boleh lagi menginjak
wilayah selatan." Sian Lun merasa hatinya panas dan dia teringat akan
nasihat suhunya, maka otomatis menoleh kepada suhunya.
Akan tetapi kakek itu masih tersenyum-senyum saja, seperti
tidak mengacuhkan urusan itu, dan maklumlah pemuda itu
bahwa gurunya menyerahkan segala keputusan kepadanya.
Diapun ingin sekali mencoba kepandaian kakek yang kelihatan
lemah lembut namun yang sesungguhnya berhati keras ini,
kelihatan rendah hati namun sesungguhnya angkuh. Atau
lebih tepat lagi, dia ingin menguji kepandaiannya sendiri
karena semenjak dia belajar ilmu kepada Siaugkoan Lojin,
belum pernah dia bertanding melawan seorang yang memiliki
kesaktian seperti kakek di depannya ini, "Biarlah saya
melayani tantangan locianpwe."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus! Kau mulailah!" Kakek itu menantang dan kedua
kakinya sudah terpentang lebar, sikapnya gagah dan mukanya
menjadi makin pucat, tanda bahwa dia sedang mengerahkan
tenaga sinkangnya. "Locianpwe yang menantang, sepatutnya locianpwe yang
maju lebih dulu dan......."
"Sambut serangan !" Belum habis Sian Lun bicara, kakek itu
sudah menyerangnya dengan kecepatan luar biasa. Kiranya, di
dalam sikapnya yang lemah lembut dan menjaga gengsi itu
tersembunyi kecurangan yang cerdik dan hebat karena kakek
itu mempergunakan kesempatan selagi lawannya bicara, hal
yang tidak menguntungkan bagi orang yang membutuhkan
pengerahan sinkang untuk menjaga dirinya, cepat melakukan
serangan yang dahsyat. Akan tetapi Sian Lun adalah murid tersayang dari
Siangkoan Lojin, dan selama sepuluh tahun ini telah menerima
gemblengan secara hebat, telah mewarisi ilmu-ilmu simpanan
dari kakek sakti itu, maka biarpun dia diserang secara tiba
tiba, dia tidak kehilangan ketenangan dan kesigapannya. Bagi
seorang yang sudah matang ilmu silatnya, semua urat
syarafnya selalu berada dalam keadaan siap siaga, apa lagi di
waktu jaga, bahkan dalam tidur sekalipun, dia telah memiliki
20 kesigapan yang setiap saat dapat dipergunakan apabila
diancam bahaya. Gerak refleksnya amat tajam dan peka
sehingga semua panca inderanya amat peka dan tahu akan
datangnya setiap serangan yang mengancam dirinya. Oleh
karena itu, biarpun dia masih belum selesai bicara dan
diserang secara tiba-tiba dan dengan kecepatan yang amat
luar biasa itu, Sian Lun masih sempat untuk menggerakkan
tangannya menangkis. "Dukk!" Karena tangkisan itu tiba-tiba dan tidak
mengandung tenaga sinkang sepenuhnya, sebaliknya
serangan lawan amat kuatnya, dengan tenaga sinkang penuh,
maka begitu kedua lengannya bertemu, tubuh Sian Lun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terjengkang dan terhuyung ke belakang. Hal ini dianggap oleh
Lam-thian Seng-jin sebagai tanda bahwa pemuda itu biarpun
cukup kuat namun tidak dapat menandingi tenaga saktinya,
maka sambil tersenyum dia meloncat ke depan dan
menghujankan serangan dengan jari-jari tangannya. Ternyata
kakek ini adalah seorang ahli ilmu tiam-hiat-hoat (menotok
jalan darah) dan sekali bergerak, dia telah melancarkan
totokan totokan ke arah tujuh jalan darah maut secara
bertubi-tubi. Sian Lun maklum akan bahaya besar yang terkandung
dalam serangan lawan itu, maka diapun cepat menggerakkan
tubuhnya mengelak dengan kecepatan luar biasa dan setelah
dia berhasil melewatkan totokan ke tujuh, dia membalas
dengan tamparan dengan pinggir tangannya yang teibuka.
"Wuuuttt........ dukkk !" Keduanya terdorong ke belakang
oleh benturan dua lengan yang bertemu ketika Lam-thian
Seng-jin menangkis tamparan itu. Sian Lun menyusul dengan
tamparan ke dua. "Wuuuttt........ plakk !" Kembali keduanya terjengkang. Kini
dengan hati terkejut dan heran Lam-thian Seng-jin
mendapatkan kenyataan bahwa lawannya yang masih muda
ini benar benar memiliki sinkang yang amat kuat, tidak kalah
olehnya karena dalam benturan tenaga kedua kalinya itu, dia
telah mengerahkan seluruh kekuatan sinkangnya dan ternyata
pemuda itu dapat mengimbangi tenaganya. Juga di lain fihak,
Sian Lun mengerti bahwa kakek ini benar-benar tangguh
sekali. "Jagalah, locianpwe!" bentaknya dan kini pemuda itu
menerjang dengan pukulan pukulan aneh yang amat dahsyat
Kedua lengan dan jari-jari tangannya membentuk gerakan
cakar naga, gerakannya cepat bukan main, tubuhnya
berkelebat seperti tubuh seekor naga bermain-main di
angkasa. Sian Lun telah mainkan Ilmu Pukulan Sin-liong-jiauw
kang (Ilmu Silat Cakar Naga Sakti) Ilmu silat ini adalah ciptaan
21 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siangkoan Lojin sendiri, berdasarkan dari Ilmu Silat Coa-kun
(Ilmu Silat Ular) namun telah dicampur dan diolahnya kembali
dengan bermacam ilmu silat yang telah dipelajarinya selama
puluhan tahun merantau ke seluruh bagian dunia.
Menghadapi Ilmu Silat Sin-liong jiauw-kang ini, Lam-thian
Seng-jin terkejut. Bahkan hanya gerakan pemuda itu cepat
sekali sehingga sukar baginya untuk mengikutinya dengan
pandang mata, juga dari pukulan-pukulan itu meluncur hawa
panas yang menandakan bahwa pemuda itu telah matang
dalam permainannya, dapat mengisi pukulan dengan sinkang
yang kuat sekali. Di samping itu, biarpun dia telah
memperhatikan dengan seksama dan tahu bahwa ilmu silat ini
berdasarkan Coa-kun, namun dia tidak mengenalnya, belum
pernah dia menghadapi ilmu silat seperti ini sehingga dia tidak
dapat menduga perkembangannya dan harus mengandalkan
pertahanannya sendiri yang diperkuat. Oleh karena ini, dia
tidak lagi sempat untuk balas menyerang karena pemuda itu
telah mendesaknya dengan serangan serangan berantai yang
agaknya tak kunjung putus, begitu dapat ditangkis atau
dielakkan, serangan itu telah bersambung pula dengan
serangan berikutnya yang lebih dahsyat.
Dalam keadaan terdesak itu, Lam-thian Seng-jin masih
mampu mempertahankan dirinya dengan gerakan kedua
tangannya yang menangkis sambil mengelak dan main
mundur, akan tetapi diam-diam dia mencari kesempatan baik.
Ketika kesempatan itu terbuka, dia mengeluarkan suara
melengking nyaring yang menggetarkan jantung, dan tiba-tiba
kedua tangannya yang terbuka itu saling bertemu seperti
orang bertepuk, akan tetapi tepukan itu mengeluarkan suara
ledakan dan dari kedua telapak tangannya keluar uap tebal,
kemudian secepat kilat kedua tangannya mendorong kedepan.
Itulah pukulan Lui-kongciang (Tangan geledek) yang amat
lihai dan kalau mengenai tubuh lawan dapat membuat kulit
tubuh terbakar dan terkupas!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Haaiiiitt!" Sian Lun membentak dan diapun mendorongkan
kedua tangannya ke depan dengan gerakan Ilmu Leng-in
ciang (Tangan Awan Dingin), semacam ilmu pukulan sakti
yang mengandung Im-kang ciptaan Siangkoan-Lojin.
"Ceesssss.......! " Nampak asap mengepul tebal ketika dua
telapak tangan bertemu dan tubuh Lam-thian Seng-jin
bergoyang-goyang, mukanya yang tadinya pucat sekali itu
berubah kemerahan dan sepasang matanya memperlihatkan
kegelisahan. Kiranya Lui kong ciang itu bertemu dengan lawannya yang
ampuh, yaitu Leng-in ciang dan seperti halnya api yang takut
22 bertemu air dingin, tenaga Lui-kong ciang dari kakek itu
seperti kena dihisap oleh tenaga yang keluar dari kedua
telapak tangan Sian Lun. Kakek itu terkejut dan khawatir
sekali karena dua pasang tangan itu telah melekat dan kalau
dilanjutkan, dia dapat celaka dan mengalami luka dalam yang
hebat. Untuk menarik kembali kedua tangannya sudah tidak
sempat lagi. Sebetulnya, adu tenaga sakti itu bukan
ditentukan oleh sifat dari ilmunya, melainkan ditentukan oleh
kekuatan dasar dari keduanya! Dalam hal ini, Sian Lun masih
menang kuat apalagi karena memang dasar dari ilmunya itu
lebih bersih. Akan tetapi Sian Lun memang tidak bermaksud sama sekali
untuk mencelakai lawan, apa lagi membunuhnya, maka
melihat keadaan kakek itu, dia telah merasa puas karena tahu
bahwa dalam pertandingan itu dialah yang lebih unggul.
Dengan cepat dia lalu berseru keras, mendorong lawan dan
meloncat ke belakang sambil menarik kembali kedua
tangannya.Lam Thian Seng-jin terhuyung dan tentu ia
terbanting roboh kalau saja Lam-ong tidak cepat menahan
punggungnya dengan ujung huncwe-nya. Merasa ada hawa
panas dari ujung huncwe telah memasuki punggungnya, pulih
kembali tenaga Lam-thian Seng-jin dan dia mampu melompat
ke samping dan berdiri tegak dengan muka kemerahan. Dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdiri dan memandang bingung, tidak tahu harus berbuat
dan berkata apa. Untuk melawan lagi, dia maklum bahwa dia
telah kalah dan kalau tadi lawan yang muda itu menghendaki,
tentu dia sudah roboh tewas. Akan tetapi untuk mengaku
kalahpun dia malu karena sebagai orang kedua di selatan,
mana mungkin dia mengaku kalah terhadap seorang pemuda
yang usianya baru duapuluhan tahun.
Sementara itu, setelah menolong pembantunya, Lam-ong
Oh Ging Siu, Si Raja Selatan itu kini berdiri dengan kedua kaki
terpentang dan dia memandang Sian Lun sambil menghisap
huncwenya dengan sedotan keras berkali-kali dan kemudian
dia mencabut huncwe dari mulutnya, lalu meniupkan asap dari
mulutnya ke arah Sian Lun. Kelihatannya kakek itu hanya
main-main saja meniupkan asap huncwenya, Akan tetapi
dapat dibayangkan betapa kaget hati Sian Lun ketika dia
melihat bahwa asap itu menjadi segumpal asap panjang kecil
yang meluncur seperti anak panah menuju ke arah mukanya
dan mengeluarkan suara bercuitan! Cepat Sian Lun meloncat
ke samping kiri untuk menghindar, akan tetapi...... dengan
cepat pula asap yang berbentuk anak panah itu meliuk ke kiri
dan mengejarnya ! "Ahh.......!" Sian Lun terpaksa melempar diri ke belakang
dan ketika dalam keadaan setengah rebah dia melihat asap itu
terus mengejarnya, dia cepat menghantamkan tangan
23 kanannya ke arah asap itu dengan tenaga sinkangnya. Untung
baginya bahwa asap itu setelah meliuk dua kali, berkurang
tenaganya dan. terkena hawa pukulan tangannya membuyar
dan tercium bau yang menyesakkan napas, bau tembakan
yang aneh. "Hemm, bagus, kau boleh juga, orang muda!" Terdengar
Lam-ong berkata dan orang yang baru mendengar suara ini
tentu terkejut sekali. Lam-ong Oh Ging Siu adalah seorang
kakek yang usianya sudah tujuhpuluh tahun, tubuhnya tinggi
sekali, satu kepala lebih tinggi dari orang biasa, dan amat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kurus seperti biasa orang yang kecanduan madat atau rokok
berat. Matanya sipit dengan alis tebal, jenggotnya panjang,
pendeknya dia adalah seorang kakek yang gagah. Akan tetapi
suaranya sepeni suara seorang wanita! Kalau tidak melihat
kakek ini bicara, hanya mendengar suaranya saja, orang tentu
akan yakin bahwa itu adalah suara seorang wanita muda yang
merdu dan nyaring ! Sian Lun meloncat bangun dan jantungnya berdebar
tegang. Dia maklum bahwa kakek ini benar-benar lihai bukan
main. Seorang yang telah dapat menguasai khikang seperti itu
sehingga dapat mengendalikan asap untuk menyerang lawan
secara demikian ganas, benar-benar membuktikan bahwa dia
telah mencapai tingkat yang tinggi sekali dalam ilmu silat!
Akan tetapi tentu saja dia tidak takut dan dia sudah siap sedia
menandingi Si Raja Selatan ini.
"Ha - ha - ha, kiranya hari ini aku masih dapat bertemu
dengan Si Huncwe Maut, bajak laut tunggal yang pernah
menghantui seluruh kepulauan selatan. Kabarnya sudah
meninggal, tahu-tahu muncul sebagai Lam-ong!"
Sian Lun cepat melangkah mundur ketika dia mendengar
suara gurunya ini dan Lam-ong sendiri kini memutar leher
menoleh kepada Siangkoan Lojin, memandang dengan mata
yang sipit itu menjadi makin sipit seperti terpejam, akan tetapi
dari garis tipis itu menyambar sinar yang menyeramkan.
Perlahan-lahan dia memutar tubuhnya menghadapi Siangkoan
Lojin dan sejenak memandang penuh penyelidikan untuk
mengenal orang itu. Akan tetapi dia tidak mengenalnya dan
Lam-ong mengeluarkan suara mendengus.
Kiranya, ketika dia masih muda, kurang lebih empat
limapuluh tahun yang lalu, pernah Siangkoan Lee mendengar
tentang adanya seorang bajak laut tunggal yang terkenal
sekali dan terutama sekali terkenal karena kejamnya, lihainya
dan huncwe mautnya. Bajak laut itu dikenal dengan julukan Si
Huncwe Maut dan kabarnya dia adalah seorang laki-laki yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
24

Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gagah akan tetapi yang tidak pantang melakukan segala
macam kejahatan, membajak, merampok, memperkosa
wanita, membunuh. Sebetulnya, dia sendiri belum pernah
jumpa dengan Si Huncwe Maut dan kalau dia mengeluarkan
ucapan demikian adalah karena dia tadi melihat betapa
hebatnya kepandaian Lam-ong mempergunakan huncwenya
maka dia menyamakan Lam-ong dengan Si Huncwe Maut
Siangkoan Lojin hanya ngawur saja, akan tetapi sama sekali
tidak pernah disangkanya bahwa kata-katanya yang ngawur
itu justeru mengandung kenyataan! Memang Lam-ong ini
bukan lain adalah Si Huncwe Maut! Akan tetapi mengapa
matanya menjadi sipit sekali dani suaranya berobah seperti
suara wanita" Inilah keistimewaan dan kecerdikan orang ini.
Namanya sebagai Huncwe Maut amat dikenal dan karena satu
di antara kejahatannya adalah sebagai jai - hwa - cat
(penjahat pemetik bunga atau pemerkosa wanita) dan pada
suatu malam dia berhasil memperkosa isteri seorang
pendekar, maka dia dimusuhi oleh semua pendekar dan
menjadi buronan. Beberapa kali dia hampir tewas di tangan
para pendekar yang mengejar-ngejarnya, maka akhirnya dia
lalu bersembunyi di dalam sebuah pulau kecil kosong di
selatan. Di tempat ini dia bertapa selama belasan tahun, dan
sambil memperdalam ilmunya, dia lalu merobah mukanya,
dibantu oleh seorang ahli sehingga dia menjelma menjadi
seorang manusia lain. Tabib pandai yang merobah mukanya
itu lalu dibunuhnya. Demikianlah, Si Huncwe Maut muncul lagi di dunia kangouw sebagai seorang berusia lima puluh
tahun yang amat lihai. Ditaklukkannya semua jagoan sehingga akhirnya dia
diangkat menjadi datuk nomor satu dan dia berjuluk Lam-ong,
menjadi datuk dari semua bajak dan hidup sebagai raja
sampai sekarang. Kini usianya sudah tujuhpuluh tahun dan
kepandaiannya meningkat makin tinggi dan baru beberapa
tahun saja dia berani lagi terang-terangan menggunakan
huncwe itu sebagai alat merokok dan juga sebagai senjata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak ada seorangpun di antara para pendekar yang dulu
mengejar-neejarnya dan yang sekarang banyak yang sudah
mati, atau kalau masih adapun sudah amat tua, yang mengira
bahwa Lam-ong yang terkenal dan berpengaruh sekali itu
adalah Si Huncwe Maut. Oleh karena itu, dapat dibayangkan betapa kagetnya hati
Lam-ong ketika mendengar kata kata Siangkoan Lojin yang
sebenarnya hanya ngawur saja itu. Dia mengira bahwa
Siangkoan Lojin tentu seorang di antara para pendekar yang
di waktu mudanya dulu pernah beramai ramai mengeroyok
dan mengejarnya. Maki timbullah rasa dendamnya dan karena
kini Siangkoan Lojin hanya sendirian saja, maka dia tidak
25 merasa jerih lagi. Apa lagi baru seorang diri, biarpun andaikata
semua musuh-musuhnya dahulu kini datang lagi mengeroyoknya, dia tidak akan gentar!
"Sobat, siapakah engkau dan apakah engkau hendak
mewakili muridmu untuk menguji ke pandaian dengan aku?"
Suaranya yang tinggi nyaring seperti suara wanita itu
melengking dan mengandung getaran kuat. Selain dapat
merobah wajahnya, juga Si Huncwe Maut itu telah dapat
merobah suaranya dengan latihan khikang yang amat kuat.
Siangkoan Lojin tersenyum dan matanya berkedip-kedip
seperti mengajak bergurau "Lam-ong, tadi muridku telah
melayani tantangan Lam thian Seng jin yang sombong dan
berakhir dengan kemenangan muridku. Mengapa engkau
masih merasa penasaran dan hendak turun tangan sendiri"
Kalau hanya maaf yang kaubutuhkan, biarlah aku minta maaf
kepadamu ........" Siangkoan Lojin membuat gerakan hendak
berlutut. "Suhu ......!!" bentakan dari Sian Lun ini terdengar
menggeledek karena murid ini benar-benar merasa penasaran
kalau sampai suhunya yang dijunjung tinggi itu berlutut minta
ampun. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siangkoan Lojin terkejut dan menoleh, melihat wajah
muridnya merah sekali dia menjadi tidak tega dan tidak jadi
berlutut. Sementara itu, Lam ong tertawa lirih. "Ha-ha, sobat,
semangatmu kalah besar dengan muridmu. Kau minggirlah
saja kalau gentar, agaknya muridmu memiliki nyali yang lebih
besar dan mungkin kepandaiannya juga sudah melampaui
tingkatmu." "Ah, mana bisa! Muridku sudah menang dan terus terang
saja, dibandingkan dengan engkau orang tua yang lihai,
muridku tentu kalah. Maka biarlah aku mewakilinya mengaku
kalah kepadamu, dan biarlah kami pergi saja dan selanjutnya
di antara kita tidak ada apa-apa lagi. Bagaimana?" Siangkoan
Lojin benar-benar bicara dengan sewajarnya dan dengan
halus, sepenuhnya mengalah sehingga Sian Lun yang
mendengarkan dan melihat hal ini mengerutkan alisnya karena
merasa tidak puas. Lam-ong adalah seorang kakek tua renta yang pada tahun
tahun terakhir ini terlalu tinggi disanjung orang sehingga dia
menjadi lengah dan tidak tahu betapa sikap Siangkoan Lojin
yang sederhana dan mengalah itu sudah membayangkan
watak seorang yang luar biasa sekali. Kalau dia waspada, dia
26 tentu akan mundur, karena sikap mengalah dari lawan itu saja
sudah mengangkat derajatnya. Akan tetapi dia masih belum
puas dan menganggap bahwa sikap kakek sederhana di
depannya itu sebagai sikap orang yang jerih setelah
menyaksikan demonstrasi penggunaan asap untuk menyerang
pemuda tadi. Maka dia tersenyum dan menggerak-gerakkan
huncwe di tangannya. "Heh, mana mungkin mengaku kalah sebelum bertanding"
Aku hanya akan menghabiskan urusan ini kalau muridmu atau
engkau melayani aku sampai sepuluh jurus." Benar-benar
Lam-ong amat sombong dan terlalu memandang rendah orang
lain. Dia sudah melihat sendiri betapa pembantu utamanya
kalah oleh Sian Lun namun, dengan mengandalkan kelihaian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
huncwe mautnya, dia menantang agar pemuda itu atau
gurunya mau melayaninya sampai sepuluh jurus saja, berarti
dia menilai guru dan murid itu hanya kuat paling lama sepuluh
jurus kalau melawannya. Dan dia yang sudah berani memberi
waktu hanya sepuluh jurus itu tentu saja akan menggunakan
sepuluh jurus terampuh yang mendatangkan maut kepada
lawannya ! Siangkoan Lojin menarik napas panjang. "Kalau engkau
memang mempunyai kegemaran menggebuk orang, biarlah
aku yang tua ini kauhajar," katanya.
"Bagus! Sekarang perkenalkan namamu sebelum aku
merobohkanmu kurang dari sepuluh jurus!" teriak Lam-ong
sambil mengisap huncwenya.
"Namaku tidak ada artinya sama sekali. Aku keturunan
orang she Siangkoan......"
Tiba-tiba Lam-ong sudah menyemburkan asap dari
mulutnya. Seperti ketika dia menyerang Sian Lun tadi, dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mulutnya meluncur asap memanjang yang mengeluarkan
suara bercuitan, kini bahkan lebih dahsyat dari pada yang tadi
menyerang Sian Lun karena kakek itu sudah mengerahkan
seluruh tenaganya untuk meniup asap yang keluar dari dalam
paru-parunya itu. Biarpun Siangkoan Lojin belum selesai
bicara dan tiba-tiba diserang secara hebat oleh senjata luar
biasa berupa asap dari huncwe itu, namun kakek ini tidak
menjadi gentar dan dia juga meniup dengan mulutnya ke arah
asap yang bercuitan menyambar ke arahnya iu. Tentu saja
Siangkoan Lojin meniup sambil mengerahkan khikang dari
paru-parunya yang didorong oleh tenaga tian-tan dari pusar
karena dia maklum akan kekuatan lawan yang tak boleh
dipandang ringan itu. 27 Asap yang panjang kecil seperti anak panah itu membuyar,
namun masih berusaha mendesak. Akan tetapi, kembali
Siangkoan Lojin meniup dan akhirnya asap itu membuyar dan
cerai-berai, kehilangan kekuatannya. Melihat kenyataan ini,
Lam-ong agak terkejut juga. Dia memang sudah dapat
menduga bahwa kakek sederhana ini tentu "berisi", akan
tetapi tak pernah disangkanya kakek itu akan menguasai
khikang sekuat itu pula. Maka dia lalu berteriak nyaring sambil
menyerang dengan dahsyatnya. Sekali menyerang, dia telah
mengeluarkan jurus maut yang dia namakan Mengambil
Mustika Dari Kepala Naga. Dengan huncwe di tangan kanan
dia menyodok ke arah pusar lawan dan ketika lawan
mengikuti gerakan serangan berbahaya ini, tangan kirinyi
menyambar ke arah ubun-ubun kepala lawan dengan
cengkeraman maut yang amat dahsyat! Serangan tangan kiri
inilah yang menjadi inti jurus itu, dan serangan tangan kanan
yang memegang huncwe hanya merupakan pancingan belaka
untuk menarik perhatian mata lawan ke bawah.
Akan tetapi tiba-tiba dia melihat bayangan berkelebat dan
tahu - tahu lawannya itu sudah menyelinap di antara dua
serangan itu dan sudah berhasil mengelak dengan kecepatan
yang sungguh membuatnya terkejut bukan main. Tentu saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lam-ong tidak tahu bahwa Siangkoan Lojin adalah seorang
sakti yang telah mencapai tingkat sempurna dalam ilmu ginkang (meringankan tubuh) sehingga
gerakannya luar biasa cepatnya seolah-olah dia pandai terbang saja.
Lam-ong merasa penasaran melihat serangan mautnya
dihindarkan sedemikian mudahnya oleh lawan, akan tetapi
dasar dia sangat sombong, maka pengelakan lawannya itu
dianggapnya sebagai perasaan takut dari lawan menghadapi
serangannya tadi. Maka diapun mengeluarkan teriakan keras
dan menyerang lagi dengan cara yang lebih dahsyat lagi. Kini
huncwenya yang merupakan senjata inti serangar Huncwe itu
berubah menjadi sinar yang mengeluarkan suara berdesing
menyambar ke arah kepala Siangkoan Lojin. Ketika kakek ini
miringkan tubuh mengelak, huncwe itu dibalik dan ujungnya
yang meruncing menotok ke arah leher, kemudian dibalik pula
dan kepala huncwe menotok ke ulu hati. Serangan ini bertubitubi
dan merupakan jurus yang amat banyak perkembangannya. Namun kembali 28 Siangkoan Lojin mengeluarkan kepandaian gin-kangnya sehingga dia dapat
lolos dari jurus ini dengan mengelak ke sana ke mari lalu
setelah terbuka kesempatan dia berkelebat mundur menjauhi.
"Lawanlah, jangan lari seperti pengecut !" Lam ong
berteriak dan menubruk lagi.
"Sudah tiga jurus, Lam-ong!" kata Siangkoan Lojin sambil
cepat menghindarkanserangan itu dengan melesat ke kiri,
Siangkoan Lojin menghitung serangan dengan asap tadi
sebagai jurus pertama. Akan tetapi Lam-ong agaknya sudah tidak sudi
memperhatikan berapa banyaknya jurus yang dipergunakannya karena dia sudah menjadi marah dan
penasaran sekali. Jurus demi jurus dikeluarkannya. Bukan
hanya huncwe maut itu yang menyerang lawan, akan tetapi
juga pukulan-pukulan maut tangan kirinya yang dilakukan
dengan pengerahan sinkang yang amat kuat, dibantu pula
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh kedua kakinya yang melakukan tendangan-tendangan
kilat. Namun, sampai sepuluh jurus banyaknya, Siangkoan
Lojin dapat menghindarkan dirinya dengan mengelak ke sanasini.
Jurus terakhir itu dilakukan dengan totokan pula, totokan
dengan huncwe maut itu yang dibalik. Ujung yang biasa
dimasukkan mulut itulah yang dipakai menotok dan sekali
bergerak, ujung huncwe telah menotok ke arah tigabelas jalan
darah yang berbahaya secara bertubi-tubi dan berantai ! Agak
repot jugalah Siangkoan Lojin mengelak, akan tetapi
mengandalkan ginkangnya yang hebat, akhirnya kakek ini
berhasil menghindarkan diri lalu meloncat ke belakang, sampai
empat meter jauhnya dan tiba-tiba dia menjatuhkan diri
berlutut menghadap Lam-ong Oh Ging Siu!
"Lam-ong telah memberi petunjuk selama sepuluh jurus,
aku tua bangka she Siangkoan merasa kagum dan berterima
kasih. Sekarang maafkan kami berdua dan biarkan kami
berdua pergi........"
"Suhu, awas........! I" Tiba-tiba Sian Lu berseru nyaring.
Namun terlambat sudah. Serangan yang dilakukan oleh
Lam-ong bukan main dahsyatnya, seperti kilat menyambar dia
sudah menerjang dengan didahului oleh sinar huncwenya ke
arah kepala Siangkoan Lojin yang sedang berlutut. Dan di
dalam keadaan berlutut itu tentu saja kedudukan Siangkoan
Lojin amat lemah dan memang sesungguhnya kakek sakti ini
sama sekali tidak pernah menyangka bahwa lawan akan
29 securang itu. "Singgg........" Sinar kilat dari huncwe itu menyambar,
mengarah ubun-ubun kepala Siangkoan Lojin.
"Syuuuttt........ prakkkk! Dukkkk!"
Huncwe itu pecah berantakan dan tubuh Lam ong
terlempar ke belakang, lalu terbanting sampai bergulingan.
Dia dapat cepat meloncat berdiri, matanya terbelalak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memandang tangan kanannya yang berdarah karena telapak
tangan yang memegang huncwe itu robek ketika huncwenya
bertemu dengan tangan lawan dan pecah berantakan.
Siangkoan Lojin masih berlutut dan hal itulah yang membuat
Lam-ong terkejut setengah mati karena dia tadi berhasil
menghantam punggung lawan pada saat huncwenya
ditangkis. Hantaman tangan kirinya itu hebat sekali, dilakukan
dengan pengerahan sinkangnya, akan tetapi mengapa kakek
sederhana yang dihantamnya itu seakan-akan tidak
merasakan apa-apa" Demikian saktikah lawannya itu"
Keringat dingin keluar dari leher dan muka Lam-ong ketika dia
melihat kakek yang menjadi lawannya itu bangkit berdiri
dengan amat gagahnya, mengepal kedua tinju dan
memandang kepadanya dengan sepasang mata yang lembut
dan senyum yang halus. "Kau mau berkelahi" Majulah.......!" kata Siangkoan Lojin
seperti kepada seorang bocah yang nakal. Gentarlah hati Lamong. Kakek yang sederhana itu, yang
sama sekali tidak pernah dikenal namanya, bukan hanya telah menghancurkan
senjatanya yang ampuh, akan tetapi juga dapat menahan
pukulannya yang amat terkenal, yaitu pukulan dengan Ilmu
Pek-see-ciang (Tangan Pasir Putih). Tahulah dia bahwa
melawan terus berarti bunuh diri karena tingkat kepandaian
kakek itu benar-benar sukar diukur lagi sampai di mana
tingginya. Sebagai seorang tokoh atau datuk yang mengerti
dan tahu diri, dia lalu menjura ke arah Siangkoan Lojin.
"Saudara terlampau merendah..... aku.....aku telah
menerima pelajaran. Maafkan kami ........" Lalu Lam-ong
membalikkan tubuhnya dan pergi dari situ, diikuti oleh semua
anak buahnya yang menjadi gentar sehingga mereka ingin
cepat-cepat pergi meninggalkan kakek sederhana yang
ternyata luar biasa saktinya itu, Sian Lun berdiri memandang
rombongan yang tergesa-gesa menjauhkan diri itu dengari
hati panas dan kedua tangan dikepal, juga dengan rasa
bangga karenasuhunya ternyata memperoleh kemenangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan amat mudah sungguhpun dia sendiri tadi juga melihat
betapa suhunya menerima hantaman tangan kiri Lam-ong
30 pada punggungnya. Karena suhunya kelihatan tidak apa-apa,
maka hatinya merasa bangga sekali. Setelah rombongan itu
lenyap di tikungan jalan, barulah dia menoleh kepada suhunya
dan terkejutlah Sian Lun melihat kakek itu terhuyung dan
menekan dadanya. "Suhu......., suhu terluka.......?" Sian Lun merangkul kakek
itu yang kelihatan terengah engah dan wajahnya pucat sekali.
"Bawa aku....... pergi....... jauh dari sini ........." Suhunya
berkata lirih dan memejamkan matanya.
Dengan hati penuh kegelisahan Sian Lun lalu memondong
tubuh kakek itu dan berlari cepat ke arah yang bertentangan
dengan perginya rombongan Lam-ong tadi karena dia kini
maklum bahwa tadi gurunya menahan luka dan kini suhunya
khawatir kalau-kalau keadaannya diketahui oleh fihak lawan
yang memang amat lihai. Mereka tadi pergi menuju ke
selatan, maka kini Sian Lun mengambil jalan k
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
e arah utara. "Bawa........ aku ke........bukit sana itu......"
Gurunya berbisik sambil menuding ke depan, ke arah
sebuah bukit yang masih amat jauh, kelihatan teraling awan
dari situ. Sian Lun mengangguk dan mempergunakan
kepandaiannya berlari cepat ke utara, ke arah bukit itu.
Karena kakek itu minta dengan suara terengah kepada
muridnya agar jangan berhenti sebelum tiba di bukit itu, Sian
Lun berlari terus sehari penuh dan baru pada senja hari itu dia
tiba di puncak bukit. Keringatnya membasahi seluruh
tubuhnya yang amat lelah akan tetapi pemuda itu sama sekali
tidak menghiraukan kelelahannya.
"Bagaimana keadaan suhu.......?" tanyanya dengan penuh
khawatir ketika suhunya minta diturunkan di atas sebuah batu
besar yang berada di puncak bukit. Akan tetapi sampai lama
suhunya tidak menjawab, melainkan duduk bersila dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandang ke arah barat dengan sepasang mata terbelalak,
bersinar sinar dan wajahnya yang pucat itu berseri
sungguhpun napasnya masih terengah-engah seperti tadi,
bahkan nampak lebih lemah lagi.
"Indahnya........ bukan main indahnya.....ah, aku ingin
tinggal selamanya di tempat indah ini........"
Sian Lun cepat mengarahkan pandang matanya ke depan,
ke barat dan diapun tahu apa yang dikagumi oleh gurunya itu.
Matahari terbenam ! Peristiwa biasa saja yang setiap hari,
setiap senja dapat dilihat oleh setiap manusia di jagad ini.
Namun, betapa manusia pada umumnya sibuk dengan segala
macam kesenangan dunia, dengan segala macam pengejaran
nafsu sehingga manusia seakan-akan buta terhadap segala
keindahan alam yang berada di depan mata itu! Betapa
sedikitnya manusia yang masih dapat menikmati keindahan
mata. hari terbenam di senja hari, matahari timbul di pagi
hari, awan-awan putih berarak di langit biru, pohon-pohon,
daun-daun dan bunga-bunga. Semua keindahan itu lewat
begitu saja, atau dilewati oleh mata begitu saja, bahkan tidak
pernah nampak lagi karena sang mata mencari cari dan
mengejar hal-hal yang tidak ada menurutkan dorongan nafsu
yang timbul dari pikiran yang selalu mengejar hal-hal yang
tidak atau belum ada. Karena sejak pagi sampai malam
manusia selalu mengejar hal-hal yang tidak atau belum ada
inilah maka manusia tidak lagi dapat melihat, tidak lagi dapat
menikmati keindahan dari pada hal-hal yang ADA di depan
hidung sendiri! Mengapa kita tidak pernah membuka semua
panca indera, memandang segala yang ada tanpa mengejar
hal-hal yang belum ada" Mengapa kita tidak pernah
1 memperhatikan yang INI, yang BEGINI, akan tetapi selalu
menjangkau yang ITU, yang BEGITU" Padahal segala
keindahan, segala kebahagiaan berada dengan yang INI atau
yang ADA, bukan terletak dalam yang ITU atau yang
DIBAYANGKAN. Bahagia adalah sekarang, saat ini. Kalau
kebahagiaan itu kita pindahkan kepada nanti dan kelak, maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hal itu hanya merupakan kesenangan yang dibayangbayangkan, yang diharap-harapkan, dan
bersama dengan kesenangan itu pasti muncul nafsu keinginan bersama
rangkaiannya yang tak kunjung pisah, yaitu kekecewaan,
konflik dan kedukaan atau kesengsaraan karena di dalam
pengejaran untuk mendapatkan kesenangan yang dibayangbayangkan itulah lahirnya
penyelewengan dan kemaksiatan.
"Suhu........."
"Sian Lun ..... aku terluka parah oleh pukulan Lam-ong.....
ah, dengarlah baik-baik sebelum terlambat, Sian Lun, karena
aku akan menikmati keindahan ini, aku akan menjadi satu
dengan keindahan ini, dengarlah sebelum terlambat...."
"Suhu.......!" "Buanglah was was dan duka itu! Tidak patut kausesalkan
gurumu bersatu dengan keindahan ! Nah, dengar baik-baik.
Baru saja aku membuktikan sendiri betapa lihainya seorang di
antara Su Ong (Empat Raja). Lam-ong itu ternyata memiliki
pukulan Pek-see-ciang yang amat lihai, kelihatannya tidak
berbahaya akan tetapi getaran pukulannya merusak jantung,
lebih hebat dari pada huncwe mautnya. Engkau harus berhati
hati menghadapi Pek see-ciang dari Lam-ong, tidak boleh
sekali-kali kaulawan keras dengan keras karena sinkangmu
akan tergempur oleh getaran yang mengguncangkan. Masih
ada tiga orang lagi raja, yaitu Tung-ong (Raja Timur), berhatihatilah engkau terhadap pukulan
Kim-kong-ciang dari Tungong, kemudian Ilmu Tendangan Kaki Terbang dari See-ong,
dan juga engkau harus berhati-hati terhadap Ilmu Tiat po-san
(Ilm Kebal Baju Besi) dan Ban-seng-sin-po (Langkah Sakti
Selaksa Bintang) dari Pak ong (Raja Utara)!"
"Suhu......yang terpenting adalah kesembuhan suhu,
biarkan teecu (murid) membantu suhu memulihkan
kesehatan........" Sian Lun meraba punggung suhunya, akan
tetapi dengan halus kakek itu menyingkirkan tangan
muridnya, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak ada gunanya........ aku ingin bersatu dengan
kendahan ini. Lihat, betapa indahnya matahari terbenam di
barat itu, muridku........ ah, sinarnya seperti langit sedang
terbakar...... dan dunia memang terbakar selama kejahatan
dan 2 pemberontakan merajalela, kau harus bantu menenteramkan negara, Sian Lun. Kau harus membantu
pemerintah menghalau semua pengacau........kau berjanjilah,
muridku ..... " Sian Lun merasa betapa jantungnya seperti diremas. Dia
merasakan sesuatu yang tidak wajar dan aneh, dia mengerti
bahwa suhunya sedang bersiap meninggalkannya untuk
selamanya. "Perasaan pribadi harus dikesampingkan...., yang penting
adalah menegakkan keadilan dan tenenteramkan kehidupan
rakyat........ kau ingatlah baik baik, Sian Lun....... nah, jangan
ganggu aku lagi........ aku hendak menyatukan diri dengan
keindahan ini........" Kakek itu lalu bersedakap dan
memejamkan mata sejenak, kemudian membuka mata
memandang ke barat, tidak bergerak-gerak lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Suhu ...... ! " Sian Lun menjatuhkan diri berlutut di depan
kaki suhunya, di dekat batu di mana suhunya duduk bersila
dan bersedakap, dengan sepasang mata memandang
matahari tenggelam di barat, akan tetapi mata itu sudah tidak
ada cahayanya lagi karena tubuh itu sudah ditinggalkan
nyawanya. "Suhu.......!" Sian Lun menangis, akan tetapi terngiang di
telinganya ucapan suhunya, "........ jangan ganggu aku
lagi......" maka diapun tidak jadi menubruk suhunya. Dia
menahan tangis lalu memeriksa denyut nadi dan detik jantung
suhunya. Setelah merasa yakin bahwa suhunya memang telah
meninggal dunia dia lalu duduk berlutut di depan suhunya dia
tenggelamdalam Samadhi untuk menjaga, berkabung dan
"mengantar" arwah suhunya agar mendapat "tempat" yang
baik. Semalam suntuk dia duduk bersila, tenggelam dalam
keheningan yang syahdu. Pada keesokan harinya, pagi - pagi sekali Sian Lun sadar
dari samadhinya. Sadar dari samadhi hanyalah menjadi istilah
kata belaka, karena sesungguhnya samadhi adalah keadaan
sesadar - sadarnya, keadaan waspada dalam keheningan
tanpa pamrih, tanpa si aku, melainkan kosong dan bebas. Pagi
itu cerah sekali, burung-burung berkicau amat indahnya di
tengah-tengah semilir angin pagi yang bercanda dengan
ujung-ujung daun pohon, mengusir embun pagi yang
meninggalkan butir butiran air seperti mutiara di setiap ujung
daun, berkilau - kilauan tertimpa sinar mau hari muda yang
hangat dan keemasan. Betapa indahnya!
Sian Lun terkejut bukan main di kala hatinya berbisik
3 "betapa indahnya" itu! Dia ingat dan menengok ke arah tubuh
bersila di atas batu yang kaku, sekaku tubuh itu sendiri.
Mengapa dia tidak berduka" Mengapa dia dapat mengecap
keindahan" Apakah duka ilu" Apakah keindahan itu" Adakah
keindahan dalam duka" Adakah duka dalam keindahan Tak
mungkin! Duka hanya berada dalam fikiran, dalam ingatan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam kenangan! Duka pasti timbul kalau pikiran mengukur
dan membandingkan, kalau pikiran beranggapan bahwa
keadaan tidaklah seperti yang dikehendakinya sehingga
mengecewakan dan timbullah duka. Kalau pikiran tidak sibuk,
tidak bekerja, seperti keadaan dirinya beberapa detik yang
laku tadi, maka keindahan terasa sedemikian nyata meresap
ke dalam diri lahir batin, ke jantung kalbu, terasa sampai ke
ujung- ujung rambut. Akan tetapi begitu pikiran bekerja, sibuk
mengingat akan kematian gurunya, betapa ditinggal seorang
diri oleh seorang yang dihormati dan dikasihinya, mengingat
betapa kematian gurunya karena luka pukulan orang, lenyap
pulalah segala keindahan agung tadi!
"Aku ingin bersatu dengan keindahan ini ....." suara ini
terngiang di telingannya dan Sian Lun mengangkat mukanya
memandang ke atas. Sudahkah gurunya bersatu dengan awan
yang berarak di langit itu" Bersatu dengan sinar matahari pagi
yang kuning keemasan dan penuh suka cita itu " Bersatu
dalam suara burung-burung dan hembusan angin di antara
daun-daun" Bersatu dalam kemilau butiran-butiran mutiara
embun di ujung daun-daun"
Hari telah siang dan sinar matahari yang terik seolah-olah
ikut membakar kayu-kayu dan daun-daun yang menguruk
tubuh tak bernyawa dan merupakan onggokan nyala api yang
berkobar itu. Sian Lun berlutut tak jauh dari situ dan
memandang jenazah gurunya yang berkobar dalam tumpukan
kayu yang dibakarnya, sesuai dengan pesan gurunya dahulu.
"Aku ingin badan tua rusak ini habis menjadi abu kalau aku
sudah mati, Sian Lun. Aku ingin dilupakan bahwa Siangkoan
Lee pernah hidup sebagai seorang manusia di dunia ini. Kalau
keadaan mengijinkan, muridku, kelak kaubakarlah jenazahku
dan taburkan abuku di atas bukit, biar menjadi pupuk
bagimu." Dan kini dia melihat jenazah gurunya terbakar,
mendengarkan suara api makan kayu dan tubuh tanpa nyawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu, mendengar ledakan ledakan kecil dan melihat kaki tangan
jenazah itu mencuat ke sana-sini ketika dimakan api.
Ditambahnya kayu lagi setiap kali api mengecil dan api
bernyala terus sampai setengah hari lamanya dan menjelang
4 senja, barulah api itu padam karena tidak ditambah kayu lagi.
Sian Lun mengumpulkan abu jenazah gurunya dengan
menggunakan sehelai baju luarnya, kemudian dengan hatihati dia membawa abu jenazah itu


Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berjalan perlahan ke puncak bakit. Dia berdiri di tepi tebing yang curam,
menghadap ke barat dan menanti pada saat matahari
terbenam, saat gurunya menikmati matahari terbenam pada
kemarin harinya. Jilid XX KETIKA Sian Lun berdiri menghadap ke barat sambil
membawa buntalan abu jenazah
itu, nampaklah oleh dia segala
kebesaran alam di bawah kakinya
dan matahari terbenam menciptakan pemandangan yang
demikian menakjubkan. Tidak ada
seorangpun seniman sanggup
melukis keindahan seperti itu, dan
tidak ada seorangpun seniman
sanggup menceritakan keindahan
seperti itu. Setiap batang pohon,
setiap gumpal awan, setiap
cercah sinar, setiap warna, setiap
bentuk, merupakan serangkaian syair tersendiri, memiliki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keindahan tersendiri yang tercakup dalam keindahan agung
itu, dalam keheningan agung, dalam kesatuan ajaib itu.
Dirinya sendiri merupakan bagian kecil yang tak terpisahkan
dari kesatuan itu. Begitu indah, begitu mengharukan sehingga
ketika Sian Lun mulai menaburkan abu jenazah yang
bertebaran terbawa angin senja, tak terasa lagi air matanya
jatuh berderai melalui pipinya. Bukan air mata duka karena
kematian gurunya, bukan air mata duka karena iba kepada diri
sendiri, melainkan air mata keharuan yang timbul karena cinta
kasih yang terasa benar dari ujung rambut sampai ke ujung
jari kaki, cinta kasih teramat agung yang melenyapkaii batas
batas antara dia dan abu jenazah, antara dia dan sinar
lembayung matahari senja, antara dia dan pohon, antara dia
dan rumput- rumput, antara dia dan Tuhan!
Abu jenazah telah habis ditebarkannya, Dunia telah
berwarna kelabu dan langit di barat kehilangan tata warnanya,
malam mulai tiba. Sian Lun menggerakkan kakinya melangkah
menuruni puncak bukit. "Selamat tinggal suhu....." bisiknya.
Akan tetapi dia rnerasakan betapa janggalnya bisikannya itu.
5 Siapakah yang meninggalkan" Siapa yang ditinggalkan!
Perlukah yang hidup berkabung untuk yang mati" Perlukah
yang hidup bersedih untuk yang mati" Ataukah tidak
sebaliknya, yang maju mungkin merasa sedih melihat yang
hidup yang masih harus terombang-ambing gelombang
kehidupan antara suka dan duka" Yang masih harus tercepit
dan terhimpit antara tawa dan tangis" Sian Lun tak dapat
menjawabnya. Dengan muka ditundukkan pemuda ini
menuruni bukit dan baru terasa olehnya betapa perutnya lapar
sekali.Dua hari dua malam dia tidak pernah makan, tidak
pernah minum, tidak pernah tidur. Jasmaninya menuntut,
perutnya minta diisi, urat-uratnya minta diistirahatkan,
matanya minta ditidurkan. Suhunya tidak lagi dituntut
kebutuhan jasmani seperti dia!
~0-dwkz~bds~234-0~ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sian Lun berjalan dengan kaki dan hati ringan. Selama
beberapa hari ini dia telah melakukan perjalanan seorang diri.
Dia tidak membiarkan dirinya terbenam kedukaan oleh
kematian gurunya. Gurunya telah tiada. Habis, tidak ada
manfaatnya untuk menyesalkan itu. Dunia terbentang luas di
depannya. Dia masih muda. Perjalanan hidup masih jauh. Dia
harus kembali ke Cin-an, ke rumah paman dan bibinya. Dia
tersenyum sendiri kalau membayangkan betapa paman dan
bibinya akan girang luar biasa melihat dia datang kembali
dalam kadaan sehat dan selamat. Dan kedua orang tua itu
tentu akan merasa bangga sekali kalau mendengar betapa dia
telah mewarisi ilmu kepandaian silat yang tinggi dari
Siangkoan Lojin yang terhitung masih paman kakek guru dari
paman dan bibinya! Jadi, kalau dihitung menurut tingkat
perguruan, dia masih merupakan paman guru dari paman dan
bibinya! Sian Lun tersenyum mengingat akan lucunya susunan
tingkat ini. Guru dari paman dan bibinya, juga dari mendiang
ayahnya, adalah Lui Sian Lojin, dan Lui Sian Lojin ini adalah
murid dari Bu Eng Lojin, suheng dari gurunya. Gurunya,
mendiang Siangkoan Lojin itu sesungguhnya adalah kakek
buyut gurunya! Makin gembira hatinya kalau dia teringat kepada Ling Ling.
Sian Lun menahan langkahnya dan termenung, terheranheran ketika mendapat kenyataan betapa
jantungnya berdebar tegang dan mukanya terasa panas ketika dia
mengingat Ling Ling! Anak perempuan itu, adik misannya itu,
kini tentu telah menjadi seorang gadis dewasa! Hanya selisih
dua tahun usia mereka, dan dia kini telah berusia duapuluh
tahun. Ling Ling kini tentu telah menjadi seorang dara berusia
delapanbelas tahun. Sukar dia membayangkan bagaimana
akan sikap dara itu kalau bertemu dengan dia. Dan Gin San!
Sian Lun mengerutkan alis ketika mengingat anak itu, ada rasa
6 gembira dan juga rasa khawatir. Teringat akan Gin San, maka
teringat pula dia akan kenakalan dan kelucuan anak yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi murid paman dan bibinya itu, akan tetapi dia teringat
pula akan keadaan Gin San yang terancam bahaya ketika anak
itu terlibat dalam kerusuhan yang terjadi di Kuil Ban hok-tong
di Cin-an. Apakah anak itu dapat tertolong" Tentu sekarang
juga sudah menjadi seorang pemuda dewasa, seperti dia
karena usia mereka memang sebaya.
Kenangan di masa kecil memang selalu menimbulkan
perasaan gembira dan menimbulkan gairah untuk melihat
kembali tempat tempat bermain kita di waktu masih kecil.
Demikian pula dengan Sian Lun. Wajahnya berseri dan
kegembiraan menyelubungi hatinya yang penuh harapan
untuk dapat bertemu kembali dengan paman dan bibinya,
dengan Gin San, bahkan dengan para pelayan pamannya yang
kini teringat olehnya seorang demi seorang. Bukan mereka
saja, bahkan dia teringat akan kerbau-kerbau milik pamannya
yang dulu sering di-gembala oleh Gin San dan dia, terutama
sekali Si Belang yang menjadi kerbau kesayangannya.
Sian Lun berjalan seenaknya di jalan raya yang kasar itu,
jalan yang cukup lebar menuju ke kota Sin-yang. Enak
berjalan tak tergesa-gesa melalui hutan kecil yang teduh itu,
yang melindungi orang dari sengatan terik matahari siang itu.
Tiba-tiba perhatiannya tertarik oleh suara orang orang dari
belakang dan dia berhenti di tepi jalan, membiarkan
serombongan orang lewat. Mereka itu terdiri dari duapuluh
lebih orang yang kesemuanya melakukan perjalanan cepat
dan rata-rata memiliki kepandaian tinggi karena mereka
mempergunakan ilmu lari cepat tanpa menghiraukan Sian Lun
yang berdiri dengan heran di tepi jalan. Timbul perasaan
heran dan curiga di dalam hati pemuda itu karena rombongan
ini selain terdiri dari orang-orang yang tentu pandai ilmu silat,
juga sebagian dari mereka mengenakan pakaian seperti tosu
atau pendeta. Dan terutama sekali, paling depan berjalan
dengan langkah lebar seorang yang kelihatan asing, bertubuh
besar dan sikapnya gagah, langkahnya seperti seekor harimau
berjalan. Orang ini melirik ke arah Sian Lun, akan tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti yang lain lain, dia juga tidak menaruh perhatian
kepadu pemuda berpakaian sederhana seperti seorang
nelayan atau petani itu. Setelah rombongan itu lewat, Sian Lun menarik napas
panjang. Benar kata mendiang gurunya bahwa di dunia ini
banyak sekali orang pandai, namun sayangnya, kepandaian
silat yang dimiliki orang membuat si pemilik kepandaian itu
7 menjadi pelaku-pelaku kekerasan yang mengandalkan
kepandaiannya untuk menindas orang lain dan untuk mencari
kemenangan bagi diri sendiri. Apakah rombongan orang-orang
yang agaknya dipimpin oleh para pendeta itupun hendak
menggunakan kepandaian mereka untuk melakukan kekerasan terhadap golongan atau orang lain" Ah, betapa
ganjilnya mendengar ada pendeta melakukan kekerasan
terhadap orang lain. Akan tetapi, bukankah kerusuhan di Kuil
Ban-hok-tong dahulu itupun merupakan kekerasan antara
pendeta - pendeta" Dan apa kata suhunya tentang
kependetaan dan kekerasan"
"Kebanyakan para pendeta itu adalah orang-orang yang
menyamakan diri dengan kependetaan mereka, seperti orangorang yang mengikatkan diri dengan
kekayaan, kedudukan, nama besar, dan sebagainya. Kalau kependetaan mereka
terusik, mereka tentu tidak segan-segan untuk mempergunakan kekerasan, melindungi kependetaannya
seperti orang melindungi harta bendanya atau kedudukannya
dengan taruhan nyawa, tidak segan-segan membunuh
manusia lain untuk mempertahankan apa yang mengikat
mereka, yang dianggap sebagai sumber kesenangan oleh
mereka." Dapatkah kita hidup tanpa ikatan" Dapatkah kita bebas dan
terlepas dari segala sesuatu yang kita samakan seperti diri kita
sendiri" Seorang yang merasa dirinya baik tentu merupakan
orang yang ingin dianggap baik dan kalau sekali waktu
kebaikannya itu terusik, kalau kebaikannya tidak diakui, tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
timbul kecewa dan marah di dalam hatinya. Seseorang yang
merasa dirinya benar tentu akan bersikap keras kalau
kebenarannya itu disangkal orang lain. Karena orang seperti
itu telah mengikatkan diri dengan apa yang dianggapnya
kebaikan dan kebenaran tu, maka kalau kebaikannya dan
kebenarannya itu diganggu, dia akan marah.
Belum lama Sian Lun berjalan sambil termenung semenjak
lewatnya rombongan orang orang tadi tiba-tiba dia berhenti
lagi karena mendengar suara derap kaki kuda dari belakang.
Dia berdiri di tepi jalan dan memandang. Kini dia melihat
sepasukan tentara berkuda, dipimpin oleh seorang perwira
8 muda yang amat gagah. Perwira ini menunggang kuda besar,
berjalan di depan dengan wajah berseri dan sinar mata penuh
semangat. Tubuhnya sedang namun tegap, usianya kurang
lebih duapuluh lima tahun, wajahnya kemerahan karena
sengatan terik matahari,alisnya tebal berbentuk golok,
pakaiannya gemerlapan dan di pinggangnya tergantung
pedang. Gagah sekali perwira ini, wajah dan sikapnya
membayangkan kejantanan yang menimbulkan rasa kagum
dalam hati Sian Lun. Rombongan pasukan ini terdiri dari tiga puluh orang
perajurit dan di tengah-tengah rombongan ini terdapat
duabelas orang tawanan yang dinaikkan dalam sebuah kereta
tak beratap, ditarik oleh empat ekor kuda yang dikusiri
seorang perajurit. Kedua tangan para tawanan itu dibelenggu
dan mereka semua duduk di dalam kereta, tubuh mereka
bergoyang goyang ketika kereta itu berguncang di atas jalan
yang kasar. Melihat Sian Lun berdiri, seorang diri di tepi jalan, perwira
itu mengangkat tangan kanan ke atas dan rombongan itupun
berhenti. Debu mengepul tinggi dan Sian Lun mendengar
suara perwira itu yang terdengar nyaring dan penuh wibawa,
"Kita beristirahat di sini, semua boleh beristirahat di tempat
teduh. Beri makan dan minum secukupnya kepada para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tawanan, akan tetapi jaga yang ketat agar jangan sampai
timbul kesempatan mereka membuat kacau!" Para perajurit itu
nampak gembira sekali memperoleh kesempatan istirahat itu
dan Sian Lun melihat betapa para perajurit yang membagi
makanan dan minuman kepada para tawanan itu bersikap baik
dan cermat, para tawanan itu diberi makanan yang cukup
banyak dan minuman yang secukupnya pula. Bahkan kusir
kereta menghentikan kereta itu di tempat teduh sehingga para
tawanan itupun merasa enak. Penglihatan ini merupakan hal
yang cukup ganjil karena biasanya, para perajurit tentu
bersikap keras kepada para tawanannya. Agaknya hal itu
adalah berkat sikap perwira yang menarik itu.
Kalau para perajurit mulai makan dan minum dari
perbekalan mereka, perwira itu sendiri hanya mengeluarkan
seguci arak dan minum dari bibir guci setelah turun dari atas
kuda. Kemudian dia menoleh ke arah Sian Lun yang masih
berdiri dan dengan langkah ringan dan lebar perwira itu
menghampiri Sian Lun! Melihat wajah perwira itu berseri dan
ada senyum di bibirnya, Sian Lun cepat menjura dengan
hormat "Sobat, apakah engkau melakukan perjalanan seorang diri
saja?" perwira itu bertanya sambil duduk di atas rumput di
tempat teduh itu. Sian Lun mengangguk tanpa menjawab.
"Mari kita duduk bercakap-cakap, sobat. Maukah engkau
9 minum arak" Arakku ini baik sekali, arak Kang lam yang sudah
cukup tua usianya, segar dan manis tapi tidak terlalu keras "
"Terima kasih, engkau baik sekali, ciangkun," jawab Sian
Lun dan ketika dia duduk di atas rumput, perwira itu
menyodorkan guci araknya kepada Sian Lun. Sian Lun
menerimanya dan menjadi bingung karena dia tidak
mempunyai cawan untuk minum.
"Mana........ mana cawannya?" Dia bertanya agak sungkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha, orang-orang dalam perjalanan seperti kita, mana
perlu peralatan makan minum selengkapnya" Minum arak di


Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam hutan, langsung dari guci, enak sekali. Minumlah !"
Sian Lun memandang kagum kepada orang di depannya
itu. Seorang perwira muda yang gagah, akan tetapi sungguh
memiliki kerendahan hati, sikap bersahabat dan kejujuran
yang mengagumkan. "Terima kasih!" katanya dan diapun
tanpa ragu-ragu lagi lalu menenggak arak itu langsung dari
bibir guci. Memang enak sekali arak itu dan Sian Lun yang
sudah biasa minum arak bersama gurunya mengenal arak
baik. "Hemm, enak sekali arakmu, ciangkun," katanya
mengembalikan guci. Perwira itu tersenyum dan memandang wajah Sian Lun
penuh perhatian. Tiba-tiba dia berkata, "Mau makan bersama
kami " Makanan sederhana tapi cukup menyenangkan perut."
Sian Lun tersenyum dan menggeleng kepalanya. "Terima
kasih, ciangkun, aku tidak merasa lapar."
"Ha-ha, hanya minum kalau haus, hanya makan kalau
lapar, dan hanya tidur kalau mengantuk, itulah pendirian
seorang gagah ! Aku ini tidak lapar, hanya haus. Eh, sobat,
engkau hendak pergi ke mana, kalau aku boleh bertanya "
Bukan main perwira ini, pikir Sian Lun penuh kagum. Begitu
polos dan jujur, juga sikap yang terbuka itu sama sekali tidak
pura-pura, dan orang ini sangat berbeda dengan para perwira
lain. Biasanya, seorang perajurit yang telah memiliki pangkat
sedikit saja, sikapnya lalu angkuh dan tinggi hati, bertindak
terhadap rakyat seolah-olah dia yang menjadi raja. Akan
tetapi perwira ini dapat menghargai orang, sikap yang amat
menyenangkan. Maka dengan jujur diapun menjawab, "Aku hendak pergi ke
utara........" Sebelum dia sempat menyebut nama koti Cin-an, perwira
itu sudah mendahului dan memotong kata katanya. "Bagus,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kamipun hendak ke kota raja! Ah, perjalanan yang amat jauh,
apa lagi membawa-bawa tawanan penting, sungguh sukar dan
banyak rintangan." 10 Lega rasa hati Sian Lun karena dia tidak usah bercerita
tentang dirinya, maka mendengar ucapan perwira itu, dia
bertanya, tidak ragu-ragu lagi karena perwira itu yang lebih
dulu bicara tentang tawanan, "Siapakah mereka itu dan
mengapa ditawan ?" Perwira itu menoleh ke arah kereta di mana para tawanan
masih makan dengan sikap diam, lalu dia menghadapi Sian
Lun kembali sambil menarik napas panjang. "Aahh mereka itu
sebenarnya bukanlah penjahat-penjahat biasa, akan tetapi
perbuatan mereka malah lebih berbahaya dari pada penjahatpenjahat yang paling kejam.
Penjahat-penjahat hanya membunuh orang-orang tertentu yang mereka musuhi, hanya
membakar rumah-rumah tertentu atau mengacau dusundusun tertentu. Akan tetapi orang-orang itu
biarpun mereka sendiri bukan perampok dan penjahat, mereka itu dapat
membunuh ratusan ribu nyawa, membakar dan mengacau
seluruh negara." "Eh, apakah yang mereka lakukan?" Sian Lun terkejut dan
menoleh ke arah para tawanan itu dengan pandang mata
penuh selidik. Baru sekarang dia melihat bahwa di antara
mereka itu terdapat dua orang yang berpakaian seperti
pendeta tosu. "Mereka adalah pemberontak-pemberontak! Mereka
membenci pemerintah dan mereka menghasut rakyat untuk
memberontak. Mereka akan dapat membakar api perang
saudara yang mengerikan kalau mereka tidak cepat-cepat
dicegah. Dan betapa banyaknya terjadi aksi-aksi pemberontakan seperti itu semenjak sepuluh tahun yang lalu,
semenjak peristiwa di Cin-an......"
"Peristiwa di Cin-an " Apakah itu, ciangkun " "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perwira itu tersenyum pahit. "Sepuluh tahun yang lalu,
ketika itu aku masih dalam pendidikan perajurit, di Cin-an
terjadi huru-hara ketika mendiang Kaisar Beng-ong
memerintahkan perarakan benda suci lewat di kota itu. Dalam
peristiwa itu, nama perkumpulan Im-yang-kauw dan Bengkauw terlibat, dan semenjak peristiwa
itulah, maka selama sepuluh tahun ini terjadi serangkaian peristiwa yang sifatnya
menentang pemerintah. Syukur, setelah kaisar diganti oleh
kaisar yang sekarang, yaitu Kaisar Su Tiong, putera kaisar
yang telah meninggal dunia, sasterawan pahlawan Han Gi
11 telah dipanggil dari tempat pembuangannya dan oleh kaisar
beliau diangkat menjadi Penasihat Angkatan Perang,
pengangkatan inimendatangkan banyak kemajuan karena
beliau telah mulai dengan operasi ke dalam, yaitu
membersihkan angkatan perang dari oknum-oknum yang
kotor dan mengangkat orang-orang muda yang masih bersih
dan jujur menjadi panglima panglima dan perwira perwira.
Dengan angkatan perang yang pulih kekuatannya, maka
negara menjadi kuat kembali dan kaum pemberontak mudah
ditundukkan, bukan hanya dengan senjata seperti yang
menjadi politik Menteri Han Gi, akan tetapi terutama dengan
nasihat dan bujukan dan sikap baik."
Sian Lun mengangguk-angguk dan merasa kagum.
Mengertilah dia kini mengapa perwira muda ini dan anak
buahnya bersikap lunak dan baik sekali terhadap para
tawanan itu, padahal tawanan-tawanan itu adalah
pemberontak-pemberontak yang biasanya amat dibenci. Kalau
saja perwira ini tahu bahwa apa yang diceritakannya tadi,
peristiwa di Cin-an, adalah peristiwa di mana dia sendiri
terlibat ketika dia masih berusia sepuluh tahun! Akan tetapi
Sian Lun tidak mau bercerita tentang dirinya Dia makin suka
kepada perwira itu dan makin tertarik hatinya. Bukankah
suhunya dalam pesan terakhirnya juga menasehatkan dia
untuk membantu pemerintah menenteramkan negara"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bukankah suhunya juga mengatakan bahwa dunia sedang
terbakar selama kejahatan dan pemberontakan merajalela"
"Aih, aku telah bicara banyak. Entah mengapa, aku tertarik
kepadamu, sobat, dan aku percaya kepadamu. Tidakkah
sepatutnya kalau kita berkenalan" Aku she Ong, bernama Gi."
"Ong ciangkun sungguh baik dan ramah. Namaku adalah
Tan Sian Lun, dan karena keramahanmu itu, selayaknya aku
peringatkan kepadamu, Ong-ciangkun, bahwa mungkin sekali
perjalananmu akan menemui halangan di depan situ."
"Eh, apa maksudmu, Tan-heng?"
"Belum lama ini lewat serombongan orang yang
mencurigakan, mereka semua berlari cepat seperti terbang,
jumlah mereka duapuluh orang lebih dan kulihat di antara
mereka terdapat orang-orang yang berpakaian pendeta
seperti dua orang di antara para tawananmu itu."
Mendengar ini, seketika wajah Ong-ciangkun berubah,
alisnya yang berbentuk golok itu berkerut. Dia meloncat
berdiri dan meraba gagang pedangnya, mengangkat tangan
kanan ke atas dan berseru kepada anak buahnya, "Siaaapp!
Kita berangkat sekarang melanjutkan perjalanan!"
Selagi para perajurit itu sibuk dan berkemas, perwira itu
berkata kepada Sian Lun, "Terima kasih, Tan-heng. Dan
mengingat bahwa tujuan kita sama, yaitu ke utara, dan
12 engkau melakukan perjalanan sendirian saja sehingga tidak
aman bagimu, bagaimana kalau kita melakukan perjalanan
bersama?" Sian Lun tersenyum dan menggeleng kepala, "Terima
kasih, ciangkun. Aku sudah biasa melakukan perjalanan
sendirian saja, aku tidak mau merepotkanmu yang sudah
berat oleh tugasmu itu. Selamat jalan,"
Ong-ciangkun mengangkat pundaknya. "Sayang, aku suka
sekali bicara denganmu, saudara Tan. Nah, sampai jumpa!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia lalu meloncat ke atas pelana kudanya yang sudah dituntun
datang oleh seorang perajurit, kemudian berderaplah
rombongan perajurit berkuda itu dipimpin oleh perwira muda
she Ong yang gagah perkasa, dan kepala para tawanan
tergoyang-goyang di atas kereta tawanan ketika kereta itu
mulai bergerak di atas jalan yang kasar.
Setelah derap kaki kuda itu tak terdengar lagi lama setelah
rombongan itu menghilang di dalam hutan, Sian Lun
termenung. Bagaimana kalau rombongan Ong-ciangkun itu
dihadang dan diserang oleh rombongan terdahulu" Dia
membayangkan Ong-ciangkun yang ramah dan gagah,
teringat kembali akan ceritanya dan teringat pula akan pesan
mendiang suhunya akan akhirnya Sian Lun berdiri dan
menyambar buntalan pakaiannya lalu berjalan cepat menyusul
rombongan pasukan Ong-ciangkun. Tadinya, dia masih
merasa segan untuk membantu pasukan pemerintah.
Bukankah menurut cerita paman dan bibinya, ayah
kandungnya, dan juga ibu kandungnya, semua tewas oleh
pasukan pemerintah" Bukankah menurut cerita mereka,
ayahnya dahulu adalah seorang gagah perkasa yang
menentang pembesar pemerintah yang lalim dan gugur dalam
perjuangannya itu" Akan tetapi, kini dia melihat bahwa tidak
semua pembesar jahat dan lalim, buktinya Menteri Han Gi
demikian dikagumi dan dipuja oleh Ong-ciangkun, dan perwira
muda she Ong itu sendiri jelas merupakan seorang pejabat
yang amat bijaksana dan gagah. Suhunya berpesan pula agar
dia membantu pemerintah untuk menenteramkan kehidupan
rakyat, menentang kejahatan dan pemberontakan. Apa kata
suhunya dalam pesan terakhir itu" "Perasaan pribadi harus
dikesampingkan, yang penting adalah menegakkan keadilan
dan menenteramkan kehidupan rakyat."
Sekarang apakah karena ayah bundanya tewas di tangan
seorang pembesar, dia harus memusuhi semua pembesar di
dunia ini " Gila kalau begitu ! Ayah bundanya tewas di tangan
manusia, apakah dia harus memusuhi semua manusia pula"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
13 Makin gila lagi! Tidak, dia akan menentang siapa saja yang
jahat, siapa saja yang menindas manusia lain, tidak perduli dia
itu pembesar atau orang biasa! Dan dia akan membela yang
benar, tidak perduli dia itu pembesar atau orang biasa pula.
Dan Ong-ciangkun adalah seorang perwira yang baik, dan
berdiri di fihak yang benar karena Ong-ciang-kun menentang
pemberontakan yang akan mengobarkan perang yang
mengancam keselamatan rakyat jelata. Dia harus membantu
dan melindunginya! Keputusan hati ini membuat Sian Lun
berlari lebih cepat lagi.
Dan ketika dia tiba di tengah hutan, dari jauh dia sudah
mendengar suara pertempuran itu! Celaka, pikirnya, dia
terlambat! Dipercepatnya larinya dan setelah dia tiba di
tempat terbuka di tengah hutan itu, benar saja bahwa apa
yang dikhawatirkannya itu telah terjadi. Pasukan itu diserbu
oleh rombongan orang-orang yang dipimpin oleh orang asing
tinggi besar itu dan ternyata bahwa rombongan penyerang itu
telah berhasil pula membebaskan para tawanan yang kini ikut
pula mengeroyok. Fihak pasukan terdesak hebat karena
musuh mereka itu rata-rata memiliki kepandaian yang ikup
tinggi, sedangkan Ong-ciangkun sendiri sedang bertanding
melawan si orang asing tinggi besar yang amat lihai
memainkan senjata rantai panjang yang ujungnya dipasangi
kaitan baja. Dua buah kaitan mengerikan di kedua ujung
rantai itu menyambar-nyambar dan rantai yang diputar-putar
itu mengeluarkan bunyi bersiutan. Ong-ciangkun berusaha
melindungi tubuhnya dengan pedangnya, namun melihat
betapa pundak dan pahanya berdarah dan pakaiannya robekrobek, mudah diduga bahwa dia sudah
beberapa kali terluka oleh kaitan-kaitan itu dan sedang berada dalam ancaman
bahaya maut. Ong - ciangkun hanya main mundur sambil
mengobat-abitkan pedangnya menangkis dua buah kaitan
yang bertubi-tubi menyambar itu, sedangkan lawannya
terdengar tertawa berkekeh-kekeh mengejeknya. Juga anak
buah Ong-ciangkun tidak jauh bedanya dengan pemimpin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka, terdesak dan terancam, bahkan sudah ada tiga orang
yang roboh terluka tanpa dapat bangkit kembali.
Melihat ini, seketika timbul rasa penasaran di dalam hati
Sian Lun dan tanpa disadarinya lagi dia sudah melayang ke
depan sambil membentak, "Pemberontak jahat!" Gerakannya
seperti kilat menyambar dan tahu - tahu dia sudah
berhadapan dengan jagoan Uighur, orang asing yang
memimpin penyerbuan itu dan yang sedang mendesak Ongciangkun dengan rantainya. Pada saat
itu, dua buah kail menyambar dan Sian Lun mengangkat kedua lengannya ke
atas, tangannya menangkap dua buah kail itu dan
membiarkan pergelangan tangannya terlibat rantai. Pada detik
14 berikutnya, pemuda perkasa ini sudah mengerahkan tenaga
membetot dan jagoan Uighur itu mengeluarkan teriakan kaget
karena tanpa dapat dipertahankannya lagi, tubuhnya terbawa
oleh betotan itu terdorong ke depan dan ketika kaki kiri Sia
Lun menyambar, dadanya sudah kena ditendang dan sambil
mengeluarkan teriakan keras jagoan Uighur itu terlempar ke
belakang sampai beberapa tombak jauhnya. Dia terbanting ke
atas tanah, akan tetapi orang ini agaknya memiliki tubuh yang
kebal dan kuat, karena dia sudah dapat merangkak bangun
kembali. Sian Lun tidak berhenti sampai di situ saja. Baik fihak
pasukan maupun fihak pemberontak sampai menjadi bengong
dan terkejut karena tahu-tahu ada bayangan putih yang
bergerak sedemikian cepatnya dan tahu-tahu beberapa orang
dari fihak pemberontak sudah roboh. Sian Lun menggerakkan
kedua kaki dan kedua tangannya, menampar dan menendang.
Setiap gerakan kaki atau tangannya tentu menerbangkan
senjata lawan dan merobohkan mereka seorang demi
seorang! Gegerlah keadaan.di medan pertempuran itu.
"Tangkap mereka!" terdengar Ong-ciangkun berseru


Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nyaring. Biarpun dia sendiri terkejut bukan main, namun
perwira ini tidak kehilangan kesadarannya dan dia cepat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merintahkan anak buahnya untuk menangkap para
pemberontak. Perintah ini juga sekaligus merupakan perintah
agar anak buahnya jangan membunuh para pemberontak,
melainkan menangkap mereka.
Jagoan Uighur yang marah sekali itu kini mengeluarkan
teriakan keras dan menubruk ke arah Sian Lun dari belakang.
Tubrukan ini adalah tubrukan yang didasarkan ilmu gulat,
dengan kedua lengan terpentang dan agaknya ke manapun
Jubah Tanpa Jasad 2 The Bridesmaids Story Karya Irena Tjiunata Si Pemanah Gadis 3
^