Wasiat Iblis 1
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis Bagian 1
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Wiro Sableng Wasiat Iblis SATU DUA penunggang kuda hentikan kuda masing-masing ketika tiba-tiba hujan turun
menerpa bumi. Walau tidak lebat namun hawa tanah basah yang naik ke udara menyekat liang
hidung membuat dua orang tadi mendengus beberapa kali.
"Tanda celaka apa pula ini! Hujan turun padahal matahari bersinar terik di atas
batok kepala!" Berkata penunggang kuda di sebelah kanan. Dia mengenakan pakaian
hitam berupa jubah panjang. Wajah dan kepalanya kelihatan aneh. Matanya sebelah kanan
besar membeliak tapi yang kiri kecil seolah terpejam. Kepalanya sulah namun hanya
sebelah kiri saja sedangkan sebelah kanan ditumbuhi rambut lebat. Pada keningnya terdapat
tiga buah guratan tegak. Guratan di sebelah tengah lebih tinggi dari dua di kiri kanan.
Kumis melintang dan berewok sangar liar menutupi hampir separuh wajahnya.
Jubah hitam, keadaan wajah dan kepala, tanda di kening serta sepasang mata yang
aneh merupakan tanda pengenal yang tidak dapat disangsikan lagi oleh orang-orang
rimba persilatan untuk adanya manusia satu ini. Dia adalah tokoh silat golongan hitam
dikenal dengan julukan Tiga Bayangan Setan.
Orang ini muncul membawa kegegeran dalam dunia persilatan sejak satu tahun
lalu. Kabarnya dia membabat banyak tokoh-tokoh silat di kawasan timur. Lalu
menghantam ke barat. Bahkan pesisir utara ikut disapunya. Selama malang
melintang tak satu lawanpun sanggup merobohkannya. Tiga Bayang Setan tak mempan senjata tajam
dan kebal terhadap pukulan sakti. Karenanya tidak salah kalau dia kini menjadi momok
nomor satu dalam rimba persilatan. Beberapa tokoh silat golongan putih berusaha
membuat perhitungan dengannya. Namun Tiga Bayangan Setan bukan saja berhasil lolos
bahkan dengan kejam dia menghabisi tokoh-tokoh silat yang berani menantangnya.
Penunggang kuda kedua mengenakan pakaian kain tebal robek-robek, dekil dan
bau. Dia duduk di atas punggung kuda sambil rangkapkan kedua tangannya di depan
dada. Lengannya ditumbuhi bulu-bulu lebat. Sebatas pergelangan tangan sampai ujung
jari, sepasang tangan orang ini tidak menyerupai tangan manusia melainkan berbentuk
kaki atau cakar elang raksasa berwarna merah dengan kuku-kuku runcing mencuat hitam
pekat mengerikan. Konon bentuk tangannya inilah yang membuat dia dijuluki Elang Setan.
Bicara soal tampang orang ini memiliki daging muka hancur rusak seperti dicacah.
Kelopak matanya sebelah bawah menggembung bengkak berwarna sangat merah dan
selalu basah. Di antara sepasang mata yang angker tapi juga menjijikkan itu
melintang hidung tinggi bengkok seperti paruh burung elang. Tak salah kalau dirinya
dijuluki Elang Setan. Dengan tangannya yang berbentuk cakar itu dia mampu mematahkan tombak,
pedang atau golok lawan. Dengan cakar setannya dia mampu membobol perut,
membongkar isi perut atau membetot lepas jantung lawan. Kabarnya kuku-kuku hitam
di ujung cakar mengandung racun sangat jahat. Jangankan terkena cengkeram, tergurat
saja sudah dapat membuat seseorang sekarat keracunan!
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Seperti Tiga Bayangan Setan, Elang Setan yang muncul hampir bersamaan setahun
lalu telah pula membuat heboh dunhia persilatan dengan melakukan pembunuhan-
pembunuhan atas diri tokoh-tokoh silat ternama. Dia sengaja mencari tokoh silat
tersohor untuk ditantang lalu dikalahkan dan dibunuh! Selama ini tak ada satu lawanpun
yang sanggup menghadapinya.
Antara Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan konon telah saling sumpah
mengangkat saudara satu dengan lainnya. Sumpah itu disertai upacara melukai
lengan masing-masing, lalu menempelkan luka setelah itu yang satu menghisap darah yang
lainnya! Jika dua Setan bergabung jadi satu dapat dibayangkan bahaya apa yang
kini tengah mengancam seantero dunia persilatan.
Hujan telah berhenti. Elang Setan usap-usap rambutnya yang basah dengan cakar
setannya. Dia memandang berkeliling.
"Kau benar saudaraku! Hujan turun matahari mencorong! Membawa alamat yang
tidak baik! Tapi apakah itu perlu ditakutkan"!"
Tiga Bayangan Setan tertawa lalu meludah ke tanah. "Kau tahu, kira-kira di
daerah mana kita saat ini"!"
Elang Setan memandang berkeliling dengan sepasang matanya yang berkelopak
gembung merah. "Sulit aku menebak. Tak kelihatan gunung tak nampak bukit. Namun
ancar-ancarnya kalau aku tak salah kita mungkin berada jauh di barat Gunung
Wilis." "Kalau dugaanmu benar berarti paling cepat saat matahari terbenam kita baru
sampai di Kartosuro," ujar Tiga Bayangan Setan pula.
"Kita teruskan perjalanan sekarang juga. Makin cepat sampai makin baik. Dadaku
selalu sesak kalau mengemban tugas seperti ini," berkata Elang Setan lalu
kembali dia mengusap rambutnya dengan jari-jari berbentuk cakar.
Tiga Bayangan Setan anggukkan kepala. "Perintah orang tua itu tidak boleh
diabaikan! Terus terang aku berfikir-fikir apa urusan sebenarnya dia menyuruh
kita menemui dirinya di Kartosuro..."
"Ini urusan pelik tapi rada-rada gila!" ujar Elang Setan. "Kita harus berjalan
dua hari dua malam hanya untuk memenuhi permintaan Jarot Ampel!"
"Aku juga tidak senang. Tapi jangan melupakan budi orang. Paling tidak Jarot
Ampel pernah menyelamatkan kita dari kematian waktu kita belum punya ilmu
sehebat sekarang."
Elang Setan menyeringai. "Kau tahu manusia-manusia macam apa kita sekarang
adanya Tiga Bayangan. Aneh terdengar di telingaku kalau kini kau bisa-bisaan
bicara segala macam budi orang!"
Tiga Bayangan Setan menyeringai. "Si tua Jarot Ampel itu bukan manusia
sembarangan. Aku punya firasat dia menyimpan satu rahasia terhadap kita. Siapa
tahu dia menyuruh kita datang ada sangkut pautnya dengan rahasia itu. Aku mau tanya, apa
menurutmu dia sudah memberikan seluruh kepandaiannya pada kita?"
Elang Setan tertawa. "Mana ada guru yang mewariskan seluruh kepandaiannya
pada sang murid. Paling tidak dia akan menyimpan satu ilmu andalan. Atau sebuah
senjata mustika atau benda sakti apa saja...
"Kita berangkat sekarang Elang Setan! Aku ingin tahu apa maunya orang tua itu!"
Tiga Bayangan Setan berkata lalu sentakkan tali kekang kuda tunggangannya.
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis SEPERTI yang dikatakan Tiga Bayangan Setan menjlang matahari tenggelam
mereka akhirnya sampai di Kartosuro. Cuaca mulai meremangi gelap dan udara
terasa dingin. "Tempat kediaman orang tua itu di kaki bukit tak jauh dari sini. Bagaimana kalau
kita mampir dulu di warung kopi untuk istirahat," Elang Setan berkata begitu
mereka sampai di persimpangan jalan di pinggiran Kartosuro.
"Aku paling suka bersenang-senang. Apalagi untuk urusan perut dan urusan bawah
perut...!" kata Tiga Bayang Setan lalu tertawa mengekeh. "Tapi sekali ini aku kira
kita menemui Jarot Ampel lebih dulu baru cari tempat untuk bersenang-senang. Bukan
sebaliknya!"
"Kalau kau tidak suka aku tidak memaksa. Kau berangkat saja duluan. Aku nanti
menyusul. Tenggorokanku seperti timah meleleh. Sekujur badanku letih. Aku perlu
istirahat dan meneguk secangkir kopi!"
Lalu tanpa banyak cerita lagi Elang Setan gebrak kudanya meninggalkan
persimpangan. Tiga Bayangan Setan gelengkan kepala. Dia memutar kudanya ke arah
timur. Hanya beberapa saat saja kedua orang itu berpisah, di kejauhan di depannya Tiga
Bayangan Setan melihat serombongan penunggang kuda mendatangi dengan cepat.
Jumlah mereka lebih dari sepuluh orang. Berpakaian seragam, beberapa di antaranya
membawa obor. "Pasukan Kerajaan..." kata Tiga Bayangan Setan dalam hati. "Siapa takutkan
mereka. Tapi mengingat urusan penting dengan guru ada baiknya aku menghindar
jangan sampai terlihat." Lelaki itu cepat menyelinapkan kudanya ke tepi jalan,
menghilang di balik semak belukar dan pepohonan, terlindung dalam udara yang mulai kelam.
Rombongan orang berkuda lewat dengan suara gemuruh dan kepulan debu. Di
belakang rombongan ternyata ada seorang berjubah kuning, bermuka pucat dengan
rongga mata dan pipi sangat cekung.
Tiga Bayangan Setan yang tadinya segera hendak melanjutkan perjalanan
mendadak hentikan kudanya. Dia mendongak sambil berfikir-fikir.
"Orang tua berjubah kuning itu.... Aku rasa-rasa mengenal dirinya." Tiga
Bayangan Setan berfikir keras. "Ah! Aku ingat. Dia pasti cecunguk yang bekerja
jadi penjilat di Keraton. Namanya Tubagus Kasatama, berasal dari barat. Bergelar Dewa
Berjubah Kuning Bertongkat Besi.... Gelar gila!" Tiga Bayangan Setan tertawa
sendiri. "Hemm.... ada apa malam-malam begini dia mau-mauan ikut rombongan pasukan
Kerajaan. Tadi di sebelah depan aku lihat ada seorang Perwira Tinggi. Pasti ada
urusan penting. Elang Setan sudah lama mencari cecunguk tua itu untuk ditantang dan
dihabisi. Kalau dia tidak mampir di Kartosuro tadi pasti dia sudah cari perkara menantang
tua bangka itu. Tubagus Kasatama, nasibmu memang bagus seperti namamu. Seharusnya
kau bakal meregang nyawa malam ini di tempat ini!"
Tiga Bayangan Setan keluar dari balik pepohonan siap meneruskan perjalanan.
Namun setelah memacu kudanya beberapa ketika mendadak muncul satu pikiran di
kepalanya. "Rombongan itu menuju ke Kartosuro. Elang Setan ada disana. Jangan-jangan...."
Orang berjubah hitam ini lantas saja putar kudanya, memacu binatang itu menuju
Kartosuro. * * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis DUA WARUNG kopi itu sebenarnya tidak pantas disebut warung. Selain bangunannya besar
pelayannya juga banyak. Saat itu pengunjung sedang ramai. Namun, begitu sosok
Elang Setan muncul di ambang pintu langsung semua tamu yang ada di situ menjadi bubar.
Mereka tak perlu tahu siapa adanya orang ini. Cukup dengan melihat tampangnya
yang hancur seperti bekas dicacah dihias dengan dua mata yang kelopaknya membeliak
merah serta sepasang tangannya yang berbentuk cakar runcing mengerikan, tanpa pikir
panjang semua tetamu serta merta berdiri lalu dengan ketakutan meninggalkan warung kopi
lewat pintu belakang bahkan ada yang langsung melompati jendela. Mereka pantas takut
setengah mati karena malam itu justru adalah malam Jum'at Kliwon di mana banyak
yang masih percaya pada malam seperti itu segala hantu dan setan gentayangan
seenaknya, terkadang memperlihatkan diri!
Elang Setan sesaat masih tegak di ambang pintu sambil bertolak pinggang dan
perhatikan orang-orang yang kabur. Lalu dia melangkah masuk, menghempaskan
tubuhnya di atas sebuah kursi kayu.
Para pelayan di warung kopi itu tak ada satupun berani mendatangi Elang Setan.
Mereka berkumpul ketakutan disatu sudut bersama pemilik warung. Orang-orang ini
jadi mengkerut ketika dari tenggorokan Elang Setan keluar suara menggeru.
"Aku hanya bicara satu kali! Apa tidak ada manusia melayani di tempat ini"!"
Habis berkata begitu Elang Setan hantamkan tangan kirinya ke atas meja kayu.
"Braaakkk!"
Empat kaki meja amblas ke lantai tapi tetap utuh! Papan meja sendiri hancur
berkeping-keping. Dari sini dapat dilihat bagaimana Elang Setan mampu
mengerahkan tenaga dalam tapi mengatur demikian rupa hingga tidak semua bagian meja
berantakan. Melihat apa yang terjadi, sebelum tamu seram itu menghancurkan benda-benda lain
yang ada dalam warung, seorang lelaki kerempeng bermuka bopeng cepat mendatangi.
"Orang jelek! Siapa kau"! Pelayan"!"
"Harap maafkan. Saya pemilik warung. Sa... saya siap melayani...."
Elang Setan menyeringai. "Nasibmu rupanya bagus. Muka buruk bopeng tapi rejeki
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
besar. Bisa punya warung sebesar ini. Lekas kau siapkan meja baru! Hidangkan
satu cangkir besar kopi manis! Bawa tekonya ke sini sekalian!"
Pemilik warung memberi isyarat pada para pelayan. Dua orang pelayan segera
membersihkan kepingan-kepingan papan meja yng hancur, mencabut empat kaki meja
yang masih menancap di lantai lalu meletakkan sebuah meja baru di hadapan Elang
Setan. Pada saat itulah dari arah pintu ada orang berkata.
"Sediakan dua cangkir tambahan! Kami sangat berkenan menemani tamu agung ini
minum bersama!"
Kepala Elang Setan tersentak. Dia cepat berpaling ke arah pintu. Dua orang
dilihatnya melangkah masuk, berjalan ke arah meja di mana dia duduk. Yang satu
seorang kakek bermuka pucat dan berpipi sangat cekung, mengenakan jubah kuning. Orang
kedua seorang Perwira Tinggi pasukan Kerajaan. Ikut masuk ke dalam warung bersama
mereka enam orang prajurit yang segera mengambil sikap mengurung. Di luar warung masih
ada beberapa prajurit lagi, berjaga-jaga dekat pintu depan, jendela-jendela dan
pintu belakang.
Elang Setan segera mencium gelagat tidak enak. Namun dia memperlihatkan sikap
tenang. Sepasang matanya yang berkelopak merah gembung menyoroti dua orang yang
melangkah ke arah mejanya. Lalu enak saja kedua orang ini duduk di hadapannya.
Elang PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Setan segera kenali kakek berjubah kuning tapi tidak mampu mengetahui siapa
adanya Perwira Tinggi di samping si kakek.
"Orang-orang hebat dari Kotaraja!" ujar Elang Setan setengah berseru. Mulutnya
menyunggingkan seringai buruk. "Aku tidak mengundang kalian minum-minum ataupun
bersenang-senang. Kalau mau minum silahkan saja, tapi bayar sendiri!"
Kakek berjubah kuning yaitu Tubagus Kasatama alias Dewa Berjubah Kuning
Bertongkat Besi tertawa lebar.
"Jangan takut," katanya. "Kami cukup banyak membawa uang. Katakan saja kau
mau minum apa mau makan apa. Kami membayar semuanya!"
"Ah, kalian orang-orang kaya rupanya. Kalian muncul membawa keberuntungan
bagiku. Katakan apa mau kalian?" bertanya Elang Setan.
Perwira Tinggi Kerajaan menjawab. "Kita minum saja dulu. Nanti masih banyak
waktu untuk bicara..." ucapan ini membuat Elang Setan jadi naik darah karena
merasa diremehkan. Dia hendak mendamprat dengan kata-kata kotor. Namun saat itu pemilik
warung muncul membawa sebuah teko besar serta tiga buah cangkir. Tiga cangkir
diletakkan masing-masing di hadapan tiga tamu. Lalu kopi hangat dalam teko
dituangkannya satu-persatu ke dalam tiga cangkir.
"Selera minumku tiba-tiba saja lenyap!" kata Elang Setan. "Silahkan kalian minum
berdua!" Perwira Tinggi yang duduk tepat di hadapan Elang Setan tersenyum. "Kami tidak
memaksa kalau kau tak mau minum. Cuma sayang, mungkin ini kali terakhir
menikmati kopi seenak ini. Mengapa disia-siakan?"
Sepasang mata gembung merah Elang Setan mendelik. Dari tenggorokannya keluar
sura menggembor.
"Perwira tinggi! Apa maksudmu dengan ucapan tadi"!" membentak Elang Setan.
"Ketahuilah kami datang membawa tugas untuk menangkapmu hidup-hidup
ataupun mati! Sayang temanmu yang bergelar Tiga Bayangan Setan itu tidak
bersamamu. Kalau dia ada, rejeki kami tentu lebih besar!" yang bicara adalah si kakek
bermuka cekung Tubagus Kasatama alias Dewa Berjubah Kuning.
Elang Setan tertawa lebar. Cairan yang membasahi kelopak matanya menetes dan
bergulir di kedua pipinya membuat Perwira Tinggi dan kakek berjubah kuning
merasa jijik. "Kopi sudah terhidang! Mengapa tidak diteguk" Apa mau menunggu sampai dingin
atau takut aku telah menyuruh orang memasukkan racun "!"
"Mana enak minum kopi hangat kalau tidak ditemani lawan bicara," menjawab
Perwira Tinggi.
Elang Setan kembali tertawa. "Kalau kalian memaksa aku rasa-rasa sungkan
menolak. Baiklah, aku minum duluan..."
Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi melihat Elang Setan ulurkan tangan
kanannya yang berbentuk cakar. Mereka menyangka orang ini akan memegang cangkir
kopi dan meneguk isinya. Ternyata Elang Setan cuma celupkan jari telunjuknya
yang berkuku panjang ke dalam cangkir. Kopi hangat dalam cangkir kelihatan beriak
lalu terdengan suara mendesis.
Baik Tubagus Kasatama maupun si Perwira Tinggi sama-sama menyembunyikan
kekagetan mereka ketika melihat bagaimana kopi dalam cangkir laksana disedot
perlahan- lahan habis hingga akhirnya cangkir tanah itu kosong!
"Enaknya kopi di warung ini..." kata Elang Setan sambil menggeliat. "Biar kuisi
lagi cangkirku."
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi mengira Elang Setan akan menuangkan
kopi di teko ke dalam cangkir. Tapi yang dilakukan Elang Setan kalau tadi dia
mencelupkan jari telunjuk kanannya maka kini dia memasukkan ujung tangan kirinya
ke dalam cangkir. Terdengar suara mendesis disusul suara benda cair mengucur.
Ketika Tubagus Kasatama dan sang Perwira melihat ke dalam cangkir ternyata sedikit demi
sedikit cangkir itu terisi kopi hangat yang mengepulkan asap berbau harum!
Baik Tubagus Kasatama maupun Perwira Tinggi dari Kartosuro itu sama-sama
memaklumi hanya orang memiliki kepandaian tinggi sekali yang mampu melakukan
seperti apa yang diperbuat Elang Setan. Maka keduanya serta merta mempertinggi
kewaspadaan. "Aku telah meneguk kopiku. Jika kalian tidak mau minum sebaiknya angkat kaki
saja dari warung ini. Tunggu aku di luar sana jika kalian memang punya urusan..."
Perwira Tinggi dan Tubagus Kasatama saling pandang.
"Orang sudah menawarkan. Rasanya tidak sopan kalau tidak memenuhi..." kata
Tubagus Kasatama pula. Sang Perwira tersenyum dan anggukkan kepala. Kedua orang
ini lantas memandang lekat-lekat pada cangkir kopi di hadapan mereka. Tidak menunggu
lama. Tiba-tiba dua cangkir itu naik ke atas, perlahan-lahan melayang ke muka si
kakek berjubah kuning dan Perwira di sebelahnya. Luar biasa! Jelas dua orang ini
memiliki kepandaian yang tidak kalah dengan Elang Setan. Ketika cangkir hanya tinggal
seujung jari dari mulut mereka, kedua orang ini segera membuka mulut siap untuk meneguk
kopi dalam cangkir. Namun tanpa setahu mereka di bawah kolong Elang Setan kepalkan
jari- jari kedua tangannya yang berbentuk cakar. Terjadilah hal yang tidak diduga oleh
dua orang dihadapannya. Gerakan cangkir yang mendekati mulut serta merta terhenti.
Tubagus Kasatama dan sang Perwira Tinggi segera maklum kalau orang
pergunakan kekuatan untuk membendung tenaga dalam mereka yang dikerahkan untuk
mengangkat cangkir. Keduanya lipat gandakan tenaga dalam masing-masing. Cangkir
kelihatan seperti hendak bergerak lagi tapi kembali tertahan begitu di bawah
meja Elang Setan kepalkan dua tangannya lebih kencang. Terjadi adu kekuatan tenaga dalam
yang hebat. Walau digempur dua lawan ternyata Elang Setan sanggup bertahan bahkan
menghantam. Bahu Tubagus Kasatama dan Perwira Tinggi itu kelihatan bergetar, mula-mula
perlahan lalu berubah tambah keras. Meski sadar kalau mereka tidak sanggup
bertahan namun untuk menyerah begitu saja tentu saja keduanya merasa malu. Lebih baik
terluka di dalam daripada menyerah!
Di bawah meja tiba-tiba Elang Setan buka kepalan kedua tangannya. Bersamaan
dengan itu tubuh Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi terhempas ke belakang.
Sebelum itu dua cangkir yang menggantung di udara pecah berantakan. Pecahan
cangkir dan kopi muncrat membasahi pakaian mereka. Sebagai orang persilatan cabang atas
meskipun sudah kena dihantam lawan, sebelum jatuh jungkir balik dari atas kursi
Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi cepat melesat ke atas. Sambil selamatkan diri dua
orang ini saling berikan isyarat. Karenanya begitu melayang turun mereka langsung
menyerang Elang Setan! Kakek berjubah kuning menghantam dengan mengebutkan lengan jubah sebelah
kanan. Sang Perwira melepaskan tendangan ke dada Elang Setan. Dua serangan ini
datangnya laksanan kilat. Tapi yang diserang tenang saja. Sesaat lagi angin
pukulan dahsyat dan tendangan akan mengenai sasaran baru dia membuat gerakan. Dua cakar
elang membabat ke depan. Cahaya hitam dan merah bertabur di udara.
"Awas! Cakar beracun!" teriak Tubagus Kasatama memberi ingat.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Wutttt! Wutttt"
"Breettt!"
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis TIGA PERWIRA Tinggi kerajaan itu merasa seolah nyawanya terbang ketika cakar kiri
Elang Setan merobek ujung celananya sebelah kanan. Keringat dingin memercik di
keningnya. Untung hanya pakaiannya yang disambar robek. Kalau sampai daging atau kulit
kakinya kena dicakar pasti cidera berat akan menimpa dirinya karena dia tahu betul kuku-
kuku hitam cakar setan itu mengandung racun teramat jahat!
Elang Setan tertawa mengekeh. Enak saja dia kemudian dudukkan diri di kursi.
Mengambil teko di atas meja lalu gluk-gluk-gluk! Dengan lahap dia meneguk kopi
hangat langsung dari teko hingga mulutnya berlepotan. Ketika Tubagus Kasatama dan si
Perwira Tinggi tegak di seberang meja dengan paras berubah, Elang Setan menyeringai. Dia
seka mulutnya dengan cakar tangan kiri. Dia putar kepalanya pada Perwira Tinggi di
sebelah kiri. Di antara dua lawan yang dihadapinya dia bisa menduga bahwa yang satu ini
memiliki ilmu lebih rendah dari pada kakek berjubah kuning. Maka diapun menggertak
membuat patah semangat lawan. "Apa kau pernah melihat merahnya jantungmu sendiri?"
Sang Perwira mendengus. "Mulutmu terlalu besar! Aku mau lihat apa kau masih
bisa bicara kalau nanti tubuhmu kusuruh kuliti lalu digarang dengan panas?"
Elang Setan tertawa mengekeh. Suara tawanya lenyap lalu tiba-tiba sekali dua
tangannya melesat ke depan.
"Awas serangan!" teriak Tubagus Kasatama. Dia tahu betul, sekali Elang Setan
melancarkan serangan cakar setannya jarang lawan bisa selamat. Sambil berteriak
kakek ini gerakkan tangan kanannya ke punggung jubah.
Saat itu tangan kiri Elang Setan menyambar melewati meja ke arah leher Perwira
Tinggi sementara tangan kanannya melesat lurus ke arah dada tepat di bagian
jantung! Jelas dia memang hendak berusaha menjebol dada dan membetot jantung lawannya!
Satu deru keras terdengar disertai membesetnya sinar hitam legam. Elang Setan
tersirap kaget ketika dirasakannya ada benda keras menindih dua lengannya. Dia
cepat menarik serangan tapi benda keras itu lebih cepat datangnya dan "braaakk!"
Dua lengan Elang Setan terhempas ke atas meja, ditindih keras oleh sebatang
tongkat besi yang salah satu ujungnya berbentuk runcing dn satunya lagi berupa
lingkaran pipih dengan pinggir setajam pisau! Inilah tongkat besi bernama "Wesi Ketaton"
yang merupakan senjata mustika andalan kakek berjuluk Dewa Berjubah Kuning Bertongkat
Besi. "Kurang ajar!" maki Elang Setan. Dia kerahkan tenaga dan tarik kedua tangannya.
Tapi tidak seperti diduganya, dia ternyata tidak mampu melepaskan tindihan
tongkat besi pada kedua lengannya. Malah tekanan tongkat semakin keras. Selagi dia berkutat
membebaskan dua lengannya dari samping Perwira Tinggi Kerajaan menyergap dengan
dua pukulan keras, satu ke dada, satu ke kepala Elang Setan.
Elang Setan meraung keras. Kalau saja dua lengannya tidak terjepit Wesi Ketaton
niscaya dua hantaman dahsyat tadi akan membuat tubuhnya mental. Pipi kirinya
tampak menggembung merah kena hajaran. Darah Elang Setan mendidih. Dengan lutut
kanannya dia hantam papan meja hingga hancur berantakan. Hancurnya papan meja membuat
lepas jepitan tongkat besi kakek berjubah kuning pada dua lengan. Sadar kalau dua
tangan lawan yang sangat berbahaya itu kini lepas bebas Tubagus Kasatama segera lancarkan
serangan. Tongkatnya lenyap berubah menjadi gulungan dan sambaran sinar hitam.
Perwira Tinggi Kerajaan tak tinggal diam. Dia segera pula lancarkan serangan
berupa pukulan-pukulan tangan kosong mengandung aji dan tenaga dalam tinggi.
Elang Setan terkurung rapat. Sulit baginya untuk meloloskan diri. Dari ganasnya
serangan dua PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis orang itu jelas mereka tidak perduli apakah Elang Setan bisa diringkus hidup-
hidup atau dalam keadaan jadi mayat!
Meski tenggelam dalam serangan-serangan mematikan Elang Setan bersikap tenang
bahkan untuk beberapa jurus di masih melayani gempuran dua lawan dengan masih
duduk di kursi kayu! "Manusia setan ini benar-benar luar biasa!" membatin Tubagus Kasatama. Dia
membentak keras lalu tongkat besinya diputar demikian rupa hingga warung itu
seolah dilanda badai. "Dewa Berjubah Kuning! Apa ini ilmu andalanmu yang terakhir?" seru Elang
Setan mengejek.
"Bukan terakhir bagiku tapi terakhir bagi jalan nafasmu!" balas berteriak Dewa
Berjubah Kuning. Ujung bulat tongkat Wesi Ketaton membabat ke arah leher Elang
Setan didahului sambaran hawa dingin mengidikkan, "Putus lehermu!" teriak si kakek.
"Hancur tongkatmu!" balas Elang Setan. Tangan kanannya mencelat ke atas. Bukan
saja untuk melindungi lehernya tapi sekaligus menangkap bagian tongkat di bawah
lingkaran pipih. Begitu tertangkap pergelangan tangannya segera diputar. Sekali
putar tongkat besi itu pasti akan patah! Tapi Elang Setan kecele. Tongkat lawan
ternyata benar-
benar senjata sakti mandraguna! Elang Setan tidak hilang akal. Sadar senjata
lawan tak bisa dipatahkan atau dihancurkannya maka dia tarik kuat-kuat tongkat itu. Karena
Tubagus Kasatama tak ingin senjatanya dirampas orang dan berusaha mempertahankan, tak
ampun tubuhnya ikut tertarik ke depan. Pada saat itulah kaki kanan Elang Setan melesat
ke depan. "Bukkk!"
Tubagus Kasatama merasa perutnya seperti pecah. Jeritan keras keluar dari
mulutnya. Tongkat terlepas dari tangan dan tubuhnya terpental dua tombak. Baru
saja kedua kakinya menginjak lantai warung dan masih dalam keadaan terhuyung-huyung
lawan datang menyergap. Elang Setan membuat gerakan aneh. Kedua tangannya
dikembangkan ke samping laksana sayap elang raksasa. Bersamaan dengan itu
tubuhnya berputar sebat.
"Craasss!"
Tangan kanan Tubagus Kastma yang terkembang karena berusaha mengimbangi
diri putus laksana dibabat senjata tajam. Orang tua ini terpekik. Belum habis
pekiknya tangan kiri Elang Setan ganti menghantam.
"Craasss!"
Kali ini cakar maut Elang Setan merobek pangkal leher dan dada si orang tua.
Darah membasahi jubah kuningnya. Meski tangan kanan putus dan leher serta dada
luka parah manusia berjuluk Dewa Berjubah Kuning ini masih tetap berdiri bahkan
berusaha melompati lawan sambil hantamkan tangan kirinya. Selarik sinar kuning menggebubu
menghantam Elang Setan, membuat kedua kakinya terangkat ke atas.
Elang Setan membentak keras. Dia cepat melompat sampai dua tombak. Begitu
menukik tangan kirinya menyambar.
"Craassss!"
Dada kiri Dewa Berjubah Kuning jebol. Jeritan si orang tua setinggi langit
mengerikan. Meski sadar kalau dia tidak akan lolos dari kematin karena
jantungnya sudah
kena cengkeram lawan namun dengan tangan kirinya dia masih berusaha balas
menghantam dan berhasil!
Dua sosok tubuh terbanting dan terkapar di lantai warung. Yang pertama sosok
Dewa Berjubah Kuning yang tak berkutik lagi, menemui ajal secara mengerikan
karena jantungnya tak ada lagi dalam rongga dada kirinya! Tak jauh dari mayat si kakek
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis menggeletak Elang Setan. Tangan kanannya memegangi perutnya yang terkena jotosan
lawan sedang tangan kirinya pegangi benda merah berdenyut-denyut. Itulah jantung
Dewa Berjubah Kuning!
Pemilik wrung kopi dan semua pelayan sama menggigil saking ngeri dan ketakutan
setengah mati melihat kejadian itu. Lain halnya dengan Perwira Tinggi Kerajaan.
Begitu melihat si orang tua menemui ajal dia cepat mengambil tongkat Wesi Ketaton.
Dengan senjata ini dia menyerbu Elang Setan yang saat itu tengah berusaha bangkit
membelakanginya. Bagian runcing tongkat ditusukkannya ke balok kepala Elang
Setan. Bagaimanapun tingginya ilmu Elang Setan namun dia masih belum sehebat
kawannya Tiga Bayangan Setan yang tak mempan pukulan sakti dan kebal senjata
tajam. Tusukan tongkat Wesi Ketaton pada batok kepalanya akan membunuhnya seketika.
Karena saat itu serangan datang dari belakang sekalipun. Elang Setan cepat mengetahui
dan sempat mengelak namun keadaannya sudah sangat terlambat.
Hanya sekejapan mata lagi tongkat Wesi Ketaton akan amblas menusuk batok
kepala Elang Setan tiba-tiba dari pintu warung melesat sosok berjubah hitam.
Mendahului sosok ini terlihat ada tiga bayangan hitam. Bayangan-bayangan ini berupa manusia
bertelanjang dada penuh bulu berkepala berbentuk raksasa berambut panjang riap-
riapan serta taring mencuat, memiliki sepasang mata besar merah. Tiga bayangan ini
seolah keluar dari kepala orang berjubah hitam itu. Bayangan yang di tengah melesat
paling cepat ke arah Perwira Tinggi yang tengah menghunjamkan tombak maut ke kepala Elang
Setan. Makhluk berkepala raksasa ini angkat tangan kanannya tinggi-tinggi lalu
menghantam. "Praaak!"
Perwira Tinggi Kerajaan itu tak pernah tahu siapa atau apa yang membunuhnya.
Tubuhnya terhempas ke lantai warung dengan kepala pecah.
"Syukur kau datang menolongku. Kalau tidak..." kata Elang Setan pada si jubah
hitam yang bukan lain adalah sobatnya si Tiga Bayangan Setan. Sesaat dia tegak
sambil pegangi perutnya yang masih terasa sakit.
"Kau masih mau minum kopi"!" ejek Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan hanya bisa menyeringai.
"Hampir saja kau minum kopi di akhirat!" ujar Tiga Bayangan Setan tandas. Dia
memutar tubuh. Sebelum melangkah ke pintu di berkata pada Elang Setan. "Ambil
tongkat besi hitam itu. Itu bukan senjata sembarangan. Pasti ada gunanya bagi kita!"
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis EMPAT HUJAN turun lebat bukan alang kepalang seolah langit di atas sana terbelah. Satu
bayangan putih berkelebat dalam kegelapan malam. Dia tengah berusaha mencari
tempat berteduh. Dari mulutnya, terdengar suara bergemeletakkan akibat gigil
kedinginan. Tapi
dari mulut itu juga berulang kali keluar makian kesal. "Hujan sialan!"
Dalam keadaan kuyup tubuh dan pakaian orang ini tiba-tiba melihat ada satu nyala
api di kejauhan. Menyangka itu adalah nyala lampu minyak rumah penduduk tanpa
pikir panjang dia segera berlari ke arah sana. Ternyata nyala api itu bukan lampu
minyak tanah melainkan nyala api sebuah obor yang bergoyang-goyang diterpa angin keras. Obor
ini terikat pada tiang bambu sebuah gubuk tanpa dinding yang atapnya bocor disana
sini. Di tengah gubuk berlantai tanah dan becek itu melintang batangan pohon. Orang
yang mencari tempat berteduh ini terperangah ketika dilihatnya di atas batang
kayu itu duduk terkantuk-kantuk seorang tua. Sepasang matanya sebentar terbuka sebentar
terpejam. Rambutnya yang awut-awutan sebagian telah basah oleh air hujan yang
menetes jauh dari atap bocor, begitu juga jubah hitamnya. Meski kebocoran seperti itu
tapi orang ini tidak berusaha untuk bergeser atau berpindah duduk.
"Orang tua aneh, tak bisa kutebak apa dia lelaki atau perempuan," kata orang
yang baru datang. Dia sendiri terpaksa berpindah tempat beberapa kali agar terhindar
dari kebocoran air hujan. "Berjubah hitam, tangan dan kaki tidak kelihatan. Bagaimana
aku harus menegurnya. Biar aku mendehem saja...." Berfikir begitu orang ini lalu
mendehem beberapa kali. Yang didehemi tidak memberi reaksi apa-apa. Kedua matanya masih
terus membuka dan memejam sedang bahu dan kepalanya terayun-ayun.
"Aku yakin dia belum tidur. Tapi mengapa tidak mendengar aku mendehem.
Mungkin tuli, bisa juga gagu...." Orang ini lalu berputar beberapa kali
mengelilingi orang
tua yang duduk di atas batang pohon. "Waktu matanya terbuka, dia pasti melihat
aku. Nyala api obor cukup terang. Tapi dia masih diam saja. Apa selain tuli dan gagu
dia juga buta"! Aku tidak percaya! Kalau kutegur paksa mungkin dia marah. Manusia macam
begini kelakuannya bisa aneh-aneh." Orang ini memutar otaknya lalu senyum-senyum
sendiri. Dari mulutnya kini terdengar suara siulan halus. Lalu mulutnya berucap.
"Uh... dingin-dingin begini perut rasanya lapar sekali. Untung masih ada
persediaan ubi rebus. Masih hangat lagi.... Hemm.... Enaknya kumakan saja sekarang
juga...." Sambil berkata begitu orang ini mengeruk ke balik pakaiannya mengambil
sesuatu. "Nah ini di.... Ubi rebus. Hangat asyik.... Pengganjal perut yang lapar.
Biar kukupas dulu kulitnya. Hemm... pasti enak.... Aduh besarnya ubi ini. Rasa-rasanya
tak habis kalau aku makan sendiri...!" Sambil berkata begitu dia melirik ke samping
lalu menyengir ketika melihat orang tua di atas batang kayu memutar kepalanya sedikit
sedang kedua matanya dibuka. Bibirnya berkomat-kamit berulang kali.
"Nah, nah... Jadi sampean rupanya tidak tuli dan tidak buta. Buktinya sampean
palingkan kepala mencari ubiku! Ha... ha.... Ha! Apakah sampean juga gagu-bisu"
Kurasa tidak 'kan"!"
Dua mata orang tua itu tampak membesar berkilat-kilat. Tampangnya yang penuh
kerut merengut tanda dia sadar kalau sudah kena ditipu orang. Ternyata dia
memang tidak gagu karena saat itu juga suara bentakannya menggeledek.
"Gubuk ini milik nenek moyangku! Diwariskan pada bapak moyangku! Bapak
moyangku mewariskan pada diriku! Orang muda, jangan berani macam-macam! Lekas
angkat kaki dari sini!"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Sesaat orang di hadapan si orang tua terperangah kaget. Bukan saja karena ucapan
orang tua itu tapi juga karena tidak mampu memastikan dari suara orang apakah
dia laki- laki atau perempuan. "Jelas dia punya kepandaian merubah suara!" berkata dia
dalam hati. Lalu dalam hati juga dia mengomel. "Perduli setan ini gubuk warisan siapa!" Lalu
pada orang tua itu dia berkata. "Ah, benar rupanya. Ternyata kau tidak gagu. Kau
marah tidak kubagi ubi rebus"! Lihat sendiri! Mana ada ubi rebus! Aku hanya mendustaimu!
Orang itu membuka ke dua tangannya lebar-lebar sambil terus tertawa.
"Kurang ajar betul dirimu! Pertama kau masuk ke gubukku tanpa permisi. Kedua
kau menipuku seolah punya ubi rebus hingga menganggu kantukku! Lekas bilang
siapa dirimu yang berani mencari mati"!"
"Walah, masakan numpang berteduh dan tertipu ubi saja balasannya sampai mati
segala"!"
"Aku bertanya siapa dirimu anak setan kurang ajar"!"
Yang ditanya kembali garuk-garuk kepala tapi menjawab juga. "Aku Wiro..."
"Hemm... ternyata namamu jelek. Kelakuanmu lebih jelek lagi, sejelek
tampangmu!" Orang tua di atas batang kayu mendengus. "Aku muak melihatmu!
Menyingkir dari hadapanku!" Habis berkata begitu orang tua ini lalu kibaskan
lengan jubah sebelah kiri.
"Wutttt!"
"Hai! Kenapa kau menghantamku"!" teriak pemuda di hadapan si orang tua yang
bukan lain adalah Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng.
"Makan ubimu!" teriak orang tua itu sambil putar pergelangan tangan kirinya.
"Astaga!"
Waktu tadi lengan jubah mengebut satu gelombang angin mengeluarkan hawa
dingin menderu, membabat ke arah perut Pendekar 212. Dia cepat menyingkir. Namun
putaran tangan kiri yang dilakukan orang tua membuat gelombang angin berputar
aneh. Wiro merasa seolah ada tangan besar dan kuat yang tak kelihatan menelikung
pinggangnya. Dia menghantam ke bawah dengan tangan kanan. Namun yang dipukulnya
hanya udara kosong. Di saat yang bersamaan tahu-tahu tubuhnya terangkat ke atas
lalu "brak!" Tubuh Wiro terbanting jatuh punggung ke tanah becek. Selgi Wiro
terhenyak kesakitan orang tua di atas batang kayu tertawa gelak-gelak.
"Sudah kau makan ubi rebusmu" Enak ya" Ha... ha... ha...!"
Perlahan-lahan Wiro bangkit berdiri. Pakaiannya basah dan kotor penuh tanah. Dia
tak bisa menerka apakah orang tua tak dikenal itu punya maksud jahat atau tidak.
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orang aneh seperti yang satu ini tak perlu diladeni. Lebih baik aku menyingkir saja
dari sini. Lagi
pula hujan mulai reda..." Wiro lalu keluar dari gubuk bocor itu. Namun baru
melangkah dua kali si orang tua tiba-tiba berseru.
"Hai! Kau sudah memakai gubukku untuk berteduh! Mana bayarannya!"
"Tua bangka brengsek!" maki murid Sinto Gendeng. Dia balikkan tubuh lalu
menyahuti. "Gubukmu bocor besar. Tak ada gunanya berteduh! Cukup aku membayar
dengan ucapan terima kasih saja!" Lalu tanpa perduli lagi Wiro lanjutkan
langkahnya. Pada saat itulah mendadak di belakangnya terdengan suara menderu. Ada sesuatu
melesat di udara, melayang ke arahnya! Cepat Wiro berpaling dan jadi sangat terkejut
ketika menyaksikan batangan kayu besar yang tadi diduduki si orang tua melayang di
udara setinggi kepala, siap menghantamnya.
Pendekar 212 rundukkan kepala sambil kerahkan pukulan sakti "kunyuk melempar
buah" lalu menghantam.
"Braakkk!"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Batang kayu mental dan hancur berkeping-keping. Terdengar suara tawa
mengekeh. Orang tua berjubah hitam itu tegak beberapa langkah di hadapan Wiro,
masih dibawah atap gubuk. Sambil bertolak pinggang dia berkata. "Berteduh tidak minta
permisi. Pergi tidak mau membayar! Batangan kayu kursi dan tempat ketiduranku malah kau
hancurkan! Kelakuanmu sudah keterlaluan!"
"Orang tua, jika aku salah harap maafkan!"
Mendengar ucapan Wiro orang tua itu kembali tertawa.
"Gampang betul mulutmu minta maaf! Pernahkah mulutmu itu makan manisan
api"!"
"Manisan api..." Eh, apa maksudmu"! Tanya Wiro. Selagi dia keheranan orang di
hadapannya menyambar obor yang terikat di tiang gubuk. Lalu "wusss... wusss...
wusss!" Dengan obor itu dia menyerang Wiro. Gerakannya cepat sekali. Serangan pertama
yang hampir membakar mukanya berhasil dielakkan oleh Wiro, begitu juga serangan kedua
ke arah perut. Tapi serangan berikutnya tak bisa dikelit. Dada baju putihnya
terkena sambaran
obor, langsung terbakar. Cepat Wiro tepuk-tepukkan tangan matikan obor, membuat
murid Sinto Gendeng tak bisa berdiam diri lagi. Sambil mengelak dia balas menyerang.
Dia berusaha membuat gerakan melebihi kecepatan lawan. Mula-mula Wiro memang bisa
mendesak namun beberpa jurus kemudian lawan bukan saja mementahkan jurus-jurus
silatnya malah serangan obornya sempat membakar tubuh dan sesekali menyambar
pipi kanannya hingga pemuda ini mengerenyit menahan sakit!
Tidak terasa dua puluh jurus berlalu cepat. Wiro semakin terdesak. Satu kali
ketika obor menusuk ke arah perutnya murid Sinto Gendeng melompat ke kiri. Dia sengaja
memukul dan menymbar tiang bambu penyanggah atap gubuk terdekat. Gubuk reot itu
miring hampir roboh. Wiro melesat ke luar gubuk dan menunggu sambil melintangkan
bambu di depan dada siap menghadapi lawan. Karena bambu yang dipegangnya lebih
panjang dari obor di tangan lawan, Wiro menyangka dia kini akan lebih mudah
menghadapi serangan. Tapi satu hal yang mengejutkan terjadi begitu dia coba
menusuk dengan bambu itu.
Lawan menyambuti serangannya. Menangkis dengan obor. Bagian atas obor sesaat
menempel di ujung bambu. Bambu itu serta merta terbakar. Orang tua mundur
selangkah. Sambil menyeringai dia meniup ke depan.
"Wusss!"
Api yang membakar ujung bambu, seperti bola tiba-tiba menggelinding sepanjang
bambu dan menyambar ke arah tangan dan muka Pendekar 212!
"Gila!" teriak murid Sinto Gendeng sambil melompat mundur dan cepat lepaskan
bambu yang dipegangnya tapi masih terlambat. Gelundungan bola api menyambar ke
arah mukanya. Wiro menunduk.
"Wusss!"
Kain putih pengikat kepalanya dan sebagian rambutnya di atas telinga kiri masih
sempat terbakar. Daun telinganya terasa panas sakit bukan main.
"Orang tidak main-main. Dia punya maksud untuk mencelakaiku. Bukan mustahil
kehadirannya di tempat ini memang sengaja menghadangku!"
Berfikir sampai di situ Wiro segera mendahului menyerang. Si orang tua sambut
dengan putaran obor.
"Lihat serangan!" teriak murid Sinto Gendeng
Lawan tertawa tergelak. "Serangan apa"! Aku tidak melihat serangan apa-apa.
Yang kulihat kau menari tak karuan seperti monyet terbakar buntut!"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Menerima ejekan itu Pendekar 212 jadi penasaran sekali. Dia segera keluarkan
jurus-jurus ilmu silat terhebatnya. Serangan dibuka dengan jurus "orang gila
mengebut lalat" yang membuat obor di tangan lawan bergoyang keras tapi tak bisa dibuat
mental bahkan padampun tidak. Melihat ini murid Sinto Gendeng susul dengan jurus serta
pukulan sakti bernama "angin puyuh". Sebelumnya jarang Wiro mengeluarkan ilmu
pukulan ini. Di malam yang gelap angin pukulannya mengeluarkan suara menderu
keras. Gubuk reyot berderak-derak. Dihadapannya si orang tua kelihatan tertegun. Jubah
hitamnya berkibar-kibar dan kedua kakinya terangkat ke atas.
"Huh! Ilmumu cukup bagus untuk menakut-nakuti anak kecil!" ejek si orang tua.
Dia angkat tangan kirinya dengan telunjuk mengacung lurus ke atas. Seperti
tersedot angin pukulan sakti Pendekar 212 sedikit demi sedikit amblas masuk ke dalam jari!
Meski terkejut bukan kepalang namun sadar kalau dia tidak boleh memberi
kesempatan. Didahului dengan jurus "ular naga menggelung bukit" Wiro kembali
lancarkan serangan. Kaki kanannya melesat. Ini merupakan serangan tipuan karena
begitu orang bergerak menghindar tubuh Wiro melesat ke depan dengan dua tangan
terpentang, menyambar laksana kilat ke leher lawan! Ini satu serangan sangat berbahaya. Tapi
si orang tua sambut serangan itu dengan tawa bergelak lalu secepat kilat dia membuat
gerakan aneh. Tubuhnya melenting ke belakang tapi kedua kakinya tidak bergeser dari
kedudukan semula. Begitu dua tangan Wiro menyambar dia tusukkan obor ke arah perut Wiro
sedang tangan kiri menjotos ke dada!
"Ah! Wiro keluarkan seruan tertahan. Dia tak habis pikir. Serangannya tadi
dengan gerakan cepat luar biasa, tapi lawan mementahkannya begitu mudah. Sambil
kertakkan rahang murid Sinto Gendeng bergerak ke samping lalu tiba-tiba sekali dia
membalik lancarkan jurus serangan bernama "di balik gunung memukul halilintar". Dua
lengannya berputar laksana baling-baling. Menghantam ke arah lawan. Salah satu dari lengan
itu tidak dapat tidak pasti akan mendarat di tubuh lawan. Tapi apa lacur. Tiba-tiba sekali
orang tua berjubah hitam melesat ke udara sambil menotokkan obornya ke batok kepala Wiro!
Wiro sadar bahaya maut yang mengancamnya. Dengan gerakan kilat dia
menghindar dengan keluarkan jurus "kepala naga menyusup awan". Begitu obor lewat
hanya seujung kuku di samping kepalanya Wiro jatuhkan diri ke tanah, berguling
dua kali. Pada gulingan ketiga dia berbalik dan hantamkan tangan kanannya.
Sinar terang benderang berkelebat menyilaukan disertai menebarnya hawa panas.
Murid Sinto Gendeng ternyata telah lepaskan pukulan sakti "sinar matahari".
Di seberang sana di depan gubuk orang tua berjubah hitam keluarkan seruan keras.
Tubuhnya berkelebat lenyap sebelum pukulan maut itu menghantam dirinya. Pukulan
sinar matahari melabrak gubuk terus menghantam semak belukar dan pepohonan di
sekitarnya. Serta merta gubuk dan semak belukar tenggelam dalam kobaran api sedang pohon-
pohon hangus. Dari sini bisa dilihat bagaimana kehebatan pukulan sakti yang dilepaskan
murid Sinto Gendeng. Semua benda yang dilanda pukulan itu terbakar padahal dalam
keadaan basah akibat kehujanan! Namun apa gunanya semua kehebatan itu kalau dia tidak
mampu menghajar lawan! Wiro kertakkan rahang.
"Sialan! Kemana lenyapnya manusia itu?" ujar Wiro dalam hati.
Di belakangnya mendadak ada suara tawa mengekeh. Wiro berbalik cepat. Orang
tua berjubah hitam itu ternyata kini tegak hanya dua langkah saja di hadapannya!
Di tangan kanannya masih tergenggam bambu obor yang setengahnya berada dalam keadaan
hancur. "Pukulanku hanya mampu menghancurkan ujung obor...." membatin Wiro.
"Anak muda, apa kau masih punya ilmu kepandaian lain yang hendak kau
perlihatkan padaku"!"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Ejekan itu membuat panas telinga Pendekar 212. Tanpa menunggu lebih lama.
Didahului dengan bentakan keras murid Sinto Gendeng menggebrak ke depan,
lancarkan serangan berupa jotosan kiri kanan mengandung tenaga dalam penuh!
"Traakk!"
Potongan bambu obor di tangan orang tua berjubah hitam hancur berantakan
sewaktu dipergunakan untuk menangkis. Tinju kanan Wiro terus melesat menghantam
dadanya dengan telak. Selagi tubuh lawan terhuyung-huyung Wiro susul menyodokkan
tinju kirinya ke lambung. Tubuh orang tua itu terlipat ke depan. Secepat kilat
Wiro kembali menggebuk dengan tangan kanan. Kali ini yang di arahnya adalah muka lawan.
Hantamannya mendarat tepat di kening orang tua itu hingga tubuhnya terjengkang
di tanah.! "Gila! Tiga pukulanku menghantamnya telak! Dia tidak cidera sedikitpun! Malah
menyeringai!"
Selagi Wiro terheran-heran, dengan satu gerakan aneh tubuh yang terjengkang di
tanah itu tiba-tiba melenting ke udara. Tahu-tahu sepasang kakinya telah
menjapit leher Wiro. Bau pesing! Itu yang tercium oleh Wiro. Dia berusaha menjotos tubuh lawan
sambil mencoba melepaskan lehernya dari japitan sepasang kaki. Namun terlambat. Tubuh
si orang tua berputar ke kanan. Akibatnya Wiro ikut terpuntir keras dan terbanting
ke tanah. "Uh...! Benar-benar edan. Copot kepalaku!" keluh Pendekar 212. Untuk beberapa
saat dia hanya bisa terkapar diam di tanah. Kepalanya mendenyut sakit. Lehernya
seperti putus dan pemandangannya berkunang-kunang. Pada saat itulah lawan mendatangi,
mencekal leher bajunya. Tangan kiri menarik tubuhnya ke atas, tangan kanan
memukul! "Bukkk!"
Pendekar 212 merasa kepalanya seperti meledak. Setelah itu segala sesuatunya
menghitam gelap. Dia roboh meliuk di tanah becek. Di hadapannya orang tua
berjubah hitam menyeringai, lalu meludah ke tanah.
Ludah itu bercampur darah. Ternyata pukulan-pukulan yang dilepaskan Wiro tadi
ada yang membuat cidera tubuhnya di bagian dalam. Orang tua ini agaknya
menyadari hal itu karena sambil melangkah pergi dia berulang kali mengusap dadanya sambil
salurkan tenaga dalam. Ketika Wiro sadar dari pingsannya hari telah terang. Matahari pagi yang
menerobos lewat daun-daun pepohonan menyilaukan matanya. Jangankan bergerak, membuka kedua
matanya saja terasa sakit. Lehernya seolah patah. Menelan ludah saja rasanya
sakit bukan main. Dadanya juga mendenyut sakit, mungkin ada tulang iganya yang cidera. Lalu
daun telinga kirinya masih terasa panas akibat sambaran api obor. Untuk beberapa lama
Wiro hanya bisa terkapar tak bergerak di tanah yang becek itu. Selang beberapa ketika
setelah mencoba berulang kali akhirnya dia mampu bangkit dan duduk menjelepok di tanah
walau masih terhuyung-huyung. Sehelai kertas yang tadinya terletak di dadanya jatuh ke
pangkuan. Perlahan-lahan sepasang mata pemuda itu terbuka.
"Walah, sudah siang rupanya. Uh... badanku serasa remuk!"
Pertama sekali Wiro melihat semak belukar lebat dan pohon-pohon tumbuh rapat di
hadapannya. Dia menoleh ke kiri. Tampak bekas-bekas gubuk yang kini telah punah
dimakan api berasal dari pukulan sinar matahari yang dilepaskannya malam tadi.
"Orang tua geblek berkepandaian tinggi itu, apa dia masih ada di tempat ini...?"
Wiro bertanya-tanya sambil memandang berkeliling. "Aneh, kehadirannya malam tadi
di tempat ini seperti sengaja menungguku. Dia menghajarku setengah mati tapi tidak
membunuh! Sialnya aku tidak mengenal siapa dirinya. Bahkan apa dia lelaki atau
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis perempuan saja aku tak bisa mengetahui! Apa yang harus kulakukan sekarang" Lebih
baik aku segera tinggalkan tempat celaka ini. Mencari mata air membersihkan diri.
Tenggorokanku serasa ditempeli besi panas. Haus sekali rasanya...."
Wiro berusaha bangkit. Pada saat itulah dia melihat lembaran kertas yang
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terletak di pangkuannya.
"Eh, apa pula ini" Hatinya bertanya-tanya. Dengan tangan kiri diambilnya kertas
itu. Ternyata di kertas yang lembab dan kotor itu ada serentetan tulisan. Walau
tulisan itu buruk sekali Wiro masih bisa membacanya.
Permainan belum selesai. Jika merasa penasaran silahkan datang ke puncak
Merbabu. "Pasti tua bangka sialan itu yang membuat surat ini! Apa mau dia sebenarnya"!
Lebih baik tidak kuladeni orang gila itu...." Wiro terdiam sesaat. Berfikir-fikir.
Lalu di mulutnya tersungging seraut senyum. "Hemmm.... Mungkin ada baiknya aku melayani
tantangannya. Mungkin dia sendiri yang masih penasaran. Tapi kalau betul mengapa
dia tidak menghabisi diriku sekaligus malam tadi...?" Wiro garuk-garuk kepala. "Ada
satu keanehan. Ada sesuatu terselubung dibalik semua kejadian ini...! Bisa baik tapi
mungkin sekali bisa mencelakai diriku!"
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis LIMA BUKIT kecil di sebelah timur Kartosuro itu masih terbungkus kegelapan dini hari.
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan hentikan kuda masing-masing.
"Sudah tiga kali kita mengitari bukit ini! Jarot Ampel tidak kelihatan mata
hidungnya!" berkata Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan pencongkan mulut. Sambil letakkan tongkat besi milik Tubagus
Kasatma yang diambilnya dia balas berkata. "Memang aneh. Dia menyuruh kita
datang. Tempat kediamannya kosong. Dicari-cari tidak bertemu. Kurasa...." Elang Setan
putuskan ucapannya. Di sebelah tiba-tiba tampak sebuah benda terang melesat ke udara.
"Tiga Bayangan! Lihat!" Elang Setan menunjuk ke langit di sebelah barat.
"Ada yang melempar benda terbakar ke udara! Jangan-jangan itu tanda isyarat dari
guru! Memberitahu di mana dia berada!"
"Kalau begitu lekas kita menuju ke sana!" kata Elang Setan pula seraya
menggebrak kudanya. Tiga Bayangan Setan cepat mengikuti.
"Ada nyala api di lereng bukit sebelah sana!" berseru Tiga Bayangan Setan. Elang
Setan berpaling ke arah yang ditunjuk. Memang betul ada nyala api disalah satu
lereng bukit. Nyala api itu kelihatan bergerak-gerak beberapa kali lalu padam.
"Kita menuju ke sana!" ujar Elang Setan.
Dua orang itu segera memacu kuda menaiki lereng bukit di mana tadi mereka
melihat ada nyala api. Naik ke atas sejauh mungkin seratus tombak disatu tempat
dua orang itu temukan tiga batangan kayu menancap di tanah. Pada ujung tiga kayu itu
masih terlihat nyala api yang telah meredup dan akhirnya padam.
"Ada sesuatu di sebelah sana..." bisik Elang Setan lalu turun dari kuda diikuti
oleh Tiga Bayangan Setan. Keduanya melangkah mendekati sebuah benda yang muncul di
permukaan tanah miring lereng bukit.
"Sumur batu...." desis Elang Setan begitu sampai di hadapan benda dalam
kegelapan. Yang ada di tempat itu memang sebuah sumur batu. Meskipun mulut sumur
sangat lebar namun ke dua orang itu tak dapat melihat apa yang ada dalam sumur
karena sangat gelap. Mereka juga tidak bisa menduga berapa kedalaman sumur itu.
"Aku mendengar seperti ada desisan halus dari dalam sumur..." kata Elang Setan.
"Jangan-jangan sumur ini sarang ular atau dihuni sejenis binatang buas!"
Tiga Bayangan Setan pegang daun telinganya kiri kanan dan pasang
pendengarannya. "Bukan ular, tak ada binatang di dalam sana. Itu suara angin.
Bisa terjadi karena dinding sumur batu tidak rata..."
"Apa yang harus kita lakukan sekarang" Guru Jarot Ampel masih tidak
kelihatan...!"
"Sebaiknya kita tunggu sampai hari terang," jawab Tiga Bayangan Setan.
Dari dalam sumur gelap tiba-tiba ada suara aneh. Mula-mula jauh datangnya seolah
dari dasar sumur yang gelap, lalu semakin keras seperti naik ke atas.
"Tiga Bayangan, kau dengar suara itu..." Jangan-jangan sumur ini dihuni setan
hantu belantara...!
"Kedengarannya sepert suara orang membaca mantera!" bisik Tiga Bayanga Setan
yang diam-diam merasa tercekat tapi tetap tenang dan penuh waspada. Dia
berbisik. "Siapkan pukulan untuk menghantam jika bahaya tiba-tiba muncul..."
Suara meracau seperti orang membaca mantera itu semakin keras, tambah keras
lalu tiba-tiba lenyap!
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan saling pandang. Selagi mereka sama tercekat
tiba-tiba ada suara mendesir. Dari dalam sumur muncul sebuah benda. Ketika dua
orang ini memperhatikan ternyata yang muncul adalah satu kepala manusia berambut putih
riap- riapan. Lalu kelihatan satu wajah pucat sangat tua, penuh keriputan. Sesaat
kemudian menyusul kelihatan bagian dada, perut dan pinggang. Di hadapan Tiga Bayangan
Setan dan Elang Setan kini muncul satu sosok kakek-kakek yang kemudian duduk berjuntai
di bibir sumur batu mengenakan jubah merah muda. Tubuhnya bungkuk dan bahunya naik
pertanda orang ini berusia tua sekali.
"Guru!" seru Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan begitu mereka kenali siapa
adanya sosok yang barusan keluar dari dalam sumur itu. Keduanya segera jatuhkan
diri berlutut. "Bagus! Kalian datang dalam waktu tepat! Terlambat sedikit saja kalian tidak
akan menemuiku lagi!" kata orang tua di tepi sumur. Saat itu dari dalam sumur tampak
keluar kabut tipis hingga untuk beberapa lamanya orang tua itu antara kelihatan dan
tidak. "Guru, kami sudah datang! Mohon petunjuk gerangan apa maksudmu memanggil
kami ke tempat ini?" Elang Setan ajukan pertanyaan.
Orang tua yang duduk di tepi sumur manggut-manggut. Perlahan-lahan dia angkat
kedua kakinya hingga kini di tepi sumur itu dia duduk bersila terbungkuk-bungkuk
seperti hendak rubuh jatuh masuk ke dalam sumur gelap.
"Waktu kita memang tidak banyak. Aku bicara langsung-langsung saja. Seratus
lima puluh tahun lebih hidup di permukaan bumi. Lebih dari seratus dua puluh
tahun malang melintang menyandang gelar Iblis Tanpa Bayangan. Semakin tua usiaku
semakin kurasa hidup ini seolah tak ada ujungnya! Lebih dari tujuh puluh lima tahun aku
membawa beban yang tidak pernah diketahui oleh orang luar, termasuk kalian berdua
sebagai murid- muridku..."
Ketika si orang tua bernama Jarot Ampel bergelar Iblis Tanpa Bayangan itu
hentikan ucapannya sesaat, Tiga Bayangan Setan beranikan diri membuka mulut.
"Guru, kami tidak mau berlaku lancang. Tapi jika memang kau punya beban
mengapa tidak memberitahu kepada kami" Mungkin kami bisa membantu memperingan
bebanmu?" Jarot Ampel gelengkan kepala. Wajahnya yang pucat keriput tampak redup.
Tenggorokannya turun naik. Lalu dia berkata. "Beban itu tidak dapat kuberikan
pada siapapun. Kalau kelak aku memberitahu maka saat itulah sampai ajalku!"
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan terkejut dan sama-sama saling pandang.
Ketika mereka berpaling pada orang tua itu, keduanya melihat si kakek membuka
pakaiannya di bagian dada hingga bagian depan tubuhnya yang bungkuk itu
tersingkap lebar. Pada dada orang tua ini kelihatan terikat sebuah benda yang ketika
diperhatikan ternyata adalah sebuah kitab tua. Demikian tuanya kitab ini baik sampulnya yang
berwarna hitam maupun bagian dalamnya tampak sudah gugus lapuk dimakan usia.
"Guru....Kitab apa yang terikat di dadamu?" tanya Tiga Bayangan Setan heran.
Elang Setan tak kalah herannya.
"Tujuh puluh lima tahun lebih aku membawa kitab ini. Tak boleh ada orang yang
tahu. Tak boleh kulepas dari ikatannya, apalagi membaca dan mempelajari isinya!
Pernah satu kali aku mencoba melanggar pantangan, mencoba mengintip apa isi kitab ini.
Akibatnya aku diserang demam panas selama sepuluh minggu...!"
"Kalau begitu pastilah kitab itu sebuah benda mustika sakti!" ujar Tiga Bayangan
Setan. PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Sakti dia atas sakti! Bebanku berat sekali. Memiliki tapi tidak bisa mengambil
manfaat. Namun sekarang aku segera akan bebas dari semua beban...."
"Guru, apa kau tidak tahu kitab apa itu adanya" Mengapa sampai kau dibebani
harus membawanya selama lebih dari separuh usiamu?" bertanya Elang Setan.
Wajah Jarot Ampel alias Iblis Tanpa Bayangan kembali menjadi redup. Suaranya
bergetar ketika menyahuti pertanyaan muridnya.
"Menurut orang yang memberikannya padaku kitab ini bernama Wasiat Iblis.
Berisi pelajaran ilmu kesaktian yang tidak ada duanya di dunia ini. Siapa
memiliki dan mengusasinya akan menjadi raja diraja dunia persilatan...!"
"Wasiat Iblis!" seru Tiga Bayangan Setan. "Kami sudah pernah mendengarnya!
Kalau begitu...!"
Jarot Ampel tersenyum, "Aku tahu apa yang ada dibenakmu Tiga Bayangan Setan.
Kau dan juga saudaramu itu tiba-tiba saja punya maksud ingin memiliki kitab ini.
Betul...?" Si orang tua gelengkan kepala. "Suratan mengatakan bahwa hanya ada satu
manusia yang boleh memiliki dan sekaligus mempelajari isinya. Manusia itu akan
datang sebelum seratus dari setelah kematianku..."
"Manusia itu, siapa dia guru?" tanya Elang Setan.
"Aku tidak tahu. Petunjuk hanya mengatakan bahwa orang itu seorang
berkepandaian sangat tinggi. Akan muncul seratus hari setelah aku mati..."
"Jadi kitab itu akan menjadi milik orang lain. Lalu apa perlunya guru menyuruh
kami datang ke sini "!" Pertanyaan Elang Setan bernada tidak enak.
"Jangan kalian kecewa. Bagaimanapun juga kitab ini tidak berjodoh dengan salah
satu dari kalian. Suratan sudah menentukan demikian. Kalian kusuruh datang
kemari karena setelah aku mati kalian berdua harus menjaga sumur batu ini sampai saat
munculnya orang yang ditakdirkan berjodoh dengan Wasiat Iblis ini..."
"Bagaimana kami tahu orangnya?" tanya Tiga Bayangan Setan.
"Kalian tak sanggup mengalahkannya. Hanya itu saja petunjuk yang aku bisa
berikan." Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan terdiam.
"Ada satu hal lagi. Jika orang itu telah mendapatkan kitab Wasiat Iblis ini maka
kalian berdua ditakdirkan akan menjadi pembantunya!"
Paras Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan langsung berubah.
"Kalau begitu apapun yang terjadi kami akan membunuhnya!" kata Elang Setan
pula. "Di alam akhirat aku mendoakan agar kalian mampu melakukan hal itu," jawab si
orang tua tersenyum tawar. Lalu dia menutup baju pakaiannya kembali. Kitab
Wasiat Iblis lenyap dari pemandangan dua anak muridnya.
"Murid-muridku, aku sudah siap pergi selama-lamanya. Jaga sumur batu ini baik-
baik!" Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan saling melirik lalu sama-sama menjawab.
"Tugas dari guru akan kami laksanakan! Kami akan menjaga sumur batu sebaik-
baiknya!" "Bagus! Kalau begitu selamat tinggal"
Habis berkata begitu kakek bernama Jarot Ampel bergelar Iblis Tanpa Bayangan
ini hantam kepalanya dengan tangan kanannya sendiri.
"Praaakkk!"
"Ah!" Tiga Bayangan Setan keluarkan seruan tertahan.
"Kita terlambat!" teriak Elang Setan.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Sebenarnya kedua orang ini sama-sama berniat hendak merampas kitab Wasiat
Iblis itu namun tidak kesampaian karena saat itu sang guru telah memukul rengkah
kepalanya sendiri. Tubuh Jarot Ampel melayang jatuh ke dalam sumur batu. Tiga
Bayangan Setan masih berusaha menggapai pakaiannya tapi luput.
Pendekar Sakti Suling Pualam 10 Joko Sableng Tabir Asmara Hitam Sepasang Pedang Iblis 26
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Wiro Sableng Wasiat Iblis SATU DUA penunggang kuda hentikan kuda masing-masing ketika tiba-tiba hujan turun
menerpa bumi. Walau tidak lebat namun hawa tanah basah yang naik ke udara menyekat liang
hidung membuat dua orang tadi mendengus beberapa kali.
"Tanda celaka apa pula ini! Hujan turun padahal matahari bersinar terik di atas
batok kepala!" Berkata penunggang kuda di sebelah kanan. Dia mengenakan pakaian
hitam berupa jubah panjang. Wajah dan kepalanya kelihatan aneh. Matanya sebelah kanan
besar membeliak tapi yang kiri kecil seolah terpejam. Kepalanya sulah namun hanya
sebelah kiri saja sedangkan sebelah kanan ditumbuhi rambut lebat. Pada keningnya terdapat
tiga buah guratan tegak. Guratan di sebelah tengah lebih tinggi dari dua di kiri kanan.
Kumis melintang dan berewok sangar liar menutupi hampir separuh wajahnya.
Jubah hitam, keadaan wajah dan kepala, tanda di kening serta sepasang mata yang
aneh merupakan tanda pengenal yang tidak dapat disangsikan lagi oleh orang-orang
rimba persilatan untuk adanya manusia satu ini. Dia adalah tokoh silat golongan hitam
dikenal dengan julukan Tiga Bayangan Setan.
Orang ini muncul membawa kegegeran dalam dunia persilatan sejak satu tahun
lalu. Kabarnya dia membabat banyak tokoh-tokoh silat di kawasan timur. Lalu
menghantam ke barat. Bahkan pesisir utara ikut disapunya. Selama malang
melintang tak satu lawanpun sanggup merobohkannya. Tiga Bayang Setan tak mempan senjata tajam
dan kebal terhadap pukulan sakti. Karenanya tidak salah kalau dia kini menjadi momok
nomor satu dalam rimba persilatan. Beberapa tokoh silat golongan putih berusaha
membuat perhitungan dengannya. Namun Tiga Bayangan Setan bukan saja berhasil lolos
bahkan dengan kejam dia menghabisi tokoh-tokoh silat yang berani menantangnya.
Penunggang kuda kedua mengenakan pakaian kain tebal robek-robek, dekil dan
bau. Dia duduk di atas punggung kuda sambil rangkapkan kedua tangannya di depan
dada. Lengannya ditumbuhi bulu-bulu lebat. Sebatas pergelangan tangan sampai ujung
jari, sepasang tangan orang ini tidak menyerupai tangan manusia melainkan berbentuk
kaki atau cakar elang raksasa berwarna merah dengan kuku-kuku runcing mencuat hitam
pekat mengerikan. Konon bentuk tangannya inilah yang membuat dia dijuluki Elang Setan.
Bicara soal tampang orang ini memiliki daging muka hancur rusak seperti dicacah.
Kelopak matanya sebelah bawah menggembung bengkak berwarna sangat merah dan
selalu basah. Di antara sepasang mata yang angker tapi juga menjijikkan itu
melintang hidung tinggi bengkok seperti paruh burung elang. Tak salah kalau dirinya
dijuluki Elang Setan. Dengan tangannya yang berbentuk cakar itu dia mampu mematahkan tombak,
pedang atau golok lawan. Dengan cakar setannya dia mampu membobol perut,
membongkar isi perut atau membetot lepas jantung lawan. Kabarnya kuku-kuku hitam
di ujung cakar mengandung racun sangat jahat. Jangankan terkena cengkeram, tergurat
saja sudah dapat membuat seseorang sekarat keracunan!
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Seperti Tiga Bayangan Setan, Elang Setan yang muncul hampir bersamaan setahun
lalu telah pula membuat heboh dunhia persilatan dengan melakukan pembunuhan-
pembunuhan atas diri tokoh-tokoh silat ternama. Dia sengaja mencari tokoh silat
tersohor untuk ditantang lalu dikalahkan dan dibunuh! Selama ini tak ada satu lawanpun
yang sanggup menghadapinya.
Antara Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan konon telah saling sumpah
mengangkat saudara satu dengan lainnya. Sumpah itu disertai upacara melukai
lengan masing-masing, lalu menempelkan luka setelah itu yang satu menghisap darah yang
lainnya! Jika dua Setan bergabung jadi satu dapat dibayangkan bahaya apa yang
kini tengah mengancam seantero dunia persilatan.
Hujan telah berhenti. Elang Setan usap-usap rambutnya yang basah dengan cakar
setannya. Dia memandang berkeliling.
"Kau benar saudaraku! Hujan turun matahari mencorong! Membawa alamat yang
tidak baik! Tapi apakah itu perlu ditakutkan"!"
Tiga Bayangan Setan tertawa lalu meludah ke tanah. "Kau tahu, kira-kira di
daerah mana kita saat ini"!"
Elang Setan memandang berkeliling dengan sepasang matanya yang berkelopak
gembung merah. "Sulit aku menebak. Tak kelihatan gunung tak nampak bukit. Namun
ancar-ancarnya kalau aku tak salah kita mungkin berada jauh di barat Gunung
Wilis." "Kalau dugaanmu benar berarti paling cepat saat matahari terbenam kita baru
sampai di Kartosuro," ujar Tiga Bayangan Setan pula.
"Kita teruskan perjalanan sekarang juga. Makin cepat sampai makin baik. Dadaku
selalu sesak kalau mengemban tugas seperti ini," berkata Elang Setan lalu
kembali dia mengusap rambutnya dengan jari-jari berbentuk cakar.
Tiga Bayangan Setan anggukkan kepala. "Perintah orang tua itu tidak boleh
diabaikan! Terus terang aku berfikir-fikir apa urusan sebenarnya dia menyuruh
kita menemui dirinya di Kartosuro..."
"Ini urusan pelik tapi rada-rada gila!" ujar Elang Setan. "Kita harus berjalan
dua hari dua malam hanya untuk memenuhi permintaan Jarot Ampel!"
"Aku juga tidak senang. Tapi jangan melupakan budi orang. Paling tidak Jarot
Ampel pernah menyelamatkan kita dari kematian waktu kita belum punya ilmu
sehebat sekarang."
Elang Setan menyeringai. "Kau tahu manusia-manusia macam apa kita sekarang
adanya Tiga Bayangan. Aneh terdengar di telingaku kalau kini kau bisa-bisaan
bicara segala macam budi orang!"
Tiga Bayangan Setan menyeringai. "Si tua Jarot Ampel itu bukan manusia
sembarangan. Aku punya firasat dia menyimpan satu rahasia terhadap kita. Siapa
tahu dia menyuruh kita datang ada sangkut pautnya dengan rahasia itu. Aku mau tanya, apa
menurutmu dia sudah memberikan seluruh kepandaiannya pada kita?"
Elang Setan tertawa. "Mana ada guru yang mewariskan seluruh kepandaiannya
pada sang murid. Paling tidak dia akan menyimpan satu ilmu andalan. Atau sebuah
senjata mustika atau benda sakti apa saja...
"Kita berangkat sekarang Elang Setan! Aku ingin tahu apa maunya orang tua itu!"
Tiga Bayangan Setan berkata lalu sentakkan tali kekang kuda tunggangannya.
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis SEPERTI yang dikatakan Tiga Bayangan Setan menjlang matahari tenggelam
mereka akhirnya sampai di Kartosuro. Cuaca mulai meremangi gelap dan udara
terasa dingin. "Tempat kediaman orang tua itu di kaki bukit tak jauh dari sini. Bagaimana kalau
kita mampir dulu di warung kopi untuk istirahat," Elang Setan berkata begitu
mereka sampai di persimpangan jalan di pinggiran Kartosuro.
"Aku paling suka bersenang-senang. Apalagi untuk urusan perut dan urusan bawah
perut...!" kata Tiga Bayang Setan lalu tertawa mengekeh. "Tapi sekali ini aku kira
kita menemui Jarot Ampel lebih dulu baru cari tempat untuk bersenang-senang. Bukan
sebaliknya!"
"Kalau kau tidak suka aku tidak memaksa. Kau berangkat saja duluan. Aku nanti
menyusul. Tenggorokanku seperti timah meleleh. Sekujur badanku letih. Aku perlu
istirahat dan meneguk secangkir kopi!"
Lalu tanpa banyak cerita lagi Elang Setan gebrak kudanya meninggalkan
persimpangan. Tiga Bayangan Setan gelengkan kepala. Dia memutar kudanya ke arah
timur. Hanya beberapa saat saja kedua orang itu berpisah, di kejauhan di depannya Tiga
Bayangan Setan melihat serombongan penunggang kuda mendatangi dengan cepat.
Jumlah mereka lebih dari sepuluh orang. Berpakaian seragam, beberapa di antaranya
membawa obor. "Pasukan Kerajaan..." kata Tiga Bayangan Setan dalam hati. "Siapa takutkan
mereka. Tapi mengingat urusan penting dengan guru ada baiknya aku menghindar
jangan sampai terlihat." Lelaki itu cepat menyelinapkan kudanya ke tepi jalan,
menghilang di balik semak belukar dan pepohonan, terlindung dalam udara yang mulai kelam.
Rombongan orang berkuda lewat dengan suara gemuruh dan kepulan debu. Di
belakang rombongan ternyata ada seorang berjubah kuning, bermuka pucat dengan
rongga mata dan pipi sangat cekung.
Tiga Bayangan Setan yang tadinya segera hendak melanjutkan perjalanan
mendadak hentikan kudanya. Dia mendongak sambil berfikir-fikir.
"Orang tua berjubah kuning itu.... Aku rasa-rasa mengenal dirinya." Tiga
Bayangan Setan berfikir keras. "Ah! Aku ingat. Dia pasti cecunguk yang bekerja
jadi penjilat di Keraton. Namanya Tubagus Kasatama, berasal dari barat. Bergelar Dewa
Berjubah Kuning Bertongkat Besi.... Gelar gila!" Tiga Bayangan Setan tertawa
sendiri. "Hemm.... ada apa malam-malam begini dia mau-mauan ikut rombongan pasukan
Kerajaan. Tadi di sebelah depan aku lihat ada seorang Perwira Tinggi. Pasti ada
urusan penting. Elang Setan sudah lama mencari cecunguk tua itu untuk ditantang dan
dihabisi. Kalau dia tidak mampir di Kartosuro tadi pasti dia sudah cari perkara menantang
tua bangka itu. Tubagus Kasatama, nasibmu memang bagus seperti namamu. Seharusnya
kau bakal meregang nyawa malam ini di tempat ini!"
Tiga Bayangan Setan keluar dari balik pepohonan siap meneruskan perjalanan.
Namun setelah memacu kudanya beberapa ketika mendadak muncul satu pikiran di
kepalanya. "Rombongan itu menuju ke Kartosuro. Elang Setan ada disana. Jangan-jangan...."
Orang berjubah hitam ini lantas saja putar kudanya, memacu binatang itu menuju
Kartosuro. * * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis DUA WARUNG kopi itu sebenarnya tidak pantas disebut warung. Selain bangunannya besar
pelayannya juga banyak. Saat itu pengunjung sedang ramai. Namun, begitu sosok
Elang Setan muncul di ambang pintu langsung semua tamu yang ada di situ menjadi bubar.
Mereka tak perlu tahu siapa adanya orang ini. Cukup dengan melihat tampangnya
yang hancur seperti bekas dicacah dihias dengan dua mata yang kelopaknya membeliak
merah serta sepasang tangannya yang berbentuk cakar runcing mengerikan, tanpa pikir
panjang semua tetamu serta merta berdiri lalu dengan ketakutan meninggalkan warung kopi
lewat pintu belakang bahkan ada yang langsung melompati jendela. Mereka pantas takut
setengah mati karena malam itu justru adalah malam Jum'at Kliwon di mana banyak
yang masih percaya pada malam seperti itu segala hantu dan setan gentayangan
seenaknya, terkadang memperlihatkan diri!
Elang Setan sesaat masih tegak di ambang pintu sambil bertolak pinggang dan
perhatikan orang-orang yang kabur. Lalu dia melangkah masuk, menghempaskan
tubuhnya di atas sebuah kursi kayu.
Para pelayan di warung kopi itu tak ada satupun berani mendatangi Elang Setan.
Mereka berkumpul ketakutan disatu sudut bersama pemilik warung. Orang-orang ini
jadi mengkerut ketika dari tenggorokan Elang Setan keluar suara menggeru.
"Aku hanya bicara satu kali! Apa tidak ada manusia melayani di tempat ini"!"
Habis berkata begitu Elang Setan hantamkan tangan kirinya ke atas meja kayu.
"Braaakkk!"
Empat kaki meja amblas ke lantai tapi tetap utuh! Papan meja sendiri hancur
berkeping-keping. Dari sini dapat dilihat bagaimana Elang Setan mampu
mengerahkan tenaga dalam tapi mengatur demikian rupa hingga tidak semua bagian meja
berantakan. Melihat apa yang terjadi, sebelum tamu seram itu menghancurkan benda-benda lain
yang ada dalam warung, seorang lelaki kerempeng bermuka bopeng cepat mendatangi.
"Orang jelek! Siapa kau"! Pelayan"!"
"Harap maafkan. Saya pemilik warung. Sa... saya siap melayani...."
Elang Setan menyeringai. "Nasibmu rupanya bagus. Muka buruk bopeng tapi rejeki
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
besar. Bisa punya warung sebesar ini. Lekas kau siapkan meja baru! Hidangkan
satu cangkir besar kopi manis! Bawa tekonya ke sini sekalian!"
Pemilik warung memberi isyarat pada para pelayan. Dua orang pelayan segera
membersihkan kepingan-kepingan papan meja yng hancur, mencabut empat kaki meja
yang masih menancap di lantai lalu meletakkan sebuah meja baru di hadapan Elang
Setan. Pada saat itulah dari arah pintu ada orang berkata.
"Sediakan dua cangkir tambahan! Kami sangat berkenan menemani tamu agung ini
minum bersama!"
Kepala Elang Setan tersentak. Dia cepat berpaling ke arah pintu. Dua orang
dilihatnya melangkah masuk, berjalan ke arah meja di mana dia duduk. Yang satu
seorang kakek bermuka pucat dan berpipi sangat cekung, mengenakan jubah kuning. Orang
kedua seorang Perwira Tinggi pasukan Kerajaan. Ikut masuk ke dalam warung bersama
mereka enam orang prajurit yang segera mengambil sikap mengurung. Di luar warung masih
ada beberapa prajurit lagi, berjaga-jaga dekat pintu depan, jendela-jendela dan
pintu belakang.
Elang Setan segera mencium gelagat tidak enak. Namun dia memperlihatkan sikap
tenang. Sepasang matanya yang berkelopak merah gembung menyoroti dua orang yang
melangkah ke arah mejanya. Lalu enak saja kedua orang ini duduk di hadapannya.
Elang PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Setan segera kenali kakek berjubah kuning tapi tidak mampu mengetahui siapa
adanya Perwira Tinggi di samping si kakek.
"Orang-orang hebat dari Kotaraja!" ujar Elang Setan setengah berseru. Mulutnya
menyunggingkan seringai buruk. "Aku tidak mengundang kalian minum-minum ataupun
bersenang-senang. Kalau mau minum silahkan saja, tapi bayar sendiri!"
Kakek berjubah kuning yaitu Tubagus Kasatama alias Dewa Berjubah Kuning
Bertongkat Besi tertawa lebar.
"Jangan takut," katanya. "Kami cukup banyak membawa uang. Katakan saja kau
mau minum apa mau makan apa. Kami membayar semuanya!"
"Ah, kalian orang-orang kaya rupanya. Kalian muncul membawa keberuntungan
bagiku. Katakan apa mau kalian?" bertanya Elang Setan.
Perwira Tinggi Kerajaan menjawab. "Kita minum saja dulu. Nanti masih banyak
waktu untuk bicara..." ucapan ini membuat Elang Setan jadi naik darah karena
merasa diremehkan. Dia hendak mendamprat dengan kata-kata kotor. Namun saat itu pemilik
warung muncul membawa sebuah teko besar serta tiga buah cangkir. Tiga cangkir
diletakkan masing-masing di hadapan tiga tamu. Lalu kopi hangat dalam teko
dituangkannya satu-persatu ke dalam tiga cangkir.
"Selera minumku tiba-tiba saja lenyap!" kata Elang Setan. "Silahkan kalian minum
berdua!" Perwira Tinggi yang duduk tepat di hadapan Elang Setan tersenyum. "Kami tidak
memaksa kalau kau tak mau minum. Cuma sayang, mungkin ini kali terakhir
menikmati kopi seenak ini. Mengapa disia-siakan?"
Sepasang mata gembung merah Elang Setan mendelik. Dari tenggorokannya keluar
sura menggembor.
"Perwira tinggi! Apa maksudmu dengan ucapan tadi"!" membentak Elang Setan.
"Ketahuilah kami datang membawa tugas untuk menangkapmu hidup-hidup
ataupun mati! Sayang temanmu yang bergelar Tiga Bayangan Setan itu tidak
bersamamu. Kalau dia ada, rejeki kami tentu lebih besar!" yang bicara adalah si kakek
bermuka cekung Tubagus Kasatama alias Dewa Berjubah Kuning.
Elang Setan tertawa lebar. Cairan yang membasahi kelopak matanya menetes dan
bergulir di kedua pipinya membuat Perwira Tinggi dan kakek berjubah kuning
merasa jijik. "Kopi sudah terhidang! Mengapa tidak diteguk" Apa mau menunggu sampai dingin
atau takut aku telah menyuruh orang memasukkan racun "!"
"Mana enak minum kopi hangat kalau tidak ditemani lawan bicara," menjawab
Perwira Tinggi.
Elang Setan kembali tertawa. "Kalau kalian memaksa aku rasa-rasa sungkan
menolak. Baiklah, aku minum duluan..."
Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi melihat Elang Setan ulurkan tangan
kanannya yang berbentuk cakar. Mereka menyangka orang ini akan memegang cangkir
kopi dan meneguk isinya. Ternyata Elang Setan cuma celupkan jari telunjuknya
yang berkuku panjang ke dalam cangkir. Kopi hangat dalam cangkir kelihatan beriak
lalu terdengan suara mendesis.
Baik Tubagus Kasatama maupun si Perwira Tinggi sama-sama menyembunyikan
kekagetan mereka ketika melihat bagaimana kopi dalam cangkir laksana disedot
perlahan- lahan habis hingga akhirnya cangkir tanah itu kosong!
"Enaknya kopi di warung ini..." kata Elang Setan sambil menggeliat. "Biar kuisi
lagi cangkirku."
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi mengira Elang Setan akan menuangkan
kopi di teko ke dalam cangkir. Tapi yang dilakukan Elang Setan kalau tadi dia
mencelupkan jari telunjuk kanannya maka kini dia memasukkan ujung tangan kirinya
ke dalam cangkir. Terdengar suara mendesis disusul suara benda cair mengucur.
Ketika Tubagus Kasatama dan sang Perwira melihat ke dalam cangkir ternyata sedikit demi
sedikit cangkir itu terisi kopi hangat yang mengepulkan asap berbau harum!
Baik Tubagus Kasatama maupun Perwira Tinggi dari Kartosuro itu sama-sama
memaklumi hanya orang memiliki kepandaian tinggi sekali yang mampu melakukan
seperti apa yang diperbuat Elang Setan. Maka keduanya serta merta mempertinggi
kewaspadaan. "Aku telah meneguk kopiku. Jika kalian tidak mau minum sebaiknya angkat kaki
saja dari warung ini. Tunggu aku di luar sana jika kalian memang punya urusan..."
Perwira Tinggi dan Tubagus Kasatama saling pandang.
"Orang sudah menawarkan. Rasanya tidak sopan kalau tidak memenuhi..." kata
Tubagus Kasatama pula. Sang Perwira tersenyum dan anggukkan kepala. Kedua orang
ini lantas memandang lekat-lekat pada cangkir kopi di hadapan mereka. Tidak menunggu
lama. Tiba-tiba dua cangkir itu naik ke atas, perlahan-lahan melayang ke muka si
kakek berjubah kuning dan Perwira di sebelahnya. Luar biasa! Jelas dua orang ini
memiliki kepandaian yang tidak kalah dengan Elang Setan. Ketika cangkir hanya tinggal
seujung jari dari mulut mereka, kedua orang ini segera membuka mulut siap untuk meneguk
kopi dalam cangkir. Namun tanpa setahu mereka di bawah kolong Elang Setan kepalkan
jari- jari kedua tangannya yang berbentuk cakar. Terjadilah hal yang tidak diduga oleh
dua orang dihadapannya. Gerakan cangkir yang mendekati mulut serta merta terhenti.
Tubagus Kasatama dan sang Perwira Tinggi segera maklum kalau orang
pergunakan kekuatan untuk membendung tenaga dalam mereka yang dikerahkan untuk
mengangkat cangkir. Keduanya lipat gandakan tenaga dalam masing-masing. Cangkir
kelihatan seperti hendak bergerak lagi tapi kembali tertahan begitu di bawah
meja Elang Setan kepalkan dua tangannya lebih kencang. Terjadi adu kekuatan tenaga dalam
yang hebat. Walau digempur dua lawan ternyata Elang Setan sanggup bertahan bahkan
menghantam. Bahu Tubagus Kasatama dan Perwira Tinggi itu kelihatan bergetar, mula-mula
perlahan lalu berubah tambah keras. Meski sadar kalau mereka tidak sanggup
bertahan namun untuk menyerah begitu saja tentu saja keduanya merasa malu. Lebih baik
terluka di dalam daripada menyerah!
Di bawah meja tiba-tiba Elang Setan buka kepalan kedua tangannya. Bersamaan
dengan itu tubuh Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi terhempas ke belakang.
Sebelum itu dua cangkir yang menggantung di udara pecah berantakan. Pecahan
cangkir dan kopi muncrat membasahi pakaian mereka. Sebagai orang persilatan cabang atas
meskipun sudah kena dihantam lawan, sebelum jatuh jungkir balik dari atas kursi
Tubagus Kasatama dan si Perwira Tinggi cepat melesat ke atas. Sambil selamatkan diri dua
orang ini saling berikan isyarat. Karenanya begitu melayang turun mereka langsung
menyerang Elang Setan! Kakek berjubah kuning menghantam dengan mengebutkan lengan jubah sebelah
kanan. Sang Perwira melepaskan tendangan ke dada Elang Setan. Dua serangan ini
datangnya laksanan kilat. Tapi yang diserang tenang saja. Sesaat lagi angin
pukulan dahsyat dan tendangan akan mengenai sasaran baru dia membuat gerakan. Dua cakar
elang membabat ke depan. Cahaya hitam dan merah bertabur di udara.
"Awas! Cakar beracun!" teriak Tubagus Kasatama memberi ingat.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Wutttt! Wutttt"
"Breettt!"
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis TIGA PERWIRA Tinggi kerajaan itu merasa seolah nyawanya terbang ketika cakar kiri
Elang Setan merobek ujung celananya sebelah kanan. Keringat dingin memercik di
keningnya. Untung hanya pakaiannya yang disambar robek. Kalau sampai daging atau kulit
kakinya kena dicakar pasti cidera berat akan menimpa dirinya karena dia tahu betul kuku-
kuku hitam cakar setan itu mengandung racun teramat jahat!
Elang Setan tertawa mengekeh. Enak saja dia kemudian dudukkan diri di kursi.
Mengambil teko di atas meja lalu gluk-gluk-gluk! Dengan lahap dia meneguk kopi
hangat langsung dari teko hingga mulutnya berlepotan. Ketika Tubagus Kasatama dan si
Perwira Tinggi tegak di seberang meja dengan paras berubah, Elang Setan menyeringai. Dia
seka mulutnya dengan cakar tangan kiri. Dia putar kepalanya pada Perwira Tinggi di
sebelah kiri. Di antara dua lawan yang dihadapinya dia bisa menduga bahwa yang satu ini
memiliki ilmu lebih rendah dari pada kakek berjubah kuning. Maka diapun menggertak
membuat patah semangat lawan. "Apa kau pernah melihat merahnya jantungmu sendiri?"
Sang Perwira mendengus. "Mulutmu terlalu besar! Aku mau lihat apa kau masih
bisa bicara kalau nanti tubuhmu kusuruh kuliti lalu digarang dengan panas?"
Elang Setan tertawa mengekeh. Suara tawanya lenyap lalu tiba-tiba sekali dua
tangannya melesat ke depan.
"Awas serangan!" teriak Tubagus Kasatama. Dia tahu betul, sekali Elang Setan
melancarkan serangan cakar setannya jarang lawan bisa selamat. Sambil berteriak
kakek ini gerakkan tangan kanannya ke punggung jubah.
Saat itu tangan kiri Elang Setan menyambar melewati meja ke arah leher Perwira
Tinggi sementara tangan kanannya melesat lurus ke arah dada tepat di bagian
jantung! Jelas dia memang hendak berusaha menjebol dada dan membetot jantung lawannya!
Satu deru keras terdengar disertai membesetnya sinar hitam legam. Elang Setan
tersirap kaget ketika dirasakannya ada benda keras menindih dua lengannya. Dia
cepat menarik serangan tapi benda keras itu lebih cepat datangnya dan "braaakk!"
Dua lengan Elang Setan terhempas ke atas meja, ditindih keras oleh sebatang
tongkat besi yang salah satu ujungnya berbentuk runcing dn satunya lagi berupa
lingkaran pipih dengan pinggir setajam pisau! Inilah tongkat besi bernama "Wesi Ketaton"
yang merupakan senjata mustika andalan kakek berjuluk Dewa Berjubah Kuning Bertongkat
Besi. "Kurang ajar!" maki Elang Setan. Dia kerahkan tenaga dan tarik kedua tangannya.
Tapi tidak seperti diduganya, dia ternyata tidak mampu melepaskan tindihan
tongkat besi pada kedua lengannya. Malah tekanan tongkat semakin keras. Selagi dia berkutat
membebaskan dua lengannya dari samping Perwira Tinggi Kerajaan menyergap dengan
dua pukulan keras, satu ke dada, satu ke kepala Elang Setan.
Elang Setan meraung keras. Kalau saja dua lengannya tidak terjepit Wesi Ketaton
niscaya dua hantaman dahsyat tadi akan membuat tubuhnya mental. Pipi kirinya
tampak menggembung merah kena hajaran. Darah Elang Setan mendidih. Dengan lutut
kanannya dia hantam papan meja hingga hancur berantakan. Hancurnya papan meja membuat
lepas jepitan tongkat besi kakek berjubah kuning pada dua lengan. Sadar kalau dua
tangan lawan yang sangat berbahaya itu kini lepas bebas Tubagus Kasatama segera lancarkan
serangan. Tongkatnya lenyap berubah menjadi gulungan dan sambaran sinar hitam.
Perwira Tinggi Kerajaan tak tinggal diam. Dia segera pula lancarkan serangan
berupa pukulan-pukulan tangan kosong mengandung aji dan tenaga dalam tinggi.
Elang Setan terkurung rapat. Sulit baginya untuk meloloskan diri. Dari ganasnya
serangan dua PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis orang itu jelas mereka tidak perduli apakah Elang Setan bisa diringkus hidup-
hidup atau dalam keadaan jadi mayat!
Meski tenggelam dalam serangan-serangan mematikan Elang Setan bersikap tenang
bahkan untuk beberapa jurus di masih melayani gempuran dua lawan dengan masih
duduk di kursi kayu! "Manusia setan ini benar-benar luar biasa!" membatin Tubagus Kasatama. Dia
membentak keras lalu tongkat besinya diputar demikian rupa hingga warung itu
seolah dilanda badai. "Dewa Berjubah Kuning! Apa ini ilmu andalanmu yang terakhir?" seru Elang
Setan mengejek.
"Bukan terakhir bagiku tapi terakhir bagi jalan nafasmu!" balas berteriak Dewa
Berjubah Kuning. Ujung bulat tongkat Wesi Ketaton membabat ke arah leher Elang
Setan didahului sambaran hawa dingin mengidikkan, "Putus lehermu!" teriak si kakek.
"Hancur tongkatmu!" balas Elang Setan. Tangan kanannya mencelat ke atas. Bukan
saja untuk melindungi lehernya tapi sekaligus menangkap bagian tongkat di bawah
lingkaran pipih. Begitu tertangkap pergelangan tangannya segera diputar. Sekali
putar tongkat besi itu pasti akan patah! Tapi Elang Setan kecele. Tongkat lawan
ternyata benar-
benar senjata sakti mandraguna! Elang Setan tidak hilang akal. Sadar senjata
lawan tak bisa dipatahkan atau dihancurkannya maka dia tarik kuat-kuat tongkat itu. Karena
Tubagus Kasatama tak ingin senjatanya dirampas orang dan berusaha mempertahankan, tak
ampun tubuhnya ikut tertarik ke depan. Pada saat itulah kaki kanan Elang Setan melesat
ke depan. "Bukkk!"
Tubagus Kasatama merasa perutnya seperti pecah. Jeritan keras keluar dari
mulutnya. Tongkat terlepas dari tangan dan tubuhnya terpental dua tombak. Baru
saja kedua kakinya menginjak lantai warung dan masih dalam keadaan terhuyung-huyung
lawan datang menyergap. Elang Setan membuat gerakan aneh. Kedua tangannya
dikembangkan ke samping laksana sayap elang raksasa. Bersamaan dengan itu
tubuhnya berputar sebat.
"Craasss!"
Tangan kanan Tubagus Kastma yang terkembang karena berusaha mengimbangi
diri putus laksana dibabat senjata tajam. Orang tua ini terpekik. Belum habis
pekiknya tangan kiri Elang Setan ganti menghantam.
"Craasss!"
Kali ini cakar maut Elang Setan merobek pangkal leher dan dada si orang tua.
Darah membasahi jubah kuningnya. Meski tangan kanan putus dan leher serta dada
luka parah manusia berjuluk Dewa Berjubah Kuning ini masih tetap berdiri bahkan
berusaha melompati lawan sambil hantamkan tangan kirinya. Selarik sinar kuning menggebubu
menghantam Elang Setan, membuat kedua kakinya terangkat ke atas.
Elang Setan membentak keras. Dia cepat melompat sampai dua tombak. Begitu
menukik tangan kirinya menyambar.
"Craassss!"
Dada kiri Dewa Berjubah Kuning jebol. Jeritan si orang tua setinggi langit
mengerikan. Meski sadar kalau dia tidak akan lolos dari kematin karena
jantungnya sudah
kena cengkeram lawan namun dengan tangan kirinya dia masih berusaha balas
menghantam dan berhasil!
Dua sosok tubuh terbanting dan terkapar di lantai warung. Yang pertama sosok
Dewa Berjubah Kuning yang tak berkutik lagi, menemui ajal secara mengerikan
karena jantungnya tak ada lagi dalam rongga dada kirinya! Tak jauh dari mayat si kakek
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis menggeletak Elang Setan. Tangan kanannya memegangi perutnya yang terkena jotosan
lawan sedang tangan kirinya pegangi benda merah berdenyut-denyut. Itulah jantung
Dewa Berjubah Kuning!
Pemilik wrung kopi dan semua pelayan sama menggigil saking ngeri dan ketakutan
setengah mati melihat kejadian itu. Lain halnya dengan Perwira Tinggi Kerajaan.
Begitu melihat si orang tua menemui ajal dia cepat mengambil tongkat Wesi Ketaton.
Dengan senjata ini dia menyerbu Elang Setan yang saat itu tengah berusaha bangkit
membelakanginya. Bagian runcing tongkat ditusukkannya ke balok kepala Elang
Setan. Bagaimanapun tingginya ilmu Elang Setan namun dia masih belum sehebat
kawannya Tiga Bayangan Setan yang tak mempan pukulan sakti dan kebal senjata
tajam. Tusukan tongkat Wesi Ketaton pada batok kepalanya akan membunuhnya seketika.
Karena saat itu serangan datang dari belakang sekalipun. Elang Setan cepat mengetahui
dan sempat mengelak namun keadaannya sudah sangat terlambat.
Hanya sekejapan mata lagi tongkat Wesi Ketaton akan amblas menusuk batok
kepala Elang Setan tiba-tiba dari pintu warung melesat sosok berjubah hitam.
Mendahului sosok ini terlihat ada tiga bayangan hitam. Bayangan-bayangan ini berupa manusia
bertelanjang dada penuh bulu berkepala berbentuk raksasa berambut panjang riap-
riapan serta taring mencuat, memiliki sepasang mata besar merah. Tiga bayangan ini
seolah keluar dari kepala orang berjubah hitam itu. Bayangan yang di tengah melesat
paling cepat ke arah Perwira Tinggi yang tengah menghunjamkan tombak maut ke kepala Elang
Setan. Makhluk berkepala raksasa ini angkat tangan kanannya tinggi-tinggi lalu
menghantam. "Praaak!"
Perwira Tinggi Kerajaan itu tak pernah tahu siapa atau apa yang membunuhnya.
Tubuhnya terhempas ke lantai warung dengan kepala pecah.
"Syukur kau datang menolongku. Kalau tidak..." kata Elang Setan pada si jubah
hitam yang bukan lain adalah sobatnya si Tiga Bayangan Setan. Sesaat dia tegak
sambil pegangi perutnya yang masih terasa sakit.
"Kau masih mau minum kopi"!" ejek Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan hanya bisa menyeringai.
"Hampir saja kau minum kopi di akhirat!" ujar Tiga Bayangan Setan tandas. Dia
memutar tubuh. Sebelum melangkah ke pintu di berkata pada Elang Setan. "Ambil
tongkat besi hitam itu. Itu bukan senjata sembarangan. Pasti ada gunanya bagi kita!"
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis EMPAT HUJAN turun lebat bukan alang kepalang seolah langit di atas sana terbelah. Satu
bayangan putih berkelebat dalam kegelapan malam. Dia tengah berusaha mencari
tempat berteduh. Dari mulutnya, terdengar suara bergemeletakkan akibat gigil
kedinginan. Tapi
dari mulut itu juga berulang kali keluar makian kesal. "Hujan sialan!"
Dalam keadaan kuyup tubuh dan pakaian orang ini tiba-tiba melihat ada satu nyala
api di kejauhan. Menyangka itu adalah nyala lampu minyak rumah penduduk tanpa
pikir panjang dia segera berlari ke arah sana. Ternyata nyala api itu bukan lampu
minyak tanah melainkan nyala api sebuah obor yang bergoyang-goyang diterpa angin keras. Obor
ini terikat pada tiang bambu sebuah gubuk tanpa dinding yang atapnya bocor disana
sini. Di tengah gubuk berlantai tanah dan becek itu melintang batangan pohon. Orang
yang mencari tempat berteduh ini terperangah ketika dilihatnya di atas batang
kayu itu duduk terkantuk-kantuk seorang tua. Sepasang matanya sebentar terbuka sebentar
terpejam. Rambutnya yang awut-awutan sebagian telah basah oleh air hujan yang
menetes jauh dari atap bocor, begitu juga jubah hitamnya. Meski kebocoran seperti itu
tapi orang ini tidak berusaha untuk bergeser atau berpindah duduk.
"Orang tua aneh, tak bisa kutebak apa dia lelaki atau perempuan," kata orang
yang baru datang. Dia sendiri terpaksa berpindah tempat beberapa kali agar terhindar
dari kebocoran air hujan. "Berjubah hitam, tangan dan kaki tidak kelihatan. Bagaimana
aku harus menegurnya. Biar aku mendehem saja...." Berfikir begitu orang ini lalu
mendehem beberapa kali. Yang didehemi tidak memberi reaksi apa-apa. Kedua matanya masih
terus membuka dan memejam sedang bahu dan kepalanya terayun-ayun.
"Aku yakin dia belum tidur. Tapi mengapa tidak mendengar aku mendehem.
Mungkin tuli, bisa juga gagu...." Orang ini lalu berputar beberapa kali
mengelilingi orang
tua yang duduk di atas batang pohon. "Waktu matanya terbuka, dia pasti melihat
aku. Nyala api obor cukup terang. Tapi dia masih diam saja. Apa selain tuli dan gagu
dia juga buta"! Aku tidak percaya! Kalau kutegur paksa mungkin dia marah. Manusia macam
begini kelakuannya bisa aneh-aneh." Orang ini memutar otaknya lalu senyum-senyum
sendiri. Dari mulutnya kini terdengar suara siulan halus. Lalu mulutnya berucap.
"Uh... dingin-dingin begini perut rasanya lapar sekali. Untung masih ada
persediaan ubi rebus. Masih hangat lagi.... Hemm.... Enaknya kumakan saja sekarang
juga...." Sambil berkata begitu orang ini mengeruk ke balik pakaiannya mengambil
sesuatu. "Nah ini di.... Ubi rebus. Hangat asyik.... Pengganjal perut yang lapar.
Biar kukupas dulu kulitnya. Hemm... pasti enak.... Aduh besarnya ubi ini. Rasa-rasanya
tak habis kalau aku makan sendiri...!" Sambil berkata begitu dia melirik ke samping
lalu menyengir ketika melihat orang tua di atas batang kayu memutar kepalanya sedikit
sedang kedua matanya dibuka. Bibirnya berkomat-kamit berulang kali.
"Nah, nah... Jadi sampean rupanya tidak tuli dan tidak buta. Buktinya sampean
palingkan kepala mencari ubiku! Ha... ha.... Ha! Apakah sampean juga gagu-bisu"
Kurasa tidak 'kan"!"
Dua mata orang tua itu tampak membesar berkilat-kilat. Tampangnya yang penuh
kerut merengut tanda dia sadar kalau sudah kena ditipu orang. Ternyata dia
memang tidak gagu karena saat itu juga suara bentakannya menggeledek.
"Gubuk ini milik nenek moyangku! Diwariskan pada bapak moyangku! Bapak
moyangku mewariskan pada diriku! Orang muda, jangan berani macam-macam! Lekas
angkat kaki dari sini!"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Sesaat orang di hadapan si orang tua terperangah kaget. Bukan saja karena ucapan
orang tua itu tapi juga karena tidak mampu memastikan dari suara orang apakah
dia laki- laki atau perempuan. "Jelas dia punya kepandaian merubah suara!" berkata dia
dalam hati. Lalu dalam hati juga dia mengomel. "Perduli setan ini gubuk warisan siapa!" Lalu
pada orang tua itu dia berkata. "Ah, benar rupanya. Ternyata kau tidak gagu. Kau
marah tidak kubagi ubi rebus"! Lihat sendiri! Mana ada ubi rebus! Aku hanya mendustaimu!
Orang itu membuka ke dua tangannya lebar-lebar sambil terus tertawa.
"Kurang ajar betul dirimu! Pertama kau masuk ke gubukku tanpa permisi. Kedua
kau menipuku seolah punya ubi rebus hingga menganggu kantukku! Lekas bilang
siapa dirimu yang berani mencari mati"!"
"Walah, masakan numpang berteduh dan tertipu ubi saja balasannya sampai mati
segala"!"
"Aku bertanya siapa dirimu anak setan kurang ajar"!"
Yang ditanya kembali garuk-garuk kepala tapi menjawab juga. "Aku Wiro..."
"Hemm... ternyata namamu jelek. Kelakuanmu lebih jelek lagi, sejelek
tampangmu!" Orang tua di atas batang kayu mendengus. "Aku muak melihatmu!
Menyingkir dari hadapanku!" Habis berkata begitu orang tua ini lalu kibaskan
lengan jubah sebelah kiri.
"Wutttt!"
"Hai! Kenapa kau menghantamku"!" teriak pemuda di hadapan si orang tua yang
bukan lain adalah Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng.
"Makan ubimu!" teriak orang tua itu sambil putar pergelangan tangan kirinya.
"Astaga!"
Waktu tadi lengan jubah mengebut satu gelombang angin mengeluarkan hawa
dingin menderu, membabat ke arah perut Pendekar 212. Dia cepat menyingkir. Namun
putaran tangan kiri yang dilakukan orang tua membuat gelombang angin berputar
aneh. Wiro merasa seolah ada tangan besar dan kuat yang tak kelihatan menelikung
pinggangnya. Dia menghantam ke bawah dengan tangan kanan. Namun yang dipukulnya
hanya udara kosong. Di saat yang bersamaan tahu-tahu tubuhnya terangkat ke atas
lalu "brak!" Tubuh Wiro terbanting jatuh punggung ke tanah becek. Selgi Wiro
terhenyak kesakitan orang tua di atas batang kayu tertawa gelak-gelak.
"Sudah kau makan ubi rebusmu" Enak ya" Ha... ha... ha...!"
Perlahan-lahan Wiro bangkit berdiri. Pakaiannya basah dan kotor penuh tanah. Dia
tak bisa menerka apakah orang tua tak dikenal itu punya maksud jahat atau tidak.
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orang aneh seperti yang satu ini tak perlu diladeni. Lebih baik aku menyingkir saja
dari sini. Lagi
pula hujan mulai reda..." Wiro lalu keluar dari gubuk bocor itu. Namun baru
melangkah dua kali si orang tua tiba-tiba berseru.
"Hai! Kau sudah memakai gubukku untuk berteduh! Mana bayarannya!"
"Tua bangka brengsek!" maki murid Sinto Gendeng. Dia balikkan tubuh lalu
menyahuti. "Gubukmu bocor besar. Tak ada gunanya berteduh! Cukup aku membayar
dengan ucapan terima kasih saja!" Lalu tanpa perduli lagi Wiro lanjutkan
langkahnya. Pada saat itulah mendadak di belakangnya terdengan suara menderu. Ada sesuatu
melesat di udara, melayang ke arahnya! Cepat Wiro berpaling dan jadi sangat terkejut
ketika menyaksikan batangan kayu besar yang tadi diduduki si orang tua melayang di
udara setinggi kepala, siap menghantamnya.
Pendekar 212 rundukkan kepala sambil kerahkan pukulan sakti "kunyuk melempar
buah" lalu menghantam.
"Braakkk!"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Batang kayu mental dan hancur berkeping-keping. Terdengar suara tawa
mengekeh. Orang tua berjubah hitam itu tegak beberapa langkah di hadapan Wiro,
masih dibawah atap gubuk. Sambil bertolak pinggang dia berkata. "Berteduh tidak minta
permisi. Pergi tidak mau membayar! Batangan kayu kursi dan tempat ketiduranku malah kau
hancurkan! Kelakuanmu sudah keterlaluan!"
"Orang tua, jika aku salah harap maafkan!"
Mendengar ucapan Wiro orang tua itu kembali tertawa.
"Gampang betul mulutmu minta maaf! Pernahkah mulutmu itu makan manisan
api"!"
"Manisan api..." Eh, apa maksudmu"! Tanya Wiro. Selagi dia keheranan orang di
hadapannya menyambar obor yang terikat di tiang gubuk. Lalu "wusss... wusss...
wusss!" Dengan obor itu dia menyerang Wiro. Gerakannya cepat sekali. Serangan pertama
yang hampir membakar mukanya berhasil dielakkan oleh Wiro, begitu juga serangan kedua
ke arah perut. Tapi serangan berikutnya tak bisa dikelit. Dada baju putihnya
terkena sambaran
obor, langsung terbakar. Cepat Wiro tepuk-tepukkan tangan matikan obor, membuat
murid Sinto Gendeng tak bisa berdiam diri lagi. Sambil mengelak dia balas menyerang.
Dia berusaha membuat gerakan melebihi kecepatan lawan. Mula-mula Wiro memang bisa
mendesak namun beberpa jurus kemudian lawan bukan saja mementahkan jurus-jurus
silatnya malah serangan obornya sempat membakar tubuh dan sesekali menyambar
pipi kanannya hingga pemuda ini mengerenyit menahan sakit!
Tidak terasa dua puluh jurus berlalu cepat. Wiro semakin terdesak. Satu kali
ketika obor menusuk ke arah perutnya murid Sinto Gendeng melompat ke kiri. Dia sengaja
memukul dan menymbar tiang bambu penyanggah atap gubuk terdekat. Gubuk reot itu
miring hampir roboh. Wiro melesat ke luar gubuk dan menunggu sambil melintangkan
bambu di depan dada siap menghadapi lawan. Karena bambu yang dipegangnya lebih
panjang dari obor di tangan lawan, Wiro menyangka dia kini akan lebih mudah
menghadapi serangan. Tapi satu hal yang mengejutkan terjadi begitu dia coba
menusuk dengan bambu itu.
Lawan menyambuti serangannya. Menangkis dengan obor. Bagian atas obor sesaat
menempel di ujung bambu. Bambu itu serta merta terbakar. Orang tua mundur
selangkah. Sambil menyeringai dia meniup ke depan.
"Wusss!"
Api yang membakar ujung bambu, seperti bola tiba-tiba menggelinding sepanjang
bambu dan menyambar ke arah tangan dan muka Pendekar 212!
"Gila!" teriak murid Sinto Gendeng sambil melompat mundur dan cepat lepaskan
bambu yang dipegangnya tapi masih terlambat. Gelundungan bola api menyambar ke
arah mukanya. Wiro menunduk.
"Wusss!"
Kain putih pengikat kepalanya dan sebagian rambutnya di atas telinga kiri masih
sempat terbakar. Daun telinganya terasa panas sakit bukan main.
"Orang tidak main-main. Dia punya maksud untuk mencelakaiku. Bukan mustahil
kehadirannya di tempat ini memang sengaja menghadangku!"
Berfikir sampai di situ Wiro segera mendahului menyerang. Si orang tua sambut
dengan putaran obor.
"Lihat serangan!" teriak murid Sinto Gendeng
Lawan tertawa tergelak. "Serangan apa"! Aku tidak melihat serangan apa-apa.
Yang kulihat kau menari tak karuan seperti monyet terbakar buntut!"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Menerima ejekan itu Pendekar 212 jadi penasaran sekali. Dia segera keluarkan
jurus-jurus ilmu silat terhebatnya. Serangan dibuka dengan jurus "orang gila
mengebut lalat" yang membuat obor di tangan lawan bergoyang keras tapi tak bisa dibuat
mental bahkan padampun tidak. Melihat ini murid Sinto Gendeng susul dengan jurus serta
pukulan sakti bernama "angin puyuh". Sebelumnya jarang Wiro mengeluarkan ilmu
pukulan ini. Di malam yang gelap angin pukulannya mengeluarkan suara menderu
keras. Gubuk reyot berderak-derak. Dihadapannya si orang tua kelihatan tertegun. Jubah
hitamnya berkibar-kibar dan kedua kakinya terangkat ke atas.
"Huh! Ilmumu cukup bagus untuk menakut-nakuti anak kecil!" ejek si orang tua.
Dia angkat tangan kirinya dengan telunjuk mengacung lurus ke atas. Seperti
tersedot angin pukulan sakti Pendekar 212 sedikit demi sedikit amblas masuk ke dalam jari!
Meski terkejut bukan kepalang namun sadar kalau dia tidak boleh memberi
kesempatan. Didahului dengan jurus "ular naga menggelung bukit" Wiro kembali
lancarkan serangan. Kaki kanannya melesat. Ini merupakan serangan tipuan karena
begitu orang bergerak menghindar tubuh Wiro melesat ke depan dengan dua tangan
terpentang, menyambar laksana kilat ke leher lawan! Ini satu serangan sangat berbahaya. Tapi
si orang tua sambut serangan itu dengan tawa bergelak lalu secepat kilat dia membuat
gerakan aneh. Tubuhnya melenting ke belakang tapi kedua kakinya tidak bergeser dari
kedudukan semula. Begitu dua tangan Wiro menyambar dia tusukkan obor ke arah perut Wiro
sedang tangan kiri menjotos ke dada!
"Ah! Wiro keluarkan seruan tertahan. Dia tak habis pikir. Serangannya tadi
dengan gerakan cepat luar biasa, tapi lawan mementahkannya begitu mudah. Sambil
kertakkan rahang murid Sinto Gendeng bergerak ke samping lalu tiba-tiba sekali dia
membalik lancarkan jurus serangan bernama "di balik gunung memukul halilintar". Dua
lengannya berputar laksana baling-baling. Menghantam ke arah lawan. Salah satu dari lengan
itu tidak dapat tidak pasti akan mendarat di tubuh lawan. Tapi apa lacur. Tiba-tiba sekali
orang tua berjubah hitam melesat ke udara sambil menotokkan obornya ke batok kepala Wiro!
Wiro sadar bahaya maut yang mengancamnya. Dengan gerakan kilat dia
menghindar dengan keluarkan jurus "kepala naga menyusup awan". Begitu obor lewat
hanya seujung kuku di samping kepalanya Wiro jatuhkan diri ke tanah, berguling
dua kali. Pada gulingan ketiga dia berbalik dan hantamkan tangan kanannya.
Sinar terang benderang berkelebat menyilaukan disertai menebarnya hawa panas.
Murid Sinto Gendeng ternyata telah lepaskan pukulan sakti "sinar matahari".
Di seberang sana di depan gubuk orang tua berjubah hitam keluarkan seruan keras.
Tubuhnya berkelebat lenyap sebelum pukulan maut itu menghantam dirinya. Pukulan
sinar matahari melabrak gubuk terus menghantam semak belukar dan pepohonan di
sekitarnya. Serta merta gubuk dan semak belukar tenggelam dalam kobaran api sedang pohon-
pohon hangus. Dari sini bisa dilihat bagaimana kehebatan pukulan sakti yang dilepaskan
murid Sinto Gendeng. Semua benda yang dilanda pukulan itu terbakar padahal dalam
keadaan basah akibat kehujanan! Namun apa gunanya semua kehebatan itu kalau dia tidak
mampu menghajar lawan! Wiro kertakkan rahang.
"Sialan! Kemana lenyapnya manusia itu?" ujar Wiro dalam hati.
Di belakangnya mendadak ada suara tawa mengekeh. Wiro berbalik cepat. Orang
tua berjubah hitam itu ternyata kini tegak hanya dua langkah saja di hadapannya!
Di tangan kanannya masih tergenggam bambu obor yang setengahnya berada dalam keadaan
hancur. "Pukulanku hanya mampu menghancurkan ujung obor...." membatin Wiro.
"Anak muda, apa kau masih punya ilmu kepandaian lain yang hendak kau
perlihatkan padaku"!"
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Ejekan itu membuat panas telinga Pendekar 212. Tanpa menunggu lebih lama.
Didahului dengan bentakan keras murid Sinto Gendeng menggebrak ke depan,
lancarkan serangan berupa jotosan kiri kanan mengandung tenaga dalam penuh!
"Traakk!"
Potongan bambu obor di tangan orang tua berjubah hitam hancur berantakan
sewaktu dipergunakan untuk menangkis. Tinju kanan Wiro terus melesat menghantam
dadanya dengan telak. Selagi tubuh lawan terhuyung-huyung Wiro susul menyodokkan
tinju kirinya ke lambung. Tubuh orang tua itu terlipat ke depan. Secepat kilat
Wiro kembali menggebuk dengan tangan kanan. Kali ini yang di arahnya adalah muka lawan.
Hantamannya mendarat tepat di kening orang tua itu hingga tubuhnya terjengkang
di tanah.! "Gila! Tiga pukulanku menghantamnya telak! Dia tidak cidera sedikitpun! Malah
menyeringai!"
Selagi Wiro terheran-heran, dengan satu gerakan aneh tubuh yang terjengkang di
tanah itu tiba-tiba melenting ke udara. Tahu-tahu sepasang kakinya telah
menjapit leher Wiro. Bau pesing! Itu yang tercium oleh Wiro. Dia berusaha menjotos tubuh lawan
sambil mencoba melepaskan lehernya dari japitan sepasang kaki. Namun terlambat. Tubuh
si orang tua berputar ke kanan. Akibatnya Wiro ikut terpuntir keras dan terbanting
ke tanah. "Uh...! Benar-benar edan. Copot kepalaku!" keluh Pendekar 212. Untuk beberapa
saat dia hanya bisa terkapar diam di tanah. Kepalanya mendenyut sakit. Lehernya
seperti putus dan pemandangannya berkunang-kunang. Pada saat itulah lawan mendatangi,
mencekal leher bajunya. Tangan kiri menarik tubuhnya ke atas, tangan kanan
memukul! "Bukkk!"
Pendekar 212 merasa kepalanya seperti meledak. Setelah itu segala sesuatunya
menghitam gelap. Dia roboh meliuk di tanah becek. Di hadapannya orang tua
berjubah hitam menyeringai, lalu meludah ke tanah.
Ludah itu bercampur darah. Ternyata pukulan-pukulan yang dilepaskan Wiro tadi
ada yang membuat cidera tubuhnya di bagian dalam. Orang tua ini agaknya
menyadari hal itu karena sambil melangkah pergi dia berulang kali mengusap dadanya sambil
salurkan tenaga dalam. Ketika Wiro sadar dari pingsannya hari telah terang. Matahari pagi yang
menerobos lewat daun-daun pepohonan menyilaukan matanya. Jangankan bergerak, membuka kedua
matanya saja terasa sakit. Lehernya seolah patah. Menelan ludah saja rasanya
sakit bukan main. Dadanya juga mendenyut sakit, mungkin ada tulang iganya yang cidera. Lalu
daun telinga kirinya masih terasa panas akibat sambaran api obor. Untuk beberapa lama
Wiro hanya bisa terkapar tak bergerak di tanah yang becek itu. Selang beberapa ketika
setelah mencoba berulang kali akhirnya dia mampu bangkit dan duduk menjelepok di tanah
walau masih terhuyung-huyung. Sehelai kertas yang tadinya terletak di dadanya jatuh ke
pangkuan. Perlahan-lahan sepasang mata pemuda itu terbuka.
"Walah, sudah siang rupanya. Uh... badanku serasa remuk!"
Pertama sekali Wiro melihat semak belukar lebat dan pohon-pohon tumbuh rapat di
hadapannya. Dia menoleh ke kiri. Tampak bekas-bekas gubuk yang kini telah punah
dimakan api berasal dari pukulan sinar matahari yang dilepaskannya malam tadi.
"Orang tua geblek berkepandaian tinggi itu, apa dia masih ada di tempat ini...?"
Wiro bertanya-tanya sambil memandang berkeliling. "Aneh, kehadirannya malam tadi
di tempat ini seperti sengaja menungguku. Dia menghajarku setengah mati tapi tidak
membunuh! Sialnya aku tidak mengenal siapa dirinya. Bahkan apa dia lelaki atau
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis perempuan saja aku tak bisa mengetahui! Apa yang harus kulakukan sekarang" Lebih
baik aku segera tinggalkan tempat celaka ini. Mencari mata air membersihkan diri.
Tenggorokanku serasa ditempeli besi panas. Haus sekali rasanya...."
Wiro berusaha bangkit. Pada saat itulah dia melihat lembaran kertas yang
Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terletak di pangkuannya.
"Eh, apa pula ini" Hatinya bertanya-tanya. Dengan tangan kiri diambilnya kertas
itu. Ternyata di kertas yang lembab dan kotor itu ada serentetan tulisan. Walau
tulisan itu buruk sekali Wiro masih bisa membacanya.
Permainan belum selesai. Jika merasa penasaran silahkan datang ke puncak
Merbabu. "Pasti tua bangka sialan itu yang membuat surat ini! Apa mau dia sebenarnya"!
Lebih baik tidak kuladeni orang gila itu...." Wiro terdiam sesaat. Berfikir-fikir.
Lalu di mulutnya tersungging seraut senyum. "Hemmm.... Mungkin ada baiknya aku melayani
tantangannya. Mungkin dia sendiri yang masih penasaran. Tapi kalau betul mengapa
dia tidak menghabisi diriku sekaligus malam tadi...?" Wiro garuk-garuk kepala. "Ada
satu keanehan. Ada sesuatu terselubung dibalik semua kejadian ini...! Bisa baik tapi
mungkin sekali bisa mencelakai diriku!"
* * * PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis LIMA BUKIT kecil di sebelah timur Kartosuro itu masih terbungkus kegelapan dini hari.
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan hentikan kuda masing-masing.
"Sudah tiga kali kita mengitari bukit ini! Jarot Ampel tidak kelihatan mata
hidungnya!" berkata Tiga Bayangan Setan.
Elang Setan pencongkan mulut. Sambil letakkan tongkat besi milik Tubagus
Kasatma yang diambilnya dia balas berkata. "Memang aneh. Dia menyuruh kita
datang. Tempat kediamannya kosong. Dicari-cari tidak bertemu. Kurasa...." Elang Setan
putuskan ucapannya. Di sebelah tiba-tiba tampak sebuah benda terang melesat ke udara.
"Tiga Bayangan! Lihat!" Elang Setan menunjuk ke langit di sebelah barat.
"Ada yang melempar benda terbakar ke udara! Jangan-jangan itu tanda isyarat dari
guru! Memberitahu di mana dia berada!"
"Kalau begitu lekas kita menuju ke sana!" kata Elang Setan pula seraya
menggebrak kudanya. Tiga Bayangan Setan cepat mengikuti.
"Ada nyala api di lereng bukit sebelah sana!" berseru Tiga Bayangan Setan. Elang
Setan berpaling ke arah yang ditunjuk. Memang betul ada nyala api disalah satu
lereng bukit. Nyala api itu kelihatan bergerak-gerak beberapa kali lalu padam.
"Kita menuju ke sana!" ujar Elang Setan.
Dua orang itu segera memacu kuda menaiki lereng bukit di mana tadi mereka
melihat ada nyala api. Naik ke atas sejauh mungkin seratus tombak disatu tempat
dua orang itu temukan tiga batangan kayu menancap di tanah. Pada ujung tiga kayu itu
masih terlihat nyala api yang telah meredup dan akhirnya padam.
"Ada sesuatu di sebelah sana..." bisik Elang Setan lalu turun dari kuda diikuti
oleh Tiga Bayangan Setan. Keduanya melangkah mendekati sebuah benda yang muncul di
permukaan tanah miring lereng bukit.
"Sumur batu...." desis Elang Setan begitu sampai di hadapan benda dalam
kegelapan. Yang ada di tempat itu memang sebuah sumur batu. Meskipun mulut sumur
sangat lebar namun ke dua orang itu tak dapat melihat apa yang ada dalam sumur
karena sangat gelap. Mereka juga tidak bisa menduga berapa kedalaman sumur itu.
"Aku mendengar seperti ada desisan halus dari dalam sumur..." kata Elang Setan.
"Jangan-jangan sumur ini sarang ular atau dihuni sejenis binatang buas!"
Tiga Bayangan Setan pegang daun telinganya kiri kanan dan pasang
pendengarannya. "Bukan ular, tak ada binatang di dalam sana. Itu suara angin.
Bisa terjadi karena dinding sumur batu tidak rata..."
"Apa yang harus kita lakukan sekarang" Guru Jarot Ampel masih tidak
kelihatan...!"
"Sebaiknya kita tunggu sampai hari terang," jawab Tiga Bayangan Setan.
Dari dalam sumur gelap tiba-tiba ada suara aneh. Mula-mula jauh datangnya seolah
dari dasar sumur yang gelap, lalu semakin keras seperti naik ke atas.
"Tiga Bayangan, kau dengar suara itu..." Jangan-jangan sumur ini dihuni setan
hantu belantara...!
"Kedengarannya sepert suara orang membaca mantera!" bisik Tiga Bayanga Setan
yang diam-diam merasa tercekat tapi tetap tenang dan penuh waspada. Dia
berbisik. "Siapkan pukulan untuk menghantam jika bahaya tiba-tiba muncul..."
Suara meracau seperti orang membaca mantera itu semakin keras, tambah keras
lalu tiba-tiba lenyap!
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan saling pandang. Selagi mereka sama tercekat
tiba-tiba ada suara mendesir. Dari dalam sumur muncul sebuah benda. Ketika dua
orang ini memperhatikan ternyata yang muncul adalah satu kepala manusia berambut putih
riap- riapan. Lalu kelihatan satu wajah pucat sangat tua, penuh keriputan. Sesaat
kemudian menyusul kelihatan bagian dada, perut dan pinggang. Di hadapan Tiga Bayangan
Setan dan Elang Setan kini muncul satu sosok kakek-kakek yang kemudian duduk berjuntai
di bibir sumur batu mengenakan jubah merah muda. Tubuhnya bungkuk dan bahunya naik
pertanda orang ini berusia tua sekali.
"Guru!" seru Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan begitu mereka kenali siapa
adanya sosok yang barusan keluar dari dalam sumur itu. Keduanya segera jatuhkan
diri berlutut. "Bagus! Kalian datang dalam waktu tepat! Terlambat sedikit saja kalian tidak
akan menemuiku lagi!" kata orang tua di tepi sumur. Saat itu dari dalam sumur tampak
keluar kabut tipis hingga untuk beberapa lamanya orang tua itu antara kelihatan dan
tidak. "Guru, kami sudah datang! Mohon petunjuk gerangan apa maksudmu memanggil
kami ke tempat ini?" Elang Setan ajukan pertanyaan.
Orang tua yang duduk di tepi sumur manggut-manggut. Perlahan-lahan dia angkat
kedua kakinya hingga kini di tepi sumur itu dia duduk bersila terbungkuk-bungkuk
seperti hendak rubuh jatuh masuk ke dalam sumur gelap.
"Waktu kita memang tidak banyak. Aku bicara langsung-langsung saja. Seratus
lima puluh tahun lebih hidup di permukaan bumi. Lebih dari seratus dua puluh
tahun malang melintang menyandang gelar Iblis Tanpa Bayangan. Semakin tua usiaku
semakin kurasa hidup ini seolah tak ada ujungnya! Lebih dari tujuh puluh lima tahun aku
membawa beban yang tidak pernah diketahui oleh orang luar, termasuk kalian berdua
sebagai murid- muridku..."
Ketika si orang tua bernama Jarot Ampel bergelar Iblis Tanpa Bayangan itu
hentikan ucapannya sesaat, Tiga Bayangan Setan beranikan diri membuka mulut.
"Guru, kami tidak mau berlaku lancang. Tapi jika memang kau punya beban
mengapa tidak memberitahu kepada kami" Mungkin kami bisa membantu memperingan
bebanmu?" Jarot Ampel gelengkan kepala. Wajahnya yang pucat keriput tampak redup.
Tenggorokannya turun naik. Lalu dia berkata. "Beban itu tidak dapat kuberikan
pada siapapun. Kalau kelak aku memberitahu maka saat itulah sampai ajalku!"
Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan terkejut dan sama-sama saling pandang.
Ketika mereka berpaling pada orang tua itu, keduanya melihat si kakek membuka
pakaiannya di bagian dada hingga bagian depan tubuhnya yang bungkuk itu
tersingkap lebar. Pada dada orang tua ini kelihatan terikat sebuah benda yang ketika
diperhatikan ternyata adalah sebuah kitab tua. Demikian tuanya kitab ini baik sampulnya yang
berwarna hitam maupun bagian dalamnya tampak sudah gugus lapuk dimakan usia.
"Guru....Kitab apa yang terikat di dadamu?" tanya Tiga Bayangan Setan heran.
Elang Setan tak kalah herannya.
"Tujuh puluh lima tahun lebih aku membawa kitab ini. Tak boleh ada orang yang
tahu. Tak boleh kulepas dari ikatannya, apalagi membaca dan mempelajari isinya!
Pernah satu kali aku mencoba melanggar pantangan, mencoba mengintip apa isi kitab ini.
Akibatnya aku diserang demam panas selama sepuluh minggu...!"
"Kalau begitu pastilah kitab itu sebuah benda mustika sakti!" ujar Tiga Bayangan
Setan. PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis "Sakti dia atas sakti! Bebanku berat sekali. Memiliki tapi tidak bisa mengambil
manfaat. Namun sekarang aku segera akan bebas dari semua beban...."
"Guru, apa kau tidak tahu kitab apa itu adanya" Mengapa sampai kau dibebani
harus membawanya selama lebih dari separuh usiamu?" bertanya Elang Setan.
Wajah Jarot Ampel alias Iblis Tanpa Bayangan kembali menjadi redup. Suaranya
bergetar ketika menyahuti pertanyaan muridnya.
"Menurut orang yang memberikannya padaku kitab ini bernama Wasiat Iblis.
Berisi pelajaran ilmu kesaktian yang tidak ada duanya di dunia ini. Siapa
memiliki dan mengusasinya akan menjadi raja diraja dunia persilatan...!"
"Wasiat Iblis!" seru Tiga Bayangan Setan. "Kami sudah pernah mendengarnya!
Kalau begitu...!"
Jarot Ampel tersenyum, "Aku tahu apa yang ada dibenakmu Tiga Bayangan Setan.
Kau dan juga saudaramu itu tiba-tiba saja punya maksud ingin memiliki kitab ini.
Betul...?" Si orang tua gelengkan kepala. "Suratan mengatakan bahwa hanya ada satu
manusia yang boleh memiliki dan sekaligus mempelajari isinya. Manusia itu akan
datang sebelum seratus dari setelah kematianku..."
"Manusia itu, siapa dia guru?" tanya Elang Setan.
"Aku tidak tahu. Petunjuk hanya mengatakan bahwa orang itu seorang
berkepandaian sangat tinggi. Akan muncul seratus hari setelah aku mati..."
"Jadi kitab itu akan menjadi milik orang lain. Lalu apa perlunya guru menyuruh
kami datang ke sini "!" Pertanyaan Elang Setan bernada tidak enak.
"Jangan kalian kecewa. Bagaimanapun juga kitab ini tidak berjodoh dengan salah
satu dari kalian. Suratan sudah menentukan demikian. Kalian kusuruh datang
kemari karena setelah aku mati kalian berdua harus menjaga sumur batu ini sampai saat
munculnya orang yang ditakdirkan berjodoh dengan Wasiat Iblis ini..."
"Bagaimana kami tahu orangnya?" tanya Tiga Bayangan Setan.
"Kalian tak sanggup mengalahkannya. Hanya itu saja petunjuk yang aku bisa
berikan." Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan terdiam.
"Ada satu hal lagi. Jika orang itu telah mendapatkan kitab Wasiat Iblis ini maka
kalian berdua ditakdirkan akan menjadi pembantunya!"
Paras Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan langsung berubah.
"Kalau begitu apapun yang terjadi kami akan membunuhnya!" kata Elang Setan
pula. "Di alam akhirat aku mendoakan agar kalian mampu melakukan hal itu," jawab si
orang tua tersenyum tawar. Lalu dia menutup baju pakaiannya kembali. Kitab
Wasiat Iblis lenyap dari pemandangan dua anak muridnya.
"Murid-muridku, aku sudah siap pergi selama-lamanya. Jaga sumur batu ini baik-
baik!" Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan saling melirik lalu sama-sama menjawab.
"Tugas dari guru akan kami laksanakan! Kami akan menjaga sumur batu sebaik-
baiknya!" "Bagus! Kalau begitu selamat tinggal"
Habis berkata begitu kakek bernama Jarot Ampel bergelar Iblis Tanpa Bayangan
ini hantam kepalanya dengan tangan kanannya sendiri.
"Praaakkk!"
"Ah!" Tiga Bayangan Setan keluarkan seruan tertahan.
"Kita terlambat!" teriak Elang Setan.
PDF created with FinePrint pdfFactory Pro trial version
http://www.softwarelabs.com
Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng
Wasiat Iblis Sebenarnya kedua orang ini sama-sama berniat hendak merampas kitab Wasiat
Iblis itu namun tidak kesampaian karena saat itu sang guru telah memukul rengkah
kepalanya sendiri. Tubuh Jarot Ampel melayang jatuh ke dalam sumur batu. Tiga
Bayangan Setan masih berusaha menggapai pakaiannya tapi luput.
Pendekar Sakti Suling Pualam 10 Joko Sableng Tabir Asmara Hitam Sepasang Pedang Iblis 26