Mawar Merah Menuntut Balas 3
Wiro Sableng 015 Mawar Merah Menuntut Balas Bagian 3
kekotoran yang kau perbuat bersama nenek-nenek tua keriput ini! Sekarang kalian
berdua keluarlah dari pondokku. Haram kaki kalian menginjak tempat ini!"
"Buset ... buset ... buset!" Damar Soka goleng-golengkan kepala. "Haram atau
halal itu urusan kemudian. Yang jelas kau harus berterima kasih lantaran aku
ikut kemari bersama Camperenik!"
Munding Wirya kerenyitkan kening.
"Sangkut paut apa aku musti berterima kasih padamu, Hantu Kuning"!"
"Camperenik hendak minta kau punya jiwa, hendak membunuhmu! Tapi dengan adanya
aku di sini pembalasannya yang kejam bisa diperingan sedikit. Nah, kau lekaslah
bunuh diri!"
Berubahlah paras Munding Wirya.
"Keluar dari sini atau aku terpaksa mengusir kalian secara kekerasan"!"
"Sebagai tuan rumah kau terlalu kurang ajar, Wirya!" kata Camperenik. Lalu
diketuarkannya senjatanya yaitu ular yang telah dikeringkan. "Bersiaplah untuk
mampus!" Camperenik menerjang ke muka. Senjatanya berkelebat. Racun kuning menyembur.
Namun Munding Wirya siang-siang sudah berpindah tempat hingga serangan
Camperenik hanya mengenai tempat kosong.
Dengan sebat nenek-nenek bermata satu bermuka hitam ini membalikkan tubuh. Pada
saat itu satu gulungan berwarna kuning datang di hadapannya dengan amat cepat.
Camperenik tidak KARYA
52 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
menduga sama sekali kalau dikejapan itu Munding Wirya akan melancarkan serangan
balasan dengan tongkatnya. Dia bersurut mundur namun serangan tongkat bambu
kuning Munding Wirya telah mengurung sekujur tubuhnya kemudian dengan sebat
menderu ke kepalanya. Munding Wirya sengaja mengeluarkan jurus serangan yang
amat hebatnya bernama "naga sakti menggulung bumi mematuk bulan".
Camperenik berseru tertahan. Tak ada kesempatan lagi baginya untuk berkelit
ataupun menangkis! Sekejap lagi tongkat bambu kuning Munding Wirya akan membuat
otak Camperenik bertaburan, tiba-tiba tubuh orang tua ini menghuyung. Selarik
angin panas menyambar dari samping, satu pukulan kemudian melanda lengannya,
hampir saja membuat tongkatnya terlepas dari tangan!
"Kurang ajarl Kau mau main keroyokan Damar Soka"!" sentak Munding Wirya marah.
Damar Soka alias Hantu Kuning menyeringai buruk. "Tidak seorang manusiapun tega
melihat kekasihnya dihajar orang. Termasuk aku!"
"Kalau begitu lanjutkanlah hidup cabul kalian di neraka!" kata Munding Wirya
pula seraya mengiblatkan bambu kuningnya dan mengirimkan dua serangan kepada
kedua lawannya.
Perkelahian dua lawan satupun berkecamuklah.
Seperti telah diketahui, bertempur satu lawan satu bukan hal yang mudah bagi
Munding Wirya untuk mengalahkan Camperenik, apalagi saat itu si nenek muka hitam
dibantu pula oleh Damar Soka, seorang tokoh silat jahat yang kepandaiannya tiga
tingkat lebih tinggi dari Camperenik!
Sementara itu gadis cilik delapan tahun yang tadi tidur pulas kini telah
terbangun dan dengan terkejut serta takut menyaksikan pertempuran itu disudut
pondok. Jurus demi jurus pertempuran semakin hebat. Mereka yang berkelahi hanya
merupakan bayang bayang saja kini. Taburan serangan yang dilancarkan Munding
Wirya laksana curahan hujan datangnya. Namun cuma sampai lima jurus orang tua
itu sanggup menunjukkan kehebatannya. Jurus-jurus selanjutnya dia mulai mendapat
tekanan-tekanan untuk kemudian dia musti bertahan mati-matian.
Dalam satu gebrakan hebat dijurus ke sembilan, Munding Wirya terpaksa membiarkan
tongkatnya kena dirampas oleh Damar Soka demi untuk menyelamatkan kepalanya dari
hantaman tongkat ular Camperenik. Dan mulai detik inilah Munding Wirya betul-
betul terancam jiwanya.
"Camperenik, hati-hati, bangsat tua ini hendak mengeluarkan pukulan buana biru!"
Damar Soka berteriak memberi ingat sewaktu dilihatnya Munding Wirya menggerakkan
tangan kanannya yang saat itu sudah berwarna biru.
KARYA 53 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Peringatan Damar Soka percuma saja. Meski Camperenik berusaha untuk menyingkir
namun terlanlbat. Sebagian sinar pukulan yang mengandung racun jahat menderu
memapas pinggang Camperenik. Nenek-nenek ini melolong setinggi langit. Tubuhnya
mencelat bersama-sama dengan dinding pondok yang hancur berantakan, terhampar di
tanah, berkutik melejang-lejang seketika lalu diam tak bergerak lagi. Di saat
yang sama terdengar pula pekik Munding Wirya.
Meskipun Munding Wirya berhasil menewaskan Camperenik dengan pukulan buana biru
namun dia sama sekali tidak sempat mengelakkan tendangan kaki kanan Damar Soka
yang membabat dari samping. Tangan kanan Munding Wirya sampai sebatas
pergelangan remuk hancurl Dengan menggigit bibir menahan sakit orang tua ini
melompat keluar dari kalangan pertempuran.
Munding Wirya menyadari sepenuhnya bahwa sekalipun dia tidak menderita seperti
saat itu, adalah mustahil baginya untuk dapat bertahan menghadapi Damar Soka.
Karenanya cepat-cepat dia berpaling pada gadis cilik di sudut pondok dan
berteriak. "Mawar! Larilah! Tinggalkan tempat ini cepat!" Gadis cilik berumur
delapan tahun itu nampak ragu-ragu. Munding Wirya berteriak lagi.
Si anak segera hendak lari tapi Damar Soka sudah mengha dang di pintu menutup
jalan. Dengan penasaran Munding Wirya menerjang dan melancarkan satu tendangan
ke bawah perut Damar Soka. Manusia bermuka kuning itu berkelit gesit dan dengan
satu gerakan cepat yang sukar diukur, tinju kanan Damar Soka bersarang di dada
Munding Wirya. Tak ampun lagi orang tua ini terpelanting dan jatuh terjengkang
di lantai pondok. Dengan terhuyung-huyung dicobanya berdiri.
Sebelum dia bisa mengimbangi tubuh, Munding Wirya terbatuk-batuk beberapa kali
lalu muntah darah dan melosoh kembali ke lantai. Dadanya terasa panas dan sakit
bukan main. Nafasnya tersendat-sendat sedang pandangan matanya berbinar-binar.
Hantu Kuning tertawa mengekeh. Dia melanygkah mendekati Munding Wirya.
"Bangsat tua bangka! Hari ini kutamatkan riwayatmu sampai di sini!"
Hantu Kuning menggerakkan kaki kanannya. Sesaat sebelum tendangan yang
dilancarkan lakilaki ini sampai dikepala Munding Wirya, dari arah pintu menderu
lima buah benda berwarna putih perak menyilaukan. Hantu kuning terpaksa
membatalkan tendangannya kecuali kalau dia inginkan kakinya dilabrak senjata
rahasia itu. Lima senjata rahasia menancap di dinding pondok. Benda-benda ini
berbentuk bintang yang bertuliskan angka-angka 212 di tengah-tengahnya!
KARYA 54 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
11 BEGITU terkejut melihat barisan tiga buah angka itu, secepatnya Damar Soka
memutar tubuh ke pintu. Rasa terkejutnya kini berubah menjadi rasa heran.
Sekitar duapuluh tahun yang silam angka 212 itu telah menggetarkan dunia
persilatan. Setiap muncul angka 212 berarti munculnya seorang nenek-nenek sakti
bernama Sinto Gendeng.
Tetapi hari ini yang dilihat Damar Soka bukan seorang nenek-nenek, melainkan
seorang pemuda bertubuh kekar, berpakaian putih-putih dan berambut gondrong,
Pemuda ini menyengir seenaknya kepadanya!
"Buset kau budakl Lekas terangkan siapa kau!" Si rambut gondrong bersiul lalu
tudingkan ibu jarinya ke belakang.
"Lekas keluar dari sini!"
"Hah"!" Damar Soka beliakkan kedua matanya. "Kau menyuruh si tua bangka ini
keluar dari sini"!" Dan meledaklah tawa Damar Soka. Sesaat kemudian
dihentikannya tawanya itu. Dia memandang lekatlekat ke wajah pemuda di
hadapannya dan berkata, "Kau memiliki angka pengenal 212. Apa sangkut pautmu
dengan Sinto Gendeng dari gunung Gede?"
"Aku suruh kau keluar, bukan mengajukan segala macam pertanyaan!" bentak si
pemuda. Marahlah Damar Soka. Kedua tangannya dipentang. Begitu sepasang tangan tersebut
diayunkan, dua larik sinar kuning pekat menggebu-gebu. Terdengar satu siulan. Si
rambut gondrong lenyap dari pemandangan. Dikejap yang sama serangkum sinar putih
berkiblat dari samping, menyapu ke arah tubuh Damar Soka.
"Pukulan sinar matahari!" seru Damar Soka kaget dan buru-buru menjatuhkan diri
ke lantai pondok. Terdengar suara hiruk pikuk yang hebat. Dinding pondok sebelah
kanan hancur berkepingkeping dan hangus.
Tercekat hati Damar Soka. Satu-satunya manusia yang memiliki pukulan sakti itu
adalah Sinto Gendeng. Dan kini si pemuda telah melancarkan ilmu pukulan tersebut
secara hebat! Pasti dia murid Si Sinto Gendeng!
Dengan bola mata berkilat-kilat Damar Soka berdiri. Kedua tangannya yang
berwarna kuning saling digosok-gosokkan sedang mulutnya berkomat-kamit.
"Budak, dulu gurumu selama bertahun-tahun telah menjadi seteru tokoh-tokoh silat
KARYA 55 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
golonganku. Jika aku dan kawan-kawan masa itu tak dapat menghancurkan batok
kepala Sinto Gendeng, biarlah hari ini aku cukup puas mengirim muridnya ke liang
kubur!" Wino Sableng tertawa perlahan.
Munding Wirya yang sejak tadi menyaksikan baku hantam antara kedua orang itu
dalam keadaan megap-megap hampir kehabisan nafas, mengumpulkan sisa-sisa
tenaganya dan berseru memberi peringatan.
"Wiro, awas! Tua bangka cabul ini hendak melepaskan pukulan waja kuning! Lekas
menyingkir dan selamatkan gadis cilik itu!"
Wiro masih tertawa.
"Terima kasih atas peringatanmu, orang tua. Tapi biarlah aku mau lihat dan mau
tahu kehebatan pukulan yang hendak dilepaskannya!"
Dan diam-diam Pendekar 212 Wiro Sableng memusatkan seluruh tenaga dalamnya ke
tangan kiri dan tangan kanan.
Perlahan-lahan Damar Soka meluruskan tubuhnya yang bungkuk. Tanpa melepaskan
pandangannya dari Damar Soka Wiro berkata pada gadis cilik di sudut ruangan.
"Anak, kau lekas tinggalkan pondok ini. Tunggu di luar. Lekas .... "
Mawar si gadis cilik delapan tahun dengan kaki gemetar lari ke pintu. Sementara
itu Damar Soka mengembangkan kedua tangannya ke samping laksana burung besar
hendak terbang. Kedua tangan itu memancarkan sinar kuning yang menyilaukan dan
menggidikkan. Tiba-tiba dari tenggorokan Damar Soka alias Hantu Kuning keluar jeritan dahsyat
laksana seratus serigala melolong di malam butal Dan serentak dengan itu kedua
tangannya didorongkan ke muka.
Pondok itu laksana di landa lindu. Dua larik gelombang sinar kuning menderu
dahsyat ke arah Pendekar 212. Di lain pihak Wiro Sableng begitu lawan bergerak
melancarkan serangan segera pula memukulkan kedua tangannya ke depan. Tangan
kanan melancarkan ilmu pukulan "dewa topan menggusur gunung" yang dipelajarinya
dari Tua Gila sedang tangan kiri melancarkan pukulan "sinar matahari" yang
diwarisinya dari Eyang Sinto Gendeng.
Terjadilah hal yang hebat. Pondok di mana pertempuran adu kesaktian itu terjadi
hancur berantakan laksana diledakkan. Atap dan dinding beterbangan ke udara.
Munding Wirya yang terhampar di lantai, mental terguling-guling. Demikian juga
tubuh tak bernafas dari Camperenik.
Di dalam kepekatan malam di atas reruntuhan pondok, Wiro Sableng dan Damar Soka
KARYA 56 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
kembali saling berhadapan. Pendekar 212 saat itu merasakan dadanya sakit
berdenyut-denyut, aliran darahnya tidak teratur dan kepalanya sedikit pusing. Di
lain pihak Hantu Kuning mengerahkan seluruh tenaganya untuk bisa berdiri dengan
betul. Lututnya bergetar, sekujur tubuhnya panas dingin. "Tak mungkin aku
sanggup menghadapi budak ini lebih lama ... Dia kelihatan masih segar bugar."
kata Damar Soka dalam hati.
Tiba-tiba si tua renta ini melompat ke samping dan menyambar tubuh Camperenik
terus hendak melarikan diri! Wiro bersuit nyaring. Tubuhnya laksana terbang
melesat ke muka. Damar Soka kaget dan penasaran bukan main sewaktu tahu-tahu si
pemuda telah menghadang larinya.
Meskipun sadar bahwa dalam keadaan terluka di dalam begitu rupa adalah berbahaya
untuk metancarkan serangan yang mengandalkan tenaga dalam namun di landa hawa
amarah yang amat sangat maka Damar Soka memukulkan tangan kanannya. Selarik
angin hitam berkiblat. Wiro membentak nyaring. Di kegelapan malam dia melompat
setinggi tiga tombak dan sambil melayang turun dia melepaskan pukulan "sinar
matahari" yang terkenal ampuh itu.
Sehabis melancarkan serangan tadi, Damar Soka merasakan dadanya seperti
dipanggang. Nafasnya menyesak dan tidahnya menjulur keluar laksana orang dicekik. Sedetik
kemudian buku-buku darah merah kehitaman menyembur dari mulutnya. Damar Soka
tersungkur. Tangan kirinya masih merangkul pinggang Camperenik. Sebelum tubuh
Damar Soka mencium tanah, pada saat itulah pukulan "sinar matahari" yang
dilepaskan Wiro Sableng datang menyapu!
Damar Soka terbanting ke tanah. Camperenik lepas dari rangkulannya. Tanpa
mengeluarkan suara sedikitpun Damar Soka amblas ke tanah sedalam beberapa senti.
Tubuhnya dan juga tubuh Camperenik hangus hitam. Nyawanya lepas meninggalkan
badan! Wiro mengatur jalan darah serta pernafasannya dengan cepat. Kalau dia memandang
berkeliling. Dilihatnya Munding Wirya menggeletak di antara puing-puing pondok,
di sampingnya bersimpuh gadis cilik itu. Wiro cepat mendatangi si orang tua.
Dalam keadaan megap-megap begitu Munding Wirya masih bisa sunggingkan senyum dan
memuji. "Kau hebat Wiro, hebat sekali ... Tak percuma kau jadi murid Sinto Gendeng.
Hatiku ... puas.
Sebelum menutup mata aku ... masih sem... sempat menyaksikan kematian dua man ...
manusia cabul itu ... "
Wiro Sableng meraba dada Munding Wirya. Dada itu terasa panas. Sewaktu
disibakkannya pakaian si orang tua kelihatanlah kulit dadanya kuning pekat
sedang tulang dada melesak ke dalam.
KARYA 57 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Beberapa iga jelas kelihatan patah. Pendekar kita segera alirkan tenaga dalam ke
dada Munding Wirya.
"Tak usah Wiro ... jangan", kata Munding Wirya pelahan dengan senyum masih di
bibir. "Aku sudah mendapat firasat bahwa umurku cukup sampai di sini ... "
"Telanlah obat ini", kata Wiro tanpa perdulikan ucapan Munding Wirya.
Orang tua itu menggeleng. Sepasang matanya semakin menyipit dan kabur. "Kehendak
Tuhan segera akan berlaku atas diriku. Satu permintaanku padamu, bawalah Mawar
pada Citrakarsa.
Maksudku untuk mengambilnya jadi murid tidak kesampaian. Biar Citrakarsa yang
melanjutkan. Aku ... Wiro kurasa ... kurasa ... "
Ucapan Munding Wirya cuma sampai di situ. Nafasnya meninggalkan jazad. Orang tua
ini menghembuskan nafas penghabisan dengan senyum masih membayang dibibirnya.
Gadis kecil di sampingnya menangis terisak-isak.
Pendekar 212 Wiro Sableng menghela nafas panjang. Sampai saat itu telah puluhan
kali dia melihat manusia-manusia meregang nyawa. Ada yang secara baik-baik,
banyak dalam cara mengerikan. Diam-diam dia berpikir entah kapan pula malaikat
maut akan mendatanginya, menagih nyawanya dan mati!
*** "Dulu hidup ini sunyi dan sepi,
Kini indah berseri.
Dulu hidup ini penuh duka derita,
Kini semarak bercahaya.
Betapa tak akan indah,
Betapa tak akan berseri.
Apa yang dicita muncul di mata,
Telah datang seorang calon istri.
Dulu hidup ini ............................. "
Ranata mendadak menghentikan nyanyiannya. Dia berdiri dengan cepat. Sepasang
telinganya telah menangkap suara orang berlari dikejauhan. Semak-semak di
depannya tersibak, sesosok KARYA
Wiro Sableng 015 Mawar Merah Menuntut Balas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
58 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
tubuh berpakaian putih mendukung tubuh seorang anak kecil muncul.
"Amboi! Kau datang lagi, rambut gondrong! Eh, siapa anak dalam dukunganmu itu"!"
Ranata berseru."Ayahmu ada di dalam?" tanya orang yang datang yaitu Wiro bersama
Mawar. "Ngaco! Di tanya malah bertanya!" damprat Ranata. Mau bikin apa tanya-tanya
ayahku segala"!"
Wiro menahan kegusarannya. Sebelum dia membuka mulut memberi jawaban dari dalam
gubuk mendadak terdengar seruan perempuan.
"Mawar! Adikku ... !"
Seorang gadis yang bukan lain adalah Ratih menghambur keluar, merebut Mawar dari
dukungan Wiro, memeluknya dan menangis tersedu-sedu. Wiro terharu sedang Ranata
berdiri bingung.
"Amboi .., amboi! Mengapa calon istriku menangis"! Siapa gadis cilik yang
ditangisi"
Adikmu..." Ah ... wajahnya ... wajahnya memang hampir sama. Adik calon
istriku ... ipar ... ya iparku kalau begitu! Amboi iiiipaaaar!"
"Semua yang ada di luar, masuklah ke dalam," tiba-tiba terdengar suara
Citrakarsa dari dalam gubuk.
'"Amboi! Semua masuk!" kata Ranata pula lalu dia yang pertama sekali melompat
masuk, menyusul Ratih yang mendukung Mawar dan belakangan Wiro. Pendekar ini
menjura di hadapan Citrakarsa.
"Duduklah dan ceritakan apa yang telah terjadi!" kata Citrakarsa pula.
Semua orang duduk dan memandang pada Wiro Sableng sementara pemuda ini mulai
menuturkan malapetaka apa yang telah menimpa Munding Wirya di bukit Gong.
"Begitulah, orang tua ... " kata Wiro menutup keterangannya. "Sebelum menutup
mata Munding Wirya meninggalkan pesan agar membawa adik Ratih ke sini, meminta
agar kau mengambilnya menjadi murid karena dialah kelak yang bakal menuntut
balas terhadap kematian orang tuanya."
Setelah berdiam diri sejenak, Citrakarsa baru membuka mulut berikan jawaban.
"Apa yang dipesankan Munding Wirya adalah satu kewajiban luhur. Jika saja pesan
itu tidak lekas sampainya ke sini, mungkin aku sudah lebih dahulu menyuruh
Ranata untuk mengobrak-abrik bangsat-bangsat di hutan Bludak itu."
Sunyi beberapa ketika.
KARYA 59 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Tiba-tiba Ranata mendongak ke atas. Citrakarsa bertanya dengan suara keras.
"Siapa di luar"!"
Dan Pendekar 212 dalam kejap itu telah melompat ke pintu. Sekelebat dilihatnya
sesosok bayangan hitam tinggi langsing di atas atap gubuk. Wiro cepat mengejar
namun orang itu lenyap dari pemandangan. Betapapun dia menyelidik dengan teliti
di sekitar tempat itu tetap tak berhasil mencari jejak ke mana lenyapnya si
bayangan hitam tadi!
Dengan menduga-duga siapa adanya manusia tersebut, Wiro masuk kembali ke dalam
gubuk. Saat itu dilihatnya Citrakarsa tengah memegang sehelai kertas putih, bersama
Ranata dia membaca serentetan tulisan yang ada di atas kertas itu.
Ketika Wiro menghambur keluar gubuk tadi, dari atas atap rumbia melesat segulung
kertas yang saat itu tengah dipegang oleh Citrakarsa. Kertas apakah yang di
tangan orang tua itu, demikian Wiro berpikir sambil kembali duduk ke tempatnya
semula. Citrakarsa mengangkat kepalanya, memandang tepat-tepat pada Wiro. Hal yang sama
dilakukan pula oleh Ranata. Tiba-tiba pemuda itu melompat dan menari berputar-
putar mengelilingi Wiro Sableng.
"Aku akan sembuh! Aku akan sembuh dan ... amboi! Ratih ... Ratih! Dengarlah! Aku
akan sembuh dan nanti suamimu bukan orang gila lagi, bukan orang sedeng, bukan
orang sinting, bukan orang edaaaannn!"
Wino memandang Ranata dan Citrakarsa berganti-ganti. Apa-apaan pula ini,
tanyanya dalam hati.
Tiba-tiba Citrakarsa mengulurkan tangannya yang memegang kertas.
"Bacalah!" kata orang tua ini.
Wiro menerima kertas yang diberikan lalu membaca rangkaian tulisan yang tertera
di atasnya. Ternyata merupakan sebuah surat yang ditujukan kepadanya dan berbunyi:
Wiro muridku, Percuma kau menguasai 1001 macam ilmu pengobatan kalau dihatimu tak ada niat
untuk mengobati Ranata.
Sinto Gendeng. Wiro Sableng tertegun melengak. Tiada dinyananya akan mendapat surat seperti
itu. Pantas saja dia tadi tak berhasil mengejar sosok tubuh hitam yang
berkelebat di atas atap gubuk karena ternyata orang tersebut adalah gurunya
sendiri! KARYA 60 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
"Bisakah kau memberi sedikit keterangan akan bunyi surat gurumu itu?" bertanya
Citrakarsa sementara saat itu Ranata masih juga menari-nari seputar Wiro.
"Aku memang pemah membaca dan mempelajari sebuah kitab tentang berbagai ilmu
pengobatan beberapa waktu yang lalu. Kitab itu ditulis oleh Kiai Bangkalan...."
"Kiai Bangkalan!", kata Citrakarsa setengah berseru. "Dalam dunia persilatan
memang dialah satu-satunya ahli pengobatan yang paling lihay". Dan harapan besar
jelas terbayang di wajah si orang tua.
"Jika betul kau sudah mempelajari ilmu pengobatan yang ditulisnya, aku yakin
Ranata akan-bisa disembuh kan!"
Wiro mengangguk pelahan.
"Menurut keterangan yang kudapat dari Munding Wirya sebelum orang tua itu
meninggal, anakmu telah delapan tahun menderita sakit. Ini berarti membutuhkan
waktu yang cukup lama pula untuk menyembuhkannya. Sekurang-kurangnya setengah
dari masa sakitnya"
"Aku tak perduli berapa tahunpun! Yang penting anakku bisa disembuhkan!" kata
Citrakarsa pula.
"Ya, yang penting aku sembuh! Sembuh dan .... kawin! Amboi kaawwwwiiiinnnn!"
menimpali Ranata.
Wiro menarik nafas dalam, lalu pejamkan mata dan menepekur. Hampir sepeminuman
teh baru dia mengangkat kepalanya kembali dan memandang pada Citrakarsa lalu
berkata : "Pertama sekali harus disediakan satu guci anggur merah. Lalu disiapkan
tujuhpuluh lembar daun sirih, tujuhpuluh serabut akar cendana dan tujuh ekor
katak putih. Semuanya dimasukkan ke dalam anggur merah lalu di godok. Minuman
itu harus diminum oleh anakmu sebanyak tujuh sendok setiap malam selama empat
tahun." Citrakarsa mengangguk-anggukkan kepala.
"Daun sirih dan akar cendana mudah dicari. Tetapi katak putih, dimanakah
binatang-binatang itu didapat" Seumur hidup baru kali ini aku mendengar ada
katak putih!" kata Citrakarsa pula.
"Dalam buku yang ditulis Kiai Bangkalan diterangkan bahwa di dunia ini ada tujuh
tempat dimana terdapat katak-katak putih itu. Salah satu diantaranya di Pulau
Jawa ini. Di dasar kawah gunung Tangkuban Perahu."
"Dasar kawah Gunung Tangkuban Perahu. Aku akan ke sana mengambilnya!" kata
Citrakarsa. "Untuk menangkap binatang-binatang itu ada syaratnya pula. Yaitu pada malam hari
sewaktu KARYA 61 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
muncul bulan tujuh hari atau ketika bulan dalam keadaan setengah lingkaran."
"Betapa pun sulitnya semua itu akan kulaksanakan." kata Citrakarsa pula. Lalu
orang tua iri berulang kali mengucapkan terima kasih atas segala pertolongan dan
petunjuk Wiro. Tak lama kemudian pendekar tersebut pun minta diri sementara
Ranata saat itu kembali menari-nari kegirangan.
KARYA 62 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
12 SEWINDU telah berlalu. Banyak hal telah terjadi. Peristiwa buruk dan peristiwa
jahat silih berganti dalam dunia yang semakin tua ini.
Di suatu pagi hari yang cerah, di depan sebuah gubuk reyot di hutan belantara
yang jarang di datangi manusia kelihatanlah seorang kakek-kakek berambut putih
tengah menempur seorang gadis jelita berbaju merah. Gerakan si kakek sebat cepat
dan ranting kayu di tangan kanannya berkelebat kian ke mari, menusuk dan
memapas, kadang-kadang menotok ke jalan darah di tubuh lawannya. Gadis berbaju
merah sebaliknya amat gesit pula gerakannya. Tubuhnya laksana bayang-bayang. Dia
juga memegang sebuah ranting kering di tangan kanan. Benda ini menderu-deru
menangkis serangan si kakek bahkan kadang-kadang berbalik merupakan serangan
yang mematikan!
Kedua orang itu tengah melatih ilmu silat. Dan mereka bukan lain adalah
Citrakarsa serta Mawar. Di dekat pintu gubuk berdiri Ratih mendukung seorang
anak laki-laki berumur dua tahun.
Di sampingnya tegak Ranata. Berkat obat yang ditunjukkan oleh Pendekar 212 Wiro
Sableng, Ranata telah sembuh dari sakitnya sejak empat tahun yang silam. Dan
sejak empat tahun yang lalu itu pula Ratih dengan kerelaan dan kasih sayang yang
dimilikinya telah bersedia diambil istri oleh pemuda tersebut. Dua tahun berumah
tangga mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang mungil dan lucu.
Betapapun Citrakarsa mengeluarkan segala kepandaian silatnya, namun sukar sekali
baginya untuk dapat mengalahkan Mawar. Berkali-kali diusahakannya memukul lepas
ranting kayu di tangan gadis itu, berkali-kali pula dicobanya untuk mehggoreskan
ujung ranting kepakaian Mawar namun sia-sia belaka. Hati Citrakarsa gembira
bukan main. Tidak sia-sia dia menghabiskan waktu sekian lama untuk menggembleng
Mawar menjadi seorang dara berkepandaian tinggi. Bahkan kalau dibandingkan
dengan Ranata, ilmu yang dimiliki Mawar hampir satu tingkat lebih tinggi!
"Sudah! Sudah ... sudah!" Citrakarsa berseru seraya melompat keluar dari
kalangan pertempuran. "Hatiku puas, puas dan gembira! Ternyata kau benar-benar
tak mengecewakan!"
Mawar tersipu-sipu dan berkata, "Walau bagaimanapun kepandaianku masih jauh di
bawahmu, guru. Aku harus berlatih lebih rajin."
Citrakarsa tertawa. "Ranata!" katanya sambil berpaling pada anaknya. "Cobalah
kau hadapi KARYA
63 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Mawar barang beberapa jurus. Aku yakin kau bakal dikalahkannya di bawah sepuluh
jurus!" Ranata tersenyum. Disambutnya ranting kayu yang dilemparkan ayahnya. Maka
mulailah dia menghadapi adik iparnya. Pertandingan berjalan hebat dan cepat.
Betul saja, setelah baku hantam tujuh jurus, ujung ranting di tangan Mawar
berhasil memukul pundak Ranata.
"Aku kalah!" seru Ranata dan melompat dari kalangan.
"Kakak sengaja mengalah." kata Mawar lalu membuang ranting kayu di tangannya.
"Melihat kehebatanmu, aku tak ragu-ragu lagi untuk melepasmu guna menuntut balas
terhadap manusia-manusia jahat yang telah membunuh orang tua dan kakakmu,"
berkata Citrakarsa. "Dengar baik-baik Mawar. Mereka terdiri dari tiga manusia
biadab yang memimpin gerombolan bejat di hutan Bludak. Yang pertama bernama
Bayunata, lalu Singgil Murka dan yang ke tiga Sawer Tunjung. Ketiganya
bertanggung jawab atas kematian ayah bundamu. Bertanggung jawab atas semua nyawa
penduduk kampung kelahiranmu. Mendiang Munding Wirya dan juga aku serta semua
yang ada di sini, dalam pada itu termasuk pula arwah-arwah mereka yang telah
menemui kematian di tangan tiga bergundal kejahatan itu, sama mengharapkan agar
kau dapat membalaskan segala sakit hati dan dendam kesumat. Aku yakin kau akan
berhasil melaksanakannya. Kau boleh pergi setiap saat bersama doa restuku!"
"Jika diizinkan, murid ingin pergi hari ini juga!" kata Mawar.
"Bagus, memang lebih cepat lebih baik." Citrakarsa berpaling pada Ranata dan
berkata, "Kau pergilah bersamanya, anakku!"
"Guru, kenapa murid tak boieh pergi seorang diri?"
"Bukan tidak boleh, Mawar. Tetapi kau harus maklum. Dunia luar tidak seperti
dunia kita di dalam hutan ini. Dunia luar penuh dengan seribu satu macam bahaya,
penuh dengan seribu satu macam tipu daya serta seribu satu macam manusia berhati
culas. Dengan pergi seorang diri, apalagi kau seorang gadis tentu banyak
manusia-manusia jahat yang bakal merintangimu di tengah jalan hingga kau akan
mendapat banyak kesukaran sebelum berhasil melaksanakan pembalasan terhadap
musuh besarmu. Karena itu pergilah bersama kakak iparmu!"
"Jika demikian, murid menurut saja," kata Mawar, lalu dia masuk ke dalam untuk
bersalin pakaian.
*** KARYA 64 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Hutan Bludak. Disarangnya Bayunata saat itu tengah diadakan pesta besar. Mereka
baru saja berhasil menyikat serombongan pedagang yang tengah menuju Kotaraja.
Delapan orang pedagang berikut selusin pengawal dibunuh, seluruh barang dagangan
dirampok. Singkat cerita, dalam suasana pesta pora itulah Mawar dan Ranata
sampai di hutan Bludak.
"Mereka tengah pesta pora lupa daratan," desis Ranata dari balik semak-semak.
Mawar mengangguk. Keduanya mengatur rencana, lalu berpencar. Tak lama kemudian
di salah satu pondok rampok yang terletak agak terpisah dari lain-lainnya
kelihatanlah api berkobar-kobar.
Tiga orang anak buah Bayunata yang ada di situ dalam keadaan setengah mabuk
akibat terlalu banyak minum anggur lari keluar pondok dan berteriak-teriak. Tiga
orang perempuan dalam keadaan setengah telanjang ikut berlarian menyelamatkan
diri. Beberapa kawan merekan segera datang memberi pertolongan. Untuk memadamkan
api sudah tak mungkin. Dalam pada itu sebuah pondok lagi di ujung kiri kelihatan
telah dimakan api pula. Rampok-rampok yang ada di dalamnya yang tengah pesta
minuman dan pesta perempuan berlarian keluar. Pondok ketiga, keempat dan kelima
kemudian menyusul di kobari api. Suasana di sarang gerombolan rampok itu jadi
kacau balau kini, lebih sewaktu api mulai pula menjilat dan membakar jembatan-
jembatan gantung dari tali yang menghubungkan satu pondok dengan pondok lainnya.
Dari dalam sebuah pondok Bayunata keluar terhuyung-huyung. Dia cuma mengenakan
celana dalam. Di tangan kanannya ada sebuah buli-buli anggur sedang tangan
kirinya menggelung pinggang seorang perempuan muda yang tak mengenakan sehelai
pakaianpun. Matanya sembab karena menangis. Perempuan ini diculik oleh
gerombolan Bayunata tiga hari yang lewat di sebuah desa.
"Lima pondok di makan api dalam waktu yang hampir bersamaan ... " desis
Bayunata. "Pasti ini disengaja. Pasti ada yang berbuat ...!" Pemimpin rampok
hutan Bludak ini mengeluarkan suara suitan nyaring. Sesaat kemudian muncullah
Singgil Murka dan Sawer Tunjung. Seperti Bayunata, kedua orang inipun hanya
mengenakan celana dalam karena mereka sebelumnya tengah pesta anggur dan pesta
perempuan. "Lekas selidiki apa yang terjadi!" perintah Bayunata.
Singgil Murka dan Sawer Tunjung cepat berlalu sedang Bayunata kembali masuk ke
dalam pondok dan merebahkan diri di atas tempat tidur, menggelungi tubuh
perempuan di sampingnya.
Di teguknya anggur di dalam buli-buli lalu buli-buli itu diletakkannya di
lantai. "Persetan dengan keributan di luar sana. Persetan ... !" kata pemimpin rampok
ini. Tangan KARYA
65 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
kanannya bergerak menjamah setiap lekuk tubuh perempuan di sampingnya. Ciumannya
bertubi-tubi di muka, leher dan dada si perempuan. Keduanya kemudian tenggelam
dalam gelimang kekotoran.
Beberapa buah pondok lagi sementara itu telah dimakan api pula. Perampok-
perampok banyak yang turun ke tanah melalui tangga-tangga tali. Maksud mereka
untuk menyelamatkan diri.
Wiro Sableng 015 Mawar Merah Menuntut Balas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun tak tahunya di bawah sana seorang gadis jelita berpakaian merah menyambut
ke datangan mereka dan "menghadiahkan" hadiahkan" tendangan-tendangan serta
pukulan-pukulan maut.
Hampir selusin anak buah Bayunata telah bergeletakan tanpa nyawa. Ada yang
hancur kepalanya, ringsek dadanya atau bobol perutnya.
Seorang anggota rampok lagi kelihatan menuruni tangga tali dengan cepat.
Sesampainya di bawah dia terkejut melihat apa yang terjadi atas diri kawan-
kawannya. Dan lebih terkejut lagi sewaktu mengetahui bahwa yang membunuh kawan-
kawannya itu adalah seorang gadis cantik berpakaian merah. Nafsu kotornya pun
timbul. "Bidadari dari mana yang datang menebar maut di sini"! Lekaslah serahkan diri
padaku. Dan kau akan selamat dari tangan maut Bayunata!"
Mawar mendengus.
"Kau inginkan diriku" Ini terima dulu hadiahku!" kertak si gadis. Secepat kilat
tinjunya di hantamkan kedada laki-laki itu. Anggota rampok yang satu ini rupanya
memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari kawan-kawannya sebelumnya. Dia sempat
mengelak lalu menerjang dengan golok yang sudah berada di tangan!
"Aku akan tebas batang lehermu kalau tidak mau menyerah! Ayo lekas serahkan
diri! Kalau tidak kau akan menyesal sampai di liang kubur!"
Sekali lagi Mawar mendengus dan sekali lagi pula dia menerjang. Golok di tangan
lawan berkelebat. Terdengar satu keluhan. Golok itu terlepas dari tangan anak
buah Bayunata, dirampas oleh Mawar dan sebelum dia tahu apa yang terjadi satu
tabasan telah memutus batang lehernya!
"Bangsat betina kurang ajar! Mampuslah!" terdengar satu bentakan.
Mawar berpaling. Lima orang anggota rampok ternyata telah mengurungnya. Seorang
di antara mereka mendahului kawan-kawannya melancarkan satu serangan golok.
Mawar miringkan tubuh. Begitu senjata lawan lewat di sampingnya, kaki kanannya
menderu dan si penyerang mencelat sejauh dua tombak, jatuh tak bergerak lagi
karena perutnya sudah bobol dihantam tendangan!
KARYA 66 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Empat kawan mereka melengak kaget. Tanpa banyak cerita lagi mereka segera
menyerbu. Satu demi satu mereka dibikin melosoh oleh Mawar. Rampok yang kelima
sengaja tak dibunuh, hanya dilukai salah satu bahunya.
Mawar menjambak rambut laki-laki ini.
"Naik ke atas sana! Beritahu pimpinanmu bahwa semua ini aku yang melakukan! Aku
Mawar Merah datang untuk menuntut balas! Katakan bahwa aku menunggu mereka di
sini!" Dengan ketakutan rampok itu menaiki tangga tali kembali, lalu lari sepanjang
jembatan. Di salah satu cabang jembatan dia berpapasan dengan Singgil Murka dan
Sawer Tunjung. Segera dilaporkannya apa yang telah terjadi!
"Kurang ajar! Siapa gerangan iblis betina itu, hah"!" gertak Singgil Murka. Dia
berpaling pada Sawer Tunjung dan berkata: "Lekas beri tahu Bayunata. Aku akan
menghajar iblis betina itu!"
Sawer Tunjung berlalu sedang Singgil Murka bersama anak buahnya yang memberikan
laporan segera menuju ke tempat di mana Mawar Merah berada.
"Itu dia manusianya!" kata anggota rampok sambil menunjuk ke bawah pohon.
Singgil Murka beliakkan matanya lebar-!ebar. Manusia yang disebutnya "iblis
betina" itu nyatanya memiliki kecantikan yang luar biasa. Dengan cengar-cengir
Singgil Murka melangkah maju. Berdiri tujuh langkah di hadapan Mawar Merah dan
geleng-gelengkan kepa!a.
"Apakah kau bangsatnya yang bernama Bayunata"!" bentak Mawar Merah. Matanya
menyorot meneliti laki-laki yang hanya mengenakan celana dalam di hadapannya
itu. "Ha ... ha! Aku adalah Singgil Murka. Orang ketiga yang menjadi pimpinan rampok-
rampok hutan Bludak!" menyahut Singgil Murka. "Ada apakah kau mencari Bayunata"
Dan kenapa pula kau menabur maut begini rupa"!"
"Hem ... jadi kau bergundalnya yang bernama Singgil Murka! Sekitar delapan tahun
yang lalu kau pernah memusnahkan kampung Waru, membunuh semua orang yang ada di sana, termasuk ayah dan kakak laki-lakiku! Ibuku bunuh diri karena
kebiadaban kalian! Hari ini aku menagih hutang darah dan nyawa itu!"
Singgil Murka tertawa gelak-gelak.
"Gadis, kau yang begini cantik dan mulus berani-beranian menantang maut! Aku
tidak ingat lagi peristiwa delapan tahun yang silam. Yang jelas sekali Bayunata
melihatmu pasti kau akan celaka. Sebaiknya mari ikut aku. Aku akan sembunyikan
kau disatu tempat yang aman, mengambil seluruh harta kekayaan yang aku miliki
lalu meninggalkan hutan Bludak ini. Sudah sejak lama aku KARYA
67 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
muak dengan kehidupan begini macam!"
Mawar Merah sunggingkan seringai tajam.
"Maksudmu memang cukup bagus! Tapi tempat yang paling bagus bagimu bukan di
dunia ini, melainkan neraka!"
Habis berkata begitu Mawar Merah mencabut pedang yang tersisip di pinggangnya.
Sekejap kemudian bertaburlah selarik sinar merah!
Singgil Murka kaget bukan main. Cepat-cepat dia menyurut seraya cabut goloknya.
Maka terjadilah pertempuran yang hebat. Mula-mula Singgil Murka bertempur hanya
setengah hati, tetapi sewaktu dalam satu jurus pertama itu dia merasakan
kehebatan ilmu pedang lawan, manusia ini tak mau main-main lagi. Dia merangsak
ke depan berusaha memukul lepas pedang si gadis!
Tapi sebaliknya si gadis berkelit gesit dan melancarkan serangan-serangan yang
amat aneh hingga dalam jurus kedua Singgil Murka terdesak hebat sedang dalam
jurus ketiga terdengar seruan lakilaki ini sewaktu golok di tangan kanannya
dihantam pedang lawan hingga mental!"
"Celaka!" keluh Singgil Murka. Nyatanya benar si cantik ini inginkan nyawanya.
Tanpa pikir panjang Singgil Murka putar tubuh dan ambil langkah seribu. Namun
dia cuma sanggup menyingkirkan diri beberapa langkah saja karena laksana
terbang, Mawar Merah melesat dan memburu dari samping. Pedang merahnya
berkelebat, dan "cras"! Mengge!indinglah kepala Singgil Murka! Satu dari tiga
musuh besarnya berhasil dimusnahkan. Mana yang dua lainnya"!
Mawar Merah memandang berkeliling. Setitik air mata mengambang di sudut-sudut
matanya yang bening. Dia tak melihat anggota rampok yang tadi datang bersama
Singgil Murka, mungkin sudah kabur.
Tiba-tiba pada salah satu jalur jembqtan tali dilihatnya dua orang laki-laki
berbadan tegap berewokan dan hanya mengenakan celana dalam berlari cepat
kejurusannya. KARYA 68 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
13 SAWER Tunjung mengetuk pintu pondok dengan keras.
"Siapa"!" tanya Bayunata sementara tubuhnya menggelepar-gelepar di atas tubuh
perempuan yang tengah ditidurinya.
"Aku, Sawer Tunjung!"
"Tunggu sebentar!" jawab Bayunata.
Di luar pondok Sawer Tunjung tahu apa yang tengah dilakukan Bayunata dan dia
merutuk habis-habisan. Keterlaluan sekali jika dalam suasana begitu rupa
Bayunata masih menghabiskan waktu untuk memuaskan nafsunya!
Di atas tempat tidur Bayunata merasakan tubuhnya mengejang dan panas. Dari
mulutnya keluar suara erangan geram dan dari hidungnya menghembus nafas membara.
Di gigitnya leher perempuan di bawahnya hingga perempuan itu mengeluh kesakitan.
Tubuhnya yang mandi keringat kemudian terbadai di pembaringan.
"Bayunata! Lekaslah!" terdengar suara Sawer Tunjung di luar pondok.
Pemimpin rampok itu berdiri terhuyung. Diteguknya anggur di dalam buli-buli,
dilemparkannya buli-buli itu ke sudut pondok lalu dikenakannya celananya. Golok
besar yang tergantung dekat pintu disambarnya lalu dia keluar.
"Apa yang terjadi"!" tanya Bayunata.
"Lebih dari dua lusin anak buah kita kutemui mati digantung di sebelah timur.
Delapan pondok musnah dimakan api. Seorang laki-laki yang tak diketahui siapa
adanya telah melakukan hal itu. Kemudian seorang anak buah melaporkan bahwa di
jurusan barat ada satu gadis cantik berpakaian serba merah. Belasan anak buah
kita menemui kematian di tangannya. Kepada anak buah yang masih hidup dia
menyuruh menyampaikan pada kita bahwa namanya Mawar Merah, bahwa dialah yang
melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap anak-anak buah kita!"
"Kurang ajar!" kertak Bayunata. "Aku ingin melihat di sebelah timur dulu!"
Keduanya berlari-sepanjang jembatan gantung. Apa yang dikatakan Sawer Tunjung
bukan isapan jempol. Dua puluh delapan anggota rampok hutan Bludak telah jadi
mayat, mati di gantung dengan tali-tali jembatan. Beberapa lainnya berhamparan
di atas jembatan dalam keadaan mengerikan.
KARYA 69 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Pelipis Bayunata bergerak-gerak. Rahangnya menonjol. Dia memutar tubuh dan
segera lari kejurusan barat diikuti oleh Sawer Tunjung sementara di belakangnya
terdengar suara robohnya sebuah pondok yang musnah di makan api. Tak berapa jauh
dari situ segerombolan perempuan-perempuan dalam tubuh yang hampir tak tertutup
pakaian berlarian berebutan menuruni tangga tali.
Dalam waktu yang singkat Bayunata dan Sawer Tunjung telah sampai di tempat Mawar
Merah berada. Saking geramnya pemimpin rampok ini turun ke tanah tanpa melalui
tangga tali melainkan langsung melompat ke tanah. Dari caranya melompat yang
tanpa menimbulkan suara itu Mawar Merah segera maklum kalau manusia yang satu
ini memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
Amarah yang meluapi sekujur tubuh Bayunata serta merta jadi mengendur manakala
dia menyaksikan paras dara jelita yang mengaku bernama Mawar Merah itu. Demi
iblis belum pernah dia melihat perempuan yang secantik ini!
"Sawer, inikah manusianya yang bernama Mawar Merah?"
"Pasti sekali, Bayu! Pasti!" sahut Sawer Tunjung dan dia memandang berkeliling
mencari-cari di mana adanya Singgil Murka. Namun yang dilihatnya adalah seorang
laki-laki berpakaian putih tak dikenal. Mungkin ini adalah kawan dara berbaju
merah yang telah menggantungi anggota-anggota rampok di sebelah timur, pikir
Sawer Tunjung. Di lain pihak Mawar Merah melintangkan pedangnya di depan dada, memandang tajam
pada Bayunata. Kening laki-laki itu kelihatan hangus hitam dan di bagian
tengahnya tertera angka 212.
Tidak bisa tidak tentu itu perbuatannya Pendekar 212 Wiro Sableng, kata Mawar
dalam hati. Dia pernah mendengar kisah dari kakaknya bahwa sewaktu menyelamatkan
Ratih, Wiro telah baku hantam dengan pemimpin rampok itu.
"Cantik, tetapi buas!" kata-kata itu mendesis dari sela bibir Bayunata.
"Bangsat berjidat hangus, kau pastilah Bayunata dan kawanmu itu Sawer Tunjung!"
Bayunata tertawa lebar-lebar. Sambil usap-usap dadanya yang penuh bulu dia
berkata: "Kau kenal aku, dara buas"!"
"Aku juga kenal jalan ke neraka untuk kalian berdua!" sahut Mawar Merah.
Kembali Bayunata tertawa lebar-lebar.
"Bayu, biar aku yang beri pelajaran pada gadis ini!" kata Sawer Tunjung.
"Tidak sobatku. Kau bereskan laki-laki di sebelah sana. Pasti dia kambrat si
baju merah ini.
Aku sendiri akan main-main sejurus dua dengannya!"
KARYA 70 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Maka Bayunatapun maju ke hadapan Mawar Merah. Golok besarnya masih berada dalam
sarung dan dipegangnya di tangan kiri.
"Sebelum nyawamu minggat ke neraka, aku akan berikan satu hadiah bagus bagimu,
Bayunata keparat!" kata Mawar Merah. Dan tangan kirinya yang sejak tadi
disembunyikannya di belakang bergerak. Sebuah benda bulat sebesar kepala melesat
ke arah pemimpin rampok hutan Bludak.
Bayunata cepat mengelak. Benda itu jatuh dibelakangnya dan terkejutlah Bayunata,
demikian juga Sawer Tunjung. Benda yang dilemparkan Mawar Merah ternyata adalah
kepala Singgil Murka!
"Betina keparat haram jadah!" bentak Bayunata marah sengaja mencabut golok
besarnya yang hampir 20 kati beratnya itu, "lekas serahkan diri atau kucincang
detik ini juga seluruh tubuhmu yang bagus ini!"
Mawah Merah menyeringai.
"Justru hari ini aku harus serahkan jiwamu sebagai imbalan jiwa orang tua serta
kakak dan seluruh penduduk kampung Waru yang telah kau musnahkan secara biadab
delapan tahun yang lewat!" jawab Mawar Merah lalu membuka serangan pertama.
Melihat ini nafsu untuk memiliki tubuh si gadis yang tadi berkobar di diri
Bayunata menjadi lenyap, berubah dengan kemarahan yang meluap. Golok besarnya
ditebaskan ke depan untuk menangkis senjata lawan. Namun dibikin terkejut karena
sesaat senjata mereka saling bentrokan, tahu-tahu pedang si gadis menyusup turun
dan dalam gerakan yang aneh berkelebat ke pinggangnya!
Tiga jurus bertempur Bayunata mulai keluarkan keringat dingin. Ilmu pedang yang
dimainkan si gadis aneh dan tidak dimengertinya. Setiap serangan yang
dilancarkan oleh pemimpin rampok ini senantiasa menghantam tempat kosong.
Sebaliknya dengan matimatian dia harus mengelakkan serangan-serangan lawan yang
datang laksana curahan hujan.
"Setan, ilmu silat apakah yang dimainkan betina jalang ini"!" gertak Bayunata
dalam hati. Cepat dirobahnya permainan goloknya. Jurus-jurus terhebat yang
selama ini disimpannya sebagai andalan saat itu segera dikeluarkannya. Golok
besarnya menderu-deru menebar serangan ganas luar biasa.
Lima jurus lamanya Mawar Merah harus bertindak hati-hati. Jurus berikutnya
begitu dia melihat liku-liku kelemahan ilmu golok lawan, kembali gadis ini
merangsak. Untuk kesekian kalinya Bayunata mengeluh. Bagaimanakah mungkin gadis secantik
dan semuda ini memiliki ilmu pedang yang aneh dan lihay begitu rupa"!
Tiba-tiba Bayunata berseru keras. Goloknya membabat pulang balik sampai tiga
kali. Serentak KARYA
71 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
dengan itu tangan kirinya dipukulkan ke depan. Satu gelombang angin yang luar
biasa panasnya menggebu-gebu. Mawar Merah membabatkan pedangnya ke depan. Dengan
serta merta serangan golok serta pukulan sakti yang dilepaskan Bayunata musnah.
"Kalau begini naga-naganya, aku bisa mampus percuma!" pikir Bayunata dalam hati.
Sementara itu di lain bagian Sawer Tunjung telah berhadapan pula dengan Ranata.
"Kakang Ranata, jangan bunuh bangsat itu! Biar aku yang membereskannya!" seru
Mawar Merah. "Kau tak usah kawatir, Mawar." sahut Ranata. Di antara tiga pimpinan rampok
hutan Bludak, Sawer Tunjung adalah yang paling rendah ilmunya. Setelah bertempur
tiga jurus, Ranata berhasil merampas pedang laki-laki itu dan menotok urat besar
di pangkal lehernya hingga Sawer Tunjung menjadi kaku tegang laksana patung!
Serangan-serangan pedang Mawar Merah semakin bertubi-tubi. Bayunata mundur
terus. Hanya kegesitan gerakannyalah yang masih menolong. Namun batas kemampuan
Bayunata hanya sampai jurus ke empat belas. Golok besar yang menjadi senjatanya
patah dua dan terlepas mental dari tangannya sewaktu terjadi satu bentrokan
senjata yang keras!
Bayunata melompat mundur. Mukanya sepucat mayat, keringat dingin mengucur di
keningnya. Tiba-tiba dia menjatuhkan diri, bersujud di hadapan Mawar Merah.
"Gadis, ampunilah selembar jiwaku yang tak berguna ini! Biarkan aku hidup!
Segala harta kekayaan yang aku miliki kupasrahkan padamu! Ampuni jiwaku ... !"
"Kau minta ampunan, Bayunata"! Jangan minta padaku! Mintalah pada setan-setan di
neraka!" Pedang merah di tangan Mawar Merah memapas turun.
"Cras!!"
Bayunata menjerit. Tangan kanannya putus. Darah menyembur. Pemimpin rampok ini
karena dilanda sakit yang amat sangat menjadi kalap. Dia melompat ke muka
mengambil patahan goloknya lalu menyerang Mawar Merah dengan membabi buta.
Pedang di tangan si gadis menderu lagi. Kini bahu kiri Bayunata yang menjadi
sasaran. Untuk kedua kalinya pemimpin rampok itu menjerit kesakitan.
Tubuhnya tersungkur ke tanah.
"Ampuni selembar nyawaku, ampuni!" dia masih memohon dengan meratap.
Pedang merah itu diayunkan lagi dua kali berturut-turut, memapas putus kaki kiri
Wiro Sableng 015 Mawar Merah Menuntut Balas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kanan Bayunata. Tubuhnya yang terkutung-kutung itu berkolojotan kian kemari.
Darah membanjir. Terakhir KARYA
72 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
sekali Mawar Merah membacokkan senjatanya ke kening Bayunata hingga kepala
manusia bejat ini hampir terbelah dua!
Sawer Tunjung tak berani menyaksikan apa yang terjadi atas diri Bayunata.
Terlalu ngeri untuk disaksikan.
"Lepaskan totokannya kakang Ranata!" terdengar suara Mawar Merah.
Begitu totokannya dilepaskan begitu Sawer Tunjung jatuhkan diri dan meratap
minta diampuni jiwanya. Ampunan yang didapatnya tidak berbeda dengan nasib yang
dialami Bayunata.
Tubuhnya menemui kematian dalam keadaan terkutung-kutung!
Tiba-tiba Mawar Merah membuang pedangnya ke tanah, berlutut dan menangis sambil
menutupi wajahnya.
"Ibu, ayah, kakak ... Hari ini semua sakit hati dan dendam kesumat telah
berbalas! Semoga kalian bisa tenteram di alam baka ... !"
"Sudahlah Mawar," kata Ranata. Dipegangnya pundak gadis itu. "Berdirilah. Kita
harus kembali."
Perlahan-lahan Mawar Merah berdiri. Di sekanya air mata yang membasahi pipinya.
Keduanya bergerak meninggalkan tempat itu. Tapi mendadak sontak dari depan
berkelebatan seorang berpakaian putih. Rambut dan wajahnya tertutup kerudung
hitam. Hanya sepasang matanya yang kelihatan, memandang tajam kepada Ranata dan
Mawar Merah. "Manusia bercadar, siapa kau"!" bentak Ranata.
"Bangsat! Kalian berdua harus pasrahkan jiwa padaku sebagai imbalan jiwa
Bayunata yang telah dibunuh! Aku adalah kakak seperguruannya!"
"Sret!"
Mawar Merah mencabut pedangnya.
"Jika begitu kau harus mampus di tanganku!" kata Mawar Merah seraya menghunus
pedangnya. "Aku tahu kaulah yang membunuh Bayunata! Tapi aku tak bisa bertempur denganmu!
Aku mempunyai pantangan untuk bertempur dengan perempuan! Harap wakilkan dirimu
pada kau punya kawan!''
"Persetan dengan pantanganmu!" sentak Mawar Merah seraya maju ke depan.
Ranata memegang bahu gadis itu.
"Kali ini biar aku yang turun tangan, Mawar. Aku tak bakal punya muka untuk
selama-lamanya KARYA
73 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
jika tak berani menerima tantangan manusia macam begini!"
Mawar Merah mengalah juga meski hatinya panas sekali.
"Perkelahian macam mana kau ingini" Pakai senjata atau tangan kosong"!" bertanya
manusia bercadar hitam.
Ranata tertawa.
"Untuk menghadapi manusia macam kau, perlu apa pakai senjata! Majulah!"
"Kau yang silahkan maju duluan!" tantang si cadar h itam.
Ranata membuka serangan. Gerakan yang dibuatnya aneh dan terbalik seratus
delapanpuluh derajat dari ilmu silat yang wajar. Sekejap tinjunya akan mencium
dada lawan, si cadar hitam berkelebat, membuat gerakan yang sama dengan gerakan
Ranata dan tahu-tahu tinju kanannya hampir saja mendarat di perut Ranata.
Baik Ranata maupun Mawar Merah jadi kaget. Gerakan yang dimainkan oleh lawan
persis gerakan ilmu silat yang diajarkan kepada mereka oleh Citrakarsa.
Dengan penasaran Ranata membuka jurus kedua. Setengah jalan tiba-tiba si cadar
hitam tertawa bergelak dan memapaskan tangan dari kiri ke kanan sedang kaki
membuat kuda-kuda aneh. Ranata terkejut lagi. Apa yang dilakukan lawan juga
gerakan ilmu silat yang dimilikinya. Dia tak bisa berpikir lebih jauh. Cepat-
cepat dia mengelak ke kiri. Dan justru saat itu si cadar hitam membuat gerakan
aneh lagi, cepat dan tak terduga.
"Bukk!"
Ranata terhuyung-huyung. Bahu kanannya kena dipukul lawan, tapi dia tidak merasa
sakit sama sekali. Ini membuat Ranata jadi heran. Jika lawan inginkan jiwanya
mengapa dia cuma melancarkan serangan begitu rupa" Padahal dengan mengerahkan
sedikit tenaga dalam saja pastilah bahunya akan remuk!
Si cadar hitam tertawa gelak-gelak.
Sementara itu Mawar Merah menjadi penasaran melihat kekalahan kakak iparnya.
Cepat dia maju hendak menyerang. Di depan sana si cadar hitam tiba-tiba
mengerakkan tangan menarik cadar yang menutupi wajahnya,
"Wiro!" seru Ranata dan Mawar Merah ketika mereka mengenali paras yang kini tak
tertutup itu. Pendekar 212 Wiro Sableng tertawa gelak-gelak dan garuk-garuk kepalanya yang
berambut gondrong.
KARYA 74 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
"Apa-apaan kau ini Wiro?" tanya Ranata.
"Eh sobat lamaku! Kau ingat peristiwa dulu sewaktu kau mengalahkan aku hanya
dalam tiga jurus" Sehari suntuk aku berusaha memecahkan kelihayan ilmu silatmu
dan aku berhasil! Apa yang kulakukan barusan hanyalah sekedar membalas
penghormatanmu itu, sobatku!" dan Wiro tertawa lagi lalu berkelebat lenyap
meninggalkan kedua orang tersebut. Ranata geleng-gelengkan kepala, berpaling
pada Mawar Merah. Lalu keduanyapun meninggalkan tem pat itu. Kelak bersama Ratih
dan anak serta ayahnya, Ranata akan berangkat menuju Kotaraja, darimana dia dan
ayahnya dulu berasal dan ke tempat mana mereka akan kembali.
T A M A T KARYA 75 BASTIAN TITO Sepasang Naga Lembah Iblis 5 Pendekar Gila 37 Petaka Seorang Pendekar Dewi Penyebar Maut V I 2
kekotoran yang kau perbuat bersama nenek-nenek tua keriput ini! Sekarang kalian
berdua keluarlah dari pondokku. Haram kaki kalian menginjak tempat ini!"
"Buset ... buset ... buset!" Damar Soka goleng-golengkan kepala. "Haram atau
halal itu urusan kemudian. Yang jelas kau harus berterima kasih lantaran aku
ikut kemari bersama Camperenik!"
Munding Wirya kerenyitkan kening.
"Sangkut paut apa aku musti berterima kasih padamu, Hantu Kuning"!"
"Camperenik hendak minta kau punya jiwa, hendak membunuhmu! Tapi dengan adanya
aku di sini pembalasannya yang kejam bisa diperingan sedikit. Nah, kau lekaslah
bunuh diri!"
Berubahlah paras Munding Wirya.
"Keluar dari sini atau aku terpaksa mengusir kalian secara kekerasan"!"
"Sebagai tuan rumah kau terlalu kurang ajar, Wirya!" kata Camperenik. Lalu
diketuarkannya senjatanya yaitu ular yang telah dikeringkan. "Bersiaplah untuk
mampus!" Camperenik menerjang ke muka. Senjatanya berkelebat. Racun kuning menyembur.
Namun Munding Wirya siang-siang sudah berpindah tempat hingga serangan
Camperenik hanya mengenai tempat kosong.
Dengan sebat nenek-nenek bermata satu bermuka hitam ini membalikkan tubuh. Pada
saat itu satu gulungan berwarna kuning datang di hadapannya dengan amat cepat.
Camperenik tidak KARYA
52 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
menduga sama sekali kalau dikejapan itu Munding Wirya akan melancarkan serangan
balasan dengan tongkatnya. Dia bersurut mundur namun serangan tongkat bambu
kuning Munding Wirya telah mengurung sekujur tubuhnya kemudian dengan sebat
menderu ke kepalanya. Munding Wirya sengaja mengeluarkan jurus serangan yang
amat hebatnya bernama "naga sakti menggulung bumi mematuk bulan".
Camperenik berseru tertahan. Tak ada kesempatan lagi baginya untuk berkelit
ataupun menangkis! Sekejap lagi tongkat bambu kuning Munding Wirya akan membuat
otak Camperenik bertaburan, tiba-tiba tubuh orang tua ini menghuyung. Selarik
angin panas menyambar dari samping, satu pukulan kemudian melanda lengannya,
hampir saja membuat tongkatnya terlepas dari tangan!
"Kurang ajarl Kau mau main keroyokan Damar Soka"!" sentak Munding Wirya marah.
Damar Soka alias Hantu Kuning menyeringai buruk. "Tidak seorang manusiapun tega
melihat kekasihnya dihajar orang. Termasuk aku!"
"Kalau begitu lanjutkanlah hidup cabul kalian di neraka!" kata Munding Wirya
pula seraya mengiblatkan bambu kuningnya dan mengirimkan dua serangan kepada
kedua lawannya.
Perkelahian dua lawan satupun berkecamuklah.
Seperti telah diketahui, bertempur satu lawan satu bukan hal yang mudah bagi
Munding Wirya untuk mengalahkan Camperenik, apalagi saat itu si nenek muka hitam
dibantu pula oleh Damar Soka, seorang tokoh silat jahat yang kepandaiannya tiga
tingkat lebih tinggi dari Camperenik!
Sementara itu gadis cilik delapan tahun yang tadi tidur pulas kini telah
terbangun dan dengan terkejut serta takut menyaksikan pertempuran itu disudut
pondok. Jurus demi jurus pertempuran semakin hebat. Mereka yang berkelahi hanya
merupakan bayang bayang saja kini. Taburan serangan yang dilancarkan Munding
Wirya laksana curahan hujan datangnya. Namun cuma sampai lima jurus orang tua
itu sanggup menunjukkan kehebatannya. Jurus-jurus selanjutnya dia mulai mendapat
tekanan-tekanan untuk kemudian dia musti bertahan mati-matian.
Dalam satu gebrakan hebat dijurus ke sembilan, Munding Wirya terpaksa membiarkan
tongkatnya kena dirampas oleh Damar Soka demi untuk menyelamatkan kepalanya dari
hantaman tongkat ular Camperenik. Dan mulai detik inilah Munding Wirya betul-
betul terancam jiwanya.
"Camperenik, hati-hati, bangsat tua ini hendak mengeluarkan pukulan buana biru!"
Damar Soka berteriak memberi ingat sewaktu dilihatnya Munding Wirya menggerakkan
tangan kanannya yang saat itu sudah berwarna biru.
KARYA 53 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Peringatan Damar Soka percuma saja. Meski Camperenik berusaha untuk menyingkir
namun terlanlbat. Sebagian sinar pukulan yang mengandung racun jahat menderu
memapas pinggang Camperenik. Nenek-nenek ini melolong setinggi langit. Tubuhnya
mencelat bersama-sama dengan dinding pondok yang hancur berantakan, terhampar di
tanah, berkutik melejang-lejang seketika lalu diam tak bergerak lagi. Di saat
yang sama terdengar pula pekik Munding Wirya.
Meskipun Munding Wirya berhasil menewaskan Camperenik dengan pukulan buana biru
namun dia sama sekali tidak sempat mengelakkan tendangan kaki kanan Damar Soka
yang membabat dari samping. Tangan kanan Munding Wirya sampai sebatas
pergelangan remuk hancurl Dengan menggigit bibir menahan sakit orang tua ini
melompat keluar dari kalangan pertempuran.
Munding Wirya menyadari sepenuhnya bahwa sekalipun dia tidak menderita seperti
saat itu, adalah mustahil baginya untuk dapat bertahan menghadapi Damar Soka.
Karenanya cepat-cepat dia berpaling pada gadis cilik di sudut pondok dan
berteriak. "Mawar! Larilah! Tinggalkan tempat ini cepat!" Gadis cilik berumur
delapan tahun itu nampak ragu-ragu. Munding Wirya berteriak lagi.
Si anak segera hendak lari tapi Damar Soka sudah mengha dang di pintu menutup
jalan. Dengan penasaran Munding Wirya menerjang dan melancarkan satu tendangan
ke bawah perut Damar Soka. Manusia bermuka kuning itu berkelit gesit dan dengan
satu gerakan cepat yang sukar diukur, tinju kanan Damar Soka bersarang di dada
Munding Wirya. Tak ampun lagi orang tua ini terpelanting dan jatuh terjengkang
di lantai pondok. Dengan terhuyung-huyung dicobanya berdiri.
Sebelum dia bisa mengimbangi tubuh, Munding Wirya terbatuk-batuk beberapa kali
lalu muntah darah dan melosoh kembali ke lantai. Dadanya terasa panas dan sakit
bukan main. Nafasnya tersendat-sendat sedang pandangan matanya berbinar-binar.
Hantu Kuning tertawa mengekeh. Dia melanygkah mendekati Munding Wirya.
"Bangsat tua bangka! Hari ini kutamatkan riwayatmu sampai di sini!"
Hantu Kuning menggerakkan kaki kanannya. Sesaat sebelum tendangan yang
dilancarkan lakilaki ini sampai dikepala Munding Wirya, dari arah pintu menderu
lima buah benda berwarna putih perak menyilaukan. Hantu kuning terpaksa
membatalkan tendangannya kecuali kalau dia inginkan kakinya dilabrak senjata
rahasia itu. Lima senjata rahasia menancap di dinding pondok. Benda-benda ini
berbentuk bintang yang bertuliskan angka-angka 212 di tengah-tengahnya!
KARYA 54 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
11 BEGITU terkejut melihat barisan tiga buah angka itu, secepatnya Damar Soka
memutar tubuh ke pintu. Rasa terkejutnya kini berubah menjadi rasa heran.
Sekitar duapuluh tahun yang silam angka 212 itu telah menggetarkan dunia
persilatan. Setiap muncul angka 212 berarti munculnya seorang nenek-nenek sakti
bernama Sinto Gendeng.
Tetapi hari ini yang dilihat Damar Soka bukan seorang nenek-nenek, melainkan
seorang pemuda bertubuh kekar, berpakaian putih-putih dan berambut gondrong,
Pemuda ini menyengir seenaknya kepadanya!
"Buset kau budakl Lekas terangkan siapa kau!" Si rambut gondrong bersiul lalu
tudingkan ibu jarinya ke belakang.
"Lekas keluar dari sini!"
"Hah"!" Damar Soka beliakkan kedua matanya. "Kau menyuruh si tua bangka ini
keluar dari sini"!" Dan meledaklah tawa Damar Soka. Sesaat kemudian
dihentikannya tawanya itu. Dia memandang lekatlekat ke wajah pemuda di
hadapannya dan berkata, "Kau memiliki angka pengenal 212. Apa sangkut pautmu
dengan Sinto Gendeng dari gunung Gede?"
"Aku suruh kau keluar, bukan mengajukan segala macam pertanyaan!" bentak si
pemuda. Marahlah Damar Soka. Kedua tangannya dipentang. Begitu sepasang tangan tersebut
diayunkan, dua larik sinar kuning pekat menggebu-gebu. Terdengar satu siulan. Si
rambut gondrong lenyap dari pemandangan. Dikejap yang sama serangkum sinar putih
berkiblat dari samping, menyapu ke arah tubuh Damar Soka.
"Pukulan sinar matahari!" seru Damar Soka kaget dan buru-buru menjatuhkan diri
ke lantai pondok. Terdengar suara hiruk pikuk yang hebat. Dinding pondok sebelah
kanan hancur berkepingkeping dan hangus.
Tercekat hati Damar Soka. Satu-satunya manusia yang memiliki pukulan sakti itu
adalah Sinto Gendeng. Dan kini si pemuda telah melancarkan ilmu pukulan tersebut
secara hebat! Pasti dia murid Si Sinto Gendeng!
Dengan bola mata berkilat-kilat Damar Soka berdiri. Kedua tangannya yang
berwarna kuning saling digosok-gosokkan sedang mulutnya berkomat-kamit.
"Budak, dulu gurumu selama bertahun-tahun telah menjadi seteru tokoh-tokoh silat
KARYA 55 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
golonganku. Jika aku dan kawan-kawan masa itu tak dapat menghancurkan batok
kepala Sinto Gendeng, biarlah hari ini aku cukup puas mengirim muridnya ke liang
kubur!" Wino Sableng tertawa perlahan.
Munding Wirya yang sejak tadi menyaksikan baku hantam antara kedua orang itu
dalam keadaan megap-megap hampir kehabisan nafas, mengumpulkan sisa-sisa
tenaganya dan berseru memberi peringatan.
"Wiro, awas! Tua bangka cabul ini hendak melepaskan pukulan waja kuning! Lekas
menyingkir dan selamatkan gadis cilik itu!"
Wiro masih tertawa.
"Terima kasih atas peringatanmu, orang tua. Tapi biarlah aku mau lihat dan mau
tahu kehebatan pukulan yang hendak dilepaskannya!"
Dan diam-diam Pendekar 212 Wiro Sableng memusatkan seluruh tenaga dalamnya ke
tangan kiri dan tangan kanan.
Perlahan-lahan Damar Soka meluruskan tubuhnya yang bungkuk. Tanpa melepaskan
pandangannya dari Damar Soka Wiro berkata pada gadis cilik di sudut ruangan.
"Anak, kau lekas tinggalkan pondok ini. Tunggu di luar. Lekas .... "
Mawar si gadis cilik delapan tahun dengan kaki gemetar lari ke pintu. Sementara
itu Damar Soka mengembangkan kedua tangannya ke samping laksana burung besar
hendak terbang. Kedua tangan itu memancarkan sinar kuning yang menyilaukan dan
menggidikkan. Tiba-tiba dari tenggorokan Damar Soka alias Hantu Kuning keluar jeritan dahsyat
laksana seratus serigala melolong di malam butal Dan serentak dengan itu kedua
tangannya didorongkan ke muka.
Pondok itu laksana di landa lindu. Dua larik gelombang sinar kuning menderu
dahsyat ke arah Pendekar 212. Di lain pihak Wiro Sableng begitu lawan bergerak
melancarkan serangan segera pula memukulkan kedua tangannya ke depan. Tangan
kanan melancarkan ilmu pukulan "dewa topan menggusur gunung" yang dipelajarinya
dari Tua Gila sedang tangan kiri melancarkan pukulan "sinar matahari" yang
diwarisinya dari Eyang Sinto Gendeng.
Terjadilah hal yang hebat. Pondok di mana pertempuran adu kesaktian itu terjadi
hancur berantakan laksana diledakkan. Atap dan dinding beterbangan ke udara.
Munding Wirya yang terhampar di lantai, mental terguling-guling. Demikian juga
tubuh tak bernafas dari Camperenik.
Di dalam kepekatan malam di atas reruntuhan pondok, Wiro Sableng dan Damar Soka
KARYA 56 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
kembali saling berhadapan. Pendekar 212 saat itu merasakan dadanya sakit
berdenyut-denyut, aliran darahnya tidak teratur dan kepalanya sedikit pusing. Di
lain pihak Hantu Kuning mengerahkan seluruh tenaganya untuk bisa berdiri dengan
betul. Lututnya bergetar, sekujur tubuhnya panas dingin. "Tak mungkin aku
sanggup menghadapi budak ini lebih lama ... Dia kelihatan masih segar bugar."
kata Damar Soka dalam hati.
Tiba-tiba si tua renta ini melompat ke samping dan menyambar tubuh Camperenik
terus hendak melarikan diri! Wiro bersuit nyaring. Tubuhnya laksana terbang
melesat ke muka. Damar Soka kaget dan penasaran bukan main sewaktu tahu-tahu si
pemuda telah menghadang larinya.
Meskipun sadar bahwa dalam keadaan terluka di dalam begitu rupa adalah berbahaya
untuk metancarkan serangan yang mengandalkan tenaga dalam namun di landa hawa
amarah yang amat sangat maka Damar Soka memukulkan tangan kanannya. Selarik
angin hitam berkiblat. Wiro membentak nyaring. Di kegelapan malam dia melompat
setinggi tiga tombak dan sambil melayang turun dia melepaskan pukulan "sinar
matahari" yang terkenal ampuh itu.
Sehabis melancarkan serangan tadi, Damar Soka merasakan dadanya seperti
dipanggang. Nafasnya menyesak dan tidahnya menjulur keluar laksana orang dicekik. Sedetik
kemudian buku-buku darah merah kehitaman menyembur dari mulutnya. Damar Soka
tersungkur. Tangan kirinya masih merangkul pinggang Camperenik. Sebelum tubuh
Damar Soka mencium tanah, pada saat itulah pukulan "sinar matahari" yang
dilepaskan Wiro Sableng datang menyapu!
Damar Soka terbanting ke tanah. Camperenik lepas dari rangkulannya. Tanpa
mengeluarkan suara sedikitpun Damar Soka amblas ke tanah sedalam beberapa senti.
Tubuhnya dan juga tubuh Camperenik hangus hitam. Nyawanya lepas meninggalkan
badan! Wiro mengatur jalan darah serta pernafasannya dengan cepat. Kalau dia memandang
berkeliling. Dilihatnya Munding Wirya menggeletak di antara puing-puing pondok,
di sampingnya bersimpuh gadis cilik itu. Wiro cepat mendatangi si orang tua.
Dalam keadaan megap-megap begitu Munding Wirya masih bisa sunggingkan senyum dan
memuji. "Kau hebat Wiro, hebat sekali ... Tak percuma kau jadi murid Sinto Gendeng.
Hatiku ... puas.
Sebelum menutup mata aku ... masih sem... sempat menyaksikan kematian dua man ...
manusia cabul itu ... "
Wiro Sableng meraba dada Munding Wirya. Dada itu terasa panas. Sewaktu
disibakkannya pakaian si orang tua kelihatanlah kulit dadanya kuning pekat
sedang tulang dada melesak ke dalam.
KARYA 57 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Beberapa iga jelas kelihatan patah. Pendekar kita segera alirkan tenaga dalam ke
dada Munding Wirya.
"Tak usah Wiro ... jangan", kata Munding Wirya pelahan dengan senyum masih di
bibir. "Aku sudah mendapat firasat bahwa umurku cukup sampai di sini ... "
"Telanlah obat ini", kata Wiro tanpa perdulikan ucapan Munding Wirya.
Orang tua itu menggeleng. Sepasang matanya semakin menyipit dan kabur. "Kehendak
Tuhan segera akan berlaku atas diriku. Satu permintaanku padamu, bawalah Mawar
pada Citrakarsa.
Maksudku untuk mengambilnya jadi murid tidak kesampaian. Biar Citrakarsa yang
melanjutkan. Aku ... Wiro kurasa ... kurasa ... "
Ucapan Munding Wirya cuma sampai di situ. Nafasnya meninggalkan jazad. Orang tua
ini menghembuskan nafas penghabisan dengan senyum masih membayang dibibirnya.
Gadis kecil di sampingnya menangis terisak-isak.
Pendekar 212 Wiro Sableng menghela nafas panjang. Sampai saat itu telah puluhan
kali dia melihat manusia-manusia meregang nyawa. Ada yang secara baik-baik,
banyak dalam cara mengerikan. Diam-diam dia berpikir entah kapan pula malaikat
maut akan mendatanginya, menagih nyawanya dan mati!
*** "Dulu hidup ini sunyi dan sepi,
Kini indah berseri.
Dulu hidup ini penuh duka derita,
Kini semarak bercahaya.
Betapa tak akan indah,
Betapa tak akan berseri.
Apa yang dicita muncul di mata,
Telah datang seorang calon istri.
Dulu hidup ini ............................. "
Ranata mendadak menghentikan nyanyiannya. Dia berdiri dengan cepat. Sepasang
telinganya telah menangkap suara orang berlari dikejauhan. Semak-semak di
depannya tersibak, sesosok KARYA
Wiro Sableng 015 Mawar Merah Menuntut Balas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
58 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
tubuh berpakaian putih mendukung tubuh seorang anak kecil muncul.
"Amboi! Kau datang lagi, rambut gondrong! Eh, siapa anak dalam dukunganmu itu"!"
Ranata berseru."Ayahmu ada di dalam?" tanya orang yang datang yaitu Wiro bersama
Mawar. "Ngaco! Di tanya malah bertanya!" damprat Ranata. Mau bikin apa tanya-tanya
ayahku segala"!"
Wiro menahan kegusarannya. Sebelum dia membuka mulut memberi jawaban dari dalam
gubuk mendadak terdengar seruan perempuan.
"Mawar! Adikku ... !"
Seorang gadis yang bukan lain adalah Ratih menghambur keluar, merebut Mawar dari
dukungan Wiro, memeluknya dan menangis tersedu-sedu. Wiro terharu sedang Ranata
berdiri bingung.
"Amboi .., amboi! Mengapa calon istriku menangis"! Siapa gadis cilik yang
ditangisi"
Adikmu..." Ah ... wajahnya ... wajahnya memang hampir sama. Adik calon
istriku ... ipar ... ya iparku kalau begitu! Amboi iiiipaaaar!"
"Semua yang ada di luar, masuklah ke dalam," tiba-tiba terdengar suara
Citrakarsa dari dalam gubuk.
'"Amboi! Semua masuk!" kata Ranata pula lalu dia yang pertama sekali melompat
masuk, menyusul Ratih yang mendukung Mawar dan belakangan Wiro. Pendekar ini
menjura di hadapan Citrakarsa.
"Duduklah dan ceritakan apa yang telah terjadi!" kata Citrakarsa pula.
Semua orang duduk dan memandang pada Wiro Sableng sementara pemuda ini mulai
menuturkan malapetaka apa yang telah menimpa Munding Wirya di bukit Gong.
"Begitulah, orang tua ... " kata Wiro menutup keterangannya. "Sebelum menutup
mata Munding Wirya meninggalkan pesan agar membawa adik Ratih ke sini, meminta
agar kau mengambilnya menjadi murid karena dialah kelak yang bakal menuntut
balas terhadap kematian orang tuanya."
Setelah berdiam diri sejenak, Citrakarsa baru membuka mulut berikan jawaban.
"Apa yang dipesankan Munding Wirya adalah satu kewajiban luhur. Jika saja pesan
itu tidak lekas sampainya ke sini, mungkin aku sudah lebih dahulu menyuruh
Ranata untuk mengobrak-abrik bangsat-bangsat di hutan Bludak itu."
Sunyi beberapa ketika.
KARYA 59 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Tiba-tiba Ranata mendongak ke atas. Citrakarsa bertanya dengan suara keras.
"Siapa di luar"!"
Dan Pendekar 212 dalam kejap itu telah melompat ke pintu. Sekelebat dilihatnya
sesosok bayangan hitam tinggi langsing di atas atap gubuk. Wiro cepat mengejar
namun orang itu lenyap dari pemandangan. Betapapun dia menyelidik dengan teliti
di sekitar tempat itu tetap tak berhasil mencari jejak ke mana lenyapnya si
bayangan hitam tadi!
Dengan menduga-duga siapa adanya manusia tersebut, Wiro masuk kembali ke dalam
gubuk. Saat itu dilihatnya Citrakarsa tengah memegang sehelai kertas putih, bersama
Ranata dia membaca serentetan tulisan yang ada di atas kertas itu.
Ketika Wiro menghambur keluar gubuk tadi, dari atas atap rumbia melesat segulung
kertas yang saat itu tengah dipegang oleh Citrakarsa. Kertas apakah yang di
tangan orang tua itu, demikian Wiro berpikir sambil kembali duduk ke tempatnya
semula. Citrakarsa mengangkat kepalanya, memandang tepat-tepat pada Wiro. Hal yang sama
dilakukan pula oleh Ranata. Tiba-tiba pemuda itu melompat dan menari berputar-
putar mengelilingi Wiro Sableng.
"Aku akan sembuh! Aku akan sembuh dan ... amboi! Ratih ... Ratih! Dengarlah! Aku
akan sembuh dan nanti suamimu bukan orang gila lagi, bukan orang sedeng, bukan
orang sinting, bukan orang edaaaannn!"
Wino memandang Ranata dan Citrakarsa berganti-ganti. Apa-apaan pula ini,
tanyanya dalam hati.
Tiba-tiba Citrakarsa mengulurkan tangannya yang memegang kertas.
"Bacalah!" kata orang tua ini.
Wiro menerima kertas yang diberikan lalu membaca rangkaian tulisan yang tertera
di atasnya. Ternyata merupakan sebuah surat yang ditujukan kepadanya dan berbunyi:
Wiro muridku, Percuma kau menguasai 1001 macam ilmu pengobatan kalau dihatimu tak ada niat
untuk mengobati Ranata.
Sinto Gendeng. Wiro Sableng tertegun melengak. Tiada dinyananya akan mendapat surat seperti
itu. Pantas saja dia tadi tak berhasil mengejar sosok tubuh hitam yang
berkelebat di atas atap gubuk karena ternyata orang tersebut adalah gurunya
sendiri! KARYA 60 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
"Bisakah kau memberi sedikit keterangan akan bunyi surat gurumu itu?" bertanya
Citrakarsa sementara saat itu Ranata masih juga menari-nari seputar Wiro.
"Aku memang pemah membaca dan mempelajari sebuah kitab tentang berbagai ilmu
pengobatan beberapa waktu yang lalu. Kitab itu ditulis oleh Kiai Bangkalan...."
"Kiai Bangkalan!", kata Citrakarsa setengah berseru. "Dalam dunia persilatan
memang dialah satu-satunya ahli pengobatan yang paling lihay". Dan harapan besar
jelas terbayang di wajah si orang tua.
"Jika betul kau sudah mempelajari ilmu pengobatan yang ditulisnya, aku yakin
Ranata akan-bisa disembuh kan!"
Wiro mengangguk pelahan.
"Menurut keterangan yang kudapat dari Munding Wirya sebelum orang tua itu
meninggal, anakmu telah delapan tahun menderita sakit. Ini berarti membutuhkan
waktu yang cukup lama pula untuk menyembuhkannya. Sekurang-kurangnya setengah
dari masa sakitnya"
"Aku tak perduli berapa tahunpun! Yang penting anakku bisa disembuhkan!" kata
Citrakarsa pula.
"Ya, yang penting aku sembuh! Sembuh dan .... kawin! Amboi kaawwwwiiiinnnn!"
menimpali Ranata.
Wiro menarik nafas dalam, lalu pejamkan mata dan menepekur. Hampir sepeminuman
teh baru dia mengangkat kepalanya kembali dan memandang pada Citrakarsa lalu
berkata : "Pertama sekali harus disediakan satu guci anggur merah. Lalu disiapkan
tujuhpuluh lembar daun sirih, tujuhpuluh serabut akar cendana dan tujuh ekor
katak putih. Semuanya dimasukkan ke dalam anggur merah lalu di godok. Minuman
itu harus diminum oleh anakmu sebanyak tujuh sendok setiap malam selama empat
tahun." Citrakarsa mengangguk-anggukkan kepala.
"Daun sirih dan akar cendana mudah dicari. Tetapi katak putih, dimanakah
binatang-binatang itu didapat" Seumur hidup baru kali ini aku mendengar ada
katak putih!" kata Citrakarsa pula.
"Dalam buku yang ditulis Kiai Bangkalan diterangkan bahwa di dunia ini ada tujuh
tempat dimana terdapat katak-katak putih itu. Salah satu diantaranya di Pulau
Jawa ini. Di dasar kawah gunung Tangkuban Perahu."
"Dasar kawah Gunung Tangkuban Perahu. Aku akan ke sana mengambilnya!" kata
Citrakarsa. "Untuk menangkap binatang-binatang itu ada syaratnya pula. Yaitu pada malam hari
sewaktu KARYA 61 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
muncul bulan tujuh hari atau ketika bulan dalam keadaan setengah lingkaran."
"Betapa pun sulitnya semua itu akan kulaksanakan." kata Citrakarsa pula. Lalu
orang tua iri berulang kali mengucapkan terima kasih atas segala pertolongan dan
petunjuk Wiro. Tak lama kemudian pendekar tersebut pun minta diri sementara
Ranata saat itu kembali menari-nari kegirangan.
KARYA 62 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
12 SEWINDU telah berlalu. Banyak hal telah terjadi. Peristiwa buruk dan peristiwa
jahat silih berganti dalam dunia yang semakin tua ini.
Di suatu pagi hari yang cerah, di depan sebuah gubuk reyot di hutan belantara
yang jarang di datangi manusia kelihatanlah seorang kakek-kakek berambut putih
tengah menempur seorang gadis jelita berbaju merah. Gerakan si kakek sebat cepat
dan ranting kayu di tangan kanannya berkelebat kian ke mari, menusuk dan
memapas, kadang-kadang menotok ke jalan darah di tubuh lawannya. Gadis berbaju
merah sebaliknya amat gesit pula gerakannya. Tubuhnya laksana bayang-bayang. Dia
juga memegang sebuah ranting kering di tangan kanan. Benda ini menderu-deru
menangkis serangan si kakek bahkan kadang-kadang berbalik merupakan serangan
yang mematikan!
Kedua orang itu tengah melatih ilmu silat. Dan mereka bukan lain adalah
Citrakarsa serta Mawar. Di dekat pintu gubuk berdiri Ratih mendukung seorang
anak laki-laki berumur dua tahun.
Di sampingnya tegak Ranata. Berkat obat yang ditunjukkan oleh Pendekar 212 Wiro
Sableng, Ranata telah sembuh dari sakitnya sejak empat tahun yang silam. Dan
sejak empat tahun yang lalu itu pula Ratih dengan kerelaan dan kasih sayang yang
dimilikinya telah bersedia diambil istri oleh pemuda tersebut. Dua tahun berumah
tangga mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang mungil dan lucu.
Betapapun Citrakarsa mengeluarkan segala kepandaian silatnya, namun sukar sekali
baginya untuk dapat mengalahkan Mawar. Berkali-kali diusahakannya memukul lepas
ranting kayu di tangan gadis itu, berkali-kali pula dicobanya untuk mehggoreskan
ujung ranting kepakaian Mawar namun sia-sia belaka. Hati Citrakarsa gembira
bukan main. Tidak sia-sia dia menghabiskan waktu sekian lama untuk menggembleng
Mawar menjadi seorang dara berkepandaian tinggi. Bahkan kalau dibandingkan
dengan Ranata, ilmu yang dimiliki Mawar hampir satu tingkat lebih tinggi!
"Sudah! Sudah ... sudah!" Citrakarsa berseru seraya melompat keluar dari
kalangan pertempuran. "Hatiku puas, puas dan gembira! Ternyata kau benar-benar
tak mengecewakan!"
Mawar tersipu-sipu dan berkata, "Walau bagaimanapun kepandaianku masih jauh di
bawahmu, guru. Aku harus berlatih lebih rajin."
Citrakarsa tertawa. "Ranata!" katanya sambil berpaling pada anaknya. "Cobalah
kau hadapi KARYA
63 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Mawar barang beberapa jurus. Aku yakin kau bakal dikalahkannya di bawah sepuluh
jurus!" Ranata tersenyum. Disambutnya ranting kayu yang dilemparkan ayahnya. Maka
mulailah dia menghadapi adik iparnya. Pertandingan berjalan hebat dan cepat.
Betul saja, setelah baku hantam tujuh jurus, ujung ranting di tangan Mawar
berhasil memukul pundak Ranata.
"Aku kalah!" seru Ranata dan melompat dari kalangan.
"Kakak sengaja mengalah." kata Mawar lalu membuang ranting kayu di tangannya.
"Melihat kehebatanmu, aku tak ragu-ragu lagi untuk melepasmu guna menuntut balas
terhadap manusia-manusia jahat yang telah membunuh orang tua dan kakakmu,"
berkata Citrakarsa. "Dengar baik-baik Mawar. Mereka terdiri dari tiga manusia
biadab yang memimpin gerombolan bejat di hutan Bludak. Yang pertama bernama
Bayunata, lalu Singgil Murka dan yang ke tiga Sawer Tunjung. Ketiganya
bertanggung jawab atas kematian ayah bundamu. Bertanggung jawab atas semua nyawa
penduduk kampung kelahiranmu. Mendiang Munding Wirya dan juga aku serta semua
yang ada di sini, dalam pada itu termasuk pula arwah-arwah mereka yang telah
menemui kematian di tangan tiga bergundal kejahatan itu, sama mengharapkan agar
kau dapat membalaskan segala sakit hati dan dendam kesumat. Aku yakin kau akan
berhasil melaksanakannya. Kau boleh pergi setiap saat bersama doa restuku!"
"Jika diizinkan, murid ingin pergi hari ini juga!" kata Mawar.
"Bagus, memang lebih cepat lebih baik." Citrakarsa berpaling pada Ranata dan
berkata, "Kau pergilah bersamanya, anakku!"
"Guru, kenapa murid tak boieh pergi seorang diri?"
"Bukan tidak boleh, Mawar. Tetapi kau harus maklum. Dunia luar tidak seperti
dunia kita di dalam hutan ini. Dunia luar penuh dengan seribu satu macam bahaya,
penuh dengan seribu satu macam tipu daya serta seribu satu macam manusia berhati
culas. Dengan pergi seorang diri, apalagi kau seorang gadis tentu banyak
manusia-manusia jahat yang bakal merintangimu di tengah jalan hingga kau akan
mendapat banyak kesukaran sebelum berhasil melaksanakan pembalasan terhadap
musuh besarmu. Karena itu pergilah bersama kakak iparmu!"
"Jika demikian, murid menurut saja," kata Mawar, lalu dia masuk ke dalam untuk
bersalin pakaian.
*** KARYA 64 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Hutan Bludak. Disarangnya Bayunata saat itu tengah diadakan pesta besar. Mereka
baru saja berhasil menyikat serombongan pedagang yang tengah menuju Kotaraja.
Delapan orang pedagang berikut selusin pengawal dibunuh, seluruh barang dagangan
dirampok. Singkat cerita, dalam suasana pesta pora itulah Mawar dan Ranata
sampai di hutan Bludak.
"Mereka tengah pesta pora lupa daratan," desis Ranata dari balik semak-semak.
Mawar mengangguk. Keduanya mengatur rencana, lalu berpencar. Tak lama kemudian
di salah satu pondok rampok yang terletak agak terpisah dari lain-lainnya
kelihatanlah api berkobar-kobar.
Tiga orang anak buah Bayunata yang ada di situ dalam keadaan setengah mabuk
akibat terlalu banyak minum anggur lari keluar pondok dan berteriak-teriak. Tiga
orang perempuan dalam keadaan setengah telanjang ikut berlarian menyelamatkan
diri. Beberapa kawan merekan segera datang memberi pertolongan. Untuk memadamkan
api sudah tak mungkin. Dalam pada itu sebuah pondok lagi di ujung kiri kelihatan
telah dimakan api pula. Rampok-rampok yang ada di dalamnya yang tengah pesta
minuman dan pesta perempuan berlarian keluar. Pondok ketiga, keempat dan kelima
kemudian menyusul di kobari api. Suasana di sarang gerombolan rampok itu jadi
kacau balau kini, lebih sewaktu api mulai pula menjilat dan membakar jembatan-
jembatan gantung dari tali yang menghubungkan satu pondok dengan pondok lainnya.
Dari dalam sebuah pondok Bayunata keluar terhuyung-huyung. Dia cuma mengenakan
celana dalam. Di tangan kanannya ada sebuah buli-buli anggur sedang tangan
kirinya menggelung pinggang seorang perempuan muda yang tak mengenakan sehelai
pakaianpun. Matanya sembab karena menangis. Perempuan ini diculik oleh
gerombolan Bayunata tiga hari yang lewat di sebuah desa.
"Lima pondok di makan api dalam waktu yang hampir bersamaan ... " desis
Bayunata. "Pasti ini disengaja. Pasti ada yang berbuat ...!" Pemimpin rampok
hutan Bludak ini mengeluarkan suara suitan nyaring. Sesaat kemudian muncullah
Singgil Murka dan Sawer Tunjung. Seperti Bayunata, kedua orang inipun hanya
mengenakan celana dalam karena mereka sebelumnya tengah pesta anggur dan pesta
perempuan. "Lekas selidiki apa yang terjadi!" perintah Bayunata.
Singgil Murka dan Sawer Tunjung cepat berlalu sedang Bayunata kembali masuk ke
dalam pondok dan merebahkan diri di atas tempat tidur, menggelungi tubuh
perempuan di sampingnya.
Di teguknya anggur di dalam buli-buli lalu buli-buli itu diletakkannya di
lantai. "Persetan dengan keributan di luar sana. Persetan ... !" kata pemimpin rampok
ini. Tangan KARYA
65 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
kanannya bergerak menjamah setiap lekuk tubuh perempuan di sampingnya. Ciumannya
bertubi-tubi di muka, leher dan dada si perempuan. Keduanya kemudian tenggelam
dalam gelimang kekotoran.
Beberapa buah pondok lagi sementara itu telah dimakan api pula. Perampok-
perampok banyak yang turun ke tanah melalui tangga-tangga tali. Maksud mereka
untuk menyelamatkan diri.
Wiro Sableng 015 Mawar Merah Menuntut Balas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun tak tahunya di bawah sana seorang gadis jelita berpakaian merah menyambut
ke datangan mereka dan "menghadiahkan" hadiahkan" tendangan-tendangan serta
pukulan-pukulan maut.
Hampir selusin anak buah Bayunata telah bergeletakan tanpa nyawa. Ada yang
hancur kepalanya, ringsek dadanya atau bobol perutnya.
Seorang anggota rampok lagi kelihatan menuruni tangga tali dengan cepat.
Sesampainya di bawah dia terkejut melihat apa yang terjadi atas diri kawan-
kawannya. Dan lebih terkejut lagi sewaktu mengetahui bahwa yang membunuh kawan-
kawannya itu adalah seorang gadis cantik berpakaian merah. Nafsu kotornya pun
timbul. "Bidadari dari mana yang datang menebar maut di sini"! Lekaslah serahkan diri
padaku. Dan kau akan selamat dari tangan maut Bayunata!"
Mawar mendengus.
"Kau inginkan diriku" Ini terima dulu hadiahku!" kertak si gadis. Secepat kilat
tinjunya di hantamkan kedada laki-laki itu. Anggota rampok yang satu ini rupanya
memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari kawan-kawannya sebelumnya. Dia sempat
mengelak lalu menerjang dengan golok yang sudah berada di tangan!
"Aku akan tebas batang lehermu kalau tidak mau menyerah! Ayo lekas serahkan
diri! Kalau tidak kau akan menyesal sampai di liang kubur!"
Sekali lagi Mawar mendengus dan sekali lagi pula dia menerjang. Golok di tangan
lawan berkelebat. Terdengar satu keluhan. Golok itu terlepas dari tangan anak
buah Bayunata, dirampas oleh Mawar dan sebelum dia tahu apa yang terjadi satu
tabasan telah memutus batang lehernya!
"Bangsat betina kurang ajar! Mampuslah!" terdengar satu bentakan.
Mawar berpaling. Lima orang anggota rampok ternyata telah mengurungnya. Seorang
di antara mereka mendahului kawan-kawannya melancarkan satu serangan golok.
Mawar miringkan tubuh. Begitu senjata lawan lewat di sampingnya, kaki kanannya
menderu dan si penyerang mencelat sejauh dua tombak, jatuh tak bergerak lagi
karena perutnya sudah bobol dihantam tendangan!
KARYA 66 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Empat kawan mereka melengak kaget. Tanpa banyak cerita lagi mereka segera
menyerbu. Satu demi satu mereka dibikin melosoh oleh Mawar. Rampok yang kelima
sengaja tak dibunuh, hanya dilukai salah satu bahunya.
Mawar menjambak rambut laki-laki ini.
"Naik ke atas sana! Beritahu pimpinanmu bahwa semua ini aku yang melakukan! Aku
Mawar Merah datang untuk menuntut balas! Katakan bahwa aku menunggu mereka di
sini!" Dengan ketakutan rampok itu menaiki tangga tali kembali, lalu lari sepanjang
jembatan. Di salah satu cabang jembatan dia berpapasan dengan Singgil Murka dan
Sawer Tunjung. Segera dilaporkannya apa yang telah terjadi!
"Kurang ajar! Siapa gerangan iblis betina itu, hah"!" gertak Singgil Murka. Dia
berpaling pada Sawer Tunjung dan berkata: "Lekas beri tahu Bayunata. Aku akan
menghajar iblis betina itu!"
Sawer Tunjung berlalu sedang Singgil Murka bersama anak buahnya yang memberikan
laporan segera menuju ke tempat di mana Mawar Merah berada.
"Itu dia manusianya!" kata anggota rampok sambil menunjuk ke bawah pohon.
Singgil Murka beliakkan matanya lebar-!ebar. Manusia yang disebutnya "iblis
betina" itu nyatanya memiliki kecantikan yang luar biasa. Dengan cengar-cengir
Singgil Murka melangkah maju. Berdiri tujuh langkah di hadapan Mawar Merah dan
geleng-gelengkan kepa!a.
"Apakah kau bangsatnya yang bernama Bayunata"!" bentak Mawar Merah. Matanya
menyorot meneliti laki-laki yang hanya mengenakan celana dalam di hadapannya
itu. "Ha ... ha! Aku adalah Singgil Murka. Orang ketiga yang menjadi pimpinan rampok-
rampok hutan Bludak!" menyahut Singgil Murka. "Ada apakah kau mencari Bayunata"
Dan kenapa pula kau menabur maut begini rupa"!"
"Hem ... jadi kau bergundalnya yang bernama Singgil Murka! Sekitar delapan tahun
yang lalu kau pernah memusnahkan kampung Waru, membunuh semua orang yang ada di sana, termasuk ayah dan kakak laki-lakiku! Ibuku bunuh diri karena
kebiadaban kalian! Hari ini aku menagih hutang darah dan nyawa itu!"
Singgil Murka tertawa gelak-gelak.
"Gadis, kau yang begini cantik dan mulus berani-beranian menantang maut! Aku
tidak ingat lagi peristiwa delapan tahun yang silam. Yang jelas sekali Bayunata
melihatmu pasti kau akan celaka. Sebaiknya mari ikut aku. Aku akan sembunyikan
kau disatu tempat yang aman, mengambil seluruh harta kekayaan yang aku miliki
lalu meninggalkan hutan Bludak ini. Sudah sejak lama aku KARYA
67 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
muak dengan kehidupan begini macam!"
Mawar Merah sunggingkan seringai tajam.
"Maksudmu memang cukup bagus! Tapi tempat yang paling bagus bagimu bukan di
dunia ini, melainkan neraka!"
Habis berkata begitu Mawar Merah mencabut pedang yang tersisip di pinggangnya.
Sekejap kemudian bertaburlah selarik sinar merah!
Singgil Murka kaget bukan main. Cepat-cepat dia menyurut seraya cabut goloknya.
Maka terjadilah pertempuran yang hebat. Mula-mula Singgil Murka bertempur hanya
setengah hati, tetapi sewaktu dalam satu jurus pertama itu dia merasakan
kehebatan ilmu pedang lawan, manusia ini tak mau main-main lagi. Dia merangsak
ke depan berusaha memukul lepas pedang si gadis!
Tapi sebaliknya si gadis berkelit gesit dan melancarkan serangan-serangan yang
amat aneh hingga dalam jurus kedua Singgil Murka terdesak hebat sedang dalam
jurus ketiga terdengar seruan lakilaki ini sewaktu golok di tangan kanannya
dihantam pedang lawan hingga mental!"
"Celaka!" keluh Singgil Murka. Nyatanya benar si cantik ini inginkan nyawanya.
Tanpa pikir panjang Singgil Murka putar tubuh dan ambil langkah seribu. Namun
dia cuma sanggup menyingkirkan diri beberapa langkah saja karena laksana
terbang, Mawar Merah melesat dan memburu dari samping. Pedang merahnya
berkelebat, dan "cras"! Mengge!indinglah kepala Singgil Murka! Satu dari tiga
musuh besarnya berhasil dimusnahkan. Mana yang dua lainnya"!
Mawar Merah memandang berkeliling. Setitik air mata mengambang di sudut-sudut
matanya yang bening. Dia tak melihat anggota rampok yang tadi datang bersama
Singgil Murka, mungkin sudah kabur.
Tiba-tiba pada salah satu jalur jembqtan tali dilihatnya dua orang laki-laki
berbadan tegap berewokan dan hanya mengenakan celana dalam berlari cepat
kejurusannya. KARYA 68 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
13 SAWER Tunjung mengetuk pintu pondok dengan keras.
"Siapa"!" tanya Bayunata sementara tubuhnya menggelepar-gelepar di atas tubuh
perempuan yang tengah ditidurinya.
"Aku, Sawer Tunjung!"
"Tunggu sebentar!" jawab Bayunata.
Di luar pondok Sawer Tunjung tahu apa yang tengah dilakukan Bayunata dan dia
merutuk habis-habisan. Keterlaluan sekali jika dalam suasana begitu rupa
Bayunata masih menghabiskan waktu untuk memuaskan nafsunya!
Di atas tempat tidur Bayunata merasakan tubuhnya mengejang dan panas. Dari
mulutnya keluar suara erangan geram dan dari hidungnya menghembus nafas membara.
Di gigitnya leher perempuan di bawahnya hingga perempuan itu mengeluh kesakitan.
Tubuhnya yang mandi keringat kemudian terbadai di pembaringan.
"Bayunata! Lekaslah!" terdengar suara Sawer Tunjung di luar pondok.
Pemimpin rampok itu berdiri terhuyung. Diteguknya anggur di dalam buli-buli,
dilemparkannya buli-buli itu ke sudut pondok lalu dikenakannya celananya. Golok
besar yang tergantung dekat pintu disambarnya lalu dia keluar.
"Apa yang terjadi"!" tanya Bayunata.
"Lebih dari dua lusin anak buah kita kutemui mati digantung di sebelah timur.
Delapan pondok musnah dimakan api. Seorang laki-laki yang tak diketahui siapa
adanya telah melakukan hal itu. Kemudian seorang anak buah melaporkan bahwa di
jurusan barat ada satu gadis cantik berpakaian serba merah. Belasan anak buah
kita menemui kematian di tangannya. Kepada anak buah yang masih hidup dia
menyuruh menyampaikan pada kita bahwa namanya Mawar Merah, bahwa dialah yang
melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap anak-anak buah kita!"
"Kurang ajar!" kertak Bayunata. "Aku ingin melihat di sebelah timur dulu!"
Keduanya berlari-sepanjang jembatan gantung. Apa yang dikatakan Sawer Tunjung
bukan isapan jempol. Dua puluh delapan anggota rampok hutan Bludak telah jadi
mayat, mati di gantung dengan tali-tali jembatan. Beberapa lainnya berhamparan
di atas jembatan dalam keadaan mengerikan.
KARYA 69 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Pelipis Bayunata bergerak-gerak. Rahangnya menonjol. Dia memutar tubuh dan
segera lari kejurusan barat diikuti oleh Sawer Tunjung sementara di belakangnya
terdengar suara robohnya sebuah pondok yang musnah di makan api. Tak berapa jauh
dari situ segerombolan perempuan-perempuan dalam tubuh yang hampir tak tertutup
pakaian berlarian berebutan menuruni tangga tali.
Dalam waktu yang singkat Bayunata dan Sawer Tunjung telah sampai di tempat Mawar
Merah berada. Saking geramnya pemimpin rampok ini turun ke tanah tanpa melalui
tangga tali melainkan langsung melompat ke tanah. Dari caranya melompat yang
tanpa menimbulkan suara itu Mawar Merah segera maklum kalau manusia yang satu
ini memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
Amarah yang meluapi sekujur tubuh Bayunata serta merta jadi mengendur manakala
dia menyaksikan paras dara jelita yang mengaku bernama Mawar Merah itu. Demi
iblis belum pernah dia melihat perempuan yang secantik ini!
"Sawer, inikah manusianya yang bernama Mawar Merah?"
"Pasti sekali, Bayu! Pasti!" sahut Sawer Tunjung dan dia memandang berkeliling
mencari-cari di mana adanya Singgil Murka. Namun yang dilihatnya adalah seorang
laki-laki berpakaian putih tak dikenal. Mungkin ini adalah kawan dara berbaju
merah yang telah menggantungi anggota-anggota rampok di sebelah timur, pikir
Sawer Tunjung. Di lain pihak Mawar Merah melintangkan pedangnya di depan dada, memandang tajam
pada Bayunata. Kening laki-laki itu kelihatan hangus hitam dan di bagian
tengahnya tertera angka 212.
Tidak bisa tidak tentu itu perbuatannya Pendekar 212 Wiro Sableng, kata Mawar
dalam hati. Dia pernah mendengar kisah dari kakaknya bahwa sewaktu menyelamatkan
Ratih, Wiro telah baku hantam dengan pemimpin rampok itu.
"Cantik, tetapi buas!" kata-kata itu mendesis dari sela bibir Bayunata.
"Bangsat berjidat hangus, kau pastilah Bayunata dan kawanmu itu Sawer Tunjung!"
Bayunata tertawa lebar-lebar. Sambil usap-usap dadanya yang penuh bulu dia
berkata: "Kau kenal aku, dara buas"!"
"Aku juga kenal jalan ke neraka untuk kalian berdua!" sahut Mawar Merah.
Kembali Bayunata tertawa lebar-lebar.
"Bayu, biar aku yang beri pelajaran pada gadis ini!" kata Sawer Tunjung.
"Tidak sobatku. Kau bereskan laki-laki di sebelah sana. Pasti dia kambrat si
baju merah ini.
Aku sendiri akan main-main sejurus dua dengannya!"
KARYA 70 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
Maka Bayunatapun maju ke hadapan Mawar Merah. Golok besarnya masih berada dalam
sarung dan dipegangnya di tangan kiri.
"Sebelum nyawamu minggat ke neraka, aku akan berikan satu hadiah bagus bagimu,
Bayunata keparat!" kata Mawar Merah. Dan tangan kirinya yang sejak tadi
disembunyikannya di belakang bergerak. Sebuah benda bulat sebesar kepala melesat
ke arah pemimpin rampok hutan Bludak.
Bayunata cepat mengelak. Benda itu jatuh dibelakangnya dan terkejutlah Bayunata,
demikian juga Sawer Tunjung. Benda yang dilemparkan Mawar Merah ternyata adalah
kepala Singgil Murka!
"Betina keparat haram jadah!" bentak Bayunata marah sengaja mencabut golok
besarnya yang hampir 20 kati beratnya itu, "lekas serahkan diri atau kucincang
detik ini juga seluruh tubuhmu yang bagus ini!"
Mawah Merah menyeringai.
"Justru hari ini aku harus serahkan jiwamu sebagai imbalan jiwa orang tua serta
kakak dan seluruh penduduk kampung Waru yang telah kau musnahkan secara biadab
delapan tahun yang lewat!" jawab Mawar Merah lalu membuka serangan pertama.
Melihat ini nafsu untuk memiliki tubuh si gadis yang tadi berkobar di diri
Bayunata menjadi lenyap, berubah dengan kemarahan yang meluap. Golok besarnya
ditebaskan ke depan untuk menangkis senjata lawan. Namun dibikin terkejut karena
sesaat senjata mereka saling bentrokan, tahu-tahu pedang si gadis menyusup turun
dan dalam gerakan yang aneh berkelebat ke pinggangnya!
Tiga jurus bertempur Bayunata mulai keluarkan keringat dingin. Ilmu pedang yang
dimainkan si gadis aneh dan tidak dimengertinya. Setiap serangan yang
dilancarkan oleh pemimpin rampok ini senantiasa menghantam tempat kosong.
Sebaliknya dengan matimatian dia harus mengelakkan serangan-serangan lawan yang
datang laksana curahan hujan.
"Setan, ilmu silat apakah yang dimainkan betina jalang ini"!" gertak Bayunata
dalam hati. Cepat dirobahnya permainan goloknya. Jurus-jurus terhebat yang
selama ini disimpannya sebagai andalan saat itu segera dikeluarkannya. Golok
besarnya menderu-deru menebar serangan ganas luar biasa.
Lima jurus lamanya Mawar Merah harus bertindak hati-hati. Jurus berikutnya
begitu dia melihat liku-liku kelemahan ilmu golok lawan, kembali gadis ini
merangsak. Untuk kesekian kalinya Bayunata mengeluh. Bagaimanakah mungkin gadis secantik
dan semuda ini memiliki ilmu pedang yang aneh dan lihay begitu rupa"!
Tiba-tiba Bayunata berseru keras. Goloknya membabat pulang balik sampai tiga
kali. Serentak KARYA
71 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
dengan itu tangan kirinya dipukulkan ke depan. Satu gelombang angin yang luar
biasa panasnya menggebu-gebu. Mawar Merah membabatkan pedangnya ke depan. Dengan
serta merta serangan golok serta pukulan sakti yang dilepaskan Bayunata musnah.
"Kalau begini naga-naganya, aku bisa mampus percuma!" pikir Bayunata dalam hati.
Sementara itu di lain bagian Sawer Tunjung telah berhadapan pula dengan Ranata.
"Kakang Ranata, jangan bunuh bangsat itu! Biar aku yang membereskannya!" seru
Mawar Merah. "Kau tak usah kawatir, Mawar." sahut Ranata. Di antara tiga pimpinan rampok
hutan Bludak, Sawer Tunjung adalah yang paling rendah ilmunya. Setelah bertempur
tiga jurus, Ranata berhasil merampas pedang laki-laki itu dan menotok urat besar
di pangkal lehernya hingga Sawer Tunjung menjadi kaku tegang laksana patung!
Serangan-serangan pedang Mawar Merah semakin bertubi-tubi. Bayunata mundur
terus. Hanya kegesitan gerakannyalah yang masih menolong. Namun batas kemampuan
Bayunata hanya sampai jurus ke empat belas. Golok besar yang menjadi senjatanya
patah dua dan terlepas mental dari tangannya sewaktu terjadi satu bentrokan
senjata yang keras!
Bayunata melompat mundur. Mukanya sepucat mayat, keringat dingin mengucur di
keningnya. Tiba-tiba dia menjatuhkan diri, bersujud di hadapan Mawar Merah.
"Gadis, ampunilah selembar jiwaku yang tak berguna ini! Biarkan aku hidup!
Segala harta kekayaan yang aku miliki kupasrahkan padamu! Ampuni jiwaku ... !"
"Kau minta ampunan, Bayunata"! Jangan minta padaku! Mintalah pada setan-setan di
neraka!" Pedang merah di tangan Mawar Merah memapas turun.
"Cras!!"
Bayunata menjerit. Tangan kanannya putus. Darah menyembur. Pemimpin rampok ini
karena dilanda sakit yang amat sangat menjadi kalap. Dia melompat ke muka
mengambil patahan goloknya lalu menyerang Mawar Merah dengan membabi buta.
Pedang di tangan si gadis menderu lagi. Kini bahu kiri Bayunata yang menjadi
sasaran. Untuk kedua kalinya pemimpin rampok itu menjerit kesakitan.
Tubuhnya tersungkur ke tanah.
"Ampuni selembar nyawaku, ampuni!" dia masih memohon dengan meratap.
Pedang merah itu diayunkan lagi dua kali berturut-turut, memapas putus kaki kiri
Wiro Sableng 015 Mawar Merah Menuntut Balas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kanan Bayunata. Tubuhnya yang terkutung-kutung itu berkolojotan kian kemari.
Darah membanjir. Terakhir KARYA
72 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
sekali Mawar Merah membacokkan senjatanya ke kening Bayunata hingga kepala
manusia bejat ini hampir terbelah dua!
Sawer Tunjung tak berani menyaksikan apa yang terjadi atas diri Bayunata.
Terlalu ngeri untuk disaksikan.
"Lepaskan totokannya kakang Ranata!" terdengar suara Mawar Merah.
Begitu totokannya dilepaskan begitu Sawer Tunjung jatuhkan diri dan meratap
minta diampuni jiwanya. Ampunan yang didapatnya tidak berbeda dengan nasib yang
dialami Bayunata.
Tubuhnya menemui kematian dalam keadaan terkutung-kutung!
Tiba-tiba Mawar Merah membuang pedangnya ke tanah, berlutut dan menangis sambil
menutupi wajahnya.
"Ibu, ayah, kakak ... Hari ini semua sakit hati dan dendam kesumat telah
berbalas! Semoga kalian bisa tenteram di alam baka ... !"
"Sudahlah Mawar," kata Ranata. Dipegangnya pundak gadis itu. "Berdirilah. Kita
harus kembali."
Perlahan-lahan Mawar Merah berdiri. Di sekanya air mata yang membasahi pipinya.
Keduanya bergerak meninggalkan tempat itu. Tapi mendadak sontak dari depan
berkelebatan seorang berpakaian putih. Rambut dan wajahnya tertutup kerudung
hitam. Hanya sepasang matanya yang kelihatan, memandang tajam kepada Ranata dan
Mawar Merah. "Manusia bercadar, siapa kau"!" bentak Ranata.
"Bangsat! Kalian berdua harus pasrahkan jiwa padaku sebagai imbalan jiwa
Bayunata yang telah dibunuh! Aku adalah kakak seperguruannya!"
"Sret!"
Mawar Merah mencabut pedangnya.
"Jika begitu kau harus mampus di tanganku!" kata Mawar Merah seraya menghunus
pedangnya. "Aku tahu kaulah yang membunuh Bayunata! Tapi aku tak bisa bertempur denganmu!
Aku mempunyai pantangan untuk bertempur dengan perempuan! Harap wakilkan dirimu
pada kau punya kawan!''
"Persetan dengan pantanganmu!" sentak Mawar Merah seraya maju ke depan.
Ranata memegang bahu gadis itu.
"Kali ini biar aku yang turun tangan, Mawar. Aku tak bakal punya muka untuk
selama-lamanya KARYA
73 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
jika tak berani menerima tantangan manusia macam begini!"
Mawar Merah mengalah juga meski hatinya panas sekali.
"Perkelahian macam mana kau ingini" Pakai senjata atau tangan kosong"!" bertanya
manusia bercadar hitam.
Ranata tertawa.
"Untuk menghadapi manusia macam kau, perlu apa pakai senjata! Majulah!"
"Kau yang silahkan maju duluan!" tantang si cadar h itam.
Ranata membuka serangan. Gerakan yang dibuatnya aneh dan terbalik seratus
delapanpuluh derajat dari ilmu silat yang wajar. Sekejap tinjunya akan mencium
dada lawan, si cadar hitam berkelebat, membuat gerakan yang sama dengan gerakan
Ranata dan tahu-tahu tinju kanannya hampir saja mendarat di perut Ranata.
Baik Ranata maupun Mawar Merah jadi kaget. Gerakan yang dimainkan oleh lawan
persis gerakan ilmu silat yang diajarkan kepada mereka oleh Citrakarsa.
Dengan penasaran Ranata membuka jurus kedua. Setengah jalan tiba-tiba si cadar
hitam tertawa bergelak dan memapaskan tangan dari kiri ke kanan sedang kaki
membuat kuda-kuda aneh. Ranata terkejut lagi. Apa yang dilakukan lawan juga
gerakan ilmu silat yang dimilikinya. Dia tak bisa berpikir lebih jauh. Cepat-
cepat dia mengelak ke kiri. Dan justru saat itu si cadar hitam membuat gerakan
aneh lagi, cepat dan tak terduga.
"Bukk!"
Ranata terhuyung-huyung. Bahu kanannya kena dipukul lawan, tapi dia tidak merasa
sakit sama sekali. Ini membuat Ranata jadi heran. Jika lawan inginkan jiwanya
mengapa dia cuma melancarkan serangan begitu rupa" Padahal dengan mengerahkan
sedikit tenaga dalam saja pastilah bahunya akan remuk!
Si cadar hitam tertawa gelak-gelak.
Sementara itu Mawar Merah menjadi penasaran melihat kekalahan kakak iparnya.
Cepat dia maju hendak menyerang. Di depan sana si cadar hitam tiba-tiba
mengerakkan tangan menarik cadar yang menutupi wajahnya,
"Wiro!" seru Ranata dan Mawar Merah ketika mereka mengenali paras yang kini tak
tertutup itu. Pendekar 212 Wiro Sableng tertawa gelak-gelak dan garuk-garuk kepalanya yang
berambut gondrong.
KARYA 74 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Mawar Merah Menuntut Balas
"Apa-apaan kau ini Wiro?" tanya Ranata.
"Eh sobat lamaku! Kau ingat peristiwa dulu sewaktu kau mengalahkan aku hanya
dalam tiga jurus" Sehari suntuk aku berusaha memecahkan kelihayan ilmu silatmu
dan aku berhasil! Apa yang kulakukan barusan hanyalah sekedar membalas
penghormatanmu itu, sobatku!" dan Wiro tertawa lagi lalu berkelebat lenyap
meninggalkan kedua orang tersebut. Ranata geleng-gelengkan kepala, berpaling
pada Mawar Merah. Lalu keduanyapun meninggalkan tem pat itu. Kelak bersama Ratih
dan anak serta ayahnya, Ranata akan berangkat menuju Kotaraja, darimana dia dan
ayahnya dulu berasal dan ke tempat mana mereka akan kembali.
T A M A T KARYA 75 BASTIAN TITO Sepasang Naga Lembah Iblis 5 Pendekar Gila 37 Petaka Seorang Pendekar Dewi Penyebar Maut V I 2