Pencarian

Misteri Dewi Bunga Mayat 1

Wiro Sableng 055 Misteri Dewi Bunga Mayat Bagian 1


Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Karya: BASTIAN TITO
MISTERI DEWI BUNGA MAYAT
SATU DI DALAM KEDAI yang tak seberapa besar itu hawa terasa
hangat dan pengap padahal di luar hujan rintik-rintik dan angin
bertiup cukup keras. Pendekar 212 Wiro Sableng seharusnya sudah
sejak tadi meninggalkan kedai dengan perut kenyang. Namun seorang
dara berwajah manis yang setiap mata lelaki tak mau berkesip
memandangnya, membuat murid Sinto Gendeng itu tak beranjak dari
bangku yang didudukinya.
Si jelita itu makan dengan tenang di sudut kedai. Kepalanya
hampir selalu tertunduk. Namun dari tempatnya duduk Wiro bisa
melihat hampir keseluruhan wajah yang cantik itu. Sang dara
mengenakan pakaian putih sebentuk kebaya panjang dengan kancing
besar-besar yang tebuat dari kain putih. Dia tidak mengenakan kain
panjang sebagaimana biasanya orang memakai kebaya, tetapi
mengenakan sehelai celana panjang sebatas betis juga berwarna
putih. Sebagian betisnya yang tersembul tampak kukuh walaupun
tidak menyembunyikan kemulusan dan kelembutan serta keputihan
sebagai betis seorang dara.
Di luar kedai udara malam terasa dingin dan suasana tampak
tenang sunyi. Namun jika kita memalingkan kepala kea rah pohon
besar di halaman sebelah kedai, tampaklah empat orang lelaki muda
mendekam dalam gelap bebayangan pohon, duduk tak bergerak di
atas kuda masing-masing. Seekor kuda putih tertambat tak jauh dari
Lembar ke 1 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
sana. Lalu masih ada seekor kuda lagi di samping kedai yang tidak
terikat dan berjalan perlahan-lahan mencari rerumputan.
"Sudah kukatakan sebaiknya kita masuk saja ke dalam kedai
itu. Kita tak tahu sampai berapa lama dia berada disana sementara
kita kedinginan disini..." salah seorang pemuda penunggang kuda
membuka mulut. "Gandring! Jangan bicara tolol!" temannya membentak
perlahan. "Aki Sukri pemilik kedai itu kenal kita. Apa kau mau
mencari penyakit kalau kemudian dia bertindak menjadi saksi"!"
Gandring yang dibentak diam saja. Seorang kawan yang lain
berkata sambil menyeringai, "Kenapa udara dingin jadi persoalan"
Bukankah nanti kita semua bisa berhangat-hangat dengan si jelita
itu"!"
"Sebenarnya siapakah calon korban kita kali ini"!" bertanya
lelaki ke empat yang duduk di punggung kuda sambil menghisap
sebatang rokok kawung.
"Soal siapa dia atau siapa namanya kurasa tidak perlu. Yang
penting, sore tadi kita sudah melihat bagaimana wajahnya secantik
bidadari. Kulitnya kuning mulus seperti kulit puteri kerajaan. Lalu
pinggangnya yang ramping sedang dada serta pinggulnya yang begitu
besar...!" Pemuda yang bicara ini membasahi bibirnya dengan ujung
lidah sementara tenggorokan tiga kawannya tampak bergerak-gerak
tanda mereka sama menelan air liur. "Seperti biasa, aku pemimpin
diantara kita berempat. Jadi pantas kalau nanti aku yang lebih dulu
menikmatinya. Ha...ha...ha...!"
Pemuda itu tertawa perlahan sementar tiga kawannya tampak merengut.
"Jumpadi... Kau selalu mementingkan diri sendiri. Dalam
segala hal selalu ingin duluan, dalam pembagian selalu ingin lebih
besar. Sekali-sekali kami anak buahmu pantas juga mendapat
perolehan lebih besar dan tidak cuma mendapatkan bekasmu!"
Lembar ke 2 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
Pemuda bernama Jumpadi berpaling. "Bladu...! Kau rupanya
punya niat hendak mengambil kedudukan pimpinan dari tanganku"!"
bertanya Jumpadi dengan mata melotot. Yang ditanya diam saja.
Jumpadi meneruskan, "Aku sudah berapa kali mengatakan. Jika ada
di antara kalian ingin jadi pimpinan rombongan kita silakan saja.
Tapi harus melewati mayatku lebih dulu. Jika ada yang tidak suka
dan ingin mengundurkan diri, juga aku persilakan. Satu pergi ada
sepuluh orang yang ingin bergabung denganku!"
"Sudahlah, kenapa kalian jadi bertengkar. Lihat ke kedai. Ada
orang melangkah keluar!" berkata pemuda bernama Ambalit.
Mendengar ucapannya itu tiga pemuda lainnya serta merta palingkan
kepala ke arah pintu kedai. Di ambang pintu yang masih terkena
cahaya lampu minyak dari dalam kedai kelihatan melangkah keluar
seorang berpakaian serba putih.
"Memang dia yang kita tunggu-tunggu!" kata Jumpadi. Lalu
pada ketiga temannya dia berkata, "Kita tetap tenang saja. Jangan
memperlihatkan sikap yang mencurigakan. Tunggu sampai dia naik
ke atas kudanya dan pergi. Jika aku bergerak baru kalian ikut
bergerak. Awas, jangan berani mendahuluiku!"
Empat pasang mata memperhatikan dara berpakaian putih
keluar dari dalam kedai, melangkah ke arah kudanya yang tertambat
di halaman depan. Dia melangkah seperti tidak melihat ada empat
penunggang kuda mendekam di bawah pohon besar yang gelap.
Dengan tenang dia melepaskan tambatan kudanya lalu naik ke atas
punggung binatang berwarna putih ini.
Sesaat setelah sang dara berlalu baru Jumpadi menarik tali
kekang kuda tunggangannya. Tiga kawannya langsung membedal
kuda masing-masing.
Di pintu pondok Pendekar 212 Wiro Sableng sempat melihat
gerakan empat penunggang kuda itu. Selain dia sendiri memang ingin
mengikuti gadis berkebaya
putih tadi, empat orang lelaki penuunggang kuda yang barusan berlalu membuat hatinya jadi
Lembar ke 3 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
curiga. Wiro memandang berkeliling. Celakanya dia tidak memiliki
kuda. Bagaimana harus mengejar orang-orang itu" Ketika dia
memandang berkeliling sekali lagi, dilihatnya ada seekor kuda di
halaman samping tengah asyik merumput di kegelapan malam.
Tanpa pikir panjang lagi Wiro langsung menghampiri binatang ini,
mengusap tengkuknya lalu melompat ke atas punggungnya.
Di saat yang bersamaan dari pintu kedai keluar Aki Sukri
pemilik kedai yang sekaligus si empunya kuda. Melihat kudanya
dibedal orang diapun berteriak sambil mengejar. "Hai! Kudaku!
Jangan kau larikan! Maling....! Pencuri kuda!"
"Aku tidak mencuri! Aku hanya meminjam kudamu!" teriak
Wiro lalu menghambur lenyap di kegelapan malam.
Aki Sukri yang sudah tua tentu saja tak mungkin mengejar.
Marah dan penasaran dia mengambil batu dan melempar ke arah
Wiro. Tapi yang dilempar sudah menghilang di kejauhan.
Gadis berpakaian putih itu meskipun tahu ada orang-orang
mengejarnya tetap saja menunggangi kuda dengan sikap tenang
bahkan seperti santai. Dalam waktu cepat empat pemuda itu berhasil
mendekatinya. Saat itulah sang dara menyentakkan tali kekang
tunggangannya. Kuda putih itu laksana anak panah melesat dari
busurnya, melompat sebat meinggalkan para pengejar. Empat
pemuda jadi penasaran. Mereka memacu kuda, meneruskan
pengejaran sekencang-kencangnya. Hampir keempatnya mendekati si
gadis dan mencapai kuda putih itu, tiba-tiba si gadis kembali
menggebrak tunggangannya meninggalkan empat pemuda jauh di
belakang. "Kurang ajar!" maki Jumpadi. Pemuda ini kenal betul seluk
beluk jalan yang ditempuhnya, termasuk daerah sekitar situ. Maka
diapun berteriak pada tiga kawannya, "Gadis itu sengaja mempermainkan kita! Ambil jalan sebelah kanan. Kita pasti bisa
memotong jalannya sebelum dia mencapai jembatan bambu di Kali
Wates!" Lembar ke 4 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
Maka empat kuda itu tampak membelok ke kanan, menyusuri
kaki bukit kecil terus menuju selatan. Dalam waktu singkat mereka
berhasil mencapai jembatan bambu yang dikatakan Jumpadi tadi. Di
sini mereka berjejer dua di sisi kiri, dua di sisi kanan. Sebentar lagi
dara berbaju putih itu pasti akan muncul.
Di kejauhan memang terdengar suara kaki kuda dipacu
mendatangi. Sesaat kemudian tampak penunggang berpakaian putih
tapi kudanya berwarna coklat kehitaman.
"Bangsat! Bukan dara itu!" kertak Jumpadi marah. Yang
muncul ternyata adalah seorang pemuda berpakaian putih, berambut
gondrong dan bukan lain adalah murid Sinto Gendeng! Ketika
Jumpadi hendak memaki lagi, di belakang mereka terdengar suara
kuda meringkik.
Heran tapi juga terkejut Jumpadi dan tiga kawannya palingkan
kepala. Astaga! Apa yang mereka lihat! Di jalan di seberang jembatan
bambu tampak seekor kuda putih dan penunggangnya tegak
membelakangi. "Itu dia!" seru Ambalit.
"Aneh! Bagaimana mungkin dia sampai di seberang sana lebih
dulu dari kita"!" Jumpadi berkata penuh heran.
"Jumpadi, lihat! Gadis itu mengunggangi kudanya perlahan-
lahan. Seperti sengaja menunggu kita!" berkata Bladu.
"Dia bukan menunggu, tapi benar-benar mempermainkan kita!"
ujar Gandring. Rahang Jumpadi menggembung. "Saat ini dia bisa mempermainkan kita. Tapi lihat nanti! Nanti aku yang akan
mempermainkannya sampai dia menjerit minta ampun!"
Habis berkata begitu Jumpadi menggebrak kudanya. Tiga
pemuda lainnya menyusul mengejar. Dan di belakang mereka
Pendekar 212 Wiro Sableng kembali mengikuti. Celakanya kuda yang
Lembar ke 5 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
ditunggangi Wiro tidak mampu berlari cepat dan dalam perjalanannya
sudah beberapa kali membuang kotorannya.
"Binatang sontoloyo!" maki Wiro. "Kotoranmu saja yang banyak.
Larimu seperti siput!"
* * * Lembar ke 6 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
DUA KEJAR MENGEJAR ANTARA dara berbaju dan berkuda putih
dengan empat pemuda itu berlansung terus hampir sepeminuman teh
sementara dengan kuda bututnya Wiro masih terus mengikuti walau
tertinggal jauh di belakang.
"Jumpadi, lihat!" Gandring tiba-tiba berseru. "Gadis yang kita
kejar itu mengambil jalan ke kanan, mengarah ke bukit!"
"Kalau dia menuju ke sana memangnya mengapa"!" sentak
Jumpadi yang saat itu tengah jengkel karena masih belum berhasil
mendekati apalagi menangkap dara yang tengah mereka kejar.
"Itu jalan menuju pekuburan Batuwungkur!" menyahuti
Gandring. "Ke nerakapun aku akan tetap mengejarnya!" kata Jumpadi
pula. "kalau kau dan yang lainnya merasa takut, kembali saja! Biar
aku sendiri meneruskan pengejaran! Tapi awas! Jangan nanti kalian
ribut-ribut karena tidak mendapat bagian!" Lalu Jumpadi menggebrak kudanya agar lari lebih kencang.
Batuwungkur memang sebuah daerah pekuburan yang terletak
di sebuah bukit yang cukup tinggi. Walaupun hari malam dan hujan
turun rintik-rintik saat itu, namun karena pekuburan merupakan
kawasan yang terbuka, dengan jelas tampak dara berbaju putih
bersama kudanya berhenti di salah satu bagian pekuburan,
menghadap ke arah utara dari mana para pengejarnya akan segera
muncul. Tak lama kemudian empat pemuda itu sudah kelihatan di
arah masuk pekuburan.
Sang dara mengelus kepala kuda putihnya beberapa kali lalu
berbisik, "Kuda, kau pergilah. Aku kedatangan tamu yang harus
kulayani sebaik-baiknya..."
Lembar ke 7 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
Kuda putih itu seolah mengerti, geserkan pipinya ke tangan
sang dara lalu tinggalkan tempat itu. Saat itu udara di bukit dingin
sekali. Di beberapa bagian tampak kabut menutupi pemandangan.
Tak lama kemudian empat pemuda pengejar sampai di
pekuburan Batuwungkur. Sesaat mereka berhenti di arah jalan
masuk dan memandang ke depan.


Wiro Sableng 055 Misteri Dewi Bunga Mayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Gadis itu jelas menuju ke pekuburan ini!" desis Jumpadi.
"Tapi aneh orang dan kudanya sama sekali tidak kelihatan..."! Tak
mungkin dia bersembunyi. Sama sekali tak ada tempat untuk
berlindung..."
Jumpadi memandang pada tiga temannya lalau berkata, "Ikuti
aku..." Dengan perlahan-lahan ke empat orang itu memasuk daerah
pekuburan. Jumpadi di sebelah depan, tiga kawannya mengikuti
dengan rasa was-was. Sampai di bagian tengah pekuburan masih
belum terlihat orang yang mereka cari.
Kabut di sebelah timur bukit perlahan-lahan turun ke tanah.
Saat itulah keempat pemuda tadi sama melihat dara berbaju putih itu
duduk di atas sebuah batu, di bawah sebatang pohon kemboja kecil.
Disampingnya ada sederetan makam. Makam yang paling dekat
sudah sangat rusak kayu nisannya sehingga tak bisa terbaca siapa
nama penghuninya.
"Jumpadi... Gadis itu ada di sebelah sana. Duduk di bawah
pohon kemboja..." bisik Bladu.
"Aku sudah melihatnya!" jawab Jumpadi. Lalu tidak seperti
kawan-kawannya yang merasa was-was, dengan hati yang sudah
terbakar nafsu dia membawa kudanya ke arah gadis berbaju putih
duduk di bawah pohon. Tiga pemuda lain sesaat saling pandang.
Akhirnya ketiganya bergerak juga mengikuti.
Lembar ke 8 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
Pada saat itulah terdengar suara orang menyanyi. Nyanyian itu
seperti datang dari kejauhan tetapi cukup jelas masuk ke dalam
telinga empat pemuda tadi.
Jika hidup di dunia tidak berguna
Kematian memang lebih pantas bagi manusia
Ada yang mati karena nasib sengsara
Tapi banyak yang mati karena sengaja mencari sengsara
Jumpadi dan kawan-kawannya terhenti sesaat begitu mendengar suara nyanyian itu.
"Siapa yang menyanyi...?" bisik Ambalit.
"Itu suara perempuan. Mungkin gadis yang duduk dekat
makam itu yang menyanyi..." menyahuti Bladu. Suaranya bergetar
tanda ada rasa takut dalam dirinya.
"Tak ada setan di sini! Yang menyanyi jelas dara berbaju putih
itu!" ujar Jumpadi lalu kembali bergerak ke arah gadis yang duduk di
atas batu, tidak menmperdulikan ucapan Gandring yang mengatakan
bahwa dia tidak melihat kuda putih milik gadis itu.
"Tidak disangka! Kau bukan saja cantik jelita tapi ternyata juga
pandai menyanyi..." Jumpadi berucap begitu sampai di hadapan sang
dara yang duduk membelakanginya. Punggung dan pinggulnya
tampak lebar sementara pinggangnya begitu tamping. Rambutnya
yang panjang tergerai lepas di bahu.
Tanpa berpaling terdengar si gadis bertanya, "Kau suka
nyanyianku tadi rupanya...?"
"Tentu saja! Siapa orangnya yang tidak suka mendengar suara
semerdu buu perindu dari seorang jelita secantik bidadari...!"
"Ah, apakah kau pernah melihat bidadari...?" bertanya si gadis
masih tidak memalingkan kepala ataupun memutar duduknya.
"Belum. Tapi jika memang ada aku yakin bidadari itu secantik
dirimu. Namaku Jumpadi. Siapakah namamu...?"
Lembar ke 9 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
"Kau sudah menganggap aku bidadari. Panggil saja aku dengan
nama itu. Hai... tadi kau bilang suka mendengar nyanyianku. Apa
kau ingin mendengarkannya sekali lagi...?"
Jumpadi memandang pada tiga kawannya yang saat itu sudah
berjejer di sampingnya. "Tentu... tentu saja aku suka mendengar
nyanyianmu tadi."
"Hanya kau sendiri" Bagaimana dengan tiga kawanmu
lainnya?" Jumpadi menoleh pada tiga kawannya dan menganggukkan
kepala memberi isyarat. Maka Bladu, Ambalit, dan Gandring
langsung menjawab, "Kami bertiga juga ingin mendengar suara
merdu nyanyianmu tadi..."
"Bagus. Jangan cuma mendengarkan saja tapi juga coba kalian
resapi makna nyanyian itu..." berkata gadis baju putih. Lalu kembali
dia menyanyi seperti tadi.
Jika hidup di dunia tidak berguna
Kematian memang lebih pantas bagi manusia
Ada yang mati karena nasib sengsara
Tapi banyak yang mati karena sengaja mencari sengsara
Begitu suara nyanyian sirap, tempat itu berada dalam
kesunyian sebelum tiba-tiba kembali terdengar suara sang dara
berkata. "Kalian sudah mendengar nyanyianku. Sekarang katakan apa
maksud kalian mengejarku dan menemuiku di tempat ini..."
"Ah...hem... Kami empat pemuda yang suka bersedekah,
memberi derma pada sesama, terutama pada gadis secantikmu ini..."
jawab Jumpadi sambil menyeringai.
"Maksudmu..?"
"Maksudku kami suka sekali memberi sedekah kenikmatan
hidup. Itulah sebabnya kami mengejarmu..."
Lembar ke 10 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
"Hem... begitu" Kenikmatan hidup macam apa yang kau
maksudkan" Bicaralah yang jelas agar aku mengerti..."
"Aku dan kawan-kawan akan membawamu ke satu tempat
yang indah..."
"Tempat yang indah" Apakah tempat ini menurut kalian tidak
indah" Cobalah kalian memandang berkeliling!"
Jumpadi dan kawan-kawannya jadi tercekat mendengar kata-
kata si gadis itu. Bladu lalu membuka mulut.
"Tempat indah yang kamu maksudkan itu bukan di sini. Tapi
satu tempat dimana kita bisa bersenang-senang..."
Saat itu Jumpadi sudah turun dari kudanya dan melangkah
mendekati. Tiba-tiba terdengar suara si gadis tertawa. Tawa yang membuat
Jumpadi hentikan langkahnya.
"Bersenang-senang... Manusia selalu ingin bersenag-senang.
Walau terkadang tidak sadar bahwa dibalik kesenangan itu
bersembunyi kesengsaraan..."
"Ah, kami tidak akan menyengsarakan gadis secantikmu,
bidadariku..." ujar Jumpadi pula.
Lalu dengan satu gerakan kilat dan tiba-tiba pemuda ini
tusukkan dua jari tangan kanannya untuk menotok punggung sang
dara. Namun mendadak Jumpadi keluarkan seruan tertahan. Satu
hawa yang mengandung kekuatan aneh seperti mendorong tangan
kanannya sehingga dia tidak mampu melakukan totokan. Pemuda ini
tidak mampu melakukan totokan. Pemuda ini lantas kerahkan
tenaga. Akibatnya kii bukan saja tangannya yang terpental tapi
tubuhnya juga terdorong sampai dua langkah. Sementara sang dara
sendiri kembali perdengarkan suara tertawa. Lalu perlahan-lahan dia
berdiri dari batu yang didudukinya, muemutar tubuh menghadapi
Jumpadi dan tiga kawannya yang masih berada di atas punggung
kuda masing-masing.
Lembar ke 11 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
Sikap sang dara yang tegak dengan kaki terkembang dan
tangan diletakkan di pinggangnya, membuat empat pemuda itu
tambah blingsatan. Ambalit dan dua kawannya segera melompat
turun dari kuda mereka.
"Betulkah kalian hendak bersenang-senang bersamaku..?" tiba-
tiba sang dara ajukan pertanyaan blak-blakan yang membuat
pemuda itu jadi terbeliak, dan lebih terbeliak lagi ketika mereka
melihat bagaimana jari-jari tangan kiri sang dara membuka dua
kancing teratas kebaya putihnya. Kelihatanlah dadanya yang putih
membusung. Jumpadi yang berdiri paling depan malah bisa melihat
celah diantara kedua payudaranya yang ketat.
Menghadapi hal yang tidak terduga yaitu bahwa ternyata sang
dara mengerti maksud mereka malah kini siap membuka pakaiannya,
Jumpadi memberi isyarat pada tiga kawannya.
"Kalian bertiga tunggu di tempat jauh..." Tapi tiga pemuda
hanya melangkah mundur sejauh dua tombak.
Jumpadi berpaling pada sang dara kembali dan berkata, "Jika
bidadariku sudah mengerti maksud kami, disinipun kita bisa
bersenang-senang. Bukankah katamu tadi tempat ini juga indah...?"
Sang dara tersenyum dan anggukkan kepala.
Jari tangannya membuka kancing ketiga. Jumpadi merasa
seperti dipanggang nafsu. Tangannya bergerak hendak meraba dada
gadis di depannya tapi si gadis mundur seraya berkata, "Tunggu...
Tidakkah kau mencium bau sesuatu...?"
Jumpadi mengendus. Lalu gelengkan kepala. "Bau apa" Aku
tidak mencium bau apa-apa..!" jawabnya sementara kedua matanya
tidak lepas dari dada yang tersingkap.
"Cobalah mengendus lebih dalam..." bisik si gadis dengan suara
lirih yang membuat Jumpadi jadi luruh tapi juga tambah bernafsu.
Lembar ke 12 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
Jumpadi mendongak ke atas lalu mencium lama-lama dan
dalam-dalam. Ketika kepalanya diturunkan dia berkata, "Ya... aku
mencium sesuatu. Bau... bau... bunga..."
"Ah, penciumanmu ternyata tajam. Tapi bau bunga apa"
Dapatkah kau mengatakannya...?"
"Itu bau bunga... bunga kenanga!"
"Kau betul! Kau menyebutnya bunga kenanga. Aku menyebutnya bunga orang mati. Bunga mayat!"
Habis berkata begitu sang dara keluarkan tawa. Mula-mula
perlahan tapi lama-lama semakin keras.
Di hadapannya, Jumpadi yang sudah kelangsangan menahan
nafsu kembali mendekat dan berbisik, "Bidadariku, mari kita pindah
ke bawah pohon di sebelah sana. Di situ tanahnya lebih rata..."
Sang dara tersenyum dan menggeliat. Gerakan tubuhnya ini
membuat bajunya yang tidak terkancing tambah tersingkap lebar.
Jumpadi tak tahan lagi. Serta merta saja tubuh gadis itu
diterkamnya. Jumpadi yang dilanda nafsu sama sekali tidak melihat
bagaimana wajah cantik jelita yang tadi tersenyum kini tiba-tiba
berubah. Senyum lenyap dan wajah itu kini membersitkan
kebengisan luar biasa! Senyum berubah dengan seringai maut!
Hampir tak kelihatan gadis itu gerakkan tangan kanannya.
Sebuah benda berwarna kuning melesat. Bau bunga kenanga yang
sangat tajam menebar di udara malam. Lalu terdengar pekik
Jumpadi! * * * Lembar ke 13 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
TIGA PEMUDA BERNAMA JUMPADI itu roboh ke tanah dan tak
berkutik lagi. Tiga kawannya berteriak kaget lalu sama-sama
memburu. Dan bergidiklah mereka melihat apa yang terjadi. Jumpadi
menggeletak melintang di atas makam. Dia telah jadi mayat.
Mukanya berlumuran darah. Kedua matanya mencelet. Diantara
lumuran darah itu tampak menancap sekuntum bunga kenanga
kuning. Dan disaat itu pula udara di situ dibuncah oleh bau bunga
kenanga! Ambalit, Gandring, dan Bladu memandang melotot ke arah
dara berbaju putih. Si gadis tegak dongakkan kepala. Dari sela
bibirnya yang merah mendesau suara tawa. Mula-mula perlahan lalu
makin keras dan panjang. Meski jelas yang berdiri di hadapan mereka
adalah seorang gadis cantik jelita namun saat itu tiga pemuda tadi
merasakan bulu tengkuk berdiri dan mereka seperti melihat setan
kepala tujuh! "Dewi Bunga Mayat!" teriak mereka bersamaan. Lalu serentak
ketiganya melompat jauh dan putar tubuh ambil langkah seribu.
Di belakang mereka terdengar suara tertawa panjang. "Kalian
hendak lari kemana" Mengapa lari..." Bukankah maksud kalian
hendak bersenang-senang bersamaku malam ini" Hik...hik...hik...!"
Mendengar ucapan itu, tiga pemuda sama lari tunggang
langgang. Tapi baru lari beberapa belas langkah tahu-tahu ada
bayangan menyambar di hadapan mereka dan dara berbaju kebaya
putih itu tiba-tiba sudah menghadang sambil terus keluarkan suara
tertawa cekikikan.
"Dewi Bunga Mayat! Maafkan kami! Ampuni selembar nyawa
kami!" berkata Ambalit seraya jatuhkan diri berlutut.
"Benar Dewi, ampuni dosa kami! Kami tidak tahu kalau kau
adalah Dewi Bunga Mayat..." berkata pula Bladu seraya jatuhkan diri
Lembar ke 14 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
sementara Gandring ikut-ikutan berlutut tapi tak mampu keluarkan
kata-kata hanya manggut-manggut dengan mata melotot.
"Ha...ha...! Kalian minta ampun setelah nama kalian tertera di
pintu akhirat! Terlambat... terlambat!" ujar dara berbaju putih yang
dipanggil dengan sebutan Dewi Bunga Mayat. "Bersiaplah untuk
menerima kematian!"
"Dewi, jangan!" ratap Ambalit.
Saat itu sang dewi sudah angkat tangan kanannya.
"Kawan-kawan!" tiba-tiba Gandring berkata, "daripada mati
percuma lebih baik berusaha mempertahankan hidup!" Lalu pemuda
ini keluarkan goloknya. Dua kawannya yang tadi sudah merasa tidak
punya harapan hidup lagi, melihat apa yang dilakukan Gandring jadi
muncul keberaniannya dan segera pula mencabut senjata masing-


Wiro Sableng 055 Misteri Dewi Bunga Mayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masing. Bladu menghunus sebilah keris sedang Ambalit mencabut
sebatang besi yang ujungnya penuh tonjolan runcing seprti penggada.
"Ha...ha...!
Kailan pemuda-pemuda pemberani! Majulah berbarengan agar cepat aku membereskan kalian!" seru Dewi Bunga
Mayat. Ambalit, Bladu dan Gandring melompat menyergap. Tiga
senjata berkelebat. Saat itu justru terdengar suara orang membentak.
"Manusia-manusia pengecut! Terhadap seorang dara kalian
berani main keroyok!"
Satu bayangan berkelebat. Gandring terdorong hampir jatuh.
Bladu terpelintir sempoyongan sedang Ambalit menggerung kesakitan
sambil pegangi bibirnya yang pecah terkena jotosan keras. Lima
giginya rontok!
Dewi Bunga Mayat yang barusan hendak menghantamkan
tangan kanannya hentikan gerakan dan mundur dua langkah. Di
hadapannya tegak seorang pemuda berambut gondrong. Pemuda
inilah yang tadi membuat dua orang penyerangnya terpelanting dan
seorang lagi pecah mulutnya. Dewi Bunga Mayat ingat, pemuda ini
Lembar ke 15 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
adalah yang ada dalam kedai yang selalu memperhatikanya. Dia tidak
ada sangkut paut dengan pemuda itu dan merasa jengkel karena
berani mencampuri urusannya. Sebelum sang dewi sempat
membentak si gondrong telah lebih dulu menjura seraya berkata,
"Maafkan kalau aku membuatmu marah. Aku tidak bermaksud
mencampuri urusanmu. Aku hanya tidak suka melihat tiga pengecut
ini mengeroyokmu!"
"Kalaupun mereka mengeroyokku apa kau kira mereka bisa
mengalahkanku"! Menyentuh tubuhku sajapun mereka tidak bakal
mampu! Lalu apa pasalmu masuk dalam kalangan perkelahian"!"
Wiro tak bisa menjawab dan hanya garuk-garuk kepala.
"Menyingkirlah! Atau kaupun ingin kubunuh bersama tiga
pemuda laknat itu"!" sentak Dewi Bunga Mayat.
"Ah, aku bukan orang yang termasuk dalam nyanyianmu! Aku
bukan manusia mencari sengsara!" jawab Wiro lalu cepat-cepat
mengundurkan diri menjauh.
"Apakah kalian sudah siap untuk mampus"!" Dewi Bunga
Mayat membentak.
Tiga pemuda yang sudah lumer nyalinya apalagi yang bernama
Ambalit yang cidera berat mulutnya, tanpa tunggu lebih lama lagi
segera putar tubuh ambil langkah seribu.
Sang dara tertawa tinggi. Ketika tawa itu lenyap dan wajahnya
berubah bengis, bersamaan dengan itu Wiro melihat tangan
kanannya bergerak tiga kali berturut-turut. Bau harum bunga
kenanga bertebar di udara malam. Tiga benda melesat di kegelapan
malam. Di depan sana tiga pemuda yang menyelamatkan diri
terdengar menjerit lalu roboh malang melintang di atas tanah
kuburan. Tak satupun yang berkutik dan bernafas lagi. Mereka
menemui ajal dengan punggung, tengkuk, dan batok kepala ditancapi
bunga kenanga alias bunga mayat!
Lembar ke 16 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
Pendekar 212 leletkan lidah, memandang ternganga ke arah
gadis berbaju putih itu. Tiba-tiba dia jadi tergagap ketika sang dara
berpaling ke arahnya seraya mengangkat tangan.
"Sekarang kau juga harus bersiap menerima kematian pemuda
gondrong! Susul kawan-kawanmua itu!"
"Hei! Tunggu!" seru Wiro seraya mundur dua langkah. "Aku
bukan komplotan empat pemuda yang barusan kau bunuh!"
"Siapa percaya pada dirimu"!" Dewi Bunga Mayat menghardik
sambil memandang melotot.
"Aku tidak suruh kau percaya! Tapi aku bicara sejujurnya!"
ujar Wiro dan balas melotot. Dua pasang mata yang sama-sama
melotot saling beradu pandang. Sang dewi angkat tangan kanannya.
* * * Lembar ke 17 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
EMPAT WAJAH YANG CANTIK jelita itu berubah menjadi bengis.
Pendekar 212 Wiro Sableng tahu apa artinya ini. Maut! Namun entah
mengapa dia tidak berusaha menyelamatkan diri dengan menyingkir
atau melompat. Juga sama sekali tidak mengerahkan tenaga dalam
dan menyisipkan pukulan sakti untuk menghadapi serangan lawan
yang mematikan. Murid Sinto Gendeng ini berdiri tidak bergerak
seolah-olah pasrah. Hanya sepasang matanya yang membesar
memandang tak berkesip tepat-tepat ke dalam mata gadis di
hadapannya. Dewi Bunga Mayat merasakan ada hawa aneh yang menyambar
dari sepasang mata pemuda di hadapannya, masuk ke dalam
tubuhnya lewat sepasang matanya sendiri dan membuat getaran-
getaran aneh di dadanya. Semakin dia memandang marah pada
pemuda itu, semakin tidak keruan jantungnya.
"Aneh...! Apa yang terjadi dengan diriku"! Mengapa aku hanya
mampu menunjukkan sifat keras tetapi hati kecilku sendiri tidak
berkata begitu. Sepasang matanya itu... aku tak sanggup
memandangnya. Siapa pemuda ini sebenarnya...!" Rentetan kata-kata
itu menggema dalam lubuk hati sang dewi. Perlahan-lahan dia
turunkan tangan kanannya yang tadi siap melancarkan serangan
maut. Bunga kenanga kuning yang tadi ada dalam genggaman
tangannya jatuh tercampak ke atas tanah pekuburan.
Pendekar 22 menarik nafas lega dan tersenyum.
"Terima kasih, kau tak jadi membunuhku..." ujar Wiro.
"Saat ini tidak, tapi lain kali mungkin saja!" jawab Dewi Bunga
Mayat kembali galak. "Sekarang katakan apa keperluanmu datang ke
tempat ini. Kau sebelumnya kulihat ada di kedai Aki Sukri..."
"Itu betul..."
"Kau mengikutiku ke tempat ini!"
Lembar ke 18 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
"Itu juga betul...!" jawab Wiro.
"Kalau begitu jelas kau kawan dari empat pemuda yang sudah
jadi bangkai ini!"
"Itu yang tidak betul!"
Sang dara kerenyitkan kening. Dalam keadaan tidak mengerti
dan tidak percaya seperti itu dimata Wiro wajahnya tampak jadi lebih
cantik. "Aku tidak percaya!"
"Aku tidak suruh kau musti percaya saudari... Eh, bagaimana
aku harus memanggilmu. Aku tak tahu namamu. Kudengar orang-
orang itu memanggilmu dengan gelar Dewi Bunga Mayat. Apa aku
harus memanggilmu begitu juga" Atau Dewi saja..." Bisa juga Bunga
saja. Eh... tentu tidak dengan sebutan Mayat saja..." Wiro tertawa
dan lihat wajah gadis di depannya menjadi merah.
"Maafkan aku. Aku hanya bergurau. Aku akan panggil kau
dengan nama Bunga... Itu nama paling indah di dunia. Sesuai
dengan kecantikan orangnya..."
Sang dara tidak memberikan reaksi apa-apa.
Wiro garuk-garuk kepala lalu bertanya, "Boleh aku tahu
mengapa kau diberi gelar dan disebut sebagai Dewi Bunga Mayat" Itu
bukan nama sembarangan. Dan senjatamu membunuh ke empat
pemuda itu. Kuntuman bunga kenanga! Kau pasti seorang pendatang
baru berkepandaian luar biasa dalam dunia persilatan...!"
"Kau sudah menjawab sendiri pertanyaanmu. Aku tidak punya
waktu lama. Sekarang lekas katakan siapa dirimu!"
"Namaku Wiro Sableng. Aku orang tersesat dari Gunung Gede."
"Hemmm... Sableng sama dengan Gendeng. Gendeng sama
dengan Sinting. Sinting sama dengan Gila! Jadi pemuda macam
begitulah kau rupanya!"
"Ah... kira-kira begitulah!" jawab Wiro lalu tertawa gelak-gelak.
Lembar ke 19 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
Dalam hatinya Dewi Bunga Mayat membatin. "Manusia aneh
yang satu ini mungkin konyol, mungkin juga memang sinting!"
Lalu sang dewi mendongak ke langit malam yang gelap. Seolah-
olah membaca sesuatu di atas sana mulutnya terdengar berkata,
"Namamu Wiro Sableng... kau datang dari Gunung Gede. Gurumu
seorang nenek sakti mandraguna bernama Sinto Gendeng. Sahabatmu setumpuk tapi orang yang tak suka padamu bertumpuk-
tumpuk..."
"Apakah kau..." Wiro memotong.
"Aku belum selesai membaca riwayatmu! Jangan bertanya
dulu!" membentak dara itu. Lalu dia menengadah ke atas kembali.
"Sahabatmu setumpuk tapi orang yang tak suka padamu bertumpuk-
tumpuk. Kau membekali dirimu dengan senjata semacam kapak
aneh. Tubuhmu tidak mempan racun selama senjata itu menempel di
badanmu. Kau tidak suka minuman keras tapi kau suka menggoda
perempuan. Kau..."
Sang dewi tidak teruskan ucapannya.
"Ah.. bacaanmu sudah habis rupanya. Sekarang biar aku yang
ganti membaca!" kata Wiro. Lalu pemuda ini lakukan sikap seperti
sang dara, mendongak ke langit dan mulai berucap.
"Langit malam gelap gulita...
Udara dibungkus kesejukan embun yang siap turun
Di tempat ini bertaburan makam anak manusia
Ada yang sudah terkubur
Tapi ada empat yang masih malang melintang
Empat yang menemui ajal karena sengaja menacari sengsara
Aku berdiri di sini
Tapi tidak sendiri
Di hadapanku tegak seorang dara..."
Lembar ke 20 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
"Kau ini melawak atau tengah membaca syair..." Dewi Bunga
Mayat memotong penasaran.
"Aku belum selesai membaca! Jangan memotong dulu!" Wiro
membentak, persis seperti yang tadi dilakukan oleh sang dewi.
Melihat hal ini mau tak mau sang dara jadi gelengkan kepala dan
diam-diam merasa geli. Senyum menyeruak di bibirnya yang merah.
Wiro melanjutkan 'bacaannya'.
"Di hadapanku tegak seorang dara
Berbaju putih berwajah jelita
Saat ini dia tersenyum
Tersenyum entah untuk siapa
Mungkin untuk para penghuni makam
Mungkun juga untuk empat pemuda yang sudah putus nyawa
Syukur-syukur kalau senyum itu untukku
Si jelita tidak bernama
Yang kupanggil dengan nama Indah, Bunga
Memiliki kepandaian luar biasa
Syukur-syukur kalau aku bisa jadi sahabatnya....
Ah, bacaanku sudah selesai...."
Wiro palingkan kepalanya. Dilihatnya sang dara masih
tersenyum. Lalu diapun tertawa gelak-gelak.
Dewi Bunga Mayat membuka mulut, "Syairmu bagus, Cuma
sayang aku tidak mau bersahabat denganmu..."
"Ah nasibku memang jelek kalau begitu. Kau tidak mau karena
aku sableng, sinting... gendeng... gila...?"
Dewi Bunga Mayat tidak menjawab tapi dalam hatinya dia
berkata, "Kau memang mungkin sinting. Tapi bukan itu alasanku
tidak suka bersahabat denganmu. Aku tidak bisa mengatakannya..."
"Apakah kita bisa bertemu lagi, Bunga?"
Lembar ke 21 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
Sang dara mendengar pertanyaan itu dan berpaling pada Wiro.
Dia menatap wajah mpemuda itu sesaat lalu menjawab, "Aku tidak
tahu. Sekarang aku ingin meninggalkan tempat ini. Kau silakan pergi
duluan...."
"Tidak, aku tetap disini. Kalau kau memang ingin pergi,
pergilah. Aku berdiri disini memperhatikan kepergianmu... Tapi
sebelum kau pergi kancingkan dulu bajumu. Salah-salah kau bisa
masuk angin..."
Paras sang dara jadi merah. Seolah baru sadar akan keadaan
dadanya yang sejak tadi tersingkap, cepat-cepat dia membalik dan
kancingkan kebaya putihnya.
"Manusia satu ini benar-benar kurang ajar, konyol dan juga
keras kepala. Bagaimana ini, bagaimana aku harus menyuruhnya
pergi...?" membatin bingung sang dara dalam hati. "Hanya kabut
yang bisa menolongku. Kabut... turunlah lebih banyak. Tolong aku..."
Dan terjadilah hal yang aneh. Seolah-olah ucapannya mujarab
sekali saat itu tiba-tiba saja kabut turun banyak sekali.
Pemandangan di pekuburan menjadi sangat terbatas.
Ketika sekelompok kabut menyaputi tempat dimana mereka
berdiri, meskipun hanya terpisah dekat namun Wiro mendadak tak
dapat lagi melihat sosok Dewi Bunga Mayat. Lalu sesaat kemudian
ketika kabut pupus, dara itu tak ada lagi ditempatnya berdiri!
Wiro terkesiap. Memandang berkeliling. Menyusuri seluruh
daerah pekuburan itu dengan kedua matanya yang tajam. Tapi sang
dara tetap saja tidak kelihatan lagi.
"Tidak mungkin dia bisa pergi secepat itu!" Wiro memandang
lagi. "Eh, kuda putihnya yang tadi ada di ujung sana juga lenyap!
Gadis aneh. Gelarnya juga aneh. Senjatanya lebih aneh... hanya
sekuntum bunga kenanga. Yang juga mengherankan bagaimana dia
tahu banyak tentang diriku. Apakah sewaktu mendongak ke langit
Lembar ke 22 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
dia memang benar-benar membaca seperti membaca sesuatu..." Ah


Wiro Sableng 055 Misteri Dewi Bunga Mayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak masuk akal!"
Wiro memandang ke tanah. Bunga kenanga yang tadi hendak
dilemparkan ke arahnya masih tampak tercampak di tanah. Murid
Sinto Gendeng membungkuk mengambil bunga itu, menciumnya
sesaat lalu memasukkannya ke dalam saku baju putihnya. Saat itu
terdengar kuda meringkik membuat sang pendekar tersentak kaget
dan memaki lalu tinggalkan pekuburan Batuwungkur itu.
Baru dua langkah bertindak tiba-tiba ekor mata Pendekar 212
melihat ada sesuatu bergerak di kegelapan disamping kirinya. Dia
cepat berpaling. Tapi tak kelihatan apa tau siapa-siapa. Hanya
kegelapan yang membungkus pekuburan itu. Makam-makam
berderet-deret. Ada yang terurus baik dan utuh, ada yang sudah tak
karuan lagi dan tanpa batu nisan. Lapat-lapat di kejauhan terdengar
suara burung malam. Angin bertiup dingin.
"Mataku mungkin bisa ditipu. Tapi perasanku tidak!" kata
murid Sinto Gendeng dalam hati. "Ada orang atau makhluk disekitar
pekuburan ini. Mendekam disatu tempat, bersembunyi mengintai
gerak-gerikku! Lebih baik aku terus berjalan. Jika orang itu berniat
jahat dia akan tahu rasa...!" Lalu Wiro kerahkan tenaga dalam ke
tangan kanan. * * * Lembar ke 23 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
LIMA WIRO MELANGKAH EMPAT tindak. Pada langkah ke lima, tiba-
tiba di udara malam yang gelap dan dingin di atas pekuburan
Batuwungkur itu melesat suara suitan keras dari arah samping
kanan. Suara duitan ini disambut elh suara sutian lain dari arah
depan. Lalu suara suitan ketiga melegkinda ri arah samping kiri.
Ketika Pendekar 212 hentikan langkahnya, tiga sosok bayangan
tampak berkelebat sebat dan tahu-tahu tiga sosok aneh sudah
mengrungnya dari arah muka dan kiri kanan. Murid Sinto Gendeng
dari Gunung Gede ini angkat tangan kanannya, siap menghantam.
Tapi gerakanya serta merta tertahan ketika melihat siapa yang saat
itu mengurungnya.
Tiga sosok tubuh itu adalah ternyata tiga manusia katai
permpuan. Pakaian dan tampang mereka serta rambut yang dikuncir
membuat ketiganya tampak lucu. Tapi dibalik kelucuan itu
tersembunyi satu kenagkeran yang mematikan. Wajah tiga
perempuan cebol ini membekal maut. Ketika ketiganya menyeringai
kelihatan bahwa mereka memiliki gigi-gigi kecil yang berwarna hitam
berkilat. "Dimana dia"!" tiba-tiba si cebol di sebelah depan membentak.
Suaranya nyaring tapi kecil.
"Eh... Kaku bertanya siapa pada siapa"!" tanya Wiro.
"Kami bertanya dia padamu!"
"Dia siapa"!" tanya Wiro pula.
"Jangan berpura-pura!" seru si cebol perempuan sebelah kanan
kiri menghardik. "Barusan dia ada disini. Berbincang-bincang
denganmu! Dan kau berani berpura-pura tidak tahu!"
"Kawan-kawan!" membuka mulut perempuan katai di seebelah
kiri. "Kalau dia jelas-jelas kawan orang yang kita cari, mengapa harus
Lembar ke 24 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
membuang waktu bertanya jawab. Kita bereskan saja dia saat ini
juga!" "Setuju!" teriak si katai di sebelah depan.
Terdengar tiga jeritan dahsyat. Tiga tubuh pendek itu laksana
bola melesat ke arah Wiro Sableng. Tiga serangan maut menebar!
"Wong edan!" teriak Pendekar 212 ketika dilihatnya serangan
tiga manusia katai itu benar-benar ingin membunuhnya. Mereka
memegang senjata berbentuk clurit kecil di tangan kiri masing-
masing. Ternyata ketiga maunia katai permpuan ini sama-sama kidal.
Senjata itu berkilat-kilat dan menderu dalam gelapnya malam.
Manusia katai di sebelah depan membabatkan clurit kecilnya
ke arah batang leher Pendekar 212. yang di samping kiri menyapu ke
perut sedang yang di sebelah kanan menghunjamkan serangan ke
selangkangan pendekar ini! Tiga serangna mematikan itu disertai
dengan pekik jerit memkakkan telinga. Agaknya tiga manusia katai
ini sengaja berteriak begitu agar lawan terpengaruh dan lengah.
Murid Eyang Sinto Gendeng angkat kedua tangannya
menghantam dengan pukulan sakti bernama 'dinding angin
berhembus tindih menindih'
Terdengar suara seperti angin putting beliung di atas
pekuburan itu. Tiga manusia katai yang lancarkan serangan sambil
melompat tampak seperti hendak tersapu tunggang langgang. Namun
sambil terus berteriak ketiganya berjungkir balik di udara lalu
membalik sambil membabat kembali dengan senjata masing-masing.
Tapi tampaknya mereka tidak sanggup menembus hantaman angin.
Ketiganya kerahkan tenaga berusaha keras mnerobos dinding angin
yang tidak kelihatan. Mereka tampak seperti mengapung di udara.
Pakaian dan rambut berkibar-kibar. Mata membeliak dan mulut
berteriak-teriak.
Wiro terus kerahkan tenaga dalamnya. Bebrapa kali tangannya
kiri kanan dihantamkan agar dapat menghempaskan tiga penyerang
Lembar ke 25 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
itu tapi tetpa saja musuh-musuh katai itu bertahan di udara. Masih
untung ketiganya berada di sebelah depan. Kalau ada yang
menyerang dari belakang pasti akan bobol pertahanan murid Sinto
Gendeng. Keringat bercucuran dari punggung dan wajah Wiro Sableng.
Tiga perempuan katai masih terus mengapung dan mencoba
menembus pertahanannya. Dan tiba-tiba setelah bertahan sekian
lama. Astaga! Salah seorang dari mereka berhasil lolos menerobos
dinding angin! Breet! Clurit kecil membabat di perut Wiro, merobek pakaian
putihnya. "Kurang ajar!" maki Pendekar 212 lalu melopat mundur dengan
muka pucat. Lompatan mundur yang dilakukannya membuat tiga
pengeroyok seperti tersedot. Tiga manusia katai itu kembali
menggempur. Dan kini pertahan dinding angin Pendekar 212 benar-
benar jebol! Tiga manusia katai melesat. Tiga clurit berkiblat. Wiro
memukul dengan pukulan "kunyuk melempar buah." Tangan
kanannya menghantam membentuk tinju. Begitu lengan melurus
lima jari dibuka. Maka menderulah gelombang angin laksana
gumpalan batu besar.
Tiga musuh katai berterak keras. Namun hanya satu yang kena
dihantam. Yang satu terpental sejauh dua tombak, bergulingan di
tanah lalu diam tak berkutik. Mati dengan kepala pecah!
Dua manusia katai lainnya terus merangsak masuk ke dalam
pertahanan Wiro yang sudah ambruk.
"Celaka! Matilah aku!" keluh Wiro. Dalam keadaan sulit begitu
rupa dia masih bisa memukul tangan si katai di sebelah kanan. Luar
biasa! Tangan si katai yang kecil itu membuat Wiro terpental tiga
Lembar ke 26 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
langkah, hampir jatuh duduk. Justru di saat inilah yang secara tidak
sengaja meyelamatkan nyawanya dari serangan si katai yang satu
lagi. Clurit membabat di depan hidungnya sementara lawan yang tadi
beradu lengan dengannya jatuh bergdebuk sambil menjerit-jerit dan
berusah mencari cluritnya yang mental dalam kegelapan malam.
"Manusia-manusia katai edan! Tidak ada silang sengketa kau
hendak membunuhku!" teriak Wiro.
"Kami belum membunuhmu manusia bangsat! Tapi kau telah
membunuh seorang saudara kami! Dan kawanmu yang kami cari
sebelumnya telah membunuh satu-satunya kakak lelaki kami!"
"Soal kematian kakak lelakimu itu aku tidak tahu, tidak ada
sangkut pautnya denganku! Pergi kalian dari sini sebelum aku
menciderai atau membunuhm kalian!"
"Enak benar bicaramu! Kami akan pergi kalau usus dan
jantungmu sudah kami korek dari tubuhmu!"
"Makhluk-makhluk tidak tahu diri! Jangan kira aku tidak tega
membedol kantong nasi kalian!" teriak Wiro lalu keluarkan senjata
mustika saktinya yaitu Kapak Maut Naga Geni 212.
Kilauan sepasang mata kapak yang angker ternyata tidak
membuat jeri dua manusia katai itu.
Yang satu malah mengejek, "Senjata mainan! Siapa takut!"
yang bicara ini sudah menemukan cluritnya yang tadi jatuh.
Lalu cepat luar biasa keduanya menyerbu.
Trang... trang...!
Belum lagi Pendekar 212 sempat mengayunkan senjatanya,
dua clurit kecil secara sengaja tidak terduga dan cepat sekali sudah
menelikkung gagang kapak dan begitu dua manusia katai itu
membetot, Wiro merasa seperti tangannya ditarik oleh dua raksasa!
Kapak Naga Geni 212 terlepas dari pegangannya, langsung disambut
oleh si katai di sebelah kanan. Begitu dapatkan kapak si katai ini
berteriak pada yang satunya.
Lembar ke 27 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
"Adikku! Lupakan dulu balas dendam. Kita mendapat rejeki
besar. Lekas tinggalkan tempat ini!" dia tertawa cekikikan.
Sang adik juga tertawa cekikikan. Lalu didahului oleh jeritan
keras, keduanya membalik untuk larikan diri. Tapi baru saja mereka
sempat membuat setengah gerakan berputar mendadak terdengar
suara berdesing disertai harumnya bunga kenanga. Lantas dua
manusia katai ini terdengar memkik keras mengerikan. Kepala
masing-masing terhempas ke belakang seolah-olah dihantam tembok
keras. Dua manusia katai itu langsung roboh terjengkang. Kapak
Naga Geni 212 terguling ke tanah.
"Eh, apa yang terjadi...?" tanya Wiro keheranan. Ketika dia
mendekati dua mayat manusia katai itu, tertegunlah murid Sinto
Gendeng ini. Dua manusia katai itu menemui ajal dengan sekuntum
bunga kenanga kuning menancap di kening masing-masing!
"Bunga..." desis Wiro. "Kau ada di sini. Kau menolongku..."
Wiro menunggu kalau-kalau ada jawaban. Tapi hanya kesunyian dan
siliran angin malam yang terdengar.
Wiro memandang berkeliling. Tapi dia tidak melihat dara yang
berjuluk Dewi Bunga Mayat itu. Pemuda ini geleng-gelengkan kepala.
"Dara hebat. Kepandaian luar biasa! Menolong tanpa memperlihatkan
diri... Aku harus berterima kasih padanya."
Lalu pemuda ini berteriak, "Bunga, aku berterima kasih atas
pertolonganmu!" Wiro seklai lagi memandang berkeliling. Ketika dia
merasa tak bakal mendapat jawaban apalagi melihat Dewi Bunga
Mayat kembali maka dipungutnya Kapak Naga Geni 212 yang
tercampak di tanah, disimpannya di balik pakaiannya.
* * * Lembar ke 28 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
ENAM PONDOK KAYU DI DASAR lembah itu tampak tidak berbeda
seperti sebulan lalu ketika dia mengunjungi terakhir kali. Pintu dan
satu-satunya jendela tampak tertutup. Tapi dia tahu bahwa di dalam
sana ada seorang penghuni.
Perempuan muda berpakaian ringkas warna biru itu berpaling
pada pemuda yang menunggang kuda disampingnya.
"Kangmas.. Kau..."
"Sudah berapa kali kukatakan. Kalau kita Cuma berdua aku
tidak suak kau memanggilku dengan sebutan itu. Panggil namaku..."
"Maafkan aku kang.. Maffkan aku Sadewo.." kata perempuan
berpakaian biru. "Kau tidak ingin turun ke lembah menemuinya?"
Pemuda bernama Sadewo menggeleng. "Kau saja yang pergi.
Aku menunggu disini." Lalu pemuda itu menyerahkanbungkusan
kain yang dipanggulnya.
Setelah menerima dan menyandang bungkusan itu dibahunya,
dara berbaju biru menarik tali kekang kudanya, lalu perlahan-lahan
dia mulai menurini jalan setapak yang berbatu-batu.
Di depan pondok dia turun dari kuda, menambatkan binatang
itu lalu melangkah menuju pintu. Dia mengetuk dulu lalu berucap
keras-keras. "Ayah, akuk datang..."
Dengan tangan kirinya dia mendorong pintu. Terdengar suara
berkereketan. Begitu pintu terbuka kelihatan seorang lelaki berambut
putih, bertubuh kurus dan berwajah pucat duduk bersila di lantai
pondok. Usianya berlum enampuluh tahun, tahun wajahnya
kelihatan seperti wajah kakek delapan puluh tahun. Orang ini duduk
bersila pejamkan mata seperti tengah bersemedi. Ketika pintu
terbuka, perlahan-lahan kedua matanya juga terbuka. Dia Lembar ke 29 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
memandang pada gadis di depan pintu lalu menganggukan kepala
perlahan sekali.
Gadis itu masuk ke dalma pondok, berlutut di hadapan lelaki
tua itu dan mencium keningnya. Setalh itu diletakkannya bungkusan
kain yang dibawanya di lantai.
"Semua keperluan ayah ada dalam bungkusan..."
Yang dipanggil ayah kembali mengangguk.
"Apakah ayah ada baik-baik saja selama satu bulan ini?"
bertanya si gadis yang dijawab juga dengan anggukan.
Sunyi sesaat. "Suamimu mengantar...?" tiba-tiba orang tua itu bertanya.
"Ya, dia mengantar. Dia menunggu di atas lembah..."
"Terima kasih, kau sudah membawakan apa-apa yang aku
perlukan. Kau boleh pergi sekarang..."
"Ayah, sudah tiga bulan kau berada di tempat ini. Memencilkan
diri. Kapan semua ini akan ayah akhiri...?"


Wiro Sableng 055 Misteri Dewi Bunga Mayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mungkin tak akan pernah ku akhirii Suntini. Atau mungkin
hanya kematian yang mengakhiri semua ini..."
"Ayah tidak boleh berkata begitu..." suara perempuan bernama
Suntini itu kini terdengar tersendat dan sepasang matanya tampak
mulai berkaca-kaca. "Ayah mesti segera pulang. Rumah besar kita
sepi tanpa ayah..."
"Kau boleh pergi sekarang, Suntini..."
"Jika memang itu yang ayah kehendaki...." Kata Suntini pula
seraya berdiri. Dia mencium kening lelaki itu. Tetesan air matanya
jatuh membasahi wajah si orang tua.
"Sebelum kau pergi, adakah sesuatu yang hendak kau
katakan...?" sang ayah bertanya.
Suntini terdiam.
"Ada...?"
Lembar ke 30 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
"Tidak ada ayah..."
"Jangna berdusta. Nada suaramu menyatakan ada sesuatu
yang hendak kau katakan. Tapi kau sengaja menyembunyikannya..."
Ketika Suntini tidak juga menjawab, lelaki itu lalu ajukan
pertanyaan, "Apakah dia masih sering mendatangimu...?"
Paras Suntini berubah. Perempuan muda ini tundukkan kepala
lalu berkata, "Malam Jum'at Kliwon dua minggu yang lalu ayah. Dia
memang muncul. Memandang padaku dengan pandangan dingin lalu
pergi. Kangmas Sadewo juga melihat beberapa kali..."
"Waktu muncul dia tidak mengatakn atau mengisyaratkan
sesuatu...?" bertanya sang ayah.
Suntini menggeleng.
"Anakku dengarlah baik-baik. Selama dia muncul tidak
mengganggumu atau siapa saja di sekitarmu ambil sikap diam saja.
Jangan mengusir, jangna mengatakan sesuatu. Ini semua kodrat
Tuhan. Kita tak bisa melawan kehendakNya. Ketahuilah... Tadi
malam dia juga muncul disini. Tegak di bawah pohon di luar sana,
memandang ke pondok ini tapi tak berusaha masuk atau
menemuiku. Kalau aku ada kesempatan menjenguk makam ibumu,
aku akan berusaha untuk menlihatnya. Selam ini apakah kau dan
suamimu pernah menjenguknya?"
"Aku takut ayah. Benar-benar takut melakukan hal itu..."
jawab Suntini. "aku mengerti perasaanmu. Kau boleh pergi sekarang. Lain
bulan kau tak perlu datang kemari mengantarkan apa-apa. Aku bisa
memenuhi kebutuhanku sendiri..."
"Berarti ayah tidak akan pulang ke rumah?"
"Aku tidak tahu anakku," jawab orang tua yang duduk bersila
itu lalu menarik nafas panjang.
Suntini berdiri, melangkah ke pintu dan lenyap dibalik daun
pintu yang ditutupkan. Di dalam pondok sang ayah pejamkan kedua
Lembar ke 31 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
matanya. Namun kali ini diantara sela kelopak matanya kelihatan
ada tetes air mata yang menyeruak.
Ketika Suntini samapi diatas lembah, dia terkejut dan
keluarkan seruan tertahan sewaktu melihat Sadewo, suaminya,
tergeletak meelungkup di tanah. Suntini melompat turun dari kuda
dan cepat membalikkan tubuh Sadewo.
"Kangmas... Kau kenapa kangmas.."!" memanggil Suntini
sambil mengusap wajah suaminya berulang kali. Wajah itu tampak
pucat seperti baru saja mengalami suat goncangan hebat. Suntini
letakkan telinganya di atas dada Sadewo. Masih terdengar suara
detakan jantung. Perempuan ini merasa lega sedikit lalu dia memijat
beberapa bagian tubuh suaminya. Tak selang berapa lama kedua
mata Sadewo perlahan-lahan kelihatan terbuka. Begitu terbuka lelaki
muda ini melompat terduduk dan memandang berkeliling dengan
wajah ketakutan.
"Ada apa, Sadewo..." Siapa yang kau cari..." Kau melihat
sesuatu..?" bisik Suntini dengan lebih kelu dan ikut-ikutan
memandang berkeliling sementara dadanya berdebar keras.
"Dia.. dia tadi muncul di dekat batu besar sana..." terdengar
Sadewo menyahut. Suaranya gemetar.
Suntini memandang ke arah batu besar yang ditunjuk
suaminya. Memandang berkeliling ke tempat lain. Dia tidak melihat
siapa-siapa. "Dia... biasanya dia hanya memandang dari kejauhan. Tapi
sekali ini dia melangkah mendatangiku. Dia begitu dekat denganku
Suntini, membuatku ketakutan setengah mati. Dia seperti hendak
membuka mulut mengatakan sesuatu. Tapi saat itu ada suara kaki
kuda mendatangi. Mungkin sekali kuda tunggangmu. Lalu aku ajtuh
pingsan..."
Lembar ke 32 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
"Kalau begitu kita harus meninggalkan tempat ini cepat-
cepat..."kata Suntini pula. Dia membantu suaminya berdiri,
memapahnya ke arah kuda.
* * * Lembar ke 33 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
TUJUH DUA HARI SETELAH peristiwa di bukit Batuwungkur, Pendekar
212 Wiro Sableng mengunjungi kedai Aki Sukri. Dia duduk memencil
di sudut kedai sampai larut malam. Ketika pemilik kedai bersiap
untuk menutup kedainya mau tak mau akhirnya pendekar itu berdiri
dari bangkunya.
"Anak muda, kau seperti tengah menunggu seseorang di kedai
ini..." berkata pemilik kedai ketika Wiro memberikan uang
pembayaran. "Ah, matamu tajam juga orang tua. Bagaimana kau bisa tahu?"
bertanya Wiro. "Setiap saat kau selalu memandang ke pintu. Dan kau tampak
kecewa jika ada tamu masuk tetapi bukan orang yang kau nantikan.
Kau berjanji dengan seseorang?"
Wiro menggeleng.
"Lalu siapa yang kau harapkan muncul di kedai ini?" tanya Aki
Sukri. "Aki , dua malam lalu aku mampir disini. Kau ingat...?"
"Aku ingat. Karena malam itu kemudai diketahui ada empat
mayat menggeletak di pekuburan Batuwungkur. Mereka mati dengan
kembang aneh menanca di muka dan badan..."
"Kau ingat dara jelita berpakaian putih yang juga ada di
kedaimu malam itu..."'
"Aku ingat seklai!" jawab Aki Sukri.
"Kau kenal padanya" Atau mungkin tahu dimana aku bisa
menemuinya?"
Pemilik kedai menatapa wajah Pendekar 212 sesaat lalu
gelengkan kepala. "Wajah cantik itu memang seperti pernah kulihat
sebelumnya. Tapi entah dimana dan entah kapan. Waktu dia ada
Lembar ke 34 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
disini aku tak berani bertanya. Kelihatannya dia seperti tidak mau
diusik..."
"Dia memang bukan dari sembarangan..." kata Wiro pula.
"maksudmu, anak muda?" tanya Aki Sukri.
"Empat pemuda jahat yang mati di pekuburan Batuwungkur
itu, dialah yang membunuhnya!"
"Apa katamu"!" dua mata Aki Sukri membelalak.
"Dia adalah Dewi Bunga Mayat!"
"Ah!" tubuh pemilik kedai tersentak dan wajahnya menjadi
pucat. "Kau seperti orang ketakutan. Ada apa..."!"
"Jadi... jadi dara itulah yang tengah kau cari"!" suara Aki Sukri
bergetar. "Anak muda lekas pergi. Aku segera menutup kedai ini.
Aku... kau tahu..." suara Aki Sukri perlahan sepreti berbisik. "Kalau
memang dara itu manusia yang berjuluk Dewi Bunga Mayat, hati-
hatilah anak muda. Dia sanggup membunuh manusai tanpa
berkedip. Kepandaiannya tinggi. Kabarnya saat ini dia jadi momok
nomor sati di wilayah Jawa Tengah ini!"
"Momok katamu" Gadis secantik itu kau katakan momok"!"
"Dia muncul seperti setan. Lenyap seperti setan. Membunuh
disana-sini... Apa itu bukan momok"!"
Wiro tertawa bergelak. "Kepandaiannya tinggi luar biasa itu
memang berul. Dia membunuh tanpa berkesip itu juga betul. Tapi dia
bukan setan! Dia hanya membunuh orang-orang jahat! Kau tahu
empat pemuda yang jadi korbannya itu" Apa yang hendak mereka
lakukan" Hendak memperkosanya beramai-ramai...!"
"Ah, karena dia kawanmu tentu saja kau membelanya. Tapi
sudahlah. Aku akan menutup kedai. Lekas pergi. Aku tak mau kau
datang-datang lagi kemari, anak muda. Aku tidak mencari urusan...!"
Lembar ke 35 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
"Justru jika kau melarang begitu berarti kau mencari urusan!"
tukas Wiro. "Jika kau tak mau kedatanganku, tutup saja kedai ini
selama-lamanya!"
"Aku berjualan mencari makan. Tidak mau cari urusan..."
"Bagus kalau begitu. Katakan, apakah gadis kawanku itu
sering datang kemari?"
"Tidak. Baru sekali itu dia datang kesini," jawab Aki Sukri.
"Kalau dia muncul lagi, katakan padanya. Aku sahabatnya
berama Wiro Sableng mencarinya. Kau dengar pesan itu, Aki"!"
"Aku dengar anak muda. Dan akan aku sampaikan padanya..."
jawab pemilik kedai pula.
* * * Dari kedai Aki Sukri, Pendekar 212 dengan menunggang kuda
menuju pekuburan Batuwungkur. Kesunyian dan kegelapan malam
menyambut kedatangannya. Angin berhembus dingin dan dikejauhan
terdengar suara burung malam bersahut-sahutan beberapa kali.
Murid Sinto Gendeng duduk di batu hitam dimana dulu Bunga
pernah duduk. Dia duduk seprti merenung. Entah mengapa
perasaannya jadi seperti ini. Perasaan yang sebelumnya tak pernah
terjadi seumur hidupnya. Dia selalu teringat padaBunga. Hampi tak
sekejapanpun dia melupakan gadis itu. Dia rindu untuk bertemu tak
tahu harus mencari kemana. Itulah sebabnya malam-malam begitu
dia mendatangi pekuburan dengan harapan bisa bertemu lagi.
Kalaupun tidak bertemu paling tidak dia telah bisa melepas
kerinduannya dengan melihat tempat yang pernah didatangi sang
dara. Tempat dimana mereka pernah berdua-dua. Dan dia kini duduk
di batu yang pernah diduduki Bunga.
Lembar ke 36 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
"Bunga..." bisik kalbu Pendekar 212. "Dimana kau..." Dimana
aku bisa menemuimu, Bunga...?"
Wiro mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan,
memandang berkeliling lalu menghela nafas dalam-dalam.
"Apakan ini namanya cinta...?" bisik hati sang pemuda. "Ah...
Aku tak percaya!tapi mengapa aku selalu ingat padanya. Mengapa
ada persaan rindu bertumpuk dihatiku. Gila betul!"
Dalam perjalanan hidupnya tentu saja Pendekar 212 telah
bertemu dengan banyak gadis berwajah cantik. Namun semua berlalu
tanpa perasaan apa-apa. Berlainan sekali dengan yang satu ini.
Padahal baru dua hari lalu dia melihat dan bertemu. Dan kini ada
rasa rindu mencucuk hatinya.
"Gila!" kata Wiro pula sambil meukul lututnya sendiri. Kedua
tangannya mengeruk ke dalam saku baju. Tangan yang kanan
memegang sesuatu. Ketika dikeluarkannya ternyat itu adalah bunga
kenanga senjataBunga yang dua malam lalu dipungutnya.
"Aneh..," desis Wiro memperhatikan dan menimang bunga
kenanga. "Bunga ini mengapa tidak layu..." Keharumannya tidak
berbeda seperti pertama kali aku memungutnya..." lalu bunga
kenanga itu dibawanya ke hidungnya, diciumnya lama-lama penuh
perasaa. "Bunga... aku mencarimu. Aku ingin bertemu..." Wiro bicara
sendirian. Malam berlalu bertambah sunyi dan bertambah dingin. Tanpa
disadarinya Pendekar 212 jatuh tidur dalam keadaan terduduk di
atas batu. "Wiro..."
Satu suara memanggil. Pendekar 212 kenal sekali suara itu.
Suara orang yang dirinduinya, yang selama ini dicari-carinya. Begitu
berpaling dilihatnya dara itu tersenyum padanya.
"Bunga..."
Lembar ke 37 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
"Aku sudah lama menunggumu di sini, Wiro..." kata Bunga
seraya melangkah mendekati.
Wiro datang menyongsong. Keduanya saling bergenggaman
tangan. "Aku mencarimu setengah mati..."
"Setengah mati" Ah, masa...?"
"Setengah mati karena rindu. Kangen... Kau tidak kangen
padaku, Bunga...?"
"Tidak...," jawab sang dara lalu tertawa cekikikan. "Tentu saja
aku juga kangen padamu, Wiro..."
"Berarti kau senang bersahabat denganku"!" tanya Wiro seraya
menatap dalam-dalam ke sepasang mata si gadis.
Bunga mengangguk. "Aku suka bersahabat denganmu..."
"Tapi..."
"Tapi apa, Wiro...?"
"Aku tak ingin hubungan kita hanya sampai pada jalinan
persahabatan saja."
"Maksudmu Wiro....?"
"Aku... aku tidak tahu persaan apa yang ada dalam diriku sejak
pertama kali aku melihatmu. Kurasa aku mencintaimu, Bunga. Ya
betul. Aku mencintaimu...!"
Paras Bunga berubah. Dia seperti ketakutan. Diremasnya jari-
jari tangan pemuda itu tapi kemudian dilepaskannya.
"Kau mencintaiku Wiro..." Jangan... jangan mencintaiku
Wiro..." Bunga melangkah mundur.


Wiro Sableng 055 Misteri Dewi Bunga Mayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mengapa aku tidak boleh mencintaimu Bunga" Percayalah,
aku tidak berdusta dan tidak mempermainkanmu...?"
"Demi Tuhan, jangan mencintaiku Wiro... Cinta berarti
kematian bagi diriku..." Suara Bunga tersendat. Wiro melihat ada air
mata menetes di kedua pipi dara itu.
Lembar ke 38 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
"Kau menangis, Bunga..." bisik Wiro dan melangkah mendekat.
Tapi yang didekati semakin menjauh. Melangkah mundur.
"Bunga, kau mau kemana...?" Wiro mengejar.
"Jangan kejar aku Wiro... jangan..."
"Bunga, jangan mundur. Ada jurang di belakangmu!" teriak
Wiro. Dara itu berpaling ke belakang. Tapi terlambat. Kaki kanannya
terpeleset dan tubuhnya melayang jatuh ke dalam jurang yang dalam.
Pekiknya mengumandang. Tapi teriakan Wiro lebih keras lagi.
"Bunga...!!"
Pendekar 212 tersentak dan dapatkan dirinya terduduk di atas
batu hitam diantara makam di pekuburan Batuwungkur.
"Ah... bermimpi aku rupanya..." kata pemuda ini termangu-
mangu. Di tangan kanannya maih tergenggam bunga kenanga senjata
Dewi Bunga Mayat.
"Bunga ini... Tadi aku menciumnya. Lalu jatuh tertidur dan
bermimpi. Apakah... apakah hanya ini satu-satunya cara aku dapat
bertemu dengan dia" Hanya dalam mimpi?"
Pendekar 212 merasa kelesuan menjalari seluruh tubuhnya.
Perlahan-lahan dia berdiri, memandang berkeliling. Lalu melangkah
ke tempat dia menambatkan kudanya. Bunga kenanga dengan penuh
hati-hati dimasukkannya ke dalam saku bajunya.
* * * Lembar ke 39 dari 78 lembar
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Misteri Dewi Bunga Mayat
DELAPAN SATU PEMANDANGAN ANEH jika sebuah kereta tertutup yang
Dewi Penyebar Maut V I I 1 Gento Guyon 24 Perisai Maut Tengkorak Maut 9
^